Upload
clara-verlina
View
245
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pseudofakia + glaukoma OS, Pterigium + katarak +glaukom OD
Citation preview
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. SS
Umur : 56 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kudus
Pekerjaan : Tidak Bekerja
No. RM : 675.437
Tanggal Pemeriksaan : 16 Juni 2015
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 16 Juni 2015 jam 11.30 di Poli Mata.
A. Keluhan Utama :
Pandangan kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RSUD Kudus dengan keluhan pandangan kabur pada
kedua mata. Pandangan kabur dirasa sejak beberapa buan lalu. Sebelumnya pasien
pernah operasi katarak pada mata kirinya. Pandangan mata kiri dirasa membaik.
Namun tetap kabur. Mata kanan serasa kabur seperti berkabut. Keluhan ini
disertai rasa cekot-cekot pada kedua mata beberapa bukan sejak mata kabur.
Cekot-cekot dirasa makin hebat ketika malam hari. Pada mata kanan juga
dikeluhkan rasa gatal mengganjal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat operasi katarak pada mata kiri
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu pasien berusisa 80 tahun mengalami hal serupa tetapi menolak untuk diobati
E. Riwayat Sosial Ekonomi :
- Pasien tidak bekerja
- Pasien tinggal bersama keluarganya dengan kondisi ekonomi menengah
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS PRESENT
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 85 kali/ menit
Suhu : 36,5 0C
Respiration Rate (RR) : 20 x / menit
Status Gizi : Cukup
B. STATUS OFTALMOLOGI
Gambar :
OD OS
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)
6/21 Visus 6/18
- Koreksi -
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Bulbus okuli
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-), Palpebra
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), lagoftalmus (-)
ektropion (-), entropion (-)
blefarospasme (-), lagoftalmus (-)
ektropion (-), entropion (-)
Edema (-),
injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (+),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Konjungtiva
Edema (-),
injeksi cilier (-),
injeksi konjungtiva (+),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, jernih, tedapat
fibrovaskuler berbentuk segitiga
pada bagian nasal, edema (-),
arkus senilis (-)
keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-)
Kornea
Bulat, jernih
edema (-),
arkus senilis (-)
keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-)
Jernih, dangkal, arkus senilis
(+), hipopion (-), hifema (-)
Camera Oculi
Anterior
(COA)
Jernih, dangkal, arkus senilis
(+),
hipopion (-), hifema (-),
Kripta(+), atrofi (-) coklat,
edema(-), synekia (-) Iris
Kripta(+), atrofi (-) coklat,
edema(-), synekia (-)
Bulat, Diameter ± 3mm
refleks pupil L/TL: +/+ Pupil
Bulat, Diameter ± 3mm
refleks pupil L/TL: +/+
Kekeruhan pada arah jam 12 Lensa Pseudofaki jernih
Tidak dapat dinilai Vitreus Jernih
Tidak dapat dinilai Retina Dalam batas normal
Tidak dapat dinilai Fundus Refleks cemerlang
Normal Sistem Lakrimasi Normal
21 TIO 26
IV. RESUME
A. Subjektif :
Pandangan kabur dan cekot-cekot semakin sakit saat malam hari ODS
Saat melihat lampu seperti pelangi (halo) ODS
Pandangan kabur berkabut dan rasa mengganjal seperti kelilipan OD
Riwayat operasi katarak OS
B. Objektif :
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)
6/21 Visus 6/18
- Koreksi -
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Bulbus okuli
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-),
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), lagoftalmus (-)
ektropion (-), entropion (-)
Palpebra
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-),
lagoftalmus (-)
ektropion (-), entropion (-)
Edema (-),
injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (+),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Konjungtiva
Edema (-),
injeksi cilier (-),
injeksi konjungtiva (+),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, jernih, tedapat
fibrovaskuler berbentuk segitiga
pada bagian nasal, edema (-),
arkus senilis (-)
keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-)
Kornea
Bulat, jernih
edema (-),
arkus senilis (-)
keratik presipitat (-),
infiltrat (-), sikatriks (-)
Jernih, dangkal, arkus senilis Camera Oculi Jernih, dangkal, arkus
(+), hipopion (-), hifema (-) Anterior
(COA)
senilis (+),
hipopion (-), hifema (-),
Kripta(+), atrofi (-) coklat,
edema(-), synekia (-) Iris
Kripta(+), atrofi (-) coklat,
edema(-), synekia (-)
Bulat, Diameter ± 3mm
refleks pupil L/TL: +/+ Pupil
Bulat, Diameter ± 3mm
refleks pupil L/TL: +/+
Kekeruhan pada arah jam 12 Lensa Pseudofaki jernih
Tidak dapat dinilai Vitreus Jernih
Tidak dapat dinilai Retina Dalam batas normal
Tidak dapat dinilai Fundus Refleks cemerlang
Normal Sistem Lakrimasi Normal
21 TIO 26
V. DIAGNOSA DIFFERENSIAL
OD OS
Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut tertutup
Glaukoma sekunder
Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut tertutup
Glaukoma sekunder
Pterygium
Pseudopterygium
Pinguekula
Katarak Senilis imatur
Katarak Senilis matur
Pseudofakia
PCO
VI. DIAGNOSA KERJA
1. Glaukoma Sekunder ODS
2. Pterygium OD
3. Katarak Senilis imatur OD
VII. DASAR DIAGNOSIS
1. Glakukoma sekunder sudut terbuka ODS
Subjektif :
o Kedua mata cekot-cekot beberapa bulan sejak mata berkabut
o Cekot-cekot lebih dirasakan malam hari.
o Seperti melihat pelangi
Objektif :
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
6/21 Visus 6/18
Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoreksi
Jernih, dangkal, arkus
senilis (+), hipopion (-),
hifema (-)
Camera Oculi Anterior
(COA)
Jernih, dangkal, arkus senilis
(+),
hipopion (-), hifema (-),
21 TIO 26
2. Pterygium OD
Subjektif
o Mata gatal seperti kelilipan dan mengganjal
Objektif :
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI
SINISTRA(OS)
Bulat, jernih, tedapat fibrovaskuler
berbentuk segitiga pada bagian nasal,
edema (-),
arkus senilis (-)
keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-)
Kornea
Bulat, jernih
edema (-),
arkus senilis (-)
keratik presipitat (-),
infiltrat (-), sikatriks (-)
3. Katarak OD
Subjektif
o Pandangan kabur dan berkabut
Objektif :
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
6/21 Visus 6/18
- Koreksi -
Kekeruhan pada arah jam 12 Lensa Pseudofaki jernih
Tidak dapat dinilai Vitreus Jernih
Tidak dapat dinilai Retina Dalam batas normal
Tidak dapat dinilai Fundus Refleks cemerlang
VIII. TERAPI
1. Glaukoma sekunder ODS
Timolol 0,5 % 2 gtt 1 ODS
Acetazolamide 250 mg 3 gtt 1 ODS
2. Katarak Senilis Imatur OD
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari
bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang
kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi.Hampir bersamaan dengan evolusi
IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra
capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE).
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.
3. Pterygium OD
Natrium diclofenac 0,1gr OD
Lubricant eye drops OD
IX. PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA (OD) OKULI SINISTRA (OS)
Quo Ad Visam ad bonam ad bonam
Quo Ad Vitam ad bonam ad bonam
Quo Ad Kosmetikam Dubia ad malam ad bonam
Quo Ad Sanam ad bonam ad bonam
X. USUL DAN SARAN
Usul :
- Operasi katarak untuk mendapatkan visus OD lebih baik
- Jika Pterygium menutup sebagian besar kornea pertimbangkan operasi
Saran :
- Bila gatal jangan dikucek
- Obat glaukoma terus di gunakan agar tekanan intra okuler dalam batas normal.
KATARAK
DEFINISI
Katarak berasal dari Yunani katarrhakies, Inggris cataract, dan Latin cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup
air terjun.katarak adalah kekeruhan lensa yang mengarah kepada penurunan ketajaman visual
dan/atau cacat fungsional yang dirasakan oleh pasien.
GEJALA
Keluhan atau gejala katarak disebabkan oleh proses kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata. Proses ini tidak terjadi dalam waktu singkat, sehingga gejalanya tidak muncul secara
mendadak. Katarak terdiri dari 4 stadium, yaitu : stadium awal (insipien), stadium imatur,
stadium matur, dan stadium hipermatur . Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan
lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada
saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya,
sehingga cenderung diabaikan. Pada stadium selanjutnya proses kekeruhan lensa terus
berlangsung dan bertambah, sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita
katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur, dan
kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari. Selain keluhan tesebut ada beberapa gejala yang
dialami oleh penderita katarak, seperti :
- Penglihatan berkabut atau justru terlalu silau saat melihat cahaya.
- Warna terlihat pudar.
- Sulit melihat saat malam hari.
- Penglihatan ganda saat melihat satu benda dengan satu mata. Gejala ini terjadi saat katarak
bertambah luas.
STADIUM
Katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu:
1. Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks
anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai
terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan korteks berisi
jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipient.
Katarak intumesen.Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan
mencembung dan daya biasnya bertambah, yang akan memberikan miopisasi.
2. Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa.Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak matur, pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini
bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan,
maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi
kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak
matur. Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak terdapat
bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif.
4. Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut,
dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul
lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering.Pada pemeriksaan terlihat
bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa.Kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlajut disertai
dengan penebalan kapsul, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka
korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan katarak
morgagni.
DIAGNOSIS
Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata.Sebagian besar katarak
tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur)
dan menimbulkan kebutaan.Namun, katarak, pada stadium perkembangannya yang paling
dini, dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi maksimum dengan ophtalmoskop, kaca
pembesar, atau slitlamp.
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa,
sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah matang dan
pupil mungkin tampak putih.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slit-
lamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan
prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva,
karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.
PENATALAKSANAAN
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak
tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti
kacamata.Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.
Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi
sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada
hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan
kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari
bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno
hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi.Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang
digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung pada
integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi
(ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara
umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu
ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.
1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh
lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan dipindahkan dari mata melalui
incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan
lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.
ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun
yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan.
2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa
dapat keluar melalui robekan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap
badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema,
pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.
3. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal lensa.
Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran
ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan
menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan
cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan incisi limbus
yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih
sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil
seperti itu.
4. SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil.teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan
murah .
PROGNOSIS
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang.
Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil dan
jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau
fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis
pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.
PSEUDOAFAKIA
Pseudoafakia adalah sebuah kondisi dimana mata aphakia telah dilengkapi dengan
lensa intraocular untuk mengganti lensa kristal. Lensa intraocular adalah lensa buatan yang
terbuat dari semacam plastic (polimetilmetakrilat) yang stabil, transparan dan ditoleransi oleh
tubuh dengan baik. Lensa ini sangat kecil, lunak dengan diameter antara 5-7 mm dan tebal 1-
2 mm sehingga dapat menggantikan posisi lensa mata manusia yang telah keruh/katarak.
Karena dapat ditoleransi tubuh dengan baik maka lensa tanam ini dipasang untuk seumur
hidup.
Karena lensa tanam ini menggantikan posis lensa yang telah katarak maka tidak akan
terjadi pembesaran benda yang dilihat, pandangan samping tetap jelas, tidak perlu buka
pasang dan penglihatan terasa lebih nyaman.
Lensa tanam ini juga dapat menjadi infeksi yang disebut infeksi intraokuler, dimana
sebagian besar berasal dari :
Cairan yang tercemar
Konjungtivitis menahun atau infeksi pinggir kelopak mata menahun atau
dacriocystitis menahun.
Pembedahan yang memakan waktu terlalu lama.
GLAUKOMA
A. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraokular (Vaughan, 2009).Glaukoma berasal dari kata
yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut
pada pupil penderita glaukoma (Ilyas, 2009).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi:
a. Glaukoma primer
i. Glaukoma sudut terbuka
1. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka
kronik, glaukoma simpleks kronik)
2. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
ii. Glaukoma sudut tertutup
1. Akut
2. Subakut
3. Kronik
4. Iris plateau
b. Glaukoma kongenital
i. Glaukoma kongenital primer
ii. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
1. Sindrom-sindrom pembelahan bilik mata depan
2. Aniridia
iii. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
c. Glaukoma sekunder
i. Glaukoma pigmentasi
ii. Sindrom eksfoliasi
iii. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
iv. Akibat kelainan traktus uvea
v. Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)
vi. Trauma
vii. Pascaoperasi
viii. Glaukoma neovaskular
ix. Peningkatan tekanan vena episklera
x. Akibat steroid
d. Glaukoma absolut
Hasil akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata yang
keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri.
Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
a. Glaukoma sudut terbuka
Membran pratrabekular
Kelainan trabekular
Kelainan pascatrabekular
b. Glaukoma sudut tertutup
Sumbatan pupil (iris bombe)
Pergeseran lensa ke anterior
Pendesakan sudut
Sinekia anterior perifer
(Vaughan, 2009)
C. PATOFISIOLOGI
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris.Pada
keadaan fisiologis pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata.
Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, sclera
spur, garis Schwalbe dan jonjot iris. Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan
di bilik posterior oleh badan siliar, lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior
kemudian keluar dari bola mata melalui trabekula meshwork ke canalis schlemm.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase
(glaukoma sudut tertutup).
Pada glaukoma sudut terbuka kelainan terjadi pada jaringan trabekular,
sedangkan sudut bilik mata terbuka lebar.Jadi tekanan intra okuler meningkat karena
adanya hambatan outflow humor akuos akibat kelainan pada jaringan trabekular.
Pada glaukoma sudut tertutup, jaringan trabekular normal sedangkan tekanan
intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata,
sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular.Keadaan
seperti ini sering terjadi pada sudut bilik mata yan sempit (tertutup).
(Wijana, 1993)
D. GEJALA DAN TANDA
Glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan” karena berkembang tanpa
ditandai dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita glaukoma
tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya diketahui di
saat penyakitnya sudah lanjut dan telah kehilangan penglihatan.
Pada fase lanjut glaukoma, gejala-gejala berikut mungkin timbul:
- Hilangnya lapang pandang perifer
- Sakit kepala
- Penglihatan kabur
- Melihat pelangi bila melihat sumber cahaya.
Pada glaukoma sudut terbuka akan terjadi penglihatan yang kabur dan
penurunan persepsi warna dan cahaya. Terjadi penurunan luas lapang pandang yang
progresif. Yang pertama hilang adalah lapang pandang perifer yang pada akhirnya
hanya akan menyisakan penglihatan yang seperti terowongan (tunnel vision).
Penderita biasanya tidak memperhatikan kehilangan lapang pandang perifer ini karena
lapang pandang sentralnya masih utuh.
Pada glaukoma sudut tertutup dapat terjadi gejala nyeri, sakit kepala, nausea,
mata merah, penglihatan kabur dan kehilangan penglihatan (Ilyas, 2009).
E. DIAGNOSIS
1. Funduskopi.
Untuk melihat gambaran dan menilai keadaan bagian dalam bola mata terutama
saraf optik.
2. Tonometri.
Pemeriksaan untuk mengukur tekanan bola mata, baik dengan alat kontak
menyentuh bola mata ) maupun non kontak.
3. Gonioskopi.
Adalah pemeriksaan untuk menilai keadaan sudut bilik mata, adakah hambatan
pengaliran humor aquos.
4. Perimetri.
Pemeriksaan lapang pandangan dengan komputer, untuk mendeteksi atau menilai
hilangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf penglihatan.Pemeriksaan
lengkap ini hanya dilakukan pada penderita yang dicurigai menderita glaukoma
saja.
5. Tes provokasi
a. Untuk glaukoma sudut terbuka
i. Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam.
Kemudian disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan
intraokuler diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8
mmHg atau lebih dianggap mengidap glaukoma.
ii. Pressure congestion test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit.
Kemudian ukur tensi intraokulernya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih
mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti patologis.
iii. Kombinasi test minum dengan pressure congestion test
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestion test.
Kenaikan 11 mmHg mencurigakan, sedangkan kenaikan 39 mmHg
atau lebih pasti patologis.
iv. Tes steroid
Diteteskan larutan dexamethasone 3-4 dd gt 1 selama 2 minggu.
Kenaikan tensi intraokuler 8 mmHg menunjukkan glaukoma.
b. Untuk glaukoma sudut tertutup
i. Tes kamar gelap
Orang sakit duduk di tempat gelap selama 1 jam, tak boleh tertidur. Di
tempat gelap ini terjadi midriasis, yang mengganggu aliran cairan bilik
mata ke trabekulum. Kenaikan tekanan lebih dari 10 mmHg pasti
patologis, sedang kenaikan 8 mmHg mencurigakan.
ii. Tes membaca
Penderita disuruh membaca huruf kecil pada jarak dekat selama 45
menit. Kenaikan tensi 10-15 mmHg patologis.
iii. Tes midriasis
Dengan meneteskan midriatika seperti kokain 2%, homatropin 1% atau
neosynephrine 10%. Tensi diukur setiap ¼ jam selama 1 jam.
Kenaikan 5 mmHg mencurigakan sedangkan 7 mmHg atau lebih pasti
patologis. Karena tes ini mengandung bahaya timbulnya glaukoma
akut, sekarang sudah banyak ditinggalkan.
iv. Tes bersujud (prone position test)
Penderita disuruh bersujud selama 1 jam. Kenaikan tensi 8-10 mmHg
menandakan mungkin ada sudut yang tertutup, yang perlu disusun
dengan gonioskopi. Dengan bersujud, lensa letaknya lebih ke depan
mendorong iris ke depan, menyebabkan sudut bilik depan menjadi
sempit
(Wijana, 1993)
F. DIAGNOSA BANDING
Glaukoma primer sudut terbuka:
Glaukoma bertekanan rendah
Glaukoma sudut tertutup kronik
Glaukoma sekunder dengan sudut terbuka
Glaukoma primer sudut tertutup :
G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medikamentosa
Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut.Obat-obatan yang
kerap digunakan adalah:
a. Obat kolinergik (Parasimpatomimetik) kerja-langsung
Pilocarpine Hydrochloride & Nitrate
Sediaan: Larutan, 0,25%, 0,5-6%, 8%, dan 10%, gel 4%. Juga ada
dalam bentuk lepas berkala (Ocusert)
Dosis: 1 tetes sampai 6 kali sehari; kira-kira sepanjang ½ inci gel
dimasukkan dalam cul-de-sac konjungtiva inferior sebelum tidur.
b. Obat Antikolinesterase Kerja-Tak Langsung
Physostigmine Salicylate & Sulfate (Eserine)
Sediaan: Larutan, 0,25%, dan salep 0,25%
Dosis: 1 tetes tiga atau empat kali sehari atau salep sepanjang ¼ inci
satu atau dua kali sehari.
Obat-obat parasimpatomimetik berikut ini poten dan bekerja lama,
serta digunakan bila obat-obat antiglaukoma lain tidak dapat
mengendalikan tekanan intra okuler. Saat ini mereka kurang dipakai
dibanding dulu. Miosis yang dihasilkan sangat kuat; spasme siliaris
dan miopia sering terjadi. Iritasi lokal sering ditemukan dan
phospholine iodide diduga bersifat kataraktogenik pada beberapa
pasien. Dapat terjadi blokade pupil. Dengan semakin berkembangnya
obat antiglaukoma modern, obat-obat ini semakin jarang dipakai
dibandingkan dulu.
c. Obat Adrenergik (Simpatomimetik); Nonspesifik
Epinefrin 0,5-2%, 2 dd 1 tetes sehari.
Pada pengobatan glaukoma, epinephrine mempunyai keuntungan
berupa durasi kerja yang lama (12-72 jam) dan tidak menimbulkan
miosis. Ini terutama penting bagi pasien dengan katarak insipiens (efek
pada penglihatan tidak menonjol). Sedikitnya 25% pasien
menunjukkan alergi lokal; yang lain mengeluh sakit kepala dan
palpitasi jantung. Epinephrine menimbulkan efek pada tempat-tempat
yang memiliki reseptor alfa maupun beta.
Epinephrine terutama bekerja dengan meningkatkan pengeluaran
humor akuous. Namun obat ini juga mampu mengurangi produksi
humor akuous pada pemakaian yang lama.
Dosis semuanya sama, yakni 1 tetes dua kali sehari. Dipivefrin, bentuk
epinephrine yang teresterifikasi, cepat dihidrolisis menjadi
epinephrine. Farmakodinamiknya sama dengan farmakodinamik
epinephrine.
Epinephrine borate (Eppy/N) 0,5%, 1%, dan 2%
Epinephrine hydrochloride (Epifrin, Glaucon) 0,25%, 0,5%, 1% dan
2%.
Dipivefrin hydrochloride (Propine) 0,1%.
d. Obat Adrenergik (Simpatomimetik); Relatif Spesifik-Alfa 2
Apraclonidine Hydrochloride (Iopidine)
Sediaan: Larutan, 0,5% dan 1%
Dosis: 1 tetes larutan 1% sebelum terapi laser segmen anterior dan
tetesan kedua setelah tindakan hampir selesai. Satu tetes larutan
0,5% dua atau tiga kali sehari sebagai pengobatan tambahan
jangka-pendek pada pasien glaukoma yang menggunakan obat-obat
lain.
Apraclonidine hydrochloride adalah agonis adrenergik alfa-2 yang
relatif selektif; dipakai secara topikal untuk mencegah dan
mengendalikan tekanan intraokular agar tidak naik setelah prosedur
laser pada segmen anterior. Obat ini juga dipakai sebagai terapi
tambahan jangka-pendek pada pasien dengan terapi medis
maksimal yang masih ditoleransi yang masih memerlukan
penurunan tekanan intraokular. Apraclonidine menurunkan tekanan
intraokular dengan menekan pembentukan humor akuous, yang
mekanisme sebenarnya belum jelas diketahui. Berbeda dengan
clonidine, apraclonidine ternyata tidak mudah melalui sawar
jaringan darah dan menimbulkan sedikit efek samping. Efek
samping sistemik yang jarang dilaporkan adalah turunnya tekanan
diastolik (jarang), bradikardia, dan gejala-gejala sistem saraf pusat
seperti insomnia, irritabilitas, dan penurunan libido. Efek samping
pada mata adalah memucatnya konjungtiva, elevasi palpebra
superior, midriasis, dan rasa terbakar.
e. Obat Penyekat Adrenergik-Beta (Simpatolitik)
Timolol Maleate (Timoptic; Timoptic XE, Betimol)
Sediaan: Larutan, 0,25% dan 0,5%; gel, 0,25% dan 0,5%
Dosis: 1 tetes larutan 0,25% atau 0,5% di setiap mata, satu atau dua
kali sehari bila perlu. Satu tetes gel sekali sehari.
Timolol maleate adalah obat penyekat adrenergik-beta non selektif
yang diberikan secara topikal untuk pengobatan glaukoma sudut
terbuka, glaukoma afakik, dan beberapa jenis glaukoma sekunder.
Satu kali pakai dapat menurunkan tekanan intraokular selama 12-
24 jam. Timolol ternyata efektif pada beberapa pasien glaukoma
berat yang tidak dapat terkontrol dengan obat-obat antiglaukoma
lain yang telah ditoleransi maksimal. Obat ini tidak memperngaruhi
ukuran pupil atau ketajaman penglihatan. Meskipun timolol
biasanya ditoleransi baik, pemberiannya harus hati-hati pada
pasien-pasien yang diketahui kontraindikasi terhadap penggunaan
sistemik obat penyekat adrenergik-beta (misalnya asma, gagal
jantung)
Betaxolol Hydrochloride (Betoptic; Betoptic S)
Sediaan: :Larutan, 0,25% (Betoptic S) dan 0,5%.
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari
Betaxolol mempunyai efikasi sebanding dengan timolol dalam
pengobatan glaukoma. Selektivitas relatif terhadap reseptor-β1
mengurangi risiko efek samping pulmoner, khususnya pada pasien
dengan penyakit jalan nafas reaktif.
Carteolol Hydrochloride (Ocupress)
Sediaan: Larutan, 1%
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Carteolol adalah penyekat-beta nonselektif dengan efek
farmakologik serupa dengan penyekat-beta topikal lain yang
dipakai pada pengobatan glaukoma.
f. Penghambat Anhidrase Karbonat; diberikan per oral
Penghambatan anhidrase karbonat pada corpus ciliare mengurangi sekresi
humor akuous. Pemberian penghambat anhidrase karbonat per oral
terutama berguna dalam menurunkan tekanan intraokular pada kasus
glaukoma sudut terbuka tertentu dan dapat dipakai pada glaukoma sudut
tertutup dengan sedikit efek.
Penghambat karbonat anhidrase yang digunakan adalah derivat-derivat
sulfonamide. Pemberian per oral menimbulkan efek maksimum kira-kira
setelah 2 jam; pemberian intravena, setelah 20 menit. Lama efek maksimal
adalah 4-6 jam setelah pemberian per oral.
Acetazolamide (Diamox)
Sediaan dan dosis:
Oral: Tablet, 125 mg dan 250 mg; berikan 125-250 mg, dua sampai
empat kali sehari (jangan melebihi 1 g dalam 24 jam). Kapsul
lepas-berkala, 500 mg; berikan 1 kapsul, satu atau dua kali sehari.
Parenteral: Dapat diberikan ampul 500 mg intramuskular atau
intravena untuk waktu singkat bila pasien tidak bisa menerima per
oral.
Methazolamide
Sediaan: Tablet, 25 mg dan 50 mg.
Dosis: 50-100 mg, dua atau tiga kali sehari (total tidak melebihi
600 mg/hari)
g. Penghambat Anhidrase Karbonat; Diberikan Topikal
Dorzolamide dan brinzolamide adalah obat-obat penghambat anhidrase
karbonat topikal. Keduanya merupakan produk sulfonamide dengan
penetrasi kornea yang cukup untuk mencapai epitel sekretorik corpus
ciliare dan dapat menurunkan tekanan intraokular dengan menekan sekresi
humor akuous.
Dorzolamide Hydrochloride (Trusopt)
Sediaan: Larutan 2%
Dosis: 1 tetes dua sampia empat kali sehari. Dapat dipakai preparat
yang mana pun (dorzolamide atau brinzolamide). Oabt ini bisa
digunakan sebagai monoterapi, tetapi lebih sering dikombinasikan
dengan obat-obat glaukoma lain.
Toksisitas: reaksi-reaksi lokal, seperti rasa terbakar dan tersengat,
keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi pada konjungtiva.
Rasa pahit pasca-penetesan sering didapat. Efek samping sistemik,
seperti yang ditemukan pada pemberian oral, jarang ditemukan.
h. Analog Prostaglandin
Obat-obat ini tampaknya menurunkan tekanan intraokular dengan cara
meningkatkan aliran keluar humor akuous, terutama melalui jalur
uveosklera. Dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat-obat
glaukoma lain.
Latanoprost (Xalatan)
Sediaan: Larutan, 0,005%
Dosis: 1 tetes sehari.
Travoprost (Travatan)
Sediaan: Larutan, 0,004%
Dosis: 1 tetes sehari
Bimatoprost (Lumigan)
Sediaan: Larutan, 0,03%
Dosis: 1 tetes sehari
Unoprostone Isopropyl (Rescula)
Sediaan: Larutan, 0,15%
Dosis: 2 tetes sehari
Toksisitas: Keempat sediaan menyebabkan peningkatan pigmentasi
coklat pada iris, konjungtiva hiperemis, keratopati epitelial
pungtata, dan sensasi benda asing. Sebagai tambahan, obat-obat ini
bisa memperburuk peradangan mata dan telah dihubungkan dengan
berkembangnya edema makula kistoid.
j. Obat Osmotik
Obat-obat hiperosmotik dipakai untuk mengurangi tekanan intraokular
dengan membuat plasma jadi hipertonik terhadap humor akuous. Obat-
obat ini pada umumnya dipakai dalam penanganan glaukoma akut (sudut
tertutup) dan kadang-kadang pra-atau pasca bedah bila diindikasikan
penurunan tekanan intraokular. Dosis semua obat rata-rata 1,5 g/kg.
Gliserin (Osmoglyn)
Sediaan dan dosis: Gliserin umumnya diberikan per oral dalam larutan
50% dengan air, jus jeruk, atau larutan garam beraroma dengan es (1
ml Gliserin beratnya 1,25 g). Dosisnya 1-1,5 g/kg.
Mulai dan lama kerja: Efek hipotensif maksimum dicapai dalam 1 jam
dan bertahan 4-5 jam.
Toksisitas: Mual, muntah, dan sakit kepala kadang-kadang terjadi.
Pemberian per oral dan tiadanya efek diuretik adalah keuntungan
gliserin dibanding obat-obat hiperosmotik lain.
Mannitol (Osmitrol)
Sediaan: Larutan 5-25% untuk suntikan.
Dosis: 1,5-2 g/kg intravena, biasanya dengan kadar 20%.
Mulai dan lama kerja: Efek hipotensif maksimum terjadi dalam 1 jam
dan bertahan 5-6 jam.
Masalah “overload” kardiovaskular dan edema paru lebih sering pada
obat ini karena besarnya volume cairan yang dibutuhkan.
2. Terapi Operatif
Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan baru dilakukan bila:
a. Tekanan intraokuler tak dapat dipertahankan di bawah 22 mmHg.
b. Lapang pandangan terus mengecil.
c. Orang sakit tak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
d. Tidak mampu membeli obat
e. Tak tersedia obat-obat yang diperlukan
Prinsip operasi : fistulasi, yaitu membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor
akuous oleh karena jalan yang normal tak dapat dipakai laggi.
Macam operasi:
Iridenkleisis
Trepanasi dari Eliot
Sklerotomi dari Scheie
Siklodialise
Trabekulektomi
(Wijana, 2009)
H. PROGNOSIS
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan
kasus glaukoma dapat dikendalikan.Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata,
tablet, operasi laser atau operasi mata.Menurunkan tekanan pada mata dapat
mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi
glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata
(Ilyas, 2009).
PTERIGIUM
A. DEFINISI
Merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian
nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea. Berbentuk segitiga
dengan puncakdi bagian semtral atau daerah kornea. (Ilyas, 2009).
B. PATOFISIOLOGI
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronik akibat debu, cahaya matahari dan
udara panas. Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga merupakan
suatu neoplasma, radang dan degenerasi. (Ilyas, 2009)
C. GEJALA DAN TANDA
Pterigium tidak selalu memberikan keluhan, apabila ada keluhan maka yang
dikeluhkan pasien adalah mata iritatif, merah dan mungkil menimbulkan astigmatisme
yang memberikan gangguan pengelihatan. (Ilyas, 2009)
Dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat
kering), dan garis besi (iron line dari Stocker) yang terletak diujung pterigium. (Ilyas,
2009)
D. DIAGNOSA BANDING
Pseudopterigium
Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat, terjadi pada
proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea.
Letak pseudopterigium tidak selalu berada di celah nasal ataupun temporal, tapi
tergantung kelainan kornea sebelumnya. (Ilyas, 2009)
Pingekuela
Merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang umumnya ditemukan
pada orang tua. Biasa terjadi akbiat paparan matahari, debu dan angin. Terletak
pada celah kelopak utamanya bagian nasal. Yang membedakan dengan
pterigium adalah, bentuk kelainan ini adalah benjolan yang disebabkan
degenerasi hualin jaringan submukosa konjungtiva.
E. PENATALAKSANAAN
Terapi konservatif dengan memberikan lubrikan eye drops untuk mencegah
kekekeringan pada mata. Dan pemeberian NSAID apabila tampak terjadi peradangan.
Terapi Operatif dengan mengangkat jaringan fibrovaskuler yang tumbuh.
F. PROGNOSIS
Bila pterigium terus tumbuh lama kelamaan akan menutupi kornea sehingga akan
mempengaruhi visus pasien. Apabila dibiarkan akan mengganggu secara kosmetika
karena terlihat seperti jaringan tumbuh pada mata.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, H.S., 2009, Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Vaughan, D.G., 2007, Oftalmologi Umum, Widya Medika: Jakarta
Wijana, N., 1993, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta
LAPORAN CBD
GLAUKOMA SEKUNDER SUDUT TERBUKA ODS
KATARAK SENILIS IMATUR DENGAN PTERYGIUM OD
PEMBIMBING
dr. Djoko Heru . S, Sp. M
Disusun oleh:
Alfian Kusuma Saputra
01.211.6317
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
RUMAH SAKIT DR LOEKMONO HADI KUDUS
PERIODE 15 JUNI 2015 – 11 JULI 2015