Upload
ahmad-rahmat-ramadhan-tantu
View
51
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Diet memiliki peran penting pada gangguan kulit, dan ahli kulit sering dihadapkan dengan kesulitan memisahkan mitos dari fakta ketika pasien datang untuk meminta saran dalam pengaturan diet mereka. Ada gangguan tertentu dimana satu atau lebih pada komponen makanan merupakan pusat untuk patogenesis psoriasis, dimana pembatasan diet merupakan dasar pengobatan. Sebuah daftar singkat, meskipun tidak komprehensif, gangguan lain di mana diet mungkin memiliki peran penting termasuk dermatitis atopik, acne vulgaris, pemfigus, urtikaria, pruritus, dermatitis kontak alergi, fixed drug eruption, kelainan genetik dan metabolik. Dari sudut pandang praktis, hal ini sangat berguna bagi dokter ahli kulit untuk menyimpan beberapa informasi diet yang berguna untuk menanganipasien yang tampaknya sering tidak merespon obat-obatan yang telah terbukti secara ilmiah.
Citation preview
REFERAT
PERANAN DIET PADA PSORIASIS
OLEH :
AHMAD RAHMAT RAMADHAN TANTU, S. Ked
N 111 14 055
PEMBIMBING KLINIK:
dr. DIANY NURDIN, Sp.KK, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD UNDATA DAN UNIVERSITAS TADULAKO
2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Ahmad Rahmat Ramadhan
No. Stambuk : N 111 14 055
Fakultas : Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Refarat : Peranan diet pada psoriasis
Bagian : Ilmu Kulit dan Kelamin
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako.
Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin
RSUD UNDATA PALU
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
Palu, Agustus 2015
Pembimbing Refarat
dr. Diany Nurdin, Sp.KK, M.Kes
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Patogenesis Diet pada Psoriasis ............................................. 3
2.2 Diet dan Psoriasis ................................................................... 5
2.3 Faktor Pencetus ....................................................................... 6
2.3.1 Asam Arakidonat ......................................................... 6
2.3.2 Gluten ........................................................................... 7
2.3.3 Radikal Bebas ............................................................... 7
2.4 Faktor Penghambat ................................................................. 8
2.4.1 Antioksidan .................................................................. 8
2.4.2 Vitamin D3 Analog ....................................................... 9
2.4.3 Vitamin B12 .................................................................. 9
2.5 Peran Diet pada Psoriasis ....................................................... 10
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan ............................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif, dapat
mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh
sisik yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas. Umumnya lesi
psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah siku dan
lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia.[1]
Predileksi psoriasis dapat muncul di lokasi trauma fisik (akibat garukan, kulit
terbakar, atau operasi), yang disebut isomorfik atau fenomena Koebner. Pruritus
kadang dijumpai. Walaupun psoriasis sering muncul pada permukaan kulit yang
mudah terlihat, daerah-daerah tertentu yang paling sering dan harus diperiksa pada
setiap pasien yang di diagnosis tersangka psoriasis, perlu di periksa predileksi lesi
pada siku, lutut, kulit kepala, bokong, dan kuku.[2]
Psoriasis merupakan gangguan hiperproliferasi, tetapi proliferasi ini di cetus
oleh senyawa cascade kompleks pada mediator inflamasi. Sel T dan sitokin
memiliki peran penting pada patofisiologi psoriasis. Kelebihan ekspresi pada
sitokin tipe-1seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFN-γ dan TNF-α, telah dibuktikan,
dan kelebihan ekspresi pada IL-8 menyebabkan akumulasi neutrofil. Signal utama
sel Th1 oleh IL-12, yang menginduksi pembentukan IFN-γ intraselular.[3]
Faktor ini disebabkan oleh adanya penyakit bawaan. Hal ini diduga kuat
hubungannya dengan human leucocyte antigens (HLAs) Cw6, B13, dan B17.
Jumlah siklus sel epidermal meningkat tujuh kali lipat pada pasien psoriasis, akibat
dari peningkatan proliferasi sel pada startum basal. Pembuluh darah pada anyaman
pembuluh darah melebar. Hal ini disebabkan oleh gangguan pada lokus psoriasis
PSOR-1 pada 6q21.3.[4]
Sejumlah faktor risiko telah diakui dalam etiologi dan patogenesis psoriasis,
termasuk riwayat keluarga secara genetik memiliki kromosom PSOR-1 dan faktor
lingkungan, seperti trauma (fenomena koebner) pada epidermis dan dermis akibat
goresan atau bekas pembedahan, infeksi streptokokus, obat-obatan golongan beta-
2
blocker, lithium, antimalaria, terpapar sinar matahari, stres psikologis, riwayat
merokok dan alkohol. [4,5]
Diet memiliki peran penting pada gangguan kulit, dan ahli kulit sering
dihadapkan dengan kesulitan memisahkan mitos dari fakta ketika pasien datang
untuk meminta saran dalam pengaturan diet mereka. Ada gangguan tertentu di
mana satu atau lebih pada komponen makanan merupakan pusat untuk patogenesis
psoriasis, dimana pembatasan diet merupakan dasar pengobatan. Sebuah daftar
singkat, meskipun tidak komprehensif, gangguan lain di mana diet mungkin
memiliki peran penting termasuk dermatitis atopik, acne vulgaris, pemfigus,
urtikaria, pruritus, dermatitis kontak alergi, fixed drug eruption, kelainan genetik
dan metabolik. Dari sudut pandang praktis, hal ini sangat berguna bagi dokter ahli
kulit untuk menyimpan beberapa informasi diet yang berguna untuk menangani
pasien yang tampaknya sering tidak merespon obat-obatan yang telah terbukti
secara ilmiah.[6]
1.2 Tujuan
Pada referat ini, penulis meninjau studi yang telah meneliti hubungan antara
diet dan psoriasis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Patogenesis Diet pada Psoriasis
Kelebihan asam eikosanoid yang diturunkan telah terlibat dalam banyak
gangguan inflamasi dan autoimun dan juga pada lesi kulit psoriasis. Peningkatan
konsentrasi AA dan leukotrin (LT) B4 telah diukur dalam kulit dan membran
eritrosit pasien dengan psoriasis. Asam lemak dalam membran fosfolipid. Seperti
Asam Eikosapentaenoat (EPA) dapat bertindak sebagai inhibitor kompetitif
konversi AA untuk PGE2 dan LTB4, diet kaya EPA menunjukkan efek anti-
inflamasi.[7]
Bagan 1 Metabolisme ɷ-3 dan ɷ -6 Asam lemak dengan eikosanoid. PG, prostaglandin; TX,
tromboxan; LT, leukotrin
Peningkatan permeabilitas usus memungkinkan lewatnya sejumlah kecil
mikroba yang dapat bertindak sebagai superantigen dan dapat menyebabkan
penampilan atau eksaserbasi psoriasis pada subyek yang cenderung dapat
diperbaiki dengan diet bebas gluten. Penjelasan lain secara kebetulan pada CD dan
psoriasis memungkinkan pelepasan profil sitokin. Pada psoriasis sel Th1
mendominasi terutama memproduksi IFN-c dan IL-2. Sel T dari pasien dengan CD
merilis profil sitokin yang sama dalam menanggapi tantangan gluten secara in vitro.
4
Beberapa laporan kasus menunjukkan bahwa kadar serum sitokin ini mungkin
cukup untuk menghasilkan CD atau psoriasis pada individu yang memiliki
kecenderungan sensitivitasnya terganggu.[8]
Bagan 2 Efek potensial pada 'silent' coeliac disease. IFN, interferon; IL, interleukin.
Status yang cukup antioksidan (misalnya vitamin C, vitamin E, β-karoten
dan selenium) dapat membantu untuk mencegah ketidakseimbangan stres oksidatif
dan pertahanan antioksidan pada psoriasis. Sementara asam askorbat bertindak
sebagai antioksidan yang larut dalam air, tokoferol adalah antioksidan perombak
rantai yang mencegah penyebaran peroxidation. Lipid β-Caroten menunjukkan
aktivitas antioksidan dengan radikal bebas dan merupakan peredam oksigen. singlet
Selenium sangat penting terhadap fungsi dari sejumlah selenoprotein seperti
peroksidase glutation dan thioredoxin reduktase yang mengambil bagian dalam
pertahanan. Antioksidan Sampai saat ini, hanya beberapa studi telah meneliti efek
dari suplementasi antioksidan pada gejala psoriasis. Dalam satu percobaan
suplementasi, tujuh pasien dengan psoriasis menerima selenium 400 mg setiap hari
selama 6 minggu sebagai selenomethionin. Darah dan kadar selenium pada serum
awalnya normal. Setelah suplementasi ada sedikit peningkatan namun signifikan
5
hanya dalam penurunan jumlah sel T CD4+ pada dermis retikular dari lesi
psoriasis.[8]
Bentuk biologis aktif vitamin D diproduksi oleh hati 25-hidroksilasi, diikuti
oleh 1α-hidroksilasi, terutama di ginjal. Di samping signifikansi dalam homeostasis
kalsium dan metabolisme tulang, bentuk aktif dari vitamin D, kalsitriol,
menunjukkan efek melalui receptor vitamin D (VDR) pada lebih dari 30 jaringan
yang berbeda. Salah satu jaringan target untuk kalsitriol adalah kulit, sebagai
keratinosit memiliki VDR. Efek pada proliferasi dan diferensiasi sel melalui VDR
menjadikan vitamin D sebagai pengbatan pada psoriasis. VDR ligand langsung
mempengaruhi aktivasi sel-T dan memodulasi fenotipe dan fungsi sel antigen-
presenting pada sel dendritik. Sementara itu, analog vitamin D termasuk
kalsipotriena, 1,24-dihidroksivitamin D3 dan 1,25 (OH) 2D3 dianggap menjadi
pengobatan lini pertama pada psoriasis. Vitamin D menunjukkan kemanjuran yang
sama seperti kortikosteroid topikal poten dan ditoleransi dengan baik bahkan dalam
jangka panjang.[8]
Kobalamin (vitamin B12) berpartisipasi sebagai koenzim dalam dua reaksi
biokimia dalam metabolisme manusia. Salah satu reaksi yang membutuhkan
Metilkobalamin adalah remetilasi homosistein untuk metionin dikatalisis oleh
sintetis metionin. Adenosilkobalamin diperlukan sebagai koenzim untuk
metilmalonil-CoA mutase yang mengkatalisis konversi metilmalonil-CoA untuk
suksinil-CoA, metabolit dari siklus asam sitrat. Ini merupakan reaksi biokimia
terpenting dalam proses degradasi asam lemak.[8]
2.2 Diet dan Psoriasis
Sebuah penelitian melaporkan bahwa terapi berdasarkan nutrisi yang
diterapkan pada pasien psoriasis (terkait dengan kontrol variabel antropometri dan
biokimia) memberikan stabilitas lebih klinis, mencegah terjadinya penyakit kronis
non infeksi, dan memberikan kualitas hidup lebih lama. Dengan kata lain, kontrol
berat badan meningkatkan prognosis psoriasis. Di sisi lain, penelitian menunjukkan
bahwa pola diet didirikan terkait dengan gaya hidup dapat berkontribusi terhadap
perkembangan psoriasis. Oleh karena itu, nutrisi dapat mempengaruhi psoriasis
6
dengan dua cara yang berbeda, sebagai penyebab gangguan metabolisme atau
sebagai pengobatan dan pencegahan.[9]
Prevalensi dan keparahan psoriasis telah dilaporkan lebih rendah dalam
periode pasokan makanan tidak aman. Oleh karena itu, penyakit ini juga dapat
ditingkatkan dengan diet rendah kalori. Pada tikus, pembatasan kalori (33% dari
asupan energi) selama 4 minggu mengalami penurunan tingkat proliferasi sel
epidermal oleh 45% . Berdasarkan penelitian di Kroasia pada 82 pasien dengan
psoriasis vulgaris yang menerima terapi topikal yang biasa, 42 pasien tambahan
menerima rendah diet-energi sedangkan sisanya 40 disuplai dengan makanan
rumah sakit biasa. Setelah 4 minggu pasien pada diet rendah energi menunjukkan
penurunan signifikan gangguan kulit klinis dalam kaitannya dengan kelompok
kontrol. Para penulis menyimpulkan bahwa diet rendah energi bisa menjadi faktor
pembantu penting dalam pencegahan dan pengobatan psoriasis.[10]
2.3 Faktor Pencetus
2.3.1 Asam Arakidonat
Penelitian yang telah dilakukan untuk mengeksplorasi hubungan antara
obesitas dan insiden psoriasis dan keparahan. Sebuah studi kasus-kontrol dari 373
pasien psoriasis dan kontrol sehat cocok menunjukkan bahwa ada risiko dua kali
lipat peningkatan untuk pengembangan psoriasis dalam pengaturan obesitas
dibandingkan dengan berat badan normal. Selain itu, untuk setiap kenaikan unit
IMT, ada risiko 9% lebih tinggi pada onset psoriasis dan risiko 7% lebih tinggi akan
meningkatkan PASI (Psoriasis Area and Severity Index).[11]
Diet vegetarian mungkin bermanfaat karena terkait dengan kurangnya
asupan Asam Arakidonat (AA). Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT)
dengan psoriasis memberi kesan positif, hal ini menunjukkan pengurangan berat
badan dianjurkan untuk pasien obesitas. Periode puasa jangka pendek dapat
meningkatkan gejala berat dan dengan demikian dapat disarankan untuk pasien
dengan BMI di kisaran atas.[8]
Asam arakidonat ini terdapat dalam antara lain minyak-kacang tanah (oleum
arachidis), kuning telur, lumut laut, ikan, dan daging merah/unggas. Kadar
7
arakidonat tertinggi dapat ditemukan pada daging organ, bistik, babi, ayam, kalkun,
dan ham. Sementara pada ikan ialah ikan tongkol, kod, sarden, makarel, kerang,
dan salem.[12]
2.3.2 Gluten
Gluten adalah protein nabati yang terdapat dalam berbagai jenis gandum,
seperti terigu, barley, dan oat. Beras dan tepung tidak mengandung gluten. Gluten
terdiri dari asam glutamat (43%), kasein (23%), dan gelatin (12%). Intoleransi
gluten pada orang yang peka menimbulkan celiac disease (CD), yang berciri
rusaknya jonjot (villi) usus halus oleh gluten melalui sistem tangkis imun. Menurut
perkiraan, penyebabnya adalah terlalu banyak gluten utuh yang melintasi dinding
usus.[12]
Sejumlah studi telah meneliti efek dari gluten free diet (GFD) pada tingkat
keparahan psoriasis. Dalam sebuah penelitian, hasil dari 3 bulan GFD dievaluasi
pada 33 pasien psoriasis dengan peningkatan anti gliadin antibodi (AGA)
dibandingkan dengan 6 pasien psoriasis tanpa peningkatan AGA. Semua subjek
menerima biopsi duodenum sebelum memulai dari GFD. Tujuh puluh tiga persen
dari pasien psoriasis AGA-positif menunjukkan peningkatan pada PASI
dibandingkan dengan tidak adanya AGA-negatif psoriasis. Setelah GFD, nilai AGA
lebih rendah pada 82% dari pasien psoriasis yang ditingkatkan.[13]
2.3.3 Radikal Bebas
Pada semua proses metabolisme tubuh, terutama reaksi dengan oksigen,
terbentuk molekul dengan kekurangan elektron (tak berpasangan, unpaired) di kulit
luarnya. Radikal bebas (FR, Free Radical) ini memegang peranan esensial pada
misalnya regulasi tekanan darah, pencegahan infeksi kuman dan eleminasi zat-zat
asing. Daya kerja ini berdasarkan reaktivitas tinggi FR ini berkat elektron bebasnya
dengan kecondongan ‘mencuri’ elektron dari praktis semua molekul di
lingkungannya. Lingkungan kita juga menghasilkan FR, antara lain Ultra Violet
dari matahari, asap rokok, gas-buangan kendaraan bermotor, dan pabrik, dan polisu
lainnya. [12]
8
Stres oksidatif dan peningkatan radikal bebas telah dikaitkan dengan
peradangan kulit pada psoriasis. Peningkatan Anion superoksida bebas pada
fibroblast dermal psoriatik, yang telah dikonfirmasi memainkan peran utama dalam
mekanisme inflamasi psoriasis. Pasien dengan psoriasis menunjukkan beberapa
penanda stres oksidatif dan menunjukkan gangguan status antioksidan: peningkatan
konsentrasi malondialdehid (MDA), penanda peroksidasi lipid, yang diukur dalam
plasma dan sel darah merah, dan penurunan kadar plasma β-karoten dan tokoferol
serta konsentrasi serum menurun dari ditemukannya selenium.[14]
2.4 Faktor Penghambat
2.4.1 Antioksidan
Aktivitas antioksidan seperti enzim katalase dan glutation menurunkan
peroksidase. Peningkatan produksi MDA secara konsisten diamati pada psoriasis
menunjukkan peroksidasi fosfolipid lanjutan dari membran sel darah merah yang
disebabkan oleh penurunan resistensi antioksidan. Hal ini mungkin menjelaskan
fluiditas membran menurun terkait dengan eksaserbasi dari suplemen minyak ikan.
Tidak hanya mengubah pola lipid membran eritrosit tetapi juga menyebabkan
penurunan MDA pada pasien dengan psoriasis dan karena itu dapat mengurangi
radikal bebas.[14]
Antioksidansia yang banyak digunakan sebagai food supplement adalah
vitamin A (karoten, lycopen), C dan E, flavonoida, senyawa selen dan seng. Asam
amino mengandung belerang: asetil/sistein, metionin dan taurin. Zat-zat yang baru
ditemukan sifat antioksidannya adalah asam liponat, melatonin dan curcumin.[12]
Risiko Psoriasis secara signifikan berbanding terbalik dengan asupan
wortel, tomat dan buah segar serta asupan b-karoten. Asupan sayuran hijau
menunjukkan hubungan terbalik, dengan batas signifikansi statistik. Konsumsi
sayuran dan buah-buahan dapat bermanfaat dalam psoriasis karena kandungan
tinggi dari berbagai antioksidan seperti karotenoid, flavonoid dan vitamin C.[8]
9
2.4.2 Vitamin D3-Analog
Vitamin D dan analognya menunjukkan antiproliferatif yang kuat dan efek
prodiferensiasi pada tipe sel normal dan sel ganas yang berbeda. Beberapa analog
vitamin D telah disetujui dapat mengobati psoriasis, osteoporosis, dan
hiperparatiroidisme sekunder dan sering digunakan sebagai pilihan pengobatan lini
pertama atau kedua. Bentuk aktif vitamin D3, 1,25-dihidroksi vitamin D3, adalah
pengatur utama pada tulang dan homeostasis kalsium. Selain itu, hormon ini juga
menghambat proliferasi dan merangsang diferensiasi sel-sel normal dan sel-sel
ganas. Terlebih lagi vitamin D dapat memblokade transisi dari G0 / 1 menuju fase
S pada siklus sel, induksi apoptosis, penghambatan migrasi dan invasi sel tumor
bersama-sama dengan efek pada angiogenesis dan inflamasi terlibat sebagai efek
pleiotropic dari 1,25-dihydroxyvitamin D3 dan analognya.[15]
Vitamin D3 banyak terdapat dalam ikan berlemak dan minyak ikan
kabeljauw (cod) bersama vitamin A dan relatif sedikit terdapat dalam susu, kuning
telur dan hati. Dalam kulit terdapat provitamin 7-dehidro-kolesterol, yang di bawah
pengaruh sinar UV dibuat menjadi vitamin D3.[13]
2.3.3 Vitamin B12
Vitamin B12 adalah nama umum untuk sejumlah senyawa yang memiliki
daya biologis dari sianokobalamin. Di alam dan dalam tubuh, vitamin B12 terdapat
terutama sebagai hidroksisokobalamin dan adenosil-kobalamin dan sebagian besar
sebagai metilkobalamin. Vitamin B12 terdapat dalam makanan hewani (daging,
ikan, hati, telur, dan susu) dalam bentuk suatu kompleks protein, tetapi tidak
terdapat dalam tumbuhan. [13]
Vitamin B12 dapat mempengaruhi psoriasis karena perannya dalam sintesis
asam nukleat. Dalam studi vitro juga menunjukkan efek imunomodulator vitamin
B12 pada limfosit T dan sitokin. Ada beberapa penelitian pada tahun 1950
melaporkan keberhasilan terapi setelah pemberian parenteral vitamin B12 dalam
pengobatan psoriasis. Namun, hasil ini tidak dapat dikonfirmasi dalam studi lain.[10]
10
2.5 Peran Diet pada Psoriasis
Diet adalah salah satu faktor etiologi dan patogenesis psoriasis. Diet
vegetarian mungkin bermanfaat untuk semua pasien dengan psoriasis karena
asupan AA yang rendah dan mengakibatkan berkurangnya pembentukan inflamasi
eikosanoid. Meskipun hasil suplementasi minyak ikan secara oral tidak konsisten,
pasien dapat direkomendasikan untuk mengkonsumsi ikan yang kaya asam lemak
tak jenuh dalam diet mereka. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas
peran diet bebas gluten dan mekanisme yang mendasari pada psoriasis sensitivitas
gluten. Sebuah diet bebas gluten dapat meningkatkan keparahan psoriasis pada
pasien dengan IgA dan IgG atau AGA. Sampai saat ini, terlepas dari pengukuran
AGA atau jaringan transglutaminase, pasien mungkin disarankan untuk mencoba
diet bebas gluten selama minimal 3 bulan untuk mengurangi gejala. Karena
perannya dalam proliferasi dan pematangan keratinosit, vitamin D telah menjadi
pilihan terapi yang penting dalam pengobatan psoriasis. Pada pasien dengan
hypovitamin D, pasien tidak menggunakan topikal analog vitamin D dapat
diberikan suplemen vitamin D.[8]
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1. Psoriasis merupakan penyakit auto imun yang disebabkan adanya kelainan kode
genetik.
2. Diet tinggi asam lemak tak jenuh dan menstimulai pembentukan reaksi inflamasi
melalui ɷ-6.
3. Terapi diet rendah gluten dapat diberikan selama 3 bulan khususnya pada pasien
dengan IMT > 27.
4. Peningkatan radikal bebas dapat meningkatkan jumlah sel T CD4 pada pasien
dengan psoriasis.
5. Pengobatan psoriasis saat ini disarankan untuk pemberian vitamin D analog
untuk mencegah proliferasi sel keratinosit.
6. Pemberian Vitamin B12 mampu mempertahankan struktur sel dan mencegah
hiperplasia.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Gudjonsson J. dan Elder J. 2012. Psoriasis Vulgaris. In: Wolff K., Goldsmith L.,
Katz S., Gilchrest B., Paller A., Leffell D. Editors. Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine8th ed. New York: McGraw-Hill.2012; 169–193.
2. Habif, Thomas P. Clinical Dermatology 4th Edition: A Color Guide to
Diagnosis and Therapy. New York: Mosby. 2004; 209 – 215
3. Krueger J, Bowcock A. Psoriasis pathophysiology: current concepts of
pathogenesis. Annals of the Rheumatic Diseases. 2005;64(Suppl 2):ii30-ii36.
doi:10.1136/ard.2004.031120.
4. Gawkrodger, David J. Dermatology: An Illustrated Colour Text (4th Edition).
New York: Elsevier. 2008; 28 – 31
5. Kurd SK, Troxel AB, Crits-Christoph P, Gelfand JM. The risk of depression,
anxiety and suicidality in patients with psoriasis: A population-based cohort
study. Archives of dermatology. 2010;146(8):891-895.
doi:10.1001/archdermatol.2010.186.
6. Katta R, Desai SP. Diet and Dermatology: The Role of Dietary Intervention in
Skin Disease. The Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology.
2014;7(7):46-51.
7. James MJ, Gibson RA, Cleland LG. Dietary polyunsaturated fatty acids and
inflammatory mediator production. Am J Clin Nutr 2000; 71:S343–8.
8. Wolters, M. Diet and psoriasis: experimental data and clinical evidence.
Nutrition Physiology and Human Nutrition Unit, Institute of Food Science,
University of Hannover, Wunstorfer Str. 14, D-30453 Hannover, Germany.
DOI 10.1111/j.1365-2133.2005.06781.x
9. Solis Marina Yazigi, Melo Nathalia Stefani de, Macedo Maria Elisa Moschetti,
Carneiro Fabiana Prata, Sabbag Cid Yazigi, Lancha Junior Antonio Hebert et
al . Nutritional status and food intake of patients with systemic psoriasis and
psoriatic arthritis associated. Einstein (São Paulo) [Internet]. 2012 Mar [cited
2015 Aug 16] ; 10( 1 ): 44-52.
10. Hsieh, Elaine A., Christine M. Chai, Benito O de Lumen, Richard A neese, and
Marc K Hellerstein. Dynamics of Keratinocytes in Vivo using 2H2O
Labeling: A Sensitive Marker of Epidermal Proliferation State. Journal of
13
Investigative Dermatology (2004) 123, 530–536; doi:10.1111/j.0022-
202X.2004.23303.x
11. Debbaneh M, Millsop JW, Bhatia BK, Koo J, Liao W. Diet and Psoriasis: Part
I. Impact of Weight Loss Interventions. Journal of the American Academy of
Dermatology. 2014;71(1):133-140. doi:10.1016/j.jaad.2014.02.012.
12. Tjay, Tan Hoan, dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: Elex Media
Komputindo: 337
13. Bhatia BK, Millsop JW, Debbaneh M, Koo J, Linos E, Liao W. Diet and
Psoriasis: Part 2. Celiac Disease and Role of a Gluten-Free Diet. Journal of
the American Academy of Dermatology. 2014;71(2):350-358.
doi:10.1016/j.jaad.2014.03.017.
14. Kadam, Dipali P., Adinath N. Suryakar, Rajesh D. Ankush, Charushila Y.
Kadam, Kishor H. Deshpande. Role of Oxidative Stress in Various Stages of
Psoriasis. Association of Clinical Biochemists of India 2010, Ind J Clin
Biochem (Oct-Dec 2010) 25(4):388–392 DOI 10.1007/s12291-010-0043-9.
15. Leyssens C, Verlinden L, Verstuyf A. The future of vitamin D analogs. Frontiers
in Physiology. 2014;5:122. doi:10.3389/fphys.2014.00122.