REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    1/32

    LEMBAR PENGESAHAN

    REFERAT

    PENGGUNAAN RELAKSAN OTOT PADA

    NYERI PUNGGUNG BAWAH

    Penyusun : Novi Lutfiyanti

    NIM : 030.06.182

    Kepanitraan : Ilmu Penyakit Saraf

    Tempat Kepanitraan : RSUD Dr.Soesilo Slawi

    Periode : 09 April 2012 12 Mei 2012

    Pembimbing : dr. Fachry Uzer, Sp.S

    Slawi, ...................................... 2012

    Pembimbing

    (Dr.Fachry Uzer, Sp.S)

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    2/32

    KATA PENGANTAR

    Puji serta syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan

    hidayahNya saya dapat menyelesaikan referat tentang Penggunaan Relaksan Otot pada

    Nyeri Pungung Bawah. Referat ini dapat terselesaikan sebagai salah satu syarat

    menyelesaikan kepanitraan klinik ilmu penyakit saraf RSUD Dr. Soeselo Slawi.

    Banyak terima kasih saya sampaikan kepada pembimbing, dr. Fachry Uzer, Sp.S.,

    atas segenap waktu, tenaga, dan pikiran telah diberikan selama proses pembuatan referat ini.

    Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh rekan-rekan kepaniteraan

    klinik ilmu penyakit saraf RSUD Dr. Soeselo Slawi periode 9 April 12 Mei 2012 atas

    kebersamaan dan kerja sama yang telah terjalin selama ini.

    Seiring dengan perkembangan jaman, banyak sekali perubahan di bidang pengetahuan

    medis yang mengarah kepada kemajuan dan perbaikan kualitas kesehatan, banyak data, dan

    fakta yang signifikan perlu diketahui oleh tenaga medis untuk menegakkan diagnosa dengan

    baik. Sebagai tenaga medis yang berkualitas, diperlukan pengetahuan yang cukup agar dapat

    memberikan penanganan yang tepat. Untuk itu melalui referat ini saya mencoba untuk sedikitmenjabarkan mengenai Penggunaan Relaksan Otot pada Nyeri Pungung Bawah. Akhir kata,

    saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan

    saran yang membangun akan sangat diharapkan demi penyempurnaannya.

    Semoga referat ini dapat memberi informasi yang berguna bagi para pembaca.

    Jakarta, 24 April 2012,

    Penyusun

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    3/32

    DAFTAR ISI

    Lembar Pengesahan .............................................................................................................. i

    Kata Pengantar ..................................................................................................................... ii

    Daftar Isi ............................................................................................................................... iii

    BAB I Pendahuluan ............................................................................................................. 1

    BAB II Nyeri Punggung Bawah.............................................................................................. 2

    II.1 Definisi .............................................................................................................. 2

    II.2 Anatomi .............................................................................................................. 2

    II.3 Epidemilogi .................................................................................................. 6

    II.4 Etiologi .............................................................................................................. 6

    II.5 Faktor Resiko .................................................................................................. 7

    II.6 Klasifikasi .............................................................................................................. 8

    II.7 Patofisiologi ................................................................................................. 11

    II.8 Diagnosis ............................................................................................................. 12

    II.9 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 16

    II.10 Penatalaksanaan ................................................................................................. 17

    BAB III Relaksan Otot ................................................................................................. 19

    III.1 Faemakologi ................................................................................................. 19

    ` III.2 Farmakokinetik ................................................................................................. 20

    III.3 Indikasi dan Mekanisme Kerja ......................................................................... 21

    BAB IV Penggunaan Relaksan Otot pada NPB ............................................................. 24

    IV.1 Khasiat Relaksan Otot pada Pengobatan NPB ................................................. 24

    IV.2 Khasiat Analgesik Relaksan Otot ...................................................................... 24

    IV.3 Relaksan Otot Eperisone ................................................................................... 25

    IV.5 Efek Samping Relaksan Otot ............................................................................. 26

    BAB V Kesimpulan .............................................................................................................. 27

    BAB I

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    4/32

    PENDAHULUAN

    Nyeri punggung bagian bawah (NPB / low back pain / LBP) sangat umum terjadi.

    LBP bukanlah suatu penyakit yang spesifik, tetapi merupakan sebuah gejala yang terjadi dari

    beberapa proses penyakit yang berbeda-beda dimana pada beberapa kasus gejalanya sesuai

    dengan diagnosis patologisnya dengan ketepatan yang tinggi, namun di sebagian besar kasus,

    diagnosis tidak pasti dan berlangsung lama. Dengan demikian maka LBP yang timbulnya

    sementara dan hilang timbul adalah sesuatu yang dianggap biasa. Namun bila LBP terjadi

    mendadak dan berat maka akan membutuhkan pengobatan, walaupun pada sebagian besar

    kasus akan sembuh dengan sendirinya. LBP yang rekuren membutuhkan lebih banyak

    perhatian, karena harus merubah pula cara hidup penderita dan bahkan juga perubahan

    pekerjaan.1

    Nyeri Punggung bawah (NPB) paling banyak menjadi penyebab anggota masyarakat

    untuk mangkir kerja. Penderita NPB selalu menyampaikan keluhan gejala: nyeri, spasme

    (kejang) otot dan gangguan fungsi. Kejang otot sendiri akan menimbulkan keluhan nyeri

    yang pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya lingkaran setan yang semakin

    memperburuk keadaan, kejang otot nyeri - kejang otot nyeri dan seterusnya.5

    Oleh karena itu cukup beralasan untuk menggunakan relaksan otot pada pengobatan

    NPB bila kejadiannya diawali oleh spasme otot. Karena efek samping relaksan otot cukup

    banyak, penggunaannya harus hati-hati. Berbagai sediaan terbukti mampu melemaskan otot

    dengan mekanisme berbeda-beda. Apakah semua sediaan yang mampu melemaskan otot

    dapat digolongkan sebagai relaksan otot dan digunakan dalam pengobatan NPB yang selalu

    diderita anggota masyarakat? Pada referat ini akan disampaikan pendekatan farmakologik

    tentang penggunan sediaan relaksan otot pada pengobatan nyeri punggung bawah (NPB).

    12,15

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    5/32

    BAB II

    NYERI PUNGGUNG BAWAH

    II.1 Definisi

    Nyeri Punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung

    bawah, dapat berupa nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini

    terasa diantara tepi iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau

    lumbosakral dan sering disertai dengan perjalanan nyeri kearah tungkai dan kaki.5

    Nyeri punggung bawah bukanlah diagnosis, tapi hanya merupakan keluhan atau

    gejala akibat dari penyebab yang sangat beragam. Nyeri yang berasal dari punggung bawah

    dapat dirujuk kedaerah lain, atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di

    daerah punggung bawah (reffered pain).5

    II.2 Anatomi

    Struktur utama dari tulang punggung adalah vertebrae, discus invertebralis, ligamen antara

    spina, spinal cord, saraf, otot punggung, organ-organ dalam disekitar pelvis, abdomen dan

    kulit yang menutupi daerah punggung.12

    Columna vertebralis (tulang punggung) terdiri atas :

    1. Vertebrae cervicales 7 buah

    2. Vertebrae thoracalis 12 buah

    3. Vertebrae lumbales 5 buah

    4. Vertebrae sacrales 5 buah

    5. Vertebrae coccygeus 4-5 buah

    Vertebra cervicales, thoracalis dan lumbalis termasuk golongantrue vertebrae.

    Pada vertebrae juga terdapat otot-otot yang terdiri atas :

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    6/32

    1. Musculus trapezius

    2. Muskulus latissimus dorsi

    3. Muskulus rhomboideus mayor

    4. Muskulus rhomboideus minor

    5. Muskulus levator scapulae

    6. Muskulus serratus posterior superior

    7. Muskulus serratus posterior inferior

    8. Muskulus sacrospinalis

    9. Muskulus erector spinae

    10. Muskulus transversospinalis

    11. Muskulus interspinalis

    Otot-otot tersebut yang menghubungkan bagian punggung ke arah ekstrremitas maupun yang

    terdapat pada bagian punggung itu sendiri.Otot pada punggung memiliki fungsi sebagai

    pelindung dari columna spinalis, pelvis dan ekstremitas. Otot punggung yang mengalami luka

    mungkin dapat menyebabkan terjadinyalow back pain.

    Sistem Persarafan

    Setelah menembus kantong duramater radiks anterior dan posterior bersatu

    membentuk nervus spinalis di foramen intervertebralis, mengisi 35%-50% ruang foramen

    bagian atas. Radiks posterior terletak di posterior dan superior radiks anterior. Didalam

    foramen radiks terbungkus arahnoid dan dura berlanjut sepanjang saraf sebagai perineum.

    N.Spinalis bercabang dua yitu ventralis dan dorsalis.5

    Ramus ventralis n.spsinalis memberi cabang yaitu:

    Cabang otot, mempersarafi m.psoas, m.kuadratus dan m.intertransversarii

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    7/32

    Cabang skelet, mempersarafi lig.longitudinalis anterior, anulus fibrosus bagian

    posterolateral dan periosteum

    N.sinuvertebralis. Saraf ini bergabung dengan cabang saraf simpatis dari ramus

    komunikan grisea dan kembali melalui foramen intervertebralis mempersarafi

    lig.longitudinalis posterior, lapisan luar anulus fibrosus bagian posterior, duramater

    anterior dan yang melapisi radiks, periosteum bagian posterior dan pembuluh darah

    korpus vertebra serta epidural. N.sinuvertebralis kadang dianggap sebagai cabang

    langsung n.spinalis. Bergabungnya aferen saraf lumbal (L) bawah dan saraf simpatis

    tersebut memungkinkan saraf simpatis dan radiks saraf L1 dan L2 untuk target

    meredakan nyeri diskogenik lumbal bawah.

    Ramus dorsalis n.spinalis bercabang:

    Cabang lateralis mempersarafi m.iliokostalis lumborum

    Cabang intermedialis mempersarafi m.longisimus

    Cabang medialis mempersarafi m.multifidus, m.interspinalis, m.interspinosus.

    Mempersarafi pula sendi faset di atas dan bawahnya, lig.flavum, fasia dan kulit.

    (Bogduk, 1981, Finneosn, 1981, Bogduk, 1983)

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    8/32

    http://bimaariotejo.files.wordpress.com/2009/07/31.jpghttp://bimaariotejo.files.wordpress.com/2009/07/21.jpghttp://bimaariotejo.files.wordpress.com/2009/07/17.jpg
  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    9/32

    II.3 Epidemiologi

    LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara industri.

    Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya.

    Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, denganpoint prevalencerata-rata 30%. Di AS

    nyeri ini merupakan penyebab yang urutan paling sering dari pembatasan aktivitas pada

    penduduk dengan usia

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    10/32

    kompresi pada radiks. Lokalisasinya paling sering di daerah lumbal atau servikal dan

    jarang sekali pada daerah torakal. Nukleus terdiri dari megamolekul proteoglikan

    yang dapat menyerap air sampai sekitar 250% dari beratnya. Sampai dekade ke tiga,

    gel dari nukleus pulposus hanya mengandung 90% air, dan akan menyusut terus

    sampai dekade ke empat menjadi kira-kira 65%. Nutrisi dari anulus fibrosis bagian

    dalam tergantung dari difusi air dan molekul-molekul kecil yang melintasi tepian

    vertebra. Hanya bagian luar dari anulus yang menerima suplai darah dari ruang

    epidural.

    Pada trauma yang berulang menyebabkan robekan serat-serat anulus baik

    secara melingkar maupun radial. Beberapa robekan anular dapat menyebabkan

    pemisahan lempengan, yang menyebabkan berkurangnya nutrisi dan hidrasi nukleus.

    Perpaduan robekan secara melingkar dan radial menyebabkan massa nukleus

    berpindah keluar dari anulus lingkaran ke ruang epidural dan menyebabkan iritasi

    ataupun kompresi akar saraf.3

    2. Non-diskogenik

    Biasanya penyebab LBP yang non-diskogenik adalah iritasi pada serabut

    sensorik saraf perifer, yang membentuk n. iskiadikus dan bisa disebabkan oleh

    neoplasma, infeksi, proses toksik atau imunologis, yang mengiritasi n. iskiadikus

    dalam perjalanannya dari pleksus lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakro-iliaka,

    sendi pelvis sampai sepanjang jalannya n. iskiadikus (neuritis n. iskiadikus).4

    II.5 Faktor risiko

    Faktor risiko terjadinya LBP adalah usia, jenis kelamin, kondisi kesehatan

    yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif,

    merokok, skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan,

    hal yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama,duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran, mengangkat,

    membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan. 1,6

    Pada laki-laki resiko nyeri pinggang meningkat sampai usia 50 tahun

    kemudian menurun, tetapi pada wanita tetap terus meningkat. Peningkatan insiden

    pada wanita lebih 50 tahun kemungkinan berkaitan dengan osteoporosis.

    II.6 Klasifikasi

    Low Back Pain menurut perjalanan kliniknya dibedakan menjadi dua yaitu :

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    11/32

    A. Acute low back pain

    Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang waktunya hanya sebentar, antara

    beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh.Acute low

    back pain dapat disebabkan karena luka traumatic seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa

    nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga

    dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang

    pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan

    awal nyeri pinggang acute terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.12

    B. Chronic low back pain

    Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang berulang-ulang

    atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada

    waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena

    osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis dan tumor.12

    Disamping hal tersebut diatas terdapat juga klasifikasi patologi yang klasik yang juga dapat

    dikaitkan LBP. Klasifikasi tersebut adalah :12

    1. Trauma

    Trauma dan gngguan mekanis merupakan penyebab utama nyeri pinggang

    bawah. Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau sudah lama

    tidak melakukan kegiatan ini dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Cara

    bekerja di pabrik atau di kantor dengan sikap yang salah lama-lama nenyebabkan

    nyeri pinggang bawah yang kronis.

    Patah tulang, pada orang yang umurnya sudah agak lanjut sering oleh karena

    trauma kecil saja dapat menimbulkan fraktur kompresi pada korpus vertebra. Hal ini

    banyak ditemukan pada kaum wanita terutam yang sudah sering melahirkan. Dalam

    hal ini tidak jarang osteoporosis menjadi sebab dasar daripada fraktur kompresi.

    Fraktur pada salah satu prosesus transversus terutama ditemukan pada orang-orang

    lebih muda yang melakukan kegiatan olahraga yang terlalu dipaksakan.

    Pada penderita dengan obesitas mungkin perut yang besar dapat menggangu

    keseimbangan statik dan kinetik dari tulang belakang sehingga timbul nyeri pinggang.

    Ketegangan mental terutama ketegangan dalam bidang seksual atau frustasi seksual

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    12/32

    dapat ditransfer kepada daerah lumbal sehingga timbul kontraksi otot-otot paraspinal

    secara terus menerus sehingga timbul rasa nyeri pinggang. Analog dengan tension

    headache maka nyeri pinggang semacam ini dapat dinamakan tension backache.

    2. Infeksi

    Artritis rematoid dapat melibatkan persendian sinovial pada vertebra. Artritis

    rematoid merupakan suatu proses yang melibatkan jaringan ikat mesenkimal.

    Penyakit Marie-Strumpell

    Penyakit Marie-Strumpell, yang juga dikenal dengan nama spondilitis ankilosa atau

    bamboo spine terutama mengenai pria dan teruta mengenai kolum vertebra danpersendian sarkoiliaka. Gejala yang sering ditemukan ialah nyeri lokal dan menyebar

    di daerah pnggang disertai kekakuan ( stiffness ) dan kelainan ini bersifat progresif.

    3. Neoplasma

    Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor jinak dapat

    mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang sering dijumpai pada tumor

    vertebra ialah adanya nyeri yang menetap. Sifat nyeri lebih hebat dari pada tumor

    ganas daripada tumor jinak. Contoh tumor tulang jinak ialah osteoma osteoid, yang

    menyebabkan nyeri pinggang terutama waktu malam hari. Tumor ini biasanya

    sebesar biji kacang, dapat dijumpai di pedikel atau lamina vertebra. Hemangioma

    adalah contoh tumor benigna di kanalis spinal yang dapat menyebabkan nyeri

    pinggang bawah. Meningioma adalah tumor intradural dan ekstramedular yang jinak,

    namun bila ia tumbuh membesar dapat mengakibatkan gejala yang besar seperti

    kelumpuhan

    4. Degenerasi

    Spondylosis lumbal

    Penyakit sendi degeneratif yang mengenai vertebra lumbal dan discus

    intervertebralis, yang menyebabkan nyeri dan kekakuan.

    Spondylitis.

    Suatu bentuk degeneratif sendi yang mengenai tulang belakang. Ini merupakan

    penyakit sistemik yang etiologinya tidak diketahui, terutama mengenai orang muda

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    13/32

    dan menyebabkan rasa nyeri dan kekakuan sebagai akibat peradangan sendi-sendi

    dengan osifikasi dan ankilosing sendi tulang belakang.

    5. Kongenital

    Kelainan kongenital tidak merupakan penyebab nyeri pinggang bawah yang penting.

    Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan nyeri pinggang bawah adalah :

    a) Spondilolisis dan spondilolistesis

    Pada Spondilolisis tampak bahwa sewaktu pembentukan korpus

    vertebrae (in utero ) arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus

    vertebraenya sendiri. Pada spondilolistesis korpus vertebrae itu sendiri

    ( biasanya L5 ) tergeser ke depan. Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi

    itu masih berada dalam kandungan, namun ( oleh karena timbulnya kelinan-

    kelainan degeneratif ) sesudah berumur 35 tahun, barulah timbul keluhan nyeri

    pinggang. Nyeri pinggang ini berkurang / hilang bila penderita duduk atau

    tidur. Dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan.

    Spondilolitesis dapat mengakibatkan tertekuknya radiks L5 sehingga timbul

    nyeri radikuler.

    b) Spina Bifida

    Bila di daerah lumbosakral terdapat suatu tumor kecil yang ditutupi

    oleh kulit yang berbulu, maka hendaknya kita waspada bahwa didaerah itu ada

    tersembunyi suatu spina bifida okulta. Pada foto rontgen tampak bahwa

    terdapat suatu hiaat pada arkus spinosus di daerah lumbal atau sakral. Karena

    adanya defek tersebut maka pada tempat itu tidak terbentuk suatu ligamentum

    interspinosum. Keadaan ini akan menimbulkan suatu lumbo-sakral strain

    yang oleh si penderita dirasakan sebagai nyeri pinggang.

    c) Stenosis kanalis vertebralis

    Diagnosis penyakit ini ditegakkan secara radiologis. Walaupun

    penyakit telah ada sejak lahir, namun gejala-gejalanya baru tampak setelah

    penderita berumur 35 tahun. Gejala yang tampak adalah timbulnya nyeri

    radikuler bila si penderita jalan dengan sikap tegak. Nyeri hilang begitu

    penderita berhenti jalan atau bila ia duduk. Untuk menghilangkan rasa

    nyerinya maka penderita lantas jalan sambil membungkuk.

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    14/32

    II.7 Patofisiologi

    Jaringan peka nyeri di daerh lumbo sakral adalah sebagai berikut (Wyke, 1982, Calliet,

    1984).5

    - Kulit, jaringan subkutan termasuk lemak

    - Kapsul sendi faset dan sendi sakroiliaka

    - Lig. Longitudinalis anterior dan posterior, lig. Interspinosus, lig. Flavum, dan lig.

    Sakroiliaka.

    - Periosteum vertebra dan fasia, tendon, aponeurosis korpus vertebra

    - Lapisan luar anulus fibrous

    - Duramater bagian anterior dan jaringan epidural fibroadiposa, terutama duramater

    yang melapisi radiks

    - Dinding pembuluh darah sendi spinal, sendi sakroiliaka dan vertebra.

    - Dinding arteri pad otot lumbosakral.

    Ada yang berpendapat lig. Interspinosus, lig.flavum, walau mengandung

    nosiseptor dianggap tidak peka nyeri. Lain dengan anulus fibrosus, pada nukleus

    pulposus diskus inervertebralis tidak mengandung persarafan.

    Reseptor nyeri pada jaringan peka nyeri merupakan reseptor tidak aktif ( silent

    nociceptor) dan dapat teraktivasi atau alami sensitisasi oleh mediator inflamasi yang

    timbul akibat trauma mayor atau trauma kumulatif berhubungan dengan pekerjaan

    sehingga menimbulkan persepsi nyeri di daerah pungggung bawah. Sebagai contoh

    nyeri akibat inflamasi, fraktur atau terjebaknya meniskus pada sendi faset yang di

    persarafi ramus dorsalis n.spinalis. Sendi sakroiliaka akan menjadi sumber nyeri bila

    mengalami inflamasi. Suntikan anastetik lokal pada sendi ini diharapkan mengurangi

    nyeri. Nyri diskogenik timbul apabila nukleus pulposus mengalami degradasi yang

    meluas ke anulus fibrosus. Bahkan dapat nukleasi anulus ke kanalis spinalis. Akibat

    berkurangnya tinggi diskus menyebabkan perubahan biomekanik dan strain

    ligamentum sekitar yang mungkin sebagai penyebab NPB mekanik. Ligamentum

    sebenarnya membantu menjaga integritas tulang belakang sehingga memungkinkan

    gerakan arah tertentu terbataas, menjaga agar tidak terjadi gerakan berlebihan dan

    berperan dalam mengurangi beban yang besar.

    Nyeri diatas apabila ada peran mediator inflamasi disebut nyeri inflamasi atau

    dianggap nyeri nosiseptif. Kadang timbul respon berlebih seperti hiperaglesia atau

    alodinia akibat stimulasi yang datang bertubi-tubi pada medulla spinalis sehingga

    kornu dorsalis lebih sensitif disebut sensitisasi sentral. Pemberian analgetik sedini

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    15/32

    mungkin akan mencegah hal ini. Selain nosiseptor ditemukan juga mekaniseptor pada

    kulit, jaringan subkutan, kapsul sendi faset, periosteum vertebra, dan otot lumbosakral

    yang berguna dalam terapi seperti Transcutaneus Electrical Nerve

    Stimulation(TENS), masase (Wyke, 1982). Sebagai proteksi nyeri dapat timbul

    spasme otot paraspinal dan timbul iskemia yang lebih memperburuk keadaan.

    II.8 Diagnosis

    A. AnamnesisAnamnesis

    Harus dilakukan anamnesis yang teliti yang nantinya akan dilengkapi oleh

    pemeriksaan fisik, disertai pemeriksaan radiologis dan elektrodiagnosis.

    Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:7

    1. Nyeri pinggang lokal

    Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan radiasi ke

    kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di bawahnya seperti fasia,

    otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan ligamen.

    2. Iritasi pada radiks

    Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada dermatom yang

    bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang dapat disertai hilangnya

    perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang

    pada foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.

    3. Nyeri rujukan somatis

    Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam pada dermatom

    yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam dapat dirasakan di bagian

    lebih superfisial.

    4. Nyeri rujukan viserosomatis

    Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam ruanganpanggul dapat dirasakan di daerah pinggang.

    5. Nyeri karena iskemia

    Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yang dapat

    dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh

    penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis.

    6. Nyeri psikogen

    Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom

    dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    16/32

    Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan

    intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri

    pada tungkai yang lebih banyak dari pada LBP dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya

    radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri LBP lebih banyak

    daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga

    biasanya tidak memerlukan tindakan operatif.

    Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala

    merupakan gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis. Walaupun suatu

    tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya berhubungan dengan

    pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar episode herniasi diskus

    terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang

    yang enteng.

    Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya

    nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran

    atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-

    abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi.

    Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam

    hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi

    terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi.

    Faktor-faktor lain yang penting adalah gangguan pencernaan atau gangguan miksi-defekasi,

    karena bisa merupakan tanda dari suatu lesi di kauda ekuina dimana harus dicari dengan teliti

    adanya hipestesi peri-anal, retensio urin, overflow incontinence dan tidak adanya perasaan

    ingin miksi dan gejala-gejala ini merupakan suatu keadaan emergensi yang absolut, yang

    memerlukan suatu diagnosis segera dan dekompresi operatif segera, bila ditemukan kausa

    yang menyebabkan kompresi.

    Suatu radikulopati tanpa nyeri menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit

    metabolik seperti polineuropati diabetik, namun juga harus diingat bahwa hilangnya nyeri

    tanpa terapi yang adekuat dapat menandakan adanya suatu penyembuhan, namun dapat pula

    berarti bahwa serabut nyeri hancur sehingga perasaan nyeri hilang, walaupun kompresi radiks

    masih ada.

    Suatu nyeri yang berkepanjangan akan menyebabkan dan dapat diperberat dengan

    adanya depresi sehingga harus diberi pengobatan yang sesuai. Terdapat 5 tanda depresi yang

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    17/32

    menyertai nyeri yang hebat, yaitu anergi (tak ada energi), anhedonia (tak dapat menikmati

    diri sendiri), gangguan tidur, menangis spontan dan perasaan depresi secara umum. 6

    B. Pemeriksaan Fisik

    Inspeksi :

    Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan menolak

    untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus. Gerakan aktif

    pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk

    kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai

    hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.

    Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

    Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

    Ekstensi ke belakang(back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada

    tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal,

    karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga

    menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.

    Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada

    tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasidiatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal

    tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di

    sebelahnya (jackhammer effect).

    Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke

    depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang

    meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi

    yang sama.

    Palpasi :

    Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu

    keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang-kadang bisa

    ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan

    intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus

    sambil melihat respons pasien.

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    18/32

    Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off)

    pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada

    prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan

    fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis. Refleks yang menurun atau

    menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis LBP dan juga tidak

    dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina

    atau adanya neuropati yang bersamaan.

    Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan

    kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1. Harus dicari pula refleks

    patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya

    suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat

    membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.

    C. Pemeriksaan motoris

    Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk

    menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom

    yang mempersarafinya.

    D. Pemeriksaan sensorik

    Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari

    penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu

    menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih

    bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.6

    E. Tanda-tanda perangsangan meningeal :

    Tanda Laseque atau modifikasinya yang positif menunjukkan adanya ketegangan

    pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang

    terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif

    terbukti menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif

    pada 96,8% pasien.Adanya tanda Laseque lebih menandakan adanya lesi pada L4-5 atau L5-

    S1 daripada herniasi lain yang lebih tinggi (L1-4), dimana tes ini hanya positif pada 73,3%

    penderita.7

    Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu

    sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    19/32

    Karena tanda Laseque tidak patognomonis untuk suatu HNP, maka bila tidak dijumpai pada

    seseorang yang umurnya kurang dari 30 tahun dengan sangat mungkin akan menyingkirkan

    diagnosis HNP.

    II.9 Pemeriksaan Penunjang

    Laboratorium:

    Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED), kadar

    Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.

    Pemeriksaan Radiologis :

    Foto rontgen biasa(plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai

    penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor

    spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatuposisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.

    CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas

    dan kemungkinan karena kelainan tulang.

    Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang

    sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal.

    CT mielografidilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan lebih jelas

    ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani operasi

    vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis foraminal

    dan kanal vertebralis.3

    MRI(akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai

    prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG

    untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.

    Elektromiografi (EMG) :

    Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :

    Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks

    Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer

    Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks

    Pemeriksaan EMG adalah suatu pemeriksaan yang non-invasif,Motor Unit Action

    Potentials (MUAP) pada iritasi radiks terlihat sebagai :

    Potensial yang polifasik

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    20/32

    Amplitudo yang lebih besar dan

    Durasi potensial yang lebih panjang, pada otot-otot dari segmen yang terkena.

    Pada kompresi radiks, selain kelainan-kelainan yang telah disebut diatas, juga ditemukan

    aktivitas spontan pada pemeriksaan EMG berupa fibrilasi di otot-otot segmen terkena atau di

    otot paraspinal atau interspinal dari miotoma yang terkena. Sensifitas pemeriksaan EMG

    untuk mendeteksi penderita radikulopati lumbal sebesar 92,47%.10

    EMG lebih sensitif dilakukan pada waktu minimal 10-14 hari setelah onset defisit neurologis,

    dan dapat menunjukkan tentang kelainan berupa radikulopati, fleksopati ataupun neuropati.6

    II.10 Penatalaksanaan

    Penanganan konservatif

    ` `Tujuan penatalaksanaan secara konservatif adalah menghilangkan nyeri dan

    melakukan restorasi fungsional. Harus diberikan penerangan yang jelas tentang perjalanan

    penyakitnya, tes-tes diagnostik, cara-cara pencegahan, peran pembedahan sehingga pasien

    dapat menilai keadaan dirinya dan mengerti tindakan yang diambil oleh dokter dengan

    konsekuensi dari terapi yang dipilih. Dalam penanganan umum penderita diberikan informasi

    dan edukasi tentang hal-hal seperti: sikap badan, tirah baring dan mobilisasi.12

    Medikamentosa diberikan terutama untuk mengurangi nyeri yaitu dengan analgetika.

    Untuk LBP akut secara fakta didapatkan bahwa tidak terdapat NSAID spesifik yang lebih

    efektif terhadap yang lainnya. Medikasi lain yang dapat diberikan sebagai tambahan adalah

    relaksan otot, antidepresan trisiklik, dan antiepileptika seperti fenitoin, karbamazepin,

    gabapentin, dan topiramat. 13

    Pada NPB kronik dilakukan terapi perilaku (behaviour therapy) berupa terapi

    relaksasi dan cognitive behaviour therapy dan harus dilakukanmultidisiplin. Dengan cara ini

    dalam satu tahun diharapkan nyeri terkendali dan secara fungsional meningkat walau secara

    keseluruhan hanya bersifat paliatif. Pemberian antibiotik jangka pendek asetaminofen,

    OAINS seperti valdekoksib, diflunisal, willow barkdan relaksan otot seperti tetrasepam, siklo

    benzaprin berguna pada NPB rekuren yang relaps.5

    Penanganan operatif

    Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa: 14

    - Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih 4 minggu: nyeri

    berat/intractable/menetap/ progresif.

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    21/32

    - Defisit neurologik memburuk

    - Sindroma kauda ekuina. Stenosis kanal; setelah terapi konservatif tak berhasil.

    - Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan

    radiologik.

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    22/32

    BAB III

    RELAKSAN OTOT

    III.1 Farmakologi Relaksan Otot

    Pembagian Obat-obat Pelumpuh Otot Berdasarkan perbedaan mekanisme kerja dan

    durasi kerjanya,obat-obat pelumpuh otot dapatdibagi menjadi obat pelumpuh otot

    depolarisasi (meniru aksi asetilkolin) dan obat pelumpuh otot nondepolarisasi (mengganggu

    kerja asetilkolin). Obat pelumpuh otot nondepolarisasi dibagimenjadi 3grup lagi yaitu obat

    kerja lama, sedang, dan singkat. Obat-obat pelumpuh otot dapat berupasenyawa

    benzilisokuinolin atau aminosteroid. Obat- obat pelumpuh otot membentuk blokade saraf-

    otot faseIdepolarisasi, blokade saraf-otot fase II depolarisasi atau nondepolarisasi.

    Struktur KimiaSemua obat pelumpuhotot memiliki kemiripan struktur dengan

    asetilkolin. Sebagai contoh,suksinilkolin adalah dua molekul asetilkolin yang berikatan pada

    kedua ujungnya. Sebaliknya, obat-obat nondepolarisasi (misal pancuronium) mempunyai

    struktur ganda asetilkolin dalam satu dari dua tipe sistem cincin besar dan semi-kaku. Ciri

    kimiawi lain yang dimiliki oleh semua pelumpuh otot adalahkeberadaan satu atau dua atom

    amonium kuartener yang memberi muatan positif pada nitrogen untuk berikatanpada reseptor

    nikotinik membuat obat-obat ini sulit larut dalam lemak dan menghambat entrinya ke sistem

    saraf pusat.

    Mekanisme kerja seperti yang telah disebut sebelumnya, obat pelumpuh otot

    depolarisasi sangat mirip dengan asetilkolin dan dapat segera berikatan pada reseptor

    asetilkolin dan membentuk potensial aksi otot. Namun, obat-obat ini tidak di metabolisme

    oleh asetilkolinesterase dan konsentrasinya dalam celah sinaptik tidak turun dengan cepat

    sehingga memperpanjang depolarisasi end-plate otot. Depolarisasi end-plate secara kontinu

    menimbulkan relaksasi otot karena pembukaan lower gate di sekitar persimpangan channel

    natrium sangat singkat. Setelah eksitasi awal dan pembukaan, channel natrium akan

    menutup dan tidak dapat membuka kembali sampai repolarisasi end-plate. End-plate tidak

    dapat berepolarisasi sepanjang pelumpuh otot depolarisasi terus mengikatkan diri pada

    reseptor asetilkolin; disebut blok fase I. Setelah beberapa waktu, pemanjangan depolarisasi

    end-plate dapat menyebabkan perubahan ionik dan konformasional di dalam reseptor

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    23/32

    asetilkolin, inisiasi depolarisasi end-plate akan menurun dan membran mengalami

    repolarisasi. Meskipun membran mengalami repolarisasi, membran tidak dapat dengan

    mudah mengalami depolarisasi lagi karena telah mengalami desensitisasi. Mekanisme fase

    desensitisasi tidak di ketahui, namun beberapa bukti mengindikasikan bahwa blok channel

    mungkin lebih penting dari pada aksi agonis pada reseptor dalam fase II aksi blok

    suksinilkolin. Blok fase II secara klinis menyerupai blok obat pelumpuh otot non

    depolarisasi. Obat pelumpuh otot non depolarisasi mengikat diri ke reseptor asetilkolin tapi

    tidak mampu menginduksi perubahan konformasional yang dibutuhkan untuk pembukaan

    channel. Karena asetilkolin dicegah untuk berikatan dengan reseptornya, tidak tercetus

    potensialend-plate. Blokade saraf-otot terjadi bila hanya satu sub unit yang di blok. Oleh

    sebab itu obat pelumpuh otot depolarisasi bekerja sebagai agonis reseptor, sedangkan obat

    pelumpuh otot nondepolarisasi berfungsi sebagai antagonis kompetitif.

    III.2 Farmakokinetik Relaksan Otot

    Obat pelumpuh otot adalah kelompok amonium kuartener yang merupakan senyawa

    larut dalam air yang mudah terionisasi pada pH fisiologis, dan memiliki kelarutan yang

    terbatas dalam lipid. Volume distribusi obat-obat ini terbatas dan sama dengan volume

    cairan ekstraseluler (kira-kira 200 mL/kg). Sebagai tambahan, obat pelumpuhotot tidak

    dapat dengan mudah melewati sawar membran lipid seperti sawar darah otak, epitel tubulus

    renal, epitel gastrointestinal, atau plasenta. Oleh karena itu, obat pelumpuh otot tidak dapat

    mempengaruhi sistem saraf pusat, reabsorpsinya di tubulus renal minimal, absorpsi oral

    yang tidak efektif dan pemberian pada ibu hamil yang tidak mempengaruhi fetus.

    Redistribusi obat pelumpuh otot nondepolarisasi juga memainkan peran dalam

    farmakokinetik obat-obat ini. Klirens plasma, volume distribusi, dan waktu paruh eliminasi

    obat pelumpuh otot dapat dipengaruhi oleh usia, anestesi volatil, dan penyakit hati atau

    ginjal. Eliminasi renal dan hepatik dibantuoleh fraksi pemberian obat yang besar karena

    sifatnya yang mudah mengalami ionisasi sehingga mempertahankan konsentrasi plasma obat

    yang tinggi dan juga mencegah reabsorpsi renal obat yang dieksresi. Penyakit ginjal sangat

    mempengaruhi farmakokinetik obat pelumpuh otot nondepolarisasi kerja lama.

    Obat pelumpuh otot tidak terlalu kuat terikat pada protein plasma (sampai 50%) dan

    tampaknya bila ada perubahan ikatan protein tidak akan menimbulkan efek yang signifikan

    pada eksresi ginjal obat pelumpuh otot. Farmakokinetik obat pelumpuh otot nondepolarisasi

    dihitung setelah pemberian cepat intravena. Rerata obat pelumpuh otot yang hilang dari

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    24/32

    plasma dicirikan dengan penurunan inisial cepat (distribusi ke jaringan) diikutipenurunan

    yang lebih lambat (klirens). Meskipun terdapat perubahan distribusi dalamaliran darah,

    anestesi inhalasi memiliki sedikit efek atau tidak sama sekali pada farmakokinetik obat

    pelumpuh otot. Peningkatan blok saraf-otot oleh anestesi volatil mencerminkan

    aksi farmakodinamik, seperti dimanifestasikan oleh penurunan konsentrasi plasma obat

    pelumpuh otot yang dibutuhkan untuk menghasilkan tingkat blokade saraf tertentu dengan

    adanya anestesi volatil. Bila volume distribusi menurun akibat peningkatan ikatan protein,

    dehidrasi, atau perdarahan akut, dosis obat yang sama menghasilkan konsentrasi plasma

    yang lebih tinggi dan potensi nyata akumulasi obat. Waktu paruh eliminasi obat pelumpuh

    otot tidak dapat dihubungkan dengan durasi kerja obat-obat ini saat diberikan sebagai

    injeksi cepat intravena

    III.3 Indikasi dan Mekanisme Kerja Relaksan Otot

    Relaksan otot adalah salah satu dari sekian macam obat-obatan yang digunakan dalam

    pengobatan NPB. Namun istilah relaksan otot mengandung pengertian yang luas termasuk

    sederetan obat-obatan yang berbeda indikasi dan mekanisme kerjanya. Relaksan otot tertentu

    digunakan untuk maksud tertentu, misalnya:15

    Golonga neuromuskular blocker

    Mendapatkan relaksasi otot selama pembedahan

    Mencegah terjadinya pencederaan pada penderita yang akan mendapat terapi

    elektrokonvulsi

    Golongan antispasmodik

    Mengurangi spasme otot tanpa mempengaruhi gerakannya, misalnya pada NPB,

    rematik dengan kekakuan otot dan keadaan spastik lainnya.

    Berdasarkan sedian yang tersedia di Indonesia dan tergolong relaksan otot, menurut IMS

    edisi 2004 dapat dilihat pada tabel:Relaksan oto Dosis Efek samping Kontra Indikasi

    Untuk intubasi/anestesi

    Golongan neuromuscular blocker

    Succinylcholine 1mg/kg Gangguan

    Kardiovaskuler

    Atracurium

    besylate

    0,4-0,5 mg/kgIV Bronchospasm,

    takikardi

    Gangguan

    kardiovaskular

    Pancuronium Br 0,05-0,08 mg/kg IV

    Rocuronium Br 0,6 mg/kg IV

    Vecuronium Br 80-100 mg/kg IVUntuk spasme otot golongan antispasmodik

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    25/32

    Baclofein 3 x 5 mg, PO Mengantuk,

    penekanan SSP

    Hipersensitif

    Chlorzoxazone 3 x (100-200) mg, PO Mengantuk, gangguan

    saluran cerna

    Hipersensitif

    Eperisone HCl 3 x 50 mg, PO Lemah, gangguan

    saluran cerna

    Gangguan hati &

    ginjalTizanidine HCl 3 x (2-4) mg, PO Mengantuk, gangguan

    hati

    Hamil

    Golongan neuromuscular blocker

    Bila impuls menjalar ke ujung syaraf motorik akan menyebabkan pembebasan Ach

    yang pada gilirannya akan mengaktifkan reseptor, membuka saluran ion, masuknya ion Na

    dan mulai terjadi depolarisasi dan kontraksi otot. Berdasarkan cara kerjanya, sediaan dari

    golongan ini dibagi atas 2 kelompok, yaitu:

    Antagonis kompetitif dengan Ach sehingga tidak timbul depolarisasi dan akibatnya

    terjadi flaccid paralysis, contohnya: atracurium, cisatracurium, mivacurium,

    pancurium, rocuronium, dan vecuronium. Sediaan yang paling potn dari golongan ini

    dan tidak digunakan lagi adalah tubocurarine.

    Agonis terhadap reseptor Ach dan menimbulkan depolarisasi contohnya:

    suxamethonium dan succinylcholin. Setelah pemberiaan sediaan agonis Ach ini

    terjadi fasciculasi otot.

    Golongan antispasmodik

    Banyak sediaan yang termasuk golongan anti spasmodik yang tercantum dalam IMS,

    misalnya dantrolene, sediaan yang bekerja langsung pada otot dengan cara mencegah

    pembebasan calcium dari gudang sarcoplasma. Antispasmodik digunakan untuk mengurangi

    spasme otot yang dikaitkan dengan nyeri seperti pada NPB. Antispasmodik dibagi atas dua

    kelompok, yaitu golongan benzodiazepin dan non-benzodiazepin (Jackson & Ryan, 1993).

    Benzodiazepin (misalnya diazepam, tetrazepam) digunakan sebagai anti-anxiety,

    sedativa hipnotika, anti-konvulsan dan relaksan otot. Secara umum, tidak ada perbedaan

    diantara derivat benzodiazepin dalam efektivitasnya, namun perbedaan farmakokinetik

    diantara sediaan ini menjadi perimbangan penting dalam peresepannya.

    Non-benzodiazepin terdiri dari beragam sediaan yang bekerja di otak atau medula

    spinalis, misalnya:

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    26/32

    Cyclobenzaprine memiliki struktur kimia mirip dengan anti-depresan trisiklik, bekerja

    di SSP dengan efek samping sedasi paling nyata (Lofland dkk, 2011).

    Cyclobenzaprine dan orphenadrine memiliki kerja antikolinergik.

    Carisoprodol menghambat aktivitas interneuron formatio reticularis desenden danmedulla spinalis. Sediaan ini di metabolisme menjadi meprobamat yang berkhasiat

    sebagai anti-anxiety. Penggunaan yang berlebihan akan menimbulkan ketagihan.

    Kelihatannya carisoprodol telah menjadi sediaan yang tak dikenal untuk disalah

    gunakan di masyaraka kita (Bailey &Briggs, 2002). Carisoprodol dan metaxalone

    menunjukkan khasiat anti spasmodik yang sedang.

    Chlorzoxazone bekerja ditingkat subcortical dan medulla spinalis, menghambat

    refleks multisynaptik.

    Tolperisone memiliki aktifitas seperti lidocaine dan menstabilkan membran syaraf.

    Sediaan ini menghambat refleks mono- dan polysynaptik di medulla spinalis tanpa

    efek sedasi (Pratzel dkk, 1996).

    Dantrolene sebagai anti spastisitas bekerja pada sistem syaraf tepi yaitu dengan cara

    menghambat saluran calcium reticulum sarcoplasma. Hal ini akan mengurangi kadar

    calcium yang diikuti dengan berkurangnya interaksi actin-myosin.

    Baclofen secara kimiawi memiliki struktur gama-amino-butyric acid (GABA),

    inhibitor transmitter SSP, menghambat aktivitas refleks terutama di medulla spinalis

    dan juga menekan SSP.

    Berdasarkan mekanisme kerjanya, sediaan relaksan otot golongan anti spasmodik terbagi atas

    (Abruzzese, 2002):

    Antidepresant, misalnya cyclobenzaprine dan orphenadrine

    GABA agonist, misalnya baclofen

    Alpha-2 agonist, misalnya eperisone, tolperisone dan tizanidine

    Na-channel blocker, misalnya eperisone dan tolperisone

    Ca-channel blocker, misalnya dantrolene

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    27/32

    BAB IV

    PENGGUNAAN RELAKSAN OTOT PADA

    NYERI PUNGGUNG BAWAH

    III.1 Khasiat Relaksan Otot pada Pengobatan NPB

    Van Tulder dkk (2003) mengkaji secara sistematis khasiat relaksan otot pada

    pengobatan NPB dibandingkan dengan placebo, paracetamol, AINS, atau relaksan otot laindan perbandingan khasiat kombinasi relaksan otot dan analgetik/AINS dengan kombinasi

    placebo dengan analgeitk AINS. Dibandingkan dengan placebo, diazepam menunjukkan

    khasiat yang nyata pada pengobatan NPB akut namun dengan efek samping SSSP yang

    menonjol pula. Berbagai sediaan non-benzodiazepin terbukti menunjukkan khasiat yang

    nyata pada pengobatan NPB akut dibandingkan placebo. Bukti yang kurang meyakinkan

    khasia sediaan non-benzodiazepin untuk mengobati NPB khronis dan sediaan benzodiazepin

    untuk mengobati NPB akut.

    Kelompok studi ini tidak menemukan laporan uji klinik tercak membandingkan

    relaksan otot dengan analgetik parasetamol atau AINS. Kombinasi relaksan otot dengan

    analgetik atau AINS memberikan khasiat yang lebih nyata dibandingkan dengan analgetik

    atau AINS saja pada pengobatan NPB akut.

    Kelompok peneliti ini secara berkesinambungan mencari bukti khasiat relaksan otot

    pada pengobatan NPB. Dari kajian meta analisis terkhir van Tulder dkk (2004) menyatakan

    bahwa relaksan otot merupakan sediaan yang efektif dalam menanggulangi NPB non-

    spesifik. Kelompok ini menganjurkan untuk membandingkan relaksan otot dengan analgetika

    atau AINS. Kelompok peneliti lain (Chou dkk, 2004) juga mendapatkan hasil kajian meta

    analisis yang sama, dimana relaksan otot non-benzodiazepin berkhasiat dalam pengobatan

    NPB akut.15

    III.2 Khasiat Analgesik Relaksan Otot

    Nyeri merupakan keluhan utama NPB disamping spasme otot. Sediaan analgetik anti-

    inflamasi non-steroid telah terbukti khasiatnya dan menempati level 1 pada pengobatan NPB

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    28/32

    (van Tudler dkk, 2004).9 Beberapa relaksan otot dalam sediannya selalu digabungkan dengan

    analgetik parasetamol, misalnya carisoprodol, chlorzoxazone dan orphenadrine. Tetapi ada

    sedian relaksan ototyang tidak perlu digabungkan dengan analgetik yaitu dari sediaan yang

    bekerja sebagai alpha-2 adrenoceptor agonist (eperisone, tolperisone, dan tizanidin). Jain dkk

    (2002) mendapatkan bahwa tizanidin seperti clonidin, secara bermakna meningkatkan khasiat

    analgetik dan anti-inflamasi AINS. Dari pengkajian pada hewan coba diperlihatkan bahwa

    sodium channel blocker eperisone dan tolperisone menunjukkan khasiat analgetika yang

    dikaitkan dengan kerja anestesi lokalnya (Sakaue dkk, 2004).15

    Sediaan relaksan otot yang selalu digunakan (Gow, 2003)

    Kandungan bahan aktif

    Carisoprodol 175mg + Paracetamol 350mg

    Chlorzoxazone 250mg + paracetamol 300mg

    Orphenadrine citrate 35mg + paracetamol 500mg

    Eperisone hydrochloride 50mg

    Tolperisone hydrochloride 50mg

    Tizanidine hydrochloride 4mg

    III.3 Relaksan Otot Eperisone

    Relaksan otot pada umumnya dibedakan menjadi 2 kelas: (1) yang hanya bekerja padaneurmuscular junction, dengan cara menstabilkan sistem neuromuskular dan menghambat

    sistem kolinergik, dan (2) relaksan otot yang kerja sentral. Eperisone HCL merupakan salah

    satu contoh relaksan otot yang bekerja dengan cara: (1) menghambat aktivitas motor

    neuron, (2) menghmbat kontraksi otot dengan cara antagonis pada reseptor nikotinik (3)

    blokade saluran Ca pada otot polos (terutama pembulu darah), hal ini akan memperbaiki

    aliran darah ke otot dan (4) antagonis substansia P yang dihasilkan oleh motor neuron dan

    bradikinin (ITF,1996)15

    Eperisone sebagai relaksan otot bekerja secara sentral dan perifer. Eperisone mampu:

    Menghambat influks natrium dengan cara memblock Na-channel sehingga potensial

    aksi tidak berlangsung.

    Merangsang reseptor alfa-2 adrenergik di synap sehingga pembebasan

    neurotransmiter nyeri (Substansia P, glutamat) terhalang

    Antagonis mediator inflamasi bradikinin

    Kenyataan ini menyebabkan eperisone mampu merelaksasi otot, mengurangi nyerispasme dan memberikan efek seperti anastesi lokal. Selain itu sebagai penghambat

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    29/32

    reseptor alfa-2 adrenergik akan mendilatasi pembuluh darah dan pada gilirannya berguna

    dalam memobilisasi asam laktat yang tertumpuk di otot.

    Meskipun hasil uji klinik telah terbukti bahwa eperisone berkhasiat pada

    pengobatan NPB, namun ketersediaan hayatinya pasca pemberian per-oral ckup rendah.

    Hal ini dikarenakan eperisone mengalami metabolisme lintas pertama yang hebat di

    saluran cerna. Yang dkk (2004) mencoba memberikan eperisone dengan cara lain yaitu

    secara transdermal. Kelompok peneliti ini menemukan bahwa eperisone meningkat sesuai

    dengan pertamnbahan dosis. Selain itu khasiatnya bertahan lebih lama, yaitu lebih dari 24

    jam dibandingkan bila diberikan peroral khasiatnya berlangsung sekitar 2 jam.15

    III.4 Efek Samping Relaksan Otot

    Berbagai hasil kajian melaporkan efek samping relaksan otot yang paling sering

    adalah mengantuk dan pening. Salerno dkk (2002) sebelumnya juga telah melaporkan bahwa

    antidepresan memberikan khasiat yang nyata dalam mengurangi nyeri pada penderita NPB

    kronis, tapi dengan efek samping SSP yang bermakna pula dibandingkan denga placebo.15

    Chlorzoxazone dapat menimbulkan hepatotoksik yang fatal, meskipun kejadiannya jarang.

    Chou dkk (2004) menjumpai bahwa penggunaan tizanidin disertai dengan keluhan mulut

    kering yang nyata, sementara penggunaan baclofen disertai dengan kelemahan yang

    bermakna. Enam minggu setelah pemberian tizanidin untuk mengobati spasme otot tungkai

    bawah terjadi efusi pleura yang hebat, efusi menghilang 4 minggu setelah pemberian

    tizanidine dihentikan (Moufarrage dkk, 2003).15

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    30/32

    BAB V

    KESIMPULAN

    Pemahaman mekanisme nyeri pada penderita NPB sangat bermanfaat dalam

    pemilihan terapi yang efektif. Pemilihan terapi farmakologik ditentukan oleh sifat akut atau

    kronik. Tergantung pula pada berat ringannya nyeri dan mekanisme yang mendasari nyeri.

    Analgetik maupun OAINS dapat digunakan untuk nyeri inflamasi. Spasme otot yang sering

    terlihat padapenderita NPB dapat diterapi dengan muscle relaxant. Pasien nyeri neuropatik

    dapat diberikan anti depressan, dan anti konvulsan.5,15

    Relaksan otot dari golongan non-benzodiazepin terbukti nyata berkhasiat dalam

    pengobatan NPB akut, tetapi terhadapNPB kronis belum bermakna. Sampai saat ini belum

    diketahui apakah relaksan otot lebih efektif daripada analgetika atau AINS dalam

    penanggulangan NPB karena belum ada kajian yang pernah dilakukan. Relaksan otot harus

    digunakan hati-hati mengingat efek samppingnya yang berhubungan dengan mekanisme

    kerjanya dalam mendapatkan terapi. Relaksan otot lebih dianjurkan untuk digunakan

    menjelang tidur.15

  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    31/32

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri punggung bawah. Dalam: Nyeri Neuropatik,

    patofisioloogi dan penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS,

    Sadeli HA. Perdossi, 2001:145-167.

    2. Anderson GBJ. Epidemiological features of chronic low back pain. Lancet 1999;

    354:581-5.

    3. Wheeler AH, Stubbart JR. Pathophysiology of Chronic Back Pain. (Cited Jan 2004)

    Available from: URL http://www.emedicine.com/neuro/topic516.htm .

    4. Sidharta P. Anamnesa kasus nyeri di ekstermitas dan pinggang. Sakit pinggang. In: Tata

    pemeriksaan klinis dalam neurologi. Jakarta : Pustaka universitas, 1980: 64-75.

    5. Meliala L, Suryamiharja A, Wirawan RB, Sadeli A, Amir D. Nyeri neuropatik.

    Yogyakarta: Press Medikagama, 2008: 159-173.

    6. Feske SK, Greenberg SA. Degenerative and compressive structural disorders. In:

    Textbook of Clinical Neurology. 2nd Ed., Ed. Goetz CG. Philadelphia: Saunders 2003;

    583-600.

    7. Rumawas RT. Nyeri pinggang bawah (Pandangan umum). Kumpulan makalah

    lengkap Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI).

    Palembang, 8-12 Desember 1996.

    8. Cohen RI, Chopra P, Uphshur C. Low back pain, part 1: Primary care work-up of acute

    and chronic symptoms. Geriatrics 2001; 11: 26-37.

    9. Van Tulder MW, Touray T, Furland AD, Solway S, Bouter LM. Muscle relaxants for

    non-spesific low-back pain ( Cochrane Review). In: The Cochrane Library, Issue 2,

    2004

    10. Wibowo BS, Tonam.. Evaluasi elektromiografik pada nyeri pinggang bawah. Neurona

    2002: 4: 11-17.

    11. Widjaja S. Aspek rehabilitasi low back pain. Kumpulan makalah lengkap Kongres

    Nasional Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI). Palembang, 8-12

    Desember 1996.

    12. Bimaariotejo. Low Back Pain. Available at:

    http://bimaariotejo.wordpress.com/2009/07/07/low-back-pain-lbp/

    http://www.emedicine.com/neuro/topic516.htmhttp://bimaariotejo.wordpress.com/2009/07/07/low-back-pain-lbp/http://bimaariotejo.wordpress.com/2009/07/07/low-back-pain-lbp/http://www.emedicine.com/neuro/topic516.htm
  • 7/30/2019 REFERAT Musle Relaxan Pd LBP -Novi Lutfiyanti

    32/32

    13. Cohen RI, Chopra P, Uphshur C. Low back pain, part 2: Guide to conservative,

    medical, and procedural therapies. Geriatrics 2001; 11: 38-47.

    14. Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS, Anggraini H. Penuntun praktis penanganan nyeri

    neuropatik. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI 2000.

    15. Maham J, Runtuwane TH, Siwi RC, Karema W, Wagiu SA. Pertemuan Ilmiah Nasional

    I Klompok Studi Nyeri PERDOSSI. Menado, 29-30 April 2005: 49-57.