Referat Perdarahan Postpartum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Blok Emergency 2010 (Yarsi)

Citation preview

Skenario 1 BLOK EMERGENCYPerdarahan PersalinanSeorang perempuan berusia 18 tahun berobat ke Puskesmas dengan keluhan mau melahirkan. Pada pemeriksaan oleh dokter laki-laki, didapatkan kehamilan aterm (G1P0A0), usia kehamilan 38 minggu, his teratur, pembukaan 8. Tanda-tanda vital : tekanan darah 90/60 mmHg, denyut nadi 120x/menit, frekuensi napas 24x/menit, suhu 37,5oC. Pasca persalinan didapatkan perdarahan post partum. Bayi langsung menangis, BB 1500 gr, PB 48 cm. Pemeriksaan terhadap bayi didapatkan denyut nadi 150x/menit, frekuensi napas 40x/menit, suhu 36oC. Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning, kadar bilirubin total 15 gr/dL, bilirubin indirek 14,2 gr/dL, sehingga dilakukan fototerapi.Sasaran Belajar1. Memahami & Menjelaskan tentang Perdarahan Post PartumA. DefinisiPerdarahan post partum adalah perdarahan >500 mL setelah persalinan per vaginam atau >1000 mL setelah persalinan sectio cesare. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik 100 x/menit, kadar Hb 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan .Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir ditampung dan dicatat.Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelahn uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.1) Pemeriksaan fisik : Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar dari vagina terus menerus.2) Pemeriksaan obstetri : mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir.3) Pemeriksaan ginekologi : dilakukan dalam keadaan baik dan telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.G. Etiologi1) Atonia UteriAtonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak nerkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta : 2002).Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek hal ini merupakan penyebab perdarahan postpartum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan pasca persalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.Overdistensi uterus, baik absolute maupun relative, merupakan faktor resiko mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah diuterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir.Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan normal atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan karena obat-obatan, seperti agent anastesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obatan anti implantasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septicemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus Couvilaire pada abruption plasenta dan hipotermia akibat resusitasi massif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan postpartum.EtiologiPenyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain : Overdistensi uterus seperti : gemelli, makrosomia, polihidramnion atau paritas tinggi Umur yang terlalu muda atau terlalu tua Multipara dengan jarak kelahiran pendek Partus lama atau partus terlantar Malnutrisi Grandemultipara : uterus yang terlau regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB>4000 gr), kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas oprasi), partus lama (exhausted mother), partus presipitatus, hipertensi dalam kehamilan (gestosis), infeksi uterus, anemia berat, penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus), riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual, pimpinan kala 3 yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas, IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati), tindakan operatif dengan anastesi umum yang terlalu dalam.Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebelumnya belum terlepas dari uterus. Manifestasi KlinisTanda dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan: uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (postpartum primer).PencegahanPemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,anemia,dan kebutuhan transfusi darah.Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti egometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada menejemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.Analog sintenik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan postpartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibandingkan oksitosin.2) Retensio PlasentaRetensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsinoma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah pendarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang. (Prawirohardjo, 2005).Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir. Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh serviks, terlepas sebagian, secara patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, perkreta) (David, 2007).Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang tidak tampak, dan juga didasari pada lamanya waktu yang terlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan. Beberapa ahli klinik menangani setelah 5 menit. Kebanyakan bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya tertahan. (Varneys, 2007)Klasifikasi Retensio Plasentaa) Plasenta Adhesivaadalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.b) Plasenta Akretaadalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miornetrium.c) Plasenta Inkretaadalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki miometrium.d) Plasenta Perliretaadalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.e) Plasenta Inkarserataadalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi osteuni uteri.3) Robekan Jalan LahirRobekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi.Perdarahan pada robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan secara legeartis ditengah masyarakat melalui polindes, sehingga berangsur-angsur peranan dukun makin berkurang. Bidan dengan pengetahuan medisnya dapat memilah-milah hamil dengan resiko tinggi, resiko rawan atau resiko tinggi, dan mengarahkan pertolongan pada kehamilan dengan resiko rendah. Pertolongan persalinan dengan resiko rendah mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu maupun perinatal. Dengan demikian komplikasi robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan akan semakin berkurang.Robekan jalan lahir bersumber dari berbagai organ diantaranya vagina, perineum, porsio, servik dan uterus. Ciri yang khas dari robekan jalan lahir yaitu kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil, perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi perdarahan tidak berkurang. Dalam keadaan apapun, robekan jlan lahir harus dapat diminimalkan karena tak jarang perdarahan terjadi karena robekan dan ini menimbulkan akibat yang fatal seperti terjadinya syok.Penanganan rupture perineum dan robekan dinding vagina (dilakukan oleh yang sudah berpengalaman terutama dokter Kandungan).a) Robekan PerineumKonsep DasarRobekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat dihindarkan atau dukurangi dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. dan adanya robekan perineum ini dibagi menjadi: robekan perineum derajat 1, robekan perineum derajat 2, 3 dan 4.Derajat Laserasi Jalan LahirDerajat I : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum.Derajat II : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum.Derajat III : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter ani eksterna.Derajat IV : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter ani eksterna, dinding rectum anterior.Robekan perineum yang melebihi derajat satu harus dijahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum plasenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai menunggu plasenta lahir. Dengan penderita berbaring secara litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptic dan luas robekan ditentukan dengan seksama (Sumarah,2009).Pada robekan perineum derajat dua setelah diberi anastesi local otot-otot diafragmaurognitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikitsertakan jaringan-jaringan. (Sumara,2009).Menjahit robekan perineum derajat 3 harus dilakukan dengan teliti, mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal ditutup, dan muskulus sfingter ani aksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan penutupan robekan seperti pada robekan perineum derajat 2. Untuk mendapatkan hasil yang baik pada robekan perineum total perlu tindakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna (Sumarah,2009).Penderita diberi makanan yang tidak mengandung selulosa dan mulai hari ke-2 diberi paraffinum liquidum sesendeok makan 2 kali sehari dan jika perlu pada hari ke-6 diberi klisma minyak (Sumarah,2009).b) Robekan VaginaPerlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam. Terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan bahu terlihat pada pemeriksaan speculum. Perdarahan biasanya banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan. Kadang-kadang robekan atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya uterine terputus, timbul banyak perdarahan yang membahayakan jiwa penderita. Apabila perdarahan itu sukar dikuasai dari bawah, terpaksa dilakukan laparatomin dan ligamentum latum dibuka untuk menghentikan perdarahan, jika hal yang terakhir ini tidak berhasil, arteria hipogastrika yang terakhir perlu diikat.c) Robekan ServiksKonsep DasarPersalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulakn perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak mau berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. Dalam keadaan ini serviks harus diperiksa dengan speculum. Pemeriksaan juga harus dilakukan secara rutin setelah tindakan obstetric yang sulit.Apabila ada robekan servik perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batasan antara robekan dapat dilihat dengan baik. Jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka, baru kemudian dilakukan jahitan uterus kebawah. Apabila serviks kaku dan his kuat, seviks uteri mengalami tekanan kuat oleh kepala janin sedangkan pembukaan sudah maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks atau pelepasan serviks secara sekuler. Pelepasan ini dapat dihindari dengan tindakan seksio sesarea jika diketahui ada distosia servikalis. Apabila sudah terjadi pelepasan serviks biasanya tidak dibutuhkan pengobatan hanya jika ada perdarahan, tempat perdarahan dijahit. Jika bagian serviks yang terlepas masih berhubungan dengan jaringan lain sebaiknya hubungan itu diputuskan (Sumarah, 2009).Robekan yang kecil-kecil selalu terjadi pada persalinan. Oleh karena itu, robekan yang harus mendapat perhatian krita akan robekan yang dalam, yang kadang-kadang sampai ke vornik. Robekan biasanya terdapat dipinggir samping servik bahkan kadang-kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka parametrium. Robekan yang sedemikian dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang besar dan menimbulkan perdarahan yang hebat. Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan, ekstraksi dengan forsep ekstraksi pada letak sunsang, versi dan ekstraksi,dekapitasi, pervorasi, dan kraniokasiterutama jika dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap. Robekan ini jika tidak dijahit selain menimbulkan perdarahan juga dapat menjadi penyebab servisitis, parametritis, dan mungkin juga terjadi pembesaran karsinoma servik, kadang-kadang menimbulkan perdarahan nifas yang lambat (obstertri patologi Unpad, edisi 2, 2005).Perdarahan pascapersalinan pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa kita untuk memeriksa servik uteri dengan pemeriksaan speculum sebagai profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk pemeriksaan speculum. (obstertri patologi Unpad, edisi 2, 2005).Robekan servik harus dijahit jika berdarah atau lebih besar dari 1 cm. kadang-kadang bibir depan servik tertekan antara kepala anak dan simpisis, terjadi nekrosis dan terlepas. (obstertri patologi Unpad, edisi 2, 2005). Adakalanya porsio kesuluruhannya telepas, bagian yang terlepas itu merupakan cincin (circular detachment) ini terutama terjadi pada primi tua. (obstertri patologi Unpad, edisi 2, 2005).DiagnosaJika perdarahan postpartum pada uterus yang berkontraksi baik harus dilakukan pemeriksaan serviks secara inspekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk pemeriksaan inspekulo.EtiologiEtiologi robekan serviks yaitu partus presipitatus, trauma karena pemakaian alat seperti cunam, vakum ekstraktor, melahirkan kepala janin dengan letak sungsang secara paksa padahal pembukaan serviks uteri belum lengkap, partus lama dimana telah terjadi serviks oetem sehingga jaringan servik sudah menjadi rapuh dan mudah robek.d) Robekan UteriKonsep DasarFaktor predisposisi yang menyebabkan rupture uteri yaitu multiparitas hal ini disebabkan karena dinding perut yang lembek dengan kedudukan uterus dalam posisi antefleksi sehingga terjadi kelainan letak dan posisi janin, janin sering lebih besar, sehingga dapat menimbulkan CPD, pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan yang tidak tepat, kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta, plasenta inkreta atau perkreta, kelainan bentuk uterus, hidramnion.Klasifikasi Rupture uteri spontan : terjadi pada keadaan dimana terdapat rintangan pada waktu pada waktu persalinan yaitu pada kelainan letak dan persentasi janin, panggul sempit, kelainan panggul, tumor jalan lahir. Rupture uteri traumatic : terjadi karena ada dorongan pada uterus misalnya fundus akibat melahirkan anak pervaginam seperti ekstraksi, penggunaan cunam, manual plasenta. Rupture uteri jaringan parut : terjadi karena bekas operasi sebelumnya pada uterus seperti bekas SC. Pembagian jenis menurut anatomic (rupture uteri kompilt) : dimana dinding uterus robek, lapisan serosa (peritoneum) robek sehingga janin dapat berada dalam rongga perut dan rupture uteri inkomplit :dinding uterus robek sedangkan lapisan serosa tetap utuh.ManifestasiHis kuat dan terus menerus, rasa nyeri perut yang hebat diperut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti nadi dan pernapasan cepat, cincin van Bedl setinggi. Setelah terjadi rupture uteri dijumpai gejala syok (akral dan ekstremitas dingin, nadi melemah, kadang hilang kesadaran), perdarahan (bisa keluar dari vagina atau dalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernapasan cepat dan dangkal terkanan darah turun pada palpasi sering bagian bawah janin teraba lngsung dibawah dinding perut dan nyeri tekan dan dibagian bawah teraba bagian uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggal.1) Sisa PlasentaSisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulitdilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal.Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasiH. Faktor Resiko Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat) Partus presipitatus Solutio plasenta Persalinan traumatis Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion) Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus Partus lama Grandemultipara Plasenta previa Persalinan dengan pacuan Riwayat perdarahan pasca persalinanI. Pemeriksaan Penunjanga) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 gr/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal. Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan.b) Pemeriksaan radiologi Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasanya terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalam darah dan retensi sisa plasenta. USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.J. Penatalaksanaan Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu :1) Resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemikResusitasi CairanPengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat.Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah.Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan.Transfusi DarahTransfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat3.PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. Para klinisi harus memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan jumlah produk darah yang tersedia dalam keadaan gawat.Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Masalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan.Jenis dan CaraOksitosinErgometrinMisoprostol

Dosis dan cara pemberian awalIV : 20 U dlm 1L larutan garam fisiologis dengan tetesan cepatIM : 10 UIM atau IV (lambat) : 0,2 mgOral atau rektal : 400 mg

Dosis lanjutanIV : 20 U dlm 1L larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menitUlangi 0,2 mg IM setelah 15 menitBila masih diperlukan, beri IM/IV setiap 2-4 jam400 mg 2-4 jam setelah dosis awal

Dosis maksimal per hariTidak lebih dari 3L larutan fisiologisTotal 1 mg (5 dosis)Total 1200 mg atau 3 dosis

Kontraindikasi atau hati-hatiPemberian IV secara cepat atau bolusPreeklampsia, vitium kordis, hipertensiNyeri kontraksiAsma

Tabel Jenis Uterotonika dan Cara Pemberiannya2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum

K. Penyulit Syok ireversibel DIC Amenorea sekunderL. PencegahanBukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum3. Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut: Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan. Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi dengan baikCara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.Penanganan umum pada perdarahan post partum : Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung). Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi Atasi syok Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauaninput-output cairan Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.(Sumber : http://indrirohmawati.blogspot.com/2013/01/pendarahan-postpartum-dan-penanganannya.html) 2. Memahami & Menjelaskan tentang Hipotermi pada NeonatusA. DefinisiBayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari. Suhu normal pada bayi baru lahir berkisar 36,5C-37,2C.Gejala awal hipotermi adalah suhu 5 mg/dL (> 86mol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di Washington, namun pada tahun 1990-an ditemukan 31 kasus kernikterus (data Georgetown University Medical Centre Washington D.C. tahun 2002).B. DefinisiIkterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86mol/L). Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excessive Physiological Jaundice. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00 menurut Normogram Bhutani.Hiperbilirubinemia fisiologis vs Hiperbilirubinemia patologiSebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 mol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 mol/L) pada bayi cukup bulan. Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia apabila kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 mol/L) pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171 mol/L).5. Memahami & Menjelaskan tentang Pemeriksaan yang dilakukan dokter lain jenis menurut Pandangan IslamAurat wanita yang disepakati ulama adalah seluruh tubuh kecuali muka dan tapak tangan. Sehingga laki-laki asing (ajnabi) yang bukan mahram diharamkan untuk melihatnya. Keharaman ini tetap terus berlaku dalam semua kondisi kecuali bila sudah mencapai titik dharurat yang pasti.Titik dharurat yang pasti itu sebenarnya sangat sempit ruang lingkupnya. Misal, bila sebuah nyawa terancam melayang dan tidak ada alternatif lainnya kecuali harus melihat aurat wanita yang bukan mahram, maka dharurat itu barulah terjadi dan dibolehkan melihat aurat. Tapi begitu resiko nyawa melayang tadi sudah mulai berkurang, maka nilai dharuratnya pun otomatis menjadi hilang.Kita mengenal kaidah fiqhiyah,?Ad-dharuratu tuqaddar biqadriha? Kedaruratan itu harus diukur sesuai dengan kadarnya. Bila nilai kedaruratan itu tinggi, maka legalitas atas sesuatu yang asalnya haram menjadi berlaku. Dan begitu nilai kedaruratannya berkurang, maka hukumnya kembali menjadi haram.Kita juga mengenal kaidah lainya yang senafas,?Izaa Dhaaqal Amru ittasa`a wa izaa ittasa`a dhaaqa?. Bila suatu masalah menjadi sempit, maka hukumnya menjadi luas dan bila suatu masalah menjadi luas maka hukumnya menjadi sempit.Selama masih ada bidang dan para medis yang wanita, maka haram hukumnya dokter kandungan memeriksa dan melihat aurat wanita. Meski posisi bidan atau dokter wanita itu jauh atau biaya dokter spesialis kandungan wanita itu lebih mahal. Namun jarak yang jauh dan biaya yang mahal belum membuatnya menjadi darurat.Darurat baru bisa diakui bila terjadi kelainan dalam persalinan yang beresiko pada kematian atau cacat atau membahayakan, sedangkan bidan atau perawat yang wanita sudah angkat tangan, maka saat itu kehadiran dokter ahli kandungan laki-laki menjadi boleh bahkan harus, karena untuk menyelamatkan nyawa. Begitu persalinan usai dan tingkat bahayanya sudah tidak tinggi lagi, otomatis sang dokter diharamkan melihat auratnya.Karena itu dalam Islam, diharamkan untuk mengambil spesialisasi kandungan yang bagi para dokter laki-laki, karena konsekuensi pada profesinya nanti memang harus melihat aurat wanita, bahkan sampai pada kemaluannya yang merupakan aurat besar. Kesempatan untuk mengambil spesialisasi dokter kandungan harus 100 % diberikan kepada dokter wanita saja. Sehingga tidak akan ada lagi seorang dokter spesialis kandungan tapi berjenis kelamin laki-laki. Hanya di negeri yang tidak kenal syariat saja hal itu bisa terjadi.

Marleni 1102010156 Page 16