Author
vulien
View
233
Download
0
Embed Size (px)
- 1-
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-
UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI,
DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG UNDANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemilihan gubernur dan
wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota
dan wakil walikota yang demokratis, perlu dilakukan
penyempurnaan terhadap penyelenggaraan pemilihan
gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati,
serta walikota dan wakil walikota;
b. bahwa dalam rangka penyempurnaan penyelenggaraan
pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil
bupati, serta walikota dan wakil walikota, beberapa
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang
perlu diubah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 20 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan
Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5656)
- 2-
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5678);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-
UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN
GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG
UNDANG.
Pasal I
Beberapa Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23,
Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5656) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5678) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 7 huruf g, huruf s, dan huruf t diubah serta ketentuan
Pasal 7 huruf r dihapus, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
- 3-
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau
sederajat;
d. dihapus;
e. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota;
f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan
kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana
telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa
yang bersangkutan mantan terpidana;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan
surat keterangan catatan kepolisian;
j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan
dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang
merugikan keuangan negara;
l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan pajak pribadi;
n. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota
selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk
Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk
Calon Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota;
p. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati,
Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan diri di
daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon;
q. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan
penjabat Walikota;
r. dihapus;
s. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan
calon peserta Pemilihan;
- 4-
t. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara
Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai
Negeri Sipil serta kepala desa atau sebutan lain sejak ditetapkan
sebagai pasangan calon peserta Pemilihan; dan
u. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon.
2. Di antara Pasal 27 dan Pasal 28 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 27A
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27A
Tugas dan wewenang Bawaslu dalam penyelenggaraan Pemilihan, yaitu
sebagai berikut:
a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis pengawasan untuk setiap
tahapan Pemilihan;
b. memfasilitasi pelaksanaan tugas Bawaslu Provinsi dan Panwas
Kabupaten/Kota dalam melanjutkan pengawasan Pemilihan jika
Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota tidak dapat
melanjutkan pengawasan Pemilihan secara berjenjang;
c. menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi kepada KPU terkait
terganggunya tahapan Pemilihan Gubernur; dan
d. melakukan evaluasi pengawasan penyelenggara Pemilihan.
3. Ketentuan Pasal 30 huruf a ditambah 1 (satu) angka, yakni angka 11
sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan
penetapan Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara
pencalonan;
3. proses dan penetapan calon;
4. pelaksanaan Kampanye;
5. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
6. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil
Pemilihan;
7. mengendalikan pengawasan seluruh proses penghitungan suara;
8. penyampaian surat suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
9. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi,
Kabupaten, dan Kota dari seluruh Kecamatan; dan
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang,
Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan;
- 5-
11. pelaksanaan penetapan hasil Pemilihan Bupati/Walikota;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan;
c. menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan
Pemilihan yang tidak mengandung unsur tindak pidana;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya
kepada instansi yang berwenang;
f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk
mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya
dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilihan oleh penyelenggara di Provinsi, Kabupaten,
dan Kota;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang
pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang
sedang berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan.
4. Ketentuan Pasal 33 huruf b diubah sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 33
Tugas dan wewenang Panwas Kecamatan dalam Pemilihan meliputi:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah Kecamatan
yang meliputi:
1. pemutakhiran data Pemilih berdasarkan data kependudukan dan
penetapan Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap;
2. pelaksanaan Kampanye;
3. perlengkapan Pemilihan dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara hasil
Pemilihan;
5. penyampaian surat suara dari TPS sampai ke PPK;
6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK dari seluruh
TPS; dan;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang,
Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan;
b. mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari PPK kepada KPU
Kabupaten/Kota;
- 6-
c. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan
penyelenggaraan Pemilihan yang dilakukan oleh penyelenggara
Pemilihan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya
kepada instansi yang berwenang;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilihan;
g. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan
laporan mengenai tindakan yang mengandung unsur tindak pidana
Pemilihan; dan
h. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan.
5. Ketentuan Pasal 40 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga Pasal 40
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 40
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan
pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling
sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam
mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika
hasil bagi jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
menghasilkan angka pecahan maka perolehan dari jumlah kursi
dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan
pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit
25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku
untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
(4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat mengusulkan 1 (satu) pasangan calon, dan
pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh Partai Politik
atau gabungan Partai Politik lainnya.
(5) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
tidak mengusulkan pasangan calon, Partai Politik atau gabungan
Partai Politik tersebut tidak boleh mengusulkan pasangan calon pada
pemilihan berikutnya dan dapat mengusulkan kembali setelah
pemilihan berikutnya.
- 7-
6. Di antara Pasal 40 dan Pasal 41 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 40A
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 40A
(1) Partai Politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon adalah Partai
Politik yang terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dan
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40.
(2) Dalam hal terjadi sengketa kepengurusan Partai Politik, Partai Politik
yang dapat mendaftarkan pasangan calon adalah Partai Politik yang
susunan kepengurusannya terdaftar pada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak
asasi manusia sampai terdapat putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap atas sengketa kepengurusan Partai
Politik tersebut dan kepengurusannya didaftarkan pada kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan
hak asasi manusia.
7. Ketentuan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) diubah sehingga Pasal 41 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 41
(1) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan jumlah
penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat pada daftar pemilih
tetap di daerah bersangkutan pada pemilu sebelumnya, dengan
ketentuan:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar
pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar
pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan
6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5%
(delapan setengah persen);
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar
pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit
7,5% (tujuh setengah persen);
d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar
pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,
huruf c dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen)
jumlah kabupaten/kota di Provinsi dimaksud.
(2) Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika
memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak
pilih dan termuat pada daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan
pada pemilu sebelumnya, dengan ketentuan:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada
daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh
- 8-
ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada
daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu)
sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung
paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada
daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai
dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit
7,5% (tujuh setengah persen);
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada
daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen)
jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud.
(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat
dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu
Tanda Penduduk Elektronik, kartu keluarga, paspor, dan/atau
identitas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan
kepada 1 (satu) pasangan calon perseorangan.
8. Ketentuan Pasal 45 ayat (2) diubah dan ketentuan Pasal 45 ditambah 1
(satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
(1) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota disertai dengan penyampaian
kelengkapan dokumen persyaratan.
(2) Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. surat pernyataan, yang dibuat dan ditandatangani oleh calon
sendiri, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, huruf b, huruf g, huruf n, huruf
o, huruf p, huruf q, huruf s, huruf t, dan huruf u;
b. surat keterangan:
1. hasil pemeriksaan kemampuan secara rohani dan jasmani
dari tim dokter yang ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f;
2. tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi
tempat tinggal calon atau bagi mantan terpidana telah secara
- 9-
terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang
bersangkutan mantan terpidana dari pemimpin redaksi media
massa lokal atau nasional dengan disertai buktinya, sebagai
bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf g;
3. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dari
Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat
tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf h;
4. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan
dengan surat keterangan catatan kepolisian, sebagai bukti
pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf i;
5. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan
dan/atau secara badan hukum yang menjadi
tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara, dari
Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat
tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf k;
6. tidak dinyatakan pailit dari Pengadilan Negeri yang wilayah
hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti
pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf l;
c. surat tanda terima laporan kekayaan calon dari instansi yang
berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara,
sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf j;
d. fotokopi:
1. ijazah yang telah dilegalisir oleh pihak yang berwenang,
sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf c;
2. kartu nomor pokok wajib pajak atas nama calon, tanda terima
penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak
penghasilan wajib pajak orang pribadi atas nama calon, untuk
masa 5 (lima) tahun terakhir, dan tanda bukti tidak
mempunyai tunggakan pajak dari kantor pelayanan pajak
tempat calon yang bersangkutan terdaftar, sebagai bukti
pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud pada dalam
7 huruf m;
3. kartu tanda penduduk elektronik dengan nomor induk
kependudukan;
- 10-
e. daftar riwayat hidup calon yang dibuat dan ditandatangani oleh
calon perseorangan dan bagi calon yang diusulkan dari Partai
Politik atau gabungan Partai Politik ditandatangani oleh calon,
pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik;
f. pas foto terbaru Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota;
g. naskah visi dan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon
Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemenuhan persyaratan dan
kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan KPU.
9. Di antara Pasal 54 dan Pasal 55 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 54A
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54A
(1) Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dalam hal memenuhi
kondisi:
a. setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya
masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat 1 (satu) pasangan
calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian pasangan
calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat;
b. terdapat lebih dari 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan
berdasarkan hasil penelitian hanya terdapat 1 (satu) pasangan
calon yang dinyatakan memenuhi syarat dan setelah dilakukan
penundaan sampai dengan berakhirnya masa pembukaan kembali
pendaftaran tidak terdapat pasangan calon yang mendaftar atau
pasangan calon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian
dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya
terdapat 1 (satu) pasangan calon;
c. sejak penetapan pasangan calon sampai dengan saat dimulainya
masa Kampanye terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap,
Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak mengusulkan
calon/pasangan calon pengganti atau calon/pasangan calon
pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang
mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon;
d. sejak dimulainya masa Kampanye sampai dengan hari
pemungutan suara terdapat pasangan calon yang berhalangan
tetap, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak
mengusulkan calon/pasangan calon pengganti atau
calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak
memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu)
pasangan calon; atau
- 11-
e. terdapat pasangan calon yang dikenakan sanksi pembatalan
sebagai peserta Pemilihan yang mengakibatkan hanya terdapat 1
(satu) pasangan calon.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pemilihan 1 (satu) pasangan
calon diatur dengan Peraturan KPU.
10. Ketentuan Pasal 71 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diubah sehingga Pasal 71
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 71
(1) Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau
sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan
yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa
Kampanye.
(2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan
Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat
6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai
dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari
Menteri.
(3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan
Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan program dan
kegiatan Pemerintahan Daerah untuk kegiatan Pemilihan 6 (enam)
bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan
penetapan pasangan calon terpilih.
(4) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati,
dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana
tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi
atau KPU Kabupaten/Kota.
11. Ketentuan Pasal 73 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal
73 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 73
(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau
memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi Pemilih.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2a) Dalam hal Calon yang ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih
terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon
terpilih oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dan dikenai
sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- 12-
(3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 85 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat
(2a) dan ayat (2b) sehingga Pasal 85 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 85
(1) Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan dengan cara:
a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau
b. memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara secara
elektronik.
(2) Pemberian tanda satu kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dilakukan berdasarkan prinsip memudahkan Pemilih, akurasi dalam
penghitungan suara, dan efisiensi dalam penyelenggaraan Pemilihan.
(2a) Pemberian suara secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan Pemerintah
Daerah dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat berdasarkan
prinsip efisiensi dan mudah.
(2b) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan
berdasarkan hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan
memenuhi syarat, pemberian suara untuk Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa setuju atau tidak setuju.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
13. Ketentuan Pasal 107 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal
107 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 107
(1) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak
ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati
terpilih serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
terpilih.
(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama untuk
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil
Walikota, pasangan calon yang memperoleh dukungan Pemilih yang
lebih merata penyebarannya di seluruh kecamatan di kabupaten/kota
tersebut ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
terpilih.
- 13-
(3) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon
Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
peserta Pemilihan memperoleh suara 50% (lima puluh persen) atau
lebih dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati
dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota terpilih.
14. Ketentuan Pasal 109 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal
109 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 109
(1) Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang
memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama untuk
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, pasangan calon yang
memperoleh dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya di
seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut ditetapkan sebagai
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
(3) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur peserta Pemilihan memperoleh suara 50% (lima
puluh persen) atau lebih dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai
pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
15. Di antara Pasal 133 dan Pasal 134 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
133A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 133A
Pemerintahan Daerah wajib mengembangkan kehidupan demokrasi berupa
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.
16. Ketentuan Pasal 153 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 153
Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan sengketa yang timbul
dalam bidang tata usaha negara Pemilihan antara Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi
dan/atau KPU Kabupaten/Kota.
- 14-
17. Ketentuan Pasal 157 ayat (8) diubah sehingga Pasal 157 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 157
(1) Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan
peradilan khusus.
(2) Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan serentak nasional.
(3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan
diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya
badan peradilan khusus.
(4) Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan
penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi.
(5) Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah
Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 3 x 24
(tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan
suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
(6) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilengkapi alat bukti dan Keputusan KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara.
(7) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi
permohonan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak
diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.
(8) Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara perselisihan sengketa
hasil Pemilihan paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak
diterimanya permohonan.
(9) Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
bersifat final dan mengikat.
(10) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti
putusan Mahkamah Konstitusi.
18. Ketentuan Pasal 160A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 160A
(1) Dalam hal DPRD Provinsi tidak menyampaikan pengesahan
pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih,
dalam waktu 7 (tujuh) hari semenjak KPU Provinsi menyampaikan
penetapan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih
kepada DPRD Provinsi, Presiden melalui Menteri dapat melakukan
pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur dan Wakil
Gubernur terpilih berdasarkan usulan KPU Provinsi melalui KPU.
- 15-
(2) Dalam hal DPRD Kabupaten/Kota tidak menyampaikan pengesahan
pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta
pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih, dalam waktu 7
(tujuh) hari semenjak KPU Kabupaten/Kota menyampaikan penetapan
pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta pasangan calon
Walikota dan Wakil Walikota terpilih kepada DPRD Kabupaten/Kota,
Menteri melalui Gubernur dapat melakukan pengesahan
pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati serta
pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih berdasarkan
usulan KPU Kabupaten/Kota melalui KPU Provinsi.
(3) Dalam hal Gubernur tidak menyampaikan penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri, Menteri dapat melakukan
pengesahan pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati
serta pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih
berdasarkan usulan KPU Kabupaten/Kota melalui KPU Provinsi.
(4) Pengesahan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari sejak
diterimanya usulan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pengesahan pengangkatan
pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
19. Ketentuan Pasal 162 ayat (3) diubah sehingga Pasal 162 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 162
(1) Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
161 ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam
jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (3) memegang jabatan
selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya
untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(3) Gubernur, Bupati, atau Walikota dilarang melakukan penggantian
pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau
Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak
tanggal pelantikan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
- 16-
20. Ketentuan Pasal 164 ditambah 1 (satu) ayat sehingga Pasal 164 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 164
(1) Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik
oleh Gubernur di ibu kota Provinsi yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati
serta Walikota dan Wakil Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur.
(3) Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak dapat
melaksanakan sebagaimana dimaksud pada ketentuan ayat (1) dan
ayat (2), Menteri mengambil alih kewenangan Gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
(4) Pelantikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilaksanakan di ibu kota negara.
21. Di antara Pasal 164 dan Pasal 165 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal
164A dan Pasal 164B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 164A
(1) Pelantikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 dan Pasal 164
dilaksanakan secara serentak.
(2) Pelantikan secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan pada akhir masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota periode
sebelumnya yang paling akhir.
Pasal 164B
Presiden sebagai pemegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan
urusan pemerintahan dapat melantik Bupati dan Wakil Bupati serta
Walikota dan Wakil Walikota secara serentak.
22. Ketentuan Pasal 165 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 165
Ketentuan mengenai tata cara dan waktu pelantikan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
diatur dengan Peraturan Presiden.
23. Diantara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 166 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat
(1a) sehingga Pasal 166 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 166
(1) Pendanaan kegiatan Pemilihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
- 17-
(1a) Pendanaan kegiatan pengamanan Pemilihan dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Ketentuan mengenai dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan kegiatan Pemilihan yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diatur
dengan Peraturan Menteri.
24. Ketentuan Pasal 174 tetap, dengan perubahan Penjelasan Pasal 174 ayat (2)
sehingga Penjelasan Pasal 174 berbunyi sebagaimana tercantum dalam
penjelasan Pasal demi Pasal Undang-Undang ini.
25. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 176 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat
(2a) sehingga Pasal 176 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 176
(1) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
berhalangan tetap, berhenti, atau diberhentikan, pengisian Wakil
Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui
mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan
Partai Politik pengusung.
(1a) Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan 2
(dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(2) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berasal
dari calon perseorangan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan
Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-
masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan
usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
(2a) Dalam hal sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan,
tidak dilakukan pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil
Walikota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan
pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon
Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
- 18-
26. Di antara Pasal 187 dan Pasal 188 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal
187A dan Pasal 187B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 187A
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan
uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Warga Negara
Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk
mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih,
menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi
tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling
sedikit Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja
menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 187B
Anggota Partai Politik atau anggota gabungan Partai Politik yang dengan
sengaja melanggar ketentuan larangan menerima imbalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 dipidana dengan pidana penjara paling singkat
24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan
denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah)
dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
27. Di antara Pasal 190 dan Pasal 191 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal
190A dan Pasal 190B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 190A
Setiap orang, Penyelenggara Pemilihan, atau perusahaan yang dengan
sengaja mencetak surat suara melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 80 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24
(dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh puluh miliar rupiah).
Pasal 190B
Setiap Orang dan/atau lembaga yang dengan sengaja melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan pidana
penjara paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling
sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
- 19-
28. Di antara Pasal 198 dan Pasal 199 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
198A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 198A
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindak kekerasan atau
menghalang-halangi Penyelenggara Pemilihan dalam melaksanakan
tugasnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling
sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
29. Ketentuan Pasal 201 ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (10)
diubah serta di antara ayat (7) dan ayat (8) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (7a), sehingga Pasal 201 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 201
(1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan bulan Januari
sampai dengan bulan Juni tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal dan
bulan yang sama pada bulan Desember tahun 2015.
(2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
yang masa jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai dengan bulan
Desember tahun 2016 dan yang masa jabatannya berakhir pada tahun
2017 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan
Februari tahun 2017.
(3) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan tahun 2019
dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Juni
tahun 2018.
(4) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan
tahun 2015 dilaksanakan pada bulan September tahun 2020.
(5) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan
tahun 2017 dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2022.
(6) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan
tahun 2018 dilaksanakan pada bulan September tahun 2023.
(7) Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dilaksanakan pada bulan September tahun 2027.
- 20-
(7a) Dalam hal hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hanya diikuti oleh 1
(satu) pasangan calon dan mayoritas Pemilih tidak setuju terhadap
pasangan calon tersebut, pemilihannya akan dilaksanakan pada
pemilihan serentak berikutnya.
(8) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat
Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai
dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(9) Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat
Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama
sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat
(5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (7a) diatur dengan Peraturan KPU.
30. Di antara Pasal 201 dan Pasal 202 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
201A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 201A
(1) Dalam hal terdapat sengketa tata usaha negara Pemilihan Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang belum
memperoleh kekuatan hukum tetap, waktu pemungutan suara
serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 tetap dilaksanakan
dan hanya ditunda untuk Pemilihan yang bersengketa.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penundaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan KPU.
31. Di antara Pasal 205A dan Pasal 206 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
205B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 205B
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-
undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5678), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
- 21-
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal …
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …
- 22-
RANCANGAN PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-
UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI,
DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG UNDANG
I. UMUM
Ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota
dipilih secara demokratis. Untuk mewujudkan amanah tersebut telah ditetapkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang.
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
dirasakan masih menyisakan sejumlah kendala dalam pelaksanaannya. Di sisi
lain, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 perlu
diselaraskan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi sehingga perlu
disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara lain:
a. tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi, antara lain terkait:
1) persyaratan atas kewajiban bagi pegawai negeri sipil untuk
menyatakan pengunduran diri sejak penetapan sebagai pasangan calon
pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota;
2) persyaratan atas kewajiban bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD untuk
menyatakan pengunduran diri sejak penetapan sebagai pasangan calon
pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota;
3) persyaratan terkait mantan narapidana dapat maju sebagai pasangan
calon pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota jika telah mengumumkan
kepada masyarakat luas bahwa yang bersangkutan pernah menjadi
narapidana;
4) dihapusnya persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan
petahana;
5) pengaturan terkait pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
jika hanya terdapat 1 (satu) pasangan;
- 23-
b. penegasan terkait pemaknaan atas nomenklatur Petahana untuk
menghindari multitafsir dalam implementasinya;
c. pengaturan mengenai pendanaan kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan dapat
didukung melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. penyederhanaan penyelesaian sengketa proses pada setiap tahapan
pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota agar keserentakan pencoblosan maupun
pelantikan dapat terjamin;
e. penetapan mengenai waktu pemungutan suara untuk pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota pada tahun 2020, 2022, 2023, dan 2027;
f. pengaturan mengenai pelantikan serentak Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik secara
serentak oleh Presiden di ibu kota Negara serta penegasan terkait waktu
pelantikan agar selaras dengan kebijakan penyelenggaraan pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota secara serentak, yang pelantikan tersebut dilaksanakan
pada akhir masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota sebelumnya yang paling
akhir;
g. pengaturan sanksi yang jelas bagi yang melakukan politik uang (money
politic) dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota;
h. pengaturan terkait pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota yang
diberhentikan.
Selain hal tersebut, Undang-Undang ini juga menyempurnakan beberapa
ketentuan teknis lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilihan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
- 24-
Huruf d
Dihapus.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “mantan terpidana” adalah
orang yang pernah berstatus terpidana atau pernah
berstatus narapidana dan tidak sedang menjalani
pidana bersyarat, pidana pengganti, hukuman
percobaan, atau pidana penjara lainnya.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penjabat
Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota
mengundurkan diri untuk mencalonkan diri menjadi
Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Huruf r
Dihapus.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
- 25-
Angka 2
Pasal 27A
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 30
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 33
Cukup jelas.
Angka 5
Pasal 40
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 40A
Yang dimaksud “putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap” adalah putusan pengadilan tingkat
pertama, banding, dan kasasi.
Angka 7
Pasal 41
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 45
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 54A
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, maka Gubernur,
Bupati, dan Walikota menunjuk pejabat pelaksana
tugas.
Yang dimaksud dengan “penggantian” adalah hanya
dibatasi untuk mutasi dalam jabatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “petahana” adalah Gubernur atau
Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota
atau Wakil Walikota yang sedang menjabat dan terpilih
melalui proses politik serta mencalonkan diri dalam
Pemilihan.
- 26-
Angka 11
Pasal 73
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 85
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 107
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 109
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 133A
Cukup jelas.
Angka 16
Pasal 153
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 157
Cukup jelas.
Angka 18
Pasal 160A
Cukup jelas.
Angka 19
Pasal 162
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal 164
Cukup jelas.
Angka 21
Pasal 164A
Cukup jelas.
Pasal 164B
Cukup jelas.
Angka 22
Pasal 165
Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 166
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 174
- 27-
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Partai Politik atau gabungan
Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) pasangan
calon” adalah Partai Politik atau gabungan Partai Politik
yang masih memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah pada saat dilakukan pengisian jabatan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 176
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Partai Politik atau gabungan
Partai Politik pengusung” adalah Partai Politik atau
gabungan Partai Politik yang masih memiliki kursi di
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada saat dilakukan
pengisian jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan
Wakil Walikota melalui Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 26
Pasal 187A
Cukup jelas.
Pasal 187B
Cukup jelas.
- 28-
Angka 27
Pasal 190A
Cukup jelas.
Pasal 190B
Cukup jelas.
Angka 28
Pasal 198A
Cukup jelas.
Angka 29
Pasal 201
Cukup jelas.
Angka 30
Pasal 201A
Cukup jelas.
Angka 31
Pasal 205B
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …