105
A. JUDUL REVITALISASI HUTAN MANGROVE MELALUI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KEPITING BAKAU SECARA BERKELANJUTAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT B. ANALISIS SITUASI Provinsi Lampung mempunyai panjang garis pantai kurang lebih sepanjang 1.105 km (termasuk beberapa pulau) dan memiliki sekitar 69 buah pulau. Wilayah pesisirnya dapat dibagi menjadi 4 wilayah yaitu Pantai Barat sepanjang 210 km, Teluk Semangka sepanjang 200 km, Teluk Lampung dan Selat Sunda sepanjang 160 km, dan Pantai Timur sepanjang 270 km. Masing-masing wilayah pantai tersebut mempunyai potensi fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan ekosistem yang berbeda. Potensi yang dapat ditemukan di wilayah pesisir tersebut antara lain hutan mangrove, potensi kelautan (perikanan, rumput laut, terumbu karang), perhubungan, pariwisata, pemukiman penduduk pantai, dan hankam. 3

PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proposal

Citation preview

Page 1: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

A. JUDUL

REVITALISASI HUTAN MANGROVE MELALUI PENGEMBANGAN

BUDIDAYA KEPITING BAKAU SECARA BERKELANJUTAN DI

KABUPATEN LAMPUNG BARAT

B. ANALISIS SITUASI

Provinsi Lampung mempunyai panjang garis pantai kurang lebih sepanjang 1.105 km

(termasuk beberapa pulau) dan memiliki sekitar 69 buah pulau. Wilayah pesisirnya

dapat dibagi menjadi 4 wilayah yaitu Pantai Barat sepanjang 210 km, Teluk

Semangka sepanjang 200 km, Teluk Lampung dan Selat Sunda sepanjang 160 km,

dan Pantai Timur sepanjang 270 km. Masing-masing wilayah pantai tersebut

mempunyai potensi fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan ekosistem yang berbeda.

Potensi yang dapat ditemukan di wilayah pesisir tersebut antara lain hutan mangrove,

potensi kelautan (perikanan, rumput laut, terumbu karang), perhubungan, pariwisata,

pemukiman penduduk pantai, dan hankam.

Kabupaten Lampung Barat secara geografis terletak pada 4o,47',16" - 5o,56',42"

lintang selatan dan 103o,35',08" - 104o,33',51" Bujur Timur., dengan batas wilayahnya

:

Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia,

Sebelah Timur berbatasan dengan Kab.Lampung Utara, Kab.Lampung

Tengah, dan Kab. Tanggamus.

Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Bengkulu,

Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda,

3

Page 2: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Kabupaten Lampung Barat yang beribukota di Liwa memiliki luas 495.040 Km2

yang terbagi dalam 201 Desa/ Kelurahan dan 17 Kecamatan, diantaranya Kecamatan

Pesisir Selatan, Kecamatan Bengkunat, Kecamatan Bengkunat Belimbing, Kecamatan

Ngambur, Kecamatan Pesisir Tengah, Kecamatan Karya Penggawa, Kecamatan

Pesisir Utara, Kecamatan Lemong, Kecamatan Balik Bukit, Kecamatan Sukau,

Kecamatan Belalau, Kecamatan Sekincau, Kecamatan Suoh, Kecamatan Batu Brak,

Kecamatan Sumber Jaya, Kecamatan Way Tenong dan Kecamatan Gedung Surian.

Komoditi unggulan Kabupaten Lampung Barat yaitu sektor perkebunan, pertanian

dan jasa. Sektor Perkebunan komoditi unggulannya adalah Kelapa Sawit, Kakao,

Kopi, Kelapa, Cengkeh, Lada, dan Nilam. Sub sektor Pertanian komoditi yang

diunggulkan berupa Jagung dan Ubi Kayu. sub sektor jasa Pariwisatanya yaitu wisata

alam dan budaya.Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di wilayah ini tersedia 1

bandar udara, yaitu Bandara Pekon Serai.

Kondisi di wilayah pesisir Lampung Barat sekarang mengalami tekanandan

permasalahan. Tekanan-tekanan ini diakibatkan oleh berbagai macam faktor antara

lain adalah : 1) Rendahnya kualitas sumber daya manusia sekitar pesisir,

2) Rendahnya penataan dan penegakan hukum, 3) Belum adanya penataan ruang

pesisir, 4) Degradasi habitat wilayah pesisir, 5) Pencemaran wilayah pesisir,

6) Degradasi hutan mangrove yang merupakan green belt di wilayah pesisir, taman

nasional, cagar alam laut, 7) Belum optimalnya pengelolaan perikanan, 9) Rawan

bencana alam, dan 10) Intrusi air laut.

Degradasi hutan mangrove sebagai green belt di pesisir Lampung Barat sudah

melebihi kapasitas daya dukungnya. Lebih dari lima puluh persen kerusakan terjadi

4

Page 3: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

akibat berbagai faktor antara lain adalah konversi hutan untuk peruntukan lain,

urbanisasi, pencemaran pantai oleh sampah dan industri, dan kurangnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya hutan mangrove sebagai penyangga kehidupan darat dan

lautan. Hutan mangrove di pantai barat meliputi Way Batang, Way Jambu,

Belimbing, Bandar Dalam, Pulau Pisang, dan Way Tembuluh.

Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dengan

mangrove terdegradasi menggunakan analisis sistem. Analisis sistem ini

dimaksudkan agar pendekatan mengatasi ekosistem mangrove yang rusak tidak hanya

berdasar pada hubungan sebab akibat, tetapi lebih kepada pendekatan holistik (bio-

ekologi, sosial-ekonomi dan penegakan perundangan pengelolaan SDA pesisir).

Universitas Lampung sebagai Perguruan Tinggi Negeri di Lampung mempunyai

fungsi Tridharma Perguruan Tinggi yaitu sebagai tempat untuk 1) Melakukan

Pendidikan dan Pengajaran, 2) Melakukan Penelitian-penelitian inovatif, dan

3) Pengabdian kepada Masyarakat. Ketiga fungsi tersebut merupakan satu kesatuan

yang harus dipenuhi dalam kegiatan civitas akademika di Universitas Lampung.

Sudah menjadi tanggung jawab moral, Universitas Lampung dengan potensi SDM

dan sarana/prasarana penunjang untuk ikut menyumbangkan kemampuannnya dalam

ikut membangun wilayah pesisir.

Dari Evaluasi awal diketahui bahwa :

1. Pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan hutan bakau yang berwawasan

lingkungan (konservasi) melalui kegiatan budidaya biota mangrove yang

berkelanjutan baru mencapai 24,3 %

5

Page 4: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

2. Penguasaan teknologi sederhana untuk penggemukkan dan pembesaran kepiting

bakau dalam upaya peningkatan produk perikanan baru mencapai 27,5%

3. Pengetahuan tentang teknik pemijahan kepiting bakau dalam upaya budidaya

kepiting yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (konservasi). Baru

mencapai 20,2%

C. TINJAUAN PUSTAKA

Mangrove merupakan suatu ekosistem yang spesifik tempat memijah, mencari

makan, mencari perlindungan, dan pemeliharaan anakkan bagi berbagai biota laut,

khususnya pada ekosistem payau. Di samping secara fisik, mangrove mampu

menjaga keseimbangan suatu lingkungan serta mampu mempertahankan daratan

terhadap gempuran gelombang laut, mangrove pun mampu menjadi sumber

penghasilan ekonomi masyarakat sekitar, khususnya yang berkaitan dengan berbagai

biota bernilai ekonomi penunjang produksi/sumber perikanan. Salah satu di antara

biota tersebut adalah kepiting bakau, Scylla sp.

Di samping bernilai ekonomi, kepiting merupakan salah satu sumber protein yang

dapat juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Namun demikian eksploitasi

kepiting dapat mengakibatkan sumberdaya hayati ini semakin berkurang

ketersediaannya di alam. Hal ini pun sudah diungkapkan oleh beberapa daerah

penghasil kepiting bakau, baik di Indoensia ataupun negara-negara asia lainnya, di

antaranya adalah baik jumlah maupun ukuran perolehan kepiting bakau yang

mengalami penurunan. Untuk mencegah ataupun menanggulangi hal ini maka perlu

diupayakan suatu manajemen penangkapan termasuk budidaya, demikian juga

manajemen penanganan hasil akhir serta penjualannya.

6

Page 5: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Budidaya yang telah berkembang di negara penghasil kepiting bakau (seperti

Indonesia, Malaysia, India, dll) umumnya dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu

penggemukkan (fattening) dan pembesaran (growout). Kedua kegiatan ini dilakukan

pada tempat dan tujuan ekonomi yang berbeda. Penggemukan dilakukan untuk

mencapai ukuran pasar (market size) dari kepiting-kepiting tersebut. Kegiatan ini

umumnya dilakukan pada kepiting muda yang sudah atau baru ganti kulit (molting)

dengan pemberikan pakan hingga kandungan dagingnya meningkat. Sedangkan

pembesaran dilakukan pada kepiting-kepitingan anakkan yang dibesarkan pada

kolam-kolam pembesaran dengan suplai makanan serta pergantian air yang tetap

hingga mereka mencapai ukuran pasar. Di samping produk dari kedua usaha

tersebut, di Indonesia, khususnya di daerah Margasari mulai dicari hasil pembesaran

kepiting soka, yaitu kepiting yang baru berganti kulit (moulting) namun belum

mengalami pengeresan (tanning).

Tehnik penggemukkan umumnya dilakukan dengan berbagai cara. Satu di antaranya

adalah penggemukkan pada kolam-kolam dengan skala kecil, bahkan ada kalanya

setiap individu dimasukkan kedalam kandang ukuran satu ekor yang terbuat dari

plastik ataupun bambu yang mengapung atau dikaitkan pada rakit. Rakit yang

terapung atau selanjutnya disebut dengan ”PEN” dapat naik-turun pada lingkungan

pasang surut.

Dengan adanya usaha yang menghasilkan nilai ekonomi secara berkelanjutan bagi

penduduk setempat dan mampu menjaga kelestarian mangrove yang ada, diharapkan

pengrusakan ekosistem mangrove dapat dikurangi/diturunkan. Namun bentuk usaha

ini pun harus ditunjang dengan pengetahuan dasar dan tehnologi sederhana yang

7

Page 6: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

mampu di serap oleh masyarakat setempat. Untuk itu kegiatan ini bertujuan untuk

mendifusi tehnologi baik untuk penggemukan atau pun pembesaran kepada

masyarakat setempat. Di samping itu, dalam kegiatan ini diupayakan dapat

dikembangkan teknik pemijahan dari kepiting bakau (Scylla sp).

A. Biologi Kepiting Bakau

Di Indonesia dikenal ada 2 macam kepiting sebagai komoditi perikanan yang

diperdagangkan/komersial ialah kepiting bakau atau kepiting lumpur; dalam

perdagangan internasional dikenal sebagai “Mud Crab” dan bahasa Latinnya Scyla

serrata dan ada juga kepiting laut atau rajungan yang nama internasionalnya

“Swimming Crab” dengan nama Latin: Portunus pelagicus. Kedua macam kepiting

tsb nilai ekonominya sama , dan keduanya diperoleh dari penangkapan dialam.

Kepiting bakau ditangkap dari perairan estuaria yaitu muara sungai , saluran dan

petak2 tambak , diwilayah hutan bakau dimana binatang ini hidup dan

berkembangbiak secara liar. Kepiting bakau lebih suka hidup diperairan yang

relative dangkal dengan dasar berlumpur, karena itu disebut juga Kepiting Lumpur

(Mud Crab).

Sedangkan rajungan , ditangkap oleh nelayan dilaut dekat pantai sampai sejauh 1-2

mil dari pantai, karena rajungan hidup pelagis (di badan air laut). Namun demikian

Kepiting Bakau juga dapat tertangkap di laut dekat pantai, karena kepitng bakau

yang hendak kawin dan bertelur, juga berpindah di wilayah laut dekat pantai.

Bentuk (habitus) kepiting bakau disajikan pada gambar:1 dibawah ini. Terlihat

bentuk badannya yang didominasi oleh tutup punggung (karapas ) yang berkulit

chitin yang tebal.

8

Page 7: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Seluruh organ tubuh yang penting tersembunyi dibawah karapas itu. Anggota

badannya berpangkal pada bagian dada (cephalus) tampak mencuat keluar di kiri dan

kanan karapas, yaitu 5 pasang kaki jalan. Kaki jalan terdepan (nomer 1) berbentuk

capit yang besar ; kaki jalan nomer 2,3 dan 4 berujung runcing yang berfungsi untuk

berjalan ; kaki jalan nomer 5 berbentu pipih berfungsi sebagai dayung bila ia

berenang. Pada cephalus (dada) terdapat organ2 pencernaan, organ reproduksi

(gonad pada betina dan testis pada jantan). Sedangkan bagian tubuh (abdomen)

melipat rapat dibawah (ventral) dari dada. Pada ujung abdomen itu bermuara saluran

cerna (dubur).

Pada kepiting jantan , bentuk abdomen itu segitiga meruncing, terbentuk dari deretan

beberapa ruas (gambar : 1). Sedangkan kepiting betina bentuk abdomen seperti

segitiga juga tetapi lebar, dibawahnya terdapat bulu-bulu (umbai-umbai) dimana

telur-telurnya melekat ketika dierami.

Gambar 1. Kepiting Bakau (A) Jnatan (B) Betina

9

Page 8: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

B. Habitat dan penyebaran

Kepiting Bakau terdapat di wilayah perairan pantai estuaria dengan kadar garam 0

sampai 35 ppt. Menyukai perairan yang berdasar lumpur dan lapisan air yang tidak

terlalu dalam sekitar 10- 80 cm dan terlindung,seperti di wilayah hutan bakau.

Di habitat seperti itu kepiting bakau hidup dan berkembang biak. Dilaut dekat pantai,

seringkali nelayan dapat menangkap kepiting bakau yang sudah dewasa dan

mengandung telur. Agaknya kepiting bakau menyukai laut sebagai tempat

melakukan perkawinan , namun kepiting bakau banyak dijumpai berkembangbiak

didaerah pertambakan dan hutan bakau yang berair tak terlalu

dangkal ( lebih dari 0,5 m). Habitat hutan bakau itulah habitat utama bagi kepiting

untuk tumbuh dan berkembang, karena memang subur dihuni oleh organisme kecil

yang menjadi makanan dari kepiting bakau itu. Jadi cocok sebagai “ breeding

gound” ( tempat memijah) dan “nursery ground”(tempat anak-anak kepiting

berkembang/tumbuh) .

Kepiting bakau mempunyai daerah penyebaran geografis yang sangat luas, yaitu

pantai wilayah Indo Pasific barat, dari pantai barat Afrika Selatan, Madagaskar,

India, Sri Langka, Seluruh Asia Tenggara sampai kepulauan Hawaii; Di sebelah

utara : dari Jepang bagian selatan sampai pantai utara Australia. Dan di pantai barat

Amerika bagian selatan. (Moosa et al., 1985 dalam Mardjono et al., 1994).

C. Daur hidup dan perkembangbiakan.

Kepiting bakau ialah binatang Kelas Krustasea sama halnya dengan Udang.

Badannya beruas-ruas yang tertutup oleh kulit tebal dari zat khitin. Karena itu secara

periodik berganti kulit (moulting) yang memungkinkan binatang ini tumbuh pesat

10

Page 9: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

setelah ganti kulit . Binatang yang masih muda berganti kulit lebih sering

disbanding dengan yang tua. Sehingga yang muda tumbuh lebih cepat dari pada yang

telah tua. Mekanisme ganti kulit itu sejalan pula dengan periodisitas dari saat

perkawinannya. Bila Kepiting (juga Udang) sedang tumbuh kembang gonadnya

terjadi ketika kulitnya sedang keras (intermoult) . sedangkan menjelang perkawinan,

pasti terjadi proses ganti kulit (mating moult) sehingga kulit yang betina lunak

memudahkan bagi pejantannya melakukan proses perkawinan, memasukkan sperma

kedalam thelycum alat kelamin) betinanya.

1. Daur Hidup

Kepiting betina yang sudah kawin dan memijah (melepaskan telur-telurnya), telur

lalu dibuahi (fertilisasi oleh sperma yang sudah disimpan ketika perkawinan

terjadi. Telur yang sudah terfertilisasi tidak dilepaskan kedalam air melainkan segera

menempel pada rambut-rambut yang terdapat pada umbai-umbai di bagian bawah

abdomen. Di Indonesia yang beriklim tropika telur itu “dierami” selama 20 - 23 hari

sampai menetas tergantung tingginya suhu air. Seekor induk betina kepiting bakau

yang beratnya 100 gram (lebar karapas 11 cm) menghasilkan telur 1 – 1,5 juta butir.

Semakin besar /berat induk kepiting, semakin banyak telur yang dihasilkan. Telur

yang baru difertilisasi ( dibuahi) berwarna kuning –oranje . Semakin berkembang

embrio dalam telur, warna telur akan berubah menjadi semakin gelap yaitu kelabu

akhirnya coklat kehitaman ketika hampir menetas.

Induk yang mengerami telur biasa sedikit atau tidak makan sama sekali. Induk itu

selalu menggerakkan kaki-kaki renangnya dan sering tampak berdiri tegak pada

kaki dayungnya , agar telur-telur mendapat aliran air segar yang cukup oksigen.

11

Page 10: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Bila waktunya telur menetas, induk kepiting itu menggarukkan kaki-kaki jalan dan

kaki dayungnya terus menerus dengan cepat , untuk memudahkan pelepasan larva

yang segera menyebar kesekelilingnya. . Disini fungsi kaki-kaki jalan itu penting,

jika jumlahnya tidak lengkap atau cacat, akan mengganggu proses penetasan.

Hanya sebagian kecil saja telur yang tidak menetas dan akhirnya rontok tidak

menetas. Proses penetasan telur lamanya 3-5 jam. Telur yang baru menetas disebut

stadia pre-zoea hanya dalam waktu 30 menit berubah menjadi stadia Zoea 1 . Ada 5

sub stadia Zoea yaitu Zoea-1, Zoea-2, Zoea3, Zoea -4 dan Zoea-5. Semakin lanjut

sub –stadia, terjadi penambahan organ tubuh sehingga semakin sempurna untuk

pergerakan, menangkap makanan dan metabolisme tubuhnya.

Setiap sub-stadia memerlukan waktu 3-4 hari untuk berubah menjadi sub-stadia

selanjutnya. Sehingga tingkat Zoea seluruhnya memerlukan waktu 18-20 hari untuk

menjadi stadia selanjutnya yaitu megalopa.

Zoea-1 warna tubuh transparan, panjang tubuhnya 1,15 mm, matanya tidak

bertangkai. Zoea-1 geraknya masih lamban, makanannya fitoplankton . dan

zooplankton yang lamban geraknya yaitu Brachionus plicatilis.

Zoea-2 geraknya lebih gesit sejalan dengan semakin berkembangnya anggota tubuh

baik dalam ukuran maupun jumlahnya.. Panjang tubuhnya 1,50 mm . Mata

bertangkai. Makananya masih berupa fitoplankton yang ukurannya lebih besar

seperti Tetraselmis chuii , Chaetoceros calcitran. Kedua jenis fitoplankton itu selain

sebagai pakan untuk Brachionus juga menyerap gas hasil metabolisme (metabolit)

dari larva itu sendiri. Jadi sebagai pembersih air.

12

Page 11: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Sub-stadia Zoea-3 , ukurannya lebih besar 1,93 mm .Dapat memangsa nauplii

Artemia. Beberapa organ tubuhnya disajikan pada Seekor Zoea-3 dapat memakan

nauplii artemia sebanyak 30 ekor per-hari.

Sub-stadia Zoea-4 ,panjang tubuhnya 2,4 mm. Pada stadia ini telah terbentuk

pleopoda (kaki renang) dan pereiopoda (kaki jalan). Tampak aktif berenang karena

itu lebih aktif menangkap pakannya.

Sub-stadia Zoea-5 panjang tubuhnya 3,4 mm, lebih efektif menangkap mangsanya

dan geraknya lebih gesit.

Stadia berikutnya ialah Megalopa . Ukuran tubuhnya semakin besar, sehingga

tidak lagi diberi pakan nauplii artemia melainkan dapat memakan artemia instar-5 .

Panjang karapas 2,18 mm (termasuk duri rostral), lebar karapas 1,52 mm ; panjang

abdomen 1,87 mm panjang tubuh total (termasuk duri rostral) 4,1 mm. Mempunyai

pereopoda 5 pasang . Abdomen terdiri 7 segmen memanjang kebelakang.

Stadia berikutnya ialah Stadium Crab (kepiting muda). Bentuk dan anggota

tubuhnya sudah seperti pada kepiting dewasa. Kebiasaannya cenderung di dasar

perairan. Memakan makanan yang ada didasar atau yang tenggelam. Makanan yang

diberikan berupa cacahan cumi-cumi, udang kecil dsb. Tetapi juga dapat memakan

nauplii artemia yang planktonis. Biasanya juga diberi pakan buatan berupa mikro

pellet yang kaya nutrisi, seperti yang biasa untuk larva udang. Pada Gambar:2

disajikan daur hidup dari Kepiting Bakau khususnya masa larva sampai benih

kepiting kecil (crablet).

13

Page 12: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Gambar 2. Daur Hidup Kepiting Bakau

Pada kondisi normal di Panti Pembenihan (Hatchery) , lama waktu perubahan dari

menetas sampai menjadi stadium Megalopa 21-23 hari. Dari Megalopa menjadi

Stadium Crab-5 ialah 10-12 hari . Sehingga lama waktu pemeliharaan larva.

14

Page 13: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

D. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH

Untuk melakukan usaha budidaya polikultur tidak memerlukan lahan yang begitu luas

yang perlu diperhatikan adalah padat penebaran yang tinggi dan pakan tambahan

yang diberikan secara teratur sehingga didapatkan produksi yang tinggi

1. Masalah Umum

Setelah dilakukan observasi lapang masalah yang dihadapai petani adalah

kurangnya pengetahuan tentang konservasi hutan mangrove melalui budidaya

biota mangrove secara berkelanjutan.

2. Masalah Khusus

a. Pengetahuan masyarakat tentang metode budidaya kepiting bakau belum

sesuai dengan yang diinginkan

b. Pengetahuan masyarakat tentang konservasi hutan manrove belum sesuai

dengan yang diinginkan

c. Pengetahuan petani tentang metode pemijahan kepiting bakau belum sesuai

dengan yang diinginkan

E. TUJUAN KEGIATAN

1. Tujuan Umum

Kegiatan ini bertujuan agar pengetahuan petani tentang metode budidaya kepiting

bakau secara berkelanjutan untuk menunjang konservasi hutan mangrove

2. Tujuan Khusus

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan hutan bakau

yang berwawasan lingkungan (konservasi) melalui kegiatan budidaya biota

mangrove yang berkelanjutan meningkat dari 24,3% menjadi 70,5%

15

Page 14: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

2. Penguasaan teknologi sederhana untuk penggemukkan dan pembesaran

kepiting bakau dalam upaya peningkatan produk perikanan meningkat dari

27,5% menjadi 60,2%

3. Pengetahuan tennik pemijahan kepiting bakau dalam upaya budidaya

kepiting yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (konservasi)

meningkat dari 20,2% menjadi 72,7%

F. MANFAAT KEGIATAN

Manfaat kegiatan ini secara langsung dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat

pesisir tentang usaha budidaya kepiting bakau ramah lingkungan, restorasi kawasan

mangrove yang telah rusak, dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran

masyarakat tentang pelestarian kawasan mangrove dengan tidak menghilangkan

kesempatan mereka untuk melakukan kegiatan budidaya perikanan.

G. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

Kepiting bakau masih sangat tergantung pada benih yang didatangkan dari hasil

tangkapan yang kualitas maupun kuantitasnya belum tentu baik, hal ini disebabkan

masih kurangnya pengetahuan petani tentang cara-cara pembudidayaan yang baik.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan kegiatan yang dapat menarik minat agar

petani mau meningkatkan pengetahuan untuk melakukan usaha budidaya sendiri

sehingga meningkatkan kesejahteraan petani.

Peningkatan pengetahuan petani tentang budidaya kepiting bakau perlu dilakukan

kerja sama yang baik antara petani atau masyarakat dengan pemerintah.

16

Page 15: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

H. KHALAYAK SASARAN ANTARA YANG STRATEGIS

Dalam kegiatan ini khalayak sasaran utama berjumlah 30 orang yang terdiri dari

Ketua RT/RW, Kepala Dusun, Tokoh Masyarakat, Pemuda ( Karang Taruna) dan

Kader Penggerak PKK.

I. KETERKAITAN

Kegiatan ini dilakukan bekerja sama Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat

dengan dinas-dinas teknis terkait, sebagai pelaksana pembangunan di daerah, yang

mempunyai kewajiban untuk memajukan wilayah pesisir dan juga mensejahterakan

masyarakatnya. Mengingat hal tersebut, keterpaduan pengelolaan antar instansi-

instansi terkait (stakeholders) juga merupakan faktor yang harus menjadi perhatian.

J. METODE KEGIATAN

1. Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilaksanakan pada Bulan Februari – April 2013 di Kabupaten

Lampung Barat

2. Materi Kegiatan

Materi yang akan disampaikan disusun dalam betuk modul yang terdiri dari tiga

modul, yaitu ;

Mengenal teknologi budidaya kepiting bakau

Metode Pembenihan kepiting bakau

Budidaya kepiting soka di tambak

17

Page 16: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

3. Metode Kegiatan

Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi, anjang sana dan anjang karya,

demonstrasi cara dan demonstrasi plot.

a) Ceramah dan Diskusi

Metode ini untuk menyampaikan materi yang telah disusun dalam bentuk

modul. Pertemuan kegiatan ceramah dan diskusi sebanyak satu kali dengan

menyampaikan modul I,II, dan III.

b) Anjang Sana dan Anjang Karya

Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengajak beberapa tokoh atau ketua

kelompok tani mendatangi sentra pembenihan yang ada di Lampung.

Tujuannya adalah menyampaikan materi secara rinci, mendorong sasaran agar

mencoba menerapkan materi yang telah disampaikan.

c) Demonstrasi Plot

Demonstrasi plot diberikan dengan memberikan cara pembenihan yang

dimulai dengan pemilihan induk, pemijahan, penaganan telur dan

pemeliharaan larva.

K. RANCANGAN EVALUASI

1. Evaluasi Awal

Direncanakan minggu pertama Bulan Februari 2013 dengan mengambil sampel

10 orang. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui keadaan awal sebelum

dilakukan penyuluhan. Cara perhitungan jawaban sasaran evaluasi awal dan akhir

dapat dilihat pada tabel 2.

18

Page 17: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Tabel 2. Cara perhitungan jawaban sasaran

No Soal , Jawaban bobot

Jumlah Responden yang menjawab

Nilai Jumlah Nilai

Nilai Rata-rata

Tingkat pengetahuan petani

1. Soal………..a. (a)b. (b)c. (c)

(d)(e)(f)

Axd=gBXe=hCXf=I

g+h+i=j j/n = kk-- X 100%a

Keterangan :

(a) = bobot nilai tertinggi

(n) = d + e + f =10 (jumlah sampel)

2. Evaluasi Proses

Dilaksanakan selama penyuluhan yaitu mulai Bulan Maret - April 2013,

tujuannya adalah untuk melihat tanggapan sasaran terhadap materi

penyuluhan yang disampaikan.

3. Evaluasi Akhir

Dilaksanakan setelah kegiatan berakhir, yaitu bulan April 2013 dengan

mengambil sampel sebanyak 10 orang. Orang yang diambil sebagai sampel

adalah orang yang sama pada evaluasi awal, tujuannya adalah untuk

mengetahui hasil penyuluhan setelah kegiatan berlangsung.

19

Page 18: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

L. RENCANA DAN JADWAL KEGIATAN

No Kegiatan 1 2 3

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41. Evaluasi awal2 Pendekatan individu3 Pertemuan 4 Anjang Sana5 Anjang Karya6 Demonstrasi plot7 Evaluasi Akhir

M. ORGANISASI PELAKSANA

1. Ketua Pelaksana

a. Nama Lengkap dan Gelar : Eko Efendi, ST., M.Si

b. Golongan Pangkat dan NIP : III/C 197803292003121001

c. Jabatan Fungsional : Lektor

d. Fakultas/Program Studi : Pertanian/Budidaya Perairan

e. Perguruan Tinggi : Universitas Lampung

f. Bidang Keahlian : Pertanian

g. Waktu untuk kegiatan ini : 6 jam/minggu

2. Anggota Pelaksana I

a. Nama Lengkap dan Gelar : Herman Yulianto, S.Pi., M.Si.

b. Golongan Pangkat dan NIP : III/A/

c. Jabatan Fungsional : Asisten ahli

d. Fakultas/Program Studi : Pertanian/Budidaya Perairan

e. Perguruan Tinggi : Unila

f. Bidang Keahlian : Pertanian

g. Waktu untuk kegiatan ini : 4 jam/minggu

20

Page 19: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

3. Anggota Pelaksana II

a. Nama Lengkap dan Gelar :.

b. Golongan Pangkat dan NIP :

c. Jabatan Fungsional :

d. Fakultas/Program Studi :

e. Perguruan Tinggi :

f. Bidang Keahlian :

g. Waktu untuk kegiatan ini :

21

Page 20: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

N. RENCANA BIAYA

Uraian satuan volume harga satuan Jumlah biayaA. Honorarium

1. Team leader OH 18 Rp 150.000,00 Rp 2.700.000,00 2. Anggota I OH 12 Rp 100.000,00 Rp 1.200.000,00 3. Anggota II OH 12 Rp 100.000,00 Rp 1.200.000,00

    Sub Jumlah  Rp 5.100.000,00 B. Kegiantan Ceramah

1. Sewa Ruangan Set 1 Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00 2. Sewa LCD Proyektor Unit 1 Rp 500.000,00 Rp 500.000,00 3. Konsumsi Orang 40 Rp 50.000,00 Rp 2.000.000,00 4. Pengadaan Modul eksemplar 40 Rp 20.000,00 Rp 800.000,00 5.Transportasi Trip/pp 3 Rp. 1.000.000,00 Rp 3.000.000,00

    Sub Jumlah  Rp 7.300.000,00 C. Anjang Sana

1. Transportasi Trip/pp 1 Rp 4.000.000,00 Rp 4.000.000,00 2. Konsumsi Orang 20 Rp 50.000,00 Rp 1.000.000,00

    Sub Jumlah  Rp 5.000.000,00 D. Demonstrasi Plot

1. Pembuatan kolam pembenihan paket 1 Rp 23.000.000,00 Rp 23.000.000,001. Pengadaan Induk ekor 150 Rp 50.000,00 Rp 7.500.000,00 2. Pakan Induk kg 20 Rp 50.000,00 Rp 1.000.000,00

    Sub Jumlah  Rp 8.600.000,00 E. Lain Lain

2. Dokumentasi paket 1 Rp 500.000,00 Rp 500.000,00 3. Penyusunan Laporan eksemplar 10 Rp 50.000,00 Rp 500.000,00

    Sub Jumlah  Rp 1.000.000,00 Jumlah Total (A+B+C+D+E)       Rp 50.000.000,00

22

Page 21: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

O. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1992. Pemeliharaan Kepiting. Kanisius, YogyakartaAldrianto,E., 1994. Aktifitas Reproduksi Kepiting Bakau. Techner no.12 Th.2. 1994.

Hal. 46-48.Alma, B. 2000. Perencanaan Bisnis Kewirausahaan. Bandung : AlfabetaCholik,F dan A.Hanafi. 1991. A.Review of the status of the Mud Crab (Scylla sp.).

Fishery and Culture in Indonesia. The Mud Crab . A rep on Sem convened in Surat Thani,Thailand, Nov 5-8,1991.s for Mud crab culture – a Preliminary biochemical, Fisical and Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .on th Sem convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.

Gillespie,N.C. and J.H.Burke. 1991. Mud crab storage and Transport in Australian Commerce. The Mud crab. A Rep.on the Sem. Convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP. 1991.

Haliman, R.W. dan Adijaya D.S. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya : JakartaHow-Cheong, C., U.P.D.Gunasekera and H.P.Amandakoon. 1991. Formulation of

artificial feeds for Mud crab culture – a Preliminary biochemical, Fisical and Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .on th Sem convened at Surat Thani, Thayland. BOBP. 1991.

Kanna, I. 2002. Budidaya Kepiting Bakau. Kanisius, Yogyakarta.Kordi K.,M.G.H. 1996. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng Ditambak Sistem

Polikultur. PT. Dahara Prize, SemarangLadra, D.F. and J.C.Lin. 1991. Trade and Marketing Practices of the Mud Crab in the

Philippines. A Rep. on th Sem.convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP. 1991.

Ladra,D.F. Mudcrab fattening Practices in the Philippines. The Mud Crab, A Rep on the Sem convened in Surat Thani,Thayland, Nov.5-8, 1991. BOBP.

Lipsey dan Stainer. 1984. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bina Aksara : Jakarta.Makatutu,D., I.Rusdi dan A.Parenrengi. 1998. Studi pendahuluan Pengaruh perbedaan

waktu awal pemberian pakan alami rotifer, Brachionus rotendiformis terhadap sintasan Zoea kepiting bakau S.serrata Forskal. Pros.Sem Perik.Pantai, Bali. 1998. hal: 178-181.

Mardjono, M.,N.Hamid dan M.L.Nurdjana . 1992. Budidaya Kepiting Bakau : Lahan Usaha Baru yang Menguntungkan. Makalah Seminar sehari. Jakarta 8 Juli 1992.

Mardjono,M., Anindiastuti, Noor hamid , Iin S.Djunaidah dan W.H.Satyantini. 1994 Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau Scylla serrata . BBAP Jepara. 1994.

Muskar dan Y. Fujaya. 2008. Pedoman Teknis Budidaya Kepiting Di Tambak. Fakultas Perikanan Universitas Hasanudin. Makasar.

Prinpanapung,S. 1991. Rearing of Mud Crab (Scylla serrata). The Mud Crab. A Rep.on the Sem.convened at Surat Thany, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.

Rattanachote,A. and R. Dangwatanakul. Mud Crab (Scylla serrata Forskal) fattening in Surat Thani Province. A Rep on the Sem.convened in Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP . 1991.

23

Page 22: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Rusdi,I.,D.Makatutu dan K.M.Setiawati. 1998. Percobaan Pematangan Gonad dan Pemijahan Kepiting Bakau Scylla serrata pada berbagai jenis dan ketebalan substrat. Pros. Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali , 6-7 Agust 1998.

Samarasinghe,R.P., D.Y.Fernando and O.S.S.C.de Silva. 1991. Pond Culture of Mud Crab in Sri Lanka. A Rep.on the Sem.convened in Surat Thani , Thayland. . Nov 5-8 . BOBP . 1991.

Srinavasagam,S. and M.Kathirvel. 1991. A Review of Experimental Culture of the Mud crab, Scylla serrata Forskal in India. The Mud Crab. A rep. of the Sem convened at Surat Thani, Thayland. N0v. 5-8. BOBP. 1991.

Susanto,B. , M.Marzuqi, I.Setyadi,D.Syahidah,G.N.Permana dan Haryanti . 2004. Penagmatan aspek biologi Rajungan (portunus pelagicus), dalam menunjang tehnik pembenihannya. Warta Penel. Perik Indonesia.Vol.10,No.1,2004.

Yunus. 1998. Uji Pendahuluan Produksi benih kepiting bakau (S.serrata). Pros. Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali. 1998. hal: 124-132.

24

Page 23: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Oleh :EKO EFENDI, ST., M.Si

HERMAN YULIANTO., S.Pi., M.Si

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

2013

25

REVITALISASI HUTAN MANGROVE MELALUI PENGEMBANGAN

BUDIDAYA KEPITING BAKAU SECARA BERKELANJUTAN DI

KABUPATEN LAMPUNG BARAT

USUL PENGABDIAN

Page 24: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

MODUL I TEKNOLOGI BUDIDAYA

Kepiting bakau itu telah diperkenalkan dan dipraktekkan di banyak negara seperti Jepang,

Australia, China, India, Sri Langka, Philippina, Malaysia, dan tentu saja Indonesia.

Khususnya di Negara kita sendiri,  usaha ini masih bersifat kecil-kecilan dan tidak

berkesinambungan  karena kendala sumber benihnya mengingat di Indonesia belum

ada yang mendirikan usaha Panti Pembenihan Kepiting. 

Budidaya kepiting dapat dikembangkan melalui beberapa jenis usaha , selain

Pembenihan , yaitu : 

1. Pembesaran dari benih menjadi kepiting ukuran konsumsi ; 

2. Penggemukan yaitu memelihara kepiting hasil tangkapan dari alam yang

beratnya dibawah standar menjadi ukuran konsumsi ; 

3. Produksi kepiting cangkang lunak yaitu memelihara kepiting  yang sudah

berukuran konsumsi tetapi bercangkang keras menjadi bercangkang lunak saat

ganti kulit;  

4. Produksi kepiting betina yang mengandung telur (matang gonad.). 

Tujuan utama dari Budidaya kepiting ialah agar harga jualnya lebih tinggi , sehingga

meningkatkan penghasilan nelayan penangkap kepiting. Apabila produk dari budidaya itu

dapat meningkatkan ekspor tentu akan menaikkan devisa Negara.  

A. Lokasi Budidaya Kepiting

Daerah yang cocok untuk lokasi budidaya kepiting  ialah  tambak yang bisa untuk

budidaya bandeng dan udang. Tambak yang dasarnya berlumpur lebih cocok untuk

26

Page 25: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

kepiting.  Kadar garam airnya yang optimal berkisar 10-25 ppt . Sifat air lainnya yang

cocok adalah : suhu 28-33 oC , pH 7,5 -8,5 dan DO lebih dari 5 ppm.

B. Benih kepiting

Terus terang saja Selama ini  dihasilkan dari penangkapan. ukurannya sangat bervariasi.

Anakan kepiting yang berukuran berat  30-50 gram  dijadikan benih untuk budidaya  unit

pembesaran .

Kepiting tangkapan yang ukurannya 150-200 gram menjadi benih untuk unit

Penggemukan, terdiri dari kepiting jantan dan betina. Kepiting  ukuran itu juga dijadikan

benih untuk unit  produksi cangkang lunak dan juga unit produksi kepiting bertelur,

(betina saja.).

Benih kepiting untuk dibesarkan di lokasi lain, diangkut dengan cara yang sama seperti

mengangkut kepiting untuk konsumsi.  Yaiut diikat capit-capitnya dengan tali , lalu

digantungkan terbalik didalam bak atau ember yang diisi air payau. Pedagang biasanya

membuat bak untuk penagngkut  itu ukuran garis tengah 50 cm.  Dapat juga dibuat dari

fiber glass berbentuk kotak ukuran 50 x 50 cm , dalam 60 cm. 

Bak ukuran itu dapat memuat 150-200 ekor kepiting kecil-kecil berat 20-50 gram/ekor.

Selama diangkut, kepiting direndam dalam air payau 10-25 ppt. Pengangkutan selama 7-8

jam , mortalitasnya berkisar 0 -40 %. (Gunarto,1989 dalam Cholik,1991).  

C. Tehnik Budidaya Kepiting.

Seperti telah di dokumentasikan oleh  Cholik & Hanafi, 1991,  Tehnik budidaya kepiting

yang dipraktekkan diberbagai daerah di Indonesia, dideskripsikan dibawah ini.

1.    Wadah

27

Page 26: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Wadah untuk memlihara kepiting  pembesaran, penggemukan , kepiting bertelur maupun

kepiting cangkang lunak, diberbagai daerah dikembangkan sendiri oleh para petani dan

nelayan tradisional secara sederhana, disesuaikan dengan kemampuan dan lokasi yang

memungkinkan. 

1.1. Kotak dari bambu

Wadah  penggemukan itu kebanyakan dibuat dari bambu ukuran kotak 2 x 0,5 x 0,2 m  .T

erbagi menjadi 2 bagian ( lihat gambar). Yang masing-bagian diberi tutup. Ruangan

kotak itu disekat-sekat menjadi kotak-kotak kecil masing- masing  30 cm2. cukup untuk

diisi dengan 1 ekor kepiting di setiap kotak tersebut.  Wadah seperti ini digunakan oleh

para nelayan di Cilacap (Jawa Tengah ) dan juga di Bone (Sulawesi Selatan), untuk

memelihara kepiting bertelur.

1.2. Kotak  plastik

Wadah yang mungkin digunakan juga ialah kotak dari plastic ukuran 60 x 40 x 20 cm. 

Kotak ini juga di beri sekat-sekat menjadi 9 ruang masing-masing untuk 1 ekor kepiting.

Sistem kotak kecil ( disebut sistem baterei pada kandang ayam!) , ini berarti sangat hemat

ruang atau padat penebaran tinggi ,yaitu 40 ekor kepiting per-M2.  

Dengan system ini mortalitas  hanya 5 % atau kurang, karena kepiting tidak dapat saling

menyerang atau memangsa. Menurut Cholik (1991) kematian itu disebabkan oleh

kegagalan  pada waktu ganti kulit.

Gambar: 7– Kotak bambu terapung  sistem baterei .

28

Page 27: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

1.3. Kotak dari jaring  (Jaring apung)

Khusus untuk memelihara kepiting, Jaring apung yang dibuat berukuran kecil,  2,5 x 2,5

x 1 m  Bingkai diibagian atas dari papan sedikit agak lebar, sedemikian rupa sehingga

papan bingkai itu menjorok kedalam , dapat menghalangi kepiting  keluar.  (lihat

gambar : 8 )   dibawah ini.  Agar tidak hanyut terbawa arus, setiap sudut  diberi jangkar

dengan  ikatan tali, seperti pada gambar itu.

   Gambar::8. Kotak Jaring Apung   (menurut Cholik dan Hanafi, 1994)

Metoda pemeliharaan kepiting dilakukan di petak tambak air payau . Petak luasnya  20 x

50 m = 100 m2,  petak tambak itu diberi pintu air 2 buah : satu untuk pemasukan air dan 

satu untuk pembuangan. Didalam petak itu di sekat-sekat menjadi beberapa bagian

dengan cara memasang pagar dari bambu.  Setiap bagian  ukurannya  misalnya 5 m x 10

m . dibagian  sekeliling pagar bambu dibuat lebih dalam berbentuk saluran keliling (caren

) sedalam 50-60 cm , sedangkan dibagian tengahnya menjadi pelataran yang dapat

29

Page 28: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

terendam air sedalam  30-40 cm.   (lihat gambar dibawah ini.) Metoda ini dapat ditemui

di daerah Kamal, dan Tangerang  

1.4. Kotak berpagar tanpa caren

Dapat juga kotak-kotak yang dibuat dengan sekatan pagar bambu di dalam petak tambak,

dibuat tanpa caren . Di dalam kotak-itu di bagian dalam pagar, dipasang bambu atau 

gedek 0,5 -1 m dibawah permukaan air, dimana kepiting dapat berteduh. Seperti di  Lukis

dibawah ini.. : Gambar: 7 menurut Cholik & Hanafi, 1991.

Gambar:9.Sekat petak tambak dengan pagar bambu.

1.5. Pagar dari jaring  dengan pintu air

Pemagaran  tambak dapat juga dipakai jaring  yang dipasang tegak menggunakan tihang-

tihang kayu atau bambu. Pintu air juga dipasang saringan dari kerei bambu , seperti pada

gambar: 10, dan tanpa caren  dalam pagar itu. Ditengah diberi pelataran terendam air 40-

60 cm dimana kepiting mendapatkan makanan alami yang tumbuh disitu..

30

Page 29: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Gambar: 10 Pagar dari jaring berpintu air

Kotak dengan system pagar itu selain dipasang didalam petak tambak, dapat juga

dipasang pada suatu teluk yang dangkal (lihat gambar: 13). Metoda ini dijumpai

dipraktekkan petani tambak di Sumatera Utara. 

2.      Metoda  Pemeliharaan Kepiting

31

Page 30: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Telah diuraikan diatas, bahwa pemeliharaan kepiting  dilakukan dengan 4 macam  tehnik

sesuai dengan tujuan jenis produksinya . Pada bagian ini diuraikan satu persatu. 

2.1. Pembesaran Benih

Yang paling banyak dilakukan metoda ini yaitu pembesaran kepiting hasil tangkapan

yang masih berukuran kecil ( kurang dari 50 gram) dipelihara menjadi ukuran yang layak

di konsumsi yaitu ukuran lebih besar dari 200 gram .  Pembudidayaan ini dilakukan

secara tradisional yang bersifat ekstentif.  

2.2. Tempat Pemeliharaan

Tempat pembesaran ialah tambak yang biasa untuk memelihara bandeng dan udang. 

Agar kepiting tidak keluar dari tambak, dibuatlah kurungan atau sekeliling tanggul

tambak dipasang pagar dari bambu yang cukup rapat.  

Luas petak tambak yang dipergunakan untuk memelihara kepiting bervariasi, tergantung

dari kepemilikan petani dan kondisi pengirannya dan juga aspek keamanan

dipertimbangkan. Namun kisaran luas petak  antara  100 m2 sampai 0,5 ha. Petakan yang

lebih besar lebih sukar di kelola , misalnya pengaturan air dan biaya pembuatan pagar

akan lebih besar, sehingga biaya harus disesuaikan pula dengan kemampuan petani. 

Padat penebaran  sebaiknya 2 ekor/m2.  Derajat kehidupan dipengaruhi oleh kepatan

tebar. Karena kepiting bersifat kanibal, semakin padat resiko dimangsa oleh sesamanya

semakain besar.  Percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa pada padat tebar 1

ekor/m2 derajat kehidupan 77 % ; kepadatan 3 ekor.m2 sintasan 49% dan kepadatan 5

ekor/m2 sintasan hanya 32 % (Gunarto dan Cholik, 1990). Maka disepakati bahwa

kepadatan tebar sebaiknya 2 ekor/M2  dimana sintasan dapat dicapai 70 % atau mungkin

lebih. 

32

Page 31: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Lama pemeliharaan  3 bulan , dimana dari benih kepiting  berat awal 50 gram rata-rata ,

akan menjadi kepiting  dengan berat rata-rata 200 – 300 gram. Ukuran yang umum

dipasarkan.

2.2.1. Pakan

Pakan yang diberikan ialah ikan rucah yang harganya murah atau binatang-binatang

pengganggu di tambak seperti ular, belut yang dipotong-potong kecil-kecil. Di Negara

lain seperti Malaysia dan Philippina , dianjurkan untuk memberi pakan kepiting  dengan

bahan-bahan buangan dari penyembelihan hewan ( jerohan) ayam, dan ternak lain.

Banyaknya ransum 3-5 % berat biomassa kepiting  2-3 kali sehari. Pemberian yang

terlalu banyak , pakan akan bersisa dan membusuk dalam tambak sehingga kurang baik

akibatnya bagi kepiting. Karena itu petani harus mengamati keadaan mutu air tambak,

sehingga bila terjadi hal yang memburuk, dapat dilakukan pergantian air, pada waktu

terjadi pasang. 

2.2.2. Pemanenan

Pada system pemeliharaan di tambak dengan pagar bambu  itu, cara pemanenan  Secara

sederhana yaitu dimulai dengan membuang sebagian air tambak sampai kedalaman dalam

petak  30 cm. Beberapa orang akan turun kedalam tambak membawa  keranjang untuk

wadah kepiting yang ditangkap dan membawa sebatang bambu . Bambu itu di tancapkan 

pada dasar tambak, lalu di tangkap oleh kepiting hingga dapat ditangkap dengan tangan

saja.  Tetapi cara ini sering menyebabkan capitnya lepas, sehingga harga jualnya turun.  

Penangkapan secara total biasa dilakukan dengan pengeringan tambak, sehingga kepiting

dapat ditangkap dengan seser, dan yang tersembunyi didalam lumpur dapat di juga

33

Page 32: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

ditangkap dengan seser dari bambu atau pengki untuk memungkinkan  mengeruk lapisan

Lumpur tempat kepiting bersembunyi. 

Mengikat Kepiting Kepiting  mempunyai capit yang kuat, dan anggota badannya mudah

putus, sedangkan bila anggota badan tidak lengkap, harga jualnya akan menurun.  Karena

itu keterampilan cara mengikat kepiting  haruslah dipelajari dengan cermat. Dibawah ini

disajikan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengikat kepiting hidup  dengan

cara yang baik dan benar, agar kepiting tidak putus angota badan dan orang yang

mengikatnya tidak terluka seperti di lukiskankan oleh  Rattanachote dan Dangwatanakul (

1991).

Gambar:  14 - Mengikat Kepiting (Rattanachote & Dangwatanakul , 1991)

  2.3. Penggemukan Kepiting

Penggemukan kepiting dilakukan  menggunakan wadah berupa kotak dari bambu yang di

apungkan d dalam petak tambak. Konstruksi kotak bambu  (system) baterai) seperti

dibahas pada buti r : 5.1.Setiap kotak kecil diisi seekor kepiting. 

Dengan system kotak-kotak kecil ini, sangat hemat dalam pemakaian ruang , dimana

jumlah yang dipelihara  40 ekor kepiting per- m2. Lama pemeliharaan penggemukan ini

hanya 3-4 minggu. Dari benih awal yang sudah berukuran 150-200 gram/ekor.  

2.4. Produksi kepiting cangkang lunak

34

Page 33: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Kepiting Bakau Oleh para petani  di Jawa Barat, kepiting cangkang lunak disebut

kepiting “soka”. Kepiting ini  mempunyai sifat secara periodik berganti kulit. Sementara

kulitnya lepas, akan diganti dengan kulit baru yang masih lunak untuk beberapa jam

lamanya sebelum menjadi keras kembali. Ketika cangkang lunak itu kepiting juga

berkesempatan untuk tumbuh membesar.  Frekuensi ganti kulit , pada yang masih muda 

lebih cepat, semakin tua frekuensinya semakin jarang. 

Kepiting yang di pelihara sudah berukuran cukup besar yaitu 150-200 gram /ekor, dan

lama pemeliharaan 2-3 minggu saja.  Pergantian kulit ini secara alami  dirangsang oleh

faktor alam yaitu saat air pasang tinggi dari laut masuk  . Juga dipengaruhi oleh

banyaknya pakan . Karena itu dalam pemeliharaan kepiting harus diberi pakan dalam

jumlah cukup , tidak boleh kelaparan.

Bila wadah yang dipergunakan sistem baterei, dimana kepiting seekor dipelihara dalam

satu kotak , sehingga tidak saling memangsa, maka derajat kehidupan selalu tinggi

bahkan tidak ada yang mati.

Wadah yang digunakan dianjurkan seperti dilukiskan pada butir 5.1. diatas. Jadi sama

dengan wadah untuk tujuan Penggemukan kepiting. 

2.5. Produksi kepiting bertelur

Para konsumen di restoran-restoran internasional, banyak menggemari kepiting yang

mengandung telur. Memang kepiting yang penuh mengandung telur  sangat lezat .

Telurnya berwarna merah jingga memenuhi seluruh rongga dibawah karapas.  Harganya

menjadi berlipat 3-4 kali dibanding dengan kepiting yang gemuk tetapi tidak

mengandung telur ! 

35

Page 34: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Yang dipelihara untuk ini tentu hanya kepiting berjenis kelamin betina saja, dan

ukurannya sudah mencapai 200 gram atau lebih.  Petunjuk untuk postingan  ini telah

diterangkan bahwa kepiting betina dapat dipercepat proses pematangan gonadnya dengan

cara diablasi salah satu matanya.

Untuk jenis produksi ini , sebaiknya digunakan wadah berupa kotak-kotak dari bambu

juga (sistem baterei) dimana seekor kepiting dipelihara di dalam satu kotak seperti

digambar dan dijelaskan pada butir 5.1. 

Kepiting betina yang dipilih untuk dipelihara  ialah yang sudah cukup ukurannya

( dewasa) yaitu 200 gram atau lebih. Tidak ada tanda-tanda berpenyakit. 

Mula-mula kepiting betina tsb dipelihara dengan diberi pakan yang bermutu baik yaitu

ikan rucah yang segar , juga cumi-cumi dan kerang-kerangan. Bahan pakan itu tentu

harganya cukup mahal, tetapi harga produksinya juga mahal, sebagai kepiting bertelur .

Banyaknya ransum 2-3 % berat tubuh kepiting per-hari. Jenis pakan tsb. cara

pemberiannya dicuci bersih lebih dahulu , lalu dipotong-potong kecil-kecil agak mudah

dimakan oleh kepiting yang memang ukurannya sudah cukup besar. Pakan ini diberikan 

selang sehari , mengingat kadang didaerah tertentu jenis cumi-cumi dan kerang-kerangn

tidak selalu mudah diperoleh dan harganya cukup mahal.  

Selain pakan  tersebut diatas, kepiting  juga dapat diberi pakan berupa pelet kering yang

biasa diberikan untuk udang ditambak , yaitu pelet udang klas “grower” (untuk udang

yang sedang tumbuh ).Dosis pelet kering itu 2-3 % berat kepiting/hari, yang diberikan 2

kali , pagi dan sore. Malahan pakan pelet itu dapat diberikan sebagai pakan yang utama

36

Page 35: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

setiap hari.  Kepiting ternyata suka makan pelet kering itu.  3 hari setelah kepiting

dipelihara, sehingga sudah cukup beradaptasi, lalu dilakukan ablasi mata. 

Kepiting dipegang dengan tehnik khusus agar japit dan anggota tubuh lainnya tidak

putus.  Biasanya hanya tehnisi yang sudah terampil yang dapat dengan sempurna

melakukannya.

Lalu satu mata kepiting itu di potong dengan gunting yang lebih dahulu dipanaskan

(dibakar), agar lukanya cepat kering dan tidak mengeluarkan banyak cairan. Selesai

ablasi, kepiting di rendam sementara didalam ember yang diisi larutan PK  3 ppm agar

tidak infeksi. Setelah di desinfeksi selama 5 menit, kepiting  dikembalikan ke dalam

kandangnya /kotaknya . Pemeliharaan selanjutnya , berupa pemberian pakan dan

pengaturan pengairannya agar menjamin kepiting calon induk tsb. hidup optimal.

Biasanya setelah 3 hari , telur didalam gonadanya sudah mulai tumbuh dan 7 hari  gonada

sudah berkembang penuh.  Tandanya dapat dilihat di bagian belakang tubuhnya di batas

antara karapas dengan abdomen yang terlipat itu , mengembang dan berwarna merah -

jingga.  Maka kepiting ini harus segera di panen dan dijual kepada pemesan.

Kepiting yang bertelur ini sebenarnya merupakan calon induk yang dapat dipelihara di

Panti Pembenihan agar menghasilkan anak-anak kepiting. Yaitu sebelum di ablasi , lebih

dahulu dikawinkan, agar betina ini mendapat sperma dari pejantannya un tuk fertilisasi

telur-telurnya.  Namun karena tujuannya untuk konsumsi  di restoran, maka tidak perlu

dikawinkan lebih dahulu.

Hal yang perlu dijaga oleh setiap petani yang memelihara kepiting, terutama untuk

eksport, haruslah menjaga agar anggota badan (kaki-kaki, japit, dll) tidak putus. Karena

anggota tubuh yang cacat akan menurunkan nilai jualnya.

37

Page 36: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Jadi Pada Prinsipnya dalam Usaha Budidaya Kepiting bakau ini, Ada 4 metoda

budidaya kepiting  menurut  Produk yang dihasilkan , yaitu 

1.       Pembesaran dari benih menjadi kepiting  ukuran konsumsi.

2.       Penggemukan : kepiting jantan betina  agar menjadi lebih gemuk, harga

meningkat

3.       Produksi kepiting cangkang lunak.

4.       Produksi kepiting bertelur. 

Lama pemeliharaan, pada no. 1 , 1-2 bulan , tergantung ukuran benih di awal

pemeliharaan dan ukuran permintaan pasar/konsumen.

Pada no:2 ,  hanya 3-4 minggu. Pada no: 3,  3-4 minggu  Pada no:4 , 3 minggu sampai 1

bulan.

a.  Wadah  pemeliharaan  ada beberapa macam. Yang paling baik hasilnya ialah system

Baterei,  berupa kotak dari bambu yang disekat-sekat  menjadi kotak-kotak kecil ukuran

30 cm2, masing-masing untuk wadah  satu ekor kepiting. Dengan kotak- kecil ini

kepiting lebih aman terhadap kanibaisme , ketika sedang dalam kondisi ganti kulit.

Sehingga wadah semacam ini menghasilkan derajat kehidupan 95-100%. 

b.  Wadah  berupa jaring apung, dapt digunakan , dengan ukuran 2,5 x 2,5 x 1 m  dipasang

pada perairan  umum , diberi jngkar agar tidak terhanyut oleh arus.    Bila dipelihara

jantan atau betina saja  secara terpisah, akan dapat mengurangi kanibalisme.

c.   Tambak bekas memlihara udang dan bandeng, dapat di sekat-sekat dengan  kerei bambu

yang di tancapkan  20=30 cm kedalam Lumpur  agar kepiting tidak lolos.  Di bagian

tengah kotak di beri pelataran tanah yang lebih tinggi , agar kepiting mencari makan.

38

Page 37: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Sedangkan caren keliling yang agak  dalam ( 30-50 cm) kepiting dapat berteduh.    

Pemeliharaan ini untuk pembesaran  dan /atau penggemukan kepiting. Hasilnya 

mortalitas mencapai 10-20 % karena kanibalisme.

d.  Pemeliharaan kepiting didalam pagar (pen culture) dengan pagar bambu itu dapat juga

dipasang pada teluk yang dangkal. Biasanya kepiting  sebagai benih (diawal

pemeliharaan sudah cukup besar (100-150 gram)  agar menjadi gemuk sebelum di jual. 

e.  Wadah pemeliharaan berupa bak dari semen seperti di dalam Panti Pembenihan yang

biasanya untuk udang, baik untuk memelihara kepiting calon induk sampai mengandung

telur tingkat 2, tetapi tidak sampai memijah.  Ini perlu rangsangan  pengembangan

telur /gonada dengan cara  ablasi mata, seperti diterangkan pada Materi Pokok 2. Disini

hanya dipelihara kepiting betina saja, pejantan tidak diperlukan  karena yang berproduksi

telur hanya yang betina saja. Bila dicampur jantan, malahan bisa  menyebabkan lebih

banyak kematian karena kanibalisme.  

Budidaya (pemeliharaan kepiting) kesemuanya memerlukan pemberian pakan  yang

harus diberikan secara cermat. Pakan harus  mencukupi dosisnya yaitu 5-10 % berat

kepiting yang dipelihara seluruhnya ( biomassa) per-hari, diberikan 2 kali sehari.   Pakan

harus dari bahan yang mudah didapat dan harganya tidak mahal, seperti, ikan rucah,

kotoran dari penyembelihan hewan, sisa-sisa makanan dari restoran. Bila harga pakan 

mahal misalnya pelet, tentu tidak menguntungkan bagi petani. 

Cara pemanenan kepiting dapat secara serentak (panen total) yaitu mengeringkan seluruh

tambak tempat pemeliharaan kepiting.  Atau panen secara selektif, bial menggunakan

system baterei, dimana kepiting yang bercangkang lunak  di panen. Yang lain, dipelihara

lebih lanjut sampai ganti kulitnya.  

39

Page 38: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Cara panen sebagian (selektif) juga dilakukan untuk kepiting bertelur. Yang sudah

mengandung telur saja yang dipanen.  Penanganan kepiting setelah dipanen haruslah

dilakukan secara cermat supaya tidak mematahkan kaki-kakinya. Kepiting yang cacat,

nilai jualnya akan menurun.  

Kepiting yang dipelihara didalam petak tambak yang diberi berpagar, waktu air surut, air

didalam petak juga di surutkan sampai tinggal 20 cm. Ketika pasang naik, air di

masukkan melalui pintu air, kepiting akan berenang menentang arus air laut yang

mengalir masuk. Ini memudahkan pengumpulan kepiting yang berenang menentang arus

air itu. Sifat  yang berenang menentang arus ini disebut “rheotaxis”. 

Kepiting yang ditangkap segera diikat secara sistematik dengan cara ikatan yang benar

agar kaki  atau capit tidak patah.  Hanya orang yang sudah terampil melakukan

pengikatan yang berhasil mengerjakannya.  Karena itu para peserta kursus harus  berlatih

mengikat kepiting dengan benar.

Pengangkutan jarak dekat, sampai 2-3 jam perjalanan, kepiting yang sudah diikat dengan

benar, digantungkan terbalik dimasukan ke dalam kotak, sepanjang perjalanan harus

dipercik dengan air payau, agar tetap basah. Metoda pengangkutan ini dapat berhasil

hidup 90 % atau lebih.  

40

Page 39: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

MODUL III. PEMBENIHAN KEPITING BAKAU

Pematangan Gonad Induk Kepiting Bakau.

1. Calon Induk

Kegiatan tehnik Pembenihan dimulai dari perolehan calon induk kepiting. Calon induk

kepiting dapat diperoleh dari alam yaitu hasil penangkapan di tambak-tambak atau

perairan hutan bakau di sepanjang pantai. Dapat juga calon induk di dapat dari

penangkapan nelayan di laut. Kepiting yang dijadikan calon induk untuk pembenihan

harus diseleksi yang telah dewasa yaitu yang ukuran karapasnya lebar tidak kurang dari

10 cm dan berat tak kurang dari 100 gram untuk yang betina; yang jantan berat minimum

120 gram dan panjang karapas 12 cm atau lebih. Ini disebabkan karena kepiting jantan

tumbuh lebih cepat walaupun umurnya sama dengan yang betina.

Kepiting betina, abdomennya berbentuk segitiga yang lebar melipat dibawah (ventral)

dari dadanya. Yang jantan abdomen berbentuk segitiga yang sempit, juga melipat di

bagian ventral dada.

Betina yang tertangkap di laut kebanyakan yang sudah dewasa dan menjelang

perkawinan. Kesehatan calon induk harus diperhatikan yaitu dipilih yang kulitnya bersih

tidak ada organisme penempel (fouling) . Anggota tubuh (kaki jalan, kaki renang, dll)

lengkap dan tidak cacat. Kelengkapan anggota tubuh ini penting dan berperan dalam

keberhasilan pemijahan dan penetasan telurnya. Agar produksi benihnya bagus dan

telurnya banyak, kepiting betina dipilih yang berat badannya 200 gram atau lebih ,

panjang karapas 8 cm dan lebar karapas 1112 cm.

41

Page 40: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Calon induk jantan berat 300 gram , panjang dan lebar karapas 8 dan 11 cm. Perbedaan

ukuran jantan dan betina ini disebabkan kepiting jantan lebih cepat tumbuh disbanding

yang betina. Dalam proses pematangan gonad , calon induk kepiting dipelihara didalam

bak dengan kepadatan 5 ekor/M2 , dengan perbandingan jantan : betina 2 : 3. Calon

induk sebelum dimasukkan kedalam bak pemeliharaan induk perlu di adabtasi lebih

dahulu didalam bak penampungan selama 3 hari. Adaptasi ini perlu untuk penyegaran

kondisi calon induk karena pengangkutan. Kepiting yang pada umumnya dilakukan

dengan system kering (lembab) . metoda penagangkutan kepiting hidup dengan system

kering ini dimungkinkan bila jarak angkut cukup dekat : 1-3 jam perjalanan.

2. Pematangan gonad

Kepiting betina agak sukar mencapai kematangan gonad terutama diluar musim

pemijahan alami. Untuk mempercepat kematangan gonad, dilakukan tehnik ablasi

tangkai mata seperti dilakukan terhadap induk udang. (Mardjono dkk., 1992) . Prinsip

ablasi mata ialah dengan memanfaatkan system hormonal yang terjadi pada binatang

kelas Krustasea pada umumnya, yang diungkapkan oleh Adiyodi dan Adiyodi, 1970

dalam Nurjana dkk. 1985; Mardjono dkk.1992) . Teori ini menjelaskan bahwa pada

tangkai mata Dekapoda kelas Crustacea, terdapat kelenjar yang menghambat pematangan

gonad yang disebut organ X. . Adanya rangsangan dari luar yang diterima oleh susunan

syaraf pusat , memerintahkan organ X untuk mengeluarkan hormone yang disebut

“Gonade Inhibiting Hormone “ (GIH) . GIH sebelum dilepas kedalam sirkulasi tubuh , di

tampung lebih dahulu didalam Sinus Gland yang juga terletak pada tangkai mata .

Fungsi dari GIH secara langsung menghambat perkembangan kelenjar hormone sex

jantan (androgenic hormone) atau Ovarium pada binatang betina ; sehingga sperma pada

42

Page 41: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

jantan dan /atau sel telur pada betina terhambat perkembangannya. Dapat pula GIH

mempengaruhi perkembangan gonada secara tidak langsung yakni dengan menghambat

aktifitas Y-organ. Y-organ ialah kelenjar yang terletak pada pusat syaraf pada kepala dan

juga pada thorax ; Y –organ menghasilkan hormone GSH (Gonade Stimulating Hormone)

yang fungsinya mendorong perkembangan gonad yaitu merangsang pembentukan sperma

pada individu jantan dan pembentukan sel telur pada individu betina.

Dengan demikian jika X Organ dihilangkan dengan cara pemotongan tangkai mata maka

GIH tidak terbentuk, berarti tidak ada yang menghambat perkembangan telur dan sperma,

berarti telur dan sperma akan cepat terbentuk . Akibat lain yang terjadi ialah Y organ

bebas menghasilkan GSH sehingga ada rangsangan untuk pematangan gonad menjadi

kuat atau dipercepat. . Fungsi lain dari Y organ ialah berperan pada tingkah laku

birahi ,mengendalikan proses penyerapan air, proses ganti kulit dan pembentukan zat

warna.

Ablasi (pembuangan) tangkai mata (tentu termasuk juga menghilangkan bola mata)

hanya pada individu betina , karena individu jantan organ sex-nya mudah dapat

berkembang cepat dan sempurna secara alamiah , walaupun dipelihara didalam bak.

Uji coba telah dilakukan di Balai Budidaya Air Payau Jepara (Mardjono dkk.1992)

mengungkapkan bahwa walaupun kepiting betina dapat matang gonad di tambak namun

laju perkembangan gonadnya lambat bila dipelihara di dalam bak. Apabila dilakukan

ablasi mata, maka individu betina tersebut lebih cepat mengalami pematangan gonad

disusul dengan proses perkawinan dan kehamilan (pengeraman telur) , walaupun diluar

musim kawin yang alamiah.

43

Page 42: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Musim pematangan gonad dan perkawinan kepiting bakau terjadi pada musim hujan ialah

pada bulan November sampai Februari . selain bulan-bulan tsb. Kepiting dapat matang

gonad apabila di ablasi mata. Namun demikian diketahui juga bahwa kepiting dapat

bertelur di berbagai bulan sepanjang tahun dibeberapa daerah, bilamana kondisi alam

cukup menimbulkan perangsang.

Metoda ablasi mata pada kepiting sama dengan yang diterapkan pada udang windu yaitu

memotong salah satu tangkai mata (unilateral ablation) pada betina saja. Ablasi baik

dilaksanakan siang maupun malam hari , namun dengan syarat ketika kepiting betina

tidak sedang ganti kulit , melainkan harus sedang berkulit keras; juga agar dipilih

kepiting betina yang sehat, dan tida bercacat pada anggota tubuhnya. Apabila berkulit

lunak , luka karena ablasi akan menyebabkan keluarnya banyak cairan tubuh sehingga

kepiting dapat mati ; sedangkan kecacatan dan tidak lengkapnya anggota badan akan

berakibat terganggunya proses perkawinan, kehamilan dan penetasan telur, sehingga

jumlah larva akan sedikit yang menetas.

C. Bak Pemeliharaan

Agar memperoleh hasil yang baik dalam prose pematangan gonad induk kepiting

diperlukan bak konstruksi semen ukuran 3 x 4 x 1 m (12 m3). Bentuk bakdapat dibuat

persegi ataupun oval, dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pembuangan air

berbentuk pipa goyang yang mudah dioperasikan untuk mengaturketinggian air maupun

untuk pengeringan.

Sebaiknya disediakan minimal 2 buah bak untuk pematangan gonad , bak2 itu terletak

berdekatan agar memudahkan dalam pengoperasian , karena kepiting yangtelah matang

gonad perlu segera diseleksi dan dipindahkan kedalam bak terpisah. Intensitas cahaya

44

Page 43: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

yang mengenai bak-bak itu harus diperlemah dengan caramemberikan tutup dari bahan

yang masih dapat ditembus sinar matahari tetapi intensitasnya kurang. Juga atap

berfungsi agar bak tidak kena curahan air hujansecara langsung.

Bak pemetangan induk itu harus diberi dasar lapisan lumpur campur pasir setebal 15 – 20

cm, dengan ketinggian air 30-80 cm. dasar bak juga diberi tempat berlindung (shelter)

dari potongan-potongan pipa paralon berdiameter 3-4 incikarena kepiting dihabitat

aslinya suka bersembunyi didalam lubang-lubang.

Bak perlu dilengkapi dengan aerasi , 1 batu aerasi setiap 2 m2. Aerasi dipasang setinggi 5

cm diatas lapisan lumpur dasar, agar lumpur tidak teraduk oleh proses airasi itu. Kadar

oksigen dalam air diupayakan 6-7 ppm. Batu-batu airasi perlu dibersihkan secara periodic

untuk menjaga kestabilan gelembung udara.

D. Pemeliharaan Induk

1. Media pemeliharaan

Air media pemeliharaan dengan kadar garam 30-32 ppt yang sebelumnya disaring lebih

dahulu dengan saringan pasir (sand filter) sebagaimana lazimnya pada hatchery untuk

udang. pH air berkisar 7,5 -8,5 . DO 5-7 ppt. Dasar bak pemeliharaan induk kepiting

perlu diberikan lapisan lumpur yang sebelumnya sudah di bersihkan dan disterilkan

dengan cara di rebus sampai mendidih , lalu didinginkan. Percobaan yang telah

dilakukan membuktikan bahwa, induk kepiting yang dipelihara di bak yang tanpa substrat

berupa dasar lumpur, hasil perkembangan telurnya kurang baik, sedikit dan daya tetas

kurang. (Rusdi dkk.,1998).

2. Pakan

45

Page 44: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Pakan untuk calon induk dan induk kepiting ialah cacahan daging ikan, cumi-cumi yang

masih segar. Pengalaman di BBAP Jepara menunjukkan bahwa cumi-cumi haru

diutamakan, karena baik untuk merangsang perkembangan gonad bagi binatang krustasea

: udang ,kepiting. (Mardjono dkk,1992). Banyaknya pakan 5-10% berat biomassa

perhari. Pakan sejumlah itu diberikan dua kali per-hari , jam 8.00 pagi dan jam 17. 00

sore. Sebelum pakan diberikan, dasar bak dibersihkan dengan cara menyipon untuk

menyedot pakan yang ang masih tersisa. Bila pakan yang tersisa banyak, maka pemberian

pakan berikutnya harus dikurangi. Sebaliknya bila pakan tidak bersisa , pakan yang

diberikan harus ditambah.

Pembersihan bak hanya dilakukan pada pagi hari saja, kecuali bila terjadi hal yang

buruk, misalnya ada gejala pembusukan dengan terlihatnya banyak busa dipermukaan air,

atau air berbau busuk. Selain pakan alami berupa daging ikan dan cumi-cumi mentah

segar, juga diberi pakan buatan berupa pelet kering yang biasa diberikan untuk induk

udang windu. Pakan pellet khusus untuk induk udang itu mengandung nutrisi jang baik

sebagai pelengkap ,dengan kandungan protein dan lemak esensial, vitamin dan mineral .

Diberikannya cukup 2-3 kali per-minggu, dengan dosis 2 % berat biomassa.

3. Ablasi mata

Ablasi mata dilakukan setelah calon induk dipelihara 3-5 hari didalam bak, setelah

induk-induk itu terlihat sehat , gesit dan nafsu makannya baik. Calon induk betina yang

hendak di ablasi dipilih yang berkulit keras dan sehat. Pelaksana ablasi kepiting harus

dilakukan oleh tehnisi yang terampil memegang kepiting agar tidak meronta. Pemotongan

mata berikut tangkainya dilakukan dengan gunting yang tajam dan dipanaskan lebih

46

Page 45: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

dahulu , sehingga luka bekas terpotong segera kering dan tidak mengeluarkan banyak

cairan.

Selesai ablasi uni-lateral (sat mata), kepiting direndam di dalam ember berisi larutan PK

5 ppm selama 15 menit, untuk mencegah infeksi. Setelah itu kepiting dipindahkan

kedalam bak pemeliharaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, dimana kepiting betina

pasca ablasi itu di pelihara bersama dengan kepiting jantan, dengan perbandingan jantan :

betina 2:3. 3-5 hari pasca ablasi biasanya sudah ada betina yang siap untuk perkawinan.

4. Proses Perkawinan

Kepiting Bakau melakukan perkawinan di perairan estuaria (Arriola,1940 dalam

Mardjono dkk. 1994). Perkawinan terjadi biasanya saat suhu air naik. Menjelang

perkawinannya, kepiting betina mengeluarkan cairan kimiawi perangsang yaitu

pheromone kedalam air yang akan menarik perhatian kepiting jantan. Selanjutnya

kepiting jantan yang berhasil menemui kepiting betina sumber pheromone itu, lalu naik

ke atas karapas kepiting betina yang sedang dalam kondisi pra lepas cangkang (premolt).

Kepiting jantan tsb. membantu proses ganti kulit kepiting betina tsb. Selama kepiting

betina mengalami proses ganti kulit, kepiting jantan akan melindungi nya selama kurang

lebih 2-4 hari sampai cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina . Kondisi seperti itu

disebut “doubler formation” atau “ premating embrace”.

Setelah cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina, tubuh betina dibalikkan oleh yang

jantan sehingga sekarang pada posisi berhadapan untuk terjadinya kopulasi. Semetara itu

cangkang betina masih dalam keadaan lunak. “Spermatofora” dari kepiting jantan akan

disimpan didalam “spermateka” kepiting betina. Menurut Fielder dan Heasman,1978

dalam Mardjono dkk., 1991). Perkawinan kepiting ini dapat terjadi di waktu siang

47

Page 46: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

maupun malam hari. Fielder dan Heasman (1978) mengungkapkan bahwa spermatofora

yang tersimpan pada kepiting betina sekali kawin mencukupi untuk pembuahan dua kali

peneluran sekor kepiting betina. Telur yang telah matang gonad dalam ovarium betina

akan turun ke oviduct dan dibuahi oleh sperma, selanjutnya telur yang telah dibuahi itu

dikeluarkan lalu menmpel pada umbai- umbai (rambut-rambut pada pleopoda) untuk

dierami oleh induk betina itu. Sekali bertelur induk kepiting dapat mengeluarkan 1-8 juta

butir telur , tergantung dari berat badan induk betina. , namun biasanya yang berhasil

menempel pada umbai-umbai hanya 1/3 nya.

5. Perkembangan Telur Dalam Ovarium

Pada kepiting bakau, telur berkembang menuju pematangan untuk siap dibuahi, setelah

terjadi kopulasi (perkawinan). Jantan dan betina melepaskan diri , dan cangkang induk

betina menjadi keras kembali.

6. Pengamatan Kematangan Telur

Mulai sepuluh hari setelah di ablasi mata dan selanjutnya pengamatan dilakukan

berselang 3 hari kemudian., dilakukan pengamatan tingkat perkembangan gonad.

Berbeda dengan udang, kepiting bercangkang sangat tebal sehingga pengamatan gonad

hanya dapat dilakukan melalui bagian belakang karapas tempat bersambungan dengan

abdomen. Bagian ini tampak menggembung bila telur kepiting berkembang penuh. Dan

berwarna kemerahan cerah. Fielder dan heasman (1978) dalam Mardjono (1994)

membuat tingkat perkembangan telur kepiting bakau menjadi 4 tingkatan , sbb. :

Tingkat I: belum matang (immature), yaitu belum ada tanda-tanda perkembangan

telur pada induk betina .

48

Page 47: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Tingkat II: Sedang dalam proses pematangan (maturing) perkembangan telur

sudah mulai terlihat penuh, berwarna kuning, namun belum tampak menonjol

penuh.

Tingkat III: Matang (ripe). Telur kepiting telah dibuah dan dikeluarkan serta

menempel pada umbai-umbai dibawah abdomen. Saat baru ditempelkan ,telur

berwarna kuning muda. Selanjutnya embrio makin berkembang didalam telur dan

warna telur berubah menjadi kelabu, coklat kehitaman , bila hamper menetas.

Lama pengeraman (inkubasi) telur 14-20 hari.

Tingkat IV: Salin (spent). Seluruh telur telah menetas. Ruang dibawah abdomen

terlihat kosong.

Pada tingkat kematangan II akhir, telur dikeluarkan dari ovarium lalu dibuahi.

Selanjutnya telur yang sudah dibuahi itu keluar tidak membuyar kedalam air melainkan

melekat pada bulu-bulu di kaki renang (pleopoda) yang disebut umbai-umbai dibawah

abdomen mengalami masa pengeraman. Pada panti pembenihan, saat induk mulai

terlihat mengerai telur, segera dipindahkan kedalam bak pengeraman/ penetasan. Masa

pengeraman telur 14 – 20 hari.

7. Pengeraman dan Penetasan

Induk yang sedang mengerami telur, mengipaskan kaki renangnya secara teratur.

sehingga telur-telur itu memperoleh air segar yang banyak mengandung oksigen. Pada

masa pengeraman tsb. induk berenang-renang dengan kaki renangnya yang

terus=menerus bergerak dan sering berdiri pada kaki jalan. Sehingga telur-telur terus

menerus memperoleh air segar dan banyak oksigen . Hal ini penting untuk perkembangan

embrio. Masa telur yang semakin tua, warnanya berubah warna menjadi kelabu

49

Page 48: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

kemudian coklat kehitaman. Masa pengeraman banyak dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan. Pada lingkungan dengan kadar garam 30-33 ppt dan suhu berkisar antara 26-

30o C pengeraman dapat berlangsung baik dan perkembangan telur normal. Induk yang

di ablasi proses pematangan telur berlangsung sedikit lebih cepat dan didapatkan jumlah

induk matang telur lebih banyak . (Mardjono dkk.,1994).

Bak untuk pengeraman dapat digunakan bak berukuran 2 x 2 x 0,5 m , terbuat dari semen

atau fiber glass. Sebagai media pemeliharaan digunakan air laut dengan kadar garam

minimal 28 ppt suhu 28 o C.

Untuk mengurangi kecerahan cahaya matahari, bak perlu ditutup dengan anyaman bambu

(gedeg) atau plastic yang tidak terlalu gelap. Kepadatan kepiting dalam bak pengeraman

1 ekor/m2 .

Selama proses pengeraman induk tidak diberi pakan. Penggantian air dilakukan setiap

hari sebanyak 75%. Aerasi dipasang 1 batu aerasi/m2 dengan tekanan aerator diatur agar

tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah.

E. Penetasan Telur

Setelah telur-telur berwarna kehitaman, proses penetasan akan segera berlangsung.

Penetasan biasanya berlangsung pada pagi hari. Larva yang baru menetas disebut pre-

zoea yang sekitar 30 menit kemudian akan bermetamorfosa menjadi Zoea-1.

Pada masa penetasan ini pre-zoea disebarkan kedalam air secara terus menrus selama 3 –

5 jam. Seekor induk kepiting dengan berat 100 gram (lebar karapas 11 cm) dapat

menghasilkan telur sebanyak 1 – 1,5 juta butir. Pada proses penetasan itu, kaki

dayungnya dikipas-kipaskan dan kaki-kaki jalan induk di garuk-garukkan kepada umbai-

umbai segingga telur lepas secara bertahap. Disinilah fungsi kaki-kaki jalan sehingga

50

Page 49: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

kelengkapan anggota badan induk sangat berperan dalam kesempurnaan proses

reproduksi sajak perkawinan sampai penetasan telurnya.

Akhirnya hanya sebagian kecil dari telur yang akhirnya rontok gagal menetas. Induk

kepiting yang telah melepaskan larva yang baru menetas itu, segera dipindahkan kedalam

bak pemeliharaan induk dan dirawat guna memulihkan kondisi induk . Masa pemulihan

ini akan berlangsung selama 4 – 7 hari . setelah itu induk dikembalikan kedalam bak

perkawinan bersama kepiting jantan.

F. Pemeliharaan Larva

1. Bak Pemeliharaan Larva

Bak untuk pemeliharaan larva kepiting dapat berbentuk bulat, oval ataupun segi empat.

Ataupun bentuk-bentuk lain. Pada dasarnya bak yang biasa untuk memlihara larva udang

dapat juga untuk memelihara larva kepiting. Yang terpenting ialah bahwa bak tidak

boleh mempunyai sudut tajam sehingga merupakan “sudut mati “dimana akan terkumpul

kotoran disitu. Bahkan larva itu sendiri akan terjebak pada sudut itu.

Dasar bak harus di disain agar cukup miring supaaya dapat dengan tuntas dikeringkan.

Pembuangan air berupa “pipa goyang “ atau “system sifon” agar pembuangan air mudah

dan tuntas.

Volume bak sebaiknya tidak terlalu besar, cukup 5 – 10 m3 dengan kedalaman bak 1

m.Sehingga diisi air dengan kedalaman maksimum 80 cm. Ukuran ini akan memudahkan

dalam pengelolaan , seperti penggantian air; sedangkan larva yang dipelihara sebaiknya

dapat terdiri dari larva yang seumur (hari menetasnya bersamaan ) walaupun dari induk

yang berbeda. Hal ini penting untuk mengurangi kemungkinan perbedaan laju

pertumbuhan sehingga akan cenderung kanibal.

51

Page 50: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

2. Media Pemeliharaan

Media pemeliharaan larva digunakan air yang diambil langsung dari laut yang jernih,

yang disaring dengan saringan pasir, disusul dengan penyinaran sinar ultra violet atau

perlakuan dengan klorine 50 ppm untuk sterilisasi dari bacteria dan lain lain organisme

renik yang mungkindapat menimbulkan pengakit pada larva kepiting. Salinitas 30-33

ppt, pH 7,5 – 8,5. Kadar oksigen terlarut harus diupayakan stabil antara 6-7 ppm, dengan

memasang aerasi. Jumlah batu aerasi 1 per-m2 dengan jarah antar batu aerasi 0,5 m, yang

digantung dengan bantuan tali membentuk segi empat dimana setiap sudutnya

digantungkan batu aerasi, sebagaimana lazimnya pada bak pemeliharaan larva udang.

Kekuatan aerasi diatur agar tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah. Fungsi dari aerasi

itu selain untuk menambah kelarutan oksigen dalam air, juga untuk menggerakkan pakan

larva agar selalu dalam kondisi melayang diair agar tidak mudah tenggelam didasar.

3. Penebaran

Larva yang baru menetas , diperoleh dari bak penetasan dinama induk yang mengeram di

pelihara secara terpisah. Setelah pre-zoea berubah menjadi zoea -1 , saatnya untuk

dipindahkan ke bak pemeliharaan larva. Pemindahan larva dilakukan pada pagi atau sore

hari. Lrva dikumpulkan dengan menggunakan gayung atau “cimplung” agar larva

terambil bersama massa airnya. Selanjutnya ditampung di dalam ember sambil diaerasi

lambat. Bila sudah terkumpul dalam jumlah cukup banyak, larva di pindah dalam

waskom , lalu diapungkan dipermukaan air bak larva untuk 30 menit lamanya , sambil

sedikit demi sedikit air dari bak yang akan ditebari itu dimasukkan sedikit demi sedikit

kedalam waskom agar teraklimatisasi. Akhirnya waskom dimiringkan sehingga larva

dapat keluar sendiri menyebar kedalam air bak pemeliharaan larva itu.

52

Page 51: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Kepadatan larva didalam bak pemeliharaan 75-100 ekor /liter. Jadi satu bak larva yang

volume airnya 4000 liter (4 m 3 ) dapat ditebari 400 000 ekor Zoea-1 Larva sejumlah itu

berasal dari seekor induk kepiting saja. Bahkan dari seekor induk , larvanya dapat ditebar

kedalam bak yang volume airnya 8 m 3.

Larva kepiting sangat bersifat kanibal. Karena itu kepadatan sangat mempengaruhi

tingkat sintasannya, apalagi kalau pakan nya tidak mencukupi. Pakan yang kurang

menyebabkan perkembangan larva tidak sehat, sehingga banyak mati , selain

kanibalisme. Sebaliknya bila pakan berlebihan, akan menyebabkan mutu air memburuk,

menyebabkan banyak kematian juga pada larva.

4. Pengelolaan Pakan

Di alam larva kepiting memakan berbagai organisme renik plankton seperti Diatomae,

larva-larva dari Echinodermata, moluska dan cacing, dsb. Didalam bak pemeliharaan ,

pakan yang diberikan juga harus disesuaikan dengan sifat alami dari larva itu.

4.1. Pakan Alami

Dalam pemeliharaan larva kepiting diberi pakan berupa pakan alami dari berbagai

organisme plankton hewani (zooplankton) dan fitoplankton yang ukurannya sesuai

dengan stadia Zoea. Pakan untuk Zoea – 1 sampai Zoea-3. berupa zooplankton

Brachionus sp dan fitoplankton jenis Chaetoceros sp. yang dihasilkan dari kultur di

laboratorium. Pakan untuk Zoea- 4 dan Zoea -5 dan Megalopa berupa nauplii Artemia

yang ditetaskan dari kista Artemia dan fitoplankton Chaetoceros sp. dan ditembah

Tetraselmis sp.. Kegunaan dari fitoplankton itu walaupun mungkin secara langsung tidak

dimakan oleh larva kepiting, tetapi berguna sebagai penyeimbang lingkungan dalam air

53

Page 52: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

karena fitoplankton itu dalam proses fotosintesisnya dapat menyerap zat-zat hara yang

beracun bagi larva kepiting yang dipelihara.

Dosis Brachionus , Chaetoceros yang diberikan kira-kira 10 liter ( satu ember) kultur

yang sudah disaring sehingga padat untuk bak volume 1 M3. Demikian juga Tetraselmis

sp. juga sebanyak 10 liter kultur yang sudah disaring. Sedangkan untuk Zoea-4, Zoea-5

dan Megalopa dosis nauplii Artemia diperkirakan 2 gram kista ditetaskan untuk

diberikan kepada setiap 100 000 larva kepiting. Jadi jika kita memelihara seluruhnya 5

juta larva kepiting , maka setiap hari perlu di tetaskan kista artemia sebanyak 10 gram.

Tetasan nauplii artemia tsb. diberikan pada pagi hari, setelah dilakukan pembersihan bak

dengan sipon dan air bak dig anti 1/3 volume dengan air yang segar.

4.2. Pakan Buatan

Dalam pemeliharaan larva kepiting selain pakan alami juga diberi pakan buatan. Pakan

buatan mengacu kepada jenis pakan yang diberikan kepada larva udang windu. Tujuan

pemberian pakan buatan ini untuk melengkapi zat nutrisi yang kemungkinan tidak

terdapat pada pakan alami.

Larva kepiting mulai stadium Zoea -1 sudah dapat memakan pakan buatan . banyaknya

ransum dan ukuran jenis pakan buatan yang diberikan dirubah sesuai dengan tingkat

perkembangan larva. Larva stadium Z-1 dan Z-2 diberi pakan sebanyak 0,5 ppm. Artinya

kedalam bak pemeliharaan larva yang volume airnya 1 M 3 (1000 liter) diberi pakan

berupa butir-butir mikropelet sebanyak 0,5 gram . Jika volume air 5 M 3 maka

banyaknya pakan 5 x 0,5 gram. = 2,5 gram.per-M 3 volume air bak. Untuk stadium

Zoea-3, dosis pakan 0,6 ppm ; atau sebanyak 0,6 gram per-M air bak. Untuk stadium

Zoea-4 , dosis pakan 0,65 ppm ; atau sebanyak 0,65 gram per M3 air bak.

54

Page 53: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Untuk stadium Zoea-5, dosis pakan 0,75 ppm ; atau sebanyak 0,75 gram perM3 air bak.

Mulai stadium Megalopa sampai instar ( stadium Crab) ransum pakan ditingkatkan

menjadi 1 ppm sekali pemberian. Pemberian pakan buatan (mikropelet) tsb. sehari diberi

kan 6 kali , yaitu berselang waktu 4 jam. Dengan cara itu diharapkan larva dapat terus

menerus mendapat makanan, pakan tidak boleh berlebihan dan karena selalu ada pakan

didalam air pemeliharaan, larva menjadi berkurang sifat kanibalisme-nya. Ukuran

partikel pakan juga harus disesuaikan dengan ukuran stadium larva.

Untuk stadium Zoea-1 sampai Zoea-5 ukuran pelet 50 mikron, diberbesar bertahap

sampai 100 mikron . Selanjutnya untuk stadium Megalopa dan Crab ukuran pellet lebih

besar yaitu 200 mikron sampai 500 mikron. Ukuran-ukuran besarnya mikropelet itu

dapat di baca pada kaleng wadah pakan larva yang dijual.

Stadium Megalopa lebih suka tinggal didasar bak (benthic)dan makan Artemia yang

sudah ditetaskan berumur 4-5 hari (instar 4-5). Dosis pakan tetasan kista sebanyak 3

gram untuk 100 000 ekor Megalopa per-hari. Ukuran panjang total tubuhnya 4,1 mm.

Sifatnya cenderung kanibal. Sehingga terjadi banyak penyusutan jumlahnya. Untuk

mengurangi kanibalisme, di dalam air bak perlu diberi tempat persembunyian berupa

rumbai-rumbai yang dapat dibuat dari tali rafiyah yang diikat segerombol diberi pemberat

agar dapat ditegakkan didalam air. Jumlah rumbai-rumbai ini hendaknya cukup banyak.

Lama masa Megalopa ini 7 hari, bermetamorfosa menjadi stadium Crablet (benih

kepiting).

Pada stadium Crab-1 sampai Crab-5 yaitu benih kepiting , bentuk dan organ tubuhnya

sudah seperti pada kepiting dewasa.Panjang karapas 2 mm sampai 3 mm; berat badannya

5 – 9 mg. Pada stadia Crab anakan kepiting makan dari dasar bak Pakan yang diberikan

55

Page 54: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

berupa daging ikan , cumi-cumi yang masih segar dan dibersihkan, lalu dicacah . Dosis

pakan perhari diperkirakan sebanyak 50-100 gram untuk 100 000 ekor benih Crab-1

sampai Crab-5. Pemberiannya pakan secara di onggokkan pada 4-5 titik. Sementara

diberi pakan itu , aerator dihentikan. Kemudian harus diamati apakah pakan yang

diberikan itu segera habis dalam waktu 10 menit. Bila cepat habis, maka selang 3 - 4 jam

, perlu diberi lagi cacahan pakan yang sama. Demikian dalam sehari pemberian pakan

untuk stadium Crab sebanyak 6 kali. Bila Crab terlihat sangat rakus atau nafsu makan

bagus, maka dosis pakan harus dinaikkan. Sebaliknya kalau nafsu makan kurang, atau

lambat memakannya, maka pada pemberian berikutnya dosis pakan dikurangi.

Pengamatan dan pengaturan dosis pakan itu penting , untuk mencegah terjadinya

kanibalisme, bila benih crab itu kelaparan dan pakannya kurang. Sebaliknya jika pakan

terlalu banyak bersisa, menyebabkan kualitas air menurun karena pembusukan sisa pakan

itu. Hal ini akan menyebabkan banyak kematian pada benih kepiting.

Penelitian telah dilakukan pada pertumbuhan benih stadia Crab dimana pada umur 50

hari (terhitung sejak Zoea-1) berat badannya mendekati 500 mg panjang karapas

mendekati 10 mm ( 1 cm). Ini ukuran yang diperkirakan sudah cukup kuat untuk di jual

sebagai benih untuk di deder pada tempat yang lebih luas di luar ruangan. Misalnya

didalam hapa yang dipasang ditambak yang subur dengan pakan alaminya. Namun tentu

saja harus selalu dilindungi terhadap hama pemangsa karena itu masih di pelihara

didalam hapa.

G. Pengelolaan Kualitas Air

56

Page 55: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Kualitas air tempat larva kepiting dipelihara , merupakan faktor penting yang harus dijaga

agar tetap dalam kondisi optimum dan stabil. Dalam Panti Pembenihan, biasanya

dilakukan pergantian air bak larva sebanyak 20-40% dari volume bak setiap 2 hari.

Penggantian air dilakukan dengan lebih dahulu menyedot air dari dasar bak menggunakan

sipon yaitu slang berdiameter 2 -3 inci yang diberi tutup ujungnya dengan kain kelambu

yang lubangnya tidak terlalu kecil, memungkinkan kotoran yang mengendap didasar bak

tersedot. Sebagian air dari dasar bak akan terbuang sebanyak 20-40% volume.

Kemudian bak diisi lagi dengan air yang masih segar dan salinitas 30-33ppt , suhu 28-

30o C sama dengan air yang lama. Sedangkan kadar Oksigen tentu dapat dipertahankan

6-7 ppm bila aerator terus menerus terpasang. Dan dijaga kebersihannya. Kotoran-

kotoran dan sisa-sisa pakan didalam air akan membusuk dan menyerap banyak O2.

Karena itu kebersihan air dan dasar serta dinding bak harus dijaga, dengan cara di sipon

dengan cermat.

Penggantian air itu dimulai pada zoea-2 sebanyak 20% setiap 2 hari sekali , sampai

Zoea-3 , selanjutnya sampai Zoea 5 ganti air sebanyak 40%. Pada stadium Megalopa,

sebaiknya dipanen, untuk memindahkan Megalopa kedalam bak lain yang sudah

dipersiapkan dalam kondisi bersih dan diberi rumbai-rumbai untuk persembunyian

terhadap sesamanya.

Megalopa bersifat benthic yaitu senang berada didasar bak. Ukuran besarnya panjang

karapas 2,1 mm, panjang abdomen 1,87 mm, panjang tubuh total dari ujung duri rostral

sampai ujung belakang abdomen 4,1mm. Padat penebaran Megalopa 10-20

ekor/M3 .diperkirakan dapat mengurangi sifat kanibalisme.

H. Pengendalian Penyakit

57

Page 56: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Penyakit pada larva kepiting dapat terjadi pada semua stadium . Disebabkan adanya

bacteria, jamur dan Protozoa yang terdapat dan berkembang didalam air bak

pemeliharaan. Ini disebabkan oleh kotoran dan sisa-sisa pakan. Penelitian mengenai

larva kepiting belumlah banyak dilakukan. Namun demikian haruslah diwaspadai

masalah penyakit ini. Penyakit dapat timbul dari interaksi antara 3 faktor yaitu faktor

lingkungan,fartor keberadaan organisme penyakit dan faktor kondisi inang atau

organisme itu sendiri (yaitu larva yang dipelihara) yang dalam kondisi lemah.

Lingkungan, yang kondisinya tidak stabil (kotor, kualitas air tidak stabil) menyebabkan

kondisi larva stress, lemah, nafsu makan menurun, akibatnya mudah diserang penyakit.

Penyakit itu disebabkan keberadaan organisme penyakit itu yang ada didalam lingkungan

/bak. Keberadaan organisme penyebab penyakit itu memang ada dimana-mana, tetapi

akan dapat merebak bila kondisi airnya kotor. Bila kondisi bersih, tidak banyak sisa-sisa

kotoran dsb. dan kualitas air selalu terjaga stabilitasnya/ cocok untuk kehidupan larva

yang dipelihara, makanan cukup dan bergizi yang sesuai dengan kebutuhan larva, maka

larva juga kondisi nya akan selalu sehat, kuat, dan tahan penyakit.

Itulah caranya kita mengendalikan kondisi larva yang kita pelihara , agar kita upayakan

selalu dalam kondisi sehat dan ini dapat dicapai jika kita bekerja dengan cermat, cermat,

dan cermat.

1. Penggunaan Obat

Banyak jenis anti biotika yaitu obat yang membasmi bacteria, jamur, protozoa, tetapi

virus tidak dapat dibunuh oleh antibiotika karena virus tidak dapat melakukan

metabolisme sendiri, melainkan sepenuhnya numpang hidup pada organisme lain. Jenis

penyakit pada larva kepiting , tentu juga serupa dengan yang menyerang larva udang

58

Page 57: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

yang sekarang sudah banyak diketahui. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa

larva yang terlanjut sakit, sulit untuk disembuhkan dengan obat apapun. Karena itu cara

pencegahan harus diutamakan, yaitu memelihara lingkungan agar stabil dan optimal bagi

kehidupan larva, pakan yang baik mutunya, menjaga kebersihan, dan

menghindari/melindungi bak-bak pemeliharaan dari kontaminasi/penularan bibit

penyakit.

2. Penggunaan Antibiotik

Obat anti biotika sekarang dilarang oleh Pemerintah penggunaannya untuk perikanan,

karena menyebabkan organisme penyakit menjadi resisten (tidak mati oleh obat tsb.) dan

adanya obat yang menyebabkan kanker pada manusia bila pemakaian jangka panjang dan

obat tertentu itu mengendap dalam bahan makanan.

Untuk pencegahan penyakit pada Panti Pembenihan, diperkenankan untuk pembersihan

saja yaitu menggunakan obat disinfektan yang berupa bahan kimia , seperti larutan PK 2-

3 ppm, deterjen , sabun untuk mencuci bak dll. , formalin 100- 200 ppm untuk

mematikan bakteri dan juga virus.

59

Page 58: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

MODUL III. BUDIDAYA KEPITING SOKA DI TAMBAK

A. Persiapan Tambak

Persiapan tambak yang baik merupakan langkah awal keberhasilan dalam budidaya.

Karena tambak merupakan media untuk budidaya yang akan dilakukan. Oleh karena itu,

persiapan tambak merupakan tahapan penting yang dapat menentukan keberhasilan

dalam budidaya. Tambak BPBAPL Karawang memiliki tekstur tanah liat berpasir, dan

tambak ini merupakan tambak yang dialih fungsikan dari budidaya udang ke budidaya

kepiting lunak yang memiliki daya dukung lahan yang sangat sesuai untuk kepiting

lunak. Bentuk tambak untuk budidaya kepiting bakau yang terdapat di BPBAPL

Karawang berbentuk persegi yang berukuran 50 x 50 m2 dengan luas 2000 m2 dengan

jumlah tambak yang digunakan sebanyak dua petakan.

1. Pengangkatan Lumpur Dasar Tambak dan Pengeringan

Proses pengeringan dan pengangkatan lumpur dilakukan untuk menekan timbulnya

gangguan pada kepiting soka yang disebabkan penurunan kualitas air akibat adanya

timbunan racun dari proses dekomposisi material dasar tambak yang tidak sempurna

selama proses produksi. Fungsi dari pengangkatan lumpur yakni untuk membuang bahan

60

Page 59: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

beracun yang terakumulasi di dasar tambak seperti amoniak, nitrat, nitrit, sulfat dan lain-

lain yang merupakan hasil metabolisme atau sisa pakan siklus budidaya sebelumnya.

Karena standar budidaya yang baik untuk kepiting soka menurut Kordi 1996, yaitu kadar

garam antara 15 - 30 ‰, suhu bervariasi antara 24 – 32oC, pH air antara 6,5 - 8,5,

amoniak (NH3) kurang dari 0,1 ppm, DO antara 4 – 8 ppm, nitrat (NO3) kurang dari 0,1

ppm dan nitrit (NO2) kurang dari 0,5 ppm serta air tidak tercemar limbah racun dan

pengaruh banjir. Apabila tidak dilakukan pengangkatan lumpur dasar sebelum proses

budidaya diaplikasikan maka dapat menimbulkan permasalahan. Permasalahan ini dapat

berdampak pada terhambatnya moulting pada kepiting akibat kualitas air yang buruk.

Pengeringan dasar tambak bertujuan mempercepat proses oksidasi gas-gas beracun dalam

tanah serta memberantas hewan-hewan liar. Proses pengeringan tambak di lakukan

selama satu minggu dengan ciri-ciri tambak yang telah kering yakni tanah yang tampak

retak-retak.  Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kanna (2002) yang menyatakan bahwa

pengeringan tanah dasar tambak sebaiknya dilakukan sampai tanah retak-retak dengan

tujuan untuk membunuh mikro organisme patogen yang berkembang di tambak.

2. Pengapuran

Pengapuran bertujuan meningkatkan atau menjaga pH tanah dan air tambak agar sesuai

dengan standar yang diperlukan. Pengapuran tambak juga dilakukan untuk memberantas

organisme pengganggu yang dapat merugikan kepiting yang dibudidayakan. Proses

pengapuran dilakukan setelah tambak dibersihkan dan dikeringkan. Pengapuran

mengunakan Kapur CaCO3 atau kapur Pertanian. Pengapuran dilakukan dengan

menaburkan kapur dipermukaan pelataran tambak secara merata dan ditunggu selama 2 –

4 hari dengan konsentrasi 50 gram/m2.

61

Page 60: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

3. Pemasukan Air

Sumber air yang mengairi areal pertambakan berasal dari saluran irigasi teknis dengan

debit air yang mengaliri areal pertambakan 50-100 liter/detik. Sedangkan sumber air laut

di pengaruhi oleh pasang surut laut Pantai Utara dan penggunaan pompa submersible.

Sebelum air dimasukan ke dalam tambak, air laut diendapkan terlebih dahulu di petak

tandon yang ditanami tanaman bakau untuk menjaga kestabilan kualitas air. Proses

penyaringan pada pipa pemasukan air harus dilakukan untuk mengurangi masuknya

organisme penganggu (hama) ke dalam tambak. Organisme tersebut dapat berupa jasad

renik dan ikan-ikan yang akan menjadi kompetitor atau penggangu dalam proses

budidaya.

Pengisian air yang dilakukan pada pada saat air pasang, dengan cara menbuka pintu

pemasukan, kemudian air dimasukan kedalam petak tambak setinggi 80-120 cm dengan

kadar salinitas 24-30 ‰ yang mana pada kondisi perairan ini sangat baik untuk kepiting.

Menurut Kanna (2002) pengisian air sebaiknya dilakukan pada saat pagi atau sore hari

sehingga saat ditebar kepiting tidak mengalami stress.

4. Persiapan Keramba Pemeliharaan

Wadah yang digunakan dalam budidaya kepiting cangkang lunak, yaitu berupa keramba

dari bambu (Gambar 16). Keramba dibelah kecil-kecil kemudian diikat menggunakan tali

PE dan diberi sekat 72 bagian dengan ukuran tiap sekat 15 x 15 cm2. Dasar dari keramba

bambu diberi jaring waring dengan ukuran mata waring 0,1 mm.

62

Page 61: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Gambar . Perlakuan Sebelum Keramba Digunakan (a) Perendaman Keramba Sebelum

Digunakan, (b) Keramba yang Siap Digunakan

Didalam tambak, keramba disusun memanjang dan disambungkan menjadi 7-9 baris

keramba yang diikatkan dengan tali berupa benang kasur. Pada dasar keramba diberi

sterofoam yang berfungsi sebagai pelampung pada keramba. Persiapan keramba dimulai

dari perendaman, penjemuran dan pembersihan keramba dengan proses sebagai berikut :

Setelah proses perakitan selesai, keramba bambu kemudian direndam terlebih

dahulu selama 1 minggu dengan tujuan untuk menghilangkan getah yang terdapat

di dalam bambu. Apabila keramba langsung digunakan maka kandungan getah

pada bambu dapat membunuh bibit kepiting yang akan di tempatkan di dalam

keramba.

Setelah direndam keramba kemudian dijemur selama 3-4 hari hingga keramba

benar-benar kering. Hal ini bertujuan agar keramba bambu dapat tahan lama

dalam penggunaannya.

Kemudian keramba dibersihkan dari segala jenis kotoran yang menempel, seperti

lumut yang sering menempel pada keramba bambu.

B. Proses Budidaya

1. Seleksi Bibit Kepiting

63

(a) (b)

Page 62: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Dalam pemeliharaan kepiting soka, kondisi dan kualitas bibit sangat menentukan tingkat

keberhasilan budidaya. Bibit kepiting soka di tambak BPBAPL diperoleh dari pengepul

atau petani kepiting yang berasal dari Muara Gembong, Bekasi. Pengangkutan bibit dari

bekasi menggunakan motor dengan jarak tempuh 3-4 jam yang mana kepiting

dimasukkan kedalam keranjang bambu. Selama dalam pengangkutan kepiting terlebih

dahulu disiram dengan air sebanyak 4 kali agar kepiting dapat bertahan lama dan tidak

mengalami kematian.

Gambar . Benih Kepiting yang Akan Diseleksi

Untuk mencegah tingkat kematian dalam pemeliharaan maka terlebih dahulu

dilakukan seleksi kepiting. Kepiting yang akan di tebar memiliki bobot 60-100 gram

dengan panjang karapas 10-15 cm karena ukuran tersebut merupakan ukuran konsumsi

yang banyak diminati konsumen, kondisi tubuh lengkap tidak ada yang cacat dan terluka,

karena apabila kondisi cacat atau terluka maka kepiting tidak dapat moulting dan

mengalami kematian dalam waktu 1-4 hari. Proses pemilihan kepiting yang baik dengan

cara melihat secara visual bagian kepiting secara lengkap dan utuh, diusahakan kepiting

yang tidak lembek/baru molting, kepiting yang memilki ukuran lebih besar dipisahkan

karena akan lama untuk dijadikan soka.

64

Page 63: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

2. Pemotongan Capit dan Kaki Jalan Kepiting

Setelah bibit kepiting selesai diseleksi, tahap selanjutnya yang dilakukan yakni

memotong capit dan kaki jalan kepiting. Pemotongan capit dan kaki jalan kecuali kaki

renang bertujuan untuk merangsang kepiting memperbaiki fungsi morfologi tubuhnya

dengan cara melakukan pergantian kulit (moulting) sehingga akan menjadi kepiting

cangkang lunak (Afrianti, et al, 1992). Digunakan metode cutting karna metode inilah

yang dapat mempercepat kepiting melakukan moulting.

Proses pemotongan capit dan kaki jalan dilakukan secara manual menggunakan gunting

dengan proses sebagai berikut :

1. Pemotongan capit lebih awal dilakukan dengan cara memegang tempurung capit

dan menusukkan ujung gunting kepergelangan capit sambil menggoyang-

goyangkan capit dan ujung gunting hingga lepas dari pangkalnya.

2. Pemotongan kaki jalan dengan cara memegang ketiga kaki dan mengguntingnya

pada bagian pergelangan kaki dan scara otomatis kaki akan terlepas dari

pangkalnya.

3. Kepiting yang telah di cutting capit dan kaki jalannya kemudian dimasukkan satu

persatu kedalan keramba bambu dengan kepadatan 1 sekat untuk 1 ekor kepiting.

65

(a) (b)

Page 64: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Gambar . Proses Pemotongan Capit dan Kaki Jalan Kepiting (a) Pemotongan capit

kepiting, (b) Pemotongan kaki jalan kepiting, (c) Kepiting yang telah di cutting (tampak

abdomen), (d) Kepiting yang telah di cutting (tampak karapas) (Dokumentasi PU, 2012)

Penebaran kepiting dilakukan pada sore hari karena bibit kepiting dari pengumpul datang

setiap sore dan karena suhu pada waktu sore dalan keadaan tidak terlalu panas. Hal ini

mencegah terjadinya kematian pada bibit kepiting akibat suhu yang terlalu tinggi.

3. Pemeliharaan

Lama pemeliharaan kepiting setelah tebar dengan metode cutting yakni berkisar antara

25-30 hari. Tahapan pemeliharaan meliputi : pemberian pakan, pengelolaan kualitas air,

pengendalian hama dan penyakit, pengontrolan kepiting.

a. Pemberiaan Pakan

Pemberian pakan berupa ikan segar (ikan rucah) sebanyak 5-10% dari berat badan/hari

dengan frekuensi pemberian pakan 1 kali sehari pada pukul 15.00-16.00 WIB. Sebaiknya

pemberian pakan kepiting dilakukan pada sore hari atau menjelang malam karena

kepiting bakau aktif mencari makan pada saat matahari terbenam (Muskar dan Fujaya,

2008).

66

(c) (d)

Page 65: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Gambar . Proses Pemberian Pakan (a) Jenis Pakan yang Digunakan (Ikan Rucah), (b)

Proses Pemotongan Ikan Rucah, (c) Proses Pemberian Pakan (Dokumentasi PU, 2012

Sebelum pakan diberikan dicuci bersihkan dahulu kemudian dilakukan pemotongan

pakan. Pemberian pakan kepiting langsung diberikan pada kepiting. Pakan segar yang

diberikan berupa ikan rucah dengan jumlah pemberian yang tidak berlebihan, karena jika

pemberian pakan berlebih akan mengakibatkan pembusukan dalam keramba untuk pakan

yang tidak termakan.

Pakan yang tidak termakan tersebut dapat menurunkan kualitas air ditambak sehingga

akan menggangu proses budidaya kepiting.

b. Pengelolaan Kualitas Air

Kualitas air sangat berpengaruh terhadap ketahanan hidup kepiting. Penurunan mutu air

dapat terjadi salah satunya karena sisa pakan yang membusuk dan hasil metabolisme

tubuh organisme budidaya. Pergantian air tambak dilakukan setiap hari sebanyak 50-60%

agar kualitas air tetap terjaga. Pergantian air dilakukan secara bertahap pada pagi dan sore

hari untuk mencegah terjadinya fluktuasi suhu. Pergantian air dilakukan pada pada saat

air pasang, dengan cara membuka pintu pemasukan, kemudian air dimasukan kedalam

petak tambak hingga ke dalaman 80-120 cm.

c. Pengendalian Hama dan Penyakit

67

(a) (b) (c)

Page 66: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Hama dan penyakit yang menyerang kepiting lunak adalah burung dan penyakit putih.

Penyakit putih disebabkan oleh buruknya kualitas air ditambak, serangan ini ditandai

dengan munculnya bintik putih pada karapas. Akibat yang ditimbulkan dari bintik putih

ini kepiting menjadi lemah sehingga tidak dapat melakukan moulting dan mati. Untuk

pencegahan penyebaran pentakit dilakukan dengan penggantian air.

d. Pengontrolan Kepiting

Dalam pemeliharaan kepiting dilakukan pengontrolan setiap 2 jam sekali karena waktu

setiap kepiting untuk melakukan moulting berbeda-beda. Kepiting yang telah moulting

harus segera diangkat, karena keterlambatan pengangkatan 3-5 jam dapat mengakibatkan

cangkang kepiting kembali mengeras. Pengontrolan juga dilakukan untuk mencegah

hama dan penyakit pada kepiting. Setiap hari dilakukan pembersihan kepiting dari lumut

yang menempel pada karapasnya. Pembersihan dilakukan dengan cara menggosok lumut

dengan tangan hingga bersih.

C. Pemanenan

Kepiting yang sudah siap dipanen yaitu kepiting yang telah melakukan moulting.

Pemanenan dilakukan setelah 15-20 hari dari waktu tebar benih. Pemanenan dilakukan

secara selektif, yaitu hanya memilih kepiting yang telah melakukan moulting. Kepiting

yang telah moulting harus segera diambil atau dipanen, karena keterlambatan 3-5 jam

dapat mengakibatkan pengerasan kembali pada cangkang. Pengambilan kepiting yang

telah moulting dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terlepasnya organ tubuh

kepiting akibat tubuhnya yang sangat lunak. Setelah kepiting diambil dari keramba,

68

Page 67: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

kepiting dikumpulkan dan direndam didalam air tawar selama 25 menit, hal ini dilakukan

untuk menghindari pengerasan kembali pada cangkang kepiting. Setelah dilakukan

pemanenan kepiting ditimbang bobotnya, kemudian dimasukkan kedalam plastik untuk

disimpan didalam freezer. Proses pendistribusian dilakukan setelah kepiting cukup untuk

dijual, oleh karna itu kepiting harus dimasukkan kedalam freezer.

Gambar . Proses Penyimpanan Kepiting, (a) Kepiting Dimasukkan Kedalam Plastik, (b)

Penimbangan Bobot Kepiting, (c) Kepiting Disimpan Didalam

SUMBER BACAN :

Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1992. Pemeliharaan Kepiting. Kanisius, YogyakartaAldrianto,E., 1994. Aktifitas Reproduksi Kepiting Bakau. Techner no.12 Th.2. 1994.

Hal. 46-48.Alma, B. 2000. Perencanaan Bisnis Kewirausahaan. Bandung : AlfabetaCholik,F dan A.Hanafi. 1991. A.Review of the status of the Mud Crab (Scylla sp.).

Fishery and Culture in Indonesia. The Mud Crab . A rep on Sem convened in Surat Thani,Thailand, Nov 5-8,1991.s for Mud crab culture – a Preliminary biochemical, Fisical and Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .on th Sem convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.

Gillespie,N.C. and J.H.Burke. 1991. Mud crab storage and Transport in Australian Commerce. The Mud crab. A Rep.on the Sem. Convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP. 1991.

Haliman, R.W. dan Adijaya D.S. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya : JakartaHow-Cheong, C., U.P.D.Gunasekera and H.P.Amandakoon. 1991. Formulation of

artificial feeds for Mud crab culture – a Preliminary biochemical, Fisical and Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .on th Sem convened at Surat Thani, Thayland. BOBP. 1991.

Kanna, I. 2002. Budidaya Kepiting Bakau. Kanisius, Yogyakarta.

69

(a) (b) (c)

Page 68: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

Kordi K.,M.G.H. 1996. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng Ditambak Sistem Polikultur. PT. Dahara Prize, Semarang

Ladra, D.F. and J.C.Lin. 1991. Trade and Marketing Practices of the Mud Crab in the Philippines. A Rep. on th Sem.convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP. 1991.

Ladra,D.F. Mudcrab fattening Practices in the Philippines. The Mud Crab, A Rep on the Sem convened in Surat Thani,Thayland, Nov.5-8, 1991. BOBP.

Lipsey dan Stainer. 1984. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bina Aksara : Jakarta.Makatutu,D., I.Rusdi dan A.Parenrengi. 1998. Studi pendahuluan Pengaruh perbedaan

waktu awal pemberian pakan alami rotifer, Brachionus rotendiformis terhadap sintasan Zoea kepiting bakau S.serrata Forskal. Pros.Sem Perik.Pantai, Bali. 1998. hal: 178-181.

Mardjono, M.,N.Hamid dan M.L.Nurdjana . 1992. Budidaya Kepiting Bakau : Lahan Usaha Baru yang Menguntungkan. Makalah Seminar sehari. Jakarta 8 Juli 1992.

Mardjono,M., Anindiastuti, Noor hamid , Iin S.Djunaidah dan W.H.Satyantini. 1994 Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau Scylla serrata . BBAP Jepara. 1994.

Muskar dan Y. Fujaya. 2008. Pedoman Teknis Budidaya Kepiting Di Tambak. Fakultas Perikanan Universitas Hasanudin. Makasar.

Prinpanapung,S. 1991. Rearing of Mud Crab (Scylla serrata). The Mud Crab. A Rep.on the Sem.convened at Surat Thany, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.

Rattanachote,A. and R. Dangwatanakul. Mud Crab (Scylla serrata Forskal) fattening in Surat Thani Province. A Rep on the Sem.convened in Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP . 1991.

Rusdi,I.,D.Makatutu dan K.M.Setiawati. 1998. Percobaan Pematangan Gonad dan Pemijahan Kepiting Bakau Scylla serrata pada berbagai jenis dan ketebalan substrat. Pros. Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali , 6-7 Agust 1998.

Samarasinghe,R.P., D.Y.Fernando and O.S.S.C.de Silva. 1991. Pond Culture of Mud Crab in Sri Lanka. A Rep.on the Sem.convened in Surat Thani , Thayland. . Nov 5-8 . BOBP . 1991.

Srinavasagam,S. and M.Kathirvel. 1991. A Review of Experimental Culture of the Mud crab, Scylla serrata Forskal in India. The Mud Crab. A rep. of the Sem convened at Surat Thani, Thayland. N0v. 5-8. BOBP. 1991.

Susanto,B. , M.Marzuqi, I.Setyadi,D.Syahidah,G.N.Permana dan Haryanti . 2004. Penagmatan aspek biologi Rajungan (portunus pelagicus), dalam menunjang tehnik pembenihannya. Warta Penel. Perik Indonesia.Vol.10,No.1,2004.

Yunus. 1998. Uji Pendahuluan Produksi benih kepiting bakau (S.serrata). Pros. Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali. 1998. hal: 124-132.

70

Page 69: PROPOSAL Abdi Lampung Barat

71