36
TB PARU A. DEFINISI Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif. 1, 2 B. INSIDEN Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “ Global Emergency” . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat

Refarat TB Paru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tuberkulosis Paru

Citation preview

TB PARU

A. DEFINISIPenyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif.1, 2

B. INSIDENTuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.3Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di dunia, World Health Organization (WHO) melaporkan dalam Global Tuberculosis Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian TBdengan menurunnya angka penemuan kasus dan angka kematian akibat TB dalamdua dekade terakhir ini.4 Insidens TB secara global dilaporkan menurun dengan laju 2,2% pada tahun 2010-2011. Walaupun dengan kemajuan yang cukup berarti ini, beban global akibat TB masih tetap besar. Diperkirakan pada tahun 2011 insidens kasus TB mencapai 8,7 juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi HIV) dan 990 ribu orang meninggal karena TB. Secara global diperkirakan insidens TB resisten obat adalah 3,7% kasus baru dan 20% kasus dengan riwayat pengobatan. Sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi di negara berkembang.4Pada tahun 2011 Indonesia (dengan 0,38-0,54 juta kasus) menempati urutan keempat setelah India, Cina, Afrika Selatan. Indonesia merupakan negara dengan beban tinggi TB pertama di Asia Tenggara yang berhasil mencapai target Millenium Development Goals (MDG) untuk penemuan kasus TB di atas 70% dan angka kesembuhan 85% pada tahun 2006.4

C. EtiologiTuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. M. tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 m, tahan asam, bersifat aerob. 1, 3

Gambar 1. Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam

D. CARA PENULARANSumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+). Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.1

E. PATOGENESISTuberkulosis Primer 1, 3Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)3. Menyebar dengan cara :a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnyaSalah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus.c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau Meninggal

Tuberkulosis Post-Primer 1, 3Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). 4. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas5. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi6. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 3. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan Penyembuhannya

F. DIAGNOSISDiagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.1, 3, 5a. Diagnosis klinisPada pasien TB paru gejala klinis utama adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan.3b. Pemeriksaan fisikPemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga paru yang sakit akan terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.1, 5 c. Pemeriksaan radiologisLokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut tuberkuloma.1, 3Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosa milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan emfisema.1, 5

Gambar 3. Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada

d. Pemeriksaan bakteriologisSputumTuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif.1 Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1). Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. 2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.1 Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya, Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.1 Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.

DarahPada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain juga didapatkan: anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun.1

Tes TuberkulinPemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa tes tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosis atau Mycobacterium patogen.3Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin.3Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam (Bahar, 2007): a). Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol. b). Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di sini peran antibodi humoral masih menonjol. c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan low grade sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang. d). Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di sini peran antibodi seluler paling menonjol.1Biasanya hampir seluruh penderita TB paru memberikan reaksi mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini adalah adanya positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain, negatif palsu pada pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis, anergi, penyakit sistemik serta (Sarkoidosis, LE), penyakit eksantematous dengan panas yang akut (morbili, cacar air, poliomielitis), reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit hodgkin, pemberian obat imunosupresi, usia tua, malnutrisi, uremia, dan penyakit keganasan. Untuk pasien dengan HIV positif, tes mantoux 5 mm, dinilai positif.1

Gambar 4. Diagnosis TB pada orang dewasaG. KLASIFIKASI TBDiagnosis TB dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis dapat diklasifikasikan berdasarkan: 4Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi:a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra paru harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.b. TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstraparu dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah diupayakan semaksimal mungkin dengan konfirmasi bakteriologis.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan:a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan.b. Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang pernah mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih. Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir sebagai berikut: Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode rekuren (baik untuk kasus yang benar-benar kambuh atau episode baru yang disebabkan reinfeksi). Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir pengobatan. Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan. (Pada revisi guideline WHO tahun 2013 klasifikasi ini direvisi menjadi pasien dengan perjalanan pengobatan tidak dapat dilacak (loss to follow up) yaitu pasien yang pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan). Klasifikasi berikut ini baru ditambahkan pada revisi guideline WHO tahun 2013 yaitu: kasus dengan riwayat pengobatan lainnya adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan. Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB (TB 03) lain untuk melanjutkan pengobatan. (Klasifikasi ini tidak lagi terdapat dalam revisi guideline WHO tahun 2013). Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis dan uji resistensi obat 6Semua pasien suspek / presumtif TB harus dilakukan pemeriksaan bakteriologis untuk mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada pemeriksaan apusan dahak atau spesimen lain atau identifikasi M. tuberculosis berdasarkan biakan atau metode diagnostik cepat yang telah mendapat rekomendasi WHO (Xpert MTB/RIF).Pada wilayah dengan laboratorium jaminan mutu eksternal, kasus TB paru dikatakan apusan dahak positif berdasarkan terdapatnya paling sedikit hasil pemeriksaan apusan dahak BTA positif pada satu spesimen pada saat mulai pengobatan. Pada daerah tanpa laboratorium dengan jaminan mutu eksternal maka definisi kasus TB apusan dahak positif bila paling sedikit terdapat dua spesimen pada pemeriksaan apusan dahak adalah BTA positif.Kasus TB paru apusan negatif adalah:a. Hasil pemeriksaan apusan dahak BTA negatif tetapi biakan positif untuk M. tuberculosisb. Memenuhi kriteria diagnostik berikut ini: keputusan oleh klinisi untuk mengobati dengan terapi antiTB lengkap; DAN temuan radiologis sesuai dengan TB paru aktif DAN: terdapat bukti kuat berdasarkan laboratorium atau manifestasi klinis; ATAU bila HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui tetapi tinggal di daerah dengan prevalens HIV rendah), tidak respons dengan antibiotic spektrum luas (di luar OAT dan fluorokuinolon dan aminoglikosida).Kasus TB paru tanpa pemeriksaan apusan dahak tidak diklasifikasikan apusan negative tetapi dituliskan sebagai apusan tidak dilakukan.

Klasifikasi berdasarkan status HIV 6a. Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis yang memiliki hasil positif untuk tes infeksi HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB atau memiliki bukti dokumentasi bahwa pasien telah terdaftar di register HIV atau obat antiretroviral (ARV) atau praterapi ARV.b. Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis yang memiliki hasil negatif untuk tes HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB. Bila pasien ini diketahui HIV positif di kemudian hari harus disesuaikan klasifikasinya.c. Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis yang tidak memiliki hasil tes HIV dan tidak memiliki bukti dokumentasi telah terdaftar dalam register HIV. Bila pasien ini diketahui HIV positif dikemudian hari harus disesuaikan klasifikasinya.

H. PENGOBATANPengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dormant dan pencegahan resistensi.1, 3, 6 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 7Obat yang dipakai:1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: Rifampisin INH Pirazinamid Streptomisin Etambutol2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari : Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) Kanamisin Kuinolon Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat Derivat rifampisin dan INH

Obat lapis kedua ini dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus multi drug resistance. Obat tuberkulosis yang aman diberikan pada perempuan hamil adalah Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol.7

Dosis OAT 6 Rifampisin. 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau :BB >60 kg: 600 mgBB 40 60 kg: 450 mgBB 60 kg : 1500 mgBB 40-60 kg: 1 000 mgBB < 40 kg : 750 mg Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :BB >60kg : 1500 mgBB 40 60 kg: 1000 mgBB 60kg: 1000mgBB 40 - 60 kg: 750 mgBB < 40 kg: sesuai BB Kombinasi dosis tetapRekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.

Tabel 1. Dosis OAT kombinasi dosis tetap

Regimen pengobatan (metode DOTS)Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah menerapkan strategi DOTS dimana petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat untuk memastikan kepatuhannya. Oleh karena itu WHO juga telah menetapkan regimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini. 1, 3, 6Tabel 2. Berbagai Paduan Alternatif Untuk Setiap Kategori PengobatanKategori pengobatan TBPasien TBPaduan pengobatan TB alternatif

Fase awal(setiap hari / 3 x seminggu)Fase lanjutan

IKasus baru TB paru dahak positif; kasus baru TB paru dahak negatif dengan kelainan luas di paru; kasus baru TB ekstra-pulmonal berat2 EHRZ (SHRZ)2 EHRZ (SHRZ)2 EHRZ (SHRZ)6 HE4 HR4 H3 R3

IIKambuh, dahak positif; pengobatan gagal; pengobatan setelah terputus

2 SHRZE / 1 HRZE2 SHRZE / 1 HRZE

5 H3R3E35 HRE

IIIKasus baru TB paru dahak negatif (selain dari kategori I); kasus baru TB ekstra-pulmonal yang tidak berat2 HRZ atau 2H3R3Z32 HRZ atau 2H3R3Z32HRZ atau 2H3R3Z36 HE

2 HR/4H

2 H3R3/4H

IVKasus kronis (dahak masih positif setelah menjalankan pengobatan ulang)TIDAK DIPERGUNAKAN(merujuk ke penuntun WHO guna pemakaian obat lini kedua yang diawasi pada pusat-pusat spesialis)

Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah : 1, 6Kategori I : 2HRZE (S) / 6HE.Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari selama 2 bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah 2 bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H, Z, E, setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5 HRE.Kategori III : 2HRZ/2H3R3Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan dengan fase lanjutan 2HR atau 2 H3R3.Kategori IV : Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidupPada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup diberikan H saja sesuai rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB).

Selain 4 kategori di atas, disediakan juga paduan obat sisipan (HRZE). Obat sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan kategori II pada tahap akhir intensif pengobatan (setelah melakukan pengobatan selama 2 minggu), hasil pemeriksaan dahak/sputum masih BTA positif.

Efek samping pengobatanDalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang mempersulit sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin OAT masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek samping ini sangat mengganggu, OAT yang bersangkutan harus dihentikan dan pengobatan dapat diteruskan dengan OAT yang lain. 1, 6, 7

Hasil pengobatanPedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberculosis Kementrian Kesehatan RI (2013) menjelaskan bahwa hasil pengobatan penderita tuberkulosis paru dibedakan menjadi : 4

a. SembuhPasien TB paru dengan konfirmasi bakteriologis pada awal pengobatan dan apusan dahak BTA negative atau biakan negative pada akhir pengobatan dan / atau sebelumnya.b. Pengobatan lengkapPasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak memiliki bukti gagal tetapi tidak memiliki rekam medis yang menunjukkan apusan dahak BTA atau biakan negative pada akhir pengobatan dan satu kesempatan sebelumnya, baik karena tidak dilakukan atau karena hasilnya tidak ada.c. Pengobatan gagalPasien TB denganapusan dahakatau biakan positif pada bulan kelimaatau setelahnya selama pengobatan. Termasuk juga dalamdefinisi ini adalah pasien dengan strain kuman resisten obat yang didapatkan selama pengobatan baik apusan dahak BTA negative atau positif.d. Putus berobat (tidak dapat dilacak)Pasien TB yang tidakmemulai pengobatan atau menghentikan pengobatan selama 2 bulan berturut-turut atau lebih.e. MeninggalPenderita TB yang meninggal selama pengobatan tanpa melihat sebab kematiannya.f. Dipindahkan (tidak dievaluasi)Pasienyang dipindahkan ke rekam medis atau pela;oran laindan hasil pengobatan tidak diketahui.

Resistensi Ganda (Multi Drug Resisten) Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap obat TB : 4 Mono-resistance: kekebalan terhadap salah satu OAT Poly-resistance: kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan rifampisin Multidrug-resistance (MDR) :kekebalan terhada psekurang-kurangnya isoniazid dan rifampicin Extensive drug-resistance (XDR) : TB- MDR ditambah kekebalan terhadap salah salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin).

Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu: 3 Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau karena dilingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga mengganggu bioavailability iobat Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang kesuatu daerah kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan Pemakaian obat anti tuberculosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB

Secara in vitro fluorokuinolon dapat digunakan untuk kuman TB yang resisten terhadap lini-1 yaitu moksifloksasin konsentrasi hambat minimal paling rendah dibandingkan fluorokuinolon lainnya dengan urutan berikutnya gatifloksasin, sparfloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan siprofloksasin. Siprofloksasin harus dihindari pemakainnya karena efek samping pada kulit yang berat (fotosensitif).3Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi. Pemberian pengobatan pada dasarnya bergantung dari hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitive dan obat tambahan lain.Obat tambahan yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan siprofloksasin), aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan kapreomisin), etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin+ as. klavulanat. Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000 1500 mg atau ofloksasin 600 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). Pengobatan terhadap tuberculosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan.3

Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus: 1, 41. TB miliera. Rawat inapb. Obat : 2 RHZE/ 4 HR2. Efusi Pleura TBa. Obat : 2 RHZE/ 4 HRb. Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan dapat diberikan kortikosteroid.c. Evakuasi cairan dapat dilakukan berulang bila diperlukan.3. TB dengan DMa. OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrolb. Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, pengobatan dilanjutkan sampai 9 bulanc. Hati-hati pemberian etambutol, karena berefek samping pada mata, sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi pada matad. Rifampisin dapat mengurangi efektivitas OHO (sulfonil urea)4. TB pada kehamilan dan menyusuia. OAT dapat diberikan kecuali streptomisin, karena berefek pada gangguan pendengaran janinb. Pada pasien yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan,walaupun beberapa OAT dapat masuk kedalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi.c. Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan.5. TB dengan gagal ginjala. Hindari penggunaan etambutol, karena waktu paruhnya panjang dan terjadi akumulasi etambutol.b. Dosis disesuaikan dengan faal ginjal (ureum,creatinin)Kriteria sembuh: BTA mikroskopis negatif 2 kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) Pada foto thoraks, gambaran radiologi serial tetap sama/perbaikan Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.

KomplikasiTuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus Poncets arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB).1, 8

DAFTAR PUSTAKA

1.Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. In: Setiohadi B, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2230-1.2.Thomas M. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 13rd ed. Jakarta: EGC; 1999.3.Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006.4.Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013.5.Crofton J. Tuberkulosis Klinis. 2nd ed: Widya Medika; 2002.6.World Health Organization. Treatmen of Tuberculosis: Guidelines. 4th ed. Geneva: World Health Organization; 2010.7.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis : Diagnosis dan Penatalaksana di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006.8.Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Layanan Kesehatan Primer. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia; 2013