16
REFERAT PERANAN DIET PADA PSORIASIS OLEH : AHMAD RAHMAT RAMADHAN TANTU, S. Ked N 111 14 055 PEMBIMBING KLINIK: dr. DIANY NURDIN, Sp.KK, M.Kes KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD UNDATA DAN UNIVERSITAS TADULAKO 2015

[REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Diet memiliki peran penting pada gangguan kulit, dan ahli kulit sering dihadapkan dengan kesulitan memisahkan mitos dari fakta ketika pasien datang untuk meminta saran dalam pengaturan diet mereka. Ada gangguan tertentu dimana satu atau lebih pada komponen makanan merupakan pusat untuk patogenesis psoriasis, dimana pembatasan diet merupakan dasar pengobatan. Sebuah daftar singkat, meskipun tidak komprehensif, gangguan lain di mana diet mungkin memiliki peran penting termasuk dermatitis atopik, acne vulgaris, pemfigus, urtikaria, pruritus, dermatitis kontak alergi, fixed drug eruption, kelainan genetik dan metabolik. Dari sudut pandang praktis, hal ini sangat berguna bagi dokter ahli kulit untuk menyimpan beberapa informasi diet yang berguna untuk menanganipasien yang tampaknya sering tidak merespon obat-obatan yang telah terbukti secara ilmiah.

Citation preview

Page 1: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

REFERAT

PERANAN DIET PADA PSORIASIS

OLEH :

AHMAD RAHMAT RAMADHAN TANTU, S. Ked

N 111 14 055

PEMBIMBING KLINIK:

dr. DIANY NURDIN, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA DAN UNIVERSITAS TADULAKO

2015

Page 2: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ahmad Rahmat Ramadhan

No. Stambuk : N 111 14 055

Fakultas : Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Refarat : Peranan diet pada psoriasis

Bagian : Ilmu Kulit dan Kelamin

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kulit

dan Kelamin Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako.

Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin

RSUD UNDATA PALU

Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Agustus 2015

Pembimbing Refarat

dr. Diany Nurdin, Sp.KK, M.Kes

Page 3: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Patogenesis Diet pada Psoriasis ............................................. 3

2.2 Diet dan Psoriasis ................................................................... 5

2.3 Faktor Pencetus ....................................................................... 6

2.3.1 Asam Arakidonat ......................................................... 6

2.3.2 Gluten ........................................................................... 7

2.3.3 Radikal Bebas ............................................................... 7

2.4 Faktor Penghambat ................................................................. 8

2.4.1 Antioksidan .................................................................. 8

2.4.2 Vitamin D3 Analog ....................................................... 9

2.4.3 Vitamin B12 .................................................................. 9

2.5 Peran Diet pada Psoriasis ....................................................... 10

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan ............................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12

LAMPIRAN

Page 4: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif, dapat

mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh

sisik yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas. Umumnya lesi

psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah siku dan

lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia.[1]

Predileksi psoriasis dapat muncul di lokasi trauma fisik (akibat garukan, kulit

terbakar, atau operasi), yang disebut isomorfik atau fenomena Koebner. Pruritus

kadang dijumpai. Walaupun psoriasis sering muncul pada permukaan kulit yang

mudah terlihat, daerah-daerah tertentu yang paling sering dan harus diperiksa pada

setiap pasien yang di diagnosis tersangka psoriasis, perlu di periksa predileksi lesi

pada siku, lutut, kulit kepala, bokong, dan kuku.[2]

Psoriasis merupakan gangguan hiperproliferasi, tetapi proliferasi ini di cetus

oleh senyawa cascade kompleks pada mediator inflamasi. Sel T dan sitokin

memiliki peran penting pada patofisiologi psoriasis. Kelebihan ekspresi pada

sitokin tipe-1seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFN-γ dan TNF-α, telah dibuktikan,

dan kelebihan ekspresi pada IL-8 menyebabkan akumulasi neutrofil. Signal utama

sel Th1 oleh IL-12, yang menginduksi pembentukan IFN-γ intraselular.[3]

Faktor ini disebabkan oleh adanya penyakit bawaan. Hal ini diduga kuat

hubungannya dengan human leucocyte antigens (HLAs) Cw6, B13, dan B17.

Jumlah siklus sel epidermal meningkat tujuh kali lipat pada pasien psoriasis, akibat

dari peningkatan proliferasi sel pada startum basal. Pembuluh darah pada anyaman

pembuluh darah melebar. Hal ini disebabkan oleh gangguan pada lokus psoriasis

PSOR-1 pada 6q21.3.[4]

Sejumlah faktor risiko telah diakui dalam etiologi dan patogenesis psoriasis,

termasuk riwayat keluarga secara genetik memiliki kromosom PSOR-1 dan faktor

lingkungan, seperti trauma (fenomena koebner) pada epidermis dan dermis akibat

goresan atau bekas pembedahan, infeksi streptokokus, obat-obatan golongan beta-

Page 5: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

2

blocker, lithium, antimalaria, terpapar sinar matahari, stres psikologis, riwayat

merokok dan alkohol. [4,5]

Diet memiliki peran penting pada gangguan kulit, dan ahli kulit sering

dihadapkan dengan kesulitan memisahkan mitos dari fakta ketika pasien datang

untuk meminta saran dalam pengaturan diet mereka. Ada gangguan tertentu di

mana satu atau lebih pada komponen makanan merupakan pusat untuk patogenesis

psoriasis, dimana pembatasan diet merupakan dasar pengobatan. Sebuah daftar

singkat, meskipun tidak komprehensif, gangguan lain di mana diet mungkin

memiliki peran penting termasuk dermatitis atopik, acne vulgaris, pemfigus,

urtikaria, pruritus, dermatitis kontak alergi, fixed drug eruption, kelainan genetik

dan metabolik. Dari sudut pandang praktis, hal ini sangat berguna bagi dokter ahli

kulit untuk menyimpan beberapa informasi diet yang berguna untuk menangani

pasien yang tampaknya sering tidak merespon obat-obatan yang telah terbukti

secara ilmiah.[6]

1.2 Tujuan

Pada referat ini, penulis meninjau studi yang telah meneliti hubungan antara

diet dan psoriasis.

Page 6: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Patogenesis Diet pada Psoriasis

Kelebihan asam eikosanoid yang diturunkan telah terlibat dalam banyak

gangguan inflamasi dan autoimun dan juga pada lesi kulit psoriasis. Peningkatan

konsentrasi AA dan leukotrin (LT) B4 telah diukur dalam kulit dan membran

eritrosit pasien dengan psoriasis. Asam lemak dalam membran fosfolipid. Seperti

Asam Eikosapentaenoat (EPA) dapat bertindak sebagai inhibitor kompetitif

konversi AA untuk PGE2 dan LTB4, diet kaya EPA menunjukkan efek anti-

inflamasi.[7]

Bagan 1 Metabolisme ɷ-3 dan ɷ -6 Asam lemak dengan eikosanoid. PG, prostaglandin; TX,

tromboxan; LT, leukotrin

Peningkatan permeabilitas usus memungkinkan lewatnya sejumlah kecil

mikroba yang dapat bertindak sebagai superantigen dan dapat menyebabkan

penampilan atau eksaserbasi psoriasis pada subyek yang cenderung dapat

diperbaiki dengan diet bebas gluten. Penjelasan lain secara kebetulan pada CD dan

psoriasis memungkinkan pelepasan profil sitokin. Pada psoriasis sel Th1

mendominasi terutama memproduksi IFN-c dan IL-2. Sel T dari pasien dengan CD

merilis profil sitokin yang sama dalam menanggapi tantangan gluten secara in vitro.

Page 7: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

4

Beberapa laporan kasus menunjukkan bahwa kadar serum sitokin ini mungkin

cukup untuk menghasilkan CD atau psoriasis pada individu yang memiliki

kecenderungan sensitivitasnya terganggu.[8]

Bagan 2 Efek potensial pada 'silent' coeliac disease. IFN, interferon; IL, interleukin.

Status yang cukup antioksidan (misalnya vitamin C, vitamin E, β-karoten

dan selenium) dapat membantu untuk mencegah ketidakseimbangan stres oksidatif

dan pertahanan antioksidan pada psoriasis. Sementara asam askorbat bertindak

sebagai antioksidan yang larut dalam air, tokoferol adalah antioksidan perombak

rantai yang mencegah penyebaran peroxidation. Lipid β-Caroten menunjukkan

aktivitas antioksidan dengan radikal bebas dan merupakan peredam oksigen. singlet

Selenium sangat penting terhadap fungsi dari sejumlah selenoprotein seperti

peroksidase glutation dan thioredoxin reduktase yang mengambil bagian dalam

pertahanan. Antioksidan Sampai saat ini, hanya beberapa studi telah meneliti efek

dari suplementasi antioksidan pada gejala psoriasis. Dalam satu percobaan

suplementasi, tujuh pasien dengan psoriasis menerima selenium 400 mg setiap hari

selama 6 minggu sebagai selenomethionin. Darah dan kadar selenium pada serum

awalnya normal. Setelah suplementasi ada sedikit peningkatan namun signifikan

Page 8: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

5

hanya dalam penurunan jumlah sel T CD4+ pada dermis retikular dari lesi

psoriasis.[8]

Bentuk biologis aktif vitamin D diproduksi oleh hati 25-hidroksilasi, diikuti

oleh 1α-hidroksilasi, terutama di ginjal. Di samping signifikansi dalam homeostasis

kalsium dan metabolisme tulang, bentuk aktif dari vitamin D, kalsitriol,

menunjukkan efek melalui receptor vitamin D (VDR) pada lebih dari 30 jaringan

yang berbeda. Salah satu jaringan target untuk kalsitriol adalah kulit, sebagai

keratinosit memiliki VDR. Efek pada proliferasi dan diferensiasi sel melalui VDR

menjadikan vitamin D sebagai pengbatan pada psoriasis. VDR ligand langsung

mempengaruhi aktivasi sel-T dan memodulasi fenotipe dan fungsi sel antigen-

presenting pada sel dendritik. Sementara itu, analog vitamin D termasuk

kalsipotriena, 1,24-dihidroksivitamin D3 dan 1,25 (OH) 2D3 dianggap menjadi

pengobatan lini pertama pada psoriasis. Vitamin D menunjukkan kemanjuran yang

sama seperti kortikosteroid topikal poten dan ditoleransi dengan baik bahkan dalam

jangka panjang.[8]

Kobalamin (vitamin B12) berpartisipasi sebagai koenzim dalam dua reaksi

biokimia dalam metabolisme manusia. Salah satu reaksi yang membutuhkan

Metilkobalamin adalah remetilasi homosistein untuk metionin dikatalisis oleh

sintetis metionin. Adenosilkobalamin diperlukan sebagai koenzim untuk

metilmalonil-CoA mutase yang mengkatalisis konversi metilmalonil-CoA untuk

suksinil-CoA, metabolit dari siklus asam sitrat. Ini merupakan reaksi biokimia

terpenting dalam proses degradasi asam lemak.[8]

2.2 Diet dan Psoriasis

Sebuah penelitian melaporkan bahwa terapi berdasarkan nutrisi yang

diterapkan pada pasien psoriasis (terkait dengan kontrol variabel antropometri dan

biokimia) memberikan stabilitas lebih klinis, mencegah terjadinya penyakit kronis

non infeksi, dan memberikan kualitas hidup lebih lama. Dengan kata lain, kontrol

berat badan meningkatkan prognosis psoriasis. Di sisi lain, penelitian menunjukkan

bahwa pola diet didirikan terkait dengan gaya hidup dapat berkontribusi terhadap

perkembangan psoriasis. Oleh karena itu, nutrisi dapat mempengaruhi psoriasis

Page 9: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

6

dengan dua cara yang berbeda, sebagai penyebab gangguan metabolisme atau

sebagai pengobatan dan pencegahan.[9]

Prevalensi dan keparahan psoriasis telah dilaporkan lebih rendah dalam

periode pasokan makanan tidak aman. Oleh karena itu, penyakit ini juga dapat

ditingkatkan dengan diet rendah kalori. Pada tikus, pembatasan kalori (33% dari

asupan energi) selama 4 minggu mengalami penurunan tingkat proliferasi sel

epidermal oleh 45% . Berdasarkan penelitian di Kroasia pada 82 pasien dengan

psoriasis vulgaris yang menerima terapi topikal yang biasa, 42 pasien tambahan

menerima rendah diet-energi sedangkan sisanya 40 disuplai dengan makanan

rumah sakit biasa. Setelah 4 minggu pasien pada diet rendah energi menunjukkan

penurunan signifikan gangguan kulit klinis dalam kaitannya dengan kelompok

kontrol. Para penulis menyimpulkan bahwa diet rendah energi bisa menjadi faktor

pembantu penting dalam pencegahan dan pengobatan psoriasis.[10]

2.3 Faktor Pencetus

2.3.1 Asam Arakidonat

Penelitian yang telah dilakukan untuk mengeksplorasi hubungan antara

obesitas dan insiden psoriasis dan keparahan. Sebuah studi kasus-kontrol dari 373

pasien psoriasis dan kontrol sehat cocok menunjukkan bahwa ada risiko dua kali

lipat peningkatan untuk pengembangan psoriasis dalam pengaturan obesitas

dibandingkan dengan berat badan normal. Selain itu, untuk setiap kenaikan unit

IMT, ada risiko 9% lebih tinggi pada onset psoriasis dan risiko 7% lebih tinggi akan

meningkatkan PASI (Psoriasis Area and Severity Index).[11]

Diet vegetarian mungkin bermanfaat karena terkait dengan kurangnya

asupan Asam Arakidonat (AA). Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT)

dengan psoriasis memberi kesan positif, hal ini menunjukkan pengurangan berat

badan dianjurkan untuk pasien obesitas. Periode puasa jangka pendek dapat

meningkatkan gejala berat dan dengan demikian dapat disarankan untuk pasien

dengan BMI di kisaran atas.[8]

Asam arakidonat ini terdapat dalam antara lain minyak-kacang tanah (oleum

arachidis), kuning telur, lumut laut, ikan, dan daging merah/unggas. Kadar

Page 10: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

7

arakidonat tertinggi dapat ditemukan pada daging organ, bistik, babi, ayam, kalkun,

dan ham. Sementara pada ikan ialah ikan tongkol, kod, sarden, makarel, kerang,

dan salem.[12]

2.3.2 Gluten

Gluten adalah protein nabati yang terdapat dalam berbagai jenis gandum,

seperti terigu, barley, dan oat. Beras dan tepung tidak mengandung gluten. Gluten

terdiri dari asam glutamat (43%), kasein (23%), dan gelatin (12%). Intoleransi

gluten pada orang yang peka menimbulkan celiac disease (CD), yang berciri

rusaknya jonjot (villi) usus halus oleh gluten melalui sistem tangkis imun. Menurut

perkiraan, penyebabnya adalah terlalu banyak gluten utuh yang melintasi dinding

usus.[12]

Sejumlah studi telah meneliti efek dari gluten free diet (GFD) pada tingkat

keparahan psoriasis. Dalam sebuah penelitian, hasil dari 3 bulan GFD dievaluasi

pada 33 pasien psoriasis dengan peningkatan anti gliadin antibodi (AGA)

dibandingkan dengan 6 pasien psoriasis tanpa peningkatan AGA. Semua subjek

menerima biopsi duodenum sebelum memulai dari GFD. Tujuh puluh tiga persen

dari pasien psoriasis AGA-positif menunjukkan peningkatan pada PASI

dibandingkan dengan tidak adanya AGA-negatif psoriasis. Setelah GFD, nilai AGA

lebih rendah pada 82% dari pasien psoriasis yang ditingkatkan.[13]

2.3.3 Radikal Bebas

Pada semua proses metabolisme tubuh, terutama reaksi dengan oksigen,

terbentuk molekul dengan kekurangan elektron (tak berpasangan, unpaired) di kulit

luarnya. Radikal bebas (FR, Free Radical) ini memegang peranan esensial pada

misalnya regulasi tekanan darah, pencegahan infeksi kuman dan eleminasi zat-zat

asing. Daya kerja ini berdasarkan reaktivitas tinggi FR ini berkat elektron bebasnya

dengan kecondongan ‘mencuri’ elektron dari praktis semua molekul di

lingkungannya. Lingkungan kita juga menghasilkan FR, antara lain Ultra Violet

dari matahari, asap rokok, gas-buangan kendaraan bermotor, dan pabrik, dan polisu

lainnya. [12]

Page 11: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

8

Stres oksidatif dan peningkatan radikal bebas telah dikaitkan dengan

peradangan kulit pada psoriasis. Peningkatan Anion superoksida bebas pada

fibroblast dermal psoriatik, yang telah dikonfirmasi memainkan peran utama dalam

mekanisme inflamasi psoriasis. Pasien dengan psoriasis menunjukkan beberapa

penanda stres oksidatif dan menunjukkan gangguan status antioksidan: peningkatan

konsentrasi malondialdehid (MDA), penanda peroksidasi lipid, yang diukur dalam

plasma dan sel darah merah, dan penurunan kadar plasma β-karoten dan tokoferol

serta konsentrasi serum menurun dari ditemukannya selenium.[14]

2.4 Faktor Penghambat

2.4.1 Antioksidan

Aktivitas antioksidan seperti enzim katalase dan glutation menurunkan

peroksidase. Peningkatan produksi MDA secara konsisten diamati pada psoriasis

menunjukkan peroksidasi fosfolipid lanjutan dari membran sel darah merah yang

disebabkan oleh penurunan resistensi antioksidan. Hal ini mungkin menjelaskan

fluiditas membran menurun terkait dengan eksaserbasi dari suplemen minyak ikan.

Tidak hanya mengubah pola lipid membran eritrosit tetapi juga menyebabkan

penurunan MDA pada pasien dengan psoriasis dan karena itu dapat mengurangi

radikal bebas.[14]

Antioksidansia yang banyak digunakan sebagai food supplement adalah

vitamin A (karoten, lycopen), C dan E, flavonoida, senyawa selen dan seng. Asam

amino mengandung belerang: asetil/sistein, metionin dan taurin. Zat-zat yang baru

ditemukan sifat antioksidannya adalah asam liponat, melatonin dan curcumin.[12]

Risiko Psoriasis secara signifikan berbanding terbalik dengan asupan

wortel, tomat dan buah segar serta asupan b-karoten. Asupan sayuran hijau

menunjukkan hubungan terbalik, dengan batas signifikansi statistik. Konsumsi

sayuran dan buah-buahan dapat bermanfaat dalam psoriasis karena kandungan

tinggi dari berbagai antioksidan seperti karotenoid, flavonoid dan vitamin C.[8]

Page 12: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

9

2.4.2 Vitamin D3-Analog

Vitamin D dan analognya menunjukkan antiproliferatif yang kuat dan efek

prodiferensiasi pada tipe sel normal dan sel ganas yang berbeda. Beberapa analog

vitamin D telah disetujui dapat mengobati psoriasis, osteoporosis, dan

hiperparatiroidisme sekunder dan sering digunakan sebagai pilihan pengobatan lini

pertama atau kedua. Bentuk aktif vitamin D3, 1,25-dihidroksi vitamin D3, adalah

pengatur utama pada tulang dan homeostasis kalsium. Selain itu, hormon ini juga

menghambat proliferasi dan merangsang diferensiasi sel-sel normal dan sel-sel

ganas. Terlebih lagi vitamin D dapat memblokade transisi dari G0 / 1 menuju fase

S pada siklus sel, induksi apoptosis, penghambatan migrasi dan invasi sel tumor

bersama-sama dengan efek pada angiogenesis dan inflamasi terlibat sebagai efek

pleiotropic dari 1,25-dihydroxyvitamin D3 dan analognya.[15]

Vitamin D3 banyak terdapat dalam ikan berlemak dan minyak ikan

kabeljauw (cod) bersama vitamin A dan relatif sedikit terdapat dalam susu, kuning

telur dan hati. Dalam kulit terdapat provitamin 7-dehidro-kolesterol, yang di bawah

pengaruh sinar UV dibuat menjadi vitamin D3.[13]

2.3.3 Vitamin B12

Vitamin B12 adalah nama umum untuk sejumlah senyawa yang memiliki

daya biologis dari sianokobalamin. Di alam dan dalam tubuh, vitamin B12 terdapat

terutama sebagai hidroksisokobalamin dan adenosil-kobalamin dan sebagian besar

sebagai metilkobalamin. Vitamin B12 terdapat dalam makanan hewani (daging,

ikan, hati, telur, dan susu) dalam bentuk suatu kompleks protein, tetapi tidak

terdapat dalam tumbuhan. [13]

Vitamin B12 dapat mempengaruhi psoriasis karena perannya dalam sintesis

asam nukleat. Dalam studi vitro juga menunjukkan efek imunomodulator vitamin

B12 pada limfosit T dan sitokin. Ada beberapa penelitian pada tahun 1950

melaporkan keberhasilan terapi setelah pemberian parenteral vitamin B12 dalam

pengobatan psoriasis. Namun, hasil ini tidak dapat dikonfirmasi dalam studi lain.[10]

Page 13: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

10

2.5 Peran Diet pada Psoriasis

Diet adalah salah satu faktor etiologi dan patogenesis psoriasis. Diet

vegetarian mungkin bermanfaat untuk semua pasien dengan psoriasis karena

asupan AA yang rendah dan mengakibatkan berkurangnya pembentukan inflamasi

eikosanoid. Meskipun hasil suplementasi minyak ikan secara oral tidak konsisten,

pasien dapat direkomendasikan untuk mengkonsumsi ikan yang kaya asam lemak

tak jenuh dalam diet mereka. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas

peran diet bebas gluten dan mekanisme yang mendasari pada psoriasis sensitivitas

gluten. Sebuah diet bebas gluten dapat meningkatkan keparahan psoriasis pada

pasien dengan IgA dan IgG atau AGA. Sampai saat ini, terlepas dari pengukuran

AGA atau jaringan transglutaminase, pasien mungkin disarankan untuk mencoba

diet bebas gluten selama minimal 3 bulan untuk mengurangi gejala. Karena

perannya dalam proliferasi dan pematangan keratinosit, vitamin D telah menjadi

pilihan terapi yang penting dalam pengobatan psoriasis. Pada pasien dengan

hypovitamin D, pasien tidak menggunakan topikal analog vitamin D dapat

diberikan suplemen vitamin D.[8]

Page 14: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

11

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut dapat disimpulkan bahwa:

1. Psoriasis merupakan penyakit auto imun yang disebabkan adanya kelainan kode

genetik.

2. Diet tinggi asam lemak tak jenuh dan menstimulai pembentukan reaksi inflamasi

melalui ɷ-6.

3. Terapi diet rendah gluten dapat diberikan selama 3 bulan khususnya pada pasien

dengan IMT > 27.

4. Peningkatan radikal bebas dapat meningkatkan jumlah sel T CD4 pada pasien

dengan psoriasis.

5. Pengobatan psoriasis saat ini disarankan untuk pemberian vitamin D analog

untuk mencegah proliferasi sel keratinosit.

6. Pemberian Vitamin B12 mampu mempertahankan struktur sel dan mencegah

hiperplasia.

Page 15: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Gudjonsson J. dan Elder J. 2012. Psoriasis Vulgaris. In: Wolff K., Goldsmith L.,

Katz S., Gilchrest B., Paller A., Leffell D. Editors. Fitzpatrick’s Dermatology

in General Medicine8th ed. New York: McGraw-Hill.2012; 169–193.

2. Habif, Thomas P. Clinical Dermatology 4th Edition: A Color Guide to

Diagnosis and Therapy. New York: Mosby. 2004; 209 – 215

3. Krueger J, Bowcock A. Psoriasis pathophysiology: current concepts of

pathogenesis. Annals of the Rheumatic Diseases. 2005;64(Suppl 2):ii30-ii36.

doi:10.1136/ard.2004.031120.

4. Gawkrodger, David J. Dermatology: An Illustrated Colour Text (4th Edition).

New York: Elsevier. 2008; 28 – 31

5. Kurd SK, Troxel AB, Crits-Christoph P, Gelfand JM. The risk of depression,

anxiety and suicidality in patients with psoriasis: A population-based cohort

study. Archives of dermatology. 2010;146(8):891-895.

doi:10.1001/archdermatol.2010.186.

6. Katta R, Desai SP. Diet and Dermatology: The Role of Dietary Intervention in

Skin Disease. The Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology.

2014;7(7):46-51.

7. James MJ, Gibson RA, Cleland LG. Dietary polyunsaturated fatty acids and

inflammatory mediator production. Am J Clin Nutr 2000; 71:S343–8.

8. Wolters, M. Diet and psoriasis: experimental data and clinical evidence.

Nutrition Physiology and Human Nutrition Unit, Institute of Food Science,

University of Hannover, Wunstorfer Str. 14, D-30453 Hannover, Germany.

DOI 10.1111/j.1365-2133.2005.06781.x

9. Solis Marina Yazigi, Melo Nathalia Stefani de, Macedo Maria Elisa Moschetti,

Carneiro Fabiana Prata, Sabbag Cid Yazigi, Lancha Junior Antonio Hebert et

al . Nutritional status and food intake of patients with systemic psoriasis and

psoriatic arthritis associated. Einstein (São Paulo) [Internet]. 2012 Mar [cited

2015 Aug 16] ; 10( 1 ): 44-52.

10. Hsieh, Elaine A., Christine M. Chai, Benito O de Lumen, Richard A neese, and

Marc K Hellerstein. Dynamics of Keratinocytes in Vivo using 2H2O

Labeling: A Sensitive Marker of Epidermal Proliferation State. Journal of

Page 16: [REFERAT] Peranan Diet pada Psoriasis

13

Investigative Dermatology (2004) 123, 530–536; doi:10.1111/j.0022-

202X.2004.23303.x

11. Debbaneh M, Millsop JW, Bhatia BK, Koo J, Liao W. Diet and Psoriasis: Part

I. Impact of Weight Loss Interventions. Journal of the American Academy of

Dermatology. 2014;71(1):133-140. doi:10.1016/j.jaad.2014.02.012.

12. Tjay, Tan Hoan, dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat,

Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: Elex Media

Komputindo: 337

13. Bhatia BK, Millsop JW, Debbaneh M, Koo J, Linos E, Liao W. Diet and

Psoriasis: Part 2. Celiac Disease and Role of a Gluten-Free Diet. Journal of

the American Academy of Dermatology. 2014;71(2):350-358.

doi:10.1016/j.jaad.2014.03.017.

14. Kadam, Dipali P., Adinath N. Suryakar, Rajesh D. Ankush, Charushila Y.

Kadam, Kishor H. Deshpande. Role of Oxidative Stress in Various Stages of

Psoriasis. Association of Clinical Biochemists of India 2010, Ind J Clin

Biochem (Oct-Dec 2010) 25(4):388–392 DOI 10.1007/s12291-010-0043-9.

15. Leyssens C, Verlinden L, Verstuyf A. The future of vitamin D analogs. Frontiers

in Physiology. 2014;5:122. doi:10.3389/fphys.2014.00122.