41
MATERIALISME DIALEKTIKA HISTORIS ” Karl Marx menyatakan pola perkembangan sistem sosial masyarakat terbagi dalam lima tahap. Tahap pertama, terbentuknya sistem komunal primitif. Kedua, tahap terbentuknya pembagian kerja dan kepemilikan dalam sistem perbudakan. Ketiga tahap terbentuknya masyarakat feodalisme. Keempat tahap terbentuknya masyarakat kapitalis dan kelima tahap terbentuknya masyarakat sosialis komunis ”. Historis Materialisme dalam Serba-Serbi Teori ini dimulai dari satu kaidah bahwa produktifitas materi adalah asas kehidupan manusia dan sejarahnya. Marx memandang bahwa menjadi keharusan bagi manusia untuk menjadi pusat yang mampu menempatkannya dalam kehidupan ini, sebagaimana ia dituntut untuk mampu menciptakan sejarah. Sebagaimana diketahui bahwa hidup ini tidak lain hanya sebatas makan, minum, tempat tinggal, pakaian dan sebagainya, maka kerja sejarah adalah bagaimana mampu menciptakan sarana-sarana yang layak untuk memenuhi kebutuhan tadi. Kongkritnya kerja menciptakan materi. Oleh karena itu, kekuatan manusia untuk mampu menciptakan materi merupakan unsur yang paling penting dalam kehidupan. Karena ia merupakan ukuran dari segala sesuatu. Produksi gagasan, konsep dan kesadaran yang pertama semua langsung terjalin dengan hubungan material manusia, bahasa kehidupan nyata. Kesadaran tidak menentukan kehidupan tetapi kehidupan menentukan kesadaran. Materialisme historis adalah suatu proses intepretasi sejarah manusia dengan dasar materi. Menurut Marx, sejarah ummat manusia sejak zaman primitif dibentuk oleh faktor-kebendaan. Sederhananya disini Marx menganggap sejarah manusia sebagai materi yang memuat berbagai kontradiksi dan berjalan sesuai dengan hukum materi Materalisme Dialektika Historis Pemikiran Marx berpengaruh pada abad ke dua puluh. Ketika itu, Marx memformulasikan pemikiran Hegel tentang eksistensi pikiran sebagai sebuah jiwa universal. Dalam analisis Hegel melalui metode dialetika, menurut Hegel proses dialektika ini sejenis oposisi dinamis dan progresif dimana gagasan awal, tesis dihadapkan dengan anti tesis yang sifatnya bertentangan, dan 1

rangkuman MARHAENISME

Embed Size (px)

DESCRIPTION

marhaenisme

Citation preview

MATERIALISME DIALEKTIKA HISTORIS Karl Marx menyatakan pola perkembangan sistem sosial masyarakat terbagi dalam lima tahap. Tahap pertama, terbentuknya sistem komunal primitif. Kedua, tahap terbentuknya pembagian kerja dan kepemilikan dalam sistem perbudakan. Ketiga tahap terbentuknya masyarakat feodalisme. Keempat tahap terbentuknya masyarakat kapitalis dan kelima tahap terbentuknya masyarakat sosialis komunis .Historis Materialisme dalam Serba-SerbiTeori ini dimulai dari satu kaidah bahwa produktifitas materi adalah asas kehidupan manusia dan sejarahnya. Marx memandang bahwa menjadi keharusan bagi manusia untuk menjadi pusat yang mampu menempatkannya dalam kehidupan ini, sebagaimana ia dituntut untuk mampu menciptakan sejarah. Sebagaimana diketahui bahwa hidup ini tidak lain hanya sebatas makan, minum, tempat tinggal, pakaian dan sebagainya, maka kerja sejarah adalah bagaimana mampu menciptakan sarana-sarana yang layak untuk memenuhi kebutuhan tadi. Kongkritnya kerja menciptakan materi. Oleh karena itu, kekuatan manusia untuk mampu menciptakan materi merupakan unsur yang paling penting dalam kehidupan. Karena ia merupakan ukuran dari segala sesuatu.Produksi gagasan, konsep dan kesadaran yang pertama semua langsung terjalin dengan hubungan material manusia, bahasa kehidupan nyata. Kesadaran tidak menentukan kehidupan tetapi kehidupan menentukan kesadaran.Materialisme historis adalah suatu proses intepretasi sejarah manusia dengan dasar materi. Menurut Marx, sejarah ummat manusia sejak zaman primitif dibentuk oleh faktor-kebendaan. Sederhananya disini Marx menganggap sejarah manusia sebagai materi yang memuat berbagai kontradiksi dan berjalan sesuai dengan hukum materi

Materalisme Dialektika HistorisPemikiran Marx berpengaruh pada abad ke dua puluh. Ketika itu, Marx memformulasikan pemikiran Hegel tentang eksistensi pikiran sebagai sebuah jiwa universal. Dalam analisis Hegel melalui metode dialetika, menurut Hegel proses dialektika ini sejenis oposisi dinamis dan progresif dimana gagasan awal, tesis dihadapkan dengan anti tesis yang sifatnya bertentangan, dan perlawanan ini berakumulasi dalam sintesis yang menjaga dan menggabungkan apa yang rasional dalam dua posisi yaitu pertama dan dan kemudian membentuk tesis baru.Filosofi materialisme yang dikatakan Marx adalah materialisme yang menggerakkan pikiran. Penggabungan dua teori antara materialisme dan metode dialektika ini menghasilkan metode materialisme dialektika. Marx dengan jelas menolak pandangan Hegel bahwa dan mengikuti jalur pemikiran Feueurbach. Dalam proses analis metode dialektika materialisme, Marx melihat materi, perlahan-lahan Marx menganalisis hubungan-hubungan sosial yang berhubungan dengan ekonomi, tenaga kerja, politik, dll dalam analisa sosial sebagai kekuatan-kekuatan yang menentukan dalam sejarah manusia.. Inilah yang dikatakan oleh Marx sebagai historis materialis yang berepisentrum pada materi.Marx membangun teori historis materialisme sebagai syarat mutlak dialektika materialis. Marx menilai bahwa pada dasarnya manusia itu bebas, namun hegemoni ekonomi yang besar merubah dan menentukan karakter manusia. Marx menyatakan:Model produksi dalam kehidupan material menentukan karakter umum proses sosial, politik dan spiritual dari kehidupan. Adalah bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, tetapi sebaliknya, eksistensi sosialnya yang menetapkan kesadaran mereka (Marx, 1859: ii).Marx menganggap bahwa ketika perkembangan ini berlangsung, di sana terdapat titik ketika kekuatan-kekuatan material produksi memasuki arena konflik dengan hubungan-hubungan produksi yang ada, yang berakibat pada bahwa apa yang ada yang menjadi ikatan dan belenggu bagi manusia.Nilai kerja merupakan suatu keadaan alamiah antara manusia dan alam. Marx mengatakan tentang nilai kerja dalam bukunya Capital I bahwa konsep nilai tidak saja sepenuhnya, tidak dilenyapkan tetapi sesungguhnya diubah menjadi sebaliknya. Ia merupakan sebuah pernyataan yang sama imajinernya seperti nilai bumi. Ungkapan-ungkapan ini lahir dari hubungan-hubungan produksi itu sendiri. Mereka adalah kategori-kategori bagi bentuk-bentuk penampilan dari hubungan-hubungan esensial. Bahwa dalam penampilannya segala sesuatu sering menyatakan diri mereka dalam hubungan terbalik sudah diketahui betul dalam setiap ilmu pengetahuan, kecuali ekonomi politik. Dalam menganalisis tentang kerja, perlu menekankan psedo-psedo berikut (Marx, 2004: 584)1. Pada dasarnya prinsip kerja adalah sebuah keadaan dimana manusia secara alamiah dari hukum-hukum.2. Manusia bekerja tidak lain untuk memenuhi hidupnya dengan nilai kebutuhan, dan alam pun bekerja untuk memenuhi kebutuhan manusia.3. Hubungan bipolaritas alam dan manusia sebagai bentuk hukum kausalitas.

Nilai kerja berubah ketika nilai komoditas, ketika adanya persaingan antar individu, sehingga yang memenangkan persaingan individu itu menjadi subjek superior. Persaingan individu digambarkan oleh Marx pada zaman purbakala untuk memperebutkan kepemilikan wilayah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan komunalnya. Manusia superior ini menjadi pemimpin atau raja daripada manusia-manusia lain (rakyat), yang dikatakan Marx sebagai masyarakat feodalisme. Rakyat kehilangan hak untuk merdeka dan kebebasan, dan rakyat hanya dijadikan budak bagi para raja. Rakyat tidak tersadarkan bahwa hak mereka hilang dikarenakan hanya seorang superior.

Hegemoni KapitalismeKapitalisme merupakan sebuah keadaan masyarakat tingkat lanjut dari masyarakat feodalis. William Outwaite mendefinisikan pemikiran Karl Marx (Capital, 1867, Vol I) mendifinisikan kapitalisme sebagai masyarakat yang memproduksi komodititas, dimana alat-alat produksi utama dimiliki oleh kelas khusus, yaitu borjuis dan tenaga buruh juga menjadi komoditas yang dibeli dan dijual (Outhwaite, 2008: 84). Kaum borjuis selaku pemodal memiliki kuasa penuh untuk menjalankan sistem perekonomian, sedangkan tenaga buruh hanya dijadikan mesin-mesin perusahaan. Tenaga buruh menjadi komoditas yang dibeli dan dijual dikarena buruh menjadi pengendali perusahaan dalam menjalankan produksi. Kaum buruh (proletar) diperbudak oleh kaum borjuis dengan mengatasnamakan keuntungan. Kaum borjuis menginginkan akumulasi modal dengan cepat, sehingga buruh diperbudak untuk meningkatkan hasil produksi dan dibandingkan dengan upah penghasil buruh yang tidak stabil dengan waktu (jam kerja) memproduksi dalam teori nilai lebih.Marx mengkritik Ricardo dan Adam Smith (Invisible Hand). Bahwa, Adam Smith dan Ricardo tidak melihat harga alamiah terdiri dari rata-rata upah dan rata-rata keuntungan. Konsep dari Adam Smith dan Ricardo tidak bisa dijelaskan dengan harga karena harga yang rata-rata upah dan rata-rata keuntungan tadi. Karena menurut Adam Smith dan Ricardo itu adalah harga yang terpusat, dengan hasrat pasar. Sehingga yang terjadi adalah produksi secara besar-besaran, tanpa adanya mampu membeli karena. Situasi masyarakat yang menjadi miskin dan dimiskinkan oleh kapitalisme itu sendiri (Oishi, 2001: 101). Untuk itulah adanya Manifesto Politik dalam hal ini Marxisme menjadi ideologi dengan prinsip keadilan sama rata (equality).Marx membentuk sebuah kekuatan dalam mengkonsolidasikan kaum proletar dalam satu partai, yaitu komunis. Dalam manifesto komunis, ajaran-ajaran marx berkembang pesat. Marx menjelaskan dalam dua poin dalam ajaran komunisme (Marx, Engels: 1962: 21-22).1. Komunisme telah diakui oleh semua kekuasaan di Eropa sebagai suatu kekuasaan pula.2. Telah tiba waktunya bahwa kaum komunis harus dengan terang-terangan terhadap seluruh dunia, menyiarkan pandangan-pandangan mereka, tujuan mereka, aliran mereka, dan komunisme ini dengan sebuah manifes dari partai sendiri.Apa yang kaum marxis perjuangkan adalah tidak lain melawan sistem borjuasi dalam sistem kapitalismenya. Industri modern telah menciptakan pasar dunia dengan perdagangan yang sangat besar.Proses perjuangan kelas sebagai antisesa pergerakan kapitalisme disinyalir adalah syarat utama sebuah revolusi. Lenin mengatakan bahwa;Perjuangan kelas adalah sebuah perjuangan politik. Kalimat yang dikutip itu adalah suatu lukisan susunan jaring perhubungan-perhubungan sosial dan tingkatan-tingakatan peralihan antara satu kelas dengan yang lainnya, antara yang lampau dengan yang dikemudian hari (Lenin, 1963: 28).Historis materialisme Marx yang ditelaah oleh Lenin menekankan masalah masyarakat. Lenin menafsir pemikiran Marx dalam manifesto komunis, bahwa apa yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah adanya kelas-kelas sosial, dan hal ini harus direvolusikan melalui sebuah politik. Dengan satu partai politik dan menguatkan massa proletar. Marx menganggap hegemoni kapitalisme membuat sekat antara yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.Metode Berpikir Marhaenisme Setelah menguraikan bagaimana sejarah Marhaenisme dilahirkan dan apa pengertian Marhaenisme, maka perlu dikaji juga bagaimana Marhaenisme dapat dirumuskan sebagai suatu teori. Artinya, Marhaenisme mengandung konsep-konsep yang bersumber dari pemikiran-pemikiran Soekarno yang diperoleh dari suatu metode berpikir. Secara teoritis, metode berpikir yang digunakan dalam Marhaenisme banyak dipengaruhi oleh Marxist Theory. Namun tidak secara bulat atau penuh, Marxist Theory diadopsi dalam teori Marhaenisme. Hal tersebut dipertegas oleh Soekarno yang mengatakan bahwa marhaenisme adalah marxisme yang diterapkan di Indonesia sesuai dengan sejarah perkembangan masyarakatnya sendiri, serta situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Namun demikian, secara fundamental, dalam teori Marhaenisme digunakan dialektika dan materialisme historis yang merupakan dasar berpikir dalam wacana Marxist Theory. Seperti yang dikatakan oleh Bung Karno mengenai landasan berpikir yang diajarkan oleh Karl Marx tersebut bahwa : maka berguna pulalah agaknya, jikalau disini kita mengingatkan, bahwa jasanya ahli pikir ini ialah : ia mengadakan suatu pelajaran gerakan pikiran yang bersandar pada perbendaan (Materialistische Dialectieka)Dialektika adalah metode berpikir dalam gerakan. Didalam dialektika terdapat Tesis, Antitesis, Sintesis, sebagai rumusan dalam metodologisnya. Sedangkan materialisme historis adalah hukum-hukum perkembangan dalam masyarakat. Artinya materialisme historis menanyakan sebab-sebab pikiran dalam masyarakat berubah15. Berdasarkan pengertian diatas, menurut Sutoro maka dalam teori Marhaenisme terdapat dua elemen yang saling berhadapan dalam konteks sejarah perkembangan masyarakat Indonesia di masa feodalisme, kapitalisme - imperialisme, yakni : Elemen establishment adalah elemen yang menguasai tesis dan menjalankan suatu stelsel/sistem sebagai kelangsungan tesis (keadaan) tersebut. Elemen perubahan adalah elemen yang berada pada struktur antitesis. Apabila tesis pertama telah gugur karena munculnya antitesis, maka keadaan baru atau sintesis akan dikuasai oleh elemen perubahan tersebut. Selanjutnya pada saat itu elemen perubahan menjadi elemen establishment. Demikianlah proses semacam ini berjalan terus sampai tercipta tesis terakhir yakni satu bentuk stelsel /sistem kemasyarakatan yang terakhir dan sempurna.

Cita-Cita Perjuangan KelasPerubahan sejarah umat manusia dalam masyarakat hanya tercapai dengan jalan kekerasan yaitu melalui suatu revolusi. Karl Marx pada dasarnya menentang semua bentuk usaha untuk memperdamaikan kelas-kelas yang bertentangan. Reformasi pada kelas atas dan usaha pendamaian antar kelas hanya akan menguntungkan kelas penindas. Karl Marx menekankan bahwa perjuangan kelas yaitu penghancuran penindasan yang terjadi dalam masyarakat. Engels mengatakan:Semakin kuat sosialisme lebih dini ini menolak eksploitasi kelas pekerja, yang adalah tidak terelakkan dalam kapitalisme, semakin kurang mampulah ia untuk secara jelas menunjukkan atas apakah eksploitasi ini terdiri dan bagaimana ia timbul (Engels, 2005: 38).Engels menguatkan pemikiran Marx dalam perampasan Hak kepemilikan dan bagaimana mekanisme kapitalisme mengekploitasi proletar dalam teori nilai lebih.Perlawanan kaum proletar dalam menuntut keadilan, Lenin menerapkan tindakan politik praksis dalam melawan bentuk alienasi manusia. Lenin mengerti aparatur negara dalam masyarakat diklasifikasikan dalam mengedepankan sebagai kelembagaan dominasi sosial pemilik kemiskinan atas orang-orang yang harus hidup dengan bekerja untuk mereka, yang berubah dari sebuah kekuatan sosial, terasing dari massa sehingga masyarakat dan di luar kendali. Bagi Lenin dengan menerapkan diktarator proletariat dapat membabaskan kaum proletar dari kung-kungan kapitalisme.Marxisme berjuang untuk penaklukan kekuasaan politik oleh kelas pekerja dan pembangunan masyarakat sosialis, dimana negara akan lenyap. Sebelum itu, haruskah buruh menjauhkan diri dari aktivitas politik? Haruskah mereka menolak semua perubahan kecil yang dapat meningkatkan keberadaan mereka? Tentu saja tidak, kita harus membela perjuangan untuk setiap manfaat sekecil apapun, dan menggunakan setiap kesempatan yang terbuka untuk kita. Hanya orang yang bodoh saja yang dapat menolak gaji yang lebih baik atau sistem kesehatan masyarakat. Melalui perjuangan tersebut, dan perjuangan untuk merubah organisasi buruh, serikat buruh, dan partai buruh, kita belajar dan menjadi lebih kuat dan membawa lebih dekat hari dimana adalah mungkin untuk merubah masyarakat secara permanen. Kaum Marxis berjuang untuk setiap perubahan kecil, dan pada saat yang sama menjelaskan bahwa perubahan-perubahan ini tidaklah aman kalau kapitalisme berlanjut. Hanya sosialisme yang dapat menyelesaikan problem-problem masyarakat.

Keadilan dan Perjuangan KelasTeori nilai-lebih yang digaris besarkan oleh Marx dalam karyanya Capital jilid I membuktikan bahwa buruh (proletar) secara mudah diekspoitasi dan marjinalkan melaui atas nama pasar ekonomi. Secara langsung Demokrasi yang digembar-gemborkan oleh kaum liberal, sebagai persamaan kesempatan maupun persamaan Hak Asasi Manusia adalah keadilan hanya bagi kaum borjuis dan pemodal.Selain konsepsi Marx tentang materialisme dialektika historis dan kelas sosial, masih ada satu lagi yang juga penting, yakni konsep alienasi. Alienasi berarti hilangnya perwujudan diri manusia secara utuh dan runtuhnya hubungan harmonis dan tulus antara manusia satu dengan yang lain. Seperti kita lihat di atas, kerja berarah ganda, pada diri sendiri objektivasi dan pada orang lain sosialisasi. Dalam kerja, manusia mewujudkan dirinya sendiri secara nyata dan sebagai hasilnya ia berbagi dengan sesamanya. Alienasi merupakan kebalikan dari arah ganda kerja produksi manusia. Tetapi, kerja yang demikian terjadi dalam hubungan produksi kerjasama dan tidak ada kepmilikan pribadi atas alat produksi. Tidak ada dominasi satu dengan yang lain. Tetapi, dalam masyarakat berkelas, manusia terbagi secara tidak adil dan sebagian hasil kerjanya diambil oleh manusia lain. Dalam situasi itu, manusia menjadi tidak secara penuh mengembangkan seluruh potensi perwujudan diri. Manusia pun saling bersaing untuk memperebutkan kesempatan perwujudan diri dan hasil kerjanya. Sesama kelas atas saling bersaing untuk menumpuk hak milik pribadi, sesama kelas bawah berebutan memperoleh kesempatan bekerja dan antar kelas atas dan bawah saling berkontradiksi berdasarkan kepentingan sosial berbeda. Kalau kita runut ulang, dasar dari alienasi manusia adalah hak milik pribadi.Dalam kritik post-modernisme, bahwa konsep tradisi liberal merupakan otonomi diri dari satu perantara bagian rasional yang sanggup untuk semua aspek subjek yang dinilai sebagai kevalidannya.(umumnya adalah valid, penyesuaian untuk beberapa konsep dari otonomi) (Cristman, 2002: 200). Yang diharapkan dari kaum liberal sebenarnya adalah hanya mengharapkan keadilan di satu sisi untuk kedamaian dan dengan rasa hormat yang bertambahnya tempat pluralisme tetapi berhubungannya dunia. (Cristman, 2002: 213).Konsep filsafat yang ditawarkan oleh Karl Marx mempunyai dampak yang sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sejarah pemikiran modern, kebudayaan, seni, bahkan filsafat. Begitu banyak hal yang ia tawarkan mulai dari pemikirannya tentang alienasi, filsafat pekerjaan, materialism historis, hingga komunisme. Seperti kita ketahui bersama, lewat tulisan tulisannya, Marx sebenarnya menolak usaha usaha yang bersifat moralis belaka. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba menggali lebih dalam mengenai konsep materialism historis.Pandangan materialism historis adalah pandangan tentang factor factor pokok yang menentukan perkembangan sejarah. Pandangan ini bersamaan dengan teorinya tentang revolusi merupakan bagian dari konsep Marx yang paling berpengaruh dan tetap merupakan inti dari segala macam Marxisme.Pandangan materialism sejarah banyak dipahami salah, baik oleh kaum marxis sendiri maupun oleh lawan lawan mereka. Kata yang paling menyesatkan ialah kata materialis. Karena itu Marxisme sering disebut sebagai salah satu bentuk materialism. Padahal di seluruh karya Marx hamper tidak ditemukan uraian apapun tentang materialism, yaitu sebagai anggapan bahwa realita terakhir alam semesta ialah materi. Alam semseta tidak pernah dipersoalkan oleh Marx. Marx hanya bicara tentang perkembangan masyarakat, dan dalam hubungan ini materialis hanya berarti bahwa kegiatan atau pekerjaan jasmaniah atau produksi adalah kegiatan dasar manusia dan bukan pemikirannya.[1]

Pandangan Materialisme SejarahMaterialisme dalam Marx berarti bahwa kegiatan dasar manusia adalah kerja sosial. Di sini dia menerima pengandaian Feuerbach bahwa kenyataan akhir adalah obyek indrawi, dan dalam Marx objek indrawi itu harus dipahami sebagai kerja atau produksi. Istilah sejarah mengacu pada Hegel yang pengandaian-pengandaiannya tentang sejarah diterima oleh Marx. Tetapi, sejarah di sini bukan menyangkut perwujudan diri Roh, melainkan perjuangan kelas-kelas untuk mewujudkan dirinya mencapai kebebasan/emansipasi. Sosialisme Marx berdasarkan pada penelitian syarat-syarat obyektif perkembangan masyarakat. Marx menolak pendasaran sosialisme pada pertimbangan-pertimbangan moral. Menurutnya sosialisme terwujud bila syarat-syarat obyektif penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi terpenuhi dan keadaan tersebut harus diciptakan.Hukum dasar perkembangan masyarakat ialah bahwa produksi kebutuhan-kebutuhan material manusia menentukan bentuk masyarakat dan pengembangannya. Fakta sederhana itu ialah bahwa manusia pertama-tama harus makan, minum, bertempat tinggal, dan berpakaian. Setelah itu baru mereka melakukan kegiatan politik, ilmu pengetahuan, seni, agama, dan seterusnya. Jadi, produksi nafkah hidup material bersifat langsung. Dengan demikian tingkat perkembangan ekonomis sebuah masyarakat atau jaman menjadi dasar dari bentuk-bentuk kenegaraan, pandangan-pandangan hukum, seni, dan bahkan perkembangan pandangan-pandangan religius orang-orang yang bersangkutan.Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka, tetapi sebaliknya keadaan sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka. Pemikiran ini tidak bertolak dari apa yang dikatakan orang, tidak dari bayangan dan cita-cita orang, juga tidak dari yang dipikirkan orang, melainkan dari manusia yang nyata dan aktif. Dari proses hidup nyata merekalah perkembangan refleks-refleks serta gema-gema ideologis tentang proses hidup itu dijelaskanKeadaan sosial menyangkut produksi masyarakat, pekerjaan masyarakat. Manusia ditentukan oleh produksi mereka: apa yang mereka produksi dan cara mereka berproduksi. Pandangan ini disebut materialis. Disebut materialis karena sejarah manusia dianggap ditentukan oleh syarat-syarat produksi material. Jadi Marx memakai kata materialisme bukan dalam arti filosofis, yakni sebagai pandangan/kepercayaan bahwa seluruh realitas adalah materi, melainkan ia ingin menunjuk pada faktor-faktor yang menentukan sejarah. Faktor-faktor tersebut bukanlah pikiran melainkan keadaan material manusia dan keadaan material adalah produksi kebutuhan material manusia. Cara manusia menghasilkan apa yang dibutuhkan untuk hidup itulah yang disebut keadaan manusia dan cara itulah yang menentukan kesadaran manusia. Cara manusia berpikir ditentukan oleh cara ia bekerja. Jadi, untuk memahami sejarah dan arah perubahannya, manusia tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan oleh manusia, melainkan bagaimana ia bekerja dan bagaimana ia berproduksi.Kualitas hidup ditentukan oleh kedudukannya dalam masyarakat dan keanggotaan dalam kelas sosial tertentu sangat menentukan cara seseorang memandang dunia. Maka kesadaran dan cita-cita manusia ditentukan oleh kedudukannya dalam kelas sosial. Demikian juga cara berproduksi menentukan adanya kelas-kelas sosial; keanggotaan menentukan kepentingan orang, dan kepentingan menentukan apa yang dicita-citakan. Maka, hidup rohani masyarakat, kesadarannya, agamanya, moralitasnya, nilai-nilai budaya, dan seterusnya bersifat sekunder. Sekunder karena hanya mengungkapkan keadaan primer, struktur kelas masyarakat, dan pola produksi. Sejarah tidak ditentukan oleh pikiran manusia, melainkan oleh cara ia menjalankan produksinya. Maka, perubahan masyarakat tidak dapat dihasilkan oleh perubahan pikiran, melainkan oleh perubahan dalam cara produksi[2].

Basis dan Bangunan AtasCara produksi kehidupan material mengkondisikan proses kehidupan sosial, politik, dan spiritual pada umumnya. Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka, sebaliknya, keadaan sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka. Marx membagi lingkup kehidupan manusia dalam dua bagian besar, yang satu adalah dasar nyata atau basis, dan yang lain adalah bangunan atas. Dasar atau basis itu adalah bidang produksi kehidupan material, sedangkan bangunan atas adalah proses kehidupan sosial, politik, dan spiritual. Kehidupan bangunan atas ditentukan oleh kehidupan dalam basis.

Basis/Materi (Ekonomi) - Unterbau Basis ditentukan dua faktor: (1) tenaga-tenaga produktif, dan (2) hubungan-hubungan produksi. Tenaga2 produktif adalah kekuatan-kekuatan yang dipakai untuk mengerjalan dan mengubah alam. Unsur-unsur tenaga produktif adalah alat-alat kerja, manusia dengan kecakapannya, dan pengalaman-pengalaman dalam produksi.Hubungan-hubungan produksi adalah hubungan kerjasama atau pembagian kerja antara manusia yang terlibat dalam proses produksi. Hubungan ini adalah strukur pengorganisasian sosial produksi. Misalnya, pemilik modal dan pekerja. Dan karena struktur kelas pada hakekatnya ditentukan oleh sistem hak milik, maka hubungan2 produksi itu sama juga dengan hubungan hak milik.Struktur kelas dalam masyarakat bukan sesuatu yang kebetulan, melainkan ditentukan oleh tuntutan efisiensi produksi, atau oleh tingkat perkembangan tenaga-tenga produksi. Maka yang pertama menentukan hubungan-hubungan produksi atau struktur kelas suatu masyarakat adalah tenaga-tenaga produktif. Hubunganitu tidak tergantung pada kemauan orang, melainkan pada tuntutan objektif produksi.

Bangunan Atas/Superstruktur (Kesadaran) - berbau Terdiri dari 2 unsur: (1) tatanan institusional dan (2) tatanan kesadaran kolektif (bangunan atas ideologis). Tatanan institusional adalah semacam lembaga yang mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat di luar bidang produksi, seperti organisasi sebuah pasar, sistem pendidikan, sistem kesehatan masyarakat, sistem lalu lintas, dan terutama sistem hukum dan negaraTatanan kesadaran kolektif memuat segala sistem kepercayaan, norma-norma dan nilai yang memberikan kerangka pengertian, makna, dan orientasi spiritual kepada usaha manusia, termasuk mengenai pandangan dunia, agama, filsafat, moralitas masyarakat, nilai2 budaya, seni, dsb.Marx bertolak dari pengandaian bahwa institusi-institusi, agama, moralitas, dan sebagainya ditentukan oleh struktur kelas dalam masyarakat. Menurutnya, negara selalu mendukung kelas-kelas atas, dan agama serta sistem nilai lainnya memberikan legitimasi kepada kekuasaan kelas atas itu. Hubungan produksi dalam basis selalu berupa struktur kekuasaan, tepatnya struktur kekuasaan ekonomis. Hal itu ditandai kenyataan bahwa bidang produksi dikuasai oleh para pemilik. Maka teori tentang basis/bangunan bawah dan bangunan atas berarti bahwa struktur kekuasaan politis dan ideologis ditentukan oleh struktur hubungan hak milik, atau oleh struktur kekuasaan di bidang ekonomi. Yang menguasai bidang ekonomi, pada mumnya para pemilik, juga menguasai Negara, sehingga kekuasaan Negara selalu mendukung kepentingan mereka. Begitu pula kepercayaan-kepercayaan dan sistem-sistem nilai berfungsi memberi legitimasi kepada kekuasaan kelas-kelas atas. Dalam arti ini struktur kekuasaan politis dan spiritual dalam masyarakat selalu mencerminkan struktur kekuasaan kelas-kelas atas terhadap kelas-kelas bawah dalam bidang ekonomi.

Teori Kelas - Perubahan sosial masyarakatMarx tidak pernah menguraikan teori kelasnya. Mirip dengan filsafat pekerjaan, teori kelas bukanlah sebuah teori eksplisit, melainkan suatu pemikiran yang melatarbelakangi uraian Marx tentang hukum perkembangan sejarah, tentang kapitalisme, dan tentang sosialisme.Marx tidak pernah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kelas. Mengikuti definisi termasyur Lenin, kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Bagi Marx, kelas sosial merupakan gejals khas pasca-feodal. Menurutnya sebuah kelas baru bisa dianggap kelas dalam arti sebenarnya apabila dia bukan hanya secara objektif merupakan golongan sosial dengan kepentingan tersendiri, melainkan juga menyadari diri sebagai kelas atau sebagai golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya.

Kelas Atas dan Kelas BawahMenurut Karl Marx pelaku-pelaku utama perubahan sosial bukanlah individu-individu tertentu, melainkan kelas-kelas sosial. Menurutnya, akan terlihat bahwa dalam dalam setiap masyarakat terdapat kelas-kelas yang berkuasa dan kelas-kelas yang dikuasai. Sebenarnya bukan 2 kelas yang diajukan Marx, melainkan 3 kelas, yaitu kaum buruh (mereka yang hidup dari upah), kaum pemilik modal (hidup dari laba), dan para tuan tanah (hidup dari rente tanah). Tetapi dalam analisis keterasingan para tuan tanah tidak dibicarakan dan pada akhir kapitalisme para tuan tanah akan menjadi sama dengan para pemilik modal.Berangkat dari analisis keterasingan. Keterasingan dalam pekerjaan terjadi karena orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan jatuh dalam 2 kelas sosial yang berlawanan, yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Kelas buruh melakukan pekerjaan dengan menjual tenaga kerja kepada kelas pemilik karena tidak memiliki tempat dan sarana kerja, sedang kelas majikan adalah para pemilik alat-alat kerja: pabrik, mesin, dst.Jadi, dalam sistem produksi kapitalis 2 kelas tersebut saling berhadapan, meski keduanya juga saling membutuhkan. Buruh dapat bekerja bila pemilik membuka tempat kerja baginya dan majikan beruntung apabila ada buruh yang mengerjakan alat-alat kerjanya. Tetapi saling ketergantungan itu tidak seimbang. Buruh tidak dapat hidup kalau tidak bekerja, sebaliknya, meskipun si pemilik tidak menjalankan alat-alat kerjanya, mereka msih bisa bertahan lebih lama. Mereka dapat hidup dari modal yang dikumpulkannya. Dengan demikian kelas pemilik ialah kelas yang kuat dan para pekerja adalah kelas yang lemah. Dan hubungan antara kedua kelas tersebut pada hakikatnya merupakan hubungan penghisapan atau eksploitasi. Hubungan antara kelas atas dan kelas bawah juga merupakan hubungan kekuasaan: yang satu berkuasa atas yang lain - kelas atas berkuasa atas kelas bawah.Pertentangan antara kedua kelas bukan karena buruh iri atau para majikan egois, melainkan karena kepentingan dua kelas itu secara objektif berlawanan satu sama lain. Bagi Marx, setiap kelas sosial bertindak sesuai dengan kepentingannya dan kepentingannya itu ditentukan oleh situasi yang objektif. Di sini majikan mengusahakan laba sebanyak mungkin, dan sebaliknya buruh ingin upah sebanyak-banyaknya. Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan: (1) tampak betapa besar peran struktural dibandingkan segi kesadaran dan moralitas di mana pertentangan antara buruh dan majikan bersifat objektif, (2) karena kepentingan yang secara objektif bertentangan, maka keduanya mengambil sikap dasar yang berbeda: kelas pemilik/kelas atas bersikap konservatif dan kelas buruh/bawah bersikap progresif dan revolusioner, (3) bagi Marx, setiap kemajuan dalam susunan masyarakat hanya dapat tercapai melalui revolusi. Itulah sebabnya mengapa Marxisme menentang semua usaha untuk memperdamaikan kelas-kelas yang saling bertentangan karena hal itu sama sekali tidak mungkin.

Ajaran nilai-lebih dan Kehancuran KapitalismeDi dalam sistem kapitalis terdapat sesuatu yang gaib. Kegaiban komoditas itu terletak pada kenyataan bahwa barang-barang yang berlainan dapat dinilai dengan harga yang sama. Misalnya, sebuah televisi sama harganya dengan seekor kambing, atau sama dengan lima puluh buku, dst. Sepertinya ada sesuatu yang tidak tampak yang melampaui perbedaan yang nampak secara inderawi, yaitu nilainya sebagai komoditas. Maka, nilai komoditas itu menjadi semacam kenyataan supra-empiris yang disebutnya fetish. Lalu darimana nilai lebih dari komoditas itu berasal ? Jumlah kerja yang dilakukan pekerja berubah menjadi nilai tukar produknya. Harga komoditas itu adalah endapan kerja. Menurut Marx, hukum ekonomi kapitalis adalah ekuivalensi. Jadi, harga bahan baku + harga tenaga kerja = harga komoditas. Lalu, darimana pemilik modal mendapat keuntungan? Marx menunjukkan bahwa nilai lebih ini diperoleh karena pekerja bekerja melampaui waktu yang wajar. Kelebihan waktu itu adalah kerja tanpa upah. Jadi, keuntungan itu diperolah dari kerja tanpa upah itu. Di sini, Marx menemukan sifat eksploitatif dari kapitalisme, karena, menurutnya, proses akumulasi modal adalah proses perampasan tenaga lebih kaum buruh yang tidak dibayar dan menjadi keuntungan kaum kapitalis.Ajaran kehancuran kapitalisme adalah ajaran yang sangat deterministis. Di kemudian hari ajaran itu disebut ekonomisme, yaitu ajaran bahwa perkembngan sejarah ditentukan hukum-hukum ekonomi yang bersifat niscaya. Menurut analisis Marx, proses eksploitasi kaum buruh melalui nilai lebih akan menghasilkan krisis-krisis yang niscaya. Krisis disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan besar menelan perusahaan kecil, sampai akhirnya jumlah kaum kapitalis menjadi semakin mengecil dan pemiskinan massa semakin meningkat. Cepat atau lambat, namun niscaya, pertumbuhan kapitalisme itu secara otomatis akan menumbuhkan kesadaran revolusioner dari pihak massa yang dipermiskin dan dieksploitasi. Pengangguran bertambah, inflasi membumbung, produksi tak terjual, dst., dan sistem kapitalis akan menghancurkan dirinya sendiri. Itulah saat munculnya masyarakat sosialis, yaitu masyarakat tanpa kelas yang dalam bayangan Marx muncul bagaikan matahari, bersifat otomatis[3].

Evaluasi terhadap Materialisme HistorisPandangan materialism historis merupakan dasar klaim Karl Marx bahwa sosialismenya adalah ilmiah. Marx merasa telah menghilangkan segala kesewenangan dan unsure kebetulan sebagai factor penentu sejarah, karena ia menghilangkan kebebasan kehendak manusia sebagai factor perubahan masyarakat yang relevan. Semuanya akhirnya ditentukan oleh suatu factor objektif, yaitu tenaga tenaga produktif. Diantara tenaga tenaga produktif, unsure alat kerja adalah yang paling pertama. Dan pemakaian alat kerja ditentukan oleh bentuknya yang objektif, bukan oleh kehendak orang lain. Begitu pula penyempurnaan dan pengembangan alat alat kerja baru bukan karena selera orang, melainkan karena tekanan objektif kebutuhan untuk mempermudah usaha untuk menjamin kebutuhan hidup. Tenaga tenaga produktif itu menentukan hubungan hubungan produksi dan hubungan hubungan itu menentukan pelembagaan politis masyarakat serta struktur legitimasi ideologis. Dengan demikian perkembangan sejarah sampai sekarang dapat dijelaskan secara ilmiah dan pasti, dan arah perkembangan masyarakat di masa depan dapat dikalkulasi berdasarkan analisis system ekonomi yang terdapat pada saat sekarang. Karena itu, tidak salahlah mereka yang menganggap teori inti Marx sebagai deterministic: kebebasan manusia tidak memainkan peranan, sejarah ditentukan oleh factor factor ekonomis objektif.[4]Meskipun Marx adalah seorang pemikir yang penting, ia mendekati banyak soal secara berat sebelah, hanya dalam perspektif social ekonomis. Yang positif dalam pemikiran Marx ialah bahwa ia telah membuka kedok dari banyak system nilai yang disebut suci dan sopan, dan yang memang sama sekali tidak suci dan sopan. Marx membersihkan masyarakat dan gereja gereja dari banyak hal yang diberi cap kehendak Tuhan, tetapi yang sebetulnya hanya bersifat ketidakadilan yang sama sekali tidak dikehendaki Tuhan.Marx member arah yang lebih praktis terhadap filsafat, dan banyak tuntutan dari manifesto komunis yang dalam abad yang lalu masih kelihatan mustahil, sekarang sudah diterima secara umum sebagai hak hak asasi manusia di banyak Negara.[5]Daftar PustakaHamersma, Harry. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1986Hardiman, F. Budi. Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.Magnis-Suseno, Frans. Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.Magnis-Suseno, Frans. Ringkasan Sejarah Marxisme dan Komunisme. Jakarta: Diktat Kuliah Marxisme dan Komunisme, 1977.

[1] Frans Magnis-Suseno, Ringkasan Sejarah Marxisme dan Komunisme, (Jakarta: Diktat kuliah Marxisme dan Komunisme STF DRIYARKARA, 1977) hlm. 24 - 25.[2] Frans Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003) hlm. 135-147.[3] F. Budi Hardiman. Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm. 242-244.[4] Franz Magnis-Suseno. Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm. 151-152[5] Harry Hamersma. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1986, hlm. 73-74.

MARHAENISME

Sejarah Lahirnya MarhaenismePada saat Soekarno berumur 20 tahun ketika beliau berada dibagian selatan kota bandung, suatu daerah pertanian yang padat dimana orang bisa melihat para petani bekerja mengerjakan sawahnya. Perhatian soekarno tertuju pada seorang petani yang sedang mencangkul sawah miliknya, dia seorang diri, pakaiannya sudah lusuh, gambaran yang khas ini dipandang sebagai perlambang. Seorang petani ini bernama Marhaen, didalam ceritanya petani tersebut miskin bukan karena dia itu miskin, tetapi miskin dikarenakan ada sebuah sistem yang membuat dia miskin. Petani yang bernama Marhaen tersebut memiliki alat perlengkapan sendiri untuk bercocok tanam, baik dari sawah yang luas, cangkul, dll. Akan tetapi kehidupan petani ini tetap miskin, hal inilah yang menjadi sebuah keanehan dalam pikiran Soekarno.Marhaenisme berasal dari kata Marhaen dan isme. Marhaen adalah nama seorang petani Sunda yang dijadikan sebagai simbol rakyat melarat Indonesia. Sedangkan isme adalah paham atau paham politik. Untuk menelusuri asal-usul penemuan kata Marhaen dalam Marhaenisme maka perlu merujuk kepada pidato Soekarno tentang Marhaenisme pada peringatan 30 tahun PNI pada tanggal 3 Juli 1957 yang berjudul Shaping and Reshaping, Menggalang Massa-aksi Revolusioner Menuju Masyarakat Adil dan Makmur.Dalam pidato tersebut, Soekarno mengawalinya dengan mendeskripsikan realitas masyarakat Indonesia yang menderita dan sengsara akibat praktek imperialisme dan kolonialisme sehingga dibutuhkanlah perjuangan yang berdasarkan pada kesadaran massa dan sikap tidak bekerja sama dengan pihak imperialis. Massa-rakyat Indonesia yang menderita dan sengsara itulah yang melahirkan istilah Marhaen dan Marhaenisme.Menurut Soekarno, pada saat itu, Massa-rakyat Indonesia memiliki corak pekerjaan yang berbeda-beda. Diantaranya adalah buruh, petani, nelayan, pedagang kecil, dan kaum melarat lainnya yang bekerja pada sektor usaha kecil. Mereka adalah kaum yang secara langsung menerima dampak paling menyengsarakan dari penghisapan kaum feodal bangsa sendiri dan penindasan yang dilakukan oleh kaum imperialis. Kemudian di kalangan rakyat Indonesia saat itu, ada sebuah istilah populer dari Eropa Barat yang digunakan untuk menggambarkan seluruh massa-rakyat Indonesia yang berbeda-beda corak pekerjaannya yaitu proletar. (Ir. Soekarno, Shaping and Reshaping : Menggalang Massa Aksi Revolusioner Menuju Masyarakat adil dan Makmur. Jakarta : Cipta Lestari, 1999. hal 16). Namun hal tersebut disangkal oleh Soekarno karena perkataan proletar dinilai tidak mewakili kaum melarat IndonesiaMenurut Soekarno, proletar adalah buruh yang bekerja menjual tenaganya, dengan tidak memiliki alat-alat produksi. (Di dalam Manifesto Partai Komunis yang dituliskan oleh Karl Marx dan Engels pada tahun 1848, proletar adalah buruh yang tidak mempunyai alat-alat produksi dan yang menjual tenaganya kepada pemilik alat-alat produksi. Proletar adalah kelas buruh modern yang digunakan sebagai senjata oleh kaum kapitalis untuk menumbangkan feodalisme. Kemudian oleh Marx dan Engels dikatakan bahwa proletar menjadi senjata makan tuan yang menyerang balik kaum kapitalis karena prakteknya yang memisahkan proletar dari kepemilikan terhadap alat-alat produksi.)Apa sebab saya memakai perkataan Marhaen, tak lain tak bukan, ialah oleh karena saya pada suatu hari berjalan-jalan di sawah Kiduleun Cigalereng, saudara-saudara, saya berjumpa dengan seorang-orang yang sedang memacul disana, saya bertanya kepadanya. Saudara, tanah ini siapa punya? Gaduh abdi. Jadi dia ikut memiliki alat-alat produksi, sawah ini ia punya. Ini pacul siapa punya? Gaduh abdi. Alat-alat ini, siapa punya? Gaduh abdi. Tetapi saudara, engkau hidup miskin. Betul saya hidup miskin. Saya pada waktu itu berpikir, ini orang jelas dan tegas bukan proletar. Ia jembel, ia miskin, ia papa sengsara, ia kekurangan hidup, tetapi ia bukan proletar, oleh karena dia tidak menjual tenaganya kepada orang lain, dengan ikut memiliki alat-alat produksi. Sawahnya, milik sendiri, paculnya milik sendiri. Aritnya milik sendiri. Garunya, milik sendiri. Segala apa-apanya milik sendiri. Hasil daripada sawahnya ini untuknya sendiri. Tetapi ia jembel, ia miskin. Ia bukan proletar, dia adalah seorang petani kecil, tani sieur, kata saya pada waktu itu, tani gurem, dia bukan proletar. Pada waktu itulah saudara-saudara, saya Tanya kepadanya: nama saudara siapa? Heh, abdi marhaen. Sementara jutaan rakyat Indonesia pada saat itu bukanlah buruh dan tidak menjual tenaganya kepada orang lain. Banyak rakyat Indonesia yang bekerja dengan alat-alat produksinya sendiri seperti kaum tani, pedagang kecil, nelayan, dan lain sebagainya akan tetapi kehidupan mereka tetap miskin namun mereka tidak tepat jika dikatakan sebagai proletar. Oleh karena itu, Soekarno mengintegrasikan massa-rakyat Indonesia yang melarat tersebut kedalam Marhaen bukan proletar, karena proletar sendiri telah masuk kedalam istilah Marhaen. Marhaenisme Sebagai ide dan GagasanPerjalanan Indonesia pernah mengalami kondisi yang sangat menyakitkan bagi rakyatnya. Saat itu merupakan masa penjajahan, sistem yang diterapkan pada masa itu adalah imperialisme. Imperialisme ini merupakan sistem penyebaran kekuasaan. Dengan menyebarkan kekuasaan tersebut negara yang kuat akan mendapatkan keuntungan ekonomi, wilayah, dan tenaga kerja. Pada masa imperialisme ini Indonesia dibawah kekuasaan Belanda dan Jepang. Kondisi rakyat Indonesia pada masa itu sangat menyedihkan, mulai dari status social sampai pada pendidikan. Saat itu rakyat Indonesia berada pada kasta paling bawah. Kasta tertinggi saat itu adalah bangsa eropa kemudian pedagang asia dan yang terakhir baru rakyat Indonesia.Melihat kondisi itu Soekarno melihat bahwa masyarakat itu terbagi atas dua golongan yaitu golongan terjajah dan golongan penjajah. Golongan terjajah merupakan masyarakat yang menjadi korban imperialisme, sedangkan golongan penjajah itu merupakan golongan yang menerapkan sistem imperialisme. Dari kondisi ini Soekarno mempunyai gagasan untuk merespon fenomena tersebut. Gagasan dan ide itu adalah marhaenisme.Marhaenisme berasal dari kata marhaen yang mempunyai makna kaum miskin yang tertindas oleh sistem dan isme yang mempunyai arti sebagai faham. Jadi menurut kata-kata itu marhaenisme adalah faham kaum miskin, faham yang digunakan untuk memperjuangkan kaum miskin untuk memberantas kemiskinan yang tersistematik itu sendiri. Istilah Marhaen diambil Soekarno dari nama seorang petani miskin dari suatu desa kecil yang berada di Bandung pada tahun 1926. Dijelaskan Soekarno bahwa:Dari percakapan tersebut dapat disimpulkan bahwa marhaen adalah petani-petani yang mengerjakan sebidang tanah untuk keperluan mereka sendiri. Mereka adalah korban dari sistem feodal, yang pada mulanya, terjadi pemerasan terhadap petani oleh bangsawan selama berabad-abad. Dan kondisi para petani kecil tersebut semakin sengsara akibat sistem imperialisme yang bercokol di Indonesia. Rakyat yang bukan petani pun juga menjadi korban imperialisme, karena nasibnya secara turun-temurun sebagai orang kecil bergerak di bidang usaha yang kecil untuk memperpanjang hidupnya. Golongan rakyat yang meliputi hampir seluruh jutaan rakyat tersebut juga dikategorikan oleh Soekarno sebagai kaum marhaen. Jumlah kaum Marhaen tersebut meliputi puluhan juta orang di Indonesia, mereka adalah orang-orang yang dimelaratkan oleh sistem. Mereka adalah orang yang bekerja untuk dirinya sendiri dan orang lain, dan tidak ada orang yang bekerja untuknya. Jadi yang termasuk dalam kategori Marhaen adalah semua kaum yang melarat, buruh, tani kecil, pedagang kecil, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dimengerti alasan Bung Karno yang menganggap kurang tepat jika menggunakan istilah proletar. Akan tetapi, Marhaen lah yang memberikan Soekarno ilham untuk menggambarkan nasib jutaan rakyat Indonesia yang melarat tersebut.Menurut Soekarno, di dalam perjuangan Marhaen memang diakui bahwa kaum proletar mengambil bagian yang besar sekali karena perjuangan kaum Marhaen adalah perjuangan yang modern dan rasional. Sebab kaum proletarlah yang kini lebih hidup di dalam ideologi modern, kaum proletarlah kelas yang kini langsung berhadapan dengan kapitalisme. Maka, kaum proletar lebih mengerti seluk beluk masyarakat modern. Hal tersebut dibandingkan oleh Soekarno dengan sikap masih tradisionalnya petani Indonesia. Kaum tani Indonesia pada umumnya masih hidup dalam ideologi feodalisme dan hidup di dalam kepercayaan terhadap hal-hal gaib dan mistis (Ir. Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi. Jilid I. Jakarta : Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, 1964, hal. 254 )Bung Karno juga menunjukkan kekolotan para petani tersebut yaitu dalam cara pergaulan hidup dan cara produksi. Cara produksi mereka itu oleh Bung Karno dikatakan sebagai cara produksi seperti zaman Kerajaan Majapahit. Akibatnya warna idelogi mereka juga masih kolot seperti zaman Majapahit pula. Sebaliknya kaum proletar telah mengenal cara produksi kapitalisme, pendek kata menurut Soekarno segala kemoderenan abad ke-20 telah dikenal kaum proletar. Oleh sebab itu, sangat rasional jika mereka kaum proletar dalam perjuangan antikapitalisme dan antiimperialisme itu berjalan di muka sebagai pelopor. Kemudian oleh Soekarno dirumuskanlah suatu teori atau asas untuk menyelamatkan kaum Marhaen tersebut dari sistem feodalisme, kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme. Teori tersebut dinamakan Marhaenisme. Untuk mendapatkan pengertian yang luas mengenai Marhaen dan Marhaenisme, dapat dilihat pada pidato Soekarno pada tahun 1933 dalam Konferensi Partai Indonesia (Partindo) tentang Marhaen dan Marhaenisme. Pidato tersebut juga dijadikan keputusan dalam konferensi Partindo yang terdiri dari Sembilan tesis tentang Marhaen dan Marhaenisme. Tesis-tesis tersebut antara lain: 1. Marhaenisme, yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. 2. Marhaen yaitu kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan kaum melarat Indonesia yang lain-lain. 3. Partindo memakai perkataan Marhaen, dan tidak proletar, oleh karena perkataan proletar sudah termaktub di dalam perkataan Marhaen, dan oleh perkataan proletar itu bisa juga diartikan bahwa kaum tani dan lain-lain kaum yang melarat tidak termaktub didalamnya. 4. Karena Partindo berkeyakinan, bahwa didalam perjuangan, kaum melarat Indonesia lain-lain itu yang harus menjadi elemen-elemennya (bagian-bagiannya), maka Partindo memakai perkataan Marhaen itu.5. Didalam perjuangan Marhaen itu maka Partindo berkeyakinan, bahwa kaum proletar mengambil bagian yang besar sekali. 6. Marhaenisme adalah azas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang didalam segala halnya menyelamatkan marhaen. 7. Marhaenisme adalah pula cara perjuangan untuk mencapai susunan masyarakat dan susunan negeri yang demikian itu, yang oleh karenanya, harus suatu cara perjuangan yang revolusioner. 8. Jadi marhaenisme adalah cara perjuangan dan azas yang menghendaki hilangnya tiap-tiap kapitalisme dan imperialisme.9. Marhaenis adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia, yang menjalankan Marhaenisme

Nilai-nilai MarhaenismeDidalam marhaenisme terdapat tiga nilai yang disebut sebagai trisila yang harus diwujudkan, yaitu :1. Sosio NasiolalismeSosio nasionalisme merupakan faham kebangsaan yang menekankan pada kemanusiaan. Sosio mempunyai arti sebagai kemanusiaan sedangkan nasionalisme merupakan faham kebangsaan. Jadi sosio-nasionalisme adalah satu asas kehidupan rakyat Indonesia yang berdasarkan nasionalisme Indonesia. Soekarno berpendapat bahwa nasionalisme harus dilandasi oleh rasa cinta terhadap manusia dan kemanusiaan tanpa membedakan suku, ras, maupun agama, sehingga nasionalisme Indonesia tidak akan pernah bersifat chauvis, melainkan humanis. Dari nilai ini terkandung ajaran tentang hidup berbangsa dan bernegara, dimana dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak dipandang sebagai kehidupan atas dasar ras, agama, suku, dll. Akan tetapi hidup berbangsa dan beragama merupakan kehidupan sosial akibat dari tujuan dan keinginan yang sama, yaitu keinginan untuk kemakmuran, keselarasan, kedamaian, keadilan dan kesejahteraan.

2. Sosio DemokrasiSosio demokrasi adalah satu asas kehidupan rakyat yang berdemokrasi gotong royong, yaitu suatu demokrasi yang bersumber dari kepribadian rakyat Indonesia, demokrasi yang memberikan keselamatan pada seluruh rakyat Indonesia. Sosio demokrasi dapat diartikan pula sebagai demokrasi politik dan demokrasi ekonomi ala Indonesia. Demokrasi politik yang dimaksud dengan konsep ini adalah terciptanya sistem politik yang mampu untuk menampung dan mewujudkan kebutuhan setiap rakyat Indonesia, baik dilihat dari sektor-sektor masyarakat sampai pada ideologi masyarakat. Semua sektor dan ideologi ini harus mampu untuk diwujudkan cita-citanya dengan sistem politik keterwakilan. Sistem demokrasi ekonomi yang dimaksud disini adalah sistem ekonomi yang mampu untuk menciptakan dan mewujudkan segala kebutuhan rakyat Indonesia sehingga rakyat akan menjadi makmur dan sejahtera. Sistem ekonomi ini bukan sistem ekonomi yang hanya dilihat perkembangannya melalui kenaikan pendapatan perkapita, akan tetapi sistem ekonomi yang dilihat perkembangannya melalui kenaikan atas kemakmuran rakyatnya, kenaikan atas kesejahteraan rakyatnya, sistem ekonomi inilah yang dimaksud dengan sistem ekonomi kerakyatan. Dalam menerapkan sistem demokrasi ini baik itu demokrasi ekonomi atau politik, yang harus ditekankan adalah pada keadilan demokrasinya, sehingga akan mencerminkan demokrasi negara yang merdeka dan berdaulat.

3. Ke-Tuhanan Yang Maha EsaKetuhanan Yang Maha Esa adalah pondasi dari dua asas diatas (sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi), sebagai unsur spiritual guna membimbing kedua sosio tersebut. Dalam asas ini menekankan bahwa setiap warga negara Indonesia hendaknya mempunyai agama atau ber-ketuhanan yang maha esa. Agama yang dimaksud bukan pada satu atau condong pada suatu agama, melainkan menekankan bahwa semua agama mengajarkan kepada umatnya untuk saling menghormati dan menyayangi sesama manusia. Perbedaan setiap agama hanya berbeda pada tata cara mereka beribadah akan tetapi semua agama memiliki tujuan yang sama. Oleh sebab itu hendaknya kita saling menghormati atas kemerdekaan beragama lain.Itisari Di dalam Sembilan tesis mengenai Marhaen dan Marhaenisme, disebutkan bahwa Marhaenisme yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi17. Dalam beberapa pidato dan tulisan-tulisan Soekarno pun sering disinggung mengenai sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Bahkan di dalam pidato mengenai dasar negara Indonesia Merdeka Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 dikatakan Soekarno:

Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara Tanya kepada saya, apakah perasan yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri-kemanusiaan saya peras menjadi satu; itulah yang dahulu saya namakan sosio-nationalisme. Dan demokrasi yang bukan barat, tetapi politiek-eckonomische democratie, yaitu politiek democratie dengan sociale rechtvardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan socio-democratie. (Ir. Soekarno, Lahirnja Pantja-Sila dalam Tudjuh Bahan Pokok Indoktrinasi. Jakarta: Departemen penerangan Republik Indonesia, 1964, hal. 28-29 )

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi merupakan konsep penting dalam pemikiran Bung Karno. Mulai dari Marhaenisme sebagai ideologi memaktubkan istilah Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi hingga Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia pun memiliki kaitan erat dengan Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi. Sebelum menjelaskan istilah tersebut, perlu dikaji konteks historis Soekarno melahirkan Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi.Menurut Soekarno, demokrasi adalah cara pemerintahan rakyat dimana cara pemerintahan tersebut memberikan hak kepada rakyat untuk ikut dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dan cara pemerintahan tersebut dikatakan Soekarno menjadi cita-cita semua partai-partai nasionalis di Indonesia saat itu Namun Soekarno menganjurkan agar kaum Marhaen jangan hanya meniru secara bulat konsep demokrasi yang berkembang di Eropa Barat saat itu Alasan Soekarno tersebut memiliki dasar yang kuat dan jelas. Sebab paham demokrasi berkembang setelah meletusnya Revolusi Perancis tahun 1789 yang membawa perubahan siginifikan dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang paling mendasar adalah digantikannya sistem otokrasi (monarki absolut) yang feodalistis dengan kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) berada di tangan raja kepada demokrasi yang liberalistis dengan mengembalikan kekuasaan kepada rakyat. Melalui sistem demokrasi, rakyat mendapatkan kebebasan atas jeratan kekuasaan raja yang otoriter pada saat itu. Namun, yang perlu dipahami bahwa demokrasi yang bersifat liberalistis tersebut hanya menguntungkan kelas tertentu saja, yakni kaum borjuis atau kaum pemilik modal. Kebebasan rakyat baik kaum pemilik modal (borjuis) maupun kaum buruh (proletar) memang dijamin dalam bidang politik seperti hak untuk ikut menyelenggarakan pemerintahan ataupun masuk kedalam parlemen. Akan tetapi dalam bidang ekonomi tetap terjadi diskriminasi antara kedua kelas tersebut. Di saat kaum buruh merasakan persamaan di dalam urusan politik, di saa itu juga kaum buruh menjadi tenaga bayaran dalam urusan ekonomi yang dapat diberhentikan atau dipecat kapan saja oleh kaum pemilik modal. Dikatakan Soekarno bahwa demokrasi yang berlandaskan liberalisme hanyalah menciptakan kepincangan dalam struktur masyarakat. Demokrasi dalam bidang politik memang dijalankan akan tetapi tidak diikuti juga oleh demokrasi ekonomi (Ir.Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi. Jilid I. Jakarta : Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, 1964, hal. 171. )Alasan tersebutlah yang mendasari argumentasi Soekarno agar kaum Marhaen dan kaum nasionalis Indonesia hendaknya tidak hanya meniru demokrasi Barat yang seperti itu. Menurut Soekarno, kaum nasionalis haruslah menghendaki perubahan yang mendasar dengan mewujudkan sistem yang tidak ada unsur tindas-menindas. Oleh sebab itu, Soekarno menegaskan agar nasionalisme memiliki dasar peri-kemanusiaan. Dari sinilah lahir istilah Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi. Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi merupakan sintesis atas kritik Soekarno mengenai demokrasi Barat yang liberalistis. Dua istilah tersebut merupakan istilah yang diciptakan Soekarno untuk menamakan nasionalisme dan demokrasi yang hendaknya diterapkan di Indonesia seperti halnya Soekarno menamakan kaum melarat Indonesia kedalam istilah Marhaen. Sosio adalah masyarakat. Maka Sosio-nasionalisme adalah nasionalisme-masyarakat dan Sosio-demokrasi adalah demokrasi-masyarakat. Untuk lebih jelas apakah nasionalisme-masyarakat dan demokrasi masyarakat dapat dilihat pada tulisan Soekarno yang berjudul Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi yaitu: Nasionalisme-masyarakat adalah nasionalisme yang timbulnya tidak karena rasa saja, tidak karena gevoel saja, tidak karena lyriek saja,tetapi ialah karena keadaan-keadaan yang nyata di dalam masyarakat. Nasionalisme-masyarakat; Sosio-nasionalisme , bukanlah nasionalisme ngelamun, bukanlah nasionalisme kemenyan, bukanlah nasionalisme melayang, tetapi ialah nasionalisme yang dua-dua kakinya berdiri sendiri. Demokrasi-masyarakat, Sosio-demokrasi adalah timbul karena Sosio-nasionalisme. Sosio-demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan dua-dua kakinya di dalam masyarakat. Sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan sesuatu gundukan kecil saja, tetapi kepentingan masyarakat. Sosio-demokrasi bukanlah demokrasi ala Nederland, ala Jerman dan lain-lain,tetapi ia adalah demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki. Sosio-demokrasi adalah demokrasi-politik dan demokrasi ekonomi Dari tulisan tersebut, dapat ditarik beberapa pengertian mengenai Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi. Pertama, Sosio-nasionalisme lahir untuk mempertegas sifat nasionalisme yang harus dibentuk di Indonesia dengan tidak meniru cara pemerintahan demokrasi dari luar terutama dari Barat yang memiliki kepincangan dalam struktur masyarakat yakni persamaan di bidang politik namun diskriminasi di bidang ekonomi. Kedua, oleh karena itu, nasionalisme Indonesia bukanlah sebagaimana pengertian dari nasionalisme (Bung Karno mengutip pengertian Nasionalisme dari beberapa tokoh luar seperti Ernest Renan dan Otto Bauer. Dari kedua tokoh tersebut Soekarno mendefinisikan nasionalisme adalah suatu iktikad, suatu kesadaran rakyat, bahwa rakyat adalah satu golongan, satu bangsa yang didasarkan pada kehendak untuk bersatu. Lihat Ibid, hal. 3.) itu sendiri yang hanya mencapai maksud dan tujuan tertentu saja (kemerdekaan), akan tetapi berusaha mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang sifatnya humanis tanpa ada lagi sistem yang menindas. Ketiga, untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka nasionalisme haruslah memperbaiki keadaan-keadaan dalam masyarakat hingga tidak terjadi kepincangan ataupun kesenjangan baik di bidang politik maupun di bidang ekonomi. Keempat, Sosio-demokrasi lahir karena Sosio-nasionalisme, artinya segala pengertian mengenai Sosio-nasionalisme memiliki sifat dan dasarnya menurun kepada Sosio-demokrasi. Kelima, dengan kata lain, Sosio-demokrasi pun berdiri sama tegak dengan kedua kakinya baik di bidang politik maupun di bidang ekonomi yang berusaha mewujudkan masyarakat adil dan makmur tanpa ada eksploitasi dan diskriminasi dalam masyarakat. Keenam, Sosio-demokrasi adalah demokrasi-politik dan demokrasi-ekonomi, artinya rakyat berhak ikut dalam pemerintahan ataupun parlemen dalam prinsip persamaan dan keadilan tanpa merasa khawatir akan nasibnya saat mencari rezeki di bidang ekonomi.

Marhaenisme ditengah-tengah tantangan globalIndonesia sekarang merupakan satu masyarakat kapitalis yang bersifat setengah jajahan. Kapitalisme neoliberal telah mencerca. Perubahan ini sekarang ditunjukkan oleh fenomena globalisasi. Proses ini dianggap sebagai proses revolusi global yang dimana terdapat satu perubahan yang melibatkan bukan sekedar proses dibidang ekspansi-ekspansi hubungan pasar, komodifikasi di sembarang tempat dan komunikasi yang merangkum seantero dunia, melainkan juga memandu dengan transformasi dibidang kultural. Hal ini merupakan sebuah tantangan baru bagi kaum marhaenis (kaum yang membela marhaen) dimana tak lain dari korban dari sistem global adalah kaum marhaen. Dalam kondisi ini terdapat beberapa kebutuhan akan marhaenisme yaitu :

1. Marhaenisme digunakan sebagai sistem negaraMarhaenisme sebagai sistem negara merupakan penciptaan proses politik yang mampu membentuk keadilan, yang mampu untuk mewakili segenap kepentingan rakyat Indonesia dan menciptakan demokrasi politik kerakyatan.

2. Marhaenisme difungsikan sebagai jati diri rakyatMarhaenisme difungsikan sebagai jati diri rakyat, disini menekankan bahwa yang mampu untuk menciptakan dan membuat gerakan demi terciptanya kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan terletak pada rakyat itu sendiri. Disinilah dibutuhkan penanaman akan nilai marhaenisme sehingga akan mampu untuk menyatukan pergerakan demi mencapai tujuan bangsa dan negara.

3. Marhaenisme digunakan sebagai penyeimbang pasar globalMarhaenisme digunakan sebagai penyeimbang pasar yaitu dimana dalam pasar global yang sudah tidak bisa lagi dikontrol oleh negara sehingga pasar akan berjalan liar dan membawa korban kaum marhaen. Disini kebutuhan akan konsep demokrasi ekonomi yang bersifat kerakyatan untuk meyeimbangi kekuatan pasar global.

Sistem liberalisasi yang saat ini terjadi, tak lain hanya imperialisme modern. Dalam sistem liberalisme ini korban penindasan tak lain adalah kaum marhaen, mereka tertindas akan ekonomi, sosial, politik, bahkan budayanya. Untuk itulah marhaenisme ini masih sangat relevan digunakan sebagai ideologi gerakan pembebasan rakyat Indonesia.

Pesan Soekarno Bapak MarhaenismeDengan gembira saya membaca, bahwa asas tujuan GMNI adalah Marhaenisme. Bagi saya asas Marhaenisme adalah suatu asas yang paling cocok untuk gerakan rakyat di Indonesia. (Pesan Soekarno Bapak Marhaenisme pada saat Kongres Gmni di Kaliurang Jogjakarta, 17 Februari 1959)

Rumusannya adalah sebagai berikut: Marhaenisme adalah asas, yang menghendaki susunan masyarakat dan Negara yang didalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen.Marhaenisme merupakan cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum Marhaen pada umumnya. Marhaenisme iyalah asas dan cara perjuangan, menuju kepada hilangnya kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme.Soekarno merumuskan Marhaenisme sebagai sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi; karena nasionalismenya kaum Marhaen adalah nasionalisme yang social bewust dan karena demokrasinya kaum Marhaen adalah demokrasi yang social bewust pula.Lantas siapakah yang di namakan kaum Marhaen bagi Soekarno. Marhaen adalah setiap rakyat Indonesia yang melarat atau dimelaratkan oleh setiap kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme.Kaum Marhaen ini terdiri dari tiga unsur: 1. Pertama : Unsur kaum proletar Indonesia (buruh) 2. Kedua : Unsur kaum tani melarat Indonesia, 3. Ketiga : kaum melarat Indonesia yang lain-lain.Dan siapakah yang di maksud dengan kaum Marhaenis, Kaum Marhaenis adalah setiap pejuang dan setiap patriot Bangsa. Yang mengorganisir berjuta-juta kaum Marhaen itu, dan Yang bersama-sama dengan tenaga massa Marhaen itu hendak menumbangkan sistem kapitalisme, imprealisme, kolonialisme, dan Yang bersama-sama dengan massa Marhaen itu membanting tulang untuk membangun Negara dan masyarakat, yang kuat, bahagia sentosa, adil dan makmur.Intinya Marhaenis adalah setiap orang yang menjalankan Marhaenisme. Setiap kaum Marhaenis berjuang untuk kepentingan kaum Marhaen dan bersama-sama kaum Marhaen.Apa sebab pengertian tentang Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis tersebut harus di pahami oleh kader GMNI. Dasarnya ialah dewasa ini ada banyak kesimpangsiuran tentang tafsir pengertian kata-kata Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis itu.Dengan penegrtian yang saya paparkan diatas, besar harapkan kami mudah-mudahan buku panduan pedoman Marhaenis, yang juga berisi tentang pokok-pokok ajaran Soekarno ini, mampu di aplikasikan dalam bentuk working Ideology, tidak hanya dalam lingkungan dunia kecil mahasiswa sebagai Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, tetapi juga di dunia besar daripada massa Marhaen yang kita terus perjuangka.Yang wajib diingat tanpa massa Marhaen, maka gerakan GMNI akan menjadi steril, Karena itu hilangkan sikap sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa, Nyalakan terus obor kesetiaan terhadap kaum Marhaen, Agar semangat Marhaenisme bernyala-nyala murni, Dan agar yang tidak murni terbakar mati,

New MarhaenismeSetelah puluhan tahun raib di ruang publik, setelah Sukarno dijatuhkan dan semua eksperimen politiknya digulung, mulailah para pejabat diharamkan mengucapkan kata itu. Demikianlah Orde Baru membunuh Marhaenisme. Marhaenisme adalah paham yang menentang penindasan terhadap rakyat kecil. Paham ini dijadikan ideologi oleh GMNI dengan mengacu pada sosok Sukarno. Marhaenisme memang paham yang menolak penindasan rakyat kecil. Istilah Marhaenisme dan Marhaen pertama kali disebut dalam pidato Sukarno sebagai ketua PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikannya pada Juli 1927. Namun, secara resmi istilah Marhaen memperoleh definisi dalam pidato pembelaannya, Indonesia Menggugat, di Bandung pada 1930. Lebih jauh, hal ini dijabarkan dalam "Sukarno, Marhaen, dan Proletar" dalam Pikiran Rakyat pada 1933. Sukarno menyatakan bahwa "pergaulan hidup Marhaen adalah pergaulan hidup yang sebagian besar terdiri dari kaum petani kecil, buruh kecil, pedagang kecil, pelayar kecil; kaum marhaen adalah yang semuanya kaum kecil sengsara dan melarat."

Idiologi partai yang mengunakan Marhaenisme.Marhaenisme berakhir dengan berfusinya PNI ke dalam PDI pada 1975. Setelah Soeharto jatuh pada 1998, memang terdapat parpol dan ormas yang seideologi dengan Sukarno. Mereka ada yang langsung menyebut diri Marhaenis, seperti PNI Front Marhaen, PNI Massa Marhaen, Partai Rakyat Marhaen, Kesatuan Buruh Marhaenis, dan Keluarga Besar Marhaenis. Tapi, PDI Perjuangan, meskipun getol memasang gambar Sukarno dan mengklaim sebagai partainya wong cilik, tak termasuk yang beralih ideologi ke Marhaenisme. Hubung keterkaitan antara Marhaenisme dan Marxisme-Komunisme. Akar Marhaenisme adalah keyakinan pemikiran Marxis-Komunis, seperti juga Islam dan Nasionalis adalah syarat mutlak jika ingin mencapai cita-cita kemerdekaan. Sukarno juga mendukung ketika pada 1964 timbul penafsiran Marhaenisme adalah Marxisme-Komunisme yang diterapkan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Penulis biografi politiknya, Bernard Dahm, menyatakan Sukarno percaya komunisme adalah avant-garde yang dibutuhkan untuk melaksanakan keadilan sosial dan kemakmuran rakyat. Karena itulah Sukarno selepas Gestok 1965 berkukuh menolak membubarkan PKI (Partai Komunis Indonesia). Sukarno pun kerap mewanti-wanti masyarakat agar jangan bersikap komunisto-phobi dan memahami betul bahwa gagasan Marhaenisme adalah peningkatan ke derajat yang lebih tinggi dari metode berjuang (hogere optrekking) serta berpikir Marxis-Komunis. Bahkan, Sukarno mengatakan bahwa Pancasila hogere optrekking dari Declaration of Independent dan Communist Manifest. Dalam amanat pada gemblengan pendidikan kader pelopor Marhaenis 24-25 Maret 1965 di Jakarta, Sukarno menyatakan Marhaenis tidak hanya terdapat dalam PNI, tapi ada pula dalam gerakan mahasiswa. Sukarno pun menegaskan barangsiapa bersikap komunisto-phobi dan tidak bersifat progresif revolusioner adalah Marhaenis gadungan.

Sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa,Kaum intelektual dan agent of change itulah yang selalu di dengungkan kepada kaum muda atau mahasiswa. Memandang situasi gerakan mahasiswa (dalam hal ini konteks Indonesia) adalah suatu keharusan bagi kita yang notabenenya adalah bagian atau termasuk sebagai kaum muda yang intelek. Berbicara soal gerakan mahasiswa saat ini pastinya tidak bisa terlepas dari sejarah mahasiswa dan gerakan mahasiswa itu sendiri, namun sebelumnya kita mesti memahami apa itu gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa bisa di katakan kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya. Namun itu bukan hanya sekedar meningkatkan intelektualitas dan kecakapan semata, ada tujuan penting dari gerakan mahasiswa itu sendiri yaitu pembebasan rakyat dari tirani.Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, Gerakan Boedi Oetomo (1908) salah satu bukti betapa berpengaruhnya mahasiswa ini dalam hal perkembangan bangsa. Kita tau bahwa Gerakan ini didirikan oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya. Gerakan ini sangat memberikan pengaruh besar di Indonesia dimana kita ketahui melahirkan pemuda-pemuda sampai sekarang masih sering kita dengar bahkan di sebut sebagai guru bangsa, seperti misalnya Soekarno, Hatta, Tan Malaka, dan Syahrir tentunya. bahkan sampai pada pasca kemerdekaan Indonesia 1945 pun gerakan mahasiswa (waktu itu masih di katakana pemuda) masih terbukti jelas masifnya gerakan mereka. Walau berbagai asumsi lahir sekarang ini tentang terkotak-kotakkannya juga gerakan mereka yang memang notabenenya gerakan pemuda ke daerahan atau seperti organda yang kita kenal saat ini. Namun itu jauh lebih baik jika di bandingkan dengan gerakan mahasiswa sekarang yang justru lebih terkotak-kotaknya lagi, pragmatis, elitis, dan eksklusif. Dan coba kita lihat juga prestasi yang di capai gerakan mahasiswa dan rakyat pada saat penggulingan rezim dan system Orde baru Soeharto. Walaupun lahir lagi sebuah asumsi yang menyatakan gerakan itu bukanlah murni gerakan atas nama Rakyat Indonesia yang tertindas atas Orba. Bahkan di katakan bahwa gerakan itu justru merupakan settingan dari pelaku penjajahan gaya baru Indonesia itu sendiri atau yang kita sebut Kapitalisme.Jika kita melihat pemikiran dan perkembangan secara individual mahasiswa sekarang memang tidak bisa di nafikkan bahwa mereka memang pantas di daulat sebagai Agent Of change atau Social Control. Namun kambali lagi bahwa bukan hanya konsep atau teori yang kita butuhkan sekarang ini tapi justru lebih kepada implementasinya. Ada pernyataan yang mengatakan bahwa 1 ons gerakan/implementasi lebih berharga di bandingkan 100 kg konseptor. Dan itu yang benar-benar terjadi di Indonesia saat ini, Indonesia bisa di bilang gudang para konseptor karna memang pemikiran-pemikiran dan pembacaan situasi atau geopolitiknya yang tajam dan jelas tapi semua itu tidaklah berguna jika tidak ada gerakan nyata yang harus di lakukan mahasiswa sekarang ini.

Berbagai Macam Krakteristik Mahasiswa Saat ini

Memang jelas jika di katakan berbagai macam krakteristik mahasiswa, karena memang mahasiswa sekarang ini sepertihalnya barang dagangan. Ada yang berkualitas, sedang, bahkan tidak berkualitas sama sekali. Penyakit apatis dan hedon mungkin yang sangat urgen di miliki mahasiswa sekarang ini. sudah banyaknya mahasiswa yang tidak tahu posisinya dan tidak mampu membaca kondisi Indonesia saat ini yang sebenarnya telah mengalami penjajahan gaya baru. Banyak hal memang yang mempengaruhi ke apatisan dan hedonisme yang menggrogoti mahasiswa bahkan anggapan buruknya tentang organisasi. Disini saya lebih menekankan mahasiswa untuk berorganisasi, dimana kita sendiri mengetahui bahwa posisi dan kondisi yang saya maksud tadi akan tercipta dan lahir kebenyakan karena dukungan organisasi atau orang yang berorganisasi. Namun nyatanya ketakutan akan organisasi bahkan anti organisasi kini di alami oleh sebahagian besar mahasiswa saat ini. contoh yang mempengaruhinya adalah doktrin-doktrin regulasi kampus dan juga pandangan buruk dari orang tua. Namun sebenarnya yang lebih fatal adalah dari aktivis organisasi itu sendiri, karena nyatanya justru para organisatorislah yang memang seakan memperlihatkan keburukan-keburukannya otomatis paradigma buruk terhadap mahasiswa yang berorganisasi jelas buruk pula di mata para orang tua dan mahasiswa yang tidak berorganisasi. Terus apa gagasan untuk permasalahan seperti ini ? jelas harus di jawab oleh para organisatoris tentunya.Di masa orde baru, organisasi-organisasi mahasiswa dicekal dengan berbagai cara bahkan diskusi-diskusi forum mahasiswa juga sangat di haramkan karena di takutkan mahasiswa mulai terfokus pada permasalahan-permasalahan birokrasi pada waktu itu. Namun si penguasa jelas tidak tinggal diam jika mahasiswa semakin gencar dengan gerakannya yang sudah mulai sadar akan buruknya dan tertindasnya kita di zaman ordebaru. Maka di kampus-kampus pada waktu itu sudah mulai di masuki oleh pihak militer untuk malihat situasi dan kondisi mahasiswa dan juga menetapkan regulasi kampus yang pro terhadap pemerintahan Soeharto. Kemudian ada juga bentuk lain penggiringan mahasiswa itu untuk selalu terkungkung dalam kampus dengan pengawasan regulasi dan militer, yaitu pembentukan NKK/BKK (Normalisasi kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus. NKK/BKK seakan menjadi obat bagi mahasiswa yang kehausan organisasi atau aktivitas-aktivitas organisasi. NKK/BKK atau BEM dan HMJ yang kita kenal sekarang (yang notabenenya organisasi internal kampus) bertujuan untuk mengikat mahasiswa dan memberikan kesibukan-kesibukan yang hanya mengurusi persoalan kampus semata, sehingga keeksistensian organisasi eksternal kampus pun mulai hilang. Bahkan persoalan itu sampai sekarang masih banyak di alami oleh mahasiswa yang seakan sibuk dengan organ intra dan tak mau lagi menyentuh organ ekstra yang justru pembahasannya lebih terfokuskan atau berorentasikan kehidupan Sosial, ekonomi, politik, dan budaya.Memberikan penyadaran terhadap posisi yang semestinya di ketahui atau disadari oleh mahasiswa sekarang ini, dan tulisan ini adalah salah satu dari cara penyadaran yang saya lakukan. Saya sangat berharap kesadaran akan lahir di jiwa mahasiswa yang apatis, hedonis, anti organisasi, bahkan yang berorganisasipun yang belum menyadari semuanya.

Gerakan Mahasiswa Yang Pragmatis dan Eksklusif Gerakan mahasiswa kini mungkin gencar kita lihat di media-media dan lingkungan kita sendiri. Entah itu bersifat aktivitas internal bahkan sampai pada gerakan yang turun ke jalan. Mahasiswa di identic dengan Demonstrasi entah itu aksi damai ataupun yang bersifat frontal atau barbar. Semua itu pastinya kembali lagi pada internal organisasi atau mahasiswa itu sendiri. Tapi jujur terkadang pula semua itu karena adanya pihak-pihak yang kontra terhadap gerakan mahasiswa atau demonstrasi contohnya pihak media, yang dimana kita ketahui bahwa media-media sekarang adalah milik pengusaha yang sudah termasuk pula dalam ruang lingkup elit politik. Seperti MNC Group (Hari Tanoe), Metro TV (Surya Palo), TV One (Abu Rizal Bakrie) dll. Mengapa saya mengatakan bahwa terkadang media yang seakan memprovokasi dan menimbulkan pandangan buruk terhadap aksi demonstrasi mahasiswa yang di identic dengan kekerasan. Seperti halnya aksi-aksi yang sering terjadi di Makassar yang sering kita lihat bentrok dengan polisi atau masyarakat tetapi sebenarnya yang terjadi mahasiswa bentrok dengan preman sewaan polisi yang berpura-pura sebagai warga setempat dan di media-media di beritakan bahwa mahasiswa bentrok dengan masyarakat, sehingga pandangan buruk terhadap mahasiswa semakin terbentuk dalam benak dan pikiran masyarakat atau orang tua kita. Kembali lagi kita memfokuskan tentang wacana gerakan mahasiswa saat ini yang tak lagi massif tetapi justru pragmatis dan eksklusif. Jika kita melihat dari factor keilmuan atau kapasitas intektual mahasiswa sekarang, justru sangat meyakinkan bahwa mahasiswa memang adalah Agent Of Change. Tapi mengapa demikian gerakan mahasiswa kini masih saja stagnan dalam geraknya. Banyaknya macam organisasi mahasiswa yang kini eksis di berbagai kampus membuat gerakan ini tak mampu lagi menunjukkan tujuan ulung sebagai mahasiswa penyambung lidah rakyat. Memang turun ke jalan adalah salah satu bentuk implementasi dari kesadaran atau bentuk menuju perubahan, tapi apakah setelah itu nasib rakyat Indonesia akan berubah ? jelas belum ! karena kenapa, kembali lagi mereka hanya sekedar tau bahwa sekarang Indonesia telah di jajah (kapitalisme) tanpa ada kesadaran yang timbul dari hati dan tidak mampunya mahasiswa membuat strategi-strategi politik serta perubahan nyata atau implementasi dari konsep matang atau bahkan sudah basi karena terlalu lama tersimpan di kepala para mahasiswa ini, makanya tidak heran jika di katakan mahasiswa kini hanya beronani dengan pikirannya sendiri. Gejala-gejala social yang kini sudah semakin terlihat dan gerak-gerik sang penjajah kini sudah mulai di dengar dan di lihat tapi seakan tidak ada yang berani untuk melakukan perlawanan terhadap mereka. Kini mahasiswa hanya sibuk bergelut dalam ruang lingkup internalnya masing-masing, terperangkap dalam tempurung dengan menjalankan aktifitas yang kadang tidak produktif bahkan ada yang membuat kesibukan kompetisi sesama kawan sendiri yang semestinya dijalani dengan program bersama, sehingga suatu keniscayaan jika gerakan mahasiswa sebagai insan intelektual terkungkung dalam keterpurukan. Dan kemudian karena banyaknya bentuk dan pemikiran organisasi ini sehingga menghasilkan mahasiswa-mahasiswa yang arogansi organisasinya tinggi bahkan bersifat egois dan fundamental. Lain halnya permasalahan para kaum muda lain pula halnya permasalahan atau pergolakan di ruang lingkup si kaum borjuasi dan slingkuhannya pemodal asing. Dimana kita ketahui bahwa Indonesia yang merupakan anggota dari WTO (world trade organization) semakin terpuruk, semakin dimiskinkan itu semua dikarenakan kepentingan-kepentingan serakah dari pemerintah atau penguasa di Indonesia sendiri. Berbagai macam asumsipun lahir atau prediksi-prediksi bahwa di tahun 2015 neoliberalisme real akan menjadi system pasar di Indonesia. Walau sebenarnya neoliberalisme sudah lama menghantui produksi ekonomi local Indonesia. Contohnya berbagai macam usaha-usaha luar yang dengan bebas berdiri di berbagai daerah di Indonesia yang jelas semua itu akan mematikan lokalitas ekonomi di Indonesia tentunya. walau sebenarnya di setiap daerah ada regulasi atau peraturan daerah yang mengaturnya, namun semua itu tak mampu menahan keseimbangan antara pelaku usaha asing dan local di setiap daerah di Indonesia. Pemerintah memang sudah tak mampu lagi berbuat apa-apa, bisa di bilang kita hanya menunggu Indonesia di miliki oleh Negara-negara adikuasa seperti USA. Jika seperti itu kita mesti harus kembali membangunkan harimau-harimau forum agar mulai keluar dari sarangnya dan mulai melakukan gerakan nyata bukan hanya bisanya obral teori semata. perlawanan terhadap system kapitalisme mungkin sudah banyak di rancang oleh berbagai organisasi mahasiswa atau elemen-elemen masyarakat tertindas. Namun karena tidak menyatunya gerakan atau terkoktak-kotakkannya gerakan sehingga tidak sampai pada hasil yang di inginkan. Semua itu bukan hanya arogansi organisasi yang dimiliki sebahagian besar para aktivis pro rakyat tapi juga keegoisan dari mereka sendiri dan anggapan mereka atau yang menganggap bahwa mahasiswalah satu-satunya yang mampu merubah Indonesia saat ini. sehingga menganggap bahwa masyarakat yang awam (buruh, petani, dan miskin kota) harusnya hanya tinggal diam dan menunggu nasibnya di rubah. Padahal kalau kita melihat justru gerakan merekalah yang massif saat ini karena memang mereka sudah terserikatkan dan semua itu karena kesadaran mereka yang timbul karena memang merekalah yang lebih merasakan penindasan itu. Andai jika gerakan persatuan mahasiswa dan elemen rakyat tertindas lainnya menyatu untuk melakukan perlawanan, mungkin kita atau Indonesia akan menuai harapan yang indah yaitu kesejahteraan.

Mahasiswa Saatnya Keluar Dari Sarangnya (Kampus) Gerakan mahasiswa tak mampu lagi memperlihatkan kemassifannya di karenakan berbagai macam persoalan seperti yang saya katakan di penjelasan sebelumnya. Kunci satu-satunya untuk melakukan pembebasan rakyat dari tirani adalah gerakan berbagai pihak dan elemen masyarakat yang menyatu dalam satu gerakan nyata dengan satu tujuan yaitu perlawanan terhadap kapitalisme dan memperoleh kesejahteraan sebagai imbalan dari perlawanannya. Tapi jika melihat organisasi-organisasi saat ini yang masih sibuk dengan internalnya dan maunya bergerak sendiri tanpa adanya konsolidasi jelas tidak akan menuai hasil yang maksimal atau sesuai dengan harapan Indonesia tentunya. maka perlu kiranya mahasiswa sekarang ini keluar dari dalam kampus dalam artian mulai terbuka dengan organisasi lainnya atau elemen-elemen masyarakat lainnya dan membangun pandangan atas musuh bersama yaitu kapitalisme. Mungkin kita semua tahu bahwa segala sesuatu atau hampir semua sector di Indonesia kini telah di kapitalisasi bahkan pedesaan yang notabennya pertahanan terakhir sudah mulai di rebut oleh pihak kapitalis, maka perlu kiranya mahasiswa yang mempunyai waktu luang mulai meninggalkan paradigma Agent Of Change (yang sebenarnya buatan rezim orba) dan tak lagi menyombongkan diri sebagai satu-satunya agent atau yang mampu malakukan perubahan. Mahasiswa harusnya mulai turun melakukan advokasi terhadap masyarakat dan melakukan penyebarluasan kesadaran terhadap rakyat tentang system hari ini yang kontra terhadap kesejahteraan rakyat. Dan kemudian membangun gerakan nyata bersama semua elemen masyarakat karna memang mahasiswa adalah kaum pelopor bagi agent of change yaitu masyarakat. Masyarakatlah yang sebenarnya agent of change, karena merekalah orang-orang yang telah memiliki kelas dan bersentuhan langsung dengan proses kerja kapitalis dan mereka jugalah yang merasakan penindasannya. Mahasiswa yang sebagai pelopor bagi masyarakat karena dialah yang mempunyai waktu luang untuk memikirkan, merancang semua tapi pelaku atau subyek perubahan itu adalah rakyat sendiri tentunya. Saya sangat berharap mahasiswa mulai sadar akan posisi dan kondisi negrinya saat ini yang di ambang kehancuran. Saatnya membuang semua gengsi, arogansi organisasi, dan keegoisan sehingga dapat menyatukan sentakan dan teriakan menuju cita-cita ulung semua masyarakat yang sadar dan masyarakat yang rindu akan kesejahteraan. Perbedaan mamang jelas dan akan selalu ada, bahkan perbedaanlah yang akan mempersatukan kita untuk mencapai mimpi-mimpi indah kita bersama. Jangan sekali-kali mengharapkan persatuan jika perbedaan engkau larang bahkan haramkan !

NDP & Pancalogi GMNI Nilai Dasar Perjuangan GmnI1. GmnI adalah Organisasi Mahasiswa Warga Negara Republik Indonesia yang Independen bersifat bebas, aktif dan berwatak kerakyatan.2. GmnI adalah Organisasi Mahasiswa yang berwawasan Nasional yang tidak membeda-bedakan kesukuan, keagamaan, dan status sosial anggotanya, senantiasa menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan Bangsa dan Negara dalam Perjuangan.3. GmnI adalah Organisasi Mahasiswa yang berkewajiban membela dan mengamalkan Pancasila senantiasa menjunjung tinggi Kedaulatan Negara di bidang ekonomi, politik, budaya dan pertahanan keamanan. 4. GmnI adalah Organisasi Mahasiswa yang berkewajiban menggalang kekuatan nasional yang berjuang tanpa pamrih dalam melaksanakan amanat penderitaan rakyat.5. GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang yang menjunjung tinggi kedaulatan negara, harkat dan martabat rakyat serta nama dan citra GmnI dalam kata-kata, sikap maupun perbuatan.6. GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang sebagai kader bangsa yang bersikap jujur, senantiasa patuh dan taat pada amanat dan konstitusi organisasi, menepati janji dan sumpah keanggotaan.7. Anggota GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang sebagai penuntut ilmu yang bertanggung jawab, bersikap sopan dan menghargai sesamanya.8. Anggota GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang yang tidak menjadikan status sebagai predikat, senantiasa mengejar cita-cita tanpa kenal menyerah, menunjukkan kesederhanaan hidup serta menjadi tauladan dalam lingkungannya.9. Anggota GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang yang bermaksud melanjutkan cita-cita proklamasi dan amanat UUD 1945 dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadilan sosial.10. Anggota GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang sebagai insan akademis yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam pergaulan bangsa-bangsa.

PANCALOGI GMNILima prinsip yang harus menjadi jati diri bagi perjuangan setiap anggota GMNI :Pertama : I D E O L O G IIdeologi artinya, perjuangan setiap anggota GmnI harus dilandaskan pada Ideologi yang menjadi Azas dan Doktrin Perjuangan GmnI, sebab ideologi merupakan acuan pokok dalam penentuan format dan pola operasional pergerakan.Kedua : R E V O L U S IRevolusi artinya, perjuangan setiap anggota GmnI harus berorientasi pada perombakan susunan masyarakat secara revolusioner. Revolusi bukan berarti pertumpahan darah, tetapi dalam pengertian pemikiran.Ketiga : O R G A N I S A S IOrganisasi artinya, perjuangan GmnI adalah perjuangan yang terorganisir, sesuai dengan azas dan doktrin perjuangan GmnI.Keempat : S T U D IStudi artinya, sebagai organisasi mahasiswa, maka titik berat perjuangan GmnI adalah pada aspek studi. Amanat Penderitaan Rakyat harus dijadikan titik sentral dalam pendorong upaya studi ini.Kelima : I N T E G R A S IIntegrasi artinya, Perjuangan GmnI senantiasa tidak terlepas dari Perjuangan Rakyat Semesta. Setiap warga GmnI harus selalu berada ditengah-tengah Rakyat yang berjuang.

27