33
BAB I PENDAHULUAN Halitosis adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menerangkan adanya bau yang tak sedap sewaktu menghembuskan udara, tanpa melihat apakah substansi bau berasal dari oral ataupun berasal dari non-oral. 1,2 Halitosis ini sendiri ialah masalah yang umum dijumpai dalam masyarakat, dan perawatan ke dokter atau dokter gigi kerap dilakukan setelah timbul masalah sosial. 1 Sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang menunjukan bahwa 6-23% dari populasi penduduk merasa menderita karena bau mulut. 3 Rösing dan Walter Loesche dalam penelitiannya menemukan bahwa halitosis kronis yang sedang ditemukan pada sekitar sepertiga dari kelompok penelitiannya, sedangkan halitosis parah mungkin melibatkan kurang dari 5% dari populasi. Hal ini jelas bahwa halitosis adalah masalah. 4 Penyebab halitosis belum diketahui sepenuhnya, sebagian besar penyebab yang diketahui berasal dari sisa makanan yang tertinggal di dalam rongga mulut yang diproses oleh flora normal rongga mulut. Beberapa faktor di dalam rongga mulut yang perlu mendapat perhatian khusus karena mempunyai peranan serta pengaruh yang besar terhadap timbulnya 1

Referat Halitosis New

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Halitosis adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menerangkan adanya bau yang tak sedap sewaktu menghembuskan udara, tanpa melihat apakah substansi bau berasal dari oral ataupun berasal dari non-oral.Halitosis ini sendiri ialah masalah yang umum dijumpai dalam masyarakat, dan perawatan ke dokter atau dokter gigi kerap dilakukan setelah timbul masalah sosial.

Citation preview

Page 1: Referat Halitosis New

BAB I

PENDAHULUAN

Halitosis adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menerangkan adanya

bau yang tak sedap sewaktu menghembuskan udara, tanpa melihat apakah substansi bau

berasal dari oral ataupun berasal dari non-oral.1,2 Halitosis ini sendiri ialah masalah yang

umum dijumpai dalam masyarakat, dan perawatan ke dokter atau dokter gigi kerap

dilakukan setelah timbul masalah sosial.1

Sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang menunjukan bahwa 6-23% dari

populasi penduduk merasa menderita karena bau mulut.3 Rösing dan Walter Loesche

dalam penelitiannya menemukan bahwa halitosis kronis yang sedang ditemukan pada

sekitar sepertiga dari kelompok penelitiannya, sedangkan halitosis parah mungkin

melibatkan kurang dari 5% dari populasi. Hal ini jelas bahwa halitosis adalah masalah.4

Penyebab halitosis belum diketahui sepenuhnya, sebagian besar penyebab yang

diketahui berasal dari sisa makanan yang tertinggal di dalam rongga mulut yang diproses

oleh flora normal rongga mulut. Beberapa faktor di dalam rongga mulut yang perlu

mendapat perhatian khusus karena mempunyai peranan serta pengaruh yang besar

terhadap timbulnya halitosis pada seseorang, diantaranya adalah saliva, lidah, ruang

interdental dan gigi geligi.2,4

Kondisi mulut yang dapat memicu terjadinya bau mulut ialah kurangnya aliran

saliva, berhentinya aliran saliva, meningkatnya bakteri Gram negatif anaerob,

meningkatnya jumlah protein makanan, pH rongga mulut yang lebih bersifat alkali dan

meningkatnya jumlah sel-sel mati dan sel epitel nekrotik didalam mulut.1

Daerah di antara papila-papila serta dasar lidah merupakan tempat yang paling

disukai bakteri khususnya bakteri anaerob. Ruang interdental merupakan tempat yang

kondusif untuk aktifitas bakteri anaerob, karena ruang tersebut merupakan tempat

1

Page 2: Referat Halitosis New

akumulasi plak dan kalkulus, serta terdapatnya sulkus gingiva dan kemungkinan

terjadinya poket serta penyakit-penyakit gusi dan periodontal.5,6

Gingivitis dan periodontitis adalah penyakit inflamasi yang paling umum terjadi

dan dapat memicu terjadinya halitosis yang disebabkan bakteri Gram negatif seperti

Prevotella, Veillonella, Fusobacterium nucleatum dan Porphyromonas gingivalis

tersembunyi di dalam jaringan periodontal yang sakit dan menghasilkan gas yang bau.

Bakteri Porphyromonas gingivalis dapat menjadi salah satu bakteri yang bisa menjadi

penyebab dari terjadinya halitosis.1

BAB II

2

Page 3: Referat Halitosis New

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Salivasi, Gigi dan Mulut

Cavum oris (rongga mulut) merupakan bagian paling awal dari Sistem Digestivus

dan pilihan Sekunder Sistem Respiratorius. Rongga ini mempunyai dinding superior

yaitu palatum, dinding Inferior / Dasar diaphragma oris, dinding Lateralis buccae dan

dinding anterior yaitu labia. Lubang pada bagian posterior cavum oris berhubungan

dengan oropharynx.6,7

Isi dari cavum oris terdiri atas ; dentes superior et inferior, Lingua (2/3 bagian

Anterior = Apex + Corpus lingual), glandula sublingualis, glandula submandibularis

pars profunda, percabangan a. lingualis,n. lingualis, n. hypoglossus, dan ductus

submandibularis.7

Gambar.1. Cavum Oris6

Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar saliva mayor dan

minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibula dan

sublingual. Kelenjar saliva minor jumlahnya ratusan dan terletak di rongga mulut.

Kelenjar saliva berfungsi memproduksi saliva yang bermanfaat untuk membantu

pencernaan, mencegah mukosa dari kekeringan, memberikan perlindungan pada gigi

terhadap karies serta mempertahankan homeostasis. Kelenjar ini juga tidak terlepas

3

Page 4: Referat Halitosis New

dari penyakit. Penyakit yang mengenai kelenjar saliva kadang sulit dideteksi karena

strukturnya yang kecil.

1) Kelenjar Saliva Mayor

a. Kelenjar parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar, terletak di regio

preaurikula dan berada dalam jaringan subkutis. Kelenjar ini memproduksi sekret yang

sebagian besar berasal dari sel-sel asini. Kelenjar parotis terbagi oleh nervus fasialis

menjadi kelenjar supraneural dan kelenjar infraneural. Kelenjar supraneural ukurannya

lebih besar daripada kelenjar infraneural. Kelenjar parotis terletak pada daerah

triangular yang selain kelenjar parotis, terdapat pula pembuluh darah, saraf, serta

kelenjar limfatik.8

Produk dari kelenjar saliva disalurkan melalui duktus Stensen yang keluar dari

sebelah anterior kelenjar parotis, yaitu sekitar 1,5 cm di bawah zigoma. Duktus ini

memiliki panjang sekitar 4-6 cm dan berjalan ke anterior menyilang muskulus

maseter, berputar ke medial dan menembus muskulus businator dan berakhir dalam

rongga mulut di seberang molar kedua atas. Duktus ini berjalan bersama dengan

nervus fasialis cabang bukal.8

b. Kelenjar submandibula

Kelenjar submandibula merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah kelenjar

parotis. Kelenjar ini menghasilkan sekret mukoid maupun serosa, berada d isegitiga

submandibula yang pada bagian anterior dan posterior dibentuk oleh muskulus

digastrikus dan inferior oleh mandibula. Kelenjar ini berada di medial dan inferior

ramus mandibula dan berada di sekeliling muskulus milohioid, membentuk huruf ”C”

serta membentuk lobus superfisial dan profunda.8

Lobus superfisial kelenjar submandibula berada di ruang sublingual lateral. Lobus

profunda berada di sebelah inferior muskulus milohioid dan merupakan bagian yang

terbesar dari kelenjar. Kelenjar ini dilapisi oleh fasia leher dalam bagian superfisial.

Sekret dialirkan melalui duktus Wharton yangkeluar dari permukaan medial kelenjar

4

Page 5: Referat Halitosis New

dan berjalan di antara muskulus milohioid. danmuskulus hioglosus menuju muskulus

genioglosus. Duktus ini memiliki panjang kurang lebih 5 cm, berjalan bersama dengan

nervus hipoglosus di sebelahinferior dan nervus lingualis di sebelah superior,

kemudian berakhir dalam rongga mulut di sebelah lateral frenulum lingual di dasar

mulut.8

c. Kelenjar sublingual

Kelenjar sublingual merupakan kelenjar saliva mayor yang paling kecil. Kelenjar

ini berada di dalam mukosa di asar mulut, dan terdiri dari sel-sel asini yang

mensekresi mukus. Kelenjar ini berbatasan dengan mandibula dan muskulus

genioglosus di bagian lateral, sedangkan di bagian inferior dibatasi oleh muskulus

milohioid.8

2) Kelenjar saliva minor

Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar antara 600 sampai 1000

kelenjar. Di antaranya ada yang memproduksi cairan serosa, mukoid, ataupun

keduanya. Masing-masing kelenjar memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga

mulut. Kelenjar ini tersebar di daerah bukal, labium, palatum, serta lingual. Kelenjar

ini juga bisa didapatkan pada kutub superior tonsil palatina (kelenjar Weber), pilar

tonsilaris serta di pangkal lidah. Suplai darah berasal dari arteri di sekitar rongga

mulut, begitu juga drainase kelenjar getah bening mengikuti saluran limfatik di daerah

rongga mulut.8

Produksi Saliva8

Produksi saliva merupakan suatu proses yang aktif dan terdiri dari dua fase, yakni

fase sekresi primer di mana proses ini terjadi pada sel asiner. Hasil sekresi ini serupa

dengan plasma baik komposisi maupun omolaritasnya. Fase kedua yakni sekresi

duktus, dihasilkan pada suatu cairan saliva yang bersifat hipotonik. Ini juga dihasilkan

pada penurunan kadar sodium dan peningkatan potassium di akhir proses produksinya.

5

Page 6: Referat Halitosis New

Duktus saliva sangat bergantung pada cotransporter Na / K / 2Cl. Sel-sel duktus

mempertahankan potensial negatif membran saat istirahat, dan sel-sel ini mengalami

hiperpolarisasi sekunder untuk mengeluarkan kalium dan memasukan klorida dengan

stimulasi saraf otonom.Ini tidak biasa, dan disebut sebagai "potensi sekretori", karena

banyak sell yang muda berpolarisasi (bukan hyperpolarize) dengan stimulus.

Kelenjar submandibula dan parotis mempunyai sistem tubuloasiner, sedangkan

kelenjar sublingual memiliki sistem sekresi yang lebih sederhana. Kelenjar parotis

hanya memiliki sel-sel asini yang memproduksi sekret yang encer, sedangkan kelenjar

sublingual memiliki sel-sel asini mukus yang memproduksi sekret yang lebih kental.

Kelenjar submandibula memiliki kedua jenis sel asini sehingga memproduksi sekret

baik serosa maupun mukoid. Kelenjar saliva minor juga memiliki kedua jenis sel asini

yang memproduksi kedua jenis sekret.

Inervasi Autonom Dan Sekresi Saliva

a. Sistem saraf parasimpatis

Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada kelenjar saliva sehingga

menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar parotis mendapat persarafan parasimpatis

dari nervus glosofaringeus (n.IX). Kelenjar submandibula dan sublingualis

mendapatkan persarafan parasimpatis dari korda timpani (cabang n. VII).8

b. Sistem saraf simpatis

Serabut saraf simpatis yang menginervasi kelenjar saliva berasal dari ganglion

servikalis superior dan berjalan bersama dengan arteri yang mensuplai kelenjar saliva.

Serabut saraf simpatis berjalan bersama dengan arteri karotis eksterna yang

memberikan suplai darah pada kelenjar parotis, dan bersama arteri lingualis yang

memberikan suplai darah ke kelenjar submandibula, serta bersama dengan arteri

fasialis yang memvaskulari kelenjar sublingualis. Saraf ini menstimulasi kelenjar

saliva untuk menghasilkan sekret kental yang kaya akan kandungan organik dan

anorganik.8

6

Page 7: Referat Halitosis New

Anatomi dasar gigi terdiri dari bagian mahkota dan akar ter;ihat didalam mulut,

sedangkan bagian akar terbenam didalam tulang rahang dan gusi. Struktur

pendukung gigi terdiri atas; ligamentum periodontal, sementum, dan tulang

alveolar/ proseus alveolar.9

Gambar 2. Anatomi Gigi6

a. Ligamentum Periodontal

Ligamen periodontal terdiri atas pembuluh darah yang kompleks dan serabut

jaringan ikat (kolagen) yang mengelilingi akar gigi dan melekat ke prosesus

alveolar (inner wall of the alveolar bone).6

a) Fungsi ligamentum periodontal.6,9

- Fungsi fisik

i. Melindungi pembuluh darah dan saraf dari tekanan mekanik

ii. Menyalurkan tekanan oklusal ke tulang alveolar

iii. Melekatkan gigi ke tulang alveolar

iv. Memelihara hubungan jaringan gingiva ke gigi

v. Sebagai peredam tekanan oklusal (shock absorption)

- Fungsi Formative dan remodelling

i. Ligamen periodontal dan sel-sel tulang alveolar terkena beban fisik

dalam merespon pengunyahan, bicara, dan pergerakan gigi (orto).

7

Page 8: Referat Halitosis New

ii. Sel-sel ligamen periodontal berpartisipasi dalam pembentukan dan

resorpsi sementum dan tulang dalam pergerakan gigi fisiologis,

dalam mengakomodasi jaringan periodonto terhadap beban oklusal,

dan repair of injuries.

- Fungsi nutrisi dan sensori

i. Menghantarkan tekanan taktil dan sensasi nyeri melalui jalur

trigeminal

ii. Mensuplai nutrisi ke sementum, tulang dan gingiva melalui aliran

darah dan limfe.

b. Sementum9,10

Sementum adalah struktur terkalsifikasi (avaskuler mesenchymal) yang

menutupi permukaan luar anatomis akar, terdiri atas matriks terkalsifikasi yang

mengandung serabut kolagen.

c. Tulang Alveolar6

Tulang alveolar (prosesus alveolar) adalah bagian tulang rahang (maksila

dan mandibula) yang membentuk dan mendukung soket (alveoli) gigi.

Gambar.3. Tulang Alveolar6

2. Definisi

Halitosis merupakan satu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bau nafas

yang tak sedap atau bau mulut yang tidak menyenangkan yang disebabkan faktor-

faktor fisiologis atau patologis yang dapat berasal dari mulut atau sistemik. Halitosis

8

Page 9: Referat Halitosis New

bukan suatu penyakit, tetapi hanya merupakan suatu gejala dari adanya suatu kelainan

atau penyakit yang tidak disadari atau hanya sekedar merupakan keluhan saja.

Halitosis ini sendiri ialah masalah yang umum menyerang 50% dari populasi orang

dewasa.1,2

Halitosis ini dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: true halitosis dan

halitophobhia. Pada true halitosis penderita terkadang sadar bahwa ia menderita

keadaan ini tetapi dapat juga tak menyadari keadaan ini. Sedangkan istilah

halitophobia dipakai untuk penderita tanpa halitosis tetapi mengeluh halitosis saja.2

Halitosis dapat mengganggu kehidupan seseorang maupun orang disekitarnya.

Akibat-akibat yang dapat ditinjau dari penderita yang menyadarinya adalah akibat-

akibat yang sifatnya psikososial seperti; malu atau rendah diri, menghindari pergaulan

sosial, bicara tidak bebas, tidak ada rasa percaya diri.7

Gambar 4. Kurangnya kebersihan mulut menyebabkan halitosis6

3. Epidemiologi1,2,4

Terdapat anggapan bahwa 90% bau mulut itu berasal dari rongga mulut itu

sendiri. Istilah oral halitosis dipakai secara spesifik untuk menjelaskan halitosis yang

berasal dari rongga mulut.

9

Page 10: Referat Halitosis New

Hampir sebagian orang dewasa mengalami masalah bau mulut yang tidak

menyenangkan ketika bangun di pagi hari dan hanya bersifat sementara. Hal ini

dihubungkan dengan gejala fisiologis, yaitu terjadinya penurunan aliran saliva selama

tidur.

4. Klasifikasi

A Yaegaki dan Coil (2000) mengklasifikasikan halitosis menjadi tiga kategori,

yaitu:1,4

1. Genuine Halitosis

Genuine halitosis disebut juga halitosis sejati. Genuine halitosis dibagi

menjadi halitosis fisiologis dan halitosis patologis.

a. Halitosis Fisiologis

Halitosis fisiologis merupakan halitosis yang bersifat sementara dan tidak

membutuhkan perawatan. Pada halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisi

patologis yang menyebabkan halitosis. Contohnya adalah morning breath, yaitu

bau nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan ini disebabkan berkurangnya aliran

saliva selama tidur. Bau nafas ini dapat diatasi dengan merangsang aliran saliva

dan menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut dengan mengunyah, menyikat

gigi, atau berkumur.

Halitosis fisiologis juga terjadi melalui proses pencernaan makanan di

saluran pencernaan, misalnya bawang putih atau makanan pedas, atau melalui

proses pembusukan yang normal di dalam rongga mulut. Halitosis fisiologis ini

tidak terkait dengan penyakit sistemik atau keadaan patologis.

b. Halitosis Patologis

Halitosis patologis merupakan halitosis yang bersifat permanen dan tidak

dapat diatasi hanya dengan pemeliharaan oral hygiene saja, tetapi membutuhkan

suatu penanganan dan perawatan sesuai dengan sumber penyebab halitosis.

10

Page 11: Referat Halitosis New

Karies dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama halitosis patologis.

Selain itu, penyakit sistemik seperti diabetes, gagal ginjal, dan gangguan hati

juga dapat menimbulkan bau nafas yang khas.

Gambar 5. Karies6

2. Pseudohalitosis

Pseudohalitosis digambarkan sebagai suatu kondisi dimana pasien

merasakan dirinya memilki bau nafas yang buruk, namun tidak dapat terdeteksi

dengan tes ilmiah. 4

3. Halitophobia.

Pada kondisi ini, walaupun telah berhasil mengikuti perawatan genuine

halitosis maupun telah mendapat konseling pada kasus pseudohalitosis, pasien

masih khawatir dan terganggu oleh adanya halitosis, padahal setelah dilakukan

pemeriksaan yang teliti baik kesehatan gigi dan mulut maupun kesehatan tubuh

lainnya ternyata baik, dan tidak ditemukan suatu kelainan yang berhubungan

dengan halitosis. Diperlukan pendekatan psikologis untuk mengatasi masalah

kejiwaan yang melatar belakangi keluhan ini yang biasanya dapat dilakukan oleh

seorang ahli seperti psikiater ataupun psikolog.1,4

5. Etiologi Dan Patogenesis

Beberapa faktor di dalam rongga mulut yang perlu mendapat perhatian khusus

karena mempunyai peranan serta pengaruh yang besar terhadap timbulnya halitosis

pada seseorang, diantaranya adalah saliva, lidah, ruang interdental dan gigi geligi.

11

Page 12: Referat Halitosis New

Saliva mempunyai peranan penting terhadap terjadinya halitosis, hal ini terjadi karena

adanya aktivitas pembusukan oleh bakteri yaitu adanya degenerasi protein menjadi

asam-asam amino oleh mikroorganisme, sehingga menghasilkan VSCs yang mudah

menguap dan sehingga dapat terjadi halitosis.1

Pembentukan VSCs dimungkinkan oleh suasana saliva yang alkali (pH basa),

sebaliknya pada suasana asam (pH rendah) pembentukan VSCs terhambat. Permukaan

lidah terutama bagian posterior yang sukar dijangkau dengan sikat (lapisan keputihan

lidah) merupakan tempat yang ideal bagi pengumpulan sel epitel mulut yang

mengalami deskuamasi, sisa-sisa makanan, bakteri dan deposit dari poket periodontal

sehingga merupakan tempat utama aktivitas dan perkembangbiakan bakteri. Daerah di

antara papila-papila serta dasar lidah tersebut merupakan tempat yang paling disukai

bakteri khususnya bakteri anaerob.1,4,5

Ruang interdental merupakan tempat yang kondusif untuk aktifitas bakteri

anaerob, karena ruang tersebut merupakan tempat akumulasi plak dan kalkulus, serta

terdapatnya sulkus gingiva dan kemungkinan terjadinya poket serta penyakit-penyakit

gusi dan periodontal.1

Gingivitis dan periodontitis adalah penyakit inflamasi yang paling umum terjadi

dan memicu terjadinya halitosis disebabkan bakteri Gram negatif seperti Prevotella,

Veillonella, Fusobacterium nucleatum dan Porphyromonas gingivalis tersembunyi di

dalam jaringan periodontal yang sakit dan menghasilkan gas yang bau.1

Tindakan penting untuk mengurangi halitosis adalah menghilangkan penyakit

periodontal serta mempertahankan kesehatan jaringan periodontal. Pada kasus gigi

berlubang, sisa makanan akan terkumpul di antara gigi sehingga dapat menimbulkan

bau busuk. Gigi yang jarang disikat dapat menyebabkan sisa makanan tertinggal di

celah gigi dan akan meningkatkan perkembangbiakan bakteri anaerob sebagai

penyebab halitosis. Debris merupakan substansi yang ideal bagi bakteri anaerob untuk

menghasilkan gas yang bau.1

12

Page 13: Referat Halitosis New

5.1. Volatile-Sulfur Compounds (VSCs)

Volatile-Sulfur Compounds (VSCs) merupakan unsur utama penyebab halitosis.

VSCs merupakan hasil produksi dari aktivitas bakteri-bakteri anaerob di dalam mulut

yang berupa senyawa yang berbau tidak sedap dan mudah menguap sehingga

menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang lain di sekitarnya. Halitosis

dihasilkan oleh bakteri yang hidup secara normal di dalam permukaan lidah dan dalam

kerongkongan.1,2

Bakteri secara normal ada karena bakteri membantu proses pencernaan manusia

dengan cara memecah protein. Spesies bakteri yang terdapat pada permukaan oral

dapat bersifat sakarolitik, yaitu menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi.

Spesies lain bersifat asakarolitik atau proteolitik, yaitu; menggunakan protein, peptida

atau asam amino sebagai sumber utamanya. Kebanyakan bakteri gram positif bersifat

sakarolitik dan bakteri gram negatif bersifat asakarolitik atau proteolitik. Bakteri gram

negatif merupakan penghuni utama plak supragingival termasuk plak yang menutupi

lidah dan permukaan mukosa lainnya. Porphyromonas gingivalis dan provotella

intermedia (bentuk Bacteroides intermedius) secara normal terdapat dalam plak

supragingival dan sangat efektif dalam pembentukan halitosis.1,5

Didalam aktivitasnya didalam mulut bakteri anaerob beraksi dengan protein-

protein yang ada, protein di dalam mulut dapat diperoleh dari sisa-sisa makanan yang

mengandung protein sel-sel darah yang telah mati, bakteri-bakteri yang mati ataupun

sel-sel epitel yang terkelupas dari mukosa mulut. Disamping itu, didalam saliva sendiri

terdapat substrat yang mengandung protein.1

Didalam mulut banyak terdapat bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif.

Kebanyakan bakteri Gram positif adalah bakteri sakarolitik artinya di dalam aktivitas

hidupnya banyak memerlukan karbohidrat, sedangkan kebanyakan bakteri Gram

negatif adalah bakteri proteolitik di mana untuk kelangsungan hidupnya banyak

memerlukan protein. Protein akan dipecah oleh bakteri menjadi asam-asam amino.

Terdapat tiga asam amino utama yang menghasilkan VSCs yaitu cysteine

13

Page 14: Referat Halitosis New

menghasilkan H2S, methionine menghasilkan CH3SH dan cistine menghasilkan

(CH3)2S. Ketiga macam VSCs di atas menonjol karena jumlahnya cukup banyak dan

sangat mudah. sekali menguap sehingga menimbulkan bau. Sedangkan VSCs lain

hanya berpengaruh sedikit seperti indole, skatole, amonia, cadaverin dan putrescine. 1,2

Oleh karena faktor-faktor utama penyebab halitosis yang bersumber dari mulut

ialah sesuatu yang normal dalam arti faktor-faktor penyebabnya seperti bakteri dan

protein senantiasa ada pada semua orang, maka pada dasarnya halitosis ialah masalah

semua orang hanya mempunyai derajat yang berbeda-beda. Halitosis yang disebabkan

oleh faktor-faktor di dalam mulut dapat dialami oleh semua orang baik tua, muda,

wanita, pria, golongan sosio-ekonomi rendah ataupun tinggi. Ada orang-orang yang

mempunyai kondisi halitosis ringan bahkan sangat ringan sehingga sama sekali tidak

mengganggu orang-orang di sekitarnya, sementara orang lain mempunyai kondisi

yang berat sehingga dalam jarak cukup jauh sudah mengganggu orang disekitarnya.

Setelah ditemukannya VSCs banyak sekali studi dan penelitian dilakukan sampai

sekarang dimana tujuannya tidak hanya mengatasi halitosis akan tetapi juga

bagaimana pengaruh serta akibat dari adanya VSCs. Beberapa studi telah

membuktikan bahwa VSCs juga mempunyai efek destruksi pada jaringan mukosa

mulut khususnya jaringan-jaringan penghubung seperti jaringan periodontium. VSCs

dianggap mempunyai peranan penting pada etiologi penyakit periodontal.1

14

Page 15: Referat Halitosis New

6. Diagnosis

Diagnosis halitosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Pertanyaan-pertanyaan yang digali dari anamnesis untuk mengarahkan kita

pada diagnosis halitosis adalah;3

- Bagaimana anda tahu, anda memiliki napas yang bau?

- Kapan anda pertama kali mengetahuinya?

- Apakah anda seorang perokok?

- Apakah anda peduli dengan bau napas anda?

- Apakah anda pernah berusaha melakukan berbagai cara untuk menghilangkan

bau napas anda (seperti membersihkan mulut, mengunyah permen karet dan

mint)?

- Pernahkah anda mengonsultasikan ini dengan dokter? Dan ke dokter mana

anda mengkonsultasikan keluhan ini (dokter gigi, dokter keluarga, THT,

internist, dan lain-lain).

- Apa tindakan yang dilakukan oleh dokter (pemeriksaan mulut, tenggorokan,

sinus, darah,endoskopi, pengobatan gigi dan lain-lain).

15

Page 16: Referat Halitosis New

- Terapi apa yang diberikan oleh dokter?

- Apakah ada diet khusus?

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya periodontitis, ginggivitis, kita juga

perlu melakukan pemeriksaan lain bila dicurigai berasal dari organ lain seperti

telinga, hidung, maupun tenggorokan. Paling sering penyebab extra oral bau ini

berasal dari sinusitis.1,2,9

Secara umum, diagnosis halitosis dapat dilakukan dengan identifikasi kadar

bahan volatil yang dihasilkan dan identifikasi mikroba penyebab halitosis.

Penggunaan halimeter yang berfungsi mengukur kadar sulfida volatil, tes BANA

(N-benzoyl-DL-arginine-2- naphthylamide) yang mengukur kadar sulfida sulkus

gingiva, kromatografi gas, pengukuran dengan organoleptik, electronic nose,

pemeriksaan kadar salivary β-galactosidase, metoda ninhydrine (kadar amin

saliva), inkubasi saliva, cysteine challenge testing merupakan beberapa cara

identifikasi kadar bahan volatil penyebab halitosis.1,8

Cara identifikasi mikroba penyebab halitosis antara lain dilakukan dengan

spesifik untuk bakteri tertentu. Tehnik kultur mikroba penyebab halitosis,

sepertinya tidak dapat digunakan karena sekitar 50% mikrobiota oral tersebut

tidak dapat dikultur.1

Tabel.1. diagnosis halitosis dikelompokkan menjadi identifikasi bahan volatil dan identifikasi mikroba.1

7. Terapi

16

Page 17: Referat Halitosis New

Untuk mengatasi halitosis intraoral, dapat dilakukan kontrol terhadap

kebersihan mulut, kesehatan jaringan lunak dan keras, faktor-faktor pendukung

timbulnya halitosis. Upaya menghilangkan faktor lokal dapat dilakukan secara;

a. Mekanis dengan cara penyikatan lidah dan gigi, dan

b. Kimiawi melalui penggunaan obat kumur, pasta gigi, permen karet; serta

sistemik, kontrol diet dan terapi biologis dengan menggunakan probiotik.

Pembersihan gigi dan mulut secara mekanis bertujuan untuk mengurangi jumlah

mikroba patogen dari biofilm dan tongue coating, sehingga pembentukkan karies

dihambat, kadar halitosis menjadi rendah dan risiko penyakit sistemik dapat

berkurang.1,3,4

Secara kimiawi, penggunaan obat kumur klorheksidin diglukonat juga

memberikan hasil yang baik terhadap timbulnya halitosis. Bahan lain yang juga

dapat memperbaiki kondisi halitosis antara lain zinc chloride dan sodium

chloride22, TCF (triclosan, copolimer dan NaF), oxygen release device,

oxohalogen oxidant (campuran chlorite anion dan chlorine dioxide) serta minyak

esensial.1

Kombinasi terapi mekanik dan kimiawi ternyata dapat memperbaiki

kondisi halitosis oral, ditandai dengan penurunan kadar komponen sulfur volatil

dan organoleptik. Contohnya, pada pasien dengan gigi tiruan, penyikatan gigi

tiruan saja ternyata tidak dapat mengurangi halitosis, tetapi penyikatan gigi yang

disertai perendaman gigi tiruan dalam larutan antiseptik, ternyata jauh lebih

efektif. Dahulu permen karet sering digunakan untuk menghilangkan bau mulut,

tetapi ternyata permen karet tidak bergula justru akan meningkatkan kadar metil

merkaptan. Rasa mint dalam permen, tidak menurunkan konsentrasi metil

merkaptan, tetapi hanya menutupi malodor oral saja.1

Modifikasi faktor pendukung timbulnya halitosis, dapat dilakukan dengan

mengurangi diet protein. Adanya keseimbangan diet protein dan karbohidrat akan

mengurangi pembentukan bahan odor. Daging yang masih berdarah, daging ikan,

17

Page 18: Referat Halitosis New

susu fermentasi, dapat meningkatkan metabolisme protein sehingga bahan odor

yang terbentuk akan meningkat pula. Makanan yang banyak mengandung mineral

sulfat, juga dapat menimbulkan halitosis. Berdasarkan penelitian, jika makanan

yang banyak mengandung bahan odor dianginkan pada udara kering maka akan

mengurangi jumlah mikroorganisme anaerob yang ada didalamnya.1

Probiotik pertama kali digunakan dalam bidang kedokteran, sebagai terapi

atau pencegahan terhadap diare akibat antibiotik. Terapi antibiotik biasanya akan

membunuh bakteri penyebab penyakit dan bakteri normal Bakteri normal

intestinal berfungsi dalam menjaga keseimbangan saluran pencernaan normal.

Beberapa bakteri bersifat lebih resisten terhadap antimikrobial tertentu, sehingga

bakteri tersebut akan mendominasi gastrointestinal dengan cepat jika kompetitor

(bakteri yang dihambat oleh antimikrobial) berkurang jumlahnya. Hal ini

menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi yang memudahkan timbulnya

infeksi dan imunoinflamasi. Probiotik berfungsi untuk mengembalikan

keseimbangan mikroflora secara optimal sehingga dapat mencegah dan

memperbaiki kondisi penyakit1,3,4

Berdasarkan definisi WHO, probiotik adalah mikroorganisme hidup yang

jika diberikan dalam jumlah tertentu dapat memberikan dampak sehat bagi host.

Sekarang diketahui bahwa mekanisme toleransi probiotik adalah meregulasi

respon imun terhadap fragmen makanan potensial antigenik dan menghilangkan

adhesi bakteri patogen dan menggantikannya dengan bakteri non-patogen.1

18

Page 19: Referat Halitosis New

Gambar.6. Efek bakteri probiotik terhadap sel epitel tubuh, yaitu sekresi asam organik, surfactans, bahan antimikrobial (bacteriocin dan hidrogen peroksida). Probiotik juga akan berkompetisi

dengan patogen melalui adhesi dan pertukaran stimulus dengan reseptor sel epitel sehingga terjadi sekresi sitokin yang akan menghambat patogen dan virus.1

Bakteri normal mulut yang telah dicoba digunakan sebagai probiotik

antara lain Lactococcus lactis, Lactobacillus acidophilus, Streptococcus

thermophilus, Streptococcus mutans, dan Streptococcus salivarius. Dari semua

spesies, S. Salivarius merupakan kandidat probiotik yang sangat baik, dapat

menempati lingkungan biofilm dengan jumlah dominan pada lidah. Bakteri ini

dapat menghasilkan sangat sedikit komponen sulfur volatil dan tidak berimplikasi

terhadap karies gigi maupun penyakit infeksius lainnya.1,3

Saat kini, S. salivarius K12 sudah banyak ditemukan dalam pasaran dan

dikemas dalam bentuk bubuk, lozenges, dan permen karet. Kemasan bubuk dapat

digunakan untuk terapi halitosis dengan cara ditambahkan air dan dikumur selama

30 detik dan gargle selama 5detik kemudian dibuang.1,10

19

Page 20: Referat Halitosis New

Gambar.7. Jenis kemasan probiotik Streptococcus salivarius K12 yang tersedia di pasaran; A sediaan lozenges; B sediaan obat kumur; C sediaan permen karet; dan D

sediaan bubuk.1

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Halitosis merupakan satu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bau

nafas yang tak sedap atau bau mulut yang tidak menyenangkan yang disebabkan

20

Page 21: Referat Halitosis New

faktor-faktor fisiologis atau patologis yang dapat berasal dari mulut atau sistemik.

Halitosis bukan suatu penyakit, tetapi hanya merupakan suatu gejala dari adanya

suatu kelainan atau penyakit yang tidak disadari atau hanya sekedar merupakan

keluhan saja.

Beberapa faktor di dalam rongga mulut yang perlu mendapat perhatian

khusus karena mempunyai peranan serta pengaruh yang besar terhadap timbulnya

halitosis pada seseorang, diantaranya adalah saliva, lidah, ruang interdental dan

gigi geligi. Saliva mempunyai peranan penting terhadap terjadinya halitosis, hal

ini terjadi karena adanya aktivitas pembusukan oleh bakteri yaitu adanya

degenerasi protein menjadi asam-asam amino oleh mikroorganisme, sehingga

menghasilkan VSCs (Volatile-Sulfur Compounds) yang mudah menguap dan

sehingga dapat terjadi halitosis.

Diagnosis halitosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Namun, secara umum diagnosis halitosis dapat dilakukan

dengan identifikasi kadar bahan volatil yang dihasilkan dan identifikasi mikroba

penyebab halitosis.

Tujuan diberikan terapi pada kasus ini adalah untuk menghilangkan faktor

lokal yang dapat dilakukan secara; Mekanis dengan cara penyikatan lidah dan

gigi, dan Kimiawi melalui penggunaan obat kumur, pasta gigi, permen karet; serta

sistemik, kontrol diet dan terapi biologis dengan menggunakan probiotik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Indrayadi Gunardi dkk. Oral Probiotik: Pendekatan Baru Terapi Halitosis. Jakarta:

indonesian Journal of dentistry. 2009. h. 64-71

2. Widagdo Yanuaris, Suntya Kristina. Volatile Sulfur Compounds Sebagai

Penyebab Halitosis. Denpasar 2011. h. 1-41

21

Page 22: Referat Halitosis New

3. Zahnmed Schweiz. Finding, Diagnosis And Result Of A Halitosis Clinic Over A

Seven Year Periode. Vol. 122. Zwitzerland: Departement Of Oral Surgery, Oral

Radiology, And Oral Medicine. 2012. h. 205-11

4. Kuchenbecker Lassiano, Walter Loesche. Halitosis: An Overview Of

Epidemiology, Etiology, And Clinical Management. Brazil. 2011. h. 466-71

5. Yaegahi Ken, Coil Jeffrey. Examination, Classification And Treatment Of

Haalitosis, Clinical Prespectives. Vol. 66. Journal Of The Canadian Dental

Association. 2000. h. 257-61

6. Berkovitz BKB. Oral Anatomi, Histology, And Embriology. 4 th Ed. London:

Mosby Elserier. 2009

7. PPL Lee, Mark WY. The Etiology And Treatment Of Oral Halitosis. Vol. 10.

Hongkong: Hospital Road. 2004. h. 10; 414-8

8. Quinn B. F. Anatomy and Physiology Of The Salivary Glands. Grand Rounds

Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology. 2001. h. 1-12

9. Endang Mangunkusumo, dkk. Sinusitis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. Ed.

6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010. h. 153

10.Loesche WJ, Kazor C. Microbiology and treatment of halitosis. Periodontol 2000. 2002 Apr;28:256-79.

22