Upload
ahmad-lani-andriana
View
50
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat ikterus
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikterus adalah perubahan warna menjadi kuning pada kulit, membran mukosa, dan
sclera yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah. Penyakit kuning
yang terjadi pada anak bisa disebabkan oleh hepatitis yang bisa merusak sel-sel hepar dan
akibat proses obstruksi pada sistem biliaris..1,3
Dibandingkan dengan masalah kesehatan lain pada anak, penyakit hepar merupakan
penyakit yang jarang terjadi. Tetapi kasus ini tidak bisa diabaikan begitu saja, karena jika
tidak dikenal dan didiagnosis lebih awal, maka penyakit hepar dapat menimbulkan suatu
kondisi yang lebih serius dikemudian hari sehingga dapat menyebabkan disabiliy pada
anak dan keluarganya.3
Lamanya gejala kuning yang muncul tidak selalu sebanding dengan kerusakan hepar
yang terjadi. Kadang anak dengan gejala kuning yang singkat, mungkin telah mengalami
masalah hepar yang lama dan sebaliknya. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mengetahui diagnosis anak dengan ikterik pada gangguan sistem hepatobilier, sehingga
penatalaksanaannya dapat dilakukan secara cepat dan tepat.3
1.2 Batasan Masalah
Dalam referat ini membahas tentang diagnosis dan penatalaksanaan anak dengan
ikterik pada gangguan sistem hepatobilier.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui diagnosis
dan penatalaksanaan anak dengan ikterik pada gangguan sistem hepatobilier.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang diambil dari beberapa
literatur.
1
1.5 Manfaat Penulisan
Melalui penulisan referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang diagnosis dan penatalaksanaan anak dengan ikterik pada
gangguan sistem hepatobilier.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah jaundice berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti “kuning” atau ikterus dari
bahasa yunani icteros menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran
mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Ikterus atau
jaundice menandakan adanya peningkatan produksi bilirubin atau eliminasi bilirubin dari
tubuh yang tidak efektif.1,2
Ikterus menjadi tampak secara klinis pada anak-anak dan orang dewasa jika kadar
bilirubin dalam serum mencapai 2-3mg/dl. Pada neonatus kadar yang lebih tinggi mungkin
ditemukan tanpa bukti ikterus. Ikterus mungkin disertai dengan kencing warna gelap atau
tinja akholik (warna terang).4
2.2 Epidemiologi
Hepatitis virus A, B, C dijumpai hampir diseluruh dunia secara endemis, epidemis maupun
sporadis. Asia tenggara adalah salah satu daerah endemis. Insiden penyakit ini terutama
ditemukan di negara berkembang dengan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan yang
masih buruk termasuk Indonesia. Hepatitis virus A menempati proporsi terbanyak dari
hepatitis akut pada anak yang dirawat (sampai 55%), maupun yang berobat jalan (data
Divisi Gastro-Hepatologi IKA /RSCM). Hepatitis virus B paling sedikit telah menginfeksi
secara kronis 150 juta orang dengan angka kematian sebanyak 250.000/tahun. Pada anak
yang terinfeksi Hepatitis C vieus umumnya akibat transfusi darah yang terkontaminasi
virus hepatitis C. 1,3,6
Secara umum insiden kolestasis ± 1:2.500 kelahiran hidup. Kejadian kista
koledokus jarang di negara barat dengan frekuensi 1:100.000-150.000 per kelahiran hidup
atau 1:2.000.000 per kelahiran hidup. Insiden sering di Asia, ± 30-50% kasus dilaporkan di
Jepang dengan frekuensi 1:1.000 populasi.7,8
Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Di Amerika serikat,
prevalensi kolelitiasis pada anak dilaporkan hanya 0,15-0,22%. Ratio laki-laki dan
perempuan adalah 2,3 : 1. Median umur untuk anak laki-laki adalah 5 tahun (3 bulan- 14
tahun) dan median untuk anak perempuan adalah 9 tahun ( 7 bulan – 15 tahun). Semua
ukuran batu kurang dari 5 mm dan 56 % merupakan batu yang soliter.16
3
2.3 Anatomi
1. Hepar
Hepar terdiri dari dua lobus besar, yaitu lobus kanan dan kiri, yang mengisi kavitas
abdominis bagian kanan atas dan tengah, tepat di bawah diafragma. Sel-sel hepar
memiliki banyak fungsi, salah satunya fungsi pencernaan yaitu menghasilkan empedu.
Empedu memasuki duktus koledokus minor yang disebut kanalikuli empedu pada sel-
sel hepar, yang kemudian akan bergabung menjadi saluran yang lebih besar dan
akhirnya bersatu membentuk duktus hepatikus, yang akan membawa empedu keluar
dari hepar. Duktus hepatikus akan bersatu dengan duktus sistikus biliaris untuk
membentuk duktus koledokus komunis, yang akan membawa empedu kedalam
duodenum.13
Empedu sebagian besar tersusun atas air dan memiliki fungsi ekskretorik, yaitu
membawa bilirubin dan kelebihan kolesterol ke dalam usus untuk dikeluarkan bersama
feses. Fungsi pencernaan empedu dilakukan oleh garam empedu, yang akan
mengemulsikan lemak di dalam intestinum tenue. Emulsifikasi berarti pemecahan
lemak yang berukuran besar menjadi molekul yang berukuran kecil. Proses ini bersifat
mekanik, bukan kimiawi. Produksi empedu dirangsang oleh hormon sekretin yang
diproduksi oleh duodenum ketika makanan memasuki intestinum tenue.13
Gambar 1. Anatomi hepar7
4
2. Kandung Empedu
Vesika biliaris atau kandung empedu adalah suatu kantong dengan panjang sekitar 7,5
– 10 cm, yang terletak pada permukaan bawah lobus kanan hepar. Empedu di dalam
duktus hepatikus, hepar akan mengalir melalui duktus sistikus ke dalam vesika biliaris,
yang akan menampung empedu sampai ia dibutuhkan kedalam usus halus. Kandung
empedu juga akan meningkatkan konsentrasi empedu dengan mengabsorbsi air. Ketika
makanan yang mengandung lemak memasuki duodenum mukosa duodenum akan
mensekresikan hormon kolesistokinin. Hormon ini akan merangsang kontraksi otot
polos pada dinding vesika biliaris, yang akan mendorong empedu memasuki duktus
sistikus, lalu kedalam duktus koledokus komunis dan berlanjut kedalam duodenum.13
Gambar 2. Anatomi Kandung Empedu14
2.4 Fisiologi
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
1. Produksi
Bilirubin adalah produk akhir metabolisme protoporfirin besi atau heme, yang
sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim sitokrom,
katalase dan heme bebas), mioglobin otot serta eritropoesis yang tidak efektif di
sumsum tulang. Sekitar 80-85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam
sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari 5
dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250-350 mg bilirubin. Pemecahan
heme menghasilkan biliverdin yang akan diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi.
Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak dan tidak larut dalam air, sehingga tidak
dapat diekskresi dalam empedu atau urin.9,10
2. Transportasi
Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut air,
kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Setiap molekul albumin mampu
mengikat satu molekul bilirubin. Artinya pada kadar bilirubin serum normal, semua
bilirubin yang dibawa ke dalam hati berikatan dengan albumin, dengan sejumlah kecil
bilirubin bebas yang berdifusi ke jaringan lain. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua
protein hati yaitu yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z.9,10
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin indirek dikonjugasi oleh enzim glukoronil transferase dalam
retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut
dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urin.dalam air. Didalam hati kira-
kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk (terkonjugasi atau bilirubin
II).9
4. Ekskresi
Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transport bilirubin
terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif.
Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu, kecuali setelah proses
fotooksidasi atau fotoisomerisasi. Bakteri usus mereduksi bilirubin II menjadi
serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini
menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10-20% urobilinogen mengalami siklus
enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urin.9
6
Gambar 3. Fisiologi Metabolisme Bilirubin15
2.5 Etiologi
Ikterus pada anak menggambarkan akumulasi bilirubin tidak terkonjugasi atau
terkonjugasi. Peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi bisa menunjukan peningkatan
produksi, hemolisis, penurunan pembuangan dalam hati atau perubahan metabolisme
bilirubin. Akumulasi bermakna bilirubin terkonjugasi (>20% total) menggambarkan
penurunan ekskresi oleh karena kerusakan sel parenkim hepar atau penyakit saluran
biliaris, yang dapat disebabkan oleh sepsis, penyakit endokrin atau metabolik, radang hati,
atau obstruksi.4
Beberapa penyakit yang sering menyebabkan ikterus pada anak adalah :
1. Hepatitis
Pada kasus hepatitis, terjadinya ikterus disebabkan karena konjugasi dan ekskresi
bilirubin tidak adekuat akibat kerusakan struktur hepar yang mengalami infeksi.
Selain itu, kerusakan sel hepar yang terjadi dapat menurunkan produksi albumin
sehingga proses transportasi bilirubin indirek ke hepar terganggu.6,18
Hepatitis A
7
Infeksi HAV ditularkan melalui fekal-oral. Replikasi virus terjadi di hati yang
menyebabkan kerusakan hati. Seluruh hati memperlihatkan gambaran nekrosis
dan paling banyak berada di daerah centrilobular, serta terjadi peningkatan
jumlah sel di daerah portal. Masa inkubasi 30 hari. Kelenjar getah bening
regional dan limpa dapat membesar. Pada anak yang terinfeksi biasanya
asimptomatis sebanyak 60-90% pada anakberusia kurang dari 6 tahun50-60%
pada usia 6-14 tahun dan 20-30% pada anak lebih dari 14 tahun.1,6
Hepatitis B
Virus Hepatitis B (HBV) adalah virus DNA yang menyebabkan penyeakit hati
akut dan kronik di seluruh dunia. HBV ditularkan melalui:
- Transmisi perinatal dari ibu yang karier
- Transfusi darah, jarum suntik, atau gigitan serangga
- Penularan melalui lingkungan sekitar 12
Anak-anak dengan HBV bisa asimptomatis atau menunjukkan gejala klasik dari
hepatitis akut. Kebanyakan bisa sembuh sendiri, tetapi 1-2% bisa menyebabkan
gagal hepar fulminan, sementara 5-10% menjadi karier. Diagnosis dapat dibuat
apabila terdeteksi antigen dan antibody HBV. Pada infeksi akut bisa didapatkan
antibody IgM positif terhadap antigen inti (anti-HBc) 12
Hepatitis C
Virus hepatitis C (HCV) adalah virus RNA. Pada 90% kasus terjadi hepatitis
post-transfusi akibat virus ini. Anak-anak yang menerima transfusi darah
mempunyai risiko mendapatkan Hepatitis C terutama pada pasien
hemoglobinopati atau hemofili. Transmisi vertical dari ibu yang terinfeksi
jarang, kecuali terdapat infeksi penyerta seperti HIV. 12
2. Kolelitiasis
Adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu.
Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu,
kalsium,asam lemak dan matriks inorganik. Lebih dari 70% kasus pada anak-anak
adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi
yang tidak diketahui. Dinegara-negara barat, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari
80%.9,16
8
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier
dan obstructive jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik
bilier yang ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit
sampai 5 jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke
punggung. Tekanan pada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk melawan
obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau epigastrium biasanya
dalam keadaan tegang.16
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis berupa gejala klinis yang
dikeluhkan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diantaranya laboratorium
darah serta pemeriksaan radiologi terutama USG.16
Gambar 4. Kolelitiasis21
3. Kista koledukus
Kista koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus empedu yang dapat
menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier. Kista silinder dan bulat
dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling sering. Sekitar 75% kasus muncul
selama masa anak-anak. Pada anak yang lebih dewasa, Trias klasik Couvisier dari
kista koledokus adalah ikterus, massa pada kuadran kanan atas dan nyeri abdomen
secara periodik terjadi pada kurang dari 33% pasien. Selain itu disertai dengan feses
akolik,urine seperti teh, massa kuadran kanan atas abdomen, kadang hepatomegali,
kolik intermiten, mual muntah dan demam.
Diagnosis ditegakkan dengan ultrasonografi sebagai alat pilihan. Magnetic
Resonance Cholangiography berguna untuk penilaian preoperatif anatomi kista 9
koledukus. Banyak kista dapat diraba pada pemerikasaan abdomen atau pelvi
sebagai massa yang rata, lunak atau padat di tempat organ asalnya.20
2.6 Patogenesis
Empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan Ikterus :
a. Pembentukan bilirubin berlebihan
Penyakit hemolitik atau peningkatan laju dekstruksi eritrosit merupakan penyebab
tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering
disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung
normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugsi melampaui kemampuan hati. Hal ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Meskipun
demikian, pada penderita hemolitik berat kadar bilirubin serum jarang melebihi 5
mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta berwarna kuning pucat. Bilirubin
tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat dieksresikan dalam urin
dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan
urobilinogen akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan
konjugasi serta ekskresi yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam
feses dan urine. Urine dan feses berwarna lebih gelap.9
b. Gangguan ambilan bilirubin
Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat albumin oleh sel hati dilakukan dengan
memisahkan dan mengikat bilirubin terhadap protein penerima. Pada beberapa kasus
ikterus dapat disebabkan oleh defesiensi protein penerima dan gangguan ambilan oleh
hati. Namun sebagian kasus ditemukan adanya defesiensi glukoronil transferase
sehingga kedaan ini dianggap sebagai defek konjugasi bilirubin.9
c. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia dapat juga disebabkan oleh imaturitas enzim glukoronil
transferase. Tiga gangguan herediter yang menyebabkan defesiensi progresif enzim
glukoronil transferase adalah sindrom Gilbert dan sindrom Crigler – Najjar tipe I dan
tipe II.9
d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi
Gangguaan ekskresi bilirubin baik yang disebabkan oleh faktor fungsional maupun
obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat dieksresikan dalam urine dan
10
menimbulkan bilirubinuria serta urine yang gelap. Urobilinogen feses dan
urobilinogen urine sering menurun sehinga feses terlihat pucat. Kadar garam empedu
yang meningkat dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus akibat
hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan akibat
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar orange, kuning muda
atau tua, sampai kuning kehijauan bila terjadi obstruksi total aliran empedu.9
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis harus meliputi riwayat kelahiran dan perinatal, riwayat penyakit dahulu,
riwayat keluarga, obat-obatan, diet, dan aktivitas sosial. Usia penderita dan perjalanan
penyakit memberikan arahan penting mengenai penyebab ikterus. Beberapa keadaan
kholestasis muncul pada awal kehidupan, misalnya atresia bilier dan penyakit
metabolik bawaan. 1
Umumnya penderita mengeluh mata dan badan menjadi kuning, kencing
berwarna pekat seperti air teh, badan terasa gatal (pruritus), disertai atau tanpa
kenaikan suhu badan, disertai atau tanpa kolik di perut kanan atas. Kadang-kadang
feses berwarna keputih-putihan seperti dempul.11
Pada hepatitis gejala awal muncul secara mendadak seperti demam, mual,
muntah, tidak mau makan, dan nyeri perut. Ikterus dapat tidak kentara pada anak kecil
muda sehingga hanya dapat terdeteksi dengan uji laboratorium. Bila terjadi, ikterus dan
urin berwarna gelap biasanya terjadi setelah gejala-gejala sistemik. Selain itu juga bisa
didapatkan ada riwayat ikterus pada keluarga, teman sekolah, teman bermain, atau jika
anak atau keluarga telah berwisata ke daerah endemik.4,10
Bila ikterus disebabkan obstruksi seperti kista koleidokus atau kolelitiasis,
penderita mengalami kolik hebat secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Keluhan nyeri
perut di kanan atas dan menusuk ke belakang. Penderita tampak gelisah dan kemudian
ada ikterus disertai pruritus. Riwayat ikterus biasanya berulang. Riwayat mual ada,
perut kembung, gangguan nafsu makan disertai diare. Warna feses seperti dempul dan
urine pekat seperti air teh.11
2. Pemeriksaan fisik
11
Ikterus dapat dilihat pada sklera atau kulit. Klinikus harus mencatat apakah penderita
tampak sehat atau sakit, atau apakah penderita tampak iritabel atau lemah. Hal ini akan
memberi indikasi apakah terdapat ensefalopati, infeksi atau penyakit metabolik.
Dismorfisme sangat berharga untuk mencari penyebab kolestasis. Popok bisa diperiksa
untuk melihat adanya tinja dempul dan urine gelap.11
Pada penderita hepatitis, minggu pertama fase ikterik kuning akan terus
meningkat kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Penderita juga
mengeluh sakit di perut bagian kanan atas, mual, kadang-kadang muntah dan nafsu
makan tetap menurun, urine akan berwarna seperti teh pekat, kadang-kadang tinjanya
berwarna pucat.10
Pada obstruksi saluran empedu didapatkan penderita tampak gelisah, nyeri tekan
perut kanan atas, kadang-kadang disertai defans muscular dan “Murphy Sign” positif,
hepatomegali dengan atau tanpa terabanya kandung empedu. Karena adanya
bendungan, maka menyebabkan pengeluaran bilirubin ke saluran pencernaan
berkurang, sehingga tinja akan berwarna putih seperti dempul karena tidak
mengandung sterkobilin. Akibat penimbunan bilirubin direk, kulit dan sklera akan
berwarna kuning kehijauan.11
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes fungsi hati
1. Ekskresi empedu
Bilirubin serum direk (terkonjugasi), meningkat bila terjadi gangguan
ekskresi bilirubin terkonjugasi. Nilai normalnya 0,1-0,3 mg/dl
Bilirubin serum indirek (tidak terkonjugasi), meningkat pada keadaan
hemolitik. Nilai normalnya 0,2-0,7 mg/dl.
Bilirubin serum total, meningkat pada penyakit hepatoseluler. Nilai
normalnya 0,3-1,0 mg/dl.9
2. Protein
Albumin merupakan protein utama serum yang hanya disintesis di retikulum
endoplasma hepatosit. Fungsi utamanya adalah untuk mempertahankan tekanan
koloid osmotik intravaskuler dan sebagai pembawa berbagai komponen dalam
serum, termasuk bilirubin, ion-ion inorganik (contohnya kalsium), serta obat-
12
obatan. Penurunan kadar albumin serum dapat disebabkan karena penurunan
produksi akibat penyakit parenkim hati. Nilai normalnya 3,2-5,5 g/dl. 9,19
3. Enzim serum
Aspartate aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloasetic
Transaminase (SGOT), Alanine aminotransferase (ALT) atau Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Lactic Dehydrogenase (LDH)
adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan
skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak. Apabila ada kerusakan pada
jaringan-jaringan tersebut maka akan terjadi kenaikan kadar enzim ini dalam
serum. Nilai normal SGOT 5-35 unit/ml dan SGPT 5-35 unit/ml.9,19
Alkaline Phosphatase
Alkaline phosphatase dibentuk dalam tulang, hati, ginjal, usus halus, dan
disekresikan ke dalam empedu. Kadarnya meningkat pada obstruksi biliaris,
penyakit tulang, dan metastasis hati. Nilai normalnya 30-120 IU/L atau 2-4
unit/dl. 9,19
Gamma-glutamyltransferase (GGT)
GGT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada saluran empedu dan
hepatosit hati. Aktivitasnya dapat ditemukan pada pankreas, lien, otak,
mammae, dan usus dengan kadar tertinggi pada tubulus renal. GGT
merupakan indikator yang paling sensitif untuk mendeteksi adanya penyakit
hepatobilier. Kadar GGT tertinggi ditemukan pada obstruksi hepatobilier.
Peningkatan kadar GGT pada kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik
bervariasi dan tidak dapat digunakan untuk membedakan di antara
keduanya.19
b. Pencitraan
Ultrasonografi (USG)
USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi. Yang perlu
diperhatikan adalah :
- Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung
empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2 – 3 x 6 cm, dengan
ketebalan sekitar 3 mm. Bila ditemukan dilatasi duktus koledokus dan
saluran empedu intrahepatal disertai pembesaran kandung empedu
menunjukan ikterus obstrusi ekstrahepatal bagian distal. Sedangkan bila
13
hanya ditemukan pelebaran saluran empedu intrahepatal saja tanpa disertai
pembesaran kandung empedu menunjukkan ikterus obstruksi ekstrahepatal
bagian proksimal artinya kelainan tersebut di bagian proksimal duktus
sistikus.
- Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi
disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada
perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu.
- Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti
menunjukan adanya ikterus obstruksi intra hepatal.11
Computed Tomography (CT) Scan
CT Scan dilakukan untuk melihat adanya dilatasi duktus intrahepatik yang
disebabkan oleh oklusi ekstrahepatik dan duktus koledokus akibat kolelitiasis.
CT scan menyediakan evaluasi yang baik dari seluruh saluran empedu karena
dapat menentukan anatomi lebih baik daripada ultrasonografi. CT scan mungkin
modalitas pencitraan awal dalam beberapa kasus.17
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI menghasilkan gambar yang sebanding dengan kualitas CT scan tanpa
paparan pasien terhadap radiasi pengion. Setelah pemberian agen kontras yang
cocok, pencitraan dari saluran empedu bisa lebih terperinci.17
Endoskopi retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP berguna dalam kasus dimana obstruksi bilier diduga kuat. Ini adalah
investigasi pilihan untuk mendeteksi dan mengobati batu saluran empedu umum
dan juga berguna untuk membuat diagnosis kanker pankreas. Kondisi lain yang
mungkin berguna ERCP termasuk primary sclerosing cholangitis dan adanya
kista koledukus.17
c. Biopsy hati
Banyak penderia membutuhkan biopsy hati untuk menegakkan diagnosis pasti.
Biopsy dapat dilakukan perkutan, dengan atau tanpa arahan ultrasonografi atau
melalui pembedahan. Selain untuk pemeriksaan histopatologi untuk melihat
gambaran spesifik, specimen biopsy hati dapat digunakan untuk pemeriksaan secara
kuantitatif kandungan besi dan tembaga.17
14
Penatalaksanaan terhadap anak dengan ikterus pada gangguan sistem hepatobilier
tergantung dari penyebabnya.
a. Ikterus Intrahepatik yang disebabkan oleh hepatitis
Tidak ada pengobatan antivirus spesifik untuk HAV. Infeksi akut dapat dicegah dengna
pemberian immunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi atau menggunakan
vaksin. Penderita hepatitis A biasanya dirawat jalan, tetapi 13% penderita memerlukan
rawat inap dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi dengan kesulitan masukan per oral,
kadar SGOT-SGPT > 10 kali nilai normal, koagulopati, dan ensefalopati.10
b. Ikterus Obstruktif yang disebabkan oleh kista koledukus dan kolelitiasis
Penatalaksanaan non-bedah
- Terapi suportif dan diet
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya
mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala
gastrointestinal ringan Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang
akut biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak.
- Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk)
telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil
dan terutama tersusun dari kolesterol.. Mekanisme kerjanya adalah menghambat
sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah
empedu. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung
empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24
jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu
yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan
iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu
kandung empedu.16
Penatalaksanaan bedah
Sampai saat ini pembedahan masih merupakan baku emas dalam penanganan
kolelitiasis. Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan
untuk menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila
penyebabnya adalah batu di kandung empedu dilakukan kolesistektomi yaitu
mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Bila ditemukan dilatasi duktus
koledokus lebih dari 5 mm dilakukan eksplorasi duktus koledokus. Semua batu
16
dibuang sebersih mungkin. Usaha selanjutnya ialah mencegah batu rekuren dengan
menghilangkan sumber pembentuk batu antara lain dengan cara diet rendah
kolesterol, menghindari penggunaan obat-obatan yang meningkatkan kolesterol,
mencegah infeksi saluran empedu. Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus
koledokus, dapat dilakukan sfingterotomi / papilotomi untuk mengeluarkan
batunya.11
c. Terapi nutrisi
Pada pasien ikterus bisa terjadi malnutrisi yaitu malnutrisi protein, malabsorpsi lemak,
anoreksia dan defisiensi vitamin larut lemak. Terapi yang diberikan adalah diet TKTP
dengan penambahan 50% kalori dari biasanya. Sebagian besar anak membutuhkan
NGT atau nutrisi parenteral.
2.9 Prognosis
Prognosis ikterus pada anak karena gangguan system hepatobilier tergantung penyakit
dasarnya.
Pada kolelitiasis prognosisnya adalah baik. Jeda waktu antara deteksi batu pada pasien
asimtomatik dan pengembangan gejala ini diperkirakan terjadi lebih dari 10 tahun.16
Pada kista koledukus prognosis setelah eksisi biasanya sangat baik. Pasien perlu
tindak lanjut seumur hidup karena peningkatan resiko kolangiokarsinoma, bahkan
setelah eksisi komplit kista.8
Hepatitis A prognosisnya sangat baik. Pada kebanyakan pasien, infeksi HAV adalah
self-limited, dan bisa sembuh sempurna. Bahkan, banyak kasus tidak menunjukkan
gejala. Kecuali dalam pengaturan hepatitis fulminan, gejala sisa jarang terjadi.
Hepatitis fulminan akibat HAV jarang dan memiliki tingkat mortalitaskira-kira 0,4%.
Infeksi HAV yang kambuh terjadi pada sekitar 10% dari pasien kira-kira1-4 bulan
setelah episode awal dan akhirnya dapat sembuh sepenuhnya. 6
Hepatitis B akut 90% memiliki kemungkinan yang baik dan bisa sembuh sempurna.
Meskipun tingkat mortalitas untuk kebanyakan kasus hepatitis B rendah, pasien yang
dirawat di rumah sakit dengan hepatitis B akut memiliki tingkat mortalitas 1%.12
Pada Hepatitis C lebih dari 80% dari individu yang terinfeksi akut akan mengalami
hepatitis kronis. Kebanyakan pasien yang terinfeksi kronis dengan virus hepatitis C
tetap asimtomatik dan tidak memiliki penyakit hepar yang signifikan. 12
17
Hepatitis kronis yang aktif, yang dapat dilihat pada hepatitis B virus (HBV) atau virus
hepatitis C (HCV), tidak terjadi pada infeksi HAV. Kondisi carrier kronis tidak
terlihat dengan infeksi HAV. 6
2.10 Komplikasi
1. Pruritus
Pruritus merupakan morbiditas yang penting dan sering terjadi baik pada kolestasis
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Daerah predileksinya meliputi seluruh bagian tubuh
dengan daerah telapak tangan dan kaki, permukaan ekstensor ekstremitas, wajah,
telinga, dan trunkus superior memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi. Mekanisme
terjadinya pruritus masih belum diketahui secara pasti. Deposit garam empedu di kulit
diketahui memiliki efek pruritogenik secara langsung. Namun sudah dibuktikan bahwa
teori ini tidak benar. Sebagai tambahan, hiperbilirubinemia indirek tidak dapat
menyebabkan pruritus.19
Teori lain menyatakan bahwa pruritus pada kolestasis disebabkan karena
konsentrasi garam empedu yang tinggi di hati menyebabkan kerusakan hati sehingga
terjadi pelepasan substansi yang bersifat pruritogenik (misalnya histamine).19
2. Hiperlipidemia dan Xantoma
Hiperlipidemia dan xantoma merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kolestasis
intrahepatik. Pada kolestasis terjadi gangguan aliran empedu yang akan menyebabkan
meningkatnya kadar lipidoprotein di sirkulasi sehingga terjadi hiperkolesterolemia
(kolesterol serum mencapai 1000-2000 mg/dl). Hal ini menyebabkan akan
terdepositnya kolesterol di kulit, membrane mukosa, dan arteri. Risiko atherosclerosis
pada anak dengan kolestasis kronis tidak diketahui.19
3. Sirosis dan Gagal Hati
Sirosis dan gagal hati dapat terjadi pada pasien yang mengalami keterlambatan
diagnosis sehingga fungsi hati sudah tidak dapat dipertahankan lagi.19
BAB III
KESIMPULAN
18
Ikterus pada anak adalah suatu manifestasi klinis penting untuk mendiagnosis
penyakit-penyakit prehepatik, hepatik dan post hepatik yang bisa berakibat fatal. Untuk
itu diagnosa dan penatalaksaan sangat membantu dalam menentukan prognosis.
Penegakkan diagnosa,terdiri dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yaitu laboratorium sederhana dan lengkap serta pemeriksaan canggih
lainnya. Dari anamnesa ditanyakan riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses,
riwayat transfusi dan riwayat obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik, pada perabaan hati,
kandung empedu, limpa bisa ditemukan tanda-tanda pembesaran. Pada pemeriksaan
fisik juga dicari bekas-bekas garukan di kulit karena pruritus. Pada pemeriksaan
laboratorium dilakukan pada semua anak yang ikterus. Tes laboratoriumnya seperti tes
serum bilirubin direk dan indirek, protein serum, dan enzim serum. Hiperbilirubinemia
tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan produksi bilirubin dan menurunnya
ambilan dan konjugasi hepatosit.
Pemeriksaan faal hati seperti SGPT, SGOT, albumin, dan gama-
glutamiltransferase dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh
gangguan pada sel-sel hati atau adanya hambatan pada saluran empedu. Pemeriksaan
feses yang menunjukan adanya perubahan warna menjadi dempul. Pada pemeriksaan
penunjang biasanya dilakukan ultrasonografi (USG), CT-scan, ERCP (endoscopic
retrograde cholangio pancreatography), PTC (percutaneus transhepatic
cholangiography), dan biopsy hati.
Penatalaksanaan anak dengan ikterik tergantung kepada penyakit dasarnya, bisa
berupa terapi farmakologi, operatif, maupun suportif. Penanganan yang cermat dan
tepat akan memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu kita dituntut untuk lebih
cermat dalam memahami patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana anak dengan ikterus
sehingga dapat melakukan penanganan yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI / RSCM. 2007. Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Jakarta: FKUI.
2. Callahan JM. 2005. Ikterus dalam Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC. Hal 461-
472.
3. Forbes D. 2008. Liver Diseases in Childhood in Practical Paediatrics 6th edition.
Melbourne, Australia: Churchill Livingstone Elsevier. Hal. 751-758.
4. Balistreri WF. 2000. Manifestasi Penyakit Hati dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Vol. 2. Jakarta: EGC. Hal. 1386-1387.
5. Neonatal Jaundice. Best Medical Journal Group. Diakses melalui
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/672/basics/epidemiology.html.
Diakses pada tanggal 13 Oktober 2011.
6. Bennet NJ. 2011. Pediatric Hepatits A. Medscape Reference. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/964575. Diakses pada tanggal 13 Oktober
2011.
7. Netter FH. 2006. Atlas of Human Anatomy 4th Edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier.
8. Sawyer, Michael AJ. 2009. Choledochal Cysts. Medscape Reference. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/172099. Diakses pada tanggal 13 Oktober
2011.
9. Lindseth GA. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Hal. 481-485.
10. Martiza, Iesje. 2011. Ikterus dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hal. 263-284.
11. Ikterus Obstruksi. Diakses melalui http://ilmubedah.info/ikterus-obstruksi-diagnosis-
penatalaksanaan-20110204.html. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2011.
12. Lissauer, Tom. 2009. Liver Disorders in Illustrated Textbook of Paediatrics 3rd
edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. Hal. 337-345.
13. Scanlon VC. 2007. Buku Ajar Anatomi & Fisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC. Hal.350-
353.
14. Na-en bijscholing apothekers. 2011. Hepatitis Heelzucht. Diakses melalui
http://www.prd-online.com/user/coursedat/c43/Marmed/Geelzucht.php. Diakses pada
tanggal 14 Oktober 2011.
15. Hemoglobin Metabolism. Diakses melalui
20
http://jaundicesymptoms.org/hemoglobinmetabolism pada tanggal 14 Oktober 2011.
16. Gustawan, dkk. 2007 Kolelitiasis pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar. Diakses melalui
http://indonesia.digitaljournal.org/index.php/idnmed/article/download543/661.
Diakses pada tanggal 13 Oktober 2011.
17. Weisiger RA, dkk. 2009. Hyperbilirubinemia, Conjugated. Diakses melalui
http://emedicine.medscpae.com/article/178757. Diakses pada tanggal 13 Oktober
2011.
18. Robbins. 2007. Basic Pathology 8th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier. Hal 637-
639.
19. Kadim, Muzal, dkk. 2008. Kolestasis. Jakarta: UKK Gastro-Hepatologi IDAI.
20. Suchy FJ. 2007.Cystic Disease of the Biliary Tract and Liver in Nelson Textbook of
Pediatrics 18th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.
21. www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/17038.htm . Diakses pada tanggal 14
Oktober 2011.
21