61

Rangkuman Hasil-Hasil Penelitian 2008

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penelitian

Citation preview

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

    P. 36/Menhut-II/2006, merupakan unit pelaksana teknis di bidang penelitian kehutanan

    yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan

    Pengembangan Kehutanan. BPK Manado mempunyai tugas melaksanakan penelitian di

    bidang hutan dan konservasi alam, hutan tanaman, hasil hutan, sosial budaya, ekonomi

    dan lingkungan kehutanan dengan core research Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan

    Lahan. BPK Manado berkedudukan di Manado dengan wilayah kerja meliputi 3 (tiga)

    provinsi yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara.

    Buku Rangkuman Hasil-hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado Tahun 2008 ini

    disusun berdasarkan Laporan Hasil-hasil Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2008.

    Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Buku Rangkuman Hasil

    Penelitian ini kami ucapkan terima kasih.

    Saran dan masukan untuk penyempurnaan buku ini pada masa yang akan datang sangat

    kami harapkan.

    Akhirnya, kami berharap semoga Buku Rangkuman Hasil Penelitian ini bermanfaat.

    Manado, Desember 2010

    Plt. Kepala Balai

    Ir. Mahfudz, M.P.

    NIP. 19670829 199203 1 004

  • iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ....................................................................... i

    DAFTAR ISI ............................................................................... ii

    1. Teknik Rehabilitasi Lahan Terdegradasi di Sulawesi Utara dan Gorontalo ............................................................................ 1-12

    2. Sistem Karakterisasi Tingkat Sub DAS ........................................... 13-22

    3. Analisa Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan dan Tanaman Pengayaan di Maluku Utara dan Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Sekunder di Sulawesi Utara dan Gorontalo .................................... 23-30

    4. Identifikasi Jenis Flora Potensial dan Endemik pada Kawasan Konservasi di Cagar Alam G. Ambang, Cagar Alam Tangale dan Kawasan Aketajawe pada TN. Aketajawe Lolobata .................................................... 31-44

    5. Kajian Keanekaragaman Jenis Fauna dan Habitatnya pada Kawasan Konservasi di Cagar Alam Gunung Ambang dan Kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe Lolobata ....................... 45-57

  • 1

    Teknik Rehabilitasi Lahan Terdegradasi di Sulawesi Utara dan Gorontalo

    La Ode Asir

    ABSTRAK

    Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Limboto dan Danau Tondano merupakan daerah dengan lahan kritis yang cukup luas. Permasalahan umum pada daerah hulu adalah tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan pada daerah tangkapannya, sehigga menyebabkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membuka hutan. Hal ini diindikasikan dengan berkembangnya lahan-lahan terbuka baik pada daerah di dalam maupun di luar kawasan hutan. Secara umum lahan-lahan hutan yang dibuka digunakan untuk kegiatan pertanian dengan cara tradisional tanpa menerapkan teknik Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT). Akibatnya tingkat kesuburan semakin menurun dan hasil produksi menjadi rendah.

    Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi teknik RLKT untuk

    pengendalian erosi di DTA Danau Limboto dan Danau Tondano. Alternatif teknik yang

    dipilih adalah teknologi yang mudah diterapkan dan bisa dikerjakan dengan sumberdaya

    lokal yang ada. Teknik ini diharapkan mampu memperbaiki kondisi lahan sekaligus mampu

    memberikan kontribusi pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Tujuan ini akan dicapai

    dengan memanfaatkan potensi yang tersedia dari sisi fisik (iklim dan tanah) maupun dari

    sisi kemampuan sumberdaya modal masyarakat secara optimal. Penelitian dilakukan

    dengan melakukan uji coba penanaman beberapa jenis tanaman dengan penerapan

    beberapa teknik RLKT. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan teknik konservasi

    tanah berupa bedengan menghasilkan erosi tertinggi yaitu sebesar 0,1723 ton/ha,

    sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang di kombinasi mulsa vertikal

    dan penanaman tanaman bunga kol, bawang daun, cempaka dan mahoni menghasilkan

    erosi terendah yaitu sebesar 0,083 ton/ha.

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Kerusakan di daerah tangkapan air Danau Limboto merupakan salah satu kasus

    dimana sumberdaya lahannya secara umum mengalami perubahan yang cukup signifikan, dari lahan berhutan menjadi lahan-lahan pertanian. Perubahan ini sangat berpengaruh terhadap kualitas maupun kuantitas produksi, pada akhirnya lahan-lahan tersebut berpotensi menjadi terdegradasi. Dampaknya adalah pada badan danau terjadi penimbunan material yang merupakan penyebab proses percepatan pendangkalan di Danau Limboto.

    Demikian pula dengan di DTA Tondano, pemanfaatan sumberdaya lahan dengan pola usaha tani yang intensif, secara umum telah melaksanakan sistem konservasi tanah yang

  • 2

    cukup baik (membuat teras-teras dilengkapi dengan sistem saluran drainase). Hal ini telah dilakukan oleh sebagian masyarakat penghasil tanaman hortikultura dataran tinggi (sayur-mayur). Namun dibeberapa tempat di daerah hulu, perubahan penutupan lahan telah terjadi seiring dengan jumlah penduduk yang meningkat, sehingga proses degradasi berlangsung dengan cepat.

    Bersamaan dengan terbentuknya lahan terdegradasi (kritis) ini menyebabkan pula erosi dan sedimentasi yang cukup besar yang berpengaruh secara signifikan terhadap penyempitan dan pendangkalan Danau Tondano.

    Untuk mengatasi kondisi ini, diperlukan teknologi RLKT tepat guna yang dapat memperbaiki kondisi lahan-lahan kritis dan mampu dengan cepat menutupi lahan-lahan pada areal terbuka dengan pemilihan jenis tanaman yang dibutuhkan oleh masyarakat, memiliki nilai ekonomis dan dapat memperbaiki sistem tata air dari aspek hidrologi.

    B. Tujuan

    Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi pertumbuhan jenis-

    jenis tanaman uji coba, perubahan sifat fisika dan kimia tanah serta pengaruh erosi

    terhadap pertumbuhan tanaman pada beberapa kemiringan lereng.

    II. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yaitu di Sub DAS Biyonga, daerah tangkapan air Limboto yang secara administratif terletak di Lingkungan Tapadaa, Kelurahan Biyonga, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo dan di Rurukan, Kota Tomohon (DTA Tondano), Propinsi Sulawesi Utara. Sedangkan kegiatan pengembangan akan dilaksanakan di Kec. Poigar, Kab. Bolaang Mongondow. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2008.

    B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit tanaman tahunan (jati,

    cempaka dan mahoni), bibit tanaman hortikultur (bunga kol dan bawang daun), pupuk kandang dan pupuk organik, pestisida, balok, papan, bambu, paku, pasir, semen, karet talang, kawat bendrat, cat minyak dan dempul.

    Sedangkan alat yang digunakan adalah meteran roll, meteran saku, cangkul, sprayer, palu, gunting stek/pangkas, kaliper mini, kolektor erosi 9 set untuk plot ukuran 10 x 4 m, linggis, oven, timbangan analitis, timbangan konvensional, botol sampel, ring sampel dan plastik sampel.

  • 3

    C. Prosedur penelitian

    1. DTA Danau Limboto

    a.

    b.

    c.

    d.

    e.

    f.

    g.

    h.

    i.

    j.

    k.

    l.

    m.

    n.

    o.

    p.

    Keterangan :

    = Tanaman jati

    = Tanaman nangka

    = Tanaman sengon

    = Teras gulud dan rumput setaria

    Tanaman uji coba di lokasi penelitian terdiri dari dua plot. Pada Plot I, tanaman berumur 3 tahun (ditanam bulan Desember 2004) dengan jarak

    tanam 3 x 4 m pada 3 kelas kelerengan yaitu 8-15%, 15-30% dan >30%. Teknik konservasi yang diterapkan yaitu teras gulud dilengkapi rumput setaria sebagai tanaman penguat teras.

    Pada Plot II, tanaman berumur 2 tahun (Ditanam pada Bulan Desember 2005), tanaman ditanam dengan jarak 3 x 3 m pada satu kelas kemiringan lereng yaitu >30%. Teknik konservasi yang diterapkan adalah teras gulud dengan rumput setaria dan jalur gamal.

    Kel

    eren

    gan

    > 3

    0%

    K

    eler

    eng

    an 1

    5-

    30

    %

    Kel

    eren

    gan

    8

    -15 %

    Kel

    eren

    gan

    > 3

    0%

    Gambar 2. Lay out tanaman pada

    Plot II

    a

    m

    b

    a

    r

    2

    .

    L

    a

    y

    o

    u

    t

    t

    a

    n

    a

    Keterangan :

    = Tanaman jati

    = Tanaman mahoni

    = Teras gulud dan rumput

    setaria

    = Alley cropping tanaman

    gamal

    1.

    Gambar 1. Lay out tanaman pada

    Plot I

    a

    m

    b

    a

    r

    2

    .

    L

    a

    y

    o

    u

    t

    t

    a

    n

    a

  • 4

    2. DTA Danau Tondano

    Di lokasi DTA Danau Tondano dilakukan penelitian konservasi sayuran dataran tinggi dengan memadukan teknik konservasi sipil teknis berupa bedengan dan penanaman sejajar kontur. Untuk uji jenis tanaman kayu-kayuan yang merupakan tanaman pokok digunakan kombinasi tanaman kayu mahoni dan cempaka dengan jarak tanam 3 x 4 meter. Areal penelitian terbagi ke dalam 3 blok kemiringan yaitu 15-30 %, 30-45 %, dan >45 %. Pada setiap blok dibuat 3 plot penelitian untuk mengukur limpasan permukaan dan erosi dengan ukuran plot 4 x 10 m. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Blok Acak Lengkap (Randomized Complete Block Design) dengan kemiringan lereng sebagai blok.

    Rancangan pola tanam dapat dilihat pada gambar berikut ini

    Rancangan plot pada lokasi di DTA Danau Tondano :

    B1P1 : Bedengan + bunga kol + bawang daun (kontrol/sesuai petani setempat)

    B1P2 : Bedengan + mulsa vertikal + bunga kol+ bawang daun

    B1P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + bunga kol + bawang daun

    B2P1 : Bedengan + bunga kol + daun bawang (kontrol/sesuai petani setempat)

    B2P2 : Bedengan + mulsa vertikal + bunga kol + bawang daun

    B2P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + bunga kol + bawang daun

    B3P1 : Bedengan + bunga kol + bawang daun (kontrol/sesuai petani setempat)

    B3P2 : Bedengan + mulsa vertikal + bunga kol + bawang daun

    B3P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + bunga kol + bawang daun

    Kemiringan

    15-30 %

    Kemiringan

    30-40 %

    Kemiringan

    > 45 %

  • 5

    D. Analisis Data

    1. Data hujan, limpasan dan sedimen

    Data curah hujan diukur dengan menggunakan alat takar hujan sederhana (ATHUS).

    Data dari athus merupakan data harian yang diukur setiap hari pada jam tujuh pagi untuk

    kejadian hujan satu hari sebelumnya yang dicatat sebagai hujan harian.

    Limpasan dan erosi diukur dengan metode plot uji coba menggunakan kolektor erosi

    berupa dua buah drum, dimana drum I sebagai penampung aliran permukaan dari plot, dan

    drum II merupakan penampung aliran buangan dari drum I. Pada drum I dibuat lubang

    pembagi sebanyak 8 lubang dan satu lubang diantaranya dihubungkan ke drum II.

    Bentuk desain drum kolektor erosi seperti pada gambar berikut :

    Gambar 4. Kolektor Erosi Tipe Drum

    Data limpasan diperoleh melalui pengukuran volume air yang ada dalam kolektor.

    Sedimen diperoleh dari hasil analisa laboratorium sampel air yang berasal dari kolektor melalui metode penguapan. Pengambilan data dilakukan satu kali sehari pada pukul 07.00.

    2. Tanah

    Pengambilan sampel terganggu (komposit) dilakukan pada titik yang dianggap mewakili lokasi. Selanjutnya sampel tanah tersebut dianalisis di laboratorium untuk mengetahui sifat kimia (pH, kandungan hara makro (N, P, K dan C organik).

    3. Produksi

    Pengamatan produksi dilakukan saat pemanenan dengan melakukan pemanenan seluruh luasan plot. Pertumbuhan tanaman diamati pada fase-fase tertentu berupa pertambahan tinggi tanaman dan diameter.

    PIPA PEMBAGI

    DRUM IDRUM II

    KRAN PEMBUANG

    TAMPAK SAMPING

    TAMPAK ATAS

  • 6

    4. Pendapatan

    Pendapatan dihitung dari produksi semua jenis tanaman (semusim, tahunan, MPTS, tanaman bawah, dll) dikalikan dengan harga yang berlaku pada saat ini.

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Daerah Tangkapan Air Limboto Curah hujan pada tahun 2008 di lokasi penelitian sebesar 2766 mm/tahun. Data ini

    menunjukkan curah hujan yang meningkat jika dibanding tahun 2007 yaitu sebesar 1532

    mm/tahun. Perubahan curah hujan tidak memberikan pengaruh pada pertumbuhan

    tanaman secara umum.

    Jenis tanah pada lokasi penelitian umumnya adalah ultisol. Hasil analisis sifat tanah dapat dilihat pada tabel 1.

    Table 1. Hasil analisis laboratorium sifat kimia tanah di Limboto

    Lokasi I Lokasi II

    Nilai Kriteria % Kriteria

    1 pH (H2O) 5,38 Masam 5,1 Masam

    2 N- Total (%) 0,043 Sangat Rendah 0,044 Sangat rendah

    3 P2O5 Tersedia (ppm) 10,95 Rendah 10,59 Rendah

    4 K2O Tersedia (me/100 gr) 14,31 Rendah 12,46 Rendah

    5 KTK (me/100 gr) 16,23 Rendah 17,98 Sedang

    6 C Organik (%) 1,22 Rendah 1,32 Rendah

    7 Tekstur Lempung Berliat Lempung Berliat

    Nilai pH yang berada di dua lokasi penelitian adalah masam, ini berarti penyerapan unsur hara untuk masing-masing tanaman agak rendah. Menurut Hardjowigeno, 2003 bahwa pada pH yang terlalu masam, maka unsur P sulit diserap oleh tanaman karena diikat atau difiksasi oleh Al. Pengaruh pH terhadap P2O5 tersedia terlihat pada kriteria yang rendah dalam tanah. Selain itu unsur hara juga mudah larut dan menyebabkan terbentuknya unsur mikro yang berlebih dan dapat menjadi racun bagi tanaman.

    N masih sangat rendah, hal ini berarti kandungan unsur hara makro sangat rendah. Unsur N berguna untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan pembentukan protein. Kandungan C-organik yang sangat rendah menunjukan jumlah bahan organik dalam tanah yang rendah. Nilai KTK rendah hingga sedang dapat diartikan bahwa kemampuan tanah dalam menyerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman rendah. Nilai KTK ini dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan organik dan tanah dengan kandungan liat tinggi karena mempunyai kemampuan menyerap unsur hara tinggi.

    Penerapan teknik konservasi tanah dengan menggunakan rumput gamal dan setaria bertujuan untuk mengendalikan erosi serta menambah kesuburan tanah. Gamal merupakan jenis legum yang memiliki bintil akar (nodula) yang dapat mengikat nitrogen dari udara, sisa tanaman ini dapat digunakan sebagai pupuk hijau sehingga dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan nitrogen dalam tanah. Gamal juga dapat melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan sehingga dapat menahan laju aliran permukaan dan

  • 7

    meningkatkan tingkat infiltrasi tanah. Selain itu, produksi rumput gamal dan setaria dapat digunakan sebagai pakan ternak.

    Hasil pengukuran sedimentasi menunjukkan bahwa erosi yang terjadi sebesar 0,864 m3/tahun dengan curah hujan 2766 mm/tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sedimentasi dalam dua tahun terakhir sebesar 0,141 m3/tahun, pada tahun 2006 yaitu sebesar 0,723 m3/tahun. Kondisi tersebut terjadi karena adanya peningkatan curah hujan selama dua tahun terakhir.

    Plot I

    Tanaman jati memiliki persen tumbuh yang paling baik yaitu rata-rata berkisar 68-100% dengan pertambahan riap diameter batang berkisar 5,3-11.65 cm/tahun serta rata-rata pertambahan tinggi hingga berkisar 560-1200 cm/tahun. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2007, prosentase tumbuh menurun namun terdapat peningkatan yang signifikan terhadap diameter maupun tinggi rata-rata. Jati memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lahan seperti pada lokasi penelitian.

    Tanaman nangka memiliki pertumbuhan yang kurang baik, Pada plot III P3 persen pertumbuhan mencapai 56 %. Pertambahan tinggi paling besar adalah pada IIIP2 sebesar 444 cm/tahun dan pertambahan diameter paling besar adalah pada IIIP2 sebesar 4,48 cm/tahun. Pada Plot lainnya tidak terdapat tanaman nangka yang hidup. Hal ini diperkirakan pada awal pertumbuhan kurang dapat menyesuaikan dengan kondisi lahan pada lokasi penelitian. Tanaman nangka dengan perakaran dalam membutuhkan drainase yang baik, akar nangka mampu menyerap air pada tanah yang dalam dan kurang toleran terhadap genangan. Pemberian air tambahan hanya dibutuhkan selama dua tahun pertama pertumbuhannya. Tanaman nangka baik untuk konservasi lahan miring (curam).

    Sengon memiliki persen hidup rata-rata sebesar 31,25 - 75% dengan riap tinggi dan diameter masing-masing 557-889 cm/tahun dan 5,3-7,40 cm/tahun. Sengon mampu hidup pada sebaran iklim yang cukup luas dan merupakan salah satu jenis tanaman yang mampu bertahan hidup pada lahan marjinal. Plot II

    Pada Plot II tanaman uji coba mengalami pertumbuhan yang sangat baik yaitu >96 % (termasuk pertumbuhan tanaman sulaman). Tanaman jati pada Plot II mengalami pertumbuhan lebih baik jika dibandingkan dengan Plot I. Data pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada tabel 2.

    Table 2.Pertumbuhan tanaman (umur 3 tahun) pada masing-masing perlakuan

    Plot Jenis Tanaman Persen Hidup % Rata-rata Pertambahan

    Tinggi (m) Diameter (cm)

    1 Jati 96,70 6,69 5,91

    Mahoni 83,61 3,40 3,44

    2 Jati 97,25 7,03 6,05

    Mahoni 88,89 3,03 3,53

    B. Daerah Tangkapan Air Tondano Curah hujan tahunan di DTA Tondano tahun 2008 sebesar 1582 mm, lebih tinggi

    dibandingkan curah hujan tahunan dua tahun kebelakang.

  • 8

    DTA Tondano memiliki jenis tanah andosol. Karakteristik tanah tersebut adalah

    memiliki porositas tinggi, permeabilitas dan erodibilitas sedang, mempunyai sifat

    thixotropic (jika tanah dalam keadaan jenuh maka mudah mengalami erosi). Hasil analisa

    kimia tanah dapat dilihat pada tabel 3.

    Table 3. Hasil analisis laboratorium sifat kimia tanah di Rurukan

    No SIFAT TANAH B 1 B 3

    Nilai Kriteria Nilai Kriteria

    1 pH (H2O) 6 Agak Masam 7 Agak Masam

    2 N Total (%) 0.19 Sangat Rendah 0.13 Sangat Rendah

    3 P2O5 Tersedia (ppm) 2.003 Sangat Rendah 3.065 Sangat Rendah

    4 KTK (me/100 gr) 22.18 Sedang 22.56 Sedang

    5 C Organik (%) 1.84 Rendah 1.63 Rendah

    6 Ca (me/100 gr) 3.44 Rendah 6.80 Sedang

    7 Mg (me/100 gr) 2.75 Tinggi 3.48 Tinggi

    8 Na (me/100 gr) 0.32 Rendah 0.32 Rendah

    9 K (me/100 gr) 0.32 Sedang 0.4 Sedang

    10 Tekstur Lempung Berliat

    *) B1,B3 merupakan lokasi pengambilan sampel tanah pada kemiringan 15-30 % dan > 45%. Sedangkan kriteria pada B2

    (kemiringan 30-45 %) relatif sama dengan B1.

    Dari tabel di atas menunjukkan bahwa parameter penunjang tingkat kesuburan atau karakter kimia tanah masih perlu penambahan untuk meningkatkan kualitas kesuburan tanah. Salah satu cara yang telah dilaksanakan yaitu dengan pemberian mulsa ke dalam tanah untuk meningkatkan bahan organik tanah.

    Dari ketiga perlakuan yang dicobakan (P1, P2 dan P3), limpasan tertinggi terjadi pada perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan yaitu 703,448 m3/ha. Sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang dikombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman bunga kol, bawang daun, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah yaitu sebesar 233,559 m3/ha. Besarnya limpasan dan erosi dapat dilihat pada tabel 4.

    Tabel 4. Limpasan permukaan (m3/ha) dan erosi pada masing-masing plot penelitian pada setiap kemiringan lereng

    Perlakuan B I (15-30%) B II (30-45%) B III (>45%)

    Limp.Perm

    (m3/ha)

    Erosi

    (ton/ha)

    Limp.Perm

    (m3/ha)

    Erosi

    (ton/ha)

    Limp.Perm

    (m3/ha)

    Erosi

    (ton/ha)

    P 1 273,871 0,1067 703,448 0,1224 532.42285 0,1723

    P 2 251,715 0,1144 234,79 0,1483 486.19133 0,1272

    P 3 255,100 0,1173 233,559 0,0837 424.87024 0,1694 *)P: perlakuan; B: Kemiringan

    Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan II dan III menghasilkan limpasan

    permukaan lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan I. Hal ini berarti bahwa perlakuan

    yang dicobakan memberikan hasil yang baik dalam menekan limpasan permukaan (run off)

    dalam meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.

  • 9

    Uji Kesesuian Tanaman Tahunan

    Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan diketahui bahwa pertambahan tinggi

    maupun riap dari masing-masing tanaman ujicoba cukup signifikan, hal ini kemungkinan

    telah terjadi penyesuaian terhadap lingkungannya dan ketersediaan unsur lainnya dalam

    tanah sebagai pendukung sistem pertumbuhan. Tahun 2008, dua jenis tanaman yang

    dicobakan mengalami pertumbuhan rata-rata lebih cepat baik tinggi maupun diameternya

    dari tahun sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 5. Rata-rata tinggi dan diameter tanaman uji coba

    N0 Jenis Tanaman

    Desember

    2005

    Desember

    2006

    Desember

    2007

    Desember

    2008

    D

    (mm)

    T

    (cm)

    D

    (mm)

    T

    (cm)

    D

    (mm)

    T

    (cm)

    D

    (mm)

    T

    (cm)

    1 Mahoni 10.11 46.11 31.67 102.11 56.67 214 60.8 795.33

    2 Cempaka 10.17 46.61 28 94.11 45.55 210.67 55.7 935.67

    Namun jika dibandingkan pertumbuhan mahoni dan cempaka di luar lokasi penelitian, pertumbuhan di lokasi penelitian lebih buruk, hal ini disebabkan sistem perakarannya terganggu. Beberapa tanaman yang dijumpai, akar tunggangnya telah putus akibat pola pengolahan tanah yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan demikian untuk jenis tanaman tahunan tidak cocok untuk dikembangkan pada lokasi kebun-kebun masyarakat yang diolah intensif.

    C. Daerah Tangkapan Air Poigar

    Hasil analisis tanah di Poigar dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 6. Hasil analisis kimia tanah di Poigar tahun 2008

    No Sifat Tanah Nilai Kriteria*)

    1 pH (H2O) 5,48 Masam

    2 N total (%) 0.13 Sangat Rendah

    3 C Organik (%) 1.18 Rendah

    4 P-Tersedia (ppm) 0.079 Sangat Rendah

    5 KTK (me/100 gr) 24.74 Sedang

    6 Ca (me/100 gr) 4,42 Rendah

    7 Mg (me/100 gr) 2,11 Tinggi

    8 Na (me/100 gr) 0.32 Rendah

    9 K (me/100 gr) 0,47 Sedang

    10 Tekstur Lempung Berliat

    *) Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983)

  • 10

    Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tekstur lempung berliat menunjukkan kemampuan mengikat air yang cukup besar. Menurut Kartasaputra (1991), tanah dengan tekstur lempung baik untuk usaha tani, sedangkan kandungan liat tinggi mempunyai kemampuan tinggi mengikat air. Nilai KTK sedang dapat diartikan bahwa kemampuan tanah untuk menyerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman sedang. Apabila dilihat dari sifat kimia rata-rata pada tabel 6 maka jenis tanah ini termasuk ultisol yang merupakan tanah miskin hara dengan tingkat kesuburan relatif rendah (pH rendah, KTK sedang, N dan P nya rendah). Untuk meningkatkan produktivitas jenis tanah seperti ini maka diperlukan pengapuran, penambahan bahan organik melalui pemupukan (dianjurkan dengan bahan organik), penanaman tanaman adaptif, penerapan teknik lorong atau tumpangsari, terasering, drainase dan pengolahan tanah seminimal mungkin.

    Jenis-jenis tanaman yang diduga sesuai dengan kriteria seperti tersebut di atas dan setelah dilakukan evaluasi maka jenis tanaman yang akan dijadikan tanaman ujicoba untuk perkebunan adalah cengkeh, coklat, kopi; tanaman MPTS yaitu rambutan, alpokat, petai, pisang, duwet dan matoa; tanaman pertanian (jagung, kacang tanah dan kacang ijo) tanaman palawija dan hortikultur (cabe, tomat, bawang merah dan bawang putih). Untuk jenis tanaman kehutanan antara lain cempaka, nantu, monanow, matoa dan pakoba, jati dan mahoni.

    IV. KESIMPULAN

    DTA Danau Limboto a. Tanaman jati pada Plot I memiliki persen tumbuh yang cukup baik jika dibandingkan

    dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu rata-rata berkisar 67-100% dengan riap diameter batang berkisar antara 5,3-11,65 cm/tahun dan rata-rata pertambahan tingginya berkisar antara 560 1200 cm/tahun.

    b. Pertumbuhan tanaman uji coba dengan jenis yang sama pada lokasi II menunjukkan persentase pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat kesuburan pada lokasi I atau persen tumbuh > 96 %.

    c. Hasil analisis kimia tanah di dua lokasi menunjukkan bahwa kandungan protein maupun penambahan unsur hara untuk menunjang pertumbuhan tanaman ujicoba masih rendah. Dengan demikian masih terus diusahakan penambahan unsur-unsur yang dapat meningkatkan tingkat kesuburan tanah.

    d. Erosi yang terjebak dalam rorak mengalami peningkatan kwantitasnya jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini sangat dipengaruhi dengan meningkatnya curah hujan tahun 2008.

    DTA Tondano a. Berdasarkan hasil analisis sampel air diketahui bahwa limpasan permukaan tertinggi

    pada masing-masing perlakuan yang dicobakan (PI, PII dan PIII) adalah pada perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan yaitu 703,448 m

    3/ha. Sedangkan perlakuan

    teknik konservasi tanah bedengan yang dikombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman bunga kol, bawang daun, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah sebesar 233,559 m

    3/ha. Erosi tertinggi terjadi pada perlakuan teknik

    konservasi tanah berupa bedengan yaitu 0,1723 ton/ha. Sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang dikombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman tanaman bunga kol, bawang daun, cempaka dan mahoni menghasilkan erosi terendah yaitu sebesar 0,083 ton/ha.

    b. Tanaman yang diuji cobakan baik cempaka maupun mahoni dalam usia 4 tahun menunjukkan pertumbuhan yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jenis mahoni mencapai tinggi rata-rata 7,95 m dengan diameter 6,08 cm. Sedangkan untuk jenis cempaka mencapai tinggi rata-rata 9,35 m dan diameternya

  • 11

    mencapai 5,57 cm. Dengan demikian, maka rata-rata pertumbuhan tinggi jenis mahoni sebesar 0,66 m/tahun dan pertambahan diameter sebesar 0,51 cm/tahun, sedangkan rata-rata pertumbuhan tinggi jenis cempaka yaitu 0,78 m/tahun dengan pertambahan diameter 0,46 cm/tahun.

    c. Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa parameter penunjang tingkat kesuburan atau karakter kimia tanah masih perlu penambahan (input) untuk meningkatkan kualitas kesuburan tanah, dengan demikian masih terus diusahakan penambahan unsur-unsur yang dapat meningkatkan tingkat kesuburan tanah.

    DAFTAR PUSTAKA

    Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

    Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

    Beukeboom, H. 1994. Overview of Social Forestry Policies and Approaches in Asia. Seminar on The Development of Social Forestry and Sustainable Forest Management. Faculty of Forestry, Gadjah Mada University and Perum Perhutani. Jakarta

    Bosch, J. M., and J.D. Hewlet. 1982. Review of Catchment Experiments to Determine The Effects of Vegetation Changes on Water Yield and Evapo-transpiration. Journal of Hidrology (55):3 23.

    Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Surat Keputusan Menhutbun No. 284/Kpts-II/1999. Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai . Dephutbun.

    Direktorat Bina Hutan Kemasyarakatan. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Social Forestry. Direktorat Bina Hutan Kemasyarakatan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan perhutanan Spsial. Departemen Kehutanan. Jakarta.

    Hadinugroho, H.Y.S., Asir.LD., Ekowati, E., Salim., A.G., Narendra, B.H., Iskandar., Junaedi, E., Multikaningsih, E., Mairi., K., Tayeb, A.K., Bahri, A., Sumung, U., Tabba, S., Syahidan. 2003. Teknologi Rehabilitasi Lahan Terdegradasi Tahun 2003. Laporan Hasil Penelitian. Tidak dipublikasikan.

    Hadinugroho, H.Y.S., Salim., A.G., Junaedi, E., Multikaningsih, E., Tayeb, A.K., Bahri, A., Sumung, U., Tabba, S., Syahidan. 2004. Teknologi dan Kelembagaan Rehabilitasi Lahan Terdegradasi Tahun 2004. Laporan Hasil Penelitian. Tidak dipublikasikan.

    JICA. 2000. The Study on Critical Land and Protection Forest rehabilitation at Tondano Watershed in The Republic of Indonesia. Interim Report Volume I, Main Report. Nippon Koei Co.,Ltd. Kokusai Kogyo Co.,Ltd.

    Junaidi, E., dan Bahri, A., 2006. Penggunaan Mulsa Vertikal Dalam Konservasi Tanah Dan Air Di Daerah Tangkapan Danau Tondano. Seri Teknologi Konservasi Tanah dan Air. BPPTPDAS IBT. Makassar.

    Kartasapoetra, G., Kartasapoetra, A.G., Sutedjo, M.M, 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.

  • 12

    Lingga, P. Dan Marsono, 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta

    Pusat Libang Sosial Budaya dan Ekonomi Kehutanan, 2002. Social Forestry. Nota Dinas No. 819/VIII/P3Se-1/2002. Bogor

    Rismunandar, 1984. Tanah dan Seluk Beluknya. Sinar Baru. Bandung

    Seta, A.K. 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia. Jakarta

    Siregar, C.A. dan H.H. Siringoringo. 2000. Potensi Rehabilitasi Lahan Kritis Indonesia sebagai Gudang Karbon dalam Mengatasi Perubahan Iklim Global. Buletin Kehutanan dan Perkebunan Vol.I No. 1, 2000. Balitbanghutbun, Bogor

    Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. 1987. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta

    Suripin,2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta

    Utomo,W.H dan Guritno,B. 1985. Effect of Tillage and Mulching on Soil Physical Properties and Yield of Cassava in Mixed Cropping. Proc.5th. ASEAN Soil Conf. Bangkok

    Utomo, W.H. 1994. Konservasi Tanah Di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa. Rajawali. Jakarta.

    Utomo, W.H. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang.

    Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah. Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Jakarta

  • 13

    Sistem Karakterisasi Tingkat Sub DAS

    Iwanuddin

    ABSTRAK

    Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem, dimana DAS akan menerima

    curah hujan sebagai input dan menghasilkan output berupa debit yang akan dipengaruhi

    oleh karakteristik DAS termasuk didalamnya sumberdaya hutan. Karakteristik DAS ini akan

    dipengaruhi oleh berbagai aktifitas pengelolaan serta karakteristik fisik alami dari DAS itu

    sendiri. Output sistem DAS dapat dijadikan sebagai salah satu indikator fisik kualitas

    pengelolaan DAS tersebut. Oleh sebab itu penyediaan data DAS penting untuk menilai

    kualitas sebuah DAS.

    Pengelolaan DAS dilaksanakan dalam kerangka pengelolaan hutan lestari dalam satu

    sistem DAS dengan strategi pokok mencakup kegiatan kelola kawasan, kelola kelembagaan

    dan kelola usaha.

    Tujuan dari penelitian karakteristik DAS pada level sub DAS adalah untuk

    mengetahui karakter dan kinerja sub DAS dari aspek biofisik DAS dalam rangka menentukan

    tindakan manajemen yang tepat, terarah dan terpadu.

    Dari hasil pengamatan di tiga lokasi (Sub DAS Biyonga, Sub DAS Laor Oki dan Sub DAS

    Poigar), umumnya merupakan lokasi dengan masyarakat bermata pencaharian utama

    pertanian dengan pendapatan dan tingkat kesejahteraan rendah. Permasalahan mendasar

    selain persoalan biofisik adalah kondisi masyarakat yang serba terbatas (modal dan

    pengetahuan), ketergantungan yang tinggi terhadap lahan dan keraguan masyarakat akan

    kepastian usaha. Bila ditinjau dari aspek biofisik, topografi yang umumnya berat dan

    sumber mata air, hulu DAS / DAS mikro sangat peka terhadap perubahan

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Kerusakan hutan sampai dengan saat ini seringkali menjadi tertuduh utama dari

    terjadinya berbagai gangguan dalam sistem DAS seperti banjir, longsor dan kekeringan.

    Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi hutan di berbagai daerah yang berada di hulu DAS dari

    hari ke hari semakin merosot baik dalam luas maupun kualitasnya. Berbagai masalah

    gangguan hutan seperti perambahan hutan dan penebangan liar nampak terlihat di

    berbagai kawasan hutan.

    Salah satu penyebab utama yang ditengarai sebagai pemicu terjadinya tekanan

    masyarakat terhadap hutan adalah kemiskinan dan minimnya tingkat kesadaran dan

    kepedulian masyarakat terhadap upaya pelestarian fungsi hutan. Dengan tingkat

    pendidikan dan pengetahuan yang rata-rata rendah, masyarakat terlihat sukar untuk

    menghindarkan diri dari ketergantungan sumber pendapatannya dari hutan dan lahan.

  • 14

    Sampai dengan saat ini bagaimana mengelola daerah hulu dapat mengakomodasi

    kepentingan masyarakat sekaligus fungsi konservasi dapat terjaga masih menjadi bahan

    kajian yang menarik.

    B. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui karakteristik Sub DAS dari aspek

    hidrologi, lahan dan sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat pada tingkat sub DAS.

    II. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Desember 2008. Lokasi penelitian

    terletak di tiga lokasi yaitu ;

    Sub DAS Biyonga, DAS Limboto, Gorontalo. Sub DAS Laor Oki, di Kel. Makalonsouw Tondano, Sulut. Sub DAS Bilobon, DAS Poigar,di Desa pomoman, Poigar, Sulut.

    B. Bahan dan Alat Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta-peta (rupa bumi, jenis

    tanah, topografi, penggunaan lahan, dll), kuesioner dan panduan PRA (Participatory Rural

    Appraisal).

    Sedangkan peralatan yang dibutuhkan adalah SPAS (Stasiun Pengamat Arus Sungai),

    AWRL (Automatic Water Record Level), ombrometer/athus, komputer, perangkat lunak

    GIS, seperangkat alat pengambilan sampel air dan pengukuran fisik lapangan (abney level,

    GPS, dll).

    C. Prosedur Penelitian

    1. Jenis data yang diperlukan dalam kajian meliputi data sekunder dan data primer yang

    menyangkut aspek hidrologi, lahan dan soseklem. Data primer untuk aspek hidrologi terdiri dari data debit, TMA, curah hujan harian dan sedimentasi. Data primer aspek lahan adalah luas DAS ujicoba, land use, jenis tanah, erosi, persentase penutupan lahan, jenis tanaman penutup, dll. Data aspek soseklem meliputi luas DAS berdasarkan administratif, jumlah penduduk, mata pencaharain penduduk, analisis ekonomi rumah tangga penduduk, pola konsumsi, pola pemukiman, adat istiadat, perkembangan kelembagaan lokal yang ada.

    2. Data sekunder terdiri dari peta-peta (topografi, penggunaan lahan, tanah, geologi, rupa bumi, dll), laporan (data curah hujan, banjir, longsor, dll), monografi desa, Kecamatan dalam angka, dll.

    3. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dengan cara diagnostik dan cara adhoc. Cara diagnostik yang digunakan adalah melalui RRA (Rapid Rural Appraisal) dan PRA (Participatory Rural Appraisal).

  • 15

    D. Analisis Data

    Aspek Hidrologi

    Input DAS adalah data curah hujan sedangkan outputnya adalah debit, baik debit

    aliran maupun debit sedimen. Analisis debit sedimen menggunakan persamaan kurva

    lengkung aliran (Discharge Rating Curve) yang dibuat berdasarkan kumpulan data series.

    Data series debit diperoleh dari hasil analisis hubungan data TMA dan debit sesaat.

    Persamaan yang digunakan adalah

    , dimana Q=debit (m3/dtk), =TMA (m), = konstanta

    , dimana Q= debit sesaat (m3/detik), V= kecepatan arus (m/detik),

    A = luas penampang aliran (m2).

    Analisis debit sedimen sesaat diperoleh berdasarkan data konsentrasi sedimen dan data

    debit. Persamaannya adalah sebagai berikut:

    Qs= C x Q, dimana Qs = debit suspense (kg/detik), C = konsentrasi sedimen (gr/liter), Q = debit

    aliran.

    Selanjutnya untuk mencari series data debit sedimen perlu dibuat persamaan sebagai

    berikut:

    , dimana Qs = debit suspensi (kg/detik), Q = debit aliran (m3/detik),

    = konstanta

    Analisis KRS dan Koefisisen Limpasan (C)

    dimana KRS= koefisien regim sungai; Qmax = debit maksimum;

    Qmin = debit minimum

    dimana C= koefisien limpasan, Q = tebal limpasan, P= tebal hujan.

    Aspek Lahan

    Konsentrasi sedimen diperoleh dengan menggunakan metode penguapan

    (Evaporation Method). Rumus yang digunakan untuk menghitung sedimen adalah

    Keterangan:

    = konsentrasi sampel erosi (mg/l)

    = volume sampel erosi (ml)

    = berat cawan berisi sampel erosi (gr)

  • 16

    = berat cawan kosong

    Erosi aktual dihitung dengan rumus:

    Keterangan:

    = erosi (ton/ha)

    = Volume air (m3/ha)

    = konsentrasi erosi (mg/l)

    = jumlah lubang pada kolektor

    1,2 = nomor drum

    Analisa tanah dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah. Untuk produksi

    tanaman kayu keras, produktivitasnya diamati secara periodik dengan mengukur

    pertambahan tinggi dan diameter.

    Aspek Sosial Ekonomi Beberapa aspek yang dinilai adalah pendapatan penduduk, tekanan penduduk

    terhadap lahan dan tingkat kesejahteraan penduduk.

    Standar penilaian tingkat kesejahteraan penduduk menggunakan rata-rata

    pendapatan penduduk perkapita pertahun.

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Mikro DAS Tapabuoti, Gorontalo

    Hidrologi

    Sejak bulan September 2008, pengamatan pada DAS Mikro Tapabouti tidak

    dilanjutkan, karena instrumen penelitian yang terpasang mengalami kerusakan. Selain itu

    lokasi DAS uji coba tersebut telah direncanakan untuk dibangun waduk oleh Pemda

    setempat dan Departemen Pekerjaan Umum, sehingga untuk melanjutkan kegiatan ini

    maka dilakukan survey pada lokasi Model DAS Mikro (MDM) BPDAS Bone Bolango Khususnya

    MDM Parungi yang berlokasi di Desa Talumopatu, Kec. Mootilango, Kab. Gorontalo.

    Beberapa informasi yang dapat diperoleh sebagai berikut.

    MDM Parungi termasuk dalam Sub-Sub DAS Parungi, Sub DAS Diloniyohu, DAS

    Paguyaman. Luas MDM diloniyohu adalah 1020 Ha. Termasuk dalam type iklim C

    berdasarkan Type schmidt dan fergusson dengan jumlah rata-rata hujan tahunan 1.005

    mm/tahun. Temperatur rata-rata bulanan 22,2 o

    C 31,3 oC dengan kelembaban udara

    relatif tahunan rata-rata 81 Rh. Jenis tanah didominasi oleh jenis tanah latosol dan

    grumusol. Topografi bervariasi dari kelas lereng II (8-15%) s/d kelas lereng V (> 40%).

    Penggunaaan lahan didominasi oleh tegalan, kebun kelapa, semak belukar dan pemukiman.

  • 17

    Salah satu teknik konservasi air berupa pembuatan embung yaitu semacam kolam

    untuk menampung air hujan dan limpasan. Sekaligus berfungsi sebagai tempat persediaan

    air dimusim kemarau.

    Sosial Ekonomi

    Sebagian besar penduduk MDM Diloniyohu bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 77 %, sedangkan sisanya adalah pedagang 3 %, buruh 9 %, swasta 0,5 %, TNI/PNS 2% dan lain-lain 8,5 %. Sedangkan untuk kepemilikan lahan dapat dilihat pada tabel 1.

    Table 7. kondisi Pemilikan lahan Penduduk MDM Diloniyohu

    Kelembagaan

    Kelembagaan sosial masyarakat yang ada di DAS Mikro Diloniyohu terdiri dari

    lembaga formal (BPD dan PKK) dan lembaga non formal (kelompok tani, kelompok arisan

    dan lain-lain yang sifatnya insidential).

    Pada tahun 2008, pengalokasian kegiatan pada MDM Diloniyohu di Desa Talumopatu

    meliputi kegiatan sebagai berikut:

    1. Pembuatan Hutan Rakyat: pada MDM Talumopatu dilaksanakan kegiatan hutan rakyat seluas 25 Ha. Jenis tanaman yang dikembangkan meliputi jati, mahoni, kemiri dan nangka. Dengan pertumbuhan tanaman rata-rata 70% dan rata-rata tinggi tanaman 25-40 cm.

    No. Kecamatan / Desa Kepemilikan lahan (KK)

    Tidak

    berla-

    han

    < 0,25

    (ha)

    0,25 1

    (Ha)

    1 - 2

    (ha)

    > 2

    (Ha) Jumlah

    1 Mootilango 32 55 73 129 94 383

    a. Talumopatu 32 55 73 129 94 383

    2 Boliyohuto 117 175 264 417 315 1.288

    a. Parungi 57 86 115 201 172 631

    b. Bumela 60 89 149 216 143 657

    Jumlah 149 230 337 546 409 1.671

    Instrumen pengamatan hidrologi yang ada di MDM

  • 18

    2. Pembuatan Teras: pada MDM Talumopatu dilaksanakan kegiatan teras seluas 10 Ha. Jenis teras yang dibuat terdiri dari teras bangku 0,25 Ha dan teras gulud 9,75 Ha.

    3. Pemeliharaan Hutan Rakyat; pada MDM Talumopatu dilaksanakan kegiatan pemeliharaan tahun ke-2 dengan persentase rata-rata pertumbuhan hingga 80 % dan tinggi tanaman berkisar 2-4 meter.

    4. Pemeliharaan Embung 5. SPAS; Bangunan SPAS ini terletak pada MDM Talumopatu 6. Pembuatan Silvikultur Intensif; pada MDM Talumopatu dilaksanakan kegiatan silvikultur

    intensif seluas 25 Ha.

    B. Mikro DAS Laor Oki

    Hidrologi

    Mikro DAS Laor Oki terletak di Kelurahan Makalonsouw, tondano, Sulawesi Utara.

    Penelitian ini telah dilaksanakan sejak tahun 2006 oleh BP2TPDASIBT, namun kegiatan fisik

    relatif belum ada yang dilaksanakan. Mikro DAS Laor Oki telah memiliki alat pengukur

    curah hujan otomatis dan manual, SPAS, chek dam juga telah dibangun oleh Pemda

    setempat. Berdasarkan alat tersebut diketahui rata-rata curah hujan bulanan 150,58 mm.

    Di lokasi ini terdapat instrumen hidrologi berupa SPAS yang terletak di outlet DAS

    Uji Coba Laor Oki, alat pengukur hujan otomatis dan manual.

    Sosial Ekonomi

    Kelurahan Makalonsow memiliki penduduk sebanyak 443 jiwa terbagi dalam 132

    kepala keluarga. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga adalah 3-4 orang. Persentase

    penduduk dengan usia produktif cukup besar, yakni 62,3 % dari total jumlah penduduk.

    Mata pencaharian penduduk umumya adalah bertani (74 %) selebihnya adalah

    buruh tani, pedagang dan PNS/ABRI. Pendapatan rata-rata per tahun dari hasil pertanian

    sebesar Rp. 6.689.478.

    Rata-rata kepemilikan lahan masyarakat adalah 3 ha, yakni 2 ha lahan kebun/hutan

    dan 1 ha lahan sawah. Namun sayangnya perimbangan tenaga kerja dan luasan lahan

    belum maksimal, sehingga produktifitas lahan rendah. Sekitar 75 % kebutuhan air dipenuhi

    oleh sungai untuk mencuci, mandi dan kebutuhan pertanian, sedangkan 25 % kebutuhan air

    dari air sumur dan mata air untuk konsumsi.

    Kelembagaan

    Secara formal kelembagaan yang ada di lokasi ini adalah lembaga pemerintahan

    Kelurahan, LKMD/BPD, lembaga pendidikan berupa Sekolah Dasar, lembaga keagamaan

    Alat

    Pengukur Hujan

    Manual

    dan

    Otomatis

  • 19

    seperti Gereja, sedangkan lembaga-lembaga informal yang ada adalah kelompok sosial

    kemasyarakatan berupa kelompok kerukunan, kelompok tani dan koperasi.

    C. Mikro DAS Bilobon, Pomoman, Poigar

    Sub DAS Bilobon, DAS Poigar secara administrasi masuk dalam wilayah Desa Pomoman,

    Kec. Poigar, Kab. Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Luas Sub DAS Bilobon

    berdasarkan digitasi on screen adalah 1297 Ha. Bentuk DAS agak lonjong dengan

    Kerapatan drainase sedang dan panjang sungai utama 9 - 11 km.

    Hidrologi

    Desa Pomoman berada pada ketinggian 500 meter dpl. Termasuk dalam type iklim

    C berdasarkan type schmidt dan fergusson dengan jumlah rata-rata hujan tahunan 1.005

    mm/tahun. Temperatur rata-rata bulanan 24,6 C - 27,3 C dengan kelembaban udara

    relatif tahunan rata-rata 85 93 % Rh. Jenis tanah didominasi oleh jenis tanah latosol.

    Topografi bervariasi dari kelas lereng II (8-15 %) s/d kelas lereng V (> 40 %). Luas Desa

    Pomoman 38,75 km2 atau 12% dari total luas Kec. Poigar.

    Hasil analisa tanah dapat dilihat pada tabel berikut.

    Table 8. Hasil analisis laboratorium sifat kimia tanah dan fisika tanah

    No Sifat fisika dan kimia Nilai (kriteria)

    1 PH (H2O) 5,2-5,6 (Masam-Agak Masam)

    2 N-total (%) 0,04-0,06 (Sangat Rendah)

    3 P-tersedia (ppm) 8,96-18,44 (Sangat Rendah-sedang)

    4 K tersedia (ppm) 9,16-12,63 (Sedang)

    5 C organik ( %) 1,09-2,29 (Rendah-sedang)

    6 KTK NH4AC(Me/100g) 5,11-15,38 (Rendah)

    7 Permiabilitas (cm/jam) 0,4-2,7 (Lambat - sedang)

    8 Tekstur Lempung liat berdebu dan liat

    9 Struktur granuler

    Menurut data tabel di atas, dengan tekstur tanah lempung liat berdebu maka

    pertanian cocok dikembangkan di daerah ini. Namun perlu ditambahkan bahan organik dan

    tanah dengan kandungan liat tinggi untuk meningkatkan nilai KTK, agar unsur hara mudah

    diserap tanaman.

    Sosial Ekonomi

    Desa Pomoman memiliki penduduk sebanyak 368 jiwa terdiri dari 204 jiwa laki-

    laki dan 164 jiwa perempuan. terbagi dalam 104 rumah tangga dengan rata-rata anggota

    rumah tangga 3,54 jiwa.

  • 20

    Kepadatan penduduk masih tergolong rendah yaitu 9,5 jiwa/km2. Pola pemukiman

    penduduk adalah mengumpul atau terkonsentrasi pada suatu areal tertentu. 90 %

    masyarakat adalah petani selebihnya buruh, pedagang, PNS/ABRI. Hasil panen jagung

    ataupun padi ladang sudah habis dalam jangka 3 s/d 5 bulan, sisa 7 s/d 9 bulan petani

    harus membeli beras. Perkerjaan sampingan yang biasa dilakukan adalah tukang ojek.

    Rata-rata pendapatan warga per tahun sebesar Rp. 3.719.444.

    Rata-rata kepemilikan lahan masyarakat adalah sama, karena merupakan lahan

    transmigrasi yaitu seluas 2,025 ha, dimana 2 ha lahan kebun/hutan dan 0,025 ha

    merupakan lahan pekarangan. Namun dalam perkembangannya pemilikan lahan telah

    mengalami perubahan akibat perkembangan keluarga. Hal ini dapat menjadi kontribusi

    degradasi DAS bahkan kerusakan cagar alam karena desa ini berbatasan langsung dengan

    cagar alam. Masyarakat sangat tergantung akan air sungai, walau beberapa keluarga telah

    memiliki sumur.

    Kelembagaan

    Secara formal kelembagaan yang ada di lokasi ini adalah lembaga pemerintahan

    Kelurahan, LKMD/BPD, lembaga pendidikan berupa Sekolah Dasar dan SMP, lembaga

    keagamaan seperti majelis taklim, remaja masjid dan Gereja, sedangkan lembaga-

    lembaga informal yang ada adalah kelompok sosial kemasyarakatan berupa kelompok

    kerukunan, kelompok tani dan koperasi. Moposad dan moduduran merupakan pranata

    sosial yang bersifat tolong menolong.

    Klasifikasi Tipologi dan Kerawanan Pengelolaan DAS

    No Uraian/Variabel Nilai Ket

    1 Sensitifitas kewilayahan 2 Rendah Luas sub DAS < 150.000 ha, lintas kab

    dlm satu provinsi

    2 Sensitifitas lahan terhadap

    degradasi DAS

    3- 5 (Sedang

    sampai tinggi)

    Bentuk /sistem lahan, perbukitan/penggunungan.

    penutupan Lahan - HP/perkebunan = 3 - Pemukiman = 4

    - Tegalan = 5

    3 Kerawanan Tekanan Penduduk 3 (sedang) Penduduk jarang, keg/struktur ekonomi

    pertanian

    4 Kerawanan ekonomi DAS 5 (Tingggi) Pendapatan rendah, Pertumbuhan

    ekonomi rendah

    5 Skala Kerawanan sosek tinggi

    Kerawanan ekonomi tinggi

    Kerawanan tekanan penduduk sedang

    6 Tipologi Chactmen area 4 (tinggi)

    Kerawanan lahan sedang

    Kerawanan sosek tinggi (DAS termasuk pada tingkat

    kerawanan lahan dan Sosek tinggi,

    tingkat kerawanan lahan sedang dan

    sosek sedang)

  • 21

    7 Kerawanan /sensitifitas banjir 3 (sedang)

    Dengan asumsi = curah hujan < 200

    mm , Kerawanan cathcmen = tinggi (3)

    Maka klasifikasi tipologi banjir

    termasuk dalam ketegori sedang

    8 Tipologi DAS Kategori 1-2 Tipologi wilayah = 2 rendah

    Tipologi banjir = 3 sedang

    Berdasarkan hal tersebut, maka

    tipologi DAS termasuk tipologi DAS

    Kategori 1-2 yakni DAS yang Kinerja

    Baik (tidak rawan/tidak terdegradasi)

    Berdasarkan informasi/data tabel analisis sidik cepat degradasi Sub DAS diatas

    diketahui bahwa, tipologi Sub DAS Bilobon, DAS Poigar di Desa pomoman termasuk dalam

    tipologi DAS ketegori 1-2 yang berarti bahwa sub DAS dengan kinerja Baik (tidak

    rawan/tidak terdegradasi).

    IV. KESIMPULAN

    1. Dari hasil pengamatan di tiga lokasi, umumnya merupakan lokasi dengan masyarakat

    bermata pencaharian utama pertanian dengan pendapatan dan tingkat kesejahteraan rendah. Permasalahan mendasar selain persoalan biofisik adalah kondisi masyarakat yang serba terbatas (modal dan pengetahuan), ketergantungan yang tinggi terhadap lahan dan keraguan masyarakat akan kepastian usaha. Dari aspek biofisik karena, topografi yang umumnya berat dan sumber mata air, hulu DAS / DAS mikro sangat peka terhadap perubahan.

    2. Pengelolaan DAS Mikro harus didasarkan pada kondisi spesifik dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang secara langsung terkait dengan jasa hutan sebagai unsur utama DAS hulu.

    DAFTAR PUSTAKA

    Arsyad, S.1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor.

    Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada Univeristy Press. Yogyakarta.

    Departemen Kehutanan. 2000. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

    Ditjen RLPS Dit. RLKT.

    Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. DitJen. RLPS. Dit. RLKT. Jakarta.

    Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI, 2000. Pedoman Survey Sosial Ekonomi Kehutanan

    Indonesia (PSSEKI). P2SE. Bogor

  • 22

    Dixon, J.A., K.W. Easter. 1986. Integrated Watershed Management : An Approach to Resource

    Management. In. K.W. Easter, J.A. Dixon, and M.M. Hufschmidt. Watershed Resources

    Management. An Integrated Framework with Studies from Asia and the Pasific. Studies

    in Water Policy and Management, No. 10.

    Hagey, R.S. 2002. Guest Editorial : The Use and Abuse of Participatory Action Research.

    http://www.hc-qc.ca/pphb-dgspsp/publicate/cdic-mcc/18-1/a e.html

    Hall. B. 1981. Participatory Action Research, Popular Knowledge and Power : A Personal

    Reflection. Convergence.

    Huizer, G. 1997. Participatory Action Research and Peoples Participation : Introduction and

    Case Studis. Third World Centre. Catholic University of Nijmegen. The Netherlands.

    Ohara. P. Rhonaken. 2004. Course Module : Participatory Action Research for Community Based Natural Resources. RECOFT. Bangkok.

    Paimin, 2004. Sistem Karakterisai Daerah Aliran Sungai. Revisi Usulan Kegiatan Penelitian (UKP).

    Tidak Diterbitkan. BPPTPDAS IBB. Surakarta

    Paimin. 2004. Sistem Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS). (Revisi, Juli 2004). Departemen Kehutanan, Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Surakarta.

    Selener, D. 1997. Participatory Action Research and Social Change. The Cornell Participatory

    Action Research Network. Cornell University. Ithaca. New York.

    Seyhan, E. 1977. Fundamentals of Hydrology. Terjemahan. S. Subagyo. 1990. Dasar-Dasar

    Hidrologi. Gajah Mada Univ. Press.

    Seyhan, E. 1993. Dasar-Dasar hidrologi (edisi Indonesia-cetakan kedua). Gajah Mada University Press, Bulaksumur, Yogyakarta.

    Sheng, T.C. 1986. Watershed Management Planning : Practical Aproaches. In. Strategies,

    approaches, and systems in integrated watershed management. FAO Conservation Guide

    14. FAO,UN. Rome

    Sheng, T.C. 1990. Watershed Management Field Manual. Watershed survey and planning. FAO

    Conservation Guide 13/6. FAO,UN. Rome

    Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri; Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri

    Pekerjaan Umum, No.19 tahun 1984 No.059/Kpts-II/1984 No.124/Kpts/1984 tanggal 4

    April 1984, tentang Penanganan Konservasi Tanah Dalam Rangka Pengamanan Daerah

    Aliran Sungai Prioritas.

  • 23

    Analisa Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas

    Tebangan dan Tanaman Pengayaan di Maluku Utara

    dan Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Sekunder

    di Sulawesi Utara dan Gorontalo

    Sentot Adi Sasmuko

    ABSTRAK

    Dalam rangka mendukung program Pengelolaan Hutan Lestari (Sustainable Forest

    Management), salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui gambaran

    pertumbuhan tegakan di setiap lokasi dan tipe hutan. Data-data pengukuran pertumbuhan

    tegakan menjadi input bagi pengelolaan hutan yang bersangkutan.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan riap tegakan hutan

    alam bekas tebangan dan tanaman pengayaan di Maluku Utara dan hutan alam sekunder di

    Sulawesi Utara. Dampak yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah terwujudnya

    pengelolaan hutan yang terencana, efisien, rasional, berkelanjutan dan berwawasan

    lingkungan berdasarkan tipe hutan masing-masing.

    Hasil pengamatan menunjukkan bahwa struktur tegakan pada areal bekas tebangan

    PT. Bela Berkat Anugrah dan KPH Model Poigar adalah relatif sama yaitu mengikuti pola

    struktur tegakan hutan alam yang normal. Riap volume tahunan dalam plot permanan

    IUPHHK PT. Bela Berkat Anugerah per hektar adalah 54,48 m/ha atau riap tahunan per

    pohon adalah 0,42 m3/pohon.

    Sedangkan total volume pada plot permanen Hutan Lindung Lolombulan KPH Model

    Poigar adalah 887,98 m/ha atau riap tahunan 353,14 m/ha dengan rata-rata volume 3,73

    m/ pohon atau riap rata-rata tahunan 0,72 m/pohon. Total volume pada tegakan dalam

    plot permanen HPT Gunung Lolombulan KPH Model Poigar adalah 134,421 m/ha dan rata-

    rata volume 0,51 m/pohon.

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Pengelolaan hutan lestari (dalam satu unit pengusahaan hutan) adalah merupakan

    satu paket kegiatan untuk mengelola kawasan hutan yang telah menjadi

    tanggungjawabnya. Tidak hanya kawasan hutan yang produktif saja (hutan primer) yang

    dikelola agar lestari, tetapi seharusnya juga kawasan lain yang tidak produktif (hutan

    bekas tebangan, belukar, alang-alang dan tanah kosong) agar menjadi produktif dan

  • 24

    lestari. Untuk mendukung tercapainya pengelolaan hutan alam yang lestari (Sustainable

    Forest Management) maka gambaran tentang pertumbuhan dan perkembangan serta

    potensi tegakan hutan harus diketahui secara jelas. Gambaran pertumbuhan,

    perkembangan dan potensi dapat diketahui dengan cara pembangunan dan pengukuran

    Petak Ukur Permanen atau Plot Permanen. untuk memantau pertumbuhan dan

    perkembangan serta menginfentarisir potensi tegakan. Sedangkan untuk tujuan pelestarian

    dilakukan kegiatan pengayaan areal bekas tebangan. Pertumbuhan dan perkembangan

    tegakan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara garis besar dikelompokan dalam tiga

    kelompok, yaitu tempat tumbuh, genetik dan umur serta perlakuan silvikultur (Baker.1950,

    Davis dan Johnson, 1987 dalam Alex N. Homer 1993).

    B. Tujuan Tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini yaitu:

    1. memperoleh data dan informasi pertumbuhan tegakan hutan alam produksi bekas tebangan dan pertumbuhan tanaman pengayaan di Maluku Utara.

    2. Memperoleh data pertumbuhan hutan alam sekunder di Sulawesi Utara 3. Mendapatkan lokasi Plot Permanen di Gorontalo

    II. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan pada bulan April Desember 2008 pada tiga lokasi yaitu:

    1. Areal hutan alam bekas tebangan IUPHHK PT. Bela Berkat Anugerah, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.

    2. Kawasan Hutan dalam KPH Model Poigar, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara.

    3. Dan Kawasan Hutan dalam KPH Model Pohuwato III, Gorontalo.

    B. Bahan dan Alat 1. Bahan dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan pembuatan plot permanen adalah

    GPS, Kompas, Phiband, haga, parang, meter rol dan alat tulis menulis, alkohol 75%, kertas koran, plastik 10 kg, nomor pohon dan cat.

    2. Bahan dan alat yang digunakan dalam pengukuran pertumbuhan tanaman pengayaan adalah meter rol, kaliper dan alat tulis menulis

    C. Prosedur Penelitian

    1. Pertumbuhan Tanaman Pengayaan

    Pengukuran Tinggi dan Diameter

    Kegiatan pengukuran tinggi dan diameter tanaman dilakukan pada tiga lokasi

    pengayaan, yaitu pada lokasi bekas jalan sarad, lokasi terbuka atau tanah kosong dan

    lokasi tempat penimbunan kayu atau Tpn. Pengukuran tinggi dilakukan dengan mengukur

    tinggi tanaman pengayaan secara keseluruhan (dimulai dari pangkal batang sampai pucuk

  • 25

    tanaman yang paling tinggi) sedangkan diameter tanaman diukur pada tinggi tanaman 10

    cm dari pangkal batang.

    2. Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan Pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan mengukur tinggi pohon bebas cabang dan

    tinggi total pohon, sedangkan diameter pohon diukur pada diameter setinggi dada atau

    130 cm dari atas permukaan tanah.

    3. Pembuatan PUP (Petak Ukur Permanen)

    a. PUP dibuat berbentuk segi empat dengan ukuran jarak datar minimal 200 m x 200 m untuk areal bekas tebangan, sedangkan pada areal KPH model ukuran petaknya adalah 100 x 100 m.

    b. Batas PUP berupa rintisan selebar 2 meter. c. Petak Pengamatan

    Syarat petak pengamatan adalah di dalam petak pengamatan tidak terdapat sungai

    yang lebarnya lebih dari 2 m, tidak terdapat areal kosong yang luasnya lebih dari 0,1

    Ha, dan mencakup areal bekas kegiatan eksploitasi kayu (misal bekas penebangan,

    bekas jalan sarad, tempat pengumpulan kayu, bekas jalan angkutan dll.), tetapi jumlah

    luas areal kosong akibat kegiatan eksploitasi kayu tersebut tidak lebih dari 0,3 Ha.

    d. Masing-masing petak pengamatan dibagi menjadi 100 buah plot ukuran jarak datar 10m x10m.

    A. Analisa Data Analisa pertumbuhan tegakan dilakukan dengan menghitung volume masing-masing

    jenis pohon yang terdapat di dalam tegakan. Volume yang dihitung adalah volume pohon

    dengan tinggi sebatas tinggi bebas cabang. Volume pohon dihitung dengan pendekatan :

    V = 1/4d. f . T

    Dimana :

    V : Volume

    1/4d : Luas bidang dasar

    f : Angka Bentuk (0,7)

    T : Tinggi bebas cabang

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Pertumbuhan Tanaman Pengayaan Jenis yang ditanam pada areal jalan sarad, Tpn dan tanah kosong adalah Shorea sp.,

    Pometia sp., Anisoptera sp. dan Palaquium sp. Jenis-jenis ini dipilih karena merupakan

    jenis komersial dan banyak tumbuh dilokasi IUPHHK PT. Bela Berkat Anugerah, diharapkan

    memberikan pengaruh positif bagi kegiatan yang dilakukan seperti pertumbuhan yang baik

    dan mudah beradaptasi dengan lingkungan.

  • 26

    Rata-rata riap diameter dan tinggi antara tahun 2007 dan 2008 di tiga lokasi dapat

    dilihat pada tabel 1 Namun tidak semua data dapat ditampilkan karena data tanaman pada

    lokasi Tpn tidak dapat diolah karena sebagian besar tanaman patah dan mati dililit liana.

    Table 9. Rata-rata riap masing-masing jenis tanaman pada masing-masing lokasi

    No

    Jenis

    Lokasi Pengukuran

    Jalan sarad TPN Tanah Kosong

    (cm)

    Tinggi

    (cm)

    (cm)

    Tinggi

    (cm)

    (cm)

    Tinggi

    Cm)

    1 Shorea sp. 0.40 2.50

    2 Palaquium sp. 0.70 43.10 0.48 13

    3 Pometia sp. 0.19 3.50 4 Anisoptera sp. 0.33 6

    B. Pertumbuhan Tegakan pada Hutan Alam Areal IUPHHK PT. Bela Berkat Anugerah

    Data diameter dan tinggi tahun 2008 pada areal IUPHHK PT. Bela Berkat Anugrah,

    Pulau Bacan, Halmahera Selatan dapat dilihat pada tabel berikut. Luas plot 0,6 Ha.

    Table 10. Rata-rata diameter, rata-rata tinggi dan jumlah pohon dalam tegakan pada interval diameter tertentu.

    No

    Interval Diameter (cm)

    10

    -19

    ,99

    20

    -29

    ,99

    30

    -39

    ,99

    40

    -49

    ,99

    50

    -59

    ,99

    60 Up

    1 Rata-rata Diameter (m) 0.15 0,25 0,34 0,44 0,58 0,73

    2 Rata-rata pertambahan diameter

    (m) 0.012 0,011 0.007 0,021 0,028 0,001

    3 Rata-rata tinggi (m) 19.10 23.76 27.06 29.33 27.8 27.13

    4 Rata2 Riap Tinggi (m) 4.32 3.92 3.68 6.23 2.3 0.73

    5 Jumlah Pohon 58 57 18 12 10 8

  • 27

    Riap Tegakan merupakan selisih antara hasil pengukuran potensi tegakan tahun 2008

    dikurangi hasil pengukuran potensi tegakan tahun 2007, data pertumbuhan riap dapat

    dilihat pada tabel 3.

    Table 11. Riap tahunan tegakan pada areal PUP hutan alam bekas tebangan IUPHHK PT Bela Berkat Anugerah.

    Tahun Keterangan (m) T (m) LBD

    (m) V (m)

    2008 Total/ha 46.17 3796.00 13.56 248.05

    Rata-rata/pohon 0.28 23.29 0.08 1.52

    2007

    Total/ha 43.97 3328.00 11.36 181.64

    Rata-rata/pohon 0.25 18.80 0.06 1.03

    Riap Total/ha 2.20 468.00 2.21 66.41

    Riap Rata-rata/pohon 0.03 4.49 0.02 0.50

    C. Pertumbuhan Tegakan pada Hutan Alam Areal KPH Model Poigar

    1. Plot Permanen Hutan Lindung Lolombulan

    Data diameter dan tinggi tahun 2008 pada plot permanen Hutan Lindung Lolombulan

    dapat dilihat pada tabel berikut.

    Table 12. Rata-rata diameter dan tinggi pohon dalam plot pada interval diameter tertentu

    Interval Diameter (cm)

    10

    -1

    9,9

    9

    20

    -29

    ,99

    30

    -39

    ,99

    40

    -49

    ,99

    50

    -59

    ,99

    60

    Up

    Total Diameter (m) 20,87 15,65 11,46 3,23 3,81 2,45

    Rata-rata Diameter (m) 0,14 0,24 0,34 0,40 0,54 0,81

    Total Tinggi (m) 1516 903 507 139 116 54

    Rata-rata Tinggi (m) 10.31 13.89 15.36 17.37 16.57 18

  • 28

    Total Volume (m) 14.73 29.62 42.92 53.83 44.73 760.50

    Rata-rata Volume(m) 0.20 0.52 1.53 2.83 4.07 15.84

    Jumlah pohon 57 28 19 11 48

    Sedangkan riap tegakan antara tahun 2007 sampai 2008 dapat dilihat pada tabel 5.

    Table 13. Riap Tahunan tegakan pada areal Plot Permanen Hutan Lindung Lolombulan, KPH Model Poigar.

    Tahun Keterangan (m) TT. LBD(m) V (m)

    2008

    Total 94.21 4486 48.33 946.33

    Rata-rata 0.41 19.50 0.21 4.11

    2007

    Total 68.32 3190 31.22 534.84

    Rata-rata 0.38 17.92 0.18 3.00

    Total riap/ha 25.89 1296 17.12 411.49

    Rata2 riap/Pohon 0.03 1.58 0.03 1.12

    2. Plot Permanen Hutan Produksi Terbatas Tondei Data diameter dan tinggi tahun 2008 pada plot permanen Hutan Produksi Terbatas

    (HPT) Lolombulan Desa Tondei dapat dilihat pada tabel berikut.

    Table 14. Diameter, tinggi dan volume Rata-rata pada plot permanen Hutan Produksi Terbatas Tondei

    Interval Diameter (cm)

    0-1

    9,9

    9

    20

    -29

    ,99

    30

    -39

    ,99

    40

    -49

    ,99

    50

    -59

    ,99

    60

    Up

    Diameter Total (cm) 1245.86 1297.14 791.32 708.09 714.18 3747.14

    Diameter rata-rata (cm) 14.16 23.58 34.41 44.26 54.94 87.14

    Total Tingi (m) 795 619 353 282 258 994

    Rata-rata Tinggi (m) 9.03 11.25 15.35 17.63 19.85 23.12

  • 29

    Volume Total (m) 18.57 29.79 34.02 13.54 19.14 19.65

    Volume rata-rata(m) 0.13 0.46 1.03 1.69 2.73 6.56

    Jumlah pohon 65 33 8 7 3

    D. Plot Permanen KPH Model Pohuato Gorontal Secara administratif Provinsi Gorontalo ditetapkan melalui UU No. 38 tahun 2000

    dan memiliki 5 kabupaten/kota sebagai Berikut :

    Kota Gorontalo dengan luas wilayah 64,79 km

    Kabupaten Gorontalo dengan luas wilyah 3.426,98 km

    Kabupeten Boalemo dengan luas wilayah 2.248,24 km

    Kabupaten Bone Bolango dengan luas wilayah 1.984.40 km

    Kabupaten Pohuato dengan luas wilayah 4.491,03 km

    Lokasi yang akan dijadikan sebagai plot permanen terletak pada areal KPH model

    pohuwato III, Kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, dengan luas wilayah 12.213

    km.

    IV. KESIMPULAN 1. Rata-rata riap tinggi dan diameter jenis Palaquium sp. pada jalan sarad adalah 43,10

    cm dan 0,70 cm, jenis Shorea sp. pada areal tanah kosong adalah 2,50 cm dan 0,40 cm, jenis Pometia sp. pada areal tanah kosong adalah 3,50 cm dan jenis Anisoptera sp. adalah 0,19 cm dan 6 cm.

    2. Rata-rata riap diameter, riap tinggi, riap luas bidang dasar dan riap volume pada tegakan PUP areal IUPHHK PT. Bela Berkat Anugerah berturut-turut adalah 2,20 m/ha atau 0,03 m/ pohon; 468 m/ pohon atau 4,49 m/pohon; 2,21 m/ha atau 0,02 m/pohon dan 66,41 m/ha atau 0,50 m/pohon.

    3. Rata-rata riap diameter, riap tinggi, riap luas bidang dasar dan riap volume pada tegakan plot permanen areal Hutan Lindung KPH Model Poigar berturut-turut adalah 25,89 m/ha atau 0,03 m/ pohon; 1296 m/ha atau 1,58 m/pohon; 17,12 m/ha atau 0,03 m/pohon dan 411,49 m/ha atau 1,12 m/pohon.

    4. Rata-rata diameter, tinggi, luas bidang dasar dan volume pada tegakan plot permanen areal HPT Gunung Sinonsayang KPH Model Poigar berturut-turut adalah 57,52 m/ha atau 0,21 m/ pohon; 3247 m/ha atau 12,35 m/pohon; 12,99 m/ha atau 0,05m/pohon dan 134,42 m/ha atau 0,51 m/pohon.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonimous, 2002. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 4795 tahun 2002 tentang Kriteria dan

    Indikatior Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari pada Unit Pengelolaan.

    Departemen Kehutanan. Jakarta.

  • 30

    Chairil. A.S, N. Djaingsastro dan O. Satjapradja, 1991. Model pertumbuhan Acacia mangium

    Wild berumur 27 bulan di Tanjung Bintang, Lampung. Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Hutan. Bogor. Buletin Penelitian Hutan No. 534.

    Cocran. W.G. 1983. Sampling Techniques 2nd. John Wiley & Sons. Inc. New York.

    Departemen Kehutanan. 1989. Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Direktorat

    Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan. Jakarta.

    Departemen Kehutanan, 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

    Husch, B. 1963. Forest Measuration And Statistics. The Ronald Press Company. New York.

    Kartodihardjo, H. 1999. Masalah Kebijakan Pengelolaan Hutan Alam Produksi. Pustaka Latin.

    Jakarta.

    Kuswandi, R., Encep R., Abdullah T., Bambang N., Yulius D.N., 2001. Kajian Awal Sistem

    Silvikultur Alternatif dalam pengelolaan Hutan Produksi Australasia di Papua.

    Proseding Seminar Ekspose Hasil Penelitian BPK Manokwari. Balai Penelitian

    Kehutanan. Manokwari.

    Rachman, E. 1989. Tabel volume bebas cabang Pometia acuminata Radlk di Kelompok Hutan

    Warbiadi CDk Manokwari. Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. Matoa Vol. 2.

    No.1

    Rinaldi I., 2003. Model Dinamika Struktur Tegakan untuk Pendugaan Hasil di HPH PT.

    Intracawood Manufacturing Kalimantan Timur. Laporan Hasil Penelitian.

    Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam (Tidak diterbitkan).

    Sagala, P., 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

    Siapno I.B., 1970. Guide for The Injury Study. Hand Book of Selective Logging, 2nd edition.

    Manila, Phillipines.

    Soemarna, K dan Y. Soediono. 1976. Inventarisasi Hutan. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.

    Soerianegara, I. 1977. Pengelolaan Sumberdaya Alam Bagian I. SPS IPB. Bogor

    Suhendang, E. 1993.Penerapan model dinamika struktur tegakan hutan alam yang mengalami

    penebangan dalam pengaturan hasil dengan metode jumlah pohon. Fakutas

    Kehutanan IPB

    Sukanda, 1996. Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu pada Sistem Silvikultur

    TPTI. Buletin Penelitian Kehutanan Vl. 10. No. 1. Balai Penelitian Kehutanan

    Samarinda. Samarinda.

    Thaib, J. dan R.S. Soenarso, 1981. Evaluasi Kerusakan Hutan Bekas Tebangan di Areal HPH.

    Proceeding Lokakarya Sistem Silvikultur TPTI. Direktorat Jenderal RRL. Ditjen

    Kehutanan. Departemen Pertanian. Jakarta.

  • 31

    Identifikasi Jenis Flora Potensial dan Endemik pada Kawasan Konservasi di Cagar Alam G. Ambang,

    Cagar Alam Tangale dan Kawasan Aketajawe

    pada TN. Aketajawe Lolobata

    Julianus Kinho

    ABSTRAK

    Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya adalah salah satu kawasan terpenting di wilayah biogeografi Wallacea. Kawasan ini memiliki tingkat keanekaragaman flora yang tinggi dan juga diikuti oleh tingkat endemisitas yang sangat tinggi. CA. Gunung Ambang dan CA. Tangale merupakan kawasan konservasi yang terletak di bagian utara Pulau Sulawesi (Sulawesi Utara dan Gorontalo). TN. Aketajawe Lolobata merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di Pulau Halmahera Provinsi Maluku Utara. Potensi kekayaan flora dikawasan ini belum banyak terungkap (didata, diidentifikasi dan dipublikasi). Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi tentang keanekaragaman jenis flora terutama flora potensial pada kawasan konservasi di CA. Gunung Ambang, CA. Tangale dan kawasan Aketajawe (TN. Aketajawe Lolobata). Penelitian ini dilaksanakan menurut prosedur penelitian deskriptif dengan teknik survey.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa keragaman jenis tumbuhan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang terdapat sedikitnya 87 jenis pohon, 9 jenis palem, 8 jenis rotan, 6 jenis herba non kayu, 6 jenis perdu berkayu, 1 jenis perdu non kayu dan 3 jenis liana non kayu. Kawasan Cagar Alam Tangale terdapat sedikitnya 75 jenis tumbuhan berkayu, 7 jenis palem, 4 jenis rotan, 4 jenis bambu, 45 jenis herba non kayu, 1 jenis perdu berkayu, 1 jenis liana, 2 jenis herba berkayu dan 8 jenis anggrek. Kawasan hutan sekitar Desa Tomares dan Desa Tabanalou Aketajawe pada TN. Aketajawe Lolobata meliputi kurang lebih 102 jenis pohon, 13 jenis palem, 11 jenis rotan dimana 2 diantaranya merupakan jenis endemik yang hanya dapat dijumpai di Sulawesi dan Maluku, yaitu Calamus leiocaulis, dan Calamus zollingeri, 9 jenis herba non kayu, 1 jenis perdu berkayu.

    I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

    Sulawesi merupakan pulau terbesar dan terpenting dalam sub-wilayah biogeografi Wallacea. Bahkan Cannon dkk. (2007) menyebut Sulawesi sebagai ekoregion prioritas keanekaragaman hayati. Ukuran pulau yang besar serta lamanya isolasi menyebabkan evolusi dari banyak spesies yang unik, namun sayangnya Sulawesi memiliki spesimen botani paling sedikit dalam koleksi ilmiah dibandingkan pulau/daerah lain di Indonesia. (Lee dkk., 2001).

    Cagar Alam Gunung Ambang dan Cagar Alam Tangale merupakan kawasan konservasi yang terletak di Sulawesi Bagian Utara, Taman Nasional Aketajawe Lolobata merupakan salah satu kawasan konservasi yang ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional di bioregion Maluku.

    Informasi tentang keragaman jenis flora di kawasan Wallacea yang kaya akan spesies endemik sangat penting untuk mengungkap keberadaan taksa-taksa di kedua daerah

  • 32

    (Sulawesi dan Maluku), dalam hal ini pada kawasan konservasi di Cagar Alam Gunung Ambang, Cagar Alam Tangale dan Kawasan Aketajawe (TN. Aketajawe Lolobata).

    Salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang keanekaragaman flora pada kawasan konservasi di Cagar Alam Gunung Ambang, Cagar Alam Tangale dan kawasan Aketajawe (TN. Aketajawe Lolobata) yaitu dengan melakukan eksplorasi dan identifikasi terhadap jenis tumbuhan yang terdapat di dalamnya.

    B. Tujuan

    Menyediakan data dan informasi keragaman jenis flora terutama flora potensial dan flora endemik pada kawasan konservasi di Cagar Alam Gunung Ambang, Cagar Alam Tangale dan kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe Lolobata.

    II. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian di Cagar Alam Tangale dilaksanakan pada tanggal 6 s/d September 2008, Cagar Alam G. Ambang tanggal 20 November sampai 4 Desember dan Kawasan Aketajawe pada TN. Aketajawe Lolobata tanggal 11 s/d 20 Desember 2008.

    B. Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 95 %, kertas koran, hand book, kantong spesimen berukuran 40 cm x 60 cm atau 60 cm x 100 cm serta kantong plastik dengan berbagai ukuran yang lebih kecil, tally sheet, tali rafia, etiket gantung, selotip/lackband dan polybag. Peralatan yang di gunakan yaitu peta kerja/peta kawasan, GPS (Garmin Colorado 300i), galah, parang, kamera digital, teropong/binokuler, alat tulis menulis, loupe, gunting stek, parang, kompas, haga meter, roll meter, mini caliper (sigmat).

    C. Prosedur Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan menurut prosedur penelitian deskriptif dengan teknik survey. Penentuan areal kerja yang dipilih dilakukan secara purposif dengan memperhatikan kondisi hutan berdasarkan peta kawasan dan kondisi dilapangan.

    Jenis flora yang dijumpai diidentifikasi sedangkan jenis yang belum diketahui dibuat spesimen herbariumnya.

    Spesimen herbarium yang dikumpulkan selanjutnya diidentifikasi lebih lanjut di Herbarium Wanariset Samboja dan Herbarium Bogoriense.

    Pengumpulan buah/biji dan atau tumbuhan yang masih berupa anakan dilakukan untuk dijadikan koleksi plasma nutfah.

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Cagar Alam Gunung Ambang

    Jenis tumbuhan yang banyak terdapat disekitar kawah gunung berapi ini adalah dari famili Pandanaceae (Pandanus sarasinorum Warb.) yang tumbuh subur dengan hamparan yang cukup luas.

    Keragaman jenis tumbuhan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang terdapat sedikitnya 87 jenis pohon, 9 jenis palem, 8 jenis rotan, 6 jenis herba non kayu, 6 jenis perdu berkayu, 1 jenis perdu non kayu dan 3 jenis liana non kayu. Daftar jenis tumbuhan yang ditemukan di CA.Gunung Ambang dapat dilihat pada pada tabel 1.

  • 33

    Table 15.Jenis tumbuhan yang ditemukan di CA.Gunung Ambang

    No Famili Genus/Spesies Keterangan

    1 Arecaceae Arenga pinnata Palem

    Areca vestiaria Giseke Palem

    Pigafetta elata Palem batang

    Pigafetta filaris Palem batang

    Caryota miltis Palem

    Livistona rotundifolia Palem

    Crytostachis lakka Palem merah

    Pinanga caesia Palem

    Areca cf. celebica Burret Palem

    2 Anacardiaceae Dracontomelum dao Pohon

    Koordersiodendron pinnatum Pohon

    Buchanania arborescens Pohon

    3 Annonacea Cananga odorata Pohon

    Polyathia elliptica Pohon

    Polyathia grandiflora Pohon

    Polyathia glauca Pohon

    Polyathia rumphii Pohon

    Poyathia lateriflora Pohon

    4 Apocynaceae Alstonia macrophylla Pohon

    Alstonia angustifloia Pohon

    5 Balanophoraceae Balanophora elongata Herba non kayu (dilindungi)

    6 Balsaminaceae Impatiens sp. Herba non kayu

    7 Begoniaceae Begonia sp1 Herba non kayu

    Begonia sp2 Herba non kayu

    Begonia sp3 Herba non kayu

    Begonia sp4 Herba non kayu

    8 Burceraceae Canarium aspernum Pohon

    Canarium hirsutum Pohon

    Canarium vrieseanum Pohon

    9 Calamoideae Calamus manan Rotan

    Calamus conirostris Rotan

    Calamus inops Rotan (E;S)

    Calamus caesius Rotan

    Calamus zollingeri Rotan (E;S.M)

    Calamus optimus Rotan

  • 34

    Daemonorops robusta Rotan (S.M)

    (Halmahera,Seram,Buru,

    Ambon)

    Myrialepsis paradoxa Rotan

    Plectocomia elongata Rotan

    10 Combretaceae Terminalia sp. Pohon

    11 Clusiaceae Garcinia tetrandra Pohon

    Garcinia daedalanthera Pohon

    Garcinia parvifolia Pohon

    Callophylum soulatri Pohon

    Callophylum treubii Pohon

    12 Casuarinaceae Casuarina junghuhniana Pohon

    13 Datiscaceae Octomeles sumatrana Pohon

    Tetrameles nudiflora Pohon

    14 Dilleniaceae Dillenia ochreata Pohon

    Dillenia celebica Pohon

    15 Ebenaceae Diospyros javanica Pohon

    Diospyros maritima Pohon

    Diospyros rumphii Pohon

    16 Euphorbiaceae Endospermum moluccanum Pohon

    Endospermum diadenum Pohon

    Endospermum peltatum Pohon

    Drypetes longifolia Pohon

    Macaranga hispida Pohon

    Macaranga mappa Pohon

    Mallotus ricinoides Pohon

    Omalanthus populneus Pohon/Perdu (dilindungi)

    Dysoxylum gaudichaudianum Pohon

    17 Fabaceae Pterocarpus indicus Pohon

    18 Fagaceae Lithocarpus celebicus Pohon

    Lithocarpus bancanus Pohon

    19 Flacourtiaceae Homalium celebicum Pohon

    20 Gnetaceae Gnetum gnemon Pohon

    21 Junglandaceae Engelhardia spicata Pohon (dilindungi)

    22 Lauraceae Litsea tomentosa Pohon

    Cryptocarya bicolor Pohon

    Dehaasia firma Pohon

    23 Leguminosae Archidendron teysmanii Pohon

    Erythrina sp. Pohon

  • 35

    Derris dalbelgiodes Pohon

    Desmodium sp Pohon

    24 Magnoliaceae Elmerilia ovalis Pohon

    Elmerilia sp Pohon

    Michellia sp Pohon

    25 Melastomataceae Medinilla speciosa Perdu berkayu (dilindungi)

    Clidemia hirta Perdu berkayu (dilindungi)

    Melastoms stigerum Perdu berkayu (dilindungi)

    26 Meliaceae Aglaia argentea Pohon

    Aglaia macrocarpa Pohon

    Aglaia odoratissima Pohon

    Aglaia korthalsii Pohon

    Aglaia ganggo Pohon

    Aglaia korthasii Pohon

    27 Moraceae Ficus septica Pohon

    Ficus variegata Pohon

    Ficus benjamina Pohon

    Ficus minahasae Pohon

    Ficus microcarpa Pohon

    Ficus fistulosa Pohon kecil/perdu (dilindungi)

    Ficus sp1 Pohon

    Ficus sp2 Pohon

    Ficus sp3 Pohon

    28 Myristicaceae Myristica gigantea Pohon

    Gymnocranthera forbesii Pohon

    Gymnocranthera paniculata Pohon

    Horsfieldia brachiata Pohon

    Horsfieldia irya Pohon

    Knema sp. Pohon

    29 Orchidaceae Eria multiflora Anggrek epifit (dilindungi)

    Vanda tricolor Anggrek epifit (dilindungi)

    30 Pandanaceae Pandanus sarasinorum Perdu non kayu

    31 Piperaceae Piper aduncum Perdu berkayu

    Piper decumanum Liana non kayu

    Piper sp2 Liana non kayu

    Piper sp3 Liana non kayu

    32 Rubiaceae Mastixiodendron pachyclados Pohon

    Anthochepahalus chinensis Pohon

    Anthochepahalus sp. Pohon

  • 36

    B. Cagar Alam Tangale

    Keragaman jenis tumbuhan di kawasan Cagar Alam Tangale terdapat sedikitnya 75 jenis tumbuhan berkayu, 7 jenis palem, 4 jenis rotan, 4 jenis bambu, 45 jenis herba non kayu, 1 jenis perdu berkayu, 1 jenis liana, 2 jenis herba berkayu dan 8 jenis anggrek. Jenis tumbuhan yang ditemukan di CA.Tangale dapat dilihat pada tabel 2.

    Table 16.Jenis tumbuhan yang ditemukan di CA.Tangale berdasarkan pengelompokan

    No Family Genus/Spesies Nama Daerah Keterangan

    1 Anacardiaceae Dracontomelum dao Loyo Pohon

    Dracontomelum mangiferum Loyo Pohon

    Koordersiodendron pinnatum Hihito Pohon

    Spondias sp. Pohon

    2 Anonaceae Cananga odorata Bunga kenari Pohon

    Polyathia glauca Pohon

    Polyathia elliptica Pohon

    Polyathia grandiflora Pohon

    Timonius flavescens Pohon

    Mussaenda frondosa Perdu (dilindungi)

    33 Saurauiaceae Saurauia cauliflora Perdu (dilindungi)

    34 Sapindaceae Pometia pinnata Pohon

    Pometia coriaceae Pohon

    35 Sapotaceae Palaquium obtusifolium Pohon

    Planchonella oxyedra Pohon

    36 Simaraubaceae Ailanthus integrifolia Pohon

    37 Sonneratiaceae Duabanga mollucana Pohon

    38 Solanaceae Solanum sp. Perdu berkayu

    39 Sterculiaceae Sterculia insularis Pohon

    40 Ulmaceae Trema orientalis Pohon (dilindungi)

    41 Urticaceae Leucosyke capitellata Pohon

    Piptrurus argenteus Pohon

    42 Zingiberaceae Alpinia rubricaulis Perdu non kayu

    Etlingera heliconiifolia Perdu non kayu

    Etlingera sp. Perdu non kayu

    Alpinia eremochlamys Perdu non kayu

    Etlingera sp. Perdu non kayu

    Alpinia sp. Perdu non kayu

    Alpinia monopleura Perdu non kayu

  • 37

    3 Arecaceae Livistona rotundifolia Ombulo Palem

    Arenga pinnata Aren Palem

    Caryota miltis Boluo Palem

    Belum teridentifikasi Humuwa Palem

    Belum teridentifikasi Tiladu Palem

    Licuala sp. Tombito Palem

    Crytostachis lakka Palem merah

    4 Apocynaceae Alstonia angustifolia Pohon

    Alstonia sumatrana Pohon

    5 Burceraceae Canarium aspernum Pohon

    Canarium hirsutum Pohon

    Canarium vrieseanum Pohon

    Haplolobus celebicus Pohon

    6 Begoniaceae Begonia sp1 Herba non kayu

    Begonia sp2 Herba non kayu

    7 Calamoideae Calamus zollingeri Rotan batang Rotan (IT;S.M)

    Belum teridentifikasi Rotan tikus Rotan

    Belum teridentifikasi Rotan ayam Rotan

    Calamus ornatus Rotan buku

    tinggi

    Rotan

    8 Combretaceae Terminalia cattapa Pohon

    Terminalia sp. Pohon

    9 Clusiaceae Garcinia picrorrhiza Pohon

    Callophylum soulattri Pohon

    Cratoxylum celebicum Pohon

    10 Datiscaceae Tetrameles nudiflora Pohon

    11 Dilleniacae Dillenia celebica Pohon

    Dillenia ochreata Pohon

    12 Dipterocarpaceae Anisopthera sp. Pohon

    13 Ebenaceae Diospyros sp. Pohon

    Garuga floribunda Kayu kambing Pohon

    14 Ericaceae Rhododendron impositum Pohon

    15 Euphorbiaceae Aleurites moluccana Pohon

    Mallotus ricinoides Pohon

    Endospermum diadenum Pohon

    Endospermum peltatum Pohon

    Endospermum moluccanum Pohon

    Macaranga gigantea Tapeo Pohon

    Omalanthus populneus Pohon kecil /Tiang

    (dilindungi)

  • 38

    Pimelodendron sp. Pohon

    16 Fabaceae Intsia bijuga Pohon

    17 Flacourtiaceae Homalium celebicum Pohon

    Pangium edule Pangi Pohon

    18 Gnetaceae Gnetum gnemon Pohon

    19 Junglandaceae Engelhardia spicata Pohon (dilindungi)

    20 Lauraceae Cryptocarya bicolor Pohon

    Litsea tomentosa Pohon

    Litsea sp. Pohon

    21 Lechythidaceae Baringtonia sp. Pohon

    22 Leguminosae Erythrina sp. Pohon

    23 Meliaceae Dysoxylum Mayungo Pohon

    24 Moraceae Ficus septica Bualo Pohon

    Ficus minahasae Tuluponu Pohon

    Ficus benjamina Pohon

    Ficus variegata Pohon

    Ficus annulata Pohon

    Ficus macrothyrsa Pohon

    Ficus nodosa Pohon

    Ficus sp1 Pohon

    Ficus sp2 Pohon

    Ficus sp3 Pohon

    Arthocarpus sp. Pohon

    25 Myrtaceae Syzygium jamboloides Pohon

    Syzygium malaccense Pohon

    26 Myristicaceae Horsfieldia irya Pohon

    Myristica sp. Pohon

    27 Orchidaceae Anggrek epifit 8

    jenis

    28 Piperaceae Piper caninum Herba non kayu

    Piper aduncum Perdu berkayu

    29 Poaceae Schizostachyum lima Bambu tegak

    Bambusa vulgaris Wawohu Bambu tegak

    Belum teridentifikasi Bambu tikus Bambu menjalar

    Shyzostachyum brachycladum Tomula Bambu tegak

    30 Rutaceae Lunasia amara Pohon

    31 Sapindaceae Pometia pinnata Pohon

    32 Sapotaceae Palaquium obtusifolium Pohon

  • 39

    Palaquium sp. Pohon

    33 Sonneratiaceae Duabanga moluccana Pohon

    34 Simaraubaceae Ailanthus integrifolia Pohon

    35 Rubiaceae Anthocephalus chinensis Pohon

    Anthocephalus sp. Pohon

    Morinda citrifolii Mengkudu

    utang

    Herba berkayu

    Morinda sp. Herba berkayu

    Mastixiodendron pachyclados Pohon

    Neonauclea sp. Pohon

    36 Sterculiaceae Pterospermum celebicum Poyuhu Pohon

    Sterculia sp. Binggilade Pohon

    Pterygota horsfieldii Pohon

    37 Ulmaceae Trema orientalis Pohon

    38

    38

    Verbenaceae Vitex cofasus Pohon

    39 Paku-pakuan Herba non kayu

    (42 jenis) Ket: IT= Indonesia Timur S=Sulawesi M=Maluku

    C. Kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe Lolobata

    Keragaman Jenis tumbuhan yang tedapat dikawasan ini meliputi kurang lebih 102 jenis pohon, 13 jenis palem, 11 jenis rotan dimana 2 diantaranya merupakan jenis endemik yang hanya dapat dijumpai di Sulawesi dan Maluku, yaitu Calamus leiocaulis dan Calamus zollingeri, 9 jenis herba non kayu, 1 jenis perdu berkayu. Untuk jenis perdu non kayu satu diantaranya termasuk giant ginger dari genus Alpinia dengan tinggi mencapai 10 sampai 13 meter, dengan diameter tangkai daun 10-15 cm.

    Daftar jenis tumbuhan yang dijumpai pada kawasan hutan di sekitar Desa Tomares dan Desa Tabanalou di Aketajawe pada TN. Aketajawe Lolobata dapat dilihat pada tabel 3.

    Table 17. Jenis tumbuhan pada kawasan hutan disekitar Desa Tomares dan Desa Tabanalou di Kawasan Aketajawe pada TN. Aketajawe Lolobata

    No Famili Genus/Spesies Keterangan

    1 Anacardiaceae Dracontomelum dao Pohon

    Koordersiodendron pinnatum Pohon

    Buchanania nitida Pohon (E; MU)

    Semecarpus sp. Pohon

    Pentaspadon motleyi Pohon

    2 Arecaceae Crytotachis lakka Palem merah (D)

    Areca catechu Palem

    Areca sp. Palem

    Caryota sp. Palem

    Pigafeta fillaris Palem

    Pinanga spp. Palem (5 jenis)

    Licuala sp. Palem

  • 40

    Drymophleus litigosus Palem

    Livistona rotundifolia Palem kipas

    3 Annonacea Cananga odorata Pohon

    Polyathia elliptica Pohon

    Polyathia grandiflora Pohon

    Polyathia glauca Pohon

    4 Apocynaceae Alsotonia scholaris Pohon

    Lepinopsis ternatensis Pohon (IT)

    Cerbera floribunda Pohon

    5 Araliaceae Osmoxylon umbelliferum Pohon (IT)

    Osmoxylon sp. Pohon

    6 Begoniaceae Begonia sp. Herba non kayu

    7 Burseraceae Canarium spp. Pohon (3 jenis)

    Garuga floribunda Pohon (IT)

    Haplolobus sp. Pohon

    8 Calamoideae Calamus heteracanthus Rotan

    Calamus longipina Rotan

    Calamus manan Rotan

    Calamus scipionum Rotan

    Calamus conirostris Rotan

    Calamus inops Rotan

    Calamus ciliaris Rotan

    Calamus leiocaulis Rotan (E;S.M)

    Calamus zollingeri Rotan (E;S.M)

    Daemonorops didymophylla Rotan

    Daemonorops robusta Rotan; E:S.M (Halmahera,Seram,Buru,

    Ambon)

    9 Cyperaceae Mapania sp. Herba non kayu

    10 Combretaceae Terminalia spp. Pohon (2 jenis)

    11 Datiscaceae Octomeles sumatrana Pohon

    12 Dilleniaceae Dillenia philippinensis Pohon (D)

    13 Dipterocarpaceae Anisopthera thurifera ssp.

    polyandra

    Pohon (IT)

    Hopea novoguinensis Pohon (IT)

    Hopea sp. Pohon

    Agathis damara Pohon

    14 Ebenaceae Diospyros spp. Pohon (3 jenis)

    15 Elaeocarpaceae Elaeocarpus angustifolius Pohon

    16 Euphorbiaceae Antidesma sp Pohon

    Aleurites moluccana Pohon

    Endospermum moluccanum Pohon

    Macaranga mappa Pohon

  • 41

    Macaranga tanarius Pohon

    Mallotus mollissimus Pohon

    Pimelodendron amboinicum Pohon (IT)

    17 Fabaceae Intsia bijuga Pohon

    Intsia palembanica Pohon

    18 Gnetaceae Gnetum gnemon Pohon

    19 Guttiferae Callophylum soulatri Pohon

    Callophylum inophylum Pohon

    Garcinia sp. Pohon

    20 Lauraceae Cinnamomum sp. Pohon

    Cryptocarya sp. Pohon

    21 Lecythidaceae Baringtonia sp1 Pohon

    Baringtonia sp2 Pohon