Author
egawidiawan
View
54
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat
BAB 1
PENDAHULUAN
Mayoritas dari pasien dengan keluhan pada payudara merupakan pasien
dengan kelainan tumor jinak. Namun, perhatian pada tumor ganas perlu lebih
diperhatikan walaupun insidensinya lebih sedikit dibandingkan tumor jinak.
Penggunaan mammografi, Ultrasound, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
juga biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna
pada mayoritas dari pasien. Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan
pertambahan risiko untuk menjadi kanker, maka prosedur bedah yang tidak
diperlukan harus dihindari.
Sebeumnya, hampir semua kelainan tumor pada wanita dilakukan eksisi
luas pada wanita. Hal ini merugikan wanita karena pemberian terapi yang
diberikan berlebihan. Maka dari itu, saat ini perlu lebih ditekankan kembali
mengenai pemeriksaan dan diagnosis agar tidak terjadi kesalahan pemberian
terapi yang merugikan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Payudara
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding
depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai
iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya
sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut
terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian
kecil terletak di atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke
aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus
(dari Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini
jaringan mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah dalam.
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar
daripada yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan
secara bebas dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya
adalah kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy
payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu, sebagian
dari 1 atau lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang
retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik. Lobus-lobus
parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan dengan posisi dari
papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju papilla seperti jari-jari
roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla. Segmen dari duktus dalam
papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau
pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus yang berada
dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika
berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse . Pada area bebas lemak di
bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses)
merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal papillomas
sering terjadi di sini.
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita
jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam
dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen
parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit,
sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal. Dengan
adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan mengalami
kontraksi,
menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini berbeda
dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau d'orange,
dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan
kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit.
Suplai darah
Vaskularisasi mammae terdiri dari arteri dan vena yaitu:
1. Arteri
a. Cabang-cabang perforantes A. mammaria interna (A. thoracica interna)
b. Cabang lateral dari A. intercostalis posterior
c. Cabang-cabang dari A. axillaris
d. A. thoracodorsalis yang merupakan cabang A. subscapularis
2. Vena
a. Cabang-cabang perforantes V. thoracica interna
b. Cabang-cabang V. axillaris yang terdiri dari V. thoraco-acromialis, V.
thoracica lateralis dan V thoraco dorsalis
c. Vena-vena kecil yang bermuara pada V. Intercostalis
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A.
axillaries, dan A. intercostal
.
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan
darah dari kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica,
terletak di medial atau superficial terhadap arteri aksilaris, menerima juga 1 atau 2
cabang pectoral dari mammae. Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga
pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena intercostalis
berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos,
hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena
cava superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai
paru-paru. Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.1
Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan
yang bervariasi. Seringnya pembagian menurut Haagensen.
Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic
(mammary).
1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes).
Group 1. External mammary nodes (1.7 nodes).
Group ini juga dikenal sebagai anterior pectoral nodes. Ini terletak sepanjang
batas lateral dari M. pectoralis minor, di bawah M. pectoralis major, sepanjang
sisi medial dari aksila mengikuti aliran lateral thoracic artery pada dinding dada,
mulai dari iga 2-6. Di bawah areola terdapat perluasan jaringan pembuluh-
pembuluh limfatik, dinamakan subareolar plexus of Sappey.
Group 2. Scapular nodes (5.8 nodes).
Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah subsakapular.
Limfatik dari KGB ini salng berhubungan dengan pembuluh limfe intercistal.
Group 3. Central nodes (12.1 nodes).
Merupakan kelompok kelenjar getah bening yang terbesar; merupakan KGB yang
paling mudah dipalpasi di aksila karena ukurannya yang besar. Ketika KGB ini
membesar, dapat menekan intercostobrachial nerve, cabang kutaneus lateral dari
second atau third thoracic nerve, dapat timbul nyeri.
Group 4. Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes).
Terletak antara otot pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal.
Merupakan kelompok KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan
walaupun M. pectoralis major diangkat.
Group 5. Axillary vein nodes (10.7 nodes).
Merupakan kelompok KGB terbesar kedua di aksila. Terletak di permukaan
ventral dan kaudal dari bagian lateral vena aksilaris.
Group 6. Subclavicular nodes (3.5 nodes).
Terletak pada permukaan ventral dan kaudal dari bagian medial vena aksilaris.
These lie on the caudal and ventral surfaces of the medial part of the axillary vein.
2. Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes)
Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia
pectoralis. KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae
kontralateral, hati, diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB
sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari
ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus thoracicus atau ductus limfatikus
dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute aksila.
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical,
atau contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh
(M1). Yang termasuk KGB regional:
1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang
vena aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa
tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor
dan KGB interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor
termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical
Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.
2. I
n te
r n
a l
mammary (ipsilateral): KGB di ruang
intercosta sepanjang tepi sternum dalam fascia endothoracica.
Persarafan
Persarafan kulit mammae bersifat segmental dan berasal dari segmen
dermatom T2 sampai T6. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh sistem
saraf otonom. Pada prinsipnya inervasi mammae berasal dari N. intercostalis IV,
V, VI dan cabang dari plexus cervicalis. (2)
Pengetahuan mengenai lokasi struktur saraf utama pada axilla sangatlah
penting guna mengenal komplikasi dari diseksi pada daerah axilla. Saraf N.
thoracalis berada di sepanjang dinding thorax pada sisi medial dari axilla. Nervus
ini mempersarafi M. serratus anterior dan fiksasi scapula pada dinding dada saat
melakukan ekstensi lengan. Cedera pada N. thoracalis ini dapat menyebabkan
deformitas pada scapula. N. thoracodorsal mempersarafi M. latissimusdorsi.
Cedera pada saraf ini dapat menyebabkan ketidakmampuan lengan untuk
melakukan abduksi dan rotasi eksterna. Di daerah ruang axilla terdapat Nervus
sensoris intercostobrachialis (N. Cutaneous brachialis), dimana cedera pada saraf
ini dapat mengakibatkan mati rasa atau dysesthesia di sepanjang permukaan
medial dan posterior lengan, juga mati rasa pada kulit axilla di sepanjang dinding
dada yang dipersarafinya. Pada diseksi axilla saraf ini sukar disingkirkan sehingga
sering terjadi mati rasa pasca bedah.
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya
melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral
keempat juga mempersarafi papilla mammae.
2. Tumor Jinak Payudara
Fibroadenoma Mammae
Merupakan lesi yang terjadi pada mammae. Setelah masa menopause,
tumor tersebut tidak akan ditemukan. Fibroadenoma sering membesar mencapai
ukuran 1 atau 2 cm. Kadang fibroadenoma tumbuh multiple (lebih 5 lesi pada satu
mammae), tetapi sangat jarang. Pada masa adolesens, fibroadenoma tumbuh
dalam ukuran yang besar. Pertumbuhan bisa cepat sekali selama kehamilan dan
laktasi atau menjelang menopause, saat ransangan estrogen meningkat. Nodul
Fibroadenoma sering soliter, mudah digerakkan dengan diameter 1 hingga 10 cm.
Jarang terjadinya tumor yang multiple dan diameternya melebihi 10 cm
(giantfibroadenoma).
Etiologi dari fibroadenoma masih
belum diketahui pasti tetapi dikatakan bahwa hipersensitivitas terhadap estrogen
pada lobul dianggap menjadi penyebabnya. Fibroadenoma mammae dianggap
mewakili sekelompok lobus hiperplastik dari mammae yang dikenal sebagai
“kelainan dari pertumbuhan normal dan involusi”, Fibroadenoma sendiri sering
terbentuk sewaktu menarche (15-25 tahun), waktu dimana struktur lobul
ditambahkan ke dalam sistem duktus pada mammae. Lobul hiperplastik sering
terjadi pada waktu ini dan dianggap merupakan bagian dari perkembangan
mammae.
Gambaran klinis dari FAM biasanya teraba benjolan pada payudara. Rata-
rata benjolan berdiameter 2-3 cm, namun FAM dapat tumbuh dengan ukuran yang
lebih besar (giant fibroadenoma). Pada pemeriksaan, benjolan FAM kenyal dan
halus. Benjolan tersebut tidak menimbulkan reaksi radang (merah, nyeri, panas),
mobile (dapat digerakkan) dan tidak menyebabkan pengerutan kulit payudara
ataupun retraksi puting (puting masuk). Benjolan tersebut berlobus-lobus.
Diagnosa bisa ditegakkan melalui pemeriksaan fisik walaupun dianjurkan
juga untuk dilakukan aspirasi sitologi. Fine-needle aspiration (FNA) sitologi
merupakan metode diagnosa yang akurat. Gambaran dari FNAB biasanya
menunjukkan stroma fibroblastik longgar yang terdiri dari ruang seperti saluran
(ductlike) dilapisi epithelium yang terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk.
Ductlike atau ruang glandular ini dilapisi dengan lapisan sel tunggal atau multiple
yang regular dan berbatas tegas serta membran basalis yang intak.
Penatalaksanaan dari fibroadenoma yaitu dilakukan eksisi dengan anastesi
local atau general. Fibroadenoma residif jarang terjadi setelah pengangkatan.
Kista Mammae
Kista adalah ruang berisi cairan yang dibatasi sel-sel glandular. Kista
terbentuk dari cairan yang berasal dari kelenjar payudara. Mikrokista terlalu kecil
untuk dapat diraba, Kista tidak dapat dibedakan dengan massa lain pada mammae
dengan mammografi atau pemeriksaan fisis dan ditemukan hanya bila jaringan
tersebut dilihat di bawah mikroskop. Jika cairan terus berkembang akan terbentuk
makrokista. Makrokista ini dapat dengan mudah diraba dan diameternya dapat
mencapai 1 sampai 2 inchi.
Seperti fibroadenoma, kista mammae merupakan suatu kelainan dari
fisiologi normal lobular. Penyebab utama terjadinya kelainan ini masih belum
diketahui pasti walaupun terdapat bukti yang mengaitkan pembentukan kista ini
dengan hiperestrogenism akibat penggunaan terapi pengganti hormone. Penelitian
awal menyatakan bahwa kista mammae terjadi karena distensi duktus atau
involusi lobus. Sewaktu proses ini terjadi, lobus membentuk mikrokista yang
akan bergabung menjadi kista yang lebih besar; perubahan ini terjadi karena
adanya obstruksi dari aliran lobus dan jaringan fibrous yang menggantikan
stroma.
Karekteristik kista mammae adalah licin dan teraba kenyal pada palpasi.
Kista ini dapat juga mobile namun tidak seperti fibroadenoma. Gambaran
klasik dari kista ini bisa menghilang jika kista terletak pada bagian dalam
mammae. Jaringan normal dari nodular mammae yang meliputi kista bisa
menyembunyikan gambaran klasik dari lesi yakni licin semasa dipalpasi. Benjolan
bulat yang dapat digerakkan dan terutama nyeri bila disentuh, mengarah pada
kista. seperti fibroadenoma, kista mammae merupakan suatu kelainan dari
fisiologi normal lobular. Penyebab utama terjadinya kelainan ini masih belum
diketahui pasti walaupun terdapat bukti yang mengaitkan pembentukan kista ini
dengan hiperestrogenism akibat penggunaan terapi pengganti hormon
Diagnosis kista mammae ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan
aspirasi sitologi. Jumlah cairan yang diaspirasi biasanya antara 6 atau 8 ml. Cairan
dari kista bisa berbeda warnanya, mulai dari kuning pudar sampai hitam, kadang
terlihat translusen dan bisa juga kelihatan tebal dan bengkak. Mammografi dan
ultrasonografi juga membantu dalam penegakkan diagnosis tetapi pemeriksaan ini
tidak begitu penting bagi pasien yang simptomatik.
Eksisi merupakan tatalaksana bagi kista mammae. Namun terapi ini sudah
tidak dilakukan karena simple aspiration sudah memadai. Setelah diaspirasi, kista
akan menjadi lembek dan tidak teraba tetapi masih bisa dideteksi dengan
mammografi. Walau bagaimanapun, bukti klinis perlu bahwa tidak terdapat massa
setelah dilakukan aspirasi. Terdapat dua cardinal rules bagi menunjukkan aspirasi
kista berhasil yakni (1) massa menghilang secara keseluruhan setelah diaspirasi
dan (2) cairan yang diaspirasi tidak mengandungi darah. Sekiranya kondisi ini
tidak terpenuhi, ultrasonografi, needle biopsy dan eksisi direkomendasikan.
Terdapat dua indikasi untuk dilakukan eksisi pada kista. Indikasi pertama adalah
sekiranya cairan aspirasi mengandungi darah ( selagi tidak disebabkan oleh
trauma dari jarum ), kemungkinan terjadinya intrakistik karsinoma yang sangat
jarang ditemukan. Indikasi kedua adalah rekurensi dari kista. Hal ini bisa terjadi
karena aspirasi yang tidak adekuat dan terapi lanjut perlu diberikan sebelum
dilakukan eksisi.
Papilloma Intraduktus
Merupakan tumor benigna pada epithelium duktus mammae dimana
terjadinya hipertrofi pada epithelium dan mioepithelial. Tumor ini bisa terjadi
disepanjang sistem duktus dan predileksinya adalah pada ujung dari sistem duktus
yakni sinus lactiferous dan duktus terminalis. Papilloma Intraduktus ini terkait
dengan proliferasi dari epitel fibrokistik yang hiperplasia.
Hampir 90% dari papilloma intraduktus adalah dari tipe soliter. Papilloma
Intraduktus soliter sering timbul pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari
pasien datang dengan nipple discharge yang serous dan bercampur darah. Ada
juga pasien yang datang dengan keluhan massa pada area subareola walaupun
massa ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan fisis. Massa yang teraba
sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi. Secara histologi, tumor ini terdiri dari
papilla multipel yang masing-masing terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi sel
epitel kuboidal atau silinder yang biasanya terdiri dari dua lapisan terluar epitel
menutupi lapisan mioepitel.
Umumnya, pasien diterapi secara konservatif dan papilloma serta nipple
discharge dapat menghilang secara spontan dalam waktu beberapa minggu.
Apabila hal ini tidak berlaku, eksisi lokal duktus yang terkait bisa dilakukan.
Tujuannnya adalah untuk eksisi dari duktus yang terkait dengan nipple discharge
dengan pengangkatan jaringan sekitar seminimal mungkin. Apabila lesi benigna
ini dicurigai mengalami perubahan kearah maligna, terapi yang diberikan adalah
eksisi luas disertai radiasi.
Kelainan Fibrokistik
Penyakit fibrokistik atau dikenal juga sebagai mammary displasia adalah
benjolan payudara yang sering dialami oleh sebagian besar wanita. Benjolan ini
harus dibedakan dengan keganasan. Kelainan fibrokistik pada payudara adalah
kondisi yang ditandai penambahan jaringan fibrous dan glandular. Kelainan ini
terdapat benjolan fibrokistik biasanya multipel, keras, adanya kista, fibrosis,
benjolan konsistensi lunak, terdapat penebalan, dan rasa nyeri. Kista dapat
membesar dan terasa sangat nyeri selama periode menstruasi karena hubungannya
dengan perubahan hormonal tiap bulannya.
Biasanya payudara teraba lebih keras dan benjolan pada payudara
membesar sesaat sebelum menstruasi. Gejala tersebut menghilang seminggu
setelah menstruasi selesai.
Kelainan fibrokistik dapat diketahui dari pemeriksaan fisik, mammogram,
atau biopsi. Biopsi dilakukan terutama untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis kanker. Evaluasi pada wanita dengan penyakit fibrokistik harus
dilakukan dengan seksama untuk membedakannya dengan keganasan. Apabila
melalui pemeriksaan fisik didapatkan benjolan difus (tidak memiliki batas jelas),
terutama berada di bagian atas-luar payudara tanpa ada benjolan yang dominan,
maka diperlukan pemeriksaan mammogram dan pemeriksaan ulangan setelah
periode menstruasi berikutnya.
Medikamentosa simptomatis, operasi apabila medikamentosa tidak
menghilangkan keluhannya dan ditemukan pada usia pertengahan sampai usia
lanjut.
Tumor Filoides
Tumor filodes atau dikenal dengan kistosarkoma filodes adalah tumor
fibroepitelial yang ditandai dengan hiperselular stroma dikombinasikan dengan
komponen epitel. Tumor filodes umum terjadi pada dekade 5 atau 6. Benjolan ini
jarang bilateral (terdapat pada kedua payudara), dan biasanya muncul sebagai
benjolan yang terisolasi dan sulit dibedakan dengan FAM. Tumor filoides
merupakan suatu neoplasma jinak yang bersifat menyusup secara lokal dan
mungkin ganas (10-15%). Pertumbuhannya cepat dan dapat ditemukan dalam
ukuran yang besar.
Tumor filoides jinak diterapi dengan cara melakukan pengangkatan tumor
disertai 2 cm (atau sekitar 1 inchi) jaringan payudara sekitar yang normal.
Sedangkan tumor filoides yang ganas dengan batas infiltratif mungkin
membutuhkan mastektomi (pengambilan jaringan payudara).
Adenosis Sklerosis
Adenosis adalah temuan yang sering didapat pada wanita dengan kelainan
fibrokistik. Adenosis adalah pembesaran lobulus payudara, yang mencakup
kelenjar-kelenjar yang lebih banyak dari biasanya. Apabila pembesaran lobulus
saling berdekatan satu sama lain, maka kumpulan lobulus dengan adenosis ini
kemungkinan dapat diraba.
Apabila adenosis dan adenosis sklerotik cukup luas sehingga dapat diraba,
dokter akan sulit membedakan tumor ini dengan kanker melalui pemeriksaan fisik
payudara. Perubahan histologis berupa proliferasi (proliferasi duktus) dan involusi
(stromal fibrosis, regresi epitel). Adenosis sklerosis dengan karakteristik lobus
payudara yang terdistorsi dan biasanya muncul pada mikrokista multipel, tetapi
biasanya muncul berupa massa yang dapat terpalpasi.
Biopsi melalui aspirasi jarum halus biasanya dapat menunjukkan apakah
tumor ini jinak atau tidak. Namun dengan biopsi melalui pembedahan dianjurkan
untuk memastikan tidak terjadinya kanker.
Galaktokel
Galaktokel adalah kista berisi susu yang terjadi pada wanita yang sedang
hamil atau menyusui atau dengan kata lain merupakan dilatasi kistik suatu duktus
yang tersumbat yang terbentuk selama masa laktasi. Galaktokel merupakan lesi
benigna yang luar biasa pada payudara dan merupakan timbunan air susu yang
dilapisi oleh epitel kuboid.
Biasanya galaktokel tampak rata, Kista menimbulkan benjolan yang nyeri
dan mungkin pecah sehingga memicu reaksi peradangan lokal serta dapat
menyebabkan terbentuknya fokus indurasi persisten. Benjolan dapat digerakkan,
walaupun dapat juga keras dan susah digerakkan
Untuk menegakkan diagnosa dilakukan skrining sonografi, dimana akan
terlihat penyebaran dan kepadatan tumor tersebut.
Penatalaksanaan galaktokel dilakukan dengan aspirasi jarum halus untuk
mengeluarkan sekret susu. Pembedahan dilakukan jika kista terlalu kental dan
sulit di aspirasi.
Mastitis
Infeksi yang sering menyerang wanita yang sedang menyusui atau pada
wanita yang mengalami kerusakan atau keretakan pada kulit sekitar puting.
Kerusakan pada kulit sekitar puting tersebut akan memudahkan bakteri dari
permukaan kulit untuk memasuki duktus yang menjadi tempat berkembangnya
bakteri dan menarik sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi melepaskan substansi
untuk melawan infeksi, namun juga menyebabkan pembengkakan jaringan dan
peningkatan aliran darah.
Pada mastitis menyebabkan payudara menjadi merah, nyeri, dan terasa
hangat saat perabaan. Terkadang sukar dibedakan dengan karsinoma, yaitu
adanya massa berkonsistensi keras, bisa melekat ke kulit, dan menimbulkan
retraksi puting susu akibat fibrosis periduktal, dan bisa terdapat pembesaran
kelenjar getah bening aksila.
Pada mastitis dengan kondisi ini diterapi dengan antibiotik. Pada beberapa
kasus, mastitis berkembang menjadi abses atau kumpulan pus yang harus
dikeluarkan melalui pembedahan.
Ductus Ectasia
Ektasia duktus merupakan lesi benigna yang ditandai adanya pelebaran
dan pengerasan dari duktus. Adanya massa berupa ductus yang membesar
dicirikan dengan sekresi puting yang berwarna hijau atau hitam pekat, dan
lengket. Pada puting serta daerah disekitarnya akan terasa sakit serta tampak
kemerahan.
Kondisi ini umumnya tidak memerlukan tindakan apapun, atau dapat
membaik dengan melakukan pengkompresan dengan air hangat dan obat-obat
antibiotik. Apabila keluhan tidak membaik, duktus yang abnormal dapat diangkat
melalui pembedahan dengan cara insisi pada tepi areola.
Nekrosis Lemak
Nekrosis lemak terjadi bila jaringan payudara yang berlemak rusak, bisa
terjadi spontan atau akibat dari cedera yang mengenai payudara. Ketika tubuh
berusaha memperbaiki jaringan payudara yang rusak, daerah yang mengalami
kerusakan tergantikan menjadi jaringan parut.
Nekrosis lemak berupa massa keras yang sering agak nyeri tetapi tidak
membesar. Kadang terdapat retraksi kulit dan batasnya tidak rata. Karena
kebanyakan kanker payudara berkonsistensi keras, daerah yang mengalami
nekrosis lemak dengan jaringan parut sulit untuk dibedakan dengan kanker jika
hanya dari pemeriksaan fisik ataupun mammogram sekalipun.
Secara histopatologis terdapat nekrosis jaringan lemak yang kemudian
menjadi fibrosis. Tatalaksana dari nekrosis lemak adalah dengan menggunakan
biopsi jarum atau dengan tindakan pembedahan eksisi.
Pemeriksaan fisik payudara
SADARI (Pemeriksaan payudara sendiri)
Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini apabila
terdapat benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas, sehingga dapat
menurunkan angka kematian. Meskipun angka kejadian kanker payudara rendah
pada wanita muda, namun sangat penting untuk diajarkan SADARI semasa muda
agar terbiasa melakukannya di kala tua. Wanita premenopause (belum memasuki
masa menopause) sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan, 1 minggu setelah
siklus menstruasinya selesai.
Cara melakukan SADARI adalah :
1. Wanita sebaiknya melakukan SADARI pada posisi duduk atau berdiri
menghadap cermin.
2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit
payudara, dan puting yang masuk.
3. Angkat lengannya lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak
pinggang untuk mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk
memperjelas kerutan pada kulit payudara.
4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya.
5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak.
Terakhir tekan puting untuk melihat apakah ada cairan.
Pemeriksaan Penunjang
Dua jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi dini benjolan pada
payudara adalah mammografi dan ultrasonografi (USG). Teknik yang baru adalah
menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan nuklear skintigrafi.
Mammografi
Mammografi dapat mendeteksi tumor-tumor yang secara palpasi tidak
teraba; jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan screening. Ketepatan 83 – 95%,
tergantung dari teknisi dan ahli radiologinya.
Mammografi adalah metode terbaik untuk mendeteksi benjolan yang tidak
teraba namun terkadang justru tidak dapat mendeteksi benjolan yang teraba atau
kanker payudara yang dapat dideteksi oleh USG. Mammografi digunakan untuk
skrining rutin pada wanita di usia awal 40 tahun untuk mendeteksi dini kanker
payudara.
Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat dibedakan lesi solid dan kistik.
Scintimammografi
Adalah teknik pemeriksaan radionuklir dengan menggunakan radiosotop
Tc 99 sestamibi. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas tinggi untuk menilai
aktivitas sel kanker pada payudara. Selain itu dapat pula mendeteksi lesi multipel
dan keterlibatan KGB regional.
Diagnosa pasti
Diagnosa pasti hanya dapat ditegakan dengan pemeriksaan
histopatologis. Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara, yaitu
- Biopsi aspirasi (fine needle biopsy)
- Needle core bipsi dengan jarum Silverman
- Excisional biopsy dan pemeriksaan frozen section (potong beku) waktu
operasi
Pemeriksaan potong beku (frozen section) waktu operasi banyak dilakukan
di senter-senter pendidikan. Ketepatan cukup tinggi 97,65 % dengan tidak ada
false positif dan hanya 0,6 % false negatif.
3. Tumor Ganas Payudara
Etiologi
Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun
penyebabnya sangat mungkin multi faktorial yang saling mempengaruhi satu
sama lain, antara lain:
1. Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur
seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45
tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause, adapun pada usia
sebelum 35 tahun, yang paling sering menyebabkan benjolan pada payudara
adalah fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker dapat didiagnosis pada
wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung
lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut,
sehingga survival rates-nya lebih rendah.
2. Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi
pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
3. Pernah menderita kanker payudara
Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae
primer mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca
mammae kontralateral. Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau
kanker invasif memiliki risiko tertinggi untuk menderita kanker payudara.
Setelah payudara yang terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada
payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.
4. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara
Kemungkinan ini lebih besar bila keluarga itu menderita kanker bilateral atau
pramenopause. Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi 2-3 kali lebih besar
pada wanita yang ibunya atau saudara perempuan kandungnya memiliki
kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita
kanker payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko lebih meningkat bila terdapat
kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker
payudara. Risiko juga meningkat apabila keluarga menderita kanker bilateral
atau saat premenopause.
5. Hormonal
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko
untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan
justru memberikan efek protektif. WHO menyatakan bahwa tidak terdapat
peningkatan maupun penurunan insidens Ca mammae yang berhubungan
dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depot-medroxyprogesterone
acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan kesimpulan
bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone
Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan post
menopause sedikit meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika
pada wanita yang menerima Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut
sebelumnya pernah menderita kelainan benigna pada mammae-nya.
6. Faktor diet
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of
Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan
berlemak dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dan
dalam jangka waktu panjang dapat meningkatkan resiko Ca mammae dua kali
lipat karena, akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan
meningkatkan risiko kanker. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa
wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang
lebih besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum.
7. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah
menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya
jumlah saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara
(hiperplasia atipik).
8. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun
Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara.
Risiko menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang
mengalami menarche sebelum usia 12 tahun.
9. Menyusui dan Menopause
Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari
6 bulan selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk
menderita Ca mammae dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun
saat ini pendapat itu tidak lagi disetujui. Untuk wanita yang mengalami
menopause pada usia diatas 55 tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mulai menopause sebelum usia
45 tahun. Induksi menopause buatan dapat menurunkan resiko Ca mammae,
misalnya pada wanita-wanita yang mengalami oophorectomy (pengangkatan
ovarium) pada usia kurang dari 35 tahun.
10. Kepadatan Jaringan Payudara
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang pemeriksaan
mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko
untuk menjadi kanker payudaranya meningkat
11. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa
penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara
kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas.
Sumber estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi
androstenedione menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan
kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka
panjang. Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai
hubungan langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada
wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi daripada wanita tidak obese.
12. Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan
pernah menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut
postpartum mastitis, dan yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy
thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative kecil
beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.
13. Paritas dan Fertilitas
Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih
tinggi untuk menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita
yang pernah hamil dan melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca
mammae sekitar 1/3 kali dibandingkan dengan wanita yang hamil untuk
pertama kalinya pada usia diatas 35 tahun. Hal ini berhubungan dengan
adanya rangsangan secara terus menerus oleh esterogen dan kurangnya
konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita yang hamil dan
melahirkan untuk pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun mempunyai
resiko menderita Ca mammae lebih tinggi dibandingkan nullipara.
14. Perubahan payudara tertentu
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat
abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila
memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan
lobular carcinoma in situ [LCIS].
15. Perubahan Genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya.
BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-
1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan
tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan
invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan
reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang
abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia
yang lebih dini.
Klasifikasi Kanker Payudara
Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel
kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi
tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium
cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi
sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil
mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa
yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS
kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor
jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan
mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker
invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid,
papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat
progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan
bentuk tak beraturan.
A B
b) Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang
memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus.
Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan
LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau lebih
umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.
Invasive carcinoma
I. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla
mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease
biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan
mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk
Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical
mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun
makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita
perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai
massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan
meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di
bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke
sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam
kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan
kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.
Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis
dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik
mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular
yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti
pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola
pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi
duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS
dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10%
menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-
year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive
lobular carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain
dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang
invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan
pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini
dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan
kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang
rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular
carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term
survival mendekati 100%.
III. Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.
Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli
tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi
adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring
cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena
pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.
Staging
Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer
Tumor Primer (T) TX Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer Tis Carcinoma in situ Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan :
Paget's disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran tumor)
T1 Tumor ≤ 2 cm
T1mic Microinvasion ≤ 0.1 T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm T3 Tumor > 5 cm T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding
dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini : T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau
ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama T4c Kriteria T4a dan T4b T4d Inflammatory carcinomaKelenjar Getah Bening—Klinis (N) NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah
diangkat) N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan
atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral
N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau melekat ke struktur lain sekitarnya.
N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral
N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral
N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateralKelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN) pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau
tidak dilakukan pemeriksaan patologi)
pN0b
Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler
pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-) pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+),
IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,
pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR) pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,
pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR) pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm) pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara
mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)
pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm) pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara
klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau
secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral
pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis ke KGB infraklavikula
pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak secara klinis
pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateralMetastasis Jauh (M) MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 Tidak terdapat metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauhTampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB. Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.
Tabel 1.4. TNM Stage GroupingsStage 0 Tis N0 M0Stage I T1a N0 M0Stage IIA T0 N1 M0 T1a N1 M0 T2 N0 M0Stage IIB T2 N1 M0 T3 N0 M0Stage IIIA T0 N2 M0 T1a N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0Stage IIIB T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0Stage IIIC Any T N3 M0
Stage IV Any T Any N M1
Diagnosis
a. Anamnesa
Gejala yang yang paling sering meliputi:
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah
ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.
Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika
sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar
limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke
berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang
ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada
puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit
payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita
dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara
biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspeksi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.
2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang
teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi.
Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan
oblik mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang
lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan
dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan
memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan
asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran
mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang
mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi
lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae
stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%.
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan
dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas
dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa
payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau
bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma
mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas
tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-
needle aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada
lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat
diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka kemungkinan
untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan
sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive
dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative
sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan
massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif, kecuali
secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil
negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core
needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik
dan cost-effective dengan anestesi lokal.
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan
hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya
negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa
biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil
sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-
needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau
klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle
biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker sebagai
salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae. Biomarker ini
mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan
perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil akhir dalam
penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan histologis,
indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae
antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-
2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF)
dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor receptors seperti
human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor
receptor (EGFr) dan (5) p53.
Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer
Society ( 4) :
Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara
terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.
Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara
(termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang
periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri
mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila
menemukan kelainan.
Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun.
Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap
tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau
tidak.
Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik
tiap tahun.
Wanita termasuk risiko tinggi bila :
- mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
- mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang
memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah
melakukan pemeriksaan genetik
- mempunyai risiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor risiko
terutama berdasarkan riwayat keluarga
- pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun
- mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-
Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki
salah satu sindrom-sindrom ini.
Wanita dengan risiko sedang bila :
- mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ
(DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia
(ADH), atau atypical lobular hyperplasia (ALH)
- mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada
pemeriksaan mammogram.
Penatalaksanaan
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif.
Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya
bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal
mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan
sitostatika adjuvant.
Gambar 7. Macam-macam operasi carcinoma mammae
Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan
sitostatika adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu
terutama untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk
stadium IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah
radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika.
Stadium IV pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan
khemoterapi.
Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor
lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat
disembuhkan dengan terapi multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat
paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien
dengan metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.
A. Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor
primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status
KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga
sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy.
Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan
karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy
dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex
dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan
diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang
bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor
hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral
untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel
node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak
ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan
hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:
Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya saja. Cara ini tidak
dianjurkan untuk Ca mammae
Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang melekat pada tumor
untuk meyakinkan batas jaringan bebas tumor.
Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae yang mengandung
tumor dan kulit yang menutupinya (quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-
pasien dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm).
Mastectomy segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa
radiasi resiko kekambuhannya tinggi.
2. Modified Radical Mastectomy
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada
payudara yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi
radiasi merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical
Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa
digunakan oleh para ahli bedah.
Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon
M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis
minor dan kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon
memodifikasi prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat
M. pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat
diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.
Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan
M. Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari
kelenjar limfe paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari
pasien yang memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe
sampai level tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi prosedur
yang paling populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.
3. Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang
mencakup operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia
pectoralis. Total mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering
dikombinasi dengan terapi radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori
bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan
seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat
menahan penyebaran sel-sel ganas sebagai akibat trauma operasi (Jatoi I,
Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae.
Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan
diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium
I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan. (6)
2. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan
pada Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant.
Biasanya diberikan kombinasi CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate,
Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah
pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini
menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita.
Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan
kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran, obat-obat
tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di
mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara.
Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron.
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae
tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak
dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan
dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor
prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau
limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid,
doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif
dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa
yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan
dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi.
b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum
dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar
untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau
lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi
adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan
IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
3. Terapi anti-estrogen
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen
menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Kelebihan tamoxifen
dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot
flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen.
Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium.
Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Untuk semua wanita dengan
karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi
awal.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi
lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan
estrogen dan memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon
(misalnya mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan penyakit jantung serta
meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi tamoxifen tidak mengurangi
hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat menopause.
Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:
Kanker yang didukung oleh estrogen
Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2
tahun setelah terdiagnosis
Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.
Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia
40 tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen
dalam jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami
menopause. Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan
obat pilihan pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan
estrogen bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung
telur) atau terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun
setelah pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat
hormon yang lain. Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang
banyak digunakan untuk mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang.
Hydrocortisone (suatu hormon steroid) biasanya diberikan pada saat yang
bersamaan, karena aminoglutetimid menekan pembentukan hydrocortisone alami
oleh tubuh.
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru
didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik
pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi
adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik
pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan
overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.
Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun
1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil
akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I
adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%,
IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%.
DAFTAR PUSTAKA
Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et
all, ed. The Washington Manual of Surgery. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins. p 40.
De jong, Syamsuhadi. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokeran EGC.
Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartz’s Principles
of Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company
Skandalakis et all. 2000. Breast. Skandalakis Surgical Anatomy. Second edition.
NewYork: Springer Science and Business Media Inc.