Upload
setiahermawan99
View
68
Download
12
Embed Size (px)
REFERAT
KEDARURATAN PSIKIATRI
PEMBIMBING :
Prof.Dr.dr.H.A.Prayitno, Sp.KJ
PENYUSUN :
Setia Hermawan ( 030.05.206 )
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Jiwa Magelang
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode 1 April 2013 – 5 Mei 2013
Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya lah sehingga akhirnya
saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul KEDARURATAN PSIKIATRI dan juga saya
ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr.dr.H.A.Prayitno, Sp.KJ atas bimbingan dan
dukungannya sehingga saya dapat menyelesaikan referat ini.
Dengan dibuatnya referat ini mungkin dapat sedikit membantu memberikan penjelasan tentang
masalah kontrasepsi yang mana mungkin dapat berguna bagi kita semuanya.
Dalam pembuatan referat ini saya menyadari bahwasanya mungkin masih jauh dari sempurna
dan sesuai harapan karena terdapat banyak kesalahan-kesalahan, oleh karenanya saya meminta
saran dan kritiknya atas referat yang saya tulis ini.
Atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.
Bekasi, 2 April 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
ABSTRAK 1
BAB I PENDAHULUAN 2
BAB II PEMBAHASAN 3
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN 30
SARAN 30
DAFTAR PUSTAKA 31
i
ABSTRAK
Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi
darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatrik seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan
obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan
kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu
perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik
dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan.
Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional
yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi
mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas
kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja.
Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi
krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya
kronis ataupun akut.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegawatdaruratan psikiatri adalah gangguan akut perilaku, pikiran atau suasana hati
pasien yang jika tidak diobati dengan segera dapat merugikan, baik untuk dirinya atau orang
lain dalam lingkungan sekitarnya. Sebagai ujung tombak di lapangan, peran dokter sangat
penting dalam hal ini adalah sebagai bagian dari pelayanan kedaruratan medik yang
terintegrasi.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui kegawatdaruratan psikiatri.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang termasuk dalam kedaruratan psikiatri.
3. Dapat mengetahui cara penanganan kedaruratan pasien psikiatri, pengobatan dan
perawatannya
1.3 Manfaat
Dapat menegakan diagnosis pasien psikiatri yang mengalami keadaan gawat darurat sehingga
bisa menanganinya dengan segera.
1
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Kedaruratan psikiatri adalah gangguan akut perilaku, pikiran atau suasana hati pasien
yang jika tidak diobati dengan segera dapat merugikan, baik untuk dirinya atau orang lain dalam
lingkungan sekitarnya. 2
1.1 Bunuh Diri (Suicide)
Bunuh diri adalah masalah yang kompleks dimana tidak ada satu sebab, satu alasan. Itu
dihasilkan dari interaksi yang kompleks secara biologi, genetik, psikologi, sosial, budaya dan
faktor lingkungan.Sangat sulit untuk menerangkan mengapa beberapa orang memutuskan untuk
bunuh diri padahal orang lain yang juga dalam situasi yang mirip atau mungkin lebih parah tidak
berusaha bunuh diri. Bagaimanapun juga, kebanyakan bunuh diri dapat dicegah. Bunuh diri
merupakan kematian yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan disengaja dimana bukan tindakan
yang acak dan tidak bertujuan. Sebaliknya, bunuh diri merupakan jalan keluar dari masalah atau
krisis yang hampir selalu menyebabkan penderitaan yang kuat. Bunuh diri merujuk kepada
perbuatan memusnahkan diri karena enggan berhadapan dengan suatu perkara yang dianggap
tidak dapat ditangani. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat psikiatri karena individu berada dalam
keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Lebih lanjut menurut
Keliat, bunuh diri merupakan tindakan merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan,
dimana keadaan ini didahului oleh respon maladaptif dan kemungkinan keputusan terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. 3
Para klinikus menemukan adanya perbedaan antara bunuh diri yang asli (genuine suicide)
dengan bunuh diri yang dimanipulasi (manipulative suicide). Bunuh diri asli adalah bunuh diri
yang dilakukan oleh orang yang benar-benar ingin mati dan tindakan yang dilakukan untuk
merealisasikan bunuh dirinya tersebut, dilakukan tanpa perhitungan yang salah (miscalculation).
2
3
Sementara orang yang melakukan bunuh diri yang dimanipulasi tidak sungguh-sungguh ingin
membunuh dirinya, tindakan mereka (bunuh diri) adalah percobaan yang terkontrol, yang
dilakukan untuk memanipulasi orang lain (Landis & Meyer, Shneidman, dalam Barlow &
Durand, 2002). Lyttle (1986) juga membedakan antara bunuh diri (suicide) dengan usaha bunuh
diri (parasuicide). Wilkinson menyebutkan jika bunuh diri (suicide) sebagai tindakan fatal untuk
mencederai diri sendiri yang dilakukan dalam kesadaran untuk merusak diri yang kuat atau
secara sungguh-sungguh (conscious self-destructive intent). Sementara usaha bunuh diri
(parasuicide) merujuk pada tindakan menyakiti diri sendiri yang dilakukan dengan pertimbangan
yang mendalam yang biasanya tidak berakibat fatal. Usaha bunuh diri (parasuicide), biasanya
juga digambarkan sebagai percobaan bunuh diri (attempted suicide).
Heeringan (2001) menyebutkan jika perilaku bunuh diri merupakan istilah yang
digunakan untuk mewakili istilah bunuh diri itu sendiri dan usaha bunuh diri sebagai suatu
perbuatan yang menghasilkan kejadian fatal maupun tidak fatal.
1.2 Epidemiologi
Insiden bunuh diri di Amerika Serikat terjadi pada usia 15-24 tahun sedangkan dalam
survey nasional baru-baru ini terhadap siswa senior sekolah lanjutan 27% dari mereka pernah
memikirkan secara serius untuk bunuh diri dan salah satunya pernah mencobanya. Secara
internasional, angka bunuh diri yang lebih dari 25 per 100.000 orang terjadi di Skandinavia,
Swiss, Jerman, Austria, Negara-negara Eropa Timur, dan Jepang. Sedangkan yang kurang dari
10 per 100.000 orang terjadi di Spanyol, Italia, Irlandia, Mesir, dan Belanda. Tempat bunuh diri
nomor satu di dunia adalah Jembatan Golden Gate di San Francisco, dengan lebih dari 800
bunuh diri sejak di buka tahun 1937.
Tiap tahun kira-kira 30.000 kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh bunuh diri.
Angka tersebut adalah untuk bunuh diri yang berhasil; jumlah usaha bunuh diri diperkirakan 8
sampai 10 kali lebih besar dari angka tersebut.
1.3 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab bunuh diri, diantaranya adalah:
Faktor Sosial
Teori Durkheim. Sumbangan pertama yang besar untuk penelitian pengaruh sosial dan
kultural terhadap bunuh diri dilakukan pada akhir abad yang lalu oleh ahli sosiologi Perancis
Emile Durkheim. Dalam upaya menjelaskan pola statistikal, Durkheim membagi bunuh diri
menjadi tiga kategori sosial : egoistik, altruistik, dan anomik.
Bunuh Diri Egoistik diterapkan pada mereka yang tidak terintegrasi secara kuat ke dalam
kelompok sosial. Tidak adanya integrasi keluarga dapat digunakan untuk menjelaskan
mengapa orang yang tidak menikah adalah lebih rentan terhadap bunuh diri dibandingkan
dengan mereka yang menikah dan mengapa pasangan dengan anak-anak adalah
kelompok yang paling terlindung dari semua kelompok. Masyarakat perkotaan memiliki
lebih banyak integrasi sosial dibandingkan dengan daerah pedesaan, jadi lebih sedikit
bunuh diri.
Bunuh Diri Altruistik terjadi dalam masyarakat yang mempunyai ikatan sosial yang kuat.
Bunuh diri ini dimaksudkan demi kelompok, hampir seperti bunuh diri ritual Jepang
“Seppuku” yang dilakukan ketika kekacauan melada masyarakat.
Bunuh Diri Anomik terkait dengan apa yang disebut “Anomie” atau keadaan dimana
anda tidak tahu tempat yang tepat bagi seseorang seperti menjadi tunawisma atau yatim
piatu. Orang tersebut merasa tidak punya apa-apa dan ini berarti berada dalam keadaan
tanpa norma dan peraturan yang membimbing dalam kehidupan sosial sehari-hari. Hal ini
dapat menjelaskan mengapa mereka dengan situasi ekonomi yang berubah secara drastik
lebih rentan dibandingkan mereka sebelum perubahan keberuntungan mereka. Anomik
juga dimaksudkan pada ketidakstabilan sosial, dengan kehancuran standar dan nilai-nilai
masyarakat.
Faktor Psikologis
Teori Freud 2
Tilikan psikologis pertama yang paling penting ke dalam bunuh diri berasal dari Sigmund
Freud. Ia menggambarkan hanya satu pasien yang mencoba bunuh diri, tetapi ia melihat
banyak pasien depresi. Dalam tulisannya “Mourning and Melancholia”, Freud menyatakan
keyakinannya bahwa bunuh diri mencerminkan agresi yang dibelokkan ke dalam objek cinta
yang terintroyeksi, dan ditangkap secara ambivalen.
4
Teori Menninger
Berdasarkan konsep Freud, Karl Menninger menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah
pembunuhan yang di retrofleksikan, pembunuhan yang dibalikkan sebagai akibat kemarahan
pasien kepada orang lain, yang dibalikkan pada diri sendiri atau digunakan sebagai
pengampunan akan hukuman.
Ia juga menggambarkan insting kematian yang diarahkan kepada diri sendiri (konsep
Thanatos dari Freud). Ia menggambarkan tiga komponen permusuhan dalam bunuh diri :
keinginan untuk membunuh, keinginan untuk dibunuh dan keinginan untuk mati.
Teori-teori Baru
Peneliti bunuh diri kontemporer tidak yakin bahwa struktur psikodinamika atau kepribadian
spesifik berhubungan dengan bunuh diri. Tetapi mereka telah menulis bahwa banyak yang
dipelajari tentang psikodinamika pasien bunuh diri dari khayalan mereka seperti apa yang
akan terjadi dan apa akibatnya jika mereka melakukan bunuh diri. Khayalan tersebut sering
kali termasuk keinginan untuk balas dendam, kekuatan, pengendalian atau hukuman; untuk
pertobatan, pengorbanan, atau pemulihan; untuk meloloskan diri atau untuk tidur; atau untuk
pembebasan, kelahiran kembali, berkumpul kembali dengan orang yang telah meninggal atau
untuk hidup baru. Pasien bunuh diri yang paling mungkin melakukan khayalan bunuh diri
adalah mereka yang telah menderita kehilangan objek cinta atau menderita cedera narsisistik,
yang mengalami efek berat seperti kemarahan dan rasa bersalah, atau yang teridentifikasi
dengan seorang korban bunuh diri. Dinamika kelompok mendasari bunuh diri massal seperti
yang terjadi di Masada dan Jonestown.
Faktor Fisiologis
Genetika
Teori faktor genetik dalam bunuh diri telah diajukan. Penelitian menunjukan bahwa
bunuh diri cenderung berjalan di dalam keluarga. Sebagai contohnya,
pada orang yang mencoba bunuh diri ditemukan adanya riwayat bunuh diri dalam keluarga
lebih banyak secara bermakna daripada orang yang tidak pernah melakukan bunuh diri.
Satu penelitian terbesar menemukan bahwa resiko bunuh diri untuk sanak saudara dari
pasien psikiatri hampir delapan kali lebih tinggi dibanding sanak saudara dari kontrol. Selain
itu, resiko bunuh diri pada sanak saudara pasien psikiatri yang melakukan bunuh diri adalah
5
6
empat kali lebih tinggi dibandingkan pada sanak saudara pasien psikiatri yang tidak
melakukan bunuh diri.
Neurokimia 2
Defisiensi serotonin, diukur sebagai penurunan metabolisme 5-hydroxyindo-leacetic acid
(5-HIAA), telah ditemukan dalam kelompok pasien depresi yang mencoba bunuh diri. Pasien
depresi yang mencoba bunuh diri dengan cara keras (contoh, senjata api atau meloncat)
memiliki kadar 5-HIAA yang lebih rendah di dalam cairan serebrospinalisnya dibandingkan
pasien depresi yang tidak melakukan bunuh diri atau yang mencoba bunuh diri dengan cara
yang kurang keras (overdosis zat).
Beberapa penelitian terhadap binatang dan manusia telah menyatakan suatu hubungan
antara defisiensi sistem serotonin sentral dan pengendalian impuls yang buruk. Beberapa
peneliti telah memandang bunuh diri sebagai salah satu tipe perilaku impulsif. Kelompok
pasien lain yang diperkirakan memiliki masalah dengan pengendalian impuls adalah pelaku
kekerasan, pembakar rumah dan mereka dengan ketergantungan alkohol.
Beberapa peneliti telah menemukan pembesaran ventrikular dan elektroensefalogram
(EEG) yang abnormal pada beberapa pasien bunuh diri. Sampel darah dari kelompok
sukarelawan normal yang dianalisis untuk monoamin oksidase trombosit menemukan bahwa
orang dengan kadar enzim yang terendah didalam trombositnya memiliki prevalensi bunuh
diri delapan kali lebih besar didalam keluarganya, dibandingkan dengan orang yang memiliki
kadar enzim yang tinggi.
3.4 Faktor yang terkait
Adapun faktor-faktor yang terkait dengan tindakan bunuh diri adalah:
1. Jenis Kelamin
Laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri dibandingkan wanita. Akan tetapi wanita
adalah empat kali lebih mungkin berusaha bunuh diri dibandingkan laki-laki.
2. Metode
Lebih tingginya angka bunuh diri yang berhasil pada laki-laki adalah berhubungan dengan
metode yang digunakan dimana laki-laki menggunakan pistol, menggantung diri, atau lompat
dari tempat yang tinggi. Sedangkan wanita lebih mungkin menggunakan zat psikoaktif secara
7
overdosis atau memotong pergelangan tangannya, tetapi mereka mulai lebih sering
menggunakan pistol dibandingkan sebelumnya.
3. Usia
Angka bunuh diri meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki, puncak bunuh
diri adalah usia 45 tahun; pada wanita, jumlah terbesar bunuh diri yang berhasil adalah diatas
55 tahun. Orang lanjut usia kurang sering melakukan usaha bunuh diri dibandingkan orang
muda tetapi lebih sering berhasil. Angka untuk mereka yang berusia 75 tahun atau lebih
adalah lebih dari tiga kali dibandingkan angka untuk orang muda.
4. Ras
Angka bunuh diri diantara orang kulit putih adalah hampir dua kali lebih besar dari angka
bulan kulit putih, tetapi angka tersebut masih diragukan, karena angka bunuh diri pada kulit
hitam adalah meninggi.
5. Status perkawinan
Perkawinan yang diperkuat oleh anak tampaknya secara bermakna menurunkan risiko bunuh
diri. Orang yang hidup sendirian dan tidak pernah menikah memiliki angka hampir dua kali
lipat angka untuk orang yang menikah. Tetapi, orang yang sebelumnya pernah menikah
menunjukan angka yang jelas lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak pernah menikah.
Bunuh diri lebih sering pada orang yang memiliki riwayat bunuh diri dalam keluarganya dan
yang terisolasi secara sosial. Yang disebut bunuh diri ulang tahun (anniversary suicide)
adalah bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang mencabut hidupnya pada hari yang sama
seperti yang dilakukan oleh anggota keluarganya.
6. Pekerjaan
Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin besar resiko bunuh diri, tetapi penurunan
status sosial juga meningkatkan risiko. Pada umumnya, pekerjaan menghalangi bunuh diri.
Bunuh diri lebih tinggi pada orang yang pengangguran dibandingkan orang yang bekerja.
Selama resesi ekonomi dan depresi, angka bunuh diri menjadi meningkat. Selama waktu
tingginya pekerjaan dan selama perang, angka bunuh diri menurun. Dokter secara tradisional
dianggap memiliki risiko terbesar untuk bunuh diri. Dokter psikiatri dianggap memiliki risiko
yang paling tinggi. Populasi yang berada dalam risiko khusus adalah musisi, dokter gigi,
petugas hukum, pengacara dan agen asuransi.
8
7. Kesehatan Fisik
Hubungan antara kesehatan fisik dan bunuh diri sangat bermakna. Penelitian postmortem
menunjukan bahwa suatu penyakit fisik ditemukan pada 25 sampai 75 persen dari semua
korban bunuh diri. 50% orang dengan kanker yang melakukan bunuh diri melakukannya
dalam satu tahun setelah mendapatkan diagnosis. Tujuh penyakit sistem saraf pusat yang
meningkatkan risiko bunuh diri : epilepsi, sklerosis multipel, cedera kepala, penyakit
kardiovaskular, penyakit Huntington, demensia, dan AIDS. Semua adalah penyakit dimana
diketahui terjadi gangguan mood yang menyertai.
Faktor yang berhubungan dengan penyakit dan terlibat didalam bunuh diri dan usaha
bunuh diri adalah hilangnya mobilitas pada orang yang aktivitas fisiknya memiliki
kepentingan pekerjaan atau rekreasional; kecacatan, terutama pada wanita; dan rasa sakit
kronis yang tidak dapat diobati.
Obat tertentu dapat menyebabkan depresi, yang dapat menyebabkan bunuh diri pada
beberapa kasus. Diantara obat-obat tersebut adalah reserpine (Serpasil), kortikosteroid,
antihipertensi (propanolol/Inderal), dan beberapa obat antikanker.
8. Kesehatan Mental
Faktor psikiatrik yang sangat penting dalam bunuh diri adalah penyalahgunaan zat, gangguan
depresif, skizofrenia, dan gangguan mental lainnya. Hampir 95 persen dari semua pasien yang
melakukan bunuh diri atau berusaha bunuh diri memiliki gangguan mental yang terdiagnosis.
Pasien yang menderita depresi delusional berada pada resiko tertinggi untuk bunuh diri
sebesar 80%. 25 persen dari semua pasien yang memiliki riwayat perilaki impulsif atau
tindakan kekerasan juga berada dalam resiko untuk bunuh diri. Perawatan psikiatrik
sebelumnya untuk alasan apapun meningkatkan resiko bunuh diri.
9. Pasien Psikiatrik
Resiko pasien psikiatrik untuk melakukan bunuh diri adalah 3 sampai 12 kali lebih besar
dibandingkan bukan pasien psikiatrik. Derajat resikonya adalah bervariasi tergantung usia,
jenis kelamin, diagnosis, dan status rawat inap atau rawat jalan. Diagnosis psikiatrik yang
memiliki resiko tertinggi untuk bunuh diri pada kedua jenis kelamin adalah gangguan mood.
Relatif mudanya korban bunuh diri sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa dua
gangguan mental kronis yang memiliki onset awal, skizofrenia dan gangguan depresif yang
berat rekuren berjumlah lebih dari setengah dari semua bunuh diri tersebut.
9
3.5 Gangguan-gangguan yang beresiko terjadinya bunuh diri :
1. Gangguan mood
Gangguan mood adalah diagnosis yang paling sering berhubungan dengan bunuh
diri. Pasien laki-laki lebih banyak yang melakukan bunuh diri dibanding pasien wanita.
Kemungkinan orang terdepresi yang melakukan bunuh meningkat jika tidak menikah,
dipisahkan, diceraikan, janda atau baru saja mengalami kehilangan.
2. Skizofrenia
Resiko bunuh diri tinggi diantara pasien skizofrenik; sampai 10 persen meninggal
akibat bunuh diri. Usia onset skizofrenia biasanya pada masa remaja atau dewasa awal
dan sebagian besar pasien skizofrenik yang melakukan bunuh diri melakukannnya selama
tahun-tahun pertama penyakitnya; dengan demikian pasien skizofrenia yang melakukan
bunuh diri cenderung relatif muda.
Gejala depresif berhubungan erat dengan bunuh diri mereka. Hanya sejumlah
kecil yang melakukan bunuh diri karena instruksi halusinasi atau untuk melepaskan
waham penyiksaan. Jadi, faktor resiko untuk bunuh diri diantara pasien skizofrenik
adalah usia yang muda, jenis kelamin laki-laki, status tidak menikah, usaha bunuh diri
sebelumnya, kerentanan terhadap gejala depresif, dan baru dipulangkan dari rumah sakit.
3. Ketergantungan Alkohol
15 persen orang yang ketergantungan alkohol melakukan bunuh diri. Kira-kira 80
persen dari semua korban bunuh diri yang tergantung alkohol adalah laki-laki. Kelompok
terbesar pasien laki-laki yang ketergantungan alkohol adalah mereka dengan gangguan
kepribadian antisosial. Korban bunuh diri yang tergantung alkohol cenderung merupakan
golongan kulit putih, usia pertengahan, tidak menikah, tidak memiliki teman, terisolasi
secara sosial dan baru saja mulai minum.
4. Ketergantungan Zat Lain .
10
Penelitian di berbagai negara telah menemukan peningkatan resiko bunuh diri
diantara penyalahgunaan zat. Angka bunuh diri untuk orang yang tergantung heroin kira-
kira 20 kali lebih besar dibandingkan angka untuk populasi umum.
5. Gangguan Kepribadian
Sejumlah besar korban bunuh diri memiliki berbagai macam gangguan
kepribadian yang menyertai. Menderita suatu gangguan kepribadian mungkin merupakan
suatu determinan perilaku bunuh diri dalam beberapa cara : dengan mempredisposisikan
pada gangguan mental berat seperti gangguan depresif atau ketergantungan alkohol,
dengan menyebabkan kesulitan dalam hubungan dan penyesuaian sosial, dengan
mencetuskan peristiwa kehidupan yang tidak diinginkan, dengan mengganggu
kemampuan untuk mengatasi gangguan mental atau fisik dan dengan menarik orang ke
dalam konflik dengan orang disekitar mereka, termasuk anggota keluarga, dokter dan
anggota staf rumah sakit.
Depresi adalah berhubungan tidak hanya dengan bunuh diri yang dilakukan tetapi
juga dengan usaha bunuh diri yang serius. Jika orang yang melakukan usaha bunuh diri
dinyatakan sebagai memiliki maksud bunuh diri yang tinggi dibandingkan dengan
mereka yang memiliki maksud bunuh diri yang rendah, mereka secara bermakna lebih
banyak adalah laki-laki, berusia lebih tua, tidak menikah atau bercerai dan hidup
sendirian. Kesimpulan dari korelasi tersebut adalah bahwa pasien depresi yang
melakukan usaha bunuh diri yang serius lebih menyerupai korban bunuh diri
dibandingkan dengan mereka yang berusaha bunuh diri.
3.6 Terapi
Tidak semua pasien memerlukan perawatan di rumah sakit, beberapa dapat diobati
dengan rawat jalan. Untuk menentukan apakah dimungkinkan terapi rawat jalan, klinisi harus
menggunakan pendekatan klinis yang langsung meminta pasien yang diduga bermaksud bunuh
diri untuk setuju menelepon segera jika mencapai titik dimana mereka tidak yakin akan
kemampuan mereka untuk mengendalikan impuls bunuh dirinya. Pasien yang dapat membuat
persetujuan tersebut memperkuat keyakinan bahwa mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk
11
mengendalikan impuls tersebut dan berusaha mencari bantuan. Jika pasien tidak dapat memenuhi
komitmen ini, maka perawatan di rumah sakit menjadi indikasi yang harus diambil.
Menurut Schnedman, klinisi memiliki beberapa tindakan preventif praktis untuk menghadapi
orang yang ingin bunuh diri seperti :
1. Menurunkan penderitaan psikologi dengan memodifikasi lingkungan pasien yang penuh
dengan stress, menuliskan bantuan dari pasangan, perusahaan atau teman.
2. Membangun dukungan yang realistik dengan menyadari bahwa pasien mungkin memiliki
keluhan yang masuk akal.
3. Menawarkan alternatif terhadap bunuh diri.
Keputusan untuk merawat pasien di rumah sakit tergantung pada diagnosis, keparahan depresi
dan gagasan bunuh diri, kemampuan pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah, situasi hidup
pasien, tersedianya dukungan sosial dan ada atau tidaknya faktor resiko untuk bunuh diri.
Dalam rumah sakit pasien mungkin menerima medikasi antidepresan atau antipsikotik
sesuai dengan indikasi, terapi individual, terapi kelompok dan pasien mendapatkan dukungan
sosial rumah sakit dan rasa aman. Tindakan terapeutik lain tergantung pada diagnosis dasar
pasien. Sebagai contohnya, jika ketergantungan alkohol adalah masalah yang berhubungan,
terapi harus diarahkan untuk menghilangkan kondisi tersebut.
Tindakan yang berguna untuk terapi pasien rawat inap yang mencoba bunuh diri dan
mengalami depresi adalah memeriksa barang-barang pasien dan orang yang berkunjung ke
bangsal. Hal ini bertujuan untuk mencari benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri
dan secara berulang mencari eksaserbasi gagasan bunuh diri. Idealnya, pasien rawat inap yang
mencoba bunuh diri dan mengalami depresi harus diobati dalam bangsal yang terkunci dimana
jendela dipasang terali dan ruangan pasien harus berlokasi dekat dengan tempat perawat untuk
memaksimalkan pengamatan oleh staf perawat. Tim yang mengobati harus memeriksa secara
berulang atau terus menerus mengawasi secara langsung. Terapi yang efektif dengan medikasi
antidepresan harus dimulai. Terapi elektrokonvulsif (ECT) mungkin diperlukan untuk beberapa
pasien yang terdepresi parah yang mungkin memerlukan beberapa kali pengobatan.
Pasien yang sedang pulih dari depresi bunuh diri berada pada resiko khusus. Saat depresi
menghilang, pasien menjadi memiliki energi dan mampu untuk melakukan rencana bunuh
dirinya. kadang-kadang pasien depresi dengan atau tanpa terapi secara tiba-tiba tampak damai
dengan dirinya sendiri karena mereka telah mengambil keputusan rahasia untuk melakukan
12
bunuh diri. Klinisi harus secara khusus mencurigai perubahan klinis yang dramatis tersebut, yang
mungkin meramalkan usaha bunuh diri.
Terapi Psikofarmaka
Seseorang yang sedang dalam krisi karena baru ditinggal mati atau baru mengalami suatu
kejadian yang jangka waktunya tak lama, biasanya akan berfungsi lebih baik setelah
mendapatkan tranquilizer ringan, terutama bila tidurnya terganggu. Obat pilihannya adalah
golongan benzodiazepine misalnya lorazepam 3 x 1 mg sehari, selama 2 minggu. Hati-hati
memberikan benzodiazepine pada pasien yang hostile, karena penggunaan benzodiazepine yang
teratur dapat meningkatkan iritabilitas pasien. Jangan memberikan obat dalam jumlah banyak
sekaligus kepada pasien (resepkan sedikit-sedikit saja) dan pasien harus kontrol dalam beberapa
hari.
Pemberian antidepresan biasanya tidak dimulai di ruang gawat darurat, meskipun
biasanya terapi definitif pasien-pasien yang mempunyai kecenderungan bunuh diri adalah
antidepresan. Antidepresan boleh diberikan di instalasi gawat darurat asal dibuat perjanjian
kontrol keesokan harinya secara pasti.
Gaduh Gelisah
A. Definisi
Definisi dari gaduh gelisah adalah suatu keadaan yang menimbulkan tanda gejala
Psikomotor meningkat,yaitu:
Banyak bicara
Mondar-mandir
Lari-lari
Loncat-loncat
Destruktif
Bingung
Afek/emosi excitement, yaitu :
Marah-marah
Mengancam
Agresif
13
Ketakutan
Euphoria
B. Penyebab Keadaan Gaduh Gelisah :
a. Gangguan mental organik (delirium)
b. Psikosis fungsional
Gangguan psikotik akut
Skizofrenia
Keadaan mania
c. Amok
d. Gangguan panic
e. Kebingungan post konvulsi
f. Reaksi disosiatif
g. Ledakan amarah (temper tantrum)
C. Strategi Umum Pemeriksaan Pasien
a. Ketahui sebanyak mungkin mengenai pasien sebelum menjumpai
b. Waspada mengenai ancaman kekerasan
c. Perhatikan posisi diri jika berada di ruang tertutup
d. Pastikan ada orang lain pada saat pemeriksaan
e. Usahakan untuk mengadakan relasi sebaik mungkin dengan pasien
f. Cegah pasien menciderai diri
g. Cegah pasien menciderai orang lain
h. Pendekatan pasien dengan sikap tidak mengancam
i. Beri keyakinan pada pasien
j. Tawarkan pengobatan
k. Informasikan pasien bahwa pengikatan atau pengurungan mungkin diperlukan
l. Serahkan prosedur pengikatan kepada mereka yang menguasai
m. Pastikan tim selalu siap menahan pasien
D. Pemeriksaan
a. Diagnosis awal
pemeriksaan fisik
wawancara psikiatrik
14
pemeriksaan status mental
b. mengidentifikasi faktor pencetus
c. mengidentifikasi kebutuhan segera
untuk segera mendapat penanganan psikiatrik
untuk segera rujuk ke tempat yang paling berkompeten
d. pemeriksaan laboratorium yang relevan
E. Penatalaksanaan pengikatan Fisik
a. Berbicara secara meyakinkan kepada pasien untuk menghentikan perilakunya.
b. Ulangi penjelasan jika tidak menghentikan perilakunya akan dilakukan
pengikatan.
c. Tawarkan untuk menggunakan medikasi dari pada dilakukan pengikatan
Jangan tawar-menawar dengan pasien.
d. Jangan membiarkan pasien berpikir tentang keraguan kita untuk melakukan
pengikatan.
e. Lakukan pengikatan
Tiap anggota gerak satu ikatan
Ikatan pada posisi sedemikian agar tidak mengganggu aliran cairan IV jika
diperlukan
Posisi kepala lebih tinggi untuk menghindari aspirasi
Lakukakan pemeriksaan vital sign tiap setiap ½ jam
Tempatkan pasien pada tempat yang mudah dilihat oleh staf
f. Lanjutkan dengan medikasi
g. Setelah pasien dapat dikendalikan dengan medikasi, mulai dengan melepaskan
satu ikatan
h. Dua ikatan terakhir harus dilakukan bersama-sama (tidak menganjurkan mengikat
pasien dengan hanya satu ikatan pada anggota gerak
i. Buat catatan mengapa pasien harus diikat
F. Farmakoterapi
a. Golongan benzodiazepine
Diazepam
Lorazepam
15
Clonazepam
b. Golongan antipsikotik
Chlorpromazine
Haloperidol
Olanzapine
Fluphenazine
Untuk pasien non psikotik
Golongan benzodiazepine
Untuk pasien psikotik
Golongan benzodiazepine
Golongan antipsikotik
Diazepam ampul 10 mg/2cc
Pemberian inj. IM atau IV
Pemberian IV hati-hati dengan depresi sistim pernafasan, berikan secara
perlahan 1 ampul dalam 10 menit
Dapat diulang tiap ½ jam
Chlorpromazine ampul 25mg/cc
Pemberian 25-100 mg inj. IM
Hati-hati hipotensi ortostatik
Dapat diulang tiap ½ jam
Haloperidol ampul 5 mg/cc
Pemberian inj. IM atau IV
D of Ch untuk kecurigaan etiologi organic
Dapat diulang tiap ½ jam
Olanzapine vial 10 mg
Pemberian 5 – 10 mg inj. IM
Dapat diulang 2 jam kemudian
Maksimal dosis 20 mg/hr
Maksimal u 3 hari dilanjutkan dengan p.o.
G. Perhatian
16
a. Medikasi hanya bertujuan untuk mengontrol target simptom
b. Pasien eksaserbasi akut sebaiknya diketahui obat yang sedang/terakhir
dipakai, kemudian berikan obat yang sama dengan meningkatkan dosisnya
c. Pemberian golongan benzodiazepin dengan antipsikotik akan menurunkan
kebutuhan dosis antipsikotik dan mengurangi efek EPS
d. Pemberian obat p.o. harus segera dimulai pada hari itu juga
Psikotik Organik
Delirium
Delirium merupakan sindrom mental organik akut yang berakibat hendaya kognitif
menyeluruh, yang dapat disebabkan oleh penyakit fisik ( delirium akibat kondisi medis umum ),
obat-obatan ( intoksikasi zat atau delirium putus zat ), beberapa penyebab bersamaan ( delirium
akibat etiologi multiple ), atau oleh kondisi organik yang tidak diketahui.
Etiologi
a. Penyebab intrakranial
Epilepsi dan keadaan pasca iktal
Trauma otak
Infeksi ( Meningitis, Ensefalitis )
Neoplasma
Gangguan Vaskular
b. Penyebab ekstrakranial
Obat dan Racun
o Sedativa ( termasuk alkohol ) dan hipnotika
o Obat penenang
o Obat lain :
Antikolinergika
Antikonvulsiva
17
Antihipertensiva
Antiparkinsonia
Glikosida kardiak
Simetidin
Disulfiram
Insulin
Opioida
Fensiklidin
Salisilat
Steroida
o Racun
Karbon monoksida
Logam berat dan limbah Industri lain
Disfungsi endokrin ( hipo- atau hiperfungsi )
o Hipofisis
o Pankreas
o Suprarenal
o Paratiroid
o Tiroid
Penyakit alat nonendokrin
o Hati
Ensefalohepatik
o Ginjal dan saluran kemih
Ensefalopati uremikum
o Paru-paru
Narkosis karbon monoksida
Hipoksia
o Sistem Kardiovaskular
Gagal jantung
Aritmia
Hipotensi
o Penyakit Defisiensi
Defisiensi tiamin
Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis
Ketidakseimbangan elektrolit oleh aneka penyebab
Keadaan pasca bedah
Patofisiologi
Banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan delirium, contoh antikolinergika,
psikotropika, dan opioida. Mekanisma tidak jelas, tetapi mungkin terkait dengan gangguan
reversibilitas dan metabolisma oxidatif otak, abnormalitas neurotransmiter multipel, dan
pembentukan sitokines (cytokines). Stress dari penyebab apapun bisa meningkatkan kerja saraf
simpatikus sehingga mengganggu fungsi kolinergik dan menyebabkan delirium. Usia lanjut
memang dasarnya rentan terhadap penurunan transmisi kolinergik sehingga lebih mudah terjadi
delirium. Apapun sebabnya, yang jelas hemisfer otak dan mekanisma siaga (arousal
mechanism)dari talamus dan sistem aktivasi retikular batang otak jadi terganggu.
Kriteria Diagnosis
A. Kemampuan yang terbatas untuk mempertahankan daya perhatian dari
luar. Biasanya pasien Sangat mudah teralih perhatiannya dan tidak dapt emusatkan
perhatian dengan baik atau cukup lama untuk mengikuti rangkaian isi pikir atau
mengerti apa yang sedang terjadi disekelilingnya. lakukan tes serial pengulangan tujuh
atau tes huruf acak pada pasien.
B. Alam pikiran yang kacau, yang ditunjukan oleh cara bicara yang ngawur dan tidak jelas
( asal bersuara ), soalnya tidak relevan, atau daya bicara inkoheren.
C. Sedikitnya dua dari yang tercantum dibawah ini :
1. Kesadaran yang menurun.
Pasien tidak waspada seperti biasanya dan dapat tampak bingung dan kacau.
lakukan observasi terhadap pasien, dapat terjadi penurunan kesadaran (bertahap
sampai stupor) atau hiper-alert (waspada berlebihan ).
18
19
2. Gangguan persepsi
Hal ini lazim terjadi, misal, salah interpretasi terhadap kejadian di sekitarnya,
ilusi ( misal, gorden tertiup angin dan pasien yakin ada seseorang sedang
memanjat jendela ), dan halusinansi ( biasanya visual ). pasien bisa atau mungkin
juga tidak mengenali kesalahan persepsinya yang dianggapnya sebagai tidak
nyata.
3. Perubahan pola tidur-bangun
Insomnia hampir selalu ada ( semua gejala biasanya memburuk di waktu
malam hari dan pada keadaan gelap ) dan kantuk berat juga dapat terjadi.
4. Aktivitas psikomotor meningkat atau menurun
Sebagian besar pasien delirium dalam keadaan gelisah dan agitasi, serta dapat
menunjukkan pengulangan gerakan, ada pula yang mengantuk berlebihan
( somnolen ), dan ada juga yang berfluktuasi dari satu bentuk ke bentuk lainnya
( biasanya kegelisahan terjadi malam hari dan mengantuk sepanjang hari ).
5. Disorientasi terhadap waktu, tempat atau orang.
6. Gangguan daya ingat
Pasien terutama mengalami defisit ”recent memory” dan biasanya menyangkalnya
( ia dapat berkonfabulasi dan cenderung ingin berbicara mengenai hal lampau ).
D. Gambaran klinis yang timbul yang berkembang berfluktuasi dalam
waktu yang singkat ( biasanya dalam jam atau hari ) dan cenderung naik turun dalam
alunan sehari
E. Salah sati dari (1 ) atau ( 2 ) :
( 1 ) Terbukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau uji laboratorik tentang satu atau
beberapa faktor organik yang khas yang dapat diduga sebagai penyebab yang terkait
dengan gangguan itu.
( 2 ) dengan tiada bukti ini, satu faktor penyebab organik dapat diduga bila
gangguannya tidak dapat diperkirakan disebabkan oleh gangguan mental non-organik
( contoh, episoda manik yang merupakan sebab untuk menjadi agitatif dan gangguan
tidur ).
20
Gejala-gejala prodormal dini perkembangan delirium yang harus diwaspadai meliputi:
- Kegelisahan ( terutama malam hari ), ansietas ;
- Mengantuk siang hari;
- Insomnia ( gangguan tidur ), banyak mimpi-mimpi yang jelas, mimpi buruk;
- Hipersensitivitas terhadap cahaya dan suara;
- Ilusi dan halusinasi yang hilang timbul;
- Perhatian mudah teralih, kesulitan untuk berfikir dengan jernih.
Diagnosa Banding
- Dementia;
- Gangguan psikotik
- dll
Delirium dan demensia merupakan dua gangguan yang berbeda, namun sering
sukar dibedakan. Pada keduanya, fungsi kognitif terganggu, namun demensia biasanya
memori yang terganggu, sedangkan delirium daya perhatiannya yang terganggu. Beberapa
ciri khas membedakan kedua gangguan tersebut (lihat tabel I). Delirium biasanya
disebabkan oleh penyakit akut atau keracunan obat (kadang mengancam jiwa orang) dan
sering reversibel, sedangkan demensia secara khas disebabkan oleh perubahan anatomik
dalam otak, berawal lambat dan biasanya tidak reversibel. Delirium bisa timbul pada
pasien dengan demensia juga.
Perbedaan klinis delirium dan Demensia
Gambaran Delirium Demensia
Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik
Awal Cepat Lambat laun
Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi,
dehidrasi, guna/putus obat
Biasanya penyakit otak kronik (spt
Alzheimer, demensia vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan
sakit
Naik turun Kronik progresif
Taraf
kesadaran
Naik turun Normal
Orientasi Terganggu, periodic Intak pada awalnya
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat
Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata Jangka pendek & panjang
terganggu
Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali
sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal
Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya
Atensi &
kesadaran
Amat terganggu Sedikit terganggu
21
22
Reversibilitas Sering reversible Umumnya tak reversible
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Membedakan Delirium Dengan Psikosa
Gejala Umum Delirium
(penyakit fisik)
Gejala Umum Psikosa
(kelainan mental)
Bingung tentang waktu, tanggal, tempat
atau identitas
Biasanya sadar akan waktu, tempat &
identitas
Sulit memusatkan perhatian Mampu memusatkan perhatian
Lupa akan peristiwa yg baru saja terjadiBerfikir tidak logis tetapi ingat akan
peristisa yg baru saja terjadi
Tidak mampu berfikir secara logis atau
melakukan perhitungan sederhana
Mampu melakukan perhitungan
sederhana
Demam atau pertanda infeksi lainnya Riwayat kelainan psikis sebelumnya
Halusinasi (lihat) Halusinasi (dengar)
Terdapat bukti pemakaian obat -
Tremor -
23
Penatalaksanaan
- Berikan perawatan medis yang adekuat untuk penyebab delirium yang telah
diketahui. pasien delirium memiliki angka kematian yang meningkat.
- Berikan lingkungan yang aman bagi pasien. Observasi pasien dari jam ke jam
( terutama di malam hari ). Untuk itu diperlukan seseorang yang selalu berada
dikamar pasien, lebih baik orang yang telah dikenal pasien dengan baik. Pergunakan
pembatasan fisik seperti pengikatan hanya jika betul-betul diperlukan ( karena sering
kali pengikatan akan menambah agitasi ).
- Jagalah agar pasien dalam ruangan yang tenang dengan cukup penerangan. biarkan
benda-benda pribadi pasien berada didekatnya dan jika mungkin orang yang sama
yang merawat pasien.
- Lakukan orientasi kembali secara taktis dan berulang-ulang. perkenalkan diri anda
sekali lagi dan jelaskan apa yang sedang anda lakukan dan mengapa anda
melakukannya.
- Antispasi kecemasan pasien dan tenangkan diri pasien. bersikaplah tenang dan
simpatik terhadap pasien
- Obat-obatan harus digunakan dengan hati-hati.
o Neuroleptic :
Haloperidol (haldol) 2-5 mg
Risperidon 0,5-2 mg
o Short-acting sedatives :
Lorazepam 1-2 mg
Psikotik Fungsional
Pada keadaan gaduh gelsah bila kesadaran jernih (kesadaran tidak berkabut atau menurun) maka
hal ini merupakan manifestasi dari psikosis fungsional, yaitu psikosis yang tidak berhubunagn
dengan gangguan organic. Psikosis fungsional yang sering memperlihatkan gejala gaduh gelisah
antara lain::
24
1. Gangguan Psikotik Akut
2. Skizofrenia, yaitu Furor Kataton
3. Gangguan Afektif Mania
Psikotik Akut
Pasien dengan gejala psikosis sering ditemukan di bagian kegawatdaruratan psikiatrik.
Menentukan sumber psikosis dapat menjadi sulit. Kadang pasien masuk ke dalam status psikosis
setelah sebelumnya putus dari perawatan yang direncanakan. Pelayanan kegawatdaruratan
psikiatrik tidak akan mampu menyediakan penanganan jangka panjang untuk pasien jenis ini,
cukup dengan istirahat ringkas dan mengembalikan pasien kepada orang yang menangani kasus
mereka dan/atau memberikan lagi pengobatan psikiatrik yang diperlukan.
Seseorang dapat juga sedang menderita psikosis akut. Kondisi seperti itu dapat disiapkan untuk
diagnosis dengan memperoleh riwayat psikopatologi pasien, melakukan suatu pengujian status
mental, pelaksanaan pengujian psikologis, perolehan neuroimages, dan memperoleh pengujian
neurofisiologi lain. Berdasarkan ini, tenaga kesehatan dapat memperoleh suatu diagnosa
diferensial dan menyiapkan pasien untuk perawatan. Seperti pertimbangan penanganan pasien
lainnya, asal psikosis akut dapat sukar ditentukan karena keadaan mental dari pasien.
Bagaimanapun, psikosis akut digolongkan sebagai keadaan yang memerlukan penanganan
darurat yang segera dan penuh perhatian. Tidak adanya perawatan dan identifikasi dapat
mengakibatkan bunuh diri, pembunuhan, atau kekerasan.Psikotik akut onsetnya mendadak tidak
lama setelah sesudah terjadi stress psikologik yang sangat hebat sehingga menyebabkan
terjadinya gangguan pada pertahanan psikologik seseorang. Kegagalan pertahanan psikologik
dapat menyebabkan frustrasi, konflik, tekanan atau krisis. Stres ini terjadi mendadak dan
jelas , misalnya kehilangan orang yang dicintai, kegagalan pekerjaan, kerugian atau
kebangkrutan dan bencana. Keadaan ini kadang sulit dibedakan dengan Reaksi stress akut. Pada
stress akut perhatain pasien dapat dialihkan sehingga dapat tenang kembali dalam waktu
beberapa jam, sedangkan pada psikosis akut meskipun usaha membujuk atau mengalihkan
perhatian dilakukan tetap memperlihatkan keadaan gaduh gelisah, bahkan mungkin kegaduhan
dan kegelisahannya semakin hebat. Hal ini disebabkan pada psikosis akut terdapat halusinasi dan
waham terutama waham persekutorik atau referensi (curiga).
25
Violence (Tindak Kekerasan)
Tindak kekerasan adalah suatu tindakan agresi fisik yang dilakukan seseorang terhadap orang
lain atau terhadap diri sendiri. Suatu tndak kekerasan bila dilakukan pada diri sendiri dengan
melukai atau menyakiti diri sendiri disebut mutilasi, sedangkan untuk mengakhiri hidup sendiri
disebut perilaku bunuh diri atau behavior suicide. Penyebab tindak kekerasan bisa karena
gangguan psikiatrik, terutama yang berhalusinasi untuk membunuh merupakan indikasi untuk
rawat inap di Rumah Sakit Jiwa dan mendapat pengobatan antipsikotik. Meskipun tindak
kekerasan pasien pskiatrik sulit diramalkan tapi dapat diprediksi bahwa pasien sebelumnya
mempunyai riwayat ;
a. Pengguna minuman beralkohol dan atau bahan narkotika.
b. Ada riwayat tindak kekerasan
c. Ada riwayat penyiksaan pada masa anak-anak
Pertimbangan lain kemungkinan terjadi tindak kekerasan adalah.
a. Furor kataton
b. Depresi agitatif
c. Gangguan kepribadian ambang dan antisocial
d. Adanya pernyataan pasien bahwa berniat melakukan tindak kekerasan
e. Ada kesempatan atau ada cara untuk terjadi tindak kekerasan
f. Laki-laki, usia muda
g. Sosioekonomi sangat sederhana
h. Pengendalian impuls buruk
i. Ada stressor baru
Evaluasi
Lindungi diri sendiri
Tidak melakukan wawancara dengan pasien bersenjata
Tidak melakukan wawancara pasien yang beringas
26
Tidak melakukan wawancara di ruang tertutup atau seorang diri, harus terlihat oleh
petugas ruang gawat darurat psikiatri
Pengikatan tidak dilkukan seorang diri, tapi serahkan ke petugas yang memiliki
ketrampilan khusus yang sudah terlatih
Wawancara tidak dilakukan di ruangan yang terdapat barang yang dapat digunakan
sebagai senjata
Tidak berdekatan dengan pasien, atau yang diduga paranoid
Duduk dekat pintu untuk keluar lebih cepat
Tidak menentang pendapat atau menantang pasien
Tidak membelakangi pasien
Jangan memakai dasi
Jumlah petugas ruang gawat darurat cukup untuk bertindak secara serentak dan
terkoordinir.
Penatalaksanaan
Menenangkan dan membujuk pasien
Pengikatan
Menegakkan diagnosis
Bisa melibatkan aparat hukum atau polisi
Terapi psikofarmaka
-Haloperidol 5 mg/ im (bisa perhari atau tiap 12 jam atau tiap 8 jam)
-Olanzapin injeksi 10 mg im, dapat diulangi 1 jam kemudian bila pasien belum
Tenang.
-Lorazepam 2 – 4 mg atau diazepam 5 – 10 mg iv (perlahan-lahan, 2 menit atau
lebih)
Hindari pemberian antipsikotik pada pasien yang memiliki riwayat kejang
SINDROMA NEUROLEPTIK MALIGNA
Definisi
27
Pasien sering datang ke gawat darurat karena keadaan yang disebabkan oleh efek
samping pemberian obat-obatan antipsikotik seperti parkinsonism, distonia akut, akatisia akut,
diskinesia Tardif.
Sindrom neuroleptik maligna adalah suatu sindrom toksik yang berhubungan dengan
penggunaan obat antipsikotik.
Perlu diwaspadai suatu keadaan yang meskipun jarang terjadi namun sangat berbahaya.
Gejala meliputi : Kekakuan otot, distonia, akinesia, mutisme dan agitasi.
Gambaran klinis dan diagnosis :
Sindroma neuroleptik maligna ditandai dengan demam tinggi (dapat mencapai 41,5%),
kekakuan otot yang nyata sampai seperti pipa (lead-pipe rigidity), instabilitas otonomik
(takikardi,tekanan darah yang labil, berkeringan berlebihan) dan gangguan kesadaran.
Kekakuan yang parah dapat menyebabkan rhabdomyalosis, myoglobinuria dan akhirnya
ggal ginjal. Penyulit lain dapat berupa thrombosis vena, emboli paru, renjatan dan kematian.
Tingkat kematian dapat mencapai 20%.
Sindroma neuroleptik maligna biasanya terjadi dalam hari-hari pertama penggunaan
antipsikotik pada saat dosis mulai ditingkatkan, umumnya dalam sepuluh dari pertama
pengobatan antipsikotik. Sindroma neuroleptik maligna paling mungkin terjadi pada pasien yang
menggunakan antipsikotik potensi tinggi dan dosis tinggi atau dosis yang meningkat cepat.
Panduan wawancara dan psikoterapi :
Sindroma neuroleptik maligna adalah keadaan darurat medik sehingga perlu dirawat di
ICU. Kesadaranya terganggu. Tanyakan perjalanan penyakitnya kepada keluara dan teman-
temanya .
Evaluasi dan penatalaksanaan :
1. Pertimbangkan kemungkinan sindroma neuroleptik maligna pada pasien yang mendapat
antipsikotik yang mengalami demam serta kekakuan obat.
2. Bila terdapat rigiditas ringan yang tidak berespon terhadap antikolinergik biasa dan bila
demamnya tak jelas sebabnya, buatlah diagnosis sindroma neuroleptik maligna
3. Hentikan pemberian antipsikotik segera
4. Monitor tanda-tanda vital pasien secara berkala
28
5. Lakukan pemeriksaan laboratorium yang mencakup : darah perifer lengkap termasuk
hitung jenis, kimia darah, fungsi hati, ureum dan kreatinin. Biasanya terdapat leukositosis
serta peningkatan creatinin phosfokinase (CPK) yang biasanya meningkat dan secara
langsung berkaitan dengan keparahan sindroma neuroleptik maligna
6. Untuk menurnkan suhu lakukan kompres seluruh badan dengan es, antipiretik biasanya
tidak berguna. Ini efektif sebagai tindakan awal sebelum episode berlanjut.
7. Hidrasi cepat intravena dapat mencegah terjadinya renjatan danmenurunkan
kemungkinan gagal ginjal.
8. sindroma neuroleptik maligna biasanya berlangsung sekitar 15 hari. Setelah sembuh,
masalah yang timbul kemudia adalah pemberian antipsikotik selanjutnya.
Terapi psikofarmaka :
- amantadine 200-400 mg PO/hari dalam dosis terbagi
- bromocriptine 2,5 mg PO 2 atau 3 kali/hari, dapat dinaikkan sampai 45 mg/hari
- levodopa 50-100 mg/hari IV dalam infuse terus menerus
- dabtrolene 1 mg/kg/hari IV selama 8 hari, kemudian dilanjutkan PO selama 7 hari
setelah itu
- benzodiazepine atau ECT dapat diberikan apabila obat-obatan lain tidak berhasil.
29
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh diri,
ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik,
dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya
yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada
untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi
dan menangani kondisi ini sangatlah penting.
Saran
Jika menemukan anggota keluarga yang memiliki tanda prilaku percobaan bunuh diri atau
prilaku menyerang sebaiknya segera bawa orang tersebut ke psikiatri atau bawa ke rumah sakit
agar dapat ditangani lebih lanjut dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Hawari, D.; Psikopatologi Bunuh Diri . Balai penerbit FKUI , Jakarta, 2010.
2. Kaplan H, Sadock B, Greb J. Sinopsis of Psychiatry dalam kegawatdaruratan Psikiatri.2010;
369-89
3. Suwanto, Bunuh Diri, 2009. (online), available :
http://ezcobar.com/dokter-online/dokter15/index.php? Diakses 3 April 2013.
31