Upload
hahuong
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Rangkuman Fiqh Riba dan Gharar : Persiapan UAS
Pertemuan VIII : Bai’ Najasy
• Substansi Bai’ Najasy
Bai’ najasy (rekayasa pasar dalam demand) yaitu bila seorang produsen (pembeli)
menciptakan permintaan palsu seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk
sehingga harga jual produk itu naik. • Ketentuan Hukum, Dalil, dan Maqashid Larangan Bai‘ Najasy
Bai‘ najasy hukumnya diharamkan dalam Islam sesuai dengan hadis Rasulullah saw :
Hadis Abi Hurairah, Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Jangan
melakukan talaqqi rukban, jangan membeli sesuatu yang sudah dibeli saudaranya, jangan
melakukan jual beli najasy, jangan melakukan hadir li bad, jangan melakukan tashriyatul
ghanam” • Penjelasan Bai’ Najasy Dalam Fatwa-Fatwa DSN
1. Fatwa DSN tentang Pedoman Pasar Modal
Dalam fatwa tersebut dijelaskan beberapa praktik terlarang di antaranya adalah bai‘
najasy. Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maysir, risywah,
maksiat, dan kezaliman meliputi :
a. Najsy, yaitu melakukan kezaliman penawaran palsu
b. Bai’ al-ma’dun, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang
belum dimiliki (short-selling),
c. Insider Trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh
keuntungan atas transaksi yang dilarang; menimbulkn informasi yang
menyesatkan.
d. Margin Trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas
pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah
tersebut
e. Ihtikar, yatu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu Efek Syariah
untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan memengaruhi
pihak lain
f. Transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur di atas
2. Fatwa DSN tentang Mekanisme Perdagangan Efek
Dalam fatwa ini juga dijelaskan beberapa praktik terlarang di antaranya adalah bai‘
najasy sebagaimana penjelasan fatwa :
Pelaksanaan Perdagangan Efek harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta
tidak diperbolehkan melakukan spekulasi, manipulas, dan tindakan lain yang di
dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, najsy, ihtikar, bai‘ al-ma’dum,
talaqqi al’rukban, ghabn, riba dan tadlis.
3. Fatwa DSN tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas
a. Pump and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek diawali oleh pergerakan
harga uptrend, yang disebabkan oleh serangkaian ransaksi inisiator beli yang
membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi.
b. Hype and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek yang diawali oleh pergerakan
harga uptrend yang disertai dengan adanya informasi positif yang tidak benar,
dilebih-lebihkan, misleading, dan juga disebabkan oleh serangkaian transaksi
inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai leel harga tertinggi.
c. Creating Fake Demand/Supply, yaitu adanya 1 (satu) atau lebih pihak tertentu
melakukan pemasangan order beli/jual pada level harga terbaik, tetapi jika order
beli jual yang dipsang sudah mencapai best price maka order tersebut di-delete
aau diamend (baik dalam jumlahnya dan/ atau diturunkan level harganya) secara
berulang kali.
Pertemuan IX : Bai’atain Fi Bai’ah / Two in One
• Dua Jual Beli dalam Satu Jual Beli
• Diriwiyatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Nabi shalallahu’alaihiwassalam
bersabda, “Tidak boleh terjadi pinjaman bersamaan jual beli, dua syarat dalam satu
jual beli, keuntungan tanpa ada jaminan, dan menjual sesuatu yang tidak dimiliki”
• Apa maksud dua transaksi jual beli dalam satu jual beli:
- Menurut Imam Syafi’i terdapat dua penafsiran:
- Saya jual barang ini kepadamu dengan harga dua ribu kredit atau dengan
harga seribu tunai, maka mana saja yang kamu mau kamu boleh pilih
- Saya jual kepadamu rumahku dengan syarat kamu jual kepadaku
kudamu
- Dari beberapa pendapat para ulama, dua jual beli dalam satu jual beli dapat bermakna
dua pilihan harga untuk satu jenis jual beli atau dua syarat dalam satu jual beli
- Hanafi berpendapat bahwa jual beli ini fasid karena harga barang tidak jelas dan
adanya penggantungan. Jika harga telah ditetapkan dan diterima pada salah satu
pilihan, maka transaksi menjadi sah
- Menurut syafi’I dan Hambali transaksi jual beli ini batal karena mengandung gharar
- Malik berpendapat bahwa jual beli ini sah dan dianggap sama dengan jual beli yang
memberi pilihan kepada pihak pembeli.
• Bagaimana dengan sistem pegadaian syariah →
Qardh + Rahn + Ijarah?
• Bagaimana dengan produk dana talangan haji →
Qardh dan Ijarah
Pertemuan X : Maysir
• Definisi Maysir
• QS Al-Maidah: 90 →
“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr,
berjudi (maysir), berkorban untuk berhala, mengundi nasib, adalah perbuatan
syaithan, maka jauhilah.”
• Qimar atau maysir bermakna setiap aktivitas yang mengandung “taruhan” dimana
yang menang akan mengambil seluruh taruhan dan yang kalah akan kehilangan
taruhannya (Nazih Hammad, Mu’jam al-Mustalahat)
• Kaidah fiqh menyatakan: “setiap akad (transaksi) yang terjadi antara Al-Ghunm
(mendapatkan keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapatkan kerugian) maka ia adalah
maysir”
• Judi adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu
aset atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara
mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu (taruhan,
lotre, undian, perlombaan, atau jual beli)
• Unsur-Unsur Maysir
• Dari definisi dan dalil tentang maysir, maka sesuatu dapat dikatakan maysir jika:
- Mengandung aktivitas taruhan
- Zero sum games →
yang menang mendapatkan seluruh taruhan dan yang kalah kehilangan taruhannya
- Tidak jelas kesudahannya (untung-rugi)
- Transfer kepemilikan terjadi tergantung dari aktivitas tertentu
• Contoh Maysir
• Berbagai contoh maysir:
- SDSB (sumbangan berhadiah untuk olahraga)
- Lotre
- Taruhan sepakbola dan sejenisnya
- Beberapa jenis Multi Level Marketing
• Bagaimana dengan contoh berikut?
- Perlombaan atau kompetisi ilmiah
- Cindera mata dari suatu produk (kalender, pulpen, mainan, dsb)
- Hadiah promosi setelah belanja
- Hadiah promosi langsung
- Permainan dadu
- Hadiah promosi langsung (beli dua dapat satu, dstt)
- Hadiah yang diberikan dengan melengkapi gambar
- Hadiah cincin/koin emas pada kemasan barang
• Maysir vs Spekulasi
• Apakah spekulasi sama dengan maysir:
- Setiap kegiatan bisnis pasti mengandung unsur spekulasi
- Pengusaha tidak mengetahui apakah bisnisnya akan memberikan keuntungan atau
kerugian
- Spekulasi dalam tingkatan tertentu (wajar) diperbolehkan
- Bagaimana dengan transaksi saham di pasar modal?
Pertemuan XI : Risywah
• Substansi Risywah
Risywah (suap-menyuap) adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan
sesuatu yang bukan haknya. Bentuk risywah pada umumnya adalah melakukan sesuatu
yang dilarang oleh hukum yang berlaku untuk mempercepat mendapatkan sesuatu yang
seharusnya didapatkan kemudian (perlu waktu). Sutu tindakan dapat dikatakan risywah
apabila kedua belah pihak setuju secara sukarela, apabila salah satunya tidak rela maka
itu bukan termasuk risywah melainkan pemerasan.
• Ketentuan Hukum dan Dalil Larangan Risywah (Suap)
Risywah diharamkan dalam Islam. Sesuai dengan nash Al-Qur’an dan al-hadis
Rasulullah saw, di antaranya :
1. QS An-Nisaa (4:29)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka di antara kamu.”
2. Hadis Ibnu Umar r.a
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata : Rasulullah saw melaknat pelaku
suap dan penerima suap”.
3. Hadis Abu Hurairah r.a :
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah saw melaknat pelaku suap
dan penerima suap dan perantara antara keduanya”
Bahkan, bagi pejabat, menerima hadiah ketika melaksanakan tugas tertentu itu
termasuk risywah sebagaimana hadis Lutbiyah r.a :
“Ibnu Lutbiyah yang bertugas (untuk Rasulullah saw) mengumpulkan sedekah.
Kemudian ia kembali dan membawa sedekah beserta hadiah. Rasulullah saw marah
dan mengatakan : kenapa ia tidak duduk di rumah bapak dan ibunya hingga hadiah
itu datang kepadanya?”
• Maqashid Larangan Risywah (Suap)
Dalam Islam, sejatinya, setiap orang mendapatkan hak, upah, prestasi itu karena kerja,
produktivitas, kontirubsi riil dan amal nyata. Praktik risywah bertentengan dengan
maashid tersebut, karena pelaku risywah mendapatkan haknya tanpa kerja dan kinerja,
tetapi mendapatkannya karena ia memiliki uang. Tujuan diharamkannya risywah adalah
agar setiap pekerjaan dilakukan secara ihsan (professional) atas dasar kemampuannya
dan secara bersamaan melarang setiap orang bermalas-malasan.
• Ruang Lingkup Risywah
Kaidah umumnya risywah diharamkan, yaitu setiap pemberian kepada pihak lain untuk
mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Definisi ini telah mengecualikan dua hal, yaitu :
1. Membayar untuk mendapatkan haknya atau menghindarkan tindakan zalim
terhadapnya.
Hal tersebut dibolehkan selaa tidak mengakibatkan bahaya (dharar) kepada pihak lain.
Kedua hal tersebut dibolehkan juga karena kedua praktik tersebut berbeda dengan
substansi risywah dan tidak mengandung ‘illiat dan maqashid pelarangan risywah.
Contoh : seseorang tercatat lulus seleksi karyawan, tapi oknum perusahaan meminta
bayaran sebagai syarat diterimanya sebagai karyawan, maka yang bersangkutan
boleh memberikan sesuatu kepada oknum perusahaan tersebut.
2. Memberi secara sukarela setelah menerima jasa (tanpa disyaratkan)
Contoh : A dinyatakan lulus sebagai karyawan, dan selanjutnya diminta untuk
melakukan pemberkasan. Setelah resmi menjadi pegawai, si A kemudian memberikan
hadiah ke pada orang-orang yang berjasa membantu pemberkasan tersebut.
Pertemuan XII : Terhindari Objek Akad yang Tidak Halal
• Syarat-Syarat Objek Akad (Ma’qud ‘Alaih)
1. Barang yang masyru’ (legal)
2. Bisa diserahterimakan waktu akad
3. Jelas diketahui oleh para pihak akad
4. Objek akad harus ada pada waktu akad
• Objek Akad Berupa Barang yang haram Dzatnya (Haram Lidzatihi)
Misalnya minuman keras, bingkai, daging babi, dan sebagainya. Jadi transaksi jual beli
minuman keras adalah haram walaupun akad jual belinya sah.
• Objek Akad Berupa Pendapatan Nonhalal (Haram Lighairihi)
1. Kriteria dan Ketentuan Hukum Pendapatan Nasional
Dana nonhalal adalah setiap pendapatan yang bersumber dari usaha tidak halal (al-
kasbu al’ghairi al-mayru). Ada beberapa usaha yang bertentangan dengan prinsip
syariah menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, yaitu :
1. Usaha Lembaga Keuangan Konvensional
2. Melakukan investasi pada emiten, yang pada saat transaksi, tingkat (nisbah) utang
perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya.
3. Perjudian dan permainan yang tergolong judi
4. Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram.
5. Produsen, distributor, atau penyedia jasa yang merusak moral atau bersifat
mudarat.
2. Ketentuan Pendapatan yang Sepenuhnya Haram
a. Bunga atas transaksi pinjaman
b. Dividen dari transaksi emiten
c. Pendapatan dari usaha perjudian, jual beli minuman, memabukkan, barang yang
merusak moral dan/atau menimbulkan mudharat.
• Ketentuan Hukum Pendapatan Halal yang (Tidak) Tidak Sepenuh Halal
Secara umum, ada dua pendapat ulama tentang hukum maslaah ini, yaitu :
1. Sebagian ulama berpendapat bahwa dana halal yang bercampur dengan dana non
halal itu hukumnya haram.
Lembaga Fikih Islam OKI setuju dengan pendapat tersebut sebagaimana dilansir
dalam Keputusan no.7/1/65, pada pertemuan ke-7 yaitu :
“Bahwa tidak ada perbedaan pendapat bahwa membeli saham pada perusahaan
yang kegiatan utamanya melakukan usaha yang haram, seperti transaksi ribawi,
memproduksi barang yang haram, jual beli barang yang haram”
Sesuai kaidah fikih ini, jikaa dana hlala bercampur dengan dana haram, maka hukum
haram lebih diunggulkan dan menjadi hukum keseluruhan dana tersebut.
2. Sebagian ulama berpendapat, bahwa jika dana yang halal lebih dominan daripada
dana nonhalal, maka keseluruhan dana tersebut menjadi halal
Jika ditelaah, pendapat yang kuat adalah yang kedua yang menegaskan :
a. Jika dana halal lebih dominan, maka seluruh dana tersebut menjadi halal
b. Jika dana halal sama atau lebih sedikit, maka presentase dana haram harus
dikeluarkan. Sedangkan dana yang tersisa hukumnya halal.
Pendapat kedua lebih tepat diterapkan, karena :
a. Umum al-balwa, maksudnya dana halal yang bercampur tersebut menjadi sulit
dihindarkan dalam aktivitas bisnis dan/atau selain bisnis
b. Raf’ul haraj wal hajah al-ammah,(meminimalisir kesulitasn dan memenuhi hajat
umum), di antaranya , lingkungan dan pranata ekonomi masih belum islam
c. Mua’at awa’id al-katsrah wa al-ghalabah, maksudnya standar hukum adalah bagian
lebih dominan.
d. Kaidah sebgian fuqaha tentang tafriq shafqah (memisahkan transaksi halal dari
transaksi yang haram)
• Dana Nonhalal Tiak untuk Dimanfaatkan Oleh Pemiliknya
Para ulama sepakat tentang : (1) pendapatan nonhalal hukumnya haram, oleh karena
itu tidak boleh dimanfaatkan oleh pemiliknya; (2) modal usaha tetap halal, jika
bersumber dari usaha yang halal; (3) pendapatan nonhalal harus diberikan atau
disalurkan kepada pihak lain sebagai sdekah.
• Pengelolaan Dana Nonhalal untuk Program Pemberdayaan Masyarakat
1. Mayoritas ulama berpendapat, bahwa dana nonhalal hanya boleh disalurkan untuk
fasilitas umum.
2. Sebgian ulama, seperti Syeikh Yusuf al-Qardhawi dan Prof.Dr. al-Qurrah Dagi
berpendapat, bahwa nnonhalal boleh disalurkan untuk seluruh kebutuhan sosial.