240

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN
Page 2: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

ii SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

DEWAN DIREKSI

SEMINAR NASIONAL MIPA DAN TERAPAANYA II

TEMA

“PEMANTAPAN PEMAHAMAN MATEMATIKA DAN SAINS TERAPAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS INSTITUSI DALAM MENGHADAPI ERA

REVOLUSI INDUSTRI 4.0”

Penanggung Jawab

Dr. Dirk Y.P. Runtuboi. M.Kes (Dekan FMIPA Universitas Cenderawasih)

Penyusun Yane O. Ansanay, M.Sc., Ph.D,

Dr. Noper Tulak, S.Si., M.Si, Diana M.Abulais, S.Si.,M.Si ,

Anike Nelce Bowaire, M.Si, Agung Dwi Saputro, M.Kom dan

Bobi Frans Kuddi, S.Si., M.Si

Editor Yane O. Ansanay, M.Sc.,Ph.D

Desain Sampul Agung Dwi Saputro, M.Kom

Reviewers Octolia Togibasa, Ph.D, Dr. Irfan Wahyudi, M.Sc,

Dr. Mingsep R. Sampebua, ST.,MT, Yohanes Mandik, Ph.D

Drs. Daniel Napitupulu, M.Si, Elsye Gunawan, M.Sc.,Apt,

Dr.Ervina Indriyani, M.Si, dan Dr. Suharno, M.Si

Penerbit Uncen Press

Redaksi:

Kampus Pascasarjana Universitas Cenderawasih

Jl. Raya Abepura Padang Bulan Jayapura 99331

Telp/Fax (0967) 581257

Email : [email protected]

Percetakan:

CV. Fajar Cendekia Intermedia

Jl. Beringin No. 16 Yabansai, Waena, Jayapura, 99358

Telp/Fax (0967) 572255

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Dilarang memperbanyak Karya Tulis ini dalam bentuk apapun dan dengan cara

apapun tanpa izin dari penerbit Copyright © FMIPA, 2019

Page 3: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas

penyertaan dan hikmatNya Prosidng Seminar Nasional MIPA II Tahun 2019 dengan tema

‘Pemantapan Pemahaman Matematika dan Sains Terapan Untuk Meningkatkan Kualitas

Institusi Dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0’ dapat terselesaikan dengan baik.

Prosiding Seminar Nasional ini merupakan Luaran akademis tahunan kedua yang

dihasilkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, sekaligus dalam rangka

menyongsong Dies Natalis Universitas Cenderawasih ke 57 Tahun 2019 untuk memacu

peningkatan penulisan karya ilmiah yang sejalan dengan agenda nasional revolusi industri

4.0.

Selayaknya pelaksanaan Seminar Nasional, Prosiding yang dihasilkan dapat

mengakomodir beberapa tujuan yaitu melalui diseminasi hasil penelitian MIPA dan

terapannya yang ada di Papua dan Indonesia secara umum, meningkatkan jejaring di

antara sesama peneliti bidang ilmu ataupun kolaborasi multidisiplin ilmu yang kemudian

dapat berujung kepada kolaborasi penelitian untuk peningkatan kualitas hidup bangsa.

Selanjutnya melalui penerbitan Prosiding Seminar Nasional MIPA II sebagai momentum

tahunan ini, dapat menjadi milestone pengembangan institusi menjadi leading dalam

pencapaian kinerja optimal sesuai Visi dan Misi Institusi Pendidikan di Papua dan

Indonesia secara umum.

Prosiding Seminar Nasional MIPA II Tahun 2019 ini dapat difasilitasi

penerbitannya atas dukungan dari Universitas Cenderawasih dan stakeholder lainnya.

Sehingga diharapkan penerbitannya dapat memberikan rekomendasi positif untuk

pengembangan Papua dan Indonesia.

Demikian yang dapat disampaikan, atas partisipanya dan dukungan semua pihak

dalam proses penerbitan Prosiding Seminar Nasional Mipa II, Tahun 2019, diucapkan terima

kasih.

Ketua Panitia Seminar Nasional MIPA II Tahun 2019

ttd

Yane O. Ansanay, M.Sc., Ph.D

Page 4: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

iv SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

SAMBUTAN DEKAN FMIPA UNIVERSITAS CENDERAWASIH

Menyadari kompetisi global yang sangat ketat di era revolusi industri 4.0 maka

sebagai bangsa diperlukan dukungan yang kuat dalam berbagai dimensi. Dukungan tersebut

terutama bagi penguasaan ipeteks, sumber daya manusia yang memiliki kompetensi unggul,

keberpihakan pemerintah dan partisipasi dari seluruh masyarakat. Penguasaan Ipteks sangat

penting bagi pengelolaan sumberdaya alam yang sangat besar. Mengingat potensi tersebut

sampai saat ini umumnya masih dikelola secara tradisional. Sentuhan teknologi terhadap

pengelolaan SDA Indonesia merupakan tantangan yang harus menjadi perhatian utama dan

sesegera mungkin dikembangkan dan diwujudkan. Pengembangan teknologi dan

pengelolaan SDA membutuhkan sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang unggul dalam bidangnnya, sehingga pembangaunan SDM memerlukan

perhatian dan strategi. Penyebaran informasi dan hasil-hasil penelitian diharapkan dapat

mempercepat transfer pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi pembangunan

sumberdaya manusia.

Prosiding Seminar Nasional MIPA II 2019 dengan tema “Pemantapan Pemahaman

Matematika dan Sains Terapan untuk meningkatkan kualitas institusi dalam menghadapi era

Revolusi Industri 4.0” menjadi sangat penting dilakukan secara rutin sebagai sarana membagi

informasi dan mendiskusikan berbagai topic dan tantangan yang dihadapi saat ini dan masa

yang akan datang. Prosiding Seminar Nasional ini juga diharapkan secara berkesinambungan

dapat memberikan input bagi pemerintan, industri dan masyarakat dalam perencaanaan

pengembangan Ipteks dalam bidang Matematika dan Sains Terapan.

Terima Kasih kepada semua pihak yang terlibat dan membantu penyelesaian

prosiding seminar nasional ini. Semoga kegiatan Seminar Nasional ini menjadi ajang bagi

pengembangan ipteks Matematik dan Sains Terapan di Indonesia.

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Cenderawasih

ttd

Dr. Dirk YP Runtuboi, M.Kes

Page 5: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 v

PEMBICARA UTAMA NASIONAL

Dr. Robertus Heru Triharjanto, M.Sc

Pakar: Astronomi-Astrofisika

Kepala Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa

LAPAN

Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc

Pakar: Ekologi Kelautan

Universitas Hasanuddin

Oktama Tija

Pakar: Sistem informasi

Forum Mikrotik Indonesia

Pemilik PT. Internusa Total Solution

Nunu Nugraha, M. Farm., Apt

Pakar: Apoteker, Enterpreneurship

CEO PT Apoteker Mandiri

Page 6: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

vi SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

PEMBICARA LOKAL

Dra. Rosye H. R. Tanjung, M.Sc., Ph.D

Bidang Keahlian Biologi,

Ketua LPPM Universitas Cenderawasih

Octolia Togibasa, S.Si.,M.Si.,Ph.D

Bidang Keahlian Biomaterial,

Ketua Program Studi Fisika Universitas Cenderawasih

Dr. Jonathan Kiwasi Wororomi, S.Si.,M.Si

Bidang Keahlian Statistik,

Pembantu Rektor III Universitas Cenderawasih

Page 7: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 vii

SUSUNAN ACARA

Waktu Kegiatan Venue

07.30-08.30 Registrasi Meja Registrasi

08.30-09.30 Upacara

Pembukaan

Victory Hall

09.30-09.45 Coffee Break Victory Hall

09.45-12.15 Sesi Paripurna

Victory Hall

[K01] Dr. Robertus Heru Triharjanto, M.Sc.

[K02] Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc.

[K03] Oktama Tija.

[K04] Nunu Nugraha, M.Farm., Apt.

12.15-13.15 ISHOMA +

Sesi Poster

Victory Hall

[P01], [P02], [P03]. [P04], [P05], [P06], [P07],

[P08], [P09], [P10], [P11], [P12], [P13]

13.15-16.30 Sesi Paralel

A

BIOSAINS

B

GEOSAINS

C

EDUSAINS &

MATEMATIKA

[A01] [B01] [C01]

[A02] [B02] [C02]

[A03] [B03] [C03]

[A04] [B04] [C04]

[A05] [B05] [C05]

[A06] [B06] [C06]

[A07] [B07] [C07]

[A08] [B08] [C08]

[A09] [B09] [C09]

[A10] [B10] [C10]

Coffee break

[A11] [B11] [C11]

[A12] [B12] [C12]

[A13] [B13] [C13]

[A14] [B14] [C14]

[A15] [B15] [C15]

[A16] [B16] [C16]

[A17] [B17] [C17]

16.30-17.00 Upacara

Penutupan

Victory Hall

Page 8: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

viii SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………i

DEWAN DIREKSI………….……………..……………………………………………………ii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………iii

SAMBUTAN DEKAN FMIPA UNIVERSITAS CENDERAWASIH……………………iv

PEMBICARA UTAMA NASIONAL………………………………………………………...v

PEMBICARA LOKAL…………………………………………………………………………vi

SUSUNAN ACARA……………………………...……………………………………………vii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………viii

DAFTAR MAKALAH PRESENTASI ORAL………………………………………………ix

DAFTAR MAKALAH PRESENTASI POSTER……………………………………………xii

MAKALAH ORAL…………………………………………………………………………….1

MAKALAH POSTER…………………………………………………………………………205

HALAMAN BELAKANG……………………………………………………………………xiii

Page 9: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 ix

DAFTAR MAKALAH PRESENTASI ORAL

KODE PENULIS JUDUL HAL

KELOMPOK BIOSAINS

P01 Puguh Sujarta, Agustinus

Renyoet, Lisiard Dimara

PENGARUH SISTEM ETNO KONSERVASI

TIYAITIKI TERHADAP INDEKS EKOLOGIS BIOTA

LAUT (STUDI KASUS DI DAERAH TIYAITIKI

YONGSU BO, TABLASUPA, JAYAPURA)

1

P02 Rani Dewi Pratiwi, Eva S

Simaremare

UJI EFEK STIMULANSIA EKSTRAK ETIL ASETAT

KULIT KAYU AKWAY (Drymis piperita) ASAL

PAPUA PADA TIKUS (Ratus norvegicus) JANTAN

14

P03 Septiani Mangiwa, Anike Nelce

Bowaire, Yuliana Ruth

Yabansabra

FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN

EKSTRAK METANOL BIJI PINANG (Areca catechu L.)

DAN SIRIH (Piper betle L.)

19

P04 Helmina Pigai, Yudiana Laxmi

Reumy, Knabisemen Marlina

Yapasedanya, Irwanto Palinggi

KALUNG AROMATERAPI KHAS PAPUA KULIT

KAYU GENEMO ‘’KATER KAPKEG‘’

28

KELOMPOK GEOSAINS

P05 Heru Cahyoutomo, Cahyo

Saputra, Rhizal Alfian Abdul

Gani, Endang Haryati, Octolia

Togibasa

PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN PROSES

OKSIDASI TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR

BESI KABUPATEN SARMI

33

P06 Karl Karoluz Wagab Meak,

Patrick Marcell Fandy

STUDI PENDAHULUAN DAN REKONSTRUKSI

MODEL GENETIK SECARA EMPIRIS TERHADAP

TIPE ENDAPAN LATERITE SAPROLITE-Au DI

WAENA JAYAPURA DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP EKSPLORASI, PENAMBANGAN DAN

LINGKUNGAN

41

P07 Steven Y.Y. Mantiri, Muhammad

Akbar, Audita G. Yuliawan,

Fidel G. Lopulalan, Nunia T.

Mbaubedari, Anita Diliani, Jefry

Manggombrab, Wilhelmus F.

Yawandare, Otniel Bunai,

Stevanus Kanisirik, Natalia D.Y.

Naa, Jeny Sendong, Winny D.

Riadiningtias, Lidya N. Hutapea

IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN TANAH

MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK

TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER ALFA

SECARA LATERAL DAN VERTIKAL UNTUK

PEMBANGUNAN FONDASI TRIBUNE DI SEKITAR

LAPANGAN SEPAKBOLA MAHACENDRA

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

48

P08 Andhi Prawika, Steven Y.Y.

Mantiri, Muhammad Akbar

PENDUGAAN LAPISAN INSTRUSI AIR LAUT

MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK

KONFIGURASI SCHLUMBERGER SECARA

VERTIKAL DI KAMPUNG HOLTEKAMP, DISTRIK

MUARA TAMI, KOTA JAYAPURA

58

Page 10: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

x SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

KODE PENULIS JUDUL HAL

P09 Arsiyani, Steven Y.Y. Mantiri ,

Muhammad Akbar

PENERAPAN METODE RESISTIVITAS UNTUK

ANALISIS POTENSI LONGSOR PADA AREA RSUD

YOWARI SENTANI KABUPATEN JAYAPURA

64

P10 Gabryella G. B. Yantewo, Steven

Y.Y. Mantiri, Muhammad

Akbar, Yusuf Bungkang

PEMODELAN FISIK METODE GEOLISTRIK

TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER ALFA

UNTUK SURVEY ANOMALI BAWAH

PERMUKAAN

71

P11 Elfrida B Fonataba, Steven

Y.Y.Mantiri, Muhammad Akbar

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DALAM PEMBUATAN PETA POTENSI AIR TANAH

MENGGUNAKAN DATA PENGUKURAN METODE

GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER

(STUDI KASUS KECAMATAN NIMBOKRANG,

KABUPATEN JAYAPURA)

76

P12 Adi Ramses Sagala, Rira Angela

Damanik, Doni Christianto,

Daniel Tandi, Hezron Salawane,

Perdana Renaldy Usior, Eka

Alfred Sagala, Handry Kainama,

Gerrid Adithia Pontoh, Nelson

Butar-Butar, Ezra Filemon

Syatauw, Randika Rivaldi

KAJIAN KARAKTERISTIK DIURNAL STASIUN

METEROROLOGI SENTANI

83

P13 Yane O Ansanay, Korinus N

Waimbo

PEMODELAN DAN SIMULASI PENGARUH

TINGKAT POROSITAS TANAH TERHADAP LAJU

INFILTRASI AIR TANAH

93

KELOMPOK EDUSAINS DAN MATEMATIKA

P14 Erin S. Munfaatun, Dony

Christianto, Anike N. Bowaire

IDENTIFIKASI DAERAH YANG BERPOTENSI

ENERGI ANGIN DI PAPUA DAN PAPUA BARAT

MENGGUNAKAN METODE PEMETAAN DENGAN

SOFTWARE GRADS

99

P15 Felix Reba, Alvian M. Sroyer SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PREDIKSI

CUACA HARIAN MENGGUNAKAN METODE

FUZZY-MAMDANI (Studi Kasus: Kota Jayapura)

109

P16 Rahman, Sudarmono PERBANDINGAN METODE EULER DENGAN

METODE HUEN PADA SIMULASI PENGARUH

KOEFISIEN DRAG UNTUK GERAK JATUH BEBAS

119

Page 11: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 xi

KODE PENULIS JUDUL HAL

P17 Samuel C. G. B. Narahawarin,

Rahman

SIMULASI NUMERIK PENGARUH UKURAN

BAHAN PADA GERAK BENDA JATUH BEBAS

YANG DIPENGARUHI OLEH KOEFISIEN DRAG

130

P18 Mayor M.H. Manurung ANALISIS KEMAMPUAN CRITICAL THINKING

MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH

VOLUME BENDA PUTAR

137

P19 N Nurhayati, Oswaldus Dadi EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS

PROBLEM SOLVING BERBANTUAN APLIKASI QSB

TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

DAN KEMANDIRIAN SISWA

145

P20 Yosefin Rianita Hadiyanti,

Raoda Ismail, Pitriana

Tandililing

PELATIHAN PENGGUNAAN APLIKASI GOOGLE

CLASSROOM DAN APLIKASI KAHOOT SEBAGAI

MEDIA PEMBELAJARAN 4.0 BAGI DOSEN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

151

P21 Feby Seru DAMPAK OUTLIER TERHADAP PREDIKSI

CADANGAN KLAIM DAN CHAIN-LADDER YANG

ROBUST

160

P22 Supiyanto, Samuel A.

Mandowen

APLIKASI METODE AFFINE CIPHER UNTUK

KEAMANAN CITRA

172

P23 Katarina Lodia Tuturop, Joko

Harianto

ANALISIS KESTABILAN LOKAL TITIK

EKUILIBRIUM MODEL DINAMIKA EPIDEMI

CAMPAK

179

P24 Joko Harianto, Titik Suparwati EKSISTENSI TITIK EKUILIBRIUM MODEL SVIR

MELIBATKAN BILANGAN REPRODUKSI DASAR

188

P25 Sudaryani, Westy B.

Kawuwung, Alvian M. Sroyer

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR

FULLY FUZZY DENGAN METODE DEKOMPOSISI

QR

197

Page 12: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

xii SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

DAFTAR MAKALAH PRESENTASI POSTER

KODE PENULIS JUDUL HAL

P26 Felvy Waisapi, Evie Warikar,

Euniche R.P.F Ramandey

KEANEKARAGAMAN KUPU-KUPU SUPERFAMILI

PAPILIONOIDEA DI KAWASAN PENYANGGA

CAGAR ALAM PEGUNUNGAN CYCLOOP

205

P27 Sudarmono, Rahman PEMAHAMAN KONSEP ELEKTRONIKA DASAR

MENGGUNAKAN MODUL EKSPERIMEN MR100 DI

PONDOK PESANTREN DARUL ILMU,

HOLTEKAMP, KOTA JAYAPURA

220

Page 13: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 1

P01

PENGARUH SISTEM ETNO KONSERVASI TIYAITIKI TERHADAP INDEKS

EKOLOGIS BIOTA LAUT

(STUDI KASUS DI DAERAH TIYAITIKI YONGSU BO, TABLASUPA,

JAYAPURA)

Puguh Sujarta1, Agustinus Renyoet2 dan Lisiard Dimara3 1Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Cenderawasih

2Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP Universitas Cenderawasih 3Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, FMIPA Universitas Cenderawasih

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tiyaitiki adalah kearifan lokal Suku Tepra di Teluk Tanah Merah Jayapura yang diperuntukkan sebagai

sistem etno konservasi laut. Daerah perlindungan laut yang dimaksudkkan dalam penelitian ini adalah

daerah iyaitiki, yaitu perairan pasang surut (intertidal) yang secara khusus ditetapkan sebagai Daerah

Perlindungan Laut (DPL). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) indeks kelimpahan lamun

dan Siganus spp., (2) indeks keanekaragaman lamun dan Siganus spp., (3) dominasi lamun dan Siganus

spp., dan (4) keseragaman lamun dan Siaganus spp. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2019

di Perairan Yongsu Bo Kampung Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Metode penelitian

yang digunakan adalah survei, dan pengumpulan data melalui teknik transek kuadrat dan sensus visual.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) indeks kelimpahan lamun = 23.52 individu/m2 dan Siganus

spp. = 31.91 individu/m2 tergolong melimpah sedang, (2) indeks keanekaragaman lamun = 1.53 dan

Siganus spp. = 1.49 tergolong keanekaragaman sedang, (3) dominasi lamun = 0.06 dan Siganus spp. =

0.10, terdapat spesies yang dominasi yaitu Enhalus acoroides dan Siganus spinus, (4) keseragaman

lamun = 1.00 dan Siaganus spp. = 1.07 tergolong ekosistem stabil dengan keseragaman tinggi.

Kesimpulan penelitian ini adalah (1) indeks kelimpahan lamun dan Siganus spp. adalah melimpah

sedang, (2) indeks keanekaragaman lamun dan Siganus spp. adalah keanekaragaman sedang, (3)

spesies lamun dan Siganus spp. yang mendominasi adalah Enhalus acoroides dan Siganus spinus, (4)

lamun dan Siganus spp. memiliki keseragaman tinggi dengan ekosistem stabil.

Kata Kunci: tiyaitiki, indeks ekologis, lamun, Siganus spp., Tablasupa

PENDAHULUAN

Masyarakat pesisir, khususnya nelayan, biasanya menggunakan pengetahuan tradisional sebagai

guide dalam kegiatan mereka di laut. Berdasarkan pengalaman turun temurun, mereka telah dapat

mempertimbangkan keadaan iklim, arus, migrasi burung-burung untuk mendeterminasi tempat-tempat

Page 14: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

2 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

penangkapan ikan dan biota laut lainnya. Jadi mereka mengetahui dimana mereka akan menangkap

ikan, jenis ikan apa yang banyak dan kapan waktunya. Pengetahuan seperti itu, memainkan peran yang

penting dalam adaptasi mereka dengan lingkungan, khususnya ekosistem pesisir dan laut (Hidayati dan

Rahardjo, 1997) dalam Sujarta (2015). Salah satu contoh pranata sosial yang dilakukan oleh masyarakat

Teluk Tanah Merah adalah Tiyaitiki. Pengertian Tiyaitiki (Tiaitiki: Yarisetou, 2009) adalah pengetahuan

mengatur, mengelola, memanfaatkan dan melestarikan sumber daya laut dan pesisir dalam konteks

lokal.

Masyarakat lokal Kampung Tablasupa telah menetapkan beberapa wilayah sebagai derah

perlindungan laut atau daerah tiyaitiki, salah satunya adalah perairan Yongsu Bo. Kawasan Tiyaitiki

Yongsu Bo terletak di antara Pantai Harlem dan Kawasan Tiyaitiki Sermabo, memiliki letak astronomis

pada titik kordinat 0225’385” LS dan 14021’619” BT. Pada wilayah tiyaitiki Yongsu Bo masyarakat

menerapkan perlindungan terhadap ekosistem, dan jenis ekosistem laut yang dilindungi adalah

ekosistem padang lamun dan terumbu karang. Menurut laporan Sujarta (2015), ekosistem padang lamun

menjadi pilihan masyarakat untuk dilindungi dengan cara ditutup terhadap aktivitas penangkapan ikan.

Dait (2015) menerangkan bahwa selain padang lamun, populasi ikan samandar atau baronang (Siganus

spp.) dilindungi oleh masyarakat melalui penerapan tiyaitiki.

Padang lamun memiliki berbagai peranan dalam kehidupan ikan. Dimana

padang lamun dapat dijadikan daerah asuhan (nursery ground), sebagai tempat mencari

makan (feeding ground) dan perlindungan. Tumbuhan lamun menjadi

makanan langsung ikan (Bengen, 2002 dalam Latuconsina et al., (2016). Menurut Hutomo (1985 dalam

Latuconsina et al., (2016) menjelaskan bahwa ekosistem padang

lamun berperan penting sebagai daerah asuhan, dimana sebagian besar ikan penghuni padang

lamun adalah ikan-ikan juvenil dan apabila telah dewasa akan menghabiskan hidupnya

pada tempat lain. Pereira et al (2010) menambahkan bahwa padang lamun digunakan

oleh ikan juvenil dalam cara yang berbeda, umumnya sebagai tempat asuhan dan

pembesaran, tempat berlindung dari predator, mengurangi kompetisi dan meningkatkan

ketersediaan sumber makanan, sehingga membangun hubungan konektivitas dengan

ekosistem lainnya.

Menurut Kordi (2011) dalam Latuconsina et al., (2016) salah satu ikan ekonomis penting yang

diketahui berasosiasi dengan padang lamun adalah ikan baronang (Siganus spp.) yang

memanfaatkan ekosistem padang lamun sebagai daerah asuhan, pembesaran dan tempat

mencari makanan. Penelitian sebelumnya tentang keberadaan spesies Siganus spp.

pada ekosistem padang lamun di perairan Yongsu Bo yang dilakukan oleh Rumbiak (2011) berhasil

mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan spesies Siganus spp. di perairan

Yongsu Bo pada bulan Mei 2009 tergolong sedang, serta Dait (2015) menemukan

spesies Siganus spp. melimpah sedang pada bulan Mei 2015 di lokasi yang sama.

Berdasarkan fakta di atas, penelitian ini sangat perlu dilakukan untuk mengkaji pengaruh sistem

etno konservasi tiyaitiki terhdap indeks ekologis biota laut (studi kasus di daerah tiyaitiki ongsu Bo,

Tablasupa, Jayapura). Indikator yang mampu menunjukkan pengaruh atau hubungan perlakuan atau

penerapan kearifan tiyaitiki dengan indeks ekologis biota laut di perairan Yongsu Bo adalah penghitungan

nilai indeks spesies biota laut dilindungi. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Page 15: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 3

indeks kelimpahan, keanekaragaman, dominasi, keseragaman dan korelasi tumbuhan lamun dengan

spesies ikan Siganus spp. di perairan Yongsu Bo, Kampung Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten

Jayapura.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2019 di Perairan Yongsu Bo Kampung Tablasupa,

Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura (Gambar 1). Kawasan Tiyaitiki Yongsu Bo terletak di antara Pantai

Harlem dan Kawasan Tiyaitiki Sermabo, memiliki letak astronomis pada titik kordinat 0225’385” LS dan

14021’619” BT.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa,

Distrik Depapre (Sujarta, 2015)

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif, sedangkan teknik pengumpulan data penelitian adalah (1) wawancara, yaitu teknik yang

digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan padang lamun dan ikan samandar

(Siganus spp.), (2) observasi, yaitu teknik yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke

lapangan, (3) teknik Underwater Fish Visual Cencus untuk menghitung populasi ikan samandar (Siganus

spp.), dan (4) transek garis, yaitu teknik yang digunakan untuk mengamati, mencatat dan menghitung

jenis lamun dalam petak cuplik (plot sampling).

Pada setiap stasiun dibuat beberapa garis transek yang ditarik dari pantai menuju ke arah laut

sepanjang 100 m, kemudian gunakan plot berukuran 1x1 m untuk pengambilan data lamun sepanjang

transek (Mc Kenzie & Campbell, 2002). Dengan teknik Underwater Fish Visual Cencus (English et al,

1994), jumlah dan jenis ikan samandar diamati dengan masker-snorkel di atas pita roll meter yang

Page 16: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

4 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

dibentangkan 100 meter di kedalaman 2 - 3 meter dengan jarak/radius padang ke sisi kiri dan kanan

adalah 2.5 meter sepanjang transek garis. Semua jenis ikan samandar yang teramati dicatat dalam tabel

data.

Analisis Data

Data kelimpahan dan kelimpahan relative spesies lamun dan Siganus spp. dihitung menggunakan

persamaan Indeks Kelimpahan menurut Odum (1971) sebagai berikut:

𝐾 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑘𝑒 𝑖

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚2) (1)

𝐾𝑅 =𝐾𝑒𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑘𝑒 𝑖

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 100% (2)

Data keanekaragaman spesies lamun dan Siganus spp. dihitung menggunakan persamaan Indeks

Keanekaragaman spesies menurut Fachrul (2007) sebagai berikut:

𝐻′ = −∑𝑛𝑖

𝑁𝑙𝑛

𝑛𝑖

𝑁

𝑠𝑖=1 (3)

dimana: H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener

ni = Jumlah individu jenis ke- i

N = Jumlah seluruh individu

Kriteria keanekaragaman spesies menurut Fachrul (2007) adalah sebagai berikut:

a. Keanekaragaman rendah jika H’ < 1

b. Keanekaragaman sedang jika 1 < H’ < 3

c. Keanekaragaman tinggi jika H’ > 3

Data dominasi spesies lamun dan Siganus spp. dihitung menggunakan persamaan Indeks

Dominansi spesies menurut Odum (1993) sebagai berikut:

𝐶 = ∑ [𝑛𝑖

𝑁]2

𝑛𝑖=1 (4)

Keterangan:

C : Indeks dominansi Simpson

ni : Jumlah individu dari spesies ke i

N : Jumlah individu seluruh spesies

Data keseragaman spesies lamun dan Siganus spp. dihitung menggunakan persamaan Indeks

Dominansi spesies menurut Odum (1993) sebagai berikut:

𝐸 =𝐻′

𝐻𝑚𝑎𝑥 (5)

Page 17: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 5

Keterangan:

E : Indeks keseragaman spesies

Hmax : Log2 S = indeks keanekaragaman

H’ : Indeks keanekaragaman

Data korelasi spesies lamun dan Siganus spp. dihitung menggunakan persamaan korelasi

Pearson sebagai berikut (Fahlifi, 2013 dalam Dait, 2015):

𝑟 =𝑛 𝑋𝑌− 𝑋 𝑌

√(𝑛 𝑋2−( 𝑋)2)( 𝑛 𝑌2− ( 𝑌)² (6)

dimana:

X : Kerapatan Lamun

Y : Kelimpahan Ikan

Kriteria untuk nilai r (Nurlukman, 2012) sebagai berikut:

1. 0 : tidak ada korelasi antara dua variabel

2. 0 – 0,25 : korelasi sangat lemah

3. 0,25 – 0,5 : korelasi cukup

4. 0,5 – 0,75 : korelasi kuat

5. 0,75 – 0,99 : korelasi sangat kuat

6. 1 : korelasi sempurna

Seberapa besar koefisien korelasi kelimpahan ikan dengan kepadatan lamun dapat dilihat dengan

regresi linear.

Jika koefien korelari positif maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai

variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka

kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y

akan menjadi rendah, dan sebaliknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Oseanografi

Hasil pengukuran kondisi oseanografi perairan di Yongsu Bo menunjukkan kondisi yang sesuai

standar baku mutu air untuk biota laut, sehingga sangat baik mendukung kehidupan lamun dan ikan

Siganus spp. Kondisi parameter perairan dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 18: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

6 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Indeks Kelimpahan Spesies Lamun dan Siganus spp.

Jenis lamun yang ditemukan di perairan Yongsu Bo berjumlah 8 (delapan) spesies dengan jumlah

individu terbanyak adalah Enhalus acoroides yaitu 1043 individu dan jenis lamun dengan spesies terkecil

adalah Halophila minor yaitu 189 individu. Berdasarkan nilai kelimpahan dan kelimpahan relatif, diketahui

bahwa jenis lamun Enhalus acoroides memiliki nilai kelimpahan tertinggi, yaitu K = 0.24 individu/m2 dan

KR = 23.52 individu/m2 (Tabel 2). Azkab (2010) menerangkan bahwa, salah satu faktor penting yang

berpengaruh terhadap tingginya kelimpahan spesies lamun Enhalus acoroides di suatu perairan adalah

kemampuan genetiknya untuk beradaptasi dengan cepat terhadap kondisi lingkungan perairan. Selain

itu, Supriharyono (2010) menerangkan bahwa kondisi substrat pun berperan penting, dimana jenis lamun

ini sangat menyukai substrat pasir, pasir berlumpur, dan lumpur.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kualitas Perairan Yongsu Bo, Tablasupa

Kualitas Air Kecerahan

(%)

Suhu

(oC)

DO

(mg.L-1)

pH

(unit)

Salinitas

(ppt)

Transek 1 100 29 5.2 7.73 38.1

Transek 2 100 28 6.0 7.61 37.3

Transek 3 100 30 6.5 8.02 39.0

Transek 4 100 31 7.0 8.04 40.0

Transek 5 100 29 5.2 7.73 38.1

Transek 6 100 30 6.5 8.02 39.0

Tabel 2. Indeks Kelimpahan dan Kelimpahan Relatif Lamun di Perairan Yongsu Bo

1 Halodule uninervis 243 0.05 5.48

2 Cymodocea serulata 946 0.21 21.33

3 Syringodium isoetifolium 301 0.07 6.79

4 Enhalus acoroides 1043 0.24 23.52

5 Halophila ovalis 563 0.13 12.69

6 Halodule pinifolia 544 0.12 12.27

7 Halophila minor 189 0.04 4.26

8 Cymodocea rotundata 606 0.14 13.66

Jumlah 4435 100

Kelimpahan Relatif

(KR)No Kelimpahan (K)

Jumlah

IndividuSpesies Lamun

Page 19: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 7

Tabel 3. Indeks Kelimpahan dan Kelimpahan Relatif Siganus spp. di Perairan Yongsu Bo

Nilai kelimpahan dan kelimpahan relatif dari ikan Siganus yang tertinggi adalah jenis Siganus

spinus yaitu K = 0.32 individu/m2 dan KR = 31.91 individu/m2 (Tabel 3). Jenis ikan ini memiliki

kemampuan jelajah di ekosistem padang lamun dan terumbu karang (Irwan, 2008), memiliki mobilitas

tinggi (Woodland, 1990) memiliki perkembangbiakan yang cepat (Merta, 1980) dan hidup berkelompok

(Irwan, 2008). Faktor-faktor tersebut sangat mendukung Siganus spinus sehingga dijumpai dalam jumlah

individu yang banyak, sehingga berpengaruh pada kelimpahnnya di perairan.

Indeks Keanekaragaman Spesies Lamun dan Siganus spp.

Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di

antaranya jumlah jenis dan spesies yang ditemukan, adanya individu yang ditemukan lebih mendominasi

dari individu lainnya, dan kondisi dari ekosistemnya (padang lamun) sebagai habitat dari fauna.

Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman (Odum, 1993) bahwa nilai H’ besar dari 3,0 maka nilai

keanekaragaman tinggi. Hasil yang diperoleh adalah nilai keanekaragaman jenis sedang, yaitu H’ = 1.93

(Tabel 4).

Tabel 4. Keanekaragaman Jenis Lamun di Perairan Yongsu Bo

1 Siganus spinus 105 0.32 31.91

2 Siganus furcescens 93 0.28 28.27

3 Siganus puellus 33 0.1 10.03

4 Siganus gutatus 27 0.08 8.21

5 Siganus doliatus 71 0.22 21.58

Jumlah 329 100.00

No Spesies IkanJumlah

IndividuKelimpahan (K)

Kelimpahan Relatif

(KR)

1 Halodule uninervis 243 -0.16

2 Cymodocea serulata 946 -0.33

3 Syringodium isoetifolium 301 -0.18

4 Enhalus acoroides 1043 -0.34

5 Halophila ovalis 563 -0.26

6 Halodule pinifolia 544 -0.26

7 Halophila minor 189 -0.13

8 Cymodocea rotundata 606 -0.27

Jumlah 4435 -1.93

Indeks Shanon-Wiener 1.93

No Spesies LamunJumlah

Individu

Keanekaragaman

(H' )

Page 20: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

8 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Tabel 5. Keanekaragaman Jenis Ikan Siganus spp. di Perairan Yongsu Bo

Nilai indeks keanekaragaman ikan Siganus spp. pada Transek 1 sampai 6 diketahui tergolong

keanekaragaman sedang dengan nilai H’ = 1.49 (Tabel 5). Kondisi ini diduga dipengaruhi oleh kondisi

perairan Yongsu Bo yang tidak terlalu luas dan kondisi karang serta lamun yang mulai rusak akibat

aktivitas manusia dan beberapa bangkai kapal yang terdampar di wilayah ini.

Cappenberg dan Panggabean (2005) menjelaskan, tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman

dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti jumlah kelompok atau individu yang diperoleh, ada atau

tidaknya dominansi dari kelompok tertentu, substrat yang homogen serta kondisi lingkungan kurang

kondusif yang menyebabkan keterbatasan makanan sehingga hanya terdapat jenis-jenis atau kelompok

tertentu saja yang dapat bertahan hidup pada wilayah tersebut.

Indeks Dominansi Spesies Lamun dan Siganus spp.

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, diketahui bahwa pada Transek 1 sampai 6 hanya

ditemukan 8 jenis lamun, dan 2 jenis diantaranya memiliki jumlah individu terbanyak, yaitu Enhalus

acoroides = 1043 individu dan Cymodocea serulata = 946 individu. Selanjutnya, diketahui pula bahwa

nilai Dominansi Simpson tertinggi terdapat pada 2 jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides = 0.06 dan

Cymodocea serulata = 0.05 (Tabel 6). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa keberadaan ekosistem

padang lamun di perairan Yongsu Bo tergolong stabil dan tidak ada spesies lamun yang mendominasi.

Tabel 6. Dominansi Jenis Lamun di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa

1 Siganus spinus 105 -0.36

2 Siganus furcescens 93 -0.36

3 Siganus puellus 33 -0.23

4 Siganus gutatus 27 -0.21

5 Siganus doliatus 71 -0.33

Jumlah Individu (N) 329 -1.49

Indeks Shannon Wiener 1.49

No Spesies IkanJumlah

Individu

Keanekaragaman

(H' )

1 Halodule uninervis 243 0.00

2 Cymodocea serulata 946 0.05

3 Syringodium isoetifolium 301 0.00

4 Enhalus acoroides 1043 0.06

5 Halophila ovalis 563 0.02

6 Halodule pinifolia 544 0.02

7 Halophila minor 189 0.00

8 Cymodocea rotundata 606 0.02

Jumlah 4435 0.17

No Spesies LamunJumlah

Individu

Dominansi

Simpson [C]

Page 21: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 9

Tabel 7. Dominansi Jenis Ikan Siganus spp. di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa

Kemudian, bila dilihat data dominansi jenis ikan Siganus spp. maka diketahui bahwa berhasil

tercatat 5 jenis Siganus dengan jumlah total individu sebanyak 329, dan jenis dengan jumlah individu

terbanyak adalah Siganus spinus = 105 individu, sekaligus spesies ikan ini memiliki nilai dominansi

tertinggi yaitu 0.10 individu/m2 (Tabel 7). Berdasarkan kriteria Dominansi Simpson (Odum, 1993)

diketahui bahwa keberadaan populasi ikan Siganus spp. di perairan Yongsu Bo dalam kondisi stabil dan

tidak terdapat spesies yang dominasi. Cappenberg dan Panggabean (2005) menerangkan bahwa,

ketiadaan spesies dominan di suatu perairan seringkali dipengaruhi oleh kondisi dan keadaan habitat

yang homogen. Odum (1993) dan Nontji (2005) menerangkan apabila kondisi rantai makanan di laut

berjalan stabil, makan jarang dijumpai terdapat jenis-jenis biota tertentu dalam jumlah banyak (dominan).

Indeks Keseragaman Spesies Lamun dan Siganus spp.

Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah spesies lamun yang ditemukan berjmlah 8 jenis, jumlah total

individu sebanyak 4435 individu dengan jumlah individu terbanyak terdapat pada spesies lamun Enhalus

acoroides = 1042 individu dan Cymodocea serulata = 946 individu. Nilai keseragaman tertinggi spesies

lamun pada transek 1 sampai 6 adalah Enhalus acoroides = 1.00 dan nilai keseragaman tertinggi spesies

Siaganus spp. = 1.07. dengan demikian, dapat dipahami bahwa perairan Yongsu Bo tergolong

ekosistem stabil dengan keseragaman tinggi. Dengan adanya keseragaman yang tinggi, perairan ini

kurang bervariasi kehadiran spesies ikan Siganus.

Menurut Hemingga dan Duarte (2000) dalam Latuconsina et al. (2016), terdapat empat faktor yang

relevan terkait dengan variabilitas komunitas ikan padang lamun, yaitu: (1) struktur vegetasi lamun, (2)

tingkat larva dan ikan juvenil yang menghuni padang lamun, mortalitas dan proses migrasi, (3) lokasi

vegetasi lamun terhadap habitat lainnya, dan (4) parameter fisika kimia pada habitat lamun. Selain jenis

ikan Siganus spinus, terdapat pula jenis kedua yang memiliki nilai keseragamn tinggi yaitu spesies

Siganus furcescens = 1.05 (Tabel 9).

1 Siganus spinus 105 0.10

2 Siganus furcescens 93 0.08

3 Siganus puellus 33 0.01

4 Siganus gutatus 27 0.01

5 Siganus doliatus 71 0.05

Jumlah 329

Dominansi

Simpson [C]No Spesies

Jumlah

Individu

Page 22: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

10 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Tabel 8. Keseragaman Jenis Lamun di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa

Tabel 9. Keseragaman Jenis Ikan Siganus spp. di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa

Nilai indeks keseragaman di lokasi penelitian berkisar antara 0.60 - 1.07, artinya berada pada

kategori tinggi (komunitas stabil). Menurut Odum (1993) semakin kecil nilai

keseragaman (E’) maka semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, artinya tidak ada

kecenderungan suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Semakin besar nilai keseragaman (E’)

maka populasi menunjukkan keseragaman yaitu jumlah individu setiap spesies hampir sama.

Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan perairan di tempat biota tersebut mampu mendukung kehidupan

secara baik.

Pemaknaan indeks ekologis spesies lamun dan Siganus spp. secara keseluruhan di perairan

tiyaitiki Yongsu Bo dalam penelitian ini adalah: (1) indeks kelimpahannya sedang, (2) indeks

keanekaragamannya sedang, (3) indeks Dominansi Pearson menunjukkan terdapat 2 spesies dominan

yaitu Enhalus acoroides dan Siganus spinus, dan (4) indeks keseragamannya tinggi dengan kondisi

ekosistem stabil (Gambar 2).

1 Halodule uninervis 243 0.47

2 Cymodocea serulata 946 0.97

3 Syringodium isoetifolium 301 0.54

4 Enhalus acoroides 1043 1.00

5 Halophila ovalis 563 0.77

6 Halodule pinifolia 544 0.76

7 Halophila minor 189 0.40

8 Cymodocea rotundata 606 0.80

Jumlah 4435 5.71

No Spesies LamunJumlah

IndividuKeseragaman [E]

1 Siganus spinus 105 1.07

2 Siganus furcescens 93 1.05

3 Siganus puellus 33 0.68

4 Siganus gutatus 27 0.60

5 Siganus doliatus 71 0.97

Jumlah 329 4.37

No Spesies IkanJumlah

IndividuKeseragaman [E]

Page 23: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 11

Gambar 2. Indeks Kelimpahan, Keanekaragaman, Dominansi, dan Keseragaman

Tumbuhn Lamun dan Ikan Siganus spp. di Perairan Yongsu Bo

Korelasi Spesies Lamun dan Siganus spp.

Untuk mengetahui korelasi antara ekosistem lamun dengan populasi ikan Siganus, dilakukan

perhitungan analisis korelasi dengan variabel X (variabel independent) yang merupakan kelimpahan

lamun (Tabel 2) dan juga variabel Y (variabel dependent) yang merupakan kelimpahan ikan Siganus

(Tabel 3). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai korelasi yang diperoleh adalah 0,9997 dan

korelasinya bersifat positif. Sarwono (2006) mengatakan apabila suatu korelasi bersifat positif, maka

hubungan yang tergambarkan antara dua organisme tersebut akan membentuk hubungan yang

berbanding lurus. Pernyataan tersebut telah sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh sebagaimana

tergambar pada Gambar 3.

Gambar 3. Korelasi Kelimpahan Lamun dan Ikan Siganus spp.

KESIMPULAN

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

IndeksKelimpahan

IndeksKenekaragaman

IndeksDominansi

IndeksKeseragaman

23.52

1.53 0.06 1.00

31.91

1.49 0.10 1.07

Tumbuhan Lamun Ikan Siganus spp.

y = 1.3681x - 0.2877R² = 0.9997

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

Kel

impa

han

Lam

un (

indi

v/m

2)

Kelimpahan Ikan Siganus spp.

Page 24: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

12 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Kesimpulan penelitian ini adalah (1) indeks kelimpahan lamun dan Siganus spp. adalah melimpah

sedang, (2) indeks keanekaragaman lamun dan Siganus spp. adalah keanekaragaman sedang, (3)

spesies lamun dan Siganus spp. yang mendominasi adalah Enhalus acoroides dan Siganus spinus, dan

(4) lamun dan Siganus spp. memiliki keseragaman tinggi dengan ekosistem yang stabil. Penerapan

kearifan tiyaitiki mampu meningkatkan indeks ekologis padang lamun, dan indeks ekosistem padang

lamun yang baik sangat mempengaruhi indeks ekologis populasi ikan Siganus spp. di perairan Yongsu

Bo, Tablasupa.

DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M.H. 2000. Struktur dan Fungsi Pada Komunitas Lamun. Balitbang Biologi Laut , XXV (3).

Azkab, M.H. 2010. Panduan Penelitian untuk Lamun. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI.

Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Pengelolaannya

Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah

Pesisir Terpadu. Bogor 23 Oktober - 3 November 2001. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPBL)-IPB. Bogor. 167 pp.

Cappenberg, H.A.W., Panggabean, M.G. 2005. Moluska di perairan gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Teluk Jakarta. J Oldi 37: 69-80.

Dait, I. 2015a. Dampak Tiyaitiki Terhadap Kepadatan Lamun serta Distribusi dan Kelimpahan Ikan

Samandar (Siganus spp.) di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa, Depapre. Skripsi Sarjana Jurusan

Kelautan dan Perikanan Universitas Cenderawasih. Jayapura.

English, S.C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual for Torpical Marine Resources. Australian

Institute of Marine Scince. Townville.

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi . Jakarta: Bumi Aksara.

Fahlifi, M. R. SF. 2013. Hubungan Kerapatan Manggrove dan Kelimpahan Makrozoobentos di Kawasan

Sungai Merusi Kabupaten Indagiri Hilir. Skripsi. Pekanbaru. Program Sarjana Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

Hemingga, A.M & C.M. Duarte. 2000. Seagrass Ecology. Candbridge University Press.

New York. 322 pp.

Hidayati, D. dan Y. Rahardjo, 1997, Kearifan Lokal: RelevansidanManfaatuntuk COREMAP,

PuslitbangEkonomidan Pembangunan LembagaIlmuPenelitian Indonesia, Jakarta.

Kordi, M.G.H. 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass); Fungsi, potensi dan Pengelolaan.

Rineka Cipta. Jakarta.

Latuconsina, H., Rappe, R.A., dan Nessa, M.N. 2016. Asosiasi Ikan Baronang (Siganus canaliculatus

Park, 1797) pada Ekosistem Padang Lamun Teluk Ambon Dalam. Jurnal FPKI Universitas

Darusalam. Ambon.

Mc Kenzie, L.J dan S. J. Campbell. 2002. Seagrass Watch: Manual for Community (citizen) Monitoring

of Seagrass Habitat. Western Pacific Edition: A Component of Seagrasses Net.

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. (edisi revisi). Djambatan Jakarta. 372 pp.

Page 25: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 13

Nurlukman, Candra p. 2012. Hubungan Kelimpahan Teripang (Holothuroidea) dengan Tingkat Kerapatan

Lamun di Pulau Pari DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas

Padjajaran. Jatinangor.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology.W.B. Sounders Company Ltd. Philadelphia.

Odum, Z.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ke-3. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Pereira, P.H.C., B.P. Ferreira dan S.M.Rezende. 2010. Community structure of the

ichthyofauna associated with seagrass beds (Halodule wrightii) in Formoso

River estuary – Pernambuco, Brazil. Anais da Academia Brasileira de Ciências

82(3): 617-628.

Rumbiak, K.K. 2011. Keragaman Ikan Samandar (Siganus sp) di Daerah Tiyaitiki Yongsu Bo, Kampung

Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Skripsi Sarjana Jurusan Biologi, Universitas

Cenderawasih. Jayapura.

Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sujarta, P. 2015. Sistem Konservasi Tiyaitiki dengan Pendekatan Biologi di Perairan Teluk Tanah Merah,

Depapre, Jayapura. Disertasi Doktor Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

Supriharyono.2000. Pelestarian dan Pengelolaan SDA di WilayahPesisir Tropis. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Woodland, D.J., 1990. Revision of the fish family Siganidae with descriptions of two new species and

comments on distribution and biology. Indo-Pac. Fish. (19):136 p. (Ref. HYPERLINK

"http://www.fishbase.org/references/FBRefSummary.php?ID=1419" 1419).

Page 26: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

14 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P02

UJI EFEK STIMULANSIA EKSTRAK ETIL ASETAT KULIT KAYU AKWAY

(Drymis piperita) ASAL PAPUA PADA TIKUS (Ratus norvegicus)

JANTAN

Rani Dewi Pratiwi1, Eva S Simaremare2 1,2 Prodi Farmasi Fakultas MIPA UNCEN, Jl. Kampus Baru Uncen-Waena Jayapura

e-mail : 1 [email protected], 2 [email protected]

ABSTRAK

Kulit akway asal Papua banyak dimanfaatkan oleh masyarakat lokal kususnya Suku Sougb dari kampung

Sururey, Manokwari, digunakan untuk pengobatan malaria dan untuk meningkatkan vitalitas tubuh.

Berdasarkan penelitian Pratiwi (2018) ektrak etanol kulit kayu akway menujukkan penambahan stamina

pada tikus jantan yang diberikan perlakuan dengan metode natatory exhaustion. Penelitian ini bertujuan

untuk menguji efek stimulansia ekstrak etil asetat kulit kayu akway (Drymis piperita) terhadap tikus (Ratus

norvegicus) jantan. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk uji efek stimulansia kulit kayu akway

adalah dengan natatory exhaustion. Dengan menggunakan 30 hewan uji (tikus jantan) yang dibagi dalam

6 Kelompok yang akan diberi sempel uji (dosis 10, 30 dan 50 mg/kg BB), Kontrol Negatif (CMC-Na 0,5%),

Kontrol Positif (Kafein 15 mg/Kg BB) serta Kelompok kontrol. Hasil menunjukan bahwa ektrak etil asetat

kulit kayu akway memiliki efek stimulansia dan dosis yang paling efektif adalah 50 mg/Kg BB. Hasil

Analisa menggunakan Anova-One way dan dilanjutkan dengan uji Tukey Test menujukkan ada beda

nyata antara Kontrol Negatif dan Kelompok Kontrol dengan sampel uji, serta tidak ada bedanyata antara

dosis 50 mg/kg BB dengan Kontrol Positif.

Kata Kunci :Etil Asetat Kulit Kayu Akway, Stimulansia, Tikus Jantan

PENDAHULUAN

Tumbuhan akway merupakan tumbuhan perdu yang berada di hutan-hutan tropis primer dan

sekunder, tinggi tumbuhan 1-4 meter, daun berbentuk lonjong dan bagian tepi daun agak licin. Di

Indonesia, tumbuhan ini hanya ada di daerah Papua, terutama di daerah perbukitan Manokwari. Species

yang ada di daerah pegunungan arfak ada tiga jenis yaitu D. Beccariana. Gilb, D. Pipertia Hook.f dan D.

Arfakensis (Parubak, 2007). Tumbuhan akway asal Papua ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

lokal kususnya Suku Sougb dari kampung Sururey, Manokwari, digunakan untuk untuk meningkatkan

vitalitas tubuh dan pengobatan malaria. Bagian tumbuhan akway yang dimanfaatkan oleh masyarakat

yaitu bagian kulit kayu dan daun. Penggunaan kulit kayu akway sebagai penambah vitalitas/stamina

tubuh oleh masyarakat lokal yaitu dengan merebus kulit kayu akway dan air hasil rebusnnya kemudian

diminum, ada juga masyarakat lokal yang langsung menggunakan dengan cara dikunyah.

Page 27: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 15

Masyarakat lokal kususnya Suku Sougb dari kampung Sururey, Manokwari, sudah lama

menggunakan kulit kayu akway sebagai stimulansia, sebelum melakukan pekerjaan fisik biasanya

masyarakat akan mengkonsumsi kulit kayu akway. Kelelahan atau keletihan adalah keadaan

berkurangnya suatu unti fungsional dalam melaksanakan tugasnya dan akan semakin berkurang jika

keletihan bertambah. Pada umumnya kelelahan timbul setelah aktifitas fisik yang lama atau kurang tidur

(Hardinge dan Shryoch, 2003). Pola kerja yang semakin meningkat membutuhkan tenaga yang lebih

banyak, sehingga dapat menyebabkan kelelahan, karena itu kebutuhan akan obat penambah

stamina/vitalitas tubuh (tonikum) menjadi meningkat, agar dapat neneruskan aktifitas sehari-hari dengan

lebih fit dan bugar (Nur’amilah, 2010). Tonikum adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dapat

memperkuat tubuh atau tambahan tenaga atau energi pada tubuh. Tonikum dapat merenggang atau

memperkuat sistem fisiologi tubun (Gunawan, 2013).

Bedasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek

stimulansia dari fraksi kulit kayu akway.

METODE PENELITIAN Alat

Spuit injeksi 1,0 ml dan spuit injeksi oral 3,0 ml, sonde, timbangan tikus , stopwatch dan alat-alat-

gelas, wadah kaca, timbangan analitik, mortar, stamper, mixer, vortex, penangas air, alat gelas,

sentrifugasi, rotary evaporator, termometer, hot plate, oven, ayakan, botol vial, wadah kaca, kandang

tikus .

Bahan

Fraksi Simplisia Kulit Kayu Akway (Drymis piperita), Tikus (Ratus norvegicus) Jantan, Etanol 96%,

Etil asetat, Kafein, Aquadest, Water for injection, handscone, masker.

Pembuatan Fraksi Etil Asetat Kulit Akyu Akway

Sebanyak 200 gram serbuk simplisia ditimbang kemudian di ekstraksi secara maserasi dengan

menggunakan etanol 96 % sebanyak 1 L selama 3 hari sambil diaduk setiap satu kali 24 jam. Setelah

itu, menyaring dan mengumpulkan maserat untuk dilakukan penguapan pelarut menggunakan rotary

vaccum evaporate dengan suhu 50°C sehingga didapatkan ekstrak kental.

Ekstrak etanol sebanyak 15 mg dipartisi menggunakan corong pisah dengan pelarut yang etil

asetat. Ekstrak etanol dilarutkan dengan menggunakan etanol:air (1:1) sebanyak 120 ml lalu dimasukkan

ke dalam corong pisah dan dipartisi etil asetat sebanyak 20 ml dengan pengulangan 3 kali sehingga total

pelarut yang digunakan sebanyak 60 ml. Fraksi yang didapat dipekatkan menggunakan rotary vacum

evaporator serta disempurnakan pengeringannya dengan menggunakan penangas air sehingga

didapatkan Fraksi kental fraksi etil asetat

Pengujian Aktivitas Simulansia Fraksi Etil asetat Kulit Kayu Akway

Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan (Ratus norvegicus) sebanyak 30 ekor. Tikus jantan

ditimbang dan dibagi menjadi enam kelompok. Setelah itu, setiap tikus diberi perlakuan secara oral

dengan sediaan uji. Kelompok I merupakan Kelompok Normal yang tidak diberikan perlakuan, Kelompok

II diberi kontrol negatif yaitu hanya diberikan CMC Na 0,5%, Kelompok III diberi kontrol positif yaitu kafein

15 mg/kgBB sedangkan Kelompok IV, V dan VI diberi Fraksi Etil Asetat Kulit Kayu Akway dengan dosis

Page 28: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

16 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

10, 30 dan 50mg/kgBB. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah natatory exhaustion,

merupakan metode skrining farmakologi yang dilakukan untuk mengetahui efek obat yang bekerja pada

koordinasi gerak, terutama penurunan kontrol saraf pusat. Uji ini dilakukan terhadap tikus dengan

mengunakan wadah renang dengan ketinggian 18 cm, suhu 20±0,5oC, peralatan tambahan lain harus

berada di luar daerah renang agar tidak mempengaruhi aktivitas renang (Turner, 1965), kemudian

dilakukan pengamatan waktu renang, waktu renang sebelum perlakuan adalah lama waktu renang dari

hewan uji sebelum mendapat perlakuan dosis uji.

HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip penelitian ini adalah dengan metode natatory exhaustion dengan melihat ketahanan waktu

berenang dimana aktivitas motorik diuji dengan cara tikus dimasukkan kedalam wadah yang berisi air,

30 menit setelah diberikan sampel uji (gambar 1). Ketahanan berenang diukur berdasarkan waktu tikus

mulai berenang sampai tenggelam, yaitu tikus berada di bawah permukaan air selama 7 detik.

Gambar 1. Uji Efek Stimulansia dengan metode Natatory Exhaustion

Hasil data pengamatan tikus ketahan renang pada saat sebelum dan sesudah diberikan fraksi etil

asetat kulit kayu akway dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar 2. Pengujian Stimulansia Sebelum dan Sesudah pemberian Fraksi Etil Asetat pada tikus

5.53 5.55 5.945.27 5.11

5.715.835.04

11.35

7.268.13

10.3

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

1 2 3 4 5 6

Sebelum Sesudah

Page 29: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 17

Hasil pengamatan lama waktu ketahanan berenang tikus dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lama Waktu Bertahan yang Digunakan oleh Tikus

Setelah Pemberian Fraksi Kulit Kayu Akway dengan Metode Natatory Exhaustion

Perlakuan Ketahanan Renang (menit,detik)

Std. Dev (n=5)

Kelompok Normal 0,32±0,42 a

Kontrol Negatif (CMC-Na 0,5% b/v) -0,51±0,38 a

Kontrol Positif (Caffein 15mg/KgBB) 5,40±0,24 b

Fraksi Kulit Kayu Akway (Dosis 10mg/KgBB) 1,99±0,36 b

Fraksi Kulit Kayu Akway (Dosis 30mg/KgBB) 3,02±0,94 c

Fraksi Kulit Kayu Akway (Dosis 50mg/KgBB) 4,60±0,74 c

Keterangan : notasi (a,b,c) merupakan hasil dari uji Tukey apabila notasi uji Tukey sama

menunjukkan tidak ada beda nyata dan bila tidak sama menunjukkan perbedaan nyata.

Berdasarkan hasil pengujian stimulansia Fraksi etil asetat kulit kayu akway pada tikus jantan (tabel

1) menujukkan adanya peningkatan stamina pada tikus, ditandai dengan peningkatan ketahanan renang

tikus. Terjadi peningkatan ketahanan renang pada tikus seiring dengan peningkatan pemberian dosis

Fraksi etil asetat kulit kayu akway. Pemberian Fraksi Etil asetat kulit kayu akway dengan dosis 50

mg/KgBB menunjukkan efek stimulansia yang lebih baik pada tikus dengan menggunakan ketahan

berenang rata-rata sebesar 4,60 menit, dan pemberian Fraksi kulit kayu akway dosis 10 mg/KgBB

menunjukkan efek tonikum yang lebih pendek pada tikus dengan menggunakan ketahanan berenang

rata-rata 1,99 menit. Kelompok Kontrol dan pemberian CMC-Na 0,5% b/v sebagai kontrol negatif

menunjukkan waktu ketahanan berenang yaitu 0,32 dan -0,51 menit atau tidak memberikan efek tonikum,

sedangkan untuk Kontrol Negatif (Kafein 15 mg/KgBB) rata-rata ketahanan berenang sebesar 15,40

menit.

Hasil analisis uji One Way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok

perlakuan (P=0,00), kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey, hasil analisa dengan uji Tukey didapatkan

Fraksi uji dengan dosis 10 mg/Kg BB, 30 mg/kgBB dan 50 mg/Kg BB berbeda nyata dengan kelompok

kontrol negatif (CMC Na) dan Kelompok Kontrol. Fraksi uji dengan dosis 10 mg/Kg BB dan 30 mb/Kg BB

berbeda nyata dengan kelompok Kontrol Positif (Caffein 15mg/KgBB), sedangkan Fraksi uji dengan dosis

50 mg/Kg BB tidak berbeda nyata dengan Kontrol Positif (Caffein 15mg/KgBB).

Beberapa penelitian tentang senyawa fitokimia penyusun akway telah dilaporkan. Ektrak etanol

kulit kayu akway mengandung senyawa alkaloid, saponin, triterpenoid, flavonoid dan tanin (Cepeda,

2008), sedangkan ektrak metanol dan Etil asetat mengandung alkaloid, saponin, tanin, flavonoid,

terpenoid dan glikosida (Cepeda dkk, 2010). Penelitian Fa-Rong (2010), menunjukkan flavonoid dari

ektrak daun Cynomorium songaricum dapat menambah ketahanan renang tikus dengan mengurangi

kelelahan pada otot, sedangkan kafein merupakan derivate xantin yang paling kuat, memberikan efek

Page 30: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

18 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

psikotonik yang paling kuat yang dapat menghilangkan gejala kelelahan dan meningkatkan kemampuan

berkonsentrasi (Mutschler, 1991).

KESIMPULAN Kesimpulan pada penelitian ini adalah, antara lain :

1. Fraksi Etil Asetat Kulit Kayu Akway memiliki efek stimulansia terhadap tikus (Ratus norvegicus)

jantan.

2. Perbedaan dosis Fraksi Etil Asetat Kulit Kayu Akway berpengaruh terhadap efek stimulansia pada

tikus jantan, Fraksi etil asetat kulit kayu akway dengan dosis 50 mg/kg BB merupakan dosis yang

terbaik dalam meningkatkan ketahanan renang pada tikus jantan.

DAFTAR PUSTAKA

Cepeda, G.N. 2008. Daya Hmbat Akway (Dimyris piperita Hook f.) terhadap pertumbuhan Escherichia

coli. Agrotek 1(3):41-50

Cepeda, G.N, Santoso, B.B, Lisangan M.M dan Silamba I. 2010. Penapisan Fitokimia akway (Dimyris

piperita Hook f.). Agrotek 1(8):28-33

Gunawan, D. 2013. Ramuan Tradisional Untuk Keharmonisan Suami Istri. Swadaya. Yogyakarta

Hardinge, M.G dan Shryock, H. 2013. Kiat Keluarga Sehat : Mencapai Hidup Prima dan Bugar Jilid 1,

Indonesia Publishing House. Bandung

Harvey, R.A dan Champe, P.C. 2014. Farmakologi Ulasan Bergambar. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta

Mustchler, E. 1991. Dinamika obat: Buku ajar Farmakologi dan toksikologi, Edisi ke lima, diterjemahkan

oleh Widianto, M. Dan A.S Ranti. Penerbit ITB. Bandung.

Nur’amilah, S. 2010. Berbagai Macam Cara Mengatasi Kelelahan dalam Beraktivitas, Program Studi

Teknologi Herbal. Jurusan Manajemen Agroindustri: Politeknik Negeri Jember

Parubak, A.S. 2007. Isolasi Senyawa Aktif Dan Uji Anti Bakteri Esktrak Daun akway (Drymis beccariana)

[Seminar Hasil Penelitian]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam, Universitas Negeri

Papua. Manokwari

Turner, R.A. 1965. Schreening Methods In Pharmacology Volume II. Academic Press. New York and

London

Page 31: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 19

P03

FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL BIJI

PINANG (Areca catechu L.) DAN SIRIH (Piper betle L.)

Septiani Mangiwa*1, Anike Nelce Bowaire2, Yuliana Ruth Yabansabra1

1) Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih

2) Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pinang (Areca cathecu L.) merupakan panganan yang dikonsumsi oleh masyarakat di Papua secara

turun terumun bahkan menjadi suatu budaya yang dikenal sebagai budaya makan pinang. Masyarakat

Papua menyakini bahwa buah pinang dapat menguatkan gigi dan gusi. Umumnya masyarakat Papua

mengkonsumsi pinang dengan cara menguyah bersama-sama dengan sirih (Piper betle L.) dan kapur.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder dan potensi antioksidan dari

pinang dan sirih. Sampel diperoleh dari pasar tradisional di Perumnas 3 Waena, Jayapura. Ekstraksi

dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut metanol. Identifikasi dilakukan melalui skrining fitokimia

menggunakan metode Harbone (1996) dengan beberapa modifikasi. Potensi antioksidan ditentukan

melalui metode DPPH, yaitu peredaman radikal bebas 1,1- difenil-2-pikrihidrazil (DPPH) terhadap

ekstrak metanol pinang dan sirih, kemudian diukur secara spektrofotometri Uv-Vis pada panjang

gelombang 517 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol pinang maupun sirih

mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin. Ekstrak metanol pinang dan sirih dapat

meneredam radikal bebas DPPH berturut- turut sebesar 94,23 dan 93,51 % pada konsentrasi 125 ppm.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol pinang dan sirih teridentifikasi mengandung

5 senyawa metabolit sekunder serta memiliki potensi yang besar sebagai antioksidan.

Kata kunci: Pinang (Areca cathecu L.), sirih (Piper betle L), fitokimia, potensi antioksidan dan metode

DPPH

PENDAHULUAN

Papua merupakan suatu pulau di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati maupun non

hayati. Selain keanekaragaman hayati dan non hayati, Papua juga kaya akan budaya dan adat istiadat.

Salah satu budaya yang tidak dapat dipisahkan dengan Papua adalah budaya “Makan Pinang“. Di mana

konsumsi buah pinang oleh masyarakat di Papua sudah terjadi sejak jaman dahulu kala dan diturunkan

hingga generasi sekarang. Bagi masyarakat Papua, pinang bukan hanya sekedar panganan yang dapat

menguatkan gigi dan gusi, tetapi pinang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Di mana setiap

kali masyarakat Papua berkumpul, di situ pasti tersedia pinang yang siap dikonsumsi bersama.

Page 32: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

20 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Masyarakat di Papua mengkonsumsi buah pinang bersama-sama dengan sirih dan sedikit kapur

dengan cara mengunyah ketiga bahan tersebut dalam mulut hingga menghasilkan campuran berwarna

merah. Pinang diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder, seperti : flavonoid, alkaloid, fenolik,

triterpenoid (Petrina, dkk., 2017). Metabolit sekunder yang terkandung dalam pinang menyebabkan

pinang memiliki berbagai bioaktivitas yang berkhasiat bagi tubuh, antara lain : sebagai antioksidan,

antiinflamasi, antiaging, antelmentik, antibakteri, antimikroba, dan aktivitas lainnya (Amudan et al., 2012).

Esktrak metanol pinang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus

aureus (Faden, 2018). Menurut Wetwitayaklung, et al., 2006, ekstrak etanol Pinang memiliki aktivitas

antioksidan yang tinggi yang dapat menghambat 82,05 % radikal bebas.

Sejalan dengan pinang, sirih juga mengandung metabolit sekunder, seperti : flavonoid, alkaloid,

polifenol, saponin, dan minyak atsiri. Minyak atsiri daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih

besar dibanding esktrak daun sirih terhadap bakteri Steptococcus mutans (Pangesti, dkk., 2017). Pinang

dan sirih mempunyai kandungan metabolit sekunder yang menghasilkan berbagai aktivitas biologi yang

sangat berkhasiat bagi manusia namun pemanfaatan pinang dan sirih di Papua masih sangat terbatas

dan sebagaian besar hanya dikonsumsi sebagai pagangan biasa. Demikian halnya dengan penelitian

tentang pinang dan sirih di Papua masih sangat kurang. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan

identifikasi fitokimia dan uji antioksidan pinang dan sirih yang tumbuh melimpah di Papua.

METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan

Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas laboratorium, neraca analitik,

magnetik stirrer, rotary evaporator, hot plate dan spektrofotometer Uv-Vis. Bahan kimia yang digunakan

dalam penelitian ini adalah akuades, metanol, kloroform, etanol, amoniak, asam sulfat pekat, asam

klorida, besi (III) klorida, asam asetat anhidrat, serbuk Magnesium, pereaksi Wegner, perekasi Meyer,

pereaksi Dragendrof, aseton, dan kertas saring dan DPPH.

Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pinang dan sirih yang diperoleh dari pasar

tradisional di Perumnas 3 Waena, Jayapura.

Prosedur Kerja

Preparasi Sampel

Pinang dicuci bersih, kemudian buahnya dipisahkan dari kulit/serabutnya. Buah pinang dipotong

kecil-kecil kemudian dihaluskan dengan blender dan disisihkan untuk perlakuan selanjutnya. Demikian

halnya dengan sirih, dicuci bersih kemudian dipotong kecil-kecil dan dihaluskan menggunakan blender.

Page 33: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 21

Ekstraksi Pinang dan Sirih

Ekstraksi pinang dan sirih dilakukan dengan metode maserasi. Masing-masing sampel yang telah

dihaluskan, ditimbang sebanyak 250 g dan dimasukkan dalam wadah kaca yang berbeda. Ke dalam

wadah kaca tersebut ditambahkan sejumlah metanol sebagai pelarut sampai semua sampel terendam

sempurna. Maserasi dilakukan selama 1 x 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstrak cair yang diperoleh

dipisahkan dari ampasnya dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 600C dengan

kecepatan 90 rpm.

Skrining Fitokimia Pinang dan Sirih

Fitokimia pinang dan sirih dilakukan berdasarkan metode Harborne (1987) dengan beberapa

modifikasi.

a. Alkaloid

Sebanyak 0,2 g ekstrak dilarutkan ke dalam sejumlah kloroform, kemudian ditambahkan 10 ml

amoniak dan 10 ml kloroform. Larutan disaring dan ke dalam filtratnya ditambahkan larutan asam

sulfat 4 M sebanyak 10 tetes. Filtrat dikocok dengan dengan baik dan didiamkan sampai terbentuk

dua lapisan. Lapisan atas dipisahkan dan dibagi menjadi 3 bagian kemudian dianalisis dengan

pereaksi Meyer, Wegner, dan Dragendroff. Adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya

endapan putih-kuning dengan pereaksi Meyer, endapan coklat dengan pereaksi Wegner, dan

endapan merah jingga dengan pereaksi Dragendroff.

b. Flavonoid

Sebanyak 0,2 g ekstrak dilarutkan dengan 5 ml etanol dan dipanaskan selama 5 menit. Kemudian

ditambahkan beberapa tetes HCl pekat dan 0,2 g serbuk Mg. Adanya Flavonoid ditunjukkan dengan

terbentuknya warna jingga, merah muda atau merah tua yang tidak hilang dalam waktu 3 menit.

c. Terpenoid

Sebanyak 0,2 g ekstrak direndam dengan asam asetat anhidrat dan dibiarkan selama ± 15 menit.

Pipet beberapa tetes larutan ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 2-3 tetes asam sulfat pekat.

Adanya terpenoid ditunjukkan dengan terjadinya warna merah, jingga atau ungu.

d. Saponin

Sebanyak 0,2 g ekstrak direndam dalam sejumlah akuades, kemudian dididihkan selama 5 menit

dan didinginkan. Setelah dingin, larutan dikocok kuat. Adanya saponin ditunjukkan dengan

terbentuknya buih yang stabil. Tambahkan pula beberapa tetes HCl, jika busa tetap stabil, maka

esktrak mengandung saponin.

e. Tanin

Sebanyak 0,2 g ekstrak direndam dengan sejumlah etanol. Selanjutnya 1 ml larutan tersebut

direaksikan dengan dengan 2 -3 tetes larutan FeCl3 1 %. Adanya tanin ditunjukkan dengan

terbentuknya warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat.

Uji Potensi Antioksidan

Uji kualitatif antioksidan pinang dan sirih dilakukan dengan metoda DPPH, yaitu peredaman

terhadap radikal bebas DPPH oleh ekstrak sampel. Sebanyak 50 mg ekstrak dilarutkan ke dalam 100

mL metanol untuk mendapatkan larutan uji dengan konsentrasi 500 ppm. Larutan uji tersebut diencerkan

Page 34: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

22 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

untuk mendapatkan larutan uji dengan konsentrasi 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 ppm. Selanjutnya, 1

mL larutan uji berbagai konsentrasi direaksikan dengan 3 mL larutan DPPH 0,1 mM. Campuran

dihomogenkan dan diinkubasi dalam ruang gelap selama 30 menit. Potensi antioksidan terlihat dari

perubahan warna yang terjadi. Secara kuantitatif, antioksidan pinang dan sirih ditentukan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Larutan uji yang telah diinkubasi selanjutnya diukur absorbansinya pada

gelombang 517 nm.

Analisis Data

Fitokimia masing-masing ekstrak dianalisis berdasarkan hasil reaksi antara larutan uji dan reagen

tertentu. Hasil reaksi positif dapat berupa terbentuknya warna dan endapan tertentu, serta terbetuknya

busa. Sementara itu, aktivitas antioksidan secara kualitatif menunjukkan positif apabila warna ungu dari

DPPH memudar menjadi kuning dan aktivitas secara kuantitatif ditentukan oleh nilai persen inhibisi yang

diperoleh melalui analisis regresi linear terhadap hasil pengukuran absorbansi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Di Papua, pinang dan sirih umumnya di jual di pasar- pasar tradisional bersama-sama dengan

kapur. Penjual pinang dan sirih kebanyakan adalah para wanita, baik ibu- ibu maupun anak-anak. Pinang

dan sirih yang digunakan dalam penelitian ini adalah pinang dan sirih yang diperoleh dari pasar

tradisional Perumnas 3 Waena.

Gambar 1. Pinang, sirih dan kapur yang dijual di pasar tradisional Perumas 3 Waena

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol buah pinang (Areca cathecu L) dan sirih

(Piper betle L) mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin. Fitokimia ekstrak metanol

buah pinang dan sirih ditunjukkan pada Tabel 1.

Page 35: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 23

Tabel 1. Fitokimia Pinang (Areca cathecu L.) dan Sirih (Piper betle L.)

No Fitokimia Reagen Pinang

(Areca cathecu L)

Sirih

(Piper betle L.)

1.

2.

3.

4.

5.

Alkaloid

Flavonoid

Terpenoid

Saponin

Tanin

Mayer

Wagner

Dragendrof

Mg + HCl

Lieberman-Buchard

Air + HCl

FeCl3 1 %

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+ : terdeteksi - : tidak terdeteksi

Identifikasi Alkaloid

Uji alkaloid ekstrak metanol pinang dan sirih dengan reagen Mayer, Wagner dan Dragendrof

menghasilkan endapan. Adanya endapan menunjukkan bahwa di dalam kedua ekstrak terdapat alkaloid.

Endapan yang dihasilkan adalah kompleks kalium-iodida yang terbentuk dari reaksi antara logam kalium

yang terdapat dalam masing-masing reagen dengan alkaloid yang terdapat dalam ekstrak metanol

pinang maupun sirih. Di mana alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron

bebas yang dapat berikatan kovalen dengan ion logam kalium (McMurry, 2004).

Reaksi ekstrak dengan reagen Mayer menghasilkan endapan berwarna putih. Warna putih yang

terbentuk merupakan warna dari kompleks kalium tetraiodomerkurat (II) yang dihasilkan dari reaksi

antara larutan HgCl2 dengan larutan KI berlebih (Svehla, 1990) yang digunakan dalam pembuatan

reagen Meyer. Reaksi ekstrak dengan reagen Wagner menghasilkan endapan coklat kemerahan. Warna

coklat kemerahan merupakan warna I3- yang terbentuk dari reaksi I2 dengan I- dari KI dalam pembuatan

reagen Wagner. Sedangkan dengan reagen Dragendrof, dihasilkan endapan berwarna merah jingga

yang merupakan warna dari ion tetraiodobismutat yang terbentuk dari reaksi antara Bi(NO3)3 dan KI

(Svehla, 1990) sebagai bahan pembuat reagen Dragendrof.

Identifikasi Flavonoid

Terbentuknya warna merah ketika ekstrak direaksikan dengan logam Mg dan HCl menunjukkan

bahwa ekstrak mengandung flavonoid. Di mana ketika logam Mg dan HCl ditambahkan ke dalam ekstrak,

terbentuk gelembung gas H2. Logam Mg dan HCl yang ditambahkan akan mereduksi inti benzopiron pada

flavonoid dan menghasilkan garam flavilum yang berwarna merah.

Identifikasi Terpenoid

Adanya terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada batas dua lapisanyang

berbeda dengan penambahan reagen Lieberman-Buchard (larutan asam asetat anhidrat - H2SO4 pekat).

Page 36: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

24 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Perubahan warna disebabkan karena terjadinya oksidasi pada senyawa terpenoid yang terkandung

dalam ekstrak melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi.

Identifikasi Tanin

Pada uji tanin dengan reagen FeCl3 1 %, dihasilkan warna hijau kehitaman. Hal ini menunjukkan

bahwa esktrak mengandung tanin. Warna hijau kehitaman merupakan kompleks Fe-tanin yang terbentuk

dari reaksi antara tanin dari ekstrak dengan ion Fe3+ dari reagen FeCl3 1 %. Pada penelitian ini, terlihat

warna hijau kehitaman yang dihasilkan ekstrak pinang lebih pekat dibanding ekstrak sirih sehingga dapat

dikatakan kandungan tanin dalam ekstrak pinang lebih banyak dibanding ekstrak sirih.

Identifikasi Saponin

Adanya saponin dalam ekstrak ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil setelah

pengocokan terhadap ekstrak yang dilarutkan dalam air panas maupun dengan penambahan larutan

HCl. Busa dihasilkan dari reaksi antara gugus hidrofobik dengan udara. Di mana saponin memiliki gugus

hidrofilik yang dapat berikatan dengan air dan gugus hidrofobik yang dapat berikatan dengan udara.

Terbentuknya busa menunjukkan adanya glikposida yang memiliki kemampuan membentuk buih dalam

air yang terhidrolisis menjadi glukoda dan senyawa lainnya (Rusdi, 2014). Pada penelitian ini, busa yang

dihasilkan ekstrak pinang terlihat lebih banyak dan stabil dibandingkan ekstrak sirih. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kandungan saponin dalam ekstrak pinang lebih banyak dibanding dalam ekstrak

sirih.

Potensi Antioksidan

Antioksidan dari ekstrak pinang dan sirih ditentukan dengan metode DPPH, yaitu peredaman

terhadap radikal bebas DPPH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol pinang dan sirih

memiliki potensi yang sangat besar sebagai antioksidan. Hal ini ditunjukkan dari data kualitatif maupun

kuantitatif yang diperoleh. Di mana secara kualitatif potensi antioksidan ditunjukkan dengan adanya

perubahan warna 1,1-difenil-2-dipikrihidrasil (DPPH radikal bebas) dari ungu menjadi kuning setelah

direaksikan dengan larutan yang mengandung ekstrak pinang maupun sirih dalam berbagai konsentrasi.

Warna kuning yang terbentuk adalah warna dari senyawa 1,1-difenil-2-pikrilhidrasin (DPPH non radikal)

yang dihasilkan ketika senyawa antioksidan dalam ekstrak direaksikan dengan DPPH radikal bebas. Di

mana senyawa antioksidan memiliki proton yang dapat didonorkan kepada 1,1-difenil-2-dipikrihidrasil

sehingga menjadi senyawa 1,1-difenil-2-pikrilhidrasin yang berwarna kuning (Molynux, 2004). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan, maka warna kuning

yang dihasilkan semakin berkurang (hampir bening).

Page 37: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 25

Gambar 2. Perubahan warna DPPH setelah direaksikan dengan ekstrak pinang dan sirih dalam

berbagai konsentrasi.

Gambar 3. Struktur 1,1-difenil-2-pikrilhidrasil (radikal bebas) dan 1,1-difenil-2-dipikrilhidrsin

Analisis antioksidan secara kuntitatif dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan DPPH

radikal bebas yang telah direaksikan dengan ekstrak dalam berbagai konsentrasi selama 30 menit

menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Hasil pengukuran

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan ekstrak, nilai absorbansinya semakin berkurang.

Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan ekstrak, semakin banyak radikal bebas yang

dapat diredam oleh senyawa antioksidan yang terdapat dalam ekstrak. Banyaknya radikal bebas yang

berhasil diredam oleh ekstrak ditentukan oleh nilai persen inhibisinya.

Page 38: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

26 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 4. Absorbansi ekstrak metanol pinang dan sirih dalam berbagai konsentrasi, diukur

menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada 517 nm.

Gambar 5. Perbandingan persen inhibisi (%) esktrak metanol pinang dan sirih pada berbagai

konsentrasi.

Dari hasil perhitungan, diperoleh data bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan ekstrak maka nilai

persen inhibisinya semakin besar. Ini menunjukkan bahwa semakin banyak radikal bebas yang berhasil

diredam/dihambat oleh ekstrak. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak pinang dan sirih dapat

menghambat radikal bebas DPPH berturut-turut sebesar 92,55 dan 65,63 % pada konsentrasi 50 ppm.

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

0.18

0.2

0 50 100 150

Ab

sorb

ansi

, A

Konsentrasi ekstrak metanol, ppm

Ekstrak PinangEsktrak Sirih

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

100.00

25 50 75 100 125

Per

sen

In

hib

isi,

%

Konsentrasi ekstrak metanol, ppm

Ekstrak Pinang

Ekstrak Sirih

Page 39: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 27

Bahkan pada konsentrasi 125 ppm, ekstrak pinang dan sirih mampu meradam DPPH hingga 94,23 dan

93,51 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua ekstrak tersebut memiiki potensi antioksidan yang

sangat besar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak metanol pinang dan sirih mengandung senyawa metabolit sekunder, antara lain : alkaloid,

flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin.

2. Ekstrak metanol pinang dan sirih memiliki potensi yang besar sebagai antioksidan dengan nilai %

inhibisi berturut- turut sebesar 94,23 dan 93,51 %. konsentrasi 125 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Amudhan, M. Sentil, Begum, V. Hazeena dan Hebber, K.B. 2012. A Review an Phytochemical and

Pharmacological Potensial of Areca catechu L. seed. International Journal of Pharmaceutical

Sciences and Research (IJPSR).Volume 3. Issue 11 : 4151-4157.

Faden, Asma’a A., 2018. Evaluation of Antibacterial Activities of Aqueous and Methanolic Extract of

Areca catechu Against Some Oppurtenistic Oral Bacterial. Biosciences Biothecnology Research

Asia. Volume 15, Isuue 3 : 655 – 659.

Pangesti, Rizki D., Cahyono, Edy., dan Kusumo, Ersanghono. 2017. Perbandingan Daya Hambat

Antibakteri Ekstrak dan Minyak Atrsiri Piper betle L. Terhadap Bakteri Streptococcus mutans.

Indonesian Journal of Chemical Science. Volume 6. Nomor 3.

Petrina, R.., Alimuddin, A.H. dan Harlia. 2017. Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Kulit Biji Pinang

Sirih ( Areca catechu L). JKK. Volume 6. Nomor 2 : 70- 77.

McMurry, J.E., dan R. C., Fay., 2004. McMurry Fay Chemistry. 4th edition. Belmat, CA. Pearson

Education International.

Rajamani, R., Kuppusany, S., M.., Shanmugavadivu dan Rajmuhan, D., 2016. Preliminary Phytochemical

Screening of Aqueous Extract of Betel Nut and Betel Leaves. International Journal of Biosciences

and Nanosciences. Volume 3. Issue 1 : 14 -18.

Svehla, G., 1990. Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima.

Diterjemahkan oleh Setiono dan Pujaadmaka, Hadyana. Jakarta : PT: Kalman Media Pustaka.

Venkateswarlu, K., Devanna, N., dab Prasad,N.B.L., 2014. Microscopiical and Preliminary Phytochemical

Screening of ‘Piper Betel’. PharmaTutor Magazine. Volume 2. Issue 4 : 112-118.

Wetwitayaklung, P., dan Phaechamud, T., The Study of Antioxidant Capacity in Various Part of Areca

catechu L. 2006. Naresuan University Journal. Volume 14, Issue 1 : 1-14.

Page 40: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

28 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P04

KALUNG AROMATERAPI KHAS PAPUA KULIT KAYU GENEMO

‘’KATER KAPKEG‘’

Helmina Pigai ; Yudiana Laxmi Reumy ; Knabisemen Marlina Yapasedanya;

Irwanto Palinggi

Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Cenderawasih

Email: [email protected]

ABSTRAK

Genemo (Gnetum gnemon L.) adalah salah satu tanaman tahunan yang tumbuh menyebar di Asia

Tenggara,Kepulauan Indonesia, hingga ke Melanesia. Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan mencapai

ketinggian 15 m dan diameternya 40 cm. Tumbuhan ini juga banyak terdapat di Papua yang kulitnya

dimanfaatkan oleh masyarakat papua khususnya masyarakat pegunungan tengah Papua untuk merajut

noken dan pakaian adat. Kater Kapkeg merupakan kalung aromaterapi khas papua dari kulit kayu

genemo hasil kerajinan yang dikembangkan dari bentuk noken menjadi bentuk aksesoris berupa kalung

yang diperkaya dengan aromaterapi. Aromaterapi adalah salah satu teknik pengobatan atau perawatan

menggunakan bau-bauan yang berasal dari bahan tanaman tertentu yang mengandung minyak esensial

(minyak atsiri). Penggunaan aromaterapi melalui hidung (inhalasi) merupakan cara yang jauh lebih cepat

dibandingkan dengan cara lain. Bahan aromaterapi yang digunakan yaitu minyak atsiri dari lemon yang

dapat menstabilkan sistem syaraf, menimbulkan perasaan senang dan tenang, meningkatkan nafsu

makan, meredakan radang tenggorokan dan batuk. Bahan dasar yang digunakan untuk memproduksi

Kater Kapkeg yaitu kulit kayu genemo dan aromaterapi lemon. Produk Kater Kapkeg memiliki tiga fungsi

utama yaitu mengembangkan budaya papua,sebagai aksesoris khas papua dan mempunyai khasiat bagi

kesehatan. Produk Kater Kapkeg dibuat dengan cara dirajut kemudian dibentuk dan diberi aromaterapi.

Hasil yang didapatkan adalah 73 kemasan kalung selama tiga bulan produksi. Biaya yang digunakan

untuk memproduksi 73 kemasan Kater Kapkeg yaitu Rp 1.785.500. Hasil penjualan untuk 69 kemasan

kalung yaitu Rp 3.625.000 dan keuntungan yang diperoleh adalah Rp 1.838.500.

Kata Kunci : Kulit Kayu Genemo, Aromaterapi, Kater Kapkeg

Page 41: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 29

PENDAHULUAN

Melinjo (Gnetum gnemon L.) adalah salah satu tanaman tahunan yang tumbuh menyebar di Asia

Tenggara,Kepulauan Indonesia,hingga ke Melanesia.Tumbuhan ini dapat bertumbuh dengan mencapai

ketinggian 15 m dan diameternya 40 cm.Tumbuhan ini juga mudah berkembang biak hingga dapat

mencapai ketinggian 1700 m d.p.l dengan produk utamanya dijadikan sayur dibagian

daunnya.Tumbuhan ini juga banyak terdapat di Papua yang kulitnya dimanfaatkan oleh masyarakat

papua untuk merajut noken dan pakaian adat (Chandrabakty,2010).Kulit tanaman melinjo ini ketika

diolah dapat menghasilkan tali atau serat yang berkualitas tinggi.Olahan tersebut dapat dimanfaatkan

sebagai tali panah yang terkenal di pulau Sumbah.Selain itu tali kulit kayu melinjo juga tahan terhadapair

laut sehingga dimanfaatkan sebagai tali pancing atau jaring di daerah pantai Papua Nugini (Harley dan

Elevitch, 2006).

Pada umumnya masyarakat papua hidup sederhana dengan memanfaatkan unsur alam

disekitarnya secara tradisional.Budaya yang dihasilkan oleh masyarakat papua memiliki keunikan

tersendiri.Salah satu produk budaya yang unik dan khas tersebut adalah noken.Noken tersebut dapat

dibuat dari kulit kayu melinjo dimana masyarakat papua menyebutnya kulit kayu genemo.Kerajinan ini

tersebar hampir seluruh daerah di Papua. Sebuah perhiasan berlingkar yang dikaitkan pada leher

seseorang disebut kalung.Kalung dibuat sebagai pelengkap atau penunjang pakaian seperti dress atau

pakaian casual yang kebanyakan dimiliki wanita. Pada beberapa kebudayaan kalung dapat menandakan

kelas sosial penggunanya (Wening, 2015).

Aromaterapi adalah salah satu teknik pengobatan atau perawatan menggunakan bau-bauan yang

berasal dari bahan tanaman tertentu yang mengandung minyak esensial (minyak atsiri).Menurut

(Jealani,2009),aromaterapi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan oil

burner atau anglo pemanas,pijat,penghirupan (inhalasi),berendam,pengolesan langsung pada

tubuh,mandi,kumur,semprotan,dan pengharum ruangan (vaporizer).Penggunaan aromaterapi melalui

hidung (inhalasi) merupakan cara yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan cara lain.Minyak yang

dihirup akan membuat vibrasi di hidung, dari sini minyak yang mempunyai manfaat tertentu itu akan

mempengaruhi sistem limbik,tempat pusat memori,suasana hati,dan intelektualitas berada. Jeruk (Citrus

sinesis) merupakan salah satu bahan tanaman yang mengandung minyak atsiri sehingga dapat

digunakan pada pembuatan aromaterapi.Jeruk dapat digunakan sebagai pengharum ruangan dan bahan

parfum.Minyak atsiri jeruk juga bermanfaat bagi kesehatan, yaitu untuk aromaterapi.Aromaterapi jeruk

dapat menstabilkan sistem syaraf,menimbulkan perasaan senang dan tenang,meningkatkan nafsu

makan dan menyembuhkan penyakit.Manfaat bagi kesehatan tersebut karena minyak atsiri jeruk

mengandung senyawa limonene yang berfungsi melancarkan peredaran darah,meredakan radang

tenggorokan dan batuk.Minyak atsiri jeruk juga mengandung linalool,linalil,dan terpineol yang memiliki

fungsi sebagai penenang atau sedatif,serta sitronela sebagai penenang dan penghusir nyamuk

(Anonim,2008).Senyawa limonen yang terdapat dalam kulit jeruk inilah yang membuat minyak atsiri kulit

jerukmempunyai aroma yang khas (Fong,2012).

Dewasa ini noken menjadi ikon budaya dan identitas masyarakat Papua.Melalui program

kreativitas Mahasiswa ini kami ingin membuktikan dan menunjukkan kepada seluruh masyarakat

Page 42: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

30 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Indonesia terlebih khusus masyarakat Papua bahwa Kulit kayu Genemo tidak hanya dapat digunakan

untuk membuat noken dan pakaian adat saja namun,bisa digunakan untuk membuat aksesoris khas

Papua berupa kalung aromaterapi yang memberikan tiga fungsi sekaligus yaituyang pertama

mengangkat budaya Papua,kedua mempunyai khasiat bagi kesehatan dan yang ketiga sebagai

perhiasan. Dengan alasan ini maka kami membuat produk Kater Kapkeg yang merupakan inovasi baru

untuk membuka pangsa pasar.

METODE PELAKSANAAN

Perencanaan

Perencanaan dalam produksi merupakan hal yang penting untuk dilakuakan untuk menetapkan

berapa banyak produk dan model apa saja yang akan kami buat. Dalam produksi kater kapkeg, kami

membuat bermacam-macam model atau bentuk yaitu berbentuk kupu-kupu, mickey mouse, love,

bintang, salib dan lain-lain. Oleh karena itu perencanaan perlu dilakukan terlebih dahulu.

Persiapan

a. Waktu dan tempat

Persiapan pelaksanaan kegiatan mmembutuhkan waktu 2 minggu. Persiapan kegiatan meliputi

diskusi tentang pelaksanaan kegiatan, penyediaan tempat produksi ,penyediaan alat dan bahan dasar

serta tenaga kerja.

b. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah kulit kayu genemo/melinjo dan aromaterapi lemon serta

bahan tambahannya yaitu manik-manik. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah jarum untuk

menjahit atau merajut, alat lem tembak dan gunting.

Proses Produksi

Produksi kater kapkeg dilakukan dirumah salah satu tim pelaksanaan PKM di daerah Abepura dan

di waena.Secara umum proses produksi bisa dilihat pada diagram alir dibawah ini

Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi

Page 43: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 31

Proses Pengemasan produk

Proses pengemasan dilakukan dengan cara memasukkan produk kater kapkeg kedalam plastik

kemasan yang sudah ada logo kater kapkegnya.

Pemasaran produk

Pemasaran produk dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu,tahap pertama, kami

memasarkannya dilingkungan kampus dengan sasaran utamanya kepada dosen dan mahasiswa.Tahap

kedua,Kami memperluas pemasaran produk kater kapkeg di kalangan masyarakat.Tahap ketiga,kami

memasarkan dan mempromosikan produk kater kapkeg melalui media sosial yaitu di instagram dan

whatsApp.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang telah tercapai adalah 85% dari keseluruhan target kegiatan yaitu: 1. Adanya

pengembangan budaya merajut dengan menggunakan bahan dasar kulit kayu genemo yang

sebelunnya dibuat menjadi noken dan pakaian adat dapat dikembangkan menjadi inovasi baru berupa

aksesori kalung. 2. Terciptanya produk baru berupa aksesoris kalung aromaterpi yang bermanfaat bagi

kesehatan 3. Produksi dan penjualan kater kapkeg dilakukan selama 3 bulan yaitu dimulai dari tanggal

1 April hingga 18 Juni 2019 dan masih berlangsung, dengan jumlah produk sebanyak 73 kemasan dan

telah terjual 69 kemasan kalung. Berikut adalah hasil produksi dan penjualan kater kapkeg dari bulan

april hingga Juni yang terlampir dalam Gambar 2 berikut :

Gambar 2. Data hasil produksi dan penjualan

Page 44: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

32 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Total penjualan kater kapkeg sebanyak 69 kemasan kalung dengan harga yang berbeda yaitu:

untuk 62 kemasan dengan harga satuan Rp 50.000 dan 7 kemasan dengan harga satuan Rp 75.000.

Total pemasukan : Rp 3.625.000

Total biaya produksi :

Keuntungan : Total pendapatan dari penjualan – total pengeluaran

: Rp 3.625.000 – Rp 1.785.500 : Rp 1.838.500

Untuk jumlah Produksi tertinggi yaitu 35 kemasan pada bulan Juni dan Untuk jumlah penjualan

tertinggi yaitu 35 kemasan pada bulan Juni. Hal ini dikarenakan meningkatnya peminat setelah melihat

dan mengetahui keunikan dan khasiat dari KATER KAPKEG. Sedangkan pada bulan april penjualan

Produk terbatas karena merupakan tahap awal produksi dan produk belum banyak diketahui masyarakat

luas.

KESIMPULAN

KATER KAPKEG merupakan inovasi baru dari kulit kayu genemo dengan kombinasi aromaterapi yang

berguna bagi kesehatan dan menjadi sarana peluang usaha dengan penjualan mencapai 69 kemasan

kalung dalam 3 bulan, menghasilkan keuntungan Rp. 1.838.500.

Page 45: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 33

P05

PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN PROSES OKSIDASI TERHADAP

KARAKTERISTIK PASIR BESI KABUPATEN SARMI

Heru Cahyoutomo, Cahyo Saputra, Rhizal Alfian Abdul Gani, Endang Haryati, Octolia Togibasa*)

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan studi perlakuan pada pasir besi untuk mendapatkan variasi sifat mineral dari pasir besi

dari Kabupaten Sarmi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh ukuran partikel dan

proses oksidasi terhadap morfologi, struktur kristal dan kandungan mineral pasir besi Sarmi.

Karakterisasi morfologi, struktur kristal, dan kandungan mineral dilakukan dengan menggunakan alat

1000X 8LED digital optical microscope, x-ray diffractometer dan x-ray flourescence spectrometer.

Perlakuan variasi ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan metode pengayakan, dengan ukuran

ayakan 100 dan 200 mesh. Proses oksidasi dilakukan dengan menggunakan pemanasan sampel pada

suhu 200 dan 600ºC. Proses pengayakan memberikan partikel pasir besi berukuran sekitar 150 dan 70

µm. Pasir besi dengan ukuran sekitar 70 µm memiliki kandungan Fe terbesar pada yaitu sebesar

70,99%. Adapun proses oksidasi mengakibatkan terjadinya perubahan warna pasir besi dan mengubah

mineral besi oksida dari hematit (-Fe3O4) menjadi maghemit (-Fe2O3).

Kata Kunci: Pasir Besi, Ukuran Partikel, Oksidasi.

PENDAHULUAN Pasir besi merupakan bahan alami yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia yang memiliki ciri

khas berupa kadungan mineral besi yang tinggi. Sayangnya, pemanfaatan pasir besi masih digunakan

sebagai bahan campuran bangunan, padahal kandungan mineral yang dimiliki oleh pasir besi sangat

banyak misalnya titanium, magnesium, dan unsur lainnya yang dapat digunakan dalam bidang industri

[7]. Keluarga dari mineral besi oksida atau iron oxide yang dimiliki pasir besi pada umumnya berupa

magnetit magnetit (Fe3O4), hematit (α-Fe2O3), dan maghemit (γ-Fe2O3) [8]. Namuun demikian, mineral

ini bersifat fleksibel dan berubah-ubah karena adanya perlakuan tertentu. Studi perlakuan ini digunakan

untuk memperoleh mineral yang lebih bermanfaat. Salah satu contoh perlakuan yaitu proses oksidasi

dimana proses ini merupakan proses pemanasan pada suhu tertentu serta tekana udara normal.

Khususnya pada pasir besi yang berasal dari Tulungagung, Jawa Timur pada saat dilakukan proses

oksidasi kandungan mineral berubah dari magnetit menjadi hematit [1]. Mineral hematit yang dihasilkan

dari proses oksidasi lebih bernilai ekonomis karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk

industri baja, sebab memiliki sifat mekanik yang kuat sehingga tidak dapat dengan mudah terkorosi [9].

Page 46: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

34 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Aplikasi pasir besi dalam produk industri yang bisa dihasilkan dengan memanfaatkan kandungan

mineral yang terdapat didalamnya adalah besi baja [10, 7], pewarna [11, 12], katalis [13], tinta [14] media

rekam magnetik [15, 16], toner [17] dan magnet ferit [18].

Selain proses oksidasi, sifat-sifat fisika dari pasir besi dapat bervariasi akibat perbedaan ukuran

partikelnya. Khusunya pasir besi yang berasal dari Pantai Sunur Kabupaten Padang Pariaman terdapat

kandungan mineral yang beragam karena perbedaan ukuran partikel sehingga menyebabkan

beragamnya sifat kemagnetan dari pasir besi tersebut [2]. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk

melakukan perbedaan ukuran partikel dari pasir besi. Perbedaan ukuran partikel pasir besi berskala

mikro dapat dilakukan dengan proses ayakan test sieve, dan dapat menggunakan proses penghancuran

menggunakan ball milling [2, 3]. Sedangkan untuk perbedaan ukuran partikel pasir besi berskala nano

dapat dilakukan dengan proses kopresipitasi [4].

Papua diketahui memiliki kandungan pasir besi khususnya yang berada di Kabupaten Sarmi yang

telah dilakukan studi identifikasi oleh Togibasa dkk, (2019) menemukan bahwa terdapat pasir besi yang

terkonsentrasi di Muara Sungai Tor Kabupaten Sarmi dan menemukan kandungan mineral pasir besi

berupa magnetit serta jika dilakukan ekstrasi mekanik diperoleh mineral magnesiumferit [5, 6].

Mengingat keunikan pasir besi dari Sarmi, pada penelitian ini dilakukan proses perbedaan ukuran

partikel dengan menggunakan ayakan serta proses oksidasi guna mendapatkan beragam jenis mineral

serta tujuan dari penelitian ini untuk menentukan pengaruh ukuran partikel terhadap morfologi, struktur

kristal dan kandungan mineral pasir besi dan menentukan pengaruh oksidasi terhadap morfologi, struktur

kristal dan kandungan mineral pasir besi.

METODE PENELITIAN Persiapan Sampel

Pasir besi Sarmi diambil dari pesisir pantai Kabupaten Sarmi, Distrik Tor Bawah, dengan lokasi

geografis antara 1°58'00.40"S 138°52'46.90"E dan 1°57'36.09"S 138°54'20.46"E. Pasir besi kemudian

dicuci dengan aquades untuk membersihkan sampel dari residu air laut, dan kemudian diaduk

menggunakan magnetik stirer untuk memisahkan mineral magnetik dengan mineral organik. Mineral

magnetik yang sudah dipisahkan kemudian dikeringkan secara natural, sehingga diperoleh raw sample

pasir besi.

Proses Ukuran Partikel

Raw sampel hasil pencucian awal yang telah kering kemudian diekstraksi untuk mendapatkan

sampel yang mengandung magnet. Kemudian sampel hasil ekstraksi dikeringkan dengan cara menjemur

dibawah sinar matahari selama 4 hari. Setelah hasil ekstraksi kering, kemudian dilakukan pengayakan

menggunakan ayakan 100 mesh dan 200 mesh untuk mendapatkan variasi ukuran partikel dari pasir

besi.

Proses Oksidasi

Raw sampel hasil pencucian awal yang telah kering kemudian diekstraksi untuk mendapatkan

sampel yang mengandung magnet. Kemudian sampel hasil ekstraksi dikeringkan dengan cara menjemur

Page 47: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 35

dibawah sinar matahari selama 4 hari. Setelah hasil ekstraksi kering, kemudian dioksidasi pada suhu

200ºC dan 600ºC selama 15 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran Partikel

Gambar 1 memberikan karakteristik morfologi sampel pasir besi (a) alami / raw (b) diayak 100

mesh, dan (c) diayak 200 mesh, yang diambil dengan menggunakan digital optical microcope,

perbesaran 1000×. Sampel pasir besi alami memiliki ukuran bulir rata-rata sebesar 1,1 mm dengan

morfologi yang beragam. Selain ukuran, pasir besi alami juga memiliki karakteristik warna bulir yang

beragam, yaitu warna kehitaman bercampur dengan putih kecoklatan. Partikel dengan warna hitam

mengkilat umumnya memiliki ukuran yang besar. Gambar 1. (b) memperlihatkan morfologi sampel pasir

besi setelah proses pengayakan dengan ukuran 100 mesh. Dapat dilihat rata-rata ukuran bulir menjadi

sekitar 150 µm serta karakteristik warna yang lebih homogen dengan warna hitam pucat. Adapun

Gambar 1. (c) dimana sampel telah diayak dengan ukuran 200 mesh, memiliki rata-rata ukuran bulir yang

jauh lebih kecil yaitu sekitar 70-75 µm dengan karakteristik warna hitam kecoklatam serta terdapat

beberapa butiran yang berukuran lebih besar.

Gambar 1 Karakteristik morfologi sampel pasir besi (a) alami / raw (b) diayak 100 mesh, dan

(c) diayak 200 mesh

Gambar 2 menunjukkan grafik pola XRD sampel pasir besi (a) alami/raw (b) diayak 100 mesh, dan

(c) diayak 200 mesh. Dari analisa identifikasi struktur kristal menggunakan software Match dan database

COD (Crystalography Open Databas ) didapatkan bahwa seluruh sampel memiliki struktur kristal hematit

(α-Fe2O3). Nilai tingkat kecocokan (figure of merit) untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel

1. Nilai tingkat kecocokan ternyata menunjukan kecenderungan semakin kecil ukuran partikel maka nilai

FoM semakin besar, yang artinya tingkat kecocokan mineral maghemit semakin besar.

(a) (b) (c)

Page 48: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

36 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 2 Pola XRD dari pasir besi dengan variasi ukuran partikel

Tabel 1 Tabel nilai figure of merit (FoM) dari sampel pasir besi variasi ukuran

Sampel Struktur Kristal (#COD) FoM

(a) raw α-Fe2O3 (96-152-8613) 0,8380

(b) diayak 100 mesh α-Fe2O3 (96-152-8613) 0,8976

(c) diayak 200 mesh α-Fe2O3 (96-152-8613) 0,8997

Tabel 2 Komposisi mineral dari sampel pasir besi variasi ukuran

Unsur Komposisi Mineral

(a) raw (b) diayak 100 mesh (c) diayak 200 mesh

Ti 3,56% 3,88% 3,92%

Si 15,8% 13,1% 12,2%

K 2,14% 1,55% 1,69%

Ca 9,45% 6,90% 6,41%

Al 4,7% - 4,0%

Fe 61,00% 70,99% 68,56%

Tabel 2 memberikan komposisi kandungan mineral dari sampel pasir besi (a) alami/raw (b) diayak

100 mesh, dan (c) diayak 200 mesh yang diukur menggunakan x-ray fluoresence. Dapat dilihat bahwa

dengan variasi ukuran, semakin kecil ukuran bulir maka unsur-unsur mineral organik seperti unsur

Alumunium (Al), Silika (Si), Kalium (K), dan Kalsium (Ca) menjadi semakin kecil. Sedangkan unsur besi

(Fe) justru semakin besar, meskipun terjadi penurunan pada sampel yang diayak 200 mesh. Anomal ini

dapat terjadi karena adanya faktor salahnya proses pengayakan, sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya. Kandungan mineral Alumunium (Al) sebesar 3,56% pada sampel raw, 3,88% pada sampel

ayakan 100 mesh, dan 3,92% pada sampel ayakan 200 mesh. Silika (Si) memiliki kandungan mineral

Page 49: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 37

sebanyak 15,8% pada sampel raw, 13,1% pada sampel ayakan 100 mesh, dan 12,2% pada sampel

ayakan 200 mesh. Kalium (K) memiliki komposisi mineral sebanyak 2,14% pada sampel raw, ayakan

100 mesh mempunyai komposisi 1,55%, serta pada ayakan 200 mesh memiliki komposisi 1,69%.

Kalsium (Ca) memiliki komposisi 9,45% pada sampel raw, sampel yang di ayak 100 mesh memiliki

komposisi 6,90%, serta sampel ayakan 200 mesh mempunyai komposisi 6,41%, Besi (Fe) memiliki

komposisi sebesar 61,00% untuk sampel raw, 70,99% untuk sampel yang di ayak 100 mesh, serta

68,56% pada sampel ayakan 200 mesh. Serta terdapat kandungan mineral lainnya. Kandungan mineral

besi (Fe) mengalami kenaikan pada sampel yang di ayak menggunakan ayakan 100 mesh serta

mengalami penurunan pada saat di ayak 200 mesh. Kenaikan kandungan Fe ini tentunya dapat

meningkatkan sifat kemagnetan dari pasir besi [2].

Proses Oksidasi

Gambar 3 memberikan karakteristik morfologi sampel pasir besi (a) alami/raw (b) teroksidasi

200°C, dan (c) teroksidasi 600°C, yang diambil dengan menggunakan digital optical microcope,

perbesaran 1000×. Sampel pasir besi alami memiliki warna bulir yang beragam, yaitu warna kehitaman

bercampur dengan putih kecoklatan. Partikel dengan warna hitam mengkilat umumnya memiliki ukuran

yang besar. Gambar 3. (b) memperlihatkan morfologi sampel pasir besi setelah proses pemanansan

dengan temperatur sebesar 200°C. Dapat dilihat karakteristik warna yang lebih cenderung dengan

warna hitam sedikit kecoklatan. Pada Gambar 3. (c) dapat dilihat bahwa warna sampel teroksidasi suhu

600ºC umumnya berubah menjadi warna cokelat, dan ada beberapa bulir yang berwarna agak

kemerahan. Pengaruh oksidasi terhadap perubahan warna ini serupa dengan penelitian yang dilakukan

pada pasir besi dari Tulungangung, Jawa Timur [1].

Gambar 3. Karakteristik morfologi sampel pasir besi (a) alami / raw (b) dioksidasi 200°C, dan

(c) dioksidasi 600°C

(a) (b) (c)

Page 50: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

38 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 4. Pola XRD dari pasir besi dengan variasi oksidasi

Gambar 4. menunjukkan grafik pola XRD sampel pasir besi (a) alami / raw (b) teroksidasi 200°C, dan

(c) teroksidasi pada suhu 600°C Dari analisa identifikasi struktur kristal menggunakan software Match,

didapatkan hasil bahwa terjadi perubahan struktur kristal. Pada sampel yang telah teroksidasi pada suhu

600°C yang mana struktur awalnya berupa hematit, mulai berubah menjadi maghemit, meskipun belum

sepenuhnya. Terdapat setidaknya dua struktur kristal yaitu hematit dan maghemit sekaligus. Adapun nilai

tingkat kecocokan FoM untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tabel nilai figure of merit (FoM) dari sampel dengan variasi oksidasi

Sampel Struktur Kristal (#COD) FoM

(a) raw α-Fe2O3 (96-152-8613) 0,8380

(b) teroksidasi 200°C α-Fe2O3 (96-152-8613) 0,9023

(c) teroksidasi 600°C α-Fe2O3 (96-152-8613)

γ-Fe2O3 (96-152-8598 )

0,8324

0,798

Tabel 4 Komposisi mineral dari sampel pasir besi variasi oksidasi

Unsur Komposisi Mineral

(a) Raw (b) teroksidasi 200ºC (c) teroksidasi 600ºC

Al 4,7% 4,6% 4,9%

Si 15,8% 15,2% 17,5%

K 2,14% 2,06% 2,56%

Ca 9,45% 8,34% 10,3%

Ti 3,56% 3,79% 3,39%

Fe 61,00% 62,68% 57,70%

Page 51: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 39

Tabel 4. memberikan komposisi kandungan mineral dari sampel pasir besi (a) alami/raw (b)

teroksidasi 200°C, dan (c) teroksidasi 600°C yang diukur menggunakan x-ray fluoresence. Pada tabel

4. terdapat senyawa serta komposisi kandungan mineral yang diukur menggunakan x-ray fluoresence.

Dapat dilihat bahwa unsur-unsur yang umumnya terdapat pada pasir alamai seperti Alumunium (Al),

Silika (Si), Kalium (K), Kalsium (Ca), Besi (Fe) serta komposisi mineral lainnya. Kandungan mineral

Alumunium (Al) sebesar 4,7% pada sampel raw, 4,6% pada sampel oksidasi 200°C, dan 4,9% pada

sampel oksidasi 600°C. Silika (Si) memiliki kandungan mineral sebanyak 15,8% pada sampel raw, 15,2%

pada sampel oksidasi 200°C, dan 17,5% pada suhu 600°C. Kalium (K) memiliki komposisi mineral

sebanyak 2,14% pada sampel raw, suhu 200°C mempunyai komposisi 2,06%, serta pada suhu memiliki

komposisi 2,56%. Kalsium (C) memiliki komposisi 9,45% pada sampel raw, sampel oksidasi 200°C

memiliki komposisi 8,34%, serta sampel 600°C mempunyai komposisi 10,3%, Besi (Fe) memiliki

komposisi sebesar 61,00% untuk sampel raw, 62,68% untuk sampel oksidasi 200°C, serta 57,70% pada

sampel oksidasi 600°C. Serta terdapat kandungan mineral lainnya yang semakin menghilang karena

menguap pada saat proses oksidasi berlangsung. Kandungan mineral besi (Fe) mengalami kenaikan

pada suhu 200°C. Semakin tinggi temperatur oksidasi, maka akan merubah struktur kristal dengan

ditandai berubahnya struktur kristal hematit menjadi maghematit.

KESIMPULAN Proses pengayakan berhasil memberikan sampel pasir berukuran sekitar 150 µm untuk ayakan

100 mesh, dan 70 µm untuk ayakan 200 mesh. Unsur Fe terbesar terjadi pada saat proses penyakan

100 mesh yaitu sebesar 70,99%. Proses oksidasi pada temperatur 200˚C mengakibatkan perubahan

warna sampel pasir besi dengan struktur mineral sampel masih sama yaitu hematit (α-Fe2O3). Pada suhu

600˚C terjadi perubahan warna dari hitam mejadi merah serta terdapat dua struktur kristal, struktur awal

yaitu hematit (α-Fe2O3) dan munculnya struktur kedua yaitu maghemit (γ-Fe2O3). Untuk unsur Fe

terbesar terjadi pada proses oksidasi suhu 200˚C yaitu sebesar 62,68%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Mufti. N, Atma. T, Fuad. A, dan Sutadji. E. 2014. “Synthesis And Characterization Of Black, Red And Yellow Nanoparticles Pigments From The Iron Sand” AIP Conference Proceedings 1617 (1): 165-169.

[2] Norman, F., Budiman, A. dan Puryanti, D. 2016. "Hubungan Ukuran Butir Terhadap Suseptibilitas

Magnetik dan Kandungan Unsur Mineral Magnetik Pasir Besi Pantai Sunur Kabupaten Padang

Pariaman" Jurnal Fisika Unand 5(3): 238-243.

[3] Smit, G., Zrncevic, S., dan Lazar, K. “Adsorption and Low-Temperature Oxidation of Co over Iron Oxides” Molecular Catalysis 252(1):103-106.

[4] Taufiq, A. Triwikantoro, Pratapa, S. dan Darminto. 2018. " Sintesis Partikel Nano Fe3-xMnxO4

Berbasis Pasir Besi dan Karakterisasi Struktur serta Kemagnetannya" Jurnal Nanosains &

Nanoteknologi, 1(2): 67-73.

[5] Togibasa. O., Akbar M., Pratama A., dan Bijaksana S. 2019. “Distribution of Magnetic Susceptibility of Natural Iron Sand in the Sarmi Coast Area” Journal of Physics: Conference Series: 1204: 012074.

Page 52: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

40 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

[6] Togibasa, O., Bijaksana, S., dan Novala G.C. 2018. “Magnetic Properties of Iron Sand from the

Tor River Estuary, Sarmi, Papua.” Geosciences, 8(4): 113.

[7] Yulianto. A, Bijaksana. S, Loeksmanto. W S, dan Kurnia. D. 2003. “Produksi Hematit (α-Fe2O3) dari Pasir Besi : Pemanfatan Potensi Alam Sebagai Bahan Industri Berbasis Sifat Kemagnetan.” Jurnal Fisika, 2(1): 80-82.

[8] Yulianto. A. 2006. “Kajian Sifat Magnet Pasir Besi dan Optimasi Pengolahannya Menajdi Magnet

Ferit” Disertasi. Institut Teknologi Bandung.

[9] Ridwan, Sulungbudi, G.T., dan Mujamilah. 2002. "Sintesis bahan magnet barium hexaferrite

memanfaatkan sumber daya alam lokal, Journal Sains Material Indonesia, 5(1), 29-33.

[10] Trilismana, H., dan Budiman, A. 2015. “Analisis Susepbilitas Magnetik Hasil Oksidasi Magnetit Menjadi Hematit Pasir Besi Pantai Sunur Kota Pariaman Sumatra Barat” Journal Fisika Unand, Vol(2): 150-156.

[11] Ozel, E., Unluturk, G., dan Turan, S. 2006. “Production of brown pigments for porcelain insulator applications” Journal of the European Ceramic Society, 26: 735-740.

[12] Elias. M., Chartier. C., Prevot. G., Garay. H., dan Vignaud. C. 2006. “The color of ochres explained by their composition” Material Scioence and Eengineering: B, 127(1): 70-80.

[13] Smit, G., Zrncevic, S., dan Lazar, K. “Adsorption and Low-Temperature Oxidation of Co over Iron Oxides” Molecular Catalysis 252(1):103-106.

[14] Aso, K., Sato, T., dan Ishibashi, M. 1999. “Magnetic force microscopic study of magnetic tapes recorded at MHz frequencies” Journal of Magnesium and Magnetic Materials: 193, 430-433.

[15] Rajjab, A., Mahmood, A., Khan, M. A. Chughtai, A. H. Shahid, M., Shakir, I., dan Warsi, M. F. 2014. “Impacts of Ni–Co substitution on the structural, magnetic and dielectric properties of magnesium nano-ferrites fabricated by micro-emulsion method” Journal of Alloys and Compounds, 584(25): 363–368.

[16] Yamamoto, S., Hirata, K., Kurisu, H., Matsuura, M., Doi, T., dan Tamari, K. 2001 .“High coercivity ferrite thin-film tape nedia for perpendicular recording.” Journal of Magnetism and Magnetic Materials, 235: 342-346.

[17] Brezoi, D-V. dan Ion, R-M. 2005. “Phase evolution induced by polypyrrole in iron oxide-polypyrrole nanocomposite” Sensor and Actuators B: Chemical, 109(1): 171-175.

[18] Parkin. I.P., Elwin. G., Kuznetsov. M.V., Pankhurst. Q.A., Quang. B.T., Fostter. G.D., Barquin. L.F., Komarov. A.V., dan Morozov. Y.G. 2001. “Self-propagating high temperature synthesis of MFe12O19 (M=Sr,Ba) from the reactions of metal superoxides and iron metal” Journal of Materials Processing Technology, 110 (2): 239-243.

Page 53: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 41

P06

STUDI PENDAHULUAN DAN REKONSTRUKSI MODEL GENETIK

SECARA EMPIRIS TERHADAP TIPE ENDAPAN LATERITE SAPROLITE-

Au DI WAENA JAYAPURA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

EKSPLORASI, PENAMBANGAN DAN LINGKUNGAN

Karl Karolus Meak1, Patrick Marcell Fandy2

1,2Bidang Khusus Teknik Eksplorasi Mineral. Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Cenderawasih

Email: [email protected]

ABSTRAK

Daerah mineralisasi Buper Waena Jayapura, secara geologi merupakan bagian dari sekuen Cyclops

ophiolite, yang mana secara regional merupakan bagian dari kompleks Centra Ophiolite Belt (COB). COB

merupakan bagian dari fragmen kerak samudera Pasifik yang terdiri dari kelompok batuan ultra bassa

yang terobduksi ke selatan dan telah mengalami proses laterisasi. COB bagian dari New Guinea Island

(NGI) yang pada bagian utara menyimpan sejarah konvergen sebagian besar dari lempeng Australia dan

sebagian kecil lempeng samudera; Philipina dan lempeng Caroline, fase singkat, sebagian besar di

kontrol oleh pergerakan lempeng Pasisifik. Indikasi awal dari studi pendahahuluan ini yaitu mineralisasi

emas (Au) pada daerah Buper hadir pada lapisan laterite dengan gaya mineralisasi Au yaitu

disseminated. Bentuk urat atau vein system tidak berkembang di daerah mineralisasi. Rekonstruksi

empiris model genetik endapan mengikuti atau mendekati model empiris yaitu Laterite-Saprolite Au

(Boyle models, ± Ni). Identifikasi mineral secara megaskopis adalah mineral hasil oksidasi seperti Fe,

Mn dan sedikit kuarsa (SiO2). Metode eksplorasi yang direkomendasikan adalah geokimia, dengan

metode sampling adalah soil sampling dan stream sediment, dengan unsur-unsur jejak: emas (Au), perak

(Ag), Nikel (Ni), Besi (Fe), Magnesium (Mg), Sulfur (S), Arsen (As), Merkury (Hg). Mercury diambil

sampelnya sebagai kontrol dan evaluasi terhadap pengolahan emas hasil penambangan. Metode

semprot (konvesional) sebagai metode penambangan memberikan kontribusi yang besar terhadap

kerusakan lingkungan di daerah penambangan karena tidak mengikuti arah mineralisasi.

Kata Kunci: Model Genetik, Laterite, Emas, Jayapura.

Page 54: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

42 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

PENDAHULUAN

Routhier (1967) adalah ahli geologi pertama yang menyatakan ide tentang pembentukan atau

genesa mineral bijih dengan pendekatan model genetik. Menurutnya analisis terbaik dari genesa mineral

bijih adalah dengan melihat sumber (source), transportasi dan lingkungan pengendapan. Ia

memperkenalkan empat model genetik utama. Sebagian didasarkan pada konsep pembentukan secara

syngenesis dan epigenesis (Richard Edwards dan Keith Atkinson,1986). Ada dua komponen untuk model

endapan bijih: model empiris yang terdiri dari kumpulan data, termasuk data pengamatan yang menjadi

penciri endapan dan model konseptual yang berupaya menafsirkan data melalui penyatuan teori genesa

(R.Gwilym Roberts, 1988). Rekonstruksi model genetik secara empiris merupakan pendekatan dengan

dasar pemahaman bahwa proses pembentukan mineral memiliki karakteristik geologis yang sama dari

beberapa tempat. Model genetik akan memberikan gambaran yang penting dalam memahami proses

pembentukan dan eksplorasi mineral. Rekonstruksi model empiris memberi pemahaman pendahuluan

untuk mendesain program eksplorasi yang efektif dan efisien guna memperoleh informasi yang lebih

akurat dan detail mengenai endapan. Penelitian ini merupakan studi pendahuluan dengan pendekatan

empiris tentang mineralisasi emas yang hadir dalam lingkungan endapan laterite, implikasinya terhadap

metode eksplorasi, penambangan dan pengendalian lingkungan.

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Daerah penelitian secara geologi merupakan bagian dari sekuen Cyclops ophiolite, yang mana

secara regional merupakan bagian dari kompleks Centra Ophiolite Belt (COB). COB adalah bagian dari

fragmen kerak samudera Pasifik yang terdiri dari kelompok batuan ultra bassa yang terobduksi ke

selatan dan telah mengalami proses laterisasi. COB bagian dari New Guinea Island (NGI) yang pada

bagian utara menyimpan sejarah konvergen sebagian besar dari lempeng Australia dan sebagian kecil

lempeng samudera; Philipina dan lempeng Caroline, fase singkat, sebagian besar di kontrol oleh

pergerakan lempeng Pasisifik (Hall, 1996, 1997 dalam C.Monier dkk 1999). Oleh karena itu, sebagian

besar sisa-sisa dari series ofiolit sekarang terdapat dalam dua sabuk dengan arah dan tren sepanjang

Barat Laut dan Tenggara sejajar dengan elongation (C.Monier dkk, 1999). Di Papua, sebagaian dari COB

muncul sepanjang pantai dekat Jayapura yakni pengunungan cyclop, terlihat pada gambar 1b (Dow dkk,

1988 dalam C.Monier, 1999).

Page 55: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 43

Gambar 1 (a) Papua dan Papua New Guinea (PNG) atau New Guinea Island (NGI) menunjukan lokasi

komplek atau seri ofiolit (ditandai dengan garis hitam). (b) Rekonstruksi geologi dan tektonik pada

daerah Pengunungan Cyclops, Jayapura, Papua, Indonesia. Titik bulat hitam merupakan lokasi

penelitian. Dimodifikasi dari C.Monnier dkk, 1999.

OBSERVASI DAN INVESTIGASI LAPANGAN

Pengamatan geologi permukaan dan geokimia telah memberikan kontribusi utama bagi banyak

penemuan emas dimasa lalu. Walaupun dalam sepuluh tahun terakhir telah terjadi peningkatan

penggunaan teknik geofisika sebagai metode yang dapat membantu daerah yang tersembunyi (Williams

PK, 1997). Hasil observasi dan investigasi lapangan dibutuhkan untuk merekonstruksi model genetik

endapan secara empiris, mendesain konsep dan program eksplorasi detail guna memperoleh informasi

yang lebih rinci mengenai endapan mineral.

Page 56: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

44 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 2. Kiri penambang mendulang kembali hasil penambangan emas dengan metode konvesional

(semprot). Gambar kanan, test pit yang dilakukan secara konvesional untuk mencari distribusi emas

pada daerah penelitian. Selain mencari distribusi endapan pendekatan ini juga dilakukan untuk mencari

veins system dalam lapisan laterite.

MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

Emas terbentuk sebagai komoditas utama dalam berbagai setting dan jenis. Dalam beberapa

dekade terakhir kemajuan yang signifikan dibuat dalam klasifikasi, defenisi dan pemahaman tentang

jenis endapan emas yang didapat melalui integrasi data dibidang eksplorasi (Robert F, dkk 2007).

Didaerah penelitian emas (Au) berkembang hadir dalam bentuk dan model genetik yang berbeda di

Indonesia. Di Indonesia kebanyakan emas hadir dalam lingkungan dan proses hidrotermal. Emas (Au)

dan tembaga (Cu) di Asia Tenggara dan Barat Pasifik terjadi sebagian besar pada busur magmatic

berumur Cenozoik menengah sampai akhir, atau sekitar 1-25 juta tahun yang lalu. Wilayah ini

mengandung lebih dari 160 endapatan diantaranya, endapan tipe porfiri, skarn, epitermal (sulfidasi tinggi,

menegah, dan rendah), sedimentasi (Steve Garwin dkk, 2005). Pada daerah penelitian, emas hadir

dalam setting dan tipe endapan yang berbeda. Investigasi awal memperlihatkan emas hadir dalam

endapan laterite yang biasanya mengandung mineral-mineral kelompok oksida seperti Fe, Al, Mn, dan

mineral bijih Ni. Morfologi badan bijih emas pun tidak menyerupai urat (vein system) tetapi lebih

berkembang dengan pola disseminated yang kaya akan Fe atau besi. Pola disseminated ini akhirnya

mempengaruhi atau berdampak pada sistem atau cara penambangan.

PEMBAHASAN

Emas yang berkembang secara disseminated dan hadir didalam endapan laterite secara empiris

mendekati model Endapan Laterite-Saprolite Au yang direkontruksi oleh Gregory E. Mckelvey atau

dengan sinonim Au-bearing saprolite (Becker 1895). Karakteristik utamanya yaitu residu dan

pengkayaan kimia dari emas pada daerah tropis yang berlangsung pada laterite dan bauksit. Tipe

Page 57: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 45

endapannya berkembang pada kondisi bawah permukaan dengan suhu yang hampir sama dengan

permukaan. Kehadiran laterite adalah prasyarat utama dan penting untuk jenis endapan ini. (Gregory E.

McKelvey 2004). Identifikasi mineral secara megaskopis adalah mineral hasil oksidasi seperti Fe, Mn

dan sedikit kuarsa (SiO2).

Gambar 3. Kiri, Rekonstruksi model genetik secara empiris yang diadopsi dari model ideal Endapan

Au-Larite-Saprolite dengan skala vertikal dan horizontal dalam kilometer oleh Gregory E. McKelvey

2004 (dalam https://pubs.usgs.gov/bul/b2004). Kanan, penambangan emas (Au) pada lapisan laterite

dengan menggunakan metode penambangan konvesional yaitu penambangan dengan menggunakan

air atau tambang semprot yang mana hasil semprot dialiri melewati sluice box sebagai media untuk

menangkap butiran emas.

Untuk memperoleh informasi dan pemahaman yang lebih detail mengenai endapan maka ada dua

pendekatan metode yang direkomendasikan yaitu geokokimia dan Ground-pentrating radar (GPR).

Geokimia disarankan dengan metode sampling yaitu soil sampling dan stream sediment (SS), dengan

unsur-unsur jejak: emas (Au), perak (Ag), Nikel (Ni), Besi (Fe), Magnesium (Mg), Sulfur (S), Arsen (As),

Merkury (Hg). Mercury diambil sampelnya sebagai kontrol dan evaluasi terhadap pengolahan emas hasil

penambangan. Ground-penetrating radar (GPR) dapat menjadi alat yang efektif untuk memahami profil

pelapukan yang berhubungan dengan endapan laterite Ni-Co (Erin Marsh dkk, 2010).

Page 58: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

46 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 4. Metode penambangan semprot Endapan Au Laterite Saprolite. Garis putih putus-putus

merupakan daerah yang telah habis disemprot. Kotak putih merupakan titik semprot lapisan laterite

yang dilakukan secara acak (random).

Pendekatan GPR untuk endapan Ni-Co dapat dipakai pada endapan Laterite-Saprolite Au karena

memiliki profil perlapisan yang sama. Metode ini sangat efektif dimana ketebalan laterite berkisar sangat

tipis atau dangkal hingga 50 meter (Francke dan Nobes, 2000 dalam Erin Marsh dkk, 2010). Dalam profil

pelapukan tropis GPR sensitif terhadap kadar air, konduktivitas dan kadar besi (Fe), (Francke dan Nobes,

2000 dalam Erin Marsh dkk, 2010). Metode semprot (konvesional) sebagai metode penambangan

memberikan kontribusi yang besar terhadap kerusakan lingkungan di daerah penambangan karena tidak

mengikuti arah mineralisasi atau titik-titik yang menjadi pusat konsentrasi atau pengkayaan emas.

KESIMPULAN

Berdasarkan rekonstruksi empiris Endapan Au-Laterite Saprolite adalah emas yang khas. Emas ini bisa

hadir bersama-sama dengan Ni dan Al. Untuk mengurangi kerusakan lingkungan maka

direkomendasikan metode eksplorasi terintegrasi yaitu eksplorasi geokimia dan geofisika untuk

memberikan informasi yang lebih detail mengenai keberadaan emas dalam lapisan laterite.

Page 59: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 47

DAFTAR PUSTAKA

C.Monnier., J.Girardeau., M. Pubellier., M.Polve., H.Permana., and H.Bellon. 1998. Petrology and

Geochemistry of the Cyclops Ophiolites (Irian Jaya, East Indonesia): Consequences for the

Cenozoic Evoluation of the North Australia Margin. Mineralogy and Petrology (1999) 65:1-28.

Erin Marsh., Eric Anderson and Floyd Gray. Nickel-Cobalt Laterites – A Deposit Model. Chapter H Of

Mineral Deposit Models for Resources Assessment. Scientific Investigations. 2010. United States

Geological Survey.

Robert RG and PA Sheahan Patricia. 1988. Ore Deposit Models. Geological Association of Canada.

Richard Edwards and Keith Atkinson. 1986. Ore Deposits Geology. Chapman and Hall.

Robert, F., Brommecker R., Bourne B.T., Dobak P.J., McEwan C.J., Rowe R.R., Zhou X. Models and

Exploration Methods for Major Gold Deposits Types. Ore Deposits and Exploration Technology,

Paper 48. 2007, p 691-711.

Steve Garwin., Robert Hall., Yasushi Wanatebe. Tectonic Setting, Geology and Copper Mineralization in

Cenozoic Magmatic Arcs of Southeast Asia and the West Pacific. Economic Geology 100th

Anniversary Volume. 2005. Pp.891-930.

Williams, PK. Towards a Multidisciplinary Integrated Exploration Process for Gold Discovery. Proceeding

of Exploration (1997) p 1015-1028.

Link: https://pubs.usgs.gov/bul/b2004/html/bull2004lateritesaprolite

Page 60: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

48 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P07

IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN TANAH MENGGUNAKAN METODE

GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER ALFA SECARA

LATERAL DAN VERTIKAL UNTUK PEMBANGUNAN FONDASI TRIBUNE

DI SEKITAR LAPANGAN SEPAKBOLA MAHACENDRA UNIVERSITAS

CENDERAWASIH

Steven Y.Y. Mantiri1*, Muhammad Akbar2**, Audita G. Yuliawan1, Fidel G.

Lopulalan1, Nunia T. Mbaubedari1, Anita Diliani1, Jefry Manggombrab1, Wilhelmus

F. Yawandare1, Otniel Bunai1, Stevanus Kanisirik1, Natalia D.Y. Naa1, Jeny

Sendong1, Winny D. Riadiningtias1, dan Lidya N. Hutapea3

1 Program Studi Teknik Geofisika, FMIPA, UNCEN Jayapura 2 Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNCEN Jayapura

3 Stasiun Geofisika Klas I, BMKG, Jayapura

email : *[email protected], ; **[email protected]

ABSTRAK

Penelitian tentang identifikasi struktur lapisan tanah menggunakan metode geolistrik resistivitas

konfigurasi Wenner Alfa secara lateral dan vertikal untuk pembangunan fondasi tribune dilakukan di

sekitar lapangan sepakbola Mahacendra Universitas Cenderawasih. Kajian ini dilakukan untuk

mengidentifikasi struktur dan jenis lapisan tanah pendukung fondasi. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode survei lapangan dan komputasi geofisika. Pengukuran lapangan menggunakan alat

geolistrik resistivity meter IRES T300f. Pengukuran ini memberikan nilai tegangan dan kuat arus listrik.

Model survei dilakukan secara lateral dan vertikal. Resistivitas semu dihitung berdasarkan tegangan dan

kuat arus listrik yang terukur di lapangan. Resistivitas sebenarnya secara lateral diberikan pada analisis

oleh perangkat lunak RES2DINV ver 3.4. Resistivitas sebenarnya secara vertikal diberikan pada analisis

oleh perangkat lunak IP2Win ver 3.0.1. Pengukuran geolistrik dilakukan pada 1 lintasan dengan spasi

dasar elektroda adalah 5 m dengan bentangan 150 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lapisan tanah

terstruktur pada jarak 0 – 50 m dari titik lateral, menyudut ± 35o (sudut diputar searah jarum jam, titik 0

sebagai pusat) dari permukaan tanah dengan kedalaman 0 – 22 m. Struktur ini berlanjut relatif mendatar

dari jarak 50 – 100 m pada kedalaman 22 m dan berlanjut terus dengan struktur berbeda naik relatif

mendatar pada jarak 100 – 150 m dengan kedalaman 11 m ke bawah. Lapisan ini memiliki nilai

resistivitas sekitar 19,10 – 88,00 Ωm dengan interpretasi lapisan tanah padat berupa tanah liat padat.

Secara vertikal lapisan tanah pendukung struktur fondasi tribune pada titik tengah bentangan lateral

Page 61: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 49

berada pada kedalaman 21 m dengan nilai resisitivitas 91,90 Ωm, yang diduga merupakan tanah liat

padat.

Kata Kunci: metode geolistrik, resistivitas, Wenne Alfa, lateral, vertikal, lapangan sepakbola

mahacendra

PENDAHULUAN

Tanah merupakan bagian dari lapisan atmosfer kerak bumi yang terletak di posisi paling atas dan

menjadi bagian dari kehidupan organisme ataupun mikroorganisme serta tersusun atas berbagai mineral

dan material organik dan anorganik lainnya. Peranan tanah sangatlah vital sebagai penunjang kehidupan

bumi karena mendukung ketersediaan hara bagi tumbuhan untuk berkembang. Bagi tumbuhan, tanah

merupakan dasar dari rantai makanan. Selain itu, peranan penting tanah juga adalah sebagai penopang

struktur bangunan yang dibangun/didudukan di atas tanah tersebut. Tanah memiliki struktur yang sangat

khas dengan membentuk rongga yang umumnya mengandung udara. Struktur tanah terbentuk melalui

agregasi berbagai partikel tanah yang menghasilkan bentuk/susunan tertentu pada tanah. Struktur tanah

juga menentukan ukuran dan jumlah rongga antar partikel tanah yang mempengaruhi pergerakan air,

udara, akar tumbuhan, dan organisme tanah. Lapisan tanah merupakan sebuah formasi atau susunan

yang terbentuk dari beberapa tingkat dan secara spesifik dapat dibedakan secara geologi, kimiawi dan

biologis. Jika sebuah tanah dipotong secara vertikal maka penampakan lapisan tanah akan terlihat

sangat jelas karena pada setiap tingkat atau lapisan memang berbeda karakteristiknya. Melalui

penampakan vertikal tersebut akan terlihat tahap-tahap pembentukan sebuah tanah. Bisa dikatakan

bahwa setiap lapisan tanah membentuk sebuah periode yang mana pada lapisan tanah atas merupakan

hasil akhir dari pembentukan tanah, sedangkan lapisan tanah paling dalam yang biasanya berupa batu

keras merupakan awal sebelum tanah terbentuk.

Universitas Cenderawasih memiliki lapangan sepakbola bernama lapangan sepakbola Mahasiswa

Cenderawasih atau disingkat Mahacendra yang terletak di lereng bukit kampus UNCEN Yabansai. Saat

ini lapangan tersebut digunakan sepenuhunya oleh mahasiswa dan manajemen Fakultas Ilmu

Keolahragaan (FIK). Namun kadang juga digunakan secara tentatif oleh pihak luar melalui kegiatan-

kegiatan tertentu. Saat ini lapangan tersebut hanya memiliki tribune di sisi sebelah barat. Ukuran tribune

tersebut dapat dikatakan masih sangat jauh dari layak karena ukurannya kecil yang hanya bisa

menampung sekitar 200 – 300 orang/penonton. Dari sisi kelayakan maka belum bisa dikatakan stadion

sepakbola. Namun dalam perkembangannya ke depan bahwa lapangan sepakbola tersebut akan

dikembangkan dalam skala yang lebih besar, dimana akan dibangun tribune yang lebih layak sehingga

lapangan sepakbolanya dikelilingi oleh tribune dan membentuk sebuah stadion yang cukup besar dan

bisa menampung sejumlah penonton/orang dengan jumlah yang lebih banyak. Pembangunan tribune

stadion sepakbola Mahacendra tentunya membutuhkan perencanaan yang matang dalam segala hal

yang berkaitan dengan pembangunan tribune tersebut dengan harapan bahwa tribune stadion lapangan

sepakbola yang akan dibangun bertahan lama dan kuat menahan goncangan dan gangguan dari

berbagai keadaan. Salah satu bagian dari perencanaan pembanganuan tribune tersebut adalah survei

kondisi dan struktur lapisan tanah. Tanah dan struktur lapisan tanah ini akan menjadi penopang dan

penyangga struktur pondasi dari bangunan tribune stadion tersebut. Dengan mengetahui jenis dan

Page 62: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

50 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

struktur lapisan tanah, maka jenis pondasi yang terbaik dapat ditentukan untuk dibangun bangunan

tribune stadion lapangan sepakbola tersebut.

Pada perkembangan modern ini, survei struktur lapisan tanah dapat dilakukan dengan

menggunakan metode-metode geofisika. Beberapa metode penyelidikan permukaan tanah untuk untuk

survei struktur lapisan tanah yaitu: metode gravitasi, potensial diri dan metode geolistrik. Metode

geolistrik merupakan salah satu cara dalam penelitian struktur tanah dengan melaksanakan pengukuran

berdasarkan sifat-sifat listrik yaitu sifat tahanan jenis dari batuan di lapangan. Keunggulan metode ini

adalah dapat digunakan untuk mengadakan ekspolarasi dangkal yang tidak bersifat merusak dalam

pendeteksiannya (Kirsch, 2009). Survei geolistrik merupakan survei geofisika yang bersifat survei aktif

namun ramah lingkungan.

Di Indonesia, survei geolistrik banyak digunakan untuk survei struktur tanah untuk bangunan-

bangunan tertentu. Ardiansyah dkk., (2016) melakukan penelitian identifikasi struktur lapisan bahwa

permukaan dengan menggunakan metode geolistrik di Kelurahan Tatura Selatan. Gemasih (2016)

melakukan penelitian tentang identifikasi struktur bawah permukaan menggunakan metode geolistrik

resisitivitas dan induceced polarization (IP) pada area pembangunan jembatan Krueng Kaleng, Sabet,

Aceh Jaya. Hakim dan Hairunisa (2017) melakukan kajian studi struktur bawah permukaan dengan

menggunakan metode geolistrik resisitivitas konfigurasi Schlumberger (studi kasus Stadion Universitas

Brawijaya Malang). Navatin (2018) melakukan penelitian tentang interpretasi struktur bawah permukaan

untuk mengethaui zona kerusakan dalan di kawasan Alue Naga, Banda Aceh dengan metode

resisitivitas.

Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik

dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran

arus dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus kedalaman

bumi. Oleh karena itu, metode geolistrik mempunyai banyak macam, termasuk di dalamnya yaitu:

Potensial diri (self potential), Arus tellurik, Magnetotelluric, Elekromagnetik, Polarisasi terinduksi (Induced

polarization, IP), Resistivitas atau tahanan jenis (Hendrajaya dan Arif, 1988).

Metode Resistivitas (Tahanan Jenis)

Metode resisitivitas merupakan metode geolistrik yang mempelajari sifat resisitivitas (tahanan

jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Resistivitas atau tahanan jenis batuan adalah besaran

atau parameter yang menunjukkan tingkat hambatannya terhadap arus listrik dari suatu batuan. Batuan

yang memiliki resistivitas makin besar, menunjukkan bahwa batuan tersebut sulit untuk dialiri oleh arus

listrik. Menurut Hendrajaya dan Arif (1988), berdasarkan tujuan penyelidikan, metode geolistrik tahanan

jenis dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu: metode resistivitas lateral (mapping) dan

metode reisistivitas vertikal (sounding/drilling). Metode resistivitas leteral (mapping) merupakan metode

resisitivitas yang bertujuan untuk mempelajari variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara

horizontal. Oleh karena itu, pada metode ini dipergunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk semua

titik pengamatan di permukaan bumi. Hasil analisis metode memberikan kontur isoresistivitas. Metode

resistivitas vertikal (sounding) merupakan metode resistivitas yang bertujuan untuk mempelajari variasi

resistivitas batuan di bawah permukaan secara vertikal. Pada metode ini, pengukuran pada suatu titik

vertikal dilakukan dengan jalan mengubah-ubah jarak elektroda. Pengubahan jarak elektroda ini

dilakukan secara teratur mulai dari jarak elektroda kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak

elektroda ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi.

Page 63: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 51

Konfigurasi Elektroda

Pengukuran metode geolistrik resisitivitas secara umum menggunakan 4 (empat) buah elektroda

yang terdiri atas 2 (dua) buah elektroda untuk arus listrik dan 2 (dua) buah elektroda untuk potensial

listrik. Pada metode gelistrik resisitivitas, arus listrik dialirkan/diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua

elektroda arus. Besarnya potensial yang disebabkan karena arus listrik yang diinjeksikan diukur di

permukaan bumi melalui dua elektroda potensial. Besarnya beda potensial di antara kedua elektroda

potensial tersebut selain tergantung pada besarnya arus yang dialirkan ke dalam bumi, juga tergantung

pada letak kedua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus yang dipakai. Dalam hal ini

tercakup juga pengaruh keadaan batuan yang dilewati arus listrik tersebut. Aturan-aturan penempatan

keempat elektroda (2 buah elektroda arus dan 2 buah elektroda potensial) disebut konfigurasi elektroda.

Terdapat berbagai macam bentuk konfigurasi elektroda yaitu: Wenner (terdiri atas Wenner alfa, Wenner

beta dan Wenner gamma), Schlumberger, Wenner-Schlumberger, Bipole-dipole, Pole-dipole, Reverse

pole-dipole, dan Pole-pole. Masing-masing konfigurasi elektroda di atas mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengukuran, harus diketahui dengan jelas tujuannya

sehingga dapat dipilih jenis konfigurasi yang terbaik.

Faktor Geometri dan Resistivitas Semu

Letak dua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus mempengaruhi besarnya beda

potensial di antara kedua elektroda potensial tersebut. Besaran koreksi letak kedua elektroda potensial

terhadap letak kedua elektroda arus disebut faktor geometri (geometrical factor). Secara umum skema

konfigurasi elektroda pada survei geolistrik ditunjukkan pada gambar 1. Secara umum resistivitas batuan

dinyatakan dengan persamaan

𝑘 =

∆𝑉

𝐼 (1)

dimana k adalah faktor geometri yang berkaitan dengan geometri elektroda. Setiap konfigurasi elektroda

memiliki nilai faktor geometri yang berbeda-beda. Dengan mengukur ΔV dan I dan mengetahui konfigursi

elektroda, maka resistivitas ρ dapat ditentukan. Pada tanah homogen isotropik, nilai resistivitas ini akan

konstan untuk setiap arus dan pengaturan elektroda.

Gambar 1. Skema susunan elektroda

Page 64: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

52 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Jika tanah tidak homogen dan jarak elektroda bervariasi atau jarak tetap ditetapkan sementara

seluruh rangkaian dipindahkan, maka rasionya akan berubah secara umum. Hal ini menghasilkan nilai ρ

yang berbeda untuk setiap pengukuran. Besarnya secara tidak langsung berhubungan dengan susunan

elektroda. Kuantitas yang diukur ini dikenal sebagai resistivitas semu (apparent resistivity), 𝜌𝑎. Meskipun

secara diagnostik, pada tingkat tertentu, resistivitas sebenarnya (actual resistivity) suatu zona di sekitar

rangkaian elektroda, resisitivitas semu bukanlah nilai rata-rata dan hanya pada kasus bumi homogen

sama dengan resisitivitas sebenarnya. Istilah lain yang sering ditemukan dalam literatur adalah apa yang

disebut resistivitas permukaan. Ini adalah nilai resistivitas nyata yang diperoleh dengan jarak elektroda

kecil. Jelas itu sama dengan resisitivitas permukaan sebenarnya hanya jika tanahnya seragam di atas

volume kira-kira dari dimensi elektroda secara terpisah.

C1 P1 P2

aa a

C2

Gambar 2. Konfigurasi Wenner Alfa

Konfigurasi Wenner Alfa

Aturan elektroda Wenner pertama kali diperkenalkan oleh Wenner pada tahun 1915. Aturan ini

banyak berkembang di Amerika. Konfigurasi Wenner cenderung diterapkan hanya pada daerah yang

permukaanya relatif datar. Jika konfigurasi ini diterapkan untuk kasus permukaan bumi yang miring maka

perlu adanya koreksi yang diberlakukan. Pada konfigurasi ini, elektroda-elektroda, baik arus maupun

potensial diletakkan secara simetris terhadap titik tengah (titik pengukuran/datum). Jarak antara

elektroda arus adalah 3 (tiga) kali jarak antara elektroda potensial (Telford, et al., 1990). Keempat

elektroda dengan titik amat/tengah (titik pengukuran/datum) harus membentuk satu garis. Konfigurasi

Wenner paling cocok untuk penyelidikan dangkal. Konfigurasi Wenner memiliki kedalaman semu

sebesar 1

3 dari bentangan terluar. Konfigurasi Wenner terdiri atas konfigurasi Wenner Alfa, Wenner Beta

dan Wenner Gamma. Konfigurasi elektroda untuk Wenner Alfa ditunjukkan pada gambar 2. Konfigurasi

Wenner Alfa memiliki faktor geometri k adalah

𝑘 = 2𝜋𝑎 (2)

Resisitivitas Batuan

Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas listrik menunjukkan variasi terbesar.

Sebaliknya interval pada densitas, kecepatan gelombang elastik, dan kandungan radioaktif adalah cukup

kecil. Konduktor biasanya didefinisikan sebagai material dengan resistivitas lebih kecil dari 10-5 Ωm,

sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih besar dari 107 Ωm. Di antara batas-batas ini terdapat

Page 65: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 53

semikonduktor. Logam dan grafit adalah konduktor; yang mengandung sejumlah besar elektron bebas

yang mobilitasnya sangat besar. Semikonduktor juga membawa muatan oleh gerakan elektron tetapi

memiliki lebih sedikit. Isolator terkarakterisasi oleh ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak

bebas bergerak (Telford, et al., 1990). Pada klasifikasi bebas, batuan dan mineral dibagi ke dalam 3

(tiga) kelompok yaitu:

(1). Konduktor baik yaitu mineral dengan nilai resistivitas 10-8 sampai sekitar 1 Ωm.

(2). Konduktor menengah yaitu mineral dan batuan dengan resistivitas 1 sampai 107 Ωm.

(3). Konduktor buruk dengan resistivitas di atas 107 Ωm.

Kajian ini untuk memetakan struktur dan jenis lapisan tanah bawah permukaan tanah di sekitar

lapangan sepakbola Mahacendra Universitas Cenderawasih Yabansai, Heram, Kota Jayapura. Hasil ini

dapat digunakan sebagai dijadikan referensi dalam pembuatan jenis dan struktur pondasi terbaik dalam

perencanaan pembangunan tribune stadion sepakbola Mahacendra Universitas Cenderawsih Yabansai,

Heram, Kota Jayapura.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei lapangan dan komputasi geofisika.

Pengukuran lapangan menggunakan alat geolistrik resistivity meter IRES T300f. Pengukuran dengan

alat ini memberikan nilai tegangan dan kuat arus listrik. Model survei menggunakan metode lateral dan

vertikal. Metode komputasi geofisika yaitu dengan melakukan pengolahan data hasil pengukuran

geolistrik secara komputasi. Resistivitas semu dihitung berdasarkan tegangan dan kuat arus listrik yang

terukur di lapangan menggunakan persamaan (1) dan (2). Resistivitas sebenarnya dan pola sebaran

lapisan secara lateral diberikan pada analisis oleh perangkat lunak RES2DINV versi 3.4. Resistivitas

sebenarnya secara vertikal diberikan pada analisis oleh perangkat lunak IP2Win ver 3.0.1. Pengukuran

secara lateral dilakukan pada 1 lintasan seperti ditunjukkan pada gambar 3. lintasan pengukuran memiliki

panjang 150 m. Koordinat titik 0 (titik lateral) adalah 02o34’48.60” dan 140o38’57.94”. Koordinat titik 150

m adalah 02o34’43.79” dan 140o38’58.35”. Lintasan pengukuran memiliki azimut 2o terhadap arah utara.

Pengukuran secara vertikal dilakukan pada titik tengah lintasan lateral yaitu berjarak 75 m dari titik 0.

Page 66: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

54 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 3. Lokasi penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi struktur dan profil lapisan tanah dilakukan dengan metode geolistrik resistivitas secara

lateral dan vertikal di lapangan sepakbola Mahacendra Universitas Cenderawasih, Jayapura. Lokasi

survei bertopografi datar sehingga sangat cocok menggunakan konfigurasi Wenner Alfa secara lateral

dan vertikal. Pengukuran secara lateral dilakukan dengan spasi dasar elektroda adalah 5 m dengan

bentangan 150 m dengan azimut lintasan pengukuran 2o terhadap arah utara. Pengujian secara vertikal

dilakukan pada titik tengah lintasan lateral.

Interpretasi Secara Lateral

Profil struktur lapisan secara lateral memiliki 3 (tiga) model pola struktur yaitu model struktur irisan-

semu resistivitas semu terukur atau resistivitas pengukuran lapangan, model struktur irisan-semu

resistivitas semu perhitungan atau teoritis dan model struktur resistivitas secara iterasi atau biasanya

disebut model gabungan secara lapangan dan teoritis. Model pola struktur yang ketiga yang digunakan

dalam analisis ini. Profil lapisan secara lateral ditunjukkan pada gambar 4. Profil secara konfigurasi

Wenner Alfa menunjukkan pola struktur lapisan yang tidak teratur. Terdapat anomali tertutup lapisan

tanah yang terletak pada jarak 40 – 110 m dari titik lateral dengan kedalaman 5 – 20 m dari permukaan

tanah. Lapisan ini memiliki nilai resistivitas 8,64 – 13,80 Ωm. Lapisan ini tergolong lapisan tanah lunak

yaitu tanah liat lanau, diduga mengandung air tanah. Lapisan tanah yang cukup keras terletak pada jarak

0 – 50 m dari titik lateral, menyudut ± 35o (sudut diputar searah jarum jam, titik 0 sebagai pusat) dari

permukaan tanah dengan kedalaman 0 – 22 m. Lapisan ini diperkirakan berlanjut relatif mendatar dari

jarak 50 – 100 m pada kedalaman 22 m dan berlanjut terus dengan struktur berbeda naik mendatar pada

Page 67: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 55

jarak 100 – 150 m. Lapisan ini memiliki nilai resistivitas sekitar 19,10 – 88,00 Ωm dengan interpretasi

lapisan tanah berupa tanah liat padat.

Gambar 4. Profil struktur lapisan lateral

Hasil interpretasi secara lateral menunjukkan bahwa kedalaman lapisan tanah yang cukup keras

dan padat pada lintasan pengukuran tersebar secara tidak merata dan berada pada kedalaman yang

berbeda-beda. Kondisi ini pastinya berimplikasi pada jenis fondasi yang akan digunakan pembangunan

tribune akan berbeda-beda pula. Sebaran struktur lapisan tanah ini perlu didukung dengan pengujian

daya dukung tanah menurut aturan pembebanan yang berlaku.

Interpretasi Secara Vertikal

Identifikasi secara vertikal digunakan untuk menduga secara pasti letak dan kedalaman lapisan

tanah yang cukup keras sebagai pendukung untuk fondasi tribune. Profil lapisan secara vertikal pada titik

pengukuran ditunjukkan pada tabel 1 dan gambar 5. Profil lapisan terdiri atas 5 lapisan dengan jenis

lapisan yang berbeda-beda. Lapisan 1 bernilai 76,90 Ωm dengan ketebalan 0,29 m dan kedalaman 0,00

– 0,29 m merupakan lapisan permukaan paling atas berupa tanah lempung padat. Lapisan 2 bernilai

15,70 Ωm dengan ketebalan 2,19 m, dan kedalaman 0,29 – 2,48 m merupakan lapisan berupa tanah

lanau agak basah. Lapisan 3 bernilai 1,50 Ωm dengan ketebalan 0,89 m dan kedalaman 2,48 – 3,36 m

merupakan lapisan tanah lempung sangat basah. Lapisan 4 bernilai 11,70 Ωm dengan ketebalan 17,90

m dan kedalaman 3,36 – 21,3 m merupakan lapisan lanau agak basah. Lapisan 5 bernilai 91,40 Ωm

dengan kedalaman 21,30 ke bawah merupakan lapisan tanah padat.

Page 68: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

56 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 5. Profil lapisan secara vertikal

Gambar 6. Kurva pendugaan vertikal

Tabel 1. Lapisan pengukuran secara vertikal

N Resistivitas

(ρ)

Ketebalan

(h)

Kedalaman

(d)

1 76,90 0,29 0,00 – 0,29

2 15,70 2,19 0,29 – 2,48

3 1,50 0,88 2.48 – 3.36

4 11,70 17,90 3.36 – 21.30

5 91,90 21.30 ke bawah

Error = 6.79%

Identifikasi secara vertikal pada kajian ini hanya dilakukan pada titik tengah lintasan lateral sebagai

pengujian dan penentuan secara pasti letak dan kedalaman lapisan pendukung utama. Pengujian secara

vertikal harus dilakukan pada titik-titik dimana fondasi akan dibangun. Secara lateral menunjukkan

sebaran lapisan tanah secara tidak merata dengan perbedaan kedalaman maka pengujian secara

vertikal harus dilakukan sepanjang lintasan lateral.

KESIMPULAN

Identifikasi struktur dan profil lapisan tanah dilakukan dengan metode geolistrik resistivitas secara

lateral dan vertikal di lapangan sepakbola Mahacendra Universitas Cenderawasih, Jayapura. Secara

lateral, profil lapisan tanah yang cukup keras terletak pada jarak 0 – 50 m dari titik lateral, menyudut ±

35o (sudut diputar searah jarum jam, titik 0 sebagai pusat) dari permukaan tanah dengan kedalaman 0 –

22 m. Lapisan ini diperkirakan berlanjut relatif mendatar dari jarak 50 – 100 m pada kedalaman 22 m dan

berlanjut terus dengan struktur berbeda naik mendatar pada jarak 100 – 150 m. Lapisan ini memiliki nilai

resistivitas sekitar 19,10 – 88,00 Ωm dengan interpretasi lapisan tanah berupa tanah liat padat. Secara

vertikal lapisan tanah pendukung struktur fondasi tribune pada titik tengah bentangan lateral berada pada

Page 69: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 57

kedalaman kurang lebih 21 m dengan nilai resisitivitas 91,90 Ωm, yang diduga merupakan tanah liat

padat.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Hendrajaya, L. dan Arif, I., 1988. Geolistrik Tahanan Jenis, Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan

Fisika, ITB Bandung.

[2] Kirsch, R., 2009. Groundwater Geophysics; A Tool for Hydrogeology, Second Edition, Springer,

Verlag-Berlin.

[3] Telford, W.M., Geldart, L.P., and Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysics Second Edition,

Cambridge University Press, Cambridge.

[4] Hakim, A.R., dan Hairunisa, 2017. Studi Struktur Bawah Permukaan Dengan Menggunakan

Metode Geolistrik Resisitivitas Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus Universitas Brawijaya,

Malang), Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan dan Sains, Vol. 5, No. 1, hal: 56-64.

[5] Gemasih, R., 2016. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Menggunakan Metode Geolistrik

Resisitivitas dan Induced Polarization (IP) Pada Area Pembangunan Jembatan Krueng Kaleng,

Sabet, Aceh Jaya, Skripsi Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Syah

Kuala Banda Aceh, Electronic Thesis dan Dissertations UNSYIAH.

[6] Ardiansyah, M., Rusyadi, M., dan Sandra, (2016). Identifikasi Struktur Lapisan Bawah

Permukaan dengan Menggunakan Metode Geolistrik di Kelurahan Tatura Selatan, Jurnal

Gravitasi, Vol. 15, No. 2.

[7] Navatin, R., 2018. Interpretasi Struktur Bawah Permukaan untuk Mengetahui Zona Kerusakan

Jalan Di Kawasan Alue Naga, Banda Aceh dengan Metode Resisitivitas, Skripsi Jurusan Fisika

FMIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Electronic Thesis dan Dissertations UNSYIAH.

Page 70: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

58 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P08

PENDUGAAN LAPISAN INSTRUSI AIR LAUT MENGGUNAKAN METODE

GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER SECARA VERTIKAL DI KAMPUNG

HOLTEKAMP, DISTRIK MUARA TAMI, KOTA JAYAPURA

Andhi Prawika1, Steven Y.Y. Mantiri2, Muhammad Akbar3 1,2 Program Studi Teknik Geofisika Universitas Cenderawasih Jayapura

3 Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Cenderawasih

Email : [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Di sekitar Kampung Holtekam diduga telah terjadi pencemaraan lingkungan yang disebabkan instrusi air

laut. Kampung Holtekam terletak di pesisir pantai Kota Jayapura, daerah pesisir pantai memang kerap

terjadi instrui air laut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai resistivitas lapisan air tanah yang

terinstrusi air laut menggunakan metode resistivitas geolistrik dengan konfigurasi schlumberger.

Pengukuran dilakukan pada 3 titik vertikal dengan panjang bentangan kabel masing-masing 600 meter.

Pengukuran dengan alat geolistrik memperoleh nilai kuat arus listrik dan beda potensial. Pengolahan dan

interpretasi data dengan menggunakan softwere IP2WIN. Dari hasil penelitian ketiga titik lokasi diduga

mengalami pencemaran instrusi air laut.

Kata Kunci : Geolistrik, Instrusi air laut, Resistivitas

PENDAHULUAN

Di sekitar Kampung Holtekam diduga telah terjadi pencemaraan lingkungan yang disebabkan instrusi air

laut. Kampung holtekam terletak di pesisir pantai kota Jayapura, daerah pesisir pantai memang kerap

terjadi instrui air laut. Pendugaan adanya instrusi air laut diperoleh dari hasil survei lapangan yang

dikakukan terhadap beberapa sumur di Kampung Holtekam dan ternyata airnya terasa asin atau payau.

Intrusi air laut merupakan suatu peristiwa penyusupan atau meresapnya air laut atau air asin ke dalam

air tanah (Hendrayana, 2002). Kasus intrusi air laut merupakan masalah yang sering terjadi di daerah

pesisir pantai. Penelitian ini dimaksudkan untuk pengembangan ilmu fisika khususnya bidang geofisika.

Penelitian ini diharapkan memberi informasi mengenai kedalaman intrusi air laut pada daerah penelitian.

Sebagai data awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai intrusi air laut di daerah Jayapura.

Pada umumya metode resistivitas dengan konfigurasi schlumberger digunakan untuk eksplorasi dangkal

yang mempunyai kedalaman sekitar 300-500 m, misalnya digunakan untuk eksplorasi air tanah, panas

bumi, intrusi air laut. Metode resistivity merupakan salah satu metode pengukuran geofisika yang

Page 71: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 59

menitikberatkan pada potensial listrik dari berbagai tahanan jenis batuan di bawah permukaan bumi

(Parlinggoman, 2011). Metode geolistrik resistivitas dengan konfigurasi schlumberger dilakukan dengan

cara mengkondisikan spasi antar elektroda potensial adalah tetap sedangkan spasi antar elektroda arus

berubah secara bertahap. Pengubahan jarak elektroda ini dilakukan secara teratur dimulai dari jarak

elektroda terkecil kemudian membesar secara gradual. (Sheriff, 2002).

.

Gambar 1. Konfigurasi Elektroda Schlumberger

Konfigurasi elektroda cara Schlumberger dimana M, N digunakan sebagai elektroda potensial dan A, B

sebagai elektroda arus. Untuk konfigurasi elektroda schlumberger, spasi elektroda arus jauh lebih besar

dari spasi elektroda potensial seperti yang ditunjukan pada gambar 1.

METODE PENELITIAN

Gambar 2 Lokasi Penelitian

Page 72: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

60 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Penelitian terdiri atas 3 titik. Titik 1,3 berada pada posisi yang sejajar dan tegak lurus dari tepi pantai

sedangkan, titik 2 lebih jauh dari arah pantai dan terletak di belakang titik 1. Pengukuran dilakukan pada

3 titik vertikal dengan panjang bentangan kabel masing-masing 600 meter. Pengambilan data dilakukan

dengan menggunakan alat geolistrik Resistivity Meter IRES T300F. Prosedur pengambilan data sebagai

berikut:

1. Mengukur panjang lintasan penelitian.

2. Menyiapkan peralatan, mengkalibrasi dan uji coba alat.

3. Menancapkan elektroda pada permukaan tanah dengan spasi yang teratur.

4. Membentangkan kabel, memasang kabel ke elektroda, dan menghubungkan terminal kabel pada

alat restivity meter.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Titik 1

Kondisi lahan di bentangan titik 1 berupa tanah yang banyak ditumbuhi rumput liar dengan jarak dari bibir

pantai sekitar 1 km. Struktur lapisan penampang titik 1 mempunyai 9 lapisan, pendugaan instrusi berupa

air payau mulai terjadi pada kedalaman 1,59 – 2,63 m dengan nilai resitivitas 1,62, kemudian untuk yang

kedua instrusi diduga berupa air asin terjadi pada kedalaman 84,6 m ke bawah dengan nilai resistivitas

0,26.

Kedalaman (m)

Resistivitas (Ωm)

Litologi

0-0,9432 4,47 Lempung dan tanah

0,942 - 1,6 21,6 Lempung dan tanah

1,6 - 2,63 1,6 Lempung dan tanah (Air Payau)

2,63 – 4,49 22,8 Lempung dan tanah

4,49 – 9,31 3,74 Lempung dan tanah (Air tanah)

9,31 – 18,1 44,9 Batu Gamping

18,1 – 41,7 2,74 Air Tanah

41,7 – 84,6 45,6 Batu Gamping

84,6 ke bawah 0,26 Air Laut

Page 73: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 61

Titik 2

Kondisi lahan di bentangan titik 2 berupa tanah dan tanah timbunan yang banyak ditumbuhi rumput liar

dengan jarak dari bibir pantai sekitar 2 km. Struktur lapisan penampang titik 2 mempunyai 9 lapisan,

pendugaan instrusi berupa air payau mulai terjadi pada kedalaman 5,11 – 8,88 m dengan nilai resitivitas

1,59, kemudian untuk yang kedua instrusi diduga berupa air payau terjadi pada kedalaman 18,3 – 37,6

m dengan nilai resistivitas 1,09.

Kedalaman (m)

Resistivitas (Ωm)

Litologi

0 – 1,19 23,2 Lempung dan tanah

1,19 – 1,73 61,8 Batu Gamping

1,73 – 2,66 2,09 Air Tanah (Air Permukaan)

2,66 – 5,11 17,8 Lempung dan tanah

5,11 – 8,88 1,59 Lempung dan tanah Air (Payau)

8,88 – 18,3 18,7 Lempung dan tanah

18,3 – 37,6

1,09 Air Payau

38,8 - 150 461 Batu Gamping

149 ke bawah 951 Batu Gamping

Page 74: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

62 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Titik 3

Kedalaman Resistivitas Litologi

0 – 1,19 1,83 Lempung dan tanah (Air Payau)

0,599 – 0,899

19 Lempung dan tanah

0,899 – 2,13 2,93 Air Tanah (Air Permukaan)

2,13 – 4,75 10,2 Lempung dan tanah

4,75 – 6,22 1,04 Lempung dan tanah (Air Payau)

6,22 – 47,6 5,05 Lempung dan tanah

47,6 - 50 12,4 Lempung dan tanah

50 - 150 2484 Batu Gamping

150 Ke bawah

1042 Batu Gamping

Kondisi lahan di bentangan titik 3 berupa tanah dan tanah timbunan yang banyak ditumbuhi rumput liar

dengan jarak dari bibir pantai sekitar 1 km. Struktur lapisan penampang titik 2 mempunyai 9 lapisan,

pendugaan instrusi berupa air payau mulai terjadi pada kedalaman 0 – 1,19 m dengan nilai resitivitas

1,83, kemudian untuk yang kedua instrusi diduga berupa air payau terjadi pada kedalaman 4,75 – 6,22

m dengan nilai resistivitas 1,04.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian pendugaan intrusi air laut di kampung holtekam distrik muara tami, yaitu

adanya intrusi air laut pada ketiga titik penelitian. Dari 9 lapisan pada penampang resistivitas terjadi

intrusi air laut sebanyak 2 lapisan pada setiap titik. Pada titik 1 terdapat intrusi berupa air laut pada

kedalaman 84,6 m sampai terus kedalam.

Page 75: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 63

DAFTAR PUSTAKA

Hendrayana, H. 2002. Dampak Pemanfaatan Air Tanah. Geological Engineering Departement: Faculty

of Engineering Gadjah Mada University

Sheriff, RE., 2002, Kamus Ensiklopedia Geofisika Terapan, edisi ke-4”,SEG Tulsa, Oklahoma.

Parlinggoman, R. H. 2011. Studi Sebaran Air Limbah Sampah Bagian Utara TPA Bantar Gebang

dengan Metode Resistivity Wenner Schlumberger. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia

Page 76: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

64 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P09

PENERAPAN METODE RESISTIVITAS UNTUK ANALISIS

POTENSI LONGSOR PADA AREA RSUD YOWARI SENTANI

KABUPATEN JAYAPURA

Arsiyani1, Steven Y.Y. Mantiri2, Muhammad Akbar3

1,2 Program Studi Teknik Geofisika Universitas Cenderawasih

3Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Cenderawasih

Email : [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Penelitian tentang analisis potensi longsor dengan menggunakan metode geolistrik tahanan jenis yang

dilakukan di bekas longsoran dekat area RSUD Yowari Sentani Kabupaten Jayapura. Penelitian ini

bertujuan menganalisis bidang gelincir dengan menggunakan alat geolistrik Resistivity Meter IRES

T300f. Pada tahap akuisisi, konfigurasi pengukuran geolistrik yang digunakan adalah konfigurasi

Wenner-Alfar secara lateral. Nilai resistivitas dihitung berdasarkan nilai beda potensial dan kuat arus

listrik yang mengalir dan tercatat pada alat geolistrik. Metode inversi kuadrat terkecil diterapkan pada

proses pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak RES2DINV. Hasil akhir dari pengolahan

data ini berupa suatu penampang resistivitas bawah permukaan yang digunakan untuk mengetahui

batas-batas bidang lemah longsoran.

Kata Kunci: longsoran, wenner-alfa, resistivitas.

PENDAHULUAN

Tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau

tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara

umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu pendorong dan pemicu. Faktor pendorong

adalah yang mempengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah yang

menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi

yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, tetapi ada pula faktor lain yang turut berpengaruh, yakni

Page 77: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 65

erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai atau gelombang laut yang menggerus

kaki lereng pegunungan bertambah curah. Lerang dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui erosi

yang diakibatkan hujan lebat.

Potensi tanah longsor dapat dipelajari dengan pendekatan terhadap kajian kelistrikan. Sifat kelistrikan

dapat digunakan untuk menentukan bidang gelincir tanah, identifikasi litologi bawah permukaan, survei

pipa bawah permukaan dan masih banyak lagi. Alat lapangan yang dapat memberikan informasi tentang

sifat kelistrikan adalah geolistrik. Metode geolistrik resistivitas dijelaskan diantaranya oleh Loke (2000),

yang menyatakan tujuan dari survei geolistrik resistivitas untuk mengetahui distribusi tahanan jenis

bawah permukaan dengan melakukan pengukuran pada permukaan. Prinsip dasar dari metode ini

adalah injeksi arus listrik kedalam bumi melalui dua buah elektroda arus, besarnya beda potensial diukur

dari dua buah elektroda potensial. Dari hasil pengukuran akan diperoleh nilai tahanan jenis lapisan di

bawah titik ukur. Hal ini sesuai dengan laporan Akhmad (2016) yang menyatakan pendugaan bidang

gelincir tanah longsor berdasarkan sifat kelistrikan bumi dengan aplikasi geolistrik.

Persamaan yang digunakan untuk menyatakan besaran tahanan jenis semu dari hasil pengukuran

adalah

𝜌 = 𝑘∆𝑉

𝐼 (1)

dimana ∆𝑉 adalah beda potensial dan 𝐼 adalah besar arus dan 𝑘 adalah faktor geometri. Pada penelitian

ini digunakan konfigurasi Wenner -alfa dengan susunan elektrodanya seperti padagambar 1 dan nilai dari

faktor geometri adalah

𝑘 = 2𝜋𝑎 (2)

𝑎 adalah jarak spasi antar elektroda.

Konfigurasi Wenner-alfa memiliki jarak spasi antar elektroda sama, yaitu jarak C1P1= P1 P2= C2P2,

sesuai Gambar 1.

Page 78: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

66 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 3. Elektroda Konfigurasi Wenner

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan. Survei dilakukan dengan

menggunakan metode geolistrik tahanan jenis dengan pengukuran menggunakan alat geolistrik

Resistivity Meter IRES T300f. Survei geolistrik resistivitas dilakukan di area RSUD Yowari Sentani,

Susunan elektroda menggunakan konfigurasi Wenner-alfa dengan desain akuisisi data 2

dimensi. Pada pengukuran pertama spasi (jarak antar elektroda) sebesar 2.5 meter dan posisi

elektroda C1,P1,C2,P2 berurutan berada pada posisi 1,2,3 dan 4. Untuk pengukuran kedua, posisi

elektroda C1,P1,C2,P2 bergeser 2.5 meter dan secara berurutan berada pada posisi 2,3,4, dan 5.

Pengukuran dilanjutkan hingga ujung bentangan. Setelah itu dilanjutkan dengan pengukuran

dengan spasi selanjutnya. Pengolahan tahanan jenis semu menggunakan prangkat lunak

RES2DINV versi 3.54 yang menggunakan metode inversi kudarat terkecil

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengolahan data merupakan penampang 2 dimensi tahanan jenis semu atau biasa

disebut pseudosection seperti pada gambar 2,3 dan 4. Distribusi tahanan jenis memberikan

informasi bawah permukaan yang sesuai dengan kondisi geologi daerah penelitian.

Lintasan Pertama

Lintasan pertama dengan panjang lintasan 100 meter dengan ketinggian antara 250 sampai

275 meter dpl. Dari gambar 2, menunjukkan adanya penyebaran batuan yang bervariasi

berdasarkan degradasi warna. Nilai resistivitas yang tinggi merupakan jenis batuan keras. Jenis

batuan yang termasuk dalam kelompok tersebut, berdasarkan tabel 1, adalah batuan metamorf

non foliasi dengan nilai resistivitas 377 Ωm – 592 Ωm termasuk Kuarsit. Di kelompok lain, nilai

resistivitas 25.2 Ωm – 62.0 Ωm termasuk dalam kelompok lempung dengan campuran kerikil.

Profil lapisan pada gambar 4.2, pada lokasi kajian, menunjukkan bahwa batuan keras memiliki

posisi yang lebih tinggi dan berada di atas lapisan tanah bercampur lempung sebagai penyangga.

Kondisi ini memungkinkan terjadi pembebanan yang berpotensi longsor. Dari struktur geologi,

Page 79: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 67

kondisi kemiringan lokasi kajian memiliki daerah yang terjal dengan kemiringan 45o dari

permukaan tanah horizontal. Selain itu, kondisi tatanan lahan yang tidak terurus dan memiliki

vegetasi tanaman berupa alang-alang tanpa adanya pepohonan yang sebagai penyangga tanah

sehingga memungkinkan adanya potensi longsor.

Gambar 4. Penampang resistivitas pada lintasan pertama

Lintasan Kedua

Lintasan pada Gambar 3 memilik panjang lintasan 102 m dengan ketinggian terhadap

permukaan laut 207,5 m. Penampang resistivitas pada Gambar 3. menujukkan adanya

penyebaran batuan yang bervariasi berdasarkan degredasi warna. Penampang Gambar 3.

terdapat batuan keras pada elevasi 205 sampai 202,5 m. Nilai resistivitas yang tinggi merupakan

jenis batuan keras. Jenis batuan keras yang termasuk dalam kelompok tersebut, berdasarkan tabel

1 adalah batuan metamorf dengan nilai resistivitas 2017 Ωm termasuk Konglomerat. Di kelompok

lain, pada elevasis 190 – 204 m terdapat nilai resistivitas dengan interval 26,1 – 90,5 Ωm termasuk

dalam kelompok lempung dengan campuran kerikil. Profil lapisan pada Gambar 3, pada lokasi

kajian menunjukkan bahwa kelompok lempung memiliki posisi di bawah batuan keras sebagai

beban. Kondisi ini memungkinkan terjadi pembebanan yang berpotensi longsor. Selain itu, terdapat

pula patahan pada meter 39, kondisi kemiringan lokasi kajian memiliki daerah yang terjal dan

kondisi tatanan lahan yang tidak terurus dengan sedikitnya pepohonan sebagai penyangah tanah

sehingga memungkinkan adanya potensi longsor.

Page 80: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

68 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 5. Penampang resistivitas lintasan kedua

Page 81: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 69

Lintasan Ketiga

Lintasan pada gambar 4 memiliki panjang lintasan 100 m dengan ketinggian terhadap

permukaan laut 215 − 240 m. Penampang resistivitas pada gambar 4 menujukkan adanya pola

sebaran batuan yang bervariasi berdasarkan degredasi warna. Penampang gambar 4 terdapat

nilai resistivitas tinggi pada elevasi 216 − 230 m, pada titik pengukuran 28 − 36 dan 52−64. Nilai

resistivitas yang tinggi termasuk jenis batuan keras. Jenis batuan keras yang termasuk dalam

kelompok tersebut, berdasarkan tabel 1, adalah batuan metamorf dengan nilai resistivitas 1231

Ωm termasuk Kuarsit. Di kelompok lain, terdapat nilai resistivitas rendah pada elevasi 212 − 235

m, pada titik pengukuran 36 − 60 . Nilai resistivitas rendah termasuk dalam jenis batuan lepas.

Jenis batuan lepas termasuk dalam kelompok tersebut, berdasarkan tabel 1, adalah lempung yang

bercampur kerikil dengan nilai resistivitas 53,4 – 131 Ωm. Pada pengukuran lintasan 3 kedudukan

batuan keras di atas batuan lepas yang menambah beban dan lokasi pengukuran lintasan 3

memiliki daerah yang terjal sehingga memungkinkan terjadinya bidang longsor.

Gambar 6. Penampang Lintasan 3

Page 82: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

70 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

KESIMPULAN

1. Hasil lintasan 1 dengan pola sebaran resistivitas tidak beraturan yang menampakkan nilai

resistivitas pada jarak 40 – 80 m dari titik lateral dengan kedalaman 12 m, Lintasan 2 dengan pola

sebaran resistivitas tidak beraturan pada posisi jarak 48 – 72 m dari titik lateral dengan kedalaman

3,82 m dan pada hasil lintasan 3 dengan pola sebaran resistivitas tidak beraturan pada posisi jarak

28 m – 72 m dengan kedalaman 15 m.

2. Nilai resistivitas tinggi pada lintasan 1 dengan interval nilai 377 Ωm – 592 Ωm, Nilai resistivitas

tinggi pada lintasan 2 dengan nilai resistivitas 2017 Ωm dan nilai resistivitas tinggi pada lintasan 3

dengan nilai 1231 Ωm. Nilai resistivitas rendah pada 3 lintasan penelitian nilai resistivitas yang sama

dengan interval nilai 25,2 Ωm – 131 Ωm termasuk dalam lempung yang bercampur kerikil.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Akbar. dkk. (2016).Penerapan Metode Resistivitas Untuk Identifikasi Penyebab Rawan Longsor

Pada Daerah AliranSungai Brantas Kecamatan Sukun Kota Malang. Neutrino,vol.8,no 2.

Anton Kuswoyo, A.M. 2014. Pemetaan Potensi Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Daerah Pesisir

Pantai Batakan Kabupaten Tanah Laut. Jurnal Teknologi dan Industri 3. vol.3, no.1

Santoso, T. 2013. Pendugaan Instrusi Air laut dengan Menggunakan Metode Resistivitas 1D di Pantai

Payangan Desa Sumberejo Kabupaten Jember. Jember : Universitas Jember. Vol.1, no.1

Loke, M.H. (2004). Tutorial:2-D and 3-D electrical imaging

Telford, W.M., L.P. Geldart,R.E. Sheriff, dan D.A. Keys. 1982. Applied Geophysic. London :

Cambridge University Press.

Zubaidah. 2008. Pemodelan Fisika Aplikasi Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk

Investigasi Keberadaan Air Tanah. Vol. 7 No. 1. Mataram : Universitas Mataram.

Page 83: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 71

P10

PERMODELAN FISIK METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

KONFIGURASI WENNER ALFA UNTUK SURVEY ANOMALI BAWAH

PERMUKAAN

Gabryella G. B. Yantewo1, Steven Y.Y. Mantiri 2, Muhammad Akbar 3 Yusuf

Bungkang4

1,2 Program Studi Teknik Geofisika Universitas Cenderawasih Jayapura

3 Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Cenderawasih

4 Jurusan fisika, Universitas Cenderawasih

Email : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Metode geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metode geofisika yang dapat mendeteksi aliran

listrik di bawah permukaan bumi. Salah satu aplikasi dari metode geolistrik tahanan jenis yaitu dapat

mengidentifikasi keberadaan anomali di bawah permukaan. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk

pemodelan fisik aplikasi geolistrik konfigurasi Wenner alfa untuk mengidentifikasi keberadaan anomaly

bawah permukaan (gorong-gorong). pemodelan dilakukan pada suatu bak sebesar 5x1,65m yang berisi

pasir sebagai host-rock dengan 3 buah pipa udara sebagai anomaly. Pengolahan data untuk melihat

perbedaan nilai resisitivitas secara 2D di bawah permukaan digunakan sofware Res2Dinv. Dari hasil

penelitian ini akan diperoleh pola sebaran resistivitas serta perbandingan pola resistivitas antara kondisi

tanpa anomaly dan dengan anomaly.

Kata Kunci : Resistivitas, Permodelan Fisik, Wenner-Alfa

PENDAHULUAN

Pada daerah padat pembangunan perlu untuk disediakan sistem drainase yang baik. Salah satu

komponen utama dalam system drainase adalah gorong-gorong, yang berfungsi sebagai tempat

mengalirkan air hujan yang jatuh tetapi tidak dapat diserap. Air tersebut akan dialirkan menuju sungai

atau menuju daerah resapan lain agar air tidak akan menggenang di sekitar bangunan atau di jalan-jalan

Page 84: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

72 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

raya. Oleh karena itu penentuan lokasi atau letak gorong-gorong di bawah permukaan menjadi sangat

penting, apabila terjadi kerusakan gorong-gorong dan akan diperbaiki.

Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan adanya survei bawah permukaan. Metode yang

digunakan adalah metode geolistrik, untuk pendeteksian bawah permukaan tanah dengan mengukur

sifat kelistrikan material bawah permukaan. Dalam pengukuran geolistrik di lapangan, perlu adanya

pengalaman serta pengetahuan mengenai konfigurasi yang tepat untuk digunakan di dalam penelitian.

Oleh sebab itu dilakukan permodelan untuk mempermudah melakukan pendugaan serta analisis data

lapangan. Pemodelan dilakukan dengan membuat atau meniru keadaan di lapangan dalam skala

laboratorium.

Metode geolistrik tahanan jenis adalah metode geolistrik yang digunakan untuk mengetahui sifat

resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Metode ini memiliki prinsip kerja

dengan cara menginjeksi arus listrik ke dalam bumi melalui dua elektroda arus dan mengukur besarnya

potensial yang dihasilkan di permukaan bumi melalui dua buah elektroda potensial. Nilai resistivitas

batuan yang diperoleh dari lapangan merupakan nilai resistivitas semu, Bentuk umum resistivitas semu

adalah:

𝜌𝑎 = 𝐾

∆𝑉

𝐼 (1)

dimana 𝜌𝑎 adalah resistivitas semu (ohm/m), K adalah faktor geometri, ∆𝑉 adalah beda potensial pada

MN (V) dan I adalah kuat arus (A). Faktor geometri memiliki harga sesuai dengan konfigurasi yang

dipakai (Herman, 2001).

Metode resistivitas yang di gunakan adalah konfigurasi Wenner. Pada konfigurasi Wenner jarak

antara elektroda arus dan elektroda potensial adalah sama. Jarak antara elektroda arus adalah tiga kali

jarak elektroda potensial, jarak potensial dengan titik souding-nya adalah a/2, maka jarak masing

elektroda arus dengan titik soundingnya adalah 3a/2, dengan susunan elektroda sebagai berikut ( Telford

dkk 1990 ).

Gambar 1. Konfigurasi Wenner

dengan:

𝐾 = 2𝜋 [1

𝑟1− 1

𝑟2− 1

𝑟3+ 1

𝑟4 ]−1

(((2)

Page 85: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 73

Pemodelan ini akan dilakukan menggunakan metode geolistrik dengan konfigurasi wenner alfa

(mapping). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pengaplikasiannya pada penelitian

lapangan yaitu dalam menentukan tahanan jenis (resistivitas) bawah permukaan serta memetakan

formasi bawah permukaan sehingga dapat mengidentifikasi letak gorong-gorong dengan memanfaatkan

nilai resistivitas udara di bawah permukaan.

METODE PENELITIAN

Pemodelan geolistrik ini akan dilakukan di dalam wadah persegi panjang dengan ukuran panjang

5 meter, lebar 1,64 meter, dan tinggi 0,9 meter yang diisi denga pasir setinggi 0,7 meter. Di dalamnya

akan di pendamkan pipa sepanjang ± 1,5 meter dengan diameter ± 0,18 meter, yang kedua ujungnya

ditutup sehingga menjadi rongga udara di bawah permukaan tanah (model gorong-gorong bawah

permukaan). Peralatan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah resistivitymeter dengan

serangkaian elektrodanya. Lintasan dan spasi antar elektroda diukur dengan roll meter.

Gambar 2. Pipa yang diletakan di dalam pasir pada wadah

Prosedur Pengambilan Data

Lintasan penelitian dengan panjang bentangan 5m dan spasi yang digunakan adalah 5 cm

dengan penempatan posisi elektroda potensial dan elektroda arus menggunakan konfigurasi Wenner-

alfa. Langkah-langkah pengambilan data pada kondisi 1 (bak pasir tanpa anomaly):

a. Menyusun rangkaian alat resistivitymeter.

b. Mengaktifkan resistivitymeter, kemudian mengalirkan arus listrik ke medium.

c. Mencatat arus listrik (I) dan beda potensial (V) yang muncul pada display alat.

d. Pengambilan data pada kondisi2 (bak pasir dengan anomaly).

e. Melakukan pengukuran seperti langkah a sampai c.

Pengolahan Data

Pengolahan data diawali dengan menghitung nilai resistivitas (ρ) menggunakan persamaan (1)

dan diolah menggunakan Software Res2Dinv untuk interpretasi penampang beda resistivitas 2D.

Page 86: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

74 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Analisa Data

Melakukan analisa peta beda resistivitas 2D untuk Mengetahui keberadaan/posisi Gorong-gorong

yang ditanam dalam medium (pasir) tersebut dan kemudian melakukan interpretasi dengan

menggunakan table nilai resistivitas material.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi 1

Pada kondisi ini penginjeksian dialakukan pada bak pasir yang tidak berisi anomaly. interpretasi

kondisi ini digunakan sebagai penampang resistivitas pembanding dengan penampang resistivitas

kondisi kedua yang terdapat anomaly. hasil inversi kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai

bentuk interpretasi penampang resistivitasnya.

E

Gambar 3. Penampang resistivitas kondisi 1 (tanpa anomali)

Kondisi 2

Pada kondisi kedua ini penginjeksian dilakukan pada bak pasir yang didalamnya diletakan 3 buah

pipa pada kedalaman ± 0,45m. Posisi pipa 1 diletakan pada ±0,60m dari titik 0, pipa ke-2 diletakan pada

± 2,20m dari titik 0 dan pipa ke-3 diletakan pada ± 4,30 m dari titik 0. Seluruh pipa diletakan tepat pada

lintasan pengukuran. Hasil inversi dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai penampang resistivitasnya.

Page 87: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 75

Gambar 4. Penampang resisitivitas kondisi 2 (anomali)

KESIMPULAN

Penampang beda resistivitas kondisi kedua (anomali) membuktikan bahwa metode geolistrik

konfigurasi wenner alfa dapat mengidentifikasi keberadaan anomali berupa gorong-gorong bawah

permukaan dengan mengidentivikasi nilai resistivitas udara di dalam gorong-gorong bawah permukaan.

Gambar penampang kedua menunjukan adanya 3 buah anomali gorong-gorong bawah permukaan yang

teridentivikasi. Hasil identifikasi ini sesuai dengan bentuk permodelan yang gunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Herman, R. 2001. An introduction to electrical resistivity in geophysics. Departement of Chemistry and

Physics and Department of geology. Readford University. Virginia 24142. Jounal of American

Association of Physics Teacher.

Telford, W. M; Geldart, L. P; Sherif, R. E dan Keys, D. D. 1990. Applied Geophysics Secon Edition.

Cambridge University Press. New York.

Page 88: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

76 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P11

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOFRAFIS DALAM

PEMBUATAN PETA POTENSI AIR TANAH MENGGUNAKAN DATA

PENGUKURAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI

SCHLUMBERGER

(STUDI KASUS KECAMATAN NIMBOKRANG, KABUPATEN JAYAPURA)

Elfrida B Fonataba1, Steven Y.Y.Mantiri2, Muhammad Akbar3 1,2 Program Studi Teknik Geofisika Universitas Cenderawasih 3 Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Cenderawasih

e-mail : 1 [email protected]; 2 [email protected]; 3 [email protected]

ABSTRAK

Dalam pemetaan cadangan air tanah, atau disebut akuifer, sangat dibutuhkan agar dapat membangun

infrastruktur yang berguna untuk memenuhi kebutuhan air yang bersih untuk warga setempat.Pemetaan

air tanah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat memberikan referensi pada

pengambilan keputusan dalam pemanfaatan air tanahnya dalam hal ini tidak saja memperhatikan dari

segi kapasitas air tanahnya saja melainkan terkait juga dengan memperhatikan lingkungan sekitar

wilayah daerah Kecamatan Nimbokrang. Dengan Pengukuran Geolistrik yang diambil juga pada

Kecamatan Nimbokrang sangat membantu dalam penentuan cadangan air tanah dalam pembuatan peta

penyebaran air tanah yang lebih detail terhadap kedalamannya dan juga lokasinya sehingga dapat

menghasilkan keluaran yang dimana diprioritaskanberupa pengembangan infrastruktur ait tanah

tersebut. Dengan demikian Sistem Informasi Geografis dalam pembuatan peta penyebaran potensi air

tanah ini dapat memperluas perspektif bagi Pemerintah Kota Jayapura dalam mengambil keputusan

untuk mengelola dan eksplorasi air tanah pada Kecamatan Nimbokrang dan juga berfungsi juga sebagai

penyeimbangan terhadap pengolaan pemanfaatan lingkungan terkait dengan daerah imbuan air agar

keseimbangan dalam pemanfaatan air tanah dapat terjaga dengan baik.

Kata Kunci : Sistem Informasi Geografis, surfey geolistrik, peta penyebaran air tanah.

PENDAHULUAN

Pemetaan cadangan air tanah (akuifer) khususnya di Kecamatan Nimbokrang Provinsi Papua

sangat diperlukan untuk membangun infrastruktur yang tepat guna agar mampu memenuhi kebutuhan

air bersih warganya. Pemetaan akuifer yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat

memberikan preferensi terhadap pengambilan keputusan agar pemanfaata air tanah tidak saja

Page 89: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 77

memperhatikan ke potensi kapasitasnya melainkan terkait dengan sinergi lingkungan dalam rencana tata

ruang dan wilayah daerah Kecamatan.

Air tanah merupakan suatu sumber alam yang dapat diperbarui yang bersifat terbatas dan perlu

peran sangat penting dalam penyediaan air bersih untuk berbagai keperluan. Penggunaan dari air tanah

sebagai sarana kehidupan lambat laun semakin meningkat baik guna kebutuhan industry maupun untuk

kebutuhan rumah tangga. Adanya eksplorasi air tanah yang terus menerus tanpa memperhitungkan daya

dukung dari lingkungannya yang menyebabkan permukaan air tanah melebihi daya produksi dari suatu

akuifer, yang juga merupakan formasi dari pengikat air yang juga memungkinkan air cukup besar untuk

bergerak. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya instruksi air laut terhadap sumber air bawah tanah (Todd,

1980).

Menurut Fanani, Djaelani (2016), sistem informasi geografis sangat cepat dan berguna ketika

harus melibatkan area yang lebih luas dengan kondisi masukan dan minim,misalnya untuk pemetaan air

tanah kabupaten Sarmi dengan memanfaatkan peta yang telah ada seperti peta geologi,dll,yang memiliki

skala kecil namun dengan penggunaan peta pengunaan lahan dalam skala yang lebih besar akan

memberikan luasan area yang lebih detail.

METODE PENELITIAN Metode resistivitas yang di gunakan adalah konfigurasi Schlumberger..Dimana konfigurasi

schlumberger, jarak titik tengah O terhadap elektroda arus C1 sama dengan jarak titik tengah ke

elektroda C2, dengan panjang a.Sedangkan elektroda potensial P1 dan P2 terletak didalam kedua

elektroda arus dan masing masing elektroda tersebut berjarak b dari titik tengah O, dimana b jauh lebih

kecil dari a.

Gambar 1. Konfigurasi elektroda Schlaumberger

Pengukuran geolistrik yang dilakukan dalam penelitiaan ini diambil di Kecamatan Nimbokrang 1

Kabupaten Jayapura,dimana pengambilan data yang diambil sebanyak 12 titik ,tiap titiknya bentangan

200m (100m kiri dan 100m kanan). Peralatan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah

Page 90: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

78 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

resistivitymeter dengan elektroda arus dan potensial sedangkan Lintasan dan spasi antar elektroda

diukur dengan roll meter.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis lapisan setiap pengukuran menunjukan variasi yabg berbeda.Pengukuran dilakukan

pada dua belas titik dengan panjang bentangan 200m untuk kedua belas titik tersebut.Jumlah lapisan

hasil pengolahan data pada kedua belas titik sebanyak 8 lapisan pertiap titiknya dengan nilai resistivitas

yang berbeda pada masing-masing kedalaman dengan konfigurasi warna pada peta untuk tiap

kedalaman 5m,10m,20m,30m,40m,dan 50m dengan warna yang berbeda yang dilihat pada peta kontur

dimana pada interpretasi setiap titik pengukuran ditujukan pada peta kontur 2 dengan kedalam 5m ,

kontur 3 dengan kedalaman 10m, kontur 4 kedalaman 20m, kontur 5 dengan kedalaman 30m ,kontur 6

dengan kedalaman 40m dan kontur 7 dengan kedalaman 50m.

Gambar 2. Peta kontur kedalaman 5 m

Page 91: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 79

Gambar 3. Peta kontur kedalaman 10 m

Gambar 4. Peta kontur kedalaman 20 m

Page 92: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

80 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 5. Peta kontur kedalaman 30 m

Gambar 6. Peta kontur kedalaman 40 m

Page 93: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 81

Gambar 6. Peta kontur kedalaman 50 m

Dilihat pada peta kontur 1, nilai resistivitas yang diukur berada pada kedalaman 0-5m. Pada

kedalaman tersebut menunjukan bahwa daerah kedalaman tersebut didominasikan dengan daerah

resapan sehingga struktrur lapisannya dikategorikan bersifat basah. Pada peta kontur kedua nilai

resistivitas di kedalaman 10 m yaitu masih didominasi oleh daerah resapan yang bersifat basah, akan

tetapi sebagian daerahnya tidak terlalu banyak mengandung banyak air resapan sehingga bersifat tidak

terlalu basah.

Pada peta kontur ketiga nilai resistivitas di kedalaman 20 m didominasi oleh daerah yang tidak

terlalu mengandung banyak air tetapi struktur lapisannya sedikit lembab. Pada peta kontur keempat nilai

resistivitas di kedalaman 30 m didominasi oleh lapisan yang mengandung air kemungkinan daerah ini

mengandung air tanah karena diapit oleh lapisan dengan batuan keras.

Pada peta kontur kelima nilai resistivitas di kedalaman 40 m didominasikan oleh lapisan yang tidak

terlalu banyak mengandung air dan terdapat juga batuan keras yang mengapitnya. Pada peta kontur

keenam nilai resistivitas di kedalaman 50 m, pada lapisan ini terdapat batuan keras yang dikelilingi oleh

daerah yang mengandung air,dan kemungkinan air tanah.

KESIMPULAN Dari pembahasan diatas mengenai pemetaan daerah potensi air tanah pada Kecamatan

Nimbokrang dapat disimpulkan bahwa potensi air tanah berada pada kedalaman 30-50m. Dengan

referensi sebaran potensi air tanah dapat dilihat langsung melalui peta kontur hasil penelitian.

Page 94: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

82 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

DAFTAR PUSTAKA

Fanani, Djaelani. 2016 .Laporan Akhir Penyelidikan Air Tanah Kabupaten Sarmi.Bandung: PT.Bhawana

Prasasta.

Tood, DK.1980. Groundwater Hydrology. New York:Cambrigde University Press.

Page 95: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 83

P12

KAJIAN KARAKTERISTIK DIURNAL STASIUN METEOROLOGI SENTANI

Adi Ramses Sagala1*, Rira Angela Damanik2,

Doni Christianto3, Daniel Tandi4, Hezron Salawane5, Perdana Renaldy Usior6,

Eka Alfred Sagala7, Handry Kainama8, Gerrid Adithia Pontoh9,

Nelson Butar-Butar10, Ezra Filemon Syatauw11, dan Randika Rivaldi12

1Stasiun Meteorologi Maritim Dok 2 Jayapura, 2,3,4Stasiun Meteorologi Sentani,

5Stasiun Meteorologi Nabire, 6Stasiun MeteorologiTimika, 7Stasiun Meteorologi Tanah Merah, 8Stasiun Meteorologi Kaimana, 9Stasiun Meteorologi Naha Tahuna, 10Stasiun Geofisika Waingapu,

11Stasiun Klimatologi Tanah Miring, 12Stasiun Geofisika Sorong

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pola curah hujan bulanan di Indonesia dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu ekuatorial, monsunal, dan

lokal. Pola ini ditandai dengan keragaman distribusi curah hujan. Daerah-daerah dengan pola curah

hujan yang sama belum tentu memiliki pola curah hujan diurnal yang sama dikarenakan adanya faktor

topografi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik curah hujan diurnal diwilayah Sentani

periode 2016-2017. Data yang digunakan adalah angin permukaan dan curah hujan obervasi 3 jam-an,

data model ECMWF (Europe Centre for Medium-Range Wheater Forecasts)dan data curah hujan GPM

(Global Precipitation Measurement). Data angin dan curah hujan dikelompokkan menjadi periode

Desember-Januari-Februari (DJF), Maret-April-Mei (MAM), Juni-Juli-Agustus (JJA), September-Oktober-

November (SON) untuk dibandingkan dengan periode monsun Indonesia. Selama periode 2016-2017,

curah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat dipilih untuk dikaji menggunkan data ECMWF dan

GPM. Data model atmosfer ECMWF digunakan unutk analisis meteorologis dengan berbagai parameter

cuaca. Data curah hujan harian GPM digunakan sebagai pembanding terhadap curah hujan hasil

observasi. Hasil penelitan menunjukkan bahwa pola diurnal angin permukaan Sentani mengikuti pola

monsun. Puncak curah hujan periode DJF, MAM, JJA, SON berturut-turut terjadi pada jam 15-18 UTC,

18-21 UTC, 21-00 UTC, 15-18 UTC yang terjadi pada arah angin permukaan diurnal yang dominan.

Secara umum curah hujan GPM lebih rendah dari curah hujan observasi.

Kata kunci: diurnal, hujan, ECMWF, GPM

Page 96: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

84 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

PENDAHULUAN

Kondisi cuaca di Indonesia umumnya berbeda dengan kondisi cuaca yang ada di negara lain

karena Indonesia berada di kawasan ekuator yang mendapatkan pemanasan matahari yang berlebih.

Hal itulah yang menyebabkan Indonesia mempunyai keunikan tersendiri. Keunikan lain yang dimiliki

Indonesia adalah Indonesia terletak di wilayah yang diapit oleh 2 benua (Benua Asia dan Benua

Australia) dan terletak di antara 2 samudera (Samudera Pasifik dan Samudera Hindia) dimana hampir

seluruh bagiannya dikelilingi oleh laut sehingga menyebabkan laut berperan penting dalam pergerakan

dan sirkulasi atmosfer serta cuaca[1].

Faktor regional yang mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah monsun yang digerakkan oleh sel

tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian. Benua Maritim Indonesia

dapat dipandang sebagai bagian penting Monsun musim dingin Asia, karena musim basahnya dengan hujan lebat

dan berkaitan dengan pelepasan panas laten yang menyediakan sumber panas maksimum untuk sirkulasi skala

planeter. Dalam hal ini benua maritim diapit oleh dua sistem Monsun yaitu Monsun Asia dan Monsun Australia.

Akibatnya benua maritim juga disebut wilayah transisi antara Monsun musim panas Asia dan Monsun musim

panas Australia[2]. Pada Bulan Desember, Januari, dan Februari di belahan bumi utara (BBU) terjadi musim dingin

akibatnya terdapat sel tekanan tinggi di Benua Asia, sedangkan di belahan bumi selatan (BBS) pada waktu yang

sama terjadi musim panas akibatnya terdapat sel tekanan rendah di Benua Australia. Timbulnya perbedaan

tekanan udara di dua benua tersebut maka pada Desember, Januari, dan Februari angin akan bertiup dari tekanan

tinggi di Asia menuju ke tekanan rendah di Australia, yang disebut monsun barat atau monsun barat laut.

Sebaliknya pada Juni, Juli, dan Agustus terdapat sel tekanan tinggi di benua Australia dan sel tekanan rendah di

benua Asia yang menggerakkan monsun timur atau monsun tenggara. Bulan Maret, April, Mei, (MAM) dan

September, Oktober, November (SON), lazimnya disebut sebagai masa peralihan. Periode MAM merupakan masa

peralihan dari monsun Asia ke monsun Australia sementara periode SON merupakan masa peralihan dari monsun

Australia ke monsun Asia.

Selain faktor regional, faktor lokal juga sangat menentukan curah hujan di suatu tempat. Fenomena angin

darat-angin laut contohnya. angin laut dan angin darat terjadi di kawasan yang berdekatan dengan pantai dan

terjadi akibat perbedaan suhu antara daratan dan lautan (perbedaan penerimaan panas oleh daratan dan lautan).

Pada saat adanya radiasi matahari di siang hari, umumnya permukaan daratan akan lebih cepat panas sedangkan

permukaan lautan lebih dingin karena panas hilang pada lapisan air yang lebih tebal oleh turbulensi dan

gelombang maupun oleh penetrasi langsung dan absorpsi. Pada saat tidak adanya radiasi di malam hari, daratan

akan lebih cepat dingin akibat kehilangan radiasi gelombang panjang dari radiasi matahari, sedangkan lautan yang

memiliki inersia termal akan tetap hangat dengan suhu udara di permukaan yang relatif sama dengan ketika siang

hari[3]. Angin bergerak dari tempat dengan suhu yang lebih rendah (tekana udara tinggi) ke tempat dengan suhu

yang lebih tinggi (tekanan udara rendah). Dengan demikian, pada saat siang hari angin bergerak dari laut ke darat

dan pada malam hari angin bergerak dari darat ke laut.

Keberagaman posisi geografis dan topografi pada masing-masing daerah, tentu ada perbedaan pada

wilayah-wilayah yang memiliki pola hujan monsunal sama. Hal ini karena suhu udara adalah salah faktor yang

sangat mempengaruhi tingkat penguapan yang nantinya akan berimplikasi pada jumlah pembentukan awan dan

curah hujan. Ini berarti wilayah kontinen (daratan) dan pulau kecil yang mewakili iklim marine (laut) meskipun

memiliki pola curah hujan yang sama dimungkinkan memiliki pola diurnal yang berbeda[4]. Penelitian terdahulu

telah menguraikan proses pembentukan awan konveksi yang dikaitakan dengan proses diurnal. Pembentukan

Page 97: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 85

awan konvektif atau cumulonimbus tersebutterjadi akibat kondisi atmosfer yang labil. Pada siang - sore hari kondisi

udara cenderung labil di wilayah daratan Papua, sedangkan pada malam - dini hari kondisi udara cenderung labil

di wilayah perairan Teluk Cendrawasih. Proses pembentukan awan (kondensasi) terjadi sajak siang hari hingga

sore hari akibat adanya efek angin laut yang membawa massa uap air ke daratan papua. Kemudian massa uap

airyang telah berkondensasi dan membentuk awan-awan konvektif tadi akan terdorong kembali ke wilayah

perairan teluk cendrawasih ketika malam hingga dini hari akibat efek angin darat yang bertiup dari daratan papua.

Kuat dan lemahnya intensitas awan cumulonimbus yang terbentuk, dipengaruhi oleh kapasitas panas yang

tersimpan di perairan teluk cendrawasih dan juga jumlah kadar uap air yang terbentuk selama proses pemanasan

secara konvektif di wilayah teluk cendrawasih[5].

METODE

Gambar 1. Lokasi penelitian ditunjukkan pada garis putus-putus kuning

(sumber: geospasial BNPB)

Wilayah penelitian pada kajian ini adalah Stasiun Meteorologi Sentani dengan titik koordinat 2,5

LS 160,48 BT. Periode penelitian adalah tahun Desember 2016 sampai November 2017. Data yang

digunakan adalah curah hujan observasi tiap 3 jam, arah angin, curah hujan GPM, data atmosfer

ECMWF. Data curah hujan dan arah angin dikelompak berdasarkan tiga bulanan diantaranya Desember-

Januari-Februari (DJF), Maret-April-Mei (MAM), Juni-Juli-Agustus (JJA), September-Oktober-November

(SON). Kedua data ini kemudian dianalisis untuk diketahui arah angin dominan dan jumlah curah hujan

tertinggi. Pengaruh angin monsun akan terlihat dengan membandingkan angin dominan terhadap arah

angin monsun sepanjang tahun kajian. Dari total curah hujan tiap 3 jam kemudian dipilih hari dengan

kategori hujan lebat (>50 mm/hari) untuk selanjutnya dianalisis dengan parameter kelembaban udara

vertikal menggunakan data ECMWF. Curah hujan model, GPM, dibandingkan dengan curah hujan

observasi pada titik pengamatan yaitu koordinat Stasiun Meteorologi Sentani. Penampang vertikal

kelembaban udara dan peta curah hujan GPM diolah dengan menggunakan aplikasi Grads.

Page 98: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

86 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN

Arah Angin Dominan

Arah angin dominan pada periode DJF adalah arah barat yang terjadi pada hampir semua

kelompok waktu (7/8) kecuali pada jam 22-23 UTC (arah tenggara). Arah angin dominan pada periode

MAM adalah arah barat yang terjadi pada hampir semua kelompok waktu (6/8) kecuali pada jam 01-03

(arah tenggara) dan 22-23 (arah tenggara) UTC. Arah angin dominan pada periode JJA adalah arah

tenggara yang terjadi pada hampir semua kelompok waktu (7/8) kecuali pada jam 10-12 UTC (arah

barat). Arah angin dominan pada periode SON adalah arah barat yang terjadi pada hampir semua

kelompok waktu (6/8) kecuali pada jam 07-09 dan 10-12 (arah barat) dan 16-18 (arah timur) UTC. Jika

merujuk pada arah angin monsun, maka arah angin permulkaan periode bulanan di daerah Sentani

mengikuti pola monsun. Pada saat terjadi monsun Asia (DJF), angin permukaan Sentani juga dominan

dari arah barat bahkan pada masa peralihan (MAM) juga masih berarah barat. Pada saat terjadi monsun

Australia (SON), angin permukaan Sentani juga dominan dari arah tenggara bahkan pada masa

peralihan (SON) juga masih berarah tenggara.

Tabel 1. Arah Angin Tiap 3 Jam Pada Periode DJF, MAM, JJA, SON

Periode Jam (UTC) Angin Dominan Prosentase

DJF 01-03 Barat 33,7

04-06 Barat 50,7

07-09 Barat 62,9

10-12 Calm/Barat 37,4/27,0

13-15 Calm/Barat 49,2/22,9

16-18 Calm/Barat 67,4/15,9

19-21 Calm/Barat 68,5/10,0

22-23 Calm/Tenggara 23,3/20,0

MAM 01-03 Tenggara 34,7

04-06 Barat 44,9

07-09 Barat 57,2

10-12 Barat 33,6

13-15 Calm/Barat 45,2/22,1

16-18 Calm/Barat 65,2/12,6

19-21 Barat 59,4

22-23 Tenggara 21,3

JJA 01-03 Tenggara 69,9

04-06 Tenggara 61,2

07-09 Tenggara 32,6

10-12 Calm/Barat 43,8/14,4

13-15 Calm/Tenggara 57,9/10,5

16-18 Calm/Tenggara 78,2/5,7

19-21 Calm/Tenggara 74,6/7,6

22-23 Calm/Tenggara 34,4

Page 99: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 87

SON 01-03 Tenggara 54,5

04-06 Tenggara 42,8

07-09 Barat 35,5

10-12 Calm/Barat 39,9/19,7

13-15 Calm/Tenggara 60,0/9,8

16-18 Calm/Timur 74,3/5,4

19-21 Calm/Tenggara 66,3/8,0

22-23 Tenggara 37,7

Puncak Curah Hujan Diurnal

Gambar 2. Grafik Curah Hujan Periode DJF Tiap 3 Jam

Puncak curah hujan periode DJF terjadi pada jam 15-18 UTC dengan nilai 252,3 mm. Curah hujan

terendah terjadi pada jam 00-03 UTC dengan nilai 24,7 mm. Total curah hujan periode DJF adalah 761,2

mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada arah angin dominan bulan DJF yaitu CALM/Barat (67,4/15,9).

24.7 32.2 34.3

109.3

168.3

252.3

5585.1

0

50

100

150

200

250

300

03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00

Cu

rah

Hu

jan

UTC

Page 100: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

88 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 3. Grafik Curah Hujan Periode MAM Tiap 3 Jam

Puncak curah hujan periode MAM terjadi pada jam 18-21 UTC dengan nilai 89,9 mm. Curah hujan

terendah terjadi pada jam 00-03 UTC dengan nilai 3,3 mm. Total curah hujan periode DJF adalah 390,7

mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada arah angin dominan bulan MAM yaitu Barat (59,4).

Gambar 4. Grafik Curah Hujan Periode JJA Tiap 3 Jam

Puncak curah hujan periode JJA terjadi pada jam 21-00 UTC dengan nilai 161,5 mm. Curah hujan

terendah terjadi pada jam 00-03 UTC dengan nilai 9,9 mm. Total curah hujan periode DJF adalah 505,1

mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada arah angin dominan bulan JJA yaitu tenggara (34,4).

28.7

49.1

3.3

50.7

88.6

48.7

89.9

31.7

0

20

40

60

80

100

03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00

Cu

rah

Hu

jan

UTC

36.414.4 19.9

9.7

90.973.1

99.2

161.5

0

50

100

150

200

03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00

Cu

rah

Hu

jan

UTC

Page 101: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 89

86.5

58.8

19 19.6

88.1

126.9

100.4

16.2

0

20

40

60

80

100

120

140

03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00

Cu

rah

Hu

jan

UTC

Gambar 5. Grafik Curah Hujan Periode SON Tiap 3 Jam

Puncak curah hujan periode JJA terjadi pada jam 15-18 UTC dengan nilai 126,9 mm. Curah hujan

terendah terjadi pada jam 00-03 UTC dengan nilai 19,9 mm. Total curah hujan periode DJF adalah 515,5

mm. Curah hujan tertinggi tidak pada arah angin dominan bulan JJA (tenggara) yaitu calm/timur

(74,3/5,4).

Page 102: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

90 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Analisis Kelembaban Vertikal

Analisis kelembaban udara dilakukan pada kejadian hujan lebat sepanjang Desember 2016

sampai November 2017. Garis putus-putus menunjukkan jam kejadian dengan curah hujan tertinggi. Dari

penampang kelembaban vertikal menunjukkan keadaan dengan kandungan uap air yang cukup tinggi

hampir di semua lapisan. Udara yang lembab menunjukkan banyaknya uap air. Kandungan uap air yang

cukup tinggi di atmosfer memungkikan terjadi hujan. Semakin lembab udara tersebut semakin besar

potensi hujan terjadi. Hujan dengan intensitas yang tinggi dengan durasi kejadian yang lama

digambarkan dengan kondisi kelembaban udara yang tinggi.

Gambar 6 Kelembaban Udara Pada 8 Kejadian Hujan Lebat

Page 103: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 91

Curah Hujan GPM

Peta spasial curah hujan GPM menunjukkan luasan daerah dengan besaran nilai curah hujan.

Curah hujan GPM tercatat underestiamte pada 7 dari 8 kejadian hujan lebat di sentani. Satu kejadian

hujan lebat yang tercatat overestimate terjadi pada tanggal 2 Agustus 2017.

Gambar 7. Peta Spasial Curah Hujan GPM Dan Perbandingan Terhadap Curah Hujan Observasi

KESIMPULAN

Analisis diurnal Sentani periode desember 2016 sampai november 2017 telah dilakukan. Adapun

kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut:

1. Pola angin diurnal Sentani mengikuti pola monsun

2. Puncak curah hujan periode DJF, MAM, JJA, SON berturut-turut terjadi pada jam 15-18 UTC, 18-

21 UTC, 21-00 UTC, 15-18 UTC yang terjadi pada arah angin permukaan diurnal yang dominan

3. Kelembaban vertikal pada 8 kejadian hujan lebat bervariasi. Hujan kontinu dengan intensitas lebat

memiliki kelembaban yang tinggi dari permukaan hingga lapisan atas

4. Curah hujan harian GPM underestimate terhadap curah hujan harian observasi pada 7 dari 8

kejadian hujan lebat.

Page 104: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

92 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

DAFTAR PUSTAKA

[1] Aldrian, Edvin.(2008).Meteorologi Laut Indonesia, Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta, Jakarta.

[2] Chang, C. P., Wang, Z., Ju. J., & Li, T. (2004). On The Relationship Between Western Maritime

Continent Monsoon Rainfall and ENSO During Northern Winter, Journal of Climate, 17, 665 – 672.)

[3] Tjasyono, B. HK. dan Harijono, S. W. B. (2013).Atmosfer Ekuatorial, Badan Meteorologi Klimatologi

dan Geofisika, Jakarta.

[4] Alfuadi, Nanda., Prayuda,Shanas Septy.(2015). Analisa Karakteristik Curah Hujan Diurnal di Stasiun

Meteorologi Snagkapura-Bawean dan Stasiun Meteorologi Citeko-Bogor Berdasarkan Pengaruh

Regional dan Lokal, STMKG, Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya, 21 November

2015, Jatinangor.

[5] Nagoro,Suko Abdi.(2016).Analisis Terbentuknya Awan Cumulonimbus Saat Malam Hingga Dini Hari

dengan Simulasi Model WRF-AR di Wilayah Serui Tahun 2014, STMKG, Jakarta.

Page 105: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 93

P13

PEMODELAN DAN SIMULASI PENGARUH TINGKAT POROSITAS

TANAH TERHADAP LAJU INFILTRASI AIR TANAH

Yane O Ansanay1, Korinus N Waimbo2

1 Prodi Teknik Geofisika, FMIPA, Universitas Cenderawasih, Indonesia.

2Yayasan Sains dan Teknologi Terpadu Papua, Jayapura, Indonesia.

E-mail: [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Infiltrasi air tanah sebagai salah satu proses penting dalam siklus hidrologi memungkinkan terjadinya

pengisian secara kontinue akuifer demi terjaganya keseimbangan ekosistem akuifer dan

ketersediaan air tanah. Oleh karena itu, pemahaman proses infiltrasi dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya penting untuk keperluan pengelolaan air dan tanah secara baik dan efisien. Guna

memahami proses infiltrasi dan faktor-faktor yang menentukan laju infiltrasi, telah dilakukan

pemodelan dan simulasi laju infiltrasi menggunakan teknik pemodelan Agent-Based Modelling

(ABM) dengan bantuan software NetLogo. Pengembangan model awal dibatasi pada pengaruh

tingkat porositas tanah terhadap laju infiltrasi. Hasil menunjukan bahwa laju infiltrasi tinggi pada

profil tanah dengan porositas tinggi dan sebaliknya rendah pada profil tanah berporositas rendah.

Kata Kunci: Laju Infiltrasi, Air Tanah, Porositas, Agent-Based Modelling, Netlogo.

PENDAHULUAN

Infiltrasi air tanah merupakan salah satu proses penting dalam siklus hidrologi, yakni pengisian kembali akuifer

demi terjaganya keseimbangan ekosistem akuifer dan ketersediaan air tanah (Harden, 2017). Salah satu

parameter penting infiltrasi air tanah adalah laju air tanah, yakni ukuran seberapa cepat air bergerak masuk

ke dalam tanah yang dapat dinyatakan dalam satuan mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi perlu dikontrol

guna mengurangi dampat negatif yang timbul. Jika laju infiltrasi terlalu lambat, dapat mengakibatkan

terjadinya genangan dan aliran permukaan yang dapat menimbulkan erosi pada lahan miring, banjir dan

berkurangnya kelembaban tanah untuk pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, jika laju infiltrasi terlalu cepat,

dapat mengakibatkan pelindian unsur-unsur hara pada tanah yang dibutuhkan tanaman (USDA, 2014).

Diperlukan pemahaman faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi agar kontrol laju infiltrasi dapat dilakukan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah porositas tanah. Air bergerak lebih cepat pada tanah

berpori (porositas besar) dan lebih lambat pada tanah tidak berpori (porositas kecil). Tingkat porositas tanah

Page 106: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

94 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

bergantung pada tekstur tanah, yakni ukuran partikel-partikel tanah. Departemen Agrikultur Amerika Serikat

(USDA) mengklasifikasikan tekstur tanah berdasarkan komposisi pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay)

seperti ditunjukan pada Gambar 1.

Gambar 1 – Representasi tekstur tanah berdasarkan komposisi pasir, lanau dan lempeng (USDA NRCS, 2014)

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami hubungan tingkat porositas dan laju infiltrasi melalui pendekatan

simulasi berbasis komputer.

METODOLOGI

Teknik pemodelan yang digunakan dalam studi ini adalah Pemodelan Berbasis Agen (Agent-Based Modelling)

atau disingkat ABM. Model dan simulasi ABM dikembangkan dan dilakukan menggunakan software NetLogo 6.1

(Wilensky, 1999).

Beberapa asumsi yang dibuat untuk tujuan pemodelan dan simulasi awal infiltrasi air tanah adalah sebagai berikut:

1. Partikel-partikel tanah dianggap uniform dan homogen

2. Tanah dalam keadaan rata dan smooth

3. Kondisi mula-mula air pada permukaan tenang sehingga tekanan curah air dapat diabaikan

4. Durasi proses infiltrasi singkat

Page 107: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 95

Pada model awal, pemodelan dan simulasi dibatasi hanya pada hubungan faktor tingkat porositas dan laju infiltrasi.

Model proses terjadinya infiltrasi bergantung pada dua kondisi:

1. Terdapat pori-pori pada lapisan bawah profil tanah

2. Proses acak menggunakan bilangan acak antara 1 hingga 100, dimana jika bilangan acak yang dihasilkan

memiliki nilai di bawah persentase porositas yang di set antara 1 hingga 100% saat simulasi, maka akan

terjadi gerak partikel air (infiltrasi).

3. Proses infiltrasi berhenti jika pada satu lapisan tanah tidak terdapat partikel air atau telah terjadi saturasi

penuh dimana muka air telah mencapai lapisan tanah paling bawah

Gambar 2 menunjukan interface model pada software NetLogo. Tanah direpresentasikan oleh kotak besar yang

berisi lapisan partikel-partikel tanah (titik-titik berwarna coklat) dan pori-pori tanah (titik-titik berwarna putih). Aliran

air direpresentasikan oleh titik-titik biru yang dapat bergerak mulai dari lapisan paling atas (permukaan tanah) ke

arah lapisan berikut di bawahnya. Titik air akan bergerak turun jika pada lapisan bawah terdapat pori-pori pada

sisi kanan dan kiri titik air di atasnya dan bilangan acak yang dimuculkan memenuhi lebih kecil dari nilai persentase

porositas. Pseudocode model ABM infiltrasi air tanah pada NetLogo ditunjukan pada Gambar 3.

Gambar 2 – Interface model infiltrasi air tanah pada software NetLogo

Page 108: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

96 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 3 – Pseudocode model infiltrasi air tanah pada software NetLogo

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4 menunjukan hasil simulasi infiltrasi air pada tanah dengan tingkat porositas 36%, 60% dan 90%. Plot

laju infiltrasi dan infiltrasi kumulatif, yakni jumlat total air yang meresap ke dalam tanah oleh proses infiltrasi pada

tanah dengan tingkat porositias 36%, 60% dan 90% ditunjukan pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Hasil simulasi menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat porositas, laju infiltrasi meningkat demikian juga infiltrasi

kumulatif. Pada tingkat porositas 30% dan 60%, hasil simulasi menunjukan bahwa, laju infiltrasi cepat pada kondisi

awal dan kemudian mengalami perlambatan hingga berhenti sebelum mencapai lapisan paling bawah dari profil

tanah. Namun jangkauan infiltrasi air ke dalam tanah pada tingkat porositas 60% lebih dalam atau panjang

dibanding tingkat porositas 30%. Pada tingkat porositas 90%, hampir seluruh profil tanah mengalami proses

infiltrasi (terisi air), laju infiltrasi pun tinggi sejak awal proses infiltrasi dan konstan hingga terjadi saturasi kemudian

infiltrasi terhenti.

Gambar 4 – Simulasi infiltrasi air pada tanah dengan tingkat porositas 36%, 60%, dan 90%

P 36% P 60% P 90%

Page 109: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 97

Gambar 5 – Laju infiltrasi air pada tanah dengan tingkat porositas 36%, 60%, dan 90%

Gambar 6 – Infiltrasi Kumulatif Air pada tanah dengan tingkat porositas 36%, 60%, dan 90%

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini antara lain:

1. Laju infiltrasi tinggi pada lahan dengan porositas tinggi atau kepadatan rendahi

2. Pemodelan dan simulasi komputer memungkinkan dilakukan estimasi laju infiltrasi pada berbagai kondisi

Page 110: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

98 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Sebagai rekomendasi, perlu dilakukan uji lab sangat untuk memperoleh hubungan empiris antara laju infiltrasi dan

faktor-faktor penentu laju infiltrasi yang kemudian dapat dimodelkan menggunakan model dan simulasi komputer.

REFERENSI

Harden, C. P. (2017) ‘Infiltration’, in International Encyclopedia of Geography: People, the Earth, Environment

and Technology. Oxford, UK: John Wiley & Sons, Ltd, pp. 1–4. doi: 10.1002/9781118786352.wbieg0245.

USDA (2014) Soil health for educators - Soil Infiltration. Available at:

https://www.nrcs.usda.gov/Internet/FSE_DOCUMENTS/nrcs142p2_051576.pdf.

USDA NRCS (2014) Guide to Texture by Feel | NRCS Soils. Available at:

https://www.nrcs.usda.gov/wps/portal/nrcs/detail/soils/edu/?cid=nrcs142p2_054311.

Wilensky, U. (1999). NetLogo. http://ccl.northwestern.edu/netlogo/. Center for Connected Learning and

Computer-Based Modeling, Northwestern University, Evanston, IL.

Page 111: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 99

P14

IDENTIFIKASI DAERAH YANG BERPOTENSI ENERGI ANGIN DI PAPUA

DAN PAPUA BARAT MENGGUNAKAN METODE PEMETAAN DENGAN

SOFTWARE GRADS

Erin S. Munfaatun1, Dony Christianto2, Anike N. Bowaire1

1Prodi Fisika, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Cenderawasih

2Stasiun Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kelas I Sentani

Email: [email protected]

ABSTRAK

Energi terbarukan adalah energi yang bersumber dari alam, secara berkesinambungan dapat terus

diproduksi, dan energi tersebut tidak dapat habis. Energi Angin merupakan salah satu sumber daya

energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik. Penelitian ini menggunakan

metode pemetaan pengolahan data sekunder, berupa data observasi kecepatan angin dan arah angin

yang berasal dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta data Model yang berasal

dari National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA), tahun 2015. Hasil yang diperoleh berupa peta

kontur kecepatan angin dan potensi energi angin. Peta tersebut menunjukkan daerah berpotensi energi

angin di Papua dan Papua Barat.

Kata Kunci: Energi Terbarukan, Energi Angin, Pemetaan, GrADS

Page 112: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

100 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

PENDAHULUAN

Keterbatasan energi listrik dan perkembangan pembangunan yang berkelanjutan diiringi dengan

kemajuan teknologi yang cukup pesat serta peningkatan taraf hidup dapat menyebabkan konsumsi

energi listrik terus meningkat tinggi. Sumber daya listrik yang selama ini dimanfaatkan berasal dari energi

fosil khususnya minyak, batu bara dan gas bumi (Larkum, 2010). Sumber energi tersebut merupakan

energi yang tidak dapat diperbaharui yang persediaannya terbatas, sehingga perlu pencarian sumber

energi alternatif lain yang tersedia melimpah di alam dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Energi

terbarukan adalah energi yang bersumber dari alam, secara berkesinambungan dapat terus diproduksi,

dan energi tersebut tidak dapat habis jika digunakan (Kholiq, 2015) . Pengembangan energi terbarukan

dapat dijadikan unggulan untuk mendampingi bahan bakar minyak. Sumber energi alternatif yang dapat

dimanfaatkan untuk menggantikan sumber energi fosil antara lain matahari, panas bumi, angin, air,

biomassa, biofuel, tidal, gelombang laut (Panwar dkk, 2011).

Angin merupakan sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan sebagai sumber energi listrik

karena ketersediaannya melimpah di alam. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat

digunakan untuk menghasilkan energi listrik dengan memanfaatkan gerak dari kincir angin seperti yang

dilakukan di negara Belanda dan Denmark. Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang belum

dijangkau oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Faktor pengendala belum terjangkaunya daerah-

daerah tersebut adalah aksesibilitas ke lokasi yang masih sulit dan kebutuhan biaya yang tidak sedikit

untuk investasi jaringan listrik. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Papua, sebagian besar

masyarakat mendapatkan sumber listrik dari pemerintah (PLN). Saat ini produksi listrik dari PLN masih

bergantung pada bahan bakar High Speed Diesel yang merupakan energi fosil.

Energi angin dapat dikembangkan di Papua berdasarkan kondisi geografis Papua dan Papua

Barat yang memiliki potensi angin yang tersedia sepanjang tahun. Secara umum pemakaian energi di

Indonesia masih mengandalkan energi fosil. Bahan bakar fosil telah lama digunakan, sementara sektor

energi terbarukan baru saja mulai berkembang dan ini adalah alasan utama mengapa energi terbarukan

masih sulit bersaing dengan bahan bakar fosil. Berdasarkan data Direktorat Jendral EBTKE 2016, pada

tahun 2015 energi fosil menyumbang 93,7% dari total kebutuhan energi dengan minyak menyumbang

43%, gas alam 22%, dan batubara 28,7% , sedangkan energi baru terbarukan hanya memenuhi 6,2%

terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Bauran Energi Primer tahun 2015 (Direktorat Jendral EBTKE 2016)

Page 113: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

101 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Energi Angin merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang memilki potensi yang cukup

besar sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan menjadi energi mekanik dan listrik melalui suatu

konversi yang dinamakan Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) (Syadi’yah, 2018). Angin adalah massa

udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan di permukaan bumi ini. Angin akan bergerak

dari suatu daerah yang memiliki tekanan tinggi ke daerah yang memiliki tekanan yang lebih rendah

(Habibie dkk, 2011). Beberapa penelitian mengenai potensi energi angin telah dilakukan di Indonesia

seperti perhitungan potensi energi angin di Kalimantan Barat (Utami Ar dkk, 2018), kajian potensi energi

angin kabupaten Kaimana (Bawan, 2007), serta pemetaan potensi kecepatan angin di Ambon

(Syadi’yah, 2018). Berdasarkan data dari BPPT (2018) menunjukkan bahwa potensi energi angin di

Indonesia mencapai 970 MW, dimana kapasitas pemasangan berkisar 1,96 MW.

Kecepatan Angin

Besarnya kecepatan angin serta bentuk turbin yang digerakkan secara langsung oleh tenaga

angin akan mempengaruhi besar daya yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga angin.

Sebagaimana diketahui menurut fisika klasik bahawa energi kinetik dari suatu massa (m) dan kecepatan

(v) adalah:

𝐸𝑘 =1

2𝑚𝑣2 (1)

dengan m adalah massa (kg), v adalah kecepatan (m/s), sedangkan 𝐸𝑘 adalah energi kinetik (kg

m2/s2).

Profil Angin

Profil angin digunakan sebagai alat perbandingan antara kecepatan angin dan ketinggian alat

ukur/turbin angin. Perhitungan dapat diselesaikan dengan persamaan berikut:

𝑈(𝑧)

𝑈(𝑧𝑟)= (

𝑧

𝑧𝑟)𝛼

(2)

dengan 𝑈(𝑧) adalah kecepatan angin pada ketinggian z, 𝑈(𝑧𝑟) adalah kecepatan angin pada

ketinggian referensi z, dan 𝛼 adalah kekasaran permukaan (Rachman, 2012 dalam Manwell, 2009).

Profil angin bergantung pada kekasaran permukaan, seperti semakin banyak bangunan,

pepohonan dan perbukitan permukaan dikategorikan semakin kasar dan nilainya semakin besar. Untuk

fluida secara umum, α mempunyai nilai 1 7.⁄ Profil angin pada daerah perkotaan memiliki nilai 𝛼 dapat

mencapai 0,40, yang memiliki banyak pepohonan seperti perkebunan atau hutan, nilai 𝛼 dapat mencapai

0,3, sedangkan untuk laut atau daerah-daerah yang terbuka, 𝛼 mempunyai nilai 0,1 (Ikhsan dan Hipi,

2011).

Page 114: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

102 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Energi Angin

Energi angin dengan satuan Joule, merupakan besarnya energi kinetik yang dihasilkan oleh

gerak udara. Energi kinetik per satuan waktu atau energi angin dapat dirumuskan sebagai berikut

(Fazelpour, 2017; Manwell, 2009)

𝑃 = 12⁄ . 𝜌 . 𝑣3. 𝐴 (3)

𝑃 = 𝐸/𝑡 (4)

𝐸 = 𝑃 . 𝑡 (5)

𝐸 = 12⁄ . 𝜌 . 𝑣3. 𝐴. 𝑡 (6)

dengan E adalah energi (Joule), ρ adalah massa jenis udara (1,225 𝑘𝑔/𝑚3), v adalah kecepatan (m/s),

A adalah luas penampang (𝑚2). Untuk menyederhanakan perhitungan digunakan luas penampang (A)

adalah luas per 1 m2 dan waktu (t) adalah 1 detik. 2.5

Software GrADS

Grid Analysis and Display System (GrADS) merupakan software interaktif yang digunakan untuk

memanipulasi dan visualisasi data sains kebumian secara mudah. GrADS dapat diperoleh dari internet

secara bebas. Format data yang bisa digunakan dalam GrADS adalah biner biasa, netCDF, dan HDF-

SDS (Hierarchical Data Format – Scientific Data Format). GrADS dapat menggunakan data dengan 4

dimensi: garis bujur, garis lintang, ketinggian (level), dan waktu. Data dapat ditampilkan menggunakan

bermacam teknik grafis seperti grafik garis, grafik batang, kontur biasa, kontur berwarna, vektor angin,

ataupun garis alur (streamlines). Penggunaan tipe grafik yang digunakan tergantung pada jenis variable

yang ditampilkan. Jenis-jenis variable tersebut adalah curah hujan, tekanan, angin, lama penyinaran

matahari, suhu udara, dan lain-lain (Jatmiko, W. dan R. Gernowo. 2014).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Komputer Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam dan Stasiun Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kelas I Sentani selama 6 bulan

yaitu dari Oktober 2018 – April 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pemetaan pengolahan data sekunder yang diperoleh dari data observasi dan data model tahun berupa

data kecepatan dan arah angin. Jenis analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

Validasi data observasi dan data model untuk memperoleh selisih diantara kedua data. Pengolahan data

menggunakan software GrADS untuk memperoleh hasil peta kontur daerah berpotensi energi angin.

Page 115: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

103 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Data dan Sumber Data

Data observasi berasal dari beberapa stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika untuk

variable kecepatan dan arah angin periode 2015. Data pengamatan yang digunakan adalah data synoptic

atau data hasil pengamatan setiap 6 jam. Data Model untuk variabel kecepatan angin harian dalam arah

u dan v dengan ketinggian 10 meter di atas permukaan tanah tahun 2015 diunduh dari website satelit

National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA)

https://www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded/data.ncep.reanalysis.html dengan interval data setiap 6 jam.

Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa data observasi dan data

model tahun 2015. Data Observasi diperoleh dari Kantor Balai Besar Badan Meteorologi, Klimatologi,

dan Geofisika wilayah V sedangkan untuk data model diperoleh dari website NOAA (National Oceanic

Atmospheric Administration). Variabel data yang diambil berupa data kecepatan angin dan arah angin

tiap bulan untuk tahun 2015. Data yang diambil dari 13 stasiun di Papua dan Papua Barat yaitu: Stasiun

Biak, Stasiun Wamena, Stasiun Sentani, Stasiun Sarmi, Stasiun Timika, Stasiun Merauke, Stasiun

Nabire, Stasiun Tanah Merah, Stasiun Serui, Stasiun Enarotali, Stasiun Sorong, Stasiun Manokwari, dan

Stasiun Fak-fak.

Pengolahan Data

Menginput data observasi dan data model yang diperoleh dengan menggunakan Microsoft Excel

dan Mawar Angin. Dengan menghasilkan grafik untuk validasi data observasi dan data model. Data

Model NOAA yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan software GrADS untuk mengahsilkan

peta kontur berwarna. Hasil identifikasi daerah berpotensi energi angin dari hasil pengolahan data

menghasilkan peta kontur. Pembuatan peta kontur energi angin daerah berpotensi dilakukan dengan

menggunakan persamaan (6).

Page 116: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

104 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN

Validasi Data Observasi dan Data Model

Gambar 2. Validasi Kecepatan Angin Tahun 2015

Peta Kontur Kecepatan Angin Ketinggian 10 meter

Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan softzware GrADS, diperoleh kecepatan rata-

rata angin ketinggian 10 meter dari permukaan tanah yang bertiup tahun 2015 di Papua dan Papua Barat

berkisar antara 0 sampai dengan 2,5 m/s. Kecepatan angin tertinggi berada di Kabupaten Merauke yaitu

berkisar 2 sampai dengan 2,5 m/s. Kecepatan angin terendah berada di beberapa daerah seperti

Jayapura, Wamena, Sarmi, Tanah Merah, dan Enarotali yaitu 0 sampai dengan 0,5 m/s. Arah angin

dominan yan terjadi di daerah Papua dan Papua Barat pada tahun 2015 dari arah Timur bergerak menuju

Barat dan Barat Laut seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.

Page 117: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

105 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 3. Peta Kontur Kecepatan Angin Rata-rata 2015

Kabupaten Merauke memiliki kecepatan angin paling tinggi karena terletak paling timur Papua dan

berbatasan dengan Laut Arafura yaitu di sebelah Barat dan Selatan. Kabupaten Merauke juga

merupakan kabupaten yang memiliki daerah berupa dataran rendah dimana kawasannya luas dan

berawa disepanjang pantai. Daerah daratan rendah kecepatan anginnya lebih kencang dibandingkan

dengan di daerah pegunungan, karena aliran angin di daratan rendah serta berada disepanjang pantai

angin berhembus tanpa hambatan. Daerah pegunungan memiliki kecepatan angin yang lebih lambat,

karena aliran angin terhambat oleh gunung-gunung.

Peta Kontur Kecepatan Angin Ketinggian 50 meter

Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software GrADS, diperoleh kecepatan rata-rata

angin pada ketinggian 50 meter dari permukaan tanah yang bertiup pada tahun 2015 di Papua dan Papua

Barat berkisar antara 0 sampai dengan 3 m/s. Kecepatan angin tertinggi berada di Kabupaten Merauke

yaitu berkisar 2,5 sampai dengan 3 m/s. Kecepatan angin terendah berada di beberapa daerah seperti

Jayapura, Wamena, Sarmi, Tanah Merah, dan Enarotali yaitu 0 sampai dengan 0,5 m/s. Arah angin

dominan yan terjadi di daerah Papua dan Papua Barat pada tahun 2015 dari arah Timur bergerak menuju

Barat dan Barat Laut seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.

Page 118: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

106 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 4. Peta Kontur Kecepatan Rata-rata 2015

Potensi Energi Angin

Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software GrADS, diperoleh potensi energi

angin di daerah Papua dan Papua Barat untuk tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat pada gambar 5. Bahwa

rata-rata energi angin per daerah di Papua dan Papua Barat yang tertinggi dengan menggunakan

persamaan (6) untuk ketinggian 50 meter dari permukaan tanah berada di Kabupaten Merauke yaitu 160

Joule dan rata-rata energi angin terendah berada di Kabupaten Wamena yaitu 20 Joule. Kabupaten

Merauke memiliki rata-rata energi angin tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal tersebut

dikarenakan kecepatan angin di Kabupaten Merauke memiliki kecepatan angin yang tinggi dengan

dominan arah angin bergerak dari arah Timur menuju Barat dan Barat Laut.

Page 119: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

107 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 5. Potensi Energi Angin Tahun 2015

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Kecepatan angin tertinggi untuk ketinggian 10 meter dari permukaan tanah tahun 2015 berada di

Kabupaten Merauke dengan kecepatan angin 2,5 m/s. Untuk kecepatan angin tertinggi untuk

ketinggian 50 meter dari permukaan tanah tahun 2015 berada di Kabupaten Merauke dengan

kecepatan angin 3 m/s.

2. Daerah yang berpotensi energi angin tertinggi di Papua dan Papua Barat berada di Kabupaten

Merauke.

3. Potensi energi angin rata-rata tahun 2015 berada di Kabupaten Merauke sebesar 160 Joule.

Untuk penelitian selanjutnya diperlukan penelitian dengan jangka waktu yang lebih lama sehingga

hasil potensi energi di Papua dan Papua barat yang diperoleh lebih maksimal

DAFTAR PUSTAKA

Bawan, Elias. K. (2007). Kajian Potensi Energi Angin Kabupaten Kaimana Provinsi Papua Barat. Jurnal

Natural Vol 6, No 2, 69-73.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Outlook Energy Indonesia 2018. 2018. Jakarta.

Page 120: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

108 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Statistik EBTKE 2016. 2016. Jakarta.

Download Open Grid Analysis and Display System (On-line). https://sourceforge.net/projects/opengrads/

diakses 23 September 2018.

Fazelpour, F., E. Markarian, dan N.Soltani. (2017). Wind Energy Potential and Economic assessment of

Four Locations in Sistan and Balouchestan Province in Iran. Renewable Energy, 646-667

Habibie, M. Najib, A. Sasmito, dan R. Kurniawan. 2011. Kajian Potensi Energi Angin di Wilayah Sulawesi

dan Maluku. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 12, No.2 :181-187

Ikhsan, I. dan M. A. Hipi. 2011. Analisis Pengaruh Pembebanan Terhadap Kinerja Angin Tipe Propeller

Pada Wind Tunnel Sederhana. Tugas Akhir. Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar.

Jatmiko, W dan R. Gernowo. 2014. Analisis Korelasi Citra Data Primer Dengan Data Sekunder

Menggunakan Citra Grid Analysis And Display System (GrADS). Youngster Physics Journal, Vol.2,

No.1: 63-70.

Kholiq, I. 2015. Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Energi TErbarujan Untuk Mendukung Subtitusi

BBM. Jurnal IPTEK Vol. 19, N0.2: 75-91.

Larkum, A.W.D. 2010. Limitations and prospects of natural photosynthesis for bioenergy production.

Current Opinion in Biotechnology 2010, 21:271–276.

Manwell, J. F, J.G. Mcgowan and A.L. Rogers. 2009. Wind Energy Explined: Theory Design and

Application 2𝑛𝑑 ed. John Wiley & Sons, Ltd : USA

NCEP/NCAR Reanalysis 1 : Summary (On-lne). https://www.esr.

noaa.gov/psd/data/gridded/data.ncep.reanalysis.html diakses 22 Oktober 2018

Panwar, N.L., S.C. Kaushik, S. Kothari. 2011. Role of Renewable Energy Sources in Environmental

Protection: A review. Renewable and Substainable Energy Reviews 15 (2011) :1513-1524.

Rachman, A. 2012. Analisis dan Pemetaan Potensi Energi Angin di Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknik

Universitas Indonesia, Depok.

Sya’diah, Z. 2018. Pemetaan Potensi Kecepatan Angin di Ambon Sebagai Sumber Energi Terbarukan

Berbasis Wind Energy. Jurnal Bimafika: 10-15.

Utami Ar, I. U., Muh. I. Jumarang. Apriansyah. 2018. Perhitungan Potensi Energi Angin di Kalimantan

Barat. Jurnal Prisma Fisika Vol.VI, No.01: 65-69.

Page 121: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

109 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P15

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PREDIKSI CUACA HARIAN

MENGGUNAKAN METODE FUZZY-MAMDANI

(Study Kasus: Kota Jayapura)

Felix Reba1, Alvian M. Sroyer2

Program Studi Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Cenderawasih, Papua

Email: 1 [email protected]; 2 [email protected]

ABSTRAK

Berdasarkan prakiraan cuaca, kota Jayapura diperkirakan diguyur hujan pada bulan-bulan tertentu

seperti maret, namun puncak hujan diperkirakan bulan Januari-Februari. Hujan yang terjadi

menyebabkan banjir dan longsor di sejumlah kawasan di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura.

Diketahui, jika hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi sejak beberapa hari terakhir menyebabkan

sejumlah kawasan di Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua, terendam banjir dan tanah longsor. Tujuan

khusus dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang sistem pendukung keputusan untuk prediksi

cuaca harian yang dapat memberikan informasi kondisi cuaca yang lebih cepat, lengkap, dan akurat.

Dengan bantuan software Matlab akan dirancang sebuah aplikasi (Model). Dengan aplikasi ini,

masyarakat cukup menginput data suhu, kecepatan angin dan kelembaban kedalam aplikasi, maka

secara langsung sistem akan memberitahukan kondisi cuaca pada saat itu. Jenis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Geofisika Klas

II Angkasapura. Hasil yang diperoleh dari simulasi menunjukan, ketika suhu normal yaitu 27, kelembaban

sedang yaitu 70 dan kecepatan angin kencang yaitu 5, maka hasil prediksi cuaca yang terjadi adalah

12,14 atau hujan sedang. Manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan sistem yang

mampu memprediksi secara dini cuaca harian sebelum terjadi hujan. Juga diharapkan sistem pakar ini

dapat menjawab keluhan masyarakat, khususnya mereka yang berdomisili di daerah-daerah rawan

banjir dan longsor guna metigasi bencana.

Kata Kunci: cuaca, hujan, Jayapura, sistem pakar.

Page 122: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

110 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

PENDAHULUAN

Cuaca merupakan perilaku atmosfer pada suatu waktu. Cuaca biasanya diamati setiap hari, setiap

minggu, bulan dan tahun, tetapi tidak terbatas pada, sinar matahari, hujan, tutupan awan, angin, hujan

es, salju, hujan es, hujan beku, badai salju, es badai, dan badai. Cuaca kadang memperuhi pekerjaan

petani, nelayan, pedagang, pegawai negeri, para siswa juga pilot pesawat. Disisi lain ketika terjadi

cuaca ekstrim, terkadang menjadi ancaman serius bagi mereka yang tinggal pada lokasi-lokasi aliran

sungai atau daerah-daerah yang mudah longsor.

Kota Jayapura dengan luas 94.000 Ha. Kondisi topografi kota yang berkontur, sedangkan

kemiringan lebih dari 25%. (Lawene dkk, 2017). Curah hujan bervariasi yaitu antara 45-255 mm/th

dengan jumlah rata-rata 148-175 hari hujan / tahun. Suhu rata-rata juga mencapai 29oC - 31,8 oC,

Kelembaban udara rata-rata yaitu antara 79% - 81% (papua.go.id). Berdasarkan prakiraan cuaca, kota

Jayapura biasanya mengalami musim penghujan pada bulan-bulan tertentu seperti maret, dengan

puncak hujan diperkirakan bulan Januari-Februari. Hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi pada

bebrapa bulan terakhir mengakibatkan banjir dan tanah longsor terjadi di sejumlah kawasan di kota

Jayapura. Distrik Jayapura Selatan, di kompleks Entrop sejumlah 80 rumah warga terendam banjir juga

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4. Longsor juga terjadi di samping jalan Walikota Jayapura

dengan ketinggian mencapai 15 meter (news.okezone.com). Tujuan penelitian ini adalah dengan

software Matlab menggunakan metode Fuzzy-Mamdani dan Simulink akan diprediksi cuaca harian kota

Jayapura. Dengan variabel input yang digunakan antara lain suhu, kelembaban udara, kecepatan angin.

Sedangkan variabel output adalah curah hujan. Dengan prediksi ini diharapkan masyarakat akan

mendapat informasi kondisi cuaca yang lebih cepat, lengkap, dan akurat. Selain itu, Fuzzy-Mamdani

dan Simulink dapat menjawab keluhan masyarakat, khususnya mereka yang berdomisili di daerah-

daerah rawan banjir dan longsor guna metigasi bencana.

METODE PENELITIAN

Logika Fuzzy

Logika Fuzzy merupakan sesuatu logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran

(Fuzzyness) antara benar atau salah. Berikut bentuk tampilan Mamdani dengan variabel 3 variabel

input:

Page 123: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

111 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 1. FIS Editor tipe Mamdani

Fungsi Keanggotaan

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan

melalui pendekatan fungsi. Menurut Kusumadewi & Purnomo (2004); Sutojo, dkk (2011). Ada

beberapa fungsi yang bisa digunakan antara lain:

1. Fungsi keanggotaan Segitiga

Fungsi keanggotaan segitiga ditandai oleh adanya 3 (tiga) parameter a,b,c yang akan

menentukan koordinat x dari tiga sudut. Kurva ini pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis

(linier). Adapun persamaan untuk bentuk segitiga ini adalah:

𝜇[𝑥] =

0 𝑥 ≤ 𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 𝑐𝑥−𝑎

𝑏−𝑎 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏

𝑐−𝑥

𝑐−𝑏 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐

(1)

Page 124: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

112 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 2. Fungsi keanggotaan segitiga

2. Fungsi keanggotaan trapesium

Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang

memiliki nilai keanggotaan 1, (Nafi’iyah, N, 2016). Adapun persamaan untuk kurva trapesium ini adalah:

𝜇[𝑥] =

0 𝑥 ≤ 𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 𝑐𝑥−𝑎

𝑏−𝑎 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏

1 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐𝑑−𝑥

𝑑−𝑐 𝑐 ≤ 𝑥 ≤ 𝑑

(2)

Gambar 3. Grafik fungsi keanggotaan trapesium

Page 125: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

113 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Sistem Defuzzifkasi (Penegasan)

Defuzzifikasi adalah proses mendapatkan nilai crisp dari suatu himpunan fuzzy. Pada Metode

Mamdani, untuk mendapatkan nilai tersebut digunakan Metode Centroid atau mencari bobot nilai

tengah kurva daerah fuzzy (center of gravity) dengan formulasi matematis pada Persamaan 3

(Ayuningtiyas dkk, 2007).

𝑧 = ∫ 𝑥𝜇𝐴𝑏𝑎

(𝑥)𝑑𝑥

∫ 𝜇𝐴(𝑥)𝑑𝑥𝑏

𝑎

(3)

dengan :

z = nilai defuzzifikasi

x = anggota himpunan fuzzy A

µA(X) = derajat keanggotaan suatu elemen x dalam suatu himpunan

Gambar 4. Infrensi Fuzzy

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini ada satu Variabel Output dan tiga Variabel Input yang akan digunakan yaitu :

1.1 Variabel Input

1. Suhu (X1).

Page 126: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

114 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Suhu memiliki rentang nilai antara 23.4 – 33.4 dan terdiri atas 3 himpunan fuzzy

yaitu: SEJUK, NORMAL DAN PANAS.

Tabel 1. Variabel Suhu

2. Kelembaban (X2).

Kelembaban memiliki rentang nilai antara 59 – 92.9 orang dan terdiri atas 3

himpunan fuzzy yaitu: KERING, LEMBAB DAN BASAH

Tabel 2. Variabel Kelembaban

Variabel (Input) Himpunan Domain

Kelembaban

(Hygrometer)

Kering [59 59 67.3 69.96]

Lembab [68 70 78 80]

Basah [78 80 92.04 92.9]

3. Kecepatan Angin (X3 ).

Kecepatan Angin memiliki rentang nilai antara 0-13.2 dan terdiri atas 3

himpunan fuzzy yaitu: LA M B A T , K E N C A N G D A N S A N GA T K E N C A N G .

Tabel 3. Variabel Kecepatan Angin

Variabel (Input) Himpunan Domain

Kecepatan Angin

(Anemometer)

Lambat [0 0 4.048 5]

Kencang [4.02 5.1 8.016 9]

Variabel (Input) Himpunan Domain

Suhu (Termometer)

Sejuk [23.4 25.5 26.9 27.99]

Normal [27.5 28.4 29.03 30]

Panas [29.49 30 31.3 33.4]

Page 127: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

115 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Sangat Kencang [8.05 9.063 12 13.2]

1.2 Variabel Output :

Curah Hujan (Y).

Curah Hujan memiliki rentang nilai antara -2 2 .4 – 77 .197 dan terdiri atas

3 himpunan fuzzy yaitu: RINGAN, SEDANG, AGAK LEBAT DAN LEBAT.

Tabel 4. Variabel Curah Hujan

Variabel (Output) Himpunan Domain

Curah Hujan

Ringan [-22.4 -2.49 5.03 9.374]

Sedang [5.03 8.98 15.3 19.24]

Agak Lebat [15.1 19.2 45.1 50.03]

Lebat [45.3 50.42 77.1 97]

Untuk memulai FIS dapat diawali dengan menambahkan dan mengatur input dan output.

Dari masing-masing himpunan Fuzzy akan dibentuk fungsi keanggotaan dari setiap variabel yaitu

:

Gambar 5. Keanggotaan Suhu

Gambar 6. Keanggotaan Kelembaban

Page 128: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

116 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 7. Keanggotaan Kecepatan Angin

Gambar 8. Keanggotaan Prediksi Cuaca

Secara lengkap, seluruh algoritma dibuat dalam Rule Editor dengan menggunakan Conection and.

Dalam penelitian ini digunakan 27 aturan fuzzy yaitu :

Gambar 9. Infrensi Fuzzy

Workspace Variable digunakan membuat Simulink.

Gambar 10. Workspace Variable

Page 129: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

117 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Dengan memasukan nilai Suhu, Kelembaban dan Kecepatan Angin. Selanjutnya klik start, maka

akan keluar nilai pada display. Pada kotak suhu, kelembaban dan kecepatan angin dapat digantikan

dengan beberapa nilai berbeda sesuai rantang nilai yang berada pada tabel. Selanjutnya nilai yang

dihasilkan pada display dapat disesuaikan dengan tabel prediksi curah hujan.

Gambar 11. Simulasi Prediksi Cuaca

Gambar 11, merupakan contoh penggunaan Fuzzy-Mamdani dan Simulink untuk prediksi cuaca.

Dengan memasukan suhu 27 dan kelembaban 70 dan kecepatan angina 5, hasil prediksi cuaca adalah

12.14.

KESIMPULAN

Pada artikel ini, kami memprediksi curah hujan menggunakan logika Fuzzy dengan metode

Mamdani. Dimana semua nilai suhu, kelembaban dan kecepatan angin pada rentang yang ditentukan

diinput pada Simulink dan tombol run klik, maka hasil prediksi akan muncul pada display. Pada contoh

dibawah ini, digunakan nilai suhu 27, nilai kelembaban 70 dan nilai kecepatan angin 5, maka hasil

prediksi menunjukan curah hujan 12.14 atau disimpulkan terjadi hujan ringan.

DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtiyas, I. K., Saptono, F., & Hidayat, T. (2007). Sistem Pendukung Keputusan Penanganan

Kesehatan Balita Menggunakan Penalaran Fuzzy Mamdani. In Seminar Nasional Aplikasi

Teknologi Informasi (SNATI).

Nafi’iyah, N. (2016). Perbandingan Regresi Linear, Backpropagation Dan Fuzzy Mamdani Dalam

Prediksi Harga Emas. Prosiding SENIATI, (Book-2).

Page 130: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

118 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Navianti, D. R., & Widjajati, F. A. (2012). Penerapan Fuzzy Inference System pada Prediksi Curah

Hujan di Surabaya Utara. Jurnal Sains dan Seni ITS, 1(1), A23-A28.

Sutojo, Mulyanto, & Suhartono, V. (2011). Kecerdasan Buatan. Yogyakarta: Andi

Offset.

Lawene, C. L., Tondobala, L., & Mononimbar, W. (2017). Pengembangan Kawasan Permukiman Di

Kota Jayapura. SPASIAL, 4(1), 79-90.

https://papua.go.id/view-detail-page-204/undefined

https://wonepapua.com/2019/02/23/prospek-kondisi-cuaca-papua-23-25-februari-2019-ini-himbauan-

bmkg-wilayah-v/

https://news.okezone.com/read/2019/01/06/340/2000543/kota-jayapura-diterjang-banjir-dan-longsor-

pasca-hujan-deras

Page 131: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

119 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P16

PERBANDINGAN METODE EULER DENGAN METODE HUEN PADA

SIMULASI PENGARUH KOEFISIEN DRAG UNTUK GERAK JATUH

BEBAS

Rahman dan Sudarmono

Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih

Email: [email protected]

ABSTRAK

Gerak jatuh bebas sebuah benda adalah gerak ideal sebuah benda yang dijatuhkan dari ketinggian

tertentu tanpa adanya kecepatan awal serta tidak adanya gaya gesek oleh udara yang bekerja pada

benda tersebut. Dengan adanya koefisien drag maka gerak jatuh bebas benda akan mendapatkan

hambatan berupa gaya gesek dengan udara di sekitarnya. Pengkajian numerik gerak dengan jatuh bebas

dengan adanya pengaruh koefisien drag dapat dikaji dengan melakukan simulasi terhadap gerak

tersebut dengan menggunakan berbagai metode numerik yang sesuai. Metode yang dilakukan pada

penelitian ini adalah metode komputasi dengan menggunakan metode Euler dan metode Huen terhadap

persamaan gerak benda jatuh bebas yang dipengaruhi adanya koefisien Drag.Hasil penelitian yang

didapatkan adalah kedua metode dapat memberikan hasil yang sesuai dengan perhitungan eksak dan

dapat memberikan informasi yang menyeluruh mengenai gerak benda tersebut. Di selang waktu yang

kecepatan jatuh benda yang relatif kecil maka kedua metode akan memberikan hasil yang sama dengan

hasil perhitungan eksak, sedangkan setelah benda bergerak dengan kecepatan tinggi maka hasil kedua

metode akan berbeda dengan perhitungan eksak.

Kata Kunci : Gerak Jatuh Bebas, Koefisien Drag, Metode Euler, dan Metode Huen

PENDAHULUAN

Salah satu permasalahan dalam gerak translasi adalah gerak jatuh bebas (free fall), yaitu gerak

yang tidak diberikan kecepatan awal dan hanya dipengaruh oleh gaya tarik dari gravitasi bumi. Gerak

jatuh bebas merupakan salah satu kasus dari permasalahan gerak di bidang mekanika, yang kemudian

Page 132: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

120 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

dikembangkan dengan memberikan pengaruh tambahan kepada gaya yang bekerja pada benda

tersebut, yaitu sebuah gaya yang menghambat gerak tersebut, diantaranya adalah gaya tahanan udara.

Tahanan udara yang bekerja pada sebuah benda dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah

bentuk dari benda yang melakukan gerak jatuh bebas. Besarnya tahanan udara ini ditentukan dari

koefisien drag sebuah benda, dan terdapat berbagi macam nilai dari koefisien drag yang sangat

bergantung pada model bendanya. Telah dilakukan penelitian terhadap pengaruh koefisien drag pada

benda jatuh bebas dengan menggunakan metode Euler yaitu metode yang paling umum digunakan

dalam menyelesaikan persamaan diferensial biasa (PDB/ODE). Terdapat beberapa metode yang sering

digunakan antara lain adalah metode Euler, metode Runga-Kutta dan metode Huen yang merupakan

perbaikan dari metode Euler. Tujuan penelitian ini adalah membuat program komputer yang

membandingkan antara metode Euler dengan metode Huen pada kasus pengaruh koefisien drag pada

gerak benda jatuh bebas.

DASAR TEORI

Ketika sebuah benda dilepaskan dari ketinggian h tanpa kecepatan awal dan hanya dipengaruhi

oleh gravitasi bumi maka percepatan yang dialami benda sebesar percepatan gravitasi bumi di tempat

terjadi kejadian tersebut. Gerak benda ini disebut sebagai gerak jatuh bebas. Besarnya kecepatan benda

pada setiap saat adalah

𝑣𝑡 = −𝑔𝑡 (1)

Tanda negatif berarti kecepatan benda mengarah ke bawah, dan 𝑔 adalah percepatan gravitasi bumi.

Sedangkan jarak tempuh benda sebesar

𝑦 =1

2𝑔𝑡2 (2)

Udara merupakan salah satu contoh dari fluida sehingga diterapkan prinsip-prinsip fluida dalam

membahas hambatan yang disebabkan oleh udara pada gerak benda yang jatuh bebas.

Arah gaya hambat fluida yang bekerja pada suatu benda selalu berlawanan dengan arah kecepatan

benda tersebut. Besarnya hambatan fluida bertambah dengan bertambahnya kecepatan benda yang

melalui fluida, hal ini berlawanan dengan karakteristik gaya gesek kinetik diantara dua permukaan benda

yang bersentuhan dimana besarnya gaya gesek kinetik tidak dipengaruhi oleh kecepatan. Secara umum

persamaan gaya hambat suatu fluida dinyatakan dengan persamaan

𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −𝐵1𝑣 − 𝐵2𝑣2 (3)

𝑣 menyatakan kecepatan benda, B1 dan B2 merupakan konstanta adapun tanda minus (-) menyatakan

bahwa arah gaya hambat ini berlawanan dengan arah gerak benda.

Jika suatu benda bergerak dengan kecepatan rendah maka besarnya gaya hambat fluida

sebanding dengan kecepatan benda tersebut sehingga persamaan (3) dapat dinyatakan dalam bentuk

𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −𝐵1𝑣 (4)

Page 133: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

121 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Apabila benda bergerak dengan kecepatan tinggi, maka besarnya gaya fluida sebanding dengan kuadrat

kecepatan benda tersebut. Pada kecepatan rendah maka suku pertama yang mendominasi dan koefisien

B1 dapat dihitung untuk benda dengan bentuk teratur. Sedangkan pada kecepatan tinggi maka suku

kedua yang mendominasi.

Pada kasus ini besarnya gaya hambat sebanding dengan kuadrat laju benda. Nilai B2 tidak dapat

dihitung secara eksak bahkan untuk benda sederhana seperti bola, apalagi jika bentuk bendanya cukup

rumit. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperkirakan nilai B2 dengan cara berikut, misalkan

sebuah benda bergerak dalam udara yang mendorong udara tersebut, massa udara yang dipindahkan

karena dorongan benda dalam waktu ∆𝑡 adalah 𝑚𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 𝜌𝐴𝑣∆𝑡 dengan 𝜌 menyatakan kerapatan

udara dan 𝐴 adalah luas permukaan benda, sehingga energi kinetiknya menjadi

𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ≈1

2𝑚𝑣2 (5)

besarnya gaya kinetik ini sama dengan usaha yang dilakukan gaya gesek (gaya yang bekerja pada

benda karena hambatan udara) dalam waktu ∆𝑡, sehingga

𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘𝑣 ∆𝑡 = 𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 (6)

dengan menggabungkan persamaan (5) dan (6) diperoleh persamaan berikut

𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −1

2𝐶𝜌𝐴𝑣2

dengan 𝐶 menyatakan koefisien gesek yang dikenal sebagai koefisien drag.

Adanya gesekan udara dengan benda maka benda mendapatkan gaya gesek yang disebut

dengan gaya hambat udara, yang arahnya berlawanan dengan arah gerak benda (Gambar 1)

m

W

fg

Gambar 1. Sebuah benda jatuh bebas dengan adanya hambatan udara

Sebuah benda dengan dengan massa m, jatuh bebas akibat pengaruh gravitasi bumi dan

mendapatkan gaya hambat oleh udara sebesar 𝑓𝑔, dengan menerapkan hukum Kedua Newton kepada

sistem tersebut,

∑ = 𝑚 ⟹ 𝑊 − 𝑓𝑔 = 𝑚 (7)

Page 134: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

122 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

dimana 𝑊 adalah gaya berat benda 𝑊 = 𝑚𝑔, dan 𝑓𝑔 adalah gaya gesek yang berupa gaya hambat

udara yagn besarnya bergantung pada koefisien drag (𝐶), luas penampang dan kuadrat kecepatan (𝑣2)

dari benda, maka didapatkan

𝑎 = 𝑔 −𝐶𝜌𝐴𝑣2

2 𝑚 (8)

Dalam metode numerik terdapat beberapa metode atau cara untuk menyelesaikan permasalahan

matematika yang didalamnya terdapat permasalahan diferensial biasa, diantaranya yang terkenal adalah

metode Euler dan metode Huen.

Secara umum metode Euler dituliskan sebagai

𝑦(𝑥𝑟+1) = 𝑦(𝑥𝑟) + ℎ𝑓(𝑥𝑟 , 𝑦𝑟) (9)

dimana ℎ = 𝑥𝑟+1 − 𝑥𝑟 .

Sedangkan metode Huen dituliskan sebagai

𝑦𝑟+1 = 𝑦𝑟 +ℎ

2[𝑓(𝑥𝑟 , 𝑦𝑟) + 𝑓(𝑥𝑟+1, 𝑦𝑟+1)] (10)

dimana ℎ = 𝑥𝑟+1 − 𝑥𝑟 .

Tujuan penelitian ini adalah membuat program komputer yang membandingkan antara metode Euler dengan metode Huen pada kasus pengaruh koefisien drag pada gerak benda jatuh bebas.

METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian dasar, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menerapkan suatu

teori, metode atau konsep fisika dan pemograman terhadap fenomena gerak jatuh bebas pada benda

yang memiliki koefisien drag.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang didapat pada penelitian ini berupa program yang dibuat dengan menggunakan program

MS Excel 2016, yang dibuat berdasarkan persamaan 8, 9 dan 10. Program yang dibuat menggunakan

perintah dasar perulangan (looping atau iterasi). Perulangan yang dilakukan terhadap variabel

masukkan waktu, dikarenakan kedudukan bola merupakan fungsi dari waktu. Proses perulangan

dilakukan sampai dengan jarak sekitar 100 m. Proses ini dilakukan untuk kedua metode yaitu metode

Page 135: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

123 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Euler dan metode Huen, serta dilakukan juga penghitunga secara langsung yang sering disebut dengan

perhitungan eksak (nilai eksak).

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini berupa program yang dibuat dengan menggunakan

program MS Excel 2016, yang dibuat berdasarkan persamaan 8, 9 dan 10. Nilai masukkan awal untuk

simulasi yang dilakukan pada persamaan efek magnus adalah sebagai berikut :

Nilai percepatan gravitasi bumi (g) = 9,8 m/s2

Nilai rapat udara (ρ) = 1,2 kg/m3

Massa bola (m) = 0,5 kg

Jari-jari bola (r) = 0,05 m

Kasus 1, Koefisien Drag = 0.

Pada kasus dengan koefisien Drag bernilai 0, atau dengan kata lain berupa kasus gerak jatuh

bebas ideal yaitu tidak adanya gaya gesek, didapatkan ketiga hasil perhitungan memberikan hasil yang

hampir sama, hal ini terlihat pada gambar 2, dimana plot dari ketiga grafik saling berhimpitan.

Gambar 2. Posisi Benda untuk koefisien drag = 0

Sedangkan hasil perhitungan kecepatan benda dengan menggunakan ketiga metode diberikan pada

gambar 3.

Page 136: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

124 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 3. Nilai kecepatan benda untuk koefisien drag = 0

Sedangkan hasil perhitungan kecepatan benda dengan menggunakan ketiga metode diberikan pada

gambar 3. Dari gambar 3, terlihat bahwa ketiga metode memberikan hasil yang sama sehingga plot grafik

saling berhimpitan, dan plot grafik berbentuk garis lurus yang linear. Dari hasil ini didapatkan bahwa

belum adanya pengaruh dari gaya gesek dengan udara.

Kasus 2, Koefisien Drag = 0,1.

Pada kasus dengan koefisien Drag bernilai 0,1, dengan nilai ini maka telah muncul pengaruh efek

dari gaya gesek dengan udara. Hasil dari perhitungan diberikan pada gambar 4.

Gambar 4. Posisi Benda untuk koefisien drag = 0,1.

Dari gambar 4, terlihat bahwa ketiga metode masih memperlihatkan hasil yang sama, hal ini

terlihat dari plot posisi terhadap waktu untuk ketiga metode masih saling berhimpitan, tetapi di selang

waktu yang besar 𝑡 > 6, mulai terlihat pemisahan plot grafik dari ketiga metode tersebut.

Page 137: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

125 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 5. Kecepatan Benda untuk koefisien drag = 0,1.

.

Dari gambar 5, terlihat bahwa untuk selang waktu awal (𝑡 < 4) ketiga metode memberikan hasil

yang sama dan kurvanya masih berbentuk linear, sedangkan untuk selang waktu setelah itu mulai terjadi

pemisahan hasil untuk metode Euler dan ketiga garis tidak lagi berbentuk linear. Ketidaklinearan grafik

memberikan informasi bahwa nilai kecepatan benda sudah tidak lagi berubah secara linear tetapi telah

berubah secara kuadratis, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari koefisien drag yang

mempengaruhi nilai percepatan benda.

Kasus 3, Koefisien Drag = 0,2.

Pada kasus dengan koefisien Drag bernilai 0,2, dengan nilai ini maka pengaruh efek dari gaya gesek

dengan udara semakin nampak. Hasil dari perhitungan diberikan pada gambar 6.

Gambar 6. Posisi Benda untuk koefisien drag = 0,2.

Dari gambar 6, terlihat bahwa ketiga metode masih memperlihatkan hasil yang sama, hal ini

terlihat dari plot posisi terhadap waktu untuk ketiga metode masih saling berhimpitan, tetapi di selang

waktu yang besar 𝑡 > 4, mulai terlihat pemisahan plot grafik dari ketiga metode tersebut.

Page 138: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

126 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 7. Posisi Kecepatan untuk koefisien drag = 0,2.

Dari gambar 7, terlihat bahwa untuk selang waktu awal (𝑡 < 3) ketiga metode memberikan hasil

yang sama dan kurvanya masih berbentuk linear, sedangkan untuk selang waktu setelah itu mulai terjadi

pemisahan hasil untuk metode Euler dan ketiga garis tidak lagi berbentuk linear. Ketidaklinearan grafik

memberikan informasi bahwa nilai keceaptan benda sudah tidak lagi berubah secara linear tetapi telah

berubah secara kuadratis, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari koefisien drag yang

mempengaruhi nilai percepatan benda.

Kasus 4, Koefisien Drag = 0,5.

Pada kasus dengan koefisien Drag bernilai 0,5, dengan nilai ini maka pengaruh efek dari gaya gesek

dengan udara semakin nampak. Hasil dari perhitungan diberikan pada gambar 6.

Gambar 8. Nilai Posisi Benda pada nilai koefisien drag = 0,5

Dari gambar 8, terlihat bahwa ketiga metode masih memperlihatkan hasil yang sama, hal ini

terlihat dari plot posisi terhadap waktu untuk ketiga metode masih saling berhimpitan, tetapi di selang

waktu yang besar 𝑡 > 3,5, mulai terlihat pemisahan plot grafik dari ketiga metode tersebut.

Page 139: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

127 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 9. Nilai keceptan Benda pada nilai koefisien drag = 0,5

Dari gambar 9, terlihat bahwa untuk selang waktu awal (𝑡 < 2) ketiga metode memberikan hasil

yang sama dan kurvanya masih berbentuk linear, sedangkan untuk selang waktu setelah itu mulai terjadi

pemisahan hasil untuk metode Euler dan ketiga garis tidak lagi berbentuk linear. Ketidaklinearan grafik

memberikan informasi bahwa nilai keceaptan benda sudah tidak lagi berubah secara linear tetapi telah

berubah secara kuadratis, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari koefisien drag yang

mempengaruhi nilai percepatan benda.

Kasus 5, Koefisien Drag = 1,0.

Untuk memberikan hasil yang ekstrim maka dipilih koefisien yang agak besar yaitu 1,0. Hasil yang

didapat berupa plot grafik antara posisi benda terhadap waktu untuk ketiga hasil perhitungan diberikan

pada gambar 10.

Gambar 10. Posisi Benda pada nilai koefisien drag = 1,0

Dari gambar 10, terlihat bahwa pola grafik untuk posisi benda terhadap waktu untuk ketiga metode

hampir sama dengan hasil dengan koefisien drag sebelumnya, hanya terjadi pergeseran waktu untuk

Page 140: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

128 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

mencapai titik tertentu seperti nilai 100 dicapai dengan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan nilai

koefisien drag pada kasus-kasus sebelumnya, yaitu dengan waktu yang lebih dari 5, kecuali metode

Huen memberikan waktu yang masih di bawah 5.

Gambar 11, memperlihatkan grafik nilai kecepatan terhadap waktu. Hasil yang didapatkan bahwa

plot grafiknya hampir sama dengan kasus-kasus sebelumnya, yaitu nilai kecepatan metode Huen dan

Eksak masih berhimpitan sedangkan untk metode Euler, tidak lagi berhimpit dan semakin menjauh dari

nilai metode Huen dan Eksak.

Gambar 11. Posisi Benda pada nilai koefisien drag = 1,0

Untuk selang waktu yang < 1,5, maka ketiga plot grafik masih saling berhimpitan dan membentuk

grafik yang linear sedangkan setelah selang waktu tersebut maka plot ketiga gfarik masih memberikan

trend yang sama yaitu bentuk kuadratik tetapi terjadi perbedaan nilai untuk metode Euler.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Universitas Cenderawasih yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA Alan M. Nathan, The effect of spin on the flight of a baseball, Am. J. Phys., Vol. 76, No. 2, February 2008

Benson, H., 1991, University Physics, John Wiley and Sons Inc, New York.

Carre, M. J., et all, The curve kick of a football II: flight through the air, Journal Sports Engineering Volume

5, 193–200, Blackwell Science Ltd.

Crespo da Silva, 2004, Intermediate Dynamics : Complemented with Simulations and Animations,

McGraw Hill, printed in Singapore.

Page 141: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

129 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Cayzac, R., et all, Magnus effect: Physical Origin and Numerical Prediction, Journal of Applied Mechanics

, American Society of Mechanical Engineers, September 2011.

Dianto, Analisis Lintasan Gerak Bola yang Memiliki Spin dalam Permainan Sepak bola”, Proseding

Seminar Fisika 2011, UniveristasNegeri Surabaya.

Halliday, D., R. Resnick, J. Walker, 2001, Fundamentals of Physics Extended, Sixth Edition, John Wiley

and Sons Inc, New York.

Page 142: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

130 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P17

SIMULASI NUMERIK PENGARUH UKURAN BAHAN PADA GERAK

BENDA JATUH BEBAS YANG DIPENGARUHI OLEH KOEFISIEN DRAG

Samuel C. G. B. Narahawarin dan Rahman

Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih

Email: [email protected]

ABSTRAK

Dengan adanya pengaruh koefisien drag pada gerak benda jatuh bebas maka akan memberikan gaya

gesek antar benda dan udara di sekellilingnya, sehingga gerak tersebut akan tidak sesuai lagi dengan

kondisi ideal untuk gerak benda jatuh bebas. Dimensi dari benda yang jatuh bebas akan mempengaruhi

besarnya gaya gesek tersebut. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode komputasi

dengan menggunakan metode Euler terhadap persamaan gerak benda jatuh bebas dengan memvariasi

ukuran bahan yang dijatuhkan. Hasil penelitian yang didapatkan adalah adanya pengaruh dari ukuran

benda terhadap gerak benda yang jauh bebas pada kasus adanya koefisien drag. Semakin besar ukuran

bahan maka makin besar gaya gesek yang dirasakan benda sehingga akan memperlambat gerak benda.

Waktu tempuh benda bertambah secara linear dengan pertambahan ukuran bahan.

Kata Kunci : Gerak Jatuh Bebas, Koefisien Drag, Metode Euler, dan ukuran bahan.

PENDAHULUAN

Salah satu metode yang digunakan untuk mengungkap fenomena fisika selain metode yang sering

digunakan yaitu metode pengkajian teoritis dan eksperimental adalah dengan memanfaatkan kemajuan

komputer dan kemudahan yang ditawarkan oleh metode numerik yaitu metode komputasi. Fenomena

fisis yang sering kita jumpai fenomena yang berkaitan dengan cabang ilmu fisika yaitu mekanika

diantaranya adalah permasalahan gerak dari sebuah benda. Gerak sebuah benda dikelompokkan dalam

tiga buah gerak yaitu gerak translasi, gerak rotasi dan gerak vibrasi. Untuk mempermudah mempelajari

gerak-gerak tersebut maka dibahas dalam kajian yang terpisah-pisah, karena jika ketiganya dibahas

dalam waktu yang bersamaan akan memeunculkan kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematis

yang akan dihadapi oleh pemodelan gerak yang kompleks ke dalam persamaan-persamaan matematis.

Page 143: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

131 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Salah satu permasalahan dalam gerak translasi adalah gerak jatuh bebas (free fall), yaitu gerak

yang tidak diberikan kecepatan awal dan hanya dipengaruh oleh gaya tarik dari gravitasi bumi. Gerak

jatuh bebas merupakan salah satu kasus dari permasalahan gerak di bidang mekanika, yang kemudian

dikembangkan dengan memberikan pengaruh tambahan kepada gaya yang bekerja pada benda

tersebut, yaitu sebuah gaya yang menghambat gerak tersebut, diantaranya adalah gaya tahanan udara.

Tahanan udara yang bekerja pada sebuah benda dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya

adalah bentuk dari benda yang melakukan jatuh bebas. Besarnya tahanan udara ini ditentukan dari

koefisien drag sebuah benda, dan terdapat berbagi macam nilai dari koefisien darag yang sangat

bergantung pada model bendanya.

Berdasarkan kenyataan ini maka perlu dilakukan sebuah peneltian yang mencari pengaruh dari

bentuk benda yang tertuang dalam sebuah koefisen yaitu koefisien drag sehingga memberikan

pemahaman pengaruhnya terhadap gerak jatuh bebas dari sebuah benda.

Tujuan penelitian adalah membuat program komputer yang memasukkan pengaruh dari ukuran

bahan pada gerak benda yang dipengaruhi oleh koefisien drag pada gerak jatuh bebas sebuah benda

dan menganalisa hasil komputasi yang didapatkan.

DASAR TEORI

Ketika sebuah benda dilepaskan dari ketinggian h tanpa kecepatan awal dan hanya dipengaruhi

oleh gravitasi bumi maka percepatan yang dialami benda sebesar percepatan gravitasi bumi di tempat

terjadi kejadian tersebut. Gerak benda ini disebut sebagai gerak jatuh bebas. Besarnya kecepatan

benda pada setiap saat adalah

𝑣𝑡 = −𝑔𝑡 (1)

Tanda negatif berarti kecepatan benda mengarah ke bawah, dan 𝑔 adalah percepatan gravitasi bumi.

Sedangkan jarak tempuh benda sebesar

𝑦 =1

2𝑔𝑡2 (2)

Udara merupakan salah satu contoh dari fluida sehingga diterapkan prinsip-prinsip fluida dalam

membahas hambatan yang disebabkan oleh udara pada gerak benda yang jatuh bebas.Arah gaya

hambat fluida yang bekerja pada suatu benda selalu berlawanan dengan arah kecepatan benda tersebut.

Besarnya hambatan fluida bertambah dengan bertambahnya kecepatan benda yang melalui fluida, hal

ini berlawanan dengan karakteristik gaya gesek kinetik diantara dua permukaan benda yang bersentuhan

dimana besarnya gaya gesek kinetik tidak dipengaruhi oleh kecepatan. Secara umum persamaan gaya

hambat suatu fluida dinyatakan dengan persamaan

Page 144: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

132 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −𝐵1𝑣 − 𝐵2𝑣2 (3)

𝑣 menyatakan kecepatan benda, B1 dan B2 merupakan konstanta adapun tanda minus (-) menyatakan

bahwa arah gaya hambat ini berlawanan dengan arah gerak benda.

Jika suatu benda bergerak dengan kecepatan rendah maka besarnya gaya hambat fluida

sebanding dengan kecepatan benda tersebut sehingga persamaan (3) dapat dinyatakan dalam bentuk

𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −𝐵1𝑣 (4)

Apabila benda bergerak dengan kecepatan tinggi, maka besarnya gaya fluida sebanding dengan

kuadrat kecepatan benda tersebut. Pada kecepatan rendah maka suku pertama yang mendominasi dan

koefisien B1 dapat dihitung untuk benda dengan bentuk teratur. Sedangkan pada kecepatan tinggi maka

suku kedua yang mendominasi.

Pada kasus ini besarnya gaya hambat sebanding dengan kuadrat laju benda. Nilai B2 tidak dapat

dihitung secara eksak bahkan untuk benda sederhana seperti bola, apalagi jika bentuk bendanya cukup

rumit. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperkirakan nilai B2 dengan cara berikut, misalkan

sebuah benda bergerak dalam udara yang mendorong udara tersebut, massa udara yang dipindahkan

karena dorongan benda dalam waktu ∆𝑡 adalah 𝑚𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 𝜌𝐴𝑣∆𝑡 dengan 𝜌 menyatakan kerapatan

udara dan 𝐴 adalah luas permukaan benda, sehingga energi kinetiknya menjadi

𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ≈1

2𝑚𝑣2 (5)

besarnya gaya kinetik ini sama dengan usaha yang dilakukan gaya gesek (gaya yang bekerja pada

benda karena hambatan udara) dalam waktu ∆𝑡, sehingga

𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘𝑣 ∆𝑡 = 𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 (6)

dengan menggabungkan persamaan (5) dan (6) diperoleh persamaan berikut

𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −1

2𝐶𝜌𝐴𝑣2 (7)

dengan 𝐶 menyatakan koefisien gesek yang dikenal sebagai koefisien drag.

Sebuah benda dengan dengan massa m, jatuh bebas akibat pengaruh gravitasi bumi dan

mendapatkan gaya hambat oleh udara sebesar 𝑓𝑔, dengan menerapkan hukum Kedua Newton kepada

sistem tersebut,

∑ = 𝑚 ⟹ 𝑊 − 𝑓𝑔 = 𝑚 (8)

Page 145: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

133 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

dimana 𝑊 adalah gaya berat benda 𝑊 = 𝑚𝑔, dan 𝑓𝑔 adalah gaya gesek yang berupa gaya hambat

udara yang besarnya bergantung pada koefisien drag (𝐶), luas penampang dan kuadrat kecepatan

(𝑣2) dari benda, maka didapatkan

𝑎 = 𝑔 −𝐶𝜌𝐴𝑣2

2 𝑚 (9)

Dari persamaan 9, terdapat besaran A yang menggambarkan dari ukuran benda yang sedang jatuh

bebas.

Dengan menerapkan salah satu metode numerik yaitu sesuai dengan permasalahan yang

dihadapi yaitu metode Euler maka persamaan 2 dapat diselesaikan secara numerik, yaitu

𝑣(𝑡 + ∆𝑡) = 𝑣(𝑡) + 𝑎(𝑡) ∆𝑡 (10)

𝑦(𝑡 + ∆𝑡) = 𝑦(𝑡) + 𝑣(𝑡) ∆𝑡 (11)

dimana 𝑣(𝑡 + ∆𝑡) adalah kecepatan benda pada waktu (𝑡 + ∆𝑡), 𝑦(𝑡 + ∆𝑡)adalah posisi benda

pada waktu (𝑡 + ∆𝑡), adalah posisi benda pada waktu 𝑡 sedangkan ∆𝑡 adalah besar penambahan

waktu.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian dasar, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menerapkan suatu

teori, metode atau konsep fisika dan pemograman terhadap fenomena gerak jatuh bebas pada benda

yang memiliki koefisien drag.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini berupa program yang dibuat dengan menggunakan

program MS Excel 2016, yang dibuat berdasarkan persamaan 8, 9 dan 10. Nilai masukkan awal untuk

simulasi yang dilakukan pada persamaan efek magnus adalah sebagai berikut

Nilai percepatan gravitasi bumi (g) = 9,8 m/s2

Nilai rapat udara (ρ) = 1,2 kg/m3

Massa bola (m) = 0,5 kg

Koefisien Drag = 0,5

Page 146: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

134 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Sedangkan ukuran bahan dibuat dengan menvariasi jari-jari benda dikarenakan benda yang

dipakai dianggap berbentuk bola sehingga luas penampangnya menggunakan luas penampang bola.

Ukuran jari-jari bola yang digunakan adalah 0,01- 0,05 satuan panjang. Sebagai pembanding juga

diberikan gerak jatuh bebas yang tanpa adanya efek dari koefisien drag.

Gambar 1. Waktu tempuh benda dari ketinggian 100 m, pada benda yang berikan koefisien drag dan

tidak diberikan koefisien drag.

Pada gambar 1, terlihat bahwa waktu tempuh benda yang dijatuhkan dari ketinggian yang sama

dan dengan ukuran jari-jari yang sama mengalami perbedaan, yaitu untuk yang diberikan koefisien drag

memiliki waktu yang lebih lama yaitu sekitar 4,6 s sedangkan yang tidak diberikan koefisien drag memiliki

waktu tempuh sekitar 4,5 s. Perbedaan ini memberikan kita informasi bahwa dengan adanya koefisien

drag maka akan memunculkan gaya gesek oleh udara terhadap benda yang menghambat pergerakkan

benda.

Pada gerak jatuh bebas nilai percepatan yang dialami benda harusnya konstan yaitu sebesar

percepatan gravitasi bumi yang pada simulasi ini diberikan dengan nilai 9,8. Dengan adanya koefisien

drag maka nilai percepatan yang dialami benda tidak lagi konstan.

0

20

40

60

80

100

120

0 1 2 3 4 5

c0r0.01 c0.50.01

Page 147: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

135 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 2. Waktu tempuh benda dari ketinggian 100 m, unuk beberapa nilai ukuran benda

Pada gambar 2, terlihat bahwa dengan bertambahnya ukuran benda maka semakin besar waktu

yang ditempuh untuk jatuh dari ketinggian 100. Membesarnya ukuran jari-jari dari benda maka akan

memperbesar daerah kontak antara udara dan benda sehingga memperbesar gaya gesek yang dialami

oleh benda, sehingga akan memperlambat gerak benda.

Gambar 3. Grafik hubungan antara ukuran bahan dengan waktu tempuh

Pada gambar 3, terlihat bahwa hubungan antara ukuran jari-jari benda dengan waktu tempuh

adalah linear dengan persamaan 𝑦 = 43𝑥 + 0,03.

Page 148: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

136 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

KESIMPULAN

Dari simulasi yang dilakukan terlihat bahwa ukuran bahan mempengaruhi waktu tempuh dari

benda yang jatuh bebas dengan adanya koefisien drag, sedangkan jika gerak benda merupakan gerak

jatuh bebas ideal maka ukuran bahan tidak akan mempengaruhi waktu tempuh dari jatuhnya benda.

DAFTAR PUSTAKA

Alan M. Nathan, The effect of spin on the flight of a baseball, Am. J. Phys., Vol. 76, No. 2, February

2008

Benson, H., 1991, University Physics, John Wiley and Sons Inc, New York.

Carre, M. J., et all, The curve kick of a football II: flight through the air, Journal Sports Engineering

Volume 5, 193–200, Blackwell Science Ltd.

Crespo da Silva, 2004, Intermediate Dynamics : Complemented with Simulations and Animations,

McGraw Hill, printed in Singapore.

Cayzac, R., et all, Magnus effect: Physical Origin and Numerical Prediction, Journal of Applied

Mechanics , American Society of Mechanical Engineers, September 2011.

Dianto, Analisis Lintasan Gerak Bola yang Memiliki Spin dalam Permainan Sepak bola”, Proseding

Seminar Fisika 2011, UniveristasNegeri Surabaya.

Halliday, D., R. Resnick, J. Walker, 2001, Fundamentals of Physics Extended, Sixth Edition, John Wiley

and Sons Inc, New York.

Page 149: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

137 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P18

ANALISIS KEMAMPUAN CRITICAL THINKING MAHASISWA

DALAM PEMECAHAN MASALAH VOLUM BENDA PUTAR

Mayor M.H. Manurung Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Cenderawasih

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Pada penelitian ini penggabungan metode kuantitatif dan metode kualitatif yang digunakan secara

bersama-sama, yang bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan critical thinking mahasiswa dalam

menyelesaikan soal tentang volum benda putar. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program

Studi Pendidikan Matematika yang menempuh mata kuliah Kalkulus Integral yang berjumlah 48

mahasiswa. Pengambilan data diperoleh dari hasil tes berpikir kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

5 mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya tinggi, 18 mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya sedang,

dan 25 mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya rendah.

Kata Kunci : critical thinking, pemecahan masalah, volum benda putar

PENDAHULUAN

Matematika merupakan cabang ilmu yang dianggap sangat penting oleh sebagian besar

masyarakat. Begitu pentingnya matematika sehingga semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar

sampai perguruan tinggi mempelajari matematika. Belajar matematika adalah belajar memaknai dan

mengkomunikasikan ide matematika dengan bahasa yang sederhana, selain belajar simbol-simbol,

prosedur, atau formulasi matematis. Sesuai pendapat Alfeld (2000), kemampuan matematika meliputi:

explain mathematical concepts and facts in terms of simpler concepts and facts, easily make logical

connections between different facts and concepts, recognize the connection when you encounter

something new (inside or outside of mathematics) that's close to the mathematics you understand, and

identify the principles in the given piece of mathematics that make everything work.

Menurut Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan, disebutkan

agar kompetensi lulusan menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam

pengambilan keputusan. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan oleh mahasiswa mengingat bahwa

dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dan memungkinkan siapa saja

bisa memperolah informasi secara cepat dan mudah dengan melimpah dari berbagai sumber dan tempat

manapun di dunia. Hal ini mengakibatkan cepatnya perubahan tatanan hidup serta perubahan global

Page 150: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

138 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

dalam kehidupan. Jika para mahasiswa tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kritis maka mereka

tidak akan mampu mengolah, menilai dan mengambil informasi yang dibutuhkannya untuk menghadapi

tantangan tersebut.

Kalkulus Integral merupakan salah satu mata kuliah yang harus ditempuh mahasiswa program

studi pendidikan matematika pada tahun pertama semester genap. Deskripsi mata kuliah ini adalah

mahasiswa memahami konsep integral tak tentu dan integral tertentu, teorema dasar kalkulus untuk

integral, integral tak wajar serta terampil menerapkannya dalam berbagai masalah. Dari deskripsi mata

kuliah tersebut tersirat bahwa pada perkuliahan Kalkulus Integral harus mengoptimalkan kemampuan

berpikir mahasiswa yang didalamnya terdapat kemampuan critical thinking (berpikir kritis). Berpikir kritis

merupakan proses intelektual yang meliputi mengaplikasikan, menganilisis, mensintesis, mengevaluasi

informasi, mengobservasi, sebagai dasar untuk mempercayai dan melakukan sesuatu (NTCM, 2000).

Krulik dan Rudnik (1999) mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir yang menguji,

mengkaitkan/menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari suatu masalah. Berpikir kritis

meliputi kemampuan mengelompokkan, mengorganisasikan, dan mengingat dan menganalisis

informasi. Berpikir kritis adalah berpikir analitis dan refleksif. Menurut Wade (dalam Filsaime, 2008)

kemampuan-kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan-kemampuan 1) mengajukan berbagai

pertanyaan; 2) mengidentifikasi masalah; 3) menguji fakta-fakta; 4) menganalisis asumsi dan bias; 5)

menghindari penalaran emosional; 6) menghindari oversimplikasi; 7) mempertimbangkan interpretasi

lain; dan 8) mentoleransi ambiguitas.

Salah satu materi Kalkulus Integral yang tepat untuk mengembangkan kemampuan critical

thinking mahasiswa adalah volum benda putar. Pada materi tersebut memungkinkan dosen untuk

melatih kemampuan critical thinking mahasiswa, yaitu dengan cara membuat pertanyaan analisis.

Pertanyaan analisis adalah pertanyaan yang menuntut mahasiswa memecah permasalahan kompleks

menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana dan menentukan hubungan saling terkait antara masing-

masing bagian. Dengan demikian selama pembelajaran para mahasiswa dilatih untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kritisnya yang diharapkan nantinya diharapkan lebih baik dalam pemahaman

konsep pada materi tersebut dan materi-materi yang membutuhkan kemampuan analisis lainnya.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan critical thinking mahasiswa

dalam menyelesaikan soal tentang volum benda putar. Diharapkan dari penelitian ini, mahasiswa

sebagai calon guru matematika dapat terlatih dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya,

sehingga ketika menjadi guru terbiasa untuk membuat soal-soal HOTs yang menumbuhkembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa dan para mahasiswa semakin terpacu dalam belajar khususnya dalam

mengembangkan kemampuan representasi matematikanya, dan juga terlatih dalam menyampaikan

argumen.

TINJAUAN PUSTAKA Berpikir Kritis

Renstein dan Lander (1990) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah proses memahami

bagaimana jalannya proses berpikir dan pembelajaran, menggunakan kemampuan yang lebih tinggi

untuk memahami permasalahan, menganalisa, menyintesis, dan menilai suatu ide secara logis.

Anderson (2004) menyatakan bila berpikir kritis dikembangkan, seseorang akan cenderung untuk

mencari kebenaran, berpikir terbuka dan toleran terhadap ide-ide baru, dapat menganalisis masalah

Page 151: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

139 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

dengan baik, berpikir secara sistematis, penuh rasa ingin tahu, dewasa dalam berpikir, dan dapat berpikir

kritis secara mandiri. Krulik dan Rudnik (1999) mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir yang menguji,

mengkaitkan/menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari suatu masalah. Berpikir kritis

meliputi kemampuan mengelompokkan, mengorganisasikan, dan mengingat dan menganalisis

informasi. Berpikir kritis adalah berpikir analitis dan refleksif.

Beyer (Walker, 1997) mengelaborasi aspek-aspek esensial dalam berpikir kritis sebagai berikut:

a. Dari sisi watak, pemikir kritis mesti skeptis, berpikiran terbuka, adil/jujur, menghormati penalaran yang

berdasarkan bukti, respek terhadap kejelasan dan kepersisan, mau melihat dari berbagai sudut

pandang yang berbeda, dan konsekuen dengan hasil berpikirnya.

b. Dari sisi kriteria, mesti ada kejelasan kriteria yang dipakai, relevan; akurat faktanya, didasarkan pada

sumber yang kredibel, tepat, tanpa bias; logika yang digunakan konsisten, bebas dari kesalahan

nalar, dan didasari oleh peneralan yang kuat.

c. Dari sisi argumen, argumen yang digunakan mesti memuat pernyataan atau peroposisi yang

didukung oleh bukti, yang didalamnya ada proses identifikasi, evaluasi, dan perancangan argumen.

d. Dari sisi penalaran, dibutuhkan kemampuan menyimpulkan sesuatu dari banyak premis, termasuk

menilai hubungan logis antara pernyataan dan data.

e. Dari sisi sudut pandang, dalam memperoleh pemahaman, pemikir kritis mesti melihat fenomena dari

beberapa sudut pandang yang berbeda. Dari sisi prosedur penerapan kriteria, berpikir kritis bisa

menggunakan banyak prosedur seperti mengajukan pertanyaan, membuat keputusan, dan

indentifikasi asumsi.

Ennis (Patrick, 1986) merinci 12 aspek yang menjadi ciri berpikir kritis analitis sebagai berikut:

1. mampu menangkap arti suatu pertanyaan;

2. mampu menilai kerancuan (ambiguity) dalam jalur penalaran;

3. mampu menilai apakah pertanyaan-pertanyaan yang terungkap bertentangan satu sama lain;

4. mampu menilai apakah keputusan atau kesimpulan sudah waktunya untuk diambil;

5. mampu menilai apakah suatu pernyataan sudah cukup jelas dan spesifik untuk diungkapkan;

6. mampu menilai apakah ada aplikasi prinsip-prinsip tertentu dalam suatu pernyataan;

7. mampu menilai apakah suatu pernyataan dari suatu pengamatan dapat diandalkan;

8. mampu menilai apakah kesimpulan indukstif dari suatu fenomena dapat diakui kebenarannya;

9. mampu menilai apakah suatu masalah sudah teridentifikasi;

10. mampu menilai apakah suatu pernyataan itu asumsi atau bukan;

11. mampu menilai apakah suatu perumusan definisi sudah memadai;

12. mampu menilai pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh para ahli, baik setuju maupun tidak

setuju, dengan didasari argumentasi.

Dengan demikian berpikir kritis adalah suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep,

mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari

hasil observasi, pengalaman, refleksi, dimana hasilnya digunakan sebagai dasar untuk mengambil

tindakan. Berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui bertanya kritis. Pertanyaan-pertanyaan yang

mengajarkan kepada siswa untuk mengkonstruksi makna dan membangun hubungan-hubungan mental

Page 152: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

140 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

cenderung bias menunjukkan berpikir kritis. Rubrik penilaian skor berpikir kritis dapat dilihat pada Tabel

1.

Tabel 1. Rubrik Penilaia Skor Berpikir Kritis

Nomor Soal

Aspek yang Dinilai Skor Keterangan

1 Ketepatan sketsa 0-3 0 Jika tidak mensketsa gambar atau salah semua

1 Jika sebagian kecil sketsa gambar benar

2 Jika sebagian besar sketsa gambar benar

3 Sketsa gambar benar

Keruntutan langkah pengerjaan

0-2 0 Jika tidak runtut 1 Jika sebagian langkah

pengerjaannya runtut 2 Langkah pengerjaannya runtut

Kebenaran tiap langkah

0-2 0 Jika jawaban tiap langkah salah 1 Jika ada jawaban yang salah 2 Jika setiap langkah benar

2 Kebenaran menyimpulkan

0-1 0 Jika kesimpulan salah atau tidak menjawab

1 Jika kesimpulan benar

Argumen 0-2 0 Jika tidak berargumen atau argumen salah

1 Jika sebagian argumen benar 2 Jika argumen benar

Keterangan:

Skor Maksimal : 10

Skor TBK mahasiswa kemudian dikategorikan dengan kriteria

1) Kemampuan berpikir kritisnya rendah (skor 0-3).

2) Kemampuan berpikir kritisnya sedang (skor 4-7).

3) Kemampuan berpikir kritisnya tinggi (skor 8-10).

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penggabungan metode kuantitatif dan metode kualitatif yang digunakan secara

bersama-sama. Metode kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis

mahasiswa terhadap materi volum benda putar. Sedangkan metode kualitatif mendeskripsikan tentang

kesulitan-kesulitan apa yang dialami mahasiswa dalam menyelesaikan soal tes berpikir kritis.

Page 153: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

141 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Tempat dan Subjek Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Matematika yang beralamat di jalan

Abepura-Sentani. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika

yang mengontrak mata kuliah Kalkulus Integral.

Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu: instrumen utama dan instrumen

pendukung. Dalam penelitian ini peneliti sebagai instrumen utama. Oleh karena itu pada saat

pengumpulan data di lapangan, peneliti sendiri yang mengumpulkan data dan mengikuti secara aktif

kegiatan subjek penelitian yang berhubungan dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui tes,

wawancara ataupun pengamatan.

Instrumen pendukung dalam penelitian ini meliputi:

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang secara umum bersifat terbuka yang

dirancang untuk mengungkap cara berpikir subjek dalam menyelesaikan soal operasi hitung. Teknik

wawancara yang akan digunakan adalah wawancara tak berstruktur, dimana peneliti belum

mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh sehingga peneliti harus banyak

mendengarkan apa yang diceritakan responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari

responden barulah peneliti akan mengajukan pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada tujuan.

2. Pengamatan dengan audio visual

Yaitu dengan merekam atau mencatat segala aktivitas yang dilakukan subjek.

Teknis Analisa Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan selama dan sesudah pengumpulan data yaitu dengan

menganalisis hasil jawaban mahasiswa pada lembar jawaban untuk tes kemampuan berpikir kritis dan

menganalisis hasil wawancara dengan mahasiswa untuk mendapatkan informasi kesulitan mahasiswa

dalam menguasai materi volum benda putar. Dimana proses aalisis terhadap hasil wawancara dilakukan

dengan mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data (data reduction),

penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Matematika. Subjek penelitian ini adalah

seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika yang sudah mengontrak mata kuliah Kalkulus

Integral yang berjumlah 52 orang. Ketika pelaksanaan tes, mahasiswa yang hadir berjumlah 48 orang, 4

orang tidak hadir.

Selanjutnya peneliti memberikan soal berpikir kritis yang terdiri dari 2 soal yaitu:

1. Apakah pernyataan di bawah ini Benar atau Salah:

Page 154: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

142 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Pernyataan: “ daerah yang dibatasi oleh kurva 𝑦 = −𝑥2 + 𝑥 dan sumbu 𝑥 jika diputar terhadap

𝑥 = 0 dan 𝑥 = 1 mempunyai volum yang sama”. Berikan argumenmu.

2. Diketahui 𝑓(𝑥) dan 𝑔(𝑥) adalah fungsi kontinu non- egatif. Jika 𝑓(𝑥) < 𝑔(𝑥) < 𝑘 untuk setiap

𝑎 < 𝑥 < 𝑏, maka susunlah integral (tanpa menghitungnya) untuk menentukan volum benda

putar yang terjadi jika daerah yang dibatasi kurva 𝑦 = 𝑓(𝑥), 𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑥 = 1 dan 𝑥 = 𝑏 diputar

terhadap garis 𝑦 = 𝑘, dengan terlebih dahulu mensketsa gambarnya?

Setelah dilakukan pembelajaran materi volum benda putar dengan tugas yang memuat

pertanyaan-pertanyaan analisis, mahasiswa diberikan tes berpikir kritis. Berikut hasil tes berpikir kritis

mahasiswa pada TBK.

Tabel 2. Hasil Tes Berpikir Kritis (TBK)

Nomor Mahasiswa

TBK Nomor Mahasiswa

TBK

Skor Keterangan Skor Keterangan

1 2 R 25 1 R

2 4 S 26 2 R

3 8 T 27 3 R

4 5 S 28 7 S

5 3 R 29 4 S

6 3 R 30 2 R

7 6 S 31 4 S

8 0 R 32 5 S

9 0 R 33 4 S

10 0 R 34 1 R

11 8 T 35 0 R

12 6 S 36 3 R

13 2 R 37 1 R

14 4 S 38 2 R

15 8 T 39 3 R

16 5 S 40 7 S

17 3 R 41 4 S

18 3 R 42 5 S

19 6 S 43 2 R

20 0 R 44 4 S

21 0 R 45 8 T

22 0 R 46 5 S

23 8 T 47 3 R

24 6 R 48 3 R

Keterangan:

R : Rendah

S : Sedang

T : Tinggi

Page 155: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

143 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa 52% kemampuan berpikir kritisnya rendah. Untuk 7

mahasiswa yang mendapatkan skor 0 dikarenakan 4 orang tidak menjawab kedua soal tersebut.

Sedangkan 18 mahasiswa yang memperoleh skor 1 sampai dengan 3 dikarenakan beberapa aspek

antara lain hanya sebagian kecil/besar sketsa gambar benar, sebagian langkah pengerjaan runtut,

argumen jawaban yang salah. Sebanyak 38% mahasiswa yang mendapat skor sedang. Hal ini

dikarenakan sebagian besar sketsa gambar benar, langkah pengerjaannya sudah runtut, ada jawaban

yang salah. Dan 10% mahasiswa yang mendapat skor tinggi dikarenakan sudah mencapai kriteria

penskoran berpikir kritis, namun belum bisa menyampaikan argumen berdasarkan hasil jawaban yang

diperolehnya.

Dari hasil analisis yang sudah diuraikan, beberapa kemampuan yang masih kurang antara lain:

1) kemampuan untuk memahami maksud fungsi yang kontinu juga belum jelas ketika ditanya.

2) beberapa siswa masih belum tahu menggambar garis 𝑦 = 𝑐, namun ketika disuruh menggambar

garis 𝑓(𝑥) = 1 ataupun bentuk lain yang sama mereka bisa.

3) mahasiswa kurang tepat dalam mensketsa gambar, artinya kemampuan representasi mahasiswa

belum baik. Maksudnya mahasiswa kurang mampu menerjemahkan kalimat matematika ke dalam

representasi gambar. Sebagai contoh: Soal no. 1, mahasiswa menggambar kurva 𝑓(𝑥) < 𝑔(𝑥) <

𝑐 dengan 𝑓 fungsi non negatif terbalik, yaitu 𝑓(𝑥) di atas 𝑔(𝑥) dan 𝑔(𝑥) di atas 𝑦 = 𝑐. Selain itu

ada mahasiswa juga yang salah dalam menentukan daerah yang diputar terhadap garis 𝑦 = 𝑐.

Kemampuan berargumen masih belum baik. Contoh, sebagian mahasiswa (18 mahasiswa) dapat

menjawab dengan benar bahwa daerah yang dibatasi oleh kurva 𝑦 = −𝑥2 + 𝑥 dan sumbu 𝑥 jika

diputar terhadap 𝑥 = 0 dan 𝑥 = 1 mempunyai volum yang sama (soal no. 1). Namun tidak ada

mahasiswa yang argumennya tepat.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa

setelah pembelajaran dengan tugas yang memuat pertanyaan analisis adalah sebagai berikut: 5

mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya tinggi, 18 mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya sedang,

dan 25 mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya rendah. Perlu upaya terus-menerus untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Salah satunya pembelajaran yang melatih

mahasiswa untuk membuat berbagai representasi, melatih untuk menemukan setiap kemungkinan

jawaban dari suatu masalah dan melatih untuk berargumen dari setiap jawaban yang dikemukakan.

Page 156: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

144 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

DAFTAR PUSTAKA

Alfeld, Peter. 2000. Understanding Mathematics a Study Guide. Department of Mathematics. College of

Science. University of Utah. Download 27 September 2016

Anderson, T., Garrison, D.R., dan Archer, W.(2004). Critical Thinking, Cognitive Presence, Computer

Conferencing in Distance Learning. [Online] Available: http://communityofinquiry.com/ [03 Oktober

2016].

Ennis, R.H., (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Filsaime, Dennis K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Krulik dan Rudnick, 1999, Innovative Tasks to Improve Critical and Creative Thingking Skills. National

Council of Teachers of Mathematics Reston, Virginia.

Miles. B. Matthew & Huberman. A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif (Terjemahan). Jakarta :

Universitas Indonesia (UI-Press)

Renstein, A. & Lander, G. H. 1990. Developing critical thinking in college programs. Journal of Scientific.

Exploration, vol. 4, No. 2. 123-136

Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen. Bandung:Citra

Umbara

Page 157: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

145 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P19

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROBLEM

SOLVING BERBANTUAN APLIKASI QSB TERHADAP PRESTASI

BELAJAR MATEMATIKA DAN KEMANDIRIAN SISWA

N Nurhayati1 dan Oswaldus Dadi2

Universitas Musamus

email : 1 [email protected] ; 2 [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kefektifan model pembelajaran berbasis

problem solving berbantuan aplikasi QSB terhadap prestasi belajar dan kemandirian siswa. Teknik

pengumpulan data berupa tes dan angket. Tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa dan

angket digunakan untuk mengukur kemandirian siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen

dengan menggunakan pretest-posttest control group design. Populasi penelitian adalah siswa kelas XI

SMK Negeri 1 Tanah Miring dan pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling dan

diperoleh subjek penelitian adalah siswa kelas XI jurusan Teknik Komputer Jaringan Kelompok A yang

berjumlah 24 orang. Penerapan model pembelajaran berbasis problem solving menggunakan modul

materi program linear yang didalamnya dilengkapi dengan penggunaan aplikasi QSB. Model

pembelajaran problem solving menitikberatkan pada kemampuan penerapan konsep sesuai dengan

bidang keahlian. Program linear sebagai materi yang diajarkan di SMK bertujuan membekali siswa untuk

mampu berpikir analisis dan menjadi problem solver terhadap permasalahan di berbagai bidang. Pada

awal pembelajaran terlebih dahulu dilakukan pretest untuk mengetahui prestasi belajar siswa sebelum

diberikan perlakuan, selanjutnya dilakukan pembelajaran dan di akhir pembelajaran diberikan posttest.

Demikian pula dengan angket kemandirian, siswa mengisi angket di awal dan akhir pembelajaran.

Berdasarkan hasil pengolah data diperoleh bahwa model pembelajaran berbasis problem solving

berbantuan aplikasi QSB efektif terhadap prestasi belajar dan kemandirian siswa.

Kata Kunci: efektivitas, problem solving, prestasi, kemandirian

Page 158: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

146 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

PENDAHULUAN National Council of Teachers of Mathematics (2004) merumuskan kemampuan pembelajaran

matematika yang disebut mathematical power (daya matematika) meliputi: (a) belajar untuk

berkomunikasi (mathematical communication), (b) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), (c)

belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), (d) belajar untuk mengaitkan ide

(mathematical connection), (e) belajar untuk merepresentatif. Khususnya kemampuan problem solving

dalam pembelajaran matematika sangat penting dikuasai oleh siswa, oleh karena itu kemampuan

problem solving hendaknya diberikan, dilatihkan, dan dibiasakan kepada peserta didik sedini mungkin

dan berkelanjutan [1].

Matematika sebagai mata pelajaran wajib di SMK memiliki peranan mengembangkan prinsip

berpikir logis, sistematis, dan analitis siswa dalam pemecahan masalah [2]. Seluruh kompetensi dasar

yang diajarkan pada matematika SMK berfokus pada pencapaian tersebut, diantaranya kompetensi

dasar pada pokok bahasan program linear. Program linear merupakan materi yang bersifat problem

solving disebabkan konsep pembelajarannya menggunakan contoh kasus dalam kehidupan sehari-

hari[3]. Menurut Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016, siswa SMK harus mampu memahami,

menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan

kompleks dalam ilmu pengetahuan terkait penyebab fenomena atau kejadian pada bidang kerja yang

spesifik untuk memecahkan masalah. Siswa SMK harus menjadi problem solver yang adaptif dengan

berbagai masalah lapangan [4].

Program linear yang diajarkan di sekolah terbatas dengan jumlah variabel dan banyaknya fungsi

kendala maksimum sebanyak dua. Padahal dalam konteks sebenarnya jumlah variabel dan fungsi

kendala bisa lebih dari dua. Hal tersebut memerlukan suatu aplikasi yang dapat membantu siswa

memahami program linear secara komprehensif. Aplikasi yang dapat digunakan adalah perangkat lunak

komputer yaitu Quantitive systems for Busines (QSB). QSB sangat efektif dalam membantu

memecahkan permasalahan program linear pada konteks yang lebih luas [5]. Penguasaan siswa

terhadap aplikasi QSB merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk memecahkan berbagai masalah

secara cepat dengan analisis yang lebih baik.

Kemandirian belajar menjadi salah satu tujuan penting dalam proses pembelajaran. Peserta didik

dalam belajar matematika harus berperan aktif, terkait secara mental yaitu dengan mencari hubungan-

hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur dari matematika yang dipelajari[6]. Kreatifitas

peserta didik dibangun melalui pembelajaran matematika yang dimulai dengan menekankan aspek

kemandirian. kemandirian belajar diartikan sebagai suatu proses belajar yang terjadi pada diri seseorang,

dan dalam usahanya untuk mencapai tujuan belajar orang tersebut dituntut untuk aktif secara individu

atau tidak bergantung kepada orang lain, termasuk tidak tergantung kepada gurunya. Kemandirian

belajar (self-direction in learning) dapat diartikan sebagai sifat dan sikap serta kemampuan yang dimiliki

siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain

berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat

digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpai di dunia nyata.

Page 159: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

147 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Tanah Miring Kabupaten Merauke pada bulan Agustus

2019. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI dan yang menjadi sampel penelitian adalah

siswa jurusan komputer jaringan keompok A yang berjumlah 24 siswa. Teknik pengambilan sampel

menggunakan random sampling.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain penelitian pre-experimental

berbentuk one group pretest posttest. Pretest diberikan untuk melihat kondisi awal prestasi belajar siswa

dan posttest untuk mengukur prestasi belajar siswa setelah diberikan perlakuan. Selanjutnya nilai pretest

dan posttest digunakan untuk melihat efektivitas model pembelajaran berbasis problem solving terhadap

prestasi belajar dan kemandirin siswa. Desain penelitian pre-experimental dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Desain Penelitian

Keterangan:

O1 = Pretest (sebelum diberi perlakuan)

O2 = Posttest (sesudah diberi perlakuan)

M1 = Kemandirian (sebelum diberi perlakuan)

M2 = Kemandirian (sesudah diberi perlakuan)

X = Perlakuan

Instrumen penelitian berupa lembar tes belajar dan lembar angket kemandirian siswa. Tes yang

diberikan sesuai dengan materi yang diajarkan yaitu materi program linear yang berjumlah 10 soal uraian,

sedangkan angket kemandirian terdiri dari 25 pernyataan yang terbagi dalam pernyataan positif dan

negatif. Adapun keterangan skala angket ditunjukkan pada tabel berikut :

𝑂1𝑀1

𝑋02𝑀2

Page 160: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

148 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Table 1. Skala Angket

Analisis data prestasi belajar siswa dihitung menggunakan rumus N-Gain.

𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛(𝑔) =𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑡𝑒𝑠𝑡 (1)

Dengan kriteria kualifikasi N-Gain pada tabel berikut.

Tabel 2. Kualifikasi N-Gain

Indeks Gain Kriteria

g> 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

Untuk kemandirian siswa dapat dikatakan efektif apabila secara deskriptif skor respon siswa

berada pada kategori positif.

Tabel 3. Kriteria Penggolongan Angket Minat Belajar

No. Kriteria Kategori

1 ≥ 𝑀𝐼 + 1,5 𝑆𝐷𝐼 Sangat Positif

2 𝑀𝐼 + 0,5 𝑆𝐷𝐼 ≤ ≤ 𝑀𝐼 + 1,5 𝑆𝐷𝐼 Positif

3 𝑀𝐼 − 0,5 𝑆𝐷𝐼 ≤ ≤ 𝑀𝐼 + 0,5 𝑆𝐷𝐼 Cukup Positif

4 𝑀𝐼 − 1,5 𝑆𝐷𝐼 ≤ ≤ 𝑀𝐼 − 0,5 𝑆𝐷𝐼 Kurang Positif

5 < 𝑀𝐼 − 1,5 𝑆𝐷𝐼 Sangat Kurang Positif

Pilihan Jawaban Pernyataan

Positif Negatif

Selalu SL 5 1

Sering SR 4 2

Kadang-Kadang KD 3 3

Jarang J 2 4

Tidak Pernah TP 1 5

Page 161: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

149 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan N-Gain digunakan untuk melihat peningkatan prestasi belajar matematika siswa

setelah diberikan perlakuan. Perolehan N- Gain disajikan pada tabel 4 berikut:

Tabel 4. Rata-rata Nilai N- Gain

Data Pretest Posttest Skor maks. N- Gain Kategori

Rata-rata 32,82 77 100 0,66 Sedang

Berdasarkan tabel 4 hasil perhitungan N- Gain terlihat bahwa rata-rata pretest sebesar 32,82

sebelum diberikan perlakuan dan posttest 77 setelah diberikan perlakuan mengalami peningkatan

dengan rata-rata nilai N-Gain sebesar 0,66 yang berada pada kategori sedang.

Hasil pengumpulan data angket kemandirian belajar siswa diperoleh dengan mengisi lembar

angket yang berjumlah 25 butir pernyataan yang diberikan diawal pertemuan untuk mengetahui

kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan. Data kemandirian belajar dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 3. Data Angket Kemandirian

No. Skor Pretest Posttest

Kategori Frekuensi (%) Frekuensi (%)

1. ≥ 90,6 3 12,5 6 25 Sangat Positif

2. 83,2≤ ≥90,6 3 12,5 10 41,6 Positif

3. 75,8 ≤ ≥ 83,2 7 29,2 4 16,7 Cukup Positif

4. 68,4 ≤ ≥ 75,8 6 25 4 16,7 Kurang Positif

5. ≤ 68,4 5 20,8 0 0 Sangat Kurang Positif

Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa kemandirian belajar siswa terdapat peningkatan dari

pretest ke posttest, sehingga dapat dikatakan model pembelajaran berbasis problem solving berbantuan

aplikasi QSB efektif terhadap kemandirian belajar siswa.

Uji hipotesis menggunakan uji Manova sehingga diperoleh nilai signifikansi 0,609 > 0,05 sehingga

dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika dan kemandirian siswa efektif setelah diberikan

perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran berbasis problem solving berbantuan aplikasi QSB. Hal

ini sejalan dengan hasil penelitian Suhendri (2013) yang membuktikan bahwa terdapat pengaruh

kemandirian belajar terhadap hasil belajar matematika atau hasil belajar matematika siswa yang memiliki

kemandirian belajar tinggi lebih tinggi dari pada hasil belajar matematika siswa yang memiliki

kemandirian belajar rendah. Demikian pula dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yusup

Anshori (2019) yang menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika berpengaruh

terhadap kemandirian belajar, dimana pengaruh antara keduanya sangat kuat. Berdasarkan hasil

Page 162: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

150 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

penelitian Erwan Sutarno (2013) mengatakan bahwa model pembelajaran pengukuran berbasis

multimedia interaktif yang dapat meningkatkan hasil dan kemandirian belajar siswa.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa

penerapan model pembelajaran berbasis problem solving berbantuan aplikasi QSB efektif terhadap

pretasi belajar matematika dan kemandirian siswa. Hal ini terbukti dengan tercapainya 3 standar

efektivitas yang sudah ditetapkan dalam penelitian ini yaitu yang pertama hasil belajar melebihi KKM,

rata-rata N-Gain berada pada kategori sedang, ketuntasan klasikal mencapai 85% dan respon siswa

yang diukur dengan menggunakan angket kemandirian belajar siswa berada pada kategori positif.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Purnomo, E.A. (2014). “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Model

Pembelajaran Ideal Problem Solving Berbasis Project Based Learning”. Jurnal Karya Pendidikan

Matematika. 1. 1. 24-31

[2] Nur, A.S. (2016). “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kontekstual Setting Kooperatif Tipe Team

Games Tournament (TGT) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika”. Jurnal

Aksioma. 5. 1. Hal. 15-25.

[3] Lukmanto, C.M.E. Nirwansjah. (2015). “Konsep Problem Solving sebagai Penyelesaian dari Isu

Pertanian”. Jurnal Sains dan Seni. 4. 2. Hal 82-87.

[4] Balitbang Kemdikbud. (2017). Ringkasan Hasil UN Matematika SMK Tahun 2017. Jakarta:

Kemdikbud.

[5] Budiarto, M.T. (2004). Modul Program Linear untuk SMK. Jakarta: Direktorat Pendidikan

Menengah Kejuruan.

[6] Huda M,N., Mulyono, Rosyida, I.& Wardono (2019). “Kemandirian Belajar Berbantuan Mobile

Learning”. PRISMA Prosiding Seminar Nasional Matematika 2. 796-806.

Page 163: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

151 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P20

PELATIHAN PENGGUNAAN APLIKASI GOOGLE CLASSROOM DAN

APLIKASI KAHOOT SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN 4.0 BAGI

DOSEN UNIVERSITAS CENDERAWASIH

Yosefin Rianita Hadiyanti1, Raoda Ismail2, Pitriana Tandililing3

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih

Email: [email protected] ; [email protected], ; [email protected]

ABSTRAK

Pembelajaran 4.0 adalah adalah fenomena yang merespon kebutuhan dari munculnya Revolusi Industri

4.0, di mana manusia dan mesin diselaraskan untuk mendapatkan solusi, memecahkan masalah, dan

bagaimana menemukan inovasi baru. Oleh karena untuk menghadapi jalannya Revolusi Industri 4.0

tersebut, maka dunia pendidikan juga harus mengantisipasi dan mulai lebih awal dengan pembelajaran

4.0 yang menjadi sebuah langkah kecil untuk mencapai tujuan tersebut. Pembelajaran 4.0 memang

masih di depan pintu, khususnya di Papua, namun hal ini dapat dipandang sebagai peluang sekaligus

tantangan bagi dunia pendidikan di Papua khususnya di Universitas Cenderawasih agar siap memasuki

Pembelajaran 4.0. Hal yang terpenting adalah bagaimana mempersiapkan para Dosen untuk dapat

memasuki dunia pendidikan di era Revolusi Industri 4.0 yakni Pembelajaran 4.0. Oleh karena itu,

diperlukan pelatihan bagi para dosen terkait aplikasi pembelajaran berbasis internet sebagai media

pembelajaran 4.0. Kegiatan pelatihan menggunakan metode penyuluhan, diskusi, dan workshop. Mitra

kegiatan pada pelatihan ini adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih.

Pelatihan yang dilakukan telah menghasilkan peningkatan motivasi dan kompetensi dosen dalam

penggunaan media pembelajaran 4.0.

Kata Kunci: Pelatihan Google Classroom, pelatihan Kahoot, pembelajaran 4.0.

Page 164: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

152 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

PENDAHULUAN

Pembelajaran 4.0 dapat dikatakan sebagai masa depan pendidikan dan dapat mengubah konsumsi informasi menjadi lebih praktis. Pembelajaran 4.0 dapat melengkapi fenomena intervensi digital pada kehidupan sehari-hari. Dengan adanya pembelajaran 4.0 pebelajar dipersiapkan untuk menghadapi tantangan digital secara langsung. Pusat dari fenomena ini adalah kreativitas yang pastinya memudahkan pebelajar dalam memperoleh informasi di manapun dan kapanpun. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa fokus dari fenomena ini bukan hanya pada apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana proses pengajarannya. Fokus dari pembelajaran 4.0 adalah pembelajaran berbasis internet (online) yang dapat memfasilitasi pembelajaran dengan lebih banyak cara daripada yang pernah dibayangkan sebelumnya. Pembelajaran dewasa ini lebih dipandang sebagai proses pembelajaran seumur hidup daripada proses pembelajaran yang menjadikan kelas sebagai tempat terjadinya proses pembelajaran.

Pembelajaran 4.0 memang masih di depan pintu, khususnya di Papua, namun hal ini dapat dipandang sebagai peluang sekaligus tantangan bagi dunia pendidikan di Papua khususnya di Universitas Cenderawasih agar siap memasuki Pendidikan 4.0. Hal yang terpenting adalah bagaimana mempersiapkan para Dosen untuk dapat memasuki dunia pendidikan di era Revolusi Industri 4.0 yakni Pembelajaran 4.0. Salah satu terobosan pembelajaran di era Revoluasi Industri 4.0 adalah aplikasi Google Classroom dan Kahoot. Aplikasi Google Classroom dan Kahoot dapat digunakan di perangkat komputer, laptop, maupun Smartphone. Google Classroom atau Ruang Kelas Google adalah suatu serambi pembelajaran campuran yang diperuntukkan untuk setiap ruang lingkup pendidikan yang dimaksudkan untuk menemukan jalan keluar atas kesulitan dalam membuat, membagikan, dan menggolong-golongkan setiap penugasan tanpa kertas. Perangkat lunak ini telah diperkenalkan sebagai keistimewaan Google Apps for Education (Yeskel, 2014). Google telah telah menginformasikan mengenai tatap muka pemrograman aplikasi dari sebuah ruang kelas dan sebuah tombol berbagi untuk situs web sehingga pihak pengguna diperkenankan untuk melakukan penerapan lebih lanjut (Peres, 2015).

Google Classroom memertalikan banyaknya layanan Google secara berbarengan guna mengulurkan sambung tangan bagi lembaga-lembaga pendidikan agar beralih cara menuju sistem tanpa kertas (Kerr, 2014). Tiap-tiap kelas dibuatkan dengan adanya sebuah berkas yang dipisahkan oleh Google Classroom di dalam masing-masing layanan Google di mana para pebelajar dapat menyerahkan hasil kerjanya untuk digolong-golongkan oleh seorang pengajar (Steele, 2014). Penyampaian kabar melalui Gmail membebaskan para pengajar untuk membuat pengumuman serta menanyakan mengenai soal-soal kepada pebelajarnya dalam kelasnya masing-masing (Etherington, 2014; Magid, 2014). Para pengajar bisa menambahkan secara langsung pebelajarnya dari direktori Google Apps dan bisa menyediakan sebuah kode yang dapat dimasukkan sebagai jalan masuk/akses untuk para pebelajar ke kelasnya.

Selain daripada Google Classroom yang dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, ada juga Kahoot yang dapat dimanfaatkan sebagai evaluasi pembelajaran. Kahoot adalah permainan berbasis platform pembelajaran gratis, sebagai teknologi pendidikan. Dewasa ini, Kahoot telah digunakan oleh lebih dari 50 juta orang di 180 negara. Dirancang untuk dapat diakses untuk ruang kelas dan lingkungan belajar lainnya di seluruh dunia, Kahoot! ‘S permainan belajar (“Kahoots”) dapat dibuat oleh siapa saja dan tidak dibatasi untuk tingkat usia atau subjek. Kahoot dapat dimainkan menggunakan perangkat, desktop atau laptop dengan web browser, ia dengan cepat merambah di kelas dengan “membawa perangkat Anda sendiri”.

Page 165: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

153 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Berdasarkan uraian di atas, maka kami tim pengabdian ingin mengadakan pengabdian kepada masyarakat sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi berupa Pelatihan Penggunaan Aplikasi Google Classroom dan Aplikasi Kahoot Sebagai Media Pembelajaran 4.0 bagi Dosen-dosen di Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih.

METODE PELAKSANAAN

Komunitas sasaran pelatihan ini adalah para Dosen di Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Kepengajaran dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih. Pelatihan ini sangat erat kaitannya dengan institusi yakni Universitas Cenderawasih pada umumnya, dan Fakultas Kepengajaran dan Ilmu Pendidikan pada khususnya dikarenakan pelatihan ini membantu para Dosen untuk mendesain pembelajaran 4.0, sehingga dapat membantu mahasiswa untuk belajar di mana saja dan kapan saja.

Metode yang akan digunakan dalam pelatihan ini adalah: a. Ceramah dan Penyuluhan

Dalam melaksanakan metode ini penceramah atau penyuluh menyampaikan materi dan penyuluhan kepada para peserta pelatihan.

b. Diskusi Dalam tahap ini para peserta pelatihan diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan sesama peserta dan penceramah bertindak sebagai fasilitator, kemudian para peserta pelatihan diberikan kesempatan untuk bertanya terkait permasalahan dalam penggunaan aplikasi Google Classroom maupun Kahoot.

c. Workshop Pada tahap ini, para peserta pelatihan akan diberikan praktek langsung secara bersaamaan di lokasi pelatihan.

Evaluasi diberikan setelah selesai kegiatan pemberian materi dan praktek langsung. Selanjutnya, hasil pencapaian peserta pelatihan dapat diukur dengan menggunakan teknik nontes yakni pemberian kuisioner/angket yang harus diisi oleh para peserta pelatihan. Dari hasil angket tersebut akan diketahui bagaimana pemahaman peserta pelatihan terhadap materi yang diberikan selama pelatihan berlangsung.

Instrumen kriteria penilaian tingkat kebermanfaatan pelatihan ini diungkap dengan instrumen yang telah disiapkan seperti pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Instrumen Evaluasi Respon Peserta Terhadap Kegiatan Pelatihan Aplikasi Google Classroom

dan Kahoot

Tingkat Kebermanfaatan Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan Penggunaan Aplikasi Google Classroom dan Kahoot

Sebagai Media Pembelajaran 4.0 Bagi Dosen-Dosen di Jurusan Pendidikan MIPA

FKIP Universitas Cenderawasih

Petunjuk: Jawablah pernyataan berikut dengan memberi tanda silang (X) pada kolom jawaban sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Jawaban Keterangan

0 1 2 3

0. Tidak bermanfaat 1. Kurang bermanfaat 2. Bermanfaat 3. Sangat bermanfaat

Page 166: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

154 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Tingkat pelaksanaan pelatihan kegiatan untuk ....

1. Mengetahui tentang inovasi pembelajaran di era teknologi digital

2. Memahami dan mengidentifikasi aplikasi yang tepat digunakan untuk pembelajaran maupun untuk evaluasi pembelajaran

3. Memahami manfaat aplikasi sebagai inovasi pembelajaran

Tingkat pelaksanaan pelatihan kegiatan untuk mempraktekkan ....

4. Kemampuan menjalankan program aplikasi Google Classroom

5. Kemampuan menjalankan program aplikasi Kahoot

6. Kemampuan untuk menerapkan aplikasi Google Classroom untuk perkuliahan

7. Kemampuan untuk menerapkan aplikasi Kahoot untuk perkuliahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan pelatihan aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media

evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot berjalan lancar dan baik. Pelaksanaan kegiatan pelatihan apda awalnya direncanakan dilaksanakan pada akhir bulan agustus, namun dikarenakan situasi Kota Jayapura yang kurang kondusif pada saat itu, maka pelatihan baru dapat terlaksana pada tanggal 6 September 2019. Pelaksanaan kegiatan dilakukan di gedung Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Cenderawasih.

Gambar 1. Spanduk Pelaksanaan Pelatihan

Peserta pelatihan yang hadir terlebih dahulu mengisi daftar hadir peserta dan selanjutnya diberikan map putih berisikan buku panduan tutorial penggunaan aplikasi Google Classroom, buku

Page 167: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

155 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

panduan tutorial penggunaan aplikasi Kahoot, buku catatan, bolpoin, serta username dan password wifi untuk mengakses internet.

Gambar 2. Para Dosen Mengisi Daftar Hadir

Gambar 3. Para Dosen Mengisi Daftar Hadir

Pelatihan di awali dengan doa oleh Ketua Laboratorium Program Studi Pendidikan Matematika dan pembukaan pelatihan secara resmi oleh Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Bapak Dr. Ronaldo Kho, M.Pd. Selanjutnya pelatihan dimulai dengan memaparkan teori mengenai pembelajaran 4.0 dan dilanjukan dengan tutorial aplikasi Google Classroom dan Kahoot yang dipaparkan secara bergantian oleh tim pengabdian.

Page 168: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

156 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 4. Pemaparan Aplikasi Google Classroom

Pertemuan tatap muka diberikan dengan metode ceramah terkait manfaat aplikasi pembelajaran

berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot. Kegiatan dilanjutkan dengan praktik mempersiapkan perkuliahan menggunakan aplikasi Google Classroom dan praktik mempersiapkan media untuk mengevaluasi hasil perkuliahan menggunakan aplikasi Kahoot.

Gambar 5. Pemaparan Aplikasi Kahoot

Pelaksanaan kegiatan pelatihan inovasi pembelajaran berbasis teknologi ini dilakukan oleh tiga

(3) orang dari tim PKM dengan pokok bahasan mengenai tutorial aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot.

Kegiatan dilaksanakan secara bertahap dari pemaparan teori dan manfaat media yang dilanjutkan dengan praktik dari dua aplikasi tersebut. Peserta mengikuti kegiatan dengan antusias, hal ini ditunjukkan dengan pertanyaan-pertanyaan dan tanggapan terkait materi pelatihan yang dilontarkan pada saat kegiatan pelatihan berlangsung.

Page 169: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

157 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 6. Pemateri membantu peserta pelatihan yang mengalami kesulitan

Gambar 7. Pemateri membantu peserta pelatihan yang mengalami kesulitan

Gambar 8. Keseruan pada saat mencoba kuis di aplikasi Kahoot

Page 170: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

158 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 9. Tanya jawab seputar aplikasi Google Classroom dan Kahoot

Pelatihan penggunaan aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi

media evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot dalam program pengabdian kepada masyarakat yang telah terlaksana ini diharapkan dapat memotivasi para dosen untuk menerapkan inovasi pembelajaran ini pada perkuliahan. Hal ini juga akan berdampak pada kualitas proses pembelajaran di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih.

Gambar 10. Foto bersama di akhir pelatihan

b. Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kegiatan

Hasil kegiatan PKM pelatihan aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot bagi dosen-dosen di jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih meliputi beberapa komponen sebagai berikut:

Ketercapaian tujuan kegiatan PKM sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pemahaman peserta

mengenai penggunaan aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media

evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot. Ketercapaian materi yang diperoleh berada

pada kategori sangat bermanfaat, hal ini dapat dilihat dari hasil lembar evaluasi pelatihan, sebagian besar

peserta sudah dapat menguasai materi pelatihan dengan baik. Hal ini juga didukung oleh hasil obervasi

Page 171: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

159 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

pada saat pelatihan berlangsung. Adapun hasil analisis instrumen ketercapaian pelatihan adalah sebagai

berikut:

1. Pelatihan sangat bermanfaat untuk mengetahui tentang inovasi pembelajaran di era teknologi. 2. Pelatihan sangat bermanfaat untuk memahami dan mengidentifikasi aplikasi yang tepat digunakan

untuk pembelajaran untuk evaluasi pembelajaran. 3. Pelatihan sangat bermanfaat untuk memahami manfaat aplikasi sebagai inovasi pembelajaran. 4. Pelatihan sangat bermanfaat untuk menjalankan program aplikasi Google Classroom. 5. Pelatihan sangat bermanfaat untuk menjalankan program aplikasi Kahoot. 6. Pelatihan sangat bermanfaat untuk mempraktekkan penerapan aplikasi Google Classroom dalam

perkuliahan. 7. Pelatihan sangat bermanfaat untuk mempraktekkan penerapan aplikasi Kahoot dalam perkuliahan.

KESIMPULAN

Kegiatan pelatihan aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot bagi dosen-dosen di Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih terlaksana dengan baik dan lancar sesuai rencana kegiatan, dan sebagian besar peserta pelatihan mampu menerima materi dengan baik. Peserta antusias dengan kegiatan pelatihan yang diadakan, hal ini dilihat dari keaktifan peserta pelatihan selama proses pelatihan berlangsung. Peserta pelatihan pun termotivasi untuk menggunakan media pembelajaran 4.0 ini pada perkuliahan yang mereka ampu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Cenderawasih yang telah mendukung secara moril dan material dalam pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Etherington, Darrell. Google Debuts Classroom, An Education Platform For Teacher-Student Communication. TechCrunch. Diakses tanggal 17 Mei 2019.

Kerr, Dara. Google unveils Classroom, a tool designed to help teachers. CNET. Diakses tanggal 17

Februari 2019. Magid, Larry. Google Classroom Offers Assignment Center for Students and Teachers. Forbes. Diakses

tanggal 17 Februari 2019. Peres, Sarah. 2015. Google Expands Its Educational Platform “Classroom” With a new API. Diakses

pada tanggal 20 Februari 2019 di TechCrunch. AOL Inc. Steele, Billy. Google Classroom helps teachers easily organize assignments, offer feedback. engadget.

Diakses tanggal 17 Februari 2019. Yeskel, Zach. 2014. More Teaching, Less Teaching: Google Classroom Launches Today. Diakses

pada tanggal 20 Februari 2019 di blogspot.co.nz

Page 172: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

160 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P21

DAMPAK OUTLIER TERHADAP PREDIKSI CADANGAN KLAIM DAN

CHAIN-LADDER YANG ROBUST

Feby Seru

Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Cenderawasih

Email: [email protected]

ABSTRAK

Cadangan klaim merupakan hal yang sangat diperlukan bagi perusahaan asuransi, khususnya pada

bisnis long-tail. Metode sederhana dan populer yang sering digunakan untuk memprediksi cadangan

klaim adalah chain-ladder. Metode ini bersifat distribution free yaitu data inkremental tidak diasumsikan

mengikuti distribusi tertentu. Beberapa penelitian dilakukan untuk menghitung cadangan klaim dengan

pendekatan stokastik menggunakan Generalized Linear Model (GLM). Data inkremental yang

diasumsikan berdistribusi Poisson dengan fungsi link logaritma natural, menghasilkan cadangan klaim

yang sama dengan metode chain-ladder. Penelitian ini difokuskan pada dampak outlier (data pencilan)

terhadap penghitungan cadangan klaim menggunakan metode chain-ladder dengan menganalisis nilai

Influence Function (IF) serta cara mengatasinya. Nilai IF yang diperoleh menunjukkan bahwa estimator

yang digunakan pada metode tersebut adalah estimator yang tidak robust. Langkah-langkah yang

dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah mengganti estimator pada metode chain-ladder dengan suatu

estimator yang robust, kemudian melakukan pembobotan ulang pada estimator tersebut. Untuk data

tanpa outlier, tidak terdapat perbedaan signifikan antara metode chain-ladder dan robust chain-ladder.

Akan tetapi, untuk data dengan outlier, metode robust chain-ladder menghasilkan prediksi cadangan

klaim yang lebih baik (mendekati nilai prediksi tanpa outlier), dibandingkan hasil prediksi menggunakan

metode chain-ladder.

Kata Kunci: metode chain-ladder, generalized linear model, outlier, robust, influence function.

Page 173: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

161 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

PENDAHULUAN

Setiap manusia dapat mengalami musibah, sehingga pada dasarnya setiap manusia memiliki

risiko yang berpotensi menimbulkan kerugian finansial. Untuk meminimalisir hal tersebut, maka asset

yang dimiliki diasuransikan ke perusahaan asuransi. Ketika terjadi musibah, klaim dapat diajukan ke

perusahaan asuransi sebagai ganti rugi sesuai kontrak perjanjian yang telah disepakati antar kedua

belah pihak. Umumnya klaim yang diajukan ke perusahaan asuransi tidak langsung diselesaikan pada

periode yang sama, sehingga terjadi penundaan (delay) pembayaran. Delay yang terjadi dapat

disebabkan oleh ketidaklengkapan administrasi, atau diperlukan penyelidikan terhadap penyebab

terjadinya klaim, maupun besar kerugian yang dialami. Lamanya delay bergantung pada waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan klaim tersebut, bisa kurang dari satu tahun atau bahkan lebih.

Berdasarkan lamanya delay yang terjadi, bisnis asuransi dibagi menjadi dua kelas yaitu bisnis

short-tail dan bisnis long-tail. Bisnis short-tail adalah bisnis asuransi yang delay antara terjadinya

”kecelakaan” yang mengakibatkan klaim dan waktu penyelesaiannya kurang dari satu tahun. Contohnya

adalah asuransi kesehatan dan asuransi kendaraan bermotor. Bisnis long-tail adalah bisnis asuransi

yang delay antara terjadinya ”kecelakaan” yang mengakibatkan klaim dan waktu penyelesaiannya lebih

dari satu tahun. Contohnya adalah asuransi ”Third Party Liability” (asuransi kecelakaan pihak ke-tiga),

asuransi gempa bumi dan asuransi kebakaran (Olofsson, 2006).

Pada bisnis asuransi long-tail, selain adanya delay terdapat juga suatu kondisi yang mana

”kecelakaan” sudah terjadi tetapi klaim belum dilaporkan ke perusahaan asuransi, yang disebut dengan

IBNR (Inccured But Not Reported). Hal ini mengakibatkan perusahaan asuransi perlu menyiapkan

sejumlah dana, untuk membayar klaim yang akan terjadi di masa akan datang yang disebut dengan

cadangan klaim. Menurut Olofsson (2006), besar cadangan klaim merupakan sesuatu yang tidak pasti,

karena besar dan waktu terjadinya klaim di masa akan datang tidak diketahui. Pada umumnya

perusahaan asuransi membuat cadangan klaim pada setiap akhir periode pelaporan (biasanya satu

tahun). Bagi perusahaan asuransi, cadangan klaim merupakan hal yang sangat penting karena

menentukan solvabilitas perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk mampu

memprediksi cadangan klaim seakurat mungkin.

Salah satu metode yang sering digunakan untuk memprediksi besarnya cadangan klaim pada

bisnis long-tail adalah metode chain-ladder. Hal ini disebabkan karena metode ini sangat sederhana dan

tidak mengasumsikan data mengikuti suatu distribusi tertentu (Mack, 1993). Akan tetapi, metode tersebut

memiliki kelemahan yaitu sangat dipengaruhi oleh outlier. Penelitian ini difokuskan pada dampak outlier

terhadap penghitungan cadangan klaim menggunakan metode chain-ladder serta cara mengatasinya,

sehingga diperoleh cadangan klaim yang akurat.

Page 174: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

162 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

METODE PENELITIAN

Cadangan Klaim

Pada saat memprediksi cadangan klaim, umumnya data observasi disajikan dalam bentuk segitiga

run-off yang dikelompokkan berdasarkan baris dan kolom. Data observasi dapat berupa data frekuensi

klaim atau besar klaim, baik dalam bentuk data inkremental maupun kumulatif.

Tabel 1. Segitiga Run-off untuk Data Inkremental

𝑋𝑖,𝑗 adalah pembayaran klaim yang dilakukan pada development year ke-j untuk semua klaim yang

berasal dari accident year i, 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛, 1 ≤ 𝑗 ≤ 𝑛. Nilai 𝑋𝑖,𝑗 untuk 𝑖 + 𝑗 ≤ 𝑛 + 1 merupakan

besar klaim yang diketahui, sedangkan 𝑖 + 𝑗 > 𝑛 + 1 merupakan besar klaim di masa akan datang

yang tidak diketahui. Klaim diagonal 𝑖 + 𝑗 − 1 = 𝑐, merupakan pembayaran yang dilakukan pada

tahun kalender c. Misalkan C menyatakan klaim kumulatif yang didefinisikan sebagai:

𝐶𝑖,𝑗 = ∑ 𝑋𝑖,𝑘𝑗𝑘=1 (1)

maka, 𝐶𝑖,𝑗 menyatakan pembayaran klaim yang dilakukan sampai development year ke-j untuk semua

klaim yang berasal dari accident year i, 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛, 1 ≤ 𝑗 ≤ 𝑛. Klaim 𝐶𝑖,𝑛+1−𝑖 yang berada pada

diagonal terakhir, merupakan pembayaran klaim yang dilakukan sampai saat ini. Jika pembayaran lunas

pada tahun ke-n, maka 𝐶𝑖,𝑛 disebut ultimate claims. Total cadangan klaim didefinisikan sebagai berikut:

𝑅 = ∑ 𝑅𝑖𝑛𝑖=2 (2)

dengan 𝑅𝑖 = 𝐶𝑖,𝑛 − 𝐶𝑖,𝑛+1−𝑖 , 2 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛.

Metode Chain-Ladder

Metode ini mengaplikasikan data klaim kumulatif dan memiliki beberapa asumsi dasar

yaitu:

1. Terdapat development factor 𝑓𝑗|𝑗 = 2,· · · , 𝑛 sedemikian sehingga:

𝐸[𝐶𝑖,𝑗|𝐶𝑖,1,· · · , 𝐶𝑖,𝑗−1] = 𝐶𝑖,𝑗−1𝑓𝑗 , 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛, 2 ≤ 𝑗 ≤ 𝑛

Page 175: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

163 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Metode chain-ladder memprediksi development factor menggunakan persamaan berikut:

𝑓𝑗 =∑ 𝐶𝑖,𝑗𝑛−𝑗+1𝑖=1

∑ 𝐶𝑖,𝑗−1𝑛−𝑗+1𝑖=1

, 2 ≤ 𝑗 ≤ 𝑛

2. 𝐶𝑖,1,· · · , 𝐶𝑖,𝑛, 𝐶𝑘,1,· · · , 𝐶𝑘,𝑛, saling bebas untuk accident year 𝑖 ≠ 𝑘.

Prediksi future claims diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:

𝑖,𝑛+2−𝑖 = 𝐶𝑖,𝑛+1−𝑖 𝑓𝑛+2−𝑖, 2 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛 (3)

𝑖,𝑗 = 𝑖,𝑗−1 𝑓𝑗 , 3 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛, 𝑛 + 3 − 𝑖 ≤ 𝑗 ≤ 𝑛 (4)

Metode Chain-Ladder Sebagai GLM

Misalkan data inkremental 𝑋𝑖,𝑗 pada segitiga run-off diasumsikan saling bebas, dengan 𝑋𝑖,𝑗 ∼

𝑃𝑜𝑖𝑠𝑠𝑜𝑛(µ𝑖,𝑗) serta persamaan prediktor dan fungsi link adalah 𝜂𝑖,𝑗 = 𝑎𝑖 + 𝑏𝑗 dan 𝑔(µ𝑖,𝑗) =

𝑙𝑛(µ𝑖,𝑗), maka diperoleh µ𝑖,𝑗 = 𝛼𝑖 𝛽𝑗 dengan ∑ 𝛽𝑗𝑛𝑗=1 = 1. Parameter 𝛼𝑖 menyatakan ultimate

claim pada accident year ke-i, sedangkan parameter 𝛽𝑗 menyatakan prosentase dari ultimate claim yang

dibayarkan pada sel tersebut. Parameter-parameter tersebut ditaksir menggunakan Metode Maximum

Likelihood (MLE). Total cadangan klaim dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan:

∑ ∑ 𝑖,𝑗𝑛𝑗=𝑛−𝑖+2

𝑛𝑖=2 (5)

dengan 𝑖,𝑗 = 𝑖 𝑗.

Sifat Robust pada Metode Chain-Ladder

Indikator yang digunakan untuk mengukur sensitivitas parameter, jika terdapat pengaruh yang

sangat kecil pada data adalah Influence Function (IF). Secara umum,

IF didefinisikan sebagai:

𝐼𝐹(𝑧, 𝑇, 𝐹) = lim𝜖→0

𝑇(𝐹𝜖,𝑧)−𝑇(𝐹)

𝜖=

𝑑

𝑑𝜖𝑇(𝐹𝜖,𝑧)|𝜖=0 =

𝑑

𝑑𝜖𝑇(𝐹)

Estimator yang robust idealnya memiliki nilai IF yang terbatas, karena outlier yang besar memiliki dampak

yang terbatas pada estimator.

Untuk menghitung IF pada metode chain-ladder yang dimodelkan sebagai GLM, terlebih dahulu

didefinisikan fungsi distribusi yang terkontaminasi. Misalkan 𝑋𝑖,𝑗|𝑖, 𝑗 = 1,· · · , 𝑛; 𝑖 + 𝑗 ≤ 𝑛 +

1 ∼ 𝑃 dan 𝑃𝑖,𝑗 menyatakan distribusi marjinal dari 𝑋𝑖,𝑗 Diasumsikan 𝑃𝑖,𝑗 merupakan distribusi

Page 176: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

164 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Poisson (𝛼𝑖𝛽𝑗). Misalkan 𝜖 > 0 dan 1 ≤ 𝑝 ≤ 𝑞 ≤ 𝑛, maka didefinisikan 𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧 merupakan suatu

distribusi sedemikian sehingga 𝑋𝑖,𝑗|𝑖, 𝑗 = 1,· · · , 𝑛; 𝑖 + 𝑗 ≤ 𝑛 + 1 ∼ 𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧

jika:

𝑋𝑖𝑗~𝑃𝑖,𝑗, ∀(𝑖, 𝑗) ≠ (𝑝, 𝑞)

𝑋𝑝,𝑞 ~(1 − 𝜖)𝑃𝑝,𝑞 + 𝜖∆𝑧

IF didefinisikan sebagai:

𝐼𝐹([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛼𝑖 , 𝑃) = lim𝜖→0

𝑇𝛼𝑖(𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧) − 𝑇𝛼𝑖(𝑃)

𝜖=𝑑

𝑑𝜖𝑇𝛼𝑖(𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧)|𝜖=0

𝐼𝐹 ([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛽𝑗 , 𝑃) = lim𝜖→0

𝑇𝛽𝑗(𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧) − 𝑇𝛽𝑗(𝑃)

𝜖=𝑑

𝑑𝜖𝑇𝛽𝑗

(𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧)|𝜖=0

Dengan menyelesaikan persamaan di atas diperoleh:

𝐼𝐹([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛼𝑙 , 𝑃) =

𝛼𝑙 [∑ 𝐼𝐹 ([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛽𝑖

, 𝑃)𝑛𝑖=𝑛−𝑙+2 ]

1 − ∑ 𝛽𝑖𝑛𝑖=𝑛−𝑙+2

, 𝑝 ≠ 𝑙

𝑧 − 𝛼𝑙𝛽𝑞 + 𝛼𝑙 ∑ 𝐼𝐹 ([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛽𝑖, 𝑃)𝑛

𝑖=𝑛−𝑙+2

1 − ∑ 𝛽𝑖𝑛𝑖=𝑛−𝑙+2

, 𝑝 = 𝑙

𝐼𝐹 ([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛽𝑛−𝑙+1, 𝑃)

=

𝛽𝑛−𝑙+1[∑ 𝐼𝐹([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛼𝑖 , 𝑃)

𝑙𝑖=1 ]

∑ 𝛼𝑖𝑙𝑖=1

, 𝑞 ≠ 𝑛 − 𝑙 + 1

𝑧 − 𝛼𝑝𝛽𝑛−𝑙+1 − 𝛽𝑛−𝑙+1∑ 𝐼𝐹([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛼𝑖 , 𝑃)𝑙𝑖=1

∑ 𝛼𝑖𝑙𝑖=1

, 𝑞 = 𝑛 − 𝑙 + 1

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai z sebanding dengan IF, sehingga jika nilai z

membesar (menuju tak hingga) maka akan menghasilkan nilai IF yang besar (tak hingga). Hal ini

menunjukkan bahwa secara eksplisit metode chain-ladder memiliki nilai IF yang tidak terbatas, yang

berarti pengaruh dari distribusi yang terkontaminasi sangat besar terhadap estimator.

GLM yang Robust untuk Metode Chain-Ladder

Page 177: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

165 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Regresi robust merupakan suatu metode yang digunakan dalam menganalisis data yang

dipengaruhi oleh outlier, sehingga diperoleh suatu model yang resisten terhadap outlier di data. Salah

satu regresi robust yang sering digunakan adalah M-estimasi. Pada umumnya, estimator GLM diperoleh

dengan menyelesaikan persamaan quasi-likelihood berikut:

∑ ∑(𝑥𝑖,𝑗−𝜇𝑖,𝑗)

𝑉(𝜇𝑖,𝑗)𝜇𝑖,𝑗′ = 𝟎𝑛+1−𝑖

𝑗=1𝑛𝑖=1 (6)

dengan µ𝑖𝑗 = 𝑔−1(𝒔𝒊,𝒋𝑻 𝝃) dan diturunkan terhadap 𝜉, sedangkan 0 merupakan vektor dengan

panjang 2n. Estimator yang diperoleh dari Persamaan (6) merupakan suatu estimator yang tidak robust.

Untuk mengatasi hal ini, maka estimator pada persamaan tersebut diganti dengan suatu

estimator robust yang diperkenalkan oleh Cantoni dan Ronchetti (2001) yaitu:

∑ ∑ 𝜓𝑖,𝑗 =𝑛+1−𝑖𝑗=1 ∑ ∑ 𝜐(𝑥𝑖,𝑗, 𝜇𝑖,𝑗)𝜔(𝒔𝒊,𝒋)

𝑛+1−𝑖𝑗=1

𝑛𝑖=1

𝑛𝑖=1 𝜇𝑖,𝑗

′ − 𝑎(𝝃) = 𝟎 (7)

dengan 𝑎(𝝃) =1

𝑛∑ ∑ 𝐸[𝜐(𝑥𝑖,𝑗, 𝜇𝑖,𝑗)]𝜔(𝒔𝒊,𝒋)𝜇𝑖,𝑗

′𝑛+1−𝑖𝑗=1

𝑛𝑖=1 yang merupakan fisher konsisten estimator

dan 𝐸[𝜐(𝑥𝑖,𝑗, 𝜇𝑖,𝑗)] merupakan ekspektasi dari distribusi bersyarat 𝑥𝑖,𝑗|𝒔𝒊,𝒋 (Verdonck dan Debruyne,

2010). Cantoni dan Ronchetti mengambil

𝜐(𝑥𝑖,𝑗, 𝜇𝑖,𝑗) = 𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗)1

𝑉1/2(𝜇𝑖,𝑗) (8)

dengan 𝑟𝑖,𝑗 =𝑥𝑖,𝑗−𝜇𝑖,𝑗

𝑉1/2(𝜇𝑖,𝑗) dan 𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗) =

𝑟𝑖,𝑗, |𝑟𝑖,𝑗| ≤ 𝑐

𝑐 𝑠𝑖𝑔𝑛(𝑟𝑖,𝑗), |𝑟𝑖,𝑗| > 𝑐 ; 𝑐 merupakan suatu konstanta.

Sedangkan:

𝜔(𝒔𝒊,𝒋) = √1 − ℎ𝑡𝑡 (9)

dengan ℎ𝑡𝑡 adalah elemen diagonal ke-t, 𝑡 = 1,2,… , 𝑛(𝑛+1)2

pada “hat matrix” 𝐻 = 𝑆(𝑆′𝑆)−1𝑆′.

Dengan mensubtitusikan Persamaan (8) dan (9) ke Persamaan (7), diperoleh:

Page 178: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

166 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

∑ ∑ [𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗)𝜔(𝒔𝒊,𝒋)1

𝑉12(𝜇𝑖,𝑗)

𝜇𝑖,𝑗′ − 𝑎(𝝃)]𝑛+1−𝑖

𝑗=1𝑛𝑖=1 = 𝟎 (10)

dengan 𝑎(𝝃) =1

𝑛∑ ∑ 𝐸 [𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗)𝜔(𝒔𝒊,𝒋)

1

𝑉12(𝜇𝑖,𝑗)

𝜇𝑖,𝑗′ ]𝑛+1−𝑖

𝑗=1𝑛𝑖=1 . Estimator yang diperoleh pada

Persamaan (10) disebut estimator Mallows quasi-likelihood.

Pada Persamaan(10), peranan dari fungsi 𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗) adalah mengontrol penyimpangan terhadap

x sedangkan bobot 𝜔(𝒔𝒊,𝒋), mengontrol penyimpangan pada desain matriks. Konstanta c pada fungsi

𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗) disebut tuning constant yang dipilih sebagai batas antara tingkat efisiensi dengan robust.

Semakin kecil nilai c akan menghasilkan model yang robust tetapi memiliki tingkat efisiensi yang kecil.

Menurut Verdonck dan Debruyne (2010), nilai tuning constant c yang maksimal untuk fungsi 𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗)

adalah 1,345. Nilai ini memberikan tingkat asimtotik efisiensi 95%. Akan tetapi, nilai 𝑐 = 1,345 untuk

data pada segitiga run-off sering kali terlalu rendah, sehingga untuk mengatasi hal ini maka dilakukan

pembobotan ulang yaitu dengan mengaplikasikan robust GLM sebanyak dua kali. Pada robust tahap 1

digunakan 𝑐 = 1,345, selanjutnya pada robust tahap 2 nilai c yang digunakan adalah nilai kuantil 𝑘𝑒 −

0,75 atau persentil ke-75 dari absolut residual yang diperoleh dari langkah sebelumnya.

Untuk metode Robust Chain-Ladder, data inkremental diasumsikan mengikuti distribusi Poisson

(𝜇𝑖,𝑗) dengan persamaan prediktor 𝜂𝑖,𝑗 = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 + 𝑎𝑖 + 𝑏𝑗 , 1 ≤ 𝑖, 𝑗 ≤ 𝑛 . Parameter 𝑎1 dan 𝑏1

berada pada parameter intercept, oleh karena itu parameter tersebut dianggap bernilai nol. Dengan

demikian, terdapat 2n − 1 parameter yang akan diprediksi. Sedangkan untuk fungsi link yang digunakan

adalah 𝑔(𝜇𝑖,𝑗) = ln (𝜇𝑖,𝑗) dengan ln(𝜇𝑖,𝑗) = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 + 𝑎𝑖 + 𝑏𝑗 sehingga diperoleh:

𝜇𝑖,𝑗 = exp ( 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 + 𝑎𝑖 + 𝑏𝑗) (11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang digunakan adalah data besar klaim (claims amount) dari Taylor dan Ashe seperti yang

digunakan pada Verdonck dkk (2009) sebagai berikut:

Page 179: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

167 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Tabel 2. Data Besar Klaim

Prediksi Cadangan Klaim Menggunakan Metode Chain-Ladder

Data pada Tabel 2 memenuhi asumsi chain-ladder, sehingga metode ini dapat digunakan untuk

menghitung cadangan klaim. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengubah data inkremental

menjadi data kumulatif menggunakan Persamaan (1), kemudian melengkapi segitiga run-off

menggunakan Persamaan (3) dan (4) sehingga diperoleh:

Tabel 3. Prediksi Future Claims Menggunakan Chain-Ladder

Selanjutnya dengan menggunakan Persamaan (2) diperoleh prediksi total cadangan klaim sebesar

18.680.855,61192.

Prediksi Cadangan Klaim Menggunakan GLM

Langkah pertama yang dilakukan adalah memprediksi parameter 𝛼𝑖 dan 𝛽𝑗 menggunakan MLE

sehingga diperoleh:

Page 180: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

168 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Tabel 4. Prediksi Parameter

Selanjutnya melengkapi segitiga run-off dan menghitung prediksi total cadangan klaim menggunakan

Persamaan (5) sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 5. Prediksi Future Claims Menggunakan GLM

Prediksi total cadangan klaim yang diperoleh sebesar 18.680.855,61192.

Prediksi Cadangan Klaim Menggunakan Robust Chain-Ladder

Untuk menghitung cadangan klaim dengan menggunakan metode robust chain-ladder, digunakan

bantuan software R. Pada software R, terdapat package yang dapat digunakan untuk

menyelesaikan Persamaan (10) yang disebut ”library robustbase”. Setelah diperoleh prediksi parameter,

maka langkah selanjutnya adalah melengkapi segitiga run-off menggunakan Persamaan (11) dan

diperoleh hasil sebagai berikut:

Page 181: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

169 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Tabel 6. Prediksi Future Claims Menggunakan Robust Chain-Ladder

Dengan menggunakan Persamaan (5) diperoleh prediksi total cadangan klaim sebesar 18.783.756,7617.

Prediksi Cadangan Klaim Dengan Data Outlier Menggunakan Metode Berbeda

Outlier diperoleh dengan mengalikan besar klaim dengan 10. Misalkan data pada 𝑋1,1 dikalikan dengan

10, sedangkan untuk data yang lain tetap. Kemudian dihitung prediksi cadangan klaim menggunakan

metode chain-ladder, GLM, dan robust chain-ladder. Hal yang serupa dilakukan untuk data 𝑋1,2 dan

seterusnya. Berikut adalah hasil prediksi total cadangan klaim menggunakan metode chain-ladder, GLM,

dan robust chain-ladder, jika terdapat satu outlier pada segitiga run-off.

Gambar 1. Perbandingan Prediksi Total Cadangan Klaim dengan Data Outlier

Misalkan nilai tanpa outlier merupakan nilai cadangan klaim sesungguhnya,

maka pada gambar di atas, terlihat bahwa hasil cadangan klaim yang diperoleh

Page 182: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

170 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

dengan menggunakan robust chain-ladder lebih mendekati nilai sesungguhnya. Akan tetapi untuk

beberapa observasi seperti 𝑋1,9, 𝑋1,10, 𝑋2,9, 𝑋9,2 dan 𝑋10,1, nilai prediksi yang diperoleh masih berbeda

jauh dari nilai sesungguhnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh outlier pada bagian ini sangatlah

besar.

KESIMPULAN

Berdasarkan data yang telah dianalisis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Data incremental yang diasumsikan berdistribusi Poisson, dengan persamaan prediktor dan fungsi

link adalah 𝜂𝑖,𝑗 = 𝑎𝑖 + 𝑏𝑗 dan 𝑔(µ𝑖,𝑗) = 𝑙𝑛(µ𝑖,𝑗), menghasilkan cadangan klaim yang sama

dengan metode chain-ladder.

2. Untuk data yang mengandung outlier, metode chain-ladder dapat menghasilkan prediksi total

cadangan klaim yang under-estimate maupun over-estimate dibandingkan hasil prediksi tanpa outlier

di data. Jika pada segitiga run-off, outlier berada pada bagian kiri atas maka prediksi cadangan klaim

menjadi under-estimate, sedangkan jika outlier berada pada sel yang lain maka prediksi cadangan

klaim menjadi over-estimate. Kenaikan prediksi cadangan klaim menjadi sangat besar jika outlier

berada bagian kiri bawah dan kanan atas pada segitiga run-off.

3. Metode chain-ladder memiliki nilai Influence Function (IF) yang tidak terbatas. Hal ini berarti bahwa

perubahan kecil pada data dapat mengakibatkan efek yang besar pada hasil prediksi.

4. Untuk data pada Tabel 1, tidak terdapat perbedaan prediksi cadangan klaim yang signifikan antara

metode chain-ladder, GLM, dan robust chain-ladder. Akan tetapi, untuk data yang mengandung

outlier, metode robust chain-ladder menunjukkan hasil yang lebih baik yaitu mendekati nilai prediksi

cadangan klaim tanpa outlier dibandingkan metode chain-ladder dan GLM.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Cantoni, E. dan Ronchetti, E. (2001): Robust inference for generalized linear models, Journal of

the American Statistical Association, 96 (455), 1022-1030.

[2] Hampel, F. R., Ronchetti, E. M., Rousseeuw, P. J., dan Stahel, W. A. (1986): Robust

Statistics: The Approach Based On Influence Functions, New York: Wiley.

[3] Hoedemakers, T., Beirlant, J., Goovaerts, M. J., dan Dhane, J. (2005): On the distribution of

discounted loss reserves using generalized linear models, Scandinavian Actuarial Journal, (1), 25-

45.

[4] Huber, P. J. (1981): Robust Statistics, New York: Wiley. Jong, P. de, Heller, G. Z. (2008):

Generalized Linear Models For Insurance Data. Cambridge University Press.

[5] Kaas, R., Goovaerts, M. J., Dhane, J., dan Denuit, M. (2009): Modern Actuarial Risk Theory: Using

R, Springer, Berlin.

Page 183: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

171 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

[6] Mack, T. (1993): Distribution-free calculation of the standard error of chain-ladder

reserve estimates. Astin Bulletin, 23 (2), 213-225.

[7] Olofsson, M. 2006: Stochastic loss reserving testing the New Guidelines from the Australian

Prudential Regulation Authority (APRA) on Swedish portfolio data using a bootstrap simulation and

distribution-free method by Thomas Mack.

http://www.math.su.se/mathstat/reports/serieb/2006/rep13/report.pdf. Diunduh pada tanggal 14

Januari 2016.

[8] Rahmanida, A. P. (2015): Prediksi cadangan klaim: metode chain-ladder secara stokastik dan

bootstrapping, Tugas Akhir Program Sarjana, Institut Teknologi Bandung.

[9] Seru, F. (2016): Dampak outlier terhadap prediksi cadangan klaim dan chainladder yang robust,

Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung.

[10] Verdonck, T., Van Wouwe, M., dan Dhaene, J. (2009): A robustification of the chain-ladder method,

North American Actuarial Journal, 13 (2), 280-298.

[11] Verdonck, T. dan Debruyne, M. (2010): The influence of individual claims on the chain-ladder

estimates: analysis and diagnostic tool, Insurance: Mathematics

and Economics, 48 (2011), 85-98.

Page 184: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

172 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P22

APLIKASI METODE AFFINE CIPHER UNTUK KEAMANAN CITRA

Supiyanto dan Samuel A. Mandowen

Program Studi Sistem Informasi, Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Cenderawasih

Email : [email protected]

ABSTRAK

Di era informasi abad ini, pertukaran data menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan pada era digital saat

ini. Namun disisi lain, terdapat dampak negative berupa penyadapan yang mengakibatkan suatu data

dan informasi diambil atau dimiliki oleh pihak yang tidak memiliki otoritas atau hak akses untuk

merubahnya. Oleh karena itu, keamanan suatu data yang sifatnya penting dan rahasia menjadi prioritas

utama. Agar data tersebut aman dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan, selalu menyiasatinya

dengan teknik - teknik tertentu. Salah satu teknik yang bisa dipelajari dan dikembangkan adalah

kriptografi. Kriptografi adalah ilmu atau seni untuk menjaga keamanan data dengan cara mengacak data

tersebut sehingga data tersebut sulit dimengerti oleh siapapun. Dalam kriptografi, Pesan yang

dirahasiakan (plaintext) disamarankan menjadi pesan yang diacak (ciphertext). Proses dari plaintext

menjadi ciphertext disebut enkripsi, sedangkan proses dari ciphertext menjadi plaintext disebut dekripsi.

Teknik pengamanan data yang digunakan pada artikel ini adalah kriptografi affine cipher, salah satu dari

jenis metode teknik kriptografi klasik yang mengalikan plainteks dengan sebuah nilai dan

menambahkannya dengan sebuah pergeseran. Sedangkan data yang digunakan pada penelitian ini data

citra. Adapun pengembangan aplikasinya menggunakan bahasa pemrograman Matlab. Hasil penelitian

ini berupa program aplikasi yang dapat digunakan untuk mengenkripsi dan mendekripsi data citra

grasyscale maupun citra warna dengan metode affine cipher.

Kata Kunci : Kriptografi, Plaintext, Ciphertext, Enkripsi, Dekripsi, Affine Cipher

PENDAHULUAN

Karena kemajuan teknologi jaringan, keamanan informasi menjadi masalah yang semakin penting.

Aplikasi teknologi multimedia yang populer dan semakin meningkatnya kemampuan transmisi jaringan

secara bertahap membawa kita untuk memperoleh informasi secara mudah.

Page 185: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

173 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Kriptografi, ilmu enkripsi, memainkan peran sentral dalam komunikasi ponsel, TV berbayar, e-

commerce, mengirim email pribadi, mentransmisikan informasi keuangan, keamanan kartu ATM,

password komputer, dan sentuhan pada banyak aspek kehidupan kita sehari-hari. Kriptografi adalah seni

atau sains yang mencakup prinsip dan metode untuk mengubah pesan yang dapat dimengerti (plaintext)

menjadi bahasa yang tidak dapat dimengerti (ciphertext) dan kemudian mentransformasikan kembali

pesan itu kembali ke bentuk aslinya. Di zaman modern, kriptografi dianggap sebagai cabang dari kedua

matematika dan ilmu komputer, dan berafiliasi erat dengan teori informasi, keamanan komputer, dan

teknik [1].

Substitution cipher adalah salah satu komponen dasar dari cipher klasik. Dua macam Substitution

cipher pada kriptografi klasik yaitu Polyalphabetic Substitution Cipher dan Monoalphabetic Substitution

Cipher. Pada Polyalphabetic Substitution Cipher, enkripsi terhadap satu huruf yang sama bisa

menghasilkan huruf yang berbeda sehingga lebih sulit untuk menemukan pola enkripsinya, sedangkan

pada monoalphabetic substitution cipher, satu huruf tertentu pasti akan berubah menjadi huruf tertentu

yang lain, sehingga pola enkripsinya lebih mudah diketahui, karena satu huruf pada ciphertext pasti

merepresentasikan satu huruf pada plaintext

Pada artikel ini, dilakukan penelitian tentang aplikasi algoritma affine cipher pada keamanan data

citra. Tujuannyamengembangkan penggunaan algoritma affine cipher yang selama ini masih banyak

digunakan pada keamanan data teks saja.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian terapan, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menerapkan suatu

teori, metode atau konsep matematika dan pemograman ke bidang terapan yakni pembuatan program

aplikasi sistem temu kembali citra daun tumbuhan menggunakan metoda eigenface.

Algoritma dan Implementasi

Algoritma perancangan perangkat lunak pembelajaran kriptografi dengan advanced hill cipher

dibagi menjadi 4 bagian yaitu, (i) Algoritma Proses Pembentukan Kunci; (ii) Algoritma Proses Enkripsi;

(iii) Algoritma Proses Dekripsi; yang kemudian dilanjutkan pada proses (iv) implementasi sistem.

Implementasi program pada proses ini ini mencakup spesifikasi kebutuhan perangkat keras (hardware)

dan spesifikasi perangkat lunak (software).

Implementasi dan Pengujian

Implementasi dan pengujian digunakan setelah analisa selesai dilakukan. Metode ini menjelaskan

tentang penerapan jalannya pembuatan aplikasi yang telah dianalisa. Implementasi pengembangan

aplikasi ini dikembangkan pada spesifikasi hardware dan software berikut:

Page 186: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

174 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

1. Perangkat keras

Processor : Intel Core i3-6006U, 2GHz

Memori : 4.00 GB RAM

2. Perangkat Lunak

Sistem operasi : Windows 1064-bit Operating System

Bahasa pemrograman : MATLAB R2010a

ALGORITMA AFFINE CIPHER

Proses Enkripsi citra

Secara matematis enkripsi plainteks dengan metode kriptografi Affine Cipher dinyatakan dengan

fungsi kongruen:

𝐶𝑖(𝑃) = (α𝑃𝑖 + β)𝑀𝑜𝑑 𝑛 (1)

maka proses enkripsi citra dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Tentukan sembarang bilangan integer α dan β, dengan syarat gcd( α, n ) = 1. gcd adalah singkatan

dari greatest common divisor atau faktor persekutuan terbesar yang disepakati oleh Pengirim dan

Penerima.

2) Ambil citra input yang akan dienkripsi

3) Jika citra input merupakan citra warna, lakukan transformasi dulu menjadi citra grayscale.

4) Ambil nilai komponen warna (pixel) dari citra kemudian ubah ukurannya menjadi vektor baris dengan

ukuran [1…𝑚𝑥𝑚]

5) Lakukan enkripsi dari setiap komponen warna menggunakan Persamaan 𝐶𝑖(𝑃) = (𝑚𝑃𝑖 +

𝑏 ) 𝑚𝑜𝑑 256.

6) Ubah kembali ukuran vektor baris yang ukuran [1…𝑚𝑥𝑚] hasil enkripsi ke ukuran citra semula.

7) Matriks hasil enkripsi dikembalikan sebagai nilai intentitas menggunakan transformasi

warna sehingga menghasilkan citra baru yang sudah tersandikan .

Proses Dekripsi Citra

Algoritmanya sebagai berikut :

1) Ambil citra yang akan didekripsi

2) Gunakan bilangan integer α dan β kunci yang disepakati sebelumnya untuk menentukan invers

yang akan digunakan untuk mendekripsi citra.

Page 187: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

175 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

3) Transformasi warna sehingga komponen warna RGB dari citra yang telah tersandikan terpisahkan

seperti pada proses enkripsi

4) Lakukan proses dekripsi menggunakan Persamaan 𝑃𝑖 = (α−1(𝐶𝑖(𝑃) − β)) 𝑚𝑜𝑑 256.

5) Vektor hasil dekripsi dikembalikan sebagai sebagai nilai intensitas warna menggunakan

transformasi warna. Hasil dekripsi akan menghasilkan citra yang sama dengan citra aslinya jika

aplikasi berjalan dengan baik dan benar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Algoritma yang dibahas pada bagian sebelumnya diimplementasikan pada MATLAB 7. Pengujian

dilakukan pada beberapa citra grayscale dan citra warna dengan berbagai ukuran dengan tipe “.bmp”.

Analisis histogram dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan antara plain image dengan cipher

image.

Hasil Enkripsi dan Analisis Histogram

Pengujian dilakukan kepada 4 jenis citra yang berbeda, format dan ukurannya dengan

menggunakan kunci yang sama, maka berdasarkan uji secara visual dapat dilihat hasilnya pada Gambar

1 berikut.

Citra dan Histogram citra sebelum dan sesudah prose enkripsi

Asli Enkripsi Asli Enkripsi

Page 188: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

176 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

a b

c d Gambar 1.Hasil proses enkripsi dari 2 citra warna dan 2 citra gray scale

Gambar 1. Menunjukkan bahwa citra asli tidak dapat terlihat setelah dilakukan proses enkripsi.

Hasil penyandian citra menunjukkan keteracakan warna dan perubahan intensitas warna yang cukup

signifikan, hal ini menunjukkan bahwa proses enkripsi berhasil dengan baik. Hasil analisis histogram

yang diperlihatkan pada Gambar 1juga menunjukkan bahwa secara visual dari histogram citra sebelum

dan sesudah di-enkripsi terlihat perbedaan yang signifikan antara keduanya. Pada histogram hasil

enkripsi terlihat rata untuk setiap intensitas warna, hal ini menunjukkan bahwa algoritma enkripsi yang

digunakan tidak dapat memberikan petunjuk apa-apa untuk dilakukan statistical attack oleh kriptanalis

karena tidak ada intensitas yang menonjol seperti yang terlihat pada histogram citra asli

Hasil Dekripsi

Untuk mengetahui algoritma dekripsi yang digunakan pada penelitian ini berjalan dengan baik maka

citra yang telah ter-enkripsi akan di dekripsi kembali. Proses dekripsi diharap dapat mengembalikan citra

yang ter-enkrip menjadi citra seperti aslinya.

Karena menurut jenis kuncinya, Affine Cipher termasuk didalam kriptografi yang simetris maka

dalam proses dekripsi citra yang telah di-enkripsi sebagaimana pada Gambar 2. maka kunci yang

digunakan pada proses dekripsi adalah kunci yang sama pada proses enkripsi.

Page 189: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

177 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Citra dan Histogram citra sebelum dan sesudah prose enkripsi

Enkripsi Hasil Dekripsi Enkripsi Hasil Dekripsi

a b

c d Gambar 2.Hasil proses dekripsi dari 2 citra warna dan 2 citra gray scale

Gambar 2 penunjukkan bahwa citra yang telah enkripsi dapat dikembalikan seperti citra semula

atau citra asli. Citra hasil dekripsi menunjukkan adanya destorsi citra. Namun demikian,hasil ini

menunjukkan bahwa proses dekripsi berhasil dengan baik.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Metode Affine Cipher dapat diimplementasikan untuk melakukan enkripsi dan dekripsi pada citra

digital.

Page 190: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

178 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

2. Tentukan sembarang bilangan integer α dan β, dengan syarat gcd( α, n ) = 1. Setelah itu

mengimplementasikan metode Affine Cipher untuk enkripsi atau dekripsi setiap nilai piksel pada

citra digital.

3. Proses penyandian citra dengan metode Affine Cipher menunjukkan keteracakan warna yang cukup

signifikan, hal ini menunjukkan bahwa proses enkripsi berhasil dengan baik.

4. Proses Dekripsi dengan metode Affine Cipher dari citra yang telah ter-enkripsi dapat dikembalikan

seperti citra semula atau citra asli walaupun citra hasil dekripis ada yang mengalami destorsi.

Namun demikian, proses dekripsi berhasil dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

B. Acharya, S. K. (2009). Image Encryption Using Advanced Hill Cipher Algorithm. International Journal

of Recent Trends in Engineering, 663-667.

Hasugian, A. H. (2013). Implementasi Algoritma Hill Cipher Dalam Penyandian Data. Pelita Informatika

Budi Darma, 115-122.

Juliadi, B. P. (2013). Kriptografi Klasik Dengan Metode Modifikasi Affine Cipher Yang

Diperkuatdenganvigenere Cipher. Buletin ilmiah Matematika, Statistika dan Terapannya

(bimaster) , 87– 92.

Kharolina, M. (2017). Implementasi Algoritma Affine Cipher Pada Citra Menggunakan Binomial Newton

Sebagai Matriks Kunci. Pelita Informatika Budi Darma, 52- 54.

Prerna, U. M. (2014). Image Encryption and Decryption using Modified Hill Cipher Technique.

International Journal of Information & Computation Technology, 1895-1901.

Supiyanto. (2015). Hill Cipher pada Data Teks dengan Koefisien Binomial sebagai Entri-Entri dari Matriks

Kunci . SAINS : Jurnal MIPA dan Pengajarannya , 57 – 62.

Supiyanto. (2015). Implementasi Hill Cipher pada Citra Menggunakan Koefesien Binomila sebagai

Matriks Kunci. SemnasIF, 284-291.

Supiyanto. (2016). Pengembangan Aplikasi Pengamanan Data Menggunakan Program Delphi . SAINS

: Jurnal MIPA dan Pengajarannya, 07 – 13.

Wibowo, S., Nilawati, F. E., & Suharnawi. (2014). Implementasi Enkripsi Dekripsi Algoritma Affine

Cipher Berbasis Android. Techno.COM, 215-221.

Page 191: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

179 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P23

ANALISIS KESTABILAN LOKAL TITIK EKUILIBRIUM MODEL DINAMIKA

EPIDEMI CAMPAK

Katarina Lodia Tuturop1, Joko Harianto2

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Cenderawasih

Email : [email protected]

Jurusan Matematika FMIPA Universitas Cenderawasih

Email : [email protected]

ABSTRAK Salah satu faktor yang menjadi fokus dalam pembahasan artikel ini adalah meninjau adanya pengaruh

kepadatan penduduk pada penyebaran penyakit campak. Langkah awal, diformulasikan sebuah model

matematika penyebaran penyakit campak (measles) yang melibatkan faktor kepadatan penduduk.

Kemudian, ditentukan bilangan reproduksi dasar (basic reproduction number) R0 sebagai parameter

untuk meninjau dinamika penyebaran penyakit campak (measles). Langkah akhir, menganalisis

kestabilan titik ekuilibrium model. Hasil analisis model ini menunjukkan bahwa ada dua kondisi nilai R0,

yaitu R0 > 1 dan R0 < 1. Masing-masing kondisi R0 tersebut menentukan kestabilan titik-titik

ekuilibrium model. Selanjutnya, parameter R0 merupakan syarat perlu eksistensi dua titik ekuilibrium

model sekaligus kestabilan lokalnya. Pada saat R0 < 1, hanya terdapat satu (tunggal) titik ekuilibrium,

disebut titik ekuilibrium bebas penyakit E0. Sebaliknya, pada saat R0 > 1, terdapat dua titik

ekuilibrium, yaitu E0 dan titik ekuilibrium endemik E∗. Hasil analisis kestabilan lokal menunjukkan bahwa

saat R0 < 1, titik ekuilibrium E0 bersifat stabil asimtotik lokal. Hal ini berarti bahwa jika syarat R0 < 1

dipenuhi, maka dalam waktu yang cukup lama tidak akan terjadi penyebaran penyakit pada sub populasi

rentan dan tervaksinasi, atau dengan kata lain wabah penyakit tersebut akan berhenti. Sebaliknya, pada

saat R0 > 1 titik ekuilibrium E bersifat stabil asimtotik lokal. Hal ini berarti bahwa jika R0 > 1, dalam

waktu yang cukup lama penyakit akan selalu ada dalam populasi tersebut dengan kondisi proporsi

masing-masing sub populasi sebesar S∗, V∗, I∗dan R∗.

Kata Kunci: Model Campak, Analisis Kestabilan Lokal, Basic Reproduction Number.

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia adalah penyakit campak. Penyakit campak (measles) merupakan penyakit menular yang

disebabkan oleh virus golongan Paramyxovirus. Upaya untuk mencegah penyebarannya dapat dilakukan

dengan memberikan vaksin kepada individu yang rentan terinfeksi penyakit campak. Vaksinasi

Page 192: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

180 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

(vaccination) merupakan suatu proses memasukan bakteri atau virus pathogen yang telah dilemahkan

atau dimatikan kepada individu, manusia atau hewan yang masih sehat, sehingga membentuk suatu

kekebalan yang dapat melawan bakteri pathogen/virus tersebut. Cara kerja vaksin adalah merangsang

sistem kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri yang telah dilemahkan, darah putih yang dinamakan B-

lymphocytes membuat antibody yang didesain bergabung dengan antigen.

Penyebaran infeksi penyakit dapat dideskripsikan secara matematis melalui pembagian model,

misalnya model SIR dan model SIRS (Kermack, 1927). Vaksinasi dapat dianggap sebagai penambahan

kelas secara alami kedalam model dasar epidemik untuk beberapa jenis penyakit. Penambahan

subpopulasi V (Vaccination) pada model epidemik SIR ini menunjukkan banyaknya individu yang telah

mengalami proses vaksinasi, sehingga salah satu model pengembangan dari model epidemik SIR

adalah model epidemik SVIR. Pada model epidemik SVIR, populasi dibagi menjadi empat subpopulasi,

yaitu S (Susceptible), V (Vaccination), I (Infected) dan R (Recovered). S (Susceptible) menyatakan

banyaknya individu yang sehat dan rentan terhadap penyakit, V (Vaccination) menyatakan banyaknya

individu yang telah mengalami proses vaksinasi, I (Infected) menyatakan banyaknya individu yang

terinfeksi penyakit dan R (Recovered) menyatakan banyaknya individu yang sembuh dari penyakit.

Model matematika yang mengkaji tentang model epidemik SVIR telah banyak dibahas oleh

beberapa peneliti, diantaranya Liu, et al. (2007), Sahni dkk. (2015) dan Harianto, dkk. (2017). Model yang

dibahas dalam artikel Sahni dan Harianto merupakan pengembangan dari model yang dibahas oleh Liu.

Model pengembangan tersebut dilakukan dengan melibatkan asumsi-asumsi yang dapat terjadi dalam

suatu lingkungan. Sahni mengkaji model SVIR dengan faktor kematian bukan karena penyakit campak

diasumsikan terjadi dalam setiap subpopulasi. Laju kematian setiap subpopulasi pada model tersebut

diasumsikan sama. Kemudian, Harianto membahas model SVIR dengan asumsi terjadi kematian karena

penyakit (penyakit fatal). Dengan demikian, masih ada peluang untuk membahas kembali model SVIR

dengan mempertimbangkan asumsi kepadatan penduduk dalam suatu wilayah yang sedang dibahas.

Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan model penyebaran penyakit campak (measles)

dengan adanya faktor kepadatan penduduk. Selanjutnya, menentukan pengaruh kepadatan penduduk

terhadap dinamika penyebaran penyakit dari hasil analisis model tersebut.

METODE PENELITIAN

Pembahasan artikel ini menggunakan pendekatan matematis dengan metode studi literatur.

Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini.

Tahap 1 : Pengumpulan artikel dan informasi yang relevan terkait penyakit campak dilakukan dengan

cara studi literatur.

Tahap 2 : Penentuan asumsi sebagai acuan untuk pembatasan masalah dan proses penyusunan

model epidemi campak dengan berbagai fakta yang ada dalam suatu wilayah.

Tahap 3 : Formulasi masalah dengan deskripsi matematis berupa model dan kajian secara analitik

terhadap model tersebut.

Tahap 4 : Pengkajian secara numerik dan interpretasi solusi dari model tersebut.

Page 193: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

181 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model ini dibentuk dengan memasukkan parameter ukuran luas wilayah yang ditempati oleh suatu

populasi dalam masa penularan penyakit. Parameter tersebut digunakan untuk membantu analisa

ketergantungan kepadatan penduduk dari dinamika penyebaran penyakit campak. Asumsi-asumsi yang

digunakan untuk membatasi dan memperjelas kejadian yang akan dimodelkan adalah sebagai berikut:

1. Populasi tertutup (tidak ada migrasi).

2. Kelahiran terjadi pada sub populasi rentan (𝑆), sub populasi divaksin (𝑉), sub populasi terinfeksi (𝐼)

dan sub populasi sembuh (𝑅) dengan laju yang sama.

3. Individu yang lahir pada setiap sub populasi masuk pada sub populasi rentan.

4. Kematian alami terjadi di setiap sub populasi dengan laju yang sama dengan kelahiran.

5. Laju kelahiran individu sama dengan laju kematian alami individu.

6. Penyakit dapat menyebabkan kematian (penyakit fatal).

7. Individu yang sembuh tidak dapat kembali menjadi individu rentan. Dengan kata lain, terjadi

kesembuhan permanen.

8. Masa inkubasi singkat.

9. Vaksinasi diberikan pada individu rentan.

10. Laju kesembuhan anak yang terinfeksi tidak dibedakan dengan orang dewasa.

11. Vaksinasi pada individu akan mencapai tingkat kekebalan sejalan dengan waktu dan pada akhirnya

individu tersebut akan sembuh.

12. Individu yang divaksin dapat terinfeksi penyakit jika kehilangan imunitas.

13. Transmisi penyakit terjadi akibat adanya kontak antara individu yang terinfeksi dengan individu

rentan, ataupun individu terinfeksi dengan individu tervaksin.

14. Distribusi populasi homogen di seluruh wilayah yang tidak terlalu luas.

15. Semua orang mempunyai peluang yang sama untuk terinfeksi penyakit karena adanya kontak

dengan individu yang terinfeksi penyakit.

Berdasarkan asumsi yang disebutkan sebelumnya, maka untuk membangun model dinotasikan

hal-hal sebagai berikut:

1) 𝑑𝑆

𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi rentan per satuan waktu

2) 𝑑𝑉

𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi yang divaksin per satuan waktu

3) 𝑑𝐼

𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi terinfeksi per satuan waktu

4) 𝑑𝑅

𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi sembuh per satuan waktu

5) 𝑆 = proporsi individu rentan , dengan 𝑆(𝑡) > 0

6) 𝑉 = proporsi individu yang divaksin ,dengan 𝑉(𝑡) > 0

7) 𝐼 = proporsi individu terinfeksi ,dengan 𝐼(𝑡) ≥ 0

8) 𝑅 = proporsi individu sembuh ,dengan 𝑅(𝑡) ≥ 0

9) 𝜇 = laju kelahiran dan laju kematian alami individu, dengan 𝜇 > 0

10) 𝛽 = laju transmisi (laju kontak) individu yang terinfeksi terhadap individu rentan, dengan 𝛽 > 0

Page 194: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

182 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

11) 𝛽1= laju transmisi individu yang masih dapat terinfeksi setelah diberi vaksin, dengan 𝛽1 > 0,

12) 𝛾 = laju kesembuhan individu dari penyakit yang diderita, dengan 𝛾 > 0,

13) 𝛾1= laju rata-rata bagi individu yang memperoleh kekebalan sehingga sembuh permanen setelah

diberi vaksin, dengan 𝛾 > 0,

14) 𝛼 = laju pemberian vaksin bagi individu yang rentan, dengan 𝛼 > 0.

15) 𝜔 = laju kematian individu karena penyakit yang diderita, dengan 𝜔 > 0.

16) 𝐴 = luas total wilayah yang ditempati oleh suatu populasi, dengan 𝐴 > 0.

Berikut ini diberikan diagram transmisi dari model epidemi SVIR penyakit campak.

Gambar 1. Diagram transmisi model epidemi SVIR penyakit campak

Berdasarkan asumsi dan pemisalan parameter, diperoleh model SVIR dalam bentuk persamaan

diferensial sebagai berikut :

𝑑𝑆

𝑑𝑡= 𝜇 − 𝜇𝑆 −

𝛽𝑆𝐼

𝐴− 𝛼𝑆

𝑑𝑉

𝑑𝑡= 𝛼𝑆 −

𝛽1𝑉𝐼

𝐴− 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑉 (1)

𝑑𝐼

𝑑𝑡=𝛽𝑆𝐼

𝐴+𝛽1𝑉𝐼

𝐴− 𝛾𝐼 − 𝜇𝐼 − 𝜔𝐼

𝑑𝑅

𝑑𝑡= 𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅

𝜇𝑆 𝜇𝐼

𝜇

𝜔𝐼

S I R

𝛽𝑆𝐼 𝛾𝐼

𝜇𝑅

𝛽1𝑉𝐼

V

𝜇𝑉

𝛼𝑆 𝛾1𝑉

Page 195: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

183 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

dengan 𝑆(0) > 0, 𝑉(0) > 0, 𝑅(0) = 0, 𝐼(0) ≥ 0, 𝑆 + 𝑉 + 𝐼 + 𝑅 = 1, ∀ 𝑡 ≥ 0 dan semua

parameter tersebut bernilai positif. Karena persamaan terakhir tidak mempengaruhi persamaan yang

lainnya, maka sistem diatas dapat dieliminir menjadi:

𝑑𝑆

𝑑𝑡= 𝜇 − 𝜇𝑆 −

𝛽𝑆𝐼

𝐴− 𝛼𝑆

𝑑𝑉

𝑑𝑡= 𝛼𝑆 −

𝛽1𝑉𝐼

𝐴− 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑉 (2)

𝑑𝐼

𝑑𝑡=𝛽𝑆𝐼

𝐴+𝛽1𝑉𝐼

𝐴− 𝛾𝐼 − 𝜇𝐼 − 𝜔𝐼

Selanjutnya, analisis kestabilan model SVIR tersebut akan dilakukan disekitar titik ekulibrium nya,

sehingga sebagai langkah pertama akan ditentukan terlebih dulu titik-titik ekulibrium sistem, yaitu titik

ekulibrium bebas penyakit dan titik ekulibrium endemik. Titik ekulibrium bebas penyakit adalah titik

dengan representasi penyakit yang tidak mungkin menyebar pada suatu daerah karena proporsi populasi

terinfeksi sama dengan nol (I=0) untuk t → ∞, sedangkan titik ekulibrium endemik adalah titik dengan

reprentasi penyakit pasti menyebar (I>0) untuk 𝑡 → ∞, pada suatu daerah tertutup yang sedang

dibahas. Titik ekuilibrium Sistem (2) diperoleh saat

𝑑𝑆

𝑑𝑡=𝑑𝑉

𝑑𝑡=𝑑𝐼

𝑑𝑡= 0 ,

akibatnya:

𝜇 − 𝜇𝑆 −𝛽𝑆𝐼

𝐴− 𝛼𝑆 = 0 (3)

𝛼𝑆 −𝛽1𝑉𝐼

𝐴− 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑉 = 0 (4)

𝛽𝑆𝐼

𝐴+𝛽1𝑉𝐼

𝐴− 𝛾𝐼 − 𝜇𝐼 − 𝜔𝐼 = 0 (5)

Dari persamaan (5), diperoleh 𝐼 (𝛽𝑆

𝐴+𝛽1𝑉

𝐴− 𝛾 − 𝜇 − 𝜔) = 0, dengan penyelesaian 𝐼 = 0 atau

𝛽𝑆

𝐴+𝛽1𝑉

𝐴− 𝛾 − 𝜇 − 𝜔 = 0, sehingga dari sini diperoleh 2 keadaan, yaitu :

saat 𝐼 = 0 merupakan syarat perlu untuk memperoleh titik ekuilibrium bebas penyakit. Perhatikan

bahwa:

Dari persamaan (3) diperoleh bentuk 𝜇 − 𝜇𝑆 − 𝛼𝑆 = 0 ⟺ 𝑺 = 𝝁

𝜶+𝝁

Dari persamaan (4) diperoleh 𝛼𝑆 − 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑉 = 0 ⟺ 𝑽 = 𝛼𝝁

(𝜶+𝝁)(𝜸𝟏+𝝁)

Jadi diperoleh titik ekuilibrium bebas penyakit yaitu 𝐸0 = (𝑆0, 𝑉0, 𝐼0) = (𝜇

𝛼+𝜇 ,

𝛼𝜇

(𝛼+𝜇)(𝛾1+𝜇) , 0).

Saat 𝐼 > 0, merupakan syarat perlu untuk memperoleh titik ekuilibrium endemik. Perhatikan bahwa:

Dari Persamaan (3) diperoleh bentuk

𝜇 − 𝜇𝑆 −𝛽𝑆𝐼

𝐴− 𝛼𝑆 = 0 ⟺ 𝑺∗ =

𝐴𝜇

(𝐴𝛼+𝐴𝜇+𝛽𝐼∗)

Page 196: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

184 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Dari Persamaan (4) diperoleh :

𝛼𝑆 −𝛽1𝑉𝐼

𝐴− 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑉 = 0 ⟺𝑽∗ =

𝐴2𝛼𝜇

(𝐴𝛼+𝐴𝜇+𝛽𝐼∗)(𝐴𝛾1+𝐴𝜇+𝛽1𝐼∗)

Berdasarkan (5), jika 𝐼 ≠ 0, maka yang terjadi adalah

𝛽𝑆

𝐴+𝛽1𝑉

𝐴− 𝛾 − 𝜇 − 𝜔 = 0 ,

sehingga dengan subtitusi 𝑺∗ dan 𝑽∗ diperoleh :

𝜇𝛽

(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗) +

𝐴𝛼𝜇𝛽1(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗)(𝐴𝛾1 + 𝐴𝜇 + 𝛽1𝐼∗)

− 𝜇 + 𝛾 + 𝜔 = 0

⇔ 𝜇 + 𝛾 + 𝜔 −𝜇𝛽

(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗)−

𝐴𝛼𝜇𝛽1(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗)(𝐴𝛾1 + 𝐴𝜇 + 𝛽1𝐼∗)

= 0

dengan memisalkan :

𝐴1 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝛽1𝛽 > 0

𝐴2 = 𝐴( 𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(( 𝛼 + 𝜇) 𝛽1 + (𝛾1 + 𝜇)𝛽) − 𝐴𝛽1𝛽𝜇

𝐴3 = 𝐴2(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)( 𝛼 + 𝜇)( 𝛾1 + 𝜇) > 0

𝐶 =𝛽𝜇

𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)+

𝛼𝛽1𝜇

𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾1)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)

Sehingga persamaan tersebut menjadi :

𝐴1𝐼∗2 + 𝐴2𝐼

∗ + 𝐴3(1 − 𝐶) = 0 (6)

dengan akar-akar Persamaan (6), yaitu

𝐼1,2∗ =

−𝐴2 ±√𝐴22 − 4𝐴1𝐴3(1 − 𝐶)

2𝐴1

Dalam hal ini, 𝐼∗ > 0 sehingga haruslah 𝐶 > 1. Jadi, diperoleh titik ekuilibrium endemik, 𝐸∗ =

(𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗) yaitu

(

𝐴𝜇

(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗) ,

𝐴2𝛼𝜇

(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗)(𝐴𝛾1 + 𝐴𝜇 + 𝛽1𝐼∗), 𝐼∗

)

.

Eksistensi titik ekuilibrium endemik pada model SVIR tersebut bergantung pada nilai basic

reproduction number 𝑅0, yaitu banyaknya individu yang rentan yang kemudian terinfeksi jika berinteraksi

dengan penderita pada populasi yang seluruhnya rentan. Penentuan bilangan ini dilakukan secara

sederhana ditinjau pada keadaan titik ekuilibrium endemik.

Perhatikan Persamaan (6), titik ekuilibrium endemik hanya berlaku untuk akar yang positif (𝐼∗ > 0)

karena titik ekuibrium merupakan ukuran proporsi sub populasi yang dalam kehidupan nyata bernilai

positif. Akar positif hanya dipenuhi saat C > 1. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai penentu eksistensi

dari titik ekuilibrium endemik positif terletak pada nilai C, sehingga dapat di definisikan nilai C sebagai

basic reproduction number yaitu:

𝑅0 =𝛽𝜇

𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)+

𝛼𝛽1𝜇

𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾1)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)

Page 197: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

185 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Diperhatikan kembali bahwa eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit tidak bergantung pada

parameter 𝑅0. Ditinjau dari parameter 𝑅0 dapat disimpulkan bahwa jika 𝑅0 ≤ 1, maka terdapat dengan

tunggal titik ekuilibrium Sistem (2), yaitu titik ekuilibrium bebas penyakit 𝐸0. Sedangkan, jika 𝑅0 > 1,

maka terdapat dua titik ekuilibrium Sistem (2), yaitu titik ekuilibrium bebas penyakit 𝐸0 dan titik ekuilibrium

endemik

𝐸∗ = (𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗) = (𝐴𝜇

(𝛼+𝜇+𝛽𝐼∗) ,

𝐴2𝛼𝜇

(𝛼+𝜇+𝛽𝐼)(𝜇+𝛾1+𝛽1𝐼∗) , 𝐼∗), dengan 𝐼∗ akar positif dari persamaan

𝐴1𝐼∗2 + 𝐴2𝐼

∗ + 𝐴3(1 − 𝑅0) = 0, dengan 𝐴1 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝛽1𝛽 > 0, 𝐴2 = 𝐴( 𝛾 + 𝜇 +

𝜔)(( 𝛼 + 𝜇) 𝛽1 + (𝛾1 + 𝜇)𝛽) − 𝐴𝛽1𝛽𝜇, 𝐴3 = 𝐴2(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)( 𝛼 + 𝜇)( 𝛾1 + 𝜇) > 0.

Hasil analisis kestabilan lokal titik ekulibrium Sistem (2) dirangkum dalam teorema berikut.

Teorema 1

Didefinisikan:

𝑅0 =𝛽𝜇

𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)+

𝛼𝛽1𝜇

𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾1)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)

i. Jika 𝑅0 < 1, maka titik ekuilibrium 𝐸0 stabil asimtotik lokal. Sebaliknya, jika 𝑅0 > 1, maka titik

ekilibrium 𝐸0 tidak stabil.

ii. Jika 𝑅0 > 1, maka titik ekuilibrium endemik 𝐸∗ stabil asimtotik lokal.

Bukti :

i. Matriks jacobian disekitar titik 𝐸0 = (𝑆0, 𝑉0, 𝐼0) = (𝜇

𝛼+𝜇 ,

𝛼𝜇

(𝛼+𝜇)(𝛾1+𝜇) , 0) adalah :

𝐽(𝐸0) =

(

−𝜇 − 𝛼 0 −

𝛽𝑆0𝐴

𝛼 −𝜇 − 𝛾1 −𝛽1𝑉0𝐴

0 0𝛽𝑆0𝐴+𝛽1𝑉0𝐴

− 𝜇 − 𝛾 − 𝜔)

Persamaan karakteristiknya adalah

[−(𝜇 + 𝛼) − 𝜆][−(𝜇 + 𝛾1) − 𝜆] [𝛽𝑆0𝐴+𝛽1𝑉0𝐴

− 𝜇 − 𝛾 − 𝜔 − 𝜆] = 0

dengan:

𝜆1 = −(𝜇 + 𝛼) < 0

𝜆2 = −(𝜇 + 𝛾1)< 0

𝜆3 =𝛽𝑆0

𝐴+𝛽1𝑉0

𝐴− 𝜇 − 𝛾 − 𝜔 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(𝑅0 − 1)

Jelas bahwa saat 𝑅0 < 1 maka seluruh nilai eigen dari 𝐽(𝐸0) bernilai negatif yang berakibat titik 𝐸0

stabil asimtotik lokal. Sedangkan saat 𝑅0 > 1, terdapat satu nilai eigen yang bernilai positif sehingga

titik 𝐸0 tidak stabil.

Page 198: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

186 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

i. Jelas bahwa titik endemik 𝐸∗ eksis saat 𝑅0 > 1, sehingga matriks Jacobian di sekitar titik 𝐸∗ adalah

:

𝐽(𝐸∗) =

(

−𝜇 − 𝛼 −

𝛽𝐼∗

𝐴0 −

𝛽𝑆∗

𝐴

𝛼 −𝜇 − 𝛾1 −𝛽1𝐼

𝐴−𝛽1𝑉

𝐴𝛽𝐼∗

𝐴

𝛽1𝐼∗

𝐴

𝛽𝑆∗

𝐴+𝛽1𝑉

𝐴− 𝜇 − 𝛾 − 𝜔)

Perhatikan bahwa entri ke 𝑗11, 𝑗22, 𝑗33, dari matriks 𝐽(𝐸∗) ekuivalen dengan bentuk berikut :

−𝜇 − 𝛼 −𝛽𝐼∗

𝐴= −

𝜇

𝑆∗ 𝑑𝑎𝑛 − 𝜇 − 𝛾1 −

𝛽1𝐼∗

𝐴= −

𝛼𝑆∗

𝑉∗

dan berdasarkan hasil evaluasi disekitar titik ekulibrium endemik diperoleh 𝛽𝑆∗

𝐴+𝛽1𝑉

𝐴− 𝜇 − 𝛾 − 𝜔 = 0, sehingga matriks 𝐽(𝐸∗) menjadi :

𝐽(𝐸∗) =

(

− 𝜇

𝑆∗0 −

𝛽𝑆∗

𝐴

𝛼 − 𝛼𝑆∗

𝑉∗−𝛽1𝑉

𝐴𝛽𝐼∗

𝐴

𝛽1𝐼∗

𝐴 0 )

Persamaan karakteristik matriks 𝐽(𝐸∗) adalah

𝜆3 + 𝑎1𝜆2 + 𝑎2𝜆 + 𝑎3 = 0

dengan :

𝑎1 =𝜇

𝑆∗+𝛼𝑆∗

𝑉∗> 0

𝑎2 =𝛼𝜇

𝑉∗+𝛽12𝑉∗𝐼∗

𝐴2+𝛽2𝑆∗𝐼∗

𝐴2> 0

𝑎3 =𝛼𝛽1𝛽𝑆

∗𝐼∗

𝐴2+𝛼𝛽2𝑆∗2𝐼∗

𝑉∗𝐴2+𝜇𝛽1

2𝑉∗𝐼∗

𝑆∗𝐴2> 0

Diperhatikan bahwa

𝑎1𝑎2 − 𝑎3 =𝛼𝜇2

𝑆∗𝑉∗+(𝜇 + 𝛽𝐼∗)𝛽2𝑆∗𝐼∗

𝐴2+𝛼2𝜇𝑆∗

𝑉∗2+𝛼𝐼∗𝑆∗(𝛽 − 𝛽1)

2

𝐴2+𝛼𝛽1𝛽𝑆

∗𝐼∗

𝐴2> 0

Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz (Lancaster, 1969), karena syarat 𝑎𝑖 > 0, 𝑖 = 1,2,3 dan 𝑎1𝑎2 −

𝑎3 > 0 dipenuhi, maka seluruh nilai eigen persamaan karakteristik dari matriks 𝐽(𝐸∗) mempunyai

bagian real yang bernilai negatif. Jadi, titik ekuilibirum 𝐸∗ = (𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗) stabil asimtotik lokal.

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh maka dapat dilakukan interpretasi secara biologis sebagai berikut

:

1. Jika 𝑅0 < 1, maka untuk 𝑡 → ∞ dan (𝑆, 𝑉, 𝐼) yang cukup dekat ke 𝐸0 = (𝑆0, 𝑉0, 𝐼0), solusi

Sistem (2) akan bergerak menuju ke 𝐸0 = (𝑆0, 𝑉0, 𝐼0). Hal ini berarti bahwa jika 𝑅0 < 1, maka

untuk jumlah individu yang rentan, tervaksinasi, dan terinfeksi yang mendekati 𝐸0 = (𝑆0, 𝑉0, 𝐼0),

maka penyakit tersebut tidak akan mewabah dan cenderung menghilang dalam waktu yang tak

Page 199: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

187 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

terhingga. Kondisi ini yang kemudian dinamakan stabil asimtotik disekitar titik ekulibrium 𝐸0 =

(𝑆0, 𝑉0, 𝐼0), yang kemudian titik ini disebut juga sebagai titik ekuilibrium bebas penyakit.

2. Jika 𝑅0 > 1, maka untuk 𝑡 → ∞ 20 km2dan (𝑆, 𝑉, 𝐼) yang cukup dekat ke 𝐸∗ = (𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗),

solusi Sistem (1) akan bergerak menuju ke 𝐸∗ = (𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗). Hal ini berarti bahwa jika 𝑅0 > 1,

maka untuk jumlah individu yang rentan, tervaksinasi, dan terinfeksi yang mendekati 𝐸∗ =

(𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗), penyakit akan mewabah tetapi tidak mencapai kepunahan dalam waktu yang tak

terhingga. Kondisi ini yang kemudian dinamakan stabil asimtotik disekitar titik ekulibrium 𝐸∗ =

(𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗), yang kemudian titik ini disebut juga sebagai titik ekuilibrium endemik.

KESIMPULAN

Hasil analisis model ini menunjukkan bahwa ada dua kondisi nilai R0, yaitu R0 > 1 dan R0 < 1.

Masing-masing kondisi R0 tersebut menentukan kestabilan titik-titik ekuilibrium model. Selanjutnya,

parameter R0 merupakan syarat perlu eksistensi dua titik ekuilibrium model sekaligus kestabilan

lokalnya. Pada saat R0 < 1, hanya terdapat satu (tunggal) titik ekuilibrium, disebut titik ekuilibrium bebas

penyakit E0. Sebaliknya, pada saat R0 > 1, terdapat dua titik ekuilibrium, yaitu E0 dan titik ekuilibrium

endemik E∗. Hasil analisis kestabilan lokal menunjukkan bahwa saat R0 < 1, titik ekuilibrium E0

bersifat stabil asimtotik lokal. Hal ini berarti bahwa jika syarat R0 < 1 dipenuhi, maka dalam waktu yang

cukup lama tidak akan terjadi penyebaran penyakit pada sub populasi rentan dan tervaksinasi, atau

dengan kata lain wabah penyakit tersebut akan berhenti. Sebaliknya, pada saat R0 > 1 titik ekuilibrium

E bersifat stabil asimtotik lokal. Hal ini berarti bahwa jika R0 > 1, dalam waktu yang cukup lama

penyakit akan selalu ada dalam populasi tersebut dengan kondisi proporsi masing-masing sub populasi

sebesar S∗, V∗, I∗dan R∗.

DAFTAR PUSTAKA [1] Harianto, J., Suparwati, T. 2017. “Local Stability Analysis of an SVIR Epidemic Model”. Cauchy

Jurnal Matematika Murni dan Aplikasi. Vol. 5 (1), pp: 20-28.

[2] Kermack, M., Mckendrick, M. 1927. “Contribution to the mathematical theory of epidemics part I”,

Proc. Roy. Soc., A 115, pp: 700–721.

[3] Lancaster, P. 1969. Theory of Matrices. New York : Academic Press.

[4] Liu, Xianing, et al. 2008. “SVIR Epidemic Models With Vaccination Strategies”. Journal of

Theoritical Biology Science-Direct. Vol. 253, pp: 1-11.

[5] Olsder, G. J., 1994. Mathematical System Theory. Netherlands: Delftse Uitgevers Maatschappij.

[6] Perko, S., 2001. Differential Equations and Dynamical Systems. New York: Springer-Verlag.

[7] Radji, M. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

[8] Sahni, A., dkk. 2015. “Dinamika Model Epidemik SVIR Terhadap Penyebaran Penyakit Campak

dengan Strategi Vaksinasi Kontinu”. Jurnal Mahasiswa FKIP Universitas Pasir Pengaraian. Vol.

1, pp: 1-8.

Page 200: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

188 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P24

EKSISTENSI TITIK EKUILIBRIUM MODEL SVIR MELIBATKAN

BILANGAN REPRODUKSI DASAR

Joko Harianto1, Titik Suparwati2

Jurusan Matematika FMIPA Universitas Cenderawasih

Email : 1 [email protected] ; 2 [email protected]

ABSTRAK Pada penelitian ini dibahas eksistensi titik ekuilibrium model penyebaran penyakit tipe SVIR

dengan asumsi populasinya terbuka. Dalam hal ini, pertambahan populasi terjadi karena adanya

faktor kelahiran dan imigrasi. Penelitian ini tentunya memberikan kontribusi di bidang kesehatan,

yaitu diharapkan dapat digunakan untuk menganalisa dan mendeskripsikan perilaku penyebaran

penyakit melalui model yang telah dikaji. Dalam kajian ini, dikembangkan sebuah model

penyebaran penyakit (epidemi) tipe SIR dengan penambahan sub populasi vaksinasi yang disebut

juga sebagai tipe SVIR. Sub populasi V (Vaksinasi) merupakan kumpulan individu yang telah diberi

vaksin. Dalam model ini diasumsikan bahwa sebagian individu-individu yang masuk ke populasi

dalam keadaan rentan terhadap penyakit. Sebagian lainnya telah diberi vaksin. Dengan kata lain,

imigrasi masuk pada sub populasi rentan dan vaksinasi dengan proporsi tertentu. Pada model ini

ditentukan bilangan reproduksi dasar 𝑅0 sebagai parameter untuk meninjau eksistensi titik

ekuilibrium model SVIR.

Kata Kunci: Titik Ekuilibrium, SVIR, Basic Reproduction Number.

PENDAHULUAN

Pelayanan kesehatan menjadi salah satu sektor perhatian pemerintah Indonesia.

Pelayanan kesehatan tentunya tidak lepas dari penyelesaian masalah kesehatan. Masalah

kesehatan yang sering terjadi diantaranya adalah penyebaran suatu penyakit. Analisis

penyebaran suatu penyakit merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang

berkelanjutan. Penyebaran suatu penyakit akibat suatu virus atau bakteri yang masuk ke dalam

tubuh akan mengakibatkan gangguan kesehatan manusia dan akan mempengaruhi

perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Upaya pencegahan suatu penyakit yang menyebar

dapat berhasil secara optimal apabila tercapai beberapa tahapan penelitian, pengembangan

berbagai alat diagnostik, obat dan vaksin baru. Vaksinasi (vaccination) merupakan suatu proses

memasukan bakteri atau virus pathogen yang telah dilemahkan atau dimatikan kepada individu,

manusia atau hewan yang masih sehat, sehingga membentuk suatu kekebalan yang dapat

melawan bakteri pathogen/virus tersebut.

Page 201: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

189 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Cara kerja vaksin adalah merangsang sistem kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri yang

telah dilemahkan, darah putih yang dinamakan B-lymphocytes membuat antibody yang didesain

bergabung dengan antigen. Sistem kekebalan didesain untuk mengembalikan kekebalan adaptif

terhadap suatu penyakit. Sehingga, ketika ada virus/bakteri yang sama menyerang tubuh, maka

tubuh akan membentuk pertahanan sendiri. Vaksinasi dapat menjaga kekebalan tubuh untuk

beberapa tahun atau sampai seumur hidup. Jadi, vaksinasi merupakan salah satu cara untuk

mencegah penyebaran penyakit kepada individu, baik manusia atupun hewan.

Penerapan model matematika dan teknik matematika untuk mendalami masalah

biosciences dipelajari dalam mathematical biosciences. Salah satu cabang mathematical

biosciences adalah mathematical epidemiology. Mathematical epidemiology mempelajari tentang

model penyebaran dan pengendalian penyakit. Penyebaran penyakit disebut juga epidemi.

Mempelajari model epidemi yang didalamnya termasuk penyakit penyebab kematian pada suatu

populasi yang berubah merupakan hal penting dalam mathematical epidemiology. Berdasarkan

teori model epidemik SIR dari Kermack dan McKendrick, penyebaran penyakit infeksi dapat

digambarkan secara matematis oleh model-model subpopulasi SIR dengan setiap huruf mengacu

pada subpopulasi dimana individu berada. Oleh karena itu, vaksinasi juga dapat dianggap sebagai

penambahan subpopulasi V (Vaccination) secara alami ke dalam model epidemik SIR.

Penambahan subpopulasi V (Vaccination) pada model epidemik SIR ini menunjukkan banyaknya

individu yang telah mengalami proses vaksinasi, sehingga salah satu model pengembangan dari

model epidemik SIR adalah model epidemik SVIR.

Pada model epidemik SVIR, populasi dibagi menjadi empat subpopulasi, yaitu S

(Susceptible), V (Vaccination), I (Infected) dan R (Recovered). S (Susceptible) menyatakan

banyaknya individu yang sehat dan rentan terhadap penyakit, V (Vaccination) menyatakan

banyaknya individu yang telah mengalami proses vaksinasi, I (Infected) menyatakan banyaknya

individu yang terinfeksi penyakit dan R (Recovered) menyatakan banyaknya individu yang sembuh

dari penyakit. Menurut Kermark dan Mckendrick (1927), penyebaran infeksi penyakit dapat

dideskripsikan secara matematis melalui pembagian model, misalnya model SIR dan model SIRS.

Vaksinasi dapat dianggap sebagai penambahan kelas secara alami kedalam model dasar

epidemik untuk beberapa jenis penyakit. Model dengan penambahan kompartemen vaksinasi

tersebut sering disebut dengan model tipe SVIR. Model tipe SVIR kemudian berkembang sesuai

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan hidup populasi di suatu lingkungan.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup suatu populasi. Salah satu

faktornya, yaitu laju kematian. Model tipe SVIR dengan laju kematian populasi yang konstan dan

sama untuk setiap sub-populasi sering sekali menjadi pembahasan penelitian-penelitian saat ini.

Model matematika yang mengkaji tentang model epidemik SVIR telah banyak dibahas oleh

beberapa peneliti, diantaranya Sahni dkk (2015). Artikel ilmiah yang ditulis Sahni dkk (2015)

mengkaji tentang Dinamika Model Epidemik SVIR Terhadap Penyebaran Penyakit Campak

dengan Strategi Vaksinasi Kontinu. Artikel ilmiah tersebut membahas tentang analisis kestabilan

titik ekuilibrium non endemik dan endemik model epidemik SVIR yang melibatkan bilangan

reproduksi dasar (𝑅0). Simulasi terhadap pengaruh strategi vaksinasi kontinu pada model

penyebaran penyakit campak tipe SVIR juga dibahas dalam artikel tersebut.

Page 202: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

190 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Populasi dalam model tersebut dibagi menjadi empat subpopulasi. Kematian bukan karena

penyakit diasumsikan terjadi dalam setiap subpopulasi. Populasi diasumsikan tertutup.

Kenyataanya populasi tidak selalu tertutup. Dengan demikian, ada peluang untuk membahas

model SVIR dengan asumsi populasi terbuka. Berdasarkan uraian tersebut, dalam kajian ini

dirumuskan suatu masalah bagaimana memformulasikan model penyebaran penyakit tipe SVIR

dengan memperhitungkan faktor imigrasi. Selanjutnya, bagaimanakah eksistensi model SVIR

tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode studi literatur dan menggunakan software matematika untuk

membuat simulasi model. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang

diperoleh dari jurnal-jurnal internasional terakreditasi. Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang akan

dilakukan dalam penelitian ini :

1. Mengkaji model epidemi SVIR berdasarkan asumsi-asumsi yang diberikan.

2. Memformulasikan model matematika penyebaran epidemi SVIR.

3. Menentukan parameter bilangan reproduksi dasar (𝑅0).

4. Menentukan titik ekuilibrium model SVIR.

5. Mendeskripsikan eksistensi titik ekuilibrium yang melibatkan bilangan reproduksi dasar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada model penyebaran penyakit tipe SVIR, populasi dibagi menjadi empat subpopulasi, yaitu S

(Susceptible), V (Vaccination), I (Infected) dan R (Recovered). Ukuran setiap subpopulasi dalam bentuk

proporsi dengan jumlah total populasi awal sebesar 1. 𝑆(𝑡) menyatakan proporsi individu yang sehat

dan rentan terhadap penyakit pada saat 𝑡, 𝑉(𝑡) menyatakan proporsi individu yang telah mengalami

proses vaksinasi pada saat 𝑡, 𝐼(𝑡) menyatakan proporsi individu yang terinfeksi penyakit pada saat t

dan 𝑅(𝑡) menyatakan proporsi individu yang sembuh dari penyakit pada saat 𝑡. Selanjutnya S(t), V(t),

I(t) dan R(t) dapat ditulis S, V, I, R.Untuk memodelkan penyebaran penyakit tipe SVIR dengan laju

kematian yang beragam tiap subpopulasi, dibutuhkan pemahaman mengenai asumsi dan hubungan

antar variabel terkait permasalahan yang dibahas. Berikut ini merupakan asumsi-asumsi yang dibuat

dalam pembentukan model penyebaran penyakit tipe SVIR.

16. Populasi terbuka (ada imigrasi).

17. Sebagian individu-individu yang masuk pada populasi akan rentan terhadap penyakit dan sebagian

lainnya telah diberi vaksin.

18. Terjadi kematian alami pada semua subpopulasi dengan laju yang sama.

19. Individu yang sembuh tidak dapat kembali menjadi individu yang rentan (sembuh permanen).

20. Vaksinasi diterapkan pada subpopulasi rentan.

21. Laju kesembuhan anak yang terinfeksi tidak dibedakan dengan orang dewasa.

Page 203: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

191 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

22. Vaksinasi akan mencapai tingkat kekebalan sejalan dengan waktu dan pada akhirnya masuk dalam

subpopulasi sembuh.

23. Individu yang divaksin akan kehilangan imunitas apabila terjadi kontak dengan individu yang

terinfeksi.

24. Transmisi penyakit terjadi akibat adanya kontak antara individu yang terinfeksi dengan individu

rentan, ataupun individu terinfeksi dengan individu yang telah diberi vaksin.

25. Laju kelahiran sama untuk setiap subpopulasi dan masuk pada subpopulasi rentan.

Berdasarkan asumsi yang disebutkan sebelumnya, maka untuk membangun model dinotasikan hal-hal

sebagai berikut :

17) 𝑑𝑆

𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi rentan per satuan waktu

18) 𝑑𝑉

𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi yang divaksin per satuan waktu

19) 𝑑𝐼

𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi terinfeksi per satuan waktu

20) 𝑑𝑅

𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi sembuh per satuan waktu

21) 𝑆 = proporsi individu rentan , dengan 𝑆(𝑡) > 0

22) 𝑉 = proporsi individu yang divaksin ,dengan 𝑉(𝑡) > 0

23) 𝐼 = proporsi individu terinfeksi ,dengan 𝐼(𝑡) ≥ 0

24) 𝑅 = proporsi individu sembuh ,dengan 𝑅(𝑡) ≥ 0

25) 𝜇 = laju kelahiran dan laju kematian alami individu, dengan 𝜇 > 0

26) 𝛽 = laju transmisi (laju kontak) individu yang terinfeksi terhadap individu rentan, dengan 𝛽 > 0

27) 𝛽1= laju transmisi individu yang masih dapat terinfeksi setelah diberi vaksin, dengan 𝛽1 > 0,

28) 𝛾 = laju kesembuhan individu dari penyakit yang diderita, dengan 𝛾 > 0,

29) 𝛾1= laju rata-rata bagi individu yang memperoleh kekebalan sehingga sembuh permanen setelah

diberi vaksin, dengan 𝛾 > 0,

30) 𝛼 = laju pemberian vaksin bagi individu yang rentan, dengan 𝛼 > 0.

31) 𝜔 = laju kematian individu karena penyakit yang diderita, dengan 𝜔 > 0.

32) 𝑝 = proporsi kepadatan penduduk yang migrasi ke dalam populasi

Secara skematik proses penyebaran penyakit tipe SVIR dalam suatu populasi dapat disajikan dalam

diagram pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Diagram Transmisi Model SVIR

Page 204: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

192 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Pada Gambar 5.1 mengilustrasikan bahwa proporsi individu pada subpopulasi 𝑆 akan bertambah

karena adanya kelahiran dan imigrasi sebesar (1 − 𝑝)𝜇. Kemudian subpopulasi 𝑆 akan berkurang

karena adanya vaksinasi yang diberikan sebesar 𝛼𝑆, penularan penyakit sebesar 𝛽𝑆𝐼, dan kematian

alami sebesar 𝜇𝑆. Secara matematis, dapat dibentuk persamaan laju perubahan proporsi subpopulasi

yang rentan terhadap penyakit per satuan waktu sebagai berikut:

𝑑𝑆

𝑑𝑡= (1 − 𝑝)𝜇 − 𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛼)𝑆

Proporsi individu pada subpopulasi 𝑉 akan bertambah karena adanya imigrasi sebesar 𝜇𝑝 dan

vaksinasi yang diberikan sebesar 𝛼𝑆. Kemudian subpopulasi 𝑉 akan berkurang karena adanya

penularan penyakit sebesar 𝛽1𝑉𝐼, individu yang telah memperoleh kekebalan sebesar 𝛾1𝑉 dan

kematian alami sebesar 𝜇𝑉. Secara matematis, dapat dibentuk persamaan laju perubahan proporsi

subpopulasi yang divaksin per satuan waktu sebagai berikut :

𝑑𝑉

𝑑𝑡= 𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉

Proporsi individu pada subpopulasi 𝐼 akan bertambah karena adanya individu yang masuk dari

subpopulasi rentan terhadap penyakit sebesar 𝛽𝑆𝐼 dan individu yang masuk dari subpopulasi yang

divaksin sebesar 𝛽1𝑉𝐼. Kemudian subpopulasi 𝐼 akan berkurang karena adanya kesembuhan individu

secara alami sebesar 𝛾𝐼, kematian alami sebesar 𝜇𝐼 dan kematian karena penyakit sebesar 𝜔𝐼. Secara

matematis, dapat dibentuk persamaan laju perubahan proporsi subpopulasi yang terinfeksi penyakit per

satuan waktu sebagai berikut :

𝑑𝐼

𝑑𝑡= 𝛽𝑆𝐼 + 𝛽1𝑉𝐼 − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝐼

Proporsi individu pada subpopulasi 𝑅 akan bertambah karena adanya kesembuhan individu

secara alami dari individu yang terinfeksi penyakit sebesar 𝛾𝐼 dan individu yang memperoleh

kekebalan karena telah divaksin sebesar 𝛾1𝑉. Kemudian subpopulasi 𝑅 akan berkurang karena

adanya kematian alami sebesar 𝜇𝑅. Secara matematis, dapat dibentuk persamaan laju perubahan

proporsi subpopulasi yang sembuh dari penyakit per satuan waktu sebagai berikut : 𝑑𝑅

𝑑𝑡= 𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅

Berdasarkan asumsi dan pemisalan parameter di atas, diperoleh model SVIR dalam bentuk persamaan

diferensial sebagai berikut :

𝑑𝑆

𝑑𝑡= (1 − 𝑝)𝜇 − 𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛼)𝑆

𝑑𝑉

𝑑𝑡= 𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉 (1)

𝑑𝐼

𝑑𝑡= 𝛽𝑆𝐼 + 𝛽1𝑉𝐼 − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝐼

Page 205: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

193 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

𝑑𝑅

𝑑𝑡= 𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅

dengan 𝑆(0) > 0, 𝑉(0) > 0, 𝐼(0) ≥ 0, 𝑅(0) = 0, dan semua parameternya bernilai positif.

Titik ekuilibrium non endemik (bebas penyakit) adalah titik dengan representasi penyakit yang

tidak mungkin menyebar pada suatu daerah tertutup karena proporsi populasi terinfeksi sama dengan

nol (𝐼 = 0) untuk 𝑡 → ∞. Selanjutnya, analisis kestabilan model SVIR tersebut akan dilakukan disekitar

titik ekuilibriumnya, sehingga sebagai langkah pertama akan ditentukan terlebih dahulu titik ekuilibrium

non endemik Sistem (1). Titik ekuilibrium diperoleh dengan membuat laju perubahan masing-masing

subpopulasi konstan terhadap waktu (𝑡) yaitu kondisi saat 𝑑𝑆

𝑑𝑡=

𝑑𝑉

𝑑𝑡=

𝑑𝐼

𝑑𝑡=

𝑑𝑅

𝑑𝑡= 0, sehingga Sistem

(2) menjadi

(1 − 𝑝)𝜇 − 𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛼)𝑆 = 0 (3.1a)

𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉 = 0 (3.1b)

𝛽𝑆𝐼 + 𝛽1𝑉𝐼 − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝐼 = 0 (3.1c)

𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅 = 0 (3.1d)

Berdasarkan Persamaan (3.1c), diperoleh

𝐼(𝛽𝑆 + 𝛽1𝑉 − 𝛾 − 𝜇 − 𝜔) = 0

𝐼 = 0 atau 𝛽𝑆 + 𝛽1𝑉 − 𝛾 − 𝜇 − 𝜔 = 0

Keadaan saat 𝐼 = 0 merupakan syarat perlu untuk memperoleh titik ekuilibrium non endemik,

sehingga dari Persamaan (3.1a) diperoleh bentuk

(1 − 𝑝)𝜇 − 𝜇𝑆 − 𝛽𝑆𝐼 − 𝛼𝑆 = 0

⇔ (1 − 𝑝)𝜇 − 𝜇𝑆 − 𝛼𝑆 = 0

⇔ (1 − 𝑝)𝜇 − (𝜇 + 𝛼)𝑆 = 0

⇔ (𝜇 + 𝛼)𝑆 = (1 − 𝑝)𝜇

⇔ 𝑆∗ =(1 − 𝑝)𝜇

𝜇 + 𝛼

Dari Persamaan (3.1b) diperoleh bentuk

𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉 = 0

⇔ 𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉 = 0

⇔ (𝜇 + 𝛾1)𝑉 = 𝑝𝜇 + 𝛼𝑆

⇔ 𝑉∗ =𝑝𝜇 + 𝛼𝑆0𝜇 + 𝛾1

Kemudian substitusikan 𝑉0 ke Persamaan (3.1d) maka

𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅 = 0

⇔ 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑅 = 0

⇔ 𝜇𝑅 = 𝛾1𝑉

Page 206: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

194 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

⇔ 𝑅∗ = 𝛾1𝜇𝑉∗

Jadi, titik ekuilibrium non endemik adalah

𝐸0 = (𝑆∗, 𝑉∗, 0, 𝑅∗)

Eksistensi titik ekuilibrium pada model SVIR melibatkan bilangan reproduksi dasar 𝑅0. Berikut ini

penentuan bilangan reproduksi dasar 𝑅0 dengan menggunakan next generation matrix yang melibatkan

radius spektral.

Misalkan 𝑋 = (𝑆, 𝑉, 𝑅), 𝑍 = (𝐼) atau didefinisikan sebagai

𝑓(𝑋, 𝑍) = [(1 − 𝑝)𝜇 − 𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛼)𝑆𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉

𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅]

ℎ(𝑋, 𝑍) = 𝛽𝑆𝐼 + 𝛽1𝑉𝐼 − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝐼

dengan 𝑋∗ = (𝑆∗, 𝑉∗, 𝑅∗).

Turunan dari ℎ(𝑋∗, 𝑍) terhadap 𝑍 adalah

𝐷𝑧ℎ(𝑋∗, 𝑍)|𝑧=0 = 𝛽𝑆

∗ + 𝛽1𝑉∗ − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)

sehingga diperoleh

𝐴 = 𝐷𝑧ℎ(𝑋∗, 𝑍)|𝑧=0

= 𝛽𝑆∗ + 𝛽1𝑉∗ − 𝛾 − 𝜇 − 𝜔

= 𝛽𝑆∗ + 𝛽1𝑉∗ − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)

Karena 𝐴 = 𝑀 − 𝐷 maka misalkan 𝑀 = 𝛽𝑆∗ + 𝛽1𝑉∗ dan 𝐷 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔), sehingga diperoleh

𝑅0 = 𝜌(𝑀𝐷−1) =

𝛽𝑆∗ + 𝛽1𝑉∗

(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)=𝛽𝜇(1 − 𝑝)(𝛾1 + 𝜇) + 𝛽1𝑝𝜇(𝜇 + 𝛼) + 𝛽1𝛼𝜇(1 − 𝑝)

(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(𝜇 + 𝛼)(𝜇 + 𝛾1).

Keadaan saat 𝐼 ≠ 0, atau 𝐼 > 0, Keadaan ini tidak lain merupakan syarat perlu untuk

memperoleh titik ekuilibrium endemik. Perhatikan bahwa :

Dari Persamaan (3.1a) diperoleh bentuk

(1 − 𝑝)𝜇 − 𝜇𝑆 − 𝛽𝑆𝐼 − 𝛼𝑆 ⟺ 𝑺∗∗ =(𝟏−𝒑)𝝁

𝜶+𝝁+𝜷𝐼∗∗

Dari Persamaan (3.1b) diperoleh:

𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉 = 0 ⟺ 𝑽∗∗ = 𝑝𝝁+𝛼𝑺∗∗

𝜸𝟏+𝝁+𝜷𝟏𝐼∗∗

Berdasarkan (3.1c), jika 𝐼 ≠ 0, maka yang terjadi adalah 𝛽𝑆 + 𝛽1𝑉 − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔) =

0 , sehingga dengan subtitusi 𝑺∗∗ dan 𝑽∗∗ diperoleh:

𝛽(1 − 𝑝)𝜇

𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗+𝛽1(𝑝𝜇 + 𝛼𝑺

∗∗)

𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗− (𝛾 + 𝜇 + 𝜔) = 0

⟺ (𝜇 + 𝛾 + 𝜔) −𝛽(1 − 𝑝)𝜇

𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗−

𝛽1𝑝𝜇

𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗−

𝛼𝜇𝛽1(1 − 𝑝)

(𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝐼∗∗)(𝛾1 + 𝜇 + 𝛽1𝐼∗∗)= 0

⟺ (𝜇 + 𝛾 + 𝜔) −𝛽(1 − 𝑝)𝜇

𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗−

𝛽1𝑝𝜇

𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗−𝛼𝜇𝛽1(1 − 𝑝)

𝑘= 0

⟺ (𝜇 + 𝛾 + 𝜔)𝑘 − (𝛽(1 − 𝑝)𝜇 + 𝛽1𝑝𝜇)(𝛾1 + 𝜇 + 𝛽1𝐼∗∗) − 𝛼𝜇𝛽1(1 − 𝑝) = 0

Page 207: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

195 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

dengan = 𝛽𝛽1𝐼∗∗2 + [(𝛼 + 𝜇)𝛽1 + (𝛾1 + 𝜇)𝛽]𝐼

∗∗ + (𝛼 + 𝜇)(𝛾1 + 𝜇) , sehingga diperoleh:

𝐴1 𝐼∗2 + 𝐴2𝐼

∗ + 𝐴3 (1 −𝛽𝜇(1 − 𝑝)(𝛾1 + 𝜇) + 𝛽1𝑝𝜇(𝜇 + 𝛼) + 𝛽1𝛼𝜇(1 − 𝑝)

(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(𝜇 + 𝛼)(𝜇 + 𝛾1)) = 0

dengan

𝐴1 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝛽𝛽1 > 0

𝐴2 =( 𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(( 𝛼 + 𝜇) 𝛽1 + (𝛾1 + 𝜇)𝛽) − (𝛽(1 − 𝑝)𝜇 + 𝛽1𝑝𝜇)

𝐴3=(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)( 𝛼 + 𝜇)( 𝛾1 + 𝜇) > 0

Sehingga persamaan kuadrat di atas menjadi :

𝐴1𝐼∗∗2 + 𝐴2𝐼

∗∗ + 𝐴3(1 − 𝑅0) = 0 (3.2)

dengan akar-akar Persamaan (3.2), yaitu

𝐼1,2∗∗ =

−𝐴2 ±√𝐴22 − 4𝐴1𝐴3(1 − 𝑅0)

2𝐴1

Dalam hal ini, 𝐼∗∗ merupakan proporsi sub populasi terinfeksi yang nilainya haruslah positif. Jika

diperhatikan dari akar Persamaan (3.2), maka eksistensi 𝐼∗∗ > 0 bergantung pada nilai 𝑅0. Jika 𝑅0 >

1 jelas bahwa ada satu akar Persamaan (3.2), yaitu 𝐼∗∗ yang bernilai positif.

KESIMPULAN

Eksistensi titik ekuilibrium model SVIR yang melibatkan parameter bilangan reproduksi dasar

dapat dirangkum dalam pernyataan berikut ini.

Didefinisikan

𝑅0 =𝛽𝜇(1 − 𝑝)(𝛾1 + 𝜇) + 𝛽1𝑝𝜇(𝜇 + 𝛼) + 𝛽1𝛼𝜇(1 − 𝑝)

(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(𝜇 + 𝛼)(𝜇 + 𝛾1)

1. Jika 𝑅0 < 1, maka terdapat dengan tunggal titik ekuilibrium non endemik dari Sistem (1), yaitu

𝐸0 = (𝑆∗, 𝑉∗, 0, 𝑅∗).

2. Jika 𝑅0 > 1, maka terdapat dua titik ekuilibrium, yaitu 𝐸0 = (𝑆∗, 𝑉∗, 0, 𝑅∗) dan 𝐸∗ =

(𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗, 𝑅∗) dengan 𝐼∗ merupakan akar dari persamaan 𝐴1𝐼∗∗2 + 𝐴2𝐼

∗∗ + 𝐴3(1 − 𝑅0) = 0,

𝐴1 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝛽𝛽1, 𝐴2 =( 𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(( 𝛼 + 𝜇) 𝛽1 + (𝛾1 + 𝜇)𝛽) − (𝛽(1 − 𝑝)𝜇 +

𝛽1𝑝𝜇), 𝐴3=(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)( 𝛼 + 𝜇)( 𝛾1 + 𝜇).

DAFTAR PUSTAKA [1] Chavez-Castillo C., et al., 2002, On The Computation of 𝑅0 and it’s role on Global Stability.

Journal: The IAM Volume in Mathematics and its Applications Vol. 125, p. 229.

[2] Diekmann, O., dan Heesterbeek, J. A. P., 2000. Mathematical Epidemiology of Infectious Diseases

: Model Building, Analysis and interpretation. John Wiley and Sons, Chichester.

Page 208: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

196 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

[3] Driessche van den P., Watmough J.,2002, Reproduction numbers and sub-threshold endemic

equilibria for compartmental models of disease transmission. Journal Of Matematical Biosciences

Vol.18, p.29-48.

[4] Islam S. MD., 2015, Equilibriums and stability of an SVIR Epidemic Model. IJHAMS Vol.3, Issue

1, p. 1-10.

[5] Jung, Lenhart dan Feng, 2002, Optimal Control Of Treatmentsin A Two-Strain Tuberculosis Model,

Discrete and Continuous Dynamical Systems-Series B, Vol. 2, No. 4, pp. 473 – 482.

[6] Khan Altaf M., et al., 2015, Stability Analysis of an SVIR Epidemic Model with Nonlinear Saturated

Incidence Rate, Journal: Applied Mathematical Sciences, Vol.8 No.23,p. 1145-1158.

[7] Olsder, G. J., 1994. Mathematical System Theory. Delftse Uitgevers Maatschappij, Netherlands.

[8] Perko, S., 2001. Differential Equations and Dynamical Systems. Text in Applied Mathematics Vol

7, Springer-Verlag, New York, USA.

[9] Liu, Xianing, et al, 2008. SVIR Epidemic Models With Vaccination Strategies. Journal of

Theoritical. Science-Direct.

[10] Nicholas, F.B., 2003, Essential Mathematical Biology, Springer Verlag, New York, USA.

[11] Murray, J.D., 2002, Mathematical Biology I: An Introduction Third Edition, Springer Verlag, New

York, USA.

Page 209: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

197 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P25

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR FULLY FUZZY DENGAN

METODE DEKOMPOSISI QR

Sudaryani, Westy B. Kawuwung, Alvian M. Sroyer

Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Cenderawasih, Jl.Kampwolker-Kampus Baru Waena,

Jayapura

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Sistem persamaan linear fully fuzzy merupakan sistem persamaan linear yang semua parameternya

dalam bentuk fuzzy, yang dapat dibentuk ke persamaan matriks ⨂ = . Dekomposisi QR

merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan sistem persamaan linear. Penelitian ini membahas

penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy dengan elemen bilangan fuzzy segitiga menggunakan

metode dekomposisi 𝑄𝑅. Proses penyelesaian dimulai dengan mengubah sistem persamaan linear fully

fuzzy ke dalam bentuk persamaan matriks ⨂ = , dengan = (𝐴,𝑀,𝑁), = (𝑥, 𝑦, 𝑧), dan

= (𝑏, 𝑔, ℎ). Selanjutnya dari persamaan matriks tersebut dibentuk sistem persamaan yaitu 𝐴𝑥 = 𝑏,

𝐴𝑦 +𝑀𝑥 = 𝑔, dan 𝐴𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ. Setelah diperoleh sistem persamaan tersebut, selanjutnya sistem

tersebut diselesaikan dengan metode dekomposisi 𝑄𝑅. Solusi yang diperoleh adalah solusi tunggal.

Kata Kunci: Bilangan fuzzy segitiga, Sistem persamaan linear fully fuzzy, Metode dekomposisi 𝑄𝑅.

PENDAHULUAN

Pada umumnya, konstanta sistem persamaan linear adalah bilangan real, namun seiring

perkembangan ilmu matematika, konstanta dalam sistem persamaan linear juga dapat berupa bilangan

fuzzy. Sistem persamaan linear dengan konstanta bilangan fuzzy disebut sistem persamaan linear fuzzy.

Perbedaan bentuk sistem persamaan linear biasa dengan sistem persamaan linear fuzzy terletak pada

unsur 𝐵, yaitu unsur 𝐵 dalam sistem persamaan linear fuzzy terletak pada interval tertentu. Selain itu

dikenal juga sistem persamaan linear fully fuzzy, yaitu sistem dengan bentuk persamaan matriks ⨂ =

, dengan adalah matriks fuzzy dan , adalah vektor fuzzy dengan ukuran yang sesuai.

Page 210: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

198 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Penyelesaian sistem persamaan linear dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya

dengan menggunakan metode invers, metode iterasi Jacobi, dekomposisi 𝐿𝑈 dan dekomposisi 𝑄𝑅.

Metode dekomposisi 𝑄𝑅 adalah salah satu metode dekomposisi yang membagi suatu matriks 𝐴 menjadi

suatu hasil perkalian dari matriks 𝑄 dan 𝑅. Metode ini dinilai cukup efektif dari metode dekomposisi

lainnya karena dalam penyelesaiannya hanya melibatkan proses Gram-Schmidt dan hasilkali dalam

sehingga tingkat kesalahan yang dihasilkan lebih sedikit.

Sebagaimana penyelesaian sistem persamaan linear dengan konstanta bilangan real,

penyelesaian sistem persamaan linear dengan konstanta bilangan fuzzy juga dapat diselesaikan dengan

metode yang sama. Pada Tahun 2010, Gourav Gupta telah membahas mengenai beberapa metode

dalam menyelesaikan sistem persamaan linear fully fuzzy, yaitu metode langsung (metode invers

matriks, aturan Cramer, dan metode dekomposisi LU) dan metode Iterasi(metode Gauss Jacobi dan

Gauss Seidel), dengan elemennya adalah bilangan fuzzy segitiga. Pada tahun yang sama, S.H Nasseri

dan M. Sohrabi juga melakukan penelitian tentang penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy

menggunakan metode dekomposisi QR dengan elemennya bilangan fuzzy L-R . Sehingga pada

penelitian ini penulis tertarik untuk membahas penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy dengan

elemen bilangan fuzzy segitiga menggunakan dekomposisi 𝑄𝑅.

DASAR TEORI

Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam

nilai keanggotannya (derajat keanggotaan) yang mempunyai interval 0 sampai 1.

Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan segitiga jika mempunyai

tiga buah parameter, yaitu 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ dengan 𝑎 < 𝑏 < 𝑐, dan dinyatakan dengan

𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎(𝑥, 𝑎, 𝑏, 𝑐) dengan aturan :

𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐) =

𝑥 − 𝑎

𝑏 − 𝑎, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏

𝑐 − 𝑥

𝑐 − 𝑏, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐

0 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑥 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎

Himpunan Fuzzy

Himpunan fuzzy adalah suatu himpunan yang keanggotaan dari setiap elemen tidak mempunyai

batas yang tegas.

Fungsi keanggotaan suatu himpunan fuzzy 𝐴 dalam semesta 𝑋 adalah pemetaan 𝜇𝐴 dari 𝑋 ke

interval tertutup [0,1], yaitu 𝜇𝐴: 𝑋 → [0,1]. Nilai fungsi 𝜇𝐴(𝑥) menyatakan derajat keanggotaan unsur

𝑥 ∈ 𝑋 dalam himpunan fuzzy 𝐴. Nilai fungsi sama dengan 1 menyatakan anggota penuh, dan nilai fungsi

sama dengan 0 menyatakan bukan anggota himpunan fuzzy tersebut.

Bilangan Fuzzy

Definisi 1

Page 211: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

199 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Misalkan 𝐴 adalah himpunan fuzzy pada ℝ. 𝐴 disebut bilangan fuzzy jika memenuhi syarat :

1. 𝐴 merupakan himpunan fuzzy normal

2. 𝐴𝑎 merupakan interval tertutup untuk semua 𝑎 ∈ (0,1]

3. 𝑆(𝐴) atau 𝐴0+ merupakan himpunan terbatas.

Bilangan fuzzy dengan fungsi keanggotaan segitiga disebut bilangan fuzzy segitiga.

Definisi 2

Dua bilangan fuzzy segitiga 𝐴 = (𝑚, 𝛼, 𝛽) dan 𝐵 = (𝑛, 𝛾, 𝛿) dikatakan sama jika dan hanya

jika 𝑚 = 𝑛, 𝛼 = 𝛾, 𝛽 = 𝛿.

Definisi 3

𝐴 = (𝑚, 𝛼, 𝛽) dan 𝐵 = (𝑛, 𝛾, 𝛿) adalah dua bilangan fuzzy segitiga, maka

1. 𝐴⊕ 𝐵 = (𝑚, 𝛼, 𝛽) ⊕ (𝑛, 𝛾, 𝛿) = (𝑚 + 𝑛, 𝛼 + 𝛾, 𝛽 + 𝛿).

2. −𝐴 = −(𝑚, 𝛼, 𝛽) = (−𝑚, 𝛼, 𝛽) .

3. Jika 𝐴 > 0 dan 𝐵 > 0 maka

𝐴⊗ 𝐵 = (𝑚, 𝛼, 𝛽) ⊗ (𝑛, 𝛾, 𝛿) = (𝑚𝑛, 𝑛𝛼 + 𝑚𝛾,𝑚𝛿 + 𝑛𝛽).

4. Jika 𝜆 adalah sembarang scalar maka 𝜆 ⊗ 𝐴 didefinisikan sebagai :

𝜆 ⊗ 𝐴 = 𝜆⊗ (𝑚, 𝛼, 𝛽)

= (𝜆𝑚, 𝜆𝛼, 𝜆𝛽), 𝜆 ≥ 0𝜆𝑚,−𝜆𝛽,−𝜆𝛼), 𝜆 < 0

Dekomposisi QR

Dekomposisi QR dapat digunakan dalam menyelesaikan sistem persamaan linear.

Teorema 2.12 (Howard & Rorres, 2004)

Jika 𝐴 adalah matriks 𝑚 × 𝑛 yang memiliki vektor-vektor kolom yang bebas linear, maka 𝐴 dapat

difaktorkan sebagai

𝐴 = 𝑄𝑅

Dimana Q adalah sebuah matriks 𝑚 × 𝑛 yang memiliki vektor-vektor kolom ortonormal, dan 𝑅 adalah

sebuah matriks segitiga atas 𝑛 × 𝑛 yang dapat dibalik.

Page 212: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

200 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Persamaan Linear Fully Fuzzy

Sistem persamaan linear fully fuzzy merupakan sebuah sistem persamaan linear yang semua

parameternya dalam bentuk fuzzy. Bentuk umum dari sistem persamaan linear fully fuzzy adalah sebagai

berikut :

(11⊗ 1) ⊕ (12⊗ 2) ⊕⋯⊕ (1𝑛⊗ 𝑛) = 1

(21⊗ 1) ⊕ (22⊗ 2) ⊕⋯⊕ (2𝑛⊗ 𝑛) = 2

⋮ ⋮ ⋮ ⋮

(𝑛1⊗ 1) ⊕ (𝑛2⊗ 2) ⊕⋯⊕ (𝑛𝑛⊗ 𝑛) = 𝑛

Bentuk umum sistem persamaan linear di atas dapat pula dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:

⊗ =

dengan = (𝑖𝑗) adalah matriks fuzzy berukuran 𝑛 × 𝑛 dan , adalah vektor fuzzy dengan 𝑖 =

1,2,… , 𝑛 dan 𝑗 = 1,2,… , 𝑛.

Matriks fuzzy = (𝑖𝑗)𝑛×𝑛 dengan 𝑖𝑗 = (𝑎𝑖𝑗 , 𝛼𝑖𝑗 , 𝛽𝑖𝑗) yang merupakan bilangan fuzzy

segitiga dapat dipresentasikan dengan notasi baru yaitu = (𝐴,𝑀,𝑁), dimana 𝐴 = (𝑎𝑖𝑗), 𝑀 =

(𝛼𝑖𝑗), dan 𝑁 = (𝛽𝑖𝑗) adalah tiga matriks 𝑛 × 𝑛. Sehingga jika semua parameter pada sistem ⊗

= adalah bilangan fuzzy segitiga, masing-masing adalah

𝑖𝑗 = (𝑎𝑖𝑗 , 𝛼𝑖𝑗 , 𝛽𝑖𝑗), = (𝑥𝑗 , 𝑦𝑗, 𝑧𝑗) dan = (𝑏𝑖 , 𝑔𝑖, ℎ𝑖)

Maka dapat dituliskan

⊗ =

(𝑎𝑖𝑗 , 𝛼𝑖𝑗 , 𝛽𝑖𝑗) ⊗ (𝑥𝑗 , 𝑦𝑗, 𝑧𝑗) = (𝑏𝑖 , 𝑔𝑖, ℎ𝑖)

(𝐴,𝑀,𝑁) ⊗ (𝑥, 𝑦, 𝑧) = (𝑏, 𝑔, ℎ)

dengan 𝐴 = (𝑎𝑖𝑗), 𝑀 = (𝛼𝑖𝑗), 𝑁 = (𝛽𝑖𝑗), 𝑥 = (𝑥𝑗), 𝑦 = (𝑦𝑗), 𝑧 = (𝑧𝑗),𝑏 = (𝑏𝑖), 𝑔 = (𝑔𝑖),

dan ℎ = (ℎ𝑖) , dengan 𝑖 = 1,2,… , 𝑛 dan 𝑗 = 1,2,… , 𝑛.

Berdasarkan Definisi 3 diperoleh,

(𝐴𝑥, 𝐴𝑦 +𝑀𝑥, 𝐴𝑧 + 𝑁𝑥) = (𝑏, 𝑔, ℎ)

Page 213: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

201 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Selanjutnya berdasarkan Definisi 2 diperoleh Sistem persamaan berikut:

𝐴𝑥 = 𝑏

(3.1) 𝐴𝑦 + 𝑀𝑥 = 𝑔

𝐴𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ

Diasumsikan matriks 𝐴 pada Sistem Persamaan (3.1) non-singular sehingga diperoleh

𝑥 = 𝐴−1𝑏

𝑦 = 𝐴−1(𝑔 −𝑀𝑥)

𝑧 = 𝐴−1(ℎ − 𝑁𝑥)

Maka solusi dari sistem persamaan linear fully fuzzy adalah = (𝑥, 𝑦, 𝑧).

Berikut ini akan diberikan contoh penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy dengan metode

dekomposisi QR:

Contoh 1

Diketahui sistem persamaan linear fully fuzzy sebagai berikut :

(2,3,4) ⊗ (𝑥1, 𝑦1, 𝑧1)⊕ (6,7,8)

⊗ (𝑥2, 𝑦2, 𝑧2)

= (26,65,78) (3.2

) (1,3,5) ⊗ (𝑥1, 𝑦1, 𝑧1)⊕ (2,4,6)

⊗ (𝑥2, 𝑦2, 𝑧2)

= (9,31,44)

Tentukan penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy di atas !

Penyelesaian :

Sistem persamaan linear fully fuzzy ditulis dalam bentuk persamaan matriks ⊗ = , dengan

= (𝐴,𝑀,𝑁), = (𝑥, 𝑦, 𝑧) dan = (𝑏, 𝑔, ℎ).

⊗ =

[(2,3,4) (6,7,8)(1,3,5) (2,4,6)

] [(𝑥1, 𝑦1, 𝑧1)

(𝑥2, 𝑦2, 𝑧2)] = [

(26,65,78)(9,31,44)

]

dengan,

Page 214: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

202 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

𝐴 = [2 61 2

] ,𝑀 = [3 73 4

] , 𝑁 = [4 85 6

]

𝑏 = [269] , 𝑔 = [

6531] , ℎ = [

7844]

Mengubah persamaan matriks ⊗ = ke bentuk sistem persamaan :

𝐴𝑥 = 𝑏

𝐴𝑦 +𝑀𝑥 = 𝑔

𝐴𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ

Sehingga di peroleh,

𝐴𝑥 = 𝑏

[2 61 2

] [𝑥1𝑥2] = [

269]

𝐴𝑦 +𝑀𝑥 = 𝑔

[2 61 2

] [𝑦1𝑦2]+[3 73 4

] [𝑥1𝑥2] = [

6531]

𝐴𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ

[2 61 2

] [𝑧1𝑧2] + [

4 85 6

] [𝑥1𝑥2] = [

7844]

Kemudian matriks 𝐴 pada sistem di atas didekomposisi menjadi matriks 𝑄 dan 𝑅 dengan metode

dekomposisi QR, sehingga diperoleh,

𝑄 = [

2

5√5

1

5√5

1

5√5 −

2

5√5] dan 𝑅 = [

√514

5√5

02

5√5

]

Sehingga penyelesaian dari sistem persamaan linear fully fuzzy (3.2) adalah

= [12]

= [(𝑥1, 𝑦1, 𝑧1)(𝑥2, 𝑦2, 𝑧2)

]

= [(1,2,3)(4,5,6)

]

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas diperoleh langkah-langkah dalam menyelesaikan sistem

persamaan linear fully fuzzy dengan elemen bilangan fuzzy segitiga menggunakan dekomposisi 𝑄𝑅

adalah :

1. Sistem persamaan linear fully fuzzy ditulis dalam bentuk persamaan matriks

⊗ = , dengan = (𝐴,𝑀,𝑁) , = (𝑥, 𝑦, 𝑧) dan = (𝑏, 𝑔, ℎ).

2. Mengubah persamaan matriks ⊗ = ke bentuk sistem persamaan :

𝐴𝑥 = 𝑏

𝐴𝑦 +𝑀𝑥 = 𝑔

Page 215: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

203 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

𝐴𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ

3. Matriks 𝐴 dalam sistem persamaan pada langkah ke dua tersebut difaktorkan menjadi dua matriks

yaitu matriks 𝑄 dan 𝑅, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menunjukkan matriks 𝐴 memiliki vektor-vektor kolom yang bebas linear.

b. Menentukan vektor ortogonal dengan proses Gram-Schmidt.

c. Menormalisasikan vektor ortogonal yang telah ditentukan untuk mendapatkan vektoR

ortonormal.

d. Membentuk matriks 𝑄 dari vektor ortonormal yang telah ditentukan, yaitu

𝑄 = [𝑞1|𝑞2|⋯ |𝑞𝑛]

e. Menunjukkan matriks 𝑄 memiliki vektor-vektor kolom yang ortonormal.

f. Menentukan matriks 𝑅 dengan ketentuan sebagai berikut :

𝑅 = [

⟨𝑢1, 𝑞1⟩ ⟨𝑢2, 𝑞1⟩ ⋯ ⟨𝑢2, 𝑞1⟩

0⋮0

⟨𝑢2, 𝑞2⟩ ⋯ ⟨𝑢𝑛, 𝑞2⟩ ⋮ ⋮

0 ⋯ ⟨𝑢𝑛, 𝑞𝑛⟩

]

g. Menunjukkan 𝑅 dapat dibalik dan menentukan 𝑅−1.

4. Dari hasil dekomposisi 𝑄𝑅, matriks 𝑄 dan 𝑅 kemudian disubstitusikan ke sistem persamaan pada

langkah ke dua, sehingga diperoleh:

𝑄𝑅𝑥 = 𝑏

𝑄𝑅𝑦 +𝑀𝑥 = 𝑔

𝑄𝑅𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ

5. Masing-masing ruas dari sistem persamaan pada langkah ke empat dikalikan dengan 𝑄𝑇,

sehingga diperoleh :

𝑅𝑥 = 𝑄𝑇𝑏

𝑅𝑦 = 𝑄𝑇(𝑔 − 𝑀𝑥)

𝑅𝑧 = 𝑄𝑇(ℎ − 𝑁𝑥)

6. Masing-masing ruas dari sistem persamaan pada langkah ke lima dikalikan dengan 𝑅−1, sehingga

diperoleh :

𝑥 = 𝑅−1𝑄𝑇𝑏

𝑦 = 𝑅−1𝑄𝑇(𝑔 −𝑀𝑥)

𝑧 = 𝑅−1𝑄𝑇(ℎ − 𝑁𝑥)

DAFTAR PUSTAKA

Chen, G., & Pham, T. T. (2000). Introduction to Fuzzy Sets, Fuzzy Logic, and Fuzzy Control System.

London: CRC Press.

Dubois, D., & Prade, H. (1980). Fuzzy Sets and Systems: Theory and Applications. New York: Academic

Press.

Page 216: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

204 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gupta, G. (2010). Some Method for Solving Fully Fuzzy System of Equations.Skripsi.Thapar Institute of

Engineering and Technology, Patiala.

Howard, A., & Rorres, C. (2004). Aljabar Linear Elementer Versi Aplikasi (Edisi Kedelapan). Jakarta:

Erlangga.

Klir, G. J., & Yuan, B. (1995). Fuzzy Set and Fuzzy Logic Theory and Applications. United Sates of

America: Prentice Hall International,INC.

Nasseri, S., & M.Sohrabi. (2010). Gram-Schmidt Approach for Linear System of Equations with Fuzzy

Parameters. The Journal of Mathematics and Computer Science, 80-85.

Purwanto, H., Indriani, G., & Dayanti, E. (2006). Logika Matematika. Jakarta: PT Ercontara Rajawali.

Rosen, K. H. (2012). Discrete Mathematics and Its Applications SEVENTH EDITION. New York: Mc-

Graw-Hill.

S. Radhakrishnan, P. Gajivaradhan, & R. Govindarajan. (2014). A New and Simple Method of Solving

Fully Fuzzy Linear System. Annals of Pure and Applied Mathematics, Vol. 8, No. 2, 193-199.

Sivanandam, S., S. Sumathi, & Deepa, S. (2007). Introduction to Fuzzy Logic Using MATLAB. Berlin:

Springer-Verlag.

Susilo, F. (2006). Himpunan & Logika Kabur serta aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Varberg, D., Purcell, E. J., & Rigdon, S. E. (2010). Kalkulus Edisi Kesembilan Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Page 217: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

205 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P26

KEANEKARAGAMAN KUPU-KUPU

SUPERFAMILI PAPILIONOIDEA DI KAWASAN PENYANGGA CAGAR

ALAM PEGUNUNGAN CYCLOOP

Felvy Waisapi, Evie Warikar, Euniche.R.P.F.Ramandey

Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Cenderawasih

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian keanekaragaman spesies kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di kawasan penyangga Cagar

Alam Pegunungan Cycloop bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan mendata kupu-kupu

endemik pada Kawasan Penyangga Cagar Alam Cycloop khususnya di Pasir Dua, Kampwolker dan Pos

Tujuh. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode transect count pada transect line dan

dilakukan replikasi transek jika masih terjadi penambahan jumlah spesies. Jumlah spesies kupu-kupu

yang ditemukan di Kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop adalah 70 spesies, yang

terdiri dari Papilionidae 13 spesies, Nymphalidae 41 spesies, Pieridae 6 spesies, Lycaenidae 10 spesies.

Kupu-kupu yang ditemukan di Pasir dua adalah 32 spesies, Kampwolker 38 spesies dan Pos Tujuh 45

spesies. Pos Tujuh memiliki indeks keanekaragaman yang lebih tinggi (3.09) jika dibandingkan dengan

lokasi lainya yaitu Kampwolker (2.86) dan Pasir dua (2.3). Lokasi Pos Tujuh memiliki indeks

keanekaragaman spesies yang tergolong dalam kategori melimpah tinggi, Kampwolker dan Pasir Dua

tergolong dalam kategori sedang melimpah. Dalam penelitian ini telah ditemukan 30 spesies kupu-kupu

yang endemik di Papua.

Kata Kunci: Daerah Penyangga CAPC, endemik, keanekaragaman spesies, kupu-kupu, Superfamili

Papilionoidea

Page 218: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

206 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman jenis tumbuhan maupun hewan yang

sangat tinggi, sehingga Indonesia sering disebut sebagai salah satu pusat megabiodiversity. Indonesia

menjadi negara kedua yang memiliki jenis kupu-kupu terbanyak di dunia, dengan jumlah lebih dari 2000

jenis tersebar di seluruh nusantara (Amir dkk, 2008). Papua sebagai bagian dari kepulauan Indonesia

memiliki hutan primer masih luas. Tanah Papua yang terdiri dari Propinsi Papua dan Papua Barat terletak

di bagian barat dari Pulau New Guinea. Tanah Papua terletak di bagian paling timur Indonesia, dengan

luas wilayah sekitar 416.000 km² dan diketahui memiliki hutan hujan tropis yang masih cukup luas

dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi dan beragam (CI, 1991). Tanah Papua

merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kupu-kupu tinggi, lebih dari 800 spesies, diantaranya

kupu-kupu sayap burung yang besar dan indah. Spesies-spesies ini tidak terbatas sampai Pegunungan

Arfak dan pegunungan tengah, tetapi juga di pulau-pulau Teluk Cenderawasih dengan sejumlah spesies

memiliki ciri-ciri khusus (van Mastrigt dan Warikar 2013). Menurut van Mastrigt dkk (2010) kupu-kupu di

Provinsi Papua Barat terdapat 390 jenis, jumlah ini bisa bertambah dan berkurang seiring dengan

penelitian di masa yang akan datang. Kupu-kupu merupakan salah satu jenis serangga dari Ordo

Lepidoptera dengan kombinasi corak warna yang variatif sehingga banyak diminati oleh masyarakat (CI,

1997).

Kupu-kupu merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari

kepunahan maupun penurunan keanekaragaman spesies. Kupu-kupu di alam memiliki peranan penting

sebagai agen pollinator pada proses penyerbukan. Hal ini secara ekologis turut memberi peran dalam

menjaga dan mempertahankan keseimbangan ekosistem serta memperkaya keanekaragaman hayati.

Kupu-kupu juga dapat dijadikan sebagai bioindikator terhadap perubahan kualitas lingkungan (Marjan,

2013). Indonesia memiliki 26 spesies kupu-kupu Famili Papilionidae yang dilindungi berdasarkan surat

Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 716/Kpts/Um/ 10/1980 (Directorate General of Forest Protection

and Nature Conservation, Ministry of Forestry R.I, 1990). Kupu-kupu Famili Papilionidae adalah

kelompok kupu-kupu yang paling terancam keberadaanya yang dipercepat oleh kerusakan habitat dan

eksploitasi komersial (Collins dan Morris, 1985).

Kawasan Pegunungan Cycloop ditetapkan sebagai cagar alam sejak tahun 1987 dan sesuai

dengan SK Menteri Kehutanan No.56/KPTS/UM/I/1978 tanggal 26 Januari 1978 luas kawasan 22.500

Hektar (PERDA Jayapura, 2015). Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop (CAPC) memiliki

kekayaan alam yang sangat tinggi, berupa sumberdaya alam hayati dan ekosistem yang secara umum

berfungsi untuk kepentingan wisata alam dan perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kawasan

CAPC memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi diantaranya 273 jenis burung, 86 jenis

mamalia, pandanus, beberapa jenis Nepenthes dan bunga anggrek serta berbagai tumbuhan lainya.

Flora dan Fauna yang berada dalam CAPC sudah terancam kepunahan, diakibatkan oleh perladangan

yang berpindah-pindah, perburuan satwa liar, pencurian kayu dan bunga anggrek, serta perluasan

daerah pemukiman (Petocz, 1987).

Page 219: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

207 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Saat ini kupu-kupu menghadapi ancaman kepunahan yang disebabkan oleh alih fungsi habitatnya.

Terjadinya perubahan kondisi habitat seperti penebangan pohon dan pembakaran lahan untuk

pembuatan kebun di Kawasan CAPC, diduga akan mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman

hayati, termasuk kupu-kupu. Oleh karena itu penting melakukan survei atau penelitian keanekaragaman

kupu-kupu di Kawasan CAPC agar dapat memberikan informasi baru untuk wilayah Kawasan CAPC

khususnya Kampwolker dan Pos Tujuh. Juga dapat memberikan informasi tambahan keanekaragaman

kupu-kupu untuk lokasi Pasir Dua yang belum ada data hingga saat ini.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini berlangsung pada bulan Desember 2018 sampai dengan Juni 2019. Lokasi penelitian

di Kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop yaitu pada lokasi Pasir Dua, Kampwolker dan

Pos Tujuh. Populasi dalam penelitian ini adalah semua spesies kupu-kupu Superfamili Papilionoidea

yang ditemukan di Kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop. sampel pada penelitian ini

adalah semua spesies kupu-kupu Superfamili Papilionoidea yang terlihat ataupun tertangkap pada saat

melakukan penelitian.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Sweeping net , Kertas papilot, Alat tulis,

Jarum pentul, Jarum serangga, Jarum suntik, Pinset, Kotak specimen, Rol meter, Tali raffia, GPS (Global

Positioning System), Kamera digital (dokumentasi), Buku identifikasi kupu-kupu yang digunakan adalah

“Panduan Lapangan Kupu-kupu Untuk Wilayah Membramo Sampai Pegunungan Cycloop” (van Mastrigt

dkk, 2005) dan buku ”The Butterflies Of Papua New Guinea (Their Systematics & Biology)”, Alkohol 70%,

Tissue, Kapur barus (kanfer). Penelitian ini menggunakan metode Transect Count pada Line Transect.

Transek dibuat pada tiga lokasi, dengan panjang setiap transek adalah 1 km dan lebar transek adalah 5

m (kiri dan kanan), dan dibuat tujuh replikasi transek pada masing-masing lokasi.

Prosedur Pelaksanaan

Observasi dengan tujuan mengetahui wilayah atau tempat yang dijadikan lokasi penelitian. Untuk

mengetahui titik koordinat, ketinggian dan luas areal observasi digunakan GPS. Langkah selanjutnya

adalah mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Pembuatan transek dilakukan

pada lokasi yang telah ditentukan dengan menggunakan rol meter dengan panjang 1 km dan lebar 5 m.

Mendata kupu-kupu di sepanjang transek yang dilakukan dengan observasi langsung dan untuk kupu-

kupu yang tidak dapat diidentifikasi langsung diambil sampelnya dengan menggunakan sweeping net.

Page 220: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

208 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Kupu-kupu yang ditangkap menggunakan sweeping net diisi dalam amplop yang terbuat dari

kertas papilot, lalu diisi dalam amplop yang lebih besar lagi dan diberikan label/keterangan berupa lokasi,

tanggal, waktu lalu diisi dalam kotak plastik yang diberi kapur barus agar kutu, kumbang kecil dan

serangga lainnya tidak masuk dan merusak spesimen kupu-kupu. Pendataan keanekaragaman kupu-

kupu dalam dua periode (pagi dan siang). Periode pagi dimulai pukul 08.00 WIT - 12.00 WIT, periode

siang dimulai pukul 12.00 WIT ˗ 16.00 WIT.

Mengidentifikasi kupu-kupu dilakukan dengan menggunakan “Buku Panduan Lapangan Kupu-

kupu Untuk Wilayah Mamberamo Sampai Pegunungan Cycloop” (van Mastrigt dan Rosariyanto, 2005).

Sampel kupu-kupu yang belum diketahui spesiesnya, diawetkan dan diidentifikasi di Laboratorium

Koleksi Serangga Papua Universitas Cenderawasih. Untuk identifikasi spesies kupu-kupu yang didapat

dari lapangan, dapat dibandingkan langsung dengan spesimen pada koleksi kupu-kupu di Laboratorium

Koleksi Serangga Papua.

Prosedur Pengawetan Kupu-kupu di Laboratorium

Setelah tiba di Laboratorium Koleksi Serangga Papua, kupu-kupu dikeluarkan dari amplop dan

diisi dalam kotak plastik yang di bawahnya berisi kain atau tissue basah dan dibiarkan selama kurang

lebih 24 jam (tergantung besar kecilnya ukuran tubuh kupu-kupu). Tujuan dari perlakuan ini agar kupu-

kupu yang diawetkan tidak rusak/kaku, proses ini disebut pelemasan sehingga mudah untuk digerakkan

pada proses perentangan. Kupu-kupu yang sudah dalam proses pelemasan dapat ditusuk dengan jarum

serangga (pinning) ukuran 0,1 mm dengan arah jarum tegak lurus pada bagian toraksnya. Jarum yang

digunakan harus sesuai dengan ukuran tebalnya tubuh kupu-kupu. Langkah selanjutnya adalah

perentangan kupu-kupu pada papan perentangan yang terbuat dari gabus dengan posisi horizontal.

Caranya, sayap direntangkan secara horizontal, diatur bagian antena, bagian sayap, dan abdomen

dengan jarum yang lebih halus. Lalu jepit dengan kertas minyak yang ditusuk dengan jarum pentul. Kupu-

kupu diatur rapi pada papan/gabus perentangan dengan memperhatikan bentuk-bentuk sayap agar

terlihat jelas dan baik. Antena kupu-kupu diarahkan ke depan dengan hati-hati menggunakan jarum agar

antena tidak patah. Begitu juga perlakuan untuk bagian abdomen dan harus ditahan dengan jarum pentul

yang ditancapkan secara menyilang agar pada saat kering tetap dalam posisi datar.

Setelah proses perentangan di atas papan/gabus perentangan, spesimen kupu-kupu dibiarkan

kering selama dua minggu. Keterangan dari amplop disalin pada label sementara dan disisipkan pada

masing-masing spesimen kupu-kupu. Setelah spesimen kupu-kupu kering, kemudian dilepaskan dari

papan/gabus perentangan. Caranya, dilepaskan terlebih dahulu jarum pentul yang ada pada kertas

minyak, kemudian mencabut jarum yang menahan abdomen dan antena secara hati-hati agar antena

dan abdomen tidak patah. Selanjutnya spesimen diberikan label yang dilengkapi dengan keterangan

lokasi penangkapan, ketinggian, tanggal, bulan, tahun penangkapan dan nama kolektor yang sudah

diketik rapi. Selanjutnya ditempatkan dalam koleksi secara sistematis (diurutkan berdasarkan famili),

setelah yakin tidak ada kutu, kumbang atau larva pada spesimen-spesimen tersebut, lalu dimasukkan ke

dalam laci kaca, diberi label (nama tempat dan famili) pada bagian laci tersebut.

Page 221: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

209 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Analisis Data

Data diolah dalam tabulasi dan grafik. Untuk mengetahui indeks keanekaragaman spesies kupu-

kupu pada tiap habitat digunakan rumus Indeks Shannon Wiener (H') (Brower dan Zar, 1984), sebagai

berikut:

H' = ˗ ∑ pi log pi

(1)

pi = 𝑛𝑖

𝑁

(2)

Keterangan

H' : Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener

log : Logaritma

pi : ni/N

ni : Jumlah individu untuk spesies ke-1

N : Jumlah total individu dalam sampel

Bila nilai H' >3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah

melimpah tinggi, nilai H' 1≤ H' ≤ 3 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek

adalah sedang melimpah dan nilai H' < 1 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu

transek sedikit atau rendah (Fachrul, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Kawasan Penyangga Cagar Alam

Pegunungan Cycloop. Jumlah total spesies kupu-kupu yang ditemukan di Kawasan Penyangga Cagar

Alam Pegunungan Cycloop adalah 70 spesies yang terdiri dari Papilionidae 13 spesies, Nymphalidae 41

spesies, Pieridae 6 spesies, Lycaenidae 10 spesies. Tabel 2 menunjukkan bahwa famili dengan jumlah

spesies yang paling tinggi adalah Nymphalidae, diikuti oleh Papilionidae, Lycaenidae dan Pieridae.

Page 222: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

210 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Tabel 1. Famili dan Jumlah jenis Kupu-kupu di Kawasan

Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop

No Famili Jumlah Spesies

1 Papilionidae 13

2 Nymphalidae 41

3 Pieridae 6

4 Lycaenidae 10

Jumlah Total Spesies 70

Keanekaragaman Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Pasir Dua

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Pasir Dua diperoleh 32 spesies Superfamili

Papilionoidea di mana Nymphalidae yang paling tinggi dengan jumlah 17 spesies (55 %) diikuti

Lycaenidae (8 spesies (24%), Papilionidae 5 spesies (15%) dan yang terendah Pieridae 2 spesies (6%)

Gambar 2. Persentase kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Pasir Dua

Pada grafik 3 terlihat bahwa pada hari ke enam sudah tidak ada lagi penambahan spesies kupu-

kupu yang ditandai dengan garis-garis pada grafik yang stasioner. Lokasi Pasir Dua merupakan lokasi

yang memiliki jumlah spesies (32) dan individu (286) terendah dibandingkan dengan lokasi Pos Tujuh

dan Kampwolker. Hal ini diduga akibat faktor cahaya. Kemungkinan karena lokasinya yang terlalu

terbuka cahaya yang masuk terlalu berlebihan. Menurut Panjaitan (2008) faktor cahaya sangat penting

terhadap keberadaan kupu-kupu pada suatu lokasi. Cahaya sangat diperlukan oleh kupu-kupu karena

15%6%

24%55%

Papilionidae

Pieridae

Lycaenidae

Nymphalidae

Page 223: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

211 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

kupu-kupu termasuk hewan berdarah dingin. Natasa (2016) Cahaya akan memberikan energi panas bagi

tubuh kupu-kupu sehingga suhu tubuh akan naik dan metabolisme akan menjadi lebih cepat.

Peningkatan suhu tubuh juga akan mempercepat perkembangan pada larva kupu-kupu. Nurjannah

(2010) mengatakan intensitas cahaya yang sesuai untuk perkembangan imago kupu-kupu adalah 2.000-

7.500 lux dan Efendi (2009) menyatakan bahwa suhu ideal bagi kupu-kupu beraktivitas berkisar antara

25 – 400C. Akan tetapi jika suatu tipe habitat sangat terbuka juga tidak terlalu dibutuhkan oleh kupu-

kupu dan jika habitat tersebut tertutup kehadiran kupu-kupu juga akan berkurang.

Gambar 3. Grafik akumulasi kupu-kupu di lokasi Pasir Dua

Jenis tumbuhan yang mendominasi daerah pesisir yaitu kelapa (Cocos nucifera), pecut kuda

(Stachytarpeta indica L.), ketapang (Terminalia catappa), pandan pantai (Pandanus sp.), bunga tapak

dara (Catharanthus roseus), bintanggor (Calophyllum soulattri), mangga (Mangifera indica), sagu

(Metroxylon sp.). Pada lokasi Pasir Dua dijumpai tumbuhan yang tidak beragam dikarenakan lokasinya

yang berada di pantai, semakin sedikit tanaman berbunga maka akan semakin sedikit pula imago yang

datang mengunjungi tempat tersebut. Pada lokasi ini dijumpai jumlah spesies dari famili Lycaenidae lebih

banyak dibandingkan lokasi lainya yaitu ditemukan 8 spesies famili Lycaenidae Lampides boeticus,

Arhopala micale, Leptotes plinius, Prosotas atra, Jamides cytus, Hypolycaena danis, Catochrysops

Strabo dan Zizula hylax.

Spesies yang dominan pada lokasi Pasir Dua yaitu Arhopala micale memiliki jumlah individu yang

tinggi yaitu 112 individu hal ini disebabkan pada saat penelitian terdapat tumbuhan Bintanggor yang

sedang berbunga dan sering di singgapi oleh kupu-kupu Arhopala micale. Spesies yang memiliki jumlah

sedikit yaitu Euploea alcathoe, Catopsilia pomona, Prosotas atra dan Leptotes plinius.

0

5

10

15

20

1 2 3 4 5 6 7

Sp

esie

s/F

amili

Hari

Papilionidae

Pieridae

Lycaenidae

Nymphalidae

Page 224: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

212 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Keanekaragaman Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Kampwolker

Gamber 4 memberikan hasil observasi yang dilakukan di Kampwolker diperoleh 38 spesies total

kupu-kupu di mana Nymphalidae yang memiliki jumlah tertinggi yaitu 18 spesies (48%), lalu diikuti

Papilionidae 10 spesies (26%), dan yang terendah adalah Pieridae dengan jumlah 5 spesies (13%) dan

Lycaenidae 5 spesies (13%). Pada gambar 5 menunjukan bahwa penambahan jumlah spesies kupu-

kupu pada masing-masing famili sudah mencapai stasioner yang ditandai dengan tidak adanya

penambahan jumlah spesies hingga hari terakhir pada masing-masing famili. Pada lokasi Kampwolker

ditemukan jumlah spesies dan jumlah individu yang relatif lebih tinggi dibandingkan lokasi Pasir Dua

disebabkan kondisi habitat dengan adanya sungai/kali dan beberapa lahan perkebunan mempengaruhi

tingginya jumlah spesies di tempat tersebut.

Gambar 4. Persentase kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Kampwolker.

Gambar 5. Grafik akumulasi kupu-kupu di lokasi Kampwolker

26%

13%

13%

48%

Papilionidae

Pieridae

Lycaenidae

Nymphalidae

0

5

10

15

20

1 2 3 4 5 6 7

Sp

esie

s/F

amili

Hari

Papilionidae

Pieridae

Lycaenidae

Nymphalidae

Page 225: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

213 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Pada lokasi Kampwolker jumlah populasi kupu-kupu cukup tinggi dikarenakan terdapat pakan

kupu-kupu. Menurut Banuaty (2006) terdapat beberapa tumbuhan sumber pakan larva yang ditemukan

di Kampwolker antara lain Annonaceaae (Annona muricata), Rutaceae (Citrus sp., Micromelum minutum,

Toddalia asiatica), Araliaceae (Aralia sp.) dan Aristolochiaceae (Aristolochia tagala). Terdapat juga

sumber nektar kupu-kupu Famili Papilionidae yaitu Verbenaceae (Stachytarpeta indica, Stachytarpeta

jamaicencis), Asteraceae (Chromolaena odorata, Ageratum conyzoides), Rubiaceae ( Mussaenda sp.,

Ixora sp.), Rutaceae (Toddalia asiatica), Apocynaceae (Voacanga papuana) dan Sterculiaceae (Sterculia

sp.).

Lokasi Kampwolker berada di dekat aliran air sungai Kampwolker yang merupakan sumber air

penting bagi masyarakat di sekitarnya. Faktor ketersediaan sumber air berpengaruh karena kupu-kupu

menyukai tempat-tempat seperti tepian sungai (Amir dkk, 2003). Kupu-kupu mengunjungi areal yang

basah untuk memperoleh air dan garam-garam mineral. Dalam hidupnya, selain membutuhkan energi

dari pakannya, kupu-kupu dewasa juga membutuhkan air. Namun pada lokasi Kampwolker terdapat

aktifitas manusia seperti penebangan dan pembakaran lahan untuk kebun. Kegiatan manusia merusak

lingkungan ini dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem di alam termasuk

berkurangnya populasi kupu-kupu (Marjan, 2013). Padahal pada lokasi Kampwolker ditemukan

beberapa spesies yang tidak dijumpai di tempat lain yaitu spesies Atrophaneura polydorus dan Jamides

celeno.

Pada lokasi Kampwolker spesies yang dominan yaitu Papilio ambrax (47 individu), Papilio aegeus

(36 individu), Papilio albinus (37 individu), Graprium agamemnom (42 individu), Graphium macfarlanei

(46 individu), Graprium sarpedon (37 individu), Tirumala hamata (58 individu) dan Catopsilia Pomona

(55 individu) yang ditemukan melimpah di habitat kebun dan sungai. Spesies yang dominan yaitu dari

famili Papilionidae dan Nymphalidae hal ini dipengaruhi pada saat penelitian terdapat ketersediaan

pakan dari spesies-spesies tersebut lebih banyak. Di tepi sungai dijumpai tanaman yang merupakan

sumber nektar (madu) imago seperti Stachytarpeta indica, S. jamaicensis, Costus speciosus,

Mussaenda sp. dan Ixora sp. (Parsons, 1999) dan sumber pakan larva yaitu Citrus sp., Annona muricata

dan Arilia sp. Spesies-spesies tersebut lebih menyukai habitat yang terbuka. Parsons (1999)

melaporkan, Catopsilia pomona penyebarannya luas dan biasanya hidup pada daerah terbuka, seperti

sungai, kebun, dan pemukiman. Spesies yang ditemukan sedikit yaitu Pantoporia venilia, Pantoporia

consimilis, Euploea treitschkei dan Elodina andropis.

Keanekaragaman Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Pos Tujuh

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Pos Tujuh diperoleh 45 spesies Superfamili

Papilionoidea di mana Nymphalidae yang paling tinggi dengan jumlah 28 spesies (62%) diikuti

Papilionidae 11 spesies (24%), Pieridae 4 spesies (9%) dan yang terendah adalah Lycaenidae 2 spesies

(5%). Pada lokasi ini Pieridae dan Lycaenidae ditemukan sangat sedikit dikarenakan kurangnya

penetrasi cahaya yang disebabkan oleh kondisi habitat yang tertutup. Persentase jumlah spesies

Papilionoidea per famili pada lokasi ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 226: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

214 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Gambar 6. Persentase kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Pos Tujuh

Pada gambar 7 terlihat bahwa jumlah spesies kupu-kupu mulai mencapai stasioner pada hari ke

tiga. Jumlah individu dan jumlah spesies kupu-kupu yang paling tinggi ditemukan di lokasi Pos Tujuh

yaitu 1043 individu dengan jumlah spesies 45 spesies, dengan tipe habitat hutan sekunder, kebun dan

habitat sungai. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah spesies dan jumlah individu di

lokasi Pos Tujuh yaitu pengaruh faktor vegetasi terhadap tingkat keanekaragaman jenis kupu-kupu,

berkaitan dengan penyebaran kupu-kupu di tempat-tempat di mana terdapat tumbuhan yang menjadi

sumber pakan (Grzimek, 1975).

Gambar 7. Grafik akumulasi kupu-kupu di lokasi Pos Tujuh

24%

9%

5%

62%

Papilionidae

Pieridae

Lycaenidae

Nymphalidae

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7

Sp

esie

s/F

amili

Hari

Papilionidae

Pieridae

Lycaenidae

Nymphalidae

Page 227: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

215 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Jenis tumbuhan yang mendominasi daerah Pos Tujuh yaitu beringin (Ficus sp.), kayu besi (Instia

bujuga), Pandan (Pandanus sp.), Anggrek tanah (Spathoglottis sp). Tersedianya makanan yang cukup

bagi larva dan imago, kemudian terdapat habitat sungai. Habitat sungai disukai oleh kupu-kupu pada

umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu habitat sungai merupakan sumber air mineral bagi

kupu-kupu, kupu-kupu biasanya hinggap di atas bebatuan dan pasir yang lembab untuk mengisap air

mineral. Habitat sungai juga agak terbuka sehingga merupakan tempat yang cocok bagi kupu-kupu untuk

berjemur, istirahat dan kawin (mating) (Parsons, 1999).

Beberapa spesies kupu-kupu yang dominan di lokasi pos tujuh yaitu Papilio aegeus (69 individu),

Papilio albinus (72 individu), Taenaris myops (64 individu), Taenaris Hyperbolus (56 individu), Taenaris

bioculatus (44 individu), Mycalesis terminus (48 individu), Mycalesis Phidon (56 individu), Junonia

hedonia (58 individu), Pathenos aspila (72 individu), Pithecops dionisius (60 individu). Hal ini

kemungkinan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan pada spesies-spesies tersebut lebih banyak. Kupu-

kupu Mycalesis terminus lebih banyak ditemukan sedang hinggap pada pakis-pakis yang juga terdapat

di hutan sekunder. Spesies yang hanya ditemukan satu kali dalam pengamatan adalah Hypolimnas

antilope.

Perbandingan indeks keanekaragaman Spesies Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea pada

ketiga lokasi penelitian.

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah spesies pada masing-masing transek tidak terlalu berbeda

jauh. Spesies tertinggi yaitu di Pos Tujuh dengan jumlah spesies 1043 individu (H'=3,09) diikuti

Kampwolker dengan jumlah 571 individu (H'=2,86) dan Pasir 2 dengan jumlah 286 individu (H'=2,3).

Berdasarkan kategori tingkat indeks keanekaragaman H', pada Lokasi Pos Tujuh tergolong dalam

kategori melimpah tinggi dan pada lokasi Kampwolker dan Pasir Dua tergolong dalam kategori sedang

melimpah.

Tabel 2. Keanekaragaman Spesies dan Indeks Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea pada ketiga

lokasi

Famili

Lokasi

Pasir Dua Kampwolker Pos Tujuh

∑ sp ∑ individu H' ∑ sp ∑ individu H' ∑ sp ∑ individu H'

Papilionidae 5 21

2,3

10 295

2,86

11 280

3,09

Pieridae 2 19 5 88 4 44

Lycaenidae 8 136 5 16 2 84

Nymphalidae 17 110 18 172 28 635

Total 32 286 38 571 45 1043

Page 228: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

216 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Keanekaragaman habitat berupa hutan primer, hutan sekunder, sungai, kebun dan padang rumput

di Pos Tujuh dan Kampwolker merupakan daya dukung penting tingginya keanekaragaman spesies dan

jumlah individu pada lokasi-lokasi tersebut. Sedangkan di lokasi Pasir Dua didominasi habitat pesisir

pantai dengan keanekaragaman vegetasi yang relatif rendah sehingga daya dukung untuk kehadiran

kupu-kupu juga rendah.

Selama observasi ditemukan 30 spesies Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea yang endemik di

Papua berdasarkan van Mastrigt (2005) seperti ditunjukan oleh tabel 4. Penyebaran kupu-kupu endemik

Papua mulai dari wilayah Indonesia-Australia sampai di Pantai Utara dan Timur Australia.

Keanekaragaman habitat berupa hutan primer, hutan sekunder dan sungai sangat mendukung kehadiran

spesies kupu-kupu endemik Papua terutama di lokasi Pos Tujuh dan Kampwolker. Di Kawasan CAPC

ditemukan 70 spesies kupu-kupu dengan total 1900 individu. Berdasarkan hasil H', keanekeragaman

kupu-kupu di Pos Tujuh tergolong melimpah tinggi dan pada lokasi Kampwolker dan Pasir Dua tergolong

sedang melimpah. Keanekaragaman kupu-kupu yang tinggi, kemungkinan disebabkan masih

melimpahnya tumbuhan inang bagi larva dan tumbuhan penghasil nektar bagi imago. Tingginya

keanekaragaman spesies dan jumlah populasi kupu-kupu juga didukung oleh keanekaragaman habitat

seperti hutan primer, hutan sekunder dan kehadiran sungai juga sangat penting untuk kehidupan kupu-

kupu.

Kupu-kupu yang paling banyak ditemukan adalah anggota famili Nymphalidae. Kupu-kupu dari

famili Nymphalidae memang diketahui merupakan famili kupu-kupu dengan jumlah spesies terbesar di

dunia dibandingkan famili lainnya yaitu sekitar 6.500 spesies. Kelompok famili Nymphalidae memiliki

banyak variasi warna dan bentuk sayap (van Mastrigt, 2005).

Famili Nymphalidae umumnya memiliki penyebaran yang luas dibandingkan dengan famili lainnya.

Selain itu juga dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan kesesuaian kondisi lingkungan yang

memungkinkan kehadiran spesies dari famili tersebut pada semua tipe habitat. Zobar & Genc (2008)

melaporkan, penyebaran famili Nymphalidae sangat tinggi dan dapat ditemukan pada berbagai kondisi

lingkungan. Selain itu, Rodrigues & Moreira (2002) melaporkan, larva famili Nymphalidae dapat hidup di

beberapa jenis tumbuhan, sehingga dapat hidup pada tipe habitat yang berbeda.

Tabel 3. Daftar spesies yang endemik pada Kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop

Famili Genus Spesies

Papilionidae

Papilio albinus

Papilio aegeus

Papilio ambrax

Papilio ulysses

Papilio euchenor

Page 229: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

217 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Atrophaneura polydorus

Ornitoptera priamus

Pieridae

Cepora perimale

Elodina andropis

Lycaenidae Arhopala micale

Nymphalidae

Tirumala hamata

Danaus affinis

Cupha propose

Vindula arsine

Euploea sylvester

Euploea netscheri

Taenaris myops

Taenaris bioculatus

Taenaris hyperbolus

Taenaris artemis

Mycalesis elia

Mycalesis durga

Mycalesis mucia

Mycalesis phidon

Hypocysta isis

Elymnias cybele

Lexias aeropa

Parthenos aspila

Hypolimnas alimena

Hypolimnas antilope

Page 230: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

218 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Berdasarkan periode pengamatan, kupu-kupu yang banyak ditemukan di pagi hari (pukul 08.00–

12.00) dibandingkan siang hari (pukul 12.00–16.00). Tingginya jumlah spesies dan jumlah individu yang

ditemukan pada periode pagi dapat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan. Singer (2002) melaporkan,

volume nektar lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan dengan siang hari. Roland (2006) melaporkan,

kelompok Pieridae sebagai pollinator pada tanaman hias, lebih aktif dan lebih lama hinggap di pagi hari.

Kelompok Papilionoidea lebih banyak aktif di siang hari untuk menghindari predator, seperti burung yang

aktif di pagi hari (Homziak, 2006).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil observasi Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Kawasan Penyangga Cagar

Alam Pegunungan Cycloop ditemukan 70 spesies yang terdiri dari Papilionidae 13 spesies, Nymphalidae

41 spesies, Pieridae 6 spesies, Lycaenidae 10 spesies). Ditemukan 30 spesies kupu-kupu Superfamili

Papilionoidea yang endemik di Papua. Keanekaragaman dan populasi kupu-kupu Superfamili

Papilionoidea lebih tinggi di daerah penyangga Pos Tujuh (1043 individu) dan Kampwolker (571 individu)

dibanding dengan lokasi Pasir Dua (286 individu). Keanekaragaman habitat kupu-kupu berupa hutan

primer, hutan sekunder, kebun, sungai dan padang rumput pada lokasi Pos Tujuh dan Kampwolker

sangat mendukung kehadiran kupu-kupu pada lokasi tersebut, terutama kupu-kupu endemik Papua.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M., Noerdjito, W.A., dan Kahono, S. 2008. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa

Bagian Barat. Bogor: BCP JICA.

Banuaty E. 2006. Studi Keragaman Kupu-kupu Famili Papilionidae, Habitat dan Sumber Pakan di wilayah

Kampwolker Cagar Alam Pegunungan Cycloops. Skripsi. Fakultas Mipa Universitas

Cenderawasih, Jayapura.

Brower. J.E dan J.H. Zar, 1984. Field and Laboratory Methods for General Ecologi. Second Edition.

Browen Publisher.USA.

CI [Conservation International]. 1997. The Irian Jaya Biodiversity Conservation Priority-Setting

Collins, N. M dan Morris, M.G. 1985. Threatened Shallowtails of The World. Red data book. IUCN,

Switzerland and UK. 401-402.

Efendi, MA. 2009. Keanekaragaman Kupu-kupu (Lepidoptera: Ditrysia) di Kawasan Hutan Koridor

Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. Tesis Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Fachrul.M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. PT Bumi Aksara Jakarta.

Page 231: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

219 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Homziak NT dan Homziak J. 2006. Papilio demoleus (Lepidoptera: Papilionidae) a new record for the

United States, commonwealth of puerto rico. FlorEntomol 87:485-488

Marjan S. 2013. Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu Pada Ekosistem Air Tawar dan Hutan Daratan

Rendah di Desa Belitung Dua Kecamatan Belitang Kabupaten Sekadau. Universitas Tanjung

Purah. Pontianak. 107-108

Natasa I.W, Zahida F., dan PramanaY. 2016. Keanekaragaman kupu-kupu (Lepidoptera) di Plawngan

Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, Daerah Istimewa Ypgyakarta. Universitas Atma Jaya

Yogyakarta.

Nurjannah, S. T. 2010. Biologi Troides helena helena dan Troides helena ephaestus (Papilionidae) di

Penangkaran. Tesis.

Panjaitan R. 2008. Keanekaragaman Kupu-kupu di Taman Wisata Gunung Meja Kabupaten Manokwari.

Universitas Negeri Papua. Papua. (7)1. 17-18

Parsons, M. 1999. Butterflies of Papua New Guinea: Their Systematic and Biology. Academic Press,

London.

Petocz, G. 1987. Konservasi Alam dan Pegunungan di Irian Jaya. Pustaka Grafitipers, Jakarta.

Rodrigues D dan Moreira GRP. 2002. Geographical variation in larval host-plant use by Heliconius erato

(Lepidoptera: Nymphalidae) and consequences for adult life history. J. Braz Biol 62: 312-332

Roland J. 2006. Effect of melanism of alpine Colias nastes butterflies (Lepidoptera: Pieridae) on activity

and predation. Can Entomol 138:52-58

Singer TLP, Hanula JL, Walker JL. 2002. Insect pollinators of three rare plants In a florida longleaf pine

forest. Florida Entomol 85:308-316

Van Mastrigt, H dan Rosariyanto, E. 2005. Buku Panduan Lapangan Kupu-kupu Untuk Wilayah

Mamberamo Sampai Pegunungan Cycloops. Conservation Internasional. Jakarta.

Van Mastrigt H, Mambrasar R, Ramandey E. 2010. Buku Panduan Lapangan Kupu-kupu Untuk Wilayah

Kepala Burung Termasuk pulau-pulau Provinsi Papua Barat. Tim Redaksi Kelompok Entomologi

Papua. Jayapura.

Van Mastrigt, H dan Warikar, E. 2013 Buku Panduan Kupu-kupu Untuk Wilayah pulau-pulau Teluk

Cenderawasih Terfokus pada Numfor, Supiori, Biak, dan Yapen. Kelompok Entomologi Papua.

Jayapura.

Zobar D, Genc H. 2008. Biology of the queen of spain fritillary, Issoria lathonia (Lepidoptera:

Nymphalidae) Flor entomol 91:237-240

Page 232: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

220 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

P27

PEMAHAMAN KONSEP ELEKTRONIKA DASAR MENGGUNAKAN

MODUL EKSPERIMEN MR100 DI PONDOK PESANTREN DARUL ILMU,

HOLTEKAMP, JAYAPURA

Sudarmono1 dan Rahman2

Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Cenderawasih

Email: [email protected]

ABSTRAK

Salah satu pemanfaatan sumber daya yang dimiliki Universitas Cenderawasih melalui kegiatan

Pengabdian Masyarakat adalah dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam rangka

memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan praktikum yang tidak semua sekolah dapat

melakukan kegiatan tersebut. Ketersedian peralatan yang memadai untuk melaksanakan kegiatan

praktikum elektronika dasar seperti modul MR 100 merupakan aset yang sangat bermanfaat untuk

digunakan dalam menyebarkan pengetahuan mengenai topik elektronika dengan model pembelajaran

demostrasi dan praktikum. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 27 Juli 2019 waktu 10:30 – 14 : 30 WIT,

bertempat di Pondok Pesantren Darul Ilmi, Holtekamp, Kota Jayapura. Kegiatan diikuti oleh 33 peserta.

Terdapat beberapa faktor yang menunjang keberhasilan pelaksanaan pengabdian ini adalah: (1)

Mudahnya berkomunikasi dengan para santri, sehingga dengan mudah lankgah-langkah pecobaan

dapat dilakukan sesuai dengan petunjuk yang diberikan; (2) Tersedia tempat yang memadai untuk

melaksanakan kegiatan yaitu ruangan yang mampu menampung lebih dari 40 orang, sehingga para

santri dapat dengan leluasa melaksakana kegiatan praktikum; (3) Kemauan para peserta untuk

mengetahui mengenai “elektronika” yang cukup besar; (4) Tersedianya beberapa fasilitas penunjang

kegiatan di lokasi pengabdian diantaranya tersedianya jaringan listrik sehingga penyampaian materi

dapat menggunakan proyektor yang telah dibawa oleh pelaksanak kegiatan pengabdian. Terdapat pula

faktor yang menghambat pelaksanaan kegiatan pengabdian ini, yaitu masih beragamnya tingakat

pendidikan formal para santri sehingga ada sebagian sedikit santri yang belum mengerti mengenai istilah

elektronika.

Kata Kunci : Konsep Elektronika Dasar, Modul MR 100, Pondok Pesantren Darul Ilmu.

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi yang saat ini terjadi sangat berkaitan dengan kemajuan di bidang elektronika,

yaitu dengan ditemukannya berbagai macam peralatan yang dapat mempermudah kehidupan manusia.

Untuk memahami kemajuan teknologi terutama di bidang elektronika maka diperlukan pengetahuan

Page 233: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

221 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

dasar yang memadai terutama mengenai pengetahuan dasar elektronika. Metode yang paling efektif

untuk mengetahui mengenai pengetahuan dasar mengenai elektronika adalah dengan melakukan

percobaan dari teori-teori mengenai pengetahuan dasar elektronika. Untuk melaksanakan sebuah

percobaan diperlukan peralatan yang memadai dan pengetahuan dari nara sumber (pengajar) dalam

mengoperasikan peralatan yang ada.

Untuk mengadakan peralatan percobaan elektronika diperlukan dana yang besar dan diperlukan

pengetahuan khusus dalam mengoperasikan peralatan tersebut. Dan inilah yang menjadi kendala pada

proses pembelajaran bidang elektronika pada tingkat pendidikan dasar dan menengah terutama bagi

sekolah yang tidak dikhususkan pada bidang elektronika. Jurusan Fisika Universitas Cenderawasih

diberikan kepercayaan oleh pemerintah berupa peralatan yang sangat baik untuk dijadika sebagai alat

bantu dalam memberikan pemahaman yang baik tentang pengetahuan elektronika dasar bagi

mahasiswa. Peralatan tersebut adalah Magnetic Board MR100 yaitu berupa PCB dan komponen-

komponen elektronika diberikan magnet sehingga dalam merangkaikan komponen-komponen tersebut

pada papan PCB tidak lagi menggunakan proses pensolderan tetapi hanya dengan meletakkan

komponen pada PCB dan akan saling melekat akibat adanya magnet tersebut.

Peralatan MR100 ini dapat memberikan berbagai jenis percobaan-percobaan dasar yang menarik

untuk praktekan dan terdapat juga berbagai skema rangkaian elektronika yang dapat dibuat sehingga

praktikan akan mendapatkan pengalaman dalam merangkai rangkaian yang lebih rumit. Dengan tersedia

peralatan yang baik ini di Universitas Cenderawasih maka sebagai salah satu dharma dari tridharma

Perguruan Tinggi yaitu dalam bidang pengabdian kepada masyarakat, sudah selayaknya peralatan

tersebut digunakan untuk membantu masyarakat di sekitar Universitas Cenderawasih dalam

memberikan pemahaman pada pengetahuan elektronika dasar terutama bagi siswa-siswa SMP dan

SMA.

Pondok Pesantren Darul Ilmu merupakan sebuah wadah pendidikan informal yang

menitikberatkan pada pendidikan agama, dimana pondok pensantren ini berada di daerah pinggiran Kota

Jayapura. Siswa-siswa yang masuk pada pondok pesantren Darul Ilmu adalah siswa yang pada waktu

pagi sampai siang hari menjalankan pendidikan formal pada SMP dan SMA Hidayatullah yang berada

pada lokasi yang sama. Dengan melihat pola pembelajaran yang diterapkan di Darul Ilmu dan di

Hidayatullah maka porsi praktikum yang sangat sedikit bahkan dapat dikatakan tidak ada maka sangat

diperlukan peran serta Perguruan Tinggi dalam hal ini Universitas Cenderawasih untuk mengambil

peranan dalam mengisi kekosongan metode pembelajaran dengan metode eksperimetal, dan hal ini

ditunjang dengan ketersedian peralatan yang baik dalam memberikan pengetahuan mengenai bahasan

elektronika dasar.

Tujuan dari kegiatan ini adalah:

1. Memperkenalkan keberadaan peralatan yang memadai untuk melaksanakan percobaan-percobaan

elektronika dasar yaitu peralatan MR100 di Universitas Cenderawasih,

2. Memberikan pengetahuan dasar mengenai materi elektronika dasar melalui percobaan yang

dilakukan oleh santri di Pondok Pesantren Darul Ilmi.

3. Memberikan motivasi dan memumbuhkan minat para santri untuk mempelajari ilmu elektronika.

Page 234: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

222 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

DASAR TEORI

Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemui peralatan yang mengadopsi

elektronika sebagai basis teknologinya contohnya televisi,tape recorder atau pemutar MP3, radio,

berkomunikasi dengan telephone seluler dan lain sebagainya. Elektronika merupakan ilmu yang

mempelajari listrik arus lemah yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran elektron atau partikel

bermuatan listrik pada sebuah peralatan elektronik. Ilmu yang mempelajari alat-alat seperti ini merupakan

cabang dari ilmu fisika, sementara bentuk desain dan pembuatan sirkuit elektroniknya adalah bagian dari

teknik elektro, teknik komputer, dan teknik elektronika dan instrumentasi.

Revolusi besar-besaran terhadap elektronika terjadi sekitar tahun 1960-an, dimana saat itu

ditemukan suatu komponen elektronika yang dinamakan transistor, sehingga dimungkinkan untuk

membuat peralatan dengan ukuran yang lebih kecil dibandingakan dengan peralatan sebelumnya yaitu

masih menggunakan tabung vacum yang ukurannya lebih besar serta mengkonsumsi listrik yang besar.

Hanya dalam kurun waktu 10 tahun sejak ditemukannya transistor, ditemukan sebuah rangkaian

terintegrasi yang dikenal dengan IC (Integrated Circuit) yang merupakan sebuah rangkaian terpadu yang

berisi puluhan bahkan jutaan transistor di dalamnya. Sehingga dapat dibuat sebuah perangkat

elektronika semakin kecil bentuknya tetapi semakin banyak fungsinya sebagai contoh telephone

genggam (smartphone) yang saat ini banyak digunakan oleh masyarakat.

Komponen elektronika terbagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:

1. Komponen Pasif

Komponen pasif merupakan komponen yang dapat bekerja tanpa sumber tegangan. Komponen pasif

terdiri dari hambatan atau tahanan, kapasitor atau kondensator, induktor atau kumparan dan

transformator.

2. Komponen Aktif

Komponen aktif merupakan komponen yang tidak dapat bekerja tanpa

adanya sumber tegangan. Komponen aktif terdiri dari dioda dan transistor.

Arus Listrik

Jika elektron bergerak, lepas dari pengaruh inti atom, sehingga elektron tersebut dapat mengalir, aliran

elektron ini dikenal sebagai arus listrik. Muatan listrik dapat diukur secara langsung menggunakan

elektrometer. Arus listrik dapat diukur secara langsung menggunakan galvanometer.

Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir tiap satuan waktu. Muatan listrik dapat

mengalir melalui bahan penghantar (konduktor) listrik, yaitu sebesar

𝑖 =𝑞

𝑡 (1)

dimana 𝑖 adalah arus yang mengalir pada sebuah penghantar denganstuan ampere, 𝑞 adalah

banyaknya muatan yang mengalir dalam satuan coulomb, dan 𝑡 adalah waktu yang diperlukan untuk

Page 235: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

223 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

muatan mengalir pada sebuah penghantar dengan sutuan sekon. Alat ukur yang digunakan untuk

mengukur besarnya arus yang mengalir adalah amperemeter.

Hukum Ohm

Kuat arus yang mengalir dalam suatu penghantar sebanding dengan beda potensial antara ujung-

ujung penghantar itu jika suhu penghantar tetap.

𝑉 = 𝑖𝑅 (2)

dimana 𝑉 adalah beda potensial antara ujung-ujung penghantar dengan satuan volt, 𝑖 adalah arus yang

mengalir pada penghantar dengan satuan ampere dan 𝑅 adalah hambatan dengan satuan ohm.

Besaran Listrik Dasar

Arus

Arus adalah perjalanan atau pergerakan elektron melalui sebuah kawat penghantar yang bersifat

konduktif.

Sampai saat ini penggambaran aliran arus secara konvensional yaitu arus mengalir dari positif ke

negatif. Padahal hal tersebut bertentangan dengan kenyataan bahwa elektron bergerak dari kutub

negatif ke positif. Hal ini disebabkan oleh dugaan salah yang dibuat oleh Benyamin Franklin

mengenai arah aliran muatan dari lilin halus ke wol kasar. Kemudian beliau menetapkan aturan yang

masih digunakan sampai hari ini meskipun sekarang telah diketahui bahwa elektron yang merupakan

paket muatan dan bergerak ke arah yang berlawanan dengan yang diprediksi oleh Franklin (dari wol

ke lilin).

Satuan untuk arus listrik adalah ampere atau Amp yang dinotasikan dengan 𝐴 dengan simbol 𝑰.

Tegangan (Beda Potensial)

Energi potensial yang mendorong elektron dari yang berada di daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah

berkonsentrasi rendah.

Kutub positif dari baterai dianggap sebagai daerah yang memiliki potensi untuk menerima elektron

sedangkan kutub negatifnya dianggap sebagai daerah yang memiliki potensi untuk menyumbangkan

elektron.

Semakin besar perbedaan potensial antara kedua belah kutub maka semakin besar tegangannya.

Satuan untuk tegangan adalah volt, dinotasikan dengan huruf V atau E dan simbol V.

Tahanan (Resistansi)

Tahanan adalah gesekan terhadap aliran arus.

Satu volt dapat mendorong arus 1 A melalui sebuah tahanan sebesar 1 ohm. Dengan demikian,

aliran arus dapat dikendalikan oleh resistor dalam suatu rangkaian.

Satuan untuk tahanan adalah ohm, diwakili oleh huruf R, dan simbol Ω.

Page 236: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

224 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

Kapasitansi

Kapasitansi adalah ukuran jumlah muatan listrik yang dapat disimpan oleh sebuah perangkat listrik

tertentu.

Kapasitor adalah komponen listrik atau perangkat yang digunakan untuk penyimpanan muatan.

Satuannya adalah farad, diwakili oleh huruf C, dengan simbol F.

Gambar 1. Simbol Skematik untuk (a) Sumber Arus Listrik DC (b) Sumber Tegangan DC

Gambar 2. (a) Sebuah Resistor (b) Simbol Skematik sebuah resistor

Gambar 3. Simbol Skematik untuk (a) Kapasitor (b) Sebuah Kapasitor

Rangkaian Seri

Rangkaian dengan komponen-komponen elektronikanya terhubungkan hanya pada satu jalur. Pada jalur

tersebut untuk elektron mengalir.

Rangkaian Paralel

Rangkaian dengan komponen-komponen elektronikanya terhubung pada lebih dari satu jalur (jalur

ganda). Pada jalur-jalur tersebut tempat elektron mengalir.

Page 237: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

225 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

METODE PELAKSANAAN

Metode yang dilakukan adalah dengan penyuluhan, demonstrasi serta percobaan langsung yang

dilakukan oleh para santri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengabdian dilakukan pada hari Sabtu, 27 Juli 2019, jam 10:30 – 14: 30 WIT, bertempat di ruang

aula Pondok Pesantren Darul Ilmu, Holtekamp. Kegiatan dihadiri oleh 33 santri. Sebelum pelaksanaan

pengabdian dilakukan di lokasi kegiatan, terlebih dahulu dilakukan proses peminjaman peralatan di

Laboratorium Fisika Lanjut FMIPA Univeristas Cenderawasih, dan dilakukan uji kelayakan pada setiap

alat sehingga diharapkan tidak terjadi kerusakan pada peralatan sehingga akan mengganggu jalannya

kegiatan pengabdian.

Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan penyampaian materi mengenai elektronika dasar

dilanjutkan dengan memberikan informasi mengenai peralatan yang akan digunakan serta cara

penggunaan yang baik tidak lupa diberikan juga informasi mengenai bahaya yang dapat ditimbulkan

ketika menggunakan peralatan tidak sesuai dengan prosedur yang ada di buku petunjuk yang dibagikan

dalam kegiatan ini.

Pada kegiatan penyampaian materi, juga diajukan beberapa pertanyaan untk mengetahui tingkat

pemahaman para santri mengenai elektronika dasar, serta mengetahui seberapa sering para santri

melaksanakan kegiatan praktikum di sekolah formal para santri. Pada tabel 1, diberikan beberapa

pertanyaan dan jawaban para santri yang disampaikan pada saat kegiatan berlangsung.

Tabel 1. Pertanyan dan jawaban dari wawancara langsung

No. Pertanyaan Jawaban

1. Pernah melaksanakan praktikum

di sekolah

a. Untuk santri MA menjawab pernah melakukan

percobaan secara terstruktur

b. Untuk santri MT menjawab pernah melakukan

percobaan tidak secara terstruktur

c. Untuk santri MI menjawab tidak pernah

melaksanakan praktikum

2. Pernah melaksanakan praktikum

yang berkaitan dengan

elektronika

Seluruh santri tidak pernah melaksanakan praktikum

yang berkaitan dengan elektronika

Page 238: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

226 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

3. Pernah mendengar istilah

elektronika

Seluruh santri pernah mendengar istilah elektronika

tetapi tidak paham mengenai istilah tersebut.

4. Pernah mendengar mengenai

komponen-komponen elektronika

dan kegunaannya

Sebagian kecil santri yang pernah mendengar

sebagian dari komponen elektronika tetapi tidak tahu

wujud dan kegunaannya, sedangkan santri lainnya

tidak pernah mendengarnya

Untuk memudahkan pengawasan dan asistensi kepada para santri maka para santri dibagi dalam

delapan kelompok yang tiap kelompoknya terdiri dari 4 sampai 5 santri, hal ini disesuaikan dengan

jumlah peralatan yang dibawa ke lokasi pengabdian. Setiap kelompok diberikan sebuah panduan

kegiatan dan beberapa jenis proyek rangkaian yang dapat dibuat dengan menggunakan peralatan MR

100.

Materi atau percobaan yang dikerjakan oleh para santri adalah sebagai berikut

1. Tahanan dan Kode Warna

2. Rangkaian Seri dan Paralel

3. Rangkaian Saklar

4. Rangkaian Pendek (Short Circiut)

5. Rangkaian Potensiometer

6. Rangkaian Sensor Cahaya Otomatis

7. Rangkaian Demultiplex

8. Rangkaian Kotak Ketakutan

9. Rangkaian Lampu Kereta

10. Rangkaian Melodi

11. Rangkaian Organ Listrik.

Materi kegiatan diberikan dalam bentuk sebuah panduan kegiatan praktikum yang diberikan pada

masing-masing kelompok santri. Pada pelaksanaan kegiatan, para santri diawasi langsung oleh

pelaksana kegiatan disebabkan para santri akan merusakkan peralatan praktikum.

Selama kegiatan berlangsung, para santri sangat serius dan antusias dalam membuat rangkaian-

rangkaian yang ada dalam petunjuk kegiatan, sehingga tidak terasa kegiatan berlangsung sampai 16:00

WIT. Pelaksanaan diselingi dengan istirahat sekitar 30 menit untuk melaksanakan shalat dan makan

siang.

KESIMPULAN

Tidak terjadi kendala yang berarti, dikarenakan peralatan yang dibawa telah dilakukan pengujian

sehingga kegiatan berjalan dengan lancar. Terdapat beberapa faktor yang menunjang keberhasilan

Page 239: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

227 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019

pelaksanaan pengabdian ini adalah (1) Mudahnya berkomunikasi dengan para santri, sehingga dengan

mudah lankgah-langkah pecobaan dapat dilakukan sesuai dengan petunjuk yang diberikan; (2) Tersedia

tempat yang memadai untuk melaksanakan kegiatan yaitu ruangan yang mampu menampung lebih dari

40 orang, sehingga para santri dapat dengan leluasa melaksakana kegiatan praktikum; (3) Kemauan

para peserta untuk mengetahui mengenai “elektronika” yang cukup besar; (4) Tersedianya beberapa

fasilitas penunjang kegiatan di lokasi pengabdian diantaranya tersedianya jaringan listrik sehingga

penyampaian materi dapat menggunakan proyektor yang telah dibawa oleh pelaksanak kegiatan

pengabdian. Terdapat pula faktor yang menghambat pelaksanaan kegiatan pengabdian ini, yaitu masih

beragamnya tingakat pendidikan formal para santri sehingga ada sebagian sedikit santri yang belum

mengerti mengenai istilah elektronika.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Universitas Cenderawasih yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Halliday, Resnick, Walker, 2014, Fundamental of Physics, Edisi ke-10, John Wiley, New York.

Introduction to Electronic Using MR Board, diakses pada 20 Februari 2019 pada situs

ftp://ftp.pasco.com/support/documents/english/SE/SE81/MR100%20Curriculum.pdf

Abdurrahman S, 2017, Modul Elektronika Dasar, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,

Jakarta.

Santoso, Andi Harmoko, 2002, Panduan Praktikum Elektronika Dasar, Universitas Indonesia, Jakarta.

Rahman, 2018, Panduan Praktikum Elektronika 1, Laboratorium Fisika Lanjut, FMIPA Universitas

Cenderawasih, Jayapura.

Page 240: PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904 - SEMNAS MIPA UNCEN

PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904

VOLUME 2 TAHUN 2020

xiii SEMNAS MIPA II TAHUN 2019