29
BAB I PENDAHULUAN Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak mata (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelejar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. 1,2 Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Air mata merupakan mekanisme perlindungan permukaan mata yang penting. Pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas pompa dari palpebra secara tetap membilas air mata ke duktus air mata. Air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lizosim dan antibody (IgG dan IgA). Agen infeksi tertentu dapat melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan memicu reaksi peradangan sehingga timbul gejala klinis konjungtivitis. 1,2,3 Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang umum ditemukan baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Karena begitu umum dan banyak kasus yang tidak 1

Referat Konjungtivitis Virus RANI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Konjungtivitis Virus RANI

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan

permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan

dengan kulit pada tepi kelopak mata (persambungan mukokutan) dan dengan

epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelejar musin yang dihasilkan

oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.1,2

Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap mikroorganisme dan

faktor lingkungan lain yang menganggu. Air mata merupakan mekanisme

perlindungan permukaan mata yang penting. Pada film air mata, komponen

akueosa mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas

pompa dari palpebra secara tetap membilas air mata ke duktus air mata. Air mata

mengandung substansi antimikroba, termasuk lizosim dan antibody (IgG dan

IgA). Agen infeksi tertentu dapat melekat dan mengalahkan mekanisme

pertahanan normal dan memicu reaksi peradangan sehingga timbul gejala klinis

konjungtivitis. 1,2,3

Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang umum ditemukan baik di

Indonesia maupun di seluruh dunia. Karena begitu umum dan banyak kasus yang

tidak dibawa ke perhatian medis, statistik yang akurat pada frekuensi penyakit

tidak tersedia. Pada penelitian di Philadelphia, 62% dari kasus konjungtivitis

penyebabnya adalah virus. Sedangkan di Asia Timur, adenovirus dapat diisolasi

dari 91,2% kasus yang didiagnosa epidemic keratoconjunctivitis. Infeksi virus

sering terjadi pada epidemi dalam keluarga, sekolah, kantor, dan organisasi

militer.3

Gejala klinis konjungtivitis virus dapat terjadi secara akut maupun kronis.

Manifestasi konjungtivitis virus beragam dari mulai gejala yang ringan dan

sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan. Umumnya

pasien datang dengan keluhan mata merah unilateral yang dengan segera

menyebar ke mata lainnya, muncul sekret berwarna bening, bengkak pada

palpebra, pembesaran kelenjar preaurikuler, dan pada keterlibatan kornea dapat

1

Page 2: Referat Konjungtivitis Virus RANI

timbul nyeri dan fotofobia. Terdapat pula gejala-gejala khas pada tipe virus

tertentu yang akan dibahas kemudian.1,2

Diagnosis konjungtivitis virus ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang mendukung. Anamnesis

yang teliti mengenai keluhan utama dan riwayat terdahulu disertai adanya gejala

klinis yang sesuai biasanya sudah dapat mengarahkan pada diagnosis

konjungtivitis virus. Pemeriksaan sitologi maupun biakan dari kerokan

konjungtiva maupun sekret dapat membantu membedakan agen penyebab

konjungtivitis. Pemeriksaan serologi juga dapat membantu membedakan tipe-tipe

virus penyebab konjungtivitis. Konjungtivitis virus harus dibedakan dengan

penyebab mata merah yang lain seperti konjungtivitis oleh bakteri/alergi, keratitis,

uveitis, dan glaucoma akut.1,2

Penatalaksanaan konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan

merupakan terapi simptomatis, belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan

penggunaan antiviral. Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman dengan

pemberian cairan pelembab. Kompres dingin pada mata 3 – 4 x / hari juga

dikatakan dapat membantu kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk

penatalaksanaan konjungtivitis viral harus dihindari karena dapat memperburuk

infeksi.1,2

2

Page 3: Referat Konjungtivitis Virus RANI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini

mengacu pada peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang beragam.

Virus merupakan agen infeksi yang umum ditemukan selain konjungtivitis

bakterial, alergi, dan lan-lain.3

Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab

konjungtivitis. Adenoviral merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis virus.

Beberapa subtipe dari konjungtivitis adenovirus antara lain demam

faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata primer oleh

karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya

menimbulkan konjungtivitis folikuler. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh HSV

tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula menyebabkan konjungtivitis terutama pada

neonatus.

Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-zoster

(VZV), pikornavirus (enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus (molluskum

kontagiosum, vaccinia). Infeksi oleh pikornavirus menyebabkan konjungtivitis

hemoragika akut yang secara klinis mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun

lebih parah dan hemoragik. Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan

konjungtivitis kronis yang terjadi akibat shedding partikel virus dari lesi ke dalam

sakus konjungtiva. Infeksi oleh virus Vaccinia saat ini sudah jarang ditemukan

seiring dengan menurunnya insiden infeksi smallpox. Infeksi HIV pada pasien

AIDS pada umumnya menyebabkan abnormalitas pada segmen posterior, namun

infeksi pada segmen anterior juga pernah dilaporkan. Konjungtivitis yang terjadi

pada pasien AIDS cenderung lebih berat dan lama daripada individu lain yang

immunokompeten. Konjungtivitis juga kadang dapat ditemukan pada periode

terinfeksi virus sistemik seperti virus influenza, Epstein-Barr virus,

paramyxovirus (measles, mumps, Newcastle) atau Rubella.1,3

3

Page 4: Referat Konjungtivitis Virus RANI

2.2 Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari

membran mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung

melapisi permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata

yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 3 bagian yaitu konjungtiva

tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus,

konjungtiva bulbi menutupi sclera dan mudah digerakkan dari sclera dibawahnya

dan konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dan

konjungtiva bulbi. Namun, secara letak areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6

area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal. Konjungtiva

bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan

dengan epitel kornea pada limbus. Secara histologis, lapisan sel konjungtiva

terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan

basal. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang

mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal

berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung

pigmen. 5

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan

satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid

dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan

fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan

tersusun longgar pada mata. Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris

anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan

bersama dengan banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular

konjungtiva yang sangat banyak. Konjungtiva juga menerima persarafan dari

percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit.

Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada tarsus, sedangkan bagian bulbar

bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah kornea.3

4

Page 5: Referat Konjungtivitis Virus RANI

Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah:

Arteri konjungtiva posterior yang meperdarahi konjungtiva bulbi

Arteri siliar anterior atau episklera yang memberikan cabang:

o Arteri episklera masuk kedalam bola mata dan dengan

arteri siliar posterior lomus bergabung membentuk arteri

sirkular mayor atau pleksus siliar, yang akan memperdarahi

iris dan badan siliar.

o Arteri perikornea yang memperdarahi kornea

o Arteri episklera yang terletak diatas sclera, merupakan

bagian arteri siliar anterior yang memberikan perdarahan ke

dalam bila mata.

Bila terjadi pelebaran pembuluh-pembuluh darah diatas maka akan teradi

mata merah.

Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan

kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata,

dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitas

5

Page 6: Referat Konjungtivitis Virus RANI

lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa

mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada

mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA 1,2

Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua

grup besar yaitu 3,4

1. Penghasil musin

a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah

inferonasal.

b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis

superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.

c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.

2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan

kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.

Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun

karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai

darah yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain

itu, air mata bukan merupakan medium yang baik. 1

2.3 Patofisiologi

Konjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi permukaan mata

(konjungtiva bulbi), kemudian melipat untuk membentuk bagian dalam palpebra

(konjungtiva palpebra). Konjungtiva melekat erat dengan sklera pada bagian

limbus, dimana konjungtiva berhubungan dengan kornea. Glandula lakrima

aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel Goblet yang terdapat pada konjungtiva

bertanggung jawab untuk mempertahankan lubrikasi mata. Seperti halnya

membrane mukosa lain, agen infeksi dapat melekat dan mengalahkan mekanisme

6

Page 7: Referat Konjungtivitis Virus RANI

pertahanan normal dan menimbulkan gejala kinis seperti mata merah, iritasi serta

fotofobia. Pada umumnya konjungtivitis merupakan proses yang dapat

menyembuh dengan sendirinya, namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan

infeksi dan komplikasi yang berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus

tersebut.3

2.4 Gejala dan Tanda Klinis

Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan

sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.

a. Demam faringokonjungtival

Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe

4 dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C, sakit

tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering

mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit ini

dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering

terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit

kekeruhan di daerah subepitel. Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak

disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada pasien mungkin tidak

lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam, faringitis, dan

konjungtivitis).1,2

b. Keratokonjungtivitis epidemika:

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe

8, 19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan

sering pada satu mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama

biasanya lebih parah. Gejala awal berupa nyeri sedang dan berair mata,

diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia, keratitis epitel, dan

kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra,

kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel dan

perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang dapat terbentuk pseudomembran

ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar ataupun

7

Page 8: Referat Konjungtivitis Virus RANI

symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan

epitel terjadi di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh

tanpa disertai parut.1,2

c. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)

Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan

luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai

sekret mukoid, dan fotofobia. Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi

primer HSV atau pada episode kambuh herpes mata. Sering disertai keratitis

herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri

yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang

bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler

namun dapat juga pseudomembranosa. Vesikel herpes kadang-kadang

muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada palpebra.

Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk

konjungtivitis HSV.1,2

d. Konjungtivitis hemoragika akut

Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan

kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis

8

Page 9: Referat Konjungtivitis Virus RANI

tipe ini adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48 jam) dan berlangsung

singkat (5-7 hari). Gejala dan tandanya adalah rasa sakit, fotofobia, sensasi

benda asing, banyak mengeluarkan air mata, edema palpebra, dan perdarahan

subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timul kemosis. Perdarahan

subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus, namun dapat diawali oleh

bintik-bintik perdarahan. Perdarahan berawal dari konjungtiva bulbi superior

menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus, didapatkan limfadenopati

preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelia. Pada beberapa kasus

dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala demam, malaise, dan mialgia.

Transmisi terjadi melalui kontak erat dari orang ke orang melalui media

sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.1,2

e. Konjungtivitis Newcastle

Konjungtivitis Newcastle disebabkan oleh virus Newcastle dengan gambaran

klinis sama dengan demam faring konjungtiva. Penyakit ini biasanya terdapat

pada pekerja peternak unggas yang ditulari virus Newcastle pada unggas.

Umumnya penyakit bersifat unilateral walaupun dapat juga bilateral.

Konjungtivitis ini memberikan gejala influenza dengan demam ringan, sakit

kepala dan nyeri sendi. Konjuntivitis Newcastle akan memberikan keluhan

rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur dan fotofobia.

Penyakit ini sembuh dalam jangkat waktu kurang dari satu minggu. Pada

mata akan terlihat edema palpebral ringan, kemosis dan secret yang sedikit,

dan folikel-folikel yang terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal superior

dan inferior. Pada kornea ditemukan keratitis epithelial atau keratitis

subepitel. Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri tekan.3

Konjungtivitis virus menahun meliputi:

a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum

Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan

infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna

putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul molluscum pada

tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan konjungtivitis

9

Page 10: Referat Konjungtivitis Virus RANI

folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan

mungkin menyerupai trachoma.1

b. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster

Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan

konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran

dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi

umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk folikel,

pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal

perjalanan penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang

nyeri tekan. Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu

mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian tepi

ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut. Sering

timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas

(kecuali pada limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai

phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papula, dan ulkus. Kornea

di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluh darahnya.1

10

Page 11: Referat Konjungtivitis Virus RANI

c. Keratokonjungtivitis morbili.

Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit. Pada tahap awal

konjungtiva nampak seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti

pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum

erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen.

Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit akan timbul bercak-bercak

koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. Keratitis

epithelial dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua.1

2.3 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu

sangat penting dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit

ini, pasien akan mengeluhkan gejala-gejala yang berkaitan dengan proses infeksi

(bengkak, merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan muncul infiltrasi di

bagian subepitel. Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah

kornea yang bisa menurunkan visus pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari

pasien akan mengalami pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian

depan telinga (preaurikula). Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp

untuk melakukan pemeriksaan bagian depan mata. Kadang-kadang, pasien

mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian bawah kelopak mata pada

konjungtiva.2

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah

kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang

menahun dan sering mengalami kekambuhan, pada reaksi konjungtiva yang

atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan

sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan. Pada konjungtivitis virus

ditemukan sel mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik

pemeriksaan dengan memaparkan organism penyebab kepada tubuh manusia

untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu. Deteksi terhadap antigen

virus dan klamidia dapat dipertimbangkan. Polymerase chain reaction (PCR)

11

Page 12: Referat Konjungtivitis Virus RANI

merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengisolasi virus dan dilakukan

pada fase akut.2

1. Konjungtivitis viral akut

a. Demam faringokonjungtiva

Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari tanda klinis

maupun laboratorium. Virus penyebab demam faringokonjungtiva ini

dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan di identifikasi dengan uji netralisasi.

Dengan berkembangnya penyakit virus ini dapat di diagnosis secara

serologis melalui peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun,

diagnosis klinis merupakan diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada

kerokan konjungtiva didapatkan sel mononuklear dan tidak ada bakteri

yang tumbuh pada biakan.6

b. Keratokonjuntivitis epidemika

Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat diidentifikasi dengan

uji netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang

mononuklear primer. Bila terbentuk pseudomembran, juga tampak

neutrofil yang banyak.6-7

c. Konjungtivitis herpetik

Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika konjungtivitisnya folikuler,

reaksi radangnya terutama akibat kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear

(karena adanya marginasi kromatin) tampak dalam sel-sel konjungtiva dan

kornea dengan fiksasi Bouin dan pilasan papanicolaou, tetapi tidak tampak

dalam pulasan giemsa. Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus

memiliki nilai diagnostik. Pada konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis

biasanya ditegakkan dengan ditemukan sel raksasa pada pewarnaan

giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.

12

Page 13: Referat Konjungtivitis Virus RANI

d. Konjungtivitis New castle

Diagnosis dari konjungtivitis ini adalah dari anamnesis dan juga gambaran

klinisnya.

e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut

Diagnosis utama adalah dari gambaran klinisnya.

2. Konjungtivitis Viral Kronisa. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

Bioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang memenuhi

sitoplasma sel yang rusak, mendesak inti ke satu sisi.

b. Blefarokonjungtivitis varicella zooster

Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya

mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan

dari konjungtiva pada varicella dan dari vesikel konjungtiva pada zooster

dapat mengandung sel raksasa dan monosit

c. Blefarokonjungtivitis morbili

Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear, kecuali jika

ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan terpulas giemsa

menampilkan sel-sel raksasa

Sementara itu konjungtivitis virus harus dibedakan dengan konjungtivitis

yang lain dan penyakit mata merah lainnya terkait dengan penatalaksanaannya.

Secara klinis bedasarkan keluhan subyektif dan obyektif perbedaan konjungtivitis

virus dengan konjungtivitis yang lain serta diagnosis mata merah dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

13

Page 14: Referat Konjungtivitis Virus RANI

Tabel 1. Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan

Subjektif dan Obyektif.2

Gejala

subyektif

dan

obyektif

Glaukoma

akut

Uveitis

akut

Keratitis K Bakteri K. virus K. alergi

Penurunan

Visus

+++ +/++ +++ - - -

Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -

Fotofobia + +++ +++ - - -

Halo ++ - - - - -

Eksudat - - -/++ +++ ++ +

Gatal - - - - - ++

Demam - - - - -/++ -

Injeksi

siliar

+ ++ +++ - - -

Injeksi

konjungtiva

++ ++ ++ +++ ++ +

Kekeruhan

kornea

+++ - +/++ - -/+ -

Kelainan

pupil

Midriasis

nonrekatif

Miosis

iregular

Normal/

miosis

N N N

Kedalaman

COA

Dangkal N N N N N

Tekanan

intraokular

Tinggi Rendah N N N N

Sekret - + + ++/+++ ++ +

Kelenjar

preaurikular

- - - - + -

2.4 Komplikasi

14

Page 15: Referat Konjungtivitis Virus RANI

Komplikasi dari konjungtivitis viral, antara lain3:

Infeksi pada kornea (keratitis) dan apabila tidak ditangani bisa menjadi

ulkus kornea

2.5 Penatalaksanaan

Konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi

simptomatis, belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan penggunaan

antiviral. Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman dengan pemberian cairan

pelembab. Kompres dingin pada mata 3 – 4 x / hari juga dikatakan dapat

membantu kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan

konjungtivitis viral harus dihindari karena dapat memperburuk infeksi.

Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi dan gejala dari konjungtivitis virus

dapat diuraikan sebagai berikut :1. Konjungtivitis viral akut1,2

a. Demam faringokonjungtiva

Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat suportif

karena dapat sembuh sendiri diberi kompres, astrigen, lubrikasi,

sedangkan pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik dengan

steroid lokal. Pengobatan biasanya simptomatis dan pemberian

antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

b. Keratokonjungtivitis epidemika

Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan

mengurangi beberapa gejala. Selama konjungtivitis akut, penggunaan

kortikosteroid dapat memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut

sehingga harus dihindari. Anti bakteri harus diberikan jika terjadi

superinfeksi bakteri.

c. Konjungtivitis herpetik

15

Page 16: Referat Konjungtivitis Virus RANI

Untuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada anakdiatas satu

tahun atau pada orang dewasa yang umumnya sembuh sendiri dan

mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus topikal atau sistemik

harus doberikan untuk mencegah terkena kornea. Jika terjadi ulkus

kornea, harus dilakukan debridement korneadengan mengusap ulkus

menggunakan kain steril dengan hati-hati, oenetesan obat anti virus, dan

penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus

diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin setiap 2 jam sewaktu bangun.

Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena bias

memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengubah penyakit dari

suatu proses singkat yang sembuh sendiri menjadi infeksi berat yang

berkepanjangan. Pada konjungtivitis varicella zooster pengobatan dapat

dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat acyclovir 400

mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga

steroid dapat mengurangi penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan

penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberikan analgetik

untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan peermukaan dapat

diberikan salep terasilin. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan

bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.6-7

d. Konjungtivitis new castle

Pengobatan yang khas hingga saat ini tidak ada dan dapat diberikan

antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat

simtomatik.

e. Konjungtivitis hemorhagik epidemik akut

Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya

simtomatik. Pengobatan antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat

digunkan untuk mencegah infeksi sekunder. Penyembuhan dapat terjadi

dalam 5-7 hari.

2. Konjungtivitis viral kronik1

16

Page 17: Referat Konjungtivitis Virus RANI

a. Konjungtivitis Molluscum Contagiosum

Eksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan darah tepi

yang memasukinya atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitis.

Pada kondisi ini eksisi nodul juga menyembuhkan konjungtivitisnya.

b. Blefarokonjungtivitis varicella zoster

Pada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis tinggi (800mg/oral 5x

selama 10 hari)6

c. Keratokonjungtivitis morbili

Tidak ada terapi yang spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang

dilakukan, kecuali ada infeksi sekunder.

Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya

cukup tinggi, sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan

juga bisa terjadi di fasilitas kesehatan bahkan ke tenaga kesehatan yang

memeriksa pasien. Langkah – langkah pencegahan yang perlu diperhatikan adalah

mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan tangan kosong,

serta tidak menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan

pasien lain. Dalam penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan

untuk menghindari kontak dengan orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah

dalam 1 – 2 minggu, juga menghindari pemakaian handuk bersama.2

2.6 Prognosis

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh

spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak

ditangani dengan baik.6

17

Page 18: Referat Konjungtivitis Virus RANI

KESIMPULAN

Konjungtivitis virus adalah suatu penyakit umum yang dapat disebabkan

oleh berbagai virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat yang dapat

menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang cepat sembuh sendiri.

Konjungtivitis virus dibagi menjadi konjungtivitis folikular virus akut dan

kronik, gejala dan tanda klinis yang ditemukan sesuai dengan virus yang

menyebabkan terjadinya konjungtivitis virus tersebut. Gejala dan tanda klinis

yang khas pada konjungtivitis virus adalah adanya injeksi konjungtiva, mata

berair, pseudoptosis, sekret yang mukoid, kemosis, terdapat konjungtivitis

folikular dan adanya nodus preaurikular.

Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan anamnesis dari riwayat penyakit

sekarang dan dahulu, pemeriksaan oftalmology dan pemeriksaan penunjang.

Penatalaksaan dari konjungtivitis virus banyak simptomatik karena penyakit ini

merupakan penyakit yang bisa sembuh dengan sendirinya.

18

Page 19: Referat Konjungtivitis Virus RANI

DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P,

Whitcher JP (editors). Vaughan & Asburry’s General Opthalmology. 16th

edition. McGraw-Hill Companies. USA: 2004. p108-112

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta. 2005. p128-131

3. Scott, IU. Viral Conjunctivitis. 2011. Available:

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall

4. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009.

5. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis dan terapi penyakit Mata RSUP

Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP

Sanglah Denpasar. 2009.

6. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta.

2000

7. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;

1983

19