16
Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 640 Abstract: Urban poverty is a kind of over-urbanization phenomenon which commonly happen in big cities in developing countries, including Pekanbaru. The increasing amount of underage streetworkers, which is commonly described as streetchildren, becomes one of the indicators of urban poverty. The urging demand to fulfill life needs force the poors to put their school-age children to work, either at after schoolhours or on schoolhours, which means completely abandoning their schools. The purpose of this study is to describe the diversity of the underage streetworker’s characteristics and the aspirations to improve their future lives. This study is done thru survey method, which includes direct interviews with streetchildren at their workplaces, resulting a conclusion that there are a great diversity of the streetchildren’s characteristics. Most of the schoolage streetchildren are students of elementary schools in Pekanbaru. The rest of them, mostly teenagers, don’t go to school anymore. The ones who still go to school still have the wish to get educated; however, it is almost gone in the school drop-out ones. They wish more of an economic empowerment, such as an entrepreneurship education that can support their family’s economic state. A more strategic poverty-elimination program must be initiated by the city-government to prevent negative implications of this streetchildren phenomenon. Keywords : Streetchildren, Aspiration, Pekanbaru PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai dampak sosial, telah mencuat sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang terjadi pada akhir tahun 1997. Secara kuantitas dampak sosial yang terjadi dapat ditunjukkan dengan meningkatnya tiga kali lebih banyak penduduk miskin. Dari data yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik Agustus 1998, diketahui jumlah penduduk miskin sebanyak 79,4 juta orang (39,1%);sedangkan pada tahun 1996 diperkirakan 22,6 juta orang atau 11,3% dari jumlah penduduk. Kondisi ini mengakibatkan semakin meningkatnya permasalahan sosial, karena kemiskinan yang bersumber dari ketidak-berdayaan secara ekonomi akibat krisis, masih merupakan penyebab utama munculnya permasalahan sosial, antara lain seperti munculnya anak jalanan. Fenomena sosial anak jalanan, benar- PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU HESTI ASRIWANDARI *) Staf Pengajar Jurusan Sosiologi FISIP UNRI benar terasa terutama di kota-kota besar. Berdasarkan kegiatan pemetaan dan survei anak jalanan tahun 1999 yang dilakukan oleh Departemen Sosial dan Lembaga Penelitian Universitas Atmajaya Jakarta, terungkap bahwa alasan utama dari sebagian besar anak- anak bekerja di jalan setelah terjadinya krisis adalah karena membantu orang tua (35%) dan menambah biaya sekolah (27%) . Hal ini menunjukkan bahwa alasan ekonomi keluarga merupakan pendorong utama semakin banyaknya anak-anak bekerja di jalan. Selain itu dilaporkan bahwa hampir separuh (44%) anak-anak jalanan masih sekolah dan sebagian besar (83%) masih tinggal bersama dengan orang tua. Selain itu dampak krisis telah mengakibatkan keluarga miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Akibatnya sejumlah 13% anak-anak jalanan mengalami putus sekolah. Konvensi hak-hak anak menyatakan

PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 640

Abstract: Urban poverty is a kind of over-urbanization phenomenon which commonlyhappen in big cities in developing countries, including Pekanbaru. The increasing amountof underage streetworkers, which is commonly described as streetchildren, becomes one ofthe indicators of urban poverty. The urging demand to fulfill life needs force the poors to puttheir school-age children to work, either at after schoolhours or on schoolhours, whichmeans completely abandoning their schools. The purpose of this study is to describe thediversity of the underage streetworker’s characteristics and the aspirations to improve theirfuture lives. This study is done thru survey method, which includes direct interviews withstreetchildren at their workplaces, resulting a conclusion that there are a great diversity ofthe streetchildren’s characteristics. Most of the schoolage streetchildren are students ofelementary schools in Pekanbaru. The rest of them, mostly teenagers, don’t go to schoolanymore. The ones who still go to school still have the wish to get educated; however, it isalmost gone in the school drop-out ones. They wish more of an economic empowerment, suchas an entrepreneurship education that can support their family’s economic state. A morestrategic poverty-elimination program must be initiated by the city-government to preventnegative implications of this streetchildren phenomenon.

Keywords : Streetchildren, Aspiration, Pekanbaru

PENDAHULUAN

Latar BelakangBerbagai dampak sosial, telah mencuat

sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneteryang terjadi pada akhir tahun 1997. Secarakuantitas dampak sosial yang terjadi dapatditunjukkan dengan meningkatnya tiga kalilebih banyak penduduk miskin. Dari data yangdikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik Agustus1998, diketahui jumlah penduduk miskinsebanyak 79,4 juta orang (39,1%);sedangkanpada tahun 1996 diperkirakan 22,6 juta orangatau 11,3% dari jumlah penduduk. Kondisiini mengakibatkan semakin meningkatnyapermasalahan sosial, karena kemiskinan yangbersumber dari ketidak-berdayaan secaraekonomi akibat krisis, masih merupakanpenyebab utama munculnya permasalahansosial, antara lain seperti munculnya anakjalanan.

Fenomena sosial anak jalanan, benar-

PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANANDI KOTA PEKANBARU

HESTI ASRIWANDARI *)

Staf Pengajar Jurusan Sosiologi FISIP UNRI

benar terasa terutama di kota-kota besar.Berdasarkan kegiatan pemetaan dan surveianak jalanan tahun 1999 yang dilakukan olehDepartemen Sosial dan Lembaga PenelitianUniversitas Atmajaya Jakarta, terungkapbahwa alasan utama dari sebagian besar anak-anak bekerja di jalan setelah terjadinya krisisadalah karena membantu orang tua (35%) danmenambah biaya sekolah (27%). Hal inimenunjukkan bahwa alasan ekonomi keluargamerupakan pendorong utama semakinbanyaknya anak-anak bekerja di jalan. Selainitu dilaporkan bahwa hampir separuh (44%)anak-anak jalanan masih sekolah dansebagian besar (83%) masih tinggal bersamadengan orang tua. Selain itu dampak krisistelah mengakibatkan keluarga miskin tidakmampu memenuhi kebutuhan dasarnya,termasuk memenuhi kebutuhan pendidikananak-anaknya. Akibatnya sejumlah 13%anak-anak jalanan mengalami putus sekolah.

Konvensi hak-hak anak menyatakan

Page 2: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 641

bahwa anak-anak mempunyai hak ataskelangsungan hidup, tumbuh kembang,perlindungan dan partisipasi, tanpapembedaan dalam bentuk apapun, sepertiperbedaan ras,warna kulit,jeniskelamin,bahasa, agama, asal usul sosial, hartakekayaan, dan lain-lain. Khusus pasal 32,secara jelas diakui hak anak untukberistirahat, bermain, dan turut serta dalamkegiatan-kegiatan rekreasi yang sesuaidengan usia anak (Storer,1994). Namun padakenyataannya tidaklah demikian yang dialamioleh anak-anak dari keluarga yang tidakmampu. Mereka seringkali mengalamiketidakadilan dalam memperoleh hak-hakmereka sebagai anak. Kondisi tersebut lebihdisebabkan oleh kondisi struktural, karenamereka berasal dari keluarga yang kurangmampu.

Hal ini berarti semakin bertambahnyakeluarga yang tidak mampu, maka akansemakin banyak jumlah anak yang kehilangankesempatannya dalam mendapatkanpendidikan yang memadai dan harapan hidupyang lebih baik. Data survey sosial ekonomi1997 menunjukkan sekitar 4,44 juta anakberusia antara 7-15 tahun tidak bersekolahlagi dan kebanyakan dari mereka bekerja untukmembantu ekonomi keluarga (JohnsonCs,1998) atau dikenal dengan istilah pekerjaanak. Sebagai pekerja anak, jenis pekerjaanmereka sangat beragam, dari membantu orangtua (pekerja keluarga), pembantu rumahtangga, bekerja di pabrik, sampai bekerja dijalanan sebagai penjual koran, penjajamakanan, penyemir sepatu, pemulung,danlain-lain, atau seringkali disebut dengan istilahanak jalanan.

Studi yang dilakukan Christina di limanegara menunjukkan bahwa bekerja sebagaiburuh atau di jalanan lebih berisiko dari padabekerja di rumah (membantu orangtua ataukeluarga). Risiko-risiko yang dihadapi pekerjaanak tersebut bervariasi, sesuai dengankondisi kerja mereka. Jika melihat padaberbagai risiko yang dihadapi para pekerjaanak, memperlihatkan bahwa kehidupan yang

mereka alami cukup berat. Misalnya risiko fisikmeliputi : makanan yang tidak mencukupi dantidak teratur, usaha-usaha berat, kelelahanfisik, kurang tidur, lingkungan yang tidaksehat. Risiko psikososial meliputi:ketidakcukupan kasih sayang dan perhatianorang tua, interaksi dengan kawan sebaya,waktu luang, variasi dalam aktivitas kerja,kepuasan dari tempat kerja. Risiko tempatkerja meliputi: eksploitasi seksual, dantindakan-tindakan kekerasan lain dari sesamaanak jalanan.

Pendapatan yang tidak seberapa,memaksa mereka untuk bekerja dengan jamkerja yang panjang (ILO,1994). Bagi pekerjaanak yang bekerja di sektor informal yangmenghabiskan sebagian besar waktunya dijalan cenderung terikat oleh kultur jalananyang bebas dan tanpa aturan (YKAI, 1994).Anak-anak jalanan juga mengalamikerawanan atas hak-haknya yang tidakterpenuhi, karena mereka sangat rentandieksploitasi, diperlakukan salah,ditelantarkan, diperlakukan diskriminatif danberada dalam situasi yang buruk untukkelangsungan hidup dan tumbuh-kembangnya. Dalam kondisi yang sudahparah, anak jalanan cenderung melakukantindak kriminal dan mendorong terjadinyainstabilitas sosial, karena sering berada dalamlingkungan preman dan pelaku kejahatan dikota-kota besar.

Dari 597.971 jiwa jumlah penduduk diPekanbaru sampai akhir tahun 2001, ternyataterdapat 3108 anak terlantar. Jumlah anakterlantar ini akan menjadi salah satu akarpermasalahan yang dihadapi oleh banyakkota besar, termasuk Pekanbaru, yaitumunculnya fenomena anak jalanan. Anak-anak jalanan dapat ditemui di tempat-tempatkeramaian di Pekanbaru, yaitu tempat-tempatdimana mereka melakukan aktivitasnya. Anakterlantar di Pekanbaru tersebar di 8kecamatan, dan prosentase terbesar terdapatdi kecamatan Tampan (39,70%), menyusulRumbai dan Pekanbaru Kota, masing-masing15,41% dan 12,16%. Upaya mengatasi anak

Page 3: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 642

terlantar ini salah satunya adalah denganmendirikan Panti Asuhan. Keberadaan PantiAsuhan diharapkan akan dapat menggantikanperan lembaga keluarga. Di kota Pekanbarudijumpai ada 9 buah panti asuhan denganjumlah anak asuh seluruhnya sebanyak 540orang.

Tujuan umum studi ini adalah untukmendapatkan profil anak jalanan yang ada diPekanbaru, serta menemukan hal-hal yangpaling bernilai bagi mereka dalam upaya untukmeningkatkan kualitas hidupnya. Secarakhusus studi ini bertujuan mendeskripsikankarakteristik anak-anak jalanan,mengidentifikasikan alasan utama anak-anakmelakukan kegiatannya, serta harapan-harapan mereka untuk masa depan. Sementarakegunaan studi ini adalah diperolehnyamasukan bagi institusi terkait untukmengambil kebijakan bagi upayapemberdayaan anak jalanan.

Metoda PenelitianMetoda penelitian yang digunakan

adalah metode survei, dimana darikeseluruhan populasi obyek penelitian yangakan diteliti, akan diambil sampel yang dapatmempresentasikan kelompok anak jalanan.Sampel akan ditarik secara Accidental yaitusiapa saja calon responden yang memenuhisyarat akan dijadikan responden.Darikegiatan sampling ini di tetapkan sebanyak115 anak jalanan dari berbagai jeniskegiatannya menjadi responden

Persebaran anak jalanan di KotaPekanbaru lebih terkonsentrasi padasimpang-simpang jalan utama, sepertisimpang jalan Harapan Raya-Sudirman,simpang jalan Gajah Mada-Sudirman,simpang Jalan Tuanku Tambusai-Sudirmandan juga pusat-pusat pertokoan dan pasarseperti Plaza Sukaramai, Plaza Senapelan,Terminal Mayang Terurai dan beberapa

tempat hiburan lainnya. Lokasi kosentrasianak jalanan diatas akan menjadi sasaran studiini. Pengumpulan data menggunakaninstrumen sesuai kodenya dilakukan secarawawancara berstruktur, wawancaramendalam, dan studi dokumentasi. Data yangdiperoleh selanjutnya diolah, yang meliputikegiatan coding, editing, tabulating,penyajian tabel-tabel, penyajian grafik, baganalir, seleksi foto, seleksi jawaban informanyang memiliki makna subyektif.

PROFIL ANAK JALANAN DI KOTAPEKANBARU

Usia, Pendidikan, dan AgamaDalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang

dikeluarkan tahun 1990, batasan usia anakadalah yang berusia dibawah 18 tahun.Berdasarkan konsep ini, dilakukanpengelompokan umur anak jalanan diPekanbaru. Hasil yang diperoleh adalah,sebagian besar (45,22%) pada kelompok usia12-14 tahun, berikutnya sebesar 21,74% padakelompok usia 9-11 tahun, dan 20,87% padakelompok usia 15-17 tahun.

Sementara menurut jenis kelamindidapati lebih banyak anak laki-laki menjadipekerja anak (92,17%) dibandingkan dengananak perempuan. Hal ini dapat dipahamikarena secara budaya anak laki-laki lebihcenderung untuk keluar rumah mengikutiperan publiknya, dibandingkan perandomestik pada anak perempuan.

Sebagian besar (69,57%) dari parapekerja anak yang diamati ternyata tidakbersekolah. Hal ini tentunya makin menambahkeprihatinan dalam upaya penanggulanganmasalah anak jalanan. Kondisi ini diperburukoleh adanya data bahwa dari 30,43 % pekerjaanak yang bersekolah, seluruhnya masihbersekolah di Sekolah Dasar. Tabel berikutmenjelaskan keadaan ini.

Page 4: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 643

Peluang untuk berhenti sekolah terbukalebar, sebab dari seluruh responden 69,57persen dari anak-anak tersebut sudah tidaklagi bersekolah. Dari anak yang tidakbersekolah dijumpai 4 orang (3,48%) anakyang tidak pernah sekolah dan kalau dikaitkandengan umur anak-anak yang berumur 5tahun hanya 1 orang. Karena itu masihdijumpai 3 anak yang tergolong usia sekolahtapi tidak pernah duduk dibangku sekolah.

Data mengenai mayoritas usia anakjalanan, yaitu 12-14 tahun, dan sebagian besaradalah mereka yang tamat SD, serta masihbersekolah di Sekolah Dasar, ternyatadidukung oleh adanya temuan data tentangpertama kali mereka turun ke jalan. Sangatmemprihatinkan memang keadaan yangdihadapi oleh para keluarga miskin ini, karenamereka harus mempekerjakan anak-anaknyasejak usia 6 tahun.

Dalam hal penganutan agama, 91,30 %adalah beragama islam, sisanya memelukagama kristen dan katolik. Ironisnya dariwawancara mendalam ternyata sebagianbesar dari mereka tidak lagi belajar mengajibahkan banyak diantaranya yang tidak dapatmembaca Al quran. Demikian juga anak yangberagama kristen protestan dan katolik dari10 anak ternyata 3 orang menyatakan tidakpernah ke gereja Keluarga dan TempatTinggal

Sebagian besar (69,57%) anakjalanan dikota Pekanbaru ini tinggal denganorang tuanya. Karena itu berhasil-tidaknyaintervensi yang dilakukan terhadap anakjalanan tergantung pula pada pendekatankepada orang tua dan dukungan yangdiberikannya. Tanpa dukungan dari orang tuapenanganan masalah anak jalanan akanmenemui kendala.

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase

1 Tidak Pernah Sekolah 4 3,482 Masih Sekolah di SD 35 30,433 Tidak Tamat SD 15 13,054 Tamat SD 38 33,045 Tidak Tamat SLTP 18 15,656 Tamat SLTP 5 4,35

Jumlah 115 100,00

Sumber: Data Survei Lapangan Tahun 2003

Jumlah Responden Menurut Usia Pertama Kali Turun Kejalan

Sumber: Survei Lapangan 2003

No Kelompok Umur Frekuensi Persentase

1 < 5 21 18,26

2 6 – 8 29 25,22

3 9 – 10 59 51,30

4 12 – 14 3 2,61

Jumlah 115 100,00

Page 5: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 644

Sedangkan untuk status tempat tinggal,sebagian besar (71,93%) responden atauorang tua responden menyewa/mengontrakrumah tempat tinggalnya. Selebihnya adalahmilik sendiri (20,18%), dan menumpang(7,89%). Dengan demikian dapat dinyatakanbahwa anak jalanan di Pekanbaru masihberada dibawah pengawasan orang tua,walaupun tidak sepenuhnya. Data mengenaifrekuensi mereka pulang ke rumah akanmengungkapkan hal ini.

Diperoleh temuan data yang cukupmengejutkan, bahwa ternyata sebanyak62,61% anak jalanan memiliki orang tualengkap, masih tinggal serumah, dan denganstatus ‘kawin’. Sementara orang tua denganstatus ‘cerai hidup’ dan ‘cerai mati’ masing-masing 24,35% dan 13,04%. Hal inimenunjukkan bahwa sebagian besar anakjalanan yang diamati memang berasal darikeluarga kurang mampu, dengan orang tua

yang masih lengkap, yang terpaksamempekerjakan anak-anaknya. Dan ketikaditanyakan mengenai jumlah saudara,sebanyak 54,78 % responden menyatakanmemiliki saudara sebanyak 4-6 orang.Keadaan ini tentu semakin memperberatbeban ekonomi keluarga miskin tersebut

Sebagian besar pekerjaan orang tua anakjalanan adalah sebagai pedagang dan buruhbangunan. Pekerjaan pedagang yangdilakukan oleh orang tua responden adalahpedagang kecil, seperti pedagang cendol,pedagang sate, pedagang buah. Pekerjaankedua terbanyak adalah sebagai buruh, buruhbangunan, buruh angkut. Beberapa anakjalanan menyatakan orang tuanya bekerjasebagai petani di kampung, dan mereka diPekanbaru ini ikut keluarga, kakak, atau oranglain yang tidak ada hubungan sanak keluarga.Berikut adalah tabel mengenai jenis pekerjaanorang tua anak jalanan.

No Tempat Tinggal Frekuensi Persentase1 Ikut Orang Tua 80 69,572 Ikut Famili 27 23,483 Ikut Orang Lain 7 6,094 Tidak Punya Tempat Tinggal 1 0,87

Jumlah 115 100,0

Jumlah Responden Menurut Tempat Tinggalnya

Sumber: Survei Lapangan 2003

Jumlah dan Jenis Pekerjaan orang Tua (KK) Responden Tahun 2003

No Jenis Pekerjaan Orang Tua Frekuensi Persentase1 Petani 15 14,022 Pedagang 34 31,783 Buruh 28 26,174 Penjahit 7 6,545 Sopir 5 4,676 Tukang Ojek 5 4,677 Nelayan 1 0,938 Pengemis 3 2,809 Bengkel 1 0,9310 Tidak Bekerja 8 7,48

Jumlah 107 100,00Sumber: Survei Lapangan 2003

Page 6: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 645

Temuan data mengenai tingkatpendidikan yang pernah ditempuh oleh orangtua responden menunjukkan, dari 107 oranganak yang ayahnya masih ada dijumpai 17,78% tidak pernah sekolah. 26,17 % tidak tamatsekolah dasar. 33,64 % tamat SD, 15,88 %tamat SLTP dan 6,54 % tamat SLTA

Dalam hal etnis orang tua ditemukandata, 70,43% responden memiliki ayahdengan etnis minangkabau, dan 76,52%responden memiliki ibu dengan etnisminangkabau juga. Tanpa mengamati lebihjauh perbedaan angka antara etnis ayah danibu, karena etnis tidak menjadi perhatianutama dalam analisis studi ini, tetapisetidaknya hal ini mendukung temuan datalain yang menyatakan bahwa sebanyak

90,31% anak jalanan berasal dari luar daerahRiau.Jenis Usaha Anak Jalanan

Paling banyak dari anak jalananmenjalankan pekerjaan sebagai penjual koranyaitu sebanyak 26,09 %, dan tukang semirsepatu sebanyak 20,87 %. Sedangkan jenispekerjaan lainnya yang banyak diminatipengamen (14,08 %), penjual rokok (11.30 %),penjual mainan, asesoris dan kelontong (8,70%), dan penjual kue (8,52 %). Selebihnya bekerjasebagai pemulung (4,35 %), tukang angkutbarang-barang di pasar (1,74 %), tukang parkir(1,74 %), agen (0,87%), dan penjual jasa lain-lain (1,74 %). Pekerjaan tersebut merupakanpekerjaan yang sering dan dominan merekalakukan selama menjadi anak jalanan.

11 jenis usaha / kegiatan yang dilakukan oleh anak jalanan dikota Pekanbaru

Jam KerjaMenurut aturan pemerintah bahwa lamanya jam kerja dalam seminggu adalah 42 jam atau

7 jam sehari. Namun dalam kenyataannya banyak diantara anak jalanan menghabiskan waktudi jalanan lebih dari 42 jam seminggu. Mereka kadang-kadang menghabiskan waktu untukbekerja setiap hari lebih dari 10 jam.

Jumlah Responden Menurut Kelompok Jam Kerja Sehari

No Jam Kerja Sehari Frekuensi Persentase

1 1 – 3 10 8,702 4 – 6 46 40,003 7 > 59 51,30

Jumlah 115 100,00

Page 7: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 646

Pendapatan anak jalanan yang bekerja untukmembantu orang tua maka 29,74%pendapatan digunakan untuk kebutuhansendiri, dan selebihnya mereka gunakanuntuk membantu orang tua, keluarga, temandan kebutuhan lain.

Alokasi Pengeluaran Anak Jalanan

Gambar di atas menjelaskan bahwaalokasi pengeluaran anak jalanan adalah :15,43% untuk kebutuhan makan di warung, 14,31%untuk jajan (rokok, kue), 17,70 % diberikanpada teman atau saudara, 0,15 % diberikanpada preman, 37,36 % untuk orangtua dan15,05 % untuk kebutuhan lain-lain, misalnyamembeli pakaian sendiri atau saudara,peralatan rumah tangga, dan sebagainya.

Alokasi pendapatan yang terbesaruntuk diberikan pada orangtua. Kalaudijumlahkan dengan yang diberikan padasaudara jelasnya mencapai 55,06%. Dan kalaudibandingkan dengan hasil studi yangpernah dilakukan mengenai bantuan anakjalanan kepada orangtua (Yashinta, 2001) diSurabaya pendapatan anak jalanan yang

Alasan Eksternal Anak Beraktivitas di Jalanan

No Alasan Turun Kejalan Frekuensi Persentase1 Membantu Orang Tua 43 37,392 Untuk Mencari Makan 25 21,743 Tambahan Biaya Sekolah 27 23,484 Putus Sekolah 15 13,045 Beli Baju, dll 5 4,35

Jumlah 115 100,00

Sumber: Survei Lapangan 2003

Faktor Pendorong Dominan Untuk BekerjaDi Jalan

Hasil survey mengungkapkan bahwafaktor yang dianggap dominan sebagaipendorong mereka turun ke jalan, sebagianbesar menjawab atas keinginan sendiri, yaitusebanyak 59,13%. Sementara yangmenyatakan terpengaruh oleh temansebanyak 28,70%, dibawa saudara sebanyak2,61%, dan disuruh oleh orang tua sebanyak9,67 %.

Sedangkan faktor dari luar diri anak ,yaitu situasi pendorong anak untuk turunkejalan adalah kondisi kemiskinan keluarga.Berikut adalah data yang menjelaskanjawaban mereka.Pendapatan dan Alokasi Pengeluaran

Keberadaan mereka dijalanan tentusangat membantu kehidupan ekonomikeluarga. Kalau diperhatikan pendapatanmereka yang berkisar antara Rp. 5000 s/d Rp.40.000. Pendapatan terbanyak antara Rp.10.000 hingga Rp. 20.000. Rata-ratapendapatan anak jalanan itu selama semingguterakhir adalah sebesar Rp.15.727,39,- setiapharinya. Pendapatan terbesar yang diperolehanak jalanan adalah yang berasal daripekerjaan mengamen, tukang angkut, tukangparkir dan penjual koran.

Uang yang mereka peroleh, sebagianmereka berikan pada keluarganya baik berupauang dan kadang-kadang berupa barangmisalnya membelikan peralatan dapur ataukamar tidur. Melihat Alokasi Pengeluaran dan

Page 8: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 647

diberikan pada orangtua adalah sebesar 44%, di Jakarta 75 %, dan di Ujung Pandangsebesar 77 %. Dengan demikian bantuan anakjalanan pada orangtua di Kota Pekanbarurelatif kecil. Hal ini juga mempunyai maknaeksploitasi pada anak juga berkurang.

NILAI KERJA DAN ASPIRASIKerja bagi anak jalanan diartikan sebagai

aktivitas yang menghasilkan uang, apapunyang mereka lakukan baik itu jenis pekerjaanyang secara normatif dapat diterima, sepertipenjual koran, maupun yang janggal sepertimeminta-minta tidak lain diartikan sebagaisuatu usaha yang akan menghasilkan uang.Oleh karena itu, dalam kehidupan anak jalananjenis-jenis pekerjaan yang mereka lakukanjuga mempunyai makna-makna sosial, tidaksemua anak melihat pekerjaan itu mempunyaimakna hanya mencari uang, tapi jugabermakna ada mengandung nilai harga diri.

Hasil studi menunjukkkan dari 115 oranganak jalanan yang dijadikan respondendidapati 35 orang anak (30,43%) yang masihduduk di bangku sekolah. Bagi anak-anakjalanan yang masih bersekolah sebagianpendapatan yang mereka peroleh merekagunakan untuk memenuhi kebutuhansekolah. Dan tidak sedikit pula dari anakjalanan yang sudah meninggalkan bangkusekolah, mempunyai aspirasi untuk dapatkembali ke bangku sekolah, jika merekamempunyai uang. Namun sebagian besardiantara mereka ternyata bahkan tidakmenginginkan bantuan pendidikan, karenalebih berminat pada kegiatan pekerjaannya.

Berikut adalah beberapa kasus yangdapat mengungkapkan nilai kerja dan aspirasipara anak jalanan yang dihimpun dari hasilwawancara mendalam.

KASUS I : PENJUAL ROKOK , “AKUTIDAK MAU SEKOLAH LAGI”

Penampilan fisiknya sama sekali takmenyiratkan bahwa sehari-harinya dia hidupdi jalanan. Dengan celana blue jean dan kaosoblong yang terlihat bersih dan potonganrambut yang cukup rapi seperti anak sekolah,dia melangkah tanpa beban, menjajakandagangannya. Bincang-bincang siang itutelah mengungkap kehidupannya. Saat iniusianya 12 tahun, dan tidak bersekolah. Ketikaditanyakan telah berapa lama dia menjalankankegiatan ini, dengan kepolosannya diamenjawab ‘tidak tahu’. Keterangan yangdapat dia berikan adalah, pada tahun 2001dia duduk di kelas 3 SD, dan itulah bangkusekolah terakhir yang dia duduki.

Ilham, demikian namanya, malas sekalibersekolah. Terlalu banyak beban, uangsekolah dan pekerjaan rumah yang sulit-sulit.Karena itu sering juga dia tidak naik kelas.Orang tuanya telah bercerai. Ibu dari TeratakBuluh, ayah dari Lintau. Saat ini ibunya telahmenikah lagi, dan dia tinggal bersama ibudan ayah tirinya, beserta dua orangsaudaranya yang masih sekolah di kelas 1dan 3 SMP. Kakak yang paling besar tinggalbersama ayahnya di Lintau. Rumah yangditinggalinya adalah milik ayah tirinya, danbertempat di jalan Cik Di Tiro. Sehari-harinya

Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Bantuan yang Diharapkan

No Alasan Turun Kejalan Frekuensi Persentase1 Membantu Orang Tua 43 37,392 Untuk Mencari Makan 25 21,743 Tambahan Biaya Sekolah 27 23,484 Putus Sekolah 15 13,045 Beli Baju, dll 5 4,35

Jumlah 115 100,00

Sumber: Survei Lapangan 2003

Page 9: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 648

ibunya berjualan lontong dan ayahnyamembuka bengkel dirumahnya.

Pekerjaan pertama yang dijalankansesudah dia putus sekolah dua tahun yanglalu adalah menjadi ‘stokar’ bus jurusanKulim. Pekerjaan itu cukup berat tapimenyenangkan. Cukup lama dia jalankanpekerjaan tersebut, hingga akhirnya ibunyatidak lagi mengijinkannya, oleh karena harusselalu jauh dari rumah, dan rawan oleh tindakkekerasan. Pengaruh teman-teman cukupbesar didalam menemukan kegiatan barunyasebagai penjual rokok. Pekerjaan yang barudijalankannya dalam dua bulan ini sangatmenyenangkan, dan tidak terlalu menyitatenaga.

Setiap harinya, Ilham mangkal dikawasan Plaza Sukaramai, dari jam 6 pagisampai jam 9 malam. Modal awal sebagaipenjual rokok sebesar Rp200.000,-didapatkannya dari ibunya. Sementara darihasil berjualan rokok, dalam sehari diamemperoleh penghasilan berkisar antaraRp15.000,- sampai Rp20.000,-, yangseluruhnya harus diserahkan kembali kepadaibunya, setelah dikurangi dengan biayamakan sekitar Rp. 5000,- sekali makan. Halyang paling dia sukai dengan kemampuanmencari uang sendiri ini adalah bisa membelipakaian . Sementara kebutuhan lainnya,misalnya biaya ketika sakit, ditanggung olehorang tuanya. Sakit yang paling seringdideritanya saat ini adalah sakit gigi.

Hubungannya dengan sesama penjualrokok sangat akrab, dan juga denganbeberapa anak yang berjualan berbagai jenisdagangan di wilayah itu. Berjualan rokoksangat disukainya , karena tidak pernahterkena tindakan penertiban oleh aparat(Tibum). Peraturan yang harus mereka taatiadalah tidak boleh berjualan di dalampertokoan. Anak-anak sangat menaati aturanini , sehingga mereka harus menitipkandagangannya di luar ketika kami mengajakmereka masuk pertokoan untuk melakukanwawancara. Tindakan kekerasan, baik dariaparat keamanan, teman, orang tua, maupun

‘preman pasar’ tak pernah dialaminya. Suatubentuk perlakuan yang tidak pernahdisadarinya sebagai tindakan kekerasanadalah pemalakan yang dilakukan secarahalus oleh para pemuda di sekitar lokasimangkal. Mereka selalu meminta uang Rp2000,- atau rokok dua batang setiap harinya,tidak lebih. Para penjual rokok tentu ihklasmemberikannya, karena itu merupakanjaminan keamanan bagi mereka untukberjualan di wilayah tersebut.

Aspirasi yang bisa digali dari Ilham,salah seorang dari para penjual rokok diwilayah Ramayana ini adalah, dia sangatmenikmati pekerjaan ini, dan belum adarencana untuk menggantinya denganpekerjaan lain. Saat ini, kegiatan lain yangdilakukannya adalah, membantu salahseorang kerabatnya berjualan durian. Yangmenarik adalah, dia tidak mau kembali kebangku sekolah walaupun ada yang bersediamembiayainya. Sesuai dengan usianya, makabantuan yang diharapkannya adalah pakaiandan sepatu baru. Tersirat disini bahwa anak-anak seperti Ilham tidak pernah menyesal telahmeninggalkan bangku sekolah. Cita-citanyaadalah terus berusaha mencari penghasilansendiri, dan memenuhi semua kebutuhannyadengan menggunakan hasil keringatnyasendiri. Kejelian memanfaatkan peluangberusaha, lebih menjadi perhatian mereka,dibandingkan upaya-upaya pemberdayaanpendidikan.

KASUS II : PENGAMEN ,“IWAN FALSADALAH IDOLAKU”

Mengamen mungkin tampak sebagaisebuah kegiatan yang tidak terlalu berarti,bahkan sering dianggap bukan sebagaisebuah pekerjaan. Lebih-lebih jika yangmelakukannya adalah seorang anak kecil atauremaja yang tidak terlalu memiliki suara danperalatan musik yang memadai.

Dengan berbekal rangkaian tutup botolbekas, dua orang anak usia SD mengamen diBus kota, sambil menyanyikan lagu-lagudaerah. Suara keduanya cukup lantang dan

Page 10: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 649

jernih. Dua orang saudara kandung, Riko danIrpan, masing-masing duduk di kelas 6 dan 4SD, berangkat dari rumah kontrakan di JalanNelayan, Bom Baru, pukul 13.00, sepulangsekolah, bersama ibu dan dua orang adikmereka yang masih kecil. Pada salah satuemperan ruko-ruko kosong di wilayah PlazaSukaramai, ibu dan kedua adik merekaberistirahat. Sementara itu Riko dan Irpanmenjalankan kegiatan mengamennya di buskota. Hal ini mereka jalankan setiap hari, sejakjam 13.00 hingga jam 18.00, denganpenghasilan seharinya berkisar antaraRp20.000,- sampai dengan Rp25.000,-.

Orang tua Riko dan Irpan telah bercerai.Saat ini mereka tinggal bersama ibu kandungdan ayah tirinya yang bekerja sebagai buruhbangunan, sedangkan ayah kandungnyatinggal di Solok. Kedua adik mereka yangmasih kecil adalah adik tiri. Oleh karenakesulitan ekonomi yang dihadapi ayah tirimereka didalam memenuhi kebutuhan rumahtangga yang semakin lama semakinmembengkak, ditambah dengan keinginanRiko dan Irpan untuk terus bersekolah, makakedua anak yang masih sangat belia itu harusterus mengamen setiap hari, danmenghasilkan rupiah demi rupiah untukmemenuhi keinginan mereka. Aspirasipendidikan mereka cukup tinggi. Hal initerbukti dari keinginan untuk bisa terusbersekolah, dan juga dari prestasi yangdicapai oleh Irpan yang selalu mendudukiranking pertama di kelasnya.

Sebelum mengamen, Riko dan Irpanpernah menjadi tukang semir sepatu. Akantetapi karena pekerjaan tersebut merekaanggap kurang menghasilkan, atas pengaruhbeberapa teman sesama pekerja anak, merekamencoba untuk mengamen. Anak-anakseperti Riko dan Irpan sangat mendambakanbantuan biaya untuk keberlanjutan sekolahmereka. Dari jawaban-jawaban yangdiberikan, mereka memang tidak keberatanmenjadi pengamen. Akan tetapi jika diamatilebih mendalam, ternyata sebuah kenyataanhidup telah menyudutkan mereka pada pilihan

yang sulit, jika tidak mengamen mereka tidakdapat melanjutkan sekolah. Kenyataan sepertiini adalah sebuah bentuk lain dari kekerasanyang banyak dihadapi oleh anak-anak seusiaRiko dan Irpan. Kekerasan dan keterpaksaanyang mengharuskan mereka mengisi waktu-waktu bermainnya dengan kewajiban mencaripenghasilan untuk menambah biaya rumahtangga dan sekolah. Tindakan-tindakankekerasan, baik itu berasal dari aparatkeamanan atau dari sesama anak jalanan,memang tidak pernah mereka terima. Akantetapi perampasan hak anak-anak ini untukbelajar dan bermain tentu harus mendapatkanperhatian yang tinggi dari masyarakat danberbagai pihak yang terkait dengan nasib parapekerja anak ini.

Berbeda dengan keadaan yang dihadapioleh Riko dan Irpan, kasus beberapa remajapengamen berikut, memberi gambaran yanglebih jelas mengenai kehidupan anak jalanan.Wawan, usia 15 tahun, tamat SD diBukittinggi, tidak melanjutkan sekolah, dansudah 5 bulan ini di Pekanbaru, tinggal dirumah kontrakan bersama orangtuanya dan2 orang adiknya yang masih bersekolah diSekolah Dasar, dan 3 orang lagi yang belumsekolah. Rizki, 16 tahun, sekolah hanyasampai kelas I SLTP, lahir di Pekanbaru, punyaseorang adik yang bersekolah di kelas V SDyang tinggal dengan orang tuanya di Pandau.Roy, 15 tahun, sekolah sampai kelas V SD,orang tua bercerai, dan saat ini tinggaldengan ayahnya di Tangkerang. Dua orangabangnya yang juga putus sekolah, berjualankaset di Pasir Putih, sedangkan tiga orangadiknya tinggal bersama ibunya di Jl.Pangeran Hidayat. Ketiga remaja ini bertemanakrab, baik ketika sedang mengamen, maupunketika beristirahat dimalam hari.

Kegiatan mengamen dijalankan setiaphari dari pukul 9 pagi hingga 7 malam di buskota. Sesudah itu, mereka mangkal di ApotikJaya sampai pukul 10 malam. Rata-ratapenghasilan yang mereka peroleh setiapharinya berkisar antara Rp15.000,- sampaiRp25.000,-. Penghasilan itu masih harus

Page 11: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 650

dikurangi biaya makan, minum, dan biaya‘perlindungan’ sebesar Rp1000,- atau duabatang rokok sehari. Yang menarik dariketiganya adalah, mereka benar-benar hidupdi jalan dan jarang sekali pulang ke rumah.Wawan dan Rizki tidak pulang ke rumah jikapenghasilannya masih sedikit, sementara Roymemang tidak pernah pulang. Lokasi tempatmereka tidur adalah di kawasan PlazaSenapelan, di luar deretan toko yang telahsunyi, menyelinap diantara kursi-kursi yangtelah tersusun rapi di sebuah rumah makancepat saji. Tentu saja mereka memilih tempatyang sudah pasti aman dari pengawasan parapetugas kebersihan dan ketertiban di wilayahtersebut, sehingga mereka dapat beristirahatdengan tenang, dan keesokan harinya dapatmengamen lagi.

Pengelolaan keuangan merekapuncukup menarik dikaji. Untuk keamanan, merekamenitipkan uang yang mereka peroleh ditempat yang mereka percayai. Wawan danRizki menitipkan uangnya pada pemilik salahsatu kedai yang telah mereka kenal denganbaik, sedangkan Roy menitipkan pada kerabatsekampungnya, yang juga orang tua salahseorang pengamen. Setiap Rp 50.000,- dariuang yang dititipkan, mereka membayar Rp5000,- kepada orang tersebut. Tak dapatdipastikan setiap berapa lama Wawan danRizki membawa pulang uangnya yang telahterkumpul. Jika mengamennya lancar, danuang cukup banyak terkumpul, biasanyasetiap satu minggu mereka pulang.Penghasilan yang mereka peroleh diserahkankepada orang tua, untuk membantukebutuhan rumah tangga, modal sekolahadik-adik, serta untuk ongkos membeli bajumereka sendiri.

Sedikit berbeda dari Wawan dan Rizki,Roy dengan postur tubuh yang tinggi dankekar menyiratkan bahwa ia lebih lama ditempaoleh kekerasan sebagai anak jalanan. Roypernah membeli gitar dengan modal uang Rp50.000,-. Malang tak dapat ditolak, hanya tigahari gitar itu menjadi miliknya, karena setelahitu dirampas dalam suatu perkelahian dengan

anak-anak pasar. Begitu juga ketika sedangmenderita sakit, kebutuhan obat-obatandipenuhinya sendiri, dan jika penyakitnyacukup parah maka beberapa kenalannya dipasar, yang dia sebut sebagai ‘orang-orangpasar’, akan merawatnya. Roy juga sangattidak suka pada polisi dan aparat keamananlainnya, karena ia pernah mengalami kejadianyang membuatnya takut sampai saat ini, yaitudiperintah untuk ‘push up’ oleh polisi karenaterlibat pada perkelahian .

Walaupun aspirasi ketiganya sangatberbeda, akan tetapi ketika ditanyakan apayang paling mereka inginkan, serentak merekamenyatakan keinginannya untuk bertemudengan idola para pengamen yaitu Iwan Fals.Pada tahun 2002 Rizki pernah bertemu IwanFals, dan dia sangat terkesan, sehingga inginmenjumpainya lagi pada tahun 2003 ini.Menjadi pengamen memang bukan pekerjaanpertama mereka, khususnya bagi Rizki danRoy. Rizki pernah menjadi stokar bus selamadua tahun. Pekerjaan itu tidak menarik lagikarena sangat tergantung pada ketrampilanmenyetir dan ketajaman pendengaran sopirbus. Stokar selalu menjadi kambing hitam darikesalahan-kesalahan yang diperbuat sopirbus, dan sering menjadi sasaran kemarahanpenumpang. Pekerjaan lain yangdiinginkannya selain mengamen ini adalahmenjadi pekerja di pasar malam, yang menurutRizki bisa memberikan penghasilan lebihbesar. Wawan, sebagai anak baru memangtidak banyak bercerita, selain rencananyauntuk ganti pekerjaan, walaupun belum tahuapa yang akan dikerjakannya. SedangkanRoy, sebelum mengamen pernah bekerjaselama satu tahun sebagai pengantarmakanan di kapal Jelatik yang berlayar ke SelatPanjang, dengan penghasilan bersih Rp15.000,- sehari. Keinginan yang diaungkapkan adalah bekerja lagi di kapal, yangmenempuh route pelayaran ke Singapura.

Bagaimanapun pandanganmasyarakat terhadap pengamen jalanan,terutama yang tidak terlalu bermodal suaradan alat musik yang memadai, pekerjaan ini

Page 12: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 651

telah memberikan penghasilan yang cukupuntuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup,dan mampu menjadi penyelamat bagi pararemaja putus sekolah. Satu hal yang perlumenjadi perhatian, pengamen jalanan inimemiliki ikatan komunitas yang cukup erat.Norma-norma diantara mereka mampumengatur hubungan diantara para pengamen,sehingga tidak terjadi persaingan dalammemperebutkan lokasi mangkal. Salahsatunya adalah aturan untuk mengutamakanhak mengamen untuk para senior, yang biasamereka sebut sebagai abang angkat.Sementara itu, para yunior berhak atasperlindungan dari siapa saja yangmengganggu keamanan mereka, dan jugamendapatkan bimbingan untuk menguasailagu-lagu baru. Tentu banyak hal menarikyang akan muncul, apabila ikatan pengamenjalanan ini diamati dengan lebih mendalam.

KASUS III : PENJUAL KELONTONG DANASESORIS , “HIDUP MANDIRI DANTIDAK PAYAH MENCARI KERJA”

Berjualan kelontong dan asesorismerupakan pekerjaan yang cukup berat.Seorang remaja putus sekolah bernama Afri,usia 17 tahun, telah menekuni pekerjaan iniselama tiga tahun. Afri bersekolah sampaikelas II MTs di Sulit Air, Solok. Tiga tahunyang lalu ia mengikuti kakaknya yang barumenikah, ke Tangkerang, Pekanbaru. Hinggasaat ini Afri tinggal bersama kakaknya,dengan menyewa rumah di Jl. Kereta Api,Tangkerang. Disini Afri juga tinggal denganseorang abang dan seorang adiknya, yangkeduanya juga bekerja untuk meringankanbeban kakak yang telah menampung merekasemua. Dua orang adiknya yang masih keciltinggal bersama orang tua mereka di Solok.Selain bertani, ayahnya juga membuattampah dari rotan, yang kemudian dijual keBatusangkar.

Dengan modal Rp 400.000,- darikakaknya, Afri memulai usaha ini. Padamulanya dia memperoleh upah dari kakaknyasebagai pemilik modal. Sesudah mampu

mengembalikan modal, Afri mulaimengumpulkan keuntungan sendiri untukmodal berikutnya. Penghasilannya dalamsehari berkisar antara Rp 30.000,- sampai Rp50.000,- . Setiap harinya Afri berangkat jam06.00 pagi, dan berjualan di wilayah PlazaSukaramai hingga jam 12.00. Apabila keadaanaman, dan tidak ada pengusiran dari Tibum,maka pekerjaan ini dapat dijalankannya hinggajam 18.00. Penghasilan yang diperolehnya,dikirim ke kampung untuk membantu biayahidup orang tua dan adik-adiknya. Sedangkanuntuk kebutuhannya pribadi, sering iagunakan untuk membeli baju. Pengeluaranobat-obatan ketika ia sakit, ditanggung olehkakaknya.

Barang-barang kelontong diperolehnyadari berbagai tempat, dan dijualnya juga keberbagai tempat. Perjalanan ke Prawang,Minas, dan Lipat Kain sering ditempuhnya,untuk menjual barang kelontong. Kegiatanini membutuhkan kesehatan dan kekuatanfisik yang cukup, karena berat satu kantongyang penuh berisi barang kelontong diakuinyaberkisar antara 5 sampai 10 kilogram. Barang-barang kelontong yang dijualnya antara lainterdiri dari : gunting, pensil, pena, spidol, odol,sikat gigi, jepit rambut, sisir, jepit jilbab,gunting kuku, dll. Kekerasan fisik oleh ‘anak-anak pasar’ diakuinya tidak pernah ia terima,akan tetapi ada bentuk lain dari pemalakanyang harus ditaatinya, yaitu membayar sewatempat berjualan sebesar Rp 2000,- setiap hari.Sebagaimana yang dialami oleh banyakpedagang kaki lima, pengusiran oleh Tibumsering dialami oleh Afri. Berbeda denganpekerja anak lainnya, Afri lebih arif menyikapitindakan para petugas ini. Dikatakannyabahwa mereka hanya menjalankan tugasnya,dan semua itu dijalankan karena mereka juga‘cari makan’. Afri menyadari bahwasebenarnya tindakan para petugas itu tidaksalah, karena para penjual itulah yang tidaktaat pada peraturan ketertiban dan kebersihankota. Akan tetapi karena berkeyakinan ‘sama-sama mencari makan’, maka setelah berlariandan sembunyi dari pengawasan Tibum,

Page 13: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 652

Afripun tetap kembali ke tempat semula, danmelanjutkan kegiatannya. Kebanyakan daripara penjual di sana mengetahui dengan tepat,bilamana datangnya pengawasan Tibumtersebut.

Aspirasi yang dimiliki oleh Afri, adalahmemperbesar modalnya untuk berjualan.Suatu saat ia ingin memiliki tempat usahatetap, atau toko sendiri, sehingga tidak perlupergi kesana-kemari untuk menjual barangkelontong. Pernah ada sedikit sesal dia tidakmelanjutkan sekolah, tetapi kebutuhan hidupmembuatnya mantap pada pilihannya untukmencari penghasilan sendiri. Walaupunsudah harus membanting tulang sejak usiabelia, Afri sangat bangga dengan apa yangdilakukannya. Untuk ini di mengatakan,“…dengan begini saya bisa hidup mandiri,dan tidak payah mencari kerja seperti orang-orang sekolahan, … teman-teman sayabanyak yang sekolah, tapi setelah itu merekatidak tahu harus kerja apa , karena untuk kerjaseperti saya tentu mereka malu,… akhirnyamereka menganggur..” Tak dapat dipungkiri,bahwa ini adalah pilihan yang sangat rasionalbagi kelompok masyarakat yang selaluberhadapan dengan kekurangan danketerbatasan. Aspirasi pendidikan yangterlalu tinggi dianggap akan menghancurkanhidup mereka sendiri.

KESIMPULANPERSEPSI TENTANG ANAK JALANAN

Banyak studi tentang anak jalananmenyimpulkan bahwa karekteristiknya adalahheterogen. Anak jalanan memiliki latarbelakang masalah yang bervariasi, persoalanyang dihadapi maupun keinginannyaberbeda-beda. Kendati anak jalanan memilikikarakteristik yang heterogen tetapi setidak-tidaknya dari studi ini dapat di klasifikasikanmenjadi tiga, yaitu:

Pertama, anak jalanan putus hubungansementara dengan orang tua. Karakteristikini dicirikan anak jalanan masih memiliki orangtua. Namun situasi dalam keluarga dirasakantidak menyenangkan untuk tinggal sehingga

anak meninggalkan sementara keluarganya.Anak meninggalkan keluarga dipicu olehkekerasan fisik berupa pemukulan, keluargasering cekcok, perceraian orang tua. Anak-anak dengan latar belakang seperti inibiasanya pergi tanpa tujuan, kemudianberkumpul dengan teman di jalanan.

Kedua, anak jalanan yang masih tinggaldengan orang tuanya. Anak jalanan denganlatar belakang seperti ini biasanya didorongoleh faktor ekonomis. Ekonomi orang tuaserba pas-pasan, umumnya mendorong anakuntuk mencari penghasilan sendiri. Motivasimuncul dari anak itu sediri untuk membantuekonomi keluarga, ingin memenuhikebutuhannya sendiri dan dipaksa orang tuauntuk mencari penghasilan.

Bagi anak-anak yang memilikikarakteristik seperti ini umumnya sebagianbesar masih sekolah dan memiliki aspirasipendidikan yang lebih baik. Aktivitas di jalanbiasanya dilakukan sebelum berangkat dansetelah pulang sekolah. Di jalanan dapatmemperoleh uang dengan mudah dan hidupdengan bebas sementara disekolah penuhaturan dan tidak mendapat uangmenyebabkan sebagian anak tidak kerasanlagi di sekolah.

Ketiga, hidup sebatang kara. Tidak lagimenjalin hubungan dengan orangtuanya,orang tuanya masih hidup tetapi tidak adahubungan lagi dengan anaknya, orang tuatidak lagi memperhatikan nasib anaknya.Anak-anak ini biasanya ikut orang lain atausaudara, tinggal dirumah singgah, sesamateman, atau bahkan tinggal tak menentu, dansedikit sekali yang bersekolah. Dari segiperlindungan anak-anak jalanan ini biasanyasangat rawan mendapat perlakukankekerasan. Kekerasan yang mengancam dapatberasal dari teman dan orang yang lebihdewasa atau preman.

PROFIL ANAK JALANAN1. Anak jalanan di kota Pekanbaru sebagian

besar mempunyai jenis kelamin laki-laki(92,17 %) hal ini bermakna bahwa anak

Page 14: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 653

wanita secara sosial masih mempunyainilai perlindungan dari keluarga yanglebih diarahkan untuk tetap beradadalam Rumah Tangga.

2. Dari 115 orang anak jalanan yangdijadikan responden berusia 6 hingga 18tahun dan yang terbanyak berusia antaraantara 12 hingga 14 tahun (45,22%).

3. Dari sejumlah anak jalanan yang beradapada usia sekolah ternyata 69,57% tidakbersekolah lagi, dan semua yang masihbersekolah berada di tingkat SD.Diantara yang tidak bersekolah, 4,35%berpendidikan SLTP, 33,04%berpendidikan SD, selebihnya adalahmereka yang tidak tamat SD, tidak tamatSLTP, dan tidak pernah sekolah.

4. Sebagian besar (69,57%) anak jalanantinggal dengan orangtua.

5. Dari keseluruhan responden, 62,61%memiliki orangtua dengan statusperkawinan ‘kawin’, 24,35% respondendengan status perkawinan orang tua‘cerai hidup’, sedangkan 13,04%responden dengan status ‘anak yatimatau piatu’ (orang tua cerai mati)

6. Asal keluarga, sebagian besar (90,31%)berasal dari luar daerah Riau.

7. Jenis pekerjaan yang dilakukan olehorangtua responden adalah pekerjaan-pekerjaan yang termasuk pada sektorinformal. Bahkan didapati sebanyak 7,48% anak jalanan memiliki orangtua yangtidak bekerja. Sebagian besar pekerjaanorangtua responden adalah sebagaipedagang (31,78 %), dan sebagai buruh(26,17 %).

8. Dalam hal pendidikan orangtua,diperoleh data bahwa orangtua anakjalanan mempunyai tingkat pendidikanyang sangat tidak memadai, dimana 17,78% tidak pernah sekolah, 26,17 % tidaktamat SD, 33,64 % tamat SD dan sisanyatamat SLTP dan SLTA.

9. Pada umumnya anak jalanan berasal darikeluarga yang mempunyai anak diatas 4orang.

AKTIVITAS EKONOMI1. Ada 11 jenis pekerjaan yang dilakukan

oleh anak jalanan dan yang terbanyakadalah penjual koran (26,09%), penyemirsepatu (20,87%), pengamen (14,08%),dan penjual rokok (11,30%).Berikutnya,berjualan mainan, asesoris dankelontong (8,70%), serta berjualan kue(8,52%) menjadi pekerjaan yang cukupbanyak dijalankan oleh anak jalanan.Pemulung, tukang parkir, tukang angkut,merupakan pekerjaan yang kurangdiminati. Tentunya pilihan-pilihan jenispekerjaan ini tak lepas dari jumlahkeuntungan yang dapat mereka peroleh.Jenis-jenis pekerjaan yang lebihmendatangkan keuntungan tentu lebihbanyak dipilih.

2. Karena sebagian besar anak jalanansudah tidak bersekolah lagi, makakebanyakan mereka menjalankanpekerjaannya lebih dari 7 Jam sehari(51,30%), dan selama 4-6 jam seharisebanyak 40 %, sedangkan sisanyakurang dari 3 Jam sehari.

3. Umur pertamakali turun ke jalandilakukan oleh sebagian besarresponden pada usia 9-10 tahun(51,30%).

4. Alasan dominan yang mendorong anak-anak tersebut untuk bekerja di jalananadalah atas keinginan sendiri yangmuncul karena kondisi ekonomikeluarga. Hal ini terlihat dari alasan yangmereka kemukakan, yaitu atas keinginansendiri sebanyak 59,13%. Sedangkankeadaan yang mendorong merekabekerja adalah untuk membantuorangtua (37,39%), membantu biayasekolah (23,48%), dan untuk mencarimakan (21,74%).

5. Karena faktor kemiskinan keluarga yangmendorong anak turun ke jalan, makasebagian pendapatan anak-anakdiberikan pada keluarga dengan rata-rata pendapatan anak jalanan setiap hariRp. 15.000,-. Alokasi pendapatan

Page 15: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 654

terbesar adalah diberikan pada orangtuadan saudara, yaitu sebesar 55,06%.

NILAI KERJA DAN ASPIRASI

Pandangan anak jalanan terhadapaktifitas kerja yang mereka lakukan adalahbekerja untuk mencari uang, dan hal inimempunyai makna yang kurang baik untukmasa depan anak. Sebagian besar dari merekatidak menghendaki bantuan untuk kembali

mengenyam bangku sekolah, oleh karenamereka berpendapat bahwa bersekolah tidakdapat menghasilkan uang, akan tetapi bahkanmenghabiskan uang. Mereka berpandanganbahwa banyak orang berpendidikan tinggiyang tidak mendapat pekerjaan, karena malumenjalankan pekerjaan-pekerjaan kasar.Sementara dengan tingkat pendidikan yangrendah, mereka bersedia melakukan pekerjaanapapun, yang dengan mudah bisa merekadapatkan.

Page 16: PROFIL DAN ASPIRASI ANAK JALANAN DI KOTA PEKANBARU

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume VIII Nomor 13/Agustus 2003 655

Chawa, Anif Fatma. 1997. Dilema BuruhAnak, Studi tentang Kehidupan BuruhAnak Nelayan di Desa Gili Ketapang,Sumber Asih, Kabupaten Probolinggo,Skripsi Fisip Universitas Airlangga.

Effendi, Tadjuddin Noer. 1992. “Buruh Anak-anak, Fenomena di Kota dan Pedesaan”dalam Buruh Anak di Sektor Informal-Tradisional dan Formal , PusatPembinaan Sumber Daya Manusia,Yayasan Tenaga Kerja Indonesia.

Hariadi, Sri Sanituti & Bagong Suyanto.1999. Anak Jalanan di Jawa Timur :Masalah dan Upaya Penanganannya.Jawa Timur: LPA Jatim, BK3S, danKanwil Depsos.

___ (eds). 2001. Anak-Anak yang DilanggarHaknya: Potret Sosial Anak Rawan diIndonesia yang MembutuhkanPerlindungan Khusus. KerjasamaPusat Kajian Anak FISIP Unair, LPAJatim, dan UNICEF.

Imawan, Wynandin. 1999. Krisis Ekonomidan Dampaknya terhadapPerkembangan Terakhir PekerjaAnak: Makalah untuk LokakaryaPenyusunan K e b i j a k a nPenanganan Pekerja Anak diIndonesia. Diselenggarakan Bappenas,ILO-OPEC, dan Depnaker pada tanggal22-24 Juli 1999 di Bogor.

Irwanto, et al. 1995. Pekerja Anak di TigaKota Besar: Jakarta, Surabaya, Medan.Jakarta: Unicef & Pusat PenelitianUnika Atma Jaya.

___________. 1996. “Kajian Literatur danPenelitian Mengenai Pekerja AnakSejak Pengembangan Rencana KerjaOPEC 1993” dalam “KonferensiNasional II Masalah Pekerja Anak diIndonesia. Kerjasama YayasanKesejahteraan Anak Indonesia,Depnaker RI, dan ILO/OPEC.

___________. 1998. Anak yangDilacurkan: Studi Kasus di Jakarta,Jawa Barat, dan Jawa Timur. YayasanKusuma Buana, Pusat KajianPenelitian Atmajaya, FISIP Unair, danILO/OPEC.

Irwanto, Muhammad Farid & Jefri Anwar.1999. Anak yang MembutuhkanPerlindungan Khusus di Indonesia:Analisis Situasi. Jakarta: KerjasamaPKPM Unika Atmajaya, Depsos,UNICEF.

Johan, Maiyasyak, et al (eds). 1998.Perlindungan Hukum Pekerja Anakdi Indonesia. Medan: LembagaAdvokasi Indonesia Medan.

Mosley, Henry V & Chen C. Lincoln. 1998.Suatu Kerangka Analisis Untuk StudiKelangsungan Hidup Anak di NegaraBerkembang. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.

Munandar, Surya (ed). 1996. DehumanisasiAnak Marjinal: Berbagai PengalamanPemberdayaan. Bandung: AKTIGAGusus Analisis.

Pekanbaru Dalam Angka tahun 2002.Pemda Kota Pekanbaru.

DAFTAR PUSTAKA