Upload
rose-rodzi
View
323
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mata
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Buta warna adalah suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel
kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu
sehingga warna obyek yang terlihat bukan warna yang sesungguhnya.
Buta warna sebagian adalah kelainan penglihatan dimana hanya satu atau dua jenis sel konus
yang jumlahnya kurang atau tidak ada. Buta warna merah-hijau merupakan bentuk yang
sering ditemukan (hampir mencapai 99%) tetapi buta warna yang didapat atau sekunder
biasanya biru-kuning, hanya l%. Buta warna terdapat lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 20 : 1.
Walaupun jumlah penderita buta warna tidak diketahui secara pasti, namun kira-kira 5% –
8% laki-laki dan 0,5% perempuan di dunia lahir dengan buta warna. Dengan risiko tertinggi 1
dan 12 laki-laki dan 1 dan 200 perempuan.
1
BAB II
RETINA DAN SARAF OPTIK
1. ANATOMI
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan multilapis yang melapisi
bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata.
Retina memiliki tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Retina terdiri atas lapisan-lapisan : (1)
1. Lapisan epitel pigmen retina
2. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga
lapisan di atas avaskular dan mendapat metabolism dari kapiler koroid
5. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
2
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar , sel horizontal dan sel muller lapisan
ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aselular dengan sebagai sinapsis sel bipolar,
sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari pada neuron kedua
9. Lapisan sel saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju kea rah saraf optic dan di
dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
10.Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
2. FISIOLOGI RETINA
Peran Sel Batang dan Kerucut dalam Penglihatan Warna
Retina terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Sel kerucut terletak di makula masing-
masing berisi pigmen peka cahaya yang sensitif pada rentang panjang gelombang (setiap
warna adalah berbeda panjang gelombang dari 400 sampai 700 nm). Gen mengandung
coding instruksi untuk pigmen ini dan jika instruksi pengkodean salah, maka pigmen yang
diproduksi akan salah dan sel kerucut akan peka terhadap panjang gelombang cahaya yang
berbeda (yang mengakibatkan kekurangan dalam persepsi warna)
Merah, hijau dan biru disebut warna-warna primer. Hitam ialah sensasi yang timbul
karena tidak adanya cahaya. Menurut Young-Helmoltz memiliki karakterisasi tentang
penglihatan warna bahwa setiap pigmen warna memiliki penyerapan spektrum yang berbeda,
yaitu : (2,3)
Fotoreseptor batang dan kerucut terletak di lapisan terluar retina sensorik yang
avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses
penglihatan. Setiap sel kerucut mengandung rodopsin, yaitu pigmen penglihatan yang
fotosensitif. Saat rodopsin menyerap cahaya, akan terjadi perubahan bentuk 11-cis-retinal
(komponen kromofor pada rodopsin) menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk ini akan
memicu terjadinya kaskade penghantar kedua, dimana rangsangan cahaya akan diubah
menjadi impuls saraf. Impuls ini kemudian dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan melalui
nervus optikus menuju korteks penglihatan oksipital.
3
Pada bagian tengah dari retina posterior terdapat makula yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina
temporal. Makula secara histologis memiliki ketebalan lapisan sel ganglion lebih dari satu
lapis.
Di tengah makula terdapat fovea sentralis, yaitu suatu daerah yang secara histologis
ditandai oleh adanya penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini
dapat terjadi akibat akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring dan lapisan-lapisan retina
yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Fovea sentralis
adalah bagian retina yang paling tipis dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Fungsi
dari fovea sentralis ini adalah sebagai penghasil ketajaman penglihatan yang optimal.
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu arteri sentralis retina dan arteri
koriokapilaris. Arteri sentralis retina memperdarahi 2/3 daerah retina bagian dalam,
sementara 1/3 daerah retina bagian luar diperdarahi oleh arteri koriokapilaris. Fovea sentralis
sendiri diperdarahi hanya oleh arteri koriokapilaris dan rentan untuk mengalami kerusakan
yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina memiliki
lapisan endotel yang tidak berlubang, sehingga membentuk sawar darah-retina. (4)
ANATOMI SARAF OPTIKUS
Saraf Optikus
Saraf optikus terutama tersusun atas akson sel-sel ganglion retina. Akson-akson
tersebutbertemu di papil saraf optikus yang berdiameter sekitar 1,5 mm, menembus sklera
pada laminakribrosa, dan kemudian membentuk berkas-berkas serabut saraf bermyelin yang
dipisahkanoleh sekat jaringan ikat. Setiap saraf optikus dilapisi oleh selaput yang identik
dengan meningen.2
Saraf optikus dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:2,4
1. Bagian intraokular yang terbagi menjadi kepala saraf optikus ( papil saraf
optikus / opticdisc), bagian pre-laminar yang berada di depan lamina kribrosa, bagian
laminar yangberada di dalam lamina kribrosa, dan bagian post-laminar yang berada di
belakang lamina kribrosa
2. Bagian intraorbital yang memiliki panjang sekitar 3 cm, berbentuk huruf S, dan menjulur
dari bola mata sampai ke apeks orbita
4
3. Bagian kanalis optikus dengan panjang sekitar 5-7 mm
4. Bagian intrakranial yang menjulur dari kanalis optikus ke bagian anterior kiasma
optikumdan traktus optikus (10 mm)
Gambar 2. Saraf Optikus normal
Kepala saraf optikus terdiri dari 4 jenis sel, sebagai berikut: akson sel ganglion, astrosit,
capillary-associated cell, dan fibroblas. Serabut saraf optik melewati lamina cribrosa
(strukturseperti saringan dengan 200-300 lubang yang melubangi koroid dan sklera). Struktur
ini ditunjukkan pada gambar di bawah.
Perdarahan
Pasokan darah untuk saraf optikus di anterior lamina kribosa berasal dari arteri siliaris.Bagian
orbital mendapatkan darah dari arteri oftalmikus beserta cabang-cabangnya termasuk arteri
5
retina sentralis. Saraf optikus yang berada di kanalis optikus mendapat darah dari
arterioftalmikus. Sedangkan bagian intrakranial mendapatkan darah secara sentripetal dari
pembuluh darah pial. Drainase vena dari bagian okular dan orbital saraf optikus akan
mengalir ke venasentralis retina.2,4
Jalur Penglihatan Sensoris3
Setelah meninggalkan mata, saraf optikus memanjang ke kiasma optikum yang
berlokasitepat di bawah-depan kelenjar pituitari. Di kiasma optikum serat-serat saraf optikus
yangberasal dari bagian nasal retina masing-masing mata kanan dan kiri menyeberang ke sisi
yanglain, namun serat-serat saraf yang berasal dari sisi temporal tidak menyeberang. Dari
kiasmaoptikum serat-serat saraf bersatu menjadi traktus optikus yang melewati talamus,
kemudianberubah menjadi radiasi optikus hingga mencapai korteks visual di lobus
oksipitalis. Korteksvisual inilah yang akan menterjemahkan sinyal-sinyal listrik yang
diproduksi oleh stimulasicahaya di retina menjadi gambaran visual.
Gambar 3. Jalur Penglihatan
Papil saraf Optikus
Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf optikus
(Optic disc). Karena ketiadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka bagian retina ini
6
tidak dapat berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya bagian ini disebut juga sebagai
blind spot, dan memiliki diameter sekitar 1,5 mm.3
Papil saraf optikus merupakan tanda oftalmoskopik penting pada pemeriksaanfunduskopi.
Yang perlu diperhatikan dari papil saraf optikus adalah warna, batas, cup-discratio dan
lingkaran neuroretinal. Papil yang normal akan berwarna merah musa kekuningan,dengan
batas yang jelas, non-elevated, dan memilki cup-disc ratio kurang dari 0,3.4
Gambar 4. Gambaran papil saraf optikus (kiri) dan cup-disc ratio (kanan)
3. PENGLIHATAN WARNA
Menurut sejarah banyak teori dikemukanan antara lain Thomas Young 801
mengemukakan hanya ada 3 warna dasar yaitu merah, kuning dan biru yang dapat
menghasilkan semua corak warna jika dicampur dengan proporsi epat. Teori Young Hlenotz
tahun 851, ada 3 sel kerucut merespon 3 warna dasar yang disebut foto reseptor. Hearing
tahun 1872 mengatakan ada 6 sensasi utama yang tterdiri dari 3 pasang corak warna yaiu
merah-hijau, kuning-biru dan hitam-putih. Houston mengatakan tahun 932, substansi sensitif
cahaya dapat digantikan oleh kapasitas dari sel-sel kerucut untuk merespon rangsangan
dengan dua alernatif frekuensi pelepasan kapasitas dari sel-sel kerucut unuk merespon
rangsangan dengan dua alernaif frekuensi pelepasan listrik. Ladd Franklin tahun 92
7
menyaakan awalnya terdapat sensitif cahya terpisah menjadi dua, yaitu sensitif gelombang
panjang dan lainnya sensitif gelombang pendek.
Pigmen warna merah dan erythrolabe atau disebut juga long waves length sensitive
(LWS) memiliki daya serap spectrum 565 mm.
Pigmen warna hijau atau chorolabe atau disebut juga medium waves length sensitive
(MWS) memiliki daya serap spektrum 535 mm.
Pigmen warna biru atau cyanolabe atau disebut juga short waves length sensitive
(SWS) memiliki daya serap spectrum 440 mm. (5)
Ketiga macam pigmen tersebut membuat kia dapat membedakan warna mulai dari
ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, keiga pigmen sel kerucut harus bekerja
dengan baik. Jika salah sau pigman mengalami kelainan aau tidak ada, maka terjadi buta
warna.
Orang yang mampu mambedakan ketiga macam disebut trikroma. Dikromat adalah
orang yang hanya dapat membedakan 2 komponen warna dan mengalami kerusakan pada
jenis pigmen kerucut. Kerusakan pada sel kerucu akan menyebabkan orang hanya mampu
melihat sau komponen yang disebut monokromat.
Pada keadaan tertentu dapat terjadi, seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak
normal sehingga pasien tidak dapat mengenal warna sama sekali yang disebut
akromatopsia. Akhiran anomaly digunakan unuk kerucut yang berubah dan anopia untuk
tipe yang tidak mempunyai kerucut. (5)
4. BUTA WARNA
I) Definisi buta warna
Buta warna dapa diartikan sebagai satu kelainan penglihatan yang disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut pada retina mata untuk menangkap suatu spectrum warna
tertentu sehingga warna objek yang terlihat bukan warna yang sebenarnya. (7)
8
Ada dua jenis utama dari buta warna :
1. Buta warna total (monokromat) Monokromasi ditandai dengan hilangnya atau
berkurangnya semua penglihatan warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam
pada jenis typical dan sedikit warna pada jenis atypical.
2. Buta warna parsial yaitu buta warna yang tidak dapat membedakan warna-warna
tertentu.
Kemampuan melihat warna diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Penglihatan normal disebut Trichomatic. Trichromats dapat mencocokkan semua 3
warna dasar yaitu merah, hijau dan biru.
2. Adanya kelainan dari mencocokkan ketiga warna dasar karena adanya disfungsi dari
sel kerucut, disebut anomalous trichromatic.
3. Bentuk kelainan melihat warna hanya bisa mencocokkan 2 macam warna dasar, yang
disebabkan hilangnya beberapa sel kerucut disebut dichromatic.
4. Bentuk buta warna yang sangat jarang terjadi adalah monochromatic. Monochromats
tidak bisa mendeskripsikan warna, dan hanya bisa menerima warna abu-abu. Tipe ini
dibedakan menjadi 2 kelainan anatomi yaitu:
a) Rod monochromats (tidak terdapat sel kerucut pada retina) dan disertai
berkurangnya daya penglihatan.
b) Cone monochromats (hanya memiliki satu macam sel kerucut) biasanya masih
memiliki aktifitas visual.
Selain dibedakan berdasarkan kelainan jumlah warna yang dapat dilihat seperti di atas,
masing-masing tipe dibedakan lagi berdasarkan jenis warna yang dapa dilihat, yaitu:
1. Terdapat pada tipe trichromatic dan dichromatic. Pada tipe ini terdapat 3 macam
kelainan yaitu: protan, deutan dan tritan.
2. Pada trichromaic disebut :
Protomaly (sulit membedakan warna merah),
Deuteranomaly (sulit membedakan warna hijau) dan
Tritanomaly (sulit membedakan warna biru),
3. Pada dichromatic disebut :
9
Protanopia (tidak kenal warna merah)
Deuteranopia (tidak kenal warna hijau) dan
Tritanopia (tidak kenal warna biru)
4. Hanya terdapa pada tipe dichromatic yang disebut deuteranopia.
II) Etiologi
Buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik. Dibawa oleh kromosom X
pada perempuan, buta warna diturunkan kepada anak-anaknya. Ketika seseorang mengalami
buta warna, mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan
untuk mata berfungsi dengan normal. Cacat mata ini merupakan kelainan genetik yang
diturunkan oleh ayah atau ibu.
Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi,
khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya, penyebab buta
warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun dapat mempunyai kaitan
dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda dan resesif bila ada kelainan pada
makula dan saraf optic. Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan
akromatopsia juga dapat menyebabkan seseorang menjadi buta warna.
Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi
kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna secara
turunan lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena buta warna. Jika
hanya terkait pada salah satu kromosom X nya saja, wanita disebut carrier atau pembawa,
yang bisa menurunkan gen buta warna pada anak-anaknya. Menurut salah satu riset 5-8%
pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk
dikromasi, protanopia, dan deuteranopia .
Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin 1
Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang
menyandi pigmen hijau (Samir S. Deeb dan Arno G. Motulsky, 2005). Buta warna dapat juga
ditemukan pada penyakit makula, saraf optik, sedang pada kelainan retina ditemukan cacat
relative penglihatan warna biru dan kuning sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan
melihat warna merah dan hijau .
10
III) Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Tes uji klinis yang umum digunakan untuk mendeteksi cacat buta warna adalah tes
Ishiharadan tes American Optical HRR pseudoisochromatic. Metode-metode ini dipakai
untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan
kartu bertitik-titik dengan berbagai macam warna yang membentuk angka (Ishihara) dan
simbol (HRR). Sedangkan untuk melakukan klasifikasi pasti dari protanopia, deuteranopia,
protanomali, dan deuteranomali memerlukan penggunaandari anomaloscope yang melibatkan
pemadanan warna (Samir S Deeb and Arno G Motulsky,2005).
11
Test penglihatan warna salah satu test uji buta warna sebagai berikut :
a. Uji ishihara
Yaitu dengan memakai sejumlah lempeng polikromatik yang berbintik, warna primer
dicetak di atas latar belakang mosaic bintik-bintik serupa dengan aneka warna sekunder
yang membingungkan, bintik-bintik primer disusun menurut pola (angka atau bentuk
geometric) yang tidak dapat dikenali oleh pasien yang kurang persepsi warna.
b. uji pencocokan benang
Pasien diberi sebuah gelendong benang dan diminta untuk mengambil gelendong
yangwarnanya cocok dari setumpuk gelendong yang berwarna-warni
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Oftalmoskop
Suatu alat dengan system pencahayaan khusus, untuk melihat bagian dalam mata
terutama retina dan struktur terkaitnya
2. Test sensitivitas kontras
Adalah kesanggupan mata melihat perbedaan kontras yang halus, dimana pada pasien
dengangangguan pada retina, nervus optikus atau kekeruhan media mata tidak sanggup
melihat perbedaan kontras tersebut.
3. Test elektrofisiologik
a. Elektroletingrafi (ERG)
Untuk mengukur respon listrik retina terhadap kilatan cahaya bagian awal respon
flash ERGmencerminkan fungsi fotoreseptor sel krucut dan sel batang
c. Elektro okulografi (EOG).
Untuk mengukur potensial korneoretina tetap. Kelainan EOG terutama terjadi
pada penyakitsecara dipus mempengaruhi epitel pigmen retina dan fotoreseptor.
12
IV) Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati
masalahgangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar
mengasosiasikan warna dengan objek tertentu. Untuk mengurangi gejala dapat digunakan
kacamata berlensa dengan filter warna khusus yang memungkinkan pasien melakukan
interpretasi kembali warna
Gangguan penglihatan warna yang diturunkan tidak dapat diobati atau dikoreksi.
Beberapa gangguan penglihatan warna yang didapat dapat diobati, bergantung pada
penyebabnya. Sebagai contoh jika katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan
warna, operasi untuk mengangkat katarak dapat mengembalikan penglihatan warna menjadi
normal. Beberapa cara untuk membantu gangguan penglihatan warna, antara lain:
1. Memakai lensa kontak berwarna. Hal ini dapat membantu membedakan warna, tetapi lensa
ini tidak menjadikan penglihatan menjadi normal dan objek yang dilihat dapat terdistorsi.
2. Memakai kacamata yang memblok sinar yang menyilaukan. Orang dengan masalah
penglihatan dapat membedakan warna lebih baik saat ada penghalang sinar yang
menyilaukan.
V) Pencegahan
Tidak ada cara untuk mencegah buta warna genetik. Tidak ada cara juga untuk
mencegah buta warna didapat yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer,diabetes
mellitus, leukemia, penyakit hati, degenerasi makular, multipel sklerosis, penyakit Parkinson,
anemia sel bulan sabit, dan retinitis pigmentosa. Beberapa buta warna didapat dapat dicegah.
Membatasi penggunaan alkohol dan obat, seperti antibiotik, barbiturat, obat anti tuberkulosis,
pengobatan tekanan darah tinggi dan beberapa pengobatan yang digunakan untuk penyakit
saraf danpsikologis, ke level yang dibutuhkan untuk keuntungan terapeutik dapat membatasi
buta warna didapat.
13
BAB III
PEMBAHASAN
TES BUTA WARNA ISHIHARA
Metode Ishihara ini di kembangkan menjadi Tes Buta Warna Ishihara oleh Dr.
Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang dan terus
digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang. Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran
yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna
tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa
sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang
normal (pseudo-isochromaticism). Tabel 1 menunjukan contoh kartu tes buta warna dengan
metode ishihara Dalam tes buta warna ishihara ini digunakan 38 plate atau lembar gambar.Di
mana gambar-gambar tersebut memiliki urutan 1 sampai 38. (7)
Tahapan Dalam Pemeriksaan Tes Buta Warna
Tahapan dalam pemeriksaan buta warna dengan metode ishihara, yaitu : (7)
1. Menggunakan buku Ishihara 38 plate.
2. Yang perlu diperhatikan :
a) Ruangan pemeriksaan harus cukup pencahayaannya
b) Lama pengamatan untuk membaca angka masing-masing lembar maksimum 10 detik.
3. Pada tes pembacaan buku Ishihara dapat disimpulkan :
1) Normal
2) Buta warna Parsial
a. Bila plate no. 1 sampai dengan no 17. hanya terbaca 13 plate atau kurang.
14
b. Bila terbaca angka-angka pada plate no. 18, 19, 20 dan 21 lebih mudah atau lebih jelas
dibandingkan dengan plate no. 14, 10, 13, dan 17.
c. Bila ragu-ragu kemungkinan buta warna parsial dapat dites dengan:
a) Membaca angka-angka pada plate no. 22, 23, 24, dan 25.
Pada orang normal, akan terbaca dengan benar angka-angka pada plate-plate tersebut diatas
secara lengkap (dua rangkap). Pada penderita buta warna parsial hanya terbaca satu angka
pada tiap-tiap plate tersebut diatas.
b) Menunjuk arah alur pada plate no. 26, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan 38. Untuk
orang normal bisa menunjuk alur secara benar sedangkan untuk buta warna parsial dapat
menunjukkan adanya alur dari satu sisi yang lainnya.
3) Buta warna total Pada plate no. 28 dan 29, untuk orang
normal, tidak bisa menunjukkan adanya alur, sedangkan untuk penderita buta warna parsial
dapat menunjukkan adanya alur dari satu sisi ke sisi yang lainnya.
Kesimpulan tes Pengambilan KesimpulanButa Warna Total
1. Jika gambar 1 salah dan jawaban gambar lain diabaikan
Buta Warna Parsial
1. Jika gambar 1 benar, gambar 2 sampai gambar 16 ada salah lebih dari 3 atau
2. Jika gambar 1 benar, gambar 22 sampai gambar 24 jawaban hanya benar pada salah satu gambar atau
3. Jika gambar 1 benar, Jika gambar 18 sampai gambar 21 terlihat angka.
Normal 1. Jika gambar 1 sampai gambar 17 benar, atau gambar 1 harus benar dan lebih dari 13 gambar dijawab benar
2. Gambar 22 sampai gambar 24 benar atau 2 gambar benar
Tabel 1. Pengambilan kesimpulan Tes Buta Warna(7)
15
Algoritma Tes Buta Warna
Aplikasi tes buta warna Ishihara menggunakan 38 plate gambar, tetapi dalam penelitian
ini ditampilkan 24 plate saja yang merupakan gambar-gambar utama dari tes buta warna
ishihara. Dengan 24 plate ini sudah dapat disimpulkan kondisi orang yang di tes apakah
mengalami buta warna total, parsial atau normal
Dalam proses menampilkan 24 plate gambar tes buta warna ishihara ini dapat
dilakukan secara urut (skensial) atau acak (random). Aplikasi yang dibangun menampilkan
24 plate gambar secara acak. Gambar 2 menunjukkan Flowchart tes buta warna dengan
metode Ishihara dengan menampilkan plate gambar secara acak (random). (7)
16
Gambar 7: Algoritma tes buta warna.
17
INTERPRETASI
Interpretasi:
Orang normal: 12
Buta warna: 12
Interpretasi:
Mata normal: 8
Defisiensi Merah-Hijau: 3
Buta warna: Tidak mampu
membaca
Interpretasi:
Orang normal: 29
Defisiensi Merah-Hijau: 70
Buta warna: Tidak mampu membaca
Interpretasi:
Mata normal: 5
Buta warna: Tidak mampu
membaca
18
Interpretasi:
Orang normal: 3
Defisiensi Merah-Hijau: 5
Buta warna: Tidak mampu membaca
Interpretasi:
Mata normal: 15
Defisiensi Merah-Hijau: 17
Buta warna: Tidak mampu
membaca
Interpretasi:
Orang normal: 74
Defisiensi Merah-Hijau: 21
Buta warna: Tidak mampu membaca
Interpretasi:
Mata normal: 6
Buta warna: Tidak mampu
membaca
19
Interpretasi:
Orang normal: 45
Buta warna: Tidak mampu membaca
Interpretasi:
Mata normal: 73
Buta warna: Tidak mampu
membaca
Interpretasi:
Mata normal: 16
Buta warna: Tidak mampu membaca
Interpretasi:
Mata normal: 42
Proanomalia kuat: 2
Protanomalia sedang: 2 lebih jelas dari 4
Deuteranomalia kuat: 4
Deuteranomalia sedang: 4 lebih jelas dari
2
20
Interpretasi:
Mata normal: 26
Proanomalia kuat: 6
Protanomalia sedang: 6 lebih jelas dari 2
Deuteranomalia kuat: 2
Deuteranomalia sedang: 2 lebih jelas dari 4
Interpretasi:
Mata normal: mampu mengikuti jalur ungu
dan merah.
Proanomalia kuat: mampu mengikuti jalur
ungu
Protanomalia sedang: jalur ungu lebih jelas
dari jalur merah
Deuteranomalia kuat: mampu mengikuti jalur
merah
Deuteranomalia sedang: jalur merah lebih
jelas dari jalur ungu.
21
Interpretasi:
Mata normal: Mampu mengikuti jalur
biru-hijau dan kuning-hijau.
Defisiensi merah-hijau: mampu mengikuti
jalur biru-hijau.
Buta warna: Tidak mampu mengikuti jalur
Interpretasi:
Mata normal: Mampu mengikuti jalur
orange.
Buta warna: Tidak mampu mengikuti jalur
Interpretasi:
Mata normal: Tidak mampu mengikuti jalur
biru-hijau dan kuning-hijau.
Defisiensi merah-hijau: Mampu mengikuti
Jalur.
Buta warna: Tidak mampu mengikuti jalur
Interpretasi:
Mata normal: Mampu mengikuti jalur.
Buta warna: Mampu mengikuti jalur.
22
Interpretasi:
Mata normal: Tidak mampu melihat
Buta warna: 5 yang jelas
Interpretasi:
Mata normal: Mampu melihat kotak coklat
dan lingkaran kuning.
Buta warna: Hanya mampu melihat kotak
coklat
23
BAB IV
KESIMPULAN
Buta warna dapa diartikan sebagai satu kelainan penglihatan yang disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut pada retina mata untuk menangkap suatu spectrum warna
tertentu sehingga warna objek yang terlihat bukan warna yang sebenarnya.
Uji Ishihara adalah untuk menguji defek penglihatan warna didasarkan pada penentuan
angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna. Merupakan pemeriksaan
untuk penglihatan warna dengan memakai satu seri titik bola kecil dengan warna dan besar
berbeda (gambar pseudokromatik) sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan
menyukarkan pasien dengan kelainan terlihat warna pucat dan menyukarkan pasien dengan
kelainan penglihatan warna melihatnya.
Penderita buta warna yaitu monochromats tidak bisa menjawab dengan benar sama
sekali, penderita dengan kelainan membedakan warna yaitu trichromats dan dichromats bisa
menjawab sebagian gambaran yang diperlihatkan dengan benar.
24
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta, Prof.dr.H.SpM. Ilmu Penyakit Mata. Ed. ke-3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2006.
2. J. Ellis Jennings, MD. Color Vision and Color Blindness. A Practical Manual for
Color Vision and Color Blindness. A Practical Manual for Railroad Surgeons. Second
Edition. 1996.
3. Khurama, A. K. Comprehensive Ophtamology. Fourth Edition. India. 2003. Hal :
303-306.
4. P. Riordan-Eva , J.P. Whitcher. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. 17th ed.
McGraw-Hill, 2007.
5. Ilyas, Sidarta. Mailangkay. Taim, Hilman. dkk. Ilmu Penyakit Mata. Ed. kedua.
Jakarta :
6. Jill, Sardegna, et al. Blindness and Vision Imparment. Ed. II. 2002. Hal : 44-45.
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2010.
7. R. Widianingsih , A. H.Kridalaksana, A. R. Hakim. Aplikasi Tes Buta Warna Dengan
Metode Ishihara Berbasis Komputer. Vol 5 No. 1 Februari 2010
25