41
REFERAT GLAUKOMA NEOVASKULAR DOKTER PEMBIMBING : Dr. Irastri Anggraini, SpM DISUSUN OLEH : Nama : Raysa Angraini NIM : 030.10.233 KEPANITERAAN KLINIK MATA

Referat Glaukoma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

glaukoma neovaskuler

Citation preview

REFERATGLAUKOMA NEOVASKULAR

DOKTER PEMBIMBING :Dr. Irastri Anggraini, SpM

DISUSUN OLEH :Nama : Raysa AngrainiNIM : 030.10.233

KEPANITERAAN KLINIK MATARSUD SEMARANGPERIODE 20 APRIL-22 MEI 2015FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

REFERATGLAUKOMA NEOVASKULAR

Diajukan untuk memenuhi syarat kepanitraan klinik Ilmu Penyakit BedahPeriode 20 April-22 Mei 2015Di Rumah Sakit Umum Daerah Semarang

Disusun oleh :Raysa Angraini030.10.233Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Semarang, 4 Mei 2015Pembimbing,

Dr. Irastri Anggraini, SpM

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..2DAFTAR ISI.3BAB I Pendahuluan4BAB II Anatomi dan fisiologi..5BAB III Glaukoma9BAB IV Glaukoma neovaskular14BAB V Kesimpulan29DAFTAR PUSTAKA30

BAB IPENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan introkular. Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit mata lainnya (glaukoma primer).Mekanisme peningkatan tekanan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup). Terapi ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular glaukoma tekanan normal berada dalam kisaran normal, penurunan tekanan intraokular mungkin masih ada manfaatnya.Tekanan intaokular diturunkan dengan cara mengurangi produksi aqueous humor atau dengan meningkatkan aliran keluarnya menggunakan obat, laser, atau pembedahan. Obat-obatan, yang biasanya diberikan secara topikal, tersedia untuk menurunkan produksi aqueous atau meningkatkan aliran keluar aqueous. Pembuatan pintas sistem drainase melalui pembedahan bermanfaat pada kebanyakan bentuk glaukoma bila terdapat kegagalan respons terapi dengan obat. Pada kasus-kasus yang sulit ditangani, dapat digunakan laser, krioterapi, dan diatermi untuk mengablasi corpus ciliare sehingga produksi aqueous humor menurun.Perbaikan akses aqueous humor menuju sudut bilik mata depan pada glaukoma sudut tertutup dapat dicapai dengan iridektomi bedah bila penyebabnya hambatan pupil; dengan miosis bila da pendesakan sudut; atau dengan siklopegia bila terdapat pergeseran lensa ke anterior. Pada glaukoma sekunder, harus selalu dipertimbangkan terapi untuk mengatasi kelainan primernya. 1

BAB IIANATOMI DAN FISIOLOGI

Sudut Filtrasi Mata

Gambar 1. Anatomi mata (a) Uveal meshwork; (b) corneoscleral meshwork; (c) Schwalbe line; (d) Schlemm canal; (e) connector channels; (f) longitudinal muscle of the ciliary body; (g) scleral spur

Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descement dan membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal schlemn dan trabekula sampai ke bilik mata depan. Akhir dari membran descement disebut garis schwalbe.Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari a. siliaris anterior.Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan menuju ke belakang, mengelilingi kanal schlemn untuk berinsersi pada sklera.2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke skleral spur (insersi dari m. siliaris) dan sebagian ke m. siliaris meridional.3. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe), menuju jaringan pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.4.Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju depan trabekula.Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga ada darah di dalam kanal schlemn, dapat terlihat dari luar. Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0.5 mm. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena didalam jaringan sklera dan episklera dan v. siliaris anterior di badan siliar. 2

FISIOLOGI AQUEOUS HUMOR

Gambar 2. Sirkulasi fisiologi queous humor

Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humor dan tahanan terhadap aliran ke luarnya dari mata.

Komposisi Aqueous HumorAqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 l, dan kecepatan pembentukannya yang memiliki variasi diurnal, adalah 2,5 l/mnt. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.

Pembentukan & Aliran Aqueous HumorAqueous humor diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di stroma processus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata depan lalu ke anyaman trabekular di sudut bilik mata depan. Selama itu, terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen aqueous dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan kadar protein. Hal ini disebut plasmoid aqueous dan sangat mirip dengan serum darah.

Aliran Keluar Aqueous HumorAnyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran pori-pori di anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat. Aliran ke dalam kanal Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanal Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aqueous humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam sistem vena corpus ciliare, koroid, dan sklera (aliran uveoskleral).Tahanan utama aliran keluar aqueous humor dari bilik mata depan adalah jaringan jukstakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal Schlemm, dan bukan sistem vena. Namun, tekanan di jaringan vena episklera menentukan nilai minimum tekanan intraokular yang dapat dicapai oleh terapi medis. 1

BAB IIIGLAUKOMA

DEFINISI

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata galukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan mengecilnya lapang pandang. Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini disebabkan : Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (galukoma hambatan pupil)Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya gangguan lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.Ekskavasi glaukomatosa, penggaungan atau ceruk papil saraf optik akibat glaukoma pada saraf optik. Luas atau dalamnya ceruk ini pada glaukoma kongenital dipakai sebagai indikator progesivitas glaukoma.1

EPIDEMIOLOGI

Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika Serikat terkena glaukoma, dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma, termasuk 100.000 penduduk Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Glaukoma sudut terbuka primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih, menyebabkan penyempitan lapangan pandang bilateral progresif asimptomatik yang timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitan lapangan pandang yang luas. Ras kulit hitam memiliki resiko yang lebih besar mengalami onset dini, keterlambatan diagnosis, dan penurunan penglihatan yang berat dibandingkan dengan ras kulit putih. Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus ras putih. Presentasi ini jauh lebih tinggi pada orang Asia dan suku Inuit. Glaukoma sudut tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di China. Glaukoma tekanan normal merupakan tipe yang paling sering di Jepang. 3

KLASIFIKASI GLAUKOMA1

KLASIFIKASI GLAUKOMA BERDASARKAN ETIOLOGI

A. Glaukoma primer1. Glaukoma sudut terbuka a. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut-terbuka kronik, glaukoma simpleks kronik)b. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)2. Glaukoma sudut tertutupa. Akutb. Subakutc. Kronikd. Iris plateauB. Glaukoma kongenital1. Glaukoma kongenital primer atau infantil2. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata laina. Sindrom-sindrom pembelahan bilik mata depanSindrom AxenfeldSindrom ReigerSindrom Peterb. Aniridia 3. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokulara. Sindrom Sturge-Weberb. Sindrom Marfanc. Neurofibromatosis 1d. Sindrom Lowee. Rubela kongenitalC. Glaukoma sekunder1. Glaukoma pigmentasi2. Sindrom eksfoliasi3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)a. Dislokasib. Intumesensic. Fakolitik 4. Akibat kelainan traktus uveaa. Uveitisb. Sinekia posterior (seklusio pupilae)c. Tumord. Edema corpus ciliare5. Sidrom iridokorneoendotelial (ICE)6. Traumaa. Hifemab. Kontusio/resesi sudutc. Sinekia anterior perifer7. Pascaoperasia. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)b. Sinekia anterior periferc. Pertumbuhan epitel ke bawahd. Pascabedah tandur korneae. Pascabedah ablasio retina8. Glaukoma neovaskulara. Diabetes melitusb. Oklusi vena centralis retinaec. Tumor intraokular9. Peningkatan tekanan vena episkleraa. Fistula karotis-kavernosab. Sindrom Sturge-Weber10. Akibat steroidD. Glaukoma absolut: hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata yang keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri.

Gambar 3. Kalisifikasi Glaukoma

KLASIFIKASI GLAUKOMA BERDASARKAN MEKANISME PENINGKATAN TEKANAN INTRAOKULAR

A. Glaukoma sudut terbuka1. Membran pratrabekular: Semua kelainan ini dapat berkembang menjadi glaukoma sudut tertutup akibat kontraksi membran pratrabekulara. Glaukoma neovaskularb. Pertumbuhan epitel ke bawahc. Sindrom ICE2. Kelainan trabekulara. Glaukoma sudut terbuka primerb. Glaukoma kongenitalc. Glaukoma pigmentasid. Sindrom eksfoliasie. Glaukoma akibat steroidf. Hifema g. Kontusio atau resesi suduth. Iridosiklitis (uveitis)i. Glaukoma fakolitik3. Kelainan pascatrabekular Peningkatan tekanan vena episkleraB. Glaukoma sudut tertutup1. Sumbatan pupil (iris bombe)a. Glaukoma sudut tertutup primerb. Seklusio pupilae (sinekia posterior)c. Intumesensi lensad. Dislokasi lensa anteriore. Hifema 2. Pergeseran lensa ke anteriora. Glaukoma sumbatan siliarisb. Oklusi vena sentralis retinaec. Skleritis posteriord. Pascabedah ablatio retinae3. Pendesakan suduta. Iris plateaub. Intumesensi lensac. Midriasis untuk pemeriksaan fundus4. Sinekia anterior perifera. Penyempitan sudut kronikb. Akibat bilik mata depan yang datarc. Akibat iris bombed. Kontraksi membran pratrabekular

BAB IVGLAUKOMA NEOVASKULAR

DEFINISI

Glaukoma neovaskular (NVG) adalah glaukoma sekunder sudut tertutup yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskular pada permukaan iris dan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aqueous humor dan meningkatkan TIO.4

EPIDEMIOLOGI

Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42% setelah tindakan vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi. Oklusi vena sentralis retina dilaporkan dapat menimbulkan iridis sekitar 60% setelah 3-6 bulan timbulnya gejala. Rubeosis iridis dan glaukoma neovaskuler dapat juga berhubungan dengan oklusi arteri sentralis retina, meskipun lebih sedikit jika dibandingkan dengan oklusi vena sentralis retina. 5,6

ETIOLOGI

Pengetahuan tentang glaukoma neovaskular dimulai dengan ditemukannya hubungan antara terjadinya neovaskularisasi pad iris dengan terdapatnya oklusi v. sentralis retina. Berikut beberapa penyebab tersering glaukoma neovaskular: 7 1. Iskemik oklusi vena retina sentralis menyumbang sekitar sepertiga dari kasus. Sekitar 50 persen dari mata mengembangkan NVG setelah iskemik oklusi vena retina sentralis. Pembuluh darah kapiler yang luas di tepi retina non-perfusi pada fluorescein angiography merupakan predictor yang paling berharga dari resiko NVG berikutnya, meskipun pada beberapa pasien oklusi non-iskemik mungkin kemudian menjadi iskemik. Glaukoma biasanya terjadi 3 bulan setelah oklusi (100-day glaukoma) tapi interval dari 4 minggu sampai 2 tahun itu sudah terdokumentasi.2. Diabetes mellitus menyumbang jumlah yang sedikit lebih kecil. Pasien penderita diabetes selama 10 tahun atau lebih dengan proliferatif retinopati berada pada risiko tertentu. Risiko glaukoma berkurang oleh panretinal photocoagulation dan meningkat oleh ekstraksi katarak. Vitrectomy pars plana dapat juga memicu rubeosis iridis jika terapi laser inadekuat atau penarikan perlekatan retina menetap.3. Penyakit pembuluh darah arteri retina seperti oklusi arteri retina sentralis dan sindrom okularis iskemik adalah penyebab yang jarang.4. Penyebab lain termasuk tumor intraokular, terlepasnya retina intraokluler yang kronis dan peradangan kronis intraokular.

PATOGENESIS

Glaukoma neovaskular adalah kondisi yang terjadi akibat neovaskularisasi iris (rubeosis iridis). Biasanya disebabkan oleh iskemi retina yang berat, difus, dan kronis. Jaringan hipoksia retina memproduksi faktor pertumbuhan guna merevaskularisasi area hipoksia; hal terpenting adalah vascular endothelial growth factor (VEGF). Selain mempengaruhi neovaskularisasi retina (retinopati proliferatif) beberapa faktor juga berdifus ke segmen anterior dan menginisiasi rubeosis iridis dan neovaskularisasi pada sudut bilik mata anterior. Kemudian menginisiasi gangguan aliran aqueous dengan munculnya sudut terbuka dan menghasilkan glaukoma sekunder sudut terbuka yang biasanya sangat berat. Terapi glaukoma neovaskular yang telah terbentuk sulit berhasil dan sering tidak memuaskan. 8

Gambar 4. Neovaskular Glaukoma (a) Rubeosis iridis dan sudut tertutup dengan PAS; (b) Kumpulan pembuluh darah kecil; (c) invasi pembuluh darah baru pada sudut; (d) progresif sinekia sudut tertutup 9

STADIUM, DIAGNOSIS, DAN PENATALAKSANAAN 7

Meskipun derajatnya tumpang tindih namun NVG dapat dibagi menjadi 3 tahap :(a) Rubeosis iridis(b) Glaukoma sudut terbuka sekunder(c) Glaukoma sinekia sudut tertutup sekunder

RUBEOSIS IRIDIS

DiagnosisDalam urutan kronologis rubeosis berkembang sebagai berikut yaitu Gumpalan pelebaran pembuluh darah kapiler kecil atau bintik-bintik merah yang berkembang di tepi pupil dan dapat luput meskipun pemeriksaan iris dilakukan secara teliti dibawah perbesaran gambar Pertumbuhan pembuluh darah baru yang melingkar di permukan iris menuju ke sudut, terkadang diikuti dengan pelebaran pembuluh darah. Pada tahap ini TIO dapat masih normal dan pembuluh darah baru dapat menghilang secara spontan atau dengan pengobatan Neovaskularisasi pada sudut pada pupil dapat terjadi terutama setelah oklusi vena retina sentralis. Sehingga hal ini penting untuk melakukan pemeriksaan gonioscopy secara teliti tanpa midriasis dengan resiko tinggi bahkan ketika tepi pupil tidak terlibat

Pengobatan Panretinal photocoagulation (PRP), jika dilakukan segera, sering berefektif dalam meregresi pembuluh darah baru dan mencegah progresi dari glaukoma Intravitreal vascular endothelial growth factor (VEGF) inhibitors seperti bevacizumab (Avastin) pada dosis 1,25 mg dalam 0,05 ml dapat mengurangi neovaskularisasi pada tahap ini dan mendukung kontrol TIO, meskipun durasi kontrol sering terbatas, membutuhkan injeksi lebih lanjut atau kontrol definitif dengan PRP Retinal surgery. Jika rubeosis berkembang dan menetap setelah dilakukan vitrectomy pada pasien diabetes dengan lepasnya residu retina, perlekatan kembali perlu dilakukan, jika berhasil rubeosis dapat berkurang secara bertahap. Tambahan panretinal photocoagultion (PRP) dapat memberikan keuntungan

GLAUKOMA SUDUT TERBUKA SEKUNDER

DiagnosisDitandai dengan adanya peningkatan TIO, neovaskular iris yang akan berlanjut menjadi neovaskular pada sudut bilik mata, adanya proliferasi jaringan neovaskular pada sudut bilik mata dan terdapat membran fibrovaskular (yang berkembang sirkumferensial melewati sudut bilik mata dan memblok anyaman trabekula). Gejala yang timbul adalah visus kabur namun mata tidak merah dan tidak nyeri. Stadium ini bisa terjadi antara 8-15 minggu.

Pengobatan Pengobatan seperti pada POAG tetapi dihindari pemberian miotikum, dan derifat prostaglandin digunakan berhubungan dengan potensi terjadinya inflamasi. Atrofin topikal 1% dan intensif steroid topikal perlu diberikan jika inflamasi tampak jelas. Topikal apraclonidine dan/atau acetazolamide oral dapat dibutuhkan untuk pemberian sementara jangka pendek. Injeksi intravitreal VEGF inhibitor dapat efektif jika fibrovaskular sudut tertutup belum terjadi. Cyclodiode perlu dilakukan jika kontrol obat untuk TIO tidak mungkin diberikan, terutama jika mata terasa tidak nyaman, memiliki pontesi visus yang baik atau pencegahan edema kornea mencegah penglihatan kornea yang efektif untuk PRP PRP harus tetap dilakukan bahkan jika TIO dikontrol dengan medikasi, meskipun hal ini tidak mengembalikan komponen fibrosa pada membran fibrovaskular. Jika penglihatan retina buruk, pemeriksan oftamoskopi indirek dapat memberikan akses yang lebih baik, jika perlu dalam operasi dengan pengait iris untuk membuka pupil yang kecil akibat sinekia posterior. Trans-scleral cryotherapy atau laser dioda menjadi pilihan.

GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP SEKUNDER

DiagnosisJika rubeosis lanjut berkembang menjadikan sudut tertutup secara progresif akibat kontraksi dari jaringan fibrovasklar dengan cara menarik perifer iris melewati trabekulum. Tertutupnya sudut menyebabkan peningkatan TIO, gangguan penglihatan berat, kongesti bola mata, dan nyeri. Prognosis untuk fungsi visus sangat buruk pada tahap ini, walaupun pengobatan yang agresif dapat memberikan kenyamanan dan mempertahankan fungsi penglihatan pada beberapa kasus.

Pengobatan Pengobatan seperti pada tahap sudut terbuka sekunder. Steroid dan atrofin dapat adekuat jika tidak ada potensi untuk penglihatan. Intravitreal VEGF inhibitor injection secara umum tidak efektif jika sinekia sudut tertutup telah muncul. Cyclodiode dapat dipertimbangkan dalam kondisi seperti di atas. PRP dilakukan jika fundus secara adekuat terlihat. Mata dengan media opak dapat diobati dengan trans-scleral cryotherapy atau cyclodiode, jika sesuai. Filtration surgery dapat dipertimbangkan jika visus 1/300 atau lebih baik. Pilihannya adalah trabekulektomi dengan tambahan mitomycin C dan artificial filtering shunts (perangkat drainase glaukoma) Retrobulbar alchohol injection berguna dalam menghilangkan nyeri tetapi dapat menyebabkan ptosis permanen dan tidak menghilangkan kongesti Enukleasi jika dengan pengobatan yang lain tidak berhasil

PEMERIKSAAN PENUNJANG Iluminasi oblik dari COACOA diiluminasi dengan sinar dari lampu tangensial menuju bidang iris. Pada mata dengan kedalaman COA yang normal, iris tampak seragam saat diiluminasi. Pada mata dengan COA yang dangkal dan sudut yang tertutup baik sebagian ataupun seluruhnya, iris menonjol ke anterior dan tidak seragam saat diiluminasi.

Gambar 5. Pemeriksaan Kedalaman COA

Slit LampKedalaman sentral dan perifer dari COA harus dievaluasi dengan ketebalan dari kornea. COA yang memiliki kedalaman kurang dari 3 kali ketebalan kornea pada bagian sentral disertai kedalaman bagian perifer kurang dari ketebalan kornea memberikan kesan sudut yang sempit. Gonioskopi penting dilakukan untuk evaluasi selanjutnya. Untuk evaluasi kedalaman dari COA dengan pemeriksaan slit lamp biomiocroscop, pengaturan cahaya yang sempit dipilih. Cahaya harus mengenai mata pada sudut penglihatan yang sempit dari garis cahaya pemeriksa. Alat untuk imaging dari segmen anterior telah tersedia (Visante OCT, Zeiss) menyediakan gambaran tomografi dari COA dan ukurannya.

Gambar 6. Evaluasi Kedalaman COA dengan Slit Lamp

GonioskopiSudut dari COA dievaluasi dengan gonioskop yang diletakkan secra langsung pada kornea. Gonioskopi dapat membedakan beberapa kondisi: Sudut terbuka : glaukoma sudut terbuka Sudut tertutup : glaukoma sufut tertutup Akses sudut menyempit : konfigurasi dengan risiko glaukoma akut sudut tertutup Sudut teroklusi : glaukoma sekunder sudut tertutup, sebagai contoh disebabkan neovaskularisasi pada rubeosis iridis. Sudut terbuka tetapi disertai deposit sel inflamasi, eritrosit atau pigmen pada jalinan trabekular : glaukoma sekunder sudut terbukaGonioskopi merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengidentifikasi bentuk respektif dari glaukoma.

Gambar 7. Gonioskopi Pengukuran Tekanan Intraokular Perbandingan palpasi dari kedua bola mata merupakan pemeriksaan awal yang dapat mendeteksi peningkatan tekanan intraokular. Jika pemeriksa dapat menekan bola mata dimana pada saat palpasi berfluktuasi, tekanan kurang dari 20 mmHg. Bola mata yang tidak berpegas tetapi keras seperti batu merupakan tanda tekanannya sekitar 60-70 mmHg (glaukoma akut sudut tertutup).

Gambar 8. Pengukuran Tekanan Intraokular dengan Palpasi

Tonometri SchiotzPemeriksaan ini mengukur derajat dari kornea yang dapat diindentasi pada posisi pasien supine. Semakin rendah tekanan intraokular, semakin dalam pin tonometri yang masuk dan semakin besar jarak dari jarum bergerak. Tonometri indentasi sering memberikan hasil yang tidak tepat. Sebagai contohnya kekakuan dari sklera berkurang pada mata miopia dimana akan menyebabkan pin dari tonometer masuk lebih dalam. Oleh karena itu tonometri indentasi telah digantikan oleh tonometri applanasi.

Gambar 9. Pemeriksaan Tonometri Schiotz Tonometri Applanasi Metode ini merupakan metode yang paling sering dilakukan untuk mengukur tekanan intraokular. Pemeriksaan ini memungkinkan pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan pada posisi pasien duduk dalam beberapa detik (metode Goldmanns). Atau posisi supine (metode Draegers). Tonometer dengan ujung yang datar memiliki diameter 3,06 mm untuk applanasi pada kornea diatas area yang sesuai (7,35 mm) . Metode ini dapat mengeliminasi kekakuan dari sklera yang merupakan sumber dari kesalahan .

Gambar 10. Pemeriksaan Tonometri Applanasi Goldmann

Tonometri pneumatik non kontakTonometer elektronik menembakkan udara 3ms secara langsung ke kornea. Tonometer merekam defleksi dari kornea dan mengkalkulasi tekanan intraokular. Keuntungan : tidak memerlukan penggunaan anestesi topikal, pengukuran tanpa kontak mengurangi risiko infeksi (dapat dilakukan pengukuran pada keadaan konjungtivitis).Kerugian : kalibrasi sulit, pengukuran yang tepat hanya dapat dilakukan diantara tekanan yang rendah dan sedang, tidak bisa digunakan bila terdapat skar pada kornea, pemeriksaan tidak nyaman untuk pasien, aliran udara besar, peralatan lebih mahal dibandingkan tonometer applanasi. Kurva Pengukaran tekanan 24 jam Pengukuran dilakukan untuk menganalisis fluktuasi dari tekanan sepanjang 24 jam pada pasien dengan suspek glaukoma. Pengukuran single dapat tidak representatif. Hanya kurva 24 jam yang menyediakan informasi yang tepat mengenai tingkat tekanan. Tekanan intaokular berfluktuasi pada gambaran ritmis. Anga tertinggi seringnya timbul pada malam hari atau awal pagi hari. Pada pasien normal, fluktuasi dari tekanan intraokular jarang melebihi 4-6 mmHg. Tekanan diukur pada pukul 06.00 pagi hari dan pukul 06.00 sore hari, 09.00 malam hari dan tengah malam. Kurva tekanan 24 jam dari pasien rawat jalan tanpa pengukuran waktu malam hari dan awal pagi hari hasilnya kurang tepat.

Gambar 11. Kurva Tekanan 24 Jam

Tonometric self-examinationPerkembangan terbaru memungkinkan pasien untuk mengukur tekanan intraokular sendiri di rumah dimana serupa dengan pengukuran gula darah dan tekanan darah sendiri. Tonometer pasien memungkinkan untuk memperoleh kurva tekanan 24 jam dari beberapa kali pemeriksaan pada kondisi yang normal setiap hari. Tonometer pasien dapat diresepkan untuk pasien yang sesuai (seperti pasien dengan meningkatnya risiko glaukoma akut). Bagaimanapun juga pengggunaan alat memerlukan kemampuan khusus. Pasien dengan gangguan pada pemakaian tetes mata merupakan petimbangan yang tepat untuk tidak mencoba menggunakan tonometer pasien. Pasien muda dan memiliki motivasi yang baik merupakan kandidat yang baik untuk tonometric self-examination.

Gambar 12. Tonometer self-examination

Partner TonometryTonometer portable peneumatic non-contact telah tersedia dan sesuai untuk tonometri di rumah. Hal yang perlu dilakukan adalah menyejajarkan tonometer dengan partner dan pengukurannya sendiri tidak tergantung pada pemeriksa. Hasilnya dapat dipercaya. Kekurangan dari alat ini alah harganya yang mahal.

Gambar 13. Partner Tonometry

OftalmoskopDiskus optikus memiliki indentasi yang disebut diskus optikus. Pada keadaan peningkatan tekanan intraokular yang persisten, diskus optikus menjadi membesar dan dapat dievaluasi dengan oftalmoskop. Pemeriksaan stereoskopik dari diskus optikus melalui slit lamp biomicroscope dicoba dengan lensa kontak memberikan gambaran 3 dimensi. Diskus optikus dapat diperiksa stereoskop dengan pupil yang dilatasi. Nervus opticus merupakan glaucoma memory. Evaluasi struktur ini akan memberikan informasi pada pemeriksa keruasakan akibat glaukoma terjadi dan berapa jauh kerusakan tersebut. Diskus optikus normal, anatomi normal dapat berbeda jauh. Diskus optikus besar yang normal selalu bulat dan elongasi vertikal dari diskus optikus didapatkan pada mata dengan glaukoma. Pengukuran diskus optikus, area diskus optikus, dan pinggiran neuroretinal (jaringan vital diskus optikus) dapat diukur dengan planimetri pada gambaran 2 dimensi dari nervus opticus.

Gambar 14. Diskus Optikus Normal

Perubahan glaukomatosa pada nervus optikus, glaukoma menimbulkan perubahan tipikal pada bentuk dari diskus optikus. Kerusakan progresif dari serabut saraf, jaringan fibrosa dan vaskular, serta jaringan glial akan diobservasi. Atrofi jaringan ini akan menyebabkan peningkatan pada ukuran dari diskus optikus dan warna diskus optikus menjadi pucat. Perubahan progresif dari diskus optikus pada glaukoma berhubungan dekat dengan peningkatan defek dari lapang pandang.

Gambar 15. Lesi Glaukomatosa pada Nervus Opticus

Tes Lapang PandangDeteksi glaukoma sedini mungkin memerlukan dokumentasi gangguan lapang pandang pada stadium sedini mungkin. Seperti telah diketahui bahwa gangguan lapang pandang pada glaukoma bermanifestasi pada awalnya di daerah lapang pandang superior paracental nasal atau jarangnya pada lapang pandang inferior, dimana skotoma relatif nantinya akan berkembang menjadi skotoma absolut. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 lapang pandang bagian tengah. Kelainan pandang pada glaucoma yaitu terjadinya pelebaran blind spot dan perubahan scotoma menjadi byerrum, kemudian jadi arcuata dan berakhir dengan pembentukan ring, serta terdapatnya seidel sign. Computerized static perimetry (pengukuran sensitivitas untuk membedakan cahaya) pemeriksaan utama dibandingkan metode kinetik dalam mendeteksi gangguan lapang pandang stadium awal.

Gambar 16. Tes Lapang Pandang Tes provokasi, dilakukan pada keadaan yang meragukan.Tes yang dilakukan : tes kamar gelap, tes midriasis, tes membaca, tes bersujud (prone test). Untuk glaucoma sudut tertutup, yang umum dilakukan adalah tes kamar gelap (karena pupil akan midriasis dan pada sudut bilik mata yang sempit, ini akan menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata). Caranya adalah ukur TIO awal, kemudian pasien masuk kamar gelap selama 60-90 menit. Ukur segera TIO nya. Kenaikan 8 mmHg, tes provokasi (+)

PROGNOSIS

Secara umum, prognosis NVG perlu diwaspadai. Prognosis sangat bergantung pada 2 faktor, yaitu pencegahan dan pengobatan pada tahap awal NVG terhadap perjalanan serta proses dari penyakit yang mendasari.

BAB VKESIMPULAN

Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya diberikan terapi dan efektivitas terapi ditentukan dengan melakukan pengukuran tekanan intraoklar (tonometri), inspeksi diskus optikus, dan pengukuran lapangan pandang secara teratur.Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh oftamolog, tetapi deteksi kasus-kasus asimptomatik bergantung pada kerjasama dan bantuan dari semua petugas kesehatan, khususnya optometris. Oftalmoskopi untuk mendeteksi cupping diskus optikus dan tonometri untuk mengukur tekanan intraoklular harus menjadi bagian dari pemeriksaan oftamlogik rutin semu pasien yang berusia lebih dari 35 tahun. Pemeriksaan-pemeriksaan ini terutama penting pada pasien dengan riwayat glaukoma dalam keluarga dan termasuk kelompok resiko tinggi, seperti ras kulit hitam, yang dianjurkan melakukan skrining teratur setiap 2 tahun sekali sejak usia 35 tahun dan setahun sekali sejak usia 50 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Penerbit buku kedokterran EGC:2013. Ed 17. pg 2282. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Badan penerbit FKUI:2012. Edisi 4th. Pg 8-93. American Academy of Ophtalmology: 2005-2006. Acute Primary Angle Closure Glaucoma in Basic and Clinical Science Course, section 10, page 122-1264. Ilyas S, Tanzil M, ed. Glaukoma. Dalam Sari Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Jakarta. FKUI:2006. P.212-185. William L and Wilkins, Glaucomas Associated With Disorders of The Retina, Vitreous and Choroid In Shields, Textbook of Glaucoma Fifth Edition, Chap 19; 2005 : 328-376. American Academy of Ophtalmology, Glaucoma, Section 12 chap 5; 2008-2009 : 150-97. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophtalmology. Elsevier:2011. Edisi 7. Hal 359-618. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Penerbit buku kedokterran EGC:2013. Edisi 17. Hal 2289. Courtesy of J Harry and G Misson, from Clinical Ophthalmic Pathology, Butterworth-Heinemann 2001

20