26
BAB I PENDAHULUAN Kemajuan teknologi di sektor industri telah berhasil menciptakan berbagai macam produk mesin yang dalam pengoperasiannya seringkali menghasilkan polusi suara atau timbulnya bising di tempat kerja. Suara bising atau polusi suara, sebagai salah satu efek dari sektor industri yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran atau ketulian pada seseorang yang bekerja atau berada di lingkungan industri. (1) Bising dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan pekerja baik gangguan secara langsung pada pendengaran maupun pada non pendengaran. Gangguan pada pendengaran yaitu berupa trauma bising/NIHL (Noise Induced Hearing Loss) yaitu akibat kerusakan organ sensori atau sensorineural telinga dalam yang menetap disebabkan oleh dampak akumulasi pengaruh bising dalam jangka lama. (2,3) Menurut KepMenNakes No.51 tahun 1999 dan KepMenKes No.1405 tahun 2002, kebisingan yang dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yaitu 85 dB. World Health Organization (WHO) tahun 2004 menyatakan tingginya kadar kebisingan kerja menjadi masalah di seluruh wilayah dunia. Di Amerika Serikat lebih dari 30 juta pekerja terpapar kebisingan berbahaya dan di Jerman 4-5 juta orang (12-15% dari tenaga kerja) terpapar kebisingan. Menurut hasil “WHO Multi Center Study” pada tahun 1998, Indonesia termasuk dalam empat negara di Asia 1

REFERAT EVY Liesniawati

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat NIHL

Citation preview

BAB IPENDAHULUANKemajuan teknologi di sektor industri telah berhasil menciptakan berbagai macam produk mesin yang dalam pengoperasiannya seringkali menghasilkan polusi suara atau timbulnya bising di tempat kerja. Suara bising atau polusi suara, sebagai salah satu efek dari sektor industri yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran atau ketulian pada seseorang yang bekerja atau berada di lingkungan industri.(1)Bising dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan pekerja baik gangguan secara langsung pada pendengaran maupun pada non pendengaran. Gangguan pada pendengaran yaitu berupa trauma bising/NIHL (Noise Induced Hearing Loss) yaitu akibat kerusakan organ sensori atau sensorineural telinga dalam yang menetap disebabkan oleh dampak akumulasi pengaruh bising dalam jangka lama. (2,3)Menurut KepMenNakes No.51 tahun 1999 dan KepMenKes No.1405 tahun 2002, kebisingan yang dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yaitu 85 dB. World Health Organization (WHO) tahun 2004 menyatakan tingginya kadar kebisingan kerja menjadi masalah di seluruh wilayah dunia. Di Amerika Serikat lebih dari 30 juta pekerja terpapar kebisingan berbahaya dan di Jerman 4-5 juta orang (12-15% dari tenaga kerja) terpapar kebisingan. Menurut hasil WHO Multi Center Study pada tahun 1998, Indonesia termasuk dalam empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi yaitu 4,6%, tiga negara lainnya adalah Sri Langka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%).(4,5)Gangguan pendengaran tersebut terkadang tidak disadari oleh penderitanya dimana akibat dari timbulnya gangguan pendengaran ini dapat dipengaruhi oleh umur, lama pemaparan, masa kerja dan intensitas bising. Ketulian akan mengakibatkan menurunnya kualitas hidup (Quality of Life) seseorang dan berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia.(2,3)

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1 ANATOMI TELINGATelinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. II.1.1 Telinga luarTelinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-ira 2 - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Seperti yang terdapat gambar di bawah ini :

Gambar 1. Anatomi telinga (Telinga Luar, Telinga Tengah dan Telinga Dalam)

II.1.2 Telinga Tengah (Cavum Timpani)Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani, batas depan adalah tuba eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis), batas belakang aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars vertikalis, batas atas tegmen timpani (meningen/otak), serta batas dalam dengan susunan berturut-turut dari atas ke bawah terdiri dari kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Batas atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 5 untuk membran timpani kanan dan pukul 7 untuk membrane timpani kiri. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.Membran timpani dibagi menjadi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes.(Gambar 1)Tulang pendengaran di dalam telinga saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.( 6)

II.1.3 Telinga DalamTelinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untu pendengaran. Dasar skala vestibuli (Reissners membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan canalis Corti, yang membentuk organ Corti.gambaran seperti berikut :(6)

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam

II.2 FISIOLOGI PENDENGARANProses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Membran timpani akan bergetar ketika terkena gelombang suara. Daerah-daerah bertekanan tinggi dan rendah yang berselang-seling dan ditimbulkan oleh gelombang suara menyebabkan gendang telinga yang sangat peka melekuk ke dalam dan keluar seiring dengan frekuensi gelombang suara. Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh rantai tiga tulang kecil atau osikulus (maleus, inkus, dan stapes) yang dapat bergerak dan membentang di telinga tengah. Sewaktu membran timpani bergetar, rangkaian tulang-tulang tersebut ikut bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi getaran ini dari membran timpani ke jendela oval. Tekanan yang terjadi di jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan cairan telinga dalam mirip gelombang suara asal. Sistem osikulus memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang suara di udara melalui dua mekanisme agar cairan dikoklea bergetar. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luasjendela oval (tekanan= gaya/luas). Kedua, efek tuas osikulus juga menimbulkan penguatan. Bersama-sama, kedua mekanisme ini meningkatkan gaya yang bekerja pada jendela oval sebesar 20 kali dibandingkan dengan jika gelombang suara langsung mengenai jendela oval. Penambahan tekanan ini sudah cukup untuk menggetarkan cairan di koklea.Energi getar yang diamplikasi ini akan menggetarkan jendela oval sehigga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran ini diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong edolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini proses ini merupakan rangsang mekanik yang akan menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan lisrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditoris sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.uraian diatas seperti gambar di bawah ini :(7)

Gambar 3. Gambaran fisiologi pendengaranII.3 NOISE INDUCED HEARING LOSSII.3.1 DefinisiGangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) adalah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Gangguan pendengaran akibat bising biasanya bilateral dan sama derajat maupun sifatnya.(8,9)Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor bunyi yang frekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz.(8)Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising, antara lain intensitas atau kerasnya bunyi yang lebih tinggi (sound pressure level), tipe bising (spektrum frekuensi), periode pemaparan per hari (duty cycle perday), lamanya masa kerja, kerentanan individual, umur pekerja, penyakit telinga yang menyertai, sifat lingkungan tempat bising dihasilkan, jarak dari sumber bunyi, dan posisi setiap telinga terhadap gelombang suara. Empat yang pertama merupakan faktor-faktor terpenting dalam pemaparan bising.(9)

II.3.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat sekitar 10 juta orang dewasa dan 5,2 juta anak sudah menderita gangguan pendengaran akibat bising dan 30 juta lebih lainnya dapat terkena dampak bising yang berbahaya setiap harinya.(10)Data World Health Organization (WHO) mengenai angka gangguan pendengaran dan ketulian menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) dari total penduduk dunia, tahun 2005 sekitar 278 juta (4,2%) dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi sekitar 360 juta (5,3%) penduduk dunia, 328 juta penduduk (91%) merupakan orang dewasa dan 32 juta (9%) adalah anak-anak.Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survei yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun 1995 pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta didapatkan hasil adanya gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun.(11)

II.3.3 Patofisiologi

Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia seperti gambar di bawah ini:

Gambar 4. sel rambut yang mengalami kerusakan

Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.(12)

II.3.4 Maniefestasi Klinis

Bising memiliki dua pengaruh terhadap pekerja yaitu pengaruh auditorial berupa tuli akibat bising (Noise induced hearing loss/NIHL) umumnya terjadi dalam lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan yang tinggi serta berupa pengaruh non auditorial yang dapat bermacam-macam misalnya gangguan komunikasi, gelisah, rasa tidak nyaman, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah dan lain sebagainya.(9)Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang dengar menetap (permanent threshold shift).(8)Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang. Keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising.(8)Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari.(8)Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat (explosif) atau berlangsung lama. Keadaan ini menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel rambut, stria vaskularis, dan lain-lain.(8)

II.3.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri.Anamnesis pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih. Pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan audiologi, tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.uraian diatas seperti gambar di bawah ini :

Gambar 5. Hasil Audiogram Pada Tuli Akibat Bising

Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (short increment sensitivity index), ABLB (alternate binaural loudness balance), MLB (monoaural loudness balance), audiometri Bekesy, audiometri tutur (speech audiometry), hasil menunjukkan adanya fenomena rekrutmen (recruitment) yang patognomonik untuk tuli sensorineural koklea.(8)

II.3.6 PenatalaksanaanSesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet).Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural yang bersifat menetap, bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar/ ABD (hearing aid).Alat bantu dengar (ABD) adalah suatu perangkat elektronik yang berguna untuk memperkeras (amplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga, sehingga si pemakai dapat mendengar lebih jelas suara yang ada di sekitarnya.(8,12)ABD memiliki 4 bagian pokok yaitu mikrofon yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah sinyal suara menjadi energi listrik kemudian meneruskannya ke amplifier, amplifier yang berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi listrik yang selanjutnya mengirimkannya ke receiver, receiver berfungsi mengubah energi listrik yang telah diperbesar amplifier menjadi energi bunyi kembali dan meneruskan ke liang telinga serta batere sebagai sumber tenaga. Contoh seperti gambar dibawah ini :(12)

Gambar 6. Bagian-bagian dari Alat Bantu Dengar (ABD)Selain komponen dasar tersebut pada jenis ABD tertentu juga dilengkapi dengan fasilitas tambahan seperti telecoil yang berfungsi menangkap medan magnit dari peralatan audio disekitarnya, audio input yang memungkinkan ABD terhubung dengan peralatan audio (TV, radio dan lain-lain), serta tone control untuk dapat memilih kualitas nada yang diinginkan. Untuk ABD yang komponennya berada di luar telinga, suara yang telah diperkeras disalurkan ke liang telinga melalui pipa plastik (tubing) dan ear mould (cetakan liang telinga). Ear mould dibuat khusus agar sedemikian rupa cocok dengan ukuran liang telinga, terbuat dari bahan acrylic atau silikon. Ukuran ear mould sangat individual sehingga ear mould untuk telinga kiri tidak cocok bila dipasang di telinga kanan. Pada bayi dan anak, ear mould secara berkala harus diganti karena ukuran liang telinga pasti berubah sesuai perkembangan anatomi kepala. Pada ABD berukuran kecil dimana semua komponen berada di liang telinga, ear mould menyatu dengan komponen ABD.(12)Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat sehingga diperlukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat leah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume tinggi rendah dan irama percakapan.(8)Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear implant). Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli saraf berat dan total bilateral. Implan koklea sudah mulai dimanfaatkan semenjak 25 tahun yang lalu dan berkembang pesat di negara maju. Implantasi koklea pertama kali dikerjakan di Indonesia pada bulan Juli 2002. Selama 4 tahun terakhir telah dilakukan implantasi koklea pada 27 anak dan 1 orang dewasa. Implan koklea yang paling mutakhir saat ini mempunyai 24 buah saluran (channel).(8,12)Indikasi pemasangan implan koklea adalah keadaan tuli saraf berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dengan alat bantu dengar konvensional, usia12 bulan sampai 17 tahun, tidak ada kontraindikasi medis dan calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik. Sedangkan kontra indikasi pemasangan implan koklea antara lain tuli akibat kelainan pada jalur saraf pusat (tuli sentral), proses penulangan koklea, koklea tidak berkembang.(12)

II.3.7 Prognosis jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian.(8)

II.3.8 Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melaksanakan Program Konservasi Pendengaran di tempat kerja dengan baik. Program Konservasi Pendengaran (PKP) antara lain dengan mengidentifikasi sumber bising (walk through survey), pengukuran dan analisis kebisingan (SLM, Octave Band Analyzer), pengendalian bising dalam bentuk control engineering maupun kontrol administrasi, melakukan pemeriksaan audiometri secara berkala, pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi, pemberian alat pelindung diri, serta pencatatan dan pelaporan data. Seperti tabel di bawah ini:

Tabel 1. Intensitas dan waktu pajanan bising yang diperkenankanIntensitas bising (dB)Waktu Pajanan (per hari dalam jam)

8024

8216

858

884

912

941

97

100

OSHA (Occupational Safety and Health Administration) membuat peraturan yang dikenal dengan hukum 5 dB. Apabila intensitas bising meningkat 5 dB, maka waktu pajanan yang diperkenankan harus dikurangi separuhnya.(13) II.4 OKSIGEN HIPERBARIKOksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen dengan tekanan lebih dari 1 (satu) atmosfer, dilakukan dalam Ruangan Udara Bertekanan Tinggi (RUBT). Pada umumnya oksigen hiperbarik diberikan dengan tekanan 2-3 ATA tergantung dari jenis penyakitnya. Oksigen 100 % diberikan dengan menggunakan masker, sementara gas di sekitar tubuh merupakan udara normal yang terkompresi pada tekanan yang sama. Di dalam RUBT posisi penderita bisa duduk atau berbaring.(14)Dasar dari terapi hiperbarik sedikit banyak mengandung prinsip fisika. Teori Toricelli yang mendasari terapi digunakan untuk menentukan tekanan udara 1 atm adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut komposisi unsur-unsur udara yang terkandung di dalamnya mengandung Nitrogen (N2) 79 % dan Oksigen (O2) 21%. Dalam pernafasan kita pun demikian. Pada terapi hiperbarik oksigen ruangan yang disediakan mengandung Oksigen (O2) 100%. Terapi hiperbarik juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum Dalton, Boyle, Charles dan Henry.Sedangkan prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan pada semua organisme. Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia masuk ke dalam tubuh melalui cara pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi, transportasi dan difusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan kondisi yang optimal.Aspek fisiologis oksigen hiperbarik bisa dilihat di table di bawah ini :

Tabel 2. Aspek Fisiologis Oksigen HiperbarikASPEK FISIOLOGIS OKSIGEN HIPERBARIK

Transport oksigen dalam darah

Pada keadaan nornal kira-kira 97% oksigen (19.4 vol%) diangkut oleh hemoglobin dari paru-paru ke jaringan, 3% sisanya diangkut dalam bentuk terlarut dalam plasma darah. Dengan demikian pada keadaan normal, oksigen dibawa ke jaringan hampir seluruhnya oleh hemoglobin

Jumlah oksigen yang diangkut Hemoglobin

1 (satu) gram Hb dapat mengikat 1.34 ml O2, konsentrasi normal Hb +/- 15 gram per 100 ml darah. Bila saturasi HB 100 %, maka 100 ml darah dapat mengangkut 20,1 ml O2 yang terikat pada Hb (20,1 vol %)

Pengaruh hiperbarik terhadap kelarutan O2 dalam darah

Pada tekanan normal, oksigen yang larut dalam darah hanya sedikit (0.32 vol %). Tetapi dalam keadaan hiperbarik, misalnya pada tekanan 2,8 ATA dimana PO2 arterial mencapai +/- 2000 mmHg sehingga oksigen yang larut dalam plasma adalah sebesar +/- 6.4 vol % yang cukup untuk memberi hidup meskipun tidak ada hemoglobin (life without blood). Pada keadaan normal (istirahat) kebutuhan oksigen jaringan adalah 5 vol %.(15,16)

Dasar pemikiran pemakaian terapi dengan oksigen hiperbarik

Hiperoksigenasi akan memperbaiki daerah-daerah iskemik/hipoksia, mempertahankan dan memperbaiki fungsi sel-sel. Keadaan vasokonstriksi dapat mengurangi edema jaringan. Indikasi terapi hiperbarik oksigen penting pada kasus-kasus yang berkaitan dengan insufisiensi vaskuler.(14,15)

BAB IIIKESIMPULANGangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja dan merupakan salah satu penyebab timbulnya penurunan kualitas hidup seseorang. Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap dan tidak dapat diobati dengan obat maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian. Untuk terapi gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss) dengan terapi hiperbarik belum pernah diteliti, karena NIHL merupakan suatu keadaan yang kronis, sedangkan menurut penelitian keberhasilan hiperbarik apabila keadaannya akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nandi SS, Dhatrak SV. Occupational Noise Induced Hearing Loss in India. India Journal of Occupational and Environment Medicine, August 2008. vol 12, issue 2. P.53-6.2. Arini E.Y. 2005. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Pendengaran Tipe Sensorineural Tenaga Kerja Unit Produksi di PT.Kurnia Jati Utama Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro. Accessed on 13th May, 2015.3. Tjan H, Lintong F, Supit W. Efek Bising Mesin Elektronika Terhadap Gangguan Fungsi Pendengaran pada Pekerja di Kecamatan Sario Kota Manado, Sulawesi Utara. Jurnal e-Biomedik (eBM).2013;1 (1): 34-9.4. World Health Organization. Occupational Noise. Geneva: Protection of The Human Environment WHO [Online] 2004. Available at www.who.int/quantifying_ehimpacts/.../ebd9.pdf. Accesed on 13th May,2015.5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Telinga Sehat Pendengaran Baik. c2010 Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/840-telingasehatpendengaran-baik.html. Accesed on 13th May 2010.6. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran (Tuli). Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Ed. Buku ajar ilmu penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2007. h. 8.7. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 2011.p.236-8.8. Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss). Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Ed. Buku ajar ilmu penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2007. h. 49-52.9. Fox MS. Pemaparan bising industri dan kurang pendengaran. Dalam : Ballenger JJ, Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ke-13. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997. h. 305-9. 10. Seidman MD, Standring RT. Noise and Quality of Life. International Journal of Environmental Research and Public Health. 2010;7:3730-8.11. Siti Rani. Dosis Pajanan Bising. Available at http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123563-S-5264-Gambaran%20dosis-pendahuluan.pdf. Accessed on 14th May 2015.12. Yunita Andrina. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Bagian Ilmu Penyakit THT. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Accessed on 14th May 2015.13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Seri pedoman tatalaksana penyakit akibat kerja bagi petugas kesehatan : Penyakit THT akibat kerja. Jakarta: Kementrian Kesehatan, 2011.h. 3-9.14. Gill AL, Bell CNA. Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of action and outcomes. Qjm. 2004;97(7):385-95.15. Sadasivan S., et al. Hyperbaric oxygen therapy. Available at: http://www.moh.gov.my/attachments/6369.pdf. Accesed on 13th May, 201516. Ustad F, Ali FM, Ustad T, Aher V, Suryavanshi H. hyperbaric oxygen therapy, HBO, uses of HBO. Uses of hyperbaric oxygen therapy: a review. 2012(293).

1