Proposal Ade

Embed Size (px)

Citation preview

PROPOSAL SKRIPSI GEOLOGI DAN STUDI EVOLUSI TEKTONIK DAERAH AEK GODANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

Oleh : ADE MULYADI NIM. 111.070.128

PRODI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2012

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI Geologi Dan Studi Evolusi Tektonik Daerah Aek Godang Dan Sekitarnya, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara

Oleh : ADE MULYADI NIM. 111.070.128 Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi

Yogyakarta, Januari 2012 Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Firdaus Maskuri, MT NIP. 19580822 199203 1 001 Mengetahui Ketua Jurusan

Ir. S. Kis Daryono MT. NIP. 196306241990031001

Ir. H. Sugeng Raharjo, M.T NIP. 19581208 199203 1

DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Lokasi, Luas dan Kesampaian Daerah Telitian BAB II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Tahap Pendahuluan 2.2 Tahap Pengumpulan dan Analisis Data 2.3 Tahap Penyelesaian dan Penyajian Data 2.4 Peralatan Yang Digunakan BAB III. GEOLOGI 3.1 Geomorfologi Regional 3.2 Stratigrafi Regional 3.3 Struktur geologi dan Tektonika DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan geologi tergantung pada dua aspek, yaitu sumber daya alam sebagai laboratorium alam sebagai masalah yang harus dipecahkan dan sumber daya manusia sebagai subyek yang akan memecahkan persoalan geologi yang ada. Sebagai seorang calon sarjana geologi, kita dituntut memiliki pengetahuan dasar tentang geologi yang luas serta dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya dalam bentuk karya nyata yang dapat bermanfaat, baik untuk pembangunan maupun demi pengembangan khasanah dunia ilmu kebumian. Oleh karena itu, seorang calon sarjana geologi harus dapat berperan aktif dalam menerapkan ilmu geologi untuk menjawab permasalan-permasalahan geologi yang dihadapi bangsa dan negara. Salah satu bentuk partisipasi adalah dengan melakukan pemetaan geologi. Pemetaan geologi ini dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal,Sumatera Utara. Pemilihan lokasi ini dikarenakan secara geologi daerah ini cukup kompleks, baik ditinjau dari segi stratigrafi, geomorfologi dan struktur geologi. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dari usulan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan akademik pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jogjakarta, dalam rangka melaksanakan tugas akhir (skripsi) tingkat sarjana (S-1). Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan geologi daerah telitian secara detil yang meliputi penyebaran batuan, macam batuan penyusunnya, geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi serta lingkungan pengendapannya dalam hubungannya dengan kondisi geologi regional dari penelitian terdahulu dan di khususkan untuk mengetahui lingkungan tektonik di daerah penelitian.

1.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah Telitian Lokasi daerah telitian secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten mandailing natal, Sumateta utara. Daerah telitian terdapat pada lembar peta geologi lubuk sikaping skala 1: 100 000.daerah penelitian merupakan daerah hutan dengan bukit-bukit yang terjal denagn jalan yang belum di aspal masih berupa tanah,Untuk mencapai daerah telitian dapat menggunakan kendaraan bermotor baik roda dua ataupun roda empat atau berjalan kaki dari pangkalan kerja (base camp).

Foto kenampakan Daerah Mandailing Di ambil dari Google Earth

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN2.1 Tahap Pendahuluan Pada tahap ini dilakukan persiapan berupa kelengkapan administrasi, pemilihan judul skripsi, studi pustaka dan diskusi dengan dosen pembimbing. Tahap ini dilakukan di Kampus Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral UPN Veteran Yogyakarta. 2.1.1 Penyusunan Proposal Penelitian Tahap ini dilakukan sebelum melakukan penelitian dilapangan berkoordinasi dengan dosen pembimbing mengenai tema / judul penelitian yang akan diambil sesuai dengan keinginan dan keadaan di lapangan. 2.1.2 Studi Pustaka Tahap ini dilakukan untuk menunjang penelitian. Studi pustaka ini meliputi studi mengenai geologi regional Daerah aigodang di Kabupaten mandailing natal merupakan daerah konsentrasi telitian, maupun teori - teori dasar geologi lainnya yang akan menunjang dalam penelitian ini. 2.2 Tahap Pengumpulan dan Analisis Data Tahap pengumpulan dan analisis data ini juga melewati beberapa tahap untuk dapat menuju ke tujuan akhir ini yaitu untuk mengetahui mineralisasi di daerah telitian, adapun tahap - tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut.

2.2.1

Pengumpulan Data

Data yang digunakan untuk penelitian ini meliputi data geologi seperti litologi, pengukuran kedudukan lapisan batuan, dan pengambilan sample batuan yang segar maupun yang lapuk. Pengukuran penampang stratigrafi terukur juga merupakan bagian yang penting yaitu untuk mengetahui urut - urutan straigrafi dari tua - muda secara vertikal dan mengetahui letak pengambilan sample dalam stratigrafi. Semua data tersebut dicatat dalam buku lapangan dan juga bisa langsung diplotkan kedalam peta 2.2.2 Analisis data Analisis data yang telah dikumpulkan di lapangan akan dilakukan di laboratorium yang meliputi analisis : a. Analisis Petrografi Analisis petrografi ini merupakan analisis yang sangat penting dalam penelitian. Semua hasil atau tujuan yang hendak dicapai, sebagian besar dari analisis petrografi. Analisis petrografi dilakukan untuk mengetahui komposisi batuan termasuk di dalamnya mineral penyusun batuan tersebut sehingga kita bisa mengidentifikasi meneralisasi daerah penelitian dan Pada akhirnya peneliti dapat mengetahui jenis batuan tersebut berdasarkan pengklasifikasian yang telah ada, lingkungan pengendapan, dan mikrofasies. Untuk dapat dilakukan analisis secara petrografis maka terlebih dahulu dibuat sayatan tipis di atas gelas preparat dari contoh batuan yang telah dipilih dan mewakili. Caranya yaitu batuan yang akan diasah tersebut dipotong terlebih dahulu agar permukaannya rata dengan alat pemotong. Selanjutnya dilem dengan balsam kanada pada kaca preparat bagia yang rata tadi, kemudian dipanaskan dengan alat pemanas sampai melengket. Jika sudah melengket dan balsam kanada sudah kering, baru dilakukan penggosokan agar batuan tersebut menjadi tipis dengan alat penggosok berupa gerinda, dan untuk menghaluskannya digosok diatas kaca biasa dengan dicampur dengan bubuk karbonkorondum. Sayatan batuan ini diusahakan maksimum setebal 0.03 mm. Setelah mencapai ketebalan kurang lebih 0.03 mm, maka sayatan tersebut diberi balsam kanada lagi dan ditempel dengan gelas preparat yang kecil agar

sayatan tersebut tertutup, lalu dipanaskan sampai melengket dan kering, dan setelah selesai sehingga sayatan ini siap untuk dianalisa secara petrografis.

b. Analisis Paleontologi Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kandungan fosil yang terdapat pada suatu tubuh batuan. Analisis ini berguna dalam penentuan umur dan lingkungan batimetri daerah telitian. Pada akhirnya peneliti dapat mengetahui umur dan lingkungan batimetri batuan tersebut berdasarkan pengklasifikasian yang telah ada. c. Analisis Kalsimetri Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar CaCO3 bila batuan karbonat direaksikan dengan larutan HCl, dilihat dari volume gas yang dihasilkan. Tujuannya untuk menentukan seri batuan karbonat menurut Pettijohn (1957). 2.3 Tahap Penyelesaian dan Penyajian Data Tahapan ini merangkum semua kegiatan yang telah dilakukan baik di lapangan maupun pada saat analisis di laboratorium menjadi satu kesatuan. Penyajian data pada akhirnya berupa peta lintasan, peta geologi (regional) dan penampang stratigrafi terukur yang terangkum dengan baik dalam bentuk laporan skripsi. 2.4 Peralatan Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa peralatan baik yang digunakan di lapangan maupun pada saat di laboratorium, antara lain : Peralatan di Lapangan Peta Topografi Palu geologi Kompas GPS ( Global Positioning System) Larutan HCl

-

Meteran Clipboard Buku lapangan Loupe Kamera Komparator Plastik sample Alat tulis Peralatan di laboratorium Untuk analisis mikropaleontologi : Peroksida (H2O2) Mikroskop polarisasi & Mikroskop Binokuler Cawan Jarum Sayatan tipis Untuk analisis petrografi : - Mikroskop polarisasi - Sayatan tipis batuan Untuk analisis kalsimetri : - Neraca elektrik (timbangan) - Alat chittic - Morter dan Pastle - Bubuk CaCO3 murni - Larutan HCl - Aquade

No.

KEGIATAN

Desember 1 2 3 4 1

Januari 2 3 4 1

Februari 2 3 4 1

Maret 2 3 4 1

April 2 3 4

1

2

Studi Pustaka dan konsultasi pembimbing Pengamatan lapangan dan pengambilan Data penampang stratigrafi terukur Pemilahan Data dan Analisis Lab. : a. Paleontologi b. Petrografi c. Granulometri & Kalsimetri d. Petrofisik

3

4 5 6 7 8

Penulisan laporan Kolokium Revisi Sidang sarjana Wisuda

Tabel rencana waktu penelitian

Studi literatur, peneliti terdahulu (buku teks, laporan)

Persiapan LapanganPersiapan peralatan lapangan Survey pendahuluan Interpretasi peta topografi Perencanaan lintasan

Kegiatan Lapangan ( Pengumpulan Data Lapangan ) Observasi lapangan Pengambilan data geologi yang meliputi: a. penentuan titik lokasi pengamatan b. pengukuran jurus dan kemiringan lapisan batuan c. pemerian litologi : deskripsi dan pengambilan contoh batuan d. foto lapangan e. pengukuran penampang stratigrafi terukur

Analisis data

Laboratorium Analisis petrografi Analisis paleontologi Analisis Kalsimetri Analisis Petrofisik

Studio

Pengambaran peta Pengambaran MS Pengambaran grafik

Hasil yang diharapkan - Karakteristik mineralisasi

Gambar 2.1. Bagan alir tahapan penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Regional 1. Fisiografi Sumatera Utara Kajian Geomorfologi bertujuan untuk memahami keadaan bentang alam daerah penelitian, klasifikasi, perkembangan dan faktor pengontrolnya. Pulau Sumatera secara regional mempunyai bentuk memanjang dengan kecenderungan arah kira-kira U 3000 T. panjang pulau ini lebih kurang 1700 km dengan lebar lebih kurang 200 km dibagian Utara dan 350 km di bagian Selatan. Proses pengangkatan dari pulau Sumatera adalah Bukit Barisan dengan arah Barat Laut Tenggara menempati sepanjang sisi barat pulau ini. Bagian barat pulau ini dibatasi oleh pantai yang sempit, sedangkan bagian timur merupakan pegunungan lipatan yang lebih rendah dan semakin ke timur merupakan dataran aluvial yang sangat lebar dan berdekatan dengan Selat Malaka. Disepanjang barat daya tanah Sunda, perluasan lempeng Eurasia yabg berupa daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian busur Sunda. Dilepas Barat Sumatera, kerak samudera yang mendasari lautan Hindia dan bagian Indo-Australiamenunjam miring disepanjang parit Sunda. Penunjaman di bawah Sumatera ( magmatic arc) selama Tersier Awal samapai Resen telah menyebabkan terjadinya busur magma yang luas di pegunungan Bukit Barisan, penunjaman di bawah Sumatera secara berkala tidak teratur, mungkin sudah terjadi sejak Perm akhir ( Katili,1969). Walaupun posisi busur dan parit seperti sekarang mungkin baru terjadi pada Miosen. Tegangan yang timbul sebagai akibat penunjaman miring secara berkala telah dilepaskan melalui dextral yang

sejajar dengan tepi lempeng dan menghasilkan sesar Sumatera (patahan Semangko) yang membujur sepanjang pulau Sumatera, sebagai hasil interaksi konvergen antara lempeng Eurasia dengan lempeng Indo-Australia. R.W.Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Sumatera Utara dalam 3 (tiga) satuan fisiografi yang mempunyai pola penyebaran yang hampir seragam dan sejajar dengan arah memanjang pulau Sumatera. Adapun ketiga fisiografi tersebut sebagai berikut : 1.1.1. Fisiografi Dataran Rendah Fisiografi dataran rendah terletak disebelah timur Sumatera Utara dan sebagian kecil berada disebelah barat, daerah tersebut pada umumnya dibentuk oleh sedimen Tersier dan Kuarter. 1.1.2. Fisiografi Daerah Graben Fisiografi daerah graben, meliputi daerah-daerah antara lain Kotanopan, Sidikalang, Tarutung, Padang Sidempuan, Panyabungan, dll. Daerah ini membentuk jalur sempit dan memanjang dari Utara hingga ke Selatan. Daerah Graben dibatasi oleh 2 (dua) sesar dan batuannya merupakan hasil aktivitas gunung api yaitu Tufa. 1.1.3. Fisiografi Daerah Bukit Barisan Fisiografi daerah Bukit Barisan terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu Bukit Barisan sebelah timur yang membentang dari Aceh, Kabanjahe, Parapat, dan Sumatera Selatan, sedangkan daerah Bukit Barisan sebelah barat melalui daerah sekitar Tapaktuan, Barus, Sibolga, sampai ke Lampung. Daerah Bukit Barisan dipisahkan oleh daerah

Graben kadang-kadang terputus-putus, yang menyusun daerah Bukit Barisan terdiri dari batuan metamorf, vulkanik dan sedimen relatif berumur tua. Rock, dkk,(1983) Secara regional membagi daerah penelitian menjadi enam satuan fisiografi (lihat gambar 2.1.) yaitu :

Dataran pantai bagian Barat (West Coastal Plains ) Suatu dataran yang dikelilingi oleh sederetan perbukitan dengan puncak tertinggi 400 m, disusun oleh batuan vulkanik tersier. Menurut Verstappen, 1973, suatu blok di bawah permukaan air yang merupakan dasar daratan, tetapi ini bukan menandakan penurunan pada kala Resen, ketinggian permukaan sekitar 75 m di atas permukaan laut, dengan teras-teras 2,6 m pada lembah Batang Natal. Umumnya daerah ini disusun oleh tufa dengan pola pengaliran denritik.

Rangkaian pegunungan Bukit Barisan bagian Barat (western Barisan Mountain Range) Zona ini membentuk pegunungan memanjang, yang dipisahkan oleh graben. Bagian Barat graben disusun oleh batuan metavulkanik dan metasedimen berumur Mesozoikum Akhir, intrusi granit kemudian ditutupi oleh sedimensedimen resisten dan vulkanik berumur Miosen dan selanjutnya di endapkan batuan vulkanik berumur Kwarter.

Zona Graben (Graben and Related Graben)

Graben ini cenderung berarah Barat Laut-Tenggara seperti terlihat di daerah Panyabungan (Panyabungan Graben), Rao (Rao-Rao Graben), dan Lubuk Sikaping (Sumpur Graben), oleh Verstappen (1973) disebut Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Faults System). Rangkaian Bukit Barisan bagian Timur (Eastern Barisan Range) Ini berbeda dengan zona bagian Barat dari segi umur terutama batuan dasar (metasedimen dan intrusi berumur Paleozoikum Akhir), tidak dijumpai Vulkanik Kwarter. Beberapa puncak membulat dan puncak tertinggi 2000 m. umumnya daerah ini tidak dapat dicapai dan mempunyai torehan sungai yang sangat dalam.

Kaki Bukit Barisan (Barisan Foothills) Menggambarkan suatu graben dasar horst membentuk lipatan pada lapian tersier, batas sesar ini mengikuti sayap lipatan. Daerah horst disusun oleh lapisan Tersier Tua (Formasi Sihapas) dibagian Timur zona Bukit Barisan, umumnya tidak datar, namun mempunyai relief rendah. Torehan sungai yang sangat dalam dengan jurang yang terjal. Daerah ini disusun oleh metasedimen Pra-Tersier dan umumnya berarah Utara hingga bagian Timur horst. Graben ini tersusun oleh lapisan Tersier (Formasi Telisa) dengan sebaran aluvial sepanjang aliran sungai dengan perbukitan yang berelevasi sedang hingga tinggi dengan torehan sungai tidak dalam.

Lembah Lubuk Sikaping, Menempati daerah rendah yang memotong perbukitan yang disusun oleh Flat Aluvial. Perbukitan ini berbentuk perlipatan yang ditutupi oleh sedimen Tersier dengan ketebalan bervariasi dari suatu urutan klastik berumur Plistosen.

3.2. Stratigrafi Regional Secara regional daerah penelitian termasuk dalam stratigrafi lembar Lubuk Sikaping dan masih dalam jajaran pegunungan Bukit Barisan dalam sistem fore arc basinal. Pada daerah ini telah terjadi beberapa kali fase magmatisme dan pengendapan sedimen yang berulang-ulang. Dari yang tertua sampai yang termuda urutan stratigrafinya adalah sebagai berikut : a. Pra Tersier Pada Pra Tersier dikenal ada tiga kelompok zona Bukit Barisan bagian Timur mempunyai lapisan yang cukup tebal. Pada umur karbon awl hingga perm awl umumnya didominasi oleh batu sabak formasi Kuantan ( Silitonga dan Kastowo, 1975) dan metamorfisme dari greenschit atau amfhobilite facies. Dimana formasi Kuantan sama dengan Kluet ( PUK )dan termasuk kedalam kelompok Tapanuli (PUT). Kelompok Tapanuli

Kelompok Tapanuli berumur Palaezoikum atas atau Permokarbon, umumnya terdiri batuan sedimen klastik yang sebagian besar diantaranya telah mengalami perlipatan yang intensif. Kelompok ini terdiri dari, yaitu : Formasi Kuantan (Pukul) anggota batugamping, terdiri dari : batugamping marmer dan filit. Formasi Kuantan (Puku) : daerah Kuantan yang terdiri dari

metasedimen,batusabak, metaaernit kuarsa dan meta kuarsit. Kelompok Peusangan

Kelompok Peusangan berumur Palezoikum Akhir sampai Mesozoikum awal yang terdiri dari formasi, yaitu : Formasi Kuali berumur Trias Tengah sampai Trias Akhir berupa sedimen non-klastik dengan batugamping, dan lain-lain. Formasi Silungkang berumur Perm Akhir, berupa batuan vulkanik yang menutupi kelompok Tapanuli secara tidak selaras dimana umumnya dijumpai di daerah sebelah Timur hamparan Bukit Barisan. Kelompok Woyla

Kelompok Woyla berumur mesozoikum Akhir sampai Kwarter yang terdiri dari batuan ofiolit endapan vulkanik dan tak teruraikan diatasnya secara tidak selaras batuan sedimen non-klastik berumur tersier sampai kwarter dan batuan terobosan berumur

pra-tersier sampai tersier sedangkan batuan termuda adalah endapan aluvial. Kelompok ini terdiri dari formasi, yaitu : Formasi Muara Soma (Mums) yang terdiri dari argilit, meta batugamping, batusabak, meta gunungapi dan meta tufa. Formasi Belok Gadang (Mubg) yang terdiri dari selang seling arenit, argilit dan argilit radilaria. Formasi Sikubu (Musk) terdir dari meta gunungapi klastika, batu gunungapi andesit. b. Tersier Sedimentasi Tersier Sumatera Utara adalah kompleks, beberapa cekungan sedimen terbentuk pada waktu yang berbeda dan dipisahkan oleh pegunungan Bukit barisan oleh suatu ketinggian. Perbedaan nama kelompok , formasi dan anggota digunakan pada tiap-tiap cekungan. Secara lateral ketiga super kelompok, yaitu : Tersier I, II, III yang dipisahkan menurut peristiwa geologinya. Tersier I berumur Eosen hingga Oligosen Awal, Tersier II berumur Oligosen akhir hingga Miosen Tengah. Batas antara Tersier II dan III dicirikan oleh puncak marine transgresi, tersier II bersifat transgresi dan tersier III bersifat regresi. Lapisan Tersier I tidak dapat dikenal dipermukaan pada lembar Natal, walaupun batuan mempunyai umur yang sama dengan batuan yang dijumpai di daerah Panjang (Pantai Barat). Tersier II dan III masing-masing menempati cekungan

Sumatera Tengah dan Sumatera Barat. Batuan dari cekungan Sumatera Barat di duga diendapkan dibagian Barat lembar peta Lubuk Sikaping dan dekat dengan zona Pasaman dan tererosi secara subsekuen (Rock,dkk, 1983). Ada beberapa kelompok pada zaman Tersier yang dibedakan menurut umurnya, yaitu : Kelompok Gadis Kelompok batuan ini berumur antara Oligosen hingga Miosen Awal, dibagi menjadi, yaitu : Formasi Barus (Tmbap) : di daerah Parlampungan terdiri dari batulanau dan batupasir. Formasi Barus (Tmbal) : di daerah barus, terdiri dari kadang arkose dan lanau mikaan,arenit kuarsa dan konglomerat. Perselingan kasar-halus batupasir,batulanau, batu lumpur (mudstone), serpih berkarbon dan sedikit batubara. Formasi ini berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah. Kelompok Kampar Kelompok ini berumur Tersier yang terdiri dari formasi Sihapas, dan formasi telisa. Formasi Sihapas terdiri dari batupasir kuarsa dan batulumpur serta sedikit batubara. Formasi ini berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah.

c. Kwarter Lapisan Kwarter dibatasi oleh dataran Pantai Barat dan daerah Graben, menurut Kanao,et.al (1971) umumnya daerah aluvial menempati sepanjang bagian Barat Daya Gunung Malintang merupakan rombakan batuan Vulkanik. Berdasarkan interpretasi geologi foto bahwa endapan aluvial menempati daerah dataran yang terdiri dari lempung sungai dan pantai, lanau, pasir, dan kerikil, termasuk endapan kipas longsoran tanah. Lapisan batuan yang berumur kwarter berupa batuan sedimen dan gunungapi. Ada beberapa kelompok batuan dalam lapisan ini, yaitu : 1. Formasi Air Balam yang termasuk dalam batuan sedimen seperti batulanau dan batulanau pasiran yang berumur plistosen hingga holosen. 2. Kelompok batuan gunungapi Kelompok ini diperkirakan berumur pliosen hingga holosen, yang terdiri dari : Pusat Sorik Marapi

Terdiri dari lava andesit piroksen(Qhvsm) berumur holosen dan lava andesitik serta breksi gunungapi (Qvsm) brumur plistosen. Pusat malintang

Lava andesitik dan breksi, lava andesitik lebih muda. Lahar andesitik sampai dasitik. Breksi gunungapi dan lava (Qvmt) berumur plistosen.

Pusat Talamau

Endapan pertama berupa lava dan endapan kedua berupa lahar hasil endapan gunungapi Talamau (Qvta) berumur plistosen dan endapan ketiga berupa aluvium gunungapi klastika hasil gunungapi Pasaman (Qvpa) berumur plistosen. Pusat Sarik: Berupa andesit dan basalt porfiritik (Qvsk) berumur plistosen hingga holosen. Pusat Gajah: Andesit dan Dasit vesikuler (Qvga) berumur plistosen hingga holosen. Pusat Maninjau: Tufa, batuapung riolitik (Qhvm), batuan yang tak terbedakan, tidak menunjukkan aktivitas gunungapi (Tmv),

pembenarannya ada pada lembar Padang Formasi Gunungapi Sikara-kara: Berupa breksi dan lava andesitik dan batu rombakan (Tmvsk). Formasi Gunungapi Air Bangis : Berupa andesit dan porfiritik (Tmvab) Formasi Gunungapi Amas: Berupa batuan gunungapi klastika menengah, lava, dan sedikit intrusif (Tmvam) Formasi Gunungapi Mangani: Lava asam sampai basa, batuan klastika, dan sedikit intrusif (Tuvm).

Formasi Gunungapi Langsat: Berupa lava avbasarokitik, porfiritik, kaya akan piroksen (Tlvl).

Formasi Gunungapi Panti: Berupa meta gunungapi, batu hijau dan meta gunungapi klastika (Ppvp).

3.3. Struktur Geologi Dan Tektonik Perkembangan struktur geologi Sumatera Utara pada zaman tersier dipengaruhi oleh adanya kegiatan penunjaman di sebelah Barat Sumatera yang akhirnya membentuk Sistem sesar Sumatera ( Curray, dkk, 1979). Arah sesar Sumatera adalah dextral, sejajar dengan arah memanjang pulau Sumatera yang terjadi pada kala Pliosen Plestosen. Menurut Davis, 1984 keadaan pulau Sumatera pada Kala Eosen dan Oligosen relatif berarah Utara Selatan. Persentuhan antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Benua Eurasia mengakibatkan terjadinya tegasan Couple, akibat interaksi tersebut maka struktur- struktur yang ada di Pulau Sumatera akan saling berkaitan dengan sesar utama Sumatera. Kala Oligosen Akhir terjadi gerak rotasi sebesar 200 dari lempeng mikro Sunda yang bergerak berlawanan arah jarum jam. Kedudukan pulau Sumatera bergeser dari N 1800 E dan lempeng Indo-Australia berada pada kedudukan N 2000 E. Sudut interaksi antara kedua lempeng berubah dari 200 menjadi 400. Pada Kala Akhir Miosen Tengah terjadi lagi gerak rotasi kedua sebesar 200 250 berlawanan arah jarum jam dari lempeng mikro Sunda.

Kedudukan pulau Sumatera bergerak ke arah Tenggara, yang kedudukannya menjadi N 1350 E. Akibatnya susut interaksi antara dua lempeng menjadi 650 . interaksi kedua lempeng tersebut menghasilkan tegasan komprosi dan peningkatan dari komprosi ini tercermin pada pengangkatan pegunungan Bukit Barisan. Selain itu, lanjutan dari interaksi ini sesar tua berupa sesar mendatar yang telah terbentuk pada kala Oligosen Akhir yang semula berarah Utara Selatan berubah menjadi berarah Barat Laut Tenggara,sedangkan sesar normal yang semula berarah Timur Laut Barat Daya menjadi arah Utara Selatan pada kala Pliosen-Plestosen sampai saat ini. Akibat dari perubahan arah dan pengaktifan sesar-sesar tua di bawah dibawah dua pola tegasan utama, maka pola tektonik Sumatera menjadi sangat kompleks (Davis, 1984).

DAFTAR PUSTAKA

A.J. Barber. The origin of the Woyla Terranes in Sumatra and the Late Mesozoic evolution of the Sundaland margin SE Asia Research Group, Department of Geology, Royal Holloway, University of London, Egham, Surrey TW20 0EX, UK Received 5 June 1999; accepted 29 April 2000. Aspden, J.A., Stephenson, B., Cameron, N.R. 1982. Tectonic Map of Northern Sumatra (1:5,000,000), Directorate of Overseas Surveys, Keyworth. Bemmelen van, R.W., 1949. The Geology of Indonesia. Martinus Nijhoff, The Hague, Netherlands. Bennett, J.D., Bridge, D.McC, Cameron, N.R., Djunuddin, A., Ghazali, S.A., Jeffrey, D.H., Kartawa, W., Keats, W., Rock, N.M.S., Thompson, S.J., Whandoyo, R. 1981a. The Geology of the Banda Aceh Quadrangle, Sumatra (1:250,000). Geological Research and Development Centre, Bandung. Bennett, J.D., Bridge, D.McC, Cameron, N.R., Djunuddin, A., Ghazali, S.A., Jeffrey, D.H., Kartawa, W., Keats, W., Rock, N.M.S., Thompson, S.J. 1981b. The Geology of the Calang Quadrangle, Sumatra (1:250,000). Geological Research and Development Centre, Bandung. Cameron, N.R., Bennett, J.D., Bridge, D.McC, Djunuddin, A., Ghazali, S.A., Harahap, H., Jeffrey, D.H., Kartawa, W., Keats, W., Rock, N.M.S., Whandoyo, R. 1982. The Geology of the Tapaktuan Quadrangle, Sumatra (1:250,000). Geological Research and Development Centre, Bandung. Amal Madina.Pengusahaan Bahan Galian dimMadina.mht David-Suarahati.Mht