PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN · strategis bagi perekonomian nasional. Perluasan sektor usaha yang diberikan meliputi: 1. Penambahan dua sektor usaha

1

2

PROGRAM PRIORITAS

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

JANUARI 2019

3

DAFTAR ISI 1. PROGRAM-PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN .......... 6

LATAR BELAKANG ................................................................................................................................ 6

2. PROGRAM PRIORITAS BIDANG EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN ................................................. 8

2.1 PENGENDALIAN INFLASI ......................................................................................................... 8

2.1.1 Capaian Kinerja Tahun 2018 ........................................................................................... 8

2.1.2 Rencana Kegiatan Tahun 2019 ........................................................................................ 9

2.2 INSENTIF FISKAL ...................................................................................................................... 9

2.2.1 Capaian Kinerja Tahun 2018 ........................................................................................... 9

2.2.2 Rencana Kerja Tahun 2019 ........................................................................................... 12

2.3 STRATEGI NASIONAL KEUANGAN INKLUSIF (SNKI) ............................................................... 13

2.3.1 Capaian Kinerja Tahun 2018 ......................................................................................... 14


2.4 KREDIT USAHA RAKYAT ......................................................................................................... 17



3. PROGRAM PRIORITAS BIDANG PANGAN DAN PERTANIAN .............................................................. 21

3.1 STABILISASI HARGA PANGAN ................................................................................................ 21



3.2 PROGRAM PEREMAJAAN SAWIT RAKYAT (PSR) ................................................................... 22



4. PROGRAM PRIORITAS BIDANG PENGELOLAAN ENERGI, SUMBER DAYA ALAM, DAN LINGKUNGAN

.............................................................................................................................................................. 24

4.1 REFORMA AGRARIA .............................................................................................................. 24



4.2 PROGRAM MANDATORI B20 ................................................................................................ 26



5. PROGRAM PRIORITAS BIDANG EKONOMI KREATIF KEWIRAUSAHAAN, DAN DAYA SAING KOPERASI,

DAN UKM .............................................................................................................................................. 29

5.1 SISTEM PERDAGANGAN NASIONAL BERBASIS ELEKTRONIK (Roadmap e-Commerce) 2017-2019

.......................................................................................................................................................... 29


4


5.2 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI .......................................................... 31



5.3 PROGRAM KEMITRAAN EKONOMI UMAT .................................................................................. 33



6. PROGRAM PRIORITAS BIDANG PERNIAGAAN DAN INDUSTRI .......................................................... 35

6.1 ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS) ...................................................................................... 35



6.2 PROGRAM LOGISTIK NASIONAL ............................................................................................ 36


6.2.2 Rencana Kegiatan Tahun 2019 ...................................................................................... 36

6.3 RELAKSASI DAFTAR NEGATIF INVESTASI ............................................................................... 37



6.4. EASE OF DOING BUSINESS (EODB) ........................................................................................ 38



6.5. INDUSTRI BERORIENTASI EKSPOR ......................................................................................... 39



7. PROGRAM PRIORITAS BIDANG PERCEPATAN INFRASTRUKTUR DAN PENGEMBANGAN WILAYAH . 41

7.1 KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS ....................................... 41



7.2 ONE-MAP POLICY (OMP) ....................................................................................................... 42



7.3 KAWASAN EKONOMI KHUSUS .............................................................................................. 47



8. PROGRAM PRIORITAS BIDANG KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL ........................................ 49

8.1 PENYELESAIAN PERUNDINGAN PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS/INVESTASI BILATERAL

49

5



8.2 PENYELESAIAN PERUNDINGAN PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS/INVESTASI SUB-

REGIONAL DAN REGIONAL ................................................................................................................ 52



8.3 PENYELESAIAN PERUNDINGAN PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS/INVESTASI

MULTILATERAL .................................................................................................................................. 53



6

1. PROGRAM-PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN KOORDINATOR

BIDANG PEREKONOMIAN

LATAR BELAKANG

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia. Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian

urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.

Fungsi yang dijalankan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian adalah:

1. koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan

Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang perekonomian;

2. pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/ Lembaga yang terkait dengan isu di bidang

Perekonomian;

3. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada

seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;

4. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian;

5. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian; dan

6. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.

Adapun, berdasarkan peraturan dimaksud, Kementerian/Lembaga di bawah koordinasi

Kementerian Koordinator bidang Perekonomian adalah sebagai berikut:

1. Kementerian Keuangan

2. Kementerian PU dan Perumahan Rakyat;

3. Kementerian Ketenagakerjaan;

4. Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan;

5. Kementerian Perindustrian;

6. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN;

7. Kementerian Perdagangan;

8. Kementerian Badan Usaha Milik Negara;

9. Kementerian Pertanian;

10. Kementerian Koperasi dan UKM; dan

11. Instansi lain yang dianggap perlu.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, peran Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian dipertegas dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017

tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, khususnya

dalam kaitannya dengan proses Pengendalian, Pemantauan, Dan Pelaporan program-program

pembangunan nasional, dimana Menteri Koordinator sesuai dengan bidangnya, bersama-sama

dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan

7

lembaga serta instansi terkait melakukan koordinasi pengendalian dan pemantauan pelaksanaan

program dan kegiatan pembangunan.

Peran Kemenko Perekonomian dalam pengendalian kebijakan-kebijakan di bidang

perekonomian turut dipertegas dengan penetapan Instruksi Presiden nomor 7 Tahun 2017 tentang

Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara

dan Lembaga Pemerintah. Dalam Inpres dimaksud, Kemenko Perekonomian berperan aktif dalam

memberikan pertimbangan, dan perumusan kesepakatan antar Kementerian/Lembaga (K/L) dalam

setiap pengambilan kebijakan bidang perekonomian, meliputi:

a. Kebijakan yang merupakan pelaksanaan tugas dan kewenangan K/L, yang sifatnya berdampak

strategis dan luas kepada masyarakat;

b. Kebijakan bersifat lintas sektoral atau berimplikasi luas pada kinerja K/L lain; dan

c. Kebijakan berskala nasional, penting, strategis, atau mempunyai dampak luas kepada

msyarakat.

Seiring dengan perkembangan peran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam

koordinasi perumusan, penetapan, dan pengendalian kebijakan bidang perekonomian, sebagaimana

ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 serta Instruksi Presiden Nomor 7

Tahun 2017, telah dilakukan penajaman atas Rencana Strategis Kemenko Perekonomian Tahun 2015

– 2019, yang sebelumnya ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian Nomor 11 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian Tahun 2015-2019. Dalam melakukan penajaman atas Renstra Kemenko Perekonomian

Tahun 2015-2019, seluruh dokumen perencanaan pembangunan nasional, meliputi RPJP 2005-2025,

Ideologis Bangsa, Nawacita, dan Misi Presiden, dijadikan rujukan dalam penetapan visi, misi, tujuan,

dan sasaran strategis dalam dokumen penajaman Renstra Tahun 2015-2019 Kemenko Perekonomian.

Mengacu pada tugas, fungsi, dan wewenang yang telah dimandatkan oleh peraturan

perundangan kepada Kementerian Kooridnator Bidang Perekonomian, dan penjabaran dari misi

pembangunan nasional, maka terdapat empat (4) pilar yang menjadi misi Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian, yaitu:

1) Pertumbuhan (growth), yakni meningkatkan pertumbuhan dan menciptakan stabilitas

perekonomian;

2) Pemerataan (equity), yakni memastikan pemerataan hasil-hasil pertumbuhan ekonomi,

menurunkan tingkat kesenjangan antar wilayah dan antar kelompok masyarakat;

3) Keberlanjutan (sustainability), yakni meningkatkan nilai tambah dan manfaat ekonomi dari

sumber daya alam, dengan senantiasa memperhatikan pelestarian lingkungan hidup;

4) Daya Saing (competitiveness), yakni meningkatkan daya saing dan kemandirian perekonomian

nasional.

Pencapaian empat pilar misi tersebut diejawantahkan dalam bentuk program dan kegiatan

strategis/prioritas sesuai dengan bidang-bidang yang disebutkan dalam Peraturan Presiden no.8

Tahun 2015.

8

2. PROGRAM PRIORITAS BIDANG EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN

2.1 PENGENDALIAN INFLASI

Dalam rangka menjaga laju inflasi sebagai prasyarat pertumbuhan ekonomi yang

berkesinambungan agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian bertanggung jawab dalam melakukan koordinasi dan sinkronisasi

kebijakan pengendalian inflasi untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah.

Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 tentang

pembentukan Tim Pengendali Inflasi yang terbagi dua yaitu Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) yang

diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)

yang diketuai oleh Kepala Daerah.

2.1.1 Capaian Kinerja Tahun 2018

Berbagai upaya intensifikasi dan akselerasi koordinasi pengendalian inflasi terus dilakukan

sejak Penerbitan Keputusan Presiden nomor 23 tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional.

Di tahun 2018, koordinasi pengendalian inflasi telah berhasil menjaga realisasi inflasi pada kisaran

sasaran inflasi yang telah ditetapkan (3,5%±1%). Realisasi inflasi pada tahun 2018 adalah 3,13% (yoy),

lebih rendah dibandingkan tahun 2017 (3,61%, yoy). Realisasi inflasi volatile food tahun 2018 sebesar

3,39% juga dapat dijaga dalam target kisaran 4-5% sebagaimana telah ditetapkan dalam Rapat Tingkat

Tinggi Pengendalian Inflasi pada tanggal 22 Januari 2018. Realisasi inflasi Hari Besar Keagamaan

Nasional (HBKN) tahun 2018, tercatat mencapai 0,59% (bulan-ke-bulan) terendah dibandingkan inflasi

saat HBKN dalam 7 tahun terakhir.

REALISASI INFLASI 2014 - 2018

Sumber : BPS, diolah.

9

Selain itu, pencapaian di tahun 2018 juga ditandai dengan penguatan koordinasi antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Terlaksananya Rakornas Pengendalian Inflasi yang

dipimpin langsung oleh Presiden RI pada tanggal 26 Juli 2018; penambahan jumlah TPID menjadi 539

TPID; penetapan peta jalan Pengendalian inflasi nasional 2019-2021 pada tanggal 21 Desember 2018

adalah sebagian diantaranya. Dalam rangka peningkatan kualitas data dan inflormasi, pada tahun

2018 juga telah dilakukan pengembangan data harga produsen untuk melengkapi data dan informasi

harga konsumen pada Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (www.hargapangan.id);

pembaharuan website resmi TPIN; koordinasi peningkatan kualitas statistik inflasi, khususnya untuk

tarif angkutan udara dan tarif pulsa ponsel.

2.1.2 Rencana Kegiatan Tahun 2019

Kegiatan strategis pengendalian inflasi pada tahun 2019 difokuskan pada upaya untuk

melanjutkan upaya memperkuat implementasi kebijakan melalui sinergi kebijakan pemerintah pusat

dan pemerintah daerah, penguatan data dan informasi, sinkronisasi peta jalan pengendalian inflasi

nasional 2019-2021 dengan peta jalan di tingkat provinsi. Selain itu, dalam rangka implementasi peta

jalan tersebut, akan disusun panduan penguatan cadangan pangan serta disagregasi Survei Biaya

Hidup 2018.

Di bidang penguatan koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pada tahun 2019

akan dilaksanakan Rakornas yang dipimpin oleh Bapak Presiden pada bulan Juli tahun 2019,

mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk menyusun Permendagri tentang pembinaan TPID, dan

melanjutkan capacity building TPID. Selain itu, dalam rangka peningkatan kualitas statistik Inflasi, akan

dilakukan tindak Lanjut Penyempurnaan Standar Kualitas Beras serta koordinasi penyusunan

disagregasi survei biaya hidup (SBH) BPS dalam 2018.

2.2 INSENTIF FISKAL

Sebagai langkah konkret dalam stimulasi peningkatan investasi, Pemerintah menetapkan

perbaikan kebijakan mengenai tax holiday untuk mendorong investasi pada industri pionir dari hulu

hingga hilir melalui perluasan cakupan bidang usaha yang berhak mendapatkan tax holiday. Selain itu,

prosedur pengajuan dan pemberian fasilitas tax holiday juga telah diselaraskan dengan skema Online

Single Submission sehingga Wajib Pajak mendapatkan kepastian secara cepat dan dapat segera

merealisasikan investasinya di Indonesia.


Dalam rangka mendorong peningkatan nilai investasi di Indonesia melalui investasi langsung

pada industri pionir dari tingkat hulu hingga tingkat hilir, Pemerintah telah memperluas cakupan

bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan (tax holiday) serta

melakukan penyelarasan pelaksanaan dengan sistem Online Single Submission (OSS), dengan

menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150 Tahun 2018 tentang perubahan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan

Badan, pada bulan November 2018.

10

Pemberian fasilitas tax holiday yang semula diberikan kepada 17 sektor usaha kini diperluas

menjadi 18 sektor usaha dengan jumlah cakupan 169 KBLI. Kriteria industri pionir yang digunakan

dalam kebijakan perluasan cakupan fasilitas tax holiday tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu industri yang memiliki keterkaitan luas, memberi

nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai

strategis bagi perekonomian nasional.

Perluasan sektor usaha yang diberikan meliputi:

1. Penambahan dua sektor usaha (yaitu sektor industri pengolahan berbasis hasil pertanian,

perkebunan, dan kehutanan; serta sektor ekonomi digital); dan

2. Penggabungan dua sektor usaha dalam PMK 35 Tahun 2018 (yaitu sektor komponen utama

komputer dan sektor komponen utama smartphone menjadi sektor komponen utama

peralatan elektronika/telematika).

Berdasarkan perluasan sektor tersebut, maka sektor-sektor yang dapat diberikan fasilitas tax

holiday menjadi sebagai berikut:

No SEKTOR INDUSTRI

1 Industri logam dasar hulu:

a. besi baja; atau

b. bukan besi baja,

tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi

2 Industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta

turunannya yang terintegrasi

3 Industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam atau batubara tanpa atau beserta

turunannya yang terintegrasi

4 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau

kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi

5 Industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi

6 Industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi

7 Industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi

8 Industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika, seperti

semiconductor wafer, backlight untuk Liquid Crystal Display (LCD), electrical driver,

atau display

9 Industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin

10 Industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-

mesin manufaktur

11 Industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik

12 Industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor

11

13 Industri pembuatan komponen utama kapal

14 Industri pembuatan komponen utama kereta api

15 Industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang

industri dirgantara

16 Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang

menghasilkan bubur kertas (pulp) tanpa atau beserta turunannya

17 Infrastruktur ekonomi

18 Ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting, dan kegiatan yang

berhubungan dengan itu

Pelaku usaha yang telah memenuhi kriteria bidang usaha (KBLI) untuk mendapatkan fasilitas

tax holiday diberikan notifikasi mendapat fasilitas tax holiday dengan jangka waktu sesuai nilai

investasi yang ditanamkan oleh sistem OSS. Sistem OSS selanjutnya meneruskan kepada sistem

Direktorat Jenderal Pajak untuk diproses penerbitan surat keputusan penetapan pemberian fasilitas

tax holiday.

Berikut skema pemberian fasilitas tax holiday:

Nilai Investasi Jangka Waktu/Pengurangan PPh

Rp500 miliar s.d. kurang dari Rp1 triliun 5 th: 100%

Rp1 triliun s.d. kurang dari Rp5 triliun 7th: 100%



Minimal Rp 30 triliun 20th: 100%

Setelah jangka waktu tax holiday berakhir, pelaku usaha diberikan pengurangan PPh sebesar 50

persen selama 2 tahun.

Selain insentif tax holiday, Pemerintah juga mendorong pelaku usaha yang telah memenuhi

kriteria bidang usaha (KBLI) pada fasilitas tax holiday dengan nilai investasi antara Rp 100 miliar hingga

kurang dari Rp 500 miliar. Fasilitas yang diberikan adalah pengurangan PPh badan sebesar 50 persen

selama 5 tahun.

Untuk mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah, Pemerintah telah menerbitkan

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dalam rangka memberikan kemudahan dan

kesederhanaan kepada pelaku usaha dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, atas

penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh pelaku usaha yang memiliki peredaran bruto

tertentu dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan jangka waktu tertentu. Pemberlakuan

12

jangka waktu tertentu dimaksudkan sebagai masa pembelajaran bagi pelaku usaha untuk dapat

menyelenggarakan pembukuan sebelum dikenai Pajak Penghasilan dengan rezim umum. Penyesuaian

Pajak Penghasilan tersebut diatur menjadi 0,5 persen dari semula 1 persen yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

2.2.2 Rencana Kerja Tahun 2019

Sebagai langkah konkret stimulasi peningkatan investasi, maka akan dilakukan finalisasi dan

tindak lanjut terkait beberapa insentif fiskal lain yang telah disusun untuk mendorong investasi, yaitu:

No Insentif Fiskal Fasilitas yang Diberikan Keterangan

1 Tax Allowance Fasilitas yang diberikan berupa:

- Pengurangan penghasilan

neto sebesar 30% dari nilai

penanaman modal

- Penyusutan dan amortisasi

yang dipercepat

- Pengenaan PPh atas dividen

sebesar 10% atau sesuai P3B

(mana yang lebih rendah);

serta

- Kompensasi kerugian yang

lebih panjang dari 5 tahun dan

maksimal 10 tahun.

Diberikan untuk mendorong

penanaman modal atau

perluasan usaha sektor

tetentu dan daerah tertentu,

sehubungan dengan

penyusunan revisi PP Nomor

18 Tahun 2015 tentang

Fasilitas Pajak Penghasilan

untuk Penanaman Modal di

Bidang-bidang Usaha

Tertentu dan/atau di

Daerah-daerah Tertentu.

Fasilitas ini diberikan kepada

industri tertentu dengan

kriteria:

- memiliki nilai investasi

yang tinggi atau untuk

ekspor;

- memiliki penyerapan

tenaga kerja yang besar;

atau

- memiliki kandungan lokal

yang tinggi.

2 Super Deduction untuk

kegiatan Litbang dan

vokasi

Bentuk fasilitas pajak Litbang

berupa:

- pengurangan pajak

penghasilan sebesar 100% riil

biaya Litbang di Indonesia; dan

- tambahan pengurangan pajak

penghasilan neto paling tinggi

sebesar 200% dari riil litbang

di Indonesia.

Fasilitias pajak Litbang

diberikan kepada Wajib

Pajak yang melakukan

kegiatan kegiatan penelitian

dan pengembangan tertentu

di Indonesia.

Sementara itu, fasilitas pajak

Vokasi diberikan kepada

Wajib Pajak yang melakukan

13

Sementara bentuk fasilitas pajak

vokasi berupa:

- pengurangan pajak

penghasilan sebesar 100% riil

biaya dalam rangka kegiatan

penyediaan praktik kerja dan

pemagangan; dan

- tambahan pengurangan pajak

penghasilan neto sebesar

100% dari riil biaya dalam

rangka kegiatan penyediaan

praktik kerja dan

pemagangan.

kegiatan kegiatan

pendidikan dan pelatihan

vokasi dalam rangka

pembinaan dan

pengembangan sumber

daya manusia berbasis

kompetensi tertentu.

3 Investment Allowance

60%

Fasilitas berupa pengurangan

penghasilan neto sebesar 60%

(enam puluh persen) dari jumlah

penanaman modal berupa

aktiva tetap berwujud termasuk

tanah yang digunakan untuk

kegiatan utama usaha, yang

dibebankan selama 6 (enam)

tahun masing-masing sebesar

10% (sepuluh persen) pertahun.

Diberikan kepada Wajib

Pajak badan dalam negeri

yang melakukan penanaman

modal baru atau perluasan

usaha pada bidang usaha

tertentu yang:

- menyerap banyak tenaga

kerja; dan

- tidak mendapatkan

fasilitas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal

31A UU PPh atau fasilitas

sebagaimana dimaksud

pada poin di atas.

4 Insentif Investasi untuk

Kawasan Ekonomi Khusus

(KEK)

Fasilitas pengurangan PPh

badan sebesar:

- 100% dalam jangka waktu 5

tahun hingga 20 tahun untuk

nilai investasi di atas Rp 100

miliar; dan

- 50% dalam jangka waktu 5

tahun untuk nilai investasi Rp

20 miliar hingga < Rp 100

miliar.

DIberikan untuk kegiatan

utama di Kawasan Ekonomi

Khusus (KEK)

2.3 STRATEGI NASIONAL KEUANGAN INKLUSIF (SNKI)

Dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan, pemerintah

memandang perlu menetapkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif, yang akan menjadi pedoman

langkah-langkah strategis kementerian/lembaga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang

inklusif, percepatan penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan antarindividu dan

antardaerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kebijakan ini tertuang

14

dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan

Inklusif atau SNKI.

SNKI berfungsi sebagai pedoman bagi menteri dan pimpinan lembaga dalam menetapkan

kebijakan sektoral yang terkait dengan SNKI, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis di

bidang tugas masing-masing sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN); dan pedoman bagi gubernur dan bupati/walikota dalam menetapkan kebijakan daerah yang

terkait dengan SNKI pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Dalam pelaksanaannya, SNKI mempunyai tugas untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi dan

mengarahkan langkah-langkah dan kebijakan untuk penyelesaian permasalahan dan hambatan

pelaksanaan SNKI, serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan SNKI.


Capaian kinerja keuangan inklusif Indonesia mengacu pada hasil survei Global Findex yang

dilakukan oleh World Bank setiap tiga tahun sekali, atau survei keuangan inklusif yang dilakukan oleh

pihak lain dengan metodologi yang sama. Berdasarkan survei World Bank Global Findex 2017,

Indonesia mengalami peningkatan jumlah kepemilikan rekening penduduk dewasa dari 36% di tahun

2014 menjadi 49% di tahun 2017. Peningkatan ini merupakan yang tertinggi di wilayah Asia Timur dan

Pasifik. Di Indonesia, kepemilikan rekening oleh perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki, yaitu

perempuan 51% dan Laki-laki 46%.

Perpres 82/2016 mentargetkan 75% penduduk dewasa memiliki akses layanan keuangan

formal di tahun 2019. Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif sedang melakukan survei

keuangan inklusif Indonesia tahun 2018 yang hasilnya akan diperoleh sekitar bulan April 2019.

Estimasi tingkat keuangan inklusif Indonesia tahun 2018 adalah sebesar 62%.

15

TINGKAT LITERASI KEUANGAN

Sumber : Global Findex World Bank

Salah satu hasil penting dari survei Global Findex tahun 2017 adalah diketahui alasan mengapa

penduduk dewasa tidak memiliki rekening di lembaga keuangan. Sebanyak 72% menyatakan karena

tidak memiliki uang yang cukup, sepertiga dari mereka menyatakan karena jarak, 32% menyatakan

karena biaya administrasi, dan 25% orang dewasa di Indonesia menyatakan karena tidak memiliki

dokumen yang dipersyaratkan, menjadi kendala penduduk dewasa tidak memiliki rekening di bank.

Potensi percepatan keuangan inklusif dapat dilakukan dengan mengadopsi teknologi digital

secara masif. Hasil survei Global Findex tahun 2017 menyatakan 77% penduduk dewasa memiliki

telepon seluler, namun 64% dari mereka belum memiliki rekening bank; sebanyak 32% penduduk

dewasa memiliki akses ke internet; dan sebanyak 35% penduduk dewasa sudah melakukan

pembayaran secara non tunai.

Sepanjang semester pertama 2018, Lembaga Perbankan telah mendukung program Keuangan

Inklusif melalui penambahan titik akses layanan keuangan berupa peningkatan jumlah ATM dan agen

bank. Jumlah kantor bank relatif stabil dalam periode yang sama.


Mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang SNKI yang mentargetkan

75% penduduk dewasa memiliki akses layanan keuangan formal di tahun 2019, dan

mempertimbangkan potensi percepatan keuangan inklusif melalui diantaranya adopsi teknologi

digital secara lebih masif, maka dicanangkan strategi percepatan keuangan inklusif berupa:

No Program Kerja Perkembangan

1 Adopsi Teknologi dan Inovasi dalam

Layanan Keuangan

1. Penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH)

secara non tunai

2. Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

20%

36%

49%

62%

75%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

2011 2014 2017 2018 2019

T

A

R

G

E

T

P

R

O

Y

E

K

S

I

16

3. Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan

(KUSUKA)

4. Perluasan Pilot Project Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) non tunai

5. Pengembangan Integrasi Sistem Pembayaran

Elektronik Sektor Transportasi

6. Pilot Project Penggunaan Bantuan Dana Desa

Secara non tunai

7. Pengembangan Program Transaksi Non Tunai

pada Pemerintah Daerah

8. Revitalisasi Pasar termasuk Pengembangan

Ekosistem Pembayaran Non Tunai

9. Implementasi elektronifikasi pembayaran jalan

tol

10. Penyediaan Asuransi sektor Pertanian,

Peternakan, dan Perikanan

11. Proyek Percontohan: Pemanfaatan Rekening

Bank, penciptaaan Ekosistem Digital untuk

segmen Nelayan, PMI dan Keluarga PMI

2 Menciptakan sinergi bank dengan

lembaga non-bank

1. Proyek Percontohan: Perluasan Agen Bank

dengan Pemanfaatan agen Non Bank (Fintech,

Telkos)

2. Penyusunan konsep pembukaan emoney atau

rekening ponsel wajib untuk tiap sim card

3 Pemberdayaan koperasi simpan

pinjam

1. Penerapan Responsible Finance berupa prinsip

keuangan bertanggungjawab bagi seluruh

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) baik

konvensional maupun syariah. Piloting

merupakan kerjasama Kemenkop UKM dengan

Bank Dunia

2. Proyek percontohan desa digital bekerjasama

dengan Koperasi simpan pinjam/LKM.

4 Penguatan infrastruktur keuangan

inklusif

1. Melanjutkan pengembangan Geospatial Map

skala Nasional

2. Pilot Know Your Customer (KYC) Elektronik

3. Analisis regulasi KYC Elektronik menggunakan

data biometric

4. Proyek peningkatan penggunaan tabungan

oleh nasabah BSA Bank BTPN dengan

Behavioural Insights Team

5. Reviu peraturan eKYC.

5 Peningkatan kesadaran dan literasi

masyarakat

1. Program Gerakan Indonesia menabung dan

Hari Indonesia Menabung 2019

17

2. Sosialisasi untuk peningkatan pemahaman

tentang perlindungan konsumen jasa sistem

pembayaran kepada stakeholder terkait

3. Penguatan personil institusi perlindungan

konsumen

4. Kajian perihal perlindungan konsumen sektor

jasa keuangan

5. Penyelesaian pengaduan terhadap layanan

jasa keuangan

6 Mempercepat sertifikasi hak properti

masyarakat

1. Pemantuan target 9 juta sertifikasi di tahun

2019,

2. Pengoptimalan sertifikat tanah agar dapat

digunakan sebagai agunan/jaminan kredit

2.4 KREDIT USAHA RAKYAT Pelaku usaha skala mikro, kecil, menengah dan koperasi menempati bagian terbesar dari

seluruh aktivitas ekonomi rakyat Indonesia mulai dari petani, nelayan, peternak, petambang,

pengrajin, pedagang, dan penyedia berbagai jasa. Hingga saat ini, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

(UMKM) masih merupakan salah satu sektor unggulan yang dapat menopang perekonomian

Indonesia. Hal ini terbukti dari kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan

penyerapan tenaga kerja serta ekspor yang cukup besar.

Selain sumbangsih yang besar terhadap perekonomian Indonesia, UMKM juga merupakan

salah satu solusi untuk mengurangi ketimpangan maupun kesenjangan pendapatan masyarakat

Indonesia, karena sektor ini mempunyai ketahanan ekonomi yang tinggi. Salah satu program prioritas

pemerintah dalam meningkatkan akses pembiayaan UMKM kepada lembaga keuangan dengan pola

penjaminan adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Arah kebijakan di bidang UMKM dan koperasi dalam periode 2015-2019 adalah meningkatkan

daya saing UMKM dan koperasi sehingga mampu tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan

skala yang lebih besar (“naik kelas”) dalam rangka mendukung kemandirian perekonomian nasional.

Strategi pembangunan yang akan dilaksanakan adalah melalui Peningkatan kualitas sumber daya

manusia, Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan, Peningkatan nilai tambah

produk dan jangkauan pemasaran, Penguatan kelembagaan usaha, dan Peningkatan kemudahan,

kepastian dan perlindungan usaha.

Memperhatikan arah kebijakan peningkatan daya saing UMKM tersebut, Presiden telah

menetapkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor

19 Tahun 2015. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian dan beranggotakan para menteri/kepala lembaga terkait dengan tugas untuk

merumuskan dan menetapkan kebijakan pembiayaan bagi UMKM termasuk penetapan prioritas

bidang usaha, melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi

UMKM, dan mengambil langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam

pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM.

18

Pada akhir tahun 2017, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menetapkan Peraturan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan

Kredit Usaha Rakyat yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2018. Dalam peraturan tersebut,

terdapat 12 ketentuan baru yaitu terkait penurunan suku bunga, kelompok usaha sebagai penerima

KUR, skema KUR Khusus, pengaturan minimum porsi penyaluran KUR ke sektor produksi, skema KUR

multisektor, mekanisme pembayaran yarnen, perubahan istilah KUR Ritel menjadi KUR Kecil, jumlah

plafon KUR Mikro untuk sektor produksi, penyaluran KUR bersamaan dengan kredit lain yang

dibolehkan, struktur biaya KUR Penempatan TKI, KUR untuk masyarakat perbatasan, dan KUR untuk

optimalisasi KUBE.

Dengan penetapan plafon maksimal KUR pada tahun 2018 sebesar Rp 120 triliun, diharapkan

dapat memberikan kemudahan pemberian kredit kepada UMKM khususnya di sektor pertanian,

kelautan dan perikanan, industri pengolahan, kontruksi dan sektor jasa produksi, serta penempatan

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.


Dalam perkembangannya, program KUR telah mengalami perubahan dari sisi regulasi dan

skema untuk mempermudah akses pembiayaan bagi sektor-sektor produksi, salah satunya sektor

pertanian. Salah satu perubahan yang ditetapkan pemerintah untuk mendukung penyaluran KUR

adalah penurunan suku bunga.

Pada tahun 2015-2016, suku bunga yang ditetapkan adalah 12%. Lalu, suku bunga KUR ini

diturunkan ke level single digit sebesar 9% (2017) dan 7% (2018). Penurunan suku bunga KUR single

digit ini dilakukan sesuai dengan arahan Presiden agar mempercepat penyaluran KUR.

Fitur KUR, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Nomor 11 Tahun 2017 sebagaimana diubah dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR, diringkas pada tabel

dibawah ini:

Uraian KUR Mikro KUR Kecil

KUR

Penempatan

TKI

KUR Khusus

Suku Bunga 7% efektif per tahun 7% efektif per

tahun

7% efektif per

tahun

7% efektif per tahun

Subsidi Bunga 10,5% 5,5% 14% 5,5%

Batas

maksimum per

akad kredit

Rp 25 juta Diatas Rp 25 juta

s.d.

Rp 500 jt

Rp 25 juta Diatas Rp 25 juta s.d. Rp

500 jt

Total plafon

maksimum per

debitur

‒ Tidak ada

pembatasan

akumulasi plafon

untuk KUR sektor

produksi, dgn maks.

Rp 25jt per siklus

produksi.

Rp 500 juta Rp 25 juta Rp 500 juta

19

‒ Maks. Rp 100 juta

untuk sektor non

produksi.

Jangka Waktu ‒ KMK = Paling lama 3

tahun dan jika suplesi

dapat diperpanjang

menjadi 4 tahun

‒ KI = Paling lama 5


dapat diperpanjang

menjadi 7 tahun

‒ KMK = Paling

lama 4 tahun

dan jika suplesi

dapat

diperpanjang

menjadi 5

tahun

‒ KI = Paling lama

5 tahun dan

dapat

diperpanjang

menjadi 7

tahun

Paling lama

sama dengan

masa kontrak

kerja dan tidak

melebihi jangka

waktu

maksimum

yaitu 3 tahun.

‒ KMK = Paling lama 4


dapat diperpanjang

menjadi 5 tahun.

‒ KI = Paling lama 5 tahun

dan jika suplesi dapat

diperpanjang menjadi 7

tahun.

‒ Grace period diserahkan

kepada masing – masing

Penyalur.

Kategori

Penerima KUR

individu/

perseorangan, badan

usaha, dan kelompok

usaha yang melakukan

usaha yang produktif

individu/

perseorangan,

badan usaha, dan

kelompok usaha

yang melakukan

usaha yang

produktif

individu/

perseorangan

calon Tenaga

Kerja Indonesia

yang akan

bekerja di luar

negeri dan

calon pekerja

magang di luar

negeri

individu/ perseorangan,

badan usaha, dan

kelompok usaha yang

melakukan usaha yang

produktif

Sektor yang

dibiayai

Semua sektor ekonomi yang sesuai dengan

ketentuan KUR

Jasa

penempatan

TKI

KUR Khusus merupakan

KUR yang diberikan

kepada kelompok yang

dikelola secara bersama

dalam bentuk klaster

dengan menggunakan

mitra usaha untuk

komoditas perkebunan

rakyat, peternakan rakyat

dan perikanan rakyat

(termasuk pengadaan

kapal nelayan).

Upaya pemerintah untuk mempercepat penyaluran KUR melalui single digit menunjukkan

hasil sesuai dengan yang diharapkan. Sejak suku bunga KUR diturunkan menjadi 7%, penyaluran KUR

pada tahun 2018 sudah mencapai Rp 120 T dgn NPL 0,24% (96,6% dari target tahun 2018 sebesar Rp

123,801 T). Penyaluran KUR masih didominasi untuk skema KUR Mikro (65,7%) diikuti dengan skema

20

KUR Kecil (34%) dan KUR TKI (0,3%). Kinerja ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap

pemerataan akses pembiayaan untuk usaha kecil.

Penyaluran KUR menurut wilayahnya masih didominasi di Pulau Jawa, dengan porsi

penyaluran sebesar 55%, diikuti dengan Sumatera 19,3% dan Sulawesi 11.1%. Kinerja penyaluran KUR

per provinsi tersebut sesuai dengan sebaran UMKM di Indonesia. Sementara menurut sektor

ekonominya, penyaluran KUR untuk sektor produksi (pertanian, perikanan, industri, konstruksi, dan

jasa - jasa) tercatat sebesar 45,6% (target porsi penyaluran KUR sektor produksi tahun 2018 sebesar

50%). Dalam pengembangannya kedepan, KUR ini juga diperluas ke beberapa sektor produksi lain,

seperti peremajaan sawit, karet, nelayan, dan kerajinan tangan.


Melanjutkan kebijakan umum yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya, di tahun 2019

pemerintah akan menambah skema KUR dengan perluasan ke beberapa sektor dengan target

penyaluran KUR di sektor produksi sebesar minimal 60% dari total penyaluran KUR. Kebijakan ini

didukung dengan peningkatan total plafon KUR tahun 2019 sebesar Rp 140 Triliun atau sebesar

kemampuan anggaran subsidi bunga KUR sebesar Rp 11,979 Triliun pada tahun 2019 di APBN, dengan

tingkat Suku bunga KUR tetap sebesar 7% efektif per tahun dan dengan Subsidi bunga KUR masing –

masing skema sama dengan tahun 2018 yaitu KUR Mikro: 10,5%; KUR Kecil: 5,5%; dan KUR

Penempatan TKI: 14% (termasuk collection fee).

21

3. PROGRAM PRIORITAS BIDANG PANGAN DAN PERTANIAN

3.1 STABILISASI HARGA PANGAN Dalam RPJMN 2015-2019 disebutkan bahwa untuk tetap meningkatkan dan memperkuat

kedaulatan pangan, salah satu sasaran utama prioritas nasional bidang pangan periode 2015-2019

adalah terwujudnya peningkatan distribusi dan aksesibilitas pangan. Muara dari sasaran utama

tersebut adalah menjaga tingkat daya beli melalui Program Prioritas Stabilisasi Harga Pangan.

Arah Kebijakan Pangan tergambar pada Prioritas Nasional ke-4 (PN04), yaitu Pemantapan

Ketahanan Energi, Pangan dan Sumber Daya Air, yang secara spesifik digambarkan pada Program

Prioritas (PP) ke-2, yaitu Peningkatan Produksi, Akses, dan Kualitas Konsumsi Pangan, yang dijabarkan

menjadi Kegiatan Prioritas (KP) antara lain: (1) Peningkatan Penyediaan Pangan Hasil Pertanian dan

Perikanan; (2) Penguatan Kelembagaan serta Layanan Pertanian dan Perikanan; (3) Peningkatan

Kualitas Konsumsi Pangan; (4) Penyediaan Sarana Prasarana Pertanian dan Perikanan; serta (5)

Penguatan Cadangan dan Stabilisasi Harga Pangan.

Upaya menjaga kestabilan harga pangan dilakukan melalui kegiatan sinkronisasi, koordinasi,

dan pengendalian kebijakan. Tujuan umum pelaksanaan sinkronisasi, koordinasi, dan pengendalian

kebijakan stabilitas harga pangan adalah menjaga stabilitas ketersediaan dan harga pangan. Pangan

yang tercakup di sini antara lain beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam

ras, cabe, bawang merah dan ikan. Secara makro, sasaran program prioritas ini adalah menjaga tingkat

inflasi pangan kurang dari 5%.

3.1.1 Capaian Kinerja Tahun 2018 Pada tahun 2015-2018, inflasi bahan makanan (bulan-ke-bulan) pada umumnya positif di awal

dan akhir tahun serta pada saat bulan Ramadhan dan Lebaran. Inflasi bahan makanan pada tahun

2018 (tahun-ke-tahun) sebesar 3,41% relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2015 (4,93%) dan tahun

2016 (5,69%), dan sedikit diatas tahun 2017 (1,26%), namun masih sesuai dengan target inflasi pangan

kurang dari 5%.

Berbagai kebijakan yang digulirkan pada tahun 2018 antara lain:

1. Menetapkan kebijakan fleksibilitas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah/beras

sejalan dengan amanat Perpres 48 tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perusahaan

Umum (Perum) Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional

2. Melakukan revisi harga acuan produk pangan yang meliputi jagung, kedelai, gula, bawang

merah, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.

3. Menetapkan kebijakan penguatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 1 – 1,5 juta

ton.

4. Menetapkan pengendalian importasi pangan dalam rangka memperkuat cadangan dan

stabilisasi harga. Salah satu contohnya adalah menugaskan Perum BULOG untuk

melakukan impor beras sebesar 2 juta ton, impor jagung sebesar 100.000 ton dan impor

daging kerbau sebesar 100.000 ton.

22

5. Mengembangkan Model Klaster Bisnis Padi dengan persiapan percontohan Klaster Bisnis

Padi, yaitu Kabupaten Ponorogo Jawa Timur, Kab. Karanganyar Jawa Tengah, Kab. Mesuji

Lampung, Kab. Barru Sulawesi Selatan, dan Kab. Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan.

6. Melakukan Inisiasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Dryer dan Peternakan

Pemberian KUR untuk pengering (dryer) padi dan peternak ayam ras.

3.1.2 Rencana Kerja Tahun 2019 Dalam rangka menjaga stabilitas harga pangan, maka diusulkan beberapa kegiatan yang akan

dijalankan pada tahun 2019, antara lain:

1. Melakukan koordinasi dalam penyediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan

penyempurnaan neraca pangan.

2. Melanjutkan program implementasi penyaluran KUR untuk Dryer, Peternak dan Nelayan

yang selama ini telah memberikan dampak positif pada masyarakat.

3. Melanjutkan pengembangan Model Klaster Bisnis Padi dan Budidaya Padi pada Lahan

Rawa.

4. Mengembangkan industri sapi potong yang diarahkan kepada industri off farm

(penggemukan) dan industri Rumah Potong Hewan (RPH).

5. Mengembangkan Perunggasan Nasional melaui Penyusunan National Stock Replacement

GPS Ayam Ras Broiler dan Layer.

6. Mengkoordinasikan penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pulau

Karantina dan Rancangan Peraturan Presiden tentang Lahan Sawah yang dilindungi.

7. Melakukan koordinasi kebijakan pengembangan industri rumput laut nasional.

8. Mendorong implementasi Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN).

9. Melakukan koordinasi kebijakan sarana dan prasarana pertanian (pupuk, benih, dan

alsintan)

3.2 PROGRAM PEREMAJAAN SAWIT RAKYAT (PSR)

Dalam rangka keberlanjutan produksi, Pemerintah melakukan peremajaan tanaman sawit

melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Program PSR merupakan upaya pengembangan

perkebunan dengan melakukan penggantian tanaman tua atau tidak produktif dengan tanaman baru,

baik secara keseluruhan maupun secara bertahap yang dikelola secara berkelanjutan sesuai dengan

prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP). Peremajaan diperuntukan juga bagi tanaman sawit

petani (pekebun) yang tidak pernah berbuah karena kesalahan penggunaan bibit dan yang

produktivitasnya sudah rendah (kurang dari 10 ton/hektare/tahun).

Tanpa penambahan luas areal perkebunan yang telah ada dengan dilakukannya PSR,

perbaikan tata kelola, peningkatan akses terhadap informasi, sumber pendanaan, pasar serta

kepastian legalitas lahan diharapkan dalam 3-4 tahun mendatang produksi minyak kelapa sawit (CPO)

akan meningkat 2 kali lipat.


Pada tahun 2018 target PSR adalah 185.000 ha. Realisasi total dana PSR yang telah disalurkan

sebesar Rp 395,34 Miliar kepada 7.209 pekebun dengan total luas lahan seluas 15.813 ha yang

23

tersebar di 8 Provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,

Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.

Total dana PSR yang sedang dilakukan proses penyaluran yang berasal dari rekomendasi

teknis dari Kementerian Pertanian tahun 2018 yang belum disalurkan dan rekomendasi teknis Tahun

2019 sebesar Rp 782,19 Miliar kepada 13.723 pekebun dengan total luas lahan 31.290 ha yang

tersebar di 16 provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,

Bangka Belitung, Bengkulu, Banten, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,

Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.


Melakukan koordinasi dan monitoring pelaksanaan PSR seluas 200.000 ha, yang meliputi

daerah-daerah sentra perkebunan kelapa sawit sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun 2018.

Dalam rangka mempercepat pencapaian target PSR, maka diusulkan beberapa kebijakan sebagai

berikut:

1. Melakukan monitoring pelaksanaan verifikasi pekebun yang dilakukan melalui 2 pintu.

2. Melakukan monitoring pelaksanaan penggunaan aplikasi berbasis digital (online dan

offline) untuk proses entry data proses verifikasi pekebun, sehingga progresnya dapat

dicek secara real time.

3. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyaluran dana PSR.

4. Mengkoordinasikan penyederhanaan syarat untuk mendapatkan rekomendasi teknis.

24

4. PROGRAM PRIORITAS BIDANG PENGELOLAAN ENERGI, SUMBER

DAYA ALAM, DAN LINGKUNGAN

4.1 REFORMA AGRARIA

Visi pembangunan jangka panjang yang ingin dicapai adalah “Indonesia yang maju, mandiri,

adil dan makmur”. Untuk mewujudkan cita-cita nasional ini, pemerataan dan keadilan ekonomi

menjadi hal penting yang harus diselesaikan. Pertumbuhan ekonomi saja tidaklah cukup, tetapi harus

dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut berkualitas, inklusif, dan merata untuk seluruh

lapisan masyarakat.

Dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional tersebut, pada bulan April tahun 2017 Presiden

telah mencanangkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi, dengan bertumpu kepada tiga pilar besar, yaitu

penyediaan lahan, penyediaan kesempatan berusaha, dan peningkatan keterampilan. Ketiga pilar

tersebut dilaksanakan terutama melalui program Reforma Agraria. Salah satu instrumen penting

dalam penyediaan Tanah Obyek Reforma Agraria adalah melalui Penyelesaian Penguasaan Tanah

dalam Kawasan Hutan (PPTKH).

Instrumen lain kebijakan Pemerintah yang menjadi pendukung dalam pemerataan dan

keadilan ekonomi adalah melalui program Perhutanan Sosial. Beradasarkan Permen LHK Nomor 83

tahun 2016 program Perhutanan Sosial dilaksanakan melalui pemberian akses legal kepada

masyarakat setempat berupa Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat,

Kemitraan, Pengembangan Hutan Rakyat dan pemberian akses pembiayaan melalui pinjaman dana

bergulir untuk meningkatkan modal dan akses pasar. Program ini memiliki prinsip-prinsip dasar, di

antaranya adalah keadilan, keberlanjutan, kapasitas hukum, partisipatif, dan bertanggung gugat.

Reforma Agraria dimaknai sebagai penataan aset (asset reform) plus penataan akses (access

reform). Penataan aset dalam hal ini adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan,

penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui Penataan Aset dan disertai

dengan Penataan Akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Program Reforma Agraria ini bukan hanya sekedar bagi-bagi tanah. Melalui program Reforma

Agraria ini, pemerintah tidak hanya memberikan hak milik atas lahan kepada petani tetapi juga

sekaligus memberikan akses permodalan, pasar, serta keterampilan yang diperlukan. Penggarap atau

petani akan mendapatkan dukungan, baik melalui Dana Desa atau sumber lainnya, mulai dari

penyediaan alat produksi pertanian, bibit unggul, penyediaan fasilitas paska panen seperti pengering

ataupun gudang, fasilitas penyediaan Kredit Usaha Rakyat dan mendapatkan jaminan pemasaran

untuk hasil produksinya, dengan menugaskan BUMN dan perusahaan besar untuk menjadi avails,

offtaker dan memberikan pendampingan.

Untuk meningkatkan skala ekonomi, pemanfaatan tanah obyek reforma agraria dilaksakanan

melalui sistem klaster. Dengan sistem klaster ini, lahan dikelola secara berkelompok dengan satu jenis

komoditas unggulan tertentu, misalnya sengon dan jagung, sehingga usaha tani tersebut memiliki

daya saing dan mencapai skala ekonomi, serta produktivitas yang cukup. Satu klaster bisa saja terdiri

dari dua atau tiga desa, tergantung dari luas lahan yang ada serta jumlah petani yang tinggal di desa-

desa tersebut. Dengan sistem klaster, kita akan melakukan transformasi sistem pertanian yang

bersifat subsisten menuju pertanian yang bersifat komersial.

25


Hingga tahun 2018 dari total target program Reforma Agraria dengan rincian 4,5 juta Ha untuk

legalisasi aset dan 4,5 juta Ha untuk redistribusi aset, telah direalisasikan seluas lebih kurang 5,62 juta

Ha dengan rincian 3,26 Juta Ha untuk legalisasi aset dan 2,36 juta Ha untuk redistribusi aset. Rincian

realisasi dari tiap tahunnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Rincian Realisasi Reforma Agraria

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan/Kementerian Agraria dan Tata Ruang

*)Menggunakan asumsi satu bidang sertifikat tanah setara dengan 0,195 Ha.

**)Alokasi redistribusi tanah dari ex-kawasan hutan seluas 2,15 juta Ha masih dalam proses verifikasi data dan peta oleh ATR/BPN untuk

proses penerbitan sertifikat hak tanah.

Untuk Percepatan Penyelesaian Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH) hingga November

2018 telah dilakukan pembahasan rekomendasi PPTKH dari Gubernur kepada Tim Percepatan untuk

8 Provinsi dan 38 Kabupaten dengan total luasan rekomendasi 111 ribu Ha. Rincian hasil pembahasan

tersebut terdapat pada tabel di bawah ini

Tabel Pembahasan Inver PPTKH

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup

Sedangkan dalam hal perhutanan sosial, hingga Desember 2018 telah direalisasikan

penyerahan SK Perhutanan Sosial dengan total luasan 2,22 Juta Ha.

PB PS TMKH RESLuas Total

(Ha)PB PS TMKH RES Total

1 Bangka Belitung 1,898.26 4,941.02 8.30 6,847.58 1,890.59 4,948.69 8.30 6,847.58

2 Kalimantan Tengah 23,177.11 4,107.57 27,284.68 14,852.29 7,584.12 22,435.96

3 Maluku Utara 27.53 - 27.53 26.63 - 26.63

4 Nusa Tenggara Barat 189.65 4,358.62 315.62 4,863.89 115.90 4,179.53 4,295.43

5 Nusa Tenggara Timur 2,938.17 1,417.95 4,356.12 2,453.60 339.88 2,793.48

6 Sulawesi Selatan 15,580.22 1,519.78 17,100.00 15,555.47 1,544.52 17,099.99

7 Sulawesi Tengah 4,395.24 13,286.96 17,682.20 4,395.24 13,286.96 17,682.20

8 Sulawesi Tenggara 17,737.52 15,213.63 32,951.15 17,506.71 12,435.79 29,942.50

Grand Total 65,943.70 44,845.53 315.62 8.30 111,113.15 56,796.43 44,319.49 8.30 101,123.77

Kabupaten

Rekomendasi Hasil Koordinasi Teknis Tim Pelaksana

No

26


Sasaran penerima manfaat Reforma Agraria adalah buruh tani, tani gurem, masyarakat adat,

nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan kecil, petambak garam kecil, penggarap tambak

garam, guru honorer, pekerja lepas, dan pedagang informal yang tidak memilki tanah. Dalam upaya

mewujudkan sasaran tersebut, rencana kerja di tahun 2019 adalah sebagai berikut:

1. Legalisasi Aset seluas 4,5 juta hektar, meliputi Sertifikasi Tanah Rakyat melalui Pendaftaran

Tanah Sistematis Langsung (PTSL) seluas 3,9 juta hektar, dan Sertifikasi Tanah Transmigrasi

seluas 0,6 juta hektar;

2. Redistribusi Aset seluas 4,5 juta hektar, meliputi tanah-tanah Ex-HGU dan Tanah Terlantar

seluas 0,4 juta hektar, serta Pelepasan Kawasan Hutan seluas 2,6 juta hektar, dan

Penyelesaian Penggunaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH) seluas 2,3 juta hektar.

3. Legalisasi akses lahan seluas 12,7 juta hektar lahan yang siap untuk dijadikan objek program

Perhutanan Sosial dengan pengusahaan hutan dalam periode tertentu baik dari lahan

Perhutani (Jawa) maupun dari lahan KLHK.

4. Target Perhutanan Sosial untuk tahun 2019 adalah seluas 2,5 juta Ha.

4.2 PROGRAM MANDATORI B20 Program Mandatori B20 adalah program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 20%

Biodiesel dengan 80% bahan bakar minyak jenis Solar. Standar dan mutu (spesifikasi) B20 harus

memenuhi Keputusan Direktur Jenderal Migas No. 28.K/10/DJM.T/2016 tentang Perubahan Kedua

atas Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 3675.K/24/DJM/2006 tentang Standar

dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri. Berdasarkan

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 12 tahun 2015 tentang tentang Perubahan

Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM No. 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata

Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

Melalui optimalisasi dan perluasan pemanfaatan B20 ini, diperkirakan akan terdapat

penghematan devisa mencapai sekitar USD 3 miliar, dan hal ini tentunya akan memberikan dampak

positif terhadap perekonomian nasional. Kelebihan dari Penggunaan biodiesel adalah sifatnya yang

terbarukan sehingga dapat diproduksi berulang kali, berorientasi pada sumber daya domestik dan

kadar emisinya lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar dari fosil.


Semenjak September 2018, tidak ada lagi produk B-nol (B0) di pasaran, dan

keseluruhannya sudah berganti dengan B20. Apabila Badan Usaha Bahan Bakar Minyak

(BBM) tidak melakukan pencampuran, dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN) tidak

dapat memberikan suplai Fatty Acid Methyl Ester (FAME) ke Badan Usaha BBM akan

dikenakan denda sebesar Rp. 6.000 per liter. Beberapa pengecualian dapat diberlakukan

terutama terhadap Pembangkit Listrik yang menggunakan turbine aeroderivative, alat

utama sistem senjata (alutsista), serta perusahaan tambang Freeport yang berlokasi di

ketinggian. Terhadap pengecualian-pengecualian yang disebutkan sebelumnya digunakan

B0 setara Pertadex.

27

Realisasi penyaluran FAME pada tahun 2018 (1 Januari s.d. 31 Desember) mencapai

3.275.161 KL, atau sekitar 81,3% dari alokasi sebesar 4.030.358 KL.

Pencapaian sektor Public Service Obligation (PSO) dari Januari-Desember mencapai

2.674.058 KL, atau 92,8% dari alokasi dan sektor Non PSO (September-Desember)

mencapai 601.103 KL, atau sekitar 52,3% dari alokasi.

Terdapat 11 BU BBN di sektor PSO dengan realisasi FAME ≥ 90%, sementara 8 BU BBN lain

mempunyai realisasi antara 75%-89%.

Di sektor Non PSO terdapat 2 BU BBN yang mempunyai realisasi penyaluran FAME 75%-

89%.

Perkiraan penghematan devisa melalui penggunaan FAME B20 selama Januari s.d

Desember sekitar USD 1,6 miliar.

Realisasi Penyaluran FAME PSO dan NPSO s/d 27 Desember 2018


Adapun target dan rencana kegiatan tahun 2019 adalah :

1. Melakukan Koordinasi dan Monitoring pelaksanaan target yang telah ditetapkan oleh

Pemerintah yakni alokasi FAME sebesar 6.197.101 KL, dengan BU BBN penyalur FAME

sebanyak 19 BU dan BU BBM penerima FAME serta penyalur B20 sebanyak 18 BU.

2. Alokasi dari PT. Pertamina sebesar 5.304.251 KL dan akan didistribusikan ke 29 titik serah.

Lima titik serah penerima alokasi terbesar di PT Pertamina adalah di Balikpapan Group

(18,5%), Surabaya (8,6%), Plaju/Panjang (8,1%), Jakarta Group (7,3%), dan Tj. Uban (6,0%).

Sisa sebesar 51,4% disalurkan ke 24 titik serah.

3. Penyederhanaan logistik untuk penyaluran FAME di PT. Pertamina dari semula 112 titik serah

menjadi 29 titik serah.

28

4. Penerima FAME dan penyalur B20 terbesar, yaitu titik serah Balikpapan Group, akan

menggunakan Floating Storage (FS) dengan menggunakan mekanisme Ship-to-Ship (STS), yang

kemudian akan menyalurkan B20 ke lokasi-lokasi di Kawasan Timur Indonesia.

29

5. PROGRAM PRIORITAS BIDANG EKONOMI KREATIF

KEWIRAUSAHAAN, DAN DAYA SAING KOPERASI, DAN UKM

5.1 SISTEM PERDAGANGAN NASIONAL BERBASIS ELEKTRONIK (Roadmap e-Commerce)

2017-2019

Sebagai tindak lanjut dari Paket Kebijakan Ekonomi 14 yang bertujuan untuk (1) mewujudkan

Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar pada tahun 2020; (2) mendorong kreasi, inovasi,

dan invensi kegiatan ekonomi baru di kalangan generasi muda; dan (3) memberikan kepastian dan

kemudahan berusaha dalam pemanfaatan e-commerce, Pemerintah bersama asosiasi dan perwakilan

pelaku e-commerce menyusun kegiatan yang diperlukan untuk memperkuat ekosistem e-commerce

Indonesia. Kegiatan atau rencana tindak ini kemudian ditetapkan ke dalam Peraturan Presiden No. 74

tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-

Commerce). Implementasi Perpres 74/2017 dilakukan oleh K/L terkait dan dikoordinasikan oleh

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Selain rencana tindak yang tercantum dalam Road

Map e-Commerce, pada tahun 2018 juga telah dilaksanakan beberapa kegiatan penting lain untuk

mendorong terbentuknya ekosistem ekonomi digital Indonesia yang kondusif.


Pada tahun 2018 sudah dicapai:

1. Roadmap e-Commerce Indonesia mengamanatkan 62 keluaran (output) yang terdiri dari delapan

pilar (tujuh pilar utama dan satu pilar pendukung), yaitu: pendanaan, perpajakan, perlindungan

konsumen, pendidikan dan SDM, infrastruktur komunikasi, logistik, keamanan siber, dan

manajemen pelaksana. Adapun capaian hingga akhir tahun 2018, sebagai berikut:

15 keluaran telah selesai, seperti skema pemberian insentif perusahaan modal ventura yang

ditetapkan melalui PMK no. 48/PMK.03/2018, aturan perpajakan bagi pelaku usaha dengan

jumlah peredaran usaha sampai dengan Rp. 4,8 Miliar per tahun yang ditetapkan melalui PP

No. 23 Tahun 2018, ketentuan pengaturan sarana pemroses transaksi pembayaran yang

ditetapkan melalui PBI No.18/40/PBI/2016 dan PBI No 19/8/2017, domain gratis melalui

Program Satu Juta Domain yang dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

20 keluaran sedang berjalan hingga tahun 2019, antara lain proyek pembangunan tulang

punggung serat optik nasional ke 54 kab/kota (Proyek Palapa Ring). Paket barat dan tengah

telah 100% diselesaikan, sedangkan paket timur telah mencapai 87,03%.

27 keluaran masih dalam proses pembahasan, seperti Peraturan Menteri Perdagangan

tentang Ketentuan dan Tata Cara Pendaftaran dan Penerbitan Nomor Identitas Pelaku Usaha

Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang merupakan turunan dari PP Perdagangan

Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

2. Melanjutkan proses finalisasi Rancangan Peraturan Pemerintah Perdagangan Melalui Sistem

Elektronik (PMSE). Prinsip pengaturan dalam RPP PMSE meliputi persamaan perlakuan,

kepentingan nasional yaitu penguatan pelaku usaha dan produk lokal, dan perlindungan

konsumen.

30

3. Kemenko Perekonomian bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta

Asosiasi e-Commerce (idEA) mengumpulkan data terkait e-commerce melalui kuesioner

pertanyaan. Dari hasil sementara yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kegiatan e-commerce

Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa, yaitu sebanyak 70% visitor, dan 79.6% seller berada di

Pulau Jawa.

4. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berperan sebagai focal point dan lead negotiator

Indonesia pada ASEAN Agreement on e-Commerce (ACCEC), yang bertujuan untuk memfasilitasi

transaksi cross-boder e-commerce di ASEAN, mendorong penciptaan lingkungan yang kondusif

dalam penggunaan e-commerce, meningkatkan kerjasama antara negara anggota ASEAN untuk

mengembangkan e-commerce, dan mendorong pemanfaatan e-commerce untuk menciptakan

pertumbuhan yang inklusif dan mengurangi kesenjangan di ASEAN. Pada bulan November 2018

di Singapura, telah dilakukan penandatanganan ASEAN Agreement on e-Commerce oleh Menteri

Perdagangan RI.

5. Ekspor melalui e-commerce dilakukan melalui partisipasi Indonesia pada singles day event (11.11)

di Tiongkok. Pada tahun 2018, terdapat lima brands yang ikut serta yaitu Kapal Api, Indomie,

Richeese Nabati, YanTyTy, Papatonk.


Pada tahun 2019, Kemenko Perekonomian mencanangkan beberapa target yaitu:

1. Menyelesaikan Peta Jalan Sistem Perdagangan Berbasis Elektronik (SPNBE) 2017-2019 kini berada

pada tahun ke-2. Tahun 2019 menjadi penting, karena merupakan tahun terakhir peta jalan ini.

Pada akhir 2019, ditargetkan akan dapat diselesaikan seluruh rencana tindak yang menjadi

prioritas kebutuhan, dievaluasi rencana tindak yang sudah tidak relevan (obsolete), dan

diidentifikasi isu prioritas yang belum tercantum dalam rencana tindak Road Map e-commerce

2017-2019.

2. Menyusun strategi ekonomi digital nasional sebagai tindak lanjut dari evaluasi bahwa isu yang

berkembang telah meluas ke ekonomi digital, maka setelah Roadmap e-Commerce ini diselesaikan

pada tahun 2019, dirasakan perlu untuk menyusun strategi ekonomi digital nasional. Penyusunan

strategi ekonomi digital pada tahun 2019 menjadi penting untuk dapat diselaraskan dengan

penyusunan RPJMN periode 2020-2024.

3. Mendorong percepatan proses penetapan RPP PMSE dan penyusunan aturan turunan PPMSE.

Aturan turunan dari RPP PMSE diperlukan agar RPP PMSE segera diimplementasikan dengan

efektif. Aturan turunan implementasi RPP PMSE terdiri dari aturan mengenai pendaftaran pelaku

usaha, iklan elektronik, daftar prioritas pengawasan, pengawasan pelaksanaan, kewajiban

pengumpulan data, pemberdayaan pelaku usaha dan produk lokal, dan sanksi.

4. Mengumpulkan data e-commerce yang diwajibkan dalam RPP PMSE dan pelaksanaannya

dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan. Untuk itu, akan dilakukan penyusunan peraturan

teknis pengumpulan data sesuai Pasal 79 RPP PMSE.

5. Menyusun strategi ekspor melalui e-commerce dan penguatan ekosistem pendukung ekspor

melalui e-commerce.

6. Mendorong proses ratifikasi ASEAN Agreement on e-Commerce setelah seluruh negara anggota

ASEAN menandatangani perjanjian ini.

31

5.2 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI

Vokasi diartikan sebagai pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi atau keahlian di Indonesia.

Guna menciptakan tenaga kerja yang memiliki penguasaan pada kualifikasi atau keahlian tersebut,

maka pendidikan dan pelatihan vokasi yang dikembangkan melalui 3 lembaga utama, yaitu Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK), Politeknik, dan Balai Latihan Kerja (BLK). Pendidikan dan pelatihan vokasi

dibentuk dengan tujuan untuk menyiapkan tenaga kerja terampil yang siap masuk ke dunia kerja

sesuai dengan kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).

Pentingnya pengembangan kebijakan pendidikan dan pelatihan vokasi untuk menselaraskan

antara lulusan vokasi dengan kebutuhan DUDI. Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan

kualitas tenaga kerja di Indonesia melalui kebijakan pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi.

Kebijakan ini mendorong beberapa sasaran utama yang ingin dicapai, yaitu: (i) menciptakan lembaga

vokasi yang lebih berkualitas; (ii) mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia; dan (iii) mendorong

terciptanya link and match antara lulusan vokasi dengan kebutuhan DUDI.

Saat ini dunia juga sedang dihadapkan pada Revolusi Industri 4.0 dan era digitalisasi yang

tentunya akan membutuhkan keterampilan dan kompetensi yang tinggi untuk dapat menyesuaikan

dengan perubahan yang terjadi. Melalui pendidikan dan pelatihan vokasi, diharapkan dapat

menciptakan SDM yang mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut.

Pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi ini dijalankan melalui 5 (lima) pokok kebijakan

utama, yaitu: (i) mereformasi lembaga pendidikan dan pelatihan vokasi, diantaranya melalui

penyusunan kurikulum bersama dengan industri serta pelaksanaan Training of Trainers (ToT) untuk

tenaga pendidik vokasi yang meliputi guru SMK, dosen politeknik, dan instruktur BLK; (ii)

mengembangkan berbagai standar kompetensi, diantaranya melalui penyusunan dan penetapan

berbagai standar kompetensi setra membakukan langkah/mekanisme akreditasi kompetensi; (iii)

membakukan model kerjasama untuk sarana dan prasarana dengan industri, diantaranya melalui

penetapan beberapa model kerjasama yang dikembangkan dengan industri; (iv) membakukan

mekanisme pemagangan, diantaranya melalui penetapan template/model peran industri dan

pemagangan; serta (v) meningkatkan pendanaan dan koordinasi, diantaranya melalui

pengembangan insentif pajak bagi industri, penyusunan skema pendanaan Skill Development Fund,

penyusunan informasi pasar kerja yang komprehensif (online job platform), dan pembentukan komite

vokasi baik di tingkat pusat maupun daerah.


Untuk mendorong pengembangan dan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi, telah

dilakukan beberapa Implementasi program kegiatan oleh Kemenko Perekonomian, yaitu:

a. Pilot Project SMK Kurikulum Jurusan Kopi

Kopi merupakan komoditas yang sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat

Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di dunia. Pemerintah Indonesia

berinisiasi melakukan Pilot Project SMK Kurikulum Jurusan Kopi di SMK PPN Tanjung Sari,

Sumedang. Kurikulum kopi disusun dengan mengakomodir seluruh kompetensi dalam rantai

nilai industri kopi dari hulu hingga ke hilir yang dilakukan bersama dengan mitra industri. Siswa

SMK pada jurusan kopi, akan mendapatkan 6 sertifikat kompetensi di bidang perkopian, yaitu

32

(i) pembibitan; (ii) budidaya kopi; (iii) pasca panen; (iv) pengolahan biji kopi; (v) proses value

added/barista; dan (vi) kewirausahaan.

b. Pilot Project Revitalisasi BLK Kulon Progo

Pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kabupaten Kulon Progo

merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diprediksi membutuhkan ±15.000

tenaga kerja pada tahap operasional. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja NYIA, BLK

Kulon Progo diharapkan mampu menjadi tempat pelatihan utama dalam menciptakan tenaga

kerja terampil dan kompeten.

c. Pilot Project Dual System SMKN 26

Tujuan Pilot Project dual system SMKN 26 Jakarta adalah untuk menerapkan Dual System

Jerman selama 2.5 tahun di SMKN 26 Jakarta. 3 fokus utama dalam Pilot Project adalah (i)

penyusunan kurikulum dual system dengan bobot teori 40% dan praktek 60%; (ii) pelaksanaan

program pemagangan di industri mitra Pilot Project (PT Barata, MAN Diesel and Turbo,

Mercedes dan Siemens); dan (iii) pelaksanaan ToT bagi guru SMKN 26 Jakarta dan Instruktur

tempat kerja.

d. Pilot Project Pengembangan Vokasi dengan Pemda

Kegiatan ini merupakan bentuk Pilot Project pengembangan vokasi dengan melibatkan Pemda

karena selama ini pengembangan vokasi hanya fokus di pusat. Selama tahun 2018, telah

dilaksanakan 2 kali Rakor dan disepakati untuk membuat Pilot Project revitalisasi SMK & BLK

dengan membentuk kurikulum pembelajaran berdasarkan keunggulan daerah. Pilot Project

ini bekerjasama dengan 9 Provinsi yang akan mengembangkan 17 SMK dan 1 BLK yang akan

disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing.

e. Skill Monitoring System

Dalam rangka membantu menyelaraskan kebijakan pengembangan tenaga kerja dengan

kebutuhan industri dan meningkatkan akses informasi pasar kerja Pemerintah telah

menyusun Skill Monitoring System. Terdapat 35 Critical Occupation List (COL) yang dapat

menjadi acuan bagi Pemerintah untuk mempersiapkan SDM sesuai dengan kebutuhan

Industri. Skill Monitoring System ini akan berupa Website dan nantinya akan di-launching

tahun 2019.

f. Insentif Fiskal Tax Super Deduction untuk vokasi

Pemerintah sedang menyusun Tax Incentive bagi Industri yang mendukung pengembangan

vokasi dan memberikan pelatihan kepada siswa. Bentuk fasilitas insentif berupa pemotongan

penghasilan bruto.


Pada tahun 2019, Kemenko Perekonomian bersama dengan K/L, Pemerintah Daerah, dan

stakeholders terkait lainnya akan melakukan beberapa program utama terkait vokasi sebagai berikut:

a. Tindak Lanjut Insentif Pajak Super Deduction

Penetapan Tax Incentive bagi Industri yang mendukung pengembangan vokasi direncanakan

selesai pada tahun 2019. Sejalan dengan hal tersebut, saat ini sedang dilakukan percepatan

33

perumusan prosedur/skema (business process) dalam pemberian fasilitas Tax Deduction bagi

Industri yang terlibat dalam pengembangan Vokasi.

b. Implementasi Pilot Project Pengembangan Vokasi dengan Pemda

Setelah dilakukan tahap persiapan dan kesepakatan/komitmen 9 Provinsi terpilih pada tahun

2018, maka pada tahun 2019 akan dilaksanakan Pilot Project Revitalisasi 17 SMK dan 1 BLK

Daerah, yang meliputi (i) penyusunan kurikulum, (ii) Training of Trainers (ToT) Guru dan

Instruktur (iii) Asessment dan pengadaan sarana dan prasarana sekolah dan BLK Pilot Project,

(iv) promosi, (v) proses seleksi siswa, dan (vi) launching.

c. Program Technical and Vocational Education and Training (TVET) System Reform

Pada tahun 2019 akan dilaksanakan rencana kerja pada 3 fokus utama TVET System Reform,

yaitu i) meningkatkan koordinasi dibidang TVET antar K/L, (ii) meningkatkan keterlibatan

industri, (iii) menyusun formulasi untuk upscaling model dan instrumen pengembangan TVET.

Rencana kerja tersebut meliputi (i) penyelesaian Chapeau Paper yang merupakan harmonisasi

Kebijakan vokasi dari berbagai K/L, (ii) penyusunan konsep Lembaga Vokasi, (iii) penyusunan

konsep koordinasi TVET oleh Federal Institute for Vocational Education and Training (BIBB)

Jerman.

d. Tindak Lanjut Skill Monitoring System

Kegiatan yang akan dilakukan meliputi (i) Launching hasil Skill Monitoring System dan website,

(ii) menunjuk K/L yang bertangung jawab melanjutkan Skill Monitoring System.

e. Penyusunan Konsep Skill Development Fund dan Unemployment Benefit

Dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia, kebijakan yang

dilakukan Pemerintah adalah revitalisasi SMK dan BLK, perubahan kurikulum, dan

pembentukan Teaching Factory. Untuk implementasinya akan disusun mekanisme pendanaan

melalui program Skill Development Fund (SDF), yang sejalan dengan mekanisme

Unemployment Benefit (UB).

5.3 PROGRAM KEMITRAAN EKONOMI UMAT

Program Kemitraan Ekonomi Umat merupakan implementasi dari Kebijakan Pemerataan

Ekonomi yang sejalan dengan rekomendasi hasil Kongres Ekonomi Umat. Program ini bertujuan untuk

merumuskan kebijakan ekonomi kerakyatan sebagai payung program kemitraan antara umat

(kelompok masyarakat berbasis keagamaan, khususnya UMKM) dengan kelompok usaha besar.

Kehadiran kelompok masyarakat berbasis keagamaan yang memiliki pengaruh besar dan jejaring luas

di tengah masyarakat hingga ke pelosok perdesaan, merupakan sebuah modal sosial yang sangat

penting pada pelaksanaan program ini dalam upaya mengakselerasi pengurangan ketimpangan secara

nasional.

Program Kemitraan Ekonomi Umat diharapkan dapat mendorong sinergi yang lebih kuat dan

luas antara kelompok usaha besar, pemerintah, kelompok masyarakat termasuk yang berbasis

keagamaan, serta pihak-pihak terkait lainnnya dalam upaya mendorong pemerataan dan mengurangi

kesenjangan sosial, melalui peningkatan keterampilan, kesempatan berwirausaha dan kesempatan

berusaha masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Dalam implementasinya, Program

Kemitraan Ekonomi Umat memperoleh respon dan apresiasi positif dari kelompok usaha besar.

34


Selama tahun 2018 ada beberapa kegiatan yang diselesaikan oleh beberapa kelompok usaha

sebagai berikut:

1. Koordinasi dan monitoring pelaksanaan kerjasama kemitraan budidaya singkong di Sulawesi

Selatan.

2. Peresmian pilot Program Santripreneur dan Petani Muda oleh Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian yang berlokasi di Desa Cibuntu, Kabupaten Bogor.

3. Telah terlaksana pilot kegiatan pelatihan dengan ormas keagamaan di Jawa Barat.

4. Telah dilaksanakan Perjanjian Kerja Sama pilot pengembangan program pembinaan

UMKM/IKM (penyediaan fasilitas Tokopedia Center, ToT Pembina UMKM/IKM, dan

pelatihan UMKM/IKM) antara Pemkab Kuningan dan Tokopedia;

5. Telah disepakati untuk melakukan pengembangan perluasan program pilot pada 23

kabupaten/kota pada tahun 2019

6. Telah terlaksanakan pelatihan batch terakhir tahun 2018 dengan peserta dari perwakilan

ormas keagamaan.


Untuk tahun 2019, telah direncanakan beberapa kegiatan untuk mendorong Kemitraan

Ekonomi Umat yang meliputi:

1. Pengembangan dan perluasan pelaksaan Pilot Project Kemitraan Ekonomi Umat yang

sudah ada.

2. Terlaksananya Pilot Project Kemitraan Ekonomi Umat baru antara kelompok usaha

dengan pondok pesantren dan masyarakat.

3. Meningkatkan sinergi pelaksanaan program Kemitraan Ekonomi Umat dengan

program/kegiatan terkait dengan kementerian/lembaga lainnya.

35

6. PROGRAM PRIORITAS BIDANG PERNIAGAAN DAN INDUSTRI

6.1 ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS)

Dalam rangka terus mendorong kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang

efisien Presiden mengumumkan kebijakan ekonomi tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.

Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan standar pelayanan perizinan berusaha yang efisien,

mudah dan terintegrasi tanpa mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik.

Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin mempercepat proses penerbitan perizinan berusaha

sesuai dengan standar pelayanan, memberikan kepastian waktu dan biaya dalam peroses perizinan

dan meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah

(pemda). Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk menyelesaikan hambatan dalam proses

pelaksanaan serta memanfaatkan teknologi informasi melalui penerapan sistem perizinan terintegrasi

(single submission).

Tujuan yang ingin dicapai dilatarbelakangi oleh kondisi pelayanan saat ini yang belum optimal.

Misalnya, perizinan masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi, sekuensial (berurutan), belum

seluruhnya menggunakan teknologi informasi (online), waktu penyelesaian dan biaya perizinan yang

tidak jelas, serta paradigma di tubuh birokrasi sendiri sebagai “pemberi izin” dan belum “melayani”.

Penerapan kebijakan penyederhanaan perizinan diharapkan akan mendorong peningkatan

investasi yang dapat meningkatkan kinerja ekspor, pertumbuhan industri dan penciptaan lapangan

pekerjaan serta target pertumbuhan ekonomi dapat terwujud. Bagi pelaku usaha kebijakan

penyederhanaan perizinan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan peningkatan

pelayanan investasi baik perizinan dan non perizinan. Selain itu kebijakan ini diharapkan dapat

meningkatkan pertumbuhan industri yang akan menimbulkan dampak positif bagi masyarakat.

Sasaran dan tujuan penerapan OSS adalah (1) Memberikan kemudahan perizinan berusaha,

(2) Memberikan kepastian hukum bagi investor, serta (3) Meningkatkan investasi baik PMDN maupun

PMA


Capaian yang telah dicapai tahun 2018 adalah:

a. Sistem OSS telah diluncurkan pada tanggal 9 Juli 2018 melibatkan sebanyak 25

Kementerian/Lembaga, 34 Provinsi, 514 Kabupaten/Kota, 12 KEK, 4 FTZ dan 87 Kawasan

Industri. Sistem OSS didukung oleh sistem Ditjen AHU, Ditjen Dukcapil, Ditjen Pajak,

Ditjen Bea dan Cukai, BKPM, Kemendag, Indonesia National Single Window, Kementerian

Pertanian, dan Kementerian PUPR.

b. Sejak diluncurkan Sistem OSS telah menerbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB) sebanyak

176.139; Izin Usaha sebanyak 170.313; dan, Izin Komersial/Operasional sebanyak

132.179. Berdasarkan jenis usaha Sistem OSS telah melayani Jenis Usaha perorangan

sebanyak 66.164 (41%) dan Non-Perseorangan sebanyak 95.242 (59%). Sementara itu

berdasarkan penanaman modal Sistem OSS telah melayani Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) sebanyak 141.192 (91%) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebanyak

36

14.311 (9%). Berdasarkan besaran modal Sistem OSS telah melayani UMKM sebanyak

104.485 (65%) dan Non UMKM sebanyak 56.926 (35%).

c. Melanjutkan reformasi regulasi dengan mereviu Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria

(NSPK) sebanyak 61 (enam puluh satu) NSPK dari 25 (dua puluh lima)

Kementerian/Lembaga.


1. Program reformasi regulasi perizinan berusaha (termasuk Omnibus Law), harmonisasi

dan standarisasi proses bisnis berupa norma, standar, persyaratan dan kriteria (NSPK).

2. Mengaktifkan Satuan Tugas Kementerian/Lembaga/Daerah dalam pengawalan dan

penyeleseaian permasalahan perizinan berusaha dan kasus-kasus investasi.

3. Memonitor cakupan KBLI yang diberikan fasilitas tax holiday pada Sistem OSS.

6.2 PROGRAM LOGISTIK NASIONAL Dalam rangka meningkatkan daya saing diperlukan adanya sistem logistik nasional yang efektif

dan efisien dengan mengintegrasikan antara daratan dan lautan menjadi satu kesatuan yang utuh dan

berdaulat.

Sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru

Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), pembenahan Sistem Logistik Nasional dilakukan

melalui pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi pengembangan 6 (enam) kunci penggerak utama

Sislognas, meliputi: (1) Komoditas Penggerak Utama; (2) Infrastruktur Transportasi; (3) Pelaku dan

Penyedia Jasa Logistik; (4) Manajemen Sumber Daya Manusia; (5) Teknologi Informasi dan

Komunikasi; dan (6) Regulasi, Peraturan, dan Perundangan.

Tujuannya adalah meningkatkan skor Logistic Performance Index (LPI) Indonesia melalui

pokok kebijakan peningkatan Konektivitas Ekonomi Desa, Kota, dan Pasar Global. LPI diterbitkan oleh

World Bank Group guna memantau kondisi logistik semua negara di dunia berdasarkan 6 (enam)

dimensi (komponen), yaitu: (i) customs, (ii) infrastructure, (iii) international shipments, (iv) logistics

quality and competence, (v) tracking and tracing, dan (vi) timeliness.


LPI Indonesia Tahun 2018 naik 17 tingkat dari peringkat 63 pada tahun 2016 menjadi peringkat

46. Peningkatan peringkat tersebut disebabkan meningkatnya skor Indonesia dari 2,98 pada tahun

2016 menjadi 3,15 pada tahun 2018, yang didukung oleh peningkatan skor pada 5 (lima) komponen

penilaian yaitu: infrastructure, international shipments, logistics quality and competence, tracking &

tracing, dan timeliness.


1. Melakukan koordinasi dalam rangka mencapai visi Globally Connected;

2. Melakukan review Peraturan Presiden No.26 Tahun 20212 tentang Cetak Biru Sistem

Logistik nasional;

3. Melakukan koordinasi dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia di

sektor logistik melalui tersusunnya Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI);

37

4. Melakukan koordinasi dalam rangka memperkokoh Rencana Aksi Peta Jalan E-Commerce

khususnya yang terkait dengan Pilar Logistik;

5. Mendorong percepatan penyusunan kebijakan terkait standarisasi dokumen di sektor

logistik.

6.3 RELAKSASI DAFTAR NEGATIF INVESTASI

Relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) dilakukan untuk meningkatkan partisipasi penanaman

modal pada beberapa bidang usaha dan memberikan peran kemitraan yang lebih luas bagi UMKM.

Relaksasi dilakukan melalui perubahan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar

Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang

Penanaman Modal.

Untuk menjaga kepercayaan dunia usaha dan investor, Pemerintah mendorong masuknya

modal yang lebih besar, terutama melalui Investasi Langsung. Oleh karena itu, Pemerintah

menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XVI yang mencakup: (1) Perluasan Fasilitas Pengurangan

Pajak Penghasilan Badan (Tax Holiday); (2) Relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI); (3) Devisa Hasil

Ekspor (DHE) Hasil Sumber Daya Alam.

Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan relaksasi dan keterbukaan bidang usaha sebagaimana

diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 dan untuk meningkatkan daya tarik dan daya

saing investasi, perlu memperkuat kemitraan usaha besar dengan usaha mikro, kecil, menengah

(UMKM) dan koperasi, serta membuka beberapa bidang usaha yang dapat dimasuki oleh PMA yang

membawa teknologi, inovasi, efisiensi, dan perluasan ekspor.

Pemerintah melihat dari 101 Bidang Usaha yang telah diberikan keterbukaan bagi PMA,

beberapa bidang usaha masih belum optimal, yaitu:

a. Terdapat 83 bidang usaha (PMA 100% atau ditingkatkan kepemilikan asingnya),

pertumbuhannya kurang dari 50% pada periode Q3/2016 s.d. Q2/2018.

b. Dari 83 bidang usaha tersebut, terdapat 51 bidang usaha yang tidak ada peminatnya

(investasinya Rp.0).

Perubahan kondisi ekonomi global yang berpengaruh terhadap ekonomi nasional juga

menjadi faktor perlunya penyesuaian DNI yang lebih ekspansif. Hal ini untuk mendorong masuknya

investasi merger and acquisitions (M&A) di tingkat global, investasi yang berorientasi ekspor, industri

global value chains, dan substitusi impor.

Penyempurnaan DNI 2018 ini juga dirancang untuk memperluas kemitraan, agar UMKM

mampu meningkatkan diversifikasi, volume, standar produksi, dan ekspor. Dengan demikian akan

menciptakan banyak produk inovasi baru untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun pasar

internasional.


1. Telah ditetapkannya Paket kebijakan Ekonomi ke-16 pada tanggal 16 Nopember 2018, dimana

salah satunya adalah relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) dengan melakukan perubahan

Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan

Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

38

2. Telah disosialisasikannya Relaksasi DNI kepada masyarakat dunia usaha.


Beberapa langkah strategis yang akan dilakukan sehubungan dengan relaksasi daftar negatif

investasi 2018 adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan tindak lanjut Peraturan Presiden mengenai Perubahan Peraturan Presiden

Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang

Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

2. Mendorong peningkatan investasi yang dilakukan pihak investor terkait relaksasi DNI 2018.

6.4. EASE OF DOING BUSINESS (EODB)

Indonesia telah melakukan reformasi secara berkesinambungan, baik di tingkat pusat maupun

daerah untuk mendorong perkembangan iklim usaha. Hasil dari penyelenggaraan reformasi tersebut

tercatat dalam Laporan Doing Business yang dipublikasikan oleh World Bank Group dimana Indonesia

telah berhasil menerapkan 17 jenis reformasi dalam tiga tahun terakhir. Tahun ini, Indonesia telah

melakukan tiga jenis reformasi yang dicatat dalam Laporan Doing Business 2019.

Pemerintah berkomitmen untuk terus menjaga momentum reformasi dan meningkatkan

kemudahan berusaha di Indonesia agar selaras dengan international best practice secara

berkelanjutan melalui perbaikan kemudahan dalam pelaksanaan berusaha, memberikan kepastian

hukum dalam berusaha, dan menciptakan daya saing dalam kegiatan berusaha di Indonesia. Tiga jenis

reformasi yang telah dilakukan mencakup indikator Memulai Usaha, Memperoleh Pinjaman, dan

Pendaftaran Properti.


Pencapaian peningkatan indikator EoDB 2019 telah terjadi peningkatan pada:

a. Starting Business, dari ranking 144 ke 134

Penyederhanaan waktu pembayaran PNBP untuk pemesanan nama perusahaan

dan pengesahan badan hukum PT (Jakarta, Surabaya)

Menurunkan tarif notaris untuk pembuatan akta pendirian badan hukum PT

(Jakarta, Surabaya)

Portal pendaftaran Bersama BPJS

Paralelisasi SIUP dan TDP via Surabaya Single Window (Surabaya)

b. Registering Property, dari ranking 106 ke 100

Memudahkan pendaftaran property dengan menyederhanakan waktu

penyelesaian sengketa tanah di Pengadilan Tingkat Pertama (Jakarta, Surabaya)

Meningkatkan transparansi kantor pendaftaran pertanahan (Jakarta, Surabaya)

c. Getting Electricity, dari ranking 38 ke 33

Penyesuaian tarif penyambungan listrik baru untuk Jakarta dan Surabaya

Penurunan System Average Interruption Duration Index (SAIDI) dan System

Average Interruption Frequency Index (SAIFI) di DKI Jakarta

39

Penyelenggaraan layanan terpadu yang beroperasi di DKI Jakarta dan Surabaya,

yang berdampak pada penyederhanaan prosedur dan waktu untuk

memperoleh sambungan listrik

d. Paying Taxes, dari ranking 114 ke 112

Kementerian Keuangan telah melakukan:

Penyederhanaan pelaporan PPh 25 Badan

Optimalisasi penggunaan layanan e-filing untuk PPN dan PPH badan

Mengurangi waktu untuk memperoleh restitusi PPN

e. Getting Credit, dari ranking 55 ke 44

Meningkatkan akses informasi kredit dengan mendistribusikan data dari

perusahaan ritel dan utilitas (Jakarta, Surabaya)

f. Resolving Insolvency, dari ranking 38 ke 36

Reformasi Yang Sedang Berlangsung:

Revisi Undang-undang Kepailitan, mekanisme untuk memfasilitasi penyelesaian

proses kepailitan bagi usaha mikro dan kecil (Kemenkumham)

Mekanisme tata kelola praktisi pendukung kepailitan & transparansi proses

penyelesaian kepailitan (Kemenkumham, Mahkamah Agung)


Langkah strategis dilakukan untuk memperbaiki Indikator EoDB 2019 yaitu: (1) Dealing with

construction permit, (2) Protecting minority investor, (3) Trading across borders, dan (4) Enforcing

contracts. Langkah strategis tersebut di atas dilakukan dalam bentuk Kelanjutan Program Reformasi

Kemudahan Berusaha di Indonesia:

a. Reformasi Kemudahan Berusaha Jangka Menengah

b. Reformasi Kemudahan Berusaha Jangka Pendek

c. Sosialisasi / Outreach Kemudahan Berusaha

d. Mengembangkan rencana aksi reformasi bersama K/L teknis untuk mendorong

reformasi yang lebih fundamental dan radikal melalui dari aspek regulasi, proses

bisnis dan sistem layanan untuk bisa melakukan peningkatan skor DTF dan peringkat

indikator;

e. Melakukan pemantauan dan evaluasi implementasi rencana aksi secara berkala

dengan melibatkan konsultasi dengan para pelaku usaha guna memastikan bahawa

rencana aksi reformasi terselenggara sepenuhnya efektif;

f. Mendorong komitmen lintas K/L dan Pemerintah Daerah untuk secara konsisten

memastikan bahwa langkah perbaikan guna meningkatkan kemudahan berusaha di

Indonesia terselenggara secara berkelanjutan.

6.5. INDUSTRI BERORIENTASI EKSPOR

Dalam rangka memperbaiki neraca perdagangan dan mengurangi defisit transaksi berjalan,

Pemerintah mendorong industri berorientasi ekspor, dengan menggali potensi dari industri yang

memiliki kapasitas dan memiliki daya saing produk global untuk didorong ekspor.

40

Langkah strategis dalam penetapan industri yang memiliki potensi ekspor, dilakukan dengan

mengidentifikasikan hambatan dan mencari solusi bagi pengembangan industri, baik dari sisi regulasi

maupun daya saingnya. Pemerintah perlu segera menetapkan komoditi dan sektor unggulan yang

diharapkan dapat mendorong ekspor.


Pemerintah telah merumuskan pilihan kelompok industri yang diharapkan dapat mendorong

ekspor nasional yaitu:

a. Kelompok industri prioritas pada IR 4.0: 1) industri makanan dan minuman; 2) industri

tekstil dan pakaian; 3) industri elektronik; 4) industri otomotif; dan 5) industri kimia

b. Kelompok industri lainnya yang berpotensi mendorong ekspor: 1) industri perikanan

(segar dan olahan); 2) industri permesinan; 3) industri furniture; 4) industri produk kayu

dan kertas; 5) industri peralatan kesehatan; dan 6) industri sepeda


Untuk melaksanakan kebijakan pilihan industri berorientasi ekspor yang telah ditetapkan

pada tahun 2018, Pemerintah akan segera menetapkan komoditi ekspor unggulan beserta kebijakan

yang harus dilakukan untuk mendorong ekspor nasional.

Komoditi ekspor unggulan yang ditetapkan berasal dari kelompok industri berorientasi ekspor

yang telah dirumuskan di tahun 2018. Namun demikian, Pemerintah tetap mempertimbangkan faktor

volatilitas harga komoditi di pasar internasional pada tahun 2019.

Selain penetapan komoditi ekspor unggulan, Pemerintah juga menyiapkan berbagai

instrument kebijakan untuk mendorong ekspor, antara lain:

a. Kebijakan dalam jangka pendek: 1) pemberian insentif perpajakan; dan 2)

penyederhanaan prosedur ekspor untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi.

b. Kebijakan dalam jangka menengah-panjang: 1) penguatan struktur industri berorientasi

ekspor; 2) pengembangan SDM di bidang ekspor; 3) pengembangan produk-produk

unggulan ekspor; 4) diversifikasi pasar non-tradisional; 5) pemberian fasilitas pembiayaan

ekspor.

41

7. PROGRAM PRIORITAS BIDANG PERCEPATAN INFRASTRUKTUR DAN

PENGEMBANGAN WILAYAH

7.1 KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS

Pembangunan infrastruktur telah menjadi salah satu fokus pemerintahan selama beberapa

tahun terakhir seperti tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 –

2019. Pembangunan infrastruktur memiliki keterkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi, seperti

terbukanya lapangan pekerjaan baru pada area konstruksi, terbukanya lapangan kerja baru pada

industri lokal, adanya efek multiplier, peningkatan nilai tanah, perbaikan akses dan koordinasi,

penurunan ongkos produksi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan munculnya inovasi

bisnis.

Dalam rangka percepatan pelaksanaan proyek infrastruktur prioritas di Indonesia, Pemerintah

membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), yang menjalankan fungsi

koordinasi, prioritisasi, pengkajian Pra-Studi Kelayakan dan debottlenecking, monitoring dan evaluasi

proyek-proyek infrastruktur prioritas yang mengalami kebuntuan dan hambatan.


Pada tahun 2018, KPPIP fokus pada implementasi Proyek Prioritas dan Proyek Strategis

Nasional sehingga proyek-proyek tersebut dapat mulai konstruksi atau mencapai Financial Close.

Usaha yang dilakukan adalah melalui langkah-langkah perbaikan di berbagai tahapan proyek mulai

dari Penyiapan Proyek, Pengembangan Skema Pendanaan Proyek, Pemantauan dan Debottlenecking

Proyek, dan Pengembangan Kapasitas Penanggung Jawab Proyek. Selain itu KPPIP juga memberikan

dukungan dalam Percepatan Penyediaan Infratruktur melalui Penyiapan Hak Pengelolaan Terbatas,

Penerapan Insentif dan Disinsentif untuk Percepatan Infrastruktur, Pengembangan Kelembagaan dan

Pengembangan Skema Alternatif Finansial untuk memperkuat skema pembiayaan infrastruktur

melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.

Selain hal tersebut diatas, sesuai dengan mandat KPPIP untuk memantau dan mengendalikan

pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan Penyediaan Infrastruktur Strategis

Nasional dan Infrastruktur Prioritas, KPPIP juga memberi dukungan terhadap percepatan pengadaan

tanah untuk Proyek Infrastruktur Strategis Nasional dan Prioritas melalui Pendanaan Pengadaan

Tanah Melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), Kebijakan Pengadaan Tanah Kas Desa dan

Tanah Wakaf dan Kebijakan Pengadaan Tanah Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas penyiapan proyek infrastruktur, KPPIP turut

mendorong penyusunan konsep perluasan sumber dana untuk Project Development Fund (PDF)

melalui kerjasama dengan lembaga internasional sebagai instrumen keuangan untuk pembiayaan

infrastruktur. Pencapaian kegiatan ini melalui SDG Indonesia One Fund yang diluncurkan oleh Menteri

Keuangan pada 5 Oktober 2018, Dana Investasi Infrastruktur – DINFRA dengan diterbitkannya izin

efektif DINFRA PT Jasamarga Pandaan Tol pada 11 Oktober 2018 dengan target plafon pendanaan Rp.

1,5 Triliun.

42

KPPIP juga telah mendorong implementasi mekanisme panel konsultan untuk mempercepat

proses pengadaan konsultan untuk pemberian fasilitas yang mendorong percepatan Proyek Prioritas.

Panel tersebut terbagi menjadi lima, yaitu: konsultan bidang penyiapan Proyek (Pre-FS, FS, dan OBC),

konsultan bidang hukum, konsultan bidang keuangan, konsultan bidang implementasi proyek dan

Project Management Service, dan konsultan bidang Land Acquisition and Resttlement Action Plan dan

Project Appraisal. Konsultan dari kelima panel tersebut telah terpilih pada 18 Desember 2018 dan

akan digunakan pada tahun 2019.


Pada tahun 2019, KPPIP akan fokus untuk menciptakan situasi berkesinambungan dalam

implementasi Proyek Prioritas dan Strategis Nasional. Tujuannya adalah agar implementasi Proyek

Prioritas dan Proyek Strategis Nasional berjalan tepat waktu, biaya, dan dengan kualitas yang diterima

oleh berbagai pihak, termasuk dengan memberikan dukungan debottlenecking. Mengingat sebagian

besar proyek akan keluar dari tahap penyiapan, maka Penanggung Jawab Proyek dan pemangku

kepentingan lainnya harus memastikan adanya kapasitas untuk melaksanakan administrasi kontrak

yang baik dan terstruktur.

Dari sisi kebijakan, KPPIP juga akan melanjutkan usaha percepatan terutama dalam perbaikan

peraturan dan kebijakan untuk mencapai target pembangunan infrastruktur. Selanjutnya, KPPIP akan

memberikan pendampingan kepada Penanggung Jawab Proyek dalam melakukan debottlenecking

secara mandiri.

Khusus untuk Proyek Strategis Nasional, pada akhir tahun 2019 diharapkan keseluruhan

Proyek Prioritas dan Proyek Strategis Nasional telah masuk ke tahap Financial Close dan memulai

konstruksi. Terdapat penambahan 33 proyek yang selesai secara keseluruhan sehingga secara

akumulatif total proyek beroperasi menjadi 79 proyek.

7.2 ONE-MAP POLICY (OMP)

Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla telah menempatkan Program Kebijakan Satu Peta

sebagai salah satu Agenda Prioritas Nawa Cita dan telah dilaksanakan sejak tahun 2016 sesuai dengan

mandat Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta

pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000. Kebijakan Satu Peta merupakan upaya perwujudan satu

peta yang akuran dan akuntabel, sebagai acuan bersama dalam perencanaan pembangunan dan

pemanfaatan ruang.

Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta bertujuan untuk terpenuhinya satu peta yang

mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal guna

percepatan pelaksanaan pembangunan nasional. Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta

berfungsi sebagai acuan data IGT pada masing-masing sektor dan acuan perencanaan pemanfaatan

ruang skala luas yang terintegrasi dalam dokumen Rencana Tata Ruang.

Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta dilakukan melalui 3 (tiga) kegiatan utama, yaitu:

a. Kompilasi data yang dimiliki oleh Kementerian/Lembaga dan/atau Pemerintah Daerah untuk

seluruh wilayah Indonesia;

b. Integrasi data IGT melalui proses koreksi dan verifikasi IGT terhadap IGD (Informasi Geospasial

Dasar); dan

43

c. Sinkronisasi antar data IGT yang terintegrasi.


a. Tahap Kompilasi

Tahap Kompilasi merupakan proses pengumpulan Peta Tematik eksisting dari seluruh

Kementerian/Lembaga dan/atau Pemerintah Da’erah selaku Penanggungjawab Data Spasial.

Kegiatan kompilasi pada tahun telah tercapai sebesar 98% dimana 83 dari 85 peta tematik telah

selesai dikompilasi.

Saat ini masih terdapat 2 peta tematik yang belum terkompilasi karena peta tematiknya belum

tersedia, yaitu Peta Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTRLN) dan Peta Batas Administrasi

Desa/Kelurahan.

b. Tahap Integrasi

Tahap Integrasi merupakan proses koreksi dan verifikasi Peta

Tematik terhadap Peta Dasar (RBI).

Saat ini, tahap Integrasi telah selesai dilakukan terhadap

seluruh wilayah Indonesia dengan capaian kinerja yang

bervariasi untuk masing-masing wilayah Pulau sesuai dengan

ketersediaan data spasial yang ada.

Berikut capaian kegiatan integrasi tahun 2018:

44

Hasil kegiatan Integrasi tersebut telah di-upload ke dalam Geoportal Kebijakan Satu Peta dan

saat ini telah dapat diakses oleh seluruh K/L/D untuk mendukung perencanaan pembangunan

berbasis spasial. Geoportal Kebijakan Satu Peta telah di-launching oleh Presiden Republik

Indonesia pada tanggal 11 Desember 2018.

c. Tahap Sinkronisasi

Peta tematik hasil Integrasi Kebijakan Satu Peta belum terbebas

dari permasalahan tumpang tindih yang dapat menghambat

pemberian hak atas tanah, berbagai perizinan investasi, dan

perumusan kebijakan nasional maupun daerah.

Maka dari itu, diperlukan Sinkronisasi yang bertujuan untuk

menyelesaikan permasalahan tumpang tindih, agar ke depannya

perizinan dan pemanfaatan lahan dapat berjalan dengan

optimal dan terhindar dari sengketa yang merugikan berbagai

pihak. Adapun metodologi sinkronisasi kebijakan satu peta

adalah sebagai berikut:

45

Tahap Sinkronisasi telah dimulai dari wilayah Kalimantan dan Sumatera serta telah

terindentifikasi tipologi permasalahan tumpang tindih pemanfaatan lahan yang dituangkan

dalam PETA INDIKATIF TUMPANG TINDIH IGT (PITTI).

Berikut hasil identifikasi permasalahan tumpang tindih pemanfaatan lahan di Pulau Kalimantan

dan Pulau Sumatera:

a. Pulau Kalimantan

Di Pulau Kalimantan teridentifikasi tumpang tindih

berdasarkan tipologi seluas 10.435.919 Ha yang

terdapat pada 414.503 lokus. Total luas tumpang

tindih dihitung dari hasil overlay tumpang tindih

dengan tipologi 2-kuning (Tidak masalah dengan

konndisi tertentu) dan 3-merah (Indikasi

bermasalah)

Wilayah Kalimantan memliki luas sebesar

53.983.830 Ha dengan luasaan tumpang tindih yang

terdapat di Pulau Kalimantan sekitar 19,3% dari luas

Wilayah Kalimantan.

46

b. Pulau Sumatera

Di Pulau Sumatera teridentifikasi tumpang tindih

berdasarkan tipologi seluas 6.473.872 Ha yang

terdapat pada 218.408 lokus. Total luas tumpang

tindih dihitung dari hasil overlay tumpang tindih

dengan tipologi 2-kuning (Tidak masalah dengan

konndisi tertentu) dan 3-merah (Indikasi

bermasalah).

Wilayah Sumatera memliki luas sebesar 48.627.031

Ha dengan luasan tumpang tindih yang terdapat di

Pulau Sumatera ialah 13,3% dari luas Wilayah

Sumatera.


Rencana kegiatan dan target capaian Kebijakan Satu Peta Tahun 2019, antara lain mencakup:

a. Tahap Kompilasi

Seluruh peta tematik telah terkompilasi dan terdapat penambahan peta tematik baru untuk

mendukung penyelesaian permasalahan tumpang tindih

b. Tahap Integrasi

Integrasi telah selesai seluruhnya dan telah dilakukan data updating terhadap peta

tematik yang memiliki substansi dinamis (contoh: izin dan hak atas tanah). Selain itu

Berbagi data produk PKSP juga telah dapat diakses oleh Publik.

c. Tahap Sinkronisasi

1. Identifikasi permasalahan tumpang tindih yang dituangkan melalui Keputusan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang PITTI telah selesai untuk seluruh

wilayah Indonesia. Target tahun 2019 diharapkan 6 Penetapan PITTI, yaitu:

Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Jawa, Bali-NT dan Papua-Maluku.

47

2. Prinsip-prinsip penyelesaian tumpang tindih telah disepakati di tingkat Menteri dan

dijadikan sebagai acuan bersama.

3. Telah terdapat model penyelesaian skema tumpang tindih prioritas yang dapat

menjadi acuan penyelesaian tumpang tindih berikutnya.

7.3 KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional yang dirasakan oleh

seluruh masyarakat Indonesia, diperlukan suatu terobosan model pengembangan wilayah.

Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus adalah terobosan pengembangan wilayah yang mempunyai

sasaran peningkatan penanaman modal, optimalisasi industri yang berdaya saing, percepatan

pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata dan

perdagangan sehingga dapat meningkatkan lapangan pekerjaan. Kawasan Ekonomi Khusus terdiri dari

satu atau beberapa zona, yaitu : pengelolaan ekspor, logistik, pengembangan teknologi, industri,

pariwisata, energi dan ekonomi lainnya. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus diarahkan untuk

memberikan kontribusi optimal dalam pencapaian 4 (empat) agenda prioritas nasional yang tertuang

di Nawacita, yaitu:

Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah – daerah dan desa

dalam kerangka negara kesatuan;

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;

Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional;

Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor – sektor strategis

ekonomi domestik.


Sampai akhir tahun 2018 Pemerintah telah menetapkan 12 Kawasan Ekonomi Khusus meliputi

8 KEK Industri dan 4 KEK Pariwisata. Hingga tahun 2018 telah beroperasi 6 (enam) KEK KEK Sei

Mangkei, Tanjung Lesung, Palu, Mandalika, Galang Batang, Arun Lhokseumawe dan 2 (dua) KEK siap

diresmikan pengoperasiannya, dan 4 (empat) KEK lainnya siap diresmikan awal tahun 2019, yaitu: KEK

MBTK, Tanjung Kelayang, Sorong, dan Tanjung Api-Api.

Selain KEK yang sudah ada, ada 3 usulan KEK sudah dievaluasi oleh Dewan Nasional KE dan

saat ini dalam proses penetapan, yaitu Sungailiat di Kabupaten Bangka dengan kegiatan utama

pariwisata; Tanjung Gunung di Kabupaten Bangka Tengah dengan kegiatan utama Pariwisata, dan

Singhasari di Kabupaten Malang dengan kegiatan utama pariwisata dan digital economy. Selain itu

beberapa Usulan KEK potensial yang telah melakukan pengajuan resmi diantaranya: Mentawai

Sumatera Barat dengan kegiatan utama pariwisata, Sukabumi Jawa Barat dengan kegiatan utama

pariwisata, fusi sains dan teknologi, Kendal Jawa Tengah dengan kegiatan utama industry 4.0 (fashion,

farmasi, food, kosmetik) dan logistik.

Hingga akhir Desember 2018 tercatat komitmen investasi sebesar Rp104 triliun rupiah.

Tenaga kerja yang terserap mencapai 10.700 orang. Selain itu selama tahun 2018, Help Desk

Sekretariat Dewan Nasional KEK telah memfasilitasi para pelaku usaha untuk mendapatkan tax

holiday, pemberian fasilitas PPN tidak dipungut, pembebasan pajak dalam rangka impor, serta

berbagai kemudahan lain. Selain itu Help desk juga fasilitasi dalam penerbitan NIB melalui OSS,

48

penerbitan masterlist, pemindahan NPWP, dan debottlenecking implementasi fasilitas dan

kemudahan bagi para pelaku usaha di KEK.


Dalam rangka mencapai target penyelenggaraan KEK, maka fokus kegiatan pengembangan

KEK di 2019 antara lain: 1) Pemantapan 12 KEK yang sudah ada, serta penetapan 5 KEK baru; 2)

Peningkatan investasi hingga Rp323 triliun dan penciptaan lapangan pekerjaan hingga 947 ribu orang

melalui serangkaian kegiatan promosi berupa business forum di dalam dan luar negeri serta market

sounding ke beberapa negara potensial; 3) Penyelesaian berbagai regulasi KEK, antara lain Perubahan

Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas dan Kemudahan di KEK, Peraturan Pemerintah untuk 5 KEK

baru, dan Revisi Norma, Standar, Pedoman & Kriteria Penyelenggaraan KEK; dan 4) Peningkatan

Kapasitas SDM Administrator dan Pengelola KEK agar dapat melayani pelaku usaha yang berinvestasi

di KEK secara profesional.

49

8. PROGRAM PRIORITAS BIDANG KERJASAMA EKONOMI

INTERNASIONAL


BILATERAL

Pada tahun 2018 telah diselesaikan tiga perundingan perjanjian perdagangan bebas/investasi

bilateral. Perundingan pertama adalah Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership

Agreement (IA CEPA) yang dimulai pada tahun 2012. Perundingan kedua yaitu Preferential Trade

Agreement Indonesia - Pakistan (IP PTA Protocol to Amend) yang dimulai pada 2017. Sedangkan

perundingan ketiga yang baru saja selesai adalah Indonesia – EFTA Comprehensive Economic

Partnership Agreement (I-EFTA CEPA). Perundingan lain yang dilakukan dan masih dalam proses

perundingan dalam kerangka bilateral antara lain, General Review (GR) untuk Indonesia – Japan

Economic Partnership Agreement (IJEPA), Indonesia – Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership

Agreement (IEU CEPA), serta Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia dengan Iran,

Mozambik, Maroko, dan Tunisia.


Pembahasan IA-CEPA yang dimulai pada tahun 2012 telah diselesaikan dalam 12 putaran pada

Desember 2018. Telah dilaksanakan penandatanganan deklarasi penyelesaian perundingan IA-CEPA

(enam tahun masa perundingan dengan 3 tahun jeda), dengan fitur-fitur utama:

1. Liberalisasi perdagangan barang (top-up dari Australia-Selandia Baru ASEAN FTA);

2. Perdagangan Jasa & MNP;

3. Kemitraan komprehensif yang mencakup perdagangan barang, jasa dan investasi, jasa

finansial dan juga Vocational Education Training (VET); Higher Education; dan Health Sector

dalam bentuk Early outcomes.

Sementara itu untuk pembahasan perluasan IP-PTA, general review pada PTA yang dimulai

pada 2017 dan telah diselesaikan pada tahun 2018, dengan kesepakatan:

1. Telah ditandatangani MoU Protokol perubahan IP-PTA yang memuat penghapusan 20 pos

tarif permintaan Pakistan sebagai upaya pendalaman IP-PTA untuk membentuk FTA.

2. Pemerintah telah meratifiaksi MoU tersebut melalui Perpres pada November 2018.

Disamping itu, untuk Indonesia - European Free Trade Association Comprehensive Economic

Partnership Agreement (I-EFTA CEPA) merupakan perundingan antara Indonesia dengan organisasi

kawasan EFTA yang beranggotakan 4 negara, yakni Islandia, Liechtenstein, Norwegia dan Swiss. EFTA

merupakan kawasan mitra dagang strategis Indonesia yang penting karena menjadi tujuan ekspor

non-migas ke-23 dan negara asal impor non-migas ke-25 terbesar bagi Indonesia. Perundingan ini

telah berlangsung selama delapan tahun dalam 15 putaran sejak 7 Juli 2010. Pada 16 Desember 2018,

perundingan Indonesia-EFTA berhasil diselesaikan. Perundingan mencakup akses pasar perdagangan

barang dan jasa, investasi, harmonisasi aturan dagang serta kerjasama dan peningkatan kapasitas.,

adapun dalam kesepakatan:

50

1. Indonesia berhasil mendapatkan akses pasar berupa eliminasi pos tarif 90,97% dari Norwegia,

94,28% dari Islandia dan 81,74% dari Swiss dan Liechtenstein. Produk-produk utama yang

dikomitmenkan antara lain, kelapa sawit, ikan, emas, alas kaki, kopi, tekstil dan furniture.

2. Perdagangan jasa dan investasi.

3. Kerja sama pengembangan kapasitas dan teknis lainnya.

Pada perundingan putaran terakhir (6th Round) IEU CEPA berlangsung pada Oktober 2018.

Pembahasan perjanjian terdiri dari 17 bab, dengan cakupan akses pasar pada perdagangan barang

dan jasa, investasi dan pengadaan barang/jasa. Hingga saaat ini masih terdapat beberapa gap

kesepahaman terhadap beberapa isu krusial, antara lain: Bea keluar, Repaired goods, Remanufactured

goods, Akses pasar pengadaan barang/ jasa publik dan hak paten barang importasi. Dalam

perundingan beberapa hal utama yang tengah dibahas lebih dalam oleh pihak Indonesia, antara lain:

1. Mendapatkan akses pasar barang yang lebih luas, terutama untuk produk-produk unggulan,

seperti sawit, alas kaki, tekstil dan perikanan.

2. Peningkatan nilai investasi dari negara-negara EU.

3. Mendapatkan akses pasar seluas-luasnya untuk perdagangan jasa.

Mengingat adanya development gap antara kedua pihak, pihak EU diharapkan dapat lebih

fleksibel dalam memberikan komitmen kepada program-program pengembangan kapasitas, terutama

yang ditujukan kepada UMKM Indonesia.

Perundingan General Review Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) telah

dilaksanakan sepanjang tahun 2018 dan ditargetkan akan selesai di sela-sela KTT G20 di Jepang pada

pertengahan tahun 2019. Poin penting yang dibahas dalam GR IJEPA:

1. Perbaikan offer kedua pihak dalam kerja sama perdagangan barang.

2. perbaikan pada mekanisme Transposisi HS dan pelaksanaan User Specifc Free Duty Scheme

(USDFS);

3. Membahas 8 proposal kerja sama capacity and technical assistance baru dan perbaikan pada

skema kerja sama Manufacturing Industry Development Centers (New MIDEC) untuk

mendorong sector industry manufaktur domestik dan proposal baru Jepang untuk kerja sama

pengembangan industri di Indonesia.

4. Terbukannya akses baru untuk tenaga Indonesia bekerja ke Jepang di sektor hospitality

pariwisata serta meningkatkan pengendalian dan pengelolaan pengiriman nurse dan caregiver

Indonesia ke Jepang yang telah berjalan sejak berlakunya IJEPA


Penguatan pasar Asia Timur yang difokuskan pada negara Jepang, RRT dan Korea Selatan

sudah terjalin sangat erat dan merupakan pasar utama bagi Indonesia. Untuk kerja sama bilateral

dengan Jepang, akan diselesaikan GR IJEPA dengan penambahan isu-isu penting yang merupakan

kepentingan Indonesia seperti pembahasan tawaran kerja sama Industri oleh Jepang dan proposal

baru untuk peningkatan kapasitas di sektor Industri dan ekonomi kreatif. Untuk kerja sama dengan

RRT, akan diselenggaran pertemuan High Level Economic Dialogue (HLED) ke-4 yang fokus hasil-hasil

HLED ke-3 seperti penyelesaian Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA), realisasi kerja sama di

sektor ecommerce dan dimulainya pembahasan kerja sama pendanaan program replanting sawit RI-

RRT.

51

Penetrasi pasar non-tradisional ke Asia Tengah dan Asia Selatan, difokuskan untuk

memperluas akses pasar dan juga meningkatkan nilai ekspor Indonesia pada beberapa komoditas

seperti produk kelapa sawit, batu bara, gas bumi, serta industri gerbong kereta api, dan lain-lain.

Menindaklanjuti arahan Presiden RI untuk meningkatkan akses pasar ke negara-negara tujuan

ekspor non-tradisional, mulai tahun 2018 sejumlah negara telah ditetapkan sebagai prioritas

dimulainya inisiasi perundingan perdagangan. Negara di Kawasan Afrika, Eropa Tengah dan Eropa

Timur yang dimaksud antara lain Maroko, Tunisia, Mozambik, Rumania, Armenia, Belarus, Georgia,

Serbia dan Lithuania. Pada tahun 2019 ini, pada kawasan Afrika program akan fokus pada penyelesaian

perundingan putaran selanjutnya dari PTA Indonesia-Mozambik, PTA Indonesia-Tunisia, dan PTA

Indonesia-Maroko. Sedangkan untuk negara Eropa Timur dan Tengah program akan difokuskan pada

Pelaksanaan pertemuan SKB dan WGTII RI-Rusia untuk membahas isu-isu kerjasama ekonomi bilateral

antara kedua negara, Pertemuan WGTII RI-Rumania untuk membahas isu-isu kerjasama ekonomi

bilateral dalam bidang perdagangan, investasi dan industri antara kedua negara dan ratifikasi MoU

KSET antara Indonesia dan negara-negara Eropa Timur, antara lain Armenia, Belarus, Georgia, Serbia

dan Lithuania.

Penguatan hubungan perdagangan dengan Amerika Serikat sebagai mitra strategis disepakati

melalui rencana penyusunan Roadmap Peningkatan Nilai Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat dari

28 Miliar USD menjadi 50 Miliar USD, selain melalui kegiatan promosi perdagangan dan business

matching. Dalam upaya perluasan ekspor ke pasar non-tradisional di kawasan Amerika Selatan, kerja

sama Indonesia-Chile dalam kerangka IC-CEPA akan diperluas pada sektor jasa dan investasi pasca

implementasi perjanjian perdagangan barang yang telah disepakati pada Desember 2017. Selain itu,

fokus pada pasar Amerika Selatan adalah reaktivasi kerjasama PTA Indonesia-Peru, rencana misi

dagang ke Ekuador pasca pertemuan WGTI RI-Ekuador ke-1, dan penjajakan kerja sama perdagangan

Indonesia-Mercosur.

Kerja sama Ekonomi dengan Australia dalam kerangka IA-CEPA telah mencapai final

conclusion dan diharapkan pada awal tahun 2019 akan dilakukan penandatanganan kesepakatan IA-

CEPA oleh kedua negara. Implementasi kerja sama dalam bidang TVET (Technical, Vocational,

Educational, and Training) akan didorong oleh Kemenko Perekonomian pasca berlakunya IA-CEPA.

Dalam rangka peningkatan engagement ekonomi di wilayah Pasifik, kemitraan komprehensif dengan

Selandia Baru akan ditingkatkan diantaranya melalui target perdagangan saling menguntungkan

sebesar 4 Miliar NZD (sekitar 2,65 Miliar USD) pada tahun 2024 dan realisasi komitmen sekitar 30 juta

USD investasi Selandia Baru. Peningkatan engagement di kawasan Pasifik Selatan melalui kerja sama

ekonomi sekaligus menjadi koridor percepatan kawasan timur Indonesia dan memperoleh dukungan

negara-negara Pasifik Selatan di forum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terkait kedaulatan wilayah

NKRI.

Dalam kerja sama ekonomi kawasan Eropa Barat, program kerja sama akan difokuskan pada

penyelesaian perundingan Indonesia-EU CEPA, terutama terkait dengan penyelesaian perundingan

pada chapter on SMEs dan penyusunan posisi Indonesia pada akses pasar Government Procurement.

Disamping itu, penguatan diplomasi sawit ke pasar Eropa, yang bertujuan untuk meningkatkan

koordinasi dalam merumuskan strategi dalam menghadapi aksi dan kebijakan diskriminatif yang

dilakukan oleh berbagai pihak dan pemangku kepentingan di negara-negara Eropa Barat, terutama

terkait dengan perkembangan regulasi turunan Renewable Energy Directive II Uni Eropa yang akan

52

menetapkan kriteria ILUC yang diprediksi akan mengurangi secara bertahap (phase-out) konsumsi

biodiesel sawit di negara-negara anggota Uni Eropa.


SUB-REGIONAL DAN REGIONAL

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan perjanjian kesepakatan

perdagangan bebas yang melibatkan 10 Negara Anggota ASEAN dengan 6 negara mitra perdagangan

bebas ASEAN (Cina, Jepang, Korea, India, Australia dan New Zealand). Perundingan RCEP telah melalui

24 putaran sejak Mei 2013 dan diharapkan perundingan dapat dirampungkan pada tahun 2019

(meaningful conclusion).


Untuk capaian tahun 2018, perundingan RCEP telah berhasil mencapai kemajuan yang berarti

(toward substansial conclusion). Agar tercapai target tahun 2019 tersebut, Indonesia mengusulkan

sebagai berikut: i) fleksibilitas untuk mencapai konvergensi; ii) rekalibrasi ambisi, iii) disiplin untuk

mencapai target yang ditentukan; serta iv) sikap konstruktif untuk menemukan solusi atas perbedaan

yang ada. Hingga saat ini telah diselesaikan 7 Bab dari total 21 Bab yang disepakati masuk dalam

Perjanjian RCEP nantinya. Ketujuh Bab tersebut adalah Bab Economic and Technical Cooperation

(ECOTECH), Small and Medium Enterprises (SMEs), Customs Procedures and Trade Facilitation (CPTF),

Government Procurement (GP), Institutional Provision, Sanitary and Phytosanitary (SPS), dan

Standard, Technical Regulation and Conformity Assessment (STRACAP).


Peningkatan kerja sama ekonomi regional dan sub regional difokuskan pada penguatan kerja

sama ASEAN, Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), Brunei-Indonesia-Malaysia-

Philipine East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) dan APEC. Untuk ASEAN, akan dibentuk Pusat MEA

Indonesia, penyiapan deliverables Keketuaan Thailand, sosialisasi pemanfaatan kerja sama ekonomi

ASEAN, serta Monitoring dan Evaluasi AEC Blueprint 2025. Untuk IMT-GT dan BIMP-EAGA, akan

dibentuk Sekretariat Nasional Kerja Sama Ekonomi Regional serta peningkatan koordinasi dan

sinkronisasi sehingga kerja sama ekonomi sub regional dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi

dan mengurangi kesenjangan pembangunan di provinsi-provinsi yang masuk dalam kerja sama IMT-

GT dan BIMP-EAGA. Untuk APEC, difokuskan pada semakin terbukanya pasar Asia-Pasifik bagi

produk/ekspor Indonesia, peningkatan daya saing, serta mempermudah birokrasi dan mengurangi

biaya pelaksanaan kegiatan ekonomi dan dunia usaha melalui program reformasi struktural dengan

memanfaatkan kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas dan daya saing, serta pertukaran informasi

dan pengalaman.

53


MULTILATERAL

Pada tahun 2018, terdapat dua program prioritas untuk diselesaikan. Pertama, penyelesaian

sengketa dagang dengan Selandia Baru (DS477), Amerika Serikat (DS478), dan Brazil (DS484) di WTO

yang muncul sebagai respon terhadap rezim pertanian di Indonesia yang dianggap proteksionis.

Kedua, Joint Crediting Mechanism (JCM) untuk Pembangunan Rendah Karbon yang dimulai pada

tahun 2010 dengan mitra Pemerintah Jepang. Tujuan pembentukan JCM adalah untuk peningkatan

investasi dan pemanfaatan teknologi, produk, sistem, layanan dan infrastruktur rendah karbon di

Indonesia dengan pemberian subsidi oleh Pemerintah Jepang kepada sektor swasta kedua negara

selaku pelaksana proyek.


Sebagai dampak terhadap keputusan panel WTO terkait dengan gugatan dalam kasus DS477,

DS478, dan DS484, Indonesia memiliki kewajiban untuk full-compliance atas ketentuan WTO, untuk

itu Indonesia harus melakukan penyesuaian peraturan pada tingkat Undang-Undang dan Peraturan

Menteri terkait. Pemerintah Indonesia telah melakukan penyesuaian terhadap Peraturan Menteri

Perdagangan dan Peraturan Menteri Pertanian terkait serta melakukan komunikasi yang intens

dengan Pemerintah New Zealand, Amerika Serikat, dan Brazil terkait hasil penyesuaian tersebut.

Sehubungan dengan penyesuaian Undang-Undang masih diperlukan tenggang waktu mengingat saat

ini Indonesia telah memasuki tahun politik dan penyesuaian Undang-Undang perlu dilakukan

bersama-sama dengan DPR. Kemenko Perekonomian berperan aktif untuk mendorong tindak lanjut

penyelesaian sengketa tersebut melalui koordinasi dan sinkronisasi kebijakan antar K/L terkait serta

membentuk tim clearing-house menuju full-compliance ketentuan WTO

Terkait program JCM, tercatat hingga tahun 2018 telah terdapat 32 proyek yang

diimplementasikan dengan 14 proyek sudah terdaftar dan 18 proyek sedang dalam proses. Dari 14

proyek yang terdaftar, 6 (enam) proyek telah menerbitkan kredit karbon dengan total 744 tCO2e (ton

CO2 equivalent), dengan bagian Pemerintah Indonesia adalah sebesar 279 tCO2e. Dari total investasi

yang mencapai 128 juta USD yang berasal dari subsidi Pemerintah Jepang sebesar 50 juta USD dan

investasi dari partisipan proyek sebesar 78 juta USD. Selain itu, melalui implementasi JCM telah

diprakarsai kerja sama antar kota di kedua negara, atau yang lebih dikenal dengan JCM city-to-city

cooperation. Saat ini, telah terdapat 4 (empat) kerja sama antar kota, yaitu: (i) Surabaya dan

Kitakyushu (energy management in building; waste management); (ii) Batam dan Yokohama (energy

efficiency in airport and waste water treatment; biomass energy); (iii) Bandung dan Kawasaki (energy

management in buildings; waste management; street lamps); (iv) Semarang dan Toyama (bus rapid

transit; mini-hydro, solar PV).


Dalam kerja sama multilateral, rencana kerja akan fokus pada kerja sama pada forum G20

dan Organisasi Non-G20. Dalam forum G20, beberapa program yang akan dilakukan antara lain:

1. Melanjutkan dan memperkuat koordinasi dengan Kementerian/Lembaga yang menjadi

focal point, baik dalam Sherpa Track maupun Finance Track;

54

2. Mendorong penguatan partisipasi Kementerian/Lembaga yang menjadi focal point

working groups dalam Sherpa Track sehingga dapat mendukung kepentingan nasional di

setiap forum G20;

3. Melanjutkan dan memperkuat koordinasi dengan institusi yang menjadi focal point dari

Outreach Groups (B20, W20, C20, L20, T20, Y20, dan S20);

4. Mendukung upaya persiapan Indonesia menjadi Presidensi G20 tahun 2021 (fallback

2023);

5. Menjalin kemitraan dengan institusi pendidikan sebagai knowledge partner.

6. Sedangkan untuk kerja sama Non-G20, akan difokuskan pada upaya penyelesaian

sengketa perdagangan Indonesia di WTO dan pelibatan aktif pada beberapa fora, antara

lain OECD, UNESCAP, COMCEC, D8 dan ASEM.

Sementara itu untuk kerjasama Joint Crediting Mechanism antara Indonesia dan Jepang, ada

beberapa kegiatan yang didorong pada tahun 2019 antara lain:

1. Review usulan proyek JCM yang akan masuk pada bulan Maret (1st call) dan September

(2nd call) termasuk metodologi baru yang mungkin diajukan.

2. Pelaksanaan pertemuan Joint Committee JCM untuk menetapkan metodologi, registrasi

proyek dan penerbitan karbon kredit;

3. Peninjauan ke lapangan pada beberapa proyek JCM di sejumlah daerah;

4. Mengikuti pelaksanaan Local Stakeholders Consultation (LSC) suatu kegiatan yang wajib

dilakukan oleh partisipan proyek untuk memberikan informasi mengenai proyek dan

mendapat masukan dari para pemangku kepentingan terkait;

5. Memfasilitasi kerjasama city-to-city. Saat ini tengah dalam koordinasi 2 (dua) program

utama yakni, (i) proyek JCM antara Kota Semarang dan Kota Toyama terkait proses

hibah sejumlah converter kit CNG yang dipasang pada bus Trans Semarang; (ii)

Koordinasi dalam perundingan kerjasama city-to-city antara DKI Jakarta dan Kawasaki;

6. Diseminasi informasi mengenai perkembangan JCM di tingkat nasional maupun

internasional serta mendukung kegiatan kesekretariatan JCM terkait aspek teknis dan

administrasi proyek.

55

Documents

PROGRAM PRIORITAS KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN · strategis bagi perekonomian nasional. Perluasan sektor usaha yang diberikan meliputi: 1. Penambahan dua sektor usaha