36
REFERAT PERDARAHAN POST PARTUM Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi di RSUD Tugurejo Semarang Pembimbing : dr. Muhammad Taufiqi, Sp.OG Disusun oleh : MARISA H2A008029

Referat Perdarahan Post Partum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kedokteran

Citation preview

Page 1: Referat Perdarahan Post Partum

REFERAT

PERDARAHAN POST PARTUM

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi

di RSUD Tugurejo Semarang

Pembimbing :

dr. Muhammad Taufiqi, Sp.OG

Disusun oleh :

MARISA

H2A008029

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2012

Page 2: Referat Perdarahan Post Partum

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya

penulis boleh diberi kesempatan untuk menyelesaikan referat yang berjudul Perdarahan

Post Partum ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepanitraan klinik Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. Untuk itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Muhammad Taufiqi Sp.OG

2. Pengajar di bagian SMF Obsgin RSUD Tugurejo

3. Para pengajar Obsgin FK UNIMUS

4. Serta pihak-pihak lain yang telah turut membantu kami dalam menyelesaikan tugas

refarat ini.

Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih ada kekurangan-kekurangan dan

masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari para pembacanya agar referat ini menjadi lebih sempurna dan

bermanfaat bagi para pembacanya dan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di

bidang medis bagian Obsgin. Terima kasih.

Semarang, September 2012

Penulis

2

Page 3: Referat Perdarahan Post Partum

BAB I

Pendahuluan

Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua

wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum. Walaupun

angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara berkembang, perdarahan

post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana.

Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika

Serikat diperkirakan 7 – 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional

Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post

partum. Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas

penyebab kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara

berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup,

dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan

post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya.

Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL

setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan

dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum

primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post

partum sekunder.

Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di

R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di

negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.

Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 – 60 %), sisa

plasenta (23 – 24 %), retensio plasenta (16 – 17 %), laserasi jalan lahir (4 – 5 %), kelainan

darah (0,5 – 0,8 %).

Penanganan perdarahan post partum harus dilakukan dalam 2 komponen, yaitu: (1)

resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)

identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.

3

Page 4: Referat Perdarahan Post Partum

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. PERDARAHAN POST PARTUM

I. Definisi

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi

setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan

abdominal1,2,3. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan

jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan

sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan

tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin,

menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100

x/menit, kadar Hb < 8 g/dL 2.

Perdarahan post partum dibagi menjadi1,2,5:

a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early

postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama

setelah kala III.

b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late

postpartum hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang

terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala

III.

II. Etiologi

Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain1,2:

- Atonia uteri

- Luka jalan lahir

- Retensio plasenta

- Gangguan pembekuan darah

4

Page 5: Referat Perdarahan Post Partum

III. Insidensi

Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan

adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju

maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%5.

Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut5:

- Atonia uteri 50 – 60 %

- Sisa plasenta 23 – 24 %

- Retensio plasenta 16 – 17 %

- Laserasi jalan lahir 4 – 5 %

- Kelainan darah 0,5 – 0,8 %

Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum2

5

Page 6: Referat Perdarahan Post Partum

IV.

Kriteria Diagnosis1

Pemeriksaan fisik:

Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat,

kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus

Pemeriksaan obstetri

6

Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja

Uterus tidak berkontraksi dan

lembek.

Perdarahan segera setelah anak

lahir

Syok

Bekuan darah pada

serviks atau posisi

telentang akan

menghambat aliran

darah keluar

Atonia uteri

Darah segar mengalir segera

setelah bayi lahir

Uterus berkontraksi dan keras

Plasenta lengkap

Pucat

Lemah

Menggigil

 

Robekan jalan lahir

Plasenta belum lahir setelah 30

menit

Perdarahan segera

Uterus berkontraksi dan keras

Tali pusat putus akibat

traksi berlebihan

Inversio uteri akibat

tarikan

Perdarahan lanjutan

Retensio plasenta

Plasenta atau sebagian selaput

tidak lengkap

Perdarahan segera

Uterus berkontraksi

tetapi tinggi fundus

tidak berkurang

Retensi sisa plasenta

Uterus tidak teraba

Lumen vagina terisi massa

Tampak tali pusat (bila

plasenta belum lahir)

Neurogenik syok

Pucat dan limbung

Inversio uteri

Sub-involusi uterus

Nyeri tekan perut bawah dan

pada uterus

Perdarahan sekunder

Anemia

Demam

Endometritis atau sisa

fragmen plasenta

(terinfeksi atau tidak)

Page 7: Referat Perdarahan Post Partum

Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan

mungkin karena luka jalan lahir

Pemeriksaan ginekologi:

Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada

pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi

sisa plasenta

V. Pemeriksaan Penunjang1,2,3

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar

hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang

buruk1,3.

Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode

antenatal3.

Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu

pembekuan2,3.

b. Pemeriksaan radiologi

Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan

penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan

laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat

membantu untuk melihat adanyagumpalan darah dan retensi sisa plasenta1,3.

USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien

dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan

post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula

meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta

dan variannya1,2,3.

VI. Penatalaksanaan

Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu:

(1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok

hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan

post partum3.

7

Page 8: Referat Perdarahan Post Partum

a) Resusitasi cairan

Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat

memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab

perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama

persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan

resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien

dengan resiko sangat tinggi3.

Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam

volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat

melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat

persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian

besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat

rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan

kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan

cairan Ringer Laktat3.

Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada

penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah

perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak

tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial.

Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan

edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal

dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih

dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan

infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah

yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah3.

Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan

efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih

baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak

diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap

direkomendasikan3.

b) Transfusi Darah

8

Page 9: Referat Perdarahan Post Partum

Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan

diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan

tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat3.

PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat

indikasi. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk

menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume

sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan

infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-

masing unit.

VII. Penyulit1

Penyulit pada kasus perdarahan post partum adalah :

Syok ireversibel

DIC

VIII. Pencegahan

Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III

dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum3.

Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:

Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.

Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat

Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus

berkontraksi dengan baik

Jenis uterotonika dan cara pemberiannya

Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara

pemberian awal

IV: 20 U dalam 1 

      L larutan garam

fisiologis dengan

tetesan cepat

IM: 10 U

IM atau IV

(lambat): 0,2 mg

Oral atau rektal

400 mg

Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1L Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam

9

Page 10: Referat Perdarahan Post Partum

larutan garam

fisiologis dengan

40 tetes/menit

setelah 15 menit

Bila masih

diperlukan, beri

IM/IV setiap 2-4

jam

setelah dosis awal

Dosis maksimal

per hari

Tidak lebih dari 3

L larutan fisiologis

Total 1 mg (5

dosis)

Total 1200 mg atau

3 dosis

Kontraindikasi

atau hati-hati

Pemberian IV

secara cepat atau

bolus

Preeklampsia,

vitium kordis,

hipertensi

Nyeri kontraksi

Asma

10

Page 11: Referat Perdarahan Post Partum

IX. Penilaian Klinik derajat syok

Tabel II.3. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok3

Volume

Kehilangan

Darah

Tekanan Darah

(sistolik)

Tanda dan

Gejala Derajat Syok

500-1.000 mL

(10-15%) Normal

Palpitasi,

takikardia,

pusing

Terkompensasi

1000-1500 mL

(15-25%)

Penurunan ringan

(80-100 mm Hg)

Lemah,

takikardia,

berkeringat

Ringan

1500-2000 mL

(25-35%)

Penurunan sedang

(70-80 mm Hg)

Gelisah, pucat,

oliguria Sedang

2000-3000 mL

(35-50%)

Penurunan tajam

(50-70 mm Hg)

Pingsan,

hipoksia, anuria Berat

11

Page 12: Referat Perdarahan Post Partum

Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan berbagai macam hal,

diantaranya adalah atonia uteri, laserasi jalanlahir dan

12

Page 13: Referat Perdarahan Post Partum

A. ATONIA UTERI

I. Definisi

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk

berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum

yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah

persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah

pada terjadinya syok hipovolemik3.

II. Etiologi

Over distensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor

terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda,

janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat),

kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat

akumulasi darah di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir3.

Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan

lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal

ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-

obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi

nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain

yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis,

septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat

resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan

merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum3.

PREDISPOSISI ATONIA UTERI

1. Grandemultipara.

2. Uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak sangat besar/ BB >

4000 gram).

3. Kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi).

4. Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan ante partum).

5. Partus lama

13

Page 14: Referat Perdarahan Post Partum

6. Partus presipitatus.

7. Hipertensi dalam kehamilan.

8. Infeksi uterus.

9. Anemia berat.

10. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus).

11. Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat manual plasenta.

12. Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus

sebelum plasenta terlepas.

III. Penatalaksanaan2,3

Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri

Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan

perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.

Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang

tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.

Kompresi bimanual eksternal

Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan

kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang

keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga

uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi

bimanual internal

Kompresi bimanual internal

Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan

dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai

pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi.

Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga

uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi

aorta abdominalis

Kompresi aorta abdominalis

Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi

tersebut,genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak

lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan

yang tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis.

Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi

14

Page 15: Referat Perdarahan Post Partum

Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba

prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada miometrium

(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap

2 atau 3 jam sesudahnya.

Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang terjadi tetap

> 200 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik

(khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda sekali)

Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.

Bagan II.2. Penilaian Klinik Atonia Uteri2

15

Page 16: Referat Perdarahan Post Partum

B. RETENSIO PLASENTA

I. Definisi

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih

dari 30 menit setelah bayi lahir2. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta

disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus

II. Klasifikasi

Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain2:

Plasenta adhesiva adalah plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih

dalam.sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai

sebagian lapisan miometrium sampai ke serosa

Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai/melewati lapisan miometrium

Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus

lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus

Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,

disebabkan oleh konstriksi ostium uteri

Tabel II.4. Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta2

Gejala Separasi / akreta

parsial

Plasenta

inkarserata Plasenta akreta

Konsistensi

uterus

Kenyal Keras Cukup

Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat

Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid

Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Separasi

plasenta

Lepas sebagian Sudah lepas Melekat

seluruhnya

Syok Sering Jarang Jarang sekali

16

Page 17: Referat Perdarahan Post Partum

III. Penatalaksanaan

Retensio plasenta dengan separasi parsial

Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan

diambil

Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta

tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.

Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit.

Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak

menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan

plasenta terperangkap dalam kavum uteri)

Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta

secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan

Lakukan transfusi darah apabila diperlukan

Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g supositoria

/ oral)

Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik

Plasenta inkarserata

Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan

Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi

serviks dan melahirkan plasenta

Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus

oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk

mengantisipasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut

Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui cunam ovum,

lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur ini berikan

analgesik (Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV) dan sedatif (Diazepam

5 mg IV) pada tabung suntik yang terpisah

Sisa Plasenta

Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan

kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan

perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke

17

Page 18: Referat Perdarahan Post Partum

tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke

rumah dan subinvolusi uterus

Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis.

Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1 g

oral dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg

oral

Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah

atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi

sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase

Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL, berikan

sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari

Plasenta akreta

Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus

atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi

plasenta karena implantasi yang dalam

Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan

diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini

memerlukan tindakan operatif

18

Page 19: Referat Perdarahan Post Partum

Bagan II.3. Penilaian Klinik Plasenta Akreta

 

C. LASERASI JALAN LAHIR

I. Klasifikasi2

- Ruptura perineum dan robekan dinding vagina

Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam6:

o Tingkat I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum

o Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum

dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital

o Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan

muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan

- Robekan serviks

19

Page 20: Referat Perdarahan Post Partum

II. Faktor Resiko1

- Makrosomia

- Malpresentasi

- Partus presipitatus

- Distosia bahu

III. Penatalaksanaan2

Ruptura perineum dan robekan dinding vagina

Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan

Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik

Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang

dapat diserap

Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator

Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan

penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sbb:

Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada rektum hingga ujung

robekan

Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa,

menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani.

Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no. 2/0

Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan benang

yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur

Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler

Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral).

Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi

ramuan tradisional atau

terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas

Robekan serviks

Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur akan

mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi

Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan

banyakmaka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio

20

Page 21: Referat Perdarahan Post Partum

Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan

dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan

lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke

arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit

Setelah tindakan, periksa tanda vital psien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri

dan perdarahan pasca tindakan

Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi

Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8 g%, berikan

transfusi darah

Bagan II.4. Penilaian Klinik Perdarahan Oleh Karena Persalinan Trumatika2

D. KELAINAN DARAH

I. Etiologi

21

Page 22: Referat Perdarahan Post Partum

Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet

biasanya tidak perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus

untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan

penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah

persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun

sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma3.

Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.

Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau

sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet

dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit

sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis3.

Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang

berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang

didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan

dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis.

Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran

normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu,

koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post partum masif yang

mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC3.

DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi

jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada

kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam,

serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).

II. Penatalaksanaan

Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya

perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya

perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada

kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia.

Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien

dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat.

Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 –

10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala

perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi

22

Page 23: Referat Perdarahan Post Partum

trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000 – 50.000/mm3, jika

direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan

suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh

trombosit hanya 3 – 4 hari4.

Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII,

IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan

adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel

penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium,

plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris4.

Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan

fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit

von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya

suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis4.

BAB III

23

Page 24: Referat Perdarahan Post Partum

Kesimpulan

1. Post partum haemorrhage adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih, sesudah

anak lahir. Perdarahan pasca persalinan terbagi menjadi 2, yaitu ppp dini dan masa

nifas

2. Perdarahan pasca persalinan Perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih yang terjadi

segera setelah bayi lahir sampai 24 jam kemudian.Perdarahan masa nifas adalah

Perdarahan yang terjadi pada masa nifas 500 ml atau lebih setelah 24 jam bayi dan

plasenta lahir.

3. Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan oleh Atonia uteri,

Robekan (laserasi, luka) jalan lahir., retensio plasenta dan sisa plasenta, Gangguan

pembekuan darah (koagulopati).

4. Gejala klinis yang ditemui adalah Perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah

bayi lahir., Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, denyut nadi

cepat dan halus, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.

5. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis, Palpasi uterus ,Inspekulo,

Laboratorium.

6. Prinsip penanganan adalah menghentikan perdarahan, cegah/ atasi syok., dan ganti

darah yang hilang

DAFTAR PUSTAKA

24

Page 25: Referat Perdarahan Post Partum

1. Komite Medik RSUP dr. Sardjito, 2000, Perdarahan Post Partum dalam Standar

Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta: Penerbit Medika Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada

2. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed), 2002,

Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR – POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

3. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage, http://www.emedicine.com

4. Rayburn, W. F., Carey, J. C., 2001, Obstetri & Ginekologi, Jakarta: Penerbit Widya

Medika

5. Mochtar, R., Lutan, D. (ed),1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi,

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

6. Angsar, M. D., 1999, Perlukaan Alat-alat Genital dalam Ilmu Kandungan, Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

25