53
I. PENDAHULUAN Jamur merupakan tanaman sederhana yang tidak memiliki pigmen klorofil hijau. Mereka termasuk jamur, kapang, khamir dan berkarat. Beberapa spesies merupakan parasit pada tumbuhan dan hewan dan dapat menyebabkan infeksi jamur. Infeksi tidak terlalu berbahaya, tetapi bisa tidak menyenangkan dan memalukan. Gejala umum termasuk kemerahan pada daerah yang terinfeksi, pembentukan lepuh, perasaan gatal dan terbakar. infeksi jamur berkembang cepat dan harus dirawat tepat waktu. Yang umum sebagian besar jenis infeksi jamur adalah tinea,'s kaki atlet dan candida (infeksi jamur). Kegemukan atau orang diabetes, serta orang-orang yang bekerja dengan air (mesin pencuci piring misalnya) yang lebih sering terkena. 1 infeksi jamur (mycoses), meskipun tidak sesering infeksi bakteri atau virus, tetap terus meningkat dalam insiden pada populasi manusia selama 20 tahun terakhir atau lebih, sebagian besar sebagai akibat dari meningkatnya jumlah pasien kanker dan sistem kekebalan, yang memiliki risiko lebih besar karena sistem kekebalan tubuh yang lemah dan sifat kronis penyakit. 1 Jamur yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia antara lain adalah dermatofita (dermatophyte, bahasa yunani, yang berarti tumbuhan kulit) dan jamur serupa ragi, candida albican, yang menyebabkan terjadinya infeksi 1

Referat - Anti Jamur (2)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fungi

Citation preview

Page 1: Referat - Anti Jamur (2)

I.PENDAHULUAN

Jamur merupakan tanaman sederhana yang tidak memiliki pigmen klorofil

hijau. Mereka termasuk jamur, kapang, khamir dan berkarat. Beberapa spesies

merupakan parasit pada tumbuhan dan hewan dan dapat menyebabkan infeksi

jamur. Infeksi tidak terlalu berbahaya, tetapi bisa tidak menyenangkan dan

memalukan. Gejala umum termasuk kemerahan pada daerah yang terinfeksi,

pembentukan lepuh, perasaan gatal dan terbakar. infeksi jamur berkembang cepat

dan harus dirawat tepat waktu. Yang umum sebagian besar jenis infeksi jamur

adalah tinea,'s kaki atlet dan candida (infeksi jamur). Kegemukan atau orang

diabetes, serta orang-orang yang bekerja dengan air (mesin pencuci piring

misalnya) yang lebih sering terkena.1

infeksi jamur (mycoses), meskipun tidak sesering infeksi bakteri atau

virus, tetap terus meningkat dalam insiden pada populasi manusia selama 20 tahun

terakhir atau lebih, sebagian besar sebagai akibat dari meningkatnya jumlah

pasien kanker dan sistem kekebalan, yang memiliki risiko lebih besar karena

sistem kekebalan tubuh yang lemah dan sifat kronis penyakit.1

Jamur yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia antara lain adalah

dermatofita (dermatophyte, bahasa yunani, yang berarti tumbuhan kulit) dan

jamur serupa ragi, candida albican, yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur

superficial pada kulit, rambut, kuku, dan selaput lendir. Jamur lainnya dapat

menembus jaringan hidup dan menyebabkan infeksi dibagian dalam. Jamur yang

berhasil masuk bisa tetap berada di tempat (misetoma) atau menyebabkan

penyakit sistemik (misalnya, histoplasmosis).2

Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia,

oleh karena negara kita beriklim tropis dan kelembabannya tinggi. Dermatofitosis

adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan genus dermatofita, yang dapat

mengenai kulit, rambut dan kuku. Manifestasi klinis bervariasi dapat menyerupai

penyakit kulit lain sehingga selalu menimbulkan diagnosis yang keliru dan

kegagalan dalam penatalaksanaannya. Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis

dan identifikasi laboratorik. Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dan

sistemik. Pada masa kini banyak pilihan obat untuk mengatasi dermatofitosis, baik

1

Page 2: Referat - Anti Jamur (2)

dari golongan antifungal konvensional atau antifungal terbaru. Pengobatan yang

efektif ada kaitannya dengan daya tahan seseorang, faktor lingkungan dan agen

penyebab. Prevalensi di Indonesia, dermatosis akibat kerja belum mendapat

perhatian khusus dari pemerintah atau pemimpin perusahaan walaupun jenis dan

tingkat prevalensinya cukup tinggi.3

Dari segi terapeutik infeksi jamur pada manusia dapat dibedakan atas

infeksi sistemik, dermatofit dan mukokutan. Infeksi sistemik dapat dibagi lagi

atas; (1) infeksi dalam (internal) seperti aspergilosis, blastomikosis,

koksidiodomikosis, kriptokokosis, histoplasmosis, mukormikosis, kandiasis dan

parakoksidiodo-mikosis; dan (2) infeksi subkutan misalnya kromomikosis,

misetoma dan sporotrikosis. Infeksi dermatofit disebakan oleh trichophyton,

epidermophyton, microsporum; yang menyerang kulit, rambut, dan kuku. Infeksi

mukokutan disebabkan oleh kandida, menyerang mukosa dan daerah lipatan kulit

yang lembab. Kandidiasis mukokutan dalam keadaan kronis umumnya mengenai

mukosa kulit dan kuku.4

Tujuan utama pengobatan infeksi jamur adalah menghilangkan atau

membunuh organisme yang patogen dan memulihkan kembali flora normal kulit

dengan cara memperbaiki ekologi kulit atau membran mukosa yang merupakan

tempat berkembangnya koloni jamur. Pada saat ini penemuan obat-obat anti jamur

yang barn telah mengalami perkembangan yang pesat baik yang berbentuk topikal

maupun sistemik dan diharapkan prevalensi penyakit infeksi jamur dapat

berkurang.5

Sekarang ini ada empat golongan obat-obat anti jamur yang utama yaitu

poliene, azol, alilamin dan echinocandin dan ada juga obat anti jamur yang bukan

kelompok diatas seperti flusitosin, griseofulvin dan sebagian obat-obat anti jamur

topikal. Pengetahuan tentang mekanisme kerja, aktifitas spektrum,

farmakokinetik, efek samping maupun interaksi obat-obat anti jamur sangat

diperlukan dalam memberikan pengobatan. 2

Secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi jamur sistemik dan

infeksi jamur topikal (dermatofit dan mukokutan). Dalam pengobatan beberapa

2

Page 3: Referat - Anti Jamur (2)

anti jamur dapat digunakan untuk kedua bentuk infeksi tersebut. Ada infeksi

jamur topikal yang dapat diobati secara sistemik ataupun topikal.3

II. OBAT ANTI JAMUR TOPIKAL

Obat anti jamur topikal digunakan untuk pengobatan infeksi lokal pada

kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin), namun kurang efektif untuk

pengobatan infeksi pada kulit kepala dan kuku, infeksi pada tubuh yang kronik

dan luas, infeksi pada stratum korneum yang tebal seperti telapak tangan dan kaki.

Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat anti jamur topikal lebih sedikit

dibandingkan obat anti jamur sistemik.3

Jenis golongan obat anti jamur topikal yang sering digunakan yaitu : 3-6

1. Poliene : Nystatin

2. Azole – Imidazol :Klotrimazol, Ekonazol, Mikonazol, Ketokonazol,

Sulkonazol, Oksikonazol, Terkonazol, Tiokonazol,

Sertakonazol

3. Alilamin / benzilamin :Naftifin, Terbinafin, Butenafin

4. Obat anti jamur topikal lain :Amorolfin, Siklopiroks, Haloprogin

2.1 GOLONGAN POLIENE

Mekanisme kerja golongan poliene yaitu berikatan dengan ergosterol secara

irreversibel. Ergosterol merupakan komponen yang sangat penting dari membrane sel jamur.

Golongan poliene ini tidak efektif terhadap dermatofit dan penggunaannya2 secara klinis

juga terbatas yaitu untuk pengobatan infeksi yang disebabkan Candida albicans

dan Candida spesies yang lain. 4

Nystatin 4-9

Nystatin merupakan antibiotik yang digunakan sebagai anti jamur,

diisolasi dari Streptomyces nourse pada tahun 1951 dan merupakan antibiotik

group poliene. Untuk pengobatan candida spesies, nystatin dapat digunakan

secara topikal pada kulit atau membran mukosa (rongga mulut, vagina) dan

dapat juga diberikan secara oral untuk pengobatan kandidosis gastrointestinal.

3

Page 4: Referat - Anti Jamur (2)

Nystatin biasanya tidak bersifat toksik tetapi kadang-kadang dapat timbul

mual, muntah dan diare jika diberikan dengan dosis tinggi.

Untuk pengobatan kandidosis oral, diberikan tablet nystatin 500000 unit

setiap 6 jam dan untuk pengobatan kandidosis vaginalis diberikan 1 atau 2

vaginal suppositories (100000 setiap unit) yang diberikan selama lebih kurang

14 hari. Suspensi nystatin oral terdiri dari 100000 unit / ml yang diberikan 4

kali sehari dengan dosis pada bayi barn lahir (newborn) : 1 ml, infant yang

usianya lebih tua : 2ml dan dewasa : 5 ml.

Struktur kimia Amfoterisin B

2.2 GOLONGAN AZOL-IMIDAZOL

Golongan azol-imidazol ditemukan setelah tahun 1960, relatif berspektrum

luas, bersifat fungistatik dan bekerja dengan cara menghambat sintesis

ergosterol jamur yang mengakibatkan timbulnya defek pada membran sel jamur.

Obat anti jamur golongan azol seperti klotrimazol, ketokonazol, ekonazol,

oksikonazol, sulkonazol dan mikonazol, mempunyai kemampuan menggangu

kerja enzim sitokrom P-450 lanosterol 14-demethylase yang berfungsi sebagai

katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol.4

2.2.1 Klotrimazol 4-10

Klotrimazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis,

kandidosis oral, kutaneus dan genital. Untuk pengobatan oral kandidosis,

diberikan oral troches (10 mg) 5 kali sehari selama 2 minggu atau lebih. Untuk

pengobatan kandidosis vaginalis diberikan dosis 500, 200 atau 100 mg yang

4

Page 5: Referat - Anti Jamur (2)

dimasukkan kedalam vagina selama 1, 3, atau 6 hari berturu-turut. Untuk

pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan klotrimazol cream 1%, dosis

dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan

selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

2.2.2 Ekonazol 4-7,10

Ekonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan

kandidosis oral, kutaneus dan genital. Untuk pengobatan kandidosis vaginalis

diberikan dosis 150 mg yang dimasukkan ke dalam vagina selama 3 hari berturut-

turut. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ekonazol cream

1%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya

diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

2.2.3 Mikonazol 4-6,9-10

Mikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis

versikolor dan kandidosis oral, kutaneus dan genital. Untuk pengobatan

kandidosis vaginalis diberikan dosis 200 atau 100 mg yang dimasukkan ke

dalam vagina selama 7 atau 14 hari berturut-turut. Untuk pengobatan kandidosis

oral, diberikan oral gel (125 mg) 4 kali sehari. Untuk pengobatan infeksi jamur

pada kulit digunakan mikonazol cream 2%, dosis dan lamanya pengobatan

tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan

dioleskan 2 kali sehari.

Struktur Kimia Mikonazol

5

Page 6: Referat - Anti Jamur (2)

2.2.4 Ketokonazol 3-7,10,14

Ketokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis

versikolor, kandidiasis kutaneus dan dapat juga untuk pengobatan seborrrheic

dermatitis. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ketokonazol

1% cream, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien,

biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan sekali sehari sedangkan

pengobatan seborrrheic dermatitis dioleskan 2 kali sehari. Untuk pengobatan

pitiriasis versikolor menggunakan ketokonazol 2% shampoo dioleskan sekali

sehari selama 5 hari sedangkan untuk pengobatan dandruff digunakan

ketokonazol 1% shampoo sebanyak 2 kali seminggu selama lebih kurang 8

minggu.

Struktur Kimia Ketokonazol

2.2.5 Sulkonazol 5,6,12

Sulkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidosis

kutaneus. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol 1%

cream Dosis dan lamanya pengobatan tergantung dan kondisi pasien,

biasanya untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris ataupun pitiriasis

versikolor dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 3 minggu dan untuk tinea pedis

dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu.

2.2.6 Oksikonazol 4-6,13

Oksikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan

kandidosis kutaneous. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan

oksikonazol 1% cream ataau lotion. Dosis dan lamanya pengobatan tergantung

dan kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis dan tinea kruris

6

Page 7: Referat - Anti Jamur (2)

dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 2 minggu, untuk tinea pedis dioleskan 1

tatau 2 kali sehari selama 4 mingggu dan pitiriasis versikolor dioleskan 1 kali

sehari selama 2 minggu.

2.2.7 Terkonazol 4-6,15

Terkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidosis

kutaneous dan genital. Untuk pengobatan kandidosis vaginalis yang

disebabkan Candida albicans, dapat digunakan terkonazol 0,4% vaginal cream (20

gr terkonazol) yang dimasukkan ke dalam vagina menggunakan applikator

sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 7 hari berturut-turut, terkonazol

0,8% vaginal cream (40 mg terkonazol) yang dimasukkan ke dalam vagina

menggunakan applikator sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 3 hari

berturut-turut dan vaginal suppositoria dengan dosis 80 mg terkonazol,

dimasukkan ke dalam vagina, 1 kali sehari sebelum waktu tidur selama 3 hari

berturut-turut.

2.2.8 Tiokonazol 4-6,16

Tiokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidosis

kutaneous dan genital. Untuk pengobatan kandidosis vaginalis diberikan dosis

tunggal sebanyak 300 mg dimasukkan ke dalam vagina. Untuk infeksi pada kulit

digunakan tiokonazol 1% cream, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dan

kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis dan kandidiasis

kutaneus dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu, untuk tinea pedis dioleskan

2 kali sehari selama 6 minggu, untuk tinea kruris dioleskan 2 kali sehari selama

2 minggu dan untuk pitiriasis versikolor dioleskan 2 kali sehari selama 1-4

minggu.

2.2.9 Sertakonazol 17

Sertakonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan

kandida spesies, digunakan sertakonazol 2% cream, dioleskan 1-2 kali sehari

selama 4 minggu.

7

Page 8: Referat - Anti Jamur (2)

2.3 GOLONGAN ALILAMIN / BENZILAMIN

Golongan alilamin yaitu naftifin, terbinafin dan golongan benzilamin

yaitu butenafin, bekerja dengan cara menekan biosentesis ergosterol pada tahap awal

proses metabolisme dan enzim sitokrom P-450 akan mengambat aktifitas squalene

eposidase. Dengan berkurangnya ergosterol, akan menyebabkan penumpukan

squalene pada sel jamur dan akan mengakibatkan kematian sel jamur. Alilamin dan

benzilamin bersifat fungisidal terhadap dermatofit dan bersifat fungistatik

terhadap Candida albicans. 4

2.3.1 Naftifin 4-6,8,17

Naftifin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan

Candida spesies. Untuk pengobatan digunakan naftifine hydrochloride 1%

cream dioleskan 1 kali sehari selama 1 minggu.

2.3.2 Terbinafin 4-6,8,18

Terbinafin (Lamisil) dapat digunakan untuk pengobatan

dermatofitosis, pitiriasis versikolor dan kandidiasis kutaneus. Digunakan

terbinafin 1% cream yang dioleskan 1 atau 2 kali sehari, untuk pengobatan

tinea korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu, untuk tinea

pedis selama 2-4 minggu, untuk kandidiasis kutaneus selama 1-2 minggu dan

untuk pitiriasis versikolor selama 2 minggu.

2.3.3 Butenafin 4-6.19-20

Butenafin merupkan golongan benzilamin dimana struktur kimia dan

aktifitas anti jamurnya sama dengan golongan alilamin. Butenafine bersifat

fungisidal terhadap dermatofit dan dapat digunakan untuk pengobatan tinea

korporis, tinea kruris dan tinea pedis dan bersifat fungisidal. Dioleskan 1 kali

sehari selama 4 minggu.

2.4 GOLONGAN ANTI JAMUR TOPIKAL YANG LAIN

2.4.1 Amorolfin 4-6,21

Amorolfine merupakan derivat morpolin, bekerja dengan cara

menghambat biosintesis ergosterol jamur. Aktifitas spektrumnya yang luas, dapat

8

Page 9: Referat - Anti Jamur (2)

digunakan untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis dan

onikomikosis. Untuk infeksi jamur pada kulit amorolfin dioleskan satu kali sehari

selama 2-3 minggu sedangkan untuk tinea pedis selama > 6 bulan. Untuk

pengobatan onikomikosis digunakan amorolfine 5% nail laquer, untuk kuku

tangan dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama 6 bulan sedangkan

untuk kuku kaki hams digunakan selama 9-12 bulan.

2.4.2 Siklopiroks4-6,22-24

Siklopiroks merupakan anti jamur sintetik hydroxypyridone,

bersifat fungisida, sporosida dan mempunyai penetrasi yang baik pada kulit

dan kuku. Siklopiroks efektif untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris,

tinea pedis, onikomikosis, kandidosis kutaneus dan pitiriasis versikolor.

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit hams dioleskan 2 kali

sehari selama 2-4 minggu sedangkan untuk pengobatan onikomikosis digunakan

siklopiroks nail laquer 8%. Setelah dioleskan pada permukaan kuku yang sakit,

lamtan tersebut akan mengering dalam waktu 30-45 detik, zat aktif akan

segera dibebaskan dari pembawa berdifusi menembus lapisan-lapisan lempeng

kuku hingga ke dasar kuku (nail bed) dalam beberapa jam sudah mencapai

kedalaman 0,4 mm dan secara penuh akan dicapai setelah 24-48 jam pemakaian.

Kadar obat akan mencapai kadar fungisida dalam waktu 7 hari sebesar 0,89 ±

0,25 mikrogram tiap milligram material kuku. Kadar obat akan meningkat

terns hingga 30-45 hari setelah pemakaian dan selanjutnya konsentrasi akan

menetap yakni sebesar 50 kali konsentrasi obat minimal yang berefek fungisidal.

Konsentrasi obat yang berefek fungisidal ditemukan di setiap lapisan kuku.

Sebelum pemakain cat kuku siklopiroks, terlebih dahulu bagian kuku

yang infeksi diangkat atau dibuang, kuku yang terisa dibuat kasar kemudian

dioleskan membentuk lapisan tipis. Lakukan setiap 2 hari sekali selama

bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan kedua dan seminggu sekali

pada bulan ketiga hingga bulan keenam pengobatan. Dianjurkan pemakaian

cat kuku siklopiroks tidak lebih dari 6 bulan.

9

Page 10: Referat - Anti Jamur (2)

2.4.3 Haloprogin 4-6,8

Haloprogin merupakan halogenated phenolic, efektif untuk pengobatan

tinea korporis, tinea kiwis, tinea pedis dan pitiriasis versikolor, dengan konstrasi

1% dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu.

III. OBAT ANTI JAMUR SISTEMIK

Pemberian obat anti jamur sistemik digunakan untuk pengobatan infeksi jamur

superficial dan sistemik (deepmikosis), obat-obat tersebut yaitu:

3.1. Griseofulvin 2-3,6-9,25

Griseofulvin merupakan antibiotic anti jamur yang berasal dari spesies

Penicillin mold. Pertama kali diteliti digunakan sebagai anti jamur pada tumbuhan

dan kemudian diperkenalkan untuk pengobatan infeksi dermatofita pada hewan.

Pada tahun 1959, diketahui griseofulvin ternyata efektif untuk pengobatan infeksi

jamur superficial pada manusia. Griseofulvin merupakan obat anti jamur yang

pertama diberikan secara oral untuk pengobatan dermatofitosis

· Mekanisme kerja

griseofulvin merupakan obat anti jamur yang bersifat fungistatik, berikatan

dengan protein mikrotubular dan menghambat mitosis sel jamur.

· Aktifitas spectrum

Griseofulvin mempunyai aktifitas spectrum yang terbatas hanya untuk

spesies Epidemiphyton floccosum, Micrisporum spesies dan

Trichophyton spesies, yang merupakan penyebab infeksi jamur pada

kulit, rambut dan kuku. Griseofulvin tidak efektif terhadap kandidosis

kautaneus dan pitiriasis versikolor.

· Farmakokinetik

Pemberian griseofulvin secara oral dengan dosis 0,5 – 1 gr, akan menghasilkan

konsentrasi puncak plasma sebanyak 1 mikrogram / ml dalam waktu 4 jam dan

level dalam darah bervariasi. Griseofulvin mempunyai waktu paruh di dalam

plasma lebih kurang 1 hari, dan ± 50% dari dosis oral dapat dideteksi di dalam

10

Page 11: Referat - Anti Jamur (2)

urin dalam waktu 5 hari dan kebanyakan dalam bentuk metabolit

Griseofulvin sangat sedikit diabsorpsi dalam keadaan perut kosong. Mengkonsumsi

griseofulvin bersama dengan makanan berkadar lemak tinggi, dapat meningkatkan absorpsi

mengakibatkan level griseofulvin dalam serum akan lebih tinggi. Ketika diabsorpsi,

griseofulvin pertama kali akan berikatan dengan serum albumin dan distribusi di jaringan

ditentukan dengan plasma free concentration. Selanjutnya menyebar melalui cairan

transepidermal dan keringat dan akan dideposit di sel prekusor keratin kulit (stratum

korneum) dan terjadi ikatan yang kuat dan menetap. Lapisan keratin yang terinfeksi, akan

digantikan dengan lapisan keratin barn yang lebih resisten terhadap serangan jamur. Pemberian

griseofulvin secara oral akan mencapai stratum korneum setelah 4 - 8 jam.

Griseofulvin di metabolisme di hepar menjadi 6 — desmethyl griseofulvin, dan akan di

ekskresikan melalui urin. Eliminasi waktu paruh 9-21 jam dan kurang dari 1% dari dosis akan di

jumpai pada urin tanpa perubahan bentuk.

· Dosis

Griseofulvin terdiri atas 2 bentuk yaitu mikrosize (mikrokristallin) dan ultramikrosize

(ultramikrokristallin). Bentuk ultramikrosize, penyerapannya pada saluran pencernaan 1,5

kali dibandingkan dengan bentuk mikrosize. Pada saat ini, griseofulvin lebih sering

digunakan untuk pengobatan tinea kapitis. Tinea kapitis lebih sering dijumpai pada

anak-anak disebabkan oleh Trychopyton tonsurans.

Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500 -1000 mg / hari (mikrosize) dosis

tunggal atau terbagi dan 330 — 375 mg / hari (ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi Anak -

anak ? 2 tahun 10 - 15 mg / kg BB / hari (mikrosize), dosis tunggal atau terbagi dan 5,5 -

7,3 mg / kg BB / hari (ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi. Lama pengobatan untuk

tinea korporis dan kruris selama 2 - 4 minggu, untuk tinea kapitis paling sedikit selama 4 - 6

minggu, untuk tinea pedis selama 4 - 8 minggu dan untuk tinea unguium selama 3 - 6 bulan.

· Efek samping

Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual, muntah

dan sakit pada abdominal. Timbulnya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat

11

Page 12: Referat - Anti Jamur (2)

terjadi pada sebagian pasien.

· Interaksi obat

Absorbsi griseofulvin menurun jika diberikan bersama dengan fenobarbital

tetapi efek tersebut dapat di kurangi dengan cara mengkonsumsi griseofulvin

bersama makanan. Griseofulvin juga dapat menurunkan efektifitas warfarin

yang merupakan antikoagulan. Kegagalan kontrasepsi telah dilaporkan

pada pasien yang mengkonsumsi griseofulvin dan oral kontrasepsi.

3.2. Ketokonazol 2-3,6-9,25

Ketokonazol diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1977 dan

di Amerika Serikat pada tahun 1981. Ketokonazol merupakan antijamur

golongan imidazol yang pertama diberikan secara oral.

· Mekanisme kerj a

Ketokonazol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan

sterol utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur.

Bekerja dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P-450, C-14-a-

demethylase yang bertanggungjawab merubah lanosterol menjadi ergosterol,

hal ini akan mengakibatkan dinding sel jamur menjadi permiabel dan terjadi

penghancuran jamur.

· Aktifitas spektrum

Ketokonazol mempunyai spekrum yang luas dan efektif terhadap Blastomyces

dermatitidis, Candida spesies, Coccidiodes immitis, Histoplasma

capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis. Ketokonazol

juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak efektif terhadap Aspergillus

spesies dan Zygomycetes.

· Farmakokinetik

Ketokonazol yang diberikan secara oral, mempunyai bioavailabilitas yang luas

antara 37% - 97% di dalam darah. Puncak waktu paruh yaitu 2 jam dan

berlanjut 7-10 jam. Ketokonazol mempunyai daya larut yang optimal pada

pH dibawah 3 dan akan lebih mudah diabsorbsi. Pasien yang menderita

achlorhydia, hares mengkonsumsi ketokonazol bersama dengan cairan

12

Page 13: Referat - Anti Jamur (2)

yang asam dan pada pasien yang mendapat obat - obat seperti antasid,

antikolinergik, antiparkinson dan antagonis 112 reseptor, sebaiknya

mengkonsumsi ketokonazol 2 jam sebelumnya oleh karena dapat

mengurangi absorbsi ketokonazol.

Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai keratin dalam

waktu 2 jam melalui kelenjar keringat eccrine. Penghantaran akan menjadi lebih lambat

ketika mencapai lapisan basal epidermis dalam waktu 3 - 4 minggu. Konsentrasi

ketokonazol masih tetap dijumpai, sekurangnya 10 hari setelah obat dihentikan.

Ketokonazol mempunyai distribusi yang luas melalui urin, saliva, sebum, kelenjar

keringat eccrine, serebrum, cairan pada sendi dan serebrospinal fluid (C SF). Namun,

ketokonazol 99% berikatan dengan plasma protein sehingga level pda CSF rendah.

Ketokonazol dimetabolisme di hati dan diubah menjadi metabolit yang tidak aktif dan

diekskresi bersama empedu ke dalam saluran pencernaan.

· Dosis

Dosis ketokonazol yang diberikan pada orang dewasa 200 mg / hari, dosis tunggal dan

untuk kasus yang serius dapat ditingkatkan hingga 400 mg / hari sedangkan dosis

untuk anak-anak 3,3 — 6,6 mg / kg BB, dosis tunggal. Lama pengobatan untuk tinea

korporis dan tinea kruris selama 2 - 4 minggu, tinea versikolor selama 5 -10 hari sedangkan

untuk tinea kapitis dan onikomikosis biasanya tidak direkomendasikan.

· Efek Samping

Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering di jumpai. Ketokonazol juga

dapat menimbulkan efek hepatotoksik yang ringan tetapi kerusakan hepar yang serius jarang

terjadi. Peninggian transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Efek

samping yang serius dari hepatotoksik adalah idiosinkratik dan jarang ditemukan yaitu

1:10000 dan 1:15000, biasanya djumpai pada pasien yang mendapat pengobatan lebih dan 2

minggu. Untuk pengobatan jangka waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan

fungsi hati. Dosis tinggi ketokonazol (>800 mg/hari) dapat menghambat sintesis human adrenal

dan testikular steroid yang dapat menimbulkan alopesia, ginekomasti dan impoten.

13

Page 14: Referat - Anti Jamur (2)

· Interaksi obat

Konsentrasi serum ketokonazol dapat menurun pada pasien yang

mengkonsumsi obat yang dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid,

antikolinergik dan H2-antagonis sehingga sebaiknya obat ini di berikan setelah 2 jam

pemberian ketokonazol. Ketokonazol dapat memperpanjang waktu paruh seperti

terfenadin, astemizol dan cisaprid sehingga sebaiknya tidak diberikan bersama dan juga

dapat menimbulkan efek samping kardiovaskular seperti pemanjangan Q-T

interval dan torsade de pointes.

Ketokonazol juga dapat memperpanjang waktu paruh dari midazolam dan

triazolam dan dapat meningkatkan level siklosporin dan konsentrasi serum

dan warfarin. Pemberian bersama ketokonazol dengan rifampicin dapat

menurunkan efektifitas ke dua obat.

3.3. Itrakonazol 2-3,6-9,25

Itrakonazol diperkenalkan pada tahun 1992 merupakan sintesis derivat

triazol.

· Mekanisme kerja

Mekanisme kerja itrakonazol dengan cara menghambat 14-a-

demethylase yang merupakan suatu enzim sitokrom P-450 yang bertanggung

jawab untuk merubah lanosterol menjadi ergosterol pada dinding sel jamur.

· Aktifitas spectrum

Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillosis

spesies, Blastomyces dermatitidis, Candida spesies, Coccidiodes

immitis, Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum,

Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis, Scedosporium

apiospermum dan Sporothrix schenckii. Itrakonazol juga efektif terhadap

dematiaceous moulds dan dermatofit tetapi tidak efektif terhadap

Zygomycetes.

14

Page 15: Referat - Anti Jamur (2)

· Farmakokinetik

Absorbsi itrakonazol tidak begitu sempurna pada saluran gastrointestinal

(55%) tetapi absorbsi tersebut dapat ditingkatkan jika itrakonazol dikonsumsi

bersama makanan. Pemberian oral dengan dosis tunggal 100 mg,

konsentrasi puncak plasma akan mencapai 0,1-0,2 mg/L dalam waktu 2-4

jam.

Itrakonazol mempunyai ikatan protein yang tinggi pada serum melebihi 99%

sehingga konsentrasi obat pada cairan tubuh seperti pada CSF jumlahnya

sedikit. Namun sebaliknya konsentrasi obat di jaringan seperti paru-paru,

hati dan tulang dapat mencapai 2 atau 3 kali lebih tinggi dibandingkan

pada serum. Konsentrasi itrakonazol yang tinggi juga ditemukan pada

stratum korneum akibat adanya sekresi obat pada sebum. Itrakonazol tetap

dapat ditemukan pada kulit selama 2-4 minggu setelah pengobatan

dihentikan dengan lama pengobatan 4 minggu sedangkan pada jari kaki

itrakonazol masih dapat ditemukan selama 6 bulan setelah pengobatan

dihentikan dengan lama pengobatan 3 bulan.

Kurang dari 0,03% dari dosis itrakonazol akan di ekskresi di urin tanpa

mengalami perubahan tetapi lebih dari 18% akan di buang melalui feces

tanpa mengalami perubahan. Itrakonazol di metabolisme di hati oleh sistem

enzim hepatik sitokrom P- 450. Kebanyakan metabolit yang tidak aktif akan

di ekskresi oleh empedu dan urin. Metabolit utamanya yaitu

hidroksitrakonazol yang merupakan suatu bioaktif.

· Dosis

Dosis pengobatan untuk dermatofitosis adalah 100 mg/hari. Lama pengobatan

untuk tinea korporis atau tinea kruris adalah selama 2 minggu tetapi

untuk tinea manus dan tinea pedis adalah selama 4 minggu. Pengobatan

untuk pitirisis versikolor dengan dosis 200 mg/hari selama 1 minggu.

Untuk pengobatan onikomikosis dengan dosis 200 mg selama 3 bulan atau

menggunakan dosis denyut yaitu kuku jari tangan sebanyak 2 pulsa

15

Page 16: Referat - Anti Jamur (2)

itrakonazol dengan dosis 400 mg/hari selama 1 minggu dan 3 minggu

tanpa pengobatan sedangkan kuku jari kaki sebanyak 3 pulsa atau lebih.

Pengobatan kandidosis kutis dengan dosis 100 mg / hari selama 2

minggu, kandidosis orofaringeal 100 mg / hari selama 2 minggu,

kandidosis vaginalis 2x200 mg selama 1 hari atau 200 mg selama 3 hari.

Sedangkan untuk infeksi deep mikosis seperti aspergillosis, blastomikosis dan

histoplasmosis diberikan dosis itrakonazol sebanyak 200-400 mg/hari.

· Efek samping

Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti

mual, sakit pada abdominal dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit

kepala, pruritus dan ruam allergi.

Efek samping yang lain yaitu kelainan test hati yang dilaporkan pada 5%

pasien yang ditandai dengan peninggian serum transaminase, ginekomasti

dilaporkan terjadi pada 1% pasien yang menggunakan dosis tinggi,

impotensi dan penurunan libido pernah dilaporkan pada pasien yang

mengkonsums itrakonazol dosis tinggi 400 mg /hari atau lebih.

· Interaksi obat

Absorbsi itrakonazol akan berkurang jika diberikan bersama dengan obat-

obat yang dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid, H2-

antagonis, omeprazol dan lansoprazol.

Itrakonazol dan metabolit utamanya merupakan suatu inhibitor dari sistem

enzim human hepatic sitokrom P-450-3A4 sehingga pemberian itrakonazol

bersama dengan obat lain yang metabolismenya melalui sistem tersebut

dapat meningkatkan konsentrasi azol, interaksi obat ataupun ke duanya.

Itrakonazol dapat memperpanjang waktu paruh dari obat-obat seperti

terfenadin, astemizol, midazolam, triazolam, lovastatin, simvastatin,

cisaprid, pimozid, quinidin. Itrakonazol juga dapat meningkatkan

konsentrasi serum digoxin, siklosporin, takrolimus dan warfarin.

16

Page 17: Referat - Anti Jamur (2)

3.4. Flukonazol 2-3,6-8,25

Flukonazol merupakan suatu hidrofilik dari sintetik triazol, terdapat

dalam bentuk oral dan parenteral. Ditemukan pada tahun 1982 dan di

perkenalkan pertama kali di Eropa kemudian di Amerika Serikat.

· Mekanisme kerja

Flukonazol mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan triazol lain yaitu

merupakan suatu inhibitor yang poten terhadap biosintesis ergosterol, bekerja

dengan menghambat sistem enzim sitokrom P-450 14-a-demethylase dan

bersifat fungistatik.

· Aktifitas spektrum

Flukonazol paling aktif terhadap Candida spesies, Coccidioides imminitis dan

Cryptococcus neoformans. Mempunyai aktifitas yang terbatas terhadap

Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum dan Sprothrix

schenckii. Flukonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak efektif

untuk moulds termasuk Aspergillus spesies dan Zygomycetes. Walaupun

flukonazol efektif terhadap Candida spesies tetapi resisten untuk Candida

krusei dan Candida glabrata.

· Farmakokinetik

Flukonazol secara cepat dan sempurna diserap melalui saluran gastrointestinal.

Bioavailabilitas oral flukonazol melebihi 90 % pada orang dewasa.

Konsentrasi puncak plasma dicapai setelah 1 atau 2 jam pemberian oral

dengan eliminasi waktu paruh plasma ± 30 jam (20-50 jam) setelah

pemberian oral. Absorbsi flukonazol tidak dipengaruhi oleh kadar asam

lambung (pH).

Pemberian secara oral dengan dosis tunggal ataupun multiple lebih dari

14 hari maka flukonazol akan mengalami penetrasi yang luas ke dalam

cairan dan jaringan tubuh. Flukonazol bersifat hidrofilik sehingga lebih

banyak ditemukan di dalam cairan tubuh dan dijumpai di dalam keringat

dengan konsentrasi tinggi. Ikatan flukonazol dengan protein biasanya rendah

(12%) sehingga sirkulasi obat yang tidak berikatan tinggi.

17

Page 18: Referat - Anti Jamur (2)

Metabolisme flukonazol terjadi di hepar dan diekskresi melalui urin dimana

80 % dari dosis obat akan di ekskresi tanpa perubahan dan 11% di

ekskresi sebagai metabolit.

· Dosis

Untuk pengobatan orofaringeal kandidosis diberikan dosis 200 mg pada hari

pertama dan selanjutnya 100 mg /hari selama 2 minggu. Oesophageal

kandidosis diberikan dosis 200 mg pada hari pertama dan selanjutnya 100

mg /hari selama 3 minggu. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis

digunakan dosis tunggal 150 mg. Flukonazol juga efektif terhadap

Cryptococcus neoformans dan merupakan terapi pilihan utama untuk

cryptococcal meningitis pada pasien ADIS diberikan dengan dosis 6

mg/kg BB atau 400 mg /hari untuk berat badan 70 kg.

· Efek samping

Efek samping yang sering di jumpai adalah masalah gastrointestinal seperti

mual, muntah, diare, sakit pada abdominal dan juga sakit kepala. Efek

samping lain yaitu hipersensitiviti, agranulositosis, exfoliatif skin disoders

seperti Steven Johnsonsindrom, hepatotoksik, trombositopenia dan efek

pada sistem saraf pusat.

· Interaksi obat

Flukonazol dapat meningkatkan efek atau level dari obat yaitu astemizol,

amitriptilin, kafein, siklosporin, fenitoin, sulfonilureas, terfenadin, theofilin,

warfarin dan zidovudin. Pemberian bersama flukonazol dengan cisapride

ataupun terfenadin merupakan kontra indikasi oleh karena dapat

menimbulkan disaritmia jantung yang serius dan torsade de pointes.

Flukonazol juga dapat berinteraksi dengan tolbutamid, glipizid dan gliburid

yang menimbulkan efek hipoglikemi.

Level atau efek flukonazol dapat menurun oleh karbamazepin, isoniazid,

phenobarbital, rifabutin dan rifampin dan akan meningkat oleh simetidin

dan hidroklorothiazid.

18

Page 19: Referat - Anti Jamur (2)

Struktur kimia flukonazol

3.5. Vorikonazol 6

Vorikonazol merupakan sintetik triazol yang berasal dari flukonazol

dan tersedia dalam bentuk oral maupun parenteral.

· Mekanisme kerja

Vorikonazol merupakan inhibitor yang poten terhadap biosintesis ergosterol,

bekerja pada enzim sitokrom p-4.50, lanosterol 14-a-demethylase.

Hal ini menyebabkan berkurangnya ergosterol dan penumpukan

methilat sterols yang mengakibatkan rusaknya struktur dan fungsi

membran jamur.

· Aktifitas spktrum

Vorikonazol mempunyai spektrum yang luas terhadap Aspergillus species,

Blastomyces dermatitidis, Candida species, Cryptococcus neoformans,

Fusarium species, Histoplasma capsulatum dan Scedosporium

apiospermum. Juga efektif terhadap dematiaceous moulds, tetapi tidak

efektif terhadap Zygomycetes.

· Farmakokinetik

Pemberian vorikonazol secara oral di absorbsi dengan cepat dan hampir

sempurna (sekitar 96%). Dua jam setelah mengkonsumsi vorikonazol

dengan dosis 400 mg dosis tunggal, diharapkan akan dicapai konsentrasi

serum 2 mg/L. Absorbsi vorikonazol akan berkurang bersama makanan yang

mengandung lemak tetapi tidak dipengaruhi perubahan pH lambung.

19

Page 20: Referat - Anti Jamur (2)

Vorikonazol mempunyai volume distribusi yang luas (4,6L/kg BB) yang

dapat di lihat pada jaringan dan diperkirakan berikatan dengan protein

sekitar 58%. Vorikonazol di ekskresi dalam bentuk yang tidak

mengalami perubahan melalui urin < 2% dari dosis yang di berikan.

Vorikonazol di metabolisme melalui sistem enzim human hepatik sitokrom

p450. Lebih dari 80% dosis oral akan dibuang sebagai metabolit

melalui urin. Eliminasi waktu paruh berkisar 6-9 jam dengan dosis parenteral

3 mg/kg atau 200 mg dengan dosis oral. Terdapat 3 sistem enzim hepatik

sitokrom yang mempunyai peranan dalam proses metabolisme vorikonazol

yaitu Cyp-2C19, CYP-2C9 dan CYP3A4.

· Dosis

Pengobatan intravenous vorikonazol hams di awali dengan 2 loading dose

sebanyak 6 mg/ kg BB dengan jarak 12 jam dan selanjutnya 4 mg/kg BB

dengan interval 12 jam. Setiap dosis hams di infus dengan rata-rata

maksimum 3 mg/kg BB/jam selama periode 1-2 jam. Konsentrasi cairan

infus tidak melebihi 5 mg/ml.

Pasien dengan berat badan lebih dan 40 kg dapat diberikan dosis oral

sebanyak 200 mg dengan interval 12 jam sedangkan berat badan yang

kurang dari 40 kg dapat diberikan dosis 100 mg dengan interval 12 jam.

Obat hams dikonsumsi 1 jam sebelum atau sesudah makan.

· Efek samping

Kebanyakan efek samping yang dapat di jumpai pada pasien yaitu demam,

adanya roam pada kulit, mual, muntah, diare, sakit kepala dan sakit

abdominal. Sekitar 13 % pasien di jumpai peninggian test fungsi hati

selama pengobatan.

· Interaksi obat

Absorbsi vorikonazol tidak menglami penumnan jika diberikan bersama

dengan obat lain seperti simetidin, ranitidin yang berfungsi mengurangi sekresi

asam lambung. Vorikonazol kurang poten sebagai inhibitor sistim

enzim human hepatik sindrom P-450-3A4 dibandingkan itrakonazol

ataupun ketokonazol, namun vorikonazol dapat meningkatkan konsentrasi

20

Page 21: Referat - Anti Jamur (2)

semm sirolimus, terfenadin, astemizol, cisaprid, pimozid dan quinidin

sehingga sebaiknya vorikonazol tidak di konsumsi bersama dengan obat

diatas.

Vorikonazol dapat menunjukkan penumnan konsentrasi serum siklosporin

dan takrolimus sehingga level dan dosis obat hams di monitor.

Vorikonazol dapat meningkatkan konsentrasi semm warfarin yang berfungsi

sebagai antikoagulan sehingga waktu protrombin pada pasien yang

mendapat ke dua obat tersebut hams di monitor. Vorikonazol dapat

menghambat metabolisme lovastatin sehingga dosis obat tersebut hams

disesuaikan.

Vorikonazol juga dapat meningkatkan konsentrasi tolbutamid dan

glipizid yang menimbulkan efek hipoglikemik Vorikonazol dapat

menghambat metabolisme anti-HIV protease inhibitor seperti saquinavir,

amprenavir dan nelfenavir sedangkan ritonavir, amprenavir dan saquinavir

dapat menghambat metabolisme golongan azol. Vorikonazol juga

sebaiknya tidak diberikan bersama dengan carbamazepin, phenobarbital,

rifabutin dan rifampicin.

3.6. Terbinafin 2,-3,6-8,25

Terbinafin merupakan anti jamur golongan alilamin yang dapat

diberikan secara oral. Pertama kali ditemukan pada tahun 1983, di gunakan di

Eropa sejak tahun 1991 dan di Amerika Serikat pada tahun 1996.

· Mekanisme Kerja

Terbinafin bekerja menghambat sintesis ergosterol (merupakan komponen

sterol yang utama pada membran plasma sel jamur), dengan cara menghambat

kerja squalene epoxidase (merupakan suatu enzim yang berfungsi sebagai

katalis untuk mengubah squalene menjadi squalene-2,3 epoxide). Dengan

berkurangnya ergosterol yang berfungsi untuk mempertahankan

pertumbuhan membran sel jamur sehingga pertumbuhan akan berhenti,

disebut dengan efek fungistatik dan dengan adanya penumpukan squalene

yang banyak di dalam sel jamur dalam bentuk endapan lemak sehingga

21

Page 22: Referat - Anti Jamur (2)

menimbulkan kerusakan pada membran sel jamur disebut dengan efek

fungisidal.

· Aktifitas spektrum

Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas. Efektif terhadap

dermatofit yang bersifat fungisidal dan bersifat fungistatik untuk Candida

albicans tetapi bersifat fungisidal untuk beberapa species candida

seperti Candida parapsilosis. Terbinafin juga efektif terhadap

Aspergillosis species, Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum,

Sporothrix schenckii dan beberapa dermatiaceous moulds.

· Farmakokinetik

Terbinafin di absorbsi dengan baik jika diberikan dengan cara oral yaitu

> 70% dan akan tercapai konsentrasi puncak dari serum berkisar 0,8-1,5

mg/L setelah pemberian 2 jam dengan 250 mg dosis tunggal. Pemberian

bersama makanan tidak mempengaruhi absorbs i obat .

Terbinafin bersifat lipofilik dan keratofilik, terdistribusi secara luas pada pada

dermis, epidermis, jaringan lemak dan kuku. Konsentrasi plasma terbinafm

terbagi dalam tiga fase dimana waktu paruh terbinafm yang terdistribusi

di dalam plasma yaitu 1,1 jam ; eliminasi waktu paruh yaitu 16 dan 100 jam

setelah pemberian 250 mg dosis tunggal ; setelah 4 minggu pengobatan

dengan dosis 250 mg /hari terminal waktu paruh rata-rata yaitu 22 hari di

dalam plasma. Di dalam dermis- epidermis, rambut dan kuku eliminasi

waktu paruh rata-rata yaitu 24-28 hari.

Terbinafin dapat mencapai stratum korneum, pertama kali melalui

sebum kemudian bergabung dengan basal keratinosit dan selanjutnya

berdifusi ke dermis-epidermis tetapi terbinafin di dalam kelenjar

keringat ekrine tidak terdeteksi. Terbinafin yang diberikan secara oral

akan menetap di dalam kulit dengan konsentrasi di atas MIC untuk

dermatofit selama 2-3 minggu setelah obat di hentikan. Terbinafin dapat

terdeteksi pada bagian distal dari nail plate dalam waktu 1 minggu setelah

pengobatan dan level obat yang efektif dicapai setelah 4 minggu

22

Page 23: Referat - Anti Jamur (2)

pengobatan. Terbinafin tetap akan dijumpai di dalam kuku untuk jangka

waktu yang lama setelah pengobatan dihentikan.

Terbinafin dimetabolisme di hepar dan metabolit yang tidak aktif akan di

ekskresi melalui urin sebanyak 70% dan melalui feces sebanyak 20%.

· Dosis

Terbinafin tersedia dalam bentuk tablet 250 mg tetapi tidak tersedia dalam

bentuk parenteral. Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis

pada kulit dan kuku. Dosis terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari

tetapi pada pasien dengan ganguan hepar atau fungsi ginjal (kreatinin

clearence < 50 ml/menit atau konsentrasi serum kreatinin > 300 umol/m1)

dosis hams diberikan setengah dari dosis diatas. Pengobatan tinea pedis

selama 2-6 minggu, tinea korporis dan kruris selama 2-4 minggu

sedangkan infeksi pada kuku tangan selama 3 bulan dan kuku kaki selama 6

bulan atau lebih.

· Efek samping

Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dyspepsia, sakit di abdominal

sering dijumpai. Jarang dijumpai pasien yang menderita kerusakan

hepar dan meninggal akibat mengkonsumsi terbinafin untuk

pengobatan infeksi kuku. Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien

dengan penyakit hepar yang kronik atau subaktif.

· Interaksi obat

Terbinafin tidak mempunyai efek clearance terhadap obat lain yang

metabolismenya melalui hepatik sitokrom P-450. Namun konsentrasi darah

akan menurun jika terbinafin di berikan bersama rifampicin yang merupakan

suatu inducer yang poten terhadap sistem enzim hepatik sitokrom P-450.

Level darah pada terbinafin dapat meningkat jika pemberiannya bersama

cimetidin yang merupakan sitokrom P-450 inhibitor.

23

Page 24: Referat - Anti Jamur (2)

Struktur Kimia Terbinafin

3.7. Amfoterisin B 2-6,9

Amfoterisin B merupakan antibiotik makrosiklik polyene yang berasal dan

Streptomyces nodosus, diperkenalkan pada tahun 1956 dan disetujui digunakan sebagai

anti jamur pada manusia di tahun 1960.

Amfoterisin B deoxycholate (formula konvensional) digunakan untuk

pengobatan infeksi deep mikosis, pemberian secara parenteral sering menimbulkan efek toksik

terutama pada ginjal / nefrotoksik sehingga kemudian dikembangkan 3 jenis formula yang

kurang toksik terhadap ginjal dengan dasar lemak (lipid-based formulations) yaitu (1)

Liposomal amfoterisin B (AmBisome), obat ini diselubungi dengan phospholipid yang

mengandung liposome. (2) Amfoterisin B lipid kompleks (Abelcet, ABLC), merupakan suatu

kompleks dengan fosfolipid yang membentuk struktur seperti pita. (3) Amfoterisin B

kolloidal dispersion (Amphocil, Amphotec, ABCD), merupakan suatu kompleks dengan

cholesterol sulphate yang membentuk potongan lemak yang kecil.

· Mekanisme kerja

Amfoterisin B berikatan dengan ergosterol sehingga membran sel jamur menjadi

rentan selanjutnya mengakibatkan fungsi barrier membran menjadi rusak, hilangnya unsur-

unsur penting sel, menggangu metabolisme dan matinya sel jamur. Efek lain pada membran

sel jamur yaitu amfoterisin B dapat menimbulkan kerusakan oksidatif terhadap sel

jamur.

· Aktifitas Spektrum

Amfoterisin B mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap : Aspergillus species,

Mucorales species, Blastomyces dermatitidis, Candida species, Coccidioides

immitis, Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum,

24

Page 25: Referat - Anti Jamur (2)

Paracoccidioides brasiliensis, Penicillium marneffei. Sedangkan untuk

Aspergillus tereus, Fusarium species, Malassezia furfur, Scedosporium species

dan Trichosporon asahii biasanya resisten.

· Farmakokinetik

Amfoterisin B sangat sedikit diserap dengan cara pemberian oral

(bioavaibilitasnya kurang dan 5%), sehingga untuk tetap mempertahankan

konsentrasi serum yang adekuat diberikan secara intravenous

Formula konvensional

Pemberian parenteral formula konvensional dengan dosis 1 mg/kgBB akan

menghasilkan konsentrasi serum yang maksimum sebanyak 1,0-2,0 mg/l.

Kurang dan 10% dan dosis tersebut akan menetap di dalam darah setelah

12 jam pemberian dan lebih dari 90% akan berikatan dengan protein.

Sebagian besar ditemukan pada hepar (40% dari dosis), paru-paru (6% dari

dosis), ginjal (2% dari dosis) sedangkan pada cairan cerebrospinal (CSF)

kurang dan 5% konsentrasi darah. Formula konvensional mempunyai waktu

paruh fase ke dua ± 24-48 jam dan waktu paruh fase ke tiga ± 2 minggu.

Formula dengan dasar lemak (lipid-based formulations)

Sebagian besar struktur formula dengan dasar lemak seperti amfoterisin

B lipid kompleks (ABLC), akan menghilang dengan cepat dari dalam

darah tetapi sebagian kecil liposome akan menetap di sirkulasi untuk jangka

waktu yang lama.

Konsentrasi serum maksimum dari liposomal amfoterisin B (AmBisome)

yaitu 10-35 mg/L dengan dosis 3 mg/kgBB dan 25-60 mg/L untuk dengan

dosis 5 mg/kgBB Level 5-10 mg/L dapat di deteksi setelah pemberian 24 jam

dengan dosis 5 mg/kg BB. Pemberian liposomal amfoterisin B

menghasilkan konsentrasi obat yang lebih tinggi di dalam hepar dan limpa

dibandingkan dengan formula konvensional sedangkan konsentrasi obat

pada ginjal lebih rendah dibandingkan dengan formula konvensional.

Waktu paruh liposomal amfoterisin B berakhir waktu ± 100-150 jam.

25

Page 26: Referat - Anti Jamur (2)

Konsentrasi serum maksimum amfoterisin B lipid kompleks setelah pemberian

parenteral lebih rendah dibandingkan dengan formula konvensional

sehingga distribusi obat pada jaringan lebih cepat, dimana level maksimum

dicapai 1-2 mg/L setelah pemberian dosis 5 mg/ kgBB selama 1 minggu.

Pemberian amfoterisin B lipid kompleks menghasilkan konsentrasi yang

lebih tinggi pada hepar, limpa dan paruparu dibandingkan dengan formula

konvensional sedangkan konsentrasi pada ginjal lebih rendah dibandingkan

dengan formulasi konvensional. Waktu paruh amfoterisin B lipid kompleks

berakhir ± 170 jam.

Konsentrasi serum maksimum amfoterisin B kolloidal dispersion sekitar 2

mg/L dengan dosis 1 mg/kgBB, tetapi level obat di dalam darah akan segera

menurun setelah pemberian berakhir dan dijumpai distribusi obat yang

cepat ke jaringan. Pemberian Amfoterisin B kolloidal dispersion akan

menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi pada hepar dan limpa

dibandingkan dengan formula konvensional sedangkan konsentrasi

pada ginjal lebih rendah dibandingkan dengan formula konvensional.

· Dosis

Formula konvensional

Kebanyakan pasien dengan infeksi deep mikosis diberikan dosis 1-2 gr

amfoterisin B selama 6-10 minggu (tergantung dari kondisi pasien). Orang

dewasa dengan fungsi ginjal yang normal diberikan dosis 0,6-1,0 mg/kg BB.

Sebelum pemberian obat, terlebih dahulu di test dengan dosis 1 mg

amphotericin B di dalam 50 ml cairan dextrose dan diberikan selama 1-2

jam (anakanak dengan berat badan kurang dari 30 kg diberikan dosis 0,5

mg) kemudian di observasi dan di monitor suhu, denyut jantung dan tekanan

darah setiap 30 menit oleh karena pada beberapa pasien dapat timbul reaksi

seperti hipotensi yang berat atau reaksi anaphylaxis .

Dosis obat dapat ditingkatkan lebih dari 1 mg/kg BB tetapi tidak melebihi

50 mg. Setelah 2 minggu pengobatan, konsentrasi di dalam darah akan

26

Page 27: Referat - Anti Jamur (2)

stabil dan level obat di jaringan makin bertambah dan memungkinkan obat

diberikan pada interval 48 atau 72 jam.

Formula dengan dasar lemak (lipid-base formulations)

Pemberian liposomal amfoterisin B biasanya dimulai dengan dosis 1,0

mg/kg BB tetapi dosis ini dapat ditingkatkan menjadi 3,0-5,0 mg/kg BB

atau lebih. Formula ini hams di infus dalam waktu 2 jam, jika dapat

diterima maka waktu pemberian dapat di persingkat menjadi 1 jam. Obat

ini telah diberikan pada individu selama 3 bulan dengan dosis kumulatif 15

g tanpa efek samping toksik yang signifikan. Dosis yang dianjurkan adalah

3 mg/kg BB/hari.

Dosis yang direkomendasikan untuk pemberian amfoterisin B lipid

kompleks yaitu 5 mg/kg BB dan di infuskan dengan rata-rata 2,5 mg/kg

BB/jam. Obat ini telah diberikan pada individu selama 11 bulan dengan

dosis kumulatif 50 g tanpa efek samping toksik yang signifikan.

Dosis awal amfoterisin B kolloidal dispersion yaitu 1,0 mg/kg BB dan jika

dibutuhkan dosis dapat ditingkatkan menjadi 3,0-4,0 mg/kg BB. Formula

ini di infuskan dengan rata-rata 1 mg/kg BB/jam. Obat ini telah diberikan

pada individu dengan dosis kumulatif 3 gr tanpa efek samping toksik yang

signifikan.

· Efek samping

Formula konvensional

Pemberian formula konvensional dengan cara intravenous dapat segera menimbulkan

efek samping seperti demam, menggigil dan badan menjadi kaku, biasanya timbul

setelah 1-3 jam pemberian obat. Mual dan muntah dapat juga dijumpai tetapi jarang

sedangkan dan lokal phlebitis sering juga dijumpai. Efek samping toksik yang paling

serius adalah kerusakan tubulus ginjal. Kebanyakan pasien yang mendapat formula

konvensional sering menderita kerusakan fungsi ginjal terutama pada pasien yang mendapat

dosis lebih dan 0,5 mg/kg BB/hari. Formula konvensional dapat juga menyebabkan

27

Page 28: Referat - Anti Jamur (2)

hilangnya potassium dan magnesium. Pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 2

minggu, dapat timbul normokromik dan normositik anemia yang sedang.

Formula dengan dasar lemak (lipid-based formulations)

Prevalensi timbulnya efek samping yang cepat setelah pemberian amphotericin

B lipid kompleks dan amfoterisin B kolloidal dispersion lebih sedikit dibandingkan dengan

formula konvensional. Efek samping yang dapat dijumpai yaitu demam, menggigil dan

hipoksia yang dilaporkan sekitar 25% penderita yang menggunakan obat tersebut

tetapi biasanya tidak menetap.

Formula dengan dasar lemak kurang menimbulkan efek samping pada ginjal

dibandingkan formula konvensional dan dari hasil penelitian (konsentrasi serum kreatinin)

menunjukkan : kerusakan ginjal akibat amfoterisin B lipid kompleks sebanyak 25%,

amfoterisin B kolloidal dispersion sebanyak 15 %, liposomal amfoterisin B

sebanyak 20% sedangkan formula konvensional sebanyak 30-50%. Efek samping yang

lain dari formula dengan dasar lemak yaitu peningkatan liver trasaminase, alkalin

phosphatase dan konsentrasi serum bilirubin. Pasien yang mendapat pengobatan

liposomal amfoterisin B di jumpai test fungsi hati yang tidak normal sekitar 25-50%

tetapi biasanya tidak menetap.

· Interaksi obat

Amfoterisin B dapat menambah efek nefrotoksik obat lain seperti antibiotik

aminoglikosida, siklosporin, antineoplastik tertentu sehingga kombinasi obat diatas hams

hati-hati. Kombinasi obat amfoterisin B dengan kortikosteroid atau digitalis glikosid dapat

menimbulkan hipokalemi.

3.8. Caspofungin6

Caspofungin merupakan derivat semi sintetik dari pneumo-candin Bo, yang merupakan

hasil fermentasi lipopeptid jamur Glarea lozoyensis.

· Mekanisme KerjaCaspofungin menghambat sintesis 0 -(1,3)-D-glucan yang merupakan komponen

dinding sel jamur.

28

Page 29: Referat - Anti Jamur (2)

· Aktifitas spektrum

Caspofungin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas. Caspofungin efektif terhadap

Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus dan Aspergillus terreus tetapi tidak

efektif terhadap dermatofit. Caspofungin mempunyai aktifitas yang berubah-ubah terhadap

Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum dan dematiaceous molds.

Caspofungin juga efektif terhadap sebagian besar Candida species dengan efek

fungisidal yang tinggi, tetapi terhadap Candida parapsilosis dan Candida krusei

kurang efektif dan resisters terhadap Cryptococcus neoformans.

· Farmakokinetik - ,

Pemberian caspofungin secara parenteral setelah 1 jam dengan dosis 70 mg akan dicapai

konsentrasi serum sebanyak 10 mg/L. Kurang dari 10% dosis obat, akan menetap di dalam

darah setelah pemberian 36-48 jam dan lebih dari 96% akan berikatan dengan protein.

Sebagian besar obat akan di distribusikan ke dalam jaringan (± 92% dari dosis) dengan

konsentrasi yang tertinggi di jumpai pada hepar. Sekitar 1% dari dosis akan di ekskresi

tanpa ada perubahan melalui urin. Caspofungin di metabolisme di hepar dan metabolit yang

tidak aktif akan dibuang melalui empedu (35%) dan urin (40%). Waktu paruh di awali

sekitar 9-11 jam dan berakhir pada 4050 jam.

· Dosis

Pada pasien aspergillosis dosis yang dianjurkan 70 mg pada hari pertama dan 50 mg/hari

untuk hari selanjutnya. Setiap dosis hams di infuskan dalam periode 1 jam. Pasien dengan

kerusakan hepar sedang, di rekomendasikan dosis caspofungin diturunkan menjadi 35 mg

dan selanjutnya 70 mg loading dose.

· Efek samping

Efek samping yang sering dijumpai yaitu demam, adanya roam pada kulit, mual dan

muntah.

· Interaksi obat

Pemberian caspofungin bersama cyclosporin dapat meningkatkan

trasaminase 2-3 kali lipat dari batas normal dan akan menurun apabila ke

dua obat tersebut dihentikan.

29

Page 30: Referat - Anti Jamur (2)

3.9. Flusitosin 6,7,9,30,38

Flusitosin (5-fluorositosin) merupakan sintetis dari fluorinated pirimidin

yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral.

· Mekanisme kerja

Flusitosin masuk ke dalam sel jamur disebabkan kerja sitosin permease,

kemudian dirubah oleh sitosin deaminase menjadi 5-flourouracil yang

bergabung ke dalam RNA jamur sehingga mengakibatkan sintesis protein

terganggu. Flusitosin dapat juga menghambat thymidylate sinthetase yang

menyebabkan inhibisi sintesis DNA.

· Aktifitas spektrum

Flusitosin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas, efektif terhadap

Candida spesies, Cryptococcus neoformans, Cladophialophora carrionii,

Fonsecaea spesies dan Phialophora verrucosa.

· Farmakokinetik

Pemberian flusitosin secara oral absorbsinya cepat dan hampir sempurna. Pada

orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal, pemberian flusitosin dosis

25 mg/kg BB dengan interval 6 jam, akan dicapai konsentrasi puncak

plasma 30-40 mg/L dan untuk pengulangan dosis berikutnya setiap 6 jam,

akan dicapai konsentrasi puncak plasma 70-80 mg/L.

Flusitosin terdistribusi secara luas terutama pada jaringan dan cairan

melebihi 50% konsentrasi darah. Flusitosin berikatan dengan protein rendah

(sekitar 12%) sehingga menyebabkan tingginya sirkulasi obat yang tidak

berikatan. Lebih dari 90% flusitosin di ekskresi melalui urin tanpa

mengalami perubahan.

· Dosis

Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal, pemberian flusitosin

diawali dengan dosis 50-150 mg/kg BB yang diberi dalam 4 dosis terbagi

dengan interval 6 jam namun jika terdapat gangguan ginjal pemberian

flusitosin di awali dengan dosis 25 mg/kg BB.

30

Page 31: Referat - Anti Jamur (2)

· Efek samping

Efek samping yang sering di jumpai yaitu mual, muntah dan diare.

Trombositopenia dan leukopenia dapat terjadi jika konsentrasi darah

meninggi, menetap (>100 mg/L) dan dapat kembali normal jika obat di

hentikan. Peninggian level transaminase dapat juga dijumpai pada

beberapa pasien tetapi dapat kembali normal setelah obat dihentikan.

· Interaksi obat

Efek anti jamur flusitosin dapat dihambat secara kompetitif oleh sitarabin

(sitosin arabinosid) sehingga pemberian flusitosin bersama sitarabin

merupakan kontra indikasi, oleh karena efek myelosupresif dan

hepatotoksik flusitosin dapat bertambah jika diberikan bersama dengan

immunosupresif atau sitostatik. Pemberian zidovudin bersama flusitosin

hams hati-hati oleh karena dapat menimbulkan efek myelosupresif.

Kombinasi amphoterisin B dan flusitosin mempunyai efek aditif atau

sinergis terhadap Candida spesies dan Cryptococcus neoformans

namun efek nefrotoksik amphotericin B dapat berkurang ketika flusitosin

di ekskresi.

31

Page 32: Referat - Anti Jamur (2)

KESIMPULAN

Pengobatan infeksi jamur baik yang superfisial maupun yang sistemik

telah mengalami perkembangan yang pesat. Obat anti jamur tersebut dapat

diberikan dengan cara topikal, sistemik maupun intravenous, yang terdiri

dari golongan antibiotik, antimetabolit, azol, alilamin / benzilamin dan

golongan topikal yang lain. Pengetahuan tentang farmakologi obat-obat anti

jamur sangat diperlukan sehingga dapat dicapai efektifitas pengobatan yang

maksimal.

32

Page 33: Referat - Anti Jamur (2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Graham-brown, Robin. Infeksi jamur, Lecture Notes on Dermatology, Edisi

kedelapan, 2005. Editor: Amalia Safitri, S.TP, M.Si. Jakarta; Erlangga.

Halaman 32-41. 2

2. Prof. dr. Mawarli harahap. Infeksi Jamur Kulit, Ilmu Penyakit Kulit. 2000.

Editor; prof.dr. mawarli harahap. Jakarta; hipokrates. Hal 73-87.

3. buku farmako UI.

4. Nolting S, Fegeler K. Medical Mycology. Springer-Verlag Berlin

Heidelberg, 1986: 131-62.

5. Kuswadji, Widaty S.Obat anti jamur. Dalam : Budimulja U, Kuswadji,

Bramono K editor. Dermatomikosis superfisialis. Kelompok Studi

Dermatomikosis Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

2001 : 99-106.

6. Smith EB. The treatment of dennatophytosis : Safety considerations. Journal

of the American Academy of Dermatology, November 2000, part 3, volume

43, number 5.

7. Brennan B, Leyden JJ. Overview of topical therapy for common

superficial fungal infections and the role of new topical agents. Journal of

the American Academy of Dermatology, February 1997, part 1, volume 36,

number 2.

8. Weintein A, Berman B. Topical Treatment of Common Superficial Tinea

Infection, May 15, 2002, volume 65, number 10.

9. Richardson MD, Warnock DW. Anti fungal drugs. In : Fungal Infection

Diagnosis and Management, second edition, Blackwell Publishing Ltd ,

1993 :17-43.

10. Tripathi KD. Antifungal Drugs. In: Essentials of Medical Pharmacology,

4th edition, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) LTD, 1999 : 770-78.

11. Kwon-Chung KJ, Bennet JE. Priciples of Antifungal Therapy. In :

Medical Mycology, Philadelphia London, 1992 : 81-100.

33

Page 34: Referat - Anti Jamur (2)

12. Jawetz E. Antifungal Agents. In : Katzung BG. Basic & Clinical

Pharmacology, sixth edition, Appleton & Lange, 1995 : 723-29.

13. Hainer BI. Dermatophyte Infections. Practical Therapeutics, January 1, 2003,

volume 67, number 1. www.aafp.org.

14. Ketoconazole (Topical). Medline Plus Drug Information. Available

at http://www.nlm.nih.gov/medline plus/druginfo.

15. Sulconazole (Topical). Medline Plus Drug Information. Available at

http://www.nlm.nih.gov/medline plus/druginfo.

16. Oxiconazole (Topical). Medline Plus Drug Information. Available

at http://www.nlm.nih.gov/medline plus/druginfo.

15. Terconazole. Ortho-McNeil Pharmaceutical INC, New Jersey, March

2001.

16. Tioconazole (Topical). Medline Plus Drug Information. Available

at http://www.nlm.nih.gov/medline plus/druginfo.

17. Sertaconazole. April 2004. Available at http:// www.vapbm.org.

18. Lamisil cream, Terbinafin hydrochloride. Available at

http:// www.Inhousepharmacy.com

19. Adiguna MS. Pengobatan Dermatofitosis dengan Butenafin. MDVI Vol 28

Nol, Januari 2001.

20. Nahm WK, Orengo I, Rosen T. The Antifungal agent Butenafine manifest

antiinflamatory activity in vivo. Journal of the American Academy of

Dermatology, August 1999, part 1, volume 41, number 2.

21. Lewis RE. Amorolfine. Available atlb

http://www.doctorfungus.org/thedrugs/Amorolfine.htm.

22. Bohn M, Kraemer KT. Dermatopharmacology of ciclopirox nail laquer

topical solution 8% in the treatment of onychomycosis. Journal of the

American Academy of Dermatology, October 2000, volume 43, number

4.

34

Page 35: Referat - Anti Jamur (2)

23. Adiguna MS. Onikomikosis dan pengobatannya dengan cat kuku

siklopiroks. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 49, Nomor 7, Juli

1999.

25. Griseofulvin (Systemic). In : Medline Plus drug Information. Available

at http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/uspdi/202268.html.

35