41
REFERAT RADIOLOGI PNEUMOTHORAKS DISUSUN OLEH : I Gusti Agung Putu Restu M 0961050137 DOKTER PEMBIMBING : Dr. Tri Harjanto Sp.Rad KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI PERIODE 17 Maret – 12 April 2014 1

Referat radiologi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat radiologi

REFERAT RADIOLOGI

PNEUMOTHORAKS

DISUSUN OLEH :

I Gusti Agung Putu Restu M

0961050137

DOKTER PEMBIMBING :

Dr. Tri Harjanto Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI

PERIODE 17 Maret – 12 April 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

1

Page 2: Referat radiologi

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya

saya dapat menyelesaikan tugas referat ini.

Dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu

Radiologi yaitu referat ‘PNEUMOTHORAKS’.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya

kepada: Dr. Tri Harjanto Sp.Rad selaku pembimbing referat, atas bimbingan

serta dukungan dari teman – teman di bagian radiologi yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian referat ini.

Akhir kata, disadari bahwa penyajian referat ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan,

semoga referat ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, khususnya di bagian Ilmu

Radiologi.

2

Page 3: Referat radiologi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………….i

Daftar Isi…………………………………………………….ii

BAB I. Pendahuluan…………………………………….......1

BAB II. Tinjauan Pustaka…………………………………...2A. Epidemiologi………………………………………………..2

B. Anatomi dan Fisiologi……………………………………….2

C. Definisi………………………………………………………5

D. Klasifikasi…………………………………………………….5

E. Diagnosis……………………………………………………..11

F. Diagnosis Banding……………………………………………25

G. Penatalaksanaan………………………………………………27

H. Prognosis……………………………………………………..26

BAB III. Kesimpulan………………………………………...27

Daftar Pustaka…………………………………………………28

3

Page 4: Referat radiologi

BAB I

PENDAHULUAN

Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis dan

mengempiskan udara melalui trakea yang dipengaruhi tekanan ruang

untuk mempertahankan keberlangsungan pernafasan. Paru-paru

sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu

lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru

di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit

cairan dengan tekanan negatif yang ringan (1).

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam

rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka

akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru

tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika

bernafas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun

traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan

sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik

dan non iatrogenik(2).

4

Page 5: Referat radiologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. EPIDEMIOLOGIInsidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak

yang tidak diketahui(7). Namun dari sejumlah penelitian yang pernah

dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada

penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering

daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 (2).

Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada

laki-laki adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara

pada wanita insidensnya adalah 1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan

insidens pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah 6,3 kasus

per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks

traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju

yang semakin meningkat (3).

Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun

dengan puncak insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks

spontan sekunder lebih sering terjadi pada usia 60 – 65 tahun (3).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGIRongga thoraks atau cavitas thoracis berisi organ vital paru dan

jantung.(8) Paru-paru dan pleura mengisi sebagian besar rongga thoraks

dengan jantung di antaranya, sedangkan aorta descendens serta

oeshophagus terletak di belakang jantung. Pleura terbagi atas 2 lapisan,

yaitu: pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis merupakan

selaput tipis dari membrana serosa yang melapisi rongga pleura. Pada

daerah yang menghadap mediastinum, pleura ini beralih meliputi paru-

paru sehingga disebut pleura visceralis atau pleura pulmonalis. Pleura

visceralis ini membungkus paru-paru dan melekat erat pada

permukaannya. Ruangan potensial antara kedua lapisan pleura ini disebut

cavitas pleuralis yang hanya berisi lapisan tipis cairan untuk lubrikasi. (9)

5

Page 6: Referat radiologi

Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada.

Inspirasi terjadi karena gerak otot pernapasan yaitu M. intercostalis dan

diafragma yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan

terhisap masuk melalui trakea dan bronkus (8).

Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus mengembang dan

mengempis bergantung pada membesar atau mengecilnya rongga dada.

Dinding dada yang membesar akan akan menyebabkan paru-paru

mengembang sehingga udara akan terhisap ke dalam alveolus. Sebaliknya

bila M. Intercostalis melemas maka dinding dada akan mengecil sehingga

udara akan terdorong keluar. Sementara itu, karena adanya tekanan intra

abdominal maka diafragma akan terdorong ke atas apabila tidak

berkontraksi. Ketiga faktor ini yaitu lenturnya dinding thoraks, kekenyalan

jaringan paru, dan tekanan intra abdominal menyebabkan ekspirasi jika M.

Intercostalis dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan

inspirasi. Dengan demikian ekspirasi merupakan kegiatan yang pasif. (8).

C. DEFINISI

6

Page 7: Referat radiologi

Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di

dalam pleura akibat robeknya pleua atau suatu keadaan dimana udara

terkumpul di dalam kavum pleura sehingga memisahkan rongga viceralis

dengan parietalis yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena(5).

D. KLASIFIKASIMenurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu (2,3) :

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.

Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi

secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi

dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki

sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis

(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik

7

Page 8: Referat radiologi

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik

trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,

dinding dada maupun paru.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam

dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang

terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,

barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi

akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun

masih dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan

medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan

tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan

dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.

Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,

misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik,

maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat

diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4) :

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas

terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia

luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun

lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru

disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,

sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah

kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di

rongga pleura tetap negatif.

8

Page 9: Referat radiologi

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga

pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat

luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama

dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan

intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan

tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. (4)

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu

ekspirasi tekanan menjadi positif (4). Selain itu, pada saat inspirasi

mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi

mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking

wound). (2)

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan

makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis

yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,

bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura

melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura

tidak dapat keluar (4). Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin

lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul

dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering

menimbulkan gagal napas. (2)

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka

pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada

sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

9

Page 10: Referat radiologi

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian

besar paru (> 50% volume paru).

10

Page 11: Referat radiologi

11

Page 12: Referat radiologi

E. DIAGNOSIS1. Gejala Klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang sering muncul

adalah (2,4,5) :

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali

sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita

bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan

tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri

pada gerak pernapasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Denyut jantung meningkat.

5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang

kurang.

6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,

biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

2. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3,4) :

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi

dinding dada)

b. Pada waktu inspirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak

menggetar

12

Page 13: Referat radiologi

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan

intrapleura tinggi

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni

negative

3. Gambaran Radiologi

1. Foto Thoraks

Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat

ditegakkan dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :

- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang

mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru

yang mengalami pneumothoraks dengan paru yang kolaps

memberikan gambaran radioopak. Bagian paru yang kolaps dan

yang mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru kolaps

berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis,

yang biasa dikenal sebagai pleural white line.

13

Page 14: Referat radiologi

Gambar 1. Tanda panah menunjukkan pneumothorax line.

(dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 2. Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan

dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps.

(dikutip dari kepustakaan 3)

14

Page 15: Referat radiologi

15

Page 16: Referat radiologi

- Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang

dewasa maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign. (11)

Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura

menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah lateral dari hepar dan

lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut kostofrenikus

menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu, seorang

klinisi harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut kostofrenikus

yang lebih dalam daripada biasanya atau jika menemukan sudut

kostofrenikus menjadi semakin dalam dan lancip pada foto dada serial.

Jika hal ini terjadi maka pasien sebaiknya difoto ulang dengan posisi

tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain pneumotoraks

berupa tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanya

terjadi pada posisi supine di mana udara berkumpul di daerah anterior

tubuh utamanya daerah medial.(11)

Gambar 4. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai

deviasi mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).

(dikutip dari kepustakaan 7)

- Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah

hilus atau paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong

mediastinum ke arah kontralateral. Jika pneumotoraks semakin

16

Page 17: Referat radiologi

memberat, akan mendorong jantung yang dapat menyebabkan gagal

sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan menyebabkan

kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela iga

menjadi lebih lebar.(6,10)

Gambar 5. Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan).

(dikutip dari kepustakaan 3)

- Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat

masuk ke dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura

(menempelnya pleura parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya

reaksi inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit tidak dapat

terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru

difus di mana paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps

paru komplit. Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai terjadinya

loculated pneumothorax atau encysted pneumothorax. Keadaan ini

terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas akibat adanya adhesif

pleura. Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah adanya

daerah hiperlusen di daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang

telur. (14)

17

Page 18: Referat radiologi

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam

posisi tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi

supinasi. Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi

penuh. (11)

Gambar 3. Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi

(kanan) dan dalam keadaan ekspirasi (kiri).

(dikutip dari kepustakaan 3)

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif

menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan

sehingga lebih mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya

yang berukuran lebih kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi

pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran

sebenarnya.(11,13)

18

Page 19: Referat radiologi

Emfisema subkutan.

(dikutip dari kepustakaan 16)

- Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak

permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa

ditemui pada kasus Hidropneumotoraks.

Gambar 9. Hidropneumothoraks.

(dikutip dari kepustakaan 17)

19

Page 20: Referat radiologi

F. DIAGNOSIS BANDINGPneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli

paru, dan pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, laki-laki, dan perokok jika

setelah difoto diketahui ada pneumotoraks maka diagnosis umumnya

menjurus ke pneumothoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan

sekunder kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang

terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla.(2)

Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang

hiperlusen, dengan dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam

beberapa kasus, dimana bleb atau bulla menyerang 1 lobus paru, dapat

memberikan gambaran radiologi yang mirip dengan pneumotoraks. Untuk

membedakannya, dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah pada

daerah tersebut terdapat gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada

pneumotoraks daerah hiperlusen-nya tidak terdapat vaskular sehingga

biasa disebut hiperlusen avaskular, sedangkan pada bleb atau bulla

terdapat garis-garis trabekula pada daerah paru yang mengalami bleb atau

bulla. Selain itu, pada bleb atau bulla yang besar, jaringan paru di sekitar

bulla akan mengalami pemadatan yang diakibatkan oleh pendesakan bulla

tersebut kepada jaringan paru. (18)

20

Page 21: Referat radiologi

Gambar 11. Bleb dan bulla paru.

(dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 12. Gambaran foto thoraks bulla paru.

(dikutip dari kepustakaan 18)

G. PENATALAKSANAANTujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan

untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks

adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura

telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura

21

Page 22: Referat radiologi

tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila

diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari

dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari (2).

Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan

terbuka (4).

2. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus

pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan

untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan

antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga

pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga

pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar

melalui jarum tersebut (2), (4).

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam

rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada

pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.

Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung

udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam

botol (2,4).

2) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari

gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada

posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke

rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.

Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus

set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang

berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak

gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang

berada di dalam botol (2,4).

22

Page 23: Referat radiologi

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke

rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan

bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan

melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di

sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris

posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis

mid klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera

dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,

sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di

rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di

dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik

lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol

sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya

gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui

perbedaan tekanan tersebut (3), (4).

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan

intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan

memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan

tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah

mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah

negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji

coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk

selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali

menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan

WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi

maksimal (2).

23

Page 24: Referat radiologi

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga

toraks dengan alat bantu torakoskop.

4. Torakotomi

5. Tindakan bedah (4)

24

Page 25: Referat radiologi

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian

dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang

menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan

dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami

robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,

kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

6. Penatalaksanaan tambahan

1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan

ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB

paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran

napas diberi antibiotik dan bronkodilator (4).

2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).

3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah

dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi,

seperti emfisema (3).

7. Rehabilitasi

1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan

pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.

2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau

bersin terlalu keras.

3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,

berilah laksan ringan.

4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan

batuk, sesak napas.

25

Page 26: Referat radiologi

H. PROGNOSISPasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan

mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah

pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-

pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien

yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai

komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit

paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus

lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.

26

Page 27: Referat radiologi

BAB III

KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh

udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang

menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat

proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak

napas dan nyeri dada.

Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan

maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan

sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non

iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat

terbuka, tertutup dan ventil (tension).

Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada

hasil foto röntgen berupa gambaran radio-hiperlusen tanpa adanya corakan

bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang

merupakan batas paru (deep sulcus sign). Dari hasil rontgen juga dapat diketahui

seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan

serta kondisi jantung dan trakea.

Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan

pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang

berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi

disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu

diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.

27

Page 28: Referat radiologi

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Dalam : Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC; 2007. P. 495-500.

2. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam :

Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,

Simadibrata. Setiati, Siti (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

P. 1063-1068.

3. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [26 September 2011].

Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551

4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Pneumotoraks. Dalam : Dasar-

Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.

2009. p. 162-179

5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax

(Collapsed Lung). Cited : [26 September 2011]. Available from :

http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm

6. Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi

Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.

7. Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Cited on [26 September

2011]. Available from www.emedicine.com

8. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar

Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. 1997. P.404-419.

9. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam :

Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-

220.

10. Reed, James, C. Kelainan-kelainan rongga pleura. Dalam :

Radiologi Thoraks. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

1995. P. 63-64.

28

Page 29: Referat radiologi

11. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9

Radiology Second Edition. China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-

177.

12. Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Cited on [28 September

2011]. Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-

pneumothorax

13. Felson, Benjamin. Pneumothorax. In : Chest Roentgenology.

Philadelphia : W. B. Saunders Company. P. 366-372.

14. Sutton, David. Pneumothorax. In : A Textbook of Radiology and

Imaging. Vol. 1. 5th edition. London : Churchill Livingstone. 1992.

P. 371-374.

15. Radswiki. Pneumomediastinum. Cited on [28 September 2011].

Available from

http://www.radiopedia.org/cases/pneumomediastinum-4

16. D’Souza, Donna. Subcutannous emphysema. Cited on [28

September 2011]. Available from

http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-emphysema

17. Rao, K, K. Loculated hydropneumothorax. Cited on [28 September

2011]. Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-

hydropneumothorax-1

18. Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and

bullae. Cited on [05 Oktober 2011]. Available from

http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584/pdf/annsurg01

326-0101.pdf

19. Dawes, Laughlin. Subpleural bullae. Cited on [05 Oktober 2011].

Available from http://www.radiopedia.org/articles/pulmonary-

bullae

29