24
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah istilah klinis umum untuk infeksi traktus genital atas. Terdapat sekitar 1 juta kasus PID di Amerika Serikat setiap tahunnya. Prevalensi ini meningkat pada negara berkembang dengan masyarakat sosioekonomik rendah. Lebih dari seperempat pasien PID membutuhkan rawatan di rumah sakit. Resiko meningkat pada daerah dengan prevalensi penyakit menular seksual tinggi akibat dari aktivitas seksual bebas dan berganti pasangan. Negara berkembang seperti Indonesia memiliki segala resiko yang menyebabkan rentannya terjadi PID pada wanita Indonesia. Untuk itu, diperlukan pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat untuk mengurangi prevalensi PID. Karenanya, dibutuhkan pengetahuan tentang PID agar dapat dicegah, didiagnosa dini, dan ditatalaksana dengan cepat dan segera. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas lebih lanjut dan menambah wawasan pembaca mengenai PID dalam populasi secara umum, | 1

Referat Pelvic Inflammatory Disease

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Pelvic Inflammatory Disease

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah istilah klinis umum untuk

infeksi traktus genital atas. Terdapat sekitar 1 juta kasus PID di Amerika Serikat

setiap tahunnya. Prevalensi ini meningkat pada negara berkembang dengan

masyarakat sosioekonomik rendah.

Lebih dari seperempat pasien PID membutuhkan rawatan di rumah sakit.

Resiko meningkat pada daerah dengan prevalensi penyakit menular seksual tinggi

akibat dari aktivitas seksual bebas dan berganti pasangan. Negara berkembang

seperti Indonesia memiliki segala resiko yang menyebabkan rentannya terjadi PID

pada wanita Indonesia.

Untuk itu, diperlukan pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat untuk

mengurangi prevalensi PID. Karenanya, dibutuhkan pengetahuan tentang PID

agar dapat dicegah, didiagnosa dini, dan ditatalaksana dengan cepat dan segera.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas lebih

lanjut dan menambah wawasan pembaca mengenai PID dalam populasi secara

umum, deteksi dini, manifestasi klinis dan cara penatalaksanaannya secara tepat.

Dan untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik poliklinik ginekologi

minggu 8 departemen obstetri dan ginekologi.

| 1

Page 2: Referat Pelvic Inflammatory Disease

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 PELVIC INFLAMMATORY DISEASE

2.1.1 Definisi

Pelvic inflammatory disease (PID) adalah penyakit infeksi dan inflamasi

pada traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur

penunjang pelvis. PID merupakan sebuah spektrum infeksi pada traktus genitalia

wanita yang termasuk di dalamnya endometritis, salpingitis, tuba-ovarian abses,

dan peritonitis.

PID biasanya disebabkan oleh kolonisasi mikroorganisme di endoserviks

yang bergerak ke atas menuju endometrium dan tuba fallopi. Inflamasi dapat

timbul kapan saja dan pada titik manapun di traktus genitalia.

2.1.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko

Epidemiologi

PID adalah masalah kesehatan yang cukup sering. Sekitar 1 juta kasus PID

terjadi di Amerika Serikat dalam setahun dan total biaya yang dikeluarkan

melebihi 7 juta dollar per tahun. Lebih dari seperempat kasus PID membutuhkan

rawatan inap. PID menyebabkan 0,29 kematian per 1000 wanita usia 15-44 tahun.

Diperkirakan 100000 wanita menjadi infertil diakibatkan oleh PID.

WHO mengalami kesulitan dalam menentukan prevalensi PID akibat dari

beberapa hal termasuk kurangnya pengenalan penyakit oleh pasien, kesulitan

akses untuk merawat pasien, metode subjektif yang digunakan untuk

mendiagnosa, dan kurangnya fasilitas diagnosti pada banyak negara berkembang,

dan sistem kesehatan masyarakat yang sangat luas.

Faktor Resiko

| 2

Page 3: Referat Pelvic Inflammatory Disease

Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya PID, namun yang utama adalah

aktivitas seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan

aktivitas seksual berjumlah sekitar 85%, sedangkan 15% disebabkan karena luka

pada mukosa misalnya akbiat AKDR atau kuretase.

Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita

dengan lebih dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki peningkatan resiko

sebesar 3 kali lipat.

Usia muda juga merupakan salah satu faktor resiko yang disebabkan oleh

kurangnya kestabilan hubungan seksual dan mungkin oleh kurangnya imunitas.

Factor resiko lainnya yaitu pemasangan kontrasepsi, etnik, status

postmarital dimana resiko meningkat 3 kali dibanding yang tidak menikah, infeksi

bakterial vaginosis, dan merokok.4 Peningkatan resiko PID ditemukan pada etnik

berkulit putih dan pada golongan sosioekonomik rendah. PID sering muncul pada

usia 15-19 tahun dan pada wanita yang pertama kali berhubungan seksual.

Pasien yang digolongkan memiliki resiko tinggi untuk PID adalah wanita

berusia dibawah 25 tahun, menstruasi, memiliki pasangan seksual yang multipel,

tidak menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah yang tinggi prevalensi

penyakit menular seksual. PID juga sering timbul pada wanita yang pertama kali

berhubungan seksual. Pemakaian AKDR meningkatkan resiko PID 2-3 kali lipat

pada 4 bulan pertama setelah pemakaian, namun kemudian resiko kembali

menurun. Wanita yang tidak berhubungan seksual secara aktif dan telah menjalani

sterilisasi tuba, memiliki resiko yang sangat rendah untuk PID.

2.1.3 Etiologi

PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit

menular seksual seperti N. Gonorrhea dan C. Trachomatis. Mikroorganisme

endogen yang ditemukan di vagina juga sering ditemukan pada traktus genitalia

wanita dengan PID. Mikroorganisme tersebut termasuk bakteri anaerob seperti

prevotella dan peptostreptokokus seperti G. vaginalis. Bakteri tersebut bersama

dengan flora vagina menyebar secara asenden dan secara enzimatis merusak

barier mukosa serviks.

| 3

Page 4: Referat Pelvic Inflammatory Disease

N. gonorrhea dan C. Trachomatis telah diduga menjadi agen etiologi

utama PID, baik secara tunggal maupun kombinasi. C. trachomatis adalah bakteri

intraseluler patogen. Secara klinis, infeksi akibat parasit intraseluler obligat ini

bermanifestasi dengan servisitis mukopurulen.

Bakteri fakultatif anaerob dan flora endogen vagina dan perineum juga

diduga menjadi agen etiologi potensial untuk PID. Yang termasuk diantaranya

adalah Gardnerella vaginalis, Streptokokus agalactiae, Peptostreptokokus,

Bakteroides, dan mycoplasma genital, serta ureaplasma genital. Patogen

nongenital lain yang dapat menyebabkan PID yaitu haemophilus influenza dan

Haemophilus parainfluenza.

Actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan

AKDR. Pada negara yang kurang berkembang, PID mungkin disebabkan juga

oleh salpingitis granulomatosa yang disebabkan Mycobakterium tuberkulosis dan

Schistosoma.

2.1.4 Patofisiologi

PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke

traktus genital atas dari vagina dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung

jawab atas penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis

dan pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh.

Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap. Tahap pertama melibatkan

akuisisi dari vagina atau infeksi servikal. Penyakit menular seksual yang

menyebabkannya mungkin asimptomatik. Tahap kedua timbul oleh penyebaran

asenden langsung mikroorganisme dari vagina dan serviks. Mukosa serviks

menyediakan barier fungsional melawan penyebaran ke atas, namun efek dari

barier ini mungkin berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal yang timbul

selama ovulasi dan mestruasi. Gangguan suasana servikovaginal dapat timbul

akibat terapi antibiotik dan penyakit menular seksual yang dapat mengganggu

keseimbangan flora endogen, menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh

secara berlebihan dan bergerak ke atas. Pembukaan serviks selama menstruasi

dangan aliran menstrual yang retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden

| 4

Page 5: Referat Pelvic Inflammatory Disease

dari mikrooragnisme. Hubungan seksual juga dapat menyebabkan infeksi asenden

akibat dari kontraksi uterus mekanis yang ritmik. Bakteri dapat terbawa bersama

sperma menuju uterus dan tuba.

Faktor resiko meningkat pada wanita dengan pasangan seksual multipel,

punya riwayat penyakit menular seksual sebelumnya, pernah PID, riwayat

pelecehan seksual, berhubungan seksual usia muda, dan mengalami tindakan

pembedahan.1,2 Usia muda mengalami peningkatan resiko akibat dari peningkatan

permeabilitas mucosal serviks, zona servical ektopi yang lebih besar, proteksi

antibody chlamidya yang masih rendah, dan peningkatan perilaku beresiko.1

Prosedur pembedahan dapat menghancurkan barier servikal, sehingga menjadi

predisposisi terjadi infeksi.

Figure 16.1 Micro-organisms originating in the endocervix ascend into theendometrium, fallopian tubes, and peritoneum, causing pelvic inflammatory disease (endometritis,salpingitis,peritonitis).

AKDR telah diduga merupakan predisposisi terjadinya PID dengan

memfasilitasi transmisi mikroorganisme ke traktus genitalia atas. Kontrasepsi oral

justru mengurangi resiko PID yang simptomatik, mungkin dengan meningkatkan

viskositas mukosa oral, menurunkan aliran menstrual antegrade dan retrograde,

dan memodifikasi respon imun local.

| 5

Page 6: Referat Pelvic Inflammatory Disease

Pada traktus bagian atas, jumlah mikroba dan factor host memiliki peranan

terhadap derajat inflamasi dan parut yang dihasilkan. Infeksi uterus biasanya

terbatas pada endometrium, namun dapat lebih invasive pada uterus yang gravid

atau postpartum. Infeksi tuba awalnya melibatkan mukosa, tapi inflamasi

transmural yang dimediasi komplemen yang bersifat akut dapat timbul cepat dan

intensitas terjadinya infeksi lanjutan pun meningkat. Inflamasi dapat meluas ke

struktur parametrial, termasuk usus. Infeksi dapat pula meluas oleh tumpahnya

materi purulen dari tuba fallopi atau via penyebaran limfatik dalam pelvis

menyebabkan peritonitis akut atau perihepatitis akut.

2.1.5 Jenis - Jenis

Beberapa jenis inflamasi yang termasuk PID dan sering ditemukan adalah :

Salpingitis

Mikroorganisme yang tersering menyebabkan salpingitis adalag N.

Gonorhea dan C. trachomatis. Salpingitis timbul pada remaja yang memiliki

pasangan seksual multiple dan tidak menggunakan kontrasepsi. Gejala meliputi

nyeri perut bawah dan nyeri pelvis yang akut. Nyeri dapat menjalar ke kaki. Dapat

timbul sekresi vagina. Gejala tambahan berupa mual, muntah, dan nyeri kepala.

Temuan laboratorium yaitu normal leukosit atau

leukositosis.Penatalaksanaan adalah dengan antimicrobial terapi. Pasien harus

dihospitalisasi, tirah baring, dan diberi pengobatan empirik. Prognosis bergantung

pada terapi antimicrobial spectrum luas dan istirahat yang total. Komplikasi

berupa hidrosalping, pyosalping, abses tubaovarian, dan infertilitas.

Abses Tuba Ovarian

Abses ini dapat muncul setelah onset salpingitis, namun lebih sering akibat

infeksi adnexa yang berulang. Pasien dapat asimptomatik atau dalam keadaan

septic shock. Onset ditemukan 2 minggu setelah menstruasi dengan nyeri pelvis

dan abdomen, mual, muntah, demam, dan takikardi. Seluruh abdomen tegang dan

nyeri. Leukosit dapat rendah, normal, atau sangat meningkat.

Diagnosa diferensial yaitu kista ovarium, neoplasma ovarium, kehamilan

ektopik, dan periapendiceal abses. Penatalaksanaan awal dengan antibiotik. Jika

| 6

Page 7: Referat Pelvic Inflammatory Disease

massa tidak mengecil setelah 2-3 minggu terapi antibiotic, merupakan indikasi

pembedahan.

2.1.6 Diagnosis

Secara tradisional, diagnosa PID didasarkan pada trias tanda dan gejala

yaitu, nyeri pelvik, nyeri pada gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa, dan

adanya demam. Namun, saat ini telah terdapat beberapa variasi gejala dan tanda

yang membuat diagnosis PID lebih sulit.3 beberapa wanita yang mengidap PID

bahkan tidak bergejala.

Table 16.4 Clinical Criteria for the Diagnosis of Pelvic Inflammatory Disease

Gejala dan Tanda

Nyeri tekan organ pelvis

Leukorrhea dan mucopurulen endoservisitis

Kriteria tambahan untuk meningkatkan spesifisitas diagnose

Biopsy endometrium yang menunjukkan endometritis

Paningkatan C-reactive protein atau erythrocyte sedimentation rate

Suhu lebih dari 38°C

Leukositosis

Test Positif untuk gonorrhea atau chlamydia

Criteria rumit

Ultrasound menunjukkan tubo-ovarian abscess

Laparoscopi menunjukkan konfirmasi salpingitis

Penegakan diagnosa dimulai dengan anemnese, dimana pasien dapat

mengeluhkan gejala yang bervariasi. Gejala muncul pada saat awal siklus

menstruasi atau pada saat akhir menstruasi. Nyeri abdomen bagian bawah

dijumpai pada 90% kasus dengan kriteria nyeri tumpul, bilateral, dan

konstan.Nyeri diperburuk oleh gerakan, olahraga, atau koitus.1 Nyeri dapat juga

dirasakan seperti tertusuk, terbakar, atau kram. Nyeri biasanya berdurasi <7 hari.

| 7

Page 8: Referat Pelvic Inflammatory Disease

Sekresi cairan vagina terjadi pada 75% kasus. Demam dengan suhu >38º,

mual, dan muntah. gejala tambahan yang lain meliputi perdarahan per vaginam,

nyeri punggung bawah, dan disuria. Nyeri organ pelvis dijumpai pada PID.

Adanya nyeri pada pergerakan serviks menandakan adanya inflamasi peritoneal

yang menyebabkan nyeri saat peritoneum teregang pada pergerakan serviks dan

menyebabkan tarikan pada adnexa.

PID dapat didiagnosa dengan riwayat nyeri pelvis, sekresi cairan vagina,

nyeri tekan adnexa, demam, dan peningkatan leukosit.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, biasanya didapati :

Nyeri tekan perut bagian bawah

Pada pemeriksaan pelvis dijumpai : sekresi cairan mukopurulen, nyeri

pada pergerakan serviks, nyeri tekan uteri, nyeri tekan adnexa yang

bilateral

Mungkin ditemukan adanya massa adnexa

Beberapa tanda tambahan adalah :

Suhu oral lebih dari 38ºC

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah leukosit lebih dari 100.000

pada 50% kasus. Hitung leukosit mungkin normal, meningkat, atau

menurun, dan tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan PID.

Peningkatan erythrocyte sediment rate digunakan untuk membantu

diagnose namun tetap tidak spesifik.

Peningkatan c-reaktif protein, tidak spesifik.

Pemeriksaan DNA dan kultur gonorrhea dan chlamidya digunakan untuk

mengkonfirmasi PID.

Urinalisis harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi

saluran kemih.

Pemeriksaan Radiologi

| 8

Page 9: Referat Pelvic Inflammatory Disease

Transvaginal ultrasonografi : pemeriksaan ini memperlihatkan adnexa,

uterus, termasuk ovaroium. Pada pemeriksaan ini PID akut Nampak

dengan adanya ketebalan dinding tuba lebih dari 5 mm, adanya septa

inkomplit dalam tuba, cairan mengisi tuba fallopi, dan tanda cogwheel.

Tuba fallopi normal biasanya tidak terlihat pada USG.

CT digunakan untuk mendiagnosa banding PID. Penemuan CT pada PID

adalah servisitis, ooforitis, salpingitis, penebalan ligament uterosakral, dan

adanya abses atau kumpulan cairan pelvis. Penemuan CT scan tidak

spesifik pada kasus PID dimana tidak bukati abses.

MRI jarang mengindikasikan PID. Namun jika digunakan akan terlihat

penebalan, tuba yang berisi cairan dengan atau tanpa cairan pelvis bebas

atau kompleks tubaovarian.

Prosedur Lain

Laparoskopi adalah standar baku untuk diagnosis defenitif PID.

Mengevaluasi cairan di dalam abdomen dilakukan untuk menginterpretasi

kerusakan. Pus menunjukkan adanya abses tubaovarian, rupture apendiks, atau

abses uterin. Darah ditemukan pada ruptur kehamilan ektopik, kista korpus

luteum, mestruasi retrograde, dll.

Criteria minimum pada laparoskopi untuk mendiagnosa PID adalah edema

dinding tuba, hyperemia permukaan tuba, dan adanya eksudat pada permukaan

tuba dan fimbriae. Massa pelvis akibat abses tubaovarian atau kehamilan ektopik

dapat terlihat.

Endometrial biopsi dapat dilakukan untuk mendiagnosa endometritis

secara histopatologis.

2.1.7 Diagnosa Differensial

Beberapa diagnosa banding untuk PID adalah :

tumor adnexa

appendicitis

| 9

Page 10: Referat Pelvic Inflammatory Disease

servisitis

kista ovarium

torsio ovarium

aborsi spontan

infeksi saluran kemih

kehamilan ektopik

endometriosis

2.1.8 Pencegahan

Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pencegahan dapat dilakukan dengan mecegah terjadi infeksi yang

disebabkan oleh kuman penyebab penyakit menular seksual, terutama

chlamidya. Peningkatan edukasi masyarakat, penapisan rutin, diagnosis

dini, serta penanganan yang tepat terhadap infeksi chlamidya berpengaruh

besar dalam menurunkan angka PID. Edukasi hendaknya focus pada

metode pencegahan penyakit menular seksual, termasuk setia terhadap

satub pasangan, menghindari aktivitas seksual yang tidak aman, dan

menggunakan pengaman secara rutin.

2. Adanya program penapisan penyakit menular seksual dapat mencegah

terjadinya PID pada wanita. Mengadakan penapisan terhadap pria perlu

dilakukan untuk mencegah penularan kepada wanita.

3. Pasien yang telah didiagnosa dengan PID atau penyakit menular seksual

harus diterapi hingga tuntas, dan terapi juga dilakukan terhadap

pasangannya untuk mencegah penularan kembali.

4. Wanita usia remaja harus menghindari aktivitas seksual hingga usia 16

tahun atau lebih.

5. Kontrasepsi oral dikatakan dapat mengurangi resiko PID.

6. Semua wanita berusia 25 tahun ke atas harus dilakukan penapisan terhadap

chlamidya tanpa memandang faktor resiko.

2.1.9 Penatalaksanaan

| 10

Page 11: Referat Pelvic Inflammatory Disease

CDC memperbaharui panduan untuk diagnosis dan manajemen PID.

Panduan CDC terbaru membagi criteria diagnostic menjadi 3 grup :

1. Grup 1 : minimum kriteria dimana terapi empiris diindikasikan bila

tidak ada etiologi yang dapat dijelaskan. Kriterianya yaitu adanya

nyeri tekan uterin atau adnexa dan nyeri saat pergerakan serviks.

2. Grup 2 : kriteria tambahan mengembangkan spesifisitas diagnostic

termasuk kriteria berikut : suhu oral >38,3ºC, adanya secret

mukopurulen dari servical atau vaginal, peningkatan erythrocyte

sedimentation rate, peningkatan c-reactif protein, adanya bukti

laboratorium infeksi servikalis oleh N. gonorhea atau C.

trachomatis.

3. Grup 3 : kriteria spesifik untuk PID didasarkan pada prosedur yang

tepat untuk beberapa pasien yaitu konfirmasi laparoskopik,

ultrasonografi transvaginal yang memperlihatkan penebalan, tuba

yang terisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas pada pelvis, atau

kompleks tuba-ovarian, dan endometrial biopsy yang

memperlihatkan endometritis.

Kebanyakan pasien diterapi dengan rawatan jalan, namun terdapat indikasi

untuk dilakukan hospitalisasi yaitu :

Diagnosis yang tidak jelas

Abses pelvis pada ultrasonografi

Kehamilan

Gagal merespon dengan perawatan jalan

Ketidakmampuan untuk bertoleransi terhadap regimen oral

Sakit berat atau mual muntah

Imunodefisiensi

Gagal untuk membaik secara klinis setelah 72 jam terapi rawat jalan

Terapi dimulai dengan terapi antibiotik empiris spectrum luas. Jika terdapat

AKDR, harus segera dilepas setelah pemberian antibiotic empiris pertama. Terapi

terbagi menjadi 2 yaitu terapi untuk pasien rawat inap dan rawat jalan.

| 11

Page 12: Referat Pelvic Inflammatory Disease

Terapi pasien rawatan inap

Regimen A : berikan cefoxitin 2 gram iv atau cefotetan 2 gr iv per 12 jam

ditambah doxisiklin 100 mg per oral atau iv per 12 jam. Lanjutkan regimen ini

selama 24 jam setelah pasien pasien membaik secara klinis, lalu mulai doxisiklin

100 mg per oral 2 kali sehari selama 14 hari. Jika terdapat abses tubaovarian,

gunakan metronoidazole atau klindamisin untuk menutupi bakteri anaerob.

Regimen B : berikan clindamisin 900 mg iv per 8 jam tambah gentamisin 2 mg/kg

BB dosis awal iv diikuti dengan dosis lanjutan 1,5 mg/kg BB per 8 jam. Terapi iv

dihentikan 24 jam setelah pasien membaik secara klinis, dan terapi per oral 100

mg doxisiklin dilanjutkan hingga 14 hari.

Terapi pasien rawatan jalan

Regimen A : berikan ceftriaxone 250 mg im dosis tunggal tambah doxisiklin 100

mg oral 2 kali sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa metronidazole 500 mg 2

kali sehari selama 14 hari.

Regimen B : berikan cefoxitin 2 gr im dosis tunggal dan proibenecid 1 gr per oral

dosis tunggal atau dosis tunggal cephalosporin generasi ketiga tambah dozisiklin

100 mg oral 2 kali sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg

oral 2 kali sehari selama 14 hari.

Pasien dengan terapi intravena dapat digantika dengan terapi per oral

setelah 24 jam perbaikan klinis. Dan dilanjutkan hingga total 14 hari. Penanganan

juga termasuk penanganan simptomatik seperti antiemetic, analgesia, antipiretik,

dan terapi cairan.

Terapi Pembedahan

Pasien yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi harus

dievaluasi ulang bila mungkin dengan laparoskopi dan intervensi pembedahan.

Laparotomi digunakan untuk kegawatdaruratan sepeti rupture abses, abses yang

tidak respon terhadap pengobatan, drainase laparoskopi. Penanganan dapat pula

berupa salpingoooforektomi, histerektomi, dan bilateral salpingooforektomi.

Idealnya, pembedahan dilakukan bila infeksi dan inflamasi telah membaik.

| 12

Page 13: Referat Pelvic Inflammatory Disease

Panduan CDC untuk penatalaksanaan PID3

2.1.10 Prognosis

Prognosis pada umunya baik jika didiagnosa dan diterapi segera. Terapi

dengan antibiotik memiliki angka kesuksesan sebesar 33-75%. Terapi

pembedahan lebih lanjut dibutuhkan pada 15-20% kasus. Nyeri pelvis kronik

timbul oada 25% pasien dengan riwayat PID. Nyeri ini disangka berhubungan

dengan perubahan siklus menstrual, tapi dapat juga sebagai akibat perlengketan

atau hidrosalping. Gangguan fertilitas adalah masalah terbesar pada wanita

dengan riwayat PID. Rerata infertilitas meningkat seiring dengan peningkatan

frekuensi infeksi. Resiko kehamilan ektopik meningkat pada wanita dengan

riwayat PID sebagai akibat kerusakan langsung tuba fallopi.

2.1.11 Komplikasi

| 13

Page 14: Referat Pelvic Inflammatory Disease

Abses tuba ovarian adalah komplikasi tersering dari PID akut, dan timbul

pada sekitar 15-30% wanita yang dirawat inap di RS. Sekuele yang

berkepanjangan, termasuk nyeri pelvis kronik, kehamilan ektopik, infertilitas, dan

kegagalan implantasi dapat timbul pada 25% pasien. Lebih dari 100000 wanita

diperkirakan akan mengalami infertilitas akibat PID.

Keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan dapat menyebabkan sekuele

seperti infertilitas. Mortalitas langsung muncul pada 0,29 pasien per 100000 kasus

pada wanita usia 15-44 tahun. Penyebab kematian yang utama adalah rupturnya

abses tuba-ovarian. Kehamilan ektopik 6 kali lebih sering terjadi pada wanita

dengan PID.

BAB 3

PENUTUP

3.1.1 KESIMPULAN

| 14

Page 15: Referat Pelvic Inflammatory Disease

Pelvic inflammatory disease (PID) adalah penyakit infeksi dan inflamasi

pada traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur

penunjang pelvis. PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab

penyakit menular seksual seperti N. Gonorrhea dan C. Trachomatis. PID

disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke traktus genital

atas dari vagina dan seviks. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas

penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis dan

pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh. Secara tradisional,

diagnose PID didasarkan pada trias tanda dan gejala yaitu, nyeri pelvic, nyeri pada

gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa, dan adanya demam. Laparoskopi adalah

standar baku untuk diagnosis defenitif PID. Terapi dimulai dengan terapi

antibiotik empiris spectrum luas. Penanganan juga termasuk penanganan

simptomatik seperti antiemetic, analgesia, antipiretik, dan terapi cairan. Pasien

yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi harus dievaluasi

ulang bila mungkin dengan laparoskopi dan intervensi pembedahan. Prognosis

pada umunya baik jika didiagnosa dan diterapi segera. Prognosis pada umunya

baik jika didiagnosa dan diterapi segera.

DAFTAR PUSTAKA

| 15

Page 16: Referat Pelvic Inflammatory Disease

1. Shepherd, Suzanne M. Pelvic Inflammatory Disease. 2010. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/256448-print [diperbaharui tanggal

4 Februari 2010]

2. Reyes, Iris. Pelvic Inflammatory Disease. 2010. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/796092-print [diperbaharui tanggal

10 September 2010]

3. Berek, Jonathan S. 2007. Pelvic Inflammatory Disease dalam Berek &

Novak’s Gynekology 14th Edition. California : Lippincott William &

Wilkins.

4. Pernoll, Martin L. 2001. Pelvic Inflammatory Disease dalam Benson &

Pernoll’s handbook of Obstetric and Gynecology 10th edition. USA :

McGrawhill Companies.

5. Edmonds, Keith D. 2007. The Role of Ultrasound in Gynaecology dalam

Dewhurst’s Textbook of Obstetric and Gynaecology 7th edition. London :

Blackwell Publishing.

6. Mudgil, Shikha. 2009. Pelvic Inflammatory Disease/Tubo-ovarian

Abscess. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/404537-

print [diperbaharui tanggal 10 Agustus 2009]

| 16