Upload
hakhue
View
261
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Dies Natalis 57 Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Padjadjaran
Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Padjadjaran
Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Padjadjaran
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 172
STUDI PENDAHULUAN PREVALENSI KELAINAN GIGI DAN LESI
MULUT PADA ANAK SEKOLAH DASAR ALAM PELOPOR BANDUNG
Indah Suasani Wahyuni*, Wahyu Hidayat*, Nanan Nuraeny*, Prima
Andisetyanto**, Yuliawati Zenab***
*Staf Pengajar Departemen Ilmu Peyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Padjadjaran ** Staf Pengajar Departemen Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Padjadjaran *** Staf Pengajar Departemen Ortodonti, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Anak sekolah dasar adalah kelompok usia yang sering menderita kelainan gigi dan
lesi mulut, jika tidak dirawat dapat mengganggu proses belajar di sekolah. Tujuan
penelitian ini adalah mendapatkan data awal mengenai prevalensi kelainan gigi dan
lesi mulut anak sekolah dasar sebagai pedoman pelaksanaan program kesehatan gigi
dan mulut secara menyeluruh. Penelitian ini dilakukan di SD Alam Pelopor
Bandung pada sejumlah 175 siswa. Pemeriksaan dilakukan secara visual dan
pencatatan data gigi dan mulut dilakukan secara manual. Guru bertindak selaku wali
murid yang menandatangani lembar persetujuan pemeriksaan/informed consent.
Alat pemeriksaan berupa kaca mulut dan sonde serta menggunakan bantuan cahaya
lampu. Data yang diperoleh dicatat dalam suatu formulir pemeriksaan, selanjutnya
diolah secara statistik menggunakan program Excel. Hasil penelitian menunjukkan
rata – rata indeks dmf/DMF= 5.01; karies gigi= 89.14% (156 siswa); karang
gigi/plak/stain/radang gusi= 12.57% (22 siswa); gigi berjejal= 18.85% (33 siswa)
dan lesi mukosa oral= 7.42 % (13 siswa).Kesimpulan penelitian ini menunjukkan
kondisi kesehatan gigi anak sekolah dasar yang buruk karena angka prevalensi
karies dan rata – rata indeks dmf/DMF yang tinggi, jika tidak ditangani dengan baik
maka diperkirakan dapat menjadi faktor resiko terjadinya gigi berjejal. Selain itu
kelainan gusi dan lesi mulut yang biasanya berhubungan dengan status gizi dan
kesehatan umum juga memerlukan perhatian.
Kata kunci : Prevalensi, Karies, Gigi Berjejal, Kelainan Gusi, Lesi Mulut
ABSTRACT
Elementary school children were often suffer from oral disease, if not treated well
can disrupt the learning process in schools. The purpose of this study was to get
preliminary data on the prevalence of oral disease including dental caries,
malocclusion, periodontal disease and mouth lesions at elementary school children
as a guideline for the implementation of oral health program as a whole. This
research was conducted at Alam Pelopo Bandung elementary school. Examination
of the teeth and mouth done visually and recorded manually in a number of 175
students. Teachers act as guardians of the students who signed the informed
consent. Inspection tools using dental mirror and explorer with artificial light. The
data obtained were recorded in a check form, further processed statistically using
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 173
the Excel program. The results showed the average index of dmf/ DMF = 5.01;
dental caries = 89.14% (156 students); calculus/dental plaque/stain/gingivitis =
12.57% (22 students); crowding = 18.85% (33 students) and oral mucosal lesions =
7.42% (13 students). Conclusions This study shows the oral health of elementary
school children were poor because of the high prevalence of dental caries and the
average index of dmf/DMF, if not handled properly then it is expected to be a risk
factor for crowding. Moreover disorders of the gums and mouth lesions that are
usually associated with nutritional status and general health also requires attention.
Keywords: Prevalence, Dental Caries, Crowding, Disorder Gums, Mouth Lesions
PENDAHULUAN
Usia anak sekolah dasar adalah kelompok usia yang sering menderita
kelainan gigi dan lesi mulut, hal ini karena belum terbentuknya kesadaran pribadi
untuk melakukan perawatan kesehatan gigi dan mulut secara mandiri, pada usia ini
anak mengalami masa gigi campuran, serta kemungkinan asupan nutrisi yang tidak
seimbang. Kesehatan gigi dan mulut dapat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh
secara keseluruhan dan mempengaruhi konsentrasi belajar, sehingga kelainan pada
gigi dan mulut jika tidak dirawat dapat mengganggu proses belajar di sekolah.1
Kelainan gigi dan mulut yang sering ditemukan dapat merupakan rangkaian
yang saling berhubungan, yaitu karies gigi, peradangan gusi akibat plak dan
kalkulus, maloklusi, lesi mukosa oral dan kelainan pertumbuhan perkembangan
gigi. Akumulasi plak mengandung bakteri yang dapat menyebabkan karies gigi dan
peradangan gusi. Karies gigi yang tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi
prematur dan berpotensi menjadi maloklusi. Karies gigi yang tidak dirawat juga
sering menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman untuk makan sehingga berpotensi
menurunkan asupan nutrisi dan menurunkan daya tahan tubuh. Pada kondisi tertentu
penurunan daya tahan tubuh akan memudahkan penyakit berjangkit pada anak anak
dan menimbulkan manifestasi lesi jaringan lunak rongga mulut, serta gangguan
pertumbuhan perkembangan gigi dan rahang, baik secara akut maupun kronis.1
Pada usia anak sekolah dasar diperlukan usaha untuk menjaga kesehatan gigi
dan mulut secara berkala, baik dalam bentuk penyuluhan, pemeriksaan dan
perawatan kesehatan gigi mulut, oleh orang tua, sekolah dan instansi pemerintah
terkait. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan data awal mengenai studi
epidemiologi dan prevalensi kelainan gigi dan lesi mulut anak sekolah dasar yang
belum pernah dilakukan di Indonesia, sebagai pedoman pelaksanaan program
kesehatan gigi dan mulut secara terintegrasi, serta menjadi dasar pelaksanaan
penelitian lanjutan.
BAHAN DAN METODE
Studi pendahuluan ini menggunakan metode cross sectionalyang dilakukan
bersama dengan kegiatan pengabdian masyarakat yaitu pemeriksaan dan konsultasi
mengenai kondisi kesehatan gigi dan mulut anak di SD Alam Pelopor Bandung
pada tahun 2016. Pemeriksaan dilakukan pada seluruh siswa kelas 1 SD sampai 5
SD yang bersedia mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut. Guru
bertindak selaku wali murid yang menandatangani lembar persetujuan pemeriksaan
dan diikutsertakan dalam penelitian/informed consent sebelum pemeriksaan
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 174
dilakukan. Data dasar mengenai nama, usia, jenis kelamin dicatat oleh guru UKS
dalam sebuah lembar pemeriksaan individu. Pemeriksaan gigi dan mulut dilakukan
secara visual oleh seorang dokter gigi spesialis penyakit mulut sebagai pemeriksa
(single examiner) dengan bantuan alat pemeriksaan berupa kaca mulut dan sonde
serta menggunakan bantuan lampu cahaya putih. Data yang diperoleh dicatat dalam
formulir pemeriksaan, selanjutnya diolah secara statistik menggunakan program
Excel dan dideskripsikan melalui tabel distribusi frekwensi dan persentase.
Pencatatan data meliputi jumlah gigi yang mengalami karies, kehilangan gigi
premature dan gigi yang sudah ditambal, selanjutnya akan diperoleh data mengenai
indeks dmft/DMFT. Data mengenai kelainan/peradangan gusi ditentukan
berdasarkan akumulasi plak/kalkulus/stain/gambaran klinis peradangan gusi yang
ditemukan untuk membantu menentukan status kebersihan rongga mulut. Kondisi
gigi berjejal dikatakan jika tampak crowding atau cross bite, sedangkan lesi mukosa
oral yang ditemukan dicatat dan didiagnosis berdasarkan anamnesis khusus dan
gambaran klinis.
HASIL
Sejumlah 175 siswa, dengan usia berkisar antara 6 – 11 tahun (6 kelompok
usia) didapatkan dari penelitian ini, terdiri dari 99 siswa laki laki (56,5%) dan 76
siswa perempuan (43,5%). Kelompok usia 6 tahun terdiri dari 15 siswa, usia 7 tahun
= 40 siswa, 8 tahun = 21 siswa, 9 tahun = 45 siswa, 10 tahun = 33 siswa dan 11
tahun = 21 siswa. Rata – rata indeks dmf/DMF adalah5.01, dengan nilai terendah
adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 15 per anak. Besaran nilai indeks dmft/DMFT
berbanding terbalik dengan penambahan usia, seperti tampak pada grafik dalam
gambar 1, mengenai distribusi nilai indeks dmft/DMFT berdasarkan kelompok usia
per satu tahun.
Gambar 1. Nilai Indeks Dmft/DMFT Berbanding Terbalik Dengan Penambahan Usia
Prevalensi karies gigi yang ditemukan cukup besar yaitu 89.14% (156 siswa),
hal ini berarti dari keseluruhan siswa yang diperiksa kesehatan gigi dan mulutnya
terdapat 10,86% (19 siswa) yang bebas karies. Kondisi peradangan
gusi/plak/karang gigi/stain ditemukan pada 12.57% (22 siswa), sedangkan kondisi
gigi berjejal ditemukan pada 18.85% (33 siswa). Lesi jaringan lunak mukosa oral
ditemukan pada 7.42 % (13 siswa).Prevalensi kelainan gigi dan mulut yang
ditemukan seperti tampak pada gambar 2.
0
5
10
15
1 2 3 4 5 6
Usia
dmft/DMFT
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 175
Gambar 2. Grafik Prevalensi Kelainan Gigi Dan Mulut Yang Ditemukan
Lesi mukosa oral yang ditemukan berupa ulkus pada 8 siswa (diagnosis:
ulkus traumatik 1 siswa, stomatitis apthosa rekuren 1 siswa dan angular cheilitis 6
siswa), plak pseudomembran pada 2 siswa (diagnosis: geografik tongue 1 siswa dan
coated tongue 1 siswa), makula pada 2 siswa (diagnosis: pigmentasi fisiologis 1
siswa dan makula eritematosa/unknown inflamasi 1 siswa), serta nodul pada 1 siswa
(diagnosis: traumatik fibroma).
PEMBAHASAN
Rata-rata indeks dmf/DMF adalah 5.01, hal ini berarti rata – rata setiap anak
pada penelitian ini memiliki 5 hingga 6 gigi yang mengalami karies, kehilangan gigi
premature dan atau gigi yang sudah ditambal. Seiring dengan bertambahnya usia
indeks dmft/DMFT menurun karena periode gigi campuran bergerak menuju
periode gigi tetap yang baru erupsi sehingga jarang ditemukan adanya karies atau
kerusakan gigi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa karies gigi merupakan
kelainan/penyakit rongga mulut yang paling banyak ditemukan (89,14%), diikuti
oleh gigi berjejal (18,85%), radang gusi (12,57%) dan lesi jaringan lunak mulut
(7,42%).
Karies gigi disebabkan oleh bakteri dalam akumulasi plak yang menyebabkan
penurunan pH saliva dan melarutkan komponen hidroksiapatit gigi. Akumulasi plak
dapat menempel pada gigi karena tidak dibersihkan dengan teratur, karena teknik
penyikatan gigi yang salah atau karena sikat gigi sudah terlalu usang dan tidak
efektif dalam membersihkan gigi. Telah diketahui juga bahwa komponen fluor
dalam pasta gigi dapat meningkatkan kekuatan email gigi dan menurunkan resiko
terjadinya karies.1
Akumulasi plak pada tahap awal dapat menyebabkan radang gusi yang
ditandai dengan gambaran klinis berupa oedema dan kemerahan pada gingiva. Pada
tahap lanjut plak dapat terkalsifikasi dan membentuk deposit kalkulus yang
berwarna putih hingga kekuningan, selanjutnya deposit ini dapat menyebabkan gusi
mudah berdarah karena bergesekan dengan gusi yang mengalami inflamasi.1
Karies gigi yang tidak dirawat terutama pada gigi posterior sulung akan
beresiko terhadap kejadian kehilangan gigi dini (premature loss), kehilangan
dimensi vertikal dan penurunan berat badan sebagai akibat terganggunya fungsi
pengunyahan. Premature loss berpotensi terhadap terjadinya maloklusi atau
crowding karena terdapat kecenderungan pergeseran gigi menuju daerah yang
kosong (ompong) ke arah anterior sehingga daerah spacing anterior dan leeway
0
50
100
150
200
Karies Radang Gusi Gigi Berjejal Lesi MukosaOral
Ada
Tidak ada
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 176
space berkurang atau hilang. Kehilangan dimensi vertikal dan kekurangan nutrisi
juga dikatakan dalam beberapa sumber literatur dan penelitian dapat menjadi faktor
pencetus kejadian lesi oral seperti angular cheilitis dan stomatitis.1
Hasil penelitian ini mengenai prevalensi gigi berjejal belum dapat
dibandingkan dengan hasil penelitian lain mengenai maloklusi oleh Singh S.P.,2 dkk
dan Ajayi E.O.,3 karena memiliki perbedaan dalam data yang diperoleh. Pada
penelitian ini hanya mendeteksi ada atau tidaknya gigi berjejal namun tidak
membedakan berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle, rahang atas atau bawah,
tidak menghitung overjet/overbite, serta tidak mencatat mengenai kondisi crossbite
anterior/posterior. Sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan
data prevalensi maloklusi pada anak – anak sekolah dasar dengan menggunakan
formulir pemeriksaan yang lebih lengkap.
Lesi oral yang ditemukan pada penelitian ini adalah rendah (7,42%),
dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Veira-Andrade, dkk (40,7%),4dan oleh
Unur M., dkk (22,57%)5 pada anak – anak usia sekolah. Perbedaan ini terjadi,
karena kemungkinan berhubungan dengan perbedaan karakteristik sosiodemografi
populasi, kriteria diagnosis dan tipe kondisi penelitian yang berbeda serta belum
adanya standar protokol penelitian untuk kondisi mukosa oral pada anak - anak.4
Terdapat 4 jenis lesi yang ditemukan pada penelitian ini yaitu ulkus (8 kasus),
plak pseudomembran (2 kasus), makula (2 kasus) dan nodul (1 kasus), sedangkan
diagnosis kerja yang ditegakkan adalah angular cheilitis (6 kasus), traumatik ulser
(1 kasus), stomatitis aphtosa rekuren (1 kasus), geografic tongue (1 kasus), coated
tongue (1 kasus), pigmentasi fisiologis (1 kasus), makula
eritematosa/unknowninflamation(1 kasus) dan traumatik fibroma (1 kasus).
Pada penelitian ini lesi jaringan lunak rongga mulut yang paling banyak
ditemukan adalah Angular cheilitis (gambar 3 dan 4). Angular cheilitis merupakan
peradangan pada sudut bibir dengan gambaran klinis dapat berupa fissure atau ulkus
disertai daerah peradangan kemerahan atau lapisan pseudomembran keratin
berwarna putih atau keratin yang mengelupas di sekitarnya. Keadaan ini disebabkan
antara lain karena kehilangan dimensi vertikal, bruksism,
defisiensi/ketidakseimbangan nutrisi, alergi, infeksi jamur dan bakteri, trauma fisik
mekanik dan lain – lain.6,7,8 Pada anak – anak hal ini sering ditemukan sehubungan
dengan nutrisi yang tidak sehat seimbang atau karena kebiasaan konsumsi jajanan di
sekolah yang kurang sehat, oral hygiene yang buruk serta hilangnya dimensi
vertikal karena banyaknya kerusakan parah/ kehilangan dini gigi posterior.4,-8
Gambar 3. Angular Cheilitis Disertai Infeksi Pada Nostril Hidung Kiri
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 177
Gambar 4. Angular Cheilitis
Lesi ulserasi lain yang ditemukan seperti traumatik ulser (gambar 5) dan
stomatitis aphtosa rekuren (SAR) juga diduga berhubungan dengan asupan nutrisi
serta kondisi daya tahan tubuh.4-9Ulserasi rongga mulut baik traumatik ulser dan
SAR dapat dicetuskan oleh faktor predisposisi seperti trauma (tergigit atau terbentur
atau terkena bagian gigi karies yang tajam). Cara membedakan antara traumatik
ulser dan SAR adalah melalui anamnesis lengkap, pada SAR pasien biasanya
mengatakan sariawan yang terjadi berulang hingga beberapa kali dalam setahun,
tidak selalu diawali dengan trauma, kadang muncul tiba tiba dan terdapat riwayat
penyakit yang sama di keluarganya, sedangkan pada traumatik ulser biasanya
dikatakan jarang terjadi dan selalu diawali dengan trauma. Ulserasi rongga mulut
yang diakibatkan oleh karies (lesi ulserasi atau fistula) dapat diperiksa dengan
menggunakan indeks pufa/PUFA (pulp involvement, ulseration, fistula and abcess)
untuk mengetahui keparahan kondisi oral karena karies yang tidak dirawat.8,9
Gambar 5.Traumatic Ulser
Kondisi coated tongue sering berhubungan dengan kurangnya kebersihan
rongga mulut.4 Kebersihan rongga mulutpada penelitian ini dinilai dengan melihat
terdapatnya plak/kalkulus/stain/peradangan gusi karena plak dan kalkulus.
Ditemukan 12,57% siswa memiliki kondisi kebersihan mulut yang buruk dan 1
kasus ditemukan coated tongue, sehingga sehubungan dengan kondisi coated
tongue yang ditemukan, maka diharapkan edukasi penyikatan gigi sehari – hari juga
disertai dengan membersihkan/menyikat lidah.
Geografic tongue adalah keadaan lidah yang biasanya asimtomatik atau
kadang – kadang sedikit sensitif dengan gambaran klinis berupa terdapatnya pulau -
pulau lesi atrofi (depapilasi) yang berpindah – pindah dikelilingi oleh daerah
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 178
hiperkeratinisasi atau plak pseudomembran putih dan sedikit meninggi (gambar 6).
Geografic tongue sering dihubungkan dengan infeksi jamur, alergi dan pada
beberapa kasus tidak diketahui penyebabnya, namun diduga berhubungan dengan
penyakit psoriasis. Keadaan ini dapat ditemukan pada berbagai usia termasuk anak
– anak.6-8
Gambar 6.Geografic Tongue
Lesi mukosa oral lain yang ditemukan adalah pigmentasi fisiologis dan
makula eritematosa/unknowninflamation. Keadaan ini tidak memerlukan
penanganan khusus, karena pada pigmentasi fisiologis berhubungan dengan ras atau
genetik sesuai warna kulit, serta pada kasus lesi makula
eritematosa/unknowninflamation pasien tidak mengeluhkan rasa sakit. Idealnya
untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana pada kasus makula
eritematosa/unknowninflamation tersebut diperlukan pemeriksaan klinis dan
observasi lebih lanjut.6-8
Kasus berikutnya yang ditemukan adalah Traumatik Fibroma (gambar 7),
yaitu hiperplasia jaringan ikat rongga mulut yang diakibatkan oleh trauma kronis.
Kondisi ini memerlukan perawatan khusus berupa bedah minor, sehingga pasien
disarankan untuk melanjutkan pengobatan ke ahli bedah mulut.6,8
Gambar 7.Traumatic Fibroma
Berdasarkan hasil yang ditemukan dalam penelitian ini, upaya yang dapat
dilakukan untuk menurunkan prevalensi karies pada masa yang akan datang adalah
dengan meningkatkan pengetahuan serta kesadaran melakukan sikat gigi disertai
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 179
dengan sikat lidah dengan cara yang benar dua kali sehari dan menggunakan pasta
gigi berfluoride, diperlukan suatu upaya peningkatan pengetahuan dan kesadaran
akan pentingnya merawat kebersihan serta kesehatan gigi dan mulut. Upaya ini
memerlukan kerjasama antara siswa, guru dan orang tua agar dapat dicapai hasil
yang optimal.1
Usaha kesehatan sekolah juga dapat diberdayakan dengan memberikan
pelatihan kepada dokter kecil sebagai kader kesehatan yang diharapkan dapat
memberikan contoh yang baik bagi teman sebayanya. Pelatihan ditujukan untuk
meningkatkan pengetahuan anak dan guru sekolah mengenai kebiasaan konsumsi
makanan yang sehat seimbang, cara pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sehari –
hari serta pentingnya pemeriksaan berkala mengenai kesehatan gigi dan mulut
bekerja sama dengan berbagai instansi terkait.
Peran dokter gigi adalah memberikan terapi pada kondisi yang memerlukan
tindakan medis kedokteran gigi seperti penambalan gigi, perawatan
endodontik/ortodontik, skeling dan pengobatan peradangan gusi serta penyakit
mulut lebih lanjut. Kelainan gigi dan mulut yang ditemukan pada pemeriksaan
berkala hendaknya dirawat dan diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
kondisi yang lebih parah dan berpotensi mengganggu kesehatan tubuh secara
keseluruhan.1-3,6-8
SIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan kondisi kesehatan gigi anak sekolah dasar
yang buruk karena angka prevalensi karies dan rata – rata indeks dmf/DMF yang
tinggi, jika tidak ditangani dengan baik maka diperkirakan dapat menjadi faktor
resiko terjadinya gigi berjejal. Selain itu kelainan gusi dan lesi mulut yang biasanya
berhubungan dengan status gizi dan kesehatan umum juga memerlukan perhatian.
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 180
DAFTAR PUSTAKA
1. Mc.Donald RE, Avery DR, Dean JA., 2009, Dentistry For The Child and
Adolescent 8th ed, Elsevier Inc: St.Louis Missouri, p: 35–49, 203–232, 238–
254, 415–417.
2. Singh SP, Kumar V, Narboo P, 2015, Prevalence of Malocclusion among
Children and Adolescents in Various School of Leh Region, Journal of
Orthodontics & Endodontics, Vol 1, No 2:15, p: 1-6.
3. Ajayi EO, 2008, Prevalence of Malocclusion among School Children in
Benin City, Nigeria, Journal of Biomedical Science/JMBR Vol 7, No 1 &2, p:
58–65.
4. Vieira-Andrade RG, Martins-Junior PA, Correa-Faria P, Stella PEM,
Marinho SA, Marques LS, et al, 2013, Oral Mucosal Conditions in Preschool
Children of Low Socioeconomic Status: Prevalence and Determinant Factors,
Eur J Pediatr, 172: 675-681.
5. Unur M, Bektas-Kayhan K, Altop MS, Boy-Metin Z, Keskin Y, 2015, The
Prevalence of Oral Mucosal Lesions in Children: A Single Center Study, J.
Istanbul Univ Fac Dent, 49 (3), p: 29-38.
6. Greenberg MS, Glick M, Ship JA, 2008, Burket’s Oral Medicine Diagnosis
and Treatment. 11th ed., Hamilton: BC Decker Inc., USA, p: 41-152.
7. Field A, Longman L, Tyldesley WR, 2003, Tyldesley’s Oral Medicine,
Oxford University Press: UK, p: 29-60.
8. Lewis MAO, Jordan RCK, 2011, A Colour Handbook Oral Medicine,
Manson Publishing: London UK, p: 22-25, 86,88,113,140,171.
9. Abdullah MJ, 2013, Prevalence of Reccurent Apthous Ulceration Experience
in Patients Attending Piramird Dental Speciality in Sulaimani City, J. Clin
Exp Dent, 5 (2), p: 89-94.
ii
PREVALENSI DISC DISPLACEMENT WITH REDUCTION DI
KLINIK PPDGS PROSTODONSIA RSGM UNIVERSITAS
PADJADJARAN TAHUN 2010-2015
Fauziah Kautsara, Taufik Sumarsongko, Deddy Firman
114-122
PEMBUATAN GIGI TIRUAN LENGKAP LINGGIR DATAR
DENGAN TEKNIK PENCETAKAN PIEZOGRAFI
Taufik Sumarsongko
123-134
GAMBARAN MULTILOKULER LUAS PADA SUATU KISTA
DENTIGEROUS
Sabella Trinolaurig, Irsan Kurniawan, Seto Adiantoro, Endang
Syamsudin
135-141
PENGUKURAN KINERJA RUMAH SAKIT DITINJAU DARI ASPEK
KEPUASAN MASYARAKAT
Andriani Harsanti
142-150
OSTEORADIONEKROSIS PADA MANDIBULA BILATERAL
PASKA RADIOTERAPI KARSINOMA NASOFARING
Arismunandar, Endang Syamsudin, Melita Sylvyana
151-160
DIRECT RETAINER UNGKITAN KELAS 1 DAN 2 GIGI TIRUAN
KERANGKA LOGAM BERUJUNG BEBAS RAHANG BAWAH
Lisda Damayanti, Kartissa Pangesti
161-171
STUDI PENDAHULUAN PREVALENSI KELAINAN GIGI DAN LESI
MULUT PADA ANAK SEKOLAH DASAR ALAM PELOPOR
BANDUNG
Indah Suasani Wahyuni, Wahyu Hidayat, Nanan Nuraeny, Prima
Andisetyanto, Yuliawati Zenab
172-180
ASPEK HUKUM PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED
CONSENT) DALAM PRAKTEK KEDOKTERAN GIGI
Anggra Yudha Ramadianto
181-189
BERBAGAI INDEKS PENILAIAN STATUS KESEHATAN RONGGA
MULUT
Fidya Meditia Putri
190-193
GAMBARAN PERILAKU PASIEN DALAM MERAWAT GIGI
TIRUAN LANDASAN AKRILIK DI RSGM UNPAD
Carla Inggrita, Deddy Firman, Taufik Sumarsongko
194-202
PENATALAKSANAAN KASUS DISC DISPLACEMENT WITH
REDUCTION SENDI TEMPOROMANDIBULA DENGAN
INTERMITTEN LOCKING
Silvani Sona, Rasmi Rikmasari
203-211
PENGARUH SIWAK TERHADAP KESEHATAN RONGGA MULUT
Hamdatun Rakhmania, Agam Ferry, Riani Setiadhi
212-219