Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROSES PENCAPAIAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA
ATLET DISABILITAS DAKSA BUKAN BAWAAN LAHIR
(Studi Kasus pada Atlet Disabilitas Daksa Bukan Bawaan Lahir
di National Paralympic Committee (NPC) Provinsi DKI Jakarta)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S. Sos)
Oleh:
Karimah Marwaziah
NIM. 11150541000055
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/ 2020 M
i
ABSTRAK
Karimah Marwaziah (11150541000055), Proses Pencapaian
Kebermaknaan Hidup pada Atlet Disabilitas Daksa Bukan
Bawaan Lahir (Studi Kasus pada Atlet Disabilitas Daksa
Bukan Bawaan Lahir di National Paralympic Committee (NPC)
Provinsi DKI Jakarta), 2020.
Setiap individu memiliki proses perjalanan kehidupannya
masing-masing. Ada individu yang memiliki fisik sempurna saat
lahir, akan tetapi dalam perjalanan hidupnya mengalami musibah
yang mengakibatkannya menjadi penyandang disabilitas bukan
bawaan lahir. Dari musibah itu juga menyebabkan individu dalam
penghayatan tak bermakna. Untuk menerima kembali kondisi
barunya dan mencapai kehidupan bermakna memerlukan proses
tahapan yang cukup panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
proses pencapaian kebermaknaan hidup yang dilalui oleh atlet
disabilitas daksa bukan bawaan lahir di National Paralympic
Committee (NPC) DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif jenis studi kasus. Studi kasus ini mencoba
mengungkapkan secara lengkap biografi subjek sesuai dengan
tahapan dan proses kehidupannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pencapaian
kebermaknaan hidup pada ketiga informan melalui lima tahap.
Tahap pertama dimulai dari tahap derita. Dari tahap ini timbul
penghayatan-penghayatan tanpa makna. Kemudian, dari tahap
tersebut ketiga informan memasuki tahap kedua yakni penerimaan
diri. Pada tahap ini ketiga informan dapat menerima kondisinya
yang didapatkan dari berbagai faktor. Beriringan dengan tahap ini,
ketiga informan berhasil melalui tahap ketiga yaitu penemuan
makna hidup dan penentuan tujuan hidupnya. Selanjutnya, ketiga
informan memasuki tahap keempat yakni merealisasikan makna
dan tujuan hidupnya. Dan setelah keempat tahapan itu berhasil
dilalui, ketiga informan berada pada tahap terakhir yaitu
kebermaknaan hidup. Ketiga informan dapat mengambil hikmah
dan mensyukuri kondisinya sebagai penyandang disabilitas daksa
bukan bawaan lahir.
Kata Kunci : Kebermaknaan Hidup, Atlet Disabilitas Daksa
Bukan Bawaan Lahir
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil ‘Alamin,
sebagai bentuk rasa syukur peneliti kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan
salam tak lupa peneliti hanturkan kepada baginda kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya
yang telah menuntun kita menuju zaman yang penuh dengan ilmu
ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini
masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi pembahasan maupun
teknik penulisan. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan
skripsi ini, maka peneliti memohon maaf yang sebesar-besanya.
Peneliti juga akan menerima segala bentuk kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak agar menjadi pembelajaran untuk
peneliti supaya dapat memperbaiki dan menghasilkan suatu karya
ilmiah yang lebih baik lagi.
Dalam penyusunan skripsi ini tentunya tidak luput dari
bantuan, bimbingan, dan motivasi yang peneliti dapatkan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkan peneliti dengan segala
kerendahan hati dan tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Suparto, M.Ed., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, BSW, MSW
sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Dr.
Sihabuddin Noor, MA sebagai Wakil Dekan Bidang
iii
Administrasi Umum. Bapak Drs. Cecep Sastrawijaya, MA
sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, sebagai Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu
Hj. Nunung Khoiriyah, MA, selaku Sekretaris Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.Ag, sebagai dosen
pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan positif kepada peneliti sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Para Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang menjadi
penguji dalam ujian sidang munaqasah atau skripsi peneliti
yaitu Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, BSW, MSW selaku
ketua sidang. Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA, selaku
sekretaris sidang. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku
dosen penguji I dan Ibu Nadya Kharima, M.Kessos selaku
dosen penguji II yang telah memberikan masukan-masukan
positif kepada peneliti guna perbaikan dalam skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah
memberikan wawasan dan keilmuan serta membimbing
peneliti selama menjalankan perkuliahan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
dan Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan
wawasan dan keilmuan serta membimbing peneliti selama
menjalankan perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
7. Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terima
kasih karena telah membantu dalam memberikan informasi
akan referensi buku, jurnal, maupun skripsi yang berkaitan
dengan penelitian sebelumnya.
8. Teruntuk my first support system yaitu kedua orang tuaku
tercinta, Ayah Hambali Munir dan Umi Nikmah yang
senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil,
kasih sayang, dan cintanya yang begitu besar kepada peneliti
serta selalu membimbing, menguatkan dan mendoakan
perjalanan kehidupan peneliti sehingga doanya dapat
mengantarkan peneliti bisa berada di titik ini.
9. Untuk adikku yaitu Muhammad Naufal dan sepupuku
sekaligus sahabat dan pendengar setia peneliti dalam berbagi
keluh kesah yaitu Nurul Azizah. Terima kasih telah
memberikan canda dan tawanya untuk sekadar melepas penat
dalam penyusunan skripsi dan selalu memberikan dukungan
dan doa, sehingga peneliti dapat menyelesaikan kewajiban ini.
10. Bapak Welly Ferdinandus sebagai Ketua NPC DKI Jakarta
dan Bapak Benedict Lamere selaku Sekretaris NPC DKI
Jakarta serta jajarannya yang sudah memberikan izin dan
membantu peneliti selama proses penyusunan skripsi ini
sehingga peneliti mampu menyelesaikannya dengan baik.
11. Bapak Donald Santoso sebagai Founder dari Jakarta Swift
Wheelchair Basketball yang kisah perjalanan kehidupannya
sangat menginspirasi peneliti dan Bapak Salim Nurjadin
v
sebagai pelatih yang sudah membantu dari proses awal sampai
akhir penelitian ini.
12. Para informan dan teman-teman atlet Jakarta Swift
Wheelchair Basketball yang sudah memberikan kesempatan
kepada peneliti untuk mengenal tentang Wheelchair
Basketball.
13. Sahabat seperjuanganku selama masa perkuliahan yaitu
Lailatun Najah, Alvionita Rizqi Aulia, Elyya Nindiyani, Gita
Abyanti Sanjaya, Indah Choirunnisa, dan Tiara Izmi Nabilla.
Terima kasih sudah saling berbagi dan menguatkan, baik
ketika di kala senang maupun sedih dalam berjuang meraih
gelar sarjana strata I.
14. Sahabat-sahabatku yaitu Afifah Thahira, Mariatul Khiftiyah,
Farhatul Jannah, Tamara Aulia Ramadhini, Rizka Hidayanti,
dan Dhea Rizki Amalia. Terima kasih sudah tetap saling
mendukung dan mendoakan satu sama lain sehingga peneliti
dapat menuntaskan skripsi ini.
15. Sahabat-sahabatku sejak duduk di bangku SMA yaitu Pawit
Fuji Lestari, Ghina Nadhifah, Fakhriah Hasna, Kartika Dwi
Rachmawati, Farida Gusti Anggaraeni, dan Shofiyah
Salsabila. Terima kasih sudah tetap saling memberikan energi
positif dan mendoakan satu sama lain sehingga kita dapat
menyelesaikan studi kita masing-masing.
16. Teman-teman seperjuangan Kesejahteraan Sosial 2015 yang
telah menemani selama menjalankan perkuliahan dan HMJ
Kesejahteraan Sosial yang sudah memberikan kesempatan
vi
kepada peneliti untuk belajar dan berproses dalam
berorganisasi.
17. Untuk diri saya sendiri. Terima kasih sudah bertahan dan
berjuang sejauh ini. Perjalanan baru yang tidak kalah menarik
dari perkuliahan ini akan segera dimulai. Pertahankan
semangat dan juang untuk meraih cita-cita serta muhasabah
diri agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
18. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan, baik moril maupun materil sehingga peneliti
mampu menyelesaikan skripsi ini.
Demikianlah skripsi ini peneliti persembahkan, besar
harapan peneliti jika skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak khususnya bagi peneliti sendiri dan pembaca umum lainnya.
Jakarta, 10 Maret 2020
Karimah Marwaziah
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN .................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Batasan Masalah ................................................................ 10
C. Rumusan Masalah .............................................................. 11
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 11
1. Tujuan Penelitian .......................................................... 11
2. Manfaat Penelitian ........................................................ 11
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ................................................ 13
F. Metode Penelitian .............................................................. 16
1. Pendekatan Penelitian ................................................... 16
2. Jenis Penelitian.............................................................. 17
3. Sumber Data.................................................................. 18
4. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................... 19
5. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 20
6. Teknik Pemilihan Informan .......................................... 22
7. Teknik Analisis Data..................................................... 23
8. Teknik Keabsahan Data ................................................ 24
viii
G. Sistematika Penulisan ........................................................ 24
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................... 28
A. Landasan Teori .................................................................. 28
1. Kebermaknaan Hidup ................................................... 28
a. Pengertian Kebermaknaan Hidup ............................. 28
b. Aspek Kebermaknaan Hidup .................................... 31
c. Komponen-komponen Kebermaknaan Hidup .......... 33
d. Karakteristik Kebermaknaan Hidup ........................ 34
e. Sumber-sumber Kebermaknaan Hidup .................... 36
f. Panca Cara Temuan Makna ...................................... 39
g. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup ................ 41
2. Atlet............................................................................... 44
a. Pengertian Atlet ........................................................ 44
3. Disabilitas Daksa .......................................................... 45
a. Pengertian Disabilitas Daksa .................................... 45
b. Klasifikasi Disabilitas Daksa ................................... 48
c. Faktor Penyebab Disabilitas Daksa .......................... 52
4. Atlet Disabilitas Daksa ................................................. 54
5. Penyandang Disabilitas Fisik dalam Perspektif
Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work) ....... 60
a. Cara Memandang Anak Penyandang Disabilitas
Fisik............................................................................... 60
b. Cara Anak-anak yang Mengalami Disabilitas Fisik
Memandang Dirinya .................................................... 62
B. Kerangka Berpikir ............................................................. 64
ix
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA .......................... 65
A. Profil National Paralympic Committee Indonesia (NPCI)
Provinsi DKI Jakarta.......................................................... 65
1. Deskripsi Umum NPCI Provinsi DKI Jakarta .............. 65
2. Sejarah Berdirinya ........................................................ 66
3. Visi dan Misi ................................................................. 69
4. Tujuan dan Fungsi......................................................... 70
B. Struktur Organisasi National Paralympic Committee
Indonesia (NPCI) Provinsi DKI Jakarta ............................ 71
1. Struktur Organisasi Lembaga ....................................... 71
2. Tugas dan Kewajiban Pengurus Provinsi (Pengprov) .. 75
C. Disabilitas yang Dibina...................................................... 76
D. Ajang Pertandingan ........................................................... 78
E. Cabang Olahraga Paralimpik ............................................. 80
F. Alur Prosedur dalam Penerimaan Calon Atlet................... 83
G. Program Latihan ................................................................ 85
H. Sarana dan Prasarana ......................................................... 86
I. Jakarta Swift Wheelchair Basketball .................................. 89
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .................... 92
A. Profil Informan .................................................................. 92
1. Informan Utama ............................................................ 92
2. Informan Pendukung ..................................................... 96
B. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup ......................... 98
1. Kisah Informan Pertama (Subjek EJ) ........................... 98
2. Kisah Informan Kedua (Subjek HS) ........................... 113
3. Kisah Informan Ketiga (Subjek DVO) ....................... 134
x
C. Pandangan Penyandang Disabilitas Fisik dalam Perspektif
Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work) .......... 152
1. Cara Memandang Penyandang Disabilitas Fisik ........ 153
2. Cara Penyandang Disabilitas Fisik Memandang
Dirinya ........................................................................ 159
BAB V PEMBAHASAN ......................................................... 169
A. Pembahasan Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup .. 170
1. Tahap Derita (Peristiwa Tragis, Penghayatan Tanpa
Makna) ........................................................................ 170
2. Tahap Penerimaan Diri (Pemahaman Diri) ................. 177
3. Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan Makna dan
Penentuan Tujuan Hidup) ........................................... 181
4. Tahap Realisasi Makna (Keikatan Diri, Kegiatan
Terarah, dan Pemenuhan Makna Hidup) .................... 188
5. Tahap Kehidupan Bermakna (Penghayatan Bermakna
dan Kebahagiaan)........................................................ 196
B. Pembahasan Pandangan Penyandang Disabilitas dalam
Perspektif Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social
Work) ............................................................................... 198
1. Cara Memandang Penyandang Disabilitas Fisik ........ 198
2. Cara Penyandang Disabilitas Fisik Memandang
Dirinya ........................................................................ 201
BAB VI PENUTUP ................................................................. 206
A. Simpulan .......................................................................... 206
B. Implikasi .......................................................................... 207
C. Saran ................................................................................ 208
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 210
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Teknik Pemilihan Informan ...................................... 23
Tabel 1.2 Sistematika Penulisan ............................................... 25
Tabel 3.1 Visi dan Misi NPC Indonesia .................................... 69
Tabel 3.2 Tujuan NPC Indonesia .............................................. 70
Tabel 3.3 Fungsi NPC Indonesia .............................................. 71
Tabel 3.4 Struktur Organisasi Lembaga .................................... 72
Tabel 3.5 Visi dan Misi Jakarta Swift Wheelchair Basketball ... 90
Tabel 4.1 Profil Informan Utama 1 ........................................... 93
Tabel 4.2 Profil Informan Utama 2 ........................................... 94
Tabel 4.3 Profil Informan Utama 3 ........................................... 95
Tabel 4.4 Profil Informan Pendukung 1 .................................... 96
Tabl 4.5 Profil Informan Pendukung 2 ...................................... 97
Tabel 5.1 Identifikasi Gagasan Peristiwa Tragis ..................... 170
Tabel 5.2 Identifikasi Gagasan Penghayatan Tanpa Makna ... 172
Tabel 5.3 Identifikasi Gagasan Pemahaman Diri .................... 177
Tabel 5.4 Identifikasi Gagasan Penemuan Makna dan Tujuan
Hidup ........................................................................................ 182
Tabel 5.5 Identifikasi Gagasan Pengubahan Sikap ................. 185
Tabel 5.6 Identifikasi Gagasan Keikatan Diri ......................... 188
Tabel 5.7 Identifikasi Gagasan Kegiatan Terarah dan Pemenuhan
Makna Hidup ............................................................................ 190
Tabel 5.8 Identifikasi Gagasan Kehidupan Bermakna ............ 196
xii
Tabel 5.9 Identifikasi Gagasan Cara Memandang Penyandang
Disabilitas Fisik ........................................................................ 198
Tabel 5.10 Identifikasi Gagasan Cara Penyandang Disabilitas Fisik
Memandang Dirinya ................................................................. 201
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Jumlah Penyandang Disabilitas di Jakarta ............... 3
Gambar 4.1 Foto Peneliti Bersama Informan Pertama dan Pelatih
Jakarta Swift Wheelchair Basketball ......................................... 93
Gambar 4.2 Foto Peneliti Bersama Informan Kedua ................. 94
Gambar 4.3 Foto Peneliti Bersama Informan Ketiga ................. 95
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ........................ 64
Bagan 3.1 Struktur Organisasi NPCI Provinsi DKI Jakarta ...... 73
Bagan 3.2 Struktur Dewan Pertimbangan NPCI Provinsi
DKI Jakarta ................................................................................ 74
Bagan 3.3 Alur Prosedur dalam Penerimaan Calon Atlet .......... 83
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pengajuan Proposal Skripsi
Lampiran 2 Pernyataan Lulus Ujian Seminar Proposal Skripsi
Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Skripsi di NPC DKI Jakarta
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian (Wawancara) di Sasana Bina
Daksa
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Wawancara
Lampiran 7 Pedoman Wawancara
Lampiran 8 Pedoman Observasi
Lampiran 9 Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan
Lampiran 10 Contoh Formulir Biodata Calon Atlet
Lampiran 11 Transkrip Hasil Wawancara
Lampiran 12 Hasil Observasi
Lampiran 13 Hasil Kegiatan Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT telah menciptakan manusia dan memberikan
karunia-Nya kepada setiap manusia dengan adil. Setiap individu
diberikan kelebihan dan kekurangan serta memiliki jalan
kehidupannya masing-masing. Ada individu yang dilahirkan
dengan fisik sempurna dan ada juga yang dilahirkan dengan
memiliki keterbatasan seperti anggota tubuhnya yang tidak
lengkap. Kemudian, ada juga yang memiliki fisik sempurna saat
lahir, akan tetapi dalam perjalanan hidupnya ia mengalami
musibah yang mengakibatkan ia harus kehilangan salah satu
anggota tubuh ataupun daya pikirnya. Hal itu menjadikannya
sebagai seorang penyandang disabilitas bukan bawaan lahir.
Menurut Ismail (2012, 206) bahwa Allah SWT
menciptakan manusia yang terbagi menjadi dua proses yaitu yang
sempurna kejadiannya dan tidak sempurna kejadiannya. Hal itu
terkandung dalam Alquran Surah Al-Hajj ayat 5. Penggalan ayat
yang menyatakan hal tersebut sebagai berikut:
Artinya: “Yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna
kejadiannya”. (QS. Al-Hajj [22] : 5)
Penggalan ayat tersebut menyatakan bahwa ada manusia
yang dilahirkan dalam keadaan sempurna dan tidak sempurna
kejadiannya. Manusia yang lahir dengan keadaan tidak sempurna
2
dalam kejadiannya itu mengalami disabilitas fisik sejak lahir yang
disebut dengan disabilitas bawaan. Hal yang terjadi itu merupakan
sunatullah, hukum alam ciptaan Allah. Hanya Allah SWT Yang
Maha Sempurna, sedangkan para makhluk-Nya sudah ditetapkan
masing-masing dalam proses penciptaannya, baik yang
kejadiannya sempurna atau tidak sempurna (Ismail 2012, 206).
Pengertian penyandang disabilitas yang terdapat dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa:
“Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan
dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi
secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak”.
Adapun jumlah penyandang disabilitas di Jakarta
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta
pada tahun 2015 tercatat sebanyak 6.003 jiwa. Jakarta Selatan
menjadi daerah dengan penyandang disabilitas terbanyak yakni
berjumlah 2.290 jiwa, disusul oleh Jakarta Barat 1.155 jiwa.
Kepulauan Seribu menjadi wilayah yang paling sedikit dengan
jumlah 69 penyandang disabilitas. Pendataan terhadap kaum
disabilitas dibatasi dari usia 10 tahun ke atas, karena pada usia
tersebut masyarakat dinilai sudah dapat mengidentifikasi dirinya
sendiri (Databoks 2017).
3
Gambar 1.1 Jumlah Penyandang Disabilitas di Jakarta
(Sumber: Databoks, 2017)
Penggunaan kata penyandang disabilitas ini dimaksudkan
sebagai ungkapan yang lebih halus dan salah satu upaya untuk
mengembalikan pandangan, pemahaman, dan persepsi masyarakat
terhadap kaum disabilitas. Selain itu, diharapkan agar masyarakat
lebih menghargai bahwa kaum disabilitas juga sama seperti
manusia pada umumnya. Meskipun mereka mempunyai kondisi
fisik yang berbeda, namun mereka tetap mampu menjalankan
kegiatan dengan cara dan pencapaian yang berbeda (Nasirin 2010,
2).
Menurut pendapat Nasirin (2010, 6) hambatan-hambatan
yang mungkin dapat dirasakan dan terjadi terhadap kaum
disabilitas tidak hanya terjadi dari segi jasmani saja, tetapi juga
dapat memengaruhi pula dari segi sosial, ekonomi, dan mental
psikologis di kehidupannya. Masih terdapat masyarakat yang
menganggap bahwa penyandang disabilitas merupakan hukuman
4
atas dosa melanggar norma dan adat serta menganggapnya sebagai
aib dalam keluarga sehingga terkadang mengucilkannya.
Di samping hambatan-hambatan dan dampak negatif yang
mungkin terjadi, seorang penyandang disabilitas juga dapat
memberikan dampak positif dan membawa kebahagian bagi
dirinya sendiri. Salah satunya seperti kisah seorang atlet
penyandang disabilitas cabang renang yaitu Jendi Pangabean. Ia
adalah seorang penyandang disabilitas tunadaksa bukan bawaan
dari lahir. Jendi dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan normal.
Kemudian, dalam perjalanan hidupnya hingga pada saat ia
beranjak usia 12 tahun, ia mengalami kecelakaan motor bersama
temannya. Peristiwa tersebut menyebabkan ia harus mengalami
amputasi dari pangkal paha kaki kirinya (Fernandy 2018).
Pada saat SMA, ia diperkenalkan olahraga penyandang
disabilitas yaitu renang. Selama bertahun-tahun ia berlatih renang,
akhirnya ia meraih prestasi perdananya di tingkat nasional dalam
ajang Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XIV Riau tahun
2012. Dari prestasinya tersebut mengantarkan dirinya masuk ke
pelatihan nasional (pelatnas) hingga sampai saat ini, banyak
prestasi yang sudah berhasil diraihnya, baik dalam ajang nasional
maupun internasional seperti ASEAN Para Games tahun 2015 di
Singapore, ASEAN Para Games tahun 2017 di Malaysia, dan
Asian Para Games tahun 2018 di Jakarta (Diah 2018).
Hikmah yang dapat dipetik berdasarkan cerita Jendi
Pangabean di atas yaitu bahwa menjadi seorang penyandang
disabilitas bukan menjadikannya sebagai alasan tidak dapat
melakukan aktivitas dan menghambat kegiatan di kehidupannya.
5
Melainkan, hal itu dijadikannya sebagai rasa syukur dan motivasi
terhadap diri sendiri dalam mengembangkan kemampuan unik
miliknya yang dilakukan dengan cara berbeda sehingga bisa
meraih prestasi-prestasi yang mengagumkan. Selain itu, juga dapat
dijadikan motivasi untuk masyarakat luas terutama teman-teman
penyandang disabilitas lainnya guna meraih cita-cita.
Penyandang disabilitas termasuk bagian dari masyarakat
yang juga memiliki hak asasi sebagai seorang manusia. Pemerintah
Indonesia telah membentuk berbagai peraturan perundang-
undangan yang mengatur perlindungan terhadap kaum disabilitas.
Hal itu merupakan upaya dalam melindungi, menghormati,
memajukan, dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas
(Novianti 2013, 4). Salah satu perundang-undangan itu adalah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas.
UU RI No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
tersebut juga sudah mengatur dan melindungi hak para
penyandang disabilitas yang ingin berkarier sebagai atlet
sebagaimana yang tertuang dalam pasal 15 tentang Hak
Keolahragaan untuk Penyandang Disabilitas yakni meliputi hak:
a. melakukan kegiatan keolahragaan;
b. mendapatkan penghargaan yang sama dalam kegiatan
keolahragaan;
c. memperoleh pelayanan dalam kegiatan keolahragaan;
d. memperoleh sarana dan prasarana keolahragaan yang mudah
diakses;
e. memilih dan mengikuti jenis atau cabang olahraga;
6
f. memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan,
dan pengembangan dalam keolahragaan;
g. menjadi pelaku keolahragaan;
h. mengembangkan industri keolahragaan; dan
i. meningkatkan prestasi dan mengikuti kejuaraan di semua
tingkatan.
Berdasarkan hak tersebut, maka para penyandang
disabilitas yang bercita-cita sebagai atlet dapat mewujudkannya
tanpa merasa takut akan didiskriminasi. Mereka dapat
mengembangkan potensi dan bakat yang dimilikinya, agar
nantinya dapat berkompetisi dengan teman-teman penyandang
disabilitas lain dalam ajang keolahragaan yang akan
diselenggarakan, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Dari hal itu, para penyandang disabilitas pun juga dapat
memberikan dampak positif dan menjadi inspirasi bagi orang lain.
Di balik keberhasilan yang sudah diraihnya, tidak menutup
kemungkinan bahwa para penyandang disabilitas telah berjuang
dari masa-masa sulitnya sehingga ia bisa bangkit dan mencapai
tujuan hidupnya. Bastaman (1996, 5) telah memberikan dua contoh
peristiwa tragis yang terjadi dari cerita Jendi di atas yaitu
mengalami kecelakaan dan menderita cacat. Peristiwa tragis
ataupun tak terelakkan itu baik yang bersumber dari dalam diri
sendiri maupun yang berasal dari lingkungan dapat menimbulkan
perasaan-perasaan kecewa, sedih, cemas, marah, rendah diri, putus
asa, hampa, dan tak bermakna, serta penghayatan-penghayatan tak
menyenangkan lainnya.
7
Akan tetapi, Bastaman (1996, 6) juga menambahkan bahwa
di sisi lain banyak juga individu yang telah berhasil melewati
masa-masa sulitnya dan juga mengatasi perasaan-perasaan tak
menyenangkan tersebut. Mereka mampu mengubah kondisi
penghayatan dirinya dari penghayatan tak bermakna (meaningless)
menjadi bermakna (meaningful). Bahkan tak sedikit di antara
mereka yang sudah berhasil mencapai prestasi tinggi dengan
gemilang dan mampu menemukan hikmah dari penderitaannya
(meaning in suffering).
Berdasarkan hal itu, Allah SWT memberikan cobaan
kepada umat-Nya sesuai dengan kemampuannya dan tidak
melebihi dari batas kemampuan umat-Nya tersebut. Hal itu yang
menjadikan individu dapat mengatasi permasalahannya dan
mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi padanya.
Sebagaimana yang terdapat dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat
286 sebagai berikut:
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya”. (QS. Al-Baqarah [2] : 286)
Dalam ayat 286 itu menegaskan bahwa “Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya”. Meskipun beban yang dimaksud dalam ayat ini
bukanlah beban duniawi. Namun, harus diakui bahwa segala
penderitaan, kesulitan, dan ketidakadilan yang terjadi di sekitar
kita dapat merusak martabat manusia dan membuat banyak orang
menderita. Karena itu kita patut memanjatkan doa agar dibebaskan
8
dari kemalangan seperti itu. Dan sebagai kaum mukmin, kita wajib
bangkit dan mencoba melakukan sesuatu, berusaha secara
berkesinambungan untuk menjaga kemanusiaan, serta untuk
menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh manusia dan alam
semesta (Am, Hilmi, dan Wahono 2014, 364).
Makna hidup itu sendiri menurut Bastaman (1996, 14)
merupakan sesuatu yang dianggap penting, benar, didambakan,
dan memberikan nilai khusus bagi seseorang yang telah berhasil
menemukan makna hidup di kehidupannya. Nilai khusus tersebut
tentunya akan berbeda pada setiap manusia yang merasakannya,
karena pada saat pencarian makna hidup pasti setiap manusia
memiliki cara dan prosesnya sendiri. Jika ia sudah berhasil
menemukan dan memenuhi makna hidupnya, maka ia akan
menganggap bahwa makna hidup itu sangat berarti dan juga
berharga untuk dimiliki oleh semua manusia. Bahkan pada
akhirnya seiring proses pencapaian keberhasilan penghayatan
hidup yang bermakna (the meaningful life), maka penghayatan
bahagia (happiness) akan mengikuti dan masuk ke dalam
kehidupannya sebagai hasil sampingan dari usahanya tersebut.
Menurut Yalom (dalam Bastaman 1996, 14) dalam
menemukan makna hidup berarti juga mengandung tujuan hidup
di dalamnya, yaitu hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Hal
tersebut dimaksudkan bahwa seseorang yang akan mencari makna
hidup di kehidupannya berarti ia telah menyusun hal-hal yang
menjadi tujuan hidupnya untuk mencapai dan memenuhi makna
hidup yang nantinya akan didapatkan. Walaupun nantinya menurut
Bastaman (2007, 56) pada saat proses pencarian makna tersebut
9
tidaklah mudah, tetapi makna hidup ini benar-benar nyata adanya
di dalam kehidupan. Hal itu kemungkinan lebih sering terjadi
dalam bentuk tersirat dan tersembunyi di dalamnya.
Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan di atas, salah
satu hal yang melatarbelakangi dan membuat peneliti tertarik
untuk mengambil judul skripsi “Proses Pencapaian
Kebermaknaan Hidup Pada Atlet Disabilitas Daksa Bukan
Bawaan Lahir di National Paralympic Committee (NPC)
Provinsi DKI Jakarta”, karena sebelumnya peneliti menjadi salah
satu bagian dari panitia pada ajang Asian Para Games tahun 2018
di Jakarta, tepatnya dalam cabang olahraga Blind Judo. Pada saat
itu, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui latar belakang
kehidupan para atlet penyandang disabilitas khususnya disabilitas
daksa (sesuai dengan fokus peneliti), sehingga mereka dapat
menjadi atlet yang bisa mengharumkan nama bangsa. Sesuai
dengan tagline yang diberikan kepada para atlet penyandang
disabilitas yaitu “Para Inspirasi” benar-benar telah memberikan
inspirasi kepada banyak orang termasuk peneliti.
Peneliti sangat terinspirasi oleh mereka, karena berkat kerja
keras dan kegigihannya, mereka dapat menjadi bagian dari sejarah
yang akan dikenang oleh masyarakat Indonesia dengan
kemenangan yang diperolehnya. Para atlet nasional penyandang
disabilitas tersebut telah menjadikan Indonesia berada dalam
posisi ke-5 pada Asian Para Games 2018 lalu dengan total
perolehan 135 medali.
Selain itu, peneliti juga tertarik untuk mengetahui dan
menggali lebih dalam terkait proses kehidupannya termasuk cara
10
mereka menerima diri mereka yang bisa dibilang berbeda dari
orang pada umumnya. Kemudian, proses mereka bangkit dari
masa-masa sulitnya, proses pencarian dan penemuan makna hidup
hingga berhasil mencapai tujuan hidup dan kebahagiaan bagi
mereka sendiri. Tak terkecuali orang-orang di balik kesuksesannya
itu yang telah memberikan dukungan dan selalu berada di sisinya
sampai akhirnya mereka dapat menjadi atlet penyandang
disabilitas yang sukses dan hebat.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian dan agar
pembahasan terarah serta tidak menyimpang dari pokok bahasan
yang telah ditetapkan, maka peneliti membatasi ruang lingkup
masalah pada penelitian sebagai berikut:
1) Peneliti membatasi masalah, yaitu pada proses pencapaian
kebermaknaan hidup pada atlet disabilitas daksa bukan
bawaan lahir dan perilaku dari atlet tersebut meliputi
hubungan personal, kehidupan keluarga, prestasi, sikap,
dan hal keagamaan yang dianutnya. Selain itu, pandangan
penyandang disabilitas fisik dalam perspektif
Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work).
2) Sehubungan dengan subyektifitas dan studi kasus, maka
peneliti melakukan penelitian terhadap atlet disabilitas
daksa bukan bawaan lahir yang tergabung di National
Paralympic Committee (NPC) Provinsi DKI Jakarta dan
berjumlah tiga orang.
11
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas,
maka rumusan masalah penelitian ini adalah:
1) Bagaimana proses tahapan pencapaian kebermaknaan
hidup pada atlet disabilitas daksa bukan bawaan lahir?
2) Bagaimana pandangan penyandang disabilitas fisik dalam
perspektif Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social
Work)?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan menggali proses penemuan makna hidup dan keberhasilan
pencapaian kehidupan yang bermakna pada atlet disabilitas daksa
bukan bawaan lahir. Sedangkan, secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan proses
tahapan-tahapan yang telah dilalui dalam menemukan makna
hidup pada atlet disabilitas daksa bukan bawaan lahir tesebut
sehingga berhasil mencapai kehidupan yang bermakna. Dan juga
pandangan penyandang disabilitas fisik dalam perspektif
Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work).
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
12
1) Secara Akademik:
a) Sebagai sarana bagi peneliti untuk meningkatkan
kemampuan dalam melakukan penelitian dan penulisan
karya ilmiah.
b) Memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan baru
bagi seluruh mahasiswa/mahasiswi Jurusan Kesejahteraan
Sosial yang tertarik terhadap permasalahan penyandang
disabilitas khususnya terkait dengan para atlet penyandang
disabilitas daksa bukan bawaan lahir. Selain itu, sebagai
tambahan bacaan untuk mengetahui lebih dalam proses
tahapan pencapaian kebermaknaan hidup khususnya pada
atlet disabilitas daksa bukan bawaan lahir. Dan pandangan
penyandang disabilitas fisik berdasarkan perspektif
Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work).
c) Memberikan masukan untuk penelitian-penelitian lebih
lanjut, khususnya penelitian yang berkaitan dengan proses
tahapan pencapaian kebermaknaan hidup pada atlet
penyandang disabilitas. Dan juga pandangan penyandang
disabilitas fisik berdasarkan perspektif Kesejahteraan
Sosial Islam (Islamic Social Work).
2) Secara Praktis:
a) Untuk menambah sumbangan pengetahuan mengenai
proses tahapan pencapaian kebermaknaan hidup pada atlet
penyandang disabilitas khususnya disabilitas daksa bukan
bawaan lahir. Dan pandangan penyandang disabilitas fisik
berdasarkan perspektif Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic
Social Work).
13
b) Untuk menambah wawasan bagi para pembaca umumnya
dan masyarakat yang ingin mengetahui dan memahami
terkait proses tahapan pencapaian kebermaknaan hidup
pada atlet penyandang disabilitas khususnya disabilitas
daksa bukan bawaan lahir. Dan pandangan penyandang
disabilitas fisik berdasarkan perspektif Kesejahteraan
Sosial Islam (Islamic Social Work).
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Setelah peneliti melakukan studi kepustakaan, terdapat
beberapa skripsi dan jurnal yang berhubungan dengan
kebermaknaan hidup baik pada para penyandang disabilitas
ataupun terhadap yang lainnya. Akan tetapi, setelah peneliti
membaca beberapa skripsi dan jurnal tersebut terdapat perbedaan
yang sangat signifikan, sehingga dalam penelitian skripsi ini
nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiarisi. Oleh karena itu,
peneliti akan menjabarkan beberapa skripsi dan jurnal tersebut di
antaranya adalah:
1. Judul Skripsi: “Kebermaknaan Hidup Penyandang disabilitas
(Studi Kasus terhadap Penyandang disabilitas Amputasi
Kaki)”
Nama: Nasirin
Jurusan: Bimbingan dan Konseling Islam
Fakultas: Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta
Pada penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan
kedifabelan dengan kebermaknaan hidup (Nasirin 2010).
14
Persamaan fokus penelitiannya terdapat dalam pembahasan yaitu
menggali proses pencapaian kebermaknaan hidup pada
penyandang disabilitas. Sedangkan perbedaannya terletak pada
jumlah dan subjek yang menjadi informan. Peneliti melakukan
penelitian pada tiga orang disabilitas daksa yang berkarier sebagai
atlet dan perjalanan kehidupannya sampai akhirnya menjadi
seorang atlet. Peneliti mengambil tiga informan atlet disabilitas
daksa dari latar belakang kehidupan yang berbeda yaitu yang
pertama dan kedua merupakan atlet disabilitas daksa karena infeksi
virus polio sejak usia 10 bulan dan 5 tahun serta yang ketiga karena
faktor kecelakaan motor. Adapun subjek informan Nasirin yaitu
seorang penyandang disabilitas bukan bawaan dari lahir, tetapi
karena kecelakaan yang menyebabkan ia harus diamputasi dan
kehilangan kakinya.
2. Judul Skripsi: “Kebermaknaan Hidup Penyandang Disabilitas
Fisik yang Berwirausaha (Penelitian Fenomenologi pada Tiga
Orang Penyandang Disabilitas Fisik yang Berwirausaha di
Kota Bandung)”
Nama: Dewi Novianti
Jurusan: Psikologi
Fakultas: Fakultas Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna hidup
pada penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha (Novianti
2013). Persamaan fokus penelitian terletak pada pembahasan yakni
proses pencapaian makna hidup pada penyandang disabilitas
seperti cara penyandang disabilitas memaknai hidup dan nilai-nilai
yang dipegang yang menjadikannya penting dan berharga serta
15
kebahagiaan yang dirasakan bagi mereka di dalam hidupnya.
Selanjutnya, untuk perbedaannya terletak pada pendekatan yang
digunakan dan subjek penelitian. Peneliti menggunakan
pendekatan studi kasus berupa penelitian tentang perjalanan hidup
dan karier terhadap tiga orang atlet disabilitas daksa. Sedangkan,
Novianti menggunakan pendekatan studi fenomenologi terhadap
tiga orang penyandang disabilitas fisik yang berwirausaha.
3. Judul Jurnal: “Studi Deskriptif Kebermaknaan Hidup pada
Penyandang Tunadaksa Karena Kecelakaan (Studi di Lembaga
Penyandang Disabilitas Cimahi)”
Nama: Mutia Andini Susanti dan Umar Yusuf
Jurusan: Psikologi
Fakultas: Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
gambaran kebermaknaan hidup pada penyandang tunadaksa
karena kecelakaan (Susanti and Yusuf 2018). Persamaan penelitian
yaitu mengkaji proses gambaran kebermaknaan hidup dan juga
tujuan hidup yang dimiliki oleh penyandang disabilitas daksa.
Untuk perbedaannya terletak pada metode penelitian. Penelitian
yang dilakukan oleh Susanti dan Yusuf menggunakan pendekatan
penelitian kuantitatif dan alat ukur yang digunakan yaitu
kuesioner. Penelitian ini melibatkan informan sebanyak 20
penyandang disabilitas tunadaksa karena kecelakaan. Sedangkan,
penelitian peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
dan teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara,
observasi cacatan berkala, dan studi dokumentasi. Selain itu,
16
informan utama penelitian peneliti hanya berjumlah tiga orang
dengan latar belakang yang berbeda.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif, alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yaitu
untuk menggambarkan secara rinci mengenai Proses Pencapaian
Kebermaknaan Hidup Pada Atlet Disabilitas Daksa di NPC
Provinsi DKI Jakarta.
Menurut Moleong (dalam Herdiansyah 2012, 9) penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain
sebagainya. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Metode penelitian kualitatif berguna untuk pemahaman
yang lebih mendalam tentang makna (arti subjektif dan penafsiran)
dan konteks tingkah laku serta proses yang terjadi pada faktor-
faktor yang berkaitan dengan tingkah laku tersebut. Selain itu,
metode penelitian kualitatif juga berguna untuk mengungkapkan
proses kejadian secara mendetail, sehingga diketahui dinamika
sebuah realitas sosial dan saling pengaruh berbagai realitas sosial.
Dan metode ini juga menghasilkan informasi yang lebih kaya dan
sangat berguna untuk meningkatkan pemahaman terhadap realitas
sosial (Afrizal 2016, 38–40).
17
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini, peneliti menggunakan jenis
penelitian studi kasus. Menurut Creswell dan Poth (2018, 149)
penelitian studi kasus dimulai dengan identifikasi kasus tertentu
yang akan dijelaskan dan dianalisis. Contoh untuk studi kasus
adalah individu, komunitas, proses keputusan, atau acara. Satu
kasus dapat dipilih atau beberapa kasus diidentifikasi sehingga
mereka dapat dibandingkan. Biasanya, studi kasus peneliti studi
saat ini, kasus kehidupan nyata yang sedang berlangsung sehingga
mereka dapat mengumpulkan informasi yang akurat tidak hilang
oleh waktu.
Kunci untuk identifikasi kasus adalah bahwa hal itu
dibatasi, berarti bahwa hal itu dapat didefinisikan atau dijelaskan
dalam parameter tertentu. Contoh parameter untuk pembatas studi
kasus adalah tempat tertentu di mana kasus berada dan kerangka
waktu di mana kasus ini dipelajari. Terkadang, orang tertentu yang
terlibat dalam kasus ini juga dapat didefinisikan sebagai parameter
(Creswell and Poth 2018, 149).
Maksud dari melakukan studi kasus ini juga penting untuk
memfokuskan prosedur untuk jenis tertentu. Sebuah studi kasus
kualitatif dapat disusun untuk mengilustrasikan kasus yang unik,
kasus yang memiliki kepentingan yang tidak biasa dalam dan dari
dirinya sendiri dan perlu dijelaskan dan rinci (Creswell and Poth
2018, 149).
Sebuah ciri dari studi kasus kualitatif yang baik adalah
bahwa hal itu menyajikan pemahaman mendalam tentang kasus.
18
Dalam rangka untuk mencapai hal ini, para peneliti
mengumpulkan dan mengintegrasikan berbagai bentuk data
kualitatif, mulai dari wawancara, observasi, dokumen, dan bahan
audiovisual. Bergantung pada satu sumber data biasanya tidak
cukup untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam ini
(Creswell and Poth 2018, 149).
Penelitian kualitatif yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah studi kasus pada proses pencapaian kebermaknaan hidup
pada atlet disabilitas daksa. Studi kasus ini mencoba
mengungkapkan secara lengkap biografi subjek, tahapan, dan
proses kehidupan dalam menemukan makna hidup bagi dirinya.
Adapun yang menjadi pertimbangan jenis penelitian studi
kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus tersebut
merupakan gambaran kasus yang unik dari individu. Selain itu,
masih terdapat stigma negatif dari masyarakat terhadap
penyandang disabilitas. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
mendapatkan hasil penelitian berupa perjalanan hidup dan karier
tiga orang atlet disabilitas daksa serta arti makna hidup baginya.
3. Sumber Data
Penelitian ini mencari sumber data dari orang-orang yang
terkait dengan Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup Pada Atlet
Disabilitas Daksa di NPC Provinsi DKI Jakarta. Adapun sumber
data pada penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber
pertama, atau dengan kata lain data yang pengumpulannya
19
dilakukan sendiri oleh peneliti secara langsung seperti hasil
wawancara oleh pihak-pihak terkait. (Widoyoko 2017, 22 – 23).
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber
kedua. Menurut Tim Lembaga Penelitian UIN Jakarta (2009, 76)
data sekunder adalah data primer yang diperoleh melalui hasil dari
pihak lain atau data primer yang telah diolah lebih lanjut dan
disajikan oleh pengumpul data primer oleh pihak lain yang
umumnya disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Data sekunder
dimaksudkan sebagai gambaran tambahan, pelengkap, atau untuk
diproses lebih lanjut misalnya dokumen dan juga bisa didapatkan
dari berbagai sumber referensi seperti buku-buku, jurnal, berita,
artikel, dan penelitian sebelumnya.
4. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi yang diambil oleh peneliti untuk melakukan
penelitian berada di lima tempat yaitu:
1) Kantor National Paralympic Committee (NPC) Provinsi
DKI Jakarta yang bertempat di Jalan Pemuda No. 06 GOR
Atletik Blok 20, Rawamangun, DKI Jakarta, 13220.
2) Kantor Jakarta Swift Wheelchair Basketball yang
beralamat di Karawaci Office Park, BI. BI No.33, RT.
001/RW.009, Panunggangan Barat, Kec. Cibodas, Kota
Tangerang, Banten 15139.
3) Sasana Bina Daksa Pondok Bambu, yang beralamat di
Jalan Bambu Kuning I No. 22A, RT.010/RW.05,
Kelurahan Pondok Bambu, 8629742, Jakarta Timur.
20
4) Orion Sport Center yang bertempat di Jalan Bandengan
Utara Raya No.73-75 RT.5/RW.15 Kel. Kec. Penjaringan,
Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta, 14440.
5) GOR Sekolah Perkumpulan Mandiri yang beralamat di
Jalan Dr. GSSJ Ratulangi No. 5 & 14 RT.2/RW.3,
Gondangdia, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI
Jakarta, 10310.
Adapun waktu yang diperlukan dalam penelitian ini
dimulai dari bulan Mei 2019 sampai dengan Februari 2020.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian skripsi ini, peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data seperti berikut ini:
a. Wawancara
Menurut Moleong, wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut. Sedangkan wawancara menurut Gorden yaitu
percakapan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk
menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu
(Herdiansyah 2012, 118).
Wawancara yang digunakan peneliti pada penelitian ini
yaitu wawancara yang terfokus pada pengalaman atau aspek
kehidupan subjek. Metode yang digunakan adalah wawancara
semi-terstruktur yang artinya pertanyaan dalam hal wawancara
bersifat terbuka, namun tetap ada batasan tema dan alur
21
pembicaraan. Wawancara ini memiliki pedoman-pedoman
wawancara yang digunakan sebagai acuan agar pembicaraan tidak
melebar ke arah yang tidak diperlukan. Selain itu, wawancara ini
juga berbentuk wawancara mendalam (deep interview) dengan
menanyakan kehidupan subjek secara utuh dan mendalam.
b. Observasi
Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang nampak
dalam suatu gejala pada objek penelitian. Unsur-unsur yang
nampak itu disebut dengan data atau informasi yang harus diamati
dan dicatat secara benar dan lengkap. Metode ini digunakan untuk
melihat dan mengamati secara langsung keadaan di lapangan agar
peneliti memperoleh gambaran yang lebih luas tentang
permasalahan yang diteliti (Widoyoko 2017, 46).
Dalam observasi ini, peneliti menggunakan alat observasi
yaitu catatan berkala. Yang dimaksud dengan catatan berkala yaitu
tidak mencatat macam-macam kejadian secara khusus, melainkan
hanya pada waktu-waktu tertentu dengan menuliskan kesan-kesan
umumnya. Peneliti melakukan observasi pada saat wawancara
untuk menjadikan hasil observasi tersebut sebagai data penguat
wawancara. Ekspresi dan bahasa tubuh subjek menjadi informasi
penting untuk mengetahui bahwa jawaban yang diberikan subjek
benar-benar apa adanya.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data
yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen
22
yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen
resmi. Dokumen dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan,
notulen rapat, catatan kasus (case records) dalam pekerjaan sosial,
dan dokumen lainnya. Studi dokumentasi sebagai pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara pada penelitian
kualitatif (Sugiyono 2011, 240).
Pada penelitian ini peneliti menggali informasi tentang
riwayat hidup subjek. Selain itu, juga menggali pengalaman-
pengalaman hidup yang mendukung subjek dalam kehidupannya.
Data ini yang menjadi data pelengkap untuk menjelaskan hasil
penelitian.
6. Teknik Pemilihan Informan
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan
kualitatif, teknik pemilihan informan adalah hal yang berkaitan
dengan langkah selanjutnya yang akan ditempuh peneliti untuk
mendapatkan data dan informasi. Dalam penelitian ini peneliti
memilih untuk menggunakan teknik purposeful sampling.
Menurut Herdiansyah (2012, 106) purposeful sampling merupakan
teknik dalam non-probability sampling yang berdasarkan kepada
ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri
tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.
Peneliti menggunakan teknik purposeful sampling, karena
peneliti memilih subjek penelitian dan lokasi penelitian dengan
tujuan untuk mempelajari atau untuk memahami permasalahan
pokok yang akan diteliti. Subjek penelitian dan lokasi penelitian
yang dipilih disesuaikan dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini peneliti memilih informan sesuai dengan
23
kebutuhan penelitian, informan yang dipilih untuk diwawancarai
sebagai berikut:
Tabel 1.1 Teknik Pemilihan Informan
No. Informan Informasi yang dicari Jumlah
1.
Sekretaris
NPC DKI
Jakarta
Mencari tahu tentang data dan
profil NPC DKI Jakarta serta
atlet yang tepat untuk menjadi
informan
1
orang
2.
Pelatih
Jakarta
Swift
Basketball
Untuk mengetahui dan
menggali informasi tentang
atlet yang menjadi informan
secara rinci mengenai
kepribadiannya seperti apa
ketika sedang berlatih dan
bertanding serta pelatihan apa
saja yang sudah didapatkannya
1
orang
3.
Klien (Atlet
yang
Menjadi
Informan)
Untuk mengetahui dan
menggali informasi tentang
proses pencapaian
kebermaknaan hidup bagi
dirinya
3
orang
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami,
dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis
data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya
ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
24
membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain
(Sugiyono 2010, 88).
Setelah selesai melakukan analisis yang bersumber dari
observasi dan wawancara, maka peneliti akan menuangkannya ke
dalam sebuah catatan agar dapat dibuat kesimpulannya. Kemudian
setelah itu barulah dilakukan penyusunan dan penganalisaan
secara sistematis, agar hasilnya dapat dipahami oleh diri sendiri
dan orang lain.
8. Teknik Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai
cara dan berbagai waktu (Sugiyono 2010, 125).
Ada beberapa cara yang akan dilakukan, di antaranya
sebagai berikut:
a. Peneliti akan membandingkan hasil wawancara dengan
hasil pengamatan.
b. Membandingkan berbagai pendapat dan pandangan yang
ada, contohnya seperti membandingkan jawaban yang
diberikan oleh informan utama dengan jawaban dari pihak
pelatih.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menerapkan pedoman
penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) keputusan
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta nomor 57 tahun 2017.
Untuk lebih mempermudah dalam memahami secara menyeluruh
mengenai penulisan ini, maka secara sistematis penulisannya
25
dibagi menjadi enam bab dan terdiri dari beberapa sub bab dan
dibuatlah sistematika penulisannya seperti berikut ini:
Tabel 1.2 Sistematika Penulisan
BAB I
Pendahuluan
Pada bab ini peneliti menjelaskan latar
belakang, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian
(pendekatan penelitian, jenis penelitian,
sumber data, tempat dan waktu penelitian,
teknik pengumpulan data, teknik pemilihan
informan, teknik analisis data, dan teknik
keabsahan data), dan sistematika penulisan.
BAB II
Landasan Teori
Pada bab ini peneliti menjelaskan teori-teori
yang bekenaan dengan skripsi ini yaitu
kajian teori tentang kebermaknaan hidup di
antaranya yaitu pengertian kebermaknaan
hidup, aspek kebermaknaan hidup,
komponen-komponen kebermaknaan hidup,
karakteristik kebermaknaan hidup, sumber-
sumber kebermaknaan hidup, panca cara
temuan makna, dan proses pencapaian
kebermaknaan hidup. Selain itu, peneliti
juga membahas teori tentang pengertian
atlet. Peneliti juga membahas teori mengenai
penyandang disabilitas daksa, di antaranya
yaitu pengertian penyandang disabilitas
daksa, klasifikasi penyandang disabilitas
daksa, dan faktor penyebab penyandang
disabilitas daksa. Peneliti juga menarik
kesimpulan dari pembahasan mengenai
pengertian atlet dan penyandang disabilitas
daksa yang kemudian menjadi pembahasan
tersendiri yakni pengertian atlet penyandang
26
disabilitas daksa. Selain itu, peneliti juga
membahas teori mengenai pandangan
penyandang disabilitas dalam persepktif
Kesejateraan Sosial Islam (Islamic Social
Work). Dan yang terakhir adalah kerangka
berpikir.
BAB III
Gambaran
Umum Latar
Penelitian
Bab ini berisi tentang data kelembagaan
yang terdiri dari profil NPC DKI Jakarta
meliputi deskripsi umum NPCI DKI Jakarta,
sejarah berdirinya, visi dan misi, tujuan dan
fungsi. Selain itu, juga terdapat struktur
organisasi NPC DKI Jakarta (struktur
organisasi lembaga dan tugas dan kewajiban
Pengprov). Dalam bab ini juga terdapat
pembahasan mengenai disabilitas yang
dibina, ajang pertandingan, cabang olahraga
paralimpik, alur prosedur dalam penerimaan
calon atlet, program latihan, sarana dan
prasarana, serta tentang Jakarta Swift
Wheelchair Basketball.
BAB IV
Data dan
Temuan
Penelitian
Pada bab ini berisi tentang data dan hasil
temuan penelitian. Pembahasannya dimulai
dari profil informan (informan utama dan
pendukung). Kemudian, hasil penelitian
berupa proses pencapaian kebermaknaan
hidup pada atlet disabilitas daksa bukan
bawaan lahir. Dalam hasil penelitian
diuraikan kisah masing-masing ketiga
informan dari tahap awal yaitu tahap derita,
tahap penerimaan diri, tahap penemuan
makna, tahap realisasi makna, dan tahap
kehidupan bermakna.
27
BAB V
Pembahasan
Berisikan uraian pembahasan mengenai
permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini yaitu proses pencapaian
kebermaknaan hidup pada atlet disabilitas
daksa bukan bawaan lahir. Bab ini
membahas lima tahapan yang dibuat dengan
cara identifikasi gagasan pertahapannya,
yang kemudian dideskripsikan berdasarkan
gagasan tersebut.
BAB VI
Penutup
Dalam bab ini berisikan kesimpulan dari
hasil penelitian yang telah didapat,
dilengkapi dengan implikasi dan disertai
saran-saran kepada para atlet disabilitas,
masyarakat, dan pemerintah sebagai bentuk
dari hasil penelitian.
28
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kebermaknaan Hidup
a. Pengertian Kebermaknaan Hidup
Dalam psikologi kebermaknaan hidup atau makna hidup
sangat erat kaitannya dengan konsep Logoterapi yang ditemukan
dan dikembangkan oleh Viktor E. Frankl (1905 – 1997), seorang
dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater) keturunan
Yahudi dari kota Wina, Austria. Teori itu tercipta berdasarkan
pengalaman yang dialami oleh Frankl ketika menjadi tawanan
Yahudi di Auschwitz dan beberapa kamp konsentrasi Nazi lainnya
pada periode Perang Dunia ke-II.
Pada saat itu, ia menyaksikan tindakan-tindakan brutal
yang terjadi setiap harinya seperti penyiksaan, penembakan,
pembunuhan masal di kamar gas atau bahkan eksekusi dengan
aliran listrik yang dilakukan oleh sekelompok orang yang sedang
berkuasa (tentara Nazi). Dalam kamp konsentrasi itu, Frankl yang
juga menjadi tahanan menyaksikan fenomena khusus yang terjadi
terhadap sekelompok tawanan kamp yang memiliki dua tingkah
laku yang berbeda (Bastaman 2007, 10 – 11).
Pertama, yaitu kelompok orang-orang yang tingkah
lakunya seakan-akan mendominasi diri mereka seperti
mementingkan diri sendiri, serakah, beringas, bahkan hilangnya
tanggung jawab terhadap diri sendiri dan sesamanya. Walaupun
mereka berbuat seperti itu, mereka sebenarnya adalah orang-orang
29
yang mudah putus asa dan bergantung pada orang lain. Maka jelas
bahwa mereka mencerminkan kehampaan dan ketidakbermaknaan
(meaningless) (Bastaman 2007, 11).
Sedangkan, kelompok kedua yaitu mereka yang juga
mengalami puncak penderitaan, namun masih tetap bersedia untuk
membantu sesama tahanan. Mereka merasakan penderitaan yang
sama, namun tetap tabah dalam menghadapinya, tidak kehilangan
harapan dan kehormatan diri. Mereka berupaya senantiasa
menghargai hidup dan menghayati hidup yang bermakna. Mereka
seakan-akan menemukan makna dalam penderitaan (Meaning in
Suffering) (Bastaman 2007, 12).
Berdasarkan uraian tersebut kebermakaan hidup itu sendiri
menurut Frankl (2003 dalam Pratiwi 2019, 15) adalah sebuah
motivasi yang kuat dan mendorong individu untuk melakukan
suatu aktivitas yang berguna bagi kehidupannya yang dapat
memberikan dampak dan makna baik pada diri sendiri maupun
orang lain. Sedangkan menurut Bastaman (1996, 14) makna hidup
merupakan sesuatu yang dianggap penting, benar, dan menjadi
dambaan serta memberikan nilai khusus bagi seorang individu.
Jika, ia berhasil menemukan dan memenuhi makna hidup itu, maka
ia akan sadar bahwa kehidupannya penuh arti dan berharga. Dan
pada akhirnya, akan mendatangkan penghayatan bahagia
(happiness) sebagai hadiah atau hasil samping dari usahanya
tersebut.
Kemudian, kebermaknaan hidup menurut Yalom (dalam
Sumanto 2006, 123) ialah kebermaknaan hidup itu bersumber pada
keyakinan dalam diri sehingga manusia seharusnya berjuang untuk
30
mengaktualisasikan dirinya bahwa seharusnya manusia
membaktikan dirinya untuk merealisasikan potensi-potensi yang
dimiliki. Yalom (dalam Bastaman 1996, 14) juga menambahkan
bahwa di dalam makna hidup itu juga terkandung tujuan hidup,
artinya dalam tujuan hidup tersebut terdapat berbagai hal yang
tentunya harus dicapai dan dipenuhi.
Menurut Bastaman (2007, 46) kebermaknaan hidup itu
dapat dicari dan ditemukan dalam kondisi apapun baik dalam
kondisi menyenangkan ataupun penderitaan. Sejalan dengan
ungkapan seperti “Makna dalam Derita” (Meaning in Suffering)
atau “Hikmah dalam Musibah” (Blessing in Disguise)
menunjukkan bahwa dalam penderitaan sekalipun makna hidup
tetap dapat ditemukan. Bila penghayatan ini dapat dipenuhi, maka
kehidupan yang dirasakan berguna, berhaga, dan berarti
(meaningful) akan dialami. Sebaliknya, bila penghayatan ini tak
dapat terpenuhi, maka akan menyebabkan kehidupan dirasakan
tidak bermakna (meaningless).
Kemudian, Battista dan Almond (dalam Sumanto 2006,
128) juga berpendapat bahwa tidak ada kebermaknaan hidup sejati
yang sama untuk setiap orang dan mereka mengakui adanya cara
berbeda-beda dalam pencarian rasa hidup bermakna.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebermaknaan
hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting, berharga, dan
dapat memberikan nilai khusus bagi individu. Kebermaknaan
hidup dapat ditemukan oleh setiap individu dalam keadaan apapun
yang sedang dialaminya. Ketika individu ingin mencari dan
menemukan makna hidupnya, maka diperlukan juga dalam
31
menetapkan tujuan hidupnya. Setelah itu, individu perlu
meningkatkan kesadaran akan potensi-potensi yang dimiliki,
supaya potensi-potensi tersebut dapat terealisasi dengan maksimal
ke dalam kegiatan terarah yang sesuai dengan tujuan hidupnya.
Apabila itu semua berhasil dicapai dan dipenuhi, maka
kebahagiaan akan mengikutinya dan kehidupan pun akan menjadi
lebih berarti dan berharga.
b. Aspek Kebermaknaan Hidup
Menurut Frankl (dalam Bastaman 2007, 41 – 46) terdapat
tiga aspek kebermaknaan hidup yang saling berkaitan dan
menunjang satu sama lainnya, di antaranya yaitu:
1) Kebebasan Berkehendak (the Freedom of Will)
Manusia dalam batas-batas tertentu memiliki kemampuan
dan kebebasan untuk mengubah kondisi hidupnya guna meraih
kehidupan yang lebih berkualitas. Dan yang perlu ditekankan
dalam kebebasan berkehendak ini adalah harus disertai dengan
rasa tanggung jawab agar tidak berkembang menjadi kesewenang-
wenangan.
2) Hasrat untuk Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
Setiap orang menginginkan dirinya menjadi orang yang
bermartabat dan berguna bagi dirinya, keluarga, lingkungan kerja,
masyarakat sekitar, dan berharga di mata Tuhan. Keinginan untuk
hidup bermakna memang benar-benar merupakan motivasi utama
pada manusia. Hasrat inilah yang mendorong setiap orang untuk
melakukan berbagai kegiatan seperti bekerja dan berkarya agar
32
dapat merasakan kehidupan yang berarti dan berharga dengan
berbagai kegiatan yang bermakna pula.
3) Makna Hidup (The Meaning of Life)
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting
dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang,
sehingga layak untuk dijadikan sebagai tujuan dalam
kehidupannya. Jika hal itu berhasil dipenuhi, maka seseorang akan
merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan bahagia (happiness) sebagai hasil
sampingnya.
Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap
individu pasti ingin dan mendambakan hidupnya bermakna. Dalam
proses pencarian makna hidup, individu memiliki kebebasan
berkehendak untuk memilih dan menjalankan berbagai kegiatan
yang diikuti dengan rasa tanggung jawab, agar tidak terjadi
kelalaian dalam melaksanakan kegiatan tersebut.
Ketika individu bersungguh-sungguh dalam mencari
makna hidupnya, maka makna hidup itu akan ditemui walaupun
dalam kenyaataanya makna hidup itu tidak mudah ditemukan,
karena sering tersirat dan tersembunyi di dalam kehidupan itu
sendiri. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa
makna hidup itu dapat ditemukan dan kita perlu peka terhadap apa
yang terjadi pada diri sendiri serta dapat mengambil sikap yang
tepat dalam menghadapi situasi apapun, karena setiap keadaan
baik yang menyenangkan dan tak menyenangkan, atau keadaan
bahagia dan penderitaan pasti tersimpan makna hidup di dalamnya.
33
c. Komponen-komponen Kebermaknaan Hidup
Untuk menemukan makna hidup, individu perlu
mendapatkan dorongan yang dapat memunculkan dan
meningkatkan kesadaran diri akan pentingnya makna hidup itu
dalam kehidupannya. Dorongan itu terdiri dari enam komponen
yang dapat mendukung dan menentukan keberhasilan individu
dalam melakukan perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna
(meaningless life) menjadi hidup bermakna (meaningful life).
Keenam komponen tersebut adalah sebagai berikut: (Bastaman
1996, 132)
1) Pemahaman diri (self insight), merupakan meningkatnya
kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan
berkeinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah
kondisi yang lebih baik.
2) Makna hidup (the meaning of life), yaitu nilai-nilai yang
sangat penting dan berarti bagi kehidupan pribadi
seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus
dipenuhi dan pengarah kegiatan-kegiatan yang
dilakukannya.
3) Pengubahan sikap (changing attitude), yakni usaha untuk
mengubah sikap yang awalnya tidak tepat menjadi lebih
tepat dalam menghadapi berbagai masalah, kondisi hidup,
dan musibah yang tak terelakkan.
4) Keikatan diri (self commitment), yaitu komitmen individu
pada diri sendiri terhadap makna hidup yang ditemukan dan
tujuan hidup yang telah ditetapkan.
34
5) Kegiatan terarah (directed activities), merupakan upaya-
upaya yang dilakukan oleh individu dengan sengaja dan
sadar berupa pengembangan potensi-potensi pribadi
(bakat, kemampuan, keterampilan) positif yang dimiliki
serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang
pencapaian makna dan tujuan hidup.
6) Dukungan sosial (social support), yaitu hadirnya seseorang
atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya, dan
selalu bersedia membantu pada saat memerlukan bantuan.
Sesuai dengan uraian yang sudah dijelaskan di atas bahwa
keenam komponen tersebut merupakan proses integral yang
menunjang pengubahan penghayatan hidup tak bermakna menjadi
bermakna dan antara komponen yang satu dengan lainnya saling
berkaitan serta tidak dapat dipisahkan.
d. Karakteristik Kebermaknaan Hidup
Bastaman (2007, 51–53) menjelaskan beberapa
karakteristik atau sifat khusus dari kebermaknaan hidup, yakni
sebagai berikut:
1) Makna hidup bersifat unik, pribadi, dan temporer
Artinya apa yang dianggap penting dan berarti bagi
seseorang, belum tentu berarti bagi orang lain. Mungkin pula, apa
yang dianggap penting dan bermakna bagi seseorang pada saat ini,
belum tentu sama bermaknanya bagi orang tersebut di kemudian
hari. Dalam hal ini, makna hidup seseorang dan apa yang
bermakna bagi dirinya biasanya bersifat khusus, berbeda, dan tidak
35
sama makna hidupnya dengan orang lain, serta mungkin pula dapat
berubah dari waktu ke waktu.
2) Makna hidup bersifat spesifik dan nyata
Makna hidup benar-benar dapat ditemukan dalam
pengalaman dan kehidupan sehari-hari, dan tidak selalu dikaitkan
dengan hal-hal yang serba abstrak-filosofis, tujuan-tujuan
idealistis, serta prestasi-prestasi akademis yang serba
menakjubkan. Misalnya mengagumi indahnya perpaduan warna
merah dan jingga di ufuk barat pada waktu terbenamnya matahari,
bersemangat melaksanakan pekerjaan yang disenangi, dan
mendengarkan khotbah yang mengungkapkan kebajikan.
3) Makna hidup berfungsi sebagai pedoman dan arahan
Artinya makna hidup dapat memberikan pedoman dan
arahan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehingga makna
hidup itu seakan-akan menantang (challenging) dan mengundang
(inviting) seseorang untuk memenuhinya. Begitu makna hidup itu
ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, maka seseorang seakan-
akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya, serta
kegiatan-kegiatan yang dilakukan menjadi terarah.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kebermaknaan hidup itu memiliki karakteristik khusus.
Makna hidup yang ditemukan antara individu satu dengan individu
lainnya itu unik, berbeda, dan dapat berubah seiring berjalannya
waktu. Kemudian, makna hidup itu pun juga bisa bersifat
sederhana dan dapat ditemukan dalam berbagai kondisi yang
sedang dialami serta dapat menjadi acuan untuk melakukan
36
kegiatan-kegiatan yang terarah guna mencapai hidup yang
bermakna.
e. Sumber-sumber Kebermaknaan Hidup
Makna hidup tidak hanya dapat ditemukan dalam keadaan
menyenangkan saja, tetapi juga dapat ditemukan dalam keadaan
penderitaan sekalipun, selama kita dapat mengambil hikmah-
hikmah di dalamnya. Dalam kehidupan ini terdapat tiga bidang
kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang
memungkinkan seseorang menemukan makna hidup di dalamnya
apabila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi. Menurut Frankl
ketiga nilai tersebut antara lain adalah: (dalam Bastaman 2007, 47–
48)
1) Creative Values (Nilai-nilai Kreatif)
Nilai-nilai kreatif dapat diraih dengan berbagai kegiatan
seperti kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan
tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung
jawab. Melalui karya dan kerja, individu dapat menemukan arti
hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Makna hidup
tidak terletak pada pekerjaan, karena pekerjaan tersebut hanyalah
sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan
mengembangkan makna hidup. Akan tetapi, makna hidup itu
sendiri lebih bergantung terhadap individu yang bersangkutan,
dalam hal ini sikap positif dan mencintai pekerjaan serta cara
bekerja yang mencerminkan keterlibatan individu pada
pekerjaannya.
37
2) Experiential Values (Nilai-nilai Penghayatan)
Keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran,
kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan, serta cinta kasih.
Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan kehidupan
seseorang semakin berarti. Salah satu contoh yaitu ketika
seseorang mendapatkan cinta kasih dari pasangannya, maka ia
akan menghayati perasaan dalam hidupnya, karena dengan
mencintai dan merasa dicintai, seseorang itu akan merasakan
hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.
3) Attitudinal Values (Nilai-nilai Bersikap)
Nilai bersikap adalah nilai ketiga yang dikategorikan oleh
Frankl sebagai nilai yang paling tinggi, karena dengan merealisasi
nilai bersikap ini berarti individu menunjukkan keberanian dan
kemuliaan menghadapi penderitaanya (Koeswara 1992, 66).
Menurut Frankl (dalam Yustinus 2001, 156 – 157) situasi-
situasi yang menimbulkan nilai-nilai sikap adalah situasi-situasi
atau kondisi-kondisi nasib di mana kita tak mampu untuk
mengubahnya atau menghindarinya. Apabila kita berhadapan
dengan situasi tersebut, satu-satunya cara yang rasional untuk
memberikan respons kepadanya ialah menerimanya. Cara
bagaimana kita menerima nasib kita dan keberanian kita dalam
menahan penderitaan yang sedang kita rasakan.
Jadi, dalam pandangan Frankl (dalam Koeswara 1992, 67–
68), penderitaan itu memiliki makna ganda: membentuk karakter
sekaligus membentuk kekuatan atau ketahanan diri.
Bagaimanapun, menurutnya individu haruslah menjaga dirinya
agar tidak menyerah dan berpangku tangan terlalu cepat atau
38
terlalu dini dalam menerima suatu keadaan buruk sebagai takdir.
Menurutnya esensi suatu nilai bersikap terletak pada cara yang
dengannya seorang individu secara ikhlas dan tawakal
menyerahkan dirinya pada suatu keadaan yang tidak bisa
dihindarinya lagi.
Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah atas hal-
hal tragis yang tidak mungkin dapat terelakkan lagi dapat
mengubah pandangan seseorang. Yang kemungkinan dari awal
menganggap keadaan tersebut hanyalah sebuah penderitaan, tetapi
dengan sikap menerima itu dapat mengubah pandangannya yang
mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan yang
dirasakannya.
Bastaman (2007, 50) menambahkan satu nilai yang
menurutnya dapat menjadikan hidup ini semakin bermakna yang
dinamakan dengan nilai pengharapan (hopeful values). Arti dari
harapan itu sendiri adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang
baik atau perubahan yang menguntungkan di kemudian hari.
Harapan memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru
yang menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan
optimisme. Nilai pengharapan juga mengandung makna hidup,
karena adanya keyakinan akan terjadinya perubahan kehidupan
yang lebih baik, ketabahan menghadapi keadaan buruk saat ini, dan
sikap optimis menyongsong masa depan.
Jadi, kesimpulan dari penjelasan di atas adalah terdapat
empat nilai yang dapat dijadikan sebagai sumber menemukan
kebermaknaan hidup, di antaranya yaitu nilai-nilai kreatif di mana
kita dapat menemukan makna hidup melalui bekerja atau
39
menciptakan suatu karya. Lalu yang kedua, nilai-nilai penghayatan
seperti saling memberikan dukungan dalam hal kebajikan dan cinta
kasih terhadap pasangan. Nilai yang ketiga yaitu nilai bersikap
yakni sikap yang tepat dalam menerima dan menghadapi nasib atau
penderitaan yang sedang dirasakan. Dan yang terakhir adalah nilai
pengharapan di mana kita harus tetap memiliki sikap optimisme
bahwa akan terjadinya perubahan kehidupan menjadi lebih baik
lagi di masa mendatang.
f. Panca Cara Temuan Makna
Menurut Bastaman (2007, 155–156) panca cara temuan
makna hidup terdapat lima metode, di antaranya sebagai berikut:
1) Pemahaman Diri
Mengenali secara objektif kekuatan-kekuatan dan kelemahan-
kelemahan dalam diri baik yang sudah teraktualisasi maupun
yang masih berupa potensi. Kemudian kekuatan-kekuatan
tersebut ditingkatkan dan dikembangkan, sedangkan
kelemahan-kelemahan yang ada dihambat dan juga dikurangi.
2) Bertindak Positif
Mencoba melaksanakan dan menerapkan hal-hal yang
dianggap baik dan bermanfaat dalam perilaku dan tindakan
nyata di kehidupan sehari-hari.
3) Pengakraban Hubungan
Meningkatkan hubungan baik dengan orang-orang tertentu
(misalnya anggota keluarga, teman, dan rekan kerja) sehingga
dapat saling mempercayai, saling memerlukan, dan saling
membantu satu sama lain.
40
4) Pendalaman Catur Nilai
Berusaha untuk memahami dan memenuhi empat macam nilai
yang menjadi sumber makna hidup di antaranya yaitu nilai
kreatif (kerja, karya, mencipta), nilai penghayatan (kebenaran,
keindahan, kasih, iman), nilai bersikap (menerima dan
mengambil sikap yang tepat terhadap peristiwa yang tidak
dapat dihindarkan lagi), dan nilai pengharapan (percaya
bahwa adanya perubahan yang lebih baik di masa yang akan
datang).
5) Ibadah
Berusaha memahami dan melaksanakan hal-hal yang
diperintahkan Tuhan dan mencegah diri dari apa yang
dilarang-Nya. Ibadah yang dilakukan secara khusyuk sering
mendatangkan perasaan tenteram dan tabah, serta
menimbulkan perasaan mantap seakan-akan mendapat
bimbingan dan petunjuk-Nya dalam menghadapi berbagai
masalah kehidupan.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa tujuan dari kelima
metode tersebut adalah untuk menjajagi sumber makna hidup yang
tersirat dalam pengalaman pribadi, kehidupan sehari-hari dan di
lingkungan sekitar. Makna hidup ini apabila ditemukan dan
berhasil dipenuhi, maka akan mendatangkan perasaan bermakna
dan bahagia yang semuanya merupakan cerminan kehidupan yang
sehat.
41
g. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup
Menurut Bastaman (1996, 133) untuk mencapai
keberhasilan kebermaknaan hidup terdapat proses berupa tahapan-
tahapan kegiatan seseorang untuk mengubah penghayatan
kehidupannya yang semula tak bermakna menjadi bermakna.
Berdasarkan urutannya, tahapan-tahapan tersebut dikategorikan
menjadi lima kelompok, yaitu: (Bastaman 1996, 134 – 135)
1) Tahap Derita (Peristiwa tragis, Penghayatan tanpa makna)
Peristiwa tragis merupakan suatu kejadian yang tidak
terduga dapat terjadi, tidak bisa terelakkan, dan biasanya hal itu
tidak diharapkan oleh seorang individu. Kemudian, dari peristiwa
itu menyebabkan timbulnya perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan dan juga respons negatif sebagai bentuk
penolakkan dan tidak dapat menerima keadaan sulitnya yang
sedang dihadapi.
Dari peristiwa tragis yang sudah terjadi dapat menimbulkan
penghayatan tanpa makna dalam diri seorang individu.
Penghayatan tanpa makna tersebut dapat berarti bahwa keadaan
kehidupan individu itu sedang merasa hampa, tidak memiliki
tujuan hidup yang jelas, bahkan menganggap hidupnya itu sudah
tidak ada artinya lagi. Selain itu, juga dapat menyebabkan
hilangnya minat untuk melakukan sesuatu dan bersikap acuh tak
acuh terhadap diri sendiri maupun lingkungannya.
2) Tahap Penerimaan Diri (Pemahaman diri dan Pengubahan
sikap)
Dari penghayatan hidup tak bermakna yang dialami,
biasanya muncul kesadaran diri (self insight) untuk mengubah
42
kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik. Pemahaman diri
merupakan adanya peningkatan dalam kesadaran diri akan kondisi
buruk yang terjadi akibat dari peristiwa tragis yang sedang
dihadapi. Kesadaran diri ini bisa muncul karena berbagai faktor
misalnya hasil perenungan diri, konsultasi dengan para ahli,
mendapat pandangan baru dari seseorang, hasil ibadah dan do’a,
belajar dari pengalaman orang lain, atau mengalami peristiwa-
peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah sikapnya selama
ini. Kemudian, dari pemahaman diri menjadikan individu paham
akan kondisi yang sedang dihadapi dan menyadari bahwa cara
bersikap sebelumnya atas kondisi buruk itu tidaklah tepat.
3) Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan makna dan
Penentuan tujuan hidup)
Bersamaan dengan tahap penerimaan diri, individu
menyadari adanya nilai-nilai yang berharga dan hal-hal yang
sangat penting bagi dirinya, di mana hal tersebut ditetapkan
sebagai tujuan hidupnya. Hal-hal yang dianggap berharga dan
penting itu mungkin dapat berupa nilai-nilai kreatif (creative
values) misalnya bekerja dan berkarya, kemudian nilai-nilai
penghayatan (experiential values) seperti menghayati keindahan,
keimanan, keyakinan, dan cinta kasih, dan juga nilai-nilai bersikap
(attitudinal values) yaitu dapat menerima dan menentukan sikap
yang tepat dalam menghadapi penderitaan dan peristiwa tragis
yang tidak dapat terelakkan lagi.
43
4) Tahap Realisasi Makna (Keikatan diri, Kegiatan terarah, dan
Pemenuhan makna hidup)
Setelah menemukan makna dan tujuan hidupnya, biasanya
semangat hidup dan gairah kerja individu menjadi lebih
meningkat. Kemudian, secara sadar individu melakukan keikatan
diri (self commitment) terhadap diri sendiri untuk melakukan
berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah (directed activities)
guna memenuhi makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup
yang telah ditetapkan. Kegiatan-kegiatan ini biasanya berupa
pengembangan bakat, kemampuan, keterampilan, dan berbagai
potensi positif lainnya yang sebelumnya terabaikan.
5) Tahap Kehidupan Bermakna (Penghayatan bermakna dan
Kebahagiaan)
Dan pada tahap ini yaitu bila individu berhasil melalui
tahapan-tahapan sebelumnya, maka dapat dipastikan akan
menimbulkan perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan
mengembangkan penghayatan hidup bermakna (the meaningful
life) dengan kebahagiaan (happiness) sebagai hasil sampingan atau
hadiah yang patut dirasakan atas usaha-usaha yang telah
dilakukannya selama ini.
Proses tahapan keberhasilan menemukan makna hidup
tersebut hanya suatu konstruksi teoritis di mana realitasnya
tahapan-tahapan itu tidak selalu terjadi secara beruntun, karena
proses pencapaian makna hidup tiap orang itu berbeda. Akan
tetapi, dengan adanya teori itu memudahkan seseorang untuk
44
mengetahui dan mempelajari proses mencari dan menemukan
makna hidup bagi dirinya sendiri.
Bastaman (1996, 213) mengemukakan bahwa perbaikan
kondisi hidup, khususnya kondisi hidup bermakna, tidak dapat
diraih dengan bersikap pasif menunggu dan berdiam diri saja,
karena kebahagiaan dan hidup yang bermakna tidak datang dengan
sendirinya, melainkan harus secara aktif direalisasikan melalui
berbagai upaya nyata dan terarah, dan juga harus lebih dahulu gigih
diperjuangkan dengan kesadaran, serta tanggung jawab.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses
penemuan makna hidup dan implementasinya biasanya terjadi
secara bertahap, sedikit demi sedikit dan alamiah. Melakukan
kegiatan-kegiatan yang bermakna akan menimbulkan perasaan
bahagia, karena perasaan bahagia itu merupakan hasil sampingan
yang didapatkan setelah melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti
bagi individu tersebut. Oleh karena itu, tiap individu harus
menemukan makna hidupnya dan hidup bermakna harus
diperjuangkan dalam kondisi apapun yang sedang dialaminya.
2. Atlet
a. Pengertian Atlet
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi atlet
adalah olahragawan, terutama yang mengikuti perlombaan atau
pertandingan (kekuatan, ketangkasan, dan kecepatan). Sedangkan
definisi atlet menurut Satiadarma (dalam Yuwanto dan Sutanto
2012, 115) yaitu individu yang terlibat dalam aktivitas olahraga
45
dengan memiliki prestasi-prestasi di bidang olahraga yang
ditekuninya tersebut.
Pengertian lain tentang atlet menurut Wulandari (2014, 29)
merupakan individu yang berkecimpung dalam bidang olahraga
yang dirinya sudah terlatih dan berprestasi serta melakukan latihan
rutinitas guna mendapatkan kekuatan badan, daya tahan,
kecepatan, kelincahan, keseimbangan, dan kelenturan agar dapat
menunjukkan dan mengadukan kekuatannya tersebut pada
perlombaan atau pertandingan yang akan diikuti.
Adapun atlet dapat disebut juga dengan olahragawan
sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional Bab I Pasal 1 yang berbunyi: “Olahragawan adalah
pengolahraga yang mengikuti pelatihan secara teratur dan
kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mencapai prestasi.”
Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa atlet merupakan seorang individu yang menekuni bidang
olahraga dan mengikuti latihan yang diadakan secara konsisten
guna mempersiapkan dirinya dalam berkompetisi dengan penuh
dedikasi untuk mencapai prestasi di berbagai kejuaraan yang akan
diikutinya.
3. Disabilitas Daksa
a. Pengertian Disabilitas Daksa
Pengertian disabilitas (disability) adalah mereka yang
memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik
dalam jangka waktu lama. Istilah disabilitas merupakan salah satu
upaya mengubah sudut pandang masyarakat yang masih
46
menganggap penyandang disabilitas sebagai seseorang yang tidak
normal, cacat, dan tidak mempunyai kemampuan (Pratiwi 2019,
34).
Adapun pengertian penyandang disabilitas yang terdapat
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016
tentang Penyandang Disabilitas Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa:
“Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan
dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi
secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak.”
Sesuai dengan hal tersebut, menurut Sholeh (2015 dalam
Pratiwi 2019, 34) dengan menggunakan kata disabilitas diharapkan
dapat memperhalus kata dan merubah persepsi serta pemahaman
masyarakat bahwa setiap manusia diciptakan berbeda dan seorang
penyandang disabilitas hanyalah sebagai seseorang yang memiliki
perbedaan kondisi fisik, namun tetap mampu melakukan segala
aktivitas dengan cara pencapaian yang berbeda. Tidak hanya itu,
istilah disabilitas memiliki arti yang lebih luas dan mengandung
nilai-nilai inklusif yang sesuai dengan jiwa dan semangat
reformasi hukum di Indonesia tanpa adanya diskriminasi.
Selanjutnya, pengertian disabilitas daksa atau lebih dikenal
dengan tunadaksa yang berasal dari kata tuna dan daksa. Tuna
artinya rugi atau kurang, sedangkan daksa berarti tubuh
(Agustyawati and Solicha 2009, 107). Jadi, pengertian tunadaksa
menurut Somantri (2018, 121) dapat diartikan sebagai suatu
47
kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat
kerusakan atau gangguan pada tulang, otot, dan sendi sehingga
mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti
pendidikan dan untuk berdiri sendiri.
Pengertian lain tentang tunadaksa menurut Kosasih (2012
dalam Wulandari 2014) adalah individu yang mengalami
kecelakaan yang mengakibatkan luka serta ketidakmampuan fisik
untuk melaksanakan fungsinya secara normal, karena hilangnya
salah satu atau sebagian anggota tubuh.
Secara etiologis, gambaran seseorang yang
diidentifikasikan mengalami tunadaksa adalah seseorang yang
mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh
sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk,
dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan
tubuh tertentu mengalami penurunan. Kemudian, secara definitif
pengertian tunadaksa yaitu ketidakmampuan anggota tubuh dalam
menjalankan fungsinya, karena kemampuan anggota tubuhnya
yang berkurang untuk menjalankan fungsinya secara normal
sebagai akibat dari luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak
sempurna sehingga memerlukan layanan secara khusus dalam
kepentingan pembelajarannya (Efendi 2008, 114).
Sesuai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
disabilitas daksa adalah individu yang mengalami keterbatasan
fisik khususnya kelainan bentuk pada tulang, otot, dan sendi yang
menyebabkan terhambat atau menurunnya fungsi kinerja tersebut
secara normal. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti luka, penyakit, pertumbuhan bentuk tubuh yang tidak
48
sempurna, atau kecelakaan. Selain itu, karena keterbatasan yang
dimilikinya membuat penyandang disabilitas daksa memerlukan
pelayanan secara khusus pada gerak anggota tubuhnya agar tetap
dapat menjalankan aktivitas sehari-harinya.
b. Klasifikasi Disabilitas Daksa
Pada dasarnya kelainan pada disabilitas daksa dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu (1) kelainan pada
sistem serebral (Cerebral system), dan (2) kelainan pada sistem
otot dan rangka (Musculus skeletal system), uraiannya sebagai
berikut: (Agustyawati and Solicha 2009, 109 – 112)
1. Kelainan pada Sistem Serebral (Cerebral System Disorders)
Penggolongan disabilitas daksa ke dalam kelainan sistem
serebral (cerebral) didasarkan pada letak penyebab kelahiran yang
terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang
belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan
bentuk kelainan yang krusial, karena otak dan sumsum tulang
belakang merupakan “pusat komputer” dari aktivitas hidup
manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat
kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris, dan lain sebagainya.
Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral Palsy (CP).
Cerebral Palsy dapat diklasifikan menurut derajat kecacatan,
topografi anggota badan yang cacat, dan sosiologi kelainan
geraknya.
a. Penggolongan Menurut Derajat Kecacatan
Menurut derajat kecacaran, Cerebral Palsy dapat
digolongkan atas tiga, yaitu:
49
1) Golongan Ringan: Mereka yang dapat berjalan tanpa
menggunakan alat, berbicara tegas, dapat menolong dirinya
sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat hidup
bersama-sama dengan anak normal lainnya, meskipun
cacat tetapi tidak mengganggu kehidupan dan
pendikannya.
2) Golongan Sedang: Mereka yang membutuhkan
treatment/latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan
mengurus dirinya sendiri, golongan ini memerlukan alat-
alat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace
untuk membantu penyangga kaki, kruk/tongkat sebagai
penopang dalam berjalan. Dengan pertolongan secara
khusus, anak-anak kelompok ini diharapkan dapat
mengurus dirinya sendiri.
3) Golongan Berat: Anak Cerebral Palsy golongan ini yang
tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara, dan
menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup
mandiri di tengah-tengah masyarakat.
b. Penggolongan Menurut Topografi
Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang
lumpuh, Cerebral Palsy dapat digolongkan menjadi enam
golongan yaitu sebagai berikut:
1) Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh missal
kaki kiri sedang kaki kanan dan kedua tangannya normal.
2) Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada
sisi yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau
tangan kiri dan kaki kiri.
50
3) Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
4) Diplegia, lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua
kaki kanan dan kiri (Paraplegia).
5) Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan,
misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh, atau
tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
6) Quadriplegia, disabilitas daksa jenis ini mengalami
kelumpuhan seluruh anggota geraknya. Meraka cacat pada
kedua tangan dan kedua kakinya, quadriplegia disebutnya
juga tetraplegia.
c. Penggolongan Menurut Fisiologi, Kelainan Gerak Dilihat dari
Segi Letak Kelainan di
Otak dan Fungsi Geraknya (Motorik), Cerebral Palsy
dibedakan atas:
1) Spastik: Tipe Spastik ini ditandai dengan adanya gejala
kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh
otot. Kekakuan itu timbul sewaktu akan digerakan sesuai
dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan
emosional kekakuan atau kekejangan itu akan semakin
bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang gejala itu
menjadi berkurang.
2) Athetoid: Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau
kekakuan. Otot-ototnya dapat digerakan dengan mudah.
Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan. Hamper
semua gerakan terjadi di luar kontrol. Gerakan dimaksud
adalah dengan tidak adanya kontrol dan kodinasi gerak.
51
3) Ataxia: Ciri khas tipe ini adalah seakan-akan kehilangan
keseimbangan, kekakuan memang tidak tampak tetapi
megalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan.
Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem
kordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya,
disabilitas daksa tipe ini mengalami gangguan dalam hal
koordinasi ruang dan ukuran, sebagai contoh dalam
kehidupan sehari-hari yaitu pada saat makan mulut terkatup
terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai
ujung mulut.
4) Tremor: Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah
senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan kecil dan
terus menurus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk
getaran-getaran. Gerakan itu dapat terjadi pada kepala,
mata, tangkai, dan bibir.
5) Rigid: Pada tipe ini didapat kekakuan otot, tetapi tidak
seperti pada tipe spastik, gerakannya tampak tidak ada
keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.
6) Tipe Campuran: Pada tipe ini seorang disabilitas daksa
menunjukkan dua jenis ataupun lebih gejala tuna CP
sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingan dengan
disabilitas daksa yang hanya memiliki satu jenis/tipe
kecacatan.
2. Kelainan pada Sistem Otot dan Rangka (Musculus Skeletal
System)
Penggolongan disabilitas daksa ke dalam sistem otot dan
rangka didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh
52
yang mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang
belakang. Jenis-jenis kelainan pada sistem otak dan rangka antara
lain meliputi:
1) Poliomyelitis: Penderita polio adalah mengalami
kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil dan
tenaganya melemah, peradangan akibat virus polio yang
menyerang sumsum tulang belakang pada anak usia dua
tahun sampai enam tahun.
2) Muscle Dystrophy: disabilitas daksa yang mengalami
kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada penderita
Muscle Dystrophy sifatnya progressif, semakin hari
semakin parah. Kondisi kelumpuhannya bersifat simetris
yaitu pada kedua tangan dan kedua kaki saja, atau kedua
tangan dan kedua kakinya.
c. Faktor Penyebab Disabilitas Daksa
Terdapat beberapa faktor penyebab yang dapat
menimbulkan kerusakan pada individu sehingga menjadikannya
disabilitas daksa. Kerusakan tersebut dapat terletak pada jaringan
otak, jaringan sumsum tulang belakang, dan pada sistem musculus
skeletal. Jenis tunadaksa beragam dan masing-masing timbulnya
kerusakan berbeda-beda. Berdasarkan waktu terjadinya, kerusakan
otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah
lahir, yaitu sebagai berikut: (Agustyawati dan Solicha 2009, 114 –
115).
53
1) Sebelum lahir (fase prenatal)
Kerusakan yang terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan
disebabkan oleh:
• Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu
mengandung sehingga menyerang otak bayi yang sedang
dikandungnya.
• Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran
terganggu, tali pusar tertekan, sehingga merusak
pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
• Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung
mempengaruhi sistem syaraf pusat sehingga struktur
maupun fungsinya terganggu.
• Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang
dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem
syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya terbentur
dengan cukup keras dan secara kebetulan mengganggu
kepala bayi, maka dapat merusak sistem syaraf pusat.
2) Saat kelahiran (fase natal/perinatal)
Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada
saat bayi dilahirkan antara lain:
• Proses kelahiran yang terlalu lama, karena tulang pinggang
yang kecil pada ibu sehingga bayi mengalami kekurangan
oksigen. Hal ini kemudian menyebabkan terganggunya
sistem metabolisme dalam otak bayi sehingga jaringan
syaraf pusat mengalami kerusakan.
54
• Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran
yang mengalami kesulitan sehingga dapat merusak
jaringan syaraf otak pada bayi.
• Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang
melahirkan, karena operasi dan menggunakan anestesi
yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem
persyarafan otak bayi sehingga otak mengalami kelainan
struktur ataupun fungsinya.
3) Setelah proses kelahiran (fase post natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa di mana bayi mulai
dilahirkan sampai masa perkembangan otak dianggap selesai,
yaitu pada usia lima tahun. Hal-hal yang dapat menyebabkan
kecacatan setelah bayi lahir yaitu:
• Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.
• Infeksi penyakit yang menyerang otak
4. Atlet Disabilitas Daksa
Pengertian atlet disabilitas daksa menurut Wijayanti (2016,
26) adalah olahragawan yang mengikuti perlombaan atau
pertandingan yang memiliki kemammpuan berbeda dari
olahragawan pada umumnya yang disebabkan adanya gangguan
atau kerusakan pada tubuhnya.
Berdasarkan pengertian atlet dan disabilitas daksa yang
sudah dijelaskan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa atlet
disabilitas daksa merupakan individu terlatih dan berprestasi
dalam menekuni bidang olahraga yang mengalami keterbatasan
fisik atau gangguan pada anggota tubuhnya yang dapat disebabkan
55
oleh beberapa faktor seperti penyakit, kecelakaan, atau
pembawaan sejak lahir. Namun, melakukan latihan rutinitasnya
dengan cara berbeda dan khusus guna mendapatkan kekuatan
badan, mengasah bakat serta kemampuan yang dimilikinya.
Olahraga yang dilakukan adalah olahraga khusus yang sesuai
dengan kondisi fisiknya.
Pengertian tersebut diperjelas berdasarkan yang tercantum
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab 1 Pasal 1 yang
berbunyi: “Olahraga penyandang cacat adalah olahraga yang
khusus dilakukan sesuai dengan kondisi kelainan fisik dan/atau
mental seseorang”.
Adapun penggunaan kata yang tercantum dalam UU RI No.
3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional itu masih
menggunakan penyebutan “penyandang cacat”. Namun, ada
beberapa hal yang sudah diatur dalam UU RI tersebut untuk pelaku
olahraga penyandang disabilitas (setiap orang dan/atau kelompok
orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan olahraga yang
meliputi pengolahraga atau atlet penyandang disabilitas, pembina
olahraga, dan tenaga keolahragaan), di antaranya sebagai berikut:
a. Bagian Ketujuh tentang Pembinaan dan Pengembangan
Olahraga Penyandang Cacat, Pasal 30:
(1) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
dilaksanakan dan diarahkan untuk meningkatkan
kesehatan, rasa percaya diri, dan prestasi olahraga.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
dilaksanakan oleh organisasi olahraga penyandang cacat
56
yang bersangkutan melalui kegiatan penataran dan
pelatihan serta kompetisi yang berjenjang dan
berkelanjutan pada tingkat daerah, nasional, dan
internasional.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau organisasi
olahraga penyandang cacat yang ada dalam masyarakat
berkewajiban membentuk sentra pembinaan dan
pengembangan olahraga khusus penyandang cacat.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat
diselenggarakan pada lingkup olahraga pendidikan,
olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi berdasarkan jenis
olahraga khusus bagi penyandang cacat yang sesuai dengan
kondisi kelainan fisik dan/atau mental seseorang.
b. Pasal 48 ayat (3) yang berbunyi:
“Organisasi olahraga penyandang cacat bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan pekan olahraga penyandang cacat”.
c. Pasal 56 yang berisi:
(1) Olahragawan penyandang cacat melaksanakan kegiatan
olahraga khusus bagi penyandang cacat.
(2) Setiap olahragawan penyandang cacat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berhak untuk:
a. meningkatkan prestasi melalui klub dan/atau
perkumpulan olahraga penyandang cacat.
b. mendapatkan pembinaan cabang olahraga sesuai dengan
kondisi kelainan fisik dan/atau mental; dan
57
c. mengikuti kejuaraan olahraga penyandang cacat yang
bersifat daerah, nasional, dan internasional setelah
melalui seleksi dan/atau kompetisi.
d. Pasal 58 ayat (3) yang berbunyi:
“Olahragawan penyandang cacat memperoleh pembinaan dan
pengembangan dari organisasi olahraga penyandang cacat”.
Sebagaimana yang tertuang dalam UU RI No. 3 Tahun
2005 Pasal 30 ayat (3) bahwa pemerintah daerah juga harus turut
andil dalam hal pembinaan dan pengembangan olahraga khusus
penyandang disabilitas di daerahnya, maka Gubernur Provinsi
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta mengeluarkan Peraturan
Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1
Tahun 2016 tentang Keolahragaan. Dalam Perda tersebut
penggunaan dan penyebutan katanya sudah menggunakan
“penyandang disabilitas”, di antaranya yaitu: ("Peraturan Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2016
tentang Keolahragaan" 2016)
a. Pasal 5 yang berbunyi:
“Penyandang disabilitas mempunyai hak untuk memperoleh
pelayanan dalam kegiatan olahraga khusus”.
b. Pasal 8 huruf g, salah satu tugas Pemerintah Daerah dalam
penyelenggaraan keolahragaan yaitu:
“Menyediakan prasarana dan sarana olahraga khusus dan
tenaga keolahragaan untuk penyandang disabilitas”.
c. Pasal 32 tentang Olahraga bagi Penyandang Disabilitas yang
berisi:
58
(1) Pemerintah Daerah bersama-sama organisasi olahraga
membina dan mengembangkan olahraga bagi penyandang
disabilitas, dilaksanakan, dan diarahkan untuk
meningkatkan kesehatan, rasa percaya diri, dan prestasi
dalam bidang olahraga.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga bagi penyandang
disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan di:
a. pusat pembinaan dan pengembangan olahraga di luar
jalur pendidikan; atau
b. lembaga pendidikan sebagai pusat pembinaan dan
pengembangan olahraga bagi penyandang disabilitas
melalui jalur pendidikan.
(3) Pembinaan dan pengembangan olahraga bagi penyandang
disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilaksanakan sesuai klarifikasi dan divisinya masing-
masing.
d. Pasal 53 tentang Kejuaraan/Pekan Olahraga Penyandang
Disabilitas yaitu:
(1) Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan
kejuaraan/pekan olahraga penyandang disabilitas untuk
tingkat kota/kabupaten administrasi dan/atau antar daerah
dalam jenis olahraga tertentu paling kurang satu kali dalam
satu tahun.
(2) Penyelenggaraan kejuaraan/pekan olahraga penyandang
disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan sesuai klasifikasi dan divisinya.
59
Dengan demikian sudah jelas bahwa meskipun penyandang
disabilitas memiliki keterbatasan, itu tidak menjadi penghalang
dan menutup jalannya bahwa mereka pun juga dapat menunjukkan
bakat dan keterampilannya dengan menjadi seorang atlet, karena
menjadi pelaku olahraga khususnya atlet penyandang disabilitas
sudah diatur dan dilindungi oleh UU RI dan Perda. Mereka
memiliki hak yang sama dalam keolahragaan mulai dari
pembinaan dan pengembangan, pelayanan, prasarana, dan sarana
olahraga khusus sampai turut serta untuk berkompetisi dalam
kejuaraan pertandingan yang sesuai dengan bidang dan
klasifikasinya.
Hal tersebut memperlihatkan eksistensi penyandang
disabilitas khususnya kategori disabilitas daksa (sebagaimana yang
menjadi fokus peneliti) terhadap masyarakat luas bahwa perspektif
atau stigma negatif yang selama ini ada dapat dibuktikan oleh
mereka bahwa mereka mampu berkarier sebagai atlet dan
menunjukkan prestasi yang nyata serta diakui baik di tingkat
nasional maupun internasional.
Atlet disabilitas daksa pun setara dengan atlet non-
disabilitas lainnya, karena mereka juga mampu melakukan apa
yang dilakukan oleh atlet non-disabilitas, meskipun dengan cara
yang berbeda. Masing-masing dari mereka pasti mempunyai
hambatan dan tantangannya sendiri, hanya saja bagaimana mereka
menyikapi dan menghadapi hal tersebut kembali kepada pribadi
masing-masing. Atlet disabilitas daksa pun juga bisa meraih
berbagai prestasi yang dapat membawa dan mengharumkan nama
bangsa di kejuaaran internasional.
60
Oleh karena itu, mau bagaimanapun bentuk fisik seseorang,
derajat kita semua sama di mata Tuhan. Maka, sudah sepatutnya
kita sebagai manusia sesama ciptaan-Nya saling mengasihi,
menghormati, dan menghargai satu sama lainnya demi
keharmonisan dan menghilangkan stigma negatif serta
diskriminasi terhadap kaum disabilitas.
5. Penyandang Disabilitas Fisik dalam Perspektif
Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work)
Menurut Ismail (2012, 206) terdapat dua hal mendasar
dalam melindungi anak penyandang disabilitas fisik. Pertama,
cara kita memandang anak penyandang disabilitas fisik. Kedua,
cara anak penyandang disabilitas fisik dalam memandang dirinya
sendiri. Kedua cara ini merupakan sebuah kunci penting yang perlu
diperhatikan dalam melindungi anak penyandang fisik.
a. Cara Memandang Anak Penyandang Disabilitas Fisik
Secara garis besar Islam memberikan anjuran kepada umat
manusia agar dapat memberikan pandangannya secara positif
terhadap orang yang mengalami disabilitas fisik. Anjuran tersebut
berdasarkan fakta-fakta berikut ini: (Ismail 2012, 207)
Pertama, Allah SWT telah mencipatakan manusia dan
memberikan bekal kepadanya dengan berbagai macam potensi
dalam dirinya. Secara bahasa, istilah potensi berasal dari bahasa
Inggris yakni to potent yang memiliki arti keras atau kuat.
Sedangkan secara harfiah, potensi merupakan kemampuan,
kekuatan, atau daya yang ada pada diri manusia. Potensi tersebut
ada yang sudah terwujud secara nyata, namun ada juga yang masih
61
tersembunyi. Singkatnya potensi yaitu kemampuan yang dimiliki
seorang individu yang belum diaktualkan secara maksimal dan
mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan (Ismail
2012, 207).
Potensi yang dimiliki individu itu meliputi potensi fisik,
intelektual, emosi, spiritual, dan sosial. Penyandang disabilitas
fisik baik yang masih anak-anak atau sudah dewasa hanya
mengalami hambatan pada satu aspek potensi saja yakni potensi
fisik, sedangkan potensi lainnya tidak terhambat sama sekali dan
masih dapat dikembangkan. Oleh karena itu, kita tidak boleh
menghambat para penyandang disabilitas fisik untuk
mengembangkan potensi dirinya dengan memberikan stigma
bahwa mereka tidak dapat melakukan apa-apa. Melainkan kita
perlu mendukung dan membantu mereka agar mereka menjadi
pribadi yang kuat dan mandiri (Ismail 2012, 207).
Kedua, kita tidak boleh menutup mata dari fakta yang
menyatakan bahwa terdapat penyandang disabilitas fisik yang
mampu berprestasi dalam berbagai bidang seperti bidang
intelektual, sosial, budaya, dan keagamaan. Fakta empiris ini
seharusnya dapat menyadarkan kita untuk bersikap positif dalam
memandang anak penyandang disabilitas. Bahkan kita dapat
bertugas sebagai motivator atau fasilitator dalam membantu para
penyandang disabilitas dalam pengembangan dirinya agar menjadi
pribadi yang memiliki sikap percaya diri dan berhasil
mengoptimalkan potensi yang ada di dalam dirinya (Ismail 2012,
207).
62
b. Cara Anak-anak yang Mengalami Disabilitas Fisik
Memandang Dirinya
Anak-anak yang mengalami disabilitas fisik memerlukan
bimbingan dengan berbagai pendekatan, di antaranya yaitu: (1)
Pendekatan didaktis yakni pendekatan yang memperhatikan
prinsip-prinsip edukasi. (2) Pendekatan psikologis yakni
pendekatan yang memperhatikan dimensi kejiwaan mereka. (3)
Pendekatan sosiologis yakni pendekatan yang memperhatikan
kondisi sosial mereka. (4) Pendekatan spiritualitas yakni
pendekatan yang memperhatikan dimensi ruhani mereka yang
secara primordial bersifat fithri, putih bersih; agar mereka bisa
memandang diri mereka dengan pandangan positif. Untuk itu
dibutuhkan langkah-langkah strategis, yakni sebagai berikut:
(Ismail 2012, 208)
Pertama, anak-anak yang mengalami disabilitas fisik perlu
dibimbing dengan tujuan mereka yakin akan kekuasaan Allah
SWT yang dapat mengubah pandangan mereka di mana mereka
mendapatkan stigma sebagai golongan lemah menjadi individu
yang percaya diri dengan keyakinan bahwa Allah SWT tidak
menciptakan segala sesuatu sia-sia tanpa makna. Mereka
kelompok anak-anak bermakna, mempunyai potensi, dan mampu
mengembangkan potensi dirinya secara optimal sehingga potensi
mereka dapat terwujud secara nyata dan dan bermanfaat bagi orang
lain (Ismail 2012, 208).
Kedua, memberikan bimbingan kepada penyandang
disabilitas fisik dengan tujuan mereka mampu mengatasi masalah
yang mereka hadapi dengan membangun kepercayaan dirinya dan
63
menemukan titik terang di balik kekurangan fisiknya. Dengan
kemampuan mengatasi masalah yang sedang atau akan
dihadapinya ini merupakan modal mentalitas yang berguna dalam
menjamin kelangsungan hidup mereka dengan meraih hidup
bermakna dan menemukan makna hidup yang membahagiakannya
(Ismail 2012, 209).
Ketiga, memberikan bimbingan kepada penyandang
disabilitas fisik dalam menyadari adanya perbedaan diri mereka
dengan anak-anak normal lainnya dengan pandangan yang
realistis. Selain itu, memberikan arahan kepada mereka supaya
mampu melihat kekurangannya sebagai kekuatan untuk bangkit
dengan berusaha mewujudkan potensi dirinya dengan baik.
Mereka harus bertekad dengan kuat dalam upaya membuktikan
dirinya mampu berprestasi, bahkan menjadikan dirinya sebagai
manusia yang memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas pada
bidang-bidang keahlian tertentu (Ismail 2012, 209).
Keempat, membimbing penyandang disabilitas fisik
dengan menjadi manusia yang mempunyai kepekaan emosional
dan spiritual dalam memandang segala bentuk penindasan
terhadap diri mereka dengan mengembangkan kepedulian terhadap
kebutuhan orang lain yang mengalami nasib yang sama. Oleh
karena itu, dengan berbagai langkah strategis di atas dengan tujuan
supaya penyandang disabilitas memiliki harapan hidup yang
realistis dan memiliki muru’ah atau harga diri yang kokoh (Ismail
2012, 209).
64
B. Kerangka Berpikir
2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Dukungan Sosial
dan Keimanan
Peristiwa Tragis
Karena Penyakit dan
Kecelakaan
Menjadi Penyandang
Disabilitas Daksa
Bukan Bawaan Lahir
Tahap Derita
(Penghayatan Tak
Bermakna)
Tahap
Komitmen Diri dan
Kegiatan Terarah
Tahap
Penemuan Makna dan
Tujuan Hidup
Tahap
Penerimaan Diri
Tahap
Hidup Bermakna
Kebermaknaan
Hidup
Pada Atlet
Disabilitas Daksa
Bukan Bawaan
Lahir
65
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Profil National Paralympic Committee Indonesia (NPCI)
Provinsi DKI Jakarta
1. Deskripsi Umum NPCI Provinsi DKI Jakarta
National Paralympic Committee Indonesia (NPCI)
Provinsi DKI Jakarta merupakan unit organisasi di Tingkat
Provinsi khususnya DKI Jakarta. NPCI Provinsi DKI Jakarta
beralamat di Jalan Pemuda No. 06 Gelanggang Olahraga (GOR)/
Stadioan Atletik Rawamangun, No. 20, Jakarta Timur.
NPCI Provinsi DKI Jakarta memiliki tugas dan kewajiban,
di antaranya: (Database NPCI Provinsi DKI Jakarta)
1. Mendorong dan membina seluruh NPC Indonesia di
Provinsi DKI Jakarta, agar dapat meningkatkan kualitas
pengelolaan organisasi secara professional yang
bermartabat, tertib administrasi dan akuntabel.
2. Membentuk dan membina atlet disabilitas menjadi Tim
Olahraga Provinsi DKI Jakarta untuk mewakili Provinsi
dalam mengikuti pertandingan dan/atau turnamen olahraga
disabilitas dalam event kejuaraan di tingkat Daerah maupun
Nasional.
3. Menyelenggarakan kompetisi, pertandingan persahabatan
serta Pekan Paralimpik Provinsi (Peparprov).
66
2. Sejarah Berdirinya
Pada awalnya organisasi olahraga penyandang disabilitas
didirikan pada tanggal 31 Oktober 1962 dengan Akta Notaris
Nomor 71, tanggal 31 Oktober 1962 atas prakarsa Prof. Dr.
Soeharso. Organisasi ini diberi nama Yayasan Pembina Olahraga
Cacat (YPOC).
Kemudian, pada tahun 1982 dalam suatu pertemuan
konsultasi antara pengurus pusat YPOC Indonesia dengan
pimpinan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat
Jakarta, salah satu materi pembicaraan adalah anjuran KONI Pusat
agar tidak menggunakan nama yayasan seperti halnya nama
anggota KONI lainnya, misalnya menggunakan nama
perkumpulan, persatuan, badan, atau federasi, dan lain sebagainya.
Menanggapi perihal perubahan nama tersebut dari yayasan
kepada yang lain, pengurus pusat YPOC Indonesia dalam beberapa
kali rapatnya dihadapkan pada pro dan kontra yaitu satu pihak
menghendaki dengan tetap mempertahankan nama yayasan dan di
lain pihak menghendaki perubahan nama. Namun, pada akhirnya
diperoleh kesepakatan dari semua pengurus untuk mengganti
namanya yaitu dari nama yayasan berubah menjadi badan sehingga
nama organisasi menjadi Badan Pembina Olahraga Cacat yang
disingkat BPOC (Sanyoto 2017, 23).
Pada tanggal 31 Oktober – 1 November 1993 telah
diselenggarakan Musyawarah Olahraga Cacat Nasional
(Musornas) YPOC ke-VII yang pelaksanaanya bersamaan dengan
penyelenggaraan Pekan Olahraga Cacat Nasional (Porcanas) ke-X
dari tanggal 31 Oktober – 6 November 1993 di Yogyakarta.
67
Dalam Musornas tersebut diputuskan antara lain yaitu:
1) Menyetujui perubahan nama dari YPOC menjadi
BPOC.
2) Menyetujui pemisahan kegiatan kesenian dari BPOC.
3) Menyetujui anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
BPOC.
4) Meningkatkan usaha konsolidasi organisasi BPOC
termasuk pengembangan organisasi ke seluruh
Indonesia.
Perubahan nama organisasi menjadi Badan Pembina
Olahraga Cacat (BPOC), dengan perubahan Akta Notaris nomor
15, tanggal 15 Desember 1993. BPOC Pusat menjadi anggota
KONI Pusat Jakarta dan oleh KONI Pusat diakui sebagai satu-
satunya organisasi yang mewadahi kegiatan pembinaan olahraga
bagi para penyandang disabilitas di seluruh Indonesia. ditingkat
provinsi BPOC daerah dengan sendirinya menjadi anggota KONI
dati 1 provinsi setempat. Demikian pula, BPOC cabang kabupaten
menjadi anggota KONI dati II kabupaten/kotamadya setempat.
BPOC sebagai organisasi induk cabang olahraga bagi penyandang
disabilitas mempunyai kewajiban seperti anggota KONI lainnya
(Wijayanti 2016, 33).
Pada tanggal 18 November 2005 dalam pertemuan General
Assembly (Majelis Umum) International Paralympic Committee
(IPC) telah diputuskan bahwa gerakan dan kegiatan olahraga
penyandang disabilitas harus menggunakan kata ‘paralympic’,
karena semua olaharaga yang dinaungi IPC adalah olahraga
prestasi (bukan lagi olahraga rehabilitasi maupun olahraga
68
rekreasi). Sejalan dengan keputusan tersebut, negara-negara
anggota IPC wajib mencantumkan kata ‘paralympic’ pada nama
organisasinya.
Pada tanggal 27 – 28 Juli 2010 diadakan Musyawarah
Olahraga Nasional Luar Biasa (Musornaslub) BPOC tentang
perubahan nama organisasi, sehingga dalam Musornaslub yang
diselenggarakan di Solo tersebut telah menghasilkan keputusan
perubahan nama organisasi dari Badan Pembina Olahraga Cacat
(BPOC) menjadi National Paralympic Committee (NPC), dengan
diikuti perubahan Akta Notaris Nomor 32, tanggal 30 Agustus
2010. Dan Akta Notaris terbaru Nomor 14 tanggal 11 Juli 2013
perihal perubahan Anggaran Dasar NPC Indonesia (NPC
Indonesia 2019).
Kemudian, dengan perkembangan organisasi keolahragaan
International Olympic Committee (IOC) dan Olympic Council of
Asia (OCA) yang menjadikan organisasi olahraga kaum disabilitas
(paralympian) menjadi organisasi yang mandiri dan berdiri
sendiri, maka NPC Indonesia dengan berkoordinasi bersama
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia
(Kemenpora RI) pada akhirnya mengundurkan diri dari KONI
Pusat.
Setelah melalui beberapa surat, dan hingga surat yang
terakhir dari NPC Indonesia Nomor: 039.UM.03/NPC-Ina/2015,
Perihal: Pengunduran Diri, tertanggal 28 Maret 2015, akhirnya
KONI Pusat pun mengeluarkan Keputusan Nomor: 08/RA/2015,
tertanggal 31 Maret 2015 tentang Pengunduran Diri Organisasi
National Paralympic Committee (NPC) Indonesia Sebagai
69
Anggota KONI. Dengan demikian, NPC Indonesia secara otomatis
kehilangan hak dan kewajibannya sebagai anggota KONI mulai
dari tingkat pusat sampai daerah (Soselisa 2016). Dan oleh karena
itu, kedudukan NPC Indonesia menjadi sejajar dengan KONI.
Lalu, Pemerintah Daerah atau Gubernur sebagai Dewan Pelindung
dan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) sebagai Dewan
Penasihat (BL 2019).
3. Visi dan Misi
Tabel 3.1 Visi dan Misi NPC Indonesia
Visi Misi
“Mewujudkan
kesetaraan dan
keseimbangan
pembinaan olahraga
penyandang
disabilitas di
Indonesia.”
1) Mengatur dan memberikan
bimbingan dalam pelaksanaan
pelatihan olahraga penyandang
disabilitas.
2) Mengusahakan dan mengelola
seluruh pembiayaan kegiatan
olahraga para penyandang
disabilitas.
3) Mengatur kegiatan olahraga
penyandang disabilitas baik di
tingkat daerah, nasional dan
internasional.
4) Meningkatkan prestasi,
kesejahteraan dan pendidikan atlet
penyandang disabilitas.
70
4. Tujuan dan Fungsi
NPC Indonesia adalah satu-satunya wadah keolahragaan
penyandang disabilitas Indonesia yang berwenang
mengkoordinasikan dan membina setiap dan seluruh kegiatan
olahraga prestasi penyandang disabilitas di Indonesia maupun di
ajang internasional. NPC Indonesia mempunyai tujuan dan fungsi
sebagai berikut: (Ferdiyanto 2019)
Tabel 3.2 Tujuan NPC Indonesia
Tujuan NPC Indonesia
1) Membentuk watak keperibadian para penyandang
disabilitas Indonesia yang mencintai nilai kemanusiaan,
kejujuran, dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
2) Mewadahi para penyandang disabilitas Indonesia untuk
berperan serta dalam pembangunan nasional melalui
kegiatan olahraga.
3) Mewujudkan dan mengembangkan dunia olahraga bagi
para penyandang disabilitas yang lebih maju, berkeadilan,
bermartabat, dan sejajar dengan keberadaan olahraga pada
umumnya.
4) Memupuk persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia serta
menjalin persahabatan antarbangsa di dunia internasional.
5) Mengharumkan nama Bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia melalui pencapaian prestasi olahraga
para atlet penyandang disabilitas di tingkat internasional.
6) Memperkuat semangat dan usaha perjuangan untuk
mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi para
penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan
termasuk kemudahan dan peningkatan karier dalam
kedinasan dan/atau pekerjaan melalui olahraga prestasi.
71
Tabel 3.3 Fungsi NPC Indonesia
Fungsi NPC Indonesia
1) Menggalang dan menjalin persatuan dan kesatuan antar
insan olahraga penyandang disabilitas di Indonesia dan
internasional.
2) Meningkatkan prestasi olahraga disabilitas di Indonesia.
3) Memberi perlindungan kepada anggota dan atlet
penyandang disabilitas.
4) Pembinaan kesejahteraan, keadilan dan atau kehormatan
olahraga disabilitas.
B. Struktur Organisasi National Paralympic Committee
Indonesia (NPCI) Provinsi DKI Jakarta
1. Struktur Organisasi Lembaga
NPCI Provinsi DKI Jakarta adalah unit organisasi tingkat
provinsi yang dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dan
ditetapkan dalam Musyawarah Olahraga Provinsi (Musorprov)
baik yang bersifat biasa atau luar biasa untuk masa bhakti selama
lima tahun. Susunan kepengurusan NPCI Provinsi DKI Jakarta
terdiri dari:
72
Tabel 3.4 Struktur Organisasi Lembaga
Badan Pengurus Harian
(BPH)
Biro-Biro
- Ketua
- Sekretaris
- Wakil Sekretaris
- Bendahara
- Wakil Bendahara,
- Wakil ketua I
- Wakil Ketua II
- Wakil Ketua III
- Ketua Biro Hukum
- Ketua Biro Humas
- Ketua Biro Cabang
Olahraga
- Ketua Biro Pelatih dan
Wasit
- Ketua Biro
Pertandingan dan
Klasifikasi
- Ketua Biro
Pemberdayaan Daerah.
73
Bagan 3.1
Struktur Organisasi NPCI Provinsi DKI Jakarta
KETUA
Welly Ferdinandus
SEKRETARIS
Benedict Lamere
Wakil Sekretaris
Ilham Hidayat
BENDAHARA
S. Puryantini
Wakil Bendahara
Rosmiati Palancoi
WAKIL KETUA I WAKIL KETUA III WAKIL KETUA II
Ketua Biro
Hukum
Ketua Biro
Cabang Olahraga
Ketua Biro
Pelatih dan
Wasit
Ketua Biro
Pertandingan &
Klasifikasi
Ketua Biro
Humas
Fajar Vidya Hartono Cindy Octarina Syamsuddin Sar
Heppy Sebayang Ridwan Wardhono Triyanto Agus Budianto Zulaeha Dunda
Ketua Biro
Pemberdayaan
Daerah
Mustamin
74
Bagan 3.2
Struktur Dewan Pertimbangan NPCI Provinsi DKI Jakarta
(Sumber: Database NPC Indonesia Provinsi DKI Jakarta)
Ketua Sekretaris
Mat Suro
Anggota
David Yakobs Dylan Erlangga
Abraham
75
2. Tugas dan Kewajiban Pengurus Provinsi (Pengprov)
Tugas dan kewajiban bagi Pengurus Provinsi (Pengprov)
NPCI Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut: (Ferdiyanto
2019)
a. Mendorong dan membina seluruh NPC Indonesia tingkat
kabupaten/kota agar dapat meningkatkan kualitas
pengelolaan organisasi secara professional yang
bermartabat, tertib, administrasi, dan akuntabel.
b. Membentuk dan membina atlet disabilitas menjadi tim
olahraga provinsi untuk mewakili provinsi dalam
mengikuti pertandingan dan/atau tournament olahraga
disabilitas dalam event kejuaraan di tingkat daerah maupun
nasional.
c. Menyelenggarakan kompetisi, pertandingan persahabatan,
serta Pekan Paralympic Provinsi (Peparprov).
d. Menyelenggarakan Musyawarah Olahraga Provinsi
(Musorprov) Biasa atau Luar Biasa untuk
menyelenggarakan Rapat Kerja Provinsi (Rakerprov).
e. Mengikuti Musyawarah Olahraga Kabupaten (Musorkab)
atau Musyawarah Olahraga Kota (Musorkot), dan Rapat
Kerja Kabupaten/Kota (Rakerkab/Rakerkot).
f. Mengikuti rapat/pertemuan baik yang diselenggarakan oleh
Struktur Internal/Organisasi maupun di luar Organisasi
NPC Indonesia.
g. Menyusun Program Kerja NPC Indonesia tingkat Provinsi
yang bersifat jangka pendek, menengah, dan jangka
panjang.
76
h. Menyusun Laporan Kegiatan untuk disampaikan kepada
NPC Indonesia tingkat Pusat dan pihak yang
berkepentingan.
i. Membuat laporan secara tertulis kepada NPC Indonesia
tingkat Pusat atau seluruh jumlah anggota NPC Indonesia
di wilayahnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Dewan Pertimbangan
Provinsi (Deperprov) merupakan lembaga internal yang berfungsi
sebagai mitra konsultatif terhadap kinerja Pengurus Provinsi NPC
Indonesia. Deperprov terdiri dari seorang ketua merangkap
anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan seorang
anggota. Ketua dan Anggota Deperprov ditetapkan dalam
Musorprov (Ferdiyanto 2019).
C. Disabilitas yang Dibina
Disabilitas yang dibina di NPCI Provinsi DKI Jakarta
meliputi amputee, les autres, paraplegia, cerebral palsy, tunanetra
dan jenis disabilitas yang lain sesuai dengan klasifikasi disabilitas
yang berlaku baik di tingkat nasional maupun internasional.
Adapun penjelasan kelima jenis disabilitas tersebut di antaranya
yaitu: (Wijayanti 2016, 34)
1) Amputee
Disabilitas yang disebabkan oleh salah satu anggota gerak
badannya yang mengalami kerusakan permanen sehingga harus
mengalami amputasi agar tidak menginfeksi bagian tubuh yang
sehat.
77
2) Les Autres
Kata Les Autres diambil dari Bahasa Perancis yang artinya
“lainnya”. Kategori ini mencakup atlet yang mengalami disabilitas
dalam hal mobilitas atau kehilangan fungsi fisik lainnya yang tidak
tergolong pada salah satu dari kelima kategori lainnya. Contohnya
yaitu terjadi karena hambatan pertumbuhan, sklerosis berganda
atau disabilitas sejak lahir pada anggota badan.
3) Paraplegia
Paraplegia adalah cedera saraf tulang belakang disebabkan
kecelakaan yang merusak sensorik dan fungsi motorik di bagian
tubuh bagian bawah atau anggota gerak tubuh bagian bawah.
Paraplegia biasanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian,
kecelakaan parah, dan penyakit bawaan.
4) Cerebral Palsy
Menurut Hendrayana (2007 dalam Wijayanti 2016, 35)
Cerebral Palsy yaitu suatu gejala yang kompleks, yang terdiri dari
berbagai jenis dan derajat kelainan gerak. Kekacauan ini
merupakan gejala awal dalam hidup dan sifatnya permanen serta
kondisi tubuh cenderung tidak meningkat. Kelainan gerak ini
biasanya disertai dengan kelainan kepekaan, berpikir dan
komunikasi serta perilaku.
5) Tunanetra
Pengertian tunanetra menurut Hendrayana (2007 seperti
yang dikutip Wijayanti 2016, 35) adalah mereka yang
penglihatannya menghambat untuk memfungsikan dirinya dalam
pendidikan, tanpa menggunakan material khusus, latihan khusus,
78
atau bantuan lainnya secara khusus. Pada umumnya tunanetra
mampu melihat cahaya dan barangkali hanya satu dari empat
tunanetra yang benar-benar buta total. Tunanetra yang buta total
sebagian terjadi sejak dilahirkan.
D. Ajang Pertandingan
Ajang pertandingan yang terdapat dalam olahraga
disabilitas di antaranya sebagai berikut:
1) Tingkat Dunia disebut Paralympic Games atau Paralimpiade.
Paralympic Games atau yang disebut dengan Paralimpiade
adalah pertandingan olahraga dengan berbagai nomor untuk atlet
yang mengalami disabilitas fisik, mental, dan sensorial. Disabilitas
ini termasuk dalam ketidakmampuan dalam mobilitas, disabilitas
karena amputasi, gangguan penglihatan, dan mereka yang
menderita cerebral palsy (Chaerunnisa 2018). Paralimpiade
diselenggarakan setiap empat tahun, setelah Olimpiade, dan diatur
oleh International Paralympic Committee (IPC) (Khuluq dkk.
2013, 1)
2) Tingkat Asia disebut Asian Para Games.
Asian Para Games (APG) adalah acara multiolahraga
internasional pertama yang diselenggarakan di Asia, yang
melibatkan atlet dengan berbagai disabilitas (Apinino 2019). APG
menjadi ajang multiolahraga yang penyelenggaraanya setiap
empat tahun di mana ajang tersebut satu paket dengan Asian
Games di suatu Negara/kota (Dharma 2019).
79
3) Tingkat Asia Tenggara disebut ASEAN Para Games.
ASEAN Para Games adalah ajang olahraga yang
diselenggarakan setiap dua tahun sekali setelah penyelenggaraan
SEA Games. Pesta olahraga itu diselenggarakan untuk para atlet
disabilitas dan diikuti oleh 11 negara yang ada di Asia Tenggara.
ASEAN Para Games di bawah pengawasan ASEAN Para Sports
Federation (APSF). Tuan rumah penyelenggaraan ajang ini sama
dengan Negara penyelenggara SEA Games (Argawana 2017).
4) Tingkat Nasional disebut Pekan Paralimpik Nasional
(Peparnas)
Peparnas merupakan penyelenggaraan pertandingan dan
kompetisi multi-events, semua cabang olahraga bagi kaum
disabilitas terbesar di Indonesia. Peparnas merupakan ajang
pembuktian prestasi bagi atlet disabilitas yang berskala nasional.
Mereka mewakili Provinsi dan sekaligus NPC Pengprov masing-
masing daerah. Peparnas mempertandingan cabang-cabang
olahraga yang resmi mengikuti regulasi cabang olahraga yang
dipertandingkan di IPC. Saat ini cabang olahraga yang sudah
dibina dan berkembang di Indonesia sekitar 13 cabang olahraga.
Penyelenggaraan Peparnas diadakan setiap empat tahun dan
menjadi satu paket dengan Pekan Olahraga Nasional (PON)
(Jiddan 2016).
5) Tingkat Provinsi/Daerah disebut Pekan Paralimpik Provinsi
(Peparprov)/ Pekan Paralimpik Daerah (Peparda)
Kejuaraan Peparprov atau Peparda adalah ajang multi-
event untuk atlet disabilitas yang sejajar dengan ajang Pekan
80
Olahraga Provinsi (Porprov) atau Pekan Olahraga Daerah (Porda).
Ajang ini diadakan di suatu provinsi atau daerah dengan peserta
dari berbagai kabupaten/kota se-provinsi atau se-daerah tersebut.
Ajang ini sendiri sebagai dasar dari persiapan Pengprov sebelum
menuju ke event yang akan diselenggarakan pada tingkat nasional
yaitu Peparnas (Wara 2018).
6) Tingkat Kabupaten/Kota disebut Pekan Paralimpik
Kabupaten/Kota (Peparkab/Peparkot)
Peparkab atau Peparkot diadakan di suatu kabupaten atau
kota yang pesertanya mewakili dan berasal dari berbagai
kecamatan se-kabupaten/kota tersebut. Peparkab atau Peparkot ini
berlangsung dan diselenggarakan bersamaan dengan Pekan
Olahraga Kabupaten/Kota (Porkab/Porkot) (Amini 2016, 12).
7) Tingkat Antar Pelajar disebut Pekan Paralimpik Pelajar
Nasional (Peparpenas)
Peparpenas merupakan kompetisi olahraga bagi para
pelajar penyandang disabilitas dan diselenggarakan setiap dua
tahun sekali (Meilisa 2019). Acara ini diselenggarakan untuk
memberikan ruang bagi penyandang disabilitas khususnya pelajar
untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka dan juga
menunjukkan kemampuan olahraganya melalui Peparpenas
(Dharapos 2019).
E. Cabang Olahraga Paralimpik
Dalam pelaksanaan olahraga bagi atlet disabilitas ini
memiliki kesamaan dengan olahragawan non-disabilitas. Namun,
terdapat perbedaan yaitu pada peraturan pertandingan dan sarana
81
prasarana tambahan yang digunakan untuk pelaksanaan
perlombaan maupun pertandingan agar kejuaraan itu dapat
berjalan dengan baik.
Cabang olahraga yang sering dipertandingkan untuk
tingkat dunia menurut IPC menyebutkan bahwa cabang olahraga
tersebut dibagi menjadi dua berdasarkan musim yaitu cabang
olahraga yang dipertandingkan pada musim panas dan dingin.
Berikut cabang-cabang olahraga tersebut: (Wijayanti 2016, 36)
a. Cabang Olahraga Musim Dingin
1) Alpin Sky
2) Biathlon
3) Cross Country Sky
4) Kursi Roda Curling
5) Ice Hoceky Sledge
b. Cabang Olahraga Musim Panas
1) Atletik 13) Pelayaran
2) Boccia 14) Voli Duduk
3) Goal Ball 15) Kursi Roda Rugby
4) Judo 16) Mendayung
5) Panahan 17) Menembak
6) Para-Canoe 18) Renang
7) Para-Triathlon 19) Para Tennis Meja
8) Penunggang Kuda 20) Kursi Roda Tari
9) Sepak Bola 5-Side 21) Anggar Kursi Roda
10) Sepak Bola 7-Side 22) Tennis Kursi Roda
11) Powerlifting 23) Kursi Roda Bola Basket
12) Para-Sepeda
82
Adapun cabang olahraga yang sudah dibina di NPC DKI
Jakarta antara lain: (BL 2019)
1. Renang
2. Bulu tangkis
3. Tenis meja
4. Atletik
5. Panahan
6. Wheelchair Basketball
7. Blind Judo
8. Tenpin Bowling
9. Boccia
10. Catur
11. Tenis Lapangan Wheelchair
Saat ini, jumlah atlet dari semua cabang olahraga yang ada
dan sudah terdaftar serta tergabung ke dalam NPC DKI Jakarta
berjumlah 116 orang atlet. Masing-masing cabang olahraga yang
sudah dibina itu dilatih oleh 1 orang pelatih dan didampingi dengan
1 orang asisten pelatih. Namun, NPC DKI Jakarta mengatakan
bahwa di tahun 2020 nanti jumlah pelatih dan asisten pelatih dapat
meningkat. Hal itu dikarenakan guna menunjang keefektifan
dalam pelatihan dan pembinaan untuk persiapan menuju Peparnas
2020 dan supaya dapat mencapai hasil yang maksimal (BL 2019).
83
F. Alur Prosedur dalam Penerimaan Calon Atlet
Bagan 3.3
Alur Prosedur dalam Penerimaan Calon Atlet
Deskripsi Alur Prosedur dalam Penerimaan Calon Atlet yaitu: (BL
2019)
1. Calon atlet penyandang disabilitas yang berminat dengan
olahraga disabilitas dan ingin bergabung ke NPC DKI Jakarta
bisa datang ke kantor sekretariat NPC DKI Jakarta.
2. Setelahnya, calon atlet mengonsultasikan mengenai dirinya
seperti ia memiliki minat terhadap cabang olahraga apa atau
sudah memiliki bakat dalam salah satu cabang olahraga yang
1. Calon atlet datang ke kantor sekretariat NPC
DKI Jakarta
2. Mengonsultasikan minat cabang
olahraga apa yang ingin diikuti dan
sesuai dengan kedisabilitasannya
3. Mengisi formulir biodata
calon atlet
4. Komitmen untuk mengikuti lahitan cabang olahraga yang sudah dipilih
5. Atlet akan dibina secara
bertahap
6. Atlet sudah dibina dan siap
mengikuti pertandingan
7. Atlet mengikuti pertandingan dalam
tingkat Peparda
8. Atlet yang menang dalam
Peparda akan dibina untuk persiapan
Peparnas
9. Atlet siap bertanding
dalam Peparnas
84
dibina di NPC DKI Jakarta itu. Namun, jika sang calon atlet
belum mengetahui kemampuannya dan sama sekali belum
bisa melakukan apa-apa dari salah satu cabang olahraga
tersebut, maka itu menjadi tugas NPC DKI Jakarta untuk
menanyakan kemauan cabang olahraga yang ingin diikuti oleh
sang calon altet. Selain itu, NPC DKI Jakarta juga dapat
mengarahkan cabang olahraga kepada sang calon atlet sesuai
dengan kedisabilitasannya.
3. Setelah itu, untuk registrasi sang calon atlet mengisi formulir
mengenai biodata tentang dirinya.
4. Calon atlet melakukan komitmen terhadap dirinya untuk
mengikuti serangkaian pelatihan dan pembinaan sesuai
dengan cabang olahraga yang sudah dipilih atau berdasarkan
arahan dari NPC DKI Jakarta.
5. Calon atlet akan diikuti berbagai pelatihan dan pembinaan
secara bertahap sesuai dengan cabang olahraganya.
6. Atlet yang sudah dibina secara bertahap dan siap untuk
mengikuti pertandingan, maka NPC DKI Jakarta akan
mengikutsertakan sang atlet tersebut dalam pertandingan atau
kejuaraan yang akan berlangsung, misalnya Peparda yang
diselenggarakan di suatu daerah.
7. Atlet bersiap untuk mengikuti pertandingan Peparda, di mana
hal itu merupakan seperti ajang persaingan untuk
mendapatkan “tiket” atau kesempatan agar dapat menuju
pertandingan di tingkat nasional yakni Peparnas.
85
8. Kemudian, atlet yang menang dalam tingkat Peparda, maka
atlet itu berhak untuk mengikuti pelatihan dan pembinaan
dalam persiapan menuju Peparnas.
9. Setelah dibina dengan usaha yang maksimal, maka atlet itu
akan diikut sertakan dalam Peparnas. Hal itu menjadikan sang
atlet sebagai salah satu perwakilan dan membawa nama
Pengprov NPC DKI Jakarta untuk bertanding melawan atlet
dari Pengprov NPC daerah lainnya.
G. Program Latihan
Program latihan merupakan cara yang wajib dijalankan
oleh seorang atlet dengan sungguh-sungguh dan sikap disiplin
yang tinggi agar dapat mencapai prestasi yang gemilang. Dengan
latihan itu yang menjadikan seorang atlet akan siap menghadapi
berbagai tantangan yang akan dihadapi nantinya saat pertandingan
yang diikutinya tersebut (Sanyoto 2017, 50).
Menurut Sudjarwo (1995 dalam Sanyoto 2017, 51)
mendefinisikan latihan sebagai suatu proses penyempurnaan
peraturan olahraga secara ilmiah, penempatan pendidikan dan
prinsip-prinsip. Yang dimaksud dengan proses yaitu adanya
sistematika dan perencanaan, peningkatan kesiapan untuk
pembentukan, dan kemampuan atlet. Oleh karena itu, menurut
pendapat Sanyoto (2017, 51) sendiri latihan merupakan suatu
kebutuhan yang diperlukan oleh atlet dan dilakukan secara
berulang dengan tingkat beban yang selalu meningkat sehingga
seorang atlet dapat memperoleh kemampuan yang optimal guna
86
menghadapi pertandingan dan dapat mencapai prestasi yang
maksimal.
Program latihan itu sendiri dibagi menjadi dua tahapan
yang terdiri dari tahap persiapan umum dan persiapan khusus.
Tahap persiapan umum dimulai dengan latihan yang
mengutamakan pada peningkatan kemampuan fisik seorang atlet
agar siap secara fisik dalam menghadapi pertandingan. Setelah itu
baru masuk ke dalam tahap persiapan khusus. Pada tahap persiapan
khusus ini, seorang atlet diberikan latihan yang berguna untuk
meningkatkan teknik, taktik, bahkan mental sang atlet. Dalam
tahap ini biasanya diisi dengan simulasi-simulasi pertandingan
yang sesungguhnya dan mencari lawan tanding untuk berlatih.
Bahkan mengikuti uji coba tanding atau try out untuk melihat
seberapa jauh kesiapan sang atlet dan dapat di-review kembali
supaya nantinya dalam menjalankan pertandingan sesungguhnya
dapat lebih baik lagi (Sanyoto 2017, 52).
H. Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh NPC DKI
Jakarta guna menunjang keefektifan dalam berlatih masing-masing
cabang olahraga terutama dukungan berupa fasilitas lapangan yang
bekerja sama juga dengan Dispora, yaitu sebagai berikut: (BL
2019)
1. Kantor Sekretariat NPC DKI Jakarta untuk mengurusi segala
keperluan administratif.
Yang beralamat di Jalan Pemuda No. 06 GOR Atletik
Blok 20, Rawamangun, DKI Jakarta, 13220.
87
2. Cabang Olahraga Renang
Bertempat di Kolam Renang GOR Senen di Jalan Stasiun
Senen No.1, RW.3, Senen, Jakarta Pusat, Kota Jakarta Pusat,
DKI Jakarta, 10410.
3. Cabang Olahraga Bulu tangkis
Bertempat di GOR Matraman yaitu di Jalan Balai Rakyat
No.4b, RW.6, Utan Kayu Utara, Kec. Matraman, Kota Jakarta
Timur, DKI Jakarta, 13120.
4. Cabang Olahraga Tenis meja
Cabang olahraga tenis meja dibagi menjadi dua kategori
yakni untuk atlet disabilitas daksa dan tunanetra. Untuk tenis
meja bagi atlet disabilitas daksa bertempat di GOR Otista
tepatnya di RT.13/RW.8, Kp. Melayu, Kec. Jatinegara, Kota
Jakarta Timur, DKI Jakarta, 13330.
Sedangkan untuk atlet disabilitas tunanetra di Sekolah
Luar Biasa (SLB) A Pembina Tingkat Nasional tepatnya di
Jalan Pertanian Raya 12 RT.6/RW.4, Lebak Bulus, Kec.
Cilandak, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12440.
5. Cabang Olahraga Atletik
Bertempat di Stadion Atletik Rawamangun tepatnya di
RW.6, Rawamangun, Kec. Pulo Gadung, Kota Jakarta Timur,
DKI Jakarta, 13220.
6. Cabang Olahraga Panahan
Bertempat di Stadion/lapangan BMX tepatnya di
RT.6/RW.13, Kayu Putih, Kec. Pulo Gadung, Kota Jakarta
Timur, DKI Jakarta, 13210.
88
7. Cabang Olahraga Wheelchair Basketball
Bertempat di Orion Sport Center tepatnya di Jalan
Bandengan Utara Raya, No.73-75, RT.5/RW.15, Kec.
Penjaringan, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta, 14440. Dan di
lapangan Sekolah Perkumpulan Mandiri tepatnya di Jalan Dr.
GSSJ Ratulangi No.5 & 14, Gondangdia, Kec. Menteng, Kota
Jakarta Pusat, DKI Jakarta, 10310.
8. Cabang Olahraga Blind Judo dan Catur
Cabang olahraga Blind Judo dan Catur Bertempat di Panti
Sosial Tuna Netra Bina Cahaya Bathin yang beralamat
lengkap di Jalan Dewi Sartika, RT.9/RW.4, Cawang, Kec.
Kramat Jati, Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta, 13630.
9. Cabang Olahraga Tenpin Bowling
Bertempat di Jaya Ancol Bowling Center tepatnya di
Jalan Lodan Timur, RW.10, Ancol, Kec. Pademangan, Kota
Jakarta Utara, DKI Jakarta, 14420.
10. Cabang Olahraga Boccia
Bertempat di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC)
Jakarta yang beralamat lengkap di Jalan Hang Lekiu III No.19
RT.6/RW.4, Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, DKI
Jakarta, 12120.
11. Cabang Olahraga Tenis Lapangan Wheelchair
Bertempat di Pusat Rehabilitasi (Pusrehab) Kementerian
Pertahanan (Kemhan) Republik Indonesia di Jalan RC.
Veteran No. 178, RT.9/RW.3, Bintaro, Kec. Pesanggrahan,
Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12330.
89
I. Jakarta Swift Wheelchair Basketball
Jakarta Swift Wheelchair Basketball merupakan klub atau
komunitas bola basket kursi roda pertama di Jakarta yang didirikan
pada tahun 2018. Dengan demikian, juga terbentuk tim bola basket
kursi roda pertama yang mewakili Indonesia pada ajang Asian Para
Games 2018. Jakarta Swift bertujuan untuk mempersiapkan para
atlet dengan segala keterampilan dan kesempatan agar dapat
bersaing pada berbagai ajang pertandingan, baik di tingkat
nasional maupun internasional. Selain itu, Jakarta Swift juga
menyediakan platform untuk para atlet yang kurang beruntung
agar dapat menginspirasi orang lain.
Kemudian, kata “Swift” juga memiliki arti dan berasal dari
“The Swift Bird”. The Swift bird berasal dari keluarga burung
yakni “Apodidae” yang dalam Bahasa Yunani memiliki arti “tanpa
kaki”. Mereka mampu terbang selama berbulan-bulan tanpa
mendarat dan itu sebagai metode adaptasi yang dilakukannya.
Karakteristik fisik dan makna dalam Yunani bagi keluarga the
Swift bird itu yang mewakili kemampuan para atlet basket kursi
roda untuk beradaptasi, bersaing, dan hidup tanpa hambatan
meskipun memiliki disabilitas fisik (Database Jakarta Swift
Wheelchair Basketball, 2018)
Jakarta Swift Wheelchair Basketball merupakan klub atau
komunitas basket kursi roda di bawah naungan NPC Indonesia.
Karena NPC Indonesia merupakan organisasi pembina atlet
penyandang disabilitas satu-satunya yang mempunyai wewenang
dalam olahraga disabilitas di Indonesia (BL 2019). Berdasarkan
hal itu, karena Jakarta Swift Wheelchair Basketball berdiri di
90
Jakarta, maka Jakarta Swift bekerja sama dan saling berkoordinasi
dengan NPCI DKI Jakarta (SN 2019).
Sebagai klub atau komunitas, Jakarta Swift Wheelchair
Basketball juga mempunyai visi dan misi, di antaranya sebagai
berikut:
Tabel 3.5
Visi dan Misi Jakarta Swift Wheelchair Basketball
Visi Misi
“Menciptakan komunitas
inklusif yang memberdayakan
diri dengan perspektif dan
tanggung jawab untuk
mengadvokasi hak dan
peluang bagi semua orang
yang termarginalkan di
masyarakat.”
“Menawarkan peluang bagi
para atlet disabilitas maupun
berbadan sehat untuk saling
terhubung dan bersaing dalam
basket kursi roda dalam semua
tingkat pertandingan di seluruh
Indonesia
Permainan bakset kursi roda itu sendiri sama seperti basket
berdiri pada umumnya, Namun, hanya caranya saja yang berbeda
yakni para atlet basket kursi roda bermain basket dengan cara
duduk di kursi roda yang sudah didesain secara khusus. Basket
kursi roda itu ada untuk mengakomodasi bagi para penyandang
disabilitas daksa. Setiap atlet menggunakan kursi roda basket yang
dirancang secara khusus agar dapat bermain di lapangan. Jadi,
unsur dasar yang dimiliki oleh basket kursi roda sama seperti
dengan basket berdiri, tetapi untuk basket kursi roda dengan
tambahan penggunaan kursi roda sebagai alat olahraga.
91
Kemudian, yang membuat basket kursi roda itu unik adalah
adanya sebuah keharusan dalam mengombinasikan atau
menggabungankan berbagai keterampilan yang ada. Para atlet
basket kursi roda harus bermanuver yakni harus bergerak dengan
tangkas dan cepat dengan kursi roda mereka serta dengan teknik
dan kemampuan yang tepat. Dan itu yang membuat basket kursi
roda berbeda dari olahraga lainnya.
Peraturan olahraga basket kursi roda yang sangat mirip
dengan basket berdiri yakni:
- Tinggi ring basket yang sama
- Ukuran lapangan yang sama
- Bola basket yang sama
- Tiga poin yang sama
Kemudian, hanya terdapat dua perubahan utama pada
peraturannya, yakni:
- Tidak ada double-dribbling
- Bergerak saat memegang bola basket terjadi ketika
seorang pemain mendorong rodanya lebih dari dua kali
tanpa menggiring atau dribble bola.
92
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan data dan hasil
temuan peneliti setelah melakukan penelitian yang dilakukan
dengan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Hasil yang peneliti temukan terkait Proses Pencapaian
Kebermaknaan Hidup Pada Atlet Disabilitas Daksa ini terbagi
menjadi dua informan yaitu informan utama dan pendukung.
Adapun dalam menentukan informan, peneliti
menentukannya melalui kualifikasi yakni latar belakang kehidupan
informan sebagai disabilitas yang terdiri dari disabilitas sejak kecil
dan karena faktor kecelakaan. Peneliti melakukan wawancara
terhadap informan utama dengan jumlah tiga orang yang
merupakan atlet disabilitas daksa dari cabang olahraga wheelchair
basketball.
Selain itu, peneliti juga mewawancarai informan
pendukung untuk melengkapi data dan sebagai informasi
tambahan yakni satu orang pelatih dari cabang olahraga yang sama
dan satu orang sekretaris dari NPC DKI Jakarta terkait informasi
tentang lembaga tersebut. Hasil data dan temuan yang peneliti
dapatkan akan dijelaskan sebagai berikut:
A. Profil Informan
1. Informan Utama
93
Tabel 4.1
Profil Informan Utama 1
Gambar 4.1
Foto Peneliti Bersama dengan Informan Pertama (EJ) dan Pelatih
Jakarta Swift Wheelchair Basketball (SN)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2019)
Nama Lengkap EJ
Jenis Kelamin Laki-laki
Tempat, Tanggal
Lahir
Bagan-siapiapi, Provinsi Riau,
12 November 1977
Umur 42 Tahun
Klasifikasi
Disabilitas Daksa
Kelainan pada Sistem Otot dan Rangka
yaitu infeksi virus Poliomyelitis yang
gejalanya berupa sakit demam tinggi
Usia Mengalami
Disabilitas Daksa Sejak usia 10 bulan pada tahun 1978
Jabatan Atlet Basket Kursi Roda
(2018 – Sekarang)
Prestasi
- Medali Perak pada Test Event Asian
Para Games 2018
- Tim Inti Basket Kursi Roda Asian Para
Games 2018
Tempat Wawancara
Kantor Jakarta Swift Wheelchair
Basketball di Karawaci, Kota
Tangerang, Banten
Waktu Wawancara 10 Desember 2019 Pukul 13.30 WIB
94
Tabel 4.2
Profil Informan Utama 2
Gambar 4.2
Foto Peneliti Bersama dengan Informan Kedua (HS)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2019)
Nama Lengkap HS
Jenis Kelamin Laki-laki
Tempat, Tanggal
Lahir Jakarta, 1 April 1971
Umur 48 Tahun
Klasifikasi
Disabilitas Daksa
Kelainan pada Sistem Serebral golongan
Topografi yaitu Paraplegia yang
disebabkan karena kecelakaan motor
Usia Mengalami
Disabilitas Daksa Sejak usia 39 tahun pada tahun 2010
Jabatan
- Atlet Bulu Tangkis
(2012 – Pertengahan 2018)
- Atlet Basket Kursi Roda
(2018 – Sekarang)
Prestasi
Bulu Tangkis:
- Medali Perak, Single Player pada
Peparda di Bekasi
- Medali Perunggu, Double Player pada
Peparda di Bogor
Tempat Wawancara
Sasana Bina Daksa, Pondok Bambu,
Jakarta Timur
Waktu Wawancara 17 Desember 2019 Pukul 11.10 WIB
95
Tabel 4.3
Profil Informan Utama 3
Gambar 4.3
Foto Peneliti Bersama Informan Ketiga (DVO)
(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2020)
Nama Lengkap DVO
Jenis Kelamin Laki-laki
Tempat, Tanggal
Lahir
Tobala, Kab. Timor Tengah Utara,
Provinsi Nusa Tenggara Timur,
2 November 1986
Umur 33 Tahun
Klasifikasi
Disabilitas Daksa
Kelainan pada Sistem Otot dan Rangka
yaitu infeksi virus Poliomyelitis yang
gejalanya berupa sakit demam tinggi
dan disertai dengan kejang demam
Usia Mengalami
Disabilitas Daksa Sejak usia 5 tahun sekitar tahun 1991
Jabatan
- Atlet Tolak Peluru (2003)
- Atlet Angkat Berat
(2004 – Pertengahan 2014)
- Atlet Basket Kursi Roda di Bali Sports
Foundation
(2014 – Pertengahan 2018)
- Atlet Basket Kursi Roda di Jakarta
Swift Wheelchair Basketball
(2018 – Sekarang)
96
Prestasi
Tolak Peluru:
- Medali Perak pada Porcanas Pelajar
Tahun 2003
Angkat Berat:
- Medali Perunggu pada Kejurnas Tahun
2005 di Bali
- Medali Perak pada Kejurnas Tahun
2007 di Solo
- Medali Emas pada Peparnas Tahun
2008 di Kalimantan Timur
- Medali Emas pada Peparnas Tahun
2012 di Riau
Basket Kursi Roda
- Medali Emas pada Bali Cup 2017
dalam Tingkat Asia Tenggara
Marathon 2,5 km:
- Medali Perak dalam Rangka HUT TNI
ke-70 pada Januari 2020
Marathon 4,5 km:
- Medali Perak pada Desember 2019 di
Epicentrum Kuningan
Tempat Wawancara
Kantor Jakarta Swift Wheelchair
Basketball di Karawaci
Waktu Wawancara 15 Januari 2020 Pukul 11.15 WIB
2. Informan Pendukung
Tabel 4.4
Profil Informan Pendukung 1
Nama Lengkap SN
Jenis Kelamin Laki-laki
Tempat, Tanggal
Lahir Jakarta, 7 Juni 1992
Umur 27 Tahun
97
Pendidikan Terakhir Public Relation, President University
Jabatan Pelatih Basket Kursi Roda di Jakarta
Swift Wheelchair Basketball
Prestasi dan
Pengalaman
- Juara I SOPU (2013 – 2016)
- Juara III pt contest SOPU
(2013 – 2014)
- Lisensi C Pelatih Basket PERBASI
Kabupaten Bekasi (2015)
- Melatih tim putri President University
(2015 – 2017)
- Melatih tim Patria Jawa Barat Poseni
(2016)
- Tim pelatih Jakarta Swift
(2019 – sekarang)
- Pelatih tim basket kursi roda DKI
Jakarta Kejurnas (2019)
Tempat Wawancara
- Kantor Jakarta Swift Wheelchair
Basketball di Karawaci, Kota
Tangerang, Banten
- Sasana Bina Daksa, Pondok Bambu,
Jakarta Timur
Waktu Wawancara - 10 Desember 2019 Pukul 14.00 WIB
- 17 Desember 2019 Pukul 12.30 WIB
Tabel 4.5
Profil Informan Pendukung 2
Nama Lengkap BL
Jenis Kelamin Laki-laki
Tempat, Tanggal
Lahir Jayapura, 18 April 1981
Umur 38 Tahun
Jabatan Sekretaris NPC DKI Jakarta
(2018 – 2023)
Tempat Wawancara
Kantor Sekretariat NPC DKI Jakarta di
Jalan Pemuda No. 06 GOR Atletik Blok
20, Rawamangun, DKI Jakarta, 13220.
Waktu Wawancara - 22 November 2019 Pukul 13.00 WIB
98
B. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup
Dalam pencapaian kebermaknaan hidup pada seorang
individu tentu tidak dapat terlepas dari proses berupa tahapan-
tahapan yang mesti dilaluinya. Tahapan-tahapan itu membantu
individu untuk menemukan penghayatan kehidupan yang
bermakna di mana sebelumnya indiviu tersebut merasakan
penghayatan tanpa makna dalam kehidupan sehari-harinya.
Berdasarkan hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti dengan metode wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi, terdapat berbagai tahapan yang terbagi menjadi lima
kelompok, di antaranya yaitu (1) Tahap Derita (Peristiwa tragis
dan Penghayatan tanpa makna), (2) Tahap Penerimaan Diri
(Pemahaman diri dan Pengubahan sikap), (3) Tahap Penemuan
Makna Hidup (Penemuan makna dan Penentuan tujuan hidup, (4)
Tahap Realisasi Makna (Keikatan diri, Kegiatan terarah, dan
Pemenuhan makna hidup, (5) Tahap Kehidupan Bermakna
(Penghayatan bermakna dan Kebahagiaan). Berikut uraian hasil
data dan temuan lapangan yang berkenaan dengan kebermaknaan
hidup pada atlet disabilitas daksa adalah:
1. Kisah Informan Pertama (Subjek EJ)
a. Tahap Derita (Peristiwa Tragis, Penghayatan Tanpa
Makna)
Pada tahap ini, kemungkinan individu mempunyai
pengalaman suatu kejadian yang tidak dapat dihindarkan. Hal itu
menimbulkan perubahan terhadap keadaan kehidupan individu
tersebut menjadi tak bermakna (the meaningless life). Bastaman
(1996, 4) memberikan banyak contoh tentang peristiwa yang tidak
99
dapat kita hindarkan, di antaranya adalah menderita cacat atau
menjadi seorang penyandang disabilitas, mengalami kecelakaan
dan mengidap penyakit yang sulit disembuhkan. Ketiga contoh
tersebut berkaitan dengan hasil penelitian yang peneliti temukan
dari ketiga informan utama.
Kisah informan pertama yaitu Subjek EJ dan tahap derita
yang dialaminya itu akan diceritakan sebagai berikut:
“Saya disabilitas bukan dari lahir, tetapi dari usia 10
bulan. Saat usia 10 bulan itu saya sakit panas tinggi,
kemudian saya disuntik sama mantri. Zaman dulu kan, di
kampung saya belum ada dokter, tapi adanya mantri.
Waktu itu, bapak saya lagi nggak ada jadinya ibu saya
sendiri yang membawa saya ke mantri. Besoknya, kaki
saya sudah nggak bisa digerakin.” (EJ 2019)
Kemudian, dari peristiwa penyakitnya itu yang
menjadikannya sebagai seorang penyandang disabilitas daksa
bukan bawaan lahir menimbulkan penghayatan tanpa makna bagi
dirinya. Adapun penghayatan tanpa makna yang Subjek EJ rasakan
adalah sebagaimana diungkapkannya kepada peneliti yaitu:
“Jadi, walaupun dari usia 10 bulan, bisa dibilang hampir
dari lahir ya, karena emang nggak tau apa-apa. Orang jalan
seperti apa, lari seperti apa. Dari kecil ada lah ya “gue
kepengen bisa lari kayak orang lain.” Itu ada” (memelankan
suaranya). (EJ 2019)
Penyandang disabilitas merupakan seseorang
berkebutuhan khusus bukan “orang sakit.” Jadi, tidak bisa
dikatakan bahwa penyandang disabilitas adalah “orang sakit”.
Seperti yang diungkapkan Subjek EJ menurut pandangannya,
yakni:
100
“Sebenarnya orang disabilitas itu ya kayak orang biasa
aja. Makna nya memang disabilitas, tapi sebenarnya nggak
sakit. Mungkin karena keterbatasan yang ada di bagian
tubuh tertentu mereka yang tidak bisa melakukan yang
seharusnya…” (EJ 2019)
Kemudian, beliau menuturkan kembali ucapannya:
“…Padahal kan kita kalau boleh ngomong jujur ya bisa
dibilang kita itu nggak sakit sih. Mungkin sakitnya pas
pertama kali menghadapinya. Kayak saya yang
menghadapi polio waktu itu kan panas tinggi. Kan pada
saat itu ya saya memang sakit dan jadinya begini. Tapi,
setelahnya kan saya buktinya bisa beraktivitas juga
walaupun dengan kemampuan terbatas.” (EJ 2019)
Hal serupa juga ditambakan oleh Subjek SN, seorang
pelatih basket kursi roda di Jakarta Swift Wheelchair Basketball,
yakni sebagai berikut:
“Saya pernah dapet cerita dari temen. Jadi temen saya
itu ingin berpergian sama kelompoknya naik pesawat. Nah,
terus ada kru nya yang ngomong gini “tolong kirimin dua
kursi roda kabin dong. Ini ada orang-orang sakit.” Terus
langsung ditegur sama temen saya, “Pak, maaf kita nggak
sakit, kita hanya berkebutuhan khusus. Kebetulan kita
disabilitas, bukan sakit.” Nah ini akibat dari sakit
mungkin…” (SN 2019)
Lebih lanjut lagi, Subjek SN menyampaikan pendapatnya
berdasarkan perspektifnya tersebut.
“…Jadi, betul kata Subjek EJ. Dia itu kan sakitnya
waktu umur 10 bulan ya, dia sakit polio. Itu kan bener dia
sakit polio. Yakan sampai sekarang polio nya udah nggak
ada. Dari polio itu jadinya berakibat.” (SN 2019)
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap
kondisi Subjek EJ maupun kedua informan lainnya, memang
mereka hanya fisik luarnya saja yang terlihat berbeda dan duduk di
101
kursi roda. Namun, mereka tetap dalam kondisi sehat dan bugar,
karena setiap Sabtu dan Minggunya mereka rutin melakukan
latihan basket kursi roda. (Hasil observasi pada tanggal 30
November 2019).
b. Tahap Penerimaan Diri (Pemahaman Diri dan Pengubahan
Sikap)
Dari tahap derita yang dirasakan oleh seorang individu
dapat memicu timbulnya kesadaran diri (self insight) untuk
menjadikan keadaan diri dengan tujuan menjadi lebih baik.
Kesadaran atau pemahaman akan dirinya sendiri bisa didapatkan
individu itu dari bermacam-macam faktor seperti proses
perenungan diri yang dilakukannya, saling bertukar pikiran,
nasihat, dan saran dengan orang yang lebih ahli, keluarga, teman,
atau orang yang dipercaya.
Selain itu, bisa juga didapatkan dari hasil ibadah dan do’a
yang selama ini telah dikerjakan serta menjadikan pengalaman
orang lain sebagai pembelajaran untuk diri sendiri, di mana hal
tersebut dapat mengubah sikapnya (changing attitude) yang
semula berpandangan negatif menjadi lebih positif. Sebagaimana
dalam kisah Subjek EJ, proses tahapan kesadaran atau pemahaman
dirinya didapat dari beberapa faktor. Seperti yang beliau
ungkapkan yakni:
“Karena saya kan disabilitas dari usia 10 bulan jadi bisa
lebih menerima keadaan seperti ini lebih dulu yaitu pada
masa kecil. Dari kecil orang tua saya selalu memberi
nasihat-nasihat seperti menyuruh kita mandiri, harus bisa
dan tahu batas kemampuan kita sampai mana. Jangan
pernah menyamakan seseorang dengan orang lain. Itu
sudah diajarkan oleh orang tua saya dari sejak kecil.
102
Mungkin didikan orang tua juga berpengaruh kali, ya.” (EJ
2019)
Terkait pengalaman yang tidak mengenakkan seperti bully
itu pernah beliau rasakan. Beliau menyampaikan kisahnya sebagai
berikut:
“Yang namanya bully pasti ada ya. Tapi, nggak tau ya,
karena mungkin dari kecil dan didikan orang tua juga jadi
orang tua sudah mendidik kita seperti harus bisa mandiri.
Mereka selalu mendidik kita seperti itu. Jadi, memang
kadang-kadang kesal juga ya dalam hati kalau dibully itu.
Tapi ya, dipikir-dipikir yaudah mau gimana lagi sih. Tapi,
biasanya setelah di-bully itu tetap ada yang membela. Ya
namanya teman, udah gitu di sekolah umum, udah berbaur
juga. Jadi, saya kan tidak sekolah di SLB, karena di
kampung saya di kota kecil tidak ada SLB.” (EJ 2019)
Lebih lanjut lagi, Subjek SN seperti sependapat dengan
Subjek EJ bahwa faktor didikan orang tua juga berpengaruh pada
tumbuh kembang sang anak.
“Kan ada orang tua yang tahu anaknya nggak sempurna,
tapi malah dimanja, dispesialin. Itu mungkin
berdampaknya pada anak pas udah besarnya jadi kurang
mandiri. Kalau Subjek EJ kan mungkin karena didikan
orang tuanya ya. Orang tuanya udah tahu walaupun Subjek
EJ polio, tapi orang tuanya nggak memanjakan, nggak
terlalu dispesialkan lah. Jadi, apa yang saya bisa lakukan ya
Subjek EJ juga bisa lakukan, kita bisa melakukan hal yang
sama.” (SN 2019)
Mendiskusikan terkait kelebihan dan kekurangan yang ada
dalam diri, Subjek EJ malah tertawa dan mengatakan:
“Wah, apa ya kelebihan dan kekurangan saya. Mungkin
saya itu terlalu pede kali, ya (hahaha). Setiap orang pasti
punya kelebihan dan kekurang masing-masing. Ya itu
biasa, namanya manusia kan. Biasanya itu yang menilai
orang lain ya.” (EJ 2019)
103
Kemudian, Subjek SN pun menambahkan pendapat
pribadinya tentang Subjek EJ.
“Kelebihan dia itu memang dia terlalu pede.
Kepercayaan diri dia itu kuat. Makanya kalau ada acara
saya ngajak Subjek EJ, karena kalau ada dia pasti akan
rame. Dia humble juga orangnya, sama orang juga cepat
membaur, cepet ngobrol. Tapi, kalau nggak suka ngobrol
ya paling sama orang-orang yang nggak jelas atau orang
baru gitu. Kalau udah kenal sih ya rame. Itu salah satu
kelebihan Subjek EJ.” (SN 2019)
Mendengar pelatihnya mengatakan seperti itu tentang
dirinya, membuat Subjek EJ kembali angkat bicara:
“Saya kalau mengerjakan sesuatu terus nggak sanggup
pasti saya minta bantu juga, karena saya tidak mau menjaga
gengsi saya. Kita harus melihat kemampuan kita sampai
mana. Jangan malu untuk meminta bantu sama orang,
karena kadang orang-orang non-disabilitas ya saya rasa
kadang juga butuh bantuan kan…” (EJ 2019)
Kemudian, beliau meneruskan pembicaraannya
berdasarkan sudut pandangnya:
“…Manusia itu tidak lepas dari bantuan orang lain.
Bukan untuk meminta dikasihani, tapi ada kalanya kalau
kita memang butuh bantuan, kenapa tidak. Manusia itu kan
harus bersosialisasi juga. Walaupun saya nggak terlalu suka
ngumpul sama orang (hahaha). Tapi, kadang-kadang harus
tetap ada. Memang harus ada.” (EJ 2019)
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap
Subjek EJ bahwa saat bertemu dengannya untuk melakukan
wawancara beliau sangat ramah kepada peneliti. Beliau dengan
santainya meceritakan kisah hidupnya bahkan terkadang sambil
tertawa agar suasananya tidak menjadi tegang (Hasil observasi
pada tanggal 10 Desember 2019).
104
c. Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan Makna dan
Penentuan Tujuan Hidup)
Seiring proses tahapan penerimaan diri yang dilalui, secara
tidak langsung individu juga merasai terdapat nilai-nilai berharga
dan suatu hal yang dirasa penting bagi dirinya (the meaning of life).
Lalu, hal itu dijadikannya sebagai tujuan hidup (the purpose in
life). Hal-hal yang dirasa penting itu dapat terdiri dari nilai-nilai
kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (experiential
values), dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).
Dalam perjalanan kehidupan manusia di dunia ini tentunya
tidak terlepas dari rencana Tuhan termasuk berbagai kesenangan
maupun ujian dari-Nya. Itu merupakan bagian dari rancangan-Nya
dalam melihat bagaimana umat-Nya menyikapi persoalan yang
diberikan. Hal itu juga dirasakan Subjek EJ dalam proses
menikmati lika-liku keadaannya.
“Saya memang bukan pendoa yang baik ya. Saya yakin
kalau manusia berdoa dan berusaha itu akan lebih baik.
Yang jelas, Tuhan selalu memberi cobaan tidak seberat apa
yang kita bayangkan. Saya selalu berpikiran seperti itu sih,
karena masih bisa saya atasi. Prinsip itu yang membuat
saya bisa bertahan hidup…” (EJ 2019)
Kemudian, Subjek EJ meneruskan perkataannya bahwa
menurutnya setiap ada masalah pasti ada jalan keluarnya.
“…Ya saya menganggap sebuah masalah itu pasti ada
sebuah solusi. Solusinya mungkin berhasil atau tidak. Ya
kalau berhasil bersyukur, kalau nggak berhasil ya oke lah
karena memang batas kemampuan kita sampai saat itu
hanya sampai situ doang.” (EJ 2019)
Ketika Subjek EJ sedang mengalami suatu masalah, beliau
mempunyai caranya sendiri, yaitu:
105
“Kadang sesekali saya merasakan down atau yang lain.
Tapi, di balik itu saya mengambil kesimpulannya. Saya
berpikir kembali dengan jernih bahwa tidak mungkin kita
selalu ada dalam kondisi seperti itu. Setiap masalah pasti
ada jalan solusinya. Ya setidaknya kita sudah berusaha
sampai batas ini. Kalau hasilnya cuma seperti itu ya terima
aja. Yang penting kita sudah berusaha sampai batas kita.
Jadi, tidak selamanya kita berada di posisi itu. Yakinlah
seperti itu selama kita berusaha (tersenyum sambil
menjentik jarinya).” (EJ 2019)
Sesudah itu, beliau menyampaikan pandangannya terkait
caranya dalam menyikapi suatu masalah yang sedang dihadapi.
“Kebetulan saya tipe orang yang tidak mau banyak
ngobrol. Jadi, kalau ada masalah saya nggak banyak bicara,
saya lebih cenderung merenungkan apa yang terjadi gitu
kayak masalah yang terjadi sama saya seperti apa, kenapa
bisa terjadi, dan apa yang harus saya lakukan...” (EJ 2019)
Setelahnya, beliau mengenang kembali perjalanannya
menjadi seorang atlet.
“…Saya jadi atlet itu keluarga saya tidak tahu, karena
keluarga saya itu menganggap atlet itu tidak menghasilkan
uang. Pernah saya dimarahin waktu dulu juga sih. “Ngapain
lo nggak ada kerjaan”, katanya. Jadi saya nggak pernah
bicara sama keluarga saya…” (EJ 2019)
Beliau melanjutkan berbagi pengalaman yang sudah
dirasakannya itu.
“…Waktu itu menjelang tahun baru saudara saya
mengajak saya makan malam. Dia menelpon saya nanya
lagi di mana. Terus saya bilang, “saya lagi Pelatnas di
Solo.” Terus katanya “hah jauh amat. Loh kok bisa? Kok
bisa masuk Pelatnas?” Ya sejak itu aja baru mereka tahu.
Biasanya saya nggak pernah ngasih tahu. Ada sedikit yang
berubah, kayak kok bisa ya. Memang kalau dilihat dari segi
usia juga udah cukup tua masuk Pelatnas dan jadi atlet,
sekitar usia 41 tahun.” (EJ 2019)
106
Kemudian, Subjek SN sebagai pelatih Subjek EJ yang
sudah mengenal dan akrab selama kurang lebih satu tahun itu
menambahkan pandangannya tentang kepribadian beliau, yaitu:
“Subjek EJ ini orangnya termasuk single fighter, karena
sehari-hari ini dia emang tinggal sendiri. Dia nggak mau
banyak ngerepotin orang. Sejak saya mengenal Subjek EJ,
emang kalau tampaknya ya emang disabilitas, tapi dia ini
nggak mau mindset-nya walaupun disabilitas jadi nggak
bisa ngapa-ngapain, gitu. Apa yang bisa saya lakukan,
Subjek EJ pun bisa melakukannya. Malah yang Subjek EJ
bisa lakukan, saya nggak bisa lakukan (hahaha).” (SN
2019)
Setelah itu, Subjek EJ kembali bercerita, kali ini mengenai
kedua orang tuanya yakni sebagai berikut:
“Orang tua saya sudah nggak ada. Kalau ibu saya
meninggal waktu saya kecil sekitar umur 10 tahun. Kalau
bapak saya waktu saya sekitar umur 19 tahun. Jadi, udah
lama. Tapi, pesan orang tua sih kalau dari bapak, saya
belajar bertahan hidup. Ya senang susah, susah senang
harus kita telan. Anggap saya sedang menelan kopi pahit,
lama-lama juga manis kan (tersenyum dan menjentikan
jarinya).” (EJ 2019)
Selain keluarga kandung yang beliau miliki, untuk saat ini
Subjek EJ menganggap teman-teman atlet di Jakarta Swift itu
sudah seperti keluarganya sendiri.
“Kalau sama teman-teman atlet ya kita kan biasa aja,
santai kayak biasanya. Kita di sini sama siapa aja sih. Sama
driver, sama siapa pun ya biasa aja. Santai aja, kalau
bercanda ya bercanda juga, karena memang di sini mereka
tidak membedakan kita. Memang komunitas lama-lama
jadi seperti keluarga.” (EJ 2019)
Membahas terkait makna hidup bagi dirinya sendiri, beliau
mengungkapkannya sebagai berikut:
107
“Makna hidup itu sesuatu yang sangat berharga ya.
Biarpun kita sebagai orang disabilitas ya kita harus
mensyukuri, karena masih bisa diberi nafas untuk
menghirup oksigen. Sepahit-pahitnya hidup kita, hidup itu
masih tetap menyenangkan. Menurut saya seperti itu…”
(EJ 2019)
Kemudian, beliau menuturkan kembali pendapat
pribadinya.
“…Biarpun saya lahir sebagai seorang disabilitas, tapi
saya merasa bersyukur masih bisa berkegiatan sendiri. Ada
teman disabilitas yang tingkatnya lebih parah dari saya.
Kalau saya masih bisa panjat pohon, genteng, pager dari
kecil sampai sekarang. Ya masih bisa bandel lah istilahnya,
seperti anak biasanya. Mungkin karena saya terlalu
menikmati hidup saya kali ya (hahaha).” (EJ 2019)
Lebih lanjut lagi, Subjek EJ menyampaikan tujuan
hidupnya untuk saat ini, yaitu:
“Tujuan hidup saat ini ya saya mencoba berbagi
pengalaman yang sebisa mungkin saya dapat. Lebih
cenderung kepada teman-teman disabilitas hal-hal yang
positif dan saling support.” (EJ 2019)
d. Tahap Realisasi Makna (Keikatan Diri, Kegiatan Terarah,
dan Pemenuhan Makna Hidup)
Pada tahap ini, setelah makna hidup ditemukan dan tujuan
hidup ditetapkan, biasanya semakin meningkatnya semangat dan
keinginan dalam menjalani kehidupan yang lebih baik. Kemudian,
individu itu menerapkan keikatan diri (self commitment) pada
dirinya sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak luar. Hal itu
dilakukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan positif yang
lebih terarah (directed activities) agar dapat memenuhi makna
hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang telah ditetapkan
(fulfilling meaning and purpose of life). Berbagai kegiatan tersebut
108
dapat terdiri dari pengembangan bakat, keterampilan, kemampuan,
dan potensi positif lainnya yang mungkin sebelumnya belum
tergali.
Sebagaimana kisah Subjek EJ ini, beliau secara sadar sudah
melakukan keikatan diri pada dirinya dalam rangka menjalankan
berbagai aktivitas positif supaya memenuhi makna hidup dan
tujuan hidupnya. Sesuai dengan pernyataannya di mana beliau
memperhatikan masa depannya, sebagai berikut:
“Kalau saya ada usaha sih dulu, tapi lebih cenderung ke
online jualannya. Sekarang, selain basket ya ada lah kerjaan
tapi yang online aja, yang menghasilkan uang. Ya sekarang
lagi belajar menjadi trader, biar gimana juga menghasilkan
banyak duit di hari tua. Masa depan harus kita pikirkan
(hahaha). Kadang-kadang saya juga ingin melakukan
sesuatu yang belum pernah saya lakukan. Tapi, yang
cenderung ke arah olahraga gitu.” (EJ 2019)
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan bahwa
peneliti melihat beliau cukup serius dalam memantau grafik saham
yang menjadi pekerjaannya tersebut. Selain itu, beliau juga rajin
mem-posting produk jualannya ke media sosial yakni status pada
WhatsApp. (Hasil observasi pada tanggal 15 Januari 2020).
Selanjutnya, selain olahraga basket yang menjadi tujuan
utamanya, beliau mencoba mengembangkan potensinya dalam
olahraga renang. Hal itu beliau ceritakan kepada peneliti yakni:
“Selain basket, olahraga lain yang saya bisa tapi yang
nggak serius ya itu bisa berenang. Itu saya belajar renang
diajarin sama teman. Dia ngajarin saya dasar-dasarnya
seperti apa terus saya ikutin kata-kata dia. Jadi, waktu itu
saya belajar dan fokusnya ke floating. Kalau disuruh
berenang ya saya tinggal floating aja. Tidur aja nggak papa
di kolam renang, nggak bakal tenggelam soalnya kan bisa
109
mengapung. Udah nggak ada rasa takut gitu kalau masuk
ke kolam renang.” (EJ 2019)
Lalu, beliau juga menyukai berbagai kegiatan yang cukup
menantang seperti yang diungkapkannya sebagai berikut:
“Tapi memang karena punya jiwa basket kali ya jadi
saya suka aktivitas-aktivitas baru. Kadang saya suka
sesuatu seperti ninja warriors gitu. Suka yang manjat-
manjat. Makanya suka nyoba alat-alat baru yang belum
pernah dicoba di tempat gym. Mungkin itu sebuah hobi
saya makanya saya cocok jadi atlet.” (EJ 2019)
Kemudian, peneliti diperlihatkan sebuah video yang
menampilkan Subjek EJ sedang naik dan turun tangga
menggunakan kedua tangannya. Lalu, video lain yang
memperlihatkan beliau sedang menunjukkan aksinya naik turun
pada suatu alat pull up peg board dan juga panjat pohon.
“Saya selalu penasaran kalau ketemu alat-alat seperti
ini, naik turun dengan cepat. Kegiatan sehari-hari saya
memang harus menggunakan kedua tangan. Bisa dibilang
fisik saya terbentuk karena aktivitas sehari-hari ya.
Sebelum saya jadi atlet kegiatan saya itu kan naik turun
tangga harus pakai tangan, karena kamar saya itu di lantai
dua. Jadi, apa-apa saya harus ke atas.” (EJ 2019)
Sebelum bergabung ke Jakarta Swift, Subjek EJ awalnya
tidak pernah ikut komunitas. Beliau menceritakan kisahnya bisa
bergabung ke Jakarta Swift dan menjadi salah satu perwakilan
dalam tim basket kursi roda pada Asian Para Games 2018 lalu.
“Dari awal saya tidak ikut komunitas. Saya jadi atlet
sudah masuk usia tua juga. Jadi, waktu itu sekitar tahun
2017 saya diundang oleh pihak yayasan di Bali untuk
datang ke sana dan ketemulah dengan Kapten Donald. Di
Bali sebenarnya ada komunitas basket kursi roda. Tapi,
nggak aktif cuma sekadar ada. Terus, di sana diperkenalkan
basket kursi roda. Nah, di sana saya ikut training basket
110
kursi roda itu. Pas akhir tahun, saya diminta bantu untuk
ikut demo basket kursi roda kan. Waktu itu baru ada bekal
sedikit karena baru belajar…” (EJ 2019)
Kemudian, Subjek EJ melanjutkan kembali ceritanya
bahwa beliau tidak pernah menyangka dapat masuk ke Tim
Nasional basket kursi roda Indonesia dan melaju ke Asian Para
Games 2018.
“…Tadinya tidak kepikiran untuk masuk timnas Asian
Para Games 2018. Itu adalah pertama kalinya saya
bertanding dan itu tanggung jawabnya berat sekali. Waktu
itu mantan Menpora kita, kalau nggak salah mengatakan
bahwa Indonesia menjadi tuan rumah dan mengiyakan
bahwa basket kursi roda akan diadakan. Jadi, dari
merekanya juga kan kesulitan untuk mencari atlet karena
itu cabang olahraga baru kan. Yang punya pengalaman
kebetulan founder Jakarta Swift yaitu Kapten Donald
Santoso yang bisa dan tahu aturan serta cara mainnya.
Beliau juga yang bikin seleksi di Solo…” (EJ 2019)
Lalu, beliau meneruskan cerita awal mula terbentuknya
Jakarta Swift Wheelchair Basketball.
“…Waktu itu Jakarta Swift belum ada. Jadi, Jakarta
Swift itu dibentuk berbarengan dengan Pelatnas Asian Para
Games. Jadi, secara nggak langsung terbentuk Jakarta
Swift dan Pelatnas di sana.” (EJ 2019)
Sesudahnya, Subjek EJ menceritakan pengalaman
pertamanya saat latihan basket kursi roda.
“Awal main basket kursi roda itu banyak mengalami
kesulitan. Apalagi kita generasi pertama. Jadi, waktu
Pelatnas dikasih kursi dan lapangan seadanya dengan serba
keterbatasan peralatan, fasilitas, dan semuanya bahkan kita
latihan di lapangan yang bergelombang gitu. Jadi atlet-
atletnya banyak yang cedera. Itu semua kita hadapin. Terus
waktu pertandingan H-14 hari sebelum bertanding baru
111
dikasih kursi rodanya. Tapi, setelah pertandingan kursi
rodanya dibalikin lagi.” (EJ 2019)
Setelah Asian Para Games 2018 selesai, Subjek EJ
memutuskan untuk keluar dari tim Pelatnas dan memilih latihan
rutin dengan teman-teman Jakarta Swift lainnya.
“Setelah saya keluar dari Pelatnas, saya kepengin cari
kesempatan di sini untuk membantu teman-teman
disabilitas yang baru mengenal basket kursi roda. Biar
hidup kita lebih bermakna.” (EJ 2019)
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di
lapangan basket pun seperti itu. Beliau tidak keberatan untuk
mengajarkan teman-temannya terkait teknik permainan basket
kursi roda yang beliau sudah kuasai. (Hasil observasi pada tanggal
12 Januari 2020).
e. Tahap Kehidupan Bermakna (Penghayatan Bermakna dan
Kebahagiaan)
Tahap terakhir yang dilalui individu dalam proses
pencapaian kebermaknaan hidup adalah tahap kehidupan
bermakna (penghayatan bermakna dan kebahagiaan). Pada tahap
ini ketika individu berhasil melewati beberapa tahapan
sebelumnya, dengan demikian akan dirasakannya perubahan
kondisi kehidupan yang lebih baik dan mengembangkan
penghayatan hidup bermakna (the meaningful life) dengan
kebahagiaan (happiness) sebagai hasil sampingan yang
diperolehnya.
Menurut Subjek EJ, penghayatan kehidupan bermakna dan
kebahagiaan bagi dirinya adalah ketika beliau mensyukuri apa
112
yang terjadi pada kehidupannya saat ini. Beliau juga selalu
memotivasi dirinya sendiri. Sebagaimana yang dituturkannya
sebagai berikut:
“Motivasi untuk diri sendiri pokoknya saya harus
melakukan yang lebih baik dari sebelumnya. Sederhana
tapi memang harus ada hasilnya. Nggak usah muluk-muluk
juga karena kalau berangan-angan terlalu tinggi nanti ada
aja kecewanya. Setiap hari pasti ada perubahan untuk lebih
baik dari sebelumnya. Ya itu sih. Jadi saya memotivasi diri
sendiri ya.” (EJ 2019)
Kemudian, di balik menjadi seorang penyandang
disabilitas juga ada hikmahnya tersendiri bagi Subjek EJ, yaitu:
“Hikmah di balik menjadi seorang disabilitas ya saya
bisa mempelajari banyak hal yang mungkin orang non-
disabilitas tidak bisa lakukan. Saya harus beradaptasi
dengan keadaan fisik saya. Orang melakukan sesuatu
menggunakan kaki, sedangkan saya gimana caranya
menggunakan tangan saya (tersenyum dan menjentikan
jarinya). (EJ 2019)
Hal serupa juga ditambahkan oleh Subjek SN. Dengan
mengenal Subjek EJ membuat Subjek SN dapat memberikan
pendapatnya mengenai hikmah bagi Subjek EJ sebagai seorang
penyandang disabilitas.
“Walaupun dengan disabilitas, tetapi Subjek EJ tetap
bisa menerobos kegiatan-kegiatan yang mungkin orang
awam berpikiran tidak mungkin bisa terjadi dan bisa
dilakukannya. Tapi, ternyata dia bisa melakukan itu. Nah
itu lah hikmah tersendiri di balik disabilitas. Dan ternyata
disabilitas ini bukan semata-mata bisa menghentikan
harapan hidup seseorang. Gitu sih. Justru terbalik, yang
Subjek EJ bisa lakuin, belum tentu saya bisa lakuin. Yang
saya bisa lakuin, ya Subjek EJ bisa lakuin.” (SN 2019)
113
2. Kisah Informan Kedua (Subjek HS)
a. Tahap Derita (Peristiwa Tragis, Penghayatan Tanpa
Makna)
Informan selanjutnya adalah Subjek HS yang kisah
perjalanan kehidupannya tak kalah mengharukan. Berbeda dengan
Subjek EJ yang menjadi seorang penyandang disabilitas karena
penyakit yang diderita pada saat usia 10 bulan yaitu polio,
sedangkan Subjek HS mengalami peristiwa tragis lainnya yaitu
kecelakaan motor. Dari kecelakaan motor itu menjadikan Subjek
HS sebagai seorang penyandang disabilitas dalam golongan
topografi yaitu paraplegia yang artinya kedua tungkai kakinya
mengalami kelumpuhan. Berikut kisah Subjek HS:
“Jadi, sebelum kecelakaan itu saya dulunya bekerja di
Bank Dagang Nasional Indonesia. Saya sebagai
operasional sama EDP (Entry Data Processing), karena
likuidasi ya saya berhenti. Saya sempet dioper lagi di grup
BDNI di money changer. Nah setelah itu, saya keluar dari
money changer dan buka usaha sendiri di bidang jasa
pengurusan STNK sama SIM. Nah, itu lah yang membuat
saya kecelakaan awalnya pas buka biro jasa ini. Jadi, saya
lagi mau ngurus surat-surat dari Tunas Toyota Bintaro mau
ke Polda. Itulah awal kecelakaan saya di situ…” (HS 2019)
Kemudian, beliau melanjutkan ceritanya mengenai awal
mula terjadinya kecelakaan motor yang menimpanya tersebut.
“…Sekarang kan saya tinggal di panti ini. Nah, yang
tinggal di sini hampir semuanya korban kecelakaan. Bisa
dibilang rata-rata pakai kursi roda. Kecelakaannya macem-
macem ada yang jatoh dari pohon, dari masuk jurang,
motor, dan mobil. Tapi, umumnya kecelakaan motor dan
mobil. Saya sendiri karena kecelakaan motor tahun 2010.
Kejadiannya siang hari, menghindari setan mau nyebrang
(hahaha). Eh serius, nggak bohong saya…” (HS 2019)
114
Subjek HS menceritakan kisahnya yang awalnya terlihat
seperti bercanda kemudian menjadi serius. Lalu, beliau
meneruskan ucapannya tersebut.
“…Pas azan zuhur, saya melihat ada ibu-ibu lagi
nyebrang pake payung. Ceritanya lagi kepanasan kali ya.
Saya nggak tabrak ibu-ibu itu, tapi saya menghindar dan
ngerem. Terus saya langsung jatuh gitu aja dan nggak
sadarkan diri. Saya juga tidak tahu apa-apa lagi setelah itu.
Saya nggak sadarkan diri selama satu hari. Begitu udah
sadar, tiba-tiba udah di rumah sakit aja. Nah pas di rumah
sakit, kondisi kedua kaki udah nggak bisa digerakin…”
(HS 2019)
Setelah sadar dan begitu pada malam harinya, Subjek HS
mengalami suatu kejadian yang menurut peneliti cukup
menakutkan, yakni sebagai berikut:
“…Pas malamnya saya disamperin lagi sama ibu-ibu itu.
Tapi, cuma kepalanya aja (hahaha). Eh serius, nggak
bohong saya, cuma kepalanya aja. Tadinya saya ingin
komunikasi sama dia. Saya ingin bertanya “kenapa saya
kok dibeginikan?” tapi, kan cuma ada kepalanya aja. Saya
baca Al-Fatihah pun nggak bisa karena saking takutnya.
Yang saya lihat itu matanya melotot dan berlumuran darah.
Yaudahlah, akhirnya cuma bisa teriak-teriak aja gitu.
Serem ya.” (HS 2019)
Subjek HS kembali bercerita bahwa beliau memang
memiliki kelebihan yaitu bisa “melihat” sesuatu yang tak kasat
mata.
“Saya memang ada sedikit kelebihan. Ya saya bisa
“melihat” hal-hal yang kebanyakan orang lain tidak bisa
lihat dengan mata kepalanya langsung. Nah itu keturunan
dari nenek saya dan bisa “melihat” itu nya dari sekitar umur
16 – 17 tahun.” (HS 2019)
115
Dari kejadian kecelakaan motor tersebut membuat Subjek
HS merasa berada dalam tahap penghayatan tanpa makna dalam
kehidupannya pada saat itu. Sebagaimana yang beliau ungkapkan
berikut ini:
“Masa kecil dan remaja saya itu normal. Nggak aneh-
aneh. Saya pakai narkoba itu pada saat setelah kecelakaan
aja karena frustasi. Wah, dulu hampir gila saya. Setelah
kejadian ini, saya langsung diceraikan sama istri. Pikiran
saya pada saat itu gelap. Jadi, yang membuat saya frustasi
dan merasa sangat gelap sekali tuh saya lagi senang-
senangnya punya anak. Saya berkeluarga tahun 1994 dan
baru dikasih kepercayaan punya anak tahun 2006. Jadi,
sudah 12 tahun saya menantikan kehadiran anak. Tahun
2010 saya kecelakaan. Harta yang saya miliki yaitu anak,
hilang, karena saya diceraikan. Itulah yang membuat
pikiran saya gelap. Ah kacaulah…” (HS 2019)
Kemudian, dari hal itu juga menimbulkan perasaannya
untuk melakukan bunuh diri. Seperti yang beliau ceritakan, yakni:
“…Pokoknya saat itu saya kacau balau dan itu yang
membuat timbul kebodohan saya. Saya pernah tiga kali
percobaan bunuh diri. Yang pertama, potong urat nadi,
nggak mati. Seminggu kemudian, minum baygon (hahaha)
nggak mati juga. Terakhir, pakai narkoba dan nggak mati
juga. Narkobanya macem-macem. Itu lah yang awalnya
bikin pikiran dan otak saya menjadi orang bodoh ya seperti
itu, dek…” (HS 2019)
Subjek HS kembali menceritakan kisahnya bahwa saat itu
juga perasaan beliau menjadi sangat sensitif.
“…Dulu saya nggak bisa nih ngobrol seperti ini karena
sensitifnya tinggi banget. Salah dikit bicara aja, barang
yang ada di tangan saya, saya timpuk ke orangnya. Teman-
teman saya yang paraplegia itu yang karena kecelakaan
bisa dibilang hampir semuanya seperti itu. Nggak bisa kita
kumpul seperti ini terkecuali kita ngobrol dengan sesama
itu kita masih bisa. Tapi, untuk ngobrol dengan orang-
116
orang seperti ini (non-disabilitas) salah sedikit aja bicara
“lo enak lo bisa berjalan, gue enggak.” Ada barang depan
mata, kita timpuk orangnya. Jadi, ya gitu lah disabilitas
yang baru tingkat sensitifnya lebih tinggi.” (HS 2019)
Berdasarkan hasil observasi berupa pengamatan yang
peneliti lakukan selama proses wawancara terhadap mimik wajah
dan gerak tubuh Subjek HS bahwa beliau sangat ramah kepada
peneliti dan merasa tidak keberatan untuk menceritakan kisahnya
kepada peneliti. Namun, tidak menutup kemungkinan di tengah
proses wawancara yang sedang berlangsung saat itu dan harus kilas
balik pada masa lalu nya, beliau menceritakannya dengan mata
yang berkaca-kaca (Hasil observasi pada tanggal 17 Desember
2019).
b. Tahap Penerimaan Diri (Pemahaman Diri dan Pengubahan
Sikap)
Dalam kisah Subjek HS, awalnya sangat sulit baginya dan
membutuhkan waktu beberapa tahun untuk bisa menerima
keadaannya pada saat itu. Bahkan beliau sempat menyalahkan
Tuhan akan takdir dan kondisi yang beliau alami. Sebagaimana
yang beliau ceritakan kepada peneliti, yakni:
“Setelah menjadi disabilitas, selama masa dua tahun itu
ya saya meratapi dan masih menyalahkan Tuhan. “Kenapa
saya begini?” pasti awalnya menyalahi Tuhan, pilih kasih,
tidak adil, ya itu teriakan dalam hati setelah kecelakaan itu.
Selama masa penyembuhan dua tahun itu saya mengurung
diri. Tapi, untungnya saya sudah di panti. Saya mengurung
dirinya itu hanya di kamar aja, main handphone. Jadi, saya
kecelakaan itu bulan April tahun 2010, saya dirawat di
rumah sakit Fatmawati kurang lebih tiga bulan. Setelah itu
saya pulang ke rumah hanya sekitar tiga bulan...” (HS
2019)
117
Kemudian, beliau meneruskan ungkapannya mengenai
awal mula beliau bisa tinggal di panti sampai saat ini.
“…Udah tuh niat awalnya baik. Saya disuruh main aja
di panti sekitar satu sampai dua minggu dengan maksud
tujuan saya disuruh main ke sini nih biar tempramen saya
nggak terlalu tinggi. Begitu setelah dua bulan saya tinggal
di sini, istri saya nelfon. Dia bilangnya “saya sedang
mengurus surat-surat cerai.” Beh, itu siang-siang bagaikan
disambar “gledek” tuh. Aduuuh. Udah saya nangis sebisa-
bisanya. Yaudah akhirnya saya bilang “yaudah kalau
memang sedang mengurus surat-surat cerai ya silakan.”
Setelah itu, datanglah bisikan-bisikan setan itu (hahaha)
dan membuat saya bodoh sampai percobaan tiga kali bunuh
diri (menghela nafas). Ya itulah jalan cerita kehidupan
yang harus tetap kita jalankan…” (HS 2019)
Setelah itu, beliau menceritakan kisahnya apa yang
dilakukannya setelah percobaan ketiga kalinya ingin bunuh diri itu
gagal.
“…Percobaan bunuh diri yang ketiga kali itu kan saya
pakai narkoba tapi tetap nggak mati juga. Pada saat itu saya
mendengar suara azan dan saya buru-buru taubat. Saya
korek ini semua (menunjukkan tenggorakannya) dan keluar
itu semua kotorannya yang pakai narkoba. Saya ambil
wudhu. Saya sholat taubat. Dan udah Alhamdulillah
sampai sekarang masih hidup (hahaha).” (HS 2019)
Sesudahnya, dari apa yang Subjek HS rasakan itu akhirnya
beliau jadikan sebagai proses perenungan dan penerimaan diri
dengan kondisinya yang baru.
“Dan akhirnya saya berpikir, mungkin tuh Tuhan yang
baik. Jadi, saya berpikir saya sebagai orang pilihan yang
bisa menyanggupi dan menghadapi berbagai cobaan dari-
Nya. Jadi, ya mau gimana lagi. Lambat laun sampai
akhirnya saya menemui titik ikhlas. Walaupun ikhlas itu
sangat berat kita lakukan. Tapi, dengan berjalannya waktu
118
yang kita lalui dan berbaur dengan teman-teman di sini
akhirnya baru bisa menerima dengan benar-benar ikhlas.
Artinya ikhlas ya bisa menerima.” (HS 2019)
Lebih lanjut lagi, beliau memberikan pendapat pribadinya
mengenai panti tempat tinggalnya yang memang khusus
diperuntukkan bagi teman-teman penyandang disabilitas daksa.
“Program Pemerintah sangat bagus dengan diadakannya
panti untuk teman-teman disabilitas yang memakai kursi
roda ini. Karena dengan adanya panti ini jadi sangat
membantu mental dan pikiran kita. Mungkin apabila
disabilitas yang korban kecelakaan tidak mengetahui panti
dan hanya di rumah, mungkin hidupnya akan sementara.”
(HS 2019)
Selain hasil perenungan diri, yang menjadi faktor Subjek
HS dapat menerima kondisi fisiknya saat itu adalah juga adanya
dukungan sosial yang diberikan oleh warga sekitar panti.
“Untuk beradaptasi, awalnya kita ngobrol dengan
sesama sampai menemukan titik ikhlas. Untungnya sih
dengan warga sini tidak membedakan. Warga sini juga
sudah menganggap kita nih bukan disabilitas. Di situ lah
yang membuat kami menjadi lebih kuat, karena warga sini
tidak membeda-bedakan. Misalnya kayak “karena lo
disabilitas ya lo jadi dikasihani” itu nggak ada. Jadi, itu
secara tidak langsung memberikan mental kita lebih kuat
lagi. Kita memandangnya lebih ke arah positif…” (HS
2019)
Bukan hanya dukungan moril yang diberikan oleh warga
sekitar, dukungan berupa bantuan materiel juga pernah
didapatkannya untuk kepentingan bersama teman-teman
penyandang disabilitas daksa di panti tersebut.
“…Ya warga sini sangat membaur sama kita. Mereka
suka main ke sini dan terkadang pun suka latihan bulu
tangkis bareng sama kita. Nah, ini lampu-lampu (menunjuk
119
lampu yang ada di pinggir lapangan) sumbangan dari
warga sini. Waktu itu kan di sini nggak ada lampu.
Berhubung kita sering latihan bulu tangkis, tapi waktu itu
sampai sore aja karena belum ada lampu. Nah, mereka
melihat kita gitu. Dari situ mereka menyumbang lampu-
lampu tersebut.” (HS 2019)
Subjek HS merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara. Kedua
orang tua beliau sudah meninggal ketika beliau beranjak dewasa.
Meninggalnya orang yang dikasihi juga termasuk ke dalam
peristiwa tak terelakkan. Sebagaimana yang beliau ungkapkan
berikut ini:
“Orang tua saya sudah meninggal dua-duanya tepatnya
bapak saya yang lebih dulu ketika saya masih kuliah. Itu
almarhum meninggalnya selesai dari olahraga. Pagi-pagi
kan abis olahraga, terus setelah selesai ya istirahat sebentar.
Eh, nggak bangun-bangun lagi. Sebelumnya, bapak nggak
ada sakit. Itu yang membuat semuanya kaget. Pas diperiksa
sama dokter katanya sakit jantung. Memang bapak itu tiap
Sabtu atau Minggu rutin olahraga. Nah pas waktu itu
selesai olahraga katanya “ah istirahat dulu sebentar,
badanku nggak enak.” Yaudah akhirnya tidur eh malah
nggak bangun-bangun…” (HS 2019)
Kemudian, beliau menuturkan dan mengenang kembali
kisah ibunya.
“…Kalau mama tiga tahun kemudian, karena sakit
kanker rahim. Sewaktu meninggal nya ayah yang lebih
berat, karena kan tiba-tiba gitu nggak ada sakit. Mereka
juga lagi senang-senang nya karena saya bisa kuliah. Kalau
ibu itu sakit juga sudah lumayan lama. Awalnya ngeluh
pinggangnya sakit kayak syaraf kejepit gitu. Tapi, lama-
lama dan kemudian baru lah di-diagnosa oleh dokter kalau
kena kanker rahim. Setelah itu berobat jalan.” (HS 2019)
120
Setelah sepeninggal kedua orang tuanya dan seiring
berjalannya waktu bahwa beliau akhirnya belajar menerima
takdirnya tersebut.
“Awalnya kehilangan kedua orang tua sudah pasti
sangat berat. Karena sudah takdir juga, yaudah mau gimana
lagi. Tapi, lambat laun ya harus menerima keadaan. Dan
sebagai anak sudah pasti kita harus mendoakan orang tua
kita.” (HS 2019)
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan berupa
pengamatan ekspresi dan bahasa tubuhnya bahwa meskipun beliau
menceritakan kisahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Namun,
setelahnya beliau tersenyum bahkan tertawa seperti beliau sudah
ikhlas dan tabah dalam menghadapi peristiwa yang menjadi bagian
masa lalu nya tersebut (Hasil observasi pada tanggal 17 Desember
2019).
c. Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan Makna dan
Penentuan Tujuan Hidup)
Dalam kisah Subjek HS, penerimaan dirinya beriringan
dengan ditemukannya nilai-nilai berharga dan berbagai hal yang
menurutnya penting sehingga ditetapkan sebagai tujuan hidup. Hal
itu seperti yang telah dikatakan dalam hasil wawancara berikut ini:
“Walaupun kita pakai kursi roda itu nggak membuat kita
jadi nggak beribadah ya. Saya tetap sholat dan beribadah
kepada Allah SWT. Waktu dulu pas setelah kecelakaan,
nah itu saya nggak beribadah. Saya merasa saya masih
menyalahkan Tuhan. Disuruh ibadah tapi saya nggak mau.
Wah bodoh banget saya pada waktu itu. Bisa dibilang saya
menjauh dari Tuhan. Kalau bisa dibilang saya waktu itu
sholatnya pas hari-hari besar aja kayak sholat Ied. Tapi,
untuk sehari-hari sholat lima waktu itu saya nggak
sholat…” (HS 2019)
121
Kemudian, beliau meneruskan pernyataannya bahwa dari
hal tersebut menjadi perenungan diri baginya.
“…Terus saya berpikir dan merenung kayak “ya udah
lah udah cukup masa pergulatan saya terhadap batin saya
sendiri. Mau bagimanapun itu nggak bisa membalikkan
saya ke dalam keadaan seperti dulu.” Masa pergulatan
terhadap batin saya sendiri itu juga butuh waktu. Jadi, ya
pelan-pelan karena memang betul-betul perlu waktu.
Nggak langsung “brek” saya sholat lima waktu. Benar-
benar perlu waktu dan harus kesadaran dari diri kalau “gue
harus berubah nih” yaudah akhirnya pelan-pelan saya
berubah untuk mulai sholat lagi.” (HS 2019)
Dalam memberikan dukungan kepada Subjek HS pada saat
itu, keluarganya mempunyai caranya sendiri karena melihat dari
sikap beliau yang seperti itu.
“Keluarga saya pas tahu saya begitu justru sadis. Saya
dibilang “wah lo kayak gitu lo bodoh banget. Yaudah sana
nikmati dengan kebodohan lo.” Pertama, memang saya
mengambil dari sisi negatifnya yaitu saya marah waktu
dibilang seperti itu. Tapi, begitu malamnya saya merenung.
“oh iya ya, emang bener keadaannya kayak gini. Berarti
gue yang harus mengoreksi diri sendiri.” Awalnya seperti
itu ambil negatinya. Terus lambat laun saya menyadari
kalau saya tidak bisa terus-terusan bersikap seperti itu.
Intinya kita membalik ke arah yang positif.” (HS 2019)
Kendati demikian, dengan cara keluarganya yang seperti
itu pada masa tersebut, Subjek HS beruntung karena mereka selalu
ada untuknya bahkan pada masa terpuruknya.
“Walaupun seperti itu, hubungan dengan keluarga
yang lain kayak kakak dan adik juga Alhamdulillah baik
dan keluarga selalu ada pada saat saya dalam kondisi down.
Mereka tetap memberikan semangat dan dukungannya
kepada saya agar saya bisa bangkit. Sebulan sekali mereka
datang main ke sini.” (HS 2019)
122
Kemudian, meskipun sudah berpisah secara resmi dengan
mantan istrinya, namun mereka dan anaknya tetap berhubungan
baik.
“Alhamdulillah, masih sangat berhubungan baik dengan
mantan istri dan juga anak saya. Nah, ini anak saya
(menunjukkan foto berdua dengan anak laki-lakinya di
handphone nya). Sekarang dia kelas 2 SMP (tersenyum).”
(HS 2019)
Hal serupa ditambahkan oleh Subjek SN yang juga sudah
mengenal anaknya.
“Jadi, ya karena anaknya Subjek HS pengin banget
ketemu sama bapaknya ini, tapi terbentur sama jadwal
latihan. Ya jadinya dia sama ibunya dateng ke lapangan
sekalian nontonin Subjek HS latihan. Jadinya, saya bisa
kenal dengan mereka juga deh.” (SN 2019)
Membicarakan tentang makna dan tujuan hidup, Subjek HS
mempunyai arti dan pandangannya sendiri dalam memaknai
kehidupannya.
“Makna hidup menurut saya itu apapun yang kita
jalankan harus ber-positive thinking. Dan tujuan hidup saya
saat ini yaitu berusaha dan berbuat amal kebaikan. Harta
bisa kita cari, tapi untuk kebaikan sangat susah kita cari.
Kita sudah ada niat baik sama orang lain nih, tapi terkadang
kan godaan setan ada aja. Berbagai cara setan mengganggu
kita. Itu yang sangat sulit dihindari “bisikan-bisikan setan”
seperti itu.” (HS 2019)
Lebih lanjut lagi, untuk saat ini beliau sudah memiliki cara
tersendiri dalam menyikapi suatu masalah yang sedang dihadapi.
“Ketika ada masalah, saya menyikapinya dengan
berusaha tenang. Beda dengan dulu sewaktu saya masih di
rumah. Dulu waktu di rumah saya nggak bisa tenang. Tapi,
sekarang sudah di panti saya bisa menenangkan diri. Ya
paling tidak kita merenung dulu. Kita merenungi dan
123
berpikiran panjang. Kalau kita melakukan ini, nanti akan
terjadi ini. Harus benar-benar tenang dan jangan emosi…”
(HS 2019)
Beliau menuturkan kembali ucapannya bahwa ketika ada
masalah itu tidak berpengaruh terhadap kegiatannya.
“…Kalau lagi ada masalah gitu nggak berpengaruh
sama latihan basket sih. Tapi, berpengaruh ke fisik saya
terutama kaki kiri saya. Kalau saya banyak pikiran, kaki
kiri saya akan semakin sakit. Kalau untuk basket nggak
berpengaruh karena masalahnya bisa kita ke sampingkan
dulu. Kalau sudah latihan basket itu kita benar-benar
menikmati latihannya walaupun dimarahi (hahaha). Jadi,
itu nggak kepikiran karena itu untuk diri kita sendiri.
Sebagai pelatih kan mereka bisa memarahi kita…” (HS
2019)
Melanjutkan ungkapannya ketika dulu latihan basket dan
beliau masih sering dimarahi oleh Subjek SN, beliau menyikapi
hal tersebut secara positif.
“…Kalau dilihat dari sisi positifnya itu kan supaya kita
lebih berkembang lagi. Kalau kita mengambil secara positif
“oh iya gue salah nih” jadi langsung memperbaiki pola
permainan. Menekuni apa yang coach ajarkan kepada saya.
Itulah yang saya terapkan kepada diri sendiri termasuk
evaluasi diri...” (HS 2019)
Kemudian, beliau mengenang kembali masa-masa awal
latihan dan dimarahi oleh sang pelatih.
“…Dulu mah saya sering banget dimarahin sama coach
Aan. Tapi, dengan saya latihan kembali dan rajin latihan,
mulailah coach Aan mereda. Walaupun saya dimarahin ya
saya terima, karena itu merupakan kesalahan saya sendiri.
Itu nggak membuat saya turun mental. Kalau saya ngikutin
emosi, wah mungkin saya sudah nggak ikut latihan-latihan
lagi. Kalaupun saya dimarahi, itu membuat saya bangkit.
Dari situ saya memperbaiki kesalahan saya.” (HS 2019)
124
Menanggapi pernyataan sang anak binaannya tersebut,
Subjek SN mempunyai alasan sendiri mengapa ia dapat melakukan
itu.
“Sebagai pelatih itu kan harus menaruh sikap. Kita
bukan bermaksud menyombangkan diri karena kita pelatih.
Secara umur, memang Subjek HS ini senior. Tapi, secara
tim itu harus mengatur pola permainan juga. Bukannya
saya ingin dihormati sebagai pelatih. Pelatih itu harus
melakukan yang namanya pressure, karena kalau tidak
melakukan pressure kalau dalam penelitian psikologi itu
bisa membuat seseorang down atau malah grow up.
Walaupun saya marah-marah di lapangan, tapi kalau sudah
selesai latihan ya saya berbaur lagi, ketawa-ketawa lagi.
Kayak Subjek HS ini ketika saya kasih pressure malah
jadinya grow up. ” (SN 2019)
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap
Subjek HS ketika beliau sedang latihan basket kursi roda bahwa
beliau sangat terlihat bersemangat dan antusias dalam
permainannya. Beliau mencoba memberikan pola permainan
terbaiknya dalam tim nya saat itu. Beliau benar-benar menerapkan
permainan dalam tim yang artinya dalam permainan bola basket
itu tidak melulu me-dribble bola basketnya secara individu. Tetapi,
beliau juga memberikan kesempatan kepada teman anggota tim
nya untuk bergantian, baik dalam teknik dribble maupun shooting
ke dalam ring basket (Hasil observasi pada tanggal 12 Januari
2020).
d. Tahap Realisasi Makna (Keikatan Diri, Kegiatan Terarah,
dan Pemenuhan Makna Hidup)
Dalam merealisasikan makna dan tujuan hidup bagi Subjek
HS, beliau dengan kesadarannya sudah melaksanakan keikatan diri
125
untuk melakukan kegiatan-kegaitan bermanfaat yang dapat
memenuhi makna dan tujuan hidupnya. Berikut ini beberapa cerita
dari kegiatan-kegiatan yang Subjek HS lakukan supaya makna dan
tujuan hidupnya dapat terpenuhi.
“Jadi, teman-teman di panti ini sebelum bisa mandiri
seperti itu ya ada pelatihannya lebih dulu. Memang itu
suatu program pelatihan dari panti sini. Mulai dari hari
Senin sampai Jum’at ada bermacam-macam pelatihan
mulai dari keset kaki, karya tiga dimensi, servis elektronik,
jahit, tata boga, olahraga, dan lain-lain. Tiap hari
kegiatannya beda-beda. Yang paling saya senangi kegiatan
tata boga. Di sini waktu itu pelatihan boganya ada bikin kue
nastar, kastengel, kue kering, dan kue-kue basah…” (HS
2019)
Setelah mengikuti berbagai macam pelatihan itu dan sudah
mampu membuatnya secara mandiri, mereka dapat menjadikan
kegiatan tersebut sebagai mata pencaharian termasuk dengan yang
Subjek HS lakukan.
“…Nah, ini meja pembuatan kesetan kaki (menunjukkan
alatnya tersebut). Ini salah satu kerajinan saya yaitu keset
kaki. Kegiatan saya pribadi dari Senin sampai Jum’at ya
ini. Bikin satu keset kaki itu paling dua jam-an lah. Harga
satuannya kisaran Rp 20.000 dan saya jualnya lewat online.
Ini kita jualannya masing-masing. Kita beli bahan masing-
masing. Ini buatnya dari limbah kaos yang gulungan besar
gitu.” (HS 2019)
Ketika proses wawancara sedang berlangsung, sesekali
Subjek HS menggoyangkan kedua kakinya. Kemudian, beliau
menceritakan alasannya mengapa beliau menggoyang-goyangkan
kedua kakinya tersebut.
“Nah kalau kaki saya lagi digoyangin gini nih berarti
tingkat rasa sakit kaki saya tuh lagi tinggi banget. Dulu nih
saya mengonsumsi obat untuk menghilangkan rasa sakit.
126
Obatnya kecil, tapi minumnya harus setengah. Waktu itu
saya pernah ke dokter untuk meminta obat pengurang rasa
sakit. Eh saya malah dibodoh-bodohi, katanya “lo bodoh
banget minum obat. Kalau gue jadi lo, gue nggak akan
minum obat.” Karena kenapa? Katanya “kalau lo minum
obat, ya lu bodoh. Berarti lu cari mati...” (HS 2019)
Pernyataannya itu bukan tanpa alasan dan sudah tentu
ungkapannya itu memiliki alasannya tersendiri. Sebagaimana
beliau melanjutkan ucapannya tersebut.
“…Karena takutnya kalau kita mengonsumsi obat
pengurang rasa sakit itu terus-terusan, bikin kekebalan
tubuh kita akan hilang dan menjadi nggak kerasa.
Dokternya sampai ngomong seperti itu. Katanya
“mendingan rasa sakit lo itu lo nikmatin atau lo berbuat
suatu pekerjaan.” (HS 2019)
Dari hal tersebut membuat Subjek HS merubah pola pikir
dan sikapnya dengan menjadikannya sebagai hal yang positif.
“Nah, ini mindset kita yang memang harus kita rubah.
Apabila saya ingin membuat kesetan kaki atau saya lagi
olahraga basket atau olahraga lain, bikin kita terfokus
dengan pekerjaan yang sedang kita geluti itu. Pada saat kita
bekerja atau olahraga, karena kita enjoy dengan apa yang
kita kerjakan. Nah itu kita jadinya lupa dengan rasa sakit
yang kita punya. Apabila saya lagi buat kesetan kaki nih
dari jam 8 pagi sampai 7 malam itu saya masih sanggup dan
itu tanpa merasakan sakit. Tapi, setelah semua sudah
dilakukan dan begitu naik ke tempat tidur aja udah tuh
kembali mindset kita ke kaki. Rasanya juga langsung
“senut-senut” luar biasa. Sampai telapak kaki saya itu saya
tekuk gitu.” (HS 2019)
Selain berbagai pelatihan dan pembuatan kesetan kaki yang
sudah dijalankannya itu, beliau memaparkan penjelasannya awal
mula beliau bisa menjadi seorang atlet.
127
“Jadi, di sini itu ya yang tadi saya bilang awalnya itu ada
berbagai macam pelatihan, salah satunya olahraga. Itu
pelatihannya dari panti nya ya. Jadi, “kamu apa nih yang
bisa?” nah nanti diarahin gitu. Kita juga udah bekerja sama
dengan NPC. Ya NPC itu awalnya juga nyari-nyarinya ke
panti yang disabilitas. Nanti pihak NPC nya menanyakan,
“sebelumnya kamu sudah pernah ikut cabang olahraga
apa?” setelah itu diarahkan…” (HS 2019)
Kemudian, Subjek HS menyampaikan kembali
pernyataannya di mana sebelum bergabung ke basket kursi roda,
beliau merupakan atlet bulu tangkis.
“…Jadi, sebelumnya kan saya atlet badminton, dari
badminton saya cari terus tuh tentang basket. Memang dari
SD, SMP, SMA, sampai kuliah saya sudah suka basket.
Saya bisa dibilang sudah berkecimpung lah di basket. Saya
cari-cari di internet, nah ketemunya itu pas Asian Para
Games kemarin. Akhirnya saya memutuskan untuk
mengundurkan diri jadi atlet badminton. Lalu, sekarang
“kecemplung” di sini (basket)...” (HS 2019)
Sesudah itu, beliau meneruskan cerita perjalanannya
menjadi seorang atlet bulu tangkis.
“…Di bulu tangkis saya sudah lumayan memiliki
prestasi. Waktu itu saya sempat mendapatkan medali perak
dan perunggu. Medali perak untuk single player pada
Peparda Bekasi. Medali perunggu untuk double player
pada Peparda Bogor. Tahunnya saya lupa. Jadi, saya sudah
sekitar tujuh tahun menjadi atlet. Dan saya pindah dari bulu
tangkis ke basket pun ya nggak papa. Nggak ada masalah.”
(HS 2019)
Menjadi seorang atlet adalah hikmah tersendiri bagi Subjek
HS. Seperti yang beliau ungkapkan, yaitu:
“Ya jadi sewaktu sudah jadi disabilitas saya baru
menjadi atlet. Sebelumnya nggak ada bayangannya.
Mungkin itu lah hikmahnya saya bisa kenal olahraga bulu
tangkis pada saat pakai kursi roda.” (HS 2019)
128
Selain itu, beliau juga tidak ingin melewatkan
kesempatannya untuk turut serta menyukseskan acara Asian Para
Games 2018 lalu itu.
“Waktu Asian Para Games 2018 itu saya sempat
menjadi “ojek”. Nah, di situlah kita yang disabilitas baru
benar-benar dilirik. Jadi, kita ngojek kalau ada teman-
teman disabilitas yang mau nonton pertandingan. Kita
boncengin mereka pakai motor modifan kita. Nah itu free.
Kita jadinya juga menjadi bagian dari panitia. Nah, nanti
kita tetap dapat fee dari pihak panitianya. Misalnya kita
tanyain dulu nih “mau nonton apa?” terus mereka mau
nonton bulu tangkis. Yaudah kita anterin sampai ke gor
nya.” (HS 2019)
Kemudian, Subjek SN memberikan pandangannya sendiri
mengenai teman-teman penyandang disabilitas.
“Nah kayak di Jogja itu ojek bagi teman-teman
disabilitas itu udah aktif. Sebenarnya disabilitas itu
menurut saya bukan untuk dikasihani. Malah mereka itu
unik, banyak yang harus dipelajari, dan bisa kita jadikan
sebagai motivasi.” (SN 2019)
Selain itu, sebagai seorang pelatih yang cukup dekat
dengan anak-anak binaannya itu termasuk Subjek HS, beliau
menyampaikan opini jujurnya tentang kepribadian Subjek HS.
“Yang bisa dicontoh dari teman-teman Jakarta Swift ini
adalah semangatnya. Subjek HS ini tuh semangatnya luar
biasa. Dia kan tinggalnya di Jakarta Timur ya. Tapi, dia
mau dan semangat dateng latihan ke Orion yang lokasinya
di Penjaringan, Jakarta Utara sama di Menteng, Jakarta
Pusat. Subjek HS juga kayaknya di mana-mana ada acara
pasti jarang absen. Waktu itu kita bikin training camp di
Bintaro pun dia nyampe. Itu kebetulan kita dapet support
lapangan gratis di Bintaro selama tiga hari. Dia dan temen-
temen nyampe ke Bintaro loh…” (SN 2019)
129
Lebih lanjut lagi, Subjek SN meneruskan pendapat
pribadinya itu dan memberikan pujian kepada Subjek HS.
“…Udah gitu Subjek HS ini sekarang bisa bantu temen-
temen loh, karena kan ada temen kita yang kalau misalnya
mau latihan harus diangkat gitu kan jadinya pakai grab car
dan ditemenin sama saudaranya gitu. Tapi, sekarang
Subjek HS bantu dateng ke rumahnya, ya antar jemput lah.
Jadi, menurut saya itu hal yang bagus. Selain skill
olahraganya muncul, juga timbul rasa kekeluargaannya.”
(SN 2019)
Mendengar pernyataan dan pujian dari sang pelatih, Subjek
HS pun memberikan tanggapannya.
“Ya kita sesama teman kan harus saling bantu ya, saling
bercanda juga. Nggak ada kita yang saling marah gitu. Lagi
pula, saya naik motor custom gini lewat jalur busway aja
diperbolehkan (hahaha). Nah, ini kita punya SIM tersendiri
yaitu SIM D (memperlihatkan SIM D miliknya). Jadi, SIM
D ini memang khusus untuk disabilitas dan bisa dipakai
untuk motor serta mobil.” (HS 2019)
Bertemu dengan teman-teman atlet disabilitas lainnya di
Jakarta Swift membuat Subjek HS bangkit dan tambah
bersemangat dalam menjalani kehidupannya.
“Apalagi ditambah saya masuk ke basket kan, wah
bertemu dengan bermacam-macam teman disabilitas.
Awalnya mah saya mengeluh, “kok saya begini ya?” pas
saya melihat salah satu teman anggota Jakarta Swift juga,
dia itu lebih parah dari saya, tapi semangatnya luar biasa.
Sekarang dia lagi mau melanjutkan pendidikannya ke S2.
Saya mikir “dia aja bisa, berarti gue juga harus bisa.” (HS
2019)
Sesudah itu, beliau menyampaikan pendapat pribadinya
mengenai keputusannya yang beralih ke basket kursi roda.
130
“Kalau saya pribadi, jujur saya ikut basket itu tidak
melihat uangnya walaupun memang saya butuh uang. Tapi,
kami tidak melihat seperti itu. Yang kami lihat nih, kami
harus semangat latihan basket. Gimana caranya supaya
Jakarta Swift itu dilirik. Terus lebih ke pengalamannya juga
yang membuat kami semangat dan dari pengalaman itu kita
jadi bisa belajar dan melihat lawan.” (HS 2019)
e. Tahap Kehidupan Bermakna (Penghayatan Bermakna dan
Kebahagiaan)
Makna hidup tiap individu itu berbeda. Penghayatan
bermakna dan kebahagian yang dirasakan seorang individu itu
patut didapatkannya setelah ia berhasil melewati tahapan-tahapan
sebelumnya. Begitu pula yang dirasakan oleh Subjek HS. Setelah
melewati tahapan demi tahapan yang tidak mudah itu, akhirnya
beliau bisa berada pada tahap ini. Berikut hasil wawancara yang
peneliti dapatkan dari Subjek HS mengenai tahap kehidupan
bermakna bagi dirinya.
“Jadi, untuk saat ini apapun yang terjadi ya saya ber-
positive thinking aja. Beda dengan saya setelah kecelakaan
itu. Waktu itu saya masih murka sama Tuhan. Tapi,
sekarang dengan seiring berjalannya waktu, saya jadi
berpikir mungkin inilah hikmahnya saya menjadi seorang
disabilitas. Saya bisa menjadi atlet bulu tangkis dan basket.
Dengan keadaan saya yang disabilitas ini saya beranggapan
kalau saya sebagai orang pilihan Tuhan yang bisa dan
sanggup menerima cobaan seperti ini dari-Nya. Ya itu lah
yang membuat saya bisa berpikir seperti sekarang ini. Saya
tanamkan kepada diri saya sendiri untuk saat ini. Beda
dengan saya pada masa lalu itu di mana saya belum bisa
menerima keadaan…” (HS 2019)
Berbagai pengalaman baru yang luar biasa baginya dapat
beliau rasakan setelah menjadi seorang atlet disabilitas.
131
“…Semenjak saya ikut dan menjadi atlet basket kursi
roda itu kan saya jadi bisa ke Bali dan Malaysia. Yang
tadinya dari kecil belum tahu Bali dan belum pernah naik
pesawat, pas ikut basket jadi bisa merasakan itu semua.
Dan bisa bertemu dengan teman-teman dari berbagai
Negara. Bahkan waktu saya di Bali, saya sampai menampar
diri saya sendiri kayak “bener nggak sih nih gue ikut basket
sampe melawan tim luar negeri dan di Bali pula.” Itu sangat
luar biasa bagi saya. Inti yang utama sih latihan dan
semangat karena itu menurut saya pribadi sangat berarti.
Dan itu menjadi suatu kebanggaan tersendiri untuk saya.”
(HS 2019)
Bukan hanya Subjek HS yang merasakan kebahagiaan itu.
Keluarganya yang selalu mendukung beliau pun juga ikut bahagia
dengan perubahan ke arah lebih baik yang terjadi padanya.
“Keluarga saya pun juga jadi ikut seneng karena saya
sudah bisa menerima keadaan saya. Jadi, dalam keluarga
juga ada suatu cerita “Herry bisa kok dengan main basket
kursi roda, dia bisa keluar negeri” nah itu menjadi suatu
kebanggaan tersendiri juga bagi mereka.” (HS 2019)
Subjek SN yang mendengar itu pun juga terlihat bahagia
dan menambahkan:
“Bisa dibilang itu juga jadi merubah mindset mereka ya
pak misalnya “ah kakak atau adik saya itu cuma bisa duduk
dikursi roda doang.” Nggak itu tidak seperti itu. Bahkan
dengan kursi roda bisa beraktivitas lebih.” (SN 2019)
Mendengar pelatihnya mengatakan seperti itu, Subjek HS
tertawa dan menanggapi:
“(Hahaha) iya itu betul bahkan adik saya jadi iri sama
saya karena saya ikut basket dan bisa jalan-jalan ke Bali
dan Malaysia. Dari situ saya juga jadi bikin paspor kan.
Kata adik saya “enak banget lo dengan keadaan lo yang
disabilitas udah bisa bikin paspor. Gue aja mau bikin
paspor kayaknya susah banget nih” (hahaha).” (HS 2019)
132
Subjek SN pun memberikan tanggapannya kembali setelah
mendengar Subjek HS berkata seperti itu.
“Nah, itu lah suatu perubahan yang signifikan dari
Pemerintah untuk teman-teman disabilitas. Kita yang
normal aja ribet ngurusinnya harus online dulu atau apa
lah.” (SN 2019)
Kemudian, Subjek HS memberikan pendapatnya kembali
berdasarkan pengalaman yang sudah dirasakannya.
“Jadi, memang kami yang disabilitas ini misalnya kami
ingin mengurus surat ke Pemerintahan, nah itu memang
agak beda sih. Untuk kami kaum disabilitas itu memang
sangat diprioritaskan. Contohnya pas kami mau bikin
paspor ke Malaysia, itu sangat dipermudah. Wah sangat
luar biasa pokoknya. Begitu kami dateng, kami langsung
dijelasin terkait kepengurusannya. Hari itu pun langsung
foto. Tiga hari kemudian dikabarin kalau sudah selesai dan
bisa diambil. Ya begitulah jadi dipermudah. Mungkin bisa
dibilang itu semenjak Asian Para Games. Jadi, Pemerintah
sudah melirik kami yang kaum disabilitas.” (HS 2019)
Sesudah itu, Subjek HS mengatakan lagi bahwa itu semua
merupakan hikmah di balik menjadi seorang penyandang
disabilitas.
“Waktu saya normal ya nggak ada pikiran dan cita-cita
mau jadi atlet. Jadi, ini semua hikmahnya di balik kita
menjadi disabilitas.” (HS 2019)
Subjek HS juga memiliki motivasi sendiri agar tetap
semangat dalam menjalani kehidupannya saat ini.
“Motivasi saya ya yang pasti harus niat dari diri sendiri
dulu ya karena kalau nggak ada niat itu ya susah. Terus
dengan adanya sosialisasi dengan teman-teman disabilitas
lain dan bisa kenal mereka itu juga jadi memicu saya untuk
semangat terus dalam hal apapun, bukan hanya latihan saja.
Sebelumnya, yang menurut saya teman-teman paraplegia
133
itu sudah termasuk “parah” khususnya diri saya sendiri.
Tapi, ternyata pas ketemu teman-teman disabilitas lain di
Jakarta Swift, ada yang dikategorikan sudah termasuk
sangat parah dari saya dan itu lah yang membuat semangat
panjang dalam diri saya. Dan mengingatkan saya untuk
selalu bersyukur dengan keadaan apapun. Mereka aja bisa,
berarti saya juga harus bisa.” (HS 2019)
Menutup sesi akhir wawancara pada saat itu, Subjek HS
selayaknya orang tua yang memberikan nasihat kepada anaknya
terutama pengendara motor di mana peneliti yang juga sebagai
pengendara motor. Nasihat itu berdasarkan pengalaman yang
sudah dialaminya.
“Jadi, untuk kita sebagai pengendara motor ya harus
hati-hati. Kami semua di sini yang parah itu tulang
belakang kami yang hancur pada saat kecelakaan. Ada
beberapa urat syaraf yang putus juga karena kena serpihan
tulang. Otomatis kedua kaki kita nggak bisa digerakin. Bisa
sih digerakin tapi ya nggak berasa aja. Kalau istilah
kedokteran itu namanya paraplegia, syaraf tulang belakang
yang sudah terputus. Kecelakaan itu tulang kakinya yang
hancur. Kalau kami yang paraplegia ini yang tinggal di sini
hampir semua korban kecelakaan, bukan tulang yang
membuat kami lumpuh, tapi syaraf-syarafnya yang
terputus.” (HS 2019)
Informasi serupa juga ditambahkan oleh Subjek SN,
sebagai berikut:
“Kalau amputasi itu bisa di tulang kaki atau kondisi kaki
yang sudah tidak bisa diselamatkan. Jadi, kalau Subjek HS
ini tampak luar nya bisa dibilang nggak ada masalah. Tapi,
kabel-kabelnya sudah terputus. Ibaratnya seperti itu
(hehehe).” (SN 2019)
134
3. Kisah Informan Ketiga (Subjek DVO)
a. Tahap Derita (Peristiwa Tragis, Penghayatan Tanpa
Makna)
Kisah informan yang ketiga adalah Subjek DVO. Seperti
hal nya dengan Subjek EJ, beliau juga mengalami sakit demam
tinggi sewaktu usia 5 tahun. Dari sakit demam tinggi itu
menyebabkan beliau merasa seperti penyakit step atau kejang
demam. Berikut ini kisah Subjek DVO yang diceritakan kepada
peneliti.
“Saya lahir normal awalnya. Terus umur 5 tahun
mengalami sakit panas tinggi. Jadi, sebenarnya anak kecil
kan tidak boleh disuntik, namanya orang tua kan mereka
tidak tahu terus waktu itu juga masih mantri belum dokter.
Jadi, saya panas tinggi terus disuntik. Akhirnya terjadi lah
seperti step gitu. Ketika sadar tubuhnya sudah lemah dan
kenanya ke kedua kaki. Akhirnya ya saya seperti sekarang
ini. Jadi, bisa dibilang saya juga karena polio. Kalau polio
tuh biasanya kebanyakan seperti itu ya, pas kecilnya ya
bagus terus sakit panas malah disuntik…” (DVO 2020)
Dari peristiwa tak terelakkan yang terjadinya padanya itu
menimbulkan penghayatan tanpa makna dalam dirinya.
“…Dari umur 5 sampai 10 tahun saya di rumah.
Awalnya saya juga minder sih, saya merasa tidak menerima
dengan keberadaan diri saya sendiri. Apalagi melihat
teman-teman yang bisa main bola, lari-larian itu saya
kepengin banget ikutan tapi nggak bisa. Saya merasa
“kenapa saya diciptakan seperti ini? kenapa saya tidak
seperti mereka?” ya gitu seperti menyalahkan diri sendiri
dan minder. Kalau ada orang yang dateng ke rumah, saya
lebih memilih mengurung diri di kamar untuk menghindari
mereka…” (DVO 2020)
Subjek DVO juga bercerita bahwa beliau pernah beberapa
kali ke tempat penyembuhan bersama orang tuanya.
135
“…Selama sebelum sekolah ini orang tua banyak
berusaha kayak dibawa ke orang pinter lah supaya saya bisa
jalan lagi. Tapi, ya tetap nggak bisa. Bahkan di kota mana
ada penyembuhan, itu orang tua saya berangkat bawa saya
ke sana. Bukan satu dua kali lah tapi banyak beberapa kali
membawa saya ke tempat penyembuhan.” (DVO 2020)
b. Tahap Penerimaan Diri (Pemahaman Diri dan Pengubahan
Sikap)
Tahap penerimaan diri oleh Subjek DVO sama hal nya
dengan Subjek EJ yaitu mereka dapat menerima kondisi dirinya
saat mereka masih kanak-kanak.
“Proses menerima diri mungkin waktu itu karena masih
kecil jadi nggak terlalu sulit. Umur belum terlalu besar jadi
nggak perlu waktu lama. Cuma mengalami mulai sadar
saya tidak sama dengan orang lain itu ya sekitar umur 7
tahun kalau saya mulai mengerti dan sadar saya ini beda
dengan orang lain.” (DVO 2020)
Saat itu, Subjek DVO ingin sekali bisa bersekolah seperti
teman-teman lainnya.
“Waktu umur 6 sampai 7 tahun tuh saya mulai kepengin
banget sekolah. Namun, karena waktu masih di kampung
kan, sekolahnya jauh terus transportasinya juga susah. Saya
punya keinginan untuk sekolah dan berbuat sesuatu seperti
orang lain. Kadang-kadang saya melihat orang lain
berangkat sekolah, pengin seperti mereka gitu. Tapi, ada
rasa malu dan minder juga…” (DVO 2020)
Kemudian, dari hal itu timbul suatu pemikiran dari diri
Subjek DVO sendiri.
“…Lama-lama saya punya pemikiran seperti ini
“Apakah saya harus seperti itu terus? Apakah sampai saya
tua saya terus bersama orang tua?” timbul lah pemikiran
seperti itu dan kepengin sekolah. Akhirnya saya
memberanikan diri bilang ke orang tua. Kebetulan ibu saya
136
bukannya malu memiliki anak seperti saya, tapi karena dia
kasihan sekolahnya jauh. Jarak dari rumah ke sekolah itu
sekitar 3 km. Waktu itu transportasi masih susah dan saya
belum memiliki kursi roda. Jalanan waktu di kampung itu
juga belum aspal…”(DVO 2020)
Subjek DVO berjuang untuk meyakinkan kedua orang
tuanya bahwa beliau bisa dan mampu untuk bersekolah.
“…Jadi, saya minta sekolah sama ibu ditolak. Saya juga
coba meminta sama bapak tapi jawabannya sama, saya
ditolak juga. Setahun kemudian, saya minta lagi tapi masih
ditolak juga. Saya nggak mau menyerah begitu aja. Saya
minta untuk sekolah tiga tahun berturut-turut, akhirnya
pada waktu saya umur 10 tahun saya direstui untuk sekolah.
Saya sampai menangis-nangis di depan mereka saking
kepenginnya sekolah. Dari umur 6 sampai 10 tahun itu saya
mulai bermain-main dengan teman sebaya. Ya main
kelereng, dan lain-lain yang ada di kampung saat itu. Dari
situ saya merasa bahwa saya mampu dan bisa untuk
sekolah…” (DVO 2020)
Setelah itu, perjuangan panjang Subjek DVO untuk
meyakinkan kedua orang tua dan mendapatkan restu dari mereka
akhirnya terbayarkan.
“…Akhirnya ketika orang tua saya merestui saya
sekolah, saya tiap hari pergi pulang ke sekolah itu
merangkak dengan kedua tangan saya dengan jarak tempuh
3 km. Sebenarnya, mereka nggak ngasih sekolah itu juga
karena merasa kasihan sama saya karena sekolahnya cukup
jauh. Waktu itu adik saya sudah kelas 3 sedangkan saya
belum sekolah. Saya bilang “nggak papa lah saya cuma
sampai tamat SD yang penting saya bisa membaca dan
berhitung.” (DVO 2020)
Perjuangan Subjek DVO pun masih terus berlanjut. Beliau
meneruskan ceritanya sebagai berikut:
“Saya pikir perjuangan saya saat itu berat sekali, karena
kalau hujan itu menderita, terlalu panas juga menderita.
137
Jadi, kadang-kadang kalau di jalan terus ada angkot ya
dinaikin tapi ada juga yang cuek, gitu. Tapi, setelah mau
naik kelas 3, kebetulan paman saya guru dan mau pindah
ke sekolah saya itu. Akhirnya saya tinggal bareng paman di
rumah dinas beliau. Tidak cukup sampai itu. Sewaktu
sekolah timbul lagi rasa minder saya seperti ketika
pelajaran olahraga saya tidak bisa ikutan kayak main bola
atau yang ada lari-lariannya.” (DVO 2020)
Namun, pada saat itu Subjek DVO juga sudah timbul
perasaan bersyukur akan kondisinya.
“Jadi, saya bersyukur juga karena di setiap kita punya
kelemahan atau kekurangan, Tuhan kasih kita kelebihan.
Kebetulan di situ saya dianggap murid yang cukup pintar.
Jadi, pada waktu sekolah itu beberapa kali saya dapat juara
kelas maupun umum. Jadi, teman-teman kelas saya jadi
baik sama saya yang mungkin awalnya hanya biasa aja atau
menganggap saya penuh kekurangan atau diremehkan.
Tapi, secara tidak sadar saya mempunyai kelebihan yaitu
paham dalam semua mata pelajaran. Jadi, secara tidak
langsung mereka membutuhkan saya juga ketika belajar di
kelas. Kalau dikasih PR, mereka sering bertanya sama saya
dan saya mau mengajari mereka.” (DVO 2020)
Ketika sedang berjuang di sekolahnya tersebut beliau
mendapatkan sebuah tawaran dari seseorang yang bekerja di Dinas
Sosial.
“Ketika mau naik kelas 4, saya bertemu dengan
seseorang yang bekerja di Dinas Sosial. Lalu, saya diajak
untuk tinggal di sebuah sekolah SLB di Kota Kupang.
Waktu itu sekolahnya ada asramanya. Saya mau karena
saya pikir di situ banyak temannya yang sesama disabilitas
kan. Nah saya tertarik tuh. Akhirnya saya ngomong lah
sama orang tua saya. Tapi, ternyata respon mereka, mereka
nggak ngasih izin karena bapak ibu saya walaupun saya
berbeda dari saudara-saudara saya yang lain, tapi mereka
paling sayang sama saya. Mereka tidak mau melepas saya
untuk pindah dengan orang lain…” (DVO 2020)
138
Kemudian, Subjek DVO terus membujuk orang tuanya
supaya mengizinkannya tinggal di kota Kupang.
“…Lalu, saya kasih penjelasan sama mereka. Kalau
saya di sana kan saya bisa mandiri dan belajar banyak hal.
Saya juga tidak tahu tuh padahal waktu itu saya masih umur
sekitar 13 tahun. Tapi, kok bisa saya berpikir seperti
sedewasa itu kan. Nah itu balik lagi ya bahwa Tuhan akan
kasih kita suatu kelebihan. Jadi, saya menjelaskan kepada
orang tua saya kan, “nggak mungkin kan saya sama bapak
dan ibu sampai saya tua. Setidaknya saya bisa mandiri dan
bisa urus diri saya sendiri. Tidak bergantung kepada
saudara-saudara yang lain karena kasih sayang saudara-
saudara dengan orang tua kan pasti berbeda…” (DVO
2020)
Subjek DVO tidak menyerah begitu saja. Beliau terus
memohon kepada orang tuanya agar memberikan restu.
“…Jadi saya nangis lagi tuh. Saya rayu bapak sekali dan
kasih penjelasan, beliau langsung paham karena bapak
orangnya lebih tenang dan kalau ada masalah lebih kasih
solusi. Sedangkan saya harus rayu ibu beberapa kali,
karena ibu itu kalau sudah nggak mau ya nggak mau gitu.
Jadi, saya minta bapak untuk menjelaskan kepada ibu.
Sampai akhirnya ibu paham dan mengizinkan saya untuk
tinggal di kota Kupang. Akhirnya saya tinggal di yayasan
dan sekolah di situ…” (DVO 2020)
Saat di Kupang, datang lagi sebuah penawaran untuk
Subjek DVO. Kali ini penawaran tersebut berupa melakukan
operasi pada kakinya.
“…Lalu, saya ditawari lagi sama seseorang untuk
melakukan operasi kaki di Jogja. Kalau saya operasi kaki
kan nantinya setidaknya saya bisa menggunakan tongkat
untuk berjalan. Saya mau. Pokoknya kalau ada tawaran-
tawaran gitu saya mau aja tanpa memikirkan resiko ke
depannya apa. Pokoknya saya mau aja untuk kehidupan
saya yang lebih baik. Waktu itu saya kelas 4 dan umur 14
139
tahun. Saya balik lagi ke orang tua untuk meminta izin.
Lagi, mereka nggak ngasih izin awalnya. Tapi sama,
akhirnya saya rayu lagi terus, karena katanya kok semakin
jauh aja gitu ke Jogja ya kan. Ya saya kasih penjelasan lagi,
akhirnya dikasih juga. Terus saya operasi dan mulai ikut
terapi di sana…” (DVO 2020)
Sesampainya di Yogyakarta, beliau melakukan operasi
tanpa ditemani oleh keluarganya.
“…Dokternya tanya, “kamu berani?” Ya saya bilang
“saya berani” karena waktu itu kan di rumah sakit tidak ada
yang jaga saya. Waktu itu saya berpikir ya mau dan berani
aja yang penting kaki saya bisa sembuh dan lebih baik lagi
ke depannya. Jadi, istilahnya keinginan saya yang besar itu
mengalahkan rasa takut saya padahal saya masih umur
segitu. Kalau dipikir-pikir lagi ya kenapa waktu itu saya
bisa seberani itu ya. Ternyata kalau kita memiliki
keinginan besar itu mengalahkan rasa takut kita gitu. Tekad
saya waktu itu saya harus bisa…” (DVO 2020)
Setelah itu, beliau menceritakan pengalamannya
melakukan operasi kakinya di Yogyakarta.
“…Waktu masuk ruang operasi itu saya disuruh berdoa.
Saya waktu itu juga takut dengan jarum suntik, karena
trauma pas masih kecil. Waktu mau dibius itu saya
berontak, saya dipegangin. Tapi, akhirnya saya disuntik.
Setelah operasi itu saya 2 bulan di rumah sakit kan dan itu
rasanya sakit luar biasa. Saya nangis sendirian karena rasa
sakit bukan karena merasa saya sendirian atau tidak ada
orang lain. Saya di RS 2 bulan dan mengikuti terapi selama
beberapa bulan baru setelah itu saya balik ke kota Kupang.”
(DVO 2020)
Tak lama setelah balik ke Kupang, sebuah tawaran datang
lagi ke Subjek DVO.
“Tidak lama setelah saya balik ke Kupang, saya ditawari
lagi untuk pindah ke Yayasan di Bali. Kali ini orang tua
saya tidak menolak. Mungkin karena sebelumnya setiap
140
mau minta izin mereka menolak terus. Mungkin pikiran
mereka juga sudah terbuka karena dengan saya dibantu
orang, membuat saya lebih baik. Kemudian, tinggal lah
saya di Bali dan sekolah di sana.” (DVO 2020)
Membicarakan mengenai kelebihan dan kekurangan pada
diri, Subjek DVO sudah memahami tentang dirinya sendiri.
“Kelebihan saya kalau saya sih orangnya pemberi dan
pemaaf. Suka membantu juga. Salah satu sifat saya itu
nggak bisa dendam sama orang lain. Saya bisa marah sama
orang lain, tapi nggak bisa menyimpan amarah itu terlalu
lama. Kalau saya belum memaafkan orang lain itu, saya
malah jadi nggak bisa tidur karena keinget terus. Ada rasa
nggak enak di dalam hati. Kekurangan nya apa ya, kadang
saya tuh suka menunda-nunda. Terus kadang-kadang kayak
“ah gampang ini” gitu jadi kadang-kadang juga apa yang
menurut kita gampang itu malah justru sulit. Kadang-
kadang seperti itu juga.” (DVO 2020)
Hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap ekspresi dan
bahasa tubuh Subjek DVO bahwa saat sedang tanya jawab selama
berlangsungnya proses wawancara saat itu, pembawaan Subjek
DVO sangat tenang. Beliau menceritakan dan mengenang kembali
perjalanan kehidupannya yang tidak mudah itu dengan penuh rasa
haru. Dan beliau juga terlihat sangat tulus dalam membagikan
kisah masa lalunya tersebut (Hasil obervasi pada tanggal 15
Januari 2020).
c. Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan Makna dan
Penentuan Tujuan Hidup)
Seiring dengan tahap penerimaan diri pada kisah Subjek
DVO, kemudian tahap penemuan makna hidup pun dapat
ditemukannya dan tentunya tidak terlepas dari beberapa nilai yang
141
dianggap penting dan berharga. Sebagaimana yang subjek DVO
ceritakan kepada peneliti sebagai berikut:
“Waktu SMP saya sekolah di SLB sama seperti yang SD
di Bali. Kemudian setamat SMP, saya penginnya
melanjutkan ke SMA umum. kebetulan kan saya sudah bisa
pakai tongkat. Jadinya, saya mau mencoba suasana baru.
Nah, waktu itu agak sulit untuk masuk ke SMA umum bagi
kaum disabilitas, karena mereka beralasannya akses belum
memadai dan peraturannya seperti itu. Waktu itu di negeri
belum ada yang teman-teman disabilitas. Akhirnya saya
memutuskan untuk mencoba masuk ke sekolah negeri itu.
Nah di sana juga ada dua jalur yaitu jalur prestasi dan
mandiri. Saya coba memakai jalur prestasi, tetapi
ditolak…” (DVO 2020)
Perjuangan Subjek DVO saat itu dimulai kembali. Kali ini
beliau berusaha untuk bisa masuk ke SMA Negeri.
“…Akhirnya saya mencoba berbagai cara. Sampai
akhirnya saya dibantu oleh Gubernur Bali. Beliau
memberikan surat rekomendasinya kepada pihak sekolah.
Akhirnya saya diterima sama pihak sekolahnya. Ketika
sekolah pun saya menggunakan jalur beasiswa. Ada
beberapa yang meremehkan sampai akhirnya saya menjadi
salah satu murid yang berprestasi. Saya sering mengikuti
lomba dan membawa nama baik sekolah. Setiap saya
menang, saya mengirimkan piala-piala tersebut kepada
sekolah untuk memperpanjang beasiswa saya. Dari situ
nama sekolah jadi dikenal dan juga terangkat…” (DVO
2020)
Saat itu, akses di sekolah SMA Negeri Subjek DVO masih
terbatas. Seperti yang diungkapkannya yakni:
“…Waktu itu kan di sekolah itu aksesnya masih
terbatas. Sampai Dinas Pendidikan itu berkunjung dan
melihat saya agak kesulitan karena awalnya semua itu
tangga kan. Kemudian, aksesnya diperbaiki supaya ramah
disabilitas.” (DVO 2020)
142
Dari usahanya tersebut mendatangkan hasil, bukan hanya
untuk dirinya, tapi juga teman-teman penyandang disabilitas yang
lain.
“Jadi, usaha saya untuk sekolah di negeri itu bisa
dibilang berhasil. Saya berpikir itu bukan hanya untuk diri
saya sendiri aja, tapi supaya teman-teman disabilitas yang
lain bisa merasakan dan diberi kesempatan untuk sekolah
di negeri atau umum. Itu terbukti karena setelah saya lulus
itu ada teman disabilitas perempuan yang diterima di
sekolah saya tersebut dan sudah ada aksesnya. Jadi bukan
hanya untuk saya aja, tapi juga bermanfaat bagi teman-
teman disabilitas yang lain. Kemudian sekolah di dekat
yayasan saya juga sudah menerima untuk teman-teman
disabilitas setiap tahunnya.” (DVO 2020)
Selain menjadi atlet, beliau juga sempat bekerja di suatu
perusahaan setelah kelulusannya dari SMA.
“Setelah tamat SMA, saya kerja. Kebetulan saya punya
teman dekat orang Australia, terus saya ditawarin kerja di
perusahaan semacam Kargo gitu. Jadi, pas mau tamat SMA
itu saya ikut kejurnas di Kalimantan Timur pada tahun
2008. Jadi, saya bersyukur banget tahun itu karena pertama
saya sudah tamat SMA, kedua saya dapat medali emas di
Kalimantan Timur, dan yang ketiga saya langsung dapat
pekerjaan di perusahaan teman saya itu kan. Di tempat
kerja saya itu bos saya memang sudah terbuka dengan
teman-teman disabilitas, karena beliau kan juga punya
banyak teman-teman disabilitas. Terus di tempat kerja saya
itu juga dibikinin aksesnya, mulai dari kantor ke gudang,
toilet, dan tempat makan. Jadi, tidak ada masalah juga.”
(DVO 2020)
Kemudian, untuk saat ini kegiatan beliau setelah bergabung
ke Jakarta Swift yakni:
“Kegiatannya sekarang selain ikut latihan basket juga
jadi teknisi di Jakarta Swift. Kalau ada kursi rodanya yang
bermasalah ya saya perbaiki.” (DVO 2020)
143
Dukungan sosial yang paling utama didapatkan oleh
Subjek DVO tentunya berasal dari keluarga.
“Social support saya ya orang tua saya terutama bapak.
Memang dari kecil kalau bapak tuh lebih tenang, penuh
nasihat, dan solusi. Ibu juga tapi lebih banyak ke bapak.
Kalau lagi ada masalah lebih banyak cerita ke bapak. Saya
juga dekat sama kakak perempuan saya yang ke-4. Kalau
lagi ada masalah kadang-kadang ceritanya ke dia. Kalau
kakak laki-laki yang nomor 2 itu juga dekat. Itu mereka
selalu menelfon dan mendoakan. Kakak yang laki itu
memang aktif kerohanian, kalau lagi punya masalah perlu
solusi dan jalan, sering cerita ke dia dan minta doa...”
(DVO 2020)
Sesudah itu, Subjek DVO melanjutkan kembali
ungkapannya bahwa beliau ingin mandiri.
“…Kalau dengan keluarga sih nggak ada masalah ya
malah mereka support. Semua keluarga saya ya sayang
sama saya. Tanpa mereka saya tidak bisa seperti sekarang
menjadi orang yang kuat. Jadi, untuk menjadi orang hebat
itu perlu orang lain juga yang bisa memberikan kita
motivasi dan dukungan. Bahkan beberapa kali mereka yang
minta saya untuk di rumah aja, ngggak usah ke mana-mana
lagi tapi saya nya yang nggak mau, karena saya belum
benar-benar mandiri dan siap untuk tinggal lagi di rumah.
Menurut saya kalau saya balik ke rumah setidaknya saya
sudah benar-benar mandiri dan tidak meminta sama orang
lain. Intinya tidak mau merepotkan orang lain.” (DVO
2020)
Subjek DVO juga mendapatkan dukungan sosial dari orang
lain selain keluarga yaitu:
“Support selain dari orang tua dan keluarga, ada
beberapa orang yang saya kenal sudah saya anggap seperti
orang tua saya yang sering memberi nasihat dan masukkan
sewaktu di Bali. Jadi, sudah seperti teman tapi orang tua
saya juga.”
144
Selain itu, Subjek DVO juga termasuk orang yang taat
beribadah dan menyukai travelling.
“Kebetulan saya aktif ke gereja. Kalau hari Minggu ya
pergi ibadah. Bahkan kalau ada kegiatan walaupun bukan
hari minggu ya datang juga. Jadi membagi waktu supaya
bisa beribadah, olahraga, dan bekerja. Tapi, jangan lupa
dengan waktu rileks juga. Kadang kan pengin santai,
refreshing lah. Itu kadang-kadang saya juga pengin begitu.
Nggak pengin melakukan apa-apa, pokoknya santai gitu lah
dan menikmatinya. Atau jalan-jalan ke mana gitu. Saya
juga suka. Kalau waktu di Bali suka ke tempat teman,
wisata, atau mandi di pantai. Pokoknya nikmati dan buat
hati senang.” (DVO 2020)
Ketika menghadapi suatu masalah, Subjek DVO memiliki
cara bersikapnya sendiri yaitu:
“Kalau hambatan atau masalah mah ada aja ya yang
dirasakan namanya juga hidup. Cara menyikapinya itu ya
saya sabar dan berpikir. Apa sih masalahnya dan mencoba
mencari solusinya. Kalau ada masalah itu yang pertama
harus tenang jangan terlalu emosi atau buru-buru. Saya
pikir setiap masalah pasti ada jalannya. Yang terpenting
kita harus tenang terlebih dulu. Kemudian, baru cari
solusinya, karena nanti pasti ada jalan keluarnya.” (DVO
2020)
Membahas mengenai makna hidup, Subjek DVO
mempunyai arti makna hidup menurut dirinya sendiri.
“Makna hidup menurut saya semuanya proses ya. Proses
itu lebih penting karena dengan kita berproses, kita lebih
banyak belajar hal. Untuk menjadi orang yang lebih kuat,
lebih bijak, menjadi lebih baik itu butuh suatu proses.
Bahkan untuk menjadi orang yang memiliki prestasi itu
juga butuh proses. Nggak ada yang namanya instan tiba-
tiba bisa berprestasi gitu. Pasti kan orang itu berproses
dulu. Dia harus belajar untuk mencapai prestasi yang
diinginkannya. Makanya saya lebih senang belajar dari
145
proses. Kalau kita melewati suatu proses kita jadi terlatih
gitu. Mental kita menjadi lebih kuat.” (DVO 2020)
Lebih lanjut lagi, Subjek DVO juga menetapkan tujuan
hidupnya saat ini, sebagai berikut:
“Tujuan hidup saya ya hidup kita baik dan berguna bagi
orang lain. Kita bisa punya sesuatu, tapi kalau hidup kita
tidak bisa berguna bagi orang lain, saya pikir untuk apa.
Kalau hidup kita berguna bagi orang lain bukan terbatas
kita kasih uang atau apa, tapi paling tidak kita bisa
menolong orang, memberi motivasi, atau hal-hal kecil
lainnya. Intinya kita berguna bagi orang lain. Tidak harus
kelihatan yang hal-hal besar, tapi hal-hal kecil dalam
kehidupan kita sehari-hari sama keluarga, teman atau siapa
saja. Kemudian, yang terpenting bisa menikah dan punya
keluarga ya karena saya pikir nggak mungkin ya bisa hidup
sendirian terus pasti butuh pendamping hidup juga.” (DVO
2020)
d. Tahap Realisasi Makna (Keikatan Diri, Kegiatan Terarah,
dan Pemenuhan Makna Hidup)
Dalam tahap realisasi makna pada Subjek DVO adalah
semenjak beliau tinggal di Bali, minat terhadap olahraga muncul
dalam dirinya. Kemudian, melakukan keikatan diri untuk terus
berolahraga. Beliau menuturkan kisah perjalanannya dari awal
mula menjadi seorang atlet sebagai berikut:
“Pas saya di Bali itu saya mulai menyukai olahraga.
Saya melihat di sini banyak teman-teman disabilitas yang
menyukai olahraga. Macam-macam lah olahraganya.
Kemudian, dengan melihat mereka yang olahraga itu
menurut saya mereka itu sehat, percaya diri, dan dihargai
orang lain. Banyak hal positif yang saya lihat dari olahraga.
Yaudah akhirnya saya ikutan belajar.” (DVO 2020)
146
Subjek DVO terus belajar dan berlatih dalam bidang
olahraga. Sampai akhirnya beliau mendapatkan tawaran untuk ikut
kejuaraan olahraga pertamanya.
“Sampai akhirnya tahun 2003 saya ditawarkan dari
sekolah untuk ikut Porcanas yang untuk pelajar, kalau
sekarang namanya Peparpenas. Itu acaranya di Ragunan,
Jakarta dan itu pertama kalinya saya ikut event seperti itu.
Waktu itu saya ikut lomba tolak peluru dan saya menang
juara II, karena pesertanya juga masih sedikit. Terus saya
mikir “wah ternyata enak juga jadi atlet. bisa pergi gratis
dan mendapatkan uang. Terus juga lebih dihargai sama
orang.” (DVO 2020)
Sejak dari situ lah Subjek DVO jadi semakin tertarik lagi
untuk menjadi seorang atlet.
“Setelah acara selesai saya balik ke Bali dan
menjalankan aktivitas seperti biasanya. Tahun 2004, saya
tanya sama guru saya kalau untuk angkat berat ada nggak
di Porcanas. Lalu kata beliau iya ada. Saya ditanyain mau
ikut cabor itu. Yaudah akhirnya saya bilang aja iya saya
mau ikut kalau memang ada. Waktu itu di Bali belum ada
yang ngirim perwakilan untuk cabor angkat berat, tapi
kalau di daerah lain sudah ada. Terus saya bilang, tahun
depan boleh dong pak saya ikut angkat berat aja…” (DVO
2020)
Subjek DVO memiliki alasan tersendiri mengapa beliau
ingin mengikuti cabang olahraga angkat berat.
“…Karena angkat berat itu saya senangi dan hobi. Saya
juga memang sering ikut latihan angkat berat. Jadi saya
bisa memanfaatkan untuk berprestasi di cabor itu. Setelah
itu saya ikut latihan lagi.” (DVO 2020)
Setelah mengikuti latihan, akhirnya Subjek DVO turut serta
untuk bertanding cabang olahraga angkat berat untuk pertama
kalinya.
147
“Kemudian, pada tahun 2004 saya ikut Porcanas yang
diadakan di Palembang. Pas ikut angkat berat untuk
pertama kalinya itu saya gagal. Saya hanya masuk
peringkat ke-15. Waktu itu saya belum siap secara prestasi
dan mental karena saya baru di situ. Waktu latihan saya
semangat dan bisa angkat beban sebesar 70 kg. Tapi, pas
pertandingan saya nggak bisa karena secara mental saya
belum siap…” (DVO 2020)
Setelah selesai dari pertandingan tersebut, Subjek DVO
melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri.
“…Saya melihat orang sudah keburu down duluan.
Pulang dari situ, saya bertanya kepada hati saya sendiri
“Apa yang membuat saya gagal? Terus apa yang membuat
mereka tuh bisa sehebat itu?” Itu saya bertanya ke dalam
hati saya. Akhirnya saya cari jawabannya. Saya tanya sama
orang-orang, “Oh ternyata mereka semangat dan
latihannya keras, disiplin, serta fokus untuk mencapai itu.”
Akhirnya saya terapkan untuk diri saya sendiri. Saya
latihan di tempat-tempat fitness biasa di luar yayasan
karena saat itu peralatan di sana terbatas…”
Sesudah evaluasi diri dan menerapkan apa yang orang lain
ajarkan, beliau ikut kembali dalam pertandingan selanjutnya.
“…Jadi, waktu itu saya latihan selama 6 bulan dan
setelah itu saya berangkat ke Medan. Di sana ternyata saya
masih gagal lagi. Jadi, dua kali saya gagal. Lagi, saya
bertanya sama diri saya “Apa yang kurang dan membuat
saya gagal lagi?” akhirnya saya menemukan jawabannya
bahwa usaha saya masih kurang dan belum maksimal.
Berarti saya harus lebih giat, fokus, dan keras lagi ketika
latihan. Saya berpikir “mereka makannya nasi, saya juga
nasi. Yang membuat mereka seperti itu kan disiplin, latihan
keras.” Akhirnya saya latihan dengan keras lagi…” (DVO
2020)
Akhirnya, jerih payahnya saat itu terbayarkan dengan
mendapatkan prestasi pertamanya dalam cabang olahraga angkat
berat tersebut.
148
“…Sampai tahun 2005 ada kejurnas di Bali, saya ikut
lagi. Dan baru kelihatan prestasinya dengan saya
mendapatkan perunggu. Dari situ saya belum puas juga.
Pokoknya saya harus bisa dapat emas baru saya puas.
Akhirnya saya latihan lebih keras lagi…” (DVO 2020)
Hal itu membuat Subjek DVO semakin bertambah
semangat untuk meraih cita-citanya.
“…Satu tahun kemudian, saya ikut Kejurnas lagi di Solo
tahun 2007. Itu prestasi saya naik lagi ke perak. Belum juga
saya merasa puas. Saya harus lebih tingkatkan lagi. Terus
saya lebih dekat dengan pelatih-pelatih dari daerah lain.
Saya tanya cara-cara latihannya seperti apa, makanannya
seperti apa, istirahatnya gimana. Pokoknya saya lebih
bertanya apa yang membuat mereka dapat berprestasi
seperti itu. Akhrinya saya terapkan. Dan setelah itu saya
latihan dan mempersiapkan diri lagi selama 1 tahun. Saya
ikut lagi Peparnas tahun 2008 di Kalimantan Timur dan
akhirnya saya mendapatkan medali emas untuk pertama
kalinya…” (DVO 2020)
Perjuangan dan kerja keras Subjek DVO akhirnya
membuahkan hasil. Hal itu menjadi suatu hal yang sangat berarti
baginya.
“…Menurut saya itu menjadi suatu kebanggaan yang
luar biasa bagi diri saya sendiri yang tidak bisa dinilai
dengan uang atau apapun, karena dalam proses saya ke
sana itu kan lumayan berat juga. Yang menjadi catatan saya
yaitu punya semangat hidup, kerja keras, dan jangan
menyerah dengan keadaan. Jadi, apa saja kita bisa lakukan
selama kita mau berusaha pasti ada jalannya. Jadi saya
berpikir setelah saya berbuat sesuatu oh begini jadinya.
Sudah beberapa kali saya dapat emas. Tiga tahun saya
memegang rekor nasional saat itu dan saya sempat
mengalahkan juara Asia juga di Riau untuk kelas saya.
Setelah itu saya istirahat cukup lama karena cedera yang
saya alami.” (DVO 2020)
149
Pada tahun 2014, Subjek DVO membuat sebuah keputusan
untuk belajar dan mencoba latihan basket kursi roda.
“Kemudian, sekitar tahun 2014 saya pindah ke basket
dan bergabung dengan tim di sana, karena di angkat berat
ada batas usianya. Terus, kalau kita punya cedera lalu mau
lanjutin di angkat berat susah juga. Akhirnya, saya
memutuskan untuk ikut coba latihan basket tahun 2014,
belajar di situ. Awalnya saya tidak begitu senang dan
Latihannya pun juga biasa-biasa aja. Tapi, saya lihat
teman-teman kok mereka pada hebat. Akhirnya saya
berpikir kalau sesuatu yang kita lakukan agar maksimal ya
kita harus menyenangi hal tersebut. Kalau kita tidak senang
dengan apa yang ingin kita lakukan ya nantinya itu menjadi
tidak serius…” (DVO 2020)
Dari hal itu menjadikan Subjek DVO untuk terus belajar
menyukai olahraga basket.
“…Saya lebih banyak belajar gimana caranya supaya
saya senang. Karena dulu itu saya kurang senang dengan
olahraga tim. Tapi, kalau sekarang dengan basket ya sangat
senang. Kalau dapet tawaran dari cabor lain “ah di basket
saja.” Kemudian, tahun 2015, 2016, kita ada beberapa kali
ikut pertandingan di Bali namanya Bali Cup. Terus tahun
2017 dan 2018 juga ikut. Pas banget waktu itu Jakarta Swift
juga ikut main ke sana. Saya penasaran dan mau ikut ke
Jakarta…” (DVO 2020)
Akan tetapi, sebelum memutuskan untuk ikut dan
bergabung ke Jakarta Swift, beliau mempunyai beberapa
pertimbangan.
“…Tapi, pertimbangan saya ya saya bisa dapet
pekerjaan dan olahraga juga di sana. Karena takutnya kalau
di pekerjaan lain saya nggak bisa olahraga. Dengan
berolahraga kan kita bisa menjadi lebih sehat dan memiliki
banyak teman. Akhirnya saya coba berbicara dengan
Kapten Donald, “kalau ada perkerjaan di sana bisa nggak
saya ikut bergabung di Jakarta Swift? Kebetulan saya bisa
150
teknisi dan memperbaiki kursi roda basket.” Pas banget
Jakarta Swift juga butuh. Ya akhirnya disetujui oleh beliau
dan diajak lah saya ke sini. Ya sekarang untuk sementara
saya bergabung dengan Jakarta Swift.” (DVO 2020)
Subjek DVO mempunyai alasannya sendiri mengapa
beliau ingin ikut dan bergabung ke Jakarta Swift.
“Jadi, sekarang di sini kenapa saya milih ke Jakarta
Swift karena mereka di sini ada pelatihnya dan programnya
juga jelas dengan tujuan saya bisa memaksimalkan
kemampuan yang saya miliki. Saya sudah mencintai basket
tapi kemampuan saya dalam bermain belum begitu bagus.
Makanya saya ke sini, karena menurut saya, saya perlu
pelatih yang dapat mengarahkan teknik dalam bermain
basket supaya pola permainan basket saya lebih baik
lagi…” (DVO 2020)
Dalam menjalankan rutinitas yang cukup padat setiap
harinya, ada kalanya manusia mengalami titik jenuh atau bosan.
Hal serupa juga dirasakan oleh Subjek DVO, tetapi beliau
mempunyai cara untuk mengatasi hal tersebut.
“Masa-masa ketika bosen itu ya saya mencoba cari
suasana baru kayak jalan-jalan ke taman atau mana gitu. Itu
salah satu hal yang saya suka juga, karena kita butuh
refreshing dan hiburan. Jangan terlalu tegang. Jangan
kegiatan terus gitu sampai lupa diri. Jangan seperti itu,
karena bagi saya bahagia itu penting. Jangan lupa senang.
Ada waktunya buat hati senang. Setelah itu baru serius lagi.
Harus ada jedanya. Kalau kita latihan terus gitu ya bosen
juga. Tidak ada jeda untuk rileks, santai, ya nanti itu jadi
jenuh juga.” (DVO 2020)
e. Tahap Kehidupan Bermakna (Penghayatan Bermakna dan
Kebahagiaan)
Tahap kehidupan bermakna bagi Subjek DVO adalah
ketika beliau bisa mengambil hikmah dari apa yang terjadinya
151
padanya. Selain itu, memiliki motivasi sendiri agar dapat
merasakan penghayatan bermakna.
“Motivasi menjadi atlet kalau saya sendiri saya tidak
mau diremehkan oleh orang lain. Kedua, jangan menyerah
dengan keadaan. Dengan kita mempunyai kekurangan tapi
kita masih bisa melakukan sesuatu. Masih bisa berolahraga,
hidup sehat, bahkan berprestasi. Saya telah melewati masa-
masa sulit dan itu menjadikan saya kuat. Jadi, bisa dibilang
saya sudah terlatih mentalnya.” (DVO 2020)
Subjek DVO juga menegaskan bahwa hidup itu harus
mempunyai tujuan.
“Dalam hidup itu kita harus punya tujuan. Misalnya saya
ingin menjadi pemain terbaik. Berarti saya harus fokus
dengan itu dan caranya ya kerja keras, karena tanpa itu
nggak akan bisa. Jadi intinya untuk mencapai sebuah
keberhasilan itu ya harus kerja keras.” (DVO 2020)
Selain itu, Subjek DVO juga merasakan berbagai
perubahan setelah menjadi seorang atlet.
“Perubahan yang dirasakan setelah menjadi atlet itu saya
lebih percaya diri, fisik lebih sehat, banyak teman, dan
dihargai oleh orang lain. Pokoknya banyak hal positif yang
kita rasakan kalau kita ikut olahraga. Terus mental saya
lebih kuat.” (DVO 2020)
Sama seperti dengan Subjek HS bahwa Subjek DVO
sebelumnya juga tidak pernah terpikirkan bercita-cita sebagai
seorang atlet.
“Dulu sama sekali nggak kepikiran bisa menjadi atlet.
Nggak pernah saya bayangkan juga tinggal di Bali, pergi
ke Jawa. Ahkirnya jadi tahu GBK yang mana sebelumnya
nggak tahu. Istilahnya Tuhan membawa kita ke hal-hal
yang nggak pernah kita pikir sebelumnya menjadi nyata.
Tuhan itu baik.” (DVO 2020)
152
Dan terakhir, Subjek DVO menuturkan hikmah di balik
menjadi seorang penyandang disabilitas bagi dirinya.
“Hikmah menjadi seorang disabilitas banyak sih ya.
Salah satunya di dalam kekurangan ternyata kita memiliki
kelebihan. Dulu nya saya merasa tidak bisa dan sanggup
melakukan sesuatu, ternyata tidak seperti apa yang saya
pikirkan. Ternyata banyak hal yang bisa saya lakukan yang
mungkin orang lain tidak bisa lakukan. Saya jadi
mempunyai prestasi. Misalnya saya tidak menjadi seorang
yang disabilitas mungkin saja saya menjadi orang yang
sombong dan tidak baik. Jadi, ya mental saya juga ikut
terlatih…” (DVO 2020)
Kemudian, beliau melanjutkan kembali ucapannya
tersebut.
“…Tapi, dengan saya menjadi seorang disabilitas
menjadikan saya orang yang baik, rendah hati, dan
berprestasi. Kalau saya tidak menjadi orang disabilitas
belum tentu saya menjadi pemain basket dan berprestasi di
angkat berat. Jadi, pada intinya saya bersyukur bahwa
Tuhan menciptakan kita dengan kekurangan tapi kita juga
dikasih kemampuan. Kita dikasih kekurangannya satu tapi
dikasih kelebihannya banyak. Intinya banyak yang saya
bisa lakukan dan itu kan suatu kelebihan. Sedangkan
kekurangannya satu aja yaitu nggak bisa jalan.” (DVO
2020)
C. Pandangan Penyandang Disabilitas Fisik dalam
Perspektif Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social
Work)
Pandangan penyandang disabilitas dalam perspektif
Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work) ini terbagi
menjadi dua yaitu pertama cara kita memandang penyandang
disabilitas fisik dan yang kedua cara penyandang disabilitas fisik
dalam memandang diri mereka sendiri.
153
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa cara pandang yang
pertama yaitu berasal dari pelatih basket kursi roda dalam
memandang atlet disabilitas daksa. Dan yang kedua yaitu berasal
dari pandangan ketiga atlet disabilitas daksa itu sendiri dalam
memandang dirinya sendiri.
1. Cara Memandang Penyandang Disabilitas Fisik
Hasil penelitian dari cara memandang penyandang
disabilitas fisik ini berasal dari pandangan Subjek SN sebagai
pelatih basket kursi roda di Jakarta Swift. Subjek SN baru
berkecimpung sebagai pelatih basket kursi roda sejak tahun 2019.
Subjek SN mengaku bahwa ia menjadi lebih mengenal teman-
teman penyandang disabilitas fisik dan mengetahui lebih dalam
tentang mereka sejak menjadi pelatih mereka. Awal menjadi
pelatih bagi atlet basket kursi roda, ia merasa kebingungan.
Namun, dengan berjalannya waktu ia dapat memahami karakter
para penyandang disabilitas fisik. Sehingga ia dapat melatih para
atlet basket kursi roda seperti atlet basket pada umumnya.
Sebagaimana yang beliau ungkapkan:
“Awal masuk Jakarta Swift, saya, nggak bisa “keras”
dikit, saya bingung, karena merasa kasihan. Tapi, sekarang
mah udah tahu jadi nggak ada kasihan. Jadi dengan saya
melatih tim-tim saya yang dulu itu dan sekarang melatih di
Jakarta Swift ya sama. Kalau udah capek ya capek, kalau
mau hajar ya hajar. Itu kenapa tujuannya? Mungkin
menurut orang lain mereka berpikir “udah gila tuh pelatih”.
Istilah kasarnya “orang udah cacat masih aja disiksa”. Tapi
itu menurut saya sebagai bentuk tidak membeda-bedakan,
semuanya sama. Justru kalau ada Kapten Donald dateng itu
lebih “gila” lagi latihannya.” (SN 2019)
154
Sejak menjadi pelatih basket kursi roda, Subjek SN
berusaha untuk dekat dan mengenal masing-masing karakter para
atlet binaan nya. Seperti pandangan beliau mengenai kepribadian
Subjek EJ, yaitu:
“Walaupun dengan disabilitas, tetapi Subjek EJ tetap
bisa menerobos kegiatan-kegiatan yang mungkin orang
awam berpikiran tidak mungkin bisa terjadi. Tapi, Subjek
EJ bisa menerobos hal-hal yang mungkin dipikiran orang-
orang seperti kita tidak bisa lakukan. Tapi, dia bisa
melakukannya. Nah itu lah hikmah tersendiri di balik
disabilitas. Dan ternyata disabilitas ini bukan semata-mata
bisa menghentikan harapan hidup seseorang. Ya mereka
menganggap walaupun mereka nggak bisa berjalan, ya
hidup itu nggak berakhir gitu aja. Gitu sih.” (SN 2019)
Kemudian, Subjek SN mengingat suatu kejadian yang
terjadi padanya bersama Subjek EJ, yakni:
“Kayak waktu itu, saya pergi ke bandara sama Subjek
EJ, dia lift nya kelewat. Terus saya challenge dia untuk naik
eskalator berani nggak. Terus kata dia “ah cuma eskalator.”
Akhirnya dia naik eskalator pakai kursi roda. Saya tanyain
“mau dipegangin nggak kursinya?” Kata dia “nggak usah.”
Dan ternyata dia bisa dong.” (SN 2019)
Sebelum bergabung menjadi pelatih di Jakarta Swift,
Subjek SN belum mengetahui lebih banyak tentang penyandang
disabilitas fisik terutama penyandang paraplegia. Bahkan ia
mengaku pernah memiliki pemikiran yang menurutnya cukup
sadis. Seperti yang beliau ceritakan:
“Sebelum saya mengenal teman-teman disabilitas
terutama yang paraplegia ya saya berpikiran cukup sadis
“kita kan sama, kenapa mereka diprioritaskan.” Tapi,
semenjak saya bergabung ke Jakarta Swift dan kenal
mereka, saya jadi tahu bahwa mereka yang paraplegia itu
memang betul-betul harus diprioritaskan karena
155
taruhannya nyawa. Jadi, ya gitu saya lebih
memprioritaskan kesehatan mereka juga.” (SN 2019)
Menurut Subjek SN, perspektif negatif masyarakat
terhadap kaum penyandang disabilitas juga mulai berubah
terutama ketika diselenggarakannya Asian Para Games 2018 lalu
di Indonesia. Berikut ungkapan beliau:
“Stigma masyarakat juga sedikit-sedikit berubah sih.
Sebenernya menurut saya, beruntungnya itu semenjak
Indonesia menjadi tuan rumah Asian Para Games 2018.
Jadi, mindset orang pribadi, perusahaan, pemerintah
berbalik kepada teman-teman disabilitas. Sekarang banyak
juga, perusahaan-perusahaan professional yang terima. Ya
kalau emang “lo bisa bekerja, walaupun pake kursi roda.
Why not?” kalau otaknya cerdas ya kenapa enggak?
Gitu…” (SN 2019)
Kemudian, beliau meneruskan ungkapannya mengenai
keadaan para penyandang disabilitas sebelum hal itu terjadi.
“…Dan kalau dulu kan yang saya dapet dari teman-
teman disabilitas sebelum ada Asian Para Games, orang
yang punya keluarga disabilitas kadang malu untuk dibawa
keluar atau ke mana-mana gitu kayak “udah lu di rumah
aja” malah yang membuat saya lebih miris itu ada yang
dipasung. Tapi, semenjak adanya Asian Para Games
semuanya berubah dan terbuka. Ya walaupun sampai
sekarang belum benar-benar disamaratakan. Tapi,
Indonesia tiap tahunnya lebih better lah, lebih aware
terhadap teman-teman disabilitas.” (SN 2019)
Selanjutnya, Subjek SN mengungkapkan bahwa GOR
tempat para atlet basket kursi roda berlatih juga mulai
memperhatikan fasilitas untuk mereka.
“GOR Orion tempat kita biasa latihan aja sampai
support kita loh. Pihak manajemen mereka mau bikin toilet
yang ramah untuk teman-teman disabilitas kursi roda. Nah,
156
makanya kalau toilet yang belum ramah untuk teman-
teman disabilitas yang memakai kursi roda, jadinya ya
memakai pampers. Walaupun ada toilet, tapi kan kalau
untuk teman-teman disabilitas kursi roda harus ada track
nya dan muat masuk ke toilet tersebut. Orion udah seperti
base camp kita. Kalau kita mau ada acara pasti ngumpulnya
di sana, karena kan mereka tempatnya luas dan bis yang
menjemput untuk teman-teman disabilitas bisa masuk ke
sana.” (SN 2019)
Dengan menjadi pelatih tim atlet basket kursi roda,
membuat Subjek SN merasa termotivasi dari mereka.
“Yang bisa dicontoh dari teman-teman Jakarta Swift ini
adalah semangatnya. Menurut saya, sekarang bukan
saatnya kita yang berdiri tegak menunjuk-nunjuk mereka
yang disabilitas untuk memotivasi mereka. Tapi, mereka
yang memotivasi kita, walaupun mereka nggak ada maksud
untuk menggurui. Tapi, dengan kita berbaur, kalau saya
sendiri jadi kalau bekerja ya jadi nggak malas-malasan.
Yang memiliki kebutuhan istimewa aja masih semangat
banget. Kita yang dikasih kesempatan berjalan dengan
baik, bergerak dengan baik, kenapa harus malas-malasan?”
(SN 2019)
Menurut Subjek SN, Pemerintah pun juga mulai
memperhatikan fasilitas umum yang dibutuhkan untuk para
penyandang disabilitas fisik. Seperti yang diungkapkannya, yakni:
“Kalau infrastruktur untuk teman-teman disabilitas ya
makin oke lah kayak di Jakarta sekarang kan terbagi dua
jalur bus transjakarta yang di jalur sama bukan jalur. Yang
bukan di jalur tapi jalan biasa yang oren-oren itu kan buat
teman-teman disabilitas. Karena salah satu teman kita ada
yang kerja di Kemenhub dan dia jelasin kalau itu bis nya
namanya lower deck jadi bisa diturunin sampai ke rata
tanah. Dan sekarang JPO juga udah banyak yang pake lift.”
(SN 2019)
157
Selain itu, dengan adanya komunitas Jakarta Swift
Wheelchair Basketball ini, Subjek SN berharap ini bisa menjadi
wadah bagi para penyandang disabilitas untuk saling belajar dan
mengembangkan potensi olahraganya.
“Ya mungkin salah satu perwakilan olahraga ini
merupakan perwakilan buat temen-temen disabilitas yang
membuat “gue nggak beda sama elu.” Untuk basket kursi
roda sendiri udah ada dua. Yang pertama ya kita Jakarta
Swift wheelchair basketball dan kita punya sahabat
komunitas juga untuk basket teman-teman tuli. Mereka
memang mainnya berdiri, tapi mereka tuli. Nah itu,
namanya Deaf basketball. Mereka mainnya pake bahasa
isyarat. Jadi, pake kode-kode gitu pas main. Kita kan sama-
sama suka basket, sama-sama disabilitas jadi kita
memperjuangkan hak biar disabilitas tuh tidak dibeda-
bedakan. Kita kemarin belajar latihan bareng sama Deaf,
karena kita pengin tahu pola komunikasi mereka.” (SN
2019)
Dan Subjek SN juga berharap bahwa Pemerintah dapat
berlaku adil dan menyamaratakan hak bagi para atlet disabilitas.
“Mungkin dari Pemerintah untuk menyamarakatan
teman-teman disabilitas dan olahraga disabilitas ini masih
on the way belum 100% dan belum sampai ke goals nya.
Menurut saya, nggak cukup hanya menyediakan pelatih,
atlet dikasih tempat tinggal di hotel, dan lain-lain. Itu nggak
cukup sih, karena yang dibutuhkan kan pengasahan skill
dan mental. Jadi, masih banyak pr nya lah.” (SN 2019)
Kemudian, Subjek SN meneruskan ungkapan opininya
mengenai olahraga disabilitas di Indonesia.
“Kita cuma latihan di dalam kandang aja, kita nggak
tahu dunia luar ya gimana. Kalau kita try out ke luar kan itu
bukan cari kemenangan. Justru kalau dari kekalahan itu
yang kita review dan apa yang kurang. Kalau di dalam aja
apa yang mau di-review, bingung kan. Jadi nggak seolah-
olah hanya beli kursi yang mahal, dikasih lapangan bagus,
158
makananan yang baik. Tapi, kan menurut saya mengasah
mental penting juga dan review dari pelatih penting juga.
Karena kalau kita nggak pernah uji tanding ke luar apa yang
mau kita bahas, kita review, dan kita tekankan dari sisi
pelatih, kayak gitu sih.” (SN 2019)
Subjek SN mempunyai sebuah rencana untuk mengenalkan
olahraga disabilitas basket kursi roda ke masyarakat umum
terutama para pencinta basket.
“Saya sekarang mau nyoba membawa Jakarta Swift ini
sebagai salah satu “senjata” merubah mindset pencinta
basket di Indonesia. Walaupun iya ini olahraga untuk
disabilitas, tapi saya ingin merubah mindset bahwa
wheelchair basketball ini sekarang bukan hanya untuk
temen-temen kita yang disabilitas aja. Contohnya saya.
Saya sudah menganggap wheelchair basketball ini sebagai
olahraga yang bisa dinikmati semua orang. Ya anggap aja
ini olahraga basket cuma ini adalah sub olahraga dari
basket yang dibantu dengan alat. Jadi sekarang, kita juga
punya misi merubah mindset ini bukan olahraga semata-
mata untuk disabilitas loh, tapi semua bisa menikmati...”
(SN 2019)
Kemudian, Subjek SN melanjutkan pembicaraannya
mengenai rencananya tersebut.
“…Nah itu dibuktikan dengan mulai tahun 2020 kita
akan ke sekolah-sekolah, kita akan bekerja sama dengan
sekolah-sekolah untuk menawarkan program kita di sana.
Jadi, kan sekarang mindset nya kadang mungkin ada orang
tua yang sempat saya ketemu, mindset nya begitu anaknya
pengin nyoba wheelchair basket terus dilarang sama orang
tuanya. Katanya “eh jangan-jangan emang, maaf, kamu
cacat naik-naik kursi roda.” Nah, saya pengin merubah
mindset yang seperti itu. Ini bukan hanya untuk teman-
teman disabilitas. Tapi, ya ini olahraga kayak “elu dibantu
sama alat aja.” Kayak gitu sih.” (SN 2019)
159
2. Cara Penyandang Disabilitas Fisik Memandang Dirinya
Hasil penelitian dari pandangan penyandang disabilitas
fisik dalam memandang dirinya sendiri dalam perspektif
Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work) berasal dari
ketiga informan utama yaitu Subjek EJ, HS, dan DVO, yakni
sebagai berikut:
• Pandangan Pertama yaitu ketika para subjek mendapatkan
bimbingan dan social support untuk menjadi pribadi yang
mandiri dan tangguh.
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Subjek EJ di mana
beliau adalah seorang penyandang disabilitas fisik sejak kecil dan
sudah mendapatkan nasihat-nasihat dari orang tuanya sehingga
beliau dapat menerima keadaan fisiknya dari usia dini, yakni
sebagai berikut:
“Karena saya kan disabilitas dari usia 10 bulan jadi bisa
lebih menerima keadaan seperti ini lebih dulu yaitu pada
masa kecil. Dari kecil orang tua saya selalu memberi
nasihat-nasihat seperti menyuruh kita mandiri, harus bisa
dan tahu batas kemampuan kita sampai mana. Jangan
pernah menyamakan seseorang dengan orang lain. Itu
sudah diajarkan oleh orang tua saya dari sejak kecil.
Mungkin didikan orang tua juga berpengaruh kali, ya.” (EJ
2019)
Berkat nasihat-nasihat yang didapatkan dari orang tuanya,
membuat Subjek EJ terbiasa melakukan aktivitasnya secara
mandiri.
“Kegiatan sehari-hari saya memang harus menggunakan
kedua tangan. Bisa dibilang fisik saya terbentuk karena
aktivitas sehari-hari ya. Sebelum saya jadi atlet kegiatan
saya itu kan naik turun tangga harus pakai tangan, karena
160
kamar saya itu di lantai dua. Jadi, apa-apa saya harus ke
atas.” (EJ 2019)
Selanjutnya, bagi Subjek HS yang mengalami disabilitas
fisik saat usia dewasa dan karena faktor kecelakaan motor
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menerima
keadaannya. Subjek HS merasa sangat terbantu ketika tinggal di
panti dan bertemu dengan teman-teman disabilitas lainnya.
Sebagaimana yang Subjek HS ungkapkan sebagai berikut:
“Program Pemerintah sangat bagus dengan diadakannya
panti untuk teman-teman disabilitas yang memakai kursi
roda ini. Karena dengan adanya panti ini jadi sangat
membantu mental dan pikiran kita. Untuk beradaptasi,
awalnya kita ngobrol dengan sesama sampai menemukan
titik ikhlas. Untungnya sih dengan warga sini tidak
membedakan. Warga sini juga sudah menganggap kita nih
bukan disabilitas. Di situ lah yang membuat kami menjadi
lebih kuat, karena warga sini tidak membeda-bedakan.
Misalnya kayak “karena lo disabilitas ya lo jadi dikasihani”
itu nggak ada. Jadi, itu secara tidak langsung memberikan
mental kita lebih kuat lagi. Kita memandangnya lebih ke
arah positif.” (HS 2019)
Subjek HS juga percaya bahwa ia adalah orang pilihan
yang tepat bagi Tuhan, karena dapat menerima dan menghadapai
ujian yang diberikan-Nya.
“Dan akhirnya saya berpikir, mungkin tuh Tuhan yang
baik. Jadi, saya berpikir saya sebagai orang pilihan yang
bisa menyanggupi dan menghadapi berbagai cobaan dari-
Nya. Jadi, ya mau gimana lagi. Lambat laun sampai
akhirnya saya menemui titik ikhlas. Walaupun ikhlas itu
sangat berat kita lakukan. Tapi, dengan berjalannya waktu
yang kita lalui dan berbaur dengan teman-teman di sini
akhirnya baru bisa menerima dengan benar-benar ikhlas.
Artinya ikhlas ya bisa menerima.” (HS 2019)
161
Sedangkan, hal yang sama dengan Subjek EJ juga
dirasakan oleh Subjek DVO. Ia mengalami disabilitas fisik sejak
kecil. Dan Subjek DVO beruntung, karena memiliki orang tua dan
keluarga yang terus memberikan dukungan dan nasihat kepadanya
dalam menjalani kehidupannya. Seperti yang Subjek DVO
ceritakan, yakni:
“Kalau dengan keluarga sih nggak ada masalah ya
malah mereka support. Semua keluarga saya ya sayang
sama saya. Tanpa mereka saya tidak bisa seperti sekarang
menjadi orang yang kuat. Jadi, untuk menjadi orang hebat
itu perlu orang lain juga yang bisa memberikan kita
motivasi dan dukungan. Social support saya ya orang tua
saya terutama bapak. Memang dari kecil kalau bapak tuh
lebih tenang, penuh nasihat, dan solusi. Ibu juga tapi lebih
banyak ke bapak. Kalau lagi ada masalah lebih banyak
cerita ke bapak.” (DVO 2020)
Selain mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari orang
tuanya, Subjek DVO juga dekat dengan kakak-kakaknya.
“Saya juga dekat sama kakak perempuan saya yang ke-
4. Kalau lagi ada masalah kadang-kadang ceritanya ke dia.
Kalau kakak laki-laki yang nomor 2 itu juga dekat. Itu
mereka selalu menelfon dan mendoakan. Kakak yang laki
itu memang aktif kerohanian, kalau lagi punya masalah
perlu solusi dan jalan, sering cerita ke dia dan minta doa.”
(DVO 2020)
• Pandangan Kedua adalah ketika para subjek dapat menghadapi
dan mengatasi permalasahan yang terjadi padanya dan berhasil
menemukan makna hidup bagi diri mereka.
Ketika mengalami suatu masalah, Subjek EJ mempunyai
cara tersendiri dalam menghadapinya, yakni:
“Kadang sesekali saya merasakan down atau yang lain.
Tapi, di balik itu saya mengambil kesimpulannya. Saya
162
berpikir kembali dengan jernih bahwa tidak mungkin kita
selalu ada dalam kondisi seperti itu. Setiap masalah pasti
ada jalan solusinya. Ya setidaknya kita sudah berusaha
sampai batas ini. Kalau hasilnya cuma seperti itu ya terima
aja. Yang penting kita sudah berusaha sampai batas kita.
Jadi, tidak selamanya kita berada di posisi itu. Yakinlah
seperti itu selama kita berusaha. Yang jelas, Tuhan selalu
memberi cobaan tidak seberat apa yang kita bayangkan.
Saya selalu berpikiran seperti itu sih, karena masih bisa
saya atasi. Prinsip itu yang membuat saya bisa bertahan
hidup.” (EJ 2019)
Kemudian, mengenai makna hidup bagi Subjek EJ sendiri
adalah:
“Makna hidup itu sesuatu yang sangat berharga ya.
Biarpun kita sebagai orang disabilitas ya kita harus
mensyukuri, karena masih bisa diberi nafas untuk
menghirup oksigen. Sepahit-pahitnya hidup kita, hidup itu
masih tetap menyenangkan. Menurut saya seperti itu.
Biarpun saya lahir sebagai seorang disabilitas, tapi saya
merasa bersyukur masih bisa berkegiatan sendiri.” (EJ
2019)
Selanjutnya, bagi Subjek HS hal terpenting yang perlu
dilakukan dalam menghadapi masalah yaitu harus bersikap tenang
terlebih dahulu. Sebagaimana yang diungkapkannya:
“Ketika ada masalah, saya menyikapinya dengan
berusaha tenang. Beda dengan dulu sewaktu saya masih di
rumah. Dulu waktu di rumah saya nggak bisa tenang. Tapi,
sekarang sudah di panti saya bisa menenangkan diri. Ya
paling tidak kita merenung dulu. Kita merenungi dan
berpikiran panjang. Kalau kita melakukan ini, nanti akan
terjadi ini. Harus benar-benar tenang dan jangan emosi.”
(HS 2019)
Kemudian Subjek HS memberikan pandangannya
mengenai arti makna hidup bagi dirinya.
163
“Makna hidup menurut saya itu apapun yang kita
jalankan harus ber-positive thinking. Dan tujuan hidup saya
saat ini yaitu berusaha dan berbuat amal kebaikan. Harta
bisa kita cari, tapi untuk kebaikan sangat susah kita cari.
Kita sudah ada niat baik sama orang lain nih, tapi terkadang
kan godaan setan ada aja. Berbagai cara setan mengganggu
kita. Itu yang sangat sulit dihindari “bisikan-bisikan setan”
seperti itu.” (HS 2019)
Setelah itu, cara menghadapi dan mengatasi masalah yang
dilakukan oleh Subjek DVO adalah sebagai berikut:
“Kalau hambatan atau masalah mah ada aja ya yang
dirasakan namanya juga hidup. Cara menyikapinya itu ya
saya sabar dan berpikir. Apa sih masalahnya dan mencoba
mencari solusinya. Kalau ada masalah itu yang pertama
harus tenang jangan terlalu emosi atau buru-buru. Saya
pikir setiap masalah pasti ada jalannya. Yang terpenting
kita harus tenang terlebih dulu. Kemudian, baru cari
solusinya, karena nanti pasti ada jalan keluarnya.” (DVO
2020)
Dan makna hidup bagi Subjek DVO adalah suatu proses
yang terjadi dalam kehidupannya. Seperti yang beliau ceritakan
sebagai berikut:
“Makna hidup menurut saya semuanya proses ya. Proses
itu lebih penting karena dengan kita berproses, kita lebih
banyak belajar hal. Untuk menjadi orang yang lebih kuat,
lebih bijak, menjadi lebih baik itu butuh suatu proses.
Bahkan untuk menjadi orang yang memiliki prestasi itu
juga butuh proses. Nggak ada yang namanya instan tiba-
tiba bisa berprestasi gitu. Pasti kan orang itu berproses
dulu. Dia harus belajar untuk mencapai prestasi yang
diinginkannya. Makanya saya lebih senang belajar dari
proses. Kalau kita melewati suatu proses kita jadi terlatih
gitu. Mental kita menjadi lebih kuat.” (DVO 2020)
164
• Pandangan Ketiga ialah ketika para subjek menyadari
kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Kemudian
mengasahnya sehingga membuktikan bahwa para penyandang
disabilitas juga dapat berprestasi.
Seperti yang diungkapkan pada Subjek EJ (h.161) bahwa
fisiknya sudah terbentuk sebelum menjadi atlet, karena aktivitas
fisik yang dilakukannya setiap hari. Selain itu, Subjek EJ juga
mempunyai hobi mencoba hal-hal baru yang membutuhkan tenaga
ekstra. Oleh karena itu, Subjek EJ merasa bahwa dirinya cocok
menjadi atlet. sebagaimana yang Subjek EJ ceritakan:
“Awal main basket kursi roda itu banyak mengalami
kesulitan. Apalagi kita generasi pertama. Selain basket,
olahraga lain yang saya bisa tapi yang nggak serius ya itu
bisa berenang. Itu saya belajar renang diajarin sama teman.
Dia ngajarin saya dasar-dasarnya seperti apa terus saya
ikutin kata-kata dia. Jadi, waktu itu saya belajar dan
fokusnya ke floating. Tapi memang karena punya jiwa
basket kali ya jadi saya suka aktivitas-aktivitas baru.
Kadang saya suka sesuatu seperti ninja warriors gitu. Suka
yang manjat-manjat. Makanya suka nyoba alat-alat baru
yang belum pernah dicoba di tempat gym. Mungkin itu
sebuah hobi saya makanya saya cocok jadi atlet.” (EJ 2019)
Sedangkan, bagi Subjek HS, ia mengikuti berbagai
pelatihan yang ada di panti tempat tinggal nya itu. Subjek HS
memfokuskan salah satu dari pelatihan tersebut yaitu olahraga
bulutangkis kursi roda. Berkat kegigihannya dalam pelatihannya
itu, Subjek HS pun sudah mengikuti berbagai kejuaraan.
“Jadi, di sini itu ya yang tadi saya bilang awalnya itu ada
berbagai macam pelatihan, salah satunya olahraga. Jadi,
sebelumnya kan saya atlet badminton, Di bulu tangkis saya
sudah lumayan memiliki prestasi. Waktu itu saya sempat
mendapatkan medali perak dan perunggu. Medali perak
165
untuk single player pada Peparda Bekasi. Medali perunggu
untuk double player pada Peparda Bogor. Tahunnya saya
lupa. Jadi, saya sudah sekitar tujuh tahun menjadi atlet.”
(HS 2019)
Dari hal tersebut, membuat Subjek HS tidak menyangka
bahwa hikmah di balik menjadi seorang penyandang disabilitas, ia
dapat mengasah skill nya dalam bidang olahraga dan
menjadikannya sebagai seorang atlet serta berprestasi. Seperti
yang Subjek HS ungkapkan yakni:
“Waktu saya normal ya nggak ada pikiran dan cita-cita
mau jadi atlet. Dengan seiring berjalannya waktu, saya jadi
berpikir mungkin inilah hikmahnya saya menjadi seorang
disabilitas. Saya bisa menjadi atlet bulu tangkis dan basket.
Dengan keadaan saya yang disabilitas ini saya beranggapan
kalau saya sebagai orang pilihan Tuhan yang bisa dan
sanggup menerima cobaan seperti ini dari-Nya. Ya itu lah
yang membuat saya bisa berpikir seperti sekarang ini. Saya
tanamkan kepada diri saya sendiri untuk saat ini. Beda
dengan saya pada masa lalu itu di mana saya belum bisa
menerima keadaan.” (HS 2019)
Selanjutnya, bagi Subjek DVO mengalami disabilitas fisik
tidak menjadikannya sebagai kelemahan. Bahkan Subjek DVO
merupakan salah satu siswa yang berprestasi saat sekolah, baik di
bidang akademik maupun non akademik. Prestasinya yang paling
menonjol adalah di bidang olahraga angkat besi. Subjek DVO
sudah cukup banyak mengikuti kejuaraan dan membawa pulang
medali.
“Karena angkat berat itu saya senangi dan hobi. Saya
juga memang sering ikut latihan angkat berat. Jadi saya
bisa memanfaatkan untuk berprestasi di cabor itu. Setelah
itu saya ikut latihan lagi. Sampai tahun 2005 ada kejurnas
di Bali, saya ikut lagi. Dan baru kelihatan prestasinya
dengan saya mendapatkan perunggu. Dari situ saya belum
166
puas juga. Pokoknya saya harus bisa dapat emas baru saya
puas. Akhirnya saya latihan lebih keras lagi…” (DVO
2020)
Hal itu membuat Subjek DVO semakin bertambah
semangat untuk meraih prestasi yang lebih gemilang.
“…Satu tahun kemudian, saya ikut Kejurnas lagi di Solo
tahun 2007. Itu prestasi saya naik lagi ke perak. Belum juga
saya merasa puas. Saya harus lebih tingkatkan lagi. Terus
saya lebih dekat dengan pelatih-pelatih dari daerah lain.
Saya tanya cara-cara latihannya seperti apa, makanannya
seperti apa, istirahatnya gimana. Pokoknya saya lebih
bertanya apa yang membuat mereka dapat berprestasi
seperti itu. Akhrinya saya terapkan. Dan setelah itu saya
latihan dan mempersiapkan diri lagi selama 1 tahun. Saya
ikut lagi Peparnas tahun 2008 di Kalimantan Timur dan
akhirnya saya mendapatkan medali emas untuk pertama
kalinya.” (DVO 2020)
Lalu, Subjek DVO mengungkapkan rasa syukurnya
menjadi seorang penyandang disabilitas.
“Dengan saya menjadi seorang disabilitas menjadikan
saya orang yang baik, rendah hati, dan berprestasi. Kalau
saya tidak menjadi orang disabilitas belum tentu saya
menjadi pemain basket dan berprestasi di angkat berat.
Jadi, pada intinya saya bersyukur bahwa Tuhan
menciptakan kita dengan kekurangan tapi kita juga dikasih
kemampuan. Kita dikasih kekurangannya satu tapi dikasih
kelebihannya banyak. Intinya banyak yang saya bisa
lakukan dan itu kan suatu kelebihan. Sedangkan
kekurangannya satu aja yaitu nggak bisa jalan.” (DVO
2020)
• Pandangan Keempat adalah ketika para subjek memiliki
kepekaan emosional dan sifat kepedulian terhadap orang lain.
Bagi Subjek EJ setelah ia bergabung ke dalam tim Pelatnas
dan mewakili cabang olahraga basket kursi roda pada Asian Para
167
Games 2018 lalu, ia memilih untuk keluar dari tim Pelatnas dan
memilih latihan rutin dengan teman-teman Jakarta Swift lainnya.
“Setelah saya keluar dari Pelatnas, saya kepengin cari
kesempatan di sini untuk membantu teman-teman
disabilitas yang baru mengenal basket kursi roda. Dan
tujuan hidup saat ini, saya mencoba berbagi pengalaman
yang sebisa mungkin saya dapat. Lebih cenderung kepada
teman-teman disabilitas hal-hal yang positif dan saling
support. Biar hidup kita lebih bermakna.” (EJ 2019)
Kemudian, sifat kepedulian dan kebaikan yang dimiliki
oleh Subjek HS ditunjukkannya dengan cara membantu sesama
teman-teman atletnya. Hal itu diungkapkan langsung oleh sang
pelatih yakni Subjek SN, sebagai berikut:
“Subjek HS ini sekarang bisa bantu temen-temen loh,
karena kan ada temen kita yang kalau misalnya mau latihan
harus diangkat gitu kan jadinya pakai grab car dan
ditemenin sama saudaranya gitu. Tapi, sekarang Subjek HS
bantu dateng ke rumahnya, ya antar jemput lah. Jadi,
menurut saya itu hal yang bagus. Selain skill olahraganya
muncul, juga timbul rasa kekeluargaannya.” (SN 2019)
Mendengar pernyataan dan pujian dari sang pelatih, Subjek
HS pun memberikan tanggapannya.
“Ya kita sesama teman kan harus saling bantu ya, saling
bercanda juga. Nggak ada kita yang saling marah gitu. Lagi
pula, saya naik motor custom gini lewat jalur busway aja
diperbolehkan (hahaha). Nah, ini kita punya SIM tersendiri
yaitu SIM D (memperlihatkan SIM D miliknya). Jadi, SIM
D ini memang khusus untuk disabilitas dan bisa dipakai
untuk motor serta mobil.” (HS 2019)
Dan yang terakhir yaitu Subjek DVO. Ia memiliki
kepekaan emosional dan semangat juang yang tinggi ketika
membela hak nya untuk mendapatkan pendidikan yang setara di
168
SMA Negeri. Berkat kerja kerasnya untuk menggapai hal itu, ia
pun berhasil diterima di sekolah negeri yang diinginkan. Hal
tersebut dilakukannya agar ia dan teman-teman penyandang
disabilitas lainnya memiliki hak yang sama dalam pendidikan dan
tidak dibeda-bedakan.
“Jadi, usaha saya untuk sekolah di negeri itu bisa
dibilang berhasil. Saya berpikir itu bukan hanya untuk diri
saya sendiri aja, tapi supaya teman-teman disabilitas yang
lain bisa merasakan dan diberi kesempatan untuk sekolah
di negeri atau umum. Itu terbukti karena setelah saya lulus
itu ada teman disabilitas perempuan yang diterima di
sekolah saya tersebut dan sudah ada aksesnya. Jadi bukan
hanya untuk saya aja, tapi juga bermanfaat bagi teman-
teman disabilitas yang lain. Kemudian sekolah di dekat
yayasan saya juga sudah menerima untuk teman-teman
disabilitas setiap tahunnya.” (DVO 2020)
169
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti akan membahas hasil temuan
penelitian yang sudah dijabarkan dalam bab IV yaitu
Kebermaknaan Hidup Pada Atlet Disabilitas Daksa. Dalam
pembahasan ini peneliti akan mengaitkannya dengan kerangka
berpikir yang telah disusun sebelumnya dalam bab II. Kerangka
berpikir itu mendeskripsikan berupa tahapan-tahapan yang perlu
dilalui oleh setiap individu untuk menemukan kebermaknaan
hidup baginya.
Untuk dapat mengetahui proses pencapaian kebermaknaan
hidup pada atlet disabilitas daksa tersebut, peneliti menggunakan
Teori Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup yang dikemukakan
oleh Bastaman (1996). Dilihat dari penjelasan bab sebelumnya
bahwa proses pencapaian kebermaknaan hidup pada atlet
disabilitas daksa itu terdiri dari lima kelompok yaitu 1) Tahap
Derita (Peristiwa tragis dan Penghayatan tanpa makna); 2) Tahap
Penerimaan Diri (Pemahaman diri dan Pengubahan sikap); 3)
Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan makna dan Penentuan
tujuan hidup; 4) Tahap Realisasi Makna (Keikatan diri, Kegiatan
terarah, dan Pemenuhan makna hidup); dan 5) Tahap Kehidupan
Bermakna (Penghayatan bermakna dan Kebahagiaan). Berikut ini
hasil analisis temuan lapangan mengenai proses pencapaian
kebermaknaan hidup pada atlet disabilitas daksa basket kursi roda
di Jakarta Swift Wheelchair Basketball yang di bawah naungan
NPC DKI Jakarta.
170
A. Pembahasan Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup
Proses awal dari keberhasilan dalam pencapaian
kebermaknaan hidup pada ketiga informan adalah dimulai dari
adanya fakor penyebab yang menjadikan mereka sebagai
penyandang disabilitas daksa bukan bawaan lahir. Dari faktor
penyebab itu yang memicu mereka untuk melewati tahapan demi
tahapan sampai akhirnya mereka dapat mengambil hikmah dari
apa yang sudah dialami. Kemudian, atas hikmah tersebut membuat
mereka dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki
sehingga dapat mencapai dan mengembangkan kehidupan
bermakna serta meraih kehidupan yang lebih baik.
1. Tahap Derita (Peristiwa Tragis, Penghayatan Tanpa
Makna)
a. Peristiwa Tragis
• Identifikasi Gagasan Peristiwa Tragis
Tabel 5.1
Identifikasi Gagasan Peristiwa Tragis
Subjek EJ Subjek HS Subjek DVO
Terlahir dalam
keadaan normal,
namun saat usia
bulan 10 terserang
penyakit infeksi
virus poliomyelitis
yang menyebabkan
kedua kakinya
tidak dapat
digerakkan lagi. Itu
merupakan sebuah
kejadian di luar
Terlahir dan besar
dalam keadaan
normal sampai usia
dewasa, namun
peristiwa nahas
harus terjadi
padanya yaitu
kecelakaan motor.
Dari kecelakaan
tersebut berakibat
pada cedera dan
terputusnya saraf
tulang belakang
Terlahir dan besar
dalam keadaan
normal sampai usia
5 tahun. Namun,
pada saat usianya
itu, Subjek DVO
mengalami
penyakit infeksi
virus poliomyelitis
yang menyebabkan
kondisi tubuhnya
melemah dan
kedua kaki yang
171
dugaan yang mesti
dihadapi.
Lumbal 3 – 4. Itu
merupakan suatu
peristiwa tragis
yang tidak terduga
dan harus
dihadapinya.
tidak bisa
digerakkan lagi.
Dan itu merupakan
suatu hal yang
nyata terjadi dan
mesti dihadapi.
• Deskripsi Gagasan Peristiwa Tragis
Peristiwa tragis menurut Bastaman (dilihat pada bab II
h.39) yang terjadi pada ketiga informan adalah dua dari ketiga
informan mengalami suatu penyakit infeksi virus poliomyelitis
sejak kecil dan satu informan mengalami kecelakaan motor saat
sudah dewasa yang kemudian menyebabkan mereka menjadi
seorang penyandang disabilitas daksa.
Hasil penelitian pada Subjek EJ dan Subjek DVO
menunjukkan bahwa pada umumnya siapapun dapat merasakan
penyakit demam tinggi dan mengira bahwa penyakit itu dapat
disembukan. Penanganan yang dilakukan secara tidak tepat dapat
berakibat fatal, seperti yang terjadi pada Subjek EJ dan Subjek
DVO. Hal itu juga didukung dengan belum meratanya
infrastruktur seperti pusat kesehatan masyarakat (puskesmas)
ataupun rumah sakit (rs) dan tenaga medis seperti dokter di tempat
tinggal mereka pada masa tersebut. Hal tersebut yang menjadi
salah satu faktor awal Subjek EJ dan Subjek DVO akhirnya
menjadi penyandang disabilitas daksa.
Berbeda dengan Subjek EJ dan Subjek DVO, peristiwa
tragis yang menimpa Subjek HS adalah terjadinya kecelakaan
motor pada tahun 2010 dan saat itu usianya sekitar 39 tahun.
Akibat dari kecelakaan motor tersebut membuat kedua kaki Subjek
172
HS tidak dapat digerakkan lagi seperti sebelumnya. Cedera saraf
tulang belakang Lumbal 3–4 yang terputus itu menyebabkannya
menjadi seorang paraplegia. Hidup menjadi seorang paraplegia
itu tidak murah, karena mereka membutuhkan jok yang bagus dan
lembut pada kursi rodanya. Itu disebabkan karena bokong
penderita paraplegia itu tidak boleh panas. Jika hal itu tidak
diterapkan dengan sebaik mungkin, maka akibatnya bisa fatal
bahkan taruhannya adalah nyawa. Bagi Subjek HS kondisi
pinggang ke bawah yang sudah mati atau kehilangan kontrol itu
menyebabkan Subjek HS tidak dapat merasakan ketika ingin
buang air kecil dan buang air besar lagi. Oleh karena itu, dengan
kondisinya yang sekarang ini membuat Subjek HS selalu memakai
popok dewasa jika ingin berpergian atau sedang latihan basket
kursi roda.
b. Penghayatan Tanpa Makna
• Identifikasi Gagasan Penghayatan Tanpa Makna
Tabel 5.2
Identifikasi Gagasan Penghayatan Tanpa Makna
Subjek EJ Subjek HS Subjek DVO
Subjek EJ merasa
sedih bahwa ia
tidak dapat
merasakaan apa-
apa terhadap kedua
kakinya. Hal itu
yang menimbulkan
perasaan bahwa ia
ingin merasakan
dan melakukan apa
yang orang lain
Dari peristiwa
kecelakaan motor
yang dialami
Subjek HS itu
menimbulkan
perasaan-perasaan
frustasi, pikirannya
menjadi sangat
gelap dan kacau
balau, tingkat
sensitif yang sangat
Subjek DVO yang
lahir dalam
keadaan normal,
sedang berada
dalam masa
pertumbuhan, dan
sempat merasakan
berjalan dan berlari
dengan kedua
kakinya, tiba-tiba
harus menerima
173
lakukan dengan
kedua kakinya
seperti berjalan dan
berlari.
tinggi, tidak dapat
menerima takdir,
bahkan
menyalahkan
Tuhan atas
peristiwa yang
menimpanya. Dari
perasaan yang tidak
keruan itu timbul
lah pemikiran
bodoh menurutnya
sampai Subjek HS
merespons
penghayatan-
penghayatan tanpa
makna itu dengan
melakukan tiga kali
percobaan bunuh
diri.
kenyataan pahit
bahwa ia tidak bisa
merasakan dan
melakukan hal itu
lagi. Dari hal
tersebut muncul
perasaan minder,
tidak dapat
menerima
keberadaan diri
dengan kondisinya
saat itu, bahkan
sampai
menyalahkan diri
sendiri atas
keadaan yang
terjadi. Reaksi dari
perasaan itu
membuat Subjek
DVO mengurung
diri di kamar
bahkan terlontar
pertanyaan
“mengapa saya
diciptakan seperti
ini?”
• Deskripsi Gagasan Penghayatan Tanpa Makna
Penghayatan tanpa makna yang dirasakan oleh ketiga
informan berbeda-beda dan itu sesuai dengan penjelasan Bastaman
(dilihat pada bab II h.39-40) Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketiga informan bereaksi dengan cara yang berbeda ketika
mengetahui dirinya menjadi seorang penyandang disabilitas daksa.
Subjek EJ merasa dengan kondisi yang terjadi sejak usia 10 bulan
itu membuat Subjek EJ tidak pernah tahu bagaimana rasanya saat
masa perkembangan bayi pada umumnya seperti belajar berdiri
174
sendiri, melangkah secara perlahan, sampai akhirnya dapat
berjalan. Saat memasuki masa pertumbuhan kanak-kanak, Subjek
EJ merasa sedih karena melihat teman-teman sebayanya dan orang
lain dapat berjalan dan berlari dengan kedua kakinya. Kemudian,
terbesit dalam pemikiran Subjek EJ bahwa ia juga ingin bisa dan
merasakan seperti yang mereka lakukan. Namun, pemikiran
seperti itu hanya bertahan sementara, karena menurutnya ia tetap
bisa melakukan hal tersebut dengan caranya sendiri dan berbeda
dari mereka.
Sedangkan bagi Subjek HS karena ia lahir dan besar dalam
keadaan normal sampai usianya 39 tahun. Lalu, tiba-tiba harus
mengalami peristiwa tragis yaitu kecelakaan motor, sudah tentu
timbul perasaan-perasaan negatif yang jauh lebih rumit. Bukan
hanya itu, setelah peristiwa tak terelakkan itu terjadi, Subjek HS
berharap dapat dukungan dari istrinya dan bisa menemani masa-
masa keterpurukannya. Namun, kenyataan pahit harus diterimanya
lagi. Kesulitan demi kesulitan dihadapi oleh Subjek HS. Belum
sembuh luka batin yang dirasakan akibat kecelakaan, timbul luka
baru di hatinya. Istri Subjek HS meminta putus hubungan sebagai
suami istri secara resmi ketika Subjek HS sedang menjalani masa
rehabilitasi di Sasana Bina Daksa. Subjek HS merasa sangat sedih,
namun tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya Subjek HS
menyetujui permintaan sang istri dengan berat hati. Saat itu juga,
kebahagiaan yang Subjek HS rasakan karena baru bisa mempunyai
anak setelah penantian panjang selama 12 tahun bersama sang istri
itu seakan-akan “dirampas” dalam satu waktu.
175
Masa-masa penyangkalan, pergolakan batin, dan
mempertanyakan keadilan Tuhan terhadap apa yang sudah terjadi
padanya secara bertubi-tubi itu mendorong dirinya untuk
mengurung diri. Kondisi seperti itu yang berlangsung selama dua
tahun lamanya bahkan sampai melakukan tiga kali percobaan
bunuh diri itu jelas merupakan depresi berat yang berkepanjangan.
Tampaknya, kondisi sulit ini akan terus dirasakannya apabila
pengurungan diri yang dilakukan Subjek HS tidak disertai dengan
perenungan diri.
Kemudian, berbagai perasaan tanpa makna yang timbul
terhadap diri Subjek DVO adalah adanya rasa malu, minder, dan
tidak menerima dengan keberadaan dirinya sendiri akan kondisi
fisik yang dialami. Perasaan-perasaan tak menyenangkan itu sudah
ditanggungnya sejak kecil, di mana anak-anak lain seusianya yang
mungkin hanya memikiran main. Namun, Subjek DVO harus
menerima kenyataan pahit sejak usia dini. Rasa minder dan malu
itu yang menimbulkan perasaan lain yakni tidak percaya diri dan
belum siap mental. Hal itu dibuktikan dengan reaksi Subjek DVO
dengan cara mengurung diri agar orang lain tidak mengetahui
keberadaannya. Belum berhenti sampai situ, sejak kecil Subjek
DVO sudah terpikirkan pertanyaan-pertanyaan yang bahkan ketika
orang tuanya menjawab pada saat itu pun tidak membuat Subjek
DVO merasa puas akan jawaban yang diberikan. Karena pada saat
itu, Subjek DVO masih dalam tahap penolakan dan belum bisa
menerima sepenuhnya akan takdirnya. Merasa tidak puas dan
belum bisa menerima itu yang membuat Subjek DVO
176
membanding-bandingkan kehidupannya sendiri dengan orang lain
yang menurutnya lebih beruntung daripada nya.
Berbagai macam perasaan tidak menyenangkan dan reaksi-
reaksi yang timbul oleh ketiga informan tersebut berkaitan dengan
kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Travelbee (dalam Bastaman
1996, 119) menunjukkan bahwa setiap individu ketika sedang
mengalami penderitaan dapat memperlihatkan tipe-tipe reaksi
yang berbeda. Salah satunya yaitu “the way me reaction”.
Tipe ini merupakan yang paling sering dirasakan oleh tiap individu
ketika tengah menghadapi penderitaan. Mereka seperti bertanya-
tanya mengapa hal buruk itu terjadi pada diri mereka dan mengapa
bukan orang lain saja. Reaksi yang terjadi karena belum bisa
menerima itu semua biasanya diungkapkan dalam berbagai bentuk
seperti marah, apatis, mengasihani diri sendiri, mencari-cari
kesalahan pada orang lain, bahkan tak jarang yang berujung pada
depresi.
Tipe reaksi the way me reaction ini dialami oleh ketiga
informan terhadap peristiwa tragis yang menimpanya. Subjek EJ
dan Subjek DVO menunjukkan reaksi ini karena mempunyai
riwayat perjalanan penyebab kedisabilitasan yang sama yaitu
infeksi virus poliomyelitis. Terlahir dalam keadaan normal dan
berharap seterusnya akan seperti itu. Namun, kenyataan yang
terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Subjek EJ sejak usia
10 bulan dan Subjek DVO dari usia 5 tahun itu harus menghadapi
kenyataan bahwa mereka menjadi penyandang disabilitas daksa
dan itu yang menimbulkan reaksi the way me reaction.
177
Pada Subjek HS, tipe reaksi the way me reaction terjadi
karena kecelakaan motor yang menimpanya. Peristiwa yang tidak
pernah disangka-sangka sebelumnya dan menjadikannya
penyandang disabilitas daksa khususnya paraplegia membuat
Subjek HS merasa sangat terpukul. Dari kecelakaan motor itu
menimbulkan serangkaian penderitaan lainnya yang sepertinya
tidak ada ujungnya pada masa itu. Reaksi the way me reaction itu
seakan-akan menjadi pertanyaannya kepada Tuhan akan keadilan-
Nya dan apa alasan ia yang dipilih untuk merasakan peristiwa
tragis itu. Reaksi itu juga diperkuat dengan berakhirnya hubungan
Subjek HS dengan istri serta membuat pikirannya menjadi sangat
kalut ketika memikiran nasib anak tunggalnya tersebut.
2. Tahap Penerimaan Diri (Pemahaman Diri)
• Identifikasi Gagasan Pemahaman Diri
Tabel 5.3
Identifikasi Gagasan Pemahaman Diri
Subjek EJ Subjek HS Subjek DVO
Subjek EJ
menyadari bahwa
menjadi
penyandang
disabilitas bukan
akhir dari
segalanya. Orang
tua yang selalu ada
untuknya dan
mendidik serta
memberikan
nasihat-nasihat
positif membuka
pikiran Subjek EJ
untuk dapat
Subjek HS
menyadari bahwa
ia tidak bisa
selamanya hidup
dalam
keputusasaan.
Untuk keluar dari
perang batinnya
sendiri, Subjek HS
melakukan
perenungan diri
dan disertai dengan
niat untuk berubah
ke arah lebih baik.
Subjek HS juga
Perlahan Subjek
DVO menyadari
bahwa dengan
kondisi fisiknya
yang seperti itu, ia
tidak bisa hidup
selamanya dengan
bergantung pada
orang lain terutama
orang tua dan
keluarga. Timbul
pemikiran bahwa
Subjek DVO harus
mandiri dan salah
satu cara agar ia
178
menerima
kondisinya dan
belajar mandiri.
Oleh karena itu,
atas pemahaman
dirinya membuat
Subjek EJ tetap
bisa beraktivitas
layaknya manusia
pada umumnya,
walaupun dengan
cara yang berbeda.
mulai terbuka
untuk berkumpul
bersama teman-
teman lainnya di
Sasana Bina
Daksanya tersebut.
Subjek HS
melakukan sharing
bersama mereka
akan peristiwa
yang masing-
masing terjadi
padanya. Sampai
akhirnya, berkat
niat, usaha, dan doa
nya tersebut,
Subjek HS berhasil
menemui yang
namanya titik
ikhlas.
dapat mandiri
adalah melalui
pendidikan.
Namun, untuk
dapat bersekolah
butuh perjuangan
bagi Subjek DVO
meyakini kedua
orang tuanya
bahwa ia bisa dan
mampu.
• Deskripsi Gagasan Pemahaman Diri
Pemahaman diri atau kesadaran diri yang didapat dari
ketiga informan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal tersebut
sesuai dengan pandangan Bastaman (dilihat pada bab II h.40).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga informan
membutuhkan waktu yang berbeda-beda dalam proses pencapaian
tahap penerimaan diri. Bagi Subjek EJ, karena ia mengalami
kedisabilitasan sejak usia 10 bulan, maka ia dapat lebih dulu
menerima kondisi fisiknya saat ia masih kanak-kanak. Untuk
mencapai tahap penerimaan diri ini tentunya tidak terlepas dari
bantuan berbagai faktor yang didapatnya. Subjek EJ dapat
menerima kondisi dirinya sejak kecil karena hasil pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua terhadapnya. Melihat kondisi fisik yang
179
dialami Subjek EJ, tidak membuat orang tuanya terlalu
memanjakannya, tetapi sebaliknya. Orang tua Subjek EJ mendidik
Subjek EJ supaya ia menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri
ketika menghadapi kerasnya dunia di masa mendatang.
Selain itu, orang tua Subjek EJ juga mengajarkannya mau
bagaimanapun kondisi yang sedang dihadapi nantinya, Subjek EJ
harus bertahan hidup. Subjek EJ harus tetap bisa membuktikkan
bahwa kedisabilitasannya tidak menghambat kegiatan sehari-
harinya. Justru dari kedisabilitasannya itu membuat Subjek EJ
banyak belajar di mana orang non-disabilitas bisa melakukannya
dan Subjek EJ pun juga bisa melakukan itu. Dan belum tentu, apa
yang sudah Subjek EJ pelajari karena kedisabilitasannya dan
terbukti mampu merealisasikannya, sedangkan orang non-
disabilitas tidak dapat melakukan seperti apa yang Subjek EJ
lakukan. Hasil didikan dan nasihat-nasihat yang diberikan oleh
orang tua Subjek EJ di masa lalu ternyata membuahkan hasil dan
dapat dilihat dalam kehidupan Subjek EJ pada masa sekarang.
Selanjutnya, bagi Subjek HS waktu yang dibutuhkan pada
tahap penyembuhan batinnya membutuhkan waktu dua tahun
lamanya. Tidak mudah bagi Subjek HS menerima begitu saja akan
kondisi baru yang terjadi padanya. Bahkan terjadi pergolakan batin
yang cukup kuat dalam dirinya terhadap kenyataan yang dihadapi.
Subjek HS sangat marah saat itu karena belum bisa menerima
takdirnya. Namun, dengan berjalannya waktu serta pendewasaan
diri membuat Subjek HS merenungkan kembali atas apa yang telah
terjadi. Subjek HS menyadari bahwa bagaimanapun kerasnya
usaha dia meminta pada Tuhan untuk membalikan semuanya
180
seperti semula, itu tidak akan pernah bisa terjadi. Akhirnya, yang
hanya bisa ia lakukan adalah menerimanya dengan ikhlas.
Subjek HS menyadari bahwa keadaan yang ia rasakan itu
tidak hanya tejadi padanya. Banyak teman-teman penyandang
disabilitas daksa lain yang serupa dengan Subjek HS bahkan jauh
lebih parah daripadanya. Itu yang akhirnya membuat Subjek HS
dapat menerima keadaannya. Selain itu, pada tahap ini dukungan
dari keluarga, teman-teman sesama, dan warga sekitar Sasana Bina
Daksa tempat tinggalnya itu juga ikut berpengaruh pada pemulihan
psikis Subjek HS dan membangkitkan semangatnya untuk
menjalani kehidupan yang baru dan lebih baik.
Penerimaan diri bagi Subjek HS tentunya juga tidak
terlepas dari bantuan Tuhan. Tuhan yang memberikan cobaan
padanya, Tuhan juga yang memberikan jalan keluar dan menyadari
Subjek HS bahwa hidupnya masih sangat berarti. Tuhan
menyadarkan Subjek HS melalui suara azan yang didengarnya
ketika Subjek HS hendak melakukan percobaan bunuh diri yang
ketiga kalinya itu. Suara azan itu seakan-akan sebagai pengingat
bagi Subjek HS bahwa bunuh diri merupakan perbuatan yang sia-
sia. Tuhan meluluhkan hati Subjek HS melalui suara azan itu
sehingga ia kembali ke jalan-Nya di mana sebelumnya Subjek HS
kehilangan arah. Subjek HS kembali secara perlahan untuk
mendapatkan ketenangan dan ketenteraman hatinya melalui ibadah
sholat yang sebelumnya pernah ia tinggalkan itu.
Sedangkan bagi Subjek DVO karena ia menjadi seorang
penyandang disabilitas daksa sejak usia 5 tahun, ia membutuhkan
waktu sampai usianya 7 tahun baru ia menyadari dan memahami
181
bahwa pertumbuhan kondisi fisik yang dialaminya itu berbeda
dengan orang pada umumnya. Tahap penerimaan diri yang
berhasil dilalui oleh Subjek DVO juga didukung dan berasal dari
cara berpikirnya di mana ia tidak ingin berlarut-larut dalam kondisi
buruknya. Setelah merasa malu dan minder serta melihat teman-
teman bahkan adiknya sendiri dapat mengenyam pendidikan,
timbul pemikiran bahwa Subjek DVO juga ingin bisa belajar di
sekolah. Dengan harapan bahwa ketika Subjek DVO menjadi
orang yang berpendidikan, ia akan menjadi individu yang mandiri
dan hidupnya tidak bergantung pada orang lain. Dari penerimaan
diri dan cara berpikir Subjek DVO itu timbul sifat tidak mudah
menyerah dalam dirinya sehingga ia berhasil mendapatkan apa
yang diingikan.
Ketika sudah bisa bersekolah, perasaan malu dan minder
dalam diri Subjek DVO muncul lagi. Namun, beruntungnya
Subjek DVO merupakan seseorang yang cepat memahami dalam
hampir semua mata pelajaran, sehingga pada saat itu Subjek DVO
menjadi salah satu murid yang berprestasi. Hal itu membuatnya
kembali percaya diri karena dapat membuktikan kepada teman-
temannya bahwa kedisabilitasannya itu tidak menjadi penghambat
dan menghalanginya untuk berprestasi.
3. Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan Makna dan
Penentuan Tujuan Hidup)
• Identifikasi Gagasan Penemuan Makna dan Tujuan
Hidup
182
Tabel 5.4
Identifikasi Gagasan Penemuan Makna dan Tujuan Hidup
Subjek EJ Subjek HS Subjek DVO
Makna hidup bagi
Subjek EJ adalah
mensyukuri dan
menikmati apapun
atas kondisi yang
dihadapinya.
Menjadi seorang
penyandang
disabilitas adalah
sebuah hikmah
bagi dirinya
sendiri. Dengan
kedisabilitasannya
itu membuat
Subjek EJ
menetapkan tujuan
hidupnya untuk
bisa berbagi
berbagai
pengalaman yang
sudah didapatnya
itu kepada teman-
teman penyandang
disabilitas yang
lain.
Bagi Subjek HS
makna hidup itu
merupakan apapun
yang sedang
dijalankan harus
dengan berpikiran
positif. Melakukan
suatu kebaikan juga
makna hidup
baginya. Oleh
karena itu, Subjek
HS menetapkan
tujuan hidupnya
yaitu untuk
berusaha dan
berbuat amal
kebaikan. Tidak
menuntut orang
untuk berbuat baik
padanya, namun
dimulai dari diri
sendiri untuk
melakukan
berbagai hal
kebajikan tersebut.
Menurut Subjek
DVO, makna hidup
itu adalah ketika
semua yang
diinginkan dan
untuk mencapainya
itu membutuhkan
suatu proses yang
panjang.
Kemudian, berbuat
baik dan berguna
bagi orang lain
yang menjadikan
tujuan hidup
Subjek DVO saat
ini. Subjek DVO
tidak ingin
hidupnya terbuang
sia-sia begitu saja,
maka ia
menetapkan
hidupnya agar
dapat bermanfaat
untuk orang lain.
• Deskripsi Gagasan Penemuan Makna dan Tujuan Hidup
Makna hidup bagi seseorang itu bersifat unik dan berbeda
setiap individu serta dengan berjalannya waktu dapat berubah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi Subjek EJ, ia percaya
pada Tuhan bahwa cobaan yang diberikan padanya itu tidak di luar
batas kemampuannya. Tuhan memberikan cobaan padanya karena
menurut-Nya Subjek EJ mampu mengatasi dan melewatinya
183
cobaan tersebut. Menurut Subjek EJ, usaha yang dilakukan dengan
maksimal dan diiringi dengan doa ketika menghadapi masalah itu
akan jauh lebih baik sehingga mampu bertahan dan mengatasi
permasalahan tersebut.
Menjadi seorang penyandang disabilitas membuat Subjek
EJ tidak meratapi nasibnya itu secara terus menerus. Akan tetapi,
Subjek EJ memilih mensyukuri dan mengambil hikmah dari apa
yang telah terjadi padanya. Sehingga ia tetap mampu beraktivitas
seperti yang dilakukan oleh orang-orang non-disabilitas pada
umumnya, meskipun dengan cara yang berbeda. Subjek EJ
menyukai kegiatan-kegiatan positif yang belum pernah dicobanya
guna menambah pengalaman baru baginya. Oleh karena itu, sesuai
dengan tujuan hidupnya di mana Subjek EJ melakukan berbagai
kegiatan yang baru itu, dapat membuat Subjek EJ membagikan
pengalamannya tersebut kepada orang lain khususnya kepada
teman-teman penyandang disabilitas.
Sedangkan makna hidup bagi Subjek HS adalah hal apapun
yang sedang dikerjakan harus disertai dengan pemikiran yang
positif agar hasilnya dapat maksimal. Menjadi seorang
penyandang disabilitas daksa tidak menghalangi Subjek HS untuk
tetap melakukan berbagai hal kebajikan kepada orang lain. Hal ini
diiringi dengan niat yang tulus agar senantiasa niat yang baik itu
dijaga dan dapat tersampaikan dengan baik pula. Berusaha untuk
berbuat baik kepada orang lain itu yang menjadikan tujuan hidup
Subjek HS sekarang ini, demi menambah amal kebaikan untuk
kehidupannya kelak.
184
Kemudian, makna hidup bagi Subjek DVO sendiri adalah
belajar dari proses mengenai apapun yang sedang diperjuangkan.
Proses itu memiliki nilai yang sangat penting, karena dengan
proses Subjek DVO dapat melihat sejauh mana ia berusaha untuk
mencapai apa yang dicita-citakan. Dari proses itu sendiri
mengajarkan banyak hal terutama menjadikannya seseorang yang
lebih kuat. Meskipun proses itu membutuhkan waktu yang panjang
bahkan jatuh bangun. Akan tetapi, jika proses itu telah dilaluinya
dan berhasil mencapai suatu prestasi yang didambakan, maka akan
timbul kebanggaan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri yang
dinilai sangat berharga dan tidak dapat ditukar dengan apapun. Itu
yang membuat Subjek DVO dapat bertahan dan mencapai apa
yang diinginkan sampai sekarang ini.
Proses yang dilakukan dengan maksimal, tentu akan
mencapai hasil yang maksimal pula. Seperti ungkapan, “sebuah
hasil tak akan pernah mengkhianati usaha.” Dari proses belajar itu
yang kemudian membuat Subjek DVO mengarahkan tujuan
hidupnya untuk berbuat baik dan dapat berguna bagi orang lain.
Bagi Subjek DVO melakukan suatu hal kebaikan dan
mendatangkan manfaat untuk orang lain tidak selalu diukur
melalui materi. Akan tetapi, banyak cara yang dapat dilakukan
terutama dimulai dari hal-hal kecil yang mampu menolong orang
lain. Sehingga hidup akan bermakna karena berhasil mencapai
proses kebaikan itu sendiri.
Oleh karena itu, sudah dapat dikatakan bahwa ketiga
informan telah menemukan makna hidup dan menetapkan tujuan
185
hidupnya masing-masing sesuai dengan pandangan Yalom (dilihat
pada bab II h.28)
• Identifikasi Gagasan Pengubahan Sikap
Tabel 5.5
Identifikasi Gagasan Pengubahan Sikap
Subjek EJ Subjek HS Subjek DVO
Atas pemahaman
diri dan penemuan
makna hidup
membuat Subjek
EJ memiliki sikap
dan cara sendiri
dalam menghadapi
suatu masalah yaitu
dengan berpikiran
tenang kemudian
mencari solusinya.
Atas dasar
pemahaman diri
dan penemuan
makna hidup bagi
Subjek HS
menjadikan sikap
Subjek HS berubah
menjadi lebih baik.
Subjek HS
menyikapi suatu
pemasalahan yang
terjadi dengan
lebih tepat dengan
berpikiran tenang
dan merenungkan
apa yang telah
terjadi.
Subjek DVO sudah
memahami dirinya
dan menemukan
makna hidupnya,
maka hal itu ikut
berpengaruh
terhadap sikap
Subjek DVO dalam
menghadapi suatu
masalah yaitu tidak
melihat masalah
ketika masih dalam
keadaan emosi
melainkan harus
bersikap tenang
dan sabar.
• Deskripsi Gagasan Pengubahan Sikap
Pemahaman diri dan penemuan makna hidup akan
menimbulkan pengubahan sikap (changing attitude) dalam
menghadapi suatu masalah yaitu akan melakukan perubahan
terhadap sikap yang sebelumnya belum tepat sehingga dapat
menghadapi masalah tesebut dengan cara yang lebih tepat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan hidup yang
telah ditetapkan oleh ketiga informan memengaruhi terhadap
pengubahan sikapnya dalam menentukan sikap yang lebih tepat
dalam menghadapi masalah. Pada awalnya, ketiga informan
186
berada dalam tahap pengahayatan tanpa makna di mana berbagai
macam perasaan sedih, malu, minder, tidak percaya diri, dan
lainnya berkecamuk dalam hatinya masing-masing. Namun,
perasaaan-perasaan negatif itu tidak terjadi secara berlarut-larut.
Ketiga informan membuat keputusan untuk bangkit dan mengubah
sikapnya menjadi lebih baik serta menyikapi suatu permasalahan
dengan sikap yang lebih tepat.
Subjek EJ awalnya merasa sedih dengan kondisi fisiknya.
Namun, bersamaan dengan pemahaman diri yang dirasakannya
membuat Subjek EJ dapat menerima dan menjadi pribadi yang
memiliki sikap yang tepat dalam menghadapi suatu masalah.
Hidup itu tidak selalu berisi hal-hal yang menyenangkan. Ada
kalanya dalam hidup itu individu menghadapi suatu permasalahan
dan harus mencari solusi agar bisa mengatasi masalah tersebut.
Bagi Subjek EJ ketika ia sedang berada dalam kondisi memiliki
suatu masalah, ia tidak berlari ataupun emosi dalam menghadapi
masalah itu. Akan tetapi, Subjek EJ memilih cara dengan berpikir
dengan kepala dingin mengenai duduk persoalannya seperti apa
dan mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Subjek EJ juga selalu melibatkan Tuhan dalam setiap
langkahnya sehingga Subjek EJ yakin dan percaya bahwa setiap
masalah pasti ada jalan keluarnya. Subjek EJ akan berusaha sampai
batas kemampuannya dan berdoa dengan maksimal agar Tuhan
membantunya supaya dapat keluar dari kondisi permasalahan
tersebut.
Kemudian, bagi Subjek HS yang awalnya perasaannya
campur aduk dan kacau balau itu akhirnya dapat menerima dan
187
memahami kondisinya yang sudah terjadi. Dari pemahaman diri
itu timbul pengubahan sikap yang lebih baik pada diri Subjek HS.
Subjek HS memahami bahwa untuk mengatasi suatu masalah itu
tidak dapat diselesaikan ketika kondisi masih dalam emosi.
Namun, harus meredamkan emosinya terlebih dulu baru kemudian
dapat berpikir tenang dengan cara menenangkan hati dan
pikirannya. Setelah dirasa sudah tenang dan tenteram, Subjek HS
melakukan perenungan diri mengenai apa yang telah terjadi dan
mengatur solusi yang tepat supaya permasalahan itu tidak terjadi
berlarut-larut dan malah menimbulkan masalah yang lainnya. Saat
ini, perubahan sikap yang lebih tepat itu yang dilakukan Subjek HS
sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan masa-masa
keterpurukannya.
Sesudah itu, Subjek DVO juga mempunyai cara dan sikap
yang tepat dalam menghadapi suatu hambatan atau permasalahan
yang terjadi padanya. Tidak jauh berbeda dengan Subjek EJ
maupun Subjek HS, Subjek DVO pun ketika tengah mengalami
masalah memiliki cara dan sikap baginya sendiri yang
dilakukannya yaitu pertama tidak melihat masalah itu dengan
penuh emosi, tetapi harus bersikap tenang dan sabar. Setelah itu,
baru memikirkan mengapa masalah itu dapat terjadi dan apa solusi
yang tepat supaya masalah itu dapat terselesaikan. Menurut Subjek
DVO pun juga sama dengan yang diungkapkan Subjek EJ dan
Subjek HS bahwa setiap masalah yang menimpanya itu selalu
memiliki jalan solusi.
Oleh karena itu, pola penyikapan yang dilakukan ketiga
informan ketika menghadapi masalahnya masing-masing itu
188
hampir sama. Mereka berpikir bahwa tidak ada masalah yang tidak
memiliki jalan keluarnya. Maka dari itu, sikap yang tepat dalam
mengatasinya yaitu memikirkan apa masalah yang terjadi,
kemudian mencari solusi yang tepat dan mewujudkannya supaya
permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.
4. Tahap Realisasi Makna (Keikatan Diri, Kegiatan Terarah,
dan Pemenuhan Makna Hidup)
• Identifikasi Gagasan Keikatan Diri
Tabel 5.6
Identifikasi Gagasan Keikatan Diri
Subjek EJ Subjek HS Subjek DVO
Subjek EJ
melakukan
komitmen pada
dirinya dengan cara
memikirkan dan
memantapkan masa
depannya dengan
bekerja dan
melakukan
berbagai kegiatan
positif yang baru
yang masih
berkaitan dengan
bidang olahraga.
Subjek HS
melaksanakan
komitmen pada
dirinya dengan cara
memantapkan niat
untuk berbuat
kebaikan dan
menjalankan
aktivitas sehari-
harinya dengan
rutin sesuai jadwal
yang telah
ditetapkan.
Subjek DVO
melakukan
keikatan dirinya
dengan cara
mengenyam
pendidikan wajib
belajar 12 tahun
dan berprestasi
dalam bidang mata
pelajaran dan
olahraga.
• Deskripsi Gagasan Keikatan Diri
Keikatan diri artinya mempunyai komitmen terhadap
makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang sudah
ditentukan. Pada tahap ini, individu memiliki tekad yang kuat
untuk berusaha memenuhi makna dan tujuan hidup yang telah
ditetapkan. Tahap ini mempunyai sifat yang penting, karena
189
nantinya menjadi penentuan keberhasilan dalam merealisasikan
makna hidup yang sudah ditemukannya itu. Tanpa adanya keikatan
diri, makna dan tujuan hidup yang sudah ditetapkan itu hanya akan
menjadi mimpi saja dan tidak dapat memberikan hal positif bagi
kenyataan hidup serta bagu pengembangan diri dalam mencapai
hidup bermakna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga informan
memiliki keikatan diri guna memenuhi makna dan tujuan hidupnya
dengan cara masing-masing. Subjek EJ melakukan keikatan
dirinya dengan merancang masa depan dan mencukupi
kebutuhannya saat ini dan masa mendatang. Untuk memenuhi
komitmen pada dirinya sendiri itu Subjek EJ bekerja sesuai dengan
kemampuan dalam bidangnya dan juga mencoba kegiatan-
kegiatan baru yang masih sehubungan dengan olahraga.
Sedangkan Subjek HS melaksanakan keikatan dirinya
dengan cara bahwa ia memantapkan niatnya guna memenuhi
makna dan tujuan hidupnya yaitu berbuat dan menjalankan amal
kebaikan. Subjek HS juga berkomitmen dalam memenuhi dan
menjalankan kegiatan sehari-harinya sesuai dengan jadwal yang
Subjek HS sudah tetapkan. Dan Subjek DVO menjalankan
komitmen pada dirinya dengan teguh untuk menjadi orang yang
berpendidikan dan melaksanakan wajib belajar 12 tahun. Selain
itu, Subjek DVO juga merupakan salah satu murid yang berprestasi
di sekolahnya baik dalam bidang akademik maupun non-
akademik. Oleh karena itu, ketiga informan menunjukkan keikatan
dirinya dengan mengembangkan potensi masing-masing.
190
• Identifikasi Gagasan Kegiatan Terarah dan Pemenuhan
Makna Hidup
Tabel 5.7
Identifikasi Gagasan Kegiatan Terarah dan Pemenuhan Makna Hidup
Subjek EJ Subjek HS Subjek DVO
Setelah melakukan
komitmen pada
dirinya tersebut,
Subjek EJ
melaksanakan
berbagai kegiatan
terarah yang
menunjang masa
depannya itu. Dan
tujuan hidup yang
dimiliki oleh
Subjek EJ juga
berpengaruh
terhadapnya dalam
menjalankan dan
mencoba berbagai
kegiatan terutama
kegiatan-kegiatan
baru guna
memenuhi tujuan
hidupnya tersebut.
Setelah
menjalankan
komiten diri,
Subjek HS
melakukan
bermacam-macam
kegiatan pelatihan
yang ada di tempat
tinggalnya, menjadi
atlet bulu tangkis
dan basket kursi
roda.
Dan tujuan hidup
yang dimiliki
Subjek HS juga
memengaruhi
terhadap tindakan
yang dilakukan,
terutama dalam
mebantu sesama
teman-teman atlet
Jakarta Swift.
Setelah melakukan
komitmen diri,
Subjek DVO
melaksanakan
berbagai macam
kegiatan terarah
seperti rajin
bersekolah
sehingga mudah
memahami semua
mata pelajaran,
mengikuti berbagai
lomba baik dalam
bidang akademik
maupun non-
akademik. Tujuan
hidup yang dimiliki
oleh Subjek DVO
memberikan
pengaruh
kepadanya dalam
melakukan
kebaikan yang
dapat bermanfaat
bagi orang lain,
khususnya teman-
teman atlet Jakarta
Swift.
191
• Deskripsi Gagasan Kegiatan Terarah dan Pemenuhan
Makna Hidup
Kegiatan terarah merupakan segala usaha yang dikerjakan
dengan sadar dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan individu dengan cara mengembangkan potensi-potensi
positif yang dimiliki seperti kemampuan, bakat, dan keterampilan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga informan
mempunyai caranya sendiri dalam meningkatkan kualitas
kehidupannya. Subjek EJ melakukan berbagai kegiatan terarah
guna memenuhi masa depannya dengan cara bekerja menjadi
seorang trader yang artinya melakukan perdagangan melalui pasar
valuta asing atau pasar saham. Berdasarkan hasil observasi
peneliti, Subjek EJ juga masih aktif berjualan beberapa produk
yang dipasarkannya melalui media sosial yaitu status di WhatsApp.
Adapun produk-produk yang dijualnya seperti dompet kulit dan
ikat pinggang, baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Selain itu, Subjek EJ juga mengembangkan potensinya
dalam beberapa bidang olahraga seperti fitness, basket kursi roda,
dan renang. Subjek EJ juga menyukai kegiatan-kegiatan baru yang
masih sehubungan dengan bidang olahraga seperti sebuah video
yang Subjek EJ perlihatkan kepada peneliti yakni Subjek EJ
melakukan aksinya naik turun pada suatu alat pull up peg board.
Walaupun menjadi seorang penyandang disabilitas daksa, tidak
menjadikan Subjek EJ hanya berdiam diri saja. Tetapi, saat masa
kecilnya Subjek EJ dapat dibilang bisa melakukan hal-hal yang
anak laki-laki umumnya bisa lakukan seperti panjat pohon ataupun
pagar.
192
Dengan menjadi generasi pertama dalam basket kursi roda
di Jakarta Swift, membawa Subjek EJ dan bisa mengikuti Pelatnas
di Solo. Pada saat Pelatnas, Subjek EJ dan tim menghadapi
tantangan pertamanya yaitu keterbatasan fasilitas yang diberikan
oleh pihak panitia sehingga menyebabkan banyak dari mereka
yang mengalami cedera. Namun, Subjek EJ menjadi salah satu
perwakilan tim inti, baik dalam test event maupun main event
dalam Asian Para Games 2018. Dari mengikuti kejuaraan test
event Asian Para Games 2018 itu, Subjek EJ dan tim nya berhasil
membawa dan menyumbangkan medali perak pertamanya.
Dan setelah Pelatnas selesai, Subjek EJ memutuskan untuk
keluar dan bergabung bersama teman-teman atlet Jakarta Swift
lainnya. Subjek EJ ingin mencari kesempatan baru di Jakarta Swift
dengan membantu teman-teman penyandang disabilitas lainnya
yang berkeinginan mengenal dan belajar basket kursi roda. Dengan
demikian, Subjek EJ dapat memenuhi makna dan tujuan hidupnya
di mana Subjek EJ mensyukuri hikmahnya menjadi seorang
penyandang disabilitas dan tujuan hidupnya yaitu dapat berbagi
pengalaman yang sudah didapatnya itu terutama kepada teman-
teman penyandang disabilitas yang lain.
Selanjutnya, bagi Subjek HS setelah melaksanakan
keikatan diri yang Subjek HS lakukan adalah Subjek HS
menjalankan berbagai kegiatan terarah seperti beberapa pelatihan
yang diadakan di Sasana Bina Daksa, tempat tinggalnya saat ini.
Subjek HS belajar tata boga, olahraga, dan membuat kesetan kaki.
Dari pelatihannya itu membuat Subjek HS menambah wawasan
dan pengalaman serta menjadikan pembuatan keset kaki itu
193
sebagai pekerjaannya sehari-hari. Yang artinya dari hari Senin
sampai Jumat, Subjek HS membuat kesetan kaki yang kemudian
ia jual melalui media sosial seperti facebook. Dari hasil
penjualannya itu ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Subjek HS awalnya juga menekuni bidang olahraga bulu
tangkis kursi roda sampai akhirnya itu yang membawa Subjek HS
menjadi seorang atlet dan telah mengikuti beberapa kejuaraan.
Subjek HS juga berhasil mendapatkan medali dari kejuaraan yang
diikutinya tersebut. Ketika Asian Para Games 2018 pun Subjek HS
ikut menjadi bagian dari panitia yang tugasnya mengantarkan
teman-teman penyadang disabilitas yang ingin menyaksikan
pertandingan di suatu gor dengan motor custom nya itu. Saat itu
juga, Subjek HS mengetahui basket kursi roda. Akhirnya setelah
Asian Para Games 2018 usai, Subjek HS memutuskan untuk
bergabung ke basket kursi roda. Dan hingga saat ini, ia masih aktif
mengikuti latihan rutin yang diadakan setiap hari Sabtu dan
Minggu.
Subjek HS awalnya juga mengalami kesulitan-kesulitan
ketika belajar basket kursi roda. Namun, karena sudah menyukai
basket sejak dulu, itu membulatkan niat dan tekadnya untuk tetap
semangat dalam latihan. Selain latihan rutin, Subjek HS juga aktif
mengikuti beberapa acara yang diadakan di Jakarta Swift. Saat ini,
Subjek HS juga bersedia membantu teman-teman atlet Jakarta
Swift lainnya yang memerlukan bantuannya ketika ingin berangkat
latihan dengan cara menjemput dan mengantarkan kembali teman-
temannya itu menggunakan motor modif miliknya. Hal itu
mencerminkan bahwa Subjek HS berusaha memenuhi makna dan
194
tujuan hidupnya dengan melakukan kebaikan dan mendatangkan
manfaat bagi orang lain.
Sedangkan bagi Subjek DVO, setelah melewati tahapan
demi tahapan, Subjek DVO memantapkan niatnya untuk bisa
bersekolah bukan hanya tamatan SD saja, melainkan sampai SMA.
Subjek DVO juga dapat membuktikan kepada orang-orang
terutama orang tua, keluarga, dan teman-temannya bahwa menjadi
seorang penyandang disabilitas tidak mematahkan semangatnya
dalam bersekolah. Bahkan Subjek DVO juga dapat meraih
berbagai prestasi yang membanggakan dalam bidang akademik
dan juga non-akademik yaitu olahraga.
Subjek DVO mengembangkan kemampuannya dalam
bidang olahraga yang kemudian ia mendapatkan tawaran
pertamanya untuk mengikuti kejuaraan olahraga tolak peluru. Dari
kejuaraannya itu membuka pintu dan peluang Subjek DVO untuk
menjadi atlet dan mengembangkan potensi-potensi lainnya.
Setelah tolak peluru, Subjek DVO memutuskan untuk latihan
olahraga angkat berat. Dari olahraga angkat beratnya itu Subjek
DVO berhasil meraih prestasi yang gemilang. Hal itu didukung
oleh kerja keras, semangat, dan kegigihannya sampai akhirnya ia
berhasil mendapatkan satu per satu medali yang membanggakan
diri dan keluarganya. Subjek DVO banyak mendapatkan hal positif
dari mengikuti olahraga. Subjek DVO menjadi pribadi yang
berpikiran positif, menjalani hidup yang sehat, meningkatnya
kepercayaan diri, dan merasa dihargai oleh orang lain atas prestasi-
prestasinya tersebut.
195
Kemudian, setelah mengalami cedera dari angkat berat itu
Subjek DVO memutuskan untuk ikut bergabung dan berlatih
basket kursi roda. Awalnya Subjek DVO kurang menyukai
olahraga tim. Namun, karena Subjek DVO merupakan pribadi
yang tidak mudah menyerah dengan keadaan dan semakin terlihat
bersemangat dalam mencoba mempelajari suatu hal ketika ia
melihat orang lain mampu. Maka, Subjek DVO bertekad bahwa ia
juga ingin bisa melakukan itu. Akhirnya Subjek DVO menyukai
olahraga barunya itu.
Sampai akhirnya Subjek DVO bertemu dengan teman-
teman atlet Jakarta Swift yang kemudian mempunyai niat untuk
ikut bergabung dengan mereka. Niat baik itu pun terwujud. Saat
ini, Subjek DVO menjadi salah satu bagian dari Jakarta Swift yang
semangat untuk datang latihan sekaligus bekerja sebagai teknisi di
Jakarta Swift. Subjek DVO membantu teman-teman atlet Jakarta
Swift lainnya ketika hendak memakai kursi roda basket saat ingin
latihan dan juga membantu memperbaiki ketika kursi roda basket
ada yang bermasalah. Hal itu menunjukkan bahwa Subjek DVO
memenuhi makna hidupnya yakni belajar dari proses. Ketika
Subjek DVO gagal, maka ia terus bangkit untuk memperbaiki
kesalahannya dan itu membuahkan hasil ketika Subjek DVO
berhasil mewujudkan cita-citanya untuk mendapatkan medali
emas. Subjek DVO juga berusaha merealisasikan tujuan hidupnya
di mana hidupnya dapat berguna dan bermanfaat bagi orang lain
dengan membantu teman-teman atlet Jakarta Swift.
196
5. Tahap Kehidupan Bermakna (Penghayatan Bermakna dan
Kebahagiaan)
• Identifikasi Gagasan Kehidupan Bermakna
Tabel 5.8
Identifikasi Gagasan Kehidupan Bermakna
Subjek EJ Subjek HS Subjek DVO
Subjek EJ
memandang bahwa
menjadi seorang
penyandang
disabilitas itu
bukan lagi suatu
penderitaan,
melainkan hikmah
yang patut
disyukuri. Dengan
menjadi
penyandang
disabilitas, Subjek
EJ dapat
memotivasi dirinya
untuk melakukan
perubahan yang
terus lebih baik.
Kehidupan
bermakna bagi
Subjek HS adalah
ia menyukuri atas
nikmat apapun
yang Tuhan
berikan padanya.
Dengan menjadi
seorang
penyandang
disabilitas, Subjek
HS dapat menjadi
atlet bulu tangkis
dan basket kursi
roda, di mana itu
adalah hal yang
tidak pernah
terbayangkan
sebelumnya.
Menurut Subjek
DVO, kehidupan
bermakna baginya
adalah ia bisa
mendapatkan
banyak hal positif
dari olahraga
disabilitas. Subjek
DVO mensyukuri
bahwa meskipun ia
seorang
penyandang
disabilitas, tetapi di
balik itu semua ia
jadi mempunyai
banyak kelebihan
dan menjadi
pribadi yang baik
hati.
• Deskripsi Gagasan Kehidupan Bermakna
Pada tahap ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah
ketiga informan melewati tahapan demi tahapan, akhirnya mereka
sampai berada pada tahap yang ditunggu-tunggu ini yaitu
kebermaknaan hidup. Ketiga informan dapat mengambil hikmah
di balik menjadi penyandang disabilitas daksa dan memaknai
kehidupannya yang telah diberikan oleh Tuhan itu dengan cara
mensyukuri setiap anugerah dari-Nya. Walaupun ketiga informan
197
memiliki keyakinan yang berbeda-beda. Namun, mereka tetap
menjunjung tinggi toleransi. Mereka percaya pada Tuhan nya
masing-masing bahwa apa yang terjadi pada mereka yaitu
peristiwa tragis yang menimpanya pada masa lalu itu, telah
membawa mereka ke jalan yang tidak pernah dibayangkan
sebelumnya yakni menjadi seorang atlet disabilitas daksa.
Dengan menjadi atlet disabilitas daksa membawa
penghayatan bermakna dan kebahagiaan sendiri bagi ketiga
informan. Mereka memiliki pengalamannya masing-masing dalam
bidang olahraga disabilitas. Dari hal itu menimbulkan kebahagiaan
bagi mereka sendiri, baik ketika sedang latihan rutin, mengadakan
sebuah acara, ataupun mengikuti kejuaraan nasional bahkan
internasional. Menjadi atlet adalah suatu prestasi yang
membanggakan dan berharga bagi mereka dan keluarga. Mereka
berusaha untuk tetap semangat latihan dan ikut serta mengangkat
nama tim wheelchair basketball agar lebih dikenal lagi oleh
masyarakat luas. Proses perjalanan kehidupan dan pencapaian
kebermaknaan hidup yang tidak mudah itu berhasil mereka lalui
dengan caranya masing-masing. Oleh karena itu, dengan menjadi
atlet basket kursi roda saat ini, ketiga informan telah berhasil
mencapai makna dan tujuan hidupnya serta kehidupannya lebih
bermakna.
198
B. Pembahasan Pandangan Penyandang Disabilitas dalam
Perspektif Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social
Work)
Dalam Kesejahteraan Sosial Islam atau Islamic Social
Work terdapat pembahasan mengenai bagaimana perlindungan
terhadap anak-anak salah satunya perlindungan anak yang
mengalami disabilitas fisik. Dalam hal ini, hal mendasar yang
diperlukan dalam perlindungan terhadap penyandang disabilitas
itu terbagi menjadi dua yaitu pertama cara kita memandang
penyandang disabilitas fisik dan yang kedua cara penyandang
disabilitas fisik dalam memandang diri mereka sendiri.
1. Cara Memandang Penyandang Disabilitas Fisik
• Identifikasi Gagasan Cara Memandang Penyandang
Disabilitas Fisik
Tabel 5.9
Identifikasi Gagasan
Cara Memandang Penyandang Disabilitas Fisik
Subjek SN
Pertama, Subjek SN
mempelajari dan lebih
mengenal karakteristik para
penyandang disabilitas dari
teman-teman atlet binaanya.
Subjek SN tidak memandang
sebelah mata terhadap mereka,
melainkan menganggap
mereka sama dengan yang
lainnya. Subjek SN mengakui
potensi yang dimiliki oleh
ketiga informan utama dan
mereka bisa melakukan apa
Kedua, Subjek SN
memberikan pelatihan
dan memfasilitasi para
atlet basket kursi roda
untuk mengembangkan
potensinya. Subjek SN
dan tim Jakarta Swift
melakukan kolaborasi
dengan Deaf Basketball
(Komunitas Basket
Teman-teman Tuli) agar
mereka saling terhubung
dan mendukung satu
199
yang Subjek SN lakukan
dengan caranya sendiri.
sama lain. Dan Subjek
SN memiliki rencana
untuk mengenalkan
basket kursi roda kepada
masyarakat umum.
• Deskripsi Gagasan Cara Memandang Penyandang
Disabilitas Fisik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pandang Subjek
SN terhadap penyandang disabilitas fisik sudah lebih baik dari
sebelumnya sejak menjadi pelatih tim basket kursi roda di Jakarta
Swift. Berkaitan dengan teori dalam cara memandang yang
pertama (lihat Bab II, h.61-62) bahwa Subjek SN mengungkapkan
jika disabilitas fisik itu tidak menghambat para penyandang
disabilitas untuk dapat melakukan aktivitas yang biasanya orang
non-disabilitas lakukan. Bahkan Subjek SN mengakui bahwa apa
yang dilakukan oleh Subjek EJ, belum tentu dapat dilakukan oleh
dirinya.
Dengan mengenal karakteristik para atlet binaannya,
membuat Subjek SN menerapkan sistem pelatihan yang sama
dengan tim basket berdiri binaan sebelumnya. Hal itu
dilakukannya agar para tim basket kursi roda merasa tidak dibeda-
bedakan. Dan juga agar tim Jakarta Swift dapat menjadi tim yang
kuat dan solid sehingga dapat bertanding dengan tim-tim basket
kursi roda lainnya.
Selanjutnya, berdasarkan teori cara memandang yang
kedua (lihat Bab II, h. 62) bahwa NPC DKI Jakarta dan Jakarta
Swift Wheelchair Basketball seperti fasilitator atau wadah
olahraga disabilitas bagi para penyandang disabilitas yang
200
memiliki potensi dalam bidang olahraga dan ingin
mengembangkan potensinya tersebut. Para calon atlet dapat
memilih cabang olahraga yang sesuai dengan kemauan dan
kemampuannya. Hal itu dapat dikatakan bahwa sudah terbukanya
dan tidak ada hambatan bagi mereka yang ingin mengasah skill
olahraga serta menjadi atlet.
Subjek SN dan para tim Jakarta Swift membuka peluang
dengan berkolaborasi atau sparing dengan tim Deaf Basketball.
Hal itu dilakukannya agar para atlet Jakarta Swift dan Deaf
Baskeball saling mengenal, belajar dari satu sama lain, sharing,
bahkan memberikan inspirasi. Dan juga menyatukan agar
bersama-sama memperjuangkan hak-hak para atlet disabilitas
lebih diperhatikan lagi dalam penyelenggaraan olahraga disabilitas
di Indonesia.
Subjek SN dan tim Jakarta Swift juga mempunyai sebuah
rencana agar basket kursi roda dapat lebih dikenal lagi oleh
masyarakat umum. Dan memperkenalkan bahwa basket kursi roda
dapat dimainkan oleh siapapun, bukan hanya para penyandang
disabilitas fisik saja.
Oleh karena itu, hasil penelitian yang didapatkan berkaitan
dengan teori bahwa kita harus memandang penyandang disabilitas
secara positif dan mendukung apapun potensi yang dimilikinya.
Bahkan NPC DKI Jakarta dan Jakarta Swift menjadi fasilitator
bagi para penyandang disabilitas dalam mengembangkan potensi
mereka di bidang olahraga.
201
2. Cara Penyandang Disabilitas Fisik Memandang Dirinya
• Identifikasi Gagasan Cara Penyandang Disabilitas
Fisik Memandang Dirinya
Tabel 5.10
Identifikasi Gagasan
Cara Penyandang Disabilitas Fisik Memandang Dirinya
Subjek EJ Subjek HS Subjek DVO
Pertama, sejak
kecil Subjek EJ
sudah mendapatkan
dukungan dan
nasihat-nasihat dari
orang tuanya,
sehingga ia menjadi
pribadi yang
mandiri.
Kedua, Subjek EJ
mampu
menghadapi dan
mengatasi
permasalahan yang
terjadi dengan
caranya sendiri dan
menemukan makna
hidup baginya.
Ketiga, menyukai
dan mampu
berprestasi dalam
bidang olahraga.
Keempat, memiliki
sifat kepedulian
terhadap orang lain
khususnya teman-
teman sesama
penyandang
disabilitas.
Pertama, subjek
HS merasa sangat
terbantu dengan
adanya panti bagi
penyandang
disabilitas daksa
dan bertemu
dengan teman-
teman sesamanya.
Kedua, Subjek HS
menghadapi dan
mengatasi masalah
dengan cara
berpikiran tenang
terlebih dahulu.
Ketiga, menyukai
dan mengikuti
pelatihan bidang
olahraga sehingga
mampu berprestasi.
Keempat, memiliki
sifat kepedulian
terhadap orang lain
khususnya teman-
teman sesama atlet
basket kursi roda.
Pertama, Subjek
DVO mendapatkan
dukungan dan
nasihat-nasihat dari
orang tuanya
sehingga ia menjadi
pribadi yang kuat.
Kedua, Subjek
DVO menghadapi
dan mengatasi
masalahnya dengan
cara berpikiran
tenang terlebih
dahulu.
Ketiga, menyukai
dan mengikuti
pelatihan olahraga
sehingga mampu
mencapai prestasi
yang gemilang.
Keempat, Subjek
DVO memiliki
semangat juang
yang tinggi dalam
memperjuangkan
hak-haknya sebagai
penyandang
disabilitas fisik.
202
• Deskripsi Gagasan Cara Penyandang Disabilitas Fisik
Memandang Dirinya
Hasil penelitian menjukkan bahwa ada keterkaitan antara
perspektif Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work) dalam
memandang penyandang disabilitas dengan tahapan pencapaian
kebermaknaan hidup baginya. Para ketiga informan sudah mampu
memandang dirinya sebagai penyandang disabilitas fisik secara
positif meskipun hal itu didapatkannya melalui proses dan waktu
yang cukup panjang.
Poin Pertama dalam Islamic Social Work ini sama hal nya
dengan tahap penerimaan diri bagian pemahaman diri yang
dilakukan oleh ketiga informan dan dukungan sosial yang
didapatkan melengkapi proses penerimaan kondisi dirinya
tersebut. Subjek EJ sudah mendapatkan bimbingan, dukungan, dan
nasihat-nasihat dari kedua orang tuanya sehingga ia menerima
kondisi fisiknya sejak kecil. Hal itu berpengaruh pada tumbuh
kembangnya sampai dewasa sehingga Subjek EJ mampu menjadi
pribadi yang mandiri dalam mengerjakan kegiatan sehari-harinya.
Sedangkan bagi Subjek HS yang mengalami disabilitas saat
usia dewasa dank arena faktor kecelakaan, memerlukan proses dan
waktu yang cukup panjang untuk menerima kondisi fisiknya yang
tidak sama lagi dengan sebelumnya. Subjek HS merasa bersyukur
karena adanya dan dapat tinggal di panti disabilitas daksa dan
bertemu dengan teman-teman sesama penyandang disabilitas
daksa. Subjek HS mencoba beradaptasi dengan mereka sehingga
ia mampu berbaur dan menemukan titik ikhlas. Penerimaan
kondisi fisiknya yang baru juga diperkuat dengan perenungan diri
203
yang dilakukannya bahwa ia percaya dirinya merupakan orang
pilihan Tuhan yang mampu mengatasi dan menerima ujian dari-
Nya.
Kemudian, sama halnya dengan subjek EJ bahwa Subjek
DVO dari kecil sudah mendapatkan dukungan dan nasihat-nasihat
serta kasih sayang yang tak terhingga dari orang tua dan
keluarganya. Sehingga ia merasa bahwa dirinya yang sekarang
dengan kepribadian yang kuat dan tangguh serta mampu
berprestasi merupakan hasil dari dukungan dan doa-doa yang
didapat dari keluarganya tersebut.
Selanjutnya, Poin Kedua dalam Islamic Social Work ini
sama hal nya dengan tahap penerimaan diri yakni bagian
pengubahan sikap. Berdasarkan teori (lihat Bab II, h.42)
pengubahan sikap termasuk ke dalam penerimaan diri. Namun,
pengubahan sikap di sini juga dapat diartikan sebagai salah satu
sumber kebermaknaan hidup yakni nilai-nilai bersikap (attitudinal
value) (lihat Bab II, h.37). Hal itu memiliki arti dalam
merealisasikan nilai-nilai bersikap dalam menghadapi dan
mengatasi permasalahan yang terjadi.
Dalam poin ini, Subjek EJ memiliki sikap dalam
mengahadapi dan mengatasi permasalahan yang terjadi padanya
dengan berpikir jernih bahwa di balik masalah tersebut juga pasti
ada solusinya. Selain itu, menurutnya juga bahwa Tuhan tidak
memberikan cobaan seberat yang hamba-Nya pikirkan. Subjek EJ
memikirkan terlebih dahulu apa masalah yang terjadi, bagaimana
hal itu bisa terjadi, baru kemudian mencari jalan keluarnya. Setelah
itu, baru ia pasrahkan kembali kepada Tuhan. Hal itu yang mampu
204
membuat Subjek EJ bertahan dalam hidupnya. Dan makna hidup
bagi Subjek EJ adalah ia mensyukuri hidupnya sebagai
penyandang disabilitas, karena meskipun seperti itu ia masih
diberikan kesempatan untuk hidup dan menjalani kehidupannya
secara mandiri.
Kemudian, cara menyikapi dalam menghadapi dan
mengatasi masalah bagi Subjek HS adalah ia akan berpikiran
tenang terlebih dahulu. Setelah itu, baru ia akan merenungi
masalah yang terjadi dan mencari solusi yang tepat untuk
mengatasinya. Dan makna hidup baginya adalah selalu berpikiran
positif terhadap apapun yang dijalankannya.
Selanjutnya, sikap yang dimiliki oleh Subjek DVO dalam
menghadapi dan mengatasi masalahnya sama halnya dengan
Subjek HS yakni bersikap tenang terlebih dahulu. Kemudian,
memikirkan masalah apa yang terjadi sekaligus solusinya. Selain
itu, Subjek DVO juga yakin bahwa tiap masalah pasti memiliki
jalan keluar serta harus sabar dalam menghadapinya. Dan makna
hidup bagi DVO adalah proses yang dilaluinya selama menjadi
hidup. Karena, menurutnya proses adalah hal terpenting dalam
menunjang tujuan-tujuan hidupnya yang tercapai.
Selanjutnya Poin Ketiga dalam Islamic Social Work ini
sama hal nya dengan tahap realisasi makna di mana para informan
menyadari potensi yang dimiliki dan mengasahnya sehingga
mampu berprestasi dengan cara mereka. Hal tersebut seperti
merealisasikan tujuan-tujuan hidup yang telah ditetapkannya.
Ketiga informan sama-sama menyukai bidang olahraga.
Kemudian, mereka tidak menyia-nyiakan potensinya itu
205
melainkan menyalurkan dan meningkatkannya guna sebagai
bentuk pengembangan diri sehingga mereka mampu menggapai
prestasi sesuai dengan bidang yang mereka tekuni.
Dan yang terakhir, Poin Keempat dalam Islamic Social
Work ini sama hal nya dengan tahap kehidupan bermakna yakni
ketiga informan ingin dirinya dapat berguna dan bermanfaat bagi
orang lain. Hal itu direalisasikan oleh Subjek EJ bahwa ia memilih
untuk keluar tim Pelatnas dan bergabung ke Jakarta Swift agar bisa
membantu teman-teman penyandang disabilitas lainnya yang ingin
belajar basket kursi roda. Dan Subjek EJ juga ingin membagikan
pengalaman-pengalaman positif yang didapatkannya kepada para
penyandang disabilitas lainnya.
Bagi Subjek HS, dengan berjalannya waktu sifat
kepedulian terhadap teman-teman atlet Jakarta Swift itu timbul dan
ia lakukan dengan cara membantu mengantar jemput mereka yang
membutuhkan bantuannya ketika ingin melakukan latihan rutin.
Hal itu sejalan dengan tujuan hidupnya yang ingin berbuat baik
kepada orang lain. Dan bagi subjek DVO adalah ketika ia
memperjuangkan haknya agar mendapatkan pendidikan yang
setara di sekolah negeri. Dari perjuangannya tersebut membuahkan
hasil bahwa setelah ia lulus sekolah, sekolahnya tersebut menerima
kembali teman-teman penyandang disabilitas yang ingin sekolah
di negeri.
206
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti telah lakukan
menggunakan teknik wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi serta pembahasan yang juga peneliti lakukan
mengenai Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup pada Atlet
Disabilitas Daksa Bukan Bawaan Lahir di NPC DKI Jakarta dapat
disimpulkan bahwa proses pencapaian kebermaknaan hidup yang
terjadi oleh ketiga informan melalui lima tahap.
Tahap pertama dimulai dari tahap derita. Tahap ini terjadi
terhadap kedua informan saat masih balita yang mengalami infeksi
virus dan satu informan saat usia dewasa karena mengalami
kecelakaan motor. Dari tahap ini timbul penghayatan-penghayatan
tanpa makna. Kemudian, dari tahap tersebut ketiga informan
memasuki tahap kedua yakni penerimaan diri. Pada tahap ini
ketiga informan dapat menerima kondisinya yang didapatkan dari
berbagai faktor. Beriringan dengan tahap ini, ketiga informan
berhasil melalui tahap ketiga yaitu penemuan makna hidup dan
penentuan tujuan hidupnya.
Selanjutnya, ketiga informan memasuki tahap keempat
yakni merealisasikan makna dan tujuan hidupnya secara komitmen
untuk menjalankan berbagai kegiatan terarah melalui bekerja,
belajar, dan pengembangan potensi-potensi miliknya. Dan setelah
keempat tahapan itu berhasil dilalui, ketiga informan berada pada
tahap terakhir yaitu kebermaknaan hidup. Ketiga informan dapat
207
mengambil hikmah dan mensyukuri kondisinya sebagai
penyandang disabilitas daksa bukan bawaan lahir.
Kelima tahapan pencapaian kebermaknaan hidup juga
berkaitan dengan pandangan penyandang disabilitas dalam
perspektif Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work).
Dalam hal ini Islamic Social Work sangat memperhatikan
perlindungan bagi para penyandang disabilitas. Berdasarkan
perspektif Islamic Social Work, dapat dilihat dari dua sudut
pandang yaitu sudut pandang orang lain terhadap penyandang
disabilitas dan sudut pandang dari penyandang disabilitas terhadap
dirinya sendiri.
B. Implikasi
Peneliti berharap bahwa dengan adanya penelitian yang
sudah dilakukan dapat memberikan manfaat, baik dari segi teoritik
maupun praktik. Adapun implikasi dari penelitian ini adalah:
1. Segi teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi bacaan, menambah wawasan baru, dan dapat
memberikan kontribusi positif bagi perkembangan keilmuan
studi kesejahteraan sosial terutama dalam ranah disabilitas.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
para pembaca pada umumnya dan menjadi bahan rujukan atau
pembanding bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
208
2. Segi Praktis
Dari segi praktis penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan pandangan baru khususnya
untuk teman-teman penyandang disabilitas dalam upaya
mencapai proses pencapaian kebermaknaan hidup dan
pandangan penyandang disabilitas dalam perspektif
Kesejahteraan Sosial Islam (Islamic Social Work).
C. Saran
Berdasarkan hasil data penelitian dan pembahasan yang
sudah dijabarkan mengenai Proses Pencapaian Kebermaknaan
Hidup pada Atlet Disabilitas Daksa di atas. Dengan demikian,
peneliti ingin menyampaikan beberapa saran kepada beberapa
pihak terkait, yakni sebagai berikut:
1. Atlet Penyandang Disabilitas Daksa
Diharapkan bahwa proses pencapaian kebermaknaan
hidup yang sudah berhasil dilalui, pengalaman-pengalaman
yang sudah didapat dan nilai-nilai positif yang sudah
ditanamkan dalam diri dapat dipertahankan bahkan
dikembangkan agar mencapai yang lebih baik lagi di
kemudian hari. Selain itu, terus tingkatkan semangat dan
potensi yang dimiliki supaya selalu dapat menginspirasi dan
memberikan manfaat bagi banyak orang. Hal itu dikarenakan
dengan manfaat lebih yang diberikan dapat tercipta
kebermaknaan hidup yang sangat berarti dan berharga.
209
2. Masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat yang masih mempunyai
pandangan negatif terhadap penyandang disabilitas untuk
melihat lagi secara lebih luas kehidupan mereka agar pandangan
tersebut dapat berubah ke arah yang lebih positif. Hal itu
dikarenakan bahwa penyandang disabilitas hanya maknanya
yang disabilitas. Namun, mereka tetap sama dengan manusia
non-disabilitas lainnya dan mereka memiliki kemampuannya
sendiri. Oleh karena itu, mereka tetap dapat melakukan aktivitas
sehari-harinya dengan cara mereka.
3. Pemerintah
Kepada Pemerintah khususnya Kementerian Sosial
diharapkan dapat lebih banyak mendirikan panti-panti atau
yayasan bagi teman-teman penyandang disabilitas terutama
disabilitas daksa yang bukan dari lahir, tetapi karena faktor
kecelakaan atau lainnya. Hal itu dapat membantu mereka untuk
bisa bangkit lagi dan menguatkan mental mereka dalam menjalani
kehidupan selanjutnya.
Selain itu, kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga
diharapkan dapat lebih memerhatikan dan juga memfokuskan
olahraga disabilitas serta menyamaratakan hak-hak dan
kesejahteraan bagi atlet disabilitas layaknya atlet non-disabilitas.
Hal itu agar tidak terjadi kesenjangan dan kecemburuan sosial
antara mereka serta para atlet disabilitas juga dapat meraih prestasi
yang gemilang baik di tingkat nasional maupun internasional.
210
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Afrizal, Afrizal. 2016. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Rajawali Pers.
Agustyawati, and Solicha. 2009. Psikologi Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. 1st ed. Ciputat: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta.
Am, Zainul, Akmal Hilmi, and Satrio Wahono, trans. 2014. Ngaji
Quran Di Zaman Edan (Sebuah Tafsir Untuk Menjawab
Persoalan Mutakir). 1st ed. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta.
Bastaman, Hanna Djumhana. 1996. Meraih Hidup Bermakna:
Kisah Pribadi Dengan Pengalaman Tragis. Cetakan I.
Jakarta: Paramadina.
———. 2007. Logoterapi: Psikologi Untuk Menemukan Makna
Hidup Dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Creswell, John W., and Cheryl N. Poth. 2018. Qualitative Inquiry
& Research Design (Choosing Among Five Approaches).
4th ed. California: SAGE.
Efendi, Mohammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak
Berkelainan. 2nd ed. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Untuk
Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
211
Ismail, Asep Usman. 2012. Al-Qur’an Dan Kesejahteraan Sosial
(Sebuah Rintisan Membangun Paradigma Sosial Islam
Yang Berkeadilan Dan Berkesejahteraan). 1st ed. Ciputat,
Tangerang: Lentera Hati.
Koeswara, E. 1992. Logotetapi: Psikoterapi Viktor Frankl. 1st ed.
Yogyakarta: Kanisius.
Somantri, T. Sutjihati. 2018. Psikologi Anak Luar Biasa. 5th ed.
Bandung: PT Refika Aditama.
Sugiyono, Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
———. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Tim Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009. Pedoman Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta.
Widoyoko, Eko Putro. 2017. Teknik Penyusunan Instrumen
Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yustinus, Yustinus. 2001. Psikologi Pertumbuhan: Model-Model
Kepribadian Sehat. 10th ed. Yogyakarta: Kanisius.
Jurnal & Skripsi
Nasirin, Nasirin. 2010. “Kerbermaknaan Hidup Difabel (Studi
Kasus Terhadap Difabel Amputasi Kaki).” Yogyakarta:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Novianti, Dewi. 2013. “Kebermaknaan Hidup Penyandang
Disabilitas Fisik Yang Berwirausaha (Penelitian
Fenomenologi Pada Tiga Orang Penyandang Disabilitas
212
Fisik Yang Berwirausaha Di Kota Bandung).” Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Pratiwi, Indah Agustina. 2019. “Kebermaknaan Hidup Disabilitas
Daksa Bukan Bawaan (Model Pendekatan Humanistik Di
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD)
Prof. Dr. Soeharso Surakarta.” Surakarta: Institut Agama
Islam Negeri Surakarta.
Sanyoto, Purwo Adi. 2017. “Pembinaan Dan Perkembangan
Prestasi Olahraga Paralympic Di Jawa Tengah (Deskripsi
Tentang Sistem Pembinaan, Sumber Daya Manusia, Dan
Prestasi Atlet).” Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Sumanto, Sumanto. 2006. “Kajian Psikologis Kebermaknaan
Hidup.” Buletin Psikologi 14 Nomor 2.
Susanti, Mutia Andini, and Umar Yusuf. 2018. “Studi Deskriptif
Kebermaknaan Hidup Pada Penyandang Tunadaksa
Karena Kecelakaan (Studi Di Lembaga Penyandang
Disabilitas Cimahi).” Prosiding Psikologi 4.
Wijayanti, Titis Sekti. 2016. “Hardiness Pada Atlet Difabel Di
National Paralympic Committee Indonesia.” Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Wulandari, Erlyn. 2014. “Resiliensi Pada Atlit Penyandang Tuna
Daksa.” Pekanbaru: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasimriau Pekanbaru.
Yuwanto, Listyo, and Nadia Sutanto. 2012. “Deskripsi Psikologi
Atlet Remaja Berdasarkan Analisis Struktur EPPS.” Jurnal
Ilmiah Psikologi Mind Set 3 (June): 115–22.
213
Peraturan Daerah dan Undang-Undang
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
1 Tahun 2016 Tentang Keolahragaan. 2016.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005
Tentang Sistem Keolahragaan Nasional. 2005.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016
Tentang Penyandang Disabilitas. 2016.
Wawancara
Hasil Wawancara dengan Informan Utama Pertama EJ. Pada
tanggal 10 Desember 2019 Pukul 13.30 WIB.
Hasil Wawancara dengan Informan Utama Kedua HS. Pada
tanggal 17 Desember 2019 Pukul 11.10 WIB.
Hasil Wawancara dengan Informan Utama Ketiga DVO. Pada
tanggal 15 Januari 2020 Pukul 11.15 WIB.
Hasil Wawancara dengan Informan Pendukung Pertama SN. Pada
tanggal 10 Desember 2019 Pukul 14.00 WIB dan 17
Desember 2019 Pukul 12.30 WIB.
Hasil Wawancara dengan Informan Pendukung Kedua BL. Pada
tanggal 22 November 2019 Pukul 13.00 WIB.
Website
Amini, Dyah Nur Afifah. 2016. “Makalah Olahraga Dan
Kesehatan Pekan Paralympic Nasional (Peparnas).”
Scribd.Com.
https://www.scribd.com/document/328006483/Makalah-
pendidikan-jasmani.
214
Apinino, Rio. 2019. “Mengenal Lebih Jauh Asian Para Games
2018.” Tirto.Id, September 4, 2019.
https://tirto.id/mengenal-lebih-jauh-asian-para-games-
2018-cWJt.
Argawana, Brian. 2017. “Lima Hal Yang Perlu Kamu Tahu
Tentang ASEAN Para Games Ke-9.” Rappler.Com,
September 17, 2017.
https://www.rappler.com/indonesia/olahraga/182449-
lima-hal-soal-asean-para-games-2017.
Chaerunnisa, Audrey Aulia. 2018. “6 Fakta Menarik Tentang
Paralimpiade.” Provoke Online, March 9, 2018.
http://www.provoke-
online.com/index.php/lifestyle/lifestylenews/14988-6-
fakta-menarik-tentang-paralimpiade.
Databoks. 2017. “Penyandang Disabilitas Di Jakarta 6 Ribu Jiwa.”
Katadata.Co.Id, February 9, 2017.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/02/09/jel
ang-debat-iii-jumlah-penyandang-disabilitas-di-dki-
jakarta-capai-6-ribu-jiwa.
Dharapos. 2019. “Pekan Paralympic Pelajar Nasional Ke IX
Lombakan 6 Cabor.” Dharapospapua.Com, March 2019.
https://www.dharapospapua.com/2019/03/pekan-
paralympic-pelajar-nasional-ke-ix.html.
Dharma, Avicena Farkhan. 2019. “Sejarah Penyelenggaran Asian
Para Games.” Kompas.Com, September 4, 2019.
https://olahraga.kompas.com/read/2018/09/04/14410008/s
ejarah-penyelenggaraan-asian-para-games.
Diah, Femi. 2018. “Usai Asian Para Games, Jendi Fokus Cari Poin
Ke Paralimpiade.” Detik Sport, Oktober 2018.
215
https://sport.detik.com/sport-lain/d-4261400/usai-asian-
para-games-jendi-fokus-cari-poin-ke-paralimpiade.
Ferdiyanto, Rima. 2019. “National Paralympic Committee
Indonesia (NPCI) (Anggaran Dasar Dan Anggara Rumah
Tangga).” 2019.
http://www.npcjateng.com/assets/docpub/Bp__Rima_Ferd
iyanto_-
_NASIONAL_PARALYMPIC_COMMITTEE_INDONE
SIA.pdf.
Fernandy, Handy. 2018. “Kenal Lebih Dekat Jendi Pangabean.”
Sportku, September 19, 2018.
https://sportku.com/read/33435/kenal-lebih-dekat-jendi-
pangabean.
Jiddan. 2016. “Sejarah PEPARNAS.” Maduracorner.Com,
October 16, 2016. http://www.maduracorner.com/sejarah-
peparnas/.
Khuluq, Muhamad Husnul, Abi Kurniawan, Fatoni Yanuar Ahmad
Budi Sunaryo, and Joko Adi Prayitno. 2013. “Modifikasi
Model Power Soccer Wheelchair (Kursi Roda Elektronik
Power Soccer) Sebagai Alat Latihan Olahraga Power
Soccer Bagi Atlet Tuna Daksa.” Prosiding Elektronik (e-
Proceedings) PIMNAS.
http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKMKC/article/view/2
16/216.
Meilisa, Hilda. 2019. “Jatim Juara Umum Pekan Paralympic
Pelajar Nasional 2019.” Detik News, November 12, 2019.
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-
4782864/jatim-juara-umum-pekan-paralympic-pelajar-
nasional-2019.
216
NPC Indonesia. 2019. “NPC Indonesia.” 2019.
http://npcindonesia.id/.
Soselisa, Roy. 2016. “Kebijakan Olahraga Disabilitas Yang
Terlihat, Tetapi Tidak Terlihat.” Kompasiana, April 10,
2016.
https://www.kompasiana.com/roy.soselisa/5709adc52e7a
61f00869c531/kebijakan-olahraga-disabilitas-yang-
terlihat-tetapi-tidak-terlihat?page=all#.
Wara, Jalad. 2018. “Inilah Klasemen Akhir Perolehan Medali
Peparprov Jateng 2018.” Kampiun.Id, November 2018.
https://kampiun.id/bulutangkis/11/inilah-klasemen-akhir-
perolehan-medali-peparprov-jateng-2018/.
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Pengajuan Proposal Skripsi
Lampiran 2 : Pernyataan Lulus Ujian Seminar Proposal Skripsi
Lampiran 3 : Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian Skripsi di NPC DKI Jakarta
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian (Wawancara) di Sasana Bina
Daksa
Lampiran 6 : Lembar Persetujuan Wawancara
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya …………………... bersedia menjadi responden
untuk penelitian skripsi oleh Karimah Marwaziah mahasiswa
Kesejahteraan Sosial 2015, Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul
“Kebermaknaan Hidup pada Atlet Disabilitas Daksa (Studi Kasus
Life History pada Atlet Disabilitas Daksa di National Paralympic
Committee (NPC) Provinsi DKI Jakarta” pada tanggal ……….
bulan …………………. tahun …………..
Saya sebagai responden mengizinkan pengambilan foto
dan publikasi di dalam skripsi dengan syarat menutupi wajah dan
menyamarkan nama informan. Saya menyadari bahwa partisipasi
saya bermanfaat untuk banyak pihak, karenanya saya dengan sadar
dan tanpa paksaan bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini.
Informan, Peneliti,
_____________________ _____________________
Lampiran 7 : Pedoman Wawancara
Teknik Pemilihan Informan
No. Informan Informasi yang dicari Jumlah
1. Sekretaris NPC
DKI Jakarta
Mencari tahu tentang data dan
profil NPC DKI Jakarta serta
atlet yang tepat untuk menjadi
informan.
1
orang
2.
Pelatih Jakarta
Swift
Wheelchair
Basketball
Untuk mengetahui dan
menggali informasi tentang
atlet yang menjadi informan
mengenai kepribadiannya.
1
orang
3.
Klien (Atlet
yang Menjadi
Informan)
Untuk mengetahui dan
menggali informasi tentang
proses pencapaian
kebermaknaan hidup bagi
dirinya.
3
orang
PEDOMAN WAWANCARA
INFORMAN DARI LEMBAGA NPC DKI JAKARTA
Nama Informan :
Usia :
Jabatan :
Waktu Wawancara :
Tempat Wawancara :
Pertanyaan Wawancara
1) Bagaimana sejarah berdirinya NPC Provinsi DKI Jakarta?
2) Apa visi, misi, dan tujuan NPC Provinsi DKI Jakarta?
3) Bagaimana struktur organisasi dan kepengurusan di NPC
Provinsi DKI Jakarta?
4) Bagaimana proses awal masuk untuk bergabung ke dalam
NPC Provinsi DKI Jakarta?
5) Apa saja cabang olahraga dan program yang sudah dijalankan
oleh NPC Provinsi DKI Jakarta?
6) Berapa jumlah atlet dan pelatih yang sudah tergabung ke
dalam NPC Provinsi DKI Jakarta?
PEDOMAN WAWANCARA
INFORMAN UTAMA ATLET DISABILITAS DAKSA
Nama Informan :
Usia :
Waktu Wawancara :
Tempat Wawancara :
Pertanyaan Wawancara
A. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup Pada Atlet
Disabilitas Daksa Bukan Bawaan Lahir
1. Tahap Derita (Peristiwa Tragis, Penghayatan Tanpa
Makna)
1) Apa jenis/klasifikasi disabilitas daksa yang bapak/ibu
alami?
2) Apa faktor penyebab disabilitas daksa yang bapak/ibu
alami?
3) Bagaimana kronologi kejadian dan kapan hal itu terjadi?
4) Dari peristiwa tersebut, apa yang dirasakan oleh bapak/ibu?
2. Tahap Penerimaan Diri (Pemahaman Diri dan
Pengubahan Sikap)
1) Apa yang bapak/ibu lakukan setelah kejadian tersebut?
2) Berdasarkan peristiwa itu juga, faktor apa yang membuat
bapak/ibu sadar dan memahami kondisi yang sudah terjadi
tersebut?
3) Bagaimana cara bapak/ibu melewati itu semua sampai
dapat beraktivitas kembali?
4) Menurut bapak/ibu, apa saja kelebihan dan kekurangan
yang ada pada diri bapak/ibu?
3. Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan Makna dan
Penentuan Tujuan Hidup)
1) Bagaimana hubungan bapak/ibu dengan orang-orang
terdekat seperti keluarga, teman, atau rekan kerja?
2) Menurut bapak/ibu, bagaimana pengaruh ibadah yang
bapak/ibu jalani dalam kehidupan sehari-hari? Dan
bagaimana perasaan bapak/ibu setelah melaksanakan
ibadah-ibadah tersebut? (sesuai dengan kepercayaan
masing-masing).
3) Bagaimana bapak/ibu memaknai kehidupan ini? Dan apa
tujuan hidup bapak/ibu saat ini?
4) Bagaimana cara dan usaha bapak/ibu dalam menyikapi
berbagai hambatan atau permasalahan yang sedang terjadi?
5) Siapa saja yang selama ini menjadi social support atau
selalu mendukung dalam setiap kondisi yang dialami oleh
bapak/ibu?
4. Tahap Realisasi Makna (Keikatan Diri, Kegiatan Terarah,
dan Pemenuhan Makna Hidup)
1) Bagaimana cara bapak/ibu untuk tetap berkomitmen dalam
mencapai makna dan tujuan hidup?
2) Apa saja kegiatan-kegiatan positif yang bapak/ibu jalani
sebagai bentuk pengembangan diri?
3) Dari siapa bapak/ibu mengetahui wadah olahraga bagi atlet
penyandang disabilitas yaitu NPC DKI Jakarta?
4) Apakah menjadi atlet sudah menjadi cita-cita bapak/ibu
sebelumnya?
5) Cabang olahraga apa yang bapak/ibu tekuni di NPC DKI
Jakarta?
6) Apakah bapak/ibu sebelumnya sudah mempunyai bakat
dan keterampilan dalam cabang olahraga yang bapak/ibu
pilih tersebut?
5. Tahap Kehidupan Bermakna (Penghayatan Bermakna dan
Kebahagiaan)
1) Apa saja perubahan yang terjadi dan dirasakan bapak/ibu
saat sebelum dan sesudah menjadi atlet di NPC DKI
Jakarta?
2) Bagaimana cara bapak/ibu memotivasi diri sendir dalam
menjalani kehidupan ini?
3) Apa hikmah di balik menjadi seorang penyandang
disabilitas?
PEDOMAN WAWANCARA
INFORMAN PENDUKUNG PELATIH NPC DKI
JAKARTA
Nama Informan :
Usia :
Waktu Wawancara :
Tempat Wawancara :
Pertanyaan Wawancara
1) Apa yang bapak/ibu ketahui tentang kehidupan subjek?
2) Menurut bapak/ibu, bagaimana kepribadian ketiga informan
baik sikap dan perilaku mereka?
3) Menurut bapak/ibu, bagaimana hubungan ketiga informan
terhadap bapak sebagai pelatih dan teman-teman para atlet
disabilitas lainnya?
4) Apa harapan bapak sebagai pelatih untuk olahraga disabilitas
di Indonesia khususnya Jakarta Swift Wheelchair Basketball
sendiri?
Lampiran 8 : Pedoman Observasi
Panduan Observasi
Terhadap Atlet Disabilitas Daksa Bukan Bawaan Lahir
1) Bagaimana sikap yang ditunjukkan para informan ketika
sedang proses wawancara berlangsung? Khususnya dalam
menceritakan masa lalunya ketika mengetahui menjadi
seorang penyandang disabilitas daksa.
2) Apakah para informan komitmen dalam menjalankan
latihan basket kursi roda?
3) Bagaimana sikap atlet ketika sedang latihan rutin bersama
teman-teman atlet lainnya?
4) Dari sikap yang ditunjukkan tersebut, apakah sesuai
dengan pernyataan hasil wawancara dalam komitmennya
melakukan kegiatan terarah?
5) Dari hasil observasi yang dilakukan terhadap atlet, baik
ekspresi dan bahasa tubuh, serta sikap yang
ditunjukkannya, apakah atlet tersebut sudah mencerminkan
hasil pencapaian kebermaknaan hidup baginya?
Lampiran 9 : Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan
Informan Utama 1
Informan Utama 2
Informan Utama 3
Informan Pendukung 1
Lampiran 10 : Contoh Formulir Biodata Calon Atlet
Lampiran 11 : Transkrip Hasil Wawancara
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA
INFORMAN DARI LEMBAGA NPC DKI JAKARTA
Nama Informan : Benedict Lamere
Usia : 38 Tahun
Jabatan : Sekretaris NPC DKI Jakarta (2018–2023)
Waktu Wawancara : Jumat, 22 November 2019
Tempat Wawancara : Kantor Sekretariat NPC DKI Jakarta
Isi Wawancara
1) Bagaimana sejarah berdirinya NPC Provinsi DKI Jakarta?
Jawaban: “Jadi awalnya itu kan namanya BPOC (Badan
Pembina Olahraga Cacat). Nah itu dibentuk buat tentara-tentara
seroja yang korban peperangan, karena mereka jadi seorang
penyandang disabilitas gitu. Tapi, dengan berjalannya waktu,
akhirnya dibuka untuk umum bagi para penyandang disabilitas
yang ingin berkecimpung dalam bidang olahraga dan menjadi
atlet. Dulu kita kantornya sempat pindah-pindah. Kantor kita
pernah di Jalan Tambak terus daerah Cempaka sampai akhirnya
di sini, GOR Atletik Rawamangun.”
2) Apa visi, misi, dan tujuan NPC Provinsi DKI Jakarta?
Jawaban: “Untuk visi dan misi, karena kita berada di
bawah naungan NPC Indonesia, jadinya visi dan misi kita ya
sesuai dengan NPC Indonesia. Nanti saya kasih file nya ya
supaya bisa lihat di situ.”
3) Bagaimana struktur organisasi dan kepengurusan di NPC
Provinsi DKI Jakarta?
Jawaban: “Struktur organisasi itu kami ada ketua yang
didampingi oleh wakil ketua I, wakil ketua II, dan wakil ketua
III. Kami juga ada sekretaris dan bendahara. Sekretaris dan
bendahara punya wakilnya masing-masing supaya dapat lebih
terbantu dan efektif dalam hal kepengurusan. Terus dari
masing-masing wakil ketua I, II, dan III itu membawahi ketua-
ketua biro. Wakil ketua I itu membawahi ketua biro hokum dan
humas. Wakil ketua II membawahi ketua biro cabang olahraga,
ketua biro pelatih dan wasit, dan ketua biro pertandingan dan
klasifikasi. Lalu, wakil ketua III membawahi ketua biro
pemberdayaan daerah. Kami juga ada yang namanya dewan
pertimbangan provinsi. Nah itu terdiri dari ketua, sekretaris, dan
anggota.”
4) Bagaimana proses awal masuk untuk bergabung ke dalam NPC
Provinsi DKI Jakarta?
Jawaban: “Proses awal masuknya itu ya para calon atlet
datang ke kantor kami, kantor sekretariat di sini. Kemudian,
nanti konsultasi minat cabang olahraganya ke mana. Kalau
belum tahu dan belum bisa apa-apa, nanti biasanya kami yang
arahin. Itu juga disesuaikan sama jenis dan tingkat
kedisabilitasannya. Baru setelah itu, ikut latihan dan dibina
secara bertahap. Nanti juga boleh dicoba dulu, kira-kira cabang
olahraga apa yang sesuai dan mereka mampu. Kalau nggak
cocok dan mau pindah ya boleh aja, karena kan sesuai sama
minat mereka juga. Berarti nanti tinggal ikut latihan lagi dari
awal yang cabang olahraga baru yang dipilihnya itu.”
5) Apa saja cabang olahraga dan program yang sudah dijalankan
oleh NPC Provinsi DKI Jakarta?
Jawaban: “Program kita sudah jelas terfokus ke olahraga
aja ya. Berarti kita melakukan latihan rutin sesuai dengan
cabang olahraganya. Kalau untuk cabang olahraga yang sudah
aktif di NPC DKI Jakarta itu kami ada cabor renang, bulu
tangkis, tenis meja. Tenis meja ini ada dua yaitu tenis meja
untuk disabilitas daksa dan tunanetra. Lalu, juga ada atletik.
Nah, atletik ini latihannya di stadion ini. Terus ada panahan,
basket kursi roda, blind judo untuk yang tunanetra, tenpin
bowling, boccia, catur, dan tenis lapangan wheelchair. Kalau
untuk tenis lapangan wheelchair ini sementara masih off ya.
Untuk latihan itu biasanya jadwalnya seminggu 2x dan harinya
masing-masing tergantung cabang olahraga.”
6) Berapa jumlah atlet dan pelatih yang sudah tergabung ke dalam
NPC Provinsi DKI Jakarta?
Jawaban: “Untuk saat ini jumlah atlet dari semua cabor
yang sudah terdaftar ada 116 orang. Kalau untuk pelatihnya
sementara ini jumlahnya 10 orang pelatih dan didampingi oleh
10 asisten pelatih. Masing-masing cabor itu pelatihnya 1 dan
asisten pelatihnya juga 1. Tapi, kemungkinan di tahun depan
jumlah pelatih dan asisten pelatihnya bisa semakin nambah,
karena persiapan untuk Peparnas nanti.
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA
INFORMAN UTAMA 1 ATLET DISABILITAS DAKSA
Nama Informan : Edy Johan
Usia : 42 Tahun
Waktu Wawancara : 10 Desember 2019 Pukul 13.30 WIB
Tempat Wawancara : Kantor Jakarta Swift di Karawaci
Isi Wawancara
A. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup Pada Atlet
Disabilitas Daksa Bukan Bawaan Lahir
1. Tahap Derita (Peristiwa Tragis, Penghayatan Tanpa
Makna)
1) Apa jenis/klasifikasi disabilitas daksa yang bapak alami?
Jawaban: “Klasifikasi disabilitas saya itu ya kelainan
pada sistem otot dan rangka khususnya saya dulunya itu
penderita polio.”
2) Apa faktor penyebab disabilitas daksa yang bapak alami?
Jawaban: “Faktor penyebabnya itu karena infeksi
virus atau penyakit polio saat saya usia 10 bulan.”
3) Bagaimana kronologi kejadian dan kapan hal itu terjadi?
Jawaban: “Jadi, saat saya usia 10 bulan itu saya sakit
panas tinggi, kemudian saya disuntik sama mantri. Zaman
dulu kan, di kampung saya belum ada dokter, tapi adanya
mantri. Waktu itu, bapak saya lagi nggak ada jadinya ibu
saya sendiri yang membawa saya ke mantri. Besoknya,
kaki saya sudah nggak bisa digerakin.”
4) Dari peristiwa tersebut, apa yang dirasakan oleh bapak?
Jawaban: “Jadi, walaupun dari usia 10 bulan, bisa
dibilang hampir dari lahir ya, karena emang nggak tau apa-
apa. Orang jalan seperti apa, lari seperti apa. Dari kecil ada
lah ya “gue kepengen bisa lari kayak orang lain.” Itu ada”
(memelankan suaranya).”
2. Tahap Penerimaan Diri (Pemahaman Diri dan Pengubahan
Sikap)
1) Apa yang bapak lakukan setelah kejadian tersebut?
Jawaban: “Karena saya kan disabilitas dari usia 10
bulan jadi bisa lebih menerima keadaan seperti ini lebih dulu
yaitu pada masa kecil.”
2) Berdasarkan peristiwa itu juga, faktor apa yang membuat
bapak sadar dan memahami kondisi yang sudah terjadi
tersebut?
Jawaban: “Dari kecil orang tua saya selalu memberi
nasihat-nasihat seperti menyuruh kita mandiri, harus bisa
dan tahu batas kemampuan kita sampai mana. Jangan pernah
menyamakan seseorang dengan orang lain. Itu sudah
diajarkan oleh orang tua saya dari sejak kecil. Mungkin
didikan orang tua juga berpengaruh kali, ya.”
3) Bagaimana cara bapak melewati itu semua sampai dapat
beraktivitas kembali?
Jawaban: “Ya itu, karena saya dari bayi jadi saya sudah
bisa menerima diri saya sejak kecil karena didikan orang tua
saya. Kehidupan saya seperti anak-anak biasa aja. Selesai
sekolah, ngumpul sama teman-teman, kadang nanti ngapain,
namanya anak sekolahan kan masa-masa nakalnya (senyum-
senyum sambil menjentikkan jarinya).”
4) Menurut bapak, apa saja kelebihan dan kekurangan yang ada
pada diri bapak/ibu?
Jawaban: “Wah, apa ya kelebihan dan kekurangan
saya. Mungkin saya itu terlalu pede kali, ya (hahaha). Setiap
orang pasti punya kelebihan dan kekurang masing-masing.
Ya itu biasa, namanya manusia kan. Biasanya itu yang
menilai orang lain ya. Saya kalau mengerjakan sesuatu terus
nggak sanggup pasti saya minta bantu juga, karena saya tidak
mau menjaga gengsi saya. Kita harus melihat kemampuan
kita sampai mana. Jangan malu untuk meminta bantu sama
orang, karena kadang orang-orang non-disabilitas ya saya
rasa kadang juga butuh bantuan kan. Manusia itu tidak lepas
dari bantuan orang lain. Bukan untuk meminta dikasihani,
tapi ada kalanya kalau kita memang butuh bantuan, kenapa
tidak. Manusia itu kan harus bersosialisasi juga. Walaupun
saya nggak terlalu suka ngumpul sama orang (hahaha). Tapi,
kadang-kadang harus tetap ada. Memang harus ada.”
3. Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan Makna dan
Penentuan Tujuan Hidup)
1) Bagaimana hubungan bapak dengan orang-orang terdekat
seperti keluarga, teman, atau rekan kerja?
Jawaban: “Orang tua saya sudah nggak ada. Kalau ibu
saya meninggal waktu saya kecil sekitar umur 10 tahun.
Kalau bapak saya waktu saya sekitar umur 19 tahun. Jadi,
udah lama. Tapi, pesan orang tua sih kalau dari bapak, saya
belajar bertahan hidup. Ya senang susah, susah senang harus
kita telan. Anggap saya sedang menelan kopi pahit, lama-
lama juga manis kan (tersenyum dan menjentikan jarinya).”
2) Menurut bapak, bagaimana pengaruh ibadah yang bapak/ibu
jalani dalam kehidupan sehari-hari? Dan bagaimana
perasaan bapak/ibu setelah melaksanakan ibadah-ibadah
tersebut? (sesuai dengan kepercayaan masing-masing).
Jawaban: “Saya memang bukan pendoa yang baik ya.
Saya yakin kalau manusia berdoa dan berusaha itu akan lebih
baik. Yang jelas, Tuhan selalu memberi cobaan tidak seberat
apa yang kita bayangkan. Saya selalu berpikiran seperti itu
sih, karena masih bisa saya atasi. Prinsip itu yang membuat
saya bisa bertahan hidup”
3) Bagaimana bapak memaknai kehidupan ini? Dan apa tujuan
hidup bapak saat ini?
Jawaban: “Makna hidup itu sesuatu yang sangat
berharga ya. Biarpun kita sebagai orang disabilitas ya kita
harus mensyukuri, karena masih bisa diberi nafas untuk
menghirup oksigen. Sepahit-pahitnya hidup kita, hidup itu
masih tetap menyenangkan. Menurut saya seperti itu.
Biarpun saya lahir sebagai seorang disabilitas, tapi saya
merasa bersyukur masih bisa berkegiatan sendiri. Ada teman
disabilitas yang tingkatnya lebih parah dari saya. Kalau saya
masih bisa panjat pohon, genteng, pager dari kecil sampai
sekarang. Ya masih bisa bandel lah istilahnya, seperti anak
biasanya. Mungkin karena saya terlalu menikmati hidup saya
kali ya (hahaha).”
4) Bagaimana cara dan usaha bapak dalam menyikapi berbagai
hambatan atau permasalahan yang sedang terjadi?
Jawaban: “Kadang sesekali saya merasakan down atau
yang lain. Tapi, di balik itu saya mengambil kesimpulannya.
Saya berpikir kembali dengan jernih bahwa tidak mungkin
kita selalu ada dalam kondisi seperti itu. Setiap masalah pasti
ada jalan solusinya. Ya setidaknya kita sudah berusaha
sampai batas ini. Kalau hasilnya cuma seperti itu ya terima
aja. Yang penting kita sudah berusaha sampai batas kita.
Jadi, tidak selamanya kita berada di posisi itu. Yakinlah
seperti itu selama kita berusaha (tersenyum sambil menjentik
jarinya). Kebetulan saya tipe orang yang tidak mau banyak
ngobrol. Jadi, kalau ada masalah saya nggak banyak bicara,
saya lebih cenderung merenungkan apa yang terjadi gitu
kayak masalah yang terjadi sama saya seperti apa, kenapa
bisa terjadi, dan apa yang harus saya lakukan”
5) Siapa saja yang selama ini menjadi social support atau selalu
mendukung dalam setiap kondisi yang dialami oleh bapak?
Jawaban: “Saya jadi atlet itu keluarga saya tidak tahu,
karena keluarga saya itu menganggap atlet itu tidak
menghasilkan uang. Pernah saya dimarahin waktu dulu juga
sih. “Ngapain lo nggak ada kerjaan”, katanya. Jadi saya
nggak pernah bicara sama keluarga saya. Waktu itu
menjelang tahun baru saudara saya mengajak saya makan
malam. Dia menelpon saya nanya lagi di mana. Terus saya
bilang, “saya lagi Pelatnas di Solo.” Terus katanya “hah jauh
amat. Loh kok bisa? Kok bisa masuk Pelatnas?” Ya sejak itu
aja baru mereka tahu. Biasanya saya nggak pernah ngasih
tahu. Ada sedikit yang berubah, kayak kok bisa ya. Memang
kalau dilihat dari segi usia juga udah cukup tua masuk
Pelatnas dan jadi atlet, sekitar usia 41 tahun. Kalau sama
teman-teman atlet ya kita kan biasa aja, santai kayak
biasanya. Kita di sini sama siapa aja sih. Sama driver, sama
siapa pun ya biasa aja. Santai aja, kalau bercanda ya bercanda
juga, karena memang di sini mereka tidak membedakan kita.
Memang komunitas lama-lama jadi seperti keluarga.”
4. Tahap Realisasi Makna (Keikatan Diri, Kegiatan Terarah,
dan Pemenuhan Makna Hidup)
1) Bagaimana cara bapak untuk tetap berkomitmen dalam
mencapai makna dan tujuan hidup?
Jawaban: “Ya saya bekerja untuk masa depan, karena
masa depan itu penting dan harus dipikirkan. Jadi, itu yang
menjadi komitmen saya untuk mencapai makna dan tujuan
hidup saya.”
2) Apa saja kegiatan-kegiatan positif yang bapak jalani sebagai
bentuk pengembangan diri?
Jawaban: “Kalau saya ada usaha sih dulu, tapi lebih
cenderung ke online jualannya. Sekarang, selain basket ya
ada lah kerjaan tapi yang online aja, yang menghasilkan
uang. Ya sekarang lagi belajar menjadi trader, biar gimana
juga menghasilkan banyak duit di hari tua. Masa depan harus
kita pikirkan (hahaha). Kadang-kadang saya juga ingin
melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan. Tapi,
yang cenderung ke arah olahraga gitu. Selain basket,
olahraga lain yang saya bisa tapi yang nggak serius ya itu
bisa berenang. Itu saya belajar renang diajarin sama teman.
Dia ngajarin saya dasar-dasarnya seperti apa terus saya
ikutin kata-kata dia. Jadi, waktu itu saya belajar dan
fokusnya ke floating. Kalau disuruh berenang ya saya tinggal
floating aja. Tidur aja nggak papa di kolam renang, nggak
bakal tenggelam soalnya kan bisa mengapung. Udah nggak
ada rasa takut gitu kalau masuk ke kolam renang Tapi
memang karena punya jiwa basket kali ya jadi saya suka
aktivitas-aktivitas baru. Kadang saya suka sesuatu seperti
ninja warriors gitu. Suka yang manjat-manjat. Makanya
suka nyoba alat-alat baru yang belum pernah dicoba di
tempat gym. Mungkin itu sebuah hobi saya makanya saya
cocok jadi atlet.”
3) Dari siapa bapak mengetahui wadah olahraga bagi atlet
penyandang disabilitas yaitu NPC DKI Jakarta?
Jawaban: “Dari awal saya tidak ikut komunitas. Saya
jadi atlet sudah masuk usia tua juga. Jadi, waktu itu sekitar
tahun 2017 saya diundang oleh pihak yayasan di Bali untuk
datang ke sana dan ketemulah dengan Kapten Donald. Di
Bali sebenarnya ada komunitas basket kursi roda. Tapi,
nggak aktif cuma sekadar ada. Terus, di sana diperkenalkan
basket kursi roda. Nah, di sana saya ikut training basket kursi
roda itu. Pas akhir tahun, saya diminta bantu untuk ikut demo
basket kursi roda kan. Waktu itu baru ada bekal sedikit
karena baru belajar.”
4) Apakah menjadi atlet sudah menjadi cita-cita bapak
sebelumnya?
Jawaban: “Sama sekali nggak kepikiran mau jadi atlet
dan masuk timnas Asian Para Games 2018. Itu adalah
pertama kalinya saya bertanding dan itu tanggung jawabnya
berat sekali.”
5) Cabang olahraga apa yang bapak tekuni di NPC DKI
Jakarta?
Jawaban: “Ya saya dari awal masuk ke basket kursi
roda. Dan kayaknya bakal seterusnya juga di sini.”
6) Apakah bapak sebelumnya sudah mempunyai bakat dan
keterampilan dalam cabang olahraga yang bapak pilih
tersebut?
Jawaban: “Sama sekali nggak ada. Baru belajar itu pas
ikut training itu dan baru punya bekal sedikit waktu itu. Tapi,
memang sebelum menjadi atlet itu kegiatan sehari-hari saya
memang harus menggunakan kedua tangan. Bisa dibilang
fisik saya terbentuk karena aktivitas sehari-hari ya. Sebelum
saya jadi atlet kegiatan saya itu kan naik turun tangga harus
pakai tangan, karena kamar saya itu di lantai dua. Jadi, apa-
apa saya harus ke atas.”
5. Tahap Kehidupan Bermakna (Penghayatan Bermakna dan
Kebahagiaan)
1) Apa saja perubahan yang terjadi dan dirasakan bapak saat
sebelum dan sesudah menjadi atlet di NPC DKI Jakarta?
Jawaban: “Ya perubahannya saya jadi bisa kenal dan
belajar basket kursi roda, mengenal teman-teman disabilitas
yang lain, dan bisa ikut Pelatnas dan juga timnas di Asian
Para Games 2018 lalu.”
2) Bagaimana cara bapak memotivasi diri sendiri dalam
menjalani kehidupan ini?
Jawaban: “Motivasi untuk diri sendiri pokoknya saya
harus melakukan yang lebih baik dari sebelumnya.
Sederhana tapi memang harus ada hasilnya. Nggak usah
muluk-muluk juga karena kalau berangan-angan terlalu
tinggi nanti ada aja kecewanya. Setiap hari pasti ada
perubahan untuk lebih baik dari sebelumnya. Ya itu sih. Jadi
saya memotivasi diri sendiri ya.”
3) Apa hikmah di balik menjadi seorang penyandang disabilitas
bagi bapak?
Jawaban: “Hikmah di balik menjadi seorang disabilitas
ya saya bisa mempelajari banyak hal yang mungkin orang
non-disabilitas tidak bisa lakukan. Saya harus beradaptasi
dengan keadaan fisik saya. Orang melakukan sesuatu
menggunakan kaki, sedangkan saya gimana caranya
menggunakan tangan saya (tersenyum dan menjentikan
jarinya).
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA
INFORMAN UTAMA 2 ATLET DISABILITAS DAKSA
Nama Informan : Herry Susanto
Usia : 48 Tahun
Waktu Wawancara : 17 Desember 2019 Pukul 11.10 WIB
Tempat Wawancara : Sasana Bina Daksa, Pondok Bambu,
Jakarta Timur
Isi Wawancara
A. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup Pada Atlet
Disabilitas Daksa Bukan Bawaan Lahir
1. Tahap Derita (Peristiwa Tragis, Penghayatan Tanpa
Makna)
1) Apa jenis/klasifikasi disabilitas daksa yang bapak alami?
Jawaban: “Saya itu termasuk ke dalam disabilitas
golongan paraplegia. Kalau paraplegia ini ada kelas-
kelasnya. Tetra lehernya yang patah. Itu mulai dari pundak
sampai kaki itu sudah “mati” total. Torakal 5 sampai 12.
Dia mulai dari perut sampai ke bawah itu sudah “mati”
total. Lumbal 3-4, saya termasuk kategori ini. Waktu pas
saya kecelakaan itu saya nyaris disabilitas ganda. Kalau
kurang dari 1 cm lagi aja saya jadi tunanetra, karena sudah
mendekati syaraf mata.”
2) Apa faktor penyebab disabilitas daksa yang bapak alami?
Jawaban: “Penyebabnya itu karena kecelakaan motor
tahun 2010. Teman-teman di panti ini juga banyak yang
paraplegia. Kami semua di sini yang parah itu tulang
belakang kami yang hancur pada saat kecelakaan. Ada
beberapa urat syaraf yang putus juga karena kena serpihan
tulang. Otomatis kedua kaki kita nggak bisa digerakin. Bisa
sih digerakin tapi ya nggak berasa aja. Kalau istilah
kedokteran itu namanya paraplegia, syaraf tulang belakang
yang sudah terputus. Kecelakaan itu tulang kakinya yang
hancur. Kalau kami yang paraplegia ini yang tinggal di sini
hampir semua korban kecelakaan, bukan tulang yang
membuat kami lumpuh, tapi syaraf-syarafnya yang
terputus.”
3) Bagaimana kronologi kejadian dan kapan hal itu terjadi?
Jawaban: “Jadi, sebelum kecelakaan itu saya dulunya
bekerja di Bank Dagang Nasional Indonesia. Saya sebagai
operasional sama EDP (Entry Data Processing), karena
likuidasi ya saya berhenti. Saya sempet dioper lagi di grup
BDNI di money changer. Nah setelah itu, saya keluar dari
money changer dan buka usaha sendiri di bidang jasa
pengurusan STNK sama SIM. Nah, itu lah yang membuat
saya kecelakaan awalnya pas buka biro jasa ini. Jadi, saya
lagi mau ngurus surat-surat dari Tunas Toyota Bintaro mau
ke Polda. Itulah awal kecelakaan saya di situ…
…Sekarang kan saya tinggal di panti ini. Nah, yang
tinggal di sini hampir semuanya korban kecelakaan. Bisa
dibilang rata-rata pakai kursi roda. Kecelakaannya macem-
macem ada yang jatoh dari pohon, dari masuk jurang,
motor, dan mobil. Tapi, umumnya kecelakaan motor dan
mobil. Saya sendiri karena kecelakaan motor tahun 2010.
Kejadiannya siang hari, menghindari setan mau nyebrang
(hahaha). Eh serius, nggak bohong saya…
…Pas azan zuhur, saya melihat ada ibu-ibu lagi
nyebrang pake payung. Ceritanya lagi kepanasan kali ya.
Saya nggak tabrak ibu-ibu itu, tapi saya menghindar dan
ngerem. Terus saya langsung jatuh gitu aja dan nggak
sadarkan diri. Saya juga tidak tahu apa-apa lagi setelah itu.
Saya nggak sadarkan diri selama satu hari. Begitu udah
sadar, tiba-tiba udah di rumah sakit aja. Nah pas di rumah
sakit, kondisi kedua kaki udah nggak bisa digerakin…
…Pas malamnya saya disamperin lagi sama ibu-ibu
itu. Tapi, cuma kepalanya aja (hahaha). Eh serius, nggak
bohong saya, cuma kepalanya aja. Tadinya saya ingin
komunikasi sama dia. Saya ingin bertanya “kenapa saya
kok dibeginikan?” tapi, kan cuma ada kepalanya aja. Saya
baca Al-Fatihah pun nggak bisa karena saking takutnya.
Yang saya lihat itu matanya melotot dan berlumuran darah.
Yaudahlah, akhirnya cuma bisa teriak-teriak aja gitu.
Serem ya. Saya memang ada sedikit kelebihan. Ya saya
bisa “melihat” hal-hal yang kebanyakan orang lain tidak
bisa lihat dengan mata kepalanya langsung. Nah itu
keturunan dari nenek saya dan bisa “melihat” itu nya dari
sekitar umur 16 – 17 tahun.”
4) Dari peristiwa tersebut, apa yang dirasakan oleh bapak?
Jawaban: “Masa kecil dan remaja saya itu normal.
Nggak aneh-aneh. Saya pakai narkoba itu pada saat setelah
kecelakaan aja karena frustasi. Wah, dulu hampir gila saya.
Setelah kejadian ini, saya langsung diceraikan sama istri.
Pikiran saya pada saat itu gelap. Jadi, yang membuat saya
frustasi dan merasa sangat gelap sekali tuh saya lagi
senang-senangnya punya anak. Saya berkeluarga tahun
1994 dan baru dikasih kepercayaan punya anak tahun 2006.
Jadi, sudah 12 tahun saya menantikan kehadiran anak.
Tahun 2010 saya kecelakaan. Harta yang saya miliki yaitu
anak, hilang, karena saya diceraikan. Itulah yang membuat
pikiran saya gelap. Ah kacaulah…
...Pokoknya saat itu saya kacau balau dan itu yang
membuat timbul kebodohan saya. Saya pernah tiga kali
percobaan bunuh diri. Yang pertama, potong urat nadi,
nggak mati. Seminggu kemudian, minum baygon (hahaha)
nggak mati juga. Terakhir, pakai narkoba dan nggak mati
juga. Narkobanya macem-macem. Itu lah yang awalnya
bikin pikiran dan otak saya menjadi orang bodoh ya seperti
itu, dek…
…Dulu saya nggak bisa nih ngobrol seperti ini karena
sensitifnya tinggi banget. Salah dikit bicara aja, barang
yang ada di tangan saya, saya timpuk ke orangnya. Teman-
teman saya yang paraplegia itu yang karena kecelakaan
bisa dibilang hampir semuanya seperti itu. Nggak bisa kita
kumpul seperti ini terkecuali kita ngobrol dengan sesama
itu kita masih bisa. Tapi, untuk ngobrol dengan orang-
orang seperti ini (non-disabilitas) salah sedikit aja bicara
“lo enak lo bisa berjalan, gue enggak.” Ada barang depan
mata, kita timpuk orangnya. Jadi, ya gitu lah disabilitas
yang baru tingkat sensitifnya lebih tinggi.”
2. Tahap Penerimaan Diri (Pemahaman Diri dan Pengubahan
Sikap)
1) Apa yang bapak lakukan setelah kejadian tersebut?
Jawaban: “Setelah menjadi disabilitas, selama masa
dua tahun itu ya saya meratapi dan masih menyalahkan
Tuhan. “Kenapa saya begini?” pasti awalnya menyalahi
Tuhan, pilih kasih, tidak adil, ya itu teriakan dalam hati
setelah kecelakaan itu. Selama masa penyembuhan dua
tahun itu saya mengurung diri. Tapi, untungnya saya sudah
di panti. Saya mengurung dirinya itu hanya di kamar aja,
main handphone. Jadi, saya kecelakaan itu bulan April tahun
2010, saya dirawat di rumah sakit Fatmawati kurang lebih
tiga bulan. Setelah itu saya pulang ke rumah hanya sekitar
tiga bulan...
…Udah tuh niat awalnya baik. Saya disuruh main aja di
panti sekitar satu sampai dua minggu dengan maksud tujuan
saya disuruh main ke sini nih biar tempramen saya nggak
terlalu tinggi. Begitu setelah dua bulan saya tinggal di sini,
istri saya nelfon. Dia bilangnya “saya sedang mengurus
surat-surat cerai.” Beh, itu siang-siang bagaikan disambar
“gledek” tuh. Aduuuh. Udah saya nangis sebisa-bisanya.
Yaudah akhirnya saya bilang “yaudah kalau memang sedang
mengurus surat-surat cerai ya silakan.” Setelah itu, datanglah
bisikan-bisikan setan itu (hahaha) dan membuat saya bodoh
sampai percobaan tiga kali bunuh diri (menghela nafas). Ya
itulah jalan cerita kehidupan yang harus tetap kita jalankan…
…Percobaan bunuh diri yang ketiga kali itu kan saya
pakai narkoba tapi tetap nggak mati juga. Pada saat itu saya
mendengar suara azan dan saya buru-buru taubat. Saya korek
ini semua (menunjukkan tenggorakannya) dan keluar itu
semua kotorannya yang pakai narkoba. Saya ambil wudhu.
Saya sholat taubat. Dan udah Alhamdulillah sampai
sekarang masih hidup (hahaha).”
2) Berdasarkan peristiwa itu juga, faktor apa yang membuat
bapak sadar dan memahami kondisi yang sudah terjadi
tersebut?
Jawaban: “Dan akhirnya saya berpikir, mungkin tuh
Tuhan yang baik. Jadi, saya berpikir saya sebagai orang
pilihan yang bisa menyanggupi dan menghadapi berbagai
cobaan dari-Nya. Jadi, ya mau gimana lagi. Lambat laun
sampai akhirnya saya menemui titik ikhlas. Walaupun ikhlas
itu sangat berat kita lakukan. Tapi, dengan berjalannya
waktu yang kita lalui dan berbaur dengan teman-teman di
sini akhirnya baru bisa menerima dengan benar-benar ikhlas.
Artinya ikhlas ya bisa menerima.”
3) Bagaimana cara bapak melewati itu semua sampai dapat
beraktivitas kembali?
Jawaban: “Untuk beradaptasi, awalnya kita ngobrol
dengan sesama sampai menemukan titik ikhlas. Untungnya
sih dengan warga sini tidak membedakan. Warga sini juga
sudah menganggap kita nih bukan disabilitas. Di situ lah
yang membuat kami menjadi lebih kuat, karena warga sini
tidak membeda-bedakan. Misalnya kayak “karena lo
disabilitas ya lo jadi dikasihani” itu nggak ada. Jadi, itu
secara tidak langsung memberikan mental kita lebih kuat
lagi. Kita memandangnya lebih ke arah positif”
3. Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan Makna dan
Penentuan Tujuan Hidup)
1) Bagaimana hubungan bapak dengan orang-orang terdekat
seperti keluarga, teman, atau rekan kerja?
Jawaban: “Orang tua saya sudah meninggal dua-
duanya tepatnya bapak saya yang lebih dulu ketika saya
masih kuliah. Itu almarhum meninggalnya selesai dari
olahraga. Pagi-pagi kan abis olahraga, terus setelah selesai
ya istirahat sebentar. Eh, nggak bangun-bangun lagi.
Sebelumnya, bapak nggak ada sakit. Itu yang membuat
semuanya kaget. Pas diperiksa sama dokter katanya sakit
jantung. Memang bapak itu tiap Sabtu atau Minggu rutin
olahraga. Nah pas waktu itu selesai olahraga katanya “ah
istirahat dulu sebentar, badanku nggak enak.” Yaudah
akhirnya tidur eh malah nggak bangun-bangun…
…Kalau mama tiga tahun kemudian, karena sakit
kanker rahim. Sewaktu meninggal nya ayah yang lebih berat,
karena kan tiba-tiba gitu nggak ada sakit. Mereka juga lagi
senang-senang nya karena saya bisa kuliah. Kalau ibu itu
sakit juga sudah lumayan lama. Awalnya ngeluh
pinggangnya sakit kayak syaraf kejepit gitu. Tapi, lama-lama
dan kemudian baru lah di-diagnosa oleh dokter kalau kena
kanker rahim. Setelah itu berobat jalan. Awalnya kehilangan
kedua orang tua sudah pasti sangat berat. Karena sudah
takdir juga, yaudah mau gimana lagi. Tapi, lambat laun ya
harus menerima keadaan. Dan sebagai anak sudah pasti kita
harus mendoakan orang tua kita. Kalau sama teman-teman
Jakarta Swift ya kita sesama teman kan harus saling bantu
ya, saling bercanda juga. Nggak ada kita yang saling marah
gitu.”
2) Menurut bapak, bagaimana pengaruh ibadah yang bapak
jalani dalam kehidupan sehari-hari? Dan bagaimana
perasaan bapak setelah melaksanakan ibadah-ibadah
tersebut? (sesuai dengan kepercayaan masing-masing).
Jawaban: “Walaupun kita pakai kursi roda itu nggak
membuat kita jadi nggak beribadah ya. Saya tetap sholat dan
beribadah kepada Allah SWT. Waktu dulu pas setelah
kecelakaan, nah itu saya nggak beribadah. Saya merasa saya
masih menyalahkan Tuhan. Disuruh ibadah tapi saya nggak
mau. Wah bodoh banget saya pada waktu itu. Bisa dibilang
saya menjauh dari Tuhan. Kalau bisa dibilang saya waktu itu
sholatnya pas hari-hari besar aja kayak sholat Ied. Tapi,
untuk sehari-hari sholat lima waktu itu saya nggak sholat.
Terus saya berpikir dan merenung kayak “ya udah lah udah
cukup masa pergulatan saya terhadap batin saya sendiri. Mau
bagimanapun itu nggak bisa membalikkan saya ke dalam
keadaan seperti dulu.” Masa pergulatan terhadap batin saya
sendiri itu juga butuh waktu. Jadi, ya pelan-pelan karena
memang betul-betul perlu waktu. Nggak langsung “brek”
saya sholat lima waktu. Benar-benar perlu waktu dan harus
kesadaran dari diri kalau “gue harus berubah nih” yaudah
akhirnya pelan-pelan saya berubah untuk mulai sholat lagi.”
3) Bagaimana bapak memaknai kehidupan ini? Dan apa tujuan
hidup bapak saat ini?
Jawaban: “Makna hidup menurut saya itu apapun yang
kita jalankan harus ber-positive thinking. Dan tujuan hidup
saya saat ini yaitu berusaha dan berbuat amal kebaikan. Harta
bisa kita cari, tapi untuk kebaikan sangat susah kita cari. Kita
sudah ada niat baik sama orang lain nih, tapi terkadang kan
godaan setan ada aja. Berbagai cara setan mengganggu kita.
Itu yang sangat sulit dihindari “bisikan-bisikan setan” seperti
itu.”
4) Bagaimana cara dan usaha bapak dalam menyikapi berbagai
hambatan atau permasalahan yang sedang terjadi?
Jawaban: “Ketika ada masalah, saya menyikapinya
dengan berusaha tenang. Beda dengan dulu sewaktu saya
masih di rumah. Dulu waktu di rumah saya nggak bisa
tenang. Tapi, sekarang sudah di panti saya bisa
menenangkan diri. Ya paling tidak kita merenung dulu. Kita
merenungi dan berpikiran panjang. Kalau kita melakukan
ini, nanti akan terjadi ini. Harus benar-benar tenang dan
jangan emosi.”
5) Siapa saja yang selama ini menjadi social support atau selalu
mendukung dalam setiap kondisi yang dialami oleh bapak?
Jawaban: “Hubungan dengan keluarga yang lain kayak
kakak dan adik juga Alhamdulillah baik dan keluarga selalu
ada pada saat saya dalam kondisi down. Mereka tetap
memberikan semangat dan dukungannya kepada saya agar
saya bisa bangkit. Sebulan sekali mereka datang main ke
sini. Alhamdulillah, masih sangat berhubungan baik dengan
mantan istri dan juga anak saya. Nah, ini anak saya
(menunjukkan foto berdua dengan anak laki-lakinya di
handphone nya). Sekarang dia kelas 2 SMP (tersenyum)”.
4. Tahap Realisasi Makna (Keikatan Diri, Kegiatan Terarah,
dan Pemenuhan Makna Hidup)
1) Bagaimana cara bapak untuk tetap berkomitmen dalam
mencapai makna dan tujuan hidup?
Jawaban: “Di sini ada beberapa pelatihan, ya saya ikuti
pelatihan-pelatihan tersebut. Mulai dari hari Senin sampai
Jum’at ada bermacam-macam pelatihan mulai dari keset
kaki, karya tiga dimensi, servis elektronik, jahit, tata boga,
olahraga, dan lain-lain. Tiap hari kegiatannya beda-beda.
Yang paling saya senangi kegiatan tata boga. Di sini waktu
itu pelatihan boganya ada bikin kue nastar, kastengel, kue
kering, dan kue-kue basah.”
2) Apa saja kegiatan-kegiatan positif yang bapak jalani sebagai
bentuk pengembangan diri?
Jawaban: “Saya ikut pelatihan-pelatihan itu dan dari
pelatihan itu saya membuat kesetan kaki Ini salah satu
kerajinan saya yaitu keset kaki. Kegiatan saya pribadi dari
Senin sampai Jum’at ya ini. Bikin satu keset kaki itu paling
dua jam-an lah. Harga satuannya kisaran Rp 20.000 dan saya
jualnya lewat online. Ini kita jualannya masing-masing. Kita
beli bahan masing-masing. Ini buatnya dari limbah kaos
yang gulungan besar gitu.”
3) Dari siapa bapak mengetahui wadah olahraga bagi atlet
penyandang disabilitas yaitu NPC DKI Jakarta?
Jawaban: “Jadi, di sini itu ya yang tadi saya bilang
awalnya itu ada berbagai macam pelatihan, salah satunya
olahraga. Itu pelatihannya dari panti nya ya. Jadi, “kamu apa
nih yang bisa?” nah nanti diarahin gitu. Kita juga udah
bekerja sama dengan NPC. Ya NPC itu awalnya juga nyari-
nyarinya ke panti yang disabilitas. Nanti pihak NPC nya
menanyakan, “sebelumnya kamu sudah pernah ikut cabang
olahraga apa?” setelah itu diarahkan.”
4) Apakah menjadi atlet sudah menjadi cita-cita bapak
sebelumnya?
Jawaban: “Ya jadi sewaktu sudah jadi disabilitas saya
baru menjadi atlet. Sebelumnya nggak ada bayangannya.
Mungkin itu lah hikmahnya saya bisa kenal olahraga bulu
tangkis pada saat pakai kursi roda.”
5) Cabang olahraga apa yang bapak tekuni di NPC DKI
Jakarta?
Jawaban: Jadi, sebelumnya kan saya atlet badminton.
Di bulu tangkis saya sudah lumayan memiliki prestasi.
Waktu itu saya sempat mendapatkan medali perak dan
perunggu. Medali perak untuk single player pada Peparda
Bekasi. Medali perunggu untuk double player pada Peparda
Bogor. Tahunnya saya lupa. Jadi, saya sudah sekitar tujuh
tahun menjadi atlet. Dan saya pindah dari bulu tangkis ke
basket pun ya nggak papa. Nggak ada masalah.”
6) Apakah bapak sebelumnya sudah mempunyai bakat dan
keterampilan dalam cabang olahraga yang bapak pilih
tersebut?
Jawaban: “Kalau untuk bulu tangkis ya belum ada.
Saya ikut pelatihan aja di panti ini. Tapi, memang dari SD,
SMP, SMA, sampai kuliah saya sudah suka basket. Saya bisa
dibilang sudah berkecimpung lah di basket. Dari badminton
saya cari terus tuh tentang basket. Saya cari-cari di internet,
nah ketemunya itu pas Asian Para Games kemarin. Akhirnya
saya memutuskan untuk mengundurkan diri jadi atlet
badminton. Lalu, sekarang “kecemplung” di sini (basket).
Wah, dulu mah saya awal-awal ikut basket sering banget
dimarahin sama coach Aan. Tapi, dengan saya latihan
kembali dan rajin latihan, mulailah coach Aan mereda.
Walaupun saya dimarahin ya saya terima, karena itu
merupakan kesalahan saya sendiri. Itu nggak membuat saya
turun mental. Kalau saya ngikutin emosi, wah mungkin saya
sudah nggak ikut latihan-latihan lagi. Kalaupun saya
dimarahi, itu membuat saya bangkit. Dari situ saya
memperbaiki kesalahan saya.”
5. Tahap Kehidupan Bermakna (Penghayatan Bermakna dan
Kebahagiaan)
1) Apa saja perubahan yang terjadi dan dirasakan bapak saat
sebelum dan sesudah menjadi atlet di NPC DKI Jakarta?
Jawaban: “Semenjak saya ikut dan menjadi atlet basket
kursi roda itu kan saya jadi bisa ke Bali dan Malaysia. Yang
tadinya dari kecil belum tahu Bali dan belum pernah naik
pesawat, pas ikut basket jadi bisa merasakan itu semua. Dan
bisa bertemu dengan teman-teman dari berbagai Negara.
Bahkan waktu saya di Bali, saya sampai menampar diri saya
sendiri kayak “bener nggak sih nih gue ikut basket sampe
melawan tim luar negeri dan di Bali pula.” Itu sangat luar
biasa bagi saya. Inti yang utama sih latihan dan semangat
karena itu menurut saya pribadi sangat berarti. Dan itu
menjadi suatu kebanggaan tersendiri untuk saya. Keluarga
saya pun juga jadi ikut seneng karena saya sudah bisa
menerima keadaan saya. Jadi, dalam keluarga juga ada suatu
cerita “Herry bisa kok dengan main basket kursi roda, dia
bisa keluar negeri” nah itu menjadi suatu kebanggaan
tersendiri juga bagi mereka.”
2) Bagaimana cara bapak memotivasi diri sendiri dalam
menjalani kehidupan ini?
Jawaban: “Motivasi saya ya yang pasti harus niat dari
diri sendiri dulu ya karena kalau nggak ada niat itu ya susah.
Terus dengan adanya sosialisasi dengan teman-teman
disabilitas lain dan bisa kenal mereka itu juga jadi memicu
saya untuk semangat terus dalam hal apapun, bukan hanya
latihan saja. Sebelumnya, yang menurut saya teman-teman
paraplegia itu sudah termasuk “parah” khususnya diri saya
sendiri. Tapi, ternyata pas ketemu teman-teman disabilitas
lain di Jakarta Swift, ada yang dikategorikan sudah termasuk
sangat parah dari saya dan itu lah yang membuat semangat
panjang dalam diri saya. Dan mengingatkan saya untuk
selalu bersyukur dengan keadaan apapun. Mereka aja bisa,
berarti saya juga harus bisa.”
3) Apa hikmah di balik menjadi seorang penyandang disabilitas
bagi bapak?
Jawaban: “Jadi, untuk saat ini apapun yang terjadi ya
saya ber-positive thinking aja. Beda dengan saya setelah
kecelakaan itu. Waktu itu saya masih murka sama Tuhan.
Tapi, sekarang dengan seiring berjalannya waktu, saya jadi
berpikir mungkin inilah hikmahnya saya menjadi seorang
disabilitas. Saya bisa menjadi atlet bulu tangkis dan basket.
Dengan keadaan saya yang disabilitas ini saya beranggapan
kalau saya sebagai orang pilihan Tuhan yang bisa dan
sanggup menerima cobaan seperti ini dari-Nya. Ya itu lah
yang membuat saya bisa berpikir seperti sekarang ini. Saya
tanamkan kepada diri saya sendiri untuk saat ini. Beda
dengan saya pada masa lalu itu di mana saya belum bisa
menerima keadaan. Waktu saya normal ya nggak ada pikiran
dan cita-cita mau jadi atlet. Jadi, ini semua hikmahnya di
balik kita menjadi disabilitas.
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA
INFORMAN UTAMA 3 ATLET DISABILITAS DAKSA
Nama Informan : Daniel Vinsensius Opat
Usia : 33 Tahun
Waktu Wawancara : 15 Januari 2020 Pukul 11.15 WIB
Tempat Wawancara : Kantor Jakarta Swift di Karawaci
Isi Wawancara
A. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup Pada Atlet
Disabilitas Daksa Bukan Bawaan Lahir
1. Tahap Derita (Peristiwa Tragis, Penghayatan Tanpa
Makna)
1) Apa jenis/klasifikasi disabilitas daksa yang bapak alami?
Jawaban: “Ya saya termasuk disabilitas daksa yang
mempunyai kelainan pada sistem otot dan rangka jenisnya
polio.”
2) Apa faktor penyebab disabilitas daksa yang bapak alami?
Jawaban: “Jadi waktu usia 5 tahun itu saya terkena
infeksi virus polio, itu yang menyebabkan saya menjadi
seperti sekarang ini.”
3) Bagaimana kronologi kejadian dan kapan hal itu terjadi?
Jawaban: “Saya lahir normal awalnya. Terus umur 5
tahun mengalami sakit panas tinggi. Jadi, sebenarnya anak
kecil kan tidak boleh disuntik. Namanya orang tua kan
mereka tidak tahu terus waktu itu juga masih mantri belum
dokter. Jadi, saya panas tinggi terus disuntik. Akhirnya
terjadi lah seperti step gitu. Ketika sadar tubuhnya sudah
lemah dan kenanya ke kedua kaki. Akhirnya ya saya seperti
sekarang ini. Jadi, bisa dibilang saya juga karena polio.
Kalau polio tuh biasanya kebanyakan seperti itu ya, pas
kecilnya ya bagus terus sakit panas malah disuntik.”
4) Dari peristiwa tersebut, apa yang dirasakan oleh bapak?
Jawaban: “Dari umur 5 sampai 10 tahun saya di
rumah. Awalnya saya juga minder sih, saya merasa tidak
menerima dengan keberadaan diri saya sendiri. Apalagi
melihat teman-teman yang bisa main bola, lari-larian itu
saya kepengin banget ikutan tapi nggak bisa. Saya merasa
“kenapa saya diciptakan seperti ini? kenapa saya tidak
seperti mereka?” ya gitu seperti menyalahkan diri sendiri
dan minder. Kalau ada orang yang dateng ke rumah, saya
lebih memilih mengurung diri di kamar untuk menghindari
mereka.”
2. Tahap Penerimaan Diri (Pemahaman Diri dan Pengubahan
Sikap)
1) Apa yang bapak lakukan setelah kejadian tersebut?
Jawaban: Selama sebelum sekolah ini orang tua banyak
berusaha kayak dibawa ke orang pinter lah supaya saya bisa
jalan lagi. Tapi, ya tetap nggak bisa. Bahkan di kota mana
ada penyembuhan, itu orang tua saya berangkat bawa saya
ke sana. Bukan satu dua kali lah tapi banyak beberapa kali
membawa saya ke tempat penyembuhan.”
2) Berdasarkan peristiwa itu juga, faktor apa yang membuat
bapak sadar dan memahami kondisi yang sudah terjadi
tersebut?
Jawaban: “Proses menerima diri mungkin waktu itu
karena masih kecil jadi nggak terlalu sulit. Umur belum
terlalu besar jadi nggak perlu waktu lama. Cuma mengalami
mulai sadar saya tidak sama dengan orang lain itu ya sekitar
umur 7 tahun kalau saya mulai mengerti dan sadar saya ini
beda dengan orang lain.”
3) Bagaimana cara bapak melewati itu semua sampai dapat
beraktivitas kembali?
Jawaban: “Waktu umur 6 sampai 7 tahun tuh saya
mulai kepengin banget sekolah. Namun, karena waktu masih
di kampung kan, sekolahnya jauh terus transportasinya juga
susah. Saya punya keinginan untuk sekolah dan berbuat
sesuatu seperti orang lain. Kadang-kadang saya melihat
orang lain berangkat sekolah, pengin seperti mereka gitu.
Tapi, ada rasa malu dan minder juga. Lama-lama saya punya
pemikiran seperti ini “Apakah saya harus seperti itu terus?
Apakah sampai saya tua saya terus bersama orang tua?”
timbul lah pemikiran seperti itu dan kepengin sekolah.
Akhirnya saya memberanikan diri bilang ke orang tua.
Kebetulan ibu saya bukannya malu memiliki anak seperti
saya, tapi karena dia kasihan sekolahnya jauh. Jarak dari
rumah ke sekolah itu sekitar 3 km. Waktu itu transportasi
masih susah dan saya belum memiliki kursi roda. Jalanan
waktu di kampung itu juga belum aspal.”
4) Bagaimana cara bapak menyikapi kedisabilitasan daksa yang
dialami?
Jawaban: “Ya saya menyikapinya dengan cara bahwa
saya mampu untuk bersekolah walaupun dengan keadaan
terbatas. Tapi, perjuangannya waktu itu berat sekali. Jadi,
saya minta sekolah sama ibu ditolak. Saya juga coba
meminta sama bapak tapi jawabannya sama, saya ditolak
juga. Setahun kemudian, saya minta lagi tapi masih ditolak
juga. Saya nggak mau menyerah begitu aja. Saya minta
untuk sekolah tiga tahun berturut-turut, akhirnya pada waktu
saya umur 10 tahun saya direstui untuk sekolah. Saya sampai
menangis-nangis di depan mereka saking kepenginnya
sekolah. Dari umur 6 sampai 10 tahun itu saya mulai
bermain-main dengan teman sebaya. Ya main kelereng, dan
lain-lain yang ada di kampung saat itu. Dari situ saya merasa
bahwa saya mampu dan bisa untuk sekolah”
5) Menurut bapak, apa saja kelebihan dan kekurangan yang ada
pada diri bapak?
Jawaban: “Kelebihan saya kalau saya sih orangnya
pemberi dan pemaaf. Suka membantu juga. Salah satu sifat
saya itu nggak bisa dendam sama orang lain. Saya bisa marah
sama orang lain, tapi nggak bisa menyimpan amarah itu
terlalu lama. Kalau saya belum memaafkan orang lain itu,
saya malah jadi nggak bisa tidur karena keinget terus. Ada
rasa nggak enak di dalam hati. Kekurangan nya apa ya,
kadang saya tuh suka menunda-nunda. Terus kadang-kadang
kayak “ah gampang ini” gitu jadi kadang-kadang juga apa
yang menurut kita gampang itu malah justru sulit. Kadang-
kadang seperti itu juga.”
3. Tahap Penemuan Makna Hidup (Penemuan Makna dan
Penentuan Tujuan Hidup)
1) Bagaimana hubungan bapak dengan orang-orang terdekat
seperti keluarga, teman, atau rekan kerja?
Jawaban: “Kalau dengan keluarga sih nggak ada
masalah ya malah mereka support. Semua keluarga saya ya
sayang sama saya. Tanpa mereka saya tidak bisa seperti
sekarang menjadi orang yang kuat. Jadi, untuk menjadi
orang hebat itu perlu orang lain juga yang bisa memberikan
kita motivasi dan dukungan. Bahkan beberapa kali mereka
yang minta saya untuk di rumah aja, ngggak usah ke mana-
mana lagi tapi saya nya yang nggak mau, karena saya belum
benar-benar mandiri dan siap untuk tinggal lagi di rumah.
Menurut saya kalau saya balik ke rumah setidaknya saya
sudah benar-benar mandiri dan tidak meminta sama orang
lain. Intinya tidak mau merepotkan orang lain. Terus teman-
teman di Jakarta Swift ya baik. Sebelumnya sudah kenal
lewat media sosial kan terus akhirnya ketemu di Bali Cup
yaudah kenalan langsung kan. Jadi, pas pindah ke sini ya
udah kenal jadinya. mereka baik-baik semua tidak ada
masalah. Mereka juga senang menerima saya sebagai
anggota baru di Jakarta Swift. Kita saling support satu sama
lain.
2) Menurut bapak, bagaimana pengaruh ibadah yang bapak
jalani dalam kehidupan sehari-hari? Dan bagaimana
perasaan bapak setelah melaksanakan ibadah-ibadah
tersebut? (sesuai dengan kepercayaan masing-masing).
Jawaban: “Kebetulan saya aktif ke gereja. Kalau hari
Minggu ya pergi ibadah. Bahkan kalau ada kegiatan
walaupun bukan hari minggu ya datang juga. Jadi membagi
waktu supaya bisa beribadah, olahraga, dan bekerja. Tapi,
jangan lupa dengan waktu rileks juga. Kadang kan pengin
santai, refreshing lah. Itu kadang-kadang saya juga pengin
begitu. Nggak pengin melakukan apa-apa, pokoknya santai
gitu lah dan menikmatinya. Atau jalan-jalan ke mana gitu.
Saya juga suka. Kalau waktu di Bali suka ke tempat teman,
wisata, atau mandi di pantai. Pokoknya nikmati dan buat hati
senang.”
3) Bagaimana bapak memaknai kehidupan ini? Dan apa tujuan
hidup bapak saat ini?
Jawaban: “Makna hidup menurut saya semuanya
proses ya. Proses itu lebih penting karena dengan kita
berproses, kita lebih banyak belajar hal. Untuk menjadi
orang yang lebih kuat, lebih bijak, menjadi lebih baik itu
butuh suatu proses. Bahkan untuk menjadi orang yang
memiliki prestasi itu juga butuh proses. Nggak ada yang
namanya instan tiba-tiba bisa berprestasi gitu. Pasti kan
orang itu berproses dulu. Dia harus belajar untuk mencapai
prestasi yang diinginkannya. Makanya saya lebih senang
belajar dari proses. Kalau kita melewati suatu proses kita jadi
terlatih gitu. Mental kita menjadi lebih kuat…
…Tujuan hidup saya ya hidup kita baik dan berguna
bagi orang lain. Kita bisa punya sesuatu, tapi kalau hidup kita
tidak bisa berguna bagi orang lain, saya pikir untuk apa.
Kalau hidup kita berguna bagi orang lain bukan terbatas kita
kasih uang atau apa, tapi paling tidak kita bisa menolong
orang, memberi motivasi, atau hal-hal kecil lainnya. Intinya
kita berguna bagi orang lain. Tidak harus kelihatan yang hal-
hal besar, tapi hal-hal kecil dalam kehidupan kita sehari-hari
sama keluarga, teman atau siapa saja. Kemudian, yang
terpenting bisa menikah dan punya keluarga ya karena saya
pikir nggak mungkin ya bisa hidup sendirian terus pasti
butuh pendamping hidup juga.”
4) Bagaimana cara dan usaha bapak dalam menyikapi berbagai
hambatan atau permasalahan yang sedang terjadi?
Jawaban: “Kalau hambatan atau masalah mah ada aja
ya yang dirasakan namanya juga hidup. Cara menyikapinya
itu ya saya sabar dan berpikir. Apa sih masalahnya dan
mencoba mencari solusinya. Kalau ada masalah itu yang
pertama harus tenang jangan terlalu emosi atau buru-buru.
Saya pikir setiap masalah pasti ada jalannya. Yang terpenting
kita harus tenang terlebih dulu. Kemudian, baru cari
solusinya, karena nanti pasti ada jalan keluarnya.”
5) Siapa saja yang selama ini menjadi social support atau selalu
mendukung dalam setiap kondisi yang dialami oleh bapak?
Jawaban: “Social support saya ya orang tua saya
terutama bapak. Memang dari kecil kalau bapak tuh lebih
tenang, penuh nasihat, dan solusi. Ibu juga tapi lebih
banyak ke bapak. Kalau lagi ada masalah lebih banyak
cerita ke bapak. Saya juga dekat sama kakak perempuan
saya yang ke-4. Kalau lagi ada masalah kadang-kadang
ceritanya ke dia. Kalau kakak laki-laki yang nomor 2 itu
juga dekat. Itu mereka selalu menelfon dan mendoakan.
Kakak yang laki itu memang aktif kerohanian, kalau lagi
punya masalah perlu solusi dan jalan, sering cerita ke dia
dan minta doa. Kalau support selain dari orang tua dan
keluarga, ada beberapa orang yang saya kenal sudah saya
anggap seperti orang tua saya yang sering memberi nasihat
dan masukkan sewaktu di Bali. Jadi, sudah seperti teman
tapi orang tua saya juga.”
4. Tahap Realisasi Makna (Keikatan Diri, Kegiatan Terarah,
dan Pemenuhan Makna Hidup)
1) Bagaimana cara bapak untuk tetap berkomitmen dalam
mencapai makna dan tujuan hidup?
Jawaban: “Pas saya di Bali itu saya mulai menyukai
olahraga. Saya melihat di sini banyak teman-teman
disabilitas yang menyukai olahraga. Macam-macam lah
olahraganya. Kemudian, dengan melihat mereka yang
olahraga itu menurut saya mereka itu sehat, percaya diri, dan
dihargai orang lain. Banyak hal positif yang saya lihat dari
olahraga. Yaudah akhirnya saya ikutan belajar.”
2) Apa saja kegiatan-kegiatan positif yang bapak jalani sebagai
bentuk pengembangan diri?
Jawaban: Kalau waktu saya masih di yayasan Bali
banyak sih kegiatan-kegiatannya ada keterampilan kayak
diajarin tentang mesin, ngelas, kayu, dan lain-lain. pokoknya
kalau ada keterampilan apa ya saya coba ikuti. Karena
menurut saya daripada main atau ke mana kalau ada hal
positif yang bisa dipelajari ya saya ikuti semua. Sama dengan
olahraga, waktu di Bali saya pernah ikut bermacam-macam
olahraga, tapi untuk sekarang yang saya senangi ya basket
karena kan kita nggak bisa ikuti semua cabornya.
3) Dari siapa bapak mengetahui wadah olahraga bagi atlet
penyandang disabilitas yaitu NPC DKI Jakarta?
Jawaban: “Waktu itu kan awalnya dari saya ikut latihan
di Bali tuh. Nah, tahun 2003 saya ditawarkan dari sekolah
untuk ikut Porcanas yang untuk pelajar, kalau sekarang
namanya Peparpenas. Itu acaranya di Ragunan, Jakarta dan
itu pertama kalinya saya ikut event seperti itu. Waktu itu saya
ikut lomba tolak peluru dan saya menang juara II, karena
pesertanya juga masih sedikit. Terus saya mikir “wah
ternyata enak juga jadi atlet. bisa pergi gratis dan
mendapatkan uang. Terus juga lebih dihargai sama orang.
Tahun 2015, 2016, saya ada beberapa kali ikut pertandingan
di Bali namanya Bali Cup. Terus tahun 2017 dan 2018 juga
ikut. Pas banget waktu itu Jakarta Swift juga ikut main ke
sana. Saya penasaran dan mau ikut ke Jakarta…
…Tapi, pertimbangan saya ya saya bisa dapet pekerjaan
dan olahraga juga di sana. Karena takutnya kalau di
pekerjaan lain saya nggak bisa olahraga. Dengan berolahraga
kan kita bisa menjadi lebih sehat dan memiliki banyak
teman. Akhirnya saya coba berbicara dengan Kapten
Donald, “kalau ada perkerjaan di sana bisa nggak saya ikut
bergabung di Jakarta Swift? Kebetulan saya bisa teknisi dan
memperbaiki kursi roda basket.” Pas banget Jakarta Swift
juga butuh. Ya akhirnya disetujui oleh beliau dan diajak lah
saya ke sini. Ya sekarang untuk sementara saya bergabung
dengan Jakarta Swift.”
4) Apakah menjadi atlet sudah menjadi cita-cita bapak
sebelumnya?
Jawaban: “Dulu sama sekali nggak kepikiran bisa
menjadi atlet. Nggak pernah saya bayangkan juga tinggal di
Bali, pergi ke Jawa. Ahkirnya jadi tahu GBK yang mana
sebelumnya nggak tahu. Istilahnya Tuhan membawa kita ke
hal-hal yang nggak pernah kita pikir sebelumnya menjadi
nyata. Tuhan itu baik.”
5) Cabang olahraga apa yang bapak tekuni di NPC DKI
Jakarta?
Jawaban: “Ya untuk saat ini basket kursi roda bersama
teman-teman Jakarta Swift lainnya. Jadi, sekarang di sini
kenapa saya milih ke Jakarta Swift karena mereka di sini ada
pelatihnya dan programnya juga jelas dengan tujuan saya
bisa memaksimalkan kemampuan yang saya miliki. Saya
sudah mencintai basket tapi kemampuan saya dalam bermain
belum begitu bagus. Makanya saya ke sini, karena menurut
saya, saya perlu pelatih yang dapat mengarahkan teknik
dalam bermain basket supaya pola permainan basket saya
lebih baik lagi.”
6) Apakah bapak sebelumnya sudah mempunyai bakat dan
keterampilan dalam cabang olahraga yang bapak pilih
tersebut?
Jawaban: “Awalnya saya kan ikut tolak peluru itu
karena ditawarin sama guru saya. Terus pas tahun 2004 saya
tanya sama guru saya kalau untuk angkat berat ada nggak di
Porcanas. Lalu kata beliau iya ada. Saya ditanyain mau ikut
cabor itu. Yaudah akhirnya saya bilang aja iya saya mau ikut
kalau memang ada. Waktu itu di Bali belum ada yang ngirim
perwakilan untuk cabor angkat berat, tapi kalau di daerah
lain sudah ada. Terus saya bilang, tahun depan boleh dong
pak saya ikut angkat berat aja. Karena angkat berat itu saya
senangi dan hobi. Saya juga memang sering ikut latihan
angkat berat. Jadi saya bisa memanfaatkan untuk berprestasi
di cabor itu. Setelah itu saya ikut latihan lagi…
…Kemudian, pada tahun 2004 saya ikut Porcanas yang
diadakan di Palembang. Pas ikut angkat berat untuk pertama
kalinya itu saya gagal. Saya hanya masuk peringkat ke-15.
Waktu itu saya belum siap secara prestasi dan mental karena
saya baru di situ. Waktu latihan saya semangat dan bisa
angkat beban sebesar 70 kg. Tapi, pas pertandingan saya
nggak bisa karena secara mental saya belum siap. Saya
melihat orang sudah keburu down duluan. Pulang dari situ,
saya bertanya kepada hati saya sendiri “Apa yang membuat
saya gagal? Terus apa yang membuat mereka tuh bisa
sehebat itu?” Itu saya bertanya ke dalam hati saya. Akhirnya
saya cari jawabannya. Saya tanya sama orang-orang, “Oh
ternyata mereka semangat dan latihannya keras, disiplin,
serta fokus untuk mencapai itu.” Akhirnya saya terapkan
untuk diri saya sendiri. Saya latihan di tempat-tempat fitness
biasa di luar yayasan karena saat itu peralatan di sana
terbatas…
…Jadi, waktu itu saya latihan selama 6 bulan dan setelah
itu saya berangkat ke Medan. Di sana ternyata saya masih
gagal lagi. Jadi, dua kali saya gagal. Lagi, saya bertanya
sama diri saya “Apa yang kurang dan membuat saya gagal
lagi?” akhirnya saya menemukan jawabannya bahwa usaha
saya masih kurang dan belum maksimal. Berarti saya harus
lebih giat, fokus, dan keras lagi ketika latihan. Saya berpikir
“mereka makannya nasi, saya juga nasi. Yang membuat
mereka seperti itu kan disiplin, latihan keras.” Akhirnya saya
latihan dengan keras lagi…
…Sampai tahun 2005 ada kejurnas di Bali, saya ikut
lagi. Dan baru kelihatan prestasinya dengan saya
mendapatkan perunggu. Dari situ saya belum puas juga.
Pokoknya saya harus bisa dapat emas baru saya puas.
Akhirnya saya latihan lebih keras lagi. Satu tahun kemudian,
saya ikut Kejurnas lagi di Solo tahun 2007. Itu prestasi saya
naik lagi ke perak. Belum juga saya merasa puas. Saya harus
lebih tingkatkan lagi. Terus saya lebih dekat dengan pelatih-
pelatih dari daerah lain. Saya tanya cara-cara latihannya
seperti apa, makanannya seperti apa, istirahatnya gimana.
Pokoknya saya lebih bertanya apa yang membuat mereka
dapat berprestasi seperti itu. Akhrinya saya terapkan. Dan
setelah itu saya latihan dan mempersiapkan diri lagi selama
1 tahun. Saya ikut lagi Peparnas tahun 2008 di Kalimantan
Timur dan akhirnya saya mendapatkan medali emas untuk
pertama kalinya…
…Kemudian, sekitar tahun 2014 saya pindah ke basket
dan bergabung dengan tim di sana, karena di angkat berat
ada batas usianya. Terus, kalau kita punya cedera lalu mau
lanjutin di angkat berat susah juga. Akhirnya, saya
memutuskan untuk ikut coba latihan basket tahun 2014,
belajar di situ. Awalnya saya tidak begitu senang dan
Latihannya pun juga biasa-biasa aja. Tapi, saya lihat teman-
teman kok mereka pada hebat. Akhirnya saya berpikir kalau
sesuatu yang kita lakukan agar maksimal ya kita harus
menyenangi hal tersebut. Kalau kita tidak senang dengan apa
yang ingin kita lakukan ya nantinya itu menjadi tidak serius.
Saya lebih banyak belajar gimana caranya supaya saya
senang. Karena dulu itu saya kurang senang dengan olahraga
tim. Tapi, kalau sekarang dengan basket ya sangat senang.
Kalau dapet tawaran dari cabor lain “ah di basket saja.”
5. Tahap Kehidupan Bermakna (Penghayatan Bermakna dan
Kebahagiaan)
1) Apa saja perubahan yang terjadi dan dirasakan bapak saat
sebelum dan sesudah menjadi atlet di NPC DKI Jakarta?
Jawaban: “Perubahan yang dirasakan setelah menjadi
atlet itu saya lebih percaya diri, fisik lebih sehat, banyak
teman, dan dihargai oleh orang lain. Pokoknya banyak hal
positif yang kita rasakan kalau kita ikut olahraga. Terus
mental saya lebih kuat.”
2) Bagaimana cara bapak memotivasi diri sendiri dalam
menjalani kehidupan ini?
Jawaban: “Motivasi menjadi atlet kalau saya sendiri
saya tidak mau diremehkan oleh orang lain. Kedua, jangan
menyerah dengan keadaan. Dengan kita mempunyai
kekurangan tapi kita masih bisa melakukan sesuatu. Masih
bisa berolahraga, hidup sehat, bahkan berprestasi. Saya telah
melewati masa-masa sulit dan itu menjadikan saya kuat.
Jadi, bisa dibilang saya sudah terlatih mentalnya. Dalam
hidup itu kita harus punya tujuan. Misalnya saya ingin
menjadi pemain terbaik. Berarti saya harus fokus dengan itu
dan caranya ya kerja keras, karena tanpa itu nggak akan bisa.
Jadi intinya untuk mencapai sebuah keberhasilan itu ya harus
kerja keras.”
3) Apa hikmah di balik menjadi seorang penyandang disabilitas
bagi bapak?
Jawaban: Hikmah menjadi seorang disabilitas banyak
sih ya. Salah satunya di dalam kekurangan ternyata kita
memiliki kelebihan. Dulu nya saya merasa tidak bisa dan
sanggup melakukan sesuatu, ternyata tidak seperti apa yang
saya pikirkan. Ternyata banyak hal yang bisa saya lakukan
yang mungkin orang lain tidak bisa lakukan. Saya jadi
mempunyai prestasi. Misalnya saya tidak menjadi seorang
yang disabilitas mungkin saja saya menjadi orang yang
sombong dan tidak baik. Jadi, ya mental saya juga ikut
terlatih. Tapi, dengan saya menjadi seorang disabilitas
menjadikan saya orang yang baik, rendah hati, dan
berprestasi. Kalau saya tidak menjadi orang disabilitas
belum tentu saya menjadi pemain basket dan berprestasi di
angkat berat. Jadi, pada intinya saya bersyukur bahwa Tuhan
menciptakan kita dengan kekurangan tapi kita juga dikasih
kemampuan. Kita dikasih kekurangannya satu tapi dikasih
kelebihannya banyak. Intinya banyak yang saya bisa lakukan
dan itu kan suatu kelebihan. Sedangkan kekurangannya satu
aja yaitu nggak bisa jalan.”
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA
INFORMAN PENDUKUNG PELATIH JAKARTA SWIFT
WHEELCHAIR BASKETBALL
Nama Informan : Salim Nurjadin
Usia : 27 Tahun
Waktu Wawancara : 10 Desember 2019 Pukul 14.00 WIB dan
17 Desember 2019 Pukul 12.30 WIB
Tempat Wawancara : Kantor Jakarta Swift Wheelchair
Basketball di Karawaci dan Sasana Bina
Daksa, Pondok Bambu, Jakarta Timur
Isi Wawancara
1) Apa yang bapak ketahui tentang kehidupan ketiga informan?
Jawaban: “Kalau Koh Johan itu kan beliau mengalami
penyakit polio ketika usianya 10 bulan. Jadi, betul kata Koh
Johan, dia itu kan sakitnya waktu umur 10 bulan ya, dia sakit
polio. Itu kan bener dia sakit polio. Yakan sampai sekarang
polio nya udah nggak ada. Dari polio itu jadinya berakibat.
Kalau Pak Herry kan paraplegia nah biasanya teman-teman
paraplegia itu lebih banyak butuh bantuan, karena mohon
maaf bagian belakangnya aja benar-benar harus diperhatikan.
Dia nggak boleh panas atahu lecet sedikit, karena lukanya
orang paraplegia itu kalau luka sedikit, keringnya bisa
bulanan. Kalau penanganannya nggak tepat bisa parah.
Kemarin, teman-teman paraplegia baru cerita. Kadang
lukanya itu bisa sedalam satu jari dan bisa mengakar lagi.
Karena kan paraplegia itu dari perut ke bawah sudah “mati”.
Makanya kalau untuk teman-teman paraplegia untuk tatakan
di kursi rodanya harus benar-benar diperhatikan dan butuh
yang lebih bagus. Tatakan tempat duduknya aja bisa 3 sampai
4 juta rupiah yang bagus. Kebutuhan bagi teman-teman
disabilitas yang paraplegia itu jauh lebih mahal. Karena
mereka, mohon maaf ya, untuk buang air kecil aja udah nggak
bisa ngerasain. Jadi, mereka harus pake pampers. Kalau untuk
Vincen sama ya, beliau sama kayak Koh Johan kan karena
polio sewaktu umur 5 tahun.”
2) Menurut bapak, bagaimana kepribadian ketiga informan baik
sifat dan sikap mereka?
Jawaban: Koh Johan ini orangnya termasuk single
fighter, karena sehari-hari ini dia emang tinggal sendiri. Dia
nggak mau banyak ngerepotin orang. Sejak saya mengenal
Koh Johan, emang kalau tampaknya ya emang disabilitas, tapi
dia ini nggak mau mindset-nya walaupun disabilitas jadi
nggak bisa ngapa-ngapain, gitu. Apa yang bisa saya lakukan,
Koh Johan pun bisa melakukannya. Malah yang Koh Johan
bisa lakukan, saya nggak bisa lakukan (hahaha)…
…Walaupun dengan disabilitas, tetapi Koh Johan tetap
bisa menerobos kegiatan-kegiatan yang mungkin orang awam
berpikiran tidak mungkin bisa terjadi dan bisa dilakukannya.
Tapi, ternyata dia bisa melakukan itu. Nah itu lah hikmah
tersendiri di balik disabilitas. Dan ternyata disabilitas ini
bukan semata-mata bisa menghentikan harapan hidup
seseorang. Gitu sih. Justru terbalik, yang Koh Johan bisa
lakuin, belum tentu saya bisa lakuin. Yang saya bisa lakuin,
ya Koh Johan bisa lakuin.
…Jadi, ya karena anaknya Pak Herry pengin banget
ketemu sama bapaknya ini, tapi terbentur sama jadwal latihan.
Ya jadinya dia sama ibunya dateng ke lapangan sekalian
nontonin Pak Herry latihan. Jadinya, saya bisa kenal dengan
mereka juga deh. Sebagai pelatih itu kan harus menaruh sikap.
Kita bukan bermaksud menyombangkan diri karena kita
pelatih. Secara umur, memang Pak Herry ini senior. Tapi,
secara tim itu harus mengatur pola permainan juga. Bukannya
saya ingin dihormati sebagai pelatih. Pelatih itu harus
melakukan yang namanya pressure, karena kalau tidak
melakukan pressure kalau dalam penelitian psikologi itu bisa
membuat seseorang down atau malah grow up. Walaupun saya
marah-marah di lapangan, tapi kalau sudah selesai latihan ya
saya berbaur lagi, ketawa-ketawa lagi. Kayak Pak Herry ini
ketika saya kasih pressure malah jadinya grow up. Kalau
amputasi itu bisa di tulang kaki atau kondisi kaki yang sudah
tidak bisa diselamatkan. Jadi, kalau Pak Herry ini tampak luar
nya bisa dibilang nggak ada masalah. Tapi, kabel-kabelnya
sudah terputus. Ibaratnya seperti itu (hehehe).”
3) Menurut bapak, bagaimana hubungan ketiga informan
terhadap bapak sebagai pelatih dan teman-teman para atlet
disabilitas lainnya?
Jawaban: “Kalau Koh Johan kan mungkin karena
didikan orang tuanya ya. Orang tuanya udah tahu walaupun
Koh Johan polio, tapi orang tuanya nggak memanjakan, nggak
terlalu dispesialkan lah. Jadi, apa yang saya bisa lakukan ya
Koh Johan juga bisa lakukan, kita bisa melakukan hal yang
sama. Kelebihan Koh Johan itu memang dia terlalu pede.
Kepercayaan diri dia itu kuat. Makanya kalau ada acara saya
ngajak Koh Johan, karena kalau ada dia pasti akan rame. Dia
humble juga orangnya, sama orang juga cepat membaur, cepet
ngobrol. Tapi, kalau nggak suka ngobrol ya paling sama
orang-orang yang nggak jelas atau orang baru gitu. Kalau udah
kenal sih ya rame. Itu salah satu kelebihan Koh Johan…
…Yang bisa dicontoh dari teman-teman Jakarta Swift ini
adalah semangatnya. Pak Herry ini tuh semangatnya luar
biasa. Dia kan tinggalnya di Jakarta Timur ya. Tapi, dia mau
dan semangat dateng latihan ke Orion yang lokasinya di
Penjaringan, Jakarta Utara sama di Menteng, Jakarta Pusat.
Pak Herry juga kayaknya di mana-mana ada acara pasti jarang
absen. Waktu itu kita bikin training camp di Bintaro pun dia
nyampe. Itu kebetulan kita dapet support lapangan gratis di
Bintaro selama tiga hari. Dia dan temen-temen nyampe ke
Bintaro loh. Udah gitu Pak Herry ini sekarang bisa bantu
temen-temen loh, karena kan ada temen kita yang kalau
misalnya mau latihan harus diangkat gitu kan jadinya pakai
grab car dan ditemenin sama saudaranya gitu. Tapi, sekarang
Pak Herry bantu dateng ke rumahnya, ya antar jemput lah.
Jadi, menurut saya itu hal yang bagus. Selain skill olahraganya
muncul, juga timbul rasa kekeluargaannya. Nah kayak di Jogja
itu ojek bagi teman-teman disabilitas itu udah aktif.
Sebenarnya disabilitas itu menurut saya bukan untuk
dikasihani. Malah mereka itu unik, banyak yang harus
dipelajari, dan bisa kita jadikan sebagai motivasi.”
4) Apa harapan bapak sebagai pelatih untuk olahraga disabilitas
di Indonesia khususnya Jakarta Swift Wheelchair Basketball
sendiri?
Jawaban: “Ya mungkin salah satu perwakilan olahraga
ini merupakan perwakilan buat temen-temen disabilitas yang
membuat “gue nggak beda sama elu.” Temen-temen tuh bisa
melakukan hal yang sama. Dan saya sekarang sih mau nyoba
membawa Jakarta Swift ini sebagai salah satu senjata merubah
mindset pecinta basket di Indonesia. Walaupun iya ini
olahraga untuk disabilitas, tapi saya ingin merubah mindset
bahwa wheelchair basketball ini sekarang bukan hanya untuk
temen-temen kita yang disabilitas aja. Contohnya saya. Saya
sudah menganggap wheelchair basketball ini sebagai olahraga
yang bisa dinikmati semua orang. Ya anggap aja ini olahraga
basket cuma ini adalah sub olahraga dari basket yang dibantu
dengan alat. Jadi sekarang, kita juga punya misi merubah
mindset ini bukan olahraga semata-mata untuk disabilitas loh,
tapi semua bisa menikmati. Dibuktikan dengan mulai tahun
2020 kita akan ke sekolah-sekolah, kita akan bekerja sama
dengan sekolah-sekolah untuk menawarkan program kita di
sana. Jadi kan sekarang mindset-nya kan kadang mungkin ada
orang tua yang sempat saya ketemu, mindset-nya begitu
anaknya pengen nyoba wheelchair basket terus dilarang sama
orang tuanya. Katanya “eh jangan-jangan emang, maaf, kamu
cacat naik-naik kursi roda.” Nah saya pengen merubah
mindset yang seperti itu. Ini bukan hanya untuk teman-teman
disabilitas. Tapi, ya ini olahraga kayak “elu dibantu sama alat
aja.” Kayak gitu sih…
…Sebenernya menurut saya, beruntungnya itu semenjak
Indonesia menjadi tuan rumah Asian Para Games 2018. Jadi,
mindset orang pribadi, perusahaan, pemerintah berbalik
kepada teman-teman disabilitas. Sekarang banyak juga,
perusahaan-perusahaan professional yang terima. Ya kalau
emang “lo bisa bekerja, walaupun pake kursi roda. Why not?”
kalau otaknya cerdas ya kenapa enggak? Gitu. Dan kalau dulu
kan yang saya dapet dari teman-teman disabilitas sebelum ada
Asian Para Games, orang yang punya keluarga disabilitas
kadang malu untuk dibawa ke luar atau ke mana-mana gitu
kayak “udah lu di rumah aja” malah yang membuat saya lebih
miris itu ada yang dipasung. Tapi, semenjak adanya Asian
Para Games semuanya berubah dan terbuka. Ya walaupun
sampai sekarang belum benar-benar disamaratakan. Tapi,
Indonesia tiap tahunnya lebih better lah, lebih aware terhadap
teman-teman disabilitas.
Lampiran 12 : Hasil Observasi
Hasil Observasi
Jumat, 22 November 2019
Pada hari ini, peneliti melakukan kunjungan ke kantor
sekretariat NPC DKI Jakarta yang berada di GOR Atletik
Rawamangun. Kedatangan peneliti untuk melakukan wawancara
kepada Bapak Beni selaku sekretaris NPC DKI Jakarta untuk
menggali informasi mengenai profil lembaga. Sebelum itu, peneliti
sudah mengirim e-mail dari beberapa minggu sebelumnya untuk
meminta izin melakukan penelitian terhadap beberapa atlet di NPC
DKI Jakarta. Kemudian, peneliti mendapatkan balasan dari e-mail
tersebut bahwa peneliti diizinkan untuk melakukan penelitian
skripsi peneliti di NPC DKI Jakarta. Dari hal itu, peneliti langsung
diperbolehkan untuk berkomunikasi langsung melalui media
social yakni WhatsApp untuk mengetahui informasi lebih lanjut
dari Bapak Beni. Kemudian, peneliti membuat janji dengan Bapak
Beni untuk melakukan wawancara. Bapak Beni merupakan salah
satu perwakilan dari pihak NPC DKI Jakarta, karena pada saat itu
ketua NPC DKI Jakarta yakni Bapak Welly sedang tidak bisa
ditemui karena ada suatu hal yang mesti diselesaikan.
Ketika peneliti melakukan kunjungan ke kantor sekretariat
NPC DKI Jakarta, di sana terdapat Bapak Beni dan peneliti juga
bertemu dengan Ibu Zulaiha yakni Ketua Biro Humas di NPC DKI
Jakarta. Oleh karena itu, Ibu Zulaiha juga memberikan informasi
tambahan mengenai NPC DKI Jakarta. Hasil yang didapat dari
wawancara bersama Bapak Beni dan juga Ibu Zulaiha adalah
peneliti mendapatkan informasi mengenai sejarah NPC Indonesia
dan juga DKI Jakarta, awal proses atau alur prosedur untuk
bergabung menjadi atlet, cabang olahraga apa saja yang dibina, dan
jumlah atlet serta pelatih saat ini. Di kantor sekretariat terdapat
beberapa komputer guna menunjang produktivitas dalam hal
administratif. Setelah melakukan wawancara, peneliti meminta
rekomendasi beberapa atlet kepada Bapak Beni yang sesuai
dengan klasifikasi penelitian peneliti untuk menjadi informan
peneliti. Namun, saat itu Bapak Beni tidak bisa langsung
memberikan informasi tersebut kepada peneliti. Beliau harus
meminta izin dan mendapatkan persetujuan terlebih dulu dengan
Bapak Welly, kira-kira siapa atlet yang sesuai dengan permintaan
peneliti tersebut.
Setelah beberapa hari, akhirnya Bapak Beni mengonfirmasi
kepada peneliti untuk memberikan rekomendasi atlet dari cabang
olahraga beserta pelatihnya yang cocok untuk dijadikan informan.
Bapak Beni mengatakan bahwa atlet yang sesuai dengan
klasifikasi permintaan peneliti ada di cabang olahraga wheelchair
basketball. Kemudian, peneliti diberikan kontak WhatsApp pelatih
dari basket kursi roda tersebut yakni Kak Salim. Hal itu agar
peneliti dapat berkomunikasi langsung dengan sang pelatih.
Tak menunggu lama, peneliti langsung menghubungi sang
pelatih melalui nomor WhatsApp yang telah diberikan oleh Bapak
Beni. Awalnya peneliti memperkenalkan diri yang kemudian
disusul dengan memberitahukan maksud dan tujuan peneliti. Hal
itu diterima dan disambut dengan hangat oleh sang pelatih. Kak
Salim sangat welcome kepada peneliti. Kemudian, Kak Salim
meminta peneliti untuk datang langsung ke tempat latihan basket
kursi roda supaya peneliti ada rasa ketertarikan sendiri dengan
melihat mereka latihan secara langsung. Peneliti dan Kak Salim
membuat janji untuk bertemu dan peneliti akan datang ke tempat
mereka latihan pada tanggal 30 November 2019 di Orion Sport
Center.
30 November 2019
Pada tanggal ini sekitar pukul 16.00 WIB, pertama kalinya
peneliti bertemu dengan Kak Salim dan melihat teman-teman atlet
dari basket kursi roda latihan dengan semangat yang mereka
punya. Kak Salim meminta peneliti untuk datang dengan maksud
agar peneliti melihat teman-teman atlet latihan kemudian dari situ
peneliti merasa tertarik dengan beberapa di antara mereka untuk
dijadikan informan. Kak Salim juga memperkenalkan Mbak Della,
sang istri yang juga sebagai volunteer dan kerap membantu sang
suami dalam latihan rutin maupun acara yang diadakan di Jakarta
Swift.
Satu per satu, teman-teman atlet datang. Ada yang memang
duduk di kursi roda, namun ada juga yang memakai kaki palsu
sehingga dapat menggunakan tongkat sebagai alat bantunya.
Atletnya pun nggak hanya laki-laki, tetapi ada beberapa
perempuannya juga. Setelahnya, mereka bersiap-siap mulai dari
penampilan kemudian dilanjut dengan memilih kursi roda basket
yang sudah sesuai dengan mereka. Mereka menggunakan kursi
roda basket yang kemudian dibantu oleh beberapa crew dari
Jakarta Swift. Setelah siap dan sudah nyaman dengan kursi roda
basketnya, mereka melakukan pemanasan terlebih dulu. Sesudah
pemanasan, mereka pun siap untuk latihan dengan teknik-teknik
yang akan diajarkan oleh sang pelatih.
Kemudian, selama Kak Salim sedang melatih teman-taman
atlet, peneliti mengobrol dengan Mbak Della terkait maksud dan
tujuan penelitian skripsi yang akan dilakukan oleh peneliti. Yang
kemudian Mbak Della memberikan tanggapan positif. Ketika
teman-teman atlet sedang latihan, Mbak Della menceritakan kisah
dan latar belakang dari beberapa mereka yang memiliki cerita unik
dan mengharukan. Peneliti juga merasa sangat terinspirasi oleh
mereka dengan semangat mereka untuk datang latihan bersama.
Setelah latihan selesai, Kak Salim pun menghampiri
peneliti lagi. Beliau mengatakan “gimana udah lihat kita latihan
kan? Ada yang bikin interested nggak?” kemudian peneliti
menjawab “ada sih kak hehe.” Kak Salim pun membalas, “butuh
informannya yang nggak dari lahir kan? Kalau kisah hidupnya
yang menarik itu saya rekomendasiin Pak Herry. Beliau itu
seorang paraplegia karena kecelakaan motor. Kisah hidupnya
menurut saya tragis sih, karena abis dari kecelakaan motor itu,
nggak lamanya beliau diceraikan sama istrinya.” Setelah Kak
Salim menceritakan sedikit kisah tentang Pak Herry, peneliti
langsung merasa tertarik. Kemudian, Kak Salim meneruskan
ceritanya, “terus beliau itu pernah tiga kali percobaan bunuh diri.
Tapi, syukurnya sampai sekarang masih hidup.” Dari hal itu
membuat peneliti untuk memilih Pak Herry menjadi salah satu
informan. Peneliti membalas, “wah iya boleh tuh kak. Kisah
hidupnya pasti mengharukan banget.” Namun, peneliti awalnya
juga merasa ragu apakah nantinya Pak Herry bersedia menjadi
informan, karena penelitian ini harus kilas balik pada masa lalunya
tersebut.
Kemudian, peneliti pun mengeluarkan keraguan tersebut,
“tapi nanti Pak Herry nya nggak apa-apa kak kalau misalnya jadi
informan gitu? Soalnya kan nanti pertanyaan penelitiannya itu
lebih menceritakan masa lalunya juga.” Kak Salim pun
memberikan jawaban yang agak melegakan hati peneliti, “nggak
papa kok santai aja. Sekarang beliau sudah menerima keadaannya.
Tapi, nanti aku tanyain dulu ya.” Peneliti pun menyetujui
pernyataan Kak Salim tersebut.
Lalu, Kak Salim melanjutkan rekomendasinya, “ada juga
tuh namanya Koh Johan. Beliau kerena polio sejak umur 10 bulan.
Terus kemarin dia timnas basket kursi roda di Asian Para Games.”
Dari hal itu juga membuat peneliti tertarik, karena peneliti juga
merasa penasaran dengan kisahnya sampai bisa menjadi tim
nasional basket kursi roda Asian Para Games 2018 lalu. Kak Salim
pun menambahkan, “terus ada juga, Vincen namanya. Beliau itu
sama karena polio, tapi dari umur 5 tahun. Beliau itu orang NTT
dan pernah tinggal di Bali. Beliau dulunya atlet angkat berat dan
prestasinya juga sudah lumayan banyak. Dan sekarang beliau
bergabung sama Jakarta Swift.” Peneliti pun semakin tertarik dan
tidak sabar untuk segera melakukan wawancara bersama orang-
orang hebat tersebut.
Kemudian, peneliti pun membuat janji untuk bertemu
dengan Kak Salim dan mereka lagi dan melakukan wawancara.
Namun, Kak Salim juga perlu mengonfirmasikan ke mereka lagi
bahwa peneliti ingin menjadikan mereka sebagai informan. Tak
terasa waktu berlalu dengan sangat cepat dan sudah memasuki
azan Maghrib. Setelah menunaikan kewajiban shalat Maghrib,
peneliti hendak berpamitan dengan Kak Salim dan Mbak Della.
Saat itu, latihan pun sedang diistirahatkan sebentar. Bagi yang
muslim juga dapat melaksanakan shalat terlebih dulu. Setelahnya,
peneliti pamit dengan Kak Salim dan Mbak Della untuk pulang
lebih dulu. Saat sedang berpamitan, Kak Salim mengatakan, “nanti
aku kabarin lagi ya. Kalau mereka oke, nanti bisa langsung
wawancara.” Peneliti pun menjawab dengan semangat, “oke siap
kak. Terima kasih banyak ya kak. Saya pamit pulang duluan hehe.”
Kak Salim pun membalas, “Iya, terima kasih juga ya sudah mau
dateng dan nonton kita.” Setelah berpamitan, peneliti pun langsung
meninggalkan GOR tersebut dan pulang ke rumah.
Berdasarkan hasil observasi pertama yang peneliti lakukan
terhadap kondisi Koh Johan maupun kedua informan lainnya,
memang mereka hanya fisik luarnya saja yang terlihat berbeda dan
duduk di kursi roda. Namun, mereka tetap dalam kondisi sehat dan
bugar, karena setiap Sabtu dan Minggunya mereka rutin
melakukan latihan basket kursi roda.
3 Desember 2019
Pada tanggal ini, peneliti menanyakan informasi lebih
lanjut kepada Kak Salim melalui WhatsApp terkait informan yang
sebelumnya sudah didiskusikan. Kak Salim mengatakan bahwa
ketiga informan tersebut bersedia untuk menjadi informan dan
melakukan wawancara. Kemudian, Kak Salim memutuskan
minggu depannya untuk peneliti dapat melakukan wawancara
dengan Koh Johan. Berhubung Koh Johan tinggal di daerah
Karawaci dan dekat dengan kantor Jakarta Swift, maka wawancara
pun akan berlangsung di Kantor Jakarta Swift.
9 Desember 2019
Pada tanggal ini, peneliti menghubungi Kak Salim lagi
melalui WhatsApp untuk informasi selanjutnya, karena
sebelumnya beliau mengatakan minggu depan peneliti sudah bisa
melakukan wawancara dengan Koh Johan. Lalu, Kak Salim
mengatakan bahwa besok tanggal 10 Desember 2019, Koh Johan
bersedia untuk melakukan wawancara. Peneliti dan Kak Salim pun
membuat janji untuk bertemu lagi dan Kak Salim pun akan turut
mendampingi peneliti melakukan wawancara.
10 Desember 2019
Peneliti dan Koh Johan melalui Kak Salim telah membuat
janji untuk melakukan wawancara sehabis makan siang yakni jam
13.00 WIB. Waktu yang dibutuhkan peneliti dari rumah sampai
ke tempat tujuan adalah 2 jam. Saat itu, di tempat peneliti sekitar
pukul 10.00 WIB turun hujan cukup deras sehingga peneliti harus
menunggunya sampai reda. Setelah reda sekitar pukul 11.30 WIB,
peneliti bergegas menuju kantor sekretariat Jakarta Swift ditemani
oleh teman peneliti dengan mengendarai sepeda motor.
Sebelumnya, peneliti memohon maaf kepada Kak Salim melalui
WhatsApp jika nantinya peneliti datang terlambat. Peneliti
memberikan alasan bahwa tempat peneliti tadi hujan cukup deras
dan baru reda sehingga peneliti baru bisa berangkat ke sana. Kak
Salim pun memaklumi karena di tempat beliau juga hujan. Setelah
2 jam perjalanan lamanya dan mengikuti arahan dari aplikasi
google maps, peneliti akhirnya sampai di tempat tujuan sekitar
pukul 13.20 WIB.
Kantor sekretariat Jakarta Swift sejajar dengan kantor-
kantor lainnya. Di depan kantor Jakarta Swift terdapat ramp
sebagai akses bagi teman-teman penyandang disabilitas yang
menggunakan kursi roda. Setelah masuk ke dalam kantor, terdapat
banyaknya kursi roda basket, baik yang di lantai maupun disimpan
di rak. Kak Salim dan Koh Johan pun sudah menunggu kedatangan
peneliti. Setelah small talk dan memperkenalkan diri dan maksud
tujuan peneliti kepada Koh Johan, beliau pun dengan senang hati
menerima dan agar dapat segera melangsungkan wawancara. Tak
menunggu lama, peneliti membuka pertanyaan wawancara
pertama dengan Koh Johan. Karena sebelumnya peneliti sudah
mengetahu sedikit kisah tentangnya dari Kak Salim, maka peneliti
meminta Koh Johan untuk menambahkan informasi lebih lanjut
mengenai dirinya.
Pertanyaan-pertanyaan dari peneliti pun dijawab dengan
Koh Johan dengan gaya santainya. Wawancara utama dengan Koh
Johan, kemudian Kak Salim ikut menambahkan dan menjawab
pertanyaan dari peneliti itu berlangsung selama kurang lebih 2 jam.
Setelah wawancara selesai, peneliti melakukan foto bersama
sebagai hasil studi dokumentasi. Kemudian, sebelum berpamitan,
peneliti mengobrol santai dengan mereka. Hasil transkrip
wawancara dapat dilihat pada lampiran 11 transkrip wawancara
dengan informan utama 1 dan informan pendukung 1. Dan dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan hasil observasi yang peneliti
lakukan terhadap Koh Johan bahwa saat bertemu dengannya untuk
melakukan wawancara beliau sangat ramah kepada peneliti. Beliau
dengan santainya meceritakan kisah hidupnya bahkan terkadang
sambil tertawa agar suasananya tidak menjadi tegang.
16 Desember 2019
Setelah selesai melakukan wawancara bersama dengan
Koh Johan pada tanggal 10 Desember 2019, peneliti memutuskan
untuk menghubungi Kak Salim minggu depannya terkait
wawancara bersama Pak Herry. Pada tanggal ini, peneliti
menghubungi Kak Salim lagi, menanyakan kira-kira kapan jadwal
yang cocok dan Pak Herry bersedia untuk wawancara. Kemudian,
Kak Salim pun langsung berkoordinasi dengan Pak Herry dan
ternyata beliau bisa untuk melakukan wawancara besoknya pada
tanggal 17 Desember 2019. Oleh karena itu, jadilah peneliti
membuat janji untuk melakukan wawancara dengan Pak Herry
melalui Kak Salim. Dan Kak Salim pun juga akan ikut
mendampingi peneliti melangsungkan wawancara di tempat
tinggal Pak Herry saat ini.
17 Desember 2019
Peneliti membuat kesepakatan dengan Kak Salim dan Pak
Herry untuk bertemu pukul 11.00 WIB di tempat tinggal Pak Herry
yakni di Sasana Bina Daksa, Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Peneliti membutuhkan waktu kurang lebih selama 35 menit untuk
sampai ke tempat tujuan. Saat pertama kali datang, peneliti
mengunjungi kantor Sasana Bina Daksa itu guna meminta izin
untuk melakukan penelitian. Dan peneliti bertemu salah satu staff
nya yang bernama Ibu Ifah. Peneliti memperkenalkan diri dan
memberitahukan maksud dan tujuan kedatangan peneliti.
Kemudian, Ibu Ifah pun menerima dan menyambutnya dengan
terbuka. Ibu Ifah mengizinkan peneliti untuk melakukan
wawancara dengan Pak Herry. Setelahnya, peneliti langsung
dipertemukan dengan Pak Herry. Saat hendak menuju kamarnya
Pak Herry, ternyata saat itu ada perawat yang sedang mengontrol
dan cek kesehatan Pak Herry dan teman-teman sekamarnya. Maka
dari itu, peneliti menunggu sebentar di luar kamar beliau. Setelah
selesai, Pak Herry ke luar kamar dan menghampiri peneliti.
Peneliti bersalaman dengan Pak Herry sekaligus memperkenalkan
diri.
Setelah itu, kami small talk dan melangsungkan wawancara
di bangku depan kamar Pak Herry. Tidak lama kemudian, Kak
Salim pun sampai dan langsung menghampiri kami. Wawancara
pun dimulai. Sebelumnya peneliti juga sudah mengetahui sedikit
informasi mengenai latar belakang kehidupannya pasca
kecelakaan dari Kak Salim. Kemudian, beliau pun menambahkan
informasi lebih detail kepada peneliti. Wawancara pun mengalir
begitu saja. Ketika Pak Herry menceritakan masa lalunya yang
tragis itu peneliti juga ikut terharu.
Wawancara berlangsung dari sekitar pukul 11.10 WIB
sampai dengan 15.45 WIB (ba’da ashar). Siang itu, sekitar pukul
13.30 WIB hujan cukup deras dan baru reda ketika menjelang
ashar. Berdasarkan hasil observasi berupa pengamatan yang
peneliti lakukan selama proses wawancara terhadap mimik wajah
dan gerak tubuh Pak Herry bahwa beliau sangat ramah kepada
peneliti dan merasa tidak keberatan untuk menceritakan kisahnya
kepada peneliti. Namun, tidak menutup kemungkinan di tengah
proses wawancara yang sedang berlangsung saat itu dan harus kilas
balik pada masa lalu nya, beliau menceritakannya dengan mata
yang berkaca-kaca. Namun, setelahnya beliau tersenyum bahkan
tertawa seperti beliau sudah ikhlas dan tabah dalam menghadapi
peristiwa yang menjadi bagian masa lalu nya tersebut.
19 Desember 2019
Pada tanggal ini, peneliti menghubungi Kak Salim kembali
untuk menanyakan jadwal yang tepat untuk melakukan wawancara
dengan informan ketiga. Kemudian, Kak Salim mengatakan bahwa
beliau akan menanyakan ke informan yang bersangkutan terlebih
dulu. Peneliti pun menyetujuinya. Kemudian, peneliti akan mem-
follow up kembali dengan Kak Salim nantinya.
23 Desember 2019
Pada tanggal ini, peneliti mem-follow up kembali terkait
jadwal wawancara yang sesuai dengan kesediaan sang informan
melalui Kak Salim. Kemudian, beliau mengatakan bahwa peneliti
bisa melakukan wawancara, namun waktu yang tepat setelah tahun
baru yakni awal Bulan Januari 2020. Karena pada minggu ini, para
staff dan teman-teman atlet Jakarta Swift sudah libur akhir tahun.
Oleh karena itu, Kak Salim tidak dapat mengganggu waktu libur
sang informan dan menyampaikan kepada peneliti untuk
menunggu sampai awal tahun tiba. Peneliti pun menyetujui dan
menghargai keputusan mereka.
8 Januari 2020
Pada tanggal ini, Kak Salim menghubungi peneliti untuk
mengundang peneliti datang ke acara pertamanya Jakarta Swift
pada awal bulan 2020 setelah libur akhir tahun 2019 kemarin. Kak
Salim mengatakan bahwa nanti akan ada acara talk show dan
coaching clinic bersama pemain-pemain pro nasional atau atlet
basket berdiri. Acara tersebut akan diselenggarakan pada tanggal
19 Januari pukul 15.00 WIB di lapangan Sekolah Perkumpulan
Mandiri (SPM) di Menteng, Jakarta Pusat. Peneliti pun menerima
undangan tersebut dengan senang hati. Dan peneliti mengatakan
bahwa peneliti akan datang ke acara itu sekaligus bertemu kembali
dengan para informan. Kemudian, Kak Salim juga mengizinkan
peneliti untuk bertemu informan ketiga pada hari Minggu tanggal
12 Januari 2020 nantinya.
11 Januari 2020
Pada tanggal ini, peneliti mengonfirmasi kepada Kak Salim
terkait jadwal latihan Jakarta Swift. Kemudian, Kak Salim
mengatakan bahwa jadwal latihannya dimulai dari pukul 16.00 –
18.00 WIB. Tempat latihan mereka pada hari Minggu di lapangan
(SPM) di Menteng. Kak Salim juga mengatakan bahwa sebaiknya
peneliti bertemu informan sebelum jam latihan, karena pada saat
jam latihan sang informan tersebut harus melakukan latihan
rutinnya. Kak Salim juga mengatakan bahwa beliau tidak bisa ikut
mendampingi peneliti, karena beliau ada acara di luar yang
mengharuskannya untuk datang ke acaranya tersebut. Peneliti pun
memakluminya dan peneliti akan bertemu dengan informan ketiga
secara sendiri.
12 Januari 2020
Pada tanggal ini siang harinya, peneliti mem-follow up
kembali dengan Kak Salim bahwa nanti sore peneliti akan datang
dan melihat teman-teman Jakarta Swift latihan serta menemui sang
informan ketiga. Kak Salim mengatakan bahwa nanti langsung
bertemu saja dengan informan ketiga yang bernama Kak Vincen.
Kemudian, Kak Salim memberikan kontak WhatsApp nya agar
peneliti dapat menghubungi beliau secara langsung. Tidak
menunggu lama, peneliti langsung menghubungi Kak Vincen
melalui WhatsApp dengan memperkenalkan diri terlebih dulu dan
disertai dengan memberitahukan maksud dan tujuan peneliti. Kak
Vincen pun dengan segera meresponnya dan menerima maksud
dan tujuan peneliti tersebut. Lalu, kami membuat janji untuk
bertemu sebelum jam latihan yakni pukul 15.00 WIB.
Namun, peneliti agak sedikit terlambat untuk sampai ke
tempat tujuan karena suatu hal. Sebelumnya, peneliti juga
memohon maaf terkait keterlambatan datang itu kepada Kak
Vincen melalui WhatsApp. Kak Vincen pun memakluminya.
Peneliti sampai ke tempat tujuan sekitar pukul 15.20 WIB.
Sesampainya, peneliti langsung menghubungi Kak Vincen dan
beliau langsung menyuruh peneliti untuk masuk ke lapangannya
saja. Sesudah di lapangan, peneliti mencari Kak Vincen yang pada
saat itu beliau sedang memperbaiki kursi roda basket. Peneliti
menghampiri Kak Vincen dan beliau menyadari kedatangan
peneliti. Kami bersalaman dan peneliti memohon maf karena
datang terlambat. Kak Vincen memakluminya dan kami
melakukan small talk mengenai maksud dan tujuan peneliti serta
Kak Vincen memperkenalkan sedikit informasi tentang basket
kursi roda. Waktu berlalu dengan cepat dan Kak Vincen akan
segera melakukan pemanasan dan bersiap untuk latihan.
Kemudian, kami memutuskan untuk membuat janji melakukan
wawancara pada waktu hari biasa. Hal itu agar wawancara
nantinya dapat berlangsung lama dan tidak ada interupsi atau hal
lainnya. Kami memutuskan untuk melakukan wawancara pada hari
Rabu tanggal 15 Januari 2020.
Setelah itu, Kak Vincen bersiap-siap dengan berganti
pakaian yang sesuai untuk olahraga. Setelah rapi, Kak Vincen
mengganti kursi roda miliknya dengan kursi roda khusus basket.
Ketika sudah siap, Kak Vincen menyusul teman-temannya yang
sudah terlebih dulu melakukan pemanasan. Saat itu yang datang
latihan cukup banyak dan juga ada founder dari Jakarta Swift yakni
Kapten Donald Santoso. Sebelum wawancara singkat dengan Kak
Vincen, beliau memperkenalkan peneliti dengan sang kaptennya
tersebut. Peneliti bertemu dan memperkenalkan diri serta
menyampaikan maksud dan tujuan peneliti kepada Kapten Donald.
Sang Kapten tersenyum ramah dan menerima tujuan kedatangan
peneliti dengan sangat terbuka. Setelahnya, peneliti kembali
dengan Kak Vincen dan melakukan wawancara singkat.
Saat itu, peneliti juga bertemu dengan Koh Johan dan Pak
Herry. Peneliti bersalaman dengan mereka dan peneliti juga
bermaksud untuk melakukan observasi pasif terhadap mereka. Saat
latihan dimulai, peneliti menonton dan menikmati permainan dari
mereka dengan kagum. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti
lakukan di lapangan basket terhadap Koh Johan bahwa beliau tidak
keberatan untuk mengajarkan teman-temannya terkait teknik
permainan basket kursi roda yang beliau sudah kuasai.
Sedangkan hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap
Pak Herry ketika beliau sedang latihan basket kursi roda bahwa
beliau sangat terlihat bersemangat dan antusias dalam
permainannya. Beliau mencoba memberikan pola permainan
terbaiknya dalam tim nya saat itu. Beliau benar-benar menerapkan
permainan dalam tim yang artinya dalam permainan bola basket
itu tidak melulu me-dribble bola basketnya secara individu. Tetapi,
beliau juga memberikan kesempatan kepada teman anggota tim
nya untuk bergantian, baik dalam teknik dribble maupun shooting
ke dalam ring basket.
15 Januari 2020
Pada tanggal ini pagi harinya, peneliti menghubungi Kak
Salim dan Kak Vincen untuk mengonfirmasi bahwa siang ini
sesuai dengan kesepakan sebelumnya bahwa kami akan
melakukan wawancara di kantor Jakarta Swift. Mereka pun
mengiyakan hal tersebut. Seperti sebelumnya, peneliti
membutuhkan waktu 2 jam lamanya untuk sampai ke tempat
tujuan. Kami membuat janji bertemu pukul 11.00 WIB.
Peneliti sampai di kantor Jakarta Swift dengan sedikit
terlambat yakni sekitar pukul 11.05 WIB. Saat itu, Kak Vincen dan
Kak Salim sudah datang terlebih dulu. Peneliti pun memohon maaf
karena sedikit terlambat. Mereka kembali memakluminya. Kami
small talk terkait perjalanan peneliti dari rumah sampai ke tempat
ini. Setelahnya, peneliti langsung melangsungkan wawancara
dengan Kak Vincen.
Peneliti melontarkan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan
pedoman wawancara yang kemduian dijawab oleh Kak Vincen.
Proses perjalanan kehidupan Kak Vincen pun tak kalah
mengharukan. Wawancara saat itu berlangsung selama kurang
lebih 2 jam. Hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran 11 :
transkrip hasil wawancara dengan informan utama ketiga.
Hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap ekspresi dan
bahasa tubuh Kak Vincen bahwa saat sedang tanya jawab selama
berlangsungnya proses wawancara saat itu, pembawaan Kak
Vincen sangat tenang. Beliau menceritakan dan mengenang
kembali perjalanan kehidupannya yang tidak mudah itu dengan
penuh rasa haru. Dan beliau juga terlihat sangat tulus dalam
membagikan kisah masa lalunya tersebut.
Setelah selesai wawancara dengan Kak Vincen, peneliti
berpamitan untuk bertemu dengan Koh Johan. Peneliti bertemu
dengan Koh Johan di salah satu supermarket dekat kantor Jakarta
Swift. Saat bertemu dengan Koh Johan lagi, peneliti melihat beliau
sedang memantau grafik saham yang menjadi pekerjaannya
tersebut dengan cukup serius. Selain itu, beliau juga rajin mem-
posting produk jualannya ke media sosial yakni status pada
WhatsApp. Peneliti bertemu dengan Koh Johan untuk menjaga
silaturahmi dan memberikan sedikit tanda kenang-kenangan dari
peneliti kepada Koh Johan karena sudah bersedia menjadi
informan peneliti. Dan juga sebagaimana yang peneliti lakukan
terhadap para informan lainnya.
Lampiran 13 : Hasil Kegiatan Penelitian
Foto saat wawancara bersama informan utama 1 dan
keadaan kantor Jakarta Swift
Foto saat wawancara bersama informan utama 2 dan
keadaan Sasana Bina Daksa, Pondok Bambu, Jakarta Timur
Foto saat wawancara bersama informan utama 3
Foto ketika para para informan sedang latihan basket kursi roda