24
 REFERAT TERAPI IMMUNOLOGI PADA RINITIS ALERGI Oleh : Nama Oleh : : M. Sadid Faizin NIM : 04.06.0012 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM 2011 1

Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 1/24

 

REFERAT

TERAPI IMMUNOLOGI PADA RINITIS ALERGI

Oleh :

Nama

Oleh :

: M. Sadid Faizin

NIM : 04.06.0012

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR 

MATARAM

2011

1

Page 2: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 2/24

 

BAB I

PENDAHULUAN

Alergi adalah penyakit kronis yang sangat mengganggu hilang dan timbul tidak 

menentu, sulit dideteksi penyebabnya. Berbagai pendekatan terapi pada alergi telah

dilakukan salah satu diantaranya adalah imunoterapi. Imunoterapi atau desensitisasi atau

allergy injection therapy adalah suatu terapi yang memerlukan proses panjang dari suatu

suntikan yang berulang dari ekstrak alergen yang disuntikkan pada pasien dengan penyakit

alergi, yang jelas faktor alergen pencetusnya, dengan tujuan untuk mengurangi gejala

 penyakitnya.2

Pertama kali imunoterapi alergen dilakukan dan dilaporkan oleh Noon dan

Freeman pada tahun 1910 yang menguraikan pembuatan ekstrak   grass pollen dan

disuntikkan dengan dosis yang meningkat pada penderita rhinitis alergi. Sejak itu

digunakan selama kurang lebih 90 tahun untuk mengobati penyakit alergi yang disebabkan

oleh alergen inhalasi dan ternyata efektif pada rhinitis dan juga asma alergi, tetapi tidak 

diindikasikan pada alergi makanan.2

Tahun 1918 Cooke dari Amerika Serikat melaporkan suatu kondisi alergi seperti

hay fever  dan asma yang berasal dari antibodi yang timbul setelah pajanan agen

 sensitizing . Pada tahun 1922 ia mengemukakan metode hiposensitisasi untuk mengobati

 pasien alergi dan hal ini yang berkembang menjadi imunoterapi sampai saat ini. Sebelum

itu, Prausnitz dan Kustner tahun 1921 melakukan percobaan dengan menyuntikkan serum

yang tidak dipanaskan dari donor alergi kepada resipien non-alergi (uji P-K). Mereka

 berhasil membuktikan bahwa individu alergi memiliki serum terhadap antigen spesifik 

(reagin) yang dapat dipindahkan secara pasif kepada individu non alergi. Cooke tahun

1935 mengemukakan konsep antibodi penghalang (blocking antibody) yang meningkat

 pada pemberian imunoterapi. Tahun 1967 pertamakali dikemukan nama immunoglobulin

E (IgE) oleh Ischikawa dan tahun 1977 Yungiger dan Gleich mengemukakan bahwa

terjadi kenaikan titer IgE pada saat musim semi dan terjadi penurunan apabila musim

tersebut berganti.2

Pada tulisan ini akan dijabarkan mengenai “Terapi Immunologi Pada Rinitis

Alergi”.

2

Page 3: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 3/24

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi

Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diketahui dulu tentang

anatomi hidung. Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga

hidung (hidung dalam) dengan pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung.1

Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid menonjol pada garis tengah di antara pipi dengan

 bibir atas: struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas berupa

kubah tulang yang tak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang

sedikit dapat digerakkan, dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah

digerakkan. Berikut bagian-bagiannya dari atas ke bawah:

1) pangkal hidung (bridge),

2) dorsum nasi,

3) puncak hidung,

4) ala nasi,

5) kolumela, dan

6) lubang hidung (nares anterior ).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh

kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung.

Sedangan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak 

dibagian bawah hidung, yaitu :

1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior,

2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar 

mayor,

3) beberapa pasang kartilago alar minor, dan

4) tepi anterior kartilago septum.

Belahan bawah apertura piriformis hanya kerangka tulangnya saja, memisahkan

hidung luar dengan hidung dalam. Di sebelah superior, struktur tulang hidung luar berupa

 prosesus maksila it berjalan ke atas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong oleh3

Page 4: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 4/24

 

  prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis tulang

etmoidalis. Spina nasalis anterior merupakan bagian dari prosessus maksilaris medial

embrio yang meliputi premaksila anterior, dapat pula dianggap sebagai bagian dari hidung

luar. Bagian berikutnya, yaitu kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan, dibentuk 

oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi di garis tengah serta berfusi pula

dengan tepi ur pernapasan.atas kartilago septum kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung

luar atau lobulus hidung, dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus

menutup vestibulum nasi dan dibatasi di sebelah medial oleh kolumela, di lateral oleh ala

nasi, dan anterosuperior oleh ujung hidung. Mobilitas lobulus hidung pentng untk ekspresi

wajah, grakan mengendus, dan bersin. Otot ekspresi wajah yang terletak subkutan di atas

tulang hidung, pipi anterior dan bibir ats menjamin mobilitas lobulus. Jaringan ikat

subkutan dan kulit juga ikut menyokong hidung luar. Jaringan lunak di antara hidung luar 

dan dalam dibatasi di sebelah inferior oleh krista piriformis dengan kulit penutupnya, di

medial oleh septum nasi, dan tepi bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior 

dan lateral. Struktur tersempit dari seluruh saluran pernapasan atas adalah apa yang disebut

sebagai limen nasi atau os internum oleh ahli anatomi, atau sebagai katup hidung Mink 

oleh ahli faal. Istilah ”katup” dianggap tepat karena struktur ini bergerak bersama, dan ikut

mengatur pernapasan.1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang

nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai

 banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.Tiap kavum nasi

mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang

rawan. Bagian tulang adalah:

1) lamina perpendikularis os etmoid,

2) vomer,

3) krista nasalis os maksila, dan

4) krista nasalis os palatina.

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada

 bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian depan

dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan di belakangnya terdapat konka-

konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung.

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Diantara konka-konka dan dinding

lateral hidung terdapt rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus,4

Page 5: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 5/24

 

ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medianus dan superior. Meatus inferior terletak di

antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus

inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.1

Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada

meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris, dan

infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung

dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior.

Hidung Dalam

Struktur ini membentang dari os internum di sebelah anterior hingga koana di

 posterior, yang memisahkan rongga hidung. Septum nasi merupakan struktur tulang di

garis tengah, secara anatomi membagi organ menjadi dua hidung. Selanjutnya, pada

dinding lateral hidung terdapat pula konka dengan rongga udara yang tak teratur 

diantaranya meatus superior, media dan inferior. Sementara kerangka tulang tampaknya

menentukan diameter yang pasti dari rongga gubah resistensi, dan akibatnya tekanan dan

volume aliran udara inspirasi dan eksprasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh

kongesti dan dekongesti mukosa, perubahan badan vaskular yang dapat mengembang pada

konka dan septum atas, dan dari krusta dan deposit atau sekret mukosa. Hiatus semilunaris

dari meatus media merupakan muara sinus frontalis, etmoidalis dan sinus maksilaris. Sel-

sel sinus etmoidalis posterior bermuara pada resesus sfenoetmoidalis.1

2. Fisiologi Hidung

5

Page 6: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 6/24

 

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran

udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui

koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi

di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang

membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning )

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk 

mempersiapkanudara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan

dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini

sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

  b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluhdarah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas,

sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu

udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan

 bakteri dan dilakukan oleh :

• Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

• Silia

• Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut

lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks

 bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.

6

Page 7: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 7/24

 

4. Indra penghirup

Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut

lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan

hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar 

suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)

dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun

untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

2. Rinitis Alergi

Definisi

Rhinitis berasal dari kata “rhino” yang artinya hidung dan “itis” yang artinya

 peradangan, sedangkan alergi adalah penyebabnya. Jadi rhinitis alergi adalah peradangan

selaput lendir hidung karena alergi.1

Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin

keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar 

dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE. Rhinitis alergi merupakan

masalah yang global yang menyerang sekitar 10% sampai 40% penduduk dunia dan

7

Page 8: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 8/24

 

meningkat sekitar 40 tahun terakhir ini. Penyakit ini masih sering disepelekan, untuk itu

 perlu diberikan beberapa informasi agar penderita tidak terlalu meremehkan dan dapat

mengetahui berbagai upaya untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi.1

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada

  pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta

dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik 

tersebut (Von Pirquet, 1986).

Definisi menurut WHO ARIA ( Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun

2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan

tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan alergen yang diperantarai oleh Ig E.1

Patofisiologi Rinitis Alergi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap

sensititasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Reaksi

Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai satu jam

setelahnya dan Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai

24-48 jam.1

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit

yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen

yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk 

fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk peptida

MCH kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada

sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1)

yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi TH1 dan Th2. Th 2 akan

menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, dan IL 13. IL 4 dan IL 3 dapat

diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif 

dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh

reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini

menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang

tersensitisasi. Bila mukosa yang tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka

8

Page 9: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 9/24

 

kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding

sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk 

(Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkannya Newly

Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PDG2), Leukotrien D4 (LT D4),

Leukotrien C4, bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. Inilah

yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).1

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan

kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler 

meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi

sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf vidianus, juga menyebabkan rangsangan

 pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Celluler Adhesion Molecule 1

(ICAM 1). 1

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak 

9

Page 10: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 10/24

 

  berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam

setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel

inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta

 peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating

Factor (GM-CSF) dan ICAM 1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif hidung

adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulanya. Pada fase ini,

selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non-spesifik dapat memperberat gejala

seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang

tinggi.1

Peran mediator-mediator inflamasi dalam manifestasi gejala klinis rinitis alergi.

Reaksi alergi fase cepat (RAFC) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL) pada rhinitis

alergi ditandai oleh gejala bersin, beringus, gatal hidung, dan buntu hidung. Gejala-gejala

tersebut diakibatkan kinerja histamine dan berbagai mediator lain.3

1. Bersin-bersin (sneezing)

Histamin merupakan mediator utama terjadinya bersin. Bersin umumnya

merupakan gejala RAFC, berlangsung selama 1-2 menit pasca terkena pacuan alergen

dihubungkan dengan degranulasi mastosit (terlepasnya histamin), dan hanya kadang-

kadang terjadi pada RAFL. Bersin disebabkan stimulasi reseptor H1 pada ujung saraf vidianus (C fiber nerve ending). Peptida endotelin-1 yang dioleskan pada mukosa hidung

menyebabkan bersin.

2. Gatal-gatal (pruritus)

Gatal-gatal merupakan kondisi yang mekanismenya tidak sepenuhnya diketahui

dengan baik. Diduga berbagai mediator bekerja pada serabut saraf halus C tak bermyelin

(unmyelinated ) dekat bagian basal, epidermis,atau mukosa, yang Dapat menimbulkan rasa

gatal khusus, yang disalurkan secara lambat sepanjang neuron sensoris yang kecil didalamnervus spinalis ke thalamus dan korteks sensoris. Gatal-gatal berlangsung terutama

sepanjang RAFC dan pada rhinitis alergi secara khas menimbulkan gatal palatum. Gatal-

gatal terjadi pada saat histamin berikatan dengan reseptor-H1, pada ujung serabut saraf 

trigeminal dan dapat terjadi langsung pasca provokasi histamine. Mungkin juga

 prostatglandin berperan namun hanya kecil saja disalurkan secara lamba.

3. Beringus (rhinorrhea)

Beringus didefinisikan sebagai pengeluaran sekresi kelenjar membrane mukosa

hidung yang berlebihan, dimulai dalam tiga menit pasca acuan allergen dan berakhir pada

10

Page 11: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 11/24

 

sekitar 20-30 menit kemudian. Beringus merupakan gejala dominan sepanjang RAFC

tetapi juga dapat sepanjang RAFL. Sekresi kelenjar tersebut merupakan akibat

terangsangnya saraf parasimpatis dan mengalirnya cairan plasma dan molekul-molekul

 protein besar melewati dinding kapiler pembuluh darah hidung. Histamin yang dilepas

mastosit penyebab utama beringus, yang diduga karena histamin meningkatkan

  permeabilitas vaskuler melalui reaksi langsung pada reseptor H1. Dalam berespon

terhadap pacuan alergen, beringus dapat terjadi pada hidung kontralateral. Hal ini

disebabkan terjadinya refleks nasonasal dan sepertinya diperantarai asetilkholin karena

dapat dihambat oleh atrophin pretreatment. Jadi, beringus hasil induksi alergen merupakan

akibat kombinasi proses penurunan permeabilitas vaskuler, hipersekresi kelenjar mukosa

hidung ipsilateral, dan akibat refleks kelenjar mukosa hidung kontralateral.

Pacuan hidung dengan leukotriene dan bradikinin juga menyebabkan beringus

melalui mekanisme peningkatan permeabilitas vaskuler dan hipersekresi kelenjar.

Mediator lain yang juga berperan pada proses beringus(ECP,PAF,LTC4,Substance P dan

VIP).

4. Buntu hidung (nasal congestion)

Buntu hidung pada rinitis alergi merupakan kemacetan aliran udara yang

tidak menetap, tetapi terjadi temporer akibat kongesti sementara yang bersifat vasodilatasi

vaskuler. Mekanisme vasodilatasi ini diperantarai reseptor-H1, yang

 berakibat pelebaran cavernous venous sinusoid dalam mukosa konka, sehingga

terjadi peningkatan tahanan udara dalam hidung. Timbunan sekret dalam hidung

 juga menambah sumbatan hidung.

Peningkatan aktivitas parasimpatis juga menyebabkan vasodilatasi dengan

akibat buntu hidung, namun pengaruhnya kecil saja. Vasodilatasi vaskuler hidung lebih

dipengaruhi oleh sejumlah mediator antara lain histamin,bradikinin, PGD2, LTC4, LTD4,

PAF. Buntu hidung akibat histamin sepanjang RAFC berlangsung singkat saja,tidak lebih

dari 30 menit setelah bersin-bersin. Sepanjang RAFL, peran histamine terhadap

vasodilatasi vaskuler juga kecil saja, namun peran leukotrien (LTC4, LTD4) pada

vasodilatasi adalah sepuluh kali lebih kuat dibanding histamin. Provokasi hidung dengan

LTD4 menyebabkan peningkatan tahanan udara hidung, tanpa rasa gatal, tanpa bersin-

 bersin dan tanpa beringus. PGD2 dan bradikinin juga jauh lebih kuat dalam menimbulkan

 buntu hidung. Demikian juga neuropeptida substance P dan calcitonin-gene related dapat

menimbulkan vasodilatasi dan karenanya turut dalam terjadinya buntu hidung

(Sumarman,2001).11

Page 12: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 12/24

 

Peran Sitokin Pada Rinitis Alergi.

Peran sitokin pada penyakit alergi mendapat perhatian para ahli setelah ditemukan

oleh Mosmann et al (1986). Dilaporkan bahwa sel Th (CD4+) cenderung memproduksi

dua jenis sitokin yang berbeda. Berdasarkan jenis produk sitokinnya, pada awalnya sel Th

dibedakan menjadi sel Th1 dan sel Th2. Perubahan/polarisasi sel Th0 menjadi sel Th1 atau

Th2 dipengaruhi oleh jenis antigen yang merangsang, dosis antigen, tipe sel penyaji

antigen yang terlibat, lingkungan mikro sitokin yang ada dan sinyal kostimulator yang

diterima sel T serta faktor genetik. Pada infeksi intrasel dihasilkan satu set sitokin yang

disebut sitokin tipe 1 yang diproduksi antara lain oleh sel Th1 yaitu IFN-∂ dan IL-2.

Penelitian lebih lanjut ditemukan berbagai sitokin lain seperti IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13

yang diproduksi oleh sel Th2. Sitokin IFN-∂ dianggap sebagai prototipe sitokin Th1

sedangkan IL-4 merupakan protipe sitokin Th2.4

Pada individu yang atopik, sel T CD4+ (Th0) cenderung akan mengalami polarisasi

menjadi sel Th2 yang akan melepaskan kombinasi khas berbagai sitokin yang disebut pula

sebagai sitokin tipe 2 antara lain antara lain IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10, IL-13 dan GM

CF yang sifatnya mempertahankan lingkungan proatopik yaitu menginduksi sellimfosit B

untuk memproduksi IgE. Pada infeksi intra-sel dihasilkan satu set sitokin yang disebut

sitokin tipe 1 yang diproduksi antara lain yang diproduksi oleh sel Th1, yaitu:IFN-∂ dan

IL-2.4

Sitokin IL-4 pada manusia merupakan suatu glycoprotein yang diproduksi oleh sel

Th2, sel mast dan sel basofil. Produksi IL-4 cepat dan bersifat transien, dapat dideteksi

dalam w aktu 1-5 jam dan ekspresinya hilang setelah 24-48 jam. Efek sitokin IL-4 selain

 pada perkembangan Th2 adalah mengarahkan sel B untuk memproduksi IgE dan IgG4.

Seperti diketahui IgE merupakan kunci untuk terjadinya penyakit atopi.4

Sitokin IFN-∂ selain diproduksi oleh sel Th1 yang teraktifasi juga oleh sel NK dan

sel T cytotoxic karena itu sering disebut sitokin tipe 1. Dilaporkan bahwa sebagai pemicu

aktifasi sel Th1 adalah reaksi silang kompleks reseptor sel T, sedangkan sel NK sebagai

 pemicunya adalah sitokin yang dihasilkan oleh makrofag berupa TNF-a dan IL-12 dan

IFN-∂ sendiri. Dalam respon primernya terhadap rangsangan antigen, aktifasi sel Th0

ditentukan oleh pengaruh lingkungan mikrositokin yang ada. Secara bersamaan IFN-∂ dan

IL-12 terlibat dalam menentukan diferensiasi sel Th0 untuk menjadi fenotipe Th1.4

Sitokin IL-12, merupakan bioaktif yang yang diproduksi oleh monosit-makrofag

yang teraktifasi dan sel-sel penyaji antigen (APC) yang lain. Yang merupakan sumber 12

Page 13: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 13/24

 

utamanya adalah sel-sel dendrit yang memproses dan menyajikan antigen terlarut ( soluble)

  pada sel T. Sel dendrit merupakan sel penyaji antigen kunci yang mengaktifkan sel T

naive dan dapat dikatakan sel dendrit merupakan pengatur diferensiasi sel Th1. Peran

tersebut terutama setelah dendrit mengalami maturasi akibat paparan mikroba atau sinyal

  bahaya kuat yang lain . Sel dendrit yang sudah matur berkurang kemampuan

endositosisnya, sedangkan kemampuan presentasi antigennya meningkat dengan

mengubah ekspresi reseptor, berada di limfonodi regional dan meningkatkan produksi

sitokin imunoregulator termasuk IL-12. Sinyal bahaya ditransduksikan oleh tool like

receptor  (TLR) yang diekspresikan pada sel dendrit dan sistem imun lain. Sinyal bahaya

ini cenderung memacu respon imun Th1 dengan memacu sel dendrit untuk memproduksi

sejumlah besar IL-12 dan meningkatkan sitokin tipe 1 yang lain.

Produksi sitokin IL-12 sangat dipengaruhi oleh mediator sitokin lingkungan yang

terdapat selama berlangsungnya respon imun. Mediator yang meningkatkan produksi IL-

12 adalah IFN-∂ dan TNF-ß, sedangkan yang menghambat produksinya adalah IL-4, IL-

13, TGF-B dan IL-10. Di antara mediator-mediator tersebut IFN-∂ merupakan stimulator 

 produksi IL-12 yang paling kuat. Sementara itu diketahui IL-12 mempunyai efek memicu

 produksi IFN-∂, meskipun secara invitro untuk mendapatkan kadar IL-12 yang terukur 

diperlukan IFN-∂. Produksi IL-12 oleh makrofag dan neutrofil dapat dipicu secara

langsung oleh lipopolisakarida (LPS) dan produk lain dari mikroorganisme patogen.

Dengan demikian sitokin IL-12 terbukti merupakan salah satu pengatur sentral imunitas

seluler yang mengaktifkan sel NK, juga merupakan mediator esensial utama untuk 

diferensiasi sel Th0 (naive) ke Th1 dan secara langsung memacu sekresi IFN-∂ oleh sel

Th1 dan sel NK. Sementara itu IL-12 secara aktif terpicu di dalam makrofag dan monosit

oleh IFN-∂ sehingga respon Th1 distabilkan oleh suatu jalur  feedback  positif. Gangguan

kerja sitokin IL-12 mengakibatkan tidak ada respon Th1 yang persisten, sementara itu

 produksi IL-12 oleh monosit dapat ditekan oleh sitokin lain termasuk IL-4 dan IL-10 yang

merupakan produksi sel Th2.

Sitokin Th2 diduga merupakan inhibitor IL-12, tetapi hubungan antara sitokin Th2

dengan IL-12 sebenarnya lebih kompleks. Misalnya IL-4 dan IL-13 akan menekan

 produksi IL-12 bila kedua sitokin tersebut ditambahkan saat stimulasi monosit tetapi

 preinkubasi yang lama dengan kedua sitokin tersebut (IL-4 dan IL-13) akan memicu

 produksi IL-12 yang tinggi. Mediator lain yang penting pada penyakit alergi, yaitu PGE2

dan histamin, ternyata juga mempunyai efek menekan produksi IL-12.

13

Page 14: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 14/24

 

Heterogenitas sel Th (Th1 dan Th2) sekarang dapat diterima secara luas karena

  perbedaan tersebut menjelaskan penyimpangan imunitas yaitu hubungan timbal balik 

antara imunitas humoral dan seluler dan menjelaskan terjadinya penyakit alergi sebagai

akibat produksi berlebihan oleh sel Th2. Sementara itu diketahui bahwa sitokin Th1 (IFN-

∂) dapat menghambat produksi sitokin Th2 (IL-4) dan sebaliknya, sitokin Th2 (IL-4) dapat

menghambat produksi sitokin Th1 (IFN-∂). Dilaporkan bahwa sel Th0 (CD4+) yang sudah

mengalami diferensiasi penuh menjadi sel efektor Th1 atau Th2 akan memproduksi sitokin

yang relatif tetap, demikian juga sel Th memori yang sudah mengalami polarisasi. Akan

tetapi sel Th memori yang belum mengalami polarisasi ( sel Th resting) profil sitokinnya

dapat diubah sesuai dengan lingkungan mikro-sitokin yang ada, dengan demikian sel

memori Th2 menghasilkan sitokin Th1 jika diaktifkan bersamaan dengan IL-12 yang

merupakan pemicu IFN-∂ yang poten. Suatu penemuan yang menunjukkan bahwa profil

sitokin dari populasi sel memori relatif fleksibel dan dapat dirubah (reprogrammed )

merupakan suatu konsep penting dan mempunyai arti yang bermakna untuk pengobatan

 penyakit alergi.

Kemampuan sitokin IL-12 untuk merubah kembali respon imun Th2 menjadi

respon imun TH1 telah disemonstrasikan baik secara invitro maupun invivo. Secara in

vitro diperlihatkan bahwa IL-12 mengahambat produksi IL-4 dalam suatu kultur darah tepi

  penderita alergi dan menekan produksi IgE oleh monosit darah tepi. Penelitian lain

menunju bahwa IL-12 menekan sintesis IL-4 dan IL-10 secara spesifik dan meningkatkan

 produksi IFN-∂ pada sel T CD4+ pada penderita rinitis alergi.

Etiologi

Antigen

Antigen yang membangkitkan reaksi hipersensitivitas tipe segera disebut alergen. Antigen

yang membangkitkan reaksi hipersensitivitas adalah protein atau zat kimia yang terikat

  protein terhadap mana individu atopi bersangkutan terpapar secara kronik. Pemaparan

antigen sebelumnya secara alami merupakan faktor penting yang akan menentukan

tingginya kadar IgE spesifik.  Secara umum paparan ulang terhadap antigen tertentu

diperlukan untuk menghasilkan reaksi atopi terhadap antigen bersangkutan.1

14

Page 15: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 15/24

 

Belum diketahui mengapa antigen tertentu menimbulkan reaksi alergi kuat dan

antigen lain tidak. Ada kemungkinan bahwa alergen tidak sering disertai adjuvan alami,

karena itu gagal merangsang respon imun bawaan yang kuat yang seharusnya dapat

meningkatkan aktivasi makrofag dan sekresi sitokin penginduksi sel Th1, yaitu IL-12 dan

IL-8. Sifat alergenik diduga terletak pada antigen itu sendiri, mungkin dalam epitop yang

dikenal oleh sel tertentu. Walaupun tidak ada struktur protein khusus yang dapat

digunakan untuk memprediksi secara tepat bahwa protein itu alergenik, ada beberapa

gambaran khas pada alergen yang sering dijumpai. Gambaran itu menyangkut berat

molekul kemudian glikosilasi, dan sifat kelarutannya dalam cairan tubuh.16

Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga

memberi gejala campuran, misalnya debu rumah yang memberi gejala asma bronkial dan

rinitis alergi. Dengan masuknya antigen asing kedalam tubuh,  terjadi reaksi yang secara

garis besar terdiri dari :

1. Respon primer 

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat nonspesifik dan

dapat berakhir sampai di sini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi

 berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunder 

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan ialah sistem

imunitas selular atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi

 pada tahap ini, reaksi selesai.Bila Ag masih ada atau ada defek dari sitem imunologi, maka

reaksi berlanjut menjadi respons tertier.

3. Respons tertier.

Reaksi imunologi yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat

sementara atau menetap tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh .20

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:

1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya debu

rumah, tungau, serpihan epitel, dan bulu binatang serta jamur.

2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya

susu, telur, cokelat, ikan, udang.

3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin

dan sengatan lebah.

15

Page 16: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 16/24

 

4. Alergen kontakan, yang masuk melelui kontak kulit atau jaringan mukosa,

misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga

memberi gejala campuran, misalnya debu rumah yang memberi gejala asma bronkial dan

rinitis alergi.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1 atau reaksi

anafilaksis, tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau

reaksi tuberkulin. Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai dibidang

THT adalah tipe 1 yaitu rinitis alergi.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari , yaitu

 berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi:

1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4hari/minggu atau kurang

dari 4 minggu

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4

minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

1. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian,

 bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.

Manifestasi Klinis

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin yang berulang.

Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila

terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik 

yaitu proses membersihkan diri. Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari lima

kali setiap serangan, terutama merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang RAFL

sebagai akibat dilepaskannya histamin.

16

Page 17: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 17/24

 

Gejala lain adalah keluarnya ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung

tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata

keluar (lakrimasi).

Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang

keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang

diutarakan oleh pasien.

Gejala spesifik lain pada anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah

mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut

allergic shiner . Selain dari itu, sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung karena

gatal dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan

menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di

dorsumnasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease.

Diagnosis

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan :

• Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan

 pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja.• Pemeriksaan rinoskopi anterior 

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid

disertai adanya sekret encer yang banyak.

1. Pemeriksaan naso endoskopi

2. Pemeriksaan sitologi hidung

Walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan

 pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan

alergi inhalan. Jika basofil 5 sel/lap mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika

ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

• Hitung eosinofil dalam darah tepi

Dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total ( prist-paper 

radio immunosorbent test ) seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi

 pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderitaasma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi

17

Page 18: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 18/24

 

 pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih

 bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST ( Radio Immuno Sorbent Test )

atau ELISA ( Enzym Linked Immuno Sorbent Assay)

• Uji kulit

Untuk mencari alergen penyebab secara invivo. Jenisnya   skin end-point 

tetration/SET (uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri),  prick test (uji

cukit), scratch test (uji gores), challenge test (diet eliminasi dan provokasi) khusus untuk 

alergi makanan (ingestan alergen) dan  provocative neutralization test atau intracutaneus

 provocative food test (IPFT) untuk alergi makanan (ingestan alergen).

Tatalaksana

1. Hindari kontak dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Keduanya

merupakan terapi paling ideal. Eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan)

2. Simtomatis. Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, obat-obatan simpatomimetik,

kortikosteroid dan sodium kromoglikat.

3. Operatif. Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang

mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior 

menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

4. Imunoterapi. Imunoterapi atau hiposensitisasi digunakan ketika pengobatan

medikamentosa gagal mengontrol gejala atau menghasilkan efek samping yang tidak 

dapat dikompromi. Imunoterapi menekan pembentukan IgE. Imunoterapi juga

meningkatkan titer antibodi IgG spesifik. Jenisnya ada desensitisasi, hiposensitisasi &

netralisasi. Desensitisasi dan hiposensitisasi membentuk blocking antibody. Keduanya

untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain

 belum memuaskan. Netralisasi tidak membentuk  blocking antibody dan untuk alergi

inhalan.

Komplikasi

1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip

hidung.

2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

18

Page 19: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 19/24

 

3. Sinusitis paranasal.

4. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya

 pada anak-anak.

5. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma

 bronkial.

Prognosis

Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus

(khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem

imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen.

19

Page 20: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 20/24

 

BAB III

PEMBAHASAN

Imunoterapi untuk penyakit alergi disebut juga sebagai imunoterapi spesifik karena

metode ini memberikan ekstrak alergen yang sensitif pada penderita untuk merubah atau

menghilangkan gejala alergi. Prosesnya spesifik karena pengobatan ini ditujukan pada

alergen yang diketahui oleh penderita dan dokter sebagai penyebab gejala alergi.

Keputusan untuk melakukan imunoterapi diperlukan pemeriksaan yang teliti mengenai

keadaan penderita dan peran dari alergen.7

Imunoterapi pertamakali dikembangkan di St Mary Hospital London pada akhir abad ke

19. Prinsip dasarnya banyak ditulis oleh Noon dan Freeman yang masih dianut sampai

sekarang. Pada umumnya penderita menerima suntikan ekstrak alergen dimulai dengan

dosis yang sangat kecil dan dinaikkan berjenjang setiap minggu sampai dosis rumatan

tercapai. Dosis ini diberikan sampai 3-5 tahun.2

Pemberian dosis meningkat umumnya dilakukan tiap minggu, namun ada juga

yang memberikan dengan cara setiap hari dalam seminggu, dilanjutkan 1 minggu istirahat

kemudian disusul seminggu setiap hari. Cara ini disebut semi rush protocol. Ada juga yang

memberikan semua peningkatan dosis sampai rumatan dalam 1 hari. Cara ini disebut

sebagai rush protocol .2

Mekanisme Imunoterapi

Beberapa mekanisme imunoterapi telah dikemukakan untuk menerangkan

keberhasilan imunoterapi.7

1. Induksi pembentukan IgG (blocking antibody)

2. Penurunan produksi IgE

3. Penurunan pengerahan sel efektor 

4. Perubahan keseimbangan sitokin (pergeseran dari Th2 ke Th1)

5. Anergi sel T

6. Induksi terjadinya Sel T regulator 

Sampai saat ini imunoterapi dipercayai bekerja pada antibodi spesifik terhadap

alergen. IgE spesifik meningkat sementara pada awal pemberian imunoterpi, tetapi

menurun setelah dosis rumatan.2

20

Page 21: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 21/24

 

Reaksi cepat kulit menurun setelah imunoterapi tetapi sangat kecil perannya

ndalam perbaikan klinis. Dipihak lain, reaksi lambat pada uji kulit menurun secara nyata

setelah imunoterapi.4

Imunoterapi juga mengiduksi IgG spesifik terhadap alergen, berfungsi untuk 

meniadakan respons alergi walaupun terdapat korelasi lemah dengan perbaikan klinis. IgG

terutama meningkat berkorelasi dengan peningkatan dosis.

Imunoterapi Untuk Rinitis Alergika

Imunoterapi spesifik sangat efektif untuk Rinitis Alergika terutama jika

 penyebabnya terbatas. Seperti penggunaan untuk penyakit lain, sangat penting dilakukan

  pemilihan pasien yang tepat. Efektifitas imunoterapi terhadap Rinitis Alergika musiman

(Seasonal Allergic Rhinitis) terutama yang gagal dengan pengobatan konvensional, telah

 banyak dibuktikan pada beberapa penelitian.8

Data yang telah ada menunjukkan bahwa pemberian imunoterapi selama 3 tahun

  pada Rinitis Alergika cukup efektif memberi penyembuhan, dan kasiatnya masih

 bertahan sampai 6 tahun setelah imunoterapi dihentikan.8

Hal ini sangat kontras dengan pengobatan konvensional yang biasanya berhenti

kasiatnya begitu pengobatan dihentikan.

Kegunaan imunoterapi untuk rinitis alergi perrenial kurang memuaskan dibanding

rinitis alergika musiman. Hal ini mencerminkan lebih kompleksnya faktor penyebab

rinitis alergi perrenial. Selain alergi, ada penyebab lain yaitu instabilitas vasomotor,

infeksi, dan sensitifitas terhadap aspirin. Beberapa penelitian membuktikan adanya

 perbaikan toleransi terhadap paparan dengan bulu kucing, baik melalui uji provokasi

maupun klinis.5

Imunoterapi Bentuk Lain

Beberapa bentuk lain imunoterapi telah diteliti antara lain:

Imunoterapi lokal.

Imunoterapi lokal dengan dosis tinggi telah dipakai pada awal pertengahan abad

ke-20.

Pada tahun 1998 European Academy of Allergy and Clinical Immunology

mengevaluasi 31 publikasi mengenai lokal imunoterapi antara lain imunoterapi nasal,

sublingual, dan intrabronkial.32 Efek samping lebih sedikit pada prosedur ini dan efektif 

 pada rinitis alergika.721

Page 22: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 22/24

 

Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa imunoterapi sublingual dosis rendah

 juga efektif pada pengobatan asma pada anak.7

Pada penelitian ini dibuktikan tejadi perbaikan variabilitas PEFR dan penurunan

 penggunaan obat setelah imunoterapi sublingual selama 3 bulan.

Enzyme-Potentiated Desensitisation.

Pada prosedur ini dosis kecil allergen diberikan bersama enzim beta-

glucuronidase. Dosis alergen hanya 0.1% dari dosis subkutan, efek samping tidak pernah

dilaporkan. Enzim beta-glucuronidase menyebabkan alergen lebih mudah mencapai sistim

imun.dengan efisien dibanding tanpa enzim.

Desensitisasi Homeopathik.

Konsep homeopati adalah pemberian dosis kecil penyebab penyakit. Pengobatan

ini terbukti efektif pada pemberian dosis kecil pollen untuk penderita Hay Fever.4

Imunoterapi Masa Depan

Dengan kemajuan biologi molekuler, penyempurnaan imunoterapi mulai

dikembangkan.7

Teknologi baru imunoterapi :

1. Alergen rekombinan

2. Alergen hipo-alergenik  

3. Vaksin peptida Sel T

4. Imunostimulan Th1

5. Komplek alergen-imunostimulan

6. Anti IgE

 

22

Page 23: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 23/24

 

BAB IV

KESIMPULAN

Imunoterapi telah digunakan dalam penyakit alergi lebih dari satu abad. Pada

rinitis alergika yang gejalanya jelas dicetuskan oleh paparan alergen menunjukkan hasil

yang baik.

Mekanisme imunoterapi bertitik tangkap pada sel T dengan cara menurunkan

respons pembentukan IgE terhadap rangsangan allergen.

Jika digunakan pada pasien yang tepat, imunoterapi sangat efektif dan aman,

tetapi harus tetap memperhatikan adanya efek samping. Perlu seorang yang ahli dalam

memberikan imunoterapi dan siap dalam penanggulangan efek samping.

Masa depan imunoterapi termasuk pengembangan ekstrak yang terstandardisasi

lebih baik, dan penggunaan ekstrak rekombinan. Keduanya akan memberikan pola

keamanan yang lebih sempurna. Seiring dengan itu, saat ini sedang dikembangkan ekstrak 

alergen yang bersifat lebih mengarah modulator imun dengan tujuan pendekatan yang

lebih umum untuk penderita yang sensitif terhadap alergen multiple.

23

Page 24: Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi

5/12/2018 Referat - Immunoterapi Pd Rinitis Alergi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/referat-immunoterapi-pd-rinitis-alergi 24/24

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Adham, M. Dan Rozein, A. 2007. Rinitis Alergi, dalam  Buku AjarIlmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. Jakarta:

FKUI.

2. Freeman J. Vaccination against Hay fever: report of results during the first three

years. Lancet 1994;1:1178.

3. Adams, George L. 1997. Kelainan Alergi Pada Pasien THT, dalam  BIOES Buku

 Ajar Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta: EGC

4. Frew AJ. Immunotherapy of Allergic Disease. J Allergy Clin Immunol 2003, 111:

s712-9.

5. Bousquet J, Demoly P, et al. Specific immunotherapy in rhinitis and asthma.

Ann Allergy Asthma Immunol 2001; 87:38-42.

6. Horak F. Manfestation of allergic rhinitis in latent sensitised patients. A

 prospective study. Arch Otorhinolaryngol 1985;242:242-9.

7. Commity on the Safety of Medicine. CSM update: immunotherapy. Br Med J

1986;293:948.

8. Hamelmann E, Rolinck-Werninghaus C, et al. Is there a role for anti-IgE in

combination with specific allergen immunotherapy?. Curr Opin Allergy

Clin Immunol 2003;3:501-10.

24