200
http://pustaka-indo.blogspot.com

pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

  • Upload
    others

  • View
    41

  • Download
    18

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 2: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

A S A S - A S A S

H U K U M

PEMBUKTIAN

PERDATA

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 3: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang HAK CIPTA, seba-

gaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 jo. Undang-Undang

No. 12 Tahun 1997, bahwa:

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau menyebarkan suatu

ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan

ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan

dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara

paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima

miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual

kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak

Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah).

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 4: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Prof. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H.

A S A S - A S A S

H U K U M

PEMBUKTIAN

PERDATA

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 5: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Prof. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H.HUKUM PEMBUKTIAN PERDATA© 2012 Achmad AliEdisi Pertama. Cetakan Ke-1

Kencana. 2011.0075Hak Penerbitan pada Prenada MediaDilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit

Cover Irfan FahmiPercetakan Fajar Interpratama OffsetLay-out SatuCahayapro

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

PROF. DR. ACHMAD ALI, S.H., M.H.Hukum Pembuktian PerdataJakarta: Kencana, 2012Ed. 1. Cet. 1; xii, 177 hlm; 21 cm1. Hukum I. Judul

ISBN 978-602-8730-74-7 001.42

Cetakan ke-1, Januari 2012

K E N C A N APRENADA MEDIA GROUPJl. Tambra Raya No. 23Rawamangun - Jakarta 13220Telp: (021) 478-64657, 475-4134Faks: (021) 475-4134Email: [email protected]: www.prenadamedia.comINDONESIA

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 6: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

KATA PENGANTAR ....................................................... v

DAFTAR SINGKATAN ................................................. ix

BAGIAN PERTAMA

PEDAHULUAN ............................................................. 1

A. Hukum sebagai Suatu Sistem ...................................... 1

B. Pengertian Hukum Acara Perdata ............................. 3

C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata

dan Hukum Acara Pidana ........................................... 8

D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Acara Pidana Internasional ....................................... 13

BAGIAN KEDUA

HUKUM PEMBUKTIAN PADA UMUMNYA

DALAM PROSES PERDATA ........................................ 15

A. Arti Membuktikan ..................................................... 15

B. Pengertian Hukum Pembuktian ............................... 22

C. Perbedaan Pembuktian Yuridis dan Pembuktian

Ilmiah Lainnya ............................................................ 23

D. Letak Hukum Pembuktian ........................................ 25

E. Hukum Pembuktian dalam Sollen dan Sein ............ 30

F. Apakah yang Harus Dibuktikan (Quad Erat

Demostrandum) dan Apa yang Tidak Perlu

Dibuktikan ................................................................ 32

DAFTAR ISI

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 7: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdatavi

G. Siapa yang Mengajukan Alat Bukti .......................... 44

H. Siapa yang Menilai Pembuktian ............................... 51

BAGIAN KETIGA

TUJUAN PEMBUKTIAN ............................................. 57

BAGIAN KEEMPAT

ASAS-ASAS HUKUM PEMBUKTIAN ........................ 61

A. Asas Audi Et Alteram Partem .................................... 61

B. Asas Ius Curia Novit ................................................... 63

C. Asas Nemo Testis Indoneus In Propris Causa .......... 64

D. Asas Ne Ultra Petits .................................................... 65

E. Asas De Gustibus Non Est Disputandum ................. 65

F. Asas Nemo Plus Juris Transferra Potest Quam

Ipse Habet ................................................................ 66

BAGIAN KELIMA

ALAT-ALAT BUKTI DALAM PROSES ....................... 69

A. Pengertian Alat Bukti .................................................... 73

B. Klasiikasi Alat Bukti ..................................................... 73

C. Apakah Ada Alat Bukti Lain di Luar Ketujuh

Alat Bukti yang Secara Tegas Itu? ................................ 77

D. Empat Cara Mengajukan Alat Bukti ........................... 78

E. Kekuatan Pembuktian (Visprobandi) dari

Alat-Alat Bukti ............................................................... 80

F. Bagaimana Kekuatan Pembuktian dari Alat Bukti

di Luar HIR dan R.bg. (Termasuk buku IV BW) ...... 85

G. Teori-Teori Pembuktian ................................................ 87

H. Teori-teori Pembuktian ................................................. 90

I. Alat Bukti Kesaksian (Testimony) ............................... 92

J. Alat Bukti Persangkaan-persangkaan ......................... 93

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 8: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Daftar Isi vii

K. Pengakuan (Confession, Bakentenis) .......................... 95

L. Sumpah Sebagai Alat Bukti ........................................... 95

BAGIAN KEENAM

PENGERTIAN BEBAN PEMBUKTIAN ...................... 99

BAGIAN KETUJUH

ASAS BEBAN PEMBUKTIAN ................................... 119

BAGIAN KEDELAPAN

TEORI-TEORI BEBAN PEMBUKTIAN .................... 117

A. Teori Negative Non Sun Probanda ............................. 117

B. Teori Hak ...............................................................118

C. Teori De Lege Late (Menurut Hukum Positip .......... 120

D. Teori Ius Publicum (Hukum Publik) ......................... 121

E. Toori Audi Et Alteram Partom ................................... 122

BAGIAN KESEMBILAN

SIFAT BEBAN PEMBUKTIAN ................................... 123

A. Sifat Yang Kasuistis ...................................................... 123

B. Sifat Yang Yuridis ......................................................... 127

BAGIAN KESEPULUH

BEBERAPA PERMASALAHAN BEBAN

PEMBUKTIAN DALAM TEORI DAN PRAKTIK .... 131

A. Permasalahan Teoretis ................................................ 131

B. Permasalahan Dalam Yurisprudensi ......................... 136

BAGIAN KESEBELAS

TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM

TERHADAP BEBAN PEMBUKTIAN ....................... 141

A. Sedikit tentang Kegunaan Sosiologi Hukum ........... 141

B. Tugas Hakim dalam Kacamata Sosiologi Hukum ... 145

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 9: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdataviii

C. Beban Pembuktian dari Optik Sosiologi Hukum .... 148

BAGIAN KEDUA BELAS

PERRJANJIAN PEMBUKTIAN .................................. 153

A. Pengertian Perjanjian Pembuktian ............................ 153

B. Isi Perjanjian Pembuktian ........................................... 153

C. Hal-hal yang Terlarang untuk Diperjanjikan ........... 154

D. Kaitan Perjanjian Pembuktian dengan Alat

Bukti Tulisan ...............................................................155

E. Hal-hal Lain Mengenai Perjanjian Pembuktian ...... 155

DAFTAR LITERATUR LANGSUNG ......................... 157

DAFTAR LITERATUR TIDAK LANGSUNG ........... 163

DAFTAR ISTILAH ASING ......................................... 167

DAFTAR NAMA ORANG .......................................... 173

DAFTAR PERATURAN/UNDANG-UNDANG ........ 173

DAFTAR YURISPRUDENSI ...................................... 177

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 10: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

DAFTAR SINGKATAN

No = nomor

hn = tahun

Prof = Prefessor

S.H. = Sarjana Hukum

M.A. = Master of Art

R.M. = Raden Mas

M.A = Mahkamah Agung

P.N. = Pengadilan Negeri

P.T. = Pengadilan Tinggi

hlm = halaman

vs = versus

Mr. = Master in de Rechten

KUH Perdata = Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata

KUH Dagang/KUHD = Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang

KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana

KUHAP = Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana

BPHN = Badan Pembinaan Hukum Na-

sional

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 11: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdatax

UU = undang-undang

R.I = Republik Indonesia

H.R. = Hoge Raad

BW = Burgelijk Wetboek

S. = Staatsblad

Stbl. = Staatsblad

R.M. hemis = Rechtgeleerd Magazijn he mis

(nama majalah)

N.J.B. = Nederland Juristenbland (na ma

majalah)

A.A. = Ars Aequi (nama majalah)

WvK = wetboek van koophandel

Rv. = Wetboek van Burgelijke Rechts-

vordering

Km = kilometer

DD = tanda plat Sulawesi Selatan untuk

kendaraan bermotor darat

Bag. = Bagian

Ed. = Editor

Pdt. = perdata

K = Kasasi

AS = Algemene Bepaling van Wetgeving

CV = Comenditaire Vennootschap

HIR = Herzien Indonesis Reglement

I.S. = Indische Staatsregeling

P4D = Panitia Penyelesaian Perselisihan

Per buruhan Daerah

PP = Peraturan Pemerintah

SK = surat keputusan

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 12: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Daftar Singkatan xi

R.bg. = Rechtsregkement Buitengewesten

RD = Reglement op de Rechterlijke Or­

ganitatie

S.E.M.A. = Surat Edaran Mahkamah Agung

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 13: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 14: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Ius Vigilanticus Scriptum est“Hukum ditulis untuk orang-orang yang berjaga-jaga”

PENDAHULUAN

Bagian Pertama

A. Hukum sebagai Suatu Sistem

Di dalam setiap karya penulis tentang hukum, selalu

yang pertama penulis kemukakan adalah “Hukum sebagai

Suatu Sistem” karena cari fokus inilah munculnya berbagai

masalah, berbagai bidang hukum.

Hukum sebagai suatu sistem berarti hukum itu harus

dilihat, harus diterima, dan harus diterapkan sebagai suatu

keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling kait-

mengait satu sama lain.

Atau sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof. Dr.

R.M. Soedikno Martokusumo, S.H.1 bahwa sistem adalah

suatu ke sa tuan, suatu kebulatan di mana setiap problem baru

mendapatkan jawabannya atau penyelesaiannya. Juga yang

dirumuskan oleh Van Vollenhoven bahwa, “Innerlijke samen­

hang waarin ieder nieww probleem zijn antwoord vindt.”

Sehubungan dengan hukum sebagai suatu sistem maka

sistem hukum itu sendiri memiliki unsur-unsurnya, yang

secara garis besarnya terbagi atas:

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 15: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata2

1. lembaga legislatif;

2. lembaga peradilan;

3. kebiasaan.

Jadi,terlihat bahwa lembaga peradilan adalah salah satu

unsur dari sistem hukum. Peradilan merupakan salah satu

pelaksanaan hukum dalam hal ada tuntutan hak yang kon -

krit melalui pengadilan.

Tuntutan hak yang konkret itu sehubungan dengan asas

“hakim yang pasif ” yang didasarkan pada asas “Wo kein Kla­

ger ist, ist kein Richter” (di mana tidak ada tuntutan/penuntut,

maka tidak ada hakim).

Setiap masalah hukum tidak bisa kita lepaskan dari sistem

hukum itu secara keseluruhan, sehingga setiap yuris harus se-

nantiasa mengingat hukum sebagai sistem. Hal ini dapat kita lihat

bahwa seorang petugas hukum tidak boleh membuat statement

ataupun aturan dalam bentuk ataupun isi yang bertentangan

dengan konstitusi misalnya, sekalipun statement­nya atau atur-

an nya itu tidak berada dalam bidang hukum publik.

Atau di bidang peradilan misalnya tidak mungkin pu-

tus an pengadilan negeri dapat membatalkan putusan Mah-

kamah Agung.

Setiap sistem hukum selalu mengenal pembagian, hanya

saja pembagian itu selalu dilihat dari berbagai sudut.

Pembagian yang konvensional, yang paling banyak di-

terima orang sementara ini adalah:

a. hukum publik;

b. Hukum privat.

Sehubungan dengan tempat “hukum acara perdata” itu

sendiri, pada umumnya para ahli hukum memasukkannya

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 16: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Pendahuluan 3

di bidang hukum privat, termasuk penulis sendiri.

Walaupun di dalam kenyataannya memang ada beberapa

ahli hukum isinya yang memasukkan hukum acara perdata

sebagai bagian hukum publik, dengan alasan bahwa ditinjau

dari segi lembaga pengelolanya serta aparat termasuk hakim,

maka hukum acara perdata termasuk hukum administrasi

ne gara, dalam hal ini hukum publik tentunya.2

Penulis sendiri menganggap hukum acara perdata se-

ba gai bagian dari hukum privat, tidaklah secara konsekuen.

Hanya saja jika pembagian hukum atas publik dan privat ma-

sih mau dipertahankan, maka letaknya hukum acara per data

dimaksudkan untuk mempertahankan hukum per data/privat

materiil.

Tetapi, seandainya kita mau keluar dari pembagian hu-

kum publik dan privat, maka penulis lebih cenderung me-

nem patkan hukum acara perdata dalam bidang “hukum per­

adilan”.

Penulis cenderung untuk membuat suatu bidang hukum

baru, yang disebut “hukum peradilan” yang mencakupi hu-

kum acara perdata, hukum acara pidana, dan hukum acara

lain nya. Sebab, menurut pandangan penulis pembagian

atas publik dan privat dewasa ini sulit untuk dipertahankan,

meng ingat batasan antara kepentingan umum dan kepen ting-

an perorangan sudah sulit dipisahkan secara tegas. Apalagi de-

ngan munculnya bidang-bidang hukum baru, se perti hukum

lingkungan hidup, hukum angkasa, dan sebagainya.

B. Pengertian Hukum Acara Perdata

Salah satu pembagian hukum secara ortodoks (the or­

tho dox classiication) adalah pembedaan antara dua bidang

hu kum:

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 17: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata4

a. substantive law;

b. procedural law.

Pembagian seperti ini ditemukan di dalam sistem Hu-

kum Anglo Saks (common law) di USA, Inggris, dan negara-

negara comonwealth-nya.

Hukum acara perdata menurut pembagian di atas, ter-

masuk dalam bidang procedural law (hukum proses). Adapun

hukum perdata materiil dan hukum dagang ter masuk dalam

bidang substantive law (hukum materiil).

George Whitecross Patton3 tidak menyetujui pembedaan

di atas, alasan Patton adalah: “Firstly, the whole law remedies

does not belong to procedure, and secondly, there are rigths in

the realm procedure just as in that of substantive law....” Jadi,

pertama, karena keseluruhan hukum, bukan hanya hu kum

proses adalah bersifat “pemulihan hak”; dan kedua, di dalam

hukum proses pun terdapat pengaturan hak dan ke wajiban.

Jika kita mengikuti jalan berpikir dari Patton di atas, maka

kita melihat bahwa di dalam hukum materiil (substantive

law) pun di samping mengatur hak dan kewajiban, juga ber-

sifat pemulihan hak. Di lain pihak hukum proses (procedural

law) pun di samping bersifat pemulihan hak, juga berisikan

hak dan kewajiban.

Karena itulah, sehingga Patton4 menganggap pembedaan

antara “substantive law dengan procedural law” adalah ke sa-

lahan pembuat undang-undang.

Yang dimaksud sebagai pemulihan hak adalah: “...A

power damages, s a remedial right ...” Jadi, merupakan suatu

kemampuan untuk memulihkan kembali hak melalui ganti

kerugian.

Lain lagi pandangan kaum realis, yang beranggapan bah-

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 18: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Pendahuluan 5

wa baik di dalam “substantive law” maupun “procedural law”

ti dak berisikan hak dan kewajiban, tetapi keduanya bersifat

pe mulihan hak.

Di dalam kenyataannya, hukum proses (the law pro ce­

dural) pun menciptakan hak dan kewajiban, atau lebih te pat-

nya lagi menciptakan:

a. hak untuk menuntut ganti kerugian;

b. kebebasan untuk menutut;

c. kebebasan untuk memulihkan haknya;

d. kekebalan (immunities).

Antara lain diketahui bahwa walaupun di dalam hukum

acara ada suatu hak untuk menuntut jawaban dari seorang

saksi, di mana saksi itu berkewajiban untuk memberi jawab-

an, tetapi seorang saksi pun memiliki hak istimewa (the pri­

vilege) untuk menolak memberi jawaban, jika dengan ja-

wab annya nanti ia bisa terlibat sebagai terdakwa. (Ini contoh

dalam hu kum acara pidana)

Oleh karena itulah, penulis berpendapat bahwa pem-

be daan antara hukum materiil (substantive law) dan hu kum

acara (procedural law) jangan atas kriteria “hak dan ke wa-

jiban” serta “pemulihan”.

Suatu cara pembedaan lain adalah apa yang dikemukakan

oleh Charles F. Hamphill J.R. & Phyllis D. Hamphill5 yang

membedakan atas:

a. substantive law;

b. adjective law (procedural law).

Dikatakan bahwa substantive law adalah:

“...hat area of the law which sets forth, deines. And creates rights, as

distinguished from so called ADJECTIVE LAW, or PRO CE DURAL

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 19: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata6

LAW, which provides the legal and method for enfor cing or obtaining

those rights.

For example, the substantive law states that RAPE is an un lawful and

forcible sexual assault on a female. Adjective law, for example, may

provide that a female victim in a rape prosecution may not be cross

examined as to whether she was previously chaste, unless some other

witness testiies in open court that the victim was of questionable

morals.

Jadi, mereka memberikan batasan tentang substantive

law sekaligus dengan membandingkannya dengan adjective

law. Tetapi mereka pun memberikan penjelasan tersendiri

lagi tentang adjective law:

“...hat body of the law which provides procedure and methods for

enforcing legal rights. Adjective law is synonymous with procedural

law. It is that part of the law concerned with methods for enforcing or

maintaining rigths. Adjective (pro cedural) law is distinguished from

substantive law that body of law which the courtc are established to

administer.”

Dengan mengetahui perbedaan antara hukum materiil

dan hukum proses (hukum acara), juga dengan mengetahui

letak persamaannya, akan lebih mudah kita memahami pe-

ngertian daripada hukum acara perdata sendiri sebagai

bagian dari hukum pada umumnya.

Menurut Prof. Dr. R. Wiryono Prodjodikoro,S.H.,6 bah-

wa hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-per-

aturan yang membuat cara bagaimana orang harus bertindak

ter hadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana peng-

adilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan

berjalannya peraturan hukum perdata.

Deinisi di atas kurang menjelaskan apa kaitan hukum

acara perdata dengan hukum sebagai satu sistem tersendiri.

Kait an antara pengertian hukum acara perdata dengan hu -

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 20: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Pendahuluan 7

kum sebagai satu sistem, dapat lebih telihat dalam pe ngertian

hukum acara perdata yang diberikan oleh Prof. Dr. R.M.

Soedikno Martokusumo, S.H7.

“Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur

bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil

dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain, hukum acara

perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana

caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil.”

Selanjutnya beliau menjelaskan lagi, bahwa:8

“...Lebih konkret lagi, dapatkah dikatakan bahwa hukum acara per-

data mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan

hak, memeriksa serta memutuskan dan pelaksanaan daripada pu-

tus annya. Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan

yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan

oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” atau tindakan

meng hakimi sendiri. Tindakan menghakimi sendiri merupakan

tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri

yang bersifat sewenang-wenang tanpa persetujuan dari pihak lain

yang berkepentingan, sehingga akan menimbulkan kerugian. Oleh

ka rena itu tindakan menghakimi sendiri ini tidak dibenarkan, dalam

hal ini kita hendak memperjuangkan atau melaksanakan hak kita.”

Mengapa penulis mengatakan bahwa pendapat dari Prof.

Dr. R.M. Soedikno Martokusumo, S.H. di atas lebih me nam-

pakkan kaitan yang erat antara pengertian hukum acara per-

data di satu pihak dan hukum sebagai satu sistem di pihak

lain, tidak lain karena di dalam uraian tersebut tampak pem-

ba gian atas:

a. Hukum materiil.

b. Hukum formal.

Dengan memerhatikan apa yang telah dikemukakan di

atas, penulis tiba pada kesimpulan, bahwa Hukum acara per­

data adalah serangkaian aturan­aturan hukum bagi warga

ma syarakat yang ingin mempertahankan keperdataannya

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 21: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata8

de ngan perantaraan hakim di muka persidangan pengadilan,

da lam rangka melaksanakan aturan­aturan hukum materiil.

Mengapa penulis lebih cenderung untuk menggunakan

istilah “aturan” daripada “peraturan”, karena istilah “per-

aturan” lebih memberi makna hukum yang tertulis belaka,

sedangkan istilah “aturan” selain hukum tertulis juga hukum

tidak tertulis (di Indonesia adalah hukum adat).

Mengapa pula penulis harus menegaskan perkataan “di

muka persidangan pengadilan”, karena hukum for mal ti dak

ahanya meliputi hukum acara perdata belaka yang mem pro-

sesnya di muka sidang pengadilan. Kita pun mengenal bagian

daripada hukum acara yang tidak ber langsung di muka sidang

pengadilan, seperti arbitrasi dan notaris.

Demikian pula jika kita hanya menggunakan istilah “di

muka pengadilan” masih bisa menimbulkan pengertian yang

ambivalensi, karena bisa diartikan hanya di muka “gedung

pengadilan”, padahal maksudnya tidak demikian.

C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana

Jika kita ingin memberdakan antara hukum acara per -

data dan hukum acara pidana, maka akan ditemukan ba nyak

sekali perbedaannya, antara lain penulis dapat me nge mu-

kakan beberapa di antaranya di bawah ini:

1. Perbedaan dari segi inisiatif pengajuan perkaranya

Di dalam hukum acara pidana inisiatif untuk meng aju kan

perkara pidana ke muka persidangan pengadilan adalah jaksa

selaku penuntut umum yang mewakili kepentingan umum,

sedangkan dalam hukum acara perdata, inisiatif untuk meng-

ajukan perkara perdata ke muka persidangan peng adilan ada-

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 22: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Pendahuluan 9

lah pihak penggugat (the plaintif) yang mewakili ke pen ting-

annya sendiri secara perorangan.

Jadi, dalam hal ini terlihat kepentingan umum pada hu-

kum acara pidana dan kepentingan perseorangan pada hu-

kum acara perdata.

2. Perbedaan dari segi keterikatan hakim

pada alat-alat pembuktian

Di dalam hukum acara pidana, hakim tidak semata-mata

terikat pada alat bukti yang sah, tetapi di sam ping terikat pada

alat bukti yang sah, hakim harus terikat pada keyakinannya

sendiri atas kesalahan si terdakwa. Inilah yang dalam sistem

Hukum Anglo Saks dinamakan “beyond reasonable doubt”,

se dangkan di dalam hukum acara perdata, hakim hanya se-

mata-mata terikat pada alat bukti yang sah, sehingga dika ta-

kan bahwa dalam hukum acara perdata cukup dengan “pre­

ponderance of evidence” sebagaimana yang dikatakan oleh

Mc Cormich,9 bahwa:

“Evidence preponderates when it is more convicing to the trier than

the opposing evidence”.

3. Perbedaan dari segi kebenaran yang ingin dicapai

Di dalam hukum acara pidana, sebagai konsekuensi

dari keterikatan hakim pada keyakinannya sendiri, sehingga

di katakan bahwa hakim dalam perkara pidana bertujuan

untuk mencari “kebenaran materi”, sedangkan di dalam hu-

kum acata perdata, karena hakim hanya semata-mata terikat

pada alat bukti yang sah, sehingga dikatakan hanya mencari

“kebenaran formal”.

Dalam hubungan ini ada motto: Lebih baik membebas-

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 23: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata10

kan 1000 orang bersalah, daripada menghukum satu orang

yang tak salah.

4. Perbedaan dari segi pemisahan peristiwanya dan hukumnya

Di dalam hukum acara pidana, terdapat perpaduan an-

tara penetapan peristiwa dan penemuan hukum, sedang kan di

dalam hukum acara perdata ada pemisahan. Para pihak hanya

membuktikan “peristiwa” yang diperseng ketakannya saja, se-

dang soal “hukumnya” adalah menjadi tugas hakim, sesuai asas

IUS CURIA NOVIT (hakim dianggap akan hukumnya).

Jadi, di dalam hukum acara pidana jaksa tidak mem-

buk tikan. Jaksa mempunyai inisiatip penuntutan dan dalam

tu duh annya menentukan tema ke arah aman proses harus

di arahkan, tetapi kemudian untuk selanjutnya jaksa sama

ke dudukannya dengan pembela, dan hakim dalam diskusi

per sidangan. Karena itu, menurut Enschede,10 dalam hukum

acara pidana lebih tepat dikatakan bahwa hakimlah yang

membuktikan.

5. Perbedaan dari segi penghentian pemeriksaan perkara

Di dalam hukum acara pidana, kalau suatu perkara pi-

dana sudah sekali diajukan oleh kejaksaan ke muka per si-

dangan pengadilan, maka diteruskan atau tidaknya perkara

itu pada asasnya tidak tergantung atas kehendak dari jaksa

atau terdakwa. Pada asasnya kejaksaan tidak berwenang un-

tuk men cabut tuntutannya, sedangkan di dalam hukum acara

perdata, pada asasnya para pihak yang berperkara be bas un-

tuk menghentikan pemeriksaan perkara itu sebelum ha kim

menjatuhkan putusannya. Misalnya, dalam hal ada per da mai-

an antara penggugat dan tergugat.

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 24: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Pendahuluan 11

Dikatakan pada asasnya, karena ada pengecualian ter-

tentu yang dalam seri hukum acara perdata terbitan ber-

ikutnya akan penulis bahas secara khusus.

6. Perbedaan mengenai beban pembuktian

Di dalam hukum acara pidana, masalah beban pem buk-

tian (the burden of proof) tidak sepenting dan seserius dalam

hukum acara perdata: untuk menjelaskan lebih lanjut dapat

ditemukan dalam bab-bab berikutnya dalam buku ini.

7. Perbedaan dari segi aktif dan pasifnya hakim

Di dalam hukum acara pedata, pada dasarnya merupa-

kan sengketa para pihak, di mana luas ruang lingkup per-

sengketaan itu ditentukan oleh para pihak. Di sinilah terli-

hat sikap pasif dari hakim (verhanlungs maxim), jadi proses

perdata merupakan “penyelesaian persengketaan”, sedang kan

di dalam hukum acara pidana, bukan penyelesaian perseng-

ketaan. Hal in terlihat bahwa di dalam hukum acara pidana,

walaupun terdakwa sudah mengadakan pengakuan, hakim

tidak boleh meneriman begitu saja pengakuan terdakwa, te-

tapi harus aktif menyelediki kebenaran pengakuan itu, se dang

tadi di dalam hukum acara perdata hakim wajib menerima

peng akuan tergugat. Di sini, terlihat bahwa dalam hukum

acara pidana hakim bersifat aktif (eventual maxim).

8. Perbedaan dari segi kepentingan yang dilindungi

Dari sudut kepentingan yang dilindungi, maka di dalam

hukum acara pidana mengahadapi dua kepentingan:

1. kepentingan umum;

2. kepentingan hukum.

Adapun di dalam hukum acara perdata, dua pihak

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 25: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata12

yang berperkara sama bobot kepentingannya, sehingga ber -

laku asas AUDI ET ALTERAM PARTEM,11 yaitu baik pi-

hak penggugat maupun tergugat harus diperlakukan sa ma.

Dalam arti kata kans untuk kalah dan menang sama, ter gan-

tung nantinya pada pembuktian mereka sehingga ke dua nya

memiliki kepentingan hukum yang sama.

Di dalam hukum acara pidana tidak demikian. Ke pen -

ting an yang diwakili jaksa adalah kepentingan umum, se -

dang kan kepentingan yang diwakili terdakwa adalah ke -

pen tingan perseorangan. Kepentingan perseorangan di sini

mem butuhkan kepastian hukum yang menuntut per lin dung-

an hukum. Kepentingan umum menghendaki agar yang salah

dihukum, sedangkan kepentingan hukum meng hen daki agar

yang tidak salah tidak dihukum.

9. Perbedaan dari segi sanksinya

Di dalam hukum acara pidana, selain sanksi deinitif se-

per ti hukum penjara, denda dan lain-lain dikenal juga ada nya

sanksi yang bersifat sementara, misalnya pe nahanan se be lum

vonis dengan pertimbangan untuk mem perlancar per si dang an

atau untuk kepantingan lain, misalnya terdakwa di kha watir-

kan melarikan diri atau meng ulangi perbuatannya. Ada pun di

dalam hukum acara perdata tidak dikenal sanksi sementara.

Sebagai catatan, perlu penulis kemukakan bahwa sita­

konservatoir bukanlah sanksi sementara.

10. Perbedaan dari segi sifat hukum

Di dalam hukum acara pidana, tujuan hukuman adalah

dengan sengaja membebankan nestapa kepada si pelaku.12

Ada pun di dalam hukum acara perdata tujuan hukuman ada-

lah untuk melindungi subjek hukum lain di luar si pelaku.

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 26: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Pendahuluan 13

D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum Acara Perdata Internasional

Hal yang paling menonjol yang membedakan antara hu-

kum acara perdata dean hukum acara perdata inter nasional

adalah:

– Di dalam hukum acara perdata, para pihak hanya ber-

kewajiban membuktikan peristiwanya, sedangkan me-

nyangkut hukumnya adalah menjadi tugas hakim.

– Adapun di dalam hukum acara perdata internasional,

para pihak di samping harus membuktikan peristiwa nya

yang dipersengketakan, juaga harus dapat membuktikan

“HUKUM APA YANG BERLAKU”. Dengan kata lain,

hu kum negara manakah yang berlaku? Negara penggu-

gat kah? Ataukah negara tergugat? Ataukah negara lain-

nya lagi?

Endnote:1. Prof. Dr. R.M. Soedikno Mertokusumo, S.H. “Kuliah Ilmu Hukum”.

Pendidikan Pascasarjana Hukum, Lembaga Pendidikan Doktor,

Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1981...............

2. Dr. Sunarjati Hartono, S.H, “Kapita Selekta Perbandingan Hukum”,

Penerbit Alumni, Bandung, 1976, hlm. 72.

3. George Whitecross Patton, “A Text Book of Jurisprudence”. Oxford

at the Clarendon Press, 1964, hlm. 535.

4. Ibid. hlm. 535.

5. Charless F. Hempill, J.R. & Phyllis D. Hemphill. “he Dictionary

of Practical Law”. Prentice-Hall, Inc. Englewoud Clifs, N.J. 07632,

hlm. 13.

6. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. “Hukum Acara Perdata Indo­

nesia”. Penerbit Sumur Bandung, 1980, hlm. 13.

7. Prof. Dr. R.M. Soedikno Mertokusumo S.H. “Hukum Acara Per­

data Indonesia”. Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm. 2.

8. Ibid.

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 27: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata14

9. Edward W. Cleary. “Mc.Cormick’s Handbook of Law of Evidence”.

St. Paul, Minn, West Publishing, Co. 1972, hlm. 793.

10. Enschede. “Bewijzen in het strafrecht”. R.M. hemis 1966 al. 5/6,

hlm. 506.

11. Lihat tesis penulis untuk meraih gelar master dalam hukum acara

perdata.

12. Prof. Mr. M.M. Djojodiguno, dalam kuliah Perkembangan Ilmu

Hukum Umum, oleh Prof. Iman Sudiyat, S.H.

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 28: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

HUKUM PEMBUKTIAN PADA UMUMNYA

DALAM PROSES PERDATA

Bagian Kedua

A. Arti Membuktikan

Bukti, pembuktian atau membuktikan dalam Hukum Ing-

gris sering menggunakan istilah dua perkataan, yaitu: proof dan

evidence. Adapun dalam hukum Belanda disebut “bewijs”.

Tetapi, walaupun demikian, arti dari “membuktikan” itu

sendiri banyak sekali, dan karena itu, untuk memahami pe -

nger tian hukum pembuktian itu sendiri tentu saja kita ter-

lebih dahulu harus memahami arti dari pembuktian atau

mem buktikan itu sendiri. Apalagi untuk kita kaitkan dengan

pe ngertian “alat bukti” dan pengertian “beban pembuktian”.

Oleh karena membuktikan memiliki pengertian yang

sangat luas, yang tidak hanya terdapat dalam bidang hukum

saja, maka terlebih dahulu kita akan mengemukakan arti

membuktikan secara umum.

Untuk itu, sebuah pengertian yang sangat menarik telah

dikemukakan oleh Prof. Dr. R.M. Soedikno Mertokusumo,1

sebagai berikut:

Juris Ignerantia Nocet,Facti Non Nocet“Tidak mengenal hukum adalah merugikan, tidak mengenal

fakta-fakta tidak merugikan”

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 29: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata16

1. Kata membuktikan dikenal dalam arti logis. Pembuktian

di sini berarti memberi kepastian yang bersifat mu t lak,

karena berlaku bagi setiap orang dan tidak me mung -

kinkan adanya bukti lawan. Berdasarkan suatu aksi-

oma, yaitu asas-asas umum yang dikenal dalam ilmu

pe ngetahuan, dimungkinkan adanya pembuktian yang

ber sifat mutlak yang tidak memungkinkan adanya bukti

lawan. Berdasarkan suatu aksioma, bahwa dua garis

yang sejajar tidak mungkin bersilang dapat dibuktikan

bah wa dua kaki dari segitiga tidak mungkin sejajar.

Ter hadap pembuktian ini tidak dimungkinkan adanya

buk ti lawan. kecuali pembuktian itu berlaku bagi setiap

orang. Di sini aksioma dihubungkan menurut ketentuan

lo gika dengan pengamatan-pengamatan yang diperoleh

dari pengalaman, sehingga diperoleh kesimpulan yang

memberi kepastian yang bersifat mutlak.

2. Kata membuktikan dikenal juga dalam arti konvensional.

Di sisi pun membuktikan berarti juga memberi kepastian,

hanya saja bukan kepastian mutlak, selain kepastian yang

nisbi atau relatif sifatnya, yang mempunyai tingkatan-

ting katan:

a. Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka. Ka-

rena didasarkan atas perasaan belaka maka ke pas tian

ini besifat intuitif, dan disebut conviction intime.

b. Kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal,

maka oleh karena itu disebut conviction raisonnee.

3. Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti yu-

ridis. Di dalam ilmu hukum tidak dimungkinkan ada nya

pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi

se tiap orang serta menutup segala kemungkinan akan

bukti lawan, akan tetapi merupakan pembuktian yang

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 30: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 17

kon vensional yang bersifat khusus. Pembuktian dalam

arti yuridis ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang

ber perkara atau yang memperoleh hak dari mereka. De-

ngan demikian, pembuktian dalam arti yuridis tidak

menuju kepada kebenaran mutlak, hal ini terlihat bahwa

ada kemungkinannya bahwa pengakuan, kesaksian, atau

surat-surat itu tidak benar atau dipalsukan. Maka dalam

hal ini dimungkinkan adanya bukti lawan.

Suatu pendapat yang menarik di kemukakan oleh H.

Drion.2 Bahwa pembuktian yuridis itu adalah pembuktian

yang “historis”.

Dari uraian H. Drion, penulis dapat menjelaskannya

sebagai berikut; bahwa dikatakan pembuktian yuridis adalah

pembuktian historis, karena ada yang hendak dibuktikan da-

lam suatu persengketaan perdata ataupun perkara pidana ada-

lah sesuatu yang “sudah terjadi”, sesuatu yang sudah ber ada di

masa silam. Jadi, pembuktian yuridis yang bersifat his toris ini

mencoba menetapkan apa yang terjadi secara in­concreto.

Suyling3 menyatakan bahwa pembuktian secara yuridis

tidak hanya berarti memberi kepastian kepada hakim, tetapi

juga berarti terjadinya suatu peristiwa yang tidak tergantung

pada tindakan para pihak (seperti pada pe rseng ketaan) dan

tidak pula tergantung pada keyakinan hakim (seperti pada

peng akuan dan sumpah).

Di lain pihak, Eggens4 mengatakan bahwa membuktikan

seperti menetapkan peristiwa hukum, tetapi juga dalam arti

luas menetapkan hubungan hukumnya sendiri.

Tentang pengertian dari istilah “evidence” itu sendiri,

pe nulis tertarik dengan apa yang diuraikan secara panjang

lebar oleh Sir Roland Burrows.5 Yang memberikan deinisi

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 31: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata18

tentang pembuktian itu, deinisi mana pula diikutinya de-

ngan penjelasan, dituliskannya bahwa:

“Evidence, as used in judicial proceeding, has several meanings.

he two mainsenses of the word are: irstly, the means, apart from

argument and inference, whereby the court is informed as to the

issues of fact as ascertained by the pleadings; secondly, the subject­

matter of such means. he word is also use to denote that some fact

may be admitted as proof and also in some cases that some fact has

relevance to the issues of fact. In a real sense evidence is that which

may be placed before the court in order that it may decide the issues of

fact. here also are other shades of meaning that it is not necessary to

discuss here. hus it has bean held that “evidence” in the inheritance

(Family Provision) Act, 1938, covers all the material that persons

outside a court of law take into consideration when deciding how to

act (Re Vrindt, Vrindt V. Swain, (1940) Ch, 920). Evidence, in the

irst sense, means the testimony, whether oral, documentary or real,

which may be lagally received in order to prove or disprove some fact

in dispute....”

Deinisi yang dikemukakan oleh Sir Roland Burrows di

ata memang cukup panjang, tetapi dari deinisi itu menjadi

sangat jelaslah pengertian dari “evidence” itu sendiri.

Sebagaimana dikatakan Sir Roland bahwa ada dua pe-

nger tian yang utama dari kata “evidence”, yaitu:

1. Bagian dari alasan dan kesimpulan, dengan jalan mana

pe ngadilan mengetahui peristiwa yang dipersengketaan

sebagai suatu kepastian.

2. Pokok dari persoalan apa saja.

Jadi, arti kedua ini adalah arti luasnya.

Selain itu, perkataan “evidence” juga menurut Sir Roland

digunakan:

a. Untuk menunjukkan beberapa fakta yang mungkin di-

kenali sebagai bukti.

b. Dan juga dalam beberapa kasus tentang beberapa fakta

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 32: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 19

yang mempunyai relevansi dengan peristiwa yang di per-

sengketakan.

Dari sekian banyak pengertian tentang “evidence itu

Sir Roland memberi arti yang paling khusus, yaitu bah-

wa pembuktian atau alat bukti ditempatkan di muka peng-

adilan agar pengadilan dapat memutus peristiwa yang diper-

sengketakan, jadi pengertian utamanya adalah selaku alat

yang menghasilkan putusan.

Dalam arti alat bukti, maka mencakupi:

– kesaksian;

– whether oral;

– documentary atau real.

Yang mana menurut hukum agar peristiwa yang diper seng-

ketakan itu terbukti ataukah tidak terbukti.

Adapun pengertian “evidence” di dalam “INHERI TAN­

CE” (Family Provision) Act 1938, dikatakan sebagai me li puti

seluruh alat-alat tentang person yang di luar suatu peng adil-

an, dan digunakan untuk menjatuhkan putusan.

Sir Roland mengakui masih banyak lagi pengertian pem -

buktian lain, tetapi tidak relevan dibicarakan dalam pem bi-

caraan mengenai hukum pembuktian ini.

Berlainan dengan Sir Roland, maka Milton C. Jacobs6

mengemukakan pengertian pembuktian dari segi tujuannya,

rumusan mana didasarkan pada putusan pengadilan dalam

perkara Clark melawan Brooklyn Heights R. Co.:

“he object of evidence is to inform the trial tribunal of the material

facts, which are relevant as bearing upon the issues, in oder that the truth

may be elicited and a just determination of the controversy reached.”

Jadi, dari segi tujuannya Milton C. Jacobs melihat adanya

dua tujuan pembuktian:

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 33: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata20

1. untuk mencapai kebenaran;

2. untuk dapat menghasilkan puusan.

Kedua tujuan itu dicapai dengan jalan memberikan ba-

han-bahan tentang peristiwa yang dipersengketakan kepada

peng adilan. Bahan-bahan mana tentu saja yang relevan de-

ngan persoalan yang dipersengketakan.

Dengan membedakan antara istilah “proof” dan isti-

lah “evidence”, maka Milton C. Jacobs membedakan sebagai

berikut:7

“Evidence is the medium of proof, proof is the efect of evidence.”

Jadi, dalam hubungan ini “evidence” itu adalah alat buktinya,

se dangkan “proof” adalah hasil atau akibat yang timbul dari

alat bukti. Lebih lanjut dikatakan oleh Milton C. Jacobs,8 bah wa

istilah evidence merupakan penggunaan umum bagi pem buk-

tian yang terjadi di muka pengadilan atau proses peng adilan.

Di kalangan ahli hukum Indonesia, maka Prof. Dr. R.

Su pomo9 mengemukakan pengertian pembuktian dengan

mem bedakannya sebagai berikut:

a. Pengertian yang luas.

Pembuktian adalah membenarkan hubungan dengan

hukum. Misalnya hakim mengabulkan tuntutan peng gu-

gat, maka pengabulan ini berarti bahwa hakim me na rik

kesimpulan bahwa yang dikemukakan oleh peng gu gat

sebagai hubungan hukum antara penggugat dan ter -

gugat adalah benar. Berhubung dengan itu, maka mem -

buktikan dalam arti yang luas adalah memperkuat ke -

simpulan hakim dengan syarat bukti yang sah.

b. Pengertian yang terbatas.

Bararti bahwa yang perlu dibuktikan itu hanyalah hal-

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 34: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 21

hal yang dibantah oleh tergugat. Hal ini yang diakui ter-

gugat tidak perlu dibuktikan lagi.

Menurut Anema,10 membuktikan adalah memberi ke-

pas tian kepada hakim tentang peristiwa-peristiwa hukum

de ngan alat-alat tertentu untuk dapat mengabulkan akibat

hukum yang dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa itu

oleh hukum.

Prof. R. Subekti, S.H.11 memberikan arti membuktikan

de ngan mengikat hakim untuk membenarkan kebenaran

pe ris tiwa/hak yang dipersengketakan oleh para pihak dalam

suatu perkara.

Penulis sendiri berpendapat bahwa pengertian mem-

buk ti kan yang perlu kita persoalkan di sini hanyalah pe-

nger tian membuktikan dalam hukum acara perdata, karena

pembicaraan kita saat ini berada dalam bidang hukum acara

perdata.

Penulis dalam hal ini, dapat memberikan batasan seka-

dar sebagai pegangan, bahwa pembuktian dalam proses per-

data adalah:

“Upaya yang dilakukan oleh para pihak untuk me nye lesaikan per-

seng ketaan mareka atau untuk memberi ke pas tian tentang benar

terjadinya peristiwa hukum tertentu, de ngan menggunakan alat

bukti yang ditentukan hukum, se hingga dapat dihasilkan suatu

pe ne tapan atau putusan oleh pengadilan.”

Mengapa penulis harus membatasi dengan dua hal:

a. untuk menyelesaikan persengketaan; atau

b. untuk memberi kepastian tentang benar terjadinya pe-

ris tiwa hukum tertentu.

Karena, kalau hanya untuk menyelesaikan persengke ta an

saja, bagaimana halnya dengan pembuktian dalam perkara-

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 35: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata22

perkara voluntair di mana di situ tidak ada persengketaan.

Demikian juga kita tidak bisa mengatakan bahwa pem -

buktian hanya untuk menghasilkan putusan, karena pada

umumnya pengertian “putusan” hanya berlaku bagi peng-

adilan yang sesungguhnya (contentieuse jurisdicte), yaitu da -

lam hal persengketaan ada, sedangkan dalam peradilan vo-

luntair hanya dihasilkan “penetapan”.

B. Pengertian Hukum Pembuktian

Sama halnya dengan pengertian “pembuktian”, maka pe-

ngertian hukum pembuktian pun terdapat banyak pendapat

di kalangan yurist.

Prof. R. Subekti, S.H12 mengemukakan bahwa hukum

pem buktian memberikan aturan tentang bagaimana berlang-

sung nya suatu perkara di muka hakim.

Penulis kurang menyetujui batasan yang terlalu umum

itu, karena bukan hanya hukum pembuktian yang memberi-

kan aturan tentang bagaimana berlangsungnya suatu per kara

di muka hakim, melainkan keseluruhan aturan hukum acara,

baik hukum acara perdata maupun hukum acara lain nya, ju-

ga memberikan aturan tentang bagaimana berlangsungnya

sua tu perkara di muka hakim.

Penulis lebih setuju deinisi yang dikemukakan oleh

Edward W. Cleary,12 bahwa:

“he law of evidence is the system of rules and standards by which

the admission of proof at the trial of law suit is regulated.”

Deinisi Cleary di atas lebih menampakkan kekhususan hu-

kum pembuktian dalam peranannya melalui pembuktian di

muka persidangan, juga menunjukkan suatu sistem hu kum

dan standar bagi keseluruhan aturan pembuktian.

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 36: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 23

Oleh karena itu, lebih tepatnya jika penulis merumus-

kan batasan tentang pengertian hukum pembuktian sebagai

berikut:

“Hukum pembuktian adalah keseluruhan aturan tentang

pembuktian yang menggunakan alat bukti yang sah se bagai alatnya

dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran melalui putusan atau

penetapan hakim.”

C. Perbedaan Pembuktian Yuridis dan Pembuktian Ilmiah Lainnya

Sehubungan dengan terdapatnya perbedaan pembuktian

yuridis dan pembuktian ilmiah, maka menurut Lord Jus tice

Danning.14 Baik dalam pembuktian yuridis maupun pem -

buktian ilmiah lainnya adalah:

“he degree of probality which a reasonable and just man wuld

reqiure to come to a conclusion....depens on the conclusion to which

he is required to come ...”

Mengapa ada perbedaan antara pembuktian dan pem-

buk tian ilmiah? Semuanya akan penulis kemukakan secara

terperinci di bawah ini. Sehubungan dengan itu, Edwin C.

Concrad15 menyatakan bahwa:

“He learns early in his practice that legal rules of evidence are not and

never will be based on principles of science. He does comprehend, that

science is science and law is law and never the twain shall meet.”

Walaupun antara pembuktian yuridis dan pembuktian

ilmiah adalah “never the twain shall meet”, tetapi bukan ber-

arti tidak bisa dibuktikan, karena itu penulis memberikan

tiga perbedaan antara keduanya:

1. Pembuktian yuridis adalah bersifat historis (lihat pen-

dapat H. Drion,15 artinya yang ingin dibuktikan secara

yuridis itu adalah suatu peristiwa yang telah terjadi, se-

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 37: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata24

suatu yang berada di masa lampau. Adapun pem buk tian

eksakta khususnya dan pembuktian ilmiah lain nya adalah

untuk membuktikan sesuatu yang di masa sekarang.

2. Di dalam pembuktian ilmiah, tidak dibedakan antara

pi hak yang mengajukan pembuktian dan pihak yang

me nilai pembuktian. Walaupun ada perbedaannya te ta-

pi tidak secara tegas terpisah. Lain halnya de ngan pem-

buk tian yuridis, di mana antara pihak yang meng ajukan

pem buktian dan pihak yang menilai pem buktian itu di-

bedakan secara terpisah, yaitu:

a. Yang mengajukan alat bukti adalah:

(i) dalam perkara perdata: para pihak;

(ii) dalam perkara pidana: Jaksa.

b. Yang menilai pembuktiannya itu adalah hakim.

3. Hasil dari pembuktian ilmiah lebih pasti dan eksak da-

ripada hasil pembuktian yuridis. Misalnya, dalam pem-

buktian yuridis, jika seorang tergugat mengakui telah

berutang kepada penggugat, maka sekalipun tergugat

ber dusta, oleh hakim hal itu harus diterima sebagai ter-

bukti benar telah berutang.

Sehubungan dengan hal ini, perlu diketahui adanya perbedaan

antara sistem peradilan Anglo Saks di negara-negara com­

mon law, dengan sistem peradilan kontinental, seperti yang

dianut di Indonesia (sebagai akibat warisan penjajahan Be-

landa). Perbedaannya yang sehubungan dengan masalah

pem buktian ini adalah:

– Dalam sistem kontinental, hakimlah yang memeriksa

baik peristiwanya maupun hukumnya.

– Dalam sistem Anglo Saks, hakim memeriksa segi hu kum -

nya dan juri menangani segi fakta atau peristiwanya. Dalam

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 38: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 25

hal ini juri hanya menyatakan “guilty or not guilty”, selanjut-

nya tugas hakim untuk follow­up masalah hukumnya.

Dari apa yang telah penulis kemukakan di atas, dapatlah

disimpulkan bahwa di dalam hukum pembuktian dibedakan

atas:

1. Siapa yang mengajukan alat bukti.

2. Siapa yang menilai alat bukti.

D. Letak Hukum Pembuktian

Sering timbul keraguan kita, apakah hukum pembuktian

hanya merupakan bagian dari hukum acara perdata atau kah

bagian hukum perdata materiil? Pertanyaan ini timbul de-

ngan pengaturan masalah pembuktian dalam buku IV KUH

per data kita.

Sebenarnya pengaturan masalah pembuktian dalam bu-

ku IV KUH perdata adalah sama dengan penempatan se se-

orang yang “salah kamar”, karena hukum pembuktian adalah

bagian dari hukum acara perdata, bukan hukum perdata

materiil.

Penyebab dari “salah kamar” itu adalah harus ditinjau

dari segi historis hukum acara perdata di Eropa.

Dahulu dikenal adanya:

a. Hukum Formal dengan unsur-unsur materiil.

b. Hukum Formal dengan unsur-unsur formal.

Penulis sadar, hal ini mungkin akan membingungkan

be berapa pembaca. Penulis sendiri pun sebelumnya pernah

mengkaji benar-benar masalahnya dan menjadi bingung

sendiri. Sebab, bukankah hukum formal adalah formal, dan

yang materiil itu adalah hukum materiil?

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 39: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata26

Di zaman dahulu di Eropa, sebagian besar yuris berpan-

dangan adanya dua jenis hukum formal dan adanya dua jenis

hukum materiil.

Hukum formal yang memiliki unsur-unsur materiil adalah

hukum formal yang memuat tentang hak dan kewa jiban,

misalnya pembuktian, termasuk hukum formal yang memiliki

unsur-unsur materiil, karena di dalam pembuktian diatur ten-

tang hak dan kewajiban para pihak untuk mem buktikan.

Berbeda dengan hukum formal yang hanya memiliki

unsur-unsur formal, adalah semata-mata hal yang murni

pro sesuil sifatnya, misalnya: hakim memakai toga, para pi-

hak duduk didepan meja hakim, dan sebagainya.

Karena pertimbangan bahwa hukum pembuktian ada-

lah hukum formal yang memiliki unsur-unsur materiil, maka

dimasukkan ke dalam Buku IV KUH Perdata (BW).

Menurut anggapan penulis, seyogianya pembagian se-

ma cam itu tidak dianut lagi pada zaman kini, karena hanya

me nimbulkan kebingungan belaka.

Pembuat undang-undang di negeri Belanda pun, sebagai

tempat asal BW Indonesia, sudah tidak mengakut pembagian

demikian itu. Terbukti dari BW baru Belanda yang tidak lagi

me masukkan pengaturan hukum pembuktian dalam BW

baru itu.

Sebagai gambaran agar pembaca lebih memahaminya,

pe nulis di bawah ini mencantumkan BW baru BELANDA

da lam sistematikanya;17

– Yang telah diundangkan:

Buku I : Hukum Perorangan dan Hukum Keluarga

Buku II : Badan-badan Hukum

– Yang telah disetujui parlemen, tetapi belum diundang kan:

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 40: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 27

Buku III : Hukum Harta Benda Umumnya

Buku IV : Hukum Warisan

Buku V : Hak-hak Benda

Buku VI : Bagian Umum Hukum Perikatan

– Yang masih dalam persiapan:

Buku VII : Perjanjian-perjanjian Khusus

Buku VIII : Alat-alat Pengangkutan dan Pengangkutan

Buku IX : Hak-hak atau hasil pikiran

Selain itu, hukum pembuktian adalah termasuk hukum

acara perdata, ketentuannya dapat kita lihat pada konstitusi

ris yang mencantumkannya huruf “i” dari lampiran pokok-

pokok penyelenggaraan pemerintahan yang dibebankan ke-

pada RIS menurut pasal 51 yang berbunyi bahwa: “...Asas-

asas pokok hukum acara perdata, termasuk didalamnya

hu kum pembuktian....”

Dari beberapa uraian di atas, cukup kuatlah alasan pe-

nu lis jika mengatakan bahwa hukum pembuktian adalah ba-

gian dari hukum acara perdata.

Dewasa ini, selama belum ada Undang-Undang Hukum

acara perdata yang baru, maka HIR, RBG, dan buku IV BW

masih tetap berlaku bagi hukum pembuktian.

Khususnya hukum pembuktian dalam Buku IV BW di-

susun khusus untuk acara contradictoir dalam bidang hu-

kum harta kekayaan di muka hakim perdata. Adapun bagi

acara declaratoir atau peradilan voluntair pada asasnya tidak

tidak berlaku hukum pembuktian dari Buku IV BW, kecuali

diperlakukan secara analog.19

Di dalam perkembangannya dewasa ini, hukum pem-

buktian lebih banyak dikembangkan oleh DOKTRINA (para

ahli hukum) dan YURISPRUDENSI (putusan peradilan). Dan

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 41: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata28

diharapkan bahwa di dalam hukum acara perdata itu kita ke lak

diatur di dalamnya secara lebih lengkap dan se suai zaman.

Di atas telah penulis kemukakan bahwa hukum pem-

buk tian yang diatur di dalam BW Buku IV hanya berlaku

untuk perkara contradictoir, dan tidak diperuntukkan bagi

perkara-perkara voluntair atau declaratoir.

Tetapi walaupun demikian, hukum pembuktian yang

diatur oleh Buku IV BW, diperlakukan secara analogi maupun

a contrario bagi perkara decralaratoir (atau peradilan semu).

Karena, isi aturan pembuktian yang terdapat dalam Buku IV

BW, aturan pembuktian yang terdapat dalam HIR atau R.bg.

maka sama saja, bahwa jika dikatakan Buku IV BW hanya

ber laku bagi perkara-perkara contradictoir, demikian pula

HIR dan R.bg.

Dari mana dapat diketahui bahwa hukum pembuktian

yang diatur oleh Buku IV BW, HIR, dan R.bg. hanya ber laku

bagi perkara-perkara contradictoir? Ini diatur oleh yu ris-

prudensi, dengan putusan H.R. tertanggal 19 Desember 1932

bahwa BW Buku IV semata-mata hanya diperuntukkan bagi

perkara-perkara contradictoir.

Sebagaimana diketahui bahwa yang dimaksud sebagai

perkara-perkara contradictoir adalah perkara persengketaan

perdata yang sesungguhnya, di mana jelas ada pihak yang

ber sengketa, ada penggugat dan ada tergugat. Dalam hal

ini pengadilan menghasilkan “putusan” yang sifatnya dime-

nang kan salah satu pihak yang berperkara, entah penggugat,

entah tergugat. Demikan juga dalam hal adanya pihak ketiga

yang melakukan intervensi.

Adapun perkara decralatoir adalah perkara yang di ba-

wah yurisdiksi peradilan voluntair (peradilan semu), dalam

hal mana pengadilan tidak memberikan dua pihak yang

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 42: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 29

berperkara, karena hanya ada satu pihak yang memohonkan

penetapan, misalnya si A memohonkan kepada pengadilan

agar ia ditetapkan sebagai wali dari anaknya, dan sebagainya.

Jadi, dalam hal ini pengadilan hanya menghasilkan suatu

“penetapan”, bukan “putusan”.

Tadi dikatakan, bahwa walaupun hukum pembuktian

dalam Buku IV BW, HIR, dan R.bg. hanya diperuntukkan

bagi perkara contradictoir, namun diperlukan secara analogi

atau a contrario bagi perkara decralatoir.

Sebagaimana diketahui analogi dan a contrario adalah

jenis penafsiran yang digunakan dalam hukum perdata.

Perbedaan antara analogi dan a contrario adalah bahwa:

– analogi memperluas suatu aturan hukum;

– a contrario mempersempit suatu aturan hukum.

Contoh klasik dari analogi, ialah:

BW mengatur bahwa jual beli tidak memutuskan hu-

bungan sewa-menyewa. Kemudian dianalogikan bahwa wa-

lau pun undang-undang hanya mengatur tentang “jual-beli”—

adalah suatu bentuk “peralihan hak”—maka pengadilan

se jak puluhan tahun yang lampau telah mem per luas undang-

undang, dengan menganalogikan bahwa bukan hanya “jual

beli” yang tidak memutuskan hubungan sewa-menyewa, me-

lainkan semua bentuk peralihan hak lain nya pun, tidak me-

mutuskan hubungan sewa-menyewa. Jadi, hibah pun misalnya,

juga tidak memutuskan hubungan sewa-menyewa.

Contoh klasik dari argumentum a contrario adalah Un-

dang-Undang Perkawinan mengatur bahwa wanita yang

ber cerai dari suaminya, mempunyai masa idah 300 hari, di

ma na dalam masa iddah itu wanita tersebut belum boleh

melangsungkan perkawinan baru. Yang diatur hanyalah wa-

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 43: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata30

nita. Bagaimana dengan pria yang bercerai? Undang-undang

tidak mengatur, tetapi berdasarkan a contrario, di per oleh hasil-

nya aturan yang menganggap bahwa karena undang-undang

hanya mengatur bagi wanita, maka berarti sebagai lawan nya,

yaitu pria yang tidak mempunyai masa idah.

Aturan hukum pembuktian yang khusus mengatur ten-

tang perkara-perkara yang decralatoir atau peradilan vo lun-

tair, ternyata hanya diatur dalam satu Pasal HIR, yaitu Pasal

145 ayat 2 yang dapat penulis simpulkan esensi aturannya

tentang penge cualian aturan orang bisa menjadi saksi (baca

sendiri isi pasal 145 ayat 2 HIR). Selebihnya diterapkan hu-

kum pem buktian bagi perkara contradictoir berdasarkan

analogi dan a contrario tadi.

Pada hakikatnya, penafsiran analogi dan a contrario itu

adalah perwujudan dari asas putusan yang dicetuskan oleh

Aristoteles, bahwa perkara yang sama seyogianya diputus

sama dan perkara yang tidak sama seyogianya diputus tidak

sama.

Adanya analogi dan a contrario selaras dengan kewajiban

hakim yang tidak boleh tidak harus memutus perkara yang

telah diajukan padanya berdasarkan asas IUS CURIA NOVI,

di mana walaupun undang-undang tidak mengaturnya, ha-

kim harus menciptakan hukumnya.

E. Hukum Pembuktian dalam Sollen Sein

Ada semacam pembagian dunia penelitian hukum atas:

a. Dunia sollen (dunia cita).

b. Dunia sein (dunia nyata).

Untuk jelasnya, penulis menggambarkannya dengan se-

cara skematik.

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 44: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 31

Jika kita membandingkan skema di atas dengan letak

da ripada hukum pembuktian itu sendiri, dapatlah pe nu-

lis mengatakan bahwa hukum pembuktian terletak di dalam

dunia sollen maupun di dalam dunai sein. Ter utama karena

hukum pembuktian adalah termasuk pada hukum formal

yang lebih menonjol peranannya sebagai pelaksanaan.

Jadi, sebagai aturan tentang pembuktian, yang meru-

pa kan bagian dari aturan hukum acara perdata, maka dapat

di katakan hukum pembuktian ini termasuk dalam dunia

sollen.

Adapun sebagai “law enforcement” maka pembuktian itu

termasuk dalam dunia sein.

Pengertian “law enforcement” sendiri berarti pelaksanaan

hukum. Tetapi dalam hal ini penulis perlu menggarisbawahi

bahwa pelaksanaan hukum itu ada dua macam:

1. Pelaksanaan hukum secara otomatis (tanpa sengketa).

2. Pelaksanaan hukum dalam hal ada persengketaan (pada

umumnya melalui peradilan).

Pelaksanaan hukum secara otomatis dapat kita rasakan

sen diri dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita mengendarai

mo bil atau motor di arah jalan kiri, kita mengasuh anak-

Undang-undang

TERTULIS

Putusan

NORM pengadilan

Sollen

TIDAK TERTULIS

KEBIASAAN

PERILAKU PERJANJIAN

Sein LAW ENFORSEMENT

KESADARAN HUKUM

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 45: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata32

anak kita, kita membayar ketika kita membeli barang dan se-

bagainya.

Maka dalam hubungan ini, hukum pembuktian yang

ter masuk dalam dunia sein adalah termasuk dalam jenis pe-

laksanaan hukum di dalam hal ada sengketa perdata.

Karena itulah mempelajari hukum pembuktian harus

pula menghayati sein.

F. Apakah yang Harus Dibuktikan (Quoderat Demonstrandum) dan Apa yang Tidak Perlu Dibuktikan

Pada zaman dahulu, ada yang beranggapan bahwa yang

dapat dibuktikan hanyalah “peristiwa”, sedangan “hak” tidak

dapat dibuktikan. Pendapat tersebut sudah tidak diterima

dewasa ini.18

Sehingga dewasa, ini hal-hal yang dapat dibuktikan

(Quod Erat Demonstrandum) adalah:

a. Peristiwa (factum).

b. Hak (ius).

Dapat dibuktikannya hak kita bisa lihat pada Pasal 163 HIR

(Pasal 283 R.bg., Pasal 1865 BW) yang isinya me nyatakan:

“Barangsiapa menyatakan mempunyai suatu hak atau menyebutkan

suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah

adanya hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya

hak atau peristiwa itu.”

Selain itu, yurisprudensi pun menerima pendapat ten-

tang dapat dibuktikannya hak.

Sekarang penulis terlebih dahulu ingin melihat, apakah

yang dimaksudkan peristiwa dan apa pula yang dimaksud

hak.

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 46: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 33

1. Pengertian peristiwa

Pengertian “peristiwa” yang dapat dibuktikan di dalam

hukum pembuktian ini berbeda dengan pengertian “peristi-

wa hukum”.

Peristiwa hukum sebagaimana yang kita ketahui adalah

“Peristiwa yang oleh hukum diberi akibat hukum.”

Adapun peristiwa yang harus dibuktikan jauh lebih luas

lagi, yaitu sesuatu yang kompleks sifatnya, karena peristiwa

ini merupakan suatu keseluruhan dari keadaan, ke jadian,

hu bungan dan sebagainya. Jadi, bukan ha nya suatu kejadian,

bahkan sering kali tidak dilihat secara keseluruhan oleh pan-

caindra.

2. Pengertian hak

Dalam bahasa Belanda, dikenal adanya dua jenis “hu-

kum”:

a. Hukum objektif.

b. Hukum subjektif.

Sebenarnya jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indo-

nesia, maka hukum objektif itu adalah “hukum” itu sendiri,

sedangkan hukum subjektif adalah “hak”.

Menurut Prof. Holand20 yang dimaksudkan sebagai

“hak” adalah:

“One man’s capasity of inluencing the acts of an other, by means,

nota of his own strength, but of the opinion or the force of society.”

Jadi, menurut Prof. Holand, hak merupakan kemampuan

seseorang untuk memengaruhi perbuatan/tindakan orang

lain, bukan dengan jalan kekuatannya sendiri, melainkan di-

da sar kan pada pendapat atau kekuatan masyarakat.

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 47: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata34

Atau seperti yang dikatakan oleh Ernest Barker21, bahwa:

“My right in general are my part and portions of a whole system of

right, as expressed an embodied in my particular person, an they are

part and portion”.

Jadi pada asasnya, kata Ernest Barker, hak adalah bagian

dari keseluruhan sistem hukum.

Atau menurut Dias22 bahwa:

“A right is a claim, whether enforceable or not, which resides by

virtue of a rule of law in any given person, that another person, also

by virtue of law, shall behave in a particular way.”

Jadi, Dias lebih memandang hak itu sebagai suatu tun-

tutan yang karena adanya suatu kaidah hukum yang di pu-

nyai oleh seseorang terhadap orang lain, agar orang lain itu

berbuat/ber tindak menurut suatu kaidah tertentu itu.

Bagi sistem hukum Barat, hak adalah alat untuk me-

mung kinkan manusia memperkembangkan jiwa raganya se-

cara sepenuhnya. Demikian kata Ernest Barker.23

Adapun bagi kita di Indonesia, hak itu bukanlah un tuk

digunakan secara sepenuhnya, melainkan juga ha rus me mer-

hatikan kepentingan kolektif. Menurut pe nu lis, ke bebasan

yang sebebas-bebasnya justru ada lah ke ti dakbebasan. Marilah

penulis mem berikan sebah con toh se bagai berikut: Jika si A

dengan sebebas-bebasnya meng gu nakan haknya untuk meng-

gunakan mobil pribadinya de ngan kecepatan maksimal 120

kilometer perjam ditengah ke ra maian kota, apakah yang ter-

jadi? Malapetakalah yang akan menimpa orang lain yang juga

adalah pemakai jalan ra ya, sehingga kebebasan bagi si A adalah

ketidak bebasan bagi orang lain.

Oleh karena itu, penulis lebih cenderung mengartikan

hak itu sebagai:

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 48: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 35

“Kebebasan untuk berbuat sesuatu menurut hukum, dengan me­

merhatikan kepentingan kolektif.”

Perkataan memerhatikan kepentingan kolektif di sini,

bukan berarti lantas kepentingan pribadi si pemilik hak su-

dah diatasi sama sekali oleh kepentingan kolektif, karena itu

penulis tidak menggunakan kata “tunduk” ke pada kepentin-

gan kolektif, tetapi “memerhatikan” ke pen ting an kolektif. Ini

berarti antara kepentingan pribadi dan kepentingan kolektif

harus selaras.

Sehubungan dengan hal di atas, ada pepatah hukum

yang menyatakan:

“Quod licet jovi non licet bovi”, apa yang boleh dilakukan oleh

seseorang belum berarti yang lain juga boleh melakukannya.”

Setelah kita mengetahui pengertian “peristiwa” dan

“hak”, timbullah pertanyaan, dari suatu peristiwa, apanya

yang harus dibuktikan?.

Jawabannya adalah bahwa yang harus kita buktikan pa-

da suatu peristiwa adalah “kebenarannya”. Bahwa peristiwa

tersebut benar telah terjadi.

Di dalam hukum pembuktian, tidak semua peristiwa itu

harus dibuktikan. Untuk mengetahui mana yang harus di-

buktikan dan mana yang tidak perlu dibuktikan, maka penu-

lis di bawah ini menjelaskannya dengan gambar berikut.

Jadi, ada dua macam peristiwa dalam hubungannya

dengan pem buktian ini:

1. Peristiwa yang irelevan (tidak relevan).

2. Peristiwa yang relevan.

Sehubungan dengan peristiwa yang relevan dan irele van

ini, ada ahli hukum lain yang menggunakan istilah:

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 49: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata36

1. Ratio Decidendi.

2. Obitar Dictum.

a. Ratio Deciendi

Ratio decidendi ini adalah inti dari suatu perkara yuri-

dis, yakni bagian yang dianggap mempunyai sifat yang

menentukan. Dengan kata lain, Ratio decidendi adalah

faktor yang sejati (material fact), faktor esensi yang jus-

tru mengakibatkan suatu putusan demikian.

b. Obiter Dictum

Kebaikan dari ratio decidendi adalah obiter dictum ini.

Jadi, merupakan bagian dari peristiwa yuridis yang ti-

dak penting diperhatikan.

(mengenai hal ini, lebih mendetailnya dapat dibaca pada

hlm. 30-31, Prof. Kusumadi Pudjosewojo, S.H., “Pe do­

man Pelajaran Tata Hukum Indonesia).

Peristiwa yang irelevan ini sudah jelas tidak perlu dibuk-

tikan, berdasarkan asas “MINIMA NON CURAT PRAETOR”,

yaitu bahwa hakim tidak memerhatikan hal-hal yang remeh,

atau asas lain “NULTA SED NON MULTUM”, yaitu banyak

Keterangan gambar:A = Peristiwa yang tidak relevan.B = Peristiwa yang relevan. B1, B2, B3, dan B4 adalah peristiwa relevan yang tidak perlu dibuktikan.

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 50: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 37

dalam jumlah, tetapi tidak ada yang penting.

Tetapi perlu diketahui, bahwa tidak semua peristiwa

yang relevan yang perlu dibuktikan.

Ada empat peristiwa relevan yang tidak perlu dibuktikan

(dalam gambar penulis sebagai B1, B2, B3, dan B4), yaitu:

1. Peristiwa prosesuil.

2. Peristiwa notoir.

3. Peristiwa yang sudah merupakan pengetahuan umum.

4. Peristiwa yang oleh undang-undang sendiri telah diten-

tukan bahwa tidak perlu dibuktikan lagi.

Baiklah, di bawah ini penulis menjelaskan masing-ma-

sing dengan lebih mendetail.

ad. 1. Peristiwa prosesuil

Yang penulis maksudkan sebagai peristiwa prosesuil

adalah peristiwa yang terjadi di muka persidangan pengadil-

an yang memeriksa perkara yang bersangkutan yang harus

di buk tikan tadi.

Penulis dalam hal ini dapat membagi peristiwa prosesuil

itu atas:

a. Peristiwa prosesuil murni.

b. Peristiwa Prosesuil yang tidak murni.

Yang penulis maksudkan sebagai peristiwa prosesuil

mur ni, adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka per si -

dangan pengadilan, yang bersifat yuridis prosesuil, mi sal nya

peng gugat mengadakan pengakuan murni, sehingga per kara

itu bisa diputus dengan dasar pengakuan murni dari ter gugat

itu.

Adapun yang penulis maksudkan sebagai peristiwa pro-

sesuil yang tidak murni adalah peristiwa-peristiwa yang ter-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 51: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata38

jadi di muka persidangan, yang sebenarnya hanya peristiwa

biasa, tetapi karena mempunyai pengaruh terhadap peristiwa

pemeriksaan, maka harus dicatat dalam berita acara. Misal-

nya, si tergugat atau si penggugat ketika sedang diperiksa

di muka persidangan, tiba-tiba menguap dengan membuka

mulut lebar-lebar, yang berakibat secara kebetulan seekor

lalat masuk menyangkut di kerongkongannya, sehingga ia

ke labakan dan berjingkrak-jingkrak, atau mungkin pingsan

karena sesak nafas, sehingga menimbulkan kegemparan di

persidangan, atau menyebabkan terjadinya gangguan pada

pemeriksaan perkara tersebut.

Peristiwa prosesuil ini dianggap diketahui hakim se-

hingga tidak perlu dibuktikan lagi.

ad. 2. Peristiwa notoir

Ini harus berhati-hati untuk menyatakan atau meng-

galangkan suatu peristiwa ke dalam Notoir­Feiten atau pe-

ris tiwa notoir ini, karena kadang-kadang suatu peristiwa ke-

lihatannya adalah peristiwa notoir, padahal bukan.

Peristiwa notoir itu sendiri adalah suatu peristiwa yang

di anggap peristiwa yang sudah diketahui oleh orang yang

me miliki penidikan cukup dan telah mengenal keadaan

masa di mana ia hidup, tanpa mengadakan penelitian lebih

lan jut lagi, termasuk pula peristiwa yang diketahuinya dari

sumber-sumber umum (mass media misalnya) tanpa meng-

adakan peristiwa yang cukup untuk digunakan sebagai

argu mentasi pembenaran bagi suatu tindakan yang sifatnya

merupakan sifat yang memiliki arti. (Bandingkan pula pen-

dapat P.A. Stein24 dan pendapat Prof.Dr. R.M. Sudikno Mer-

tokusumo.25

Atau pendapat Prof. Mr. A. Pitlo,26 bahwa tidaklah ter-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 52: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 39

masuk dalam peristiwa notoir jika peristiwa-peristiwa yang

secara kebetulan diketahui hakim yang bersangkutan, atau

hakim yang menyaksikannya ketika terjadi atau hakim yang

bersangkutan mempunyai keahlian perihal suatu kejadian

atau keadaan.

Ini berarti bahwa “private knowledge” dari hakim atau

yang dalam istilah hukum kontinental disebut “Eigen Weten­

schap des Rechters”, masih memerlukan pembuktian dan

tidak termasuk peristiwa notoir.

Misalnya, hakim kebetulan melihat tergugat mengadakan

perjanjian jual beli rumah yang kini dipersengketakan, di

mana hakim itu sendiri yang kebetulan memeriksa per kara-

nya, maka dalam hal ini terjadinya perjanjian jual beli rumah

itu masih tetap harus dibuktikan oleh para pihak, karena

ini hanya merupakan “Eigen Wetenschap des Rechters” dan

bukan Notoir Feiten.

Lazimnya peristiwa notoir ini diartikan sebagai pe ris-

tiwa yang diketahui umum. Oleh sebab itu, maka hakim ber-

pendidikan tinggi dan sudah tentu dianggap ber pe nge tahuan

luas juga, harus tahu juga peristiwa notoir ini, sehingga tidak

perlu dibuktikan lebih lanjut.

Sebagai contoh, bahwa hari kemerdekaan Republik

Indo nesia jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945, hal ini tidak

me merlukan pembuktian lagi di muka pengadilan. Adalah

tidak eisien apabila harus didatangkan seorang saksi sejarah

yang membuktikan bahwa proklamasi Indonesia itu benar

tang gal 17 Agustus 1945.

Dalam hal timbul perselisihan akan hal semacam itu

su lit untuk dimasukkan dalam golongan “diketahui umum”,

sehingga dalam hal demikian perselisihan akan timbul, peris-

tiwa yang bersangkutan masih harus dibuktikan. Demikian

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 53: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata40

pendapat Prof. R. Soekardono, S.H.27

Tadi penulis mengemukakan bahwa sering suatu peris-

tiwa dianggap notoir feit, padahal sebenarnya bukan. Penulis

da pat memberikan sebuah contoh: jika si X dikatakan se-

bagai orang terkaya di kota Ujungpandang, ini belum me-

ru pakan peristiwa notoir, karena kriteria kaya tidaknya se-

se orang masih merupakan sesuatu yang relatif dan masih

me mungkinkan diperdebatkan. Lain halnya dengan tanggal

17 Agustus 1945 sebagai hari diproklamasikannya Republik

Indo nesia, tidak mungkin diperdebatkan lagi.

Penulis membagi ada tiga macam peristiwa notoir:

a. Peristiwa notoir yang bersifat internasional.

b. Peristiwa notoir yang bersifat nasional.

c. Peristiwa notoir yang bersifat lokal/kedaerahan.

Peristiwa notoir yang bersifat internasional misalnya,

bahwa Israel melakukan invasi militer ke wilayah Lebanon,

atau Partai Buruh Solidaritas dibubarkan oleh pemerintah

Polandia. Peristiwa notoir yang sifatnya internasional ini pada

umumnya berlaku bagi hukum acara perdata internasional,

tetapi bukan berarti bahwa dalam hukum acara perdata biasa

tidak mungkin berarti.

Sebagai contoh: jika tergugat ingin membuktikan keti-

dak beradaannya di Indonesia, karena berada di Lebanon

pada saat tentara Israel melakukan invasinya, ini sudah me-

ru pakan peristiwa notoir intenasional, yaitu tentang saat

tentara Israel melakukan invasi itu.

Adapun peristiwa notoir yang bersifat nasional, misal nya

meletusnya Gunung Galunggung di Jawa Barat. Atau bahwa

Menteri Pertahanan Republik Indonesia sekarang (ta hun

1982) adalah Jenderal TNI M. Yusuf.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 54: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 41

Dan peristiwa notoir lokal/kedaerahan, misalnya bahwa

Kantor Pengadilan Negeri Ujungpandang terletak di Jalan

Kar tini persimpangan/pojok jalan Jenderal Sudirman, bah-

wa bioskop artis terletak di jalan G. Lompabatang dan lain-

lainnya.

Ini hanya merupakan peristiwa notoir yang berlaku bagi

penduduk tetap Ujungpandang atau Makasar. Tidak perlu

dibuktikan lagi bahwa bioskop artis itu apakah benar ter letak

di jalan G. Lompobatang atau tidak.

Yang dewasa ini masih merupakan polemik dalam lite-

ratur-literatur hukum pembuktian antara para ahli hukum

adalah apakah termasuk pula dalam pengertian peristiwa

notoir, peristiwa yang merupakan desas-desus?

Atau secara lengkap penulis mempertanyakan, apakah

peristiwa-peristiwa:

a. desas-desus,

b. rumor (desas-desus buruk bagi seseorang),

c. fama, juga sejenis desas-desus,

d. communis, opinie doctorum (pendapat umum para ahli),

dapat dimasukkan sebagai peristiwa notoir atau bukan?

Masih diperdebatkan kini.

ad. 3. Peristiwa yang sudah merupakan pengetahuan umum

Yang penulis maksudkan di sini, sebagai peristiwa yang

sudah merupakan pengetahuan umum adalah peristiwa yang

berdasarkan pengalaman, atau dengan kata lain kesim pulan

yang didasarkan pada pengetahuan umum.

Pengalaman yang dimaksudkan di sini adalah tidak ber-

sifat normatif, jadi merupakan ketentuan umum berdasar-

kan pengalaman manusia yang digunakan untuk menilai pe-

ris tiwa yang diajukan untuk dibuktikan itu.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 55: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata42

Pengetahuan tentang pengalaman, misalnya:

– bahwa seorang manusia yang berlari nonstop selama

dua jam, pasti akan kepayahan;

– bahwa mobil yang dilarikan dengan kecepatan 100 kilo-

meter per jam, kemudian tiba-tiba direm, pasti me ning-

galkan “remspoor” (bekas rem di aspal);

– jika seorang manusia ditembak kepalanya sehingga kena

dengan sebutir peluru, maka orang itu pasti mati.

Semua contoh di atas tidak membutuhkan pem buk tian

lagi, sesuai asas “MANIFESTA NON EGENT PRO SATIONE”

(fakta-fakta yang dikenal umum tidak perlu me merlukan pem-

buktian). Coba dibayangkan jika untuk mem buktikan bahwa

seorang yang ditembak kepalanya akan mati, harus dibuktikan

dengan menampilkan seorang “suka relawan” yang bersedia

benar-benar ditembak kepalanya di muka persidangan, bu-

kankah suatu hal yang tidak mungkin?.

Lalu di mana letak perbedaan antara peristiwa notoir de-

ngan peristiwa yang berdasarkan pengetahuan umum?

Perbedaannya adalah:

– peristiwa notoir, hakim mengenal peristiwanya secara

konkret, misalnya warna emas adalah kuning;

– peristiwa yang didasarkan pengetahuan umum, hakim

menerapkan suatu pengetahuan umum, misalnya mobil

lebih cepat larinya dari manusia.

ad. 4. Peristiwa yang oleh undang­undang sendiri

telah ditentukan bahwa tidak perlu dibuktikan

Dalam hal ini ada yang juga termasuk peristiwa prosesuil.

Sebagai contoh:

– dengan telah dilaksanakannya sumpah pemutus (sum-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 56: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 43

pah decisoir), yang oleh undang-undang tidak me mung-

kinkan pembuktian perlawanan lagi, maka peristiwa

yang dipersengketakan tidak memerlukan pembuktian

lebih lanjut;

– jika seorang tergugat mengakui gugatan penggugat

dalam bentuk pengakuan murni, berarti peristiwa yang

dipersengketakan yang telah diakui secara murni oleh

ter gugat tidak memerlukan pembuktian lebih lanjut,

dan perkara itu dianggap selesai;

– dalam hal tergugat tidak datang, padahal telah dipanggil

secara patut, lalu hakim menjatuhkan hukuman verstek

yang menyatakan tergugat kalah, maka peristiwa yang

di persengketakan yang dimuat dalam gugatan peng gu-

gat tanpa diadakan pembuktian sudah dianggap benar,

dan kemudian tanpa mendengar serta di luar hadir nya

tergugat dijatuhkan hukuman verstek. (sebagai ca tat an,

perlu diketahui, bahwa tidak mesti seorang ha kim men­

jatuhkan hukuman putusan yang menyatakan ka lahnya

ter gugat secara verstek jika tergugat tidak hadir, mes ki­

pun telah dipanggil secara patut, bisa saja dengan per­

tim bangan bahwa gugatan si penggugat tidak ada dasar

hu kumnya, maka hakim dalam ketidak hadiran ter gugat

me nyatakan penggugat yang kalah, bukan tergugat).

Mengenai hal ini, lihat Pasal 8 dari Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 1947 atau Pasal 200 R.bg.

Untuk menjelaskan mana peristiwa yang relevan dan

mana yang irelevan, penulis memisalkan sebagai berikut:

Terjadi tabrakan antara mobil Mercy putih milik Tuan A dan

mobil Toyota milik Tuan B, sehingga Tuan B meminta ganti

rugi. Terjadinya tabrakan pada Jumat kliwon. Dan loka si-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 57: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata44

nya di perempatan jalan Kartini, jalan G. Sawakarang, Jalan

Sudirman, Tuan A memakai baju safari merah muda, ber-

ka ca mata, sedangkan Tuan B memakai Jean sepasang warna

biru. Pada saat kecelakaan, di atas mobil Tuan A ikut anak-

ananya. Adapun di atas mobil Tuan B ikut pacarnya Miss X,

seorang aktris jelita. Cepat kendaraan 50 kilometer per jam,

baik Tuan A maupun Tuan B.

Dari keseluruhan yang dikemukakan di atas, yang termasuk

peristiwa relevan hanyalah bahwa yang mengemudikan mobil

adalah Tuan A dan Tuan, kecepatannya masing-masing 50

kilometer per jam, lokasinya di jalan-jalan tersebut.

Adapun isinya, seperti baju Tuan A dan Tuan B, pacar

Tuan B yang aktris jelita dan sebagainya adalah peristiwa

yang irelevant, sehingga tidak perlu dibuktikan.

G. Siapa yang Mengajukan Alat Bukti?

Buat kita di Indonesia, jelas kita tidak dapat menerima

ajar an Jhon Austin, yang menganggap hukum sebagai di pi-

sah kan secara tegas dari keadilan, hukum tidak di dasarkan

pada nilai-nilai yang baik dan buruk, tetapi atas dasar da-

ri pada penguasa, atau seperti yang dituliskan oleh Judith

Shklar27 bahwa:

“Treating law as an isolate block of concepts that have no relevant

characteristic or function—apart from their possible validity or

invalidity within a hyppthatical system.”

Buat kita di Indonesia, hukum tidak dapat dipisahkan

dari keadilan, dan hukum itu harus menciptakan kemanfaat-

an yang sebenar-benarnya bagi sebanyak-banyaknya rakyat

Indonesia.

Karena itulah di dalam proses peradilan Indonesia, pa ra

pihak yang berperkara (dalam proses perdata) maupun ter-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 58: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 45

tuduh (dalam proses pidana) senantiasa dijamin hak-haknya

untuk membuktikan ketidakbersalahannya (he Presumption

of Innocemce).

Hal ini sejalan dengan pandangan Roscoe Pound yang

berpendapat bahwa hukum harus dilihat atau dipandang se-

bagai lembaga yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial,

serta adalah tugas ilmu hukum untuk memperkembangkan

suatu kerangka dalam mana kebutuhan sosial dapat dipenuhi

secara maksimal. Terbukti dari apa yang dituliskannya:

“....he record of a continually wider recognizing and satisfying of

human wants or claims or desires through social control, a more

embracing and more efective security of social interest, a continually

more complete and efective elimination of waste and precluding of

friction in human enjoyment of the goods of existence—in short a

continually more aicacious social engineering.”29

Roscoe Pound meganjurkan agar mempelajari hukum

se bagai suatu proses.

Di dalam hukum acara perdata, yang berhadapan ada lah

dua pihak yang terlibat dalam suatu persengketaan perdata.

Keduanya memiliki kedudukan yang sama di muka hukum,

termasuk di muka pengadilan (hakim), berdasarkan asas

AUDI ET ALTERAN PARTEM.

Walaupun demikian, terlebih dahulu kita harus jelas

mengetahui siapakah yang dimaksudkan para pihak dalam

suatu perkara perdata?

Hal ini sangat penting, karena yang harus mengajukan

alat bukti ini adalah para pihak itu.

Pada asasnya setiap orang mempunyai hak, dan karena

itu adalah suatu kewajaran jika setiap orang berusaha untuk

mempertahankan atau membela haknya, berwanang untuk

bertindak selaku pihak dalam perkara perdata, baik sebagai

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 59: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata46

penggugat maupun tergugat atau dalam hal tertentu sebagai

pihak yang melakukan intervensi, hal ini sesuai dengan asas:

“Legitima persona standi in jidicio.”

Tetapi selain manusia, kita harus ingat bahwa pengertian

“orang” menurut hukum, juga termasuk badan hukum atau

yang lazim disebut “RECHTAPERSOON”.

Sehingga yang dimaksud pihak dalam perkara perdata

ada dua macam:

1. Manusia.

2. Badan hukum.

Di dalam suatu persengketaan perdata sekurang-kurang-

nya terdapat dua pihak, yaitu: penggugat (eiser, plaintif), dan

tergugat (gedaagde, defendant).

Mengenai orang yang aktif bertindak sebagai pihak di

muka persidangan pengadilan, dapat kita bagi atas:

a. Orang yang mempunyai kepentingan langsung.

b. Orang yang tidak mempunyai kepentingan langsung.

Jika orang yang berkepentingan langsung yang bertin-

dak sendiri di muka pengadilan disebut sebagai “pihak ma-

teriil”, tetapi sekaligus juga merupakan “pihak for mal”, karena

mereka sendiri yang beracara.

Yang dimaksudkan sebagai orang yang tidak mempunyai

kepentingan langsung adalah:

a. Wali

b. Pengampu

c. Pengacara

Wali ini mewakili orang yang masih di bawah umur. Di

Indonesia terdapat banyak peraturan mengenai batas umur

kedewasaan. Batas umur itu berkisar antara 15 tahun hingga

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 60: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 47

21 tahun. Batas umur untuk perkawinan saja ada berbagai

macam, menurut BW bagi laki-laki adalah 18 tahun dan bagi

wanita 15 tahun, sedang menurut U. U No. 1 Tahun 1974

bagi laki-laki 19 tahun dan wanita 16 tahun.

Batas-batas umur dewasa itu adalah

a. Dewasa untuk memilih: 17 tahun (berdasarkan Pasal 9

UU No. 5 Tahun 1975).

b. Dewasa menurut Undang-Undang Kerja adalah 18 ta-

hun (Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1951 jo. UU. No. 12 Tahun

1948).

c. Dewasa untuk menjadi saksi di muka persidangan

pengadilan adalah 15 tahun (Pasal 145 ayat 1 No. 3, 145

ayat 4 HIR, 172 ayat (1) No. 4 jo. 173 R.bg.m 1912 BW).

d. Dewasa untuk dapat dituntut pidana adalah 16 tahun.

Bagi golongan pribumi, maka di dalam S. 1931 No. 54

diatur bahwa jika ketentuan undang-undang menggunakan

istilah “belum cukup umur” maka bagi golongan Indonesia

yang dimaksud adalah semua orang yang belum mencapai

umur 21 tahun dan tidak kawin sebelumnya.

Walaupun di dalam praktik peradilan di Indonesia de-

wasa ini belum pernah terjadi masalah umur dalam penga-

juan gugatan di muka persidangan pengadilan, tetapi untuk

ke pas tian hukum perlu adanya ketentuan atau pedoman bagi

batas umur untuk orang yang hendak mengajukan gugatan.

Menurut penulis, untuk saat ini pedomannya adalah Pasal

330 BW dan S. 1931 No. 54 yang menentukan batas umur 21

ta hun sebagai batas umur dewasa.

Pengampu atau kurator adalah orang yang mewakili ke-

pentingan orang yang berada di bawah kuratele atau peng-

ampuan.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 61: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata48

Orang yang biasanya ditempatkan di bawah kuratele

adalah:

a. sakit ingatan;

b. pemboros;

c. pemabuk.

Tetapi, perlu diketahui bahwa pada umumnya mereka

yang diletakkan di bawah pengampuan karena pemboros

atau pemabuk, ketidakmampuannya hanyalah terbatas pada

perbuatan-perbuatan di lapangan hukum harta kekayaan.

(Bandingkan pendapat Asser Scholten29)

Demikian pula seorang istri yang tunduk pada BW

tidak dapat bertindak sebagai pihak tanpa bantuan daripada

suami nya, sesuai ketentuan Pasal 110 BW, kecuali dalam hal

per ceraian atau apabila ia dituntut dalam perkara pidana.

Adapun kuasa yang merupakan juga pihak yang tidak

ber kepentingan langsung biasanya diarahkan kepada peng a -

cara. perlu penulis tegaskan di sini, bahwa pengertian penga-

cara di satu pihak, dengan pengertian advokat di lain pi hak,

tidaklah identik.

Penulis dapat membedakannya sebagai berikut:

ADVOKAT : adalah pengacara profesional, seorang pe-

ngacara yang memang pengerjaan pokok-

nya adalah kepengacaraan, dan telah resmi

diangkat oleh negara sebagai advokat. (li-

hat peraturan menteri kehakiman No. 1

Ta hun 1965 tertanggal 28 Mei 1965, Jo.

Ke putusan Menteri Kehakiman No. J.P.

14/2/11 tanggal 7 Oktober 1965).

PENGACARA: adalah lebih luas pengertiannya, karena

di samping termasuk di dalamnya advokat,

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 62: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 49

juga tercakup setiap badan hukum yang

menjalankan fungsi pengacara, misal nya

dosen-dosen fakultas hukum yang aktif di

biro bantuan hukum fakultas hukum ma-

sing-masing.

Selain itu ada istilah lain yaitu “POKROL” yang penulis arti-

kan sebagai: setiap orang yang bukan sarjana hukum, yang

menjalankan fungsi kepengacaraan. Dalam hubungan ini, me-

nurut hemat penulis, seyogianya pokrol dilarang berpraktik

untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan hukum.

Kapan seseorang boleh bertindak sebagai kuasa? Kalau

memenuhi salah satu persyaratan atau beberapa persyaratan

di bawah ini.

Untuk menjadi kuasa penggugat:

a. Harus mempunyai surat khusus seperti yang diatur oleh

pasal 123 ayat 1 HIR, Pasal 147 ayat 1 R.bg.

b. Ditunjuk selaku kuasa dalam surat gugatan, seperti yang

diatur oleh Pasal 123 ayat 1 HIR, Pasal 147 ayat 1 R.bg.

c. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam catatan gugatan

jika gugatan diajukan secara lisan, diatur oleh pasal yang

sama di atas.

d. Ditunjuk oleh penggugat sebagai kuasa atau wakil di

persidangan, juga diatur oleh pasal yang sama di atas.

e. Memenuhi syarat dalam Peraturan Menteri Kehakiman

1/1965 tanggal 28 Mei Jo. Keputusan Menteri Keha-

kiman No. J.P. 14/2/11 tanggal 7 Oktober 1965 tentang

Pokrol.

f. Telah terdatar sebagai advokat atau memenuhi syarat

se tempat tentang izin untuk membela perkara.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 63: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata50

Untuk dapat menjadi kuasa tergugat:

Pada asasnya memiliki persyaratan yang sama dengan

per syaratan untuk menjadi kuasa bagi penggugat di atas.

Sebagaimana jika negara/pemerintah yang bertindak

se laku pihak di muka persidangan perdata selaku QUASI

STAATRECHT? Sebagai warga negara semu? Siapa yang di-

syaratkan dapat menjadi kuasanya? Ini ditentukan oleh S.

1922 No. 522 dan Pasal 123 ayat 2 HIR, Pasal 147 2 R.bg.

a. Pengacara yang diangkat oleh pemerintah.

b. Jaksa.

c. Orang-orang tertentu atau para pejabat yang diang kat

atau ditunjuk.

Juga yang sering dipertanyakan, bagaimana dengan

suatu Badan Hukum Privat? Siapa yang harus mewakilinya

di depan sidang pengadilan? Dalam hal ini diatur oleh psal

1655 BW dan pasal 8 no. 2 Rv., bahwa adan hukum bertindak

melalui pengurusnya atau wakilnya. Adapun nama pengurus

dari badan hukum itu tidak harus di muat dalam gugatan,

oleh karena itu badan hukum dapat bertindak se ba gai pihak

ma teri ataupun pihak formal dalam perkara. De mikian pen-

dapat dari star bubwann.31

Semua orang yang dianggap tidak cakap untuk bertindak

disebut dengan istilah “PERSONAE MISERABILE”. Sehingga

dapatlah kita nyatakan bahwa didakannya lembaga Personae

Miserabile itu adalah bertujuan untuk melindungi orang-

orang tersebut sendiri.

Dewasa ini yang sering menjadi pertanyaan, bagaimana

halnya dengan orang tua? sampai batas umur berapa baru

tergolong sebagai “Personae Miserabile”? Belum ada keten-

tuannya hingga saat ini. Tetapi menurut hemat penulis seyo-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 64: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 51

gia nya jika kelak diatur oleh undang-undang tidak dibatasi

dari segi usianya, karena ada orang tua yang berusia 70-90

tahun tetapi belum pikun, sedangkan ada yang baru 50 tahun

sudah pikun.

Karena itulah pengaturannya harus di atur dari segi “pi-

kun nya”. Tentu saja ini pun bukan persoalan yang terlalu mu-

dah, karena kriteria kepikunan masih bisa diperdebatkan lagi.

Jadi, kita kembali kepada masalah siapakah yang harus

mengajukan alat bukti, jawabannya adalah semua orang yang

menjadi pihak formal di depan pengadilan, termasuk pula

pihak yang sekaligus adalah pihak materiil.

H. Siapakah yang Menilai Pembuktian

Dalam sistem peradilan kita di Indonesia, satu-satunya

yang menjadi pihak penilai pembuktian adalah hanyalah

“HA KIM”. Berbeda dengan sistem peradilan Anglo Saks di

negara-negara common law, di mana selain hakim yang me-

nilai segi hukumnya, ada lagi “JURI” yang menilai segi fakta

atau peristiwanya.

Hakim di dalam menilai pembuktian ini, di dalam proses

perdata semata-mata terikat pada alat bukti yang sah, jadi

seperti yang berulang-ulang penulis tuliskan di bagian depan,

hanya bersifat “propederence evidence”, tidak harus “Beyond

Ressonable Doubt” seperti halnya dalam perkara pidana.

Asas yang mewajibkan hakim untuk menilai pem buk-

tian, dan bukan para pihak adalah asas “UNTER BUCHUNG­

S MAXIME”, yaitu asa yang mewajibkan hakim untuk me-

ngumpulkan alat bukti dan menilainya. Alat bukti yang

dikumpulkan itu adalah alat bukti yang diajukan oleh para

pihak yang berperkara. Adapun para pihak diwajibkan meng-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 65: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata52

ajukan dan meyakinkan hakim dan alat buktinya, sesuai asas

“VERHANDLUNGO MAXIME”.

Selain menilai pembuktian sebagai salah satu tugas ha-

kim, maka tugas hakim yang lain sehubungan dengan ma-

sa lah pembuktian ini adalah untuk membebani pembuktian

kepada para pihak yang berperkara.

Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan bahwa tugas ha -

kim yang utama dalam kaitannya dengan masalah pem buk-

tian ini adalah:

a. Membebani pembuktian kepada para pihak.

b. Menilai pembuktian yang diajukan para pihak.

Dan justru kedua tugas hakim itulah yang paling ber-

pengaruh pada putusan akhirnya.

Tugas-tugas hakim yang lain tentunya masih banyak,

antara lain:32

a. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib

meng gali mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum

yang hidup dalam masyarakat.

b. Hakim yang sudah diserahi perkara tidak boleh menolak

untuk memeriksa dan mengadilinya dengan dalih bahwa

hu kum tidak atau kurang jelas, tetapi wajib untuk me-

me riksa dan mengadilinya.

c. Tugas hakim itu tidak berakhir hanya dengan menjatuh-

kan putusan saja, akan tetapi juga menyelesaikan pada

pelak sanaannya (eksekusi).

d. Khususnya dalam perkara perdata, hakim harus mem-

bentuk pihak-pihak yang berperkara dan berusaha se-

mak simal mungkin untuk mengatasi segala hambatan

dan rintangan untuk terwujudnya peradilan sederhana,

cepat, dan biaya ringan.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 66: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 53

Jika kita ingin menyimpulkan tugas hakim pada garis

besarnya, dapatlah kita bagi menjadi tiga, yaitu:

1. mengonstatir;

2. mengkualiisir;

3. mengkostituir.

Agar bagi pembaca awam jelas, baiklah penulis mem be-

rikan suatu contoh imajiner;

Si A menggugat si B, bahwa pada tanggal 17 Agustus

1981, ketika mobil Mercy berplat DD 952 diparkir oleh si A

di depan rumahnya yang terletak di tepi Jl. G. Lampobatang

No. 5 Ujungpandang, tiba-tiba ditabrak oleh mobil Toyota

biru dengan plat DD 511 milik si B yang dikendarai oleh si

B sendiri. Kecepatan mobil si B itu adalah sangat kencang

dan diperkirakan melebihi kecepatan maksimum yang di-

tentukan bagi kendaraan jika berada dalam kota.

Akibatnya mobil milik si A rusak berat dan menderita

kerugian seharga mobil Mercy itu. Untuk itu si A menggugat

pada si B agar si B antara lain dihukum untuk membayar ganti

kerugian sejumlah mobil Mercy itu...bdan seterusnya....

Menghadapi perkara di atas, hakim pertama-tama harus

mengonstatir, benarkah telah terjadi peristiwa tarakan de-

ngan kronologis dan akibat yang sesuai dengan yang dinya-

takan si A dalam gugatannya?

Untuk ini, hakim harus dapat membuktikan terjadinya

peristiwa tadi. Dalam hal ini, bukanlah kewajiban hakim

untuk aktif mengadakan penyelidikan agar memperoleh

bukti-bukti, melainkan pihak pengugatlah yaitu si A yang ha-

rus mampu mengajukan alat bukti yang dapat membuktikan

bahwa benar peristiwa tabrakan itu telah terjadi.

Sebaliknya bagi si B, jika menyangkali perbuatan si A,

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 67: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata54

juga harus mampu mengajukan alat bukti yang mem buktikan

ketidakbenaran gugatan ini.

Dalam hal ini, misalnya si A berhasil membuktikan ter-

jadinya peristiwa tabrakan tadi, maka tugas hakim se lan-

jutnya adalah mengadakan kualiikasi peristiwa. Jadi meng-

kualiisir.

Peristiwa tabrakan itu, kemudian dapat dikualiisir oleh

hakim, sebagai perbuatan melawan hukum (Onrechtma­

tigdaad) berdasarkan Pasal 1365 BW (KUH Perdata).

Atas dasar kualiikasi sebagai perbuatan melawan hukum

itulah, hakim kemudian melakukan konstituiring, memutus

perkara itu dengan menghukum si A selaku penggugat.

Di dalam tahap konstituiring inilah hakim melakukan

penalaran silogisme atas logika.

Melihat keseluruhan tugas hakim yang telah penulis

ke mukakan di atas, dapatlah jelas diketahui bahwa hakim

tidak hanya bertugas untuk menemukan dan mengharapkan

hukum, tetapi jauh lebih berat lagi, yaitu menciptakan hukum

dalam hal hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Karena itulah

Cardozo33 menyatakan:

“he law which is the resulting product is not found but made. he

process in its highest reaches is not discovery, but creation”

Yang lebih berat lagi, bahwa hakim dalam menjalankan

tugas-tugasnya itu senantiasa mempertahankan posisi ob-

jek tifnya yang merupakan hal yang paling prinsip dalam ke -

se luruhan jabatan dan fungsinya selaku hakim. Apalagi jika

dikaitkan dengan pepatah yang bersifat asas pula, bahwa “Nemo

judex idoneus in proris cause,” yaitu bahwa tidak se orang pun

dapat menjadi hakim yang baik bagi dirinya sendiri.

Mungkin asas tersebut kekecualiannya hanyalah bagi

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 68: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Hukum Pembuktian Pada Umumnya ... 55

orang-orang pilihan, seperti para rasul dan nabi, paling tidak

para sahabat Nabi seperti Umar bin Khatab misalnya.

Untuk menjamin terlaksananya posisi objektif para ha-

kim, penulis menyarankan kira-kira sudah tepatlah jika segi

inansial dan kesejahteraan ekonomis para hakim men jadi

perhatian dari pemerintah kita, agar godaan untuk me-

nyimpang dari prinsip objektivitas itu bisa dicegah, paling

ti dak dikurangi seminimal mungkin, sehingga asas lain

yang juga merupakan asas penting dalam hukum pem buk-

tian perdata, “AUDI ET ALTERAM PARTEN”, juga bisa ter-

wujudkan dalam dunia sein.

Endnote:1. Prof. Dr. R.M. Sudikno Metokusumo, S.H. “Hukum Acara Perdata

Indonesia”. Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm. 96-97.

2. Prof. Mr. H. Drion. “Bewijzen in hetrecht”. R.M. hemis 1966 af1

5/6.

3. Prof. Mr. H. Wiersma. “Bewijzen in het Burgelijk Gding”. R.M.

hemis 1966 af1 5/6.

4. Ibid.

5. Charless F. Hempill, J.R. & Phyllis D. Hemphill. “he Dictionary

of Practical Law”. Prentice-Hall, Inc. Englewoud Clifs, N.J. 07632,

hlm. 13.

6. Milton C. Jacobs. “Civil Trial Evidence”. Second edition, New York,

hlm. 1.

7. Ibid.

8. Ibid.

9. Prof. Dr. R. Supomo. “Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri”.

Penerbit Fasco, Jakarta, 1958, hlm. 88-85.

10. Asser-Anema-Verdan. “Van Bewijs” N.V. Uit Gevers Maatschappij

W. E. J. Tjeenk Willing, Zwolle, 1955, hlm. 35.

11. Prof. R. Subekti, S.H. “Hukum Pembuktian”. Penerbit Pradny-

paramita, Jakarta, 1978, hlm. 5-6.

12. Prof. R. Subekti, S.H. Ibid.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 69: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata56

13. Edward W. Cleary. “McCormick’s Handbook of the Law of Evidence”.

St. Paul Minn, West Publishing Co. 1972, hlm. 1.

14. Prof. H. Drion, Op.Cit. hlm. 416.

15. Journal of Forensic Science, vol. 9. No. 4, hlm. 445.

16. Prof. H. Drion, op­cit.

17. Conpendium Hukum Belanda, hlm. 9.

18. Achmad Ali, S.H. “Pembuktian Dalam Proses Perdata”.Ujung pan-

dang, 1980, hlm. 6.

19. Ibid.

20. Wisa B. R. “Gutlines of Jurisprudence”. 1959, hlm. 31.

21. Ernest Baker. “Principles of Social and Political heory”. 1963, hlm.

137.

22. Wisa, B. R, Op.Cit., hlm. 34.

23. Ernest Baker, op­cit, hlm. 137.

24. Prof. Dr. R.M. Sudikno Metokusumo, S. H. Op.Cit, hlm. 86.

25. Ibid.

26. Prof. Mr. A. Pitlo. “Pembuktian dan Daluarsa”(terjemahan). Pe-

nerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1976, hlm. 16.

27. Prof. R. Sukardono, S.H, “Penggunaan Upaya­upaya Pembuktian

dalam Prosedur Perdata”. Majalah Lembaga Pembinaan Hukum

Nasional, 1971 No. 12, hlm. 49.

28. Judith Bhklar. Legalism. Cambridge, Harvard University Press,

1964, hlm. 34.

29. Roesco Pound. “An Introduction to the Philosophy of Law”. New

Haven”. Yale University Press, 1959, hlm. 47.

30. Asser-Scolten-WIARDA. “Mr. C. Asser’s Hanleiding tot de beoefening

van het Nederland Bugerlijk Recht”. Earste Deel Earste Stuk: Familia

recht, N, V. Witgevers Mastschappij N. E. J. TjeenkWillink, Zwolle,

1947, hlm. 539.

31. Star Bussmann. “Hoofdstukkan van burgerlijk Rechtsvardering”.

Harlem Deerven F. Bahn, N. V. 1948. 131.

32. Undang-Undang Pokok kekuasaan Kehakiman. (UU No. 14 Tahun

1978).

33. Benyamin N. Cardozo LLD. “he Narure of Judicvial Process”. New

Haven, Yale University Press, 1977.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 70: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

TUJUAN PEMBUKTIAN

Bagian Ketiga

Pada hakikatnya tujuan pembuktian adalah untuk meng -

hasilkan suatu putusan, yang menyatakan salah satu pi hak

menang, dan pihak yang lain kalah (jika merupakan per adilan

yang sebenarnya), atau untuk menghasilkan suatu penetapan

(jika pengadilan voluntair atau peradilan semu). Jadi, tujuan

pembuktian adalah putusan hakim yang dida sar kan pada

pem buktian itu.

Segi yang kalah dalam perkara perdata tentunya secara

formal yuridis menjadi pihak yang merugi atau menjadi pihak

yang dikenakan hukuman. Sama halnya jika terdakwa dalam

perkara pidana terbukti bersalah, akan dijatuhi sanksi pidana.

Sehubungan dengan hal tersebut, apakah dihukumnya

pihak itu merupakan akibat dari perbuatan hukum yang per -

nah dilakukannya? Dengan perkataan lain, apakah perbuat­

an yang dilakukan dengan hukuman yang diterimanya meru­

pakan suatu hubungan sebab akibat?

Mengenai permasalahan ini, Hans Kelsen mengemuka-

kan salah satu teori yang terkenal sebagai “Toerekeningstheoris”

Lex Meminen Cogit Ad Impossibilia“Undang-undang tidak memaksa seorang pun untuk melakukan

sesuatu yang tidak mungkin”

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 71: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata58

(teori pertanggung jawab).

Menurut teori Hans Kelsen yang kemudian diikuti oleh

Paul Scholten itu, tindakan yang dilakukan seseorang se hing-

ga ia di hukum, bukan merupakan hubungan sebab akibat.

Artinya bahwa hukuman yang diterimanya bukanlah

aki bat dari perbuatannya, melainkan bahwa hukuman itu

me rupakan pertanggungjawaban atau perbuatannya sen-

diri. Berbeda dengan batu yang dilemparkan ke atas, maka

aki batnya pasti akan jatuh kembai ke bawah. Berlainan de-

ngan tindakan seseorang yang membeli suatu barang, be lum

tentu akibatnya ia harus membayar dan kemudian ia me-

mang tidak membayar. Apakah akibatnya ia akan di hu kum?

Belum tentu. Oleh karena itu, dalam hal ini lebih te pat lah

jika dikatakan bahwa ia membeli suatu barang, maka se bagai

pertanggungjawabannya ia harus membayar harga ba rang

yang dibeli tadi.

Atau, kalau ia tidak membayarnya sehingga berakibat ia

dijatuhi hukuman oleh hakim, maka hukuman itu meru pa-

kan pertanggungjawaban atas perbuatan yang tidak mem ba-

yarnya harga barang yang dibelinya. Jadi tidak berda sarkan

hukum kausalitas seperti jatuhnya batu ke bawah yang dilem-

parkan ke atas.

Oleh karena itu, pembuktian adalah putusan hakim yang

didasarkan pada pembuktian itu, maka di sini terbukti lagi

be tapa besarnya peranan hukum pembuktian di dalam me-

netukan kalah menangnya pihak-pihak yang berperkara.

Sebagai tujuan akhir dari pembuktian itu tentu saja se-

jalan dengan tujuan dari hukum pada umumnya, di sini kita

ha rus ingat lagi, bahwa hukum pembuktian hanya subsis tem

dari sistem hukum secara keseluruhan.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 72: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Tujuan Pembuktian 59

Apakah tujuan hukum itu? Tujuan hukum adalah:

a. Gerachtgkeit (keadilan).

b. Zwegkmassigkeit (kemanfaatan).

c. Rechtsicherheit (kepastian hukum).

Hukum itu timbul pada hakikatnya disebabkan karena

terjadinya konlik di antara berbagai kepentingan manusia

(conlict of human interest).

Akibat konlik antar-kepentingan itu, sehingga meng-

hendaki adanya penyelesaian fungsi hukum.

Khususnya hukum acara perdata, tujuan pembuktian di

dalamnya untuk menyelesaikan persengketaan antara pihak

yang berperkara. Kita selalu harus ingat, bahwa proses per-

data adalah proses penyelesaian persengketaan antara dua

pihak. Berbeda dengan proses pidana, di mana tidak ter dapat

persengketaan antara jaksa dan terdakwa.

Karena itulah selaras dengan tujuan hukum pada haki-

kat nya, maka dengan pembuktian dalam proses perdata, ber -

tujuan menyelesaikan persengketaan antara pihak yang ber-

perkara, dengan jalan yang seadil-adilnya, dengan mem beri

kepastian hukum baik bagi pihak yang berperkara mau pun

terhadap masyarakat pada umumnya, dengan tidak me lu-

pakan kemanfaatan putusan hakim itu terhadap ma sya rakat

pada umumnya. Itulah tujuan pembuktian perdata me nurut

hemat penulis.

Secara ilosoinya dapat dikatakan tujuan pembuktian

adalah:

“QUOD BONUM FELIX FAURTUMQUE”, apa yang baik,

bahagia dan karunia (oleh Allah).

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 73: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 74: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Judex Ne Prucedat Ex Oicio“Di mana tidak ada yang menggugat, di sana tidak ada hakim”

Khususnya di dalam hukum pembuktian perdata di ke-

nal asas-asas tersendiri, yang berbeda dengan apa yang di ke-

nal dalam hukum pembuktian lainnya.

Hukum acara perdata sendiri memiliki karakte ris tik ter-

sendiri selaku bagian dari hukum privat (privaatrecht [Be-

landa], private law [Inggris], droit prive [Perancis], privatrecht

[Jerman]).

Asas-asas ini selaras dengan sifat hukum acara perdata

itu sendiri, seperti tersebut di atas.

A. Asas Audi Et Ateram Partem

Milton C. Jacobs1 mengatakan bahwa: “General rules of

evidence are the same in equity as at law.”

Inilah yang dalam istilah klasiknya dinamis asas “AUDI

ET ALTERAN PARTEN”, atau “EINES MANRES REDE IST

KEINES MANNES REDE”. Asas kesamaan kedua pihak yang

berperkara di muka pengadilan.

ASAS-ASAS HUKUM PEMBUKTIAN

Bagian Keempat

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 75: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata62

Hal ini berarti, bahwa hakim tidak boleh memberi pu-

tusan dengan tidak memberi kesempatan untuk men dengar

kedua belah pihak.

Acara “verstek” pun bukan kekecualian dari asas ini, ka-

rena putusan verstek dijatuhkan hanya jika tergugat sudah

di panggil secara patut, tetapi tetap tidak mau hadir ke per si-

dang an. Ini berarti bahwa putusan verstek dijatuhkan se telah

tergugat diberi kesempatan untuk tampil, hanya tidak mau

menggunakan kesempatan yang diberikan oleh hukum itu.

Justru menurut penulis, lembaga verstek itu diadakan

ada lah sebagai perwujudan dari asas Audi Et Alteram Partem.

Di mana dengan adanya lembaga verstek, dengan adanya an-

cam an untuk menjatuhkan putusan verstek, putus an kerana

tergugat tidak hadir, merupakan dorongan bagi ter gugat un-

tuk hadir menggunakan haknya berdasarkan asas Audi Et

Alteram Partem.

Dengan asas Audi Et Alteram Partem ini, hakim harus

adil dalam memberikan beban pembuktian pada pihak yang

berperkara, agar kesempatan untuk kalah atau menang bagi

kedua belah pihak tetap sama, tidak pincang atau berat se be-

lah. Di sini perlunya hakim memerhatikan asas-asas beban

pembuktian (lihat bagian ketujuh buku ini).

Sebagai akibat telah diberinya kesempatan yang sama

bagi kedua pihak yang berperkara secara adil, maka suatu

per kara tidak dapat disidangkan dua kali (Bisde eadem re

ne sit actio), dalam hal ini pembuktian tidak dikenal adanya

“Be neicium” atau hak istimewanya.

Aturan hukum pembuktian berlaku sama, baik bagi

peng gugat maupun tergugat.

Baik penggugat maupun tergugat dapat membuktikan

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 76: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian 63

se mua alat bukti, kecuali dalam hal-hal khusus, misalnya

an ta ra penggugat dan tergugat mengadakan perjanjian pem-

buktian (lihat Bag. XII).

B. Asas Ius Curia Novit

Asas “Ius Curia Novit” ini adalah asas yang memiksi-

kan bahwa setiap hakim itu harus di anggap tahu akan hu-

kum nya perkara yang di periksanya. Hakim sama sekali ti dak

boleh untuk memutus perkara, dengan alasan bahwa ha kim

itu tidak mengetahui hukumnya. Demikian juga ha kim harus

men ciptakan hukumnya jika memang harus di ha dapinya be-

lum diatur oleh undang-undang atau yu ris prudensi. Pencip-

ta an hukum oleh hakim ini biasanya de ngan menggunakan

me tode analogi atau argumentum a contrario.

Berdasarkan asas Ius Curia Novit ini, sehingga para pihak

di dalam pembuktian, hanya wajib untuk membuktikan fakta

yang dipersengketakan, sedangkan pembuktian masalah hu-

kum nya adalah menjadi kewajiban hakim.

Berdasarkan asas Ius Curia Novit ini, maka pada sistem

hu kum Anglo Saks (common law) dibedakan pemeriksaan

per data ataupun pidana atas:

a. Pertanyaan tentang fakta (Quaestio facti) adalah tugas juri.

b. Pertanyaan tentang hukumnya (Quaestio juris) adalah

tu gas hakim.

Asas Ius Curia Novit ini dianut juga oleh hukum positif

kita di Indonesia, antara lain lihat ketentuan Pasal 14 Ayat 1

Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman UU No. 14

Tahun 1970.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 77: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata64

C. Asas Nemo Testis Indoneus In Propria Causa

Asas “Nemo Testis Indoneus In Propria Causa” ini berarti

bahwa tidak seorang pun yang boleh menjadi saksi dalam

perkaranya sendiri.

Jadi sudah jelas, bahwa baik penggugat maupun tergugat

sama sekali tidak dibolehkan sekaligus manjadi saksi di da-

lam pembuktian, untuk perkara mereka sendiri.

Saksi sebagai alat bukti, harus didatangkan orang lain

yang bukan pihak dalam perkara yang bersangkutan.

Sehubungan dengan asas ini pun, ada ketentuan yang

me la rang beberapa golongan orang yang dianggap “tidak

mam pu” manjadi saksi (recusatio) adalah:

a. orang yang tidak mampu secara mutlak;

b. orang yang tidak mampu secara nisbi.

ad. 1. Orang yang tidak mampu secara mutlak

Hakim dilarang untuk mendengar mereka ini sebagai

saksi:

1. keluarga atau dan keluarga sementara menurut garis ketu-

runan yang lurus dari salah satu pihak yang ber perkara.

2. suami atau isteri dari salah satu pihak yang berperkara,

meskipun sudah bercerai.

(lihat pasal-pasal: 145 HIR, 172 RBG, 1910 BW).

ad. 2. Orang yang tidak mampu secara nisb

Mereka ini dapat didengar sebagai keterangannya, tetapi

tidak sebagai keterangan kesaksian:

1. Anak-anak yang belum mencapai usia 15 tahun.

2. Orang gila, walaupun kadang-kadang ingatannya sehat.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 78: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian 65

D. Asas Ultra Ne Petita

Asas “Ultra ne petita” ini adalah asas yang membatasi

ha kim sehingga hakim hanya boleh mengabulkan sesuai

yang dituntut. Hakim dilarang mengabulkan lebih daripada

yang dituntut oleh penggugat.

Berbeda dalam hukum pembuktian pidana di mana

ha kim dapat menyelidiki perkara itu lebih dari fakta yang

ter ungkap oleh jaksa, bahkan kalau perlu saksi yang ke mu-

dian ternyata terlibat dalam tindak pidana itu, dapat ganti

dijadikan terdakwa.

Asas Ne Ultra Petita dalam hukum pembuktian ini mem-

batasi hakim perdata untuk “preponderance of evidence”, hanya

terikat pada alat bukti yang sah. Berbeda dengan hukum acara

pidana, di mana hakim harus “beyond rea sonable doubt”, harus

yakin benar akan kebenaran alat bukti.

E. Asas De Gustibus Non Est Disputandum

Asas “De Gustibus Non Est Diputandum” ini sebenarnya

suatu asas yag aneh, karena diterpakan dalam hukum. Asas

ini berarti bahwa mengenai selera tidak dapat diperseng-

ketakan.

Asas ini dalam hukum pembuktian merupakan “hak

mutlak” pihak tergugat. Di mana sebagai contoh:

Jika si A menggugat si B bahwa si B telah berutang kepada

si A sejumlah Rp 10.000,- tetapi sebenarnya si B sama sekali

ti dak pernah berutang kepada si A. Namun ketika dalam

pemeriksaan di muka persidangan pengadilan perdata, si B

mengadakan pengakuan murni (aveu pu et simple) bahwa

ia benar telah berutang sejumlah Rp 10.000,- kepada si A.

Hakim berdasarkan asas “De Gustibus Non Est Diputandum”,

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 79: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata66

tidak boleh menolak pengakuan si B, meskipun misalnya,

hakim itu yakin sekali bahwa si B sebenarnya tidak pernah

ber utang kepada si A, selaku penggugat. Hukum pembuktian

per data, memberikan kepada tergugat kebenaran dalam

hal pengakuan, sepanjang tidak bertentangan dengan asas

lainnya. (Lihat asas ke VI di bawah ini).

Dalam hal si B di atas, oleh hukum dianggap si B sama

saja menyumbangkan secara sukarela uangnya sejumlah

Rp 10.000,- kepada si A. Dan siapa pun tidak bisa melarang

seseorang untuk menyumbangkan hartanya sendiri.

D. Asas Nemo Plus Juris Transferre Potest Quam Ipse Habet

Asas ini menentukan bahwa tidak ada orang yang dapat

mengalihkan banyak hak daripada yang ia miliki.

Dihubungkan dengan asas sebelumnya, yaitu “De Gus­

tibus Non Est Diputandum”, maka dapatlah penulis mem beri

contoh sebagai berikut:

Jika menggugat rumah yang terletak di Jl. G. Lampobatang No

5 adalah rumah si A, bukan rumah milik si B. Dalam perkara

ini, yang digugat adalah si B, yang kebetulan menguasai rumah

itu. Di dalam persidangan itu si B selaku tergugat mengadakan

pengakuan murni, bahwa “benar rumah itu adalahmilik si

A”. Padahal sebenarnya si B hanyalah penyewa atau hanya

menjaga rumah Jl. G. Lampobatang No. 5 itu. Pemilik rumah

itu sendiri adalah Tuan A.

Dalam hal ini pengakuan murni si B tetap bukan meru-

pakan alat bukti yang sah, karena bertentangan dengan asas

“Nemo Plus Juris Transferre Potest Quam Ipse Habet” ini,

karena si B tidak berhak mengakukan sesuatu sebagai milik

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 80: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian 67

orang lain, padahal ia sendiri bukan pemilik rumah itu.

Lain halnya jika rumah di Jl. G. Lampobatang No. 5 itu

adalah benar milik si B, maka pengakuannya itu oleh hukum

pembuktian diartikan sebagai sumbangan si B kepada si A.

Endnote:

1. Milton C. Jacobs. Civil Trial Evidence. Second edition, New York,

hlm. 2.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 81: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 82: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

G. W. Paton1 menyatakan bahwa:

“In a civil case a reasonable preponderance of propability is suicient

for a ferdict, but in criminal case the crown must prove the guilt of

the prisoner beyond reasonable doubt.....”

Dan karena keterikatan hakim perdata akan alat-alat

bukti itulah, sehingga peranan alat bukti dalam proses per-

data sangat menentukan, berbeda dengan hakim pidana yang

“beyond reasonable doubt”.

Masalah alat bukti, seperti halnya dengan masalah pem-

buktian pada umumnya senantiasa merupakan permasalah-

an yang rumit untuk diselesaikan.

Kesukaran itu terutama dapat dilihat pada zaman dahulu

kala pada peradilan yang masih primitif.

Ada tiga kesulitan yang dihadapi oleh pengadilan pri mi-

tif, sehingga ia hampir-hampir tidak dapat dan tidak mam pu

menyelesaikan masalah pembuktian itu, yaitu:

1. Sebagai akibat kurang mampunya mereka mengadakan

analisis terhadap alat-alat bukti.

ALAT-ALAT BUKTI DALAM PROSES PERDATA

Bagian Kelima

Errare Humanum Est, Turpe In Errope Perseverare“Membuat kekeliruan ialah sifat manusia, akan tetapi tidaklah baik

untuk terus mempertahankan kekeliruan ....”

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 83: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata70

2. Sebagai akibat meratanya kebiasaan bersumpah palsu

(per jury) pada masa itu.

3. Sebagai akibat ketakutan dari setiap pengadilan akan ke -

mungkinan terjadinya pelanggaran yang mendobrak ke -

pentingan warga masyarakat melalui putusannya.

Hal-hal inilah di Eropa, di masa lalu yang mengakibatkan

titik awal bagi pengadilan mulai melepaskan tang gung jawab

pu tusan pengadilan dari faktor tanggung jawab manusia,

dan dialihkan kepada tanggung jawab kepada Tuhan melalui

an caman doa dan siksaan yang dapat me nimpa orang yang

me lakukan sumpah palsu.

Penggunaan sumpah sebagai alat bukti dalam pemerik-

saan di muka pengadilan ada manfaatnya, tetapi juga ba nyak

kelemahannya. Seperti yang juga dikemukakan oleh G. W.

Pato2 bahwa:

“he ordeal by oath may be useful, if it is used where there is no

evidence, or where the fact are exclusifaly within the knowledge of one

party, but there is always the danger that a weak court my resort to

it, even where there is evidence, in order to avoid either the diiculty

of deciding or the danger which my result from a decision againts a

popular igure.....” Demikianlah juga pendapat dari Diamond3.

Jadi kegunaan yang utama dari sumpah sebagai alat buk-

ti itu, jika di dalam satu kasus memang tidak terdapat alat

bukti lain sama sekali.

Di zaman dahulu, hingga pada tahun 1833 di Inggris

berlaku apa yang dinamai Compurgation (wager of law)

dalam pelaksanaan utang piutang, di mana para pihak di atas

mana diletakkan beban pembuktian (the burden of proof) di-

pe rintahkan untuk bersumpah bersama dengan dua belas

orang saksi yang dipercaya.

Apa yang dimaksudkan sebagai Compurgation dijelas-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 84: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 71

kan oleh Peter J. Dorman4 sebagai berikut:

“..... In England, a type of trial in which a defence consisted of the

defendand’s swearing that the claim against him was unfouded and

producing the requisite number (usually eleven) of compurgators, or

oath helpers, to swear that they believed the defendant. he efect of the

defense was a vardict for the devendant. Wager of law or compurgation

was allowed only in cases of debt on simple contract and only on be half of

people of good character. Also called compurgation. Abolished in 1833”.

Mungkin lebih jelas lagi jika kita melihat rumusan

compurgator yang dituliskan Charles F. Hemphill J.R. &

Phillis D. Hamphill5 bahwa:

“..... An individual who takes the witness stand and testiies as a cha ­

racter witness in favour of someone accused of crime, or for a de­

fendant in a civil action.”

Mengapa penulis secara panjang lebar membicarakan

ten tang compurgation atau wager of law ini, karena menurut

para ahli justru compurgation inilah merupakan permulaan

dari “lisensi sumpah palsu”, hal mana kemudian memang se-

kali terjadi dan digunakan orang semata-mata agar ia dapat

mengalahkan gugatan lawannya.

Di zaman dahulu di Eropa, khususnya di Inggris, masih

ada lagi cara-cara untuk pembuktian yang berkaitan dengan

kepercayaan, antara lain:

– Besi yang sangat panas.

– Air.

– Meneguk roti suci.

Yang bagaimana pelaksanaannya secara mendetail, hing-

ga kini masih merupakan teka-teki.

Efektivitas dari alat-alat bukti yang berkaitan dengan ke-

per cayaan itu adalah karena dapat mempengaruhi psikologis

seseorang yang memang merasa bersalah. Sebagai contoh:

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 85: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata72

ka rena seseorang menyadari bahwa dirinya bersalah, maka

ke tika ia disuruh menelan roti suci untuk membuktikan ke -

ju jurannya dalam menyatakan sesuatu, mulutnya sudah ter-

lebih dahulu kering karena ketakutan, sehingga berakibat

su lit nya ia menelan roti suci itu. Ini sebagai pengaruh psiko-

lo gis dari rasa bersalahnya.

Kemudian karena perkembangan dan kemajuan zaman,

maka dunia peradilan pun khususnya mengenai alat-alat

buk ti nya mengalami kemajuan.

Pembuktian kemudian tidak lagi di serahkan pada Tuhan

Yang Maha Kuasa semata-mata seperti sumpah, tetapi juga

kem bali diserahkan efektivitas manusia dan benda-benda

lain sebagai alat untuk membuktikan, atau yang lazim nya di-

namai “alat bukti” (evidence).

Mulailah peranan alat bukti tertulis atau surat (writings)

men jadi lebih menonjol, khususnya dalam lalu lintas ke per -

dataan. Karena di dalam lalu lintas keperdataan, dua pihak yang

me la kukan perhubungan hukum senantiasa de ngan sengaja

te lah menyiapkan alat bukti terlebih da hulu, seandainya ke-

lak mereka terlibat dalam perselisihan. Dan bukankah ha ki-

kat dari hukum itu sendiri untuk me nye lesaikan konlik ke-

pentingan yang terjadi di dalam masyarakat.

Logika manusia pun mulai digunakan, jika ternyata

alat bukti lain sukar atau tidak ada sam sekali. Maka dikenal

“persangkaan-persangkaan” (prasumption) sebagai alat bukti

yang tidak bersifat langsung.

Di samping itu, seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa

manusia pun muncul sebagai salah satu atau beberapa alat

bukti. Ini terlihat dalam alat bukti kesaksian, di mana pihak

ketiga yang terjun kepersengketaan untuk membuktikan

ter jadi atau tidak terjadinya suatu hubungan hukum atau

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 86: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 73

pe ristiwa yang dipersengketakan. Juga pihak yang terlihat

lang sung bisa menjadi alat bukti, dalam hal pihak tergugat

me ngadakan pengakuan.

A. Pengertian Alat Bukti

Alat bukti jelas adalah alat untuk membuktikan ke be-

nar an hubungan hukum, yang dinyatakan baik oleh peng gu-

gat maupun oleh tergugat dalam perkara perdata.

Lebih jelas lagi apa yang dikatakan oleh Milton C. Jacobs6

bahwa:

“Evidence is the medium of proof, proof is the efect of evidence”.

Adapun Prof. Dr. R.M. Sudikno Mertukusumo, S.H.7 me-

nyatakan bahwa: apakah sesuatu itu merupakan alat bukti,

tidak tergantung apakah sesuatu itu terjadi/diajukan dalam

persidangan, tetapi ditentukan oleh sifatnya dan tidak di tetap-

kan oleh kenyataan apakah sesuatu itu diajukan atau tidak di

persidangan.

Jadi, alat bukti itu adalah sesuatu yang sebelum diajukan

ke persidangan, memang sudah berfungsi sebagai alat bukti.

Sebagai contoh: akta notaris, walaupun belum diajukan ke

muka persidangan, sudah merupakan bukti.

Sering di kalangan yuris sendiri terjadi kesalahpaham -

an, dikiranya yang dimaksudkan sebagai alat bukti itu ha nya -

lah alat bukti tertulis, pada hal tidak demikian halnya, se lain

alat bukti tertulis, pengertian alat bukti masih banyak. Untuk

itu ber ikut ini penulis memberikan klasiikasi alat bukti.

B. Klasiikasi Alat Bukti

Di dalam doktrin atau ilmu hukum, dikenal banyak kla -

siikasi mengenai alat bukti atau evidence ini. Antara lain

beberapa di antaranya penulis kemukakan di bawah:

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 87: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata74

1. Klasiikasi G. W. Paton8

Alat bukti dapat terbagi atas:

i. Oral

ii. Documentary

iii. Material

Yang dimaksudkan oleh Paton sebagai alat bukti yang

ber sifat oral adalah alat bukti yang diucapkan secara lisan.

Jadi, termasuk kesaksian dan sumpah.

Adapun alat bukti yang tergolong “documentary” ada lah

yang dunia hukum kita Indonesia dinamai “alat bukti tertulis”.

Dan alat bukti “material” adalah alat bukti dalam wu-

jud benda konkret, selain pada alat bukti tertulis. Mengenai

alat bukti “material” ini perlu penulis kemukakan, bahwa

ka dang-kadang suatu surat pun bisa tergolong di dalamnya,

dalam hal surat itu bukan dalam hal fungsi alat bukti tertulis,

melainkan dalam fungsi benda biasa.

Contoh yang paling jelas, jika kita ambil dalam kasus

pidana misalnya selembar surat yang berlumuran darah kor-

ban, dalam hal ini fungsinya sebagai alat bukti “material”, bu-

kan selaku “documentary”

2. Klasiikasi Sir Rolan Burrows9

Klasiikasi yang dikemukakan oleh Sir Roland dalam

bukunya “Phipson on the Law of Evidence” cukup banyak,

antara lain:

a. Pembagian atas alat bukti yang orisinal (original

evidence) dan alat bukti yang tidak orisinal (unoriginal

evidence)

Yang dimaksudkan sebagai original evidence adalah alat

bukti kesaksian, yaitu saksi yang langsung mengucapkan ke-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 88: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 75

saksiannya secara lisan di muka persidangan pengadilan.

Yang dimaksudkan “unoriginal evidence” adalah kete-

rangan saksi yang dilakukan secara tertulis.

Buat kita di Indonesia, keterangan saksi yang dilakukan

secara tertulis, tidak termasuk dalam alat bukti “kesaksian”,

tetapi termasuk alat bukti tertulis (istilah lainnya: writing

atau evidence in writing).

b. Pembagian alat bukti primer (primary evidence) dan

alat bukti sekunder (secondary evidence)

Alat bukti primer adalah alat bukti yang diutamakan,

se dangkan alat bukti sekunder adalah alat bukti yang baru

di butuhkan jika alat bukti primer tidak ada.

Dalam hukum acara perdata Indonesia, alat bukti pri-

mernya adalah alat bukti tertulis. Khususnya alat bukti akta

otentik.

c. Pembagian atas “direct evidence” dan “indirect evi dence”

Di Indonesia, yang termasuk alat bukti yang “direct”

ada lah semua alat bukti yang secara langsung dapat dibuk-

ti kan adanya hubungan hukum atau peristiwa yang ingin

di buktikan, jadi tidak berdasarkan kesimpulan belaka. Ka-

rena itu termasuk dalam “direct evidence” adalah: alat bukti

tertulis, kesaksian, sumpah, dan pengakuan.

Adapun “indirect evidence” adalah persangkaan-per-

sang kaan (presumptions).

Indirect evidence ini sering disebut juga “Circumstantial

Evidence” atau juga “Presumptive Evidence”.

Selain dari pembagian di atas, maka dalam ilmu hu-

kum Anglo Saks dikenal lagi cara pengklasiikasian lain yang

menghasilkan istilah-istilah alat bukti lain, yang pen ting di-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 89: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata76

ketahui pembaca, terutama calon ilmuwan, agar di da lam mem-

baca literatur hukum Anglo Saks tidak bingung ka renanya.

Yang penulis maksudkan antara lain oleh Edward W.

Cleary10 menyebutkan suatu jenis alat bukti yang disebut

“DE MONSTRATIVE EVIDENCE”. Jika kita bandingkan de-

ngan klasiikasi Paton. Maka “demonstrative evidence” ini

bisa disamakan dengan alat bukti “metrial”

Hamphill11 memberikan suatu deinisi tentang apa yang

di maksud sebagai “demonstrative evidence”, yaitu:

“...Any kind of evidence, or legal proof, other than that given by

oral testimony: evidence that is directed toward the senses such as

sight, touch or smell. A knife found at the scene of a crime, a human

hair cought in the ingernail of the slain ictim, a ingerprint, are all

examples of demonstrative evidence.”

Jadi, “demonstrative evidence” ini merupakan beberapa

macam alat bukti lain selain daripada yang diberikan dengan

kesaksian lisan, pembuktian mana didasarkan pada indra

yang sehat, seperti: penglihatan, sentuhan, atau penciuman.

Sebilah pisau yang ditemukan di tempat terjadinya pembu -

nuhan, sehelai rambut manusia yang melekat pada kuku

ta ngan dari korban pembunuhan, atau suatu sidik jari, se-

mua nya merupakan contoh dari demonstrative evidence. Wa-

laupun contoh-contoh itu dari perkara pidana, tetapi yang

je las pembaca dapat memperoleh gambaran dari contoh itu.

Selain itu, ada lagi yang disebut sebagai “Real Evidence”,

yaitu:12

1. evidence from things as distinct from persons;

2. material object produced for the inspection of the court;

3. perception by the court (or its result) as distinct from the

facts perceived.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 90: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 77

Masih ada lagi istilah-istilah lain, seperti second hand

evi dence, extrinsic evidence, conliting evidence, admissible

evi dence, cumulative evidence, dan lain-lainnya.

d. Pembagian menurut Prof. R. Subekti, S.H.13

1. Alat bukti langsung: misalnya alat bukti tertulis dan ke-

saksian.

2. Alat bukti yang tidak langsung: yaitu.

e. Pembagian alat­alat bukti menurut undang­undang

Undang-undang (BW, HIR, dan R.bg.) pada dasarnya

membagi alat bukti dalam hukum acara perdata atas:

1. Alat bukti tertulis atau surat.

2. Kesaksian.

3. Persangkaan-persangkaan.

4. pengakuan.

5. Sumpah.

6. Keterangan ahli (expertise).

7. Pemeriksaan setempat (descente).

C. Apakah Ada Alat Bukti Lain di Luar Ketujuh Alat Bukti yang Secara Tegas Itu?

Secara tegas memang undang-undang hanya mengatur

ketujuh alat bukti di atas, tetapi apakah ini berarti tidak ada

alat bukti lain yang dapat digunakan dalam pembuktian per-

data?

Menurut pendapat penulis, dengan diaturnya lima alat

bukti secara tersendiri dalam satu pasal khusus, yaitu Pasal

164 HIR (sama dengan pasal 284 R.bg., Pasal 1866 BW)

mengenai alat bukti tertulis, kesaksian, persangkaan-per sang-

kaan, pengakuan dan sumpah, baru disusul dengan pasal-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 91: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata78

pasal tersendiri mengenai keterangan ahli dan tersendiri lagi

mengenai pemeriksaan setempat, ini membuktikan bahwa

pembuat undang-undang tidak ber maksud secara limitatif

hanya mengakui adanya sejumlah alat bukti tertentu.

Bukti lain adalah dengan dicantumkannya tentang alat

bukti “tongkat berkelar” pada Pasal 1524 BW, yang bukan

merupakan salah satu alat bukti yang tujuh di atas.

Oleh kerana itu, menurut hemat penulis sudah seyogia-

nya dipikirkan mengenai alat-alat bukti baru kini muncul

dalam lalu lintas keperdataan dunia modern, sejauh mana

daya pem buktiannya dalam hukum pembuktian perdata

yang modern dewasa ini.

Alat-alat bukti yang baru muncul itu, misalnya:

a. pembicaraan telepon;

b. testing darah;

c. hasil komputer;

d. fotocopy;

e. rekaman kaset;

f. hasil fotograi;

g. dan sebagainya.

Tentu saja menjadi tugas para ilmuwan hukum untuk mem-

bahas

D. Empat Cara Mengajukan Alat Bukti

Di dalam hal kita mengajukan alat bukti itu ada empat

cara untuk mengajukannya:

a. Mengajukan secara langsung mengenai apa yang harus

dibuktikan. Jadi, pertama ini memperlihatkan pe ris-

tiwanya (tentu saja potongan peristiwa, sebab peris ti-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 92: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 79

wanya secara keseluruhan adalah mustahil untuk di-

perlihat kan). Dalam hal cara pertama ini, contohnya:

Si A melempari kaca jendela si B dengan batu merah.

Dalam hal ini si B menuntut ganti rugi atas perbuatan si

A yang menjadi kualiisir sebagai “onrechtmatigedaad”

(Pasal 1365 BW).

Dengan cara pertama, yang dibawa ke persidangan oleh

si B untuk membuktikan perbuatan si A adalah berupa

batu merah yang dijadikan alat mengakibatkan kaca jen-

dela si B pecah.

Jika dihubungkan dengan pengklasiikasian alat bukti,

maka alat bukti yang dapat digunakan dengan cara per-

tama ini adalah “MATERIAL EVIDENCE” atau “DE-

MON STRATIVE EVIDENCE”.

b. Menjadikan surat yang menggambarkan peristiwa yang

lampau. Dalam hal ini contohnya: Si A untuk mem buk-

tikan benar telah terjadi perjanjian jual beli si C, dengan

mengajukan akta jual beli.

Jadi, alat bukti yang digunakan dengan cara kedua ini,

adalah alat bukti tertulis atau surat (writing).

c. Cara ketiga untuk membuktikan adalah dengan men-

datang kan orang-orang tertentu ke muka persidangan

peng adilan untuk memberikan keterangan tentang pe-

ris tiwa.

Sebagai contoh:

Si A untuk membuktikan benar si B-lah yang menabrak

mobilnya, mengajukan tiga orang yang melihat si B me-

nabrak mobil si A dengan mobilnya si B.

Jadi, alat bukti yang digunakan dengan cara ketiga ini ada-

lah alat bukti kesaksian atau expertise (keterangan ahli).

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 93: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata80

d. Cara keempat untuk membuktikan sesuatu adalah de-

ngan jalan membuktikan hal lain. Biasanya cara ini di-

gu nakan dalam hal membuktikan sesuatu yang sulit

untuk dibuktikan.

Sebagai contoh:

Jika si A ingin membuktikan bahwa pada tanggal 9

November 1952 ia tidak berada di Yogyakarta, adalah

de ngan cara membuktikan bahwa pada tanggal dan

waktu yang bersangkutan, ia berada di Makasar. Jadi

pem buktian cara keempat ini menggunakan alat bukti

per sangkaan-persangkaan (persumptions).

Dari keempat cara untuk membuktikan itu, dapat kita

simpulkan ke dalam dua kelompok:

1. Cara pembuktian langsung: yaitu cara pertama, kedua,

dan ketiga.

2. Cara yang membuktikan tidak langsung: yaitu cara ke-

empat.

E. Kekuatan Pembuktian (Vis Probandi) dari Alat-alat Bukti

Setelah para pihak mengajukan alat buktinya, maka

adalah tugas hakim untuk mengadakan penilaian terhadap

alat bukti, sejauh mana kekuatan alat bukti itu berdasarkan

ketentuan yang berlaku.

Ada lima jenis kekuatan pembuktian atau daya bukti

dari alat bukti, yaitu:

1. Kekuatan pembuktian yang sempurna, yang lengkap

(vol ledig bewijsracht).

2. Kekuatan pembuktian lemah, yang tidak lengkap (on­

volledig bewijsracht).

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 94: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 81

3. Kekuatan pembuktian sebagian (gedeeltelijk bewijsracht).

4. Kekuatan pembuktian yang menentukan (beslissende

be wijsracht).

5. Kekuatan pembuktian perlawanan (tegenbewijs atau

kracht van tegen bewijs).

Baiklah kita akan meninjau satu persatu kekuatan pem buk-

tian di atas.

Ad. 1. Kekuatan pembuktian sempurna

Kekuatan pembuktian sempurna ini adalah kekuatan

yang memberi kepastian yang cukup kepada hakim, kecuali

kalau ada pembuktian perlawanan (tegenbewijs) sehingga

ha kim akan menberi akibat hukumnya.

Contoh: Akta.

Jadi, dalam hal ini bilamana akta tersebut digunakan

sebagai alat bukti dan akta ini berisi perjanjian jual beli, pihak

penggugat telah berhasil membuktikan dengan akta tersebut

bahwa benar ada perjanjian jual beli antara penggugat dan

tergugat. Dan bila tergugat menyangkali kebenaran itu, ter-

gugatlah yang dibebani pembuktian untuk membuktikan ti-

dak adanya perjanjian.

Yang penting digarisbawahi dalam hal kekuatan pem-

buktian sempurna ini adalah alat bukti sudah tidak perlu di-

lengkapi dengan alat bukti lain, tetapi masih memungkinkan

pembuktian lawan.

Suatu contoh bahwa kekuatan pembuktian sempurna

ma sih dapat dilawan dengan pembuktian lawan adalah ka-

sus yang pernah terjadi di dunia peradilan.

Seorang juru sita telah mendapat tugas melakukan pe-

mang gilan terhadap penggugat yang bernama Tuan B. Kemu-

dian di dalam pemeriksaan ternyata Tuan B tidak datang,

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 95: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata82

padahal di dalam pemeriksaan itu relas panggilan dihaturkan

sebagai bukti, bahwa Tuan B telah dipanggil secara patut

untuk menghadap pada sidang tersebut, di mana dalam relas

panggilan itu juga telah disebutkan bahwa juru sita telah

ber temu dengan Tuan B sendiri. Pada hari persidangan itu

tergugat Tuan C telah hadir, sehingga hakim tidak ragu lagi

dan menggugurkan gugatan karena ketidakhadiran penggu-

gat (Tuan B). Tetapi setelah putusan dijatuhkan, beberapa hari

kemudian datanglah Tuan B kepengadilan itu menanyakan

kapan perkaranya disidangkan. Ternyata juru sitanya sama

se kali tidak pernah bertemu dengan si penggugat ini, karena

hari itu si penggugat baru saja tiba dari luar negeri.

Si B selaku penggugat dapat membuktikan keberadaan-

nya di luar negeri selama waktu-waktu pemanggilan hingga

peng guguran perkaranya. Pemeriksaan kemudian diadakan

ter hadap juru sita itu dan ternyata juru sita itu sesungguhnya

tidak pernah memanggil Tuan B selaku penggugat. Akibat-

nya ketua pengadilan negeri tersebut melakukan tindakan ad-

ministratif terhadap juru sita tersebut, dan untuk penggugat

dianjurkan untuk mengajukan gugatan baru.

Dari contoh di atas, ternyata bahwa kekuatan bukti sem-

purna masih dapat digugurkan dengan kekuatan pembukti-

an lawan yang kuat.

Demikian juga dalam hal akta notaris, jika pada minuut

yang disimpan oleh notaris terdapat tanda-tangan palsu dan

perihal kepalsuan tanda tangan tersebut dapat dibuktikan, maka

gugurlah kekuatan pembuktian dari akta notaris ter sebut.

Kekuatan pembuktian sempurna itu, juga memiliki daya

berlaku yang terbatas, sebagai contoh: kekuatan pembuktian

sempurna dari akta autentik yang bersifat akta partij itu

hanya berlaku bagi kedua pihak atau ahli warisnya serta

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 96: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 83

orang-orang yang memperoleh hak dari mereka.

Terhadap pihak ketiga, kekuatan pembuktian sempurna

dari suatu akta autentik adalah tidak berlaku. Dari suatu akta

autentik, kekuatan yang berlaku bagi pihak ketiga hanyalah

kekuatan pembuktian bebas, artinya kekuatannya diserahkan

kepada pertimbangan hakim sepenuhnya.

Berbeda dengan kekuatan pembuktian yang menentu-

kan, tidak memungkinkan pembuktian perlawanan.

ad. 2. Kekuatan pembuktian lemah

Kekuatan pembuktian lemah atau tidak lengkap ini ada-

lah tidak memberikan kepastian yang cukup, sehingga hakim

tidak memberikan akibat hukum hanya atas dasar alat bukti

yang lemah. Gugatan yang hanya didasarkan pada alat bukti

demikian itu harus ditolak.

ad. 3. Kekuatan pembuktian sebagian

Kekuatan pembuktian sebagian ini memang sepintas lalu

mirip dengan kekuatan pembuktian lemah, tetapi berbeda.

Untuk menjelaskan sekaligus penulis memberikan con-

toh untuk keduanya:

Jika si A menggugat si B, bahwa si B telah berutang ke -

pada si A sejumlah Rp 1000.000,- pada tanggal 1 januari

1978, dan dengan perjanjian utang itu akan dibayar oleh si B

paling lambat tanggal 27 Maret 1981.

Dalam kasus ini, ternyata si A hanya dapat mangajukan

alat bukti berupa satu orang saksi saja, padahal berdasarkan

asas kesaksian UNUS TESTIS NULLUS TESTIS, kesaksian

demikian tidak dapat diterima sebagai kesaksian, karena

SATU SAKSI BUKAN SAKSI.

Apakah kekuatan pembuktian itu lemah atau merupakan

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 97: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata84

kekuatan pembuktian sebagian, tergantung dari tanggapan

tergugat.

a. Jika tergugat menyangkali sama sekali gugatan si A, jadi

si B menyatakan bahwa si B sama sekali tidak pernah

ber utang kepada si A dalam jumlah berapa pun, maka

ke kuatan pembuktian si A itu bersifat lemah dan karena-

nya harus ditolak.

b. Adapun si B selaku tergugat menyangkali sebagian, te-

tapi mengakui bagian, jadi misalnya si B mengakui bah-

wa benar ia telah berutang pada si A sejumlah yang di-

gu gat oleh si A, yaitu Rp 1000.000,- tetapi tidak benar si

B menjanjikan untuk dibayar paling lambat tanggal tang-

gal 27 Maret 1981, melainkan tanggal 9 November 1982,

inilah yang merupakan kekuatan pembuktian sebagian.

ad. 4. Kekuatan pembuktian menentukan

Kekuatan pembuktian yang bersifat menentukan ada lah

kekuatan pembuktian yang tidak memungkinkan pembuk-

tian perlawanan sama sekali. Jadi, inilah bedanya dengan ke-

kuatan pembuktian sempurna, yang masih memungkinkan

pembuktian lawan.

Contoh dari alat bukti yang mempunyai kekuatan pem-

buktian yang menentukan adalah alat bukti SUMPAH.

ad. 5. Kekuatan pembuktian perlawanan

Kekuatan pembuktian perlawanan adalah kekuatan dari

alat bukti yang melumpuhkan pembuktian dari pihak lawan.

Sebagai contoh:

Si A menggugat si B bahwa pada tanggal 15 Agustus

1960, si B telah menabrak mobil si A yang diparkirkan di

depan toko buku Hidayat di Jl. G. Lampobatang 5 Ujung pan-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 98: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 85

dang, sehingga mobil si A rusak berat, si A mengajukan tiga

orang saksi untuk membuktikan gugatannya itu.

Tetapi si B mengajukan pembuktian perlawanan, dengan

mengemukakan sejumlah alat bukti bahwa pada tanggal 14

Agustus 1960 hingga tanggal 17 Agustus 1960, ia tidak berada

di Ujungpandang tetapi berada di luar negeri.

F. Bagaimana Kekuatan dari Alat Bukti di Luar HIR dan R.bg. (Termasuk Buku IV BW)

Pada umunya mengakui, bahwa alat bukti selain: alat

bukti tertulis, kesaksian, persangkaan-persangkaan, peng-

aku an, dan sumpah, maka di luar dari itu masih ada alat

bukti lain, misalnya expertise (keterangan ahli) dan descente

(pe meriksaan setempat) yang juga diatur dalam HIR.

Tetapi, selain expertise dan descente biasa masih diper-

debatkan. Misalnya antara lain:

a. fotokopi;

b. kaset;

c. gramaphone (phonograph)’

d. potret;

e. ilm;

f. radar;

g. komputer;

h. televisi;

i. tes darah;

j. dan sebagainya.

Mengenai alat bukti di atas, pada umumnya kekuatan

pem buktiannya adalah kekuatan pembuktian bebas, artinya

di serahkan sepenuhnya kepada pertimbangan hakim.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 99: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata86

Pada dasarnya alat-alat di atas dapat merupakan alat

bukti jika merupakan suatu objek jual beli, misalnya per-

janjian jual beli televisi atau kaset. Dalam hal ini televisi atau

ka set ini dapat dijadikan alat bukti jika terjadi persengketaan

me ngenai perjanjian itu.

Adapun jika alat-alat itu bukan sebagai objek, melainkan

untuk membuktikan suatu peristiwa, misalnya:

Si X seorang suami mengugat bercerai untuk si Z istri-

nya, yang digugatnya telah melakukan perzinaan dengan le-

laki si B, sebagai alat bukti untuk membuktikan bahwa istri-

nya telah berzina dengan si B, maka si X mengajukan ka set

yang berisikan suara rekaman, suara-suara erotik saat si Z

bercumbu dengan si B di dalam kamar. Atau si X meng aju-

kan ilm yang menunjukkan adegan persetubuhan antara

si Z dan si B yang di ilmnya secara diam-diam tanpa se pe-

ngetahuan istrinya si B.

Dalam hal ini, alat bukti kaset atau ilm itu kekuatan

pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim.

Kalau hakim memastikan bahwa adegan ilm atau suara kaset

itu asli atau gambar dari si Z dan B, maka hakim akan me nerima

alat bukti itu. Tetapi jika hakim meragukan, karena kaset, ilm,

dapat dimanipuasi dengan trik-trik tertentu, maka alat bukti itu

ditolak. Demikian juga fotokopi, biasanya baru diterima selaku

alat bukti jika sudah dilegalisir oleh pengadilan bahwa benar-

benar fotokopi itu sesuai dengan aslinya. Jadi aslinya harus

di bawa dahulu untuk disesuaikan dengan kopinya, barulah

kopi itu bisa dijadikan sebagai alat bukti. Hal ini pun masuk

akal, karena memang fotokopi paling gampang di manipu lasi,

sehingga sama sekali berbeda dengan aslinya.

Jadi kesimpulannya, bahwa pada dasarnya alat-alat buk-

ti hasil teknologi modern itu memberi kekuatan pem buk -

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 100: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 87

tian bebas kepada hakim yang memeriksa perkara yang ber-

sangkutan.

G. Teori-teori Pembuktian

Sejauh mana hakim itu seyogianya diikat oleh hukum

positif di dalam perkara perdata, ada tiga teori yang paling

berbeda:

1. Teori negatif.

2. Teori positif

3. Teori bebas.

ad. 1. Teori negatif

Teori negatif ini menginginkan adanya ketentuan-ke-

ten tuan yang mengikat bagi hakim di dalam pembuktian.

Ke tentuan-ketentuan tersebut bersifat “larangan-larangan

bagi hakim yang merupakan pembatasan bagi kebebasan ha-

kim di dalam pembuktian.

ad. 2. Teori positif

Teori Posotif ini menginginkan adanya ketentuan-ke-

ten tuan yang mengikat hakim, selain berupa “larangan-la-

rangan” juga berupa perintah-perintah.

ad. 3. Teori bebas

Teori ini menginginkan hakim sama sekali tidak diikat

dengan hukum positif tertulis dalam hal pembuktian, tetapi

penilaian pembuktian sepenuhnya diserahkan kepada pe r-

tim bangan hakim.

Kelihatannya Keneth Culp Davis14 salah satu pengikut

yang menginginkan kebebasan hakim dalam hal pembuktian,

terlihat dalam pandangan di bawah ini mengenai beban

pembuktian:

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 101: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata88

“he concept of burden of proof or burden of going forward is almost

always irrelevant to the judge’s assumption of extra record fact in

his thinking about pleadings, evidence, law, policy, or discreation.

At every step the judge uses relevant portions of his education and

experience, and he does not conine his thinking in anymold such as

burden of proof ….”

Kenneth Culp Davis mengikuti pendapat hayer dan

Nigmore.

Kenneth Culp Davis menampakkan kecenderungannyaa

bahwa sebaiknya hakim di dalam setiap langkahnya adalah

menggunakan hasil pendidikan yang pernah diperolehnya

serta hasil pengalamannya sendiri, dan tidak dibatasi dengan

pemikiran-pemikiran yang mengikat, misalnya ke tentuan-

ketentuan mengenai beban pembuktian.

Selain Kenneth Culp Davis, maka masih banyak ahli

hu kum yang menganut teori bebas itu, mungkin tidak pada

ma salah beban pembuktiannya tetapi pada masalah pem-

buk tian lainnya.

Tentu saja masing-masing teori ada kelemahan dan ada

kelebihannya.

Kebaikan jika hakim bebas dalam pembuktian.

1. Dengan kebebasan dapat menutupi keku rangan hakim

akan pengetahuan mengenai penguasaan undang-un-

dang. Terutama bagi hakim yang kebetulan “kurang begitu

senang membaca dan belajar”, memudah kan dirinya jika

tidak diikat oleh hukum positif dalam hal pembuktian.

2. Dalam hal menilai keterangan kesaksian, maka jika ha-

kim bebas, hakim dapat melakukan penilaian secara

“ka rakter evidence” pada pribadi saksi, sehingga bagi

saksi yang tidak dapat dipercayai hakim bebas untuk

me lakukan penilaian sendiri.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 102: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 89

3. Dengan memberi hakim kebebasan di dalam pembukti an,

maka perkembangan hukum pembuktian kita akan lebih

cepat daripada harus menunggu proses perkembangan

hu kum tertulis yang tentu jauh lebih lamban, dari per-

kembangan hukum tidak tertulis. Dengan demikian

ha kim dalam putusannya dapat lebih menyesuaikan de-

ngan kebutuhan hukum warga masyarakat.

Kelemahan jika hakim bebas dalam pembuktian.

Tentu saja kelemahan yang paling mungkin dan paling

mencolok adalah “BELUM SIAPNYA” mental dan pe ngua-

saan ilmu hukum sebagian besar hakim kita di Indonesia

untuk menilai pembuktian itu secara terlalu bebas, terutama

ke sewenang-wenangan dapat terjadi karenanya.

Sehubungan teori pembuktian bebas yang mengingin-

kan hakim bebas dalam pembuktian, timbul pertanyaan,

dalam hal apa saja penganut teori pembuktian bebas itu

meng inginkan hakim bebas dalam masalah pembuktian nya?

Ja wabannya adalah:

1. Kebebasan hakim dalam hukum pembuktian merupa-

kan kebebasan di dalam menerima alat-alat bukti.

Sebagaimana diketahui bahwa di dalam hukum pem-

buk tian ada yang disebut “ADMISSIBILITY”, yaitu da-

pat tidaknya diizinkan suatu alat bukti tertentu dalam

pe ris tiwa tertentu. Jadi, hakim diberikan kebebasan se-

penuhnya untuk menentukan kapan alat bukti tertentu

digunakan.

2. Penilaian yang mandiri oleh hakim. Dalam hal ini ha-

kim mempunyai posisi yang objektif dan penilaiannya

objek tif pula. Dengan kebebasan yang lebih, hakim da-

pat melakukan penilaian yang mandiri.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 103: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata90

3. Penilaian secara mandiri pula ke arah kebenaran yang

sebenarnya dari peristiwanya.

Pendapat pribadi penulis sendiri tentang kebebasan ha-

kim ini adalah jika kita menginginkan menganut teori pem-

buktian bebas, maka untuk menjaga kepastian hukum dalam

memberikan kebebasan hakim, juga sedikit demi sedikit kita

harus mengarah kepada sistem “presedent”, yaitu mengikuti

putusan hakim yang terlebih dahulu. Karena di dalam sistem

Anglo Saks, yang mana hakimnya tidak terikat pada undang-

undang seperti sistem kontinental, lalu mengikatkan diri

pada “presedent”.

Setiap sistem hukum mempunyai cara sendiri untuk

mem pertahankan kepastian hukumnya. Sistem Anglo Saks

tidak diikat oleh undang-undang, tetapi diikat lagi oleh pre­

sedent. Sistem kita di Indonesia pada hakikatnya tidak diikat

oleh presedent, tetapi diikat oleh ketentuan undang-undang.

Sebab bagaimana pun hakim tidak boleh dibiarkan terlalu

bebas, mengingat bahaya kebebasan itu pun banyak sekali,

apa lagi dalam negara yang masih berkembang seperti kita, di

mana masih banyak faktor-faktor kultur, maupun ekonomis

yang memengaruhi objektivitas hakim.

H. Alat Bukti Tertulis (Surat)

Walaupun dalam Buku II dan seterusnya penulis akan

membahas secara mendetail setiap jenis alat bukti, tetapi

dalam buku I ini pun tetap penulis akan mengutarakan secara

garis besarnya beberapa alat bukti yang lazim digunakan

dalam hukum pembuktian perdata, termasuk pertama-tama

ini alat bukti tertulis atau surat (geschrit, writings).

Suatu alat bukti termasuk sebagai alat bukti tertulis atau

surat jika memenuhi tiga unsur berikut ini:15

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 104: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 91

1. Harus memuat tanda-tanda bacaan.

2. Bermaksud untuk mencurahkan isi hati atau untuk me-

nyampaikan buah pikiran seseorang.

3. Sengaja dibuat untuk digunakan sebagai pembuktian.

Alat bukti tertulis atau surat ini dapat digolongkan ke

dalam tiga jenis:

1. Akta autentik.

2. Akta dibawah tangan.

3. Surat-surat lain yang bukan akta.

Secara lebih umum, dapat dipersempit pembagian itu

menjadi:

1. akta.

2. bukan akta.

Pengertian akta

Akta adalah alat bukti tertulis yang diberi tanda tangan

serta memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari

suatu perikatan, atau menjadi dasar dari suatu hak dengan

ketentuan bahwa sejak semula akta ini sengaja dibuat untuk

pembuktian.

Jadi dapatlah kita menemukan 3 unsur yang harus ter-

dapat pada suatu akta, entah itu akta otentik, maupun akta di

bawah tangan, yaitu:

1. harus ada tanda tangan.

2. harus memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar

dari suatu perikatan atau menjadi dasar dari suatu hak.

3. harus sejak dibuatnya sengaja dimaksudkan untuk pem-

buktian.

Akta itu sendiri terbagi lagi atas dua macam, yaitu:

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 105: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata92

a. Akta autentik: yaitu akta yang dibuat oleh atau di ha-

dapan pejabat yang berwenang untuk itu.

b. Akta di bawah tangan: yaitu akta yang sengaja dibuat

untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari

pejabat yang berwenang.

Pengertian surat yang bukan akta

Yang termasuk dalam surat-surat yang bukan akta ada lah

semua alat bukti tertulis yang memenuhi unsur untuk ada nya

alat bukti tertulis, tetapi tidak memenuhi unsur-unsur untuk

diakuinya sebagai suatu akta. Lihat pendapat penulis.16

I. Alat Bukti Kesaksian (Testimony)

Menurut penulis, kesaksian adalah alat bukti yang dibe-

ritahukan secara lisan dan pribadi oleh saksi, yang bukan

pihak dalam perkara tersebut, untuk memberikan kepastian

kepada hakim di muka persidangan tentang peristiwa yang

di persengketakan.

Dengan demikian, unsur yang harus ada pada alat bukti

kesaksian adalah:

1. Keterangan kesaksian itu diucapkan sendiri oleh saksi

secara lisan di muka persidangan.

2. Tujuannya untuk memberi kepastian kepada hakim ten-

tang peristiwa yang dipersengketakan.

3. Saksi itu bukan salah satu pihak yang beperkara.

Sesuai dengan pengertian di atas, jelaslah bahwa kete rang-

an yang diberikan secara tertulis oleh saksi bukan alat bukti ke-

saksian, melainkan bernilai alat bukti tertulis atau surat.

Mengenai keterangan yang diberikan oleh saksi itu, atau

yang dinamai “keterangan kesaksian” haruslah mengenai apa

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 106: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 93

yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri oleh saksi.

Sehingga keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga

atau “testimonium de auditu” pada umumnya tidak di per-

kenankan. Asas dari kesaksian ini adalah: “UNUS TESTIS

NULLUS TESTIS”, satu saksi bukan saksi. Ini berarti bahwa

jika hanya ada satu kesaksian, maka tidak boleh diterima

sebagai alat bukti. Minimal harus ada dua kesaksian.

Keterangan satu orang saksi, kalau keterangan itu dapat

dipercayai oleh hakim, barulah dapat menjadi alat bukti

sempurna jika dilengkapi alat bukti lain.

Pembahasan secara mendetail mengenai kesaksian ini,

akan penulis bahas dalam Buku III Seri Hukum Pem buktian

ini, dalam satu buku tersendiri.

J. Alat Bukti Persangkaan-persangkaan

Menurut E. W. Cleary17 persangkaan-persangkaan atau

PRE SUMTIONS adalah:

“he slipperiest member of the family of legal terms....”

Persangkaan-persangkaan itu adalah merupakan alat buk-

ti yang tidak langsung, karena dengan persangkaan-per sang ka-

an kita menarik kesimpulan dari peristiwa yang telah terbukti

ke arah peristiwa yang belum terbukti. Sebagai contoh: si

Chika terbukti ada di Makasar pada tanggal 9 November 1952,

berarti dari peristiwa yang telah terbukti di atas, kita menarik

kesimpulan bahwa karena si Chika ada di Makasar, tentunya si

Chika tidak berada di New York pada saat yang sama itu.

Menurut Ch. J. Enschede18 persangkaan-persangkaan ini

merupakan pembuktian yang bersifat sementara.

Dalam hukum positif kita di Indonesia, dapat dibedakan

dua jenis persangkaan:

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 107: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata94

1. persangkaan-persangkaan menurut hakim.

2. persangkaan-persangkaan menurut undang-undang.

ad. 1. Persangkaan­persangkaan menurut hakim (pre sum-

tions facti, rechterlijke vermoedens)

Adalah persangkaan-persangkaan yang dilakukan oleh

hakim, berdasarkan kenyataan. Jadi hakimlah yang membuat

jenis persangkaan-persangkaan ini.

ad. 2. Persangkaan­persangkaan menurut undang­undang

(presumptions juris, rechtsvermodens).:

Adalah persangkaan-persangkaan yang ditentukan oleh

undang-undang sendiri, dibagi lagi atas dua jenis:

a. Yang masih memungkinkan pembuktian lawan (presum­

ptions juris tantum).

b. Yang tidak memungkinkan pembuktian lawan (presum­

tiones juris et de jure).

Perbedaan antara persangkaan-persangkaan menurut

ha kim dan persangkaan-persangkaan menurut undang-un-

dang adalah:

a. Persangkaan-persangkaan menurut undang-undang

su dah ditetapkan terlebih dahulu sebelum peristiwa

konkret terjadi.

b. Persangkaan-persangkaan menurut hakim ditetapkan oleh

hakim, setelah adanya peristiwa konkret yang terjadi.

Penjelasan secara lebih luas tentang persangkaan-per sang-

kaan ini akan akan penulis bahas dalam Buku IV Seri Hu-

kum Pembuktian ini dalam satu buku tersendiri.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 108: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 95

K. Pengakuan (Confession, Bekentenis)

Pengakuan sebagai alat bukti ada tiga macam:

1. Pengakuan murni (aveu pur et simple).

2. Pengakuan dengan kualiikasi (aveu qualiie).

3. Pengakuan dengan klausuls (aveu complexe).

Penulis menjelaskan masing-masing dari ketiga jenis

peng akuan di atas:

ad. 1. Pengakuan murni:

Pengakuan tergugat mengenai seluruh isi gugatan peng-

gugat. Contoh: Si A menggugat si B, bahwa si B telah berutang

kepada sejumlah Rp 100.000,-, kemudian si B mengakui

bahwa benar ia telah berutang sejumlah Rp 100.000,- kepada

si A.

ad. 2. Pengakuan dengan kualiikasi:

Pengakuan tergugat tetapi disertai dengan sangkalan ter-

hadap sebagian gugatan. Contoh: Si A menggugat si B, bahwa

si B telah membeli rumahnya seharga Rp 45.000.000,- dan

belum dibayar oleh si B. B me ngakui telah membeli rumah

si A, tetapi bukan seharga Rp 45.000.000,- melainkan hanya

Rp 30.000.0000,-.

ad. 3. Pengakuan dengan klausul:

Pengakuan tergugat yang disertai dengan klausul yang

bersifat membebaskan. Contoh: Si A menggugat bahwa si B

telah membeli rumah si B seharga Rp 50.000.000,- dan belum

di bayar oleh si B. Kemudian si B mengakui, bahwa benar ia

telah membeli rumah si A seharga Rp 50.000.000,- tetapi ia

telah membayarnya lunas.

Baik pengakuan dengan kualiikasi maupun pengakuan

dengan klausul harus diterima secara bulat oleh hakim,

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 109: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata96

tidak bias dipisahkan dari keterangan tambahannya. Hal

ini berdasarkan asas pengakuan “ONSPLITSBARE AVEU”

(peng akuan yang tidak boleh dipisah-pisahkan).

Ulasan yang lebih mendetail tentang pengakuan, akan

dibahas secara tersendiri dalam Buku V Seri Hukum Pem-

buktian ini.

L. Sumpah sebagai Alat Bukti

Sebagaimana kita ketahui bahwa fungsi sumpah itu ada

dua:

1. Sebagai alat bukti yang termasuk dalam sumpah asser­

toir, yaitu sumpah untuk memberi keterangan guna me-

neguhkan bahwa sesuatu itu benar demikian atau tidak.

2. Sumpah untuk berjanji melakukan atau tidak melakukan

sesuatu, yang disebut sumpah promissoir, misalnya: sum-

pah seorang saksi. Jadi di sini, kesaksiannya yang alat bukti,

bukan sumpah itu sendiri yang hanya merupakan janji.

Sumpah sebagai alat bukti, yang umum dikenal adalah

tiga jenis:

1. Sumpah decisoir (sumpah pemutus)

2. Sumpah supletoir (sumpah pelengkap).

3. Sumpah aestimatoir (sumpah penaksiran).

ad. 1. Sumpah decisoir

Sumpah decisoir ini adalah sumpah yang dibebankan ke-

pada salah satu pihak atas permintaan salah satu pihak lainnya.

Jadi, misalnya si penggugat meminta agar tergugat ber-

sum pah. Sumpah decisoir ini dapat dibebankan walaupun

tidak ada pembuktian sama sekali. Dan pembebanan sum-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 110: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Alat-Alat Bukti Dalam Proses Perdata 97

pah de cisoir ini dapat dilakukan pada setiap saat selama pe-

me rik saan di persidangan.

Sumpah decisoir ini mempunyai kekuatan pembuktian

yang menentukan (Beslissende bewijskracht). Jadi tidak me-

mung kinkan lagi pembuktian lawan (tegen bewijs).

Isi sumpah decisoir harus mengenai hal ini yang po kok dan

bersifat menyelesaikan persengketaan (LITIS DECI SOIR).

ad. 2. Sumpah supletoir

Sumpah supletoir ini adalah sumpah pelengkap, yang ber-

sifat melengkapi alat bukti yang sudah ada tetapi belum cukup.

Sumpah supletoir ini diperintahkan oleh hakim karena

jabatannya (ex oicio). Jadi misalnya hanya ada satu saksi

saja, padahal ada asas “UNUS TESTIS NULLUS TESTIS”,

maka untuk melengkapinya pihak yang mengajukan satu

saksi saja, di perintahkan oleh hakim untuk bersumpah.

Kepada pihak mana hakim memerintahkan untuk ber sum-

pah supletoir adalah tergantung pertimbangan hakim. Sum pah

supletoir ini masih memungkinkan pembuktian lawan.

ad. 3. Sumpah aestimatoir:

Sumpah aestimatoir ini adalah sumpah yang dipe rin-

tahkan oleh hakim karena jabatannya kepada penggugat un-

tuk me nen tukan jumlah uang ganti rugi yang dituntutnya.

Sumpah aestimatoir ini baru dibebankan hakim kepada

peng gugat, jika penggugat telah berhasil membuktikan hak-

nya atas ganti kerugian, tetapi jumlahnya masih simpang siur.

Kekuatan pembuktiannya sama dengan sumpah sup le-

toir, bersifat sempurna tetapi masih memungkinkan pem-

buk tian lawan.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 111: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata98

Endnote:

1. G. W. Paton. “A Text Book of Jurisprudence”. Oxford, at the

Clarendon Press 1964, hlm. 545.

2. Ibid, hlm. 541.

3. A. B. Diamond. “Primitive Law”. Second editions, ch. xxx.

4. Peter J. Dorman. “Dictionary of Law”. Running Press, Phiadelphia,

Pennsylvania, USA, 1976. hlm. 37.

5. Charles F. Hemphill, J.R. & Phylle D. Hemphil. “he Dictionary of

Practical Law”. Prentice-hall, Inc. Englewood Clifs”, 1975 hlm. 49.

6. Milton C. Jacobs. “Civil Trial Evidence”. Second edition, New York,

1949, hlm. 1.

7. Prof. Dr. R.M. Sudik Mertokusumo S.H. “Kuliah Hukum Acara

Perdata untuk Program S-II Hukum Keperdataan Universitas

Gajah Mada Yogyakarta, Tahun 1982.

8. G. W. Paton. Op.Cit., hlm. 542.

9. Sir Roland Burrows. “Phipson on the Law of Evidence”. Ninth

Edition, London, Sweet & Maxwell Limited, 1952, hlm. 2, 3 dan 4.

10. Edward W. Cleary. “McCormick’s Handbook of the Law or Evidence”.

Second Edition, St. Paul, Minn, West Publishing Co. 1972, hlm.

524-529.

11. Charles F. Hemphill, J.R… Op­cit., hlm. 61.

12. Sir Roland Burrows. Op.Cit., hlm. 3.

13. Prof. R. Subekti, S.H. “Hukum Pembuktian”. Penerbit Pradnya-

paramita. Jakarta, 1978, hlm. 22. 14. Kenneth Culp Davis “A System Judicial Notice Based on Fairness

and Convenience”. Termuat dalam “perpective of law” Essay for

Austim Wakeman Scott, (Ad. Rescoe Pound dkk.), Little Brown

Company, Boston, Toronto, USA, 1964, hlm. 79.

15. Ahmad Ali. “Beberapa Permasalahan Mengenai Alat Bukti Tertulis,

serta Peranan dan Perkembanganya dalam Hukum Acara Perdata”.

(Makalah untuk Program S-II Universitas Gajah Mada Yogyakarta

1982), hlm. 32.

16. Ibid., hlm. 33.

17. E. W. Cleary. Op.Cit., hlm. 803.

18. Ch. J. Enschede. “Bewijzen in het strafrecht”. R.M. hemis 1966 af1.

5/6 hlm. 488.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 112: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Untuk mengetahui arti dan pengertian dari “Beban Pem-

buktian” (Burden of Proof, Bewijslast), terlebih dahulu kita

harus mengerti arti perkataan “bukti” (proof) itu dahulu.

Menurut Edward W. Cleary:1

“Proof, is an ambiguous word. We sometimes use it to mean evidence,

such as testimony or documents. Sometimes, when we say a thing is

“proved” we mean that we are convinced by the data submitted that

the alleged fact is true. hus, “proof ” is the end result of conviction or

persuasion produced by the evidence….”

Jadi, E. W. Cleary melihat arti perkataan “bukti” itu ber-

sifat rangkap. Di mana arti bukti itu bisa dua pengertian:

1. Sebagai alat bukti, misalnya kesaksian, dokumen, dan

lain-lain.

2. Sebagai terbukti, yang berarti bahwa kita meyakini akan

data yang diberikan tentang suatu fakta itu adalah me-

mang benar.

Sehingga E. W. Cleary menyimpulkan, bahwa perkataan

PENGERTIAN BEBAN PEMBUKTIAN

Bagian Keenam

Ut Sementem Feceris, Ita Meted“Siapa yang menanam sesuatu, dialah juga yang akan

memetik hasilnya.”

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 113: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata100

“bukti” berarti hasil akhir dari keyakinan atau persuasi yang

diprodukkan oleh alat bukti.

Dari pengertian “bukti” di atas, E. W. Cleary bertitik tolak

untuk memberikan pengertian tentang “beban pembuktian”

itu sendiri sebagai berikut:2

“....he term encompasses two separate burdens of proof. One burden

is that of producing evidence satisfactory to the judge, of a particular

fact in issue. he second is the burden of persuading the trier of fact

that the alleged fact is true....”

Jadi menurut Cleary di atas, dapat dibedakan adanya

dua beban pembuktian yang terpisah, yaitu:

1. Beban untuk mengajukan alat bukti yang dapat me muas-

kan hakim, tentang suatu fakta tertentu (the burden of

pro ducing evidence).

2. Beban untuk meyakinkan “the trier of fact” bahwa apa

yang diajukan adalah benar (the burden of persuasion).

Lebih jauh Cleary menuliskan bahwa:3

“he burden of producing evidence on an issue means the liability to

an adverse ruling (generally a inding or directed verdict) if evidence

on the issue has not been produced. It Is usually cast irst upon the

par ty who has pleaded existence of the fact, but as we shall see, the

burden may shit to the adversary when the pleader has discharged

his initial duty. he burden of pruducing evidence is a critical mecha­

nism in a jury trial, as it empowers the judge to decide the case wi­

thout jury consideration when a party fails to sustain the bur den”.

Kemudian selanjutnya Cleary menjelaskan lagi bahwa:4

“he burden of persuasion becomes a crucial factor only if the parties

have sustaine a their burdens of producing evidence and only when

all of the evidence has been introduced...”

Jadi, yang terpenting dari uraian Cleary di atas adalah

bahwa:

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 114: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Pengertian Beban Pembuktian 101

a. Beban untuk mengajukan alat bukti merupakan “a cri­

tical mechanism” di dalam peradilan juri.

b. Beban untuk mengajukan alat bukti walaupun pada ha-

ki katnya adalah kewajiban penggugat tetapi dapat ber-

pindah ke pihak lawan.

c. Beban untuk dinilai (burden of persuasion) barulah men-

jadi faktor yang berarti jika para pihak sudah mengaju-

kan alat buktinya.

Selain E. W. Cleary, maka beberapa ahli hukum lain

mem berikan batasan pengertian tentang beban pembuktian,

antara lain Charles F. Hemphill J.R. dan Phyllis D. Hemphill5

yang menuliskan bahwa:

“he burden of proof is:

1. In evidence law, the obligation or necessity to prove those facts

in dispute in the trial of a lawsuit. Most courts say that the

burden of proof involves two obligations:

a. the duty of producing evidence as the trial progresses,

and;

b. establishing the truth of the claim by a preponderance of

the evidence.

2. In a criminal prosecution, the burden of proof is on the pro­

secutor (on the government) to prove all material issues that

may be in doubt. his is an airmative duty. At the outset of the

trial, the defendant has no duty to prove innocence.”

Jadi, pada dasarnya kedua ahli hukum ini pun sependapat

dengan E. W. Cleary yang memberi dua artian tentang beban

pem buktian itu. Pertama bahwa di dalam hukum pembukti-

an, fakta tentang persengketaan di buka persidangan di mana

pada umumnya pengadilan berpendapat bahwa beban pem-

buk tian meliputi dua kewajiban:

a) Kewajiban untuk mengajukan alat bukti ke muka persi-

dangan pengadilan; dan

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 115: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata102

b) Kewajiban untuk membuktikan kebenaran dari tun tut-

an itu dengan alat bukti yang benar-benar me ya kinkan.

Adapun pengertian kedua yaitu dalam hukum pi dana, be-

ban pembuktian itu ada pada jaksa (dalam hal ini me wa kili

pemerintah) untuk membuktikan semua hal yang berkaitan

dengan tuntutan pidana yang mungkin masih meragukan.

Kewajiban mana merupakan kewajiban yang sifatnya air-

ma tif. Dan para permulaan pemeriksaan di muka per si dang-

an pengadilan, tidak ada kewajiban terdakwa untuk mem-

buktikan ketidakbersalahannya.

Berbeda dengan itu, Mr. H. hesing6 menyatakan bahwa:

“Beban pembuktian adalah aktivitas untuk mengadakan atau men-

ciptakan proses psikis pada hakim untuk membenarkan/meyakini

adanya dan terjadinya fakta-fakta yang dikemukakan dan yang

daripadanya diinginkan suatu akibat hukum oleh salah suatu pihak

yang beperkara, di mana secara luas termasuk hal mengemukakan

dalil /fakta dan secara terbatas hanya yang sifatnya, bentuknya,

dan intinya khusus untuk meneguhkan dalil/fakta yang sudah di-

terangkan itu.”

Jadi, Mr. H. hesing melihat arti beban pembuktian dari segi

proses psikis pada diri hakim.

Peter J. Dorman7 memberikan arti beban pembuktian

secara sangat singkat, yaitu: “A regirement to prove a disputed

fact.”

Lewis Mayers8 menuliskan bahwa:

“At the trial, the burden of proof, as it is celled, may rest on one party

or the other as to a particular issue. hat burden is to adducu, on the

issue a preponderence of the credible evidance....”

Jadi oleh Lewis Mayers, beban pembuktian dilihat dari

fung sinya untuk menyakinkan hakim dengan alat bukti yang

ditentukan oleh undang-undang. Beban pembuktian ini bu-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 116: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Pengertian Beban Pembuktian 103

kan suatu keharusan untuk dibebankan kepada para pi hak.

Ha nya “boleh”, jika dibutuhkan. Perhatikan perkataan “may

rest.”

Sehubungan dengan hal di atas, penulis menegaskan di

sini bahwa pembuktian itu barulah dilakukan jika:

a. sama sekali tidak ada alat bukti yang diajukan oleh baik

pihak penggugat maupun pihak tergugat ; atau

b. alat-alat bukti yang diajukan kedua pihak sama kuat-

nya.

Perbedaan yang paling mencolok antara beban pem buk-

tian dalam perkara pidana dan perkara perdata adalah:

a. Dalam perkara pidana, beban pembuktian itu harus ber-

sifat “beyond reasonable doubt”;

b. Sedangkan dalam perkara perdata, beban pembuktian

itu sifatnya “preponderence evidence”.

Seperti apa yang dikemukakan oleh Stephen Gillers,9 bah-

wa hukum acara pidana “...yet other courts have said that the

charges must be sustained by proof that is reasonably cer tain, with

reasonably doubts being resolved in favor of the attorney....”

Adapun dalam hukum acara perdata dikatakannya:

“....In an ordinary civil action, it is generally not reguired that the

miscon duct be prove beyond a reasonable doubt....”

a. Beban mengajukan alat bukti.

Sebagaimana dijelaskan tadi, bahwa pengertian

beban pembuktian itu ada dua yaitu:

1. Beban untuk mengajukan alat bukti (the burden of

pro ducing evidence);

2. Beban untuk menyakinkan, untuk dinilai (the bur­

den of persuasion).

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 117: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata104

Mengenai beban untuk mengajukan alat bukti, da-

lam sis tem hukum Inggris adalah kewajiban per tama bagi

para pihak yang dibebani pembuktian. Tetapi di dalam

sis tem hukum kita di Indonesia, antara beban untuk

mengajukan alat bukti dan beban untuk meyakinkan,

untuk dinilai tadi tidak diadakan pemi sahan tahapan-

nya, sekaligus berlangsung dalam saat para pihak dibe-

bani pembuktian.

hayer10 menyebutkan beban untuk mengajukan

alat bukti itu dengan istilah lain yaitu “he duty of

going forward.” Adapun McNaughton11 menyebutkanya

dengan istilah “he burden of production of evidence,”

penggunaan istilah yang berbeda-beda di atas perlu kita

ketahui, khu susnya para ilmuwan. Di dalam bahan jika

membaca literatur-literatur dari sistem common law.

Sehubungan dengan beban untuk mengajukan alat

bukti ini, Dean McCormick12 menulis bahwa:

“In the writer (s view the burden of producing eviden has far more

inluence upon the inal outcome of cases than does the burden of

persuasion, which has become very largely a matter of the technigque

of the wording of instructions to juries. his wording may be chosen

in the particular case as a handle for reveral but will seldom have

been a factor ini the jury’s decision.”

Jadi, menurut penulisnya beban untuk mengajukan alat

bukti itu jauh lebih berpengaruh terhadap putusan, da-

ripada beban penilaian, beban untuk menyakinkan (the

burden of persuasion). Tentu saja bagi kita di Indonesia,

di mana antara kedua beban itu sekaligus dilaksanakan

ti dak mengenal penahapan seperti dalam sistem Inggris,

maka pengaruh yng lebih besar dari salah satunya tidak

ada. Keduanya berpengaruh sama besarnya terhadap

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 118: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Pengertian Beban Pembuktian 105

pu tusan, karena beban pembuktian mengandung risiko

pembuktian.

Beban untuk mengajukan alat bukti ini, pada umumnya

dibebankan kepada pihak yang menyatakan mempunyai

suatu hak gugatanya, tetapi kemudian bisa saja beralih

pada pihak lawannya dalam proses selanjutnya.

Beban untuk mengajukan alat bukti ini merupakan sua-

tu “critical mechanism” di dalam suatu peradilan jury,

karena dengan adanya beban untuk mengajukan alat

bukti, membuktikan bagi hakim untuk memutus per-

kara tanpa pertimbangan juri, yaitu jika yang dibe bani

untuk mengajukan alat bukti ternyata tidak dapat me-

lak sanakannya.

b. Beban untuk meyakinkan, beban penilaian (the burden

of persuasion)

Penulis menerjemahkan istilah “the burden of persua­

sion” dengan beban untuk penilaian, karena dengan beban

yang kedua ini pihak yang telah mengajukan alat bukti

dinilai alat buktinya oleh hakim (dan juri). Di nilai apakah

dengan alat bukti tersebut benar-benar meyakinkan

bahwa peristiwa yang dinyatakan adalah benar.

Karena itu pula sehingga di dalam sistim hukum

common law, beban penilaian ini barulah menjadi faktor

yang mem punyai arti, jika beban untuk mengajukan alat

bukti telah dilaksanakan.

Sebenarnya dengan sistem hukum kita di Indonesia

pun, apa yang mau di nilai jika alat bukti belum diajukan?

Adapun mengenai istilah beban penilaian ini, oleh

Wig more disebutnya “the risk of nonpersuasion.”13 Me-

nurut penulis hal mana mengandung arti bahwa jika

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 119: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata106

alat bukti yang diajukan itu tidak dapat meyakinkan ke-

benaran fakta yang dikemukakan, mengandung risiko

kalah ter hadap pihak yang bersangkutan.

Selanjutnya hayer14 menuliskan bahwa:

“... It marks ... the peculiar duty of him who has the risk of any

given pro position on which parties are at issue, who will lose the

case if he does not make this proposition out, when all has been

said and done ...”

Jadi, hayer juga menegaskan adanya risiko pembuktian

bagi siapa yang yang dibebani, tetapi ternyata tidak ber hasil

meyakinkan kebenaran proposisi yang dike mu kakan.

Suatu hal yang menarik dalam sistem peradilan

Anglo Saks (common law) adalah dimungkinkan suatu

per sengketaan berakhir tanpa putusan hakim. Hal de-

mikian itu tidak dimungkinkan di Indonesia, di mana

ha kim wajib untuk memberi putusan dalam setiap per-

kara yang dihadapinya.

Kesimpulan:

Dari pengertian beban pembuktian yang telah dikemu-

kakan secara panjang lebar di atas, dapatlah disimpulkan

bahwa beban pembuktian itu merupakan kewajiban air m atif

bagi para pihak untuk tampil ke muka persidangan peng adilan

dengan membuktikan tentang fakta-fakta me ngenai pokok

perkara yang dipersengketakan. Mengenai ini, perhatikan juga

pendapat Charles F. Hemphill J.R, & Phyllis D. Hemphill.15

Sebagai kesimpulan akhir yang dapat kita tarik, tentang

pengertian beban pembuktian itu adalah bahwa:

1. Beban pembuktian baru muncul jika:

a. sama sekali tidak ada alat bukti yang di ajukan para

pihak;

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 120: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Pengertian Beban Pembuktian 107

b. atau alat bukti yang diajukan para pihak sama kuat-

nya atau sama lemahnya.

2. Beban pembuktian adalah pembebanan dari hakim ke-

pada para pihak yang beperkara untuk:

a. Mengajukan alat-alat bukti sesuai ketentuan hu kum

acara yang berlaku.

b. Membuktikan kebenaran fakta yang dikemuka-

kan nya berdasarkan alat bukti yang diajukan itu,

sehingga hakim yakin akan kebenaran fakta yang

dikemuka kan itu (dalam hal proses perdata, ke-

yakinanya ber sifat preponderance of evidence)

Endnote:

1. Edward W. Cleary. “McCormick’s Handbook of the Law of Evidence”.

St. Paul Minn, West Publishing Co. 1972, hlm. 783.

2. Ibid.

3. Ibid.

4. Ibid., hlm. 784.

5. Charlas F. Hemphill J.R. & Phillis D. Hemphill. “he Dictionary

of Practical Law”. Prantice Hall, Inc. Englewood Clifs, N.J. 1979,

hlm. 33.

6. Mr. H. hesing. “De grondslogan van de Bewijslast in de Civila

Procedure”. S’Graven hage, 1961 blz 54.

7. Peter J. Dorman. “Dictionary of law”. Runing Press Philadelphia,

Pennsylvania, 1976, hlm. 28.

8. Lewis Maers. “he Machinery of Justice; An Introduction to Legal

Structure and Process”. Foundations of law in a business socie,

series, Prentice Hall Inc. Englewood Clifs, New Jersey, 1963, hlm.

39.

9. Stephen Gillers. “An American Civil Liberties Union Handbook:

he Rights of Lawyers and Clients”. A Discus Book/Published by A

von Books, USA, 1979, hlm. 72.

10. James Bradley hayer. “Preliminary Treatise on Evidence”. 1898, ch.

9, hlm. 355.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 121: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata108

11. McNaughton, “Burden of Production of Evidence”. Dikutip oleh

Edward W. Cleary dalam “McCormick’s Handbook of the Law of

Evidence”, hlm. 783.

12. Dean McCormick. Terkutip Ibid., hlm. 784.

13. Wigmore. Terkutip Ibid., hlm. 784.

14. James Bradley hayer. Ibid., hlm. 784.

15. Charles F. Hemphill J.R. & Phyllis D Hemphill. Op.Cit., hlm. 33.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 122: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Ada suatu pepatah hukum Romawi, yang berbunyi: “SI

VIS PACEM PARA BELUM” yang berarti “hendak damai,

siap kan perang”.

Demikianlah suatu proses perdata. Dua pihak yang me-

miliki kepentingan yang berlawanan, tampil ke muka per-

si dangan pengadilan untuk menyelesaikan “perang” atau

“per seng ketaan” mereka, demi menuju penyelesaian per-

seng ke ta an itu melalui suatu putusan hakim.

Karena untuk kepastian hukum, maka tiap putusan ha-

kim yang telah dijatuhkan harus selalu dianggap benar dan

sah, kecuali jika ada putusan pengadilan yang lebih tinggi

yang membatalkannya. Hal ini sesuai asas “RES YDICATA

PRO VERI TATE HABETUR”; atau serupa tetapi tak sama, asas

lain yang bunyinya “res Judicata jus facit inter partes” (pu tusan

hakim menimbulkan hak antara para pihak yang beperkara);

atau juga asas yang bunyinya “res judicate pro veritate accip­

itur” isi daripada suatu putusan hakim sebagai benar).

Kewajiban para pihak untuk membela kepentingannya

ASAS BEBAN PEMBUKTIAN

Bagian Ketujuh

Negativa non sunt probanda“Sesuatu yang negatie, Sulit untuk dibuktikan”

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 123: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata110

ma sing-masing di muka persidangan pengadilan dengan

me nun jukkan alat bukti (the burden of producing evidence)

dan me ya kinkan hakim kebenaran alat bukti itu (the burden

of persuasion).

Tetapi, dalam hal, sama sekali tidak ada alat bukti yang

diajukan kedua pihak sama kuat adalah kewajiban hakim

untuk membebani salah satu pihak atau kedua pihak dengan

beban pembuktian (the burden of proof).

Tentu saja pelaksanaan beban pembuktian itu diatur

dengan asas tertentu yang bersifat restrictief; bersifat mem-

batasi kebebasan hakim sehingga dapat terhindarkan pe-

nyalah gunaan jabatan atau wewenang; de tournament de

pouvoir.

Asas beban pembuktian diatur oleh Pasal 163 HIR (pasal

283 R.bg., 1865 KUH Perdata) yang isinya:

“Barangsiapa yang mengaku mempunyai hak atau yang

mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan haknya

itu atau untuk menyangkal hak orang lain harus membukti­

kan adanya hak atau peristiwa itu.”

Ini berarti bahwa baik penggugat maupun tergugat, da-

pat dibebani dengan pembuktian. Terutama penggugat wajib

untuk membuktikan gugatannya, dan tergugat wajib untuk

membuktikan sangkalannya.

“Reo negate actori incumbit probation;” kalau tergugat

tidak mengakui gugatan, maka penggugat harus membukti-

kannya. Tetapi tidak berarti setiap tergugat menyangkali gu-

gatan, selalu pihak penggugatlah yang harus membuktikan.

Dalam hal ini hakim harus teliti mempertimbangkan sesuai

kasus yang dihadapinya. Sebab bisa saja, Reus excipiendo it

actor; tergugat dianggap sebagai penggugat jika ia menyang-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 124: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas Beban Pembuktian 111

kal. Dengan kata lain, ada kalanya tergugat pun dapat dibe-

bani pembuktian jika ia menyangkali gugatan penggugat.

Penggugat tidak diwajibkan membuktikan kebenaran

sang kalan tergugat, demikian pula sebaliknya tergugat tidak

diwajibkan untuk membuktikan kebenaran peristiwa yang

diajukan oleh penggugat.

Secara terperinci, penulis dapat mengemukakan bebera-

pa asas yang terpenting dalam masalah beban pembuktian;

1. Yurisprudensi berpendapat bahwa hakim di dalam mem-

bebani pembuktian, hendaknya yang dibebani dengan

pem buktian itu adalah yang paling sedikit dirugikan,

jika ia harus membuktikannya.

Sebagai contoh yang mudah, jika kita melihat dalam

kasus pidana. Jika si A dituduh oleh si B bahwa si A

mencuri cincin berlian milik si B. Maka tentu saja pihak

yang paling sedikit dirugikan jika dibebani untuk mem-

buktikan (seandainya ini adalah kasus perdata) adalah

si B. Adapun pihak yang paling banyak dirugikan jika

dibebani untuk membuktikan adalah si A yang dituduh.

Mengapa demikian?

Si A sebagai orang yang dituduh, berarti masih mengan-

dung dua kemungkinan;

a. ataukah ia benar mencuri;

b. ataukah ia sama sekali tidak mencuri.

Seandainya si A sama sekali tidak mencuri, bagaimana

mung kin ia membuktikannya bahwa ia benar tidak men-

curi? Terlalu berat bagi Si A untuk dibebani. Adapun bagi

si B, dengan tindakanya menuduh si B selaku pencuri

tentu mendasarkan pada suatu kecurigaan atau dugaan-

dugaan tertentu. Sehingga berdasarkan kecurigaan atau

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 125: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata112

dugaannya, bukanlah sesuatu yang berat baginya untuk

membuktikannya. Paling tidak masih lebih ringan bagi si

B untuk di bebani pembuktiaan daripada si A.

Walaupun kasus ini perkara pidana, tetapi pembaca pasti

dapat menerapkan jika dihadapkan pada kasus perdata.

2. Asas yang kedua, yang masih berkaitan erat dengan asas

pertama di atas, adalah asas “negative non sunt proban­

da”, asas bahwa sesuatu yang bersifat negatie, sulit untuk

dibuktikan.

Sesuatu yang bersifat negatie biasanya ditandai dengan

perkataan “TIDAK”.

Misalnya: Si A menyatakan bahwa ia tidak ber utang ke-

pada si B. Atau si X menyatakan bahwa ia tidak menu-

bruk mobil si Z, dan lain-lain.

Sehubungan dengan hal ini, G.W. Paton1 menuliskan

bahwa: “Should not be forced on a person without very

strong reasons.”

Dalam hal ini, penulis meyetujui jika dikatakan bahwa

membuktikan sesuatu yang bersifat negatie itu, sulit

untuk dibuktikan. Tetapi, penulis tidak sependapat jika

dikatakan bahwa membuktikan sesuatu yang negatie itu

MUSTAHIL dibuktikan.

Mengapa penulis menganggap bahwa sesuatu yang ber-

sifat negatie, TIDAK MUSTAHIL untuk dibuktikan?

Di bawah ini penulis memberikan contoh:

Jika si Polan diwajibkan untuk membuktikan ketidak-

beradanya di Yogyakarta pada jam 12 siang, tanggal

27 Maret 1981. Berarti si Polan disuruh untuk mem-

buktikan sesuatu yang negatie. Maka si Polan dalam hal

ini dapat membuktikan ketidakberadaannya diYogya-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 126: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas Beban Pembuktian 113

karta pada saat tersebut diatas, dengan cara membukti-

kan keberadaannya pada jam 12 siang, tanggal 27 Maret

1981 di Makassar.

Dari contoh yang penulis berikan di atas membuktikan

bahwa sesuatu sifatnya negatie, tidak mustahil untuk di-

buktikan. Tetapi tetap merupakan sesuatu yang sulit un-

tuk membuktikannya.

Karena itu penulis tetap sependapat, bahwa hakim ja-

ngan membebani suatu pihak untuk membuktikan se-

suatu yang negatie; kecuali jika terpaksa sekali dilihat

dari segi kasusnya.

Sehubungan dengan pendapat penulis ini, yurisprudensi

Mahkamah Agung tertanggal 15 Maret 1972 (No. 547 K/

Sip/1971) memutuskan bahwa pembuktian yang dibe-

bankan kepada pihak yang harus membuktikan sesuatu

yang negatie adalah berat daripada beban pembuktian

pihak yang harus membuktikan sesuatu yang positif,

yang tersebut terakhir ini termasuk pihak yang lebih

mampu untuk membuktikan.

3. Asas yang ketiga adalah asas iktikad baik.

Asas ini berbunyi bahwa iktikad baik selamanya harus

dianggap ada pada setiap orang yang menguasai sesuatu

benda. Barang siapa menggugat akan adanya iktikad bu-

ruk bagi bezutter itu, harus membuktikannya.

Jadi, dengan asas ini adalah telah ditetapkan bahwa jika

peng gugat dalam gugatannya mendakwa/menyatakan

ada nya iktikad buruk pada si tergugat yang merupakan

be zitter dari barang yang digugat si penggugatlah yang

ha rus di bebani dengan pembuktian (lihat Pasal 533 BW).

4. Asas yang keempat adalah asas bahwa jika seseorang te-

lah memulai menguasai sesuatu untuk orang lain maka

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 127: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata114

selalu dianggap meneruskan penguasaan tersebut, ke-

cua li jika terbukti sebaliknya.

Sebagai kasus imajiner untuk menjelaskan asas ini, da-

pat penulis berikan contoh:

Si A dan si B sedang menunggu berangkatnya bus juru-

san Pdi stasiun bus. Karena si A ini ke kamar kecil, si A

menitipkan kopernya kepada si B yang kebetulan duduk

satu bangku dengannya. Si B menerima “tugas gra tis“

itu dari si B, dan bersedia untuk menjaga koper si A itu

selagi si A di kamar kecil. Ketika si A sudah/masih di

kamar kecil, datang seorang wanita yang meng aku pada

si B sebagai nyonya si A yang disuruh oleh si A untuk

mengambil koper yang tadi dititipkan si A kepada si B. Si

B percaya dan menyerahkan koper itu pada wanita yang

mengaku nyonya A tadi. Tetapi, setelah wanita itu pergi

dengan membawa koper si A, tiba-tiba muncul si A dari

kamar kecil meminta kopernya. Si B mau melepaskan

tanggung jawab.

Tetapi berdasarkan asas ini, maka si B tetap dianggap

bertanggung jawab atas kopor si A sehingga hukum se-

lalu menganggap si B meneruskan penguasaan itu (ber-

tanggung jawab) kecuali jika terbukti sebaliknya. Jadi,

dalam hal ini beban pembuktian untuk membuktian

bahwa koper itu benar telah diserahkan kepada wanita

itu, jatuh pada si B. (lihat Pasal 535 BW).

5. Asas yang menyatakan bahwa barang siapa yang me-

nguasai suatu benda bergerak, dianggap sebagai pemilik-

nya. Sehingga, jika seseorang menggugat orang yang

me ng usai suatu benda bergerak, si penggugatlah yang

sela manya harus dibebani dengan pembuktian (lihat

Pasal 1977 ayat 1 BW).

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 128: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas Beban Pembuktian 115

6. Asas bahwa adanya keadaan memaksa harus dibuktikan

oleh pihak debitur (lihat Pasal 1244 BW).

7. Asas bahwa siapa yang menuntut penggantian kerugian

yang disebabkan suatu perbuatan melanggar hukum,

ha rus membuktikan adanya kesalahan (lihat Pasal 1365

BW).

8. Asas yang menyatakan bahwa siapa yang menunjukkan

tiga kuitansi yang berturut-turut terakhir dianggap telah

membayar semua cicilan. Sehingga, jika ada sese orang

yang menggugat si pemegang tiga kuitansi ter akhir ber-

turut-turut itu, dialah (penggugat) yang harus dibebani

dengan pembuktian (lihat Pasal 1394 BW).

9. Asas risiko pembuktian, yaitu bahwa barang siapa dibe-

bani dengan pembuktian lalu ternyata tidak mampu un-

tuk membuktikan, harus dikalahkan dalam perkara itu.

10. Asas yang menyatakan bahwa barang siapa yang menya-

takan sesuatu yang tidak biasa, harus membuktikan hal

yang tidak biasa itu. (Lihat putusan Mahkama Agung),

yang (tertanggal 21 November 1956, Nomor 162 K/

Sip/195).

11. Asas yang menyatakan bahwa jika isi suatu surat dapat di-

artikan dua macam, yaitu menguntungkan dan merugi-

kan bagi si penanda tangan surat, maka si penanda tangan

yang harus dibebani untuk membuktikan positum nya.

(Li hat Putusan M. A. tanggal 11 September 1957, No-

mor 74 K/Sip/1955)

Ednnote:

1. G.W. Paton “A text book of Jurisprudence”. Oxford, At the Claren-

don Press, 1964, hlm. 542.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 129: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 130: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Audi Et Alteram Partem “Dengarlah juga pihak lainnya”

Di samping adanya asas-asas beban pembuktian yang

merupakan hasil pemikiran para ahli hukum, juga undang-

undang dan yurisprudensi, maka di dalam ilmu pengetahuan

hukum dikenal juga “teori-teori beban pembuktian” yang

me ru pakan pedoman bagi hakim di dalam memutuskan sia-

pa yang harus dibebani dengan pembuktian dalam setiap ka-

sus yang diperiksanya.

A. Teori Negativa Non Sunt Probanda

Teori ini bertitik tolak pada asas beban pembuktian

“Negativa non sunt probanda” asas yang menyatakan bahwa

sesuatu yang negatie sifatnya sulit untuk dibuktikan.

Asas ini, sehingga penganut teori ini menyatakan bahwa

barang siapa yang mengemukakan sesuatu, ialah yang harus

membuktikannya, jadi bukan pihak yang me nyang kalinya.

Karena teori ini bersifat menguatkan belaka, sehingga

beberapa ahli hukum menamainya juga dengan nama “teori

TEORI-TEORI BEBAN PEMBUKTIAN

Bagian Kedelapan

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 131: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata118

bloot airmatif” antara lain Asser-Anema-Verdam.1 Dan juga

Prof. Dr. R.M. Sudikno Mertokusumo, S.H.2

Dewasa ini menganut teori “Negativa non sunt probanda”

ini sudah tidak ada lagi. Karena dangan teori ini, hampir

selalu penggugatlah yang dibebani pembuktian.

Teori pertama ini menganggap bahwa sesuatu yang si fat-

nya negatie, adalah di luar batas kemampuan untuk di buk ti -

kan, karena itu sesuai adagium berbunyi: Ultra posse nemo

obli gatur (tiada orang berkewajiban melakukan lebih da ri pada

kemampuannya), maka orang yang menyatakan/me nge mu ka-

kan sesuatulah yang harus dibebani dengan pem buktian.

Tentu saja teori itu tidak selamanya benar dalam setiap

kasus. Pembaca dapat melihatnya sendiri jika telah mem baca

keseluruhan buku ini.

B. Teori Hak

Dasar dari teori ini adalah bahwa “HAK”lah yang men-

dasari proses perdata. Dengan lain kata, proses perdata itu se-

nantiasa melaksanakan “hak” yang dimiliki perorangan. De ngan

de mikian, teori ini berpendapat bahwa tujuan dari hu kum se -

cara perdata adalah semata-mata untuk mem per tahankan hak.

Dengan demikian, barang siapa yang mengemukakan

atau mengaku mempunyai sesuatu hak, dialah yang dibebani

de ngan pembuktian.

Perbedaannya dengan teori Negativa non sunt probanda

adalah karena kalau pada teori pertama ini penggugat harus

membuktikan keseluruhan. Adapun menurut teori “hak” ini,

tidak seluruh peristiwa harus dibuktikan si penggugat.

Penganut teori ‘hak” ini antara lain Asser-Anema-Ver-

dam, membagi peristiwa itu ke dalam:

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 132: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Teori-Teori Beban Pembuktian 119

a. Peristiwa umum.

b. Peristiwa khusus.

1. Peristiwa khusus yang bersifat menimbulkan hak

(rechtserzeugende Tatsachen).

2. Peristiwa khusus yang bersifat merintangi timbul-

nya hak (rechtshindernde Tatsachen).

3. Peristiwa khusus yang bersifat membatalkan hak

(recht s vernichtende Tatsachen).

Penganut teori ini membagi beban pembuktian sebagai

berikut:

a. Pihak penggugat wajib untuk membuktikan adanya pe-

ris tiwa khusus yang bersifat menimbulkan hak.

b. Pihak tergugat wajib untuk membuktikan.

1. Tidak adanya peristiwa-peristiwa umum.

2. Adanya peristiwa-peristiwa khusus yang bersifat

me rintangi timbulnya hak.

3. Adanya peristiwa khusus yang bersifat mem batal-

kan hak.

Untuk jelasnya penulis memberikan contoh kasus ima-

jiner sebagai berikut:

Si Baco menggugat kapada Basse, bahwa si Basse telah

menerima mobil Toyota plat DD. 2731981 yang dibeli si

Basse dengan harga Rp 15.000.000,- dari si Baco, tetapi si

Basse belum membayarnya. Dalam hal ini berdasarkan teori

“hak” ini, karena ternyata si Basse menyangkali gugatan si

Baco, beban pembuktiannya dibagi:

a. Si Baco selaku penggugat, harus membuktikan bahwa:

1. Perjanjian jual beli memang telah terjadi antara dia

dengan si Basse.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 133: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata120

2. Benar harga yang disepekati adalah Rp. 15.000.000

3. Benar mobil itu sudah diserahkan kepada si Basse

se laku pembeli.

b. Si Basse selaku tergugat, harus membuktikan bahwa:

1. Dia telah membayar harga yang sejumlah Rp 15.000.000,-

itu kepada si Baco selaku penjual.

2. Atau membuktikan adanya cacat pada persesuaian

kehendak.

P. A. Stein3 tidak menyetujui teori ini dengan alasan

bahwa teori ini hanya mampu memecahkan masalah jika

gugatan si penggugat didasarkan pada “hak”.

Bagaimana dalam gugatan perceraian?

Menurut Prof. Dr. R.M. Sudikno Mertokusumo, S.H.,4

kelemahan lain dari teori ini adalah karena teori ini terlalu

banyak kesimpulan yang abstrak dan tidak memberi jawaban

atas persoalan-persoalan tentang beban pembuktian dalam

suatu persengketaan yang bersifat prosesuil.

C. Teori De Lege Lata (Menurut Hukum Positif)

Menurut teori ini, dengan si penggugat mengajukan gu-

gatannya berarti bahwa si penggugat meminta kepada hakim

agar hakim menerapkan ketentuan hukum yang ber laku

terhadap peristiwa yang diajukan.

Karena itulah, maka si penggugat harus dibebani pem-

buktian untuk membuktian kebenaran dari peristiwa yang

diajukannya, dan kemudian mencarikan dasar hukumnya

untuk diterapkan pada peristiwa itu.

Sebagai contoh: jika si A menggugat tentang suatu per -

janjian, maka si A harus mencari dalam undang-un dang apa

syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, lalu membuktikannya.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 134: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Teori-Teori Beban Pembuktian 121

Dalam contoh ini, si A tentu harus berdasarkan Pasal

1320 BW dan karena Pasal 1320 BW tidak menyebutkan ada-

nya cacat dalam persesuaian kehendak, sehingga si A pun

tidak perlu membuktikan adanya cacat dalam persesuaian

kehendak itu. Tentang adanya cacat dalam persesuaian ke-

hendak itu, pihak lawanlah yang harus membuktikannya. Ini

berarti hakim hanya dapat mengabulkan gugatan jika unsur-

unsur yang ditetapkan oleh hukum/undang-undang itu

ada. Bagaimana dengan persoalan yang tidak diatur dalam

undang-undang? Inilah kelemahan teori ini.

D. Teori Ius Publicum (Hukum Publik)

Teori ini menekankan bahwa walaupun hukum acara

perdata adalah bagian dari hukum privat, tetapi bagai ma na-

pun kepentingan publik termasuk di dalamnya. Sebab, ke pen-

tingan peradilan adalah juga kepentingan publik. Karena itu,

teori ini cenderung untuk menginginkan agar hakim diberi

wewe nang yang lebih besar di dalam mencari kebenaran.

Teori ini menghendaki agar bagi para pihak dibebani dengan

kewa jib an yang bersifat hukum publik, di mana ke wajiban

itu harus disertai dengan saksi pidana.

Tentu saja teori ini terlalu berlebihan untuk diterapkan

di Indonesia dewasa ini.

E. Teori Audi Et Alteram Partem

Teori ini adalah berdasarkan pada asas hukum acara

per data pada umumnya, yaitu asas “AUDI ET ALTERAM

PAR TEM”, asas kedudukan yang sama secara prosesuil dari

kedua pihak yang beperkara.

Asas ini mewajibkan hakim agar memberi kesempatan

yang sama bagi para pihak untuk menang secara prosesuil.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 135: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata122

Ka rena itu, hakim harus membagi beban pembuktian kepada

para pihak yang beperkara secara patut, di mana ada kalanya

hanya tergugat, dan ada kalanya kedua-duanya.

Dengan asas ini, hakim benar-benar harus adil membagi

beban pembuktian itu, sehingga kalau penggugat menggugat

ter gugat mengenai perjanjian jual beli itu dan bukannya ter-

gugat yang harus membuktikan tentang tidak adanya per-

janjian tersebut antara penggugat dan tergugat.

Kalau tergugat mengemukakan bahwa ia membeli se-

suatu dari penggugat, tetapi bahwa jual beli itu batal karena

kompensasi, maka tergugatlah yang harus membuktikanbah-

wa ia mempunyai tagihan terhadap penggugat. Penggugat

dalam hal ini tidak perlu membuktikan bahwa ia tidak mem-

punyai utang pada tergugat.

Endnote:

1. Asser-Anema-Verdam. “Mr. C. Asser’s Handleiding tot de beoefening

van hat Nederland Burgelijk Recht”. Vijfde – Deel: Van Bewijs, NV,

Uitgevers Maat schappij, W.E.J.T Jeenk Uillink, Zwolle 1934 hlm.

64.

2. Prof. Dr. R.M. Sudikno Mertokusumo, S.H. “Hukum Acara Perdata

Indonesia”. Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm. 104.

3. Mr. P. A. Stein. “Compendium can het – Burgelijk Procesrecht”,

Kluwer, Deventer, 1973, hlm. 118.

4. Prof. Dr. R.M. Sudikno Mertokusumio, SH. Op.Cit, hlm. 105.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 136: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Sifat dari beban pembuktian itu sendiri dapat digo long-

kan ke dalam tiga sifat; penggolongan ke dalam tiga sifat ini

adalah se bagai penyempurnaan pembagian yang penulis

dahulu be dakan hanya atas dua sifat.1

Ketiga sifat beban pembuktian itu adalah masing-masing:

1. Sifatnya yang kasuistik.

2. Sifatnya yang yuridis.

3. Sifatnya yang historis.

A. Sifatnya yang Kasuistik

Hukum positip kita di Indonesia hanya mengatur satu

Pasal mengenai asas beban pembuktian secara umum yaitu

Pasal 163 HIR (sama bunyinya dengan Pasal 285 R.bg. Pasal

1865 – BW) yang bunyinya:

“Barang siapa menyatakan mempunyai sesuatu hak atau

menyebutkan suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya

atau untuk membantah adanya hak orang lain, maka orang

itu harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu.”

SIFAT BEBAN PEMBUKTIAN

Bagian Kesembilan

Si Duo Faciunt Idem Non Est Idem!“Kalau dua orang melakukan hal yang sama, maka hal itu

adalah tidak sama.”

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 137: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata124

Dari ketentuan Pasal di atas, yang jelas hanyalah dua hal:

1. Yang dapat dibebani pembuktian adalah baik penggugat

maupun tergugat.

2. Yang dapat dibuktikan adalah peristiwa dan hak.

Tetapi selanjutnya, kapan penggugat yang dibebani, ka-

pan tergugat, dan kapan kedua-duanya, baik penggugat mau -

pun tergugat sekaligus? Semuanya itu tidak jelas.

Karena itulah, sehingga dikatakan bahwa beban pem-

buktian itu mempunyai sifat yang yuridis, artinya tergantung

pada kasusnya. Kita tidak dapat menentukan secara umum,

bahwa dalam hal beban pembuktian selalu penggugatlah

yang dibebani, atau selalu kedua pihaklah yang dibebani,

atau selalu tergugatlah yang dibebani. Penentuan semacam

itu jelas tidak mungkin. Malah akan menimbulkan kekakuan

dan ketidakadilan. Karena itulah sifat kasuistik dari beban

pem buktian perlu dipertahankan oleh pembuat undang-

undang. (Bandingkan pendapat penulis pada tahun 1980).2

Pada umumnya hakim cenderung untuk selalu membe-

ban i penggugat dengan pembuktian manakala tergugat me-

nyangkal, antara lain dapat penulis berikan tiga putusan peng -

adilan sebagai contohnya:

1. Putusan Pengadilan Negeri Pangkajene (Sulawesi Sela-

tan) tertanggal 5 Agustus 1964, Nomor 16/1962 yang

mempertimbangkan antara lain:

“Menimbang bahwa tergugat menyangkal kebenaran

dalil/dalil-dalil penggugat, maka pada penggugatlah ter-

letak kewajiban untuk membuktikan dalil-dalilnya.”3

2. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta tertanggal 3 Agus-

tus 1962, Nomor 243/1962/Pdt yang mempertimbang-

kan antara lain:

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 138: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Sifat Beban Pembuktian 125

“Menimbang bahwa di mana tergugat menyangkal gu-

gatan penggugat, maka penggugatlah yang wajib mem-

buktikannya.”4

3. Putusan Pengadilan Negeri Sengkang (Sulawesi Selatan)

tertanggal 1 Agustus 1964 Nomor 80/1964 yang memper-

tim bangkan antara lain:

“Menimbang bahwa oleh karena tergugat menyangkal

kebenaran isi gugatan tersebut, maka pihak penggugat

harus membuktikannya.”5

Kecenderungan hakim untuk selalu membebani peng-

gugat dengan pembuktian, jika tergugat menyangkal gugatan

adalah sebagai akibat kesalahpahaman tentang makna Pasal

163 HIR (285 R.bg., 1865 BW) dan ketidakmengertian

akan adanya sifat kasuistik dari beban pembuktian ini. Ini

pun tidak terlepas dari kesalahan pihak pengajar mata

kuliah Hukum Acara Perdata pada Fakultas Hukum yang

kurang memberikan pengalaman tentang masalah beban

pembuktian ini, dalam materi perkuliahannya; juga tidak

terlepas dari kurangnnya literatur berbahasa Indonesia yang

membahas secara luas masalah beban pembuktian ini.

Dari sifat kasuistik beban pembuktian ini, dapat di sim-

pulkan adanya tiga kemungkinan kepada siapa beban pem-

buktian itu diletakkan dalam suatu perkara, yaitu:

1. Penggugatlah yang dibebani dengan pembuktian.

2. Tergugatlah yang dibebani dengan pembuktian.

3. Baik penggugat maupun tergugat, keduanya dibe bani

dengan pembuktian.

Untuk jelasnya, baiklah di bawah ini penulis memberikan

masing-masing sebuah contoh:

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 139: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata126

1. Si A menggugat si B, karena si B sebagai orang yang diberi

hak untuk memungut uang sewa pintu-pintu toko tidak

menyetorkan kepada si A yang menyuruhnya me mungut

uang sewa, dengan sangkalan si B selalu ter gugat, bahwa

pintu-pintu toko tersebut tidak selalu meng hasilkan

sewa. Dalam hal ini, karena si tergugat se bagai pihak

yang menyatakan sesuatu yang tidak biasa, haruslah yang

dibebani pembuktian untuk mem buktikan hal yang tidak

biasa itu. (Lihat Putusan Mah kamah Agung tanggal 21

November 1956 Nomor 162 K/Sip, 1955).

2. Si A menggugat si B, bahwa si B selaku pihak penjual

dalam sengketa jual beli belum menyerahkan seluruh ba-

rang yang telah dibeli oleh si A selaku pembeli menurut

kontrak, sedang si B selaku penjual membantah dengan

mengemukakan bahwa ia telah menyerahkan seluruh

ba rang yang diperjualbelikan. Dalam hal ini maka ke-

dua pihak dibebani pembuktian. Pihak pembeli harus

di bebani pembuktian mengenai adanya kontrak dan

pem bayaran yang telah dilakukan, sedang pihak penjual

harus membuktikan mengenai barang-barang yang telah

diserahkannya. (Lihat Putusan Mahkamah Agung tang-

gal 30 Desember 1957 No. 197 K/Sip/1956).

3. Jika si A menggugat si B, dengan gugatan bahwa arloji

Rolex yang dipakai dan dikuasai oleh si B sekarang ini

adalah arloji milik si A, sedang si B menyangkali gugatan

si A, maka dalam hal ini beban pembuktian hanya jatuh

pada diri penggugat, karena barang siapa menguasai

suatu benda bergerak, dianggap sebagai pemiliknya.

(Lihat Pasal 1977 ayat 1 BW).

Karena sifat beban pembuktian yang kasuistik ini, maka

hendaklah hakim di dalam melakukan pembagian beban

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 140: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Sifat Beban Pembuktian 127

pembuktian, senantiasa memerhatikan asas-asas beban pem-

buktian pada khususnya dan asas-asas hukum pem buk tian

pada umumnya.

B. Sifatnya yang Yuridis

Sifat kedua dari beban pembuktian ini adalah sifat

yuridis yang melekat padanya.

Sifat yuridis dari beban pembuktian ini dapat kita lihat

dalam tiga hal:

1. Pada risiko pembuktian.

2. Pada pengaturan beban pembuktian baik dalam hukum

formil maupun hukum materiil.

3. Dapat dikasasinya masalah beban pembuktian ke Mah-

kamah Agung.

Ad. 1 Sifat yuridis dari risiko pembuktian

Dengan adanya pembebanan pembuktian, selalu diikuti

dengan risiko pembuktian, karena siapa yang memikul

beban pembuktian itu jika gagal membuktikannya akan

me nerima risiko berupa kalah dalam perkaranya. Jadi jelas

menunjukkan sifat yuridisnya, karena kalah atau menangnya

salah satu pihak adalah soal yuridis, yaitu sebagai akibat dari

suatu proses perkara yang diatur oleh hukum acara perdata.

Mengenai risiko pembuktian dapat dibaca lebih jelas

pada Bagian Kesebelas buku ini.

Ad. 2. Sifat yuridis pada pengaturannya dalam hukum

formil maupun hukum materiil

Mengenai sifat yuridis beban pembuktian, karena peng -

aturannya baik dalam hukum formal maupun hukum ma-

teriil, penulis akan menyebutkan beberapa pasal undang-un-

dang sebagai berikut:

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 141: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata128

a. Pasal 1244 BW: Jika ada alasan untuk itu, si berutang

harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apa-

bila ia tidak dapat membuktikan bahwa hal tidak atau

tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikat

itu, disebabkan karena suatu yang tak terduga pun tidak

dapat dipertanggungjwabkan padanya, kesemuanya itu

pun jika iktikad baik tidaklah pada pihaknya.

b. Pasal 1394 BW: Tentang pembayaran sewa rumah, se-

wa tanah, tunjangan tahunan untuk nakah, bunga aba-

di atau bunga cagak hidup, bunga uang pinjaman, dan

pada umumnya segala apa yang harus dibayar tiap ta-

hun atau tiap waktu tertentu yang lebih pendek, maka

de ngan adanya tiga surat tanda pembayaran, dari mana

ter nyata pembayaran tiga angsuran berturut-turut, ter-

bit lah suatu persangkaan bahwa angsuran-angsuran

yang lebih dahulu telah dibayar lunas, melainkan jika

di buktikan sebaliknya.

c. Pasal 1977 ayat 1 BW: Terhadap benda bergerak yang

tidak berupa bunga maupun piutang yang tidak harus

dibayar kepada si pembawa, maka barang siapa yang

menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. (Jadi, siapa

yang menggugatnya, ialah yang dibebani pembuktian).

d. Pasal 1365 BW: Tiap perbuatan melawan hukum, yang

membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan

orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu

mengganti kerugian tersebut (dalam hal itu, penggugat

yang dibebani pembuktian).

e. Pasal 468 ayat 2 KUHP Dagang: Si pengangkut diwa-

jibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan ka-

rena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak da-

pat diserahkannya, atau karena terjadi kerusakan pada

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 142: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Sifat Beban Pembuktian 129

barang itu, kecuali jika dibuktikannya bahwa tidak dapat

diserahkannya barang atau kerusakan tadi dise bab-

kan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat

dicegah maupun dihindarinya, atau cacat daripada ba-

rang tersebut atau oleh kesalahannya dari yang me ngi-

rimkannya.

Ad. 3. Sifat yuridis dari dapat dikasasinya

Penulis sependapat dengan Prof. Dr. R. Subekti, S.H.,6

yang meyatakan bahwa soal pembagian beban pembuktian ini

di anggap sebagai suatu soal hukum atau soal yuridis yang da-

pat diperjuangkan sampai tingkat kasasi di muka pengadilan

kasasi, yaitu Mahkamah Agung. Melakukan pembagian be-

ban pembuktian yang tidak adil dianggap sebagai suatu pe-

langgaran hukum atau undang-undang yang merupakan

alas an bagi Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan

hakim atau pengadilan rendahan yang bersangkutan.

Hal tersebut sudah terbukti dengan banyaknya putusan

Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang me me-

riksa dan memutuskan perkara mengenai masalah beban

pembuktian.

Endnote:

1. Achmad Ali. Beban Pembuktian Dalam Praktik (Skripsi).

Ujungpandang, 1980, hlm. 18.

2. Achmad Ali. Ibid.

3. Hasil penelitian putusan-putusan pada Pengadilan Tinggi Ujung-

pandang menyangkut perkara-perkara perdata.

4. Achmad Ali. Op.Cit., hlm. 28.

5. Achmad Ali. Op.Cit., hlm. 28.

6. Prof. Dr. R. Subekti, S.H. Hukum Pembuktian. Penerbit Pradya-

paramita, Jakarta, 1978, hlm. 17.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 143: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 144: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Sekalipun beban pembuktian mempunyai asas-asas

yang telah tercantum pada Pasal 163 KIR, tetapi isi Pasal

163 KIR itu masih sering menimbulkan kekaburan tentang

beban pembuktian itu sendiri, baik secara teoritis maupun di

dalam praktik/Yurisprudensi.

Begitu banyaknya masalah yang sering timbul mengua sai

beban pembuktian ini, sehingga tidak mungkin pe nulis dapat

mencantumkannya secara lengkap sempurna dalam buku

se derhana ini, karena itu hanya beberapa di antara nya yang

pe nulis sempat kemukakan. Bagi mahasiswa, ten tu nya dapat

meng adakan penelitian tersendiri untuk me leng kapinya.

A. Permasalahan Teoretis

1. Masih adakah asas beban pembuktian lain yang dia-tur dalam HIR selain pasal 163 HIR?

Pada umumnya kalangan yuris di Indonesia sependapat,

jika dikatakan bahwa asas beban pembuktian yang diatur

BEBERAPA PERMASALAHAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM

TEORI DAN PRAKTIK

Bagian Kesepuluh

Ultra Posse Neno Obligator“Tiada orang berkewajiban, melakukan lebih dari kemampuannya.”

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 145: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata132

oleh HIR, hanyalah pada Pasal 163 HIR, tetapi menurut

penulis selain Pasal 163 HIR tersebut, maka masih ada satu

pasal lain yang terdapat di dalam HIR yang merupakan asas

beban pembuktian, yang merupakan kekecualian bagi Pasal

163 KIR yang merupakan asas umum tadi. Pasal yang penulis

maksudkan adalah Pasal 176 KIR, yang isinya adalah:

“Tiap­tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan

hakim tiada wenang akan menerima sebagiannya saja dan

me nolak yang sebagian lain, sehingga merugikan orang yang

mengaku itu; yang demikian itu hanya boleh dilakukan ka­

lau orang yang berutang, de ngan maksud akan melepaskan

dirinya, menyebutkan per kara yang terbukti benar.”

Dengan merenungi isi Pasal 176 KIR di atas, yang me-

ru pakan pasal yang mengatur tentang pengakuan yang tidak

dapat dipisahkan-pisahkan (onsplitsbare bekentenis, onsplits­

bare aveu), sebenarnya juga merupakan asas beban pem buk-

tian khusus.

Sebagai diketahui, bahwa pengakuan adalah salah satu

alat dalam hukum acara perdata. Sehingga, sebagai misal:

Jika si A menggugat si B, bahwa si B telah berutang se jumlah

satu juta rupiah kepada si A, sedang si B selaku tergugat

meng akui bahwa benar ia (si B) telah berutang sejumlah satu

juta rupiah dari si A; oleh hukum pembuktian perdata, peng-

akuan si B (tergugat yang merupakan “pengakuan murni”)

ha rus diterima oleh hakim. Dan penggugat kare na nya tidak

diwajibkan untuk membuktikan ber utangnya si B lagi.

Tetapi dalam hal dua jenis bentuk pengakuan lain yang

bukan pengakuan murni, yaitu:

a. Pengakuan dengan klausul.

b. Pengakuan dengan kualiikasi.

Berlaku Pasal 176 HIR ini.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 146: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Beberapa Permasalahan Beban Pembuktian 133

Penulis dapat menjelaskannya dengan sebuah contoh

ka sus imajiner sebagai berikut:

Si A menggugat bahwa si B telah berutang sejumlah Rp 50.000,-

kepada si A. Si B selaku tergugat mengakui bahwa benar ia

te lah berutang sejumlah Rp 50.000,- dari si A, tetapi telah

dibayarkan lunas. Jadi dalam hal ini pengakuan si B adalah

“pengakuan dengan klausul.”

Menurut Pasal 176 ini, tiap-tiap pengakuan harus dite-

rima keseluruhannya, apabila pada pengakuan itu dibutuh-

kan suatu keterangan yang membebaskan (klausul). Dari ka-

sus di atas:

1. Si B mengaku telah berutang sejumlah Rp. 50.000,-.

2. Si B menyatakan bahwa utang yang Rp. 50.000,- telah

dibayar lunas.

Berdasarkan Pasal 176 KIR ini, maka penggugat yang

dihadapkan kepada pengakuan yang tidak dapat dipisahkan

itu dapat mengambil dua macam jalan:

a. Pengakuan yang dibubuhi keterangan tadi boleh peng gu-

gat anggap sebagai suatu penyangkalan atas tuntutan nya,

dan atas dasar penyangkalan itu ia mengajukan bukti-

bukti yang diperlukan untuk menguatkan tuntutannya

itu.

b. Penggugat mengajukan alat bukti, bahwa pembubuhan ke-

terangan atas pengakuan tergugat itu tidaklah benar, dan

jika ia berhasil dalam pembuktiannya itu maka ia kemudian

meminta kepada hakim agar diadakan pe misahan terhadap

pernyataan tergugat. Setelah itu peng gugat meminta agar

tergugat dihukum atas da sar pengakuan yang sekarang

telah dibersihkan dari “klau sul” itu.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 147: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata134

2. Apakah Pasal 163 HIR hanya merupakan asas beban pembuktian saja?

Pada umumnya beberapa yuris kita menganggap bahwa

Pasal 163 HIR (pasal 283 R.bg., Pasal 1865 BW) hanyalah

pasal yang merupakan asas “beban pembuktian” (burden of

proof).

Memang jika melihat isi Pasal 163 HIR itu, yang paling

cepat tertangkap jelas adalah adanya asas “beban pembukti-

an” adalah para pihak yang beperkara. Yang membebani

pem buktian jelas adalah hakim.

Tetapi jika kita merenungi lebih teliti dan dalam isi Pasal

163 HIR, akan kita jumpai bahwa selain sebagai asas beban

pem buktian, juga berisikan beberapa asas lain, yaitu:

a. Asas pembagian beban pembuktian.

b. Asas dapat dibuktikannya HAK, selain daripada PE­

RISTIWA.

c. Asas sifat kasuistiknya beban pembuktian.

Asas pembagian beban pembuktian harus dibedakan

dengan asas beban pembuktian sendiri.

Jadi, Pasal 163 HIR, sekaligus sebagai:

a. Asas beban pembuktian (burden of proof).

b. Asas pembagian beban pembuktian.

Asas pembagian beban pembuktian ini, tampak dari isi

Pasal 163 HIR itu bahwa penggugat wajib membuktikan pe-

ristiwa yang diajukannya, sedang tergugat wajib membukti-

kan bantahannya. Penggugat tidak diwajibkan membuktikan

kebenaran bantahan tergugat, demikian pula membuktikan

kebenaran peristiwa yang diajukan oleh penggugat.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 148: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Beberapa Permasalahan Beban Pembuktian 135

3. Risiko pembuktian

Sekalipun pada bagian-bagian terdahulu penulis telah

menyinggung sedikit tentang masalah risiko pembuktian ini,

tetapi ada baiknya penulis mengemukakannya di sini lebih

mendetail lagi.

Kalau salah satu pihak yang beperkara dibebani pem-

buk tian, dan ternyata tidak mampu untuk membuktikan,

maka pihak itu akan dikalahkan karenanya. Inilah yang di-

mak sudkan dengan risiko pembuktian.

Karena adanya risiko pembuktian inilah sebenarnya

se hingga masalah beban pembuktian sangat menentukan

ja lan nya peradilan. Hakim karenanya harus sangat berhati-

hati dalam melakukan pembagian beban pembuktian.

Sebagai contoh-contoh kasus imajinasi yang menam pak-

kan risiko pembuktian ini, dapat penulis kemukakan sebagai

berikut:

a. Baik penggugat maupun tergugat sama-sama tidak

mam pu mengajukan alat-alat bukti berupa alat bukti ter-

tulis, saksi. Karena itu pengugat meminta agar si ter gugat

melakukan “Sumpah Delicior” atau sumpah pe mutus.

Jika tergugat bersedia dan melakukan sumpah yang di-

min takan oleh penggugat, maka sebagai risiko pem buk-

tiannya penggugat harus diputus oleh hakim se bagai pi-

hak yang kalah.

b. Jika si tergugat menolak untuk melakukan sumpah yang

dibebankan padanya itu, maka sebagai risiko pem buk-

tiannya adalah hakim harus menyatakan/memutuskan

tergugatlah sebagai pihak yang kalah.

c. Kalau tergugat mengembalikan sumpah itu kepada peng-

gugat, yaitu bahwa penggugatlah; sedangkan penggugat

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 149: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata136

menolak pengembalian sumpah dari tergugat, maka se-

bagai risiko pembuktiannya hakim harus memutuskan

pihak penggugat yang kalah.

d. Adapun kalau penggugat menerima pengembalian sum-

pah tergugat, maka tergugatlah yang menjadi pihak yang

kalah.

Itulah sedikit gambaran tentang risiko pembuktian yang

mengikuti beban pembuktian.

B. Permasalahan dalam Yurisprudensi

Masalah beban pembuktian dianggap sebagai masalah

hukum, karenanya dipersoalkan di tingkat kasasi (Mahka-

mah Agung)

Banyak putusan kasasi dari Mahkamah Agung Republik

Indo nesia yang memeriksa masalah beban pembuktian itu, an-

tara lain beberapa di antaranya penulis kemukakan berikut ini.

1. Onsplitsbaar aveu

Dalam hal penggugat asli menuntut kepada tergugat asli

penyerahan sawah sengketa kepada penggugat asli, bersama

kedua anaknya atas alasan bahwa sawah tersebut adalah bu-

del warisan dari almarhum suaminya yang kini dipegang oleh

tergugat asli tanpa hak. Yang atas gugatan tersebut tergugat

asli menjawab bahwa sawah itu kira-kira lima belas tahun

yang lalu telah dibeli plas dari penggugat asli oleh almarhum

suami tergugat asli.

Jawaban tergugat asli tersebut merupakan suatu jawaban

yang tidak dapat dipisah-pisahkan (onsplitsbaar aveu), maka

sebenarnya penggugat aslilah yang harus dibebani untuk

mem buktikan kebenaran dalilnya, i.c. bahwa tanah sawah

sengketa adalah milik almarhum suaminya.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 150: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Beberapa Permasalahan Beban Pembuktian 137

(Putusan Mahkamah Agung tanggal 28 Mei 1958 Nomor 8

K/Sip/1957, dalam perkara Bok Ngali melawan Bok Maji Siti

Fatimah).

2. Membuktikan sesuatu yang tidak biasa

Pihak yang menyatakan sesuatu yang tidak biasa harus

mem buktikan hal yang tidak biasa itu, i.c. orang yang diberi

hak untuk memungut uang sewa pintu-pintu toko meng-

ajukan bahwa pintu toko tersebut tidak selalu meng hasilkan

sewa.

(Putusan Mahkamah Agung tanggal 21 November 1956 No mor

162 K/Sip/1955, dalam perkara: Pr. Halijah binti Wan Abdoer-

rachman Albasi melawan para ahli waris dari Laisengh).

3. Isi surat diartikan dua macam

Apabila isi surat dapat diartikan dua macam, yaitu me-

nguntungkan dan merugikan bagi penanda tangan surat, pe-

nanda tangan surat ini patut dibebani untuk membuktikan

positumnya.

(Putusan Mahkamah Agung tanggal 11 September 1957

Nomor 74 K/Sip/1955 dalam perkara M. Soleh Unding bin

Haji Abdullah lawan Herman Uzir bin Arsjat).

4. Kontrak jual beli

Dalam persengketaan jual beli, di mana pihak pembeli

mendalilkan bahwa ia belum menerima seluruh barang yang

dibelinya menurut kontrak, sedang pihak penjual memban-

tah dengan mengemukakan bahwa ia telah menyerahkan

seluruh barang yang diperjualbelikan, pihak pembeli ha rus

dibebani pembuktian mengenai adanya kontrak dan pem-

bayaran yang telah dilakukan, sedang pihak penjual me-

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 151: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata138

ngenai barang-barang yang telah diserahkan.

(Putusan Mahkamah Agung tanggal 30 Desember 1957 No-

mor 197 K/Sip/1956, dalam perkara Saleh Bisjir melawan

N.V. Cultur Maats chappy “Bayabang”).

5. Cap dagang

Pihak yang mendalilkan bahwa cap dagang yang telah di-

datarkan oleh pihak lawan telah tiga tahun lamanya tidak di-

pakai harus membuktikan adanya non-usus selama tiga tahun

itu.

Dan tidaklah tepat bila dalam hal ini beban pembuktian

diserahkan kepada pihak lawan, yaitu untuk membuktikan

bahwa ia selama tiga tahun itu secara terus-menerus

menggunakan cap dagang termaksud.

(Putusan Mahkamah Agung tanggal 10 Januari 1957 Nomor

108 K/Sip/1954 dalam perkara Handelsvereniging Hermsen

Verwey & Dunlop N.V. melawan Sie Kian Bing).

6. Sengketa tanah perkarangan

Dalam hal penggugat mendalilkan ia menuntut penye-

rahan kembali tanah pekarangan tersengketa yang kini di-

duduki oleh tergugat, oleh karena pekarangan tersebut dahulu

hanya di pinjamkan saja oleh penggugat kepada tergugat.

Adapun tergugat membantah dengan dalil bahwa pe ka -

rangan tersebut dahulu benar milik penggugat, tetapi pe ka-

rangan itu telah dibelinya lepas dari penggugat; pembebanan

pem buktian haruslah sebagai berikut:

1. penggugat diberi kesempatan untuk membuktikan hal

peminjaman tanah tersebut kepada tergugat; dan

2. kepada tergugat diberi kesempatan untuk membuktikan

tentang pembelian lepas tanah tersebut.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 152: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Beberapa Permasalahan Beban Pembuktian 139

(Putusan Mahkamah Agung tanggal 10 Januari 1957 Nomor 94

/K/Sip 1956 dalam perkara Sani ban melawan Bok Karsija).

7. Terguggat asal menyangkal

Karena tergugat asal menyangkal, penggugat asal harus

mem buktikan dalilnya; alasan pengadilan tinggi untuk mem-

bebankan pembuktian pada penggugat asal karena tergugat

asal menguasai sawah sengketa bukan karena pembuatan

melawan hukum; tidak berdasarkan hukum.

(Putusan Mahkamah Agung tanggal 11 September 1975 No-

mor 540 K/Sip/1972 dalam perkara Lai Masina melawan

Lomo Dea dan Tori’buta).

8. Tentang Pasal 176 HIR

Perkembangan Yurisprudensi mengenai Pasal 176 HIR

(peng akuan yang terpisah) ialah bahwa dalam hal ada peng-

akuan yang terpisah-pisah hakim bebas menentukan pada

siapa harus dibebankan kewajiban pembuktian.

(Putusan Mahkamah Agung tanggal 27 November 1975 No-

mor 272 K/Sip/1973, dalam perkara Sjarifudin Gafar al. Pak

Ekut Sepik melawan Haji Abdul Hamid & Haji Achmad M.)

9. Juga tentang Pasal 175 HIR

Penggunaan Pasal 176 HIR ada baiknya dalam praktik

peradilan terutama dalam hal-hal tergugat adalah pihak yang

ekonomis lemah.

Sebaliknya, di dalam hal lain-lainnya sebaiknya harus

diberi kesempatan kepada hakim untuk di dalam tiap-tiap

per kara tersendiri mempertimbangkan, pihak manakah

yang layak dapat dilindungi, sehingga lawannyalah yang ha-

rus dibebani pembuktian.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 153: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata140

(Putusan Mahkamah Agung tanggal 30 Agustus 1958 Nomor

134 K/Sip/1958, dalam perkara A.8. Papilaya melawan Lie

Boen Ong).

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 154: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

A. Sedikit tentang Kegunaan Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum bukan cabang ilmu hukum yang ber diri

sendiri, melainkan hanya salah satu cara untuk mempela jari

hukum. Sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. R.M. Su-

dikno Mertokusumo, S.H.,1 bahwa hukum dapat ditinjau dari

tiga cara yang ketiga-tiganya dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah masing-masing:

1. Menanyakan tentang lahirnya/jadinya lembaga-lembaga

hukum dan pandangan-pandangan hukum, yang disebut

juga mengarangkan lahirnya hukum secara kausal ge-

netis. Metode ini melihat hukum sebagai perilaku serta

pertimbangan-pertimbangan manusia yang hendak me -

ne rangkan kenyataan yang phisis-psychis secara his toris

sosiologis, dihubungkan dengan gejala-gejala lain. Ini

ada lah metode sejarah hukum-hukum sosiologi hukum.

2. Menanyakan apa hukum itu (bukan bagaimana menjadi

hukum) dan sekaligus menjawab pertanyaan apa yang

TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP BEBAN PEMBUKTIAN

Bagian Kesebelas

Melius est accipere quamfacere injuriam“Lebih baik mengalami ketidak-adilan daripada

melakukan ketidak-adilan.”

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 155: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata142

sah, apa yang dalam keadaan konkret tertentu harus

terjadi menurut hukum. Metode ini disebut metode yu-

ridis yang melihat peraturan hukum yang berlaku se-

bagai satu kesatuan yang dapat diterangkan dari dirinya

sendiri, menerangkan secara logis sistematis.

3. Menerangkan bagaimanakah (apakah) hukum itu se ha-

rusnya? Mencari ukuran untuk menilai hukum. Me na-

nyakan tentang keadilan. Ini merupakan metode ilsafat

hukum yang menilai hukum.

Sosiologi hukum adalah sangat berguna bagi kalangan

hukm, yaitu kaum profesi hukum. Yang penulis maksudkan

sebagai kaum profesi hukum adalah para sarjana hukum;

yang profesinya di bidang:

a. Pendidikan hukum: Dosen Fakultas Hukum.

b. Pembinaan hukum: antara lain yang aktif di BPHN.

c. Perancangan hukum: ahli hukum yang duduk dalam

lembaga legislatif.

d. Pelaksanaan hukum: jaksa, hakim, pengacara, dan lain-

lainnya.

Di sini perlu penulis tegaskan bahwa pengertian profesi

itu tidak sesederhana yang sering digunakan orang awam,

yang sering mengindentikkan “profesi” dengan “pekerjaan”.

Bandingkan pendapat penulis dalam harian Pedoman Rakyat

1982.2

Pengertian profesi menurut Dietrich Rueschemeyer3

adalah:

“he professions are conceived of as service occupations that:

(1) apply a systematics body of knowledge to problems which;

(2) are highly relevant to central value of the society.”

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 156: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Tinjauan Sosiologi Hukum ... 143

Jadi, profesi itu adalah lebih sempit dari pengertian pe ker jaan.

Sebab profesi adalah pekerjaan harus merupakan pene rap-

an suatu ilmu untuk pemecahan problem dan harus sangat

relevan dengan nilai-nilai sentral dari suatu masyarakat.

Karena itu, Districh Rueschemeyer mengatakan lagi:4

“heir high degree of learned competence creates special problems of

social control, laymen cannot judge the professional performance; in

many cases they cannot evenset the concrets goals for the professional’s

work ....”

Penulis sependapat dengan apa yang dikemukakan

Rues chemeyer di atas, karena dalam kenyataannya memang

pekerjaan profesional itu sulit untuk dinilai oleh masyarakat

awam. Katakanlah, suatu putusan pengadilan dengan bahasa

profesi khas hukum akan membingungkan bagi orang awam

yang membacanya.

Sama saja dengan pengertian profesi yang dikemukakan

oleh H. P. Fairchild5 bahwa yang dimaksudkan dengan profesi

itu adalah kegiatan-kegiatan yang mempunyai khas:

“... A high degree of technical skill, entailing specialized preparation

generally at recognized instituions of learning, oicial regulation and

licensure, a stong feeling of class honour and solidarity, manifested

ini vocational associations to secure a monopoly of the service, and

in codes of ethics enjoining the responsibility of the profession to the

collective it serves.”

Kegunaan sosiologi hukum bagi kaum profesi hukum

antara lain adalah:

1. bagaimana memahami hukum dengan mengaitkannya de-

ngan konteks kemasyarakatan, dengan kenyataan sosial;

2. menganalisis sejauh mana efektivitas hukum di dalam

masyarakat, baik sebagai alat “sosial kontrol” maupun

sebagai “social engineering”;

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 157: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata144

3. mengkonkretkan kaidah hukum dan pengertian hukum

yang belum jelas atau kurang pasti;

4. secara tidak langsung dapat menjadi bahan bagi pem-

bentukan hukum yang merupakan hukum yang hidup

(living law) oleh hakim di dalam putusannya;

5. dan sebagainya.

Masih banyak lagi kegunaan sosiologi hukum ini, tetapi

yang penulis cantumkan di atas yang erat kaitannya dengan

dunia hukum acara saja, khususnya bagi hakim.

Mengapa harus dengan sosiologi hukum, mengapa tidak

dengan ilmu hukum dogmatis saja?

Hal ini karena sesuai apa yang dikemukakan oleh Harold

Laski,6 bahwa:

“he supreme problem for the jurists of this epoch is the need to

awaken to the responsibilities of the issues they confront. For only a

realistic awareness of what that issue fully implies can save us from

the grim regours of a new dark age.”

George Gurvitch7 membagi sosiologi hukum itu atas tiga

macam:

1. Sosiologi hukum sistematis.

2. Sosiologi hukum diferensial.

3. Sosiologi hukum genetis.

Dua lainnya tidak akan kita persoalkan di sini, tetapi

hanya “Sosiologi Hukum Sistematis” atau yang disebut juga

“Mikrososiologi Hukum” yaitu yang objek pembahasannya

antara lain: lembaga-lembaga hukum, termasuk tugas hakim

di Pengadilan.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 158: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Tinjauan Sosiologi Hukum ... 145

B. Tugas Hakim dalam Kacamata Sosiologi Hukum

Pada bagian-bagian terdahulu, penulis telah mengemu-

ka kan tugas-tugas hakim secara optik ilmu dogmatik hukum

atau menurut teori ilmu hukum, yang didasarkan pada bunyi

perundang-undangan dalam arti luas. Misalnya, menurut

Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14

Tahun 1970).

Tetapi, optik sosiologi hukum tidak ingin melihat ba gai-

mana tugas hakim di dalam undang-undang atau apa yang

tertulis, tetapi bagaimana tugas hakim di dalam ke nya taannya.

Sebab, pandangan sosiologi hukum adalah seperti yang

di kemukakan oleh tokoh Eugen Echrlich8 bahwa:

“he centre of gravity of legal developmentlies not in legislation, no

in juristic science not in judicial decision but in society it self”.

Menurut Dr. Soerjono Sukanto, S.H., M.A.,9 di dalam

ilmu hukum sebenarnya dikenal paling sedikit ilmu hukum

tiga pendekatan terhadap ke putusan pengadilan, yaitu:

1. Approach tradisional.

2. Approach konvensional.

3. Approach behavioral.

Kadang-kadang dipecah menjadi dua saja:

1. Yang tradisional.

2. Yang modern.

Dengan yang tradisional dimaksudkan sebagai pende-

katan aliran “analytical jurisprudence” dari John Austin.

Adapun pendekatan yang modern adalah aliran-aliran Sosio­

logical Jurisprudence dan Realistic Jurisprudence, yang ber-

kembang di USA.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 159: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata146

Seberapa pandangan sosiologis tentang tugas hakim,

antara lain adalah:

1. Tugas hakim adalah sebagai policy makers. Dalam hu-

bungannya sebagai policy makers hakim tidak hanya

ber tugas untuk menemukan dan menerapkan hukum,

tetapi juga untuk membentuk hukum. Dasar pandangan

ini adalah bahwa hukum adalah bagian dari sistem sosial,

se hingga kalau hakim semata-mata hanya menemukan

hukum, tidak akan ada political jurisprudence, oleh

karena pusat perhatian politik adalah kekuasaan dan ke-

kuasaan berarti memilih.

2. Tugas hakim adalah mengkonkretkan aturan hukum

de ngan kombinasi cara berpikir hakim itu sendiri, serta

faktor-faktor sosial lainnya yang membentuk pribadi

ha kim itu selaku seorang warga masyarakat. Dalam hal

ini, walaupun dikatakan bahwa tugas hakim di dalam

jabatannya selaku hakim harus dipisahkan secara tu gas

dari faktor pribadi hakim, tetap saja di dalam ke nya-

taannya adalah sangat sulit memisahkan antara faktor

pribadi hakim dengan tugas jabatannya. Pan dangan

ini bertitik tolak bahwa hakim sebagai ma nusia adalah

makh luk sosial yang mustahil bisa dile paskan bagai ro-

ket yang terlepas dari induknya.

Sehubungan dengan pandangan kedua di atas, maka

para ahli sosiologi hukum sependapat bahwa faktor sosial

yang turut memengaruhi hakim di dalam memeriksa dan

menjatuhkan putusan-putusannya adalah antara lain:

a. faktor etnis si hakim itu sendiri;

b. faktor etnis dari nyanyanya;

c. faktor latar belakang pendidikan dari hakim itu;

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 160: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Tinjauan Sosiologi Hukum ... 147

d. Faktor kondisi ekonomisnya (gaji serta penghasilan lain-

nya);

e. faktor keyakinan agamanya;

f. faktor latar belakang status sosial keluarga/orang tua si

hakim;

g. dan sebagainya.

Penulis tentu saja tidak akan membahas secara luas satu

per satu faktor-faktor di atas, tetapi sebagai contoh hanya akan

mengemukakan tiga contoh konkret yang terjadi dalam fakta:

1. Berdasarkan hasil penelitian seorang sosiolog di Ame ri-

ka Serikat, diperoleh data bahwa hakim yang berasal dari

ke luarga kaya pada umumnya cenderung “memihak”

pada pihak yang juga berasal dari keluarga kaya di da lam

per kara perdata. Dikatakan pada umumnya kalau data

membuktikan lebih dari 50% hakim-hakim yang men -

ja di sampelnya terbukti demikian.

2. Menurut seorang ahli sosiologi hukum kita di Indonesi,

Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H.,10 seorang hakim ke-

nal annya (penulis sengaja tidak mencantumkan na-

ma nya) terkenal sangat jujur dalam menjalankan tu-

gas-tugas nya sebagai hakim, kejujurannya itu akibat

pe ngaruh “keimanannya” yang kuat dari hakim itu akan

kepercayaan agama yang dianutnya, sehingga cara ber-

pikir yang dibentuk oleh ajaran agamanya membuat pu-

tusan-putusannya senantiasa objektif.

Masih sehubungan dengan tugas hakim ini, ada suatu

pendapat yang menarik dari Lawrence Friedman11 yang telah

mencoba untuk menarik garis persamaan antara pengadilan

dengan suatu depertement store (Toserba). Menurut Prof.

Friedman, pengelolaan kedua badan itu akan tampak dalam

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 161: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata148

bentuk reaksi yang hampir sama pada waktu keduanya

menghadapi kenaikan dalam jumlah persoalan yang datang

kepada mereka. Lembaga pengadilan pada waktu menghadapi

kenaikan dalam jumlah perkara masuk, sedangkan Toserba

pada waktu menghadapi kenaikan dalam jumlah (volume)

kegiatan bisnisnya. Kenaikan dalam jumlah kegiatan tersebut

tidak serta merta menimbulkan kesulitan. Bahkan ampai

pada satu tingkat tertentu, kenaikan itu bagi Toserba yang

bersangkutan merupakan suatu pahala. Dengan demikian,

sejumlah pekerja akan memperoleh tempat, cabang-cabang

dibuka dan penambahan-penambahan akan ditambah, maka

langganan akan mengalami perlakuan atau pelayanan yang

kurang menyenangkan. Tempat menjadi berjubel, pelayan

merosot, tempat parkir sulit, dan sebagainya.

Selanjutnya, oleh Profesor Friedman dikatakan12 bahwa

kedudukan pengadilan di Amerika Serikat adalah sama dengan

toserba yang menghadapi kenaikan dalam jumlah bisnisnya,

tetapi tidak mampu memperluas fasilitas dan stafnya. Di ka-

takan bahwa respons yang diberikan oleh lambaga-lembaga

pengadilan di situ terhadap tuntutan-tuntutan baru adalah

bagaikan rayapan seekor kura-kura, artinya lamban sekali.

Hal ini disebabkan oleh karena penguasaan atas urusan ke-

pegawaian tidak ada di tangan lembaga itu sen diri. Pasaran

kerja relatif tetap; pengadilan-pengadilan tidak mungkin

mem buka cabang-cabang atas kemauan sendiri oleh karena

terikat oleh birokrasi dengan prosedurnya yang sering ber-

belit-belit. Dan lain-lain persoalannya yang semacamnya.

C. Beban Pembuktian dari Optik Sosiologi Hukum

Hakim yang membebani para pihak dengan pembuktian,

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 162: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Tinjauan Sosiologi Hukum ... 149

dan hakim adalah seorang manusia, makhluk sosial, warga

masyarakat.

Penggugat dan tergugat adalah yang dapat dibebani

de ngan pembuktian, dan baik tergugat maupun penggugat

kedua adalah manusia biasa yang juga adalah “zoon politican”

atau makhluk sosial.

Memang sudah ada Pasal 163 HIR sebagai asas beban

pem buktian, tetapi jika salah satu pihak menggunakan faktor-

faktor X untuk memengaruhi perasaan subjektivitas hakim

yang juga adalah manusia biasa, maka hakim dapat me main-

kan beban pembuktian ini untuk keuntungan salah satu pihak.

Hal-hal yang menyangkut beban pembuktian, yang da-

pat dimainkan oleh seorang hakim yang sudah a’priori cukup

banyak, mengingat betapa abstraknya asas umum beban

pem buktian yang terdapat dalam Pasal 163 HIR.

Suatu keuntungan untuk menutupi kelemahan undang-

undang ini adalah karena masalah pembagian pembuktian

dianggap sebagai masalah yuridis yang dapat dikasasi ke

Mahkamah Agung, sehingga meskipun pengadilan negeri

atau pengadilan tinggi salah menerapkan pembagian beban

pembuktian, entah kesalahan itu dikarenakan keti dak tahuan

ataupun kesalahan yang diakibatkan faktor-faktor subjek-

tivitas, maka pada tingkat kasasi kesalahan tersebut dapat

di pulihkan kembali.

Karena itu, sepatutnyalah Mahkamah Agung lebih ba-

nyak memberikan aturan-aturan konkret melalui putusan

kasasinya dalam hal beban pembuktian ini.

Adanya asas yang berdasarkan yurisprudensi, bahwa pi-

hak yang dibebani pembuktian adalah pihak yang paling sedikit

dirugikan jika harus membuktikan, belum menjamin ter lak-

sananya pembagian beban pembuktian secara adil dan patut;

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 163: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata150

karena biasa saja disalahtafsirkan oleh beberapa oknum hakim.

Bagaimana upaya untuk mencegah adanya penyalah-

gunaan wewenang (onrechtmatige overheidsdaad) dari ok-

num hakim dalam hal membagi beban pembuktian ini?

Apa kah cukup dengan sanksi-sanksi melalui perundang-un-

dang an saja?

Faul Bohannan,13 seorang ahli antropologi, pernah me-

ngatakan bahwa: “Hukum adalah cara yang ditempuh oleh

masyarakat untuk mengobati dan mempertahankan dirinya.”

Dengan demikian, untuk mencegah masalah yang tim-

bul di dalam ruang lingkup pengadilan (termasuk oknum

ha kimnya) tidaklah cukup hanya dengan penanganan dari

segi hukum saja.

Yang penting diperhatikan adalah banyak faktor, misalnya:

a. bagaimana meningkatkan penghasilan resmi para ha-

kim, sehingga keadaan ekonomis rumah tangganya

cukup; sehingga merupakan rem untuk “mencari tam-

bahan penghasilan” dengan cara melanggar hukum atau

de tournament de pouvoir;

b. bagaimana meningkatkan pengetahuan hukum para ha-

kim (terutama hakim junior) dengan melengkapi kan tor/

ruang para hakim di pengadilan dengan per pustakaan

yang memadai;

c. bagaimana meningkatkan minat membaca para hakim

kita;

d. dan sebagainya.

(Secara lebih jelas, baca artikel penulis tentang Aspek So-

silogis Hakim.14

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 164: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Tinjauan Sosiologi Hukum ... 151

Endnote:

1. Prof. Dr. R.M. Sudikno Mertokusumo, S.H., dikutip oleh Achmad

Ali, dalam “Beberapa Permasalahan Mengenai Alat Bukti Tertulis,

serta Peranan dan Perkembangannya dalam Hukum Acara Perdata”.

(Sebuah Makalah) dalam program Pendidikan Pascasarjana UGM

Yogyakarta, 1982, hlm. 6.

2. Achmad Ali, “.... termuat dalam harian Pedoman Rakyat tgl ...

1982, Ujungpandang.

3. Districh Rueschemeyer. “Lawyers and Docters: A Comparison

of Two Professions”, termuat dalam “Sociology of Law”. (Selected

Readings), Edited by Vilhelm Aubert, Penguin Books, Baltimore,

Maryland, 1969, hlm. 200.

4. Ibid.

5. M.P. Fairchild. “Dictionary of Sociology and Related Scineces”.

Ames, Iowa: Littleield, Adam & Co. 1959, hlm. 235.

6. Laski, N. J. “A Grammar of Politics”. Fith Editons, Londong: Steven

& Sons, 1966, hlm. XXVII.

7. George Gurvitch. “Sosiologi Hukum” (terjemahan Sumantri

Mertodipura). Bharatara, Jakarta, 1961, hlm. 233-240.

8. Eugen Echrlich, dikutip oleh Achmad Ali dalam artikel, “Aspek­

aspek Sosiologis dari Putusan Hakim”, termuat dalam harian

Pedoman Rakyat, tanggal 22 Maret 1982.

9. Dr. Soerjono Sukanto, S.H., dalam kuliah sosiologi hukum bagi

peserta pendidikan Pascasarjana Hukum UGM Yogyakarta 1981

yang diikuti oleh penulis antara lain.

10. Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., kuliah sosiologi hukum bagi

peserta pendidikan Pascasarjana Hukum UGM Yogyakarta 1981

yang diikuti oleh penulis antara lain.

11. Lawrence Friedman, dikutip dari Prof. Dr. Satjipto Rahardjo,

S.H. Hukum Masyarakat dan Pembangunan”. Penerbit Alumni,

Bandung, 1976, hlm. 88-89.

12. Ibid.

13. Paul Bohannan, dikutip dari Achmad Ali. “Peranan Sarjana Hu­

kum dalam Era Pembangunan”. Harian Pedoman Rakyat, tanggal

23 Februari 1981.

14. Achmad Ali, “Aspek­aspek Sosiologis dari Putusan Hakim”. Harian

Pedomana Rakyat, tanggal 22 Maret 1982.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 165: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 166: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

A. Pengertian Perjanjian Pembuktian

Perjanjian pembuktian (Bewijsovereenkomst) adalah

per janjian antara dua pihak yang menentukan aturan pem-

buktian yang bagaimanakah yang akan dilakukan dalam

prosedur tertentu.

Jadi, perjanjian pembuktian ini merupakan keke cualian

dari ketentuan umum mengenai pembuktian yang berlaku

dalam hukum acara perdata.

Perjanjian pembuktian ini adalah perjanjian yang di ada-

kan oleh kedua pihak yang mengadakan hubungan ke per-

dataan, yang dilakukan sebelum terjadinya per seng ketaan.

B. Isi Perjanjian Pembuktian

Isi dari suatu perjanjian pembuktian itu ada tiga:

1. Untuk menyampingkan alat-alat tertentu.

2. Justru untuk mengizinkan alat-alat bukti tertentu yang

dalam keadaan normal tidak digunakan.

3. Mengatur kekuatan pembuktiannya.

Jadi, perjanjian pembuktian ini dapat mengambil atur-

an-aturan di luar BW; tetapi dapat juga sepakat untuk meng-

PERJANJIAN PEMBUKTIAN

Bagian Kedua Belas

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 167: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata154

gunakan aturan-aturan tertentu di dalam BW, misalnya me-

reka mengadakan perjanjian bahwa satu saksi saja sudah

cu kup; jadi bertentangan dengan asas-asas umum kesaksian,

Unus Testis Nullus Testis (satu saksi bukan saksi).

Perjanjian pembuktian ini bisa juga bahwa mereka meng-

adakan perjanjian bahwa jika kelak timbul perselisihan antara

mereka berdua, maka satu-satunya alat bukti ter tulis misal-

nya, sedang pembuktian dengan saksi tidak di bo lehkan.

C. Hal-hal yang Terlarang untuk Diperjanjikan

Sekalipun hukum kita di Indonesia membolehkan orang

mengadakan perjanjian pembuktian ini, tetapi tetap ada

batas an atau larangan hal-hal apa yang dilarang untuk di-

perjanjikan.

Hal-hal yang terlarang untuk diperjanjikan dalam per-

janjian pembuktian ini adalah:

1. Membolehkan para pihak menggunakan bukti-bukti

lain di mana undang-undang dengan tegas telah mene-

tap kan suatu alat bukti sebagai satu-satunya yang ber-

laku, misalnya apa yang ditetapkan dalam Pasal 180

BW bahwa dalam hal tidak adanya persatuan harta

ke ka yaan dalam perkawinan, maka masuknya barang-

barang tidak da pat dibuktikan dengan cara lain hanya

de ngan mencantumkannya dalam perjanjian kawin,

atau dengan surat pertelahan yang ditandatangani oleh

no taris dan para pihak yang bersangkutan, surat mana

harus dilekatkan pula pada surat asli perjanjian ka win.

Dalam hal di atas, kedua pihak tidak boleh mem buat

perjanjian pembuktian bahwa satu-satunya alat bukti

yang digunakan adalah saksi misalnya, karena ber ten-

tangan dengan Pasal 150 BW tadi.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 168: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Perjanjian Pembuktian 155

2. Meniadakan kemungkinan-kemungkinan pembuktian

la wan di mana undang-undang secara tegas menjamin

ada nya hak mengadakan pembuktian lawan itu, misalnya

yang ditetapkan di dalam Pasal 274 ayat 2 KUH Dagang

yang menegaskan bahwa si penanggung (perusahaan asu-

ransi) selaku berhak untuk membuktikan di muka hakim

bahwa harga yang disebutkan dalam polis terlalu tinggi.

3. Mengadakan perjanjian yang bermaksud menutup sama

sekali kemungkinan pembuktian lawan (tegenbewijs). Per-

janjian semacam ini dianggap sebagai melanggar ketertiban

umum dan kesusilaan, karena berarti me nye rah kan suatu

pihak kepada kesewenang-wenangan pihak lawannya.

D. Kaitan Perjanjian Pembuktian dengan Alat Bukti Tulisan

Perjanjian pembuktian ini sangat erat kaitannya de ngan

“alat bukti tertulis”, karena hampir semua perjanjian pem-

buktian cenderung memperjanjikan bahwa satu-satunya alat

bukti yang boleh digunakan adalah alat bukti tertulis.

Jadi, dengan diperbolehkannya para pihak mengadakan

perjanjian pembuktian, juga merupakan salah satu faktor

yang lebih memperbesar peranan alat bukti tertulis.

E. Hal-hal Lain Mengenai Perjanjian Pembuktian

Suatu hal yang penting diketahui adalah bahwa perjan-

jian pembuktian ini berbeda dengan suatu jenis perjanjian

lain, di mana diperjanjikan bahwa sesuatu unsur dari per jan-

jian itu akan ditetapkan dengan suatu cara tertentu. Misalnya,

banyak terdapat dalam perjanjian asuransi, bahwa besarnya

kerugian harus ditetapkan oleh beberapa ahli.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 169: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata156

Perjanjian semacam ini tidak mengenai pembuktian,

te tapi mengatur mengenai cara menetapkan sesuatu. KUH

Perdata (BW) sendiri membolehkan bahwa perjanjian jual

beli harga dapat diserahkan kepada perkiraan seorang pihak

ke tiga (Pasal 1465 BW).

Di dalam perjanjian pembuktian dibolehkan untuk

mem perjanjikan, bahwa suatu alat bukti bebas dalam per-

janjian bagi kedua belah pihak merupakan suatu alat bukti

yang mengikat antara kedua pihak, misalnya antara penjual

dan pembeli diperjanjikan bahwa surat timbang, yaitu su rat

yang dibuat oleh seorang pihak ketiga, dan karena itu me-

nurut hukum pembuktian hanya mempunyai kekuatan pem-

buktian mengikat tentang diserahkannya sejumlah barang

kepada pihak pembeli.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 170: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

1. Achmad Ali. Bahan Pembuktian dalam Proses Perdata.

Skripsi, Ujungpandang, 1980.

2. —————. Peranan Pengadilan dalam Sistem Kodii­

ka si. (Makalah), Pendidikan Pascasarjana UGM., Yog-

yakarta, 1981.

3. —————. Beberapa Permasalahan Mengenai Alat

Buk ti Tertulis, serta Peranan dan Perkembanganya da­

lam Hukum Acara Perdata. (Makalah), Pendidikan Pas-

casarjana, UGM. Yogyakarta, 1982.

4. —————. Peranan Sarjana Hukum dalam Era

Pembangunan. (Artikel), termuat dalam Pedoman Rak­

yat, Ujung pandang, tanggal 23 Februari 1981.

5. —————. Aspek­aspek Sosiologis dari Putusan Hakim.

(Artikel), termuat dalam harian Pedoman Rakyat, Ujung-

pandang, tanggal 22 Maret 1982.

6. Asser-Anema-Verdam. Mr. C. Asser’s Handleiding tot de

beoefening van hat Nederland Burgelijk Recht. Vijfde –

Deel: Van Bewijs, N.V. Witgevers Maat schappij, W.E.J.

Tjeenk Uillink, Zwolle 1953.

7. Asser-Scolten-Viarda. Mr. C. Asser’s Hanleiding tot de

beoefening van het Nederland Bugerlijk Recht, Earste Deel

Earste Stuk: Familia recht, N, V. Witgevers Mastschappij

DAFTAR LITERATUR LANGSUNG (Yang Terdapat dalam Kutipan)

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 171: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata158

N.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle, 1947.

8. Burrows, Sir Roland. Phipson on the Law of Evidence.

Ninth Edition, London, Sweet & Maxwell Limited, 1952.

9. Busmann, Mr. C.U. Star: Hoofdstukken van Burgerlijke

Rechtsvordering, Haarlem, De erven F. Bohn N.V.,

1948.

10. Baker, Ernest. Principles of Social and Political heory.

1963.

11. Cleary, Edward W. McCormick’s Handbook of the Law of

Evidence. St. Paul Minn, West Publishing Co. 1972.

12. Cardozo LLD, Benyamin N. he Nature of Judicial

Process. New Haven, Yale University Press.

13. Dorman, Peter J. Dictionary of Law. Running Press,

Philadelphia, Pennsylvania, USA, 1976.

14. Drion, Prof. Mr. H. Bewijzen in hetrecht. R.M. hemis

1966 af1. 5/6.

15. Diamond, A.S.. Primitive Law. Second Editions, Ch. xxx.

16. Enschede, Prof. Mr. Ch. J. Bewijzen in het strafrecht. R.M.

hemis 1966 af1. 5/6.

17. Fairchild, H.P. Dictionary of Sociology and Related

Scineces. Ames, Iowa: Littleield, Adam & Co. 1959.

18. Gurvitch, George. Sosiologi Hukum. (Terjemahan

Sumantri Mertodipura), Bharatara, Jakarta, 1961.

19. Gillers, Stephen. An American Civil Liberties Union

Handbook: he Rights of Lawyers and Clients. A Discus

Book, Published by A von Books, USA, 1979.

20. Jacobs, Milton C. Civil Trial Evidence, Second Edition,

New York, 1949.

21. Laski, N.J. A Grammar of Politics. Fith Editions, London,

Steven & Sons, 1966.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 172: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Daftar Literatur Langsung 159

22. Mayers, Lewis. he Machinery of Justice; An Introduction

to Legal Structure and Process. Foundations of law in a

business Socies, Series, Prentice Hall Inc. Englewood

Clifs, New Jersey, 1963.

23. Paton, G. W. A Text Book of Jurisprudence. Oxford, at the

clarendon Press, 1964.

24. Pound, Roesco. Perspective of Law. Essay for Austin

Wakeman Scott, Little Brown and Company, Boston,

Toronto, USA, 1964.

25. Pound, Roesco. An Introduction to the Philosophy of Law.

New Haven, Yale, University Press, 1959.

26. Pitlo, Prof. Mr. A. Pembuktian dan Daluwarsa.

(Terjemahan), PT Intermassa, Jakarta, 1976.

27. Sunarjati Hartono, Dr.S.H. Kapita Selekta Perbandingan

Hukum. Penerbit Alumni, Bandung, 1976.

28. Sudikno Metokusumo Prof. Dr., S.H. Hukum Acara

Perdata Indonesia. Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1981.

29. Sudikno Metokusumo Prof. Dr., S.H. Beberapa Asas

Pembuktian Perdata dan Penerapannya dalam Praktik.

Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1980.

30. Supomo, Prof. Dr. R. S.H. Hukum Acara Perdata Peng­

adilan Negeri. Penerbit Fasco, Jakarta, 1958.

31. Subekti, Prof. Dr. R. S.H. Hukum Pembuktian. Penerbit

Pradyaparamita, Jakarta, 1978.

32. Sukardono, Prof. R. S.H. Penggunaan Upaya­upaya

Pembuktian dalam Prosedur Perdata. Majalah Lembaga

Pembinaan Hukum Nasional, 1971 No. 12.

33. Bhklar, Judith. Legalism. Cambridge, Harvard University

Press, 1964.

34. Stein, Mr. P.A. “Compendium van het–Burgelijk Pro­

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 173: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata160

cesrecht”, Kluwer, Deventer, 1973.

35. Soejono Sukanto, Dr. S.H. Kegunaan Sosiologi Hukum

bagi Kalangan Hukum. Penerbit Alumni, Bandung, 1979.

36. Satjipto Rahardjo, Prof. Dr. S.H. Hukum Mayarakat dan

Pembangunan. Penerbit Alumni, Bandung, 1976.

37. Hemphill & Hemphill. he Dictionary of Practical Law.

Prentice Hall, Inc. Englewood Clifs.

38. hesing, Mr. H. De Grondslogan van de Bewijslast in de

Civila Procedure”. S’Gravenhage, 1961.

39. hayer, James Bradley. Preliminary Treatise on Evidence,

1898.

40. Wirjono Prodjodikoro, hayer, Prof. Dr. R. S.H. Hukum

Acara Perdata Indonesia. Penerbit Sumur Bandung, 1980.

41. Wiersma, Prof. Mr. H. Bewijzen in het Burgelijk Geding,

R.M. hemis, 1966.

42. Wise. B. R. Cutlines of Jurisprudence. 1959.

43. ——————. Compendium Hukum Belanda.

44. ——————. Journal of Forensic Science. Vol. 9. No. 4.

45. ——————. Undang­Undang Pokok Kekuasaan Keha­

kiman.

46. Subekti, Prof. R., S.H. Kitab Undang­Undang Hukum

Perdata (BW). Penerbit Pradnyaparamita, Jakarta, 1978.

47. Subekti, Prof. R., S.H. Kitab Undang­Undang Dagang dan

Undang­Undang Kepailitan. Penerbit Pradnyaparamita,

Jakarta, 1973.

48. Chidir Ali. Yurisprudensi Indonesia tentang Hukum Pem­

buktian. Jilid 1, Binacipta, 1981.

49. ——————. Idem, Jilid 2.

50. Retnosupartinah & Kunthoro Basuki. Kumpulan Un­

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 174: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Daftar Literatur Langsung 161

dang­undang dan Peraturan­peraturan Pemerintah yang

Berhubungan dengan Masalah Peradilan. Penerbit Seksi

Peradilan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1980.

51. Tresna, Mr. R. Komentar HIR. Penerbit Pradnyaparamita,

Jakarta, 1975.

52. Wantjik Saleh, K. S.H. Intisari Yurisprudensi Pidana dan

Perdata. PT Ichtiar Baru, Jakarta, 1973.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 175: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 176: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

1. Apeldoorn, Prof. Mr. L.J, Van. Pengantar Ilmu Hukum.

(Terjemahan Utarid Sandino). Penerbit Nooedhof Kolf

N.V., Jakarta 1957.

2. Achmad Sanusi, Prof. Dr. S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan

Pengantar Tata Hukum Indonesia. Tarsito, Bandung, 1977.

3. Adnan Buyung Nasution. Bantuan Hukum di Indonesia.

Penerbit LP3ES,Jakarta, 1981.

4. Amin, S.M. Hukum Acara Pengadilan Negeri. Penerbit

Pradnyaparamita, Jakarta, 1976.

5. —————. Bertamasya Ke Alam Hukum. Penerbit

Fasco, Jakarta, 1954.

6. A.T Hamid. Cara­cara Beperkara dan Praktik Pengadilan.

Penerbit Dana Kesejahteraan Pegawai Pengadilan Negeri

Ujungpandang,1980.

7. Clad.J.C. Beberapa catatan tentang pengalaman Selandia

Baru dalam pelayanan hukum kepada mereka yang eko-

no minya lemah. Termuat dalam majalah hukum dan

keadilan, No. 14, 1980.

8. Hapsoro, Prof. B. R. M. S.H., “Sistem Peradilan di

Kraton-Kraton Jawa Tengah,” termasuk dalam majalah

Sangkakala Peradilan, No. 5, 1972.

DAFTAR LITERATUR TIDAK LANGSUNG

(Daftar Literatur yang Merupakan

Bahan Bacaan dalam Menyusun Buku Ini,

Tetapi Tidak Terdapat dalam Kutipan)

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 177: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata164

9. Hermin Hadati Koeswadji. Beberapa Permasalahan

Hukum dan Pembangunan Hukum, dan Pendidikan

Hukum, Hukum dan Bantuan Hukum. Penerbit PT Bina

Ilmu, Surabaya, 1980.

10. Kusumandi Pudjosewojo. Pedoman Pelajaran Tata Hu­

kun Indonesia. Penerbitan Aksara Baru Jakarta, 1976.

11. Karjadi, M. Peradilan di Indonesia. Penerbit Politeia

Bogor, 1975.

12. Katz, June. Masalah Bantuan Hukum bagi orang miskin

di Amerika Serikat. Termasuk dalam majalah hukum

dan keadilan, No. 5/5 Tahun 1973.

13. Ko Tjay Sing, Prof. Rahasia Pekerjaan Doktor dan

Advokat. Penerbit Gramedia, Jakarta,1978.

14. Lev, Daniel,S., Bushlayer (Pokrol Bambu)in Indonesia.

termuat dalam majalah hukum dan keadilan, No. 5

tahun 1973.

15. Lintoong Oloan Siahaan. Jalanan Peradilan Perancis Le­

bih Cepat dari Peradilan Kita. Penerbit Ghalia, Indonesia,

1981.

16. Moraland, Caroll C. Equal Justice Under Law, Oceana

Publications, Inc. New York, 1957.

17. ———————. Jurimetrie. Ars Aequi, Beutler Publicite,

Amsterdam.

18. ———————. Susunan pengadilan dalam Negara

Republik Indonesia. Pustaka Rakyat N.V. Jakarta, 1952.

19. Rubini S.H dan Chidir Ali S.H. Pengantar Hukum Acara

Perdata. Penerbit Alumni, Bandung, 1952.

20. Ruslan Salah, Prof., Jurimetrie, Suatu Cara Berpikir dan

Berbuat dalam Hukum. Penerbit Aksara Baru, Jakarta,

1979.

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 178: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

165

21. Surrency, Erwin C. A Guide to Legal Research. Supplement

ed. Edition, Oceana Publication Inc Dobbs Ferry, New

York, 1966.

22. Subekti, Prof. R. S. H. Praktik Hukum. Penerbit Alumni,

Bandung 1974.

23. Subekti, Prof. R. S.H. Hukum Acara Perdata. Penerbit

Binacipta, 1977.

24. Soerjono Sukanto, Dr, S.H, MA dan Purnadi. Perundang­

undangan dan Yurisprudensi. Penerbit Alumni, Bandung,

1972.

25. Sri Soemantri, S.H. Hak Menguji Material di Indonesia.

Penerbit Alumni, Bandung, 1972.

26. Soemarno P. Wirjanto, Mr. Profesi Advokat. Penerbit,

Alumni, Bandung, 1976.

27. Sudikno Pertokusumo, Pro. Dr. R.M. S.H. Meningkatkan

Kesadaran Hukum Masyarakat. Penerbit Liberty,

Yogyakarta 1981.

28. Subekti, Prof. R. S.H. Kekuasaan Mahkama Agung RI.

Penerbit Alumni Bandung, 1980.

29. Soerjono Sukanto, DR. S.H, M.H. Pendidikan Hukum,

Penelitian dan Profesi yang Berhubungan dengan Hukum.

Termuat dalam majalah hukum dan keadilan No. 5/6

tahun 1973.

30. Sri Uindojati. Kesan­kesan dari Australia. Termuat dalam

majalah Sangkakala Peradilan, No. 4.197131.

31. Sudikno Mertokumo, Prof. Dr. R.M. S.H. Bunga Rampai

Ilmu Hukum. Penerbit Seksi Peradilan Falkutas Hukum

UGM, Yogyakarta, 1981.

32. Wantjik Saleh, S.H. Kehakiman dan Peradilan. Ghalia

Indonesia, 1977.

Daftar Literatur Tidak Langsung

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 179: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 180: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Daftar Istilah Asing 167

1. a caontrario 29

2. a critical mechanism 105

3. Act 20

4. Admissibility 92

5. Admissible evidence 79

6. Advokat 49

7. Aestimatoir 99

8. airmatif 107

9. akta partij 86

10. Analisis 72

11. analog 28

12. analogi 29

13. Anglo Saks 4

14. Arbitrase 9

15. argumentasi 39

16. argumentum a contrario 30

17. assertair 99

18. Audi et Alteram Partem 12

19. Autentik 78

20. aveu complexe 98

21. Aveu pur et simple 68

22. aveu qualiie 98

23. Behaviour 252

24. Bekentenis 98

25. Beneicium 65

26. Beslissende Bewijskracht 83

27. Bewijs 16

28. beyond reasonable doubt 10

29. bezitter 118

30. Bis de eadem re ne sit actio 65

DAFTAR ISTILAH ASING

31. bloot airmatif 122

32. Circumstantial evidence 78

33. Common Law 4

34. Commonwealth 4

35. Communis Opinio Doctorum

42

36. Compurgation 74

37. Compurgator 74

38. Confession 98

39. Conlic of human interest 62

40. Conlicting evidence 79

41. Contentieuse jurisdictie 23

42. Contradictoir 28

43. Conviction intime 17

44. Conviction raisonnee

45. Cumulative evidence 79

46. De gustibus non est Dis­

putandum 68

47. De lege lata 125

48. De tournament de pouvoir 115

49. debitur 119

50. Decisoir 43

51. Declaratoir 28

52. defendant 47

53. deinisi 23

54. Demonstrative evidence 79

55. Diferesial 151

56. Direct evidence 78

57. documentary 20

58. Documentary 77

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 181: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata168

59. Dogmatik hukum

60. doktrin 28

61. Dosen 49

62. Droit Prive 64

63. Eigen Wetenschap des Rechters

39

64. Eigenrichting 8

65. Eines Mannes Rede Ist Keines

Mannes Rede 64

66. eiser 47

67. eksekusi 53

68. Equity 64

69. Errare Humanum Est, Turpe

in Errore Perseverare 71

70. esensi 31

71. Eventual maxim 12

72. Evidence 16

73. Evidence in writing 78

74. ex oicio 100

75. Expertise 80

76. Extrinsic evidence 79

77. factum 33

78. Fama 42

79. Family Provision 20

80. Fenomenologik 2

81. Fiksi 66

82. Finansial 55

83. fokus 2

84. Follow up 25

85. Formal yuridis 60

86. Fructus stantes 4

87. gedaagde 47

88. Gedeeltelijk Bewijskracht 83

89. General rules 64

90. Genetis 151

91. Gerechtigkeit 61

92. Geschrit 91

93. guilty or not guilty 25

94. Hand­Book 4

95. historis sosiologis 148

96. Hukum Objektif 34

97. Hukum Positif Quaestio facti

66

98. Hukum Subjektif 34

99. Immunities 6

100. in concreto 18

101. Inderect evidence 78

102. Inheritance 20

103. Innerlijke samenhang waarin

ieder nieuw probleem zijn

antwoord vindt 2

104. intervensi 29

105. intuitif 17

106. irrelevant 36

107. Ius 33

108. Ius curia novit 11

109. Ius Publicum 125

110. Ius Vigilantibus Scriptum Est

6

111. Judex ne Procedat ex Oicio

63

112. Juris Ignorantia Nocet, Facti

Non Nocet 15

113. Jury 25

114. karakter evidence 92

115. kasasi 134

116. Kasuistis 130

117. klassik 30

118. kolektif 35

119. kompleks 34

120. Konlik 62

121. konstatir 53

122. konstituir 53

123. Konstitusi 28

124. Kontinental 25

125. Kracht van tegenbewijs 84

126. kuratele 48

127. kurator 48

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 182: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Daftar Literatur Langsung 169

128. kwaliisir 53

129. law enforcement 32

130. legitima persona standi in

judicio 46

131. Lex Neminem Cogit Ad

Impossiblia 59

132. lisensi 74

133. Litis Decisoir 100

134. living law 150

135. Manifesta non egent Proba­

tione 43

136. Material 77

137. Material evidence 82

138. material facts 37

139. Melius est accipere quam

facere in jurism 145

140. Membuktikan secara kon-

vensional 17

141. Mikro Sosiologi Hukum

151

142. Minima non curat praetor

37

143. minuut 85

144. Multa sed non Multum 37

145. Ne Ultra petita 67

146. negatie 117

147. Negative non sunt probanda

113

148. Neme judex odoneus in

propria cause 55

149. Nemo plus juris Transferre

Potest Quam Ipse Habet 69

150. Nemo Testis Indoneus in

Propris Causa 66

151. norm 32

152. Normatif 42

153. Notaris 9

154. Notoir 37

155. Notoir Feiten 39

156. Obiter Dictum 37

157. Onrechtmatigedaad 55

158. onsplitsbare aveu 99

159. Onvolledig Bewijskracht 83

160. optik 151

161. Oral 76

162. Original evidence 77

163. orthodox classiications 4

164. pembuktian historis 18

165. Pendentes 4

166. Perjury 72

167. Personae miserabile 51

168. pihak formal 47

169. pihak materiil 47

170. Pokrol 49

171. Policy maker 252

172. Political Jurisprudence 252

173. Posisi Ubyektif 55

174. positum 120

175. praecumptiones juris et

dejure 97

176. praesumptiones juris tantum

97

177. precedent 93

178. preponderance of evidence

10

179. Presumptions 75

180. Presumptions Facti 97

181. Presumptions juris 97

182. Presumtive evience 78

183. Pride is the Beginning of

Destruction 5

184. Primary evidence 78

185. Primitif 72

186. Privastrecht 64

187. private knowledge 39

188. Private Law 64

189. procedural law 4

190. profesi 149

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 183: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata170

191. profesional 150

192. promissoir 99

193. Proof 16

194. Prosesuil 27

195. psychis 107

196. Quad Erat Demonstrandum

33

197. Quaestio facti 66

198. Quaestio juris Quaestio facti

66

199. Quasi Staatrecht 50

200. Quod Bonum Felix Faus­

tumque 62

201. Quod Licet Jovi non licet

bovi 36

202. ratio decidendi 37

203. real 20

204. Real evidence 79

205. Realistic Jurisprudence 152

206. Rechterlijke vermoedens 97

207. Rechtserzeugende Tetsachen

123

208. Rechtshindernde Tetsachen

123

209. Rechtsicherheit 62

210. Rechtspersoon 46

211. rechtsvermedens 97

212. Rechtsvernichtende m Tatsa­

chen 124

213. Recusatio 67

214. relevant 23

215. remspoor 42

216. Reo negante actitori in­

cumbit prabatic 115

217. Res judicata jus facit inter

partes 114

218. Res judicata pro veritate ac­

cipitur 114

219. Res judicata provery tate

habatur 114

220. restrictief 115

221. Reus excipiendo it actor 115

222. Rumor 42

223. schematik 31

224. Second hand evidence 79

225. Secondary evidence 78

226. Si due faciunt iden non est

idem 129

227. Si vis pacem para bellum

114

228. Sita konservatoir 13

229. social control 150

230. social engineering 150

231. Socialogical Jurisprudence

152

232. Soilen­sein 3

233. standar 23

234. substantive law 4

235. supletoir 99

236. Syllogisme 55

237. Testimonium de Auditu 96

238. Testimony 95

239. the burden of persuasion 105

240. the burden of producing

evidence 105

241. the burden of producing of

evidence 109

242. he burden of proof 11

243. the duty of going forward

109

244. he law of procedure 5

245. the plaintif 9

246. he presumption of Inno­

cence 45

247. he privilege 6

248. he risk of nonpersuasion

110

249. Toerekeningstheoris 60

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 184: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Daftar Literatur Langsung 171

250. Togenbewijs 84

251. Ultra posse nemo obligatur

123

252. Unoriginal evidence 77

253. Untersuchungsmaime 52

254. Unus testis, nullus testis 87

255. Ut sementem feceris, its metis

103

256. Verhandlungsmaxim 12

257. verstek 44

258. Vis Probandi 83

259. Volledig Bewijskracht 83

260. voluntair 23

261. Wager of Law 74

262. whether oral 20

263. wo kein klager ist, ist kein

Richter 3

264. Writings 75

265. yuridis 17

266. yurisdiksi 29

267. yurisprudensi 28

268. yurist 23

269. zoom politican 155

270. Zweekmassigkeit 62

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 185: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 186: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

1. Asser-Anema-Verdam

2. Anema

3. Aristoteles

4. Asser Scholten

5. Charles F. Hamphill

6. Codoza

7. Districh Rueschamayer

8. Diamond

9. Dias

10. Drion

11. Enschede

12. Eggens

13. Edward Cleary

14. Eugen Echlich

15. Fairchild

16. Friedman

17. Ernest Baker

18. Edwin Baker

19. Edwin C. Caared

20. Hollad, Prof

21. Hans Kelsen

22. John Austin

23. Judith Shklar

24. Kenneth Culp Davis

25. Kusumadi Pudjosewojo

26. Lod Justice Denning

27. Laski

28. Lewis Meyer

29. N. Naguhtan

30. MC. Cormick

31. Milton C. Jacobs

32. Paton

33. P.A. Stein

34. Pittle, Prof

35. Peter J. Darman

36. Paul Bohenran

37. Roscoe Pound

38. Sudikno Mertokusumo

39. Suyling

40. Sir Roland Burrows

41. Supomo, Prof

42. Subekti, Prof

43. Sukardono Prof

44. Star Bushman

45. Stephen Giller

46. Satjipto Rahardjo, Prof

47. Echalten

48. Surjono Sukanta

49. hesing

50. hayur

51. Umar bin Chattab

52. Wugmaer

53. Wirjono Pradjodikara

54. Van Vollenhoven

DAFTAR NAMA ORANG

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 187: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 188: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

KUH Perdata (BW)

Pasal 1365

Pasal 1910

Pasal 1866

Pasal 1924

Pasal 1465

Pasal 533

Pasal 535

Pasal 1977 ayat 1

Pasal 1244

Pasal 1394

Pasal 1320

Pasal 150

Pasal 1865

Pasal 1912

Pasal 330

Pasal 110

Pasal 1655

Buku IV

Peraturan Mentri Kehakiman No.

1 Tahun 1965

Keputusan Mentri Keha Pasal 145

ayat kiman No. J.P. 14/2/11

HIR

Pasal 145 ayat 2

Pasal 163

Pasal 145 ayat 1

Pasal 145 ayat 4

Pasal 123 ayat 183

Pasal 123 ayat 2

Pasal 176

RBG

Pasal 172

Pasal 284

Pasal 283

Pasal 200

Pasal 147 ayat 1

Pasal 172

Pasal173

Peraturan Lain:

U.U. No. 1 Tahun 1974

Pasal 8 U.U. No. 1 h. 1947

Pasal 9 U.U. No. 1 h. 1975

U.U. No. 1 Tahun 1948

Pasal 8 No. 2 Rv

K.U.H Dagang:

Pasal 274 ayat 2

Pasal 468 ayat 2

U.U. No. 1 Tahun 197

B. 1922 No. 522

DAFTAR PERATURAN/ UNDANG-UNDANG

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 189: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 190: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

1. Putusan Pengadilan Negeri

Sengkang Tertanggal 1

Agustus 1964, Nomor

80/1964/pdt.

2. Putusan Pengadilan Negeri

Pangkajene Tertanggal

5 Agustus 1964, Nomor

16/1962/pdt.

3. Putusan Pengadilan Negeri

Surakarta Tertanggal 3

Agustus 1962, Nomor

243/1961/pdt.

4. Putusan H.R., 19 Desember

1932

5. Putusan M.A. 15 Maret 1972

Nomor: 547 K/Sip/1971

6. Putusan M.A. 21 Nopem-

ber 1956, Nomor 162 K/

Sip/1955.

7. Putusan M.A. 11 September

1957, Nomor 74 K/Sip/1955.

8. Putusan M.A. tanggal 30

Desember 1957 Nomor 197

K/Sip/1956.

9. Putusan M.A. tanggal 28

Mei 1958 Nomor 8 K/

Sip/1957.

10. Putusan M.A. tanggal 10

Januari 1957 Nomor 108 K/

Sip/1954.

11. Putusan M.A. tanggal 10

Januari 1957 Nomor 94 K/

Sip/1956.

12. Putusan M.A. tanggal 11

September 1975 Nomor 540

K/Sip/1972.

13. Putusan M.A. tanggal 27

Nopember 1975 Nomor 272

K/Sip/1973.

14. Putusan M.A. tanggal 30

Agustus 1958 Nomor 134 K/

Sip/1958.

DAFTAR YURISPRUDENSI

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 191: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata178

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 192: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Indeks 179

rtokusumo, R.S. Soedikno,

Prof. Dr.: 1, 16, 73, 141

Adjective law: 5-6

Advokat: 48

Akta

- dalam Alat bukti; tertulis:

91-92

Alat bukti: 73-77

- Dalam Hukum acara

pidana: 9

- Tertulis: 90-92

Anema: 21

Audi Et Alteram Partem

- dalam Beban pembuk-

tian: 121-122

Audi et alteram partem: 12,

4561-63

Austin, Jhon: 44, 145

Barker, Ernest: 34

Batas umur: 46-47

Beban pembuktian: 11, 99-

107, 110-111, 131-139

- Asas: 110-115

Behavioral, approach

- dalam Keputusan penga-

dilan: 145

Bohannan, Faul: 150

Burrows, Roland, Sir: 17-19,

74

BW Baru: 26

Circumstatial evidence: lihat

indirect evidence

Cleary, Edward W.: 22, 56,

93, 100

Compurgation: 70-71

Contentieuse jurisdicte: 22

Contradictoir: 27-29

Curia novit: 63

Danning, Lord Justice: 23

Davis, Kenneth Culp: 88

De gustibus non est dispi-

tandum: 65

De Lege Lata, Teori

- dalam Beban pembuk-

INDEKS

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 193: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata180

tian: 120-121

Declaratoir: 28

Demonstrative evidence: 76

Descente: 85

Documentary

- dalam Klasiikasi; alat

bukti: 74

Dorman, Peter J.: 71, 102

Drion. H.: 17

Eggens: 17

Enschede, Ch., J.: 93

Eventual maxim: 11

Evidence: 17-19

Expertise: 85

Fiardchild, H.P. 143

Friedman, Lawrence: 147-

148

Gillers, Stephen: 103

Gurvitch, George: 144

Hak

- Dalam Pembuktian: 32-

35

Hak, Teori

- dalam Beban pembuk-

tian: 118-120

Hamphill, Charles F.: 5, 71,

76, 101

Hamphill, Phyllis D.: 5, 71,

76, 101

Holand, Prof.: 33

Hukum acara perdata: 8-14

Hukum acara pidana inter-

nasional: 13-15

Hukum acara pidana: 8-12

Hukum materiil: 4

Hukum perdata: 3

Hukum privat

- Dalam Sistem Hukum: 2

Hukum proses: 4, 5

Hukum publik

- Dalam Sistem Hukum: 2

Indirect evidence: 75

Ius Curia Novit: 10

Jacobs, Milton C.: 19, 73

Jaksa

- Dalam hukum acara

pidana: 8

Kasuistik

- dalam Beban pembuk-

tian: 123-127

Kebenaran formal: 9

Kebenaran materi: 9

Kebiasaan

- Dalam Sistem Hulum: 2

Kekuatan pembuktian: 80-

87

- sempurna: 80-83

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 194: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Indeks 181

- lemah: 80, 83

- sebagian: 80, 83

- menentukan: 84

- perlawan: 84

Kelsen, Hans: 58

Konvensional,. Approach

- dalam Keputusan penga-

dilan: 145

Kuasa: 49-50

Kuratele: 48

Laski, Harold: 144

Law enforcement: 31

Legislatif, lembaga

- Dalam Sistem Hukum: 2

Legitima persona standi in

judicio: 46

Lus Publicum, Teori

- dalam Beban pembuk-

tian: 121

Martokusumo, Soedikno: 7

Material

- dalam Klasiikasi, alat

bukti: 74

Mayers, Lewis: 102

McCormick, Dean: 104

Negativa Non Stunt Proban-

da, Teori

- dalam Beban pembuk-

tian: 117-118

Nemo plus juris transferre

potest quam ipse habet:

66

Nemo testis indoneus in

propria causa: 64

Obitar dictum: 36

Onsplitsbaar aveu: 136-137

Oral

- dalam Klasiikasi, Alat

bukti: 74

Patton, George Whitecross:

4, 69-70, 74

Pembuktian ilmiah: 23-24

Pembuktian: 15-56

- Tujuan: 20

Pemulihan hak: 4

Pengacara

- dalam Persengketaan

perdata: 46, 48

Pengakuan

- dalam Alat buklti: 95

- dalam Beban pembuk-

tian: 132-1133

o dengan klausul: 132

o dengan kualiikasi: 132

- pembagian: 134

Pengampu

- dalam Persengketaan

perdata: 46, 47-48

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 195: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata182

Penggugat

- Dalam Hukum acara

perdata: 9

- Dalam Persengketaan

perdata: 46

Penyalahgunaan wewenang:

150

Peradilan, Lembaga

- Dalam Sistem Hukum: 2

Peradilan: 2

Peristiwa

- Dalam Pembuktian: 32-

33, 35

- Prosesuil: 37

- Notoir: 37-40

- Pengetahuan umum: 41-

42

- Tidak perlu di buktikan:

42-44

Perjanjian pembuktian:

153-156

Pound, Roscoe: 45

Presumptive evidence: lihat

indirect evidence

Procedural law: 4

Prodjodikoro, R. Wiryono,

Prof. Dr.: 6

Profesi: 143

Proof: 20, 99

Ratio decidendi: 36

Real evidence: 76`

Rechtapersoon: 46

Resiko pembuktian: 135-136

Rueschemenyer, Dietrich:

143

Saksi

- tidak mampu: 64

Scholten, Paul: 58

Shklar; Judith: 44

Sistem hukum: 1-2

Soekardono, R. Prof.: 39

Sollen sein: 30-32

Sosiologi hukum

- dalam Beban pembuk-

tian: 141-148

- macam: 144

Subekti, R. Prof. Dr.: 21, 22

Subtantive law: 4

Subtantive law: 5-6

Sukanto. Soerjono, DR.: 145

Sumpah

- dalam Alat bukti: 96

- decisoir: 96-97

- supletoir: 96-97

- aestimatoir: 96-97

Supomo, Prof. Dr.:20

Suyling: 17

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 196: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Indeks 183

Teori Bebas

- dalam Pembuktian: 87-

90

Teori negatif

- dalam Pembuktian: 87

Teori positif

- dalam Pembuktian: 87

Tergugat

- Dalam Persengketaan

perdata: 46

hayer: 104

hesing, H.: 102

Tradisional, approach

- dalam Keputusan penga-

dilan: 145

Tugas hakim

- dalam Pembuktian: 52-

55

Tugas hakim

- dalam Sosiologi hukum:

145-148

Tujuan hukum: 59

Ultra ne petita: 65

Unterbuchungsmaxime: 51

Unus testis nullus testis

- dalam Alat bukti, Pem-

buktian: 93

Van Vollenhoven: 1

Verhandlungo maxime: 52

Verhanlung maxim: 11

Vis Probandi: lihat Kekuatan

pembuktian

Voluntair: 28

Wager law: 70-71

Wali

- dalam Persengketaan

Perdata: 46

Yuridis

- dalam Beban pembuk-

tian: 127-129

Kesaksian

- dalam Alat bukti: 92-93

Persangkaan

- dalam Alat bukti: 93-94

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 197: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata184

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 198: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Daftar Literatur Langsung 185

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 199: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata186

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om

Page 200: pustaka-indo.blogspot · B. Pengertian Hukum Acara Perdata ..... 3 C. Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana ..... 8 D. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum

Daftar Literatur Langsung 187

pustaka-indo.blogspot.com

http

://pu

stak

a-in

do.b

logs

pot.c

om