27
BAB I PENDAHULUAN Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak dengan jumlah penderita 60.500.000 pada tahun 2010, diperkirakan meningkat menjadi 76.600.000 pada tahun 2020. Kebutaan akibat glaukoma bersifat menetap. Di Amerika, jumlah penderita glaukoma pada ras kulit hitam 3 – 4 kali lebih tiggi dibandingan dengan ras kulit putih. Selain itu, ditemukan angka prevalensi yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pada kelompok penduduk yang berusia 70 tahun, 3 – 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang berusia 40 tahun (Nurwasis, 2012). Glaukoma adalah kumpulan penyakit dengan karakteristik umum berupa neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandang dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama (Chusaida, 2013). Secara umum, glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma primer dan glaukoma sekunder. Secara definisi, glaukoma primer adalah glaukoma yang terjadi tanpa adanya hubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan peningkatan hambatan aliran aqueous atau sudut tertutup. Glaukoma primer biasanya mengenai kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder adalah glaukoma tang terjadi berkaitan dengan adanya penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang bertanggung jawab terhadap penurunan aliran aqueous. Glaukoma sekunder seringkali mengenai mata unilateral (AAO, 2005). 1

referat glaukoma fakomorfik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat glaukoma fakomorfik

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak dengan jumlah

penderita 60.500.000 pada tahun 2010, diperkirakan meningkat menjadi 76.600.000 pada

tahun 2020. Kebutaan akibat glaukoma bersifat menetap. Di Amerika, jumlah penderita

glaukoma pada ras kulit hitam 3 – 4 kali lebih tiggi dibandingan dengan ras kulit putih.

Selain itu, ditemukan angka prevalensi yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.

Pada kelompok penduduk yang berusia 70 tahun, 3 – 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok yang berusia 40 tahun (Nurwasis, 2012).

Glaukoma adalah kumpulan penyakit dengan karakteristik umum berupa neuropati

optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandang dengan peningkatan tekanan

intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama (Chusaida, 2013).

Secara umum, glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma primer dan glaukoma

sekunder. Secara definisi, glaukoma primer adalah glaukoma yang terjadi tanpa adanya

hubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan

peningkatan hambatan aliran aqueous atau sudut tertutup. Glaukoma primer biasanya

mengenai kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder adalah glaukoma tang terjadi

berkaitan dengan adanya penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang bertanggung

jawab terhadap penurunan aliran aqueous. Glaukoma sekunder seringkali mengenai mata

unilateral (AAO, 2005).

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Anatomi bola mata

Bola mata merupakan suatu struktur kistik yang dipertahankan oleh tekanan di

dalamnya sehingga tetap dalam keadaan bulat. Pusat kelengkungan maksimal

kurvatura anterior disebut polus anterior dan kurvatura posterior disebut polus

posterior. Dimensi bola mata orang dewasa mempunyai diameter anteroposterior

24 mm, diameter horizontal 23,5 mm, diameter vertikal 23 mm, dan volume 6,5 ml

(Khurana, 2007).

Gambar 2.1 Anatomi bola mata (Khurana, 2007)

Bola mata dapat dibagi menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen

posterior. Segmen anterior meliputi lensa dan struktur di depannya, yaitu iris,

korea, bilik mata depan, dan bilik mata belakang. Bilik mata depan dibatasi oleh

kornea pada bagian anterior dan iris serta corpus ciliaris pada bagian

posterior.Bilik mata depan mempunyai kedalaman 2.5 mm pada orang dewasa dan

mengandung 0.25 ml aqueous humor. Bilik mata belakang dibatasi oleh permukaan

belakang iris dan corpus ciliaris pada bagian anterior dan lensa serta zonula Zinnii

2

pada bagian posterior, serta dibatasi oleh corpus ciliaris pada bagian lateral. Bilik

mata belakang mengandung 0.06 ml aqueous humor. Segmen posterior meliputi

struktur di belakang lensa, yaitu vitreous humor, retina, koroid, dan diskus optikus

(Khurana, 2007).

2.1.2 Anatomi corpus ciliaris

Corpus ciliaris dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu otot ciliaris, processus

ciliaris, dan pars plana. Otot ciliaris bertanggung jawab terhadap perubahan lensa

selama akomodasi. Processus ciliaris bertugas untuk mensekresi aqueous humor.

Pars plana terdiri dari stroma yang relatif avaskuler (James, 2006).

2.1.3 Anatomi iris

Iris melekat di perifer pada bagian anterior corpus ciliaris. Iris membentuk

pupil di bagian tengahnya yang merupakan celah yang dapat berubah ukurannya

untuk mengontrol banyaknya cahaya yang masuk ke mata oleh kerja otot sfingter

dan dilator (James, 2006).

2.1.4 Anatomi sudut bilik mata depan

Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan

pangkal iris. Ciri anatomis sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula

(yang terletak di atas kanal Schlemm), dan taji sklera (scleral spur). Garis

Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekula tersusun atas

lembar – lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu

filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Taji

sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus ciliaris dan

kanan Schlemm. Saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 300 saluran dan 12

vena aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera (Vaughan et al., 2012).

3

Gambar 2.2 Sudut bilik mata depan dan struktur di sekitarnya (Vaughan et al., 2012)

Gambar 2.3 Anatomi jalinan trabekula (James, 2006)

4

2.1.5 Anatomi Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tidak berwarna, dan hampir

transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa

tergantung pada zonula Zinnii di belakang iris yang menghubungkannya dengan

corpus ciliaris. 65 % lensa terdiri atas air, sekitar 35% nya protein. Selain itu,

terdapat sedikit mineral, seperti kalium, juga terdapat asam askorbat dan glutation.

Lensa tidak memiliki serat nyeri atau saraf (Vaughan et al., 2012).

2.2 Fisiologi aquoeus humor

2.2.1 Aqueous humor

Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan

bilik mata belakang bola mata. Aqueous humor terdiri dari 99,9% air dan 0,1%

protein, konstituen asam amino, dan konstituen non-koloid, seperti glukosa, urea,

askorbat, asam laktat, inositol, Na+, K+, Cl-, dan HCO3- (Khurana, 2007).

Fungsi dari aqueous humor adlaah untuk mempertahankan tekanan intraokular

yang tepat, mempunyai peran yang penting dalam metabolisme dengan

menyediakan substrat dan menghilangkan metabolit dari kornea dan lensa yang

avaskuler, mempertahankan transparansi optik, dan menggantikan limfe yang

tidak ada di bola mata (Khurana, 2007).

2.2.2 Produksi aqueous humor

Aqueous humor berasal dari plasma yang ada di dalam jaringan kapiler dari

processus ciliaris. Laju produksi aqueous humor normal adalah 2,3 mikroliter per

menit. Ada 3 mekanisme dalam proses produksi aqueous humor, yaitu (Khurana,

2007) :

1. Ultrafiltrasi

Melalui proses ultrafiltrasi, bahan plasma mengalir keluar dari dinding

kapiler, jaringan ikat kendor, dan epitel pigmen dari processus ciliaris.

2. Sekresi

Taut erat (tight junction) di antara sel-sel epitel non-pigmen membentuk

suatu barrier darah-aqueous. Bahan – bahan tertentu, seperti Na+, K+, Cl-,

HCO3-, asam askorbat, dan asam amino secara aktif ditransport melintasi

barrier ini ke bilik mata posterior.

5

3. Difusi

Transport aktif dari bahan – bahan tersebut menyebabkan terjadinya suatu

gradien osmotk yang memungkinkan aliran plasma ke posterior chamber.

2.2.3 Drainase aqueous humor

Aqueous humor mengalir dari bilik mata belakang ke bilik mata depan

melalui pupil dengan sedikit melawan tahanan fisiologis. Dari bilik mata depan,

aqueous humor didrainase melalui 2 rute, yaitu :

1. Trabecular (conventional) outflow

Trabekula meshwork merupakan pusat keluarnya aqueous humor dari

bilik mata depan, yaitu sekitar 90 %. Dari trabekula meshwork, aqueous

humor akan mengalir ke kanan Schlemm dan kemudian dialirkan melalui

25-35 saluran pengumpul eksternal ke V.Episclera.

2. Uveoscleral (unconventional) outflow

Aliran aqueous humor melalui jalur ini terjadi sekitar 10 %. Aqueous

humor mengalir melalui corpus ciliaris ke ruang suprakoroid dan

didrainase oleh sirkulasi vena di corpus ciliaris, koroid, dan sklera.

Gambar 2.4 Skema aliran drainase aqueous humor (Khurana, 2007)

6

2.3 Glaukoma

2.3.1 Definisi glaukoma

Glaukoma adalah kumpulan penyakit dengan karakteristik umum berupa

neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandang dengan

peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama (Chusaida,

2013).

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular (TIO)

Nilai normal dari tekanan intraokular adalah 10 – 22 mmHg. Ada 3 faktor

yang mempengaruhi tekanan intraokular (AAO, 2005):

1. Laju produksi aqueous humor oleh corpus ciliaris.

2. Tahanan aliran aqueous melintasi trabekular Meshwork – kanal Schlemm

3. Tekanan V. Episclera

Pada umumnya, peningkatan tekanan intraokular disebabkan karena

peningkatan tahanan aqueous humor dalam aliran aqueous humor (AAO, 2005).

2.3.3 Klasifikasi glaukoma

Secara umum, glaukoma diklasifikasikan sebagai glaukoma sudut terbuka

atau sudut tertutup, dan glaukoma primer atau sekunder (AAO, 2005). Glaukoma

sudut terbuka berarti iris tidak menutupi trabekular Meshwork. Glaukoma sudut

tertutup berarti iris menutupi trabekular Meshwork (James, 2006).

Secara definisi, glaukoma primer adalah glaukoma yang terjadi tanpa adanya

hubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang

menyebabkan peningkatan hambatan aliran aqueous atau sudut tertutup. Glaukoma

primer biasanya mengenai kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder adalah

glaukoma yang terjadi berkaitan dengan adanya penyakit mata atau penyakit

sistemik tertentu yang bertanggung jawab terhadap penurunan aliran aqueous.

Glaukoma sekunder seringkali mengenai mata unilateral (AAO, 2005).

2.4 Glaukoma fakomorfik

2.4.1 Definisi

Glaukoma farkomorfik merupakan salah satu glaukoma akibat kelainan lensa.

Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sekunder sudut tertutup akut yang

disebabkan oleh intumesensi lensa atau lensa yang membesar (AAO, 2005).

7

2.4.2 Patogenesis dan patofisiologi

Glaukoma fakomorfik dapat terjadi melalui 3 mekanisme :

1. Blok pupil

Intumesensi lensa menyebabkan lensa dapat menyerap cukup

banyak cairan sewaktu mengalami perubahan – perubahan katarak

(katarak imatur) sehingga ukurannya membesar secara bermakna,

melewati batas bilik depan mata, dan menimbulkan sumbatan pupil

(Vaughan et al., 2012). Akibatnya, aliran aqueous humor terhambat,

aqueous humor tersebar di bilik mata belakang, mengakibatkan tekanan di

bilik mata belakang meningkat, mendorong iris perifer ke depan sehingga

sudut bilik mata depan tertutup (Nurwasis, 2006).

2. Tanpa blok pupil

Lensa yang membengkak dapat menimbulkan dorongan mekanik

pada permukaan iris ke arah depan sehingga terjadi penyempitan dan

penutupan lensa (Nurwasis, 2006).

3. Kombinasi

Blok pupil disertai dorongan iris ke depan (Nurwasis, 2006).

2.4.3 Manifetasi klinis

Glaukoma fakomorfik mempunyai gambaran gejala dan tanda seperti hampir

sama dengan glaukoma sudut tertutup primer akut, kecuali lensa dalam keadaan

katarak dan membengkak (Khurana, 2007).

Gejala yang terjadi adalah sebagai berikut (Khurana, 2007) :

1. Nyeri

Serangan nyeri akut terjadi dengan onset yang tiba-tiba, dengan nyeri

hebat pada mata yang menjalar ke cabang-cabang N. V (N. Trigeminus)

2. Nausea, muntah, lemah lesu seringkali karena berkaitan dengan nyeri yang

dirasakan.

3. Penurunan visus secara cepat dan progresif, mata merah, fotofobia, dan

lakrimasi terjadi pada semua kasus.

Tanda yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut (Khurana, 2007) :

1. Kelopak mata edematus.

8

2. Kemosis konjungtiva dan kongesti konjungtiva karena pembuluh darah

ciliaris dan konjungtiva mengalami kongesti.

3. Kornea menjadi edematus dan insensitif.

4. Bilik mata depan sangat dangkal, flare aqueous dapat terlihat pada bilik

mata depan.

5. Sudut bilik mata depan tertutup total.

6. Iris mengalami perubahan warna.

7. Pupil semidilatasi, tidak reaktif terhadap cahaya maupun akomodasi.

8. Lensa katarak dan membengkak.

9. TIO meningkat secara bermakna.

10. Diskus optikus edematus dan hiperemi.

2.4.4 Diagnosis

Diagnosis diawali dengan anamnesa dengan keluhan mata merah, nyeri, dan

visus menurun. Kemudian, dari gambaran klinis dietmukan hiperemi siliar dan

konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal, pupil iris midriasis, iris

bombans akibat blok pupil, lensa katarak imatur – matur, TIO sangat tinggi, dan

sudut bilik mata depan tertutup (Nurwasis, 2006).

Gambar 2.5 Gambaran glaukoma sudut tertutup akut (Olver, 2005)

Penilaian glaukoma secara klinis

1. Tonometri

Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular (TIO). Tonometer

Schiotz mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban yang

diketahui sebelumnya. Rentang tekanan intraokular normal adalah 10 – 21

9

mmHg. Pada usia lanjut, batas atasnya adalah 24 mmHg (Vaughan et.al,

2012).

2. Gonioskopi

Gonioskopi adalah penilaian keadaan sudut bilik mata depan dengan

visualisasi langsung struktur – struktur sudut. Apabila keseluruhan trabekular

Meshwork, taji sklera, processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka.

Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari trabekular Meshwork

yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak

terlihat, sudut dinyatakan tertutup (Vaughan et.al, 2012).

Gambar 2.6 Pemeriksaan gonioskopi (Olver, 2005)

Gambar 2.7 Perkiraan kedalaman bilik mata dengan penyinaran oblik (Vaughan et.al, 2012)

10

3. Penilaian diskus optikus

Diskus optikus normal memiliki cekungan di tengahnya. Atrofi optikus

akibat glaukoma menimbulkan kelainan – kelainan diskus khas yang terutama

ditandai oleh berkurangnya substansi diskus, yang terdeteksi sebagai

pembesaran cekungan diskus optikus dan disertai dengan pemucatan diskus di

daerah cekungan (Vaughan et.al, 2012).

Pada glaukoma, mungkin terdapat pencekungan (cupping) superior dan

inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus

optikus. Kedalaman cekungan juga meningkat. Sering, pembuluh retina di

diskus tergeser ke arah nasal. Hasil akhir dari proses pencekungan glaukoma

adalah “bean-pot” yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian

terpinya (Vaughan et.al, 2012)

“Cup and disc ratio” adalah perbandingan antara ukuran cekungan

terhadap diameter diskus. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau

peningkatan tekanan intraokular, cup and disc ratio lebih dari 0,5 atau

terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan atrofi

glaukomatosa. Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma

adalah atrofi lapisan serat saraf retina yang mendahului kelainan diskus

optikus (Vaughan et.al, 2012).

Penilaian diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung

atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78 dioptri atau lensa kontak

kornea khusus yang memberikan gambaran tiga dimensi (Vaughan et.al,

2012).

Gambar 2.8 Glaukoma stadium awal memperlihatkan takik fokal – inferior tepi neuroretina

(Vaughan et.al, 2012)

11

Gambar 2.9 Pencekungan glaukomatosa yang khas.

Pergeseran pembuluh darah ke nasal dan tampilan diskus optikus yang

bergaung (hollowed-out) (Vaughan et.al, 2012)

Gambar 2.10 Pencekungan glaukomatosa “bean-pot” pada diskus optikus

(Vaughan et.al, 2012)

4. Pemeriksaan lapangan pandang

Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma sendiri tidak spesifik

karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf. Namun, pola

kelainan lapangan pandang, sifat progresivitas, dan hubungannya dengan

kelainan diskus optikus merupakan ciri khas penyakit glaukoma. Gangguan

lapangan pandang akibat glaukoma mengenai 300 lapangan pandang bagian

sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta, kemudian

meluas membentuk skotoma Bjerrum dan skotoma arkuata. Skotoma arkuata

sering disertai dengan nasal step (Roenne). Pengecilan lapangan pandang

12

perifer cenderung berawal di perifer nasal, yang selanjutnya mungkin

berhubungan ke defek arkuata menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan

pandang perifer temporal dan 5 – 100 sentral baru terpengaruh pada stadium

lanjut. Pada stadium akhir, ketajaman penglihatan sentral mungkin normal,

tetapi hanya 5o lapangan pandang di tiap-tiap mata. Pada glaukoma lanjut,

pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20, tetapi secara legal

buta (Vaughan et.al, 2012).

Cara untuk memeriksa lapangan pandang adalah dengan automated

perimeter (contoh : Humphrey), perimeter Goldmann, Friedmann field

analyzer, dan layar tangent (Vaughan et.al, 2012).

Gambar 2.11 Pemeriksaan defek lapangan pandang pada penderita glaukoma dengan

Humphrey analyzer (Olver, 2005)

2.4.5 Diagnosis banding

1. Glaukoma sudut tertutup primer akut

Kelainan mata yang terjadi karena tekanan intraokular (TIO) meningkat

secara cepat sebagai hasil dari tertutupnya sudut bilik mata depan secara total

dan mendadak akibat blok pupil karena kondisi primer mata dengan segmen

anterior yang kecil. Pada kelainan ini, lensa tampak jernih dan pupil lebar

lonjong (Nurwasis, 2006).

2. Glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis

Glaukoma sekunder sudut terbuka ataupun tertutup yang disebabkan

radang pada iris dan corpus ciliaris. Pada kelainan ini tampak adanya keratik

13

presipitat, flare dan sel sinekia posterior total, iris bombans sudut tertutup

(Nurwasis, 2006).

3. Glaukoma neovaskuler

Glaukoma sekunder yang disebabkan adanya neovaskularisasi pada

permukaan iris, sudut, dan trabekular Meshwork (Nurwasis, 2006).

4. Glaukoma fakolitik

Glaukoma sekunder sudut terbuka yang timbul akibat keluarnya protein

lensa pada katarak matur dan hipermatur (Nurwasis, 2006).

2.4.6 Penatalaksanaan

1. Segera turunkan tekanan intraokular (TIO) dengan obat – obatan

(Nurwasis, 2006).

a. Bahan hiperosmotik

Obat – obat hiperosmotik digunakan untuk mengurangi tekanan

intraokular dengan membuat plasma jadi hipertonik terhadap aqueous

humor. Dosis semua obat rata – rata 1,5 g / kg (Vaughan et al., 2012).

1) Gliserin (Osmoglyn)

Gliserin umumnya diberikan per oral dalam larutan 50% dengan air

(1 ml gliserin beratnya 1,25 g). Dosisnya 1,5 g /kg. Efek hipotensif

maksimum tercapai dalam 1 jam dan bertahan 4 – 5 jam. Pemberian

per oral dan tidak terjadi efek diuretik adalah keuntungan gliserin

dibanding obat lain (Vaughan et al., 2012).

2) Mannitol (Osmitrol)

Sediaannya dalam bentuk larutan 5-25% untuk suntikan. Dosis 1,5 –

2 g / kg intravena, biasanya dengan kadar 20%. Efek hipotensif

maksimum terjadi dalam 1 jam dan bertahan 5 – 6 jam. Masalah

“overload” kardiovaskuler dan paru lebih sering terjadi pada obat

ini (Vaughan et.al, 2012).

b. Karbonik anhidrase inhibitor

Penghambatan anhidrase karbonat pada corpus ciliaris mengurangi

sekresi aqueous humor. Pemberian penghambat anhidrase karbonat per

oral terutama berguna dalam menurunkan tekanan intraokular dapat

dipakai pada glaukoma sudut tertutup dengan sedikit efek. Pemberian

14

per oral menimbulkan efek maksimum kira – kira setelah 2 jam,

sedangkan pada pemberian intravena setelah 20 menit. Lama efek

maksimal 4 – 6 jam setelah pemberian per oral (Vaughan et.al, 2012).

1) Acetazolamid (Vaughan et al., 2012)

Oral : Tablet 125 mg dan 250 mg, diberikan 2 – 4 x sehari

(tidak melebihi 1 g / 24 jam).

Kapsul lepas-berkala 500 mg, diberikan 1 – 2 x sehari.

Parenteral : Diberikan ampul 500 mg intramuskular atau intravena

untuk waktu singkat bila pasien tidak bisa menerima

per oral.

c. β adrenergik antagonis tetes mata

1) Timolol maleate (Timopic, Betimol) (Vaughan et al., 2012)

Sediaan : larutan 0,25 % dan 0,5 % ; gel 0,25 % dan 0,5 %.

Dosis : 1 tetes larutan 0,25 % atau 0,5 % di setiap mata, diberikan 1

– 2 x sehari bila perlu. 1 tetes gel 1 x sehari.

Timolol maletae adalah obat β adrenergik antagonis non-selektif

yang diberikan secara topikal untuk beberapa jenis glaukoma

sekunder. Satu kali pakai dapat menurunkan tekanan intraokular

selama 12- 24 jam. Timolol tidak mempengaruhi ukuran pupil atau

tajam penglihatan. Penggunannya harus hati – hati pada penderita

yang diketahui kontraindikasi terhadap penggunaan sistemik obat β

adrenergik antagonis (misalnya asthma, gagal jantung).

2. Tindakan pembedahan

a. Bila katarak matur dan tensi sudah turun dengan obat, segera ekstraksi

katarak. Apabila tensi tidak turun dengan obat, dapat dilakukan

sklerostomi posterior untuk aspirasi viterous melalui pars plana untuk

menurunkan TIO, kemudian dilakukan ekstraksi katarak melalui

iridektomi perifer (Nurwasis, 2006).

b. Bila katarak imatur dan tensi dapat turun dengan obat, dilakukan laser

iridotomi atau iridektomi melalui kornea. Selanjutnya, gonioskopi

ulang, bila hasilnya sudut tertutup atau terbuka sempit, dilakukan

trabekulektomi. Apabila tensi tidak turun dengan obat, dilakukan bedah

15

filtrasi lebih dulu. Ekstraksi katarak dilakukan pada tahap berikutnya.

Operasi katarak diusahakan dengan insisi kecil melalui kornea untuk

mengurangi kerusakan konjungtiva (Nurwasis, 2006).

2.4.7 Prognosis

Tujuan terapi glaukoma adalah menghentikan kecepatan kerusakan visual.

Sampai saat ini, penurunan tekanan intraokular (TIO) masih merupakan terapi

utama. Beberapa pasien masih akan tetap mengalami kehilangan penglihatan

meski terdapat penurunan tekanan yang bermakna. Namun, penurunan tekanan

intraokular (TIO) dengan cepat menurunkan laju progresivitas secara bermakna.

Jika diagnosis terlambat ditegakkan, bahkan ketika telah terjadi kerusakan

penglihatan bermakna, mata kemungkinan besar mengalami kebutaan meski

diberikan terapi. Jika tekanan intraokular (TIO) tetap terkontrol setelah terapi akut

glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan

penglihatan progresif. Demikian pula untuk glaukoma sekunder jika terapi

penyebab dasar menghasilkan penurunan tekanan intraokular (TIO) ke kisaran

normal (James, 2006).

16

BAB III

RINGKASAN

Glaukoma adalah kumpulan penyakit dengan karakteristik umum berupa neuropati

optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandang dengan peningkatan tekanan

intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama (Chusaida, 2013).

Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sekunder sudut tertutup akut yang

disebabkan oleh intumesensi lensa atau lensa yang membesar (AAO, 2005). Glaukoma

fakomorfik dapat terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu dengan blok pupil, tanpa blok pupil,

atau kombinasi (Nurwasis, 2006)

Glaukoma fakomorfik mempunyai gambaran gejala nyeri, nausea, muntah, lemah

lesu, penurunan visus secara cepat dan progresif, mata merah, fotofobia, dan lakrimasi.

Tanda yang dapat ditemukan adalah kelopak mata edematus, kemosis konjungtiva dan

kongesti konjungtiva, kornea menjadi edematus dan insensitif, bilik mata depan sangat

dangkal, sudut bilik mata depan tertutup total, iris mengalami perubahan warna, pupil

semidilatasi, tidak reaktif terhadap cahaya maupun akomodasi, lensa katarak dan

membengkak, TIO meningkat secara bermakna dan diskus optikus edematus dan hiperemi

(Khurana, 2007).

Diagnosis glaukoma fakomorfik diawali dengan anamnesa dengan keluhan mata

merah, nyeri, dan visus menurun. Kemudian, dari gambaran klinis dietmukan hiperemi siliar

dan konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal, pupil iris midriasis, iris bombans

akibat blok pupil, lensa katarak imatur – matur, TIO sangat tinggi, dan sudut bilik mata

depan tertutup (Nurwasis, 2006). Pemeriksaan klinis yang dilakukan adalah tonometri untuk

mengukur tekanan intraokular, gonioskopi untuk melihat sudut bilik mata depan, penilaian

diskus optikus dan pemeriksaan lapangan pandang (Vaughan et.al, 2012).

Diagnosis banding glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sudut tertutup primer akut,

glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis, glaukoma neovaskuler, dan glaukoma

fakolitik (Nurwasis, 2006).

Penatalaksaan glaukoma fakomorfik adalah dengan segera menurunkan tekanan

intraokular (TIO) dengan obat – obatan, seperti bahan hiperosmotik (Gliserin, Mannitol),

karbonik anhidrase inhibitor (Acetazolamid), β adrenergik antagonis tetes mata (Timolol)

dan dilakukan tindakan pembedahan (Nurwasis, 2006).

17

Prognosis untuk glaukoma sekunder, jika terapi penyebab dasar dapat menghasilkan

penurunan tekanan intraokular (TIO) ke kisaran normal dan dilakukan dengan cepat akan

menurunkan laju progresivitas secara bermakna. Namun, jika diagnosis terlambat ditegakkan

terutama setelah terjadi kerusakan penglihatan, kemungkinan besar mengalami kebutaan

meski diberikan terapi (James, 2006).

18

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology (AAO), 2005, Glaucoma. USA : American Academy of Ophthalmology.

Chusaida, Ululil, 2013, Glaukoma dalam Buku Ajar Kepaniteraan Klinik SMF Mata RSU Haji Surabaya. Surabaya : RSU Haji.

James, Bruce, Chew Chris, Bron, Anthony, 2006, Lecture Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Khurana, A.K., 2007, Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi : New Age International.

Nurwasis, Komaratih, Evelyn, 2006, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag / SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III. Surabaya : Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo

Nurwasis, Komaratih, Evelyn, Primitasari, Yulia, 2013, Glaukoma dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya : Airlangga University Press.

Olver, Jane, Cassidy, Lorraine, 2005, Ophthalmology at a Glance. USA : Blackwell Science.

Vaughan et.al, 2012, Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC.

19