35
REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS (Ascending Reticular Activating System) DISUSUN OLEH : dr. Kumara Tini, SpS., FINS dr. Rindha Dwi Sihanto BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017

REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

REFERAT

NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

(Ascending Reticular Activating System)

DISUSUN OLEH :

dr. Kumara Tini, SpS., FINS

dr. Rindha Dwi Sihanto

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 2: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-

Nyalah tinjauan pustaka yang berjudul “Neurofisiologi sistem ARAS (Ascending

Reticular Activating System)” ini dapat penulis selesaikan. Referat berupa tinjauan

pustaka ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pendidikan

PPDS-1 di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah Denpasar. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. dr. A.A. Bagus Ngr. Nuartha, Sp.S(K) selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit

Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah.

2. dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp. S(K) selaku Ketua Program Studi Ilmu

Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah.

3. dr. Kumara Tini, Sp. S., FINS selaku pembimbing penulis dalam penyusunan

tinjauan pustaka ini.

4. Teman-teman PPDS-1 yang telah banyak membantu penulisan tinjauan

pustaka ini.

Penulis juga menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna

sehingga kritik dan saran yang membangun sangant penulis harapkan. Akhir kata,

penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca. .

Denpasar, November 2017

Penulis

Page 3: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................... v

DAFTAR TABEL ......................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................ 1

BAB II NEURONANATOMI ...................................................... 3

2.1 Struktur Anatomi ......................................................... 3

2.1.1 Ascending Retikular Activating System (ARAS) . 3

2.1.2 Formasi Retikularis ............................................. 4

2.1.3 Diensefalon .......................................................... 6

2.2 Neurotransmiter pada Sistem ARAS ........................... 9

2.2.1 Neurotransmiter Batang Otak .............................. 9

2.2.1.1 Neuron Kolinergik Ponto-Mesensefalon. 9

2.2.1.2 Neuron Noradrenergik Lokus Seruleus ... 10

2.2.1.3 Neuron Dopaminergik Mesensefalon

Ventral ..................................................... 11

2.2.1.4 Neuron Serotonergik Rafe ...................... 12

2.2.2 Neuron Histaminergik Tuberomamilari .............. 13

2.2.3 Neuron Oksinergik Perifornikal .......................... 14

BAB III NEUROFISIOLOGI ARAS ........................................... 15

3.1 ARAS sebagai Penggalak Kewaspadaan .................. 15

3.1.1 Peranan Formasi Retikularis dalam Proses

Page 4: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

iv

Kewaspadaan....................................................... 15

3.1.2 Peranan Diensefalon dan Korteks Serebri

dalam Proses Kewaspadaan ................................ 18

3.1.3 Peranan Neurotransmiter dalam Proses

Kewaspadaan....................................................... 19

3.2 Peranan ARAS dalam Fisiologi Bangun Tidur ......... 20

3.2.1 Gambaran Umum Tidur .................................... 20

3.2.2 Stadium Tidur .................................................... 21

3.2.3 Peranan ARAS pada Siklus Tidur ..................... 22

3.2.2.1 Formasi Retikularis ............................... 22

3.2.2.2 Nukleus suprakiasmatik (SCN) ............ 23

3.2.2.3 Nukleus Rafe ........................................ 25

3.2.2.4 Lokus Seruleus ...................................... 25

3.2.4 Peranan Neurotransmiter pada Sikus Bangun

Tidur ................................................................. 25

Page 5: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 ARAS Pathway ......................................................... 4

Gambar 2.2 Formasi Retikularis ................................................... 5

Gambar 2.3 Nukleus Talamus beserta Proyeksinya ...................... 7

Gambar 2.4 Neuron Kolinergik..................................................... 11

Gambar 2.5 Perjalanan Neuron Nordrenergik .............................. 12

Gambar 2.6 Perjalanan Neuron Dopaminergik ............................. 13

Gambar 2.7 Neuron Serotonergik ................................................. 14

Gambar 3.1 Jenis Interkoneksi Neuron ......................................... 18

Gambar 3.2 Perjalanan Koneksi Interneuron pada Formasi

Retikularis Sampai ke Talamus .................................. 19

Gambar 3.3 Gambar hasil EEG pada stadium tidur ...................... 23

Gambar 3.4 Mekanisme Irama Sirkadian...................................... 25

Gambar 3.5 Alur Neurotransmiter dalam Fisiologi Siklus Tidur . 26

Gambar 3.6 Mekanisme Fisiologis Siklus Tidur .......................... 28

Page 6: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Jalur Neurotransmiter ARAS ........................................ 8

Page 7: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada

serabut transversal retikularis dari batang otak sampai talamus dan dilanjutkan

dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan talamus dengan

korteks serebri. Formasio retikularis terletak di substansi grisea otak dari daerah

medulla oblongata sampai midbrain dan talamus. Neuron formasio retikularis

menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio retikularis

midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan

bangun dan terjaga. Lesi pada formasio retikularis midbrain mengakibatkan orang

dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio

retikularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System),

suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular

talamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua

area di korteks serebri (Mardiati,2008).

Formasio retikularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang,

menerima input dari korteks serebri, ganglia basalis, hipotalamus, sistem limbik,

cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens

formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum, hipotalamus, sistem

limbik dan talamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks serebri dan ganglia

basalis (Price, 2012). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan

depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari

talamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu.

Page 8: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

2

Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori

spesifik dari talamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal

sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang

kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu

aktivasi kortikal umum dan terjaga (Mardiati, 2008).

Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter

kolinergik, monoaminergik dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang

terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan

diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness).

Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan

kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7

brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial

hemisfer (Price, 2012; Snell, 2016).

Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri

menuju ARAS → diproyeksikan kembali ke korteks serebri → terjadi peningkatan

aktivitas korteks dan kesadaran (Price, 2012).

Page 9: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

3

BAB II

NEURONANATOMI

ASCENDING RETIKULAR ACTIVATING SYSTEM (ARAS)

2.1 Struktur Anatomi

2.1.1 Ascending Retikular Activating System (ARAS)

Ascending Retikular Activating System (ARAS) merupakan jaringan yang

bermula dari rostral tegmentum otak dan substansia retikularis medula spinalis dan

memancar ke talamus kemudian ke korteks serebral, serta lebih dominan pada

aspek anterior. Impuls aferen spesifik sebagian disalurkan melalui cabang

kolateralnya ke rangkaian neuron-neuron substansia retikularis dan selanjutnya

impuls tersebut bersifat non spesifik oleh karena cara penyalurannya bersifat

multisinaptik dan bilateral (Sidharta, 2010). ARAS terdiri dari beberapa sirkuit

neuron yang menghubungkan batang otak menuju korteks. Koneksi neuron ini

sebagian besar berasal dari formasi retikularis di batang otak dengan menerima

informasi sensorik dari berbagai sumber di sekitarnya. Kemudian berproyeksi di

nukleus intralaminar di talamus dan sistem limbik kemudian berdifusi secara luas

di korteks serebri (Gambar 2.1). Terdapat dua sumber yang mempengaruhi ARAS

yaitu (Sukardi,1985):

a. Pengaruh impuls-impuls perifer yang mula-mula dihantarkan melalui serat-

serat sensorik spesifik.

b. Pengaruh yang datang dari korteks serebri melalui serat kortikoretikularis.

Serat kortikoretikularis ini berasal dari semua bagian korteks serebri dapat

mempunyai pengaruh fasilitasi dan inhibisi pada neuron-neuron formasi

Page 10: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

4

retikularis. Sebagian besar serat kortikoretikularis ini berasal dari korteks

motorik dan premotorik.

Gambar 2.1 ARAS Pathway (Snell,2015)

2.1.2 Formasi Retikularis

Formasio retikularis terdiri dari jaringan kompleks badan sel dan serabut saraf

yang saling terjalin membentuk intisentral batang otak. Bagian ini berhubungan

kebawah dengan sel-sel interneuron medulla spinalis dan meluas ke atas ke

diensefalon. Memiliki sekiar 30.000 sinaps. Fungsi utama dari sistem retikularis

yang tersebar ini adalah integrasi berbagai proses kortikal dan subkortikal yaitu

penentuan status kesadaran dan keadaan bangun, modulasi transmisi formasi

sensorik kepusat yang lebih tinggi, modulasi aktivitas motorik, pengaturan respon

autonom dan pengaturan siklus tidur bangun. Sistem ini juga merupakan tempat

asal sebagian monoamine yang disebarkan keseluruh SSP. Lesi pada formatio

retikularis dapat menyebabkan koma sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-

tahun. Neuron dalam formatio retikularis dikelompokan sesuai dengan fungsinya

masing-masing (Snell, 2016).

Page 11: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

5

Formasio retikularis batang otak terletak strategis di bagian tengah jaras

asenden dan desenden antara otak dan medulla spinalis sehingga memungkinkan

pemantauan “lalu-lintas” dan berpartisipasi dalam semua aktivitas batang otak –

hemisfer otak. Formasio retikularis, yang secara difus menerima dan menyebarkan

rangsang, menerima input dari korteks serebri, ganglia basalis, hipotalamus dan

sistem limbik, serebelum, medulla spinalis, dan semua sistem sensorik. Serabut

eferen formasio retikularis tersebar ke medulla spinalis, serebelum, hipotalamus,

dan sistem limbik, serta talamus yang sebaliknya, berproyeksi ke korteks serebri

dan ganglia basalis. Selain itu, sekelompok serabut monoamine yang penting

disebarkan secara luas pada jaras asendens ke struktur subkortikal dan korteks, dan

jaras desendens menuju medulla spinalis. Dengan demikian formasio retikularis

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh seluruh area SSP (Duss, 2016).

Gambar 2.2 Formasi Retikularis (Netter, 2014)

Page 12: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

6

Fungsi masing-masing nukleus retikularis (Snell, 2015):

Nukleus retikularis gigantoselularis : regulasi retikulospinal

Paramedian pontine reticular formation (PPRF) : pusat lateral gaze

Nuklei rafe : pengaturan tidur, bangun dan waspada

Locus ceruleus : atensi, mood, dan siklus tidur-bangun

2.1.3 Diensefalon

Adapun nukleus-nukleus di talamus yang memiliki hubungan dengan sistem

ARAS adalah (Sukardi,1985; Duus, 2007) :

a. nukleus intralaminares adalah sekumpulan kecil sel-sel saraf di dalam

lamina medularis interna. Nukleus ini menerima serabut-serabut aferen dari

formasi retikularis, traktus spinotalamuskus, dan trigeminotalamuskus.

Serta mengirimkan serabut eferen ke nukleus talamus lainnya, yang

kemudian diproyeksikan ke korteks serebri dan mengirimkan serabut-

serabut ke korpus striatum. Nukleus-nukleus ini mempengaruhi tingkat

kewaspadaan dan kesiagaan seseorang.

b. Nukleus di garis tengah terdiri dari kelompok sel saraf yang terletak di dekat

ventrikel III dan di dalam hubungan intratalamus. Nukleus ini menerima

serabut aferen dari formasi retikularis. Adapun fungsi nukleus ini masih

belum jelas.

c. Nukleus retikularis adalah lapisan tipis sel saraf yang tersusun berlapis di

antara lamina medularis eksterna dan krus posterior kapsula interna.

Serabut-serabut aferen dari formasi retikularis dan korteks serebri,

berkumpul di nukleus ini dan outputnya terutama ke nukleus talamus

lainnya. Fungsi nukleus retikularis belum dimengerti sepenuhnya,

Page 13: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

7

kemungkinan berkaitan dengan sistem regulasi aktivitas talamus oleh

korteks serebri.

Gambar 2.3 Nukleus Talamus beserta Proyeksinya (Crossman, 2015).

2.2 Neurotransmiter pada ARAS

Komunikasi interneuron yang terjadi di setiap proyeksi adalah melalui sinaps

yang di dalamnya melepaskan neurotransmiter. Hal inilah yang memungkinkan

adanya komunikasi antar neuron mengenai kelanjutan dari informasi sensorik yang

ditransmisikan apakah akan dilanjutkan melalui suatu proses eksitasi maupun

inhibisi. Berikut merupakan daftar neurotransmiter yang berperan dalam sistem

ARAS (tabel 2.1).

Page 14: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

8

Tabel 2.1 Jalur Neurotransmiter ARAS (Sukardi,1985)

Nama Jalur Asal Mula Terminasi

Jalur desenden NA Bagian ventrolateral

formasi retikularis, bagian

kaudal medulla oblongata

Medulla spinalis, kornu

ventral, intermedia, dorsal

Jalur asenden NA Nukleus formasi retikularis

Bagian ventrolateral

medulla oblongata,

Bagian kaudal pons, di

sebelah dorsal dan lateral

nukleus olivaris kranialis

Bagian kranial pons, di

sebelah ventral pedunkulus

serebelaris

Mesensefalon, batang otak

bagian kaudal dan

serebrum : nukleus dorsalis

n X nukleus solitaries,

nukleus rerikularis griseum

sentral mesensefalon,

hipotalamus, talamus,

Jalur NA lokus seruleus Lokus seruleus setingi pons

bagian kranial dan

mesensefalon bagian kaudal

Bagian dorsal :

telensepalon dan

Diensefalon: hipokampus,

talamus, hipotalamus,

amigdala, nuseptales,

daerah luas korteks serebri

dan kolikuli kranialis dan

kaudalis.

Bagian lateral : semua

bagian korteks serebelum

Page 15: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

9

Jalur desenden serotonin Nukleus rafe medulla

oblongata

Medulla spinalis: kornu

ventral, intermedia, dan

dorsal

Jalur asenden serotonin Neklues rafe di pons dan

mesensefalon bagian kaudal

Bagian lateral:

hipotalamus, amigdala,

dan korteks serebri

Bagian medial : nukleus

septal dan korteks singuli

Jalur dopaminrgik Substansia nigra daerah

tegmentum mesensefalon di

sebelah dorsal nukleus

interpedunkularis

Neostriatum dan amigdala,

hipotalamus bagian-bagian

lobus limbik, hipofisis

serebri

2.2 Neurotransmiter pada Sistem ARAS

2.2.1 Neurotransmiter Batang Otak

2.2.1.1 Neuron Kolinergik Ponto-Mesensefalon

Neuron kolinergik ponto-mesensefalon menggunakan neurotransmiter

asetilkolin yang terletak di tegmentum laterodorsal dan nukleus tegmentum

pedunkulopontin. Neuron ini menerima input dari neuron retikular dan neuron

noradrenergik lokus seruleus yang memiliki jalur yang sama, yaitu menuju dorsal

talamus, bagian ventral hipotalamus dan basal forebrain. Neuron ini berfungsi

menstimulasi aktivasi kortikal pada saat individu dalam keadaan sadar dan tidur

fase REM serta memberikan efek inhibisi pada sensori-motorik dan atonia otot.

Neuron kolinergik ini paling aktif pada saat fase sadar dan tidur fase REM.

Pelepasan asetilkolin sangat tinggi pada talamus. Sebaliknya, neuron ini bersifat

Page 16: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

10

menginhibisi pada sistem retikulospinalis. Adapun lesi dari neuron ini tidak akan

menyebabkan gangguan pada aktivasi kortikal dan kewaspadaan namun dapat

menyebabkan hilang fase tidur REM. Neuron kolinergik juga berungsi dalam

proses belajar dan memori.

Gambar 2.4 Neuron Kolinergik (Patton, 1996)

Berdasarkan gambar 2.4 dapat dijelaskan bahwa neuron kolinergik forebrain

terdiri dari MS (Medial Septum), DBv dan DBh (Nukleus Diagonal Band Vertikal

dan Horisontal), dan nukleus basalis Meynert (BM). Nuklues ini secara topografi

menginervasi seluruh serebral korteks, termasuk Hi (Hipokampus) dan Am

(Amigdala). Sedangkan neuron kolinergik di pons terdiri dari nukleus laterodorsal

(LDT) dan pedukulopontin (PPT) yang menginervasi formasi retikularis (RF) dan

Talamus (Th).

2.2.1.2 Neuron Noradrenergik Lokus Seruleus

Neuron ini menggunakan neurotransmiter noradrenergik yang berkumpul di

area periventricular gray di midpons, di belakang dari sel kolinergik. Dendrit dari

neuron ini membentang di daerah gray dan tegmentum. Neuron ini memberikan

inervasi secara difus ke korteks serebri dan medulla spinalis, ke area subkortikal di

Page 17: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

11

talamus, hipotalamus, dan basal forebrain. Pelepasan noradrenalin meningkat saat

keadaan sadar dan REM, serta mencapai tahap maksimal pada saat stres. Neuron

ini berperan dalam mengaktivasi kortikal dan meningkatkan sensori motorik

aktivitas. Neuron ini bertanggung jawab jika ada stimulas baru yang datang,

mempengaruhi tingkat kewaspadaan di forebrain, dan persepsi sensorik.

Gambar 2.5 Perjalanan Neuron Nordrenergik (Patton, 1996)

2.2.1.3 Neuron Dopaminergik Mesensefalon Ventral

Neurotransmiter dari neuron ini adalah dopamin dan terletak di substansia nigra

dan ventral tegmental area. Neuron ini membentuk proyeksi asenden melalui dua

jalur yaitu, melalui jalur ventral melewati bagian medial dari forebrain menuju

dorsal dari striatum (sistem nigro-striatal) dan menuju daerah basal dari forebrain,

bagian ventral dari striatum dan korteks serebri (sistem meso-limbo-kortikal).

Stimulasi pada neuron ventral mesensefalon ini menyebabkan seorang individu

dalam kondisi sadar. Meskipun tidak ada perbedaan laju dopamin yang dihasilkan

baik saat sadar maupun tidur, namun pada kondisi sadar, kadar dopamin mencapain

titik pucak. Begitu pula pada saat individu dalam fase REM. Dopamin berjalan

Page 18: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

12

sinergis dengan neuron kolinergik ponto-mesensefalon. Neurotransmitter ini untuk

inisiasi respon prilaku, otonomi, dan regulasi endokrin. Adanya lesi pada neuron

ini menyebabkan terjadinya akinesia dan afagia.

Gambar 2.6 Perjalanan Neuron Dopaminergik (Patton, 1996)

Berdasarkan gambar 2.6, dapat dijelaskan neuron dopaminergik terdiri dari

neuron di substansia nigra (A9), retrobulbar (A8), dan area ventral tegmentum

(A10) yang membawa proyeksi asenden menuju striatum, korteks frontotemporal,

dan sistem limbik, yaitu amigdala dan lateral septum.

2.2.1.4 Neuron Serotonergik Rafe

Neuron ini menggunakan serotonin sebagai neurotransmiternya.

Neurotransmiter ini didistribusikan melalui nukleus rafe di garis tengah dari batang

otak, yaitu nukleus dorsal rafe otak tengah yang merupakan asal mula proyeksi

asenden menuju forebrain dan korteks. Dan nukleus rafe pontin dan medulla (rafe

palidus dan magnus dan pars alpha dari gigantoselularis yang merupakan proyeksi

desenden menuju medulla spinalis.

Page 19: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

13

Gambar 2.7 Neuron Serotonergik (Patton,1996). CD (Nukleus Kaudatus), HF

(Formasi Hipokampus), H (Hipotalamus) dan Th (Talamus).

Pada gambar 2.7, neuron B1-3 berkorelasi dengan rafe magnus, rafe palidus,

dan rafe obscurus di medulla kemudian berproyeksi desenden menuju batang otak

bawah dan medulla spinalis. Neuron B4-9 terdiri dari rafe pontis, median rafe, dan

nukleus rafe dorsal, berproyeksi ke batang otak bagian atas, hipotalamus, talamus,

dan korteks serebri.

Stimulasi pada neuron ini akan menyebabkan inhibisi prilaku, afektif,

termoregulasi, prilaku seksual, dan intuisi makan saat sadar. Aktifnya

neurotransmiter ini akan menginhibisi prilaku makan dan seksual. Jika terjadi

penurunan kadar serotonin akibat pengunaan obat secara akut akan menyebabkan

insomnia akut dan peningkatan nafsu makan serta prilaku seksual (Jones,2003).

2.2.2 Neuron Histaminergik Tuberomamilari

Neuron tuberomamilari ini mensintesis neurotransmiter histamin dan terletak

di bagian ventrolateral dari posterior hipotalamus, yaitu di sebelah lateral dari

nukleus mamilari. Sama halnya dengan monoamin neuron, sintesis neuron histamin

Page 20: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

14

ini meningkat ada kondisi sadar. Neurotransmitter ini berfungsi dalam prilaku

asupan makan dan minum, termoregulasi, dan fungsi otonom.

2.2.3 Neuron Oksinergik Perifornikal

Neuron ini terdiri dari peptide orexin atau yang sering disebut hipocretin yang

berfungsi sebagai neuromodulator dan tersebar di daerah posterior sampai bagian

tengah hipotalamus serta mengelilingi forniks dan bagian lateral dari hipotalamus.

Selain menuju ke korteks serebri secara difus, neuron ini berproyeksi juga ke lokus

seruleus, sistem talamo-kortikal nonspesifik, neuron histaminergik, dan neuron

kolinergik. Orexin berfungsi untuk memberi dorongan untuk makan saat sadar.

Selain itu orexin juga berfungsi mengatur energi yang digunakan oleh tubuh

(Siegel,2006).

Page 21: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

15

BAB III

NEUROFISIOLOGI ARAS

3.1. ARAS sebagai Penggalak Kewaspadaan

3.1.1 Peranan Formasi Retikularis dalam Proses Kewaspadaan

Kewaspadaan merupakan salah satu fungsi dari formasi retikularis. Formasi

retikularis memiliki kemampuan untuk tetap menjaga kondisi seseorang dalam

keadaan terjaga, sadar, serta responsif terhadap stimulus sensorik. Bahkan formasi

retikularis dapat tetap menjaga kewaspadaan tersebut meskipun tidak ada stimulus

sensorik. Adapun terdapat 2 konsep tentang fisiologis formasi retikularis yaitu

sebagai sistem yang mengaktifkan dan membuat otak dalam kondisi sadar dan

untuk menjaga kewaspadaan (Kendall,2000). Derajat kewaspadaan seseorang

sangat tergantung pada hubungan kompleks antara formasi retikularis dan korteks

serebri. Komponen penting yang menghubungkan formasi retikularis dengan

korteks serebri adalah sistem ARAS. ARAS merupakan suatu mekanisme dimana

input sensorik yang menuju ke formasi retikularis akan memodulasi neuron di

kortikal, mengeksitasi korteks, dan mempengaruhi tingkat kewaspadaan

(Siegel,2006). Apabila ARAS tidak aktif maka demikian pula dengan korteks

serebri. Jika terjadi kerusakan pada formasi retikularis, aktivasi kortikal dan

kewaspadaan tidak dapat terjaga meskipun input sensorik intak (Martini,2006).

Formasi retikularis terletak sangat strategis, sehingga menerima input sensorik

dari berbagai sumber, baik sistem sensorik perifer yang terdiri dari somatosensorik,

viserosensorik, auditorik, vestibular, maupun input visual, serta output sensorik dan

motorik dari korteks serebri. Formasi retikularis memiliki interkoneksi yang luas

Page 22: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

16

tidak hanya dengan sistem sensorik, tetapi juga sistem motorik dan seluruh jalur

yang melewati batang otak.

Adapun informasi sensorik pertama-tama ditangkap oleh nukleus-nukleus

spesifik yang berada di lateral dari formasi retikularis. Kemudian informasi

sensorik tersebut akan ditransmisikan menuju formasi retikularis melalui

mekanisme arborisasi axodendritik. Sedangkan sinyal visual yang berasal dari

sistem limbik dan sinyal olfaktorik yang berasal dari kolikulus superior

ditransmisikan secara langsung menuju formasi retikularis. Dari perjalanan tersebut

dapat disimpulkan bahwa formasi retikularis menerima berbagai jenis informasi

dari sistem sensorik yang berbeda-beda juga. Namun formasi retikularis tidak

mampu menjaga spesifisitas informasi yang diterima dari masing-masing sistem

sensorik. Semua input sensorik yang diterima formasi retikularis akan

ditransmisikan melalui jaras asenden menuju talamus berupa suatu informasi

sensorik yang tidak spesifik. Hal ini dapat dibedakan dengan transmisi spesifik

yang dibawa oleh sistem sensorik asenden, sebagai contoh jalur lemnikus medial.

Meskipun bersifat tidak spesifik, namun sejumlah sinyal yang bersumber dari

formasi retikularis ini sangat diperlukan untuk memicu timbulnya aktivasi dari

sistem ARAS dan mengeksitasi neuron target di talamus (Siegel,2000).

Dalam proses transmisi informasi sensorik tersebut, formasi retikularis

memiliki dua proyeksi, yaitu proyeksi interneuron lokal dan atau jauh. proyeksi

panjang ini dapat menuju ke atas yaitu ke arah forebrain dan ke bawah yaitu

menuju medula spinalis. Sedangkan interneuron lokal yaitu melalui mekanisme

axodendritik yang telah dijelaskan sebelumnya (Kendall, 2000).

Page 23: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

17

Gambar 3.1 Jenis Interkoneksi Neuron

(A) Warna merah menunjukkan neuron desenden panjang. Warna biru

menunjukkan hubungan kolateral antara satu neuron dengan neuron

lainnya melalui kontak sinaptik. (B) Warna hitam menunjukkan satu

neuron mengalami bifurkasi menjadi dua, yaitu neuron asenden dan

desenden panjang (Siegel,2006).

Neuron retikular berproyeksi secara asenden melalui dua jalur utama, yaitu;

jalur dorsal menuju talamus dan jalur ventral menuju hipotalamus dan ke forebrain.

Neuron asenden paling terkonsentrasi di area formasi retikuaris mesensefalon dan

pontin oralis.

Selain itu, formasi retikularis memiliki kemampuan juga untuk mensaring

informasi sensorik apa yang dapat diterima dan membuang informasi sensorik yang

tidak diinginkan. Sehingga korteks serebri lebih spesifik dan selektif menerima

informasi sensorik yang masuk. Dalam hal ini, formasi retikularis memiliki jalur

desenden inhibisi nyeri. Jalur ini berasal dari PAG dan bersinaps dengan neuron

Page 24: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

18

serotonin dan menuju ke cornu dorsalis dari medulla spinalis. Di kornu anterior

neuron serotonin ini bersinaps dengan neuron enkepalin dan memodulasi ja;ur

nosiseptif primer.

Gambar 3.2 Perjalanan Koneksi Interneuron pada Formasi Retikularis Sampai ke

Talamus (Siegel,2006)

3.1.2 Peranan Diensefalon dan Korteks Serebri dalam Proses Kewaspadaan

Perjalanan input sensorik dari formasi retikularis akan dilanjutkan ke talamus.

Terdapat 3 cara yang terjadi pada formasi retikularis dalam memodulasi fungsi

sensorik dan mengatur eksitasi neuron korteks. Dua mekanisme pertama yaitu

melalui proyeksi dari formasi retikularis menuju nukleus intralaminar di talamus.

Dan mekanisme ketiga adalah proyeksi langsung neuron formasi retikularis ke

korteks serebri. Proyeksi yang menuju talamus dibawa ke nukleus talamus

nonspesifik, yaitu nukleus sentromedianus dan nukleus ventral anterior. Input

sensorik ini akan mengirimkan sinyalnya menuju korteks serebri secara difus dan

Page 25: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

19

mengubah level eksitasi serta mengaktifkan neuron-neuron di kortikal. Maka dari

itu ARAS disebut sebagai penggalak kewaspadaan (Siegel, 2006). Meskipun

proyeksi yang sampai di korteks serebri bersifat difus, namun porsi terbesar yang

menerima informasi sensorik ini adalah lobus frontal. Proyeksi kedua adalah

melalui neuron-neuron yang membawa informasi nonspesifik dari talamus

kemudian membuat sinaps dengan nukleus-nukleus spesifik talamus. Disinilah

informasi sensorik tersebut mengalami modifikasi informasi sebelum mencapai

regio spesifik di korteks serebri. Dikarenakan korteks serebri menerima input

sensorik maka dari itu korteks serebri disebut sebagai pengemban kewaspadaan.

Suatu proses kewaspadaan bermakna sangat krusial dikarenakan berfungsi

mengubah eksitasi dari neuron-neuron kortikal sehingga korteks serebri lebih

responsif terhadap impuls sensorik yang datang melalui jaras sensorik spesifik.

Sebagai contoh saat kita mendengar suara sirine, maka akan terjadi aktivasi dari

dari formasi retikularis setelah mendapat stimulus sensorik, salah satunya sinyal

auditorik berupa sirine. Hal ini menyebabkan adanya perubahan level eksitasi di

korteks serebri sehingga korteks serebri lebih responsif dan memberikan sinyal

desenden untuk memerintahkan apa yang harus dilakukan. Hal ini menyebabkan

seorang individu mampu bersikap secara sesuai terhadap informasi sensorik yang

diterima. Kemampuan korteks serebri tereksitasi sangat tergantung dari

kemampuan formasi retikularis menerima input sensorik.

3.1.3 Peranan Neurotransmiter dalam Proses Kewaspadaan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada kondisi waspada, sistem ARAS

akan menjaga aktivasi dari korteks. Proyeksi asenden dari medulla, pons, dan

mesensefalon berjalan melalui ARAS. Jalur ini bermula dari sel kolinergik di pons

Page 26: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

20

(lateral dorsal tegmental, pedunculopontine tegmental, dan nukleus retikularis

pontis). Kemudian bersamaan dengan itu berjalan pula secara asendens akson-

akson yang berasal dari sel-sel serotonergik di perbatasan antara pons dan

mesensefalon (dorsal rafe) dan medulla. Selain itu sel-sel norepineprin yang berasal

dari lokus serules dan medulla juga ikut aktif dan berproyeksi secara asenden.

Begitu pula akson-akson dopaminergik di substansia nigra dan ventral tegmental

ikut berproyeksi di dalam sistem ARAS. Akson-akson di dalam ARAS inilah

kemudian mengkativasi sistem kortikal. Sistem asenden ini juga menginervasi

nukleus intralaminar di talamus yang nantinya akan berproyeksi menuju korteks

serebri. Proyeksi dopaminergik mencapai daerah striatum dan area korteks frontal.

Akson lain yang juga berpartisipasi dalam sistem ARAS adalah histaminergik yang

juga aktif pada proses kewaspadaan. Pada kondisi waspada, semua akson-akson ini

aktif dan berjalan secara asenden di dalam sistem ARAS.

3.2 Peranan ARAS dalam Fisiologi Bangun Tidur

3.2.1 Gambaran Umum Tidur

Salah satu peranan ARAS adalah memediasi siklus bangun tidur. Dalam hal ini

daerah-daerah di susunan saraf pusat yang berperan terhadap siklus bangun tidur

adalah nukleus formasi retikularis, talamus, hipotalamus, dan basal forebrain

(Siegel,2006).

Adapun definisi dari tidur adalah suatu kondisi penurunan kewaspadaan

terhadap stimulus eksternal di lingkungan sekitar dan dapat kembali ke kondisi

terjaga dengan relatif cepat (Joness,2003). Hal ini dapat dibedakan dengan suatu

kondisi koma, dimana seorang individu dapat mengingat sesaat sebelum memulai

tidur dan merasakan sensasi mengantuk.

Page 27: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

21

Secara neurofisiologis dan psikofisiologis, karakteristik tidur dibedakan

menjadi dua, yaitu rapid eye movement (REM) dan non rapid eye movement

(NREM). Pada tidur REM sering terjadi aktivitas gerakan mata. REM disebut juga

tidur paradoksikal, karena pada gambaran EEG menyerupai gambaran individu saat

terjaga. Sedangkan tidur NREM disebut juga tidur ortodoks, yaitu terjadi penurunan

aktivitas gelombang pada gambaran EEG.

3.2.2 Stadium Tidur

Pada saat mata menutup sebagai salah satu persiapan tidur, terjadi peningkatan

aktivitas gelombang alfa (8-13 siklus per detik), khususnya di area oksipital. Tidur

NREM akan mengawali fase tidur REM, dimana terjadi perlambatan gelombang

otak dan terbentuk gelombang verteks, yaitu gelombang otak dengan voltase yang

tinggi di daerah verteks. Pada saat ini gelombang alfa menghilang dan muncul

aktivitas gelombang tetha (3-7 siklus per detik). Aktivitas motorik mata menjadi

lambat dan tonus otot skeletal menjadi relaksasi. Stadium ini disebut stadium satu

(drowsiness) (Siegel,2006).

Seiring semakin dalamnya tidur, stadium satu memasuki stadium dua, yaitu

ditandai dengan melambatnya glombang EEG dan adanya sekelompok gelombang

otak dengan frekuensi 12-14 Hz yang terekam di kepala bagian tengah dan

disebut sleep spindle. Pada stadium ini terdapat kombinasi antara sleep spindle dan

K-Complexes (gelombang ireguler dengan voltase tinggi dan lambat).

Stadium tiga dikarakteristikkan dengan adanya gelombang bervoltase tinggi

(75 µV) yang lambat. Tidur mulai memasuki tidur dalam dan aktivitas sleep spindle

berkurang. Adapun perlambatan aktivitas gelombang minimal sebanyak 20% dan

Page 28: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

22

tidak lebih dari 50%. Stadium empat ditandai dengan lebih dari 50% gelombang

otak mengalami penurunan aktivitas (Siegel,2006).

Gambar 3.3

Gambar hasil EEG pada stadium tidur (Silver,2008)

3.2.3 Peranan ARAS pada Siklus Tidur

Adapun struktur-struktur yang berkaitan dengan sistem bangun tidur ini, yaitu:

3.2.3.1 Formasi Retikularis

Pada fase REM, pons menghambat tonus otot. Dua nukleus pontin yang

berperan terhadap fase tidur REM yaitu nukleus pedunkulopontin dan nukleus

lateral dorsal. Neuron ini mengandung nukleus kolinergik yang berproyeksi menuju

formasi retikularis, talamus, dan basal forebrain. Pada saat neuron kolinergik

Page 29: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

23

diaktifkan, maka terjadi perubahan aktivitas pada talamus dan korteks yang

merupakan indikator tidur fase REM.

3.2.3.2 Nukleus suprakiasmatik (SCN)

Nukleus suprakiasmatik (SCN) merupakan struktur yang sangat kecil

berbentuk sayap, terdiri atas sepasang area sebesar kepala paku yang masing-

masing berisi sekitar 10.000 sel saraf. Para peneliti mengatakan bahwa setiap sel

saraf pada nukleus ini berfungsi sebagai jam yang menimbulkan letupan irama

bertanggung jawab terhadap suatu keadaan bangun dari tidur. Irama biologis ini

bersifat ritmis dan fluktuatif dan disebut dengan irama sirkadian. Irama ini

mengalami modifikasi disinkronkan dengan siklus terang dan gelap di lingkungan

sekitarnya. Proses penyesuaian irama sirkadian ini tergantung pada kerja nukleus

suprakiasmatikus. Nukleus ini menerima informasi mengenai siklus gelap dan

terang melalui jalur spesifik, yaitu serat retinohipotalamikus. Jalur eferen dari SCN

menginisiasi timbulnya sinyal neural dan humoral.

Letupan irama sirkadian pada SCN ini mempengaruhi siklus bangun tidur

melalui dua proses. Proses pertama yaitu SCN mengatur pelepasan hormon

melatonin yang merupakan penginduksi tidur dari pineal body dengan irama

sirkadian, dimana hormon tersebut sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan,

terutama terhadap cahaya. Saat malam, penghambatan SCN terhadap sintesa

melatonin menurun sehingga hormon ini akan banyak dikeluarkan dalam sirkulasi

darah. Akibatnya melatonin akan menekan aktivitas saraf pada SCN yang terkait

dengan aktivasi kortikal dan kondisi bangun. Proses kedua yaitu neuron pada SCN

yang menjaga kondisi bangun, normalnya saat siang sampai sore hari dengan

memproduksi suatu peptida yaitu prokinetisin yang mengaktifkan jalur

Page 30: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

24

hypocretin/orexin.

Gambar 3.4 Mekanisme Irama Sirkadian (Lange, 2011)

Seorang individu tetap berada dalam keadaan terjaga berkat adanya aktivitas

sel-sel neuron di seluruh korteks serebri yang terus menerus dipacu oleh penggalak

kewaspadaan yaitu ARAS. Pada malam hari atas pengaruh SCN terjadi pelepasan

melatonin oleh glandula pinealis dengan hasil antaranya yaitu serotonin. Serotonin

sendiri digunakan oleh sistem rafe nuklei untuk menghambat aktivitas ARAS

sehingga timbul rasa mengantuk dan dimulai fase tidur NREM. Serotonin akhirnya

memacu sistem kolinergik sehingga tidur memasuki fase REM. Aktivitas

kolinergik yang berlebihan dapat memacu kegiatan susunan saraf adrenergik.

Manakala aktivitas adrenergik cukup intens maka dapat menghambat kegiatan

aktivitas serotonergik dan kolinergik sehingga kegiatan ARAS meningkat kembali

dan timbulah keadaan terjaga.

3.2.2.3 Nukleus Rafe

Page 31: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

25

Jalur serotonin yang dihasilkan oleh nukleus rafe yang aktif saat mengantuk

dan fase REM.

3.2.2.4 Lokus Seruleus

Merupakan kumpulan neuron adrenergik yang terletak di bagian rostral pons

dan berproyeksi menuju talamus, korteks serebri dan serebelar. Neuron ini

menghambat susunan saraf serotonergik dari sistem rafe sehingga timbul terjaga.

3.2.4 Peranan Neurotransmiter pada Sikus Bangun Tidur

Gambar 3.5 Alur Neurotransmiter dalam Fisiologi Siklus Tidur (Lange, 2011)

Page 32: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

26

Proses inisiasi dari tidur NREM adalah diawali dengan adanya sinyal inhibisi

yang tersekresi secara mendadak di area ventrolateral preoptik (VLPO). Area ini

terletak di bagian rostral dari kiasma optikum. Neuron-neuron VLPO bersifat aktif

pada saat tidur dan terjadi peningkatan pelepasan neurotransmiter saat menjelang

tidur. Sel-sel neuron VLPO mengandung GABA dan berproyeksi ke neuron

serotonergik, noradrenergik, dan kolinergik di formasi retikularis batang otak dan

neuron histaminergik di kaudal hipotalamus. Fungsi neuron-neuron di batang otak

sebagai pembangkit kesadaran kemudian terinhibisi akibat adanya proyeksi dari

neuron VLPO. Namun batang otak kemudian memberikan sinyal feed back menuju

VLPO dan menginhibisi neuron tersebut. Mekanisme ini yang mengatur seseorang

dapat beralih dari tidur kemudian bangun. Selain adanya inhibisi sistem ARAS oleh

VLPO, beberapa bagian di hipotalamus dan forebrain juga berpartisipasi dalam

NREM. Dimana di area hipotalamus, pre optik area, dan nukleus basalis

mengandung GABA yang berperan dalam proses NREM, berproyeksi ke korteks.

Sedangkan pada proses REM, area yang aktif adalah di pons. Neuron-neuron

kolinergik pada daerah pons menjadi aktif dan berproyeksi pada talamus dan

korteks serebri. Dimana neuron kolinergik ini diinhibisi oleh lokus serules dan

dorsal rafe pada saat sadar dan NREM. Pada proses transisi antara NREM menjadi

REM, bergantung pada inhibisi GABA pada neuron-neuron lokus serules dan

dorsal rafe. Dimana neuron-neuron ini sudah tidak menghambat nukleus pontis lagi.

Apabila neuron GABA berhenti menginhibisi neuron-neuron lokus serules dan

dorsal rafe, maka proses NREM akan kembali dan proses waspada kembali aktif.

Kemudian sistem ARAS kembali bekerja dan menerima stimulasi sensorik dari

lingkungan.

Page 33: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

27

Gambar 3.6 Mekanisme Fisiologis Siklus Tidur (Ropper,2005)

Page 34: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

28

DAFTAR PUSTAKA

Caplan, L. R. 2009. Stroke a Clinical Approach. Fourth Edition. Philadelphia:

Saunders an Imprint of Elsevier Inc.

Chusid, J.G. 1991. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

Crossman, A.R. Neuroanatomi Edisi Kelima. Jakarta : Churchill Livingstone

Elsevier

Coenen, Anton M.L. 2005. States of Consciousness. Netherland: Radboud

University Nijmegen.

Duus, P. 2015. Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.

Edisi 2. Jakarta: EGC.

Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 20th Ed. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Greenstein, B., Greenstein, A. 2000. Color Atlas of Neuroscience: Neuroanatomy

and Neurophysiology. New York: Thieme.

Grill, Edgar Gracia. 2015. Pedunculopontine arousal system physiology. Brazilian

Association of Sleep. doi.org/10.1016/j.slsci.2015.09.001

Guyton, A.C., Hall, J.E. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th Ed. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jones,Barbara. 2003. Arousal System. Frontiers in Bioscience 8, s438-451.

Mardjono, M., Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian

Rakyat.

Ngoerah, I.G.N.G. 2017. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga

University Press.

Plum, F., Posner, J.B. 2007. The Diagnosis of Stupor and Coma. Seventh Edition.

Philadelphia: F.A.Davis Company.

Price, S. A dan Wilson, L. M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.

Ptaff,Donald.W. 2012. Generalized brain arousal mechanisms and other biological,

environmental, and psychological mechanisms. 05-Fotopoulou-05.indd(64-

84).

Page 35: REFERAT NEUROFISIOLOGI SISTEM ARAS

29

Shneerson, Jhon M. 2005. Sleep Medicine: A Guide to Sleep and It’s Disorders. 2nd

Ed. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.

Silver,Rae. 2008. Circadian and Homeostatic Factor in Arousal. New York

Academy of Sciences Ann. N.Y. Acad. Sci. 1129: 263–274. doi:

10.1196/annals.1417.032.

Sidharta, P. 2010. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta: Penerbit

Dian Rakyat.

Ratna, Mardiati. 2008. Susunan Saraf Otak Manusia. Jakarta: CV Agung Seto.

Siegel, Allan. 2006. Essential Neuroscience. Revised First Edition. Philadelphia:

Lippincott William and Wilkins.

Snell, R. 2015. Neuroanatomi Klinik Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Sukardi, E. 1985. Neuroanatomia Medica. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Zeman, Adam. 2001. Conciousness. (Review). Oxford: Oxford University Press.