27
PENGEMBANGAN MEDIA MONOPOLI EDUKATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS BAGI SISWA KELAS V SD TAMBAKAJI 1 PROPOSAL PENELITIAN PENGEMBANGAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Pendidikan SD 1 Dosen pengampu : Florentina Widihastrini Disusun Oleh : 1. RIZKA AMALIA / 1401410037 2. SITI ZULAEKHA S / 1401410201 3. NUR ARDIANZAH / 1401410211 4. MIFTAH FARID / 1401410 ROMBEL 11

Proposal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proposal penelitian pengembangan tugas mata kuliah penelitian penelitian SD 1

Citation preview

Page 1: Proposal

PENGEMBANGAN MEDIA MONOPOLI EDUKATIF UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS BAGI SISWA KELAS V SD

TAMBAKAJI 1

PROPOSAL

PENELITIAN PENGEMBANGAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Pendidikan SD 1

Dosen pengampu : Florentina Widihastrini

Disusun Oleh :

1. RIZKA AMALIA / 1401410037

2. SITI ZULAEKHA S / 1401410201

3. NUR ARDIANZAH / 1401410211

4. MIFTAH FARID / 1401410

ROMBEL 11

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR, S1

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2012

Page 2: Proposal

A. JUDUL PENELITIAN

PENGEMBANGAN MEDIA MONOPOLI EDUKATIF UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR IPS BAGI SISWA KELAS V SD TAMBAKAJI 1

B. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Media Monopoli Edukatif dan Hasil Belajar

C. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan standar kompetensi tingkat SD/MI dalam peraturan menteri

pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan

pendidikan dasar dan menengah bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan

salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB,

SMP/MTs/SMPLB sampai SMA sederajat. IPS mengkaji seperangkat peristiwa,

fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI

mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi (Standar

Isi Mata Pelajaran SD/MI)

Tujuan dari mata pelajaran IPS adalah agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut: (1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan

kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) memiliki kemampuan dasar untuk

berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan

keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap

nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, (4) memiliki kemampuan berkomunikasi,

bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yag majemuk di tingkat lokal,

nasional, dan global.

Sedangkan tujuan utama pembelajaran IPS menurut Barr (Masitoh, 2010:6) di

sekolah dasar adalah mengarahkan siswa untuk dapat menjadi warga negara

Indonesia yang demokratis, dan bertanggungjawab serta warga negara yang cinta

damai. Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tatangan berat

karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh

karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,

pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial mayarakat dalam

memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Untuk mencapai tujuan pendidikan IPS di atas perlu disusun suatu strategi

pembelajaran yang efektif sehingga diperoleh hasil belajar yang maksimal. Namun

kenyataannya, yaitu berdasarkan temuan Depdiknas (2007) tentang permasalahan

Page 3: Proposal

pembelajaran IPS, menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan pelaksanaan

pembelajaran IPS. Rendahnya hasil belajar siswa salah satunya disebabkan oleh

rendahnya minat siswa pada mata pelajaran IPS. Dalam pembelajaran IPS,

seharusnya peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

apabila guru menerapkan strategi yang tepat dan media pembelajaran yang sesuai

dengan tingkat perkembangan peserta didik. Media pembelajaran adalah salah satu

komponen dalam strategi penyampaian pembelajaran yang diperlukan untuk

komunikasi yang akan disampaikan kepada siswa, baik berupa orang, alat, ataupun

bahan. Namun penggunaan media dalam pembelajaran IPS masih jarang dilakukan.

Fakta pembelajaran IPS seperti itu juga di temukan di SD Tambakaji 1. Berdasarkan

hasil observasi dan wawancara terhadap guru SD Tambakaji 1 kelas V bahwa

pembelajaran IPS pada materi kerajaan Hindu Budha di Indonesia masih belum dapat

berjalan secara optimal yang berpengaruh pada rendahnya pemahaman siswa

terhadap materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil diskusi tim peneliti, untuk

memecahkan permasalahan tersebut, maka peneliti menggunakan media

pembelajaran “Monopoli Edukatif” untuk meningkatkan minat siswa terhadap

pembelajaran IPS, sehingga diharapkan pemahaman siswa terhadap materi juga akan

meningkat.

Menurut ulasan latar belakang tersebut di atas maka peneliti akan mengkaji

melalui penelitian pengembangan dengan judul “Pengembangan Media Monopoli

Edukatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS bagi Siswa Kelas V SD Tambakaji

1”.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan observasi dan wawancara terhadap guru kelas V SD Tambakaji 1

dalam pembelajaran IPS hasil belajarnya belum sesuai KKM karena tidak adanya

media pembelajaran yang efektif yang sesuai dengan kondisi serta keinginan siswa,

sehingga siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Peneliti ingin

mengembangkan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru

kelas V SD

3. Perumusan Masalah

Bagaimanakah desain dan komponen media pembelajaran Monopoli Edukatif yang

sesuai untuk mata pelajaran IPS kelas V SD Tambakaji 1?

4. Tujuan

Page 4: Proposal

Untuk mengembangkan media pembelajaran Monopoli Edukatif untuk mata

pelajaran IPS kelas V SD Tambakaji 1.

5. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi pada pengembangan

media pembelajaran. Selain itu dapat memberikan manfaat bagi:

a. Siswa

Dengan menggunakan media pembelajaran Monopoli Edukatif siswa dapat

mengikuti pembelajaran IPS yang menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan

minat, hasil belajar IPS siswa.

b. Guru

Memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang media pembelajaran

efektif dan menyenangkan bagi siswa.

D. KAJIAN PUSTAKA

1. Kajian Teori

a. Kualitas Pembelajaran

Istilah kualitas sering dikaitkan dengan suatu benda atau suatu keadaan yang

baik. Menurut Glaser (dalam Uno, 2011: 153), kualitas lebih mengarah pada

sesuatu yang baik. Menurut Umaedi (dalam Rahmawati, 2009) kualitas

merupakan tingkat keunggulan suatu produk baik barang atau jasa. Sedangkan

pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa. Jadi, membicarakan kualitas

pembelajaran berarti membicarakan tentang bagaimana kegiatan pembelajaran

yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik dan menghasilkan keluaran yang

baik.

Etzioni (dalam Setiyono, 2008: 17) memaknai kualitas dengan istilah mutu

atau juga keefektifan. Efektivitas secara definitif mewakili tingkat keberhasilan

dalam pencapaian suatu tujuan yang lebih luas mencakup berbagai faktor di

dalam maupun di luar diri seseorang. Efektivitas dapat dilihat dari sisi

produktivitas dan sikap orangnya. Di samping itu, efektivitas juga dapat dilihat

dari bagaimana tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang (Robbins dalam

Setiyono, 2008: 18).

Daryanto (2010: 54) menyebutkan bahwa efektivitas belajar adalah tingkat

pencapaian tujuan pembelajaran. Aspek-aspek efektivitas belajar diantaranya

sebagai berikut: (1) peningkatan pengetahuan; (2) peningkatan keterampilan; (3)

Page 5: Proposal

perubahan sikap; (4) perilaku; (5) kemampuan adaptasi; (6) peningkatan

integrasi; (7) peningkatan partisipasi; dan (8) peningkatan interaksi kultural.

Peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah merupakan perwujudan yang

mendukung upaya perbaikan pengelolaan pendidikan. Indikator kualitas

pembelajaran menurut Depdiknas (dalam Rohman, 2009: 3) dapat dilihat dari

kualitas perilaku pembelajaran guru (teacher’s behavior), perilaku belajar siswa

(student’s behavior), iklim pembelajaran (learning climate), materi pembelajaran,

media pembelajaran, dan sistem pembelajaran di sekolah.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas

pembelajaran merupakan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan melalui

kegiatan belajar mengajar agar menghasilkan prestasi belajar yang berkualitas.

b. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran

Hamdani (2011: 51) menyebutkan bahwa mengajar adalah menciptakan

suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar siswa. Maka

sikap dan perilaku guru dalam pembelajaran hendaknya (1) mau mendengarkan

pendapat siswa, (2) membiasakan siswa untuk mendengarkan, (3) menghargai

perbedaan pendapat, (4) mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, (5)

menumbuhkan rasa percaya diri siswa, (6) memberi umpan balik, (7)

memberikan reward, (8) dan mendorong siswa untuk tidak takut salah dan berani

menanggung resiko.

Sebagai tenaga pengajar, dalam proses belajar mengajar guru melaksanakan

peranannya sebagai berikut.

1. Sebagai fasilitator, menyediakan kemudahan-kemudahan bagi siswa untuk

melakukan kegiatan belajar.

2. Sebagai pembimbing, membantu siswa mengatasi kesulitan dalam proses

pembelajaran.

3. Sebagai penyedia lingkungan, menciptakan lingkungan yang menantang

siswa agar melakukan kegiatan pembelajaran.

4. Sebagai model, yang mampu memberikan contoh yang baik kepada siswa.

5. Sebagai evaluator, menilai kemajuan belajar siswa.

6. Sebagai agen kognitif, yang menyebarluaskan ilmu pengetahuan kepada

peserta didik dan masyarakat.

7. Sebagai manajer, memimpin kelompok siswa dalam kelas (Hamalik, 2009:

9).

Page 6: Proposal

Rusman (2011: 80) mengungkapkan dalam mengajar guru perlu menguasai

sembilan keterampilan dasar mengajar, yang meliputi: (1) keterampilan membuka

pelajaran, (2) keterampilan bertanya, (3) keterampilan memberi penguatan, (4)

keterampilan mengadakan variasi, (5) keterampilan menjelaskan, (6)

keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, (7) keterampilan mengelola

kelas, (8) keterampilan pembelajaran perseorangan, dan (9) keterampilan

menutup pelajaran.

Kualitas perilaku pembelajaran guru dapat dilihat dari kinerjanya. Menurut

Depdiknas (dalam Rohman, 2009: 3), beberapa indikator kualitas perilaku guru

dalam pembelajaran dapat dicermati antara lain pada: (1) kemampuan guru dalam

membangun persepsi dan sikap positif siswa terhadap belajar; (2) penguasaan

ilmu yang luas dan mendalam serta mampu memilih, menata, mengemas dan

menyajikan materi sesuai kebutuhan siswa; (3) kemampuan memahami keunikan

setiap siswa dengan segenap kelebihan dan kekurangannya; (4) kemampuan

memahami lingkungan keluarga, sosial budaya, kemajemukan masyarakat tempat

hidup siswa; (5) kemampuan mengelola pembelajaran yang mendidik berorientasi

pada siswa yang tercermin dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran secara dinamis untuk membentuk kompetensi siswa; (6) dan

kemampuan mengembangkan kepribadian dan profesionalisme secara

berkelanjutan.

Kemampuan yang harus dimiliki guru antara lain kemampuan guru

mempersiapkan pelajaran, kemampuan guru membuka pelajaran, penguasaan

materi pelajaran, mengajukan masalah, mengorganisasi siswa dalam diskusi

kelompok dan permainan, membimbing siswa menyajikan hasil diskusi,

kemampuan memberikan penguatan, dan kemampuan menutup pelajaran.

c. Aktivitas Belajar Siswa

Pembelajaran yang efektif (Hamalik, 2009: 171) adalah pembelajaran yang

menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri.

Belajar merupakan serangkaian aktivitas jiwa raga untuk memperoleh suatu

perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi

dengan lingkungan yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Aktivitas jiwa merupakan proses mental, sedangkan aktivitas raga berupa

perilaku fisik (Djamarah, 2010: 331).

Page 7: Proposal

Anton M. Mulyono (http://id.shvoong.com/) mengemukakan bahwa aktivitas

artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-

kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas.

Sriyono (http://ipotes.wordpress.com) berpendapat bahwa aktivitas adalah

segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas

siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya

keinginan siswa untuk belajar. Aktivitas yang dimaksud adalah kegiatan yang

mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

mengerjakan tugas-tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama

dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

aktivitas belajar merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan

siswa selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai aktivitas dalam

kegiatan pembelajaran, siswa diharapkan dapat membangun pengetahuannya

tentang konsep-konsep materi pembelajaran dengan bantuan guru.

Paul D. Dierich (dalam Hamalik, 2009:172) mengelompokkan aktivitas

belajar siswa menjadi 8, yaitu sebagai berikut.

1. Kegiatan Visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen,

demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

2. Kegiatan Lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip,

menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,

mengemukakan pendapat, wawancara, dan diskusi.

3. Kegiatan Mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan

percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan,

mendengarkan radio.

4. Kegiatan Menulis: menulis cerita, menulis laporan, membuat rangkuman,

mengerjakan tes, dan mengisi angket.

5. Kegiatan Menggambar: menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta,

dan pola.

6. Kegiatan Metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan

pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan

berkebun.

7. Kegiatan Mental: mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-

faktor, dan membuat keputusan.

Page 8: Proposal

8. Kegiatan Emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan bersemangat

d. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar

setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku

tersebut tergantung pada apa yang dipelajari. Dalam pembelajaran, perubahan

perilaku yang harus dicapai oleh siswa setelah melaksanakan aktivitas belajar

dirumuskan dalam tujuan pembelajaran (Anni, 2006: 5).

Suprijono (2011: 5) berpendapat bahwa hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan

keterampilan. Degeng (dalam Wena, 2011: 6) mengatakan bahwa hasil belajar

merupakan keseluruhan efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai

dari penggunaan strategi pembelajaran di bawah kondisi yang berbeda.

Menurut Gagne, hasil belajar berupa informasi verbal, keterampilan

intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Sedangkan

menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotorik (Suprijono, 2011: 5).

e. Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium”

yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau

pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan

definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa

media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan

untuk keperluan pembelajaran.

Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah

sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film,

video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton(1969)

mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam

bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari

ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala

sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan

kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada

diri peserta didik.

Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan

dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas

Page 9: Proposal

pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat

bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar

pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan

digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya

dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media

pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan

internet.

Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :

1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki

oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda,

tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak,

seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media

pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak

mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang

dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,

model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio

visual dan audial.

2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang

tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik

tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b)

obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang

bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang

bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.

Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan

kepada peserta didik.

3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta

didik dengan lingkungannya.

4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan

5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.

6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.

7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.

8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit

sampai dengan abstrak

Page 10: Proposal

Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya:

1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik

2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya

3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan

sejenisnya

4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer

dan sejenisnya.

Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat

visual, audial,projected still media maupun projected motion media bisa

dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi

Media. Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected

motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.

Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus

disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai.

Contoh : bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-

kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau

kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang

lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan

aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat

kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya,

ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan mutu teknis.

f. Monopoli

Monopoli adalah satu permainan papan yang paling laris jualannya di dunia.

Dalam permainan ini, pemain berlomba untuk mengumpulkan kekayaan melalui

satu perlaksanaan satu sistem ekonomi mainan yang melibatkan pembelian,

penyewaan dan pertukaran tanah dengan menggunakan duit mainan. Pemain

mengambil giliran untuk melemparkan dadu dan bergerak di sekeliling papan

permainan mengikut bilangan yang diperoleh dengan lemparan dadu tadi.

Sejarah permainan monopoly dimulai pada tahun 1900-an. Dalam tahun

1904, seorang pencipta bernama Lizzie Magie mempatenkan satu permainan

yang beliau harapkan dapat menerangkan sebahagian daripada idea ekonomi

yang diutarakan oleh Henry George. Permainan beliau dikenali sebagai The

Landlord’s Game (Permainan Tuan Punya Tanah), dikeluarkan secara komersial

beberapa tahun kemudian.

Page 11: Proposal

Lizzie Magie terus mengembangkan permainannya dengan bantuan beberapa

orang peminat. Dalam tahun 1924, Lizzie Magie mempatenkan permainan yang

diperbaiki. Lain-lain permainan sepertinya menyusul. Pada awal tahun 1930-an,

Parker Brothers menjual permainan Monopoly.

Menjelang tahun 1970-an, sejarah awal permainan monopoly terhapus.

Riwayat popular menceritakan Monopoly dicipta oleh Charles Darrow menjadi

cerita rakyat yang paling popular, dan disertakan dengan keterangan permainan

Monopoly. Sejarah ini juga diceritakan dalam buku The Monopoly Book:

Strategy and Tactics of the World’s Most Popular Game, oleh Maxine Brady

yang dicetak dalam tahun 1974.

gb.Gambar Papan permainan monopoli

Model permainan monopoli edukatif pada dasarnya sama dengan bentuk

permainan monopoli biasa yaitu untuk menguasai. Menguasai pada permainan

monopoli edukatif adalah bukan hanya menguasai kekayaan saja seperti pada

permainan monopoli biasa tetapi menguasai pengetahuan.

2. Kajian Empiris

Adapun penelitian mengenai monopoli sebagai media pembelajaran

sudah pernah dilakukan sebelumnya yaitu, penelitian mengenai

peningkatan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran STAD

dan media monopoli siswa kelas V SD yang dilakukan oleh Noni

Anita.

Page 12: Proposal

3. Kerangka Berpikir

Hasil belajar siswa pada Pembelajaran IPS kelas V di SD

masih kurang

Kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran IPS SD

Pembelajaran IPS yang dilakukan guru belum maksimal, belum menggunakan media pembelajaran

Diterapi dengan media pembelajaran Monopoli

Edukatif

Minat siswa terhadap pembelajaran IPS meningkat

Pembelajaran IPS menjadi lebih maksimal

Hasil belajar siswa pada Pembelajaran IPS kelas V di SD masih meningkat

Page 13: Proposal

E. METODE PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode Research and Development. Metode ini

diciptakan untuk menemukan model, sistem atau produk yang dapat digunakan.

Metode ini berawal dari rumuskan tujuan, kaji situasi dan identifikasi pendekatan,

kembangkan produk baru, uji coba produk, revisi hingga berhasil, dan terapkan.

Menurut Borg dan Gall (1983: 775-776), ada 10 langkah dalam pelaksanaan R &

D.

1) Risearch and information collecting. Mengumpulkan informasi dan

melakukan penelitian awal terhadap bahan bacaan, pengamatan kelas dan

mempersiapkan laporan.

2) Planning. Melakukan perencanaan termasuk di dalamnya memberikan

batasan-batasan kemampuan (skill) dan membatasi tujuan yang akan dicapai.

3) Develop prenliminary form of product. Yaitu mengembangkan format atau

model termasuk didalamnya mempersiapkan materi, bahan ajar dan bahan

evaluasi.

4) Preliminary field testing. Mempersiapkan uji tes di lapangan. Pada bagian ini

cukup 1 SD saja, dengan mewawancarai 10-15 siswa SD, melakukan

observasi, menyebarkan kuesioner, mengumpulka data, kemudian melakukan

analisis data.

5) Mein product revision. Melakukan revisi terhadap tes setelah mendapat

masukan dari hasil tes uji coba di lapangan.

6) Mein field testing. Melakukan tes di lapangan hanya dengan 8-10 siswa.

Selanjutnya mengumpulkan data, evaluasi, membandingkan antara kelas satu

dengan kelas-kelas yang lain, mengklasifikasikan, dan melakukan analisis

data.

7) Operational product revision. Melakukan revisi setelah mendapatkan

masukan dari tes di lapangan.

8) Operational field testing. Melaksanakan tes uji coba model/ tes pembelajaran.

9) Final product revision. Melakukan revisi terakhir setelah mendapatkan

masukan dari hasil tes di lapangan.

Page 14: Proposal

10) Dominuion and implementation. Menyampaikan laporan penelitian ini

dalam sebuah seminar hasil-hasil penelitian dan juga ke dalam jurnal ilmiah.

Metode Penelitian Pengembangan memuat 3 komponen utama yaitu : (1) Model

pengembangan, (2) Prosedur pengembangan, dan (3) Uji coba produk. Deskripsi

dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut :

1) Model pengembangan

Model Pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang

akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa model prosedural, model

konseptual, dan model teoritik. Dalam penelitian ini menggunakan model

prosedural. Model prosedural adalah model yang bersifat deskriptif,

menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk.

2) Prosedur Penelitian Pengembangan

Prosedur penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall, dapat dilakukan

dengan lebih sederhana melibatkan 5 langkah utama:

1. Melakukan analisis produk yang akan dikembangkan

2. Mengembangkan produk awal

3. Validasi ahli dan revisi

4. Ujicoba lapangan skala kecil dan revisi produk

5. Uji coba lapangan skala besar dan produk akhir

3) Uji coba model atau produk

Ujicoba dilakukan 3 kali: (1) Uji-ahli (2) Uji terbatas dilakukan terhadap

kelompok kecil sebagai pengguna produk; (3) Uji-lapangan (field Testing).

Dengan uji coba kualitas model atau produk yang dikembangkan betul-betul

teruji secara empiris.

a. Uji ahli atau Validasi, dilakukan dengan responden para ahli

perancangan model atau produk. Kegiatan ini dilakukan untuk mereview

produk awal, memberikan masukan untuk perbaikan. Proses validasi ini

disebut dengan Expert Judgement atau Teknik Delphi.

b. Analisis konseptual

c. Revisi I

d. Uji Coba Kelompok Kecil, atau Uji terbatas dilakukan terhadap

kelompok kecil sebagai pengguna produk.

e. Revisi II

Page 15: Proposal

f. Uji Coba Lapangan (field testing)

g. Telaah Uji Lapangan

h. Revisi III

i. Produk Akhir dan Diseminasi

2. Rancangan Produk Penelitian

Berikut ini adalah rancangan produk penelitian yang peneliti pilih

untuk menjadi media pembelajaran IPS :

3. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling

a. Populasi

Populasi penelitian adalah semua siswa kelas V SD Tambakaji 1, Kecamatan Ngaliyan, kabupaten Semarang.

b. Sampel Penelitian

Peneliti menggunakan semua populasi sebagai sampel yaitu 30 siswa pada kelas V SD Tambakaji 1

c. Teknik Sampling

Peneliti tidak menentukan teknik sampling karena semua populasi diambil sebagai sampel dalam penelitian

Page 16: Proposal

4. Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan yaitu bulan Januari 2013

b. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SDN 1 Tambakaji 1 Kecamatan Ngaliyan Kabupaten

Semarang.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam

penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut ini.

a. Tes

Teknik tes adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan melakukan

penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus

dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai

atau prestasi tertentu.

Secara umum terdapat beberapa bentuk tes, yaitu; (a) tes intelegensi, (b)

tes sikap, (c) tes hasil belajar, (d) tes diagnostik, dan (e) performance

assessment atau penilaian kinerja.

Dalam penelitian pengembangan ini yang akan peneliti amati adalah

perubahan atau kemajuan belajar siswa sehingga peneliti menggunakan tes hasil

belajar.

Tes hasil belajar merupakan salah satu bentuk yang diarahkan untuk

mengetahui hasil atau prestasi belajar siswa dibedakan atas beberapa jenis.

Berdasarkan jumlah atau pengikut tes, maka tes hasil belajar dapat dibedakan

atas dua jenis, yaitu tes individual dan tes kelompok (Nurkancana dan

Sumartana, 1986: 25). Tes individual adalah suatu tes dimana pada saat tes

tersebut diberikan kita hanya menghadapi satu orang anak. Sedangkan tes

kelompok, yaitu dimana pada saat tes diberikan, kita menghadapi sekelompok

anak.

b. Observasi

Observasi merupakan proses pengamatan secara sistematis dengan

melakukan perekaman terhadap perilaku tertentu untuk tujuan pembuatan

keputusan-keputusan pengajaran. Pelaksanaan observasi sebagai alat

pengumpulan data memerlukan persiapan. Salah satu komponen yang perlu

Page 17: Proposal

diperhatikan di dalam persiapan pelaksanaan observasi adalah cara perekaman

data. Agar teknik observasi ini dapat dipergunakan sesuai dengan prosedur yang

benar, yaitu: (1) adanya perencanaan bersama, (2) menetapkan fokus

pengamatan, membangun kriteria, dan (3) memiliki keterampilan melakukan

observasi. (4) melakukan balikan (feedback). Ada beberapa bentuk observasi

yang sering digunakan; (a) observasi terbuka, (b) observasi terfokus, (c)

observasi terstruktur, (d) observasi sistematik.

c. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong,

1991).Wawancara secara sederhana dapat diartikan sebagai percakapan dengan

maksud tertentu. Ada beberapa bentuk wawancara yang sering dipergunakan di

dalam pengumpulan data penelitian. Patton (1987) mengemukakan beberapa

bentuk wawancara, yaitu; (a) wawancara pembicaraan formal, (b) pendekatan

dengan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan (c) wawancara baku

terbuka.

d. Angket

Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk

menggali data sesuai dengan permasalahan penelitian. Menurut Masri

Singarimbum, pada penelitian survai, penggunaan angket merupakan hal yang

paling pokok untuk pengumpulan data di lapangan. Hasil kuesioner inilah yang

akan diangkakan (kuantifikasi), disusun tabel-tabel dan dianalisa secara statistik

untuk menarik kesimpulan penelitian. Tujuan pokok pembuatan kuesioner

adalah (a) untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah dan

tujuan penelitian, dan (b) untuk memperoleh informasi dengan reliabel dan

validitas yang tinggi. Hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam menyusun

kuesioner, pertanyaan-pertanyaan yang disusun harus sesuai dengan hipotesa

dan tujuan penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto, sebelum kuesioner disusun

memperhatikan prosedur sebagai berikut:

1. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner.

2. Mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner.

3. Menjabarkan setiap variabel menjadi sub-sub variabel yang lebih

spesifik dan tunggal.

Page 18: Proposal

4. Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus unit

analisisnya.

6. Analisis Data

F. DAFTAR PUSTAKA

http://siraj-pendidikanuntuksemua.blogspot.com/2011/03/landasan-yuridis-pendidikan-

indonesia.html

http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/864/T1_292008112_BAB

%20I.pdf?sequence=2