Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
ii SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
DEWAN DIREKSI
SEMINAR NASIONAL MIPA DAN TERAPAANYA II
TEMA
“PEMANTAPAN PEMAHAMAN MATEMATIKA DAN SAINS TERAPAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS INSTITUSI DALAM MENGHADAPI ERA
REVOLUSI INDUSTRI 4.0”
Penanggung Jawab
Dr. Dirk Y.P. Runtuboi. M.Kes (Dekan FMIPA Universitas Cenderawasih)
Penyusun Yane O. Ansanay, M.Sc., Ph.D,
Dr. Noper Tulak, S.Si., M.Si, Diana M.Abulais, S.Si.,M.Si ,
Anike Nelce Bowaire, M.Si, Agung Dwi Saputro, M.Kom dan
Bobi Frans Kuddi, S.Si., M.Si
Editor Yane O. Ansanay, M.Sc.,Ph.D
Desain Sampul Agung Dwi Saputro, M.Kom
Reviewers Octolia Togibasa, Ph.D, Dr. Irfan Wahyudi, M.Sc,
Dr. Mingsep R. Sampebua, ST.,MT, Yohanes Mandik, Ph.D
Drs. Daniel Napitupulu, M.Si, Elsye Gunawan, M.Sc.,Apt,
Dr.Ervina Indriyani, M.Si, dan Dr. Suharno, M.Si
Penerbit Uncen Press
Redaksi:
Kampus Pascasarjana Universitas Cenderawasih
Jl. Raya Abepura Padang Bulan Jayapura 99331
Telp/Fax (0967) 581257
Email : [email protected]
Percetakan:
CV. Fajar Cendekia Intermedia
Jl. Beringin No. 16 Yabansai, Waena, Jayapura, 99358
Telp/Fax (0967) 572255
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang memperbanyak Karya Tulis ini dalam bentuk apapun dan dengan cara
apapun tanpa izin dari penerbit Copyright © FMIPA, 2019
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
penyertaan dan hikmatNya Prosidng Seminar Nasional MIPA II Tahun 2019 dengan tema
‘Pemantapan Pemahaman Matematika dan Sains Terapan Untuk Meningkatkan Kualitas
Institusi Dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0’ dapat terselesaikan dengan baik.
Prosiding Seminar Nasional ini merupakan Luaran akademis tahunan kedua yang
dihasilkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, sekaligus dalam rangka
menyongsong Dies Natalis Universitas Cenderawasih ke 57 Tahun 2019 untuk memacu
peningkatan penulisan karya ilmiah yang sejalan dengan agenda nasional revolusi industri
4.0.
Selayaknya pelaksanaan Seminar Nasional, Prosiding yang dihasilkan dapat
mengakomodir beberapa tujuan yaitu melalui diseminasi hasil penelitian MIPA dan
terapannya yang ada di Papua dan Indonesia secara umum, meningkatkan jejaring di
antara sesama peneliti bidang ilmu ataupun kolaborasi multidisiplin ilmu yang kemudian
dapat berujung kepada kolaborasi penelitian untuk peningkatan kualitas hidup bangsa.
Selanjutnya melalui penerbitan Prosiding Seminar Nasional MIPA II sebagai momentum
tahunan ini, dapat menjadi milestone pengembangan institusi menjadi leading dalam
pencapaian kinerja optimal sesuai Visi dan Misi Institusi Pendidikan di Papua dan
Indonesia secara umum.
Prosiding Seminar Nasional MIPA II Tahun 2019 ini dapat difasilitasi
penerbitannya atas dukungan dari Universitas Cenderawasih dan stakeholder lainnya.
Sehingga diharapkan penerbitannya dapat memberikan rekomendasi positif untuk
pengembangan Papua dan Indonesia.
Demikian yang dapat disampaikan, atas partisipanya dan dukungan semua pihak
dalam proses penerbitan Prosiding Seminar Nasional Mipa II, Tahun 2019, diucapkan terima
kasih.
Ketua Panitia Seminar Nasional MIPA II Tahun 2019
ttd
Yane O. Ansanay, M.Sc., Ph.D
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
iv SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
SAMBUTAN DEKAN FMIPA UNIVERSITAS CENDERAWASIH
Menyadari kompetisi global yang sangat ketat di era revolusi industri 4.0 maka
sebagai bangsa diperlukan dukungan yang kuat dalam berbagai dimensi. Dukungan tersebut
terutama bagi penguasaan ipeteks, sumber daya manusia yang memiliki kompetensi unggul,
keberpihakan pemerintah dan partisipasi dari seluruh masyarakat. Penguasaan Ipteks sangat
penting bagi pengelolaan sumberdaya alam yang sangat besar. Mengingat potensi tersebut
sampai saat ini umumnya masih dikelola secara tradisional. Sentuhan teknologi terhadap
pengelolaan SDA Indonesia merupakan tantangan yang harus menjadi perhatian utama dan
sesegera mungkin dikembangkan dan diwujudkan. Pengembangan teknologi dan
pengelolaan SDA membutuhkan sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang unggul dalam bidangnnya, sehingga pembangaunan SDM memerlukan
perhatian dan strategi. Penyebaran informasi dan hasil-hasil penelitian diharapkan dapat
mempercepat transfer pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi pembangunan
sumberdaya manusia.
Prosiding Seminar Nasional MIPA II 2019 dengan tema “Pemantapan Pemahaman
Matematika dan Sains Terapan untuk meningkatkan kualitas institusi dalam menghadapi era
Revolusi Industri 4.0” menjadi sangat penting dilakukan secara rutin sebagai sarana membagi
informasi dan mendiskusikan berbagai topic dan tantangan yang dihadapi saat ini dan masa
yang akan datang. Prosiding Seminar Nasional ini juga diharapkan secara berkesinambungan
dapat memberikan input bagi pemerintan, industri dan masyarakat dalam perencaanaan
pengembangan Ipteks dalam bidang Matematika dan Sains Terapan.
Terima Kasih kepada semua pihak yang terlibat dan membantu penyelesaian
prosiding seminar nasional ini. Semoga kegiatan Seminar Nasional ini menjadi ajang bagi
pengembangan ipteks Matematik dan Sains Terapan di Indonesia.
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Cenderawasih
ttd
Dr. Dirk YP Runtuboi, M.Kes
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 v
PEMBICARA UTAMA NASIONAL
Dr. Robertus Heru Triharjanto, M.Sc
Pakar: Astronomi-Astrofisika
Kepala Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa
LAPAN
Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc
Pakar: Ekologi Kelautan
Universitas Hasanuddin
Oktama Tija
Pakar: Sistem informasi
Forum Mikrotik Indonesia
Pemilik PT. Internusa Total Solution
Nunu Nugraha, M. Farm., Apt
Pakar: Apoteker, Enterpreneurship
CEO PT Apoteker Mandiri
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
vi SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
PEMBICARA LOKAL
Dra. Rosye H. R. Tanjung, M.Sc., Ph.D
Bidang Keahlian Biologi,
Ketua LPPM Universitas Cenderawasih
Octolia Togibasa, S.Si.,M.Si.,Ph.D
Bidang Keahlian Biomaterial,
Ketua Program Studi Fisika Universitas Cenderawasih
Dr. Jonathan Kiwasi Wororomi, S.Si.,M.Si
Bidang Keahlian Statistik,
Pembantu Rektor III Universitas Cenderawasih
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 vii
SUSUNAN ACARA
Waktu Kegiatan Venue
07.30-08.30 Registrasi Meja Registrasi
08.30-09.30 Upacara
Pembukaan
Victory Hall
09.30-09.45 Coffee Break Victory Hall
09.45-12.15 Sesi Paripurna
Victory Hall
[K01] Dr. Robertus Heru Triharjanto, M.Sc.
[K02] Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc.
[K03] Oktama Tija.
[K04] Nunu Nugraha, M.Farm., Apt.
12.15-13.15 ISHOMA +
Sesi Poster
Victory Hall
[P01], [P02], [P03]. [P04], [P05], [P06], [P07],
[P08], [P09], [P10], [P11], [P12], [P13]
13.15-16.30 Sesi Paralel
A
BIOSAINS
B
GEOSAINS
C
EDUSAINS &
MATEMATIKA
[A01] [B01] [C01]
[A02] [B02] [C02]
[A03] [B03] [C03]
[A04] [B04] [C04]
[A05] [B05] [C05]
[A06] [B06] [C06]
[A07] [B07] [C07]
[A08] [B08] [C08]
[A09] [B09] [C09]
[A10] [B10] [C10]
Coffee break
[A11] [B11] [C11]
[A12] [B12] [C12]
[A13] [B13] [C13]
[A14] [B14] [C14]
[A15] [B15] [C15]
[A16] [B16] [C16]
[A17] [B17] [C17]
16.30-17.00 Upacara
Penutupan
Victory Hall
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
viii SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………i
DEWAN DIREKSI………….……………..……………………………………………………ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………iii
SAMBUTAN DEKAN FMIPA UNIVERSITAS CENDERAWASIH……………………iv
PEMBICARA UTAMA NASIONAL………………………………………………………...v
PEMBICARA LOKAL…………………………………………………………………………vi
SUSUNAN ACARA……………………………...……………………………………………vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………viii
DAFTAR MAKALAH PRESENTASI ORAL………………………………………………ix
DAFTAR MAKALAH PRESENTASI POSTER……………………………………………xii
MAKALAH ORAL…………………………………………………………………………….1
MAKALAH POSTER…………………………………………………………………………205
HALAMAN BELAKANG……………………………………………………………………xiii
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 ix
DAFTAR MAKALAH PRESENTASI ORAL
KODE PENULIS JUDUL HAL
KELOMPOK BIOSAINS
P01 Puguh Sujarta, Agustinus
Renyoet, Lisiard Dimara
PENGARUH SISTEM ETNO KONSERVASI
TIYAITIKI TERHADAP INDEKS EKOLOGIS BIOTA
LAUT (STUDI KASUS DI DAERAH TIYAITIKI
YONGSU BO, TABLASUPA, JAYAPURA)
1
P02 Rani Dewi Pratiwi, Eva S
Simaremare
UJI EFEK STIMULANSIA EKSTRAK ETIL ASETAT
KULIT KAYU AKWAY (Drymis piperita) ASAL
PAPUA PADA TIKUS (Ratus norvegicus) JANTAN
14
P03 Septiani Mangiwa, Anike Nelce
Bowaire, Yuliana Ruth
Yabansabra
FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN
EKSTRAK METANOL BIJI PINANG (Areca catechu L.)
DAN SIRIH (Piper betle L.)
19
P04 Helmina Pigai, Yudiana Laxmi
Reumy, Knabisemen Marlina
Yapasedanya, Irwanto Palinggi
KALUNG AROMATERAPI KHAS PAPUA KULIT
KAYU GENEMO ‘’KATER KAPKEG‘’
28
KELOMPOK GEOSAINS
P05 Heru Cahyoutomo, Cahyo
Saputra, Rhizal Alfian Abdul
Gani, Endang Haryati, Octolia
Togibasa
PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN PROSES
OKSIDASI TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR
BESI KABUPATEN SARMI
33
P06 Karl Karoluz Wagab Meak,
Patrick Marcell Fandy
STUDI PENDAHULUAN DAN REKONSTRUKSI
MODEL GENETIK SECARA EMPIRIS TERHADAP
TIPE ENDAPAN LATERITE SAPROLITE-Au DI
WAENA JAYAPURA DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP EKSPLORASI, PENAMBANGAN DAN
LINGKUNGAN
41
P07 Steven Y.Y. Mantiri, Muhammad
Akbar, Audita G. Yuliawan,
Fidel G. Lopulalan, Nunia T.
Mbaubedari, Anita Diliani, Jefry
Manggombrab, Wilhelmus F.
Yawandare, Otniel Bunai,
Stevanus Kanisirik, Natalia D.Y.
Naa, Jeny Sendong, Winny D.
Riadiningtias, Lidya N. Hutapea
IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN TANAH
MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK
TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER ALFA
SECARA LATERAL DAN VERTIKAL UNTUK
PEMBANGUNAN FONDASI TRIBUNE DI SEKITAR
LAPANGAN SEPAKBOLA MAHACENDRA
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
48
P08 Andhi Prawika, Steven Y.Y.
Mantiri, Muhammad Akbar
PENDUGAAN LAPISAN INSTRUSI AIR LAUT
MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK
KONFIGURASI SCHLUMBERGER SECARA
VERTIKAL DI KAMPUNG HOLTEKAMP, DISTRIK
MUARA TAMI, KOTA JAYAPURA
58
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
x SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
KODE PENULIS JUDUL HAL
P09 Arsiyani, Steven Y.Y. Mantiri ,
Muhammad Akbar
PENERAPAN METODE RESISTIVITAS UNTUK
ANALISIS POTENSI LONGSOR PADA AREA RSUD
YOWARI SENTANI KABUPATEN JAYAPURA
64
P10 Gabryella G. B. Yantewo, Steven
Y.Y. Mantiri, Muhammad
Akbar, Yusuf Bungkang
PEMODELAN FISIK METODE GEOLISTRIK
TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER ALFA
UNTUK SURVEY ANOMALI BAWAH
PERMUKAAN
71
P11 Elfrida B Fonataba, Steven
Y.Y.Mantiri, Muhammad Akbar
PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DALAM PEMBUATAN PETA POTENSI AIR TANAH
MENGGUNAKAN DATA PENGUKURAN METODE
GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER
(STUDI KASUS KECAMATAN NIMBOKRANG,
KABUPATEN JAYAPURA)
76
P12 Adi Ramses Sagala, Rira Angela
Damanik, Doni Christianto,
Daniel Tandi, Hezron Salawane,
Perdana Renaldy Usior, Eka
Alfred Sagala, Handry Kainama,
Gerrid Adithia Pontoh, Nelson
Butar-Butar, Ezra Filemon
Syatauw, Randika Rivaldi
KAJIAN KARAKTERISTIK DIURNAL STASIUN
METEROROLOGI SENTANI
83
P13 Yane O Ansanay, Korinus N
Waimbo
PEMODELAN DAN SIMULASI PENGARUH
TINGKAT POROSITAS TANAH TERHADAP LAJU
INFILTRASI AIR TANAH
93
KELOMPOK EDUSAINS DAN MATEMATIKA
P14 Erin S. Munfaatun, Dony
Christianto, Anike N. Bowaire
IDENTIFIKASI DAERAH YANG BERPOTENSI
ENERGI ANGIN DI PAPUA DAN PAPUA BARAT
MENGGUNAKAN METODE PEMETAAN DENGAN
SOFTWARE GRADS
99
P15 Felix Reba, Alvian M. Sroyer SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PREDIKSI
CUACA HARIAN MENGGUNAKAN METODE
FUZZY-MAMDANI (Studi Kasus: Kota Jayapura)
109
P16 Rahman, Sudarmono PERBANDINGAN METODE EULER DENGAN
METODE HUEN PADA SIMULASI PENGARUH
KOEFISIEN DRAG UNTUK GERAK JATUH BEBAS
119
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 xi
KODE PENULIS JUDUL HAL
P17 Samuel C. G. B. Narahawarin,
Rahman
SIMULASI NUMERIK PENGARUH UKURAN
BAHAN PADA GERAK BENDA JATUH BEBAS
YANG DIPENGARUHI OLEH KOEFISIEN DRAG
130
P18 Mayor M.H. Manurung ANALISIS KEMAMPUAN CRITICAL THINKING
MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH
VOLUME BENDA PUTAR
137
P19 N Nurhayati, Oswaldus Dadi EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
PROBLEM SOLVING BERBANTUAN APLIKASI QSB
TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
DAN KEMANDIRIAN SISWA
145
P20 Yosefin Rianita Hadiyanti,
Raoda Ismail, Pitriana
Tandililing
PELATIHAN PENGGUNAAN APLIKASI GOOGLE
CLASSROOM DAN APLIKASI KAHOOT SEBAGAI
MEDIA PEMBELAJARAN 4.0 BAGI DOSEN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
151
P21 Feby Seru DAMPAK OUTLIER TERHADAP PREDIKSI
CADANGAN KLAIM DAN CHAIN-LADDER YANG
ROBUST
160
P22 Supiyanto, Samuel A.
Mandowen
APLIKASI METODE AFFINE CIPHER UNTUK
KEAMANAN CITRA
172
P23 Katarina Lodia Tuturop, Joko
Harianto
ANALISIS KESTABILAN LOKAL TITIK
EKUILIBRIUM MODEL DINAMIKA EPIDEMI
CAMPAK
179
P24 Joko Harianto, Titik Suparwati EKSISTENSI TITIK EKUILIBRIUM MODEL SVIR
MELIBATKAN BILANGAN REPRODUKSI DASAR
188
P25 Sudaryani, Westy B.
Kawuwung, Alvian M. Sroyer
PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR
FULLY FUZZY DENGAN METODE DEKOMPOSISI
QR
197
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
xii SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
DAFTAR MAKALAH PRESENTASI POSTER
KODE PENULIS JUDUL HAL
P26 Felvy Waisapi, Evie Warikar,
Euniche R.P.F Ramandey
KEANEKARAGAMAN KUPU-KUPU SUPERFAMILI
PAPILIONOIDEA DI KAWASAN PENYANGGA
CAGAR ALAM PEGUNUNGAN CYCLOOP
205
P27 Sudarmono, Rahman PEMAHAMAN KONSEP ELEKTRONIKA DASAR
MENGGUNAKAN MODUL EKSPERIMEN MR100 DI
PONDOK PESANTREN DARUL ILMU,
HOLTEKAMP, KOTA JAYAPURA
220
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 1
P01
PENGARUH SISTEM ETNO KONSERVASI TIYAITIKI TERHADAP INDEKS
EKOLOGIS BIOTA LAUT
(STUDI KASUS DI DAERAH TIYAITIKI YONGSU BO, TABLASUPA,
JAYAPURA)
Puguh Sujarta1, Agustinus Renyoet2 dan Lisiard Dimara3 1Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Cenderawasih
2Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP Universitas Cenderawasih 3Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, FMIPA Universitas Cenderawasih
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tiyaitiki adalah kearifan lokal Suku Tepra di Teluk Tanah Merah Jayapura yang diperuntukkan sebagai
sistem etno konservasi laut. Daerah perlindungan laut yang dimaksudkkan dalam penelitian ini adalah
daerah iyaitiki, yaitu perairan pasang surut (intertidal) yang secara khusus ditetapkan sebagai Daerah
Perlindungan Laut (DPL). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) indeks kelimpahan lamun
dan Siganus spp., (2) indeks keanekaragaman lamun dan Siganus spp., (3) dominasi lamun dan Siganus
spp., dan (4) keseragaman lamun dan Siaganus spp. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2019
di Perairan Yongsu Bo Kampung Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Metode penelitian
yang digunakan adalah survei, dan pengumpulan data melalui teknik transek kuadrat dan sensus visual.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) indeks kelimpahan lamun = 23.52 individu/m2 dan Siganus
spp. = 31.91 individu/m2 tergolong melimpah sedang, (2) indeks keanekaragaman lamun = 1.53 dan
Siganus spp. = 1.49 tergolong keanekaragaman sedang, (3) dominasi lamun = 0.06 dan Siganus spp. =
0.10, terdapat spesies yang dominasi yaitu Enhalus acoroides dan Siganus spinus, (4) keseragaman
lamun = 1.00 dan Siaganus spp. = 1.07 tergolong ekosistem stabil dengan keseragaman tinggi.
Kesimpulan penelitian ini adalah (1) indeks kelimpahan lamun dan Siganus spp. adalah melimpah
sedang, (2) indeks keanekaragaman lamun dan Siganus spp. adalah keanekaragaman sedang, (3)
spesies lamun dan Siganus spp. yang mendominasi adalah Enhalus acoroides dan Siganus spinus, (4)
lamun dan Siganus spp. memiliki keseragaman tinggi dengan ekosistem stabil.
Kata Kunci: tiyaitiki, indeks ekologis, lamun, Siganus spp., Tablasupa
PENDAHULUAN
Masyarakat pesisir, khususnya nelayan, biasanya menggunakan pengetahuan tradisional sebagai
guide dalam kegiatan mereka di laut. Berdasarkan pengalaman turun temurun, mereka telah dapat
mempertimbangkan keadaan iklim, arus, migrasi burung-burung untuk mendeterminasi tempat-tempat
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
2 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
penangkapan ikan dan biota laut lainnya. Jadi mereka mengetahui dimana mereka akan menangkap
ikan, jenis ikan apa yang banyak dan kapan waktunya. Pengetahuan seperti itu, memainkan peran yang
penting dalam adaptasi mereka dengan lingkungan, khususnya ekosistem pesisir dan laut (Hidayati dan
Rahardjo, 1997) dalam Sujarta (2015). Salah satu contoh pranata sosial yang dilakukan oleh masyarakat
Teluk Tanah Merah adalah Tiyaitiki. Pengertian Tiyaitiki (Tiaitiki: Yarisetou, 2009) adalah pengetahuan
mengatur, mengelola, memanfaatkan dan melestarikan sumber daya laut dan pesisir dalam konteks
lokal.
Masyarakat lokal Kampung Tablasupa telah menetapkan beberapa wilayah sebagai derah
perlindungan laut atau daerah tiyaitiki, salah satunya adalah perairan Yongsu Bo. Kawasan Tiyaitiki
Yongsu Bo terletak di antara Pantai Harlem dan Kawasan Tiyaitiki Sermabo, memiliki letak astronomis
pada titik kordinat 0225’385” LS dan 14021’619” BT. Pada wilayah tiyaitiki Yongsu Bo masyarakat
menerapkan perlindungan terhadap ekosistem, dan jenis ekosistem laut yang dilindungi adalah
ekosistem padang lamun dan terumbu karang. Menurut laporan Sujarta (2015), ekosistem padang lamun
menjadi pilihan masyarakat untuk dilindungi dengan cara ditutup terhadap aktivitas penangkapan ikan.
Dait (2015) menerangkan bahwa selain padang lamun, populasi ikan samandar atau baronang (Siganus
spp.) dilindungi oleh masyarakat melalui penerapan tiyaitiki.
Padang lamun memiliki berbagai peranan dalam kehidupan ikan. Dimana
padang lamun dapat dijadikan daerah asuhan (nursery ground), sebagai tempat mencari
makan (feeding ground) dan perlindungan. Tumbuhan lamun menjadi
makanan langsung ikan (Bengen, 2002 dalam Latuconsina et al., (2016). Menurut Hutomo (1985 dalam
Latuconsina et al., (2016) menjelaskan bahwa ekosistem padang
lamun berperan penting sebagai daerah asuhan, dimana sebagian besar ikan penghuni padang
lamun adalah ikan-ikan juvenil dan apabila telah dewasa akan menghabiskan hidupnya
pada tempat lain. Pereira et al (2010) menambahkan bahwa padang lamun digunakan
oleh ikan juvenil dalam cara yang berbeda, umumnya sebagai tempat asuhan dan
pembesaran, tempat berlindung dari predator, mengurangi kompetisi dan meningkatkan
ketersediaan sumber makanan, sehingga membangun hubungan konektivitas dengan
ekosistem lainnya.
Menurut Kordi (2011) dalam Latuconsina et al., (2016) salah satu ikan ekonomis penting yang
diketahui berasosiasi dengan padang lamun adalah ikan baronang (Siganus spp.) yang
memanfaatkan ekosistem padang lamun sebagai daerah asuhan, pembesaran dan tempat
mencari makanan. Penelitian sebelumnya tentang keberadaan spesies Siganus spp.
pada ekosistem padang lamun di perairan Yongsu Bo yang dilakukan oleh Rumbiak (2011) berhasil
mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan spesies Siganus spp. di perairan
Yongsu Bo pada bulan Mei 2009 tergolong sedang, serta Dait (2015) menemukan
spesies Siganus spp. melimpah sedang pada bulan Mei 2015 di lokasi yang sama.
Berdasarkan fakta di atas, penelitian ini sangat perlu dilakukan untuk mengkaji pengaruh sistem
etno konservasi tiyaitiki terhdap indeks ekologis biota laut (studi kasus di daerah tiyaitiki ongsu Bo,
Tablasupa, Jayapura). Indikator yang mampu menunjukkan pengaruh atau hubungan perlakuan atau
penerapan kearifan tiyaitiki dengan indeks ekologis biota laut di perairan Yongsu Bo adalah penghitungan
nilai indeks spesies biota laut dilindungi. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 3
indeks kelimpahan, keanekaragaman, dominasi, keseragaman dan korelasi tumbuhan lamun dengan
spesies ikan Siganus spp. di perairan Yongsu Bo, Kampung Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten
Jayapura.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2019 di Perairan Yongsu Bo Kampung Tablasupa,
Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura (Gambar 1). Kawasan Tiyaitiki Yongsu Bo terletak di antara Pantai
Harlem dan Kawasan Tiyaitiki Sermabo, memiliki letak astronomis pada titik kordinat 0225’385” LS dan
14021’619” BT.
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa,
Distrik Depapre (Sujarta, 2015)
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif, sedangkan teknik pengumpulan data penelitian adalah (1) wawancara, yaitu teknik yang
digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan padang lamun dan ikan samandar
(Siganus spp.), (2) observasi, yaitu teknik yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke
lapangan, (3) teknik Underwater Fish Visual Cencus untuk menghitung populasi ikan samandar (Siganus
spp.), dan (4) transek garis, yaitu teknik yang digunakan untuk mengamati, mencatat dan menghitung
jenis lamun dalam petak cuplik (plot sampling).
Pada setiap stasiun dibuat beberapa garis transek yang ditarik dari pantai menuju ke arah laut
sepanjang 100 m, kemudian gunakan plot berukuran 1x1 m untuk pengambilan data lamun sepanjang
transek (Mc Kenzie & Campbell, 2002). Dengan teknik Underwater Fish Visual Cencus (English et al,
1994), jumlah dan jenis ikan samandar diamati dengan masker-snorkel di atas pita roll meter yang
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
4 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
dibentangkan 100 meter di kedalaman 2 - 3 meter dengan jarak/radius padang ke sisi kiri dan kanan
adalah 2.5 meter sepanjang transek garis. Semua jenis ikan samandar yang teramati dicatat dalam tabel
data.
Analisis Data
Data kelimpahan dan kelimpahan relative spesies lamun dan Siganus spp. dihitung menggunakan
persamaan Indeks Kelimpahan menurut Odum (1971) sebagai berikut:
𝐾 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑘𝑒 𝑖
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚2) (1)
𝐾𝑅 =𝐾𝑒𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑘𝑒 𝑖
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 100% (2)
Data keanekaragaman spesies lamun dan Siganus spp. dihitung menggunakan persamaan Indeks
Keanekaragaman spesies menurut Fachrul (2007) sebagai berikut:
𝐻′ = −∑𝑛𝑖
𝑁𝑙𝑛
𝑛𝑖
𝑁
𝑠𝑖=1 (3)
dimana: H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu jenis ke- i
N = Jumlah seluruh individu
Kriteria keanekaragaman spesies menurut Fachrul (2007) adalah sebagai berikut:
a. Keanekaragaman rendah jika H’ < 1
b. Keanekaragaman sedang jika 1 < H’ < 3
c. Keanekaragaman tinggi jika H’ > 3
Data dominasi spesies lamun dan Siganus spp. dihitung menggunakan persamaan Indeks
Dominansi spesies menurut Odum (1993) sebagai berikut:
𝐶 = ∑ [𝑛𝑖
𝑁]2
𝑛𝑖=1 (4)
Keterangan:
C : Indeks dominansi Simpson
ni : Jumlah individu dari spesies ke i
N : Jumlah individu seluruh spesies
Data keseragaman spesies lamun dan Siganus spp. dihitung menggunakan persamaan Indeks
Dominansi spesies menurut Odum (1993) sebagai berikut:
𝐸 =𝐻′
𝐻𝑚𝑎𝑥 (5)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 5
Keterangan:
E : Indeks keseragaman spesies
Hmax : Log2 S = indeks keanekaragaman
H’ : Indeks keanekaragaman
Data korelasi spesies lamun dan Siganus spp. dihitung menggunakan persamaan korelasi
Pearson sebagai berikut (Fahlifi, 2013 dalam Dait, 2015):
𝑟 =𝑛 𝑋𝑌− 𝑋 𝑌
√(𝑛 𝑋2−( 𝑋)2)( 𝑛 𝑌2− ( 𝑌)² (6)
dimana:
X : Kerapatan Lamun
Y : Kelimpahan Ikan
Kriteria untuk nilai r (Nurlukman, 2012) sebagai berikut:
1. 0 : tidak ada korelasi antara dua variabel
2. 0 – 0,25 : korelasi sangat lemah
3. 0,25 – 0,5 : korelasi cukup
4. 0,5 – 0,75 : korelasi kuat
5. 0,75 – 0,99 : korelasi sangat kuat
6. 1 : korelasi sempurna
Seberapa besar koefisien korelasi kelimpahan ikan dengan kepadatan lamun dapat dilihat dengan
regresi linear.
Jika koefien korelari positif maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai
variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka
kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y
akan menjadi rendah, dan sebaliknya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Oseanografi
Hasil pengukuran kondisi oseanografi perairan di Yongsu Bo menunjukkan kondisi yang sesuai
standar baku mutu air untuk biota laut, sehingga sangat baik mendukung kehidupan lamun dan ikan
Siganus spp. Kondisi parameter perairan dapat dilihat pada Tabel 1.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
6 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Indeks Kelimpahan Spesies Lamun dan Siganus spp.
Jenis lamun yang ditemukan di perairan Yongsu Bo berjumlah 8 (delapan) spesies dengan jumlah
individu terbanyak adalah Enhalus acoroides yaitu 1043 individu dan jenis lamun dengan spesies terkecil
adalah Halophila minor yaitu 189 individu. Berdasarkan nilai kelimpahan dan kelimpahan relatif, diketahui
bahwa jenis lamun Enhalus acoroides memiliki nilai kelimpahan tertinggi, yaitu K = 0.24 individu/m2 dan
KR = 23.52 individu/m2 (Tabel 2). Azkab (2010) menerangkan bahwa, salah satu faktor penting yang
berpengaruh terhadap tingginya kelimpahan spesies lamun Enhalus acoroides di suatu perairan adalah
kemampuan genetiknya untuk beradaptasi dengan cepat terhadap kondisi lingkungan perairan. Selain
itu, Supriharyono (2010) menerangkan bahwa kondisi substrat pun berperan penting, dimana jenis lamun
ini sangat menyukai substrat pasir, pasir berlumpur, dan lumpur.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Kualitas Perairan Yongsu Bo, Tablasupa
Kualitas Air Kecerahan
(%)
Suhu
(oC)
DO
(mg.L-1)
pH
(unit)
Salinitas
(ppt)
Transek 1 100 29 5.2 7.73 38.1
Transek 2 100 28 6.0 7.61 37.3
Transek 3 100 30 6.5 8.02 39.0
Transek 4 100 31 7.0 8.04 40.0
Transek 5 100 29 5.2 7.73 38.1
Transek 6 100 30 6.5 8.02 39.0
Tabel 2. Indeks Kelimpahan dan Kelimpahan Relatif Lamun di Perairan Yongsu Bo
1 Halodule uninervis 243 0.05 5.48
2 Cymodocea serulata 946 0.21 21.33
3 Syringodium isoetifolium 301 0.07 6.79
4 Enhalus acoroides 1043 0.24 23.52
5 Halophila ovalis 563 0.13 12.69
6 Halodule pinifolia 544 0.12 12.27
7 Halophila minor 189 0.04 4.26
8 Cymodocea rotundata 606 0.14 13.66
Jumlah 4435 100
Kelimpahan Relatif
(KR)No Kelimpahan (K)
Jumlah
IndividuSpesies Lamun
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 7
Tabel 3. Indeks Kelimpahan dan Kelimpahan Relatif Siganus spp. di Perairan Yongsu Bo
Nilai kelimpahan dan kelimpahan relatif dari ikan Siganus yang tertinggi adalah jenis Siganus
spinus yaitu K = 0.32 individu/m2 dan KR = 31.91 individu/m2 (Tabel 3). Jenis ikan ini memiliki
kemampuan jelajah di ekosistem padang lamun dan terumbu karang (Irwan, 2008), memiliki mobilitas
tinggi (Woodland, 1990) memiliki perkembangbiakan yang cepat (Merta, 1980) dan hidup berkelompok
(Irwan, 2008). Faktor-faktor tersebut sangat mendukung Siganus spinus sehingga dijumpai dalam jumlah
individu yang banyak, sehingga berpengaruh pada kelimpahnnya di perairan.
Indeks Keanekaragaman Spesies Lamun dan Siganus spp.
Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya jumlah jenis dan spesies yang ditemukan, adanya individu yang ditemukan lebih mendominasi
dari individu lainnya, dan kondisi dari ekosistemnya (padang lamun) sebagai habitat dari fauna.
Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman (Odum, 1993) bahwa nilai H’ besar dari 3,0 maka nilai
keanekaragaman tinggi. Hasil yang diperoleh adalah nilai keanekaragaman jenis sedang, yaitu H’ = 1.93
(Tabel 4).
Tabel 4. Keanekaragaman Jenis Lamun di Perairan Yongsu Bo
1 Siganus spinus 105 0.32 31.91
2 Siganus furcescens 93 0.28 28.27
3 Siganus puellus 33 0.1 10.03
4 Siganus gutatus 27 0.08 8.21
5 Siganus doliatus 71 0.22 21.58
Jumlah 329 100.00
No Spesies IkanJumlah
IndividuKelimpahan (K)
Kelimpahan Relatif
(KR)
1 Halodule uninervis 243 -0.16
2 Cymodocea serulata 946 -0.33
3 Syringodium isoetifolium 301 -0.18
4 Enhalus acoroides 1043 -0.34
5 Halophila ovalis 563 -0.26
6 Halodule pinifolia 544 -0.26
7 Halophila minor 189 -0.13
8 Cymodocea rotundata 606 -0.27
Jumlah 4435 -1.93
Indeks Shanon-Wiener 1.93
No Spesies LamunJumlah
Individu
Keanekaragaman
(H' )
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
8 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Tabel 5. Keanekaragaman Jenis Ikan Siganus spp. di Perairan Yongsu Bo
Nilai indeks keanekaragaman ikan Siganus spp. pada Transek 1 sampai 6 diketahui tergolong
keanekaragaman sedang dengan nilai H’ = 1.49 (Tabel 5). Kondisi ini diduga dipengaruhi oleh kondisi
perairan Yongsu Bo yang tidak terlalu luas dan kondisi karang serta lamun yang mulai rusak akibat
aktivitas manusia dan beberapa bangkai kapal yang terdampar di wilayah ini.
Cappenberg dan Panggabean (2005) menjelaskan, tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman
dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti jumlah kelompok atau individu yang diperoleh, ada atau
tidaknya dominansi dari kelompok tertentu, substrat yang homogen serta kondisi lingkungan kurang
kondusif yang menyebabkan keterbatasan makanan sehingga hanya terdapat jenis-jenis atau kelompok
tertentu saja yang dapat bertahan hidup pada wilayah tersebut.
Indeks Dominansi Spesies Lamun dan Siganus spp.
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, diketahui bahwa pada Transek 1 sampai 6 hanya
ditemukan 8 jenis lamun, dan 2 jenis diantaranya memiliki jumlah individu terbanyak, yaitu Enhalus
acoroides = 1043 individu dan Cymodocea serulata = 946 individu. Selanjutnya, diketahui pula bahwa
nilai Dominansi Simpson tertinggi terdapat pada 2 jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides = 0.06 dan
Cymodocea serulata = 0.05 (Tabel 6). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa keberadaan ekosistem
padang lamun di perairan Yongsu Bo tergolong stabil dan tidak ada spesies lamun yang mendominasi.
Tabel 6. Dominansi Jenis Lamun di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa
1 Siganus spinus 105 -0.36
2 Siganus furcescens 93 -0.36
3 Siganus puellus 33 -0.23
4 Siganus gutatus 27 -0.21
5 Siganus doliatus 71 -0.33
Jumlah Individu (N) 329 -1.49
Indeks Shannon Wiener 1.49
No Spesies IkanJumlah
Individu
Keanekaragaman
(H' )
1 Halodule uninervis 243 0.00
2 Cymodocea serulata 946 0.05
3 Syringodium isoetifolium 301 0.00
4 Enhalus acoroides 1043 0.06
5 Halophila ovalis 563 0.02
6 Halodule pinifolia 544 0.02
7 Halophila minor 189 0.00
8 Cymodocea rotundata 606 0.02
Jumlah 4435 0.17
No Spesies LamunJumlah
Individu
Dominansi
Simpson [C]
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 9
Tabel 7. Dominansi Jenis Ikan Siganus spp. di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa
Kemudian, bila dilihat data dominansi jenis ikan Siganus spp. maka diketahui bahwa berhasil
tercatat 5 jenis Siganus dengan jumlah total individu sebanyak 329, dan jenis dengan jumlah individu
terbanyak adalah Siganus spinus = 105 individu, sekaligus spesies ikan ini memiliki nilai dominansi
tertinggi yaitu 0.10 individu/m2 (Tabel 7). Berdasarkan kriteria Dominansi Simpson (Odum, 1993)
diketahui bahwa keberadaan populasi ikan Siganus spp. di perairan Yongsu Bo dalam kondisi stabil dan
tidak terdapat spesies yang dominasi. Cappenberg dan Panggabean (2005) menerangkan bahwa,
ketiadaan spesies dominan di suatu perairan seringkali dipengaruhi oleh kondisi dan keadaan habitat
yang homogen. Odum (1993) dan Nontji (2005) menerangkan apabila kondisi rantai makanan di laut
berjalan stabil, makan jarang dijumpai terdapat jenis-jenis biota tertentu dalam jumlah banyak (dominan).
Indeks Keseragaman Spesies Lamun dan Siganus spp.
Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah spesies lamun yang ditemukan berjmlah 8 jenis, jumlah total
individu sebanyak 4435 individu dengan jumlah individu terbanyak terdapat pada spesies lamun Enhalus
acoroides = 1042 individu dan Cymodocea serulata = 946 individu. Nilai keseragaman tertinggi spesies
lamun pada transek 1 sampai 6 adalah Enhalus acoroides = 1.00 dan nilai keseragaman tertinggi spesies
Siaganus spp. = 1.07. dengan demikian, dapat dipahami bahwa perairan Yongsu Bo tergolong
ekosistem stabil dengan keseragaman tinggi. Dengan adanya keseragaman yang tinggi, perairan ini
kurang bervariasi kehadiran spesies ikan Siganus.
Menurut Hemingga dan Duarte (2000) dalam Latuconsina et al. (2016), terdapat empat faktor yang
relevan terkait dengan variabilitas komunitas ikan padang lamun, yaitu: (1) struktur vegetasi lamun, (2)
tingkat larva dan ikan juvenil yang menghuni padang lamun, mortalitas dan proses migrasi, (3) lokasi
vegetasi lamun terhadap habitat lainnya, dan (4) parameter fisika kimia pada habitat lamun. Selain jenis
ikan Siganus spinus, terdapat pula jenis kedua yang memiliki nilai keseragamn tinggi yaitu spesies
Siganus furcescens = 1.05 (Tabel 9).
1 Siganus spinus 105 0.10
2 Siganus furcescens 93 0.08
3 Siganus puellus 33 0.01
4 Siganus gutatus 27 0.01
5 Siganus doliatus 71 0.05
Jumlah 329
Dominansi
Simpson [C]No Spesies
Jumlah
Individu
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
10 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Tabel 8. Keseragaman Jenis Lamun di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa
Tabel 9. Keseragaman Jenis Ikan Siganus spp. di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa
Nilai indeks keseragaman di lokasi penelitian berkisar antara 0.60 - 1.07, artinya berada pada
kategori tinggi (komunitas stabil). Menurut Odum (1993) semakin kecil nilai
keseragaman (E’) maka semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, artinya tidak ada
kecenderungan suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Semakin besar nilai keseragaman (E’)
maka populasi menunjukkan keseragaman yaitu jumlah individu setiap spesies hampir sama.
Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan perairan di tempat biota tersebut mampu mendukung kehidupan
secara baik.
Pemaknaan indeks ekologis spesies lamun dan Siganus spp. secara keseluruhan di perairan
tiyaitiki Yongsu Bo dalam penelitian ini adalah: (1) indeks kelimpahannya sedang, (2) indeks
keanekaragamannya sedang, (3) indeks Dominansi Pearson menunjukkan terdapat 2 spesies dominan
yaitu Enhalus acoroides dan Siganus spinus, dan (4) indeks keseragamannya tinggi dengan kondisi
ekosistem stabil (Gambar 2).
1 Halodule uninervis 243 0.47
2 Cymodocea serulata 946 0.97
3 Syringodium isoetifolium 301 0.54
4 Enhalus acoroides 1043 1.00
5 Halophila ovalis 563 0.77
6 Halodule pinifolia 544 0.76
7 Halophila minor 189 0.40
8 Cymodocea rotundata 606 0.80
Jumlah 4435 5.71
No Spesies LamunJumlah
IndividuKeseragaman [E]
1 Siganus spinus 105 1.07
2 Siganus furcescens 93 1.05
3 Siganus puellus 33 0.68
4 Siganus gutatus 27 0.60
5 Siganus doliatus 71 0.97
Jumlah 329 4.37
No Spesies IkanJumlah
IndividuKeseragaman [E]
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 11
Gambar 2. Indeks Kelimpahan, Keanekaragaman, Dominansi, dan Keseragaman
Tumbuhn Lamun dan Ikan Siganus spp. di Perairan Yongsu Bo
Korelasi Spesies Lamun dan Siganus spp.
Untuk mengetahui korelasi antara ekosistem lamun dengan populasi ikan Siganus, dilakukan
perhitungan analisis korelasi dengan variabel X (variabel independent) yang merupakan kelimpahan
lamun (Tabel 2) dan juga variabel Y (variabel dependent) yang merupakan kelimpahan ikan Siganus
(Tabel 3). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai korelasi yang diperoleh adalah 0,9997 dan
korelasinya bersifat positif. Sarwono (2006) mengatakan apabila suatu korelasi bersifat positif, maka
hubungan yang tergambarkan antara dua organisme tersebut akan membentuk hubungan yang
berbanding lurus. Pernyataan tersebut telah sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh sebagaimana
tergambar pada Gambar 3.
Gambar 3. Korelasi Kelimpahan Lamun dan Ikan Siganus spp.
KESIMPULAN
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
IndeksKelimpahan
IndeksKenekaragaman
IndeksDominansi
IndeksKeseragaman
23.52
1.53 0.06 1.00
31.91
1.49 0.10 1.07
Tumbuhan Lamun Ikan Siganus spp.
y = 1.3681x - 0.2877R² = 0.9997
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00
Kel
impa
han
Lam
un (
indi
v/m
2)
Kelimpahan Ikan Siganus spp.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
12 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Kesimpulan penelitian ini adalah (1) indeks kelimpahan lamun dan Siganus spp. adalah melimpah
sedang, (2) indeks keanekaragaman lamun dan Siganus spp. adalah keanekaragaman sedang, (3)
spesies lamun dan Siganus spp. yang mendominasi adalah Enhalus acoroides dan Siganus spinus, dan
(4) lamun dan Siganus spp. memiliki keseragaman tinggi dengan ekosistem yang stabil. Penerapan
kearifan tiyaitiki mampu meningkatkan indeks ekologis padang lamun, dan indeks ekosistem padang
lamun yang baik sangat mempengaruhi indeks ekologis populasi ikan Siganus spp. di perairan Yongsu
Bo, Tablasupa.
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M.H. 2000. Struktur dan Fungsi Pada Komunitas Lamun. Balitbang Biologi Laut , XXV (3).
Azkab, M.H. 2010. Panduan Penelitian untuk Lamun. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI.
Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Pengelolaannya
Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah
Pesisir Terpadu. Bogor 23 Oktober - 3 November 2001. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPBL)-IPB. Bogor. 167 pp.
Cappenberg, H.A.W., Panggabean, M.G. 2005. Moluska di perairan gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu,
Teluk Jakarta. J Oldi 37: 69-80.
Dait, I. 2015a. Dampak Tiyaitiki Terhadap Kepadatan Lamun serta Distribusi dan Kelimpahan Ikan
Samandar (Siganus spp.) di Perairan Yongsu Bo, Tablasupa, Depapre. Skripsi Sarjana Jurusan
Kelautan dan Perikanan Universitas Cenderawasih. Jayapura.
English, S.C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual for Torpical Marine Resources. Australian
Institute of Marine Scince. Townville.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi . Jakarta: Bumi Aksara.
Fahlifi, M. R. SF. 2013. Hubungan Kerapatan Manggrove dan Kelimpahan Makrozoobentos di Kawasan
Sungai Merusi Kabupaten Indagiri Hilir. Skripsi. Pekanbaru. Program Sarjana Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Hemingga, A.M & C.M. Duarte. 2000. Seagrass Ecology. Candbridge University Press.
New York. 322 pp.
Hidayati, D. dan Y. Rahardjo, 1997, Kearifan Lokal: RelevansidanManfaatuntuk COREMAP,
PuslitbangEkonomidan Pembangunan LembagaIlmuPenelitian Indonesia, Jakarta.
Kordi, M.G.H. 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass); Fungsi, potensi dan Pengelolaan.
Rineka Cipta. Jakarta.
Latuconsina, H., Rappe, R.A., dan Nessa, M.N. 2016. Asosiasi Ikan Baronang (Siganus canaliculatus
Park, 1797) pada Ekosistem Padang Lamun Teluk Ambon Dalam. Jurnal FPKI Universitas
Darusalam. Ambon.
Mc Kenzie, L.J dan S. J. Campbell. 2002. Seagrass Watch: Manual for Community (citizen) Monitoring
of Seagrass Habitat. Western Pacific Edition: A Component of Seagrasses Net.
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. (edisi revisi). Djambatan Jakarta. 372 pp.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 13
Nurlukman, Candra p. 2012. Hubungan Kelimpahan Teripang (Holothuroidea) dengan Tingkat Kerapatan
Lamun di Pulau Pari DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Padjajaran. Jatinangor.
Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology.W.B. Sounders Company Ltd. Philadelphia.
Odum, Z.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ke-3. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Pereira, P.H.C., B.P. Ferreira dan S.M.Rezende. 2010. Community structure of the
ichthyofauna associated with seagrass beds (Halodule wrightii) in Formoso
River estuary – Pernambuco, Brazil. Anais da Academia Brasileira de Ciências
82(3): 617-628.
Rumbiak, K.K. 2011. Keragaman Ikan Samandar (Siganus sp) di Daerah Tiyaitiki Yongsu Bo, Kampung
Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Skripsi Sarjana Jurusan Biologi, Universitas
Cenderawasih. Jayapura.
Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sujarta, P. 2015. Sistem Konservasi Tiyaitiki dengan Pendekatan Biologi di Perairan Teluk Tanah Merah,
Depapre, Jayapura. Disertasi Doktor Pascasarjana UGM. Yogyakarta.
Supriharyono.2000. Pelestarian dan Pengelolaan SDA di WilayahPesisir Tropis. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Woodland, D.J., 1990. Revision of the fish family Siganidae with descriptions of two new species and
comments on distribution and biology. Indo-Pac. Fish. (19):136 p. (Ref. HYPERLINK
"http://www.fishbase.org/references/FBRefSummary.php?ID=1419" 1419).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
14 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P02
UJI EFEK STIMULANSIA EKSTRAK ETIL ASETAT KULIT KAYU AKWAY
(Drymis piperita) ASAL PAPUA PADA TIKUS (Ratus norvegicus)
JANTAN
Rani Dewi Pratiwi1, Eva S Simaremare2 1,2 Prodi Farmasi Fakultas MIPA UNCEN, Jl. Kampus Baru Uncen-Waena Jayapura
e-mail : 1 [email protected], 2 [email protected]
ABSTRAK
Kulit akway asal Papua banyak dimanfaatkan oleh masyarakat lokal kususnya Suku Sougb dari kampung
Sururey, Manokwari, digunakan untuk pengobatan malaria dan untuk meningkatkan vitalitas tubuh.
Berdasarkan penelitian Pratiwi (2018) ektrak etanol kulit kayu akway menujukkan penambahan stamina
pada tikus jantan yang diberikan perlakuan dengan metode natatory exhaustion. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji efek stimulansia ekstrak etil asetat kulit kayu akway (Drymis piperita) terhadap tikus (Ratus
norvegicus) jantan. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk uji efek stimulansia kulit kayu akway
adalah dengan natatory exhaustion. Dengan menggunakan 30 hewan uji (tikus jantan) yang dibagi dalam
6 Kelompok yang akan diberi sempel uji (dosis 10, 30 dan 50 mg/kg BB), Kontrol Negatif (CMC-Na 0,5%),
Kontrol Positif (Kafein 15 mg/Kg BB) serta Kelompok kontrol. Hasil menunjukan bahwa ektrak etil asetat
kulit kayu akway memiliki efek stimulansia dan dosis yang paling efektif adalah 50 mg/Kg BB. Hasil
Analisa menggunakan Anova-One way dan dilanjutkan dengan uji Tukey Test menujukkan ada beda
nyata antara Kontrol Negatif dan Kelompok Kontrol dengan sampel uji, serta tidak ada bedanyata antara
dosis 50 mg/kg BB dengan Kontrol Positif.
Kata Kunci :Etil Asetat Kulit Kayu Akway, Stimulansia, Tikus Jantan
PENDAHULUAN
Tumbuhan akway merupakan tumbuhan perdu yang berada di hutan-hutan tropis primer dan
sekunder, tinggi tumbuhan 1-4 meter, daun berbentuk lonjong dan bagian tepi daun agak licin. Di
Indonesia, tumbuhan ini hanya ada di daerah Papua, terutama di daerah perbukitan Manokwari. Species
yang ada di daerah pegunungan arfak ada tiga jenis yaitu D. Beccariana. Gilb, D. Pipertia Hook.f dan D.
Arfakensis (Parubak, 2007). Tumbuhan akway asal Papua ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
lokal kususnya Suku Sougb dari kampung Sururey, Manokwari, digunakan untuk untuk meningkatkan
vitalitas tubuh dan pengobatan malaria. Bagian tumbuhan akway yang dimanfaatkan oleh masyarakat
yaitu bagian kulit kayu dan daun. Penggunaan kulit kayu akway sebagai penambah vitalitas/stamina
tubuh oleh masyarakat lokal yaitu dengan merebus kulit kayu akway dan air hasil rebusnnya kemudian
diminum, ada juga masyarakat lokal yang langsung menggunakan dengan cara dikunyah.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 15
Masyarakat lokal kususnya Suku Sougb dari kampung Sururey, Manokwari, sudah lama
menggunakan kulit kayu akway sebagai stimulansia, sebelum melakukan pekerjaan fisik biasanya
masyarakat akan mengkonsumsi kulit kayu akway. Kelelahan atau keletihan adalah keadaan
berkurangnya suatu unti fungsional dalam melaksanakan tugasnya dan akan semakin berkurang jika
keletihan bertambah. Pada umumnya kelelahan timbul setelah aktifitas fisik yang lama atau kurang tidur
(Hardinge dan Shryoch, 2003). Pola kerja yang semakin meningkat membutuhkan tenaga yang lebih
banyak, sehingga dapat menyebabkan kelelahan, karena itu kebutuhan akan obat penambah
stamina/vitalitas tubuh (tonikum) menjadi meningkat, agar dapat neneruskan aktifitas sehari-hari dengan
lebih fit dan bugar (Nur’amilah, 2010). Tonikum adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dapat
memperkuat tubuh atau tambahan tenaga atau energi pada tubuh. Tonikum dapat merenggang atau
memperkuat sistem fisiologi tubun (Gunawan, 2013).
Bedasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek
stimulansia dari fraksi kulit kayu akway.
METODE PENELITIAN Alat
Spuit injeksi 1,0 ml dan spuit injeksi oral 3,0 ml, sonde, timbangan tikus , stopwatch dan alat-alat-
gelas, wadah kaca, timbangan analitik, mortar, stamper, mixer, vortex, penangas air, alat gelas,
sentrifugasi, rotary evaporator, termometer, hot plate, oven, ayakan, botol vial, wadah kaca, kandang
tikus .
Bahan
Fraksi Simplisia Kulit Kayu Akway (Drymis piperita), Tikus (Ratus norvegicus) Jantan, Etanol 96%,
Etil asetat, Kafein, Aquadest, Water for injection, handscone, masker.
Pembuatan Fraksi Etil Asetat Kulit Akyu Akway
Sebanyak 200 gram serbuk simplisia ditimbang kemudian di ekstraksi secara maserasi dengan
menggunakan etanol 96 % sebanyak 1 L selama 3 hari sambil diaduk setiap satu kali 24 jam. Setelah
itu, menyaring dan mengumpulkan maserat untuk dilakukan penguapan pelarut menggunakan rotary
vaccum evaporate dengan suhu 50°C sehingga didapatkan ekstrak kental.
Ekstrak etanol sebanyak 15 mg dipartisi menggunakan corong pisah dengan pelarut yang etil
asetat. Ekstrak etanol dilarutkan dengan menggunakan etanol:air (1:1) sebanyak 120 ml lalu dimasukkan
ke dalam corong pisah dan dipartisi etil asetat sebanyak 20 ml dengan pengulangan 3 kali sehingga total
pelarut yang digunakan sebanyak 60 ml. Fraksi yang didapat dipekatkan menggunakan rotary vacum
evaporator serta disempurnakan pengeringannya dengan menggunakan penangas air sehingga
didapatkan Fraksi kental fraksi etil asetat
Pengujian Aktivitas Simulansia Fraksi Etil asetat Kulit Kayu Akway
Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan (Ratus norvegicus) sebanyak 30 ekor. Tikus jantan
ditimbang dan dibagi menjadi enam kelompok. Setelah itu, setiap tikus diberi perlakuan secara oral
dengan sediaan uji. Kelompok I merupakan Kelompok Normal yang tidak diberikan perlakuan, Kelompok
II diberi kontrol negatif yaitu hanya diberikan CMC Na 0,5%, Kelompok III diberi kontrol positif yaitu kafein
15 mg/kgBB sedangkan Kelompok IV, V dan VI diberi Fraksi Etil Asetat Kulit Kayu Akway dengan dosis
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
16 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
10, 30 dan 50mg/kgBB. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah natatory exhaustion,
merupakan metode skrining farmakologi yang dilakukan untuk mengetahui efek obat yang bekerja pada
koordinasi gerak, terutama penurunan kontrol saraf pusat. Uji ini dilakukan terhadap tikus dengan
mengunakan wadah renang dengan ketinggian 18 cm, suhu 20±0,5oC, peralatan tambahan lain harus
berada di luar daerah renang agar tidak mempengaruhi aktivitas renang (Turner, 1965), kemudian
dilakukan pengamatan waktu renang, waktu renang sebelum perlakuan adalah lama waktu renang dari
hewan uji sebelum mendapat perlakuan dosis uji.
HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip penelitian ini adalah dengan metode natatory exhaustion dengan melihat ketahanan waktu
berenang dimana aktivitas motorik diuji dengan cara tikus dimasukkan kedalam wadah yang berisi air,
30 menit setelah diberikan sampel uji (gambar 1). Ketahanan berenang diukur berdasarkan waktu tikus
mulai berenang sampai tenggelam, yaitu tikus berada di bawah permukaan air selama 7 detik.
Gambar 1. Uji Efek Stimulansia dengan metode Natatory Exhaustion
Hasil data pengamatan tikus ketahan renang pada saat sebelum dan sesudah diberikan fraksi etil
asetat kulit kayu akway dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 2. Pengujian Stimulansia Sebelum dan Sesudah pemberian Fraksi Etil Asetat pada tikus
5.53 5.55 5.945.27 5.11
5.715.835.04
11.35
7.268.13
10.3
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
1 2 3 4 5 6
Sebelum Sesudah
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 17
Hasil pengamatan lama waktu ketahanan berenang tikus dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Lama Waktu Bertahan yang Digunakan oleh Tikus
Setelah Pemberian Fraksi Kulit Kayu Akway dengan Metode Natatory Exhaustion
Perlakuan Ketahanan Renang (menit,detik)
Std. Dev (n=5)
Kelompok Normal 0,32±0,42 a
Kontrol Negatif (CMC-Na 0,5% b/v) -0,51±0,38 a
Kontrol Positif (Caffein 15mg/KgBB) 5,40±0,24 b
Fraksi Kulit Kayu Akway (Dosis 10mg/KgBB) 1,99±0,36 b
Fraksi Kulit Kayu Akway (Dosis 30mg/KgBB) 3,02±0,94 c
Fraksi Kulit Kayu Akway (Dosis 50mg/KgBB) 4,60±0,74 c
Keterangan : notasi (a,b,c) merupakan hasil dari uji Tukey apabila notasi uji Tukey sama
menunjukkan tidak ada beda nyata dan bila tidak sama menunjukkan perbedaan nyata.
Berdasarkan hasil pengujian stimulansia Fraksi etil asetat kulit kayu akway pada tikus jantan (tabel
1) menujukkan adanya peningkatan stamina pada tikus, ditandai dengan peningkatan ketahanan renang
tikus. Terjadi peningkatan ketahanan renang pada tikus seiring dengan peningkatan pemberian dosis
Fraksi etil asetat kulit kayu akway. Pemberian Fraksi Etil asetat kulit kayu akway dengan dosis 50
mg/KgBB menunjukkan efek stimulansia yang lebih baik pada tikus dengan menggunakan ketahan
berenang rata-rata sebesar 4,60 menit, dan pemberian Fraksi kulit kayu akway dosis 10 mg/KgBB
menunjukkan efek tonikum yang lebih pendek pada tikus dengan menggunakan ketahanan berenang
rata-rata 1,99 menit. Kelompok Kontrol dan pemberian CMC-Na 0,5% b/v sebagai kontrol negatif
menunjukkan waktu ketahanan berenang yaitu 0,32 dan -0,51 menit atau tidak memberikan efek tonikum,
sedangkan untuk Kontrol Negatif (Kafein 15 mg/KgBB) rata-rata ketahanan berenang sebesar 15,40
menit.
Hasil analisis uji One Way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok
perlakuan (P=0,00), kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey, hasil analisa dengan uji Tukey didapatkan
Fraksi uji dengan dosis 10 mg/Kg BB, 30 mg/kgBB dan 50 mg/Kg BB berbeda nyata dengan kelompok
kontrol negatif (CMC Na) dan Kelompok Kontrol. Fraksi uji dengan dosis 10 mg/Kg BB dan 30 mb/Kg BB
berbeda nyata dengan kelompok Kontrol Positif (Caffein 15mg/KgBB), sedangkan Fraksi uji dengan dosis
50 mg/Kg BB tidak berbeda nyata dengan Kontrol Positif (Caffein 15mg/KgBB).
Beberapa penelitian tentang senyawa fitokimia penyusun akway telah dilaporkan. Ektrak etanol
kulit kayu akway mengandung senyawa alkaloid, saponin, triterpenoid, flavonoid dan tanin (Cepeda,
2008), sedangkan ektrak metanol dan Etil asetat mengandung alkaloid, saponin, tanin, flavonoid,
terpenoid dan glikosida (Cepeda dkk, 2010). Penelitian Fa-Rong (2010), menunjukkan flavonoid dari
ektrak daun Cynomorium songaricum dapat menambah ketahanan renang tikus dengan mengurangi
kelelahan pada otot, sedangkan kafein merupakan derivate xantin yang paling kuat, memberikan efek
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
18 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
psikotonik yang paling kuat yang dapat menghilangkan gejala kelelahan dan meningkatkan kemampuan
berkonsentrasi (Mutschler, 1991).
KESIMPULAN Kesimpulan pada penelitian ini adalah, antara lain :
1. Fraksi Etil Asetat Kulit Kayu Akway memiliki efek stimulansia terhadap tikus (Ratus norvegicus)
jantan.
2. Perbedaan dosis Fraksi Etil Asetat Kulit Kayu Akway berpengaruh terhadap efek stimulansia pada
tikus jantan, Fraksi etil asetat kulit kayu akway dengan dosis 50 mg/kg BB merupakan dosis yang
terbaik dalam meningkatkan ketahanan renang pada tikus jantan.
DAFTAR PUSTAKA
Cepeda, G.N. 2008. Daya Hmbat Akway (Dimyris piperita Hook f.) terhadap pertumbuhan Escherichia
coli. Agrotek 1(3):41-50
Cepeda, G.N, Santoso, B.B, Lisangan M.M dan Silamba I. 2010. Penapisan Fitokimia akway (Dimyris
piperita Hook f.). Agrotek 1(8):28-33
Gunawan, D. 2013. Ramuan Tradisional Untuk Keharmonisan Suami Istri. Swadaya. Yogyakarta
Hardinge, M.G dan Shryock, H. 2013. Kiat Keluarga Sehat : Mencapai Hidup Prima dan Bugar Jilid 1,
Indonesia Publishing House. Bandung
Harvey, R.A dan Champe, P.C. 2014. Farmakologi Ulasan Bergambar. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Mustchler, E. 1991. Dinamika obat: Buku ajar Farmakologi dan toksikologi, Edisi ke lima, diterjemahkan
oleh Widianto, M. Dan A.S Ranti. Penerbit ITB. Bandung.
Nur’amilah, S. 2010. Berbagai Macam Cara Mengatasi Kelelahan dalam Beraktivitas, Program Studi
Teknologi Herbal. Jurusan Manajemen Agroindustri: Politeknik Negeri Jember
Parubak, A.S. 2007. Isolasi Senyawa Aktif Dan Uji Anti Bakteri Esktrak Daun akway (Drymis beccariana)
[Seminar Hasil Penelitian]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam, Universitas Negeri
Papua. Manokwari
Turner, R.A. 1965. Schreening Methods In Pharmacology Volume II. Academic Press. New York and
London
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 19
P03
FITOKIMIA DAN POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL BIJI
PINANG (Areca catechu L.) DAN SIRIH (Piper betle L.)
Septiani Mangiwa*1, Anike Nelce Bowaire2, Yuliana Ruth Yabansabra1
1) Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih
2) Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pinang (Areca cathecu L.) merupakan panganan yang dikonsumsi oleh masyarakat di Papua secara
turun terumun bahkan menjadi suatu budaya yang dikenal sebagai budaya makan pinang. Masyarakat
Papua menyakini bahwa buah pinang dapat menguatkan gigi dan gusi. Umumnya masyarakat Papua
mengkonsumsi pinang dengan cara menguyah bersama-sama dengan sirih (Piper betle L.) dan kapur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder dan potensi antioksidan dari
pinang dan sirih. Sampel diperoleh dari pasar tradisional di Perumnas 3 Waena, Jayapura. Ekstraksi
dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut metanol. Identifikasi dilakukan melalui skrining fitokimia
menggunakan metode Harbone (1996) dengan beberapa modifikasi. Potensi antioksidan ditentukan
melalui metode DPPH, yaitu peredaman radikal bebas 1,1- difenil-2-pikrihidrazil (DPPH) terhadap
ekstrak metanol pinang dan sirih, kemudian diukur secara spektrofotometri Uv-Vis pada panjang
gelombang 517 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol pinang maupun sirih
mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin. Ekstrak metanol pinang dan sirih dapat
meneredam radikal bebas DPPH berturut- turut sebesar 94,23 dan 93,51 % pada konsentrasi 125 ppm.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol pinang dan sirih teridentifikasi mengandung
5 senyawa metabolit sekunder serta memiliki potensi yang besar sebagai antioksidan.
Kata kunci: Pinang (Areca cathecu L.), sirih (Piper betle L), fitokimia, potensi antioksidan dan metode
DPPH
PENDAHULUAN
Papua merupakan suatu pulau di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati maupun non
hayati. Selain keanekaragaman hayati dan non hayati, Papua juga kaya akan budaya dan adat istiadat.
Salah satu budaya yang tidak dapat dipisahkan dengan Papua adalah budaya “Makan Pinang“. Di mana
konsumsi buah pinang oleh masyarakat di Papua sudah terjadi sejak jaman dahulu kala dan diturunkan
hingga generasi sekarang. Bagi masyarakat Papua, pinang bukan hanya sekedar panganan yang dapat
menguatkan gigi dan gusi, tetapi pinang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Di mana setiap
kali masyarakat Papua berkumpul, di situ pasti tersedia pinang yang siap dikonsumsi bersama.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
20 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Masyarakat di Papua mengkonsumsi buah pinang bersama-sama dengan sirih dan sedikit kapur
dengan cara mengunyah ketiga bahan tersebut dalam mulut hingga menghasilkan campuran berwarna
merah. Pinang diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder, seperti : flavonoid, alkaloid, fenolik,
triterpenoid (Petrina, dkk., 2017). Metabolit sekunder yang terkandung dalam pinang menyebabkan
pinang memiliki berbagai bioaktivitas yang berkhasiat bagi tubuh, antara lain : sebagai antioksidan,
antiinflamasi, antiaging, antelmentik, antibakteri, antimikroba, dan aktivitas lainnya (Amudan et al., 2012).
Esktrak metanol pinang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus
aureus (Faden, 2018). Menurut Wetwitayaklung, et al., 2006, ekstrak etanol Pinang memiliki aktivitas
antioksidan yang tinggi yang dapat menghambat 82,05 % radikal bebas.
Sejalan dengan pinang, sirih juga mengandung metabolit sekunder, seperti : flavonoid, alkaloid,
polifenol, saponin, dan minyak atsiri. Minyak atsiri daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih
besar dibanding esktrak daun sirih terhadap bakteri Steptococcus mutans (Pangesti, dkk., 2017). Pinang
dan sirih mempunyai kandungan metabolit sekunder yang menghasilkan berbagai aktivitas biologi yang
sangat berkhasiat bagi manusia namun pemanfaatan pinang dan sirih di Papua masih sangat terbatas
dan sebagaian besar hanya dikonsumsi sebagai pagangan biasa. Demikian halnya dengan penelitian
tentang pinang dan sirih di Papua masih sangat kurang. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan
identifikasi fitokimia dan uji antioksidan pinang dan sirih yang tumbuh melimpah di Papua.
METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas laboratorium, neraca analitik,
magnetik stirrer, rotary evaporator, hot plate dan spektrofotometer Uv-Vis. Bahan kimia yang digunakan
dalam penelitian ini adalah akuades, metanol, kloroform, etanol, amoniak, asam sulfat pekat, asam
klorida, besi (III) klorida, asam asetat anhidrat, serbuk Magnesium, pereaksi Wegner, perekasi Meyer,
pereaksi Dragendrof, aseton, dan kertas saring dan DPPH.
Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pinang dan sirih yang diperoleh dari pasar
tradisional di Perumnas 3 Waena, Jayapura.
Prosedur Kerja
Preparasi Sampel
Pinang dicuci bersih, kemudian buahnya dipisahkan dari kulit/serabutnya. Buah pinang dipotong
kecil-kecil kemudian dihaluskan dengan blender dan disisihkan untuk perlakuan selanjutnya. Demikian
halnya dengan sirih, dicuci bersih kemudian dipotong kecil-kecil dan dihaluskan menggunakan blender.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 21
Ekstraksi Pinang dan Sirih
Ekstraksi pinang dan sirih dilakukan dengan metode maserasi. Masing-masing sampel yang telah
dihaluskan, ditimbang sebanyak 250 g dan dimasukkan dalam wadah kaca yang berbeda. Ke dalam
wadah kaca tersebut ditambahkan sejumlah metanol sebagai pelarut sampai semua sampel terendam
sempurna. Maserasi dilakukan selama 1 x 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstrak cair yang diperoleh
dipisahkan dari ampasnya dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 600C dengan
kecepatan 90 rpm.
Skrining Fitokimia Pinang dan Sirih
Fitokimia pinang dan sirih dilakukan berdasarkan metode Harborne (1987) dengan beberapa
modifikasi.
a. Alkaloid
Sebanyak 0,2 g ekstrak dilarutkan ke dalam sejumlah kloroform, kemudian ditambahkan 10 ml
amoniak dan 10 ml kloroform. Larutan disaring dan ke dalam filtratnya ditambahkan larutan asam
sulfat 4 M sebanyak 10 tetes. Filtrat dikocok dengan dengan baik dan didiamkan sampai terbentuk
dua lapisan. Lapisan atas dipisahkan dan dibagi menjadi 3 bagian kemudian dianalisis dengan
pereaksi Meyer, Wegner, dan Dragendroff. Adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan putih-kuning dengan pereaksi Meyer, endapan coklat dengan pereaksi Wegner, dan
endapan merah jingga dengan pereaksi Dragendroff.
b. Flavonoid
Sebanyak 0,2 g ekstrak dilarutkan dengan 5 ml etanol dan dipanaskan selama 5 menit. Kemudian
ditambahkan beberapa tetes HCl pekat dan 0,2 g serbuk Mg. Adanya Flavonoid ditunjukkan dengan
terbentuknya warna jingga, merah muda atau merah tua yang tidak hilang dalam waktu 3 menit.
c. Terpenoid
Sebanyak 0,2 g ekstrak direndam dengan asam asetat anhidrat dan dibiarkan selama ± 15 menit.
Pipet beberapa tetes larutan ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 2-3 tetes asam sulfat pekat.
Adanya terpenoid ditunjukkan dengan terjadinya warna merah, jingga atau ungu.
d. Saponin
Sebanyak 0,2 g ekstrak direndam dalam sejumlah akuades, kemudian dididihkan selama 5 menit
dan didinginkan. Setelah dingin, larutan dikocok kuat. Adanya saponin ditunjukkan dengan
terbentuknya buih yang stabil. Tambahkan pula beberapa tetes HCl, jika busa tetap stabil, maka
esktrak mengandung saponin.
e. Tanin
Sebanyak 0,2 g ekstrak direndam dengan sejumlah etanol. Selanjutnya 1 ml larutan tersebut
direaksikan dengan dengan 2 -3 tetes larutan FeCl3 1 %. Adanya tanin ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat.
Uji Potensi Antioksidan
Uji kualitatif antioksidan pinang dan sirih dilakukan dengan metoda DPPH, yaitu peredaman
terhadap radikal bebas DPPH oleh ekstrak sampel. Sebanyak 50 mg ekstrak dilarutkan ke dalam 100
mL metanol untuk mendapatkan larutan uji dengan konsentrasi 500 ppm. Larutan uji tersebut diencerkan
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
22 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
untuk mendapatkan larutan uji dengan konsentrasi 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 ppm. Selanjutnya, 1
mL larutan uji berbagai konsentrasi direaksikan dengan 3 mL larutan DPPH 0,1 mM. Campuran
dihomogenkan dan diinkubasi dalam ruang gelap selama 30 menit. Potensi antioksidan terlihat dari
perubahan warna yang terjadi. Secara kuantitatif, antioksidan pinang dan sirih ditentukan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Larutan uji yang telah diinkubasi selanjutnya diukur absorbansinya pada
gelombang 517 nm.
Analisis Data
Fitokimia masing-masing ekstrak dianalisis berdasarkan hasil reaksi antara larutan uji dan reagen
tertentu. Hasil reaksi positif dapat berupa terbentuknya warna dan endapan tertentu, serta terbetuknya
busa. Sementara itu, aktivitas antioksidan secara kualitatif menunjukkan positif apabila warna ungu dari
DPPH memudar menjadi kuning dan aktivitas secara kuantitatif ditentukan oleh nilai persen inhibisi yang
diperoleh melalui analisis regresi linear terhadap hasil pengukuran absorbansi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Di Papua, pinang dan sirih umumnya di jual di pasar- pasar tradisional bersama-sama dengan
kapur. Penjual pinang dan sirih kebanyakan adalah para wanita, baik ibu- ibu maupun anak-anak. Pinang
dan sirih yang digunakan dalam penelitian ini adalah pinang dan sirih yang diperoleh dari pasar
tradisional Perumnas 3 Waena.
Gambar 1. Pinang, sirih dan kapur yang dijual di pasar tradisional Perumas 3 Waena
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol buah pinang (Areca cathecu L) dan sirih
(Piper betle L) mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin. Fitokimia ekstrak metanol
buah pinang dan sirih ditunjukkan pada Tabel 1.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 23
Tabel 1. Fitokimia Pinang (Areca cathecu L.) dan Sirih (Piper betle L.)
No Fitokimia Reagen Pinang
(Areca cathecu L)
Sirih
(Piper betle L.)
1.
2.
3.
4.
5.
Alkaloid
Flavonoid
Terpenoid
Saponin
Tanin
Mayer
Wagner
Dragendrof
Mg + HCl
Lieberman-Buchard
Air + HCl
FeCl3 1 %
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+ : terdeteksi - : tidak terdeteksi
Identifikasi Alkaloid
Uji alkaloid ekstrak metanol pinang dan sirih dengan reagen Mayer, Wagner dan Dragendrof
menghasilkan endapan. Adanya endapan menunjukkan bahwa di dalam kedua ekstrak terdapat alkaloid.
Endapan yang dihasilkan adalah kompleks kalium-iodida yang terbentuk dari reaksi antara logam kalium
yang terdapat dalam masing-masing reagen dengan alkaloid yang terdapat dalam ekstrak metanol
pinang maupun sirih. Di mana alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron
bebas yang dapat berikatan kovalen dengan ion logam kalium (McMurry, 2004).
Reaksi ekstrak dengan reagen Mayer menghasilkan endapan berwarna putih. Warna putih yang
terbentuk merupakan warna dari kompleks kalium tetraiodomerkurat (II) yang dihasilkan dari reaksi
antara larutan HgCl2 dengan larutan KI berlebih (Svehla, 1990) yang digunakan dalam pembuatan
reagen Meyer. Reaksi ekstrak dengan reagen Wagner menghasilkan endapan coklat kemerahan. Warna
coklat kemerahan merupakan warna I3- yang terbentuk dari reaksi I2 dengan I- dari KI dalam pembuatan
reagen Wagner. Sedangkan dengan reagen Dragendrof, dihasilkan endapan berwarna merah jingga
yang merupakan warna dari ion tetraiodobismutat yang terbentuk dari reaksi antara Bi(NO3)3 dan KI
(Svehla, 1990) sebagai bahan pembuat reagen Dragendrof.
Identifikasi Flavonoid
Terbentuknya warna merah ketika ekstrak direaksikan dengan logam Mg dan HCl menunjukkan
bahwa ekstrak mengandung flavonoid. Di mana ketika logam Mg dan HCl ditambahkan ke dalam ekstrak,
terbentuk gelembung gas H2. Logam Mg dan HCl yang ditambahkan akan mereduksi inti benzopiron pada
flavonoid dan menghasilkan garam flavilum yang berwarna merah.
Identifikasi Terpenoid
Adanya terpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada batas dua lapisanyang
berbeda dengan penambahan reagen Lieberman-Buchard (larutan asam asetat anhidrat - H2SO4 pekat).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
24 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Perubahan warna disebabkan karena terjadinya oksidasi pada senyawa terpenoid yang terkandung
dalam ekstrak melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi.
Identifikasi Tanin
Pada uji tanin dengan reagen FeCl3 1 %, dihasilkan warna hijau kehitaman. Hal ini menunjukkan
bahwa esktrak mengandung tanin. Warna hijau kehitaman merupakan kompleks Fe-tanin yang terbentuk
dari reaksi antara tanin dari ekstrak dengan ion Fe3+ dari reagen FeCl3 1 %. Pada penelitian ini, terlihat
warna hijau kehitaman yang dihasilkan ekstrak pinang lebih pekat dibanding ekstrak sirih sehingga dapat
dikatakan kandungan tanin dalam ekstrak pinang lebih banyak dibanding ekstrak sirih.
Identifikasi Saponin
Adanya saponin dalam ekstrak ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil setelah
pengocokan terhadap ekstrak yang dilarutkan dalam air panas maupun dengan penambahan larutan
HCl. Busa dihasilkan dari reaksi antara gugus hidrofobik dengan udara. Di mana saponin memiliki gugus
hidrofilik yang dapat berikatan dengan air dan gugus hidrofobik yang dapat berikatan dengan udara.
Terbentuknya busa menunjukkan adanya glikposida yang memiliki kemampuan membentuk buih dalam
air yang terhidrolisis menjadi glukoda dan senyawa lainnya (Rusdi, 2014). Pada penelitian ini, busa yang
dihasilkan ekstrak pinang terlihat lebih banyak dan stabil dibandingkan ekstrak sirih. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kandungan saponin dalam ekstrak pinang lebih banyak dibanding dalam ekstrak
sirih.
Potensi Antioksidan
Antioksidan dari ekstrak pinang dan sirih ditentukan dengan metode DPPH, yaitu peredaman
terhadap radikal bebas DPPH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol pinang dan sirih
memiliki potensi yang sangat besar sebagai antioksidan. Hal ini ditunjukkan dari data kualitatif maupun
kuantitatif yang diperoleh. Di mana secara kualitatif potensi antioksidan ditunjukkan dengan adanya
perubahan warna 1,1-difenil-2-dipikrihidrasil (DPPH radikal bebas) dari ungu menjadi kuning setelah
direaksikan dengan larutan yang mengandung ekstrak pinang maupun sirih dalam berbagai konsentrasi.
Warna kuning yang terbentuk adalah warna dari senyawa 1,1-difenil-2-pikrilhidrasin (DPPH non radikal)
yang dihasilkan ketika senyawa antioksidan dalam ekstrak direaksikan dengan DPPH radikal bebas. Di
mana senyawa antioksidan memiliki proton yang dapat didonorkan kepada 1,1-difenil-2-dipikrihidrasil
sehingga menjadi senyawa 1,1-difenil-2-pikrilhidrasin yang berwarna kuning (Molynux, 2004). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan, maka warna kuning
yang dihasilkan semakin berkurang (hampir bening).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 25
Gambar 2. Perubahan warna DPPH setelah direaksikan dengan ekstrak pinang dan sirih dalam
berbagai konsentrasi.
Gambar 3. Struktur 1,1-difenil-2-pikrilhidrasil (radikal bebas) dan 1,1-difenil-2-dipikrilhidrsin
Analisis antioksidan secara kuntitatif dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan DPPH
radikal bebas yang telah direaksikan dengan ekstrak dalam berbagai konsentrasi selama 30 menit
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan ekstrak, nilai absorbansinya semakin berkurang.
Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan ekstrak, semakin banyak radikal bebas yang
dapat diredam oleh senyawa antioksidan yang terdapat dalam ekstrak. Banyaknya radikal bebas yang
berhasil diredam oleh ekstrak ditentukan oleh nilai persen inhibisinya.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
26 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 4. Absorbansi ekstrak metanol pinang dan sirih dalam berbagai konsentrasi, diukur
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada 517 nm.
Gambar 5. Perbandingan persen inhibisi (%) esktrak metanol pinang dan sirih pada berbagai
konsentrasi.
Dari hasil perhitungan, diperoleh data bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan ekstrak maka nilai
persen inhibisinya semakin besar. Ini menunjukkan bahwa semakin banyak radikal bebas yang berhasil
diredam/dihambat oleh ekstrak. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak pinang dan sirih dapat
menghambat radikal bebas DPPH berturut-turut sebesar 92,55 dan 65,63 % pada konsentrasi 50 ppm.
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
0 50 100 150
Ab
sorb
ansi
, A
Konsentrasi ekstrak metanol, ppm
Ekstrak PinangEsktrak Sirih
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
25 50 75 100 125
Per
sen
In
hib
isi,
%
Konsentrasi ekstrak metanol, ppm
Ekstrak Pinang
Ekstrak Sirih
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 27
Bahkan pada konsentrasi 125 ppm, ekstrak pinang dan sirih mampu meradam DPPH hingga 94,23 dan
93,51 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua ekstrak tersebut memiiki potensi antioksidan yang
sangat besar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak metanol pinang dan sirih mengandung senyawa metabolit sekunder, antara lain : alkaloid,
flavonoid, terpenoid, saponin dan tanin.
2. Ekstrak metanol pinang dan sirih memiliki potensi yang besar sebagai antioksidan dengan nilai %
inhibisi berturut- turut sebesar 94,23 dan 93,51 %. konsentrasi 125 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Amudhan, M. Sentil, Begum, V. Hazeena dan Hebber, K.B. 2012. A Review an Phytochemical and
Pharmacological Potensial of Areca catechu L. seed. International Journal of Pharmaceutical
Sciences and Research (IJPSR).Volume 3. Issue 11 : 4151-4157.
Faden, Asma’a A., 2018. Evaluation of Antibacterial Activities of Aqueous and Methanolic Extract of
Areca catechu Against Some Oppurtenistic Oral Bacterial. Biosciences Biothecnology Research
Asia. Volume 15, Isuue 3 : 655 – 659.
Pangesti, Rizki D., Cahyono, Edy., dan Kusumo, Ersanghono. 2017. Perbandingan Daya Hambat
Antibakteri Ekstrak dan Minyak Atrsiri Piper betle L. Terhadap Bakteri Streptococcus mutans.
Indonesian Journal of Chemical Science. Volume 6. Nomor 3.
Petrina, R.., Alimuddin, A.H. dan Harlia. 2017. Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Kulit Biji Pinang
Sirih ( Areca catechu L). JKK. Volume 6. Nomor 2 : 70- 77.
McMurry, J.E., dan R. C., Fay., 2004. McMurry Fay Chemistry. 4th edition. Belmat, CA. Pearson
Education International.
Rajamani, R., Kuppusany, S., M.., Shanmugavadivu dan Rajmuhan, D., 2016. Preliminary Phytochemical
Screening of Aqueous Extract of Betel Nut and Betel Leaves. International Journal of Biosciences
and Nanosciences. Volume 3. Issue 1 : 14 -18.
Svehla, G., 1990. Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima.
Diterjemahkan oleh Setiono dan Pujaadmaka, Hadyana. Jakarta : PT: Kalman Media Pustaka.
Venkateswarlu, K., Devanna, N., dab Prasad,N.B.L., 2014. Microscopiical and Preliminary Phytochemical
Screening of ‘Piper Betel’. PharmaTutor Magazine. Volume 2. Issue 4 : 112-118.
Wetwitayaklung, P., dan Phaechamud, T., The Study of Antioxidant Capacity in Various Part of Areca
catechu L. 2006. Naresuan University Journal. Volume 14, Issue 1 : 1-14.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
28 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P04
KALUNG AROMATERAPI KHAS PAPUA KULIT KAYU GENEMO
‘’KATER KAPKEG‘’
Helmina Pigai ; Yudiana Laxmi Reumy ; Knabisemen Marlina Yapasedanya;
Irwanto Palinggi
Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Cenderawasih
Email: [email protected]
ABSTRAK
Genemo (Gnetum gnemon L.) adalah salah satu tanaman tahunan yang tumbuh menyebar di Asia
Tenggara,Kepulauan Indonesia, hingga ke Melanesia. Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan mencapai
ketinggian 15 m dan diameternya 40 cm. Tumbuhan ini juga banyak terdapat di Papua yang kulitnya
dimanfaatkan oleh masyarakat papua khususnya masyarakat pegunungan tengah Papua untuk merajut
noken dan pakaian adat. Kater Kapkeg merupakan kalung aromaterapi khas papua dari kulit kayu
genemo hasil kerajinan yang dikembangkan dari bentuk noken menjadi bentuk aksesoris berupa kalung
yang diperkaya dengan aromaterapi. Aromaterapi adalah salah satu teknik pengobatan atau perawatan
menggunakan bau-bauan yang berasal dari bahan tanaman tertentu yang mengandung minyak esensial
(minyak atsiri). Penggunaan aromaterapi melalui hidung (inhalasi) merupakan cara yang jauh lebih cepat
dibandingkan dengan cara lain. Bahan aromaterapi yang digunakan yaitu minyak atsiri dari lemon yang
dapat menstabilkan sistem syaraf, menimbulkan perasaan senang dan tenang, meningkatkan nafsu
makan, meredakan radang tenggorokan dan batuk. Bahan dasar yang digunakan untuk memproduksi
Kater Kapkeg yaitu kulit kayu genemo dan aromaterapi lemon. Produk Kater Kapkeg memiliki tiga fungsi
utama yaitu mengembangkan budaya papua,sebagai aksesoris khas papua dan mempunyai khasiat bagi
kesehatan. Produk Kater Kapkeg dibuat dengan cara dirajut kemudian dibentuk dan diberi aromaterapi.
Hasil yang didapatkan adalah 73 kemasan kalung selama tiga bulan produksi. Biaya yang digunakan
untuk memproduksi 73 kemasan Kater Kapkeg yaitu Rp 1.785.500. Hasil penjualan untuk 69 kemasan
kalung yaitu Rp 3.625.000 dan keuntungan yang diperoleh adalah Rp 1.838.500.
Kata Kunci : Kulit Kayu Genemo, Aromaterapi, Kater Kapkeg
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 29
PENDAHULUAN
Melinjo (Gnetum gnemon L.) adalah salah satu tanaman tahunan yang tumbuh menyebar di Asia
Tenggara,Kepulauan Indonesia,hingga ke Melanesia.Tumbuhan ini dapat bertumbuh dengan mencapai
ketinggian 15 m dan diameternya 40 cm.Tumbuhan ini juga mudah berkembang biak hingga dapat
mencapai ketinggian 1700 m d.p.l dengan produk utamanya dijadikan sayur dibagian
daunnya.Tumbuhan ini juga banyak terdapat di Papua yang kulitnya dimanfaatkan oleh masyarakat
papua untuk merajut noken dan pakaian adat (Chandrabakty,2010).Kulit tanaman melinjo ini ketika
diolah dapat menghasilkan tali atau serat yang berkualitas tinggi.Olahan tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai tali panah yang terkenal di pulau Sumbah.Selain itu tali kulit kayu melinjo juga tahan terhadapair
laut sehingga dimanfaatkan sebagai tali pancing atau jaring di daerah pantai Papua Nugini (Harley dan
Elevitch, 2006).
Pada umumnya masyarakat papua hidup sederhana dengan memanfaatkan unsur alam
disekitarnya secara tradisional.Budaya yang dihasilkan oleh masyarakat papua memiliki keunikan
tersendiri.Salah satu produk budaya yang unik dan khas tersebut adalah noken.Noken tersebut dapat
dibuat dari kulit kayu melinjo dimana masyarakat papua menyebutnya kulit kayu genemo.Kerajinan ini
tersebar hampir seluruh daerah di Papua. Sebuah perhiasan berlingkar yang dikaitkan pada leher
seseorang disebut kalung.Kalung dibuat sebagai pelengkap atau penunjang pakaian seperti dress atau
pakaian casual yang kebanyakan dimiliki wanita. Pada beberapa kebudayaan kalung dapat menandakan
kelas sosial penggunanya (Wening, 2015).
Aromaterapi adalah salah satu teknik pengobatan atau perawatan menggunakan bau-bauan yang
berasal dari bahan tanaman tertentu yang mengandung minyak esensial (minyak atsiri).Menurut
(Jealani,2009),aromaterapi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan oil
burner atau anglo pemanas,pijat,penghirupan (inhalasi),berendam,pengolesan langsung pada
tubuh,mandi,kumur,semprotan,dan pengharum ruangan (vaporizer).Penggunaan aromaterapi melalui
hidung (inhalasi) merupakan cara yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan cara lain.Minyak yang
dihirup akan membuat vibrasi di hidung, dari sini minyak yang mempunyai manfaat tertentu itu akan
mempengaruhi sistem limbik,tempat pusat memori,suasana hati,dan intelektualitas berada. Jeruk (Citrus
sinesis) merupakan salah satu bahan tanaman yang mengandung minyak atsiri sehingga dapat
digunakan pada pembuatan aromaterapi.Jeruk dapat digunakan sebagai pengharum ruangan dan bahan
parfum.Minyak atsiri jeruk juga bermanfaat bagi kesehatan, yaitu untuk aromaterapi.Aromaterapi jeruk
dapat menstabilkan sistem syaraf,menimbulkan perasaan senang dan tenang,meningkatkan nafsu
makan dan menyembuhkan penyakit.Manfaat bagi kesehatan tersebut karena minyak atsiri jeruk
mengandung senyawa limonene yang berfungsi melancarkan peredaran darah,meredakan radang
tenggorokan dan batuk.Minyak atsiri jeruk juga mengandung linalool,linalil,dan terpineol yang memiliki
fungsi sebagai penenang atau sedatif,serta sitronela sebagai penenang dan penghusir nyamuk
(Anonim,2008).Senyawa limonen yang terdapat dalam kulit jeruk inilah yang membuat minyak atsiri kulit
jerukmempunyai aroma yang khas (Fong,2012).
Dewasa ini noken menjadi ikon budaya dan identitas masyarakat Papua.Melalui program
kreativitas Mahasiswa ini kami ingin membuktikan dan menunjukkan kepada seluruh masyarakat
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
30 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Indonesia terlebih khusus masyarakat Papua bahwa Kulit kayu Genemo tidak hanya dapat digunakan
untuk membuat noken dan pakaian adat saja namun,bisa digunakan untuk membuat aksesoris khas
Papua berupa kalung aromaterapi yang memberikan tiga fungsi sekaligus yaituyang pertama
mengangkat budaya Papua,kedua mempunyai khasiat bagi kesehatan dan yang ketiga sebagai
perhiasan. Dengan alasan ini maka kami membuat produk Kater Kapkeg yang merupakan inovasi baru
untuk membuka pangsa pasar.
METODE PELAKSANAAN
Perencanaan
Perencanaan dalam produksi merupakan hal yang penting untuk dilakuakan untuk menetapkan
berapa banyak produk dan model apa saja yang akan kami buat. Dalam produksi kater kapkeg, kami
membuat bermacam-macam model atau bentuk yaitu berbentuk kupu-kupu, mickey mouse, love,
bintang, salib dan lain-lain. Oleh karena itu perencanaan perlu dilakukan terlebih dahulu.
Persiapan
a. Waktu dan tempat
Persiapan pelaksanaan kegiatan mmembutuhkan waktu 2 minggu. Persiapan kegiatan meliputi
diskusi tentang pelaksanaan kegiatan, penyediaan tempat produksi ,penyediaan alat dan bahan dasar
serta tenaga kerja.
b. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah kulit kayu genemo/melinjo dan aromaterapi lemon serta
bahan tambahannya yaitu manik-manik. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah jarum untuk
menjahit atau merajut, alat lem tembak dan gunting.
Proses Produksi
Produksi kater kapkeg dilakukan dirumah salah satu tim pelaksanaan PKM di daerah Abepura dan
di waena.Secara umum proses produksi bisa dilihat pada diagram alir dibawah ini
Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 31
Proses Pengemasan produk
Proses pengemasan dilakukan dengan cara memasukkan produk kater kapkeg kedalam plastik
kemasan yang sudah ada logo kater kapkegnya.
Pemasaran produk
Pemasaran produk dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu,tahap pertama, kami
memasarkannya dilingkungan kampus dengan sasaran utamanya kepada dosen dan mahasiswa.Tahap
kedua,Kami memperluas pemasaran produk kater kapkeg di kalangan masyarakat.Tahap ketiga,kami
memasarkan dan mempromosikan produk kater kapkeg melalui media sosial yaitu di instagram dan
whatsApp.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang telah tercapai adalah 85% dari keseluruhan target kegiatan yaitu: 1. Adanya
pengembangan budaya merajut dengan menggunakan bahan dasar kulit kayu genemo yang
sebelunnya dibuat menjadi noken dan pakaian adat dapat dikembangkan menjadi inovasi baru berupa
aksesori kalung. 2. Terciptanya produk baru berupa aksesoris kalung aromaterpi yang bermanfaat bagi
kesehatan 3. Produksi dan penjualan kater kapkeg dilakukan selama 3 bulan yaitu dimulai dari tanggal
1 April hingga 18 Juni 2019 dan masih berlangsung, dengan jumlah produk sebanyak 73 kemasan dan
telah terjual 69 kemasan kalung. Berikut adalah hasil produksi dan penjualan kater kapkeg dari bulan
april hingga Juni yang terlampir dalam Gambar 2 berikut :
Gambar 2. Data hasil produksi dan penjualan
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
32 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Total penjualan kater kapkeg sebanyak 69 kemasan kalung dengan harga yang berbeda yaitu:
untuk 62 kemasan dengan harga satuan Rp 50.000 dan 7 kemasan dengan harga satuan Rp 75.000.
Total pemasukan : Rp 3.625.000
Total biaya produksi :
Keuntungan : Total pendapatan dari penjualan – total pengeluaran
: Rp 3.625.000 – Rp 1.785.500 : Rp 1.838.500
Untuk jumlah Produksi tertinggi yaitu 35 kemasan pada bulan Juni dan Untuk jumlah penjualan
tertinggi yaitu 35 kemasan pada bulan Juni. Hal ini dikarenakan meningkatnya peminat setelah melihat
dan mengetahui keunikan dan khasiat dari KATER KAPKEG. Sedangkan pada bulan april penjualan
Produk terbatas karena merupakan tahap awal produksi dan produk belum banyak diketahui masyarakat
luas.
KESIMPULAN
KATER KAPKEG merupakan inovasi baru dari kulit kayu genemo dengan kombinasi aromaterapi yang
berguna bagi kesehatan dan menjadi sarana peluang usaha dengan penjualan mencapai 69 kemasan
kalung dalam 3 bulan, menghasilkan keuntungan Rp. 1.838.500.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 33
P05
PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN PROSES OKSIDASI TERHADAP
KARAKTERISTIK PASIR BESI KABUPATEN SARMI
Heru Cahyoutomo, Cahyo Saputra, Rhizal Alfian Abdul Gani, Endang Haryati, Octolia Togibasa*)
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan studi perlakuan pada pasir besi untuk mendapatkan variasi sifat mineral dari pasir besi
dari Kabupaten Sarmi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh ukuran partikel dan
proses oksidasi terhadap morfologi, struktur kristal dan kandungan mineral pasir besi Sarmi.
Karakterisasi morfologi, struktur kristal, dan kandungan mineral dilakukan dengan menggunakan alat
1000X 8LED digital optical microscope, x-ray diffractometer dan x-ray flourescence spectrometer.
Perlakuan variasi ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan metode pengayakan, dengan ukuran
ayakan 100 dan 200 mesh. Proses oksidasi dilakukan dengan menggunakan pemanasan sampel pada
suhu 200 dan 600ºC. Proses pengayakan memberikan partikel pasir besi berukuran sekitar 150 dan 70
µm. Pasir besi dengan ukuran sekitar 70 µm memiliki kandungan Fe terbesar pada yaitu sebesar
70,99%. Adapun proses oksidasi mengakibatkan terjadinya perubahan warna pasir besi dan mengubah
mineral besi oksida dari hematit (-Fe3O4) menjadi maghemit (-Fe2O3).
Kata Kunci: Pasir Besi, Ukuran Partikel, Oksidasi.
PENDAHULUAN Pasir besi merupakan bahan alami yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia yang memiliki ciri
khas berupa kadungan mineral besi yang tinggi. Sayangnya, pemanfaatan pasir besi masih digunakan
sebagai bahan campuran bangunan, padahal kandungan mineral yang dimiliki oleh pasir besi sangat
banyak misalnya titanium, magnesium, dan unsur lainnya yang dapat digunakan dalam bidang industri
[7]. Keluarga dari mineral besi oksida atau iron oxide yang dimiliki pasir besi pada umumnya berupa
magnetit magnetit (Fe3O4), hematit (α-Fe2O3), dan maghemit (γ-Fe2O3) [8]. Namuun demikian, mineral
ini bersifat fleksibel dan berubah-ubah karena adanya perlakuan tertentu. Studi perlakuan ini digunakan
untuk memperoleh mineral yang lebih bermanfaat. Salah satu contoh perlakuan yaitu proses oksidasi
dimana proses ini merupakan proses pemanasan pada suhu tertentu serta tekana udara normal.
Khususnya pada pasir besi yang berasal dari Tulungagung, Jawa Timur pada saat dilakukan proses
oksidasi kandungan mineral berubah dari magnetit menjadi hematit [1]. Mineral hematit yang dihasilkan
dari proses oksidasi lebih bernilai ekonomis karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk
industri baja, sebab memiliki sifat mekanik yang kuat sehingga tidak dapat dengan mudah terkorosi [9].
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
34 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Aplikasi pasir besi dalam produk industri yang bisa dihasilkan dengan memanfaatkan kandungan
mineral yang terdapat didalamnya adalah besi baja [10, 7], pewarna [11, 12], katalis [13], tinta [14] media
rekam magnetik [15, 16], toner [17] dan magnet ferit [18].
Selain proses oksidasi, sifat-sifat fisika dari pasir besi dapat bervariasi akibat perbedaan ukuran
partikelnya. Khusunya pasir besi yang berasal dari Pantai Sunur Kabupaten Padang Pariaman terdapat
kandungan mineral yang beragam karena perbedaan ukuran partikel sehingga menyebabkan
beragamnya sifat kemagnetan dari pasir besi tersebut [2]. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk
melakukan perbedaan ukuran partikel dari pasir besi. Perbedaan ukuran partikel pasir besi berskala
mikro dapat dilakukan dengan proses ayakan test sieve, dan dapat menggunakan proses penghancuran
menggunakan ball milling [2, 3]. Sedangkan untuk perbedaan ukuran partikel pasir besi berskala nano
dapat dilakukan dengan proses kopresipitasi [4].
Papua diketahui memiliki kandungan pasir besi khususnya yang berada di Kabupaten Sarmi yang
telah dilakukan studi identifikasi oleh Togibasa dkk, (2019) menemukan bahwa terdapat pasir besi yang
terkonsentrasi di Muara Sungai Tor Kabupaten Sarmi dan menemukan kandungan mineral pasir besi
berupa magnetit serta jika dilakukan ekstrasi mekanik diperoleh mineral magnesiumferit [5, 6].
Mengingat keunikan pasir besi dari Sarmi, pada penelitian ini dilakukan proses perbedaan ukuran
partikel dengan menggunakan ayakan serta proses oksidasi guna mendapatkan beragam jenis mineral
serta tujuan dari penelitian ini untuk menentukan pengaruh ukuran partikel terhadap morfologi, struktur
kristal dan kandungan mineral pasir besi dan menentukan pengaruh oksidasi terhadap morfologi, struktur
kristal dan kandungan mineral pasir besi.
METODE PENELITIAN Persiapan Sampel
Pasir besi Sarmi diambil dari pesisir pantai Kabupaten Sarmi, Distrik Tor Bawah, dengan lokasi
geografis antara 1°58'00.40"S 138°52'46.90"E dan 1°57'36.09"S 138°54'20.46"E. Pasir besi kemudian
dicuci dengan aquades untuk membersihkan sampel dari residu air laut, dan kemudian diaduk
menggunakan magnetik stirer untuk memisahkan mineral magnetik dengan mineral organik. Mineral
magnetik yang sudah dipisahkan kemudian dikeringkan secara natural, sehingga diperoleh raw sample
pasir besi.
Proses Ukuran Partikel
Raw sampel hasil pencucian awal yang telah kering kemudian diekstraksi untuk mendapatkan
sampel yang mengandung magnet. Kemudian sampel hasil ekstraksi dikeringkan dengan cara menjemur
dibawah sinar matahari selama 4 hari. Setelah hasil ekstraksi kering, kemudian dilakukan pengayakan
menggunakan ayakan 100 mesh dan 200 mesh untuk mendapatkan variasi ukuran partikel dari pasir
besi.
Proses Oksidasi
Raw sampel hasil pencucian awal yang telah kering kemudian diekstraksi untuk mendapatkan
sampel yang mengandung magnet. Kemudian sampel hasil ekstraksi dikeringkan dengan cara menjemur
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 35
dibawah sinar matahari selama 4 hari. Setelah hasil ekstraksi kering, kemudian dioksidasi pada suhu
200ºC dan 600ºC selama 15 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran Partikel
Gambar 1 memberikan karakteristik morfologi sampel pasir besi (a) alami / raw (b) diayak 100
mesh, dan (c) diayak 200 mesh, yang diambil dengan menggunakan digital optical microcope,
perbesaran 1000×. Sampel pasir besi alami memiliki ukuran bulir rata-rata sebesar 1,1 mm dengan
morfologi yang beragam. Selain ukuran, pasir besi alami juga memiliki karakteristik warna bulir yang
beragam, yaitu warna kehitaman bercampur dengan putih kecoklatan. Partikel dengan warna hitam
mengkilat umumnya memiliki ukuran yang besar. Gambar 1. (b) memperlihatkan morfologi sampel pasir
besi setelah proses pengayakan dengan ukuran 100 mesh. Dapat dilihat rata-rata ukuran bulir menjadi
sekitar 150 µm serta karakteristik warna yang lebih homogen dengan warna hitam pucat. Adapun
Gambar 1. (c) dimana sampel telah diayak dengan ukuran 200 mesh, memiliki rata-rata ukuran bulir yang
jauh lebih kecil yaitu sekitar 70-75 µm dengan karakteristik warna hitam kecoklatam serta terdapat
beberapa butiran yang berukuran lebih besar.
Gambar 1 Karakteristik morfologi sampel pasir besi (a) alami / raw (b) diayak 100 mesh, dan
(c) diayak 200 mesh
Gambar 2 menunjukkan grafik pola XRD sampel pasir besi (a) alami/raw (b) diayak 100 mesh, dan
(c) diayak 200 mesh. Dari analisa identifikasi struktur kristal menggunakan software Match dan database
COD (Crystalography Open Databas ) didapatkan bahwa seluruh sampel memiliki struktur kristal hematit
(α-Fe2O3). Nilai tingkat kecocokan (figure of merit) untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel
1. Nilai tingkat kecocokan ternyata menunjukan kecenderungan semakin kecil ukuran partikel maka nilai
FoM semakin besar, yang artinya tingkat kecocokan mineral maghemit semakin besar.
(a) (b) (c)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
36 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 2 Pola XRD dari pasir besi dengan variasi ukuran partikel
Tabel 1 Tabel nilai figure of merit (FoM) dari sampel pasir besi variasi ukuran
Sampel Struktur Kristal (#COD) FoM
(a) raw α-Fe2O3 (96-152-8613) 0,8380
(b) diayak 100 mesh α-Fe2O3 (96-152-8613) 0,8976
(c) diayak 200 mesh α-Fe2O3 (96-152-8613) 0,8997
Tabel 2 Komposisi mineral dari sampel pasir besi variasi ukuran
Unsur Komposisi Mineral
(a) raw (b) diayak 100 mesh (c) diayak 200 mesh
Ti 3,56% 3,88% 3,92%
Si 15,8% 13,1% 12,2%
K 2,14% 1,55% 1,69%
Ca 9,45% 6,90% 6,41%
Al 4,7% - 4,0%
Fe 61,00% 70,99% 68,56%
Tabel 2 memberikan komposisi kandungan mineral dari sampel pasir besi (a) alami/raw (b) diayak
100 mesh, dan (c) diayak 200 mesh yang diukur menggunakan x-ray fluoresence. Dapat dilihat bahwa
dengan variasi ukuran, semakin kecil ukuran bulir maka unsur-unsur mineral organik seperti unsur
Alumunium (Al), Silika (Si), Kalium (K), dan Kalsium (Ca) menjadi semakin kecil. Sedangkan unsur besi
(Fe) justru semakin besar, meskipun terjadi penurunan pada sampel yang diayak 200 mesh. Anomal ini
dapat terjadi karena adanya faktor salahnya proses pengayakan, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya. Kandungan mineral Alumunium (Al) sebesar 3,56% pada sampel raw, 3,88% pada sampel
ayakan 100 mesh, dan 3,92% pada sampel ayakan 200 mesh. Silika (Si) memiliki kandungan mineral
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 37
sebanyak 15,8% pada sampel raw, 13,1% pada sampel ayakan 100 mesh, dan 12,2% pada sampel
ayakan 200 mesh. Kalium (K) memiliki komposisi mineral sebanyak 2,14% pada sampel raw, ayakan
100 mesh mempunyai komposisi 1,55%, serta pada ayakan 200 mesh memiliki komposisi 1,69%.
Kalsium (Ca) memiliki komposisi 9,45% pada sampel raw, sampel yang di ayak 100 mesh memiliki
komposisi 6,90%, serta sampel ayakan 200 mesh mempunyai komposisi 6,41%, Besi (Fe) memiliki
komposisi sebesar 61,00% untuk sampel raw, 70,99% untuk sampel yang di ayak 100 mesh, serta
68,56% pada sampel ayakan 200 mesh. Serta terdapat kandungan mineral lainnya. Kandungan mineral
besi (Fe) mengalami kenaikan pada sampel yang di ayak menggunakan ayakan 100 mesh serta
mengalami penurunan pada saat di ayak 200 mesh. Kenaikan kandungan Fe ini tentunya dapat
meningkatkan sifat kemagnetan dari pasir besi [2].
Proses Oksidasi
Gambar 3 memberikan karakteristik morfologi sampel pasir besi (a) alami/raw (b) teroksidasi
200°C, dan (c) teroksidasi 600°C, yang diambil dengan menggunakan digital optical microcope,
perbesaran 1000×. Sampel pasir besi alami memiliki warna bulir yang beragam, yaitu warna kehitaman
bercampur dengan putih kecoklatan. Partikel dengan warna hitam mengkilat umumnya memiliki ukuran
yang besar. Gambar 3. (b) memperlihatkan morfologi sampel pasir besi setelah proses pemanansan
dengan temperatur sebesar 200°C. Dapat dilihat karakteristik warna yang lebih cenderung dengan
warna hitam sedikit kecoklatan. Pada Gambar 3. (c) dapat dilihat bahwa warna sampel teroksidasi suhu
600ºC umumnya berubah menjadi warna cokelat, dan ada beberapa bulir yang berwarna agak
kemerahan. Pengaruh oksidasi terhadap perubahan warna ini serupa dengan penelitian yang dilakukan
pada pasir besi dari Tulungangung, Jawa Timur [1].
Gambar 3. Karakteristik morfologi sampel pasir besi (a) alami / raw (b) dioksidasi 200°C, dan
(c) dioksidasi 600°C
(a) (b) (c)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
38 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 4. Pola XRD dari pasir besi dengan variasi oksidasi
Gambar 4. menunjukkan grafik pola XRD sampel pasir besi (a) alami / raw (b) teroksidasi 200°C, dan
(c) teroksidasi pada suhu 600°C Dari analisa identifikasi struktur kristal menggunakan software Match,
didapatkan hasil bahwa terjadi perubahan struktur kristal. Pada sampel yang telah teroksidasi pada suhu
600°C yang mana struktur awalnya berupa hematit, mulai berubah menjadi maghemit, meskipun belum
sepenuhnya. Terdapat setidaknya dua struktur kristal yaitu hematit dan maghemit sekaligus. Adapun nilai
tingkat kecocokan FoM untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tabel nilai figure of merit (FoM) dari sampel dengan variasi oksidasi
Sampel Struktur Kristal (#COD) FoM
(a) raw α-Fe2O3 (96-152-8613) 0,8380
(b) teroksidasi 200°C α-Fe2O3 (96-152-8613) 0,9023
(c) teroksidasi 600°C α-Fe2O3 (96-152-8613)
γ-Fe2O3 (96-152-8598 )
0,8324
0,798
Tabel 4 Komposisi mineral dari sampel pasir besi variasi oksidasi
Unsur Komposisi Mineral
(a) Raw (b) teroksidasi 200ºC (c) teroksidasi 600ºC
Al 4,7% 4,6% 4,9%
Si 15,8% 15,2% 17,5%
K 2,14% 2,06% 2,56%
Ca 9,45% 8,34% 10,3%
Ti 3,56% 3,79% 3,39%
Fe 61,00% 62,68% 57,70%
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 39
Tabel 4. memberikan komposisi kandungan mineral dari sampel pasir besi (a) alami/raw (b)
teroksidasi 200°C, dan (c) teroksidasi 600°C yang diukur menggunakan x-ray fluoresence. Pada tabel
4. terdapat senyawa serta komposisi kandungan mineral yang diukur menggunakan x-ray fluoresence.
Dapat dilihat bahwa unsur-unsur yang umumnya terdapat pada pasir alamai seperti Alumunium (Al),
Silika (Si), Kalium (K), Kalsium (Ca), Besi (Fe) serta komposisi mineral lainnya. Kandungan mineral
Alumunium (Al) sebesar 4,7% pada sampel raw, 4,6% pada sampel oksidasi 200°C, dan 4,9% pada
sampel oksidasi 600°C. Silika (Si) memiliki kandungan mineral sebanyak 15,8% pada sampel raw, 15,2%
pada sampel oksidasi 200°C, dan 17,5% pada suhu 600°C. Kalium (K) memiliki komposisi mineral
sebanyak 2,14% pada sampel raw, suhu 200°C mempunyai komposisi 2,06%, serta pada suhu memiliki
komposisi 2,56%. Kalsium (C) memiliki komposisi 9,45% pada sampel raw, sampel oksidasi 200°C
memiliki komposisi 8,34%, serta sampel 600°C mempunyai komposisi 10,3%, Besi (Fe) memiliki
komposisi sebesar 61,00% untuk sampel raw, 62,68% untuk sampel oksidasi 200°C, serta 57,70% pada
sampel oksidasi 600°C. Serta terdapat kandungan mineral lainnya yang semakin menghilang karena
menguap pada saat proses oksidasi berlangsung. Kandungan mineral besi (Fe) mengalami kenaikan
pada suhu 200°C. Semakin tinggi temperatur oksidasi, maka akan merubah struktur kristal dengan
ditandai berubahnya struktur kristal hematit menjadi maghematit.
KESIMPULAN Proses pengayakan berhasil memberikan sampel pasir berukuran sekitar 150 µm untuk ayakan
100 mesh, dan 70 µm untuk ayakan 200 mesh. Unsur Fe terbesar terjadi pada saat proses penyakan
100 mesh yaitu sebesar 70,99%. Proses oksidasi pada temperatur 200˚C mengakibatkan perubahan
warna sampel pasir besi dengan struktur mineral sampel masih sama yaitu hematit (α-Fe2O3). Pada suhu
600˚C terjadi perubahan warna dari hitam mejadi merah serta terdapat dua struktur kristal, struktur awal
yaitu hematit (α-Fe2O3) dan munculnya struktur kedua yaitu maghemit (γ-Fe2O3). Untuk unsur Fe
terbesar terjadi pada proses oksidasi suhu 200˚C yaitu sebesar 62,68%.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Mufti. N, Atma. T, Fuad. A, dan Sutadji. E. 2014. “Synthesis And Characterization Of Black, Red And Yellow Nanoparticles Pigments From The Iron Sand” AIP Conference Proceedings 1617 (1): 165-169.
[2] Norman, F., Budiman, A. dan Puryanti, D. 2016. "Hubungan Ukuran Butir Terhadap Suseptibilitas
Magnetik dan Kandungan Unsur Mineral Magnetik Pasir Besi Pantai Sunur Kabupaten Padang
Pariaman" Jurnal Fisika Unand 5(3): 238-243.
[3] Smit, G., Zrncevic, S., dan Lazar, K. “Adsorption and Low-Temperature Oxidation of Co over Iron Oxides” Molecular Catalysis 252(1):103-106.
[4] Taufiq, A. Triwikantoro, Pratapa, S. dan Darminto. 2018. " Sintesis Partikel Nano Fe3-xMnxO4
Berbasis Pasir Besi dan Karakterisasi Struktur serta Kemagnetannya" Jurnal Nanosains &
Nanoteknologi, 1(2): 67-73.
[5] Togibasa. O., Akbar M., Pratama A., dan Bijaksana S. 2019. “Distribution of Magnetic Susceptibility of Natural Iron Sand in the Sarmi Coast Area” Journal of Physics: Conference Series: 1204: 012074.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
40 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
[6] Togibasa, O., Bijaksana, S., dan Novala G.C. 2018. “Magnetic Properties of Iron Sand from the
Tor River Estuary, Sarmi, Papua.” Geosciences, 8(4): 113.
[7] Yulianto. A, Bijaksana. S, Loeksmanto. W S, dan Kurnia. D. 2003. “Produksi Hematit (α-Fe2O3) dari Pasir Besi : Pemanfatan Potensi Alam Sebagai Bahan Industri Berbasis Sifat Kemagnetan.” Jurnal Fisika, 2(1): 80-82.
[8] Yulianto. A. 2006. “Kajian Sifat Magnet Pasir Besi dan Optimasi Pengolahannya Menajdi Magnet
Ferit” Disertasi. Institut Teknologi Bandung.
[9] Ridwan, Sulungbudi, G.T., dan Mujamilah. 2002. "Sintesis bahan magnet barium hexaferrite
memanfaatkan sumber daya alam lokal, Journal Sains Material Indonesia, 5(1), 29-33.
[10] Trilismana, H., dan Budiman, A. 2015. “Analisis Susepbilitas Magnetik Hasil Oksidasi Magnetit Menjadi Hematit Pasir Besi Pantai Sunur Kota Pariaman Sumatra Barat” Journal Fisika Unand, Vol(2): 150-156.
[11] Ozel, E., Unluturk, G., dan Turan, S. 2006. “Production of brown pigments for porcelain insulator applications” Journal of the European Ceramic Society, 26: 735-740.
[12] Elias. M., Chartier. C., Prevot. G., Garay. H., dan Vignaud. C. 2006. “The color of ochres explained by their composition” Material Scioence and Eengineering: B, 127(1): 70-80.
[13] Smit, G., Zrncevic, S., dan Lazar, K. “Adsorption and Low-Temperature Oxidation of Co over Iron Oxides” Molecular Catalysis 252(1):103-106.
[14] Aso, K., Sato, T., dan Ishibashi, M. 1999. “Magnetic force microscopic study of magnetic tapes recorded at MHz frequencies” Journal of Magnesium and Magnetic Materials: 193, 430-433.
[15] Rajjab, A., Mahmood, A., Khan, M. A. Chughtai, A. H. Shahid, M., Shakir, I., dan Warsi, M. F. 2014. “Impacts of Ni–Co substitution on the structural, magnetic and dielectric properties of magnesium nano-ferrites fabricated by micro-emulsion method” Journal of Alloys and Compounds, 584(25): 363–368.
[16] Yamamoto, S., Hirata, K., Kurisu, H., Matsuura, M., Doi, T., dan Tamari, K. 2001 .“High coercivity ferrite thin-film tape nedia for perpendicular recording.” Journal of Magnetism and Magnetic Materials, 235: 342-346.
[17] Brezoi, D-V. dan Ion, R-M. 2005. “Phase evolution induced by polypyrrole in iron oxide-polypyrrole nanocomposite” Sensor and Actuators B: Chemical, 109(1): 171-175.
[18] Parkin. I.P., Elwin. G., Kuznetsov. M.V., Pankhurst. Q.A., Quang. B.T., Fostter. G.D., Barquin. L.F., Komarov. A.V., dan Morozov. Y.G. 2001. “Self-propagating high temperature synthesis of MFe12O19 (M=Sr,Ba) from the reactions of metal superoxides and iron metal” Journal of Materials Processing Technology, 110 (2): 239-243.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 41
P06
STUDI PENDAHULUAN DAN REKONSTRUKSI MODEL GENETIK
SECARA EMPIRIS TERHADAP TIPE ENDAPAN LATERITE SAPROLITE-
Au DI WAENA JAYAPURA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
EKSPLORASI, PENAMBANGAN DAN LINGKUNGAN
Karl Karolus Meak1, Patrick Marcell Fandy2
1,2Bidang Khusus Teknik Eksplorasi Mineral. Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Cenderawasih
Email: [email protected]
ABSTRAK
Daerah mineralisasi Buper Waena Jayapura, secara geologi merupakan bagian dari sekuen Cyclops
ophiolite, yang mana secara regional merupakan bagian dari kompleks Centra Ophiolite Belt (COB). COB
merupakan bagian dari fragmen kerak samudera Pasifik yang terdiri dari kelompok batuan ultra bassa
yang terobduksi ke selatan dan telah mengalami proses laterisasi. COB bagian dari New Guinea Island
(NGI) yang pada bagian utara menyimpan sejarah konvergen sebagian besar dari lempeng Australia dan
sebagian kecil lempeng samudera; Philipina dan lempeng Caroline, fase singkat, sebagian besar di
kontrol oleh pergerakan lempeng Pasisifik. Indikasi awal dari studi pendahahuluan ini yaitu mineralisasi
emas (Au) pada daerah Buper hadir pada lapisan laterite dengan gaya mineralisasi Au yaitu
disseminated. Bentuk urat atau vein system tidak berkembang di daerah mineralisasi. Rekonstruksi
empiris model genetik endapan mengikuti atau mendekati model empiris yaitu Laterite-Saprolite Au
(Boyle models, ± Ni). Identifikasi mineral secara megaskopis adalah mineral hasil oksidasi seperti Fe,
Mn dan sedikit kuarsa (SiO2). Metode eksplorasi yang direkomendasikan adalah geokimia, dengan
metode sampling adalah soil sampling dan stream sediment, dengan unsur-unsur jejak: emas (Au), perak
(Ag), Nikel (Ni), Besi (Fe), Magnesium (Mg), Sulfur (S), Arsen (As), Merkury (Hg). Mercury diambil
sampelnya sebagai kontrol dan evaluasi terhadap pengolahan emas hasil penambangan. Metode
semprot (konvesional) sebagai metode penambangan memberikan kontribusi yang besar terhadap
kerusakan lingkungan di daerah penambangan karena tidak mengikuti arah mineralisasi.
Kata Kunci: Model Genetik, Laterite, Emas, Jayapura.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
42 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
PENDAHULUAN
Routhier (1967) adalah ahli geologi pertama yang menyatakan ide tentang pembentukan atau
genesa mineral bijih dengan pendekatan model genetik. Menurutnya analisis terbaik dari genesa mineral
bijih adalah dengan melihat sumber (source), transportasi dan lingkungan pengendapan. Ia
memperkenalkan empat model genetik utama. Sebagian didasarkan pada konsep pembentukan secara
syngenesis dan epigenesis (Richard Edwards dan Keith Atkinson,1986). Ada dua komponen untuk model
endapan bijih: model empiris yang terdiri dari kumpulan data, termasuk data pengamatan yang menjadi
penciri endapan dan model konseptual yang berupaya menafsirkan data melalui penyatuan teori genesa
(R.Gwilym Roberts, 1988). Rekonstruksi model genetik secara empiris merupakan pendekatan dengan
dasar pemahaman bahwa proses pembentukan mineral memiliki karakteristik geologis yang sama dari
beberapa tempat. Model genetik akan memberikan gambaran yang penting dalam memahami proses
pembentukan dan eksplorasi mineral. Rekonstruksi model empiris memberi pemahaman pendahuluan
untuk mendesain program eksplorasi yang efektif dan efisien guna memperoleh informasi yang lebih
akurat dan detail mengenai endapan. Penelitian ini merupakan studi pendahuluan dengan pendekatan
empiris tentang mineralisasi emas yang hadir dalam lingkungan endapan laterite, implikasinya terhadap
metode eksplorasi, penambangan dan pengendalian lingkungan.
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Daerah penelitian secara geologi merupakan bagian dari sekuen Cyclops ophiolite, yang mana
secara regional merupakan bagian dari kompleks Centra Ophiolite Belt (COB). COB adalah bagian dari
fragmen kerak samudera Pasifik yang terdiri dari kelompok batuan ultra bassa yang terobduksi ke
selatan dan telah mengalami proses laterisasi. COB bagian dari New Guinea Island (NGI) yang pada
bagian utara menyimpan sejarah konvergen sebagian besar dari lempeng Australia dan sebagian kecil
lempeng samudera; Philipina dan lempeng Caroline, fase singkat, sebagian besar di kontrol oleh
pergerakan lempeng Pasisifik (Hall, 1996, 1997 dalam C.Monier dkk 1999). Oleh karena itu, sebagian
besar sisa-sisa dari series ofiolit sekarang terdapat dalam dua sabuk dengan arah dan tren sepanjang
Barat Laut dan Tenggara sejajar dengan elongation (C.Monier dkk, 1999). Di Papua, sebagaian dari COB
muncul sepanjang pantai dekat Jayapura yakni pengunungan cyclop, terlihat pada gambar 1b (Dow dkk,
1988 dalam C.Monier, 1999).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 43
Gambar 1 (a) Papua dan Papua New Guinea (PNG) atau New Guinea Island (NGI) menunjukan lokasi
komplek atau seri ofiolit (ditandai dengan garis hitam). (b) Rekonstruksi geologi dan tektonik pada
daerah Pengunungan Cyclops, Jayapura, Papua, Indonesia. Titik bulat hitam merupakan lokasi
penelitian. Dimodifikasi dari C.Monnier dkk, 1999.
OBSERVASI DAN INVESTIGASI LAPANGAN
Pengamatan geologi permukaan dan geokimia telah memberikan kontribusi utama bagi banyak
penemuan emas dimasa lalu. Walaupun dalam sepuluh tahun terakhir telah terjadi peningkatan
penggunaan teknik geofisika sebagai metode yang dapat membantu daerah yang tersembunyi (Williams
PK, 1997). Hasil observasi dan investigasi lapangan dibutuhkan untuk merekonstruksi model genetik
endapan secara empiris, mendesain konsep dan program eksplorasi detail guna memperoleh informasi
yang lebih rinci mengenai endapan mineral.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
44 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 2. Kiri penambang mendulang kembali hasil penambangan emas dengan metode konvesional
(semprot). Gambar kanan, test pit yang dilakukan secara konvesional untuk mencari distribusi emas
pada daerah penelitian. Selain mencari distribusi endapan pendekatan ini juga dilakukan untuk mencari
veins system dalam lapisan laterite.
MINERALISASI DAERAH PENELITIAN
Emas terbentuk sebagai komoditas utama dalam berbagai setting dan jenis. Dalam beberapa
dekade terakhir kemajuan yang signifikan dibuat dalam klasifikasi, defenisi dan pemahaman tentang
jenis endapan emas yang didapat melalui integrasi data dibidang eksplorasi (Robert F, dkk 2007).
Didaerah penelitian emas (Au) berkembang hadir dalam bentuk dan model genetik yang berbeda di
Indonesia. Di Indonesia kebanyakan emas hadir dalam lingkungan dan proses hidrotermal. Emas (Au)
dan tembaga (Cu) di Asia Tenggara dan Barat Pasifik terjadi sebagian besar pada busur magmatic
berumur Cenozoik menengah sampai akhir, atau sekitar 1-25 juta tahun yang lalu. Wilayah ini
mengandung lebih dari 160 endapatan diantaranya, endapan tipe porfiri, skarn, epitermal (sulfidasi tinggi,
menegah, dan rendah), sedimentasi (Steve Garwin dkk, 2005). Pada daerah penelitian, emas hadir
dalam setting dan tipe endapan yang berbeda. Investigasi awal memperlihatkan emas hadir dalam
endapan laterite yang biasanya mengandung mineral-mineral kelompok oksida seperti Fe, Al, Mn, dan
mineral bijih Ni. Morfologi badan bijih emas pun tidak menyerupai urat (vein system) tetapi lebih
berkembang dengan pola disseminated yang kaya akan Fe atau besi. Pola disseminated ini akhirnya
mempengaruhi atau berdampak pada sistem atau cara penambangan.
PEMBAHASAN
Emas yang berkembang secara disseminated dan hadir didalam endapan laterite secara empiris
mendekati model Endapan Laterite-Saprolite Au yang direkontruksi oleh Gregory E. Mckelvey atau
dengan sinonim Au-bearing saprolite (Becker 1895). Karakteristik utamanya yaitu residu dan
pengkayaan kimia dari emas pada daerah tropis yang berlangsung pada laterite dan bauksit. Tipe
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 45
endapannya berkembang pada kondisi bawah permukaan dengan suhu yang hampir sama dengan
permukaan. Kehadiran laterite adalah prasyarat utama dan penting untuk jenis endapan ini. (Gregory E.
McKelvey 2004). Identifikasi mineral secara megaskopis adalah mineral hasil oksidasi seperti Fe, Mn
dan sedikit kuarsa (SiO2).
Gambar 3. Kiri, Rekonstruksi model genetik secara empiris yang diadopsi dari model ideal Endapan
Au-Larite-Saprolite dengan skala vertikal dan horizontal dalam kilometer oleh Gregory E. McKelvey
2004 (dalam https://pubs.usgs.gov/bul/b2004). Kanan, penambangan emas (Au) pada lapisan laterite
dengan menggunakan metode penambangan konvesional yaitu penambangan dengan menggunakan
air atau tambang semprot yang mana hasil semprot dialiri melewati sluice box sebagai media untuk
menangkap butiran emas.
Untuk memperoleh informasi dan pemahaman yang lebih detail mengenai endapan maka ada dua
pendekatan metode yang direkomendasikan yaitu geokokimia dan Ground-pentrating radar (GPR).
Geokimia disarankan dengan metode sampling yaitu soil sampling dan stream sediment (SS), dengan
unsur-unsur jejak: emas (Au), perak (Ag), Nikel (Ni), Besi (Fe), Magnesium (Mg), Sulfur (S), Arsen (As),
Merkury (Hg). Mercury diambil sampelnya sebagai kontrol dan evaluasi terhadap pengolahan emas hasil
penambangan. Ground-penetrating radar (GPR) dapat menjadi alat yang efektif untuk memahami profil
pelapukan yang berhubungan dengan endapan laterite Ni-Co (Erin Marsh dkk, 2010).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
46 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 4. Metode penambangan semprot Endapan Au Laterite Saprolite. Garis putih putus-putus
merupakan daerah yang telah habis disemprot. Kotak putih merupakan titik semprot lapisan laterite
yang dilakukan secara acak (random).
Pendekatan GPR untuk endapan Ni-Co dapat dipakai pada endapan Laterite-Saprolite Au karena
memiliki profil perlapisan yang sama. Metode ini sangat efektif dimana ketebalan laterite berkisar sangat
tipis atau dangkal hingga 50 meter (Francke dan Nobes, 2000 dalam Erin Marsh dkk, 2010). Dalam profil
pelapukan tropis GPR sensitif terhadap kadar air, konduktivitas dan kadar besi (Fe), (Francke dan Nobes,
2000 dalam Erin Marsh dkk, 2010). Metode semprot (konvesional) sebagai metode penambangan
memberikan kontribusi yang besar terhadap kerusakan lingkungan di daerah penambangan karena tidak
mengikuti arah mineralisasi atau titik-titik yang menjadi pusat konsentrasi atau pengkayaan emas.
KESIMPULAN
Berdasarkan rekonstruksi empiris Endapan Au-Laterite Saprolite adalah emas yang khas. Emas ini bisa
hadir bersama-sama dengan Ni dan Al. Untuk mengurangi kerusakan lingkungan maka
direkomendasikan metode eksplorasi terintegrasi yaitu eksplorasi geokimia dan geofisika untuk
memberikan informasi yang lebih detail mengenai keberadaan emas dalam lapisan laterite.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 47
DAFTAR PUSTAKA
C.Monnier., J.Girardeau., M. Pubellier., M.Polve., H.Permana., and H.Bellon. 1998. Petrology and
Geochemistry of the Cyclops Ophiolites (Irian Jaya, East Indonesia): Consequences for the
Cenozoic Evoluation of the North Australia Margin. Mineralogy and Petrology (1999) 65:1-28.
Erin Marsh., Eric Anderson and Floyd Gray. Nickel-Cobalt Laterites – A Deposit Model. Chapter H Of
Mineral Deposit Models for Resources Assessment. Scientific Investigations. 2010. United States
Geological Survey.
Robert RG and PA Sheahan Patricia. 1988. Ore Deposit Models. Geological Association of Canada.
Richard Edwards and Keith Atkinson. 1986. Ore Deposits Geology. Chapman and Hall.
Robert, F., Brommecker R., Bourne B.T., Dobak P.J., McEwan C.J., Rowe R.R., Zhou X. Models and
Exploration Methods for Major Gold Deposits Types. Ore Deposits and Exploration Technology,
Paper 48. 2007, p 691-711.
Steve Garwin., Robert Hall., Yasushi Wanatebe. Tectonic Setting, Geology and Copper Mineralization in
Cenozoic Magmatic Arcs of Southeast Asia and the West Pacific. Economic Geology 100th
Anniversary Volume. 2005. Pp.891-930.
Williams, PK. Towards a Multidisciplinary Integrated Exploration Process for Gold Discovery. Proceeding
of Exploration (1997) p 1015-1028.
Link: https://pubs.usgs.gov/bul/b2004/html/bull2004lateritesaprolite
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
48 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P07
IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN TANAH MENGGUNAKAN METODE
GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER ALFA SECARA
LATERAL DAN VERTIKAL UNTUK PEMBANGUNAN FONDASI TRIBUNE
DI SEKITAR LAPANGAN SEPAKBOLA MAHACENDRA UNIVERSITAS
CENDERAWASIH
Steven Y.Y. Mantiri1*, Muhammad Akbar2**, Audita G. Yuliawan1, Fidel G.
Lopulalan1, Nunia T. Mbaubedari1, Anita Diliani1, Jefry Manggombrab1, Wilhelmus
F. Yawandare1, Otniel Bunai1, Stevanus Kanisirik1, Natalia D.Y. Naa1, Jeny
Sendong1, Winny D. Riadiningtias1, dan Lidya N. Hutapea3
1 Program Studi Teknik Geofisika, FMIPA, UNCEN Jayapura 2 Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNCEN Jayapura
3 Stasiun Geofisika Klas I, BMKG, Jayapura
email : *[email protected], ; **[email protected]
ABSTRAK
Penelitian tentang identifikasi struktur lapisan tanah menggunakan metode geolistrik resistivitas
konfigurasi Wenner Alfa secara lateral dan vertikal untuk pembangunan fondasi tribune dilakukan di
sekitar lapangan sepakbola Mahacendra Universitas Cenderawasih. Kajian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi struktur dan jenis lapisan tanah pendukung fondasi. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode survei lapangan dan komputasi geofisika. Pengukuran lapangan menggunakan alat
geolistrik resistivity meter IRES T300f. Pengukuran ini memberikan nilai tegangan dan kuat arus listrik.
Model survei dilakukan secara lateral dan vertikal. Resistivitas semu dihitung berdasarkan tegangan dan
kuat arus listrik yang terukur di lapangan. Resistivitas sebenarnya secara lateral diberikan pada analisis
oleh perangkat lunak RES2DINV ver 3.4. Resistivitas sebenarnya secara vertikal diberikan pada analisis
oleh perangkat lunak IP2Win ver 3.0.1. Pengukuran geolistrik dilakukan pada 1 lintasan dengan spasi
dasar elektroda adalah 5 m dengan bentangan 150 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lapisan tanah
terstruktur pada jarak 0 – 50 m dari titik lateral, menyudut ± 35o (sudut diputar searah jarum jam, titik 0
sebagai pusat) dari permukaan tanah dengan kedalaman 0 – 22 m. Struktur ini berlanjut relatif mendatar
dari jarak 50 – 100 m pada kedalaman 22 m dan berlanjut terus dengan struktur berbeda naik relatif
mendatar pada jarak 100 – 150 m dengan kedalaman 11 m ke bawah. Lapisan ini memiliki nilai
resistivitas sekitar 19,10 – 88,00 Ωm dengan interpretasi lapisan tanah padat berupa tanah liat padat.
Secara vertikal lapisan tanah pendukung struktur fondasi tribune pada titik tengah bentangan lateral
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 49
berada pada kedalaman 21 m dengan nilai resisitivitas 91,90 Ωm, yang diduga merupakan tanah liat
padat.
Kata Kunci: metode geolistrik, resistivitas, Wenne Alfa, lateral, vertikal, lapangan sepakbola
mahacendra
PENDAHULUAN
Tanah merupakan bagian dari lapisan atmosfer kerak bumi yang terletak di posisi paling atas dan
menjadi bagian dari kehidupan organisme ataupun mikroorganisme serta tersusun atas berbagai mineral
dan material organik dan anorganik lainnya. Peranan tanah sangatlah vital sebagai penunjang kehidupan
bumi karena mendukung ketersediaan hara bagi tumbuhan untuk berkembang. Bagi tumbuhan, tanah
merupakan dasar dari rantai makanan. Selain itu, peranan penting tanah juga adalah sebagai penopang
struktur bangunan yang dibangun/didudukan di atas tanah tersebut. Tanah memiliki struktur yang sangat
khas dengan membentuk rongga yang umumnya mengandung udara. Struktur tanah terbentuk melalui
agregasi berbagai partikel tanah yang menghasilkan bentuk/susunan tertentu pada tanah. Struktur tanah
juga menentukan ukuran dan jumlah rongga antar partikel tanah yang mempengaruhi pergerakan air,
udara, akar tumbuhan, dan organisme tanah. Lapisan tanah merupakan sebuah formasi atau susunan
yang terbentuk dari beberapa tingkat dan secara spesifik dapat dibedakan secara geologi, kimiawi dan
biologis. Jika sebuah tanah dipotong secara vertikal maka penampakan lapisan tanah akan terlihat
sangat jelas karena pada setiap tingkat atau lapisan memang berbeda karakteristiknya. Melalui
penampakan vertikal tersebut akan terlihat tahap-tahap pembentukan sebuah tanah. Bisa dikatakan
bahwa setiap lapisan tanah membentuk sebuah periode yang mana pada lapisan tanah atas merupakan
hasil akhir dari pembentukan tanah, sedangkan lapisan tanah paling dalam yang biasanya berupa batu
keras merupakan awal sebelum tanah terbentuk.
Universitas Cenderawasih memiliki lapangan sepakbola bernama lapangan sepakbola Mahasiswa
Cenderawasih atau disingkat Mahacendra yang terletak di lereng bukit kampus UNCEN Yabansai. Saat
ini lapangan tersebut digunakan sepenuhunya oleh mahasiswa dan manajemen Fakultas Ilmu
Keolahragaan (FIK). Namun kadang juga digunakan secara tentatif oleh pihak luar melalui kegiatan-
kegiatan tertentu. Saat ini lapangan tersebut hanya memiliki tribune di sisi sebelah barat. Ukuran tribune
tersebut dapat dikatakan masih sangat jauh dari layak karena ukurannya kecil yang hanya bisa
menampung sekitar 200 – 300 orang/penonton. Dari sisi kelayakan maka belum bisa dikatakan stadion
sepakbola. Namun dalam perkembangannya ke depan bahwa lapangan sepakbola tersebut akan
dikembangkan dalam skala yang lebih besar, dimana akan dibangun tribune yang lebih layak sehingga
lapangan sepakbolanya dikelilingi oleh tribune dan membentuk sebuah stadion yang cukup besar dan
bisa menampung sejumlah penonton/orang dengan jumlah yang lebih banyak. Pembangunan tribune
stadion sepakbola Mahacendra tentunya membutuhkan perencanaan yang matang dalam segala hal
yang berkaitan dengan pembangunan tribune tersebut dengan harapan bahwa tribune stadion lapangan
sepakbola yang akan dibangun bertahan lama dan kuat menahan goncangan dan gangguan dari
berbagai keadaan. Salah satu bagian dari perencanaan pembanganuan tribune tersebut adalah survei
kondisi dan struktur lapisan tanah. Tanah dan struktur lapisan tanah ini akan menjadi penopang dan
penyangga struktur pondasi dari bangunan tribune stadion tersebut. Dengan mengetahui jenis dan
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
50 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
struktur lapisan tanah, maka jenis pondasi yang terbaik dapat ditentukan untuk dibangun bangunan
tribune stadion lapangan sepakbola tersebut.
Pada perkembangan modern ini, survei struktur lapisan tanah dapat dilakukan dengan
menggunakan metode-metode geofisika. Beberapa metode penyelidikan permukaan tanah untuk untuk
survei struktur lapisan tanah yaitu: metode gravitasi, potensial diri dan metode geolistrik. Metode
geolistrik merupakan salah satu cara dalam penelitian struktur tanah dengan melaksanakan pengukuran
berdasarkan sifat-sifat listrik yaitu sifat tahanan jenis dari batuan di lapangan. Keunggulan metode ini
adalah dapat digunakan untuk mengadakan ekspolarasi dangkal yang tidak bersifat merusak dalam
pendeteksiannya (Kirsch, 2009). Survei geolistrik merupakan survei geofisika yang bersifat survei aktif
namun ramah lingkungan.
Di Indonesia, survei geolistrik banyak digunakan untuk survei struktur tanah untuk bangunan-
bangunan tertentu. Ardiansyah dkk., (2016) melakukan penelitian identifikasi struktur lapisan bahwa
permukaan dengan menggunakan metode geolistrik di Kelurahan Tatura Selatan. Gemasih (2016)
melakukan penelitian tentang identifikasi struktur bawah permukaan menggunakan metode geolistrik
resisitivitas dan induceced polarization (IP) pada area pembangunan jembatan Krueng Kaleng, Sabet,
Aceh Jaya. Hakim dan Hairunisa (2017) melakukan kajian studi struktur bawah permukaan dengan
menggunakan metode geolistrik resisitivitas konfigurasi Schlumberger (studi kasus Stadion Universitas
Brawijaya Malang). Navatin (2018) melakukan penelitian tentang interpretasi struktur bawah permukaan
untuk mengethaui zona kerusakan dalan di kawasan Alue Naga, Banda Aceh dengan metode
resisitivitas.
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik
dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran
arus dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus kedalaman
bumi. Oleh karena itu, metode geolistrik mempunyai banyak macam, termasuk di dalamnya yaitu:
Potensial diri (self potential), Arus tellurik, Magnetotelluric, Elekromagnetik, Polarisasi terinduksi (Induced
polarization, IP), Resistivitas atau tahanan jenis (Hendrajaya dan Arif, 1988).
Metode Resistivitas (Tahanan Jenis)
Metode resisitivitas merupakan metode geolistrik yang mempelajari sifat resisitivitas (tahanan
jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Resistivitas atau tahanan jenis batuan adalah besaran
atau parameter yang menunjukkan tingkat hambatannya terhadap arus listrik dari suatu batuan. Batuan
yang memiliki resistivitas makin besar, menunjukkan bahwa batuan tersebut sulit untuk dialiri oleh arus
listrik. Menurut Hendrajaya dan Arif (1988), berdasarkan tujuan penyelidikan, metode geolistrik tahanan
jenis dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu: metode resistivitas lateral (mapping) dan
metode reisistivitas vertikal (sounding/drilling). Metode resistivitas leteral (mapping) merupakan metode
resisitivitas yang bertujuan untuk mempelajari variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara
horizontal. Oleh karena itu, pada metode ini dipergunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk semua
titik pengamatan di permukaan bumi. Hasil analisis metode memberikan kontur isoresistivitas. Metode
resistivitas vertikal (sounding) merupakan metode resistivitas yang bertujuan untuk mempelajari variasi
resistivitas batuan di bawah permukaan secara vertikal. Pada metode ini, pengukuran pada suatu titik
vertikal dilakukan dengan jalan mengubah-ubah jarak elektroda. Pengubahan jarak elektroda ini
dilakukan secara teratur mulai dari jarak elektroda kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak
elektroda ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 51
Konfigurasi Elektroda
Pengukuran metode geolistrik resisitivitas secara umum menggunakan 4 (empat) buah elektroda
yang terdiri atas 2 (dua) buah elektroda untuk arus listrik dan 2 (dua) buah elektroda untuk potensial
listrik. Pada metode gelistrik resisitivitas, arus listrik dialirkan/diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua
elektroda arus. Besarnya potensial yang disebabkan karena arus listrik yang diinjeksikan diukur di
permukaan bumi melalui dua elektroda potensial. Besarnya beda potensial di antara kedua elektroda
potensial tersebut selain tergantung pada besarnya arus yang dialirkan ke dalam bumi, juga tergantung
pada letak kedua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus yang dipakai. Dalam hal ini
tercakup juga pengaruh keadaan batuan yang dilewati arus listrik tersebut. Aturan-aturan penempatan
keempat elektroda (2 buah elektroda arus dan 2 buah elektroda potensial) disebut konfigurasi elektroda.
Terdapat berbagai macam bentuk konfigurasi elektroda yaitu: Wenner (terdiri atas Wenner alfa, Wenner
beta dan Wenner gamma), Schlumberger, Wenner-Schlumberger, Bipole-dipole, Pole-dipole, Reverse
pole-dipole, dan Pole-pole. Masing-masing konfigurasi elektroda di atas mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengukuran, harus diketahui dengan jelas tujuannya
sehingga dapat dipilih jenis konfigurasi yang terbaik.
Faktor Geometri dan Resistivitas Semu
Letak dua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus mempengaruhi besarnya beda
potensial di antara kedua elektroda potensial tersebut. Besaran koreksi letak kedua elektroda potensial
terhadap letak kedua elektroda arus disebut faktor geometri (geometrical factor). Secara umum skema
konfigurasi elektroda pada survei geolistrik ditunjukkan pada gambar 1. Secara umum resistivitas batuan
dinyatakan dengan persamaan
𝑘 =
∆𝑉
𝐼 (1)
dimana k adalah faktor geometri yang berkaitan dengan geometri elektroda. Setiap konfigurasi elektroda
memiliki nilai faktor geometri yang berbeda-beda. Dengan mengukur ΔV dan I dan mengetahui konfigursi
elektroda, maka resistivitas ρ dapat ditentukan. Pada tanah homogen isotropik, nilai resistivitas ini akan
konstan untuk setiap arus dan pengaturan elektroda.
Gambar 1. Skema susunan elektroda
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
52 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Jika tanah tidak homogen dan jarak elektroda bervariasi atau jarak tetap ditetapkan sementara
seluruh rangkaian dipindahkan, maka rasionya akan berubah secara umum. Hal ini menghasilkan nilai ρ
yang berbeda untuk setiap pengukuran. Besarnya secara tidak langsung berhubungan dengan susunan
elektroda. Kuantitas yang diukur ini dikenal sebagai resistivitas semu (apparent resistivity), 𝜌𝑎. Meskipun
secara diagnostik, pada tingkat tertentu, resistivitas sebenarnya (actual resistivity) suatu zona di sekitar
rangkaian elektroda, resisitivitas semu bukanlah nilai rata-rata dan hanya pada kasus bumi homogen
sama dengan resisitivitas sebenarnya. Istilah lain yang sering ditemukan dalam literatur adalah apa yang
disebut resistivitas permukaan. Ini adalah nilai resistivitas nyata yang diperoleh dengan jarak elektroda
kecil. Jelas itu sama dengan resisitivitas permukaan sebenarnya hanya jika tanahnya seragam di atas
volume kira-kira dari dimensi elektroda secara terpisah.
C1 P1 P2
aa a
C2
Gambar 2. Konfigurasi Wenner Alfa
Konfigurasi Wenner Alfa
Aturan elektroda Wenner pertama kali diperkenalkan oleh Wenner pada tahun 1915. Aturan ini
banyak berkembang di Amerika. Konfigurasi Wenner cenderung diterapkan hanya pada daerah yang
permukaanya relatif datar. Jika konfigurasi ini diterapkan untuk kasus permukaan bumi yang miring maka
perlu adanya koreksi yang diberlakukan. Pada konfigurasi ini, elektroda-elektroda, baik arus maupun
potensial diletakkan secara simetris terhadap titik tengah (titik pengukuran/datum). Jarak antara
elektroda arus adalah 3 (tiga) kali jarak antara elektroda potensial (Telford, et al., 1990). Keempat
elektroda dengan titik amat/tengah (titik pengukuran/datum) harus membentuk satu garis. Konfigurasi
Wenner paling cocok untuk penyelidikan dangkal. Konfigurasi Wenner memiliki kedalaman semu
sebesar 1
3 dari bentangan terluar. Konfigurasi Wenner terdiri atas konfigurasi Wenner Alfa, Wenner Beta
dan Wenner Gamma. Konfigurasi elektroda untuk Wenner Alfa ditunjukkan pada gambar 2. Konfigurasi
Wenner Alfa memiliki faktor geometri k adalah
𝑘 = 2𝜋𝑎 (2)
Resisitivitas Batuan
Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas listrik menunjukkan variasi terbesar.
Sebaliknya interval pada densitas, kecepatan gelombang elastik, dan kandungan radioaktif adalah cukup
kecil. Konduktor biasanya didefinisikan sebagai material dengan resistivitas lebih kecil dari 10-5 Ωm,
sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih besar dari 107 Ωm. Di antara batas-batas ini terdapat
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 53
semikonduktor. Logam dan grafit adalah konduktor; yang mengandung sejumlah besar elektron bebas
yang mobilitasnya sangat besar. Semikonduktor juga membawa muatan oleh gerakan elektron tetapi
memiliki lebih sedikit. Isolator terkarakterisasi oleh ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak
bebas bergerak (Telford, et al., 1990). Pada klasifikasi bebas, batuan dan mineral dibagi ke dalam 3
(tiga) kelompok yaitu:
(1). Konduktor baik yaitu mineral dengan nilai resistivitas 10-8 sampai sekitar 1 Ωm.
(2). Konduktor menengah yaitu mineral dan batuan dengan resistivitas 1 sampai 107 Ωm.
(3). Konduktor buruk dengan resistivitas di atas 107 Ωm.
Kajian ini untuk memetakan struktur dan jenis lapisan tanah bawah permukaan tanah di sekitar
lapangan sepakbola Mahacendra Universitas Cenderawasih Yabansai, Heram, Kota Jayapura. Hasil ini
dapat digunakan sebagai dijadikan referensi dalam pembuatan jenis dan struktur pondasi terbaik dalam
perencanaan pembangunan tribune stadion sepakbola Mahacendra Universitas Cenderawsih Yabansai,
Heram, Kota Jayapura.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei lapangan dan komputasi geofisika.
Pengukuran lapangan menggunakan alat geolistrik resistivity meter IRES T300f. Pengukuran dengan
alat ini memberikan nilai tegangan dan kuat arus listrik. Model survei menggunakan metode lateral dan
vertikal. Metode komputasi geofisika yaitu dengan melakukan pengolahan data hasil pengukuran
geolistrik secara komputasi. Resistivitas semu dihitung berdasarkan tegangan dan kuat arus listrik yang
terukur di lapangan menggunakan persamaan (1) dan (2). Resistivitas sebenarnya dan pola sebaran
lapisan secara lateral diberikan pada analisis oleh perangkat lunak RES2DINV versi 3.4. Resistivitas
sebenarnya secara vertikal diberikan pada analisis oleh perangkat lunak IP2Win ver 3.0.1. Pengukuran
secara lateral dilakukan pada 1 lintasan seperti ditunjukkan pada gambar 3. lintasan pengukuran memiliki
panjang 150 m. Koordinat titik 0 (titik lateral) adalah 02o34’48.60” dan 140o38’57.94”. Koordinat titik 150
m adalah 02o34’43.79” dan 140o38’58.35”. Lintasan pengukuran memiliki azimut 2o terhadap arah utara.
Pengukuran secara vertikal dilakukan pada titik tengah lintasan lateral yaitu berjarak 75 m dari titik 0.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
54 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 3. Lokasi penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi struktur dan profil lapisan tanah dilakukan dengan metode geolistrik resistivitas secara
lateral dan vertikal di lapangan sepakbola Mahacendra Universitas Cenderawasih, Jayapura. Lokasi
survei bertopografi datar sehingga sangat cocok menggunakan konfigurasi Wenner Alfa secara lateral
dan vertikal. Pengukuran secara lateral dilakukan dengan spasi dasar elektroda adalah 5 m dengan
bentangan 150 m dengan azimut lintasan pengukuran 2o terhadap arah utara. Pengujian secara vertikal
dilakukan pada titik tengah lintasan lateral.
Interpretasi Secara Lateral
Profil struktur lapisan secara lateral memiliki 3 (tiga) model pola struktur yaitu model struktur irisan-
semu resistivitas semu terukur atau resistivitas pengukuran lapangan, model struktur irisan-semu
resistivitas semu perhitungan atau teoritis dan model struktur resistivitas secara iterasi atau biasanya
disebut model gabungan secara lapangan dan teoritis. Model pola struktur yang ketiga yang digunakan
dalam analisis ini. Profil lapisan secara lateral ditunjukkan pada gambar 4. Profil secara konfigurasi
Wenner Alfa menunjukkan pola struktur lapisan yang tidak teratur. Terdapat anomali tertutup lapisan
tanah yang terletak pada jarak 40 – 110 m dari titik lateral dengan kedalaman 5 – 20 m dari permukaan
tanah. Lapisan ini memiliki nilai resistivitas 8,64 – 13,80 Ωm. Lapisan ini tergolong lapisan tanah lunak
yaitu tanah liat lanau, diduga mengandung air tanah. Lapisan tanah yang cukup keras terletak pada jarak
0 – 50 m dari titik lateral, menyudut ± 35o (sudut diputar searah jarum jam, titik 0 sebagai pusat) dari
permukaan tanah dengan kedalaman 0 – 22 m. Lapisan ini diperkirakan berlanjut relatif mendatar dari
jarak 50 – 100 m pada kedalaman 22 m dan berlanjut terus dengan struktur berbeda naik mendatar pada
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 55
jarak 100 – 150 m. Lapisan ini memiliki nilai resistivitas sekitar 19,10 – 88,00 Ωm dengan interpretasi
lapisan tanah berupa tanah liat padat.
Gambar 4. Profil struktur lapisan lateral
Hasil interpretasi secara lateral menunjukkan bahwa kedalaman lapisan tanah yang cukup keras
dan padat pada lintasan pengukuran tersebar secara tidak merata dan berada pada kedalaman yang
berbeda-beda. Kondisi ini pastinya berimplikasi pada jenis fondasi yang akan digunakan pembangunan
tribune akan berbeda-beda pula. Sebaran struktur lapisan tanah ini perlu didukung dengan pengujian
daya dukung tanah menurut aturan pembebanan yang berlaku.
Interpretasi Secara Vertikal
Identifikasi secara vertikal digunakan untuk menduga secara pasti letak dan kedalaman lapisan
tanah yang cukup keras sebagai pendukung untuk fondasi tribune. Profil lapisan secara vertikal pada titik
pengukuran ditunjukkan pada tabel 1 dan gambar 5. Profil lapisan terdiri atas 5 lapisan dengan jenis
lapisan yang berbeda-beda. Lapisan 1 bernilai 76,90 Ωm dengan ketebalan 0,29 m dan kedalaman 0,00
– 0,29 m merupakan lapisan permukaan paling atas berupa tanah lempung padat. Lapisan 2 bernilai
15,70 Ωm dengan ketebalan 2,19 m, dan kedalaman 0,29 – 2,48 m merupakan lapisan berupa tanah
lanau agak basah. Lapisan 3 bernilai 1,50 Ωm dengan ketebalan 0,89 m dan kedalaman 2,48 – 3,36 m
merupakan lapisan tanah lempung sangat basah. Lapisan 4 bernilai 11,70 Ωm dengan ketebalan 17,90
m dan kedalaman 3,36 – 21,3 m merupakan lapisan lanau agak basah. Lapisan 5 bernilai 91,40 Ωm
dengan kedalaman 21,30 ke bawah merupakan lapisan tanah padat.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
56 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 5. Profil lapisan secara vertikal
Gambar 6. Kurva pendugaan vertikal
Tabel 1. Lapisan pengukuran secara vertikal
N Resistivitas
(ρ)
Ketebalan
(h)
Kedalaman
(d)
1 76,90 0,29 0,00 – 0,29
2 15,70 2,19 0,29 – 2,48
3 1,50 0,88 2.48 – 3.36
4 11,70 17,90 3.36 – 21.30
5 91,90 21.30 ke bawah
Error = 6.79%
Identifikasi secara vertikal pada kajian ini hanya dilakukan pada titik tengah lintasan lateral sebagai
pengujian dan penentuan secara pasti letak dan kedalaman lapisan pendukung utama. Pengujian secara
vertikal harus dilakukan pada titik-titik dimana fondasi akan dibangun. Secara lateral menunjukkan
sebaran lapisan tanah secara tidak merata dengan perbedaan kedalaman maka pengujian secara
vertikal harus dilakukan sepanjang lintasan lateral.
KESIMPULAN
Identifikasi struktur dan profil lapisan tanah dilakukan dengan metode geolistrik resistivitas secara
lateral dan vertikal di lapangan sepakbola Mahacendra Universitas Cenderawasih, Jayapura. Secara
lateral, profil lapisan tanah yang cukup keras terletak pada jarak 0 – 50 m dari titik lateral, menyudut ±
35o (sudut diputar searah jarum jam, titik 0 sebagai pusat) dari permukaan tanah dengan kedalaman 0 –
22 m. Lapisan ini diperkirakan berlanjut relatif mendatar dari jarak 50 – 100 m pada kedalaman 22 m dan
berlanjut terus dengan struktur berbeda naik mendatar pada jarak 100 – 150 m. Lapisan ini memiliki nilai
resistivitas sekitar 19,10 – 88,00 Ωm dengan interpretasi lapisan tanah berupa tanah liat padat. Secara
vertikal lapisan tanah pendukung struktur fondasi tribune pada titik tengah bentangan lateral berada pada
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 57
kedalaman kurang lebih 21 m dengan nilai resisitivitas 91,90 Ωm, yang diduga merupakan tanah liat
padat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Hendrajaya, L. dan Arif, I., 1988. Geolistrik Tahanan Jenis, Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan
Fisika, ITB Bandung.
[2] Kirsch, R., 2009. Groundwater Geophysics; A Tool for Hydrogeology, Second Edition, Springer,
Verlag-Berlin.
[3] Telford, W.M., Geldart, L.P., and Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysics Second Edition,
Cambridge University Press, Cambridge.
[4] Hakim, A.R., dan Hairunisa, 2017. Studi Struktur Bawah Permukaan Dengan Menggunakan
Metode Geolistrik Resisitivitas Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus Universitas Brawijaya,
Malang), Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan dan Sains, Vol. 5, No. 1, hal: 56-64.
[5] Gemasih, R., 2016. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Menggunakan Metode Geolistrik
Resisitivitas dan Induced Polarization (IP) Pada Area Pembangunan Jembatan Krueng Kaleng,
Sabet, Aceh Jaya, Skripsi Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Syah
Kuala Banda Aceh, Electronic Thesis dan Dissertations UNSYIAH.
[6] Ardiansyah, M., Rusyadi, M., dan Sandra, (2016). Identifikasi Struktur Lapisan Bawah
Permukaan dengan Menggunakan Metode Geolistrik di Kelurahan Tatura Selatan, Jurnal
Gravitasi, Vol. 15, No. 2.
[7] Navatin, R., 2018. Interpretasi Struktur Bawah Permukaan untuk Mengetahui Zona Kerusakan
Jalan Di Kawasan Alue Naga, Banda Aceh dengan Metode Resisitivitas, Skripsi Jurusan Fisika
FMIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Electronic Thesis dan Dissertations UNSYIAH.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
58 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P08
PENDUGAAN LAPISAN INSTRUSI AIR LAUT MENGGUNAKAN METODE
GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER SECARA VERTIKAL DI KAMPUNG
HOLTEKAMP, DISTRIK MUARA TAMI, KOTA JAYAPURA
Andhi Prawika1, Steven Y.Y. Mantiri2, Muhammad Akbar3 1,2 Program Studi Teknik Geofisika Universitas Cenderawasih Jayapura
3 Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Cenderawasih
Email : [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Di sekitar Kampung Holtekam diduga telah terjadi pencemaraan lingkungan yang disebabkan instrusi air
laut. Kampung Holtekam terletak di pesisir pantai Kota Jayapura, daerah pesisir pantai memang kerap
terjadi instrui air laut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai resistivitas lapisan air tanah yang
terinstrusi air laut menggunakan metode resistivitas geolistrik dengan konfigurasi schlumberger.
Pengukuran dilakukan pada 3 titik vertikal dengan panjang bentangan kabel masing-masing 600 meter.
Pengukuran dengan alat geolistrik memperoleh nilai kuat arus listrik dan beda potensial. Pengolahan dan
interpretasi data dengan menggunakan softwere IP2WIN. Dari hasil penelitian ketiga titik lokasi diduga
mengalami pencemaran instrusi air laut.
Kata Kunci : Geolistrik, Instrusi air laut, Resistivitas
PENDAHULUAN
Di sekitar Kampung Holtekam diduga telah terjadi pencemaraan lingkungan yang disebabkan instrusi air
laut. Kampung holtekam terletak di pesisir pantai kota Jayapura, daerah pesisir pantai memang kerap
terjadi instrui air laut. Pendugaan adanya instrusi air laut diperoleh dari hasil survei lapangan yang
dikakukan terhadap beberapa sumur di Kampung Holtekam dan ternyata airnya terasa asin atau payau.
Intrusi air laut merupakan suatu peristiwa penyusupan atau meresapnya air laut atau air asin ke dalam
air tanah (Hendrayana, 2002). Kasus intrusi air laut merupakan masalah yang sering terjadi di daerah
pesisir pantai. Penelitian ini dimaksudkan untuk pengembangan ilmu fisika khususnya bidang geofisika.
Penelitian ini diharapkan memberi informasi mengenai kedalaman intrusi air laut pada daerah penelitian.
Sebagai data awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai intrusi air laut di daerah Jayapura.
Pada umumya metode resistivitas dengan konfigurasi schlumberger digunakan untuk eksplorasi dangkal
yang mempunyai kedalaman sekitar 300-500 m, misalnya digunakan untuk eksplorasi air tanah, panas
bumi, intrusi air laut. Metode resistivity merupakan salah satu metode pengukuran geofisika yang
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 59
menitikberatkan pada potensial listrik dari berbagai tahanan jenis batuan di bawah permukaan bumi
(Parlinggoman, 2011). Metode geolistrik resistivitas dengan konfigurasi schlumberger dilakukan dengan
cara mengkondisikan spasi antar elektroda potensial adalah tetap sedangkan spasi antar elektroda arus
berubah secara bertahap. Pengubahan jarak elektroda ini dilakukan secara teratur dimulai dari jarak
elektroda terkecil kemudian membesar secara gradual. (Sheriff, 2002).
.
Gambar 1. Konfigurasi Elektroda Schlumberger
Konfigurasi elektroda cara Schlumberger dimana M, N digunakan sebagai elektroda potensial dan A, B
sebagai elektroda arus. Untuk konfigurasi elektroda schlumberger, spasi elektroda arus jauh lebih besar
dari spasi elektroda potensial seperti yang ditunjukan pada gambar 1.
METODE PENELITIAN
Gambar 2 Lokasi Penelitian
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
60 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Penelitian terdiri atas 3 titik. Titik 1,3 berada pada posisi yang sejajar dan tegak lurus dari tepi pantai
sedangkan, titik 2 lebih jauh dari arah pantai dan terletak di belakang titik 1. Pengukuran dilakukan pada
3 titik vertikal dengan panjang bentangan kabel masing-masing 600 meter. Pengambilan data dilakukan
dengan menggunakan alat geolistrik Resistivity Meter IRES T300F. Prosedur pengambilan data sebagai
berikut:
1. Mengukur panjang lintasan penelitian.
2. Menyiapkan peralatan, mengkalibrasi dan uji coba alat.
3. Menancapkan elektroda pada permukaan tanah dengan spasi yang teratur.
4. Membentangkan kabel, memasang kabel ke elektroda, dan menghubungkan terminal kabel pada
alat restivity meter.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Titik 1
Kondisi lahan di bentangan titik 1 berupa tanah yang banyak ditumbuhi rumput liar dengan jarak dari bibir
pantai sekitar 1 km. Struktur lapisan penampang titik 1 mempunyai 9 lapisan, pendugaan instrusi berupa
air payau mulai terjadi pada kedalaman 1,59 – 2,63 m dengan nilai resitivitas 1,62, kemudian untuk yang
kedua instrusi diduga berupa air asin terjadi pada kedalaman 84,6 m ke bawah dengan nilai resistivitas
0,26.
Kedalaman (m)
Resistivitas (Ωm)
Litologi
0-0,9432 4,47 Lempung dan tanah
0,942 - 1,6 21,6 Lempung dan tanah
1,6 - 2,63 1,6 Lempung dan tanah (Air Payau)
2,63 – 4,49 22,8 Lempung dan tanah
4,49 – 9,31 3,74 Lempung dan tanah (Air tanah)
9,31 – 18,1 44,9 Batu Gamping
18,1 – 41,7 2,74 Air Tanah
41,7 – 84,6 45,6 Batu Gamping
84,6 ke bawah 0,26 Air Laut
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 61
Titik 2
Kondisi lahan di bentangan titik 2 berupa tanah dan tanah timbunan yang banyak ditumbuhi rumput liar
dengan jarak dari bibir pantai sekitar 2 km. Struktur lapisan penampang titik 2 mempunyai 9 lapisan,
pendugaan instrusi berupa air payau mulai terjadi pada kedalaman 5,11 – 8,88 m dengan nilai resitivitas
1,59, kemudian untuk yang kedua instrusi diduga berupa air payau terjadi pada kedalaman 18,3 – 37,6
m dengan nilai resistivitas 1,09.
Kedalaman (m)
Resistivitas (Ωm)
Litologi
0 – 1,19 23,2 Lempung dan tanah
1,19 – 1,73 61,8 Batu Gamping
1,73 – 2,66 2,09 Air Tanah (Air Permukaan)
2,66 – 5,11 17,8 Lempung dan tanah
5,11 – 8,88 1,59 Lempung dan tanah Air (Payau)
8,88 – 18,3 18,7 Lempung dan tanah
18,3 – 37,6
1,09 Air Payau
38,8 - 150 461 Batu Gamping
149 ke bawah 951 Batu Gamping
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
62 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Titik 3
Kedalaman Resistivitas Litologi
0 – 1,19 1,83 Lempung dan tanah (Air Payau)
0,599 – 0,899
19 Lempung dan tanah
0,899 – 2,13 2,93 Air Tanah (Air Permukaan)
2,13 – 4,75 10,2 Lempung dan tanah
4,75 – 6,22 1,04 Lempung dan tanah (Air Payau)
6,22 – 47,6 5,05 Lempung dan tanah
47,6 - 50 12,4 Lempung dan tanah
50 - 150 2484 Batu Gamping
150 Ke bawah
1042 Batu Gamping
Kondisi lahan di bentangan titik 3 berupa tanah dan tanah timbunan yang banyak ditumbuhi rumput liar
dengan jarak dari bibir pantai sekitar 1 km. Struktur lapisan penampang titik 2 mempunyai 9 lapisan,
pendugaan instrusi berupa air payau mulai terjadi pada kedalaman 0 – 1,19 m dengan nilai resitivitas
1,83, kemudian untuk yang kedua instrusi diduga berupa air payau terjadi pada kedalaman 4,75 – 6,22
m dengan nilai resistivitas 1,04.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian pendugaan intrusi air laut di kampung holtekam distrik muara tami, yaitu
adanya intrusi air laut pada ketiga titik penelitian. Dari 9 lapisan pada penampang resistivitas terjadi
intrusi air laut sebanyak 2 lapisan pada setiap titik. Pada titik 1 terdapat intrusi berupa air laut pada
kedalaman 84,6 m sampai terus kedalam.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 63
DAFTAR PUSTAKA
Hendrayana, H. 2002. Dampak Pemanfaatan Air Tanah. Geological Engineering Departement: Faculty
of Engineering Gadjah Mada University
Sheriff, RE., 2002, Kamus Ensiklopedia Geofisika Terapan, edisi ke-4”,SEG Tulsa, Oklahoma.
Parlinggoman, R. H. 2011. Studi Sebaran Air Limbah Sampah Bagian Utara TPA Bantar Gebang
dengan Metode Resistivity Wenner Schlumberger. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
64 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P09
PENERAPAN METODE RESISTIVITAS UNTUK ANALISIS
POTENSI LONGSOR PADA AREA RSUD YOWARI SENTANI
KABUPATEN JAYAPURA
Arsiyani1, Steven Y.Y. Mantiri2, Muhammad Akbar3
1,2 Program Studi Teknik Geofisika Universitas Cenderawasih
3Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Cenderawasih
Email : [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Penelitian tentang analisis potensi longsor dengan menggunakan metode geolistrik tahanan jenis yang
dilakukan di bekas longsoran dekat area RSUD Yowari Sentani Kabupaten Jayapura. Penelitian ini
bertujuan menganalisis bidang gelincir dengan menggunakan alat geolistrik Resistivity Meter IRES
T300f. Pada tahap akuisisi, konfigurasi pengukuran geolistrik yang digunakan adalah konfigurasi
Wenner-Alfar secara lateral. Nilai resistivitas dihitung berdasarkan nilai beda potensial dan kuat arus
listrik yang mengalir dan tercatat pada alat geolistrik. Metode inversi kuadrat terkecil diterapkan pada
proses pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak RES2DINV. Hasil akhir dari pengolahan
data ini berupa suatu penampang resistivitas bawah permukaan yang digunakan untuk mengetahui
batas-batas bidang lemah longsoran.
Kata Kunci: longsoran, wenner-alfa, resistivitas.
PENDAHULUAN
Tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau
tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara
umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu pendorong dan pemicu. Faktor pendorong
adalah yang mempengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah yang
menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi
yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, tetapi ada pula faktor lain yang turut berpengaruh, yakni
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 65
erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai atau gelombang laut yang menggerus
kaki lereng pegunungan bertambah curah. Lerang dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui erosi
yang diakibatkan hujan lebat.
Potensi tanah longsor dapat dipelajari dengan pendekatan terhadap kajian kelistrikan. Sifat kelistrikan
dapat digunakan untuk menentukan bidang gelincir tanah, identifikasi litologi bawah permukaan, survei
pipa bawah permukaan dan masih banyak lagi. Alat lapangan yang dapat memberikan informasi tentang
sifat kelistrikan adalah geolistrik. Metode geolistrik resistivitas dijelaskan diantaranya oleh Loke (2000),
yang menyatakan tujuan dari survei geolistrik resistivitas untuk mengetahui distribusi tahanan jenis
bawah permukaan dengan melakukan pengukuran pada permukaan. Prinsip dasar dari metode ini
adalah injeksi arus listrik kedalam bumi melalui dua buah elektroda arus, besarnya beda potensial diukur
dari dua buah elektroda potensial. Dari hasil pengukuran akan diperoleh nilai tahanan jenis lapisan di
bawah titik ukur. Hal ini sesuai dengan laporan Akhmad (2016) yang menyatakan pendugaan bidang
gelincir tanah longsor berdasarkan sifat kelistrikan bumi dengan aplikasi geolistrik.
Persamaan yang digunakan untuk menyatakan besaran tahanan jenis semu dari hasil pengukuran
adalah
𝜌 = 𝑘∆𝑉
𝐼 (1)
dimana ∆𝑉 adalah beda potensial dan 𝐼 adalah besar arus dan 𝑘 adalah faktor geometri. Pada penelitian
ini digunakan konfigurasi Wenner -alfa dengan susunan elektrodanya seperti padagambar 1 dan nilai dari
faktor geometri adalah
𝑘 = 2𝜋𝑎 (2)
𝑎 adalah jarak spasi antar elektroda.
Konfigurasi Wenner-alfa memiliki jarak spasi antar elektroda sama, yaitu jarak C1P1= P1 P2= C2P2,
sesuai Gambar 1.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
66 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 3. Elektroda Konfigurasi Wenner
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan. Survei dilakukan dengan
menggunakan metode geolistrik tahanan jenis dengan pengukuran menggunakan alat geolistrik
Resistivity Meter IRES T300f. Survei geolistrik resistivitas dilakukan di area RSUD Yowari Sentani,
Susunan elektroda menggunakan konfigurasi Wenner-alfa dengan desain akuisisi data 2
dimensi. Pada pengukuran pertama spasi (jarak antar elektroda) sebesar 2.5 meter dan posisi
elektroda C1,P1,C2,P2 berurutan berada pada posisi 1,2,3 dan 4. Untuk pengukuran kedua, posisi
elektroda C1,P1,C2,P2 bergeser 2.5 meter dan secara berurutan berada pada posisi 2,3,4, dan 5.
Pengukuran dilanjutkan hingga ujung bentangan. Setelah itu dilanjutkan dengan pengukuran
dengan spasi selanjutnya. Pengolahan tahanan jenis semu menggunakan prangkat lunak
RES2DINV versi 3.54 yang menggunakan metode inversi kudarat terkecil
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengolahan data merupakan penampang 2 dimensi tahanan jenis semu atau biasa
disebut pseudosection seperti pada gambar 2,3 dan 4. Distribusi tahanan jenis memberikan
informasi bawah permukaan yang sesuai dengan kondisi geologi daerah penelitian.
Lintasan Pertama
Lintasan pertama dengan panjang lintasan 100 meter dengan ketinggian antara 250 sampai
275 meter dpl. Dari gambar 2, menunjukkan adanya penyebaran batuan yang bervariasi
berdasarkan degradasi warna. Nilai resistivitas yang tinggi merupakan jenis batuan keras. Jenis
batuan yang termasuk dalam kelompok tersebut, berdasarkan tabel 1, adalah batuan metamorf
non foliasi dengan nilai resistivitas 377 Ωm – 592 Ωm termasuk Kuarsit. Di kelompok lain, nilai
resistivitas 25.2 Ωm – 62.0 Ωm termasuk dalam kelompok lempung dengan campuran kerikil.
Profil lapisan pada gambar 4.2, pada lokasi kajian, menunjukkan bahwa batuan keras memiliki
posisi yang lebih tinggi dan berada di atas lapisan tanah bercampur lempung sebagai penyangga.
Kondisi ini memungkinkan terjadi pembebanan yang berpotensi longsor. Dari struktur geologi,
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 67
kondisi kemiringan lokasi kajian memiliki daerah yang terjal dengan kemiringan 45o dari
permukaan tanah horizontal. Selain itu, kondisi tatanan lahan yang tidak terurus dan memiliki
vegetasi tanaman berupa alang-alang tanpa adanya pepohonan yang sebagai penyangga tanah
sehingga memungkinkan adanya potensi longsor.
Gambar 4. Penampang resistivitas pada lintasan pertama
Lintasan Kedua
Lintasan pada Gambar 3 memilik panjang lintasan 102 m dengan ketinggian terhadap
permukaan laut 207,5 m. Penampang resistivitas pada Gambar 3. menujukkan adanya
penyebaran batuan yang bervariasi berdasarkan degredasi warna. Penampang Gambar 3.
terdapat batuan keras pada elevasi 205 sampai 202,5 m. Nilai resistivitas yang tinggi merupakan
jenis batuan keras. Jenis batuan keras yang termasuk dalam kelompok tersebut, berdasarkan tabel
1 adalah batuan metamorf dengan nilai resistivitas 2017 Ωm termasuk Konglomerat. Di kelompok
lain, pada elevasis 190 – 204 m terdapat nilai resistivitas dengan interval 26,1 – 90,5 Ωm termasuk
dalam kelompok lempung dengan campuran kerikil. Profil lapisan pada Gambar 3, pada lokasi
kajian menunjukkan bahwa kelompok lempung memiliki posisi di bawah batuan keras sebagai
beban. Kondisi ini memungkinkan terjadi pembebanan yang berpotensi longsor. Selain itu, terdapat
pula patahan pada meter 39, kondisi kemiringan lokasi kajian memiliki daerah yang terjal dan
kondisi tatanan lahan yang tidak terurus dengan sedikitnya pepohonan sebagai penyangah tanah
sehingga memungkinkan adanya potensi longsor.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
68 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 5. Penampang resistivitas lintasan kedua
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 69
Lintasan Ketiga
Lintasan pada gambar 4 memiliki panjang lintasan 100 m dengan ketinggian terhadap
permukaan laut 215 − 240 m. Penampang resistivitas pada gambar 4 menujukkan adanya pola
sebaran batuan yang bervariasi berdasarkan degredasi warna. Penampang gambar 4 terdapat
nilai resistivitas tinggi pada elevasi 216 − 230 m, pada titik pengukuran 28 − 36 dan 52−64. Nilai
resistivitas yang tinggi termasuk jenis batuan keras. Jenis batuan keras yang termasuk dalam
kelompok tersebut, berdasarkan tabel 1, adalah batuan metamorf dengan nilai resistivitas 1231
Ωm termasuk Kuarsit. Di kelompok lain, terdapat nilai resistivitas rendah pada elevasi 212 − 235
m, pada titik pengukuran 36 − 60 . Nilai resistivitas rendah termasuk dalam jenis batuan lepas.
Jenis batuan lepas termasuk dalam kelompok tersebut, berdasarkan tabel 1, adalah lempung yang
bercampur kerikil dengan nilai resistivitas 53,4 – 131 Ωm. Pada pengukuran lintasan 3 kedudukan
batuan keras di atas batuan lepas yang menambah beban dan lokasi pengukuran lintasan 3
memiliki daerah yang terjal sehingga memungkinkan terjadinya bidang longsor.
Gambar 6. Penampang Lintasan 3
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
70 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
KESIMPULAN
1. Hasil lintasan 1 dengan pola sebaran resistivitas tidak beraturan yang menampakkan nilai
resistivitas pada jarak 40 – 80 m dari titik lateral dengan kedalaman 12 m, Lintasan 2 dengan pola
sebaran resistivitas tidak beraturan pada posisi jarak 48 – 72 m dari titik lateral dengan kedalaman
3,82 m dan pada hasil lintasan 3 dengan pola sebaran resistivitas tidak beraturan pada posisi jarak
28 m – 72 m dengan kedalaman 15 m.
2. Nilai resistivitas tinggi pada lintasan 1 dengan interval nilai 377 Ωm – 592 Ωm, Nilai resistivitas
tinggi pada lintasan 2 dengan nilai resistivitas 2017 Ωm dan nilai resistivitas tinggi pada lintasan 3
dengan nilai 1231 Ωm. Nilai resistivitas rendah pada 3 lintasan penelitian nilai resistivitas yang sama
dengan interval nilai 25,2 Ωm – 131 Ωm termasuk dalam lempung yang bercampur kerikil.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Akbar. dkk. (2016).Penerapan Metode Resistivitas Untuk Identifikasi Penyebab Rawan Longsor
Pada Daerah AliranSungai Brantas Kecamatan Sukun Kota Malang. Neutrino,vol.8,no 2.
Anton Kuswoyo, A.M. 2014. Pemetaan Potensi Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Daerah Pesisir
Pantai Batakan Kabupaten Tanah Laut. Jurnal Teknologi dan Industri 3. vol.3, no.1
Santoso, T. 2013. Pendugaan Instrusi Air laut dengan Menggunakan Metode Resistivitas 1D di Pantai
Payangan Desa Sumberejo Kabupaten Jember. Jember : Universitas Jember. Vol.1, no.1
Loke, M.H. (2004). Tutorial:2-D and 3-D electrical imaging
Telford, W.M., L.P. Geldart,R.E. Sheriff, dan D.A. Keys. 1982. Applied Geophysic. London :
Cambridge University Press.
Zubaidah. 2008. Pemodelan Fisika Aplikasi Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk
Investigasi Keberadaan Air Tanah. Vol. 7 No. 1. Mataram : Universitas Mataram.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 71
P10
PERMODELAN FISIK METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS
KONFIGURASI WENNER ALFA UNTUK SURVEY ANOMALI BAWAH
PERMUKAAN
Gabryella G. B. Yantewo1, Steven Y.Y. Mantiri 2, Muhammad Akbar 3 Yusuf
Bungkang4
1,2 Program Studi Teknik Geofisika Universitas Cenderawasih Jayapura
3 Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Cenderawasih
4 Jurusan fisika, Universitas Cenderawasih
Email : [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Metode geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metode geofisika yang dapat mendeteksi aliran
listrik di bawah permukaan bumi. Salah satu aplikasi dari metode geolistrik tahanan jenis yaitu dapat
mengidentifikasi keberadaan anomali di bawah permukaan. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk
pemodelan fisik aplikasi geolistrik konfigurasi Wenner alfa untuk mengidentifikasi keberadaan anomaly
bawah permukaan (gorong-gorong). pemodelan dilakukan pada suatu bak sebesar 5x1,65m yang berisi
pasir sebagai host-rock dengan 3 buah pipa udara sebagai anomaly. Pengolahan data untuk melihat
perbedaan nilai resisitivitas secara 2D di bawah permukaan digunakan sofware Res2Dinv. Dari hasil
penelitian ini akan diperoleh pola sebaran resistivitas serta perbandingan pola resistivitas antara kondisi
tanpa anomaly dan dengan anomaly.
Kata Kunci : Resistivitas, Permodelan Fisik, Wenner-Alfa
PENDAHULUAN
Pada daerah padat pembangunan perlu untuk disediakan sistem drainase yang baik. Salah satu
komponen utama dalam system drainase adalah gorong-gorong, yang berfungsi sebagai tempat
mengalirkan air hujan yang jatuh tetapi tidak dapat diserap. Air tersebut akan dialirkan menuju sungai
atau menuju daerah resapan lain agar air tidak akan menggenang di sekitar bangunan atau di jalan-jalan
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
72 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
raya. Oleh karena itu penentuan lokasi atau letak gorong-gorong di bawah permukaan menjadi sangat
penting, apabila terjadi kerusakan gorong-gorong dan akan diperbaiki.
Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan adanya survei bawah permukaan. Metode yang
digunakan adalah metode geolistrik, untuk pendeteksian bawah permukaan tanah dengan mengukur
sifat kelistrikan material bawah permukaan. Dalam pengukuran geolistrik di lapangan, perlu adanya
pengalaman serta pengetahuan mengenai konfigurasi yang tepat untuk digunakan di dalam penelitian.
Oleh sebab itu dilakukan permodelan untuk mempermudah melakukan pendugaan serta analisis data
lapangan. Pemodelan dilakukan dengan membuat atau meniru keadaan di lapangan dalam skala
laboratorium.
Metode geolistrik tahanan jenis adalah metode geolistrik yang digunakan untuk mengetahui sifat
resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Metode ini memiliki prinsip kerja
dengan cara menginjeksi arus listrik ke dalam bumi melalui dua elektroda arus dan mengukur besarnya
potensial yang dihasilkan di permukaan bumi melalui dua buah elektroda potensial. Nilai resistivitas
batuan yang diperoleh dari lapangan merupakan nilai resistivitas semu, Bentuk umum resistivitas semu
adalah:
𝜌𝑎 = 𝐾
∆𝑉
𝐼 (1)
dimana 𝜌𝑎 adalah resistivitas semu (ohm/m), K adalah faktor geometri, ∆𝑉 adalah beda potensial pada
MN (V) dan I adalah kuat arus (A). Faktor geometri memiliki harga sesuai dengan konfigurasi yang
dipakai (Herman, 2001).
Metode resistivitas yang di gunakan adalah konfigurasi Wenner. Pada konfigurasi Wenner jarak
antara elektroda arus dan elektroda potensial adalah sama. Jarak antara elektroda arus adalah tiga kali
jarak elektroda potensial, jarak potensial dengan titik souding-nya adalah a/2, maka jarak masing
elektroda arus dengan titik soundingnya adalah 3a/2, dengan susunan elektroda sebagai berikut ( Telford
dkk 1990 ).
Gambar 1. Konfigurasi Wenner
dengan:
𝐾 = 2𝜋 [1
𝑟1− 1
𝑟2− 1
𝑟3+ 1
𝑟4 ]−1
(((2)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 73
Pemodelan ini akan dilakukan menggunakan metode geolistrik dengan konfigurasi wenner alfa
(mapping). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pengaplikasiannya pada penelitian
lapangan yaitu dalam menentukan tahanan jenis (resistivitas) bawah permukaan serta memetakan
formasi bawah permukaan sehingga dapat mengidentifikasi letak gorong-gorong dengan memanfaatkan
nilai resistivitas udara di bawah permukaan.
METODE PENELITIAN
Pemodelan geolistrik ini akan dilakukan di dalam wadah persegi panjang dengan ukuran panjang
5 meter, lebar 1,64 meter, dan tinggi 0,9 meter yang diisi denga pasir setinggi 0,7 meter. Di dalamnya
akan di pendamkan pipa sepanjang ± 1,5 meter dengan diameter ± 0,18 meter, yang kedua ujungnya
ditutup sehingga menjadi rongga udara di bawah permukaan tanah (model gorong-gorong bawah
permukaan). Peralatan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah resistivitymeter dengan
serangkaian elektrodanya. Lintasan dan spasi antar elektroda diukur dengan roll meter.
Gambar 2. Pipa yang diletakan di dalam pasir pada wadah
Prosedur Pengambilan Data
Lintasan penelitian dengan panjang bentangan 5m dan spasi yang digunakan adalah 5 cm
dengan penempatan posisi elektroda potensial dan elektroda arus menggunakan konfigurasi Wenner-
alfa. Langkah-langkah pengambilan data pada kondisi 1 (bak pasir tanpa anomaly):
a. Menyusun rangkaian alat resistivitymeter.
b. Mengaktifkan resistivitymeter, kemudian mengalirkan arus listrik ke medium.
c. Mencatat arus listrik (I) dan beda potensial (V) yang muncul pada display alat.
d. Pengambilan data pada kondisi2 (bak pasir dengan anomaly).
e. Melakukan pengukuran seperti langkah a sampai c.
Pengolahan Data
Pengolahan data diawali dengan menghitung nilai resistivitas (ρ) menggunakan persamaan (1)
dan diolah menggunakan Software Res2Dinv untuk interpretasi penampang beda resistivitas 2D.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
74 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Analisa Data
Melakukan analisa peta beda resistivitas 2D untuk Mengetahui keberadaan/posisi Gorong-gorong
yang ditanam dalam medium (pasir) tersebut dan kemudian melakukan interpretasi dengan
menggunakan table nilai resistivitas material.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi 1
Pada kondisi ini penginjeksian dialakukan pada bak pasir yang tidak berisi anomaly. interpretasi
kondisi ini digunakan sebagai penampang resistivitas pembanding dengan penampang resistivitas
kondisi kedua yang terdapat anomaly. hasil inversi kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai
bentuk interpretasi penampang resistivitasnya.
E
Gambar 3. Penampang resistivitas kondisi 1 (tanpa anomali)
Kondisi 2
Pada kondisi kedua ini penginjeksian dilakukan pada bak pasir yang didalamnya diletakan 3 buah
pipa pada kedalaman ± 0,45m. Posisi pipa 1 diletakan pada ±0,60m dari titik 0, pipa ke-2 diletakan pada
± 2,20m dari titik 0 dan pipa ke-3 diletakan pada ± 4,30 m dari titik 0. Seluruh pipa diletakan tepat pada
lintasan pengukuran. Hasil inversi dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai penampang resistivitasnya.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 75
Gambar 4. Penampang resisitivitas kondisi 2 (anomali)
KESIMPULAN
Penampang beda resistivitas kondisi kedua (anomali) membuktikan bahwa metode geolistrik
konfigurasi wenner alfa dapat mengidentifikasi keberadaan anomali berupa gorong-gorong bawah
permukaan dengan mengidentivikasi nilai resistivitas udara di dalam gorong-gorong bawah permukaan.
Gambar penampang kedua menunjukan adanya 3 buah anomali gorong-gorong bawah permukaan yang
teridentivikasi. Hasil identifikasi ini sesuai dengan bentuk permodelan yang gunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Herman, R. 2001. An introduction to electrical resistivity in geophysics. Departement of Chemistry and
Physics and Department of geology. Readford University. Virginia 24142. Jounal of American
Association of Physics Teacher.
Telford, W. M; Geldart, L. P; Sherif, R. E dan Keys, D. D. 1990. Applied Geophysics Secon Edition.
Cambridge University Press. New York.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
76 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P11
PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOFRAFIS DALAM
PEMBUATAN PETA POTENSI AIR TANAH MENGGUNAKAN DATA
PENGUKURAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI
SCHLUMBERGER
(STUDI KASUS KECAMATAN NIMBOKRANG, KABUPATEN JAYAPURA)
Elfrida B Fonataba1, Steven Y.Y.Mantiri2, Muhammad Akbar3 1,2 Program Studi Teknik Geofisika Universitas Cenderawasih 3 Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Cenderawasih
e-mail : 1 [email protected]; 2 [email protected]; 3 [email protected]
ABSTRAK
Dalam pemetaan cadangan air tanah, atau disebut akuifer, sangat dibutuhkan agar dapat membangun
infrastruktur yang berguna untuk memenuhi kebutuhan air yang bersih untuk warga setempat.Pemetaan
air tanah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat memberikan referensi pada
pengambilan keputusan dalam pemanfaatan air tanahnya dalam hal ini tidak saja memperhatikan dari
segi kapasitas air tanahnya saja melainkan terkait juga dengan memperhatikan lingkungan sekitar
wilayah daerah Kecamatan Nimbokrang. Dengan Pengukuran Geolistrik yang diambil juga pada
Kecamatan Nimbokrang sangat membantu dalam penentuan cadangan air tanah dalam pembuatan peta
penyebaran air tanah yang lebih detail terhadap kedalamannya dan juga lokasinya sehingga dapat
menghasilkan keluaran yang dimana diprioritaskanberupa pengembangan infrastruktur ait tanah
tersebut. Dengan demikian Sistem Informasi Geografis dalam pembuatan peta penyebaran potensi air
tanah ini dapat memperluas perspektif bagi Pemerintah Kota Jayapura dalam mengambil keputusan
untuk mengelola dan eksplorasi air tanah pada Kecamatan Nimbokrang dan juga berfungsi juga sebagai
penyeimbangan terhadap pengolaan pemanfaatan lingkungan terkait dengan daerah imbuan air agar
keseimbangan dalam pemanfaatan air tanah dapat terjaga dengan baik.
Kata Kunci : Sistem Informasi Geografis, surfey geolistrik, peta penyebaran air tanah.
PENDAHULUAN
Pemetaan cadangan air tanah (akuifer) khususnya di Kecamatan Nimbokrang Provinsi Papua
sangat diperlukan untuk membangun infrastruktur yang tepat guna agar mampu memenuhi kebutuhan
air bersih warganya. Pemetaan akuifer yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat
memberikan preferensi terhadap pengambilan keputusan agar pemanfaata air tanah tidak saja
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 77
memperhatikan ke potensi kapasitasnya melainkan terkait dengan sinergi lingkungan dalam rencana tata
ruang dan wilayah daerah Kecamatan.
Air tanah merupakan suatu sumber alam yang dapat diperbarui yang bersifat terbatas dan perlu
peran sangat penting dalam penyediaan air bersih untuk berbagai keperluan. Penggunaan dari air tanah
sebagai sarana kehidupan lambat laun semakin meningkat baik guna kebutuhan industry maupun untuk
kebutuhan rumah tangga. Adanya eksplorasi air tanah yang terus menerus tanpa memperhitungkan daya
dukung dari lingkungannya yang menyebabkan permukaan air tanah melebihi daya produksi dari suatu
akuifer, yang juga merupakan formasi dari pengikat air yang juga memungkinkan air cukup besar untuk
bergerak. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya instruksi air laut terhadap sumber air bawah tanah (Todd,
1980).
Menurut Fanani, Djaelani (2016), sistem informasi geografis sangat cepat dan berguna ketika
harus melibatkan area yang lebih luas dengan kondisi masukan dan minim,misalnya untuk pemetaan air
tanah kabupaten Sarmi dengan memanfaatkan peta yang telah ada seperti peta geologi,dll,yang memiliki
skala kecil namun dengan penggunaan peta pengunaan lahan dalam skala yang lebih besar akan
memberikan luasan area yang lebih detail.
METODE PENELITIAN Metode resistivitas yang di gunakan adalah konfigurasi Schlumberger..Dimana konfigurasi
schlumberger, jarak titik tengah O terhadap elektroda arus C1 sama dengan jarak titik tengah ke
elektroda C2, dengan panjang a.Sedangkan elektroda potensial P1 dan P2 terletak didalam kedua
elektroda arus dan masing masing elektroda tersebut berjarak b dari titik tengah O, dimana b jauh lebih
kecil dari a.
Gambar 1. Konfigurasi elektroda Schlaumberger
Pengukuran geolistrik yang dilakukan dalam penelitiaan ini diambil di Kecamatan Nimbokrang 1
Kabupaten Jayapura,dimana pengambilan data yang diambil sebanyak 12 titik ,tiap titiknya bentangan
200m (100m kiri dan 100m kanan). Peralatan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
78 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
resistivitymeter dengan elektroda arus dan potensial sedangkan Lintasan dan spasi antar elektroda
diukur dengan roll meter.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis lapisan setiap pengukuran menunjukan variasi yabg berbeda.Pengukuran dilakukan
pada dua belas titik dengan panjang bentangan 200m untuk kedua belas titik tersebut.Jumlah lapisan
hasil pengolahan data pada kedua belas titik sebanyak 8 lapisan pertiap titiknya dengan nilai resistivitas
yang berbeda pada masing-masing kedalaman dengan konfigurasi warna pada peta untuk tiap
kedalaman 5m,10m,20m,30m,40m,dan 50m dengan warna yang berbeda yang dilihat pada peta kontur
dimana pada interpretasi setiap titik pengukuran ditujukan pada peta kontur 2 dengan kedalam 5m ,
kontur 3 dengan kedalaman 10m, kontur 4 kedalaman 20m, kontur 5 dengan kedalaman 30m ,kontur 6
dengan kedalaman 40m dan kontur 7 dengan kedalaman 50m.
Gambar 2. Peta kontur kedalaman 5 m
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 79
Gambar 3. Peta kontur kedalaman 10 m
Gambar 4. Peta kontur kedalaman 20 m
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
80 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 5. Peta kontur kedalaman 30 m
Gambar 6. Peta kontur kedalaman 40 m
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 81
Gambar 6. Peta kontur kedalaman 50 m
Dilihat pada peta kontur 1, nilai resistivitas yang diukur berada pada kedalaman 0-5m. Pada
kedalaman tersebut menunjukan bahwa daerah kedalaman tersebut didominasikan dengan daerah
resapan sehingga struktrur lapisannya dikategorikan bersifat basah. Pada peta kontur kedua nilai
resistivitas di kedalaman 10 m yaitu masih didominasi oleh daerah resapan yang bersifat basah, akan
tetapi sebagian daerahnya tidak terlalu banyak mengandung banyak air resapan sehingga bersifat tidak
terlalu basah.
Pada peta kontur ketiga nilai resistivitas di kedalaman 20 m didominasi oleh daerah yang tidak
terlalu mengandung banyak air tetapi struktur lapisannya sedikit lembab. Pada peta kontur keempat nilai
resistivitas di kedalaman 30 m didominasi oleh lapisan yang mengandung air kemungkinan daerah ini
mengandung air tanah karena diapit oleh lapisan dengan batuan keras.
Pada peta kontur kelima nilai resistivitas di kedalaman 40 m didominasikan oleh lapisan yang tidak
terlalu banyak mengandung air dan terdapat juga batuan keras yang mengapitnya. Pada peta kontur
keenam nilai resistivitas di kedalaman 50 m, pada lapisan ini terdapat batuan keras yang dikelilingi oleh
daerah yang mengandung air,dan kemungkinan air tanah.
KESIMPULAN Dari pembahasan diatas mengenai pemetaan daerah potensi air tanah pada Kecamatan
Nimbokrang dapat disimpulkan bahwa potensi air tanah berada pada kedalaman 30-50m. Dengan
referensi sebaran potensi air tanah dapat dilihat langsung melalui peta kontur hasil penelitian.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
82 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
DAFTAR PUSTAKA
Fanani, Djaelani. 2016 .Laporan Akhir Penyelidikan Air Tanah Kabupaten Sarmi.Bandung: PT.Bhawana
Prasasta.
Tood, DK.1980. Groundwater Hydrology. New York:Cambrigde University Press.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 83
P12
KAJIAN KARAKTERISTIK DIURNAL STASIUN METEOROLOGI SENTANI
Adi Ramses Sagala1*, Rira Angela Damanik2,
Doni Christianto3, Daniel Tandi4, Hezron Salawane5, Perdana Renaldy Usior6,
Eka Alfred Sagala7, Handry Kainama8, Gerrid Adithia Pontoh9,
Nelson Butar-Butar10, Ezra Filemon Syatauw11, dan Randika Rivaldi12
1Stasiun Meteorologi Maritim Dok 2 Jayapura, 2,3,4Stasiun Meteorologi Sentani,
5Stasiun Meteorologi Nabire, 6Stasiun MeteorologiTimika, 7Stasiun Meteorologi Tanah Merah, 8Stasiun Meteorologi Kaimana, 9Stasiun Meteorologi Naha Tahuna, 10Stasiun Geofisika Waingapu,
11Stasiun Klimatologi Tanah Miring, 12Stasiun Geofisika Sorong
*)E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pola curah hujan bulanan di Indonesia dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu ekuatorial, monsunal, dan
lokal. Pola ini ditandai dengan keragaman distribusi curah hujan. Daerah-daerah dengan pola curah
hujan yang sama belum tentu memiliki pola curah hujan diurnal yang sama dikarenakan adanya faktor
topografi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik curah hujan diurnal diwilayah Sentani
periode 2016-2017. Data yang digunakan adalah angin permukaan dan curah hujan obervasi 3 jam-an,
data model ECMWF (Europe Centre for Medium-Range Wheater Forecasts)dan data curah hujan GPM
(Global Precipitation Measurement). Data angin dan curah hujan dikelompokkan menjadi periode
Desember-Januari-Februari (DJF), Maret-April-Mei (MAM), Juni-Juli-Agustus (JJA), September-Oktober-
November (SON) untuk dibandingkan dengan periode monsun Indonesia. Selama periode 2016-2017,
curah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat dipilih untuk dikaji menggunkan data ECMWF dan
GPM. Data model atmosfer ECMWF digunakan unutk analisis meteorologis dengan berbagai parameter
cuaca. Data curah hujan harian GPM digunakan sebagai pembanding terhadap curah hujan hasil
observasi. Hasil penelitan menunjukkan bahwa pola diurnal angin permukaan Sentani mengikuti pola
monsun. Puncak curah hujan periode DJF, MAM, JJA, SON berturut-turut terjadi pada jam 15-18 UTC,
18-21 UTC, 21-00 UTC, 15-18 UTC yang terjadi pada arah angin permukaan diurnal yang dominan.
Secara umum curah hujan GPM lebih rendah dari curah hujan observasi.
Kata kunci: diurnal, hujan, ECMWF, GPM
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
84 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
PENDAHULUAN
Kondisi cuaca di Indonesia umumnya berbeda dengan kondisi cuaca yang ada di negara lain
karena Indonesia berada di kawasan ekuator yang mendapatkan pemanasan matahari yang berlebih.
Hal itulah yang menyebabkan Indonesia mempunyai keunikan tersendiri. Keunikan lain yang dimiliki
Indonesia adalah Indonesia terletak di wilayah yang diapit oleh 2 benua (Benua Asia dan Benua
Australia) dan terletak di antara 2 samudera (Samudera Pasifik dan Samudera Hindia) dimana hampir
seluruh bagiannya dikelilingi oleh laut sehingga menyebabkan laut berperan penting dalam pergerakan
dan sirkulasi atmosfer serta cuaca[1].
Faktor regional yang mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah monsun yang digerakkan oleh sel
tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian. Benua Maritim Indonesia
dapat dipandang sebagai bagian penting Monsun musim dingin Asia, karena musim basahnya dengan hujan lebat
dan berkaitan dengan pelepasan panas laten yang menyediakan sumber panas maksimum untuk sirkulasi skala
planeter. Dalam hal ini benua maritim diapit oleh dua sistem Monsun yaitu Monsun Asia dan Monsun Australia.
Akibatnya benua maritim juga disebut wilayah transisi antara Monsun musim panas Asia dan Monsun musim
panas Australia[2]. Pada Bulan Desember, Januari, dan Februari di belahan bumi utara (BBU) terjadi musim dingin
akibatnya terdapat sel tekanan tinggi di Benua Asia, sedangkan di belahan bumi selatan (BBS) pada waktu yang
sama terjadi musim panas akibatnya terdapat sel tekanan rendah di Benua Australia. Timbulnya perbedaan
tekanan udara di dua benua tersebut maka pada Desember, Januari, dan Februari angin akan bertiup dari tekanan
tinggi di Asia menuju ke tekanan rendah di Australia, yang disebut monsun barat atau monsun barat laut.
Sebaliknya pada Juni, Juli, dan Agustus terdapat sel tekanan tinggi di benua Australia dan sel tekanan rendah di
benua Asia yang menggerakkan monsun timur atau monsun tenggara. Bulan Maret, April, Mei, (MAM) dan
September, Oktober, November (SON), lazimnya disebut sebagai masa peralihan. Periode MAM merupakan masa
peralihan dari monsun Asia ke monsun Australia sementara periode SON merupakan masa peralihan dari monsun
Australia ke monsun Asia.
Selain faktor regional, faktor lokal juga sangat menentukan curah hujan di suatu tempat. Fenomena angin
darat-angin laut contohnya. angin laut dan angin darat terjadi di kawasan yang berdekatan dengan pantai dan
terjadi akibat perbedaan suhu antara daratan dan lautan (perbedaan penerimaan panas oleh daratan dan lautan).
Pada saat adanya radiasi matahari di siang hari, umumnya permukaan daratan akan lebih cepat panas sedangkan
permukaan lautan lebih dingin karena panas hilang pada lapisan air yang lebih tebal oleh turbulensi dan
gelombang maupun oleh penetrasi langsung dan absorpsi. Pada saat tidak adanya radiasi di malam hari, daratan
akan lebih cepat dingin akibat kehilangan radiasi gelombang panjang dari radiasi matahari, sedangkan lautan yang
memiliki inersia termal akan tetap hangat dengan suhu udara di permukaan yang relatif sama dengan ketika siang
hari[3]. Angin bergerak dari tempat dengan suhu yang lebih rendah (tekana udara tinggi) ke tempat dengan suhu
yang lebih tinggi (tekanan udara rendah). Dengan demikian, pada saat siang hari angin bergerak dari laut ke darat
dan pada malam hari angin bergerak dari darat ke laut.
Keberagaman posisi geografis dan topografi pada masing-masing daerah, tentu ada perbedaan pada
wilayah-wilayah yang memiliki pola hujan monsunal sama. Hal ini karena suhu udara adalah salah faktor yang
sangat mempengaruhi tingkat penguapan yang nantinya akan berimplikasi pada jumlah pembentukan awan dan
curah hujan. Ini berarti wilayah kontinen (daratan) dan pulau kecil yang mewakili iklim marine (laut) meskipun
memiliki pola curah hujan yang sama dimungkinkan memiliki pola diurnal yang berbeda[4]. Penelitian terdahulu
telah menguraikan proses pembentukan awan konveksi yang dikaitakan dengan proses diurnal. Pembentukan
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 85
awan konvektif atau cumulonimbus tersebutterjadi akibat kondisi atmosfer yang labil. Pada siang - sore hari kondisi
udara cenderung labil di wilayah daratan Papua, sedangkan pada malam - dini hari kondisi udara cenderung labil
di wilayah perairan Teluk Cendrawasih. Proses pembentukan awan (kondensasi) terjadi sajak siang hari hingga
sore hari akibat adanya efek angin laut yang membawa massa uap air ke daratan papua. Kemudian massa uap
airyang telah berkondensasi dan membentuk awan-awan konvektif tadi akan terdorong kembali ke wilayah
perairan teluk cendrawasih ketika malam hingga dini hari akibat efek angin darat yang bertiup dari daratan papua.
Kuat dan lemahnya intensitas awan cumulonimbus yang terbentuk, dipengaruhi oleh kapasitas panas yang
tersimpan di perairan teluk cendrawasih dan juga jumlah kadar uap air yang terbentuk selama proses pemanasan
secara konvektif di wilayah teluk cendrawasih[5].
METODE
Gambar 1. Lokasi penelitian ditunjukkan pada garis putus-putus kuning
(sumber: geospasial BNPB)
Wilayah penelitian pada kajian ini adalah Stasiun Meteorologi Sentani dengan titik koordinat 2,5
LS 160,48 BT. Periode penelitian adalah tahun Desember 2016 sampai November 2017. Data yang
digunakan adalah curah hujan observasi tiap 3 jam, arah angin, curah hujan GPM, data atmosfer
ECMWF. Data curah hujan dan arah angin dikelompak berdasarkan tiga bulanan diantaranya Desember-
Januari-Februari (DJF), Maret-April-Mei (MAM), Juni-Juli-Agustus (JJA), September-Oktober-November
(SON). Kedua data ini kemudian dianalisis untuk diketahui arah angin dominan dan jumlah curah hujan
tertinggi. Pengaruh angin monsun akan terlihat dengan membandingkan angin dominan terhadap arah
angin monsun sepanjang tahun kajian. Dari total curah hujan tiap 3 jam kemudian dipilih hari dengan
kategori hujan lebat (>50 mm/hari) untuk selanjutnya dianalisis dengan parameter kelembaban udara
vertikal menggunakan data ECMWF. Curah hujan model, GPM, dibandingkan dengan curah hujan
observasi pada titik pengamatan yaitu koordinat Stasiun Meteorologi Sentani. Penampang vertikal
kelembaban udara dan peta curah hujan GPM diolah dengan menggunakan aplikasi Grads.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
86 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
HASIL DAN PEMBAHASAN
Arah Angin Dominan
Arah angin dominan pada periode DJF adalah arah barat yang terjadi pada hampir semua
kelompok waktu (7/8) kecuali pada jam 22-23 UTC (arah tenggara). Arah angin dominan pada periode
MAM adalah arah barat yang terjadi pada hampir semua kelompok waktu (6/8) kecuali pada jam 01-03
(arah tenggara) dan 22-23 (arah tenggara) UTC. Arah angin dominan pada periode JJA adalah arah
tenggara yang terjadi pada hampir semua kelompok waktu (7/8) kecuali pada jam 10-12 UTC (arah
barat). Arah angin dominan pada periode SON adalah arah barat yang terjadi pada hampir semua
kelompok waktu (6/8) kecuali pada jam 07-09 dan 10-12 (arah barat) dan 16-18 (arah timur) UTC. Jika
merujuk pada arah angin monsun, maka arah angin permulkaan periode bulanan di daerah Sentani
mengikuti pola monsun. Pada saat terjadi monsun Asia (DJF), angin permukaan Sentani juga dominan
dari arah barat bahkan pada masa peralihan (MAM) juga masih berarah barat. Pada saat terjadi monsun
Australia (SON), angin permukaan Sentani juga dominan dari arah tenggara bahkan pada masa
peralihan (SON) juga masih berarah tenggara.
Tabel 1. Arah Angin Tiap 3 Jam Pada Periode DJF, MAM, JJA, SON
Periode Jam (UTC) Angin Dominan Prosentase
DJF 01-03 Barat 33,7
04-06 Barat 50,7
07-09 Barat 62,9
10-12 Calm/Barat 37,4/27,0
13-15 Calm/Barat 49,2/22,9
16-18 Calm/Barat 67,4/15,9
19-21 Calm/Barat 68,5/10,0
22-23 Calm/Tenggara 23,3/20,0
MAM 01-03 Tenggara 34,7
04-06 Barat 44,9
07-09 Barat 57,2
10-12 Barat 33,6
13-15 Calm/Barat 45,2/22,1
16-18 Calm/Barat 65,2/12,6
19-21 Barat 59,4
22-23 Tenggara 21,3
JJA 01-03 Tenggara 69,9
04-06 Tenggara 61,2
07-09 Tenggara 32,6
10-12 Calm/Barat 43,8/14,4
13-15 Calm/Tenggara 57,9/10,5
16-18 Calm/Tenggara 78,2/5,7
19-21 Calm/Tenggara 74,6/7,6
22-23 Calm/Tenggara 34,4
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 87
SON 01-03 Tenggara 54,5
04-06 Tenggara 42,8
07-09 Barat 35,5
10-12 Calm/Barat 39,9/19,7
13-15 Calm/Tenggara 60,0/9,8
16-18 Calm/Timur 74,3/5,4
19-21 Calm/Tenggara 66,3/8,0
22-23 Tenggara 37,7
Puncak Curah Hujan Diurnal
Gambar 2. Grafik Curah Hujan Periode DJF Tiap 3 Jam
Puncak curah hujan periode DJF terjadi pada jam 15-18 UTC dengan nilai 252,3 mm. Curah hujan
terendah terjadi pada jam 00-03 UTC dengan nilai 24,7 mm. Total curah hujan periode DJF adalah 761,2
mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada arah angin dominan bulan DJF yaitu CALM/Barat (67,4/15,9).
24.7 32.2 34.3
109.3
168.3
252.3
5585.1
0
50
100
150
200
250
300
03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00
Cu
rah
Hu
jan
UTC
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
88 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 3. Grafik Curah Hujan Periode MAM Tiap 3 Jam
Puncak curah hujan periode MAM terjadi pada jam 18-21 UTC dengan nilai 89,9 mm. Curah hujan
terendah terjadi pada jam 00-03 UTC dengan nilai 3,3 mm. Total curah hujan periode DJF adalah 390,7
mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada arah angin dominan bulan MAM yaitu Barat (59,4).
Gambar 4. Grafik Curah Hujan Periode JJA Tiap 3 Jam
Puncak curah hujan periode JJA terjadi pada jam 21-00 UTC dengan nilai 161,5 mm. Curah hujan
terendah terjadi pada jam 00-03 UTC dengan nilai 9,9 mm. Total curah hujan periode DJF adalah 505,1
mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada arah angin dominan bulan JJA yaitu tenggara (34,4).
28.7
49.1
3.3
50.7
88.6
48.7
89.9
31.7
0
20
40
60
80
100
03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00
Cu
rah
Hu
jan
UTC
36.414.4 19.9
9.7
90.973.1
99.2
161.5
0
50
100
150
200
03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00
Cu
rah
Hu
jan
UTC
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 89
86.5
58.8
19 19.6
88.1
126.9
100.4
16.2
0
20
40
60
80
100
120
140
03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 00.00
Cu
rah
Hu
jan
UTC
Gambar 5. Grafik Curah Hujan Periode SON Tiap 3 Jam
Puncak curah hujan periode JJA terjadi pada jam 15-18 UTC dengan nilai 126,9 mm. Curah hujan
terendah terjadi pada jam 00-03 UTC dengan nilai 19,9 mm. Total curah hujan periode DJF adalah 515,5
mm. Curah hujan tertinggi tidak pada arah angin dominan bulan JJA (tenggara) yaitu calm/timur
(74,3/5,4).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
90 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Analisis Kelembaban Vertikal
Analisis kelembaban udara dilakukan pada kejadian hujan lebat sepanjang Desember 2016
sampai November 2017. Garis putus-putus menunjukkan jam kejadian dengan curah hujan tertinggi. Dari
penampang kelembaban vertikal menunjukkan keadaan dengan kandungan uap air yang cukup tinggi
hampir di semua lapisan. Udara yang lembab menunjukkan banyaknya uap air. Kandungan uap air yang
cukup tinggi di atmosfer memungkikan terjadi hujan. Semakin lembab udara tersebut semakin besar
potensi hujan terjadi. Hujan dengan intensitas yang tinggi dengan durasi kejadian yang lama
digambarkan dengan kondisi kelembaban udara yang tinggi.
Gambar 6 Kelembaban Udara Pada 8 Kejadian Hujan Lebat
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 91
Curah Hujan GPM
Peta spasial curah hujan GPM menunjukkan luasan daerah dengan besaran nilai curah hujan.
Curah hujan GPM tercatat underestiamte pada 7 dari 8 kejadian hujan lebat di sentani. Satu kejadian
hujan lebat yang tercatat overestimate terjadi pada tanggal 2 Agustus 2017.
Gambar 7. Peta Spasial Curah Hujan GPM Dan Perbandingan Terhadap Curah Hujan Observasi
KESIMPULAN
Analisis diurnal Sentani periode desember 2016 sampai november 2017 telah dilakukan. Adapun
kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Pola angin diurnal Sentani mengikuti pola monsun
2. Puncak curah hujan periode DJF, MAM, JJA, SON berturut-turut terjadi pada jam 15-18 UTC, 18-
21 UTC, 21-00 UTC, 15-18 UTC yang terjadi pada arah angin permukaan diurnal yang dominan
3. Kelembaban vertikal pada 8 kejadian hujan lebat bervariasi. Hujan kontinu dengan intensitas lebat
memiliki kelembaban yang tinggi dari permukaan hingga lapisan atas
4. Curah hujan harian GPM underestimate terhadap curah hujan harian observasi pada 7 dari 8
kejadian hujan lebat.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
92 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
DAFTAR PUSTAKA
[1] Aldrian, Edvin.(2008).Meteorologi Laut Indonesia, Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta, Jakarta.
[2] Chang, C. P., Wang, Z., Ju. J., & Li, T. (2004). On The Relationship Between Western Maritime
Continent Monsoon Rainfall and ENSO During Northern Winter, Journal of Climate, 17, 665 – 672.)
[3] Tjasyono, B. HK. dan Harijono, S. W. B. (2013).Atmosfer Ekuatorial, Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika, Jakarta.
[4] Alfuadi, Nanda., Prayuda,Shanas Septy.(2015). Analisa Karakteristik Curah Hujan Diurnal di Stasiun
Meteorologi Snagkapura-Bawean dan Stasiun Meteorologi Citeko-Bogor Berdasarkan Pengaruh
Regional dan Lokal, STMKG, Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya, 21 November
2015, Jatinangor.
[5] Nagoro,Suko Abdi.(2016).Analisis Terbentuknya Awan Cumulonimbus Saat Malam Hingga Dini Hari
dengan Simulasi Model WRF-AR di Wilayah Serui Tahun 2014, STMKG, Jakarta.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 93
P13
PEMODELAN DAN SIMULASI PENGARUH TINGKAT POROSITAS
TANAH TERHADAP LAJU INFILTRASI AIR TANAH
Yane O Ansanay1, Korinus N Waimbo2
1 Prodi Teknik Geofisika, FMIPA, Universitas Cenderawasih, Indonesia.
2Yayasan Sains dan Teknologi Terpadu Papua, Jayapura, Indonesia.
E-mail: [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Infiltrasi air tanah sebagai salah satu proses penting dalam siklus hidrologi memungkinkan terjadinya
pengisian secara kontinue akuifer demi terjaganya keseimbangan ekosistem akuifer dan
ketersediaan air tanah. Oleh karena itu, pemahaman proses infiltrasi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya penting untuk keperluan pengelolaan air dan tanah secara baik dan efisien. Guna
memahami proses infiltrasi dan faktor-faktor yang menentukan laju infiltrasi, telah dilakukan
pemodelan dan simulasi laju infiltrasi menggunakan teknik pemodelan Agent-Based Modelling
(ABM) dengan bantuan software NetLogo. Pengembangan model awal dibatasi pada pengaruh
tingkat porositas tanah terhadap laju infiltrasi. Hasil menunjukan bahwa laju infiltrasi tinggi pada
profil tanah dengan porositas tinggi dan sebaliknya rendah pada profil tanah berporositas rendah.
Kata Kunci: Laju Infiltrasi, Air Tanah, Porositas, Agent-Based Modelling, Netlogo.
PENDAHULUAN
Infiltrasi air tanah merupakan salah satu proses penting dalam siklus hidrologi, yakni pengisian kembali akuifer
demi terjaganya keseimbangan ekosistem akuifer dan ketersediaan air tanah (Harden, 2017). Salah satu
parameter penting infiltrasi air tanah adalah laju air tanah, yakni ukuran seberapa cepat air bergerak masuk
ke dalam tanah yang dapat dinyatakan dalam satuan mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi perlu dikontrol
guna mengurangi dampat negatif yang timbul. Jika laju infiltrasi terlalu lambat, dapat mengakibatkan
terjadinya genangan dan aliran permukaan yang dapat menimbulkan erosi pada lahan miring, banjir dan
berkurangnya kelembaban tanah untuk pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, jika laju infiltrasi terlalu cepat,
dapat mengakibatkan pelindian unsur-unsur hara pada tanah yang dibutuhkan tanaman (USDA, 2014).
Diperlukan pemahaman faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi agar kontrol laju infiltrasi dapat dilakukan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah porositas tanah. Air bergerak lebih cepat pada tanah
berpori (porositas besar) dan lebih lambat pada tanah tidak berpori (porositas kecil). Tingkat porositas tanah
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
94 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
bergantung pada tekstur tanah, yakni ukuran partikel-partikel tanah. Departemen Agrikultur Amerika Serikat
(USDA) mengklasifikasikan tekstur tanah berdasarkan komposisi pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay)
seperti ditunjukan pada Gambar 1.
Gambar 1 – Representasi tekstur tanah berdasarkan komposisi pasir, lanau dan lempeng (USDA NRCS, 2014)
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami hubungan tingkat porositas dan laju infiltrasi melalui pendekatan
simulasi berbasis komputer.
METODOLOGI
Teknik pemodelan yang digunakan dalam studi ini adalah Pemodelan Berbasis Agen (Agent-Based Modelling)
atau disingkat ABM. Model dan simulasi ABM dikembangkan dan dilakukan menggunakan software NetLogo 6.1
(Wilensky, 1999).
Beberapa asumsi yang dibuat untuk tujuan pemodelan dan simulasi awal infiltrasi air tanah adalah sebagai berikut:
1. Partikel-partikel tanah dianggap uniform dan homogen
2. Tanah dalam keadaan rata dan smooth
3. Kondisi mula-mula air pada permukaan tenang sehingga tekanan curah air dapat diabaikan
4. Durasi proses infiltrasi singkat
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 95
Pada model awal, pemodelan dan simulasi dibatasi hanya pada hubungan faktor tingkat porositas dan laju infiltrasi.
Model proses terjadinya infiltrasi bergantung pada dua kondisi:
1. Terdapat pori-pori pada lapisan bawah profil tanah
2. Proses acak menggunakan bilangan acak antara 1 hingga 100, dimana jika bilangan acak yang dihasilkan
memiliki nilai di bawah persentase porositas yang di set antara 1 hingga 100% saat simulasi, maka akan
terjadi gerak partikel air (infiltrasi).
3. Proses infiltrasi berhenti jika pada satu lapisan tanah tidak terdapat partikel air atau telah terjadi saturasi
penuh dimana muka air telah mencapai lapisan tanah paling bawah
Gambar 2 menunjukan interface model pada software NetLogo. Tanah direpresentasikan oleh kotak besar yang
berisi lapisan partikel-partikel tanah (titik-titik berwarna coklat) dan pori-pori tanah (titik-titik berwarna putih). Aliran
air direpresentasikan oleh titik-titik biru yang dapat bergerak mulai dari lapisan paling atas (permukaan tanah) ke
arah lapisan berikut di bawahnya. Titik air akan bergerak turun jika pada lapisan bawah terdapat pori-pori pada
sisi kanan dan kiri titik air di atasnya dan bilangan acak yang dimuculkan memenuhi lebih kecil dari nilai persentase
porositas. Pseudocode model ABM infiltrasi air tanah pada NetLogo ditunjukan pada Gambar 3.
Gambar 2 – Interface model infiltrasi air tanah pada software NetLogo
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
96 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 3 – Pseudocode model infiltrasi air tanah pada software NetLogo
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4 menunjukan hasil simulasi infiltrasi air pada tanah dengan tingkat porositas 36%, 60% dan 90%. Plot
laju infiltrasi dan infiltrasi kumulatif, yakni jumlat total air yang meresap ke dalam tanah oleh proses infiltrasi pada
tanah dengan tingkat porositias 36%, 60% dan 90% ditunjukan pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Hasil simulasi menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat porositas, laju infiltrasi meningkat demikian juga infiltrasi
kumulatif. Pada tingkat porositas 30% dan 60%, hasil simulasi menunjukan bahwa, laju infiltrasi cepat pada kondisi
awal dan kemudian mengalami perlambatan hingga berhenti sebelum mencapai lapisan paling bawah dari profil
tanah. Namun jangkauan infiltrasi air ke dalam tanah pada tingkat porositas 60% lebih dalam atau panjang
dibanding tingkat porositas 30%. Pada tingkat porositas 90%, hampir seluruh profil tanah mengalami proses
infiltrasi (terisi air), laju infiltrasi pun tinggi sejak awal proses infiltrasi dan konstan hingga terjadi saturasi kemudian
infiltrasi terhenti.
Gambar 4 – Simulasi infiltrasi air pada tanah dengan tingkat porositas 36%, 60%, dan 90%
P 36% P 60% P 90%
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 97
Gambar 5 – Laju infiltrasi air pada tanah dengan tingkat porositas 36%, 60%, dan 90%
Gambar 6 – Infiltrasi Kumulatif Air pada tanah dengan tingkat porositas 36%, 60%, dan 90%
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini antara lain:
1. Laju infiltrasi tinggi pada lahan dengan porositas tinggi atau kepadatan rendahi
2. Pemodelan dan simulasi komputer memungkinkan dilakukan estimasi laju infiltrasi pada berbagai kondisi
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
98 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Sebagai rekomendasi, perlu dilakukan uji lab sangat untuk memperoleh hubungan empiris antara laju infiltrasi dan
faktor-faktor penentu laju infiltrasi yang kemudian dapat dimodelkan menggunakan model dan simulasi komputer.
REFERENSI
Harden, C. P. (2017) ‘Infiltration’, in International Encyclopedia of Geography: People, the Earth, Environment
and Technology. Oxford, UK: John Wiley & Sons, Ltd, pp. 1–4. doi: 10.1002/9781118786352.wbieg0245.
USDA (2014) Soil health for educators - Soil Infiltration. Available at:
https://www.nrcs.usda.gov/Internet/FSE_DOCUMENTS/nrcs142p2_051576.pdf.
USDA NRCS (2014) Guide to Texture by Feel | NRCS Soils. Available at:
https://www.nrcs.usda.gov/wps/portal/nrcs/detail/soils/edu/?cid=nrcs142p2_054311.
Wilensky, U. (1999). NetLogo. http://ccl.northwestern.edu/netlogo/. Center for Connected Learning and
Computer-Based Modeling, Northwestern University, Evanston, IL.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
SEMNAS MIPA II TAHUN 2019 99
P14
IDENTIFIKASI DAERAH YANG BERPOTENSI ENERGI ANGIN DI PAPUA
DAN PAPUA BARAT MENGGUNAKAN METODE PEMETAAN DENGAN
SOFTWARE GRADS
Erin S. Munfaatun1, Dony Christianto2, Anike N. Bowaire1
1Prodi Fisika, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Cenderawasih
2Stasiun Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kelas I Sentani
Email: [email protected]
ABSTRAK
Energi terbarukan adalah energi yang bersumber dari alam, secara berkesinambungan dapat terus
diproduksi, dan energi tersebut tidak dapat habis. Energi Angin merupakan salah satu sumber daya
energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik. Penelitian ini menggunakan
metode pemetaan pengolahan data sekunder, berupa data observasi kecepatan angin dan arah angin
yang berasal dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta data Model yang berasal
dari National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA), tahun 2015. Hasil yang diperoleh berupa peta
kontur kecepatan angin dan potensi energi angin. Peta tersebut menunjukkan daerah berpotensi energi
angin di Papua dan Papua Barat.
Kata Kunci: Energi Terbarukan, Energi Angin, Pemetaan, GrADS
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
100 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
PENDAHULUAN
Keterbatasan energi listrik dan perkembangan pembangunan yang berkelanjutan diiringi dengan
kemajuan teknologi yang cukup pesat serta peningkatan taraf hidup dapat menyebabkan konsumsi
energi listrik terus meningkat tinggi. Sumber daya listrik yang selama ini dimanfaatkan berasal dari energi
fosil khususnya minyak, batu bara dan gas bumi (Larkum, 2010). Sumber energi tersebut merupakan
energi yang tidak dapat diperbaharui yang persediaannya terbatas, sehingga perlu pencarian sumber
energi alternatif lain yang tersedia melimpah di alam dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Energi
terbarukan adalah energi yang bersumber dari alam, secara berkesinambungan dapat terus diproduksi,
dan energi tersebut tidak dapat habis jika digunakan (Kholiq, 2015) . Pengembangan energi terbarukan
dapat dijadikan unggulan untuk mendampingi bahan bakar minyak. Sumber energi alternatif yang dapat
dimanfaatkan untuk menggantikan sumber energi fosil antara lain matahari, panas bumi, angin, air,
biomassa, biofuel, tidal, gelombang laut (Panwar dkk, 2011).
Angin merupakan sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan sebagai sumber energi listrik
karena ketersediaannya melimpah di alam. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat
digunakan untuk menghasilkan energi listrik dengan memanfaatkan gerak dari kincir angin seperti yang
dilakukan di negara Belanda dan Denmark. Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang belum
dijangkau oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Faktor pengendala belum terjangkaunya daerah-
daerah tersebut adalah aksesibilitas ke lokasi yang masih sulit dan kebutuhan biaya yang tidak sedikit
untuk investasi jaringan listrik. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Papua, sebagian besar
masyarakat mendapatkan sumber listrik dari pemerintah (PLN). Saat ini produksi listrik dari PLN masih
bergantung pada bahan bakar High Speed Diesel yang merupakan energi fosil.
Energi angin dapat dikembangkan di Papua berdasarkan kondisi geografis Papua dan Papua
Barat yang memiliki potensi angin yang tersedia sepanjang tahun. Secara umum pemakaian energi di
Indonesia masih mengandalkan energi fosil. Bahan bakar fosil telah lama digunakan, sementara sektor
energi terbarukan baru saja mulai berkembang dan ini adalah alasan utama mengapa energi terbarukan
masih sulit bersaing dengan bahan bakar fosil. Berdasarkan data Direktorat Jendral EBTKE 2016, pada
tahun 2015 energi fosil menyumbang 93,7% dari total kebutuhan energi dengan minyak menyumbang
43%, gas alam 22%, dan batubara 28,7% , sedangkan energi baru terbarukan hanya memenuhi 6,2%
terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Bauran Energi Primer tahun 2015 (Direktorat Jendral EBTKE 2016)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
101 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Energi Angin merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang memilki potensi yang cukup
besar sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan menjadi energi mekanik dan listrik melalui suatu
konversi yang dinamakan Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) (Syadi’yah, 2018). Angin adalah massa
udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan di permukaan bumi ini. Angin akan bergerak
dari suatu daerah yang memiliki tekanan tinggi ke daerah yang memiliki tekanan yang lebih rendah
(Habibie dkk, 2011). Beberapa penelitian mengenai potensi energi angin telah dilakukan di Indonesia
seperti perhitungan potensi energi angin di Kalimantan Barat (Utami Ar dkk, 2018), kajian potensi energi
angin kabupaten Kaimana (Bawan, 2007), serta pemetaan potensi kecepatan angin di Ambon
(Syadi’yah, 2018). Berdasarkan data dari BPPT (2018) menunjukkan bahwa potensi energi angin di
Indonesia mencapai 970 MW, dimana kapasitas pemasangan berkisar 1,96 MW.
Kecepatan Angin
Besarnya kecepatan angin serta bentuk turbin yang digerakkan secara langsung oleh tenaga
angin akan mempengaruhi besar daya yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga angin.
Sebagaimana diketahui menurut fisika klasik bahawa energi kinetik dari suatu massa (m) dan kecepatan
(v) adalah:
𝐸𝑘 =1
2𝑚𝑣2 (1)
dengan m adalah massa (kg), v adalah kecepatan (m/s), sedangkan 𝐸𝑘 adalah energi kinetik (kg
m2/s2).
Profil Angin
Profil angin digunakan sebagai alat perbandingan antara kecepatan angin dan ketinggian alat
ukur/turbin angin. Perhitungan dapat diselesaikan dengan persamaan berikut:
𝑈(𝑧)
𝑈(𝑧𝑟)= (
𝑧
𝑧𝑟)𝛼
(2)
dengan 𝑈(𝑧) adalah kecepatan angin pada ketinggian z, 𝑈(𝑧𝑟) adalah kecepatan angin pada
ketinggian referensi z, dan 𝛼 adalah kekasaran permukaan (Rachman, 2012 dalam Manwell, 2009).
Profil angin bergantung pada kekasaran permukaan, seperti semakin banyak bangunan,
pepohonan dan perbukitan permukaan dikategorikan semakin kasar dan nilainya semakin besar. Untuk
fluida secara umum, α mempunyai nilai 1 7.⁄ Profil angin pada daerah perkotaan memiliki nilai 𝛼 dapat
mencapai 0,40, yang memiliki banyak pepohonan seperti perkebunan atau hutan, nilai 𝛼 dapat mencapai
0,3, sedangkan untuk laut atau daerah-daerah yang terbuka, 𝛼 mempunyai nilai 0,1 (Ikhsan dan Hipi,
2011).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
102 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Energi Angin
Energi angin dengan satuan Joule, merupakan besarnya energi kinetik yang dihasilkan oleh
gerak udara. Energi kinetik per satuan waktu atau energi angin dapat dirumuskan sebagai berikut
(Fazelpour, 2017; Manwell, 2009)
𝑃 = 12⁄ . 𝜌 . 𝑣3. 𝐴 (3)
𝑃 = 𝐸/𝑡 (4)
𝐸 = 𝑃 . 𝑡 (5)
𝐸 = 12⁄ . 𝜌 . 𝑣3. 𝐴. 𝑡 (6)
dengan E adalah energi (Joule), ρ adalah massa jenis udara (1,225 𝑘𝑔/𝑚3), v adalah kecepatan (m/s),
A adalah luas penampang (𝑚2). Untuk menyederhanakan perhitungan digunakan luas penampang (A)
adalah luas per 1 m2 dan waktu (t) adalah 1 detik. 2.5
Software GrADS
Grid Analysis and Display System (GrADS) merupakan software interaktif yang digunakan untuk
memanipulasi dan visualisasi data sains kebumian secara mudah. GrADS dapat diperoleh dari internet
secara bebas. Format data yang bisa digunakan dalam GrADS adalah biner biasa, netCDF, dan HDF-
SDS (Hierarchical Data Format – Scientific Data Format). GrADS dapat menggunakan data dengan 4
dimensi: garis bujur, garis lintang, ketinggian (level), dan waktu. Data dapat ditampilkan menggunakan
bermacam teknik grafis seperti grafik garis, grafik batang, kontur biasa, kontur berwarna, vektor angin,
ataupun garis alur (streamlines). Penggunaan tipe grafik yang digunakan tergantung pada jenis variable
yang ditampilkan. Jenis-jenis variable tersebut adalah curah hujan, tekanan, angin, lama penyinaran
matahari, suhu udara, dan lain-lain (Jatmiko, W. dan R. Gernowo. 2014).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Komputer Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam dan Stasiun Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kelas I Sentani selama 6 bulan
yaitu dari Oktober 2018 – April 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pemetaan pengolahan data sekunder yang diperoleh dari data observasi dan data model tahun berupa
data kecepatan dan arah angin. Jenis analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Validasi data observasi dan data model untuk memperoleh selisih diantara kedua data. Pengolahan data
menggunakan software GrADS untuk memperoleh hasil peta kontur daerah berpotensi energi angin.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
103 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Data dan Sumber Data
Data observasi berasal dari beberapa stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika untuk
variable kecepatan dan arah angin periode 2015. Data pengamatan yang digunakan adalah data synoptic
atau data hasil pengamatan setiap 6 jam. Data Model untuk variabel kecepatan angin harian dalam arah
u dan v dengan ketinggian 10 meter di atas permukaan tanah tahun 2015 diunduh dari website satelit
National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA)
https://www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded/data.ncep.reanalysis.html dengan interval data setiap 6 jam.
Pengambilan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa data observasi dan data
model tahun 2015. Data Observasi diperoleh dari Kantor Balai Besar Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika wilayah V sedangkan untuk data model diperoleh dari website NOAA (National Oceanic
Atmospheric Administration). Variabel data yang diambil berupa data kecepatan angin dan arah angin
tiap bulan untuk tahun 2015. Data yang diambil dari 13 stasiun di Papua dan Papua Barat yaitu: Stasiun
Biak, Stasiun Wamena, Stasiun Sentani, Stasiun Sarmi, Stasiun Timika, Stasiun Merauke, Stasiun
Nabire, Stasiun Tanah Merah, Stasiun Serui, Stasiun Enarotali, Stasiun Sorong, Stasiun Manokwari, dan
Stasiun Fak-fak.
Pengolahan Data
Menginput data observasi dan data model yang diperoleh dengan menggunakan Microsoft Excel
dan Mawar Angin. Dengan menghasilkan grafik untuk validasi data observasi dan data model. Data
Model NOAA yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan software GrADS untuk mengahsilkan
peta kontur berwarna. Hasil identifikasi daerah berpotensi energi angin dari hasil pengolahan data
menghasilkan peta kontur. Pembuatan peta kontur energi angin daerah berpotensi dilakukan dengan
menggunakan persamaan (6).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
104 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi Data Observasi dan Data Model
Gambar 2. Validasi Kecepatan Angin Tahun 2015
Peta Kontur Kecepatan Angin Ketinggian 10 meter
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan softzware GrADS, diperoleh kecepatan rata-
rata angin ketinggian 10 meter dari permukaan tanah yang bertiup tahun 2015 di Papua dan Papua Barat
berkisar antara 0 sampai dengan 2,5 m/s. Kecepatan angin tertinggi berada di Kabupaten Merauke yaitu
berkisar 2 sampai dengan 2,5 m/s. Kecepatan angin terendah berada di beberapa daerah seperti
Jayapura, Wamena, Sarmi, Tanah Merah, dan Enarotali yaitu 0 sampai dengan 0,5 m/s. Arah angin
dominan yan terjadi di daerah Papua dan Papua Barat pada tahun 2015 dari arah Timur bergerak menuju
Barat dan Barat Laut seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
105 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 3. Peta Kontur Kecepatan Angin Rata-rata 2015
Kabupaten Merauke memiliki kecepatan angin paling tinggi karena terletak paling timur Papua dan
berbatasan dengan Laut Arafura yaitu di sebelah Barat dan Selatan. Kabupaten Merauke juga
merupakan kabupaten yang memiliki daerah berupa dataran rendah dimana kawasannya luas dan
berawa disepanjang pantai. Daerah daratan rendah kecepatan anginnya lebih kencang dibandingkan
dengan di daerah pegunungan, karena aliran angin di daratan rendah serta berada disepanjang pantai
angin berhembus tanpa hambatan. Daerah pegunungan memiliki kecepatan angin yang lebih lambat,
karena aliran angin terhambat oleh gunung-gunung.
Peta Kontur Kecepatan Angin Ketinggian 50 meter
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software GrADS, diperoleh kecepatan rata-rata
angin pada ketinggian 50 meter dari permukaan tanah yang bertiup pada tahun 2015 di Papua dan Papua
Barat berkisar antara 0 sampai dengan 3 m/s. Kecepatan angin tertinggi berada di Kabupaten Merauke
yaitu berkisar 2,5 sampai dengan 3 m/s. Kecepatan angin terendah berada di beberapa daerah seperti
Jayapura, Wamena, Sarmi, Tanah Merah, dan Enarotali yaitu 0 sampai dengan 0,5 m/s. Arah angin
dominan yan terjadi di daerah Papua dan Papua Barat pada tahun 2015 dari arah Timur bergerak menuju
Barat dan Barat Laut seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
106 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 4. Peta Kontur Kecepatan Rata-rata 2015
Potensi Energi Angin
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software GrADS, diperoleh potensi energi
angin di daerah Papua dan Papua Barat untuk tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat pada gambar 5. Bahwa
rata-rata energi angin per daerah di Papua dan Papua Barat yang tertinggi dengan menggunakan
persamaan (6) untuk ketinggian 50 meter dari permukaan tanah berada di Kabupaten Merauke yaitu 160
Joule dan rata-rata energi angin terendah berada di Kabupaten Wamena yaitu 20 Joule. Kabupaten
Merauke memiliki rata-rata energi angin tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal tersebut
dikarenakan kecepatan angin di Kabupaten Merauke memiliki kecepatan angin yang tinggi dengan
dominan arah angin bergerak dari arah Timur menuju Barat dan Barat Laut.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
107 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 5. Potensi Energi Angin Tahun 2015
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kecepatan angin tertinggi untuk ketinggian 10 meter dari permukaan tanah tahun 2015 berada di
Kabupaten Merauke dengan kecepatan angin 2,5 m/s. Untuk kecepatan angin tertinggi untuk
ketinggian 50 meter dari permukaan tanah tahun 2015 berada di Kabupaten Merauke dengan
kecepatan angin 3 m/s.
2. Daerah yang berpotensi energi angin tertinggi di Papua dan Papua Barat berada di Kabupaten
Merauke.
3. Potensi energi angin rata-rata tahun 2015 berada di Kabupaten Merauke sebesar 160 Joule.
Untuk penelitian selanjutnya diperlukan penelitian dengan jangka waktu yang lebih lama sehingga
hasil potensi energi di Papua dan Papua barat yang diperoleh lebih maksimal
DAFTAR PUSTAKA
Bawan, Elias. K. (2007). Kajian Potensi Energi Angin Kabupaten Kaimana Provinsi Papua Barat. Jurnal
Natural Vol 6, No 2, 69-73.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Outlook Energy Indonesia 2018. 2018. Jakarta.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
108 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Statistik EBTKE 2016. 2016. Jakarta.
Download Open Grid Analysis and Display System (On-line). https://sourceforge.net/projects/opengrads/
diakses 23 September 2018.
Fazelpour, F., E. Markarian, dan N.Soltani. (2017). Wind Energy Potential and Economic assessment of
Four Locations in Sistan and Balouchestan Province in Iran. Renewable Energy, 646-667
Habibie, M. Najib, A. Sasmito, dan R. Kurniawan. 2011. Kajian Potensi Energi Angin di Wilayah Sulawesi
dan Maluku. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 12, No.2 :181-187
Ikhsan, I. dan M. A. Hipi. 2011. Analisis Pengaruh Pembebanan Terhadap Kinerja Angin Tipe Propeller
Pada Wind Tunnel Sederhana. Tugas Akhir. Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar.
Jatmiko, W dan R. Gernowo. 2014. Analisis Korelasi Citra Data Primer Dengan Data Sekunder
Menggunakan Citra Grid Analysis And Display System (GrADS). Youngster Physics Journal, Vol.2,
No.1: 63-70.
Kholiq, I. 2015. Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Energi TErbarujan Untuk Mendukung Subtitusi
BBM. Jurnal IPTEK Vol. 19, N0.2: 75-91.
Larkum, A.W.D. 2010. Limitations and prospects of natural photosynthesis for bioenergy production.
Current Opinion in Biotechnology 2010, 21:271–276.
Manwell, J. F, J.G. Mcgowan and A.L. Rogers. 2009. Wind Energy Explined: Theory Design and
Application 2𝑛𝑑 ed. John Wiley & Sons, Ltd : USA
NCEP/NCAR Reanalysis 1 : Summary (On-lne). https://www.esr.
noaa.gov/psd/data/gridded/data.ncep.reanalysis.html diakses 22 Oktober 2018
Panwar, N.L., S.C. Kaushik, S. Kothari. 2011. Role of Renewable Energy Sources in Environmental
Protection: A review. Renewable and Substainable Energy Reviews 15 (2011) :1513-1524.
Rachman, A. 2012. Analisis dan Pemetaan Potensi Energi Angin di Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, Depok.
Sya’diah, Z. 2018. Pemetaan Potensi Kecepatan Angin di Ambon Sebagai Sumber Energi Terbarukan
Berbasis Wind Energy. Jurnal Bimafika: 10-15.
Utami Ar, I. U., Muh. I. Jumarang. Apriansyah. 2018. Perhitungan Potensi Energi Angin di Kalimantan
Barat. Jurnal Prisma Fisika Vol.VI, No.01: 65-69.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
109 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P15
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PREDIKSI CUACA HARIAN
MENGGUNAKAN METODE FUZZY-MAMDANI
(Study Kasus: Kota Jayapura)
Felix Reba1, Alvian M. Sroyer2
Program Studi Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Cenderawasih, Papua
Email: 1 [email protected]; 2 [email protected]
ABSTRAK
Berdasarkan prakiraan cuaca, kota Jayapura diperkirakan diguyur hujan pada bulan-bulan tertentu
seperti maret, namun puncak hujan diperkirakan bulan Januari-Februari. Hujan yang terjadi
menyebabkan banjir dan longsor di sejumlah kawasan di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura.
Diketahui, jika hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi sejak beberapa hari terakhir menyebabkan
sejumlah kawasan di Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua, terendam banjir dan tanah longsor. Tujuan
khusus dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang sistem pendukung keputusan untuk prediksi
cuaca harian yang dapat memberikan informasi kondisi cuaca yang lebih cepat, lengkap, dan akurat.
Dengan bantuan software Matlab akan dirancang sebuah aplikasi (Model). Dengan aplikasi ini,
masyarakat cukup menginput data suhu, kecepatan angin dan kelembaban kedalam aplikasi, maka
secara langsung sistem akan memberitahukan kondisi cuaca pada saat itu. Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Geofisika Klas
II Angkasapura. Hasil yang diperoleh dari simulasi menunjukan, ketika suhu normal yaitu 27, kelembaban
sedang yaitu 70 dan kecepatan angin kencang yaitu 5, maka hasil prediksi cuaca yang terjadi adalah
12,14 atau hujan sedang. Manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan sistem yang
mampu memprediksi secara dini cuaca harian sebelum terjadi hujan. Juga diharapkan sistem pakar ini
dapat menjawab keluhan masyarakat, khususnya mereka yang berdomisili di daerah-daerah rawan
banjir dan longsor guna metigasi bencana.
Kata Kunci: cuaca, hujan, Jayapura, sistem pakar.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
110 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
PENDAHULUAN
Cuaca merupakan perilaku atmosfer pada suatu waktu. Cuaca biasanya diamati setiap hari, setiap
minggu, bulan dan tahun, tetapi tidak terbatas pada, sinar matahari, hujan, tutupan awan, angin, hujan
es, salju, hujan es, hujan beku, badai salju, es badai, dan badai. Cuaca kadang memperuhi pekerjaan
petani, nelayan, pedagang, pegawai negeri, para siswa juga pilot pesawat. Disisi lain ketika terjadi
cuaca ekstrim, terkadang menjadi ancaman serius bagi mereka yang tinggal pada lokasi-lokasi aliran
sungai atau daerah-daerah yang mudah longsor.
Kota Jayapura dengan luas 94.000 Ha. Kondisi topografi kota yang berkontur, sedangkan
kemiringan lebih dari 25%. (Lawene dkk, 2017). Curah hujan bervariasi yaitu antara 45-255 mm/th
dengan jumlah rata-rata 148-175 hari hujan / tahun. Suhu rata-rata juga mencapai 29oC - 31,8 oC,
Kelembaban udara rata-rata yaitu antara 79% - 81% (papua.go.id). Berdasarkan prakiraan cuaca, kota
Jayapura biasanya mengalami musim penghujan pada bulan-bulan tertentu seperti maret, dengan
puncak hujan diperkirakan bulan Januari-Februari. Hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi pada
bebrapa bulan terakhir mengakibatkan banjir dan tanah longsor terjadi di sejumlah kawasan di kota
Jayapura. Distrik Jayapura Selatan, di kompleks Entrop sejumlah 80 rumah warga terendam banjir juga
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4. Longsor juga terjadi di samping jalan Walikota Jayapura
dengan ketinggian mencapai 15 meter (news.okezone.com). Tujuan penelitian ini adalah dengan
software Matlab menggunakan metode Fuzzy-Mamdani dan Simulink akan diprediksi cuaca harian kota
Jayapura. Dengan variabel input yang digunakan antara lain suhu, kelembaban udara, kecepatan angin.
Sedangkan variabel output adalah curah hujan. Dengan prediksi ini diharapkan masyarakat akan
mendapat informasi kondisi cuaca yang lebih cepat, lengkap, dan akurat. Selain itu, Fuzzy-Mamdani
dan Simulink dapat menjawab keluhan masyarakat, khususnya mereka yang berdomisili di daerah-
daerah rawan banjir dan longsor guna metigasi bencana.
METODE PENELITIAN
Logika Fuzzy
Logika Fuzzy merupakan sesuatu logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran
(Fuzzyness) antara benar atau salah. Berikut bentuk tampilan Mamdani dengan variabel 3 variabel
input:
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
111 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 1. FIS Editor tipe Mamdani
Fungsi Keanggotaan
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan
melalui pendekatan fungsi. Menurut Kusumadewi & Purnomo (2004); Sutojo, dkk (2011). Ada
beberapa fungsi yang bisa digunakan antara lain:
1. Fungsi keanggotaan Segitiga
Fungsi keanggotaan segitiga ditandai oleh adanya 3 (tiga) parameter a,b,c yang akan
menentukan koordinat x dari tiga sudut. Kurva ini pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis
(linier). Adapun persamaan untuk bentuk segitiga ini adalah:
𝜇[𝑥] =
0 𝑥 ≤ 𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 𝑐𝑥−𝑎
𝑏−𝑎 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏
𝑐−𝑥
𝑐−𝑏 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐
(1)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
112 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 2. Fungsi keanggotaan segitiga
2. Fungsi keanggotaan trapesium
Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang
memiliki nilai keanggotaan 1, (Nafi’iyah, N, 2016). Adapun persamaan untuk kurva trapesium ini adalah:
𝜇[𝑥] =
0 𝑥 ≤ 𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 𝑐𝑥−𝑎
𝑏−𝑎 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏
1 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐𝑑−𝑥
𝑑−𝑐 𝑐 ≤ 𝑥 ≤ 𝑑
(2)
Gambar 3. Grafik fungsi keanggotaan trapesium
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
113 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Sistem Defuzzifkasi (Penegasan)
Defuzzifikasi adalah proses mendapatkan nilai crisp dari suatu himpunan fuzzy. Pada Metode
Mamdani, untuk mendapatkan nilai tersebut digunakan Metode Centroid atau mencari bobot nilai
tengah kurva daerah fuzzy (center of gravity) dengan formulasi matematis pada Persamaan 3
(Ayuningtiyas dkk, 2007).
𝑧 = ∫ 𝑥𝜇𝐴𝑏𝑎
(𝑥)𝑑𝑥
∫ 𝜇𝐴(𝑥)𝑑𝑥𝑏
𝑎
(3)
dengan :
z = nilai defuzzifikasi
x = anggota himpunan fuzzy A
µA(X) = derajat keanggotaan suatu elemen x dalam suatu himpunan
Gambar 4. Infrensi Fuzzy
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini ada satu Variabel Output dan tiga Variabel Input yang akan digunakan yaitu :
1.1 Variabel Input
1. Suhu (X1).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
114 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Suhu memiliki rentang nilai antara 23.4 – 33.4 dan terdiri atas 3 himpunan fuzzy
yaitu: SEJUK, NORMAL DAN PANAS.
Tabel 1. Variabel Suhu
2. Kelembaban (X2).
Kelembaban memiliki rentang nilai antara 59 – 92.9 orang dan terdiri atas 3
himpunan fuzzy yaitu: KERING, LEMBAB DAN BASAH
Tabel 2. Variabel Kelembaban
Variabel (Input) Himpunan Domain
Kelembaban
(Hygrometer)
Kering [59 59 67.3 69.96]
Lembab [68 70 78 80]
Basah [78 80 92.04 92.9]
3. Kecepatan Angin (X3 ).
Kecepatan Angin memiliki rentang nilai antara 0-13.2 dan terdiri atas 3
himpunan fuzzy yaitu: LA M B A T , K E N C A N G D A N S A N GA T K E N C A N G .
Tabel 3. Variabel Kecepatan Angin
Variabel (Input) Himpunan Domain
Kecepatan Angin
(Anemometer)
Lambat [0 0 4.048 5]
Kencang [4.02 5.1 8.016 9]
Variabel (Input) Himpunan Domain
Suhu (Termometer)
Sejuk [23.4 25.5 26.9 27.99]
Normal [27.5 28.4 29.03 30]
Panas [29.49 30 31.3 33.4]
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
115 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Sangat Kencang [8.05 9.063 12 13.2]
1.2 Variabel Output :
Curah Hujan (Y).
Curah Hujan memiliki rentang nilai antara -2 2 .4 – 77 .197 dan terdiri atas
3 himpunan fuzzy yaitu: RINGAN, SEDANG, AGAK LEBAT DAN LEBAT.
Tabel 4. Variabel Curah Hujan
Variabel (Output) Himpunan Domain
Curah Hujan
Ringan [-22.4 -2.49 5.03 9.374]
Sedang [5.03 8.98 15.3 19.24]
Agak Lebat [15.1 19.2 45.1 50.03]
Lebat [45.3 50.42 77.1 97]
Untuk memulai FIS dapat diawali dengan menambahkan dan mengatur input dan output.
Dari masing-masing himpunan Fuzzy akan dibentuk fungsi keanggotaan dari setiap variabel yaitu
:
Gambar 5. Keanggotaan Suhu
Gambar 6. Keanggotaan Kelembaban
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
116 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 7. Keanggotaan Kecepatan Angin
Gambar 8. Keanggotaan Prediksi Cuaca
Secara lengkap, seluruh algoritma dibuat dalam Rule Editor dengan menggunakan Conection and.
Dalam penelitian ini digunakan 27 aturan fuzzy yaitu :
Gambar 9. Infrensi Fuzzy
Workspace Variable digunakan membuat Simulink.
Gambar 10. Workspace Variable
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
117 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Dengan memasukan nilai Suhu, Kelembaban dan Kecepatan Angin. Selanjutnya klik start, maka
akan keluar nilai pada display. Pada kotak suhu, kelembaban dan kecepatan angin dapat digantikan
dengan beberapa nilai berbeda sesuai rantang nilai yang berada pada tabel. Selanjutnya nilai yang
dihasilkan pada display dapat disesuaikan dengan tabel prediksi curah hujan.
Gambar 11. Simulasi Prediksi Cuaca
Gambar 11, merupakan contoh penggunaan Fuzzy-Mamdani dan Simulink untuk prediksi cuaca.
Dengan memasukan suhu 27 dan kelembaban 70 dan kecepatan angina 5, hasil prediksi cuaca adalah
12.14.
KESIMPULAN
Pada artikel ini, kami memprediksi curah hujan menggunakan logika Fuzzy dengan metode
Mamdani. Dimana semua nilai suhu, kelembaban dan kecepatan angin pada rentang yang ditentukan
diinput pada Simulink dan tombol run klik, maka hasil prediksi akan muncul pada display. Pada contoh
dibawah ini, digunakan nilai suhu 27, nilai kelembaban 70 dan nilai kecepatan angin 5, maka hasil
prediksi menunjukan curah hujan 12.14 atau disimpulkan terjadi hujan ringan.
DAFTAR PUSTAKA
Ayuningtiyas, I. K., Saptono, F., & Hidayat, T. (2007). Sistem Pendukung Keputusan Penanganan
Kesehatan Balita Menggunakan Penalaran Fuzzy Mamdani. In Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi (SNATI).
Nafi’iyah, N. (2016). Perbandingan Regresi Linear, Backpropagation Dan Fuzzy Mamdani Dalam
Prediksi Harga Emas. Prosiding SENIATI, (Book-2).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
118 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Navianti, D. R., & Widjajati, F. A. (2012). Penerapan Fuzzy Inference System pada Prediksi Curah
Hujan di Surabaya Utara. Jurnal Sains dan Seni ITS, 1(1), A23-A28.
Sutojo, Mulyanto, & Suhartono, V. (2011). Kecerdasan Buatan. Yogyakarta: Andi
Offset.
Lawene, C. L., Tondobala, L., & Mononimbar, W. (2017). Pengembangan Kawasan Permukiman Di
Kota Jayapura. SPASIAL, 4(1), 79-90.
https://papua.go.id/view-detail-page-204/undefined
https://wonepapua.com/2019/02/23/prospek-kondisi-cuaca-papua-23-25-februari-2019-ini-himbauan-
bmkg-wilayah-v/
https://news.okezone.com/read/2019/01/06/340/2000543/kota-jayapura-diterjang-banjir-dan-longsor-
pasca-hujan-deras
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
119 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P16
PERBANDINGAN METODE EULER DENGAN METODE HUEN PADA
SIMULASI PENGARUH KOEFISIEN DRAG UNTUK GERAK JATUH
BEBAS
Rahman dan Sudarmono
Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih
Email: [email protected]
ABSTRAK
Gerak jatuh bebas sebuah benda adalah gerak ideal sebuah benda yang dijatuhkan dari ketinggian
tertentu tanpa adanya kecepatan awal serta tidak adanya gaya gesek oleh udara yang bekerja pada
benda tersebut. Dengan adanya koefisien drag maka gerak jatuh bebas benda akan mendapatkan
hambatan berupa gaya gesek dengan udara di sekitarnya. Pengkajian numerik gerak dengan jatuh bebas
dengan adanya pengaruh koefisien drag dapat dikaji dengan melakukan simulasi terhadap gerak
tersebut dengan menggunakan berbagai metode numerik yang sesuai. Metode yang dilakukan pada
penelitian ini adalah metode komputasi dengan menggunakan metode Euler dan metode Huen terhadap
persamaan gerak benda jatuh bebas yang dipengaruhi adanya koefisien Drag.Hasil penelitian yang
didapatkan adalah kedua metode dapat memberikan hasil yang sesuai dengan perhitungan eksak dan
dapat memberikan informasi yang menyeluruh mengenai gerak benda tersebut. Di selang waktu yang
kecepatan jatuh benda yang relatif kecil maka kedua metode akan memberikan hasil yang sama dengan
hasil perhitungan eksak, sedangkan setelah benda bergerak dengan kecepatan tinggi maka hasil kedua
metode akan berbeda dengan perhitungan eksak.
Kata Kunci : Gerak Jatuh Bebas, Koefisien Drag, Metode Euler, dan Metode Huen
PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan dalam gerak translasi adalah gerak jatuh bebas (free fall), yaitu gerak
yang tidak diberikan kecepatan awal dan hanya dipengaruh oleh gaya tarik dari gravitasi bumi. Gerak
jatuh bebas merupakan salah satu kasus dari permasalahan gerak di bidang mekanika, yang kemudian
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
120 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
dikembangkan dengan memberikan pengaruh tambahan kepada gaya yang bekerja pada benda
tersebut, yaitu sebuah gaya yang menghambat gerak tersebut, diantaranya adalah gaya tahanan udara.
Tahanan udara yang bekerja pada sebuah benda dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah
bentuk dari benda yang melakukan gerak jatuh bebas. Besarnya tahanan udara ini ditentukan dari
koefisien drag sebuah benda, dan terdapat berbagi macam nilai dari koefisien drag yang sangat
bergantung pada model bendanya. Telah dilakukan penelitian terhadap pengaruh koefisien drag pada
benda jatuh bebas dengan menggunakan metode Euler yaitu metode yang paling umum digunakan
dalam menyelesaikan persamaan diferensial biasa (PDB/ODE). Terdapat beberapa metode yang sering
digunakan antara lain adalah metode Euler, metode Runga-Kutta dan metode Huen yang merupakan
perbaikan dari metode Euler. Tujuan penelitian ini adalah membuat program komputer yang
membandingkan antara metode Euler dengan metode Huen pada kasus pengaruh koefisien drag pada
gerak benda jatuh bebas.
DASAR TEORI
Ketika sebuah benda dilepaskan dari ketinggian h tanpa kecepatan awal dan hanya dipengaruhi
oleh gravitasi bumi maka percepatan yang dialami benda sebesar percepatan gravitasi bumi di tempat
terjadi kejadian tersebut. Gerak benda ini disebut sebagai gerak jatuh bebas. Besarnya kecepatan benda
pada setiap saat adalah
𝑣𝑡 = −𝑔𝑡 (1)
Tanda negatif berarti kecepatan benda mengarah ke bawah, dan 𝑔 adalah percepatan gravitasi bumi.
Sedangkan jarak tempuh benda sebesar
𝑦 =1
2𝑔𝑡2 (2)
Udara merupakan salah satu contoh dari fluida sehingga diterapkan prinsip-prinsip fluida dalam
membahas hambatan yang disebabkan oleh udara pada gerak benda yang jatuh bebas.
Arah gaya hambat fluida yang bekerja pada suatu benda selalu berlawanan dengan arah kecepatan
benda tersebut. Besarnya hambatan fluida bertambah dengan bertambahnya kecepatan benda yang
melalui fluida, hal ini berlawanan dengan karakteristik gaya gesek kinetik diantara dua permukaan benda
yang bersentuhan dimana besarnya gaya gesek kinetik tidak dipengaruhi oleh kecepatan. Secara umum
persamaan gaya hambat suatu fluida dinyatakan dengan persamaan
𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −𝐵1𝑣 − 𝐵2𝑣2 (3)
𝑣 menyatakan kecepatan benda, B1 dan B2 merupakan konstanta adapun tanda minus (-) menyatakan
bahwa arah gaya hambat ini berlawanan dengan arah gerak benda.
Jika suatu benda bergerak dengan kecepatan rendah maka besarnya gaya hambat fluida
sebanding dengan kecepatan benda tersebut sehingga persamaan (3) dapat dinyatakan dalam bentuk
𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −𝐵1𝑣 (4)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
121 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Apabila benda bergerak dengan kecepatan tinggi, maka besarnya gaya fluida sebanding dengan kuadrat
kecepatan benda tersebut. Pada kecepatan rendah maka suku pertama yang mendominasi dan koefisien
B1 dapat dihitung untuk benda dengan bentuk teratur. Sedangkan pada kecepatan tinggi maka suku
kedua yang mendominasi.
Pada kasus ini besarnya gaya hambat sebanding dengan kuadrat laju benda. Nilai B2 tidak dapat
dihitung secara eksak bahkan untuk benda sederhana seperti bola, apalagi jika bentuk bendanya cukup
rumit. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperkirakan nilai B2 dengan cara berikut, misalkan
sebuah benda bergerak dalam udara yang mendorong udara tersebut, massa udara yang dipindahkan
karena dorongan benda dalam waktu ∆𝑡 adalah 𝑚𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 𝜌𝐴𝑣∆𝑡 dengan 𝜌 menyatakan kerapatan
udara dan 𝐴 adalah luas permukaan benda, sehingga energi kinetiknya menjadi
𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ≈1
2𝑚𝑣2 (5)
besarnya gaya kinetik ini sama dengan usaha yang dilakukan gaya gesek (gaya yang bekerja pada
benda karena hambatan udara) dalam waktu ∆𝑡, sehingga
𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘𝑣 ∆𝑡 = 𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 (6)
dengan menggabungkan persamaan (5) dan (6) diperoleh persamaan berikut
𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −1
2𝐶𝜌𝐴𝑣2
dengan 𝐶 menyatakan koefisien gesek yang dikenal sebagai koefisien drag.
Adanya gesekan udara dengan benda maka benda mendapatkan gaya gesek yang disebut
dengan gaya hambat udara, yang arahnya berlawanan dengan arah gerak benda (Gambar 1)
m
W
fg
Gambar 1. Sebuah benda jatuh bebas dengan adanya hambatan udara
Sebuah benda dengan dengan massa m, jatuh bebas akibat pengaruh gravitasi bumi dan
mendapatkan gaya hambat oleh udara sebesar 𝑓𝑔, dengan menerapkan hukum Kedua Newton kepada
sistem tersebut,
∑ = 𝑚 ⟹ 𝑊 − 𝑓𝑔 = 𝑚 (7)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
122 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
dimana 𝑊 adalah gaya berat benda 𝑊 = 𝑚𝑔, dan 𝑓𝑔 adalah gaya gesek yang berupa gaya hambat
udara yagn besarnya bergantung pada koefisien drag (𝐶), luas penampang dan kuadrat kecepatan (𝑣2)
dari benda, maka didapatkan
𝑎 = 𝑔 −𝐶𝜌𝐴𝑣2
2 𝑚 (8)
Dalam metode numerik terdapat beberapa metode atau cara untuk menyelesaikan permasalahan
matematika yang didalamnya terdapat permasalahan diferensial biasa, diantaranya yang terkenal adalah
metode Euler dan metode Huen.
Secara umum metode Euler dituliskan sebagai
𝑦(𝑥𝑟+1) = 𝑦(𝑥𝑟) + ℎ𝑓(𝑥𝑟 , 𝑦𝑟) (9)
dimana ℎ = 𝑥𝑟+1 − 𝑥𝑟 .
Sedangkan metode Huen dituliskan sebagai
𝑦𝑟+1 = 𝑦𝑟 +ℎ
2[𝑓(𝑥𝑟 , 𝑦𝑟) + 𝑓(𝑥𝑟+1, 𝑦𝑟+1)] (10)
dimana ℎ = 𝑥𝑟+1 − 𝑥𝑟 .
Tujuan penelitian ini adalah membuat program komputer yang membandingkan antara metode Euler dengan metode Huen pada kasus pengaruh koefisien drag pada gerak benda jatuh bebas.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian dasar, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menerapkan suatu
teori, metode atau konsep fisika dan pemograman terhadap fenomena gerak jatuh bebas pada benda
yang memiliki koefisien drag.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang didapat pada penelitian ini berupa program yang dibuat dengan menggunakan program
MS Excel 2016, yang dibuat berdasarkan persamaan 8, 9 dan 10. Program yang dibuat menggunakan
perintah dasar perulangan (looping atau iterasi). Perulangan yang dilakukan terhadap variabel
masukkan waktu, dikarenakan kedudukan bola merupakan fungsi dari waktu. Proses perulangan
dilakukan sampai dengan jarak sekitar 100 m. Proses ini dilakukan untuk kedua metode yaitu metode
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
123 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Euler dan metode Huen, serta dilakukan juga penghitunga secara langsung yang sering disebut dengan
perhitungan eksak (nilai eksak).
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini berupa program yang dibuat dengan menggunakan
program MS Excel 2016, yang dibuat berdasarkan persamaan 8, 9 dan 10. Nilai masukkan awal untuk
simulasi yang dilakukan pada persamaan efek magnus adalah sebagai berikut :
Nilai percepatan gravitasi bumi (g) = 9,8 m/s2
Nilai rapat udara (ρ) = 1,2 kg/m3
Massa bola (m) = 0,5 kg
Jari-jari bola (r) = 0,05 m
Kasus 1, Koefisien Drag = 0.
Pada kasus dengan koefisien Drag bernilai 0, atau dengan kata lain berupa kasus gerak jatuh
bebas ideal yaitu tidak adanya gaya gesek, didapatkan ketiga hasil perhitungan memberikan hasil yang
hampir sama, hal ini terlihat pada gambar 2, dimana plot dari ketiga grafik saling berhimpitan.
Gambar 2. Posisi Benda untuk koefisien drag = 0
Sedangkan hasil perhitungan kecepatan benda dengan menggunakan ketiga metode diberikan pada
gambar 3.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
124 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 3. Nilai kecepatan benda untuk koefisien drag = 0
Sedangkan hasil perhitungan kecepatan benda dengan menggunakan ketiga metode diberikan pada
gambar 3. Dari gambar 3, terlihat bahwa ketiga metode memberikan hasil yang sama sehingga plot grafik
saling berhimpitan, dan plot grafik berbentuk garis lurus yang linear. Dari hasil ini didapatkan bahwa
belum adanya pengaruh dari gaya gesek dengan udara.
Kasus 2, Koefisien Drag = 0,1.
Pada kasus dengan koefisien Drag bernilai 0,1, dengan nilai ini maka telah muncul pengaruh efek
dari gaya gesek dengan udara. Hasil dari perhitungan diberikan pada gambar 4.
Gambar 4. Posisi Benda untuk koefisien drag = 0,1.
Dari gambar 4, terlihat bahwa ketiga metode masih memperlihatkan hasil yang sama, hal ini
terlihat dari plot posisi terhadap waktu untuk ketiga metode masih saling berhimpitan, tetapi di selang
waktu yang besar 𝑡 > 6, mulai terlihat pemisahan plot grafik dari ketiga metode tersebut.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
125 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 5. Kecepatan Benda untuk koefisien drag = 0,1.
.
Dari gambar 5, terlihat bahwa untuk selang waktu awal (𝑡 < 4) ketiga metode memberikan hasil
yang sama dan kurvanya masih berbentuk linear, sedangkan untuk selang waktu setelah itu mulai terjadi
pemisahan hasil untuk metode Euler dan ketiga garis tidak lagi berbentuk linear. Ketidaklinearan grafik
memberikan informasi bahwa nilai kecepatan benda sudah tidak lagi berubah secara linear tetapi telah
berubah secara kuadratis, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari koefisien drag yang
mempengaruhi nilai percepatan benda.
Kasus 3, Koefisien Drag = 0,2.
Pada kasus dengan koefisien Drag bernilai 0,2, dengan nilai ini maka pengaruh efek dari gaya gesek
dengan udara semakin nampak. Hasil dari perhitungan diberikan pada gambar 6.
Gambar 6. Posisi Benda untuk koefisien drag = 0,2.
Dari gambar 6, terlihat bahwa ketiga metode masih memperlihatkan hasil yang sama, hal ini
terlihat dari plot posisi terhadap waktu untuk ketiga metode masih saling berhimpitan, tetapi di selang
waktu yang besar 𝑡 > 4, mulai terlihat pemisahan plot grafik dari ketiga metode tersebut.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
126 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 7. Posisi Kecepatan untuk koefisien drag = 0,2.
Dari gambar 7, terlihat bahwa untuk selang waktu awal (𝑡 < 3) ketiga metode memberikan hasil
yang sama dan kurvanya masih berbentuk linear, sedangkan untuk selang waktu setelah itu mulai terjadi
pemisahan hasil untuk metode Euler dan ketiga garis tidak lagi berbentuk linear. Ketidaklinearan grafik
memberikan informasi bahwa nilai keceaptan benda sudah tidak lagi berubah secara linear tetapi telah
berubah secara kuadratis, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari koefisien drag yang
mempengaruhi nilai percepatan benda.
Kasus 4, Koefisien Drag = 0,5.
Pada kasus dengan koefisien Drag bernilai 0,5, dengan nilai ini maka pengaruh efek dari gaya gesek
dengan udara semakin nampak. Hasil dari perhitungan diberikan pada gambar 6.
Gambar 8. Nilai Posisi Benda pada nilai koefisien drag = 0,5
Dari gambar 8, terlihat bahwa ketiga metode masih memperlihatkan hasil yang sama, hal ini
terlihat dari plot posisi terhadap waktu untuk ketiga metode masih saling berhimpitan, tetapi di selang
waktu yang besar 𝑡 > 3,5, mulai terlihat pemisahan plot grafik dari ketiga metode tersebut.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
127 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 9. Nilai keceptan Benda pada nilai koefisien drag = 0,5
Dari gambar 9, terlihat bahwa untuk selang waktu awal (𝑡 < 2) ketiga metode memberikan hasil
yang sama dan kurvanya masih berbentuk linear, sedangkan untuk selang waktu setelah itu mulai terjadi
pemisahan hasil untuk metode Euler dan ketiga garis tidak lagi berbentuk linear. Ketidaklinearan grafik
memberikan informasi bahwa nilai keceaptan benda sudah tidak lagi berubah secara linear tetapi telah
berubah secara kuadratis, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari koefisien drag yang
mempengaruhi nilai percepatan benda.
Kasus 5, Koefisien Drag = 1,0.
Untuk memberikan hasil yang ekstrim maka dipilih koefisien yang agak besar yaitu 1,0. Hasil yang
didapat berupa plot grafik antara posisi benda terhadap waktu untuk ketiga hasil perhitungan diberikan
pada gambar 10.
Gambar 10. Posisi Benda pada nilai koefisien drag = 1,0
Dari gambar 10, terlihat bahwa pola grafik untuk posisi benda terhadap waktu untuk ketiga metode
hampir sama dengan hasil dengan koefisien drag sebelumnya, hanya terjadi pergeseran waktu untuk
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
128 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
mencapai titik tertentu seperti nilai 100 dicapai dengan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan nilai
koefisien drag pada kasus-kasus sebelumnya, yaitu dengan waktu yang lebih dari 5, kecuali metode
Huen memberikan waktu yang masih di bawah 5.
Gambar 11, memperlihatkan grafik nilai kecepatan terhadap waktu. Hasil yang didapatkan bahwa
plot grafiknya hampir sama dengan kasus-kasus sebelumnya, yaitu nilai kecepatan metode Huen dan
Eksak masih berhimpitan sedangkan untk metode Euler, tidak lagi berhimpit dan semakin menjauh dari
nilai metode Huen dan Eksak.
Gambar 11. Posisi Benda pada nilai koefisien drag = 1,0
Untuk selang waktu yang < 1,5, maka ketiga plot grafik masih saling berhimpitan dan membentuk
grafik yang linear sedangkan setelah selang waktu tersebut maka plot ketiga gfarik masih memberikan
trend yang sama yaitu bentuk kuadratik tetapi terjadi perbedaan nilai untuk metode Euler.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Universitas Cenderawasih yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Alan M. Nathan, The effect of spin on the flight of a baseball, Am. J. Phys., Vol. 76, No. 2, February 2008
Benson, H., 1991, University Physics, John Wiley and Sons Inc, New York.
Carre, M. J., et all, The curve kick of a football II: flight through the air, Journal Sports Engineering Volume
5, 193–200, Blackwell Science Ltd.
Crespo da Silva, 2004, Intermediate Dynamics : Complemented with Simulations and Animations,
McGraw Hill, printed in Singapore.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
129 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Cayzac, R., et all, Magnus effect: Physical Origin and Numerical Prediction, Journal of Applied Mechanics
, American Society of Mechanical Engineers, September 2011.
Dianto, Analisis Lintasan Gerak Bola yang Memiliki Spin dalam Permainan Sepak bola”, Proseding
Seminar Fisika 2011, UniveristasNegeri Surabaya.
Halliday, D., R. Resnick, J. Walker, 2001, Fundamentals of Physics Extended, Sixth Edition, John Wiley
and Sons Inc, New York.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
130 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P17
SIMULASI NUMERIK PENGARUH UKURAN BAHAN PADA GERAK
BENDA JATUH BEBAS YANG DIPENGARUHI OLEH KOEFISIEN DRAG
Samuel C. G. B. Narahawarin dan Rahman
Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih
Email: [email protected]
ABSTRAK
Dengan adanya pengaruh koefisien drag pada gerak benda jatuh bebas maka akan memberikan gaya
gesek antar benda dan udara di sekellilingnya, sehingga gerak tersebut akan tidak sesuai lagi dengan
kondisi ideal untuk gerak benda jatuh bebas. Dimensi dari benda yang jatuh bebas akan mempengaruhi
besarnya gaya gesek tersebut. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode komputasi
dengan menggunakan metode Euler terhadap persamaan gerak benda jatuh bebas dengan memvariasi
ukuran bahan yang dijatuhkan. Hasil penelitian yang didapatkan adalah adanya pengaruh dari ukuran
benda terhadap gerak benda yang jauh bebas pada kasus adanya koefisien drag. Semakin besar ukuran
bahan maka makin besar gaya gesek yang dirasakan benda sehingga akan memperlambat gerak benda.
Waktu tempuh benda bertambah secara linear dengan pertambahan ukuran bahan.
Kata Kunci : Gerak Jatuh Bebas, Koefisien Drag, Metode Euler, dan ukuran bahan.
PENDAHULUAN
Salah satu metode yang digunakan untuk mengungkap fenomena fisika selain metode yang sering
digunakan yaitu metode pengkajian teoritis dan eksperimental adalah dengan memanfaatkan kemajuan
komputer dan kemudahan yang ditawarkan oleh metode numerik yaitu metode komputasi. Fenomena
fisis yang sering kita jumpai fenomena yang berkaitan dengan cabang ilmu fisika yaitu mekanika
diantaranya adalah permasalahan gerak dari sebuah benda. Gerak sebuah benda dikelompokkan dalam
tiga buah gerak yaitu gerak translasi, gerak rotasi dan gerak vibrasi. Untuk mempermudah mempelajari
gerak-gerak tersebut maka dibahas dalam kajian yang terpisah-pisah, karena jika ketiganya dibahas
dalam waktu yang bersamaan akan memeunculkan kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematis
yang akan dihadapi oleh pemodelan gerak yang kompleks ke dalam persamaan-persamaan matematis.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
131 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Salah satu permasalahan dalam gerak translasi adalah gerak jatuh bebas (free fall), yaitu gerak
yang tidak diberikan kecepatan awal dan hanya dipengaruh oleh gaya tarik dari gravitasi bumi. Gerak
jatuh bebas merupakan salah satu kasus dari permasalahan gerak di bidang mekanika, yang kemudian
dikembangkan dengan memberikan pengaruh tambahan kepada gaya yang bekerja pada benda
tersebut, yaitu sebuah gaya yang menghambat gerak tersebut, diantaranya adalah gaya tahanan udara.
Tahanan udara yang bekerja pada sebuah benda dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya
adalah bentuk dari benda yang melakukan jatuh bebas. Besarnya tahanan udara ini ditentukan dari
koefisien drag sebuah benda, dan terdapat berbagi macam nilai dari koefisien darag yang sangat
bergantung pada model bendanya.
Berdasarkan kenyataan ini maka perlu dilakukan sebuah peneltian yang mencari pengaruh dari
bentuk benda yang tertuang dalam sebuah koefisen yaitu koefisien drag sehingga memberikan
pemahaman pengaruhnya terhadap gerak jatuh bebas dari sebuah benda.
Tujuan penelitian adalah membuat program komputer yang memasukkan pengaruh dari ukuran
bahan pada gerak benda yang dipengaruhi oleh koefisien drag pada gerak jatuh bebas sebuah benda
dan menganalisa hasil komputasi yang didapatkan.
DASAR TEORI
Ketika sebuah benda dilepaskan dari ketinggian h tanpa kecepatan awal dan hanya dipengaruhi
oleh gravitasi bumi maka percepatan yang dialami benda sebesar percepatan gravitasi bumi di tempat
terjadi kejadian tersebut. Gerak benda ini disebut sebagai gerak jatuh bebas. Besarnya kecepatan
benda pada setiap saat adalah
𝑣𝑡 = −𝑔𝑡 (1)
Tanda negatif berarti kecepatan benda mengarah ke bawah, dan 𝑔 adalah percepatan gravitasi bumi.
Sedangkan jarak tempuh benda sebesar
𝑦 =1
2𝑔𝑡2 (2)
Udara merupakan salah satu contoh dari fluida sehingga diterapkan prinsip-prinsip fluida dalam
membahas hambatan yang disebabkan oleh udara pada gerak benda yang jatuh bebas.Arah gaya
hambat fluida yang bekerja pada suatu benda selalu berlawanan dengan arah kecepatan benda tersebut.
Besarnya hambatan fluida bertambah dengan bertambahnya kecepatan benda yang melalui fluida, hal
ini berlawanan dengan karakteristik gaya gesek kinetik diantara dua permukaan benda yang bersentuhan
dimana besarnya gaya gesek kinetik tidak dipengaruhi oleh kecepatan. Secara umum persamaan gaya
hambat suatu fluida dinyatakan dengan persamaan
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
132 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −𝐵1𝑣 − 𝐵2𝑣2 (3)
𝑣 menyatakan kecepatan benda, B1 dan B2 merupakan konstanta adapun tanda minus (-) menyatakan
bahwa arah gaya hambat ini berlawanan dengan arah gerak benda.
Jika suatu benda bergerak dengan kecepatan rendah maka besarnya gaya hambat fluida
sebanding dengan kecepatan benda tersebut sehingga persamaan (3) dapat dinyatakan dalam bentuk
𝐹𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −𝐵1𝑣 (4)
Apabila benda bergerak dengan kecepatan tinggi, maka besarnya gaya fluida sebanding dengan
kuadrat kecepatan benda tersebut. Pada kecepatan rendah maka suku pertama yang mendominasi dan
koefisien B1 dapat dihitung untuk benda dengan bentuk teratur. Sedangkan pada kecepatan tinggi maka
suku kedua yang mendominasi.
Pada kasus ini besarnya gaya hambat sebanding dengan kuadrat laju benda. Nilai B2 tidak dapat
dihitung secara eksak bahkan untuk benda sederhana seperti bola, apalagi jika bentuk bendanya cukup
rumit. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperkirakan nilai B2 dengan cara berikut, misalkan
sebuah benda bergerak dalam udara yang mendorong udara tersebut, massa udara yang dipindahkan
karena dorongan benda dalam waktu ∆𝑡 adalah 𝑚𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 = 𝜌𝐴𝑣∆𝑡 dengan 𝜌 menyatakan kerapatan
udara dan 𝐴 adalah luas permukaan benda, sehingga energi kinetiknya menjadi
𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ≈1
2𝑚𝑣2 (5)
besarnya gaya kinetik ini sama dengan usaha yang dilakukan gaya gesek (gaya yang bekerja pada
benda karena hambatan udara) dalam waktu ∆𝑡, sehingga
𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘𝑣 ∆𝑡 = 𝐸𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 (6)
dengan menggabungkan persamaan (5) dan (6) diperoleh persamaan berikut
𝑓𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 ≈ −1
2𝐶𝜌𝐴𝑣2 (7)
dengan 𝐶 menyatakan koefisien gesek yang dikenal sebagai koefisien drag.
Sebuah benda dengan dengan massa m, jatuh bebas akibat pengaruh gravitasi bumi dan
mendapatkan gaya hambat oleh udara sebesar 𝑓𝑔, dengan menerapkan hukum Kedua Newton kepada
sistem tersebut,
∑ = 𝑚 ⟹ 𝑊 − 𝑓𝑔 = 𝑚 (8)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
133 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
dimana 𝑊 adalah gaya berat benda 𝑊 = 𝑚𝑔, dan 𝑓𝑔 adalah gaya gesek yang berupa gaya hambat
udara yang besarnya bergantung pada koefisien drag (𝐶), luas penampang dan kuadrat kecepatan
(𝑣2) dari benda, maka didapatkan
𝑎 = 𝑔 −𝐶𝜌𝐴𝑣2
2 𝑚 (9)
Dari persamaan 9, terdapat besaran A yang menggambarkan dari ukuran benda yang sedang jatuh
bebas.
Dengan menerapkan salah satu metode numerik yaitu sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi yaitu metode Euler maka persamaan 2 dapat diselesaikan secara numerik, yaitu
𝑣(𝑡 + ∆𝑡) = 𝑣(𝑡) + 𝑎(𝑡) ∆𝑡 (10)
𝑦(𝑡 + ∆𝑡) = 𝑦(𝑡) + 𝑣(𝑡) ∆𝑡 (11)
dimana 𝑣(𝑡 + ∆𝑡) adalah kecepatan benda pada waktu (𝑡 + ∆𝑡), 𝑦(𝑡 + ∆𝑡)adalah posisi benda
pada waktu (𝑡 + ∆𝑡), adalah posisi benda pada waktu 𝑡 sedangkan ∆𝑡 adalah besar penambahan
waktu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian dasar, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menerapkan suatu
teori, metode atau konsep fisika dan pemograman terhadap fenomena gerak jatuh bebas pada benda
yang memiliki koefisien drag.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini berupa program yang dibuat dengan menggunakan
program MS Excel 2016, yang dibuat berdasarkan persamaan 8, 9 dan 10. Nilai masukkan awal untuk
simulasi yang dilakukan pada persamaan efek magnus adalah sebagai berikut
Nilai percepatan gravitasi bumi (g) = 9,8 m/s2
Nilai rapat udara (ρ) = 1,2 kg/m3
Massa bola (m) = 0,5 kg
Koefisien Drag = 0,5
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
134 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Sedangkan ukuran bahan dibuat dengan menvariasi jari-jari benda dikarenakan benda yang
dipakai dianggap berbentuk bola sehingga luas penampangnya menggunakan luas penampang bola.
Ukuran jari-jari bola yang digunakan adalah 0,01- 0,05 satuan panjang. Sebagai pembanding juga
diberikan gerak jatuh bebas yang tanpa adanya efek dari koefisien drag.
Gambar 1. Waktu tempuh benda dari ketinggian 100 m, pada benda yang berikan koefisien drag dan
tidak diberikan koefisien drag.
Pada gambar 1, terlihat bahwa waktu tempuh benda yang dijatuhkan dari ketinggian yang sama
dan dengan ukuran jari-jari yang sama mengalami perbedaan, yaitu untuk yang diberikan koefisien drag
memiliki waktu yang lebih lama yaitu sekitar 4,6 s sedangkan yang tidak diberikan koefisien drag memiliki
waktu tempuh sekitar 4,5 s. Perbedaan ini memberikan kita informasi bahwa dengan adanya koefisien
drag maka akan memunculkan gaya gesek oleh udara terhadap benda yang menghambat pergerakkan
benda.
Pada gerak jatuh bebas nilai percepatan yang dialami benda harusnya konstan yaitu sebesar
percepatan gravitasi bumi yang pada simulasi ini diberikan dengan nilai 9,8. Dengan adanya koefisien
drag maka nilai percepatan yang dialami benda tidak lagi konstan.
0
20
40
60
80
100
120
0 1 2 3 4 5
c0r0.01 c0.50.01
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
135 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 2. Waktu tempuh benda dari ketinggian 100 m, unuk beberapa nilai ukuran benda
Pada gambar 2, terlihat bahwa dengan bertambahnya ukuran benda maka semakin besar waktu
yang ditempuh untuk jatuh dari ketinggian 100. Membesarnya ukuran jari-jari dari benda maka akan
memperbesar daerah kontak antara udara dan benda sehingga memperbesar gaya gesek yang dialami
oleh benda, sehingga akan memperlambat gerak benda.
Gambar 3. Grafik hubungan antara ukuran bahan dengan waktu tempuh
Pada gambar 3, terlihat bahwa hubungan antara ukuran jari-jari benda dengan waktu tempuh
adalah linear dengan persamaan 𝑦 = 43𝑥 + 0,03.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
136 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
KESIMPULAN
Dari simulasi yang dilakukan terlihat bahwa ukuran bahan mempengaruhi waktu tempuh dari
benda yang jatuh bebas dengan adanya koefisien drag, sedangkan jika gerak benda merupakan gerak
jatuh bebas ideal maka ukuran bahan tidak akan mempengaruhi waktu tempuh dari jatuhnya benda.
DAFTAR PUSTAKA
Alan M. Nathan, The effect of spin on the flight of a baseball, Am. J. Phys., Vol. 76, No. 2, February
2008
Benson, H., 1991, University Physics, John Wiley and Sons Inc, New York.
Carre, M. J., et all, The curve kick of a football II: flight through the air, Journal Sports Engineering
Volume 5, 193–200, Blackwell Science Ltd.
Crespo da Silva, 2004, Intermediate Dynamics : Complemented with Simulations and Animations,
McGraw Hill, printed in Singapore.
Cayzac, R., et all, Magnus effect: Physical Origin and Numerical Prediction, Journal of Applied
Mechanics , American Society of Mechanical Engineers, September 2011.
Dianto, Analisis Lintasan Gerak Bola yang Memiliki Spin dalam Permainan Sepak bola”, Proseding
Seminar Fisika 2011, UniveristasNegeri Surabaya.
Halliday, D., R. Resnick, J. Walker, 2001, Fundamentals of Physics Extended, Sixth Edition, John Wiley
and Sons Inc, New York.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
137 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P18
ANALISIS KEMAMPUAN CRITICAL THINKING MAHASISWA
DALAM PEMECAHAN MASALAH VOLUM BENDA PUTAR
Mayor M.H. Manurung Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Cenderawasih
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Pada penelitian ini penggabungan metode kuantitatif dan metode kualitatif yang digunakan secara
bersama-sama, yang bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan critical thinking mahasiswa dalam
menyelesaikan soal tentang volum benda putar. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program
Studi Pendidikan Matematika yang menempuh mata kuliah Kalkulus Integral yang berjumlah 48
mahasiswa. Pengambilan data diperoleh dari hasil tes berpikir kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
5 mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya tinggi, 18 mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya sedang,
dan 25 mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya rendah.
Kata Kunci : critical thinking, pemecahan masalah, volum benda putar
PENDAHULUAN
Matematika merupakan cabang ilmu yang dianggap sangat penting oleh sebagian besar
masyarakat. Begitu pentingnya matematika sehingga semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar
sampai perguruan tinggi mempelajari matematika. Belajar matematika adalah belajar memaknai dan
mengkomunikasikan ide matematika dengan bahasa yang sederhana, selain belajar simbol-simbol,
prosedur, atau formulasi matematis. Sesuai pendapat Alfeld (2000), kemampuan matematika meliputi:
explain mathematical concepts and facts in terms of simpler concepts and facts, easily make logical
connections between different facts and concepts, recognize the connection when you encounter
something new (inside or outside of mathematics) that's close to the mathematics you understand, and
identify the principles in the given piece of mathematics that make everything work.
Menurut Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan, disebutkan
agar kompetensi lulusan menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam
pengambilan keputusan. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan oleh mahasiswa mengingat bahwa
dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dan memungkinkan siapa saja
bisa memperolah informasi secara cepat dan mudah dengan melimpah dari berbagai sumber dan tempat
manapun di dunia. Hal ini mengakibatkan cepatnya perubahan tatanan hidup serta perubahan global
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
138 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
dalam kehidupan. Jika para mahasiswa tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kritis maka mereka
tidak akan mampu mengolah, menilai dan mengambil informasi yang dibutuhkannya untuk menghadapi
tantangan tersebut.
Kalkulus Integral merupakan salah satu mata kuliah yang harus ditempuh mahasiswa program
studi pendidikan matematika pada tahun pertama semester genap. Deskripsi mata kuliah ini adalah
mahasiswa memahami konsep integral tak tentu dan integral tertentu, teorema dasar kalkulus untuk
integral, integral tak wajar serta terampil menerapkannya dalam berbagai masalah. Dari deskripsi mata
kuliah tersebut tersirat bahwa pada perkuliahan Kalkulus Integral harus mengoptimalkan kemampuan
berpikir mahasiswa yang didalamnya terdapat kemampuan critical thinking (berpikir kritis). Berpikir kritis
merupakan proses intelektual yang meliputi mengaplikasikan, menganilisis, mensintesis, mengevaluasi
informasi, mengobservasi, sebagai dasar untuk mempercayai dan melakukan sesuatu (NTCM, 2000).
Krulik dan Rudnik (1999) mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir yang menguji,
mengkaitkan/menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari suatu masalah. Berpikir kritis
meliputi kemampuan mengelompokkan, mengorganisasikan, dan mengingat dan menganalisis
informasi. Berpikir kritis adalah berpikir analitis dan refleksif. Menurut Wade (dalam Filsaime, 2008)
kemampuan-kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan-kemampuan 1) mengajukan berbagai
pertanyaan; 2) mengidentifikasi masalah; 3) menguji fakta-fakta; 4) menganalisis asumsi dan bias; 5)
menghindari penalaran emosional; 6) menghindari oversimplikasi; 7) mempertimbangkan interpretasi
lain; dan 8) mentoleransi ambiguitas.
Salah satu materi Kalkulus Integral yang tepat untuk mengembangkan kemampuan critical
thinking mahasiswa adalah volum benda putar. Pada materi tersebut memungkinkan dosen untuk
melatih kemampuan critical thinking mahasiswa, yaitu dengan cara membuat pertanyaan analisis.
Pertanyaan analisis adalah pertanyaan yang menuntut mahasiswa memecah permasalahan kompleks
menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana dan menentukan hubungan saling terkait antara masing-
masing bagian. Dengan demikian selama pembelajaran para mahasiswa dilatih untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kritisnya yang diharapkan nantinya diharapkan lebih baik dalam pemahaman
konsep pada materi tersebut dan materi-materi yang membutuhkan kemampuan analisis lainnya.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan critical thinking mahasiswa
dalam menyelesaikan soal tentang volum benda putar. Diharapkan dari penelitian ini, mahasiswa
sebagai calon guru matematika dapat terlatih dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya,
sehingga ketika menjadi guru terbiasa untuk membuat soal-soal HOTs yang menumbuhkembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa dan para mahasiswa semakin terpacu dalam belajar khususnya dalam
mengembangkan kemampuan representasi matematikanya, dan juga terlatih dalam menyampaikan
argumen.
TINJAUAN PUSTAKA Berpikir Kritis
Renstein dan Lander (1990) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah proses memahami
bagaimana jalannya proses berpikir dan pembelajaran, menggunakan kemampuan yang lebih tinggi
untuk memahami permasalahan, menganalisa, menyintesis, dan menilai suatu ide secara logis.
Anderson (2004) menyatakan bila berpikir kritis dikembangkan, seseorang akan cenderung untuk
mencari kebenaran, berpikir terbuka dan toleran terhadap ide-ide baru, dapat menganalisis masalah
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
139 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
dengan baik, berpikir secara sistematis, penuh rasa ingin tahu, dewasa dalam berpikir, dan dapat berpikir
kritis secara mandiri. Krulik dan Rudnik (1999) mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir yang menguji,
mengkaitkan/menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari suatu masalah. Berpikir kritis
meliputi kemampuan mengelompokkan, mengorganisasikan, dan mengingat dan menganalisis
informasi. Berpikir kritis adalah berpikir analitis dan refleksif.
Beyer (Walker, 1997) mengelaborasi aspek-aspek esensial dalam berpikir kritis sebagai berikut:
a. Dari sisi watak, pemikir kritis mesti skeptis, berpikiran terbuka, adil/jujur, menghormati penalaran yang
berdasarkan bukti, respek terhadap kejelasan dan kepersisan, mau melihat dari berbagai sudut
pandang yang berbeda, dan konsekuen dengan hasil berpikirnya.
b. Dari sisi kriteria, mesti ada kejelasan kriteria yang dipakai, relevan; akurat faktanya, didasarkan pada
sumber yang kredibel, tepat, tanpa bias; logika yang digunakan konsisten, bebas dari kesalahan
nalar, dan didasari oleh peneralan yang kuat.
c. Dari sisi argumen, argumen yang digunakan mesti memuat pernyataan atau peroposisi yang
didukung oleh bukti, yang didalamnya ada proses identifikasi, evaluasi, dan perancangan argumen.
d. Dari sisi penalaran, dibutuhkan kemampuan menyimpulkan sesuatu dari banyak premis, termasuk
menilai hubungan logis antara pernyataan dan data.
e. Dari sisi sudut pandang, dalam memperoleh pemahaman, pemikir kritis mesti melihat fenomena dari
beberapa sudut pandang yang berbeda. Dari sisi prosedur penerapan kriteria, berpikir kritis bisa
menggunakan banyak prosedur seperti mengajukan pertanyaan, membuat keputusan, dan
indentifikasi asumsi.
Ennis (Patrick, 1986) merinci 12 aspek yang menjadi ciri berpikir kritis analitis sebagai berikut:
1. mampu menangkap arti suatu pertanyaan;
2. mampu menilai kerancuan (ambiguity) dalam jalur penalaran;
3. mampu menilai apakah pertanyaan-pertanyaan yang terungkap bertentangan satu sama lain;
4. mampu menilai apakah keputusan atau kesimpulan sudah waktunya untuk diambil;
5. mampu menilai apakah suatu pernyataan sudah cukup jelas dan spesifik untuk diungkapkan;
6. mampu menilai apakah ada aplikasi prinsip-prinsip tertentu dalam suatu pernyataan;
7. mampu menilai apakah suatu pernyataan dari suatu pengamatan dapat diandalkan;
8. mampu menilai apakah kesimpulan indukstif dari suatu fenomena dapat diakui kebenarannya;
9. mampu menilai apakah suatu masalah sudah teridentifikasi;
10. mampu menilai apakah suatu pernyataan itu asumsi atau bukan;
11. mampu menilai apakah suatu perumusan definisi sudah memadai;
12. mampu menilai pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh para ahli, baik setuju maupun tidak
setuju, dengan didasari argumentasi.
Dengan demikian berpikir kritis adalah suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep,
mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari
hasil observasi, pengalaman, refleksi, dimana hasilnya digunakan sebagai dasar untuk mengambil
tindakan. Berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui bertanya kritis. Pertanyaan-pertanyaan yang
mengajarkan kepada siswa untuk mengkonstruksi makna dan membangun hubungan-hubungan mental
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
140 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
cenderung bias menunjukkan berpikir kritis. Rubrik penilaian skor berpikir kritis dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Rubrik Penilaia Skor Berpikir Kritis
Nomor Soal
Aspek yang Dinilai Skor Keterangan
1 Ketepatan sketsa 0-3 0 Jika tidak mensketsa gambar atau salah semua
1 Jika sebagian kecil sketsa gambar benar
2 Jika sebagian besar sketsa gambar benar
3 Sketsa gambar benar
Keruntutan langkah pengerjaan
0-2 0 Jika tidak runtut 1 Jika sebagian langkah
pengerjaannya runtut 2 Langkah pengerjaannya runtut
Kebenaran tiap langkah
0-2 0 Jika jawaban tiap langkah salah 1 Jika ada jawaban yang salah 2 Jika setiap langkah benar
2 Kebenaran menyimpulkan
0-1 0 Jika kesimpulan salah atau tidak menjawab
1 Jika kesimpulan benar
Argumen 0-2 0 Jika tidak berargumen atau argumen salah
1 Jika sebagian argumen benar 2 Jika argumen benar
Keterangan:
Skor Maksimal : 10
Skor TBK mahasiswa kemudian dikategorikan dengan kriteria
1) Kemampuan berpikir kritisnya rendah (skor 0-3).
2) Kemampuan berpikir kritisnya sedang (skor 4-7).
3) Kemampuan berpikir kritisnya tinggi (skor 8-10).
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
Pada penelitian ini penggabungan metode kuantitatif dan metode kualitatif yang digunakan secara
bersama-sama. Metode kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis
mahasiswa terhadap materi volum benda putar. Sedangkan metode kualitatif mendeskripsikan tentang
kesulitan-kesulitan apa yang dialami mahasiswa dalam menyelesaikan soal tes berpikir kritis.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
141 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Tempat dan Subjek Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Matematika yang beralamat di jalan
Abepura-Sentani. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika
yang mengontrak mata kuliah Kalkulus Integral.
Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu: instrumen utama dan instrumen
pendukung. Dalam penelitian ini peneliti sebagai instrumen utama. Oleh karena itu pada saat
pengumpulan data di lapangan, peneliti sendiri yang mengumpulkan data dan mengikuti secara aktif
kegiatan subjek penelitian yang berhubungan dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui tes,
wawancara ataupun pengamatan.
Instrumen pendukung dalam penelitian ini meliputi:
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang secara umum bersifat terbuka yang
dirancang untuk mengungkap cara berpikir subjek dalam menyelesaikan soal operasi hitung. Teknik
wawancara yang akan digunakan adalah wawancara tak berstruktur, dimana peneliti belum
mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh sehingga peneliti harus banyak
mendengarkan apa yang diceritakan responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari
responden barulah peneliti akan mengajukan pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada tujuan.
2. Pengamatan dengan audio visual
Yaitu dengan merekam atau mencatat segala aktivitas yang dilakukan subjek.
Teknis Analisa Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan selama dan sesudah pengumpulan data yaitu dengan
menganalisis hasil jawaban mahasiswa pada lembar jawaban untuk tes kemampuan berpikir kritis dan
menganalisis hasil wawancara dengan mahasiswa untuk mendapatkan informasi kesulitan mahasiswa
dalam menguasai materi volum benda putar. Dimana proses aalisis terhadap hasil wawancara dilakukan
dengan mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Matematika. Subjek penelitian ini adalah
seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika yang sudah mengontrak mata kuliah Kalkulus
Integral yang berjumlah 52 orang. Ketika pelaksanaan tes, mahasiswa yang hadir berjumlah 48 orang, 4
orang tidak hadir.
Selanjutnya peneliti memberikan soal berpikir kritis yang terdiri dari 2 soal yaitu:
1. Apakah pernyataan di bawah ini Benar atau Salah:
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
142 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Pernyataan: “ daerah yang dibatasi oleh kurva 𝑦 = −𝑥2 + 𝑥 dan sumbu 𝑥 jika diputar terhadap
𝑥 = 0 dan 𝑥 = 1 mempunyai volum yang sama”. Berikan argumenmu.
2. Diketahui 𝑓(𝑥) dan 𝑔(𝑥) adalah fungsi kontinu non- egatif. Jika 𝑓(𝑥) < 𝑔(𝑥) < 𝑘 untuk setiap
𝑎 < 𝑥 < 𝑏, maka susunlah integral (tanpa menghitungnya) untuk menentukan volum benda
putar yang terjadi jika daerah yang dibatasi kurva 𝑦 = 𝑓(𝑥), 𝑦 = 𝑔(𝑥), 𝑥 = 1 dan 𝑥 = 𝑏 diputar
terhadap garis 𝑦 = 𝑘, dengan terlebih dahulu mensketsa gambarnya?
Setelah dilakukan pembelajaran materi volum benda putar dengan tugas yang memuat
pertanyaan-pertanyaan analisis, mahasiswa diberikan tes berpikir kritis. Berikut hasil tes berpikir kritis
mahasiswa pada TBK.
Tabel 2. Hasil Tes Berpikir Kritis (TBK)
Nomor Mahasiswa
TBK Nomor Mahasiswa
TBK
Skor Keterangan Skor Keterangan
1 2 R 25 1 R
2 4 S 26 2 R
3 8 T 27 3 R
4 5 S 28 7 S
5 3 R 29 4 S
6 3 R 30 2 R
7 6 S 31 4 S
8 0 R 32 5 S
9 0 R 33 4 S
10 0 R 34 1 R
11 8 T 35 0 R
12 6 S 36 3 R
13 2 R 37 1 R
14 4 S 38 2 R
15 8 T 39 3 R
16 5 S 40 7 S
17 3 R 41 4 S
18 3 R 42 5 S
19 6 S 43 2 R
20 0 R 44 4 S
21 0 R 45 8 T
22 0 R 46 5 S
23 8 T 47 3 R
24 6 R 48 3 R
Keterangan:
R : Rendah
S : Sedang
T : Tinggi
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
143 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa 52% kemampuan berpikir kritisnya rendah. Untuk 7
mahasiswa yang mendapatkan skor 0 dikarenakan 4 orang tidak menjawab kedua soal tersebut.
Sedangkan 18 mahasiswa yang memperoleh skor 1 sampai dengan 3 dikarenakan beberapa aspek
antara lain hanya sebagian kecil/besar sketsa gambar benar, sebagian langkah pengerjaan runtut,
argumen jawaban yang salah. Sebanyak 38% mahasiswa yang mendapat skor sedang. Hal ini
dikarenakan sebagian besar sketsa gambar benar, langkah pengerjaannya sudah runtut, ada jawaban
yang salah. Dan 10% mahasiswa yang mendapat skor tinggi dikarenakan sudah mencapai kriteria
penskoran berpikir kritis, namun belum bisa menyampaikan argumen berdasarkan hasil jawaban yang
diperolehnya.
Dari hasil analisis yang sudah diuraikan, beberapa kemampuan yang masih kurang antara lain:
1) kemampuan untuk memahami maksud fungsi yang kontinu juga belum jelas ketika ditanya.
2) beberapa siswa masih belum tahu menggambar garis 𝑦 = 𝑐, namun ketika disuruh menggambar
garis 𝑓(𝑥) = 1 ataupun bentuk lain yang sama mereka bisa.
3) mahasiswa kurang tepat dalam mensketsa gambar, artinya kemampuan representasi mahasiswa
belum baik. Maksudnya mahasiswa kurang mampu menerjemahkan kalimat matematika ke dalam
representasi gambar. Sebagai contoh: Soal no. 1, mahasiswa menggambar kurva 𝑓(𝑥) < 𝑔(𝑥) <
𝑐 dengan 𝑓 fungsi non negatif terbalik, yaitu 𝑓(𝑥) di atas 𝑔(𝑥) dan 𝑔(𝑥) di atas 𝑦 = 𝑐. Selain itu
ada mahasiswa juga yang salah dalam menentukan daerah yang diputar terhadap garis 𝑦 = 𝑐.
Kemampuan berargumen masih belum baik. Contoh, sebagian mahasiswa (18 mahasiswa) dapat
menjawab dengan benar bahwa daerah yang dibatasi oleh kurva 𝑦 = −𝑥2 + 𝑥 dan sumbu 𝑥 jika
diputar terhadap 𝑥 = 0 dan 𝑥 = 1 mempunyai volum yang sama (soal no. 1). Namun tidak ada
mahasiswa yang argumennya tepat.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa
setelah pembelajaran dengan tugas yang memuat pertanyaan analisis adalah sebagai berikut: 5
mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya tinggi, 18 mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya sedang,
dan 25 mahasiswa kemampuan berpikir kritisnya rendah. Perlu upaya terus-menerus untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Salah satunya pembelajaran yang melatih
mahasiswa untuk membuat berbagai representasi, melatih untuk menemukan setiap kemungkinan
jawaban dari suatu masalah dan melatih untuk berargumen dari setiap jawaban yang dikemukakan.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
144 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
DAFTAR PUSTAKA
Alfeld, Peter. 2000. Understanding Mathematics a Study Guide. Department of Mathematics. College of
Science. University of Utah. Download 27 September 2016
Anderson, T., Garrison, D.R., dan Archer, W.(2004). Critical Thinking, Cognitive Presence, Computer
Conferencing in Distance Learning. [Online] Available: http://communityofinquiry.com/ [03 Oktober
2016].
Ennis, R.H., (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Filsaime, Dennis K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Krulik dan Rudnick, 1999, Innovative Tasks to Improve Critical and Creative Thingking Skills. National
Council of Teachers of Mathematics Reston, Virginia.
Miles. B. Matthew & Huberman. A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif (Terjemahan). Jakarta :
Universitas Indonesia (UI-Press)
Renstein, A. & Lander, G. H. 1990. Developing critical thinking in college programs. Journal of Scientific.
Exploration, vol. 4, No. 2. 123-136
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen. Bandung:Citra
Umbara
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
145 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P19
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROBLEM
SOLVING BERBANTUAN APLIKASI QSB TERHADAP PRESTASI
BELAJAR MATEMATIKA DAN KEMANDIRIAN SISWA
N Nurhayati1 dan Oswaldus Dadi2
Universitas Musamus
email : 1 [email protected] ; 2 [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kefektifan model pembelajaran berbasis
problem solving berbantuan aplikasi QSB terhadap prestasi belajar dan kemandirian siswa. Teknik
pengumpulan data berupa tes dan angket. Tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa dan
angket digunakan untuk mengukur kemandirian siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen
dengan menggunakan pretest-posttest control group design. Populasi penelitian adalah siswa kelas XI
SMK Negeri 1 Tanah Miring dan pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling dan
diperoleh subjek penelitian adalah siswa kelas XI jurusan Teknik Komputer Jaringan Kelompok A yang
berjumlah 24 orang. Penerapan model pembelajaran berbasis problem solving menggunakan modul
materi program linear yang didalamnya dilengkapi dengan penggunaan aplikasi QSB. Model
pembelajaran problem solving menitikberatkan pada kemampuan penerapan konsep sesuai dengan
bidang keahlian. Program linear sebagai materi yang diajarkan di SMK bertujuan membekali siswa untuk
mampu berpikir analisis dan menjadi problem solver terhadap permasalahan di berbagai bidang. Pada
awal pembelajaran terlebih dahulu dilakukan pretest untuk mengetahui prestasi belajar siswa sebelum
diberikan perlakuan, selanjutnya dilakukan pembelajaran dan di akhir pembelajaran diberikan posttest.
Demikian pula dengan angket kemandirian, siswa mengisi angket di awal dan akhir pembelajaran.
Berdasarkan hasil pengolah data diperoleh bahwa model pembelajaran berbasis problem solving
berbantuan aplikasi QSB efektif terhadap prestasi belajar dan kemandirian siswa.
Kata Kunci: efektivitas, problem solving, prestasi, kemandirian
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
146 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
PENDAHULUAN National Council of Teachers of Mathematics (2004) merumuskan kemampuan pembelajaran
matematika yang disebut mathematical power (daya matematika) meliputi: (a) belajar untuk
berkomunikasi (mathematical communication), (b) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), (c)
belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), (d) belajar untuk mengaitkan ide
(mathematical connection), (e) belajar untuk merepresentatif. Khususnya kemampuan problem solving
dalam pembelajaran matematika sangat penting dikuasai oleh siswa, oleh karena itu kemampuan
problem solving hendaknya diberikan, dilatihkan, dan dibiasakan kepada peserta didik sedini mungkin
dan berkelanjutan [1].
Matematika sebagai mata pelajaran wajib di SMK memiliki peranan mengembangkan prinsip
berpikir logis, sistematis, dan analitis siswa dalam pemecahan masalah [2]. Seluruh kompetensi dasar
yang diajarkan pada matematika SMK berfokus pada pencapaian tersebut, diantaranya kompetensi
dasar pada pokok bahasan program linear. Program linear merupakan materi yang bersifat problem
solving disebabkan konsep pembelajarannya menggunakan contoh kasus dalam kehidupan sehari-
hari[3]. Menurut Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016, siswa SMK harus mampu memahami,
menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan
kompleks dalam ilmu pengetahuan terkait penyebab fenomena atau kejadian pada bidang kerja yang
spesifik untuk memecahkan masalah. Siswa SMK harus menjadi problem solver yang adaptif dengan
berbagai masalah lapangan [4].
Program linear yang diajarkan di sekolah terbatas dengan jumlah variabel dan banyaknya fungsi
kendala maksimum sebanyak dua. Padahal dalam konteks sebenarnya jumlah variabel dan fungsi
kendala bisa lebih dari dua. Hal tersebut memerlukan suatu aplikasi yang dapat membantu siswa
memahami program linear secara komprehensif. Aplikasi yang dapat digunakan adalah perangkat lunak
komputer yaitu Quantitive systems for Busines (QSB). QSB sangat efektif dalam membantu
memecahkan permasalahan program linear pada konteks yang lebih luas [5]. Penguasaan siswa
terhadap aplikasi QSB merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk memecahkan berbagai masalah
secara cepat dengan analisis yang lebih baik.
Kemandirian belajar menjadi salah satu tujuan penting dalam proses pembelajaran. Peserta didik
dalam belajar matematika harus berperan aktif, terkait secara mental yaitu dengan mencari hubungan-
hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur dari matematika yang dipelajari[6]. Kreatifitas
peserta didik dibangun melalui pembelajaran matematika yang dimulai dengan menekankan aspek
kemandirian. kemandirian belajar diartikan sebagai suatu proses belajar yang terjadi pada diri seseorang,
dan dalam usahanya untuk mencapai tujuan belajar orang tersebut dituntut untuk aktif secara individu
atau tidak bergantung kepada orang lain, termasuk tidak tergantung kepada gurunya. Kemandirian
belajar (self-direction in learning) dapat diartikan sebagai sifat dan sikap serta kemampuan yang dimiliki
siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain
berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat
digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpai di dunia nyata.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
147 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Tanah Miring Kabupaten Merauke pada bulan Agustus
2019. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI dan yang menjadi sampel penelitian adalah
siswa jurusan komputer jaringan keompok A yang berjumlah 24 siswa. Teknik pengambilan sampel
menggunakan random sampling.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain penelitian pre-experimental
berbentuk one group pretest posttest. Pretest diberikan untuk melihat kondisi awal prestasi belajar siswa
dan posttest untuk mengukur prestasi belajar siswa setelah diberikan perlakuan. Selanjutnya nilai pretest
dan posttest digunakan untuk melihat efektivitas model pembelajaran berbasis problem solving terhadap
prestasi belajar dan kemandirin siswa. Desain penelitian pre-experimental dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Desain Penelitian
Keterangan:
O1 = Pretest (sebelum diberi perlakuan)
O2 = Posttest (sesudah diberi perlakuan)
M1 = Kemandirian (sebelum diberi perlakuan)
M2 = Kemandirian (sesudah diberi perlakuan)
X = Perlakuan
Instrumen penelitian berupa lembar tes belajar dan lembar angket kemandirian siswa. Tes yang
diberikan sesuai dengan materi yang diajarkan yaitu materi program linear yang berjumlah 10 soal uraian,
sedangkan angket kemandirian terdiri dari 25 pernyataan yang terbagi dalam pernyataan positif dan
negatif. Adapun keterangan skala angket ditunjukkan pada tabel berikut :
𝑂1𝑀1
𝑋02𝑀2
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
148 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Table 1. Skala Angket
Analisis data prestasi belajar siswa dihitung menggunakan rumus N-Gain.
𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛(𝑔) =𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙−𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑡𝑒𝑠𝑡 (1)
Dengan kriteria kualifikasi N-Gain pada tabel berikut.
Tabel 2. Kualifikasi N-Gain
Indeks Gain Kriteria
g> 0,7 Tinggi
0,3 < g ≤ 0,7 Sedang
g ≤ 0,3 Rendah
Untuk kemandirian siswa dapat dikatakan efektif apabila secara deskriptif skor respon siswa
berada pada kategori positif.
Tabel 3. Kriteria Penggolongan Angket Minat Belajar
No. Kriteria Kategori
1 ≥ 𝑀𝐼 + 1,5 𝑆𝐷𝐼 Sangat Positif
2 𝑀𝐼 + 0,5 𝑆𝐷𝐼 ≤ ≤ 𝑀𝐼 + 1,5 𝑆𝐷𝐼 Positif
3 𝑀𝐼 − 0,5 𝑆𝐷𝐼 ≤ ≤ 𝑀𝐼 + 0,5 𝑆𝐷𝐼 Cukup Positif
4 𝑀𝐼 − 1,5 𝑆𝐷𝐼 ≤ ≤ 𝑀𝐼 − 0,5 𝑆𝐷𝐼 Kurang Positif
5 < 𝑀𝐼 − 1,5 𝑆𝐷𝐼 Sangat Kurang Positif
Pilihan Jawaban Pernyataan
Positif Negatif
Selalu SL 5 1
Sering SR 4 2
Kadang-Kadang KD 3 3
Jarang J 2 4
Tidak Pernah TP 1 5
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
149 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan N-Gain digunakan untuk melihat peningkatan prestasi belajar matematika siswa
setelah diberikan perlakuan. Perolehan N- Gain disajikan pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Rata-rata Nilai N- Gain
Data Pretest Posttest Skor maks. N- Gain Kategori
Rata-rata 32,82 77 100 0,66 Sedang
Berdasarkan tabel 4 hasil perhitungan N- Gain terlihat bahwa rata-rata pretest sebesar 32,82
sebelum diberikan perlakuan dan posttest 77 setelah diberikan perlakuan mengalami peningkatan
dengan rata-rata nilai N-Gain sebesar 0,66 yang berada pada kategori sedang.
Hasil pengumpulan data angket kemandirian belajar siswa diperoleh dengan mengisi lembar
angket yang berjumlah 25 butir pernyataan yang diberikan diawal pertemuan untuk mengetahui
kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan. Data kemandirian belajar dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3. Data Angket Kemandirian
No. Skor Pretest Posttest
Kategori Frekuensi (%) Frekuensi (%)
1. ≥ 90,6 3 12,5 6 25 Sangat Positif
2. 83,2≤ ≥90,6 3 12,5 10 41,6 Positif
3. 75,8 ≤ ≥ 83,2 7 29,2 4 16,7 Cukup Positif
4. 68,4 ≤ ≥ 75,8 6 25 4 16,7 Kurang Positif
5. ≤ 68,4 5 20,8 0 0 Sangat Kurang Positif
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa kemandirian belajar siswa terdapat peningkatan dari
pretest ke posttest, sehingga dapat dikatakan model pembelajaran berbasis problem solving berbantuan
aplikasi QSB efektif terhadap kemandirian belajar siswa.
Uji hipotesis menggunakan uji Manova sehingga diperoleh nilai signifikansi 0,609 > 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika dan kemandirian siswa efektif setelah diberikan
perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran berbasis problem solving berbantuan aplikasi QSB. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Suhendri (2013) yang membuktikan bahwa terdapat pengaruh
kemandirian belajar terhadap hasil belajar matematika atau hasil belajar matematika siswa yang memiliki
kemandirian belajar tinggi lebih tinggi dari pada hasil belajar matematika siswa yang memiliki
kemandirian belajar rendah. Demikian pula dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yusup
Anshori (2019) yang menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika berpengaruh
terhadap kemandirian belajar, dimana pengaruh antara keduanya sangat kuat. Berdasarkan hasil
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
150 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
penelitian Erwan Sutarno (2013) mengatakan bahwa model pembelajaran pengukuran berbasis
multimedia interaktif yang dapat meningkatkan hasil dan kemandirian belajar siswa.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran berbasis problem solving berbantuan aplikasi QSB efektif terhadap
pretasi belajar matematika dan kemandirian siswa. Hal ini terbukti dengan tercapainya 3 standar
efektivitas yang sudah ditetapkan dalam penelitian ini yaitu yang pertama hasil belajar melebihi KKM,
rata-rata N-Gain berada pada kategori sedang, ketuntasan klasikal mencapai 85% dan respon siswa
yang diukur dengan menggunakan angket kemandirian belajar siswa berada pada kategori positif.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Purnomo, E.A. (2014). “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Model
Pembelajaran Ideal Problem Solving Berbasis Project Based Learning”. Jurnal Karya Pendidikan
Matematika. 1. 1. 24-31
[2] Nur, A.S. (2016). “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kontekstual Setting Kooperatif Tipe Team
Games Tournament (TGT) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika”. Jurnal
Aksioma. 5. 1. Hal. 15-25.
[3] Lukmanto, C.M.E. Nirwansjah. (2015). “Konsep Problem Solving sebagai Penyelesaian dari Isu
Pertanian”. Jurnal Sains dan Seni. 4. 2. Hal 82-87.
[4] Balitbang Kemdikbud. (2017). Ringkasan Hasil UN Matematika SMK Tahun 2017. Jakarta:
Kemdikbud.
[5] Budiarto, M.T. (2004). Modul Program Linear untuk SMK. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan.
[6] Huda M,N., Mulyono, Rosyida, I.& Wardono (2019). “Kemandirian Belajar Berbantuan Mobile
Learning”. PRISMA Prosiding Seminar Nasional Matematika 2. 796-806.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
151 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P20
PELATIHAN PENGGUNAAN APLIKASI GOOGLE CLASSROOM DAN
APLIKASI KAHOOT SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN 4.0 BAGI
DOSEN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
Yosefin Rianita Hadiyanti1, Raoda Ismail2, Pitriana Tandililing3
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih
Email: [email protected] ; [email protected], ; [email protected]
ABSTRAK
Pembelajaran 4.0 adalah adalah fenomena yang merespon kebutuhan dari munculnya Revolusi Industri
4.0, di mana manusia dan mesin diselaraskan untuk mendapatkan solusi, memecahkan masalah, dan
bagaimana menemukan inovasi baru. Oleh karena untuk menghadapi jalannya Revolusi Industri 4.0
tersebut, maka dunia pendidikan juga harus mengantisipasi dan mulai lebih awal dengan pembelajaran
4.0 yang menjadi sebuah langkah kecil untuk mencapai tujuan tersebut. Pembelajaran 4.0 memang
masih di depan pintu, khususnya di Papua, namun hal ini dapat dipandang sebagai peluang sekaligus
tantangan bagi dunia pendidikan di Papua khususnya di Universitas Cenderawasih agar siap memasuki
Pembelajaran 4.0. Hal yang terpenting adalah bagaimana mempersiapkan para Dosen untuk dapat
memasuki dunia pendidikan di era Revolusi Industri 4.0 yakni Pembelajaran 4.0. Oleh karena itu,
diperlukan pelatihan bagi para dosen terkait aplikasi pembelajaran berbasis internet sebagai media
pembelajaran 4.0. Kegiatan pelatihan menggunakan metode penyuluhan, diskusi, dan workshop. Mitra
kegiatan pada pelatihan ini adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih.
Pelatihan yang dilakukan telah menghasilkan peningkatan motivasi dan kompetensi dosen dalam
penggunaan media pembelajaran 4.0.
Kata Kunci: Pelatihan Google Classroom, pelatihan Kahoot, pembelajaran 4.0.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
152 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
PENDAHULUAN
Pembelajaran 4.0 dapat dikatakan sebagai masa depan pendidikan dan dapat mengubah konsumsi informasi menjadi lebih praktis. Pembelajaran 4.0 dapat melengkapi fenomena intervensi digital pada kehidupan sehari-hari. Dengan adanya pembelajaran 4.0 pebelajar dipersiapkan untuk menghadapi tantangan digital secara langsung. Pusat dari fenomena ini adalah kreativitas yang pastinya memudahkan pebelajar dalam memperoleh informasi di manapun dan kapanpun. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa fokus dari fenomena ini bukan hanya pada apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana proses pengajarannya. Fokus dari pembelajaran 4.0 adalah pembelajaran berbasis internet (online) yang dapat memfasilitasi pembelajaran dengan lebih banyak cara daripada yang pernah dibayangkan sebelumnya. Pembelajaran dewasa ini lebih dipandang sebagai proses pembelajaran seumur hidup daripada proses pembelajaran yang menjadikan kelas sebagai tempat terjadinya proses pembelajaran.
Pembelajaran 4.0 memang masih di depan pintu, khususnya di Papua, namun hal ini dapat dipandang sebagai peluang sekaligus tantangan bagi dunia pendidikan di Papua khususnya di Universitas Cenderawasih agar siap memasuki Pendidikan 4.0. Hal yang terpenting adalah bagaimana mempersiapkan para Dosen untuk dapat memasuki dunia pendidikan di era Revolusi Industri 4.0 yakni Pembelajaran 4.0. Salah satu terobosan pembelajaran di era Revoluasi Industri 4.0 adalah aplikasi Google Classroom dan Kahoot. Aplikasi Google Classroom dan Kahoot dapat digunakan di perangkat komputer, laptop, maupun Smartphone. Google Classroom atau Ruang Kelas Google adalah suatu serambi pembelajaran campuran yang diperuntukkan untuk setiap ruang lingkup pendidikan yang dimaksudkan untuk menemukan jalan keluar atas kesulitan dalam membuat, membagikan, dan menggolong-golongkan setiap penugasan tanpa kertas. Perangkat lunak ini telah diperkenalkan sebagai keistimewaan Google Apps for Education (Yeskel, 2014). Google telah telah menginformasikan mengenai tatap muka pemrograman aplikasi dari sebuah ruang kelas dan sebuah tombol berbagi untuk situs web sehingga pihak pengguna diperkenankan untuk melakukan penerapan lebih lanjut (Peres, 2015).
Google Classroom memertalikan banyaknya layanan Google secara berbarengan guna mengulurkan sambung tangan bagi lembaga-lembaga pendidikan agar beralih cara menuju sistem tanpa kertas (Kerr, 2014). Tiap-tiap kelas dibuatkan dengan adanya sebuah berkas yang dipisahkan oleh Google Classroom di dalam masing-masing layanan Google di mana para pebelajar dapat menyerahkan hasil kerjanya untuk digolong-golongkan oleh seorang pengajar (Steele, 2014). Penyampaian kabar melalui Gmail membebaskan para pengajar untuk membuat pengumuman serta menanyakan mengenai soal-soal kepada pebelajarnya dalam kelasnya masing-masing (Etherington, 2014; Magid, 2014). Para pengajar bisa menambahkan secara langsung pebelajarnya dari direktori Google Apps dan bisa menyediakan sebuah kode yang dapat dimasukkan sebagai jalan masuk/akses untuk para pebelajar ke kelasnya.
Selain daripada Google Classroom yang dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, ada juga Kahoot yang dapat dimanfaatkan sebagai evaluasi pembelajaran. Kahoot adalah permainan berbasis platform pembelajaran gratis, sebagai teknologi pendidikan. Dewasa ini, Kahoot telah digunakan oleh lebih dari 50 juta orang di 180 negara. Dirancang untuk dapat diakses untuk ruang kelas dan lingkungan belajar lainnya di seluruh dunia, Kahoot! ‘S permainan belajar (“Kahoots”) dapat dibuat oleh siapa saja dan tidak dibatasi untuk tingkat usia atau subjek. Kahoot dapat dimainkan menggunakan perangkat, desktop atau laptop dengan web browser, ia dengan cepat merambah di kelas dengan “membawa perangkat Anda sendiri”.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
153 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Berdasarkan uraian di atas, maka kami tim pengabdian ingin mengadakan pengabdian kepada masyarakat sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi berupa Pelatihan Penggunaan Aplikasi Google Classroom dan Aplikasi Kahoot Sebagai Media Pembelajaran 4.0 bagi Dosen-dosen di Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih.
METODE PELAKSANAAN
Komunitas sasaran pelatihan ini adalah para Dosen di Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Kepengajaran dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih. Pelatihan ini sangat erat kaitannya dengan institusi yakni Universitas Cenderawasih pada umumnya, dan Fakultas Kepengajaran dan Ilmu Pendidikan pada khususnya dikarenakan pelatihan ini membantu para Dosen untuk mendesain pembelajaran 4.0, sehingga dapat membantu mahasiswa untuk belajar di mana saja dan kapan saja.
Metode yang akan digunakan dalam pelatihan ini adalah: a. Ceramah dan Penyuluhan
Dalam melaksanakan metode ini penceramah atau penyuluh menyampaikan materi dan penyuluhan kepada para peserta pelatihan.
b. Diskusi Dalam tahap ini para peserta pelatihan diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan sesama peserta dan penceramah bertindak sebagai fasilitator, kemudian para peserta pelatihan diberikan kesempatan untuk bertanya terkait permasalahan dalam penggunaan aplikasi Google Classroom maupun Kahoot.
c. Workshop Pada tahap ini, para peserta pelatihan akan diberikan praktek langsung secara bersaamaan di lokasi pelatihan.
Evaluasi diberikan setelah selesai kegiatan pemberian materi dan praktek langsung. Selanjutnya, hasil pencapaian peserta pelatihan dapat diukur dengan menggunakan teknik nontes yakni pemberian kuisioner/angket yang harus diisi oleh para peserta pelatihan. Dari hasil angket tersebut akan diketahui bagaimana pemahaman peserta pelatihan terhadap materi yang diberikan selama pelatihan berlangsung.
Instrumen kriteria penilaian tingkat kebermanfaatan pelatihan ini diungkap dengan instrumen yang telah disiapkan seperti pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Instrumen Evaluasi Respon Peserta Terhadap Kegiatan Pelatihan Aplikasi Google Classroom
dan Kahoot
Tingkat Kebermanfaatan Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan Penggunaan Aplikasi Google Classroom dan Kahoot
Sebagai Media Pembelajaran 4.0 Bagi Dosen-Dosen di Jurusan Pendidikan MIPA
FKIP Universitas Cenderawasih
Petunjuk: Jawablah pernyataan berikut dengan memberi tanda silang (X) pada kolom jawaban sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Jawaban Keterangan
0 1 2 3
0. Tidak bermanfaat 1. Kurang bermanfaat 2. Bermanfaat 3. Sangat bermanfaat
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
154 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Tingkat pelaksanaan pelatihan kegiatan untuk ....
1. Mengetahui tentang inovasi pembelajaran di era teknologi digital
2. Memahami dan mengidentifikasi aplikasi yang tepat digunakan untuk pembelajaran maupun untuk evaluasi pembelajaran
3. Memahami manfaat aplikasi sebagai inovasi pembelajaran
Tingkat pelaksanaan pelatihan kegiatan untuk mempraktekkan ....
4. Kemampuan menjalankan program aplikasi Google Classroom
5. Kemampuan menjalankan program aplikasi Kahoot
6. Kemampuan untuk menerapkan aplikasi Google Classroom untuk perkuliahan
7. Kemampuan untuk menerapkan aplikasi Kahoot untuk perkuliahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan pelatihan aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media
evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot berjalan lancar dan baik. Pelaksanaan kegiatan pelatihan apda awalnya direncanakan dilaksanakan pada akhir bulan agustus, namun dikarenakan situasi Kota Jayapura yang kurang kondusif pada saat itu, maka pelatihan baru dapat terlaksana pada tanggal 6 September 2019. Pelaksanaan kegiatan dilakukan di gedung Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Cenderawasih.
Gambar 1. Spanduk Pelaksanaan Pelatihan
Peserta pelatihan yang hadir terlebih dahulu mengisi daftar hadir peserta dan selanjutnya diberikan map putih berisikan buku panduan tutorial penggunaan aplikasi Google Classroom, buku
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
155 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
panduan tutorial penggunaan aplikasi Kahoot, buku catatan, bolpoin, serta username dan password wifi untuk mengakses internet.
Gambar 2. Para Dosen Mengisi Daftar Hadir
Gambar 3. Para Dosen Mengisi Daftar Hadir
Pelatihan di awali dengan doa oleh Ketua Laboratorium Program Studi Pendidikan Matematika dan pembukaan pelatihan secara resmi oleh Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Bapak Dr. Ronaldo Kho, M.Pd. Selanjutnya pelatihan dimulai dengan memaparkan teori mengenai pembelajaran 4.0 dan dilanjukan dengan tutorial aplikasi Google Classroom dan Kahoot yang dipaparkan secara bergantian oleh tim pengabdian.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
156 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 4. Pemaparan Aplikasi Google Classroom
Pertemuan tatap muka diberikan dengan metode ceramah terkait manfaat aplikasi pembelajaran
berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot. Kegiatan dilanjutkan dengan praktik mempersiapkan perkuliahan menggunakan aplikasi Google Classroom dan praktik mempersiapkan media untuk mengevaluasi hasil perkuliahan menggunakan aplikasi Kahoot.
Gambar 5. Pemaparan Aplikasi Kahoot
Pelaksanaan kegiatan pelatihan inovasi pembelajaran berbasis teknologi ini dilakukan oleh tiga
(3) orang dari tim PKM dengan pokok bahasan mengenai tutorial aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot.
Kegiatan dilaksanakan secara bertahap dari pemaparan teori dan manfaat media yang dilanjutkan dengan praktik dari dua aplikasi tersebut. Peserta mengikuti kegiatan dengan antusias, hal ini ditunjukkan dengan pertanyaan-pertanyaan dan tanggapan terkait materi pelatihan yang dilontarkan pada saat kegiatan pelatihan berlangsung.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
157 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 6. Pemateri membantu peserta pelatihan yang mengalami kesulitan
Gambar 7. Pemateri membantu peserta pelatihan yang mengalami kesulitan
Gambar 8. Keseruan pada saat mencoba kuis di aplikasi Kahoot
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
158 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 9. Tanya jawab seputar aplikasi Google Classroom dan Kahoot
Pelatihan penggunaan aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi
media evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot dalam program pengabdian kepada masyarakat yang telah terlaksana ini diharapkan dapat memotivasi para dosen untuk menerapkan inovasi pembelajaran ini pada perkuliahan. Hal ini juga akan berdampak pada kualitas proses pembelajaran di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih.
Gambar 10. Foto bersama di akhir pelatihan
b. Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Hasil kegiatan PKM pelatihan aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot bagi dosen-dosen di jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih meliputi beberapa komponen sebagai berikut:
Ketercapaian tujuan kegiatan PKM sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pemahaman peserta
mengenai penggunaan aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media
evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot. Ketercapaian materi yang diperoleh berada
pada kategori sangat bermanfaat, hal ini dapat dilihat dari hasil lembar evaluasi pelatihan, sebagian besar
peserta sudah dapat menguasai materi pelatihan dengan baik. Hal ini juga didukung oleh hasil obervasi
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
159 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
pada saat pelatihan berlangsung. Adapun hasil analisis instrumen ketercapaian pelatihan adalah sebagai
berikut:
1. Pelatihan sangat bermanfaat untuk mengetahui tentang inovasi pembelajaran di era teknologi. 2. Pelatihan sangat bermanfaat untuk memahami dan mengidentifikasi aplikasi yang tepat digunakan
untuk pembelajaran untuk evaluasi pembelajaran. 3. Pelatihan sangat bermanfaat untuk memahami manfaat aplikasi sebagai inovasi pembelajaran. 4. Pelatihan sangat bermanfaat untuk menjalankan program aplikasi Google Classroom. 5. Pelatihan sangat bermanfaat untuk menjalankan program aplikasi Kahoot. 6. Pelatihan sangat bermanfaat untuk mempraktekkan penerapan aplikasi Google Classroom dalam
perkuliahan. 7. Pelatihan sangat bermanfaat untuk mempraktekkan penerapan aplikasi Kahoot dalam perkuliahan.
KESIMPULAN
Kegiatan pelatihan aplikasi pembelajaran berbasis internet Google Classroom dan aplikasi media evaluasi proses pembelajaran berbasis internet Kahoot bagi dosen-dosen di Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih terlaksana dengan baik dan lancar sesuai rencana kegiatan, dan sebagian besar peserta pelatihan mampu menerima materi dengan baik. Peserta antusias dengan kegiatan pelatihan yang diadakan, hal ini dilihat dari keaktifan peserta pelatihan selama proses pelatihan berlangsung. Peserta pelatihan pun termotivasi untuk menggunakan media pembelajaran 4.0 ini pada perkuliahan yang mereka ampu.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Cenderawasih yang telah mendukung secara moril dan material dalam pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Etherington, Darrell. Google Debuts Classroom, An Education Platform For Teacher-Student Communication. TechCrunch. Diakses tanggal 17 Mei 2019.
Kerr, Dara. Google unveils Classroom, a tool designed to help teachers. CNET. Diakses tanggal 17
Februari 2019. Magid, Larry. Google Classroom Offers Assignment Center for Students and Teachers. Forbes. Diakses
tanggal 17 Februari 2019. Peres, Sarah. 2015. Google Expands Its Educational Platform “Classroom” With a new API. Diakses
pada tanggal 20 Februari 2019 di TechCrunch. AOL Inc. Steele, Billy. Google Classroom helps teachers easily organize assignments, offer feedback. engadget.
Diakses tanggal 17 Februari 2019. Yeskel, Zach. 2014. More Teaching, Less Teaching: Google Classroom Launches Today. Diakses
pada tanggal 20 Februari 2019 di blogspot.co.nz
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
160 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P21
DAMPAK OUTLIER TERHADAP PREDIKSI CADANGAN KLAIM DAN
CHAIN-LADDER YANG ROBUST
Feby Seru
Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Cenderawasih
Email: [email protected]
ABSTRAK
Cadangan klaim merupakan hal yang sangat diperlukan bagi perusahaan asuransi, khususnya pada
bisnis long-tail. Metode sederhana dan populer yang sering digunakan untuk memprediksi cadangan
klaim adalah chain-ladder. Metode ini bersifat distribution free yaitu data inkremental tidak diasumsikan
mengikuti distribusi tertentu. Beberapa penelitian dilakukan untuk menghitung cadangan klaim dengan
pendekatan stokastik menggunakan Generalized Linear Model (GLM). Data inkremental yang
diasumsikan berdistribusi Poisson dengan fungsi link logaritma natural, menghasilkan cadangan klaim
yang sama dengan metode chain-ladder. Penelitian ini difokuskan pada dampak outlier (data pencilan)
terhadap penghitungan cadangan klaim menggunakan metode chain-ladder dengan menganalisis nilai
Influence Function (IF) serta cara mengatasinya. Nilai IF yang diperoleh menunjukkan bahwa estimator
yang digunakan pada metode tersebut adalah estimator yang tidak robust. Langkah-langkah yang
dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah mengganti estimator pada metode chain-ladder dengan suatu
estimator yang robust, kemudian melakukan pembobotan ulang pada estimator tersebut. Untuk data
tanpa outlier, tidak terdapat perbedaan signifikan antara metode chain-ladder dan robust chain-ladder.
Akan tetapi, untuk data dengan outlier, metode robust chain-ladder menghasilkan prediksi cadangan
klaim yang lebih baik (mendekati nilai prediksi tanpa outlier), dibandingkan hasil prediksi menggunakan
metode chain-ladder.
Kata Kunci: metode chain-ladder, generalized linear model, outlier, robust, influence function.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
161 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
PENDAHULUAN
Setiap manusia dapat mengalami musibah, sehingga pada dasarnya setiap manusia memiliki
risiko yang berpotensi menimbulkan kerugian finansial. Untuk meminimalisir hal tersebut, maka asset
yang dimiliki diasuransikan ke perusahaan asuransi. Ketika terjadi musibah, klaim dapat diajukan ke
perusahaan asuransi sebagai ganti rugi sesuai kontrak perjanjian yang telah disepakati antar kedua
belah pihak. Umumnya klaim yang diajukan ke perusahaan asuransi tidak langsung diselesaikan pada
periode yang sama, sehingga terjadi penundaan (delay) pembayaran. Delay yang terjadi dapat
disebabkan oleh ketidaklengkapan administrasi, atau diperlukan penyelidikan terhadap penyebab
terjadinya klaim, maupun besar kerugian yang dialami. Lamanya delay bergantung pada waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan klaim tersebut, bisa kurang dari satu tahun atau bahkan lebih.
Berdasarkan lamanya delay yang terjadi, bisnis asuransi dibagi menjadi dua kelas yaitu bisnis
short-tail dan bisnis long-tail. Bisnis short-tail adalah bisnis asuransi yang delay antara terjadinya
”kecelakaan” yang mengakibatkan klaim dan waktu penyelesaiannya kurang dari satu tahun. Contohnya
adalah asuransi kesehatan dan asuransi kendaraan bermotor. Bisnis long-tail adalah bisnis asuransi
yang delay antara terjadinya ”kecelakaan” yang mengakibatkan klaim dan waktu penyelesaiannya lebih
dari satu tahun. Contohnya adalah asuransi ”Third Party Liability” (asuransi kecelakaan pihak ke-tiga),
asuransi gempa bumi dan asuransi kebakaran (Olofsson, 2006).
Pada bisnis asuransi long-tail, selain adanya delay terdapat juga suatu kondisi yang mana
”kecelakaan” sudah terjadi tetapi klaim belum dilaporkan ke perusahaan asuransi, yang disebut dengan
IBNR (Inccured But Not Reported). Hal ini mengakibatkan perusahaan asuransi perlu menyiapkan
sejumlah dana, untuk membayar klaim yang akan terjadi di masa akan datang yang disebut dengan
cadangan klaim. Menurut Olofsson (2006), besar cadangan klaim merupakan sesuatu yang tidak pasti,
karena besar dan waktu terjadinya klaim di masa akan datang tidak diketahui. Pada umumnya
perusahaan asuransi membuat cadangan klaim pada setiap akhir periode pelaporan (biasanya satu
tahun). Bagi perusahaan asuransi, cadangan klaim merupakan hal yang sangat penting karena
menentukan solvabilitas perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk mampu
memprediksi cadangan klaim seakurat mungkin.
Salah satu metode yang sering digunakan untuk memprediksi besarnya cadangan klaim pada
bisnis long-tail adalah metode chain-ladder. Hal ini disebabkan karena metode ini sangat sederhana dan
tidak mengasumsikan data mengikuti suatu distribusi tertentu (Mack, 1993). Akan tetapi, metode tersebut
memiliki kelemahan yaitu sangat dipengaruhi oleh outlier. Penelitian ini difokuskan pada dampak outlier
terhadap penghitungan cadangan klaim menggunakan metode chain-ladder serta cara mengatasinya,
sehingga diperoleh cadangan klaim yang akurat.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
162 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
METODE PENELITIAN
Cadangan Klaim
Pada saat memprediksi cadangan klaim, umumnya data observasi disajikan dalam bentuk segitiga
run-off yang dikelompokkan berdasarkan baris dan kolom. Data observasi dapat berupa data frekuensi
klaim atau besar klaim, baik dalam bentuk data inkremental maupun kumulatif.
Tabel 1. Segitiga Run-off untuk Data Inkremental
𝑋𝑖,𝑗 adalah pembayaran klaim yang dilakukan pada development year ke-j untuk semua klaim yang
berasal dari accident year i, 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛, 1 ≤ 𝑗 ≤ 𝑛. Nilai 𝑋𝑖,𝑗 untuk 𝑖 + 𝑗 ≤ 𝑛 + 1 merupakan
besar klaim yang diketahui, sedangkan 𝑖 + 𝑗 > 𝑛 + 1 merupakan besar klaim di masa akan datang
yang tidak diketahui. Klaim diagonal 𝑖 + 𝑗 − 1 = 𝑐, merupakan pembayaran yang dilakukan pada
tahun kalender c. Misalkan C menyatakan klaim kumulatif yang didefinisikan sebagai:
𝐶𝑖,𝑗 = ∑ 𝑋𝑖,𝑘𝑗𝑘=1 (1)
maka, 𝐶𝑖,𝑗 menyatakan pembayaran klaim yang dilakukan sampai development year ke-j untuk semua
klaim yang berasal dari accident year i, 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛, 1 ≤ 𝑗 ≤ 𝑛. Klaim 𝐶𝑖,𝑛+1−𝑖 yang berada pada
diagonal terakhir, merupakan pembayaran klaim yang dilakukan sampai saat ini. Jika pembayaran lunas
pada tahun ke-n, maka 𝐶𝑖,𝑛 disebut ultimate claims. Total cadangan klaim didefinisikan sebagai berikut:
𝑅 = ∑ 𝑅𝑖𝑛𝑖=2 (2)
dengan 𝑅𝑖 = 𝐶𝑖,𝑛 − 𝐶𝑖,𝑛+1−𝑖 , 2 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛.
Metode Chain-Ladder
Metode ini mengaplikasikan data klaim kumulatif dan memiliki beberapa asumsi dasar
yaitu:
1. Terdapat development factor 𝑓𝑗|𝑗 = 2,· · · , 𝑛 sedemikian sehingga:
𝐸[𝐶𝑖,𝑗|𝐶𝑖,1,· · · , 𝐶𝑖,𝑗−1] = 𝐶𝑖,𝑗−1𝑓𝑗 , 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛, 2 ≤ 𝑗 ≤ 𝑛
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
163 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Metode chain-ladder memprediksi development factor menggunakan persamaan berikut:
𝑓𝑗 =∑ 𝐶𝑖,𝑗𝑛−𝑗+1𝑖=1
∑ 𝐶𝑖,𝑗−1𝑛−𝑗+1𝑖=1
, 2 ≤ 𝑗 ≤ 𝑛
2. 𝐶𝑖,1,· · · , 𝐶𝑖,𝑛, 𝐶𝑘,1,· · · , 𝐶𝑘,𝑛, saling bebas untuk accident year 𝑖 ≠ 𝑘.
Prediksi future claims diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:
𝑖,𝑛+2−𝑖 = 𝐶𝑖,𝑛+1−𝑖 𝑓𝑛+2−𝑖, 2 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛 (3)
𝑖,𝑗 = 𝑖,𝑗−1 𝑓𝑗 , 3 ≤ 𝑖 ≤ 𝑛, 𝑛 + 3 − 𝑖 ≤ 𝑗 ≤ 𝑛 (4)
Metode Chain-Ladder Sebagai GLM
Misalkan data inkremental 𝑋𝑖,𝑗 pada segitiga run-off diasumsikan saling bebas, dengan 𝑋𝑖,𝑗 ∼
𝑃𝑜𝑖𝑠𝑠𝑜𝑛(µ𝑖,𝑗) serta persamaan prediktor dan fungsi link adalah 𝜂𝑖,𝑗 = 𝑎𝑖 + 𝑏𝑗 dan 𝑔(µ𝑖,𝑗) =
𝑙𝑛(µ𝑖,𝑗), maka diperoleh µ𝑖,𝑗 = 𝛼𝑖 𝛽𝑗 dengan ∑ 𝛽𝑗𝑛𝑗=1 = 1. Parameter 𝛼𝑖 menyatakan ultimate
claim pada accident year ke-i, sedangkan parameter 𝛽𝑗 menyatakan prosentase dari ultimate claim yang
dibayarkan pada sel tersebut. Parameter-parameter tersebut ditaksir menggunakan Metode Maximum
Likelihood (MLE). Total cadangan klaim dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan:
∑ ∑ 𝑖,𝑗𝑛𝑗=𝑛−𝑖+2
𝑛𝑖=2 (5)
dengan 𝑖,𝑗 = 𝑖 𝑗.
Sifat Robust pada Metode Chain-Ladder
Indikator yang digunakan untuk mengukur sensitivitas parameter, jika terdapat pengaruh yang
sangat kecil pada data adalah Influence Function (IF). Secara umum,
IF didefinisikan sebagai:
𝐼𝐹(𝑧, 𝑇, 𝐹) = lim𝜖→0
𝑇(𝐹𝜖,𝑧)−𝑇(𝐹)
𝜖=
𝑑
𝑑𝜖𝑇(𝐹𝜖,𝑧)|𝜖=0 =
𝑑
𝑑𝜖𝑇(𝐹)
Estimator yang robust idealnya memiliki nilai IF yang terbatas, karena outlier yang besar memiliki dampak
yang terbatas pada estimator.
Untuk menghitung IF pada metode chain-ladder yang dimodelkan sebagai GLM, terlebih dahulu
didefinisikan fungsi distribusi yang terkontaminasi. Misalkan 𝑋𝑖,𝑗|𝑖, 𝑗 = 1,· · · , 𝑛; 𝑖 + 𝑗 ≤ 𝑛 +
1 ∼ 𝑃 dan 𝑃𝑖,𝑗 menyatakan distribusi marjinal dari 𝑋𝑖,𝑗 Diasumsikan 𝑃𝑖,𝑗 merupakan distribusi
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
164 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Poisson (𝛼𝑖𝛽𝑗). Misalkan 𝜖 > 0 dan 1 ≤ 𝑝 ≤ 𝑞 ≤ 𝑛, maka didefinisikan 𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧 merupakan suatu
distribusi sedemikian sehingga 𝑋𝑖,𝑗|𝑖, 𝑗 = 1,· · · , 𝑛; 𝑖 + 𝑗 ≤ 𝑛 + 1 ∼ 𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧
jika:
𝑋𝑖𝑗~𝑃𝑖,𝑗, ∀(𝑖, 𝑗) ≠ (𝑝, 𝑞)
𝑋𝑝,𝑞 ~(1 − 𝜖)𝑃𝑝,𝑞 + 𝜖∆𝑧
IF didefinisikan sebagai:
𝐼𝐹([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛼𝑖 , 𝑃) = lim𝜖→0
𝑇𝛼𝑖(𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧) − 𝑇𝛼𝑖(𝑃)
𝜖=𝑑
𝑑𝜖𝑇𝛼𝑖(𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧)|𝜖=0
𝐼𝐹 ([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛽𝑗 , 𝑃) = lim𝜖→0
𝑇𝛽𝑗(𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧) − 𝑇𝛽𝑗(𝑃)
𝜖=𝑑
𝑑𝜖𝑇𝛽𝑗
(𝑃𝑝,𝑞,𝜖,𝑧)|𝜖=0
Dengan menyelesaikan persamaan di atas diperoleh:
𝐼𝐹([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛼𝑙 , 𝑃) =
𝛼𝑙 [∑ 𝐼𝐹 ([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛽𝑖
, 𝑃)𝑛𝑖=𝑛−𝑙+2 ]
1 − ∑ 𝛽𝑖𝑛𝑖=𝑛−𝑙+2
, 𝑝 ≠ 𝑙
𝑧 − 𝛼𝑙𝛽𝑞 + 𝛼𝑙 ∑ 𝐼𝐹 ([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛽𝑖, 𝑃)𝑛
𝑖=𝑛−𝑙+2
1 − ∑ 𝛽𝑖𝑛𝑖=𝑛−𝑙+2
, 𝑝 = 𝑙
𝐼𝐹 ([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛽𝑛−𝑙+1, 𝑃)
=
𝛽𝑛−𝑙+1[∑ 𝐼𝐹([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛼𝑖 , 𝑃)
𝑙𝑖=1 ]
∑ 𝛼𝑖𝑙𝑖=1
, 𝑞 ≠ 𝑛 − 𝑙 + 1
𝑧 − 𝛼𝑝𝛽𝑛−𝑙+1 − 𝛽𝑛−𝑙+1∑ 𝐼𝐹([𝑧, 𝑝, 𝑞]; 𝑇𝛼𝑖 , 𝑃)𝑙𝑖=1
∑ 𝛼𝑖𝑙𝑖=1
, 𝑞 = 𝑛 − 𝑙 + 1
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai z sebanding dengan IF, sehingga jika nilai z
membesar (menuju tak hingga) maka akan menghasilkan nilai IF yang besar (tak hingga). Hal ini
menunjukkan bahwa secara eksplisit metode chain-ladder memiliki nilai IF yang tidak terbatas, yang
berarti pengaruh dari distribusi yang terkontaminasi sangat besar terhadap estimator.
GLM yang Robust untuk Metode Chain-Ladder
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
165 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Regresi robust merupakan suatu metode yang digunakan dalam menganalisis data yang
dipengaruhi oleh outlier, sehingga diperoleh suatu model yang resisten terhadap outlier di data. Salah
satu regresi robust yang sering digunakan adalah M-estimasi. Pada umumnya, estimator GLM diperoleh
dengan menyelesaikan persamaan quasi-likelihood berikut:
∑ ∑(𝑥𝑖,𝑗−𝜇𝑖,𝑗)
𝑉(𝜇𝑖,𝑗)𝜇𝑖,𝑗′ = 𝟎𝑛+1−𝑖
𝑗=1𝑛𝑖=1 (6)
dengan µ𝑖𝑗 = 𝑔−1(𝒔𝒊,𝒋𝑻 𝝃) dan diturunkan terhadap 𝜉, sedangkan 0 merupakan vektor dengan
panjang 2n. Estimator yang diperoleh dari Persamaan (6) merupakan suatu estimator yang tidak robust.
Untuk mengatasi hal ini, maka estimator pada persamaan tersebut diganti dengan suatu
estimator robust yang diperkenalkan oleh Cantoni dan Ronchetti (2001) yaitu:
∑ ∑ 𝜓𝑖,𝑗 =𝑛+1−𝑖𝑗=1 ∑ ∑ 𝜐(𝑥𝑖,𝑗, 𝜇𝑖,𝑗)𝜔(𝒔𝒊,𝒋)
𝑛+1−𝑖𝑗=1
𝑛𝑖=1
𝑛𝑖=1 𝜇𝑖,𝑗
′ − 𝑎(𝝃) = 𝟎 (7)
dengan 𝑎(𝝃) =1
𝑛∑ ∑ 𝐸[𝜐(𝑥𝑖,𝑗, 𝜇𝑖,𝑗)]𝜔(𝒔𝒊,𝒋)𝜇𝑖,𝑗
′𝑛+1−𝑖𝑗=1
𝑛𝑖=1 yang merupakan fisher konsisten estimator
dan 𝐸[𝜐(𝑥𝑖,𝑗, 𝜇𝑖,𝑗)] merupakan ekspektasi dari distribusi bersyarat 𝑥𝑖,𝑗|𝒔𝒊,𝒋 (Verdonck dan Debruyne,
2010). Cantoni dan Ronchetti mengambil
𝜐(𝑥𝑖,𝑗, 𝜇𝑖,𝑗) = 𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗)1
𝑉1/2(𝜇𝑖,𝑗) (8)
dengan 𝑟𝑖,𝑗 =𝑥𝑖,𝑗−𝜇𝑖,𝑗
𝑉1/2(𝜇𝑖,𝑗) dan 𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗) =
𝑟𝑖,𝑗, |𝑟𝑖,𝑗| ≤ 𝑐
𝑐 𝑠𝑖𝑔𝑛(𝑟𝑖,𝑗), |𝑟𝑖,𝑗| > 𝑐 ; 𝑐 merupakan suatu konstanta.
Sedangkan:
𝜔(𝒔𝒊,𝒋) = √1 − ℎ𝑡𝑡 (9)
dengan ℎ𝑡𝑡 adalah elemen diagonal ke-t, 𝑡 = 1,2,… , 𝑛(𝑛+1)2
pada “hat matrix” 𝐻 = 𝑆(𝑆′𝑆)−1𝑆′.
Dengan mensubtitusikan Persamaan (8) dan (9) ke Persamaan (7), diperoleh:
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
166 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
∑ ∑ [𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗)𝜔(𝒔𝒊,𝒋)1
𝑉12(𝜇𝑖,𝑗)
𝜇𝑖,𝑗′ − 𝑎(𝝃)]𝑛+1−𝑖
𝑗=1𝑛𝑖=1 = 𝟎 (10)
dengan 𝑎(𝝃) =1
𝑛∑ ∑ 𝐸 [𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗)𝜔(𝒔𝒊,𝒋)
1
𝑉12(𝜇𝑖,𝑗)
𝜇𝑖,𝑗′ ]𝑛+1−𝑖
𝑗=1𝑛𝑖=1 . Estimator yang diperoleh pada
Persamaan (10) disebut estimator Mallows quasi-likelihood.
Pada Persamaan(10), peranan dari fungsi 𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗) adalah mengontrol penyimpangan terhadap
x sedangkan bobot 𝜔(𝒔𝒊,𝒋), mengontrol penyimpangan pada desain matriks. Konstanta c pada fungsi
𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗) disebut tuning constant yang dipilih sebagai batas antara tingkat efisiensi dengan robust.
Semakin kecil nilai c akan menghasilkan model yang robust tetapi memiliki tingkat efisiensi yang kecil.
Menurut Verdonck dan Debruyne (2010), nilai tuning constant c yang maksimal untuk fungsi 𝜓𝑐(𝑟𝑖,𝑗)
adalah 1,345. Nilai ini memberikan tingkat asimtotik efisiensi 95%. Akan tetapi, nilai 𝑐 = 1,345 untuk
data pada segitiga run-off sering kali terlalu rendah, sehingga untuk mengatasi hal ini maka dilakukan
pembobotan ulang yaitu dengan mengaplikasikan robust GLM sebanyak dua kali. Pada robust tahap 1
digunakan 𝑐 = 1,345, selanjutnya pada robust tahap 2 nilai c yang digunakan adalah nilai kuantil 𝑘𝑒 −
0,75 atau persentil ke-75 dari absolut residual yang diperoleh dari langkah sebelumnya.
Untuk metode Robust Chain-Ladder, data inkremental diasumsikan mengikuti distribusi Poisson
(𝜇𝑖,𝑗) dengan persamaan prediktor 𝜂𝑖,𝑗 = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 + 𝑎𝑖 + 𝑏𝑗 , 1 ≤ 𝑖, 𝑗 ≤ 𝑛 . Parameter 𝑎1 dan 𝑏1
berada pada parameter intercept, oleh karena itu parameter tersebut dianggap bernilai nol. Dengan
demikian, terdapat 2n − 1 parameter yang akan diprediksi. Sedangkan untuk fungsi link yang digunakan
adalah 𝑔(𝜇𝑖,𝑗) = ln (𝜇𝑖,𝑗) dengan ln(𝜇𝑖,𝑗) = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 + 𝑎𝑖 + 𝑏𝑗 sehingga diperoleh:
𝜇𝑖,𝑗 = exp ( 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 + 𝑎𝑖 + 𝑏𝑗) (11)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang digunakan adalah data besar klaim (claims amount) dari Taylor dan Ashe seperti yang
digunakan pada Verdonck dkk (2009) sebagai berikut:
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
167 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Tabel 2. Data Besar Klaim
Prediksi Cadangan Klaim Menggunakan Metode Chain-Ladder
Data pada Tabel 2 memenuhi asumsi chain-ladder, sehingga metode ini dapat digunakan untuk
menghitung cadangan klaim. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengubah data inkremental
menjadi data kumulatif menggunakan Persamaan (1), kemudian melengkapi segitiga run-off
menggunakan Persamaan (3) dan (4) sehingga diperoleh:
Tabel 3. Prediksi Future Claims Menggunakan Chain-Ladder
Selanjutnya dengan menggunakan Persamaan (2) diperoleh prediksi total cadangan klaim sebesar
18.680.855,61192.
Prediksi Cadangan Klaim Menggunakan GLM
Langkah pertama yang dilakukan adalah memprediksi parameter 𝛼𝑖 dan 𝛽𝑗 menggunakan MLE
sehingga diperoleh:
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
168 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Tabel 4. Prediksi Parameter
Selanjutnya melengkapi segitiga run-off dan menghitung prediksi total cadangan klaim menggunakan
Persamaan (5) sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5. Prediksi Future Claims Menggunakan GLM
Prediksi total cadangan klaim yang diperoleh sebesar 18.680.855,61192.
Prediksi Cadangan Klaim Menggunakan Robust Chain-Ladder
Untuk menghitung cadangan klaim dengan menggunakan metode robust chain-ladder, digunakan
bantuan software R. Pada software R, terdapat package yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan Persamaan (10) yang disebut ”library robustbase”. Setelah diperoleh prediksi parameter,
maka langkah selanjutnya adalah melengkapi segitiga run-off menggunakan Persamaan (11) dan
diperoleh hasil sebagai berikut:
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
169 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Tabel 6. Prediksi Future Claims Menggunakan Robust Chain-Ladder
Dengan menggunakan Persamaan (5) diperoleh prediksi total cadangan klaim sebesar 18.783.756,7617.
Prediksi Cadangan Klaim Dengan Data Outlier Menggunakan Metode Berbeda
Outlier diperoleh dengan mengalikan besar klaim dengan 10. Misalkan data pada 𝑋1,1 dikalikan dengan
10, sedangkan untuk data yang lain tetap. Kemudian dihitung prediksi cadangan klaim menggunakan
metode chain-ladder, GLM, dan robust chain-ladder. Hal yang serupa dilakukan untuk data 𝑋1,2 dan
seterusnya. Berikut adalah hasil prediksi total cadangan klaim menggunakan metode chain-ladder, GLM,
dan robust chain-ladder, jika terdapat satu outlier pada segitiga run-off.
Gambar 1. Perbandingan Prediksi Total Cadangan Klaim dengan Data Outlier
Misalkan nilai tanpa outlier merupakan nilai cadangan klaim sesungguhnya,
maka pada gambar di atas, terlihat bahwa hasil cadangan klaim yang diperoleh
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
170 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
dengan menggunakan robust chain-ladder lebih mendekati nilai sesungguhnya. Akan tetapi untuk
beberapa observasi seperti 𝑋1,9, 𝑋1,10, 𝑋2,9, 𝑋9,2 dan 𝑋10,1, nilai prediksi yang diperoleh masih berbeda
jauh dari nilai sesungguhnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh outlier pada bagian ini sangatlah
besar.
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang telah dianalisis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Data incremental yang diasumsikan berdistribusi Poisson, dengan persamaan prediktor dan fungsi
link adalah 𝜂𝑖,𝑗 = 𝑎𝑖 + 𝑏𝑗 dan 𝑔(µ𝑖,𝑗) = 𝑙𝑛(µ𝑖,𝑗), menghasilkan cadangan klaim yang sama
dengan metode chain-ladder.
2. Untuk data yang mengandung outlier, metode chain-ladder dapat menghasilkan prediksi total
cadangan klaim yang under-estimate maupun over-estimate dibandingkan hasil prediksi tanpa outlier
di data. Jika pada segitiga run-off, outlier berada pada bagian kiri atas maka prediksi cadangan klaim
menjadi under-estimate, sedangkan jika outlier berada pada sel yang lain maka prediksi cadangan
klaim menjadi over-estimate. Kenaikan prediksi cadangan klaim menjadi sangat besar jika outlier
berada bagian kiri bawah dan kanan atas pada segitiga run-off.
3. Metode chain-ladder memiliki nilai Influence Function (IF) yang tidak terbatas. Hal ini berarti bahwa
perubahan kecil pada data dapat mengakibatkan efek yang besar pada hasil prediksi.
4. Untuk data pada Tabel 1, tidak terdapat perbedaan prediksi cadangan klaim yang signifikan antara
metode chain-ladder, GLM, dan robust chain-ladder. Akan tetapi, untuk data yang mengandung
outlier, metode robust chain-ladder menunjukkan hasil yang lebih baik yaitu mendekati nilai prediksi
cadangan klaim tanpa outlier dibandingkan metode chain-ladder dan GLM.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Cantoni, E. dan Ronchetti, E. (2001): Robust inference for generalized linear models, Journal of
the American Statistical Association, 96 (455), 1022-1030.
[2] Hampel, F. R., Ronchetti, E. M., Rousseeuw, P. J., dan Stahel, W. A. (1986): Robust
Statistics: The Approach Based On Influence Functions, New York: Wiley.
[3] Hoedemakers, T., Beirlant, J., Goovaerts, M. J., dan Dhane, J. (2005): On the distribution of
discounted loss reserves using generalized linear models, Scandinavian Actuarial Journal, (1), 25-
45.
[4] Huber, P. J. (1981): Robust Statistics, New York: Wiley. Jong, P. de, Heller, G. Z. (2008):
Generalized Linear Models For Insurance Data. Cambridge University Press.
[5] Kaas, R., Goovaerts, M. J., Dhane, J., dan Denuit, M. (2009): Modern Actuarial Risk Theory: Using
R, Springer, Berlin.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
171 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
[6] Mack, T. (1993): Distribution-free calculation of the standard error of chain-ladder
reserve estimates. Astin Bulletin, 23 (2), 213-225.
[7] Olofsson, M. 2006: Stochastic loss reserving testing the New Guidelines from the Australian
Prudential Regulation Authority (APRA) on Swedish portfolio data using a bootstrap simulation and
distribution-free method by Thomas Mack.
http://www.math.su.se/mathstat/reports/serieb/2006/rep13/report.pdf. Diunduh pada tanggal 14
Januari 2016.
[8] Rahmanida, A. P. (2015): Prediksi cadangan klaim: metode chain-ladder secara stokastik dan
bootstrapping, Tugas Akhir Program Sarjana, Institut Teknologi Bandung.
[9] Seru, F. (2016): Dampak outlier terhadap prediksi cadangan klaim dan chainladder yang robust,
Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung.
[10] Verdonck, T., Van Wouwe, M., dan Dhaene, J. (2009): A robustification of the chain-ladder method,
North American Actuarial Journal, 13 (2), 280-298.
[11] Verdonck, T. dan Debruyne, M. (2010): The influence of individual claims on the chain-ladder
estimates: analysis and diagnostic tool, Insurance: Mathematics
and Economics, 48 (2011), 85-98.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
172 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P22
APLIKASI METODE AFFINE CIPHER UNTUK KEAMANAN CITRA
Supiyanto dan Samuel A. Mandowen
Program Studi Sistem Informasi, Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Cenderawasih
Email : [email protected]
ABSTRAK
Di era informasi abad ini, pertukaran data menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan pada era digital saat
ini. Namun disisi lain, terdapat dampak negative berupa penyadapan yang mengakibatkan suatu data
dan informasi diambil atau dimiliki oleh pihak yang tidak memiliki otoritas atau hak akses untuk
merubahnya. Oleh karena itu, keamanan suatu data yang sifatnya penting dan rahasia menjadi prioritas
utama. Agar data tersebut aman dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan, selalu menyiasatinya
dengan teknik - teknik tertentu. Salah satu teknik yang bisa dipelajari dan dikembangkan adalah
kriptografi. Kriptografi adalah ilmu atau seni untuk menjaga keamanan data dengan cara mengacak data
tersebut sehingga data tersebut sulit dimengerti oleh siapapun. Dalam kriptografi, Pesan yang
dirahasiakan (plaintext) disamarankan menjadi pesan yang diacak (ciphertext). Proses dari plaintext
menjadi ciphertext disebut enkripsi, sedangkan proses dari ciphertext menjadi plaintext disebut dekripsi.
Teknik pengamanan data yang digunakan pada artikel ini adalah kriptografi affine cipher, salah satu dari
jenis metode teknik kriptografi klasik yang mengalikan plainteks dengan sebuah nilai dan
menambahkannya dengan sebuah pergeseran. Sedangkan data yang digunakan pada penelitian ini data
citra. Adapun pengembangan aplikasinya menggunakan bahasa pemrograman Matlab. Hasil penelitian
ini berupa program aplikasi yang dapat digunakan untuk mengenkripsi dan mendekripsi data citra
grasyscale maupun citra warna dengan metode affine cipher.
Kata Kunci : Kriptografi, Plaintext, Ciphertext, Enkripsi, Dekripsi, Affine Cipher
PENDAHULUAN
Karena kemajuan teknologi jaringan, keamanan informasi menjadi masalah yang semakin penting.
Aplikasi teknologi multimedia yang populer dan semakin meningkatnya kemampuan transmisi jaringan
secara bertahap membawa kita untuk memperoleh informasi secara mudah.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
173 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Kriptografi, ilmu enkripsi, memainkan peran sentral dalam komunikasi ponsel, TV berbayar, e-
commerce, mengirim email pribadi, mentransmisikan informasi keuangan, keamanan kartu ATM,
password komputer, dan sentuhan pada banyak aspek kehidupan kita sehari-hari. Kriptografi adalah seni
atau sains yang mencakup prinsip dan metode untuk mengubah pesan yang dapat dimengerti (plaintext)
menjadi bahasa yang tidak dapat dimengerti (ciphertext) dan kemudian mentransformasikan kembali
pesan itu kembali ke bentuk aslinya. Di zaman modern, kriptografi dianggap sebagai cabang dari kedua
matematika dan ilmu komputer, dan berafiliasi erat dengan teori informasi, keamanan komputer, dan
teknik [1].
Substitution cipher adalah salah satu komponen dasar dari cipher klasik. Dua macam Substitution
cipher pada kriptografi klasik yaitu Polyalphabetic Substitution Cipher dan Monoalphabetic Substitution
Cipher. Pada Polyalphabetic Substitution Cipher, enkripsi terhadap satu huruf yang sama bisa
menghasilkan huruf yang berbeda sehingga lebih sulit untuk menemukan pola enkripsinya, sedangkan
pada monoalphabetic substitution cipher, satu huruf tertentu pasti akan berubah menjadi huruf tertentu
yang lain, sehingga pola enkripsinya lebih mudah diketahui, karena satu huruf pada ciphertext pasti
merepresentasikan satu huruf pada plaintext
Pada artikel ini, dilakukan penelitian tentang aplikasi algoritma affine cipher pada keamanan data
citra. Tujuannyamengembangkan penggunaan algoritma affine cipher yang selama ini masih banyak
digunakan pada keamanan data teks saja.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian terapan, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menerapkan suatu
teori, metode atau konsep matematika dan pemograman ke bidang terapan yakni pembuatan program
aplikasi sistem temu kembali citra daun tumbuhan menggunakan metoda eigenface.
Algoritma dan Implementasi
Algoritma perancangan perangkat lunak pembelajaran kriptografi dengan advanced hill cipher
dibagi menjadi 4 bagian yaitu, (i) Algoritma Proses Pembentukan Kunci; (ii) Algoritma Proses Enkripsi;
(iii) Algoritma Proses Dekripsi; yang kemudian dilanjutkan pada proses (iv) implementasi sistem.
Implementasi program pada proses ini ini mencakup spesifikasi kebutuhan perangkat keras (hardware)
dan spesifikasi perangkat lunak (software).
Implementasi dan Pengujian
Implementasi dan pengujian digunakan setelah analisa selesai dilakukan. Metode ini menjelaskan
tentang penerapan jalannya pembuatan aplikasi yang telah dianalisa. Implementasi pengembangan
aplikasi ini dikembangkan pada spesifikasi hardware dan software berikut:
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
174 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
1. Perangkat keras
Processor : Intel Core i3-6006U, 2GHz
Memori : 4.00 GB RAM
2. Perangkat Lunak
Sistem operasi : Windows 1064-bit Operating System
Bahasa pemrograman : MATLAB R2010a
ALGORITMA AFFINE CIPHER
Proses Enkripsi citra
Secara matematis enkripsi plainteks dengan metode kriptografi Affine Cipher dinyatakan dengan
fungsi kongruen:
𝐶𝑖(𝑃) = (α𝑃𝑖 + β)𝑀𝑜𝑑 𝑛 (1)
maka proses enkripsi citra dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Tentukan sembarang bilangan integer α dan β, dengan syarat gcd( α, n ) = 1. gcd adalah singkatan
dari greatest common divisor atau faktor persekutuan terbesar yang disepakati oleh Pengirim dan
Penerima.
2) Ambil citra input yang akan dienkripsi
3) Jika citra input merupakan citra warna, lakukan transformasi dulu menjadi citra grayscale.
4) Ambil nilai komponen warna (pixel) dari citra kemudian ubah ukurannya menjadi vektor baris dengan
ukuran [1…𝑚𝑥𝑚]
5) Lakukan enkripsi dari setiap komponen warna menggunakan Persamaan 𝐶𝑖(𝑃) = (𝑚𝑃𝑖 +
𝑏 ) 𝑚𝑜𝑑 256.
6) Ubah kembali ukuran vektor baris yang ukuran [1…𝑚𝑥𝑚] hasil enkripsi ke ukuran citra semula.
7) Matriks hasil enkripsi dikembalikan sebagai nilai intentitas menggunakan transformasi
warna sehingga menghasilkan citra baru yang sudah tersandikan .
Proses Dekripsi Citra
Algoritmanya sebagai berikut :
1) Ambil citra yang akan didekripsi
2) Gunakan bilangan integer α dan β kunci yang disepakati sebelumnya untuk menentukan invers
yang akan digunakan untuk mendekripsi citra.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
175 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
3) Transformasi warna sehingga komponen warna RGB dari citra yang telah tersandikan terpisahkan
seperti pada proses enkripsi
4) Lakukan proses dekripsi menggunakan Persamaan 𝑃𝑖 = (α−1(𝐶𝑖(𝑃) − β)) 𝑚𝑜𝑑 256.
5) Vektor hasil dekripsi dikembalikan sebagai sebagai nilai intensitas warna menggunakan
transformasi warna. Hasil dekripsi akan menghasilkan citra yang sama dengan citra aslinya jika
aplikasi berjalan dengan baik dan benar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Algoritma yang dibahas pada bagian sebelumnya diimplementasikan pada MATLAB 7. Pengujian
dilakukan pada beberapa citra grayscale dan citra warna dengan berbagai ukuran dengan tipe “.bmp”.
Analisis histogram dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan antara plain image dengan cipher
image.
Hasil Enkripsi dan Analisis Histogram
Pengujian dilakukan kepada 4 jenis citra yang berbeda, format dan ukurannya dengan
menggunakan kunci yang sama, maka berdasarkan uji secara visual dapat dilihat hasilnya pada Gambar
1 berikut.
Citra dan Histogram citra sebelum dan sesudah prose enkripsi
Asli Enkripsi Asli Enkripsi
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
176 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
a b
c d Gambar 1.Hasil proses enkripsi dari 2 citra warna dan 2 citra gray scale
Gambar 1. Menunjukkan bahwa citra asli tidak dapat terlihat setelah dilakukan proses enkripsi.
Hasil penyandian citra menunjukkan keteracakan warna dan perubahan intensitas warna yang cukup
signifikan, hal ini menunjukkan bahwa proses enkripsi berhasil dengan baik. Hasil analisis histogram
yang diperlihatkan pada Gambar 1juga menunjukkan bahwa secara visual dari histogram citra sebelum
dan sesudah di-enkripsi terlihat perbedaan yang signifikan antara keduanya. Pada histogram hasil
enkripsi terlihat rata untuk setiap intensitas warna, hal ini menunjukkan bahwa algoritma enkripsi yang
digunakan tidak dapat memberikan petunjuk apa-apa untuk dilakukan statistical attack oleh kriptanalis
karena tidak ada intensitas yang menonjol seperti yang terlihat pada histogram citra asli
Hasil Dekripsi
Untuk mengetahui algoritma dekripsi yang digunakan pada penelitian ini berjalan dengan baik maka
citra yang telah ter-enkripsi akan di dekripsi kembali. Proses dekripsi diharap dapat mengembalikan citra
yang ter-enkrip menjadi citra seperti aslinya.
Karena menurut jenis kuncinya, Affine Cipher termasuk didalam kriptografi yang simetris maka
dalam proses dekripsi citra yang telah di-enkripsi sebagaimana pada Gambar 2. maka kunci yang
digunakan pada proses dekripsi adalah kunci yang sama pada proses enkripsi.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
177 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Citra dan Histogram citra sebelum dan sesudah prose enkripsi
Enkripsi Hasil Dekripsi Enkripsi Hasil Dekripsi
a b
c d Gambar 2.Hasil proses dekripsi dari 2 citra warna dan 2 citra gray scale
Gambar 2 penunjukkan bahwa citra yang telah enkripsi dapat dikembalikan seperti citra semula
atau citra asli. Citra hasil dekripsi menunjukkan adanya destorsi citra. Namun demikian,hasil ini
menunjukkan bahwa proses dekripsi berhasil dengan baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Metode Affine Cipher dapat diimplementasikan untuk melakukan enkripsi dan dekripsi pada citra
digital.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
178 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
2. Tentukan sembarang bilangan integer α dan β, dengan syarat gcd( α, n ) = 1. Setelah itu
mengimplementasikan metode Affine Cipher untuk enkripsi atau dekripsi setiap nilai piksel pada
citra digital.
3. Proses penyandian citra dengan metode Affine Cipher menunjukkan keteracakan warna yang cukup
signifikan, hal ini menunjukkan bahwa proses enkripsi berhasil dengan baik.
4. Proses Dekripsi dengan metode Affine Cipher dari citra yang telah ter-enkripsi dapat dikembalikan
seperti citra semula atau citra asli walaupun citra hasil dekripis ada yang mengalami destorsi.
Namun demikian, proses dekripsi berhasil dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
B. Acharya, S. K. (2009). Image Encryption Using Advanced Hill Cipher Algorithm. International Journal
of Recent Trends in Engineering, 663-667.
Hasugian, A. H. (2013). Implementasi Algoritma Hill Cipher Dalam Penyandian Data. Pelita Informatika
Budi Darma, 115-122.
Juliadi, B. P. (2013). Kriptografi Klasik Dengan Metode Modifikasi Affine Cipher Yang
Diperkuatdenganvigenere Cipher. Buletin ilmiah Matematika, Statistika dan Terapannya
(bimaster) , 87– 92.
Kharolina, M. (2017). Implementasi Algoritma Affine Cipher Pada Citra Menggunakan Binomial Newton
Sebagai Matriks Kunci. Pelita Informatika Budi Darma, 52- 54.
Prerna, U. M. (2014). Image Encryption and Decryption using Modified Hill Cipher Technique.
International Journal of Information & Computation Technology, 1895-1901.
Supiyanto. (2015). Hill Cipher pada Data Teks dengan Koefisien Binomial sebagai Entri-Entri dari Matriks
Kunci . SAINS : Jurnal MIPA dan Pengajarannya , 57 – 62.
Supiyanto. (2015). Implementasi Hill Cipher pada Citra Menggunakan Koefesien Binomila sebagai
Matriks Kunci. SemnasIF, 284-291.
Supiyanto. (2016). Pengembangan Aplikasi Pengamanan Data Menggunakan Program Delphi . SAINS
: Jurnal MIPA dan Pengajarannya, 07 – 13.
Wibowo, S., Nilawati, F. E., & Suharnawi. (2014). Implementasi Enkripsi Dekripsi Algoritma Affine
Cipher Berbasis Android. Techno.COM, 215-221.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
179 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P23
ANALISIS KESTABILAN LOKAL TITIK EKUILIBRIUM MODEL DINAMIKA
EPIDEMI CAMPAK
Katarina Lodia Tuturop1, Joko Harianto2
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Cenderawasih
Email : [email protected]
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Cenderawasih
Email : [email protected]
ABSTRAK Salah satu faktor yang menjadi fokus dalam pembahasan artikel ini adalah meninjau adanya pengaruh
kepadatan penduduk pada penyebaran penyakit campak. Langkah awal, diformulasikan sebuah model
matematika penyebaran penyakit campak (measles) yang melibatkan faktor kepadatan penduduk.
Kemudian, ditentukan bilangan reproduksi dasar (basic reproduction number) R0 sebagai parameter
untuk meninjau dinamika penyebaran penyakit campak (measles). Langkah akhir, menganalisis
kestabilan titik ekuilibrium model. Hasil analisis model ini menunjukkan bahwa ada dua kondisi nilai R0,
yaitu R0 > 1 dan R0 < 1. Masing-masing kondisi R0 tersebut menentukan kestabilan titik-titik
ekuilibrium model. Selanjutnya, parameter R0 merupakan syarat perlu eksistensi dua titik ekuilibrium
model sekaligus kestabilan lokalnya. Pada saat R0 < 1, hanya terdapat satu (tunggal) titik ekuilibrium,
disebut titik ekuilibrium bebas penyakit E0. Sebaliknya, pada saat R0 > 1, terdapat dua titik
ekuilibrium, yaitu E0 dan titik ekuilibrium endemik E∗. Hasil analisis kestabilan lokal menunjukkan bahwa
saat R0 < 1, titik ekuilibrium E0 bersifat stabil asimtotik lokal. Hal ini berarti bahwa jika syarat R0 < 1
dipenuhi, maka dalam waktu yang cukup lama tidak akan terjadi penyebaran penyakit pada sub populasi
rentan dan tervaksinasi, atau dengan kata lain wabah penyakit tersebut akan berhenti. Sebaliknya, pada
saat R0 > 1 titik ekuilibrium E bersifat stabil asimtotik lokal. Hal ini berarti bahwa jika R0 > 1, dalam
waktu yang cukup lama penyakit akan selalu ada dalam populasi tersebut dengan kondisi proporsi
masing-masing sub populasi sebesar S∗, V∗, I∗dan R∗.
Kata Kunci: Model Campak, Analisis Kestabilan Lokal, Basic Reproduction Number.
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia adalah penyakit campak. Penyakit campak (measles) merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus golongan Paramyxovirus. Upaya untuk mencegah penyebarannya dapat dilakukan
dengan memberikan vaksin kepada individu yang rentan terinfeksi penyakit campak. Vaksinasi
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
180 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
(vaccination) merupakan suatu proses memasukan bakteri atau virus pathogen yang telah dilemahkan
atau dimatikan kepada individu, manusia atau hewan yang masih sehat, sehingga membentuk suatu
kekebalan yang dapat melawan bakteri pathogen/virus tersebut. Cara kerja vaksin adalah merangsang
sistem kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri yang telah dilemahkan, darah putih yang dinamakan B-
lymphocytes membuat antibody yang didesain bergabung dengan antigen.
Penyebaran infeksi penyakit dapat dideskripsikan secara matematis melalui pembagian model,
misalnya model SIR dan model SIRS (Kermack, 1927). Vaksinasi dapat dianggap sebagai penambahan
kelas secara alami kedalam model dasar epidemik untuk beberapa jenis penyakit. Penambahan
subpopulasi V (Vaccination) pada model epidemik SIR ini menunjukkan banyaknya individu yang telah
mengalami proses vaksinasi, sehingga salah satu model pengembangan dari model epidemik SIR
adalah model epidemik SVIR. Pada model epidemik SVIR, populasi dibagi menjadi empat subpopulasi,
yaitu S (Susceptible), V (Vaccination), I (Infected) dan R (Recovered). S (Susceptible) menyatakan
banyaknya individu yang sehat dan rentan terhadap penyakit, V (Vaccination) menyatakan banyaknya
individu yang telah mengalami proses vaksinasi, I (Infected) menyatakan banyaknya individu yang
terinfeksi penyakit dan R (Recovered) menyatakan banyaknya individu yang sembuh dari penyakit.
Model matematika yang mengkaji tentang model epidemik SVIR telah banyak dibahas oleh
beberapa peneliti, diantaranya Liu, et al. (2007), Sahni dkk. (2015) dan Harianto, dkk. (2017). Model yang
dibahas dalam artikel Sahni dan Harianto merupakan pengembangan dari model yang dibahas oleh Liu.
Model pengembangan tersebut dilakukan dengan melibatkan asumsi-asumsi yang dapat terjadi dalam
suatu lingkungan. Sahni mengkaji model SVIR dengan faktor kematian bukan karena penyakit campak
diasumsikan terjadi dalam setiap subpopulasi. Laju kematian setiap subpopulasi pada model tersebut
diasumsikan sama. Kemudian, Harianto membahas model SVIR dengan asumsi terjadi kematian karena
penyakit (penyakit fatal). Dengan demikian, masih ada peluang untuk membahas kembali model SVIR
dengan mempertimbangkan asumsi kepadatan penduduk dalam suatu wilayah yang sedang dibahas.
Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan model penyebaran penyakit campak (measles)
dengan adanya faktor kepadatan penduduk. Selanjutnya, menentukan pengaruh kepadatan penduduk
terhadap dinamika penyebaran penyakit dari hasil analisis model tersebut.
METODE PENELITIAN
Pembahasan artikel ini menggunakan pendekatan matematis dengan metode studi literatur.
Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini.
Tahap 1 : Pengumpulan artikel dan informasi yang relevan terkait penyakit campak dilakukan dengan
cara studi literatur.
Tahap 2 : Penentuan asumsi sebagai acuan untuk pembatasan masalah dan proses penyusunan
model epidemi campak dengan berbagai fakta yang ada dalam suatu wilayah.
Tahap 3 : Formulasi masalah dengan deskripsi matematis berupa model dan kajian secara analitik
terhadap model tersebut.
Tahap 4 : Pengkajian secara numerik dan interpretasi solusi dari model tersebut.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
181 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
HASIL DAN PEMBAHASAN
Model ini dibentuk dengan memasukkan parameter ukuran luas wilayah yang ditempati oleh suatu
populasi dalam masa penularan penyakit. Parameter tersebut digunakan untuk membantu analisa
ketergantungan kepadatan penduduk dari dinamika penyebaran penyakit campak. Asumsi-asumsi yang
digunakan untuk membatasi dan memperjelas kejadian yang akan dimodelkan adalah sebagai berikut:
1. Populasi tertutup (tidak ada migrasi).
2. Kelahiran terjadi pada sub populasi rentan (𝑆), sub populasi divaksin (𝑉), sub populasi terinfeksi (𝐼)
dan sub populasi sembuh (𝑅) dengan laju yang sama.
3. Individu yang lahir pada setiap sub populasi masuk pada sub populasi rentan.
4. Kematian alami terjadi di setiap sub populasi dengan laju yang sama dengan kelahiran.
5. Laju kelahiran individu sama dengan laju kematian alami individu.
6. Penyakit dapat menyebabkan kematian (penyakit fatal).
7. Individu yang sembuh tidak dapat kembali menjadi individu rentan. Dengan kata lain, terjadi
kesembuhan permanen.
8. Masa inkubasi singkat.
9. Vaksinasi diberikan pada individu rentan.
10. Laju kesembuhan anak yang terinfeksi tidak dibedakan dengan orang dewasa.
11. Vaksinasi pada individu akan mencapai tingkat kekebalan sejalan dengan waktu dan pada akhirnya
individu tersebut akan sembuh.
12. Individu yang divaksin dapat terinfeksi penyakit jika kehilangan imunitas.
13. Transmisi penyakit terjadi akibat adanya kontak antara individu yang terinfeksi dengan individu
rentan, ataupun individu terinfeksi dengan individu tervaksin.
14. Distribusi populasi homogen di seluruh wilayah yang tidak terlalu luas.
15. Semua orang mempunyai peluang yang sama untuk terinfeksi penyakit karena adanya kontak
dengan individu yang terinfeksi penyakit.
Berdasarkan asumsi yang disebutkan sebelumnya, maka untuk membangun model dinotasikan
hal-hal sebagai berikut:
1) 𝑑𝑆
𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi rentan per satuan waktu
2) 𝑑𝑉
𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi yang divaksin per satuan waktu
3) 𝑑𝐼
𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi terinfeksi per satuan waktu
4) 𝑑𝑅
𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi sembuh per satuan waktu
5) 𝑆 = proporsi individu rentan , dengan 𝑆(𝑡) > 0
6) 𝑉 = proporsi individu yang divaksin ,dengan 𝑉(𝑡) > 0
7) 𝐼 = proporsi individu terinfeksi ,dengan 𝐼(𝑡) ≥ 0
8) 𝑅 = proporsi individu sembuh ,dengan 𝑅(𝑡) ≥ 0
9) 𝜇 = laju kelahiran dan laju kematian alami individu, dengan 𝜇 > 0
10) 𝛽 = laju transmisi (laju kontak) individu yang terinfeksi terhadap individu rentan, dengan 𝛽 > 0
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
182 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
11) 𝛽1= laju transmisi individu yang masih dapat terinfeksi setelah diberi vaksin, dengan 𝛽1 > 0,
12) 𝛾 = laju kesembuhan individu dari penyakit yang diderita, dengan 𝛾 > 0,
13) 𝛾1= laju rata-rata bagi individu yang memperoleh kekebalan sehingga sembuh permanen setelah
diberi vaksin, dengan 𝛾 > 0,
14) 𝛼 = laju pemberian vaksin bagi individu yang rentan, dengan 𝛼 > 0.
15) 𝜔 = laju kematian individu karena penyakit yang diderita, dengan 𝜔 > 0.
16) 𝐴 = luas total wilayah yang ditempati oleh suatu populasi, dengan 𝐴 > 0.
Berikut ini diberikan diagram transmisi dari model epidemi SVIR penyakit campak.
Gambar 1. Diagram transmisi model epidemi SVIR penyakit campak
Berdasarkan asumsi dan pemisalan parameter, diperoleh model SVIR dalam bentuk persamaan
diferensial sebagai berikut :
𝑑𝑆
𝑑𝑡= 𝜇 − 𝜇𝑆 −
𝛽𝑆𝐼
𝐴− 𝛼𝑆
𝑑𝑉
𝑑𝑡= 𝛼𝑆 −
𝛽1𝑉𝐼
𝐴− 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑉 (1)
𝑑𝐼
𝑑𝑡=𝛽𝑆𝐼
𝐴+𝛽1𝑉𝐼
𝐴− 𝛾𝐼 − 𝜇𝐼 − 𝜔𝐼
𝑑𝑅
𝑑𝑡= 𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅
𝜇𝑆 𝜇𝐼
𝜇
𝜔𝐼
S I R
𝛽𝑆𝐼 𝛾𝐼
𝜇𝑅
𝛽1𝑉𝐼
V
𝜇𝑉
𝛼𝑆 𝛾1𝑉
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
183 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
dengan 𝑆(0) > 0, 𝑉(0) > 0, 𝑅(0) = 0, 𝐼(0) ≥ 0, 𝑆 + 𝑉 + 𝐼 + 𝑅 = 1, ∀ 𝑡 ≥ 0 dan semua
parameter tersebut bernilai positif. Karena persamaan terakhir tidak mempengaruhi persamaan yang
lainnya, maka sistem diatas dapat dieliminir menjadi:
𝑑𝑆
𝑑𝑡= 𝜇 − 𝜇𝑆 −
𝛽𝑆𝐼
𝐴− 𝛼𝑆
𝑑𝑉
𝑑𝑡= 𝛼𝑆 −
𝛽1𝑉𝐼
𝐴− 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑉 (2)
𝑑𝐼
𝑑𝑡=𝛽𝑆𝐼
𝐴+𝛽1𝑉𝐼
𝐴− 𝛾𝐼 − 𝜇𝐼 − 𝜔𝐼
Selanjutnya, analisis kestabilan model SVIR tersebut akan dilakukan disekitar titik ekulibrium nya,
sehingga sebagai langkah pertama akan ditentukan terlebih dulu titik-titik ekulibrium sistem, yaitu titik
ekulibrium bebas penyakit dan titik ekulibrium endemik. Titik ekulibrium bebas penyakit adalah titik
dengan representasi penyakit yang tidak mungkin menyebar pada suatu daerah karena proporsi populasi
terinfeksi sama dengan nol (I=0) untuk t → ∞, sedangkan titik ekulibrium endemik adalah titik dengan
reprentasi penyakit pasti menyebar (I>0) untuk 𝑡 → ∞, pada suatu daerah tertutup yang sedang
dibahas. Titik ekuilibrium Sistem (2) diperoleh saat
𝑑𝑆
𝑑𝑡=𝑑𝑉
𝑑𝑡=𝑑𝐼
𝑑𝑡= 0 ,
akibatnya:
𝜇 − 𝜇𝑆 −𝛽𝑆𝐼
𝐴− 𝛼𝑆 = 0 (3)
𝛼𝑆 −𝛽1𝑉𝐼
𝐴− 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑉 = 0 (4)
𝛽𝑆𝐼
𝐴+𝛽1𝑉𝐼
𝐴− 𝛾𝐼 − 𝜇𝐼 − 𝜔𝐼 = 0 (5)
Dari persamaan (5), diperoleh 𝐼 (𝛽𝑆
𝐴+𝛽1𝑉
𝐴− 𝛾 − 𝜇 − 𝜔) = 0, dengan penyelesaian 𝐼 = 0 atau
𝛽𝑆
𝐴+𝛽1𝑉
𝐴− 𝛾 − 𝜇 − 𝜔 = 0, sehingga dari sini diperoleh 2 keadaan, yaitu :
saat 𝐼 = 0 merupakan syarat perlu untuk memperoleh titik ekuilibrium bebas penyakit. Perhatikan
bahwa:
Dari persamaan (3) diperoleh bentuk 𝜇 − 𝜇𝑆 − 𝛼𝑆 = 0 ⟺ 𝑺 = 𝝁
𝜶+𝝁
Dari persamaan (4) diperoleh 𝛼𝑆 − 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑉 = 0 ⟺ 𝑽 = 𝛼𝝁
(𝜶+𝝁)(𝜸𝟏+𝝁)
Jadi diperoleh titik ekuilibrium bebas penyakit yaitu 𝐸0 = (𝑆0, 𝑉0, 𝐼0) = (𝜇
𝛼+𝜇 ,
𝛼𝜇
(𝛼+𝜇)(𝛾1+𝜇) , 0).
Saat 𝐼 > 0, merupakan syarat perlu untuk memperoleh titik ekuilibrium endemik. Perhatikan bahwa:
Dari Persamaan (3) diperoleh bentuk
𝜇 − 𝜇𝑆 −𝛽𝑆𝐼
𝐴− 𝛼𝑆 = 0 ⟺ 𝑺∗ =
𝐴𝜇
(𝐴𝛼+𝐴𝜇+𝛽𝐼∗)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
184 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Dari Persamaan (4) diperoleh :
𝛼𝑆 −𝛽1𝑉𝐼
𝐴− 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑉 = 0 ⟺𝑽∗ =
𝐴2𝛼𝜇
(𝐴𝛼+𝐴𝜇+𝛽𝐼∗)(𝐴𝛾1+𝐴𝜇+𝛽1𝐼∗)
Berdasarkan (5), jika 𝐼 ≠ 0, maka yang terjadi adalah
𝛽𝑆
𝐴+𝛽1𝑉
𝐴− 𝛾 − 𝜇 − 𝜔 = 0 ,
sehingga dengan subtitusi 𝑺∗ dan 𝑽∗ diperoleh :
𝜇𝛽
(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗) +
𝐴𝛼𝜇𝛽1(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗)(𝐴𝛾1 + 𝐴𝜇 + 𝛽1𝐼∗)
− 𝜇 + 𝛾 + 𝜔 = 0
⇔ 𝜇 + 𝛾 + 𝜔 −𝜇𝛽
(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗)−
𝐴𝛼𝜇𝛽1(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗)(𝐴𝛾1 + 𝐴𝜇 + 𝛽1𝐼∗)
= 0
dengan memisalkan :
𝐴1 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝛽1𝛽 > 0
𝐴2 = 𝐴( 𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(( 𝛼 + 𝜇) 𝛽1 + (𝛾1 + 𝜇)𝛽) − 𝐴𝛽1𝛽𝜇
𝐴3 = 𝐴2(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)( 𝛼 + 𝜇)( 𝛾1 + 𝜇) > 0
𝐶 =𝛽𝜇
𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)+
𝛼𝛽1𝜇
𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾1)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)
Sehingga persamaan tersebut menjadi :
𝐴1𝐼∗2 + 𝐴2𝐼
∗ + 𝐴3(1 − 𝐶) = 0 (6)
dengan akar-akar Persamaan (6), yaitu
𝐼1,2∗ =
−𝐴2 ±√𝐴22 − 4𝐴1𝐴3(1 − 𝐶)
2𝐴1
Dalam hal ini, 𝐼∗ > 0 sehingga haruslah 𝐶 > 1. Jadi, diperoleh titik ekuilibrium endemik, 𝐸∗ =
(𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗) yaitu
(
𝐴𝜇
(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗) ,
𝐴2𝛼𝜇
(𝐴𝛼 + 𝐴𝜇 + 𝛽𝐼∗)(𝐴𝛾1 + 𝐴𝜇 + 𝛽1𝐼∗), 𝐼∗
)
.
Eksistensi titik ekuilibrium endemik pada model SVIR tersebut bergantung pada nilai basic
reproduction number 𝑅0, yaitu banyaknya individu yang rentan yang kemudian terinfeksi jika berinteraksi
dengan penderita pada populasi yang seluruhnya rentan. Penentuan bilangan ini dilakukan secara
sederhana ditinjau pada keadaan titik ekuilibrium endemik.
Perhatikan Persamaan (6), titik ekuilibrium endemik hanya berlaku untuk akar yang positif (𝐼∗ > 0)
karena titik ekuibrium merupakan ukuran proporsi sub populasi yang dalam kehidupan nyata bernilai
positif. Akar positif hanya dipenuhi saat C > 1. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai penentu eksistensi
dari titik ekuilibrium endemik positif terletak pada nilai C, sehingga dapat di definisikan nilai C sebagai
basic reproduction number yaitu:
𝑅0 =𝛽𝜇
𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)+
𝛼𝛽1𝜇
𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾1)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
185 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Diperhatikan kembali bahwa eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit tidak bergantung pada
parameter 𝑅0. Ditinjau dari parameter 𝑅0 dapat disimpulkan bahwa jika 𝑅0 ≤ 1, maka terdapat dengan
tunggal titik ekuilibrium Sistem (2), yaitu titik ekuilibrium bebas penyakit 𝐸0. Sedangkan, jika 𝑅0 > 1,
maka terdapat dua titik ekuilibrium Sistem (2), yaitu titik ekuilibrium bebas penyakit 𝐸0 dan titik ekuilibrium
endemik
𝐸∗ = (𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗) = (𝐴𝜇
(𝛼+𝜇+𝛽𝐼∗) ,
𝐴2𝛼𝜇
(𝛼+𝜇+𝛽𝐼)(𝜇+𝛾1+𝛽1𝐼∗) , 𝐼∗), dengan 𝐼∗ akar positif dari persamaan
𝐴1𝐼∗2 + 𝐴2𝐼
∗ + 𝐴3(1 − 𝑅0) = 0, dengan 𝐴1 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝛽1𝛽 > 0, 𝐴2 = 𝐴( 𝛾 + 𝜇 +
𝜔)(( 𝛼 + 𝜇) 𝛽1 + (𝛾1 + 𝜇)𝛽) − 𝐴𝛽1𝛽𝜇, 𝐴3 = 𝐴2(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)( 𝛼 + 𝜇)( 𝛾1 + 𝜇) > 0.
Hasil analisis kestabilan lokal titik ekulibrium Sistem (2) dirangkum dalam teorema berikut.
Teorema 1
Didefinisikan:
𝑅0 =𝛽𝜇
𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)+
𝛼𝛽1𝜇
𝐴(𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾1)(𝜇 + 𝛾 + 𝜔)
i. Jika 𝑅0 < 1, maka titik ekuilibrium 𝐸0 stabil asimtotik lokal. Sebaliknya, jika 𝑅0 > 1, maka titik
ekilibrium 𝐸0 tidak stabil.
ii. Jika 𝑅0 > 1, maka titik ekuilibrium endemik 𝐸∗ stabil asimtotik lokal.
Bukti :
i. Matriks jacobian disekitar titik 𝐸0 = (𝑆0, 𝑉0, 𝐼0) = (𝜇
𝛼+𝜇 ,
𝛼𝜇
(𝛼+𝜇)(𝛾1+𝜇) , 0) adalah :
𝐽(𝐸0) =
(
−𝜇 − 𝛼 0 −
𝛽𝑆0𝐴
𝛼 −𝜇 − 𝛾1 −𝛽1𝑉0𝐴
0 0𝛽𝑆0𝐴+𝛽1𝑉0𝐴
− 𝜇 − 𝛾 − 𝜔)
Persamaan karakteristiknya adalah
[−(𝜇 + 𝛼) − 𝜆][−(𝜇 + 𝛾1) − 𝜆] [𝛽𝑆0𝐴+𝛽1𝑉0𝐴
− 𝜇 − 𝛾 − 𝜔 − 𝜆] = 0
dengan:
𝜆1 = −(𝜇 + 𝛼) < 0
𝜆2 = −(𝜇 + 𝛾1)< 0
𝜆3 =𝛽𝑆0
𝐴+𝛽1𝑉0
𝐴− 𝜇 − 𝛾 − 𝜔 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(𝑅0 − 1)
Jelas bahwa saat 𝑅0 < 1 maka seluruh nilai eigen dari 𝐽(𝐸0) bernilai negatif yang berakibat titik 𝐸0
stabil asimtotik lokal. Sedangkan saat 𝑅0 > 1, terdapat satu nilai eigen yang bernilai positif sehingga
titik 𝐸0 tidak stabil.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
186 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
i. Jelas bahwa titik endemik 𝐸∗ eksis saat 𝑅0 > 1, sehingga matriks Jacobian di sekitar titik 𝐸∗ adalah
:
𝐽(𝐸∗) =
(
−𝜇 − 𝛼 −
𝛽𝐼∗
𝐴0 −
𝛽𝑆∗
𝐴
𝛼 −𝜇 − 𝛾1 −𝛽1𝐼
∗
𝐴−𝛽1𝑉
∗
𝐴𝛽𝐼∗
𝐴
𝛽1𝐼∗
𝐴
𝛽𝑆∗
𝐴+𝛽1𝑉
∗
𝐴− 𝜇 − 𝛾 − 𝜔)
Perhatikan bahwa entri ke 𝑗11, 𝑗22, 𝑗33, dari matriks 𝐽(𝐸∗) ekuivalen dengan bentuk berikut :
−𝜇 − 𝛼 −𝛽𝐼∗
𝐴= −
𝜇
𝑆∗ 𝑑𝑎𝑛 − 𝜇 − 𝛾1 −
𝛽1𝐼∗
𝐴= −
𝛼𝑆∗
𝑉∗
dan berdasarkan hasil evaluasi disekitar titik ekulibrium endemik diperoleh 𝛽𝑆∗
𝐴+𝛽1𝑉
∗
𝐴− 𝜇 − 𝛾 − 𝜔 = 0, sehingga matriks 𝐽(𝐸∗) menjadi :
𝐽(𝐸∗) =
(
− 𝜇
𝑆∗0 −
𝛽𝑆∗
𝐴
𝛼 − 𝛼𝑆∗
𝑉∗−𝛽1𝑉
∗
𝐴𝛽𝐼∗
𝐴
𝛽1𝐼∗
𝐴 0 )
Persamaan karakteristik matriks 𝐽(𝐸∗) adalah
𝜆3 + 𝑎1𝜆2 + 𝑎2𝜆 + 𝑎3 = 0
dengan :
𝑎1 =𝜇
𝑆∗+𝛼𝑆∗
𝑉∗> 0
𝑎2 =𝛼𝜇
𝑉∗+𝛽12𝑉∗𝐼∗
𝐴2+𝛽2𝑆∗𝐼∗
𝐴2> 0
𝑎3 =𝛼𝛽1𝛽𝑆
∗𝐼∗
𝐴2+𝛼𝛽2𝑆∗2𝐼∗
𝑉∗𝐴2+𝜇𝛽1
2𝑉∗𝐼∗
𝑆∗𝐴2> 0
Diperhatikan bahwa
𝑎1𝑎2 − 𝑎3 =𝛼𝜇2
𝑆∗𝑉∗+(𝜇 + 𝛽𝐼∗)𝛽2𝑆∗𝐼∗
𝐴2+𝛼2𝜇𝑆∗
𝑉∗2+𝛼𝐼∗𝑆∗(𝛽 − 𝛽1)
2
𝐴2+𝛼𝛽1𝛽𝑆
∗𝐼∗
𝐴2> 0
Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz (Lancaster, 1969), karena syarat 𝑎𝑖 > 0, 𝑖 = 1,2,3 dan 𝑎1𝑎2 −
𝑎3 > 0 dipenuhi, maka seluruh nilai eigen persamaan karakteristik dari matriks 𝐽(𝐸∗) mempunyai
bagian real yang bernilai negatif. Jadi, titik ekuilibirum 𝐸∗ = (𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗) stabil asimtotik lokal.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh maka dapat dilakukan interpretasi secara biologis sebagai berikut
:
1. Jika 𝑅0 < 1, maka untuk 𝑡 → ∞ dan (𝑆, 𝑉, 𝐼) yang cukup dekat ke 𝐸0 = (𝑆0, 𝑉0, 𝐼0), solusi
Sistem (2) akan bergerak menuju ke 𝐸0 = (𝑆0, 𝑉0, 𝐼0). Hal ini berarti bahwa jika 𝑅0 < 1, maka
untuk jumlah individu yang rentan, tervaksinasi, dan terinfeksi yang mendekati 𝐸0 = (𝑆0, 𝑉0, 𝐼0),
maka penyakit tersebut tidak akan mewabah dan cenderung menghilang dalam waktu yang tak
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
187 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
terhingga. Kondisi ini yang kemudian dinamakan stabil asimtotik disekitar titik ekulibrium 𝐸0 =
(𝑆0, 𝑉0, 𝐼0), yang kemudian titik ini disebut juga sebagai titik ekuilibrium bebas penyakit.
2. Jika 𝑅0 > 1, maka untuk 𝑡 → ∞ 20 km2dan (𝑆, 𝑉, 𝐼) yang cukup dekat ke 𝐸∗ = (𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗),
solusi Sistem (1) akan bergerak menuju ke 𝐸∗ = (𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗). Hal ini berarti bahwa jika 𝑅0 > 1,
maka untuk jumlah individu yang rentan, tervaksinasi, dan terinfeksi yang mendekati 𝐸∗ =
(𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗), penyakit akan mewabah tetapi tidak mencapai kepunahan dalam waktu yang tak
terhingga. Kondisi ini yang kemudian dinamakan stabil asimtotik disekitar titik ekulibrium 𝐸∗ =
(𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗), yang kemudian titik ini disebut juga sebagai titik ekuilibrium endemik.
KESIMPULAN
Hasil analisis model ini menunjukkan bahwa ada dua kondisi nilai R0, yaitu R0 > 1 dan R0 < 1.
Masing-masing kondisi R0 tersebut menentukan kestabilan titik-titik ekuilibrium model. Selanjutnya,
parameter R0 merupakan syarat perlu eksistensi dua titik ekuilibrium model sekaligus kestabilan
lokalnya. Pada saat R0 < 1, hanya terdapat satu (tunggal) titik ekuilibrium, disebut titik ekuilibrium bebas
penyakit E0. Sebaliknya, pada saat R0 > 1, terdapat dua titik ekuilibrium, yaitu E0 dan titik ekuilibrium
endemik E∗. Hasil analisis kestabilan lokal menunjukkan bahwa saat R0 < 1, titik ekuilibrium E0
bersifat stabil asimtotik lokal. Hal ini berarti bahwa jika syarat R0 < 1 dipenuhi, maka dalam waktu yang
cukup lama tidak akan terjadi penyebaran penyakit pada sub populasi rentan dan tervaksinasi, atau
dengan kata lain wabah penyakit tersebut akan berhenti. Sebaliknya, pada saat R0 > 1 titik ekuilibrium
E bersifat stabil asimtotik lokal. Hal ini berarti bahwa jika R0 > 1, dalam waktu yang cukup lama
penyakit akan selalu ada dalam populasi tersebut dengan kondisi proporsi masing-masing sub populasi
sebesar S∗, V∗, I∗dan R∗.
DAFTAR PUSTAKA [1] Harianto, J., Suparwati, T. 2017. “Local Stability Analysis of an SVIR Epidemic Model”. Cauchy
Jurnal Matematika Murni dan Aplikasi. Vol. 5 (1), pp: 20-28.
[2] Kermack, M., Mckendrick, M. 1927. “Contribution to the mathematical theory of epidemics part I”,
Proc. Roy. Soc., A 115, pp: 700–721.
[3] Lancaster, P. 1969. Theory of Matrices. New York : Academic Press.
[4] Liu, Xianing, et al. 2008. “SVIR Epidemic Models With Vaccination Strategies”. Journal of
Theoritical Biology Science-Direct. Vol. 253, pp: 1-11.
[5] Olsder, G. J., 1994. Mathematical System Theory. Netherlands: Delftse Uitgevers Maatschappij.
[6] Perko, S., 2001. Differential Equations and Dynamical Systems. New York: Springer-Verlag.
[7] Radji, M. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
[8] Sahni, A., dkk. 2015. “Dinamika Model Epidemik SVIR Terhadap Penyebaran Penyakit Campak
dengan Strategi Vaksinasi Kontinu”. Jurnal Mahasiswa FKIP Universitas Pasir Pengaraian. Vol.
1, pp: 1-8.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
188 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P24
EKSISTENSI TITIK EKUILIBRIUM MODEL SVIR MELIBATKAN
BILANGAN REPRODUKSI DASAR
Joko Harianto1, Titik Suparwati2
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Cenderawasih
Email : 1 [email protected] ; 2 [email protected]
ABSTRAK Pada penelitian ini dibahas eksistensi titik ekuilibrium model penyebaran penyakit tipe SVIR
dengan asumsi populasinya terbuka. Dalam hal ini, pertambahan populasi terjadi karena adanya
faktor kelahiran dan imigrasi. Penelitian ini tentunya memberikan kontribusi di bidang kesehatan,
yaitu diharapkan dapat digunakan untuk menganalisa dan mendeskripsikan perilaku penyebaran
penyakit melalui model yang telah dikaji. Dalam kajian ini, dikembangkan sebuah model
penyebaran penyakit (epidemi) tipe SIR dengan penambahan sub populasi vaksinasi yang disebut
juga sebagai tipe SVIR. Sub populasi V (Vaksinasi) merupakan kumpulan individu yang telah diberi
vaksin. Dalam model ini diasumsikan bahwa sebagian individu-individu yang masuk ke populasi
dalam keadaan rentan terhadap penyakit. Sebagian lainnya telah diberi vaksin. Dengan kata lain,
imigrasi masuk pada sub populasi rentan dan vaksinasi dengan proporsi tertentu. Pada model ini
ditentukan bilangan reproduksi dasar 𝑅0 sebagai parameter untuk meninjau eksistensi titik
ekuilibrium model SVIR.
Kata Kunci: Titik Ekuilibrium, SVIR, Basic Reproduction Number.
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan menjadi salah satu sektor perhatian pemerintah Indonesia.
Pelayanan kesehatan tentunya tidak lepas dari penyelesaian masalah kesehatan. Masalah
kesehatan yang sering terjadi diantaranya adalah penyebaran suatu penyakit. Analisis
penyebaran suatu penyakit merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang
berkelanjutan. Penyebaran suatu penyakit akibat suatu virus atau bakteri yang masuk ke dalam
tubuh akan mengakibatkan gangguan kesehatan manusia dan akan mempengaruhi
perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Upaya pencegahan suatu penyakit yang menyebar
dapat berhasil secara optimal apabila tercapai beberapa tahapan penelitian, pengembangan
berbagai alat diagnostik, obat dan vaksin baru. Vaksinasi (vaccination) merupakan suatu proses
memasukan bakteri atau virus pathogen yang telah dilemahkan atau dimatikan kepada individu,
manusia atau hewan yang masih sehat, sehingga membentuk suatu kekebalan yang dapat
melawan bakteri pathogen/virus tersebut.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
189 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Cara kerja vaksin adalah merangsang sistem kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri yang
telah dilemahkan, darah putih yang dinamakan B-lymphocytes membuat antibody yang didesain
bergabung dengan antigen. Sistem kekebalan didesain untuk mengembalikan kekebalan adaptif
terhadap suatu penyakit. Sehingga, ketika ada virus/bakteri yang sama menyerang tubuh, maka
tubuh akan membentuk pertahanan sendiri. Vaksinasi dapat menjaga kekebalan tubuh untuk
beberapa tahun atau sampai seumur hidup. Jadi, vaksinasi merupakan salah satu cara untuk
mencegah penyebaran penyakit kepada individu, baik manusia atupun hewan.
Penerapan model matematika dan teknik matematika untuk mendalami masalah
biosciences dipelajari dalam mathematical biosciences. Salah satu cabang mathematical
biosciences adalah mathematical epidemiology. Mathematical epidemiology mempelajari tentang
model penyebaran dan pengendalian penyakit. Penyebaran penyakit disebut juga epidemi.
Mempelajari model epidemi yang didalamnya termasuk penyakit penyebab kematian pada suatu
populasi yang berubah merupakan hal penting dalam mathematical epidemiology. Berdasarkan
teori model epidemik SIR dari Kermack dan McKendrick, penyebaran penyakit infeksi dapat
digambarkan secara matematis oleh model-model subpopulasi SIR dengan setiap huruf mengacu
pada subpopulasi dimana individu berada. Oleh karena itu, vaksinasi juga dapat dianggap sebagai
penambahan subpopulasi V (Vaccination) secara alami ke dalam model epidemik SIR.
Penambahan subpopulasi V (Vaccination) pada model epidemik SIR ini menunjukkan banyaknya
individu yang telah mengalami proses vaksinasi, sehingga salah satu model pengembangan dari
model epidemik SIR adalah model epidemik SVIR.
Pada model epidemik SVIR, populasi dibagi menjadi empat subpopulasi, yaitu S
(Susceptible), V (Vaccination), I (Infected) dan R (Recovered). S (Susceptible) menyatakan
banyaknya individu yang sehat dan rentan terhadap penyakit, V (Vaccination) menyatakan
banyaknya individu yang telah mengalami proses vaksinasi, I (Infected) menyatakan banyaknya
individu yang terinfeksi penyakit dan R (Recovered) menyatakan banyaknya individu yang sembuh
dari penyakit. Menurut Kermark dan Mckendrick (1927), penyebaran infeksi penyakit dapat
dideskripsikan secara matematis melalui pembagian model, misalnya model SIR dan model SIRS.
Vaksinasi dapat dianggap sebagai penambahan kelas secara alami kedalam model dasar
epidemik untuk beberapa jenis penyakit. Model dengan penambahan kompartemen vaksinasi
tersebut sering disebut dengan model tipe SVIR. Model tipe SVIR kemudian berkembang sesuai
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan hidup populasi di suatu lingkungan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup suatu populasi. Salah satu
faktornya, yaitu laju kematian. Model tipe SVIR dengan laju kematian populasi yang konstan dan
sama untuk setiap sub-populasi sering sekali menjadi pembahasan penelitian-penelitian saat ini.
Model matematika yang mengkaji tentang model epidemik SVIR telah banyak dibahas oleh
beberapa peneliti, diantaranya Sahni dkk (2015). Artikel ilmiah yang ditulis Sahni dkk (2015)
mengkaji tentang Dinamika Model Epidemik SVIR Terhadap Penyebaran Penyakit Campak
dengan Strategi Vaksinasi Kontinu. Artikel ilmiah tersebut membahas tentang analisis kestabilan
titik ekuilibrium non endemik dan endemik model epidemik SVIR yang melibatkan bilangan
reproduksi dasar (𝑅0). Simulasi terhadap pengaruh strategi vaksinasi kontinu pada model
penyebaran penyakit campak tipe SVIR juga dibahas dalam artikel tersebut.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
190 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Populasi dalam model tersebut dibagi menjadi empat subpopulasi. Kematian bukan karena
penyakit diasumsikan terjadi dalam setiap subpopulasi. Populasi diasumsikan tertutup.
Kenyataanya populasi tidak selalu tertutup. Dengan demikian, ada peluang untuk membahas
model SVIR dengan asumsi populasi terbuka. Berdasarkan uraian tersebut, dalam kajian ini
dirumuskan suatu masalah bagaimana memformulasikan model penyebaran penyakit tipe SVIR
dengan memperhitungkan faktor imigrasi. Selanjutnya, bagaimanakah eksistensi model SVIR
tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur dan menggunakan software matematika untuk
membuat simulasi model. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari jurnal-jurnal internasional terakreditasi. Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang akan
dilakukan dalam penelitian ini :
1. Mengkaji model epidemi SVIR berdasarkan asumsi-asumsi yang diberikan.
2. Memformulasikan model matematika penyebaran epidemi SVIR.
3. Menentukan parameter bilangan reproduksi dasar (𝑅0).
4. Menentukan titik ekuilibrium model SVIR.
5. Mendeskripsikan eksistensi titik ekuilibrium yang melibatkan bilangan reproduksi dasar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada model penyebaran penyakit tipe SVIR, populasi dibagi menjadi empat subpopulasi, yaitu S
(Susceptible), V (Vaccination), I (Infected) dan R (Recovered). Ukuran setiap subpopulasi dalam bentuk
proporsi dengan jumlah total populasi awal sebesar 1. 𝑆(𝑡) menyatakan proporsi individu yang sehat
dan rentan terhadap penyakit pada saat 𝑡, 𝑉(𝑡) menyatakan proporsi individu yang telah mengalami
proses vaksinasi pada saat 𝑡, 𝐼(𝑡) menyatakan proporsi individu yang terinfeksi penyakit pada saat t
dan 𝑅(𝑡) menyatakan proporsi individu yang sembuh dari penyakit pada saat 𝑡. Selanjutnya S(t), V(t),
I(t) dan R(t) dapat ditulis S, V, I, R.Untuk memodelkan penyebaran penyakit tipe SVIR dengan laju
kematian yang beragam tiap subpopulasi, dibutuhkan pemahaman mengenai asumsi dan hubungan
antar variabel terkait permasalahan yang dibahas. Berikut ini merupakan asumsi-asumsi yang dibuat
dalam pembentukan model penyebaran penyakit tipe SVIR.
16. Populasi terbuka (ada imigrasi).
17. Sebagian individu-individu yang masuk pada populasi akan rentan terhadap penyakit dan sebagian
lainnya telah diberi vaksin.
18. Terjadi kematian alami pada semua subpopulasi dengan laju yang sama.
19. Individu yang sembuh tidak dapat kembali menjadi individu yang rentan (sembuh permanen).
20. Vaksinasi diterapkan pada subpopulasi rentan.
21. Laju kesembuhan anak yang terinfeksi tidak dibedakan dengan orang dewasa.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
191 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
22. Vaksinasi akan mencapai tingkat kekebalan sejalan dengan waktu dan pada akhirnya masuk dalam
subpopulasi sembuh.
23. Individu yang divaksin akan kehilangan imunitas apabila terjadi kontak dengan individu yang
terinfeksi.
24. Transmisi penyakit terjadi akibat adanya kontak antara individu yang terinfeksi dengan individu
rentan, ataupun individu terinfeksi dengan individu yang telah diberi vaksin.
25. Laju kelahiran sama untuk setiap subpopulasi dan masuk pada subpopulasi rentan.
Berdasarkan asumsi yang disebutkan sebelumnya, maka untuk membangun model dinotasikan hal-hal
sebagai berikut :
17) 𝑑𝑆
𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi rentan per satuan waktu
18) 𝑑𝑉
𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi yang divaksin per satuan waktu
19) 𝑑𝐼
𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi terinfeksi per satuan waktu
20) 𝑑𝑅
𝑑𝑡 = laju perubahan proporsi subpopulasi sembuh per satuan waktu
21) 𝑆 = proporsi individu rentan , dengan 𝑆(𝑡) > 0
22) 𝑉 = proporsi individu yang divaksin ,dengan 𝑉(𝑡) > 0
23) 𝐼 = proporsi individu terinfeksi ,dengan 𝐼(𝑡) ≥ 0
24) 𝑅 = proporsi individu sembuh ,dengan 𝑅(𝑡) ≥ 0
25) 𝜇 = laju kelahiran dan laju kematian alami individu, dengan 𝜇 > 0
26) 𝛽 = laju transmisi (laju kontak) individu yang terinfeksi terhadap individu rentan, dengan 𝛽 > 0
27) 𝛽1= laju transmisi individu yang masih dapat terinfeksi setelah diberi vaksin, dengan 𝛽1 > 0,
28) 𝛾 = laju kesembuhan individu dari penyakit yang diderita, dengan 𝛾 > 0,
29) 𝛾1= laju rata-rata bagi individu yang memperoleh kekebalan sehingga sembuh permanen setelah
diberi vaksin, dengan 𝛾 > 0,
30) 𝛼 = laju pemberian vaksin bagi individu yang rentan, dengan 𝛼 > 0.
31) 𝜔 = laju kematian individu karena penyakit yang diderita, dengan 𝜔 > 0.
32) 𝑝 = proporsi kepadatan penduduk yang migrasi ke dalam populasi
Secara skematik proses penyebaran penyakit tipe SVIR dalam suatu populasi dapat disajikan dalam
diagram pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Diagram Transmisi Model SVIR
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
192 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Pada Gambar 5.1 mengilustrasikan bahwa proporsi individu pada subpopulasi 𝑆 akan bertambah
karena adanya kelahiran dan imigrasi sebesar (1 − 𝑝)𝜇. Kemudian subpopulasi 𝑆 akan berkurang
karena adanya vaksinasi yang diberikan sebesar 𝛼𝑆, penularan penyakit sebesar 𝛽𝑆𝐼, dan kematian
alami sebesar 𝜇𝑆. Secara matematis, dapat dibentuk persamaan laju perubahan proporsi subpopulasi
yang rentan terhadap penyakit per satuan waktu sebagai berikut:
𝑑𝑆
𝑑𝑡= (1 − 𝑝)𝜇 − 𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛼)𝑆
Proporsi individu pada subpopulasi 𝑉 akan bertambah karena adanya imigrasi sebesar 𝜇𝑝 dan
vaksinasi yang diberikan sebesar 𝛼𝑆. Kemudian subpopulasi 𝑉 akan berkurang karena adanya
penularan penyakit sebesar 𝛽1𝑉𝐼, individu yang telah memperoleh kekebalan sebesar 𝛾1𝑉 dan
kematian alami sebesar 𝜇𝑉. Secara matematis, dapat dibentuk persamaan laju perubahan proporsi
subpopulasi yang divaksin per satuan waktu sebagai berikut :
𝑑𝑉
𝑑𝑡= 𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉
Proporsi individu pada subpopulasi 𝐼 akan bertambah karena adanya individu yang masuk dari
subpopulasi rentan terhadap penyakit sebesar 𝛽𝑆𝐼 dan individu yang masuk dari subpopulasi yang
divaksin sebesar 𝛽1𝑉𝐼. Kemudian subpopulasi 𝐼 akan berkurang karena adanya kesembuhan individu
secara alami sebesar 𝛾𝐼, kematian alami sebesar 𝜇𝐼 dan kematian karena penyakit sebesar 𝜔𝐼. Secara
matematis, dapat dibentuk persamaan laju perubahan proporsi subpopulasi yang terinfeksi penyakit per
satuan waktu sebagai berikut :
𝑑𝐼
𝑑𝑡= 𝛽𝑆𝐼 + 𝛽1𝑉𝐼 − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝐼
Proporsi individu pada subpopulasi 𝑅 akan bertambah karena adanya kesembuhan individu
secara alami dari individu yang terinfeksi penyakit sebesar 𝛾𝐼 dan individu yang memperoleh
kekebalan karena telah divaksin sebesar 𝛾1𝑉. Kemudian subpopulasi 𝑅 akan berkurang karena
adanya kematian alami sebesar 𝜇𝑅. Secara matematis, dapat dibentuk persamaan laju perubahan
proporsi subpopulasi yang sembuh dari penyakit per satuan waktu sebagai berikut : 𝑑𝑅
𝑑𝑡= 𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅
Berdasarkan asumsi dan pemisalan parameter di atas, diperoleh model SVIR dalam bentuk persamaan
diferensial sebagai berikut :
𝑑𝑆
𝑑𝑡= (1 − 𝑝)𝜇 − 𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛼)𝑆
𝑑𝑉
𝑑𝑡= 𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉 (1)
𝑑𝐼
𝑑𝑡= 𝛽𝑆𝐼 + 𝛽1𝑉𝐼 − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝐼
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
193 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
𝑑𝑅
𝑑𝑡= 𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅
dengan 𝑆(0) > 0, 𝑉(0) > 0, 𝐼(0) ≥ 0, 𝑅(0) = 0, dan semua parameternya bernilai positif.
Titik ekuilibrium non endemik (bebas penyakit) adalah titik dengan representasi penyakit yang
tidak mungkin menyebar pada suatu daerah tertutup karena proporsi populasi terinfeksi sama dengan
nol (𝐼 = 0) untuk 𝑡 → ∞. Selanjutnya, analisis kestabilan model SVIR tersebut akan dilakukan disekitar
titik ekuilibriumnya, sehingga sebagai langkah pertama akan ditentukan terlebih dahulu titik ekuilibrium
non endemik Sistem (1). Titik ekuilibrium diperoleh dengan membuat laju perubahan masing-masing
subpopulasi konstan terhadap waktu (𝑡) yaitu kondisi saat 𝑑𝑆
𝑑𝑡=
𝑑𝑉
𝑑𝑡=
𝑑𝐼
𝑑𝑡=
𝑑𝑅
𝑑𝑡= 0, sehingga Sistem
(2) menjadi
(1 − 𝑝)𝜇 − 𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛼)𝑆 = 0 (3.1a)
𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉 = 0 (3.1b)
𝛽𝑆𝐼 + 𝛽1𝑉𝐼 − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝐼 = 0 (3.1c)
𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅 = 0 (3.1d)
Berdasarkan Persamaan (3.1c), diperoleh
𝐼(𝛽𝑆 + 𝛽1𝑉 − 𝛾 − 𝜇 − 𝜔) = 0
𝐼 = 0 atau 𝛽𝑆 + 𝛽1𝑉 − 𝛾 − 𝜇 − 𝜔 = 0
Keadaan saat 𝐼 = 0 merupakan syarat perlu untuk memperoleh titik ekuilibrium non endemik,
sehingga dari Persamaan (3.1a) diperoleh bentuk
(1 − 𝑝)𝜇 − 𝜇𝑆 − 𝛽𝑆𝐼 − 𝛼𝑆 = 0
⇔ (1 − 𝑝)𝜇 − 𝜇𝑆 − 𝛼𝑆 = 0
⇔ (1 − 𝑝)𝜇 − (𝜇 + 𝛼)𝑆 = 0
⇔ (𝜇 + 𝛼)𝑆 = (1 − 𝑝)𝜇
⇔ 𝑆∗ =(1 − 𝑝)𝜇
𝜇 + 𝛼
Dari Persamaan (3.1b) diperoleh bentuk
𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉 = 0
⇔ 𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉 = 0
⇔ (𝜇 + 𝛾1)𝑉 = 𝑝𝜇 + 𝛼𝑆
⇔ 𝑉∗ =𝑝𝜇 + 𝛼𝑆0𝜇 + 𝛾1
Kemudian substitusikan 𝑉0 ke Persamaan (3.1d) maka
𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅 = 0
⇔ 𝛾1𝑉 − 𝜇𝑅 = 0
⇔ 𝜇𝑅 = 𝛾1𝑉
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
194 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
⇔ 𝑅∗ = 𝛾1𝜇𝑉∗
Jadi, titik ekuilibrium non endemik adalah
𝐸0 = (𝑆∗, 𝑉∗, 0, 𝑅∗)
Eksistensi titik ekuilibrium pada model SVIR melibatkan bilangan reproduksi dasar 𝑅0. Berikut ini
penentuan bilangan reproduksi dasar 𝑅0 dengan menggunakan next generation matrix yang melibatkan
radius spektral.
Misalkan 𝑋 = (𝑆, 𝑉, 𝑅), 𝑍 = (𝐼) atau didefinisikan sebagai
𝑓(𝑋, 𝑍) = [(1 − 𝑝)𝜇 − 𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛼)𝑆𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉
𝛾1𝑉 + 𝛾𝐼 − 𝜇𝑅]
ℎ(𝑋, 𝑍) = 𝛽𝑆𝐼 + 𝛽1𝑉𝐼 − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝐼
dengan 𝑋∗ = (𝑆∗, 𝑉∗, 𝑅∗).
Turunan dari ℎ(𝑋∗, 𝑍) terhadap 𝑍 adalah
𝐷𝑧ℎ(𝑋∗, 𝑍)|𝑧=0 = 𝛽𝑆
∗ + 𝛽1𝑉∗ − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)
sehingga diperoleh
𝐴 = 𝐷𝑧ℎ(𝑋∗, 𝑍)|𝑧=0
= 𝛽𝑆∗ + 𝛽1𝑉∗ − 𝛾 − 𝜇 − 𝜔
= 𝛽𝑆∗ + 𝛽1𝑉∗ − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)
Karena 𝐴 = 𝑀 − 𝐷 maka misalkan 𝑀 = 𝛽𝑆∗ + 𝛽1𝑉∗ dan 𝐷 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔), sehingga diperoleh
𝑅0 = 𝜌(𝑀𝐷−1) =
𝛽𝑆∗ + 𝛽1𝑉∗
(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)=𝛽𝜇(1 − 𝑝)(𝛾1 + 𝜇) + 𝛽1𝑝𝜇(𝜇 + 𝛼) + 𝛽1𝛼𝜇(1 − 𝑝)
(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(𝜇 + 𝛼)(𝜇 + 𝛾1).
Keadaan saat 𝐼 ≠ 0, atau 𝐼 > 0, Keadaan ini tidak lain merupakan syarat perlu untuk
memperoleh titik ekuilibrium endemik. Perhatikan bahwa :
Dari Persamaan (3.1a) diperoleh bentuk
(1 − 𝑝)𝜇 − 𝜇𝑆 − 𝛽𝑆𝐼 − 𝛼𝑆 ⟺ 𝑺∗∗ =(𝟏−𝒑)𝝁
𝜶+𝝁+𝜷𝐼∗∗
Dari Persamaan (3.1b) diperoleh:
𝑝𝜇 + 𝛼𝑆 − 𝛽1𝑉𝐼 − (𝜇 + 𝛾1)𝑉 = 0 ⟺ 𝑽∗∗ = 𝑝𝝁+𝛼𝑺∗∗
𝜸𝟏+𝝁+𝜷𝟏𝐼∗∗
Berdasarkan (3.1c), jika 𝐼 ≠ 0, maka yang terjadi adalah 𝛽𝑆 + 𝛽1𝑉 − (𝛾 + 𝜇 + 𝜔) =
0 , sehingga dengan subtitusi 𝑺∗∗ dan 𝑽∗∗ diperoleh:
𝛽(1 − 𝑝)𝜇
𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗+𝛽1(𝑝𝜇 + 𝛼𝑺
∗∗)
𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗− (𝛾 + 𝜇 + 𝜔) = 0
⟺ (𝜇 + 𝛾 + 𝜔) −𝛽(1 − 𝑝)𝜇
𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗−
𝛽1𝑝𝜇
𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗−
𝛼𝜇𝛽1(1 − 𝑝)
(𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝐼∗∗)(𝛾1 + 𝜇 + 𝛽1𝐼∗∗)= 0
⟺ (𝜇 + 𝛾 + 𝜔) −𝛽(1 − 𝑝)𝜇
𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗−
𝛽1𝑝𝜇
𝛼 + 𝜇 + 𝛽𝑰∗∗−𝛼𝜇𝛽1(1 − 𝑝)
𝑘= 0
⟺ (𝜇 + 𝛾 + 𝜔)𝑘 − (𝛽(1 − 𝑝)𝜇 + 𝛽1𝑝𝜇)(𝛾1 + 𝜇 + 𝛽1𝐼∗∗) − 𝛼𝜇𝛽1(1 − 𝑝) = 0
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
195 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
dengan = 𝛽𝛽1𝐼∗∗2 + [(𝛼 + 𝜇)𝛽1 + (𝛾1 + 𝜇)𝛽]𝐼
∗∗ + (𝛼 + 𝜇)(𝛾1 + 𝜇) , sehingga diperoleh:
𝐴1 𝐼∗2 + 𝐴2𝐼
∗ + 𝐴3 (1 −𝛽𝜇(1 − 𝑝)(𝛾1 + 𝜇) + 𝛽1𝑝𝜇(𝜇 + 𝛼) + 𝛽1𝛼𝜇(1 − 𝑝)
(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(𝜇 + 𝛼)(𝜇 + 𝛾1)) = 0
dengan
𝐴1 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝛽𝛽1 > 0
𝐴2 =( 𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(( 𝛼 + 𝜇) 𝛽1 + (𝛾1 + 𝜇)𝛽) − (𝛽(1 − 𝑝)𝜇 + 𝛽1𝑝𝜇)
𝐴3=(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)( 𝛼 + 𝜇)( 𝛾1 + 𝜇) > 0
Sehingga persamaan kuadrat di atas menjadi :
𝐴1𝐼∗∗2 + 𝐴2𝐼
∗∗ + 𝐴3(1 − 𝑅0) = 0 (3.2)
dengan akar-akar Persamaan (3.2), yaitu
𝐼1,2∗∗ =
−𝐴2 ±√𝐴22 − 4𝐴1𝐴3(1 − 𝑅0)
2𝐴1
Dalam hal ini, 𝐼∗∗ merupakan proporsi sub populasi terinfeksi yang nilainya haruslah positif. Jika
diperhatikan dari akar Persamaan (3.2), maka eksistensi 𝐼∗∗ > 0 bergantung pada nilai 𝑅0. Jika 𝑅0 >
1 jelas bahwa ada satu akar Persamaan (3.2), yaitu 𝐼∗∗ yang bernilai positif.
KESIMPULAN
Eksistensi titik ekuilibrium model SVIR yang melibatkan parameter bilangan reproduksi dasar
dapat dirangkum dalam pernyataan berikut ini.
Didefinisikan
𝑅0 =𝛽𝜇(1 − 𝑝)(𝛾1 + 𝜇) + 𝛽1𝑝𝜇(𝜇 + 𝛼) + 𝛽1𝛼𝜇(1 − 𝑝)
(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(𝜇 + 𝛼)(𝜇 + 𝛾1)
1. Jika 𝑅0 < 1, maka terdapat dengan tunggal titik ekuilibrium non endemik dari Sistem (1), yaitu
𝐸0 = (𝑆∗, 𝑉∗, 0, 𝑅∗).
2. Jika 𝑅0 > 1, maka terdapat dua titik ekuilibrium, yaitu 𝐸0 = (𝑆∗, 𝑉∗, 0, 𝑅∗) dan 𝐸∗ =
(𝑆∗, 𝑉∗, 𝐼∗, 𝑅∗) dengan 𝐼∗ merupakan akar dari persamaan 𝐴1𝐼∗∗2 + 𝐴2𝐼
∗∗ + 𝐴3(1 − 𝑅0) = 0,
𝐴1 = (𝛾 + 𝜇 + 𝜔)𝛽𝛽1, 𝐴2 =( 𝛾 + 𝜇 + 𝜔)(( 𝛼 + 𝜇) 𝛽1 + (𝛾1 + 𝜇)𝛽) − (𝛽(1 − 𝑝)𝜇 +
𝛽1𝑝𝜇), 𝐴3=(𝛾 + 𝜇 + 𝜔)( 𝛼 + 𝜇)( 𝛾1 + 𝜇).
DAFTAR PUSTAKA [1] Chavez-Castillo C., et al., 2002, On The Computation of 𝑅0 and it’s role on Global Stability.
Journal: The IAM Volume in Mathematics and its Applications Vol. 125, p. 229.
[2] Diekmann, O., dan Heesterbeek, J. A. P., 2000. Mathematical Epidemiology of Infectious Diseases
: Model Building, Analysis and interpretation. John Wiley and Sons, Chichester.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
196 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
[3] Driessche van den P., Watmough J.,2002, Reproduction numbers and sub-threshold endemic
equilibria for compartmental models of disease transmission. Journal Of Matematical Biosciences
Vol.18, p.29-48.
[4] Islam S. MD., 2015, Equilibriums and stability of an SVIR Epidemic Model. IJHAMS Vol.3, Issue
1, p. 1-10.
[5] Jung, Lenhart dan Feng, 2002, Optimal Control Of Treatmentsin A Two-Strain Tuberculosis Model,
Discrete and Continuous Dynamical Systems-Series B, Vol. 2, No. 4, pp. 473 – 482.
[6] Khan Altaf M., et al., 2015, Stability Analysis of an SVIR Epidemic Model with Nonlinear Saturated
Incidence Rate, Journal: Applied Mathematical Sciences, Vol.8 No.23,p. 1145-1158.
[7] Olsder, G. J., 1994. Mathematical System Theory. Delftse Uitgevers Maatschappij, Netherlands.
[8] Perko, S., 2001. Differential Equations and Dynamical Systems. Text in Applied Mathematics Vol
7, Springer-Verlag, New York, USA.
[9] Liu, Xianing, et al, 2008. SVIR Epidemic Models With Vaccination Strategies. Journal of
Theoritical. Science-Direct.
[10] Nicholas, F.B., 2003, Essential Mathematical Biology, Springer Verlag, New York, USA.
[11] Murray, J.D., 2002, Mathematical Biology I: An Introduction Third Edition, Springer Verlag, New
York, USA.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
197 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P25
PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR FULLY FUZZY DENGAN
METODE DEKOMPOSISI QR
Sudaryani, Westy B. Kawuwung, Alvian M. Sroyer
Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Cenderawasih, Jl.Kampwolker-Kampus Baru Waena,
Jayapura
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Sistem persamaan linear fully fuzzy merupakan sistem persamaan linear yang semua parameternya
dalam bentuk fuzzy, yang dapat dibentuk ke persamaan matriks ⨂ = . Dekomposisi QR
merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan sistem persamaan linear. Penelitian ini membahas
penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy dengan elemen bilangan fuzzy segitiga menggunakan
metode dekomposisi 𝑄𝑅. Proses penyelesaian dimulai dengan mengubah sistem persamaan linear fully
fuzzy ke dalam bentuk persamaan matriks ⨂ = , dengan = (𝐴,𝑀,𝑁), = (𝑥, 𝑦, 𝑧), dan
= (𝑏, 𝑔, ℎ). Selanjutnya dari persamaan matriks tersebut dibentuk sistem persamaan yaitu 𝐴𝑥 = 𝑏,
𝐴𝑦 +𝑀𝑥 = 𝑔, dan 𝐴𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ. Setelah diperoleh sistem persamaan tersebut, selanjutnya sistem
tersebut diselesaikan dengan metode dekomposisi 𝑄𝑅. Solusi yang diperoleh adalah solusi tunggal.
Kata Kunci: Bilangan fuzzy segitiga, Sistem persamaan linear fully fuzzy, Metode dekomposisi 𝑄𝑅.
PENDAHULUAN
Pada umumnya, konstanta sistem persamaan linear adalah bilangan real, namun seiring
perkembangan ilmu matematika, konstanta dalam sistem persamaan linear juga dapat berupa bilangan
fuzzy. Sistem persamaan linear dengan konstanta bilangan fuzzy disebut sistem persamaan linear fuzzy.
Perbedaan bentuk sistem persamaan linear biasa dengan sistem persamaan linear fuzzy terletak pada
unsur 𝐵, yaitu unsur 𝐵 dalam sistem persamaan linear fuzzy terletak pada interval tertentu. Selain itu
dikenal juga sistem persamaan linear fully fuzzy, yaitu sistem dengan bentuk persamaan matriks ⨂ =
, dengan adalah matriks fuzzy dan , adalah vektor fuzzy dengan ukuran yang sesuai.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
198 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Penyelesaian sistem persamaan linear dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya
dengan menggunakan metode invers, metode iterasi Jacobi, dekomposisi 𝐿𝑈 dan dekomposisi 𝑄𝑅.
Metode dekomposisi 𝑄𝑅 adalah salah satu metode dekomposisi yang membagi suatu matriks 𝐴 menjadi
suatu hasil perkalian dari matriks 𝑄 dan 𝑅. Metode ini dinilai cukup efektif dari metode dekomposisi
lainnya karena dalam penyelesaiannya hanya melibatkan proses Gram-Schmidt dan hasilkali dalam
sehingga tingkat kesalahan yang dihasilkan lebih sedikit.
Sebagaimana penyelesaian sistem persamaan linear dengan konstanta bilangan real,
penyelesaian sistem persamaan linear dengan konstanta bilangan fuzzy juga dapat diselesaikan dengan
metode yang sama. Pada Tahun 2010, Gourav Gupta telah membahas mengenai beberapa metode
dalam menyelesaikan sistem persamaan linear fully fuzzy, yaitu metode langsung (metode invers
matriks, aturan Cramer, dan metode dekomposisi LU) dan metode Iterasi(metode Gauss Jacobi dan
Gauss Seidel), dengan elemennya adalah bilangan fuzzy segitiga. Pada tahun yang sama, S.H Nasseri
dan M. Sohrabi juga melakukan penelitian tentang penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy
menggunakan metode dekomposisi QR dengan elemennya bilangan fuzzy L-R . Sehingga pada
penelitian ini penulis tertarik untuk membahas penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy dengan
elemen bilangan fuzzy segitiga menggunakan dekomposisi 𝑄𝑅.
DASAR TEORI
Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam
nilai keanggotannya (derajat keanggotaan) yang mempunyai interval 0 sampai 1.
Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan segitiga jika mempunyai
tiga buah parameter, yaitu 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ dengan 𝑎 < 𝑏 < 𝑐, dan dinyatakan dengan
𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎(𝑥, 𝑎, 𝑏, 𝑐) dengan aturan :
𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎(𝑥; 𝑎, 𝑏, 𝑐) =
𝑥 − 𝑎
𝑏 − 𝑎, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏
𝑐 − 𝑥
𝑐 − 𝑏, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐
0 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑥 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
Himpunan Fuzzy
Himpunan fuzzy adalah suatu himpunan yang keanggotaan dari setiap elemen tidak mempunyai
batas yang tegas.
Fungsi keanggotaan suatu himpunan fuzzy 𝐴 dalam semesta 𝑋 adalah pemetaan 𝜇𝐴 dari 𝑋 ke
interval tertutup [0,1], yaitu 𝜇𝐴: 𝑋 → [0,1]. Nilai fungsi 𝜇𝐴(𝑥) menyatakan derajat keanggotaan unsur
𝑥 ∈ 𝑋 dalam himpunan fuzzy 𝐴. Nilai fungsi sama dengan 1 menyatakan anggota penuh, dan nilai fungsi
sama dengan 0 menyatakan bukan anggota himpunan fuzzy tersebut.
Bilangan Fuzzy
Definisi 1
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
199 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Misalkan 𝐴 adalah himpunan fuzzy pada ℝ. 𝐴 disebut bilangan fuzzy jika memenuhi syarat :
1. 𝐴 merupakan himpunan fuzzy normal
2. 𝐴𝑎 merupakan interval tertutup untuk semua 𝑎 ∈ (0,1]
3. 𝑆(𝐴) atau 𝐴0+ merupakan himpunan terbatas.
Bilangan fuzzy dengan fungsi keanggotaan segitiga disebut bilangan fuzzy segitiga.
Definisi 2
Dua bilangan fuzzy segitiga 𝐴 = (𝑚, 𝛼, 𝛽) dan 𝐵 = (𝑛, 𝛾, 𝛿) dikatakan sama jika dan hanya
jika 𝑚 = 𝑛, 𝛼 = 𝛾, 𝛽 = 𝛿.
Definisi 3
𝐴 = (𝑚, 𝛼, 𝛽) dan 𝐵 = (𝑛, 𝛾, 𝛿) adalah dua bilangan fuzzy segitiga, maka
1. 𝐴⊕ 𝐵 = (𝑚, 𝛼, 𝛽) ⊕ (𝑛, 𝛾, 𝛿) = (𝑚 + 𝑛, 𝛼 + 𝛾, 𝛽 + 𝛿).
2. −𝐴 = −(𝑚, 𝛼, 𝛽) = (−𝑚, 𝛼, 𝛽) .
3. Jika 𝐴 > 0 dan 𝐵 > 0 maka
𝐴⊗ 𝐵 = (𝑚, 𝛼, 𝛽) ⊗ (𝑛, 𝛾, 𝛿) = (𝑚𝑛, 𝑛𝛼 + 𝑚𝛾,𝑚𝛿 + 𝑛𝛽).
4. Jika 𝜆 adalah sembarang scalar maka 𝜆 ⊗ 𝐴 didefinisikan sebagai :
𝜆 ⊗ 𝐴 = 𝜆⊗ (𝑚, 𝛼, 𝛽)
= (𝜆𝑚, 𝜆𝛼, 𝜆𝛽), 𝜆 ≥ 0𝜆𝑚,−𝜆𝛽,−𝜆𝛼), 𝜆 < 0
Dekomposisi QR
Dekomposisi QR dapat digunakan dalam menyelesaikan sistem persamaan linear.
Teorema 2.12 (Howard & Rorres, 2004)
Jika 𝐴 adalah matriks 𝑚 × 𝑛 yang memiliki vektor-vektor kolom yang bebas linear, maka 𝐴 dapat
difaktorkan sebagai
𝐴 = 𝑄𝑅
Dimana Q adalah sebuah matriks 𝑚 × 𝑛 yang memiliki vektor-vektor kolom ortonormal, dan 𝑅 adalah
sebuah matriks segitiga atas 𝑛 × 𝑛 yang dapat dibalik.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
200 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Persamaan Linear Fully Fuzzy
Sistem persamaan linear fully fuzzy merupakan sebuah sistem persamaan linear yang semua
parameternya dalam bentuk fuzzy. Bentuk umum dari sistem persamaan linear fully fuzzy adalah sebagai
berikut :
(11⊗ 1) ⊕ (12⊗ 2) ⊕⋯⊕ (1𝑛⊗ 𝑛) = 1
(21⊗ 1) ⊕ (22⊗ 2) ⊕⋯⊕ (2𝑛⊗ 𝑛) = 2
⋮ ⋮ ⋮ ⋮
(𝑛1⊗ 1) ⊕ (𝑛2⊗ 2) ⊕⋯⊕ (𝑛𝑛⊗ 𝑛) = 𝑛
Bentuk umum sistem persamaan linear di atas dapat pula dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
⊗ =
dengan = (𝑖𝑗) adalah matriks fuzzy berukuran 𝑛 × 𝑛 dan , adalah vektor fuzzy dengan 𝑖 =
1,2,… , 𝑛 dan 𝑗 = 1,2,… , 𝑛.
Matriks fuzzy = (𝑖𝑗)𝑛×𝑛 dengan 𝑖𝑗 = (𝑎𝑖𝑗 , 𝛼𝑖𝑗 , 𝛽𝑖𝑗) yang merupakan bilangan fuzzy
segitiga dapat dipresentasikan dengan notasi baru yaitu = (𝐴,𝑀,𝑁), dimana 𝐴 = (𝑎𝑖𝑗), 𝑀 =
(𝛼𝑖𝑗), dan 𝑁 = (𝛽𝑖𝑗) adalah tiga matriks 𝑛 × 𝑛. Sehingga jika semua parameter pada sistem ⊗
= adalah bilangan fuzzy segitiga, masing-masing adalah
𝑖𝑗 = (𝑎𝑖𝑗 , 𝛼𝑖𝑗 , 𝛽𝑖𝑗), = (𝑥𝑗 , 𝑦𝑗, 𝑧𝑗) dan = (𝑏𝑖 , 𝑔𝑖, ℎ𝑖)
Maka dapat dituliskan
⊗ =
(𝑎𝑖𝑗 , 𝛼𝑖𝑗 , 𝛽𝑖𝑗) ⊗ (𝑥𝑗 , 𝑦𝑗, 𝑧𝑗) = (𝑏𝑖 , 𝑔𝑖, ℎ𝑖)
(𝐴,𝑀,𝑁) ⊗ (𝑥, 𝑦, 𝑧) = (𝑏, 𝑔, ℎ)
dengan 𝐴 = (𝑎𝑖𝑗), 𝑀 = (𝛼𝑖𝑗), 𝑁 = (𝛽𝑖𝑗), 𝑥 = (𝑥𝑗), 𝑦 = (𝑦𝑗), 𝑧 = (𝑧𝑗),𝑏 = (𝑏𝑖), 𝑔 = (𝑔𝑖),
dan ℎ = (ℎ𝑖) , dengan 𝑖 = 1,2,… , 𝑛 dan 𝑗 = 1,2,… , 𝑛.
Berdasarkan Definisi 3 diperoleh,
(𝐴𝑥, 𝐴𝑦 +𝑀𝑥, 𝐴𝑧 + 𝑁𝑥) = (𝑏, 𝑔, ℎ)
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
201 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Selanjutnya berdasarkan Definisi 2 diperoleh Sistem persamaan berikut:
𝐴𝑥 = 𝑏
(3.1) 𝐴𝑦 + 𝑀𝑥 = 𝑔
𝐴𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ
Diasumsikan matriks 𝐴 pada Sistem Persamaan (3.1) non-singular sehingga diperoleh
𝑥 = 𝐴−1𝑏
𝑦 = 𝐴−1(𝑔 −𝑀𝑥)
𝑧 = 𝐴−1(ℎ − 𝑁𝑥)
Maka solusi dari sistem persamaan linear fully fuzzy adalah = (𝑥, 𝑦, 𝑧).
Berikut ini akan diberikan contoh penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy dengan metode
dekomposisi QR:
Contoh 1
Diketahui sistem persamaan linear fully fuzzy sebagai berikut :
(2,3,4) ⊗ (𝑥1, 𝑦1, 𝑧1)⊕ (6,7,8)
⊗ (𝑥2, 𝑦2, 𝑧2)
= (26,65,78) (3.2
) (1,3,5) ⊗ (𝑥1, 𝑦1, 𝑧1)⊕ (2,4,6)
⊗ (𝑥2, 𝑦2, 𝑧2)
= (9,31,44)
Tentukan penyelesaian sistem persamaan linear fully fuzzy di atas !
Penyelesaian :
Sistem persamaan linear fully fuzzy ditulis dalam bentuk persamaan matriks ⊗ = , dengan
= (𝐴,𝑀,𝑁), = (𝑥, 𝑦, 𝑧) dan = (𝑏, 𝑔, ℎ).
⊗ =
[(2,3,4) (6,7,8)(1,3,5) (2,4,6)
] [(𝑥1, 𝑦1, 𝑧1)
(𝑥2, 𝑦2, 𝑧2)] = [
(26,65,78)(9,31,44)
]
dengan,
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
202 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
𝐴 = [2 61 2
] ,𝑀 = [3 73 4
] , 𝑁 = [4 85 6
]
𝑏 = [269] , 𝑔 = [
6531] , ℎ = [
7844]
Mengubah persamaan matriks ⊗ = ke bentuk sistem persamaan :
𝐴𝑥 = 𝑏
𝐴𝑦 +𝑀𝑥 = 𝑔
𝐴𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ
Sehingga di peroleh,
𝐴𝑥 = 𝑏
[2 61 2
] [𝑥1𝑥2] = [
269]
𝐴𝑦 +𝑀𝑥 = 𝑔
[2 61 2
] [𝑦1𝑦2]+[3 73 4
] [𝑥1𝑥2] = [
6531]
𝐴𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ
[2 61 2
] [𝑧1𝑧2] + [
4 85 6
] [𝑥1𝑥2] = [
7844]
Kemudian matriks 𝐴 pada sistem di atas didekomposisi menjadi matriks 𝑄 dan 𝑅 dengan metode
dekomposisi QR, sehingga diperoleh,
𝑄 = [
2
5√5
1
5√5
1
5√5 −
2
5√5] dan 𝑅 = [
√514
5√5
02
5√5
]
Sehingga penyelesaian dari sistem persamaan linear fully fuzzy (3.2) adalah
= [12]
= [(𝑥1, 𝑦1, 𝑧1)(𝑥2, 𝑦2, 𝑧2)
]
= [(1,2,3)(4,5,6)
]
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas diperoleh langkah-langkah dalam menyelesaikan sistem
persamaan linear fully fuzzy dengan elemen bilangan fuzzy segitiga menggunakan dekomposisi 𝑄𝑅
adalah :
1. Sistem persamaan linear fully fuzzy ditulis dalam bentuk persamaan matriks
⊗ = , dengan = (𝐴,𝑀,𝑁) , = (𝑥, 𝑦, 𝑧) dan = (𝑏, 𝑔, ℎ).
2. Mengubah persamaan matriks ⊗ = ke bentuk sistem persamaan :
𝐴𝑥 = 𝑏
𝐴𝑦 +𝑀𝑥 = 𝑔
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
203 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
𝐴𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ
3. Matriks 𝐴 dalam sistem persamaan pada langkah ke dua tersebut difaktorkan menjadi dua matriks
yaitu matriks 𝑄 dan 𝑅, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menunjukkan matriks 𝐴 memiliki vektor-vektor kolom yang bebas linear.
b. Menentukan vektor ortogonal dengan proses Gram-Schmidt.
c. Menormalisasikan vektor ortogonal yang telah ditentukan untuk mendapatkan vektoR
ortonormal.
d. Membentuk matriks 𝑄 dari vektor ortonormal yang telah ditentukan, yaitu
𝑄 = [𝑞1|𝑞2|⋯ |𝑞𝑛]
e. Menunjukkan matriks 𝑄 memiliki vektor-vektor kolom yang ortonormal.
f. Menentukan matriks 𝑅 dengan ketentuan sebagai berikut :
𝑅 = [
⟨𝑢1, 𝑞1⟩ ⟨𝑢2, 𝑞1⟩ ⋯ ⟨𝑢2, 𝑞1⟩
0⋮0
⟨𝑢2, 𝑞2⟩ ⋯ ⟨𝑢𝑛, 𝑞2⟩ ⋮ ⋮
0 ⋯ ⟨𝑢𝑛, 𝑞𝑛⟩
]
g. Menunjukkan 𝑅 dapat dibalik dan menentukan 𝑅−1.
4. Dari hasil dekomposisi 𝑄𝑅, matriks 𝑄 dan 𝑅 kemudian disubstitusikan ke sistem persamaan pada
langkah ke dua, sehingga diperoleh:
𝑄𝑅𝑥 = 𝑏
𝑄𝑅𝑦 +𝑀𝑥 = 𝑔
𝑄𝑅𝑧 + 𝑁𝑥 = ℎ
5. Masing-masing ruas dari sistem persamaan pada langkah ke empat dikalikan dengan 𝑄𝑇,
sehingga diperoleh :
𝑅𝑥 = 𝑄𝑇𝑏
𝑅𝑦 = 𝑄𝑇(𝑔 − 𝑀𝑥)
𝑅𝑧 = 𝑄𝑇(ℎ − 𝑁𝑥)
6. Masing-masing ruas dari sistem persamaan pada langkah ke lima dikalikan dengan 𝑅−1, sehingga
diperoleh :
𝑥 = 𝑅−1𝑄𝑇𝑏
𝑦 = 𝑅−1𝑄𝑇(𝑔 −𝑀𝑥)
𝑧 = 𝑅−1𝑄𝑇(ℎ − 𝑁𝑥)
DAFTAR PUSTAKA
Chen, G., & Pham, T. T. (2000). Introduction to Fuzzy Sets, Fuzzy Logic, and Fuzzy Control System.
London: CRC Press.
Dubois, D., & Prade, H. (1980). Fuzzy Sets and Systems: Theory and Applications. New York: Academic
Press.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
204 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gupta, G. (2010). Some Method for Solving Fully Fuzzy System of Equations.Skripsi.Thapar Institute of
Engineering and Technology, Patiala.
Howard, A., & Rorres, C. (2004). Aljabar Linear Elementer Versi Aplikasi (Edisi Kedelapan). Jakarta:
Erlangga.
Klir, G. J., & Yuan, B. (1995). Fuzzy Set and Fuzzy Logic Theory and Applications. United Sates of
America: Prentice Hall International,INC.
Nasseri, S., & M.Sohrabi. (2010). Gram-Schmidt Approach for Linear System of Equations with Fuzzy
Parameters. The Journal of Mathematics and Computer Science, 80-85.
Purwanto, H., Indriani, G., & Dayanti, E. (2006). Logika Matematika. Jakarta: PT Ercontara Rajawali.
Rosen, K. H. (2012). Discrete Mathematics and Its Applications SEVENTH EDITION. New York: Mc-
Graw-Hill.
S. Radhakrishnan, P. Gajivaradhan, & R. Govindarajan. (2014). A New and Simple Method of Solving
Fully Fuzzy Linear System. Annals of Pure and Applied Mathematics, Vol. 8, No. 2, 193-199.
Sivanandam, S., S. Sumathi, & Deepa, S. (2007). Introduction to Fuzzy Logic Using MATLAB. Berlin:
Springer-Verlag.
Susilo, F. (2006). Himpunan & Logika Kabur serta aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Varberg, D., Purcell, E. J., & Rigdon, S. E. (2010). Kalkulus Edisi Kesembilan Jilid I. Jakarta: Erlangga.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
205 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P26
KEANEKARAGAMAN KUPU-KUPU
SUPERFAMILI PAPILIONOIDEA DI KAWASAN PENYANGGA CAGAR
ALAM PEGUNUNGAN CYCLOOP
Felvy Waisapi, Evie Warikar, Euniche.R.P.F.Ramandey
Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Cenderawasih
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian keanekaragaman spesies kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di kawasan penyangga Cagar
Alam Pegunungan Cycloop bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan mendata kupu-kupu
endemik pada Kawasan Penyangga Cagar Alam Cycloop khususnya di Pasir Dua, Kampwolker dan Pos
Tujuh. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode transect count pada transect line dan
dilakukan replikasi transek jika masih terjadi penambahan jumlah spesies. Jumlah spesies kupu-kupu
yang ditemukan di Kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop adalah 70 spesies, yang
terdiri dari Papilionidae 13 spesies, Nymphalidae 41 spesies, Pieridae 6 spesies, Lycaenidae 10 spesies.
Kupu-kupu yang ditemukan di Pasir dua adalah 32 spesies, Kampwolker 38 spesies dan Pos Tujuh 45
spesies. Pos Tujuh memiliki indeks keanekaragaman yang lebih tinggi (3.09) jika dibandingkan dengan
lokasi lainya yaitu Kampwolker (2.86) dan Pasir dua (2.3). Lokasi Pos Tujuh memiliki indeks
keanekaragaman spesies yang tergolong dalam kategori melimpah tinggi, Kampwolker dan Pasir Dua
tergolong dalam kategori sedang melimpah. Dalam penelitian ini telah ditemukan 30 spesies kupu-kupu
yang endemik di Papua.
Kata Kunci: Daerah Penyangga CAPC, endemik, keanekaragaman spesies, kupu-kupu, Superfamili
Papilionoidea
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
206 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman jenis tumbuhan maupun hewan yang
sangat tinggi, sehingga Indonesia sering disebut sebagai salah satu pusat megabiodiversity. Indonesia
menjadi negara kedua yang memiliki jenis kupu-kupu terbanyak di dunia, dengan jumlah lebih dari 2000
jenis tersebar di seluruh nusantara (Amir dkk, 2008). Papua sebagai bagian dari kepulauan Indonesia
memiliki hutan primer masih luas. Tanah Papua yang terdiri dari Propinsi Papua dan Papua Barat terletak
di bagian barat dari Pulau New Guinea. Tanah Papua terletak di bagian paling timur Indonesia, dengan
luas wilayah sekitar 416.000 km² dan diketahui memiliki hutan hujan tropis yang masih cukup luas
dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi dan beragam (CI, 1991). Tanah Papua
merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kupu-kupu tinggi, lebih dari 800 spesies, diantaranya
kupu-kupu sayap burung yang besar dan indah. Spesies-spesies ini tidak terbatas sampai Pegunungan
Arfak dan pegunungan tengah, tetapi juga di pulau-pulau Teluk Cenderawasih dengan sejumlah spesies
memiliki ciri-ciri khusus (van Mastrigt dan Warikar 2013). Menurut van Mastrigt dkk (2010) kupu-kupu di
Provinsi Papua Barat terdapat 390 jenis, jumlah ini bisa bertambah dan berkurang seiring dengan
penelitian di masa yang akan datang. Kupu-kupu merupakan salah satu jenis serangga dari Ordo
Lepidoptera dengan kombinasi corak warna yang variatif sehingga banyak diminati oleh masyarakat (CI,
1997).
Kupu-kupu merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari
kepunahan maupun penurunan keanekaragaman spesies. Kupu-kupu di alam memiliki peranan penting
sebagai agen pollinator pada proses penyerbukan. Hal ini secara ekologis turut memberi peran dalam
menjaga dan mempertahankan keseimbangan ekosistem serta memperkaya keanekaragaman hayati.
Kupu-kupu juga dapat dijadikan sebagai bioindikator terhadap perubahan kualitas lingkungan (Marjan,
2013). Indonesia memiliki 26 spesies kupu-kupu Famili Papilionidae yang dilindungi berdasarkan surat
Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 716/Kpts/Um/ 10/1980 (Directorate General of Forest Protection
and Nature Conservation, Ministry of Forestry R.I, 1990). Kupu-kupu Famili Papilionidae adalah
kelompok kupu-kupu yang paling terancam keberadaanya yang dipercepat oleh kerusakan habitat dan
eksploitasi komersial (Collins dan Morris, 1985).
Kawasan Pegunungan Cycloop ditetapkan sebagai cagar alam sejak tahun 1987 dan sesuai
dengan SK Menteri Kehutanan No.56/KPTS/UM/I/1978 tanggal 26 Januari 1978 luas kawasan 22.500
Hektar (PERDA Jayapura, 2015). Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop (CAPC) memiliki
kekayaan alam yang sangat tinggi, berupa sumberdaya alam hayati dan ekosistem yang secara umum
berfungsi untuk kepentingan wisata alam dan perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kawasan
CAPC memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi diantaranya 273 jenis burung, 86 jenis
mamalia, pandanus, beberapa jenis Nepenthes dan bunga anggrek serta berbagai tumbuhan lainya.
Flora dan Fauna yang berada dalam CAPC sudah terancam kepunahan, diakibatkan oleh perladangan
yang berpindah-pindah, perburuan satwa liar, pencurian kayu dan bunga anggrek, serta perluasan
daerah pemukiman (Petocz, 1987).
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
207 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Saat ini kupu-kupu menghadapi ancaman kepunahan yang disebabkan oleh alih fungsi habitatnya.
Terjadinya perubahan kondisi habitat seperti penebangan pohon dan pembakaran lahan untuk
pembuatan kebun di Kawasan CAPC, diduga akan mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman
hayati, termasuk kupu-kupu. Oleh karena itu penting melakukan survei atau penelitian keanekaragaman
kupu-kupu di Kawasan CAPC agar dapat memberikan informasi baru untuk wilayah Kawasan CAPC
khususnya Kampwolker dan Pos Tujuh. Juga dapat memberikan informasi tambahan keanekaragaman
kupu-kupu untuk lokasi Pasir Dua yang belum ada data hingga saat ini.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini berlangsung pada bulan Desember 2018 sampai dengan Juni 2019. Lokasi penelitian
di Kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop yaitu pada lokasi Pasir Dua, Kampwolker dan
Pos Tujuh. Populasi dalam penelitian ini adalah semua spesies kupu-kupu Superfamili Papilionoidea
yang ditemukan di Kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop. sampel pada penelitian ini
adalah semua spesies kupu-kupu Superfamili Papilionoidea yang terlihat ataupun tertangkap pada saat
melakukan penelitian.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Sweeping net , Kertas papilot, Alat tulis,
Jarum pentul, Jarum serangga, Jarum suntik, Pinset, Kotak specimen, Rol meter, Tali raffia, GPS (Global
Positioning System), Kamera digital (dokumentasi), Buku identifikasi kupu-kupu yang digunakan adalah
“Panduan Lapangan Kupu-kupu Untuk Wilayah Membramo Sampai Pegunungan Cycloop” (van Mastrigt
dkk, 2005) dan buku ”The Butterflies Of Papua New Guinea (Their Systematics & Biology)”, Alkohol 70%,
Tissue, Kapur barus (kanfer). Penelitian ini menggunakan metode Transect Count pada Line Transect.
Transek dibuat pada tiga lokasi, dengan panjang setiap transek adalah 1 km dan lebar transek adalah 5
m (kiri dan kanan), dan dibuat tujuh replikasi transek pada masing-masing lokasi.
Prosedur Pelaksanaan
Observasi dengan tujuan mengetahui wilayah atau tempat yang dijadikan lokasi penelitian. Untuk
mengetahui titik koordinat, ketinggian dan luas areal observasi digunakan GPS. Langkah selanjutnya
adalah mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Pembuatan transek dilakukan
pada lokasi yang telah ditentukan dengan menggunakan rol meter dengan panjang 1 km dan lebar 5 m.
Mendata kupu-kupu di sepanjang transek yang dilakukan dengan observasi langsung dan untuk kupu-
kupu yang tidak dapat diidentifikasi langsung diambil sampelnya dengan menggunakan sweeping net.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
208 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Kupu-kupu yang ditangkap menggunakan sweeping net diisi dalam amplop yang terbuat dari
kertas papilot, lalu diisi dalam amplop yang lebih besar lagi dan diberikan label/keterangan berupa lokasi,
tanggal, waktu lalu diisi dalam kotak plastik yang diberi kapur barus agar kutu, kumbang kecil dan
serangga lainnya tidak masuk dan merusak spesimen kupu-kupu. Pendataan keanekaragaman kupu-
kupu dalam dua periode (pagi dan siang). Periode pagi dimulai pukul 08.00 WIT - 12.00 WIT, periode
siang dimulai pukul 12.00 WIT ˗ 16.00 WIT.
Mengidentifikasi kupu-kupu dilakukan dengan menggunakan “Buku Panduan Lapangan Kupu-
kupu Untuk Wilayah Mamberamo Sampai Pegunungan Cycloop” (van Mastrigt dan Rosariyanto, 2005).
Sampel kupu-kupu yang belum diketahui spesiesnya, diawetkan dan diidentifikasi di Laboratorium
Koleksi Serangga Papua Universitas Cenderawasih. Untuk identifikasi spesies kupu-kupu yang didapat
dari lapangan, dapat dibandingkan langsung dengan spesimen pada koleksi kupu-kupu di Laboratorium
Koleksi Serangga Papua.
Prosedur Pengawetan Kupu-kupu di Laboratorium
Setelah tiba di Laboratorium Koleksi Serangga Papua, kupu-kupu dikeluarkan dari amplop dan
diisi dalam kotak plastik yang di bawahnya berisi kain atau tissue basah dan dibiarkan selama kurang
lebih 24 jam (tergantung besar kecilnya ukuran tubuh kupu-kupu). Tujuan dari perlakuan ini agar kupu-
kupu yang diawetkan tidak rusak/kaku, proses ini disebut pelemasan sehingga mudah untuk digerakkan
pada proses perentangan. Kupu-kupu yang sudah dalam proses pelemasan dapat ditusuk dengan jarum
serangga (pinning) ukuran 0,1 mm dengan arah jarum tegak lurus pada bagian toraksnya. Jarum yang
digunakan harus sesuai dengan ukuran tebalnya tubuh kupu-kupu. Langkah selanjutnya adalah
perentangan kupu-kupu pada papan perentangan yang terbuat dari gabus dengan posisi horizontal.
Caranya, sayap direntangkan secara horizontal, diatur bagian antena, bagian sayap, dan abdomen
dengan jarum yang lebih halus. Lalu jepit dengan kertas minyak yang ditusuk dengan jarum pentul. Kupu-
kupu diatur rapi pada papan/gabus perentangan dengan memperhatikan bentuk-bentuk sayap agar
terlihat jelas dan baik. Antena kupu-kupu diarahkan ke depan dengan hati-hati menggunakan jarum agar
antena tidak patah. Begitu juga perlakuan untuk bagian abdomen dan harus ditahan dengan jarum pentul
yang ditancapkan secara menyilang agar pada saat kering tetap dalam posisi datar.
Setelah proses perentangan di atas papan/gabus perentangan, spesimen kupu-kupu dibiarkan
kering selama dua minggu. Keterangan dari amplop disalin pada label sementara dan disisipkan pada
masing-masing spesimen kupu-kupu. Setelah spesimen kupu-kupu kering, kemudian dilepaskan dari
papan/gabus perentangan. Caranya, dilepaskan terlebih dahulu jarum pentul yang ada pada kertas
minyak, kemudian mencabut jarum yang menahan abdomen dan antena secara hati-hati agar antena
dan abdomen tidak patah. Selanjutnya spesimen diberikan label yang dilengkapi dengan keterangan
lokasi penangkapan, ketinggian, tanggal, bulan, tahun penangkapan dan nama kolektor yang sudah
diketik rapi. Selanjutnya ditempatkan dalam koleksi secara sistematis (diurutkan berdasarkan famili),
setelah yakin tidak ada kutu, kumbang atau larva pada spesimen-spesimen tersebut, lalu dimasukkan ke
dalam laci kaca, diberi label (nama tempat dan famili) pada bagian laci tersebut.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
209 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Analisis Data
Data diolah dalam tabulasi dan grafik. Untuk mengetahui indeks keanekaragaman spesies kupu-
kupu pada tiap habitat digunakan rumus Indeks Shannon Wiener (H') (Brower dan Zar, 1984), sebagai
berikut:
H' = ˗ ∑ pi log pi
(1)
pi = 𝑛𝑖
𝑁
(2)
Keterangan
H' : Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener
log : Logaritma
pi : ni/N
ni : Jumlah individu untuk spesies ke-1
N : Jumlah total individu dalam sampel
Bila nilai H' >3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah
melimpah tinggi, nilai H' 1≤ H' ≤ 3 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek
adalah sedang melimpah dan nilai H' < 1 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek sedikit atau rendah (Fachrul, 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Kawasan Penyangga Cagar Alam
Pegunungan Cycloop. Jumlah total spesies kupu-kupu yang ditemukan di Kawasan Penyangga Cagar
Alam Pegunungan Cycloop adalah 70 spesies yang terdiri dari Papilionidae 13 spesies, Nymphalidae 41
spesies, Pieridae 6 spesies, Lycaenidae 10 spesies. Tabel 2 menunjukkan bahwa famili dengan jumlah
spesies yang paling tinggi adalah Nymphalidae, diikuti oleh Papilionidae, Lycaenidae dan Pieridae.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
210 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Tabel 1. Famili dan Jumlah jenis Kupu-kupu di Kawasan
Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop
No Famili Jumlah Spesies
1 Papilionidae 13
2 Nymphalidae 41
3 Pieridae 6
4 Lycaenidae 10
Jumlah Total Spesies 70
Keanekaragaman Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Pasir Dua
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Pasir Dua diperoleh 32 spesies Superfamili
Papilionoidea di mana Nymphalidae yang paling tinggi dengan jumlah 17 spesies (55 %) diikuti
Lycaenidae (8 spesies (24%), Papilionidae 5 spesies (15%) dan yang terendah Pieridae 2 spesies (6%)
Gambar 2. Persentase kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Pasir Dua
Pada grafik 3 terlihat bahwa pada hari ke enam sudah tidak ada lagi penambahan spesies kupu-
kupu yang ditandai dengan garis-garis pada grafik yang stasioner. Lokasi Pasir Dua merupakan lokasi
yang memiliki jumlah spesies (32) dan individu (286) terendah dibandingkan dengan lokasi Pos Tujuh
dan Kampwolker. Hal ini diduga akibat faktor cahaya. Kemungkinan karena lokasinya yang terlalu
terbuka cahaya yang masuk terlalu berlebihan. Menurut Panjaitan (2008) faktor cahaya sangat penting
terhadap keberadaan kupu-kupu pada suatu lokasi. Cahaya sangat diperlukan oleh kupu-kupu karena
15%6%
24%55%
Papilionidae
Pieridae
Lycaenidae
Nymphalidae
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
211 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
kupu-kupu termasuk hewan berdarah dingin. Natasa (2016) Cahaya akan memberikan energi panas bagi
tubuh kupu-kupu sehingga suhu tubuh akan naik dan metabolisme akan menjadi lebih cepat.
Peningkatan suhu tubuh juga akan mempercepat perkembangan pada larva kupu-kupu. Nurjannah
(2010) mengatakan intensitas cahaya yang sesuai untuk perkembangan imago kupu-kupu adalah 2.000-
7.500 lux dan Efendi (2009) menyatakan bahwa suhu ideal bagi kupu-kupu beraktivitas berkisar antara
25 – 400C. Akan tetapi jika suatu tipe habitat sangat terbuka juga tidak terlalu dibutuhkan oleh kupu-
kupu dan jika habitat tersebut tertutup kehadiran kupu-kupu juga akan berkurang.
Gambar 3. Grafik akumulasi kupu-kupu di lokasi Pasir Dua
Jenis tumbuhan yang mendominasi daerah pesisir yaitu kelapa (Cocos nucifera), pecut kuda
(Stachytarpeta indica L.), ketapang (Terminalia catappa), pandan pantai (Pandanus sp.), bunga tapak
dara (Catharanthus roseus), bintanggor (Calophyllum soulattri), mangga (Mangifera indica), sagu
(Metroxylon sp.). Pada lokasi Pasir Dua dijumpai tumbuhan yang tidak beragam dikarenakan lokasinya
yang berada di pantai, semakin sedikit tanaman berbunga maka akan semakin sedikit pula imago yang
datang mengunjungi tempat tersebut. Pada lokasi ini dijumpai jumlah spesies dari famili Lycaenidae lebih
banyak dibandingkan lokasi lainya yaitu ditemukan 8 spesies famili Lycaenidae Lampides boeticus,
Arhopala micale, Leptotes plinius, Prosotas atra, Jamides cytus, Hypolycaena danis, Catochrysops
Strabo dan Zizula hylax.
Spesies yang dominan pada lokasi Pasir Dua yaitu Arhopala micale memiliki jumlah individu yang
tinggi yaitu 112 individu hal ini disebabkan pada saat penelitian terdapat tumbuhan Bintanggor yang
sedang berbunga dan sering di singgapi oleh kupu-kupu Arhopala micale. Spesies yang memiliki jumlah
sedikit yaitu Euploea alcathoe, Catopsilia pomona, Prosotas atra dan Leptotes plinius.
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7
Sp
esie
s/F
amili
Hari
Papilionidae
Pieridae
Lycaenidae
Nymphalidae
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
212 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Keanekaragaman Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Kampwolker
Gamber 4 memberikan hasil observasi yang dilakukan di Kampwolker diperoleh 38 spesies total
kupu-kupu di mana Nymphalidae yang memiliki jumlah tertinggi yaitu 18 spesies (48%), lalu diikuti
Papilionidae 10 spesies (26%), dan yang terendah adalah Pieridae dengan jumlah 5 spesies (13%) dan
Lycaenidae 5 spesies (13%). Pada gambar 5 menunjukan bahwa penambahan jumlah spesies kupu-
kupu pada masing-masing famili sudah mencapai stasioner yang ditandai dengan tidak adanya
penambahan jumlah spesies hingga hari terakhir pada masing-masing famili. Pada lokasi Kampwolker
ditemukan jumlah spesies dan jumlah individu yang relatif lebih tinggi dibandingkan lokasi Pasir Dua
disebabkan kondisi habitat dengan adanya sungai/kali dan beberapa lahan perkebunan mempengaruhi
tingginya jumlah spesies di tempat tersebut.
Gambar 4. Persentase kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Kampwolker.
Gambar 5. Grafik akumulasi kupu-kupu di lokasi Kampwolker
26%
13%
13%
48%
Papilionidae
Pieridae
Lycaenidae
Nymphalidae
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7
Sp
esie
s/F
amili
Hari
Papilionidae
Pieridae
Lycaenidae
Nymphalidae
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
213 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Pada lokasi Kampwolker jumlah populasi kupu-kupu cukup tinggi dikarenakan terdapat pakan
kupu-kupu. Menurut Banuaty (2006) terdapat beberapa tumbuhan sumber pakan larva yang ditemukan
di Kampwolker antara lain Annonaceaae (Annona muricata), Rutaceae (Citrus sp., Micromelum minutum,
Toddalia asiatica), Araliaceae (Aralia sp.) dan Aristolochiaceae (Aristolochia tagala). Terdapat juga
sumber nektar kupu-kupu Famili Papilionidae yaitu Verbenaceae (Stachytarpeta indica, Stachytarpeta
jamaicencis), Asteraceae (Chromolaena odorata, Ageratum conyzoides), Rubiaceae ( Mussaenda sp.,
Ixora sp.), Rutaceae (Toddalia asiatica), Apocynaceae (Voacanga papuana) dan Sterculiaceae (Sterculia
sp.).
Lokasi Kampwolker berada di dekat aliran air sungai Kampwolker yang merupakan sumber air
penting bagi masyarakat di sekitarnya. Faktor ketersediaan sumber air berpengaruh karena kupu-kupu
menyukai tempat-tempat seperti tepian sungai (Amir dkk, 2003). Kupu-kupu mengunjungi areal yang
basah untuk memperoleh air dan garam-garam mineral. Dalam hidupnya, selain membutuhkan energi
dari pakannya, kupu-kupu dewasa juga membutuhkan air. Namun pada lokasi Kampwolker terdapat
aktifitas manusia seperti penebangan dan pembakaran lahan untuk kebun. Kegiatan manusia merusak
lingkungan ini dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem di alam termasuk
berkurangnya populasi kupu-kupu (Marjan, 2013). Padahal pada lokasi Kampwolker ditemukan
beberapa spesies yang tidak dijumpai di tempat lain yaitu spesies Atrophaneura polydorus dan Jamides
celeno.
Pada lokasi Kampwolker spesies yang dominan yaitu Papilio ambrax (47 individu), Papilio aegeus
(36 individu), Papilio albinus (37 individu), Graprium agamemnom (42 individu), Graphium macfarlanei
(46 individu), Graprium sarpedon (37 individu), Tirumala hamata (58 individu) dan Catopsilia Pomona
(55 individu) yang ditemukan melimpah di habitat kebun dan sungai. Spesies yang dominan yaitu dari
famili Papilionidae dan Nymphalidae hal ini dipengaruhi pada saat penelitian terdapat ketersediaan
pakan dari spesies-spesies tersebut lebih banyak. Di tepi sungai dijumpai tanaman yang merupakan
sumber nektar (madu) imago seperti Stachytarpeta indica, S. jamaicensis, Costus speciosus,
Mussaenda sp. dan Ixora sp. (Parsons, 1999) dan sumber pakan larva yaitu Citrus sp., Annona muricata
dan Arilia sp. Spesies-spesies tersebut lebih menyukai habitat yang terbuka. Parsons (1999)
melaporkan, Catopsilia pomona penyebarannya luas dan biasanya hidup pada daerah terbuka, seperti
sungai, kebun, dan pemukiman. Spesies yang ditemukan sedikit yaitu Pantoporia venilia, Pantoporia
consimilis, Euploea treitschkei dan Elodina andropis.
Keanekaragaman Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Pos Tujuh
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Pos Tujuh diperoleh 45 spesies Superfamili
Papilionoidea di mana Nymphalidae yang paling tinggi dengan jumlah 28 spesies (62%) diikuti
Papilionidae 11 spesies (24%), Pieridae 4 spesies (9%) dan yang terendah adalah Lycaenidae 2 spesies
(5%). Pada lokasi ini Pieridae dan Lycaenidae ditemukan sangat sedikit dikarenakan kurangnya
penetrasi cahaya yang disebabkan oleh kondisi habitat yang tertutup. Persentase jumlah spesies
Papilionoidea per famili pada lokasi ini dapat dilihat pada Gambar 6.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
214 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Gambar 6. Persentase kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Pos Tujuh
Pada gambar 7 terlihat bahwa jumlah spesies kupu-kupu mulai mencapai stasioner pada hari ke
tiga. Jumlah individu dan jumlah spesies kupu-kupu yang paling tinggi ditemukan di lokasi Pos Tujuh
yaitu 1043 individu dengan jumlah spesies 45 spesies, dengan tipe habitat hutan sekunder, kebun dan
habitat sungai. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah spesies dan jumlah individu di
lokasi Pos Tujuh yaitu pengaruh faktor vegetasi terhadap tingkat keanekaragaman jenis kupu-kupu,
berkaitan dengan penyebaran kupu-kupu di tempat-tempat di mana terdapat tumbuhan yang menjadi
sumber pakan (Grzimek, 1975).
Gambar 7. Grafik akumulasi kupu-kupu di lokasi Pos Tujuh
24%
9%
5%
62%
Papilionidae
Pieridae
Lycaenidae
Nymphalidae
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7
Sp
esie
s/F
amili
Hari
Papilionidae
Pieridae
Lycaenidae
Nymphalidae
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
215 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Jenis tumbuhan yang mendominasi daerah Pos Tujuh yaitu beringin (Ficus sp.), kayu besi (Instia
bujuga), Pandan (Pandanus sp.), Anggrek tanah (Spathoglottis sp). Tersedianya makanan yang cukup
bagi larva dan imago, kemudian terdapat habitat sungai. Habitat sungai disukai oleh kupu-kupu pada
umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu habitat sungai merupakan sumber air mineral bagi
kupu-kupu, kupu-kupu biasanya hinggap di atas bebatuan dan pasir yang lembab untuk mengisap air
mineral. Habitat sungai juga agak terbuka sehingga merupakan tempat yang cocok bagi kupu-kupu untuk
berjemur, istirahat dan kawin (mating) (Parsons, 1999).
Beberapa spesies kupu-kupu yang dominan di lokasi pos tujuh yaitu Papilio aegeus (69 individu),
Papilio albinus (72 individu), Taenaris myops (64 individu), Taenaris Hyperbolus (56 individu), Taenaris
bioculatus (44 individu), Mycalesis terminus (48 individu), Mycalesis Phidon (56 individu), Junonia
hedonia (58 individu), Pathenos aspila (72 individu), Pithecops dionisius (60 individu). Hal ini
kemungkinan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan pada spesies-spesies tersebut lebih banyak. Kupu-
kupu Mycalesis terminus lebih banyak ditemukan sedang hinggap pada pakis-pakis yang juga terdapat
di hutan sekunder. Spesies yang hanya ditemukan satu kali dalam pengamatan adalah Hypolimnas
antilope.
Perbandingan indeks keanekaragaman Spesies Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea pada
ketiga lokasi penelitian.
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah spesies pada masing-masing transek tidak terlalu berbeda
jauh. Spesies tertinggi yaitu di Pos Tujuh dengan jumlah spesies 1043 individu (H'=3,09) diikuti
Kampwolker dengan jumlah 571 individu (H'=2,86) dan Pasir 2 dengan jumlah 286 individu (H'=2,3).
Berdasarkan kategori tingkat indeks keanekaragaman H', pada Lokasi Pos Tujuh tergolong dalam
kategori melimpah tinggi dan pada lokasi Kampwolker dan Pasir Dua tergolong dalam kategori sedang
melimpah.
Tabel 2. Keanekaragaman Spesies dan Indeks Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea pada ketiga
lokasi
Famili
Lokasi
Pasir Dua Kampwolker Pos Tujuh
∑ sp ∑ individu H' ∑ sp ∑ individu H' ∑ sp ∑ individu H'
Papilionidae 5 21
2,3
10 295
2,86
11 280
3,09
Pieridae 2 19 5 88 4 44
Lycaenidae 8 136 5 16 2 84
Nymphalidae 17 110 18 172 28 635
Total 32 286 38 571 45 1043
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
216 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Keanekaragaman habitat berupa hutan primer, hutan sekunder, sungai, kebun dan padang rumput
di Pos Tujuh dan Kampwolker merupakan daya dukung penting tingginya keanekaragaman spesies dan
jumlah individu pada lokasi-lokasi tersebut. Sedangkan di lokasi Pasir Dua didominasi habitat pesisir
pantai dengan keanekaragaman vegetasi yang relatif rendah sehingga daya dukung untuk kehadiran
kupu-kupu juga rendah.
Selama observasi ditemukan 30 spesies Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea yang endemik di
Papua berdasarkan van Mastrigt (2005) seperti ditunjukan oleh tabel 4. Penyebaran kupu-kupu endemik
Papua mulai dari wilayah Indonesia-Australia sampai di Pantai Utara dan Timur Australia.
Keanekaragaman habitat berupa hutan primer, hutan sekunder dan sungai sangat mendukung kehadiran
spesies kupu-kupu endemik Papua terutama di lokasi Pos Tujuh dan Kampwolker. Di Kawasan CAPC
ditemukan 70 spesies kupu-kupu dengan total 1900 individu. Berdasarkan hasil H', keanekeragaman
kupu-kupu di Pos Tujuh tergolong melimpah tinggi dan pada lokasi Kampwolker dan Pasir Dua tergolong
sedang melimpah. Keanekaragaman kupu-kupu yang tinggi, kemungkinan disebabkan masih
melimpahnya tumbuhan inang bagi larva dan tumbuhan penghasil nektar bagi imago. Tingginya
keanekaragaman spesies dan jumlah populasi kupu-kupu juga didukung oleh keanekaragaman habitat
seperti hutan primer, hutan sekunder dan kehadiran sungai juga sangat penting untuk kehidupan kupu-
kupu.
Kupu-kupu yang paling banyak ditemukan adalah anggota famili Nymphalidae. Kupu-kupu dari
famili Nymphalidae memang diketahui merupakan famili kupu-kupu dengan jumlah spesies terbesar di
dunia dibandingkan famili lainnya yaitu sekitar 6.500 spesies. Kelompok famili Nymphalidae memiliki
banyak variasi warna dan bentuk sayap (van Mastrigt, 2005).
Famili Nymphalidae umumnya memiliki penyebaran yang luas dibandingkan dengan famili lainnya.
Selain itu juga dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan kesesuaian kondisi lingkungan yang
memungkinkan kehadiran spesies dari famili tersebut pada semua tipe habitat. Zobar & Genc (2008)
melaporkan, penyebaran famili Nymphalidae sangat tinggi dan dapat ditemukan pada berbagai kondisi
lingkungan. Selain itu, Rodrigues & Moreira (2002) melaporkan, larva famili Nymphalidae dapat hidup di
beberapa jenis tumbuhan, sehingga dapat hidup pada tipe habitat yang berbeda.
Tabel 3. Daftar spesies yang endemik pada Kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop
Famili Genus Spesies
Papilionidae
Papilio albinus
Papilio aegeus
Papilio ambrax
Papilio ulysses
Papilio euchenor
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
217 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Atrophaneura polydorus
Ornitoptera priamus
Pieridae
Cepora perimale
Elodina andropis
Lycaenidae Arhopala micale
Nymphalidae
Tirumala hamata
Danaus affinis
Cupha propose
Vindula arsine
Euploea sylvester
Euploea netscheri
Taenaris myops
Taenaris bioculatus
Taenaris hyperbolus
Taenaris artemis
Mycalesis elia
Mycalesis durga
Mycalesis mucia
Mycalesis phidon
Hypocysta isis
Elymnias cybele
Lexias aeropa
Parthenos aspila
Hypolimnas alimena
Hypolimnas antilope
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
218 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Berdasarkan periode pengamatan, kupu-kupu yang banyak ditemukan di pagi hari (pukul 08.00–
12.00) dibandingkan siang hari (pukul 12.00–16.00). Tingginya jumlah spesies dan jumlah individu yang
ditemukan pada periode pagi dapat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan. Singer (2002) melaporkan,
volume nektar lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan dengan siang hari. Roland (2006) melaporkan,
kelompok Pieridae sebagai pollinator pada tanaman hias, lebih aktif dan lebih lama hinggap di pagi hari.
Kelompok Papilionoidea lebih banyak aktif di siang hari untuk menghindari predator, seperti burung yang
aktif di pagi hari (Homziak, 2006).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil observasi Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea di Kawasan Penyangga Cagar
Alam Pegunungan Cycloop ditemukan 70 spesies yang terdiri dari Papilionidae 13 spesies, Nymphalidae
41 spesies, Pieridae 6 spesies, Lycaenidae 10 spesies). Ditemukan 30 spesies kupu-kupu Superfamili
Papilionoidea yang endemik di Papua. Keanekaragaman dan populasi kupu-kupu Superfamili
Papilionoidea lebih tinggi di daerah penyangga Pos Tujuh (1043 individu) dan Kampwolker (571 individu)
dibanding dengan lokasi Pasir Dua (286 individu). Keanekaragaman habitat kupu-kupu berupa hutan
primer, hutan sekunder, kebun, sungai dan padang rumput pada lokasi Pos Tujuh dan Kampwolker
sangat mendukung kehadiran kupu-kupu pada lokasi tersebut, terutama kupu-kupu endemik Papua.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M., Noerdjito, W.A., dan Kahono, S. 2008. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa
Bagian Barat. Bogor: BCP JICA.
Banuaty E. 2006. Studi Keragaman Kupu-kupu Famili Papilionidae, Habitat dan Sumber Pakan di wilayah
Kampwolker Cagar Alam Pegunungan Cycloops. Skripsi. Fakultas Mipa Universitas
Cenderawasih, Jayapura.
Brower. J.E dan J.H. Zar, 1984. Field and Laboratory Methods for General Ecologi. Second Edition.
Browen Publisher.USA.
CI [Conservation International]. 1997. The Irian Jaya Biodiversity Conservation Priority-Setting
Collins, N. M dan Morris, M.G. 1985. Threatened Shallowtails of The World. Red data book. IUCN,
Switzerland and UK. 401-402.
Efendi, MA. 2009. Keanekaragaman Kupu-kupu (Lepidoptera: Ditrysia) di Kawasan Hutan Koridor
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. Tesis Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Fachrul.M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. PT Bumi Aksara Jakarta.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
219 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Homziak NT dan Homziak J. 2006. Papilio demoleus (Lepidoptera: Papilionidae) a new record for the
United States, commonwealth of puerto rico. FlorEntomol 87:485-488
Marjan S. 2013. Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu Pada Ekosistem Air Tawar dan Hutan Daratan
Rendah di Desa Belitung Dua Kecamatan Belitang Kabupaten Sekadau. Universitas Tanjung
Purah. Pontianak. 107-108
Natasa I.W, Zahida F., dan PramanaY. 2016. Keanekaragaman kupu-kupu (Lepidoptera) di Plawngan
Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, Daerah Istimewa Ypgyakarta. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Nurjannah, S. T. 2010. Biologi Troides helena helena dan Troides helena ephaestus (Papilionidae) di
Penangkaran. Tesis.
Panjaitan R. 2008. Keanekaragaman Kupu-kupu di Taman Wisata Gunung Meja Kabupaten Manokwari.
Universitas Negeri Papua. Papua. (7)1. 17-18
Parsons, M. 1999. Butterflies of Papua New Guinea: Their Systematic and Biology. Academic Press,
London.
Petocz, G. 1987. Konservasi Alam dan Pegunungan di Irian Jaya. Pustaka Grafitipers, Jakarta.
Rodrigues D dan Moreira GRP. 2002. Geographical variation in larval host-plant use by Heliconius erato
(Lepidoptera: Nymphalidae) and consequences for adult life history. J. Braz Biol 62: 312-332
Roland J. 2006. Effect of melanism of alpine Colias nastes butterflies (Lepidoptera: Pieridae) on activity
and predation. Can Entomol 138:52-58
Singer TLP, Hanula JL, Walker JL. 2002. Insect pollinators of three rare plants In a florida longleaf pine
forest. Florida Entomol 85:308-316
Van Mastrigt, H dan Rosariyanto, E. 2005. Buku Panduan Lapangan Kupu-kupu Untuk Wilayah
Mamberamo Sampai Pegunungan Cycloops. Conservation Internasional. Jakarta.
Van Mastrigt H, Mambrasar R, Ramandey E. 2010. Buku Panduan Lapangan Kupu-kupu Untuk Wilayah
Kepala Burung Termasuk pulau-pulau Provinsi Papua Barat. Tim Redaksi Kelompok Entomologi
Papua. Jayapura.
Van Mastrigt, H dan Warikar, E. 2013 Buku Panduan Kupu-kupu Untuk Wilayah pulau-pulau Teluk
Cenderawasih Terfokus pada Numfor, Supiori, Biak, dan Yapen. Kelompok Entomologi Papua.
Jayapura.
Zobar D, Genc H. 2008. Biology of the queen of spain fritillary, Issoria lathonia (Lepidoptera:
Nymphalidae) Flor entomol 91:237-240
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
220 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
P27
PEMAHAMAN KONSEP ELEKTRONIKA DASAR MENGGUNAKAN
MODUL EKSPERIMEN MR100 DI PONDOK PESANTREN DARUL ILMU,
HOLTEKAMP, JAYAPURA
Sudarmono1 dan Rahman2
Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Cenderawasih
Email: [email protected]
ABSTRAK
Salah satu pemanfaatan sumber daya yang dimiliki Universitas Cenderawasih melalui kegiatan
Pengabdian Masyarakat adalah dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam rangka
memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan praktikum yang tidak semua sekolah dapat
melakukan kegiatan tersebut. Ketersedian peralatan yang memadai untuk melaksanakan kegiatan
praktikum elektronika dasar seperti modul MR 100 merupakan aset yang sangat bermanfaat untuk
digunakan dalam menyebarkan pengetahuan mengenai topik elektronika dengan model pembelajaran
demostrasi dan praktikum. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 27 Juli 2019 waktu 10:30 – 14 : 30 WIT,
bertempat di Pondok Pesantren Darul Ilmi, Holtekamp, Kota Jayapura. Kegiatan diikuti oleh 33 peserta.
Terdapat beberapa faktor yang menunjang keberhasilan pelaksanaan pengabdian ini adalah: (1)
Mudahnya berkomunikasi dengan para santri, sehingga dengan mudah lankgah-langkah pecobaan
dapat dilakukan sesuai dengan petunjuk yang diberikan; (2) Tersedia tempat yang memadai untuk
melaksanakan kegiatan yaitu ruangan yang mampu menampung lebih dari 40 orang, sehingga para
santri dapat dengan leluasa melaksakana kegiatan praktikum; (3) Kemauan para peserta untuk
mengetahui mengenai “elektronika” yang cukup besar; (4) Tersedianya beberapa fasilitas penunjang
kegiatan di lokasi pengabdian diantaranya tersedianya jaringan listrik sehingga penyampaian materi
dapat menggunakan proyektor yang telah dibawa oleh pelaksanak kegiatan pengabdian. Terdapat pula
faktor yang menghambat pelaksanaan kegiatan pengabdian ini, yaitu masih beragamnya tingakat
pendidikan formal para santri sehingga ada sebagian sedikit santri yang belum mengerti mengenai istilah
elektronika.
Kata Kunci : Konsep Elektronika Dasar, Modul MR 100, Pondok Pesantren Darul Ilmu.
PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi yang saat ini terjadi sangat berkaitan dengan kemajuan di bidang elektronika,
yaitu dengan ditemukannya berbagai macam peralatan yang dapat mempermudah kehidupan manusia.
Untuk memahami kemajuan teknologi terutama di bidang elektronika maka diperlukan pengetahuan
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
221 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
dasar yang memadai terutama mengenai pengetahuan dasar elektronika. Metode yang paling efektif
untuk mengetahui mengenai pengetahuan dasar mengenai elektronika adalah dengan melakukan
percobaan dari teori-teori mengenai pengetahuan dasar elektronika. Untuk melaksanakan sebuah
percobaan diperlukan peralatan yang memadai dan pengetahuan dari nara sumber (pengajar) dalam
mengoperasikan peralatan yang ada.
Untuk mengadakan peralatan percobaan elektronika diperlukan dana yang besar dan diperlukan
pengetahuan khusus dalam mengoperasikan peralatan tersebut. Dan inilah yang menjadi kendala pada
proses pembelajaran bidang elektronika pada tingkat pendidikan dasar dan menengah terutama bagi
sekolah yang tidak dikhususkan pada bidang elektronika. Jurusan Fisika Universitas Cenderawasih
diberikan kepercayaan oleh pemerintah berupa peralatan yang sangat baik untuk dijadika sebagai alat
bantu dalam memberikan pemahaman yang baik tentang pengetahuan elektronika dasar bagi
mahasiswa. Peralatan tersebut adalah Magnetic Board MR100 yaitu berupa PCB dan komponen-
komponen elektronika diberikan magnet sehingga dalam merangkaikan komponen-komponen tersebut
pada papan PCB tidak lagi menggunakan proses pensolderan tetapi hanya dengan meletakkan
komponen pada PCB dan akan saling melekat akibat adanya magnet tersebut.
Peralatan MR100 ini dapat memberikan berbagai jenis percobaan-percobaan dasar yang menarik
untuk praktekan dan terdapat juga berbagai skema rangkaian elektronika yang dapat dibuat sehingga
praktikan akan mendapatkan pengalaman dalam merangkai rangkaian yang lebih rumit. Dengan tersedia
peralatan yang baik ini di Universitas Cenderawasih maka sebagai salah satu dharma dari tridharma
Perguruan Tinggi yaitu dalam bidang pengabdian kepada masyarakat, sudah selayaknya peralatan
tersebut digunakan untuk membantu masyarakat di sekitar Universitas Cenderawasih dalam
memberikan pemahaman pada pengetahuan elektronika dasar terutama bagi siswa-siswa SMP dan
SMA.
Pondok Pesantren Darul Ilmu merupakan sebuah wadah pendidikan informal yang
menitikberatkan pada pendidikan agama, dimana pondok pensantren ini berada di daerah pinggiran Kota
Jayapura. Siswa-siswa yang masuk pada pondok pesantren Darul Ilmu adalah siswa yang pada waktu
pagi sampai siang hari menjalankan pendidikan formal pada SMP dan SMA Hidayatullah yang berada
pada lokasi yang sama. Dengan melihat pola pembelajaran yang diterapkan di Darul Ilmu dan di
Hidayatullah maka porsi praktikum yang sangat sedikit bahkan dapat dikatakan tidak ada maka sangat
diperlukan peran serta Perguruan Tinggi dalam hal ini Universitas Cenderawasih untuk mengambil
peranan dalam mengisi kekosongan metode pembelajaran dengan metode eksperimetal, dan hal ini
ditunjang dengan ketersedian peralatan yang baik dalam memberikan pengetahuan mengenai bahasan
elektronika dasar.
Tujuan dari kegiatan ini adalah:
1. Memperkenalkan keberadaan peralatan yang memadai untuk melaksanakan percobaan-percobaan
elektronika dasar yaitu peralatan MR100 di Universitas Cenderawasih,
2. Memberikan pengetahuan dasar mengenai materi elektronika dasar melalui percobaan yang
dilakukan oleh santri di Pondok Pesantren Darul Ilmi.
3. Memberikan motivasi dan memumbuhkan minat para santri untuk mempelajari ilmu elektronika.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
222 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
DASAR TEORI
Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemui peralatan yang mengadopsi
elektronika sebagai basis teknologinya contohnya televisi,tape recorder atau pemutar MP3, radio,
berkomunikasi dengan telephone seluler dan lain sebagainya. Elektronika merupakan ilmu yang
mempelajari listrik arus lemah yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran elektron atau partikel
bermuatan listrik pada sebuah peralatan elektronik. Ilmu yang mempelajari alat-alat seperti ini merupakan
cabang dari ilmu fisika, sementara bentuk desain dan pembuatan sirkuit elektroniknya adalah bagian dari
teknik elektro, teknik komputer, dan teknik elektronika dan instrumentasi.
Revolusi besar-besaran terhadap elektronika terjadi sekitar tahun 1960-an, dimana saat itu
ditemukan suatu komponen elektronika yang dinamakan transistor, sehingga dimungkinkan untuk
membuat peralatan dengan ukuran yang lebih kecil dibandingakan dengan peralatan sebelumnya yaitu
masih menggunakan tabung vacum yang ukurannya lebih besar serta mengkonsumsi listrik yang besar.
Hanya dalam kurun waktu 10 tahun sejak ditemukannya transistor, ditemukan sebuah rangkaian
terintegrasi yang dikenal dengan IC (Integrated Circuit) yang merupakan sebuah rangkaian terpadu yang
berisi puluhan bahkan jutaan transistor di dalamnya. Sehingga dapat dibuat sebuah perangkat
elektronika semakin kecil bentuknya tetapi semakin banyak fungsinya sebagai contoh telephone
genggam (smartphone) yang saat ini banyak digunakan oleh masyarakat.
Komponen elektronika terbagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:
1. Komponen Pasif
Komponen pasif merupakan komponen yang dapat bekerja tanpa sumber tegangan. Komponen pasif
terdiri dari hambatan atau tahanan, kapasitor atau kondensator, induktor atau kumparan dan
transformator.
2. Komponen Aktif
Komponen aktif merupakan komponen yang tidak dapat bekerja tanpa
adanya sumber tegangan. Komponen aktif terdiri dari dioda dan transistor.
Arus Listrik
Jika elektron bergerak, lepas dari pengaruh inti atom, sehingga elektron tersebut dapat mengalir, aliran
elektron ini dikenal sebagai arus listrik. Muatan listrik dapat diukur secara langsung menggunakan
elektrometer. Arus listrik dapat diukur secara langsung menggunakan galvanometer.
Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir tiap satuan waktu. Muatan listrik dapat
mengalir melalui bahan penghantar (konduktor) listrik, yaitu sebesar
𝑖 =𝑞
𝑡 (1)
dimana 𝑖 adalah arus yang mengalir pada sebuah penghantar denganstuan ampere, 𝑞 adalah
banyaknya muatan yang mengalir dalam satuan coulomb, dan 𝑡 adalah waktu yang diperlukan untuk
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
223 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
muatan mengalir pada sebuah penghantar dengan sutuan sekon. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur besarnya arus yang mengalir adalah amperemeter.
Hukum Ohm
Kuat arus yang mengalir dalam suatu penghantar sebanding dengan beda potensial antara ujung-
ujung penghantar itu jika suhu penghantar tetap.
𝑉 = 𝑖𝑅 (2)
dimana 𝑉 adalah beda potensial antara ujung-ujung penghantar dengan satuan volt, 𝑖 adalah arus yang
mengalir pada penghantar dengan satuan ampere dan 𝑅 adalah hambatan dengan satuan ohm.
Besaran Listrik Dasar
Arus
Arus adalah perjalanan atau pergerakan elektron melalui sebuah kawat penghantar yang bersifat
konduktif.
Sampai saat ini penggambaran aliran arus secara konvensional yaitu arus mengalir dari positif ke
negatif. Padahal hal tersebut bertentangan dengan kenyataan bahwa elektron bergerak dari kutub
negatif ke positif. Hal ini disebabkan oleh dugaan salah yang dibuat oleh Benyamin Franklin
mengenai arah aliran muatan dari lilin halus ke wol kasar. Kemudian beliau menetapkan aturan yang
masih digunakan sampai hari ini meskipun sekarang telah diketahui bahwa elektron yang merupakan
paket muatan dan bergerak ke arah yang berlawanan dengan yang diprediksi oleh Franklin (dari wol
ke lilin).
Satuan untuk arus listrik adalah ampere atau Amp yang dinotasikan dengan 𝐴 dengan simbol 𝑰.
Tegangan (Beda Potensial)
Energi potensial yang mendorong elektron dari yang berada di daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah
berkonsentrasi rendah.
Kutub positif dari baterai dianggap sebagai daerah yang memiliki potensi untuk menerima elektron
sedangkan kutub negatifnya dianggap sebagai daerah yang memiliki potensi untuk menyumbangkan
elektron.
Semakin besar perbedaan potensial antara kedua belah kutub maka semakin besar tegangannya.
Satuan untuk tegangan adalah volt, dinotasikan dengan huruf V atau E dan simbol V.
Tahanan (Resistansi)
Tahanan adalah gesekan terhadap aliran arus.
Satu volt dapat mendorong arus 1 A melalui sebuah tahanan sebesar 1 ohm. Dengan demikian,
aliran arus dapat dikendalikan oleh resistor dalam suatu rangkaian.
Satuan untuk tahanan adalah ohm, diwakili oleh huruf R, dan simbol Ω.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
224 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
Kapasitansi
Kapasitansi adalah ukuran jumlah muatan listrik yang dapat disimpan oleh sebuah perangkat listrik
tertentu.
Kapasitor adalah komponen listrik atau perangkat yang digunakan untuk penyimpanan muatan.
Satuannya adalah farad, diwakili oleh huruf C, dengan simbol F.
Gambar 1. Simbol Skematik untuk (a) Sumber Arus Listrik DC (b) Sumber Tegangan DC
Gambar 2. (a) Sebuah Resistor (b) Simbol Skematik sebuah resistor
Gambar 3. Simbol Skematik untuk (a) Kapasitor (b) Sebuah Kapasitor
Rangkaian Seri
Rangkaian dengan komponen-komponen elektronikanya terhubungkan hanya pada satu jalur. Pada jalur
tersebut untuk elektron mengalir.
Rangkaian Paralel
Rangkaian dengan komponen-komponen elektronikanya terhubung pada lebih dari satu jalur (jalur
ganda). Pada jalur-jalur tersebut tempat elektron mengalir.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
225 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
METODE PELAKSANAAN
Metode yang dilakukan adalah dengan penyuluhan, demonstrasi serta percobaan langsung yang
dilakukan oleh para santri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengabdian dilakukan pada hari Sabtu, 27 Juli 2019, jam 10:30 – 14: 30 WIT, bertempat di ruang
aula Pondok Pesantren Darul Ilmu, Holtekamp. Kegiatan dihadiri oleh 33 santri. Sebelum pelaksanaan
pengabdian dilakukan di lokasi kegiatan, terlebih dahulu dilakukan proses peminjaman peralatan di
Laboratorium Fisika Lanjut FMIPA Univeristas Cenderawasih, dan dilakukan uji kelayakan pada setiap
alat sehingga diharapkan tidak terjadi kerusakan pada peralatan sehingga akan mengganggu jalannya
kegiatan pengabdian.
Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan penyampaian materi mengenai elektronika dasar
dilanjutkan dengan memberikan informasi mengenai peralatan yang akan digunakan serta cara
penggunaan yang baik tidak lupa diberikan juga informasi mengenai bahaya yang dapat ditimbulkan
ketika menggunakan peralatan tidak sesuai dengan prosedur yang ada di buku petunjuk yang dibagikan
dalam kegiatan ini.
Pada kegiatan penyampaian materi, juga diajukan beberapa pertanyaan untk mengetahui tingkat
pemahaman para santri mengenai elektronika dasar, serta mengetahui seberapa sering para santri
melaksanakan kegiatan praktikum di sekolah formal para santri. Pada tabel 1, diberikan beberapa
pertanyaan dan jawaban para santri yang disampaikan pada saat kegiatan berlangsung.
Tabel 1. Pertanyan dan jawaban dari wawancara langsung
No. Pertanyaan Jawaban
1. Pernah melaksanakan praktikum
di sekolah
a. Untuk santri MA menjawab pernah melakukan
percobaan secara terstruktur
b. Untuk santri MT menjawab pernah melakukan
percobaan tidak secara terstruktur
c. Untuk santri MI menjawab tidak pernah
melaksanakan praktikum
2. Pernah melaksanakan praktikum
yang berkaitan dengan
elektronika
Seluruh santri tidak pernah melaksanakan praktikum
yang berkaitan dengan elektronika
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
226 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
3. Pernah mendengar istilah
elektronika
Seluruh santri pernah mendengar istilah elektronika
tetapi tidak paham mengenai istilah tersebut.
4. Pernah mendengar mengenai
komponen-komponen elektronika
dan kegunaannya
Sebagian kecil santri yang pernah mendengar
sebagian dari komponen elektronika tetapi tidak tahu
wujud dan kegunaannya, sedangkan santri lainnya
tidak pernah mendengarnya
Untuk memudahkan pengawasan dan asistensi kepada para santri maka para santri dibagi dalam
delapan kelompok yang tiap kelompoknya terdiri dari 4 sampai 5 santri, hal ini disesuaikan dengan
jumlah peralatan yang dibawa ke lokasi pengabdian. Setiap kelompok diberikan sebuah panduan
kegiatan dan beberapa jenis proyek rangkaian yang dapat dibuat dengan menggunakan peralatan MR
100.
Materi atau percobaan yang dikerjakan oleh para santri adalah sebagai berikut
1. Tahanan dan Kode Warna
2. Rangkaian Seri dan Paralel
3. Rangkaian Saklar
4. Rangkaian Pendek (Short Circiut)
5. Rangkaian Potensiometer
6. Rangkaian Sensor Cahaya Otomatis
7. Rangkaian Demultiplex
8. Rangkaian Kotak Ketakutan
9. Rangkaian Lampu Kereta
10. Rangkaian Melodi
11. Rangkaian Organ Listrik.
Materi kegiatan diberikan dalam bentuk sebuah panduan kegiatan praktikum yang diberikan pada
masing-masing kelompok santri. Pada pelaksanaan kegiatan, para santri diawasi langsung oleh
pelaksana kegiatan disebabkan para santri akan merusakkan peralatan praktikum.
Selama kegiatan berlangsung, para santri sangat serius dan antusias dalam membuat rangkaian-
rangkaian yang ada dalam petunjuk kegiatan, sehingga tidak terasa kegiatan berlangsung sampai 16:00
WIT. Pelaksanaan diselingi dengan istirahat sekitar 30 menit untuk melaksanakan shalat dan makan
siang.
KESIMPULAN
Tidak terjadi kendala yang berarti, dikarenakan peralatan yang dibawa telah dilakukan pengujian
sehingga kegiatan berjalan dengan lancar. Terdapat beberapa faktor yang menunjang keberhasilan
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
227 SEMNAS MIPA II TAHUN 2019
pelaksanaan pengabdian ini adalah (1) Mudahnya berkomunikasi dengan para santri, sehingga dengan
mudah lankgah-langkah pecobaan dapat dilakukan sesuai dengan petunjuk yang diberikan; (2) Tersedia
tempat yang memadai untuk melaksanakan kegiatan yaitu ruangan yang mampu menampung lebih dari
40 orang, sehingga para santri dapat dengan leluasa melaksakana kegiatan praktikum; (3) Kemauan
para peserta untuk mengetahui mengenai “elektronika” yang cukup besar; (4) Tersedianya beberapa
fasilitas penunjang kegiatan di lokasi pengabdian diantaranya tersedianya jaringan listrik sehingga
penyampaian materi dapat menggunakan proyektor yang telah dibawa oleh pelaksanak kegiatan
pengabdian. Terdapat pula faktor yang menghambat pelaksanaan kegiatan pengabdian ini, yaitu masih
beragamnya tingakat pendidikan formal para santri sehingga ada sebagian sedikit santri yang belum
mengerti mengenai istilah elektronika.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Universitas Cenderawasih yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Halliday, Resnick, Walker, 2014, Fundamental of Physics, Edisi ke-10, John Wiley, New York.
Introduction to Electronic Using MR Board, diakses pada 20 Februari 2019 pada situs
ftp://ftp.pasco.com/support/documents/english/SE/SE81/MR100%20Curriculum.pdf
Abdurrahman S, 2017, Modul Elektronika Dasar, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Jakarta.
Santoso, Andi Harmoko, 2002, Panduan Praktikum Elektronika Dasar, Universitas Indonesia, Jakarta.
Rahman, 2018, Panduan Praktikum Elektronika 1, Laboratorium Fisika Lanjut, FMIPA Universitas
Cenderawasih, Jayapura.
PROSIDING ISSN CETAK 2655-8904
VOLUME 2 TAHUN 2020
xiii SEMNAS MIPA II TAHUN 2019