63
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ 2013 TENTANG KEBOLEHAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAH Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Dalam Ilmu Syari’ah Oleh M. PUJI STIAWAN NPM 1321020162 Jurusan : Siyasah FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2017 M

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/

2013 TENTANG KEBOLEHAN PENINJAUAN KEMBALI (PK)

PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAH

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh

M. PUJI STIAWAN

NPM 1321020162

Jurusan : Siyasah

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG

1438 H/2017 M

Page 2: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/

2013 TENTANG KEBOLEHAN PENINJAUAN KEMBALI (PK)

PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAH

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh

M. PUJI STIAWAN

NPM 1321020162

Jurusan : Siyasah

Pembimbing I : Dr. H. Khairuddin, M.H

Pembimbing II : Drs. Zikri

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG

1438 H/2017 M

Page 3: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

ABSTRAK

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ( MK ) NOMOR.

34/PUU-XI/ 2013 TENTANG KEBOLEHAN PENINJAUAN

KEMBALI ( PK ) PERSPEKTIF SIYASAH

DUSTURIYAH

Oleh

M. PUJI STIAWAN

Skripsi ini merupakan upaya untuk menjelaskan mengenai Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor: 34/PUU-XI Tahun 2013 yang menghapuskan

Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang berisikan tentang pembatasan permintaan

Peninjauan Kembali yakni hanya boleh satu kali. Putusan ini menimbulkan pro-

kontra dikalangan ahli hukum, pemerintah maupun masyarakat karena dianggap

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 tidak memiliki kepastian hukum yang mengikat. Pro-kontra Putusan

Mahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih

Siyasah dalam aspek Siyasah Dusturiyah yang membahas masalah perundang-

undang negara. Artinya. Undang-undang itu mengacu terhadap prinsip-prinsip

Islam dalam hukum-hukum syari‟at yang disebutkan di dalam Al-Qur‟an dan

yang dijelaskan sunnah Nabi. UUD 1945 adalah dustur (Undang-Undang Dasar.

Dari latar belakang di atas penyusun mengajukan rumusan masalah yaitu.

Apa dasar pertimbangan hakim konstitusi (MK) dalam melahirkan putusan

Nomor.34/PUU-XI/2013 Tentang Kebolehan Peninjauan Kembali (PK) dan

bagaimana siyasah dusturiyah memandang putusan mahkamah konstitusi (MK)

Nomor.34/ PUU-XI/2013 Tentang Kebolehan Peninjauan Kembali (PK).

Tujuan dan kegunaan penelitian ini agar dapat pembaca dapat

mengetahui dan memahami bagaimana keadilan dalam hukum Islam menempati

kedudukan yang lebih tinggi ketimbang keadilan formal dalam hukum Romawi

maupun hukum buatan manusia yang lainnya. Keadilan merupakan hal yang

sangat penting sehingga Allah Swt mengungkapkan di dalam Al-Qur‟an lebih

dari 1000 kali, terbanyak disebut setelah kata Allah dan ilmu pengetahuan.

Jenis peneliti ini menggunakan suatu metode penelitian library reserch

(penelitian pustaka), sumber data primer, sumber data putusan mahkamah

konstitusi no,34/PUU-XI/2013 yang diperoleh secara langsung, sumber data

sekunder, merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung

melalui media perantara.

Dari hasil peneliti bahwa kepastian hukum demi keadilan. Dalam konsep

negara hukum dan jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia, menunjukkan

bahwa manusia sama di hadapan hukum. Dalam konsep siyasah dusturiyah

bahwa UUD 1945 menuai prinsip-prinsip dalam Islam yang berkaitan dengan

keadilan.

Page 4: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah
Page 5: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah
Page 6: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

MOTTO

Artinya:Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan

keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar

kamu dapat mengambil pelajaran. (Surat An-Nahl Ayat 90-92). 1

1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung: Dipenogoro, 2007),

h. 16.

Page 7: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati penulis haturkan puji syukur kehadirat

Allah SWT. Dengan penuh rasa syukur dan tulus ikhlas maka skripsi ini

kupersembahkan kepada :

1. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Rohimi (alm) dan Ibu Sania Anis), yang

senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, nasehat, dan do‟a demi

tercapainya cita-citaku.

2. Mas Ikhsan, Mas Birin, Mba Fatimah, Mba Wati, Mas Tohir, Mas Sodik,

Mas Komar, Mas Ali, yang selalu memberikan motivasi.

3. Seluruh temen-temen seperjuangan dalam menuntut ilmu Jurusan Siyasah

angkatan 2013 yang saling memberikan motivasi dan seluruh dosen yang

selalu ikhlas memberikan ilmunya, semoga bermanfaat baik di dunia

maupun di akhirat.

4. Almamaterku tercinta UIN Raden Intan Lampung

Page 8: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

RIWAYAT HIDUP

Muhammad. Puji Stiawan, dilahirkan di Padang Cermin pada tanggal 20

Desember 1992, anak ke- sembilan dari pasangan Rohimi (Alm). Sania Anis.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 1 (SDN) I Padang Cermin

dan selesai pada tahun 2006. Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 (SMPN 4)

Padang Cermin selesai pada tahun 2009. Sekolah Menengah Atas (SMAN 1)

Punduh Pedada selesai pada tahun 2012, dan mengikuti pendidikan tingkat tinggi

pada Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung dimulai pada semester I TA.

2013/2017.

Selama menjadi siswa dan mahasiswa dalam berbagai kegiatan intra

maupun ekstra. Anggota Osis, olah raga, dan HMI.

Bandar Lampung, 19 Juni 2017

Yang Membuat,

M. PUJI STIAWAN

NPM. 1321020162

Page 9: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrahim

Dengan menyebut nama Allah Swt Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, tiada Tuhan selain Dia, yang berkuasa diseluruh alam semesta.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah

melimpahkan karnuianya berupa ilmu pengetahuan, kesehatan, dan petunjuk,

sehingga skripsi yang berjudul “PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)

NO.34/PUU-XI/2013 TENTANG KEBOLEHAN PENINJAUAN KEMBALI (PK)

DALAM PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAH”, dapat diselesaikan dengan

baik. Sholawat serta salam disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, para

sahabatnya dan pengikutnya yang setia.

Skripsi ini ditulis merupakan bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan

studi progam strata satu (SI) PADA Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden

Intan Lampung guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam bidang Ilmu

Syari‟ah dan Hukum. Atas bantuan semua pihak dalam proses penyelesaian

skripsi ini sesuai dengan waktu yang tersedia tak lupa dihaturkan terimakasih

sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M. Ag., selaku Rektor UIN Raden Intan

Lampung.

Page 10: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

2. Bapak Dr. Alamsyah, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah dan Hukum

UIN Raden Intan Lampung yang senantiasa tanggap terhadap kesulitan-

kesulitan mahasiswa.

3. Bapak Drs. Susiadi AS., M.Kom.I., selaku Ketua Progam Studi Siyasah dan

Bapak Frengki, M.Si, selaku sekretaris Jurusan Siyasah, terimakasih atas

dorongan dan bantuannya selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. H. Khoiruddin, M.H, selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Zikri,

selaku pembimbing II, yang telah menyediakan waktu dan memberikan

bimbingan dengan ikhlas dan sabar yang sangat berharga dalam

mengarahkan dan memotivasi hingga terselesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta para staf atau karyawan Fakultas Syari‟ah dan

Hukum UIN Raden Intan Lampung yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dan sumbangan pemikiran selama penulis menduduki bangku

kuliah hingga selesai.

6. Bapak Relit, Bapak Iskandar Muda, Ibu Yuvi, Ibu Agustina, Ibu eva, Ibu

Firdaweri, yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis

hingga terselesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat karibku, Ferdiansyah, Andhika, Thomas, Heri yanto, Mufli,

Fahmi, Thamyis, Eko, Lis, Bekti, Indri, hyang, dan rekan-rekan satu

angkatan tahun 2013 jurusan Siyasah yang tak dapat kusebut satu persatu

yang selalu memberikan motivasi dan dukungan selama ini, terimakasih

atas, tawa, canda, tangis, dan bahagia.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian dan tulisan ini masih jauh dari

kesempurnaan. Hal itu tidak lain disebabkan karena keterbatasan kemampuan

Page 11: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

yang penulis miliki. Untuk itu kepada pembaca kiranya dapat memberikan

masukan dan saran-saran, guna melengkapi tulisan ini.

Akhirnya, diharapkan betapapun kecilnya karya tulis (hasil penelitian) ini

dapat menjadi sumbangan yang cukup berarti dalam pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu ke- Islaman di abad modern ini.

Bandar Lampung, 19 Juni 2017

Penulis,

M.PUJI STIAWAN

NPM. 1321020162

Page 12: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................... iii

PERSETUJUAN ..................................................................................... iv

PENGESAHAN ....................................................................................... v

MOTTO ................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN .................................................................................... vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................... viii

KATA PENGANTAR ............................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul ................................................................. 1

B. Alasan Memilih Judul ........................................................ 2

C. Latar Belakang Masalah .................................................... 4

D. Rumusan Masalah ............................................................. 11

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................... 11

F. Metode Penelitian .............................................................. 11

BAB II LANDASAN TEORI

A. Perihal Putusan Mahkamah Konstitusi .............................. 14

1. Pengertian Putusan Mahkamah Konstitusi ................. 14

2. Jenis-Jenis Putusan ..................................................... 16

3. Susunan dan Isi Putusan. ............................................ 19

B. Peninjauan Kembali (PK) Menurut Hukum Positif ........... 21

1. Pengertian Peninjauan Kembali (PK) ......................... 21

2. Dasar Peninjauan Kembali (PK) ................................ 27

3. Pendapat Para Ahli Mengenai Peninjauan

Kembali (PK) ............................................................. 30

C. Peninjauan Kembali (PK) Menurut Siyasah Dusturiyah ... 31

1. Pengertian Peninjauan Kembali (PK) ......................... 31

Page 13: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

2. Dasar Peninjauan Kembali Dalam Siyasah

Dustururiyah ............................................................... 32

3. Pendapat Para Ulama Mengenai Peninjauan

Kembali (PK) ............................................................. 45

BAB III Proses dan Argumen Putusan Mahkamah Konstitusi

No. 34/PUU-XI/2013 Tentang Kebolehan Peninjauan

Kembali

A. Gambaran Umum Tentang Lembaga Mahkamah

Konstitusi ............................................................................. 49

1. Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Pengawal

Demokrasi dan Konstitusi ............................................. 49

2. Dasar Hukum Mahkamah Konstitusi ............................ 57

3. Kewenangan dan Kewajiban Mahkamah Konstitusi .... 60

B. Duduk Perkara No,34/PUU-XI/2013 ................................... 66

1. Kedudukan Pemohon (Legal Standing) ........................ 67

2. Norma-Norma Yang Diajukan Untuk di Uji ................ 69

C. Alasan-Alasan Pemohon Mengajukan Peninjauan

Kembali ................................................................................ 70

D. Isi Putusan Mengajukan Peninjauan Kembali ..................... 71

BAB IV ANALISIS

A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK)

dalam melahirkan putusan No. 34/PUU-XI/2013 tentang

peninjauan kembali (PK) ..................................................... 73

B. Siyasah Dusturiyah Memandang putusan Mahkamah

Konstitusi (MK) No.34/PUU-XI/2013 Tentang

Peninjauan Kembali (PK) .................................................... .79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 81

B. Saran ..................................................................................... 82

Daftar Pustaka

LAMPIRAN

Page 14: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

DAFTAR ISI

COVER

ABSTRAK

PERSETUJUAN

PENGESAHAN

MOTTO

PERSEMBAHAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I : PENDAHULUAN

G. Penegasan Judul

H. Alasan Memilih Judul

I. Latar Belakang Masalah

J. Rumusan Masalah

K. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

L. Metode Penelitian

BAB II : PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) TENTANG

KEBOLEHAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) MENURUT

HUKUM POSITIF DALAM SIYASAH DUSTURIYAH

A. Perihal Putusan Mahkamah Konstitusi

4. Pengertian Putusan Mahkamah Konstitusi

5. Jenis-Jenis Putusan

6. Susunan dan Isi Putusan

B. Peninjauan Kembali (PK) Menurut Hukum Positif

4. Pengertian Peninjauan Kembali (PK)

5. Dasar Peninjauan Kembali (PK)

6. Pendapat Para Ahli Mengenai Peninjauan Kembali (PK)

Page 15: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

C. Peninjauan Kembali (PK) Menurut Siyasah Dusturiyah

4. Pengertian Peninjauan Kembali (PK)

5. Dasar Peninjauan Kembali (PK)

6. Pendapat Para Ulama Mengenai Peninjauan Kembali (PK)

BAB III : Proses dan Argumen Putusan Mahkamah Konstitusi

No,34/PUU-XI/2013 Tentang Kebolehan Peninjauan Kembali

A. Gambaran Umum Tentang Lembaga Mahkamah Konstitusi

4. Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Pengawal

Demokrasi dan Konstitusi

5. Dasar Hukum Mahkamah Konstitusi

6. Kewenangan dan Kewajiban Mahkamah Konstitusi

B. Duduk Perkara No,34/PUU-XI/2013

3. Kedudukan Pemohon (Legal Standing)

4. Norma-Norma Yang Diajukan Untuk di Uji

C. Alasan-Alasan Pemohon Mengajukan Peninjauan Kembali

D. Isi Putusan Mengajukan Peninjauan Kembali

BAB IV : ANALISIS

C. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK)

D. Tinjauan Siyasah Dusturiyah Mengenai Mahkamah Konstitusi

No.34/PUU-XI/2013 Tentang Peninjauan Kembali

BAB V : PENUTUP

C. Kesimpulan

D. Penutup

Daftar Pustaka

LAMPIRAN

Page 16: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul

Sebagai langkah awal untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai

“PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ 2013

TENTANG KEBOLEHAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) DALAM

PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAH”, dan untuk menghindari kesalah

pahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka secara ringkas penulis

menjelaskan istilah-istilah yang terdapat di dalam judul skripsi ini.

Adapun beberapa istilah yang perlu diberikan penjalasan adalah sebagai berikut :

Putusan Mahkamah Konstitusi adalah putusan untuk mengakhiri sengketa

kewenangan lembaga negara yang diajukan kehadapan Mahkamah Konstitusi,

akan diselesaikan dengan putusan tingkat pertama dan terakhir yang mengikat

secara umum bersifat final.2 Putusan No 34/ PUU-XI/ 2013. Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa

Peninjauan Kembali, yaitu melakukan suatu upaya hukum yang dapat

ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus

hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap

dalam sistem peradilan di Indonesia. Putusan pengadilan yang disebut

mempunyai kekuatan hukum tetap ialah putusan Pengadilan negeri yang tidak

2 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,

(Jakarta: edisi dua, Sinar Grafika, 2011), h. 201-202.

Page 17: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

diajukan upaya banding, putusan Pengadilan Tinggi yang tidak diajukan kasasi

(upaya hukum di tingkat Mahkamah Agung), atau putusan kasasi Mahkamah

Agung (MA). PK tidak dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang telah

berkekuatan segala tuntutan hukum.3

Pengertian Siyasah Dusturiyah. Secara terminologis dalam lisan Al-

Arab, siyasah adalah mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara membawa

kepada kemaslahatan. Dan siyasah adalah ilmu pemerintahan untuk

mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, yaitu politik dalam negeri

dan politik dalam negeri serta kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan umum

atas dasar keadilan dan istiqomah4. Sedangkan dusturiyah adalah prinsip-prinsip

atau pokok-pokok bagi pemerintahan negara maupun seperti terbukti di dalam

perundang-undangan, peraturan-peraturan, maupun adat istiadat atau

kebijaksanaan.5

Berdasarkan penjelasan judul di atas, dapat disimpulkan maksud judul

skripsi ini yaitu, suatu penelitian mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

No.34/PUU-XI/2013 Tentang Kebolehan Peninjauan Kembali (PK) Dalam

Perspektif Siyasah Dusturiyah.

3 Adami Chazawi, Lembaga Peninjauan Kembali (PK) Perkara Pidana: Penegak

Hukum dalam Penyimpangan Praktik dan Peradilan Sesat, (Jakarta :Cetakan Kedua, Sinar

Grafika, 2011), h. 108. 4 J.Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran., (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1997), h. 23. 5 H.A Djajuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu

Syariah.,(Bandung: Prenada Media Grup, 2003),h, 7.

Page 18: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

B. Alasan Memilih Judul

Ada beberapa alasan yang menjadi motivasi penulis untuk memilih judul ini

sebagai bahan untuk penelitian, di antaranya sebagai berikut :

1. Alasan Objektif

Keberadaan PK sebagai suatu instrumen upaya hukum acara peradilan

dimaksudkan untuk memungkinkan terjadinya proses koreksi jika ditemukan

adanya kelemahan dalam proses pembuktian di peradilan yang dilaksanakan

secara hierarkis sejak peradilan tingkat pertama, tingkat banding, hingga

kasasi. Putusan Mahkamah Konstitusi No.34/PUU-XI/2013 yang menyatakan

Pasal 268 ayat (3) UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP bertentangan

dengan UUD Negara RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat lagi.6

Permasalahan tersebut menarik untuk dibahas dan dilakukan penelitian.

Untuk mengkaji lebih dalam dan menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi

(MK) No, 34/ PUU-XI/ 2013 tentang Peninjauan Kembali (PK) Dalam

Perspektif Siyasah Dusturiyah.

2. Alasan Subjektif

a. Pokok bahasan skripsi ini sangat relavan dengan disiplin ilmu

pengetahuan yang penulis pelajari di Fakultas Syari‟ah dan Hukum

Jurusan Siyasah.

b. Literatur dan bahan-bahan atau data-data yang diperlukan dan menunjang

sebagai referensi kajian dalam usaha menyelesaikan skripsi ini.

6R.Soenarto Soerodibroto, KUHP DAN KUHAP, (Jakarta : Rajawali Pres Cipta

1991), h. 478.

Page 19: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

c. Belum ada yang memilih judul proposal ini di Fakultas Syari‟ah Jurusan

Siyasah.

C. Latar Belakang Masalah

Setiap perkara yang disengketakan, terdapat keinginan agar perkara itu

dapat diselesaikan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Karena, proses yang

dijalani oleh terdakwa dalam penyelesaian perkara, akan membawa pengaruh

secara psikis, pihak korban.

Jika dikaitkan dengan alasan-alasan pengajuan Upaya Hukum Peninjauan

Kembali, sebagaimana diatur dalam pasal 268 ayat (2) Undang-Undang No.8

Tahun 1981, dapat juga diartikan berlaku untuk semua alasan pengajuan Upaya

Hukum Peninjauan Kembali (Kekhilafan hakim, bertentangan dengan putusan,

dan novum)7

Hanya untuk alasan jika ditemukan keadaan baru (novum), tidak untuk

semua alasan pengajuan Upaya Hukum Peninjauan Kembali. Novum baru

tersebut khususnya dapat didasarkan pada perkembangan ilmu dan teknologi,

yang pada saat perkara diperiksa belum dimanfaatkan atau belum ditemukan.

Persoalan Peninjauan Kembali (PK) boleh lebih sekali kini banyak

diperdebatkan dari sudut pandang keadilan dan kepastian hukum tetap, dalam

ditemukannya bukti-bukti baru (novum).

7 Rambe Paingot Manalu, dkk. Hukum Acara Pidana dari Segi Pembelaan,

(Jakarta : Cetakan Pertama, Novindo Pustaka Mandiri, 2010), h. 147.

Page 20: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Dalam filsafat hukum di dunia Barat, keadilan dan kepastian hukum

sering dianggap dua hal yang bertentangan. Hukum adil, tapi tidak punya

kepastian dan hukum pasti, tapi tidak mengandung keadilan.8

Pandangan ahli filsafat hukum Islam, keadilan yang harus dicapai mesti

mengacu pada pedoman pokok agama Islam, yaitu Al-Qur‟an dan Hadis. Artinya

tujuan keadilan melalui jalur hukum harus berawal dari dua segi pula. Dikatakan

berawal dari dua segi karena pedoman Islam berupa Al-Qur‟an dan Hadis di satu

segi harus mampu menyatu dengan pedoman prinsip keadilan secara umum

menurut pandangan manusia di lain segi.9

Hampir dapat dipastikan bahwa praktik praperadilan yang sebagai

perlindungan hak asasi manusia tersangka dan terdakwa sejak berlaku Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 pembentukan “lembaga

praperadilan”. Sehingga telah terjadi kesenjangan an pencari keadilan di sisi

lain.10

Undang-Undang KUHAP 1981, pasal 259 ayat (1) dan (2). (1) Demi

kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap dari pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, dapat

diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung. (2) Putusan kasasi demi

kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.11

8 Soeparman, Pengaturan Hak Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali Perkara

Pidana Bagi Korban Kejahatan,( Bandung : Cetakan Pertama, Refika Aditama 2007), h. 263. 9 Bismar Siregar,Rasa Keadilan,( Surabaya : PT Bina Ilmu, 1996 ), h. 7.

10 Wriawan Tjndra,”pk-antara-kepastian-hukum-dan-keadilan” (On-line), tersedia di:

http://www. budisansblog. blogspot. Com, /2014/0, (19Mei 2014), 01:40 WIB, dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah. 11

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP,(Jakarta: Cet XVII, Rineka Cipta, 2011), h.

337-338.

Page 21: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Peninjauan Kembali dalam hukum acara sebagai upaya hukum luar biasa

yang hanya dapat diajukan satu kali dan sifat pengajuannya tidak menunda

pelaksanaan eksekusi. Penempatan PK sebagai salah satu upaya hukum dalam

sistem hukum acara peradilan dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan

perlindungan atas hak asasi manusia (HAM), tanpa mengorbankan asas

kepastian hukum (rechtszekerheid), yang merupakan sendi dasar dari suatu

negara hukum.12

Sehingga Antasari Azhar mengajukan (judicial riview) pasal 268 ayat 3

KUHAP terhadap UUD 1945 pada Mahkamah Konstitusi, adapun wewenang

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir

yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang Dasar, memutus

sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh

Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus

perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi “menguji Undang-Undang

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. 3.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 junto Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undang, yang pada

intinya menyebutkan secara hierarkis kedudukan Undang-Undang Dasar 1945

adalah lebih tinggi dari Undang-Undang. Oleh karena itu, setiap ketentuan

Undang-Undang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945

(contitutie is de hoogst wet). Jika terdapat ketentuan dalam Undang-Undang

12 Ibid., h. 474.

Page 22: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, maka ketentuan tersebut

dapat dimohonkan untuk diuji melalui mekanisme pengujian Undang-Undang.13

Proses koreksi jika ditemukan adanya kelemahan dalam proses

pembuktian di peradilan yang dilaksanakan secara hierarkis sejak peradilan

tingkat pertama, tingkat banding, hingga kasasi. Pada akhirnya dari usaha yang

dilakukan Antasari Azhar melahirkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

34/PUU-XI/2013 yang menyatakan Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang KUHAP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat lagi.

Pasal 268 ayat (3) KUHAP tersebut menyatakan bahwa “Permintaan

Peninjauan Kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja”,

yang dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dinyatakan bertentangan

dengan Undang-Unadang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan hal ini

membuka peluang Peninjauan Kembali (PK) bisa diajukan lebih dari satu kali

sebagaimana ditentukan dalam pasal 268 ayat (3) KUHAP.14

Namun masih diakuinya Pasal 268 ayat (2) KUHAP yang mengatur

mengenai alasan pengajuan PK, meskipun Pasal 268 ayat (3) KUHAP dibatalkan

namun pengajuan PK harus tetap berpedoman pada kriteria dan persyaratan yang

diatur pada Pasal 268 ayat (2) KUHAP yaitu bahwa permintaan peninjauan

hanya dapat dilakukan jika terdapat beberapa alasan pokok, yaitu: (a) apabila

terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu

sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa

putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan penuntut umum tidak dapat

13

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK 14

Ibid, h. 475-478.

Page 23: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

(b) apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah

terbukti, tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang

dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;

(c) apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau

suatu kekeliruan yang nyata.15

Terkait dengan alasan pengajuan PK tersebut, salah satu putusan

Mahkamah Konstitusi mengemukakan bahwa “berdasarkan ketiga alasan PK

sebagaimana diuraikan di atas, terdapat satu alasan terkait dengan terpidana,

sedangkan kedua alasan lainnya terkait dengan hakim sebagai pelaksana

kekuasaan kehakiman. Alasan yang terkait dengan terpidana yaitu menyangkut

peristiwa yang menguntungkan terpidana berupa keadaan baru (novum) yang

manakala ditemukan ketika proses peradilan berlangsung putusan hakim diyakini

akan lain.

Oleh karena itu dan karena terkait dengan keadilan yang merupakan hak

konstitusional atau HAM bagi seseorang yang dijatuhi pidana, selain itu pula

karena kemungkinan keadaan baru (novum) dapat ditemukan kapan saja, tidak

dapat ditentukan secara pasti kapan waktunya maka adilkah manakala PK

dibatasi hanya satu kali sebagaimana ditentukan dalam Pasal 268 ayat (3)

KUHAP. Apa sesungguhnya makna keadilan sebagai hak konstitusional bagi

seseorang.Yang terpenuhinya merupakan kewajiban negara, jika negara justru

menutupnya dengan ketentuan Pasal 268 ayat (3) KUHAP.16

15

AndiHamzah, KUHP DAN KUHAP....., Op. Cit, h. 339. 16

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No,34/PUU-XI/2013.

Page 24: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Asas keadilan merupakan asas yang sangat penting dalam Siyasah

Dusturiyah. Di dalam Al-Qur‟an, karena pentingnya kedudukan dan funsi kata

itu, keadilan disebut dalam lebih dari 1000 kali terbanyak setelah kata Allah dan

ilmu pengetahuan. Banyak ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk

berlaku adil dan menegakkan keadilan sebagai mana Firman Allah SWT Yaitu:

Artinya: Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa)

di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia

dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan

menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang

sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka

melupakan hari perhitungan., (Q.S, Sad: 26)17

Allah memerintahkan para penguasa, penegak hukum sebagai khalifah di

bumi menyelenggarakan hukum sebaik-baiknya, berlaku adil terhadap semua

manusia, tanpa memandang kedudukan, asal-usul dan keyakinan yang mencari

keadilan itu.

17 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan twrjemahannya, (Bandung: Dipenogoro,

2007), h. 363.

Page 25: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Di ayat lain Allah juga berfirman sebagai berikut:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang

selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan

adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,

mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena

adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S,

Al-Maidah : 8)18

Dalam ayat ini Allah menegaskan agar manusia berlaku adil sebagai

saksi, berlaku lurus dalam melaksanakan hukum, kendatipun ada tekanan,

ancaman atau rayuan dalam bentuk apapun juga. Di dalam ayat itu juga

diingatkan para penegak hukum agar kebenciannya terhadap seseorang atau

sesuatu golongan tidak menyebabkan ia tidak berlaku adil dalam

menyelenggarakan hukum.19

Asas kepastian hukum, disebut secara umum oleh Allah dalam

Firmannya sebagai berikut :

18

Ibid, h. 284. 19

Ibid, h. 117

Page 26: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Artinya: “dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang

rasul”. (Q,S. Al-Isra‟ : 15)20

Di antara bukti indahnya ajaran Islam adalah diperintahkannya berbuat

adil. Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan hak

kepada masing-masing yang memiliki hak.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan

keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar

kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An-Nahl 16 : 90).21

Ayat ini termasuk ayat yang sangat luas dan dalam pengertiannya.

Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam sendiri dalam hadits riwayat Bukhari

dan Ibnu Jarir dari Ibnu Mas‟ud, menyebutkan, “Ayat yang paling luas

lingkupnya dalam Al-Quran tentang kebaikan dan kejahatan ialah ayat dalam

20

Ibid, h.109. 21

Ibid, h. 16.

Page 27: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

surah An Nahl ayat ini. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan

berbuat kebaikan”

Oleh karena itu, uraian diatas dan pentingnya keadilan dan kepastian hukum

terhadap warga negara, mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan

judul “PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO,34/PUU-XI/2013

TENTANG KEBOLEHAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) DALAM

PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAH“.

D. Rumusan Masalah.

1. Apa dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam

melahirkan putusan No.34/PUU-XI/2013 tentang peninjauan kembali (PK) ?

2. Bagaimana Siyasah Dusturiyah memandang putusan mahkamah konstitusi

(MK) No.34/PUU-XI/2013 tentang peninjauan kembali (PK) ?

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk:

1. Untuk mengetahui pertimbangan dasar Hukum Hakim Mahkamah Konstitusi,

dalam mengabulkan Peninjauan Kembali Yang dilakukan Antasari Azhar dan

kuasa hukumnya.

2. Untuk mengetahui pandangan Siyasah Dusturiyah terhadap putusan

Mahkamah Konstitusi No.34/PUU-XI/2013 tentang peninjauan kembali.

Page 28: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

F. Metode Penelitian

Untuk penelitian ini ada beberapa metode yang digunakan untuk

mendapatkan hasil penelitian yang objektif, untuk menghasilkan penelitian

tersebut dibutuhkan informasi yang akurat dan data-data yang mendukung

penelitian tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Untuk mendapatkan data yang diperlukan berupa data teoritis, penulis

menggunakan bahan-bahan library research (penelitian pustaka). Dimana

penelitian yang akan penulis lakukan berdasarkan data kepustakaan yang

berkaitan dengan pokok permasalahan diatas :22

2. Sumber data

Dalam memudahkan mengindentifikasi sumber data, maka penelitian

mengindentifikasikan sumber data tersebut menjadi dua jenis sumber yaitu :

a. Sumber data Primer

Sumber data Putusan Mahkamah Konstitusi No, 34/ PUU-XI/2013 yang

diperoleh secara langsung dari sumber asli,

b. Sumber data Sekunder

Merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung

melalui media prantara, data sekunder dapat berupa petunjuk atau penjelasan dari

sumber hukum primer atau sekunder yang berasal dari kamus, jurnal, surat

kabar, dan sebagainya. Diantaranya :23

22

Susiadi, Metode Penelitian Hukum,(Institut Agama Islam Negeri Raden Intan

Lampung Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M, 2015), h. 21. 23

Muhanmmad Iqbal, Fiqh Siyasah : Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,

(Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), h. 19.

Page 29: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

3. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tulisan atau lisan dari orang-

orang yang berprilaku yang dapat dimengerti.24

Dengan menggunakan metode

Deduktif dan metode Induktif.

a. Metode Deduktif

Metode deduktif yaitu berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum,

bertitik tolak pada pengetahuan umum ini kita hendak menilai kejadian

yang khusus,25

menjelaskan dekduktif analisis peninjauan kembali dalam

prespektif dalam hukum Islam, yaitu mengemukakan dalil-dalil atau data-

data yang bersifat umum yakni tentang peninjauan kembali (PK) yang

diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan No.34/PUU-

XI/2013.

b. Metode Induktif

Metode Induktif, yaitu dari fakta-fakta yang sifatnya khusus atau peristiwa-

peristiwa yang konkrit, kemudian dari peristiwa tersebut ditarik yang

bersifat umum.26

Metode ini pola pikir yang membahas persoalan

berangkat dari fakta/kasus dan hal-hal bersifat khusus, yakni ditarik secara

umum yang mengenai putusan mahkamah konstitusi No, 34/PUU-XI/2013

tentang kebolehan peninjauan kembali

24 Lexy L Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung : Cetakan Keempat

Belas, Remaja Rosda Karya, 19 ), h. 3.

25 Sutrisno Hadi, Metode Research, (Yogyakarta : Jilid 1, Ondy Offser, 1994), h. 42. 26 Ibid, h. 42.

Page 30: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perihal Putusan Mahkamah Konstitusi

1. Pengertian Putusan Mahkamah Konstitusi

Adalah putusan untuk mengakhiri sengketa kewenangan lembaga

negara yang diajukan kehadapan Mahkamah Konstitusi, akan

diselesaikan dengan putusan tingkat pertama dan terakhir yang

mengikat secara umum bersifat final.27

2. Jenis-jenis putusan Mahkamah Konstitusi

Jenis putusan yang disimpulkan dari amarnya dapat dibedakan

antara putusan yang bersifat declaratoir, constitutief, dan

condemnatoir. Satu putusan dikatakan comdemnatoir kalau putusan

tersebut berisi penghukuman terhadap tergugat atau termohon untuk

melakukan satu prestasi (tot het verrichten van een prestatie). Hal itu

timbul karena adanya perikatan yang didasarkan pada perjanjian atau

undang-undang, misalnya untuk membayar sejumlah uang atau

melakukan atau tidak melakukan satu perbuatan tertentu. Akibat dari

satu putusan comdemnatoir ialah diberikannya hak kepada

penggugat/pemohon untuk meminta tindakan eksekutorial terhadap

tergugat/termohon.

27 Khairuddin, et. al. Pokok-Pokok Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,

(Bandar Lampung: Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan, 2012), h. 21.

Page 31: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Perkara di Mahkamah Konstitusi yang dapat dipandang akan

memberi kemungkinan putusan yang bersifat comdemnatoir yang

memberi hukuman pada pihak termohon untuk melakukan atau

melakukan satu perbuatan adalah sengketa antarlembaga negara di

mana Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi

menentukan:

Secara tegas pasal tersebut tidak menyebut adanya perintah

berupa penghukuman agar lembaga (termohon) tidak melakukan

perbuatan atau tidak melaksanakan kewenangan yang dipersengketan

melainkan hanya secara declaratoir menyatakan tidak berwenang.

Akan tetapi, dari putusan sela yang diatur dalam Pasal 63 Undang-

Undang Mahkamah Konstitusi tentang penetapan atau putusan sela

yang dikeluarkan, memerintahkan untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu dan dalam hal ini untuk tidak melaksanakan kewenangan

yang dipersengketakan. Dengan demikian, jenis ini termasuk dalam

putusan yang bersifat comdemnatoir.

Putusan declaratoir adalah putusan di mana hakim menyatakan

apa yang menjadi hukum. Putusan hakim yang menyatakan

permohonan atau gugatan ditolak merupakan satu putusan yang

bersifat declaratoir. Hakim dalam hal ini menyatakan tuntutan atau

permohonan tidak mempunyai dasar hukum berdasarkan fakta-fakta

yang ada. Misalnya putusan di mana hakim menyatakan bahwa

penggugat adalah pemilik barang yang disengketakan atau

menyatakan perbuatan yang dilakukan adalah merupakan perbuatan

Page 32: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

melawan hukum. Ini merupakan contoh-contoh yang dapat

ditunjukan sebagai putusan yang bersifat declaratoir.28

3. Susunan dan Isi Putusan

Putusan Mahkamah Konstitusi sama dengan putusan pengadilan

pada umumnya. Pertama-tama harus memuat irah-irah “Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Putusan harus

didasarkan atas keyakinan hakim, berdasar atas sekurang-kurangnya

2 (dua) alat bukti.29

Keyakinan hakim didasarkan atas minimal 2

(dua) alat bukti sebagai dasar pengambilan putusan yang

mengingatkan kembali pada sifat hukum publik dari perkara

konstitusi. Tugas hakim adalah mencari kebenaran materiil yang

harus diyakini telah dapat dibuktikan berdasar bukti yang diajukan

kehadapannya. Syarat bentuk dan isi putusan Mahkamah Konstitusi

diatur dalam pasal 48 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang

kemudian diperjelas dalam pasal 33 Peraturan Mahkamah Konstitusi

No. 06 Tahun 2005. Syarat putusan Mahkamah Konstitusi harus

memuat antara lain sebagai berikut.

1. Kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2. Identitas pihak.

3. Ringkasan permohonan

4. Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan.

5. Amar putusan

28

Maruarar Siahaan, Hukum Acara....., Op. Cit., h. 205. 29

Ibid., h. 209.

Page 33: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

6. Hari dan tanggal putusan, nama dan tanda tangan Hakim

Konstitusi serta panitera.

7. Pendapat berbeda dari hakim.

8. Hari dan tanggal putusan, nama dan tanda tangan Hakim

Konstitusi serta panitera.

Ada beberapa syarat yang apabila dilanggar akan menimbulkan

kebatalan (nietigheid), sedangkan pelanggaran atas syarat lain yang

ditentukan tidak menyebabkan putusan null and void. Syarat tentang

irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,

amar putusan hari dan tanggal putusan pengucapan di depan sidang

terbuka untuk umum, jika dilanggar akan menyebabkan putusan itu

batal demi hukum. Oleh karena itu, tidak boleh dilalaikan pemuatan

syarat dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi.

B. Peninjauan Kembali Menurut Hukum Positif

1. Pengertian Peninjauan Kembali, yaitu melakukan suatu upaya hukum

yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman)

dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia. Putusan

pengadilan yang disebut mempunyai kekuatan hukum tetap ialah

putusan Pengadilan negeri yang tidak diajukan upaya banding, putusan

Pengadilan Tinggi yang tidak diajukan kasasi (upaya hukum di tingkat

Mahkamah Agung), atau putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). PK

Page 34: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

tidak dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang telah

berkekuatan segala tuntutan hukum.30

2. Dasar Peninjauan Kembali

Pasal 263 KUHAP merumuskan sebagai berikut.

(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala

tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan

permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agug.

(2) Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:

a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan

kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu

sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan

bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau

tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terdapat

perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

b. Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa

sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai

dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu,

ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;

c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu

kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

(3) Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2)

terdapat suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh

30

Adami Chazawi, Lembaga Peninjauan Kembali (PK)....., Op. Cit., h. 26.

Page 35: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan

kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang

didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti

oleh suatu pemidanaan.31

3. Pendapat Para Ahli Mengenai Peninjauan Kembali

Peninjauan Kembali menurut Prof.Dr. Sudikno Mertokusumo,

SH, menjelaskan bahwa suatu upaya hukum terdapat putusan

tingkat terakhir dan putusannya yang dijatuhkan di luar hadir

Tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk

mengajukan perlawanan. 32

C. Peninjauan Kembali Menurut Siyasah Dusturiyah

Siyasah dusturiyah adalah bagian fiqih siyasah yang membahas

masalah perundang-undangan negara. Dalam bagian ini dibahas antara

lain konsep-konsep konstitusi (Undang-undang Dasar dan sejarah

lahirnya perundang-undang dalam suatu negara), legislasi (bagaimana

cara perumusan Undang-undang), lembaga demokrasi dan syura yang

merupakan pilar penting dalam perundang-undang tersebut. Disamping

itu, kajian ini membahas konsep negara hukum dalam siyasah dan

hubungan timbal balik antara pemerintah dan warga negara serta hak-hak

warga negara yang wajib di lindungi33

31 Ibid., h. 25.

32 R. Soeroso, Tata Cara Dan Proses Persidangan, (Jakarta: Sinar Grafika, Offset),

h. 92. 33

Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2014), h. 177.

Page 36: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

1. Berdasarkan hasil penelitian, negara Indonesia adalah dusturiyah

(konstitusional) karena berdasar atas konstitusi, yaitu UUD 1945.

Dalam kajian siyasah dusturiyah bahwa UUD 1945 adalah konstitusi

yang di dalamnya dipelihata prinsip-prinsip dalam Islam yang

berkaitan dengan keadilan. Dalam asas hierarki perundang-undangan,

peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Artinya adalah

UUD 1945 merupakan peraturan perundang-undangan yang tertinggi

di Negara Republik Indonesia. Istilah lain dari al-adl adalah al-qist,

al-misi (sama bagian atau semisal). Secara terminologis, adil berarti

mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai

maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat

sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti berpihak

atau berpegang kepada kebenaran.34

Islam perintah berlaku adil ditujukan kepada setiap orang tanpa

pandang bulu. Perkatakan yang benar harus disampaikan apa adanya

walaupun perkataan itu akan merugikan kerabat sendiri. Keharusan

berlaku adil pun harus ditegakkan dalam keluarga dan masyarakat

muslim itu sendiri, bahkan kepada orang kafir pun umat Islam

diperintahkan berlaku adil. Untuk keadilan sosial harus ditegakkan

tanpa membedakan karena kaya, miskin, pejabat atau rakyat jelata,

wanita atau pria, mereka harus diperlakukan sama dan mendapatkan

34

Abdual Aziz Dahlan, et. All, (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 2, PT Ichtiar

Baru Van Hoeve, (Jakarta: 1997), h. 25.

Page 37: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

kesempatan yang sama.35

Sayyid Qutb menegaskan bahwa Islam

tidak mengakui adanya perbedaan-perbedaan yang digatungkan

kepada tingkatan dan kedudukan.36

2. Dasar Peninjauan Kembali

Peradilan yang secara termilogi , peradilan atau qadha memiliki

makna antara lain, “Kekuasaan yang dikenal (kekuasaan yang

mengadili dan memutuskan perkara)”, atau “Menyelesaikan perkara

pertengkaran untuk melenyapkan gugat menggugat dan untuk

memotong pertengkaran dengan hukum-hukum syara‟ yang dipetik

dari Al-Qur‟an dan Sunnah”.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa peradilan adalah

lembaga yang mempunyai kekuasaan umum untuk mengadili dan

memutuskan perkara antara dua orang atau lebih dengan berlandaskan

Al-Qur‟an dan Hadis.37

35

Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, Pusat penerbitan Universitas LPPM

UNISBA, (Bandung: 1995), h. 73. 36

Sayyid Qutb, “Keadilan Sosial dalam Islam, Pusat Penerbitan Donohue dan John

L. Esposito, Islam dan pembaharuan, Terj. Machnun Husein,( Jakarta: CV Rajawali, 1984), h.

224. 37

Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2011), h. 11.

Page 38: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

A. Awal mula peradilan

Setelah Nabi Muhammad Saw. Diangkat menjadi Rosul,

mulailah beliau menyampaikan risalah dakwah kepada penduduk

Makkah, terutama masalah akidah selama 13 tahun. Berbagai tekanan

dan penindasan terjadi sehingga belum memungkinkan untuk

melaksanakan berbagai ketentuan agama terutama masalah

peradilan.38

Demi tegaknya keadilan dan kejujuran, di samping

berpegang kepada Al-Qur‟an, Rasulullah Saw. Juga membuat

berbagai ketetapan sebagai pegangan para hakim dalam menjalankan

tugasnya dalam mengadili perkara.

1. Ikrar (pengakuan), yaitu pengakuan dari seorang terdakwa

terhadap semua dakwaan terhadapnya dengan jujur.

2. Bukti, yaitu kesaksian para saksi sebagaimana disebutkan dalam

sebuah kaidah dalam majalah al-ahkam.39

Dasar Hukum Peradilan

Peradilan memiliki dasar hukum yang bersumber

26. Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah

(penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara

38

Ibid., h. 37. 39

Ibid., h. 40.

Page 39: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,

karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya

orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang

berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.40

3. Pendapat Para Ulama Mengenai Peninjauan Kembali

Adapun menurut ulama mengenai pendapat Peninjauan Kembali:

Menurut Abdul Wahhab Khallaf, prinsip-prinsip yang diletakan Islam

dalam perumusan Undang-undang Dasar mengenai Peninjauan

Kembali ini adalah jaminan atas Hak Asasi Manusia setiap anggota

masyarakat dan persamaan kedudukan semua orang dimata hukum,

tanpa membeda-bedakan stratifikasi sosial, kekayaan, pendidikan,

dan agama.41

Menurut ulama fiqh siyasah, pada awalnya pola hubungan antara

pemerintah dan rakyat ditentukan oleh adat istiadat. Dengan

demikian, hubungan antara kedua belah pihak berbeda-beda pada

masing-masing negara. Akan tetapi, karena adat istiadat ini tidak

tertulis, maka dalam hubungan tersebut tidak terdapat batasan-batasan

yang tegas tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Sejauh ini penulis menarik kesimpulan pembahasan skripsi yang

membahas tentang upaya peninjauan kembali pada masa peradilan

Islam belum ada ditemukan mengenai upaya peninjauan kembali,

tetapi pada masa peradilan Islam membahas tentang prinsip-prinsip

yang diletakkan Islam dalam perumusan undang-undang dasar ini

40

Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Taisiru al- Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu

Katsir, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 69. 41

Muhammad Iqbal, Kontekstualisasi......., Op. Cit., h. 178.

Page 40: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

adalah jaminan hak asasi manusia setiap anggota masyarakat dan

persamaan kedudukan semua orang di mata hukum yang sama.

Begitu juga halnya dengan prinsip “ persamaan hak” dan

kebebasan serta hak asasi manusia, sesungguhnya berlaku adillah

dasarnya. Berlaku adil adalah sistem segala sesuatu. Oleh karena itu,

sangat benar kalau dikatakan bahwa berlaku adil adalah sesuatu yang

sudah sangat dikenal.42

Adapun menetapkan hukum diantara manusia

dengan adil, seperti apa yang menjadi wewenang “peradilan” lewat

sarana pengaduan dan penyelesaian di dalamnya untuk membenarkan

yang benar dan menolong yang terzalimi. Juga seperti apa yang ada

dalam bidang “hukum”, misalnya kewenangan umum, dengan

penyampaian amanah oleh penguasa kepada orang yang berhak

menerimanya, dan memperhatikan keadilan pada manusia serta tidak

melanggar kewajiban seorang pemimpin terhadap rakyat dan agama

di segala bidang. 43

Dengan demikian, jelaslah bahwa “berlaku adil” adalah manhaj

Allah dan syariat-Nya. Allah SWT mengutus para rasul-Nya dan

menurunkan kitab-kitab-Nya agar manusia berlaku adil. Apabila

tampak tanda-tanda keadilan dan tampak keadilan itu dengan cara

apapun, maka itulah syariat Allah dan agama-Nya.44

42

Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005), h. 201. 43

Ibid, h. 203. 44

Ibid, h. 204.

Page 41: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

BAB lll

PROSES DAN ARGUMEN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO,

34/PUU-XI/2013 TENTANG KEBOLEHAN PENINJAUAN KEMBALI

A. Gambaran Umum Tentang Lembaga Mahkamah Konstitusi

Untuk mengkaji lebih dalam mengenai proses dan argumen putusan

mahkamah konstitusi No. 34/PUU-XI/2013 tentang kebolehan peninjaun

kembali, penulis paparkan beberapa hal sebagai berikut.

1. MK Sebagai Lembaga Pengawal Demokrasi dan Pengawal

Konstitusi

Mahkamah Konstitusi sebagai pemerintah demokratis, konstitusi

menempati posisi yang sentral. Di bawah konstitusi, pemerintahan

demokratis dituntut menjalankan kekuasaannya menurut batas-batas

yang ditentukan konstitusi. Dengan demikian, corak dari

pemerintahan demokratis adalah bahwa tindakan pemerintah harus

senantiasa didasarkan pada kehendak konstitusi sebagai esensi dari

paham konstitusionalisme. Demokrasi yang diidealkan harus

diletakkan dalam koridor hukum. Pada sisi inilah paham

konstitusionalisme memposisikan konstitusi sebagai komponen

integral dari pemerintah demokratis.45

Berdirinya Mahkamah Konstitusi sebagai special tribunal

secara terpisah dari Mahkamah Agung, yang mengemban tugas khusus

45 Bachtiar, Problem Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Pada Pengujian UU

Terhadap UUD (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015), h. 71.

Page 42: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

merupakan konsepsi yang dapat ditelusuri jauh sebelum negara

kebangsaan yang modern (modern nation-state), yang pada dasarnya

menguji keserasian norma hukum yang lebih rendah dengan norma

hukum yang lebih tinggi. Sejarah modern judicial review, yang

merupakan ciri utama kewenangan Mahkamah Konstitusi di Amerika

Serikat oleh Mahkamah Agung dapat dilihat sebagai perkembangan

yang berlangsung selama 250 tahun, dengan rasa kebencian sampai

dengan penerimaan yang luas.46

Hans Kelsen, seorang sarjana hukum yang sangat berpengaruh

pada abad ke-20, diminta menyusun sebuah konstitusi bagi Republik

Austria yang baru muncul dari puing kekaisaran Austro-Hungarian

tahun 1919. Sama dengan Marshall, Kelsen percaya bahwa Konstitusi

harus diperlakukan sebagai seperangkat norma hukum yang superior

Konstitusi yang demikian, sehingga dia merancang Mahkamah khusus

yang terpisah dari peradilan biasa untuk mengawasi undang-undang

dan membatalkannya(lebih tinggi) dari undang-undang biasa dan

harus ditegakkan secara demikian. Kelsen juga mengakui adanya

ketidak percayaan yang luas terhadap badan peradilan biasa untuk

melaksanakan tugas penegakan Meski Kelsen merancang model ini

untuk Austria, yang mendirikan Mahkamah Konstitusi berdasar model

itu pertama sekali adalah Cekoslowakia pada bulan Februari tahun

1920. Baru pada bulan Oktober 1920, rancangan Kelsen tersebut

diwujudkan di Austria.

46

Herman Schwartz, The Struggle For Constitutional Justice in Post-Communist

Europe, 2002, h. 3.

Page 43: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

2. Dasar Hukum Mahkamah Konstitusi

Dasar hukum lembaga negara Mahkamah Konstitusi adalah

pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945.

Selain itu, secara lebih spesifik pasal 24 C juga menjelaskan berbagai

hal yang berkaitan dengan Mahkamah Konstitusi yang meliputi

berbagai kewenangan yang dimilikinya serta keanggotaannya. Pasal

24 C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945, menyebutkan berbagai

kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi yang meliputi :

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir yang pada putusannya bersifat final untuk menguji Undang-

Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa

kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh

Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Maka sesuai Pasal 24 C ayat (1) Perubahan ketiga UUD 1945

sebagaimna tersebut diatas yang berwenang melakukan uji material

peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap

Undang adalah Mahkamah Agung.

Selain itu, Pasal 24 C ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945

memberikan tugas kepada Mahkamah Konstitusi yang berbeda

dengan Mahkamah Agung yakni Mahkamah Konstitusi wajib

memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat

mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden

menurut Undang-Undang Dasar. Tugas ini memang berkaitan dengan

Page 44: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

kemungkinan dilakukannya semacam impeachment terhadap Presiden

atau Wakil Presiden.

Tugas yang melekat pada Mahkamah Konstitusi ini memang

sangat berbeda jika dibandingkan dengan Mahkamah Agung yang

hanya bersinggungan dengan wilayah hukum dan peradilan. Hal ini

disebabkan dalam melakukan fungsinya nanti Mahkamah Konstitsi

tidak hanya akan bersinggungan dengan wilayah hukum, tapi juga

politik dan kekuasaan. Sehingga sangat wajar apabila komposisi

hakim dalam Mahkamah Konstitusipun diusulkan dari berbagai

pihak.

Pasal 24 C ayat (3) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyebutkan,

Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan anggota hakim konsttusi

yang ditetapkan Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang

oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat,

dan tiga orang oleh Presiden.

Kemudian secara jelas telah disebutkan mengenai syarat-syarat

yang harus dipenuhi untuk menjadi Hakim Konstitusi sebagaimana

tercantum dalam Pasal 24 C ayat (5) Perubahan Ketiga UUD 1945,

yaitu harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,

adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan serta

tidak merangkap sebagai pejabat negara. Dan berkaitan dengan

susunan hakim konstitusi disebutkan pula bahwa ketua dan wakil

Page 45: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

ketua Mahkamah Konstitusi dipilih oleh hakim konstitusi (pasal 24C

ayat 4)47

3. Kewenangan dan Kewajiban Mahkamah Konstitusi

Pasal 24C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menggariskan wewenang Mahkamah Konstitusi

adalah sebagai berikut:

1. Mahkamah Konstitusi berwenang, pertama, mengadili pada

tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk

menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, kedua,

memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

berwenangnya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, ketiga,

memutus pembubaran partai politik, dan keempat, memutus

perselisihan tentang hasil pemilu.

2. Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat

Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran Presiden

dan/ atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Wewenang Mahkamah Konstitusi tersebut secara khusus

diatur lagi dalam pasal 10 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi

dengan merinci sebagai berikut.

a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

c. Memutus pembubaran partai politik.

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

47

PIPIH SOPIAN, M.Pd. Sejarah Mahkamah Konstitusi dan Impeachment Terhadap Presiden,

(Bogor : Cetakan Pertama, PT. Regina Eka Utama, 2010), h. 29-31.

Page 46: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

e. Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat

DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah

melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan

terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

lainya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi

syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.48

B. Duduk Perkara No, 34/PUU-XI/2013.

Menimbang bahwa para Pemohon telah mengajukan permohonan

dengan permohonan bertanggal 8 Maret 2013, yang kemudian diterima di

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan

Mahkamah) berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor

113/PAN.MK/2013 pada tanggal 8 Maret 2013 dan telah dicatat dalam

Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 18 Maret 2013 dengan

Nomor 34/PUU-XI/2013, yang telah diperbaiki dan diterima di

kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 23 April 2013, pada pokoknya

menguraikan hal-hal sebagai berikut:

I. Kedudukan Pemohon (Legal Standing) dan Kerugian Pemohon Legal

Standing:

1. Bahwa menurut Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang

48

Maruarar Siahaan, Hukum Acara....., Op. Cit, h. 12.

Page 47: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi (UU MK), menyatakan “Pemohon adalah

pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

Konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang,

yaitu: a. Perorangan warga negara Indonesia; b. Kesatuan

masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang; c. Badan

hukum publik atau privat; atau d. Lembaga negara”, yang telah

dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 268

ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana.

2. Bahwa agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai

Pemohon dalam permohonan pengujian Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka orang atau pihak

dimaksud haruslah:

a. menjelaskan kualifikasinya dalam permohonannya yaitu

apakah sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan

masyarakat hukum adat, badan hukum atau lembaga negara;

b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam

kualifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf (a) sebagai

akibat diberlakukannya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian;

Page 48: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

3. Bahwa atas dasar ketentuan tersebut para Pemohon perlu terlebih

dahulu menjelaskan kualifikasinya, hak konstitusi yang ada pada

para Pemohon, beserta kerugian spesifik yaitu:

a. Bahwa para Pemohon adalah perorangan warga negara

Indonesia yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya dalam hal

ini Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (UU 8/1981).

b. Bahwa Pemohon I adalah Terpidana pada perkara pidana di

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel yang telah diputus pada tanggal

11 Februari 2010. Putusan mana telah memiliki kekuatan

hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan putusan

Mahkamah Agung Nomor 1429K/Pid/2010 tanggal 21

September 2010;

c. Bahwa terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor

1429K/Pid/2010 tanggal 21 September 2010, Pemohon I

mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan

Kembali dan diputus oleh Mahkamah Agung Nomor

117PK/Pid/2011 tanggal 13 Februari 2012, yang memutuskan

menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan

Pemohon I;

d. Bahwa karena telah mengajukan upaya hukum Peninjauan

Kembali, maka berdasarkan Pasal 268 ayat (3) UU 8/1981,

Page 49: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Pemohon I tidak memiliki upaya hukum lain untuk

membersihkan namanya, jika suatu saat terdapat bukti baru,

yang memberikan putusan yang berbeda dengan Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 11 Februari 2010 juncto

putusan Mahkamah Agung Nomor 1429K/Pid/2010 tanggal

21 September 2010;

e. Bahwa Pemohon II adalah istri dari Pemohon I yang

merasakan kerugian dan penderitaan yang dialami oleh

Pemohon I.

f. Bahwa Pemohon III adalah anak kandung dari Pemohon I

yang merasakan kerugian dan penderitaan yang dialami oleh

Pemohon I.

4. Bahwa pada saat pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,

Jaksa Penuntut Umum mengadilkan bahwa Pemohon I telah

melakukan teror kepada korban melalui SMS. Salah satu SMS yang

dijadikan dalil Jaksa Penuntut Umum adalah SMS pada bulan

Februari 2009 yang berbunyi “maaf mas masalah ini yang tahu hanya

kita berdua kalau sampai terblow up tahu konsekwensinya”.

5. Bahwa menurut keterangan ahli Dr. Ir. Agung Agung Harsoyo, M.

Sc, M.Eng, dalam rentang waktu antara Februari-Maret 2009, tidak

terdapat SMS yang dikirim dari keenam nomor HP milik Antasari

kepada Nasrudin. Pada Februari 2009, nomor HP Antasari

0812050455 mencatat empat SMS dari nomor HP Nasrudin

Page 50: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

0811978245, tapi tidak ada catatan adanya SMS balasan dari

Antasari. Sedangkan Chip HP almarhum Nasrudin Zulkarnaen, yang

berisi SMS ancaman rusak, tidak bisa dibuka.

6. Bahwa Dr. Ir. Agung Agung Harsoyo, M. Sc, M.Eng, pada

keterangannya di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

menduga, SMS tersebut dikirimkan melalui web server;

7. Bahwa Pemohon I telah melakukan upaya membongkar rekayasa

teknologi dengan melaporkan keberadaan SMS gelap dan misterius

kepada Mabes Polri dan diberi janji laporan ini akan ditindaklanjuti,

namun sampai saat ini laporan dan janji tersebut tidak terealisasi

(vide bukti P-17).

8. Bahwa Pemohon I telah melakukan upaya hukum Peninjauan

Kembali berdasar alasan dan bukti yang cukup kuat serta didukung

oleh sebagian besar tokoh dan masyarakat Indonesia namun tetap

ditolak oleh Mahkamah Agung (vide bukti P-8 dan bukti P-9).

9. Bahwa Pemohon I telah melaporkan dugaan rekayasa dan konspirasi

kasus yang menimpa dirinya kepada Komisi Yudisial (KY) dimana

KY telah menemukan kejanggalan dan pelanggaran etik hakim serta

membuat rekomendasi sanksi kepada Hakim Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan namun Mahkamah Agung mengabaikannya

(pemberitaan media massa akan menjadi bukti).

10. Bahwa terhadap sikap Mahkamah Agung yang mengabaikan

rekomendasi KY telah mendapat kecaman dan kritikan dari berbagai

Page 51: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

pihak termasuk mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimli Asshiddqie

(pemberitaan media massa akan menjadi bukti).

11. Bahwa karena telah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali,

maka berdasarkan pasal 268 ayat (3) Undang-Undang 8/1981,

Pemohon I tidak memiliki upaya hukum lain untuk membersihkan

namanya, jika suatu saat terdapat teknologi yang dapat mengungkap

siapa sebenarnya pengirim SMS tersebut kepada korban;

12. Bahwa para Pemohon juga berkehendak membantu penegakan

hukum dalam rangka mencari pelaku sesungguhnya yang telah

membunuh Alm. Andi Nasrudin Zulkarnaen.

13. Bahwa segala upaya yang ditempuh Pemohon I untuk melakukan

pembelaan diri belum memperoleh hasil, maka menjadi hak dan

kewajiban Pemohon untuk mengajukan Pengujian Undang-Undang

dalam perkara a quo;

14. Bahwa setiap kejahatan akan memberikan pintu kebenarannya secara

tidak terduga misalnya pelaku pembunuh yang sebenarnya akan

memberikan pengakuan dikemudian hari sebagai bentuk penyesalan

dan penebusan dosa, sehingga hukum harus tetap memberikan

pintunya untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan.

4. Norma-Norma yang diajukan untuk dijuji

1. Norma Materil

Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (Lembaran Nrgara Republik Indonesia

Page 52: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Nomor 76 Tahun 1981, tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3209) bebunyi: “Permintaan Peninjauan

Kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali

saja”;

2. Norma Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Yang Menjadi

Penguji, yaitu:

a. Pasal 1 ayat (3) berbunyi:

“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”;

Prinsip negara hukum adalah semua berdasar hukum, hukum

untuk mencapai keadilan, sehingga semua proses hukum

adalah terciptanya keadilan di masyarakat. Apabila

dihadapkan pilihan keadilan dan kepastian hukum maka

keadilan haruslah yang dipilih dan diutamakan. Dengan

demikian upaya Peninjauan Kembali dalam perkara pidana

tidak dapat dibatasi hanya sekali saja dalam rangka mencari

keadilan hakiki bagi nasib seseorang untuk terhindar dari

hukuman mati apabila berdasar pembuktian materil diketahui

kemudian hari tidak bersalah.

b. Pasal 24 ayat (1) yang berbunyi:

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang

merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 24 ayat (1) ini

mengandung arti bahwa sebagai konsekuensi dari pilihan

Page 53: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum, maka

kekuasaan lembaga kehakiman haruslah bebas dari

tekanan pihak manapun. Tujuan dari merdekanya

kekuasaan kehakiman ini adalah ditegakkannya hukum

dan keadilan.

Hakim tidak semata-mata hanya menjadi corong Undang-

Undang. Pada saat memutus suatu perkara, hakim akan

menerapkan hukum demi ketertiban masyarakat dan kepastian

hukum. Bersamaan dengan itu, hakim dituntut juga harus

dapat mewujudkan keadilan. Jika hukum dalam undang-

undang yang akan diterapkan (ditegakkan) tidak ditemui,

hakim diberikan kewenangan untuk mencari atau bahkan

menciptakan hukum. Apabila ada ketentuan undang-undang

yang dipakai sebagai dasar untuk menerapkan hukum atau

undang-undang yang akan ditegakkan sudah tidak sesuai lagi

dengan perkembangan zaman dan tuntutan rasa keadilan, atau

jika undang-undang tidak mengatur, hakim wajib mengadili,

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan

yang hidup di dalam masyarakat.

Hakim adalah manusia biasa yang tidak akan luput dari

kekeliruan dan kesalahan, maka sarana untuk melakukan

koreksi haruslah dibuka pintu selebar-lebarnya berupa upaya

hukum luar biasa (PK) dapat diajukan lebih dari sekali, tidak

boleh lagi dibatasi hanya sekali. Keadilan adalah hak asasi

Page 54: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

manusia setiap orang meskipun sudah mati sebagaimana

tercermin Peninjauan Kembali dalam perkara pidana dapat

diajukan oleh keluarga terpidana maupun ahli warisnya.

c. Pasal 28A UUD 1945 secara eksplisit mengatakan:

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya.

d. Pasal 28C ayat (1) yang berbunyi:

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui

pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat

pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan

umat manusia.

Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah

menjadi hak warga negara dalam rangka demi meningkatkan

kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia

termasuk memperjuangkan keadilan bagi diri sendiri maupun

orang lain sehingga upaya Peninjauan Kembali dalam

perkara pidana tidak dapat dibatasi hanya sekali saja dalam

rangka mencari keadilan hakiki bagi nasib seseorang untuk

terhindar dari hukuman sanksi pidana penjara atau hukuman

mati apabila berdasar pembuktian materiel diketahui

kemudian hari tidak bersalah.

Page 55: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

e. Pasal 28D ayat (1) berbunyi:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di

hadapan hukum”;

Pasal 28D ayat (1) jelas menyatakan kepastian hukum

yang adil sehingga kepastian hukum tanpa keadilan maka

akan mencederai perlindungan, pemberian jaminan dan

pengakuan perlakuan yang sama dihadapan hukum. Hukum

yang hanya mengejar kepastian akan menjadi sia-sia apabila

tidak memberikan keadilan, hukum menjadi tidak berguna

dan tidak memberikan sumbangan apa-apa bagi kesejahteraan

umat manusia. Dengan demikian Peninjauan Kembali dalam

perkara pidana apabila dibatasi hanya boleh sekali saja jelas-

jelas bertentangan dengan konstitusi.

Dimana penegakan hukum lebih didasarkan pada akal

pikiran bukan dengan dasar hati nurani atau dengan katalain

mendahulukan kepastian hukum dari pada keadilan atau

kebalikan dari asas ius contra legem.

C. Alasan-Alasan Pemohon Mengajukan Peninjauan Kembali

1. Bahwa para Pemohon merasa terharu atas perjuangan keluarga

korban (alm. Nasrudin Zulkarnaen) yang diwakili adik

kandungannya Andi Syamsudin Zulkarnaen untuk mencari

keadilan berupa upaya-upaya untuk mencari siapa sesungguhnya

pembunuh alm. Nasrudin Zulkarnaen. Para Pemohon lebih

Page 56: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

merasa terharu dikarenakan keluarga korban alm. Nasrudin

Zulkarnaen tidak mempercayai dan tidak menyakini Pemohon I

terlibat dalam pembunuhan yang penuh rekayasa dan konspirasi.

2. Bahwa perjuangan keluarga korban alm. Nasrudin Zulkarnaen

untuk mencari kebenaran dan mendapatkan keadilan termasuk

salah satunya mengajukan pengujian Undang-Undang kepada

Mahkamah Konstitusi dengan register perkara Nomor 21/PUU-

/2013. Untuk ini para Pemohon berkehendak menggabungkan

diri dalam PUU Nomor 21/PUU-/2013 dengan cara mengajukan

Pengujian Undang-Undang 8/1981 pasal 268 ayat (3);

3. Bahwa Pemohon I yang merupakan Terpidana pada perkara

pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel yang telah diputus pada tanggal 11

Februari 2010. Putusan mana telah memiliki kekuatan hukum

tetap (inkracht van gewijsde) dengan Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1429K/Pid/2010 tanggal 21 September 2010;

4. Bahwa terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor

1429K/Pid/2010 tanggal 21 September 2010, Pemohon I

mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali

dan diputus oleh Mahkamah Agung Nomor 117PK/Pid/2011

tanggal 13 Februari 2012, yang pada intinya memutuskan

menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan

Pemohon I;

Page 57: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

5. Bahwa karena telah mengajukan upaya hukum Peninjauan

Kembali, maka berdasarkan Pasal 268 ayat (3) UU 8/1981,

Pemohon I tidak memiliki upaya hukum lain untuk

membersihkan namanya, jika suatu saat terdapat bukti baru, yang

memberikan putusan yang berbeda dengan Putusan Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan Nomor 1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel

tanggal 11 Februari 2010 juncto putusan Mahkamah Agung

Nomor 1429K/Pid/2010 tanggal 21 September 2010;

6. Bahwa pada saat pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan, Jaksa Penuntut Umum mendalilkan bahwa Pemohon I

telah melakukan teror kepada korban melalui SMS. Salah satu

SMS yang dijadikan dalil Jaksa Penuntut Umum adalah SMS

pada bulan Februari 2009 yang berbunyi “maaf mas masalah ini

yang tahu hanya kita berdua kalau sampai terblow up tahu

konsekwensinya”.

7. Bahwa menurut keterangan ahli Dr. Ir. Agung Harsoyo M.Sc,

M.Eng pada saat menjalani pemeriksaan di Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan menyatakan bahwa dalam rentang waktu antara

Februari-Maret 2009, tidak terdapat SMS yang dikirim dari

keenam nomor HP milik Antasari kepada Nasrudin. Pada

Februari 2009, nomor HP Antasari 0812050455 mencatat SMS

dari nomor HP Nasrudin 0811978245, tapi tidak ada catatan

adanya SMS balasan dari Antasari. Sedangkan Chip HP

Page 58: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

almarhum Nasrudin Zulkarnaen, yang berisi SMS ancaman

rusak, tidak bisa dibuka.

8. Bahwa Dr. Ir. Agung Harsoyo M. Sc, M.Eng, pada

keterangannya di persidangan di Pengdilan Negeri Jakarta

Selatan menduga, SMS tersebut dikirimkan melalui web server;

9. Bahwa Pemohon I telah melakukan upaya membongkar rekayasa

teknologi dengan melaporkan keberadaan SMS gelap dan

misterius kepada Mabes Polri dan diberi janji laporan ini akan

ditindaklanjuti, namun sampai saat ini laporan dan janji tersebut

tidak terealisasi (pemberitaan media akan menjadi bukti).

10. Bahwa karena telah mengajukan upaya hukum Peninjauan

Kembali, maka peluang bagi Para Pemohon untuk mengajukan

kembali putusan perkara pidananya telah tertutup berdasarkan

Pasal 268 ayat (3) UU 8/1981. Sekalipun suatu saat terdapat

teknologi yang dapat mengungkap siapa sebenarnya pengirim

SMS tersebut kepada korban, bukti-bukti baru itu tidak memiliki

nilai sama sekali bagi Pemohon I jika akan membersihkan

namanya;

11. Bahwa jika dilihat dari sejarahnya, mulai dari Reglement op de

Srtrafvordering (Stb Nomor 40 juncto 57 Tahun 1847), setelah

kemerdekaan dalam PERMA Nomor 1 Tahun 1969 maupun

PERMA Nomor 1 Tahun 1980, upaya hukum Peninjauan

Kembali hanya diperuntukkan semata-mata bagi kepentingan

terpidana, dan bukan bagi kepentingan Negara. Jiwa dan

Page 59: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

semangat dari ketentuan mengenai PK dalam BAB XVIII – Pasal

263 s.d 269 KUHAP. Karena untuk kepentingan terpidana,

seharusnya Negara tidak memberikan batasan berapa kali upaya

hukum Peninjauan Kembali dapat diajukan.49

49

Putusan Mahkamah Konstitusi No, 34/PUU-XI/2013 tentang keadilan berdasarkan

pansasila.

Page 60: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

BAB IV

ANALISIS DATA

A. Apa Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam

melahirkan putusan No.34/PUU-XI/2013 tentang peninjauan kembali

(PK)

Dasar pertimbangan hukum oleh hakim menjadi penentu atau dasar

sebuah putusan. Tujuan penelitian ialah untuk mendiskripsikan dan

menganalisis dasar pertimbangan hukum oleh hakim dalam putusan MK

B. Bagaimana Siyasah Dusturiyah Memandang putusan Mahkamah

Konstitusi No.34/PUU-XI/2013 Tentang Peninjauan Kembali

Page 61: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazawi, Lembaga Peninjauan Kembali (PK) Perkara Pidana: Penegak

Hukum dalam Penyimpangan Praktik dan Peradilan Sesat, Cetakan

Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 2011.

Abul A‟la al-Maududi, Al-Dawa’un ala Harakat al-Tadhamun al-Islam, alih

bahasa Abdullah Suhaeli, Jakarta: Sinar Hudaya, 1972.

Andi Hamzah,KUHP DAN KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Bismar Siregar,Rasa Keadilan, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1996.

C.S.T Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Cetakan Pertama, Edisi

Revisi 2, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Departemen Agama RI,Al-Qur‟an dan terjemahannya.

Harjono, Anwar: Hukum Islam: Keluasan dan Keadilan, Jakarta: Bulan Bintang,

1968.

H.A Djajuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-

Rambu Syariah., Bandung: Prenada Media Grup, 2003.

J.Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran., Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 1997.

Page 62: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

T.M. Hasbih Ash-Shiddieqy, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam, (Cet.I).

Jakarta: Matahari Masa, 1971.

Lexy L Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Cet. XIV). Bandung: Remaja

Rosda Karya, 1989.

Maruarar Sihaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,

edisi dua, Sinar, Jakarta.2011.

Muhanmmad Iqbal, Fiqh Siyasah : Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,

Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Balai Pustaka, Jakarta,2007.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No,34/PUU-XI/2013 Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

R.Soenarto Soerodibroto, KUHP DAN KUHAP, Jakarta: Rajawali Pres Cipta

1991.

Rambe Paingot Manalu, dkk. Hukum Acara Pidana dari Segi Pembelaan,

Cetakan Pertama, Jakarta, Novindo Pustaka Mandiri, 2010.

Sayid Qutb, Al-Adalah Al-Ijtimaiyah fi Al-Islam, Darul Kitab al-Araby.

Soeparman, Pengaturan Hak Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali

Perkara Pidana Bagi Korban Kejahatan, Cetakan Pertama, Bandung,

Refika Aditama 2007.

Page 63: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ …repository.radenintan.ac.id/2797/1/SKRIPSI_PUJI.pdfMahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang meninjauanya dengan Fiqih Siyasah

Susiadi, Metode Penelitian Hukum, Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M

Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2015.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK

Widyastuti Kartini, “Peradilan Islam” (http:// digilibin.Uin-

suka.ac.id/16799),/2016/, (16 Oktober 2016).

WriawanTjndra,”pk-antara-kepastian-hukum-dan-keadilan” www. budisansblog.

blogspot. Com /2014/0, (19Mei 2014).