49
REFERAT ALZHEIMER & PARKINSON Pembimbing : dr. Iswahyuni Disusun oleh : Lois T Kezia (406148028) Kheluwis Sutiady (406148098) KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA CIPUTAT PERIODE 2 MEI 2016 – 6 JUNI 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

Referat Alzheimer Dan Parkinson

Embed Size (px)

DESCRIPTION

enjoy

Citation preview

REFERAT

ALZHEIMER & PARKINSON

Pembimbing :

dr. Iswahyuni

Disusun oleh :

Lois T Kezia (406148028)

Kheluwis Sutiady (406148098)

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI

PANTI WERDHA KRISTEN HANA CIPUTAT

PERIODE 2 MEI 2016 – 6 JUNI 2016

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

BAB II.......................................................................................................................................2

ISI..............................................................................................................................................2

2.1 ALZHEIMER.....................................................................................................................2

2.1.1 DEFINISI.....................................................................................................................2

2.1.2 EPIDEMIOLOGI........................................................................................................2

2.1.3 ETIOLOGI...................................................................................................................2

2.1.4 KLASIFIKASI.............................................................................................................3

2.1.5 FAKTOR RESIKO.....................................................................................................4

2.1.6 PATOFISIOLOGI.......................................................................................................5

2.1.7 GEJALA KLINIS........................................................................................................7

2.1.8 DIAGNOSIS.................................................................................................................9

2.1.9 DIAGNOSIS BANDING...........................................................................................10

2.1.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG...........................................................................12

2.1.11 PENATALAKSANAAN.........................................................................................16

2.1.12 PROGNOSIS............................................................................................................18

2.2 PARKINSON....................................................................................................................19

2.2.1 DEFINISI...................................................................................................................19

2.2.2 KLASIFIKASI...........................................................................................................19

2.2.3 ETIOLOGI.................................................................................................................19

2.2.4 PATOFISIOLOGI.....................................................................................................20

2.2.5 MANIFESTASI KLINIS..........................................................................................22

2.2.6 DIAGNOSIS...............................................................................................................23

2.2.7 DIAGNOSIS BANDING...........................................................................................24

2.2.8 PENATALAKSANAAN...........................................................................................25

2.2.9 KOMPLIKASI...........................................................................................................28

2.2.10 PROGNOSIS............................................................................................................29

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,

merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki

dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga. Parkinson pertama kali ditemukan

oleh seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini

merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan.7

Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor,

rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan

akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat

keparahan defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai

depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.

Sedangkan penyakit Alzheimer merupakan sebuah kelainan otak yang bersifat

irreversible dan progresif yang terkait dengan perubahan sel-sel saraf sehingga menyebabkan

kematian sel otak. Penyakit Alzheimer terjadi secara bertahap, dan bukan merupakan bagian

dari proses penuaan normal dan merupakan penyebab paling umum dari demensia. Demensia

merupakan kehilangan fungsi intelektual, seperti berpikir, mengingat, dan berlogika, yang

cukup parah untuk mengganggu aktifitas sehari-hari. Demensia bukan merupakan sebuah

penyakit, melainkan sebuah kumpulan gejala yang menyertai penyakit atau kondisi tertentu.

Gejala dari demensia juga dapat termasuk perubahan kepribadian, mood, dan perilaku.4

1

BAB IIISI

2.1 ALZHEIMER

2.1.1 DEFINISIPenyakit Alzheimer adalah merupakan gangguan fungsi kognitif yang onsetnya

lambat dan gradual, degenerative, sifatnya progresif dan permanen. Merupakan penyebab

terbesar terjadinya demensia. Dimana demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan

memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan

gangguan tingkat kesadaran. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori

selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis

dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas

kerja dan sosial secara bermakna(1).

2.1.2 EPIDEMIOLOGIHal yang terpenting yang merupakan faktor resiko dari penyakit Alzheimer adalah

umur yang tua dan positif pada riwayat penyakit keluarga. Frekuensi dari penyakit Alzheimer

akan meningkat seiring bertambahnya dekade dewasa. Mencapai sekitar 20-40% dari

populasi lebih dari 85 tahun. Wanita merupakan faktor resiko gender yang lebih beresiko

terutama wanita usia lanjut. Lebih dari 35 juta orang di dunia, 5,5 juta di Amerika Serikat

yang mengalami penyakit Alzheimer, penurunan ingatan dan gangguan kognitif lainnya dapat

mengarahkan pada kematian sekitar 4 – 10 tahun ke setelah didiagnosis. Penyakit Alzheimer

merupakan jenis yang terbanyak dari demensia, dihitung berdasarkan 50 – 56 % kasus dari

autopsy dan kasus klinis. Insiden dari penyakit ini dua kali lipat setiap 5 tahun setelah usia 65

tahun, dengan diagnosis baru 1275 kasus per tahun per 100.000 orang lebih tua dari 65 tahun.

Kebanyakan orang-orang dengan penyakit Alzheimer merupakan wanita dan berkulit putih.

Karena sangat dihubungkan dengan usia, dan wanita mempunyai ekspektasi kehidupan yang

lebih panjang dari pria, maka wanita menyumbangkan sebesar 2/3 dari total orang tua dengan

penyakit ini.(3, 5)

2.1.3 ETIOLOGI

2

Meskipun penyebab Alzheimer disease belum diketahui, sejumlah faktor yang saat ini

berhasil diidentiifikasi yang tampaknya berperan besar dalam timbulnya penyakit ini. (10)

Faktor genetik

Penelitian terhadap kasus familial telah memberikan pemahaman signifikan

tentang patogenesis alzheimer disease familial, dan, mungkin sporadik. Mutasi di

paling sedikit empat lokus genetik dilaporkan berkaitan secara eksklusif dengan AD

familial. Mutasi pertama yang berhasil diidentifikasi adalah suatu lokus di kromosom

21 yang sekarang diketahui mengkode sebuah protein yang dikenal sebagai protein

prekursor amiloid (APP). APP merupakan sumber endapan amiloid yang ditemukan

di berbagai tempat di dalam otak pasien yang menderita Alzheimer disease. Mutasi

dari dua gen lain, yang disebut presenilin 1 dan presenilin 2, yang masing- masing

terletak di kromosom 14 dan 1 tampaknya lebih berperan pada AD familial terutama

kasus dengan onset dini

Pengendapan suatu bentuk amiloid

Berasal dari penguraian APP merupakan gambaran yang konsisten pada

Alzheimer disease. Produk penguraian tersebut yang dikenal sebagai β- amiloid (Aβ)

adalah komponen utama plak senilis yang ditemukan pada otak pasien Alzheimer

disease, dan biasanya juga terdapat di dalam pembuluh darah otak.

Ekspresi alel spesifik apoprotein E (ApoE)

Diperkirakan ApoE mungkin berperan dalam penyaluran dan pengolahan

molekul APP. ApoE yang mengandung alel ε4 dilaporkan mengikat Aβ lebih baik

daripada bentuk lain ApoE, dan oleh karena itu, bentuk ini mungkin ikut

meningkatkan pembentukan fibril amiloid.

2.1.4 KLASIFIKASIBerdasarkan hereditas, penyakit Alzheimer dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4):

1. Familial Autosomal Dominant adalah Alzheimer yang muncul karena keturunan. Jumlahnya 5-10 % dari penderita Alzheimer. Alzheimer yang bersifat keturunan diasosiasikan dengan onset yang cepat, progresi yang lebih cepat, sejarah gangguan kejiwaan dalam keluarga dan kesulitan dalam berbicara.

3

2. Sporadic Alzheimer’s Disease adalah penyakit Alzheimer yang muncul karena usia tua. Jumlahnya 90-95 % dari penderita Alzheimer.

Berdasarkan waktu munculnya penyakit, Alzheimer juga dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Penyakit Alzheimer onset dini, yang terjadi pada orang dengan usia di bawah 65 tahun, disebut juga dementia pre-senile. Jenis ini sekitar 5-10 % dari kasus yang terjadi, dan terjadi pada usia antara 30-65 tahun.

2. Penyakit Alzheimer onset lambat (Late Onset Alzheimer’s Disease, LOAD), yang merupakan jenis paling umum dari penyakit ini, biasanya terjadi pada orang usia di atas 65 tahun, disebut juga senile dementia Alzheimer’s Type, SDAT.

2.1.5 FAKTOR RESIKO Faktor usia

Penderita Alzheimer biasanya diderita oleh orang yang berusia lebih dari 65

tahun, tetapi juga dapat menyerang orang yang berusia dibawah 40. Sedikitnya 5%

orang berusia di antara 65 dan 74 memiliki Alzheimer. Pada orang berusia 85 keatas

jumlahnya meningkat menjadi 50%.

Jenis Kelamin

Walaupun kontroversial, terdapat beberapa bukti yang mengatakan bahwa AD

lebih umum pada wanita. Secara umum dipercaya bahwa terdapat perbedaan pada

pekerjaan, pendidikan, dan pola hidup. Beberapa data menunjukkan bahwa defisiensi

estrogen saat menopause dapat berkontribusi pada munculnya AD.

Hiperkolesterolemia dan resiko penyakit pembuluh darah

Hiperkolesterolemia, hipertensi, hiperhomosistein, obesitas, dan diabetes

melitus, dan peningkatan marker inflamasi dapat meningkatkan resiko terjadi AD.

Trauma kepala

Depresi

4

Lebih dari 30% pasien AD menderita depresi dan seringkali depresi

merupakan gejala awal sebelum muncul AD.

Edukasi dan etnis

Mekanisme sebenarnya dari sistem neuroprotektif pada edukasi yang lebih

tinggi belum diketahui; walaupun demikian berdasarkan teori “use it or lose it”

terdapat pendapat bahwa pada orang dengan tingkat edukasi lebih tinggi terdapat

lebih banyak neuron sehingga membutuhkan waktu lebih lama sebelum mencapai

batas terjadi AD. Resiko terjadi nya AD meningkat 2x lipat pada etnis afrika-amerika

dan caribbean hispanic.

2.1.6 PATOFISIOLOGIA. Perubahan struktural

Secara neuropatologi, Alzheimer merusak neuron dalam struktur kortex dan limbic di

otak, khususnya pada basal otak depan, amigdala, hippocampus, dan korteks serebral yang

bertanggung jawab dalam kontrol memori, proses belajar (learning), kewarasan (reasoning),

tingkah laku (behaviour), dan emosional. Secara anatomi, terlihat 4 gangguan utama yaitu

atropi kortikal, degenerasi kolinergik dan neuron lain, munculnya kekacauan neurofibrilasi

(NFTs), dan akumulasi plak neuritis. NFTs dan plak neuritis dianggap sebagai lesi penanda

Alzheimer, tanpa keduanya Alzheimer tidak terjadi. Tapi kedua hal tersebut juga dapat terjadi

pada penyakit lain dan bahkan pada proses penuaan yang normal.(5)

NFTs adalah pasangan filament heliks yang berkumpul dalam bungkusan padat.

Secara mikroskop terlihat sebagai kilauan kecil yang mengisi badan sel saraf. Pasangan

filament heliks dibentuk dari protein tau yang merupakan struktur penyokong mikrotubulus,

transport sel, dan sistem skelet. Jika posforilasi filament tau abnormal pada sisi spesifiknya,

mereka tidak dapat berikatan secara efektif dengan mikrotubulus, menyebabkan kollaps

mikrotubul, sehingga sel tidak dapat berfungsi dan akhirnya mati. Over aktivitas kinase

seperti microtubule affinity-regulating kinase (MARK) atau penurunan aktivitas fosfat secara

teoritis mengakibatkan (mencegah pemecahan) fosforilasi abnormal protein tau. NFTs juga

ditemukan pada penyakit dementia lain dan merupakan pemicu umum kematian sel.(9)

Plak neuritis (amiloid/plak senile) adalah lesi ekstrasel yang ditemukan di otak dan

vascular serebral (amiloid angiopati). Plak ini berisi βAP dan sebuah massa anyaman dari

neuritis yang pecah (akson dan dendrit). Beberapa neurit yang pecah ini berisi filament

neutrofil yang mengakibatkan fosforilasi abnormal protein tau yang disintesis di NFTs. 2

5

jenis sel glial, astrosit dan mikroglia juga ditemukan pada plak. Sel glial mensekresi mediator

inflamasi dan bertindak sebagai sel scavenger yang penting dalam proses inflamasi pada

Alzheimer. Inti dari plak neuritis terbentuk dari agregasi 39-43 asam amino dari protein yang

disebut βAP. Amiloidosis adalah penyakit yang ditandai dengan deposisi protein amiloid

dalam beberapa organ target . βAP yang terakumulasi di otak dan pembuluh darah otak pada

Alzheimer berbeda dengan penyakit lain yang juga meangakumulasi protein amiloid. Protein

βAP terpisah dari protein APA (protein transmembran) oleh protease melalui berbagai cara.

Pada jalur sekretori normal, APA dipisah melalui daerah βAP, pertama dengan menggunakan

enzim α sekkretase, kemudian dengan enzim φ sekretase, menghasilkan produk yang terlarut

dan tidak merugikan (P3). Dalam jalur patologik, jalur endosomal memecah di kedua sisi

βAP, pertama dengan β-sekretase dan kemudian dengan φ-sekretase membentuk βAP (Cpp-

bAPP) yang dilepaskan ke ruang ekstra sel. Kebanyakan βAP terdiri dari 40 asam amino

tetapi penelitian baru-baru ini menemukan βAP yang terdiri dari 42 asam amino. Asam amino

ini merusak saraf pusat, meskipun mekanisme belum jelas. Selain itu juga menyebabkan

disregulasi kalsium dan kerusakan mitokondria yang bisa saja menstimulasi mediator

inflamasi. Hal ini membuktikan bahwa deposisi βAP terjadi pada tahap awal proses penyakit,

bukan merupakan produk akhir dari kematian neuronal dan sepertinya menginisiasi

pembentukan plak dan perusakan sel saraf.(8)

B. Mediator Inflamasi

Mediator inflamasi dan komponen sistem imun lain ditemukan pada area di sekitar

pembentukan plak. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa sistem imun memegang peranan

penting dalam patogenesis Alzheimer. Meski mungkin bukan yang menginisiasi penyakit,

respon imun yang timbul untuk melawan kerusakan otak akan memfasilitasi destruksi neuron.

Kejadian yang mendorong keterlibatan sistem imun adalah keberadaan protein fase akut

seperti α1-antikromotripsin (ACT) dan α2-makroglobulin di dalam serum dan plak amiloid

pada Alzheimer. Sel glial (astrosit dan mikroglial), sitokin (interleukin 1 dan 6), dan

komponen komplemen dari jalur klasik juga meningkat dalam daerah yang ada plaknya.

Mediator inflamasi ini meningkatkan toksisitas dan agregasi βAP. Produk kronik agen

sitotoksik dan radikal bebas yang diaktivasi oleh mikroglia juga dapat mempercepat

degenerasi neuron.(10)

C. Sistem kolinergik

Berbagai jalur neuronal dirusak pada Alzheimer. Kerusakan terjadi di beberapa sel

saraf yang terletak di dalam/ dilewati oleh plak. Kerusakan sel menyebabkan penurunan

6

berbagai neurotransmitter. Mayoritas kerusakan paling parah terjadi di jalur kolinergik,

khususnya di sistem neuron yang terletak di dasar otak depan pada basal nucleus Mynert,

yakni bagian otak yang dipercaya terlibat dalam integrasi berpikir. Akson neuron kolinergik

ini terarah ke korteks depan dan hippocampus, yaitu area yang berhubungan erat dengan

memori dan kognisi.(11)

Fakta adanya kehilangan saraf kolinergik besar-besaran ini, menimbulkan hipotesis

kolinergik yang menyatakan bahwa kehilangan sel kolinergik adalah sumber kerusakan

memori dan kognisi pada Alzheimer, sehingga diduga bahwa peningkatan fungsi kolinergik

akan memperbaiki simptom kehilangan memori.(9)

D. Abnormalitas neurotransmitter lain

Sistem neuron serotonergik dari nucleus Raphe dan sel noradrenergik dari locus

ceruleus juga hilang pada Alzheimer. Sementara itu aktivitas monoamine oksidase B juga

meningkat. MAO B ditemukan sebagian besar di otak dan platelet, dan bertanggung jawab

untuk metabolisme dopamine. Abnormalitas lain muncul pada jalur glutamate dalam struktur

korteks dan limbic. Glutamate adalah neurotransmitter eksitatorik utama pada korteks dan

hippocampus. Banyak jalur neuronal yang penting untuk proses belajar dan memori

menggunakan glutamate sebagai meurotransmiter, meliputi neuron pyramidal (lapisan neuron

dengan akson panjang yang membawa informasi keluar dari korteks), hippocampus, dan

korteks entorhinal. Glutamate dan neurotransmitter asam amino eksitatori lain diimplikasikan

sebagai neurotoksin potensial pada Alzheimer. Jika glutamate dibiarkan dalam sinaps pada

waktu yang lama, dapat menjadi racun dan merusak sel saraf. Efek toksin ini diduga

dimediasi melalui peningkatan kalsium intrasel dan akumulasi radikal bebas. Kehadiran βAP

akan membuat sel lebih rentan pada glutamate. Disregulasi glutamate diduga sebagai satu

dari mediator primer kerusakan neuronal setelah stroke/cedera otak akut. Meskipun terlibat

dalam kerusakan sel, peranan asam amino eksitatori dalam Alzheimer belum jelas.(11)

2.1.7 GEJALA KLINIS

Orang dengan alzheimer disease mengalami gangguan progresif daya ingat dan fungsi

kognitif lainnya. Gangguan mula-mula mungkin samar dan mudah disalah-sangka sebagai

depresi, penyakit penting lain pada usia lanjut. Gangguan kognitif berlanjut terus, biasanya

dalam waktu 5 hingga 15 tahun, yang menyebabkan disorientasi total dan hilangnya fungsi

bahasa dan fungsi luhur korteks lainnya. Pada sebagian kecil pasien, dapat muncul kelainan

gerakan khas parkinsonisme, biasanya berkaitan dengan adanya pembentukan badan lewy. (2)

7

Tabel 1. Manifestasi Demensia Jenis Alzheimer(2)

8

9

Gangguan memori muncul pada tahap awal, gangguan

memori hal-hal yang baru lebih berat dari yang

lama, memori verbal dan visual juga terganggu,

memori procedural relatif masih baik

Gangguan perhatian muncul pada tahap awal, sulit untuk

mengubah mental set, sulit untuk mendorong

perhatian dan perservasi, gangguan untuk

mempertahankan gerakan yang terus menerus

Gangguan fungsi visuo-

spasial

muncul pada tahap awal, gangguan

dalam hal menggambar ,mencari dan

menemukan alur

Gangguan dalam

pemecahan masalah

muncul pada tahap awal, gangguan hal

abstraksi dan menyatakan pendapat

Gangguan dalam

kemampuan berhitung

muncul pada tahap awal

Gangguan kepribadian kehilangan rem, agitasi, mudah

tersinggung

Gangguan isi pikiran Waham

Gangguan afek depresi

Gangguan berbahasa sulit menemukan kata yang tepat,

artikulasi dan komprehensi relative masih baik

Gangguan persepsi gangguan visual, penghiduan, dan

pendengaran : halusinasi, ilusi

Gangguan praksis apraksia ideasional dan ideomotor

Gangguan kesadaran dari

penyakit

menolak pendapat bahwa dia sakit,

mungkin diikuti waham,konfabulasi, dan

indifference

Gangguan kemampuan

sosial

muncul dikemudian hari

Defisit motorik muncul dikemudian hari, relative ringan

Inkontinensia urin dan

alvi

muncul dikemudian hari

Kejang/epilepsi muncul dikemudian hari

2.1.8 DIAGNOSIS

Telah dijelaskan bahwa penyakit Alzheimer merupakan salah satu jenis demensia

yang terbanyak pada orang dewasa. Demensia sudah sering dikenal dengan menggunakan

kritera DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition).

Menegakkan penyakit Alzheimer dengan menggunakan kriteria oleh the National Institute of

Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan the Alzheimer’s

Disease and Related Disorders Association (ADRDA) dengan menggunakan klasifikasi

definite (diagnosis klinis dengan gambaran histologic), probable (sindrom klinik tipikal tanpa

gambaran histologic) dan possible (gambaran klinis atipikal tetapi tidak ada diagnosis

alternatif dan tidak ada gambaran histologi)(6)

Tabel . Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer(7)

Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:- Demensia yang tidtegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan

pemeriksaan the mini-mental test,Blessed Dementia Scale,atau pemeriksaan sejenis,dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis

- Defisit pada dua atau lebih area kognitif- Tidak ada gangguan kesadaran- Awitan antara umur 40 dan 90,umunya setelah umur 65 tahun- Tidak adanya kelinan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan

defisit progresif pada memori dan kognitifDiagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh:- Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia,apraksia,dan agnosia- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku- Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama,terutama bila sudah dikonfirmasi

secara neuropatologi- Hasil laboratorium yang menunjukkan- Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar

Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG,seperti peningkatan atktivitas slow-wave

- Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi oleh pemeriksaan serial

Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit Alzheimer,setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit Alzheimer:- Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau)- Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi,insomnia,inkontinensia,delusi,

halusinasi,verbal katastrofik,emosional,gangguan seksual,dan penurunan berat badan

- Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien,terutama pada penyakit tahap lanjut,seperti peningkatan tonus otot,mioklunus,dan gangguan melangkah

- Kejang pada penyakit yang lanjut- Pemeriksaan CT normal untuk usianyaGambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi tidak cocok adalah:

10

- Onset yang mendadak dan apolectic- Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,gangguan sensorik,defisit

lapang pandang,dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit;dan kehang atau gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit

Diagnosis possible penyakit Alzheimer:- Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia,tanpa adanya gangguan neurologis

psikiatrik,atau sistemik alin yang dapat menyebabkan demensia,dan adandya variasi pada awitan,gejala klinis,atau perjalanan penyakit

- Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup untuk menyebabkan demensia,namun penyebab primernya bukan merupakan penyabab demensia

Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau atutopsiKlasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer,seperti:- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama- Awitan sebelum usia 65 tahun- Adanya trisomi-21- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson

11

2.1.9 DIAGNOSIS BANDINGDifferential klinis pada Alzheimer (8)

12

13

Penyakit Gejala Awal Status Mental Neuropskiatri Neurologi Gambaran

ADPenurunan daya

ingat

Episodic

memory loss

Umumnya

normal

Umumnya

normal

Entorhinal

cortex dan

atrofi

hippocampus

FTD

Apati;

penilaian/wawa

san buruk, cara

bicara/bahasa,

hyperorality

Frontal/

executive,

bahasa; spares

drawing

Apati,

disinhibisi,

euphoria,

depresi

Gelisah,

dystonia,

Alien

hand¸vertic

al gaze

palsy

Atrofi frontal

dan/atau

temporal

DLB

Halusinasi

visual,

gangguan tidur

REM, delirium,

Sindrom

Capgras’,

Parkinsonisme

Drawing and

frontal/executiv

e; spares

memory;

delirium

Halusinasi

visual, depresi,

gangguan

tidur, delusi

Parkinsonis

me

Atrofi parietal

posterior;

hippocampus

lebih besar

dibandingkan

pada AD

CJD

Demensia,

mood, gelisah,

gangguan

pergerakan

Bervariasi,

frontal/executiv

e, focal

cortical,

memori

Depresi,

gelisah

Mioklonus,

parkinsonis

me, kaku

Cortical

ribboning dan

hiperintensitas

basal ganglia

atau thalamus

pada

gambaran

MRI

Vascular

Sering tapi

tidak selalu

mendadak;

bervariasi;

apati,

kelemahan

fokal

Frontal/

executive,

kognitif yang

melambat

Apati, delusi,

gelisah

Umumnya

keterlambat

an motoric,

spastik,

namun bisa

normal

Infark kortikal

dan/atau

subkortikal

AD : Alzheimer’s Diseases

FTD : Frontotemporal Dementia

DLB : Dementia with Lewy Bodies

CJD : Creutzfeldt-Jakob Disease

2.1.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.

Secara umum didapatkan atrofi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar

1000 gr (850-1250gr).Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus

temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem

somatosensorik tetap utuh. Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri

dari(10,11,12):

a. Neurofibrillary Tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang

berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks,

hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak.

NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down

syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT

berkolerasi dengan beratnya demensia.(10)

b. Senile Plaque (SP)

Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi

filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Protein prekursor

amiloid yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini

terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit

didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan

auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan

densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran

histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita

penyakit Alzheimer. (12)

c. Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit

Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada

14

neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala,

nukleus batang otak termasuk lobus serulues, raphe nukleus, dan substanasia nigra. Kematian

sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik

terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus

tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang

berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan

penyakit Alzheimer. (11)

d. Perubahan vakuoler

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser

nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP ,

perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak

pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan

batang otak. (9)

e. Lewy body

Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal,

gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis,

temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang

terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen

et al menyatakan lewy body merupakan varian dari penyakit Alzheimer. (11)

2. Pemeriksaan neuropsikologik

Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan

neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum

dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Tes psikologis ini juga bertujuan untuk

menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti

gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian, dan pengertian berbahasa.

Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:

a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat

diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.

b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk

membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan

oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri.

c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh

demensia karena berbagai penyebab.

15

Mini Mental Status Examination

MMSE dapat mengukur orientasi nyata seseorang, kemampuan registrasi, perhatian

dan kemampuan berhitung, mengingat, bahasa, dan kemampuan visuokonstruksi (melihat dan

membuat kopi design). Nilai tertinggi adalah 30. seseorang dengan nilai kurang dari 24

memerlukan evaluasi lebih jauh untuk kemungkinan terkena Alzheimer atau dementia yang

lain, depresi, delirium atau schizoprenia. Seseorang dengan nilai kurang dari 20 secara umum

memiliki salah satu dari gangguan tersebut.(11)

The Mini-Mental Status Exam (from Folstein, MF, Folstein, S and

McHugh, PR: Mini-mental state: a practical method for grading the cognitive

state of patients for the clinincian, J Psychiatr Res 12:189, 1975.)

Indikasi

Penilaian kemampuan kognitif

Dokumentasi penurunan kemampuan kognitif

Pertanyaan (Total 30 poin)

Kategori P

poin

Pertanyaan

Orientasi 1

0

Tahun, Musim, tanggal, hari, dan

bulan

Negara bagian, negara, kota

Rumah sakit atau klinik, lantai

Registrasi 3 Nama tiga objek: Apel, Meja, uang

Setiap benda diucapkan perlahan dan

dengan jeda waktu

Pasien mengulangi setiap benda yang

diucapkan)

Ulangi proses hingga ketiga objek

16

dapat diingat

Catat waktu yang dibutuhkan untuk

mengingat ketiga benda

Perhatian dan

hitungan

5 Eja WORLD dari arah belakang: DLROW

Poin diberikan pada setiap huruf yang

salah meletakkan

Contoh: DLORW dihitung sebagai 2

poin saja

Menyebutkan

kembali (recall)

3 Ulangi proses no.2 dengan ketiga objek yang

telah diingat.

Bahasa 9 Pasien memberi nama 2 benda

Contoh: Pensil dan Jam ( masing-

masing 1 poin)

Ulangi kalimat: 'No ifs ands or buts'

Mengikuti tiga petunjuk berikut:

Ambil kertas dengan tangan kanan

Lipat menjadi dua

Simpan di lantai

Membaca dan mengikuti petunjuk:

Tutup matamu

Tulis sebuah kalimat

Mengkopi design

17

Tujuh poin tersebut sangat umum digunakan dan telah divalidasi dengan mengkorelasikan

dengan pengukuran psikometrik dan perubahan dalam CT/PET scan dan berguna untuk

memonitor perubahan menyeluruh pada pasien Alzheimer.

3. CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kuantifikasi

perubahan volume jaringan otak. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan

kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multi infark dan

tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan

gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga

didapatkan pada demensia lainnya seperti multi infark, parkinson, binswanger sehingga kita

sukar untuk membedakan dengan penyakit Alzheimer. (9)

Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan

beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan

peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada

ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan

kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya

atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.(10)

4. EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada

penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non

spesifik.(8)

5. PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme

O2, dan glukosa di daerah serebral. Uptake I. 123 sangat menurun pada regional parietal, hasil

ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu sesuai dengan hasil observasi

penelitian neuropatologi.(9)

6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Aktivitas I. 123 terendah pada regio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini

berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini

(SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

2.1.11 PENATALAKSANAAN

18

Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan

patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya

memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Tidak ada pengobatan spesifik untuk

penyakit Alzheimer. Pengobatan secara simptomatik, sosial, terapi psikiatri dan dukungan

keluarga menjadi pilihan terapi yang digunakan saat ini. Acetylcholinesterase inhibitors atau

N-methyl-D-aspartate (NMDA) inhibitor (Memantin) dapat meningkatkan fungsi kognitif

pada penyakit Alzheimer stadium awal.(7)

1. Kolinesterase inhibitor

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan

simptomatik penyakit Alzheimer, dimana pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan

kadar asetilkolin. Cholinesterase inhibitor telah diakui untuk pengobatan penyakit Alzheimer

ringan sampai sedang yang juga dapat dijadikan standar perawatan untuk pasien dengan

penyakit Alzheimer. Kerja farmakologis dari Donepezil, rivastigmine, dan galantamine

adalah menghambat cholinesterase, dengan menghasilkan peningkatan kadar asetilkolin di

otak .Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase.

Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian

berlangsung. 4 jenis kolinesterase inhibitor yang paling sering digunakan adalah5,7)

a. Donepezil (merk dagang ARICEPT®) disetujui untuk pengobatan semua tahap

Alzheimer disease.

b. Galantamine (merk dagang RAZADYNE®) disetujui untuk tahap ringan

sampai sedang.

c. Rivastigmine (merk dagang EXELON®) untuk tahap ringan sampai sedang.

d. Tacrine (COGNEX®) merupakan kolinesterase inhibitor pertama yang

disetujui untuk digunakan sejak tahun 1993, namun sudah jarang digunakan saat ini karena

faktor resiko efek sampingnya, salah satunya adalah kerusakan hati.(7)

Pemberian dosis dari ketiga cholinesterase inhibitor yang umum digunakan adalah

sebagai berikut :(6)

a. Donepezil dimulai dengan dosis 5 mg per hari, kemudian dosis ditingkatkan

menjadi 10 mg per hari setelah satu bulan.

19

b. Dosis rivastigmine ditingkatkan dari 1,5 mg dua kali sehari sampai 3 mg dua

kali sehari, kemudian menjadi 4,5 mg dua kali sehari, dan untuk maksimal dosis 6 mg dua

kali sehari.

c. Galantamine dimulai dengan dosis 4 mg dua kali sehari. Pertama-tama, dosis

ditingkatkan menjadi 8 mg dua kali sehari dan akhirnya sampai 12 mg dua kali sehari. Seperti

rivastigmine, waktu yang lebih lama antara peningkatan dosis berhubungan dengan

penurunan efek samping.

2. Memantin

Memantin merupakan obat yang telah diakui oleh Food and Drug Administration

(FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer sedang sampai berat. Dosis awal untuk

penggunaan Memantin adalah 5 mg perhari, kemudian dosis ditingkatkan berdasarkan

penelitian, hingga 10 mg dua kali sehari. Memantine tampaknya bekerja dengan cara

memblok saluran N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlebihan. Memantine yang

dikombinasikan dengan cholinesterase inhibitor maupun yang tidak, tampaknya dapat

memperlambat kerusakan kognitif pada pasien dengan AD yang moderat.(6,9)

2.1.12 PROGNOSISDari pemeriksaan klinis pada 42 penderita probable Alzheimer menunjukkan bahwa

nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu: (2)

Derajat beratnya penyakit

Variabilitas gambaran klinis

Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia, dan jenis kelamin.

Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling

mempengaruhi prognostik penderita Alzheimer. Pasien dengan penyakit Alzheimer

mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya

meninggal dunia akibat infeksi sekunder.(12)

20

2.2 PARKINSON

2.2.1 DEFINISIPenyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan

erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron

berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi

sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.

Parkinsonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat,

rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine

dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom Parkinson.

Semua pasien dengan diagnosa penyakit parkinson mengalami parkinsonisme tetapi tidak

semua pasien dengan parkinsonisme memiliki penyakit parkinson.

2.2.2 KLASIFIKASISecara umum parkinson dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Parkinson primer : paling sering dijumpai, penyebab tidak diketahui (idiopatik)

2. Parkinson Sekunder : post infeksi, post trauma, drug induce( sering obat-obatan

psikosis misalnya : Chlorpromazin, Petidin, Fenotiazin, Reserfin, Tetrabenazin ),

Toksik ( misalnya CO, mangan, karbon disulfida ).

3. Sindrom Paraparkinson ( Parkinson’s Plus ) : Sindrom Shy-Drager, Penyakit Wilson,

Parkinsonismus juvenilis, Hidrosefalus normotensif, Degenerasi striatonigral,

Penyakit Creutzfeldt-Jakob, sindrom Steele-Richardson-Olszewski, penyakit

Hallervorden-Spatz, kompleks demensia Parkinsonisme Guam.

2.2.3 ETIOLOGI

Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.

Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut :

1.Usia

21

Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000

penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang

mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit

parkinson.

2.Genetik

Penelitian menunjukkan adanya 3 gen yang berperan pada penyakit Parkinson yang

menyebabkan gangguan degradasi protein dan mengakibatkan protein beracun tidak dapat

di degradasi di ubiquitin-proteasomal pathway. Kegagalan degradasi menybabkan

peningkatan apoptosis di sel-sel SNc sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc.

3 .Faktor Lingkungan

a.Xenobiotik

Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menmbulkan kerusakan mitokondria

b.Pekerjaan

Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.

c.Infeksi

Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi

penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan

menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.

d.Diet tinggi protein.

e.Trauma kepala

Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski

peranannya masih belum jelas benar

f.Stress dan depresi

22

Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.

Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan

depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.

2.2.4 PATOFISIOLOGI Kelainan utama pada penyakit Parkinson adalah hilangnya sel-sel berpigmen di

substansia nigra pars compacta (SNc). Dengan berkurang atau hilangnya sel-sel neuron

dopaminergik di substansia nigra, akan mengakibatkan hilangnya neuron dopaminergik

nigro-striatum.

Dalam keadaan normal, neuron ini memproduksi Dopamin. Dopamin merupakan

neurotransmitter yang berperan dalam transmisi sinyal untuk kontrol dan koordinasi gerakan

motorik halus. Kerusakan sel-sel neuron substansia nigra menyebabkan berkurangnya

produksi dopamin sehingga akan mengganggu fungsi motorik.

Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal seperti dopamine

quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (protofibrils). Formasi ini menumppuk,

tidak dapat di degradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan

kematian sel-sel SNc.

Pada penyakit Parkinson, terjadi percepatan degenerasi neuron dopaminergik oleh

sebab yang belum diketahui sehingga menimbulkan gejala klinik. Berbagai keadaan tersebut

menimbulkan destruksi sel-sel neuron melanin penghasil dopamin pada pars kompakta

substansia nigra sehingga secara makroskopis terhadi depigmentasi. Secara mikroskopis,

terjadi pengurangan jumlah sel neuron melanin, dimana sel-sel yang tersisa mengandung

badan-badan inklusi eosinofilik di sitoplasma yang dikelilingi oleh halo sehingga disebut

sebagai Lewy bodies.

23

Gambar. Lewy Body di sitoplasma dari sel neuron substansia nigra

Gejala-gejala motorik yang terjadi pada penyakit Parkinson disebabkan oleh

gangguan dalam sirkuit motorik ganglia basalis – talamokortikal.

2.2.5 MANIFESTASI KLINIS 1. Rigiditas

Otot fleksor maupun ekstensor berkontraksi kuat (tonus meningkat), hal ini oleh

karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel

phenomenon). Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang

membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya

menjadi cepat tetapi pendek-pendek.

2. Tremor

Timbul pada saat istirahat dan disebut tremor istirahat. Ketika otot menegang

untuk melakukan tindakan yang bertujuan, biasanya tremor akan berhenti. Tremor yang

melibatkan tangan dijelaskan sebagai pill rolling dan mengakibatkan gerakan ritmis ibu jari

pertama dan kedua. Tremor adalah akibat dari kontraksi bergantian yang regular (4 hingga 6

siklus per detik) pada otot yang berlawanan. Degenerasi ganglia basalis menyebabkan

hilangnya pengaruh inhibitor dan menigkatkan timbal balik berbagai sirkuit yang berakibat

dalam osilasi.

3. Bradikinesia

Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif misalnya

sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila

berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya

ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti

topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah sering

keluar dari mulut. Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat. Sering pula terjadi

24

bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,

sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara

halus ( suara bisikan ) yang lambat. 

4. Deformitas Postural

Kekakuan pada leher dan tubuh ( kekakuan axial) dapat menyebabkan terjadinya

postur yang tidak normal (seperti anterokolis, scoliosis) Deformitas postural menghasilkan

leher dan badan yang flexi, siku dan lutut yang flexi dan sering berhubungan dengan

kekakuan

5. Demensia

Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit

kognitif.  Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi dependen, mudah takut dan depresi.

Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat

memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.

2.2.6 DIAGNOSISPenegakkan diagnosis penyakit Parkinson dapat berdasarkan kriteria:

Secara klinis

- Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,

bradikinesia, atau

- 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan

postural.

1. Kriteria Diagnosis Klinis Modifikasi

a. Diagnosis possible (mungkin): adanya salah satu gejala yaitu seperti tremor,

rigiditas, akinesia atau bradikinesia, gangguan refleks postural. Tanda-tanda minor

yang membantu ke arah diagnosis klinis possible yaitu Myerson sign, menghilang

atau berkurangnya ayunan lengan, refleks menggenggam.

b. Diagnosis probable (kemungkinan besar): kombinasi dari dua gejala tersebut di

atas (termasuk gangguan refleks postural), salah satu dari tipe gejala pertama

asimetris.

25

c. Diagnosis definite (pasti): setiap kombinasi 3 dari 4 gejala, pilihan lain: setiap dua

dengan satu dari tiga gejala pertama terlihat asimetris.

2. Kriteria Diagnosis Koller

a. Didapati 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik, yaitu: tremor istirahat atau

gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung satu tahun atau

lebih

b. Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang

(minimal 1000 mg/hari selama 1 bulan), dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.

3. Kriteria Diagnosis Gelb

a. Diagnosis possible (mungkin): adanya 2 dari 4 gejala kardinal (resting tremor,

bradikinesia, rigiditas, dan onset asimetrik).

Tidak ada gambaran yang menuju ke arah diagnosis lain termasuk halusinasi

yang tidak berhubungan dengan obat, demensia, supranuclear gaze palsy atau

disotonom. Mempunyai respon yang baik terhadap levodopa atau agonis dopamin.

b. Diagnosis probable (kemungkinan besar): terdapat 3 dari 4 gejala kardinal, tidak

ada gejala yang mengarah ke diagnosis lain dalam tiga tahun, terdapat respon

yang baik terhadap levodopa atau agonis dopamin

c. Diagnosis definite (pasti): seperti probable disertai dengan pemeriksaan

histopatologis yang positif

2.2.7 DIAGNOSIS BANDINGTerdapat banyak hal yang dapat menyebabkan munculnya gejala parkonsonism, yaitu

meliputi toksin, infeksi susunan saraf pusat, lesi struktural di otak, gangguan

metabolisme tubuh, dan berbagai gangguan neurologis lainnya. Ada beberapa kriteria

untuk menyingkirkan diagnosis penyakit parkinson dari penyebab lain Parkinsonism,

yaitu sebagai berikut :

Kriteria untuk Menyingkirkan Diagnosis Penyakit Parkinson dari Penyebab Lain

Parkinsonism.

Kriteria Kemungkinan Diagnosis

1. Riwayat dari:a. Ensefalitisb. Terpapar lama dengan CO, Mn atau toksin

lainc. Mendapat obat-obat neuroleptik

Pasca ensefalitisToxin induced

Drug induced

26

2. Munculnya gejala parkinsonism mengikuti:a. Trauma kepalab. Stroke

Pasca traumaVaskular

3. Ditemukan gejala ini pada pemeriksaan fisika. Ataksia serebelarb. Gerakan ke bawah okuler menghilangc. Adanya hipotensi postural tanpa makan

obatd. Adanya rigiditas satu sisi dengan atau

tanpa distonia, apraksia, kehilangan sensor kortikal

e. Myoclonusf. Pada awal penyakit terdapat gaya berjalan

jatuh atau kakug. Disfungsi otonom yang bukan karena obat h. Mengeluarkan air liur terusi. Demensia awal atau halusinasi karena

memakai obatj. Distonia yang diinduksi oleh levodopa

OPCA, MSAPSPMSACBGD

CBGD, MSAPSP

MSAMSADLBD

MSA4. Neuroimaging (MRI atau CT-scan) terdapat:

a. Infark lakunarb. Ventrikel-ventrikel serebral melemahc. Atropi serebelard. Atropi otak tengah atau bagian lain dari

brain stem

VaskularNPHOPCA, MSAPSP, MSA

5. Efek obata. Respon jelek terhadap levodopab. Tidak ada diskinesia meskipun mendapat

dosis tinggi levodopa

PSP, MSA, CBGDVaskular, NPH, sama seperti di atas

Keterangan: CGBD: Cortical-Basal Ganglionic Degeneration, DLBD: Diffuse Lewy

Body Disease (Demensia dengan Lewy Bodies), MSA: Multiple System Atrophy, NPH:

Normal Pressure Hydrocephalus, OPCA: Olivo-ponto-cerebellar Atrophy, PSP :

Progressive Supranuclear Palsy

2.2.8 PENATALAKSANAANTujuan utama terapi penyakit parkinson adalah memulihkan disabilitas fungsional

yang disandang penderita. Biasanya penatalaksanaan dilakukan secara komprehensif

baik dengan obat, perbaikan diet dengan mengurangi asupan protein sampai 0,5-0,8

gram/kgBB per hari, terapi fisik berupa latihan teratur untuk mempertahankan penderita

tetap dapat berjalan.

1. Terapi non Medikamentosa

27

Dukungan dan edukasi merupakan hal sangat kritis saat seorang pasien

didiagnosis sebagai penderita penyakit parkinson. Pasien harus mengerti bahwa

penyakit parkinson merupakan penyakit kronik progresif, dengan tingkat

progresifitas yang berbeda-beda pada setiap orang, dan telah banyak pendekatan

yang dilakukan untuk meringankan gejala.

2. Terapi Medikamentosa

Terdapat enam macam obat utama yang digunakan untuk penatalaksanaan

penyakit parkinson, yaitu:

a. Obat yang Mengganti Dopamin (Levodopa, Carbidopa).

Obat ini merupakan obat utama, hampir selalu digunakan untuk terapi

penyakit parkinson. Di dalam badan, levodopa akan diubah sebagai dopamin.

Obat ini sangat efektif untuk menghilangkan gejala karena langsung mengganti

dopamin yang produksinya sangat menurun akibat degenerasi substansia nigra

pars compacta (SNc). Efek samping obat ini antara lain: mual, dizziness,

muntah, hipotensi postural, dan konstipasi. Obat ini juga mempunyai efek

samping jangka lama, yaitu munculnya diskinesia (gerakan involunter yaang

tidak dikehendaki seperti korea, mioklonus, distonia, akatisia). Ada

kecenderungan obat ini memerlukan peningkatan dosis bila dipakai sendirian.

Pada pemakaian obat ini juga dikenal fenomena “On-Off” atau disebut

fenomena “wearing off”. Oleh karena itu, pemakaian obat ini harus dipantau

dengan baik.

b. Agonis Dopamin (Bromocriptine, Pergolide, Pramipexole, Ropinirol).

Merupakan obat yang mempunyai efek serupa dopamin pada reseptor D1

maupun D2. Di dalam badan tidak akan mengalami konversi, sehingga dapat

digunakan sebagai obat tunggal pengganti levodopa. Biasanya dipakai sebagai

kombinasi utama dengan levodopa-carbidopa agar dapat menurunkan dosis

levodopa, sehingga dapat menghindari terjadinya diskinesia atau mengurangi

fenomena on-off. Efek samping obat ini adalah: halusinasi, psikosis,

eritromelalgia, edema kaki, mual, dan muntah. Sayangnya, obat ini tidak dapat

menghambat progresivitas penyakit Parkinson.

c. Antikolinergik (Benzotropin, Triheksifenidil, Biperiden)

Obat ini menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin.

Obat ini membantu mengkoreksi keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin,

sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Efek samping obat ini antara lain

28

mulut kering dan mata kabur. Sebaiknya, jenis obat initidak diberikan pada

penderita parkinson yang berusia di atas 70 tahun, karena dapat menyebabkan

penurunan daya ingat dan retensio urin pada laki-laki.

d. Penghambat Monoamin oxidase/ MAO (Selegiline).

Peranan obat ini adalah untuk mencegah degradasi dopamin menjadi 3-4

dihydroxyphenilacetic di otak. Karena MAO dihambat, maka umur dopamin

menjadi lebih panjang. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan

levodopa-carbidopa. Selain itu, obat ini bisa berfungsi sebagai antidepresi ringan

(merupakan obat pada parkinson dengan gejala depresi menonjol). Efek

samping obat ini berupa penurunan tekanan darah dan aritmia.

e. Amantadin

Berperan sebagai pengganti dopamin, tetapi bekerja di bagian lain otak.

Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui ternyata

dapat menghilangkan gejala parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,

bradikinesia, dan fatigue pada awal parkinson dan dapat menghilangkan

fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita parkinson

lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau

agonis dopamin. Efek samping obat yang paling menonjol mengakibatkan

mengantuk.

f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/ COMT (Tolcapone, Entacapone ).

Ini merupakan obat yang masih relatif baru, berfungsi menghambat

degradasi dopamin oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer levodopa ke

otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa

menurun.diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini dapat memperbaiki

fenomena on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari

(AKS). Efek samping obat berupa gangguan terhadap fungsi hati, sehingga perlu

diperiksa tes fungsi hati secara serial pada penggunanya. Obat ini juga

menyebabkan perubahan warna urin menjadi merah oranye.

3. Terapi Pembedahan.

Ada beberapa tipe prosedur pembedahan yang dikerjakan untuk penderita

parkinson, yaitu:

29

a. Terapi Ablasi Lesi di Otak.

Termasuk dalam kategori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy. Pada

prosedur ini, dokter bedah melakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan

menggunakan kauterisasi. Tidak ada instrumen apapun yang dipasang di otak

setelah penghancuran tersebut. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup

dan sangat tidak aman untuk melakukan ablasi di kedua tempat tersebut.

Pembedahan thallamic saat ini secara umum diterima untuk terapi definitif

penderita tremor esensial, dan tidak lagi diterima sebagai terapi pada parkinson.

b. Terapi Stimulasi Otak Dalam (deep brain stimulation, DBS).

Pada operasi ini, dokter bedah menempatkan semacam elektroda pada

beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan dengan alat pemacunya yang

dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini

tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Prosedur ini termasuk

baru sehingga belum ada data mengenai efek samping.

c. Transplantasi Otak (brain grafting).

Prosedur ini menggunakan graft sel otak janin atau autologous adrenal.

Teknik operasi ini sering terbentur pada berbagai macam hambatan seperti

ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan. Namun, hasil-

hasil penelitian terhadap penderita yang telah menjalani prosedur ini

memberikan harapan baik bagi penyembuhan parkinson.

4. Terapi Rehabilitasi

Rehabilitasi penderita parkinson sangat penting. Tanpa terapi rehabilitasi,

penderita akan kehilangan kemampuan aktivitas fungsional kehidupan sehari-hari

(AKS). Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi,

okupasi, dan psikoterapi.

2.2.9 KOMPLIKASIPenyakit Parkinson sering disertai dengan masalah tambahan seperti:

1. Depresi dan perubahan emosional. Banyak orang dengan penyakit Parkinson mungkin

mengalami depresi. Menerima pengobatan untuk depresi dapat membuat lebih mudah

untuk menangani tantangan lain dari penyakit Parkinson dan juga mungkin

30

mengalami perubahan emosional lainnya, seperti rasa takut, kecemasan atau

kehilangan motivasi.

2. Masalah tidur dan gangguan tidur

3. Masalah kandung kemih

4. Sembelit

5. Disfungsi seksual. Beberapa orang dengan penyakit Parkinson mungkin mengalami

penurunan hasrat sexual dan stamina.

2.2.10 PROGNOSISPenyakit parkinson adalah penyakit kronis dan progresif yang lambat laun akan

menuju kepada kelumpuhan. Tremor merupakan gejala utama yang di keluhkan pada

sebagian besar pasien parkinson tetapi pada beberapa orang ada gejala – gejala lain selain

tremor yang merupakan gejala utama. Tidak seorang pun dapat meramalkan gejala yang

mana yang sangat mempengaruhi pasien karena intensitas dari gejala dan variasi pada

setiap orang berbeda-beda.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Reinhard Rohkamm MD. Color Atlas of Neurology Germany: Thieme; 2004.

2. Bird TD, Miller BL. Alzheimer's Disease and Other Dementias. Harrison’s Principles

of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005. p.

1-22.

3. Silbernagl, Stevan, et al. Teks dan atlas berwarna Patofisiologi. Penerbit Buku

Kedokteran. Hal. 348-349

4. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi kedua. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta:2009.p3-35

5. Society NAOAA. Alzheimer’s Disease and Dementia : A Growing Challenge2000:[1-

6 pp.]

6. Henry W. Querfurth MD, Ph.D, Frank M. LaFerla PD. Mechanisms of Disease :

Alzheimer’s Disease. NEJM. 2011;362:1-16.

7. Jeffrey L. Cummings MD. Drug Therapy : Alzheimer's Disease. NEJM. 2004;351:56-

67.

8. Mark Mumenthaler MD, Heinrich Mattle MD. Neurology. Germany: Thieme; 2004.

9. Association As. FDA-Approved Treatments for Alzheimers2012:[1-3 pp.].

10. Solomon PR, Murphy CA. Early diagnosis and Treatment of Alzheimer's disease.

Expert Reviews. 2008:1-12.

11. Japardi I. Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. 2002.

pp.1-11.

12. Robbins, Stanley. L et all. Buku Ajar Patologi edis 7.Buku Kedokteran ECG:2007

13. Longo DL dkk. Harrison’s principles of internal medicine. Edisi 18. New York:

McGraw- Hill company; 2012. Hal 3317- 3327

14. American Parkinson Disease Assosiation. Handbook of Parkinson Disease. USA:

American Parkinson Disease Assosiation Inc; 2010. p. 1- 2

15. Parkinson. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1831191-overview#a2

Access on Mei 13th 2016

16. Rahayu, R A., 2006. Penyakit Parkinson dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.Pp: 1373-7.

32