29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur kesehatan, yang dalam penjelasannya disebutkan bahwa kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain (Kaplan, 2010). Menurut DSM-IV gangguan jiwa merupakan suatu sindrom atau pola perilaku atau psikologis yang secara klinis bermakna yang terjadi pada seseorang individu dan yang disertai dengan adanya penderitaan (misalnya, suatu gejala yang menyakitkan) atau kecacatan (misalnya, gangguan satu atau lebih bidang fungsi yang penting) atau dengan peningkatan risiko yang signifikan untuk mengalami kematian, kesakitan, kecacatan atau kehilangan kebebasan secara penting. Di samping 1

Referat IKJ

Embed Size (px)

DESCRIPTION

faktor penyebab gangguan jiwa

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur kesehatan, yang dalam penjelasannya disebutkan bahwa kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain (Kaplan, 2010).Menurut DSM-IV gangguan jiwa merupakan suatu sindrom atau pola perilaku atau psikologis yang secara klinis bermakna yang terjadi pada seseorang individu dan yang disertai dengan adanya penderitaan (misalnya, suatu gejala yang menyakitkan) atau kecacatan (misalnya, gangguan satu atau lebih bidang fungsi yang penting) atau dengan peningkatan risiko yang signifikan untuk mengalami kematian, kesakitan, kecacatan atau kehilangan kebebasan secara penting. Di samping itu, sindrom atau pola ini tidak boleh semata mata merupakan respons yang dapat diperkirakan atau yang diterima secara kultural terhadap peristiwa tertentu, sebagai contoh, kematian orang yang dicintai. Apabila hal ini adalah penyebab asalnya, maka sekarang harus dianggap sebagai manifestasi dari disfungsi perilaku, psikologis, atau biologis pada diri individu (Kaplan, 2010).Prevalensi psikosis tertinggi di DI Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7), sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat (0,7). Prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar 1,7 per mil (Depkes, 2013). Biarpun gejala utama atau gejala yang menonjol terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), di psikologi (psikogenik) ataupun kultural (tekanan kebudayaan) dan spiritual (tekanan keagamaan). Mungkin dari salah satu unsur ada satu penyebab yang menonjol, namun biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, tetapi beberapa penyebab dari badan, jiwa dan lingkungan serta kultural-spiritual sekaligus timbul atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbul gangguan badan atau jiwa (Maramis, 2009).

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.Menurut PPDGJ-II yang merujuk ke DSM-III, gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dari segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak semata mata terletak di dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat (Maslim, 2001).Menurut DSM-IV, gangguan jiwa merupakan suatu sindrom atau pola perilaku atau psikologis yang secara klinis bermakna yang terjadi pada seseorang individu dan yang disertai dengan adanya penderitaan (misalnya, suatu gejala yang menyakitkan) atau kecacatan (misalnya, gangguan satu atau lebih bidang fungsi yang penting) atau dengan peningkatan risiko yang signifikan untuk mengalami kematian, kesakitan, kecacatan atau kehilangan kebebasan secara penting. Di samping itu, sindrom atau pola ini tidak boleh semata mata merupakan respons yang dapat diperkirakan atau yang diterima secara kultural terhadap peristiwa tertentu, sebagai contoh, kematian orang yang dicintai. Apabila hal ini adalah penyebab asalnya, maka sekarang harus dianggap sebagai manifestasi dari disfungsi perilaku, psikologis, atau biologis pada diri individu (Kaplan, 2010).Konsep disability dari The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders adalah gangguan kinerja (performance) dalam peran social dan pekerjaan tidak digunakan sebagai komponen esensial untuk diagnosis gangguan jiwa, oleh karena hal ini berkaitan dengan variasi sosial budaya yang sangat luas. Disability juga dapat diartikan sebagai keterbatasan atau kekurangan kemampuan untuk melaksanakan suatu aktivitas pada tingkat personal, yaitu melakukan kegiatan hidup sehari hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil) (Maslim, 2001).Dari konsep tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa di dalam konsep gangguan jiwa, didapatkan butir butir :1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:a. Sindrom atau pola perilakub. Sindrom atau pola psikologik2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), antara lain dapat berupa rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ tubuh.3. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas dalam aktivitas kehidupan sehari hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll).(Maslim, 2001)Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia (Depkes, 2013).

Gangguan jiwa terbagi menjadi 2 tipe, yaitu :1. PsikosisPsikosis adalah hilangnya tes realitas dan gangguan pada fungsi mental yang dimanifestasikan oleh waham, halusinasi, konfusi dan gangguan ingatan. Dalam DSM-IV, gangguan psikotik adalah gangguan perkembangan pervasive, skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan skizoafektif, gangguan delusional, gangguan psikotik singkat, gangguan psikotik bersama, gangguan psikotik karena kondisi medis umum, gangguan psikotik akibat zat dan gangguan psikotik yang tidak ditentukan. Di samping itu, beberapa gangguan mood yang berat mempunyai ciri psikotik (Kaplan, 2010).

2. NeurosisNeurosis adalah suatu gangguan psikotik yang kronis atau rekuren yang ditandai terutama oleh kecemasan, yang dialami atau diekspresikan secara langsung atau diubah melalui mekanisme pertahanan. Dalam DSM-IV tidak ada kelas diagnostik keseluruhan yang disebut neurosis, tetapi banyak klinisi menganggap kategori diagnostik berikut ini sebagai neurosis:1. Gangguan kecemasan2. Gangguan somatoform3. Gangguan disosiatif4. Gangguan seksual5. Gangguan distimik(Kaplan, 2010)

2.2. Penyebab Gangguan Jiwa

Para ahli psikologi memiliki pendapat yang berbeda tentang sebab sebab terjadinya gangguan jiwa. Menurut pendapat Sigmund Freud, gangguan jiwa terjadi karena tidak dapat dimainkan tuntutan id (suatu penampungan dorongan instingtual yang tidak tersusun) dengan tuntutan superego (agen dari kesadaran moral yang melarang, yang menentukan apa yang tidak boleh dilakukan seseorang). Sebagai contoh, seseorang ingin berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, tetapi perbuatan tersebut akan mendapat celaan masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan seseorang pada gangguan jiwa (Maslim, 2001).Tidak sedikit orang menderita gangguan jiwa akibat gangguan organik pada otak (akibat trauma kapitis waktu lahir atau sesudahnya, peradangan, gangguan pembuluh darah, neoplasma, keracunan dan sebagainya). Contohnya seorang anak yang mengalami gangguan otak, karena kelahiran, peradangan dan sebagainya, kemudian menjadi hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi (Maramis, 2009).Biarpun gejala utama atau gejala yang menonjol terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), di psikologi (psikogenik) ataupun kultural (tekanan kebudayaan) dan spiritual (tekanan keagamaan). Mungkin dari salah satu unsur ada satu penyebab yang menonjol, namun biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, tetapi beberapa penyebab dari badan, jiwa dan lingkungan serta kultural-spiritual sekaligus timbul atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbul gangguan badan atau jiwa (Maramis, 2009).Umumnya faktor penyebab gangguan jiwa dibedakan atas :1. Faktor biologis (somatogenik)a. KeturunanPeran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat (Kharisatun, 2011).

Tabel 2.1 Hubungan saudara kembar dan saudara kandung yang salah satunya menderita skizofrenia.Hubungan dengan pasien skizofrenia% yang menderita skizofrenia

Kembar monozigot86,20%

Kembar heterozigot14,50%

Saudara kandung14,20%

Saudara tiri7,10%

Masyarakat umum0,85%

Berdasarkan Tabel 2.1 menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak skizofrenia pada semua tingkat persaudaraan daripada di dalam masyarakat umum dengan angka yang paling tinggi pada saudara kembar monozigot (Maramis, 2009).Suatu temuan pada kasus skizofrenia mengatakan bahwa pengaruh genetik lebih besar daripada pengaruh lingkungan. Semakin parah skizofrenianya, maka semakin besar kemungkinan kembarannya mengalami gangguan yang sama. Lebih dari separuh dari seluruh kromosom dikaitkan dengan skizofenia pada berbagai laporan, namun lengan panjang kromosom 5, 11 dan 18, lengan pendek kromosom 19 serta kromosom X paling sering disebut (Sadock, 2013).

b. Faktor konstitusiKonstitusi pada umumnya menunjukkan kepada keadaan manusia seluruhnya, baik yang diturunkan maupun yang diperoleh kemudian (hasil interaksi genotip dan fenotip), misalnya bentuk badan, jenis kelamin, temperamen, fungsi endokrin, persarafan dan golongan darah. Semua hal tersebut mempengaruhi hidup seseorang (Maramis, 2009).Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan dengan gangguan jiwa tertentu, misalnya yang bertubuh gemuk atau endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedangkan yang kurus atau ectoform cenderung menjadi skizofrenia (Kharisatun, 2011).Belakangan ini teori metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan memakai obat halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethylamide (LSD-25). Obat-obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum ditentukan (Maramis, 2010).Susunan saraf vegetatif juga tidak sedikit menentukan perilaku manusia. Banyak keluhan penderita datang dari aspek ini, misalnya susunan saraf vegetatif yang labil. Biarpun konstitusi itu lebih banyak ditentukan oleh faktor keturunan, tetapi dapat diubah juga oleh faktor kelahiran, misalnya toksin, virus, kesukaran kelahiran, emosi ibu yang sangat labil, radiasi sinar X dan sebagainya (Maramis, 2009).Dalam satu dekade belakangan, terdapat peningkatan jumlah penelitian yang mengindikasikan adanya peran patofisiologis area otak tertentu, termasuk sistem limbik, korteks frontal, serebelum dan ganglia basalis. Keempat area ini saling terhubung sehingga disfungsi satu area dapat melibatkan proses patologi primer di tempat lain (Sadock, 2013).Sistem limbik, karena peranannya dalam mengendalikan emosi, telah dihipotesiskan terlibat dalam dasar patofisiologis gangguan jiwa. Beberapa penelitian telah menemukan suatu penurunan ukuran daerah termasuk amigdala, hipokampus dan girus parahipokampus. Gangguan neurologis yang paling sering mengenai sistem limbik adalah tumor, penyakit serebrovaskular, trauma, sklerosis multiple dan sklerosis amiotropik lateral. Beberapa gejala psikriatrik yang ditemukan pada kondisi tersebut adalah disinhibisi emosi, apati, plasiditas, perubahan perilaku seksual dan perubahan kepribadian (Kaplan, 2010).Gangguan pada ganglia basalis biasanya menunjukkan gejala psikiatrik yang disebabkan oleh lesi organik. Gejala psikiatrik yang paling sering pada gangguan ganglia basalis adalah depresi, defisit kognitif dan psikosis (Kaplan, 2010).Terdapat beberapa neurotransmitter di dalam otak yang memiliki pengaruh terhadap gangguan jiwa, yaitu :1. Amin biogenika. DopaminHipotesis dopamin pada skizofrenia berkembang dari pengamatan bahwa obat yang menghambat reseptor dopamin (sebagai contoh, haloperidol) mempunyai aktivitas antipsikotik dan obat yang menstimulasi aktivitas dopamin (sebagai contoh, amfetamin) dapat menginduksi gejala psikotik pada orang nonskizofrenia jika diberikan dalam dosis tinggi. Dopamin juga dapat terlibat dalam psikofisiologi gangguan mood. Aktivitas dopamin dapat rendah pada depresi dan mania (Kaplan, 2010).

b. SerotoninHubungan serotonin dan kondisi psikopatologis adalah dengan depresi. Hipotesis permisif menyatakan bahwa kadar serotonin yang rendah memungkinkan kadar abnormal norepinefrin untuk menyebabkan depresi atau mania (Kaplan, 2010).

c. AsetilkolinHubungan yang paling sering dengan asetilkolin adalah demensia tipe Alzheimer dan tipe lainnya. Asetilkolin mungkin juga terlibat dalam mood dan gangguan tidur (Kaplan, 2010).

2. Asam aminoa. GABAKarena hubungannya dengan benzodiazepin, sistem GABA ergik peranan potensialnya dalam gangguan kecemasan (Kaplan, 2010).

3. Peptidaa. NeurotensinNeurotensin telah dihipotesiskan terlibat dalam patofisiologi skizofrenia, terutama karena berdampingan dengan dopamine pada beberapa akson terminal (Kaplan, 2010). b. Opioid endogenOpioid internal bekerja pada tiga reseptor utama dan dianggap terlibat dalam pengaturan stress, rasa sakit dan mood (Kaplan, 2010).

c. Zat PZat P adalah neurotransmitter utama pada neuron sensorik aferen yang paling primer dan pada jalur striatonigral. Kelainan yang mengenai zat P dihipotesiskan untuk penyakit Huntington, demensia tipe Alzheimer dan gangguan mood (Kaplan, 2010).

d. KolesistokinSeperti neurotensin, kolesistokin telah dihipotesiskan terlibat dalam psikopatologi skizofrenia. Kolesistokin juga telah terlibat dalam patofisiologi gangguan makan dan gangguan pergerakan (Kaplan, 2010).

Orang yang terlalu peka atau sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa (Kharisatun, 2011).

Tabel 2.2 Faktor konstitusi dan perilaku abnormal.Faktor konstitusiHubungan dengan perkembangan abnormal

Bentuk badanTidak jelas perannya, tetapi disproporsi badan, kelemahan dan penampakan yang jelak misalnya lebih sering berhubungan dengan gangguan jiwa daripada bentuk badan yang baik dan menarik.

Energi dan kegiatanRupanya berhubungan dengan bagaimana individu bereaksi terhadap stress, agresif atau lebih menuju ke intern.

Reaktivitas susunan saraf vegetatifReaktivitas emosional yang tinggi mungkin sekali berhubungan dengan reaksi berlebihan terhadap stress ringan dan pembentukan rasa takut yang tidak perlu; reaktivitas emosional yang kurang, dapat mengakibatkan sosialisasi yang tidak sesuai karena reaksi terlalu sedikit.

Daya tahan tubuhMembantu menentukan toleransi stres biologis dan psikologis serta organ apakah yang paling mudah terganggu. Ada individu yang sangat mudah terganggu sistem tubuhnya karena fungsi otaknya.

SensitivitasMenentukan stressor apa yang terhadap anak itu paling peka sehingga menentukan besarnya stress yang dapat ditahan tanpa gangguan jiwa; mempengaruhi cara anak menanggapi dunia.

Kecerdasan dan bakatMempengaruhi kesempatan anak untuk berhasil dalam pertandingan atau persaingan sehingga mempengaruhi juga kepercayaan pada diri sendiri.

c. Penyakit dan cedera tubuhPenyakit penyakit tertentu seperti penyakit jantung, kanker dan sebagainya, mungkin dapat menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian pula cedera atau cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri. Cacat kongenital dapat mempengaruhi jiwa anak, terlebih bila berat. Akan tetapi pada umumnya, gangguan jiwa karena cacat akan timbul tergantung pada individunya, bagaimana ia menilai dan menyesuaikan diri terhadap kecacatan yang dialaminya (Maramis, 2009).

2. Faktor psikologis (psikogenik)Dalam masa kanak kanak diletakkan dasar bagi masa dewasa, bagaimana lingkungan dan diri kita sendiri dinilai, bagaimana kebiasaan berpikir dan pola reaksi kita, bagaimana lingkungan kultural dan spiritual. Biarpun demikian, kita dapat saja berubah bila kita menjadi dewasa, kita dapat mengadakan perubahan perubahan besar dalam pola berpikir dan bertindak. Kita tidak terpaku atau terbatas pada pola yang dibentuk dalam masa anak anak saja (Maramis, 2009).Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya kemudian hari. Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa (Kharisatun, 2011).a. Masa bayiYang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2 3 tahun, dasar perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi pada masa ini. Cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat atau rasa aman bagi bayi dan dikemudian hari menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat. Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak dikemudian hari akan berkembang kepribadian yang bersifat menolak, menentang terhadap lingkungan, rasa cemas dan tekanan (Kharisatun, 2011).

b. Masa anak pra sekolahPada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh disiplin dan otoritas. Penolakan orang tua pada masa ini, yang mendalam atau ringan, akan menimbulkan rasa tidak aman dan ia akan mengembangkan cara penyesuaian yang salah, dia mungkin menurut, menarik diri atau malah menentang dan memberontak (Kharisatun, 2011).Anak yang tidak mendapat kasih sayang tidak dapat menghayati displin, tidak ada panutan, pertengkaran dan keributan membingungkan dan menimbulkan rasa cemas serta rasa tidak aman. Hal hal ini merupakan dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak dikemudian hari (Kharisatun, 2011).

c. Masa anak sekolahMasa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual yang pesat. Pada masa ini, anak mulai memperluas lingkungan pergaulannya. Keluar dari batas batas keluarga. Kekurangan atau cacat jasmaniah dapat menimbulkan gangguan penyesuaian diri. Dalam hal ini sikap lingkungan sangat berpengaruh, anak mungkin menjadi rendah diri atau sebaliknya melakukan kompensasi yang postif atau kompensasi negatif (Kharisatun, 2011).Sekolah adalah tempat yang baik untuk seorang anak mengembangkan kemampuan bergaul dan memperluas sosialisasi, menguji kemampuan, dituntut prestasi, mengekang atau memaksakan kehendaknya meskipun tidak disukai oleh si anak (Kharisatun, 2011).

d. Masa remajaSecara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahan perubahan yang penting yaitu timbulnya tanda tanda seks sekunder. Sedangkan secara kejiwaan, pada masa ini terjadi pergolakan pergolakan yang hebat. Pada masa ini, seorang remaja mulai dewasa mencoba kemampuannya, di suatu pihak ia merasa sudah dewasa (hak hak seperti orang dewasa), sedangkan di lain pihak belum sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab atas semua perbuatannya (Kharisatun, 2011).Egosentris bersifat menentang terhadap otoritas, senang berkelompok, dan idealis adalah sifat sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan yang baik dan penuh pengertian akan sangat membantu proses kematangan kepribadian di usia remaja (Kharisatun, 2011).

e. Masa dewasa mudaMasa dewasa muda ditandai dengan memuncaknya perkembangan biologis dan penerimaan peranan sosial yang besar. Perjalanan yang berhasil menuju dewasa tergantung pada pemecahan yang memuaskan dari krisis masa anak anak dan masa remaja (Kaplan, 2010). Seseorang yang melalui masa masa sebelumnya dengan aman dan bahagia akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan umumnya ia akan berhasil mengatasi kesulitan kesulitan pada masa ini. Sebaliknya, yang mengalami banyak gangguan pada masa sebelumnya, bila mengalami masalah pada masa ini mungkin akan mengalami gangguan jiwa (Kharisatun, 2011).

f. Masa dewasa tuaSebagai patokan, masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan seseorang sudah mantap. Sebagian orang berpendapat perubahan ini sebagai masalah ringan seperti rendah diri, pesimis. Keluhan psikosomatik sampai berat seperti murung, kesedihan yang mendalam disertai kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh diri (Kharisatun, 2011).

g. Masa tuaAda dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada masa ini. Berkurangnya daya tanggap, daya ingat, daya belajar, kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatkan kesalahpahaman orang tua terhadap orang di lingkungannya. Perasaan terasing karena kehilangan teman sebaya, keterbatasan gerak dapat menimbulkan kesulitan emosional yang cukup hebat (Kharisatun, 2011).

3. Faktor sosio-kultural (sosiogenik)Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab langsung yang dapat menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan warna gejala gejala. Disamping mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut (Kharisatun, 2011).Menurut Santrock (1999), beberapa faktor kebudayaan tersebut adalah :a. Cara cara membesarkan anakCara cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter, hubungan orang tua-anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak anak setelah dewasa mungkin bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka bergaul atau justru menjadi penurut yang berlebihan.

b. Sistem nilaiPerbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang sering menimbulkan masalah masalah kejiwaan. Begitu pula perbedaan moral yang diajarkan di rumah atau sekolah dengan yang dipraktekkan di masyarakat sehari hari.

c. Kepincangan antar keinginan dengan kenyataan yang adaIklan iklan di radio, televisi, surat kabar, dan lain lain menimbulkan bayangan bayangan yang menyilaukan tentang kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup sehari hari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba mengatasinya dengan khayalan atau melakukan sesuatu yang merugikan masyarakat.

d. Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologiDalam masyarakat modern kebutuhan dan persaingan makin meningkat dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil hasil teknologi modern. Memacu orang untuk bekerja lebih keras agar dapat memilikinya. Jumlah orang yang ingin bekerja lebih besar dari kebutuhan sehingga pengangguran meningkat, demikian pula urbanisasi meningkat, mengakibatkan upah menjadi rendah. Faktor faktor gaji yang rendah, perumahan yang buruk, waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas dan sebagainya merupakan sebagian yang dapat mengakibatkan perkembangan kepribadian yang abnormal.

e. Perpindahan kesatuan keluargaKhusus untuk anak yang sedang berkembang kepribadiannya, perubahan perubahan lingkungan (kebudayaan dan pergaulan) sangat cukup mengganggu.

f. Masalah golongan minoritasTekanan tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari lingkungan dapat mengakibatkan rasa pemberontakan yang selanjutnya akan tampil dalam bentuk sikap acuh atau melakukan tindakan tindakan yang merugikan orang banyak.

BAB IIIKESIMPULAN

Gangguan jiwa merupakan suatu sindrom atau pola perilaku atau psikologis yang secara klinis bermakna yang terjadi pada seseorang individu dan yang disertai dengan adanya penderitaan (misalnya, suatu gejala yang menyakitkan) atau kecacatan (misalnya, gangguan satu atau lebih bidang fungsi yang penting) atau dengan peningkatan risiko yang signifikan untuk mengalami kematian, kesakitan, kecacatan atau kehilangan kebebasan secara penting.Menurut pendapat Sigmund Freud, gangguan jiwa terjadi karena tidak dapat dimainkan tuntutan id (suatu penampungan dorongan instingtual yang tidak tersusun) dengan tuntutan superego (agen dari kesadaran moral yang melarang, yang menentukan apa yang tidak boleh dilakukan seseorang). Umumnya faktor penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan berupa faktor somatogenik, faktor psikogenik dan faktor sosiokultural. Mungkin dari salah satu unsur ada satu penyebab yang menonjol, namun biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, tetapi beberapa penyebab dari badan, jiwa dan lingkungan serta kultural-spiritual sekaligus timbul atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbul gangguan badan atau jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. (http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf, diakses tanggal 25 Mei 2015).Kaplan, Harold I., Sadock J. Benjamin, dan Grebb A. Jack. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis (Dalam: Dr. Widjaja Kusuma). Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.Kharisatun, Nimah. 2011. Persepsi Masyarakat tentang Gangguan Jiwa di Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Gayamsari Kota Semarang. (http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=6173, diakses tanggal 23 Mei 2015).Maramis F. Willy. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 2. Surabaya : Airlangga University Press.Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unik Atmajaya.Sadock J. Benjamin, Sadock A. Virginia. 2010. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Alih bahasa, Profitasi, Tiara Mahatmi Nisa ; editor edisi bahasa Indonesia, Husny Muttaqin, Retna Neary Elseria Sihombing. Ed 2. Jakarta : EGC.Santrock, John. 1999. Psychology The Sciences of Mind and behavior. University of Dallas. Brown Publiser.12