Upload
ria-pebriawati
View
253
Download
36
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Stilistika dalam kajian Bahasa Arab
Citation preview
1
A. Pendahuluan
Stilistika adalah suatu kajian yang menyelidiki seluruh fenomena bahasa
mulai dari tataran fonologi hingga persoalan semantik. Tetapi pada umunya, kajian
stilistika dibatasi pada teks tertentu, dengan memperhatikan preferensi kata atau
struktur bahasa, mengamati hubungan antar pilihan kata tersebut untuk
mengidentifikasi ciri-ciri stilistik yang ada, seperti sintaksis, leksikal, retoris, atau
deviasi.1
Analisis stilistika sebenarnya dapat ditujuakan terhadap berbagai ragam
penggunaan bahasa, tidak terbatas pada sastra saja, tetapi biasanya stilistika lebih
sering dikaitkan dengan bahasa sastra.2 Sedangkan menurut Syukri Muhammad
‘Ayya>d, stilistika mengkaji seluruh fenomena bahasa mulai dari fonologi (bunyi
bahasa) hingga semantik (makna dan arti dari bahasa).3
Dalam pembahasan ini akan dipaparkan beberapa ranah analisis stilistika
yang meliputi, al-Mustawa> al-S{auti ( ranah fonologi), al-Mustawa> al-S{arfi ( ranah
morfologi), al-Mustawa> al-Nahwi aw al-tarkibi (ranah sintaksis), al-Mustawa> al-
Dalali (ranah semantik), dan al-Mustawa> al-Tashwir (ranah imageri) berikut
beberapa contoh terkait analisis tersebut.
1 Panuti Sudjiman, Bunga Rampai Stilistika, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1993), hlm. 37
2 Burhan Nurgiyantoro, Teori Penganalisis Fiksi, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,
2000), hlm. 279 3 Syukri Muhammad Ayya>d, Madkhal ila> ‘Ilmil Uslu>b, (Riyad} : Dar al-‘Ulu>m, 1982), hlm. 48
2
B. Pembahasan
Seperti yang dipaparkan S{ala>h Fad{al, karena uslu>b terkait dengan jiwa
seseorang, maka uslu>b adalah orang itu sendiri (al-na>s nafsuh), sehingga wajar bila
masing-masing orang memiliki obyek kajian stilistika yang berbeda. Namun,
analisis teks dengan menggunakan pendekatan stilistika tidak bisa terlepas dari tiga
unsur pokok, yaitu: 1) al-uns}u>r al-lughawai> (unsur bahasa), 2) al-uns}u>r al-nafi>,
seperti pengarang, pembaca, konteks historis, dan sebagainya, dan 3)al-uns}u>r al-
adabi> (unsur keindahan sastra). Namu demikian, ketiga unsur-unsur tersebut sama-
sama mengkaji persoalan bahasa yang meliputi: pertama, susunan huruf yang
terangkai dalam kata (fonologi), dan kedua, pemilihan kata dan kalimat.4
Penggunaan ranah analisis stilistika ini tergantung pada objek analisis. ‘Ali
‘Izzat membagi ranah analisis stilistika ke dalam empat bagian yaitu, al- mustawa>
al-s{auti ( ranah fonologi), al- mustawa> al-nahwi (ranah sintaksis), al-mustawa> al-
lafdzi (ranah preferensi kata), dan al-mustawa> al-dala>li (ranah semantik).5 Adapun
ranah analisis stilistika menurut Qalyubi, meliputi:
1. Al-Mustawa> al-S{auti ( ranah fonologi)
2. Al-Mustawa> al-S{arfi ( ranah morfologi)
3. Al-Mustawa> al-Nahwi aw al-tarkibi (ranah sintaksis)
4. Al-Mustawa> al-Dalali (ranah semantik)
5. Al-Mustawa> al-Tashwir (ranah imageri)6
Penggunaan ranah analisis uslubiyyah ini tergantung pada genre obyek
analisis. Sebagai contoh pada genre syi’ir (puisi) ranah analisis yang dominan
adalah al-mustawa> al-S{auti, sedangkan dalam genre nas{r (prosa) ranah analisis
tersebut jarang digunakan.
4 S{ala>h Fad}al, ‘Ilm al-Uslub: Maba>di’uh wa Ijra>atuh (Kairo: Muassasah al-Mukhta>r, 1998), hlm.115
5 ‘Ali> ‘Izzat, Al-Ittija>ha>t al-Hadi>tsah fi> ‘Ilmi al-Asa>li>b wa Tahli>li al-Khita>b (Kairo: Syirkah Abu> al-
Haul an-Nasyr, 1996), hlm. 15-46 6Syiha>buddin Qalyubi, ‘Ilm Uslu>b: Stilistika Bahasa dan Sastra Arab (Yogyakarta: Karya Media,
2013), hlm. 70
3
1. Al-Mustawa> al-S{auti ( ranah fonologi)
Secara sederhana fonologi disebut dengan ilmu bunyi yang fungsional atau
bidang linguistik yang menyelidiki bunyi bahasa menurut fungsinya.7 Dalam ranah
kajian stilistika, fonologi memberikan analisis terhadap efek keserasian bunyi dan
hakikat makna. Analisis ini berorientasai pada mencari pengaruh yang mungkin
ditimbulkan dari bunyi tertentu, seperti pada ayat-ayat al-Qur’an, qa>fiyah (sajak),
tawa>fuqul’arud} wa al-d}arb (kesejajaran bait), bah}r (ritme), tikra>r (repetisi), taja>nus
s}awti (asonasi), s{awt nawwa>h (intonasi sedih), dan as}wat as}s}afir (suara
bergemerincing).8 Adapun efek yang ditimbulkan meliputi :
a) Efek Fonologis Terhadap Keserasian
Menurut az-Zarqa>ni, yang dimaksud dengan keserasian dalam tata bunyi al-
Qur’an adalah keserasian dalam pengaturan harakah, suku>n, madd, dan ghunnah
sehigga enak didengar dan diresapi.9 Keteraturan dan keserasian bunyi huruf dalam
suatu kata sangat menopang keteraturan dan keserasian dalam kalimat, surah dan al-
Qur’an secara keseluruhan. Keserasian dalam keberagaman bunyi yang indah juga
menimbulkan efek dari aspek psikologis bagi pendengar, karena sejatinya manusia
senang dengan keindahan. Contoh dalam pengulangan bunyi huruf yang sama, yaitu
huruf ha dalam surat al-Syams (ayat 11-15). Pengulangan bunyi lafal an-na>s dalam
surat an-na>s (ayat 1-6).
b) Efek Fonologis Terhadap Makna
Bahasa terdiri atas lambang – lambang, yaitu tanda yang digunakan untuk
menyatakan sesuatu yang lain. Di dalam bahasa, tanda terdiri atas rangkaian bunyi
yang pada ragam tulis dialihkan ke dalam tanda – tanda visual, yaitu huruf dan
tanda baca. Hubungan antara rangkaian bunyi tertentu dan makna yang dinyatakan
7 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hlm. 102
8 Kamal Mustafa>, Syarh Diwa>n Syi’rul Hallaj (Bagda>d: Maktabah Nahd}ah, 1973), hlm. 33-93
9Syiha>buddin Qalyubi, ‘Ilm Uslu>b…, hlm. 205
4
bersifat arbitrer semata, tidak ada hubungan yang wajar antara lambang dan objek
yang dilambangkannya.10
Pembahasan terkait efek fonologis terhadap makna pernah dikaji oleh Rasyid
Salim Al-Khu>ri. Ia membahas keterkaitan antara huruf dengan maknanya.
Contohnya huruf awal fa berkaitan dengan makna kejelasan seperti lafal fattah{a,
farih{a, fajara yang mengandung arti membuka, gembira, membelah (cahaya fajar)
dan menerangkan (menafsirkan). Selain itu, huruf awal ha berkaitan dengan makna-
makna yang mulia seperti hub, haqq, hayah, hasan dan hikmah, yang mengandung
arti cinta, kebenaran, kehidupan, baik dan kebijaksanaan.11
Pengulangan ‘ain fi’l
(huruf kedua kata kerja) juga berimbas kepada pengulangan makna, contohnya kata
qatta’a dan kassara memiliki arti pengulangan yaitu memotong-motong dan
memecah-mecah.
2. Al-Mustawa> al-S{arfi (ranah morfologi)
Dalam literatur Arab, morfologi disebut dengan ‘ilm al-s{arfi merupakan
kajian atau peninjauan bahasa melalui aspek kata, perkembangan kata dan wujud
kata itu sendiri. Pada studi morfologi, sebuah kata secara alamiah akan terus
berkembang sesuai kebutuhan makna, proses morfologi bisa melalui pergantian dan
perubahan. Kemudian dari morfologi ini muncul kata baru dan pemahaman baru
dalam bahasa.12
Dan dalam kajian stilistika, morfologi memiliki nilai yang urgent
karena aplikasinya yang bisa memberikan pemaknaan tertentu. Adapun terkait
analisis dalam ranah ini meliputi dua aspek, yaitu:
a. Ikhtiya>r al-S{ighah ( Pemilihan Bentuk Kata)
Aspek ini mengacu pada pemilihan kata dan pengaruhnya terhadap
pemaknaan.
10
Panuti Sudjiman, Bunga Rampai Stilistika (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1993), hlm. 9 11
Mahmud Ahmad Najlah, Lughah al-Qur’a>n fi> Juz ‘Amma > (Beirut: Da>r al-Nahda>h al-‘Arabiyyah,
1981), hlm. 340 12
Jos Daniel Parera, Morfologi Bahasa, cet. Ke-3 (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010),
hlm. 14
5
b. Al-‘Udu>l bi al-S{ighah ‘an al-As}l al-Siya>qi
Merupakan perpindahan satu bentuk kata ke bentuk kata lainnya dalam
konteks yang sama. Contohnya, bentuk kata kasabat dan iktasabat dalam surat al-
Baqarah: 286 yang mengalami perubahan bentuk kata, kasabat berarti ‚mendapat
pahala‛ (dari kebajikan) dan kata iktasabat berarti ‚mendapat siksa‛ (dari
kejahatan). Melalui analisis stilistika, akan diketahui sebab dari perubahan bentuk
kata tersebut pada ayat yang sama dan apa pengaruhnya dalam pemaknaannya.13
3. Al-Mustawa> al-Nahwi au al-Tarki>bi (ranah sintaksis)
Pada ranah analisi ini banyak sekali yang harus diteliti. Antara lain, pola
struktur kalimat, al-tikra>r (pengulangan) baik pengulangan kata, kalimat, maupun
secara lebih luas pengulangan kisah, serta bagaimana pengaruhnya terhadap makna.
pada analisis ranah ini tidak dimaksudkan untuk membahas i’rab atau kedudukan
kata karena hal ini sudah dibahas dalam ilmu al-Nahwu. Namun, yang diteliti adalah
rahasia dari penggunaan struktur kalimat tertentu. Penggunaan pengulangan kalimat
misalnya, banyak sekali dijumpai dalam al-Qur’an, namun pengulangan tersebut
selalu mengalami sedikit perubahan dan dalam nuansa yang berbeda.
Seperti dalam surah al-Baqa>rah ayat 120:
Kemudian dalam surah Ibra>him ayat 35 :
Sepintas terlihat kalimat yang terdapat dalam kedua surah diatas merupakan
sebuah pengulangan. Namun jika ditelisik lebih dalam, ada perbedaan diantara ke
dua ayat tersebut. Lafal balad pada ayat pertama dalam bentuk nakirah sebagai
maf’ul tsa>ni >, lafal al-balad pada ayat kedua dalam bentuk ma’rifah sebagai ‘athaf
13
Syiha>buddin Qalyubi, ‘Ilm Uslu>b…, hlm.81
6
baya>n dari lafal hadza. Perbedaan ini membawa konsekuensi pada makna. Pada ayat
pertama, nabi Ibra>him berdoa : ‚Ya Tuhanku, jadikanlah (lembah yang tandus) ini
negeri yang aman.‛ Dan pada ayat kedua Ia berdoa, ‚ Ya Tuhanku, jadikanlah negeri
ini aman‛. Nabi Ibra>him berdoa dengan doa yang pertama ketika ia berada di suatu
lembah yang belum ada penghuninya, dan nabi Ibra>him berdoa dengan doa yang
kedua ketika lembah yang tandus itu sudah berupa negeri.14
4. Al-Mustawa> al-Dala>li (ranah semantik)
Adalah ranah analisis tentang makna yang bahasannya mencakup seluruh
ranah linguistik (fonologi, leksikal, morfologi, dan sintaksis), namun agar tidak
bercampur dengan bahasan lainnya akan dibatasi pada aspek – aspek sebagai
berikut:
a. Dala>lah al-Lafz{i al-Mu’jami (makna leksikal)
Leksikal adalah sesuatu yang berkaitan dengan banyak hal, di antaranya
bersangkuatan dengan leksem (satuan leksikal dasar), kata dan leksikon. Sedangkan
makna leksikal adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam
bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti
yang dapat dibaca di dalam kamus.15
b. Al-Musytarak al-Lafz}i (polisemi)
Al-Suyu>t}i> berpendapat bahwa al-Musytarak al-Lafz}i adalah satu kata yang
mempunyai dua makna yang berbeda atau lebih. Berkaitan dengan hal ini, para
ulama us}ul terpecah menjadi 3 kelompok; 1) kelompok yang mendukung adanya al-
Musytarak al-Lafz}i, dengan argumen andaikata al-Musytarak al-Lafz}i tidak terjadi
dalam sebuah bahasa, niscaya kebanyakan benda yang diberi nama akan tidak
wujud, 2) kelompok yang mengingkari, dengan argumen bahwa rusaknya
pemahaman terhadap sesuatu yang dikehendaki adalah akibat dari sebuah bahasa
yang telah disepakati karena tidak adanya qari>nah (indikator), 3) kelompok
14
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Makna di Balik Kisah Ibrahim (Yogyakarta: PT LKIS
Pelangi Aksara, 2009), hlm. 58-59 15
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm. 119
7
mayoritas yang menyatakan al-Musytarak al-Lafz}i sangat mungkin terjadi dalam
bahasa, karena secara akal tidak adanya sesuatu yang menghalangi, bahkan tidak
bisa dihindari munculnya al-Musytarak al-Lafz}i dalam pengungkapan bahasa.16
Misalnya, dalam surat al-Ma>idah ayat 38 :
‚Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.‛
Kata yad di atas mengandung tiga kemungkinan makna, yakni hasta, telapak
tangan sampai siku, dan telapak tangan. Akan tetapi, perbuatan Rasulullah
menunjukkan bahwa tangan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah ‚telapak
tangan yang kanan‛. Perbuatan Rasulullah ini menjadi suatu qa>rinah, sehingga
walaupun yad adalah musytarak, namun makna yan dikehendaki sangat jelas. 17
c. Al-Tara>duf (sinonim)
Kridalaksana mengartikan sinonim dengan sebuah bentuk bahasa yang
memiliki kemiripan makna dengan bentuk lain. Kemiripan itu berlaku pada kata,
kelompok kata dan kalimat. Umumnya sinonim hanya berbentuk kata.18
Dalam
kajian linguistik Arab, sinonim dikenal dengan istilah at-taraduf, untuk menyebut
kata yang berdekatan maknanya. Menurut Imel Badi’ Ya’qub, seorang guru besar
linguistic pada Universitas Libanon, mengatakan bahwa sinonim adalah fenomena
bahasa yang wajar dan berkembang pada setiap bahasa. Terlebih bahasa Arab
Fushh}a merupakan himpunan dari dialek kabilah-kabilah pada masa Jahiliah.19
16
Akhmad Muzakki, Stilistika Al-Qur’an; Gaya Bahasa Al-Qur’an dalam Konteks Komunikasi (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 54-55 17
Ibid, hlm. 55 18
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2001), hlm. 198 19
Imel Badi’ Ya’qub, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Khasa>isuha > (Beirut: Dar ats-Tsaqa>fah al-
Isla>miyyah, t.t.), hlm. 176
8
Dalam kajian bahasa Arab banyak ditemukan kasus-kasus taraduf, bahkan
seringkali satu kata memiliki sinonim yang sangat banyak. Seperti leksem unta
memiliki sinonim lebih dari 200 kata, madu memiliki kurang lebih 80 sinonim.20
Contoh lain, baitun (rumah) memiliki kedekatan makna dengan khayyamun dan
daarun, as-saif memiliki sinonim as-shafihah, al-khalil, al-mufaqqir dsb.
d. Al-Tiba>q (antonim)
Al-tiba>q atau disebut juga at-tud}ha>d untuk penyebutan kata yang
berlawanan, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan antonimi (lawan kata). Namun
ada perbedaan substansi antara antonimi dan at-tud}ha>d, antonimi membahas kata-
kata yang berlawanan maknanya seperti kata siang-malam, pana –dingin, dan cinta-
benci. Sementara at-tud}ha>d membahas setiap kata yang memiliki dua makna yang
berlawanan, contoh kata hani>f berasal dari kata al-hana>f, yang artinya belok dari
sesat ke lurus dan belok dari lurus ke sesat. Dengan demikian , terjadi kontradiksi
makna dari sebuah kata.21
5. Al-Mustawa> al-Tas}wi>ri (ranah imageri)
Al-Tas}wi>ri adalah cara pengungkapan konsep yang abstrak, kejiwaan
seseorang, peristiwa yang terjadi, pemandangan yang dapat dilihat, tabiat manusia,
dan lainnya dalam bentuk gambaran yang dapat dilihat, tabiat manusia, dan lainnya
dalam bentuk gambaran yang dapat dirasakan dan dikhayalkan.22
Al-Tas}wi>ri
meliputi :
a. Al-Tas}wi>r bi al-Tasybi>h
Secara bahasa tasybi>h berarti penyerupaan, sedangkan secara terminologi
adalah menyerupakan dua perkara atau lebih yang memiliki kesamaan dalam hal
tertentu.23
Menurut Ahmad Badawi, tashbih berfungsi memperjelas makna serta
20
Fahmi Gunawan, “Analisis Komponen Makna Kata Unta Berdasarkan Penyakit dalam Bahasa Arab”, ADABIYYAT: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta., Vol 4. No. I, Maret 2005, hlm. 2 21
Syiha>buddin Qalyubi, ‘Ilm Uslu>b…, hlm. 59 22
Ibid., hlm. 83 23
Ahmad Muzakki. Stilistika…, hlm.137
9
memperkuat maksud dari sebuah ungkapan. Sehingga orang yang mendengarkan
pembicaraan bisa merasakan seperti pengalaman psikologis si pembaca.24
Contoh tashbih dalam al-Qur’a>n, surat an-Nu>r ayat 39:
‚Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana
di tanah yang datar, yang disangka air oelh orang-orang yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu dia tidak mendapat sesuatu apapun. Dan didapatinya
(ketetapan)Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-
amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.‛
Melihat kondisi geografis tanah Arab yang sulit untuk mendapatkan air,
maka dalam ayat di atas Allah mempersamakan amalan orang-orang kafir seperti
kasara>bin bi qi>’atin, yaitu fatamorgana di tanah datar. Kemudian orang-orang yang
haus menyangka itu adalah air, dan apabila didatangi, maka mereka tidak
menumakannya. Mempersamakan amalan orang-orang kafir dengan fatamorgana,
karena di tempat mereka tinggal sangat sulit untuk mendapatkan air, di mana air
merupakan sumber kehidupan masyarakat Arab.
b. Al-Tas}wi>r bi al-Maja>z
Maja>z merupakan kaidah kebahasaan dapat dilakukan akibat adanya satu
dari du hal berikut : a) terdapat persamaan antar makna yang dikandung kosakata
atu ungkapan dalam arti literalnya dengan makna yang dikandung oleh pengertian
metaforis yang ditetapkan; b) adanya perkaitan atau hubungan antara dua hal dalam
ungkpana, sehingga mengakibatkan terjadinya penisbahan satu kalimat kepada
sesuatu yang seharusnya bukan kepadanya.25
c. Al-Tas}wi>r bi al-Isti’a>rah\
Isti’a>rah adalah peminjaman kata untuk dipakai dalam kata yang lain karena
ada beberapa faktor. Karena lazimnya, orang Arab sering meminjam kata dan
24
Ahmad Badawi, Min Bala>gah al-Qur’a>n (Kairo: Da>r Nahah, 1950),hlm. 190 25
Ahmad Muzakki. Stilistika …, hlm. 145
10
menempatkannya untuk kata lain tatkala ditemukan alasan-alasan yang
memungkinkan.26
Contoh pada surat al-A’ra>f ayat 157:
….
Dalam ayat di atas kata al-nu>r (cahaya) dipinjam untuk memperjelas misi
dan pesan kenabian, karena keduanya memliki fungsi untuk meyakinkan,
menghilangkan, serta menepis keraguan atas kebenaran misi yang dibawa
Muhammad SAW bersama misinya yang membawa keselamatan dan kebahagiaan
hidup manusia. Dalam gaya bahasa kiasan, isti’a>rah hampir semakna dengan gaya
bahasa jenis hipalase, yaitu sebuah kata yang dipergunakan untuk menerangkan
suatu kata yang seharusnya dikenakan pada kata yang lain.27
d. Al-Tas}wi>r bi al-Kina>yah
Al-Mubarrad seperti yang telah dipaparkan Muzakki, menguraikan tiga
model kina>yah beserta fungsinya, yaitu 1) menjadikan sesuatu lebih umum, 2)
memperindah ungkapan, dan 3) untaian pujian. Namun al-Mubarrad lebih menitik
beratkan pada model yang kedua, yaitu kina>yah sebagai penyempurna keindahan
ungkapan, khususnya yang diambil dari ayat-ayat al-Qur’an.28
Contoh, dalam surat
al-Baqarah ayat 223, di mana seorang perempuan disimbolkan dengan kata harth
(ladang tempat bercocok tanam) ketika perempuan dalam keadaan suci:
‚Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok –tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.‛
26
Ibid, hlm. 142 27
Gorys Keraf, Diksi dan gaya Bahasa.,(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 142 28
Ahmad Muzakki. Stilistika …, hlm. 148
11
Analisis stilistika pada kelima aspek ini tidak hanya terpaku pembahasan
bala>ghah-ny saja, tetapi juga pembahasan bagaimana pengarang mengeksploitasinya
menjadi gambaran yang dilukiskan dalam pikiran, ada gerakan, ada suasana hidup,
sehingga merubah pembaca atau pendengar menjadi penonton. Pembahasan ke lima
aspek ini dalam stilistika Barat dimasukkan pada pembahasan gaya bahasa retoris
dan gaya bahasa kiasan.
6. Langkah Analisis ‘Ilmu Uslu>b
Wellek & Warren mengajukan dua cara analisis stilistika, yaitu :
a) Dimulai dengan analisis secara sistematik terhadap sistem
linguistik, kemudian diinterpretasikan sebagai satu keseluruhan
makna. Disini gaya akan muncul sebagai sistem linguistik yang
khas dari karya atau sekelompok karya.
b) Dilakukan dengan mengkaji semua bentuk khusus linguistik yang
menyimpang dari sistem yang berlaku umum, mengobservasi
berbagai bentuk deviasi yang terdapat pada sebuah karya, dan
disoroti dari pemakaian bahasa yang wajar (baku).29
Sedangkan menurut Fathullah Ahmad Sulaiman, ada 3 langkah analisis
stilistika.
a) Peneliti meyakini bahwa objek analisis layak untuk dianalisis.
Keyakinan ini muncul setelah adanya observasi awal yang
intensif yang dilakukan
b) Peneliti memperhatikan unsur-unsur teks, lalu mencatatnya,
dengan tujuan untuk diketahui banyak sedikitnya fenomena gaya
dalm teks tersebut. Dalam analisis ini, dikaji bentuk – bentuk
deviasi, pengulangan suara, pemutarbalikan susunan kata – kata,
dan kohesi struktur kalimat.
29
Wellek & Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta : PT Gramedia, 1990), hlm. 226
12
c) Peneliti membuat kesimpulan dari semua yang pernah dianalisis,
yaitu berupa karakteristik gaya penulis (penutur) dalm
karyanya.30
Dalam tradisi Arab dikenal juga dua prinsip dalam analisis al-Uslu>biyyah,
yaitu al-Ikhtiya>r wa al-Inhira>f. Al-Ikhtiya>r adalah kreatifitas penutur atau sastrawan
dalam menggunakan kosakata atau kalimat dari sekian banyak opsi yang ada yang
sesuai dengan situasi dan konteks. Sedangkan al-Inhira>f adalah kreatifitas penutur
atau sastrawan keluar dari pola aturan yang dipakai secara umum dengan cara
mengeksploitasi berbagai macam opsi yang ada pada bahasa.
C. Penutup
Analisis stilistika sebenarnya dapat ditujuakan terhadap berbagai ragam
penggunaan bahasa, tidak terbatas pada sastra saja, tetapi biasanya stilistika lebih
sering dikaitkan dengan bahasa sastra. Adapun ranah analisis stilistika meliputi, al-
Mustawa> al-S{auti ( ranah fonologi), al-Mustawa> al-S{arfi ( ranah morfologi), al-
Mustawa> al-Nahwi aw al-tarkibi (ranah sintaksis), al-Mustawa> al-Dalali (ranah
semantik), dan al-Mustawa> al-Tashwir (ranah imageri). Penggunaan ranah analisis
uslubiyyah ini tergantung pada genre obyek analisisnya.
30
Syiha>buddin Qalyubi, ‘Ilm Uslu>b…, hlm. 84
13
Daftar Pustaka
Ayya>d, Syukri Muhammad. 1982. Madkhal ila> ‘Ilmil Uslu>b. Riyad} : Dar al-‘Ulu>m
Badawi, Ahmad. 1950. Min Bala>gah al-Qur’a>n . Kairo: Da>r Nahah
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta
Fad}al, S{ala>h. 1998. ‘Ilm al-Uslub: Maba>di’uh wa Ijra>atuh. Kairo: Muassasah al-
Mukhta>r
‘Izzat, ‘Ali. 1996.> Al-Ittija>ha>t al-Hadi>tsah fi> ‘Ilmi al-Asa>li>b wa Tahli>li al-Khita>b.
Kairo: Syirkah Abu> al-Haul an-Nasyr
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik . Jakarta: Gramedia Pustaka
Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan gaya Bahasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Mustafa>, Kamal. 1973. Syarh Diwa>n Syi’rul Hallaj . Bagda>d: Maktabah Nahd}ah
Muzakki, Akhmad. 2009. Stilistika Al-Qur’an; Gaya Bahasa Al-Qur’an dalam
Konteks Komunikasi . Malang: UIN-Malang Press
Najlah,Mahmud Ahmad. 1981. Lughah al-Qur’a>n fi> Juz ‘Amma >. Beirut: Da>r al-
Nahda>h al-‘Arabiyyah
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Penganalisis Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Parera,Jos Daniel. 2010. Morfologi Bahasa, cet. ke-3. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal . Jakarta : Rineka Cipta
Qalyubi, Syiha>buddin. 2013. ‘Ilm Uslu>b: Stilistika Bahasa dan Sastra Arab.
Yogyakarta: Karya Media
_______. 2009. Stilistika al-Qur’an: Makna di Balik Kisah Ibrahim. Yogyakarta: PT
LKIS Pelangi Aksara
Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti
Wellek & Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta : PT Gramedia
Ya’qub, Imel Badi’.t.t. Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Khasa>isuha > . Beirut: Dar
ats-Tsaqa>fah al-Isla>miyyah
14
Fahmi Gunawan, ‚Analisis Komponen Makna Kata Unta Berdasarkan Penyakit
dalam Bahasa Arab‛, ADABIYYAT: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta., Vol 4. No. I. Maret 2005