29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan mulut tidak hanya sebatas memiliki gigi yang sehat tetapi juga kondisi rongga mulut yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Halitosis (fetor ex ore) yang biasa dikenal dengan bau mulut merupakan suatu masalah yang telah menarik perhatian banyak kalangan baik kalangan profesi kesehatan khususnya kesehatan gigi, para ilmuwan dan peneliti maupun kalangan masyarakat awam dalam dekade terakhir ini. Masalah ini tidak hanya dilihat dari sudut kesehatan tetapi juga dari sudut pergaulan sosial. Keberadaan halitosis pada dasarnya berkaitan dengan berbagai faktor penyebab baik yang berasal dari rongga mulut maupun organ-organ yang lain, baik yang bersifat lokal maupun 1

Proposal Metpen

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Proposal Metpen

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan mulut tidak hanya sebatas memiliki gigi yang sehat

tetapi juga kondisi rongga mulut yang dapat mempengaruhi kualitas

hidup seseorang. H a l i t o s i s ( f e t o r e x o r e ) y a n g b i a s a d i k e n a l

d e n g a n b a u m u l u t m e r u p a k a n s u a t u m a s a l a h y a n g t e l a h

m e n a r i k p e r h a t i a n banyak kalangan baik kalangan profesi kesehatan

khususnya kesehatan gigi, para ilmuwan dan peneliti maupun kalangan

masyarakat awam dalam dekade terakhir ini. Masalah ini tidak hanya

dilihat dari sudut kesehatan tetapi juga dari sudut pergaulan

sosial.

Keberadaan halitosis pada dasarnya berkaitan dengan berbagai

faktor penyebab baik yang berasal dari rongga mulut maupun

organ-organ yang lain, baik yang bersifat lokal maupun sistemik.

Halitosis yang berkaitan langsung dalam rongga mulut dipengaruhi

oleh aspek mikrobiologis berbagai deposit didalam rongga mulut.

Pada orang sehat bila rongga mulutnya tidak melakukan aktifitas selama

kira-kira 2 jam, maka bau mulut pun dapat terjadi. Keadaan ini timbul

pada saat puasa, bangun tidur, dan pada orang yang menggunakan gigi

palsu yang tidak pernah dibersihkan (Raharjo 2006).

1

Page 2: Proposal Metpen

Berdasarkan faktor etiologinya halitosis dibedakan menjadi

halitosis sejati, pseudo halitosis dan halitophobia (Sanz M, dkk, 2001 ).

Pada orang yang menderita halitosis akan terbentuk Volatile Sulfur

Compounds (VSCs) yaitu kumpulan gas-gas yang mengandung sulfur yang

dilepaskan lewat udara pernapasan. VSCs yang terdiri atas H2S, CH3SH,

dan (CH3)2S merupakan gas-gas utama penyebab bau mulut.

Kayu manis merupakan rempah-rempah berbentuk kulit kayu

yang biasa dimanfaatkan sebagai penambah cita rasa masakan atau kue.

Rismunandar dan Paimin (2001) menjelaskan hanya empat jenis saja yang

terkenal dalam dunia perdagangan ekspor maupun lokal, yaitu :

Cinnamomum burmanii, Cinnamomum zeylanicum, Cinnamomum cassia,

Cinnamomum cullilawan. Cinnamomum burmani adalah kayu manis yang

berasal dari Indonesia. Tanaman akan tumbuh baik pada ketinggian 600–

1500 mdpl. Tanaman ini banyak dijumpai di Sumatera Barat, Sumatera

Utara, Jambi, Bengkulu dengan tinggi tanaman dapat mencapai 15 m.

Jenis–jenis kayu manis dapat diperbanyak melalui biji, tunas, akar, stek

dan cangkokan. Untuk membentuk tanaman yang luas, Ditempuh jalan

menyemaikan biji sebanyak mungkin (Rismunandar, 1995). Bibit tanaman

yang biasa dipakai untuk memperbanyak tanaman kayu manis adalah dari

biji dan dari tunas berakar, cara yang terbaik adalah menggunakan bibit

yang berasal dari biji pohon induk yang telah dikenal baik (MMI edisi1,

1977).

2

Page 3: Proposal Metpen

Tidak hanya untuk penambah cita rasa, herbal ini juga dikenal

memiliki berbagai khasiat, termasuk mengurangi bau tak sedap yang

keluar dari mulut saat berpuasa. Berkat khasiatnya itu, kayu manis

dikembangkan sebagai bahan campuran permen karet, industri jamu, dan

produk kecantikan. Sifat kimia kayu manis ialah hangat, pedas, wangi, dan

sedikit manis. Riset terbaru di Amerika Serikat menunjukkan, penggunaan

kayu manis dalam permen karet dapat mengatasi masalah bau mulut.

Rupanya kayu manis tidak hanya mampu menyamarkan aroma yang tak

sedap, tetapi juga mengandung zat yang dapat menurunkan konsentrasi

bakteri di dalam mulut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan yaitu Bagaimana pengaruh kayu manis dalam mengatasi

halitosis?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin

dicapai yaitu mengetahui pengaruh kayu manis dalam mengatasi

halitosis.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penulisan ini diharapkan dapat :

3

Page 4: Proposal Metpen

1. Memberikan informasi terbaru tentang peranan kayu manis dalam

mengatasi halitosis.

2. Memberikan informasi tambahan bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu kedokteran gigi.

4

Page 5: Proposal Metpen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Pustaka

2.1.1 Halitosis

2.1.1.1 Pengertian Halitosis

Ada sejumlah istilah yang digunakan untuk

menyatakan bau mulut atau nafas tak sedap yang berasal

dari udara yang dikeluarkan seseorang. Terdapat beberapa

istilah yang dipergunakan di dunia ilmiah atau dikalangan

masyarakat awam (Djaya, 2000). Halitosis adalah istilah

yang dipakai untuk menggambarkan adanya bau yang

tidak enak dalam pernapasan. Halitosis berasal dari kata

“Halitos” yang berarti nafas dan “Osis” yang berarti kondisi

tidak normal. Halitosis juga dikenal dengan nama lain

yaitu: fetor oris, fetor ex or, oral malador, bad breath dan

jungle mouth .(Rozanah,2003)

2.1.1.2 Jenis Halitosis

Berdasarkan faktor etiologinya, halitosis dibedakan atas

halitosis sejati (genuine halitosis), pseudo halitosis dan

holitophobia. Genuine halitosis (halitosis sejati) terdiri atas

5

Page 6: Proposal Metpen

halitosis fisiologis dan halitosis patologis. Halitosis fisiologis

merupakan halitosis yang bersifat sementara dan tidak

membutuhkan perawatan, misalnya bau nafas pada waktu

bangun pagi (morning breath). Halitosis patologis adalah

halitosis yang bersifat permanen dan tidak dapat diatasi

hanya dengan pemeliharaan oral hygiene saja, tetapi juga

membutuhkan penanganan dan perawatan sesuai dengan

sumber halitosis.

Pseudo halitosis biasanya disebut halitosis semu

karena pasien merasakan dirinya memiliki bau nafas yang

buruk namun hal ini tidak dirasakan oleh orang sekitar dan

tidak terdeteksi dengan tes ilmiah. Halitophobia , pasien

masih merasa khawatir dan terganggu oleh adanya

halitosis padahal setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti

baik kesehatan kesehatan gigi dan mulut maupun

kesehatan umumnya ternyata baik dan tidak ditemukan

suatu kelainan yang berhubungan dengan halitosis, begitu

juga dengan tes ilmiah yang ada tidak menunjukkan bahwa

orang tersebut menderita halitosis.

6

Page 7: Proposal Metpen

2.1.1.3 Penyebab Halitosis

Meskipun beberapa bagian ekstra oral juga

dihubungkan dengan halitosis seperti saluran pernapasan

atas dan bawah, saluran pencernaan, penyakit ginjal dan

hati, namun 99% halitosis bersumber dari rongga mulut.

Menurut Johnston (2001) sumber penyebab utama

terjadinya halitosis sebagian besar adalah faktor - faktor

fisiologis dan patologis yang melibatkan rongga mulut dan

sebagian kecil lainnya disebabkan oleh faktor-faktor lain

diluar ronnga mulut.

a. Faktor fisiologis intra oral

Dalam rongga mulut terdapat substrat-substrat protein

eksogen (sisa makanan) dan protein endogen (deskuamasi

epitel mulut, protein saliva dan darah) yang banyak

mengandung asam amino dan sulfur (S). (Soeprapto,

2003). Bau mulut yang tidak sedap biasanya berasal dari

hidrolisis protein dan peptide yang mengandung sulfur

oleh bakteri gram negatif anaerob dalam suasana alkalis.

Porphyromonas Bacteriodes gingivalis, Porphyromonas

bacteriodes endodontalis, Provotella bacteriodes buccae

atau yang dikenal sebagai Bacteriodes spesies yang

merupakan bakteri anaerob yang banyak berada didalam

7

Page 8: Proposal Metpen

rongga mulut. Selama proses pembusukan asam amino,

dihasilkan produk akhir sulfur yang mudah menguap yang

disebut sebagai Volatile Sulfur Compound (VSCs) yang

mengandug Hidrogen Sulfida (H2S), Metil Merkaptan

(CH3SH), dan Dimetil Merkaptan(CH3)2S merupakan gas-gas

utama penyebab bau mulut (Rosenberg 1995). Umumnya

pada penderita halitosis kadar VSC akan meningkat di

dalam rongga mulutnya. Kandungan VSC yang paling

berperan sebagai penyebab bau mulut adalah H2S dan

CH3SH. Faktor rongga mulut yang perlu mendapatkan

perhatian khusus karena mempunyai pengaruh besar

terhadap halitosis seseorang yaitu :

1. Saliva

Saliva mempunyai peranan penting terhadap

terjadinya halitosis karena adanya aktiftas pembusukan

oleh bakteri yaitu degradasi protein menjadi asam

amino oleh mikroorganisme. (Triarsari, 2004). pH alkali

dapat meningkatkan pembentukan VSC sehingga dapat

terjadi halitosis (Rosenberg, 2002). pH permukaan

mukosa mulut yang menyebabkan pembentukan VSC

ditentukan pula oleh aktifitas fermentasi dan

pembusukan oleh bakteri yang ada.

8

Page 9: Proposal Metpen

2. Lidah

Lidah mempunyai tonjolan halus berupa papilla

sebagai tempat pengendapan sisa makanan dan

tempat yang baik untuk berkekembang biak dan

beraktifitasnya bakteri anaerob (Soeprapto, 2003).

Disamping itu permukaan lidah juga dapat tertutup

oleh plak yang merupakan lapisan tipis yang berasal

dari sisa makanan terutama dibagian posterior. Bau

mulut terjadi jika banyak deskuamasi sel epitel rongga

mulut yang terperangkap dalam plak dan celah pada

dorsum lidah.

3. Interdental

Daerah interdental merupakan tempat penting

terhadap terjadinya halitosis karena daerah tersebut

merupakan tempat akumulasi plak dan kalkulus serta

terdapatnya sulkus gingival dan kemungkinan dapat

terjadi poket serta penyakit gusi dan periodontium.

b. Faktor fisiologis ekstra oral

Beberapa jenis masakan dan substansi makanan yang

dikonsumsi sehari-hari juga dapat menimbulkan bau nafas

yang kurang sedap. Makanan yang mengandung bawang

dapat menimbulkan bau yang tahan didalam mulut selama

9

Page 10: Proposal Metpen

10-12 jam. Umumnya makanan yang dikonsumsi hanya

bertahan selama lebih kurang 2 jam di dalam saluran

pernafasan dan selama itu pula perut akan tetap kenyang

dan nafas terasa menyenangkan. Namun setelah itu, rasa

lapar kembali menyerang dan nafas pun mulai berbau hal

tersebut disebabkan karena pelepasan getah lambung ke

rongga mulut melalui usus, sementara menunggu

masuknya makanan kembali. Selain faktor makanan,

penggunaan obat-obatan seperti antihistamin,

antidepresan, obat tekanan darah, diuretic, narkotika, obat

penenang dapat menurunkan aliran saliva sehingga terjadi

xerostomia yang mendukung terjadinya halitosis.

c. Faktor patologis intra oral

Faktor penyebab terjadinya halitosis paling sering oleh

karena kurang terjaganya kebersihan mulut. Karies gigi

yang tidak terawat dengan baik akan membentuk abses

(pengumpulan nanah). Bakteri yang hidup di dalamnya

akan memetabolisasikan jaringan-jaringan mati yang

akhirnya akan menimbulkan bau. (Mannan, 2004). Gigi

berlubang juga dapat menjadi tempat penyimpanan dan

kuman memperoleh media untuk proses pembusukan dan

10

Page 11: Proposal Metpen

berkembang biak sehingga menghasilkan bau mulut.

Penyakit jaringan lunak mulut dan proses keganasan yang

dapat menyebabkan nekrosis jaringan seperti Stomatitis

gangraenous dan Noma atau Cancrum oris serta lesi-lesi

ulseratif yang berhubungan dengan kelainan darah juga

dapat menimbulkan bau busuk yang spesifik pada mulut.

Degenerasi darah dalam mulut, baik pendarahan gusi,

pasca bedah mulut maupun di daerah bekas pencabutan

gigi, dapat menimbulkan rasa asin dan bau mulut yang

tidak sedap. Bau mulut ini timbul dikarenakan

berkurangnya fungsi pengunyahan yang normal pada

masa-masa tersebut disamping harus mengonsumsi

makanan yang lunak, adanya pendarahan ringan serta

populasi bakteri yang meningkat di dalam mulut. (Gayford

dan Haskell, 1990)

d. Faktor patologis ekstra oral

Sinusitis kronis sering disertai dengan nafas yang bau

misalnya pada kasus sinus maxilaris kronis yang

disebabkan oleh gigi yang terinfeksi oleh bakteri

Streptokokus viridians yang mampu mengeluarkan bau

tidak sedap. Septic adenoid dan tonsillitis dapat

11

Page 12: Proposal Metpen

menyebabkan penyumbatan pada hidung yang disertai

oleh fetor ex ore. Bedah tonsilektomi sendiri dapat

menghasilkan bau yang serupa dengan bau darah busuk

yang terjadi setelah dilakukan operasi mulut. (Gayford han

Haskell, 1990). Pada penyakit gagal ginjal kronis terjadi

penumpukan urea dalam sekret-sekret antara lain dalam

keringat dan saliva yang akan menimbulkan bau ammonia

pada udara pernapasan yang menunjukkan suatu keadaan

uremia. Pada pasien uremia yang parah, urea dikeluarkan

melalui saliva setelah dipecah terlebih dahulu oleh urease

yang dihasilkan oleh mikroorganisme mulut menjadi

ammonia bebas. (Gayford dan Haskell, 1990)

2.1.1.4 Pengukuran Halitosis

Diagnosis halitosis dilakukan untuk mengetahui

penyebab dan mencegah terjadinya halitosis sehingga

memungkinkan untuk melakukan evaluasi terhadap

keberhasilan penceghan yang telah dilakukan. Metode

diagnosis halitosis dapat dilakukan secara langsung dan

tidak langsung.

Metode langsung dapat dilakukan dengan mencium

bau nafas sendiri (self diagnosis & home diagnosis). Dapat

12

Page 13: Proposal Metpen

juga dilakukan dengan mencium langsung bau yang

terpancar dari mulut, lidah, interdental papil ( pengukuran

organoleptik). Disamping itu, bisa juga dilakukan

pemeriksaan secara kuantitatif dan objektif dengan

menggunakan gas chromatography, alat ini merupakan

gold standart dalam diagnosis halitosis. Setelah dikakukan

pemeriksaan maka perlu ditentukan kebutuhan perawatan

oral halitosis atau treatment need (TN). TN ini terdiri dari

TN-1 yaitu member edukasi atau penjelasan tentang

halitosis berdasarkan data pemeriksaan, TN-2 yaitu

dilakukan pembersihan oral oleh tenaga profesional dan

pengobatan penyakit oral terutama penyakit periodontal,

TN-3 yaitu merujuk pada bagian penyakit dalam dan

lainnya, TN-4 yaitu memberi penjelasan berdasarkan data,

memberikan edukasi, dan menenangkan pasien agar tidak

terlalu cemas serta menganjurkan pada pasien agar

menjaga kebersihan mulutnya, TN-5 yaitu merujuk pasien

pada ahi psikolog dan psikiater. Penderita dengan fisiologis

halitosis diterapi dengan TN-1, oral patologis halitosis (TN-

1 dan TN-2), pseudo halitosis (TN-1 dan TN-4), extra oral

pathologic halitosis (TN-3), halitophobia (TN-5) (Daniel

2006).

13

Page 14: Proposal Metpen

Metode tidak langsung biasanya dilakukan

dilaboratorium dengan mengidentifikasi mikroorganisme

yang berperan menghasilkan VSCs secara in-vivo atau

mengidentifikasi produk-produk yang dihasilkan oleh

mikroorganisme tersebut secara in-vitro. Yang termasuk ke

dalam metode tidak langsung adalah pengujian enzim

yaitu tes BANA dan tes β-galaktosidase.

Pada umumnya, pengukuran halitosis dilakukan

dengan dengan menggunakan halimeter. Halimeter adalah

alat yang digunakan untuk megukur kadar Volatile Sulfur

Compounds (VSC) dalam nafas seseorang dalam kadar part

per billion (ppb). Didalam alat ini terdapat peralatan

sensor, sirkuit elektronik, dan pompa untuk menarik

sampel udara melalui sensor yang sangat peka sehingga

alat ini sangat sensitive dan cukup akurat. Cara

menggunakannya, suatu pipet fleksibel dimasukkan ke

dalam mulut yang setengah terbuka sambil pasien

menghembuskan nafas. Hasil pembacaan dapat direkam

dan dicetak. Level tertinggi VSC adalah pengukuran dalam

kadar part per billion (ppb). Jika hasil pengukuran lebih

dari 75 ppb didoagnosa sebagai halitosis. (Ravel. D, 2003)

14

Page 15: Proposal Metpen

2.1.2 Kayu Manis

2.1.2.1 Kayu Manis

Nama ilmiah : Cinnamomum burmani (Nees.) BI.

Nama asing : Kaneelkassia, Cinnamomum tree (inggris); yin

xiang (cina).

Nama daerah : Sumatera: Holim, holim manis, modang

siak–siak (Batak), kanigar, kayu manis (Melayu), madang

kulit manih (Minang kabau). Jawa: Huru mentek, kiamis

(Sunda), kanyengar (Kangean). Nusa tenggara: Kesingar,

kecingar, cingar (bali), onte (Sasak), Kaninggu (Sumba), Puu

ndinga (Flores).

Gambar 2.1 batang kayu manis

Sumber : www.baitulherbal.com

15

Page 16: Proposal Metpen

Gambar 2.2 pohon kayu manis

Sumber : www.baitulherbal.com

Dibudidayakan untuk diambil kulit kayunya, di

daerah pegunungan sampai ketinggian 1.500 m. Tinggi

pohon 1-12 m, daun lonjong atau bulat telur, warna hijau,

daun muda berwarna merah. Kulit berwarna kelabu, dijual

dalam bentuk kering, setelah dibersihkan kulit bagian luar,

dijemur dan digolongkan menurut panjang asal kulit (dari

dahan atau ranting) (Haris, 1990).

Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan

Paimin (2001), sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Gymnospermae

16

Page 17: Proposal Metpen

Subdivisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Dialypetalae

Ordo : Policarpicae

Famili : Lauraceae

Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmannii

Daun kayu manis duduknya bersilang atau dalam

rangkaian spiral. Panjangnya sekitar 9–12 cm dan lebar

3,4–5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna pucuknya

kemerahan, sedangkan daun tuanya hijau tua. Bunganya

berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna

kuning, ukurannya kecil. Buahnya adalah buah buni, berbiji

satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang, buah

muda berwarna hijau tua dan buah tua berwarna ungu tua

(Rismunandar dan Paimin, 2001).

Cinnamomum burmannii berasal dari Indonesia.

Tanaman ini akan tumbuh baik pada ketinggian 600-1500

mdpl. Tanaman ini banyak dijumpai di Sumatra barat,

Sumatra utara, jambi, Bengkulu dengan tinggi tanaman

yang mencapai 15 meter. Ketinggian tempat penanaman

17

Page 18: Proposal Metpen

kayu manis dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman

serta kualitas kulit seperti seperti ketebalan dan aroma.

Jenis–jenis kayu manis dapat diperbanyak melalui

biji, tunas, akar, stek dan cangkokan. Untuk membentuk

tanaman yang luas, Ditempuh jalan menyemaikan biji

sebanyak mungkin (Rismunandar, 1995). Bibit tanaman

yang biasa dipakai untuk memperbanyak tanaman kayu

manis adalah dari biji dan dari tunas berakar, cara yang

terbaik adalah menggunakan bibit yang berasal dari biji

pohon induk yang telah dikenal baik (MMI edisi1, 1977).

2.1.2.2 Kandungan Kayu Manis

Sifat kimia kayu manis ialah hangat, pedas, wangi,

dan sedikit manis. Kandungan zat kimianya antara lain

minyak atsiri, safrole, tannin, sinamadehide, eugenol

kalsium oksalat, damar dan zat penyamak (Hariana, 2007).

Minyak atsiri juga dikenal dengan nama minyak

mudah menguap atau minyak terbang. Pengertian atau

defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of

Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri

merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud

cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit,

18

Page 19: Proposal Metpen

batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara

penyulingan dengan uap (Sastrohamidjojo, 2004). Minyak

atsiri yang berasal dari kulit komponen terbesarnya ialah

cinnaldehida 60–70% ditambah dengan eugenol, beberapa

jenis aldehida, benzyl-benzoat, phelandrene dan lain–

lainnya. Kadar eugenol rata–rata 80–66%. Dalam kulit

masih banyak komponen–komponen kimiawi misalnya:

damar, pelekat, tannin, zat penyamak, gula, kalsium,

oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol,

cumarin dan sebagainya (Rismunandar, 1995). Tannin

adalah zat yang berfungsi membersihkan dan

menyegarkan mulut, sehingga dapat mencegah halitosis.

Aktivitas biologis antibakteri merupakan implikasi dari

terbentuknya ikatan molekuler antara tannin dengan

protein bakteri.

2.1.2.3 Manfaat Kayu Manis

Selain untuk menambah citarasa masakan, juga

pada pembuatan kue baik untuk aroma maupun rasa kayu

manis juga dimanfaatkan sebagai obat herbal. Adapun

pemanfaatannya diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pengobatan diabetes mellitus.

19

Page 20: Proposal Metpen

2. Pengobatan asam urat.

3. Pengobatan sakit maag.

4. Untuk obat sakit kepala.

5. Obat perut kembung dan masuk angin.

6. Pengobatan diare.

7. Mengatasi bau mulut.

2.2 Kerangka Penelitian

2.3 Hipotesis

Halitosis disebabkan karena aktifitas bakteri gram negative

anaerob yang dapat mengahasilkan zat yang menyebabkan terjadinya

halitosis. selain itu karies atau gigi berlubang juga dapat menjadi tempat

20

Kayu manis

Tannin (pembersih,

menyegarkan dan antibakteri)

Halitosis

Bakteri gram negatif

Bakteri pada karie gigi

Page 21: Proposal Metpen

penyimpanan dan kuman memperoleh media untuk proses pembusukan

dan berkembang biak sehingga menghasilkan bau mulut. Salah satu

kandungan kayu manis mengandung tanin dapat berfungsi sebagai

antibakteri dan dapat membersihkan dan menyegarkan mulut. Jadi ada

pengaruh kayu manis dalam mengatasi halitosis.

21