19
REFERAT DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARING Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit THT Pembimbing: dr. Pulo Raja Soaloon Banjarnahor, SpTHT Oleh: Agatha Yunita Widya Sari

Referat - Deteksi Dini Karsinoma Nasofaring

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat THT - Deteksi Dini Karsinoma Nasofaring

Citation preview

REFERATDETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARINGKepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit THT

Pembimbing:dr. Pulo Raja Soaloon Banjarnahor, SpTHT

Oleh:Agatha Yunita Widya Sari07120100049Fakultas KedokteranUniversitas Pelita HarapanDAFTAR ISI

DAFTAR ISI2BAB I3BAB II41.DEFINISI42.EPIDEMIOLOGI43.ETIOLOGI54.TANDA DAN GEJALA65.PATOFISIOLOGI86.DIAGNOSIS97.STADIUM118.TERAPI12

BAB IPENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Dan karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas, dengan frekuensi tertinggi, sedangkan di daerah keala dan leher menempati tempat pertama.Angka kejadian kanker nasofaring di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.Dengan data epidemiologi yang seperti itu, tatalaksana karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu masalah. Hal itu dikarenakan gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi sehingga tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahlinya. Itu yang menyebabkan diagnosis seringkali terlambat. Dengan makin terlambatnya diagnosis maka prognosis pun semakin buruk.Dengan melihat hal tersebut, maka diharapkan deteksi karsinoma nasofaring lebih dini harus dilakukan. Diagnosis standar untuk karsinoma nasofaring adalah pemeriksaan histologi dan sitologi. Namun saat ini dikembangkan pemeriksaan yang non ivasif yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini karsinoma nasofaring, yaitu dengan pemeriksaan IgA anti EBV dengan teknik ELISA yang akan dibahas di dalam referat ini.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DEFINISIKarsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas sel-sel epithelial yang cenderung menginfitrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang, dan lateral, yang secara anatomi termasuk bagian dari faring.Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.

EPIDEMIOLOGIAngka kejadian kanker nasofaring di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding pada wanita dengan rasio 2-3:1 dan belum dapat diungkapkan dengan pasti penyebabnya, mungkin ada hubungannya dengan faktor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan, dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan karsinoma nasofaring berbeda-beda pada daerah dengan insiden yang bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah, insiden karsinoma nasofaring meningkat sesuai dengan meningkatnya umur, pada daerah dengan insiden tinggi, karsinoma nasofaring meningkat setelah umur umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya.Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang, dan Tiongkok bagian utara tidak banyak dijumpai menderita penyakit ini.

ETIOLOGIBerbeda dengan jenis kanker kepala dan leher lain, karsinoma nasofaring jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan virus Ebstein Barr, predisposisi genetik, dan pola makan tertentu. Meskipun demikian tetap ada peneliti yang mencoba menghubungkannya dengan merokok, secara umum risiko terhadap karsinoma nasofaring pada perokok 2-6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.Adanya hubungan faktor kebiasaan makan dengan terjadinya karsinoma nasofaring. Ditemukan kasus karsinoma nasofaring yang tinggi pada mereka yang gemar mengonsumsi ikan asin. Risiko terjadinya karsinoma nasofaring sangat berkaitan dengan lamanya mereka mengonsumsi makanan ini.Mengenai faktor genetik, telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain. Salah satu contoh yang terkenal di Cina Selatan, satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien karsinoma nasofaring dan 1 menderita tumor ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring menderita keganasan organ lain.Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan tempat kerja seperti formaldehid, debu kayu, serta asap kayu bakar. Akhir-akhir ini dilakukan penelitian yang memperoleh hubungan erat antara terjadinya karsinoma nasofaring, infeksi EBV, dan penggunaan Chinesse Herbal Medicine (CHB). Beberapa tanaman yang digunakan sebagai bahan CHB dapat menginduksi aktivasi dari virus EBV yang laten.

TANDA DAN GEJALAKarsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring terutama pada fossa rosenmuller. Kemudian tumor akan menyebar ke dalam ataupun ke luar nasofaring ke sisi ateral lainnya dan atau posterosuperior daru dasar tulang tengkorak atau palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Sedangkan metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum, dan hepar (jarang).Gejala dini karsinoma nasofaring sulit dikenali karena mirip dengan infeksi saluran nafas atas. Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Hal ini terjadi karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring. Permukaan tumor yang rapuh akan menyebabkan mudahnya terjadi perdarahan pada iritasi ringan, sehingga bisa timbul keluhan pilek berulang dengan ingus yang bercampur darah. Sering juga terjadi epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat muara tuba Eustachius sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging, dan kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya unilateral dan merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring. Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring.Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut, gejala klinis lebih jelas sehingga pada umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini karena tumor primer sudah meluas ke organ sekitar nasofaring atau sudah metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal. Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak karena pertumbuhan ke rongga tengkorak. Perluasan yang paling sering mengenai saraf kranialis III, IV, VI dengan keluha berupa diplopia bila pasien melirik ke arah sisi yang sakit. Gejala klink lanjut berupa ophthalmoplegia bila ketiga saraf penggerak mata sudah terkena. Penekanan saraf kranialis V juga bisa terjadi sehingga menimbulkan keluhan berupa hipestesi pada pipi dan wajah. Nyeri kepala timbul karena peningkatan tekanan intrakranial.Metastasis sel-sel tumor melalui kelenjar getah bening mengakibatkan timbulnya pembesaran kelenjar getah bening bagian samping (limfadenopati servikal). Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan.Pada penderita karsinoma nasofaring sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan dengan elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta nyeri pada wajah dan bagian lateral dari leher. Ketiga gejala ini jika ditemukan bersamaan maka disebut Trotters Triad.Gejala karsinoma nasofaring yang pokok dirangkum menjadi berikut:1. Gejala telinga Oklusi tuba EustachiusPada umumnya tumor bermula pada fossa Rosenmuler. Pertumbuhan tumor akan menekan tuba Eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal ini akan mengakibatkan gejala berupa telinga mendengung (tinnitus). Gejala ini adalah tanda awal pada karsinoma nasofaring. Oklusi tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi otitis media. Seringkali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun dan dengan tes rinne dan webber biasanya ditemukan tuli konduktif.2. Gejala hidung EpistaksisDinding tumor biasanya dipenuhi dengan pembuluh daran yang dindingnya rapuh sehingga iritasi ringan dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut pecah. Terjadinya penyumbatan pada hidung bisa terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam nasofaring dan menutupi koana. Gejalanya akan menyerupai rhinitis kronis.3. Gejala mata Pada penderita karsinoma nasifaring sering ditemukan adanya diplopia akibat gangguan saraf kranialis III, IV, dan VI. Bila terkena chiasma opticus bisa terjadi kebutaan

4. Gejala leherPembesaran kelenjar limfa pada leher merupakan tanda peyebaran atau metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.5. Gejala kranialGejala kranial timbul bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis, antara lain: Sakit kepala yang terus menerus Sensibilitas daerah pipi dan hidung berkurang Kesulitan menelan Disfonia Sindrom Jugular Jackson mengenai nervus kranialis IX, X, XI, dan XII dengan tanda-tanda kelumpuhan pada lidah, palatum, faring atau laring, muskulus sternokleidomastoideus, dan muskulus trapezius.

PATOFISIOLOGIKarsinoma nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitranya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya karsinoma nasofaring adalah pada fossa Rosenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya.Karsinoma nasofaring umumnya disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Faktor yang berperan untuk terjadinya kanker nasofaring adalah faktor makanan seperti ikan asin. Faktor lain yang non makanan adalah seperti paparn formaldehid, debu kayu, dan asap kayu bakar. Faktor genetik juga mempengaruhi terjadiya karsinoma nasofaring. Selain itu terbukti juga infeksi virus Epstein Barr juga dihubungkan dengan terjadinya karsinoma nasofaring. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan titer antigen EBV dalam tubuh penderita karsinoma nasofaring dan kenaikan titer ini pun berbanding lurus dengan stadium karsinoma nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein-protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan hidup virus dalam sel host. Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21 di permukaan limfosit B. Aktivitas ini merupakan rangkain berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi imortal. Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang berperan yaitu CR 2 dan PIGR. Sel yang terinfeksi EBV dapat menimbklann beberapa kemungkinan: sel menjaodi mati bila terinfeksi dan virus mengalami replikasi atau virus yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali normal atau dapat terjadi trasformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.

DIAGNOSISUntuk mendiagnosis karsinoma nasofaring, pertama adalah dengan anamnesis. Keluhan berupa gejala telinga dan hidung adalah gejala dini dari karsinoma nasofaring. Keluhan serupa yang terus berulang dan terutama bila terjadinnya unilateral harus dipikirkan kea rah karsinoma nasofaring.Dari pemeriksaan fisik, untuk memeriksa nasofaring dapat dilakukan rinoskopi posterior. Pada karsinoma nasofaring akan ditemukan massa yang menonjol pada mukosa dan memiliki permukaan halus, bernodul, dengan atau tanpa ulserasi pada permukaan atau massa yang menggantung dan infiltrative. Namun terkadang tidak dijumpai lesi pada nasofaring sehingga harus dilakukan biopsi dan pemeriksaan sitologi.Menurut Forula Digby, setiap simtom mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan ada tidaknya karsinoma nasofaring:GejalaNilai

Massa terlihat pada nasofaringGejala khas di hidungGejala khas pendengaranSakit kepala unilateral atau bilateralGangguan neurologik saraf cranialEksoftalmusLimfadenopati leher25151555525

Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnose klinis karsinoma nasofaring dapat dipertanggungjawabkan. Sekaipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsy tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtype histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis.Diagnosis pasti dari KNF ditemukan dengan diagnosis klinik yang ditunjang dengan diagnosis histologik atau sitologik yang bisa didapatkan dari dengan melakukan biopsy terlebih dahulu.Namun saat ini telah dikembangkan deteksi dini untuk karsinoma nasofaring karena seringnya keterlambatan diagnosis akibat gejala baisanya mulai dicurigai ke karsinoma nasofaring ketika sudah stadium lanjut. Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan IgA anti VCA (capsid antigen) dengan ELISA untuk infeksi virus Epstein Barr telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring secara dini. Didapatkan sensitivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifisitasnya 91,8%. Sedangkan IgA anti EA sensitivitasnya 100% naun spesifisitasnya hanya 30%, sehingga pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk menentukan prognosis pengobatan.

STADIUMUntuk penentuan stadium karsinoma nasofaring dipakai system TNM menurut UICC taun 2002, yaitu:T (Tumor Primer)

T0Tidak tampak tumor

T1Tumor terbatas di nasofaring

T2Tumor eluas ke jarigan lunak

T2aPerluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring

T2bDisertai perluasan ke parafaring

T3Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita, atau masticator

N (Pembesaran kelenjar getah bening regional)

NxPembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0Tidak ada pembesaraan

N1Metastase kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N2Metastase kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran terbesar 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N3Metastase kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran 6 cm (N3a) atau di dalam fossa supraklavikula (N3b)

M (Metastase jauh)

MxMetastase jauh tidak dapat dinilai

M0Tidak ada metastase jauh

M1Terdapat metastase jauh

Sedangkan penetuan stadium karsinoma nasofaring adalah sebagai berikut:Stadium 0T1sN0M0

Stadium IT1N0M0

Stadium IIAT2aN0M0

Stadium IIBT1N1M0

T2aN1M0

T2bN0, N1M0

Stadium IIIT1N2M0

T2a, T2bN2M0

T3N2M0

Stadium IVaT4N0, N1, N3M0

Stadium IVbSemua TN3M0

Stadium IVcSemua TSemua NM1

TERAPISampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Hal ini dikarenakan kebanyakan tumor ini merupakan tipe anaplastik yang bersifat radiosensitif.Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh. Indikasi dari dilakukannya terapi adjuvant dengan kemoterapi adalah bila setelah mendapat terapi utama yang maksimal namun ternyata kankerya masih ada, dimana biopsy masih positif, kemungikinan besar kankernya masih ada meskipun tidak ada bukti secara makroskopis, atau pada tumor dengan derajat keganasan tinggi.Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi dapat dilakukan. Diseksi leher dilakukan bila masih aa sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologic dan serologic. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil di terapi dengan cara lain.Imunoterapi juga bisa dilakukan dengan diketahui kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus Epstein Barr. Imunoterapi dilakukan dengan mengambil sampel darah tepi dari pasien yang kemudian melalui suatu proses imunohistokimia, dibuat suatu vaksin yang kemudian diinjeksikan kembali ke tubuh pasien dimana diharapkan tubh akan memberikan reaksi imunitas baru. Namun teknik ini masih dalam penelitian.13 | Referat Deteksi Dini Karsinoma Nasofaring