14

Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB
Page 2: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

Pengaruh Pemberian Vitamin dan Asam Amino Melalui Air Minum Terhadap Lama Penyimpanan dan Kualitas Fisik Telur Ayam Ras

P.A Astawa dan M. Suasta

Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB Sudirman Denpasar. Email [email protected]

ABSTRAK

Penelitian tentang Pengaruh pemberian viatmian dan asam amino melalui air minum terhadap lama penyimpanan dan kualitas fisik telur ayam ras dilaksanakan di Desa Candikusuma Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana. Penelitian menggunakan rancangan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan : perlakuan A : kontrol , perlakuan B : 2 gr vitamin dan asam amino dalam 10 liter air minum dan perlakuan C : 4 gr vitamin dan asam amino dalam 10 liter air minum). Tiap ulangan terdiri dari dari 8 ekor ayam petelor umur 18 minggu, sehingga jumlah ayam yang digunakan sebanyak 120 ekor. Peubaha yang diamati meliputi : Berat telur, persentase putih telur, persentase kuning telur, persentase kulit telur, tebal kulit telur, berat kulit telur, warna kuning telur dan Haugh Unit. Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1986.

Hasil penelitian didapatkan bahwa Berat telur, persentase putih telur, kulit telur , tebal kuli telur, warna kuning telur dan Haugh Unit (HU) pada perlakuan C Ayam yang di berikan air minum ditambah 4 g vitamin dan asam amino dalam 10 liter air , menunjukkan hasil yang nyata lebih tinggi dari kontrol sedangkan, sedangkan untuk persentase kuning telur pada perlakuan kontrol lebih tinggi dari perlakuan B dan C. Secara statistik semua perlakuan mendapatkan hasil yang nyata (P<0,05) Kata-kata kunci: ayam petelor, vitamin dan asam amino

Pengaruh Pemberian Vitamin dan Asam Amino Melalui Air Minum Terhadap Lama Penyimpanan dan Kualitas Fisik Telur Ayam Ras

P.A. Astawa dan M. Suasta

ogram Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB Sudirman Denpasar. Email [email protected]

ABTRAKCT

Research on the effect of providing vitamin and amino acids through drinking

water on the storage duration and physical quality of purebred eggs carried out in Candikusuma Village, Melaya District, Jembrana Regency. The study used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 5 replications: Treatment A: control, Treatment B: 2 grams of vitamins and amino acids in 10 liters of drinking water and Treatment C: 4 grams of vitamins and amino acids in 10 liters of drinking water ). Each test consisted of 8 laying hens aged 18 weeks, so that the number of chickens used was 120. The variables observed included: egg weight, egg white percentage, egg yolk percentage, egg shell percentage, egg shell thickness, egg shell

Page 3: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

weight, egg yolk color and Haugh Unit. Research data were analyzed by analysis of variance. If there are significantly different results (P <0.05), it will then followed by Duncan's multiple range test at the 5% level (Steel and Torrie, 1986.

The results showed that egg weight, percentage of egg white, eggshell, egg husk thickness, egg yolk color and Haugh Unit (HU) in treatment C which was given drinking water plus 4 g vitamins and amino acids in 10 liters of water, showed results which was significantly higher than the control, while for the percentage of egg yolk in the control treatment was higher than the treatments B and C. Statistically all treatments showed significant results (P <0.05) Key words: laying hens, vitamins and amino acid

PENDAHULUAN

Latar Belakang dan Permasalahan

Pemeliharaan ayam ras dengan sistim intensif meliputi : kwalitas pakan , sistim

pemeliharaan , iklim, sanitasi, biosecurity , kandang dan obat-obatan merupakan faktor

penentu keberhasilan peternakan ayam petelur. Sitim pemeliharaan berkaitan dengan

sanitasi kandang dan kondisi suhu kandang, dapat mempengaruhi kualitas telur yang

dihasilkan. Dewasa ini konsumen sudah mulai memperhatikan mutu telur, sehingga

telur yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kreteria layak konsumsi diantaranya

mencakup kwalitas fisik , mikrobiologi dan organoleptik. Telur yang sampai

dikonsumen biasanya mengalami beberapa rantai tata niaga mualai dari produsen,

distributor, pedagang pengepul dan pedagang ecer, sehingga telur yang sampai

dikonsumen tidak baru lagi. Distribusi telur dari distributor kepedagang pengecer

menunjukkan adanaya penurunan kwalitas fisik semakin dalam periode penyimpanan

telur mengakibatkan berat dan tinggi putih telur rendah sementara pH purih telur tinggi

(Scott dan Silversides, 2000) . Kwalitas telur ayam ras yang baik sangat penting dalam

memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Telur segar yang baru dihasilkan oleh induk

ayam mempunyai daya simpan selama 10 -14 hari. Setelah umur 10-14 hari telur

mengalami perubahan-perubahan kearah kerusakan seperti perubahan kadar air melalui

pori kulit telur yang berakibat berkurangnya kualitas telur seperti pengenceran isi telur

(Melia at. al., 2009). Telur akan mengalami perubahan disebabkan oleh kontaminasi

mikroba, kerusakan secara fisik, pengaupan air dan gas-gas seperti karbondioksida,

amonia, nitrogen dan hidrogen sulfida. Semakain lama telur disimpan akan

menyebabkan telur menyusut dan telur menjadi lebih encer. Menurut Yuwanta (2010),

Page 4: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

selain lama penyimpanan, pengapan isi telur dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan

kualitas kerabang telur. Prinsip penyimpana telur adalah mencegah evaporasi air dan

keluarnya CO2 dari dalam isi telur dan mencegah mikroba dalam telur selama

penyimpanan. Lama dan suhu dalam penyimpanan akan mempengaruhi kualitas fisik

telur.

Kwalitas pakan yang baik dengan komposisi bahan yang tepat, baik jumlah

maupun kandunganya akan mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatan ayam petelor

sehingga dapat mempengaruhi daya simpan dan kwalitas fisik telur yang baik.

Penambahan vitamin dan asam amino diharapakan dapat menjaga kualitas pakan

menjadi lebih seimbang. Penurunana kwalitas pakan diakibatkan dari beberapa faktor

seperti : masa penyimpanan dan pemanasan. Pada dewasa ini penurunan kwaliatas

pakan juga diakibatkan karena dilarangnya penggunaan Antibiotic Growth Promotor

(AGP) pada pakan. Pelarangan sejak 1 Januari 2018 mengakibatakan penurunan

produksi telur. Pemberian AGP menyebabkan adanya residu pada produk ternak karena

telur berpotensi mengandung residu antibiotik . Upaya untuk mengurangi anti biotik

dan memperbaiki kualitas telur baik masa simpan dan kualtas fisik bisa dilakukan

dengan alternatif pemberian vitamin dan asam amino pada air minum.

METODE DAN PROSEDUR

Telur Ayam

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur ayam ras yang ada di

Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Sampel yang diambil

langsung diukur sesuai dengan variabel yang diamati. Pengukuran dilakukan tiap

minggu.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tray telur, timbangan

digital, plastik, gelas ukur, mikrometer, ember dan alat tulis. Bahan yang digunakan

adalah vitamin, asam amino dan telur ayam yang di dapat di Desa Candikusuma,

Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana.

Page 5: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

Bahan Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial jenis

piala ( PL 241 ). Komposisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada Tabel. 1 dan

hasil kandungan zat gizi dalam ransum dapat dilihat pada Tabe.l 2, serta kandungan

asam amino yang digunakan dapat di lihat pada Tabel. 3

Tabel .1 Komposisi penyusun ransum ayam ras petelur

Pakan Ransum Perlakuan1

P0 P1 P2

Piala ( PL 241) (%)2 100 100 100

Total (%) 100 100 100

Vitamin dan asam amino (gr)3 - 2 4Keterangan :

1. Air minum tanpa vitamin dan asam amino sebagai kontrol (P0), Air minum yang diberi 2 g vitamin dan asam amino (P1), Air minum yang diberi 4 g vitamin dan asam amino (P2)

2. Ransum piala (PL 241) produksi PT. JAPFA COMFEED INDONESIA, Tbk. 3. PT.Pyridam Veteriner,Tbk

Tabel. 2 Kandungan zat gizi ransum perlakuan.

Perlakuan1

Kandungan zat gizi pakan2 Standar

3 P0 P1 P2

Energi Metabolisme (kkal/kg)

2900 2900 2900 2900

Protein Kasar (%) 18,5 18,5 18,5 18,00 Lemak Kasar (%) 3 3 3 5-10

Serat Kasar (%) 6 6 6 3-6

Ca (%) 4 4 4 3,5-4 Abu (%) 14 14 14 14

Phospor (%) 0,45 0,45 0,45 0,45 Air (%) 12 12 12 12 Keterangan :

1. Ayam yang diberikan tanpa air minum vitamin dan asam amino sebagai kontrol (P0), ayam yang diberikan vitamin dan asam amino 2 g (P1), ayam yang diberikan vitamin dan asam amino 4 g (P2).

2. Ransum piala (PL 241) produksi PT. JAPFA COMFEED INDONESIA, Tbk. 3. Standar Scott et al., (1982).

Page 6: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

Tabel. 3 Kandungan nutrien Methiovit

Bahan Jumlah (Dalam 1 gr)

DL –Methionine (mg) 350 L-Lysine HCl (mg) 50 Vitamin A (IU) 4000 Vitamin D3 (IU) 1000 Vitamin E (IU) 8 Vitamin K3 (mg) 0.8 Vitamin B1 (mg) 0.4 Vitamin B2 (mg) 1 Vitamin B6 (mg) 0.4 Vitamin B12 (mcg) 10 Vitamin C (mg) 10 Folic Acid (mg) 0.1 Ca-d-Panthothenate (mg) 2 Nicotinamade (mg) 6 Potassiu Chloride (mg) 50 Sodium Chloride (mg) 40 Magnesium Sulfate (mg) 20 Manganese Sulfate (mg) 5 Zinc Sulfate (mg) 2 Copper Sulfate (mg) 1 Cobalt sulfate (mg) 0.3

Sumber : PT.Pyridam Veteriner,Tbk Tempat dan Lama penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya,

Kabupaten Jembrana, Bali. Penelitian berlangsung selama 4 bulan dari persiapan

sampai analisis data.

Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan dengan pengujian sebagai berikut : a) Telur di

ambil dari peternakan yang ada di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten

Jembrana. b) Timbang semua telur setiap ulangan pada masing-masing perlakuan lalu

ambil satu butir yang mempunyai berat rata-rata. c) Setiap perlakuan telur di pecah

sejumlah 5 butir setiap minggunya untuk diuji. d) Berat jenis telur didapat dengan cara

masukkan telur ke dalam gelas ukur yang sudah berisi air dan catat kenaikan

Page 7: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

volumenya. e) Pecahkan telur dan timbang putih telur, kuning telur, dan kulit telur. f)

Selanjutnya ukur ketebalan kulit telur dengan mikrometer.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan. Ketiga perlakuan tersebut adalah :

Perlakuan A: Ayam yang di berikan air minum tanpa pemberian vitamin dan asam

amino.

Perlakuan B: Ayam yang di berikan air minum ditambah 2 g vitamin dan asam amino

dalam 10 liter air

Perlakuan C: Ayam yang di berikan air minum ditambah 4 g vitamin dan asam amino

dalam 10 liter air

Variabel yang Diamati

Variable yang diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Berat telur:

Berat telur diperoleh dengan cara menimbang telur utuh dengan menggunakan

timbangan digital,. Penimbangan dilakukan setiap hari

2. Persentase putih telur:

Persentase putih telur diperoleh dengan cara menimbang putih telur yang telah

dipisahkan dari kuning telur yang dilakukan setiap minggu. Adapun persentase

putih telur didapatkan dengan rumus:

3. Persetase kuning telur:

Persentase kuning telur diperoleh dengan cara menimbang kuning telur yang telah

dipisahkan dengan putih telur yang dilakukan setiap minggu. Adapun persentase

kuning telur didapatkan dengan rumus:

4. Persentase kulit telur:

Perentase kulit telur diperoleh dengan cara menimbang kulit telur dengan

menggunakan timbangan tampa menghilangkan lapisan tipisnya yang ada di

dalam kulit telur yang dilakukan setiap minggu. Adapun persentase kulit telur

Page 8: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

didapatkan dengan rumus:

5. Tebal Kulit telur:

Tebal kulit telur diperoleh dengan cara mengukur kulit telur dengan

menggunakan micrometer (mm), tanpa menghilangkan lapisan tipis yang ada di

dalam kulit telur. Pengukuran ini dilakukan setiap minggu.

6. Warna Kuning Telur

Warna kuning telur di ukur menggunakan standard kuning telur “ Roche Yolk

Colour Fan” dengan kisaran 1 – 15. Warna kuning telur disesuikan dengan

warna standard yang mendekati.

7. Haugh unit (HU)

Untuk memperoleh Haugh Unit, telur di timbang untuk mengetahui beratnya

lalu di pecah dan di letakkan pada kaca. Tinggi putih telur (mm) diukur dengan

jangka sorong. Bagian putih telur yang di ukur adalah 1 cm dari pinggir kuning

tidak boleh di antara kalaza. (Sudaryani, 2003).

Kemudian hitung Haugh Unit dengan rumus :

HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W0,37)

Keterangan :

HU = Haugh Unit

H = Tinggi Putih Telur Kental

W = Berat Telur

Menurut Sudaryani (1996), semakin tinggi HU menunjukkan semakin

baik kualitas telur.

1. Tingkat AA memiliki skor > 72 HU

2. Tingkat A memiliki skor – 72 HU

3. Tingkat B memiliki skror < 60 HU

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang

berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf

5% (Steel dan Torrie, 1986)

Page 9: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rata rata berat telur pada penelitian masing masing perlakuan A (59,23 g) :

ayam petelor yang di berikan air minum tanpa pemberian vitamin dan asam amino,

perlakuan B (59,89 g): ayam petelor yang di berikan air minum ditambah 2 g vitamin

dan asam amino dalam 10 liter air, perlakuan C (60,09 g) : Ayam yang di berikan air

minum ditambah 4 g vitamin dan asam amino dalam 10 liter air atau masing masing

1,01 % lebih tinggi dari perlakuan A (Tabel 4). Berdasarkan bobotnya, telur ayam ras

dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok, yakni: 1). Jumbo dengan bobot

65g/butir , 2). Ekstra besar dengan bobot 60-65g/butir, 3). Besar dengan bobot 55-

60g/butir, 4). Sedang dengan bobot 50 -55g/butir, 5). Kecil dengan bobot 45-50g/butir,

6). Kecil sekali dengan bobot di bawah 45g/butir (sarwono, 1994). Menurut Tillman et

al. (1986), bobot rata-rata sebutir telur ayam ras yang sedang berproduksi adalah 60g

dengan rata – rata produksi pada titik optimal adalah 250 butir/ekor/tahun. Kwalitas

pakan yang baik dengan komposisi bahan yang tepat, baik jumlah maupun

kandunganya akan mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatan ayam petelor sehingga

dapat mempengaruhi daya simpan dan kwalitas fisik telur yang baik. Penambahan

vitamin dan asam amino menunjukkan bobot telor pada perlakuan C paling baik

(katagori ektra besar dengan bobot 60,09 g. Bobot telur dipengaruhi oleh kandungan

kalsium, protein dan energy yang terkandung dalam pakan serta umur ayam (Gleaves et

al., 1977). Secara statistik penelitian menunjukkan hasil yang signifikan (P<0,05).

Persentase putih telor pada perlakuan A meliputi : (59,32%), (B), 59,85 % dan

(C) dan 60,00% . Hasil penelitian menunjukan persentase putih telor (Albumen) sekitar

59,32 – 60,00% hal ini menujukkan dengan penambahan vitamin dan asam amino

mendapatkan putih telor sama bahkan diatas rata-rata dari kualitas telor. Secara

struktural, putih telur terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan luar, lapisan tengah,

lapisan dalam, dan lapisan membran kalazifera dengan jumlah masing masing 32.02%,

57.3%, 16.9% dan 2.7%. sedangkan persentase putih telur (Albumen) sekitar 58-60%

dari berat telur itu. (Bell dan Weaver, 2002). Secara statistik penelitian menunjukkan

hasil yang signifikan (P<0,05).

Page 10: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

Tabel.4 Berat telur, persentase putih telur, kuning telur, kulit telur , tebal kuli telur, warna kuning telur dan Haugh Unit (HU)

Keterangan : Perlakuan A : Ayam yang di berikan air minum tanpa pemberian vitamin dan asam amino.

Perlakuan B :

Ayam yang di berikan air minum ditambah 2 g vitamin dan asam amino dalam 10 liter air

Perlakuan C : Ayam yang di berikan air minum ditambah 4 g vitamin dan asam amino dalam 10 liter air

Persentase kuning telor pada perlakuan A, B dan C menunjukkan hasil yang

signifikan (P<0,05) yakni 27,30 % ; 26,66 % dan 25,74 %. Persentase kuning telur

sekitar 30-32% dari berat telur. Kuning telur terdiri dari membrane kuning telur

(vitellin) dan kuning telur sendiri. Kuning telur merupakan makanan dan sumber lemak

bagi perkembangan embrio. Komposisi kuning telur adalah air 50%, lemak 32-36%,

protein 16%, glukosa 1-2%. Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur

adalah linoleat, oleat dan stearate. Telur konsumsi diproduksi oleh ayam betina tanpa

adanya ayam jantan (Bell dan Weaver, 2002). Hasil diatas menunjukkan bahwa

menurunya persentase kuning telor pada perlakuna C dengan penambahan vitamin dan

asam amino pada air minum menunjukkan persentase kuning telor berkisar anatar

25,74 – 27,30 % . Ukuran kuning telur tidak dipengaruhi oleh kecepatan peneluran

tetapi dipengaruhi oleh lamanya waktu yang diperlukan untuk pemasakan kuning telur.

Semakin lama waktu yang diperlukan untuk masak, ukuran kuning telur akan semakin

besar dan sebaliknya jika pemasakan kuning telur cepat akan menyebabkan ukuran

Variabel A B C SEM

Berat telur (g)

59,32a 59,89b 60,09c 0,34

Persentase putih telur (%)

59,32a 59,85b 60,00c 0,05

Persentase kuning telur (%)

27,30a 26,66b 25,74c 0,10

Persentase kulit telur (%) 13,09a

13,49b

14,21c 0,05

Tebal kulit telur (g)

0,36a 0,38b 0,42c 0,0002

Warna kulit telur

6,35a 7,50b 8,10c 0,08

Haugh Unit (HU) 101,82a

104,65b

107,69c 0,72

Page 11: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

kuning telur lebih kecil (North, 1984) . Selain itu warna kuning telur sendiri

dipengaruhi oleh pakan. Apabila pakan mengandung lebih banyak karoten yaitu

santofil. Maka, warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan (Yamamoto et

al., 1997). Kualitas kuning telur ditentukan oleh beberapa karakteristik diantaranya

adalah warna, kondisi bentuk bulatan dan kekuatan membran (Stadelman dan Cottcril,

1977). Secara statistik penelitian menunjukkan hasil yang signifikan (P<0,05).

Tebal kulit telor masing masing perlakuan A (0,36 g) , perlakuan B (0,38 g) dan

perlakuan C (0,42 g) (Tabel 5.1), atau masing - masing 1,05 % dan 1,16 % lebih besar

dari perlakuan A. Warna kulit telor pada perlakuan A (6,35) masing - masing 1,18 %

dan 1,27% lebih besar dari perlakuan A. Secara statistik penelitian menunjukkan hasil

yang signifikan (P<0,05). Kulit telur merupakan pembungkus yang rata, keras,

berkapur dan berbentuk oval yang berfungsi untuk melindungi isi telur. Pada bagian

permukaan telur terdapat pori-pori ysng tidak teratur bentuknya. Kulit telur merupakan

bagian yang paling keras dan kaku. Fungsi utamanya sebagai pelindung isi telur. Kulit

telur terdiri atas bahan kering 98,4% dan air 1,6% Bahan kering terdiri atas 3,3%

protein dan 95,1% mineral. Pemberian vitamin, asam amino dan kandungan kalsium

didalamnya mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan dan kekuatan

cangkang yang dapat diperoleh dari pakan. Imbangan kalsium dan fosfor dalam

pembentukan cangkang menjadi pedoman dalam menentukan kualitas cangkang telur

(Yuwanta, 2004). Kulit telur yang berwarna coklat relatif lebih tebal dibandingkan

dengan kulit telur yang berwarna putih. Ketebalan kulit telur berwarna coklat rata-rata

adalah 0,51 mm, sedangkan kulit telur berwarna putih adalah 0,44 mm (SNI 01-3926-

2006).

Haugh Unit (HU) pada perlakuan A (101,82) masing - masing 1,03 % dan

1,06% lebih besar dari perlakuan A. Secara statistik penelitian menunjukkan hasil yang

signifikan (P<0,05). Pakan yang berkualitas dengan komposisi bahan yang tepat, baik

dari jumlah maupun kandungan nutrisinya akan mempengaruhi pertumbuhan dan

kesehatan unggas. Pemberian vitamin dan asam amino pada ayam petelor akan

menghasilkan telur yang berkualitas. Kandungan nutrisi yang baik akan

memperpanjang daya simpan telur segar. Pada prinsipnya memberikan perlakuan

nutrisi yang baik pada ayam petelor akan mempertahankan masa simpan telur segar,

sehingga dengan pemberian vitamin dan asam amino akan memperbaiki kondisi kulit

Page 12: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

telur, menutup pori-pori telur bagian luar dengan melapisi bagian luar telur sehingga

memperlama masa simpan serta menyimpan telur. Telur ayam ras yang disimpan pada

suhu ruang dengan kelembaban udara yang rendah akan mengalami penyusutan berat

lebih cepat dibandingkan dengantelur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang dengan

kelembaban udara yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh kelembaban yang rendah selama

penyimpanan akan mempercepat penguapan karbondioksida dan air dari dalam telur,

sehingga penyusutan berat akan berat akan lebih cepat (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Berbeda dengan kelembaban, semakin tinggi suhu maka CO2 yang hilang lebih banyak,

sehingga menyebabkan pH albumen meningkat dan kondisi kental albumen menurun

(Indraningsih, 1984). Menurut Suprapti (2002) kualitas telur ditentukan oleh beberapa

hal, antara lain oleh faktor keturunan, kualitas makanan, system pemeliharaan, iklim

dan umur telur.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Berat telur, persentase putih telur, kulit

telur , tebal kuli telur, warna kuning telur dan Haugh Unit (HU) pada perlakuan C

Ayam yang di berikan air minum ditambah 4 g vitamin dan asam amino dalam 10 liter

air , menunjukkan hasil yang nyata lebih tinggi dari kontrol sedangkan, sedangkan

untuk persentase kuning telur pada perlakuan kontrol lebih tinggi dari perlakuan B dan

C. Secara statistik semua perlakuan mendapatkan hasil yang nyata (P<0,05)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini kami ucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas

uadyana Prof.Dr. dr. A A. Raka Sudewi, SpS (K), Kepada Ketua Lembaga Penelitian

dan Pengabdian kepada masyarakat Universitas Udaya Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya

Temaja, MP. Kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus

Gaga Partama, MP serta semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.

Page 13: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B.T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Cetakan I. Penerbit Kanisius.Yogyakarta A.O.A.C. 1990. Official Method Of Analysis 13th Ed. Association of

AnalysisChemist. Washington DC.Buckle, K.A., R.A. Edward, W.R. Day, G.H. Fleet

dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia Press. UI Press. Jakarta

Budiharta, S dan Diastini. 1988. Mikrobiologi Makanan Asal Hewan. PAU Pangan dan Gizi. Fakultas Pasca Sarjana Univ. IV Universitas Gajah Mada. Bulaksumur. Yogyakarta

Barnes, D.M. C.C Calvert and K.C. Klasing 1995. Methionin defeciences protein and

sistim bat not rna acylation in muscles of chick. J. Nurt. 125:2623-2630.

Idris, S. dan I. Thohari. 1989. Telur dan Cara Pengawetannya. Edisi ke-4. Program Studi Tekhnologi Hasil ternak. Fakultas PEternakan. Universitas Brawijaya Malang.

Lesson, S. and J.D. Summers. 2001. Nutrition of The Chicken . 4 th ed. United

BooksGuelp, Ontorio, Canada.

Jay, J.M. 1992. Modern Food Mikrobiology. 4th Edition Van Reinhold Company, New York

Mauldin, J.M. 2002. Maintaining hatching Egg Quality. In D.D. Bell and D. Weaver

(ed). Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5Th Ed. Springer Science and Bussines Media Inc, New York.

Melia S. Juliarsi dan L. Africon. 2009. Teknologi Pengawetan Telur Ayam Ras dalam

Larutan Galatin dari limabah Kulit Sapi. Laporan Penelitian Dosen Muda. Fakultas Peternakan Universitas Andalas , Padang-Sumatra Barat.

Murtidjo. B.A, A. Daryanto, B. Sarwono, 1987. Telur Pengawetan dan Manfaatnya. PT Penebar Swadaya. IKAPI, Jakarta.

Nesheim, M.C., R.C. Austic, and L.E. Card. 1979. Poultry production, 12th ed., Lea and

Febiger, Philadelphia. North, M.O. 1984. Commercial Chicken Production Manual, 3rd ed., AVI Pbl. Co.,

Wesport, Connecticut. Parker, R. 2003. Introduction to Food Science. Thomson Learning, Inc. Delmar Romanoff, A.L. and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons Inc,.

New York

Page 14: Program Studi Peternakan Universitas Udayana. Jln PB

Santoso, U., J. Setianto, T. Suteky. 2005. Effect of Sauropus Androgynus (katuk) Extact on Egg Production and Lipid Metabolism in Layers. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 18: 364-369

Sarwono, B. 1994. Pengawetan Telur dan Manfaatny. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Scott, T.A., and F.G. Silversides. 2000 The Effect of Stronge and Strain of Hem on

Egg Quality. Poult. Sci 79 : 1725 - 1729 Song, K. T., S.H.Choi, and H.R. Oh. 2000. A Comparison of Egg Quality of Pheasant,

Chukar, Quail and Guinea Fowl. Asian-Aus. J. Anim. Sci. 13 (7): 986-990. Stadelman, W.S. 1995. Quality Identification of Shell Egg in: Egg Science and

technology. W.J. Stadelman and O.J Cotterill ed. Avi. P{ublishing Co. Inc. Wesport, Connecticut.

Stadelamn, R.G and O.J. Catterill. 1995. Egg Science and Technology. 4PthP ed. Food Product Press. New York.

Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1980. Principles and Procedures of Statistics A Biometrical Approach. Second Edition.McGraw-Hill International Book Company. Tokyo.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Cetakan ke-4. Jakarta

Suprapti. 2002. Pengawetan Telur. Kanisius; Yogyakarta Tillman. A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S. Lebdosukojo.

1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Widjaja, H. 2002. Telur dan Produksi Telur. Laboratorium Ilmu ternak Unggas, Jurusan

Produksi ternak. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta. Yamamoto, T., Juneja, L.R. Hatta, M. Kim. 1997. Hen Eggs. CRC Press New York. Yuanta , T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta