59
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1

Page 2: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT

yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan dan kemudahan

sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian ini dengan baik dan sesuai

dengan waktu yang telah ditetapkan.

Perikanan merupakan sektor yang sangat berpotensi untuk

menghasilkan devisa di negeri ini. Begitu pula dengan Laut Indonesia,

mengandung potensi ekonomi dan modal pembangunan yang sangat

besar dan beragam. Apabila optimal dalam pendayagunaan sumber daya

laut, maka potensi ini akan mampu memberikan kontribusi yang besar

dalam menyejahterakan rakyat di negeri ini. Meskipun PDB Perikanan

masih kecil, namun kontribusinya terhadap PDB nasional terus meningkat

dari 2,8% di tahun 2008 menjadi 3,2 di tahun 2013. Selain itu, selama

2010-2012, pertumbuhannya selalu di atas 6%.

Berkaitan dengan pentingnya sektor perikanan sebagai penghasil

devisa negara serta basis pembangunan ekonomi secara berkelanjutan,

maka perlu kebijakan dan regulasi yang tepat untuk mengatur tata niaga

ikan dan produk perikanan untuk menjaga stabilitas harga dan industri

nasional. Untuk itu, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri melakukan

kajian “Analisis Kebijakan Impor Produk Perikanan”.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan dari semua pihak untuk tahap

pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa akan datang.

Besar harapan penulis bahwa informasi sekecil apapun yang terdapat

dalam kajian ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan

bagi para pembaca.

Jakarta, September 2014

Tim Analisis

Page 3: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3

DAFTAR ISI Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR v

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan Analisis 3

1.3. Ruang Lingkup Analisis 3

1.4. Metodologi Analisis 3

1.5. Sistematika Penulisan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Teori Perdagangan Internasional 5

2.2. Daya Saing Produk 12

2.3. Kebijakan Publik Perikanan 16

BAB III METODOLOGI 24

3.1. Kerangka Pemikiran 24

3.2. Pengumpulan Data 25

BAB IV GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN IMPOR PRODUK PERIKANAN

27

4.1. Perkembangan Industri Perikanan

Indonesia

27

4.2. Kinerja Perdagangan Luar Negeri Produk

Perikanan

36

4.3. Dampak Implementasi Kebijakan Impor

Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan terhadap Kinerja Sub Sektor

Perikanan

40

4.4. Hasil Temuan Lapangan 42

Page 4: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 5.1. Kesimpulan

5.2. Rekomendasi Kebijakan

49

49

51

DAFTAR PUSTAKA 52

Page 5: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Komoditi Ekspor Ikan dan Produk Perikanan

38

Tabel 4.2 Komoditi Impor Ikan dan Produk Perikanan

39

Tabel 4.3 Hasil Analisis Perkembangan Kinerja Sub Sektor

Perikanan

41

Tabel 4.4 Hasil Analisis Dampak Kebijakan terhadap Pihak

Nelayan, Processors (Industri Pengolahan Ikan),

Konsumen dan Pemerintah

42

Page 6: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Representasi Komponen Model Pasar Produk

Perikananan Indonesia

24

Gambar 4.1 Jumlah Perusahaan Penangkapan Ikan

31

Gambar 4.2 Jumlah Perusahaan Penangkapan Ikan Menurut

Status Permodalan

32

Gambar 4.3 Jumlah Produksi Ikan di Tempat Pelelangan

Ikan

33

Gambar 4.4 Jumlah Kapal Penangkap Ikan di Sektor

Perikanan Tangkap

34

Gambar 4.5 Perkembangan Neraca Perdagangan Ikan dan

Produk Perikanan

36

Gambar 4.6 Struktur Ekspor dan Impor Ikan dan Produk

Perikanan, Semester I 2014

37

Gambar 4.7 Negara Tujuan Ekspor dan Negara Asal Impor

Ikan dan Produk Perikanan, Semester I 2014

40

Page 7: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan sektor yang sangat berpotensi untuk

menghasilkan devisa di negeri ini. Hal ini didukung oleh luas wilayah

Indonesia yang 2/3 wilayahnya merupakan lautan, dengan garis pantai

terpanjang kedua di dunia. Dengan diapit oleh dua samudera, perikanan

di Indonesia bertekad untuk menjadi produsen produk perikanan nomor

satu dunia. Panjang garis pantai tropis terpanjang kedua (setelah

Kanada). Dengan bentang wilayah Indonesia dari ujung Barat (Sabang)

dan timur (Merauke) setara dengan London sampai Bagdad. Bentang

ujung utara (Kep. Satal) dan selatan (P. Rote) setara dengan jarak negara

Jerman sampai negara Al-Ajazair.1

Laut mengandung potensi ekonomi dan modal pembangunan yang

sangat besar dan beragam. Kontribusiya terhadap GDP senilai 28 milyar

(1988) atau 20 %. Lebih rendah bila dibandingkan dengan Korea Selatan

dengan panjang pantai 2.713 Km dengan kontribusinya 147 milyar (1992)

atau 37% (Dutton dan Hotta, 1999). Nilai ekspor perikanan sebesar US $

1,76 milyar (1998) dengan nilai rumput laut (US $ 45 juta), lebih rendah

bila dibandingkan dengan Thailand sebesar US $ 4,2 milyar dengan

panjang pantai 2.600 km. Apabila optimal dalam pendayagunaan sumber

daya laut, maka potensi ini akan mampu memberikan kontribusi yang

besar dalam menyejahterakan rakyat di negeri ini.

Sumber kelautan sebagian besar renewable resources ( Ikan

demersal, ikan pelagis, sea weed dan biota lainnya) sebagai basis

pembangunan ekonomi secara berkelanjutan. Potensi lestari sumberdaya

perikanan laut di Indonesia adalah 6,18 juta ton pertahun, ikan demersal

1 Laporan Tahunan Departemen Kelautan dan Perikanan RI Tahun 2004

Page 8: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8

1,78 juta ton, ikan karang konsumsi 75 ribu ton, udang penaid 74 ribu ton,

lobster 4,80 ribu ton, dan cumi-cumi 28,25 ribu ton.2

Terpuruknya sektor perikanan selama ini disebabkan oleh tiadanya

grand design. Indonesia tidak memiliki cetak biru sektor perikanan, baik

hulu maupun hilir. Karena itu, kita mendesak pemerintah untuk segera

merumuskan cetak biru perikanan Indonesia yang komprehensif dan

visioner. Perlu ditegaskan dalam cetak biru tentang model kebijakan yang

dianut. Apakah Indonesia menganut model Filipina yang populis, hanya

mendorong nelayan kecil, ataukah seperti Jepang yang mendorong

nelayan besar dan melindungi nelayan kecil?

Penyusunan grand design sektor perikanan perlu melibatkan

semua pihak yang memiliki kompetensi, yakni pelaku usaha di hulu dan

hilir sektor perikanan, para akademisi, para pemikir, dan lembaga

swadaya masyarakat. Selain menetapkan model pembangunan yang

dianut, cetak biru perlu memetakan semua faktor yang dibutuhkan untuk

mendorong sektor perikanan, yakni infrastruktur, kelembagaan,

pembiayaan, dan pemasaran.

Di bagian hulu, cetak biru perikanan perlu mengatur tentang jenis

ikan yang tidak boleh diekspor, jenis ikan yang harus diprioritaskan untuk

industri dalam negeri, jenis ikan yang diprioritaskan untuk konsumsi

masyarakat Indonesia. Untuk menopang industri perikanan dan

melindungi nelayan dalam negeri, perlu diatur tentang mekanisme, jenis,

dan volume impor ikan.

Saat ini, industri perikanan Indonesia terpukul oleh kelangkaan ikan

dalam negeri dan regulasi yang tidak mendukung. Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.15/MEN/2011

Tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk

ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia dinilai menghambat impor

2 Dikutip dari Supriharyono dalam buku “Pelestariaan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis.” Gramedia Pustaka Utama.

Page 9: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9

ikan jenis tertentu yang dibutuhkan industri. Akibat kebijakan itu, sejumlah

pabrik ikan kini kesulitan dan terancam bangkrut.

1.2. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kinerja ekspor dan impor produk perikanan

Indonesia serta hambatannya

2. Menganalisis kebijakan ekspor dan impor produk perikanan di

Indonesia

3. Menganalisis potensi dan permasalahan industri pengolahan

produk perikanan di Indonesia

4. Merumuskan rekomendasi kebijakan impor produk perikanan

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

1. Administrasi

Mencakup informasi-informasi status dan ketentuan mengenai

kebijakan di bidang impor seperti import licensing, preshipment

inspection, standard dan kebijakan impor lainnya.

2. Ekonomi

Nilai dan volume impor produk perikanan selama periode tahun 2009

– 2014, serta kontribusi sektor industri perikanan terhadap Produk

Domestik Bruto, tenaga kerja dan investasi.

3. Produk

Kajian ini membatasi ruang lingkup produk hanya pada produk

perikanan.

4. Hukum

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Nomor PER.15/MEN/2011 Tentang Pengendalian Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk ke Dalam Wilayah Negara

Republik Indonesia.

1.4. Metodologi

Pengumpulan data dan informasi dalam analisis ini dilakukan

dengan metode studi literatur dan in-depth interview terhadap pemangku

Page 10: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10

kepentingan terkait. Sementara, analisis kebijakan importasi produk

perikanan dan dilakukan dengan pendekatan ekonomi, untuk

menganalisis dampak yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan

tersebut.

1.5. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang

2. Tujuan Penelitian

3. Ruang Lingkup Penelitian

4. Metodologi

5. Sistematika Penulisan

Bab II Tinjauan Pustaka

1. Teori Perdagangan Internasional

2. Teori Kebijakan Publik

Bab III Metodologi

Bab IV Gambaran Umum Kebijakan Impor Produk Perikanan

1. Perkembangan Industri Perikanan di Indonesia

2. Kinerja Perdagangan Luar Negeri Produk Perikanan

3. Implementasi Kebijakan Impor Produk Perikanan

Bab V Penutup

Page 11: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan

oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar

kesepakatan bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar

perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah

suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara

lain (Wikipedia, 2014). Setiap negara yang melakukan perdagangan

dengan negara lain tertentu akan memperoleh manfaat bagi negara

tersebut. Manfaat tersebut antara lain (a) memperoleh barang yang tidak

dapat diproduksi di negeri sendiri; (b) memperoleh keuntungan dari

spesialisasi; (c) faktor-faktor produksi yang dimiliki setiap negara dapat

digunakan dengan lebih efisien; (d) memperluas pasar dan menambah

keuntungan; dan (e) transfer teknologi modern.

Beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya perdagangan

internasional antara lain (a) revolusi Informasi dan transportasi; (b)

interdependensi kebutuhan; (c) liberalisasi Ekonomi; (d) asas keunggulan

komparatif; dan (e) kebutuhan devisa.

Keunggulan bersaing menjadi aspek yang dominan dalam

perdagangan internasional. Konsep keunggulan bersaing dalam

perdagangan suatu komoditas atau produk antar negara telah mengalami

perkembangan yang cukup pesat. Konsep yang pertama dimulai dari

keunggulan absolut dari Adam Smith yang menyatakan bahwa dua

negara akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan apabila karena

faktor-faktor alamiahnya masing-masing dapat menyiapkan suatu produk

yang lebih murah dibandingkan dengan apabila memproduksinya sendiri.

Menurut konsep tersebut, setiap negara hendaknya mengkhususkan diri

untuk memproduksi barang-barang yang paling efisien yaitu barang-

Page 12: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12

barang yang diproduksi dengan biaya paling murah (Asheghian dan

Ebrahimi, 1990).

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa ternyata dua

negara masih mendapatkan keuntungan dari perdagangan bahkan

apabila salah satu negara tersebut memiliki keunggulan absolut dalam

memproduksi semua komoditas atau produk tersebut. Dipicu oleh realitas

tersebut, kemudian muncul konsep keunggulan komparatif dari David

Ricardo yang menyatakan bahwa apabila suatu negara dapat

memproduksi masing-masing dari dua barang dengan lebih efisien

dibandingkan dengan negara lainnya, dan dapat memproduksi satu dari

dua barang tersebut dengan lebih efisien, maka hendaknya

mengkhususkan diri dan mengekspor komoditas yang secara komparatif

lebih efisien, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan absolut terbesar.

Sebaliknya, negara yang memiliki efisiensi yang lebih rendah hendaknya

mengkhususnkan diri dan mengekspor komoditas yang secara komparatif

lebih rendah inefisiensinya yaitu komoditas yang paling rendah dalam

ketidakunggulannya (Asheghian dan Ebrahimi, 1990).

Terdapat perbedaan antara keunggulan komparatif dan kompetitif

suatu komoditas atau produk serta cara mengukurnya (Asian

Development Bank, 1992). Indikator keunggulan komparatif digunakan

untuk mengetahui apakah suatu negara memiliki keuntungan ekonomi

untuk memperluas produksi dan perdagangan suatu komoditas atau

produk. Di sisi lain, keunggulan kompetitif merupakan indikator untuk

melihat apakah suatu negara akan berhasil dalam bersaing di pasar

internasional suatu komoditas atau produk.

Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang

dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi

sumber daya di suatu negara dalam sistem ekonomi yang terbuka (Warr,

1992). Keunggulan komparatif suatu produk sering dianalisis dengan

pendekatan Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) atau Rasio Biaya

Sumberdaya Domestik (BSD). BSD merupakan ukuran biaya imbangan

Page 13: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13

sosial dari penerimaan satu unit marjinal bersih devisa, diukur dalam

bentuk faktor-faktor produksi domestik yang digunakan baik langsung

maupun tidak langsung dalam suatu aktivitas ekonomi. Di lain pihak,

keunggulan kompetitif diukur dengan menggunakan rasio biaya privat atau

Private Cost Ratio (PCR). PCR merupakan rasio antara biaya faktor

domestik dengan nilai tambah output dari biaya input yang

diperdagangkan pada harga finansial.

Model CMS juga sering digunakan untuk mengetahui daya saing

suatu produk di suatu negara namun memiliki beberapa kelemahan.

Beberapa kelemahan dari model CMS ini telah dikemukakan oleh

Muhammad dan Habibah (1993) antara lain adalah bahwa persamaan

yang digunakan sebagai basis untuk menguraikan pertumbuhan ekspor

adalah persamaan identitas. Oleh karena itu, alasan-alasan dari

terjadinya perubahan daya saing ekspor tidak dapat dievaluasi dengan

hanya menggunakan analisis CMS saja. Kelemahan analisis CMS lainnya

adalah mengabaikan perubahan daya saing pada titik waktu yang terdapat

di antara dua titik waktu yang digunakan. Namun demikian, analis ini

sangat berguna untuk indikasi arah daya saing.

Pengembangan lebih lanjut dari aplikasi model CMS dilakukan oleh

Chen dan Duan (1999) yang menggunakan dekomposisi dua tahap. Efek

dari dekomposisi pertama dapat diuraikan menjadi (1) efek struktural,

yang terdiri dari efek pertumbuhan, pasar, komoditi, dan interaksi, (2) efek

daya saing yang terdiri dari efek daya saing murni dan khusus, dan (3)

efek order-kedua yang terdiri dari efek order-kedua murni dan efek sisaan

struktural dinamik.

Selanjutnya, muncul konsep keunggulan kompetitif yang

merupakan penyempurnaan dari konsep keunggulan komparatif. Pada

konsep keunggulan kompetitif, keunggulan suatu negara tidak hanya

bersumber dari faktor alamiah saja. Konsep keunggulan kompetitif yang

terkenal dicanangkan oleh Porter (1990) yang mengemukakan bahwa

daya saing suatu industri dari suatu bangsa atau negara tergantung pada

Page 14: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14

keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya yang terkenal dengan

sebutan The Diamond of Porter yang terdiri dari: (1) kondisi faktor; (2)

kondisi permintaan; (3) industri terkait dan penunjang; dan (4) strategi,

struktur, dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut secara

bersama-sama dan ditambah dengan kesempatan, serta kebijakan

pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan koordinasi

antar atribut tersebut kesemuanya akan mempengaruhi kemampuan

bersaing suatu industri di suatu negara.

Dalam kondisi pasar global yang semakin kompetitif maka

teknologi memainkan peran yang sangat penting untuk memenangkan

kompetisi nasional (Porter, 1994). Demikian pula Gumbira-Sa’id (1999)

memerinci beberapa peranan teknologi yaitu : (1) peningkatan nilai

tambah; (2) pengembangan produk; (3) pembukaan lapangan kerja; (4)

pembukaan dan penetrasi pasar; (5) pengembangan pusat perekonomian;

dan (6) penghasil devisa negara. Porter (1994) berpendapat bahwa

teknologi akan meningkatkan keunggulan bersaing jika memiliki peran

yang nyata dalam menentukan posisi biaya relatif atau diferensiasi produk

relatif. Teknologi akan berpengaruh pada biaya atau diferensiasi jika

berpengaruh pada faktor-faktor penentu biaya atau faktor-faktor penentu

keunikan aktivitas nilai atau rantai nilai. Alat pokok untuk memahami

peran teknologi dalam keunggulan bersaing adalah rantai nilai. Perubahan

teknologi akan mempengaruhi persaingan melalui dampaknya terhadap

hampir setiap aktivitas dalam rantai nilai. Oleh karena itu, teknologi harus

dikelola sedemikian rupa sehingga menghasilkan keunggulan bersaing.

Menurut Porter (1996) diperlukan upaya-upaya peningkatan

efektivitas SCM antara lain peningkatan logistik, peningkatan sistem

informasi dan perbaikan flow informasi, penurunan biaya transaksi,

perbaikan kualitas produk, dan pemeliharaan integritas rantai.

Selanjutnya AFFA et al (2002) telah mengidentifikasi enam prinsip kunci

untuk keberhasilan SCM yaitu (1) fokus pada pelanggan dan konsumen;

(2) rantai dan nilai terdistribusi dengan baik ke seluruh pelaku; (3) produk

yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan pelanggan; (4)

Page 15: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15

logistik dan distribusi yang efektif; (5) informasi dan strategi komunikasi

termasuk pada semua rantai; dan (6) hubungan efektif yang memberikan

pembangkitan dan rasa memiliki.

Deming (1986) menekankan peranan peningkatan kualitas produk

dalam memenangkan persaingan pasar. Pengertian kualitas dalam hal ini

selalu berfokus pada pelanggan (customer). Produk-produk didisain, dan

diproduksi untuk memenuhi keinginan pelanggan. Suatu produk

dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat

dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi dengan cara yang benar dan

baik.

Dalam aspek pengaturan perdagangan internasional, menurut

Malian (2004) ratifikasi pembentukan World Trade Organization

(WTO) telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui UU No. 7

tahun 1994. Dengan ratifikasi ini, Indonesia memiliki kewajiban untuk

memenuhi semua perjanjian yang terkandung di dalamnya, termasuk

Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture = AoA) yang merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen WTO. Dalam AoA-WTO

terdapat tiga pilar utama, yaitu: (1) Akses pasar (Market Access); (2)

Subsidi domestik (Domestic Supports); dan (3) Subsidi ekspor

(Export Subsidies). Disamping itu, juga terdapat perlakuan khusus dan

berbeda (S

& D) yang merupakan bagian inklusif dari ketiga elemen AoA-WTO,

s ehingga perlu dimanfaatkan untuk tujuan ketahanan pangan dan

pembangunan pedesaan.

Indonesia mengalami peningkatan impor pangan sejak liberalisasi

radikal yang dilakukan pemerintah atas tekanan dari International

Monetary Fund (IMF) pada tahun 1998. Tingkat ketergantungan impor

pangan meningkat dua kali lipat, yaitu beras sebesar 10 persen, jagung

20 persen, kedelai 55 persen dan gula 50 persen (Sawit, 2003). Padahal

komoditas-komoditas itu telah menyerap masing- masing 23 juta, 9 juta,

2,5 juta dan 1 juta rumah-tangga, atau sekitar 68 persen dari total rumah-

Page 16: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16

tangga di Indonesia. Dengan demikian, peningkatan impor pangan

yang dilakukan sejak tahun 1998 telah meningkatkan jumlah petani

miskin di Indonesia.

Reformasi perdagangan di Indonesia dalam bentuk penetapan tarif

yang lebih rasional telah dilakukan sejak tahun 1985. Bentuk rasionalisasi

yang diterapkan adalah pengurangan tarif maksimum dari 225 persen

menjadi 0-60 persen, dengan sebagian besar tarif berada pada kisaran

5-35 persen (Pangestu,1996b). Dikaitkan dengan penetapan hambatan

non-tarif dalam bentuk tataniaga impor pada tahun 1982, rasionalisasi

tarif tersebut harus dipandang sebagai suatu hal yang positif bagi

pembangunan (Pangestu, 1996a).

Liberalisasi perdagangan di Sektor Pertanian yang telah dilakukan

saat ini mencakup 1.341 jenis barang pertanian, dengan tarif rata-rata

pada tahun 1998 sebesar 8,12 persen (Nainggolan, 2000). Besaran tarif

ini jauh lebih kecil diban- dingkan dengan komitmen Indonesia dalam

GATT yang menyetujui penerapan tarif sebesar 40 persen untuk 1.041

jenis barang, lebih dari 40 persen untuk 300 jenis barang dan kurang dari

40 persen untuk 27 jenis barang (GATT, 1994).

Kebijakan perdagangan komoditas pertanian Indonesia dapat

dibedakan atas peran komoditas itu dalam perdagangan internasional,

yaitu: (1) Melakukan proteksi terhadap komoditas substitusi impor,

dan (2) Melakukan promosi terhadap komoditas-komoditas promosi

ekspor.

Untuk operasionalisasi kebijakan yang harus diemban pemerintah,

perlu diperhatikan tiga pilar yang merupakan elemen kebijakan yang

terdapat dalam perjanjian perdagangan komoditas pertanian (AoA).

Ketiga pilar itu adalah: (1) Akses pasar; (2) Subsidi domestik; dan (3)

Subsidi ekspor. Ketiga pilar itu terkait yang satu dengan yang lainnya,

sehingga tidaklah tepat apabila melihat perjanjian itu dari aspek akses

pasar saja, dengan melupakan pilar yang lainnya. Subsidi ekspor

komoditas pertanian yang dilakukan oleh suatu negara, misalnya,

Page 17: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17

akan berdampak luas terhadap pasar ekspornya, sehingga berpengaruh

buruk terhadap daya saing ekspor negara lain yang tidak memberikan

subsidi ekspor. Demikian pula subsidi domestik yang diberikan oleh suatu

negara terhadap petaninya, dapat menimbulkan persaingan yang tidak

sehat, karena petani di negara itu mampu menghasilkan produk dengan

biaya yang lebih rendah (Malian, 2004)

Dalam kaitan pasar ekspor, masalah ekspor komoditas pertanian

Indonesia menyangkut masalah manajemen dan hambatan pasar

(Technical Barriers to Trade/TBT, Sanitary and Phytosanitary/SPS, dan

lainnya). Untuk menjadi pemasok pasar internasional, pengekspor harus

memenuhi persyaratan utama, yaitu mengetahui kebutuhan dan keinginan

pengimpor serta persyaratan yang berlaku di negara tujuan ekspor. Dalam

kaitan ini, pengetahuan dan pemahaman tentang pasar ekspor komoditas

sangat diperlukan (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2005).

Menurut Hardinsyah dan Pranadji (2004) era globalisasi akan

berpengaruh terhadap sistem ketahanan dan keamanan pangan.

Perdagangan bebas didasarkan pada teori keunggulan komparatif

masing-masing negara untuk mewujudkan daya saing produk yang tinggi.

Daya saing komoditas pangan berkaitan dengan kualitas dan harga.

Jika pangan lokal tidak bisa bersaing maka ketersediaan dan

konsumsi pangan penduduk suatu negara akan tergantung pada pangan

impor. Demikian juga, pangan yang aman menjadi tuntutan konsumen

dan akan bersaing di pasar global. Jika produsen tidak mampu

memenuhi persyaratan keamanan pangan maka hal ini menjadi rintangan

dalam bersaing untuk memperluas pasar ekspor pangan. Ada tiga

perjanjian World Trade Organization (WTO) yang mengatur masalah ini

terutama berkaitan dengan standar dan perlindungan kesehatan

maupun keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup, yaitu : (1) TBT

(Technical Barriers to Trade); (2) SPS (Sanitary and Phytosanitary); dan

(3) AoA (Agreement on Agriculture)

Page 18: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18

Perjanjian TBT menentukan bahwa standar yang berlaku harus

dikenakan secara non-diskriminatif terhadap semua produk impor.

Perjanjian SPS mengijinkan standar dikenakan secara diskriminatif

dengan memperhatikan faktor-faktor seperti perbedaan yang ada dalam

tingkat kekuatan/ pengaruh (prevalence) dari suatu penyakit atau hama

tertentu.

SPS adalah kebijakan yang dilakukan untuk melindungi kehidupan

atau kesehatan manusia, hewan, dan tanaman dari berbagai resiko. Resiko

tersebut muncul karena masuknya, pembentukan, atau penyebaran

hama, penyakit, organisme pembawa penyakit atau organisme

penyebab penyakit. Resiko tersebut juga ditimbulkan oleh bahan tambahan

makanan (additives), pencemaran, racun, atau organisme penyebab

penyakit yang terkandung dalam makanan, minuman, atau bahan

makanan. Risiko tersebut juga berasal dari penyakit yang dibawa oleh

hewan, tanaman atau produk yang dibuat dari padanya.

2.1. Daya Saing Produk

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi proses pengambilan

keputusan konsumen untuk membeli produk atau jasa yaitu (a) perbedaan

individu, dan (b) pengaruh strategi pemasaran yang dilancarkan oleh

pemasar (Engel et al., 1994). Faktor perbedaan individu antara lain

meliputi (a) pengetahuan, dan (b) sikap konsumen. Strategi pemasaran

dapat berupa strategi bauran pemasaran yang antara lain meliputi (a)

strategi produk; (b) harga; (c)promosi; dan (d) distribusi.

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam

pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi sehingga

dapat memuaskan suatu keinginan atau suatu kebutuhan. Konsep produk

mengandung tiga karakteristik yaitu karakter eksplisit, implisit, dan

eksternal (Rosenberg, 1977). Termasuk ke dalam karakter eksplisit

antara lain bentuk fisik, kemasan, dan merek. Karakter implisit lebih

mengarah pada penilaian subyektif dari konsumen terhadap produk yang

antara lain tercermin dari penilaian kepuasan, simbol, dan persepsi. Pada

Page 19: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19

karakteristik eksternal, produk dilihat berdasarkan dampaknya bagi

masyarakat secara keseluruhan yang menilai pengaruh produk terhadap

kesejahteraan individu, dan masyarakat secara keseluruhan. Produk

sebagai obyek fisik, dalam pandangan pembeli memiliki lima karakteristik

yaitu tingkat kualitas, ciri, model, merek, dan kemasan (Radiosunu, 1986).

Berdasarkan pembeli, produk terdiri dari produk konsumsi dan produk

industri. Produk konsumsi adalah semua produk yang biasa digunakan

langsung oleh individu, dan rumah tangga, sedangkan produk industri

adalah semua produk yang dimanfaatkan untuk memproduksi produk lain

oleh pabrik, pengecer, pemerintah dan sebagainya.

Terdapat lima tingkat produk mulai dari tingkat dasar yaitu (a)

produk dasar yang dibeli konsumen karena manfaat dasarnya; (b) produk

generik yang merupakan versi dasar dari produk; (c) produk yang

diharapkan, yaitu kumpulan atribut dan kondisi umum yang diharapkan

bila membeli produk tersebut; (d) produk yang lebih baik atau yang

diperluas karena memberikan manfaat tambahan yang membedakan

dengan produk pesaing; dan (e) produk potensial, yang mencakup segala

perluasan dan evolusi produk yang mungkin akan terjadi pada masa yang

akan datang (Kotler, 1993).

Persaingan pasar produk saat ini berada pada tingkat produk yang

diperluas atau lebih baik, sedangkan di kebanyakan negara berkembang

persaingan umumnya terjadi pada tingkat produk yang diharapkan.

Produk yang lebih baik akan mendorong produsen dan pemasar untuk

melihat kepada sistem konsumsi total pembeli. Dengan cara ini para

produsen dan pemasar akan dapat mengenali peluang untuk memperluas

penawaran produknya yang efektif.

Dalam rangka memasuki pasar global, Keegan (1989)

mengemukakan lima strategi penyesuaian produk dan promosi untuk

pasar asing yaitu (a) perluasan langsung, dengan memperkenalkan

produk di pasar asing tanpa perubahan apapun; (b) adaptasi komunikasi,

hanya dengan menyesuaikan promosi; (c) adaptasi produk, dengan

Page 20: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

merubah produk untuk memenuhi kondisi atau pilihan setempat; (d)

adaptasi ganda, dengan merubah produk maupun promosi; dan (e)

penemuan produk baru, dengan menciptakan sesuatu yang baru. Pilihan

strategi perluasan langsung sering mengalami kegagalan besar. Untuk

strategi adaptasi produk maupun adaptasi ganda, banyak perusahaan

raksasa yang mendapatkan kesuksesan, antara lain perusahaan General

Foods yang telah meramu kopi secara berbeda bagi orang-orang Inggris

(yang meminum kopi dengan susu, atau yang lebih suka kopi hitam), dan

orang-orang Amerika Selatan yang menyukai rasa chicory.

Ciri-ciri produk adalah karakteristik yang mendukung fungsi dasar

produk. Ciri-ciri produk merupakan alat kompetitif untuk produk

perusahaan yang terdiferensiasi. Beberapa perusahaan sangat inovatif

dalam penambahan ciri-ciri baru ke produknya. Satu dari faktor kunci

keberhasilan perusahaan-perusahaan Jepang adalah karena mereka

secara terus menerus meningkatkan ciri-ciri tertentu pada produk seperti

arloji, kamera, mobil, sepeda motor, kalkulator, video recorder, dan

sebagainya. Penambahan ciri-ciri baru dinilai merupakan satu dari cara-

cara yang sangat efektif untuk memenangkan persaingan (Kotler, 1993).

Cara suatu perusahaan mengidentifikasi dan memilih ciri-ciri baru

yang cocok adalah dengan terus berhubungan dengan pembeli dan

menanyakan seperangkat pertanyaan-pertanyaan antara lain mengenai

alasan memilih dan menyenangi produk tertentu, menanyakan ciri-ciri

produk yang baik, dan kesediaan konsumen untuk membayar ciri produk

yang baru. Cara tersebut akan memberikan daftar segar mengenai ciri-ciri

potensial. Selanjutnya, untuk memutuskan ciri potensial yang mana yang

akan ditambahkan, perlu dihitung nilai pelanggan dibandingkan dengan

biaya penambahan ciri tersebut (Kotler, 1993).

Kinerja produk mengacu kepada tingkat karakteristik utama pada

saat digunakan. Terdapat empat tingkat kinerja produk yaitu rendah,

rata-rata, tinggi, dan superior. Terdapat tiga alternatif strategi mengatur

kualitas produk sepanjang waktu yaitu strategi terus menerus

Page 21: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

memperbaiki kualitas produk, mempertahankan kualitas produk, dan

menurunkan kualitas (Kotler, 1993). Strategi terus menerus memperbaiki

kualitas merupakan strategi yang sering memberikan hasil dan pangsa

pasar tertinggi, sedangkan strategi penurunan kualitas yang biasanya

karena alasan peningkatan biaya, akan menurunkan keuntungan dalam

jangka panjang.

Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat

dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,

termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan

tersebut (Engel et al., 1994). Cohen (1981) mendefinisikan perilaku

konsumen sebagai semua aktivitas konsumen di pasar dan merupakan

studi yang menjawab apa, mengapa, dan bagaimana konsumen bertindak

demikian. Mengerti dan mengadaptasi motivasi dan perilaku konsumen,

keduanya merupakan kebutuhan untuk memenangkan persaingan pasar.

Keputusan konsumen untuk membeli suatu produk dapat dilakukan

melalui beberapa tahap antara lain (a) tahap pengenalan kebutuhan; dan

(2) tahap evaluasi alternatif (Engel et al., 1994). Pengenalan kebutuhan

terjadi ketika konsumen didorong oleh kesadaran akan perbedaan antara

keadaan aktual dengan keadaan idealnya yang dapat terjadi melalui

aktivasi internal seperti terhadap keadaan diri sendiri, atau stimulus yang

bersifat eksternal seperti iklan dan promosi (Loudon dan Dellabitta, 1982).

Dalam evaluasi alternatif, konsumen mengevaluasi alternatif

berkaitan dengan manfaat yang diharapkan. Untuk itu, konsumen harus

menetapkan atribut-atribut yang relevan dengan keinginannya. Atribut

tersebut dapat berupa rasa, warna, harga, model, kualitas, keamanan,

daya tahan, dan jaminan produk (Evans dan Bermnan, 1982).

Pengetahuan produk merupakan gabungan dari banyak jenis

informasi yang berbeda. Pengetahuan produk tersebut antara lain

mencakup (a) atribut atau ciri produk; dan (b) kepercayaan akan suatu

merek spesifik. Secara umum, pemasar sangat berkepentingan terhadap

pengetahuan konsumen akan atribut dan merek serta daya saingnya

Page 22: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22

(Engel et al., 1994). Sikap dan tindakan masyarakat terhadap suatu

produk, sangat ditentukan oleh kepercayaan mereka terhadap produk

tersebut. Citra produk merupakan sekumpulan kepercayaan, dan impresi

yang dianut seseorang terhadap suatu produk (Kotler, 1993).

Menurut Damayanthi (2004) sesungguhnya keamanan pangan

itu termasuk salah satu faktor mutu yang menentukan tingkat

penerimaan/ pemuasan konsumen, tetapi karena begitu penting

peranannya, faktor mutu ini secara khusus disebutkan.

2.3. Kebijakan Publik Perikanan

Perikanan dan kelautan merupakan salah satu core comptence

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki

17.504 pulau dan garis pantai mencapai 95.181 km dan luas lautan 5,8

juta km2. Jika dibandingkan antara luas daratan dan lautan, maka luas

lautan di Indonesia mencapai 62% dari total wilayah Indonesia

sedangkan luas daratan hanya 37% dari total wilayah Indonesia (

Depdagri dalam Wuryandani dan Meilani, 2012)

Berdasarkan laporan FAO, State of World Fisheries and

Aquaculture 2014, Indonesia merupakan negara produsen kedua terbesar

di dunia untuk produksi perikanan tangkap yang pada tahun 2012

mencapai produksi sebesar 5,42 juta ton dan selama periode 2003-2012

mengalami kenaikan produksi sebesar 27%. Disamping itu, Indonesia

juga merupakan produsen perikanan budidaya pada urutan ke-7di dunia,

dengan produksi pada tahun 2012 sebesar 394 ton dan kenaikan

produksi sebesar 27,5% sejak 2003 hingga 2012. Hal ini

menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi

penghasil produk perikanan terbesar dunia, karena terus meningkatnya

kontribusi produk perikanan Indonesia di dunia.

Menurut Daryanto (2007), sumberdaya pada sektor perikanan

merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi hajat hidup

masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama

(prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa

Page 23: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23

pertama, Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang besar baik

ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, Industri di sektor

perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga,

Industri perikanan berbasis sumberdaya nasional atau dikenal dengan

istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia

memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor

perikanan sebagimana dicerminkan dari potensi sumberdaya yang ada.

Mengingat sangat besar manfaat ikan bagi masyarakat, maka perlu

dilakukan upaya kelestariannya. Ikan merupakan sumberdaya yang dapat

diperbaharui, artinya jika pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan

dengan memperhatikan aspek kontinuitas, maka ketersediaan protein

hewani juga akan stabil.

Konsumsi ikan pada masa mendatang diperkirakan akan

meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan kesadaran

masyarakat akan arti penting nilai gizi produk perikanan bagi kesehatan

dan kecerdasan otak manusia. Peningkatan konsumsi ikan per kapita,

memiliki korelasi dengan pendapatan per kapita suatu negara. Hal ini

disebabkan oleh kemampuan daya beli masyarakat terhadap produk

perikanan tergantung pada tingkat pendapatannya. Semakin tinggi

tingkat pendapatan, maka semakin besar peluang untuk

mengkonsumsi produk pangan berprotein tinggi seperti ikan dan produk

hasil laut lainnya.

Berdasarkan gambaran dan penjelasan tersebut upaya

meningkatkan produk perikanan baik untuk konsumsi dalam negeri

maupun untuk ekspor mengalami banyak tantangan ke depan, walaupun

tetap ada peningkatan. Peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan

harus memperbaiki dan mengawasi mutu baik untuk produk perikanan

untuk ekspor dan pasar dalam negeri. Potensi dan kendala apa saja yang

dibutuhkan dalam pengelolaan sumber daya perikanan laut agar dapat

mendukung ketahanan pangan di Indonesia yang berkelanjutan untuk

menjamin keberadaan, ketersediaan dan kualitas sumber daya ikan.

Page 24: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24

Menurut Wuryandani dan Meilani (2012) dalam menciptakan

pangan sebagai ideologi, Kementrian Kelautan dan Perikanan

melakukan kegiatan berupa perbaikan keamanan pangan (food safety)

dari hulu-hilir, dan pengawasan mutu produk impor dan ekspor perikanan.

Peluang pengelolaan produk ikan segar dan olahan masih terbuka lebar,

dengan perbaikan regulasi dan kemudahan bagi para

pengusaha/calon pengusaha baik itu dalam memperoleh modal

maupun pengurusan dokumen sehingga diharapkan tidak ada lagi

illegal fishing. Dalam melakukan bisnis ini pemerintah maupun swasta

harus memperhatikan keberlangsungan jenis dari ikan yang ditangkap

dengan memperhatikan penggunaan alat tangkap dan melakukan

budidaya di bidang perikanan. Sehingga peningkatan tidak hanya dalam

pengelolaan produksi ikan namun juga memperhatikan ketersediaan

populasi ikan agar selalu terjaga untuk menunjang ketersediaan pangan di

Indonesia.

Pemerintah pusat dapat memberikan insentif untuk para

pengusaha yang ingin membangun perikanan, serta upaya peningkatan

pengendalian produksi mulai dari penegakan peraturan, selektivitas alat

tangkap, modifikasi armada penangkapan ikan, pendalaman metode

penangkapan, sertifikasi awak kapal sesuai aturan, optimalisasi fungsi

prasarana dan kekuatan kelembagaan (koperasi) khusus pengusaha ikan

maupun nelayan. Peningkatan produksi juga dapat dilakukan dengan

melakukan riset dan iptek di bidang kelautan dan perikanan, baik itu

pengembangan teknik budidaya, pakan, teknik penangkapan yang lebih

aman agar diperoleh kualitas dan mutu yang baik.

Dalam rangka mencapai visi Indonesia sebagai produsen hasil laut

terbesar di dunia pada tahun 2015, program peningkatan produksi harus

dapat meningkatkan produksi sebesar 335%, membangun balai induk

udang unggulan, BBM bersusidi untuk nelayan, asuransi untuk nelayan,

mina politan garam, mina politan tangkap dan mina usaha pedesaan.

Dalam hal ini mina politan tangkap adalah kawasan dengan perikanan

Page 25: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25

sebagai tulang punggung dimana dilakukan usaha penangkapan dan

pengolahan ikan secara mandiri (Muhammad, 2014).

Masalah bisnis ekspor diperkirakan berkaitan erat dengan biaya

operasional, pasar/pemasaran dan sarana penunjang (Departemen

Perindustrian dan Perdagangan, 2005). Masalah ekonomi biaya tinggi di

Indonesia diperkirakan menimbulkan tidak efisiennya usaha pengekspor

komoditas pertanian. Selain kondisi perekonomian yang kurang

mendukung dan masalah internal pengekspor, berbagai kebijakan

pemerintah diperkirakan ikut berkontribusi terhadap masalah biaya

operasional pengekspor. Menurut Saptana dan Daryanto (2012), terlah

terjadi penurunan dayasaing ekspor perikanan Indonesia yang tercermin

dari indeks RCA yang menurun dari 5,4 pada periode 1990-1994 menjadi

3,9 pada periode 2000-2004.

Dalam hal kinerja daya saing produk perikanan Indonesia di pasar

global menurut Natalia dan Nurozy ( 2012) selama periode 2007-2009

terdapat 46 kelompok komoditas perikanan dalam HS 6 dijit yang

memiliki daya saing kuat di pasar internasional dengan nilai indeks RCA

> 1. Di sisi lain beberapa komoditas memiliki daya saing yang terus

menurun dan fluktuatif.

Selanjutnya, persaingan pasar yang semakin ketat dewasa ini

sebagai dampak globalisasi perdagangan dunia, mendorong setiap

negara untuk mengambil lagkah-langkah yang efektif guna meningkatkan

daya saing produknya. Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) dan

tenaga kerja yang melimpah dengan upah yang kompetitif, yang

merupakan faktor pendukung daya saing, namun demikian kedua hal

tersebut ternyata tidak cukup untuk menciptakan keunggulan kompetitif.

Thailand dan Vietnam merupakan contoh negara yang sumber daya ikan

relatif terbatas dibanding Indonesia, akan tetapi pada lingkup global, daya

saing komoditas perikanan kedua negara tersebut lebih tinggi dari daya

saing komiditas perikanan Indonesia.

Page 26: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26

Lemahnya daya saing beberapa produk perikanan Indonesia

tersebut tidak terlepas dari berbagai kendala yang masih dihadapi oleh

industri perikanan di dalam negeri dan masalah kebijakan. Berbagai

kendala di dalam negeri diantaranya seperti para pelaku industri perikanan

seperti petani dan pengusaha yang masih kesulitan untuk mendapatkan

permodalan dari bank karena dianggap sektor perikanan merupakan usaha

yang kurang menjanjikan. Kurang memadainya pasokan bahan bakar

minyak (BBM) untuk nelayan dan kurang memadainya infrastruktur

terutama jalan, listrik dan air juga menjadi kendala yang masih terus

terjadi. Selain itu, sampai saat ini dalam sektor perikanan, promosi dan

partisipasi stakeholders masih rendah.

Dalam sisi kebijakan perdagangan, yang menjadi hambatan atau

kendala diantaranya adalah masih tingginya tarif bea masuk bahan

penolong industri perikanan di dalam negeri, antara lain kaleng; dan

adanya hambatan tarif dan non tarif di negara tujuan ekspor, baik di

negara maju maupun di negara sedang berkembang. Untuk meningkatkan

daya saing maka perlu dilakukan berbagai upaya seperti meningkatkan

promosi komoditas perikanan baik di pasar dalam maupun luar negeri,

meningkatkan kualitas, mendorong perbankan untuk mempermudah

akses permodalan, meningkatkan pembangunan infrastruktur, mendorong

pengembangan produk bernilai tambah, serta menurunkan tarif bea masuk

bahan penolong bagi industri pengolahan ikan di dalam negeri (Natalia

dan Nurozy, 2012).

Disamping melakukan ekspor, Indonesia juga melakukan impor

ikan yang menurut Dahuri (2014) ada tujuh faktor penyebab Indonesia

masih mengimpor ikan, yaitu (1) produksi ikan umumnya bersifat

musiman, sedangkan kebutuhan konsumsi ikan tidak kenal musim; (2)

adanya kesenjangan antara daerah produksi perikanan yang umumnya di

kawasan Timur Indonesia dan di luar Jawa dengan daerah konsumsi dan

pemasaran di Pulau Jawa; (3) impor ikan dipicu oleh kurangnya

infrastruktur dan sarana transportasi antar wilayah Indonesia; (4)

banyaknya daerah produksi ikan yang tidak dilengkapi dengan cold

Page 27: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27

storage; (5) masih maraknya pencurian ikan (illegal fishing); (6) masih

banyaknya pengusaha yang hanya bermental pedagang bukan sebagai

industriawan; dan (7) penegakan hukum yang masih lemah.

Menurut Nikijuluw (2014), saat ini masih terdapat sejumlah barang

impor yang harus segera dicarikan subtitusi impor dari produksi dalam

negeri, antara lain tepung ikan, tepung udang, lemak minyak ikan, ikan

kaleng, makanan udang (pelet), dan beragam produk olahan. Diharapkan

Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) akan dapat mengoptimalkan

produksi dan distribusi dalam negeri. SLIN akan memberikan suplai

kepada konsumen secara berkelanjutan.

Dalam rangka pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan

yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk

dikonsumsi oleh manusia, baik bahan baku untuk pengolahan dan hasil

olahan yang akan didistribusikan langsung ke pasar dalam negeri, agar

tidak membahayakan konsumen, serta dalam rangka menyesuaikan

dengan ketentuan internasional, telah ditetapkan Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.17/MEN/2010

tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk

ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada

tanggal 31 Agustus 2010 yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

PER.15/MEN/2011 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan yang Masuk ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

yang ditetapkan pada tanggal 15 Juni 2011.

Keamanan pangan adalah semua kondisi dan upaya yang

diperlukan selama produksi, prosesing, penyimpanan, distribusi dan

penyiapan makanan untuk memastikan bahwa makanan tersebut aman,

bebas dari penyakit, sehat, dan baik untuk konsumsi manusia (Joint

FAO/WHO Expert Commitiee of Food Safety yang diacu dalam

Damayanthi (2004). Menurut UU Pangan nomor 7 Tahun 1996 keamanan

pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

Page 28: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28

pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang

dapat menganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

Menurut Trimulyani (2011) Peraturan Menteri (Permen) Nomor 17

Tahun 2010 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

yang Masuk Wilayah Indonesia telah membuka peluang impor ikan yang

cukup besar untuk menjaga stabilitas harga ikan dalam negeri dan

kontinuitas suplai bahan baku ikan untuk industri pengolahan. Terbitnya

Permen Nomor 17 Tahun 2010 menuai kritik dari berbagai kalangan yang

berpendapat bahwa kebijakan ini hanya menguntungkan kalangan

industri tetapi semakin memiskinkan nelayan.

Oleh sebab itu, pemerintah merevisi Permen Nomor 17 Tahun

2010 dengan Permen 15 Tahun 2011 tentang Pengendalian Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk ke dalam Wilayah Negara

Republik Indonesia. Tujuan dikeluarkannya Permen nomor 15 Tahun

2011 adalah untuk membatasi impor ikan yang tidak terkendali sekaligus

melindungi nelayan kecil. Permen 15 Tahun 2011 berisi tentang

pengetatan impor ikan, hanya ada empat kategori produk yang bisa

diimpor, yakini impor ikan untuk umpan, impor untuk produk industri

perikanan dalam negeri yang diolah dan diekspor, impor untuk ikan-ikan

yang tidak diproduksi lokal dan impor untuk keperluan indsutri non

perikanan. Pemerintah berdalih bahwa Permen Nomor 15 Tahun 2011

sudah bisa mengakomodir semua kepentingan stakeholders terkait, baik

dari kalangan industri yang menginginkan kontinuitas suplai bahan baku

ikan dan stabilitas harga ikan dan juga melindungi nasib nelayan kecil

karena ikan impor tidak bisa di jual bebas di pasaran sebagai ikan

konsumsi.

Menurut Trimulya (2011) Permen nomor 15 Tahun 2011 juga

belum mampu mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi di lapangan.

Keluarnya Permen Nomor 15 Tahun 2011 memang disambut positif oleh

kalangan industri pengolahan ikan, seperti APIKI (Asosiasi Pengalengan

Ikan Indonesia). Kalangan industri menilai bahwa bahan baku yang

Page 29: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29

diproduksi industri perikanan hulu dalam negeri belum cukup untuk

memenuhi kebutuhan industri karena produksi perikanan tangkap dan

budidaya dalam negeri belum secara konsisten mampu mensuplai

kebutuhan bahan baku industri. Tetapi ternyata kebijakan pembatasan

impor ikan juga menuai kritik dari beberapa pihak, yang menilai bahwa

pembatasan impor ikan hanya mengutungkan industri besar karena sejak

dikeluarkannya Permen Nomor 15 Tahun 2011 maka aktivitas impor ikan

untuk konsumsi berhenti sehingga ditengah instabilitasnya pasokan ikan

maka harga ikan akan cenderung meningkat. Pasokan ikan untuk

kebutuhan konsumen dalam negeri semakin terbatas yang

mengakibatkan naiknya harga ikan. Terbitnya Permen nomor 15 Tahun

2011 tidak diimbangi dengan komitmen dari semua pihak terkait yang

bergerak di sektor perikanan untuk menjamin pasokan ikan dalam negeri

sesuai dengan volume kebutuhan normal. Oleh karena itu, Pemerintah

diminta untuk merumuskan kembali kebijakan yang tepat yang menjamin

kelancaran pasokan ikan dalam negeri dengan harga yang relatif

terjangkau oleh semua kalangan sekaligus melindungi nasib nelayan

lokal.

Page 30: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30

BAB III METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Terdapat empat komponen utama dalam pembentukan pasar hasil

perikanan yaitu aspek produksi, konsumsi, impor, dan ekspor. Keempat

komponen tersebut sangat dipengaruhi oleh iklim usaha (khususnya

kebijakan produksi dan perdagangan) serta kesempatan yang ada atau

peluang yang dapat kita manfaatkan dalam bentuk devisa, ketersediaan

pangan dan nilai tambah agroindustri di dalam negeri. Secara sederhana,

komponen dan keterkaitan komponen tersebut dalam sistem pasar dapat

dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 3.1. Representasi Komponen Model Pasar Produk

Perikananan Indonesia

Page 31: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31

Dalam kajian ini akan mengevaluasi perkembangan dari kinerja

aspek produksi, ekspor, konsumsi dan impor hasil perikanan Indonesia

khususnya setelah implementasi kebijakan impor berupa Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

PER.17/MEN/2010 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan yang Masuk ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

yang ditetapkan pada tanggal 31 Agustus 2010 yang kemudian

diperbaharui dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia Nomor PER.15/MEN/2011 tentang Pengendalian Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk ke Dalam Wilayah Negara

Republik Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 15 Juni 2011.

3.2. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam kajian ini teridiri dari data sekunder

dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari buku Statististik

Kelautan dan Perikanan 2012; statistik ekspor hasil perikanan 2012;

statistik impor hasil perikanan 2012; Pusat Data, Statistik dan Informasi

Kementrian Kelautan dan Perikanan; Indonesia Fishery Profile 2006 –

FAO; Fishery Aquaculture Statistics 2012-FAO; dan The State of World

Fisheries and Aquaculture 2014 – FAO; Roadmap Pengembangan

Industri Pengolahan Hasil Laut, Direktorat Jenderal Industri Agro dan

Kimia, Departemen Perindustria 2009 dan perkembangan harga lelang

ikan di tempat pelelangan ikan di Jakarta.

Data primer dikumpulkan dari wawancara terbatas di agroindustri

pengolahan ikan yang berlokasi di Surabaya, Jawa Timur dan Manado,

Sulawesi Utara dengan jumlah responden sebanyak tujuh responden.

Pemilihan sampel dilakukan secara purposive dengan pertimbangan untuk

mendapatkan konfirmasi masalah dan usulan penyempurnaan kebijakan

khususnya dari para processors yang terkena dampak negatif dari

kebijakan pengaturan impor ikan yang dituangkan melalui Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

Page 32: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32

PER.15/MEN/2011 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan yang Masuk ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

yang ditetapkan pada tanggal 15 Juni 2011.

Pengumpulan data dan informasi dalam analisis ini dilakukan

dengan metode studi literatur dan in-depth interview terhadap pemangku

kepentingan terkait. Sementara, analisis kebijakan importasi hasil

perikanan dilakukan dengan pendekatan ekonomi, untuk menganalisis

dampak yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan tersebut. Dampak

kebijakan importasi hasil perikanan PER.15/MEN/2011 dianalisis secara

kuantitatif terhadap kinerja produksi, ekspor dan impor hasil perikanan

khususnya produk-produk olahan ikan. Metode analisis yang digunakan

adalah uji beda nyata terhadap kinerja rata-rata tahunan pada periode

sebelum dan pada periode setelah ditetapkannya kebiajkan importasi hasil

perikanan tersebut. (mohon bantuan Mbak Titis untuk memilih metode uji

beda nyata yang tepat untuk kasus penilain uji beda nyata dari kinerja ini

dan menuliskan rumus statistiknya pada bab metodologi ini)

Dampak kebijakan importasi PER.15/MEN/2011 juga dianalisis

secara kualitatif yang mencakup:

1) dampak terhadap para pengolah ikan di dalam negeri yang

pasarnya ditujuan baik untuk konsumsi dalam negeri maupun

untuk tujuan ekspor;

2) dampak terhadap konsumen di dalam negeri;

3) dampak terhadap para nelayan; dan

4) dampak terhadap pemerintah.

Berdasarkan analisa kualitatif terhadap dampak tersebut, melalui

diskusi Tim peneliti dan masukan dari para responden hasil survey serta

studi literatur, disusun rekomendasi penyempurnaan kebijakan importasi

hasil perikanan PER.15/MEN/2011 yang dapat mengurangi dampak

negatifnya bahkan berpotensi untuk meningkatkan dampak positifnya

yang lebih besar.

Page 33: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33

BAB IV GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN IMPOR PRODUK PERIKANAN

4.1. Perkembangan Industri Perikanan Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki laut

yang luasnya sekitar 5,8 juta km² dan menurut World Resources

Institute tahun 1998 memilki garis pantai sepanjang 91.181 km yang di

dalamnya terkandung sumber daya perikanan yang mempunyai potensi

besar untuk dijadikan tumpuan pembangunan ekonomi berbasis sumber

daya alam. Namun, pada kenyataannya saat ini Indonesia masih belum

mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alamnya.

Berdasarkan laporan FAO, State of World Fisheries and

Aquaculture 2014, Indonesia merupakan negara produsen kedua terbesar

di dunia untuk produksi perikanan tangkap yang pada tahun 2012

mencapai produksi sebesar 5,42 juta ton dan selama periode 2003-2012

mengalami kenaikan produksi sebesar 27%. Disamping itu, Indonesia

juga merupakan produsen perikanan budidaya pada urutan ke-7di dunia,

dengan produksi pada tahun 2012 sebesar 394 ton dan kenaikan

produksi sebesar 27,5% sejak 2003 hingga 2012. Hal ini

menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi

penghasil produk perikanan terbesar dunia, karena terus meningkatnya

kontribusi produk perikanan Indonesia di dunia.

Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan

sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia

dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia), yang terbagi

dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia. Dari seluruh potensi

sumberdaya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)

sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari,

dan sudah dimanfaatkan sebesar 4,7 juta ton pada tahun 2004 atau

91.8% dari JTB. Sedangkan dari sisi diversivitas, dari sekitar 28.400 jenis

Page 34: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34

ikan yang ada di dunia, yang ditemukan di perairan Indonesia lebih dari

25.000 jenis.

Di samping itu terdapat potensi pengembangan untuk perikanan

tangkap di perairan umum seluas 54 juta ha dengan potensi produksi 0,9

juta ton/tahun, budidaya laut terdiri dari budidaya ikan (antara lain kakap,

kerapu, dan gobia), budidaya moluska (kerang‐kerangan, mutiara, dan

teripang), dan budidaya rumput laut,budidaya air payau (tambak) yang

potensi lahan pengembangannya mencapai sekitar 913.000 ha, budidaya

air tawar terdiri dari perairan umum (danau, waduk, sungai, dan rawa),

kolam air tawar, dan mina padi di sawah, serta bioteknologi kelautan untuk

pengembangan industri bioteknologi kelautan seperti industri bahan baku

untuk makanan, industri bahan pakan alami, benih ikan dan udang,

industri bahan pangan.

Peluang pengembangan usaha kelautan dan perikanan Indonesia

masih memiliki prospek yang baik. Potensi ekonomi sumber daya kelautan

dan perikanan yang berada di bawah lingkup tugas DKP dan dapat

dimanfaatkan untuk mendorong pemulihan ekonomi diperkirakan sebesar

US$ 82 miliar per tahun. Potensi tersebut meliputi : potensi perikanan

tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar

US$ 46,7 miliar per tahun, potensi perairan umum sebesar US$ 1,1 miliar

per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun,

potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi

bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun.3

Untuk mewujudkan perikanan tangkap nasional berkelanjutan,

dipastikan bahwa laju penangkapan sumber daya (stok) ikan tidak

melebihi potensi produksi lestari (maximum sustainable yield/MSY). Total

MSY sumber daya ikan laut Indonesia 6,5 juta ton per tahun. Tahun 2010

total produksi ikan laut 5,1 juta ton. Total MSY ikan perairan tawar 0,9 juta

ton per tahun dan baru dimanfaatkan 0,5 juta ton.

3Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014

Page 35: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35

Persoalannya distribusi nelayan dan kapal ikan tidak merata. Lebih

dari 90 persen armada kapal ikan Indonesia terkonsentrasi di perairan

pesisir dan laut dangkal seperti Selat Malaka, pantura, Selat Bali, dan

pesisir selatan Sulawesi. Di situ pula sebagian besar telah mengalami

kelebihan tangkap. Jika laju penangkapan ikan seperti sekarang berlanjut,

tangkapan per kapal akan menurun, nelayan semakin miskin, dan sumber

daya ikan pun punah seperti ikan terubuk di Selat Malaka dan ikan

terbang di pesisir selatan Sulawesi.

Sebaliknya jumlah kapal ikan Indonesia yang beroperasi di laut

lepas, laut dalam, dan wilayah perbatasan seperti Laut Natuna, Laut

China Selatan, Laut Sulawesi, Laut Seram, Laut Banda, Samudra Pasifik,

Laut Arafura, dan Samudra Hindia sangat terbatas. Di sinilah kapal-kapal

ikan asing merajalela dan merugikan negara minimal Rp 30 triliun per

tahun. Maka laju penangkapan ikan di perairan yang telah kelebihan

tangkap harus dikurangi dan secara bersamaan memperbanyak armada

kapal ikan modern untuk beroperasi di wilayah perairan yang masih

underfishing atau yang selama ini dijarah nelayan asing. Semua ini akan

membantu pengembangan ekonomi daerah berbasis perikanan tangkap.

Kedua, setiap kapal ikan harus dilengkapi dengan sarana

penyimpanan ikan yang berpendingin untuk mempertahankan kualitas

ikan sampai di tempat pendaratan ikan. Nelayan harus dilatih dan diberi

penyuluhan untuk mempraktikkan cara-cara penanganan ikan yang baik

selama di kapal. Nelayan di seluruh Nusantara harus dijamin dapat

mendaratkan ikan tangkapannya di tempat pendaratan ikan atau

pelabuhan perikanan. Selain memenuhi standar sanitasi dan higienis,

pelabuhan perikanan juga hams dilengkapi dengan pabrik es, gudang

pendingin, pabrik pengolahan ikan, mobil pengangkut ikan berpendingin,

koperasi penjual alat tangkap, BBM, beras, dan perbekalan melaut, serta

pembeli ikan bonafide. Ketiga, rehabilitasi ekosistem-ekosistem pesisir

yang telah rusak serta mengendalikan pencemaran dan mengembahgkan

kawasan konservasi laut. Selain itu, pengayaan stok (stock enhancement)

Page 36: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36

dan restocking dengan spesies-spesies yang cocok dapat dilakukan di

wilayah perairan yang kelebihan tangkap.

Sektor perikanan dan kelautan akan dapat menjadi salah satu

sumber utama pertumbuhan ekonomi karena beberapa alasan, yakni :

1. Kapasitas suplai sangat besar, sementara permintaan terus

meningkat

2. Pada umumnya output dapat diekspor, sedangkan input berasal dari

sumber daya lokal

3. Dapat membangkitkan industri hulu dan hilir yang besar sehingga

dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak

4. Umumnya berlangsung di daerah-daerah

5. Industri perikanan, bioteknologi dan pariwisata bahari memiliki sifat

dapat diperbaharui, sehingga mendukung adanya pembangunan yang

berkelanjutan

Analisis variable catch per unit effort (CPUE) pada perikanan

tangkap dapat menunjukan kinerja pemanfaatan sumber daya perikanan

sesuai daya dukung. Secara nasional CPUE menunjukan angka positif

yang berarti penangkapan ikan masih dapat dilaksanakan, namun untuk

beberapa wilayah pengelolaan perikanan (WPP) seperti di laut Jawa dan

selat Malaka telah terjadi penangkapan berlebih (over fishing). Dari hasil

simulasi untuk 10 tahun mendatang, produksi perikanan tangkap secara

keseluruhan akan menurun, sehingga perlu upaya optimalisasi

penangkapan, dan perlunya dilakukan pengurangan serta rasionalisasi

jumlah armada tangkap. Sementara itu, perikanan budidaya untuk 5 tahun

mendatang akan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 4 % per-tahun

dari total produksi. Pada tahun 2009 diperkirakan total produksi perikanan

budidaya sebesar 1,5 juta ton. Selain itu, pada perikanan budidaya setiap

tahun menunjukan trend peningkatan dalam volume ekspor, luas lahan,

dan konsumsi masyarakat. Dalam hal pengembangan perikanan budidaya

perlu diperhatikan pentingnya daya dukung lingkungan dan ketersediaan

pakan yang berasal dari ikan.

Page 37: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37

Grafik 4.1. Jumlah Perusahaan Penangkapan Ikan

Sumber: Badan Pusat Statistik

Dunia industri sendiri keberadaanya selalu mengalami pasang dan

surut. Begitu juga dengan agroindustri dan agrobisnis, khususnya industri

perikanan yang merupakan penyumbang devisa bagi negara dari sektor

nonmigas yang cukup besar. Melihat berbagai bukti peningkatan produksi

perikanan dari tahun ke tahun, maka untuk tahun ke depannya Indonesia

berpotensi mengalami peningkatan lagi atau memiliki prospek yang cerah.

Berdasarkan data BPS, jumlah perusahaan penangkapan ikan

menunjukkan terjadinya peningkatan. Sepanjang tahun 2006-2012, telah

terjadi pertumbuhan jumlah perusahaan penangkapan ikan rata-rata tiap

tahun sebesar 17,57%. Peningkatan ini menjadi salah satu tanda makin

kondusifnya dunia usaha khususnya industri penangkapan ikan.

Penambahan jumlah perusahaan penagkapan ikan dapat diartikan pula

telah terjadi penyerapan tenaga kerja sekaligus menjadi economic

spillover bagi perekonomian di daerah (lihat Grafik 4.1).

Jika dilihat lebih dalam, dari sejumlah perusahaan penangkapan

ikan yang mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 2012, sebanyak

43,2% merupakan perusahaan PMDN, 12,2% adalah perusahaan PMA

dan sisanya masuk dalam kategori perusahaan permodalan lainnya. Pada

0

10

20

30

40

50

60

70

80

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012*

Page 38: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38

Grafik 2 tergambar bahwa selama periode tahun 2006-2012, pertumbuhan

investasi PMDN pada sektor penangkapan ikanadalah yang terbesar

dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 49,88%, sedangkan

pertumbuhan rata-rata untuk kategori PMA sepanjang periode yang sama

hanya sebesar 12,90%. Rendahnya pertumbuhan investasi PMA di sektor

industri penangkapan ikan menjadi sinyal bahwa perusahaan asing

kurang berminat untuk berinvestasi pada industri ini sebagai akibat

rendahnya kualitas infrastruktur kelautan dan kepelabuhanan.

Insrastruktur menjadi komponen sangat penting dalam mendukung

perkembangan industri penangkapan ikan, karena akan menjaga daya

daya saing produk perikanan yang dihasilkan.

Grafik 4.2. Jumlah Perusahaan Penangkapan Ikan Menurut Status Permodalan

*angka sementara Sumber: Badan Pusat Statistik

Hasil tangkapan ikan yang dibawa oleh para nelayan dikumpulkan

dalam suatu area bernama Tempat Pelelangan Ikan (TPI). TPI sebagai

sebuah pasar yang biasanya terletak di dalam pelabuhan atau pangkalan

pendaratan ikan.Di tempat tersebut terjadi transaksi penjualan ikan dan

hasil laut baik secara lelang maupun tidak dan dikoordinasi oleh Dinas

Perikanan, Koperasi, atau Pemerintah Daerah.

0

5

10

15

20

25

30

35

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012*

Uni

t

PMA PMDN Lainnya

Page 39: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39

Petani tambak dan nelayan, terutama pada musim panen, sulit

memperoleh harga yang layak dalam memasarkan hasil ikannya. Untuk itu

perlu suatu tempat yang dapat menampung mereka dalam suatu sistem

jual beli yang terbuka dan saling menguntungkan yaitu tempat pelelangan

ikan.

Grafik 4.3. Jumlah Produksi Ikan di Tempat Pelelangan Ikan

Sumber: Badan Pusat Statistik

Selain itu dalam jual beli ikan, perlu suatu tempat khusus. Berbeda

dengan pasar umum, karena membutuhkan sarana khusus. Apalagi

dalam jual beli sistem lelang, maka perlu dibangun tempat khusus sebagai

wadah dalam jual beli ikan sistem pelelangan.

Dalam kehidupan masyarakat yang semakin komplek, perlu

kejelasan dan kemudahan dalam setiap kegiatannya. Ikan adalah salah

satu kebutuhan pokok yang termasuk pangan, yakni lauk pauk. Demi

penyediaan salah satu kebutuhan pokok tersebut perlu suatu sarana yang

jelas, yang dapat membantu semua pihak, dan tidak ada yang dirugikan.

Bagi petani tambak dan nelayan, membutuhkan tempat yang jelas dalam

memasarkan hasil produknya dan tentu dengan harga yang tidak

merugikan, demikian juga dengan pedagang, ingin mudah untuk

memperoleh ikan dalam berbagai jenis, langsung menuju tempat

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012Produksi ikan di TPI 366,104 466,029 529,173 556,123 730,286 423,896 420,431

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

Ton

Page 40: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40

pelelangan ikan. Sedangkan masyarakat sekitar dapat membeli ikan di

tempat itu dari para pedagang atau langsung dari petani atau nelayan

yang tentunya dengan harga yang lebih murah.

Karena pentingnya Tempat Pelelangan Ikan dalam menunjang laju

perkembangan masyarakat dan membuat kemudahan dalam kegiatan

masyarakat tersebut sehari-hari maka tempat pelelangan ikan sangat

perlu untuk diadakan.

BPS mencatat selama periodetahun 2006-2012, jumlah produksi

ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) mengalami peningkatan rata-rata

per tahun sebesar 1,98%. Angka produksi tertinggi selama periode

tersebut terjadi pada tahun 2010 dengan jumlah produksi mencapai 730,3

ribu ton, dan produksi terendah terjadi di tahun 2006 dengan jumlah

produksi sebesar 366,1 ribu ton. Diindikasikan bahwa penurunan produksi

ikan di TPI terjadi seiring dengan terjadinya perubahan cuaca yang

ditandai dengan tingginya gelombang laut dan perubahan suhu air laut

sehingga produksi ikan menjadi berkurang (lihat Grafik 4.3).

Grafik 4.4. Jumlah Kapal Penangkap Ikan di Sektor Perikanan Tangkap

Sumber: Badan Pusat Statistik

700000

710000

720000

730000

740000

750000

760000

770000

780000

790000

800000

810000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012*Jumlah Kapal 783625 788848 788188 775789 742369 767187 808775

Unit

Page 41: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41

Faktor penyebab terjadinya penurunan produksi disebabkan oleh

penurunan jumlah kapal penangkap ikan yang dimiliki di sektor perikanan

tangkap.Sepanjang periode tahun 2006-2012 tercatat jumlah kapal

penangkap ikan mengalami penurunan jumlah rata-rata per tahun sebesar

0,07%. Namun, semenjak tahun 2010 hingga 2012 jumlah kapal

penagkap ikan menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 4,38%. Pada

tahun 2012, jumlah kapal penangkap ikan yang dimilik mencapai 808,8

ribu.

Secara umum, kapal penangkap ikan komersial dapat

diklasifikasikan berdasarkan desain, jenis hewan laut yang ditangkap,

metode penangkapan ikan yang digunakan, dan asalnya. Berdasarkan

FAO, kapal penangkap ikan yang beroperasi di seluruh dunia mencapai

empat juta kapal, dengan 1.3 juta merupakan kapal yang dilengkapi

dengan geladak. Hampir seluruh kapal bergeladak memiiki mesin, dan

86%-nya berlabuh Asia. Kapal penangkap ikan komersial secara umum

dapat dibagi menjadi:

a. Trawler

Trawler adalah kapal penangkap ikan yang digunakan untuk menarik

jaring sepanjang alur pelayaran untuk menangkap ikan dalam jumlah

besar sekaligus.

b. Pukat

Kapal pukat (seiner) adalah kapal yang menggunakan jaring

penangkap ikan yang lebar untuk mengurung ikan. Umumnya

digunakan untuk menangkap ikan yang berenang dekat dengan

permukaan, namun telah ada desain pukat yang dapat menangkap

ikan laut dalam.

c. Rawai

Kapal rawai (longliner) adalah kapal yang menggunakan satu atau

lebih tali atau kail dengan rangkaian umpan dan kait. Panjang dan

jumlah kail, umpan, dan kait bervariasi tergantung pada ukuran kapal,

jumlah kru, dan level mekanisasi kapal. Jenis ikan yang ditangkap pun

bergantung pada umpan yang digunakan. Kail dapat diulur dan ditarik

Page 42: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42

menggunakan drum berputar yang besar, yang biasanya diletakkan di

buritan kapal. Kapal rawai ukuran kecil dapat menggunakan tangan

untuk mengulur dan menarik kail. Kecepatan kapal menentukan

seberapa dalam dan seberapa jauh jangkauan kail.

4.2. Kinerja Perdagangan Luar Negeri Produk Perikanan

Ikan dan produk perikanan merupakan komoditi yang masuk dalam

komoditi potensial ekspor Indonesia, yang berarti memiliki potensi dalam

meningkatkan kinerja ekspor nasional. Namaun demikian, Indonesia

masih melakukan impor terhadap ikan dan produk perikanan jenis

tertentu. Selama sepuluh tahun terakhir, neraca perdagangan Ikan dan

Produk Perikanan mengalami surplus dan surplus tersebut terus

bertambah. Udang merupakan komoditi penyumbang surplus terbesar,

diikuti oleh Makanan Olahan dan Ikan Segar & Beku. Pada Semester I

2014, neraca perdagangan Ikan dan Produk Perikanan surplus sebesar

USD 1,9 miliar, meningkat dari surplus Semester I 2013 yang sebesar

USD 1,7 miliar. Sementara itu, pada Semester I 2014, neraca

perdagangan komoditi Udang, Makanan Olahan, dan Ikan Segar & Beku

surplus masing-masing USD 0,8 miliar, USD 0,5 miliar, USD 0,3 miliar

(Grafik 4.5).

Grafik 4.5. Perkembangan Neraca Perdagangan Ikan dan Produk Perikanan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan

-500.0

1,000.0 1,500.0 2,000.0 2,500.0 3,000.0 3,500.0 4,000.0

2013 2014

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Semester I

USD Juta

Udang Makanan olahan Ikan Segar & Beku

Ikan Olahan Hasil Perikanan lainnya Ikan Hidup & Ikan Hias

Page 43: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43

Selama 2009-2013, ekspor Ikan dan Produk Perikanan meningkat

rata-ratya 15,2% per tahun. Pada Semester I, ekspor Ikan dan

ProdukPerikanan mencapai USD 2,0 miliar atau naik 9,7% dari periode

yang sama tahun sebelumnya (Tabel 1). Jika dilihat lebih detail, ekspor

Ikan dan Produk Ikan didominasi oleh Udang dan Makanan Olahan yang

mencapai 69% dari total ekspor Ikan dan Produk Ikan selama Semester I

2014. Sementara itu, ekspor Ikan dan produk perikanan juga terdiri dari

Ikan Segar & Beku, Ikan Olahan, Hasil Perikanan Lainnya, serta Ikan

Hidup & Ikan Hias (Grafik 4.6).

Sementara itu, selama 5 tahun terakhir, impor Ikan dan Produk

Perikanan juga mengalami peningkatan yaitu rata-rata 8,15 per tahun.

Sedangkan pada Semester I 2014 mencapai USD 107,5 juta atau turun

1,0% (Tabel 2). Pada periode tersebut, impor Ikan dan Produk Perikanan

didominasi oleh Ikan Segar & Beku dan Udang yang memberikan

kontribusi masing-masing 56,2% dan 26,3%. Sedangkan sisanya berturut-

turut berupa impor Makanan Olahan, Ikan Olahan, Hasil Perikanan

Lainnya, dan Ikan Hidup & Ikan Hias (Grafik 4.6).

Grafik 4.6. Struktur Ekspor dan Impor Ikan dan Produk Perikanan, Semester I 2014

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan

Ikan Segar & Beku56.2%

udang26.3%

makanan olahan10.9%

Ikan Olahan3.0%

Hasil Perikanan

lainnya3.5%

Ikan Hidup & Ikan Hias

0.0%

Impor

Udang42.4%

Makanan olahan27.3%Ikan Segar &

Beku13.4%

Ikan Olahan11.0%

Hasil Perikanan

lainnya4.1%

Ikan Hidup & Ikan Hias

1.7%

Ekspor

Page 44: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44

Jika dilihat juah lebih detail lagi, komoditi ekspor yang tergolong

dalam Ikan dan Produk Perikanan terbesar di semester I 2014 adalah

Udang beku dengan nilai ekspor mencapai USD 723,3 juta. Selain

kontribusinya yang cukup besar terhadap total ekspor Ikan dan Produk

Perikanan (35,8%), ekspor Udang beku juga mengalami peningkatan yang

signifikan di Semester I tahun ini, yaitu meningkat 41,3% dibanding

semester I tahun lalu. Selain Udang beku, komoditi ekspor Ikan dan

Produk Perikanan yang memberikan kontribusi besar antara lain Udang

yang diolah/ diawetkan, Tuna yang diolah/diawetkan, Ikan fillet, dan

Kepiting yang diolah/diawetkan (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Komoditi Ekspor Ikan dan Produk Perikanan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan

Lebih dari separuh impor Ikan dan Produk Perikanan selama

Semester I 2014 didominasi oleh Mackerel beku, Kepiting beku, dan

Sardines yang memberikan kontribusi masing-masing 26,7%, 16,6% dan

11,7%. Namun demikian, impor ketiga komoditi tersebut mengalami

penurunan masing-masing 9,3%, 12,8%, dan 31,4%. Sementara impor

Ikan dan Produk perikanan yang naik signifikan di Semester I 2014 antara

lain Udang beku, Ikan diolah/diawetkan, Cakalang beku yang naik masing-

masing 31,1%, 86,0%, dan 103,5% (Tabel 4.2).

2014

Total Ekspor Ikan, Udang, dan Produk Perikanan 2,249.0 3,845.4 2,018.5 15.17 9.68 100.00 1 0306130000 Shrimps and prawns, frozen 693.9 1,219.5 723.3 14.26 41.33 35.83 2 1605209900 Oth aquatic invertebrata in oth contners , prepa 143.5 207.6 140.4 9.32 43.57 6.95 3 1604141000 Tunas, skipjack & bonito (sarda spp), prepared/p 174.8 304.2 124.6 17.63 (27.00) 6.17 4 0304290000 Other fish fillets, frozen 155.2 181.1 107.9 3.27 14.05 5.34 5 1605109000 Crabs in other than airtight containers prepared 34.7 124.4 76.7 41.16 2.84 3.80 6 0303791090 Other marine fish, excl.fillets, livers and roes, fro 53.2 133.6 71.7 25.04 16.56 3.55 7 0304990000 Other fish meat (whether or not minced) frozen 29.1 132.3 57.2 54.36 (16.38) 2.83 8 1605201900 Shrimps paste in other than airtight containers p 7.2 98.8 56.9 120.26 30.94 2.82 9 0303792090 Other freshwater fish, excl.fillets, livers and roes 4.1 77.9 42.5 121.94 3.88 2.11

10 1605101000 Crabs in airtight containers prepared or preserve 33.8 63.4 40.5 14.64 55.84 2.00 Subtotal 1,329.5 2,543.0 1,441.5 18.06 21.18 71.42 Lainnya 919.45 1,302.39 576.94 10.50 (11.33) 28.58

NoTrend (%)

19-13Growth

(%) 14/13Share (%)

20142009 2013Semester I HS Uraian

USD JUTA

Page 45: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45

Tabel 4.2. Komoditi Impor Ikan dan Produk Perikanan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan

Amerika Serikat merupakan negara tujuan utama eskpor Ikan dan

Produk Ikan Indonesia dengan pangsa mencapai 42,8% selama Semester

I 2014. Berurutan Jepang, China, Thailand, dan Vietnam masuk ke dalam

5 negara terbesar tujuan ekspor Ikan dan Produk Perikanan. Kelima

negara tersebut memberikan kontribusi sebesar 71,5%. Sementara itu,

lima negara utama asal impor Ikan dan Produk Perikanan Indonesia

adalah China, Amerika Serikat, Malaysia, Thailand, dan Taiwan dengan

kontribusi masing-masing sebesar 26,4%, 9,7%, 6,0%, 5,7%. Negara asal

impor Ikan dan Produk Perikanan lebih terdiversifikasi dibanding negara

utama tujuan ekspornya. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi 5 negara

tujuan ekspor Ikan dan Produk Perikanan (71,5%) lebih besar dari

kontribusi 5 negara asal impornya (55,6%) (Garfik 4.7).

2014

Total Impor Ikan, Udang, dan Produk Perikanan 157.0 233.0 107.5 8.12 (1.01) 100.00 1 0303740000 Mackerel, excl.fillets, livers and roes, frozen 60.7 69.8 28.7 0.00 (9.26) 26.66 2 0306140000 Crabs, frozen 6.1 50.9 17.8 70.32 (12.85) 16.60 3 0303710000 Sardines, excl.fillets, livers and roes, frozen 2.3 29.2 12.6 85.05 (31.43) 11.71 4 0303610000 Swordfish (xiphias gladius) ,excl.fillets,livers and roes,frozen 0.1 11.4 6.2 224.61 (1.98) 5.79 5 0306130000 Shrimps and prawns, frozen 6.5 13.3 6.8 24.02 31.10 6.28 6 1604209900 Oth prepared/preserved fish, in other than airtight containers 1.2 7.2 4.9 60.12 85.97 4.57 7 0303190000 Oth pacific salmon, excl.fillet, liver and roes, frozen 0.0 4.7 1.3 254.84 (34.22) 1.25 8 0303430000 Skipjack or stripe-bellied bonito, excl.fillets, livers and roes, fro 4.0 4.0 3.9 0.07 103.54 3.63 9 0307491000 Cuttle fish and squid, frozen 7.6 2.8 1.7 (26.50) 3.67 1.62

10 0303420000 Yellow fin tunas, excl.fillet, liver & roes, frozen 8.6 1.9 0.8 (24.49) (48.74) 0.75 Subtotal 97.1 195.2 84.8 18.20 (7.62) 78.85 Lainnya 59.85 37.81 22.73 (14.85) 35.02 21.15

NoTrend (%)

19-13Growth

(%) 14/13Share (%)

20142009 2013Semester I HS Uraian

USD JUTA

Page 46: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46

Grafik 4.7. Negara Tujuan Ekspor dan Negara Asal Impor Ikan dan Produk Perikanan, Semester I 2014

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan

4.3. Dampak Implementasi Kebijakan Impor Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan terhadap Kinerja Sub Sektor Perikanan

Implementasi Kebijakan Impor Pengendalian Mutu dan Keamanan

Hasil Perikanan melalui Permen KP Nomor 17 tahun 2010 jo. Permen KP

Nomor 15 tahun 2011 diterapkan sejak tahun 2010. Untuk mengetahui

efektivitas kebijakan tersebut, maka dilakukan uji beda terhadap kinerja

beberapa sub sektor Perikanan pada masa sebelum dan sesudah

penerapan kebijakan tersebut. Dalam hal ini, data yang dibandingkan

adalah data trend pertumbuhan sebelum (2007-2010) dan sesudah (2010-

2013) diberlakukannya kebijakan, yaknbi pada tahun 2010.

Berdasarkan hasil analisis uji beda nyata trend, dapat diketahui

bahwa penerapan kebijakan tersebut memberikan dampak signifikan

terhadap kinerja impor, Neraca perdagangan, dan PDB Ikan dan Produk

Perikanan. Sementara produksi, ekspor, dan konsumsi Ikan dan Produk

Perikanan pasca penerapan kebijakan tidak berbeda dengan sebelum

penerapan. Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kebijakan

Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan efektif dalam

meningkatkan neraca perdagangan sub sektor perikanan, yakni dengan

CHINA26.4%

UNITED STATES

9.7%

MALAYSIA7.9%

THAILAND6.0%

TAIWAN, PROVINCE OF

CHINA5.7%

Lainnya44.4%

Impor

UNITED STATES42.8%JAPAN

15.7%

CHINA6.1%

THAILAND3.8%

VIET NAM2.9%

Lainnya28.5%

Ekspor

Page 47: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 47

mengurangi impor hasil perikanan secara efektif, meskipun ekspor tidak

naik secara signifikan (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Hasil Analisis Perkembangan Kinerja Sub Sektor Perikanan

Sumber: Analisis Kementerian Perdagangan

Stakeholder yang menerima dampak dari pemberlakuan Kebijakan

Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan antara lain adalah

Nelayan, Processors (industri pengolahan ikan), Konsumen, dan

Pemerintah. Dari hasil analisis uji beda nyata, dapat dilihat bahwa pihak

Processors, Konsumen dan Pemerintah ternyata tidak terbukti menerima

dampak negatif dari penerapan Permen KP 17 tahun 2010 tersebut.

Sementara itu, pihak Produsen Nelayan, diuntungkan dengan adanya

kebijakan tersebut. Hal tersebut tercermin dari adanya peningkatan jumlah

nelayan (umum dan laut) secara signifikan. Namun demikian, kebijakan

ini belum mampu meningkatkan nilai tukar nelayan, terkait dengan

peningkatan harga ikan yang lebih rendah dari peningkatan harga-harga

kebutuhan konsumsi para nelayan (tabel 4.4).

No Kinerja (Satuan) Hasil UjiBeda Nyata

1 Produksi (Ton) Hulu Tidak BerbedaProduksi (Ton) Produk industri Tidak Berbeda

2 Ekspor Volume (Ton) Tidak BerbedaNilai (USD000) Tidak Berbeda

3 Impor Volume (Ton) Beda, Lebih RendahNilai (USD000) Beda, Lebih Rendah

4 Neraca (USD000) Beda, Lebih Tinggi5 PDB Harga Berlaku Beda, Lebih Rendah

PDB Harga Konstan Beda, Lebih Tinggi6 Konsumsi Ketersediaan untuk konsumsi (Ton) Tidak Berbeda

Perkapita (kg/kapita/th) Tidak Berbeda

Page 48: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48

Tabel 4.4. Hasil Analisis Dampak Kebijakan terhadap Pihak Nelayan, Processors (Industri Pengolahan Ikan), Konsumen dan Pemerintah

Sumber: Analisis Kementerian Perdagangan

4.4. Hasil Temuan Lapangan Guna menunjang kebutuhan analisis, Tim Peneliti melakukan

kunjungan lapangan dalam rangka pengumpula data dan informasi. Tim

mengunjungi 2 (dua) lokasi yaitu Bitung (Sulawesi Utara) dan Surabaya

(Jawa Timur). Responden yang dikunjungi adalah pelaku usaha eksportir

dan importer produk perikanan yang datanya tercatat pada Badan Pusat

Statistik. Adapun hasil kunjungan lapangan tersebut dapat kami simpulkan

beberapa hal sebagai berikut:

4.4.1. Bitung Jenis produk olahan ikan utama yang diproduksi adalah Tuna,

Cakalang (skip jack). Rata-rata kapasitas produksi perusahan perikanan

adalah 10-60 ton per/hari dengan bahan baku sepenuhnya berasal dari

dalam negeri.Hasil produksi perusahaan perikanan di Bitung sebagian

besar diperuntukan bagi pasar luar negeri karena faktor harga yang lebih

No Pihak / Kriteria Hasil Uji Beda Nyata

Produsen Nelayan

Produksi Hulu (Ton) Tidak Berbeda

Jumlah Nelayan (Umum dan Laut) Beda, Lebih Tinggi

Indeks Harga (Nelayan) NTN Beda, Lebih Rendah

Processors

Produksi Produk Industri (Ton) Tidak Berbeda

Jumlah Perusahaan Hilir Tidak Berbeda

Konsumen

Konsumsi Ketersediaan untuk Konsumsi (Ton) Tidak Berbeda

Konsumsi Per Kapita (kg/kapita/th) Tidak Berbeda

Pemerintah

Realisasi PNBP (Rp. Miliar) Tidak Berbeda

1

2

3

4

Page 49: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 49

baik. Produk ya ng paling dominan adalah produk berbahan baku ikan

Cakalang dan Tuna yang berasal 100% dari perairan dalam negeri.

Terkait dengan peraturan No. PER.15/MEN/2011 tentang

keamanan pangan, semua responden menganggap tidak terdapat

perubahan yang berarti setelah peraturan ini diterapkan.Hambatan dan

permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku usaha antara lain selama

ini produk perikanan dari indonesia dikenakan tarif 24% untuk jenis tuna

dalam kaleng. Infrastruktur dari pelabuhan dan ketersediaan kontainer

yang secara langsung bisa dikapalkan kenegara tujuan eskpor. Secara

umum kebijakan dibidang ekspor dan impor produk perikanan sudah

cukup mendukung industri.

Potensi dan masa depan industri perikanan Indonesia dirasakan

sangat besar. Industri perikanan Indonesia dipandang memiliki potensi

yang sangat besar mengingat kondisi geografis Indonesia. Hal ini

terindikasi dengan dibangunnya pabrik-pabrik pengolahan ikan baru di

kabupaten Bitung. Saat ini beberapa negara tujuan ekspor, terutama

Eropa, sudah mensyaratkan hasil produk perikanan yang bisa memasuki

pasar mereka adalah produk yang bahan bakunya diperoleh dengan line

fishing (tidak pakai jaring) demi kelestarian dan ketersediaan bahan baku.

4.4.2. Surabaya a. PT Alam Jaya merupakan perusahaan pengolahan ikan yang

beorientasi ekspor dan pasar domestik. Perusahaan tersebut

mengolah Ribbonfish, Yellow Croaker, Barred Spanyol makarel,

ikan kakap merah, Octopus, Squid, Sotong, Tuna dan lain-lain.

Ikan-ikan tersebut diolah menjadi bentuk fiilet dan olahan yang

dipasarkan dalam keadaan beku. Bahan baku yang dipergunakan

merupakan bahan baku lokal. Adapun tujuan ekspornya adalah

Korea, China, Jepang, Taiwan, Malaysia, Singapura, Hong Kong,

Eropa, dan Amerika Serikat. Selama 5 tahun terakhir mengalami

penurunan ekspor dikarenakan kekurangan bahan baku yang

berkualitas. Selain hambatan bahan baku, PT Alam jaya

mengeluhkan kurangnya daya saing produk Indonesia di luar

Page 50: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 50

negeri, dimana surat keterangan asal Indonesia dipertanyakan.

Untuk itu, perusahaan memberikan saran agar pengelolaan hasil

perikanan lebih ditingkatkan dengan kualitas yang juga meningkat.

b. PT Aneka Tuna Indonesia (ATI) merupakan perusahaan dengan

status kawasan berikat yang bergerak di bidang pengalengan ikan

dengan orientasi ekspor dan domestik. Produk domestik memiliki

brand “SunBell” yang dipasarkan di supermarket di beberapa kota

besar. Sementara ekspor sesuai dengan brand sesuai order

pembeli, yakni dari Jepang, Eropa, Timur Tengah, Australia,

Canada, dan Afrika. Bahan baku utama yang digunakan adalah

ikan tuna yang diperoleh dari domestik 80% dan sisanya dipenuhi

dari impor. Dengan ekspor rata-rata 200 kontainer per bulan,

ekspor PT ATI mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir.

Adapun yang menjadi hambatan adalah kurangnya kontinuitas

bahan baku dan harga bahan baku. Selama periode tertentu

(paceklik) setiap tahun terjadi kekurangan bahan baku. Selain itu,

sulitnya persyaratan ekspor bagi beberapa customer. Menurut PT

ATI, potensi industri pengolahan ikan di Indonesia sangat besar,

namun perlu improvement sistem untuk menciptakan rantai yang

aman, cepat dan efisien. Perusahaan tersebut juga berharap

dibukanya pelabuhan Banyuwangi sebagai pelabuhan ikan baik

untuk mempermudah proses distribusi bahan baku maupun

pengapalan untuk tujuan ekspor.

c. PT inti Luhur Fuja Abadi (Ilufa) didirikan pada tahun 1998, terletak

di Jawa Timur, dan bermula sebagai pengolah makanan laut untuk

pasar lokal. Kemudian, perusahaan tersebut memperluas bisnis

untuk ekspor dan impor produk makanan laut. Untuk menjamin

keamanan dan kualitas yang baik dari produk seafood, Ilufa

menerapkan HACCP (Hazard Analysis dan Critical Control Point).

Kapasitas produksi Ilufa mencapai 4 ton/hari dengan bahan baku

berupa ikan Kakap merah, Kerapu, Anggoli, dan Nike yang

diperoleh dari pasar lokal. Sementara ekspornya berkisar 400

Page 51: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 51

ton/hari ke Amerika, Vietnam, dan Uni Eropa. Ekspor tersebut

mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir. Selama ini, belum

ada hambatan khusus yang dihadapi Ilufa dalam proses ekspor,

dan lebih fokus pada perbaikan perusahaan dengan meningkatkan

kinerja perusahaan. Untuk meningkatkan kinerja industri

pengolahan ikan dalam negeri, Ilufa menyarankan adanya

bimbingan dan pengawasan dari Pemerintah melalui survei laut.

Selain itu, diharapkan ada bantuan penyediaan kapal penangkap

ikan yang memadai berikut prasarana pengendalian mutu bahan

baku ikan.

d. PT Avila Prima Intra Makmur merupakan perusahaan

pengalelangan ikan, khusus untuk tuna dan sarden. Bahan baku

yang digunakan perusahaan tersebut berasa dari lokal, sementara

produknya berorientasi ekspor dan pasar domestik. Pasar tujaun

ekspornya adalah Eropa dan Amerika Serikat. Selama ini tidak

terdapat masalah yang berat terkait proses ekspor maupun impor.

Yang menajdi hambatan adalah kurangnya daya saing produk lokal

yang lebih mahal dibanding produk negara lain seperti Thailand.

Untuk itu, diharapkan pemerintah dapat memberikan intensif

kepada pelaku usaha agar produk Indonesia lebih berdaya saing.

Selain itu, pemerintah agar lebih baik dalam proses sosialisasi

kebijakan, karena masih banyak pelaku usaha yang tidak

mengetahui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

e. PT Sekar Bumi merupakan salah satu penyedia sumber makanan

beku sejak tahun 1968, yakni berupa udang, paha katak, dan

olahan ikan. Dengan sertifikasi internasional, perusahaan tersebut

dapat mengekspor produknya ke negara-negara Asia lainnya,

Amerika Serikat dan Eropa. Namun, beberapa produk olahan ikan

dipasarkan ke pasar lokal dengan brand “Bumi Food”. Adapun

bahan baku udang yang digunakan berasal dari lokal, yakni dari

Jawa, Sumatera, dan Maluku. Hambatan yang dirasa dapat

mengganggu perusahaan adalah masalah harga serta persyaratan-

Page 52: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 52

persyaratan yang diajukan pembeli (negara tujuan ekspor),

sehingga perusahaan harus mengeluarkan biaya lebih serta waktu

yang lebih lama. Hal tersebut berpengaruh bagi daya saing produk

Indonesia di pasar internasional. Untuk itu, perusahaan

mengharapkan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah,

supplier, agen, maupun industri pengolahan.

Dalam rangka pengumpulan data dan informasi, selain melakukan

kunjungan lapang ke perusahaan, Tim Peneliti juga melakukan diskusi

terbatas yang dihadiri oleh asosiasi dan instansi pemerintah terkait. Dari

diskusi terbatas tersebut, diperoleh informasi sebagai berikut :

a. Ketua Umum Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI)

menyampaikan bahwa pengembangan industri pengalengan ikan

termasuk dalam Rencana Induk Perindustrian (RIPID). Saat ini,

Indonesia telah memiliki 40 perusahaan industri pengalengan ikan yang

mengolah ikan sarden dan makarel. Dengan jumlah perusahaan

tersebut, industri pengalengan ikan di Indonesia berperan dalam

menyerap banyak tenaga kerja karena sifatnya yang padat karya.

Dalam rangka menjaga kontinuitas produksi, industri pengalengan ikan

di Indonesia melakukan impor situasional untuk mensubstitusi pasokan

dalam negeri, mengingat ketersediaan bahan baku atau efektivitas

nelayan melaut hanya 7 bulan dalam 1 tahun. Jumlah importasi bahan

baku yang dibutuhkan oleh industri pengalengan ikan di Indonesia

berkisar 350 ribu ton atau maksimal 50% dari kapasitas terpasang

industri. Sebagai informasi telah terjadi keabnormalan dalam

ketersediaan bahan baku di Selat Bali dimana tidak adanya pasokan

sehingga keseluruhan kebutuhan dipasok dari luar negeri. Oleh karena

itu, APIKI mengharapkan agar pemerintah (KKP dan LIPI) membuat

dan mengembangkan peta musim perikanan daerah untuk mengetahui

ketersediaan pasokan bahan baku ikan dan produk perikanan.

b. Perwakilan dari Direktorat Pemasaran luar Negeri, Direktorat Jenderal

Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Keenterian Kelautan dan

Page 53: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 53

Perikanan (KKP), ruang lingkup Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan No. 15 Tahun 2011 meliputi : Persyaratan dan tata cara

pemasukan hasil perikanan; Pemeriksaan hasil perikanan; Tempat

Pemasukan Hasil Perikanan; Pemasukan hasil perikanan sebagai

barang bawaan; dan Pemasukan kembali hasil perikanan. Secara

singkat, Impor Ikan dan Produk Perikanan wajib memiliki izin

pemasukan hasil perikanan, yakni pemilik API-U dan API-P, serta harus

melalui pintu masuk impor yang telah ditetapkan. Adapun jenis-jenis

hasil perikanan yang diimpor harus memenuhi kriteria : 1) Hasil

perikanan yang tidak ada di perairan Indonesia; 2) Hasil perikanan yang

sangat dipengaruhi oleh musim; 3) Hasil perikanan yang belum

dikembangkan di Indonesia; 4) Hasil perikanan yang tidak diproduksi

oleh masyarakat nelayan atau pembudidaya lokal.

c. Kepala Bidang Tata Operasional pada Pusat Karantina Ikan KKP

menyampaikan bahwa pihaknya bertugas melaksanakan tugas

pengkarantinaan ikan baik dari segi mutu dan keamanan serta terbebas

dari hama penyakit baik yang berasal dari ekspor, impor dan domestik.

Dalam pelaksanaan tugasnya, Pusat Karantina Ikan dibantu oleh 40

Unit Pelayanan Teknis (UPT) dan Dinas Perikanan di berbagai daerah

di Indonesia. Adapun beberapa permasalahan utama yang dihadapi

oleh Pusat Karantina Ikan terkait dengan importasi ikan dan produk

perikanan adalah ketiadaan health certificate dan izin impor sebagai

persyaratan dalam melakukan importasi ikan dan produk perikanan,

ketidaksesuaian jenis ikan dengan kriteria perikanan, ketidaksesuaian

hasil uji mutu ikan dan produk perikanan (misalnya, mengandung

formalin), impor dari beberapa negara wabah, dan banyaknya

penyalahgunaan impor perikanan serta belum pernah terbitnya

rekomendasi izin impor perikanan di Entikong.

d. Seluruh peserta diskusi sepakat bahwa permasalahan terkait sektor

Perikanan perlu penanganan yang membutuhkan kerjasama antara

semua stakeholder yang terkait, baik pelaku usaha, pemerintah,

maupun nelayan. Terkait Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Page 54: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 54

No. 15 Tahun 2011 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan, sudah berjalan cukup baik. Namun, dalam

perkembangannya, masih memerlukan beberapa perbaikan untuk

dapat mengatasi berbagai permasalahan yang muncul pada sektor

Perikanan untuk menciptakan sektor Perikanan yang kuat dan

berkelanjutan.

Page 55: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 55

BAB V KESIMPULAN DAN USULAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

5.1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis evaluasi implementasi kebijakan impor

produk perikanan, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sektor perikanan dan kelautan akan dapat menjadi salah satu sumber

utama pertumbuhan ekonomi. Selain karena kapasitas suplai yang

sangat besar, sektor tersebut dapat membangkitkan industri hulu dan

hilir yang besar sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang cukup

banyak.

2. Kinerja Sub Sektor Perikanan secara umum menunjukkan adanya

peningkatan yang baik.

a. Selama 2006-2012, jumlah perusahaan penangkapan ikan dan

produksi ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) terus mengalami

peningkatan, masing-masing sebesar 31,4% dan 1,98% per

tahun.

b. Neraca perdagangan Ikan dan Produk Ikan selama 2004-2013

juga meningkat rata-rata 9,0% per tahun. Pada Semester I 2014,

neraca perdagangan Ikan dan Produk Perikanan surplus sebesar

USD 1,9 miliar, dimana penyumbang surplus tersebesar adalah

komoditi Udang, Makanan Olahan, dan Ikan Segar & Beku yang

surplus masing-masing USD 0,8 miliar, USD 0,5 miliar, USD 0,3

miliar.

3. Dari hasil analisis dampak implementasi kebijakan importasi

perikanan tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan terhadap Kinerja Sub Sektor Perikanan, dapat disimpulan

bahwa Kebijakan tersebut efektif dalam meningkatkan neraca

perdagangan sub sektor perikanan, yakni dengan mengurangi impor

hasil perikanan secara efektif, meskipun ekspor tidak naik secara

signifikan.

Page 56: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 56

4. Secara umum implementasi kebijakan importasi perikanan tersebut

tidak memberikan dampak negatif terhadap pihak processors,

konsumen dan pemerintah. Pihak produsen Nelayan, diuntungkan

dengan adanya kebijakan tersebut, yang tercermin dari adanya

peningkatan jumlah nelayan (umum dan laut) secara significant.

Namun demikian, kebijakan ini belum mampu meningkatkan nilai

tukar nelayan, terkait dengan peningkatan harga ikan yg lebih rendah

dari peningkatan harga-harga kebutuhan konsumsi para nelayan.

5. Berdasarkan survey lapang, beberapa pelaku usaha di sektor

pengolahan ikan mengaku mendapatkan manfaat dengan

diberlakukannya Peraturan Menteri KKP No. PER.15/MEN/2011

tentang keamanan pangan, dimana produk mereka lebih berdaya

saing baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Namun

demikian, beberapa diantaranya menganggap tidak terdapat

perubahan yang berarti setelah peraturan tersebut diterapkan. Hal

tersebut kemungkinan disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan

pengawasan di lapangan terhadap implementasi kebijakan tersebut.

Namun secara umum, kebijakan dibidang ekspor dan impor produk

perikanan sudah cukup mendukung industri.

6. Adapun hambatan yang sering dihadapi industri ikan dan produk

perikanan nasional adalah kurangnya kontinuitas bahan baku ikan,

terutama pada musim-musim tertentu (paceklik), dimana ikan sulit

diperoleh karena faktor cuaca. Ditambah kurangnya infrastruktur

membuat produk pengolahan ikan Indonesia kurang berdaya saing,

terutama dari segi harga. Masalah lain adalah banyaknya

persyaratan yang diajukan pembeli

7. Namun demikian, potensi dan masa depan industri perikanan

Indonesia dirasakan sangat besar. Hal ini terindikasi dengan

dibangunnya pabrik-pabrik pengolahan ikan baru serta perluasan

industri yang sudah ada di beberapa wilayah di Indonesia seperti

Bitung dan Surabaya. Namun demikian, dalam mendorong potensi

tersebut, perlu adanya system improvement untuk menciptakan rantai

Page 57: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 57

pasok dan rantai industri yang aman, cepat dan efisien untuk

meningkatkan daya saing.

5.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN Adapun rekomendasi yang dapat disarankan antara lain :

1. Kebijakan importasi ikan untuk Pengendalian Mutu dan Keamanan

Hasil Perikanan tetap diperlukan, namun sesuai Tupoksi, perijinan

impor merupakan kewenangan dari Kementrian Perdagangan dengan

rekomendasi dari Kementrian terkait.

2. Tata niaga impor ikan dan produk perikanan juga sebaiknya diatur

dengan membatasi waktu diperbolehkannya impor, yakni pada saat

musim paceklik. Namun demikian, untuk kondisi khusus, tetap

diperbolehkan melakukan impor di luar musim paceklik dengan

rekomendasi dan evaluasi dari tim teknis. Oleh sebab itu, perlu

dibentuk tim teknis untuk menentukan kapan kondisi khusus tersebut

dapat dilakukan impor.

3. Adapun tata niaga tersebut direkomendasikan juga menggunakan

kuota, dimana besarnya kuota impor bulanan selama musim paceklik

ditentukan maksimal sebanyak angka ketersediaan (supply) ikan pada

bulan normal dikurangi dengan angka ketersediaan ikan pada bulan

paceklik. Periode musim paceklik dan besarnya maksimal kuota

bulanan tergantung dari kondisi masing-masing Provinsi.

4. Pelabuhan pintu masuk impor juga perlu dibatasi terkait fasilitas-

fasilitas yang harus ada. Pelabuhan impor ikan dan produk perikanan

harus memenuhi standard minimal untuk dapat menjadi pintu masuk

impor seperti tersedia badan karantina, laboratorium, Perhubungan

Laut, Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan, Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Penelitian

dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Pengembangan

Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, serta instansi lainnya

sebagaimana Permen KKP Nomor PER.08/MEN/2012.

Page 58: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 58

DAFTAR PUSTAKA

Buku Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2009-2014.

Buku Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2005-2009.

Media Data Riset : Surat Penawaran “Daftar Peraturan Sektor Perikanan Indonesia“ diterbitkan pada bulan Februari 2011.

Data hasil kegiatan pameran perikanan terbesar di dunia, yakni Boston Seafood Exhibiton Show dan Seminar on Fish pada tanggal 11-13 Maret 2007.

Artikel “Presiden : 5 Tahun kedepan Peluang Dunia Usaha” diterbitkan pada tanggal 2 Maret 2010, di situs http://infobanknews.com

Artikel “Fadel Minta Perbankan Kucurkan” diterbitkan pada tanggal 29 Desember 2009, di situs http://bataviase.co.id

Kajian “Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan” oleh Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Direktorat Kelautan dan Perikanan.

Brenda and Robert Vale, Green Architecture Design for a Sustainable Future. Thames and Hudson Ltd, London, 1991.

Donald E. Hepler & Paul I. Wallach, Architecture Drafting & Design. Mc. Graw- Hill Book Company, San Francisco, 1977.

Francis D.K. Ching, Arsitektur: Bentuk Ruang & Susunannya. Erlangga, Jakarta, 1985.

Ir. Kaslam A. Thohir, Butir-butir Tata Lingkungan. PT Bina Aksara, Jakarta, 1985.

Ir. Rustam Hakim, Unsur Perancangan Alam Arsitektur Lansekap. PT Bina Aksara, Jakarta, 1987.

Ir. Setyo Soetiadji S, Anatomi Estetika. Jambatan, Jakarta 1986.

Ir. Setyo Soetiadji S, Anatomi Utilitas. Jambatan, Jakarta, 1986.

Leslie L. Doelle & Lea Prasetio, Akustik Lingkungan. Erlangga, Jakarta, 1986.

Richard L. Austin & Asla, Designing the Natural Lanscape. Van Nostrand Reinhold Company Inc., New York, 1984.

Page 59: Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdaganganbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Kebijakan_Impor... · BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 59

Richard Untermann & Robert Small, Perancangan Tapak untuk Perumahan. Bandung: Intermatra, 1984.

Thomas C. Wang, Gambar Denah & Potongan. Erlangga, Jakarta, 1986.

Yoshinobu Ashihara, Merancang Ruang Luar. PT Dian Surya, Surabaya, 1983.