23
Helicobacter pylori KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat-Nyalah akhirnya referat dengan judul “ Penatalaksanaan Kuman Helicobacter pylori “ dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada DR.dr Nurman Sp.Pd, KGEH atas waktu, bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menjalani Kepanitraan klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam. Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam penyempurnaan penulisan. Akhir kata penulis mengharapkan agar referat ini bermanfaat bagi kita semua. DAFTAR ISI 1

Refarat H.pylori

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat-Nyalah

akhirnya referat dengan judul “ Penatalaksanaan Kuman Helicobacter pylori “ dapat penulis

selesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada DR.dr Nurman Sp.Pd,

KGEH atas waktu, bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama

penulis menjalani Kepanitraan klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam penyempurnaan

penulisan. Akhir kata penulis mengharapkan agar referat ini bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR ISI

1

Page 2: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

KATA PENGANTAR …………………………………………………..………………………i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Epidemiologi ………………………………………………………………2

II.2 Morfologi ………………………………………………………………….3

II.3 Patogenesis ………………………………………………………………..4

II.4 Diagnosis ………………………………………………………………….8

II.5 Penatalaksanaan …………………………………………………………13

BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………..20

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………….iii

BAB I

PENDAHULUAN

2

Page 3: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

Sejak penemuan kuman Helicobacter pylori (Hp) oleh Marshall dan Warren pada tahun

1983, kemudian terbukti bahwa infeksi Hp merupakan masalah gloBal, termasuk Indonesia,

sampai saat ini belum jelas betul proses penularan serta patofisiologi infeksi kuman ini pada

berbagai keadaan patologis saluran cerna bagian atas (SCBA). Pada tukak peptik infeksi Hp

merupakan faktor etiologi yang utama sedangkan untuk kanker lambung termasuk karsinogen

tipe I, yang definitif. Pada keadaan lain seperti dispepsia non ulser dengan infeksi Hp, para ahli

belum bersepakat tentang perannya sebagai faktor etiologi.1

Prevalensi H. pylori di Negara berkembang dilaporkan lebih tinggi dibanding Negara

maju. Penegakkan diagnosis dari infeksi Helicobacter pylori adalah dengan metode invasif dan

non invasif. Metode invasif meliputi endoskopi dan biopsy yang diikuti oleh pemeriksaan

histology, biakan, uji urease, dan PCR, sedangkan metode non-invasif meliputi serologi dan uji

C-urea napas.2

Kuman Helicobacter pylori sangat cocok hidup dalam suasana asam, maka bila sekresi

asam menurun, misalnya pada gastritis atrofik atau pemberian obat-obat antisekretorik seperti

PPI, kolonisasi H.pylori juga akan berkurang. Kenyataan ini dipakai sebagai acuan dalam upaya

pemberantasan atau eradikasi kuman H.pylori ini.2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3

Page 4: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

II.1 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi infeksi Helicobacter pylori di Negara berkembang lebih tinggi dibandingkan

dengan Negara maju. Prevalensi pada populasi di Negara maju sekitar 30-40 %, sedangkan

dinegaraberkembang mencapai 80-90 %. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 10-20 % yang akan

menjadi penyakit gastroduodenal.1

Studi sero epidemiologi di Indonesia menunjukkan prevalensi 36-46,1 % dengan usia

termuda 5 bulan. Pada kelompok usia muda di bawah 5 tahun . 5,3 -15,4 % telah terinfeksi, dan

diduga infeksi pada usia dini berperan sebagai faktor risiko timbulnya degenerasi maligna pada

usia yang lebih lanjut. Asumsi ini perlu diamati lebih lanjut, karena kenyatannya prevalensi

kanker lambung di Indonesia relatif rendah semikian pula prevalensi tukak peptik. Agaknya

selain faktor bakteri, faktor pejamu dan faktor lingkungan yang berbeda akan menentukan

terjadinya kelainan patologis akibat infeksi.1

Secara umum telah diketahui bahwa infeksi Hp merupakan masalah global, tetapi

mekanisme transmisi apakah oral-oral atau fekal-oral belum diketahui dengan pasti. Studi di

Indonesia menunjukkan adanya hubungan antar tingkat sanitasi lingkungan dengan prevalensi

infeksi Hp, sedangkan data di luar negeri menunjukkan hubungan antara infeksi dengan

penyediaan atau sumber air minum.1

Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi tukak peptik pada

pasien dispepsia yang tukak peptik yang diendoskopi berkisar antara 5,78 % di Jakarta sampai

16,91 % di Medan. 1

Pada kelompok pasien dispepsia non ulkus, prevalensi infeksi Hp yang dilaporkan

berkisar antara 20-40 % dengan metode diagnostik yang berbeda yaitu serologi, kultur dan

histopatologi. Angka tersebut memberi gambaran bahwa pola infeksi di Indonesia tidak terjadi

pada usia dini tetapi pada usia yang lebih lanjut, tidak sama dengan pola Negara berkembang lain

seperti afrika. Agaknya yang berperan adalah faktor lingkungan dan perbedaan ras.1

4

Page 5: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

Tingginya prevalensi infeksi dalam masyrakat tidak sesuai dengan prevalensi penyakit

SCBA seperti tukak peptik ataupun karsinoma lambung. Diperkirakan hanya sekitar 10-20 %

saja yang kemudian menimbulkan penyakit gastroduodenal.1

II.2 MORFOLOGI

Helicobacter pylori adalah Gram-negatif, non spora, bisa curved atau spiral rop-shaped

bakteri yang tumbuh secara mikroaerob. Organisme tersebut mempunyai 7 flagella. Mempunyai

ukuran kira-kira tebalnya 0,6 m dengan panjang 1,5 gelombang panjang. Media yang dapat

dipakai untuk kultur terdiri dari darah dengan atau tanpa selektif antibiotika. H.pylori dapat

tumbuh dengan baik pada suhu 35-37 0 C, dan memproduksi enzim catalase, cytochrome

oxidase, urease, alkaline phosphatase dan glutamyl transpeptidase. Mukosa lambung terlindungi

dari infeksi bacterial. Jumlah H. pylori yang tampak menunjukkan kemampuan adaptasi pada

tempat tertentu misalnya pada gaster manusia sering ditemukan pada permukaan sel epitel dan

lapisan mucus. Strain H.pylori dapat dikultur dari duodenum, cairan lambung, dental plague

walaupun jarang dilakukan, dan feses.3,4

5

Page 6: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

Gambar 1 : Helicobacter pylory

Diunduh dari : www. scienceaintsobad.com

II.3 PATOGENESIS

Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri, namun H.pylori memiliki

kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap ekologi lambung, dengan serangkaian langkah

unik masuk dalam mucus, berenang dan orientasi spasial di dalam mucus, melekat pada sel epitel

lambung, menghindar dari respon imun dan sebagai akibatnya terjadi kolonisasi dan transmisi

persisiten.1

Setelah memasuki saluran cerna, bakteri H.Pylori harus menghindari aktivitas

bakterisidal yang terdapat dalam isi lumen lambung, dan masuk ke dalam lapisan mucus.

Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan pada langkah awal infeksi ini. Urease

menghidrolisis urea menjadi karbondioksida dan ammonia, sehingga H.Pylori mampu bertahan

6

Page 7: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

hidup dalam lingkungan yang asam. Aktivitas enzim ini diatur oleh suatu saluran urea yang

tergantung pH (pH- gated urea channel), Ure-1, yang terbuka pada pH yang rendah, dan

menutup aliran urea pada keadaan netral. Motilitas bakteri sangat penting pada kolonisasi, dan

flagel H. Pylori sangat baik beradaptasi pada lipatan-lipatan lambung.1

H. Pylori dapat terikat erat pada sel-sel epitel melalui berbagai komponen permukaan

bakteri. Adhesis yang sangat dikenal baik karakteristiknya adalah BabA, suatu protein membrane

luar yang terikat pada group antigen darah Lewis B. beberapa protein lain family Hop protein

(protein membran luar) juga merupakan mediasi adhesi pada sel epitel. Bukti-bukti menunjukkan

bahwa adhesi, terutama oleh BabA, sangat relevan dengan penyakit-penyakit terkait H.Pylori

dan dapat mempengaruhi derajat beratnya penyakit, meskipun beberapa hasil studi terdapat

beberapa pula yang bertentangan.1

Sebagian besar strain H.Pylori mengeluarkan suatu eksotoksin, vacA. Toksin tersebut

masuk ke dalam membrane sel epitel dan membentuk suatu saluran tergantung voltase, suatu

anion hexamer selektif, yang mana melalui saluran tersebut bikarbonat dan anion-anion organic

dapat dilepaskan, tampaknya juga untuk menyediakan nutrisi bagi bakteri. VacA juga

menyerang membrane mitokondria, sehingga menyebabkan lepasnya sitokrom c dan

mengakibatkan apotopsis. Peran patogenik dari toksin masih diperdebatkan. Pada studi-studi

hewan, bakteri mutan tanpa VacA juga dapat melakukan kolonisasi, dan strain dengan gen

VacA yang inaktif telah pula diisolasi dari pasien-pasien, menunjukkan bahwa VacA tidak

essential untuk untuk kolonisasi. Beberapa strain H.Pylori memiliki cag-PAI (cag pathogenicity

island), suatu fragmen genom yang mengandung 29 gen. beberapa gen ini menyandi komponen-

komponen sekresi yang mentranslokasi CagA kedalam sel penjamu. Setelah memasuki sel epitel,

CagA difosforilasi dan terikat pada SHP-2 tirosin fosfatase, menimbulkan respons selular growth

faktor-like dan produksi sitokin oleh sel pejamu.1,5

7

Page 8: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

Gambar 2 : patogenesis Helicobacter pylori

Diunduh dari : www. medipulse.blogspot.com

Respon Pejamu terhadap H.Pylori

8

Page 9: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

H.pylori menyebabkan peradangan lambung yang terus menerus. Respon peradangan ini

mula-mula terdiri dari penarikan neutrofil, diikuti limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag,

bersamaan dengan terjadinya kerusakan sel epitel. Karena H.Pylori sangat jarang menginvasi

mukosa gaster, respon pejamu terutama dipicu oleh menempelnya bakteri pada sel epitel.

Pathogen tersebut dapat terikat pada molekul MHC class II di permukaan sel epitel gaster dan

menginduksi terjadinya apotosis. Perubahan lebih lanjut dalam sel epitel tergantung pada

protein-protein yang disandi pada cag-PAI dan translokasi CagA ke dalam sel epitel gaster.

Urease H.Pylori dan porin juga dapat berperan pada terjadinya ekstravasasi dan kemotaksis

neutrofil.1,5

Epitel gaster pasien terinfeksi H.Pylori meningkat kadar interleukin -1B, interleukin -6,

interleukin-8 dan tumor nekrosis faktor alfa. Diantara semua itu, interleukin-8, suatu neutrophil

activating chemokine yang poten yang diekspresikan oleh sel epitel gaster, tampaknya berperan

pening. Strain H.Pylori yang mengandung ca-PAI menimnulkan respons interleukin-8 yang jauh

lebih kuat dibandingkan strain yang tidak mengandung cag, dan respons ini tergantung pada

aktivasi nuclear faktor-kB (NF-kB) dan respons segera dari faktor transkripsi activator protein I

(AP-1).1

Infeksi H.Pylori merangsang timbulnya respons humoral mukosa dan sitemik. Produksi

antibody yang terjadi tidak dapat menghilangkn infeksi. Bahkan menimbulkan kerusakan

jaringan . pada beberapa pasien yang terinfeksi H.Pylori timbul respons antibody terhadap

H+/K+ ATPase sel-sel parietal lambung yang berkaitan dengan meningkatnya atrofi korpus

gaster.1

Selama respons imun spesifik, subgroup sel T yang berbeda timbul. Sel-sel ini

berpartisipasi dalam proteksi mukosa lambung dan membantu membedakan antar bakteri

pathogen dan komensal. Sel T-helper immature (Th 0) berdiferensiasi menjadi 2 subtipe

fungsional : sel Th-1, mensekresi interleukin 2 dan interferon gamma, dan th-2 mensekresi IL-4,

IL-5, dan IL-10. Sel Th-2 menstimulasi sel b sebagai respons terhadap pathogen ekstrasel,

sedangkan Th1 terutama timbul sebagai respons terhadap pathogen intrasel. Karena H.Pylori

bersifat tidak invasif dan merangsang timbulnya respons humoral yang kuat , maka yang

diharapkan adalah respons sel Th2. Namun timbul paradox, sel-sel mukosa gaster yang

9

Page 10: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

spesifikterhadap H.pylori umumnya justru menunjukkan fenotip Th1, yang menyebakan gastritis,

sedangkan sitokin Th2 proteksi terhadap peradangan lambung. Orientasi Th1 tersebut tampaknya

meningkatkan produksi IL-18 di antrum sebagai rrspon terhadap infeksi H.Pylori menjadi

persisten.1

Kerusakan sel epitel lambung juga disebabkan oleh reactive oxygen dan nitrogen species

yang dihasilkan oleh neutrofil teraktivasi. Inflamasi kronik juga meningkatkan turnover sel epitel

dan apotosis. Polimorfisme proinflamasi dari gen IL-1beta mengarahkan perkembangan gastritis

terutama terjadi di korpus gaster dan berkaitan dengan hipoklorjidria, atrofi gaster, dan

adenokarsinoma gaster. Bila poliforfisme proinflamasi tidak ada, gastritis berkembang terutama

di antrum, dan berikatan dengan kadar sekresi asam yang normal atau tinggi.1

II.4 DIAGNOSIS

Dalam perkembangannya jenis tes diagnostik infeksi Helicobacter pylori dibagi menjadi invasif

dan non invasif.

PEMERIKSAAN NON INVASIF

Serologi

Pengujian antibodi bergantung pada deteksi antibodi IgG khusus untuk H. pylori dalam

serum, darah utuh, atau urin. Antibodi IgG H. pylori biasanya hadir kira-kira 21 hari setelah

infeksi dan bisa tetap hadir lama setelah eradikasi. Antibodi untuk H. pylori dapat dinilai secara

kuantitatif dengan menggunakan assay enzyme-linked immunosorbent (ELISA) dan teknik

aglutinasi lateks atau dinilai secara kualitatif dengan menggunakan kit berbasis klinik.

Keunggulan tes antibodi adalah biaya yang rendah, ketersediaan luas, dan hasil cepat.

Sayangnya, beberapa faktor membatasi kegunaan pengujian antibodi dalam praktek klinis.

Sebuah meta-analisis mengevaluasi kinerja karakteristik beberapa komersial tentang ketersediaan

serologis tes kuantitatif dan menemukan sensitivitas dan spesifisitas keseluruhan menjadi 85%

dan 79%, masing-masing, dengan tidak ada perbedaan antara tes yang berbeda . Tiga dari kit

antibodi darah kualitatif keseluruhan langsung dibandingkan dalam penelitian lain yang

10

Page 11: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

menunjukkan kepekaan berkisar antara 76% sampai 84% dan kekhususan dari 79-90% . Secara

umum, kinerja karakteristik untuk tes kualitatif berbasis klinik sudah lebih bervariasi dari yang

dihasilkan oleh tes kuantitatif. Hal ini sangat penting untuk memahami bahwa pengujian antibodi

PPV sangat dipengaruhi oleh prevalensi infeksi H. pylori. Selanjutnya, tes antibodi

dikembangkan dengan menggunakan antigen dari satu wilayah di dunia yang mungkin tidak

bekerja dengan baik ketika diterapkan pada pasien di bagian lain dunia yang menunjukkan

bahwa validasi lokal mungkin diperlukan. Akhirnya, tes antibodi memberikan sedikit manfaat

untuk mendokumentasikan pemberantasan sebagai hasil dari tetap dapat bertahan positif selama

bertahun-tahun setelah berhasil menyembuhkan infeksi.1,6

Dalam perkembangannya cara ELISA telah dipakai pula untuk tes di ruang praktek

dokter, in office Hp test, dengan cara sederhana, tanpa sentrifugasi, bersifat kualitatif dan

hasilnya diperoleh dalam waktu 5-10 menit.1

Selain serum, tes ELISA telah dilakukan pula pada saliva pasien terutama pada anak.

Sensitivitas dan spesifisitasnya lebih rendah dibandingkan dengan serum tetapi diduga kadar

antibodi dalam saliva menurun lebih awal pasca terapi erdikasi sehingga mungkin dapat

digunakan untuk menilai hasil terapi antimkrobial.1

Urea Breath Test (UBT)

Pemeriksaan ini merupakan standar baku untuk deteksi infeksi H.pylori secara non

invasif yang pertama kali dikemukakan pada tahun 1987 oleh Graham dan Bell. Cara kerjanya

adalah dengan menyuruh pasien menelan urea yang mengandung isotop Carbon, baik 13C atau

pun 14C. 1

UBT, seperti RUT, mengidentifikasi infeksi H. pylori aktif dengan cara aktivitas urease

organisme. H. pylori menunjukkan, konsumsi urea, baik ditandai dengan isotop non radioaktif

13C atau isotop radioaktif 14C, menghasilkan produksi CO2, yang dapat di kuantitatifkan

tingkat kadaluarsa pernafasannya. 6

Hasilnya dinilai dengan membandingkan kenaikan ekskresi isotop dibandingkan dengan

nilai dasar. Bila hasilnya positif berarti ditemukan infeksi H.pylori. 13C merupakan isotop

11

Page 12: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

nonradioaktif, ditemukan pada 1,11 % karbondioksida yang keluar melalui udara pernapasan

normal. Dianggap positif bila terjadi kenaikan minimal 0,01 % kadar isotop, sehingga

dibutuhkan alat mass spectrometer yang sangat sensitive tetapi harganya sangat mahal. Mula-

mula diambil sampel udara pernapasan untuk menentukan nilai dasar. Kemudian dilakukan tes

meal berupa cairan dengan kalori tinggi larutan 0,1 N asam sitrat memperlambat pengosongan

lambung sehingga kontak antara isotop dengan mukosa lambung lebih baik.1,6

Dosis 13C yang diberikan adalah dalam bentuk urea sebanyak 75-100 mg yang

memberikan akurasi 95 %. Terdapat berbagai modifikasi protokol sehingga setiap perubahan

memerlukan validasi untuk mempertahankan akurasi pemeriksaan. 1

Isotop 14C memancarkan radiasi yang dapat dianalisis dengan scintillation counter.

Pengambilan sampel dilakukan sesudah 10 dan 20 menit baik dengan atau tanpa tes meal. Cara

ini relatf murah, tetapi harus diperhatikan standar keamanan yang baik, walaupun sebenarnya

dosis radiasi sangat kecil.. Meskipun jumlah radiasi pada UBT 14C kurang dari paparan radiasi

harian , uji 13C lebih disukai pada anak-anak dan wanita hamil . 6

Secara keseluruhan, karakteristik kinerja dari kedua tes serupa dengan sensitivitas dan

spesifisitas biasanya melebihi 95% dalam sebagian besar penelitian . UBT ini juga menyediakan

keakuratan yang berarti pada pengujian setelah perawatan . Kebanyakan tes memanfaatkan sitrat

untuk menguji makanan (50-75 mg), yang mana telah ditandai sebelum mengelola urea. Sebuah

tes darah urease, yang mengandalkan deteksi bikarbonat yang ditandai dalam sampel darah, juga

andal aktif mengidentifikasi infeksi H. pylori sebelum dan setelah perlakuan . Sebagai urease

nonendoscopic yang mengandalkan tes identifikasi yang kuat, kegiatan uji sensitivitas urease H.

pylori menunjukkan penurunan sebesar obat yang mengurangi kepadatan organisme atau

aktivitas urease, termasuk bismuth yang mengandung senyawa, antibiotik, dan PPI. Saat ini telah

direkomendasikan bahwa bismut dan antibiotik akan bertahan selama setidaknya 28 hari dan PPI

selama 7-14 hari sebelum UBT. Hal ini kontroversial apakah H2RAs mempengaruhi sensitivitas

dari UBT meskipun banyak laboratorium merekomendasikan penghentian obat ini selama 24-

48 jam sebelum UBT tersebut. Antasida tidak muncul untuk mempengaruhi keakuratan UBT .

Selain isu yang baru saja dibahas, faktor lain yang mempengaruhi penerimaan UBT dalam

praktek klinis termasuk kebutuhan infrastruktur untuk melakukan tes, kebutuhan pasien untuk

12

Page 13: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

menghadiri kunjungan rawat jalan tambahan untuk menjalani tes, dan biaya. Di Amerika Serikat

pada tingkat pergantian, UBT lebih mahal dibandingkan tes antibodi atau tes tinja antigen. Biaya

UBT sebagian besar didorong oleh biaya peralatan dan biaya penandaan urea. Karakteristik

kinerja UBT menggunakan dosis rendah 13C, yang baru saja ditemukan memiliki hasil yang

sangat baik, mungkin inilah yang menjadi masalah pada isu tersebut.1,6

PEMERIKSAAN INVASIF

Pemeriksaan invasif dilakukan dengan mengambil spesimen biopsi mukosa lambung secara

endoskopik. Selanjutnya spesimen yang diambil dengan persyaratan dan cara tertentu akan

diperiksa dengan teknik khusus sesuai dengan tujuan diagnostik yang akan dicapai.persyaratan

yang dimaksud adalah upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hasil negatif palsu

akibat pengaruh obat-obatan yang dipergunakan sebelum pengambilan sampel biopsi. Biasanya

dianjurkan untuk menghentikan pengobatan antibiotik, anti sekresi asam lambung terutama

golongan PPI, bismuth selamasatu atau dua minggu sebelum pemeriksaan. Biopsi standar

diambil dari antrum dan korpus, sedangkan untuk menilai adanya metaplasia intestinal biasanya

diambil pada angulus.1

Biopsy Urease Test (BUT)

Tersedia berbagai pilihan mulai yang dibuat sendiri dalam bentuk cairan ataupun padat

seperti tes CLO. Dasarnya dalah adanya enzim urease dari kuman H.pylori yang mengubah urea

menjadi amonia yang bersifat basa sehingga terjadi perubahan warna media menjadi merah.

Hasilnya dapat dibaca dalam beberapa menit sampai 24 jam, dan pengambilan lebih dari satu

spesimen akan meningkatkan akurasi pemeriksaan ini. Sensitivitas pemeriksaan ini sekitar 89-98

%, sedangkan spesifisitasnya mencapai 100 %.1

Penggunaan antibiotik atau PPI akan menghambat pertumbuhan kuman sehingga harus

dihentikan satu minggu sebelumnya. Cara ini tidak digunakan untuk menilai hasil pengobatan

terapi eradikasi.1

Histopatologi

13

Page 14: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

Pemeriksaan histopatologi dapat digunakn untuk mendeteksi infeksi H.pylori serta menilai

derajat inflamasi gastritis. Pemeriksaan standar dengan pewarnaan H & E untuk deteksi kuman

mempunyai sensitivitas 93 % dan spesifitas 87 % dengan akurasi 92 %. Pewarnaan khusus

secara Giemsa, Genta atau Warthin-Starry memberikan gambaran H.pylori yang lebih jelas,

sedangkan dengan pewarnaan Genta gambaran metaplasia gastrik akan tampak lebih jelas.

Densitas kuman akan menurun bila sebelumnya diberikan obat antibiotik atau PPI, sehingga

menurunkan sensitivitas pemeriksaan.1

Biakan Mikrobiologi

Dalam penatalaksanaan penyakit akibat infeksi H.pylori, kultur tidak dilakukan secara rutin

karena dua alas an. Cara diagnostik lain baik yang non invasif maupun yang invasif memberikan

hasil yang memuaskan dengan akurasi yang tinggi. Selain itu pemeriksaan kultur sendiri tidak

mudah dilakukan, dengan sensitivitas yang relatif rendah, berkisar antara 66-98 %. Teknik yang

dianjurkan adalah dengan tes difusi agar atau dengan E test dimana sekaligus dapa ditentukan

konsentrasi inhibisi minimal dari antibiotik yang diuji. Pemeriksaaan kultur akan sangat

membantu untuk pengobatan kegagalan terapi eradikasi, sehingga dapat dipilih antibiotik yang

sesuai.1

Polymerase Chain reaction (PCR)

PCR merupakan pilihan yang menarik karena sensitifitas yang tinggi ( 94-100% ) serta spesifitas

yang tinggi pula (100%). Bahan yang digunakan adalah specimen biopsy baik yang sudah

diparafinmaupun beka stes urease seperti CLO. Keuntungannya adalah kemampuaanya untuk

mendeteksi infeksi dengan densitas yang rendah, bahkan juga ekspresi dari berbagai gen bakteri

seperti Cag.A. selain biopsy mukosa lambung, PCR dapat pula mendeteksi infeksi H.pylori

dengan memeriksa cairan lambung, yang perlu dijaga jangan sampai terjadi kontaminasi baik

dari skop endoskopi maupun dari rongga mulut atau plak gigi karena dapat memberikan hasil

positif palsu. PCR dapat juga dipergunakan untuk menilai hasil terapi eradikasi . cara ini

termasuk pemeriksaan yang canggih dengan biaya yang cukup mahal.1

14

Page 15: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

II.5 PENGOBATAN INFEKSI H. Pylori

Indikasi Terapi Eradikasi

- Sangat dianjurkan : Ulkus duodeni, ulkus ventrikuli, MALT Lymphoma gaster derajat

keganasan rendah, riwayat kanker lambung di keluarga, gastritis kronik aktif 9 gambaran

PA ) pasca reseksi kanker lambung dini, gastritis atrofik.1

- Dianjurkan : keinginan pasien untuk diobati setelah mendapat penjelasan yang memadai,

dispepsia fungsional ( tidak ditemukan kelainan parendoskopi, biokimiawi, atau

laboratorium ), gastropati obat anti inflamasi non steroid (OAINS), gastroesophageal

reflux disease (GERD) yang memerlukan terapi anti sekresi asam jangka panjang.1,7

Pada dasarnya dikenal terapi kombinasi yang didasarkan pada obat bismuth dan terapi

didasarkan pada penghambat pompa proton (PPI). Mula-mula digunakan senyawa bismuth

sebagai obat tunggal, dengan hasil yang kurang memuaskan sehingga dikembangkan terapi

kombinasi dual, tripel bahkan kuadripel. Waktu pemberian juga terus diusahakan untuk

diberikan sesingkat mungkin mulai dari 4,2 dan dewasa ini umumnya dianjurkan untuk waktu

satu minggu. Perkembangan ini sangat mendukung kepatuhan pasien, karena selain efektivitas

yang cukup tinggi, kemungkinan efek samping menjadi lebih kecil. Walaupun relatif cukup

mahal, terapi kombinasi dinilai cukup cost effective terutama karena dapat menan angka

kekambuhan dalam jangka panjang, misalnya dalam pengobatan tukak duodeni dan tukak

lambung.1

Laporan uji klinis terapi H.pylori di Indonesia pada mulanya menggunakan preparat

bismuth dengan tujuan supresi dan bukan eradikasi. Dewasa ini rejimen terapi yang digunakan

adalah terapi kombinasi antara penghambat pompa proton dengan dua atau tiga macam

antibiotik.1

Di Amerika Serikat, terapi utama yang direkomendasikan untuk infeksi H. Pylori

meliputi: PPI, klaritromisin, dan amoksisilin, atau metronidazol (klaritromisin berbasis triple

terapi) selama 14 hari atau PPI atau H2RA, bismut, metronidazol, dan tetrasiklin (terapi

quadruple bismut) untuk 10-14 hari. Sequential terapi yang terdiri dari PPI dan amoksisilin untuk

15

Page 16: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

5 hari diikuti oleh klaritromisin PPI,claritomycin dan tinidazole untuk tambahan 5 hari dapat

memberikan alternatif untuk klaritromisin berbasis terapi triple quadruple atau bismuth tetapi

membutuhkan validasi di Amerika Serikat sebelum dapat direkomendasikan sebagai terapi lini

pertama.6

Meskipun pedoma internasional n telah merekomendasikan jangka waktu pengobatan

minimal 7 hari, durasi pengobatan 10-14 hari telah dilakukan di Amerika Serikat. Sebuah

penelitian besar di Amerika Serikat, yang mengevaluasi kombinasi rabeprazole, klaritromisin,

dan amoksisilin, menemukan bahwa 7 dan 10 hari terapi menghasilkan tingkat eradikasi setara.

Tingkat eradikasi selama 7 hari adalah 77% sedangkan 78% untuk regimen 10-hari. Penelitian

ini juga melaporkan tingkat eradikasi 27% untuk perawatan 3 hari regimen. Sebuah meta-analisis

dari tujuh penelitian melibatkan lebih dari 900 pasien menemukan bahwa 14 hari terapi triple

clarithromycin menghasilkan eradikasi yang lebih baik daripada 7 hari terapi untuk

pemberantasan infeksi H.pylori. Ada juga trend menuju kemanjuran ditingkatkan dengan 10 hari

terapi dibandingkan dengan 7 hari terapi, yang tidak bermakna secara statistik . Keunggulan dari

14-hari dibandingkan durasi pengobatan 7 hari telah dikonfirmasi baru-baru ini pusat percobaan

tunggal dari Italia. Mengingat hasil analisis-meta, tampaknya bijaksana untuk

merekomendasikan program 14-hari clarithromycin triple terapi, terutama di Amerika Serikat di

mana tingkat eradikasi biasanya sudah mencapai 80% atau kurang dengan jangka waktu terapi

yang lebih pendek.6

Pertemuan konsesus nasional penatalaksanaan infeksi H. Pylori di Jakarta pada bulan

januari 2003 menganjurkan rejimen terapi sebagai berikut :1

Terapi lini pertama / terapi tripel

• Urutan prioritas

1. PPI + Amoksisilin + klaritromisin

2. PPI + Metronidazol + klaritromisin

3. PPI + Metronidazol + tetrasiklin

16

Page 17: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

Pengobatan dilakukan selama 1 minggu. 1

Dosis :

1. Proton Pump Inhibitor

Omeprazole 2 x 20 mg

Lansoprazole 2 x 30 mg

Rabeprazole 2 x 10 mg

Esomeprazole 2 x 20 mg

2. Amoksisilin 2 x 1000 mg/hari

3. Klaritromisin 2 x 500 mg/hari

4. Metronidazol 3 x 500 mg/hari

5. Tetrasiklin 4 x 250 mg/hari

Terapi lini kedua / terapi kuadrupel

Terapi lini kedua dilakuakan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria gagal : 4 minggu

pasaca terapi, kuman H.pylori positif berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.1

• Urutan prioritas

1. Collodial bismuth subcitrate + PPI + Amoksisilin + klaritromisin

2. Collodial bismuth subcitrate + PPI +Metronidazol + klaritromisin

3. Collodial bismuth subcitrate + PPI +Metronidazol + Tetrasiklin

Pengobatan dilakukan selama 1 minggu

• Dosis Collodial bismuth subcitrate : 4 x 120 mg

17

Page 18: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

Bila terapi lini kedua gagal, sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi H.pylori

dengan media transport MIU.

• Rejimen Antibiotika Baru

Timbulnya resistensi terhadap antibiotika menyebabkan kesulitan dalam pemilhan rejimen

terapi lini kedua. Oleh karena itu, seleksi terpai lini pertama harus sudah

memepertimbangkan pilihan rejimen terapi lini kedua yang mungkin akan

diimplementasikan bila lini pertama gagal. Rejimen terapi dengan efektivitas eradikasi >

80% yang dianjurkan untuk digunakan pada praktek klinis.1

Pada pasien-pasein yang gagal dengan rejimen terapi dengan basis klaritromisin , rejimen

kombinasi terdiri dari lansoprazol 2 x 30 m, amoksisilin 2 x 1 gram, dan levofloksasin 2 x

200 mg dilaporkan menunjukkan eradikasi 69 %. Levofloksasin dapat pula diberikan

dengan dosis 1 x 500 mg. Kombinasi lain yang dilaporkan efektif adalah PPI bid, rifabutin

300 mg qd ( 1 x sehari ) dan amoksisilin 2 x 1 gram.1

Direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi PAC (PPI-Amoxycillin-Clarithromycin)

sebagai terapi lini pertama , dan bila gagal dapt dilanjutkan dengan terapi kuadrupel seperti

P-BMT ( PPI- Bismuth-Metronidazole-Tetracyclin). Namun pada komunitas dengan

prevalensi tinggi resistensi terhadap makrolid (>20 % resistensi terhadap klaritromisin),

terapi lini pertama sebaiknya terapi kuadrupel, studi metanalisis terapi kuadruple sebagai

terapi lini pertama menunjukkan tingkat eradikasi lebih dari 85 %, bahkan pada area dengan

resistensi terhadap metronidazole yang tinggi dan 69% lebih efektif dibandingkan PAC pada

keadaan terdapat resistensi terhadap klaritromisin. Analisa cost-effective terapi tripel atau

terapi kuadrupel tampak serupa, namun terapi kuadrupeltampak sedikit lebih cost-effective.1

Fluroquinolon atau rifabutin daalm kombinasi bersam amoksisilin dan PPI menunjukkan

hasil yang menjanjikan. Terapi dengan rifabutin 2 x 150 mg, amoksisilin 2 x 1 gram dan

OMZ 2 x 20 mg selama 14 hari dengan menunjukkan eradikasi 72% pada pasien-pasien

yang gagal dengan kombinasi terapi PAC dan P-BMT. Terapi lini pertama dengan

esomeprazol 2 x 20 mg selama 7 ahri lebih efektif (93,3%) dibandingkan dengan standar

tripel EAC ( 70% ). Terapi lini kedua helicobacter pylori RLA, yaitu Rabeprazol 2 x 20 mg,

18

Page 19: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

Levofloksasin 1 x 500 mg, dan amoksisilin 2 x 1 gram selama 12 hari sama efektifnya

dengan terapi kuadrupel R-BMT, namun lebih ditoleransi dengan baik dan menunjukkan

complianceserta tingkat kepatuhan minam obat yang tinggi. Terapi tripel selama 10 hari

dengan levofloksasin, esomeprazol, amoksisilin / azitromisin lebih efektif (86,6 %/80 % )

dibandingkan rejimen klasik E-BMT ( 71,4 % ) dan menunjukkan compliance yang lebih

baik.1

Kriteria keberhasilan

Empat minggu setelah terapi selesai, dilakukan pemeriksaan UBT/HpSA atau

histopatologi. Jika UBT negatif atau PA negatif, terapi dianggap berhasil ( sembuh ) .1

Terapi kombinasi tersebut dianjurkan untuk diberikan selama satu minggu. Mengingat

cepatnya terjadi resistensi H.pylori terhadap antibiotik, maka perlu diadakan penelitiann pola

resistensi di Indonesia secara berkala agar dapat emnjadi dasar pilihan antibiotik yang tepat.

Maslah lain adalah penilaian keberhasilan eradikasi yang harus menggunaakn metodadiagnostik

yang paling peka dan non-invasif, terutama untuk penelitian epidemiologis. Selain standar emas

kultur mikrobiologi agaknya pemeriksaaan tes pernapasan urea (UBT) perlu diadakan dan

digunakan secara meluas.1

Dari segi biaya, rejimen terapi dengan eradikasi lebih dari 90 % menyembuhkan tukak

peptik, tanpa perlu terapi pemeliharaan sehingga lebih cost effective dibandingkan dengan terapi

konvensional. Terapi tripel pada awalnya jelas lebih mahal, tetapi dalam jangka panjang akan

lebihmurah. Apalagi bila diperhitungkan peningkatan kualitas hidup, terbebas dari keluhan dan

gangguan penyakit.1

Yang dimaksudkan eradikasi adalah hilangnya kuman pada pemeriksaan 4 minggu pasca

terapi yang dibuktikan dengan metoda yang paling akurat. Dalam perkembangannya dikenal

terapi mono, dual,tripel dan kuadripel. Dewasa ini dianjurkan adalah terapi kombinasi dengan

penyembuhan lebih dari 90 %. 1,6

Yang paling penting prediktor kegagalan pengobatan berikut anti-H. terapi pylori

termasuk kurangnya kepatuhan dan resisten terhadap antibiotik. Ada sedikit bukti menunjukkan

19

Page 20: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

bahwa merokok, konsumsi alkohol, dan diet juga dapat menimbulkan dampak yang

kemungkinan mengurangi keberhasilan pemberantasan. 1,6

Penting bagi dokter untuk menekankan pentingnya mengambil yang obat yang

diresepkan untuk meminimalkan kemungkinan kegagalan pengobatan dan pengembangan

resistensi antibiotik. Pasien juga harus diberitahu tentang efek samping. Efek samping yang

paling sering dilaporkan dengan PPI termasuk sakit kepala dan diare, yang terjadi sampai 10%

dari pasien. Untuk mengoptimalkan dampak terhadap sekresi asam lambung, PPI harusdiberikan

30-60 menit sebelum makan. Efek samping yang paling sering dilaporkan dengan klaritromisin

termasuk GI, diare. Efek samping yang umumnya terjadi dengan amoksisilin termasuk

gangguan GI, sakit kepala, dan diare. Efek samping dari metronidazol tergantung dosis terkait

antara lain rasa logam di mulut, dispepsia, dan reaksigangguan GI dan photosensitivity.

Antibiotik ini tidak boleh digunakan pada anak-anak di bawah usia 8 tahun karena kemungkinan

dapat menyebabkan perubahan warna gigi. Yang terakhir, senyawa bismuth dapat

menyebabkan penggelapan lidah, mual, dan gangguan GI.7

20

Page 21: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

BAB III

KESIMPULAN

Prevalensi infeksi Helicobacter pylori di Negara berkembang lebih tinggi dibandingkan

dengan Negara maju. Prevalensi pada populasi di Negara maju sekitar 30-40 %, sedangkan

dinegaraberkembang mencapai 80-90 %. Helicobacter pylori adalah Gram-negatif, non spora,

bisa curved atau spiral rop-shaped bakteri yang tumbuh secara mikroaerob. Organisme tersebut

mempunyai 7 flagella. Mempunyai ukuran kira-kira tebalnya 0,6 m dengan panjang 1,5

gelombang panjang. Dalam perkembangannya jenis tes diagnostik infeksi Helicobacter pylori

dibagi menjadi invasif dan non invasif. Non invasif : serologi: IgG, IgA anti Hp, urea breath test.

Invasive : tes urease : CLO, MIU, Histopatologi, kultur mikrobiologi, dan PCR. Pertemuan

konsesus nasional penatalaksanaan infeksi H. Pylori di Jakarta pada bulan januari 2003

menganjurkan rejimen terapi sebagai berikut :

Terapi lini pertama / terapi tripel

• Urutan prioritas

1. PPI + Amoksisilin + klaritromisin

21

Page 22: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

2. PPI + Metronidazol + klaritromisin

3. PPI + Metronidazol + tetrasiklin

Pengobatan dilakukan selama 1 minggu

Terapi lini kedua / terapi kuadrupel

Terapi lini kedua dilakuakan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria gagal : 4 minggu

pasaca terapi, kuman H.pylori positif berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.

• Urutan prioritas

1. Collodial bismuth subcitrate + PPI + Amoksisilin + klaritromisin

2. Collodial bismuth subcitrate + PPI +Metronidazol + klaritromisin

3. Collodial bismuth subcitrate + PPI +Metronidazol + Tetrasiklin

Pengobatan dilakukan selama 1 minggu. Sebuah meta-analisis dari tujuh penelitian

melibatkan lebih dari 900 pasien di Amerika Serikat menemukan bahwa 14 hari terapi triple

clarithromycin menghasilkan eradikasi yang lebih baik daripada 7 hari terapi untuk

pemberantasan infeksi H.pylori

22

Page 23: Refarat H.pylori

Helicobacter pylori

DAFTAR PUSTAKA

1. Rani, A Aziz. Infeksi Helicobacter pylori dan Penyakit Gastro Duodenal. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. 2006; 329

2. Logan, R. and M. Walker. ABC of the upper gastrointestinal tract : epidemiology and

diagnosis of Helicobacter pylori infection. Br Med J 2001.

3. Helicobacter pylori infection: Available from :

http://en.wikipedia.org/wiki/Helicobacter_pylori [cited 10/05/2011]

4. Zieve,D, MD, MHA, Helicobacter pylori. 2009 : Available from :

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000229.htm [cited 10/05/2011]

5. Meurer,Linda, M.D., M.P.H. Management of Helicobacter pylori Infection .2005 :

Available from : http://www.aafp.org/afp/2002/0401/p1327.html [cited 10/05/2011]

6. William D. Chey, M.D., F.A.C.G., A.G.A.F., F.A.C.P., American Journal of

Gastroenterology. 2007

7. Egan et al. Treatment of Helicobacter pylori. 2007: Available from :

http://www.acg.gi.org/physicians/guidelines/ManagementofHpylori.pdf [cited

10/05/20011]

23