Upload
rizka-amalia
View
3.359
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
proposal penelitian pengembangan tugas mata kuliah penelitian penelitian SD 1
Citation preview
PENGEMBANGAN MEDIA MONOPOLI EDUKATIF UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS BAGI SISWA KELAS V SD
TAMBAKAJI 1
PROPOSAL
PENELITIAN PENGEMBANGAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Pendidikan SD 1
Dosen pengampu : Florentina Widihastrini
Disusun Oleh :
1. RIZKA AMALIA / 1401410037
2. SITI ZULAEKHA S / 1401410201
3. NUR ARDIANZAH / 1401410211
4. MIFTAH FARID / 1401410
ROMBEL 11
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR, S1
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
A. JUDUL PENELITIAN
PENGEMBANGAN MEDIA MONOPOLI EDUKATIF UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR IPS BAGI SISWA KELAS V SD TAMBAKAJI 1
B. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Media Monopoli Edukatif dan Hasil Belajar
C. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan standar kompetensi tingkat SD/MI dalam peraturan menteri
pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan
salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB sampai SMA sederajat. IPS mengkaji seperangkat peristiwa,
fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI
mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi (Standar
Isi Mata Pelajaran SD/MI)
Tujuan dari mata pelajaran IPS adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: (1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) memiliki kemampuan dasar untuk
berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap
nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, (4) memiliki kemampuan berkomunikasi,
bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yag majemuk di tingkat lokal,
nasional, dan global.
Sedangkan tujuan utama pembelajaran IPS menurut Barr (Masitoh, 2010:6) di
sekolah dasar adalah mengarahkan siswa untuk dapat menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, dan bertanggungjawab serta warga negara yang cinta
damai. Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tatangan berat
karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh
karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial mayarakat dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Untuk mencapai tujuan pendidikan IPS di atas perlu disusun suatu strategi
pembelajaran yang efektif sehingga diperoleh hasil belajar yang maksimal. Namun
kenyataannya, yaitu berdasarkan temuan Depdiknas (2007) tentang permasalahan
pembelajaran IPS, menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan pelaksanaan
pembelajaran IPS. Rendahnya hasil belajar siswa salah satunya disebabkan oleh
rendahnya minat siswa pada mata pelajaran IPS. Dalam pembelajaran IPS,
seharusnya peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
apabila guru menerapkan strategi yang tepat dan media pembelajaran yang sesuai
dengan tingkat perkembangan peserta didik. Media pembelajaran adalah salah satu
komponen dalam strategi penyampaian pembelajaran yang diperlukan untuk
komunikasi yang akan disampaikan kepada siswa, baik berupa orang, alat, ataupun
bahan. Namun penggunaan media dalam pembelajaran IPS masih jarang dilakukan.
Fakta pembelajaran IPS seperti itu juga di temukan di SD Tambakaji 1. Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara terhadap guru SD Tambakaji 1 kelas V bahwa
pembelajaran IPS pada materi kerajaan Hindu Budha di Indonesia masih belum dapat
berjalan secara optimal yang berpengaruh pada rendahnya pemahaman siswa
terhadap materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil diskusi tim peneliti, untuk
memecahkan permasalahan tersebut, maka peneliti menggunakan media
pembelajaran “Monopoli Edukatif” untuk meningkatkan minat siswa terhadap
pembelajaran IPS, sehingga diharapkan pemahaman siswa terhadap materi juga akan
meningkat.
Menurut ulasan latar belakang tersebut di atas maka peneliti akan mengkaji
melalui penelitian pengembangan dengan judul “Pengembangan Media Monopoli
Edukatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS bagi Siswa Kelas V SD Tambakaji
1”.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan observasi dan wawancara terhadap guru kelas V SD Tambakaji 1
dalam pembelajaran IPS hasil belajarnya belum sesuai KKM karena tidak adanya
media pembelajaran yang efektif yang sesuai dengan kondisi serta keinginan siswa,
sehingga siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Peneliti ingin
mengembangkan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru
kelas V SD
3. Perumusan Masalah
Bagaimanakah desain dan komponen media pembelajaran Monopoli Edukatif yang
sesuai untuk mata pelajaran IPS kelas V SD Tambakaji 1?
4. Tujuan
Untuk mengembangkan media pembelajaran Monopoli Edukatif untuk mata
pelajaran IPS kelas V SD Tambakaji 1.
5. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi pada pengembangan
media pembelajaran. Selain itu dapat memberikan manfaat bagi:
a. Siswa
Dengan menggunakan media pembelajaran Monopoli Edukatif siswa dapat
mengikuti pembelajaran IPS yang menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan
minat, hasil belajar IPS siswa.
b. Guru
Memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang media pembelajaran
efektif dan menyenangkan bagi siswa.
D. KAJIAN PUSTAKA
1. Kajian Teori
a. Kualitas Pembelajaran
Istilah kualitas sering dikaitkan dengan suatu benda atau suatu keadaan yang
baik. Menurut Glaser (dalam Uno, 2011: 153), kualitas lebih mengarah pada
sesuatu yang baik. Menurut Umaedi (dalam Rahmawati, 2009) kualitas
merupakan tingkat keunggulan suatu produk baik barang atau jasa. Sedangkan
pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa. Jadi, membicarakan kualitas
pembelajaran berarti membicarakan tentang bagaimana kegiatan pembelajaran
yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik dan menghasilkan keluaran yang
baik.
Etzioni (dalam Setiyono, 2008: 17) memaknai kualitas dengan istilah mutu
atau juga keefektifan. Efektivitas secara definitif mewakili tingkat keberhasilan
dalam pencapaian suatu tujuan yang lebih luas mencakup berbagai faktor di
dalam maupun di luar diri seseorang. Efektivitas dapat dilihat dari sisi
produktivitas dan sikap orangnya. Di samping itu, efektivitas juga dapat dilihat
dari bagaimana tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang (Robbins dalam
Setiyono, 2008: 18).
Daryanto (2010: 54) menyebutkan bahwa efektivitas belajar adalah tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran. Aspek-aspek efektivitas belajar diantaranya
sebagai berikut: (1) peningkatan pengetahuan; (2) peningkatan keterampilan; (3)
perubahan sikap; (4) perilaku; (5) kemampuan adaptasi; (6) peningkatan
integrasi; (7) peningkatan partisipasi; dan (8) peningkatan interaksi kultural.
Peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah merupakan perwujudan yang
mendukung upaya perbaikan pengelolaan pendidikan. Indikator kualitas
pembelajaran menurut Depdiknas (dalam Rohman, 2009: 3) dapat dilihat dari
kualitas perilaku pembelajaran guru (teacher’s behavior), perilaku belajar siswa
(student’s behavior), iklim pembelajaran (learning climate), materi pembelajaran,
media pembelajaran, dan sistem pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas
pembelajaran merupakan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan melalui
kegiatan belajar mengajar agar menghasilkan prestasi belajar yang berkualitas.
b. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran
Hamdani (2011: 51) menyebutkan bahwa mengajar adalah menciptakan
suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar siswa. Maka
sikap dan perilaku guru dalam pembelajaran hendaknya (1) mau mendengarkan
pendapat siswa, (2) membiasakan siswa untuk mendengarkan, (3) menghargai
perbedaan pendapat, (4) mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, (5)
menumbuhkan rasa percaya diri siswa, (6) memberi umpan balik, (7)
memberikan reward, (8) dan mendorong siswa untuk tidak takut salah dan berani
menanggung resiko.
Sebagai tenaga pengajar, dalam proses belajar mengajar guru melaksanakan
peranannya sebagai berikut.
1. Sebagai fasilitator, menyediakan kemudahan-kemudahan bagi siswa untuk
melakukan kegiatan belajar.
2. Sebagai pembimbing, membantu siswa mengatasi kesulitan dalam proses
pembelajaran.
3. Sebagai penyedia lingkungan, menciptakan lingkungan yang menantang
siswa agar melakukan kegiatan pembelajaran.
4. Sebagai model, yang mampu memberikan contoh yang baik kepada siswa.
5. Sebagai evaluator, menilai kemajuan belajar siswa.
6. Sebagai agen kognitif, yang menyebarluaskan ilmu pengetahuan kepada
peserta didik dan masyarakat.
7. Sebagai manajer, memimpin kelompok siswa dalam kelas (Hamalik, 2009:
9).
Rusman (2011: 80) mengungkapkan dalam mengajar guru perlu menguasai
sembilan keterampilan dasar mengajar, yang meliputi: (1) keterampilan membuka
pelajaran, (2) keterampilan bertanya, (3) keterampilan memberi penguatan, (4)
keterampilan mengadakan variasi, (5) keterampilan menjelaskan, (6)
keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, (7) keterampilan mengelola
kelas, (8) keterampilan pembelajaran perseorangan, dan (9) keterampilan
menutup pelajaran.
Kualitas perilaku pembelajaran guru dapat dilihat dari kinerjanya. Menurut
Depdiknas (dalam Rohman, 2009: 3), beberapa indikator kualitas perilaku guru
dalam pembelajaran dapat dicermati antara lain pada: (1) kemampuan guru dalam
membangun persepsi dan sikap positif siswa terhadap belajar; (2) penguasaan
ilmu yang luas dan mendalam serta mampu memilih, menata, mengemas dan
menyajikan materi sesuai kebutuhan siswa; (3) kemampuan memahami keunikan
setiap siswa dengan segenap kelebihan dan kekurangannya; (4) kemampuan
memahami lingkungan keluarga, sosial budaya, kemajemukan masyarakat tempat
hidup siswa; (5) kemampuan mengelola pembelajaran yang mendidik berorientasi
pada siswa yang tercermin dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran secara dinamis untuk membentuk kompetensi siswa; (6) dan
kemampuan mengembangkan kepribadian dan profesionalisme secara
berkelanjutan.
Kemampuan yang harus dimiliki guru antara lain kemampuan guru
mempersiapkan pelajaran, kemampuan guru membuka pelajaran, penguasaan
materi pelajaran, mengajukan masalah, mengorganisasi siswa dalam diskusi
kelompok dan permainan, membimbing siswa menyajikan hasil diskusi,
kemampuan memberikan penguatan, dan kemampuan menutup pelajaran.
c. Aktivitas Belajar Siswa
Pembelajaran yang efektif (Hamalik, 2009: 171) adalah pembelajaran yang
menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri.
Belajar merupakan serangkaian aktivitas jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi
dengan lingkungan yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Aktivitas jiwa merupakan proses mental, sedangkan aktivitas raga berupa
perilaku fisik (Djamarah, 2010: 331).
Anton M. Mulyono (http://id.shvoong.com/) mengemukakan bahwa aktivitas
artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-
kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas.
Sriyono (http://ipotes.wordpress.com) berpendapat bahwa aktivitas adalah
segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas
siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya
keinginan siswa untuk belajar. Aktivitas yang dimaksud adalah kegiatan yang
mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,
mengerjakan tugas-tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama
dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
aktivitas belajar merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan
siswa selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai aktivitas dalam
kegiatan pembelajaran, siswa diharapkan dapat membangun pengetahuannya
tentang konsep-konsep materi pembelajaran dengan bantuan guru.
Paul D. Dierich (dalam Hamalik, 2009:172) mengelompokkan aktivitas
belajar siswa menjadi 8, yaitu sebagai berikut.
1. Kegiatan Visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen,
demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan Lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, wawancara, dan diskusi.
3. Kegiatan Mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan
percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan,
mendengarkan radio.
4. Kegiatan Menulis: menulis cerita, menulis laporan, membuat rangkuman,
mengerjakan tes, dan mengisi angket.
5. Kegiatan Menggambar: menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta,
dan pola.
6. Kegiatan Metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan
pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan
berkebun.
7. Kegiatan Mental: mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-
faktor, dan membuat keputusan.
8. Kegiatan Emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan bersemangat
d. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar
setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku
tersebut tergantung pada apa yang dipelajari. Dalam pembelajaran, perubahan
perilaku yang harus dicapai oleh siswa setelah melaksanakan aktivitas belajar
dirumuskan dalam tujuan pembelajaran (Anni, 2006: 5).
Suprijono (2011: 5) berpendapat bahwa hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Degeng (dalam Wena, 2011: 6) mengatakan bahwa hasil belajar
merupakan keseluruhan efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai
dari penggunaan strategi pembelajaran di bawah kondisi yang berbeda.
Menurut Gagne, hasil belajar berupa informasi verbal, keterampilan
intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Sedangkan
menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik (Suprijono, 2011: 5).
e. Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium”
yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau
pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan
definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa
media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan
untuk keperluan pembelajaran.
Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah
sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film,
video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton(1969)
mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam
bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari
ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan
kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada
diri peserta didik.
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas
pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat
bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar
pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan
digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya
dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media
pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan
internet.
Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki
oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda,
tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak,
seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media
pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak
mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang
dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,
model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio
visual dan audial.
2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang
tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik
tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b)
obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang
bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang
bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.
Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada peserta didik.
3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta
didik dengan lingkungannya.
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit
sampai dengan abstrak
Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya:
1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan
sejenisnya
4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer
dan sejenisnya.
Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat
visual, audial,projected still media maupun projected motion media bisa
dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi
Media. Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected
motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.
Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai.
Contoh : bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-
kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau
kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang
lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan
aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat
kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya,
ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan mutu teknis.
f. Monopoli
Monopoli adalah satu permainan papan yang paling laris jualannya di dunia.
Dalam permainan ini, pemain berlomba untuk mengumpulkan kekayaan melalui
satu perlaksanaan satu sistem ekonomi mainan yang melibatkan pembelian,
penyewaan dan pertukaran tanah dengan menggunakan duit mainan. Pemain
mengambil giliran untuk melemparkan dadu dan bergerak di sekeliling papan
permainan mengikut bilangan yang diperoleh dengan lemparan dadu tadi.
Sejarah permainan monopoly dimulai pada tahun 1900-an. Dalam tahun
1904, seorang pencipta bernama Lizzie Magie mempatenkan satu permainan
yang beliau harapkan dapat menerangkan sebahagian daripada idea ekonomi
yang diutarakan oleh Henry George. Permainan beliau dikenali sebagai The
Landlord’s Game (Permainan Tuan Punya Tanah), dikeluarkan secara komersial
beberapa tahun kemudian.
Lizzie Magie terus mengembangkan permainannya dengan bantuan beberapa
orang peminat. Dalam tahun 1924, Lizzie Magie mempatenkan permainan yang
diperbaiki. Lain-lain permainan sepertinya menyusul. Pada awal tahun 1930-an,
Parker Brothers menjual permainan Monopoly.
Menjelang tahun 1970-an, sejarah awal permainan monopoly terhapus.
Riwayat popular menceritakan Monopoly dicipta oleh Charles Darrow menjadi
cerita rakyat yang paling popular, dan disertakan dengan keterangan permainan
Monopoly. Sejarah ini juga diceritakan dalam buku The Monopoly Book:
Strategy and Tactics of the World’s Most Popular Game, oleh Maxine Brady
yang dicetak dalam tahun 1974.
gb.Gambar Papan permainan monopoli
Model permainan monopoli edukatif pada dasarnya sama dengan bentuk
permainan monopoli biasa yaitu untuk menguasai. Menguasai pada permainan
monopoli edukatif adalah bukan hanya menguasai kekayaan saja seperti pada
permainan monopoli biasa tetapi menguasai pengetahuan.
2. Kajian Empiris
Adapun penelitian mengenai monopoli sebagai media pembelajaran
sudah pernah dilakukan sebelumnya yaitu, penelitian mengenai
peningkatan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran STAD
dan media monopoli siswa kelas V SD yang dilakukan oleh Noni
Anita.
3. Kerangka Berpikir
Hasil belajar siswa pada Pembelajaran IPS kelas V di SD
masih kurang
Kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran IPS SD
Pembelajaran IPS yang dilakukan guru belum maksimal, belum menggunakan media pembelajaran
Diterapi dengan media pembelajaran Monopoli
Edukatif
Minat siswa terhadap pembelajaran IPS meningkat
Pembelajaran IPS menjadi lebih maksimal
Hasil belajar siswa pada Pembelajaran IPS kelas V di SD masih meningkat
E. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode Research and Development. Metode ini
diciptakan untuk menemukan model, sistem atau produk yang dapat digunakan.
Metode ini berawal dari rumuskan tujuan, kaji situasi dan identifikasi pendekatan,
kembangkan produk baru, uji coba produk, revisi hingga berhasil, dan terapkan.
Menurut Borg dan Gall (1983: 775-776), ada 10 langkah dalam pelaksanaan R &
D.
1) Risearch and information collecting. Mengumpulkan informasi dan
melakukan penelitian awal terhadap bahan bacaan, pengamatan kelas dan
mempersiapkan laporan.
2) Planning. Melakukan perencanaan termasuk di dalamnya memberikan
batasan-batasan kemampuan (skill) dan membatasi tujuan yang akan dicapai.
3) Develop prenliminary form of product. Yaitu mengembangkan format atau
model termasuk didalamnya mempersiapkan materi, bahan ajar dan bahan
evaluasi.
4) Preliminary field testing. Mempersiapkan uji tes di lapangan. Pada bagian ini
cukup 1 SD saja, dengan mewawancarai 10-15 siswa SD, melakukan
observasi, menyebarkan kuesioner, mengumpulka data, kemudian melakukan
analisis data.
5) Mein product revision. Melakukan revisi terhadap tes setelah mendapat
masukan dari hasil tes uji coba di lapangan.
6) Mein field testing. Melakukan tes di lapangan hanya dengan 8-10 siswa.
Selanjutnya mengumpulkan data, evaluasi, membandingkan antara kelas satu
dengan kelas-kelas yang lain, mengklasifikasikan, dan melakukan analisis
data.
7) Operational product revision. Melakukan revisi setelah mendapatkan
masukan dari tes di lapangan.
8) Operational field testing. Melaksanakan tes uji coba model/ tes pembelajaran.
9) Final product revision. Melakukan revisi terakhir setelah mendapatkan
masukan dari hasil tes di lapangan.
10) Dominuion and implementation. Menyampaikan laporan penelitian ini
dalam sebuah seminar hasil-hasil penelitian dan juga ke dalam jurnal ilmiah.
Metode Penelitian Pengembangan memuat 3 komponen utama yaitu : (1) Model
pengembangan, (2) Prosedur pengembangan, dan (3) Uji coba produk. Deskripsi
dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut :
1) Model pengembangan
Model Pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang
akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa model prosedural, model
konseptual, dan model teoritik. Dalam penelitian ini menggunakan model
prosedural. Model prosedural adalah model yang bersifat deskriptif,
menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk.
2) Prosedur Penelitian Pengembangan
Prosedur penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall, dapat dilakukan
dengan lebih sederhana melibatkan 5 langkah utama:
1. Melakukan analisis produk yang akan dikembangkan
2. Mengembangkan produk awal
3. Validasi ahli dan revisi
4. Ujicoba lapangan skala kecil dan revisi produk
5. Uji coba lapangan skala besar dan produk akhir
3) Uji coba model atau produk
Ujicoba dilakukan 3 kali: (1) Uji-ahli (2) Uji terbatas dilakukan terhadap
kelompok kecil sebagai pengguna produk; (3) Uji-lapangan (field Testing).
Dengan uji coba kualitas model atau produk yang dikembangkan betul-betul
teruji secara empiris.
a. Uji ahli atau Validasi, dilakukan dengan responden para ahli
perancangan model atau produk. Kegiatan ini dilakukan untuk mereview
produk awal, memberikan masukan untuk perbaikan. Proses validasi ini
disebut dengan Expert Judgement atau Teknik Delphi.
b. Analisis konseptual
c. Revisi I
d. Uji Coba Kelompok Kecil, atau Uji terbatas dilakukan terhadap
kelompok kecil sebagai pengguna produk.
e. Revisi II
f. Uji Coba Lapangan (field testing)
g. Telaah Uji Lapangan
h. Revisi III
i. Produk Akhir dan Diseminasi
2. Rancangan Produk Penelitian
Berikut ini adalah rancangan produk penelitian yang peneliti pilih
untuk menjadi media pembelajaran IPS :
3. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling
a. Populasi
Populasi penelitian adalah semua siswa kelas V SD Tambakaji 1, Kecamatan Ngaliyan, kabupaten Semarang.
b. Sampel Penelitian
Peneliti menggunakan semua populasi sebagai sampel yaitu 30 siswa pada kelas V SD Tambakaji 1
c. Teknik Sampling
Peneliti tidak menentukan teknik sampling karena semua populasi diambil sebagai sampel dalam penelitian
4. Waktu dan Tempat Penelitian
a. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan yaitu bulan Januari 2013
b. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SDN 1 Tambakaji 1 Kecamatan Ngaliyan Kabupaten
Semarang.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut ini.
a. Tes
Teknik tes adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan melakukan
penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus
dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai
atau prestasi tertentu.
Secara umum terdapat beberapa bentuk tes, yaitu; (a) tes intelegensi, (b)
tes sikap, (c) tes hasil belajar, (d) tes diagnostik, dan (e) performance
assessment atau penilaian kinerja.
Dalam penelitian pengembangan ini yang akan peneliti amati adalah
perubahan atau kemajuan belajar siswa sehingga peneliti menggunakan tes hasil
belajar.
Tes hasil belajar merupakan salah satu bentuk yang diarahkan untuk
mengetahui hasil atau prestasi belajar siswa dibedakan atas beberapa jenis.
Berdasarkan jumlah atau pengikut tes, maka tes hasil belajar dapat dibedakan
atas dua jenis, yaitu tes individual dan tes kelompok (Nurkancana dan
Sumartana, 1986: 25). Tes individual adalah suatu tes dimana pada saat tes
tersebut diberikan kita hanya menghadapi satu orang anak. Sedangkan tes
kelompok, yaitu dimana pada saat tes diberikan, kita menghadapi sekelompok
anak.
b. Observasi
Observasi merupakan proses pengamatan secara sistematis dengan
melakukan perekaman terhadap perilaku tertentu untuk tujuan pembuatan
keputusan-keputusan pengajaran. Pelaksanaan observasi sebagai alat
pengumpulan data memerlukan persiapan. Salah satu komponen yang perlu
diperhatikan di dalam persiapan pelaksanaan observasi adalah cara perekaman
data. Agar teknik observasi ini dapat dipergunakan sesuai dengan prosedur yang
benar, yaitu: (1) adanya perencanaan bersama, (2) menetapkan fokus
pengamatan, membangun kriteria, dan (3) memiliki keterampilan melakukan
observasi. (4) melakukan balikan (feedback). Ada beberapa bentuk observasi
yang sering digunakan; (a) observasi terbuka, (b) observasi terfokus, (c)
observasi terstruktur, (d) observasi sistematik.
c. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong,
1991).Wawancara secara sederhana dapat diartikan sebagai percakapan dengan
maksud tertentu. Ada beberapa bentuk wawancara yang sering dipergunakan di
dalam pengumpulan data penelitian. Patton (1987) mengemukakan beberapa
bentuk wawancara, yaitu; (a) wawancara pembicaraan formal, (b) pendekatan
dengan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan (c) wawancara baku
terbuka.
d. Angket
Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk
menggali data sesuai dengan permasalahan penelitian. Menurut Masri
Singarimbum, pada penelitian survai, penggunaan angket merupakan hal yang
paling pokok untuk pengumpulan data di lapangan. Hasil kuesioner inilah yang
akan diangkakan (kuantifikasi), disusun tabel-tabel dan dianalisa secara statistik
untuk menarik kesimpulan penelitian. Tujuan pokok pembuatan kuesioner
adalah (a) untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah dan
tujuan penelitian, dan (b) untuk memperoleh informasi dengan reliabel dan
validitas yang tinggi. Hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam menyusun
kuesioner, pertanyaan-pertanyaan yang disusun harus sesuai dengan hipotesa
dan tujuan penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto, sebelum kuesioner disusun
memperhatikan prosedur sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner.
2. Mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner.
3. Menjabarkan setiap variabel menjadi sub-sub variabel yang lebih
spesifik dan tunggal.
4. Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus unit
analisisnya.
6. Analisis Data
F. DAFTAR PUSTAKA
http://siraj-pendidikanuntuksemua.blogspot.com/2011/03/landasan-yuridis-pendidikan-
indonesia.html
http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/864/T1_292008112_BAB
%20I.pdf?sequence=2