72
Psikolinguistik dan Pembelajaran Bahasa Abstrak : Kegiatan berbahasa berlangsung secara mekanistik dan mentalistik, artinya kegiatan berbahasa berkaitan dengan proses atau kegiatan mental ( otak ) manusia sehingga study linguistik perlu dilengkapi denagn study antardisiplin antara linguistik dan psikologi yang lazim disebut psikolinguistik. Obyek psikolinguistik adalah bahasa yakni bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dalam gejala jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek   aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Hubunga n bahasa dan pikiran adalah hubungan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk bahasa. Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua intekrasi manusia dan dalam banyak hal bahasa dapat disebut sebagai intisari dari fenomena social. Bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh ahli sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata social yang setiap orang menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang bersifat kelembagaan dari kehidupan social. Dan bahwa psikolinguistik adalah sebagai sesuatu bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam memberikan berbagai pertimbangan khususnya dalam proses pembelajaran bahasa. Kata kunci :Psikolinguistik , bahasa, pikiran, pembelajaran.  A. PENDAHULUAN Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk menyampaikan isi pikiran, bahasa adalah alat untuk berintekrasi, bahasa adalah alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan, semuanya dapat diterima. Sebagai alat intekrasi verbal, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secara internal kajian dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu, mulai dari struktur fonology, morphology, sintaksis, sampai stuktur wacana. Kajian secara eksternal berkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan factor-faktor atau hal yang ada diluar bahasa seperti social, psikology, etnis, seni, dan sebagainya. Dewasa ini tuntutan kebutuhan dalam kehidupan telah menyebabkan perlunya dilakukan kajian bersama antara dua disiplin ilmu atau lebih. Kajian antara disiplin ini diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan manusia yang semakin kompleks. Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah komplek manusia, selain berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung mekanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik, artinya kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dalam proses atau kegiatan mental ( otak ). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, study linguistik perlu dilengkapi dengan study antardisiplin antara linguistik dan psikologi. Inilah yang lazim disebut dengan psikolinguistik  .[i] Dalam makalah sederhana ini akan dipaparkan tentang pengertian psikolinguistik, obyek dan ruang lingkupnya, subdisiplin ilmu psikolinguistik dan secara gamblang akan diungkapkan juga tentang bagaimana hubungan bahasa dengan pikiran ( otak ) manusia serta kaitan dengan pembelajaran bahasa terutama dalam bahasa asing dan kegagalan pendidikan dan pengajaran. B. PEMBAHASAN

Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

Embed Size (px)

Citation preview

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 1/72

Psikolinguistik dan Pembelajaran Bahasa

Abstrak : Kegiatan berbahasa berlangsung secara mekanistik dan mentalistik, artinya kegiatan

berbahasa berkaitan dengan proses atau kegiatan mental ( otak ) manusia sehingga study linguistik

perlu dilengkapi denagn study antardisiplin antara linguistik dan psikologi yang lazim disebutpsikolinguistik. Obyek psikolinguistik adalah bahasa yakni bahasa yang berproses dalam jiwa manusia

yang tercermin dalam gejala jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek  – 

aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Hubungan bahasa dan pikiran adalah

hubungan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk bahasa.

Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua intekrasi manusia dan dalam banyak hal bahasa

dapat disebut sebagai intisari dari fenomena social. Bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh ahli

sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari

kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata social yang setiap orang

menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang bersifat kelembagaan dari kehidupan social. Dan

bahwa psikolinguistik adalah sebagai sesuatu bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam

memberikan berbagai pertimbangan khususnya dalam proses pembelajaran bahasa.

Kata kunci :Psikolinguistik , bahasa, pikiran, pembelajaran.

 A. PENDAHULUAN

Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatudengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalamsegala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidakdisertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa

itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan tempatbahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk menyampaikan isipikiran, bahasa adalah alat untuk berintekrasi, bahasa adalah alat untukmengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan,semuanya dapat diterima.

Sebagai alat intekrasi verbal, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secarainternal kajian dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu, mulai dari strukturfonology, morphology, sintaksis, sampai stuktur wacana. Kajian secara eksternalberkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan factor-faktor atau hal yang ada diluarbahasa seperti social, psikology, etnis, seni, dan sebagainya.

Dewasa ini tuntutan kebutuhan dalam kehidupan telah menyebabkan perlunyadilakukan kajian bersama antara dua disiplin ilmu atau lebih. Kajian antara disiplin inidiperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan manusia yang

semakin kompleks.

Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah komplek manusia, selain berkenaandengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung mekanistik, tetapi jugaberlangsung secara mentalistik, artinya kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dalamproses atau kegiatan mental ( otak ). Oleh karena itu, dalam kaitannya denganpembelajaran bahasa, study linguistik perlu dilengkapi dengan study antardisiplinantara linguistik dan psikologi. Inilah yang lazim disebut dengan psikol inguist ik .[i]

Dalam makalah sederhana ini akan dipaparkan tentang pengertian psikolinguistik,obyek dan ruang lingkupnya, subdisiplin ilmu psikolinguistik dan secara gamblangakan diungkapkan juga tentang bagaimana hubungan bahasa dengan pikiran ( otak )manusia serta kaitan dengan pembelajaran bahasa terutama dalam bahasa asing dan

kegagalan pendidikan dan pengajaran.

B. PEMBAHASAN

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 2/72

1.Pengertian Psikolinguistik 

Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik yakni dua bidang

ilmu yang berbeda, yang masing- masing berdiri sendiri dengan prosedur dan metode yang berlainan.

Namun keduanya sama- sama meneliti bahasa sebagai obyek formalnya. Hanya obyek materinya yang

berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa sedangkan psikologi mengkaji prilaku berbahasa atau

proses berbahasa.[ii]

Robert Lado seorang ahli dalam bidang pembelajaran bahasa mengatakan bahwa psikolinguistik adalah

pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa,

bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak

begitu mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau

sendiri-sendiri.

Emmon Bach dengan singkat dan tegas mengutarakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang

meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara atau pemakai suatu bahasa membentuk atau

membangun atau mengerti kalimat bahasa tertentu tersebut.[iii]

Paul Fraisse menyatakan bahwa :” Psycholinguistics is the study of relations between our needs for

e xpression and communication and the means offered to us by a language learned in one’s childrood

and later”. Psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan  – kebutuhan kita untuk

berekspresi dan berkomunikasi melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap

selanjutnya.[iv]

Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang

 jmengucapkan kalimat- kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan bagaimanakemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoritis tujuan utama

psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara

psikologi dapat menerangkan hakekat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain psikolinguistik

mencoba menerangkan hakekat struktur bahasa dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada

waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat peneturan itu.

Dikaitkan dengan komunikasi, psikolinguistik memusatkan perhatian pada modifikasi pesan selama

berlangsungnya komunikasi dalam hubungan dengan ujaran dan penerimaan atau pemahaman ujaran

dalam situasi tertentu. Berdasarkan batasan- batasan yang disebutkan diatas, terdapat pandangan

sebagai berikut :[v]

a. Psikolinguistik membahas hubungan bahasa dengan otak.

b. Psikolinguistik berhubungan langsung dengan proses mengkode dan menafsirkan kode.

c. Psikolinguistik sebagai pendekatan

d. Psikolinguistik menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa dan perubahan bahasa.

e. Psikolinguistik membicarakan proses yang terjadi pada pembicara dan pendengar dalam kaitannya

dengan bahasa.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 3/72

2.Obyek Dan Ruang lingkup Psikolinguistik 

Telah dijelaskan diatas bahwa psikolinguistik sebenarnya gabungan dua disiplin ilmu yakni gabungan

linguistik dengan psikologi. Obyek linguistik adalah bahasa dan obyek psikologi adalah gejala jiwa.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa obyek psikolinguistik adalah bahasa juga, tetapi bahasa yang

berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dengan gejala jiwa. Dengan kata lain, bahasa yang

dilihat dari aspek-aspek psikologi. Orang yang sedang marah akan lain perwujudan bahasanya yang

digunakan dengan orang yang sedang bergembira. Titik berat psikolinguistik adalah bahasa, dan bukan

gejala jiwa. Itu sebabnya dalam batasan- batasan psikolinguistik selalu ditonjolkan proses bahasa yang

terjadi pada otak, baik proses yang terjadi diotak pembicara maupun proses yang terjadi diotak

pendengar .[vi]

Dengan mencoba menganalisis obyek linguistik dan obyek psikologi dan titik berat kajian psikolinguistik,

dapat ditarik kesimpulan bahwa ryang lingkup psikolinguistik mencoba memberikan bahasa dilihat dari

aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Itu sebabnya topik-topik penting yang

menjadi lingkupan psikolinguistik adalah :

1. Proses bahasa dalam komunikasi dan pikiran.

2. Akuisisi bahasa

3. Pola tingkah laku berbahasa

4. Asosiasi verbal dan persoalan makna.

5. Proses bahasa pada orang yang abnormal, misalnya anak tuli.

6. Persepsi ujaran dan kognisi.

3. Subdisiplin Psikolinguistik 

Psikolinguistik telah menjadi bidang ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkembang pesat

sehingga melahirkan beberapa subdisiplin psikolinguistik. Diantara subdisiplin psikolinguistik adalah

sebagai berikut :[vii]

a.Psikolinguistik Teoritis

Subdisiplin ini membahas teori-teori bahasa yang berkaitan dengan proses- proses mental manusia

dalam berbahasa. Misalnya dalam rancangan fonetik, rancangan pilihan kata, rancangan sintaksis,

rancangan wacana, dan rancangan intonasi.

b. Psikolinguistik Perkembangan

Subdisiplin ini berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama

maupun pemerolehan bahasa kedua. Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan fonologi, proses

pemerolehan simantik dan proses pemerolehan sintaksis secara berjenjang, bertahap dan terpadu.

c. Psikolinguistik Sosial

Subdisiplin ini berkenaan dengan aspek-aspek social bahasa. Bagi suatu manyarakat bahasa, bahasa

itu bukan hanya merupakan suatu gejala dan identitas social saja, tetapi juga merupakan suatu ikatan

bathin dan nurani yang sukar ditinggalkan.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 4/72

d. Psikolinguistik Pendidikan

Subdisiplin ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di sekolah.

Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran dalam kemahiran berbahasa,

dan pegetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses memperbaiki

kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.

e. Psikolinguistik Neurology ( neuropsikolinguistik ) 

Subdisiplin ini mengkaji hubungan antara bahasa, berbahasa dan otak manusia. Para pakar neurology

telah berhasil menganalisis struktur biologis otak serta telah memberi nama pada bagian struktur otak

itu. Namun ada pertanyaan yang belum dijawab secara lengkap yaitu apa yang terjadi dengan masukan

bahasa dan bagaimana keluaran bahasa diprogramkan dan dibentuk dalam otak itu.

f. Psikolinguistik Eksperimen

Subdisiplin ini meliputi dan melakukan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa pada

satu pihak dan prilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada pihak lain.

g. Psikolinguistik Terapan

Sundisiplin ini berkaitan dengan penerapan dari temuan enam subdisiplin psikolinguistik diatas kedalam

bidang tertentu yang memerlukannya. Yang termaksuk sub disiplin ini ialah psikologi, linguistik,

pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa, pengajaran membaca neurology,psikistri,

komunikasi dan sastra.

4. Induk Disiplin Psikolinguistik 

Karena nama psikolinguistik merupakan gabungan dari psikologi dan linguistik, maka timbul pertanyaan :

apa induk disiplin psikolinguistik itu, linguistik atau psikologi. Beberapa pakar berpendapat,

psikolinguistik berinduk pada psikologi karena istilah itu merupakan nama baru dari psikologi bahasa

yang telah dikenal pada beberapa waktu sebelumnya.

Namun di Amerika Serikat pada umumnya, psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik,

meskipun Noam Chomsky , tokoh linguistik transformasi yang terkenal itu, cenderung menempatkan

psikolinguistik sebagai cabang psikologi. Di prancis pada tahun enam puluhan, psikolinguistik

dikembangkan oleh pakar psikologi. Sedangkan di Inggris psikolinguistik dikembangkan oleh pakarlinguistik yang bekerjasama dengan beberapa pakar psikologi dari Inggris dan Amerika Serikat. Di

Rusia psikolinguistik telah dikembangkan oleh para pakar linguistik pada Institut Linguistik Moskow.

Sebaliknya di Rumania ada kecenderungannya menempatkan psikolinguistik sebagai satu disiplin

mandiri, tetapi penerapannya lebih banyak diambil oleh linguistik.

Bagaimana di Indonesia? Tampaknya psikolinguistik dikembangkan dibidang linguistik pada fakultas

pendidikan bahasa dan belum pada program nono kependidikan bahasa. Psikolinguistik yang

dikembangkan dalam pendidikan bahasa sudah seharusnya diserasikan dengan perkembangan

linguistik dan perkembangan psikologi. Untuk itu dituntut adanya penguasaan yang seimbang akan teori

psikologi. Lalu yang patut dikembangkan dalam pendidikan bahasa adalah subdisiplin psikolinguistikperkembangan dan psikolinguistik pendidikan.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 5/72

5. Pokok Bahasan Psikolinguistik 

Didalam Kurikulum Pendidikan Bahasa pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan mata kuliah

psikolinguistik dimasukkan dalam kelompok mata kuliah proses belajar-mengajar , dan bukan pada

kelompok mata kuliah linguistik atau kebahasaan. Hal ini karena pokok bahasan dalam psikolinguistik

itu erat kaitannya denga kegiatan proses belajar mengajar bahasa itu yang mencakup antara lain

masalah berikut antara lain :

1. Apakah sebenarnya bahasa itu? Apakah yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia mampu berbahasa?

Bahasa itu terdiri dari komponen apa saja?

2. Bagaimana bahasa itu lahir dan mengapa ia harus lahir? Dimanakah bahasa itu berada atau disimpan ?

3. Bagaimana bahasa pertama ( bahasa ibu) diperoleh oleh seorang kanak-kanak? Bagaimana

perkembangan penuasaan bahasa itu ? bagaimanakah bahasa kedua itu dipelajari? Bagaimana

seseorang bisa menguasai dua tau tiga atau banyak bahasa.

4. Bagaimana proses penyusunan kalimat atau kalimat-kalimat?. Proses apakah yang terjadi didalam otak

waktu berbahasa.

5. Bagaimanakah bahasa itu tumbuh dan mati ? bagaimana proses terjadinya sebuah dialek? Bagaimana

proses berubahnya suatu dialek menjadi bahasa baru?

6. Bagaimana hubungan bahasa denngan pemikiran ?. bagaimana pengaruh kedwibahasaan atau

kemultibahasaan dengan pemikiran dan kecerdasan seseorang?

7. Mengapa seseorang menderita penyakit atau mendapat gangguan berbicara sepert afasia dan

bagaimana menyembuhkannya ?

8. Bagaimana bahasa itu harus diajarkan supaya hasilnya baik ?

6. Bahasa Dan Pikiran 

Kenyataan menunjukkan bahwa bahasa digunakan untuk mengungkapkan pikiran. Seseorang yang

sedang memikirkan sesuatu kemudian ingin menyampaikan hasil pemikiran itu, ia mengunakan alat

dalam hal ini bahasa. Langacker  mengatakan ― berfikir adalah aktifitas mental manusia‖. Aktivitas

mental ini akan berlangsung apabila ada stimulus artinya ada sesuatu yang menyebabkan manusia

untuk berfikir. Dalam kaitan ini Langacker  mengatakan bahwa pikiran dikondisi oleh kategorik linguistik

dan pengalaman yang dikodekan dalam wujud konsep kata yang telah tersedia.

Seorang sarjana terkenal yang melihat hubungan bahasa dengan pikiran yakniBenjamin Whorf yang

bersama-sama dengan Edward Sapir  mengemukakan hipotesis yang terkenal dengan nama Hipotesis

Whorf-Sapir ( Sapir Whorf Hypouthesis)menyatakan bahwa pandangan dunia suatu masyarakat

ditentukan oleh struktur bahasanya.[viii] Adapun tesis Whorf mengenai hubungan antara bahasa dan

pikiran mencakup dua hal yakni :

1. Masyarakat linguistik yang berbeda, merasakan dan memahami kenyataan dengancara-cara yang

berbeda.

2. Bahasa yang dipakai dalam suatu masyarakat membantu untuk membentuk struktur kognitif para

individu pemakai bahasa tersebut.

Bahasa dapat memperluas pikiran. Dalam hal seperti ini seseorang harus banyak bergaul dan banyak

membaca yang menyebabkan pandangan dan pikirannya bertambah luas. Pergaulan kita dengan para

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 6/72

ilmuwan, kegiatan seseorang banyak membaca pasti akan memperluaskan wawasan dan pikiran

tentang banyak hal. Ketika seseorang mendengar pidato atau ceramah tentu banyak istilah atau konsep

yang ia dengar. Konsep dan istilah-istilah itu menambah pembendaharaan bahasanya sekaligus

memperluas pikirannya. Demikian pula dengan kegiatan membaca, apa yang belum diketahui akan

diketahui, bahkan apa yang telah diketahui akan lebih mendalam dan meluas, dengan kata lain pikiran

bertambah luas karena aktivitas yang berhubungan dengan bahasa, dengan menguasai banyak bahasa

pikiran bertambah luas.

Berbeda dengan pendapat Sapir dan Whorf , Jean piaget  sarjana Prancis berpendapat bahwa justru

pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang menentukan

aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan sebaliknya.[ix] Menurut teori pertumbuhan kognisi,

seorang anak mempelajari segala sesuatu mengenai dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya

kemudian baru melalui bahasa. Piaget yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi menyatakan

 jika seorang anak dapat menggolong-golongkan sekumpulan benda-benda dengan cara yang berlainan

sebelum mereka dapat menggolong-golongkan benda tersebut dengan mengunakan kata-kata yang

serupa dengan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi telah terjadi sebelum dia dapat

berbahasa.

Biasanya kajian tentang hubungan bahasa dan pikiran dikaitkan dengan tiga nama besar

seperti Boas yang dikenal sebagai Bapak anthropology Amerika , Sapir dan Whorf  yang terkenal

dengan teorinya bahwa cara berfikir seseorang sangat ditentukan oleh struktur bahasa ibunya ( native

language ). Teori ini kemudian dikenal sebagaiSapir Whorf Hipothesis ( Hipotesis Sapir Whorf). Ada

 juga yang menyebutkan sebagaiTeori Relativitas Bahasa. Menurut Boas, Sapir dan Whorf  manusia

merupakan korban struktur bahasa ibunya ( prisoners of the structure native language ).[x]

Sebagai sebuah teori wajar hipotesis Sapir  dan Whorf  juga mendapatkan sanggahan dari ahli yang lain

antara lain :

1. Jika pikiran manusia itu ditentukan oleh bahasa ibunya, bagaimana mungkin orang dari latar belakang

yang berbeda-beda, tentu dengan struktur bahasa yang berbeda pula, bisa berkomunikasi.

2. manusia didunia ini umumnya bilingual bahkan ada yang multilingual sejak kecil. Apakah kita bisa

mengatakan mereka ini memiliki perangkat pikiran ( thoughat compartment  ) yang berbeda karena

struktur bahasanya masing-masing?. Tentu saja tidak.

3. Fakta bahwa kategori tertentu tidak ada dalam bahasa itu tidak berarti bahwa penutur asli bahasa itu

tidak dapat memahami kategori tersebut. Misalnya system gramatikal yang menandai sumber informasi

pada bahasa suku Hopi dapat dijelaskan dalam bahasa Inggris kendati tidak ada dalam sestem

gramatikal bahasa Inggris. Akhirnya system gramatikal semua bahasa didunia memilki pola yang secara

universal sama, walaupun sekilas tampak beda. Disini kelemahan hipotesis Sapir  dan Whorf tampak[xi]

Namun demikian, banyak ahli sekarang yang menggunakan hipotesis Sapir dan Whorf ini untuk

keperluan study mereka. Terkait dengan hipotesis ini, banyak ahli bahasa yang berpendapat bahwa

bahasa dapat mempengaruhi pikiran manusia dan sebaliknya pikiran manusia juga bisa mempengaruhi

struktur bahasa. Dengan demikian, pikiran dan bahasa berada dalam hubungan timbal balik yang saling

mempengaruhi, tetapi bukan pada hubungan sebab akibat. Uraian berikut barangkali bisa mempertegas

kembali hubungan antara bahasa dengan pikiran.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 7/72

Disemua budaya terdapat hubungan antara pikiran dan budaya. Ketika anak mulai belajar bahasa orang

tuanya, mereka juga mulai belajar menyesuaikan diri dengan budaya orang tuanya. Ini yang disebut

dengan Proses Inkulturasi. Pada saat ini anak mulai belajar dialek orang tua dan teman bermainnya.

Bagi peminat bahasa memahami hubungan antara bahasa dan budaya dan melihat bagaimana

keduanya berintekrasi tentu sangat penting. Terkait dengan dialek, para ahli sampai kepada

kesepakatan bahwa tidak ada pertanyaan yang begitu menarik pada study linguistik selain sejauh mana

bahasa atau dialek mempengaruhi bagaimana seseorang berfikir. Dalam dunia pendidikan, orang

berasumsi bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang. Bahasa dianggap sebagai factor diterminan

yang menentukan lancar tidaknya nalar atau pikiran seseorang. Sedangkan yang lain berasumsi bahwa

bahasa hanya mempengaruhi atau tidak menentukan pikiran seseorang.

Menurut Vygotsky , ketika anak mulai belajar bahasa pada saat itu pula dia mulai mengembangkan

kemampuan mengunggapkan sesuatu yang menghubungkannya dengan proses berfikir yang disebut

dengan Inner Speech atau Egocentr ic Speech . Kita bisa memperhatikan seorang anak sendiri sambil

menata permainan disekelilingnya. Ini menunjukkan bahwa pikiran mempengaruhi bahasa anak

tersebut. Kemampuan inipun sebenarnya juga dimiliki orang dewasa misalnya ketika sedang

menyelesaikan persoalan matematika, dia sambil berfikir, bicara sendiri seolah ada orang

disekelilingnya. Disini jelaslah bahwa pikiran yang sedang berlangsung karena mengerjakan soal

matematika tersebut berpengaruh pada bentuk ujaran yang diunggapkan.

Dari kedua pendapat ini, jika dikolaborasi maka akan menghasilkan suatu pendapat bahwa

hubungan antara bahasa dan pikiran adalah hubungan timbal-balik, dimana tidak hanya bahasa yang

membentuk atau menentukan pikiran, namun pikiran juga membentuk bahasa. Seseorang memerlukan

bahasa untuk mengungkapkan pikiran-pikiran yang ada diotaknya, begitu juga sebaliknya dalam

berbahasa diperlukan pikiran sehingga proses berbahasa itu dapat berlangsung dengan baik.

Dengan demikian hubungan anrata bahasa dan pola pikiran semakin menarik banyak peminat dari

berbagai disiplin ilmu. Jauh sebelumnya tokoh seperti Bo as, Sapir  danWhor f  telah memulai

memeloporinya dengan mengajukan teori yang menyangkut masalah hubungan bahasa dan pola piker.

 Adalah sebuah kewajaran bahwa teorinya kemudian memperoleh teori tandingan dari ahli yang lain. Ini

semakin menunjukkan persoalan bahasa dalam kaitannya dengan pola piker penuturnya sangat

menarik dan menjadi kajian yang luas bukan hanya bagi ahli bahasa tetapi juga antropologii, psikolog

dan ahli pendidikan.

Kalaupun belum mencapai kata sepakat yang jelas dari uraian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa

perkembangan budaya suatu masyarakat berimplikasi pada perkembangan bahasa masyarakat

penuturnya dengan munculnya kosa kata dan pola kalimat yang baru.

Perkembangan bahasa juga dipandang menyebabkan perkembangan budaya sebab peristiwa

berbahasa dianggap sebagai peristiwa budaya. Karena antara ilmu bahasa ( linguistik ) dan ilmu

budaya ( antropologi) jelas tidak bisa dipisahkan . keduanya saling mempengaruhi dalam hubungan

saling terkait, bukan hubungan sebab akibat. Penutur bahasa idealnya mengetahui budaya masyarakat

pemilik bahasa yang bersangkutan agar tidak terjadi kesalahan komunikasi yang dapat saja

menimbulkan kesalahpahaman, ketersinggungan dan bahkan pertengkaran. Sebab berbahasa bukan

sekedsar mengucapkan kata yang diatur sedemikian rupa menurut kaidah bahasa atau gramatika.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 8/72

Tetapi berbahasa menyiratkan keluhuran makna baik makna social maupun cultural dari kata yang

diucapkan.

7.Pengetahuan Tentang Ilmu Bahasa. 

Linguistik ( Latin ; lingua berarti bahasa ) adalah ilmu yang mempergunakan bahasa sebagai obyek

study. Anggapan dasarnya adalah bahwa bahasa itu merupakan gejala atau fenomena alam yang

berdiri sendiri terlepas dari fenomena yang lain. Karena itu bahasa dapat dipelajari secara tersendiri,

tanpa memperhatikan aspek-aspek diluar bahasa. Obyek utama dari linguistik adalah bahasa

sedangkan tujuan adalah untuk mengkaji bahasa sebagai bahasa dan untuk bahasa itu sendiri yaitu

bagaimana sifat-sifat dan tata cara atau perilaku bahasa itu sendiri.

Sebagaimana dikemukakan oleh Kridalaksana (dalam Nikelas, 1988:10), Ilmu pengetahuan itu

dikelompokkan kedalam tiga bidang besar yaitu :[xii]

1.Ilmu pengetahuan alam termasuk didalamnya ilmu kimia, biologi, botani, geologi,astronomi, dansebagainya.

2.Ilmu pengetahuan social budaya yang juga disebut dengan pengetahuan kemanusiaan termasuk

didalamnya antropologi, sosiologi, ilmu pengetahuan kesusteraan, ekonomi dan sebagainya.

3.Ilmu pengetahuan formal juga disebut dengan pengetahuan apreori, termasuk didalamnya logika dan

matematika.

Berdasarkan kelompok pengetahuan tersebut, linguistik dapat dikelompokkan kedalam ilmu social

budaya ( humanities), selanjutnya Kridalaksana menjelaskan bahwa sekalipun linguistik merupakan

salah satu ilmu social atau kemanusian, namun kedudukannya sebagai ilmu yang atonom maka tidak

perlu diragukan lagi, karena linguistik menyelidiki bahasa sebagai data utama. Dan juga, bahwa

linguistik sudah mengembangkan seperangkat prosedur yang sudah dianggap standar.

Jika kita ingin mempelajari sesuatu obyek, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan

adalah pertama ialah apakah obyek itu ?. dengan perkataan lain orang bertanya tentang apa itu bahasa

atau hakekat bahasa itu ?. dengan istilah ilmu itu dikatakanOntology Bahasa. 

Secara ontology, ilmu bahasa mengkaji berbagai gejala bahasa, dan tali-temali bahasa dengan gejala

lain. Wardhaugh (1986: 1) menyebutkan ―…a language is what the members of a particular society

speak‖. Sebelumnya Saussure (1973: 16) mendefinisikan bahasa sebagai  ―.. a system of signs that

express ideas‖. Jadi, pada hakikatnya bahasa adalah lisan. Dengan demikian, bahan kajian primer ilmu

bahasa adalah bahasa lisan, sedangkan bahasa tulisan merupakan bahan kajian sekunder (Verhaar,

1976: 3). Mengapa bahasa tulisan menjadi sekunder? Para tokoh hermeneutika kontemporer seperti

Gadamer memandang bahwa menurut kodratnya bahasa adalah ―lisan‖, kemudian disusul bahasa tulis

demi efektivitas dan kelestarian bahasa tutur. Perubahan bahasa dari tutur ke tulis mengandung banyak

kelemahan, misalnya kehilangan konteks dan daya ekspresi penuturnya (Rahardjo, 2005: 84).

Pertanyaan yang kedua ialah bagaimana orang mempelajari bahasa itu atau menganalisis atau

menelaah bahasa itu. Secara ilmiah disebut Epistemologi Bahasa . dalam epistemology bahasa para

penganalisis bahasa mencari dan menentukan metode study bahasa. Maka lahirlah metodologi analisis

bahasa. Secara alamiah dikatakan dengan Aksiolog i Bahasa. Dengan berpedoman pada pengetahuan

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 9/72

akan ontology bahasa, epistemology bahasa dan aksiology bahasa itu barulah orang dapat memulai

study tentang bahasa.

Sebagai alat utama komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa memiliki ciri dan

kekhasan sendiri yang berbeda dengan bidang pengetahuan yang lain, baik dari aspek ontologik,

epsitemologik maupun aksiologik. Pemahaman ontologik yang mencakup objek dan wilayah kajian,

pemahaman epistemologik yang mencakup cara mengkajinya dan pemahaman aksiologik yang

mencakup tujuan dan manfaat kajian penting dikuasai oleh setiap peneliti atau pengkaji

bahasa. Kekeliruan penetapan objek dan wilayah kajian akan berakibat sangat fatal; bisa jadi penelitian

yang semula dirancang sebagai penelitian bahasa bergeser ke penelitian bidang lain, seperti sosiologi,

antropologi, psikologi dan sebagainya.

Berdasarkan objek kajiannya, bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Kajian internal

bahasa dilakukan terhadap struktur intern bahasa seperti struktur fonologi, morfologi, sintaksis,

semantik, dan teks atau wacana. Kajian secara internal ini akan menghasilkan perian-perian bahasa itu

saja tanpa ada kaitannya dengan masalah lain di luar bahasa dan menggunakan teori dan prosedur

yang ada dalam disiplin linguistik saja. Orang menyebutnya sebagai disiplin linguistik murni ( pure

linguistics). Karena hanya mencakup wilayah atau objek kajian di dalam bahasa, kajian demikian sering

disebut kajian mikrolinguistik (microlinguistics).[xiii]

Sebaliknya, kajian secara eksternal berarti kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor di luar

bahasa, tetapi berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di masyarakat. Pengkajian

secara eksternal ini akan menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan

kegunaan dan penggunaan bahasa dalam segala kegiatan manusia di masyarakat. Kajian secara

ekternal tentu saja tidak saja menggunakan teori dan prosedur linguistik saja, tetapi juga menggunakan

teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan disiplin lain seperti sosiologi, psikologi,

antropologi dan sejenisnya. Jadi kajian atau penelitian bahasa secara eksternal melibatkan dua disiplin

atau lebih, sehingga wujudnya berupa ilmu antar-disiplin (interdisciplinary studies) seperti sosiolinguistik,

psikolinguistik, neurolinguistik, antropolinguistik, etnolinguistik, dan linguistik komputasi.

Karena mencakup objek kajian di luar bahasa, kajian demikian lazimnya disebut makrolinguistik

(macrolinguistics).

8.Pengajaran Bahasa 

Pengajaran bahasa disini maksudnya adalah usaha pengajar ( guru, dosen, instruktur ) dan lembaga

untuk membantu orang belajar bahasa. Dalam definisi seperti ini yang menjadi pusat perhatian adalah

― belajar‖ dan semua kegiatan pengajar dan materi pelajaran yang memungkinkan dan membantu

kegiatan belajar itu adalah pemudahan ( bahasa inggris: facilitation). Proses dan hasil dari usaha seperti

ini oleh banyak orang lebih suka disebut dengan pembelajaran daripada pengajaran. Implikasinya ialah

bahwa makin banyak perhatian diberikan pada materi pelajaran dan motivasi pelajar dan makin

berkurang pada metode dan teknik mengajar, dalam arti memanipulasi atau mengatur tindakan pelajar

secara mekanis.

Kalau seseorang belajar, tentu ada yang dipelajarinya. Dalam belajar bahasa, yang dipelajari ialah

suatu ― keterampilan menggunakan unsure-unsur bahasa untuk berkomunikasi‖. Dalam kurikulum 1984,

pandangan dan dasar pemikiran ini diwujudkan dan diterapkan dalam merakit GBPP, khususnya GBPP

Bahasa Indonesia dan GBPP Bahasa Inggris, yang komponen korikulernya terdiri atas dua bagian yaitu

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 10/72

― Unsur -Unsur Bahasa Dan Kegiatan Berbahasa‖ dan yang berakitan materinya dan cara penyajiannya

mengikuti ― pendekatan komunikatif‖. Unsure bahasa yang diberikan ialah: ( 1) lafal dan ejaan, ( 2 ) tata

bahasa, ( 3 ) kosakata. Kegiatan berbahasa diberikan ialah ( 1) membaca / pragmatic dan untu bahasa

Indonesia saja, apresiasi sastra. Pembelajaran bahasa seperti ini adalah usaha membuat pelajar

terampil menggunakan unsure bahasa secara wajar untuk berkomunikasi.[xiv]

9.Psikolinguistik pada pembelajaran Bahasa 

Bahasa merupakan cirri khas manusia dan hal itu merupakan hal yang komplek dan merupakan obyek

study bagi kegiatan ilmu yang bermacam-macam sesuai dengan pandangan ilmuwan yang

mempelajarinya. Bagi ahli filsafat, bahasa mungkin merupakan alat untuk berfikir, bagi ahli logika

mungkin suatu kalkulus, bagi ahli ilmu jiwa mungkin jendela yang kabur untuk dapat ditembus guna

melihat proses berfikir dan ahli untuk bahasa suatu system lambang yang arbitrer.

Dengan begitu bahasa juga dapat diselidiki secara berbeda pula misalnya sebagai gejala individu

ataupun gejala social. Dalam hal ini yang pertama penyelidikan bahasa itu merupakan bagian dari ilmu

 jiwa umum, sehingga kategori-kategori deskriptif seperti ingatan, keterampilan dan persepsi dapat

dipakai untuk menerangkan tingkah laku yang bersifat kebahasaan maupun non kebahasaan.Sebagai

gejala social, bahasa merupakan bagian dari sosiologi umum, sehingga kategori-kategori deskriptif yang

dipakai untuk menerangkan bahasa adalah istilah sosiologi pula seperti struktur social kebudayaan,

status dan peranan dan sebagainya. Dengan demikian study kebahasaan diwarnai oleh pengaruh dari

luar dan inilah yang menimbulkan dorongan agar tercipta adanya otonomi atau kebebasan ilmu bahasa

( IB) dari ilmu yang lain.[xv]

Di dalam mempertimbangkan penerapan teori-tiori linguistik dalam pembelajaran bahasa, dimungkinkan

teori berasal dari linguistik teoritis dengan aliran yang ada seperti pembelajaran bahasa structural atau

tranformasi, mungkin pula dari psikolinguistik maupun sosiolinguistik. Yang terpenting ialah bahwa teori

itu dapat dimanfaatkan untuk pembenaran pelaksanaan pembelajaran bahasa.

Ilmu bahasa teoritis dengan aliran Ilmu Bahasa ( IBS) misalnya menekankan sifat bahasa yang ada

pada dasarnya diucapkan. Bukti diajukan seperti semua manusia itu berbicara, meskipun tidak

mengenal tulisannya dan anak belajar berbicara dulu dan baru kemudian belajar membaca dan menulis.

Sebagai konsekuensinya, Pembelajaran Bahasa ( PB ) menekankan penguasaan bahasa lisan dalam

bahasa asing. Tulisan bahasa tidak diajarkan pada tingkat permulaan dan ditunda sampai murid

menguasai bahasa lisannya dengan baik. Sebagai dasar pertimbangan memperkenalkan bahasa dan

tulisan dengan waktu yang bersamaanhanyalah menimbulkan kesukaran rangkap karena murid

dihadapkan pada dua kesukaran belajar selakigus.

Ilmu Bahasa Struktural ( IBS) juga menekankan sifat bahasa yang unik, yang mengandung pengertian

bahwa bahasa itu berbeda satu dari yang lain. Implikasinya ialah bahwa orang yang belajar bahasa

asing akan menjumpai kesukaran yang terutama disebabkan oleh adanya unsure yang berbeda antara

bahasa ibu murid dengan bahasa sasaran. Oleh karena itu, dalam pembelajaran bahasa ( PB) perlu

dilakukan analisis kontrastif antara kedua bahasa untuk identifikasi unsure yang berbeda agar dapat

dipersiapkan sebelumnya langkah-langjkah untuk mengatasinya.[xvi]

Bahasa terdiri dari dua aspek yakni aspek pengetahuan dan aspek keterampilan, yang keduanya harus

diperhatikan dan dikembangkan dalam Pembelajaran Bahasa (PB). Murid yang telah memahami kaidah,

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 11/72

baik itu melalui penjelasan atau bimbingan guru agar murid menemukan sendiri, segera saja diberi

kesempatan untuk mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Guru tidak dianjurkan untuk banyak

berteori mengenai bahasa, karena Pembelajaran Bahasa (PB) lebih ditekankan pada penggunaan

bahasa dalam pergaulan antar manusia, mengingat bahasa adalajh juga suatu gejala social. Inilah

suatu prinsip yang ditekankan oleh Ilmu Psikolinguistik maupun Sosiolinguistik.

Ilmu psikolinguistik mengajarkan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan

maksud pikiran atau perasaan. Sehingga pembelajaran bahasa hendaknya bukan dimaksudkan agar

murid hanya menguasai bahasa itu sebagai suatu sestem belaka yang berdiri sendiri, hingga sampai

pada apa yang disebut taraf penguasaan keterampilan memanipulasi bahasa saja. Banyak guru bahasa

yang mengeluh bahwa murid yang telah sampai pada taraf penguasaan keterampilan bahasa ( skill

getting phase ) yakni mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi sehari-hari. Mungkin ini disebabkan

oleh perhatian guru yang terlalu menitik beratkan pada kemampuan murid menghasilkan kalimat yang

betul secara gramatikal, sehingga kurang memberi kesempatan pada murid untuk menyatakan

kemampuan atau isis hati dengan kalimat yang telah dipelajari itu.

Berdasarkan pengalaman ini sebaiknya latihan berkomunikasi diberikan sedini mungkin, bila perlu

bersamaan dengan latihan kebahasaan untuk membuat kaliamat yang betul. Munkin sebaiknya guru

 jangan terlalu bersifat hiper-korek, yang meminta murid menghasilkan kalimat yang betul saja hingga

mengorbankan arus komunikasi. Ini pun juga tidak berarti bahwa murid dihadapkan pada situasi yang

rumit sehingga titik tolak berkomunikasi, melainkan dipilihkan situasi yang cukup sederhana dan dalam

batas kemampuan murid untuk berkomunikasi. Disinilah letak seninya, guru dituntut untuk dapat kreatif

dan inovatif dalam menciptakan situasi yang serasi dengan kemampuan murid, agar murid terdorong

melatih menggunakan bahasa sasaran sebagai media komunikasi.[xvii]

Seseorang belajar bahasa dan dikatakan mampu berbahasa apabila pertamamempunyai pemilikan

tentang bahasa tersebut yang oleh Noam Chamsky  dikatakan “ a speaker’s competence, his

knowledge of the language”  .dan kedua mempunyai kemampuan penggunaan bahasa tersebut yang

oleh Noam Chomsky dikatakan “his performance, his actual use of the language in concrete

situation “ .[xv i i i ]  

 Adapun pertimbangan penerapan psikolinguistik pada pembelajaran bahasa adalah pada :

Ø Kelompok pembuat dan penentu kebijaksanaan bahasa. Selain pertimbangan psikolingusitik juga

pertimbangan sosiolinguistik.

Ø Kelompok pendidik Guru. Pendidik guru harus dapat memberikan informasi tentang metode dan

teknik baru yang efektif dalam pengajaran bahasa.

Ø Kelompok guru. Guru akan melihat konsekuensi pengajaran bahasa. Hasil atau konsekuensi ini

ditentukan oleh interaksi ( a) guru, ( b) siswa,( c ) metode dan teknik, (d ) materi dan isi pengajaran

bahasa.

Ø Kelompok penguasaan alat-alat pendidikan khususnya pengajaran bahasa. Dengan kemajuan

teknologi, alat Bantu pengajaran pun dikembangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah

penghasil alat laboratorium bahasa, film bahasa dan lain sebagainya.[xix]

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 12/72

Dengan adanya berbagai pertimbangan diatas, hendaknya dapat kita upayakan bahwa dalam

pembelajaran bahasa diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk merealisasikan sebuah hasil kongkrit

yang mungkin sampai saat ini kurang yakni pertimbangan psikolinguistik sebagai suatu ilmu yang

mengajarkan bagaimana penggunaan bahasa itu secara actual dalam berkomunikasi.

Dari paparan diatas dapat kita garis bawahi bahwa psikolinguistik sebagai bidang ilmu yang

menitikberatkan pada penerapan bahasa secara actual dan komunikasi harus bisa terwujud. Tentunya

dengan dukungan berbagai pihak, sebab dalam belajar bahasa asing perlu diberikan asumsi bahwa

belajar bahasa asing itu mudah. Dan yang harus kita lakukan adalah menerpkan berbagai metode dan

pendekatan yang memungkinkan siswa mudah memahaminya. Satu yang tak dapat kita pungkiri bahwa

bahasa merupakan satu bentuk kebiasaan.

10.Kegagalan Pendidikan Dan Pengajaran 

Sebagai salah satu institusi yang paling bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan

bahasa, pendidikan kita tampaknya gagal mengembangkan daya imajinatif peserta didik. Pengajaran

bahasa masih sarat dengan muatan struktur yang mengakibatkan anak didik terbiasa berfikir structural.

Padahal struktur hanya bagian kecil dari bahasa

Sedangkan pengajaran sastra seperti dongeng, drama, roman sejarah dan sejenisnya belum berhasil

membangun watak dan jati diri anak didik dan mengembangkan daya kreatifitas mereka. Padahal lewat

sastra kita bisa mengasah kemahiran bahasa, melalui dongeng bisa dikembangkan kesadaran bahwa

hidup ini tidak mudah dan penuh cobaan dan toh manusia bisa mengatasinya asal memiliki semangat

dan etos kerja yang tinggi. Lewat roman sejarah bisa dikembangkan persoalan kemasyarakatan, sebab

roman sejarah bukan hanya memberi informasi tentang peristiwa atau keadaan social, budaya ekonomi

tentang peristiwa atau keadaan social budaya ekonomi politik masa lalu, melainkan juga menumbuhkan

ikatan bathin suatu bangsa dengan masa lalunya.

Sulit diingkari bahwa kegagalan pengajaran bahasa kepada anak didik kita telah melahirkan pemakai-

pemakai bahasa yang tidak bermatabat, sehingga yang terjadi adalah prilaku berbahasa yang jauh dari

nilai estetika karena mengandalkan emosi dan ambisi pribadi. Bahasa menjadi piranti saling hujat dan

menjatuhkan sebagaimana kita saksikan pada realitas berbahasa masyarakat kita akhir-akhir ini.

Padahal kesatunan, prilaku bahkan tingkat kemajuan kehidupan atau peradaban suatu bangsa terlihat

dari bahasanya. Kekayaan kosakata suatu bahasa memperhatikan kemajuan peradaban bangsa

pemiliknya. Sementara itu, keteraturan dan ketataasasan kaedah berbahasa kita mengalami persoalanyang cukup serius. Kita dapat mencermati dalam masyarakat betapa kata-kata yang ditulis dalam

bahasa Indonesia dengan sangat jelas, tetapi diucapkan dengan salah. Salah satu contoh yang dapat

dikemukakan misalnya psikologi diucapkan saikoloji.

Menghadapi realitas pengunaan bahasa demikian, pengajar bahasa memainkan peran sangat penting,

bukan saja bagaimana mengajar bahasa sesuai kaidah dan aturan sehingga menghasilan anak didik

yang mampu berbahasa dengan baik dan benar tetapi lebih dari itu adalah bagaimana menanamkan

gambaran kebangsaan kepada anak didik.Dalam amanatnya pada Kongres Bahasa Indonesia VIII di

Jakarta ( 17/10/2003) lalu Mendiknas Prof A Malik Fadjar  menyatakan bahwa pengajar bahasa harus

kreatif melahirkan karya bagi setiap generasi. Kita harus sadar bahwa bahan dapat melahirkan generasi

yang mampu menunjukkan orang-orang berperadaban.[xx]

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 13/72

Mengutip amanat Malik Fadjar , untuk menyongsong kehidupan kedepan yang sangat kompleks dan

membangun peradaban bangsa dalam arti luas, serta mengantarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa

yang ―bermakna  “ setidaknya terdapat lima upaya yang harus dilalui oleh para pakar, peminat dan

pengajar bahasa adalah

1. Menanamkan dan menumbuhkan keberaksaraan ( literacy) secara fungsional.

2. Menekankan kemampuan berkomunikasi yang baik.

3. Menjalankan pendekatan keilmuan

4. Memainkan peran pemeliharaan terhadap temuan dan kelayakan bahasa.

5. Memainkan peran pemugaran, pemeliharaan dan perbaikan bahasa sehingga bahasa Indonesia

menjadi bahasa yang hidup dieraglobalisasi untuk ketahanan nasional.

Persoalan bahasa Indonesia sekarang ini tidak bisa dipandang hanya sebagai sebuah

symbol kebahasaan semata. Agar memperoleh jawaban akar permasalahan secara komprehensif

diperlukan cara pandang linguistik dengan melibatkan analisis multidimensional artinya permasalahanbahasa tidak saja dipandang sebagai persoalan linguistik semata, tetapi juga persoalan social, budaya,

dan politik. Sejauh ini perspektif baik ilmu psikolinguistik maupun sosiolinguistik yaitu ― chaika‖ ( 1982)

tampaknya sangat tepat untuk memahami bahwa wajah dunia kebahasaan kita seperti sekarang ini

tentu tidak lepas dari kondisi masyarakat kita yang dari aspek social, politik, ekonomi dan budaya

memang sedang terpuruk. Dengan gambaran kebahasaan kita saat ini memang sangat sulit untuk

menggali otentisitas kebudayaan dan peradaban kita. Wajar pula kija persoalan keindonesiaan kita

memang mulai ada yang mengungat.

11. Faktor-Faktor Bagi Keberhasilan Pembelajaran Bahasa 

Metode dan teknik pengajaran itu bukanlah satu-satunya factor yang menentukan keberhasilan datau

kegagalan pengajaran bahasa. Keberhasilan pengajaran bahasa membutuhkan beberapa hal sebagai

factor penunjang yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :[xxi]

1. Fasilitas Fisik, salah satu misalnya ruang belajar yang jumlahnya memadai berdasarkan setiap ruang

kelas sebaiknya memuat hanya maksimum 30 orang pelajar.

2. Textbook, textbook yang sesuai dengan tujuan dan metode pengajaran, sebaiknya sudah tersedia

lengkap sebelum program pengajaran dimulai. Selanjutnya sewaktu-waktu adalah perlu textbooks

tersebut ditinjau kembali untuk disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan yang selalu berubah

dalam jangka waktu tertentu.3. Pengajar ( guru ) yang qualified. Pelaksana program pengajaran bahasa adalah para pengajar bahasa

yang kwalitasnya sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu metode yang sudah dianggap

baik. Karena itu pengadaan pengajar yang qualified ( berkelayakan ) mutlak perlu baik melalui program

latihan, penataran atau pendidikan khusus, dan sebagainya.

4. Tujuan yang jelas. Betapapun baik dan sempurna sesuatu metode pengajaran yang dipergunakan dan

meskipun tersedia tenaga pengajar yang berkelayakan, tetapi apabila tujuan program pengajaran

bahasa tidak jelas, maka tidak terjamin hasil dicapai dapat memuaskan. Dari itu tujuan dari program

pengajaran bahsa harus digariskan secara jelas dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam

pelaksanaan pengajaran bahasa.

5. Lingkungan yang favourable. Pengaruh lingkungan terhadap perasaan dan pemikiran seseorang adalah

suatu hal yang tak dapat diingkari, baik itu lingkungan itu berupa pergaulan manusiawi yang dibentuk

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 14/72

oleh sikap mental dan alam pemikiran masyarakat sekeliling prang itu ataupun berupa keadaan tempat

dimana ia itu hidup atau belajar. Mengingat hal tersebut lingkungan yang menyenangkan dan

membantu merupakan factor yang dapat menunjang keberhasilan pengajaran bahasa.

6. Pengaturan penyelenggaraan yang baik. Pembagian tugas yang baik dan pengaturan waktu yang

terkoordinir bagi pelaksanaan masing tugas adalah merupakan factor yang besar pula pengaruhnya

sebagai factor penunjang keberhasilan program pengajaran bahasa.

Demikianlah beberapa hal; yang patut diutarakan sebagai factor penunjang bagi keberhasilan

pelaksanaan pengajaran bahasa, yang sudah tentu pengadaan dan pengaturan factor tersebut

sepatutnya mendapat perhatian dari para penyelengga pengajaran bahasa terutama bahasa arab.

 Apabila pengajaran bahasa arab di Indonesia mencapai hasil yang lebih maju dan lebih memuaskan.

C. PENUTUP

Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk

berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi itu.

Bahasa adalah obyek kajian linguistik, sedangkan berbahasa adalah obyek kajian psikologi.

Psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik. Psikolinguistik mencoba menguraikan

proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarkannya

pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Bahasa

merupakan kegiatan yang terus menerus dan selalu berkembang. Bahasa bukan merupakan sesuatu

yang sudah selesai. Bahasa merupakan sesuatu kegiatan yang sedang berulang dengan melalui alat

bicara untuk menyatakan pikiran. Seorang anak yang lahir mempunyai otak yang dirancang untuk dapat

belajar suatu bahasa sehingga mereka dapat diperkenalkan dengan lingkungan sekitar yang sesuai.

 Ada suatu pendapat yang terkenal, bahwa pandangan dunia suatu masyarakat ditentukan oleh struktur

bahasa. Pendapat ini sering kali disebut Hipotesis Whorf.Bahasa bukanlah  jubah yang harus mengikuti

bentuk pikiran. Bahasa adalah cetakan, wadah pikiran dan akal yang dituangkan. Secara teoritis tujuan

utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara

psikologi dapat menerangkan hakekat bahasa dan bagaimana struktur itu diperole, digunakan pada

waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam peneturan itu.

Kerjasama antara psikologi dan linguistik setelah beberapa lama berlangsung tampaknya belum cukup

untuk dapat menerangkan hakekay bahasa seperti tercermin dengan definisi diatas. Bantuan dari ilmu-

ilmu lain yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKAChaer, Abdul, Psikolinguistik : Kajian Teoretik, PT Rineka Cipta, Jakarta , 2003.

Chotib, Achmad dkk, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab, Pada Perguruan Tinggi Agama Islam

IAIN, Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama,Jakarta, 1976.

Dardjowidjojo, Soenjono ,Perkembangan Linguistik Di Indonesia, Arcan, Jakarta, 1985.

Daniel, Jos, Parera, Linguistik Edukasional Pendekatan Konsep Dan Teori Pengajaran

Bahasa, Erlangga, Jakarta ,1986.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 15/72

Fuad Effendy Ahmad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab,Misykat, Malang, 2004.

Guntur, Herry, Taringan, Psikolinguistik, Angkasa, Bandung, 1986.

Kridalaksana, Harimurti, Pengantar Linguistik Umum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1988.

Majid, Abdul, Said Ahmad Mansur, Ilmu Al-Lughah An-Nafsi, Jami’ah Al-Mulki As-Su’udi, Riyadh, 1982. 

Patede, Mansoer, Aspek-Aspek Linguistik, Nusa indah, Yogyakarta,1990 .

——————–, Linguistik Terapan , Nusa Indah, Yogyakarta, 1990.

Rahardjo, Mudjia, Lingkup Dan Paradigma Penelitian Bahasa,( Dalam Makalah Semiloka nasional, Feb,

2005.

———————-, Wacana Kebahasaan, Dari Filsafat Hingga Sosial-Politik  Cendekia Paramulya,

Malang, 2004.

———————–, Relung-Relung Bahasa, Bahasa Dalam Wacana Politik Indonesia

Komtemporer, Aditya Media, Yogyakarta, 2002.

Tatlana, Cazacu Slama, Introducation To Psycholinguistics, The hague- Paris, Mouton, 1973.

Yusuf, Tayar, Metodologi Pengajaran Agama Dan Bahasa Arab, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1995.

[i] Abdul Chaer, Psikolinguistik : Kajian Teoretik,( Jakarta ; PT Rineka Cipta, 2003),hal, 1

[ii] Ibid, hal, 5

[iii] Herry Guntur Taringan, Psikolinguistik,( Bandung : Angkasa, 1986 ), hal, 3.

[iv] Cazacu Tatlana Slama, Introducation To Psycholinguistics,( The hague- Paris : Mouton, 1973), hal

39.

[v] Mansoer Patede, Aspek-Aspek Linguistik,( Yogyakarta : Nusa indah, 1990 ), hal, 13.

[vi] Ibid, hal, 18-19.

[vii] Abdul Chaer, Ibid,hal, 6-7.

[viii] Abdul Majid Said Ahmad Mansur, Ilmu Al-Lughah An-Nafsi ( Riyadh: Jami’ah Al-Mulki As-Su’udi,

1982), hal 136-137.

[ix] Abdul Chaer, Ibid,hal, 54.

[x] Mudjia Rahardjo, Relung-Relung Bahasa, Bahasa Dalam Wacana Politik Indonesia

Komtemporer,( Yogyakarta; Aditya Media, 2002), hal 44

[xi] Ibid,hal 45.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 16/72

[xii] Kridalaksana, Harimurti, Pengantar Linguistik Umum,( Yogyakarta; Gajah Mada University Press,

1988), hal, 10

[xiii] Mudjia Rahardjo, Lingkup Dan Paradigma Penelitian Bahasa,( Dalam Makalah Semiloka nasional,

Feb, 2005), hal 14

[xiv] Mudjia Rahardjo, Wacana Kebahasaan, Dari Filsafat Hingga Sosial-Politik , ( Malang; Cendekia

Paramulya, 2004), hal 60.

[xv] Soenjono Dardjowidjojo, Perkembangan Linguistik Di Indonesia,( Jakarta; Arcan, 1985 ), hal, 11

[xvi] Ibid,hal, 12-13.

[xvii] Ibid, hal 16-18

[xviii] Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional Pendekatan Konsep Dan Teori Pengajaran

Bahasa,( Jakarta ; Erlangga, 1986), hal 21.

[xix] Ibid,hal, 133-134.

[xx] Mudjia Rahardjo, Wacana Kebahasaan, Dari Filsafat Hingga Sosial-Politik , ( Malang; Cendekia

Paramulya, 2004), hal 76.

[xxi] Achmad Chotib dkk, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab, Pada Perguruan Tinggi Agama Islam

IAIN, ( Proyek Pengembangan Sistem Pendidikan Agama ; Jakarta, 1976), hal 2006-2007

HAKIKAT SOSIOLINGUISTIK  

HAKIKAT SOSIOLINGUISTIKoleh Diana Mayasari - 12706251068 Pengantar 

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 17/72

Manusia dalam kehidupan sehari-hari menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal

untuk memenuhi melaksanakan kehidupan yang selaras dengan manusia yang lainnya. pada

komunikasi verbal manusia dapat menggunakan bahasa lisan yang diucapkan melalui

artikulator, sedangkan vbahasa nonverbal dapat dilakukan melalui mimik dan gesture.

Manusia merupakan makhluk hidup yang heterogen di dalamnya ada berbagai bahasa,

budaya dan suku serta kelas. Berdasarkan hal tersebut maka mereka juga mempunyai

beragam bahasa sebagai wujud dari latar belakang budaya dan lingkungan masyarakat yang

berbeda atau bisa juga disebabkan oleh kelas sosial yang berbeda. Keanekaragaman bahasa

yang dipengaruhi oleh masyarakat sebagai penutur bahasa merupakan fenomena yang akan

dikaji oleh salah satu cabang linguistik yang dikenal dengan sosiolinguistik.

 Apa itu sosiolinguistik? 

Banyak ahli yang menyebutkan apa arti dari sosiolinguistik. dari etimologi

sosiolinguistik berasal dari dua kata sosio dan linguistik. Sosio berasal dari sosiologi, yakni

ilmu yang menelaah bidang sosial yang mengkaji bagaimana masyarakat itu terbentuk,

bagaimana manusia beradaptasi, bersosialisasi, dan bagaiamana menyelesaikan berbagai

masalah yang timbul dalam masyarakat, sedangkan linguistik diartikan sebagai ilmu bahasa

atau kajian yang mengenai bahasa sebagai sasaran utamanya. Penjelasan lain menyebutkan

sosio adalah masyarakat dan linguistik mengenai kajian bahasa. Sehingga sosiolinguistik

tersebut lahir untuk menjawab berbagai fenomena sosial dan bahasa (Chaer dan Agustina,

2010: 2).

Spolsky (2008: 3) mengartikan sosiolinguistik sebagai ranah kajian diantara bahasa

dan masyarakat sosial, diantara pengguna bahasa dan struktur sosial dimana

penggunaa bahasa itu hidup. Trugill menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah bagian dari

linguistik yang berkaiatan dengan bahasa sebagai gejala sosial dan gejala kebudayaan.

Implikasi dari pengertian ini menyatakan bahwa bahasa bukan hanya dianggap sebagi gejala

sosial melainkan juga gejala kebudayaan (Sumarsono dan Partana, 2004: 3-4). Hal ini

dikarenakan disamping masyarakat memiliki bahasa juga tak lepasdari budaya yang

diciptakannya. Dengan demikian, sosiolinguistik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji

tiga aspek, yakni bahasa, masyarakat, dan bahasa yang dipengaruhi oleh masyarakat yang

tidak terlepas dari budaya dan nilai-nilai kemasyarakatan.

Bagaimanakah hubungan sosiolinguistik dengan cabang ilmu lain? 

a.  Sosiolinguistik dengan Linguistik Umum 

Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji linguistik yang dihubungkan dengan

faktor sosiologi. Dengan demikian, sosiolinguistik tidak meninggalkan linguistik. Apa yang

dikaji dalam linguistik dijadikan dasar bagi sosiolinguistik untuk menunjukkan perbedaan

penggunaan bahasa yang dikaitkan dengan faktor sosial. Apa yang dikaji dalam linguistik,

meliputi apa yang ditelaah De Saussure, kaum Bloomfieldien (Bloomfield, Charles Fries, dan

Hocket) serta kaum Neo Bloomfieldien dengan deep structure dan surface structurenya,

dipandang oleh sosiolinguis sebagai bentuk bahasa dasar yang ketika dikaitkan dengan

pemakai dan pemakaian bahasa akan mengalami perubahan dan perbedaan.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 18/72

Kajian mengenai fonologi, morfologi, struktur kalimat, dan semantik leksikal dalam

linguistik dipakai oleh sosiolinguistik untuk mengungkap struktur bahasa yang digunakan

oleh tiap-tiap kelompok tutur sesuai dengan konteksnya. Karenanya, tidaklah mungkin

seorang sosiolinguis dapat mengkaji bahasa dengan tanpa dilandasi pengetahuan mengenai

linguistik murni itu. Sosiolinguistik mengkaji wujud  bahasa yang beragam karena

dipengaruhi oleh faktor di luar bahasa (sosial), yang dengan demikian makna sebuah

tuturan juga ditentukan oleh faktor di luar bahasa. Untuk dapat mengungkap wujud dan

makna bahasa sangat diperlukan pengetahuan tentang linguistik murni (struktur bahasa),

supaya kajian yang di lakukan dengan dasar sosiolinguistik tidak meninggalkan objek bahasa

itu sendiri (Sumarsono dan Partana, 2004: 7-9).

b.  Sosiolinguistik dengan Dialektologi 

Dialektologi merupakan ilmu yang mempelajari variasi bahasa atau berbagai dialek

bahasa yang tersebar di berbagai wilayah dengan tujuan mencari hubungan kekerabatan.

Dialektologi memeiliki persamaan dengan sosiolinguistik. hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Sumarsono dan Partana (2004: 9-11) bahwa persamaan tersebut terletak

pada penggunaan metode dalam penelitian keduanya sama-sama menggunakan metode

komparatif. Sedangkan segi perbedannya, sosiolinguitik menelaah tentang pergeseran

bahasa, variasi bahasa, dengan menitikberatkan pada batas-batas kemasyarakatan (usia,

jenis kelamin, status sosial, lapisan sosial dan sebagainya) bukan atas dasar batas-batas

regional, objek dialektologi yang menelaah asal muasal bahasa atau hanya berfokus pada

dialek regional yang didasarkan atas batas-batas wilayah alam.

c.  Sosiolinguistik dengan Retorika 

Retorika diartikan sebagai kajian tentang tutur terpilih (slected speech), seperti

gaya bahasa (style). Dalam hal ini kaitan antara sosiolinguistik dan retorika penutur dalam

memilihstyle tidak hanya dilihat dari apa yang ingin dikatakan atau bentuk – bentuk bahasa

yang ingin dikeluarkan (seperti yang dikaji retorika) tapi juga dengan siapa ia akan bertutur

pada situasi apa serta atau harus memperhatikan konteks pertuturan. Selain itu kesejajaran

diantara keduanya adalah variasi bahasa sebagai objek studi keduanya. Namun, pada

dimensi sosiolinguistik tidak hanya mengkaji bentuk-bentuk bahasa yang terpilih saja namun

dikaitkan dengan faktor yang menyebabkan munculnya bentuk bahasa tersebut. Hal ini bisa

dikaitkan dengan komponen tutur yang disampaikan oleh Hymes dalam akronim SPEAKING 

d.  Sosiolinguistik dengan Psikologi 

Hubungan Sosiolinguistik dengan Psikologi Pada masa Chomsky, linguistik mulai

dikaitkan dengan psikologi dan dipandang sebagai ilmu yang tidak independen. Lebih jauh

Chomsky mengatakan (1974) bahwa linguistik bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Linguistik

merupakan bagian dari psikologi dalam cara berpikir manusia. Chomsky melihat bahasa

sebagai dua unsur yang bersatu,

yakni competence dan performance. Competence merupakan unsur dalam bahasa (deep

structure) dan menempatkan bahasa dari segi kejiwaan penutur,

sedangkan competence merupakan unsur yang terlihat dari parole (Brown, 2007: 12 ).

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 19/72

Dengan demikian, Chomsky memandang bahwa bahasa bukanlah gejala tunggal, namun

dipengaruhi oleh faktor kejiwaan penuturnya.

Apa yang dikemukakan Chomsky tentang struktur dalam dan struktur luar

digunakan oleh sosiolinguistik sebagai pedoman bahwa tuturan yang nampak sebenarnya

hanyalah perwujudan dari segi kejiwaan penuturnya. Lebih lanjut sosiolinguistik membukadiri untuk menelaah perbedaan bentuk tuturan itu. Kaitan

antara competence dan performance terlihat dari penggunaan bahasa penutur. Orang

dikatakan mempunyai kompetensi dan performansi yang baik apabila dapat menggunakan

berbagai variasi bahasa sesuai dengan situasi. Orang yang berperformansi baik tentulah

memiliki kompetensi yang baik, dan memungkinkan penggunaan kode luas (elaborated

code). Sebaliknya, orang yang kompetensinya rendah, akan muncul kode terbatas

(restricted code).

Dalam psikologi perkembangan terdapat fase perkembangan. mulai menangis

(tangis bertujuan: lapar, dingin, takut), tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan.

Kesemuanya diikuti atau sejalan dengan perkembangan kebahasaannya (Mackey (1965)

melalui Iskandarwassid dan Sunendar (2010: 85). Dalam sosiolinguistik, hal ini diadopsi

sebagai variasi bahasa dilihat dari segi usia penutur, (orang mempelajari bahasa sesuai

dengan tingkat perkembangannya). Karenanya dikenal juga variasi bahasa remaja dan

manula. Dari sudut psikologi, laki-laki memiliki kejiwaan yang secara umum berbeda

dengan wanita. Karenanya, apa yang mereka tuturkan juga tidak sama. Sosiolinguistik

mentransfer konsep ini, sehingga muncullah istilah variasi bahasa berdasarkan genus atau

jenis kelamin (Bahasa dan Jenis Kelamin, Sumarsono dan Partana, 2004: 97-130).

e.  Sosiolinguistik dengan sosiologi 

Sumarsono dan Partana (2004: 5-7) mengemukkan persamaan sosiolingguistik dengan

sosiologi sebagai berikut.

1.  Sosiolinguistik memerlukan data atau subjek lebih dari satu orang individu.

2.  Menggunakan metode kuantitaif dengan teknik sampling random atau acak

3.  Menggunakan metode wawancara, rekaman, dan pengumpulan dokumen

4.  Pengolahan data menggunakan metode deskriptif.

5.  Keduanya memiliki hubungan simbiosis mutualisme (timbal balik) sebagai berikut.

a.  Data sosiolinguistik yang memberikan ciri-ciri kehidupan sosial, menjadi barometer untuksosiologi.

b.  Aspek sikap berbahasa mempengaruhi budaya material dan spiritual suatu Masyarakat.

c.  Bahasa yang diteliti secara sosiolinguistik adalah alat utama dari perkembanaganpenegetahuan mengenai sosiologi.

Dengan kata lain, sosiolinguistik membantu sosiologi dalam mengklasifikasi strata sosial,

seperti yang ditunjukkan oleh Labov dalam penelitiannya mengenai tuturan [r] dalam

masyarakat Amerika dalam tingkat sosial yang berbeda.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 20/72

 f.  Sosiolinguistik dengan Antropologi 

Antropologi merupakan kajian mengenai masyarakat, seperti asal usul budaya, adat

istiadat, dan kepercayaan. Antropologi memandang bahwa budaya yang dimiliki masyarakat

memiliki kaitan dengan bahasa. Jika kita menengok linguistik bandingan historis yang di

dalamnya mengkaji asal usul bahasa menyebutkan bahwa suatu daerah yang mempunyaipersamaan bahasa pasti memiliki kesamaan budaya atau terletak dalam daerah yang tidak

saling berjauhan. Misalnya antara Indonesia dengan Malaysia yang mempunyai bahasa yang

sama, yakni bahasa melayu austronesia.

Sosiolinguistik mengkaji ulang apa yang ditemukan oleh antropologi adanya kaitan

antara budaya dan bahasa. Sehingga muncullah berbagai pandangan yang juga

mempengaruhi penggunaan bahasa seperti hipotesis Saphir-Whorf. Kemudian melalui

budaya yang dikaji oleh antropologi akan diketahui sistem kekerabatan yang kemudian

diambil alih oleh sosiolinguistik dalam kaitannya dengan terms of addres atau kata sapaan.

Selain itu, antropologi juga memberikan pengetahuan yang cukup bagaimana seorang

penutur dari daerah lain berkomunikasi dengan warga yang berasal dari daerah yang

berbeda. Hal tersebut merupakan kajian sosiolinguistik (Sumarsono dan Partana, 2004: 13-

14).

 g.  Sosiolinguistik dengan Pragmatik 

Pragmatik merupakan kajian penggunaan bahasa yang dihubungkan dnegan konteks,

yakni topik pembicaraan, tujuan, tempat dan sarana yang digunakan. Fakta ini digunakan

oleh sosiolinguistik dalam menelaah variasi bahasa atau ragam bahasa. Jika pragmatik

melihat tuturan dengan konteks, sosiolinguistik juga meilihat peristiwa tutur dengan

mempertimbangkan konteks namun dilihat dari sisi yang berbeda. Konteks yang ada di

dalam sosiolinguistik berkaitan dengan jenis kelamin, usia, pendidikan, dan kelas sosial

pengguna bahasa yang nantinya akan muncul slang, jargon dan register  sedangkan

pragmatik melihat konteks dari tempat, tujuan dan penutur. Meskipun demikian, keduanya

harus memiliki dasar pengetahuan bersama “common ground ” untuk memiliki pemahaman

yang sebenarnya.

Penutup 

Berdasarkan pemaparan yang telah diberikan dapat disimpulkan bahwa

sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang mengkaji fenomena sosial

berkaitan antara bahasa dan pengguna bahasa. Selain itu sosiolinguistik juga

memiliki kaitan dengan cabang ilmu lainnya seperti sosiologi,

dialektologi, psikologi, retorika, linguistik umum, antropologi dan pragmatik serta

masih banyak hubungan dengan cabang ilmu yang lainnya yang dapat memperkaya

kajian sosiolinguistik serta dapat memperkaya ilmu pengetahuan khususnya ilmu

pengetahuan tentang bahasa. 

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 21/72

 

Daftar Pustaka 

Brown. Douglas. 2008: Prinsip Pembelajaran Dan Pengajaran Bahasa Edisi Kelima. Jakarta.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Iskandarwassid dan Sunendar, Dadang. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT

Remaja Rosda Karya.

Spolsky, Bernard. 2008. Sosiolinguistics. New York: Oxford University Press.

Sumarsono dan Partana, Paina. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nilai Praktis Sosiol ing uist ik dalam Pengajaran Bahasa  

oleh Diana Mayasari S. Pd

12706251068

Pendahuluan 

Bahasa dapat diartikan sebagai alat komunikasi, sarana untuk mengekspresikan diri,

dan merupakan bagian yang erat dari budaya serta nilai-nilai masyarakat penuturnya, yakni

masyarakat bahasa. Bahasa mengalami berbagai fenomena sebagai bentuk keberadaan

bahasa tersebut. Adanya berbagai budaya, suku, etnis, pendidikan, gender dan perpindahan

yang ada di Indonesia merupakan salah satu sebab munculnya fenomena-fenomena bahasa.

Seiring perkembangan zaman fenomena bahasa telah banyak dikaji oleh para ilmuan.

Berdasarkan pengkajian tersebut melahirkan berbagai cabang-cabang ilmu bahasa

sepertisosiolinguistik , psikolinguistik , neurolinguistik , antropolinguistik , dan lain sebagainya.

Penelitian feneomena bahasa turut mewarnai pembentukan tujuan pengajaran yang terdapat

dalam kurikulum bahasa. Seperti yang diungkapkan Siahaan (1987: 5) kurikulum

bahasa sebagai sarana terwujudnya tujuan pendidikan dipengaruhi banyak faktor,

seperti politik bahasa, tradisi pengajaran, teori-teori pengajaran bahasa, kemudian hasil-hasil

 penelitian dalam kebahasaan yang menjadi dasar keilmuannya. Di samping itu tujuan

penelitian bahasa di Indonesia dapat diarahkan kepada dua sasaran, yakni

untuk kepentingan ilmu pengetahuan bahasa atau linguistik dan untuk kepentingan

 pengajaran bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat Parera (1986: 9) bahwa

penelitian bahasa dapat dipergunakan untuk mempersiapkan materi pengajaran,

memperbarui metode mengajar, menambah pengetahuan tentang bahasa, dan melakukan

analisis evaluasi tentang pengajaran dan pelajaran bahasa.

Berbicara mengenai pengajaran bahasa maka tidak lepas dari apa yang disebut

linguistik terapan (applied linguistic ). Sosiolinguistik dapat dikatakan sebagai linguistik

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 22/72

terapan. Hal ini dikarenakan kajian sosiolinguistik tidak hanya dari struktur intern saja

melainkan telaah dari struktur ekstern. Salah satu diantaranya digunakan sebagai landasan

pengembangan praktis pengajaran bahasa. Kaitan antara sosiolinguistik, linguistik terapan,

dan pengajaran bahasa akan diulas dalam tulisan ini. Berdasarkan latar belakang tersebut

maka ulasan ini diberi judul Nilai Praktis Sosiol in guis t ik dalam Pengajaran Bahasa .

Sekilas Mengenai Sosiolinguistik  

Sosiolinguistik menelaah bahasa yang dipengaruhi oleh masyarakat. Pernyataan

tersebut sesuai dengan pendapat Spolsky (2010: 1) yang menyebutkan

bahwa sosiolinguistik  adalah bidangyang mempelajari hubungan antara bahasa

dan masyarakat sosial, antara penggunaan bahasa dan struktur sosial di mana

pengguna bahasa hidup. Kelebihan sosiolinguistik terletak pada masalah-maslah yang

ditelaah dalam kajian tersebut. Tujuh dimensi  sosiolinguistik yang dipaparkan Chaer dan

 Agustina (2010: 5) telah dirumuskan pada tahun 1964, di University of California, Los Angeles

sebagai masalah yang dibicarakan dalam sosiolinguistik. Berikut uraian dari ketujuh dimensi

tersebut.

1.  Identitas sosial dari penutur.

2.  Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi.

3.  Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi.

4.   Analisis singkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial.

5.  Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran.

6.  Tingkatan variasi dan ragam linguistik, dan

7.  Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.

Salah satu dari beberapa dimensi tersebut yang dipilih oleh penulis untuk ditelaah

adalah penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik . Dimensi masalah ini membicarakan

kegunaan dari penelitian sosiolinguistik untuk mengatasi masalah-masalah praktis dalam

masyarakat. Hal ini senada dengan pendapat Chaer dan Agustina (2010: 6) yang

menyebutkan bahwa pengajaran bahasa, pembakuan bahasa, penerjemahan, mengatasi

konflik sosial akibat konflik bahasa merupakan aplikasi praktis dari penelitian sosiolinguistik .

Penerapan praktis penelitian sosiolinguisik dalan pengajaran bahasa adalah pokok

permasalahan yang ditekankan dalam ulasan ini.

Nilai Praktis Sosiolinguistik dalam Pengajaran Bahasa 

Pembelajaran bahasa tidak dapat berlangsung dengan baik tanpa memanfaatkan

 jasa ilmu-ilmu lain yang relevan dengannya seperti: psikologi, pedagogik, sosiologi,

antropologi, manajemen, sosiolinguistik, psikolinguistik dan linguistik. Mengutip pemaparan

Parera (1986: 1) bahwa linguistik mengajarakan teori-teori penganalisisan dan

pendeskripsian bahasa sebagai satu objek studi yang mengajarakn komponen-komponen

kebahasaan dan teknik-teknik pendeskripsian bahasa. Selain itusosiolinguistik  mengajarkan

bagaimana penggunaan bahasa itu secara aktual dalam komunikasi khususnya dalam

pengajaran. Dengan demikian pengajaran bahasa memiliki kaitan yang erat dengan

sosiolingusitik.

Jika dilihat dari sudut objek kajian pengajaran bahasa erat sekali hubungnnya dengan

linguistik, akan tetapi bila dilihat dari beberapa sudut yang lain keduanya menunjukkan

beberapa titik perbedaan terutama jika ditinjau dari segi tujuan, metode dan sikap. Titik

perbedaan itu terlihat dari uraian Kaseng (1989: 2) sebagai berikut.

1.  Tujuan, linguistik bertujuan menemukan kriteria atau teori universal yang akan menerangkan

fenomena bahasa, sedangkan guru bahasa bertujuan membantu murid menguasai

bahasadengan materi yang diberikan melalui pengajaran.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 23/72

2.  Metode linguistik menggunakan metode formal dan abstrak, sedangkan guru bahasa

menggunakan metode fungsional dan praktis, seperti pendekatan komunikatif, pendekatan

koordinatif dan lain sebagainya.

3.  Sikap, linguistik melihat bahasa sebagai suatu sistem sedangkan guru bahasa melilhat

bahasa sebagai suatu keterampilan, baik itu keterampilan menyimak, berbicara, membaca,dan menulis.

Dengan adanya dua tendensi yang bersifat saling menjauhi antara dua hal yang

kelihatan berbeda, tapi sangat bermanfaat untuk didekatkan terasa penting hadirnya cabang

ilmu yang dikenal dengan nama linguistik terapan (applied Linguistic). Linguistik terapan

berusaha menjembatani dua pandangan yang ada antara teoretis dan praktis yang

disebabkan oleh perbedaan sikap, metode dan tujuan kedua kelompok tersebut. Secara

umum yang dimaksud dengan ilmu terapan adalah pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk

merencanakan dan membuat desain bagi kegiatan yang praktis dalam kehidupan sehari-hari

(Parera,1987:10). Jika dikatakan sosiolinguistik sebagai ilmu linguistik terapan, maka terapan

yang dimaksud di sini memiliki arti pemanfaatan ilmu sosiolinguistik untuk kepentingan proses pengajaran bahasa.

Pengajaran bahasa pada suatu negara atau suatu daerah merupakan suatu keputusan

 politik, ekonomi dan sosial . Ini yang disebut kebijakan pengajaran bahasa. Apabila secara

politis telah ditentukan, bahasa apa yang harus diajarkan, dan kepada siapa bahasa itu harus

diajarkan, maka langkah selanjutnya adalah bahan apa yang harus diajarkan dan bagaimana

cara mengajarkannya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Parera (1986: 11) yang

menjelaskan kebijakan pengajaran bahasa melalui bagan berikut.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 24/72

 

Keterangan:

M= metode dan variabel-variabel bahan

T= variabel guru: apa yang dibuat oleh guru

I= variabel instruksi: apa yang diperoleh pelajar

S= variabel sosiokultural: apa dan bagaimana sikap lingkungan

L= variabel pengajar: apa yang dilakukan oleh pelajar.

Lalu dimanakah fungsi sosiolinguistik dalam pengajaran bahasa? Para ahli

bahasa tidak menjamin bahwa penemuan teoritis mereka akan berguna dalam pengajaran

bahasa. Hal ini tercermin dari kontroversi pendapat mereka tentang peranan teori linguistik

dalam pembelajaran bahasa. Ada dua kubu yang saling bertentangan. Yang pertama kontra

dengan pendapat yang mengatakan bahwa teori mempunyai peranan dalam pengajaran

bahasa. Pendapat ini dipeloporiRobert Stokwell dan Sol saporta sedangkan yang kedua pro

bahwa teori linguistik mempunyai peranan penting dalam pengajaran bahasa tokohnya

adalah S.Pit Corder ( melalui Wahab, 1998: 112-114)

Beralih dari kontroversi ini melalui berbagai kajian menunjukkan bahwa sumber yang

paling kuat dan tepat untuk menentukan silabus pembelajaran bahasa adalah linguistik baik

sebagai ilmu murni ataupun terapan. Melalui kajian ini penulis mendukung bahwa teori

linguistik mempunyai peranan penting dalam pengajaran bahasa. Berawal dari sinilah akan

diketahui nilai praktis seperti apa yang akan diberikan sosiolinguistik. Kita bisa melihatkontribusi sosiolinguistik dalam pembelajaran bahasa melalui aplikasi linguistik, yakni

bagaimana sumbangan sosiolinguistik dalam menentukan bahan pembelajaran, silabus dan

pelaksanaan pengajaran bahasa. Merujuk pendapatParera (1989:11-13) bahwa terdapat tiga

tahap aplikasi linguistik berkaitan kontribusi linguistik dalam pengajaran bahasa sebagai

berikut.

Tahap aplikasi pertama adalah tahap deskripsi linguistik . Tahapan ini memberi

 jawaban atas pertanyaan general tentang hakekat bahasa yang diajarkan. Tahapan ini tidak

menjawab tentang apa yang akan diajarkan atau bagaimana suatu bahan akan disusun. Hal

ini dikarenakan sumbangan atau kontribusi linguistik kepada pengajaran bahasa bersifat tidak

langsung linguistik hanya memberikan sumbangan tersebut berupa bahan begitu jugasosiolinguistik. Gambaran dari aplikasi tahap pertama ini terlihat dalam bagan berikut.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 25/72

 

Tahap aplikasi kedua berhubungan dengan soal isi silabus. Kita tidak akan mengajarkan

keseluruhan bahasa. Dalam tahapan ini kita akan melakukan desain hasil. Untuk itu akan

dilakukan pemilihan bahan. Kriteria pemilihan bahan pembelajaran bisa bermacam-

macampandangan Misalnya saja, manfaat bagi pembelajar , apa yang diperlukan pembelajar

dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan bahasa yang akan dipelajarinya, perbedaan

antara bahasa ibu dan bahasa yang akan dipelajarinya, kesulitan apa yang dihadapi oleh

 pembelajar bahasa asing pada umumnya, variasi dialek perbandingan interlingual, dan perbedaan antara dua bahasa, sepertiantara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bahasa

Indonesia dengan bahasa Arab dan sebagainya (lebih luas lagi baca Richards, 2002: 51-

89). Pemilihan bahan ini sangat erat sekali dengan aplikasi kajian sosiolinguistik  terutama jika

bahan pembelajaran ingin menyiapkan bagi pembelajar asing, seluk-beluk variasi dialek

perbandingan interlingual dan perbandingan antara dua bahasa. Aplikasi tahapan kedua ini

tergambar dalam bagan berikut.

Tahap aplikasi ketiga merupakan tahap kegiatan pembelajaran bahasa  karena padatahapkedua belum bisa membuat silabus yang lengkap dan utuh tentang bahasa, maka

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 26/72

kaidah-kaidah penyusunan silabus ini harus memperhatikan faktor linguistik,

 psikolinguistik maupun sosiolinguistik sebagai bahan pengajaran dan pendekatan proses

belajar mengajar. Gambaran aplikasi ketiga bisa dilihat dalam bagan berikut.

Penutup 

Berdasarkan uraian di atas kontribusi sosiolinguistik dalam pengajaran bahasa memiliki

nilai praktis yang cukup signifikan terutama dalam memberikan informasi tentang hakekat

bahasa dan pemilihan bahan ajar  yang sesuai dengan konteks kemasyarakatan, kondisi

sosial pembelajar bahasa, mengenai apa yang diajarkan, kapan, berapa lama materi tersebut

diajarkan, pembuatan silabus, dan kegiatan pembelajaran bahasa. Oleh karena itu,

tenaga pendidik, disarankanmemahami kajian teori lingustik terutama ilmu-ilmu murni dan

linguistik terapan. Selain itu, juga memperdalam sosiolinguistik  mengingat bahwa bahasa

tidak bisa lepas dari gejala dan fenomena sosial yang dalam hal pendidikan pengajar bahasa

perlu memahami tingkat sosial kebahasaan padasiswa dan lingkungan tempat proses

pembelajaran dan pemerolehan bahasa siswa.

DAFTAR PUSTAKA 

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Kaseng, Sjahruddin. 1989. Linguistik Terapan: Pengantar Menuju Pengajaran Bahasa yang Sukses.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Parera, Jis Daniel. 1986. Linguistik Edukasional : Pendekatan Konsep dan Teori Pengajaran

Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Spolsky. Bernard. 2010. Sosiolinguistics. New York: Oxford University Press.

Wahab, Abdul. 1998. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga

University Press

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 27/72

 

PSIKOLINGUISTIK DAN SOSIOLINGUISTIK DALAM PENGAJARAN

BAHASA 

Pengajaran 

Sajak de Saussure membuat tanggapan dan pencerapan bagi menjalankan

pengkajian bahasa dari segi struktur bentuk, maka linguistik berkembang

dengan majunya. Bidang linguistik berkembang dengan begitu pesat dalam

kurun ke-20 ini. Ini bermakna kajian linguistik telah lama bermula. Sejak

manusia mula berasa kagum terhadap bahasanya, mereka telah mula

mengkaji dan mempelajari bahasa mereka itu. Manusia mula belajar mengkajibahasanya kerana keperluan untuk menguasainya. Oleh itu, Panini, seorang

ahli agama Hindu, telah mula mempelajari bahasa Sanskrit sejak 3000 tahun

dahulu demik kepentingan mengekalkan sebutan dan bacaan yang tepat bagi

kitab suci Veda. Hasil kajian dan pengamatan itu masih dimanfaati oleh

masyarakat Hindu hingga ke hari ini. Sarjana Yunani juga demikian, mereka

berusaha menggolongkan kata-kata mengikut sifat benda-benda di dunia.

Sehingga hari ini pun, penggolongan kata yang dibuat oleh orang Yunani itu

seperti nama, perbuatan, sifat, sendi , dan seruan, masih kita pakai. Begitu juga Al-Khalil dalam kurun ke-7 M telah mengkaji bunyi-bunyi al-Qur’an yang

tersusun pada zaman itu dapat dibakukan sistem sebutan dan ejaannya

sehingga bacaannya masih kekal tidak berubah hingga sekarang. 

Daripada apa yang saya perkatakan ini terlihat bagaimana linguistik

am: fonologi, morfologi sintaksis, semantik, danleksikografi  berhubung rapat

dengan pembelajaran dan pengajaran bahasa. Pendek kata tanpa deskripsi

dari segi linguistik, maka sukarlah sesuatu bahasa itu diajarkan secara formal.

Hasil kajian linguistik am terhadap bahasa itu dapat menjadi bahan penting

dalam pengajaran bahasa. Sengaja saya gunakan di sini

istilah pengajaran bahasa kerana istilah pembelajaran mencakupi pengertian

lain. Bidang pembelajaran mencakupi bidang psikologi , iaitu cara

bahasadiperoleh dan dipelajari . Aspek ini lebih lazim dikenali

sebagai psikolinguistik . Memang psikolinguistik  danlinguistik gunaan terlibat

dalam pengajaran bahasa, dan bidang-bidang ini telah begitu berkembang

dan penting sehingga setiap satunya menjadi bidang sendiri pula. Dalam bab

ini, saya membincangkan implikasi teori-teori tertentu dalam pembelajaran

dan pengajaran bahasa. 

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 28/72

Kaedah Pengajaran Bahasa Zaman Yunani 

Mungkin manusia telah mula belajar bahasa selain daripada bahasa

kandungnya sejak mereka mula berasa perlu untuk berhubung antara satu

sama lain. Tidak syak lagi bahawa ahli-ahli pelayaran, ketua-ketua angkatan

perang yang menakluki negara-negara lain, telah mempelajari bahasa-

bahasa lain untuk memudahkan kerja mereka. Agaknya sukar untuk kita

menentukan corak kaedah yang mereka gunakan. Satu caranya ialah kita

dapat membuat andaian tentang hal ini dengan melihat cara orang Zaman

Pertengahan mempelajari bahasa. sebenarnya perkembangan dalam

pembelajaran bahasa semenjak zaman Yunani sehinggalah kurun ke-20 ini

tidaklah banyak berubah. Apabila pertembungan antara manusia menjadi

lebih rapat akibat sistem perhubungan antara manusia menjadi lebih rapat

akibat sistem perhubungan antara manusia menjadi lebih rapat akibat sistem

perhubungan antara manusia menjadi lebih rapat akibat sistem perhubungan

yang merapatkan negara-negara, maka pembelajaran bahasa memerlukan

kaedah yang lebih berkesan dan boleh menimbulkan hasil yang baik dalam

masa yang lebih singkat. Sebelum itu, perkembangannya amat perlahan.

Sebenarnya pembelajaran bahasa sehingga itu, hanyalah bergantung pada

kaedah terjemahan; samalah sebagaimana orang mempelajari bahasa Latin

pada masa dahulu. Dalam kaedah ini, terjemahan memainkan peranan yang

amat penting. Bahan-bahan pengajaran mereka hanyalah terbentuk daripadabahan terjemahan semata-mata. Dalam bahagian tatabahasa pula, unsur-

unsur tersebut selalu diajarkan secara formal. Tatabahasa yang diajarkan itu

biasanya menggunakan kerangka dan unsur-unsur tatabahasa Latin yang

disesuaikan di sana sini kepada bahasa yang diajarkan. 

Dalam mempelajari bahasa Malaysia, kita juga sentiasa dipengaruhi oleh

unsur-unsur dan keadaan ini. Buku yang dikarang untuk mengajar bahasa

Melayu yang dihasilkan oleh Swettenham (1886), Maxwell (1882), Winstedt

(1927), dan Za’ba (1965) sendiri, terang-terang didasarkan kepada

tatabahasa bahasa Inggeris yang sebenarnya disadur daripada tatabahasa

bahasa Latin. Za’ba pula menerima unsur-unsur bahasa Arab.

Umpamanya deskripsi jenis kata-katanya masih lagi mengikut golongan kata-

kata Yunani, seperti yang ditiru oleh Latin kerana Za’ba menerima adanya

kata-kata jenis nama, perbuatan, sifat, sendi, dan seruan.Swettenham pula

membincangkan unsur kala seolah-olah bahasa Melayu itu adalah suatu

bahasa yang mempergunakan kala seperti bahasa Inggeris. Begitu juga

Winstedt menyebut unsur bilangan Za’ba (1940/1965) pula tidak sunyi

daripada masalah demikian. Dalam bukunyaPelita Bahasa Melayu I , Za’ba

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 29/72

mengatakan bahawa huruf menghasilkan bunyi. Ini tidak berbeza daripada

pendapat Yunani 2000 tahun dahulu, dan konsep ini masih belum berubah

dalam buku Za’ba. 

Seperti yang saya katakan tadi, proses pembelajaran bahasa ini berubah

dengan pesat dalam kurun ke-20 ini. Hal ini telah berlaku kerana beberapa

faktor. Negara-negara mula berhubung antara satu dengan lain dan

memerlukan pembelajaran bahasa untuk perhubungan. Perkembangan

linguistik telah memberi pedoman yang baharu kepada bidang ini; dan tidak

 juga kurang pentingnya, bahawa dalam masa Perang Dunia Kedua, negara

 Amerika Syarikat telah memberi tumpuan kepada pembelajaran bahasa-

bahasa Eropah seperti bahasa Jerman, Perancis, dan Rusia untuk

kepentingan peperangan. Hal ini telah menghasilkan kesan positif yang

banyak terhadap pembelajaran bahasa. di samping itu pada masa yang sama,

kajian psikologi menjadi lebih saintifik. Salah satu daripada bidang yang dikaji,

ialah, bagaimana kanak-kanak belajar menuturkan bahasa. kajian-kajian

seperti ini dijalankan oleh Freud, Piaget, dan ahli-ahli psikologi yang lain,

telah mempunyai pengaruh yang mendalam terhadap pengajaran bahasa.

mereka mendukung teori behaviorisme. Apa yang mereka anggap

behaviorisme itu ialah gerak-geri binatang, termasuklah manusia, segala-

galanya merupakan dasar dalam pembentukan tabiat. Pembentukan tabiat ini

mestilah berdasarkan rangsangan dan gerak balas. Ramai ahli psikologimenjalankan kajian tentang behaviorisme. Kajian dan hasil kajian ini

digunakan untuk menjelaskan seorang ahli psikologi di Universiti Harvard, B.F.

Skinner, yang menulis buku Verbal Behavior   (1957). Dalam buku itu beliau

membincangkan teori bagaimana manusia belajar bertutur. Segala-galanya

ini mempunyai implikasi dalam bidang pengajaran dan pembelajaran bahasa. 

Teori Behaviorisme 

Salah satu bidang yang kuat mempengaruhi bidang pembelajaran bahasa

ialah psikologi. Teori psikologi ini menyelidik tabiat manusia. Saya tidaklah

mahu membincangkan teori ini satu persatu, tetapi hanyalah sekadar

menyentuh teori behaviorisme ini bersangkutan dengan implikasi

pembelajaran bahasa. 

Dalam kurun ke-19, aliran kajian psikologi di Amerika mula bergerak berpisah

daripada pemikiran sarjana di Eropah. J.B. Watson (1878-1958) profesor

psikologi di Universiti John Hopkins mengarang bukunya, Psychology from

the Standpoint of a Behaviorist  (1919). Dia hanya mengkaji lakuan dan tidak

mementingkan pengalaman sedar. Lakuan padanya hanyalah gerak-gerak

otot, dan tidak lebih daripada itu. Penafiannya terhadap sesuatu yang

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 30/72

subjektif menyebabkan dia dapat membuat kajian terhadap perkara-perkara

yang sedar. Inilah sumbangannya yang besar, iaitu penolakannya terhadap

pembezaan jasad  dan fikiran. Inilah yang dipegang oleh ramai ahli psikologi

lakuan. Walau bagaimanapun, semua ahli psikologi menumpukan perhatian

kepada objektif lakuan ini, selalu mengkaji binatang, suka menganalisis

mengikut rangsangan dan gerak balas, dan memberi penumpuan kepada

pembelajaran sebagai pusat pengkajian. 

Di samping itu kita dapati E.R. Guthrie yang menjadi profesor psikologi di

Universiti Washington. Bukunya The Psychology of Learning  (1935)

mengandungi pendapat bahawa, pembelajaran itu berlaku dengan

adanya rangsangan dan diikuti dengan gerak balas. Dengan kata lain, yang

dimaksudkannya ialah kalau sesuatu gerak balas itu berlaku dalam satu

keadaan tertentu, maka semasa kita berada dalam keadaan seperti itu pada

masa yang lain, maka kita akan melakukan gerak balas yang sama. Apabila

ada rangsangan dan tindak balas, maka berlakulah pembelajaran. Ternyata

bahawa kenyataan seperti ini ada kurangnya dari segi pembelajaran.

Katakanlah seorang itu diberi teka silang kata, dia membuatnya dengan betul,

mak apabila diberi teka silang kata yang lain dia akan berbuat demikian juga.

Tetapi kalau dia tidak dapat membuatnya, maka teka silang kata itu akan

ditinggalkannya. Pada satu masa lain, di diberi teka silang kata yang sukar

 juga, dan tidak dapat dibuatnya, lalu ditinggalkannya. Dia telah memberigerak balas yang sama seperti dahulu. Adakah dia sudah belajar sesuatu

dalam hal ini? 

Dalam pembelajaran bahasa, nama ahli psikologi yang masyhur ialah Skinner

seperti yang saya sebut di atas. Skinner ialah seorang ahli behavioris dari

Universiti Harvard. Skinner juga berpegang kepada teori behaviorisme, iaitu

pembelajaran berlaku kalau ada rangsangan dan gerak balas. Dalam hal ini,

beliau menjalankan eksperimen dengan menggunakan binatang. Salah satu

daripadanya ialah dengan menggunakan merpati. Merpati itu dikurung di

dalam kotak. Di dinding kotak itu ada suis. Apabila suis itu dipatuk terbukalah

suatu lubang yang mengeluarkan makanan. Ini bermakna, merpati itu

mematuk sebagai satu rangsangan dan setelah rangsangan dilaksanakan

merpati itu akan mendapat balasanmakanan. Keadaan ini tidak jauh berbeza

daripada yang disebut oleh Watson dan Guthrie, tetapi apa yang berbeza

ialah tentang konsep pengukuhan. Pengukuhan ini dianggap oleh Skinner

sebagai asas dalam proses pembelajaran. 

Bagi Skinner ada dua jenis pembelajaran. Kedua-duanya berlainan kerana

ada dua jenis lakuan. Pertama ialah lakuan responden, iaitu gerak balas yang

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 31/72

automatis dan tetap. Misalnya, kita dilahirkan dengan banyak gerak balas,

dan kita mempelajari sesuatu yang baharu itu dengan secara pembiasaan.

Lutut terangkat kalau diketuk oleh doktor. Itu merupakan satu lakuan yang

ada rangsangan (ketuk) dan ada gerak balas (kaki terangkat). Ini adalah

lakuan responden yang berlaku secara automatis. 

Kedua ialah lakuan operan. Bagi Skinner kebanyakan lakuan ialah jenis

operan. Lakuan responden tadi ialah gerak balas daripada rangsangan, tetapi

lakuan operan berlaku menurutlingkungan atau keadaan. Rangsangannya

tidak semestinya menerbitkan gerak balas tertentu, seperti berjalan, bercakap,

bekerja, dan sebagainya. Misalnya, lakuan menelan makanan bukan sahaja

kerana rangsangan terlihat makanan, tetapi juga ras lapar, lingkungan sosial,

dan beberapa lingkungan atau suasana yang berlainan. Belajar melalui

lakuan operan itulah yang dikatakan pensyaratan tetapi lain daripada gerak

balas otot secara autonomatis. 

Dalam bukunya Verbal Behavior  (1957) Skinner telah membincangkan proses

pembelajaran bahasa dengan lebih lanjut dengan menggunakan unsur

rangsangan dan gerak balas, dan suatu suasana pengukuhan yang terlibat

dalam menghasilkan pembelajaran secara maksimum. Pengukuhan

menambah kemungkinan berlaku gerak balas. Menurutnya, ―lakuan bahasa

ialah suatu lakuan yang diperkukuh oleh seseorang pendengar dan

berkembang menurut prinsip yang sama dengan lakuan operan yang lain.Dalam beberapa keadaan tertentu, penutur itu juga menjadi pendengarnya

sendiri dan memperkukuh lakuan bahasanya sendiri‖. 

Dari sinilah terbitnya kaedah latih tubi, iaitu rangsangan dan gerak balas

dalam sesuatu pelajaran bahasa itu disenaraikan menurut polanya, iaitu

lakuan yang boleh dikaji dari segi rangsangan dan gerak balas. Latih tubi itu

akan menimbulkantabiat  yang dapat dikukuhkan dan akan lekat dipelajari

sebagi tabiat. 

Semenjak Skinner, ramai lagi ahli psikologi yang mengkaji bagaimana

pembelajaran bahasa berlaku. Kebanyakan mereka mengkaji bagaimana

kanak-kanak mempelajari bahasa dan implikasinya terhadap pengajaran

bahasa. antara kajian ini ialah usah R. Brown, yang dijelaskan dalam bukunya

 A First Language: The Early Stages (1974). Beliau telah mengkaji

perkembangan bahasa kanak-kanak dari segi pembentukan ayat. Bidang lain,

walaupun ada tersebut, hanya disentuh secara sambil lalu. Banyak lagi usaha

lain yang membaiki konsep Skinner dan ada implikasinya terhadap kaedah-

kaedah pengajaran bahasa. sejak Skninner, ramai lagi sarjana lain yang telah

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 32/72

membuat kajian lanjut tentang behaviorisme, sehinggalah terbit golongan

neobehaviorisme. 

Chomsky (1967) dengan keras menafikan pendapat behaviorisme ini. Dalam

penafiannya itu, Chomsky menyatakan bahawa teori behaviorisme itu hanya

sebuah dongeng. Baginya, behaviorisme tidak memberi tempat kepada ―taraf

akal yang lebih maju yang ada pada manusia’. Behaviorsme tidak

mengendahkan kemampuan otak manusia terhadap pembelajaran bahasa.

cara kanak-kanak mempelajari bahasa mungkin lebih bermanfaat kepada

pengajaran dan pembelajaran bahasa. dalam mengkaji bagaimana kanak-

kanak banyak mempelajari lakuan berbahasa atau bukan bahasa melalui

―pengamatan atau peniruan secara tidak sedar terhadap apa yang dibuat oleh

orang dewasa dan kanak-kanak lain‖. Kanak-kanak tidak belajar hanya

melalui perancangan bahasa yang rapi daripada ibu bapa mereka. 

Pada peringkat majunya kanak-kanak itu pandai mengeluarkan ayat-ayat

yang belum pernah didengarnya dahulu, atau memahami ayat-ayat tersebut.

Kebolehan ini menunjukkan ada proses penting yang tidak bersangkut paut

dengan makluman balik daripada lingkungan atau rangsangan. Jadi, teori

Skinner yang mengatakan pembelajaran itu berlaku mengikut perancangan

lakuan berbahasa melalui pengukuhan itu sama sekali ditolaknya seperti

dalam kutipan ini, ―sebenarnya dalam pemerolehan bahasa, adalah jelas

bahawa pengukuhan, pengamatan secara tidak sedar, dan sifat ingin tahusemula jadi (lengkap dengan kecenderungan kuat untuk meniru) adalah

faktor-faktor penting, samalah juga dengan kemampuan yang istimewa yang

ada pada pelajar itu untuk membuat generalisasi, hipotesis, dan memproses

maklumat dalam beberapa cara yang khusus dan amat kompleks, yang tidak

dapat kita deskripsikan atau cuba memahaminya, yang sebahagian besarnya

mungkin inat, atau mungkin akan berkembang melalui satu cara

pembelajaran melalui pendewasaan sistem sarafnya.‖ 

Memanglah diakui bahawa dapatan yang masih selalu dipergunakan dalam

pengajaran bahasa kedua dan bahasa asing pada masa ini, ialah, hasil kajian

ahli lakuan tadi. Konsep ini telah disesuaikan oleh W.M. Rivers (1964) untuk

membentuk prinsip pengajaran bahasa asing. Dia telah membuat empat

andaian yang penting: 

1.  Pembelajaran bahasa asing (sesuai juga untuk bahasa kedua) pada

dasarnya adalah suatu proses mekanikal, iaitu pembentukan tabiat. 

2.  Kemahiran akan dicapai secara lebih berkesan kalau bentuk pertuturan

dikemukakan dahulu. Dengan kata lain belajar mendengar dan bertutur

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 33/72

itu adalah tabiat yang asas kalau dibandingkan dengan kemahiran

menulis dan membaca. 

3 Pelajar dapat menerima pelajaran dengan lebih berkesan dengan

menggunakan iktibar. Ini bermaksud memberi persamaan atau

memberi pelajar kebolehan untuk menerima pelajar dengan secara

melihat persamaan dan pertalian dalam bentuk-bentuk yang diajar.

Umpamanya dalam memberi latih tubi pola Anda sukakah melihat

wayang? Maka dijawab, Ya! Tentu sekali , maka diperkenalkan pula

pola yang sama seperti Anda sukakah melihat televisyen? Dan

 jawapannya, Ya! Tentu sekali . Dengan kata lain, pelajar telah dilatih

tubi dalam pola yang sama, bagi membentuk tabiat secara mekanikal. 

4. Makna kata pula dipelajari dalam konteks budaya yang hidup dan

penuh. Ini adalah cara yang difikirkan berkesan dalam memberi makna.

Makna kata memanglah terjalin rapat dengan budaya. Misalnya, jam,

kalau kita katakan di luar konteks maka kita menggambarkan segala

macam jam, tetapi jam Melayu akan merujuk kepada konsep ―tidak

mematuhi masa‖, yang telah menjadi amalan setengah-setengah

orang Malaysia. Makna seperti ini hanya wujud dalam konteks budaya

Malaysia. 

Aliran Behaviorisme dan Mentalisme 

 Aliran menentang kaedah pengajaran berdasarkan fahaman behaviorismeyang dijelaskan di atas terbahagi kepada dua jenis. Pertama, guru-guru

bahasa sendiri sentiasa menentang akan sebarang pembaharuan dalam

kaedah pengajaran dan pembelajaran. Hal ini timbul daripada perasaan

terancam oleh perkembangan baharu itu dan ditolak sebelum kaedah baharu

diberi perhatian yang sewajarnya. Penolakan sebarang yang baharu ini

hanyalah satu sikap yang ingin mengekalkan status quo sahaja. Kedua ialah

aliran transformasi yang mempunyai teori yang berlainan tentang sifat bahasa

itu sendiri, dan proses bagaimana bahasa itu berkembang di kalangan kanak-

kanak. Pendapat-pendapat baharu ini banyak memberi sumbangan terhadap

aliran struktur, dalam proses menjadi dwibahasa atau mempelajari bahasa

kedua. Aliran transformasi ini memberi sumbangan yang berkesan dalam

pembelajaran bahasa kalau dibandingkan dengan fahaman struktur. Aliran ini

mempunyai pengaruh yang besar dalam perancangan bahan mengajarkan

bahasa. 

 Aspek bahasa yang diterangkan dengan lebih berkesan oleh aliran

transformasi ialah sifat kreatif bahasa itu sendiri. Misalnya, dalam

mempelajari bahasa, apa yang berlaku ialah pelajar bukan sekadar

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 34/72

mempelajari senarai panjang ayat-ayat sahaja, tetapi lebih daripada itu.

Bahasa bukan hanya terdiri daripada jumlah rumusan tatabahasa yang boleh

dilihat atau dihafal sahaja. Pelajar itu sebenarnya telah mempelajari suatu

proses daya kreatif yang membolehkan wujudnya perkembangan. Jadi, bagi

aliran struktur, pembelajaran bahasa itu melibatkan kebolehan pelajar

menggunakan rumusan-rumusan tersebut. Aliran transformasi mengatakan

bahawa, pembelajaran bahasa itu ialah proses menyerap rumusan-rumusan

tatabahasa itu bersama-sama kemahiran berbahasa yang sedia ada pada

manusia itu. Kemahiran ini bersifat inat atau tersembunyi dan tercetus apabila

pembelajaran bahasa itu bermula. Ini adalah pendekatan mentalisme yang

bertentangan dengan pendekatan behaviorisme atau mekanikal . 

Selama ini belum pernah disentuh perkara yang kita maksudkan dengan

istilah yang bahasa itu kreatif, menyebabkannya boleh dipelajari. Sebenarnya

tidak ada bahasa yang betul-betul sama antara satu sama lain, tetapi adalah

 juga betul kalau dikatakan tidak ada dua bahasa yang betul-betul berbeza.

Bagi orang ramai, mereka melihat apa yang nyata iaitu dua bahasa itu adalah

berlainan, iaitu, secara luar dua bahasa itu memanglah berlainan sama sekali.

 Apabila dilihat struktur dalaman bahasa itu, maka ternyatalah ada

persamaannya. Persamaan inilah yang meyakinkanlah kita bahawa bahasa

itu boleh dipelajari. 

Suatu sifat bahasa yang penting dari segi pengajaran dan pembelajaran ialah,bahawa, bahasa itu bersifat kreatif. Kita boleh menggunakan unsur-unsur

yang terhad yang ada dalam sesuatu bahasa itu, dan menghasilkan

ungkapan yang lebih besar, misalnya, dengan menggabungkan kata-kata,

kita dapat menerbitkan jumlah ayat yang tidak terhingga banyaknya. Seorang

penutur mampu membentuk beribu-ribu ayat baharu yang tidak pernah

diucapkannya atau didengarnya dahulu, semata-mata setelah menguasai

sistem tatabahasanya. Sebagai contoh kita lihat jadual di bawah: 

Zaiton Nordin 

Rizal 

 Ali 

menghantar  membawa 

memberi 

membaling 

buah raga 

buku 

bola 

itu  kepada  kawannya kakaknya 

bapanya 

abangnya 

Dengan membaca dari kiri ke kanan bagi setiap kemungkinan ayat, kita akan

dapat menerbitkan 256 buah ayat. Dengan menambahkan satu kata lagi

kepada setiap baris dalam jadual di atas, maka bilangan ayat yang boleh

diterbitkan akan menjadi 625 buah. Kalau ditambah satu ruang lagi

dengansemalam, pagi tadi, tadi, dan baru sekejap tadi, maka bilangan ayat

yang boleh diubah bentuknya (aktif menjadi pasif) seperti Ali membaling bola

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 35/72

itu kepada abangnya semalam, menjadi, Bola itu dibaling oleh Ali kepada

abangnya semalam, maka bilangan ayat akan menjadi dua kali ganda

banyaknya, iaitu 6250 buah. Ini adalah satu contoh yang amat kecil, dengan

menggunakan lapan belas buah kata dan dua buah bentuk ayat. Jadi,

pembelajaran bahasa itu bukan sahaja mempelajari tabiat automatis dalam

membentuk aya-ayat tadi, tetapi juga mempunyai kebolehan untuk

mentafsirkan segala macam ayat yang didengar atau dibacanya. Tegasnya

manusia terpaksa mempelajari sistem terhad bahasa itu, iaitu, tatabahasa

sesuatu bahasa itu, supaya membolehkannya mempelajari dan

menggunakan bahasa itu secara kreatif dan hidup. 

Jadi, sistem struktur itulah yang dipelajari. Semua bahasa mempunyai sistem

strukturnya. Bentuk struktur itulah yang berbeza daripada satu bahasa

kepada satu bahasa yang lain. Pola struktur yang berlaku itu adalah kecil

 jumlahnya dan boleh dipelajari, tetapi kekreatifnya adalah tidak terhad. 

Kaedah Mengajar Bahasa 

Kadang-kadang kita terlihat iklan di akhbar yang berbunyi BELAJAR BAHASA

Malaysia DALAM TIGA BULAN, LEARN BAHASA IN TWO MONTHS?, dan

sebagainya. Tentu sekali kita berhak bertanya apakah agaknya kaedah yang

dipakai oleh institusi tersebut sehingga dapat memendekkan masa

pembelajaran bahasa sehingga sebegitu singkat, walhal kanak-kanak

terpaksa mengambil masa yang begitu lama, tiga atau empat tahun sebelumdapat menguasai bahasa kandungnya. Demikian juga kaum yang tidak

menuturkan bahasa Malaysia sebagai bahasa kandung, masih ramai yang

tidak dapat menguasai bahasa Malaysia setelah tinggal di negara ini seumur

hidupnya. Sekali imbas kita mungkin terbawa-bawa oleh iklan seperti ini.

Sebenarnya perkara ini boleh berlaku, tetapi peringkat kecapaian dalam

bahasa yang diajarkan itu patutlah dipersoalkan. Memang pembelajaran

bahasa adalah begitu pesat sekali pada peringkat permulaan. Tetapi, setelah

sampai ke peringkat pertengahan, maka pembelajaran yang dapat diserap

mungkin akan mula mendatar dan tidak begitu pesat lagi. Biasanya institusi

ini hanya mengajar sampai ke peringkat permulaan ini sahaja. Mungkin

pembelajaran hingga ke peringkat ini boleh berlaku, dan pengetahuan bahasa

setakat ini tentu sekali dapat membolehkan pelajar ini menggunakan bahasa

yang sudah dan terhad dalam lingkungan percakapan yang terhad. Sekiranya

diperlukan lebih daripada itu, maka perlulah ada pendedahan yang lebih lama,

lebih menyeluruh, dan lebih khusus. 

Untuk memperlengkap lagi perbincangan ini maka perlulah saya berikan

ringkasan tentang apa yang dikatakan dengan kaedah mempelajari bahasa

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 36/72

itu. Di sini kita akan hanya membicarakan satu persatu kaedah tersebut

secara ringkas. Sebenarnya kaedah amat bergantung pada pendekatan kita

terhadap bahasa. Ini akan dibincangkan dalam Bab 7. 

Kaedah Tatabahasa Terjemahan 

Kaedah Tatabahasa Terjemahan ini selalu juga disebut kaedah klasik. Ini

mungkin kaedah yang dipergunakan sebelum kaedah lain timbul. Oleh sebab

dahulunya para sarjana hanya mempunyai bahan sastera tertulis, dan oleh

sebab kemahiran menulis itu dijadikan tujuan yang penting, maka perkara

tersebut menjadi tujuan dalam kaedah tatabahasa terjemahan ini. 

Kaedah ini dirancangkan dengan tujuan memberi kemahiran menulis, dan

bukan kemahiran bertutur. Oleh itu kaedah ini tidaklah mementingkan

sebutan. Kaedah ini hanya mementingkan ejaan dan penulisan dalam bahasa

yang diajarkan tersebut. Penggunaan bahasa secara aktif tidak berlaku.

Rumusan tatabahasa dijelaskan dengan panjang lebar supaya menjadi

pedoman pembentukan ayat-ayat melalui terjemahan. Selalunya yang

diutamakan ialah unsur-unsur kekecualian daripada yang lazim dalam bahasa

yang dipelajari itu, ataupun tentang unsur-unsur yang selalu disalahgunakan. 

Kosa kata diberi pada peringkat awal pelajaran. Terjemahan adalah difikirkan

cara yang sesuai dan utama dalam mempelajari kosa kata. Kata-kata itu

diberi dalam bentuk terasing daripada konteks. Kata-kata disusun dalam ayat

menurut rumusan tatabahasa. Rumusan-rumusan tatabahasa itu dihafalsebagai cara menguasai bahasa itu. Isi atau kefahaman tidak dipentingkan

sangat, hanya sebagai latihan tatabahasa. Latihan selalu menggunakan

bahan terjemahan daripada bahasa yang diajarkan ke dalam bahasa kandung.

 Ayat-ayat yang digunakan mungkin tidak berhubungan antara satu sama lain,

tetapi merupakan bauran struktur yang mungkin sedia wujud dalam bahan

terjemahan tersebut. 

Walau bagaimanapun, kaedah ini mempunyai beberapa ciri yang baik.

Kaedah ini mungkin tidak memerlukan pembiayaan yang begitu banyak, jadi

tidaklah sukar digunakan. Sementara itu guru yang tidak begitu fasih dalam

bahasa itu masih boleh digunakan untuk mengajarkan bahasa tersebut.

Demikian juga kaedah ini tidak mengehadkan saiz kelas, berapa ramai

sekalipun bilangan pelajarnya boleh diajarkan melalui kaedah ini. Latihan

yang intensif berjam-jam juga tidak diperlukan. Kalau diperhatikan, kebaikan

kaedah ini bukanlah dari segi pembelajarannya atau dari segi

menguntungkan pelajarnya, tetapi hanya dari segi pengajaran sahaja. Contoh

penggunaan kaedah ini ialah pelajaran bahasa Malaysia oleh G. Soosai dan

 Adibah Amin, masing-masing di akhbar Star  dan New Straits Times. Mereka

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 37/72

mengajarkan bahasa Malaysia dengan menggunakan kaedah terjemahan,

khususnya daripada bahasa Inggeris kepada bahasa Malaysia. Dalam hal ini,

bilangan pelajarnya ialah seluruh pembaca akhbar tersebut. 

Kaedah Terus 

Kaedah terus ini merupakan satu tindakan balas awal terhadap kaedah

tatabahasa terjemahan yang dibincangkan di atas tadi. Kalau diperhatikan

kaedah terjemahan itu, tentu terlihat ada beberapa masalah dan kelemahan,

misalnya, tidak ada dua kata yang betul-betul sama ertinya dalam dua bahasa.

Sedangkan kata kereta dan motokar  harus mendukung pengertian yang

berlainan menurut latar budaya bahasa Malaysia dan Inggeris. Begitu juga

struktur dua bahasa adalah berlainan. Konsep yang boleh dibentuk dalam

satu kata, mungkin tidak dapat dibuat begitu dalam bahasa Malaysia.

Misalnya, portable hanya satu kata dalam bahasa Inggeris, tetapi dalam

bahasa Malaysia kita akan dapati bahawa maknanya mungkin hanya dapat

dijelaskan dalam satu rangkai kata, seperti ―boleh dibawa ke sana sini.‖ 

Kaedah terus ini diajarkan dengan menggunakan satu bahasa sahaja

iaitu bahasa matlamat  atau yang diajarkan. Bahasa kandung orang yang

mempelajari bahasa itu tidak digunakan. Dengan kata lain, kaedah ini terus

menggunakan bahasa matlamat. Kadang-kadang kaedah ini juga dikenali

sebagaikaedah semula jadi   kerana menggunakan apa yang dianggap cara

semula jadi seperti juga kanak-kanak mula belajar bahasa. ini sesuai dengankonsep yang dijelaskan oleh Kaedah Berlitz, yang mengajukan supaya

bahasa matlamat digunakan dengan serta-merta supaya pelajar mula berfikir

dalam bahasa yang dipelajarinya itu. Oleh sebab bahasa lain tidak digunakan,

maka pengajaran kata dijalankan dengan menggunakan benda-benda atau

objek yang konkrit, atau melalui perbandingan dan persamaan sekiranya

benda itu tidak konkrit. Rumusan-rumusan tatabahasa diajarkan melalui

tunjuk cara dengan contoh-contoh yang sesuai, yang telah diserapkan ke

dalam bahan pengajaran. 

Pengajaran dimulakan secara lisan, dengan tunjuk cara dan gambar-gambar

atau objek yang konkrit tadi, dan pelajar menghafalnya dan mencuba

mengikutinya. Oleh itu latih tubi menjadi syarat yang terpenting. Untuk tujuan

itu, kelas mestilah kecil saiznya dan pengajaran mestilah intensif, mungkin 5-

6 sehari. Walau bagaimanapun, keintensifan pelajaran boleh dikurangkan

kalau tidak diperlukan. Mereka yang berpegang teguh pada kaedah ini

menolak pengajaran tatabahasa secara formal dalam kaedah ini, kerana bagi

mereka kanak-kanak belajar dengan tidak mempelajari tatabahasa. Pendek

kata ini dianggap sama dengan kaedah mempelajari bahasa pertama. 

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 38/72

Kaedah ini tentu sekali mempunyai kelebihan berbanding dengan kaedah

tatabahasa terjemahan tadi. Kaedah ini akan dapat memberikan penguasaan

pertuturan yang baik. Dengan itu juga pengajaran tulisan menjadi mudah

dipraktiskan. Oleh sebab bahasa yang datang daripada bermacam-macam

bahasa itu tidak menjadi halangan. Guru tidak akan terpaksa

menterjemahkannya ke dalam banyak bahasa. dalam pada itu ternyata

bahawa, kaedah ini mungkin memerlukan masa yang agak panjang untuk

pengajaran sesuatu bahasa itu kerana penjelasan tidak boleh dijalankan

melalui terjemahan. Oleh sebab kaedah ini menggunakan pertuturan, maka

mereka yang fasih sahaja boleh mengajar bahasa itu. Kaedah ini amat

khusus dan gurunya harus terlatih secara khusus juga. 

Kaedah Bacaan 

Mungkin membaca adalah suatu kaedah yang mudah sekali. Kaedah bacaan

ini tidak memerlukan penghafalan ataupun penggunaan tatabahasa secara

aktif. Kaedah ini hanya menggunakan bacaan. Membaca hanya memerlukan

pelajar mengenal kata-kata yang tertulis dan membacanya. Kaedah bacaan

ini mementingkan sebutan, dan ini mudah kerana ia memerlukan pengajaran

peringkat pengenalan sahaja dan tidak memerlukan penghafalan rumusan-

rumusan yang rumit. Membaca kuat-kuat hanya perlu untuk latihan sebutan,

dan bukan untuk tujuan lain, dan tidak juga untuk kefahaman. Terjemahan

selalunya tidak dijalankan. Pembelajaran melalui kaedah ini selalunyamenggunakan kosa kata yang dirancangkan dengan teratur menurut

frekuensi penggunaannya. Bahan bacaan dipertingkatkan dengan baik, dan

disusun semula di tempat-tempat yang perlu. Kaedah ini selalu dipergunakan

di dalam bilik darjah sebagai sebahagian daripada kaedah lain, dan mungkin

 juga ini berlaku dengan cara tidak disedari. 

Kaedah Dengar dan Ajuk 

Kaedah dengar dan ajuk  ini menggunakan dialog untuk dihafal dan diikuti

secara ajukan, iaitu dimulakan dengan sebutan lisan. Dialog yang digunakan

dianggap realistik dan latih tubi dijalankan secara berseorangan atau

berkumpulan. Latih tubi dialog tersebut dijalankan dengan memberi perhatian

terhadap sebutan dan intonasi yang betul. Yang menjadi matlamat kaedah ini

ialah pencapaian sebutan penutur kandung bahasa itu. Bahan pita rakaman

digunakan dengan sepenuhnya, lebih-lebih lagi kalau gurunya bukan penutur

kandung bahasa yang diajarkan. Alat pandang dengar juga digunakan

dengan luasnya. Ini adalah kaedah yang dipergunakan oleh Alliance

Francaise untuk mengajarkan bahasa Perancis. Latih tubi semuanya dibentuk

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 39/72

dalam keadaan yang sebenar, dan juga sentiasa disertai dengan bahan

pandang dengar yang lengkap. 

Hanya selepas pelajar menguasai sebutan, maka barulah mereka diberikan

latihan menulis. Mula-mulanya latihan menulis ini terkawal dan diberikan

hanya bahan yang telah dipelajari, dan hanya selepas itu baru latihan menulis

itu dijalankan secara bebas. 

Latihan menyebut dan membaca itu pula dijalankan dengan menggunakan

bahan yang dikawal, disusun, dan peringkatkan. Sistem tatabahasa

diperkenalkan secara induktif dan dengan pemeringkatan yang teratur. Kosa

kata misalnya, diberi sedikit demi pada awalnya dan selalunya dalam konteks

yang bermakna. Kata-kata yang diberikan itu adalah berdasarkan, bukan

sahaja menurut frekuensi tetapi juga menurut gunanya. Ada kata-kata yang

tidak selalu digunakan tetapi amat berguna bagi kanak-kanak. Misalnya,

perkataan gergasi  tidak selalu digunakan tetapi berguna kepada kanak-kanak,

dan perlu diajarkan awal-awal lagi, walaupun frekuensinya rendah. 

Kaedah Askar  

Kaedah askar   ini timbul dalam masa Perang Dunia Kedua, apabila anggota

tentera memerlukan kemahiran dalam beberapa bahasa bagi memudahkan

operasi tentera dalam peperangan tersebut. Oleh sebab keperluan itu, maka

hasil yang paling baik perlulah dicapai dalam sesingkat masa yang boleh.

Oleh sebab kemahiran bahasa itu diperlukan untuk operasi tentera, makakemahiran lisan menjadi matlamat utama. Pelajar hendaklah mencapai

peringkat kemahiran berbahasa yang sama dengan kemahiran penutur

kandung bahasa itu, baik dalam sebutan mahupun dalam bidang memahami

bahasa itu. Tulisan tidak menjadi matlamat penting. Oleh sebab matlamat dan

masa yang diberi itu dipengaruhi oleh keadaan peperangan yang sentiasa

mendesak, maka masa belajar diintensifkan sedemikian rupa sehingga

mencapai 6-9 jam sehari pada setiap hari. 

Pelajar-pelajar yang dipilih untuk belajar bahasa asing melalui kaedah itu

hendaklah mempunyai semua kualiti yang akan membolehkan pengajaran

dan pembelajaran bahasa dijalankan dengan tidak mengalami kesangsian

dari segi sikap, motif, umur, dan kemampuan. Pencapaian dalam

pembelajaran bahasa itu mestilah semuanya baik. Kemajuan yang dicapai

oleh setiap orang pelajar itu dicatat dan dikawal dengan kepersisan tentera. 

Selain itu kaedah yang dipakai adalah sama dengan kaedah terus, iaitu latih

tubi dipergunakan dengan seluas-luasnya, melalui guru yang terdiri daripada

penutur bahasa kandung. Kaedah ini menggunakan teori behaviorisme atau

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 40/72

tanggapan bagaimana kanak-kanak mempelajari bahasa mereka dengan

cara semula jadi. 

Kaedah Eklektik 

Kaedah eklektik   ini adalah suatu kaedah yang menggabungkan segala ciri

yang baik dalam pengajaran bahasa yang terdapat dalam kaedah-kaedah lain.

Jadi, kaedah ini dijalankan dengan mencampurkan unsur-unsur tertentu

daripada semua kaedah di atas. Ini dilakukan misalnya, dengan

menggunakan kaedah terus untuk mengajar makna kata, dan seterusnya

kaedah dengar dan ajuk digunakan pula untuk melatih tubi pola-pola ayat dan

seterusnya kaedah bacaan digunakan pula untuk melatih bacaan dan

sebutan pelajar. 

Proses Pembelajaran Bahasa Kedua 

Segala kaedah yang dibicarakan di atas telah dipergunakan untuk mengajar

dan belajar bahasa. Saya tidak menafikan tentang kejayaannya dalam

pengajaran bahasa kedua di tempat-tempat lain. Tetapi dalam hal ini

Malaysia mengalami satu keadaan sosiolinguistik yang agak berlainan.

Pengajaran bahasa di sekolah-sekolah atau di sebarang institusi lain,

selalunya didapati tidak mendatangkan hasil yang maksimum, walaupun

gurunya cukup terlatih, bahannya cukup terancang, motif pelajar cukup tinggi

untuk lulus ujian atau untuk kepentingan pekerjaan, dan dasar negara tidak

kurang memberi keutamaan terhadap bahasa Malaysia. Dalam hal inipengajaran bahasa Malaysia masih tidak berkesan, atau kesan yang

diperlukan itu lambat dapat dihasilkan. 

Tentu sekali kita bertanya mengapa, dan apakah yang kurang atau cacatnya

sehinggakan pengajaran bahasa Malaysia itu masih kurang berkesan? Bagi

saya, apa sahaja kaedah yang digunakan mungkin tidak menimbulkan

persoalan yang begitu rumit, asalkan kaedah itu sesuai dengan keadaan dan

keperluan. Tujuan haus diutamakan. Kalau masa panjang maka kaedah yang

perlahan seperti terjemahan, boleh digunakan. 

Kalau masa singkat harus kaedah terus lebih berkesan, dengan tidak mengira

sangat apakah lata belakang psikologi dalam membentuk kaedah tersebut. 

Walaupun demikian, ingin juga saya membuat kepastian, bahawa, memang

ada perbezaan yang besar antara mempelajari bahasa pertama dengan

mempelajari bahasa kedau. Dalam bab ini, tumpuan saya adalah berat

kepada pembelajaran bahasa Malaysia sebagai bahasa kedua, dan tidak

sebagai bahasa pertama kepada kanak-kanak Melayu. Ini mungkin tidak

menimbulkan masalah besar. 

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 41/72

Dengan kaedah, bahan, guru, dan masa yang diberikan maka adalah aneh

mengapa orang bukan Melayu tidak cepat, dan tidak fasih menguasai bahasa

Malaysia. Walau bagaimanapun, mungkin soal guru itu masih menjadi

masalah, kerana di mana-mana terdapat kekurangan guru bahasa Malaysia.

Juga ada guru bukan Melayu yang masih belum fasih atau baik penguasaan

bahasanya ditugaskan mengajarkan bahasa Malaysia. 

Mungkin masalah yang paling besar ialah, bahasa Malaysia yang diajarkan itu

adalah formal, dan tidak ada kegunaan atau persamaannya dengan bahasa

yang digunakan sehari-hari, sehingga para pelajar terpaksa mempelajari

suatu dialek yang berlainan yang tidak boleh mereka praktiskan di luar bilik

darjah. Masalah itu dihadapi baik oleh pelajar Melayu atau bukan Melayu.

Dengan kata lain, bahasa itu diajarkan dalam suatu ruang yang vakum, dan

tidak ada lingkungan budayanya. Saya perhatikan hal ini dan saya yakin

pengajaran dan pembelajaran mana-mana bahasa itu, hendaklah dilakukan

dalam konteks budaya dan sosial yang hidup. Dengan itu dapatlah saya

katakan yang pembelajaran bahasa Malaysia di Malaysia oleh kaum bukan

Melayu itu, hendaklah dengan menggunakan dialek yang hidup supaya

mereka dapat menggunakannya di luar bilik darjah dengan serta-merta. 

Dalam proses menjadi dwibahasa ini, yang lebih diutamakan ialah proses

pembelajaran bahasa kedau oleh mereka yang sudah dewasa, atau oleh

mereka yang melebihi umur lima tahun, apabila pembelajaran suatu bahasaasing itu tidak lagi berlaku secara semual jadi. Pembelajaran itu hendaklah

pula berlaku dalam satu lingkungan masyarakat bahasa yang dituturkan itu,

dan dalam kegiatan budaya yang tertentu. Proses menjadi dwibahasa ini

adalah proses menghilangkan keasingan dalam sesuatu budaya tempat

seseorang itu tinggal. Dalam hal ini, bukan hanya perkara tentang bahasa

yang terlibat tetapi juga masalah psikologi. Sebenarnya ini adalah suatu

masalah persepaduan yang amat kompleks, iaitu proses seseorang mencuba

menyerap tabiat budaya bahasa yang baharu itu, tetapi tabiat yang sedia ada

padanya sentiasa mempengaruhi yang lain, sebab kedua-duanya adalah

berlainan. Si pelajar bahasa itu perlu menguasai tabiat yang baharu itu dan

mempergunakan tabiat yang baharu dan yang lama itu mengikut masa dan

konteksnya yang sesuai. 

Pada pendapat Chomsky, bahasa itu adalah sesuatu yang mempunyai daya

kreatif seperti yang saya jelaskan di atas tadi. Ini adalah sesuatu yang amat

penting dalam bahasa. walau bagaimanapun, penafian Chomsky terhadap

tabiat tertentu dalam sesuatu bahasa itu mungkin tidak boleh diterima. Ini

dapat kita perhatikan daripada satu contoh dalam mempelajari bahasa

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 42/72

Inggeris. Seorang Melayu harus dipengaruhi oleh tabiat sebutannya dalam

bahasa Malaysia. Misalnya, dalam menyebut bunyi ―t‖ sudah tentu orang

Melayu itu tidak akan menyebutnya dengan letupan yang sempurna,

sebagaimana dalam bahasa Inggeris, dan ini menyebabkan sebutan orang itu

akan menjadi pelat kemelayuan. Umpamanya dia akan menyebut

perkataan hat  sebagai [hat ] sahaja dan tidak [hat” ] sebagaimana sebutan

orang Inggeris asli. Sebagai satu contoh lain, proses pembelajaran bahasa itu

adalah satu proses menguasai tabiat baharu, yang sentiasa dipengaruhi oleh

tabiat lama, dapat dilihat apabila seorang penutur bahasa Malaysia terus

mempergunakan partikel penegasan lah, walaupun dia bertutur dalam bahasa

Inggeris. Misalnya, dalam ungkapan I want to go home lah, jelas

menampakkan kepada kita bahawa unsur tabiat dalam struktur ayat bahasa

Malaysia, iaitu, lah telah dipindahkan ke dalam bahasa Inggeris. 

Chomsky membuat suatu ketentuan yang penting dalam membincangkan

perkembangan bahasa di kalangan kanak-kanak. Agaknya pendapat

Chomsky memang dapat diterima dalam hal ini, iaitu dia memberi tempat

kepada kebolehan terpendam yang ada pada kanak-kanak dalam

mempelajari bahasa. di menyatakan bahawa proses perkembangan bahasa

di kalangan kanak-kanak dalam lingkungan umur 1 hingga 5 tahun itu,

tidaklah akan dapat dijelaskan dengan sempurnanya dengan hanya mengkaji

syarat-syarat pembentukan dengan sempurna dengan hanya mengkajisyarat-syarat pembentukan tabiat. Orang dewasa semasa mempelajari

bahasa, adalah mempelajari sesuatu pola yang sudah baku. Oleh yang

demikian bagaimanakah agaknya orang dewasa itu mempelajari pola-pola

bahasa kedau yang dipelajarinya itu? 

Di sini tidak harus kita membincangkan bagaimana bahasa kandung dikuasai

dan bagaimana kanak-kanak mempelajari bahasa kandungnya. Kita tidaklah

pula bertujuan mengeluarkan teori pembelajaran bahasa. apa yang kita tahu

ialah, bahawa, sebagai seorang dewasa, semasa mempelajari bahasa kedua,

kita terpaksalah berlatih. Kita terpaksa berlatih dengan begitu teliti dan rapi,

lebih-lebih lagi apabila tabiat bahasa kandung kita berbeza dan

mempengaruhi tabiat bahasa yang sedang dipelajari. Oleh itu, mempelajari

bahasa ini mungkin dapat dikatakan sebagai suatu proses mempelajari tabiat

baharu samalah seperti seseorang itu mempelajari memandu kereta di

sebelah kanan jalan dan kemudian terpaksa memandu di sebelah kiri jalan.

Dalam hal ini terdapat kecenderungan untuk mempergunakan tabiat-tabiat

yang lama. Oleh itu, tabiat yang sama perlulah dipergunakan di tempat yang

sesuai dan pemandu itu harus berhati-hati juga supaya mempergunakan

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 43/72

tabiat yang baharu itu di tempat-tempat yang berkenaan sahaja. Dalam

mempelajari sesuatu bahasa yang baharu itu, kita tidak harus menimbulkan

masalah yang rumit, dan oleh itu dalam proses mempelajari bahasa itu, kita

patut menumpukan perhatian kepada proses bahasa itu, kita patut

menumpukan perhatian kepada proses pembelajaran perbezaan antara tabiat

kedua-dua bahasa itu. 

Oleh hal yang demikian dapatlah kita perhatikan bahawa perkara yang

penting sekali dalam hal pembelajaran bahasa itu ialah latihan. Walau

bagaimanapun, haruslah diketahui bahawa latihan hanyalah merupakan satu

bahagian sahaja daripada seluruh proses menjadi dwibahasa. Latihan yang

demikian mencakupi latihan mendengar, pendedahan kepada penggunaan

bahasa itu, berfikir, bertutur, sama ada dengan menggunakan bahan yang

dibentuk secara tersusun atau rambang. Tidaklah dapat dipercayai bahawa

sebarang bahasa dapat dipelajari tanpa latihan. Ini tidaklah pula bermakna

bahawa latihan itu sahaja yang penting, kerana sebenarnya ada unsur-unsur

lain yang terlibat. Latihan akan membentuk tabiat. Walau bagaimanapun,

tabiat juga dapat terbentuk tanpa latihan, lebih-lebih lagi dalam kes

pembelajaran bahasa kandung. Pelajar mungkin dapat dibimbing

menggunakan latihan dengan lebih berkesan. 

Kita cuba bincangkan mengapa agaknya orang menjadi dwibahasa? Mari kita

lihat beberapa profil penutur bahasa di Pulau Pinang. Seorang penjaja mibangsa India di Pulau Pinang fasih menggunakan bahasa kandungnya, Tamil,

bijak berbahasa Melayu dan Hokkien, dan juga boleh berbahasa Inggeris

sedikit-sedikit. Seorang penjaja ikan bangsa Cina di Pasar Chowrasta,

Georgetown, Pulau Pinang, boleh berbahasa Hokkien, Tamil, Melayu, dan

Inggeris. Ini sebenarnya adalah satu ciri umum bagi ramai penduduk

Georgetown, Pulau Pinang. Seorang pegawai tinggi bangsa Melayu yang

dipelajarinya sebagai bahasa kandung dan secara formal di sekolah. Kalau

kita ke tempat lain, di Balik Pulau misalnya, terdapat penduduk Melayu yang

hanya tahu menggunakan bahasanya sendiri sahaja. 

 Apakah sebenarnya setengah-setengah manusia perlu menjadi dwibahasa

dan setengah-setengahnya tidak. Keadaan begini timbul kerana mereka

berbilang bangsa dan tidak ada satu bahasa pun yang dominan, jadi, setiap

kaum mengekalkan bahasanya. Di samping itu, mereka juga perlu menguasai

semua bahasa untuk berhubung antara satu sama lain. Ternyata di sini

bahawa, di bandar Georgetown, Pulau Pinang, keadaan adalah kosmopolitan.

Sesiapa sahaja akan dapat mempelajari dua tinga bahasa dengan mudah,

dan di tempat lain mereka tidak diperlukan mengetahui bahasa lain

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 44/72

mengetahui bahasa lain daripada bahasa kandungnya untuk berhubungan.

Hal ini semuanya, walaupun betul, tidaklah menjelaskan kepada kita

mengapa manusia mesti mempelajari sebuah bahasa asing atau bahasa lain

kerana ingin berhubung dengan seorang lain. Seseorang yang tiba dalam

sesebuah masyarakat baharu itu adalah dianggap asing. Selalunya

keasingan ini akan beransur hilang apabila dia telah menjadi semakin fasih

dalam bahasa masyarakat yang didatanginya itu. 

Perhubungan dengan masyarakat itulah yang akan dapat menghilangkan

segala sikap keasingannya tersebut. Orang luar itu tadi sentiasa dikelilingi

oleh lingkungan yang asing. Oleh itu dia akan mencuba mengatasi masalah

ini dengan menghilangkan unsur keasingan ini, dan menjadi salah seorang

ahli masyarakat baharu itu pula. Dalam hal ini, memang boleh didapati orang

yang tidak pernah dan tidak perlu mencuba untuk menghilangkan unsur

keasingan ini. Ada kaum asing di Malaysia, yang boleh hidup terasing.

Mereka hidup dalam masyarakat kaum sendiri, bersekolah, bekerja, dan

bergaul dengan tidak sedikit pun memerlukan penggunaan bahasa Malaysia.

Pernah saya temui seorang tua India di Georgetown, Pulau Pinang, yang

bekerja sebagai nelayan, ke laut berseorangan pada tiap-tiap hari, dan

menjual hasil tangkapannya kepada seorang India lain. Walaupun umurnya

sudah 53 tahun, dia tidak tahu menggunakan bahasa Malaysia sepatah pun. 

Walau bagaimanapun, saya rasa, tentu diakui ramai, bahawa, keperluanmempelajari sesuatu bahasa itu dan juga peringkat kecapaiannya adalah

bergantung pada dorongannya sendiri. Jelas sekali dorongan ini ada di

kalangan masyarakat Malaysia. Kanak-kanak sekolah amat terdorong

mempelajari bahasa Malaysia sebagai keperluan kelulusan untuk melanjutkan

pelajaran dan menjalankan pekerjaan, ramai pula yang terdorong

mempelajari bahasa Inggeris untuk tujuan yang sama. Bagi ahli politik,

kefasihan dalam bahasa Inggeris memberi kemungkinan yang lebih luas

dalam tindak-tanduknya. Ada pula golongan yang mempelajari bahasa untuk

mengeksploit, misalnya, penjajah Inggeris yang datang ke Semenanjung

Tanah Melayu dahulu, telah mempelajari bahasa Melayu semata-mata untuk

tujuan mentadbir jajahan ini. Tetapi dalam mempelajari sesuatu bahasa, amat

mustahak dikekalkan dorongan pembelajaran itu, dan hanya mereka yang

betul-betul berminat dan berkesanggupan serta yakin bahawa bahasa itu

akan membantunya, akan berjaya dalam usahanya tersebut. Bahasa kedua

itu amat perlu untuk berhubungan, walaupun hubungan secara terhad boleh

berlaku tanpa bahasa. Tetapi, hubungan tanpa bahasa itu pun bergantung

pada budaya bahasa tertentu. Hanya mereka yang ingin terus tinggal sebagai

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 45/72

orang asing dalam sesebuah masyarakat itu, akan terus tidak mempedulikan

keperluan bahasa kedua tersebut. Walaupun kemahiran dalam bahasa kedua

itu berguna tetapi ternyata bahawa hubungan akan terhad, dan pendatang itu

tidak akan dapat menjadi sebahagian daripada masyarakat itu dengan

sepenuhnya. Suatu contoh lain ialah masyarakat Gurkha, yang dahulunya

bekerja sebagai askar upahan Inggeris, telah datang kembali ke Malaysia

berjaja bermacam-macam jenis manik dan batu perhiasan di kaki lima kedai

di bandar-bandar besar. Mereka tidak pernah cuba bercampur, dan tidak

pernah menggunakan bahasa tempatan untuk berhubungan dengan

masyarakat tempatan, selain hubungan berjual beli yang terhad itu. Akibatnya

mereka terus terasing. 

Jadi, saya pandang proses pembelajaran itu harus berlaku dalam konteks

masyarakat yang aktif dan memberangsangkan. 

Rancangan Pengajaran dan Pembelajaran yang Unggul dan yang Praktis 

Setelah meninjau dari segi sosiolinguistik tentang keadaan tertentu, lebih-

lebih lagi tentang pengajaran dan pembelajaran bahasa Malaysia, maka

ternyatalah bahawa apa yang berlaku sekarang adalah sesuatu yang masih

boleh dibaiki untuk mendapatkan hasil yang maksimum, memang seorang

guru bahasa Malaysia akan sentiasa tertanya-tanya, apakah agaknya suatu

kaedah yang unggul untuk digunakan bagi menjamin hasil yang 100% berjaya?

 Ada banyak faktor yang terlibat dalam pembelajaran bahasa, dan untukmencapai kepuasan bagi semua faktor itu adalah sesuatu yang mustahil.

Walau bagaimanapun, sekadar untuk berbincang, kita boleh cuba

menggambarkan suatu rancangan pengajaran dan pembelajaran bahasa

yang unggul. 

Dalam mempelajari bahasa sebagai bahasa kedua, sebuah rancangan

pengajaran dan pembelajaran yang unggul agaknya harus mengandungi

sifat-sifat dan faktor-faktor yang berikut: rancangan itu harus memberi

pertimbangan yang berat dan tepat sepenuhnya kepada segala implikasi dan

faktor tentang pembelajaran bahasa. Apa yang dimaksudkan di sini ialah

bahasa itu sendiri harus dipertimbangkan, proses pembelajaran dan segala

faktor lain yang terlibat juga mesti diambil kira: 

1. Pengetahuan yang terperinci dan menyeluruh tentang bahasa yang

diajarkan itu mestilah sudah wujud, iaitu tentang sifat-sifatnya,

tatabahasanya, dan segala macam ciri bahasa itu perlulah diberi

pertimbangan. Perbezaan sifat-sifat bahasa itu dengan bahasa

kandung si pelajar hendaklah dijelaskan selengkap-lengkapnya. 

2. Rancangan itu juga harus disampaikan melalui kaedah yang berkesan. 

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 46/72

3. Guru yang mengajarkannya mestilah berkebolehan dan terlatih. 

4. Pengajaran dan pembelajaran perlu berlaku dalam konteks budaya

bahasa yang diajarkan, dan bukan dalam keadaan budaya kosong. 

5. Rancangan itu juga hendaklah disesuaikan dengan segala macam

kemungkinan perkembangan, mengikut latar belakang pelajar, iaitu

rancangan tersebut hendaklah hidup dan anjal untuk diterima oleh

pelajar-pelajar yang mempunyai latar belakang dan perbezaan

perseorangan yang pelbagai itu. 

6. Pengajaran dan pembelajaran itu berlaku dalam masyarakat yang

penuh simpati dan menggalakkan, pendek kata tidak ada halangan

dari segi sosial untuk belajar, pendedahan kepada bahasa itu

mudah berlaku. 

7. Rancangan itu juga dapat mengatasi segala macam masalah psikologi,

dan sebarang tekanan serta kebosanan tidak harus timbul dalam

proses pengajaran dan pembelajaran itu. Kesukaran tidak timbul.

Malahan rancangan itu harus pula dapat memberi dorongan atau

rangsangan yang penuh untuk membolehkan pelajar menyerap

pengajaran itu mengikut kadar kemampuan sendiri. 

Kalau dilihat betul-betul ciri-ciri yang diperakukan ini untuk menerbitkan

sebuah rancangan yang unggul bagi pengajaran dan pembelajaran bahasa

kedua itu, maka sekali imbas kita sudah tahu rancangan sedemikian tidakpernah wujud, dan mungkin mustahil diwujudkan. Apa yang praktis ialah kita

perlulah mengetahui ciri-ciri rancangan yang unggul ini, dan kita bandingkan

pula dengan apa yang boleh ada bagi kepentingan guru dan pelajar, untuk

tujuan menilai dan menganalisis bahan tersebut dengan tujuan menghasilkan

bahan yang terbaik. 

Kadang-kadang dengan perancangan yang serba lengkap pelajar masih lagi

gagal mencapai kemahiran yang diharapkan itu. Selalunya pelajar akan

menyalahkan perancangan pelajaran sebagai perkara yang menghalang

mereka daripada mencapai objektif itu. Sebenarnya, perancangan untuk

pengajaran dan pembelajaran, walau bagaimana baik sekalipun, hanya

menjadi panduan untuk mempelajari bahasa itu sahaja dan bukannya sesuatu

yang menjamin akan tumbuhnya tabiat baharu dalam bahasa baharu itu.

Kebanyakan rancangan pengajaran dan pembelajaran bahasa itu berhasil

kerana pelajarnya lebih daripada apa yang diajarkan secara formal. Kalau

pelajar itu tidak berusaha lebih daripada apa yang diajarkan secara formal,

atau kembali ke rumah dan menyambung pembelajaran sebagaimana yang

dipraktiskan oleh kebanyakan ibu bapa, maka pembelajaran bahasa itu

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 47/72

mungkin tidak berhasil. Begitulah keadaannya dengan bahasa Malaysia.

Biasanya kegagalan mencapai objektif pembelajaran bahasa itu, disebabkan

ketiadaan aptitud atau usaha yang gigih. 

Kalaulah rancangan pengajaran dan pembelajaran bahasa itu tidak unggul,

maka apakah rancangan yang dipraktiskan itu cukup baik? Saya percaya

semua rancangan itu boleh dibaiki, dan kadang-kadang seseorang pelajar

dapat membaiki rancangan yang sedang dipelajarinya. Contohnya dapat

diambil daripada kasus yang berikut. Seorang pelajar mempelajari bahasa

Perancis di Paris. Kaedah yang digunakan adalah kaedah tradisi. Guru

sahaja yang bercakap sepanjang hari. Tetapi, pelajar itu dapat mencapai

kemahiran yang baik dengan menggunakan masa dia bertembung dengan

penutur-penutur lain di luar darjah untuk mempelajari, atau memperkukuh

pembelajarannya. Memanglah sukar kerana percakapan dan perbualan di

luar darjah itu tidak teratur atau tidak disusun untuk kepentingan pelajar.

Demikian juga halnya dengan mereka yang bukan penutur bahasa Malaysia

di Malaysia, mungkin tidak mendapat pengajaran yang maksimum di dalam

kelas. Tetapi di luar kelas, keadaan itu tidak pula mengizinkan dia

mempelajari bahasa Malaysia dengan teratur. Malah lebih buruk daripada itu,

kerana ada ketiak dia menganggap dapat mencontohi penggunaan bahasa

Malaysia yang baik, tetapi selalu pula dia menghadapi halangan. Tidak ramai

orang Melayu yang menuturkan bahasa Malaysia formal untuk dicontohi olehmereka. Kalau adapun orang yang menggunakan bahasa Malaysia, mungkin

pula mereka bahasa Malaysia pasar, atau dialek bahasa Malaysia tempatan.

Wayang gambar dapat memberi contoh yang agak baik, tetapi mungkin amat

terhad. Televisyen pula agak sama keadaannya. Bahasa bertulis pula

kadang-kadang mengandungi kesalahan yang mengelirukan. Ini merupakan

penghalang kepada penguasaan bahasa yang baik untuk pelajar. 

Perkara yang mustahil bagi kita ialah menggambarkan, bagaimana

pembelajaran dan pengajaran itu dapat didasarkan kepada ciri-ciri bahasa

Malaysia yang dideskripsi dengan selengkapnya untuk tujuan ini, apabila kita

sendiri mengetahui deskripsi tatabahasa bahasa Malaysia yang lengkap

masih belum ada. Kita tahu juga, bahawa, pengajaran bahasa patut

didasarkan pada persamaan dan perbezaan antara bahasa yang diajarkan

dengan bahasa kandung pelajar. Dalam hal ini bahasa Malaysia masih belum

diperbandingkan dengan lengkapnya dengan bahasa lain seprti Hokkien,

Kanton, Khek, Tamil, Bengali, Malayalam, Telugu, dan sebagainya. Usaha

membandingkan bahasa Malaysia dengan bahasa Inggeris, tidaklah begitu

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 48/72

berguna kerana bahasa Malaysia itu bukan untuk diajarkan kepada penutur

Inggeris. 

Hasrat untuk mempergunakan guru yang cukup mahir dalam bahasa

Malaysia dan terlatih untuk mengajar bahasa Malaysia juga mungkin

merupakan suatu masalah. Sekolah-sekolah kerap bersungut tidak

mempunyai guru bahasa Malaysia yang cukup. Ini bukan soal mereka terlatih

atau tidak, tetapi ialah soal guru tidak ada. Keadaan di sekolah rendah juga

demikian, tetapi ada satu masalah lain yang khusus saya perhatikan di

sekolah-sekolah rendah. Mungkin hal ini akan difikirkan dengan serius oleh

pegawai-pegawai utama bagi mata pelajaran bahasa Malaysia ini. Oleh

sebab usaha kerajaan yang berjalan dengan amat pesat untuk melaksanakan

bahasa Malaysia sebagai bahasa pengantar, maka guru-gurunya telah diberi

latihan singkat. Ada yang dapat mempelajarinya dengan pantas dan ada yang

tidak. Keadaan ini jelas menimbulkan masalah. 

Memang menjadi harapan agar bahasa Malaysia itu diajarkan dalam konteks

sosial yang tepat. Implikasinya ialah masalah memilih dialek yang harus

diajarkan. Kalau diajarkan dialek baku yang formal, dalam bentuk tulisan,

maka pelajar tidak dapat menggunakannya dalam konteks lain. Tetapi, kalau

kita semua mengerti apa yang dianggap sebagai baku, harus ini tidak menjadi

masalah besar. Dialek yang diajarkan itu biarlah dialek yang hidup supaya

dapat digunakan dengan serta-merta dalam masyarakat di luar sekolahnya,dan pembelajaran tidak akan menjadi latihan dalam bilik darjah sahaja. Isu ini

amatlah sukar, saya sendiri tidak yakin dapat membuat keputusan muktamad,

tetapi mungkin saya lebih cenderung kepada mengajarkan suatu dialek yang

hidup dan realistik. Konsep baku itu sebenarnya alah satu norma, dan norma

ini adalah satu konsep abstrak yang mungkin berbeza-beza daripada seorang

kepada seorang yang lain. 

Diharapkan juga, pembelajaran itu dapat berjalan dalam suasana yang

mementingkan individu, latar belakangnya, serta menurut kesanggupannya.

Tetapi dalam sesebuah darjah di sekolah-sekolah di Malaysia, yang terdiri

daripada 40 orang pelajar, maka tumpuan kepada individu itu amat sukar

dilakukan. Masalah ini bertambah berat lagi kalau difikirkan pula yang para

pelajar itu mungkin terdiri daripada tiga, empat, atau lima rupa kaum yang

berlainan di samping keperluan yang berbeza antara pelajar bahasa kandung

atau bahasa pertama dengan pelajar bahasa kedua, dalam mempelajari

bahasa Malaysia. Kalau pelajar bahasa Malaysia yang sepatutnya diajarkan

bahasa Malaysia sebagai bahasa pertama, diajarkan bahasa Malaysia

sebagai bahasa pertama, diajarkan bahasa Malaysia sebagai bahasa kedua,

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 49/72

harus dia akan bosan kerana dia tidak memerlukan rumusan asas tentang

bahasa itu, sebaliknya dia memerlukan latihan yang boleh memperkaya dan

melicinkan penggunaan bahasanya, dan tidak perlu mempelajari bahasa itu

dari mual. Yang lebih merumitkan lagi ialah cara menguji mereka. Ujian

bahasa pertama berbeza daripada ujian bahasa kedua. Kanak-kanak Melayu

harus gagal dalam ujian bahasa Malaysia kalau ujian itu dilakukan sebagi

bahasa kedua dan bukan bahasa pertama. 

Pengajaran bahasa juga harus berlaku dalam suasana yang memberi

dorongan kepada pelajar. Adakah ini berlaku? Mungkin kebanyakan pelajar

betul-betul berminat menguasai bahasa Malaysia, tetapi simpati ibu bapa

mungkin lebih berat kepada bahasa Inggeris. Mungkin juga ada bapa yang

mengetahui anaknya itu lemah dalam bahasa Malaysia, dan akan mencari

seorang munsyi untuk anaknya. Adakah ini jawapannya? Adakah anak itu

diberi dorongan yang betul-betul menggalakkan dalam mempelajari bahasa

Malaysia? Pelajaran di rumah mungkin membosankan dan menambahkan

kebuntuan kanak-kanak itu sahaja. Di sekolah pula mungkin dapat diberi

sokongan terhadap pembelajaran bahasa ini dengan mengadakan kelab

bahasa Malaysia, dan semua pelajar dimestikan bertutur dalam bahasa

Malaysia semasa di sekolah pula, samalah seperti di sekolah Inggeris dahulu

yang mendenda muridnya kalau tidak bertutur bahasa Inggeris. 

 Akhir sekali haruslah pengajaran itu dapat disampaikan dalam suasana yangtidak mengandungi tekanan dan sebarang masalah psikologi. Semua anggota

masyarakat yang ada dalam kelompok pelajar tersebut hendaklah mahir

dalam bahasa Malaysia dan sentiasa menuturkannya. Mereka hendaklah

sentiasa mendorong dan bertutur dalam bahasa Inggeris. Pelajar itu juga

tidak menanggung sebarang beban sosial atau persendirian yang boleh

mengganggu proses pembelajarannya. 

Dalam membincangkan suasana pembelajaran di atas, kita Cuma melihat

suasana yang terbaik, dan ini adalah sesuatu yang agak mustahil dapat

diwujudkan. 

Kebangkalian Kejayaan 

Selama ini saya telah berbincang tentang keadaan yang membentuk kaedah

pengajaran dan faktor-faktor penting yang mempengaruhi pembelajaran

bahasa Malaysia. Sekarang, saya cuba membutirkan kebangkalian kejayaan

dalam mempelajari bahasa itu. Memang kita tidak dapat membuat ramalan

yang tepat sama ada pembelajaran bahasa itu akan berjaya atau tidak, tetapi

ada beberapa perkara yang akan dapat kita senaraikan untuk mengukur atau

menentukan berjaya atau tidaknya pembelajaran sesuatu bahasa itu.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 50/72

Kebangkalian ini saya pungut dan sesuaikan daripada buku yang bertajuk

 Attitudes and Motivation in Second Language Learning, yang dikarang oleh

R.C. Gardner dan W.E. Lambert (1972): 

1.  Jika pelajar yang mempunyai aptitud yang tinggi, peluang yang baik,

motif yang kuat, serta belajar dalam lingkungan masyarakat yang

mendorong, maka usahanya dalam pembelajaran bahasa itu tentu

sekali akan berjaya. 

2.  Seorang yang bermotif tinggi dan berpeluang baik, tetapi tidak

mempunyai aptitud yang tinggi terhadap pembelajaran bahasa, akan

 juga mencapai kejayaan yang baik, lebih-lebih lagi kalau masyarakat

sekelilingnya itu mendorongnya. 

3.  Seorang yang bermotif tinggi serta mempunyai aptitud yang baik, tetapi

kurang berpeluang, maka mungkin juga dia akan mencapai kejayaan

yang agak baik, kalaulah ada individu di sekelilingnya yang memberi

sokongan dan dorongan kepada pembelajarannya itu. 

4.  Kalau seorang pelajar itu berpeluang baik untuk belajar bahasa dan

mempunyai aptitud yang tinggi, maka kejayaannya bergantung pada

motifnya. Motifnya itu pula bergantung pada lingkungan budaya di

sekelilingnya. Keadaan ini mungkin banyak berlaku kepada kanak-

kanak sekolah di Malaysia dalam mempelajari bahasa Malaysia.

Masyarakat dan budaya sekelilingnya selalu tidak memberi sokonganterhadap pembelajarannya, sehingga menyebabkan penguasaan

bahasa Malaysia mereka itu tidak baik. Hanya mereka yang dapat

mengatasi masalah ini dalam setengah-setengah suasana yang

berjaya. 

5.  Kalau seorang pelajar itu bermotif tetapi tidak mempunyai aptitud dan

peluang untuk belajar, maka kegagalan pasti berlaku. Kalaulah budaya

dan masyarakat sekelilingnya membantu, maka dia akan mempunyai

sedikit harapan untuk mendapat kejayaan. 

6.  Kalau seorang pelajar itu mendapat peluang yang baik untuk belajar

bahasa, tetapi tidak mempunyai aptitud dan motif, maka dia akan gagal.

Peluang yang diberi kepadanya itu akan menjadi sia-sia sahaja.

Kebudayaan yang menyokong pembelajaran itu juga akan

membosankannya. 

7.  Pelajar yang beraptitud tinggi, tetapi tidak bermotif dan tidak diberi

peluang dalam pembelajarannya juga akan menghadapi kegagalan.

Walau bagaimanapun, lingkungan yang menyokong mungkin

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 51/72

membantunya menentukan motifnya, kalau tidak hasilnya adalah

kegagalan. 

Kesimpulan 

Dalam perbincangan di atas jelas bahawa hubungan antara psikologi dan

pembelajaran serta pengajaran adalah amat rapat. Hasil penyelidikan

psikologi memberi beberapa keterangan tentang proses pembelajaran yang

kemudiannya menentukan kaedah pengajaran. Di samping itu pula terdapat

beberapa faktor penting dalam menentukan kejayaan pengajaran dan

pembelajaran tersebut iaitu aptitud, dorongan, dan sokongannya. 

Psikolinguistik

Pengertian Psikolinguistik 

Psikolinguistik yaitu suatu disiplin ilmu yang bertujuan mencari satu teori bahasa yang

secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan

pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat stuktur

bahasa, bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu

memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu.

Tujuan Mempelajari Psikolinguistik 

Yaitu untuk membantu menyelesaikan permasalahan kompleks manusia dalam

pembelajaran berbahasa, karena selain berkenaan dengan masalah berbahasa, juga

berkenaan dengan kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya

berlangsung secara mekanistik, tapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya, kegiatan

berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental (otak). Oleh karena itu,

dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi linguistik perlu dilengkapi dengan

studi antardisiplin antara psikologi dan linguistik, yang lazim disebut psikolinguistik.

Sejarah Kelahiran Psikolinguistik 

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 52/72

Istilah psikolinguistik muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.

Osgood yang berjudul Psycolinguistics : A Survey of Theory and Research Problems. Namun

sebenarnya sejak jaman Panini, ahli tata bahasa dari India, dan Sokrates, ahli filsafat dari

Yunani, pengkajian bahasa dan berbahasa telah dilakukan. Tentu saja kajian mereka tidakterlepas dari aliran filsafat yang mereka anut, karena memang filsafat merupakan induk

dari semua disiplin ilmu.

Pada awalnya, psikolinguistik bermula dari adanya pakar linguistik yang berminat pada

psikologi, dan adanya pakar psikologi yang berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan

dengan adanya kerja sama antara pakar linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian

muncullah pakar-pakar psikolinguistik sebagai disiplin ilmu.

Posisi Psikolinguistik dalam Kajian Linguistik 

Dalam kajian linguistik, Psikolinguistik berperan sebagai ilmu antardisiplin antara psikologi

dan linguistik yang mengkaji bahasa dan hakikat bahasa sebagai objek formalnya. Karena

berasal dari dua displin yang berbeda; yaitu psikologi dan linguistik, maka objek

materialnya pun berbeda. Linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi

mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa.

Pentingnya Psikolinguistik dalam Studi Linguistik 

Psikolinguistik berperan penting karena mencoba menerapkan pengetahuan psikologi dan

llinguistik pada masalah-masalah seperti pada pengajaran dan pembelajaran bahasa,

pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan,

penyakit bertutur kata seperti afasia, gagap, dan lainnya; serta masalah-masalah sosial lain

yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan pendidikan, bahasa dan pembangunan nusa

dan bangsa.

Tujuh Subdisiplin Psikolinguistik, yaitu: 

1.  Psikolinguistik Teoretis

2.  Psikolinguistik Perkembangan

3.  Psikolinguistik Sosial

4.  Psikolinguistik Pendidikan

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 53/72

5.  Psikolinguistik-Neurologi (Neuropsikolinguistik)

6.  Psikolinguistik Eksperimen

7.  Psikolinguistik Terapan

Fokus Kajian Psikolinguistik Pada Fakultas Pendidikan, yaitu: 

a.  Psikolinguistik Perkembangan

Subdisiplin ini berkaitan dengan proses pemerolehan berbahasa, baik pemerolehan bahasa

pertama maupun pemerolehan bahasa kedua. Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan

fonologi, proses pemerolehan semantik, dan proses pemerolehan sintaksis secara

berjenjang, bertahap, dan terpadu.Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak

ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Sedangkan pembelajaran

bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak mempelajari

bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.

Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak sedang memperoleh bahasa pertamanya,

yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kompetensi adalah proses penguasaan

tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses ini menjadi syarat terjadinya

proses performansi yang terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses

penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan

kemampuan memngamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar.

Sedangkan penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan kalimat sendiri. Proses

kompetensi ini apabila telah dikuasai anak-anak akan menjadi kemampuan linguistik anak-

anak. Jadi, kemampuan linguistik terdiri dari kemampuan memahami dan kemampuan

melahirkan kalimat baru yang dalam linguistik transformasi generatif disebut perlakuan,

atau pelaksanaan bahasa, atau performansi.

Teori yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa, diantaranya:

1.  Hipotesis Nurani

Terdapat dua macam hipotesis nurani, yaitu hipotesis nurani bahasa (merupakan satu

asumsi yang menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari

atau diperoleh tetapi ditentukan oleh fitur-fitur nurani yang khusus dari organisme manusia)

dan hipotesis nurani mekanisme (merupakan satu asumsi yang menyatakan bahwa proses

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 54/72

pemerolehan berbahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognitif umum dan

mekanisme nurani umum yang berinteraksi dengan pengalaman.

2.  Hipotesis Tabularasa

Tabularasa secara harfiah berarti ’kertas kosong’, dalam arti belum ditulisi apa-apa. Lalu,hipotesis tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti

kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman.

Menurut Skinner (1957) berbicara merupakan satu respon operan yang dilazimkan kepada

suatu stimulus dari dalam atau dari luar, yang sebenarnya tidak jelas diketahui. Untuk

menjelaskan hal ini Skinner memperkenalkan sekumpulan kategori respon bahasa yang

hampir serupa fungsinya dengan ucapan, yaitu:

a.  Mands

Kata Mands adalah akar dari kata command, demand, dan lain-lain. Satu Mand adalah satu

operan bahasa di bawah pengaruh stimulus yang bersifat menyingkirkan, merampas, atau

menghabiskan. Di dalam tata bahasa, Mand ini sama dengan kalimat imperatif.

b.  Tacts

Tacts adalah benda atau peristiwa kongkret yang muncul akibat adanya stimulus.

c.  Echoics

Yaitu auatu perilaku berbahasa yang dipengaruhi oleh respons orang lain sebagai stimulus

dan kita meniru ucapan itu.

d.  Textuals

Yaitu perilaku berbahasa yang diatur oleh stimulus tertulissedemikian rupa sehingga bentuk

perilaku itu mempunyai korelasi dengan bahasa yang tertulis itu.

e.  Intra verbal operant

Yaitu operan berbahasa yang diatur oleh perilaku berbahasa terdahulu yang dilakukan atau

dialami penutur.

3.  Hipotesis Kesemestaan Kognitif

Menurut teori ini, bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor.

Srtuktur ini diperoleh anak-anak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-orang di

sekitarnya.

Dewasa ini, seperti juga dalam linguistik, dalam kognitifisme perhatian juga lebih ditujukan

pada masalah makna (semantik) serta peranannya dalam pemerolehan bahasa.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 55/72

Hipotesis kesemestaan kognitif dalam psikologi ini sejalan dengan hipotesis nurani

mekanisme dalam linguistik. Perbedaannya terletak pada nama saja karena dikemukakan

oleh dua disiplin ilmu yang berbeda yang saling mempengaruhi: hipotesis kesemestaan

kognitif oleh psikologi sedangkan hipotesis nurani mekanisme oleh linguistik modern.

b.  Psikollinguistik Pendidikan

Subdisiplin ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di

sekolah. Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran kemahiran

berbahasa, dan pengetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses

memperbaiki kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.

Ada dua tipe pembelajaran bahasa, yaitu:

1.  Tipe Naturalistik

Bersifat alamiah, tanpa Guru, dan tanpa kesengajaan. Pembelajaran berlangsung di dalam

lingkungan kehidupan bermasyarakat.

2.  Tipe Formal

Berlangsung di dalam kelas dengan Guru, materi, dan alat-alat bantu belajar yang sudah

disiapkan.

Hipotesis-hipotesis pembelajaran bahasa diantaranya:

a.  Hipotesis Kesamaan antara B1 dan B2

b.  Hipotesis Kontrastif

c.  Hipotesis Krashen

Adapun faktor-faktor penentu dalam pembelajaran Bahasa kedua diantaranya:

a.  Faktor Motivasi

b.  Faktor Usia

c.  Faktor Penyajian Formal

d.  Faktor Bahasa Pertama

e.  Faktor Lingkungan

Pokok Bahasan Psikolinguistik, antara lain: 

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 56/72

a.  Apakah sebenarnya bahasa itu? Apakah yang ”dimiliki” oleh seseorang

sehingga dia mampu berbahasa? Bahasa itu terdiri dari komponen-komponen apa

saja?

b.  Bagaimana bahasa itu lahir dan mengapa dia harus lahir? Di manakah

bahasa itu berada atau disimpan?

c.  Bagaimanakah bahasa pertama (bahasa ibu) diperoleh seorang kanak-kanak?

Bagaimana perkembangan penguasaan bahasa itu? Bagaimana bahasa kedua itu

dipelajari? Bagaimana seseorang bisa menguasai dua, tiga, atau banyak bahasa?

d.  Bagaimana proses penyusunan kalimat atau kalimat-kalimat? Proses apakah

yang terjadi di dalam otak waktu berbahasa?

e.  Bagaimanakah bahasa itu tumbuh dan mati? Bagaimana proses terjadinyasebuah dialek? Bagaimana proses berubahnya suatu dialek menjadi sebuah bahasa

baru?

f.  Bagaimana hubungan bahasa dengan pemikiran? Bagaimana pengaruh

kedwibahasaan atau kemultibahasaan dengan pemikiran dan kecerdasan seseorang?

g.  Mengapa seseorang menderita penyakit atau mendapatkan gangguan

berbicara (seperti afasia), dan bagaimana cara menyembuhkannya?

h.  Bagaimana bahasa itu harus diajarkan supaya hasilnya baik? Dan sebagainya.

Manfaat Mempelajari Psikolinguistik Bagi Guru dan atau Calon Guru Bahasa Indonesia 

Manfaat yang bisa diambil diantaranya:

1.  Dapat mengetahui sejarah kelahiran dan perkembangan psikolinguistik

sebagai suatu disiplin mandiri.

2.  Dapat membantu Guru dalam memahami siswanya yang berbeda dalam hal

kecerdasan.

3.  Dapat mengetahui bagaimana bahasa pertama dan bahasa kedua itu

diperoleh.

4.  Dapat mengetahui mengapa seseorang bisa menderita penyakit bertutur

dan bagaimana cara menyembuhkannya.

5.  Dapat membantu Guru dalam mengajarkan bahasa kedua supaya hasilnya

baik.

6.  Dapat mengetahui bagaimana suatu dialek itu tercipta.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 57/72

7.  Dapat mengetahui bagaimana proses yang terjadi di dalam otak ketika

berbahasa.

PEMBERDAYAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA 

DENGAN PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN 

PENGETAHUAN LINGUISTIK  

A. Pendahuluan 

1. Latar Belakang

Posisi ilmu tentang bahasa (linguistik) sangat erat kaitannya dengan kegiatan

 pengajaran bahasa. Hal ini ditegaskan oleh Soenardji (1989: 95) yang menyatakan

“Kedudukan linguistik dalam lingkup kegiatan pendidikan (dan dengan sendirinya

tercakup pula kegiatan pengajaran) sudah bersifat aksiomatik”. Aksiomatik berarti pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian (Depdikbud,

1990: 16)

Corder (1974) dalam Pateda (1991: 24) menyatakan “Pengajaran linguistik adalah

 pemanfaatan pengetahuan tentang alamiah bahasa yang dihasilkan oleh peneliti

 bahasa yang digunakan untuk meningkatkan keberhasilgunaan tugas-tugas praktis

yang menggunakan bahasa sebagai komponen inti”. 

Dalam batasan tersebut terlihat adanya keterkaitan antara pengajaran linguistik

dengan pengetahuan linguistik. Pengetahuan linguistik digunakan untuk kepentingan praktis, tetapi bidang yang tetap berkaitan dengan bahasa.

Penerapan pengetahuan linguistik di dalam berbagai objek adalah suatu aktifitas.

Aktifitas dalam pengajaran bahasa bukanlah studi teoritis, melainkan penerapan

temuan dalam studi teoritis. Orang yang bergerak dalam pengajaran linguistik (guru

 bahasa) adalah pengguna teori dan bukanlah penghasil teori bahasa. Mereka hanya

 pengguna teori yang dihasilkan oleh pakar bahasa atau ahli bahasa.

Memang, ahli bahasa dengan guru bahasa berbeda dalam beberapa hal, misalnya hal

yang berhubungan dengan tujuan, metode, dan sikap. Tujuan ahli bahasa yakni

menghasilkan teori dan rincian bahasa, sedangkan guru bahasa bertujuan agar siswa

segera terampil berbahasa dalam bahasa yang sedang diajarkan. Dilihat dari segi

metode, metode ahli bahasa bersifat formal dan abstrak, sedangkan metode guru

 bahasa bersifat fungsional dan praktis. Dilihat dari segi sikap, seorang ahli bahasa

melihat bahasa sebagai seperangkat sistem, sedangkan guru bahasa melihat bahasa

sebagai seperangkat keterampilan.

Linguistik menghasilkan teori dan rincian bahasa tertentu. Teori dan rincian bahasa

tersebut diterapkan dalam proses belajar mengajar bahasa yang bersangkutan,

termasuk bahasa Indonesia. Untuk mengajarkan bahasa Indonesia dibutuhkan

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 58/72

 pengeta-huan linguistik yang cukup. Pengetahuan tentang linguistik tersebut yang

akan membantu pengajar bahasa sehingga teori dan rincian bahasa tadi dapat

diajarkan dengan baik melalui pengajaran bahasa.

Guru bahasa Indonesia yang tidak memiliki wawasan linguistik selalu ragu-ragu, baik

ketika menjelaskan materi yang diajarkan atau menjawab pertanyaan siswa. Guru

tersebut ragu-ragu apakah yang dijelaskan memang betul atau kurang tepat? Misalnya

seorang siswa bertanya “Manakah yang benar, menerjemahkan ataumenterjemahkan?”

Apabila guru tersebut menjawabmenerjemahkan yang benar tentu siswa bertanya lagi

mengapa bukan menterjemahkan karena bentuk itu yang selalu digunakan oleh

mayarakat untuk berkomunikasi? Guru bingung. Guru yang tidak bijaksana akan

marah atau akan menjawab “Ya, dua-duanya benar.” Siswa tidak memperoleh

 pegangan. Siswa menangkap kesan bahwa dalam bahasa Indonesia boleh begini,

 boleh begitu, tidak ada kaidah yang pasti.

Contoh lain, siswa bertanya, “Apakah kata meja, kata benda?” Guru menjawab “ya”.

Kalau bermeja-meja, misalnya dalam kalimat “Hidangan di pesta itu diatur  bermeja-

meja”. Guru bingung lagi. Tadi ia menjawab bahwa bentuk meja adalah kata benda,

tetapi kini ada bentuk bermeja-meja, yang jelas bermeja-meja dan meja masih ada

hubungan bentuk. Guru bingung. Guru yang tidak bijaksana akan marah atau akan

menakut-nakuti siswa yang bertanya tadi. Sikap yang demikian mengakibatkan

wibawanya turun di mata siswa. Guru dikatakan bodoh dan tidak heran kalau siswa

memperolok-olok guru atau tidak mempedulikan guru. Siswa akan ribut, kelas akansulit dikendalikan, tidak jarang ada guru yang lari menghadap kepala sekolah atau

tidak bersedia mengajar di kelas itu.

2. Batasan dan Ruang Lingkup Pokok Bahasan

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan yang

akan dikemukakan pada makalah ini perlu dibatasi pada pemberdayaan pengajaran

 bahasa Indonesia melalui peningakatan dan pengembangan pengetahuan linguistik.

Dengan demikian, rumusan masalah pada makalah ini dikemukakan dalam bentuk

 pertanyaan, yaitu “Bagaimanakah peningkatan dan pengembangan pengetahuan

linguistik dapat memberdayakan pengajaran bahasa Indonesia?” 

3. Tujuan Pembahasan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peningkatan dan pengem-

 bangan pengetahuan linguistik dapat memberdayakan pengajaran bahasa Indonesia.

4. Manfaat Pembahasan

Berdasarkan tujuan pembahasan di atas, maka makalah ini diharapkan dapat

 bermanfaat:

a) sebagai bahan masukan bagi pengajar bahasa Indonesia dalam pemberdayaan

 pengajaran bahasa Indonesia; dan

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 59/72

 b) untuk memperluas pengetahuan penulis sebagai mahasiswa dan guru mata pelajaran

 bahasa Indonesia.

B. Tinjauan Teori 

1. Linguistik  

a. Linguistik sebagai Suatu Ilmu 

Linguistik adalah ilmu tentang bahasa (Depdikbud, 1990: 527). Ilmu ini mengkaji

tentang bahasa secara ilmiah. Kata linguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang

 berarti bahasa. Objek utama dari linguistik adalah bahasa. Dari beberapa definisi

linguistik yang dikemukakan oleh para linguis, kelihatan bahwa tujuan dari ilmu ini

adalah untuk mengkaji bahasa sebagai bahasa dan untuk bahasa itu sendiri (Nikelas,

1988: 9).

Linguistik digolongkan ke dalam kelompok ilmu sosial. Ilmu sosial menyatu dengan

ilmu kemanusiaan karena fenomena sosial tergantung sepenuhnya dari ciri-ciri

manusia, sebaliknya, ilmu tentang manusia tidak dapat tidak bersifat sosial. Linguistik

menurut Jean Piage (1970) termasuk ke dalam ilmu nomotik, yaitu ilmu-ilmu yang

 berusaha mencari kaidah-kaidah mempergunakan metode aksperimental dan berusaha

untuk memusatkan penelitian pada bidang yang terbatas. Ilmu lain yang tergolong

sebagai ilmu nomotik adalah psikologi, sosiologi, etnologi, ekonomi, dan demografi.

Piage juga mengatakan bahwa beberapa aspek pendekatan bahasa bersifat historis,

dan ada pula beberapa aspek bahasa yang dapat didekati secara filosofis.

Kridalaksana dalam Kencono (1982) menjelaskan bahwa sekali pun linguistikmerupakan salah satu ilmu sosial atau kemanusiaan, namun kedudukannya sebagai

ilmu yang otonom tidak perlu diragukan lagi, karena linguistik menyelidiki bahasa

sebagai data utama. Selain itu, linguistik sudah mengembangkan seperangkat

 prosedur yang sudah dianggap standar.

Sebagai suatu ilmu yang otonom, linguistik harus mempunyai dsar disiplin ilmiah.

Dalam ilmu pengetahuan modern, disiplin ilmiah itu telah mengalmi perkembangan

sebagai berikut.

1) Pertama, tahap spekulasi. Pada tahap ini, data yang dibicarakan tidak dikemukakan

 berdasarkan suatu teori atau suatu patokan, melainkan haya berdasarkan anggapan

 belaka. Misalnya, dalam bidang kebahasaan, dulu orang mengira bahwa semua

 bahasa di dunia berasal dari bahasa Ibrani. Orang juga mengira bahwa Adam dan

Hawa juga berbicara dalam bahasa Ibrani. Benarkah semua bahasa bersumber atau

diturunkan dari bahasa Ibrani dan benarkah Adam dan Hawa bercakap-calap dalam

 bahasa tersebut? Sukar dibuktikan. Anggapan ini tentu cuma spekulasi belaka.

Dalam legenda suku Dayak Iban di Kalimantan dinyatakan bahwa pada zaman

dahulu manusia hanya mempunyai satu bahasa tetapi karena keracunan cendawan,

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 60/72

mereka jadi berbicara dalam berbagai bahasa. Ini pun hanya spekulasi yang sukar

diterima pada zaman sekarang.

2) Kedua, tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli mengumpulkan dan

menggolong fakta-fakta yang menjadi objek penelitian secara teliti tanpa

memberikan teori apapun. Dalam penyelidikan bahasa tahap ini belum dianggap

tahap yang ilmiah karena ilmu yang matang bukan merupakan kumpulan fakta

semata.

3) Ketiga, tahap perumusan teori. Dalam tahap ini suatu disiplin berusaha memahami

masalah-masalah dasar yang dihadapi lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan

mengenai masalah itu. Sesudah itu, dirumuskankanlah suatu hipotesis atau teori

yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan menyusun tes untuk

menguji hipotesis yang sudah diajukan tadi.

Linguistik dewasa ini telah mengalami tahap ketiga ini. Jadi, sebagai suatu

ilmu, linguistik sudah benar-benar melalui prosedur ilmiah. Namun, suatu usaha

 penyelidikan dan penelitioan baru dapat dikatakan ilmiah kalau sudah memenuhi tiga

syarat dalam pelaksanaan pekerjaannya. Syarat-syarat tersebut adalah eksplisit,

sistematis, dan objektif. Syarat keeksplisitan dapat dipenuhidengan menyatakan

secara jelas kriteria yang dipakai dalam melakukan penelitian termasuk menyususn

 peristilahan yang jelas dan konsisten. Kriteria yang eksplisit diperlukan untuk

menandai apa-apa yang diteliti. Peristilahan yang konsisten pun merupakan syarat

 bagi pendekatan ilmiah — harus jelas-- batasan istilah yang dipakai. Antara istilahyang satu dengan yang lain tidak boleh ada kontradiksi.

Syarat kesistematisan dapat dipenuhi dengan tiga hal, yaitu:

1) menyusun prosedur standar yang harus digunakan dalam penelitian. Di sini peneliti

memulai analisisnya dengan melihat berbagai aspek dari data serta hubungannya

dengan aspek-aspek lain. Umpamanya seorang peneliti bahasa akan menyelidiki

 bunyi bahasa. Pertama-tama dia harus menentukan dulu apa yang disebut vokal

dan apa yang disebut dengan konsonan; kemudian menyelidiki satuan-satuan yang

lebih besar seperti kata dan kalimat. Setelah itu baru menyelidiki makna dan

akhirnya barulah sampai pada penyelidikan bunyi tersebut. Dalam mmengikuti

 prosedur ini yang penting peneliti harus bertindak secara konsisten.

2) menentukan kerangka deskripsi yang dipakai untuk menyesuaikan pandangan

tentang data. Setiap penyelidik harus mengetahui apa yang harus dilihat dan dicari,

sebab dia tidak mungkin memulai penelitiannya dengan pikiran dan pandangan

yang kosong. Kerangka deskripsi ini merupakan suatu versi pendahuluan dari

 pemerian akhir yang diharapkan akan disusun setelah kegiatan penelitian itu

selesai. Kerangka deskripsi itu mungkin tidak begitu jelas atau lengkap pada

mulanya tetapi dalam pekerjaan selanjutnya dapat terus-menerus disempurnakan.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 61/72

3) Mengadakan pengujian akhir yang ketat terhadap hipotesis, perkiraan atau

 pandangan terhadap bahasa. Pengujian ini dilakukan dengan mengadakan kontrol

terhadap segala kemungkinan yang ada. Semua kemungkinan itu harus dijelaskan

dan adanya saling pengaruh dari setiap kemungkinan itu harus dilihat dan diketahui.

Syarat keobjektifan dapat dipenuhi dengan mengadakan penelitian terhadap

data eksperimen yang terkontrol. Hasilnya harus terbuka terhadap pengamatan dan

 penilaian langsung. Apabila eksperimen itu diulangi, hasil penilaiannya akan tetap

sama. Objektifitas menuntut kita tetap selu bersikap terbuka terhadap analisis, kritis

dengan setiap hipotesis sampai dapat dibuktikan secara memadai, hati-hati dengan

 prasangka atau dugaan-dugaan, dan berusaha selalu menggunakan prosedur standar

yang telah ditentukan. Dalam merumuskan teori tentang bahasa, linguistik juga

menggunakan metode induktif dan deduktif sekaligus.

Berdasarkan metode yang dipakai ahli bahasa dalam mengkaji dan menjelaskan

tentang bahasa, kita dapat menekankan bahwa linguistik merupakan ilmu sosial yang

kedudukanya sangat otonom dan berdiri sendiri dengan cara dan metoda yang baku

dan sistematika ilmiah. Linguistik adalah ilmu praktis yang objeknya bahasa. Selain

menggunakan pendekatan umum yang dibicarakan di atas, linguistik juga menggukan

 pendekatan-pendekatan tertentu dalam bahasa. Kridalaksana dalam Nikelas (1988: 13)

menjelaskan sebagai berikut.

1) Linguistik mendekati bahasa secara deskriptif dan tidak secara preskriptif, artinya

yang dipentingkan dalam linguistik adalah apa yang sebenarnya diungkapkanseseorang, bukan menurut si penyelidik seharusnya diungkapkan. Bukanlah tugas

linguistik menyusun kaidah-kaidah yang menjelaskan apa-apa yang betul atau yang

salah.

2) Linguistik berbeda daripada pendekatan-pendekatan lain. Dalam hal ini linguistik

tidak berusaha untuk memaksakan sesuatu dalam suatu bahasa ke dalam kerangka

 bahasa yang lain. Misalnya, beberapa puluh tahun yang lalu banyak ahli bahasa

yang meneliti bahasa-bahasa di Indonesia dengan menerapkan kategori-kategori

yang berasal dari bahasa Latin, Yunani, atau Arab sehingga kita sekarang mewarisi

konsep-konsep yang tidak cocok untuk bahasa-bahasa Indonesia seperti kata

majemuk, tekanan, pengacauan bunyi, fonem, huruf dan sebagainya. Pendekatan

terhadap bahasa yang sudah-sudah tidak melihat bahwa setiap bahasa itu

mempunyai sistem yang bersamaan. Ini dapat diakui bila telah dibuktikan adanya.

3) Linguistik juga memperlakukan bahasa sebagai suatu sistem dan bukan hanya

sebagai kumpulan dari unsur-unsur yang terlepas. Cara pendekatan semacam ini

disebut pendekatan struktural, sedangkan pendekatan bahasa yang menganggapnya

sebagai kumpulan unsur-unsur yang tidak berhubungan satu sama lain disebut

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 62/72

 pendekatan otomatis. Pendekatan terakhir ini menandai ilmu bahasa abad ke-19

dan sebelumnya.

4) Linguistik bersifat dinamis dan bukan bersifat statis. Linguistik selalu berkembang

sejalan dengan perkembangan sosial budaya pemakainya. Oleh sebab itu,

 pendekatan kepada bahasa dapat dilakukan secara deskriptif (sinkronis), yaitu

dengan mempelajari berbagai aspeknya pada suatu masa tertentu. Selain itu, dapat

 juga dilakukan pendekatan secara historis(diakronis) yaitu dengan mempelajari

 perkembangannya dari waktu ke waktu.

5) Linguistik mendekati dan mendekati bahasa sebagai yang diucapkan yang berupa

 bunyi; sedangkan bahasa tulisan hanya bersifat sekunder.

b. Bahasa sebagai Objek Linguistik  

Bertitik tolak dari definisi linguistik, dapat diambilkesimpulan bahwa objek linguistik

adalah bahasa. Bahasa sebagai objek linguistik yang menyebabkan linguistik

diputuskan menjadi satu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.

Berkaitan dengan kemajuan teknologi sekarang, kita dapat berbicara langsung dengan

orang lain meskipun orang itu tinggal beratus-ratus kilometer dari tempat tinggal kita.

Kiata dapat menghubunginya dengan jalan menelepon jarak jauh yang berarti kita

telah menggunakan bahasa. Semestinya kita harus berlayar menemuinya, tetapi

dengan menggunakan bahasa melalui jasa telepon, kita dapat meminta — misalnya — 

agar ia mengirim uang kepada kita.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering berkata, “Toni, ambilkan buku itu!” Tidak beberapa lama kemudian, buku yang kita maksud sudah berada di tangan kita. Ini

 berarti dengan menggunakan beberapa patah kata, ada kegiatan manusia yang diganti.

Ini berarti pula bahwa bahasa berfungsi mengganti diri kita dan kegiatan kita.

Menggunakan bahasa mengirimkan lambang-lambang dari pembicara menuju

 pendengan. Oleh karena bahasa yang berwujud kata-kata dan kalimat yang digunakan

 berasal dari pribadi seseorang, maka dapat dikatakan bahwa bahasa bersifat individual.

Bahasa berfungsi menghubungkan pribadi dengan pribadi. Bahasa bersifat personal

yang berarti berguna untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan kemauan individu.

Sesuatu yang dikatakan oleh pembicara akan ditafsirkan oleh pendengar. Dengan kata

lain, setelah kata atau kalimat yang berwujud bunyi-bunyi itu dihasilkan, orang yang

mendengarnya bisa saja menaatinya. Ini berarti terjadi kerja sama antara pembicara

dengan pendengar. Ini berarti pula bahwa hakikat bahasa yang bersifat individual itu

menjadi kooperatif. Maksudnya, antara pembicara dengan pendengar terjadi kerja

sama dengan jalan menggunakan bahasa.

Tanpa bahasa manusia tidak dapat melaksanakan amanah kehidupannya di dunia ini

secara sempurna. Bahasa menjadi alat yang sempurna untuk menghubungkan dunia

seseorang dengan dunia di luar dirinya. Bahasa sebagai alat mengacu juga sebagai alat

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 63/72

 perekam dan penyampai aktivitas kebudayaan dari satu generasi ke generasi

 berikutnya.

c. Bidang-bidang Kajian Linguistik  

Dewasa ini, perkembangan linguistik sangat pesat sekali. Aspek lain yang berkaitan

dengan bidang-bidang kajian linguistik juga berkembang. Kajian tentang bahasa tidak

hanya meliputi satu aspek saja tetapi telah meluas ke bidang atau aspek-aspek di luar

 bahasa yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dan kehidupan manusia. Berikut ini

kita lihat pembidangan linguistik.

Pada dasarnya linguistik mempunyai dua bidang besar, yaitu mikrolinguistik dan

makrolinguistik. Mikrolinguistik mempelajari bahasa dari struktur dalam bahasa

tersebut. Bidang-bidang pada ilmu ini secara umum terbagi atas (1) teori linguistik, (2)

linguistik deskriptif, dan (3) linguistik historis komparatif. Bidang-bidang ilmu ini

secara khusus terbagi atas (1) linguistik deskriptif, (2) linguistik historis komparatif,

dan (3) sejarah linguistik.

Makrolinguistik adalah bidang-bidang yang mengkaji bahasa yang

 berhubungan dengan faktor-faktor di luar bahasa; termasuk di dalamnya bidang

antardisiplin dan bidang terapan. Bidang-bidang antardisiplin antara lain (1)fonetik, (2)

stilistik, (3) filsafat bahasa, (4) psikolinguistik, (5) sosiolinguistik, (6) etnolinguistik,

(7) filologi, (8) semiotik, dan (9) epigrafi. Bidang terapan terbagi atas (1)

 pengajajaran bahasa, (2) penterjemahan, (3) leksikografi (4) fonetik terapan, (5)

sosiolinguistik terapan, (6) pembinaan bahasa internasional, (7) pembinaan bahasakhusus, (8) linguistik medis, (9) grafologi, dan (10) mekanolinguistik.

Teori linguistik adalah cabang linguistik yang memusatkan perhatian pada teori

umum dan metode-metode umum dalam penelitian bahasa. Linguistik deskriptif

adalah bidang linguistik yang menyelidiki sistem bahasa pada masa tertentu. Cabang

ini terbagi atas fonologi, deskriptif, morfologi deskriptif, sintaksis deskriptif dan

leksikologi deskriptif. Fonologi meneliti ciri-ciri dan fungsi bunyi, baik bahasa pada

umumnya maupun pada bahasa tertentu. Morfologi menyelidiki kata seta hubungan

antara satuan-satuan itu. Morfologi dan sintaksis lazim juga disebut tata bahasa atau

gramatika. Leksikologi berkenaan dengan perbendaharaan kata atau kosa kata.

Linguistik historis komparatif (diakronis) menyelidiki perkembangan bahasa dari

suatu masa ke masa yang lain, serta menyelidikiperbandingan bahasa yang satu

dengan bahasa yang lain.

Fonetik adalah ilmu yang mengkaji tentang bunyi. Stilistika adalah ilmu yang

menyelidiki bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk sastra. Stilistika merupakan

ilmu antardisiplin antara linguistik dan kesusastraan.

Filsafat bahasa adalah ilmu yang menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa

sebagai kegiatan manusia, serta menyelidiki dasar-dasar konseptual dan teoritis

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 64/72

linguistik. Jadi, filsafat bahasa merupakan ilmu antardisiplin antara linguistik dengan

filsafat.

Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dan

 perilaku dan akal budi manusia. Psikolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara

linguistik dan psikologi.

Sosiolinguistik merupakan ilmu yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan

masyarakat. Jadi, sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara linguistik

dengan sosiologi.

Filologi mempelajari naskah-naskah kuno yang yang menjadi bukti

 perkembangan budaya manusia. Filologi merupakan ilmu antardisiplin antara

linguistik, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bagsa yang terdapat dalam bahan-

 bahan tertulis.

Semiotika mempelajari lambang-lambang atau tanda-tanda lalu lintas, kode

morse, dan sebagainya. Epigrafi mempelajari tulisan kuno yang terdapat pada

 prasasti-prasasti.

Pengajaran bahasa merupakan ilmu terapan. Bidang ini mencakup bahan

 pengajaran, teknik mengajar, penyusunan bahan dan evaluasi pengajaran bahasa, dan

lain-lain.

Bidang terapan lainnya adalah masalah penterjemahan. Dalam penterjemahan

ini tercakup metode alih bahasa dari satu bahasa ke bahasa lainnya yang berkaitan

dengan linguistik, antara lain leksikografi, yaitu ilmu yang berkenaan dengan metodedan penyusunan kamus. Fonetik terapan merupakan ilmu yang berkenaan dengan

teknik pengucapan bunyi, seperti melatih orang gagap, dan lain-lain. Di samping itu

masalah pembinaan bahasa juga merupakan bidang terapan ilmu bahasa, terutama

dalam pem-binaan bahasa internasional atau bahasa-bahasa khusus yang perlu dibina

dan dikembangkan. Grafologi adalah ilmu yang berkenaan dengan seluk-beluk bahasa

tulis.

Semantik termasuk ke dalam ilmu linguistik umum yang menitikberatkan

kajian bahasa dari segi makna, baik yang bersifat teoritis maupun yang bersifat

deskriptif serta bersifat historiskomparatif. Bidang yang menkaji khusus dalam bidang

 penggunaan bahasa lainnya adalah Pragmatik. Pragmatik mengkaji bagaimana makna

dikomunikasikan dengan kata atau kalimat dalam aspek-aspek konteks bahasa.

Pengkomunikasian makna selalu dilihat dari penggunaannya berdasarkan waktu,

tempat, hubungan sosial antara pembicara dan pendengar. Selain itu, juga dikaji

asumsi si pembicara terhadap reaksi pendengar dan pengertiannya.

Bagan berikut menggambarkan bidang-bidang linguistik (Nikelas, 1988: 16)

MIKROLINGUISTIK MAKROLINGUISTIK

umum 1. teori linguistik

2. linguistik deskriptif

1. antardisiplin

a. fonetik

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 65/72

3. linguistik historis komparatif b. stilistika

c. filsafat bahasa

d.  psikolinguistik

e. sosiolinguistik

f. etnolinguistikg. filologi

h. semiotik

i. epigrafi

khusus 1. linguistik deskriptif

2. linguistik historis komparatif

2. terapan

a.  pengajaran bahasa

 b.  penterjemahan

c. leksikografi

d. fonetik terapan

e. sosiolinguistik terapan

f.  pembinaan bahasa internasinal

g.  pembinaan bahasa khusus

h. linguistik medis

i. grafologi

 j. mekanolinguistik

sejarah linguistik

3. Pengajaran Bahasa oleh Guru 

Tugas utama guru bahasa — kalau dikaitkan dengan tujuan instruksional yang ingin

dicapai — adalah berusaha keras agar siswa menjadi tuntas berbahasa dalam bahasa

yang diajarkan. Tugas guru mengajarkan bahasa dan bukan mengajarkan teori bahasa.

Dewasa ini terdapat kesan bahwa guru lebih banyak mengajarkan teori bahasa dan

tidak mengajarkan bagaimana siswa menggunakan bahasa yang diajarkan.

Tugas guru bahasa dengan tugas ahli bahasa memang berbeda. Perbedaan tersebut

dapat dilihat pada skema berikut (Pateda, 1991: 37).

Linguistik

Pada skema I terlihat pekerjaan guru bahasa, yakni mengajarkan bahasa tertentu.

Untuk mengajarkan bahasa tertentu itu, guru bahasa melaksanakannya melalui

 pengajaran materi tertentu setiap kali pertemuan terpogram. Untuk mengajarkan

 bahan itu, guru bahasa harus mempunyai wawasan linguistik. Berhubung banyak teori

kebahasaan yang terdapat dalam teori linguistik, guru bahasa harus pandai-pandai

memilih teori mana yang lebih bermakna untuk melandasi pengajaran bahan. Tujuan

 pengajaran itu adalah agar siswa menjadi tuntas dalam bahasa yang sedang diajarkan.

Pada skema II terlihat pekerjaan ahli bahasa, yaitu meneliti bahasa tertentu lalu

menganalisisnya, mengambil kesimpulan, dan melaporkannya hasil penelitian itu

dalam bentuk perian bahasa yang diteliti. Untuk mengadakan penelitian itu, ahli

 bahasa menggunakan teori tertentu, baik yang digunakan untuk mendukung

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 66/72

metodologi penelitian, latar belakang teori yang digunakan, maupun cara

 pelaporannya. Hasil akhir pekerjaan ahli bahasa adalah menyusun suatu perian bahasa

atau mengembangkan teori kebahasaan tertentu. Pekerjaan itu ditujukan untuk

 pengembangan teori linguistik, kepentingan bahasa tertentu dan hasilnya ditujukan

kepada sesama ilmuwan yang bergerak dalam bidang linguistik dan praktisi-praktisi

kebahasaan, misalnya guru bahasa. Hal itu berbeda dengan guru bahasa yang

 pekerjaannya ditujukan kepada siswa.

Menurut Stevick (1982) dalam Pateda (1991: 38), tugas guru bahasa meliputi tiga hal.

Ketiga tugas itu adalah (1) mengembangkan potensi komunikasi, (2) mengembangkan

 potensi linguistik, dan (3) mengembangkan potensi personal.

Tugas guru yang berhubungan dengan upaya mengembangkan kompentensi

komunikasi mengacu pada upaya agar siswa mampu berkomunikas, baik sesama

teman maupun dengan manusia lain. Tugas utama di sini adalah berusaha agar siswa

 berani dan tidak ragu-ragu untuk mengemukakan pikiran, perasaan dan kehendaknya.

Ketiga domain itu tentu harus menggunakan bahasa yang benar. Siswa harus

memahami kaidah-kaidah bahasa yang digunakan ketika ia berkomunikasi. Hal itu

 perlu agar tidak terjadi salah paham.

Kompentensi berkomunikasi dan kompentensi linguistik bersama-sama akan

memperkuat kemandirian siswa sebagai makluk yang berkembang dan didengar

 pendapatnya. Keberanian berkomunikasi menggunakan bahasa yang tepat

menimbulkan rasa kepercayaan pada diri sendiri bahwa ia merupakan pribadi yang berarti. Ia tidak akan ragu-ragu karena ia mengetahui kemampuan dirinya. Dalam

keadaan tertentu ia dapat menentukan sikap terhadap sejumlah alternatif yang

dihadapinya karena kompentensi personalnya telah berkembang sedemikian melalui

interaksi positif antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dan siswa dengan

lingkungan.

Kompentensi berkomunikasi dan kompentensi linguistik berkembang secara baik

apabila pada diri siswa sendiri terdapat motivasi. Motivasi yang dimaksud adalah

 berkomunikasi, mengembangkan komunikasi linguistik bahkan mengembangkan

komunikasi personal. Dikaitkan dengan motivasi, ada empat faktor utama yang turut

menentukan. Keempat faktor itu adalah (1) sosiolinguistik, (2) siswa, (3) metode,

dan (4) guru.

Faktor sosiolinguistik mengacu kepada hubungan siswa dengan lingkungan sosialnya.

Ini berarti pilihan bahasa siswa dikaitkan dengan fungsi dan situasi. Faktor siswa

mengacu pada upaya sadar yang muncul dari siswa sendiri untuk mengembangkan

 poteni yang dimiliki. Faktor metode mengacu pada cara yang dilaksanakan sehingga

siswa secara sadar berkeinginan berkomunikasi. Faktor guru mengacu pada upaya

guru yang mengakibatkan siswa mau berkomunikasi.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 67/72

Mengajarkan bahasa berarti “aktivitas terpogram menyediakan fasilitas yang

memungkinkan siswa mengembangkan potensi dan keterampilannya” (Pateda, 1991:

39). Sebagai guru bahasa Indonesia sebaiknya ia:

1) menguasai semua metode pegajaran bahasa dan dapat menerapkan metode itu

dalam proses belajar mengajar,

2) menguasai bahan yang akan dan sedang diajarkan,

3) melaksanakan semua kegiatan sekolah, misalnya melaksanakan ulangan,

4) menguasai semua jenis dan prosedur penilaian,

5) menguasai semua tipe latihan berbahasa,

6) menguasai pengelolaan kelas, misalnya dapat mengatasi keributan siswa karena

gangguan,

7) menguasai teknik pegajaran individual,

8) dapat menentukan dan menguasai silabi pelajaran,

9) dapat memanfaatkan media pengajaran yang tersedia,

10) menguasai tujuan pengajaran dan aktivitas untuk mencapai tujuan tersebut, dan

11) menguasai teknik-teknik pendidikan.

C. Pembahasan 

Tugas guru memang berat karena guru bukanlah manusia yang menghadapi benda

mati, bukan menghadapi tumpukan kertas, guru bukanlah guru tik yang kalau salah

mengetik tersedia tip ex untuk memperbaiki kesalahan itu. Guru adalah manusia biasa

yang penuh keterbatasan. Selain itu, ia menghadapi manusia yang sedang berkembangyang memiliki sejumlah potensi yang harus dilacak dan dikembangkan. Dalam

kegiatannya, guru harus dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan ilmu dasar, misalnya ilmu alamiah dasar, ilmu sosial dasar, dan ilmu budaya

dasar. Guru juga harus dibekali dengan ilmu pendidikan, misalnya dasar-dasar

 pendidikan, layanan bimbingan belajar, pengelolaan kelas, interaksi belajar mengajar,

 penilaian, dan perencanaan pengajaran bahasa. Tentu saja ilmu yang berhubungan

dengan bidang studi harus mempunyai porsi yang banyak dalam pengalokasian waktu.

Secara ideal, seorang guru bahasa Indonesia adalah seorang ahli bahasa Indonesia,

 peneliti, dan penulis bahan pelajaran kebahasaan. Ia juga harus selalu mendalami dan

mengikuti perkembangan ilmu yang diajarkannya. Seorang guru bahasa Indonesia

mau tidak mau harus menguasai linguistik. Sekali pun harapan ideal pertama, yaitu

menjadi ahli bahasa dapat diperlunak, tetapi dengan pengetahuan linguistik yang

dimiliki, guru bahasa Indonesia dapat mengajarkan aspek bahasa Indonesia sehingga

siswa dengan mudah menguasai bahan yang diajarkan. Bagaimanakah seorang guru

 bahasa Indonesia menerangkan kata menanamkan dan menanami kalau tidak

menguasai tata bahasa Indonesia. Bagaimana pula guru bahasa Indonesia

mengajarkan pengimbuhan ber  + ajar  menjadi belajar dan bukan berajar , kalau guru

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 68/72

tersebut tidak menguasai linguistik? Bagaimana guru bahasa Indonesia dapat

mengajarkan pragmatik kalau ia sendiri tidak pernah bergaul dengan sosiolinguistik?

Pendek kata, seorang guru bahasa Indonesia harus menguasai linguistik kalau ia ingin

menjadi guru yang baik. Guru bahasa Indonesia harus menguasai fonologi, morfologi,

sintaksis, semantik, dan ilmu-ilmu sekerabat dengan linguistik  — misalnya

sosiolinguistik dan psikolinguistik  — dalam bahasa Indonesia. Tentu saja pengetahuan

linguistik bagi seorang guru bahasa Indonesia lebih bersifat praktis dalam

arti membentengi diri agar dapat menjelaskan gejala bahasa Indonesia yang

diajarkannya. Jelas pula, seorang guru bahasa Indonesia tidak boleh hanya

mengajarkan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dapat

diajarkan untuk menuntun pola penggunaan bahasa Indonesia ketika siswa

 berkomunikasi. Guru sebaiknya memahami bagaimana agar kaidah bahasa yang

dianalisis berdasarkan konsep linguistik dapat menampakkan diri dalam pemakaian

 bahasa siswa. Hal itu perlu ditekankan karena guru bahasa Indonesia tidak mengajar

siswa menjadi ahli bahasa Indonesia, tetapi berusaha agar siswa mahir berbahasa.

Guru bahasa Indonesia selain memenuhi syarat teknis administratif sebagai guru, juga

harus dilandasi dengan pengetahuan linguistik. Hal itu penting agar wawasannya

tentang pengajaran bahasa Indonesia bertambah luas. Dengan demikian, linguistik

mempunyai kegunaan bagi guru bahasa Indonesia. Kegunaan itu sekurang-kurangnya

dalam tiga hal, yakni (1) kegunaan untuk peningkatan mutu profesi, (2) kegunaan

secara teoritis, dan (3) kegunaan secara praktis (Pateda, 1991: 41)1. Kegunaan untuk Peningkatan Mutu Profesi

Guru bahasa Indonesia merupakan profesi dan tidak semua orang bisa melak-

sanakannya. Memang, banyak guru bahasa Indonesia, tetapi tidak akan pantas disebut

guru bahasa Indonesia kalau profesinya hanya digunakan untuk sekedar memperoleh

nafkah. Kalau seorang guru ingin meningkatkan profesinya sebagai guru bahasa

Indonesia maka seharusnya ia ia membentengai pengetahuan dan keterampilannya

dengan teori linguistik. Mengapa? Secara mudah dijawab bahwa linguistik

 berobjekkan bahasa, sedangkan di dalam pengajaran bahasa, bahasalah yang diajarkan

kepada siswa.

Jika guru bahasa Indonesia memahami betul wujud, hakikat,karakteristik, tataran, dan

teori bahasa Indonesia, tentu guru tersebut akan melaksanakan tugasnya lebih baik

 jika dibandingkan dengan guru bahasa Indonesia yang tidak mengetahui teori

linguistik. Berdasarkan kenyataan, bahasa Indonesia berwujud berdasarkan apa yang

dilihat, yaitu bahasa tulis dan ada yang berwujud berdasarkan apa yang didengar atau

dituturkan, yaitu bahasa lisan. Guru bahasa Indonesia tentu harus pandai melihat

kenyataan ini. Kenyataan ini yang harus diusahakan agar dipahami dan dapat

dipraktikkan oleh siswa.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 69/72

Dalam kegiatan berbahasa, tugas guru bahasa Indonesia adalah mengelola kebahasaan

kelas sedemikian rupa sehingga siswa yang dihadapi mengalami perubahan dalam

keterampilan berbahasa dari suatu keadaan tertentu menuju keadaan yang lebih

meningkat dari keadaan sebelumnya. Keterampilan berbahasa tersebut adalah (1)

 berbicara, (2) mendengar, (3) membaca, dan (4) menulis.

Dalam keterampilan berkomunikasi, dijabarkan tujuan agar siswa dapat melafalkan

kata-kata secara tepat. Guru bahasa Indonesia tentu harus menguasai prinsip-prinsip

fonologi bahasa Indonesia. Demikian juga kalau dirumuskan tujuan belajarnya agar

siswa dapat menyusun kalimat yang benar, guru bahasa Indonesia harus menguasai

 prinsip-prinsip sintaksis. Kalau guru dapat menjelaskannya dengan baik dan siswa

dapat memahami dengan baik pola kebahasaan yang diajarkan, niscaya perubahan

tingkah laku berbahasa siswa terlihat setiap hari. Kalau guru bahasa Indonesia dapat

menjawab pertanyaan siswa secara meyakinkan — karena dilandasi teori linguistik  — 

niscaya keper-cayaan siswa kepada gurunya bertambah kuat. Dengan demikian, hal

tersebut akan meningkatkan wibawa guru di hadapan anak didiknya.

2. Kegunaan secara Teoritis

Setiap ilmu pengetahuan diusahakan berkembang terus oleh ahlinya, termasuk di sini

linguistik. Dewasa ini, linguistik berkembang pesat berkat kegigihan para ahli di

 bidang ini. Disiplin ilmu ini makin meluas dan melahirkan subdisiplin baru, misalnya

telah muncul neurolinguistik, biolinguistik, dan linguistik statistik. Guru bahasa

Indonesia seharusnya mengikuti terus perkembangan ilmu ini karena profesinya berkaitan erat dengan linguistik. Guru bahasa Indonesia yang profesional mendalami,

memburu, dan meningkatjan terus mutu pengajaran bahasa Indonesia yang

diajarkannya. Sebagai guru yang bersifat pemburu ilmu, harus membaca, mengikuti

siaran radio, televisi, ceramah, pertemuan ilmiah kebahasaan. Guru sebagai orang

yang bersifat suka mening-katkan mutu pengajarannya, sering mengadakan

 pembaharuan, baik yang berhubungan dengan materi yang diajarkannya maupun yang

 berhubungan dengan metode mengajar.

Guru bahasa Indonesia yang mendalami bidang studinya selalu bertanya apakah teori

kebahasaan yang diketahuinya masih cocok dengan perkembangan ilmu itu? Seba-gai

seorang pemburu ilmu, guru harus bertanya apakah sudah ada pendapat baru yang

 berkaitan dengan bahan yang diajarkan? Apakah ada buku baru? Apakah ada

 penemuan baru di negara lain yang berkaitan dengan bahan yang diajarkan? Hal ini

memaksa guru untuk berlangganan majalah kebahasaan, setia mengikuti siaran,

menyisihkan waktu membaca surat kabar, dan selalu berusaha mengikuti pertemuan

ilmiah atau ceramah kebahasaan.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 70/72

Seorang guru bahasa Indonesia bukan menjelaskan teori linguistik tetapi teori

linguistik dimanfaatkannya secara maksimal untuk meningkatkan mutu pengajaran

 bahasa Indonesia yang dilaksanakannya.

Pengetahuan tentang teori linguistik belum cukup bagi guru bahasa. Kalau hanya

 pengetahuan teori linguistik saja yang diketahui, guru bahasa akan sama dengan

seorang ahli bahasa. Guru bahasa Indonesia, selain harus memahami teori linguistik,

ia harus meningkatkan profesinya dengan jalan mendalami ilmu pendidikan dan

keguruan. Betapa pun ahlinya guru bahasa dalam bidang linguistik, kalau ia sendiri

tidak mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang berdayaguna dan

 berhasilguna maka usahanya akan gagal. Guru itu akan lebih banyak berceramah,

 berteori, dan akan kurang berhasil mengubah tingkah laku berbahasa siswa. Pendek

kata, seorang guru bahasa Indonesia harus berwawasan luas, baik dalam bidang studi

yang diajarkan, ilmu kependidikan, maupun ilmu bantu lainnya yang akan turut

menunjang proses belajar mengajar.

3. Kegunaan secara Praktis

Kalau berbicara tentang guru bahasa Indonesia, banyak tuntutan aktivitas yang harus

dilaksanakannya. Guru tersebut adalah seorang yang menghadapi sejumlah siswa di

dalam kelas, penulis buku teks, atau seorang yang membuat perencanaan bahan

 pengajaran yang siap disajikan.

Selain itu, guru bahasa Indonesia adalah pelayan masyarakat dalam bidang bahasa

Indonesia. Konsekwensinya, guru bahasa Indonesia harus siap menghadapi pertanyaan anggota masyarakat tentang bahasa Indonesia. Untuk itu tidak ada pilihan

lain selain meningkatkan profesi kependidikan dan sekaligus pengetahuannya di

 bidang kebahasaan.

Guru bahasa Indonesia harus banyak melaksanakan kegiatan penunjang agar dapat

meningkatkan mutu profesi dan pengetahuan di bidang kebahasaan. Kegiatan

 penunjang itu dapat dilaksanakan dengan dua jalur, yakni jalus formal dan jalur

informal. Kalau melalui jalur formal, guru tersebut dapat berusaha menambah

 pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan formal. Pendidikan formal ini,

misalnya dapat diikuti melalui Universitas Terbuka. Kegiatan penunjang yang dapat

dilaksanakan melalui jalur informal antara lain:

a) menambah pengetahuan melalui buku baru yang diperoleh dengan membeli atau

meminjam di perpustakaan,

 b) membaca surat kabar atau majalah yang ada hubungannya dengan persoalan

 pendidikan atau kebahasaan,

c) mengikuti siaran radio dan televisi,

d) mengikuti kegiatan ilmiah berupa seminar, lokakarya, konfrensi, simposium, dan

sebagainya yang berkaitan dengan bahasa,

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 71/72

e) mengadakan penelitian mandiri, baik biaya sendiri maupun biaya sponsor,

f)  bertanya atau berdialog dengan pakar pendidikan dan ilmu bahasa,

g) melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat, misalnya penyuluhan bahasa,

h) mengikuti perlombaan, dan menyiarkan atau menulis hasil penelitian atau

 pengalaman melalui media massa.

D. Simpulan dan Saran 

1. Simpulan

Guru bahasa Indonesia di kelas tidak menghadapi benda mati tetapi menghadapi

manusia yang kreatif, berpotensi, dan dinamis. Dalam kegiatannya, guru harus

dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan, baik ilmu tentang pendidikan maupun

yang bersangkutan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Dalam hal ilmu pendidikan,

guru harus dibekali dengan ilmu pendidikan, misalnya dasar-dasar pendidikan,

layanan bimbingan belajar, pengelolaan kelas, interaksi belajar mengajar, dan

 penilaian. Dalam hal peningkatan profesi sebagai guru bahasa Indonesia, guru

tersebut mau tidak mau ha-rus menguasai linguistik. Pengetahuan linguistik sekurang-

kurangnya berguna dalam tiga hal, yakni (1) kegunaan untuk peningkatan mutu

 profesi, (2) kegunaan secara teoritis, dan (3) kegunaan secara praktis.

2. Saran-saran

Mengacu pada pembahasan yang dikemukakan, ada beberapa saran yang dapat

dikemukakan sehubungan dengan pemberdayaan guru bahasa Indonesia melalui

 peningkatan dan pengembangan pengetahuan linguistik, yaitu:a. guru bahasa Indonesia sebaiknya membekali diri dengan ilmu pendidikan dan

 pengetahuan linguistik,

 b. guru bahasa Indonesia harus mengikuti terus perkembangan ilmu yang diajarkannya,

dan

c. guru bahasa Indonesia harus berusaha menambah pengetahuan dan keterapilannya,

 baik melalui pendidikan formal maupun informal.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Mulyono, Anton M. dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

 _______ . 1981. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di

dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.

 Nikelas, Syhwin. 1988. Pengantar Linguistik untuk Guru Bahasa. Jakarta: Depdikbud.

Pateda, Mansoer. 1991. Linguistik Terapan. Flores: Nusa Indah.

Soenardji. 1988. Sendi-sendi Linguistika bagi Kepentingan Pengajaran Bahasa.

Jakarta: Debdikbud.

Subyakto-N, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Depdikbud.

7/22/2019 Psikolinguistik Dan Pembelajaran Bahasa

http://slidepdf.com/reader/full/psikolinguistik-dan-pembelajaran-bahasa 72/72

BIBLIOGRAFI 

 Abdullah Hassan, Hasnah Ibrahim dan Mashudi Kader,1989. Kesalahan Bahasa 

Dalam Bahasa Malaysia.Kuala umpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

 Abdullah Yusuf,2010. HBML3403 Linguistik dan Sosiolinguistik . Selangor: Meteor

Doc. Sdn. Bhd.

 Arbak Othman,1983. Permulaan ilmu linguistik . Selangor: Sarjana (M) Sdn. Bhd.

 Awang Sariyan,1984. Isu-isu Bahasa Malaysia. Petaling Jaya: Fajar Bakti Sdn. Bhd.

Jhn Lyons,1994. Bahasa dan Linguistik . Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Langacker,R.W.(1972). Fundamentals of linguistics .New York: Harcourt, Brace

Jovanich.

Nik Safiah Karim,1980. Bahasa Melayu Teori dan aplikasinya.Kuala Lumpur: Sarjana

Enterprise.

Nor Hisham Osman ,2001. Perancangan Bahasa. Shah Alam : Al-Hikmah

Jurnal 

Markus Lim.(2008). Bersangka baik Terhadap Bahasa Kebangsaan.Jurnal Dewan

Bahasa,8,8:56-7