20
Anggun Ari Mukti, S.Ked 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastroinstestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang menimbulkan 8-14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan. Di Eropa dan Amerika dalam buku Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology, sebagian besar penyebab perdarahan saluran cerna atas adalah tukak peptik. Hal itu sesuai data penelitian CURE yaitu sekitar 55% pasien perdarahan saluran cerna atas yang disebabkan oleh tukak peptik. Ari F. Syam (2005) dalam penelitiannya di RSCM Jakarta menyebutkan kebanyakan penderita perdarahan saluran cerna atas disebabkan oleh varises esophagus (33,5%). Tingginya angka penderita varises esophagus dikarenakan adanya hubungan antara varises esophagus dengan penyakit hepatitis B dan C di Indonesia. Demikian pula pada penelitian Nasrul Zubir dan Julius (1992) di RSU dr. M. Jamil Padang, jenis kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan endoskopi yang terbanyak adalah varises esophagus sebanyak 196 penderita (23,17%), gastritis refluks menempati urutan tertinggi diantara gastritis lainnya (41,21%). Jumlah tukak lambung dan tukak duodenum pada penelitian ini hampir sebanding. Di Perancis, sebuah laporan menyimpulkan bahwa jumlah kematian dari perdarahan saluran cerna atas telah turun dari sekitar 11 % menjadi 7%; sebaliknya, dari sumber laporan yang sama dari Yunani mendapatkan tidak adanya penurunan jumlah kematian tersebut. Di Spanyol sendiri mendapatkan

Referat Hematemesis Melena

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan

keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper

gastroinstestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat

di rumah sakit yang menimbulkan 8-14% kematian di rumah sakit. Faktor

utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk

menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan

diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan.

Di Eropa dan Amerika dalam buku Current Diagnosis & Treatment in

Gastroenterology, sebagian besar penyebab perdarahan saluran cerna atas

adalah tukak peptik. Hal itu sesuai data penelitian CURE yaitu sekitar 55%

pasien perdarahan saluran cerna atas yang disebabkan oleh tukak peptik.

Ari F. Syam (2005) dalam penelitiannya di RSCM Jakarta

menyebutkan kebanyakan penderita perdarahan saluran cerna atas disebabkan

oleh varises esophagus (33,5%). Tingginya angka penderita varises

esophagus dikarenakan adanya hubungan antara varises esophagus dengan

penyakit hepatitis B dan C di Indonesia. Demikian pula pada penelitian

Nasrul Zubir dan Julius (1992) di RSU dr. M. Jamil Padang, jenis kelainan

yang ditemukan pada pemeriksaan endoskopi yang terbanyak adalah varises

esophagus sebanyak 196 penderita (23,17%), gastritis refluks menempati

urutan tertinggi diantara gastritis lainnya (41,21%). Jumlah tukak lambung dan

tukak duodenum pada penelitian ini hampir sebanding.

Di Perancis, sebuah laporan menyimpulkan bahwa jumlah kematian

dari perdarahan saluran cerna atas telah turun dari sekitar 11 % menjadi 7%;

sebaliknya, dari sumber laporan yang sama dari Yunani mendapatkan tidak

adanya penurunan jumlah kematian tersebut. Di Spanyol sendiri mendapatkan

Page 2: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

2

bahwa perdarahan saluran cerna atas 6 kali lebih sering terjadi dibandingkan

dengan perdarahan saluran cerna bawah. Di Amerika Serikat, setiap tahun

pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat dengan sebab perdarahan

saluran cerna atas. Sejak tahun 1945, angka kematian di Amerika Serikat oleh

sebab perdarahan saluran cerna atas mencapai 5–10 % dan tidak berubah

hingga saat ini.

Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang

cukup tinggi, terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus.

Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat

perdarahan saluran cerna atas berkisar 26 %.

Insiden perdarahan saluran cerna atas dua kali lebih sering pada pria

daripada wanita dalam seluruh tingkatan usia; tetapi jumlah angka kematian

tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian meningkat pada usia

yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita.

Untuk memeriksa perdarahan saluran cerna atas dilakukan

pemeriksaan endoskopi untuk menegakkan diagnosa tentang penyebab yang

dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bahagian atas.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui anatomi saluran cerna bagian atas.

2. Memahami definisi, etiologi, patogenesis dan cara mendiagnosis

hematemesis melena.

3. Mengetahui algoritma penatalaksanaan dan komplikasi hematemesis dan

melena.

Page 3: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI SALURAN CERNA

Page 4: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

4

B. DEFINISI

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu perdarahan yang

berasal dari dalam lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz,

mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus(1)

. Hal tersebut

mengakibatkan muntah darah (hematemesis) dan berak darah berwarna hitam

seperti aspal (melena)(2)

.

Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam

bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena

enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran

kopi(3)(4)

. Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter)

dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna atas serta

dicernanya darah pada usus halus(3)(4)

.

C. ETIOLOGI

Beberapa penyebab timbulnya perdarahan di saluran cerna atas yaitu :

1. Kelainan di esophagus

a. Pecahnya varises esophagus

Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif,

kehilangan darah gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan

varises esofagus atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi portal

yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis. Meskipun sirosis alkoholik

merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen di Amerika

Serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat

mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, kendati adanya varises

berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung lama, penyakit

hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang

menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar

disembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA pada pasien sirosis umumnya

berasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih separuh dari

pasien ini dapat mengalami perdarahan yang berasal dari ulkus peptikum

Page 5: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

5

atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi

akibat penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai

konsekuensinya, sangat penting menentukan penyebab perdarahan agar

penanganan yang tepat dapat dikerjakan(2)

.

Angka kejadian pecahnya varises esophagus yang menyebabkan

perdarahan cukup tinggi yaitu 54,8%. Sifat perdarahan hematemesisnya

mendadak dan masif, tanpa didahului nyeri epigastrium. Darah berwarna

kehitaman dan tidak akan membeku karena sudah tercampur asam

lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena(5)

.

b. Karsinoma esophagus

Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan melena

daripada hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan mengurus

dan anemis. Hanya sesekali penderita muntah darah tidak masif. Pada

panendoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir menutup

esophagus dan mudah berdarah terletak di sepertiga bawah esophagus(5)

.

c. Sindrom Mallory-Weiss

Riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa isi (vomitus

tanpa darah). Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosa

daerah kardia atau esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Karena

laserasi aktif disertai ulserasi, maka timbul perdarahan. Laserasi muncul

akibat terlalu sering muntah sehingga tekanan intraabdominal naik

menyebabkan pecahnya arteri di submukosa esophagus/ kardia. Sifat

perdarahan hematemesis tidak masif, timbul setelah pasien berulangkali

muntah hebat, lalu disusul rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada

hiperemesis gravidarum(5)

.

d. Esofagogastritis korosiva

Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah

setelah tidak sengaja meminum air keras untuk patri. Air keras tersebut

mengandung asam sitrat dan asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosa

mulut, esophagus dan lambung. Penderita juga mengeluh nyeri dan panas

seperti terbakar di mulut, dada dan epigastrium(5)

.

Page 6: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

6

e. Esofagitis dan tukak esophagus

Esofagitis yang menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat

intermiten atau kronis, biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul

melena daripada hemetemesis. Tukak esophagus jarang menimbulkan

perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum(5)

.

2. Kelainan di lambung

a. Gastritis erosiva hemoragika

Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi

mukosa lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak

(ulcerogenic drugs). Misalnya obat-obat golongan salisilat seperti Aspirin,

Ibuprofen, obat bintang tujuh dan lainnya. Obat-obatan lain yang juga

dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan kortikosteroid,

butazolidin, reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat

tersebut menimbulkan hiperasiditas(2)(6)

.

Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab

perdarahan saluran cerna atas. Pada endokopi tampak erosi di angulus,

antrum yang multipel, sebagian tampak bekas perdarahan atau masih

terlihat perdarahan aktif di tempat erosi. Di sekitar erosi umumnya

hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan fundus lambung. Sifat

hematemesis tidak masif dan timbul setelah berulang kali minum obat-

obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati(5)

.

b. Tukak lambung

Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama di

angulus dan prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni. Tukak

lambung akut biasanya bersifat dangkal dan multipel yang dapat

digolongkan sebagai erosi(5)

.

Biasanya sebelum hematemesis dan melena, pasien mengeluh nyeri

dan pedih di ulu hati selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sesaat

sebelum hematemesis rasa nyeri dan pedih dirasakan bertambah hebat,

namun setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih tersebut berkurang. Sifat

hematemesis tidak begitu masif, lalu disusul melena(5)

.

Page 7: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

7

c. Karsinoma lambung

Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut

dengan keluhan rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan

lemah. Jarang mengalami hematemesis, tetapi sering melena(5)

.

3. Kelainan di duodenum

a. Tukak duodeni

Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi

terletak di bulbus. Sebagian pasien mengeluhkan hematemesis dan melena,

sedangkan sebagian kecil mengeluh melena saja. Sebelum perdarahan,

pasien mengeluh nyeri dan pedih di perut atas agak ke kanan. Keluhan ini

juga dirasakan waktu tengah malam saat sedang tidur pulas sehingga

terbangun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan pedih, pasien biasanya

mengkonsumsi roti atau susu(5)

.

b. Karsinoma papilla Vateri

Karsinoma papilla Vateri merupakan penyebaran karsinoma di

ampula menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreas

yang umumnya sudah dalam fase lanjut. Gejala yang timbul selain

kolestatik ekstrahepatal, juga dapat menimbulkan perdarahan tersembunyi

(occult bleeding), sangat jarang timbul hematemesis. Selain itu pasien juga

mengeluh badan lemah, mual dan muntah(5)

.

D. PATOFISIOLOGI

Mekanisme perdarahan pada hematemesis dan melena sebagai berikut :

1. Perdarahan tersamar intermiten (hanya terdeteksi dalam feces atau adanya

anemia defisiensi Fe+)

2. Perdarahan masif dengan renjatan

Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan

pada faktor-faktor penyebab perdarahan, yaitu (1)

:

1. Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik, pecahnya

varises esophagus

Page 8: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

8

2. Faktor trombosit (trombopathy) seperti pada Idiopathic Thrombocytopenia

Purpura (ITP)

3. Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada

hemophilia, sirosis hati, dan lain-lain

Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy

(pecahnya varises esophagus); trombopathy (pengurangan trombosit di tekanan

perifer akibat hipersplenisme); coagulopathy (kegagalan sel-sel hati)(1)

.

Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori(1)

:

1. Teori erosi : pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan kasar

(berserat tinggi dan kasar) atau konsumsi NSAID

2. Teori erupsi : karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan

tekanan intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat barang

berat, dan lain-lain

E. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada(6)

:

1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus

2. Kecepatan perdarahan

3. Penyakit penyebab perdarahan

4. Keadaan penderita sebelum perdarahan

Pada hematemesis, warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam

hidroklorida dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi

segera setelah perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah dan baru

beberapa waktu kemudian penampakannya menjadi merah gelap, coklat atau

hitam. Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas

kopi yang khas. Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan di sebelah

proksimal ligamentum Treitz karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal

di bawah duodenum jarang masuk ke dalam lambung(2)

.

Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis

biasanya mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita

hematemesis. Melena biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung

Page 9: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

9

atau duodenum. Namun lesi di jejunum, ileum bahkan kolon ascendens dapat

menyebabkan melena jika waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup

panjang(2)

. Diperkirakan darah dari duodenum dan jejunum akan tertahan di

saluran cerna selama ± 6–8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Feses

tetap berwarna hitam seperti ter selama 48–72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini

bukan berarti keluarnya feses warna hitam tersebut menandakan perdarahan masih

berlangsung. Darah sebanyak ±60 mL cukup untuk menimbulkan satu kali buang

air besar dengan tinja warna hitam. Kehilangan darah akut yang lebih besar dari

jumlah tersebut dapat menimbulkan melena lebih dari tujuh hari. Setelah warna

tinja kembali normal, hasil tes untuk adanya perdarahan tersamar dapat tetap

positif selama 7–10 hari setelah episode perdarahan tunggal.

Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga

terbentuk hematin. Tinja akan berbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan

bau khas. Konsistensi ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam/ gelap yang

muncul setelah orang mengkonsumsi zat besi, bismuth atau licorice. Perdarahan

gastrointestinal sekalipun hanya terdeteksi dengan tes occult bleeding yang

positif, menunjukkan penyakit serius yang harus segera diobservasi(2)

.

Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali

perdarahan pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah

yang sedikit sudah menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan yang

banyak dan cepat mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan

curah jantung (cardiac output) dan peningkatan tahanan perifer akibat refleks

vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik 10 mmHg (Tilt test) menandakan perdarahan

minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang sering menyertai : sinkop,

kepala terasa ringan, mual, perspirasi (berkeringat), dan haus. Jika darah keluar

±40 % terjadi renjatan (syok) disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat

menonjol dan kulit penderita teraba dingin(2)

.

Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan

berulang disertai kolaps hemodinamik dan endoskopi “normal”, dipertimbangkan

lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa dekat cardia yang menyebabkan

perdarahan saluran cerna intermiten yang banyak)(3)

.

Page 10: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

10

F. DIAGNOSIS BANDING

1. Hemoptoe(8)

2. Hematokezia(8)

G. DIAGNOSIS

1. Anamnesis(9)

a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi

perdarahan

b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam keluarga

c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain

d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom Mallory-

Weiss)

e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang menyebabkan

nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan)

f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)

g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal

kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat

h. Riwayat tranfusi sebelumnya

2. Pemeriksaan fisik

Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada

status hemodinamik, pemeriksaannya meliputi(9)

:

a. Tekanan darah dan nadi posisi baring

b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi

c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)

d. Kelayakan napas dan tingkat kesadaran

e. Produksi urin

Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler)

mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda(9)

:

a. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >

100 x/menit

Page 11: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

11

b. Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.

c. Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit

d. Akral dingin

e. Kesadaran turun

f. Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)

Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut(9)

:

a. Hematemesis

b. Hematokezia

c. Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih

d. Hipotensi persisten

e. Tranfusi darah > 800 – 1000 ml dalam 24 jam

Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan

evaluasi jumlah perdarahan, dengan criteria(10)

:

Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik

<8 Hemodinamik stabil

8 – 15 Hipotensi ortostatik

15 – 25 Renjatan (syok)

25 – 40 Renjatan + penurunan kesadaran

>40 Moribund (physiology futility)

Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah(10)

:

a. Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali,

eritema palmaris, edema tungkai)

b. Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik

c. Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas

dengan interpretasi :

1) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif

2) Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)

d. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain

e. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan

saluran cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jeghers)

3. Pemeriksaan Penunjang(8)

a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi

Page 12: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

12

b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan

primer atau sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT

c. Elektrolit : Na, K, Cl

d. Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT

e. EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru kronis

f. Endoskopi : gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai

pengobatan endoskopik awal. Selain itu juga memberikan informasi

prognostik dengan mengidentifikasi stigmata perdarahan(3)

H. BEDA PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS (SCBA)

DENGAN BAWAH (SCBB)(9)

Perbedaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB

Manifestasi klinik

umumnya

Hematemesis dan/atau

melena

Hematokezia

Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih

Rasio (BUN : kreatinin) Meningkat >35 <35

Auskultasi usus Hiperaktif Normal

I. PENATALAKSANAAN

1. Tatalaksana Umum

Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-

circulation (ABC). Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai,

segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi(10)

.

Untuk pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti(10)

:

a. Pemasangan iv-line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no

18. Ini penting untuk transfuse, dianjurkan pemasangan CVP

b. Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT

c. Mencatat intake- output, harus dipasang kateter urine

d. Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid

e. Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi

Page 13: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

13

Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi(10)

:

a. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%

b. Pemberian vitamin K 3x1 amp

c. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)

d. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

2. Tatalaksana Khusus

a. Varises gastroesofageal(10)

1) Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif(9)

a) Glipressin (Vasopressin) : Menghentikan perdarahan lewat efek

vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran

darah dan tekanan vena porta menurun. Pemberian dengan

mengencerkan vasopressin 50 unit dalam 100 ml Dextrose 5%,

diberikan 0,5–1 mg/menit/iv selama 20–60 menit dan dapat diulang

tiap 3–6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per

infuse 0,1–0,5 U/menit

b) Somatostatin : Menurunkan aliran darah splanknik, lebih selektif

daripada vasopressin. Untuk perdarahan varises atau nonvarises.

Dosis pemberian awal dengan bolus 250 mcg/iv, lanjut per infus

250 mcg/jam selama 12–24 jam atau sampai perdarahan berhenti.

2) Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota

3) Terapi endoskopi(9)

a) Ligasi : Mulai distal mendekati cardia bergerak spiral setiap 1–2

cm. Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau ditemukan

tanda baru saja mengalami perdarahan (bekuan darah melekat,

bilur merah, noda hematokistik). Efek samping sklerosan dapat

dihindari, mengurangi frekuensi ulserasi dan striktur.

b) Skleroterapi : alternatif bila ligasi sulit dilakukan karena

perdarahan masif, terus berlangsung atau teknik tidak

memungkinkan. Yang digunakan campuran yang sama banyak

antara polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alcohol absolute; dibuat

Page 14: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

14

sesaat sebelum skleroterapi. Penyuntikan dari bagian paling distal

mendekati cardia, lanjut ke proksimal bergerak spiral sejauh 5cm.

4) Terapi radiologi(9)

: pemasangan transjugular intrahepatic

portosystemic shunting (TIPS)& perkutaneus obliterasi spleno-porta.

5) Terapi pembedahan(10)

a) Shunting

b) Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi

c) Devaskularisasi + splenektomi

b. Tukak peptic(10)

1) Terapi medikamentosa

a) PPI (proton pump inhibitor)(9)

: obat anti sekresi asam untuk

mencegah perdarahan ulang. Diawali dosis bolus Omeprazol 80

mg/iv lalu per infuse 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam

Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh

diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa perdarahan.

b) Obat vasoaktif

2) Terapi endoskopi(10)

a) Injeksi(9)

: penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan

adrenalin (1:10000) sebanyak 0,5–1 ml/suntik dengan batas 10 ml

atau alcohol absolute (98%) tidak melebihi 1 ml

b) Termal : koagulasi, heatprobe, laser

c) Mekanik : hemoklip, stapler

3) Terapi bedah

3. Memulangkan pasien(10)

Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1–4 perawatan.

Perdarahan ulang (komorbid) sering memperpanjang masa perawatan. Bila

tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti, hemodinamik stabil serta

risiko perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan . Pasien biasanya

pulang dalam keadaan anemis, karena itu selain obat pencegah perdarahan

ulang perlu ditambahkan preparat Fe.

Page 15: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

15

Algoritma Penatalaksanaan Penderita Perdarahan SCBA

`

Page 16: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

16

J. KOMPLIKASI(8)

1. Syok hipovolemik

2. Aspirasi pneumonia

3. Gagal ginjal akut

4. Sindrom hepatorenal koma hepatikum

5. Anemia karena perdarahan

Page 17: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

17

BAB III

KESIMPULAN

1. Perdarahan saluran cerna atas (SCBA) yaitu perdarahan dari lumen saluran

cerna di atas ligamentum Treitz mengakibatkan hematemesis dan melena.

2. Hematemesis adalah muntah darah dalam bentuk segar atau berubah karena

enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan berbentuk butiran kopi.

3. Melena adalah tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dengan bau khas.

4. Etiologi perdarahan SCBA antara lain :

a. Kelainan esophagus : pecah varises esophagus, Ca esophagus, sindrom

Mallory-Weiss, esofagogastritis korosiva, esofagitis & tukak esofagus

b. Kelainan lambung : gastritis erosif hemoragika, tukak lambung, Ca

lambung

c. Kelainan di duodenum : tukak duodeni, Ca papilla vaterii

5. Manifestasi klinis perdarahan SCBA tergantung dari : a) letak sumber

perdarahan & kecepatan gerak usus; b) kecepatan perdarahan; c) penyakit

penyebab perdarahan; d) keadaan sebelum perdarahan.

6. Diagnosis perdarahan SCBA yaitu :

a. Anamnesis

b. Pemeriksaan fisik : penentuan status hemodinamik, evaluasi jumlah

perdarahan, tanda fisik lain

c. Pemeriksaan penunjang : tes darah, faal hemostasis, elektrolit, faal hati,

EKG & foto thorax, endoskopi (gold standar)

7. Diagnosis bandingnya yaitu hemoptoe dan hematokezia.

8. Penatalaksaan secara umum dan khusus.

9. Keadaan memperburuk prognosis : gagal jantung kongestif/ infark miokard,

PPOK, sirosis, gagal ginjal, keganasan, >60 tahun, gangguan pembekuan.

10. Komplikasinya yaitu : syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal

akut, sindrom hepatorenal koma hepatikum, anemia karena perdarahan.

Page 18: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

18

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Endoskopi

Varises Esofagus

Ca-esofagus

Mallory-Weiss syndrom

Esofagogastritis korosiva

Esofagitis &

tukak esofagus

Gastritis erosiva

hemoragika

Page 19: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

19

Tukak lambung

Ca-lambung

Tukak duodeni

Ca-papila Vateri

Page 20: Referat Hematemesis Melena

Anggun Ari Mukti, S.Ked

20

DAFTAR PUSTAKA

(1) Astera, I W.M. & I D.N. Wibawa. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan

Bagian Atas : dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta :

EGC. 1999 : 53 – 62.

(2) Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam

Harrison (Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259

– 62.

(3) Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta :

Erlangga. 2006 : 36 – 7.

(4) Hastings, G.E. Hematemesis & Melena :

wichita.kumc.edu/hastings/hematemesis.pdf . 2005.

(5) Hadi, S. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung :

PT Alumni. 2002 : 281 – 305.

(6) Ponijan, A.P. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas :

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31735/4/Chapter%20II.pdf .

2012.

(7) Purwadianto, A. & Budi S. Hematemesis & Melena : dalam Kedaruratan

Medik. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000 : 105 – 10.

(8) PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI. 2005: 272 – 3.

(9) Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 – 97

(10) Djumhana, A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas :

pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna_bagian_atas.pdf

. 2011.