30
BAB I PENDAHULUAN Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Anxietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama. Anxietas yang patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap satu ancaman yang sungguh-sungguh dan maladaptif. 1,2 Anxietas sendiri dapat sebagai gejala yang terdapat pada gangguan psikiatrik, dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal. Anxietas normal sebenarnya suatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri. Anxietas juga dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat berkurang. 2 1

Referat Jiwai Gangguajn Cemas Menyeluruh Final

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jiwa

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut

ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh

gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya.

Anxietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan

satu fungsi emosi. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan

cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama. Anxietas yang patologik biasanya

merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap satu ancaman yang

sungguh-sungguh dan maladaptif.1,2

Anxietas sendiri dapat sebagai gejala yang terdapat pada gangguan psikiatrik,

dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal.

Anxietas normal sebenarnya suatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya

tentang keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri.

Anxietas juga dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan

menghadapi ujian, merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat supaya

kecemasannya dapat berkurang.2

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)

merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran

yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai

peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari,

berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit

untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti

ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan

penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan

pekerjaan.4

GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang

berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang

jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat

menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan

kehidupan sosial.4

Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut

dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam

keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.4

2.2 EPIDEMIOLOGI

Angka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8%, dengan

prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki

sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa

2

akhir, dengan insidens yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD  merupakan

gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua. 5,6

2.3 ETIOLOGI

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan

terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain :

Kontribusi Ilmu Psikologi

Tiga teori utama psikologis yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah

memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing

memiliki kegunaan baik konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan

kecemasan.3

1. Teori psikoanalitik

Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari

penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan

sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego

digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan

perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari

perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan

kecemasan, tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu kemampuan

untuk mengalami kecemasan dan menggunakannya sebagai sinyal untuk

menyelidiki konflik yang mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan

muncul sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup. 3

Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan

cinta atau persetujuan orang tua. Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik

dapat menjelaskan tingkat kecemasan yang dialami seorang pasien. Beberapa

kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada beberapa tingkat

perkembangan yang bervariasi.3

3

2. Teori Perilaku

Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan

lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis

dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas

segera setelah ia melihat ayahnya yang kasar. Dalam model pembelajaran

sosial, seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru

kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.3

3. Teori eksistensial

Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan

umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa

cemas yang sifatnya kronis. Kekhawatiran eksistensial tersebut dapat

meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan bioterorisme.3

Teori kognitif-perilaku

Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,

disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada

lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat

negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.4,7

Teori Genetik

Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD

dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat

pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian

pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15%

pada kembar dizigotik.4,7

Kontribusi Ilmu Biologi

4

1. Sistem saraf otonom

Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh

pada sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit

kepala), pencernaan (misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea).3

2. Neurotransmitter

Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan

dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin

(NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen

untuk mempelajari kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara

bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan

negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya

benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk situasi ini,

sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon

perilaku hewan.3

3. Norepinefrin

Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan,

seperti serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal otonom,

merupakan karakteristik fungsi noradrenergik yang meningkat. Itu teori

umum tentang peranan norepinefrin pada gangguan kecemasan dimana pasien

yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang buruk. Badan sel

dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi pada lokus seruleus di pons

rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka ke korteks otak, sistem

limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan pada primata

telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan respon

ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama

sekali menghambat menghambat kemampuan hewan untuk membentuk

respon ketakutan.3

5

Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan

gangguan panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol [Isuprel])

dan adrenergik antagonis reseptor (misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat

memicu serangan panik yang sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine

(Catapres), sebuah beta 2-reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan

dalam beberapa situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang kurang

konsisten adalah bahwa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama

gangguan panik, memiliki cairan serebrospinal tinggi (CSF) atau tingkat urin

metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG).3

4. Serotonin

Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk

peran serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai hasil test

pada stres akut menunjukkan omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang

meningkat pada korteks prefrontal, amigdala, dan hipotalamus lateral.

Kepentingan dalam hubungan ini pada awalnya didorong oleh pengamatan

bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek terapi dalam beberapa

gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD. Efektivitas

buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam

pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya

hubungan antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik

kebanyakan terletak di inti raphe di batang otak dan sel – sel yang menuju ke

korteks, sistem limbik (khususnya amigdala dan hippocampus), dan

hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-

chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan fenfluramine

(Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan

kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan kecemasan, dan banyak

laporan menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen dan stimulansia

misalnya, asam diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-

methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan perkembangan

6

gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat

ini.3

5. GABA

Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan

golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis

reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan

kecemasan. Meskipun potensinya rendah, benzodiazepin adalah obat yang

paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan umum,

potensi tinggi obat – obat golongan benzodiazepin, seperti alprazolam

(Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah

antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon), menyebabkan serangan

panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data ini telah

membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan gangguan

kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka,

meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.3

6. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis

Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres

psikologis meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol. Kortisol berfungsi

untuk memobilisasi dan untuk melengkapi penyimpanan energi dan kontribusi

untuk gairah meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan

memori; penghambatan pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan penahanan

dari respon kekebalan. Sekresi kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan

dapat memiliki efek samping yang serius, termasuk hipertensi, osteoporosis,

imunosupresi, resistensi insulin, dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya,

aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular.3

7. Corticotropin-releasing hormone (CRH)

7

Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH

mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi

selama stres.Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang dengan stres,

mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan pelepasan

kortisol dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghambat

berbagai fungsi neurovegetative, seperti asupan makanan, aktivitas seksual,

dan program endokrin untuk pertumbuhan dan reproduksi.3

8. Aplysia

Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan

berdasarkan pada studi Aplysia di californica, yang dilakukan oleh pemenang

Hadiah Nobel Eric Kandel. Aplysia adalah siput laut yang bereaksi terhadap

bahaya dengan menghindar, menarik diri ke dalam cangkangnya. Perilaku ini

dapat dikondisikan secara klasik, sehingga siput merespon stimulus netral

seolah-olah itu stimulus berbahaya. Siput juga bisa menjadi peka dengan

guncangan acak, sehingga menunjukkan respon walaupun dengan tidak

adanya bahaya nyata. Aplysia klasik dikondisikan menunjukkan perubahan

terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi peningkatan pelepasan

jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah hewan sederhana, karya

ini menunjukkan pendekatan eksperimental untuk proses neurokimia

kompleks yang berpotensi terlibat dalam gangguan kecemasan pada manusia.3

9. Neuropeptida Y

Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan

salah satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia.Bukti

yang menunjukkan keterlibatan amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang

kuat, dan mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek

regulasi counter pada sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting

dalam ekspresi kecemasan, ketakutan, dan depresi.3

8

10. Galanin

Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan

mengandung 30 asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah

fungsi fisiologis dan perilaku, termasuk belajar dan memori, mengontrol rasa

sakit, asupan makanan, kontrol neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan

terakhir kecemasan. Sebuah galanin immunoreactive padat serat sistem yang

berasal dari LC innervasi otak depan dan struktur otak tengah, termasuk

hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks prefrontal.3

2.4 GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.

1.    Gejala somatik4,7

•    Gemetar

•    Nyeri punggung dan nyeri kepala

•    Ketegangan otot

•    Napas pendek, hiperventilasi

•    Mudah lelah, sering kaget

•    Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan

rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing)

•    Parestesia

•    Sulit menelan

2.    Gejala psikologik4,7

•    Rasa takut yang berlebihan  dan sulit untuk dikontrol

9

•    Sulit konsentrasi

•    Insomnia

•    Libido menurun

•    Rasa mual di perut

•    Hipervigilance (siaga berlebih)

Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah.

Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung

(cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan

merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF

( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon

hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin

Hormon). Hormon tersebut akan merangsang  korteks adrenal untuk mengsekresi

kortisol ke dalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan

mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan

pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah

dan sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis

dan sistem parasimpatis. Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang

menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat

berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga

akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada

kecemasan yang kronis, kadar adrenalin  terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap

rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada

gangguan anxietas menyeluruh  yang terutama berperan adalah neurotransmiter

serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-

hidroksitriptamin 1 (5-HT1), 5-HT2 dan 5-HT3. Menurut Kabo  reseptor 5-HT1

bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat

10

sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi

kecemasan sedangkan aktivasi reseptor  5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.8

2.5 DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR :9

a.    Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,

sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas

atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)

b.   Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya

c.    Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini

(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak

terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan

pada anak :

1.    Kegelisahan

2.    Merasa mudah lelah

3.    Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong 

4.    Iritabilitas

5.    Ketegangan otot

6.   Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan

tidakmemuaskan)

d.    Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I,

misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu

serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum

(seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif

kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan

11

anxietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa),

menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau

menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan

kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.

e.    Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang

bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi

penting lain.

f.    Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek  fisiologis langsung dari suatu

zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum

(misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan

mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.

Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai

berikut:10

•   Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung

hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak

terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya

“free floating” atau “mengambang”)

•   Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :

(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit

konsentrasi, dan sebagainya);

(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai);

dan

(c) Overaktivitas  otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-

debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan

sebagainya).

12

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan

(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol.

Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),

khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas

Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode

depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau

gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

2.6 DIAGNOSIS BANDING

Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat

kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan

zat.Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan

tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein,

penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-

sedatif dan anxiolitik.4

Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada

gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan

anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat

didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis,

gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma.4

•    Fobia

Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu yang jelas (dari luar

individu itu sendiri) yang sebenarnya tidak membahayakannya. Sebagai akibat,

obyek atau situasi tersebut akan dihindarinya atau dihadapi dengan rasa

terancam.4

•    Gangguan obsesif kompulsif

13

Obsesif adalah gagasan, bayangan, dan impuls yang timbul di dalam pikiran

secara berulang, sangat mengganggu dan pasien tidak mampu untuk

menghentikannya. Pikiran yang muncul ini biasanya tidak dikehendaki,

menimbulkan penderitaan, menakutkan atau membahayakan. Pada gangguan

obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang (kompulsi) untuk

menghilangkan kecemasannya.4

•    Hipokondriasis 

Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit

serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan

berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien

merasakan gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan

yang dirasakannya.4

•    Gangguan stres pasca trauma

Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan suatu

peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada

GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.4

2.7 PENATALAKSANAAN 

1.    Farmakoterapi 

a.    Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan

dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi.

Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat

mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata

2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu.

Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan,

14

anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang

termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain :11

•    Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg

(im/iv), broadspectrum

•    Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum

•    Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-

insomnia. Lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan

kelainan hati dan ginjal.

•    Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-

insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas,

psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa

dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.

•    Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-

insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.

•    Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas

tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen

efek anti-depresi.

b.    Non-benzodoazepin (Buspiron)

Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam 

memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan

withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek

klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita

GAD yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan

respon yang baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama

antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering

15

Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah

mencapai maksimal.11

2.    Psikoterapi

a.    Terapi kognitif perilaku

Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran

manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon,

dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan

bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku

diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan

menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya,  berbuat

dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan,

klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi

positif.Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien

menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti

yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang

dihadapi.  Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali

distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara

langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah

relaksasi dan biofeedback.6,11

b.    Terapi suportif

Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang

ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal

dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.6

c.    Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah

sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari

16

pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat

memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur,

bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi

dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.6

2.8 PROGNOSIS

Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang

mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi

gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Terjadinya

beberapa peristiwa negatif dalam kehidupan dapat meningkatkan kemungkinan

terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan

umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25%

penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan

depresi mayor.4

Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat

bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika

terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks.Keadaan penderita,

lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam

menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.12

Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah

menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi

sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak

menemui kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat

tergantung pada orang lain. Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari

kemampuan seseorang dalam menanggapi kenyataan, pengendalian diri dalam

memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan masyarakat, kemampuan

menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin matang kepribadian premorbidnya,

maka prognosis gangguan cemas menyeluruh semakin baik.12

17

Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada

gangguan kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian

pula dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok

dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih baik dan akan mempengaruhi

prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum gejala-gejala menjadi alat

untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan

simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala

sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka

kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek.12

Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas

menyeluruh. Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas

menyeluruh relatif ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan

lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita, sikap

orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang mengejek

akan memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan

meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa

penderita misalnya kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau,

kemunduran finansial yang besar akan memperjelek prognosisnya.12

BAB III

RINGKASAN

18

Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)

merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran

yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai

peristiwa kehidupan sehari-hari.Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari,

berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan.Kecemasan yang dirasakan sulit

untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti

ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan

penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan

pekerjaan.

Penyebab terjadinya GAD dapat dijelaskan melalui beberapa teori, antara lain

teori biologi, teori genetik, teori psikoanalitik dan teori kognitif-perilaku. Gambaran

klinis yang dapat muncul antara lain anxietas berlebihan, ketegangan motorik

bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, dan sakit kepala, hiperaktivitas otonom

timbul dalam bentuk napas pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala

pencernaan.

Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah

gangguan panik, fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan

somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.

Penatalaksanaan GAD meliputi farmakoterapi, golongan Benzodiazepin

merupakan drug of choice sebab mempunyai efek anti-anxietas, spesifitas, potensi

dan keamanan yang paling baik. Selain itu, pasien juga diberikan psikoterapi, berupa

terapi kognitif-perilaku (CBT), terapi suportif  dan psikoterapi berorientasi tilikan.

Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang

mungkin berlangsung seumur hidup.Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami

gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.

Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat

bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan.Hal ini berhubung dengan dinamika

19

terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks.Keadaan penderita,

lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam

menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh. 

Hal lain yang juga memegang peranan penting dalam menentukan baik

tidaknya prognosis gangguan cemas menyeluruh antara lain kepribadian premorbid

pasien, efektifitas terapi, factor stres, serta dukungan lingkungan dan orang-orang

sekitar pasien.

20