proposal riset gizi kurang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proposal riset gizi kurang analisis data riskesdas

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Gizi kurang khususnya pada balita masih menjadi isu kesehatan world health organization (WHO). Secara global, pada tahun 2012 terdapat 162 juta anak di dunia yang menderita gizi kurang. Sedangkan di negara berkembang, prevalensi gizi kurang mencapai 23% (1). Data WHO, pada September 2014 menyebutkan sebanyak 6,3 juta balita di dunia meninggal pada tahun 2013 dan sebesar 45% dari kematian tersebut terkait dengan kekurangan gizi (2). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 20072013, prevalensi kejadian gizi kurang di Indonesia tidak banyak mengalami perubahan yaitu dari 13,0% menjadi 13,9%. Menurut Riskesdas 2013, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk provinsi dengan persentase kejadian gizi kurang dan gizi buruk tertinggi pertama yaitu sebesar 34,0 % dengan prevalensi gizi kurang lebih dari 25%. (3)Gizi buruk dan gizi kurang berdampak pada kesehatan balita. Status gizi kurang akan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas (4). Salah satu dampak gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Indonesia adalah tingginya angka kematian balita (AKABA) sebesar 40 kematian/1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (5). Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangaan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan karena tumbuh kembang otak 80% terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia dua tahun. Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi (6).Penelitian pada masyarakat urban kumuh di Nagpur oleh Dhatrak, dkk (2013), menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada balita yaitu berat badan lahir rendah, ibu melek huruf, ayah laterasi, kurangnya pemberian ASI dan ketidaklengkapan imunisasi dasar (7). Penelitian lainnya yang dilakukan di Nigeria dan Bostwana, menemukan bahwa faktor-faktor yang yang signifikan dengan gizi buruk adalah jenis kelamin anak, usia anak, orang tua tunggal, pendapatan orang tua pendidikan dan IMT ibu, asupan kalori, akses terhadap air bersih, ketersediaan jamban di rumah tangga dan menyusui anak dapat mengurangi terjadinya gizi kurang (8) (4).Penelitian di Indonesia dengan menggunakan data Riskesdas 2007 yang dilakukan oleh Trintrin (2011), memukan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang dan buruk antara lain: pendidikan orang tua, pekerjaan kepala keluarga, jumlah anggota rumah tangga, status ekonomi, ISPA, ketersediaan jamban dan saluran pembuangan limbah (9). Penelitian lainnya menemukan bahwa balita yang mendapatkan vitamin A memiliki risiko gizi buruk dan gizi kurang yang lebih rendah (10) (11). Penelitian Tarigan (2003), menemukan bahwa anak yang menderita diare 2,1 kali lebih tinggi terkena gizi kurang, dibandingkan dengan status gizi baik (12). Penelitian Susanty (2012) menemukan bahwa ibu yang tidak memberikan ASI ekslusif mempunyai risiko 2,51 kali mempunyai balita dengan status gizi buruk (13). Penelitian lainnya menemukan bahwa kelengkapan imunisasi secara tidak langsung memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi (14). Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan seperti masalah gizi kurang, dampak dan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi kurang. Masalah gizi kurang di Indonesia dapat diselesaikan dengan lintas sektor dengan komitmen penuh dari pihak-pihak terkait, bahkan di provinsi NTT dengan prevalensi tinggi sekalipun bisa diselesaikan yaitu dengan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dicegah terjadinya kasus gizi kurang dan gizi buruk. Oleh karena itu, mengingat sangat tingginya kejadian gizi kurang pada balita di provinsi NTT yang dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi balita bahkan kematian, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai determinan kejadian gizi kurang pada balita usia 12-24 dengan menggunakan data sekunder Riskesdas 2013.

B. Rumusan Masalah Secara global, pada tahun 2011 terdapat 102 juta anak di dunia yang menderita gizi kurang. Sedangkan di negara berkembang, prevalensi gizi kurang mencapai 23% pada tahun tersebut. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, Di Indonesia kasus gizi kurang mencapai 13,9% dan mengalami peningkatan sebesar 0.9% dari tahun 2007-2013 dengan presentase tertinggi pertama di provinsi NTT pada tahun 2013 dan 2007. Akibat dari gizi kurang pada balita akan mengakibatkan morbiditas, mortalitas dan risiko kehilangan tingkat kecerdasan, Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi sehingga berdampak pada lahirnya generasi muda yang tidak berkualitas. Masalah gizi kurang pada balita sangat dipengaruhi oleh penyebab langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi yang terkait satu sama lain. Penyebab tidak langsung seperti ketersedian pangan, pola asuh anak, jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan. Kejadian gizi kurang di Indonesia sangat tinggi terutama di provinsi NTT yang dapat menyebabkan masalah kesehatan pada bayi seperti gizi buruk bahkan kematian pada balita, oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut dengan analisis data Riskesdas 2013 mengenai determinan yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 12-24 bulan di provinsi NTT.C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana distribusi gizi kurang pada balita usia 12-24 bulan berdasarkan sosial demografi di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013?2. Bagaimana distribusi gizi kurang pada balita usia 12-24 bulan berdasarkan penyakit infeksi di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013?3. Bagaimana distribusi gizi kurang pada balita usia 12-24 bulan berdasarkan kondisi kesehatan lingkungan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013?4. Bagaimana distribusi gizi kurang pada balita usia 12-24 bulan berdasarkan pola asuh ibu di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013?5. Apakah ada Hubugan sosial demografi dengan kejadian gizi kurang pada anak usia 12-24 bulan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013?6. Apakah ada hubungan penyakit infeksi dengan kejadian gizi kurang pada anak usia 12-24 bulan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013?7. Apakah ada hubungan kondisi kesehatan lingkungan dengan kejadian gizi kurang pada anak usia 12-24 bulan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013?8. Apakah ada hubungan pola asuh ibu dengan kejadian gizi kurang pada anak usia 12-24 bulan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013?D. Tujuan 1. Tujuan UmumDiketahuinya determinan kejadian gizi kurang pada balita usia 12-24 bulan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 20132. Tujuan Khusus a. Diketahuinya distribusi gizi kurang pada balita usia 12-24 bulan berdasarkan sosial demografi di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013.b. Diketahuinya distribusi gizi kurang pada balita usia 12-24 bulan berdasarkan penyakit infeksi di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013c. Diketahuinya distribusi gizi kurang pada balita usia 12-24 bulan berdasarkan kondisi kesehatan lingkungan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013.d. Diketahuinya distribusi gizi kurang pada balita usia 12-24 bulan berdasarkan pola asuh ibu di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013e. Diketahuinya Hubugan sosial demografi dengan kejadian gizi kurang pada anak usia 12-24 bulan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013.f. Diketahuinya hubungan penyakit infeksi dengan kejadian gizi kurang pada anak usia 12-24 bulan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013g. Diketahuinya hubungan kondisi kesehatan lingkungan dengan kejadian gizi kurang pada anak usia 12-24 bulan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013.h. Diketahuinya hubungan pola asuh ibu dengan kejadian gizi kurang pada anak usia 12-24 bulan di Provinsi NTT dengan analisis data riskesdas tahun 2013.E. Manfaat Penelitian1. Bagi Peneliti Sebagai sarana pengembangan diri dan penerapan pengetahuan yang diperoleh penulis mengenai metodologi penelitian dengan menuangkan gagasan dan pemikiran dalam bentuk penelitian kesehatan masyarakat. 2. Bagi Institusi Pendidikan Bisa dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diharapkan bermanfaat sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan faktor determinan kejadian gizi kurang.

3. Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai Distribusi dan determianan kejadian gizi kurang pada balita di provinsi NTT, masyarakat dapat mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang sehingga dapat menambah wawasan pengetahuan dan diharapkan dapat mencegah terjadianya kejadian gizi kurang. 4. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi NTT Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perbaikan program gizi masyarakat terutama pada balita serta program kesehatan Ibu dan Anak (KIA) terutama mengenai permasalahan tingginya kejadian gizi buruk pada anak sehingga Dinas Kesehatan Provinsi NTT dapat merencanakan dan membuat program penanggulangan sesuai dengan kondisi provinsi NTT. Serta menjadi pertimbangan dalam upaya perbaikan gizi agar lebih efektif dengan selalu mengkaji faktor risiko tersebut.

F. Ruang LingkupPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui determinan yang berhubungan dengan kejadian kejadian gizi kurang pada bayi usia 12-24 bulan di Provinsi NTT. Populasi dalam penelitian mengacu pada populasi dalam Riskesdas 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional menggunakan data Riskesdas 2013 Instrumen pada penelitian berupa Kuesioner Survei Riskesdas 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita usia 15-49 tahun yang mempunyai bayi berusia 12-24 bulan di Provinsi NTT. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua sampel yang terkumpul dalam Riskesdas 2013. Sampel adalah wanita usia 15-49 tahun yang mempunyai bayi berusia 12-24 bulan di Provinsi NTT, dimana bayi yang terpilih merupakan anak terakhir yang dilahirkan ibu dan tercatat dalam survei Riskesdas. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan Epidemiologi program studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober- Desember tahun 2013.

BAB IITINJAUN PUSTAKAA. Status Gizi BalitaStatus gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh adanya keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dengan jumlah yang dibutuhkan (required) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas atau produktivitas, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain (15). Dalam pengukuran status gizi anak, ukuran yang umum dan cukup mudah digunakan adalah melalui antropometri. Indikator status gizi berdasarkan indeks BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan (16)Gambar 2.1Status Gizi menurut BB/U

(Sumber: standar antropometri penilaian status gizi)B. Gizi KurangMenurut Gibney, Michael J, dkk (2005), menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan gizi kurang adalah keadaan dimana tubuh seseorang kekurangan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan dan harus ada di dalam tubuh untuk proses pertumbuhan atau dengan kata lain zat gizi yang dibutukan tubuh hilang dengan jumlah yang lebih besar daripada yang didapat (17). Jika nutrisi-nutrisi tersebut tidak dapat dipenuhi di dalam tubuh, maka menyebabkan berkurang atau terhambatnya pertumbuhan seperti kurang zat sumber tenaga dan kurang protein (zat pembangun) yang diperoleh dari makanan anak. Selain itu gizi kurang dapat diartikan suatu keadaan berat badan yang kurang (underweight) dimana berat badan seseorang lebih rendah daripada berat yang ideal/standar menurut usianya (17). Sedangkan menurut Ghouwa Ismail dan Shahnaaz Suffla (2013) gizi kurang adalah penyebab dari asupan makanan yang tidak cukup, perawatan yang tidak memadai dan adanya penyakit menular yang diderita (18).Selain itu, gizi kurang paling banyak terjadi pada anak-anak balita, sehingga golongan anak disebut golongan rawan atau rentan. Keadaan gizi kurang pada balita dalam konteks kesehatan masyarakat biasanya dinilai dengan menggunakan kriteria antropometrik atau data yang berhubungan dengan makronutrien yang ada didalam makanan (17). Menurut antropometri yang digunakan di Indonesia untuk mengukur status gizi kurang pada balita, dikatan gizi kurang apabila memiliki berat badan menurut usia kurang dari -2 standar deviasi (< -2.0 SD). Kriteria tersebut digunakan untuk menegakkan doagnosa status gizi kurang (16).

C. Dampak Gizi KurangDampak gizi kurang yang terjadi pada anak sangat banyak, tetapi secara langsung berdampak terhadap kesakitan dan kematian, risiko meninggal dari anak yang bergizi kurang 13 kali lebih besar dibandingkan yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek (6). Dampak lainnya yaitu balita dapat mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangaan otak, penurunan berat badan dan kurangnya asupan protein, kalori dan zat gizi lainya. Selain itu mereka berisiko untuk berbagai komplikasi jangka pendek dan panjang. Komplikasi jangka pendek contohnya implikasi kekebalan dan pertumbuhan, sedangkan implikasi jangka panjang implikasi kognitif dan motorik seperti penurunan nilai IQ, keterampilan sosial menurun, kemampuan bahasa kurang, menurunnya intelektual dan produktivitas (19). Kekurangan gizi pada anak di Indonesia dapat diperkirakan dengan hilangnya 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi pada anak. Selain itu, dampak lain dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas yang diperkirakan antara 20% - 30% (6).

D. Determinan Kejadian Gizi Kurang 1. Sosio DemografiFaktor-faktor sosial-demografi, balita dengan gizi kurang mempunyai definisi yang sangat luas diantaranya seperti kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan dimana balita tersebut dilahirkan, kehidupan sosial, pekerjaan dan usia orang tua, termasuk kesehatan dan kesejahteraan sosial. Menurut ada tiga tingkatan sosial demografi sebagai determinan gizi kurang yaitu, individu, rumah tangga / masyarakat dan sosial (20).a. Pendidikan Menurut Penelitian Peninah K. Masibo (2013) ditemukan bahwa pendidikan ibu mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi kurang (p=0,000) (21). Hal yang sama menurut rangkuman hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan yang diperoleh dari data besar (National Demographic Health Survey) ditemukan bahwa pendidikan ibu dan kekayaan merupakan faktor penting terkait dengan status gizi. Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang h dilakukan oleh Saputra dan Murrizka (2012) prevalensi status gizi buruk dan gizi kurang semakin rendah seiring dengan meningkatnya pendidikan kepala rumah tangga. Karena dengan tingginya pendidikan orang tua, maka informasi yang didapat mengenai gizi akan lebih baik. Selain itu, pemberdayaan masyarakat akan lebih mudah dilaksanakan kepada keluarga (orang tua) yang memiliki status pendidikan tinggi (minimal SMA) karena dalam teori yang sudah ada menyatakan bahwa pendidikan yang secara tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma ditatanan bawah dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak (6).b. PekerjaanHasil penelitian yang dilakukan oleh Devi (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan Ayah dengan status gizi pada Balita dengan p value sebesar 4 orang1. 4 orangDistribusi Frekuensi

3.Faktor Penyakit Infeksi

a. penyakit diare0. Iya1. TidakDistribusi Frekuensi

4.Faktor kondisi lingkunganDistribusi Frekuensi

a. saluran pembuangan limbah 0. Tidak tersedia1. TersediaDistribusi Frekuensi

b. Ketersedian jamban0. Tidak tersedia1. Tersedia Distribusi Frekuensi

c. sumber air bersih0. Tidak terlindungi1. TerlindungiDistribusi Frekuensi

5.Faktor pola asuh Ibu

a. pemantauan berat badan balita 0. Tidak 1. IyaDistribusi Frekuensi

b. pemberian imunisasi dasar0. Tidak1. IyaDistribusi Frekuensi

c. pemberian ASI0. Tidak1. IyaDistribusi Frekuensi

d. pemberian kapsul vitamin A0. Tidak1. IyaDistribusi Frekuensi

2. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara dua variabel atau dapat juga digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok (34). Pada penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel dependen dengan satu variabel independen. Karena semua variabel dependen dan independen pada penelitian ini berbentuk kategorik, maka analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi square dengan membuat tabel silang antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk melihat adanya kemaknaan hubungan antara dua variabel maka digunakan tingkat kepercayaan 95% CI (Confidence Interval) dan derajat kemaknaan (a) sebesar 5% (0,05). Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen diketahui dengan membandingkan nilai p-value dengan nilai a (derajat kemaknaan). Bila nilai p value lebih kecil daripada nilai a, maka secara statistik variabel independen tersebut berhubungan dengan variabel dependen (34).

Tabel 4.4Analisis BivariatNo. Variabel IndependenVariabel DependenUji Statistik

1.Faktor Sosio Demografi

e. pekerjaan orang tuaKejadian gizi kurang pada balitaChi square

f. tingkat pendidikanKejadian gizi kurang pada balitaChi square

g. tempat tinggalKejadian gizi kurang pada balitaChi square

h. jumlah anggota keluargaKejadian gizi kurang pada balitaChi square

2.Faktor Penyakit Infeksi

b. penyakit diareKejadian gizi kurang pada balitaChi square

3.Faktor kondisi lingkungan

d. saluran pembuangan limbah Kejadian gizi kurang pada balitaChi square

e. Ketersedian jambanKejadian gizi kurang pada balitaChi square

f. sumber air bersihKejadian gizi kurang pada balitaChi square

4.Faktor pola asuh ibu

e. pemantauan berat badan balita Kejadian gizi kurang pada balitaChi square

f. pemberian imunisasi dasarKejadian gizi kurang pada balitaChi square

g. pemberian ASIKejadian gizi kurang pada balitaChi square

h. pemberian kapsul vitamin AKejadian gizi kurang pada balitaChi square

Daftar Pustakax1.WHO. Infant and young child feeding. [Online].; 2014 [cited 2014 Oktober 9. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs342/en/.2.WHO. Children: Reducing Mortality. [Online].; 2014 [cited 2014 Oktober 9. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs178/en/.3.Kesehatan BPdP. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: BPPK, Kementrian Kesehatan; 2013.4.Maghoub MB. Factors Affecting Prevalence Of Malnutrition Among Children Under Three Years Of Age In Botswana. African Journal Of Food Agricultural Nutrition and Developmenta (AJfand). 2006; 6(1).5.SDKI. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta:, Badan Pusat Statistik (BPS); 2012.6.Adisasmito W. RUU RI Tentang Pemberian Makanan Tambahan dan Pemeriksaan Kesehatan Berkala Bagi Anak Usia 1- 12 tahun Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia; 2008.7.Dhatrak PNR. Prevalence and Epidemiological Determinants of Malnutrition Among Under Fives In An Urban Slum, Nagpur. National Journal of Community Medicine. 2013 Maret; 4(1).8.Babatunde OFSO. Prevalence and Determinants of Malnutrition Among Under-Five Children Of Farming Households In Kwara State, Nigeria. Journal Of Argicultural Science. 2011 September; 3(3).9.Trintin d. Faktor pembeda Prevalensi Gizi Kurang dan Buruk padaBalita di Daerah Tidak Maiskin. Buletin Penelitian Kesehatan. 2011; 39(2).10.Saputra d. Faktor Demografi Dan Risiko Gizi Buruk Dan Gizi Kurang. Jurnal Makara, Kesehatan. Jurnal Makara Kesehatan. 2012; 16(2).11.Dewi d. Faktor-faktor yang mempengaruhi Angka Gizi Buruk di Jawa Timur dengan Pendektan Regresi Nonparametik Spline. Jurnal Sains dan Seni. 2013; 1(1).12.Tarigan IU. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Umur 6-36 Bulan Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi di Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan. 2013; 31(1).13.Susanty MKMHV&A. Hubungan Pola Pemberian ASI dan MP ASI dengan Gizi Buruk pda Anak 6-24 Bulan di Kelurahan Pannampu Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2012; 1(2).14.Vindriana d. Hubungan Kelengkapan Imunisasi dengan Status Gizi pada Balita Usia 1-5 tahun di Kelurahan Watonea Wilayah Kerja Puskesmas Katobu Kabupaten Muna. STIKES Nani Hasanudin Makaassar. ISSN 2302-1721. 2012; 1(2).15.RI D. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009 Jakarta: DEPKES; 2005.16.RI K. Kepmenkes RI tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta:, Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA; 2010.17.Gibney MJd. Gizi Kesehaatan Masyarakat. Edisi Bahasa Indonesia ed. Erlita PW&, editor. Jakarta: EGC; 2005.18.Ismail G&SS. Child Safety, Peace and Health Promotion Child Malnutrition. Information Sheet. Lenasia. South Africa: MRC-UNISA, Safety & Peace Promotion Research Unit; 2013.19.Nutrition O. a child's best start. [Online]. [cited 2014 Oktober 7. Available from: http://www.orphannutrition.org/understanding-malnutrition/impact-of-malnutrition-on-health-and-development/.20.Pridmore PP. Pathways to better Nutrition Series 1 London: Institute of Education, University ofLondon; 2011.21.Masibo PK. Trends and Determinants of Malnutrition among Children Age 0-59 Months in Kenya (KHDS 1993, 1998, 2003 and 2008-2009). USAID From The American People. 2013 February;(89).22.Meylani d. pengaruh malnutrsisi dan faktor lainnya terhadap kejadian wound dehiscience pada pembedahan abdominal anak pada periode peroperatif. seri pediatric. 2012; 14(2).23.Mustapa. Analisis Faktor Determinan Kejadian Masalah Gizi pada Anak Balita Di wilayah kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. Jurnal MKMI UNHAS. 2013.24.DEPKES. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare Jakarta: Ditjen PPM dan PL; 2010.25.Giri d. Hubungan Pengetahuan dan Sikap ibu tentang Pemberian ASI Serta Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan (Di Kelurahan Kampung Kajanan Kecamatan Buleleng). Jurnal Magister Kedokteran Keluarga. 2013; 11(1).26.Lestari. Dampat Status Imunisasi Anak Balita di Indonesia Terhadap Kejadian Penyakit. Artikel Media Litbangkes. Artikel Media Litbangkes. 2009; 19.27.DEPKES. PedomanTeknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi Jakarta; 2009.28.Haddad L. The Right Ingredients the Need to Invest in child Nutrition: UNICEF United Kingdom; 2013.29.Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2004.30.Mengistu Kd. Prevalence Of Malnutrition and Assoaciated Factors Among Children Aged 6-59 Months at Hidabu Abote District, North Shewa, Oromia Regional State. Gondar: Institute Of Public Health; 2013.31.Nguyen Ngoc Hien d. Nutritional Status and Determinants Of Malnutrition in Children under Three Years Of Age in Nghean, Vietnam. Pakistan Journal of Nutrition. 2009; 8(7).32.Bustan. Pengantar epidemioloi jakarta: rineka cipta; 2006.33.Ariawan I. Besar dan Metode Sampel pada penelitian Kesehatan depok : FKM UI; 1998.34.susanto H. Analisa fata kesehatan Jakarta: FKM UI; 2007.35.Lutviana Evi d. Prevalensi dan Determinan Kejadian Gizi Kurang pada Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2010; 5(2).

x

35