Referat Obat Pelumpuh Otot

Embed Size (px)

Citation preview

REFERAT OBAT PELUMPUH OTOTDisusun oleh: Nurul Hafiez bin Fijasri (11-2009-084) Jamaludin (11-2010-032)

Dokter Pembimbing: Dr. Amelia M, Sp.An

FISIOLOGI TRANMISI SARAF OTOT

FISIOLOGI TRANMISI SARAF OTOT Transmisi rangsang saraf ke otot terjadi melalui hubungan saraf otot. Pada bagian ujung saraf motor terdapat gudang persediaan kalsium, vesikel, atau gudang asetilkolin, mitokondria, dan reticulum endoplasmik. Pada bagian membran otot terdapat receptor asetilkolin.

Asetilkolin dibuat di dalam ujung serabut saraf motor melalui proses asetilasi kolin ekstra sel dan koenzim A- diperlukan enzim asetiltransferase. Asetilkolin disimpan dalam kantung atau gudang yang disebut vesikel. Influks ion kalsium memicu keluarnya asetilkolin sebagai transmitter saraf. Asetilkolin saraf akan menyeberang dan melekat pada reseptor nikotinik dan kolinergik di otot. Kalau jumlahnya cukup banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong ion terbuka.

Ion natrium dan kalsium masuk, sedangkan ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot. Asetilkolin cepat dihidrolisa oleh asetilkolinesterase (kolin-esterase khusus atau murni) menjadi asetil dan kolin, sehingga lorong tertutup kembali maka terjadilah repolarisasi.

MEKANISME HAMBATAN (BLOK) SARAF OTOT1. Hambatan kompetisi atau blok non depolarisasi Hambatan gabungan asetilkolin dengan reseptor di membrane ujung motor, ini terjadi karena pemberian tubokurarin, galamin, alkuronium, dan sebagainya

2. Hambatan depolarisasi atau blok depolarisasi Obat pelumpuh otot depolarisasi ini bekerja sebagai agonis ACh. Terjadi hambatan penurunan kepekaan membrane ujung motor. Obat tersebut menimbulkan depolarisasi persisten pada lempeng akhir saraf.

3. Hambatan lain a. Hambatan fase II atau blok desensitisasi / bifasik (blok ganda) Disebabkan karena pemberian obat pelumpuh otot depolarisasi yang berulang-ulang sehingga fase I (depolarisasi) membrane berubah menjadi fase II (non depolarisasi). Mekanisme perubahan ini belum diketahui

b. Hambatan campuran Terjadi karena penyuntikan obat pelumpuh otot depolarisasi dan non depolarisasi dilakukan secara simultan.

CIRI KELUMPUHAN OTOT1. Non Depolarisasi a. Tidak ada fasikulasi otot. b. Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi (eter, halotan, enfluran, isofluran) c. Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik. d. Dapat diantagonis oleh antikolinesterase.

2. Depolarisasi a. Ada fasikulasi otot. b. Berpotensiasi dengan antikolinesterase. c. Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolarisasi dan asidosis. d. Tidak menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal maupun tetanik. e. Belum diatasi dengan obat spesifik

PELUMPUH OTOT DEPOLARISASI SCh menempatkan reseptor kolinergik nikotinik subunit alfa dan bekerja seperti asetikolin (mendepolarisasi membran post jungtion). Hambatan neuromuskuler terjadi karena membran post sinaps tidak dapat memberikan respons pada pelepasan asetilkolin berikutnya yang disebut juga hambatan fase I.

Contoh obat pelumpuh otot depolarisasi Suksametonium (Succynil Choline) Indikasi : pelumpuh otot jangka pendek. Kegunaan : untuk mempermudah / fasilitas intubasi trakea, karena mula kerja cepat dan lama kerja yang singkat. Juga dipakai untuk memelihara relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per infuse atau suntikan intermitten.2 Dosis : 1-2 mg / kg BB / IV Mula kerja : 1-2 menit dengan lama 3-5 menit. Cara pemberian : IV / IM / Intra lingual / Intra bukal

Efek samping : 1 Nyeri otot pasca pemberian Peningkatan tekanan intra ocular Peningkatan tekanan intracranial. Peningkatan intragastrik. Peningkatan kadar kalium plasma. Hati-hati pada luka bakar atau gagal ginjal. Aritmia jantung Lama kerja yang memanjang

Kontra indikasi absolut : Hiperkalemia, > 5.5 meq/L, misal pada gagal ginjal. Kelainan otot: malignant hyperthermia, myastenia gravis, muscular distrophy Trauma otot masive Luka bakar, 7-60 hari Luka tusuk orbita, karena meningkatkan tekanan intraokuler Gangguan neurology : paraplegia, neurodegenerative disease.5)

Kontraindikasi relative : Disfungsi hepar. Cholinester rendah (n: 80-120 u), akan terjadi prolonged: liver disease, anemia gravis malnutrisi dan insektisida organofosfat.5)

PELUMPUH OTOT NON DEPOLARISASIManfaat obat ini di bidang anestesiologi antara lain untuk : Memudahkan dan mengurangi cidera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea. Membuat relaksasi tindakan selama pembedahan. Menghilangkan spasme laring dan reflex jalan napas atas selama anesthesia. Memudahkan pernapasan kendali selama anesthesia. Mencegah terjadinya fasikulasi otot karena obat pelumpuh otot depolarisasi.

Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot non depolarisasi digolongkan menjadi : Bensiliso-kuinolinum : d-tubokurarin, metokurium, atrakurium, doksakurium, mivakurium. Steroid : pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium, rokuronium. Eter-fenolik : gallamin. Nortoksiferin : alkuronium.

Contoh obat pelumpuh otot nondepolarisasi1. Tubokurarin Klorida (Kurarin) Merupakan, suatu derivat isoquinolin yang berasal dari tanaman tropis Chondronderon tomentosum. Pada dosis terapeutik menyebabkan kelumpuhan otot mulai dengan ptosis, diplopia, otot muka, rahang, leher, dan ekstremitas. Paralisis otot dinding abdomen dan diafragma terjadi paling akhir. Lama paralisis bervariasi antara 15-50 menit

Sifat : Blokade ganglion simpatis, dilatasi kapiler, inotropik negatif. Terjadi kumulatif. Kontra indikasi : Asma bronchial Renal disfungsi Myastenia gravis Diabetes melitus Hipotensi

Dosis : paralisis otot intraaabdominal : 10-15mg intubasi trakea : 10-20mg. Cara pemberian : IV / IM Efek samping : hipotensi dan bradikardia

Reaksi samping utama: Kardiovaskuler : Hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi sinus. Pulmoner : Hipoventilasi, apneu, bronkospasme, laringospasme, dispneu. Muskuloskelet : apabila tidak adekuat, akan menyebabkan blok lama. Dermatologik : Ruam, urtikaria. 7.

Ekskresi : ginjal, kadang-kadang hepar.

2. Doksakurium Obat penyekat neuromuskuler nondepolarisasi aksi lama. Bersifat mengantagonis aksi asetilkolin, sehingga menimbulkan blok dari transmisi neuromuskuler. Doksakurium 2,5 hingga 3 kali lebih poten daripada pankuronium. Obat ini tidak mempunyai efek hemodinamik yang secara klinis bermakna.7 Oleh anestetik volatil kebutuhan dosis berkurang (sekitar 30%-40%) dan lamanya blokade neuromuskular diperpanjang (hingga 25%). Paralisis rekurens dengan kuinidin. Diantagonis oleh inhibitor antikolinesterase (neostigmin, edrofonium, dan piridostigmin).

Dosis intubasi : 0,05-0,08 mg/kg/I.V Reaksi samping utama : Kardiovaskuler : Hipotensi, kemerah-merahan, fibrilasi ventrikel, infark miokard. Pulmoner : Hipoventilasi, apneu,bronkospasme. SSP : Depresi. Anuria Dermatologik : Ruam, Urtiakaria. Muskuluskelet : Blok yang tidak adekuat menyebabkan blok yang diperpanjang.

3. Pipekuronium Obat penyekat neuromuskular nondepolarisasi beraksi lama ini merupakan turunan piperzinum. Waktu awitan dan lamanya serupa dengan pankuronium dengan dosis yang sebanding. Secara klinis tidak mempunyai efek hemodinamik yang bermakna. Jarang terjadi pelepasan histamin.

Dosis intubasi : 0,07-0,085 mg/kg/I.V Reaksi samping utama : Kardiovaskuler : Hipotensi, hipertensi, bradikardi, infark miokard. Pulmoner : Hipoventilasi, apneu. SSP : Depresi. Anuria Dermatologik : Ruam, Urtiakaria. Muskuluskelet : Blok yang tidak adekuat menyebabkan blok yang diperpanjang.

Pankuronium Bromida (Pavulon) steroid sintesis paling banyak dipakai di Indonesia. Kemasan : ampul 2ml larutan yang mengandung pankuronium bromide 4mg. Mula kerja terjadi pada menit 2-3 untuk selama 30-40menit. Berikatan kuat dengan globulin plasma dan berikatan sedang dengan albumin. Mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, karena itu dosis pemeliharaan/rumatan harus dikurangi.

Pankuronium menyebabkan sedikit pelepasan histamine dan hipertensi karena memiliki efek inotropik positif serta takikardia karena efek vagolitik. Ekskresi : ginjal (60-80%) dan sebagian lagi empedu (20-40%) Dosis : relaksasi otot : 0,08mg / kg BB/ IV (dewasa) rumatan : dosis awal. intubasi trakea : 0,15mg /kg BB/ IV

Kontra indikasi : Hipertensi Kelainan otot : malignant hyperthermia Miastenia gravis Muscular distrophy.6. Reaksi samping utama : Kardiovaskular : Takikardia, hipertensi Pulmoner : Hipoventilasi, apneu, bronkospasme. Alergik : kemerahan, syok anafilaktik.

5. Galamin (flaxedil) Obat pelumpuh otot non depolarisasi sintetik. Kemasan : ampul 2ml atau 3ml larutan 4%. Larutan dapat dicampur dengan thiopental. Lama kerja obat Berkisar 15-20 menit. Mula kerja sangat berhubungan dengan aliran darah otot. Mempunyai efek yang lemah pada ganglion saraf dan tidak menyebabkan pelepasan histamine.

Memiliki sifat seperti atropine yaitu menyebabkan takikardia walaupun pada dosis kecil (20mg). Karena itu galamin cukup baik dipakai bersama anestetik halotan. Kenaikan tekanan darah dapat terjadi, tetapi ringan. Galamin dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi tidak sampai mempengaruhi kontraksi uterus.

Ekskresi : ginjal dan sebagian kecil empedu. Penggunaan klinik : Memudahkan intubasi trakea. Dosis : 80-100mg IV ditunggu selama 2-3menit. Relaksasi pembedahan. Dosis : 2mg / kg BB / IV. Pada dosis sebesar 40mg jarang sampai menimbulkan paralisis diafragma dan pasien dapat tetap bernapas spontan walaupun sebagian otot rangka mengalami kelumpuhan. Teknik seperti ini sering dipakai untuk prosedur ginekologik. Sebagai profilaksis bradikardia selama anesthesia umum, misalnya pada pembedahan bola mata.

Kontra indikasi : Pasien dengan takikardia Fungsi ginjal yang buruk atau ancaman gagal ginjal. Reaksi samping utama : Kardiovaskuler : Takikardi, Aritmia, Hipotensi Pulmoner : Hipoventilasi, Apneu Muskuloskelet : Blok tidak adekuat, blok yang diperpanjang.7)

6. Alkuronium Klorida (alloferine) Merupakan sintetik toksiferin, suatu alkaloid dari tanaman Strychnos toksifera. Kemasan : ampul 2ml yang mengandung 10mg Alkuronium klorida. Larutan tidak dapat dicampur thiopental.

Mula kerja terjadi pada menit ke 3 untuk selama 15-20menit. Tidak bersifat pelepas histamine jaringan, tetapi dapat menghambat ganglion simpatik sehingga dapat menyebabkan hipotensi terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Dapat berpotesiensi ringan dengan N2O-tiopental-narkotik. 2.

Dosis relaksasi pembedahan : 0,15mg / kg BB / IV dewasa 0,125-0,2 mg / kg BB / IV anak-anak. Dosis intubasi trakea : 0,3 mg/ kg BB / IV Ekskresi : ginjal (70%) dalam bentuk utuh dan sebagian kecil melalui empedu.

7. Atrakurium Besilat (tracrium) Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relative baru yang mempunyai struktur bensilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice leontopeltalum.

Keunggulan atrakurium dibanding obat terdahulu : Metabolisme terjadi di dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia unik yang disebut eliminasi Hoffman. Reaksi ini tidak tergantung dari fungsi hati dan ginjal. Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang. Tidak menyebabkan perubahan kardiovaskuler yang bermakna.

Mula kerja atrakurium pada dosis intubasi adalah 2-3menit. Mula dan lama kerja atrakurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada umumnya adalah 15-35menit. Dosis : intubasi : 0,5-0,6mg / kg BB/ IV relaksasi otot : 0,5-0,6 mg / kg BB / IV pemeliharaan : 0,1-0,2 mg / kg BB / IV

Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian anti kolinesterase. Atrakurium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi terpilih untuk pasien geriatric atau dengan kelainan jantung, hati, dan ginjal yang berat. 2.

Reaksi samping utama: Kardiovaskuler : Hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi sinus. Pulmoner : Hipoventilasi, apneu, bronkospasme, laringospasme, dispneu. Muskuloskelet : apabila tidak adekuat, akan menyebabkan blok lama. Dermatologik : Ruam, urtikaria.

8. Vekuronium (nocuron) Obat pelumpuh otot non depolarisasi yang baru dan homolog pankuronium bromide yang berkekuatan lebih besar dengan lama kerja yang singkat. Tidak memiliki efek kumulasi pada pemberian berulang atau kontinyu per infuse. Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.

Kemasan : ampul berisi bubuk vekuronium 4mg. Pelarut yang dipakai antara lain akuades, garam fisiologis, RL, atau D5% sebanyak 2ml. Dosis : 0,1mg / kg BB / IV Mula kerja terjadi pada menit 2-3 dengan lama kirakira 30menit. Reaksi samping utama : Kardiovaskular : bradikardia. Pulmoner : Hipoventilasi, apneu.7

9. Mivacurium Merupakan pelumpuh otot kerja pendek/singkat yang dihidrolisa oleh kolin esterase plasma dengan kecepatan yang ekuivalen pada 88% dari SCh. Dosis : 80 ug/kgBB onset 2-3 menit durasi 1220 menit Durasi dari mivakuriumk 2 x SCh atau 30-40% dari non depol intermediate. Blokade pada penderita chirosis hepatis mempunyai onset yang sama tetapi mengalami pemanjangan pada durasi.

PILIHAN PELUMPUH OTOT 1. Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium Gangguan faal hati : atrakurium Miastenia gravis : dosis 1/10 atrakurium Bedah singkat : atrakurium, rokuronium, mivakuronium Kasus obstetric : semua dapat digunakan kecuali galamin.

TANDA-TANDA KEKURANGAN PELUMPUH OTOT Cegukan (hiccup) Dinding perut kaku. Ada tahanan pada inflasi paru.

PENAWAR PELUMPUH OTOT Pemulihan tonus otot rangka akibat pengaruh obat pelumpuh otot non depolarisasi bisa berlangsung secara spontan setelah masa kerja obat berakhir. Namum mempercepat pemulihannya perlu diberikan obat antagonisnya, yaitu golongan obat anticholinesterase. Salah satu obat yang termasuk populer yang digunakan adalah neostigmin metilsulfat atau prostigmin.

Neostigmin metilsufat atau prostigmin: Merupakan obat anticholinesterase yang berkhasiat menghambat kerja enzim cholinesterase untuk menghidrolisis Ach. Akumulasi Ach pada hubungan saraf otot akan meningkatkan kemampuan Ach untuk berkopetensi dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi sehingga hantaran saraf otot kembali berlangsung normal dan tonus otot pulih kembali. Di pihak lain, akumulasi Ach pada ujung saraf cholinergik akan menyebabkan peningkatan aktivitas saraf cholinergik baik nikotiniknya maupun muskariniknya.

Peningkatan aktivitas cholonergik tersebut akan menimbulkan tanggapan pada beberapa organ, antara lain bradikardi, hiperperistaltik, dan spasme saluran cerna, peningkatan sekresi kelenjar saluran cerna, saluran nafas dan kelenjar keringat: spasme bronkus, miosis, dan kontraksi vesika urinaria dan dapat dinetralisir oleh obat anticholinergik (sulfas atropin) sehingga dalam setiap penggunaannya untuk memulihkan efek obat pelumpuh otot non depolarisasi, neostigmin harus diberikan bersama-sama sulfas atropin, dalam satu spuit atau diberikan terpisah, tergantung kondisi pasien saat itu.

Penggunaan klinik prostigmin: Untuk memulihkan tonus otot setelah pemakaian obat pelumpuh otot non depolarisasi Untuk memulihkan peristatik usus akibat manipulasi pembedahan atau paralitik ileus Digunakan sebagai obat pilihan pada miatenia gravis.

Dosis dan cara pemberiannya: Untuk memulihkan tonus otot akibat pengaruh obat pelumpuh otot, neostigmin akan diberikan secara bertahap mulai dengan dosis 0,5mg IV, selanjutnya dapat diulang sampai dosis total 5mg. Neostigmin dapat diberikan bersama-sama dengan sulfas atropin dengan dosis 1-1,5mg. Pada keadaan tertentu misalnya: takikardi atau demam, pemberian sulfas atropin dipisahkan dan diberikan setelah prostigmin.