Proposal Dania

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Suatu unit ekonomi atau badan usaha yang berdiri akan selalu berupaya untuk menjaga kelangsungan usahanya (going concern). Tidak hanya lembaga-lembaga swasta, tetapi juga berlaku untuk lembaga pemerintah. Dalam menjalankan usahanya, sebuah entitas yang kegiatan usahanya berhadapan dengan masyarakat tidak melakukan aktivitas yang menyusahkan bahkan merugikan masyarakat selaku sasaran utama untuk keberlangsungan usahanya. Salah satu lembaga pemerintah yang sasaran utamanya adalah masyarakat adalah Perum Pegadaian. Perum Pegadaian adalah satu-satunya lembaga pemerintah yang bergerak di bidang jasa penyaluran uang pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai dengan jaminan barang bergerak. Perum Pegadaian bertujuan untuk mencegah praktek ijon, pegadaian gelap, serta pinjaman tidak wajar lainnya. Perum Pegadaian meningkatkan peranannya dalam penyaluran pinjaman bagi masyarakat sehingga diharapkan akan lebih mampu mengelola usahanya

meningkatkan efektivitas dan produktifitasnya dengan lebih profesional. Sejarah pegadaian di Indonesia pertama kali didirikan pada tanggal 1 April 1901 di Sukabumi, Jawa Barat dengan nama Bank Van Leening oleh pemerintah Hindia Belanda. Kemudian tahun 1961 berubah menjadi Perusahaan Negara Pegadaian dengan PP No. 167/1961. Pada tahun 1969 dengan PP No. 7/1969 berubah menjadi Perusahaan Jawatan hingga tahun 1990. Status hukum perusahaan kemudian berubah dari Perjan ke Perum Pegadaian seperti tertuang pada PP No.10 tahun 1990 yang

kemudian disempurnakan dengan PP No. 103 tahun 2000 yang mengatur tentang perubahan bentuk perusahaan dari Perusahaan Jawatan (PERJAN) menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian. Tujuan usaha PERJAN adalah pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan PERUM adalah melayani kepentingan umum dan sekaligus untuk memupuk keuntungan. Sehingga sifat perusahaan yang semula lebih bersifat public service, sekarang bertambah menjadi business oriented, yaitu perusahaan dituntut untuk menghasilkan laba. Namun, Perum Pegadaian tetap memperhatikan segi sosial ekonomi dalam pemberian pinjaman. Itu sebabnya Pegadaian terbuka untuk semua lapisan masyarakat. Perum Pegadaian menyediakan pinjaman uang dengan jaminan barang-barang berharga. Meminjam uang ke Perum Pegadaian bukan saja karena prosedurnya yang mudah dan cepat, tapi karena biaya yang dibebankan lebih ringan jika dibandingkan dengan para pelepas uang atau tukang ijon. Hal ini dilakukan sesuai dengan salah satu tujuan dari Perum Pegadaian dalam pemberian pinjaman kepada masyarakat dengan moto menyelesaikan masalah tanpa masalah. Dalam menentukan besarnya jumlah pinjaman, maka barang jaminan perlu ditaksir terlebih dahulu. Untuk menaksir nilai jaminan yang dijaminkan, maka Pegadaian memiliki ahli taksir yang dengan cepat menaksir, berapa nilai riil barang jaminan tersebut. Biasanya nilai taksiran lebih rendah dari nilai pasar. Hal ini dimaksudkan apabila terjadi kemacetan terhadap pembayaran pinjaman, maka dengan mudah pihak Pegadaian melelang jaminan yang diberikan nasabah di bawah harga pasar pada Perum Pegadaian kantor cabang Muara Enim sebagai salah satu cabang Perum Pegadaian Palembang. Nasabah Perum Pegadaian terdiri dari berbagai golongan sehingga kemampuan masing-masing nasabah untuk melunasi pinjaman berbeda satu sama lain. Ada yang bisa melunasi dalam jangka waktu satu bulan, dua bulan, dan bahkan ada yang tidak

2

dapat melunasi pinjamannya sampai tanggal jatuh tempo. Itu artinya, bila dalam jangka waktu jatuh tempo nasabah tidak melunasi/memperpanjang pinjamannya, Perum Pegadaian mempunyai hak pelelangan atas barang yang digadainya sebagai jaminan. Jangka waktu jatuh tempo yang dimaksud adalah dalam kurun waktu 4 bulan. Dimana dalam 1 bulan terjadi dua kali proses pelelangan yaitu pada pertengahan bulan dan akhir bulan. Hasil pelelangan akan digunakan untuk melunasi seluruh kewajiban nasabah yang terdiri dari pokok pinjaman, bunga, serta biaya lelang. Dalam prakteknya, tentu saja dunia usaha termasuk Perum Pegadaian tidak akan terlepas dari risiko baik dalam proses penggadaian dalam perolehan pinjaman maupun pelaksanaan lelang itu sendiri. Karena apabila barang yang dilelang tidak terjual, maka barang lelang tersebut akan kembali dibeli oleh perusahaan. Disinilah kemudian akan terjadi penumpukan barang pada perusahaan sehingga

mengakibatkan kerugian pada perusahaan. Selain itu, karakter nasabah yang berbedabeda juga merupakan masalah bagi Perum Pegadaian. Nasabah terkadang sulit dihubungi terkait dengan pelunasan pinjamannya, sehingga Perum Pegadaian seolaholah dijadikan tempat untuk melakukan transaksi jual beli. Pencapaian tujan tidak hanya terkait dengan laba tetapi juga pada sistematisnya. Evaluasi efektivitas merupakan fungsi yang dilakukan manajemen dalam perusahaan, dimana untuk menyelaraskan antara rencana dan aplikasinya di lapangan. Melalui evaluasi terhadap aktivitas perusahaan diharapkan semua aktivitas perusahaan yang meliputi semua kegiatan operasional perusahaan berjalan sesuai dengan tujuannya yaitu efisien dan efektif, sehingga kualitas operasional yang dilakukan pun tetap baik dan memudahkan nasabah.

3

Audit operasional memfokuskan pada masa yang akan datang. Ini terkait dengan tujuan utamanya. Penilaian efektivitas operasi perusahaan harus didasarkan pada beberapa kriteria yang ditetapkan dan disetujui, dimana kriteria biasanya dinyatakan dalam standar performa yang ditetapkan manajemen. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai efektivitas penggadaian dan pelelangan yang dituangkan dengan penulisan skripsi dengan judul EVALUASI EFEKTIVITAS PENGGADAIAN DAN

PELELANGAN PADA PERUM PEGADAIAN KANTOR CABANG MUARA ENIM .

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang dirumuskan yaitu apakah prosedur dan proses penggadaian serta pelelangan oleh Perum Pegadaian Kantor Cabang Muara Enim telah efisien dan efektif?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui apakah prosedur dan proses penggadaian dan pelelangan oleh

Perum Pegadaian Kantor Cabang Muara Enim telah tersusun efisien dan efektif. 2. Memberikan saran dan perbaikan apabila ternyata terdapat penyimpangan

dan kesalahan pada prosedur dan proses pengggadaian dan pelelangan pada Perum Pegadaian Kantor Cabang Muara Enim.

4

1.3.2. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Penulis Penulis dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman penulis, serta lebih mengerti dan memahami bagaimana penggadaian dan pelelangan yang diterapkan oleh Perum Pegadaian Kantor Cabang Muara Enim. 2. Perum Pegadaian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi perusahaan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. 3. Pihak lain Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai referensi dalam mengembangkan dan melakukan penelitian selanjutnya.

1.4. Metodologi Penelitian 1.4.1. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada evaluasi efektivitas penggadaian dan pelelangan barang jaminan sesuai dengan kriteria Perum Pegadaian, dimana jarak antara gadai sekarang dan lelangnya adalah empat bulan.

1.4.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Perum Pegadaian yang berada di Muara Enim, yaitu Perum Pegadaian Kantor Cabang Muara Enim yang beralamat di Jln Saleh Kidam No.1, Muara Enim 31315 (Telepon : 0734-421072).

5

1.4.3.

Data dan Metode Pengambilan Data

1.4.3.1. Jenis data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua jenis data, yaitu : A. Data Primer Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli yang berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian dan kegiatan, dan hasil pengujian (Indriantoro dan Supomo, 2002:146). Di dalam penelitian ini, data primer yang diperoleh berupa hasil wawancara dan observasi kepada pegawai Perum Pegadaian Kantor Cabang Palembang dan orang-orang yang berhubungan dengan penelitian ini. B. Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara, yang berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo, 2002:147). Di dalam penelitian ini, data sekunder yang diperoleh berupa struktur organisasi, pembagian tugas, prosedur pemberian pinjaman, prosedur pelaksanaan lelang barang jaminan pada perum Pegadaian Kantor Cabang Muara Enim serta melalui akses website Perum Pegadaian dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.4.3.2. Metode Pengumpulan Data

6

Dalam kegiatan mengumpulkan data baik data primer maupun data sekunder, penulis menggunakan dua metode, yaitu :a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan penelitian melalui buku-buku, laporan-laporan, jurnal-jurnal ilmiah, brosur-brosur, literaturliteratur dan artikel-artikel lain yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini dilakukan dengan cara : 1. Wawancara Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan bila peneliti melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti serta untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari responden yang jumlahnya relatif sedikit. Dalam teknik ini, penulis akan melakukan tanya jawab secara langsung kepada semua staff dan pegawai yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam proses penggadaian dan pelaksanaan pelelangan pada Perum Pegadaian Kantor Cabang Muara Enim. 2. Observasi Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan langsung pada bagian yang memproses penggadaian barang jaminan dengan pemberian pinjaman dan pelelangan pada Perum Pegadaian kantor cabang Muara Enim.

7

3.

Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data berupa dokumen. Data-data ini dikumpulkan dengan cara meminta, mencatat, melihat, dan menyalin. Dokumentasi yang akan dilakukan penulis yaitu meminta dan menyalin struktur organisasi serta semua hal yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.4.4. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu dengan mencatat, menuturkan, mengklasifikasikan, dan menganalisis data dan informasi yang ada mengenai penggadaian dan pelelangan yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian Kantor Cabang Muara Enim. Penulis melakukan pengamatan situasi dan keadaan organisasi yang menjadi objek penelitian, kemudian data yang telah dikumpulkan oleh penulis mengenai objek yang diteliti akan dibandingkan dengan teori untuk mengetahui relevansi dari data yang dimiliki oleh objek tersebut. Kemudian data tersebut dievaluasi untuk menemukan masalah-masalah yang terjadi. Dari perbandingan tersebut akan ditarik kesimpulan dan saran yang akan direkomendasikan pada pihak manajemen.

1.5. Sistematika Penulisan Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus dan berikut sistematika penulisan yang direncanakan dalam penelitian skripsi ini, dimana keseluruhan bab saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu :

8

BAB I

PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II

LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori yang merupakan dasar bagi penyusunan skripsi ini, antara lain pengertian audit manajemen, tujuan audit manajemen, ruang lingkup audi manajemen, pengertian kredit, pengertian efektivitas, pengertian gadai, dan pengertian lelang. Penulis hanya menuliskan teori-teori yang mempunyai relevansi yang mendukung proses penulisan.

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini berisi data yang merupakan usaha untuk mencapai tujuan penelitian. Dimana akan menguraikan terntang sejarah Perum pegadaian, visi dan misi Perum pegadaian, struktur organisasi Perum pegadaian, pembagian fungsi dan tanggung jawab, dan implementasi kebijakn prosedur gadai dan lelang pada perum Pegadaian. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis data yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti di dalam penelitian ini, yaitu data-data yang berhubungan dengan penerapan penggadaian dengan pemberian

9

pinjaman dan pelaksanaan pelelangan pada Perum Pegadaian Kantor Cabang Muara Enim dan pengevaluasian terhadap kondisi yang ditemui dengan memberikan rekomendasi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini penulis akan memberikan suatu kesimpulan yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas di dalam penelitian ini dan juga memberikan saran-saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan khususnya dan pihak-pihak lain pada umumnya.

10

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Auditing Pada dasarnya pemeriksaan atau yang lebih dikenal dengan istilah audit bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan sudah selaras dengan apa yang telah digariskan, maka dapat disimpulkan bahwa audit merupakan suatu proses membandingkan antara kenyataan dengan yang seharusnya.

2.1.1. Pengertian auditing Sebelum memahami audit manajemen maka terlebih dahulu perlu diketahui tentang pengertian audit. Auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian buktibukti atas informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen (Arens dalam Dejacarta, 2003:15). Komite Konsep Audit Dasar (Committe on Basic Auditing Concepts) dalam Messier et al, (2005:16) telah merumuskan definisi auditing yaitu suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersi dan tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dan menetapkan kriteria serta mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

11

Dari pengertian tersebut diperoleh tujuh elemen mendasar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan audit, yaitu : a. Proses yang sistematis b. c. Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif Asersi-asersi mengenai berbagai tindakan dan kejadian ekonomi d. Menentukan tingkat kesesuaian e. Kriteria yang ditetapkan f. Menyampaikan hasil-hasil g. Pihak-pihak yang berkepentingan

2.1.2. Jenis-jenis audit Pada dasarnya auditing merupakan kegiatan mengumpulkan informasi dalam suatu entitas ekonomi yang dievaluasi dan dibandingkan dengan standar-standar yang diakui. Dalam melakukan audit, diperlukan informasi yang dapat diverifikasi oleh sejumlah standar (kriteria) yang dapat digunakan sebagai pegangan pengevaluasian informasi tersebut. Ditinjau dari pemeriksa (auditor) yang melakukan pemeriksaan, pada dasarnya dibagi menjadi empat kelompok (Messier, Glover, Prawitt, 2005:65), yaitu : 1. Auditor Eksternal Auditor eksternal (external auditors) sering disebut auditor independen atau bersertifikat akuntan publik (disingkat BAP, atau certified public accountant). 2. Auditor Internal Auditor yang diperkejakan oleh satu perusahaan, persekutuan, badan pemerintah, individu, dan entitas lainnya disebut auditor internal. 3. Auditor Pemerintah

12

Auditor pemerintah (governance auditors) dipekerjakan oleh badan federal, negara bagian, dan lokal. 4. Auditor Forensik Auditor forensik (forensic auditors) dipekerjakan oleh perusahaan, badan

pemerintah, kantor akuntan publik, perusahaan jasa konsultasi, dan investigasi. Dilihat dari objek yang diaudit, maka auditing diklasifikasikan menjadi beberapa tipe. Auditing umumnya digolongkan menjadi tiga golongan (Mulyadi 2002:30) :1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)

Audit laporan keuangan adalah jenis audit yang menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan -yang merupakan informasi terukur yang akan diverifikasi- telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya kriteria itu adalah prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. 2. Audit Kepatuhan / Ketaatan (Compliance Audit) Audit ini bertujuan mempertimbangkan apakah auditee telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas yang lebih tinggi. Dalam audit atas badan-badan pemerintahan makin banyak audit kepatuhan/ketaatan yang dilakukan karena banyaknya aturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang. Hasil audit ketaaatan biasanya tidak dilaporkan kepada pihak luar, tetapi kepada pihak tertentu dalam organisasi. 3. Audit Operasional (Operational Audit) Merupakan audit yang menelaah atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organsasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, aiditor akan memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan. Kriteria

13

yang digunakan

untuk evaluasi informasi terukur dalam audit operasional

cenderung subjektif.

2.1.3. Standar audit Standar audit (auditing standard) bertindak sebagai bimbingan bagi dan mengukur kualitas kinerja auditor. Standar audit membantu memastikan bahwa audit laporan keuangan dilaksanakan secara mendalam dan sistematis yang menghasilkan kesimpulan yang andal (Messier et al, 2005:48). ASB (Auditing Standard Board) yang pertama kali menerbitkan sepuluh standar audit yang berlaku umum (generally accepted auditing standars GAAS) di tahun 1947 dan telah dimodifikasi secara periopdik untuk mengikuti perubahan di lingkungan auditor. Standar audit yang berlaku umum disusun dalam tiga kategori (Mulyadi, 2002:16) : a. Standar Umum 1. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. 2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. 3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. b. Standar Pekerjaan Lapangan 1. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika

digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

14

2.

Pemahaman memadai atas pengendalian internal harus diperoleh untuk

merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang dilakukan. 3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.

c. Standar Pelaporan 1. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan

sesuai dengan prinsip akumtansi yang berlaku umum (GAAP). 2. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan

penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. 3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. 4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai

laporan keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

15

Melihat sepintas isi standar audit tersebut, menjadi jelas bahwa tidak setiap orang yang dapat melakukan audit terhadap laporan keuangan dapat memberikan pernyataan bahwa auditnya dilaksanakan berdasarkan standar auditing tersebut. Disamping itu, tidak setiap auditor yang melakukan audit terhadap laporan keuangan kliennya dapat memberikan pernyatan bahwa auditnya dilaksanakan berdasarkan standar audit. Ada kemungkinan salah satu atau beberapa standar tersebut di atas tidak dapat terpenuhi.

2.1.4. Audit Manajemen Fungsi pengawasan dan pengendalian manajemen menimbulkan aktivitas audit (pemeriksaan). Secara lebih luas audit juga dibutuhkan dalam menilai

pertanggungjawaban manajemen kepada berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Dari hasil audit dapat diketahui apakah laporan yang diberikan oleh manajemen sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi atau apakah operasi yang berjalan sesuai dengan ketentuan, peraturan, dan kebijakan yang ditetapkan perusahaan.

2.1.5. Pengertian audit manajemen Audit manajemen (management audit) adalah pengevaluasian terhadap efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan. Pengertian sederhana dari audit manajemen adalah investigasi dari suatu organisasi dalam semua aspek kegiatan manajemen dari yang paling tinggi sampai dengan ke bawah dan pembuatan laporan audit mengenai efektifitasnya atau dari segi profitabilitas dan efisiensi kegiatan bisnisnya (Bayangkara 2008:2). American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) dalam Bayangkara (2008:3), memberikan pengertian audit manajemen sebagai berikut : 16

Management audit is a systematic review of an organizations activities.in relation to specified objective. The purpose of the engagement may be: a. b. c. to assess performance

to identify opportunities for improvement to develop recommendation for improvement or further action Pernyataan diatas memberikan pengertian bahwa audit manajemen merupakan review yang sistematis terhadap kegiatan organisasi untuk tujuan tertentu, dan tujuan itu antara lain, a.) untuk menilai kinerja, b.) untuk mengidentifikasi peluang untuk perbaikan, c.) untuk memberikan rekomendasi guna tindak lanjut perbaikan. Audit manajemen (Arens & Loebbecke dalam Tunggal 2000:2) adalah An operational audit is review of any part of an organizations operating procedures and methods for the purpose of evaluating efficiency and effectiveness at the completion of an operational audit, recommendation for improving operations are normally expected. Berdasarkan definisi tersebut, audit manajemen merupakan penelaahan terhadap metode dan prosedur operasional suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya. Setelah audit tersebut berakhir pemeriksa memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan.

2.1.6. Karakteristik audit manajemen Karakteristik audit manajemen dapat diambil berdasarkan kesimpulan dari definisi audit manajemen. Adapun karakteristik audit manajemen (Tunggal 2000:5), yaitu sebagai berikut : 1. Untuk memberikan informasi kepada manajemen mengenai efektivitas suatu unit 2. Pengukuran efektivitas didasarkan pada bukti-bukti dan standar-standar.

17

Menurut Alejandro R. Gorospe, standar-standar yang digunakan untuk evaluasi dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Undang-Undang dan Peraturan pemerintah b. Standar Perusahaan : 1.) Strategi-strategi, rencana dan program yang disetujui 2.) Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan 3.) Struktur organisasi yang disetujui 4.) Anggaran perusahaan 5.) Tujuan perusahaan yang ditetapkan c. Standar dan praktek industri d. Prinsip organisasi dan manajemen e. Praktik manajemen yang sehat, proses, dan teknik yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang maju. Kalau tidak ada standar perusahaan yang tertulis, pemikiran dan falsafah pimpinan dapat digunakan sebagai standar untuk penilaian. 3. Sifatnya investigatif 4. Objek pemeriksaan meliputi semua aspek operasi perusahaan, yaitu : a) Pemasaran b) Rancangan dan rekayasa pabrik c) Pengendalian produksi dan persediaan d) Pembelian e) Sumber daya manusia f) Keuangan g) Anggaran h) Administrasi dan hukum

18

i) Operasi internasional j) Pelaporan keuangan k) Pengelolaan data elektronik 5. Audit manajemen dapat diarahkan ke keseluruhan atau salah satu departemen dari perusahaan. 6. Hasil pemeriksaannya berupa rekomendasi untuk perbaikan operasi perusahaan 7. Manajemen audit berhubungan dengan pencarian ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas di seluruh operasi. 2.1.7. Tujuan audit manajemen Bayangkara (2008:3), audit manajemen bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan, program, dan aktivitas yang masih memerlukan perbaikan, sehingga dengan rekomendasi yang diberikan nantinya dapat dicapai perbaikan atas pengelolaan berbagai program dan aktivitas pada perusahaan tersebut. Tujuan Audit Operasional (Mulyadi 2002:32), adalah untuk : 1. Mengevaluasi kinerja. 2. Mengidentifikasi kesempatan untuk perbaikan. 3. Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.

2.1.8. Sasaran audit manajemen Sasaran dalam audit manajemen meliputi kegiatan, aktivitas/program atau bidang-bidang organisasi yang diketahui dan diidentifikasi memerlukan perbaikan dan peningkatan dalam segi kehematan efisiensi dan efektivitasnya. Sasaran pemeriksaan harus selalu mempunyai tiga unsur pokok yaitu : Ada tiga elemen pokok tujuan audit manajemen (Bayangkara 2008:4) : 1. Kriteria

19

Kriteria merupakan standar (pedoman, norma) bagi setiap individu/kelompok di dalam perusahaan dalam melakukan aktivitasnya. 2. Penyebab Penyebab merupakan tindakan (aktivitas) yang dilakukan oleh setiap

individu/kelompok di dalam perusahaan. Penyebab dapat bersifat positif, program/aktivitas berjalan dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang lebih tinggi, atau sebaliknya bersifat negatif, program/aktivitas berjalan dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan. 3. Akibat

Akibat merupakan perbandingan antara penyebab dengan kriteria yang berhubungan dengan penyebab tersebut. Akibat negatif menunjukkan

program/aktivitas berjalan dengan tingkat pencapaian yang lebih rendah dari kriteria yang ditetapkan. Sedangkan akibat positif menunjukan bahwa program/aktivitas telah terselenggara secara baik dengan tingkat pencapaian yang lebih tinggi dari kriteria yang ditetapkan.

2.1.9. Jenis-jenis Audit Manajemen Tunggal (2000:35), menyebutkan terdapat tiga kategori audit manajemen, yaitu : 1. Audit Fungsional (functional audit) Fungsi adalah suatu alat untuk mengkategorisasi aktivitas usaha, seperti fungsi penagihan atau fungsi produksi.suatu audit fungsional berhubungan dengan satu atau fungsi yang lebih banyak dalam suatu organisasi. Suatu audit fungsional mempunyai keuntungan memungkinkan spesialisasi oleh auditor. Sedangkan kelemahan dari audit fungsional adalah kealpaan dalam menilai fungsi yang saling berhubungan (interrelated functions.

20

2.

Audit Organisasi (Organizational audit) Suatu audit organisasional berhubungan dengan unit organisasi secara keseluruhan, seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Tekanan dalam suatu audit organisasi adalah bagaimana efisien dan efektifnya fungsi-fungsi berinteraksi. Rencana organisasi dan metode untuk mengkordinasi aktivitas khususnya adalah penting untuk jenis audit ini.

3.

Penugasan khusus (Special asignment) Penugasan audit manajemen khusus timbul karena permintaan manajemen. Terdapat variasi yang luas untuk audit demikian. Sebagai contoh, audit ini termasuk menentukan sebab-sebab suatu sistem EDP yang tidak efektif, penyelidikan kemungkinan adanya kecurangan dalam divisi, dan membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi suatu produk.

2.1.10. Kriteria Audit Manajemen Kriteria adalah nilai-nilai ideal yang digunakan sebagai tolok ukur dalam melakukan perbandingan. Dengan adanya kriteria, auditor dapat menentukan apakah suatu kondisi yang ada menyimpang atau tidak dan kondisi yang diharapkan. Karena auditing pada intinya merupakan proses perbandingan antara kenyataan yang ada dengan suatu kondisi yang diharapkan, maka dalam audit manajemen pun diperlukan adanya kriteria. Kesulitan utama yang umumnya dihadapi oleh audit manajemen adalah menentukan kriteria audit untuk menilai efektivitas dan efisiensi organisasi. Beberapa kriteria yang digunakan, (Tunggal 2000:39) antara lain: 1. Performa Historis (Historical Performance)

21

Suatu kumpulan kriteria yang sederhana dapat didasarkan pada hasil aktual dari periode sebelumnya. Ide yang melatarbelakangi penggunaan kriteria ini adalah untuk menentukan apakah sesuatu hal menjadi lebih baik atau lebih buruk dalam perbandingan. 2. Performa yang Dapat Dibandingkan (Comparable Performance) Kebanyakan perusahaan yang akan dilakukan audit manajemen itu tidak unik. Terdapat banyak perusahaan yang sama dalam organisasi secara keseluruhan atau organisasi di luar. 3. Standar Teknik (Engineered Standars) Dalam banyak tipe penugasan audit manajemen, mungkin tepat untuk mengembangkan kriteria berdasarkan standar teknik. Kriteria demikian biasanya menghabiskan waktu dan mahal untuk dikembangkan, karena mereka memerlukan keahlian yang baik. 4. Diskusi dan Persetujuan (Discussion and Agreement) Kadang-kadang kriteria yang objektif sulit atau mahal diperoleh, dan criteria dikembangkan melalui diskusi yang sederhana dan persetujuan. Pihak yang terlibat dalam proses ini harus termasuk manajemen perusahaan yang diaudit, manajemen auditor, dan perusahaan atau orang-orang kepada siapa temuan dilaporkan.

2.1.11. Ruang Lingkup Audit Manajemen Bayangkara (2008:15), audit manajemen diarahkan untuk menilai secara keseluruhan pengelolaan operasional objek audit, baik fungsi manajerial

(perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian) maupun fugsi-

22

fungsi bisnis perusahaan yang secara keseluruhan ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Adapun lingkup audit manajemen meliputi : 1. Audit Pemasaran 2. Audit produksi dan operasi 3. Audit SDM 4. Audit sistem informasi 5. Audit lingkungan 6. Audit sistem manajemen kualitas 7. Audit bidang perpajakan 2.1.12. Kebutuhan Akan Audit Manajemen Pihak perusahaan harus menyadari sinyal yang mengindikasikan kebutuhan untuk melaksanakan audit manajemen. Pada umumnya, suatu audit manajemen dibutuhkan apabila manajemen menghadapi masalah sebagai berikut (Tunggal, 2000:32) : 1. Penurunan laba perusahaan secara terus menerus dan signifikan. Audit manajemen berusaha mencari penyebab dan pemecahannya misalnya cost yang terlalu tinggi atau harga yang harus ditingkatkan. 2. Turnover Sumber Daya Manusia (SDM) yang tinggi. Hal ini mengindikasikan inefisiensi dalam pengelolaan SDM, mungkin dalam hal kompensasi atau situasi kerja. 3. Adanya kebutuhan untuk menemukan suatu daerah/area yang mana penghematan biaya yang terinci dan penelitian efisiensi akan membawa hasil yang baik. 4. Prestasi atau performa suatu departemen di bawah standar. 5. Ada petunjuk bahwa aspek manajemen kegiatan operasi atau pekerjaan tertentu menuntut adanya perbaikan.

23

6. Ada alasan untuk mencurigai bahwa laporan mengenai masalah yang besar dalam area fungsional dan operasional tidak mengungkapkan semua fakta. 7. Adanya suatu rencana untuk membeli usaha atau perusahaan lain dan perlu diketahui masalah yang akan dihadapi oleh perusahaan tersebut dan prospek masa depannya (Acquisition audit).

2.1.13. Tahap Tahap audit manajemen Dalam audit manajemen, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Secara garis besar, dapat dikelompokkan menjadi lima tahapan (Bayangkara 2008:9) : 1. Audit Pendahuluan 2. Review dan pengujian pengendalian manajemen 3. 4. 5. Tahap pemeriksaan lanjutan atau audit terinci Tahap Pelaporan. Tahap tindak lanjut pemeriksaan Pelaksanaan audit manajemen, pada tahap-tahap berikut : 1. Audit Pendahuluan Audit pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi latar belakang terhadap objek yang diaudit. Di samping itu, pada audit ini juga dilakukan penelaahan terhadap berbagai peraturan, ketentuan, dan kebijaksanaan berkaitan dengan aktivitas yang diaudit, serta menganalisis berbagai informasi yang telah diperoleh untuk mengidentifikasi hal-hal yang potensial yang mengandung kelemahan pada perusahaan yang diaudit. Dengan adanya hal tersebut maka auditor dapat menentukan tujuan audit sementara (tentative audit objective). 2. Review dan pengujian pengendalian manajemen.

24

Pada tahap ini auditor melakukan review dan pengujian terhadap pengendalian manajemen objek yang diaudit, dengan tujuan untuk melihat efektivitas pengendalian manajemen dalam mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Dari hasil pengujian ini, auditor dapat lebih memahami pengendalian yang berlaku pada obyek yang diaudit sehingga dapat lebih mudah diketahui potensi-potensi terjadinya kelemahan pada berbagai objek aktivitas yang dilakukan. Jika dihubungkan dengan tujuan audit sementara yang telah dibuat pada audit pendahuluan, hasil pengujian pengendalian manajemen ini dapat mendukung tujuan audit sementara tersebut menjadi tujuan audit sesungguhnya(definitive audit objective, atau mungkin ada beberapa tujuan audit sementara yang gugur, karena tidak cukup bukti-bukti untuk mendukung tujuan tersebut. Unsur-unsur pengendalian manajemen yang perlu diperhatikan dalam pengujian pengendalian manajemen (BPKP dalam Cahyoko, 2005) : a. Organisasi

Dalam melakukan pengujian unsur pengendalian manajemen berupa struktur organisasi yang perlu diperhatikan adalah : a. Apakah struktur organisasi telah sesuai dengan kegiatan yang harus dilaksanakan dan apakah persyaratan tenaga sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab yang telah ditentukan. b. Apakah ada pembagian tugas dan tanggung jawab sehingga tidak seorang pun diperkenankan melaksanakan suatu kegiatan tanpa campur tangan orang lain. c. Apakah dalam pembagian fungsi, tugas dan tanggung jawab dihindarkan terjadinya tumpang tindih, duplikasi dan pertentangan. b. Kebijaksanaan

25

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengujian pengendalian terhadap kebijaksanaan-kebijaksanan instansi antara lain: a. Apakah kebijaksanaan dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tertulis dan sistematis serta di komunikasikan keseluruh fungsionaris dan pegawai dengan sistematis dan tepat waktu. b. Kebijaksanaan dibuat untuk melaksanakan kegiatan yang telah digariskan secara efektif. c. Ditetapkan kebijaksanaan khusus bagi setiap unsur pengendalian manajemen lain yang relevan. c. Perencanaan Dalam pengujian terhadap perencanaan manajemen berupa perencanaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikutt : a. Apakah untuk setiap kegiatan dibuat rencana terlebih dahulu. b. Apakah dalam pembuatan rencana telah dipilih alternatif yang saling menguntungkan bagi organisasi dan telah diperhatikan ketentuan peraturan yang berlaku. c. Apakah ada penelaahan oleh atasan langsung mengenai rencana kerja yang diajukan kepadanya. d. Prosedur-Prosedur Langkah-langkah yang harus diterapkan untuk melaksanakan kegiatankegiatan teknis maupun administratif untuk menjamin terselenggaranya kebijaksanaan yang telah ditentukan. e. Pencatatan /Akuntansi Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian terhadap

pencatatan/akuntansi adalah:

26

a. Apakah setiap kegiatan telah dicatat dengan teliti, tepat waktu, dan dapat diandalkan. b. Apakah pencatatan yang ada telah menjamin pengendalian yang cukup atas aset, kewajiban, serta penggunaan atas sumber daya dan dana obrik. f. Pelaporan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian terhadap pelaporan adalah: a. Apakah pelaporan yang dibuat dapat memberikan informasi mutakhir yang dibutuhkan oleh pejabat yang bertanggung jawab untuk kepentingan tindakan-tindakan manajemen. b. Apakah ada keharusan bagi pegawai untuk melaporkan secara tertulis setiap hasil kerjanya. c. Apakah laporan yang disusun berdasarkan data dan informasi yang benar dan tepat waktu. g. Personalia Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian terhadap personalia adalah a. Apakah tugas dan tanggung jawab telah diberikan kepada pegawai yang mampu melaksanakan dengan baik. b. Apakah ada supervisi dan sistem pengawasan yang memadai terhadap pegawai. c. Apakah dilakukan pembinaan dan ada program diklat pegawai secara kesinambungan. 3. Tahap pemeriksaan lanjutan atau audit terinci Pada tahap ini auditor melakukan pengumpulan bukti yang cukup dan kompeten untuk mendukung tujuan audit yang telah ditentukan. Pada tahap ini juga dilakukan pengembangan temuan untuk mencari keterkaitan antar satu temuan

27

dengan temuan yang lain dalam menguji permasalahan yang berkaitan dengan tujuan audit. Temuan yang cukup, relevan, dan kompeten dalam tahap ini disajikan dalam suatu kertas kerja audit (KKA) untuk mendukung kesimpulan audit yang dibuat dan rekomendasi yang diberikan. Temuan harus diartikan sebagai himpunan dan sintesis informasi-informasi mengenai kegiatan, organisasi, kondisi atau hal-hal lain yang telah dianalisa atau dinilai serta diperkirakan akan menarik atau berguna untuk pejabat yang berwenang atau untuk petugas-petugas instansi atau organisasi lainnya. (Petunjuk Pemeriksaan Operasional, n.d). Temuan-temuan ini hanya menyangkut kekurangan atau kelemahan saja. Dalam merencanakan dan menangani kegiatan pemeriksaan, pemeriksa memberikan tekanan pada aspek-aspek kegiatan instansi yang nampakny memungkinkan diadakan perbaikan. Temuan-temuan itu menyangkut hal-hal seperti: a. Ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan b. c. d. Pengeluaran uang yang tidak sepantasnya Pemborosan / ketidakhematan Ketidakefektifan

Suatu temuan merupakan landasan bagi saran tindakan oleh instansi namun saran-saran atau rekomendasi-rekomendasi bukan merupakan bagian dari temuan. Persyaratan ciri-ciri temuan yang dapat diteruskan kepada pihak-pihak yang berwenang (Petunjuk Pemeriksaan Operasional, n.d) : a. Cukup berarti untuk dikomunikasikan kepada pihak-pihak lain b. c. Berdasarkan pada fakta-fakta dan bukti-bukti yang tepat dan nyata Disusun / dikembangkan secara objektif

28

d.

Berdasarkan pada kegiatan-kegiatan pemeriksaan yang memadai

guna mendukung setiap kesimpulan yang diambil e. Meyakinkan. Kesimpulan-kesimpulan harus logis dan layak, serta

harus jelas berpangkal tolak dari fakta-fakta yang disajikan. Pada umumnya temuan diakhiri dengan rekomendasi yang ditujukan kepada pejabat yang bertanggung jawab melaksanakan koreksi atas kelemahan, penyimpangan atau pencegahan berulangnya kelemahan atau penyimpangan. Langkah-langkah perbaikannya merupakan tanggung jawab pimpinan objek atau instansi yang diperiksa. Pemeriksa harus memaparkan setiap kelemahan / penyimpangan secara lengkap, sehingga memungkinkan untuk memberikan rekomendasi secara konstruktif. Apabila pemeriksa tidak dapat merekomendasi suatu cara yang terbaik dari berbagai alternatif untuk mengambil tindakan

korektif, sebaiknya pemeriksa memberikan rekomendasi berdasarkan pilihan yang diyakininya. Pemeriksa juga harus mempertimbangkan besarnya biaya pelaksanaan serta rekomendasi sebanding dengan manfaatnya. Rekomendasi diajukan pada saat (Petunjuk Pemeriksaan Operasional, n.d): a. Apabila pekerjaan kita memberikan indikasi perlunya tindakan-tindakan perbaikan atau untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan padahal tindakantindakan yang perlu tersebut belum dilaksanakan sebelumnya pada saat laporan-laporan sedang disiapkan. b. Meskipun tindakan-tindakan korektif sudah dijanjikan atau dimulai. Dalam keadaan begini, pemeriksa lebih baik menyatakan rekomendasi-rekomendasi secara positif daripada hanya mengungkapkan tindakan-tindakan yang dijanjikan atau sedang ditangani oleh pihak instansi yang bersangkutan. 4. Tahap Pelaporan.

29

Tahapan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan hasil audit termasuk rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini penting guna meyakinkan pihak manajemen (objek audit) tentang keabsahan hasil audit dan mendorong pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan perbaikan terhadap berbagai kelemahan yang ditemukan. 5. Tahap tindak lanjut pemeriksaan Sebagai tahap terakhir dari audit manajemen/audit operasional tindak lanjut bertujuan untuk mendorong pihak-pihak yang berwenang untuk melaksanakan tindak lanjut (perbaikan) sesuai dengan rekomendasi yang diberikan. Auditor tidak memiliki wewenang untuk mengharuskan manajemen melaksanakan tindak lanjut sesuai dengan rekomendasi yang diberikan. Oleh karena itu, rekomendasi yang disajikan dalam laporan audit seharusnya sudah merupakan hasil diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan tindakan perbaikan tersebut. hasil audit menjadi kurang bermakna apabila rekomendasi yang diberikan tidak ditindaklanjuti oleh pihak yang diaudit.

2.1.14. Masalah yang Dapat Diungkapkan oleh Audit Manajemen Masalah-masalah yang dapat diungkapkan melalui audit manajemen (Tunggal 2000:33) antara lain : 1. Kekurangan dalam perencanaan seperti kurang / tidak adanya tau ketidaklayakan rencana standar, kebijakan dan prosedur baik dalam ruang lingkup fungsional maupun operasional kegiatan perusahaan. 2. Lemahnya struktur organisasi dan pola penempatan personil seperti penetapan tugas dan tanggungjawab yang tidak jelas, kegiatan dan fungsi yang tidak perlu, pekerjaan yang saling tumpang tindih, dan pelanggaran yang tidak dapat

30

dibenarkan atas prinsip organisasi, terlalu banyak petugas atau terlalu sedikit petugas dan pembagian kerja yang tidak layak. 3. Kelemahan dalam pengelolaan bahan dan fasilitas seperti pemborosan dalam penggunaan bahan, bahan pembantu, dan peralatan yang tidak tersedianya bahan, terlalu banyak persediaan, perseddiaan yang tidak bergerak serta usang. 4. Sistem pengawasan manajemen tidak efektif, seperti pengawasan yang lemah, system informasi yang tidak memadai, kurangnya standar pelaksanaan yang relative akurat, sedikit atau tidak adanya pengendalian intern akuntansi dan administrasi. 5. Prosedur dan administrasi intern yang buruk ditunjukkan oleh catatan yang tidak cukup layak, sistem informasi dan komunikasi yang tidak dapat dipercaya dan sejenisnya.

2.1.15. Perbedaan Audit manajemen dan Audit Keuangan Karakteristik audit yang berbeda menyebabkan tujuan audit yang juga berbeda. Perbedaan pokok antara audit manajemen dengan audit keuangan terletak pada ruang lingkup audit, audit keuangan bertujuan untuk menetapkan kewajaran laporan keuangan dan menekankan terselenggaranya penegendalian internal perusahaan, sedangkan audit manajemen penekanannya tidak hanya pada masalah keuangan saja tetapi mencakup masalah diluar keuangan dengan memberikan rekomendasi perbaikan dalam rangka meningkatkan ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas perusahaan. Jadi, audit manajemen mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan audit keuangan.

2.2. Efektivitas

31

Pengertian dari efektivitas itu sendiri adalah hubungan antara keluaran suatu kegiatan dengan tujuan dari kegiatan tersebut dilaksanakan. Semakin besar kontribusi dan manfaat dari keluaran kegiatan tersebut terhadap pencapaian tujuan dari dilaksanakannya tujuan tersebut. Menurut Bayangkara (2008:14), secara singkat efektivitas dapat dipahami sebagai tingkat keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Efektivitas merupakan ukuran dari output. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas,dan waktu. Efektivitas dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan. Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya (Siagian dalam Othenk, 2008). Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dipahami bahwa efektivitas dalam proses suatu program yang tidak dapat mengabaikan target sasaran yang telah ditetapkan agar operasionalisasi untuk mencapai keberhasilan dari program yang dilaksaksanakan dapat tercapai dengan tetap memperhatikan segi kualitas yang diinginkan oleh program. Dalam konsep efektivitas, unsur yang penting, yang pertama adalah pencapaian tujuan yang sesuai dengan apa yang telah disepakati secara maksimal, tujuan merupakan harapan yang dicita-citakan atau suatu kondisi tertentu yang ingin dicapai oleh serangkaian proses.

32

2.3. Kredit Dalam artian luas, kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin berarti credere artinya percaya. Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban membayar sesuai waktu yang diberikan. Menurut Undang-Undang Perbankan No.10 tahun 1998 dalam Kasmir (2002:92), pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

2.3.1. Unsur-Unsur Kredit Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian fasilitas kredit (Kasmir 2002:94), antara lain : 1. Kepercayaan

yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali di masa yang akan datang. 2. Kesepakatan

disamping unsur kepercayaan, di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak

memandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. 3. Jangka waktu

33

setiap kredit yang diberikan memilikijangka waktu tertentu. Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. 4. Risiko

adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagih / macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. 5. Balas jasa

merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. 2.3.2. Kredit gadai Dalam PO. Kantor Cabang Perum Pegadaian, yang dimaksud dengan kredit gadai adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu kepada nasabah atas dasar hukum gadai dan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Nasabah menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan (Pegadaian) sebagai pemberi pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan membayar sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Kredit gadai yang disalurkan dikelompokkan berdasrkan penggunaan, baik produktif maupun konsumtif, antara lain : a. b. c. d. e. f. pertanian (perkebunan, perikanan) industri / usaha kecil dan menengah perdagangan pendidikan pengobatan keperluan keluarga

34

2.4. Gadai Usaha gadai mengatasi kesulitan saat orang-orang memerlukan dana dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi tanpa kehilangan barang-barang berharga. Sehingga masyarakat dapat menjaminkan barang-barangnya ke lembaga tertentu. Barang yang dijaminkan tersebut pada waktu tertentu dapat ditebus kembali setelah masyarakat melunasi pinjamannya. Kegiatan menjaminkan barang-barang berharga untuk memperoleh sejumlah uang dan dapat ditebus kembali setelah jangka waktu tertentu disebut dengan usaha gadai.

2.4.1. Pengertian Gadai Gadai adalah kegiatan menjaminkan barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai (Kasmir 2002:246). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa usaha gadai memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. 2. 3. Terdapat barang-barang berharga yang digadaikan Nilai jumlah pinjaman tergantung barang yang digadaikan Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali. Perum Pegadaian adalah lembaga yang berfungsi memberikan pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.

2.4.2. Keuntungan Usaha Gadai Tujuan utama usaha pegadaian adalah untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon

35

yang bunganya relatif tinggi. Perusahaan pegadaian menyediakan pinjaman uang dengan jaminan barang-barang berharga. Kasmir (2002:249), keuntungan perusahaan pegadaian jika dibandingkan dengan lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan lainnya, adalah : 1. Waktu yang relative singkat untuk memperoleh uang yaitu pada

hari itu juga, hal ini disebabkan prosedurnya yang tidak berbeli-belit. 2. Persyaratan yang sangat sederhana sehingga memudahkan

konsumen untuk memenuhinya. 3. Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut

digunakan untuk apa, jadi sesuai dengan kehendak nasabahnya. 4. Sanksi yang diberikan relative ringan, apabila tidak dapat

melunasi dalam waktu tertentu. Sanksi yang paling berat adalah jaminan yang disimpan akan dilelang untuk menutupi kekurangan pinjaman yang telah diberikan.

2.4.3. Kategori Barang Gadai Pada dasarnya, hampir semua barang bergerak dapat digadaikan di Perum Pegadaian. Namun ada juga barang-barang bergerak tertentu yang tidak dapat digadaiakan. Jenis barang-barang bergerak yang dapat diterima sebagai barang jaminan di perum pegadaian antara lain (Kasmir, 2002:250) : a) Barang-barang perhiasan : emas, perak, intan, mutiara, dan lain-lain. b) Barang-barang elektronik : tv, kulkas, radio, video, tape, recorder, dan lainlain. c) Kendaraan : sepeda, motor, mobil. d) Barang-barang rumah tangga : barang-barang pecah belah.

36

e) Mesin : mesin jahit, mesin ketik, dal lain-lain. f) Tekstil : kain batik, permadani. g) Barang-barang lain yang dianggap bernilai. Adapun barang-barang yang tidak dapat dijadikan jaminan karena keterbatasan tempat penyimpanan, sumber daya menusia di Perum Pegadaian adalah sebagai berikut : a) Binatang ternak : kerbau, sapi, kambing, dan lain-lain. b) Hasil bumi : padi, jagung, ketela pohon, dan lain-lain. c) Barang dagangan dalam jumlah besar. d) Barang-barang yang cepat rusak, busuk atau susut. e) Barang-barang yang amat kotor. f) Kendaraan yang sangat besar. g) Barang-baragn seni yang sulit ditaksir. h) Barang-barang yang mudah terbakar. i) Barang-barang jenis senjata, amunisi, dan mesiu. j) Barang-barang yang disewa belikan. k) Barang-barang milik pemerintah. l) Barang-barang ilegal.

2.4.4. Barang jaminan kasep Barang jaminan kasep adalah barang jaminan yang telah jatuh tempo, yang mana batas waktunya telah ditetapkan dalam Surat Bukti Kredit (SBK).

2.5. Lelang 37

2.5.1. Pengertian Lelang Berdasarkan SE 44/UI.00211/2006, lelang adalah upaya penjualan di muka umum terhadap barang jaminan kasep yang sampai dengan tanggal lelang jam 10.00 waktu setempat tidak dilunasi oleh debitur atau yang dikuasakannya, dengan maksud untuk mendapatkan harga yang setinggi-tingginya. Penjualan barang yang digadaikan melalui pelelangan akan dilakukan Perum Pegadaian pada bulan kelima. Pelelangan akan dilakukan sendiri oleh Perum Pegadaian. Pelelangan tersebut terjadi apabila: 1. Pada saat pinjaman jatuh tempo, nasabah tidak dapat menebus barang yang digadaikan dan membayar kewajiban lainnya dengan berbagai alasan. 2. Pada saat pinjaman jatuh tempo, nasabah tidak memperpanjang batas waktu pinjamannya. Tanggal lelang diumumkan melalui papan pengumuman dan media radio. Dalam hal barang jaminan telah dilelang, maka nasabah masih berhak untuk menerima uang kelebihan yaitu hasil penjualan dalam lelang setelah dikurangi pelunasan seluruh kewajiban nasabah, yang terdiri dari : 1. 2. 3. Pokok Pinjaman Sewa modal (bunga) Biaya Lelang

Jika setelah dilelang terjadi kelebihan maka uang kelebihan dapat diambil sesudah pelelangan. Tenggang waktu pengambilan uang kelebihan ditentukan selama 1 (satu) tahun setelah tanggal lelang. Apabila dalam waktu yang ditentukan tidak diambil maka uang kelebihan (kadaluarsa) akan menjadi milik perusahaan.

38

Apabila barang yang digadaikan tidak laku dilelang atau dijual dengan dibawah harga taksiran, maka barang tersebut akan dibeli negara dan kerugian yang timbul menjadi beban Perum Pegadaian.

2.5.2. Barang Sisa Lelang Dalam PO. Kantor Cabang, Barang Sisa Lelang (BSL) adalah barang jaminan yang ditaksir dengan wajar tetapi pada saat lelang tidak laku dijual, selanjutnya ditetapkan menjadi milik (asset) perusahaan. Barang sisa lelang diakui dan dicatat sebagai transaksi mutasi asset dari pinjaman yang diberikan (aktiva lancar) menjadi aktiva lainnya (aktiva tidak lancar).

2.5.3. Penjual Lelang Penjual adalah perorangan, badan hukum/instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara lelang. Dengan kata lain Perum Pegadaian merupakan sarana atau tempat untuk menjual barang jaminan yang telah jatuh tempo.

2.5.4. Pembeli/Pemenang Lelang Orang/badan yang mengajukan penawaran tertinggi yang disahkan sebagai pemenang lelang oleh pejabat lelang.

2.5.5. Bea lelang

39

Bea lelang adalah bea yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, dikenakan atas setiap pelaksanaan lelang yang berupa penerimaan Negara. Bea lelang terdiri dari : 1. Bea lelang penjual : bea lelang yang dibebankan kepada penjual dalam hal ini nasabah. 2. Bea lelang pembeli : bea lelang yang diberikan kepada pembeli (pemenang) lelang masing-masing ditetapkan sebesar 1 % dari lakunya lelang.

40