592

PROSIDING - fkip.unira.ac.idfkip.unira.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/PROSIDING-SEMNASDIK... · Interaksi Sosial Siswa Ema Surahmi ... Satu Variabel dan Aritmetika Sosial

Embed Size (px)

Citation preview

  • ii

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 2016

    PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS MADURA

    Pamekasan, 28 Mei 2016

  • iii

    Tim Penilai Makalah (Reviewer):

    1. Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd.(Universitas Negeri Surabaya) 2. Dr. H. Hobri, M.Pd. (Universitas Jember) 3. Dr. Edy Bambang Irawan, M.Pd. (Universitas Negeri Malang) 4. Evawati Alisah, M.Pd (UIN MALIKI Malang) 5. Ukhti Raudhatul Jannah, M.Pd.(Universitas Madura) 6. Sri Indriati Hasanah, M.Pd. (Universitas Madura)

    EDITOR:

    Hasan Basri Moh. Zayyadi Sri Irawati Hairus Saleh Chairul Fajar Tafrilyanto Agus Subaidi Harfin Lanya Ema Surahmi Septi Dariyatul Aini Fetty Nurita Sari Rohmah Indahwati

    PENATA LETAK :

    Akbar Iman

    DESAIN COVER:

    Fauzi Rahman TEBAL BUKU:

    PENERBIT:

    PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MADURA

    BEKERJA SAMA DENGAN

    Ganding Pustaka, Jogjakarta

    c Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

    Cetakan Pertama, Mei 2016 ISBN No. 978-602-74238-7-9

  • iv

    KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb.

    Alhamdulillahi rabbilalamin. Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat

    Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga prosiding ini dapat terselesaikan dengan baik. Prosiding ini berisi kumpulan makalah dari berbagai daerah di Indonesia yang telah dipresentasikan dan didiskusikan dalam Seminar Nasional Pendidikan yang diadakan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Madura Pamekasan pada Hari Sabtu, 28 Mei 2016. Seminar ini mengangkat tema Peran Matematika dan

    Pembelajarannya Dalam Mengembangkan Kearifan Budaya Lokal Untuk Mendukung Pendidikan Karakter Bangsa.

    Prosiding ini disusun untuk mendokumentasikan gagasan dan hasil penelitian terkait pembelajaran matematika, terapan matematika dan teknologi pembelajaran. Selain itu, diharapkan prosiding ini dapat memberikan wawasan tentang perkembangan dalam pembelajaran dan upaya-upaya yang terus dilakukan demi terwujudnya pendidikan berkemajuan. Artikel yang diterbitkan dalam prosiding ini telah melalui beberapa tahapan proses seleksi, dimulai dari seleksi awal terhadap abstrak-abstrak yang dikirimkan untuk dipresentasikan pada seminar nasional; dilanjutkan dengan proses presentasi oral, sekaligus review melalui tanya jawab oleh sesama peserta seminar.

    Dalam penyelesaian prosiding ini, kami menyadari bahwa dalam proses penyelesaiaannya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini panitia menyampaikan ucapan terima kasih dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya, kepada : 1. Rektor Universitas Madura Pamekasan, Drs.Abdul Roziq, MH, yang telah memberikan

    dukungan dan memfasilitasi kegiatan ini. 2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Madura Pamekasan, Dra. Sri

    Harini, MM, atas segala support dan motivasi dalam kegiatan ini. 3. Pembicara tamu, Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd dan Dr. H. Hobri, M.Pd 4. Bapak/Ibu/Mahasiswa seluruh panitia yang telah meluangkan waktu, tenaga, serta

    pemikiran demi kesuksesan acara ini. 5. Bapak/Ibu seluruh dosen, guru dan pejabat instansi penyumbang artikel hasil penelitian

    dan pemikiran ilmiahnya dalam kegiatan seminar nasional ini. Akhir kata, jika ada yang kurang berkenan selama penyelenggaraan kegiatan

    seminar maupun dalam penerbitan buku prosiding ini mohon dimaafkan. Semoga apa yang telah kita lakukan ini bermanfaat bagi kemajuan kita di masa depan. Amin.

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    Pamekasan, Mei 2016 Ketua Panitia

    Hasan Basri, M.Pd

  • v

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul i Penilai Makalah iii Tim Editor iii Kata Pengantar iv Daftar Isi v

    1. Peran Matematika dan Pembelajarannya dalam Mengembangkan Kearifan Budaya Lokal untuk Mendukung Pendidikan Karakter Bangsa Mega Teguh Budiarto ...........................................................................................

    1

    2. Lesson Study for Learning Community: Review Hasil Short Term on Lesson Study V di Jepang Hobri .....................................................................................................................

    12

    3. Membangun Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Melalui Scientific Approach dalam Pembelajaran Matematika A Mujib MT ...........................................................................................................

    22

    4. Pengaruh Outdoor Learning Pelajaran Matematika Bab Geometri Terhadap Hasil Belajar Siswa Achmad Rofiudin & Anisa Fatwa Sari....................................................................

    28

    5. Pembelajaran Matematika Berbasis Discovery Learning Afif Alfa Robi ........................................................................................................

    33

    6. Peran Keterampilan Berpikir Kreatif Dalam Pemecahan Masalah Matematika Afifah Nur Aini .....................................................................................................

    38

    7. Profil Berpikir Kritis Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Trigonometri Ditinjau dari Kemampuan Matematika Tinggi Agus Subaidi .........................................................................................................

    44

    8. Pengaruh ICE BREAKING Terhadap Daya Serap Siswa Pada Pembelajaran Matematika Di SMA Taruna Surabaya Ahmad Irfan Alfaruqi & Agustin Ernawati........................................................

    50

    9. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Akhmad Hasan Sani & Hobri ............................................................................

    56

    10. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Melalui Pendekatan Constructive Controversy Alfia Nur Filah .....................................................................................................

    62

    11. Analisis Buku Matematika Kelas IX Kurikulum 2013 Berdasarkan Kesesuaiannya Dengan Materi Matematika Menurut Kriteria Bell Dan Pendekatan Saintifik Alfin Fajriatin .......................................................................................................

    67

  • vi

    12. Kajian Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Self-Confidence Siswa Pada Pembelajaran Matematika Andi Kriswanto .....................................................................................................

    74

    13. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Pendekatan Saintifik Model Problem Based Learning dan High Order Thinking Materi Barisan dan Deret SMK Kelas X Anggraeny Endah Cahyanti, Hobri, & Nanik ....................................................

    79

    14. Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Fungsi Kuadrat Pada Siswa Kelas XI SMKN I Sumenep Arini Rabbi Izzati, Gatot Muhstyo, & I Made Sulandra ...................................

    85

    15. Fungsi Kognitif Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Soal Geometri Ditinjau Dari Gender Athar Zaif Zairozie ...............................................................................................

    92

    16. Penentuan Cara Hafalan Terbaik dalam Kitab Alfiyah Ibnu Malik dengan Menggunakan Metode Weighted Product Buhari, Tony Yulianto, & Kuzairi .....................................................................

    100

    17. Profil Berpikir Relasional Siswa SMA Dalam Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Independent Chairul Fajar Tafrilyanto ....................................................................................

    105

    18. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Pendekatan Saintifik Berbasis Potensi Keunggulan Lokal Kabupaten Banyuwangi Chrise Putrining Galih, Sunardi, & Muhtadi Irfan ..........................................

    115

    19. Koneksi Matematika dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Donny Youngki Rangkuti .....................................................................................

    120

    20. Meningkatkatkan Kemampuan Spasial Melalui Model Pembelajaran Project Based Learning (PJBL) Elly Anjarsari ........................................................................................................

    126

    21. Permainan Tradisional dalam Pembelajaran Matematika SD Sebagai Bentuk Interaksi Sosial Siswa Ema Surahmi ........................................................................................................

    132

    22. Peran Scaffolding dalam Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Endah Indriyana ...................................................................................................

    140

    23. Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Saintifik Terhadap Peningkatan Pemahaman dan Berpikir Kreatif Serta Disposisi Matematika Siswa SMP Endang Poetri Astutik ..........................................................................................

    147

  • vii

    24. Potensi Model Pembelajaran Open-Ended Kolaboratif dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif pada Siswa Akademik Atas dan Bawah Eni Titikusumawati ..............................................................................................

    153

    25. Berpikir Kritis Siswa SMA dalam Menyelesaikan Pemecahan Masalah Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent Fais Satur Rohmah, Sunardi, & I Made Tirta ..................................................

    160

    26. Proses Berpikir Siswa dalam Aktivitas Koneksi Matematika Melalui Problem Solving Fatimatuzzuhro, Susanto, & Hobri ...................................................................

    166

    27. Scaffolding untuk Membantu Komunikasi Matematis Siswa Impulsif dalam Menyelesaikan Masalah Sistem Pertidaksamaan Linear Dua Variabel Feriyanto ...............................................................................................................

    173

    28. Proses Berpikir Mahasiswa Dalam Mengkonstruksi Bukti Pada Pembelajaran Geometri Ditinjau Dari Teori Van Hielle Fetty Nuritasari .....................................................................................................

    180

    29. Pengaruh Strategi Pembelajaran Matematika Lah Bako Terhadap Hasil Belajar Siswa Sebagai Bentuk Kearifan Budaya Lokal Kota Jember Fury Styo Siskawati ..............................................................................................

    190

    30. Profil Pemahaman Siswa Smp Kelas VII Terhadap Konsep Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Ditinjau dari Kemampuan Matematika Galuh Tyasing Swastika .......................................................................................

    197

    31. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model kooperatif Tipe Jigsaw dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Mengembangkan Kreatifitas Siswa SMP/MTs Kelas VII pada pokok Bahasan Persamaan Linier Satu Variabel dan Aritmetika Sosial Hanifatul Atiqah ...................................................................................................

    201

    32. Profil Pemahaman Siswa SMP Berkemampuan Matematika Tinggi Terhadap Konsep Perbandingan Harfin Lanya ........................................................................................................

    208

    33. Potensi Pemanfaatan Facebook sebagai Madia Pembelajaran untuk Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Madura Hasan Basri & Ukhti Raudhatul Jannah ............................................................

    212

    34. Soal PISA Berbasis Android Mobile Learning Sebagai Media Melatih Kemampuan Literasi Matematika Hassan Asy Syaibani ............................................................................................

    217 35. Efektifitas Matematika dalam Menafsirkan Al-Qur`an dalam Upaya

    Peningkatan Kompetensi Siswa antara Pemahaman Konsep Matematika dengan Nilai Akhlaqul Karimah Sebagai Generasi Bangsa Berkarakter Heryanto Cahyohadi .............................................................................................

    225

  • viii

    36. Problem Based Learning Ditinjau dari Teori Belajar Kontekstual Yang Relevan Hessy Susanti ........................................................................................................

    231

    37. Profil Calon Guru Berdasarkan Indikator SEARS MT Ichwan Handi Pramana ......................................................................................

    238

    38. Pemanfaatan Program Aplikasi Statistical Package For The Social Sciences (SPSS) Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Statistika Matematika II Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun Ika Krisdiana ........................................................................................................

    243

    39. Pengaruh Mind Map terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Matematika Imam Muhtadi Azhil & Moch. Lutfianto ...........................................................

    247

    40. Pengembangan Paket Soal Model PISA Konten Change And Relationship Untuk Mengukur Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Inge Wiliandani Setya Putri & Hobri .................................................................

    252

    41. Profil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Geometri Melalui Proses Pemecahan Masalah Joni Susanto ..........................................................................................................

    259

    42. Hasil Analisis Kesulitan Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika Dengan Pendekatan Saintific Pada Materi Peluang (The Result Analysis Of Student Difficulities In Math Problem Solving In The Matter Opportunities) Komarudin A., Susanto, & Nanik Yulianti .........................................................

    262

    43. Berpikir Lateral Pada Matematika Labibah Nilna Faizah ...........................................................................................

    269

    44. Pengembangan Paket Soal Berdasarkan TIMSS 2015 Mathematics Framework Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VIII Lukman Jakfar Shodiq, Dafik, & I Made Tirta .................................................

    273

    45. Analisis Kesesuaian Karakteristik Indikator 5m (Mengamati, Menanya, Menggali Informasi, Menalar, dan Menyajikan) Pada Buku Matematika K13 Kelas VII M Qoyum Zuhriawan, Sunardi, & I Made Tirta ...............................................

    279

    46. Implementasi Model Pencapaian Konsep Pada Pembelajaran Matematika M. Imamuddin ......................................................................................................

    284

    47. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Berfikir Tingkat Tinggi Moh. Abdul Qohar ................................................................................................

    292

  • ix

    48. Profil Berpikir Siswa Sekolah Menengah Kejuruan dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Gender Moh. Zayyadi & Wildan Heri Maulana ..............................................................

    297

    49. Proses Berpikir Koneksi Matematis Materi Persamaan Garis Lurus Siswa Kelas VIII Mohamad Irfan Fauzy .........................................................................................

    301

    50. Kendali Optimal Pemanenan Pada Model Prey Predator dengan Adanya Makanan Alternatif dan Fungsi Holling TIPE III Mohammad Rifai .................................................................................................

    309

    51. Pengaruh Pemberian Teka-Teki Matematika Terhadap Minat Belajar dan Hasil Belajar Siswa Mohammad Yusuf Efendi & Kurnia Noviartati .................................................

    313

    52. Keterkaitan Frekuensi Waktu Olahraga dengan Kemampuan Berhitung Siswa Muhammad Adi Priyanto & Moch. Lutfianto .....................................................

    320

    53. Profil Berpikir Statistis Siswa SMP Ditinjau dari Gaya Kognitif Muhammad Jamaluddin ......................................................................................

    327

    54. Analisis Koneksi Matematis Siswa SMA dalam Memahami Masalah Matematika (Kasus Siswa Berkemampuan Tinggi) Muhammad Romli ................................................................................................

    334

    55. Kemampuan Berfikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Gaya Belajar Nafisatur Rohmah ................................................................................................

    341

    56. Pembelajaran Menggunakan Model LC 5E-STAD dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fungsi Kuadrat dan Grafiknya Nahrowi .................................................................................................................

    347

    57. Mengenal Matematika dan Pembelajarannya dalam Perspektif Filsafat Ilmu Nila Herawati ........................................................................................................

    352

    58. Analisis Buku Matematika Kurikulum 2013 Berdasarkan Pendekatan Saintifik dan Domain Kognitif Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) Novem Khoirul Ambarwati, Hobri, & Muhtadi Irvan ......................................

    358

    59. Proses Berpikir Lateral Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif dan Gender Novita Eka Muliawati ...........................................................................................

    366

    60. Lesson Study dalam Pembelajaran Matematika pada Pokok Bahasan Prisma dan Limas Tegak Di SMP Negeri 3 Pamekasan Nur Fitriyah Indraswari .......................................................................................

    374

  • x

    61. Kajian Logika Matematika dalam Al-Quran Nurul Imamah Ah ................................................................................................

    380

    62. Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa dalam Mengkonstruksi Teorema pada Matematika Nuris Hisan Nazula ..............................................................................................

    387

    63. Penerapan Tahap Ikonik (Teori Bruner) Pada Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangat Bulat Nurul Laily ............................................................................................................

    390

    64. Mengembangkan Kreativitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Aktivitas Pengajuan Masalah Oktaviyanto Catur Fajar Mulyono ......................................................................

    395

    65. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Siswa Orthio Rizki Pratama & Anisa Fatwa Sari .........................................................

    399

    66. Pembelajaran Matematika dalam Kelas Inklusi (Studi Pada SDN 1 Medana Kab. Lombok Utara) Parhaini Andriani .................................................................................................

    403

    67. Penggunaan Berbagai Jenis Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Media Pembelajaran Matematika R. A. Rica Wijayanti .............................................................................................

    410

    68. Pengembangan Soal Matematika Model TIMSS Tipe Short Answer Menggunakan Aplikasi Interaktif Berbasis Android Untuk Siswa Kelas VIII Rachma Windasari ...............................................................................................

    415

    69. Pengembangan Model Problem Creating Setting Peer Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Ratih Puspasari & Subanji ...................................................................................

    421

    70. Study Komparatif Antara Metode Cooperative Think Pair And Share Melalui Pendekatan Metakognitif dan Metode Improve Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Pokok Bahasan Lingkaran Di SMPN 1 Pasrujambe Tahun Ajaran 2014-2015 Restin Suliani & Deka Anjariyah ........................................................................

    431

    71. Berpikir Logis dan Sikap Positif dalam Matematika Melalui Realistic Mathematics Education (RME) Risa Aries Diana MR ............................................................................................

    438

    72. Profil Pemahaman Siswa SMP dalam Menyelesaikan Masalah Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Berdasarkan Gaya Kognitif Field Dependent Risang Narendra ...................................................................................................

    443

  • xi

    73. Level Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru Matematika dalam Memecahkan Masalah Geometri Analitik Rohmah Indahwati ...............................................................................................

    447

    74. Berpikir Kritis Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Berdasarkan Gender Roisatun Nisa ......................................................................................................

    451

    75. Profil Berpikir Visual Siswa SMP Laki-laki dalam Memecahkan Masalah Geometri Septi Dariyatul Aini ..............................................................................................

    455

    76. Pemahaman Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Aljabar Ditinjau dari Kecerdasan Spasial Setia Widia Rahayu ..............................................................................................

    461

    77. IbM Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Bulungan Workshop Media Pembelajaran Recycle Handmade beserta Cara Membelajarkannya Shinta Wulandari, Suciati , & Jero Budi Darmayasa .......................................

    469

    78. Integrasi Problem Based Learning (PBL) dalam Lesson Study For Learning Community Siska Ari Andini & Hobri...................................................................................

    473

    79. Representasi Siswa SMP dalam Memahami Masalah Volume Bangun Ruang Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Sri Hartatik ...........................................................................................................

    477

    80. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Program Linier Menggunakan Aplikasi Geogebra Sri Irawati & Sri Indriati Hasanah.......................................................................

    485

    81. Proses Berpikir Siswa Sma Perempuan dengan Gaya Kognitif Field Independent dalam Memecahkan Masalah Matematika Suesthi Rahayuningsih .........................................................................................

    492

    82. Pengembangan Soal Matematika Model PISA Konten SPACE AND SHAPE Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Analisis Model RASCH Suryo Purnomo, Dafik & Kusno ..........................................................................

    499

    83. Notice Guru Dalam Pembelajaran Terkait Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Syaifuddin .............................................................................................................

    507

    84. Pengaruh K-3D Terhadap Pemahaman Konsep Jarak Topik Geometri Kelas X Syaiful Bakhri & Mohammad Zahri ...................................................................

    513

  • xii

    85. Analisis Proses Berpikir Siswa Pada Materi Geometri Berdasarkan Teori Van Hiele Berbasis Scientific Approach Tirta Primasyah HPS, Susanto & Nanik Yulianti .................................................

    520

    86. Profil Kemampuan Literasi Matematika Siswa Melalui Soal Matematika Tipe PISA Titiek Indahwati ....................................................................................................

    526

    87. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis CONSTRUCTIVE CONTROVERSYAPPROACHES DAN CONFLICT RESOLUTION untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Titis Rini Chandrasari, Dafik & Muhtadi Irfan ....................................................

    531.

    88. Perbandingan Pemilihan Jenis Laptop Menggunakan Metode SAW Dan TOPSIS Tony Yulianto, Luthfi & Kuzairi ..........................................................................

    537

    89. Pengembangan Paket Tes Penalaran Proporsional Siswa SMP (Development of Mathematical Reasoning Test Package For Junior High School) Tri novita irawati Susanto & Muhtadi Irvan ........................................................

    543

    90. Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII SMP Melalui Lembar Kegiatan Siswa Dengan Pendekatan Saintifik Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Uji Rosanti ............................................................................................................

    550

    91. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Scientific Approach Dengan discovery Learning Terintegrasi Hots Materi Pola Bilangan Kelas VII SMP Weindy Pramita Ariandari, Hobri & Dafik .........................................................

    558

    92. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Model Pendekatan Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Y. Danni Prihartanto ............................................................................................

    564

    93. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Yudy Tri Utami .....................................................................................................

    570

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    1

    PERAN MATEMATIKA DAN PEMBELAJARANNYA DALAM MENGEMBANGKAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL UNTUK

    MENDUKUNG PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

    Mega Teguh Budiarto FMIPA Unesa

    Email :[email protected]

    Pendahuluan Tujuan dari pembelajaran matematika

    disekolah adalah membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Disamping itu peserta didik dibekali kemampuan penalaran, komunikasi, koneksi antar-konsep pada bidang tertentu, antar-konsep pada bidang lain dalam matematika, maupun antar-konsep dengan bidang studi lain. Peserta didik juga diberi kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving) maupun ploblem possing. Kemampuan komunikasi akan terwujud, jika peserta didik diberi kesempatan untuk mengemukakan ide matematikanya melalui kegiatan menulis dan kemampuan mengemukakan pendapat dapat. Sedangkan kemampuan mengemukakan pendapat dapat dibangun melalui diskusi. Kemampuan komunikasi secara lisan maupun tulis akan menumbuhkan kemampuan argumentasi, khususnya berkaitan dengan penalaran dan pemecahan masalah pembuktian.

    Lingkungan yang kondusif untuk belajar matematika perlu dibangun yang utama bukan lingkungan fisik tetapi cenderung non fisik, seperti guru matematika mengajar dengan banyak senyuman, banyak mendengar, menghargai pendapat peserta didik, bertutur dengan menggunakan bahasa yang santun, sehingga menumbuhkan rasa nyaman peserta didik untuk belajar. Janganlah membangun wibawa dengan berlindung pada metematika yang sulit. Jika lingkungan belajar sudah terbentuk, kreativitas akan tumbuh dengan sendirinya,

    Derasnya arus globalisasi dan modernisasi dikhawatirkan dapat mengakibatkan terkikisnya rasa kecintaan terhadap kebudayaan lokal.Menghadapi era globalisasi saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa mental dan moralitas generasi muda

    Indonesia tergerus oleh arus peradaban, komunikasi, dan teknologi yang semakin maju.Adaptasi seharusnya disikapi dengan bijak dan berbudaya.Setiap individu, kelompok, atau masyarakat suatu bangsa harus memahami nilai-nilai identitas diri sendiri sebagai penanda harkat, martabat, dan strata sosialnya.Pengaruh modernisasi terhadap kehidupan berbangsa berdampak pada mengikisnya nilai budaya luhur bangsa.Terjadinya hal tersebut dapat disebabkan karena kurangnya penerapan dan pemahaman terhadap pentingnya nilai budaya dalam masyarakat.Pengikisan nilai budaya ini terlihat oleh fenomena-fenomena saat ini seperti banyaknya kekerasan, kerusuhan, kegiatan yang merusak diri, kenakalan-kenakalan remaja, dan lain sebagainya.Hal yang sederhana adalah banyak pemuda yang tidak mengenali budaya daerahnya sendiri.Selain itu penggunaan media elektronik bukan tidak mungkin menyebabkan kecintaan pada nilai budaya lokal perlahan memudar.Padahal, bahasa sebagai alat dalam menyampaikan pembelajaran sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter pemuda.Tidak ada lagi tradisi yang seharusnya terwariskan dari generasi sebelumnya.Nilai budaya yang merupakan landasan karakter bangsa merupakan hal yang penting untuk ditanamkan dalam setiap individu, untuk itu nilai budaya ini perlu ditanamkan sejak dini, agar setiap individu mampu lebih memahami, memaknai, dan menghargai serta menyadari pentingnya nilai budaya dalam menjalankan setiap aktivitas kehidupan. Penanaman nilai budaya dapat dilakukan melalui lingkungan keluarga, pendidikan, dan dalam lingkungan masyarakat.Apa yang perlu kita lakukan? Salah satu upaya adalah pelestarian kebudayaan daerah dan pengembangan kebudayaan nasional melalui pendidikan baik

    mailto:[email protected]

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    2

    pendidikan formal maupun nonformal, dengan mengaktifkan kembali segenap wadah dan kegiatan pendidikan.

    Pendidikan dan budaya adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari, karena budaya merupakan kesatuan yang utuh dan menyeluruh, berlaku dalam suatu masyarakat dan pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap inidividu dalam masyarakat.Pendidikan dan budaya memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai luhur bangsa, yang berdampak pada pembentukan karakter yang didasarkan pada nilai budaya yang luhur.

    Salah satu yang dapat menjembatani antara budaya dan pendidikan adalah dengan menanamkan pendidikan karakter di sekolah yang berbasis kearifan budaya lokal.Salah satunya dapat diaplikasikan dalam pembelajaran matematika.Hal tersebut diharapkan siswa dapat lebih memahami matematika, dan lebih memahamibudaya mereka.Selain itu siswa lebih mudah untuk menanamkan nilai budaya itu sendiri dalam diri siswa, sehingga nilai budaya yang merupakan bagian karakter bangsatertanam sejak dini dalam diri siswa.

    Budaya dan Matematika

    Istilah 'Ethnomathematics' yang selanjutnya dikenal dengan Etno-Matematika diperkenalkan oleh D'Ambrosio, seorang matematikawan Brasil pada tahun 1977. Definisi Etno-Matematika menurut D'Ambrosio adalah:Secara bahasa, awalan ethno diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan symbol. Kata dasar mathema cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran tics berasal dari techne, dan bermakna sama seperti teknik (Rosa & Orey, 2011).

    Sedangkan secara istilah etno- matematika diartikan sebagai matematika yang dipraktekkan di antara kelompok budaya diidentifikasi seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas

    profesional" (D'Ambrosio, 1985). Istilah tersebut kemudian disempurnakan menjadi matematika yang dipraktekkan oleh kelompok budaya seperti masyarakat perkotaan dan pedesaan, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, masyarakat adat, dan lainnya (D'Ambrosio, 2006).

    D'Ambrosio (1993) menyatakan bahwa tujuan dari program etno-matematika adalah untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika secara akademik yang dikembangkan oleh berbagai sektor masyarakat serta mempertimbangkan modus berbeda dengan budaya berbeda merundingkan praktek matematika mereka.

    Kata kebudayaan dalam bahasa Inggris adalah culture. Kata culture itu sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu colore artinya merawat, memelihara, menjaga, mengolah, terutama mengolah tanah atau bertani (Maran, 2007), memiliki makna yang sama dengan kebudayaan yang kemudian berkembang maknanya menjadi segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam (Koentjaraningrat, 1996). Sedangkan menurut Tylor (1974) kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.

    Produk kreasi manusia adalah kebudayaan yang terwujud dalam bentuk gagasan, aktivitas, maupun artefak (Maran, 2007).Nilai-nilai yang tersimpan dalam prilaku budaya manusia menunjukan daya rasa estetis dan daya kreasi manusia.Integrasi matematika dan budaya bermakna kontekstual dan realistk (Danoebroto, 2012).Matematika menjadi bagian dari kebudayaan, diterapkan dan digunakan untuk menganalisis yang sifatnya inovatif.Dalam hal ini, paradigma matematika sebagai thinking skillsand tools untuk mengembangkan budaya unggul (Fathani, 2009).

    Matematika dalam jangka waktu yang lama dianggap sebagai cabang ilmu yang bersifat netral dengan suatu budaya

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    3

    yang tidak terikat dan diangkat dari nilai- nilai sosial (DAmbrosio, 1990). Matematika selalu diajarkan di sekolah sebagai mata pelajaran yang tidak bergantung pada budaya yang melibatkan pembelajaran dengan tujuan secara umum disertai fakta, konsep dan materi. Hal ini berarti bahwa negara- negara barat memandang matematika secara akademik terdiri atas bagian dari pengetahuan yaitu fakta, algoritma, aksioma, dan teorema.Hal ini diperkuat Rosa dan Orey (2006) mengatakan bahwa program matematika budaya dikembangkan untuk menghadapi tabulasi dimana matematika merupakan suatu bidang studi yang bersifat universal dan agrikultural.

    Matematika diidentifikasi dalam kegiatan budaya dalam masyarakat tradisional dan non-tradisional (Dowling, 1991; Rosa & Orey, 2007).Ini berarti bahwa ethnomathematika mengacu pada konsep- konsep matematika tertanam dalam praktek budaya dan mengakui bahwa semua budaya dan semua orang mengembangkan metode unik untuk memahami dan untuk mengubah realitas masyarakat sendiri (Orey, 2000). Hal ini juga mengakui bahwa metode akumulasi budaya ini terlibat dalam sebuah proses yang konstan, dinamik dan alami evolusi dan pertumbuhan.

    Di sisi lain, pembelajaran matematika selalu dikaitkan dengan proses pendidikan, yaitu, ia berpikir bahwa konsep- konsep matematika dan keterampilan yang diperoleh hanya jika individu pergi ke sekolah. Tetapi pada kenyataannya, pembelajaran dan pengetahuan matematika bisa diperoleh diluar sekolah. (Bandeira & Lucena, 2004; Duarte, 2004; Rosa & Orey, 2010)

    Kajian unsur-unsur budaya seperti pembuatan ukiran-ukiran Toraja pada rumah adat Tongkonan, ornamen pada pemukiman Taneyan LanjangMadura, pembuatan gerabah suku-suku Sasak Banyumulek Lombok Barat, lukisan pada kulit kayu suku Asmat, ukuran tidak baku mayarakat petani ikan dipesisir pantai utara Jawa (pantura), satuan luas tidak baku di daerah pedalaman Jatim, ornamen candi di Sidoarjo dan alat-alat rumah tangga wong Jawa (Budiarto dsn Junaidi, 2015; Budiarto dan Tandililing, 2012; Budiarto, 2013, 2015). Kajian-kajian ini diperoleh ukiran-ukiran,

    ornamen, bangun, model yang unik dan indah berbentuk geometri.Masyarakat Toraja, Madura, Sasak, Asmat membuat ukiran, lukisan ornamen ini berpedoman pada apayang mereka lihat dan mereka alami dalam kehidupan sehari-sehari. Dalam ukiran-ukiran, ornamen, bangun, model ini ditemukan segala ekspresi alam, dituangkan dalam bentuk-bentuk geometri.Secara tidak sengaja masyarakat telah mempraktekkan matematika dalam budaya dan kehidupan mereka sehari-hari.Ahli lukisan mengembangkan seluruh rangkaian algoritma geometris untuk pembuatan desain monolinear dan simetris. Lukisan monolinear Toraja dan Asmat sesuai klas-klas yang sama dalam arti bahwa meskipun pola-pola dimensi yang mendasari berbeda, beberapa lukisan digambar dengan menerapkan algoritma geometris yang sama. Ahli lukisan dan ornamen, sudah mengenal sudut siku- siku, melukis lingkaran dan bangun datar segitiga, segiempat dan secara tidak langsung benda putar seperti pada gerabah Banyumulek, kukusan, rinjing dan

    kalo Satuan-satuan tidak baku digunakan pada masyarakat petani ikan maupun petani sawah seperti satu rean, satu boto dan sejinah. Satuan satuan baku maupun tidak baku yang ada di Madura diantaranya, sa bedheng (satu petak sawah), sa tondun (satu tangkai), sa kotak (satu bidang sawah), sa gintel (satu ikat), sa lencer (satu batang), sa contong (satu bungkus), sa gentang (3 kg), sa brunang (satu keranjang), sa kelan(jarak antara ibu jari dan kelingking), sa kejheng (satu sisir), sa cantheng (satu buah gayung), sa pokon (satu buah pohon), sa bigih (satu biji), dan sa jhina (10 biji) dan Sa tengkak (satu langkah kaki).

    Satuan luas yang masih berlaku sampai sekarang didaerah penghasil tebu seperti Jombang, Kediri, Sidoarjo, Madiun dan Ngawi yaitu satuan yang berkaitan dengan jual beli sawah atau kebun. Satuan tersebut yaitu bata(baca boto) yang ekuivalen dengan ru. Hubungn bata, ru dan satuan baku adalah 1 ru = 1 bata = 14, 2 m2. Disamping itu Satuan luas yang popular di Jawa Timur bagian selatan adalah bau, dengan 1 bau setara dengan 700 m2.Didaerah yang sama juga berlaku satuan untuk jual beli sawah yaitu kedok dan catu. Satu kedok setara dengan 5000 m2 dan satu catu setara dengan

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    4

    2500 m2.Untuk daerah dengan pertanian ikan, beberapa daerah menggunakan satuan luas bumi untuk jual beli tambak, seperti 100 bumi atau 200 bumi.Sampai saat ini penulis belum dapat informan yang dapat menjelaskan kaitannya dengan satuan baku.Untuk daerah pesisir yang masyarakatnya banyak petani ikan, udang atau ikan lainnya, satuan yang digunakan untuk beli nener (anakan ikan/udang) adalah rean dimana 1 rean setara dengan 5000 nener dan khusus beberapa daerah di lamongan 1 rean setara dengan 5500 nener. Ada juga satuan rajut khusus untuk ikan sombro,dengan 1 rajut setara dengan 55 ekor ikan Sombro.

    Untuk mengaitkan matematika dengan hasil seni, pencirian yang harus dipenuhi ialah perumusan sebagai the science of magnitude or measurement of position (ilmu tentang besaran atau pengukuran letak).Misalnya salah satu cabang matematika yang disebut geometri proyeksi memusatkan perhatian pada letak dari titik dan garis.Peran matematika dalam seni arsitektur dan lukis sudah sangat menonjol sejak dahulu.Berbagai produk budaya bangsa menampakkan kreativitas seni yang mengandung unsur matematika. Misalnya pada motif batik Madura yang mengandung bentukan geometri dua dimensi, ornamen ukuran maupun bentuk arsitektur

    pada rumah adat yang mengandung bentukan tiga dimensi (Budiarto dan Tandililing, 2012), seperti pemukiman Taneyan Lanjang. Pemukiman taneyan lanjang merupakan warisan nenek moyang orang- orang Madura yang didalamnya terdapat rumah-rumah adat Madura dengan hiasan- hiasan ukiran pada rumah dan perabotnya.Rumah-rumah adat tersebut berjejer dari barat ke timur yang di depannya terdapat sebuah halaman panjang berbentuk persegipanjang. Ciri khas taneyan lanjang yang alami mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu deretan rumah-rumahnya membentuk pola memanjang dari barat ke timur di sebelah utara taneyan, rumah-rumah yang terdapat pada taneyan lanjang merupakan rumah adat khas Madura, dan banyak dijumpai ukiran- ukiran khas Madura pada rumah dan perabotnya (Wirjoprawiro, 1989).

    Gambar di bawah menunjukkan simetri dan ketunggalan garis lurus memainkan peran penting sebagai nilai-nilai budaya: sebagian besar Sona Chokwe adalah simetris dan monolinear. Monolinear berarti terdirihanya satu garis; sebuah bagian dari garis yang mungkin dapat berseberangan dengan bagian lain dari garis itu, tetapi tidak pernah menjadi bagian dari garis yang tidak berpotongan bagian lain. Seperti gambar di bawah.

    Geometri Sona

    (Sumber: http://iascud.univalle.edu.co/libro/libro_pdf/Ethnomathematics%20as%20a%20new%20research.pdf)

    Bandingkan dengan lukisan suku Asmat yang juga monolinier. Ternyata lukisan suku Asmad bagian dari garis yang mungkin dapat berseberangan dengan bagian lain dari garis itu, tetapi tidak pernah menjadi bagian dari garis yangtidak berpotongan

    Dengan bagian lain (Gambar kiri), pasangan garis yang mempunyai satu titik potong (Gambar kanan). Demikian juga ornamen rumah Tana Toraja berbentuk persegi atau belahketupat dengan gambar yang simetris. Dibagian lain ornamen berbentuk lingkaran dengan gambar yang juga simetris.

    http://iascud.univalle.edu.co/libro/libro_pdf/Ethnomathematics%20as%20a%20new%20research.pdf)

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    5

    Lukisan Kayu Suku Asmat, koleksi pribadi

    Ornamen Rumah Tanah Toraja, koleksi pribadi

    Para ahli lukisan mengembangkan seluruh rangkaian algoritma geometris untuk pembuatan desain monolinear dan simetris. Gambar berikut menampilkan dua monolinear Sona sesuai klas-klas yang

    samadalam arti bahwa meskipun pola-pola dimensi yang mendasari berbeda, kedua sona tersebut digambar dengan menerapkan algoritma geometris yang sama.

    Ornamen rumah Taneyan Lanjang koleksi Muhamammad Kamarudin

    Pemaparan di atas jelas mengisyaratkan bahwa matematika lahir dari suatu budaya.Matematika merupakan hasil pemikiran suatu kelompok masyarakat yang memiliki nilai estetis dan kreasi tinggi.Sehingga suatu kelompok masyarakat dapat menggunakan matematika dalam memecahkan permasalahan yang ada di lingkungan mereka sesuai dengan tingkat kebudayaan yang mereka miliki.Sebagai suatu produk budaya, matematika tentunya diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan dieksplorasi serta dikembangkan untuk dijadikan sebagai alat berfikir dalam menyederhanakan

    permasalahan yang kompleks.Oleh karena itu matematika dan budaya merupakan dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan dan terjalin interaksi di dalamnya.

    Kegiatan apa saja yang mungkin dilakukan peserta didik? Eksplorasi merupakan proses kerja dalam memfasilitasi proses belajar peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu. Peserta didik menghubungkan pikiran yang terdahulu dengan pengalaman belajamya.Mereka menggambarkan pemahaman yang mendalam untuk memberikan respon yang mendalam juga.Bagaimana membedakan peran masing- masing dalam kegiatan belajar

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    6

    bersama.Mereka melakukan pembagian tugas seperti dalam tugas mencatat, mencari informasi melalui cagar budaya pemukiman Taneyan Lanjang serta memberikan respon kreatif terhadap cagar budaya tersebut. Di samping itu peserta didik menindaklanjuti penelusuran informasi dengan membandingkan hasil telaah. Secara kolektif, mereka juga dapat mengembangkan hasil penelusuran informasi dalam bentuk grafik, tabel, diagram serta mempresentasikan gagasan yang dimiliki. Pelaksanaan kegiatan eksplorasi dapat dilakukan melalui kerja sama dalam kelompok kecil.

    Pendidikan berbasis Kearifan Lokal

    Karakter bangsa tidak bisa terlepas dari nilai-nilai budaya.Nilai-nilai budaya tersebut pastinya tidak terlepas dari budaya itu sendiri.Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), disebutkan bahwa budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Budaya didefinisikan sebagai seluruh aspek kehidupan manusia dalam masyarakat , yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku (Marvins, 1999). Begitu juga dengan yang dikatakan oleh Suparlan (1981) bahwa budaya adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan untuk menciptakan dan mendorong terwujudnya kelakuan.

    Kehidupan manusia dikelilingi oleh budaya, hal ini disebabkan karena manusia selalu berupaya mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan yang mengharuskannya selalu bersinggungan dengan lingkungan sekitar, baik lingkungan fisik maupun lingkungan non fisik.Proses pembentukan budaya berlangsung berabad- abad dan teruji sehingga membentuk suatu komponen yang handal, terbukti dan diyakini dapat membawa kesejahteraan lahir dan batin.Komponen inilah yang disebut dengan jati diri.Di dalam jati diri terkandung kearifan lokal (local wisdom).

    Pengertian kearifan lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local).Local berarti setempat dan wisdom sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami

    sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.Menurut Rahyono (2009) kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu panjang, sepanjang keberadaan tersebut. Kearifan lokal secara umum diartikan sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh suatu masyrakat.

    Model pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan model pendidikan yang memiliki relevansi tinggi bagi pengembangan kecakapan hidup (life skills) dengan bertumpu pada pemberdayaan keterampilan dan potensi lokal di masing-masing daerah.Dalam model pendidikan ini, materi pembelajaran harus memiliki makna dan relevansi tinggi terhadap pemberdayaan hidup mereka secara nyata, berdasarkan realitas yang mereka hadapi.Kurikulum yang harus disiapkan adalah kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkungan hidup, minat, dan kondisi psikis siswa.Selain itu harus memperhatikan kendala-kendala sosiologis dan kultural yang mereka hadapi.Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan siswa untuk selalu lekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi. Paulo Freire, filsuf pendidikan dalam bukunya, Cultural Action for Freedom (1970) menyebutkan, dengan dihadapkan pada problem dan situasi konkret yang dihadapi, siswa akan semakin tertantang menanggapinya secara kritis.

    Tobroni (2012) menyatakan bahwa dalam pembelajaran, harus ditanamkan pada pikiran siswa, bahwa manusia tidak sekedar hidup, namun juga bereksistensi.Sehingga, siswa termotivasi untuk berusaha mengatasi situasi serba terbatasnya.Artinya, siswa harus dididik bersama-sama menghadapi realitas pahit yang menimpanya sebagai persoalan

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    7

    yang harus dihadapi, bukan direduksi dan dihindari.Sehingga, siswa mampu berpikir kritis dan kreatif dalam merespon kondisi sosio-kulturalnya.Hal ini sesuai dengan istilah yang disebut Freire (1970) sebagai pendidikan sejati, dimana pendidikan mampu mendorong siswa menjadi pribadi sadar dalam relasinya dengan sesama manusia dan lingkungan di sekitarnya.

    Tisngati (2015) menyatakan bahwa kearifan lokal yang dapat digunakan sebagai sumber belajar dapat berupa potensi-potensi daerah yang menjadi keunggulan lokal sebagai berikut: potensi manusia, potensi seni, adat budaya dan potensi alam. Potensi manusia dapat berupa barang dan jasa yang dihasilkan manusia dalam kegiatan interaksi sosial dan ekonomi.Misalnya produk makanan, minuman, pakaian/sandang, papan/rumah/tempat tinggal, alat transportasi, dan lain-lain.Produk-produk setiap daerah memiliki kekhasan sehingga memberikan nilai-nilai tertentu bagi masyarakat.Produk batik misalnya, setiap daerah memiliki motif berbeda yang menjadi kebanggaan masyarakat lokal untuk melestarikannya.Batik dibuat dengan kreativitas, nilai kearifan tinggi menggunakan kesiapan jiwa dan raga ketika menggariskan pensil atau menggerakan centing di kain, yaitu harus dengan irama ketenangan, kedisiplinan, keuletan.Contoh batik sebagai keunggulan lokal adalah batik Tanjungbumi Bangkalan, Sampang, Sumenep, dan Pamekasan.

    Potensi alam berupa air, tanah, barang tambang/galian, hasil bumi, hasil laut, dan sebagainya.Potensi alam suatu daerah menjadi keunggulan lokal yang dikembangkan menjadi obyek wisata, seperti potensi pantai, danau, goa, air terjun, hutan agrowisata, kebun buah, kebun bunga, kebun binatang, dan sebagainya. Penamaan, pembudidayaan, pengelolaan potensi alam setiap daerah merupakan penjawatan dari nilai-nilai kearifan lokal seperti rasa syukur terhadap ciptaan Tuhan, nilai konversi (perlindungan), nilai keindahan, kebersihan, kenyamanan, kedamaian, dan sebagainya.

    Potensi seni berupa hasil kreasi seni gerak/tari, seni suara, seni musik, seni lukis/gambar, kriya kayu/ukir, dan sebagainya.Adat budaya dapat berupa ritual atau upacara yang dilakukan masyarakat

    lokal pada tanggal, hari, bulan, tempat atau masa tertentu dengan tujuan tertentu pula dan dilakukan secara turun temurun.Adat juga dapat berupa pemenuhan papan, sandang pada masyarakat lokal sehingga melahirkan bentuk rumah adat, pakaian adat, upacara adat, dan sebagainya.Sedangkan keragaman agama pada masyarakat di suatu daerah menunjukan kearifan lokal, yaitu adanya nilai toleransi, nilai persatuan, nilai kebersamaan, dan lain-lain.Dalam praktik pada masyarakat lokal, misal pada masyarakat Jawa, nilai seni terwujud sebagai budaya yang banyak tersaji dalam upacara keagamaan.Contohnya, pada upacara adat perkawinan, khitanan, kelahiran, panen raya, peringatan 1 suro, dan sebagainya.Nilai-nilai kehidupan warisan leluhur tersebut mengandung kearifan lokal yang menjadi kekayaan dan kebanggaan masyarakat lokal.

    Secara umum, pendidikan berbasis kearifan lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada siswa agar mereka meliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai atau aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung pembangunan daerah serta pembangunan nasional.Nadlir (2014) menyatakan bahwa secara khusus pendidikan berbasis kearifan lokal bertujuan untuk mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial dan budayanya, memberikan bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya.Disamping membekali sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku di daerahnya serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan daerah dan pembangunan nasional.Implikasi pendidikan berbasis kearifan lokal diantaranya melahirkan generasi-generasi yang kompeten dan bermartabat, merefleksikan nilai-nilai budaya, berperan serta dalam membentuk karakter bangsa, ikut berkontribusi demi terciptanya identitas bangsa dan ikut andil dalam melestarikan budaya bangsa.

    Peranan Penting Pendidikan Karakter bagi Pembangunan Bangsa

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    8

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter merupakan sifat- sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk atau membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.Sebagai identitas atau jati diri suatu bangsa, Samani (2013) menyatakan bahwa karakter merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia. Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar, kedamaian, menghargai, kerja sama, kebebasan, kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggung jawab, kesederhanaan, toleransi dan persatuan.

    Samani (2013) menyimpulkan bahwa karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarkannya.Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh- sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya (Winton, 2010).

    Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, menegaskan: Bangsa ini harus

    dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter karena pembangunan karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat. Kalau pembangunan karatker ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.

    Dalam arah dan kebijakan serta prioritas pendidikan karakter ditegaskan bahwa pendidikan karakter sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025.Terkait hal tersebut untuk melaksanakan fungsi dan

    tujuan pendidikan karakter telah diterbitkan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).Jika dicermati secara mendalam, sesungguhnya hampir pada setiap rumusan SKL tersebut secara implisit maupun eksplisit memuat substansi nilai atau karakter.

    Terlihat jelas pendapat Lickona (dalam Samani, 2013) tentang perlunya pelaksanaan pendidikan karakter yaitu: merupakan kebutuhan yang jelas dan mendesak, sejak dulu sampai sekarang penyebaran nilai-nilai menjadi tugas peradaban, peranan sekolah sebagai pendidik moral menjadi lebih vital Karen jutaan anak- anak hanya mendapat tuntunan moral sekadarnya dari para orangtuanya, sementara itu pusat-pusat pengaruh pembimbingan moral seperti gereja atau kuil, juga absen dalam kehidupan mereka.Disamping itu demokrasi secara khusus memerlukan pendidikan moral dan tidak ada suatu pendidikan yang bebas nilai.

    Mengapa pendidikan karakter perlu bagi siswa?Pendidikan karakter membantu para siswa: mencapai sukses baik di sekolah maupun dalam kehidupan, siap merespons berbagai tantangan kehidupan, meningkatkan perilaku prososial dan menurunkan sikap dan perilaku negatif para siswa.Disamping itu pendidikan karakter menjadikan pengajaran berlangsung lebih mudah dan belajar berlangsung lebih efisien.

    Banyak ahli menyatakan bahwa pendidikan matematika memiliki potensi besar untuk mengembangkan karakter.Nilai- nilai dalam pendidikan matematika adalah kualitas sikap yang dalam yang ditanamkan dalam pendidikan melalui materi matematika di sekolah.Nilai-nilai dalam pendidikan matematika sebagai bagian integral dari pengalaman belajar matematika merupakan hal yang penting. Nilai-nilai dalam matematika dan nilai-nilai dalam mata pelajaran matematika dapat ditumbuhkan melalui pelaksanaan proses belajar mengajar matematika.

    Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara selalu ada kesepakatan yang mungkin dalam bentuk aturan yang harus dijadikan pedoman sebagaimana definisi dalam matematika. Apabila nilai-nilai taat azas dan konsistensi dalam matematika sudah tertanam pada diri

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    9

    siswa, maka taat azas, taat peraturan, dan disiplin akan tertanam dalam jiwa. Adanya kebebasan dalam menentukan sejumlah aturan maupun penggunaan simbol dalam sistem matematika dapat dimanfaatkan untuk menanamkan kebebasan dan kemerdekaan yang terbatas (Suyitno, 2011).Hal ini medukung terwujudnya manusia yang berkeadaban dan menghargai kearifan lokal yang pada gilirannya mendukung kerekatan bangsa.

    Nilai-nilai yang terkandung dalam kesemestaan dapat dikaitkan dengan sikap memiliki tenggang rasa atau toleransi dan pada gilirannya berguna bagi keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Pendidikan matematika memuat nilai-nilai yang berpotensi untuk

    mendukung keberhasilan pembentukan karakter bangsa.Nilai-nilai tersebut termuat dalam materi matematika maupun dalam pembelajarannya.Satu hal yang sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa adalah Keteladanan guru, sebab dalam pembelajaran terjadi interaksi antara guru dengan siswa.Perilaku guru akan memberi pengaruh yang signifikan terhadap perilaku siswa (Budiarto, 2013). Pembentukan karakter bangsa sebagaimana pendidikan karakter harus melalui proses mengenal hal yang baik, mencintai kebaikan, dan berbuat kebaikan. Pada akhirnya berpikiran baik, berbuat yang baik, membiasakan perbuatan yang baik, dan membudayakan hal yang baik.

    DAFTAR PUSTAKA Budiarto, M. T., (2013), Membangun

    Karakter Melalui, Metal Computasion, Belajar Termediasi Dan Etnomatematika Dalam Pembelajaran Matematika, Makalah disajikan pada seminar Nasional tanggal 3 September 2013 di Unpati Ambon.

    Budiarto, M. T., (2015), Etno-Matematika:

    Sebagai Batu Pijakan Untuk Pembelajaran Geometri Dan Penanaman Karakter, Disajikan sebagai makalah utama pada seminar nasional pendidikan matematika tanggal Oktober 2015 di P4TK Yogyakarta

    Budiarto, M.T., Junaidi, L.A., (2015),

    Etnomatematika Sasak: Konsep Geometri Dalam Kehidupan Masyarakat Desa Banyumulek, Makalah disajikan Konferensi Internasional ICMSE 2015, pada tanggal 5 September 2015 di Unnes Semarang

    Budiarto, M.T., Tandililing, F.,

    (2012),Geometri Dan Pembelajaran:Etnomamatika Dalam Membangun Dan Membudayakan Karakter, Makalah disajikan pada Konferensi Nasional Matematika XVI

    tanggal 2-4 Juni 2012 di Unpad Bandung.

    Bandeira, F. A., & Lucena, I. C. R. (2004).Etnomatemtica e prticas sociais[Ethnomathematics and social practices].Coleo Introduo Etnomatemtica[Introduction to Ethnomathematics Collection]. Natal, RN, Brazil: UFRN.

    Danoebroto, S. W. (2012). Geometri

    Transformasi dalam Karya Seni Batik Indonesia.Disampaikan dalam makalah SenDikMat P4TK Matematika, 16 17 November 2013.

    DAmbrosio, U. (1985). Ethnomathematics

    and its place in the history and pedagogy ofmathematics.For the Learning of Mathematics, 5(1), 44- 48.

    DAmbrosio, U. (1993). Etnomatemtica:

    Um programa [Ethnomathematics: A program].A Educao Matemtica em Revista, 1(1), 5-11.

    DAmbrosio, U. (2006). Ethnomathematics:

    Link between traditions and modernity. ZDM,40(6), 1033-1034.

    DAmbrosio, U. (1990). Ethnomathematics.

    Link Between Traditions and

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    10

    Modernity. Rotterdam: Sense Publisher.

    Dowling, N,E, 1991, Mechanical Behaviour

    of Material, Prentice, New Jersey Duarte, C. G. (2004). Implicacoes

    Curriculares a partir de um olhar sobre o mundo da construcao civil [curricular implications concerning the word of civil construction].In G.

    Fathani, A. H. (2009). Matematika: Hakikat

    & Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group.

    Freire, Paulo (1970), A Pedagogy of the

    Oppressed, Pengguin, London Knijnik, F. Wanderer, (1993),

    Etnomatemtica: Currculo e Formao deProfessores[Ethnomathematics: Curriculum and Teacher Education] (pp. 195-215). SantaCruz do Sul, RS, Brazil: EDUNISC.

    Koentjaraningrat.(1996). Kebudayaan,

    Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

    Maran, R. R. (2007).Manusia dan

    Kebudayaan: Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

    Marvin, H. (1999). Theories of Culture in

    Postmodern Tones. New York: Altamira Press.

    Nadlir.(2014). Urgensi Pembelajaran

    Berbasis Kearifan Lokal.Jurnal Pendidikan Agama Islam.Vol. 2 Nomor.2 hal 229 330.

    Orey, D. C. (2000).The ethnomathematics of

    the Sioux tipi and cone. In H. Selin (Ed.),Mathematics across culture: the History of non-Western mathematics (pp.239-252).Dordrecht, Netherlands: Kulwer Academic Publishers.

    Rahyono.(2009). Kearifan Budaya dalam Kota. Jakarta: Wadarama Widya Sastra.

    Rosa, M., & Orey, D. C. (2006).Abordagens

    atuais do programa etnomatemtica: delinenando-se um caminho para a ao pedaggica [Current approaches in the ethnomathematics as a program: Delineating a path toward pedagogical action]. BOLEMA, 19(26), 19-48.

    Rosa, M., & Orey, D. C. (2007). Cultural

    assertions and challenges towards pedagogical action of an ethnomathematics program. For the Learning of Mathematics, 27(1), 10- 16.

    Rosa, M. & Orey, D. C. (2011).

    Ethnomathematics: the cultural aspects of mathematics. RevistaLatinoamericana de Etnomatemtica, 4(2). 32-54

    Rosa, M.; & Orey, D. C. (2010).

    Ethnomodeling: A Pedagogical Action for Uncovering Ethnomathematical Practices. Journal of Mathematical Modelling and Application, 1(3),58-67, 2010.

    Samani, M & Hariyanto.(2013). Konsep dan

    Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

    Scerenko, L. C. (1997). Values and

    Character Education Implementation Guide.Georgia Department of Education.

    Suparlan, P. (1981). Kebudayaan, Masyarakat, dan Agama: Agama sebagai Sasaran Penelitian Antropologi. Indonesian Journal of Cultural Studies.Vol. X Nomor. 1.

    Suyitno, H. (2011). Nilai-nilai Matmatika

    dan Relevansinya dengan PKn. Pidato Pengukuhan Guru Besar UNNES pada tanggal 16 Maret 2011.

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    11

    Tandililing, F. (2012).Etnomatika Toraja (Eksplorasi Geometris Budaya Toraja).Tesis. Program Pascasarjana UNESA. Tidak diublikasikan.

    Tim Penyusun. (2008). Kamus Besar Bahasa

    Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Tisngati, U. (2015). Pembelajaran

    Matematika Berbasis Kearifan Lokal Menggunakan Model Akik.Prosiding Seminar Nasional Pendidikan: Inovasi Pembelajaran untuk Pendidikan Berkemajuan. FKIP Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

    Tobroni.(2012). Relasi Kemanusiaan dalam Keagamaan (Mengembangkan Etika Sosial Melalui Pendidikan. Bandung: CV Karya Putra Darwati.

    Tylor, E. B. (1974). Primitive Culture:

    Researches Into The Development of Mythology, Philosophy, Religion, Art, and Custom. New York, Gordon Press.

    Winton, S. (2010). Character Education:

    Implications for Critical Democracy. International Critical Chilhood Policy Studies, Vol. 1 (1).

    Wirjoprawiro, Zein Mudjiono. (1989) Arsitektur

    Tradisional Sumenep Madura.Surabaya: Bina Ilmu

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    12

    LESSON STUDY FOR LEARNING COMMUNITY : REVIEW HASIL SHORT TERM ON LESSON STUDY V DI JEPANG

    Hobri

    Program Studi Magister Pendidikan Matematika, Universitas Jember Email: [email protected]

    Abstract : Lesson Study (LS) is already exist in Japan more than 100 years ago. Lesson study is a professional development process that Japanese teachers engage in to systematically examine their practice, with the goal of becoming more effective. This examination centers on teachers wor12 | P a g e king collaboratively on a small number of "study lessons". Working on these study lessons involves planning, teaching, observing, and critiquing the lessons. Among 30 years until now, is developed by Manabu Sato, et al, namely Lesson Study for Learning Community (LSLC). Practically, not only plan-do-see, but also involve collaborative learning, caring community, and jumping task. Through LSLC, it is possible to enhance the quality of interaction between students, teachers, principal, supervisor, and stakeholder. Generally, students learn in 4 aspects, that is: do (individual, and or group), (2) speak up, (3) ask/question/discussion, and (4) observe attentively.

    Keywords : lesson study, learning community, collaborative learning, caring community, jumping task

    PENDAHULUAN Lesson Study merupakan suatu model

    pembinaan profesi pendidik melalui kegiatan pengkajian pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok pendidik (guru/dosen) secara kolaboratif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Perkembangan Lesson Study (LS) di Jepang dibagi dalam 2 paradigma, yaitu: konvensional dan modern. LS berawal dari tahun 1872 melalui pembentukan dan sosialisasi metode pengajaran klasikal. Secara umum dapat dikatakan bahwa LS di Jepang ada sudah berlangsung 100 tahun dengan fokus LS adalah guru dan penguasaan materi. Sedangkan LS dengan konsep LC atau Learning Community sekitar 30 tahun-an dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan menggunakan pola dokumentasi kegiatan praktek (standarisasi metode pengajaran pada tahun 1990-an), yeng berorientasi pada aktivitas siswa dan bagaimana siswa belajar.

    Lesson study memiliki banyak variasi. Plan-Do-See hanyalah salah satu bentuk LS. Selanjutnya berkembang menggunakan pembelajaran kolaboratif dan learning community. Penelitian tentang LS bisa dalam bentuk tindakan di kelas, dapat juga dalam bentuk dokumentasi hasil pembelajaran atau fenomena lain yang terjadi dalam dunia pendidikan.

    Pada tahun 1960-an perkembangan dan verifikasi LS ditandai dengan adanya: LS yang bersifat akdemis, gerakan pendidikan sektor swasta, instansi pemerintah yang menyelenggarakan administrasi pendidikan. Kemudian tahun 1990-an LS mengalami pergeseran yang menekankan pada aspek kualitas kegiatan pembelajaran di dunia akademis.

    Kegiatan Lesson Study telah dirintis di Indonesa sejak sekitar Tahun 2004/2005 bersamaan dengan implementasi program IMSTEP (1998-2005). Selanjutnya kegiatan Lesson Study dikembangkan di sekolah melalui program SISSTEMS (2006-2008) di tiga daerah sasaran rintisan yakni Kabupaten Sumedang (Jawa Barat), Kabupaten Bantul (DIY), dan Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur). Pengalaman-pengalaman berharga Lesson Study telah didesiminasi ke daerah rintisan baru di luar Jawa melalui program PELITA (2009-2013). Bersamaan dengan desiminasi Lesson Study di Sekolah pihak Ditjen Dikti telah mengembangkan program LEDIPSTI untuk meningkatkan kualitas perkuliahan di LPTK di Indonesia (2009- 2013).

    Berdasarkan hasil survei keterlaksanaan dan dampak Lesson Study tahun 2012 dan hasil BIMTEK tahun 2013 diperoleh simpulan bahwa kegiatan Lesson Study secara umum telah dapat meningatkan kualitas proses perkuliahan dan kompetensi

    mailto:[email protected]

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    13

    dosen dalam merencanakan dan melaksankan pembelajaran. Di samping itu Lesson Study telah dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa karena banyak dosen telah mengubah kebiasaanya dalam membelajarkan mahasiswa. Perubahan tersebut misalnya lebih tepat waktu, menggunakan media/peralatan pembelajaran yang lebih bervariasi, memberikan perhatian yang lebih banyak pada mahasiswa melalaui bimbingan belajar dalam kelompok. Namun demikian hal-hal positif dari kegiatan Lesson Study belum dialami oleh semua dosen.

    Implementasi LS di Indonesia telah diintegrasikan dalam program pemerintah pusat, yakni Program Induksi Guru Pemula (PIGP). PIGP (Permendiknas No. 27 Tahun 2010) merupakan program pemerintah pusat untuk mempercepat keprofesionalan guru pemula. PIGP dikembangkan dan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Lesson Study. Hal serupa semestinya dapat dilakukan untuk mempercepat keprofesional dosen-dosen baru di Perguruan Tinggi. Untuk itu diperlukan suatu program yang dapat menginisiasi lembaga pendidikan tinggi untuk belajar mengembangkan LS sebagai sarana mengingkatkan mutu layanan perkuliahan.

    Dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran/perkuliahan di Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi memberikan kesempatan kepada 20 dosen untuk mengikuti pelatihan Lesson Study selama 1 (satu) bulan, mulai tanggal 27 September sampai dengan 23 Oktober 2015 yang diberi nama STOLS for ITTEP Batch V 2015 ke Jepang.

    Pada kesempatan ini, dipaparkan tentang hasil-hasil presentasi para penggiat LSLC di Jepang. Juga dipaparkan hasil kunjungan ke beberapa sekolah di Jepang yang mengimplementasikan LSLC.

    SAJIAN KEGIATAN DAN ANALISIS

    Berikut disajikan pokok pikiran yang disajikan dan dipresentasikan oleh para narasumber yang merupakan penggagas dan penggiat LSLC di Jepang. Juga hasil analisis berdasarkan kunjungan dan observasi pembelajaran di sekolah-sekolah Jepang.

    Sistem Pendidikan, Budaya Sekolah, Sistem Pembinaan dan Diklat Tenaga Guru di Jepang Materi ini disampaikan oleh Izumi NITISANI, di TIC JICA Tokyo, SR 403, Selasa, 30 Sept 2015, pukul : 09.00 12.00.

    Jenjang pendidikan di Jepang dimulai dari TK, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP), Sekolah menengah Tingkat Atas (SMA), sampai pendidikan tinggi. Usia sekolah berada dalam interval 1 18 tahun dan usia siswa dalam pendidikan berada dalam interval 3 24 tahun. Jenjang TK sampai dengan SMA ada yang negeri ada pula yang swasta, sepenuhnya disubsidi oleh pemerintah (pusat dan daerah) baik sekolah negeri maupun swasta. Tidak ada seleksi masuk pada SD dan SMP, seleksi masuk dilakukan pada tingkat SMA (ujian seleksi).

    Pendidikan di Jepang mengunakan sistem rayonisasi dan tidak menerapkan ujian nasional. Pendidikannya dikelola oleh Dinas Pendidikan dan tidak ada mata pelajaran agama (tidak ada departemen agama). Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran di Jepang per tatap muka 50 menit, berlansung dalam waktu 35 minggu/tahun, tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris (masuk dalam kegiatan khusus). Bahasa Jepang dan Matematika menjadi mata pelajaran inti dan menjadi dasar bagi mata pelajaran lainnya.

    Materi pelajaran serta rincian yang diajarkan di setiap mata pelajaran (SD, SMP, SMA, SM Gabungan, SLB Tunatetra, SLB Tunarungu, SLB penyadang cacat) di Jepang di atur dalam Course of Study (Kurikulum Nasional) dengan landasan ketentuan peraturan pelaksanaan UU pendidikan sekolah. Revisi kurukukum dilakukan sekali dalam 10 tahun.

    Penerimaan guru di Jepang dilakukan melalui sistem rekruitmen yang diatur secara sistematis oleh pemrintah. Alumni apapun bisa menjadi guru setelah pendapat sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik diperoleh melalui ujian seleksi (tes) yang dilakukan oleh pemerintah. Jenis sertifikat pendidik di Jepang terdiri atas: (1) sertfikat biasa (sertifikat golongan I, sertifkat golongan II, sertifikat spesialisasi). Sertfikat golongan I diberikan kepada mahasiswa yang memperoleh gelar S1, sertifkat golongan II diberikan kepada mahasiswa yang

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    14

    memperoleh gelar kuasi S1, sertifikat spesialisasi diberikan kepada mahasiswa yang memperoleh gelar S2; (2) Sertifikat Khusus, diberikan kepada mereka yang lulus dalam ujian tenaga pendidik yang diselengarakan Dinas Pendidikan (BoE); (3) sertifikat temporer, diberikan kepada guru untuk sekolah yang memerlukan.

    Sertifikasi pendidik di Jepang awalnya berlaku seumur hidup, namun sejak tahun 2009 setiap 10 tahun dilakukan uji kompetensi. Bagi yang lulus mendapatkan sertifikat pendidik baru, bagi yang tidak lulus diberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya. Bagi guru yang sudah tiga kali tidak lulus dalam ujian kompetensi maka akan diberhentikan/dipecat sehingga tidak mendapatkan gaji atau tanggungan lagi dari pemerintah. Ada sebagian guru yang mengundurkan diri secara hormat apabila merasa tidak mampu lagi mengajar, atau setelah beberapa kali tidak lulus dalam ujian kompetensi. Sistem pengembangan kualitas guru di Jepang, dilakukan dengan memberikan pelatihan secara bertahap dan berkesinambungan, mulai dari guru baru, pengalaman 5 tahun mengajar, pengalaman 10 tahun mengajar, pengalaman 15 tahun mengajar, pengalaman 20 tahun mengajar, hingga pengalamam 25 tahun mengajar.

    Pembelajaran di Jepang mulai dari SD, SMP, sampai dengan SMA menggunakan : 1) refleksi pelajaran sebelumnya, 2) menunjukan tema dan tantangan pelajaran hari ini, 3) kegiatan siswa secara perorangan atau kelompok, 4) merumuskan cara pemecahan, 5) memastikan poin-poin penting dan rangkuman. Penjaringan dan sistem pembinaan guru di Jepang dilakukan melalui program yang sistematis, secara berjenjang dan terkontrol, sehingga dapat menjaga keseimbangan dan kesinambungan kualitas pendidikan saat ini dan di masa yang akan datang. Melalui sistem itu, dapat diidentifikasi guru yang sudah kurang mampu mengajar dan guru yang masih dapat dipertahankan. Selain itu Negara konsisten dalam menegakkan aturan yang telah diberlakukan secara obyektif sehingga sistem itu dapat berjalan dan terjaga dengan baik, dan semua pihak menjunjung tinggi aturan yang berlaku, menyebabkan kualitas pendidikan terbangun secara obyektif dan dapat bersaing di tingkat global.

    Pendidikan di Jepang dapat dikatakan berhasil, salah satu indikatornya masuk peringkat 10 besar dunia menurut hasil PISA tahun 2009. Keberhasilan pendidikan itu didukung oleh sistem pendidikan yang di kelola dengan baik oleh Negara dalam hal pembiayaan, model dan implementasi kurikulum, pembinaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, pemenuhan sarana dan prasaran pendidikan yang memadai, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, kemudian ditunjang oleh pola dasar kegiatan pembelajarannya. Kompetensi dan bakat yang dituntut sebagai guru senior di Jepang adalah perlu memiliki kemahiran dan memperluas wawasan terutama mengenai penyelenggaraan kelas dan kelas parallel, mengajar mata pelajaran dan kesiswaan, yang diharapkan berperan penting dalam penyelenggaraan sekolah, memberikan nasehat, dan memberikan bantuan kepada guru yunior, sehingga perlu menguasai pengetahuan spesifik maupun berkaitan dengan profesinya dibadning sebelumnya, serta memiliki kemampun perencanaan dan penanganan administrative agar dapat melibatkan diri dalam manajemen sekolah.

    Pembelajaran Model Abad ke-21 dan Learning Community, Pembelajaran Otentik Disajikan oleh Manabu SATO (Professor FS, Gakushuin University), Venue: Gakushuin University, Date: Senin, 12 Oktober 2015, Time: 10.00 12.00.

    LS di Jepang sudah berlangsung sekitar lebih dari 100 tahun, sedangkan LSLC sudah berlangsung lebih dari 30 tahun, dengan Manabu Sato sebagai founding fathers-nya. LS sendiri selama 10 tahun pertama mengalami kegagalan, dengan lebih dari 10.000 permasalahan atau kasus. Salah satu diantaranya adalah : guru atau kepala sekolah yang keras kepala. Reformasi sekolah harus dilakukan secara total, artinya mulai tingkat TK PT, oleh guru, kepala sekolah, pengawas, orangtua, dan stakeholder. Pelaksanaannya tidak boleh terburu-buru atau long liberation.

    Tujuan sekolah : (a) menjamin hak anak tanpa kecuali, (b) mendukung profesionalisme guru, (c) kerjasama/demokrasi, setiap orang bisa

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    15

    berperan dan hidup bersama. Sedangkan 3 filosofi yang dikembangkan adalah : (a) public philosophy, ruang terbuka untuk siapapun, LS juga harus menjadi budaya dengan open lesson (b) dialog/democracy, (c) exellence and best, berupaya melaksanakan, dan lain-lain. Sistem pelaksanaan adalah kolaboratif dan kolegalitas. Bukan penerapan teknologi atau metode baru, melainkan reformasi dengan menyebarkan visi, filosofi, dan sistem kegiatan (silent to revolution).

    LC didasari teori Vygotsky Bruner (makna pengetahuan), active, collaborative, dan reflection. High quality learning, yaitu : (1) authentic learning, (2) collaborative learning (menyimak), ZPD collaborative jumping (bukan tugas di buku). Tips LS sukses, yaitu reaksi saling menyimak, denah tempat duduk, dan saling belajar atau saling bicara. Tiga pra kondisi belajar dalam LC yaitu authentic learning, listening realtion, dan jumping task. Dalam prakteknya, LS-LC tidak mempersoalkan input-outpun pendidikan, tetapi lebih pada prosesnya yang disebut dengan illumination models, sehingga tidak perlu melakukan penilaian hasil belajar pada setiap kegiatan pembelajaran.

    Implementasi Learning Community (LC)

    Materi ini disampaikan oleh Maasaki SATO, di TIC JICA Tokyo, SR 403, Selasa, 29 Sept 2015, pukul : 13.00 16.00.

    Kajian tentang PISA, pada tahun 2012 Indonesia berada pada urutan ke-64 dari 65 negara dengan nilai rata-rata matematika 375 point (nilai rata-rata OECD 494). Padahal, hasil survei PISA juga menyatakan bahwa Indonesia rangking 1 : (a) mudah mencari teman di sekolah 96%, dan (b) sekolah adalah tempat yang menyenangkan 96%. Penyebabnya adalah (a) lamanya menghitung, (b) rumus dihafal, (c) guru belum mempelajari struktur /komposisi kegiatan pelajaran. Solusinya, (a) teknik menghitung cepat, (b) mencari rumus dan menerapkannya dalam permasalahan, dan (b) struktur pembelajaran yang baik harus dikuasai guru.

    Di dalam Pre-service education, diperlukan teori tentang struktur atau kompetensi, metode mengajar bidang studi, psikologi pendidikan, serta lesson study baik sebagai suatu teori maupun praktek di

    sekolah. Lebih jauh lagi, diperlukan peningkatan pengetahuan guru yang spesifik tentang bidang study, peningkatan kemampuan penyusunan kurikulum, dan peningkatan keterampilan mengajar guru.

    Visi Learning Community: dalam pembelajaran siswa tidak boleh dibiarkan sendiri atau tidak seorang pun siswa yang

    terabaikan. Guru harus tahu, peduli, dan

    mengedukasi (caring) terhadap siswa yang bermasalah dengan cara memfasilitasi siswa agar bisa belajar dalam bentuk kolaboratif.

    Tiga filosofi learning community: 1. Public philosophy, artinya semua pihak merupakan pelaku reformasi sekolah; guru melakukan open class lebih 1 kali dalam setahun; 2. Democratic philosophy, artinya tujuan pendidiikan sekolah adalah bagaimana siswa belajar dan hidup berkolabarasi antara satu dengan yang lainnya. 3. Excellent Philosophy, yaitu dengan melakukan yang terbaik untuk belajar dan mengajar.

    Pembelajaran di sekolah pada prinsipnya adalah menciptakan suasana yang memungkinkan siswa dapat saling belajar antara satu dengan yang lainnya, tidak membiarkan ada seorang pun siswa yang terabaikan karena mereka memiliki kekurangan dalam bentuk apapun. Melalui learning community diharapkan semua pihak terlibat sebagai pelaku perbaikan pembelajaran (universitas, dinas, pengawas, unsur di sekolah seperti guru, materi, kurikuler, publikasi, praktisi, guru-guru dari sekolah lain). Dalam pembelajaran, yang terpenting adalah bukan kerja kelompok tetapi apa yang mereka kerjakan dan bagaiman respon mereka dalam kelompok, siswa merasa nyaman dan mencurahkan penuh perhatiannya pada pelajaran, dan juga siswa dapat belajar berinterkasi melalui media/benda. Kemampuan interaksi sosial berkembang terlebih dahulu, barulah kemudian kemampuan akademis masing- masing anak berkembang.

    Pengenalan Profesi Guru I (Pendidikan Matematika) Presenter: Etsuko WATANABE (Associate, professor), Venue: Daitobunka University, Date: Senin, 19 Okt 2015 Time: 14.30 16.00

    Pelaksanaan pembelajaran untuk mahasiswa tingkat 1 dan 2 di kampus

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    16

    Higashi-matsuyama dengan mata kuliah yang terkait mata pelajaran, sedangkat tingkat 3 di kampus Itabashi dengan mata kuliah yang terkait profesi guru, dan di tingkat 4 adalah PPL di Sekolah Dasar di tempat asal masing- masing mahasiswa. Sistem ujian untuk masuk Perguruan Tinggi di Jepang terbagi dalam dua jalur, yaitu non-eksakta dan eksakta. Fakultas/jurusan ilmu pendidikan (FKIP) untuk pembinaan guru SD termasuk dalam jalur non-eksakta, sehingga kebanyakan mahasiswa yang mau menjadi guru SD pada saat masih di SMA kurang belajar tentang matematika, atau saat masih di Kelas 4~6 SD (usia 10~12 tahun) dan di SMP (usia 13 ~15 tahun) sudah merasa kesulitan untuk belajar matematika.

    Saat ini Mata Pelajaran Matematika

    terdiri dari Kuantitas, Bangun dan

    Logika, dan pada prinsipnya saat tingkatan

    1 atau 2, mahasiswa harus mendapatkan SKS yang telah ditentukan. Sedangkan dulu, Mata Kuliah terkait Mata Pelajaran di DBU adalah Pilihan, saat itu mahasiswa diperbolehkan hanya memilih salah satu cabang matematika diantara ketiga cabang tersebut, ditambah dengan Metode Pendidikan Mata Pelajaran Matematika (wajib) saja sudah dapat

    menjadi guru SD. Namun, sejak 5 tahun lalu, demi peningkatan kemampuan profesional tenaga guru, maka ditetapkan Kuantitas dijadikan mata kuliah wajib, sedangkan Bangun dan Logika ditetapkpan sebagai

    pilihan bersama mata pelajaran lain. DBU sangat memperhatikan

    bagaimana membina mahasiswa (calon guru) yang mampu menjelaskan permasalahan pembelajaran matematika. Para mahasiswa diharuskan memikirkan langkah-langkah perbaikan untuk menciptakan pembelajaran otentik serta mengimplementasikannya. Dan agar supaya saling belajar, active learning tidak hanya dijadikan formalitas

    belaka, maka mahasiwa harus dididik agar mampu berpikir isi/konten dan metode, bentuk pengajaran (mengajar di kelas, mengajar kelompok kecil atau mengajar sesuai dengan tingkat ketuntasan dengan menyelesaikann satu rombel) sebagai kesatuan. Secara konkretnya, mahasiswa mengkaji kegiatan pelajaran yang diselenggarakan oleh guru SD, dan berdasarkan hasil pengkajian tersebut

    menciptakan pembelajaran matematika (tidak hanya di dalam kelas saja) secara mandiri.

    Di DBU, mahasiswa sambil mereview pendidikan matematika yang dipelajari ketika di SD, SMP dan SMA, mahasiswa juga memikirkan permasalahannya melalui diskusi. Beberapa hal berikut dilakukan di DBU : mendorong mahasiswa agar berpikir bagaimana membuat peralihan dari matematika yang tidak menarik, tidak bisa

    dimengerti dan tidak dapat diaplikasikan menjadi matematika yang menyenangkan,

    dapat dimengerti dan dapat diaplikasikan,

    menjelaskan kenapa bukan hanya para siswa saja, melainkan para orang dewasa walaupun mampu berhitung, tetapi tidak

    dapat mengaplikasikannya, dan memikirkan bagaimana kegiatan pelajaran matematika yang seharusnya, bagaimana meninggalkan pola pendidikan yang hanya mengutamakan hasil semata tetapi mengabaikan proses belajar termasuk kesalahan dan kegagalan,

    dan bagaimana memahami betapa

    pentingnya membuat suasana kelas yang menyenangkan bagi siswa.

    Hasil Kunjungan Kunjungan ke SMPN Mizusawa Kota Oshu Tema : Pengamatan Pelajaran dan Forum Refleksi. Hari Selasa, 6 Okt 2015, pukul : 10.00 16.00.

    Tujuan sekolah : membina sekolah yang memiliki kebiasaan belajar dan mematuhi disiplin kehidupan (spontanitas), bertanggungjawab atas perilaku dirinya sendiri (pertanggungjawaban) dan selalau bersedia bekerjasama dengan siswa lain (kerjasama). Pendidikan rekonstruksi, bertujaun untuk membina siswa yang tak kenal menyerah meski dalam keadaan sulit. Pembelajaran, mengutamakan saling belajar dan mencapai kemampuan akademis yang solid. Prinsip, peningkatan pendidikan karier, persentase siswa yang secara spontan melaksanakan kegiatan kebersihan. Sopan santun, jiwa yang kaya dan suasana ruang kelas yang ramah.

    Program sekolah yaitu : peningkatan pendidikan berkebutuhan khusus, membina jasamani yang sehat, dan mendorong membaca buku, pengembangan kerjasama dengan orang tua dan masyarakat setempat. Di rumah dan di komunitas, meningkatkan kerjasama dengan orang tua siswa dan

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    17

    masyarakat setempat untuk membina siswa yang memiliki jiwa dan raga yang sehat. Sedapat mungkin siswa datang ke sekolah dengan berjalan kaki atau bersepeda dengan tetap mematuhi aturan lalu lintas. Pada hari libur atau di minggu kedua, makan bersama anggota keluarga sembari memperhatikan gizi makanan. Penggunaan HP dan internet harus diatur dan diawasi oleh orang tua. Saat berjalan-jalan keluar, harus dipastikan (dengan siapa, kemana, jam berpa pulang ke rumah, penampilan (pakaian), dan jumlah uang yang dibawa).

    Kunjungan Ke SDN Hitachino Ushiku Kota Ushiku Tema: Visi Reformasi Sekolah dan Pegamatan Pelajaran. Hari Kamis, 8 Okt 2015 pukul : 10.10 12.30

    Tema SDN Hitachino adalah: menciptakan pembelajaran untuk saling belajar. Saling belajar dengan berpasangan (pair). Belajar dari penjelasaan teman pasangan. Kelompok beranggotakan 4 orang. Pembelajaran berpasangan (pair) agar tidak seorangpun ditinggalkan. Belajar melalui monitoring. Sumber informasi yang berbeda mendrong siswa untuk belajar lebih mendalam. Dari mencari (search) ke menyelidiki (research).

    Pembelajaran kolaboratif, guna mengembangkan potensi masing-masing siswa. Semua anggota bersama-sama mencari jalan keluar terhadap pertanyaan seorang siswa. Belajar yang setara tanpa terikat pada hubungan pribadi.Guru sangat mobile selama pembelajaran berlangsung, memantau aktifitas siswa, dan bertanya kepada siswa yang kurang mengerti. Antar siswa aktif melakukan diskusi dalam menyelesaikan tugas. Pada praktek LSBS, kegiatan dihadiri sekitar 40 orang guru bersama kepsek, wakasek, dan pengawas, sebagai observer. Walaupun dihadiri begitu banyak observer, namun kegiatan belajar siswa tidak terganggu dan tetap bejalan dengan baik. Kegiatan seperti ini sudah dilakukan secara rutin di beberapa kelas yang berbeda. Para observer (guru, kepsek, wakepsek, dan pengawas) tampaknya menikmati kegiatan observasi, dilakukan dengan merekam dan mencatat hal-hal yang terjadi selama pembelajaran berlangsung.

    Kegiatan LSBS merupakan salah satu kegiatan yang sering dilakukan secara rutin dan diikuti oleh semua guru di SDN Hitachinu Ushiku. Keseriusan para guru menjadi observer didasari oleh kemauan keras untuk memperbaiki kualitas pembelajarannya. Adanya komitmen yang kuat dari para guru dan didukung oleh kepsek dan pengawas, menjadi salah satu motivator guru dalam menjalankan LSBS. Melalui kegiatan LSBS menunjukkan bahwa, kepsek, guru dan pengawas mempunyai komitmen yang kuat untuk memajukan kualitas pembelajaran. Mereka sangat menyadari filosofi pendidikan di daerahnya, bahwa kewajiban sekolah adalah memenuhi hak siswanya untuk belajar dengan baik, bermanfaat bagi masa depannya, dan tidak boleh ada di antara siswa yang terbaikan. Kegiatan refleksi setelah open lesson dijadikan sebagai forum saling belajar, memberikan inspirasi dan melakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran selanjutnya. Semua pihak-pihak terkait dengan kegiatan pendidikan sangat peduli terhadap perbaikan pembelajaran di sekolah.

    Kunjungan Ke SMPN Ushiku Minami Kota Ushiku Tema : Mengenal Sistem Makan Siang Sekolah, Visi Reformasi Sekolah dan Pegamatan Pelajaran. Hari : Kamis, 8 Oktober 2015, pukul: 13.00 15.40.

    Tema : membangun sekolah yang mengutamakan saling belajar (pembelajaran kolaboratif). Dua pilar : peningkatan kemampuan akademis (membina kelompok pelajar yang saling belajar dan membangun learning community) dan pendidikan moral (membina kelompok pelajar yang saling peduli dan membangun caring community). Tema 2015: setiap wajah siswa berseri-seri dalam kehidupan sekolah yang nyaman dan berkesan. Tema study: (1) membina siswa yang saling menyampaikan pikirannya satu sama lain dan belajar atas prakarsa sendiri, (2) melalui pengembangan pembelajaran kolaboratif (membangun learning community).

    Semboyan sekolah: kreasi, kolaborasi, dan hakikat. Tujuan pendidikan sekolah : membina siswa yang memiliki kemampuan akademis yang solid, raga yang sehat dan kuat, berupaya untuk mewujudkan cita-

  • Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

    18

    citanya dan berkepribadian kaya. Guru yang dituju : memiliki cita-cita, semangat dan terus menerus belajar. Mengembangkan kelebihan dan potensi siwa. Selalu berupaya untuk meningkatkan mutu pelajaran. Secara kontinyu belajar bersama dengan siswa, kolega, dan masyarakat setempat