17
REFERAT AIRWAY MANAGEMENT PEMBIMBING dr. Rinal Efendi, Sp.An Disusun oleh Widya Astuti Fajri Ismail KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI PERIODE 31 AGUSTUS – 28 SEPTEMBER FAKULTAS KEDOKTERAN

Referat - Airway Management 2

  • Upload
    widae

  • View
    203

  • Download
    43

Embed Size (px)

DESCRIPTION

med

Citation preview

REFERAT

AIRWAY MANAGEMENT

PEMBIMBING

dr. Rinal Efendi, Sp.An

Disusun oleh

Widya Astuti

Fajri Ismail

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

PERIODE 31 AGUSTUS – 28 SEPTEMBER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

BAB 1

PENDAHULUAN

Pengelolaan jalan nafas menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam suatu

tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam anestesi

dapat mempengaruhi keadaan jalan napas untuk berjalan dengan baik.

Salah satu obat anestesi yang dapat mempengaruhi pernapasan adalah muscle

relaxant. Obat ini dapat menyebabkan lumpuhnya semua otot lurik, termasuk otot

pernapasan. Oleh karena itu, pada tindakan anestesi perlu dilakukan pengelolaan jalan napas.

Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan melakukan

tindakan intubasi endotrakheal, yakni dengan memasukkan suatu pipa ke dalam saluran

pernapasan bagian atas.

BAB II

PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Airway Management ialah memastikan jalan napas tetap terbuka dengan cara Triple airway

maneuver, yaitu head tilt, chin lift, dan jaw thrust.

2. ANATOMI

Pengetahuan tentang anatomi hipofaring penting untuk manajemen airway karena daerah

yang sering mengalami sumbatan jalan napas adalah hipofaring.

Batas hipofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah laring, batas

inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal. Bila hipofaring diperiksa

dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada

pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak dibawah dasar lidah ialah

valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekuangan yang dibentuk oleh ligamentum

glossoepiglotika medial dan ligamentum glossoepiglotika lateral pada tiap sisi.

Dibawah valekula terdapat epiglotis yang berfungsi untuk melindungi glotis ketika

menelan minuman atau bolus makanan.

3. PENGELOLAAN JALAN NAPAS

a. Nasopharyngeal Airway dan Oropharyngeal Airway

Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang dianestesi

menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring. Jaw

thrust merupakan teknik yang sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas. Untuk

membebaskan jalan nafas, jalan nafas buatan (artificial airway) dapat dimasukkan melalui

mulut atau hidung untuk menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding

faring bagian posterior (Gambar 5-4).

Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung ke

lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway. Disebabkan adanya

resiko epistaksis, nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi antikoagulan

atau anak dengan adenoid. Nasal airway juga tidak boleh digunakan pada pasien dengan

fraktur basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung (nasal airway, pipa

nasogastrik, pipa nasotrakheal) harus dilubrikasi. Nasal airway lebih ditoleransi daripada oral

airway pada pasien dengan anestesi ringan.

b. Face Mask

Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk

melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag. Face mask

dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan

telunjuk. Jari tengah dan jari manis menarik mandibula. Tekanan jari-jari harus pada

mandibula, bukan pada jaringan lunak yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi

obstruksi jalan nafas. Jari kelingking ditempatkan dibawah sudut jaw dan digunakan untuk 

jaw thrust manuver yang paling penting untuk dapat melakukan ventilasi pasien.

Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw thrust yang

adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang asisten untuk memompa

bag (gambar 5-8). Obstruksi selama ekspirasi dapat disebabkan karena tekanan kuat dari face

mask atau efek ball-valve dari jaw thrust.

c. Laryngeal Mask Airway (LMA)

LMA dapat digunakan sebagai pengganti face mask dan TT selama pemberian

anestesi, untuk memfasilitasi ventilasi dan pemasangan TT pada pasien dengan difficult

airway, dan untuk membantu ventilasi selama bronchoscopy fiberoptic dan saat pemasangan

bronkoskop. Ada 2 jenis LMA yang biasa digunakan, yaitu LMA dengan satu pipa napas,

LMA dengan dua pipa (satu pipa napas standar dan satu pipa yang ujung distalnya

berhubungkan dengan esofagus).

Pemasangannya memerlukan anestesi yang cukup dalam atau menggunakan

pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring dan laring. Posisi ideal dari

balon adalah dasar lidah di bagian superior, sinus pyriforme dilateral, dan spincter oesopagus

bagian atas di inferior. Pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan

laringoskop. Namun pada kasus yang sulit, pemasangan dapat dibantu dengan laringoskop

atau bronchoskop fiberoptik (FOB). LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai

reflek jalan nafas pasien pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan batuk atau membuka

mulut sesuai dengan perintah.

LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask atau TT. Kontraindikasi

untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring (misalnya abses), sumbatan faring,

lambung yang penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatal), atau komplians paru rendah

(misalnya penyakit restriksi jalan nafas) yang memerlukan tekanan inspirasi puncak lebih

besar dari 30 cm H2O.

d. Tracheal Tube (TT)

TT digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke dalam trakea. Bentuk dan

kekakuan dari TT dapat dirubah dengan pemasangan mandren.

Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri dari katup,

balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan balon (cuff). Katup

mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan. Balon petunjuk memberikan petunjuk

kasar dari balon yang digembungkan. Inflating tube dihubungkan dengan klep. Pipa yang

tidak berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk meminimalkan resiko dari cedera

pada selaput lendir trakea.

Ada 2 tipe balon TT yaitu balon dengan tekanan tinggi volume rendah dan tekanan

rendah volume tinggi. Balon tekanan tinggi dikaitkan dengan besarnya iskhemia mukosa

trachea dan kurang nyaman untuk intubasi pada waktu lama. Balon tekanan rendah dapat

meningkatkan kemungkinan nyeri tenggorokan (luas area kontak mukosa), aspirasi, ekstubasi

spontan, dan pemasangan yang sulit ( karena adanya floppy cuff). Meskipun demikian,

karena insidensi kerusakan mukosa cukup rendah, balon tekanan rendah lebih dianjurkan.

Tekanan balon tergantung dari beberapa faktor: volume pengembangan, diameter

balon yang berhubungan dengan trachea dan tekanan intratorak (tekanan balon dapat

meningkat pada saat batuk). Tekanan balon dapat meningkat selama anestesi umum akibat

difusi dari N2O dari mukosa tracheal ke balon TT.

Laryngoscope

Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk membantu

intubasi trakea. Handle berisi batrai untuk cahaya bola lampu pada ujung blade, atau untuk

energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari bundle fiberoptik

tertuju langsung dan tidak tersebar.

Laringoskop dengan lampu fiberoptic bundle dapat digunakan diruang MRI. Blade

Macintosh dan Miller terdapat bentuk melengkung dan bentuk lurus. Pemilihan dari blade

tergantung dari kebiasaan seseorang dan anatomi pasien. Disebabkan karena tidak ada blade

yang cocok untuk semua situasi, klinisi harus ahli dengan bentuk blade yang beragam.

Terdapat dua jenis laringoskop yang dapat digunakan bila laringoskop biasa tidak bisa

digunakan, yaitu Laringokop Bullard dan laringoskop Wu.

Keduanya memiliki sumber cahaya fiberoptic dan blade yang melengkung dengan

ujung yang panjang, dan didesain untuk membantu melihat muara glotis pada pasien dengan

lidah besar atau yang memiliki muara glotis anterior. Banyak dokter anestesi percaya bahwa

alat dapat mengantisipasi pasien yang memiliki jalan nafas sulit.

Intubasi Trakea

Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis,

sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan trakea antara pita suara dan

bifurkasio trakea.

Indikasi intubasi trakea :

1. Menjaga patensi jalan napas

2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi

3. Pencegahan aspirasi dan regurgitasi.

Kesulitan intubasi :

1. Leher pendek berotot

2. Mandibula menonjol

3. Maksila/ gigi depan menonjol

4. Uvula tidak terlihat (Mallampati 3 atau 4)

5. Gerak sendi temporo- mandibular terbatas

6. Gerak vertebra servikal terbatas.

BAB III

KESIMPULAN

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. American Society of Anesthesiologists: Practice guidelines for management of the

difficult airway: An updated report. Anesthesiology 2013; 118:xx–xx

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis

Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI.

3. Mangku G dan Tjokorda G, 2010. Ilmi Anestesia dan Reanimasi. Jakarta : Macanan

Jaya Cemerlang.

4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical Anesthesilogy 4th

ed. McGraw-Hill; 2007.

5. Sullivan S, 1999. Anesthesia for Medical Student. Canada : Department of Anesthesia

of Ottawa Civic Hospital.

6. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF, Stelting RK,

editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins;

2006, p. 791-811